ANALISIS PROGRAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN...
-
Upload
trinhtuong -
Category
Documents
-
view
220 -
download
0
Transcript of ANALISIS PROGRAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN...
ANALISIS PROGRAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
MASYARAKAT HINTERLAND OLEH PEMERINTAH KOTA BATAM DI
PULAU KARAS KECAMATAN GALANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
ZAINUDDIN
NIM : 100565201302
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DANILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
1
ANALISIS PROGRAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN
MASYARAKAT HINTERLAND OLEH PEMERINTAH KOTA BATAM DI
PULAU KARAS KECAMATAN GALANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU
ZAINUDDIN
Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan ilmu Politik Universitas
Maritim Raja Ali Haji
A B S T R A K
Pendidikan masih merupakan barang mahal bagi kebanyakan rakyat
Indonesia. Salah satunya di wilayah Batam ada yang wilayah yang disebut
Hinterland mayoritas merupakan nelayan dan selama ini mereka kurang sekali
memperoleh perhatian dari Pemerintah. Sekitar 80 persen penduduk Pulau Karas,
Kecamatan Galang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau berada di garis
kemiskinan. Kualitas sumberdaya manusia yang masih rendah, sehingga berdampak
pada lambannya di dalam menyerap dan melaksanakan program-program pemerintah
daerah sehingga perkembangan tingkat ekonomi merekapun menjadi lamban. Juga
masalah sulitnya transportasi bagi penduduk di Hinterland khususnya anak-anak
didik yang akan menimba ilmu di sekolah-sekolah dengan terpaksa harus
menggunakan jasa transportasi yang serba minim, hal ini sudah barang tentu akan
sangat mengganggu proses belajar.
Tujuan penelitian untuk menganalisis Program Peningkatan Mutu Pendidikan
Masyarakat Hinterland Oleh Pemerintah Kota Batam Di Pulau Karas Kecamatan
Galang Provinsi Kepulauan Riau. Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis
penelitian deskriptif kualitatif. Informan penelitian berjumlah 5 orang. Teknik
analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian ini adalah Program Peningkatan Mutu Pendidikan
Masyarakat Hinterland Oleh Pemerintah Kota Batam Di Pulau Karas Kecamatan
Galang Provinsi Kepulauan Riau selama ini belum membawa perubahan terhadap
pendidikan di Pulau Karas hal ini dapat dilihat dari masih belum meratanya fasilitas
pendidikan, sarana parasarana yang terbatas, dan kurangnya guru. Program
pemerintah belum dapat membawa dampak baik bagi penyelenggaraan pendidikan di
Karas seperti dalam mengembangkan pendidikan dan mengalokasikan anggaran
untuk pembangunan sarana dan prasarana pendidikan peran guru dan staf pengajar
yang kompeten.
Kata Kunci : Kebijakan, Pendidikan, Hinterland
2
A B S T R A C T
Education is still an expensive item for most people of Indonesia. One of them in
the area of Batam is nothing called area constitutes the majority of the fishermen
and the Hinterland during the time they are less once gained the attention of the
Government. About 80 percent of the population of the island of Galang sub district,
Karas, Batam city of Riau Islands Province, are on the poverty line. The quality of
human resources is still low, so the impact on the sluggish in absorbing and carrying
out programmes of local government so that the economic level of development they
become sluggish. Also the issue of the difficulty of transport for residents in the
Hinterland in particular detained children that will be studied in schools with forced
to use the transportation services department which is minimal, this of course will be
very disturbing process of learning.
The goal of the Research Program to analyze quality improvement community
education Hinterland by the City Government of Batam Island Karas Galang sub
district province of Riau Islands. In this study the author uses descriptive types of
qualitative research. Informant research amounted to 5 people. Data analysis
technique used is descriptive qualitative data analysis techniques.
The results of this Research Program is the educational enhancement Society
Hinterland by the City Government of Batam Island Karas Galang sub district of
Riau Islands Province so far has not brought changes to education in the island of
Karas it can be seen from the still not meratanya education facilities, means of
parasarana limited, and a lack of teachers. Government programs have not been
able to bring good impact for the Organization of education in Karas as in
developing education and allocate budget to education and infrastructure
development the role of teacher and competent teaching staff.
Keywords: Policy, Education, Hinterland
3
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perhatian pemerintah terhadap
masyarakat pesisir atau hinterland
sangatlah minim, yang dapat dibuktikan
dilapangan, dimana keadaan sangat
memprihatinkan dengan kehidupan apa
adanya dan tidak ditopang
pemberdayaan ekonomi yang mapan
dan berkesinambungan. kemiskinan
bukanlah hal yang baru. Meskipun
demikian, masalah kemiskinan selalu
aktual untuk dibahas. Sebab, meskipun
telah berjuang puluhan tahun untuk
membebaskan diri dari kemiskinan,
kenyataan menunjukkan bahwa daerah-
daerah di Indonesia belum bisa
melepaskan diri dari belenggu
kemiskinan ini.
Pemerintah untuk menyelenggarakan
urusan pemerintahan pada bidang
pendidikan yang merupakan salah satu
urusan wajib yang berkaitan dengan
pelayanan dasar (Pasal 12 ayat 1), UU
Pemerintahan Daerah telah mengatur
pembagian urusan pemerintahan bidang
pendidikan bagi Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah Provinsi serta
Pemerintah Daerah Kabupaten/kota.
Menurut Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, urusan pemerintahan terdiri
dari 3 urusan yakni urusan
pemerintahan absolut, urusan
pemerintahan konkuren, dan urusan
pemerintahan umum. Terkait urusan
konkuren, pemerintah pusat dan
pemerintah daerah (provinsi dan
kabupaten/kota) dibagi berdasarkan
pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan
eksternalitas, serta kepentingan strategis
nasional.
Dalam Urusan Pemerintahan yang
terkait dengan Bidang Pendidikan
sesuai dengan Undang-undang Nomor
23 Tahun 2014 telah diatur matriks
pembagian urusan pemerintahan
konkuren antara. Pembagian urusan
pemerintahan bidang pendidikan terdiri
dari 6 (enam) sub urusan, yaitu :
Manajemen Pendidikan, Kurikulum,
Akreditasi, Pendidik dan Tenaga
Kependidikan (PTK), Perizinan
Pendidikan, serta Bahasa dan Sastra.
Pendidikan merupakan hal paling utama
dalam membangun suatu Negara.
Namun angka partisipasi sekolah di
Indonesia juga masih terbilang rendah,
angka partisipasi kasar (APK) tingkat
SMP baru 70%. Sedangkan APK untuk
tingkat SMU baru berkisar 60%.
Mengacu ke data Kemendiknas saja,
dari 3,7 juta lulusan SMP, yang
melanjutkan ke SMA/SMK hanya
sekitar 2,2 juta. Artinya, ada 1,5 juta
lulusan SMP yang terlempar di jalan.
Kondisi lebih parah mungkin terjadi di
daerah tertentu. Angka partisipasi untuk
perguruan tinggi lebih rendah lagi,
yakni 18,7%. Jumlah mahasiswa di
Indonesia baru berkisar 4,8 juta orang.
Padahal, jumlah anak usia belajar di
perguruan tinggi berkisar 25 juta orang.
Dengan demikian, ada puluhan juta
pemuda Indonesia yang terpaksa
menjadi tenaga kerja murah atau
pengangguran.
Mutu yang baik memiliki standar. Oleh
karena itu, secara nasional
diberlakukanlah standar-standar mutu
pendidikan, yang disebut Standar
Nasional Pendidikan (SNP). Dalam
pasal 2 ayat 1 PP No. 19 tahun 2005
dinyatakan bahwa ruang lingkup SNP
meliputi: (1) standar isi; (2) standar
proses; (3) standar kompetensi lulusan;
(4) standar pendidik dan tenaga
kependidikan; (5) standar sarana dan
prasarana; (6) standar pengelolaan
4
sekolah; (7) standar pembiayaan, dan
(8) standar penilaian pendidikan.
Standar isi sebagaimana dimaksud oleh
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005, mencakup lingkup materi dan
tingkat kompetensi untuk mencapai
kompetensi lulusan pada jenjang dan
jenis pendidikan tertentu, yang termuat
dalam kurikulum. Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan
pasal 6 ayat (1) menyatakan kurikulum
untuk jenis pendidikan umum,
kejuruan, dan khusus pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah terdiri
atas (1) kelompok mata pelajaran
agama dan akhlak mulia, (2) kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian, (3) kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi, (4) kelompok mata pelajaran
estetika, dan (5) kelompok mata
pelajaran jasmani, olahraga dan
kesehatan.
Pendidikan masih merupakan barang
mahal bagi kebanyakan rakyat
Indonesia. Biaya pendidikan pun
membumbung tinggi. Akibatnya,
banyak peserta didik yang harus rela
putus sekolah. Di samping itu, banyak
pula yang gagal mengenyam
pendidikan karena memang tidak punya
biaya. Data menyebutkan, 70 persen
siswa di Indonesia tidak bisa sekolah
karena masalah keuangan. Belum lagi
persoalan infrastruktur: bangunan
sekolah, fasilitas belajar, sarana
transportasi sekolah, dan lain-lain. Data
BPS 2011 menyebutkan, jumlah
sekolah rusak di Indonesia mencapai
140 ribu bangunan. (Sumber :
http://www.berdikarionline.com/angka-
partisipasi-sekolah/)
Angka Partisipasi Sekolah merupakan
ukuran daya serap lembaga pendidikan
terhadap penduduk usia sekolah.
Mencermati APK ataupun APM artinya
mencermati tingkat aksesibilitas anak
usia sekolah terhadap jenjang atau
tingkat pendidikan tertentu. Gambaran
APK untuk tingkat pendidikan SD/MI
dari sajian data 2005 samapai dengan
2007 di Kota Batam baik; yaitu pada
tahun 2005 APM SD/MI sebesar
92,77%, tahun 2006 sebesar 98,54%,
dan tahun 2007 naik menjadi 102,31%.
Sedangkan APM SD/MI tentunya tidak
berbeda bahwa trendnyapun menjadi
naik; yaitu pada tahun 2005 sebesar
83,23%, tahun 2006 sebesar 91,01%,
dan pada tahun 2007 menjadi sebesar
96,97%. 29 Artinya dari data yang
tersaji Pemerintah Daerah Kota Batam
memiliki tugas untuk mendorong
sekitar 3,3% anak usia sekolah SD/MI
untuk kembali kesekolah atau ditangani
oleh jalur pendidikan nonformal baik
melalui Program Paket A ataupun
Keaksaraan fungsional. Gambaran APK
untuk tingkat pendidikan SMP/MTs
dari sajian data 2005 sampai dengan
2007 trendnya sangat baik; yaitu pada
tahun 2005 APM SMP/MTs sebesar
79,70%, tahun 2006 sebesar 79,95%,
dan tahun 2007 naik menjadi 89,02%.
Sedangkan APM SMP/MTs terjadi
pluktuasi kalaupun pada angka yang
relatif kecil; yaitu pada tahun 2005
sebesar 69,21%, tahun 2006 sebesar
74,71%, dan pada tahun 2007 terjadi
penurunan yaitu menjadi sebesar
74,14%. Artinya dari data yang tersaji
Pemerintah Daerah Kota Batam
memiliki tugas untuk mendorong
sekitar 25,86% anak usia sekolah
SMP/MTs (lulusan SD/MI yang tidak
melanjutkan atau yang drop out dari
SMP/MTs) untuk kembali kesekolah
atau didorong untuk melanjutkan
studinya atau ditangani oleh jalur
pendidikan nonformal baik melalui
Program Paket B.
5
Namun di wilayah Batam ada
yang wilayah yang disebut Hinterland
mayoritas merupakan nelayan dan
selama ini mereka kurang sekali
memperoleh perhatian dari Pemerintah.
Sudah saatnya pemerintah daerah lebih
fokus untuk mendayagunakan
masyarakat nelayan dalam
mengoptimalkan eksploitasi
sumberdaya laut melalui analisis faktor-
faktor yang mempengaruhi produksi
perikanan dan lainnya di wilayah
hinterland. Kehidupan masyarakat
hinterland justru umumnya masih jauh
dari standar kelayakan hidup yang
semestinya. Meskipun wilayah
hinterland umumnya memiliki
sumberdaya alam yang besar, wilayah
ini umumnya lemah dalam sumberdaya
manusianya, dengan rendahnya kualitas
sumberdaya manusia mengakibatkan
masyarakat hinterland terjebak dalam
stagnasi perekonomian. Realitanya
kehidupan masyarakat hinterland
senantiasa dilanda kemiskinan, bahkan
kehidupan mereka sering diidentikkan
dengan kemiskinan.
Pendidikan di Batam saat ini secara
umum berjalan sangat baik, kontribusi
terhadap Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) telah menjadikan Kota Batam
yang terbaik di Provinsi Kepulauan
Riau. Namun demikian Kota Batam
dengan 12 kecamatan yang letak
geografis berbentuk pulau atau juga
orang mengenal dengan daerah
hiterland, tentunya akan membawa
kendala untuk mengakses pendidikan,
minat untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi, putus
sekolah, pola perilaku yang akan
mengikuti orangtuanya, daya jangkau
dan intensitas layanan dan pembinaan
oleh para pengelola dan pembina
pendidikan semakin tidak terprogram
karena berbagai alasan termasuk alasan
administratif dan sistem penghargaan.
Semua ini akan sangat memungkinkan
tingkat aksesibilitas yang sebenarnya
menjadi rendah, angka buta aksara
semakin berkurang.
Peraturan Daerah Kota Batam
Nomor 4 Tahun 2011 tentang
penyelenggaraan pendidikan
merupakan pedoman dari pelaksanaan
program peningkatan mutu pendidikan
di Kota Batam. Pemerintah Kota Batam
tugas pengelolaan pendidikan sebagai
mana diamanahkan dalam Undang-
Undang tersebut sangat sejalan dengan
Visi dan Misi RPJM Pemerintah Kota
Batam dengan Visi terwujudnya Kota
Batam sebagai Bandar Dunia Madani
Yang Modern dan Menjadi Andalan
Pusat Pertumbuhan perekonomian
Nasional dengan Misi ; Meningkatkan
pelayanan prima dalam hal pendidikan,
kesehatan, perumahan yang layak dan
terjangkau, sosial budaya. Sejalan
dengan perkembangan pendidikan
menghadapi era-globalisasi, Satuan
Kerja Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Dinas Pendidikan Kota Batam sebagai
Instansi Pemerintah Daerah Kota Batam
yang memiliki tugas pokok
melaksanakan urusan pemerintahan
daerah di bidang pendidikan
berdasarkan azas otonomi daerah dan
tugas pembantuan yang diberikan oleh
Walikota Batam memberikan pelayanan
kepada masyarakat khususnya di bidang
pendidikan yang setiap tahunnya
menyusun Rencana KerjaTahunan
Dinas Pendidikan Kota Batam.
Salah satu program dari Dinas
Pendidikan Kota Batam adalah Program
peningkatan ketersediaan dan
keterjangkauan pelayanan pendidikan
dasar dan menengah. Masyarakat Kota
Batam memiliki masyarakat yang
bertempat tinggal di daerah hinterland.
Ciri khas masyarakat hinterland adalah
6
mereka pada umumnya hidup dengan
bergantung pada hasil laut disekitar
Kota Batam ini. Terutama masyarakat
yang masih menggunakan cara-cara
tradisional dalam menggali potensi
kelautan yang ada di sekitar kota ini.
Memang kehadiran Kota Batam tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan
masyarakat hinterland, meskipun pada
akhirnya harus diakui bahwa
perkembangan di lingkungan
masyarakat hinterland tidak secepat
yang ada di daerah mainland. Pola
pembangunan yang masih
terkonsentrasi dan keterbatasan
anggaran menjadi alasan bagi
pemerintah untuk mengutamakan
daerah mainland dibandingkan dengan
hinterland.
Pemerintah Kota Batam menetapkan
kebijakan Pendidikannya sebagai
prioritas dalam pengembangan investasi
sumberdaya manusia itu bersifat
unggulan dan strategis. Secara kasat
mata, kualitas pendidikan di wilayah
mainland dan hinterland memang masih
sangat berbeda jauh dalam berbagai
bidang, untuk itulah Pemerintah Kota
Batam selalu membuat terobosan-
terobosan baru dalam membenahi
berbagai infrastruktur pendukung
sehingga anak-anak hinterland yang
masih terbatas dalam akses pendidikan
tersebut secara perlahan dan pasti dapat
merasakan pendidikan pada zaman
yang serba modern seperti saat ini.
Masih ada sebagian anak-anak
hinterland yang masih butuh
keberpihakan pemerintah seperti
fasilitas belajar, transportasi bahkan
tempat tinggal bagi siswa yang
mempunyai rumah jauh dari lokasi
sekolahnya.
Berdasarkan hasil penelusuran terhadap
penelitian sebelumnya penulis temukan
bahwa peneliti sebelumnya Sadam
(2015) yang meneliti tentang peran
pemerintah Kota Batam dalam
pemberdayaan masyarakat hinterland
salah satunya adalah di kelurahan
Sembulang, fokus penelitiannya adalah
peran pemerintah dalam pemberian
beasiswa bagi mahasiswa hinterland
yang sudah diterima di perguruan
tinggi. Pemerintah kota juga melakukan
terobosan dengan mengirimkan para
siswa hinterland tersebut sampai ke
pendidikan tinggi, Pemerintah kota juga
memberikan bantuan beasiswa berupa
kuliah gratis bagi siswa hinterland yang
berprestasi, dalam penelitian tersebut
melihat peran pemerintah dari tiga
aspek yaitu memberi arahan dalam
proses sosialisasi, pewarisan tradisi
kepercayaan dan norma pengetahuan
oleh pemerintah, dan dapat
mempersatukan kelompok atau
masyarakat. Hasil dari penelitian ini
bahwa selama ini pemerintah Kota
Batam belum berperan optimal dalam
memberdayakan masyarakat hinterland
lewat pendidikan.
Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian terdahulu adalah, penelitian
ini menganalisis program-program
Pemerintah Kota Batam Di Kelurahan
Karasuntuk meningkatkan mutu
masyarakat hinterland yang tidak hanya
terfokus pada beasiswa saja, tetapi lebih
pada pembangunan-pembangunan
sarana prasarana penunjang
pembelajaran, kegiatan pendidikan
yang merata keseluruh wilayah Batam
khususnya bagi masyarakat hinterland.
Penelitian ini melihat sejauh mana dan
apa saja yang sudah dilakukan
pemerintah untuk pendidikan di Pulau
Karas.
Karena hingga saat ini kenyataannya
tidak semua daerah hinterland
merasakan. Salah satu kawasan
hinterland adalah Pulau Karas. Jumlah
7
penduduk di Karas sekitar 3.000 jiwa
dengan kepala keluarga sebanyak 781
KK. Sekitar 80 persen penduduk Pulau
Karas, Kecamatan Galang, Kota Batam,
Provinsi Kepulauan Riau berada di
garis kemiskinan. Kualitas sumberdaya
manusia yang masih rendah, sehingga
berdampak pada lambannya di dalam
menyerap dan melaksanakan program-
program pemerintah daerah sehingga
perkembangan tingkat ekonomi
merekapun menjadi lamban. Juga
masalah sulitnya transportasi bagi
penduduk di Hinterland khususnya
anak-anak didik yang akan menimba
ilmu di sekolah-sekolah dengan
terpaksa harus menggunakan jasa
transportasi yang serba minim, hal ini
sudah barang tentu akan sangat
mengganggu proses belajar.
Di Kelurahan Karasini memang sudah
memiliki sekolah dari jenjang SD, SMP
maupun SMA namun kualitas
pendidikan masih jauh dari yang
diharapkan. Permasalahan kekurangan
guru menjadi salah satu penyebab
utama, jarang sekali guru mau
ditugaskan ke pulau ini. Potret guru
yang bertugas di kawasan hinterland
Batam demikian memprihatinkan.
Seperti yang terlihat bahwa guru-guru
yang bertugas di SD Negeri 013
Galang, di Pulau Karas, misalnya.
Rumah dinas yang disediakan untuk
mereka jauh dari kesan layak. Bahkan,
saking tak layaknya, beberapa guru
yang bertugas di situ memilih menyewa
rumah warga daripada tinggal di rumah
dinas tersebut. Ada lima unit rumah
dinas untuk guru yang disediakan
pemerintah. Namun yang dapat dihuni
hanya dua unit. Dua unit ini pun sudah
mendekati kata tak layak pakai.
Upaya pemerintah selama ini untuk
mendukung pendidikan di Kelurahan
Karassangat minim, sehingga banyak
anak di wilayah ini pendidikannya tidak
sesuai dengan harapan, guru yang
minim, kemudian kelayakan sekolah
yang mendukung masih sangat
kekurangan. Untuk mengetahui tentang
upaya pemerintah daerah dalam
mengatasi fenomena tersebut maka
penulis bermaksud melakukan
penelitian dengan memilih judul
penelitian: “Analisis Program
Peningkatan Mutu Pendidikan
Masyarakat Hinterland Oleh
Pemerintah Kota Batam Di Kelurahan
KarasKecamatan Galang Provinsi
Kepulauan Riau”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar
belakang di atas, maka dari itu yang
menjadi permasalahan di dalam
penelitian ini dirumuskan sebagi berikut
: Bagaimana Program Peningkatan
Mutu Pendidikan Masyarakat
Hinterland Oleh Pemerintah Kota
Batam Di Kelurahan KarasKecamatan
Galang Provinsi Kepulauan Riau?.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini
bertujuan : Untuk Menganalisis
Program Peningkatan Mutu
Pendidikan Masyarakat Hinterland
Oleh Pemerintah Kota Batam Di
Kelurahan KarasKecamatan Galang
Provinsi Kepulauan Riau.
2. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat :
a. Sebagai bahan masukan berupa
pemikiran kepada pihak yang
terkait khususnya mengenai
Program Peningkatan Mutu
Pendidikan Masyarakat
Hinterland Oleh Pemerintah
Kota Batam Di Kelurahan
KarasKecamatan Galang
Provinsi Kepulauan Riau.
8
b. Sebagai sumber informasi
maupun referensi bagi para
peneliti yang ingin melakukan
penelitian selanjutnya.
D. Konsep Operasional
Dalam penelitian ini teori yang
digunakan menurut Agustino
(2006:139), implementasi kebijakan
menyangkut tiga hal, yaitu :
1. Adanya tujuan atau sasaran
kebijakan. dapat dilihat dari
indikator :
a. Pengembangan potensi
peserta didik,
pemerataan kesempatan
pendidikan,
meningkatkan mutu
kegiatan belajar
mengajar.
b. Membuat strategi
peningkatan mutu
pendidikan
2. Adanya aktivitas atau kegiatan
pencapaian tujuan, hal ini dapat
dilihat dari indikator:
a. Adanya kerjasama
Instansi terkait untuk
pemerataan pendidikan
di Kelurahan Karas
3. Adanya hasil kegiatan. Hal ini
dapat dilihat dari indikator:
a. Adanya dampak baik
program yang telah
dilaksanakan selama 3
tahun terakhir di pulau
Karas
E. Metode Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah penelitian
Deskriptif, dalam penelitian deskriptif
ini, peneliti hanya memberikan suatu
gambaran secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta yang sesuai
dengan ruang lingkup judul penelitian.
Menurut pendapat Sugiyono (2012:11)
menyatakan bahwa “penelitian
deskriptif adalah penelitian yang
dilakukan untuk mengetahui nilai
variabel mandiri, baik satu variabel atau
lebih tanpa membuat perbandingan,
atau menghubungkan antar variabel”.
Dalam kaitannya dengan penelitian
yang dimaksud dengan mendapatkan
informasi yang seluas-luasnya adalah
untuk mengungkapkan berbagai
fenomena yang berkaitan dengan
masalah penelitian yaitu bagaimana
Program Peningkatan Mutu Pendidikan
Masyarakat Hinterland Oleh
Pemerintah Daerah Di Kelurahan
KarasKecamatan Galang Provinsi
Kepulauan Riau.
F. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini menggunakan
analisis kualitatif. Penelitian ini
menggunakan teori Moleong (2006:35)
menyatakan analisa dan kualitatif
adalah proses pengorganisasian, dan
penguratan data kedalam pola dan
kategori serta satu uraian dasar,
sehingga dapat dikemukakan tema yang
seperti disarankan oleh data. Adapun
langkah – langkah analisa data yang
dilakukan adalah : (1) menelaah dari
semua data yang tersedia dari berbagai
sumber, (2) reduksi data yang dilakukan
dengan membuat abstraksi, (3)
menyusun data kedalam satuan-satuan,
(4) pengkategorian data sambil
membuat koding, (5) mengadakan
pemeriksaaan keabsahan data, dan (6)
penafsiran data secara deskripsif. teknik
analisis data yang digunakan adalah
teknik analisa data Deskriptif Kualitatif.
II. LANDASAN TEORI
1. Kebijakan
Kebijakan itu merupakan rumusan
suatu tindakan yang dikembangkan dan
9
diputuskan oleh instansi atau pejabat
Pemerintah guna mengatasi atau
mempertahankan suatu kondisi dengan
memberikan sanksi bagi yang
melakukan pelanggaran. Menurut
Dwiyanto (2009: 140): “Proses politik
kebijakan adalah proses melegitimasi
kebijakan publik dengan menyandarkan
pada proses pembahasan kebijakan di
lembaga politik yang diakui sebagai
representative publik. Jika lembaga
politik yang representative dari
kebijakan benar-benar menampung
aspirasi publik, maka kebijakan yang
direkomendasikan tidak mengalami
hambatan untuk dilegitimasikan
menjadi sebuah kebijakan “
Edwards III dan Sharkansky dalam
Hariyoso (2002: 62) mengartikan
bahwa kebijakan publik adalah
pernyataan pilihan tindakan pemerintah
yang berupa tujuan dan program
pemerintah. Sedangkan Thomas R. Dye
(dalam Sumaryadi, 2005 :19).
berpendapat bahwa kebijaksanaan
negara ialah pilihan tindakan apapun
yang dilakukan atau tidak yang
dilakukan oleh pemerintah. Menurut
Abidin (2002:75) menjelaskan
Kebijakan adalah keputusan pemerintah
yang bersifat umum dan berlaku untuk
seluruh anggota masyarakat. Kebijakan
merupakan suatu tindakan yang
mengarah pada tujuan yang diusulkan
dalam lingkungan tertentu sehubungan
dengan adanya hambatan-hambatan
tertentu untuk mencapai tujuan atau
mewujudkan sasaran yang diinginkan.
Pada dasarnya kebijakan publik dapat
berupa aturan atau ketentuan yang
mengatur kehidupan masyarakat yang
mana aturan-aturan tersebut disusun
dalam beberapa bentuk kebijakan.
“Kebijakan publik mempunyai sifat
paksaan yang secara potensial sah
dilakukan, sehingga kebijakan publik
menuntut ketaatan atau kepatuhan yang
luas dari masyarakat” (Winarno,
2007:21).
Robert Eyestone (dalam
Agustino: 2006 : 6) mendefinisikan
kebijakan publik sebagai “hubungan
antara unit pemerintah dengan
lingkungannya”. Banyak pihak
beranggapan bahwa definisi tersebut
masih terlalu luas untuk dipahami,
karena apa yang dimaksud dengan
kebijakan publik dapat mencakup
banyak hal. Setiap tahap dalam
pengambilan kebijakan harus
dilaksanakan dan dengan
memperhatikan sisi ketergantungan
masalah satu dengan yang lainnya.
Proses penetapan kebijakan atau yang
sering dikenal dengan policy making
process, menurut Shafrits dan Russel
dalam Keban (2004: 63) adalah sebagai
berikut :
a. agenda setting dimana isu-isu
kebijakan diidentifikasi,
b. keputusan untuk melakukan
atau tidak melakukan kebijakan,
c. tahap implementasi kebijakan,
d. evaluasi program dan analisa
dampak,
e. feedback yaitu memutuskan
untuk merevisi atau
menghentikan.
Proses kebijakan diatas bila
diterapkan akan menyerupai sebuah
siklus tahapan penetapan kebijakan.
Dengan demikian kebijakan public
adalah produk dari pemerintah maupun
aparatur pemerintah yang hakekatnya
berupa pilihan-pilihan yang dianggap
paling baik, untuk mengatasi persoalan-
persoalan yang dihadapi public dengan
tujuan untuk dicarikan solusi
pemecahannya secara tepat, cepat dan
akurat, sehingga benar adanya apa yang
10
dilakukan ataupun tidak dilakukan
pemerintah dapat saja dipandang
sebagai sebuah pilihan kebijakan.
Menurut Woll (dalam Tangkilisan:
2003:2) menyebutkan bahwa kebijakan
publik ialah sejumlah aktivitas
pemerintah untuk memecahkan masalah
di masyarakat, baik secara langsung
maupun melalui berbagai lembaga yang
mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Thomas R Dye sebagaimana dikutip
Islamy (2009: 19) mendefinisikan
kebijakan publik sebagai apapaun yang
dipilih pemerintah untuk dilakukan atau
untuk tidak dilakukan. Menurut
Ramesh (2000:74), proses kebijakan
terdiri atas 6 tahap:
1. permulaan /penanaman (invensi),
2. estimasi (perkiraan),
3. seleksi (pemilihan),
4. implementasi (penerapan),
5. evaluasi (penilaian),
6. terminasi (penyelesaian).
Definisi ini menekankan bahwa
kebijakan publik adalah mengenai
perwujudan “tindakan” dan bukan
merupakan pernyataan keinginan
pemerintah atau pejabat publik semata.
Di samping itu pilihan pemerintah
untuk tidak melakukan sesuatu juga
merupakan kebijakan publik karena
mempunyai pengaruh (dampak yang
sama dengan pilihan pemerintah untuk
melakukan sesuatu). Terdapat beberapa
ahli yang mendefiniskan kebijakan
publik sebagai tindakan yang diambil
oleh pemerintah dalam merespon suatu
krisis atau masalah publik.
Sedangkan Ekowati (2005:78)
menyebutkan bahwa kebijaksanaan
adalah suatu taktik dan strategi yang
diarahkan untuk mencapai suatu tujuan.
Oleh karena itu suatu kebijaksanaan
harus memuat 3 (tiga) elemen, yaitu :
1. Identifikasi dari tujuan yang ingin
dicapai.
2. Taktik atau strategi dari berbagai
langkah untuk mencapai tujuan
yang diinginkan.
3. Penyediaan berbagai input untuk
memungkinkan pelaksanaan secara
nyata dari taktik atau strategi.
Begitupun dengan Chandler dan
Plano sebagaimana dikutip Tangkilisan
(2003: 1) yang menyatakan bahwa
kebijakan publik adalah pemanfaatan
yang strategis terhadap sumberdaya-
sumberdaya yang ada untuk
memecahkan masalah-masalah publik
atau pemerintah. Selanjutnya dikatakan
bahwa kebijakan publik merupakan
suatu bentuk intervensi yang dilakukan
secara terus-menerus oleh pemerintah
demi kepentingan kelompok yang
kurang beruntung dalam masyarakat
agar mereka dapat hidup, dan ikut
berpartisipasi dalam pembangunan
secara luas. David Easton sebagaimana
dikutip Agustino (2006: 19)
memberikan definisi kebijakan publik
sebagai “ the autorative allocation of
values for the whole society”. Definisi
ini menegaskan bahwa hanya pemilik
otoritas dalam sistem politik
(pemerintah) yang secara syah dapat
berbuat sesuatu pada masyarakatnya
dan pilihan pemerintah untuk
melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu diwujudkan dalam
bentuk pengalokasian nilai-nilai.
Secara khusus Wahab (2002:5-10)
mengemukakan tentang ciri-ciri
yang melekat pada kebijakan yaitu:
a. “Kebijakan itu dirumuskan oleh
orang-orang yang memiliki
wewenang dalam sistem politik
seperti ketua adat, ketua suku,
eksekutif, legislator, hakim,
11
administrator, monarkhie, dan
sebagainya.
b. Kebijakan merupakan tindakan
yang mengarah pada tujuan
melalui tindakan-tindakan yang
direncanakan secara matang.
c. Kebijakan itu hakekatnya terdiri
atas tindakan-tindakan yang berkait
dan berpola yang mengarah pada
tujuan tertentu yang dilakukan oleh
pejabat pemerintah. Kebijakan
tidak hanya mencakup keputusan
untuk membuat undang-undang
dalam bidang tertentu tapi juga
diikuti dengan keputusan-
keputusan yang bersangkut dengan
implementasi dan pemaksaan
pemberlakuannya.
d. Kebijakan bersangkutan dengan
apa yang senyatanya dilakukan
pemerintah dalam bidang-bidang
tertentu baik berbentuk positif atau
negatif”.
Suatu kebijakan publik yang telah
diterima dan disahkan tidaklah
akan ada artinya apabila tidak
dilaksanakan. Untuk itu
implementasi kebijakan publik
haruslah berhasil, malahan tidak
hanya implementasinya saja yang
berhasil, akan tetapi tujuan yang
terkandung dalam kebijakan publik
itu haruslah tercapai yaitu
terpenuhinya kepentingan
masyarakat (public inters). Dalam
pembahasan pelaksanaan kebijakan
banyak pembagian dalam suatu
kebijakan yang akan diambil atau
diterapkan, seperti Dunn (2003:22)
Membagi proses pembuatan
kebijakan dalam 5 (lima) tahapan
yakni Penyusunan agenda kegiatan
kebijakan. Formulasi Kebijakan.
Adopsi kebijakan. Implemantasi
Kebijakan. Penilaian kebijakan.
2. Implementasi kebijakan
Menurut Nugroho (2012:294)
menjelaskan implementasi kebijakan
pada prinsipnya adalah cara agar
sebuah kebijakan dapat mencapai
tujuannya, untuk itu ada dua langkah
yang ada yaitu langsung
mengimplementasikan dalam bentuk
program dan melalui turunan dari
kebijakan publik tersebut. Adapun
kebiajakn publik yang langsung
operasional yaitu Keputusan Kepala
Daerah, Keputusan Kepala Dinas, dan
sebagainya.
Dan menurut salah satu ahli
mendefinisikan kaitannya implementasi
kebijakan dengan muatan politik seperti
yang diungkapkan oleh Hinggis dalam
Pasolong (2010:57) mendefinisikan
implementasi sebagai rangkuman dari
berbagai kegiatan yang didalamnya
sumber daya manusia mengunakan
sumberdaya lain untuk mencapai
sasaran strategi. Dan Grindle
mengungkapkan implementasi sering
dilihat sebagai suatu proses yang penuh
dengan muatan politik dimana mereka
yang berkepentingan berusaha sedapat
mungkin mempengaruhinya.
Untuk lebih mudah dalam memahami
pengertian implementasi kebijakan
Lineberry (dalam Putra Fadillah,
2003:81) menspesifikasikan proses
implementasi setidak-tidaknya memiliki
elemen-elemen sebagai berikut :
a. Pembentukan unit organisasi
baru dan staf pelaksana
b. Penjabaran tujuan ke dalam
berbagai aturan pelaksana
(standard operating procedure /
SOP)
c. Koordinasi berbagai sumber dan
pengeluaran kepada kelompok
sasaran;
d. Pengalokasian sumber-sumber
untuk mencapai tujuan.
12
Salah satu komponen utama yang
ditonjolkan oleh Lineberry, yaitu
pengambilan kebijakan (piolicy-
making) tidaklah berakhir pada saat
kebijakan itu dikemukakan atau
diusulkan, tetapi merupakan kontinuitas
dari pembuatan kebijakan. Purwanto
dan Sulistyastuti (2012:64) Realitasnya,
didalam implementasi itu sendiri
terkandung suatu proses yang kompleks
dan panjang Proses implementasi
sendiri bermula sejak kebijakan
ditetapkan atau memiliki payung
hukum yang sah. Seorang ahli
mengambarkan kompleksitas dalam
upaya mewujudkan kebijakan dalam
proses impementasi yaitu ‘’ it refres to
the process of converting financial,
material, technical, and human inputs
into output – goods and services ‘’
Hanya setelah melalui proses yang
kompleks tersebut maka akan
dihasilkan apa yang disebut sebagai
policy outcomes : suatu kondisi dimana
implementasi tersebut menghasilkan
realisasi kegiatan yang berdampak pada
tercapainya tujuan-tujuan kebijakan
yang ditetapkan sebelumnya. Dampak
kebijakan yang paling nyata adalah
adanya perubahan kondisi yang
dirasakan oleh kelompok sasaran, yaitu
dari kondisi yang satu ke kondisi yang
lebih baik.
Menurut Nugroho (2012:711)
implementasi kebijakan dalam konteks
manajemen berada dalam kerangka
organizing-leading-controlling.Jadi,
ketika kebijakan sudah dibuat, tugas
selanjutnya adalah mengorganisasikan,
melaksanakan kepemimpinan untuk
memimpin pelaksanaan, dan melakukan
pengendalian pelaksanaan.
Menurut Subarsono (2011:89)
keberhasilan implementasi kebijakan
akan ditentukan oleh banyak variabel
atau faktor, dan masing-masing variabel
tersebut saling berhubungan satu sama
lain. Berkaitan dengan faktor yang
mempengaruhi implementasi kebijakan
suatu program, menurut Rondinelli
dalam Subarsono (2011 : 60)
mengemukakan bahwa terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi
Implementasi kebijakan program-
program pemerintah yang bersifat
desentralisasi. Faktor-faktor tersebut
diantaranya :
a. Kondisi lingkungan.
Lingkungan sangat
mempengaruhi implementasi
kebijakan, yang dimaksud
lingkungan ini mencakup sosio
cultural serta keterlibatan
penerima program.
b. Hubungan Antar Organisasi.
Dalam banyak program,
implementasi sebuah program
perlu dukungan dan koordinasi
dengan instansi lain. Untuk ini
diperlukan koordinasi dan
kerjasama antar instansi bagi
keberhasilan suatu program.
c. Sumberdaya organisasi untuk
implementasi program.
Implementasi kebijakan perlu
didukung sumberdaya baik
sumberdaya manusia (human
resources) maupun sumberdaya
non-manusia (non human
resources).
d. Karakteristik dan kemampuan
agen pelaksana yang dimaksud
karakteristik dan kemampuan
agen pelaksana adalah
mencakup struktur birokrasi,
norma-norma, dan pola-pola
hubungan yang terjadi dalam
birokrasi, yang semuanya ini
akan mempengaruhi
implementasi suatu program.
13
Untuk mengidentifikasi unsur –
unsur kapasitas organisasi dalam
Implementasi Sebelum kegiatan
penyampaian berbagai keluaran
kebijakan dilakukan kepada kelompok
sasaran dimulai, perlu didahului dengan
penyampaian informasi kepada
kelompok sasaran, tujuan pemberian
informasi ini adalah agar kelompok
sasaran atau masyarakat memahami
kebijakan yang akan di
implementasikan sehinga mereka tidak
hanya akan dapat menerima berbagai
program yang diinisialisasi oleh
pemerintah akan tetapi berpartisipasi
aktif dalam upaya untuk mewujudkan
tujuan-tujuan kebijakan. Proses
implementasi sekurang-kurangnya
terdapat tiga unsur yang penting dan
mutlak, seperti dikemukakan oleh
Tarwiyah (2005;11), yaitu:
1. Adanya program atau kebijakan
yang dilaksanakan;
2. Target groups, yaitu kelompok
masyarakat yang menjadi sasaran,
dan diharapkan dapat menerima
manfaat dari program tersebut,
perubahan atau peningkatan;
3. Unsur pelaksana (implementor),
baik organisasi atau perorangan,
yang bertanggungjawab dalam
pengelolaan, pelaksanaan, dan
pengawasan dari proses
implementasi tersebut
Van Meter dan Van Horn (dalam
Subarsono, 2011;99)
mengemukakan bahwa terdapat
enam variabel yang mempengaruhi
kinerja implementasi, yakni;
1) Standar dan sasaran kebijakan, di
mana standar dan sasaran
kebijakan harus jelas dan terukur
sehingga dapat direalisir.
2) Sumberdaya, dimana implementasi
kebijakan perlu dukungan
sumberdaya, baik sumber daya
manusia maupun sumber daya non
manusia.
3) Hubungan antar organisasi, yaitu
dalam banyak program,
implementor sebuah program perlu
dukungan dan koordinasi dengan
instansi lain, sehingga diperlukan
koordinasi dan kerja sama antar
instansi bagi keberhasilan suatu
program.
4) Karakteristik agen pelaksana yaitu
mencakup stuktur birokrasi,
norma-norma dan pola-pola
hubungan yang terjadi dalam
birokrasi yang semuanya itu akan
mempengaruhi implementasi suatu
program.
5) Kondisi sosial, politik, dan
ekonomi. Variable ini mencakup
sumberdaya ekonomi lingkungan
yang dapat mendukung
keberhasilan implementasi
kebijakan, sejauh mana kelompok-
kelompok kepentingan
memberikan dukungan bagi
implementasi kebijakan,
karakteristik para partisipan, yakni
mendukung atau menolak,
bagaimana sifat opini public yang
ada di lingkungan, serta apakah
elite politik mendukung
implementasi kebijakan.
6) Disposisi implementor yang
mencakup tiga hal yang penting,
yaitu respon implementor terhadap
kebijakan, yang akan
mempengaruhi kemauannya untuk
melaksanakan kebijakan, kognisi
yaitu pemahaman terhadap
kebijakan, intensitas disposisi
implementor, yaitu preferensi nilai
yang dimiliki oleh implementor.
Menurut Sabartier dalam Purwanto
dan Sulistiatuti (2012:19) menyebutkan,
setelah mereview berbagai penelitian
14
implementasi, ada enam variabel utama
yang dianggap memberi kontribusi
keberhasilan atau kegagalan
implementasi. Enam variabel tersebut
adalah :
a. Tujuan atau sasaran kebijakan
yang jelas dan konsisten
b. Dukungan teori yang kuat dalam
merumuskan kebijakan
c. Proses implementasi memiliki
dasar hukum yang jelas sehingga
menjamin terjadi kepatuhan para
petugas di lapangan dan kelompok
sasaran
d. Komitmen dan keahlian para
pelaksana kebijakan
e. Dukungan para stakeholder
f. Stabilitas kondisi sosial, ekonomi,
dan politik.
Salah satu pendapat yang sangat singkat
dan tegas tentang keberhasilan
implementasi atau kegagalan dari
implementasi kebijakan disampaikan
oleh Weimer dan Vining dalam
Pasolong (2010:59), setelah
mempelajari berbagai literature tentang
implementasi, menurut mereka ada tiga
faktor umum yang mempengaruhi
keberhasilan yaitu :
a. Logika yang digunakan oleh suatu
kebijakan, yaitu sampai berapa
benar teori yang menjadi landasan
kebijakan atau seberapa jauh
hubungan logis antara kegiatan-
kegiatan yang dilakukan dengan
tujuan atau sasaran yang telah
ditetapkan
b. Hakekat kerjasama yang
dibutuhkan, yaitu apakah semua
pihak yang terlibat dalam
kerjasama telah merupakan suatu
assembling produktif dan
c. Ketersediaan sumber daya manusia
yang memiliki kemampuan,
komitmen untuk mengelola
pelaksanaanya
Model Ripley dan Franklin.
Menurut Ripley dan Franklin tiga
cara yang dominan untuk
mengetahui keberhasilan suatu
implementasi seperti diungkapkan
Ripley dan Franklin, dalam Amri
Yousa (2007 : 82), yaitu :
1. Keberhasilan suatu implementasi,
yang seharusnya diukur dari
tingkat kepatuhan pada bagian
birokrasi terhadap birokrasi
superior atau dengan kata lain,
dengan tingkat birokrasi pada
umumnya dalam suatu mandat
khusus yang diatur dalam undang-
undang. Persepktif kepatuhan ini
semata-mata hanya membicarakan
masalah-masalah perilaku birokrasi
2. Bahwa keberhasilan implementasi
ditandai dengan lancarnya rutinitas
fungsi dan tidak adanya masalah-
masalah yang dihadapi;
3. Bahwa keberhasilan suatu
implementasi mengacu dan
mengarah pada implementasi dan
dampaknya yang dikehendaki dari
semua program-program yang
dikehendaki.
Setelah kebijakan
diimplementasikan terhadap
sekelompok objek kebijakan baik itu
masyarakat maupun unit-unit
organisasi, maka bermunculanlah
dampak-dampak sebagai akibat dari
kebijakan yang dimaksud. Ripley dan
Franklin (dalam Winarno 2007:145)
berpendapat bahwa “implementasi
adalah apa yang terjadi setelah undang-
undang ditetapkan yang memberikan
otoritas program, kebijakan,
keuntungan atau jenis keluaran nyata”.
Istilah implementasi menunjukkan pada
15
sejumlah kegiatan yang mengikuti
pernyataan maksud tentang tujuan-
tujuan program dan hasil-hasil yang
diinginkan oleh pejabat pemerintah.
Lebih jauh lagi Ripley dan Frangklin
(dalam Winarno 2007:145-146)
mengatakan bahwa :
Agustino (2006:139) menjelaskan
bahwa implementasi kebijakan
menyangkut tiga hal, yaitu :
1. Adanya tujuan atau sasaran
kebijakan
2. Adanya aktivitas atau kegiatan
pencapaian tujuan.
3. Adanya hasil kegiatan.
Ripley dan Franklin tiga cara yang
dominan untuk mengetahui
keberhasilan suatu implementasi
seperti diungkapkan Ripley dan
Franklin, dalam Amri Yousa (2007
: 82), yaitu :
1. Keberhasilan suatu implementasi,
yang seharusnya diukur dari
tingkat kepatuhan pada bagian
birokrasi terhadap birokrasi
superior atau dengan kata lain,
dengan tingkat birokrasi pada
umumnya dalam suatu mandat
khusus yang diatur dalam undang-
undang. Persepktif kepatuhan ini
semata-mata hanya membicarakan
masalah-masalah perilaku birokrasi
2. Bahwa keberhasilan implementasi
ditandai dengan lancarnya rutinitas
fungsi dan tidak adanya masalah-
masalah yang dihadapi;
3. Bahwa keberhasilan suatu
implementasi mengacu dan
mengarah pada implementasi dan
dampaknya yang dikehendaki dari
semua program-program yang
dikehendaki.
Berdasarkan uraian tersebut
maka dapat diketahui bahwa dalam
suatu kebijakan apapun itu
bidangnya, faktor utama yang
harus diperhatikan adalah
bagaimana pengimplementasikan
atau penerapan dari kebijakan yang
dibuat atau diputuskan tersebut.
Hubungan kajian ini dengan ilmu
pemerintahan yang mana diketahui
bahwa kebijakan ini merupakan
kebijakan pemerintah yang
berfungsi untuk mengatur tentang
pendidikan.
3. Pendidikan
Pendidikan pada hakekatnya
adalah usaha sadar manusia untuk
mengembangkan kepribadian di dalam
maupun di luar sekolah dan
berlangsung seumur hidup. Oleh
karenanya agar pendidikan dapat
dimiliki oleh seluruh rakyat sesuai
dengan kemampuan masyarakat, maka
pendidikan adalah tanggung jawab
keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Tanggung jawab tersebut didasari
kesadaran bahwa tinggi rendahnya
tingkat pendidikan masyarakat
berpengaruh pada kebudayaan suatu
daerah, karena bagaimanapun juga,
kebudayaan tidak hanya berpangkal
dari naluri semata-mata tapi terutama
dilahirkan dari proses belajar dalam arti
yang sangat luas. Bratanata dkk.
mengartikan pendidikan sebagai usaha
yang sengaja diadakan baik langsung
maupun dengan cara tidak langsung
untuk membantu anak dalam
perkembangannya untuk mencapai
kedewasaannya (Ahmadi dan Uhbiyati
2007 :69).
Sedangkan John Dewey
mendefinisikan pendidikan sebagai
proses pembentukan kecakapan-
kecakapan fondamental secara
intelektual dan emosional kearah alam
dan sesama manusia. Menurut Brown
(dalam Ahmadi, 2004 :74) bahwa
pendidikan adalah proses pengendalian
secara sadar dimana perubahan-
16
perubahan didalam tingkah laku
dihasilkan didalam diri orang itu
melalui didalam kelompok. Dari
pandangan ini pendidikan adalah suatu
proses yang mulai pada waktu lahir dan
berlangsung sepanjang hidup.
Dari beberapa pendapat para ahli di
atas maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa pendidikan merupakan sarana
untuk membantu seorang anak untuk
dapat mengembangkan potensi-potensi
yang ada dalam dirinya, baik itu secara
langsung maupun tidak langsung agar
mampu bermanfaat bagi kehidupannya
dimasyarakat. Masalah pendidikan
adalah merupakan masalah yang sangat
penting dalam kehidupan. Bukan saja
sangat penting, bahkan masalah
pendidikan itu sama sekali tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan. Baik dalam
kehidupan keluarga, maupun dalam
kehidupan bangsa dan negara. Maju
mundurnya suatu bangsa sebagian besar
di tentukan oleh maju mundurnya
pendidikan di negara itu.
Mengingat sangat pentingnya
pendidikan itu bagi kehidupan bangsa
dan negara, maka hampir seluruh
negara di dunia ini menangani secara
langsung masalah-masalah yang
berhubungan langsung dengan
pendidikan. Dalam hal ini masing-
masing negara menentukan sendiri
dasar dan tujuan pendidikan di
negaranya. Pendidikan dapat di tempuh
melalui tiga jalur yaitu:
a. Pendidikan Formal Menurut
Undang-Undang No 20 Tahun
2003 pendidikan formal
didefinisikan sebagai jalur
pendidikan yang terstruktur dan
berjenjang yang terdiri atas
pendidikan dasar, penddikan
menengah, dan pendidikan tinggi.
b. Pendidikan Non Formal
Pendidikan Non formal dapat
didefinisikan sebagai jalur
pendidikan diluar pendidikan
formal yang dapat dilaksanakan
secara terstruktur dan berjenjang
(Undang-Undang No 20 TAHUN
2003)
c. Pendidikan Informal Pendidikan
menurut Undang-Undang No 20
Tahun 2003 adalah jalur
pendidikan keluarga dan
lingkungan yang yang berbentuk
kegiatan secara
mandiri.(Suprijanto, 2005: 6-8).
4. Pembangunan Sumber daya manusia
Sumber Daya Manusia merupakan
faktor yang sangat penting untuk setiap
usaha, begitu pula untuk pemerintahan
agar dapat menjalankan fungsinya
sebenarbenarnya. Banyak defenisi yang
dapat digunakan untuk mendefenisikan
sumber daya manusia. Menurut Susilo
(2002:3) ”sumber daya manusia adalah
pilar penyangga utama sekaligus
penggerak roda organisasi dalam usaha
mewujudkan visi dan misi dan
tujuannya”. ”Sumber daya manusia
harus didefinisikan bukan dengan apa
yang sumber daya manusia lakukan,
tetapi apa yang sumber daya manusia
hasilkan”, sebagaimana yang
dikemukakan oleh David Ulrich
(Mathis dan Jackson,2002:4). Maka
dari itu, Sumber Daya Manusia
merupakan faktor yang penting bagi
setiap usaha. Sumber daya manusia
yang berkualitas akan menentukan
kejayaan atau kegagalan dalam
persaingan (Tambunan,2003:15).
Pengembangan sumber daya manusia
mempunyai dimensi luas yang
bertujuan meningkatkan potensi yang
dimiliki oleh sumber daya manusia,
sebagai upaya meningkatkan
profesionalisme dalam organisasi.
Pengembangan sumber daya manusia
yang terarah dan terencana disertai
17
pengelolaan yang baik akan dapat
menghemat sumber daya lainnya atau
setidak-tidaknya pengolahan dan
pemakaian sumber daya organisasi
dapat secara berdaya guna dan berhasil
guna. Pengembangan sumber daya
manusia merupakan keharusan mutlak
bagi suatu organisasi dalam
menghadapi tuntutan tugas sekarang
maupun dan terutama untuk menjawab
tantangan masa depan (Siagian, 2001:
182). Kondisi “conditio sine quanon”
ini dapat dikategorikan sebagai bentuk
investasi yaitu human investasi.
Pengembangan sumber daya manusia
merupakan suatu proses peningkatan
kualitas atau kemampuan manusia,
yaitu mencakup perencanaan,
pengembangan dan pengelolaan sumber
daya manusia (Notoatmodjo, 1998: 2-
3). Dalam hal ini pengembangan
sumber daya manusia mempunyai
ruang lingkup lebih luas dalam upaya
memperbaiki dan meningkatkan
pengetahuan, kemampuan, sikap dan
sifatsifat kepribadian, sehingga dapat
memegang tanggung jawab di masa
yang akan datang (Handoko, 1998:
104). Pada sisi lain pengembangan
sumber daya manusia tidak hanya
sebatas menyangkut internal sumber
daya manusia sendiri (yaitu antara lain
pengetahuan, kemampuan, sikap,
tanggung jawab) namun juga terkait
dengan kondisi eksternal, seperti
lingkungan organisasi dan masyarakat.
Kualitas sumber daya manusia
merupakan merupakan komponen
penting dalam setiap gerak
pembangunan. Hanya dari sumber daya
manusia yang berkualitas tinggilah
yang dapat mempercepat pembangunan
bangsa. Jumlah penduduk yang besar,
apabila tidak diikuti dengan kualitas
yang memadai, hanyalah akan menjadi
beban pembangunan. Kualitas
penduduk adalah keadaan penduduk
baik secara perorangan maupun
kelompok berdasarkan tingkat
kemajuan yang telah dicapai.
Agar menjadi sumber daya manusia
yang tangguh penduduk harus
mempunyai kualitas yang memadai
sehinga dapat menjadi modal
pembangunan yang efektif. Tanpa
adanya peningkatan kualitas, jumlah
penduduk yang besar akan
menimbulkan berbagai masalah dan
menjadi beban pembangunan.
5. Hinterland
Hinterland merupakan daerah
belakang yang berfungsi untuk
memenuhi atau memasok kebutuhan
pangan atau kebutuhan bahan makanan
pokok seperti padi, buah-buahan,
jagung serta palawija. Desa seperti ini
dapat dinyatakan sebagai daerah
hinterland dari daerah kota. Penentuan
daerah hinterland berupa kecamatan
atau desa didasarakan atas jarak atau
radius keterikatan desa atau kecamatan
pada kawasan sentra produksi baik
ekonomi dan pelayanan. Daerah
belakang menjadi faktor yang dapat
mempengaruhi pembangunan daerah
pusat sehingga dipandang sebagai
wilayah yang memiliki peran strategis
dalam mendukung suatu pembangunan.
Penegasan yang ditekankan oleh yunus
(2002) bahwa hinterland adalah sebuah
daerah yang secara administratif dapat
dipisahkan dari daerah pusat dan
memiliki karakteristik yang berbeda
dengan berorientasi kepada kehidupan
masyarakat pertanian. Setiap daerah
memiliki potensi untuk menjadi kota.
Namun harus diperhatikan bahwa
disamping pembangunan kota secara
fisik juga sosial, ekonomi, dan budaya
harus juga diperhatikan dengan
membagi hubungan interelasi aktif
denga beberapa daerah disekitarnya
18
sebagai daerah terdekat yang dapat
dijangkau dan memiliki hubungan
saling mempengruhi antara daerah
pusat dengan daerah belakang.
Penentuan daerah hinterland berupa
kecamatan atau desa didasarakan atas
jarak atau radius keterikatan desa atau
kecamatan pada kawasan sentra
produksi baik ekonomi dan pelayanan
III. GAMBARAN UMUM LOKASI
PENELITIAN
Kelurahan Karasmerupakan sebuah
kampung yang terletak di Kelurahan
Karas, Kecamatan Galang, Kota Batam.
Batas wilayah Kelurahan Karasdengan
batas sebelah utara adalah Pulau
Pangkil, batas sebelah timur dengan
Kelurahan KarasKecil, batas sebelah
selatan adalah Pulau Tanjung Dahan.
Pulau kecil ini memiliki luas sekitar
±487,6 ha atau sekitar 4,876 km2.
Letak astronomis Kelurahan
Karasterletak pada koordinat 0o 45’20”
LS dan 104o19’43” BT. Secara umum
Kelurahan Karasdipengaruhi oleh 4
musim yaitu musim utara, musim
selatan, musim barat, serta musim
timur.Musim utara ditandai dengan
kuatnya angin berhembus disertai
dengan besarnya gelombang dan
berlangsung setiap bulan Desember-
Feburari. Musim angin timur
berlangsung bulan Maret-Mei. Musim
angin barat berlangsung bulan Juni-
Agustus sertamusim angin selatan
berlangsung dari September-November.
Ketinggian ombak pada perairan di
sekitar Kelurahan Karasberkisar antara
0-3 meter dengan gelombang tertinggi
terjadi pada musim utara serta wilayah
perairan dengan ketinggian gelombang
teritnggi berada di wilayah perarian
sebelah timur laut Kelurahan
Karaskarena berhadapan langsung
dengan Laut Cina Selatan.
Sebagaimana wilayah Indonesia
lainnya, Kelurahan Karasberiklim tropis
dengan suhu minimum 25°C-
31°C.Kondisi topografi sebagian besar
datar dan hanya sedikit wilayah yang
memiliki perbukitan, serta memiliki
pantai landai. Tekstur tanah terdiri dari
tanah berpasir dan di beberapa tempat
terdapat bebatuan. Pada bagian tengah
pulau di kawasan perbukitan sebagian
merupakan hutan sekunder dan
perkebunan milik masyarakat.
Meskipun pantai umumnya landai
tetetapi kelandaiaannya mulai menukik
tajam ke bawah pada jarak 300 meter.
Pada umumnya pada jarak tersebut
kedalaman berkisar antara 0-16 meter.
Pada lautan terbuka kedalamannya
kemudian berkisar antara 20-50 meter.
Selain itu posisi lautan di Kelurahan
Karasyang cukup terbuka hingga Laut
Cina Selatan memungkinkan adanya
habitat ikan-ikan di laut bebas.
IV. ANALISA DATA DAN
PEMBAHASAN
1. Adanya tujuan atau sasaran
kebijakan.
Berdasarkan hasil wawancara
maka dapat dianalisa bahwa pemerintah
masih belum dapat menyelesaikan
pendidikan di pulau terluar seperti
hinterland. Berdasarkan hasil
wawancara dengan informan maka
dapat dianalisa masih belum meratanya
fasilitas pendidikan di Pulau Karas,
sarana parasarana yang terbatas, dan
kurangnya guru . Sarana dan Prasarana
merupakan salah satu objek yang sangat
vital dalam mendukung tercapainya
tujuan pendidikan dalam proses belajar
dan mengajar. Didaerah sekarang ini
berbagai macam cara telah di lakukan
praktisi pendidikan untuk
meningkatkan mutu pendidikan salah
satunya adalah dengan pemenuhan
sarana dan prasarana pendidikan.
19
Kemampuan guru dan lembaga dalam
memenuhi sarana dan prasarana
pendidikan akan sangat mempengaruhi
efektivitas pembelajaran
2. Adanya aktivitas atau kegiatan
pencapaian tujuan yang dapat dilihat
dari kerjasama instansi terkait.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
informan diketahui bahwa kerjasama
sudah ada, namun belum optimal
dilakukan. Faktor-faktor internal seperti
penghasilan guru yang belum mampu
memenuhi kebutuhan fisiologis dan
profesi masih dianggap sebagai faktor
determinan. Akibatnya, upaya untuk
menambah pengetahuan dan wawasan
menjadi terhambat karena
ketidakmampuan guru secara financial
dalam pengembangan SDM melalui
peningkatan jenjang pendidikan. Hal itu
juga telah disadari pemerintah sehingga
program pelatihan mutlak diperlukan
karena terbatasnya anggaran untuk
meningkatkan pendidikan guru.
Program pelatihan ini dimaksudkan
untuk menghasilkan guru sebagai
tenaga yang terampil (skill labour) atau
dengan istilah lain guru yang memiliki
kompetensi.
3. Adanya hasil kegiatan.
Berdasarkan hasil wawancara maka
dapat dianalisa bahwa program
pemerintah belum dapat membawa
dampak baik bagi penyelenggaraan
pendidikan di Karas karena saat ini
belum sepenuhnya berjalan dengan
optimal. Peran pemerintah dalam
mengembangkan pendidikan dan
mengalokasikan anggaran untuk
pembangunan sarana dan prasarana
pendidikan peran guru dan staf pengajar
yang kompeten. Untuk mewujudkan
masyarakat Hinterland seperti Karas
yang cerdas, diperlukan upaya-upaya
konkrit dalam menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan
mutu serta relevansi dan efisiensi
manajemen pendidikan untuk
menghadapi tantangan sesuai dengan
tuntutan perkembangan zaman. Daerah-
daerah tertinggal sulit untuk
ditingkatkan kesejahteraannya karena
selain pembangunan yang selama ini
distortif juga karena masyarakat
pedesaan tersebut ber- ada dalam posisi
yang tidak menguntung- kan; seperti
pendidikan dan keterampilan yang
rendah, tidak ada modal usaha, tidak
punya tanah atau luasnya yang tidak
layak dan lain-lain. Di samping itu
masyarakat daerah tertinggal tersebut
relatif terisolir dengan jumlah penduduk
yang relatif jarang sehingga potensinya
untuk ber- kembang menjadi terhambat.
Untuk meng- atasi kesenjangan ini
maka perlu dilakukan terobosan dalam
bentuk program penataan ruang,
penataan pemukiman penduduk, dan
penyempurnaan sarana dan prasarana
sehingga tingkat kesejahteraan
masyarakat dapat ditingkatkan
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Program Peningkatan Mutu
Pendidikan Masyarakat Hinterland
Oleh Pemerintah Kota Batam Di
Kelurahan KarasKecamatan Galang
Provinsi Kepulauan Riau selama ini
belum membawa perubahan terhadap
pendidikan di Kelurahan Karashal ini
dapat dilihat dari masih belum
meratanya fasilitas pendidikan di Pulau
Karas, sarana parasarana yang terbatas,
dan kurangnya guru . Sarana dan
Prasarana merupakan salah satu objek
yang sangat vital dalam mendukung
tercapainya tujuan pendidikan dalam
proses belajar dan mengajar. Didaerah
sekarang ini berbagai macam cara telah
di lakukan praktisi pendidikan untuk
meningkatkan mutu pendidikan salah
satunya adalah dengan pemenuhan
20
sarana dan prasarana pendidikan.
Kemampuan guru dan lembaga dalam
memenuhi sarana dan prasarana
pendidikan akan sangat mempengaruhi
efektivitas pembelajaran.
Dinas Pendidikan sudah
memiliki strategi dalam peningkatan
mutu pendidikan tersebut. Dari sisi
pelaksanaan pendekatan keatas
dilakukan untuk memperluas gambaran
kebutuhan pendanaan guna
mewujudkan kondisi awal Dinas
Pendidikan Kota Batam tetap menyusun
Program – program pembangunan
pendidikan berdasarkan jenjang
pendidikan serta pengelompokan
program. Peningkatan sarana dan
prasarana untuk peningkatan
kualitas/mutu dunia Pendidikan di kota
Batam maka Pemerintah Kota Batam
dalam hal ini Dinas Pendidikan Kota
Batam melakukan kerjasama dengan
SKPD lain yaitu Dinas Tata Kota
Batam dalam melakukan pembangunan
Sekolah Unit Baru (USB) SD dan SMP.
Staregi lainnya adalah selain melakukan
kerjasama dengan lintas SKPD dalam
lingkup pemerintah Kota Batam maka
Dinas Pendidikan Kota Batam juga
melakukan kerjasama dengan
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau
dalam hal ini Dinas Pendidikan
Provinsi Kepulauan Riau dalam
pembangunan Unit Sekolah Baru
(USB) SMA dan SMK. dan Subsidi
Pembangunan Gedung Sekolah Baru
SMP.SMA.SMK dengan Kementerian
Pendidikan Nasional serta subsidi
lainnya.
Kemudian walaupun
kerjasama sudah dilakukan seperti
melakukan pertemuan kepada sekolah-
sekolah yang ada di Kelurahan
Karasuntuk mengetahui apa yang
mereka dibutuhkan, namun memang
tidak semua dapat terealisasi segera,
Faktor-faktor internal seperti
penghasilan guru yang belum mampu
memenuhi kebutuhan. Program
pemerintah belum dapat membawa
dampak baik bagi penyelenggaraan
pendidikan di Karas karena saat ini
belum sepenuhnya berjalan dengan
optimal. Peran pemerintah dalam
mengembangkan pendidikan dan
mengalokasikan anggaran untuk
pembangunan sarana dan prasarana
pendidikan peran guru dan staf pengajar
yang kompeten. Untuk mewujudkan
masyarakat Hinterland seperti Karas
yang cerdas, diperlukan upaya-upaya
konkrit dalam menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan
mutu serta relevansi dan efisiensi
manajemen pendidikan untuk
menghadapi tantangan sesuai dengan
tuntutan perkembangan zaman.
B. Saran
a. Sebaiknya ada pengawas dari
Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Kota Batam yang
ditempatkan di Kelurahan
Karassehingga dapat segera
mengetahui apa yang mereka
butuhkan
b. Sebaiknya ditambah guru untuk
di Kelurahan Karasdan diiringi
dengan fasilitas yang layak
seperti rumah tinggal dan
insentif.
c. Seharusnya ditambah sarana dan
prasarana yang ada di sekolah-
sekolah diwilayah Pulau Karas
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan
Publik. Jakarta : Yayasan Pancur
Siwah.
Ahmadi dan Uhbiyati. 2007. Ilmu
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
21
Amri. Yousa. 2007. Kebijakan Publik,
Teori dan Proses. Laboratorium
Pengkajian Penelitian dan
Pengembangan Administrasi
Negara. FISIP Universitas
Padjajaran, Bandung.
Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar
Kebijakan Publik. Bandung : CV
Alfabetha
Arikunto. Suharsini. 2006. Prosedur
Penelitian suatu pendekatan
praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Dwiyanto, 2006, Mewujudkan Good
Geovernance Melalui. Pelayanan
Public. Yogyakarta: UGM Press
Dwijowijoto, R. N, 2003, Kebijakan
publik formulasi, implementasi
dan evaluasi, Jakarta : PT.elex
media komputindo.
Ekowati, Mas Roro Lilik, 2005,
Perencanaan, Implementasi dan
Evaluasi Kebijakan atau Program,
Edisi Revisi, PT Rosdakarya,
Bandung.
Hariyoso, S. 2002. Pembangunan.
Birokrasi dan Kebijakan Publik.
Bandung: Peradaban.
Islamy, Irfan. 2009. Prinsip- prinsip
Perumusan Kebijaksanaan
Negara. Bumi Aksara: Jakarta
Nugroho, Riant D. 2003. Kebijakan
Publik Formulasi Implementasi
dan Evaluasi. Jakarta : PT.Elex
Media Komputindo
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung.
Remaja Rosdakarya.
Purwanto, Irwan Agus dan Dyah Ratih
Sulistyastuti. 2012. Implementasi
Kebijakan Publik: Konsep dan
Aplikasinya di Indonesia.Gava
Media, Yokyakarta.
Ramesh. 2000 . Studying Public Policy:
Policy Cycles and Policy
Subsystem. Oxford : Oxford
University Press.
Supriyanto. 2005. Manajemen
Pendidikan. Malang: Universitas
Negeri. Malang.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&B.
Bandung : Remaja Rosdakarya
Sumaryadi, I Nyoman. 2005.
Efektivitas Implementasi
Kebijkan Otonomi Daerah.
Jakarta : Citra Utama
Subarsono. 2008. Analisis Kebijakan
Publik. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Suharno. 2010. Dasar-Dasar Kebijakan
Publik. Yogyakarta : UNY Press.
Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003.
Implementasi Kebijakan Publik.
Yogyakarta: Lukman.
Tarwiyah Tuti. 2005. Kebijakan
pendidikan Era 0tonomi Daerah.
Jakarta: Raja Grafindo Persada
Wahab. Solichin Abdul. 1997. Analisis
Kebijaksanaan: dari Formula ke
Implementasi Kebijaksanaan
Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
22
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan
Publik, Teori dan Proses. Jakarta:
PT. Buku Kita.
Yousa, Amri. 2007. Kebijakan Publik,
Teori dan Proses. Laboratorium
Pengkajian Penelitian dan
Pengembangan Administrasi
Negara. FISIP Universitas
Padjajaran, Bandung.
Perundang-Undangan :
Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 11
Tahun 2010 Tentang
Penyelenggaraan Pendidikan