ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI...

58
ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYEROBOTAN TANAH YANG DIPUTUS LEPAS (Studi Putusan Nomor: 451/Pid.B/2014/PN.Tjk) (Skripsi) Oleh FITRA SUANADIA NPM. 1312011131 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

Transcript of ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI...

Page 1: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK

PIDANA PENYEROBOTAN TANAH YANG DIPUTUS LEPAS

(Studi Putusan Nomor: 451/Pid.B/2014/PN.Tjk)

(Skripsi)

Oleh

FITRA SUANADIA

NPM. 1312011131

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2017

Page 2: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

ABSTRAK

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK

PIDANA PENYEROBOTAN TANAH YANG DIPUTUS LEPAS

(Studi Putusan Nomor: 451/Pid.B/2014/PN.Tjk)

Oleh

FITRA SUANADIA

Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan hukuman paling

lama empat tahun sesuai dengan ketentuan Pasal 385 Ayat (4) KUHP, tetapi pada

kenyataannya dalam Putusan Nomor 451/Pid.B/2014/PN.Tjk, Majelis Hakim

memutus lepas terdakwa dari segala tuntutan hukum. Permasalahan penelitian ini

adalah: (1) Bagaimanakah dasar pertimbangan hakim dalam memutus lepas pelaku

tindak pidana penyerobotan tanah dalam Putusan Nomor: 451/Pid.B/2014/PN.Tjk?

(2) Apakah putusan lepas yang dijatuhkan hakim terhadap pelaku tindak pidana

penyerobotan tanah sesuai dengan rasa keadilan masyarakat?

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.

Narasumber terdiri dari jaksa pada Kejaksaan Tinggi Lampung, hakim pada

Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan akademisi hukum pidana Fakultas Hukum

Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan.

Analisis data dilakukan secara kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan: (1) Dasar

pertimbangan hakim dalam memutus lepas pelaku tindak pidana penyerobotan

tanah dalam Putusan Nomor: 451/Pid.B/2014/PN.Tjk adalah pertimbangan bahwa

terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana penyerobotan tanah sebagaimana

didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum. Perbuatan terdakwa terbukti dilakukan,

namun perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana. Hakim

mempertimbangkan tiga aspek yaitu yuridis, filosofis dan sosiologis. Pertimbangan

yuridis yaitu hakim membuktikan unsur-unsur Pasal 385 ke – 4 KUHP,

pertimbangan filosofis yaitu hukum berfungsi sebagai alat untuk menciptakan

keadilan, ketertiban, dan kepastian hukum dan secara sosiologis yaitu tujuan

rehabilitasi adalah sebagai sarana dan upaya untuk memulihkan kembali nama baik,

kedudukan, dan martabat seseorang. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka

terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan hukum. (2) Putusan lepas oleh majelis

terhadap pelaku tindak pidana penyerobotan tanah belum memenuhi rasa keadilan

karena, sebab hakim dalam menjatuhkan pidana tidak mempertimbangkan besarnya

kerugian materil yang dialami korban, tidak memberikan efek jera dan tidak

menjadi pembelajaran bagi pihak lain agar tidak melakukan kesalahan serupa.

Page 3: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

Fitra Suanadia Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Majelis hakim yang menangani tindak pidana

penyerobotan tanah di masa yang akan datang diharapkan untuk

mempertimbangkan rasa keadilan dalam menjatuhkan putusan, sebab penyerobotan

tanah berdampak pada kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan pelaku. (2)

Masyarakat yang merasa dirugikan akibat tindak pidana penyerobotan tanah,

disarankan untuk mengajukan gugatan secara perdata sebagai upaya untuk

mengembalikan kerugian materi yang dialaminya.

Kata Kunci: Pertimbangan Hakim, Penyerobotan Tanah, Putusan Lepas

Page 4: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK

PIDANA PENYERBOTOAN TANAH YANG DIPUTUS LEPAS

(Studi Putusan Nomor: 451/Pid.B/2014/PN.Tjk).

Oleh

FITRA SUANADIA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2017

Page 5: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan
Page 6: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan
Page 7: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Fitra Suanadia, penulis

dilahirkan di Kota Bandar Lampung pada tanggal 11

Maret 1995.

Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari

pasangan Bapak Johan Wahab (Alm) dan Ibu Masneliy.

Penulis mengawali Pendidikan formal di TK Muhammadiyah 3 Kota Bandar

Lampung yang diselesaikan pada tahun 2001, SD Negeri 2 Labuhan Ratu Kota

Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2007, SMP Negeri 8 Kota Bandar

Lampung diselesaikan pada tahun 2010 dan SMA Negeri 3 Kota Bandar

Lampung yang diselesaikan pada tahun 2013.

Selanjutnya pada tahun 2013 Penulis diterima sebagai Mahasiswa Fakultas

Hukum Universitas Lampung, program pendidikan Strata 1 (S1) melalui jalur

Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan pada

pertengahan Juni 2015 penulis memfokuskan diri dengan mengambil bagian

Hukum Pidana.

Penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 60 hari di Desa Meda Sari,

Kecamatan Rawajitu Selatan, Kabupaten Tulang Bawang. Selama menjadi

mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi intern fakultas. Organisasi intern yang

diikuti penulis yaitu Himpunan Mahasiswa (HIMA) Hukum Pidana Fakultas

Hukum.

Page 8: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

MOTO

“Bersyukur lah atas segala sesuatu yang terjadi, karena baik atau buruk yang kita hadapi dalam hidup ialah atas kehendak Allah dan

yakini dalam hati bahwa semua akan indah pada waktu nya.”

(Fitra Suanadia, S.H.)

“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu

sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu untuk

dirimu sendiri”

(QS.Al-Isra’: 77)

Page 9: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

PERSEMBAHAN

Dengan segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT Atas rahmat hidayah-Nya dan dengan segala kerendahan hati,

Kupersembahkan Skripsi ini kepada :

Kedua Orang Tua Tercinta, Ayahanda Johan Wahab (Alm) dan Ibunda Masneliy

Yang senantiasa membesarkan, mendidik, membimbing, berdoa, berkorban dan mendukungku, terimakasih untuk semua kasih sayang dan

cinta luar biasa sehingga aku bisa menjadi seseorang yang kuat dan konsisten kepada cita-cita.

Kakak-kakakku sayang yang selalu memotivasi dan memberikan doa

untuk keberhasilanku

Seluruh Keluarga Besarku

Yang selalu menasehatiku agar menjadi lebih baik. Terima kasih sudah

memberikan motivasi, doa dan perhatian Sehingga diriku menjadi lebih

yakin untuk terus melangkah

Sahabat Tersayang

Terima kasih untuk seluruh sahabat yang telah memberikan dorongan

semangat dan kasih sayang sampai diriku menjadi pribadi yang sukses

Almamater tercinta Universitas Lampung

Tempatku memperoleh ilmu dan merancang mimpi untuk jalan menuju kesuksesanku kedepan.

Page 10: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

SANWACANA

Alhamdulilahirobbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT, sebab hanya dengan kehendak-Nya maka penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul; Analisis Pertimbangan Hakim terhadap

Pelaku Tindak Pidana Penyerobotan Tanah Yang Diputus Lepas (Studi

Putusan Nomor: 451/Pid.B/2014/PN.Tjk). Skripsi ini diajukan sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini,

untuk itu saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan

untuk pengembangan dan kesempurnaan skripsi ini. Pada penulisan skripsi ini

penulis mendapatkan bimbingan, arahan serta dukungan dari berbagai pihak

sehingga penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan baik. Pada kesempatan kali

ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-

besarnya terhadap :

1. Bapak Armen Yasir, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

Page 11: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

2. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas

Hukum Universitas Lampung sekaligus sebagai Penguji Skripsi, atas masukan

dan saran yang diberikan dalam proses perbaikan skripsi ini.

3. Ibu Dona Raisa Monica, S.H., M.H., selaku Sekertaris Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung.

4. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I yang telah

memberikan arahan, bimbingan, dan masukan sehingga Penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Bapak Budi Rizki Husin, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II, atas

bimbingan, masukan dan saran yang diberikan dalam proses penyusunan

hingga selesainya skripsi ini.

6. Ibu Emilia Susanti, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas II yang telah

memberikan kritik dan saran serta masukan dalam penulisan skripsi ini.

7. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang

telah membimbing Penulis selama ini dalam perkuliahan.

8. Seluruh Dosen Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Lampung yang penuh

dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi Penulis.

9. Para staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung, terutama pada

Bagian Hukum Pidana: Bu As, Pakde, dan Bude Siti.

10. Ibu Nirmala, S.H., M.H., selaku Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang,

Bapak Todo Batara Silalahi, S.H., selaku Jaksa pada Kejaksaan Tinggi

Lampung dan Bapak Prof. Dr. Sanusi Husin, S.H., M.H., yang telah sangat

membantu dalam mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan skripsi

ini, terima kasih untuk semua kebaikan dan bantuannya.

Page 12: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

11. Teristimewa untuk kedua orangtuaku ayahanda Johan Wahab (Alm), yang

selalu menjadi alasan Ayu untuk kuat menghadapi apapun, semoga Ayu bisa

buat bangga di akhirat sana ya Pak, dan ibunda Masneliy, yang telah

memberikan perhatian, kasih sayang, doa, semangat dan dukungan selama ini.

Terimakasih atas segala pengorbanan yang mama berikan. Semoga Ayu dapat

membahagiakan, membanggakan, dan menjadi anak yang berbakti untuk

orangtua.

12. Kakak-kakakku: Liean Eka Rixie, Rivan Zulizar, S.Kom., Sunansa Tigo

Prakarsie, terimakasih untuk nasehat, doa dan dukungan yang tiada henti nya

kalian berikan kepada Ayu selama ini. Semoga kelak Ayu dapat membalas

semua kebaikan dan nantinya dapat menjadi adik yang menbanggakan kalian.

13. Keluarga Besarku: Nenek tercinta Atuk umik yang tiada hentinya berdoa

untuk Ayu, Ayah Iyet, Walit Erson, Puan Amir, Mami, Uma, Bunda, Umi,

Mamahtan, Papi, Sepupu-sepupuku tersayang, terimakasih atas nasehat, doa

dan dukungan yang selalu kalian berikan. Semoga Ayu bisa menjadi orang

sukses nantinya.

14. Saudara tak sedarah namun lebih dari sedarah: Aprilisa Ningrum, S.Kom,

Desmalia, S.E., Lisca Juita, S.H., Elka Pranika, S.Pd., Zella Yuliani Oseven,

S.Pd., Anniza Ulfah Oktariani, S.E., terimakasih telah melewati persahabatan

lebih dari 8 tahun, terimakasih juga atas ketulusan, keceriaan dan

dukungannya selama ini. Semoga kita semua bisa menjadi orang sukses

nantinya. I love you, Guys!

15. Sahabat seperjuangan dalam proses perkuliahan: M. Yulian, S.H., Netiana

Sari, S.H., Ginta Monita, S.H., Nia Amanda, S.H., Hidayah Bekti Ningsih,

Page 13: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

S.H., Heni Aprilia S.H., Roro Ayu Ariananda, S.H., Rara Berthania, S.H.,

R.A. Alfajriyah F.Z, S.H, Jusnia Rajusima, S.H., Mustanti Irena Wati, S.H.,

Dian Ferdisa Puteri, S.H., Lucyani Putri Wulandari, S.H., Yoranda Tiara Sati,

S. terimakasih telah mendengarkan keluh kesahku, mendukung, membantu

dan menyemangatiku dalam proses menyelesaikan studi di Universitas

Lampung ini. Semoga persahabatan kita selalu kompak untuk selamanya dan

kita semua bisa menjadi orang sukses nantinya. See you on top guys!

16. Teman-teman yang membuat masa perkuliahan menjadi penuh suka cita:

Annisa Drahika, S.H., Tutut Wury, S.H., Nikita Riskila, S.H., Nur Aisah,

S.H., Rezi Novaldi, S.H., Willy Admajaya, S.H., Acta Yoga Pratama, S.H.,

Afif Subayyil, S.H., Melati, S.E., Raditha Amalia, S.I.Kom., Niken Chandra

Lupita, S.H., Riska Putri Mulya, S.H., Reni Febrianti, S.H., Rima Ayu Safitri,

S.H., Mega Sekar Ningrum, S.H., Hardy Mansyah, S.H., Firmandes Sisko,

S.H.,

17. Keluarga KKN Desa Meda Sari Rawajitu Selatan: Meilika Ardyuansyah

Zaidar, S.A.N., Sandri Arianto, S.Hut., Pia Sabrina Murtadho, S.T., Kamilia

Syaputra, S.E., Ayu Dian Pratiwi, S.T.P, M. Azzaky Bimandama, S.Ked.,

Bapak Is, Ibu Is, Ayah Lurah, Bunda Ning, Pak Edy, Pak Carik, Wawak,

Kanjeng mami, Ibu Rahma, terimakasih untuk kebersamaan, pengalaman dan

kenangan selama dua bulan, serta dukungan dan doanya selama ini.

18. Kepada seseorang yang namanya selalu kuselipkan di dalam doa: Terima

kasih atas kebaikan, perhatian, kasih sayang, dan dukungan dalam bentuk

apapun, selama ini.

Page 14: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

19. Teman-teman di Hima Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung 2013

dan teman-teman angkatan 2013 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu

yang selama ini membantu menambah wawasan dan berteman selayaknya

keluarga baru. See you on top!

20. Almamater tercinta, Universitas Lampung yang telah memberikan banyak

kenangan, banyak ilmu, banyak teman dan banyak sahabat sampai aku

menjadi seseorang yang berguna bagi almamaterku dan bangsaku.

21. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan

dukungannya.

Akhir kata atas bantuan, dukungan, serta doa dan semangat dari kalian, penulis

yang hanya mampu mengucapkan mohon maaf apabila ada yang salah dalam

penulisan skripsi ini, semoga kebaikan yang telah diberikan akan mendapat pahala

dari sisi Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan

menambah wawasan keilmuaan pada umumnya dan ilmu hukum khususnya

hukum pidana.

Bandar Lampung, Juni 2017

Penulis

Fitra Suanadia

Page 15: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

DAFTAR ISI

Halaman

I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ................................................... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ..................................................... 6

D. Kerangka Teori dan Konseptual........................................................ 7

E. Sistematika Penulisan ....................................................................... 13

II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 14

A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana.................. 14

B. Putusan Hakim .................................................................................. 17

C. Tugas dan Wewenang Hakim ........................................................... 23

D. Pengertian Tindak Pidana ................................................................. 29

E. Tindak Pidana Penyerobotan Tanah.................................................. 32

III METODE PENELITIAN ..................................................................... 35

A. Pendekatan Masalah .......................................................................... 35

B. Sumber dan Jenis Data ...................................................................... 35

C. Penentuan Narasumber...................................................................... 37

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data .................................. 37

E. Analisis Data ..................................................................................... 38

IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 39

A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Memutus Lepas Pelaku

Tindak Pidana Penyerobotan Tanah dalam Putusan Nomor:

451/Pid.B/2014/PN.Tjk ..................................................................... 39

Page 16: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

B. Putusan Lepas oleh Majelis Hakim pada Perkara Tindak Pidana

Penyerobotan Tanah dalam Perspektif Rasa Keadilan Masyarakat .. 66

V PENUTUP ............................................................................................... 74

A. Simpulan ........................................................................................... 74

B. Saran .................................................................................................. 75

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 17: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum memiliki fungsi yang penting dalam kehidupan bermasyarakat sebagai

alat untuk menciptakan keadilan, keteraturan, ketentraman dan ketertiban, tetapi

juga untuk menjamin adanya kepastian hukum. Pada tataran selanjutnya, hukum

diarahkan sebagai sarana kemajuan dan kesejahteraan masyarakat yang dibentuk

atas keinginan dan kesadaran tiap-tiap individu di dalam masyarakat, dengan

maksud agar hukum dapat berjalan sebagaimana dicita-citakan oleh masyarakat

itu sendiri, yakni menghendaki kerukunan dan perdamaian dalam pergaulan hidup

bersama. Orang yang melakukan tindak pidana akan mempertanggung jawabkan

perbuatan tersebut dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang

mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi

masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai tindak pidana.

Hukum pada dasarnya memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan

bermasyarakat, karena hukum bukan hanya menjadi parameter untuk keadilan,

keteraturan, ketentraman dan ketertiban, tetapi juga untuk menjamin adanya

kepastian hukum. Pada tataran selanjutnya, hukum semakin diarahkan sebagai

sarana kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.1

1 Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia Jakarta.

2001. hlm. 14.

Page 18: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

2

Hukum dibentuk atas keinginan dan kesadaran tiap-tiap individu di dalam

masyarakat, dengan maksud agar hukum dapat berjalan sebagaimana dicita-

citakan oleh masyarakat itu sendiri, yakni menghendaki kerukunan dan

perdamaian dalam pergaulan hidup bersama. Orang yang melakukan tindak

pidana akan mempertanggung jawabkan perbuatan tersebut dengan pidana

apabila ia mempunyai kesalahan. Artinya penjatuhan pidana terhadap seseorang

didasarkan pada kesalahan yang dilakukannya.2

Manusia dituntut untuk dapat mengendalikan perilakunya sebagai konsekuensi

hidup bermasyarakat, tanpa pengendalian dan kesadaran untuk membatasi

perilaku yang berpotensi merugikan kepentingan orang lain dan kepentingan

umum. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka peranan hukum menjadi

sangat penting untuk mengatur hubungan masyarakat sebagai warga negara, baik

hubungan antara sesama manusia, hubungan manusia dengan kebendaan, manusia

dengan alam sekitar dan menusia dengan negara, tetapi pada kenyataannya ada

manusia yang melanggar hukum atau melakukan tindak pidana.

Tindak pidana sebagai fenomena sosial bukan merupakan hal yang terjadi secara

tidak sengaja atau hanya kebetulan belaka, karena pada dasarnya pelaku tindak

pidana melakukan tindakan melawan hukum tersebut dipicu oleh berbagai faktor

penyebab yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan secara erat. Tindak

pidana merupakan perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang,

melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Dengan

kata lain tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib

2 Satjipto Rahardjo. Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana. Pusat

Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Jakarta. 1998. hlm. 11

Page 19: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

3

hukum) yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan terhadap seorang

pelaku, dimana penjatuhan hukum terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya

tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.

Tindak pidana merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh

seseorang dan patut dipidana sesuai dengan kesalahannya sebagaimana

dirumuskan dalam undang-undang. Pelaku tindak pidana adalah setiap orang yang

melakukan perbuatan melanggar atau melawan hukum sebagaimana dirumuskan

dalam undang-undang. Pelaku tindak pidana harus diberi sanksi demi

terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.3

Penyerobotan tanah merupakan salah satu jenis tindak pidana yang terjadi dalam

kehidupan masyarakat. Pengaturan mengenai tindak pidana penyerobotan tanah

menurut Pasal 385 Ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):

barangsiapa dengan maksud yang sama, menggadaikan atau menyewakan tanah

dengan hak tanah yang belum bersertifikat, padahal ia tahu bahwa orang lain yang

mempunyai hak atau turut mempunyai hak atas tanah itu.

Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan hukuman

paling lama empat tahun sesuai dengan ketentuan Pasal 385 Ayat (4) KUHP,

tetapi pada kenyataannya Majelis Hakim memutus lepas Idham Basa Majid Bin

Abdul Majid dari segala tuntutan hukum atas dakwaan tindak pidana

penyerobotan tanah dalam Putusan Nomor 451/Pid.B/2014/PN.Tjk.

3 Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia Jakarta.

2001. hlm. 17.

Page 20: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

4

Putusan hakim ini sangat jauh berbeda dengan tuntutan yang disampaikan Jaksa

Penuntut Umum (JPU), yaitu menuntut pidana penjara selama 1 tahun terhadap

terdakwa Idham Basa Majid Bin Abdul Majid didakwa melakukan tindak pidana

penyerobotan tanah sebagaimana dimaksud dalam dakwaan Pasal 385 Ayat (4)

KUHP. Sesuai dengan tuntutan dan dakwaaan tersebut maka terlihat adanya

ketidaksamaan pandangan antara JPU dan Majelis Hakim dalam menentukan

unsur-unsur tindak pidana penyerobotan tanah, sehingga majelis hakim justru

memutus lepas terdakwa.

Putusan hakim ini dapat berdampak pada timbulnya pandangan negatif

masyarakat terhadap hakim dan pengadilan. Rendahnya Pandangan negatif

masyarakat terhadap hakim dapat dihindari dengan memutus perkara secara adil

dan teliti, sehingga tidak menimbulkan kesenjangan terhadap suatu putusan. Dari

dalam diri hakim hendaknya lahir, tumbuh dan berkembang adanya sikap/sifat

kepuasan moral jika keputusan yang dibuatnya dapat menjadi tolak ukur untuk

kasus yang sama, sebagai bahan referensi bagi kalangan teoritis dan praktisi

hukum serta kepuasan nurani jika sampai dikuatkan dan tidak dibatalkan oleh

Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung jika perkara tersebut sampai ke tingkat

banding atau kasasi. Hakim dalam membuat putusan harus memperhatikan segala

aspek di dalamnya, yaitu mulai dari perlunya kehati-hatian serta dihindari sedikit

mungkin ketidakcermatan, baik bersifat formal maupun materiil sampai dengan

adanya kecakapan teknik dalam membuatnya.

Ketentuan mengenai putusan lepas diatur dalam Pasal 191 Ayat (1) dan Ayat (2)

KUHAP mengatur putusan bebas dan putusan lepas, sebagai berikut:

Page 21: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

5

(1) Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang,

kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak

terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.

(2) Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan

kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu

tindakan pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan

hukum.

Putusan bebas berarti terdakwa dinyatakan bebas dari tuntutan hukum dalam arti

dibebaskan dari pemidanaan. Tegasnya, terdakwa tidak dipidana. Berbeda halnya

jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa

tidak dipidana. Terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum sebagaimana

disebut dalam Pasal 191 Ayat (2) KUHAP, maka ini dinamakan putusan lepas.

Penilaian bebas sebuah putusan tersebut tergantung pada dua hal, yaitu:

a. Tidak memenuhi asas pembuktian menurut undang-undang secara negatif

Pembuktian yang diperoleh di persidangan tidak cukup membuktikan

kesalahan terdakwa dan sekaligus kesalahan terdakwa yang tidak cukup

terbukti itu tidak diyakini oleh hakim.

b. Tidak memenuhi asas batas minimum pembuktian

Kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa hanya didukung oleh satu alat

bukti saja, sedang menurut ketentuan Pasal 183 KUHAP, agar cukup

membuktikan kesalahan seorang terdakwa harus dibuktikan dengan sekurang-

kurangnya dua alat bukti yang sah.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis melakukan kajian dan penelitian yang

berjudul: Analisis Pertimbangan Hakim terhadap Pelaku Tindak Pidana

Penyerobotan Tanah yang Diputus Lepas (Studi Putusan Nomor:

451/Pid.B/2014/PN.Tjk).

Page 22: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

6

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah dasar pertimbangan hakim dalam memutus lepas pelaku tindak

pidana penyerobotan tanah dalam Putusan Nomor: 451/Pid.B/2014/PN.Tjk?

b. Apakah putusan lepas yang dijatuhkan hakim terhadap pelaku tindak pidana

penyerobotan tanah sesuai dengan rasa keadilan masyarakat?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup ilmu penelitian adalah hukum pidana, dengan kajian mengenai

dasar pertimbangan hakim dalam memutus lepas pelaku tindak pidana

penyerobotan tanah dalam Putusan Nomor: 451/Pid.B/2014/PN.Tjk serta putusan

lepas yang dijatuhkan hakim terhadap pelaku tindak pidana penyerobotan tanah

sudah memenuhi rasa keadilan masyarakat. Ruang lingkup lokasi penelitian

adalah pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang dan waktu penelitian

dilaksanakan Tahun 2017.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam memutus lepas pelaku

tindak pidana penyerobotan tanah dalam Putusan Nomor:

451/Pid.B/2014/PN.Tjk

b. Untuk mengetahui putusan lepas yang dijatuhkan hakim terhadap pelaku

tindak pidana penyerobotan tanah sesuai dengan rasa keadilan masyarakat

Page 23: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

7

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini terdiri dari kegunaan secara teoritis dan kegunaan secara

praktis sebagai berikut:

a. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memperkaya kajian ilmu

hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan putusan majelis hakim

terhadap pelaku tindak pidana penyerobotan tanah

b. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran

bagi aparat penegak hukum dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak

pidana penyerobotan tanah yang relevan dengan keadilan

D. Kerangka Teori dan Konseptual

1. Kerangka Teori

Kerangka pemikiran merupakan adalah abstraksi hasil pemikiran atau kerangka

acuan atau dasar yang relevan untuk pelaksanaan suatu penelitian ilmiah,

khususnya penelitian hukum. Berdasarkan pernyataan di atas maka kerangka

teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Dasar Pertimbangan hakim dalam Menjatuhkan Pidana

Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidah-

kaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui putusanputusannya.

Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

Page 24: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

8

dalam suatu negara, dalam usaha menjamin keselamatan masyarakat menuju

kesejahteraan rakyat, peraturan-peraturan tersebut tidak ada artinya, apabila tidak

ada kekuasaan kehakiman yang bebas yang diwujudkan dalam bentuk peradilan

yang bebas dan tidak memihak, sebagai salah satu unsur negara hukum. 4

Pelaksana kekuasaan kehakiman adalah hakim, yang mempunyai kewenangan

dalam peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan hal ini

dilakukan oleh hakim melalui putusannya. Fungsi hakim adalah memberikan

putusan terhadap perkara yang diajukan, di mana dalam perkara pidana, hal itu

tidak terlepas dari sistem pembuktian negatif, yang pada prinsipnya menetukan

bahwa suatu hak atau peristiwa atau kesalahan dianggap telah terbukti, di samping

adanya alat-alat bukti menurut undang-undang juga ditentukan keyakinan hakim

yang dilandasi denganintegritas moral yang baik.5

Secara kontekstual ada tiga esensi yang terkandung dalam kebebasan hakim

dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman yaitu:

1) Hakim hanya tunduk pada hukum dan keadilan;

2) Tidak seorangpun termasuk pemerintah dapat mempengaruhi atau

mengarahkan putusan yang akan dijatuhkan oleh hakim;

3) Tidak ada konsekuensi terhadap pribadi hakim dalam menjalankan tugas dan

fungsi yudisialnya. 6

Kebebasan hakim dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara merupakan

mahkota bagi hakim dan harus tetap dikawal dan dihormati oleh semua pihak

tanpa kecuali, sehingga tidak ada satu pihak yang dapat menginterpensi hakim

dalam menjalankan tugasnya tertentu. Hakim dalam menjatuhkan putusan harus

4 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Persfektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar

Grafika,.2010, hlm.103. 5 Ibid, hlm.104.

6 Ibid, hlm.105.

Page 25: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

9

mempertimbangkan banyak hal, baik itu yang berkaitan dengan perkara yang

sedang diperiksa, tingkat perbuatan dan kesalahan yang dilakukan pelaku,

kepentingan pihak korban, keluarganya dan rasa keadilan masyarakat.

Menurut Mackenzie sebagaimana dikutip Ahmad Rifai7 ada beberapa teori atau

pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan putusan dalam

suatu perkara, yaitu sebagai berikut:

1) Teori Keseimbangan

Yang dimaksud dengan keseimbangan disini keseimbangan antara syarat-

syarat yang ditentukan undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang

tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya

keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat dan kepentingan terdakwa.

2) Teori Pendekatan Seni dan Intuisi

Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari

hakim. Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan hakim menyesuaikan

dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana,

hakim akan melihat keadaan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam

perkara pidana. Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan

putusan, lebih ditentukan oleh instink atau intuisi dari pada pengetahuan dari

hakim

3) Teori Pendekatan Keilmuan

Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana

harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam

kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin

konsistensi dari putusan hakim. Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam

peringatan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-

mata atas dasar intuisi atau instink semata, tetapi harus dilengkapi dengan

ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam

menghadapi suatu perkara yang harus diputuskannya.

4) Teori Pendekatan Pengalaman

Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya

dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, dengan

pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui bagaimana

dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana yang

berkaitan dengan pelaku, korban maupun masyarakat.

5) Teori Ratio Decidendi

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang

mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang

disengketakan, kemudian mencari peraturan yang relevan dengan pokok

perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan,

7 Ahmad Rifai, Op Cit. hlm.105-106.

Page 26: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

10

serta didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan

memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara.

6) Teori Kebijaksanaan

Teori ini diperkenalkan oleh Made Sadhi Astuti, di mana sebenarnya teori ini

berkenaan dengan putusan hakim dalam perkara di pengadilan anak. Aspek ini

menekankan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua ikut

bertanggungjawab untuk membimbing, membina, mendidik dan melindungi

anak, agar kelak dapat menjadi manusia yang berguna bagi keluarga,

masyarakat dan bagi bangsanya.

b. Teori Keadilan

Keadilan secara umum diartikan sebagai perbuatan atau perlakuan yang adil.

Sementara adil adalah tidak berat sebelah, tidak memihak dan berpihak kepada

yang benar. Keadilan menurut kajian filsafat adalah apabila dipenuhi dua prinsip,

yaitu : pertama tidak merugikan seseorang dan kedua, perlakuan kepada tiap-tiap

manusia apa yang menjadi haknya. Jika kedua prinsip ini dapat dipenuhi barulah

itu dikatakan adil8

Pemaknaan keadilan dalam praktik penanganan sengketa-sengketa hukum

ternyata masih dapat diperdebatkan. Banyak pihak merasakan dan menilai bahwa

lembaga pengadilan kurang adil karena terlalu syarat dengan prosedur, formalistis,

kaku, dan lamban dalam memberikan putusan terhadap suatu sengketa. Agaknya

faktor tersebut tidak lepas dari cara pandang hakim terhadap hukum yang amat

kaku dan normatif-prosedural dalam melakukan konkretisasi hukum. Hakim

semestinya mampu menjadi seorang interpretator yang mampu menangkap

semangat keadilan dalam masyarakat dan tidak terbelenggu oleh kekakuan

normatif-prosedural yang ada dalam suatu peraturan perundang-undangan, karena

hakim bukan lagi sekedar pelaksana undang-undang. Artinya, hakim dituntut

8 Sudarto. Op Cit. hlm. 64

Page 27: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

11

untuk memiliki keberanian mengambil keputusan yang berbeda dengan ketentuan

normatif undang-undang, sehingga keadilan substansial selalu saja sulit

diwujudkan melalui putusan hakim pengadilan, karena hakim dan lembaga

pengadilan hanya akan memberikan keadilan formal.

Keadilan substantif terfokus atau berorientasi kepada nilai-nilai fundamental yang

terkandung didalam hukum. Sehingga hal-hal yang menitikberatkan kepada aspek

prsedural akan di „nomorduakan‟. Secara teoritik, kedalilan substantif dibagi ke

dalam empat bentuk keadilan, yakni kedailan distributif, kedalian retributif,

keadilan komutatif, dan keadilan korektif. Kedilan distributif menyangkut

pengaturan dasar segala sesuatu, buruk baik dalam mengatur masyarakat.

Berdsarkan keadilan ini, segala sesuatu dirancang untuk menciptakan hubungan

yang adil antara dua pihak/masyarakat. Prinsip pokok keadilan distributif adalah

setiap orang harus mendapat kesempatan sama untuk memperoleh keadilan. 9

2. Konseptual

Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan

dalam melaksanakan penelitian.10

Berdasarkan definisi tersebut, maka batasan

pengertian dari istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Analisis adalah upaya untuk memecahkan suatu permasalahan berdasarkan

prosedur ilmiah dan melalui pengujian sehingga hasil analisis dapat diterima

sebagai suatu kebenaran atau penyelesaian masalah11

9 Mahfud M.D., Penegakan Keadilan di Pengadilan, http://mahfudmd.com. Diakses Rabu 10 Juni

2015 10

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1986. hlm.103 11

Lexy J.Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta, Rineka Cipta, 2005.hlm. 54

Page 28: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

12

b. Putusan lepas adalah tindak pidana yang didakwakan jaksa/penuntut umum

dalam surat dakwaannya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut

hukum. Dengan kata lain, tidak dipenuhinya ketentuan asas minimum

pembuktian (yaitu dengan sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang sah) dan

disertai keyakinan hakim12

c. Pelaku tindak pidana adalah setiap orang yang melakukan perbuatan

melanggar atau melawan hukum sebagaimana dirumuskan dalam undang-

undang. Pelaku tindak pidana harus diberi sanksi demi terpeliharanya tertib

hukum dan terjaminnya kepentingan umum13

d. Keadilan substantif adalah keadilan yang diberikan sesuai dengan aturan-

aturan hukum substantif, dengan tanpa melihat kesalahan-kesalahan

prosedural yang tidak berpengaruh pada hak-hak substantif penggugat14

e. Tindak pidana penyerobotan tanah menurut Pasal 385 Ayat (4) KUHP adalah

yaitu diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun, barangsiapa

dengan maksud yang sama, menggadaikan atau menyewakan tanah dengan

hak tanah yang belum bersertifikat, padahal ia tahu bahwa orang lain yang

mempunyai hak atau turut mempunyai hak atas tanah itu.

12

Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 152-

153Satjipto Rahardjo. Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana. Pusat

Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Jakarta. 1998. hlm. 25 13

Satjipto Rahardjo. Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana. Pusat

Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Jakarta. 1998. hlm. 25 14

Sudarto. Op Cit. hlm. 64

Page 29: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

13

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

I PENDAHULUAN

Berisi pendahuluan penyusunan skripsi yang terdiri dari Latar Belakang,

Permasalahan dan Ruang Lingkup, Tujuan dan Kegunaan Penelitian,

Kerangka Teori dan Konseptual serta Sistematika Penulisan.

II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tinjauan pustaka dari berbagai konsep atau kajian yang berhubungan

dengan penyusunan skripsi mengenai putusan hakim, pembuktian pidana,

dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana dan tindak pidana

penyerobotan tanah.

III METODE PENELITIAN

Berisi metode yang digunakan dalam penelitian, terdiri dari Pendekatan

Masalah, Sumber Data, Penentuan Narasumber, Prosedur Pengumpulan

dan Pengolahan Data serta Analisis Data.

IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berisi deskripsi dan analisis mengenai dasar pertimbangan hakim dalam

memutus lepas pelaku tindak pidana penyerobotan tanah dan kesesuaian

putusan lepas oleh majelis terhadap pelaku tindak pidana penyerobotan

tanah dengan rasa keadilan masyarakat.

V PENUTUP

Berisi kesimpulan umum yang didasarkan pada hasil analisis dan

pembahasan penelitian serta berbagai saran sesuai dengan permasalahan

yang ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan penelitian.

Page 30: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

14

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana

Seorang hakim dalam hal menjatuhkan pidana kepada terdakwa tidak boleh

menjatuhkan pidana tersebut kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat

bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak

pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya (Pasal

183 KUHAP). Alat bukti sah yang dimaksud adalah: (a). Keterangan Saksi; (b).

Keterangan Ahli; (c). Surat; (d). Petunjuk; (e). Keterangan Terdakwa atau hal

yang secara umum sudah diketahui sehingga tidak perlu dibuktikan (Pasal 184)15

Pasal 185 Ayat (2) KUHAP menyebutkan bahwa keterangan seorang saksi saja

tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan

yang didakwakan kepadanya, sedangkan dalam Ayat 3 dikatakan ketentuan

tersebut tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya

(unus testis nullus testis).16

Hakim dalam mengadili pelaku tindak pidana harus melalui proses penyajian

kebenaran dan keadilan dalam suatu putusan pengadilan sebagai rangkaian proses

penegakan hukum, maka dapat dipergunakan teori kebenaran. Dengan demikian,

putusan pengadilan dituntut untuk memenuhi teori pembuktian, yaitu saling

15

Satjipto Rahardjo. Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana. Pusat

Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Jakarta. 1998. hlm. 11 16

Ibid. hlm. 11

Page 31: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

15

berhubungan antara bukti yang satu dengan bukti yang lain, misalnya, antara

keterangan saksi yang satu dengan keterangan saksi yang lain atau saling

berhubungan antara keterangan saksi dengan alat bukti lain (Pasal 184 KUHAP).

putusan hakim merupakan puncak dari perkara pidana, sehingga hakim harus

mempertimbangkan aspek-aspek lainnya selain dari aspek yuridis, sehingga

putusan hakim tersebut lengkap mencerminkan nilai-nilai sosiologis, filosofis, dan

yuridis, sebagai berikut:

1) Pertimbangan yuridis

Pertimbangan yuridis maksudnya adalah hakim mendasarkan putusannya pada

ketentuan peraturan perundang-undangan secara formil. Hakim secara yuridis,

tidak boleh menjatuhkan pidana tersebut kecuali apabila dengan sekurang-

kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan

bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah

melakukannya (Pasal 183 KUHAP). Alat bukti sah yang dimaksud adalah: (a).

Keterangan Saksi; (b). Keterangan Ahli; (c). Surat; (d). Petunjuk; (e).

Keterangan Terdakwa atau hal yang secara umum sudah diketahui sehingga

tidak perlu dibuktikan (Pasal 184). Selain itu dipertimbangkan pula bahwa

perbuatan terdakwa melawan hukum formil dan memenuhi unsur-unsur tindak

pidana yang dilakukan.

2) Pertimbangan filosofis

Pertimbangan filosofis maksudnya hakim mempertimbangkan bahwa pidana

yang dijatuhkan kepada terdakwa merupakan upaya untuk memperbaiki

perilaku terdakwa melalui proses pemidanaan. Hal ini bermakna bahwa

filosofi pemidanaan adalah pembinaan terhadap pelaku kejahatan sehingga

setelah terpidana keluar dari lembaga pemasyarakatan, akan dapat

memperbaiki dirinya dan tidak melakukan kejahatan lagi.

3) Pertimbangan sosiologis

Pertimbangan sosoiologis maksudnya hakim dalam menjatuhkan pidana

didasarkan pada latar belakang sosial terdakwa dan memperhatikan bahwa

pidana yang dijatuhkan mempunyai manfaat bagi masyarakat.17

Dasar pertimbangan hakim menurut dengan Pasal 55 RUU KUHP Tahun 2015

sebagai berikut:

(1) Kesalahan pelaku tindak pidana

Hal ini merupakan syarat utama untuk dapat dipidananya seseorang.

Kesalahan di sini mempunyai arti seluas-luasnya, yaitu dapat dicelanya

17

Sudarto. Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni,Bandung, 1986, hlm.67.

Page 32: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

16

pelaku tindak pidana tersebut. Kesengajaan dan niat pelaku tindak pidana

harus ditentukan secara normatif dan tidak secara fisik. Untuk menentukan

adanya kesengajaan dan niat harus dilihat dari peristiwa demi peristiwa,

yang harus memegang ukuran normatif dari kesengajaan dan niat adalah

hakim.

(2) Motif dan tujuan dilakukannya suatu tindak pidana

Kasus tindak pidana mengandung unsur bahwa perbuatan tersebut

mempunyai motif dan tujuan untuk dengan sengaja melawan hukum

(3) Sikap batin pelaku tindak pidana

Hal ini dapat diidentifikasikan dengan melihat pada rasa bersalah, rasa

penyesalan dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan tersebut. Pelaku

juga memberikan ganti rugi atau uang santunan pada keluarga korban dan

melakukan perdamaian secara kekeluargaan.

(4) Cara melakukan tindak pidana

Pelaku melakukan perbuatan tersebut ada unsur yang direncanakan terlebih

dahulu untuk melakukan tindak pidana tersebut. Memang terapat unsur niat

di dalamnya yaitu keinginan si pelaku untuk melawan hukum.

(5) Sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukan tindak pidana

Pelaku dalam dimintai keterangan atas kejadian tersebut, ia menjelaskan

tidak berbelit-belit, ia menerima dan mengakui kesalahannya.Maka hal yang

di atas juga menjadi pertimbangan bagi hakim untuk memberikan

keringanan pidana bagi pelaku. Karena hakim melihat pelaku berlaku sopan

dan mau bertanggung jawab, juga mengakui semua perbuatannya dengan

cara berterus terang dan berkata jujur. Karena akan mempermudah jalannya

persidangan.

(6) Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi

Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pelaku tindak pidana juga sangat

mempengaruhi putusan hakim yaitu dan memperingan hukuman bagi

pelaku, misalnya belum pernah melakukan perbuatan tidak pidana apa pun,

berasal dari keluarga baik-baik, tergolong dari masyarakat yang

berpenghasilan sedang-sedang saja (kalangan kelas bawah).

(7) Pengaruh pidana terhadap masa depan pelaku

Pidana juga mempunyai tujuan yaitu selain membuat jera kepada pelaku

tindak pidana, juga untuk mempengaruhi pelaku agar tidak mengulangi

perbuatannya tersebut, membebaskan rasa bersalah pada pelaku,

memasyarakatkan pelaku dengan mengadakan pembinaan, sehingga

menjadikannya orang yang lebih baik dan berguna.

(8) Pengaruh pidana terhadap korban dan keluarga korban

Adanya pengaruh yang buruk akibat tindak pidana yang dilakukan oleh

pelaku, bagi korban dan keluarganya. Baik pengaruh yang bersifat fisik

maupun pengaruh yang bersifat nonfisik.

(9) Permaafan dari korban dan keluarga korban

Adanya permaafan yang diberikan korban dan keluarganya kepada pelaku

menjadi dasar pertimbangan hakim untuk memperingan hukuman terhadap

terdakwa

(10) Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku

Dalam suatu tindak pidana masyarakat menilai bahwa tindakaan pelaku

adalah suatu perbuatan tercela, jadi wajar saja kepada pelaku untuk dijatuhi

Page 33: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

17

hukuman, agar pelaku mendapatkan ganjarannya dan menjadikan pelajaran

untuk tidak melakukan perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri dan

orang lain. Hal tersebut dinyatakan bahwa ketentuan ini adalah untuk

menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum.18

Hakim yang bebas dan tidak memihak telah menjadi ketentuan universal. Ia

menjadi ciri Negara hukum. Sistem yang dianut di Indonesia, pemeriksaan di

siding pengadilan yang dipimpin oleh Hakim, hakim itu harus aktif bertanya dan

member kesempatan kepada pihak terdakwa yang diawali oleh penasihat

hukumnya untuk bertanya kepada saksi-saksi, begitu pula kepada penuntut umum.

Semua itu dengan maksud menemukan kebenaran materiil. Hakimlah yang

bertanggungjawab atas segala yang diputuskannya.19

B. Putusan Hakim

Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman menyatakan bahwa putusan diambil berdasarkan sidang

permusyawaratan hakim yang bersifat rahasia. Ayat (2) menyatakan bahwa dalam

sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau

pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang

tidak terpisahkan dari putusan.

Perihal putusan hakim atau putusan pengadilan merupakan aspek penting dan

diperlukan untuk menyelesaiakn perkara pidana. Dengan demikian dapat

dikonklusikan lebih jauh bahwasannya putusan hakim di sati pihak berguna bagi

terdakwa guna memperoleh kepastian hukum tentang statusnya dan sekaligus

dapat mempersiapakan langkah berikutnya terhadap putusan tersebut dalam arti

18

https://slissety.wordpress.com/buku-i-ruu-kuhp/Diakses Senin 05 September 2016 19

Ahmad Rifai. Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Persfektif Hukum Progresif, Sinar Grafika,

Jakarta.2010. hlm.112

Page 34: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

18

dapat berupa menerima putusan, melakukan upaya hukum verzet, banding, atau

kasasi, melakukan grasi, dsb. Sedangkan di pihak lain, apabila ditelaah melalui

visi hakim yag mengadili perkara, putusan hakim adalah mahkota dan puncak

pencerminan nilai-nilai keadilan, kebenaran hakiki, HAM, penguasaan hukum

atau fakta secara mapan, mumpuni, dan faktual, serta visualisasi etika, mentalitas,

dan moralitas dari hakim yang bersangkutan20

Putusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan

diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari

pemeriksaan perkara gugatan (kontentius). Penetapan adalah pernyataan hakim

yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang

terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara permohonan

(voluntair). Sedangkan akta perdamaian adalah akta yang dibuat oleh hakim yang

berisi hasil musyawarah antara para pihak dalam sengketa untuk mengakhiri

sengketa dan berlaku sebagai putusan.21

Putusan Hakim dalam pengadilan berdasarkan fungsinya dalam mengakhiri

perkara putusan hakim adalah sebagai berikut:

a. Putusan Akhir

Putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri pemeriksaan di persidangan,

baik telah melalui semua tahapan pemeriksaan maupun yang tidak/belum

menempuh semua tahapan pemeriksaan. Putusan yang dijatuhkan sebelum

tahap akhir dari tahap-tahap pemeriksaan, tetapi telah mengakhiri pemeriksaan

yaitu: putusan gugur, putusan Verstek yang tidak diajukan verzet, putusan

tidak menerima, dan putusan yang menyatakan pengadilan agama tidak

berwenang memeriksa. Semua putusan akhir dapat dimintakan akhir, kecuali

bila undang-undang menentukan lain

20

Ibid. hlm.113 21

Lilik Mulyadi. Hukum Acara Pidana, PT Citra Aditya Bakti, Bandung 2007, hlm. 152-153

Page 35: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

19

b. Putusan Sela

Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan masih dalam proses pemeriksaan

perkara dengan tujuan untuk memperlancar jalannya pemeriksaan. Putusan

sela tidak mengakhiri pemeriksaan, tetaoi akan berpengaruh terhadap arah dan

jalannya pemeriksaan. Putusan sela dibuat seperti putusan biasa, tetapi tidak

dibuat secara terpisah, melainkan ditulis dalam berita acara persidangan saja

Putusan sela harus diucapkan di depan sidang terbuka untuk umum serta

ditanda tangani oleh majelis hakim dan panitera yang turut bersidang dan

selalu tunduk pada putusan akhir karena tidak berdiri sendiri dan akhirnya

dipertimbangkan pula pada putusan akhir. Hakim tidak terikat pada putusan

sela, bahkan hakim dapat merubahnya sesuai dengan keyakinannya. Putusan

sela tidak dapat dimintakan banding kecuali bersama-sama dengan putusan

akhir. Para pihak dapat meminta supaya kepadanya diberi salinan yang sh dari

putusan itu dengan biaya sendiri22

Menurut Lilik Mulyadi, dalam membuat Putusan pengadilan, seorang hakim harus

memperhatikan apa yang diatur dalam Pasal 197 KUHAP, yang berisikan

berbagai hal yang harus dimasukkan dalam surat Putusan. Adapun berbagai hal

yang harus dimasukkan dalam sebuah putusan pemidanaan sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 197 KUHAP. Sistematikan putusan hakim adalah:

(1) Nomor Putusan

(2) Kepala Putusan/Irah-irah (Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa)

(3) Identitas Terdakwa

(4) Tahapan penahanan (kalau ditahan)

(5) Surat Dakwaan

(6) Tuntutan Pidana

(7) Pledooi

(8) Fakta Hukum

(9) Pertimbangan Hukum

(10) Peraturan perundangan yang menjadi dasar pertimbangan

(11) Terpenuhinya Unsur-unsur tindak pidana

(12) Pernyataan kesalahan terdakwa

(13) Alasan yang memberatkan atau meringankan hukuman

(14) Kualifikasi dan pemidanaan

(15) Penentuan status barang bukti

(16) Biaya perkara

(17) Hari dan tanggal musyawarah serta putusan

22

M.Yahya Harahap. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Sinar Grafika. Jakarta.

2010. hlm. 77-79

Page 36: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

20

(18) Nama Hakim, Penuntut Umum, Panitera Pengganti, terdakwa dan

Penasehat Hukumnya23

Hakim pada saat menganalisis apakah terdakwa melakukan perbuatan atau tidak,

yang dipandang primer adalah segi masyarakat, yaitu perbuatan sebagai tersebut

dalam rumusan suatu aturan pidana. Sebelum menjatuhkan putusan, hakim harus

bertanya kepada diri sendiri, jujurkah ia dalam mengambil keputusan ini, atau

sudah tepatkah putusan yang diambilnya itu, akan dapat menyelesaikan suatu

sengketa, atau adilkah putusan ini, atau seberapa jauh manfaat yang dijatuhkan

oleh seorang hakim bagi para pihak dalam perkara atau bagi masyarakat pada

umumnya.

Pasal 191 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHAP mengatur putusan bebas dan putusan

lepas, sebagai berikut:

(1) Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang,

kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak

terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.

(2) Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan

kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu

tindakan pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan

hukum.

Penjelasan Pasal 191 Ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa yang dimaksud dengan

“perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti sah dan meyakinkan”

adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian

dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana.

23

Lilik Mulyadi. Op. Cit, hlm. 154-155

Page 37: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

21

Perbedaan antara putusan bebas dan lepas dapat ditinjau dari segi hukum

pembuktian, yaitu pada putusan bebas (vrijspraak) tindak pidana yang

didakwakan jaksa/penuntut umum dalam surat dakwaannya tidak terbukti secara

sah dan meyakinkan menurut hukum. Dengan kata lain, tidak dipenuhinya

ketentuan asas minimum pembuktian (yaitu dengan sekurang-kurangnya 2 alat

bukti yang sah) dan disertai keyakinan hakim (Vide Pasal 183 KUHAP).

Sedangkan, pada putusan lepas (ontslag van alle rechtsvervolging), segala

tuntutan hukum atas perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam surat dakwaan

jaksa/penuntut umum telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum,

akan tetapi terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana, karena perbuatan tersebut bukan

merupakan tindak pidana, misalnya merupakan bidang hukum perdata, hukum

adat atau hukum dagang.24

Penjatuhan Putusan Bebas dan Putusan Lepas oleh seorang hakim atas pelaku

suatu tindak pidana (yang unsur-unsur pasal yang didakwakan terbukti), dapat

dibedakan dengan melihat ada atau tidak adanya alasan penghapus pidana

(Strafuitsluitingsgronden), baik yang ada dalam undang-undang, misalnya alasan

pembenar (contohnya Pasal 50 KUHP) atau alasan pemaaf (contoh Pasal 44

KUHP), maupun yang ada di luar undang-undang (contoh: adanya izin).

M. Yahya Harahap, menyatakan bahwa putusan bebeas berarti terdakwa

dinyatakan bebas dari tuntutan hukum (vrijspraak) atau acquittal, dalam arti

dibebaskan dari pemidanaan. Tegasnya, terdakwa tidak dipidana. Berbeda halnya

jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa

24

Ibid. hlm. 160

Page 38: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

22

tidak dipidana. Terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum sebagaimana

disebut dalam Pasal 191 Ayat (2) KUHAP, maka ini dinamakan putusan lepas.25

Penilaian bebas sebuah putusan tersebut tergantung pada dua hal, yaitu:

1) Tidak memenuhi asas pembuktian menurut undang-undang secara negatif

Pembuktian yang diperoleh di persidangan tidak cukup membuktikan

kesalahan terdakwa dan sekaligus kesalahan terdakwa yang tidak cukup

terbukti itu tidak diyakini oleh hakim.

2) Tidak memenuhi asas batas minimum pembuktian

Kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa hanya didukung oleh satu alat

bukti saja, sedang menurut ketentuan Pasal 183 KUHAP, agar cukup

membuktikan kesalahan seorang terdakwa harus dibuktikan dengan sekurang-

kurangnya dua alat bukti yang sah.26

Bertitik tolak pada kedua asas yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP di atas dan

dihubungkan dengan Pasal 191 Ayat (1) tentang putusan bebas, maka putusan

bebas pada umumnya didasarkan pada penilaian dan pendapat hakim:

a. Kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa sama sekali tidak terbukti,

semua alat bukti yang diajukan ke persidangan baik berupa keterangan saksi,

keterangan ahli, surat, dan petunjuk maupun keterangan terdakwa tidak dapat

membuktikan kesalahan yang didakwakan. Perbuatan yang didakwakan tidak

terbukti secara sah dan meyakinkan karena menurut penilaian hakim semua

alat bukti yang diajukan tidak cukup atau tidak memadai membuktikan

kesahan yang didakwakan

b. Secara nyata hakim menilai pembuktian kesalahan yang didakwakan tidak

memenuhi ketentuan minimum batas pembuktian. Misalnya, alat bukti yang

diajukan di persidangan hanya terdiri dari seorang saksi saja. Di samping tidak

memenuhi asas batas minimum pembuktian, juga bertentangan dengan Pasal

185 Ayat (2) KUHAP yang menegaskan unus testis nullus testis atau seorang

saksi bukan saksi

c. Putusan bebas tersebut bisa juga didasarkan atas penilaian, kesalahan yang

terbukti itu tidak didukung oleh keyakinan hakim. Keterbuktian kesalahan

yang didakwakan dengan alat bukti yang sah harus didukung oleh keyakinan

hakim. Sekalipun secara formal kesalahan terdakwa dapat dinilai cukup

terbukti, namun nilai pembuktian yang cukup ini akan lumpuh apabila tidak

didukung oleh keyakinan hakim27

25

M.Yahya Harahap. Op. Cit. hlm. 347 26

Ibid. hlm. 348 27

Ibid. hlm. 348

Page 39: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

23

KUHAP pada dasarnya tidak membagi bentuk putusan bebas. Bentuk-bentuk

putusan pengadilan yang dikenal dalam KUHAP yaitu: putusan bebas, putusan

lepas, putusan pemidanaan, penetapan tidak berwenang mengadili, putusan yang

menyatakan dakwaan tidak dapat diterima, dan putusan yang menyatakan

dakwaan batal demi hukum. Namun dalam praktiknya, kemudian dikenal ada

putusan bebas murni dan putusan bebas tidak murni yangdikenalkan dalam

yurisprudensi pertama kali lewat Putusan Mahkamah Agung Reg. No. 275

K/Pid/1983, yakni kasus vonis bebas Natalegawa yang dikasasi jaksa. Mahkamah

Agung menerima kasasi jaksa berdasarkan argumentasi murni tidaknya putusan

bebas. Maklum, saat itu Pasal 244 KUHAP tegas melarang upaya kasasi atas

putusan bebas. Akhirnya sejak saat itu, praktek hukum acara di Indonesia

mengenal istilah putusan bebas murni atau tidak murni. Jaksa penuntut umum

biasanya selalu menggunakan dalil ketika mengajukan kasasi bahwa hakim dalam

tingkat persidangan sebelumnya telah menjatuhkan putusan bebas tidak murni. 28

Pasal 244 KUHAP menyatakan bahwa terhadap putusan perkara pidana yang

diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah

Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan

kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.

C. Tugas dan Wewenang Hakim

Pengertian hakim berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 48 Tahun

2009 tentang Kekuasaan Kehakiman adalah hakim pada Mahkamah Agung dan

hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan

28

Ibid. hlm. 350

Page 40: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

24

peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,

lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang

berada dalam lingkungan peradilan tersebut.

Menurut Sudarto tugas dan wewenang hakim sebagai seorang penegak hokum

adalah mengadili perkara yang diajukan kepadanya. Seorang hakim dituntut untuk

bertindak mengambil putusan berdasarkan rasa keadilan dan memperjuangkannya.

Jika hakim melanggar kode etika, maka meskipun aparat keamanan negara

bekerja profesional dengan peraturan yang lengkap, semuanya akan sia-sia.29

Kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh

sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam

lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan

militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah

Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hokum dan

keadilan

Menurut Pasal 10 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman:

(1) Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu

perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,

melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup usaha

penyelesaian perkara perdata secara perdamaian.

29

Sudarto. Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni.Bandung, 1983. hlm.27

Page 41: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

25

Seorang hakim dituntut untuk dapat menerima dan mengadili berbagai perkara

yang diajukan kepadanya, karena sebagai sebagai penegak hukum maka hakim

dianggap sudah mengetahui hukum (Ius curia novit), bahkan seorang hakim dapat

dituntut jika menolak sebuah perkara yang diajukan kepadanya. Sebagai seorang

penegak hukum, maka seorang hakim mempunyai fungsi yang penting dalam

menyelesaikan sebuah perkara, yakni memberikan putusan terhadap perkara

tersebut. Namun dalam memberikan putusan tersebut, hakim itu harus berada

dalam keadaan yang bebas. Bebas maksudnya ialah hakim bebas mengadili, tidak

dipengaruhi oleh apapun atau siapapun.hal ini menjadi penting karena jika hakim

memberikan putusan karena dipengaruhi oleh suatu hal lain di luar konteks

perkara maka putusan tersebut tida mencapai rasa keadilan yang diinginkan.

Dalam menjalankan fungsinya sebagai seorang hakim, terdapat beberapa syarat

yang harus dipenuhi oleh sorang hakim. Syarat-syarat tersebut ialah tangguh,

terampil dan tanggap. Tangguh artinya tabah dalam menghadapi segala keadaan

dan kuat mental, terampil artinya mengetahui dan menguasai segala peraturan

perundang-undangan yang sudah ada dan masih berlaku, dan tanggap artinya

dalam melakukan pemeriksaan perkara harus dilakukan dengan cepat, benar serta

menyesuaikan diri dengan kehendak masyarakat.30

Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman:

(1) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib

menjaga kemandirian peradilan.

(2) Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar

kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

30

Ibid. hlm.28

Page 42: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

26

(3) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan

Berkaitan dengan kompetensi hakim, Wildan Suyuthi menyatakan bahwa hakim

adalah profesi dengan pekerjaan kemanusiaan yang bertanggung jawab untuk

mengembalikan hukum kepada pemilik hukum itu yaitu manusia. Hukum untuk

manusia sebagai alat untuk mewujudkan kesejahteraan manusia, bukan hukum

untuk hukum itu sendiri. Sementara itu, dalam ranah etika, kode etik hakim yang

dimaksudkan untuk memelihara, menegakkan dan mempertahankan disiplin

profesi. Ada beberapa unsur disiplin yang diatur, dipelihara, dan ditegakkan atas

dasar kode etik adalah sebagai berikut:

1. Menjaga, memelihara agar tidak terjadi tindakan atau kelalaian profesional.

2. Menjaga dan memelihara integritas profesi.

3. Menjaga dan memelihara disiplin, yang terdiri dari beberapa unsur yaitu taat

pada ketentuan atau aturan hukum, Konsisten, Selalu bertindak sebagai

manajer yang baik dalam mengelola perkara, mulai dari pemeriksaan berkas

sampai pembacaan putusan serta memiliki loyalitas. 31

Kode Kehormatan Hakim disebutkan, bahwa hakim mempunyai 5 (lima) sifat,

baik di dalam maupun di luar kedinasan. Adapun yang dimaksud dengan dalam

kedinasan meliputi sifat hakim dalam persidangan, terhadap sesama rekan,

bawahan, atasan, sikap pimpinan terhadap sesama rekan hakim, dan sikap

terhadap instansi lain. Di luar kedinasan mencakup sikap hakim sebagai pribadi,

dalam rumah tangga, dan dalam masyarakat.

31

Wildan Suyuthi. Kode Etik Hakim, dalam Pedoman Perilaku Hakim (Code of Conduct),

Mahkamah Agung Republik Indonesia, Jakarta.2003. hlm.3

Page 43: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

27

Lima perlambang sifat hakim tersebut tercakup dalam logo hakim sebagai berikut:

1. Sifat Kartika (bintang) melambangkan ketakwaan hakim pada Tuhan Yang

Maha Esa dengan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan

yang beradab.

2. Sifat Cakra (senjata ampuh penegak keadilan) melambangkan sifat adil, baik

di dalam maupun di luar kedinasan. Dalam kedinasan, hakim bersikap adil,

tidak berprasangka atau memihak, bersungguh-sungguh mencari kebenaran

dan keadilan, memutuskan berdasarkan keyakinan hati nurani, dan sanggup

mempertanggung jawabkan kepada Tuhan. Di luar kedinasan hakim bersifat

saling menghargai, tertib dan lugas, berpandangan luas dan mencari saling

pengertian.

3. Candra (bulan) melambangkan kebijaksanaan dan kewibawaan. Dalam

kedinasan, hakim harus memiliki kepribadian, bijaksana, berilmu, sabar, tegas,

disiplin dan penuh pengabdian pada profesinya. Di luar kedinasan, hakim

harus dapat dipercaya, penuh rasa tanggung jawab, menimbulkan rasa hormat,

anggun, dan berwibawa.

4. Sari (bunga yang harum) menggambarkan hakim yang berbudi luhur dan

berperilaku tanpa cela. Dalam kedinasannya ia selalu tawakal, sopan,

bermotivasi meningkatkan pengabdiannya, ingin maju, dan bertenggang rasa.

Di luar kedinasannya, ia selalu berhati-hati, sopan dan susila, menyenangkan

dalam pergaulan, bertenggang rasa, dan berusaha menjadi teladan bagi

masyarakat sekitarnya.

5. Tirta (air) melukiskan sifat hakim yang penuh kejujuran (bersih), berdiri di

atas semua kepentingan, bebas dari pengaruh siapapun, tanpa pamrih, dan

tabah. Sedangkan di luar kedinasan, ia tidak boleh menyalahgunakan

kepercayaan dan kedudukannya, tidak berjiwa aji mumpung dan waspada. 32

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman diketahui bahwa Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan

negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik

Indonesia.

Pengadilan yang mandiri, netral (tidak memihak), kompeten, transparan,

akuntabel dan berwibawa, yang mampu menegakkan wibawa hukum,

32 Ibid. hlm.4.

Page 44: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

28

pengayoman hukum, kepastian hukum dan keadilan merupakan persyaratan

mutlak dalam sebuah negara yang berdasarkan hukum. Pengadilan sebagai pilar

utama dalam penegakan hukum dan keadilan serta proses pembangunan

peradaban bangsa. Tegaknya hukum dan keadilan serta penghormatan terhadap

keluhuran nilai kemanusiaan menjadi prasyarat tegaknya martabat dan integritas

Negara. Dan hakim sebagai aktor utama atau figure sentral dalam proses peradilan

senantiasa dituntut untuk mengasah kepekaan nurani, memelihara integritas,

kecerdasan moral dan meningkatkan profesionalisme dalam menegakkan hukum

dan keadilan. Profesi hakim memiliki sistem etika yang mampu menciptakan

disiplin tata kerja dan menyediakan garis batas tata nilai yang dapat dijadikan

pedoman bagi hakim untuk menyelesaikan tugasnya dalam menjalankan fungsi

dan mengemban profesinya.

Kewajiban hakim untuk memelihara kehormatan dan keluhuran martabat, serta

perilaku hakim sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan

harus diimplementasikan secara konkrit dan konsisten baik dalam menjalankan

tugas yudisialnya maupun di luar tugas yudisialnya, sebab hal itu berkaitan erat

dengan upaya penegakan hukum dan keadilan. Kehormatan adalah kemuliaan atau

nama baik yang senantiasa harus dijaga dan dipertahankan dengan sebaik-baiknya

oleh para hakim dalam menjalankan fungsi pengadilan. Kehormatan hakim itu

terutama terlihat pada putusan yang dibuatnya, dan pertimbangan yang melandasi,

atau keseluruhan proses pengambilan keputusan yang bukan saja berlandaskan

Page 45: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

29

peraturan perundang-undangan, tetapi juga rasa keadilan dan kearifan dalam

masyarakat. 33

D. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang,

melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang

yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggung jawabkan perbuatan

dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan

apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan

pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukan34

Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang

memiliki unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan

pidana, di mana penjatuhan pidana pada pelaku adalah demi tertib hukum dan

terjaminnya kepentingan umum.35

Tingkah laku yang jahat immoral dan anti sosial akan menimbulkan reaksi berupa

kejengkelan dan kemarahan di kalangan masyarakat dan jelas akan merugikan

masyarakat umum. Mengingat kondisi tersebut maka setiap warga masyarakat

keseluruhan secara keseluruhan, bersama-sama dengan lembaga-lembaga resmi

yang berwenang seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga

pemasyarakatan dan lain-lain wajib menanggulangi setiap tindak kejahatan atau

33

Ibid. hlm.5. 34

Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia Jakarta.

2001. hlm. 19 35

P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Adityta Bakti.Bandung.

1996. hlm. 16.

Page 46: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

30

kriminal. Setiap kejahatan yang dilakukan seseorang akan menimbulkan suatu

akibat yakni pelanggaran terhadap ketetapan hukum dan peraturan pemerintah.

Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana

merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat

atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan merupakan bentuk tingkah

laku yang melanggar undang-undang pidana. Setiap perbuatan yang dilarang oleh

undang-undang harus dihindari dan arang siapa melanggarnya maka akan

dikenakan pidana. Jadi larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban tertentu yang

harus ditaati oleh setiap warga Negara wajib dicantumkan dalam undang-undang

maupun peraturan-peraturan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. 36

Jenis-jenis tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

dibedakan atas dasar-dasar tertentu, sebagai berikut:

a) Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dibedakan antara lain

kejahatan yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat dalam

Buku III. Pembagian tindak pidana menjadi “kejahatan” dan “pelanggaran“ itu

bukan hanya merupakan dasar bagi pembagian KUHP kita menjadi Buku ke II

dan Buku ke III melainkan juga merupakan dasar bagi seluruh sistem hukum

pidana di dalam perundang-undangan secara keseluruhan.

b) Menurut cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak pidana formil (formeel

Delicten) dan tindak pidana materil (Materiil Delicten). Tindak pidana formil

adalah tindak pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu

adalah melakukan perbuatan tertentu. Misalnya Pasal 362 KUHP yaitu tentang

pencurian. Tindak Pidana materil inti larangannya adalah pada menimbulkan

akibat yang dilarang, karena itu siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang

itulah yang dipertanggung jawabkan dan dipidana.

c) Menurut bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana

sengaja (dolus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten).

Contoh tindak pidana kesengajaan (dolus) yang diatur di dalam KUHP antara

lain sebagai berikut: Pasal 338 KUHP (pembunuhan) yaitu dengan sengaja

menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, Pasal 354 KUHP yang dengan

sengaja melukai orang lain. Pada delik kelalaian (culpa) orang juga dapat

dipidana jika ada kesalahan, misalnya Pasal 359 KUHP yang menyebabkan

36

Ibid. hlm. 17.

Page 47: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

31

matinya seseorang, contoh lainnya seperti yang diatur dalam Pasal 188 dan

Pasal 360 KUHP.

d) Menurut macam perbuatannya, tindak pidana aktif (positif), perbuatan aktif

juga disebut perbuatan materil adalah perbuatan untuk mewujudkannya

diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh orang yang berbuat, misalnya

Pencurian (Pasal 362 KUHP) dan Penipuan (Pasal 378 KUHP). Tindak Pidana

pasif dibedakan menjadi tindak pidana murni dan tidak murni. Tindak pidana

murni, yaitu tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau tindak pidana

yang pada dasarnya unsur perbuatannya berupa perbuatan pasif, misalnya

diatur dalam Pasal 224,304 dan 552 KUHP.Tindak Pidana tidak murni adalah

tindak pidana yang pada dasarnya berupa tindak pidana positif, tetapi dapat

dilakukan secara tidak aktif atau tindak pidana yang mengandung unsur

terlarang tetapi dilakukan dengan tidak berbuat, misalnya diatur dalam Pasal

338 KUHP, ibu tidak menyusui bayinya sehingga anak tersebut meninggal37

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat diketahui bahwa tindak

pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang memiliki

unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, di

mana penjatuhan pidana terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya tertib hukum

dan terjaminnya kepentingan umum. Pelaku tindak pidana itu adalah seseorang

yang melakukan tindak pidana yang bersangkutan, dalam arti orang yang dengan

suatu kesengajaan atau suatu yang tidak disengajakan seperti yang disyaratkan

oleh undang-undang telah menimbulkan akibat yang tidak dilarang atau tindakan

yang diwajibkaln oleh undang-undang. Pelaku tindak pidana adalah orang yang

memenuhi semua unsur-unsur suatu delik seperti yang telah ditentukan dalam

undang-undang baik itu merupakan unsur-unsur subjektif ataupun unsur-unsur

objektif

37

Ibid. hlm. 25-27

Page 48: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

32

E. Tindak Pidana Penyerobotan Tanah

Tindak pidana penyerobotan tanah oleh seseorang atau sekelompok orang

terhadap tanah milik orang lain dapat diartikan sebagai perbuatan menguasai,

menduduki, atau mengambil alih tanah milik orang lain secara melawan hukum,

melawan hak, atau melanggar peraturan hukum yang berlaku. Oleh karena itu,

perbuatan tersebut dapat digugat menurut hukum perdata ataupun dituntut

menurut hukum pidana.38

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang

Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya menyatakan

bahwa pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah adalah

perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman pidana, sebagaimana

diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 6, sebagai berikut :

Pasal 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960:

“Dilarang memakai tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya yang sah”.

Unsur Pasal 2 tersebut adalah :

b. Memakai tanah tanpa ijin

c. Tanpa ijin yang berhak

Pasal 6 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960

menyatakan:

a. Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam Pasal 3, 4 dan 5, maka

dapat dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamauya 3 (tiga) bulan

dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah);

38

P.A.F. Lamintang Theo, Delik-Delik Khusus Kejahatan terhadap Harta Kekayaan,

Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hlm. 174.

Page 49: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

33

1) barangsiapa memakai tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya yang

sah, dengan ketentuan, bahwa jika mengenai tanah perkebunan dan hutan

dikecualikan mereka yang akan diselesaikan menurut Pasal 5 ayat (1);

2) barangsiapa mengganggu yang berhak atau kuasanya yang sah didalam

menggunakan haknya atas suatu bidang tanah;

3) barangsiapa menyuruh, mengajak, membujuk atau menganjurkan dengan

lisan atau tulisan untuk melakukan perbuatan yang dimaksud dalam Pasal

2 atau sub b dari ayat 1 pasal ini;

4) barangsiapa memberi bantuan dengan cara apapun juga untuk melakukan

perbuatan tersebut pada pasal 2 atau huruf b dari ayat 1 pasal ini;

b. Ketentuan-ketentuan mengenai penyelesaian yang diadakan oleh Menteri

Agraria dan Penguasa Daerah sebagai yang dimaksud dalam pasal 3 dan 5

dapat memuat ancaman pidana dengan kurungan selama-lamanya 3 (tiga)

bulan dan/atau denda sebanyak-banyakrrya Rp 5.000,- (lima ribu rupiah)

terhadap siapa yang melanggar atau tidak memenuhnya.

c. Tindak pidana tersebut dalam pasal ini adalah pelanggaran.

Unsur Pasal 6 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun

1960 adalah:

1) Barang siapa

2) Memakai tanah tanpa ijin

3) Mengenai tanah perkebunan

4) haknya atas suatu bidang tanah

5) Memberi bantuan dengan cara apapun

Kejahatan terhadap penyerobotan tanah juga diatur dalam Pasal 38, yang berupa

kejahatan penggelapan terhadap hak atas barang tidak bergerak, seperti tanah,

rumah dan sawah. Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun:

1. barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain

secara melawan hukum, menjual, menukarkan atau membebani dengan crediet

verband sesuatu hak atas tanah Indonesia, sesuatu gedung, bangunan,

penanaman atau pembenihan, padahal diketahui bahwa yang mempunyai atau

turut mempunyai hak atasnya adalah orang lain.

2. Barang siapa dengan maksud yang sama menjual, menukarkan, atau

membebani dengan crediet verband, sesuatu hak tanah lndonesia yang telah

dibeban crediet verband, atau sesuatu gedung, bangunan, penanaman atau

Page 50: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

34

pembenihan di atas tanah yang juga telah dibebani demikian, tanpa

memberitahukan tentang adanya beban itu kepada pihak yang lain.

3. Barang siapa dengan maksud yang sama mengadakan credieet verband

mengenai sesuatu hak tanah lndonesia, dengan menyembunyikan kepada

pihak lain bahwa tanah yang berhubungan dengan hak tadi sudah digadaikan;

4. Barang siapa dengan maksud yang sama mengadaikan atau menyewakan

tanah dengan hak Indonesia, padahal diketahui bahwa orang lain yang

mempunyai atau turut mempunyai hak atas tanah itu;

5. Barang siapa dengan maksud yang sama menjual atau menukarkan tanah

dengan hak Indonesia yang telah digadaikan, padahal tidak diberitahukan

kepada pihak yang lain, bahwa tanah itu telah digadaikan;

6. Barang siapa dengan maksud yang sama, menjual atau menukarkan tanah

dengan hak Indonesia untuk suatu masa, padahal diketahui, bahwa tanah itu

telah disewakan kepada orang lain untuk masa itu juga.

Berdasarkan aturan-aturan di atas, Pasal 385 KUHP adalah merupakan satu-

satunya pasal yang sering digunakan oleh pihak penyidik (Polisi) dan penuntut

umum (Jaksa) untuk mendakwa “pelaku penyerobotan tanah” dan dikatagorikan

sebagai tindak pidana kejahatan. Khususnya Pasal 385 ayat (1) KUHP yang

berbunyi : “barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang

lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan atau membebani dengan

crediet verband sesuatu hak atas tanah Indonesia, sesuatu gedung, bangunan,

penanaman atau pembenihan, padahal diketahui bahwa yang mempunyai atau

turut mempunyai hak atasnya adalah orang lain” 39

Tindak pidana penyerobotan tanah yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu

pada Pasal 385 Ayat (4) KUHP adalah dengan maksud yang sama, menggadaikan

atau menyewakan tanah dengan hak tanah yang belum bersertifikat, padahal ia

tahu bahwa orang lain yang mempunyai hak atau turut mempunyai hak atas tanah

itu.

39

Ibid, hlm. 178.

Page 51: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

35

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yurdis

normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif

dimaksudkan sebagai upaya memahami persoalan dengan tetap berada atau

bersandarkan pada lapangan hukum, sedangkan pendekatan yuridis empiris

dimaksudkan untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan

dalam penelitian berdasarkan realitas yang ada.40

B. Sumber dan Jenis Data

Berdasarkan sumbernya data terdiri dari dua kelompok yaitu data lapangan dan

data kepustakaan. Data lapangan merupakan data yang diperoleh dari hasil

penelitian dengan melakukan wawancara, sedangkan data kepustakaan adalah data

yang bersumber dari bahan-bahan kepustakaan, peraturan perundang-undangan

dan bahan-bahan bacaan lain yang mempunyai hubungan dengan permasalahan

yang akan dibahas. 41

Berdasarkan jenisnya data terdiri dari dua kelompok yaitu data primer dan data

sekunder,42

yaitu sebagai berikut:

40

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1986. hlm.55 41

Ibid. hlm.58 42

Ibid. hlm.61.

Page 52: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

36

a. Data Primer

Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan

penelitian dengan cara melakukan wawancara dengan kepada narasumber untuk

mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data tambahan yang diperoleh dari berbagai sumber hukum

yang berhubungan dengan penelitian. Data Sekunder dalam penelitian ini adalah:

6) Bahan Hukum Primer, terdiri dari:

(a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73

Tahun 1958 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana.

(c) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

(d) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah

Nomor 58 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana

7) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang mendukung bahan hukum

primer yaitu Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor:

451/Pid.B/2014/PN.Tjk

8) Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk dan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti

teori atau pendapat para ahli yang tercantum dalam berbagai referensi serta

dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah penelitian.

Page 53: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

37

C. Penentuan Narasumber

Narasumber penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang : 1 orang

2. Jaksa pada Kejaksaan Tinggi Lampung : 1 orang

3. Akademisi Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila : 1 orang +

Jumlah : 3 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

a. Studi pustaka (library research)

Dilakukan dengan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah dan

mengutip dari literatur serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan.

b. Studi lapangan (field research)

Dilakukan dengan kegiatan wawancara (interview) kepada responden sebagai

usaha mengumpulkan data yang berkaitan dengan permasalahan dalam

penelitian.

2. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk mempermudah analisis data yang telah

diperoleh sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Adapun pengolahan data yang

dimaksud meliputi tahapan sebagai berikut:

Page 54: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

38

a. Seleksi data

Merupakan kegiatan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan data

selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

b. Klasifikasi data

Merupakan kegiatan penempatan data menurut kelompok-kelompok yang

telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan

dan akurat untuk dianalisis lebih lanjut.

c. Penyusunan data

Merupakan kegiatan penempatan dan menyusun data yang saling berhubungan

dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada subpokok bahasan

sehingga mempermudah interpretasi data.

E. Analisis Data

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif.

Analisis data adalah menguraikan data dalam bentuk kalimat yang tersusun secara

sistematis, jelas dan terperinci yang kemudian diinterpretasikan untuk

memperoleh suatu kesimpulan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode

induktif, yaitu menguraikan hal-hal yang bersifat khusus lalu menarik kesimpulan

yang bersifat umum.43

43

Soerjono Soekanto. Op.Cit. hlm.102

Page 55: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

74

V. PENUTUP

A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Dasar pertimbangan hakim dalam memutus lepas pelaku tindak pidana

penyerobotan tanah dalam Putusan Nomor: 451/Pid.B/2014/PN.Tjk adalah

pertimbangan bahwa terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana

penyerobotan tanah sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum.

Perbuatan terdakwa terbukti dilakukan, namun perbuatan tersebut bukan

merupakan tindak pidana. Hakim mempertimbangkan tiga aspek yaitu yuridis,

filosofis dan sosiologis. Pertimbangan yuridis yaitu hakim membuktikan

unsur-unsur Pasal 385 ke – 4 KUHP, pertimbangan filosofis yaitu hukum

berfungsi sebagai alat untuk menciptakan keadilan, ketertiban, dan kepastian

hukum dan secara sosiologis yaitu tujuan rehabilitasi adalah sebagai sarana

dan upaya untuk memulihkan kembali nama baik, kedudukan, dan martabat

seseorang. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka terdakwa dilepaskan dari

segala tuntutan hukum.

2. Putusan lepas oleh majelis terhadap pelaku tindak pidana penyerobotan tanah

belum memenuhi rasa keadilan karena, sebab hakim dalam menjatuhkan

pidana tidak mempertimbangkan besarnya kerugian materil yang dialami

Page 56: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

75

korban, tidak memberikan efek jera dan tidak menjadi pembelajaran bagi

pihak lain agar tidak melakukan kesalahan serupa.

B.Saran

Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Majelis hakim yang menangani tindak pidana penyerobotan tanah di masa

yang akan datang diharapkan untuk mempertimbangkan rasa keadilan dalam

menjatuhkan putusan, sebab penyerobotan tanah berdampak pada kerugian

yang diakibatkan oleh perbuatan pelaku. Selain itu untuk memberikan efek

jera kepada pelaku dan sebagai upaya untuk mengantisipasi agar tidak terjadi

tindak pidana serupa dalam kehidupan masyarakat.

2. Masyarakat yang merasa dirugikan akibat tindak pidana penyerobotan tanah,

disarankan untuk mengajukan gugatan secara perdata sebagai upaya untuk

mengembalikan kerugian materi yang dialaminya. Selain itu masyarakat

hendaknya meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian terhadap

kemungkinan adanya tindak pidana penyerobotan tanah, misalnya dengan

selalu membuat perjanjian tertulis jika membuat kesepakatan atau kerjasama

dengan pihak lain dalam rangka mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan

di kemudian hari.

Page 57: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Atmasasmita, Romli. 1996. Sistem Peradilan Pidana. Binacipta. Bandung.

Halim, Abdul. 2004. Pemberantasan Korupsi. Jakarta: Rajawali Press.

Hamzah, Andi. 2001. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Jakarta:

Ghalia Indonesia.

Kuffal, HMA. 2007. Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum. UMM Press,

Malang

Kusumaatmadja, Mochtar. 2005. Hukum, Masyarakat, dan Pembangunan.

Binacipta. Bandung.

Lamintang, P.A.F. 1996. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Citra

Adityta Bakti.

Marpaung, Leden. 1992. Proses Penanganan Perkara Pidana. Sinar Grafika.

Jakarta.

Moeljatno, 1993. Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

----------, 1993. Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum

Pidana, Bina Aksara, Jakarta.

Muladi. 1997. Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana. Badan

Penerbit UNDIP. Semarang.

Nawawi Arief, Badra. 1992. Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung:Alumni.

_______. 2001. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan

Kejahatan. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Raharjo, Satjipto. 1996. Hukum dalam Perspektif Sejarah dan Perubahan Sosial

dalam Pembangunan Hukum dalam Perspektif Politik Hukum Nasional.

Rajawali. Jakarta.

Reksodiputro, Mardjono. 1994. Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat

Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi). Jakarta:

Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum.

Page 58: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ...digilib.unila.ac.id/27041/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Pelaku tindak pidana penyerobotan tanah seharusnya mendapatkan

Soepardi, Eddy Mulyadi. 2009. Memahami Kerugian Keuangan Negara sebagai

Salah Satu Unsur Tindak Pidana Korupsi. Bogor: Fakutas Hukum

Universitas Pakuan.

Sudarto. 1983. Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni.Bandung.

Soekanto, Soerjono. 1983. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan

Hukum. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

----------,1986. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

----------,2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Grafindo Press. Jakarta.

Utrecht, E. dan M. Saleh Djinjang. 1982. Pengantar Dalam Hukum Indonesia.

Pradya Paramitha. Jakarta.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun

1958 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 58

Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana