ANALISIS PERSEPSI PENGUNJUNG DAN MASYARAKAT UNTUK ...digilib.unila.ac.id/33746/2/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of ANALISIS PERSEPSI PENGUNJUNG DAN MASYARAKAT UNTUK ...digilib.unila.ac.id/33746/2/SKRIPSI TANPA BAB...
ANALISIS PERSEPSI PENGUNJUNG DAN MASYARAKAT UNTUKPENENTUAN PENGEMBANGAN HUTAN KOTA METRO SEBAGAI
OBJEK WISATA ALAM
(Skripsi)
Oleh
HEFY PURNAMA SARI
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
ABSTRAK
ANALISIS PERSEPSI PENGUNJUNG DAN MASYARAKAT UNTUKPENENTUAN PENGEMBANGAN HUTAN KOTA METRO SEBAGAI
OBJEK WISATA ALAM
Oleh
Hefy Purnama Sari
Persepsi pengunjung dan masyarakat terhadap pengembangan fasilitas,
lingkungan biologis, akomodasi, dan infrastruktur diketahui untuk pertimbangan
langkah awal dalam pengembangan hutan kota untuk dijadikan sebagai objek
wisata alam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi
pengunjung dan masyarakat terhadap pengembangan Hutan Kota Metro pada
berbagai aspek penilaian, yaitu aspek biologis, sosial, fasilitas, akomodasi dan
infrastruktur. Penelitian menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data primer
didapatkan melalui observasi dan wawancara menggunakan kuesioner, kemudian
dianalisis menggunakan Skala Likert. Hasil penelitian yaitu persepsi pengunjung
dan masyarakat menyatakan bahwa pengembangan yang perlu dilakukan adalah
pada aspek dan fungsi sosial hutan kota. Pengembangan tersebut dapat dilakukan
Hefy Purnama Saridengan penataan ruang, diantaranya penataan ruang untuk vegetasi, fasilitas
wisata, dan lahan parkir.
Kata kunci: hutan kota, objek wisata alam,
ABSTRACT
ANALYSIS OF VISITORS AND COMMUNITIES PERCEPTION TODETERMINING THE DEVELOPMENT OF METRO URBAN FOREST
AS OBJECT OF NATURE TOURISM
By
Hefy Purnama Sari
Visitor and community perceptions about the development of facilities, biological
environment, accommodation, and infrastructure are known to consider the first
steps in the development of urban forests to be used as an object of nature tourism.
This study aims to find out how the perception of visitors and communities about
the development of Metro-Urban Forest in various aspects of assessment, namely
the biological, social, facilities, accommodation and infrastructure aspects. The
study used a qualitative descriptive method. Primary data was obtained through
observation and interviews using questionnaires, then analyzed using a Likert Scale.
The results of the study, namely the perception of visitors and the community
stated that the development that needed to be done was on the aspects and social
functions of the urban forest. The development can be done by spatial planning,
including spatial planning for vegetation, tourism facilities, and parking area.
Key words : object of nature tourism, perception, urban forest.
ANALISIS PERSEPSI PENGUNJUNG DAN MASYARAKAT UNTUKPENENTUAN PENGEMBANGAN HUTAN KOTA METRO SEBAGAI
OBJEK WISATA ALAM
Oleh
HEFY PURNAMA SARI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA KEHUTANAN
padaJurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Negara Ratu, 04 Mei 1996, sebagai
anak pertama dari 5 bersaudara dari pasangan Bapak
Herman Syah, dan Ibu Elvi Sulastri, S.Pdi. Pendidikan
Sekolah Dasar (SD) di MIN 6 Lampung Utara
diselesaikan pada tahun 2008, Sekolah Menengah
Pertama (SMP) di SMPN 6 Kotabumi diselesaikan pada
tahun 2011 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 2 Kotabumi
diselesaikan pada tahun 2014. Pada 2014, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa
Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Selama menjadi
mahasiswa penulis pernah menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Kehutanan
(Himasylva) Universitas Lampung pada tahun 2015-2018. Pada tahun 2017
penulis melaksanakan Praktik Umum di BKPH Banjarharjo Timur, KPH
Balapulang, Tegal dan Pada tahun 2018 penulis melaksanakan KKN di Desa
Banyumas, Kecamatan Banyumas, Pringsewu.
Dengan rasa bangga dan kerendahan hati kupersembahkan karya kecilkuUntuk Ayahanda Hermansyah & Ibunda Elvi Sulastri, S.Pdi
SANWACANA
Puji syukur akan selalu tercucap atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Shalawat serta salam tak lupa terucapkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW.
Skripsi yang berjudul “Analisis Persepsi Pengunjung dan Masyarakat untuk
Penentuan Pengembangan Hutan Kota Metro sebagai Objek Wisata Alam”
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan (S. Hut)
di Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pada kesempatan
kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian
skripsi ini. Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada beberapa pihak sebagai
berikut :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. Selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si. IPM. Selaku pembimbing utama
sekaligus pembimbing akademik yang selalu membimbing dan
memberikan masukan selama penulis melakukan penelitian sampai
penyelesaian skripsi ini.
ii
3. Bapak Dr. Ir. Gunardi Djoko Winarno, M.Si. Selaku pembimbing kedua
yang telah memberikan bimbingan dan masukan selama penulis
melakukan penelitian sampai penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng Prayitno Harianto, M.S. Selaku pembahas dan
penguji utama yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun
dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Masyarakat dan Pengunjung Hutan Kota Metro yang sudah bersedia
meluangkan waktu fikiran dan tenaga untuk mengisi data kuesioner
peneliti.
6. Ibu Dr. Melya Riniarti, S.P., M.Si. Selaku Ketua Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
7. Bapak Duryat, S.Hut., M.Si. Selaku Sekretaris Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
8. Ayah dan Ibu tercinta Herman Syah dan Elvi Sulastri, S.Pdi. yang selalu
memberikan kasih sayang, dukungan baik dalam segi material, non
material, serta semangat dan dukungan yang tiada henti sampai penulis
menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.
9. Adik-adik yang sangat penulis sayangi Annisa Fitri, Imam Mahdi Tri
Nando, M. Iqbal S, dan Batrisyia Nazifa Qaisara yang selalu memberikan
dukungan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan
skripsi ini.
10. Keluarga besar Jidin & Buay Minak: Yayik Jidin, Cucung Zubaidah, yayik
Hi. Muhammad Hasan (alm), sidah Hj. Mulyazimah, paktut Mulyadi
Hasan, tante Ririn Kurniati, Bikcik Meirida, Abi Gunadi, Ayahanda
iii
Tarmidi, Paksu Asep Supriyadi S.pd, Mahta Novasari S.pd, dan Muda
Herawati S.Pd yang penulis sayangi yang selalu memberikan dukungan
kepada penulis baik material maupun non-material dalam penyelesaian
skripsi ini.
11. Sepupu tersayang sekaligus teman terbaik merangkap tim Huru Hara :
M.aldi Satriadi, Vera Ersa Yantama, Addila Lutsmila, Nadia Mayarianti,
Aang Tandyo Prayoga, Ardatama Pawaka, Iyaza Imtiaz, Annisa Dwi
Ramadhani, Maya Atika Sari, Laras Sekar Ayu, Rahma Dewi, M.Hafiz
Angga, Tasya Rifaya, Aksa, Rafi, dan Siti Aisyah Kusuma Ningsih atas
waktu,semangat dan dukungan yang tealh diberikan untuk penulis
12. Teman seperjuangan Kehutanan 2014, khususnya untuk Kurnia Indy
Pratama, Meri Wulandari, Yuliana Kristin, Astri Rumaharbo, Meli
Agustina, Fidyan Dieni, Ma’ruf Amin, Imam Nur Muchlas, Ida Lestari,
Hasanatun D.E.W, Rofika Wilyanuari atas dukungan yang diberikan dari
penulis melaksanakan penelitian hingga ke penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari, bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Namun,
penulis berharap skripsi ini dapat berguna untuk semua pembacanya.
Bandar Lampung, 12 Oktober 2018.
Hefy Purnama Sari
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR TABEL ..................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ vii
I. PENDAHULUAN ................................................................................ 11.1. Latar Belakang ............................................................................. 11.2. Tujuan Penelitian ......................................................................... 41.3. Manfaat Penelitian ....................................................................... 51.4. Rumusan Masalah ........................................................................ 51.5. Kerangka Pemikiran..................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 82.1. Ruang Terbuka Hijau ................................................................... 82.2. Hutan Kota ................................................................................... 92.3. Fungsi Hutan Kota ....................................................................... 122.4. Kebijakan Hutan Kota.................................................................. 142.5. Pengelolaan Hutan Kota............................................................... 152.6. Pariwisata ..................................................................................... 16
2.6.1. Ekowisata........................................................................... 182.6.2. Dampak Ekowisata ............................................................ 26
2.7. Wisatawan.................................................................................... 272.8. Persepsi Masyarakat..................................................................... 27
III. METODE PENELITIAN ................................................................... 313.1. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 313.2. Alat dan Objek Penelitian ............................................................ 313.3. Batasan Penelitian ........................................................................ 313.4. Jenis Data dan TeknikPengumpulan Data ................................... 323.5. Teknik Analisis dan Pengolahan Data ........................................ 34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 354.1. Gambaran Umum Hutan Kota Metro ............................................... 354.2. Karakteristik Responden ................................................................... 37
4.2.1. Kategori Usia Responden....................................................... 384.3. Persepsi Pengunjung dan Masyarakat terkadap Hutan Kota ............ 41
4.3.1. Persepsi Pengunjung berdasarkan Aspek............................... 42
v
Halaman4.3.2. Persepsi Masyarakat berdasarkan Aspek ............................... 44
4.4. Persepsi terhadap Hutan Kota Metro ................................................ 48
V. SIMPULAN ........................................................................................ 545.1. Simpulan ...................................................................................... 545.2. Saran ............................................................................................ 55
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 56
LAMPIRAN............................................................................................... 60Gambar 10-25.............................................................................................. 60-67
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman1. Luas Hutan Kota Metro .......................................................................... 38
2. Distribusi Kategori Usia Responden Hutan Kota Metro ......................... 40
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman1. Kerangka pemikiran .............................................................................. 7
2. Peta Hutan Kota Metro.......................................................................... 37
3. Grafik kategori responden berdasarkan usia ......................................... 39
4. Skor penilaian persepsi pengunjung...................................................... 42
5. Distriusi skor penilaian persepsi pengunjung ....................................... 43
6. Skor penilaian persepsi masyarakat ...................................................... 44
7. Distribusi skor penilaian persepsi masyarakat ...................................... 45
8. Grafik perbandingan setiap aspek hutan kota berdasarkan persepsipengunjung dan masyarakat.................................................................. 46
9. Grafik perbandingan persepsi pengunjung dan masyarakat terhadapHutan Kota Metro ................................................................................. 49
10. Wawancara menggunakan kuesioner dengan pengunjung hutankota........................................................................................................ 60
11. Wawancara menggunakan kuesioner dengan pengunjung hutankota........................................................................................................ 60
12. Wawancara menggunakan kuesioner dengan masyarakat hutankota........................................................................................................ 61
13. Wawancara menggunakan kuesioner dengan masyarakat hutankota........................................................................................................ 61
14. Grafik persepsi pengunjung pada aspek biologi ................................... 62
15. Grafik persepsi pengunjung pada aspek sosial...................................... 62
16. Grafik persepsi pengunjung pada aspek infrastruktur........................... 63
viii
Gambar Halaman17. Grafik persepsi pengunjung pada aspek akomodasi ............................. 63
18. Grafik persepsi pengunjung pada aspek fasilitas .................................. 64
19. Grafik perbandingan persepsi pengunjung di tiga HutanKota Metro ............................................................................................ 64
20. Grafik persepsi masyarakat pada aspek biologi .................................... 65
21. Grafik persepsi masyarakat pada aspek sosial ...................................... 65
22. Grafik persepsi masyarakat pada aspek infrastruktur ........................... 66
23. Grafik persepsi masyarakat pada aspek akomodasi .............................. 66
24. Grafik persepsi masyarakat pada aspek fasilitas ................................... 67
25. Grafik perbandingan persepsi masyarakat di tiga HutanKota Metro ............................................................................................ 67
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota merupakan pusat berbagai kegiatan, disamping itu kota juga berperan
sebagai tempat yang sangat menarik untuk digunakan sebagai tempat berkerja,
berdagang, kuliah dan belajar serta berbagai keperluan lainnya. Dengan semakin
bertambah banyaknya jumlah penduduk maka keberadaan ruang terbuka hijau di
daerah perkotaan akan sangat dibutuhkan untuk mendukung kenyamanan kota.
Ruang terbuka hijau di perkotaan diwujudkan dalam bentuk hutan kota.
Keberadaan hutan kota akan sangat dibutuhkan masyarakat seperti halnya untuk
tempat wisata atau rekreasi, penjerap polutan dan penjaga sistem tata air sekitar
hutan kota. Metro yang menjadi salah satu kota madya di provinsi Lampung
merupakan salah satu kota yang sudah mulai padat oleh penduduk. Tentunya,
semakin padatnya penduduk maka kebutuhan ruang terbuka hijau akan sangat
dibutuhkan oleh masyarakat sekitar.
Kota Metro memiliki luas yaitu 6.874 ha yang terletak pada 5º6’- 5º8’ LS dan
105º17’ - 105º19’ BT. Menurut Trisnanta dan Ummah (2016) saat ini Kota Metro
telah menjadi pusat konsentrasi penduduk dengan bermacam aspek kehidupan
seperti pemerintahan, ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (2016) jumlah penduduk di Kota Metro pada tahun 2013
2berjumlah 153.517 jiwa dan meningkat 4.898 jiwa pada tahun 2015 menjadi
158.415 jiwa. Menurut Marligon (2017) Kota Metro akan mengalami peningkatan
mobilitas atau migrasi penduduk dikarenakan lokasinya berada pada
persimpangan empat jalur yang menjadi kota transit serta kota pendidikan
unggulan di Provinsi Lampung. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk
maka pemerintah Kota Metro akan sangat memerlukan fungsi Hutan Kota sebagai
“paru-paru” kota untuk tetap mempertahankan kenyamanan kota.
Hutan Kota Metro merupakan bagian dari ruang terbuka hijau yang ada di Kota
Metro. Hutan kota adalah suatu lahan yang berisi vegetasi yang didominasi oleh
pohon yang ada di perkotaan. Lubis et al.,(2014) berpendapat hutan kota
dibangun agar dapat mengurangi pencemaran lingkungan di daerah kota. Pohon
yang ada dalam hutan kota secara alami dapat menyerap CO2 yang akan disimpan
dalam bentuk senyawa karbon. Keberadaan hutan dalam kota dinilai penting
untuk mengimbangi aktivitas yang ada dalam sebuh kota
Hutan kota selain sebagai penjaga ekosistem lingkungan juga bisa dimanfaatkan
sebagai suatu sarana rekreasi untuk masyarakat yang jenuh dan penat akan hiruk
pikuk dan kegiatan perkotaan. Hutan Kota Metro memiliki tiga fungsi yaitu
fungsi lansekap, ekologi, dan estetika (Peraturan Daerah Kota Metro Nomor
01 Tahun 2012). Fungsi lansekap seperti keindahan fisik dan tempat
berkomunikasi secara sosial antar masyarakat. Fungsi ekologisnya yaitu sebagai
paru-paru kota, menciptakan suhu dan kelembaban yang stabil untuk kota, sebagai
pengendali polusi udara akibat kegiatan di perkotaan seperti kendaraan dan
industri. Hutan Kota Metro juga memiliki fungsi estetika yang dapat dijadikan
3tempat rekreasi dan berkumpul untuk sekedar melepas penat dari rutinitas sehari-
hari (Trisnanta dan Ummah, 2016).
Fungsi estetika yang dimiliki oleh hutan kota dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat seperti jasa lingkungannya yang memberikan manfaat sebagai salah
satu tempat rekreasi objek wisata alam. Selain fungsi ekologisnya sebagai
penyerap karbon serta pengatur sistem tata air kota, hutan kota dapat di kelola
menjadi sarana objek wisata alam yang ada di Kota Metro.
Beberapa hutan kota di Metro sudah mulai di kelola dengan baik. Persepsi para
pihak dalam pengembangan berbagai fasilitas, pelayanan, akomodasi, dan
infrastruktur sangat penting untuk diketahui sebagai langkah awal di dalam
pengembangan suatu objek wisata alam. Menurut Saputra (2015) persepsi adalah
tanggapan langsung dari suatu serapan, proses seseorang mengetahui beberapa hal
melalui panca inderanya. Definisi persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan,
bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah
pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau
mengartikan sesuatu.
Menurut Manalu et al.,(2012), persepsi wistawan dan masyarakat berperan
penting dalam pengelolaan objek wisata. Masyarakat memiliki persepsi yang
mendukung terhadap pengembangan objek wisata selama kegiatan ekowisata
tersebut tidak merusak dan sesuai dengan keadaan alam yang ada. Persepsi
mayarakat tersebut yang akan membantu di dalam perencanaan dan pengelolaan
objek wisata yang ada di Kota Metro.
4Persepsi wisatawan, masyarakat dan pengelola terhadap pengelolaan infrastruktur,
akomodasi, objek wisata, fasilitas dan pelayanan ekowisata di Hutan Kota Metro
sangat penting untuk diketahui guna penentuan pengembangan Hutan Kota Metro
sebagai objek wisata alam. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana
persepsi wisatawan dan masyarakat terhadap pengembangan Hutan Kota Metro.
Penelitian ini dianggap penting karena semakin berkembangnya kota Metro
sebagai kota madya di Provinsi Lampung Maka kebutuhan masyarakat untuk
sarana rekreasi akan semakin meningkat, untuk mempertahankan keberadaan
hutan kota sebagai ruang terbuka hijau yang memiliki fungsi lain sebagai paru-
paru kota, maka penentuan strategi pengelolaan Hutan Kota Metro sebagai objek
wisata akan menjadi acuan dan pertimbangan yang baik untuk pemerintah Kota
Metro.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian analisis persepsi pengunjung dan masyarakat
untuk penentuan pengembangan Hutan Kota Metro sebagai objek wisata alam
adalah.
1. Bagaimana penilaian responden terhadap aspek biologi, aspek sosial, aspek
infrastruktur, aspek akomodasi dan aspek fasilitas?
2. Bagaimana saran responden untuk pengembangan Hutan Kota Metro
sebagai Objek Wisata Alam?
51.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui.
1. Persepsi penilaian responden pada aspek biologi, aspek sosial, aspek
akomodasi, aspek infrastruktur dan aspek fasilitas di Hutan Kota Metro.
2. Pendapat dan saran dari responden terhadap Hutan Kota Metro untuk
dijadikan pertimbangan dalam pengembangan Hutan Kota Metro sebagai
Objek Wisata Alam.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Secara umum penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan
pengalaman peneliti dalam melakukan analisis terkait persepsi masyarakat
terhadap pengembangan wisata alam.
2. Dapat membantu lembaga daerah dan pembuat kebijakan serta perencanan
program pengembangan ekowisata di Kota Metro.
3. Dapat membantu lembaga daerah untuk menghasilkan kebijakan
pengembangan pariwisata daerah yang tepat sesuai dengan kondisi masyarakat.
4. Sebagai pengayaan referensi bagi akademisi atau peneliti yang tertarik untuk
melakukan penelitian di Hutan Kota Metro.
1.5 Kerangka Pemikiran
Kota Metro merupakan salah satu kota yang ada di provinsi Lampung. Kota
Metro memiliki luas sebesar 6.874 ha dengan jumlah penduduk tahun 2015 yaitu
6158.415. Kepadatan penduduk di Kota Metro masih termasuk ke dalam
kelompok sedang dengan tingkat kepadatan 2304 jiwa/km2 (BPS, 2016).
Meskipun demikian angka tersebut akan terus bertambah seiring semakin
berkembangnya suatu kota. Meningkatnya kepadatan penduduk dan
meningkatnya polusi udara makan keberadaan ruang terbuka hijau yang terkelola
dengan baik akan sangat bermanfaat bagi masyarakat Kota Metro.
Penelitian ini dilakukan di tiga hutan kota yaitu Hutan Kota Stadion di Tejosari
Metro Timur (7,5 ha), Hutan Kota Terminal 16C di Mulyojati Metro Timur (0,5
ha) dan Hutan Kota Bumi Perkemahan di Sumber Sari Metro Selatan (7,0 ha)
(Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kota Metro, 2014). Pengambilan
data pada penelitian ini dilakukan dengan cara observasi langsung di lapangan,
serta wawancara terhadap masyarakat dan pengunjung Hutan Kota Metro.
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode sosial yakni dengan cara kuesioner
dan wawancara secara mendalam atau deep interview terhadap pengunjung yang
sedang mengunjungi Hutan Kota Metro dan masyarakat yang ada di sekitar Hutan
Kota Metro. Hal ini dilakukan untuk mengetahui persepsi pengunjung dan
masyarakat dalam pengembangan Hutan Kota Metro. Pada penelitian ini teknik
analisis data dengan menggunakan teknik induktif, yaitu dari fakta dan peristiwa
yang diketahui secara kongkrit, kemudian digeneralisasikan ke dalam suatu
kesimpulan yang bersifat umum yang didasarkan atas fakta-fakta yang empiris
tentang lokasi penelitian. Pembuatan kuesioner menggunakan skala likert dan one
score one indicator yaitu dengan cara menyusun pertanyaan-pertanyaan yang
sistematis pada kuesioner yang akan dibuat tujuannya untuk mengetahui deskripsi
7dari persepsi pengunjung dan masyarakat terhadap pengembangan Hutan Kota
Metro sebagai objek wisata alam. Penjabaran secara lengkap, akan dijelaskan
pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran.
Kota Metro memiliki Ruang Terbuka Hijau
Ruang TerbukaHijau Publik
Ruang TerbukaHijau Privat
2. Hutan Kota Stadion3. Hutan Kota Terminal 16c5. Hutan Kota Bumi Perkemahan
1. Perkarangan Perumahan2. Halaman Perkantoran3. Halaman Tempat Usaha
Funsi Ekologi Fungsi Estetika Fungsi Sosial
Pengembangan sebagaiObjek Wisata Alam
Wawancaramenggunakan kuesioner
Observasi Study Pustaka
Menganalisis data hasil penenlitian untuk penentuan strategi pengembanganHutan Kota Metro yang ideal untuk di jadikan Objek Wisata Alam
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Berdasarkan UU No. 26 Tahun (2007) tentang "Ruang Terbuka Hijau adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat
terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam”. Pembangunan ruang terbuka hijau (RTH) di kawasan
perkotaan merupakan salah satu cara dalam memperbaiki kualitas lingkungan dan
dapat mengurangi polusi.
Macam-macam RTH meliputi ruang bagi taman bermain yang aktif untuk anak-
anak, pemuda dan orang dewasa. Konservasi alamiah baik di dalam maupun di
luar kota. Konservasi ini dapat berbentuk jalur hijau, kebun binatang dan kebun
botani. Taman ini untuk mengembalikan lingkungan alamiah kota, dan apabila
lokasinya sesuai maka akan dipertahankan keberadaan hewan liar sejauh
mungkin. Salah satu contoh bentuk RTH di perkotaan ialah Hutan Kota. Hutan
kota adalah suatu hutan yang keberadaannya di dalam kota, pinggiran kota atau
didalam daerah-daerah pusat pemukiman yang berkembang karena proses
urbanisasi (Khoiri, 2004).
92.2 Hutan Kota
Menurut Peraturan Pemerintah No 63 Tahun 2002 hutan kota adalah kawasan
yang ditetapkan oleh pemerintah kota sebagai hutan serta umumnya berisi
pepohonan yang dibiarkan tumbuh secara alami menyerupai hutan. Hutan kota
ada yang tertata seperti taman dan tidak tertata seperti taman, serta lokasinya
berada di dalam atau sekitar perkotaan. Hutan Kota bermanfaat untuk
mengurangi degradasi lingkungan kota yang diakibatkan oleh akses negatif
pembangunan.
Keberadaan hutan kota dapat membuat kualitas lingkungan membaik dan
berfungsi efektif dalam meredam kebisingan, juga menyerap panas, meningkatkan
kelembapan, mengurangi debu, mengakumulasi polutan serta menciptakan
suasana nyaman, sehat, dan estetis. Lokasi Hutan Kota umumnya di daerah
pinggiran. Hal tersebut dimungkinkan karena kebutuhan lokasi pemukiman atau
perkantoran daerah tersebut tidak terlalu besar. Hutan Kota dibuat sebagai daerah
penyangga kebutuhan air, lingkungan alami, serta pelindung flora dan fauna di
perkotaan.
Fakuara (1987) menyatakan hutan kota adalah tumbuhan vegetasi berkayu di
wilayah perkotaan yang memberi manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya
dalam kegunaan proteksi, rekreasi dan estetika lingkungan. Hal senada juga
diungkapkan Samsoedin dan Subardiono (2007) mengenai pengertian hutan kota
yakni merupakan pepohonan yang berdiri sendiri atau berkelompok atau vegetasi
berkayu di kawasan perkotaan yang pada dasarnya memberikan dua manfaat
pokok bagi masyarakat dan lingkungannya, yaitu manfaat konservasi dan manfaat
10estetika. Sedangkan menurut Irwan (1994), hutan kota adalah komunitas vegetasi
berupa pohon dan asosianya yang tumbuh dilahan kota atau sekitar kota baik
berbentuk jalur menyebar atau bergerombol (menumpuk) dengan struktur meniru
(menyerupai) hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan
bagi satwa dan menimbulkan lingkungan sehat, nyaman, dan estetis.
Penentuan tipe dan bentuk hutan kota disusun dengan mempertimbangkan kondisi
biofisik kawasan, kondisi sosial ekonomi masyarakat, kondisi sarana dan
prasarana, kepentingan serta kebutuhan pengembangan wilayah secara umum
pada masa yang akan datang. Tipe hutan kota ditentukan berdasarkan pada obyek
yang dilindungi, hasil yang ingin dicapai dari obyek tersebut atau lokasi yang
dibuat untuk tujuan tertentu (Hermawan et.al., 2008). Berdasarkan tipe hutan
kota, Hermawan et.al., (2008) membagi hutan kota menjadi lima tipe yaitu:
1. Hutan Kota Permukiman. Hutan kota di sini bertujuan untuk membantu
menciptakan lingkungan yang sejuk, segar dan nyaman serta menambah
keindahan. Hutan kota permukiman juga dapat digunakan untuk menangkal
pengaruh polusi kota terutama polusi udara yang diakibatkan oleh adanya
kendaraan bermotor.
2. Hutan Kota Industri, berperan sebagai penangkal polutan yang berasal dari
kegiatan kegiatan industri berupa polutan padat, cair, maupun gas.
3. Hutan Kota Wisata/Rekreasi, berperan sebagai sarana untuk memenuhi
kebutuhan rekreasi masyarakat kota. Hutan kota sebaiknya dilengkapi juga
dengan sarana bermain untuk anak-anak atau remaja, tempat peristirahatan
11serta sarana olah raga seperti untuk lari, berkemah, panjat dinding dan lain
sebagainya.
4. Hutan Kota Konservasi. Hutan kota ini untuk mencegah kerusakan, memberi
perlindungan serta pelestarian terhadap objek tertentu, baik flora maupun
faunanya serta ekosistem kota yang unik dan khas.
5. Hutan Kota Pusat Kegiatan. Hutan kota ini untuk meningkatkan kenyamanan,
keindahan, dan produksi oksigen di pusat-pusat kegiatan kota seperti pasar,
terminal, perkantoran, pertokoan dan lain sebagainya.
Beberapa bentuk hutan kota yaitu berupa :
1. Jalur Hijau, jalur hijau berupa peneduh jalan raya, jalur hijau di bawah kawat
listrik tegangan tinggi, di kiri-kanan jalan kereta api, di tepi sungai dan di tepi
jalan tol.
2. Taman Kota, taman kota adalah tanaman yang ditanam dan ditata sedemikian
rupa, baik yang alami maupun buatan untuk menciptakan keindahan kota.
3. Kebun dan Halaman, Jenis pohon yang ditanam di kebun dan halaman terdiri
atas jenis pohon yang dapat menghasilkan buah.
4. Kebun Raya, Hutan Raya, dan Kebun Binatang. Kebun raya, hutan raya dan
kebun binatang dapat dimasukkan ke dalam salah satu bentuk hutan kota.
5. Hutan Lindung, daerah di dalam maupun di tepi kota dengan lereng yang
curam harus dijadikan kawasan hutan kota untuk mencegah longsor. Demikian
pula dengan daerah pantai yang rawan akan abrasi laut
Menurut PP No 63 Tahun 2002, penentuan bentuk hutan kota termasuk dalam
rencana teknis dalam rencana pembangunan hutan kota. Menurut Permenhut
12No P.71/Menhut-II/2009, penentuan bentuk hutan kota disesuaikan dengan
karakteristik lahan. Bentuk hutan kota dibagi menjadi 3 yaitu: jalur;
mengelompok; menyebar. Hutan kota akan berjalan sesuai dengan fungsinya
(lansekap, ekologi, estetika) jika pengelolaannya dilakukan dengan baik.
2.3 Fungsi Hutan Kota
Kawasan Perkotaan merupakan wilayah terjadinya suatu perkembangan yang
pesat. Aktivitas yang berkembang dan telah menjadi ciri khas dari suatu kawasan
perkotaan adalah aktivitas non agraris, seperti industri, pemerintahan,
perdagangan, dan jasa. Kota merupakan daerah pemusatan dari berbagai sektor.
Jumlah penduduk, kendaraan bermotor serta industri yang banyak ditemui di
daerah perkotaan mengakibatkan daerah ini memiliki tingkat emisi gas rumah
kaca khususnya CO2 yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan.
Hutan kota merupakan kumpulan vegetasi yang mempunyai peran penting dalam
suatu ekosistem hal ini merupaka fungsi ekologi dari hutan kota. Hutan kota
selain memiliki fungsi ekologis juga lain yaitu estetika, proteksi, dan manfaat
khusus lainnya. Vegetasi penyusun hutan kota merupakan komponen ekosistem
yang yang berfungsi untuk memberkan manfaat terkait perbaikan kualitas
lingkungan. Keberadaa hutan dalam kota yang merupakan pusat dari berbagai
aktivitas seperti perdagangan, pemukiman, pendidikan, industri dan lainnya maka
perlu ada pembangunan hutan kota (Formen, 2012).
Menurut Imansari dan Khadiyanta (2015) tujuan dari pembangunan hutan kota
adalah sebagai penyangga lingkungan untuk memperbaiki dan menjaga iklim
13mikro dan milai estetika kota, penyeimbang antara lingungan fisik kota, daerah
resapan air, serta menjadi tempat perlindungan dan menjaga keanekaragaman
hayati. Struktur hutan kota yang idealnya memiliki luas minimal 2500 m2 terbagi
atas dua macam yaitu hutan kota berstrata dua dan berstrata banyak. Hutan kota
berstrata dua hanya memiliki komunitas pepohonan dan rumput sedangkan hutan
kota berstrata banyak memiliki komunitas tumbuhan selain terdiri dari pepohonan
dan rumput, juga terdiri dari semak dan penutup tanah dengan jarak tanam tidak
beraturan.
Pohon yang ada di hutan kota selain memiliki fungsi untuk menyimpan karbon,
namun juga dapat berperan sebagai penyerap karbon yang ada di udara. Karbon
yang tersimpan dalam bagaian tumbuhan mengartikan kemampuan pohon untuk
dapat menyerap karbon. Oleh karena itu untuk dapat mengukur jumlah karbon
yang tersimpan dilakukan dengan mengukur berat keringnya (Lubis et al., 2013).
Menurut Hamdaningsih (2010) hutan kota berisi komunitas vegetasi yang berguna
dalam penyimpan dan penyerap karbon dan dalam satu hektar hutan dapat
menyerap 6,24 ton karbon setiap tahun.
Pelestarian dan pengembangan hutan kota merupakan salah satu upaya strategis
dalam mengurangi pencemaran lingkungan kota, karena pohon secara alami dapat
menyerap gas CO2 yang disimpan dalam bentuk senyawa karbon dan dikeluarkan
dalam bentuk oksigen, sekaligus menyerap panas sehingga menurunkan suhu
udara sekitar. Selain itu, hutan kota juga berfungsi sebagai wahana konservasi
flora dan fauna.
14Keberhasilan pengelolaan hutan salah satunya dapat dilihat dari aspek karbon
tersimpan atau cadangan karbon. Hutan memiliki peran penting sebagai
penyimpan karbon. Hutan dengan keanekaragaman spesies yang tinggi dan
seresah yang melimpah merupakan penyimpan karbon yang baik. Perubahan
komposisi dan struktur tegakan hutan berpengaruh pada cadangan karbon. Oleh
karena itu, pendataan cadangan karbon hutan secara berkala penting dilakukan
dalam rangka penyediaan salah satu indikator untuk menilai kualitas sumberdaya
hutan (Idris et al., 2013).
2.4 Kebijakan Terkait Hutan Kota
Kebijakan yang berkaitan dengan penyediaan hutan kota diantaranya:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang PenataanRuang
Perencanaan tata ruang wilayah kota terdapa pada paragraf. Menurut pasal 29
proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota minimal adalah 30% dari luas
wilayah kota. Ruang terbuka hijau publik yang harus ada minimal 20% dari luas
wilayah kota.
2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 Tentang PedomanPenyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.
Hutan kota masuk ke dalam bagian dari ruang terbuka hijau (RTH). Hutan kota
merupakan suatu hamparan lahan sebagai tempat tumbuh pohon-pohon di dalam
wilayah kota baik pada tanah negara ataupun tanah hak yang ditetapkan sebagai
hutan kota oleh pejabat yang berwenang. RTH merupakan daerah
memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka
15sebagai tempat tumbuh tanaman baik yang tumbuh secara alami atau disengaja.
RTH privat merupakan RTH yang dimiliki institusi tertentu atau orang
perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa
gedung atau kebun milik masyarakat atau swasta yang ditanami tumbuhan. RTH
publik merupakan RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah
kota/kabupaten ynag digunakan untuk kepentingan masyarakat umum.
3. Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana TataRuang Wilayah Kota Metro 2011-2031.
Proporsi RTH pada kota metro telah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Metro
Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Metro 2011-
203. Luas hutan kota yang harus ada pada Kota Metro juga dijelaskan dalam
peraturan tersebut. Menurut pasal 30 ayat 4 hutan kota sebagai bagian dari RTH
publik harus memiliki luas kurang lebih 175 ha dari luas wilayah kota. Hutan
kota ini terdiri atas Hutan Kota Linara yang berada di Kelurahan Tejoagung,
Hutan Kota Stadion yang berada di Kelurahan Tejosari, Hutan Kota Terminal 16
C di Kelurahan Mulyojati, Hutan Kota Tesarigaga di Kelurahan Ganjar Agung
dan di Kelurahan Ganjar Asri. Keseluruhan luas RTH publik yang ditetapkan
dengan luas sekurang-kurangnya 20% dari luas kota yaitu 650 ha. Sehingga
proporsi luas hutan kota yaitu 26,92% dari luas RTH publik yang harus
disediakan.
2.5 Pengelolaan Hutan Kota
Pengelolaan hutan merupakan kegiatan kehutanan yang mencakup kegiatan
merencanakan, menggunakan, memanfaatkan, melindungi, rehabilitasi serta
16mengembalikan ekosistem hutan yang didasarkan pada fungsi dan status suatu
kawasan hutan (Samsoedin dan Subardiono, 2007). Pengelolaan hutan pada
kawasan hutan lindung dan kawasan konservasi lebih berorientasi pada bagaimana
menjadikan ekosistem hutan tetap terjaga tanpa melakukan kegiatan produksi atau
penebangan pohon di dalam hutan. Pengelolaan hutan pada kawasan produksi
lebih mengedepankan pemanfaatan hasil hutan dengan tetap melakukan kewajiban
untuk mengembalikan ekosistem hutan tetap lestari. Sedangkan pengelolaan
hutan pada hutan kota lebih menitik beratkan pada keindahan dan kelestarian
lingkungan selain itu hutan kota diisi dengan pohon-pohon yang dapat menyerap
timbal dan karbon dari hasil aktivitas kota setiap harinya.
2.6 Pariwisata
Menurut Mathieson dan wall (1982), pariwisata adalah sebuah perjalanan
sementara yang dilakukan orang pada suatu tujuan tertentu, dalam jangka pendek,
pada tempat yang bukan merupakan tempat yang biasa dikunjunginya (tempat
tinggal maupun tempat kerja), dan melakukan kegiatan-kegiatan pada tempat
tersebut dimana terdapat beberapa fasilitas yang disediakan untuk memenuhi
kebutuhannya, termasuk di dalamnya kunjungan sehari dan darmawisata.
Pariwisata sebagai kegiatan yang mencakup orang-orang yang melakukan
perjalanan pergi dari rumahnya, dan perusahaan-perusahaan yang melayani
mereka dengan cara memperlancar atau mempermudah perjalanan mereka atau
membuatnya lebih menyenangkan, dengan maksud melakukan perjalanan tersebut
bukan untuk usaha melainkan bersantai (Kusmayadi dan Sugiarto, 2000).
17Menurut Sudiarta (2006), perkembangan dalam sektor kepariwisataan pada saat
ini melahirkan konsep pengembangan pariwisata alternatif yang tepat dan secara
aktif membantu menjaga keberlangsungan pemanfaatan budaya dan alam secara
berkelanjutan dengan memperhatikan segala aspek dari pariwisata berkelanjutan
yaitu ekonomi masyarakat, lingkungan dan sosial budaya. Pengembangan
pariwisata alternatif berkelanjutan khususnya ekowisata merupakan pembangunan
yang mendukung pelestarian ekologi dan pemberian manfaat yang layak secara
ekonomi dan adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat.
Wisata merupakan perjalanan dan tinggal di suatu tempat (bukan tempat tinggal
dan bekerja). Wisata memiliki beberapa jenis, salah satunya adalah wisata alam.
Menurut PP No 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona
Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.
Wisata alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang
dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala
keunikan dan keindahan alam. Kegiatan dalam wisata alam berhubungan erat
dengan alam itu sendiri. Ekowisata merupakan salah salah bentuk wisata alam.
Wisata alam merupakan salah satu bentuk wisata alternatif (pilihan baru).
Menurut Chen dan Tsai (2007), mengemukakan bahwa image tujuan wisatanya
memiliki efek kuat terhadap keinginan wisatawan dan memiliki peran penting
dalam mempengaruhi proses pemilihan pengambilan keputusan untuk berwisata
dan kondisi setelah keputusan. Image tujuan wisata digambarkan sebagai penentu
kualitas perjalanan yang akan dilakukan dan dirasakan berdasarkan perbandingan
antara harapan wisatawan dan kinerja pelayanan pariwisata secara nyata.
182.6.1 Ekowisata
Ekowisata pertama kali diperkenalkan oleh The Ecotourism Society sebagai
bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan
mengkonservasi alam serta menyejahterakan masyarakat setempat.
Pengembangan suatu daerah atau kawasan untuk menjadi objek wisata alam perlu
dilakukan penelitian terhadap persepsi masyarakat lokal, karena persepsi
masyarakat lokal terhadap pengembangan pariwisata dimulai dari pengembangan
sarana dan prasarana serta kedatangan wisatawan di daerahnya. Ekowisata
menurut Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata, Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata dapat didefinisikan sebagai perjalanan oleh seorang
turis ke daerah terpencil dengan tujuan menikmati dan mempelajari alam, sejarah
dan budaya di suatu daerah, yang pola wisatanya membantu ekonomi masyarakat
lokal dan mendukung pelestarian alam.
Ekowisata menurut Weaver (2001) adalah suatu bentuk wisata yang membantu
perkembangan belajar berupa pengalaman dan penghargaan terhadap lingkungan
ataupun sebagian komponennya, di dalam konteks budaya yang berhubungan.
Kegiatan ekowisata bertujuan menjadikan lingkungan dan sosial budaya yang
berkelanjutan. Tiga hal penting dalam ekowisata menurut Weaver (2001) adalah
berdasarkan lingkungan alami, pembelajaran, dan keberlanjutan. Ekowisata yaitu
jenis pariwisata yang berwawasan lingkungan. Melalui aktivitas yang berkaitan
dengan alam, wisatawan diajak melihat alam dari dekat. Menikmati keaslian alam
dan lingkungannya, sehingga membuatnya tergugah untuk mencintai alam.
Semua ini sering disebut back to nature (Yoeti, 2000).
19Ekowisata adalah kegiatan perjalanan wisata yang bertanggung jawab di tempat-
tempat atau daerah-daerah alami atau yang dikembangkan berdasarkan kaidah
alam, dimana tujuannya selain menikmati keindahannya juga melibatkan unsur-
unsur pendidikan, pemahaman, dan dukungan terhadap upaya-upaya pelestarian
lingkungan atau penyelamatan lingkungan (alam dan kebudayaan) dan
meningkatkan pendapatan masyarakat setempat (Yekti, 2001).
Menurut Rahman (2003), pengertian mengenai ekowisata mengalami
perkembangan dari waktu ke waktu namun pada hakekatnya ekowisata yaitu:
1. Bentuk baru dari perjalanan bertanggung jawab ke area alami.
2. Berpetualangan yang dapat menicptakan industri kepariwisataan, bahkan di
beberapa berkembang suatu pemikiran baru berkaitan dengan pengertian
ekowisata. Fenomena pendidikan diperlukan dalam bentuk wisata.
Menurut Weaver (2001), ekowisata telah dipadukan dengan beberapa jenis wisata
sejak tahun 1980-an, yaitu sebagai berikut :
a. Nature-based tourism merupakan wisata yang menitik beratkan pada
lingkungan alami. Ekowisata telah menjadi bagian penting dari nature-based
tourism, sehingga dapat dikatakan bahwa salah satu contoh kegiatan nature-
based tourism adalah ekowisata.
b. Cultural tourism merupakan wisata yang menitik beratkan pada budaya dan
sejarah suatu kawasan, di dalam cultural tourism, ekowisata menjadi alternatif
namun antara kedua jenis wisata ini dapat terjadi kasus overlap sehingga tidak
mudah untuk menentukan wisata mana yang menjadi tujuan utama.
c. Adventure tourism merupakan wisata yang menitikberatkan pada kegiatan yang
berisiko, menantang fisik sehingga wisatawan harus memiliki kemampuan
20tertentu. Beberapa ekowisata dapat menjadi bagian dari adventure tourism,
tetapi banyak jenis adventure tourism tidak dapat menjadi bagian dari
ekowisata. Hal ini karena pendekatan adventure tourism tidak selalu kepada
nature-based (dasar dari ekowisata).
d. Alternative and mass tourism merupakan suatu model wisata berskala kecil
yang dimaksudkan untuk dapat menyediakan suatu alternatif yang lebih sesuai
dengan wisata masal. Model ini memberikan peluang terhadap perkembangan
ekowisata di antara wisata masal.
Pengembangan adalah suatu usaha perubahan yang dilakukan untuk
meningkatkan keuntungan dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya. Muntasib
(2014), menyebutkan terdapat tujuh prinsip pengembangan ekowisata harus
memperhatikan, yaitu:
1. Berhubungan langsung dengan alam (touch the nature).
2. Pengalaman yang bermanfaat, baik secara pribadi maupun secara sosial.
3. Ekowisata bukan wisata masal.
4. Program-program ekowisata harus membuat tantangan fisik dan mental bagi
wisatawan.
5. Interaksi dengan masyarakat dan belajar budaya setempat.
6. Adaptif (menyesuaikan) terhadap kondisi akomodasi pedesaan.
7. Pengalaman lebih utama dari kenyamanan.
Fennel (2002), memaparkan bahwa pengembangan wisata bisa dilakukan dengan
membuat rencana dan menyusun pengembangan yang mempunyai prinsip untuk
mencapai tujuan pengembangan tersebut. Menurut Hakim (2004), strategi dalam
21pengembangan ekowisata harus mendorong tindakan konservasi sehingga tujuan
dari wisata berkelanjutan tetap tercapai.
Berdasarkan definisi-definisi dari berbagai tokoh Fennel (2002), kemudian
merangkum pengertian ekowisata sebagai sebuah bentuk berkelanjutan dari wisata
berbasis sumberdaya alam yang fokus utamanya adalah pada pengalaman dan
pembelajaran mengenai alam, yang dikelola dengan meminimalisir dampak, non-
konsumtif, dan berorientasi lokal (kontrol, keuntungan dan skala).
Ekowisata merupakan bentuk perjalanan menuju kawasan yang masih alami yang
bertujuan untuk memahami budaya dan sejarah alami dari lingkungannya,
menjaga integritas ekosistem, sambil menciptakan kesempatan ekonomi untuk
membuat sumber daya konservasi dan alam tersebut menguntungkan bagi
masyarakat lokal. Terlihat jelas bahwa perlu adanya keuntungan yang didapatkan
oleh masyarakat lokal, sehingga ekowisata harus dapat menjadi alat yang
potensial untuk memperbaiki perilaku sosial masyarakat untuk tujuan konservasi
lingkungan (Buckley, 2003).
Sebagai konsep ekowisata berbasis masyarakat, pendekatan pengembangannya
pasti melibatkan masyarakat, dengan alasan bahwa sektor pariwisata dapat
menyediakan keuntungan ekonomis bagi masyarakat, pariwisata dapat
menciptakan berbagai keuntungan sosial maupun budaya, serta pariwisata dapat
membantu mencapai sasaran konservasi lingkungan serta berprinsip derajat
kontrol masyarakat yang tinggi, dan masyarakat memegang porsi besar dari
keuntungannya.
22Pengembangan masyarakat yang diperlukan adalah dengan memberdayakan
masyarakat lokal untuk lebih mengenal dan memahami permasalahan di
wilayahnya, dan menemukan solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan
tersebut, dengan adanya pemberdayaan masyarakat lokal, akan terwujud
partisipasi yang baik antara masyarakat setempat dengan industri wisata di
kawasan tersebut, dan dengan melibatkan masyarakat dalam pengambilan
keputusan diharapkan akan terwujud bentuk kerjasama yang lebih baik antara
masyarakat setempat dengan industri pariwisata. Konsep ekowisata berbasis
masyarakat merupakan salah satu upaya pengembangan pedesaan dalam sektor
pariwisata. Chuang (2010), menyatakan bahwa pariwisata pedesaan dapat muncul
jika ada perilaku wisata yang muncul di wilayah pedesaan, dan menambahkan
bahwa dalam pariwisata pedesaan harus ada karakteristik khusus yang dapat
berupa budaya tradisional, budaya pertanian, pemandangan. Ekowisata sebagai
Ecotourism is "responsible travel to natural areas that conserves the environment
andsustains the well-being of local people". Dilihat dari definisi tersebut,
disebutkan bahwa ekowisata merupakan perjalanan wisata yang berbasiskan alam
yang mana dalam kegiatannya sangat tergantung kepada alam, sehingga
lingkungan, ekosistem, dan kerifan-kearifan lokal yang ada di dalamnya harus
dilestarikan keberadaanya.
Ekowisata merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan baik alam yang
alami maupun buatan serta budaya yang ada yang bersifat informatif dan
partisipatif yang bertujuan untuk menjamin kelestarian alam dan sosial-budaya.
Ekowisata menitik beratkan pada tiga hal utama yaitu keberlangsungan alam atau
ekologi, memberikan manfaat ekonomi, dan secara psikologi dapat diterima dalam
23kehidupan sosial masyarakat. Kegiatan ekowisata secara langsung memberi akses
kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman
alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal (Khan, 2003). Ekowisata
memberikan kesempatan bagi para wisatawan untuk menikmati keindahan alam
dan budaya untuk mempelajari lebih jauh tentang pentingnya berbagai ragam
mahluk hidup yang ada di dalamnya dan budaya lokal yang berkembang di
kawasan tersebut. Kegiatan ekowisata dapat meningkatkan pendapatan untuk
pelestarian alam yang dijadikan sebagai obyek ekowisata dan menghasilkan
keuntungan ekonomi bagi kehidupan masyarakat setempat.
Drumm dan Alan (2002) menyatakan bahwa ada enam keuntungan dalam
implementasi kegiatan ekowisata yaitu :
1. Memberikan nilai ekonomi dalam kegiatan ekosistem di dalam lingkungan
yang dijadikan sebagai obyek wisata.
2. Menghasilkan keuntungan secara langsung untuk pelestarian lingkungan.
3. Memberikan keuntungan secara langsung dan tidak langsung bagi para
stakeholders.
4. Membangun konstituensi untuk konservasi secara lokal, nasional dan
internasional.
5. Mempromosikan penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
6. Mengurangi ancaman terhadap kenekaragaman hayati yang ada di obyek
wisata tersebut.
Atraksi ekowisata dapat berupa satu jenis kegiatan wisata atau merupakan
gabungan atau kombinasi kegiatan wisata seperti flora dan fauna, margasatwa,
24formasi geomorfologi yang spektakuler dan manifestasi budaya yang unik yang
berhubungan dengan konteks alam. Kesuksesan pengembangan ekowisata sangat
ditentukan oleh peran dari masing-masing pelaku ekowisata yaitu; industri
pariwisata, wisatawan, masyarakat lokal, pemerintah dan instansi non pemerintah,
dan akademisi.
Para pelaku ekowisata mempunyai peran dan karakter tersendiri yaitu.
1. Industri pariwisata yang mengoperasikan ekowisata merupakan industri
pariwisata yang peduli terhadap pentingnya pelestarian alam dan keberlanjutan
pariwisata dan mempromosikan serta menjual program wisata yang
berhubungan dengan flora, fauna, dan alam.
2. Wisatawannya merupakan wisatawan yang peduli terhadap lingkungan.
3. Masyarakat lokal dilibatkan dalam perencanaan, penerapan dan pengawasan
pembangunan, dan pengevaluasian pembangunan.
4. Pemerintahberperan dalam pembuatanperaturan-peraturan yang mengatur
tentang pembangunan fasilitas ekowisata agar tidak terjadi eksploitasi
terhadap lingkungan yang berlebihan.
5. Akademisi bertugas untuk mengkaji tentang pengertian ekowisata dan
mengadakan penelitian untuk menguji apakah prinsip-prinspi yang dituangkan
dalam pengertian ekowisata sudah diterapkan dalam prakteknya.
Pembangunan ekowisata yang berkelanjutan dapat berhasil apabila karakter
atau peran yang dimiliki oleh masing-masing pelaku ekowisata dimainkan
sesuai dengan perannya, bekerjasama secara holistik di antara para
stakeholders, memperdalam pengertian dan kesadaran terhadap pelestarian
alam, dan menjamin keberlanjutan kegiatan ekowisata tersebut (France, 1997).
25Drumm dan Alan (2002) menyatakan bahwa dalam pengembangan ekowisata
harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Memiliki dampak yang rendah terhadap sumber daya alam yang dijadikan
sebagai obyek wisata.
2. Melibatkan stake holders (perorangan, masyarakat, ecotourists, tour operator
dan institusi pemerintah maupun non pemerintah) dalam tahap perencanaan,
pembangunan, penerapan dan pengawasan.
3. Menghormati budaya-budaya dan tradisi-tradisi lokal.
4. Menghasilkan pendapatan yang pantas dan berkelanjutan bagi para masyarakat
lokal, stakeholders dantour operator lokal.
5. Menghasilkan pendapatan untuk pelestarian alam yang dijadikan sebagai
obyek wisata.
6. Mendidik para stake holders mengenai peranannya dalam pelestarian alam.
Menurut Wood (2002), prinsip-prinsip dasar pengembangan ekowisata adalah
sebagai berikut :
1. Meminimalisasi dampak-dampak negatif terhadap alam dan budaya yang dapat
merusak destinasi ekowisata.
2. Mendidik wisatawan terhadap pentingnya pelestarian (conservation) alam dan
budaya.
3. Mengutamakan pada kepentingan bisnis yang peduli lingkungan yang
bekerjasama dengan pihak berwenang dan masyarakat setempat untuk
memenuhi kebutuhan lokal dan mendapatkan keuntungan untuk konservasi.
4. Menghasilkan pendapatan yang dipergunakan untuk pelestarian dan
pengelolaan lingkungan dan daerah-daerah yang dilindungi.
265. Mengutamakan kebutuhan zonasi pariwisata daerah dan perencanaan
penanganan wisatawan yang didesain untuk wilayah atau daerah yang masih
alami yang dijadikan sebagai destinasi ekowisata.
6. Mengutamakan kepentingan untuk studi yang berkaitan dengan sosial-budaya
dan lingkungan, begitu juga pemantauan jangka panjang terhadap obyek
ekowisata untuk mengkaji dan mengevaluasi kegiatannya serta meminimalisasi
dampak-dampak negatif.
7. Memaksimalkan keuntungan ekonomi untuk : negara yang bersangkutan,
bisnis dan masyarakat lokal, khususnya masyarakat yang tinggal berdekatan
dengan destinasi ekowisata.
8. Menjamin bahwa pembangunan ekowisata tidak mengakibatkan perubahan
lingkungan dan sosial budaya yang berlebihan sebagaimana ditentukan oleh
para ahli dan peneliti.
9. Membangun infrastruktur yang harus ramah lingkungan dan menyatu dengan
budaya masyarakat setempat, tidak menggunakan bahan bakar yang terbuat
dari fosil, dan tidak menggangu ekosistem flora dan fauna.
2.6.2 Dampak Ekowisata
Pengembangan ekowisata tidak saja memberikan dampak positif, tetapi juga dapat
memberikan beberapa dampak negatif, menurut (Yoeti, 2008) antara lain :
1. Sumber-sumber hayati menjadi rusak, yang menyebabkan Indonesia akan
kehilangan daya tariknya untuk jangka panjang.
272. Pembuangan sampah sembarangan yang selain menyebabkan bau tidak
sedap, juga dapat membuat tanaman di sekitarnya mati.
3. Sering terjadi komersialisasi seni budaya.
2.7 Wisatawan
Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan wisatawan adalah orang yang melakukan
kegiatan wisata. Berdasarkan asalnya, wisatawan dibagi menjadi dua yaitu
wisatawan nusantara (wisnus) dan wisatawan mancanegara (wisman). Wisatawan
nusantara adalah orang yang berdiam dan bertempat tinggal pada suatu negara dan
melakukan perjalanan wisata di negara dimana dia tinggal, sedangkan wisatawan
mancanegara adalah orang yang melakukan perjalanan wisata yang datang
memasuki suatu negara lain yang bukan merupakan negara dimana dia tinggal.
2.8 Persepsi Masyarakat
Persepsi yang benar terhadap suatu obyek diperlukan, sebab persepsi merupakan
dasar pembentukan sikap dan perilaku. Persepsi individu terhadap lingkungannya
merupakan faktor penting karena akan berlanjut dalam menentukan tindakan
individu tersebut. Perilaku adalah hasil persepsi dan persepsi yang salah bisa
menimbulkan perilaku yang salah. Menurut kamus lengkap psikologi, persepsi
adalah :
1. Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan
indera.
282. Kesadaran dari proses-proses organis.
3. Satu kelompok penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari
pengalaman di masa lalu.
4. Variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan
organisasi untuk melakukan pembedaan diantara perangsang-perangsang.
5. Kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta
merta mengenai sesuatu (Kiswan, 2013). Persepsi didefinisikan sebagai suatu
proses yang menggabungkan dan mengorganisir data-data indera kita
(penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupasehingga kita dapat
menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri (Ardi dan
Aryani, 2013).
Persepsi masyarakat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal adalah nilai-nilai dari dalam diri dipadukan dengan hal-hal yang
ditangkap panca indera pada proses melihat, merasakan, mencium aroma,
mendengardan meraba. Faktor internal tersebut antara lain umur, jenis kelamin,
latar belakang,pendidikan, pekerjaan dan pendapatan, asal dan status penduduk,
tempat tinggal, status ekonomi, dan waktu luang. Faktor tersebut kemudian
dikombinasikan denganfaktor eksternal yaitu keadaan lingkungan fisik dan sosial,
yang kemudian menjadi suatu respon dalam bentuk suatu tindakan (Umar, 2009).
Pengertian Mengenai Persepsi Manusia (PMP) Perception menurut Umar (2009)
memiliki arti sebagai berikut :
a. Kegiatan merasakan atau kemampuan untuk merasakan, memahami jiwa dari
obyek-obyek, kualitas dan lain-lain melalui pemaknaan rasa, kesadaran,
perbandingan.
29b. Pengetahuan yang dalam, intuisi ataupun kemampuan panca indera dalam
memahami sesuatu.
c. Pengertian, pengetahuan dan lain-lain yang diterima dengan cara merasakan,
atau ide khusus, konsep, kesan dan lain-lain yang terbentuk.
Umar (2009), mendefinisikan persepsi sebagai bagian dari proses kehidupan yang
dimiliki oleh setiap orang, dari pandangan orang pada titik tertentu, lalu orang
tersebut mengkreasikan hal yang dipandangnya. Persepsi adalah kemampuan
seseorang untuk mengorganisir suatu pengamatan, kemampuan tersebut antara
lain kemampuan untuk membedakan, kemampuan untuk mengelompokan dan
kemampuan untuk memfokuskan, oleh karena itu seseorang bisa saja memiliki
persepsi yang berbeda, walaupun objeknya sama. Hal tersebut dimungkinkan
karena adanya perbedaan dalam hal sistem nilai dan ciri kepribadian individu
yang bersangkutan. Persepsi memiliki pengertian dalam arti sempit dan arti luas,
dalam arti sempit persepsi yaitu penglihatan bagaimana seseorang melihat
sesuatu, dan dalam arti luas persepsi yaitu pandangan atau pengertian, bagaimana
seseorang memandang atau mengartikan sesuatu dunianya sendiri, kemudian
orang tersebut mencoba mengambil keuntungan untuk kepuasannya. Faktor-
faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat menurut Umar (2009), ada 3
faktor yang dapat mempengaruhi persepsi masyarakat yaitu :
a. Pelaku persepsi, bila seseorang memandang suatu objek dan mencoba
menafsirkan apa yang dilihatnya dan penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh
karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu itu.
b. Target atau objek, karakteristik-karakteristik dan target yang diamati dapat
mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Target tidak dipandang dalam keadaan
30terisolasi, hubungan suatu target dengan latar belakangnya mempengaruhi
persepsi seperti kecendrungan kita untuk mengelompokkan benda-benda yang
berdekatan atau yang mirip.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada Bulan Mei - Juni 2018. Lokasi penelitian di tiga
Hutan Kota Metro, diantaranya Hutan Kota Stadion di Tejosari Metro Timur (7,5
ha), Hutan Kota Terminal 16C di Mulyojati Metro Timur (0,5 ha) dan Hutan Kota
Bumi Perkemahan di Sumber Sari Metro Selatan (7,0 ha).
3.2 Alat dan Objek Penelitian
Objek penelitian adalah pengunjung, pengelola, dan masyarakat di sekitar Hutan
Kota Metro. Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi kamera, laptop, alat
tulis, dan kuesioner.
3.3 Batasan Penelitian
Batasan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Penelitian terfokus pada penilaian terhadap aspek biologi, aspek sosial, aspek
akomodasi, aspek infrastruktur dan aspek fasilitas yang dilihat dari persepsi
pengunjung Hutan Kota Metro.
322. Pengunjung adalah orang yang berkunjung ke Hutan Kota Metro diantaranya
Hutan Kota Stadion, Hutan Kota Terminal 16C dan Hutan Kota Bumi
Perkemahan.
3. Masyarakat adalah masyarakat lokal yang berada dan berbatasan langsung
dengan Hutan Kota Metro.
3.4 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
A. Data Primer
Data primer merupakan data yang dibangkitkan langsung di lapangan atau
langsung dari sumbernya. Data yang dikumpulkan sebagai data primer
merupakan data persepsi dari pengunjung, masyarakat dan pengelola. Data
primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi persepsi pengunjung,
masyarakat, dan pengelola terhadap pengembangan Hutan Kota Metro.
Data persepsi terdiri dari persepsi terhadap objek wisata pada aspek Biologi,
Aspek sosial,aspek infrastruktur, aspek akomodasi serta fasilitas dan pelayanan di
Hutan Kota Metro. Data tersebut diperoleh dengan cara:
1. Wawancara menggunakan kuesioner
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah dirancang
secara sistematis menggunakan skala likert dan one score one indicator.
Penggunaan kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui persepsi pengunjung,
masyarakat, dan pengelola mengenai fungsi ekologi yang merupakan penyedia
jasa lingkungan untuk Kota Metro, fungsi estetika serta fungsi sosial yang di
berikan Hutan Kota Metro. Aspek yang dinilai untuk mewakili ketiga fungsi
33tersebut diantaranya aspek kondisi fisik objek wisata alam, akomodasi,
infrastruktur, fasilitas dan pelayanan Hutan Kota. Masing masing responden
yakni pengunjung, masyarakat dan pengelola berjumlah 30 orang.
2. Wawancara terbuka (interview)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan
terhadap Pengunjung , masyarakat, dan pegelola Hutan Kota Metro. Ketiga
responden diwawancarai terkait pengembangan Hutan Kota Metro.
3. Observasi (pengamatan)
Pengumpulan data melalui pengamatan langsung ke objek penelitian untuk
memperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang sedang diteliti. Data
observasi diantaranya luasan wilayah penelitian, keadaan lingkungan Hutan
Kota dan kondisi vegetasi di Hutan Kota.
B. Data sekunder
Pada penelitian ini, data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan berupa
literatur, Hasil penelitian terdahulu serta berasal dari sumber tertulis atau
dokumen yang memiliki relevansi dengan penelitian ini. Data sekunder yang
dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi.
1. Kondisi umum lokasi penelitian mengenai letak dan luas wilayah penelitian.
2. Jurnal atau artikel terkait penelitian.
343.5 Teknik Analisis dan Pengolahan Data
Teknik analisis data dalam penelitian mengenai data tentang persepsi pengunjung
dan masyarakat terhadap pengembangan Hutan Kota Metro yang diperoleh dari
penelitian di lapangan selanjutnya diolah melalui:
1. Tabulasi, yaitu pengelompokkan data untuk mempermudah proses analisis.
2. One score one indicator, yakni satu nilai untuk satu pertanyaan.
3. Skala Linkert. Dikemukakan Sugiyono (2014), bahwa skala likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial. Kriteria pemberian skor untuk
alternatif jawaban untuk setiap item sebagai berikut :
1. Skor 5 untuk jawaban sangat baik,
2. Skor 4 untuk jawaban baik,
3. Skor 3 untuk jawaban agak baik,
4. Skor 2 untuk jawaban kurang baik,
5. Skor 1 untuk jawaban sangat tidak baik.
4. Menghitung nilai kumulatif, yakni penghitungan nilai persepsi secara
keseluruhan.
Pada penelitian ini teknik analisis data meliputi perhitungan nilai one score one
indicator, grafik nilai one score one indicator, grafik nilai skala likert dan
menggunakan teknik induktif. Teknik induktif, yaitu dari fakta dan peristiwa
yang diketahui secara kongkrit, kemudian digeneralisasikan ke dalam suatu
kesimpulan yang bersifat umum yang didasarkan atas fakta-fakta yang empiris
tentang lokasi penelitian.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa
1. Persepsi respondencenderung memberikan penilaian “baik” terhadap Hutan
Kota Metro sebagai objek wisata alam. untuk setiap aspek penilaian di hutan
kota, yaitu: aspek biologi 3,80 (baik); aspek sosial 3,32 (cukup baik); aspek
infrastruktur 3,65 (baik); aspek akomodasi 3,65 (baik); dan aspek fasilitas 3,74
(baik).
2. Penilaian tertinggi responden yaitu aspek biologi; sedangkan untuk aspek
terendah, yaitu aspek sosial. Tingginya penilaian terhadap aspek biologi
dikarenakan pengunjung sudah merasakan langsung manfaat dari Hutan Kota
Metro. Aspek sosial merupakan aspek harus lebih diperhatikan oleh
Pemerintah Kota Metro dalam pengembangan hutan kota. Pengembangan
hutan kota dapat dilakukan melalui penataan ruang untuk vegetasi, penataan
maupun penambahan jenis vegetasi yang berfungsi memperindah penampakan
estetika, penataan fasilitas hutan kota, dan penataan lahan parkir. Penataan
ruang tersebut diharapkan dapat mewujudkan hutan kota sebagai tempat yang
berperan tinggi untuk kegiatan interaksi sosial masyarakat.
555.2 Saran
Dinas Pengelola Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Metro diharapkan
dapat menambah serta mengembangkan fungsi estetika dari hutan kota yang
dimiliki Kota Metro. Pengembangan fungsi estetika tersebut bisa dikembangkan
dengan alternatif penambahan vegetasi maupun jenis tanaman seperti tanaman
kehutanan dan tanaman Hias yang dapat menunjang keindahan lansekap Hutan
Kota Metro. Hutan Kota Metro diharapkan bisa menjadi salah satu alternatif
objek wisata yang berbasis alam.
DAFTAR PUSTAKA
Ardi, M. dan Aryani, L. 2013. Hubungan antara persepsi dan organisasi denganminat beroganisasi pada mahasiswa psikologi uin fakultas psikologi uinsultan syarif kasim. J. Psikologi. 3(1): 41-47.
BPS Kota Metro. 2016. Banyaknya Penduduk Menurut Kecamatan dan JenisKelamin di Kota Metro Tahun 2015. https://metrokota.bps.go.id/.diaksespada bulan januari 2018.
Buckley, R. 2003.Case Studies in Ecotourism. Buku. CABI Publishing. NewYork. 230 hlm.
Chen dan Tsai. 2007. How destination image and evaluative factors affectbehavioral intentions. J. Tourism Management. 2(8): 28-36.
Chuang, S. 2010. Rural tourism: perspective from social exchange theory.J. Social Behavior and Personality. 3(8): 13-20.
Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kota Metro. 2014. E-Data PusatPengumpulan Pengolahan dan Penyajian Data. Buku. Dinas Pertanian,Perikanan, dan Kehutanan Kota Metro. Metro. 78 hlm.
Drumm, A. dan Alan, M. 2002. Ecotourism Development. an Introduction toEcotourism Planning. Buku. The Nature Conservancy. USA. 112 hlm.
Dwiputra, R. 2013. Preferensi wisatawan terhadap sarana wisata di kawasanwisata alam erupsi merapi. J. Perencanaan Wilayah dan Kota. 24(1): 35-48.
Fakuara, Y. 1987. Konsepsi Pengembangan Hutan Kota. Skripsi. FakultasKehutanan IPB. Bogor. 67 hlm.
Fennel, D. A. 2002. Ecotourism Programme Planning. Buku. CABI Publishing.New York. 156 hlm.
Formen, R. 2012. Analisis strategi pembangunan hutan kota (studi kasus kawasandanau raja kabupaten ndragiri hulu). J. Ilmu Lingkungan. 6(1): 1-14.
France, L. 1997. The Earthscan Reader in Sustainable Tourism. Buku. EarthscanPublication. Ukraina. 213 hlm.
57Hakim, L. 2004. Dasar-Dasar Ekowisata. Buku. Bayumedia Publishing. Malang.
79 hlm.
Hamdaningsih, S. S. 2010. Studi kebutuhan hutan kota berdasarkan kemampuanvegetasi dalam penyerapan karbon di kota mataram. J. Geografi Indonesia.24(1): 1-9.
Hermawan, R., Kosmaryandi, N. dan Ontarjo, J. 2008. Kajian tipe dan bentukhutan kota kawasan danau raja kota rengat, kabupaten indragiri hulu,propinsi riau (study on type and shape of urban forest in danau raja area,rengat city, indragiri hulu regency, riau province). J. Media Konservasi13(2): 71 – 78.
Hurlock, B.E. 1993. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan SepanjangRentang Kehidupan. Edisi Kelima. Buku. Erlangga. Jakarta. 134 hlm.
Idris, M. H., Latifah, S., Aji, I. M. L., Wahyuningsih, E., Indriyatno dan Ningsih,R. V. 2013. Studi vegetasi dan cadangan karbon di kawasan hutan dengantujuan khusus (khdtk) senaru, bayan lombok utara. J. Ilmu Kehutanan.7(1): 25-36.
Imansari, N. dan Khadiyanta, P. 2015. Penyediaan hutan kota dan taman kotasebagai ruang terbuka hijau (rth) publik menurut preferensi masyarakat dikawasan pusat kota tangerang. J.Ruang. 1(3): 101-110.
Irwan, Z.D. 1994. Peranan bentuk dan struktur hutan kota terhadap kualitaslingkungan kota. J. Annals of Tourism Research. 3(2): 303– 324.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Profil Kesehatan Indonesia2009. Buku. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. 49 hlm.
Keliwar, S. dan Nurcahyo, A. 2015. Motivation and perception visitor againsttourist attraction pampang cultural village in samarinda. J. ManajemenResort dan Leisure. 12(2): 19-27.
Khan, M. 2003. Ecoserv. Buku. Howard University. USA. 98 hlm.
Khoiri, S. 2004. Studi Tingkat Kerusakan Pohon di Hutan Kota SrengsengJakarta Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 100 hlm.
Kiswan, 2013. Persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi badanpermusyawaratan desa di desa fatufia kecamatan bahodopi kabupatenmorowali. J. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. 5(1): 20-25.
Kusmayadi dan Sugiarto, E. 2000. Metodologi Penelitian dalam BidangKepariwisataan. Buku. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 167 hlm.
58Lubis, S. H., Arifin, H. S. dan Samsoedin, I. 2013. Analisis cadangan karbon
pohon pada lanskap hutan kota di dki jakarta. J. Penelitian Sosial danEkonomi Kehutanan. 10(1): 1-20.
Manalu, B.E., Latifa, S. dan Patana, P. 2012. Persepsi masyarakat terhadappengembangan ekowisata di desa huta ginjang, kecamatan sianjur mula-mula, kabupaten samosir, provinsi sumatera utara. Jurnal Penelitian. 1(3):5-11.
Marligon. 2017. Inventarisasi dan Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau(RTH) di Kota Metro, Provinsi Lampung. Tesis. Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta. 95 hlm.
Mathieson, A dan Wall G. 1982. Tourism: Economic, Physical and SocialImpact. Buku. Rineka Cipta. Jakarta. 120 hlm.
Muntasib, 2014. Potensi dan persepsi masyarakat serta wisatawan terhadappengembangan ekowisata di desa aik berik, lombok tengah. J. UMPA. 1(2):43-49.
Muspiroh, N. 2014. Pembangunan hutan kota cirebon. J. Scientiae Educatia. 3(1):49-62.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1994.TentangPengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan TamanNasional,Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Buku. DepartemenKehutanan. Jakarta. 9 hlm.
Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 1. 2012. Rencana Tata Ruang Wilayah KotaMetro 2011-2031. Buku. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Metro danWalikota Metro. Metro. 19 hlm.
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No.71/Menhut-Ii/2009Tentang Pedoman Penyelenggaraan Hutan Kota. Buku. Menteri KehutananRepublik Indonesia. Jakarta. 21 hlm.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 Tahun 2008. Tentang PedomanPenyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.Buku. Direktorat Jendral Penataan Ruang. Jakarta. 70 hlm.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 63 Tahun 2002. Tentang HutanKota. Buku. Presiden Republik Indonesia. Jakarta. 14 hlm.
Rahman, A. 2003. Pengusahaan Ekowisata. Buku. Makalah Pelatihan Ekowisata.Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. 32 hlm.
Samsoedin, I. dan E Subardiono. 2007. Pembangunan dan Pengelolaan HutanKota. Buku. Bumi Aksara. Padang. 90 hlm.
59Saputra, M. E. 2015. Persepsi Masyarakat Terhadap Manfaat Lingkungan Obyek
Wisata Sungai Korumba di Kawasan Tahura Nipa-Nipa Kelurahan AlolamaKecamatan Mandonga Kota Kendari. Skripsi. Universitas Halu Oleo.Kendari.70 hlm.
Sudiarta, M. 2006. Ekowisata hutan mangrove : wahana pelestarian alam danpendidikan lingkungan. J. Manajemen Pariwisata. 2(5): 23-30.
Sugiyono. 2014. Metode Skala Likert. Buku. Bumi Aksara. Jakarta. 355 hlm.
Sundari, E. S. 2006. Studi untuk menentukan fungsi hutan kota dalam masalahlingkungan perkotaan. J. Perencanaan Wilayah dan Kota. 6(2): 1-10.
Suryaningsih, L., Haji, A. dan Wirosoedarmo, S. 2015. Defisinsi ruang terbukahijau (rth) di kota mojokerto dengan analisis spasial. J. Sumberdaya Alamdan Lingkungan. 2(2): 1-10
Trisnanta, H. S. dan Ummah, R. 2016. Ruang terbuka hijau kota metro lampungdan pandangan aspek keagamaan. J. Kontekstual. 31(1): 55-80.
Umar. 2009. Persepsi dan Perilaku Masyarakat dalam Pelestarian Fungsi HutanSebagai Daerah Resapan Air. Tesis. Universitas Negeri Semarang. 113 hlm.
Undang-undang republik Indonesia nomor 41 tahun 1999. Tentang Kehutanan.Buku. Jakarta. 51 hlm.
Undang-Undang No.9 Tahun 1990. Tentang Kepariwisataan. Buku. DepartemenKehutanan. Jakarta.9 hlm.
Undang-Undang Republik Indonesia No.26 Tahun 2007. Tentang PenataanRuang. Buku. Presiden Republik Indonesia. Jakarta. 60 hlm.
Weaver, D. 2001. Ecotourism. Buku. John Wiley and Sons Australia Ltd.Australia. 386 hlm.
Wood, M. E. 2002. Ecotourism: Principles, Practices and Policies forSustainability. Buku. United Nation Publication. Jakarta. 268 hlm.
Yekti, N. W. 2001. Potensi Ekoturisme untuk Pengembangan Ekoturisme yangBerwawasan Lingkungan di Kecamatan Tawangmangu. Skripsi. FakultasGeografi UGM. Yogyakarta.79 hlm.
Yoeti, O. A. 2008. Ekonomi Pariwisata. Buku. Kompas. Jakarta. 432 hlm.
Yoeti, O. A. 2000. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Buku. PradyaParamita. Jakarta. 211 hlm.