ANALISIS PERSEPSI DAN KESIAPAN MASYARAKAT LOKAL …
Transcript of ANALISIS PERSEPSI DAN KESIAPAN MASYARAKAT LOKAL …
ANALISIS PERSEPSI DAN KESIAPAN MASYARAKAT LOKAL
TERHADAP PENERAPAN WISATA SYARIAH
DI TANJUNG BIRA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat guna Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum (S.H) Pada Program Studi Hukum
Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh
Arwinni Eka Putri Ahmad
NIM: 105 25 11002 16
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
1441 H/ 2020 M
ii
ANALISIS PERSEPSI DAN KESIAPAN MASYARAKAT LOKAL
TERHADAP PENERAPAN WISATA SYARIAH
DI TANJUNG BIRA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat guna Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum (S.H) Pada Program Studi Hukum
Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh
Arwinni Eka Putri Ahmad
NIM: 105 25 11002 16
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
1441 H/ 2020 M
iii
iv
v
vi
vii
ABSTRAK
Arwinni Eka Putri Ahmad. 105 251 1002 16. 2020. Analisis Persepsi dan
Kesiapan Masyarakat Lokal Terhadap Penerapan Wisata Syariah di Bira.
Dibimbing oleh ibu Hurriah Ali Hasan dan bapak Hasanuddin.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yaitu bertujuan untuk
mengetahui bagaimana persepsi dan kesiapan masyarakat lokal dalam
menerapkan praktik wisata syariah di tanjung Bira.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bira, Kec. Bontobahari, Kab.
Bulukumba, Sulawesi Selatan yang berlangsung selama dua bulan mulai dari 08
Februari sampai dengan 08 April 2020. Teknik penentuan sampel dilakukan
secara sensus dengan 150 masyarakat lokal melalui dua variabel yaitu variabel
bebas berupa persepsi dan kesiapan serta variabel terikat yang berupa penerapan
wisata syariah.
Penelitian ini dilakukan dengan memberikan angket (kuesioner) pada
responden yang adalah masyarakat lokal di kawasan wisata Tanjung Bira. Hasil
penelitian diolah dengan menggunakan aplikasi SPSS (Statistical Product and
Services Solution) dan menunjukkan bahwa Persepsi dan Kesiapan masyarakat
lokal berpengaruh terhadap penerapan wisata syariah di Tanjung Bira, ini ditandai
dengan positifnya tanggapan responden terhadap kuesioner yang dibagikan.
Meskipun pada umumnya persepsi dan kesiapan masyarakat menyatakan setuju,
pada beberapa konsep syariah yang mungkin diterapkan pada kawasan wisata
tidak semua menyatakan menerima.
Kata Kunci : Persepsi, Kesiapan, dan Wisata Syariah
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil „alamin, ungkapan syukur kami haturkan dan segala
puji bagi Allah SWT yang atas-Nya kami dilimpahi berkat, rahmat dan karunia
sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Persepsi dan
Kesiapan Masyarakat Lokal Terhadap Penerapan Wisata Syariah di Tanjung
Bira”. Terbalut salawat dan salam kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW
yang perjuangannya berbuah pencerahan iman dan Islam bagi kehidupan ummat
manusia.
. Tak lupa kami mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada
kedua orang tua dan adik tercinta Bapak Akhmad Muddin dan Ibu Husnia, Ardian
Satria Budi Akhmad yang tak lelah menengadah memohon kebajikan juga turut
sibuk membantu peneliti dengan segala lika-liku juang yang dihadapi. Bahtiar,
kekasih halal yang meski jauh tidak luput memberi dukungan do‟a, moril dan
materiil juga senantiasa kuat menguatkan serta kepada kedua keluarga besar yang
tidak bosan menyalurkan semangat atas segala harapan dan cita-cita.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga pula peneliti haturkan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Abd. Rahman Rahim, S.E., MM, selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar.
2. Bapak Drs. H. Mawardi Pewangi, M.Pd.I, selaku Dekan Fakultas Agama
Islam.
3. Ayahanda Dr. Ir. H. Muchlis Mappangaja, MP selaku ketua prodi Hukum
Ekonomi Syariah yang selalu menyalurkan semangat dan motivasi.
4. Ibunda Hurriah Ali Hasan, S.T,.ME., PhD dan Bapak Hasanuddin
SE.Sy.,ME.I selaku pembimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
yang senantiasa tegas memberikan suntikan semangat untuk terus belajar.
5. Kakanda Andi Arfandi Pabottingi S.Pd, Jusman Aris S.H, Ningsih S.H,
Ardiansyah S.Pd juga kepada para sahabat Reski Dian Utami, Andi Rosman
Nur, Aldy Alfian Syam yang tidak bosan membantu dan menyemangati
sehingga dapat melewati rintangan dalam menyelesaikan skripsi ini.
ix
6. Kakanda Gunawan yang membantu peneliti mendapatkan informasi dari
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bulukumba, bapak Albar selaku staf dari
Dinas Penanaman dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Bulukumba, juga bapak
Tamrin selaku staf dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Bulukumba serta
kakanda Rian Juniardi selaku Tokoh Pemuda Bira yang membantu
pengurusan administrasi penelitian ini.
7. Kepada sahabat sejuang angkatan 2016 HES mulai kelas A, B dan C yang
telah turut membersamai perjuangan ini dengan tidak bosan menyemangati
dan mengembalikan harapan yang setiap detik terkikis keputusasaan, terutama
kepada saudara Nurfadillah Arifuddin, Ikmawati, Rizki Amelia Kadir,
Nurmala Sari, Mulya Ramadana, juga kepada Rinawati dkk.
8. Rekan-rekan, kakanda dan adinda lembaga se-FAI.
9. Dan terakhir kepada seluruh pihak yang telah membantu untuk segala
kelancaran penyusunan skripsi ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan mendasar pada
penulisan skripsi ini. Oleh karena itu kritik konstruktif sangat kami harapkan
demi penyempurnaan penulisan selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.
Makassar, 27 Juni 2020
Penulis
Arwinni Eka Putri Ahmad
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL ..................................................................... ....................ii
PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................................. iii
BERITA ACARA MUNAQQASYAH ............................................................. iv
PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................................... v
SURAT PERNYATAAN ................................................................................... vi
ABSTRAK ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 9
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 9
D. Manfaat Penulisan ..................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Persepsi ................................................................................. 11
B. Pengertian Wisata.................................................................................... 14
C. Hipotesis .................................................................................................. 35
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian ..................................................................... 35
B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 35
C. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................. 35
D. Variabel Penelitian .................................................................................. 36
E. Definisi Operasioanl Variabel ................................................................. 36
F. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 37
G. Instrumen Penelitian................................................................................ 38
xi
H. Skala Pengukuran .................................................................................... 38
I. Teknik Analisis Data ............................................................................... 39
BAB IV PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................................... 42
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan............................................................ 44
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 57
B. Saran ........................................................................................................ 58
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 62
RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Kunjungan Wisata ........................................................................ 7
Tabel 3.1 Contoh Tabel Angket .......................................................................... 39
Tabel 3.2 Skala Likert ......................................................................................... 40
Tabel 4.1 Responden berdasarkan Jenis Kelamin ............................................... 46
Tabel 4.2 Responden berdasarkan Umur ............................................................ 46
Tabel 4.3 Tanggapan Responden mengenai Persepsi Masyarakat...................... 47
Tabel 4.4 Tanggapan Responden mengenai Kesiapan Masyarakat .................... 48
Tabel 4.5 Tanggapan Responden mengenai Penerapan Wisata Syariah ............. 49
Tabel 4.6 Uji Validitas ........................................................................................ 50
Tabel 4.7 Uji Realibilitas .................................................................................... 51
Tabel 4.8 Hasil Regresi ....................................................................................... 54
Tabel 4.9 Uji Simultan (Uji F) ............................................................................ 55
Tabel 4.10 Uji Koefisien Determinasi (R2) ......................................................... 56
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Uji Nomalitas .................................................................................. 52
Gambar 4.2 Uji Heterskodastisitas ...................................................................... 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pariwisata merupakan salah satu sektor yang menyumbang pendapatan
cukup banyak dalam sebuah Negara. Pariwisata dalam sejarahnya adalah hal
khusus yang dinikmati secara ekslusif oleh orang-orang Yunani saja. Di Yunani,
resort-resort untuk bersantai dibangun di bagian luar kota-kota yang penuh sesak
atau sepanjang garis pantai, untuk memungkinkan mereka yang berasal dari kelas
lebih tinggi lari dari tekanan kehidupan kota.1
Dulu industri syariah hanya terkait makanan dan minuman saja. Kemudian
pada 1970-an masuk ke sektor keuangan dan 2005 mulai berkembang ke halal
lifestyle, termasuk pariwisata dan sebagainya. Sebenarnya hal itu dipicu dua
penyebab utama. Pertama, adanya trensosial back to nature. Yang kedua, populasi
muslim dunia cukup besar.
Sejumlah negara telah mencoba menangkap peluang wisata syariah.
Mislanya di Goald Coast, Queensland, Australia. Pemerintahnya sangat antusias
menjemput wistawan muslim sampai mendorong semua mal dan theme park
untuk menyediakan mushalla. Bahkan hotel bintang lima Hilton Surfers Paradise
selalu menyediakan tempat berbuka puasa beserta makanannya, gratis, sepanjang
ramadhan. Hal hampir serupa juga dilakukan di Hong Kong. Bahkan CEOHK
Tourism Board Anthony lalu mengatakan, Hong Kong harus menyiapkan lebih
1 Foster Dennis L. 2000. First Class An Introduction Travel & Tourism. Jakarta:PT Raja
Grafindo Persada. h.13
2
banyak lagi masjid atau musala serta makanan halal untuk meningkatkan
kedatangan wistawan muslim.
Istilah pariwisata syariah memang istilah baru dalam dunia pariwisata.
Beberapa istilah lain yang bermakna senada antara lain Islamic Tourism, Halal
Friendly Tourism Destination, Halal Travel, Muslim-Friendly Travel
Destinations, atau halal lifestyle. Konsep wisata syariah lebih luas dari wisata
religi, dimana kalau wisata religi didefinisikan sebagai wisata dalam kerangka
kepentingan ibadah/agama, misalnya haji dan umroh ke tanah haram, atau
sebagian umat Islam berziarah ke makam-makam para wali/aulia/tokoh agama.
Adapun wisata syariah mengandung konsep yang lebih luas, yaitu
pariwisata yang keseluruhan aspeknya tidak bertentangan dengan syariah. Dalam
industri pariwisata terdapat banyak aspek dan pelaku yang terlibat, misalnya hotel
dan akomodasi, makanan dan minuman, transportasi, fasilitas ibadah, dan tentu
obyek wisata itu sendiri. Seluruh aspek ini haruslah tidak bertentangan dengan
syariah, sederhananya halal dan toyyib.
Obyek dari wisata syariah tidak harus tempat-tempat atau khazanah
budaya Islam, tetapi dapat apa saja yang menarik sepanjang tidak melanggar
ketentuan syariah. Pantai, gunung, gua, mainan, bahkan budaya lokal dapat saja
menjadi destinasi wisata ini. Indonesia sangat kaya dengan destinasi yang menarik
dan telah dikenal secara internasional.
Memang seringkali yang menjadi masalah krusial adalah perhotelan dan
akomodasi, sebab hotel pada umumnya memang tidak didesain untuk bersesuaian
dengan syariah. Oleh karena itu sekarang juga muncul konsep hotel syariah, yaitu
3
hotel yang tidak menyediakan khamr, makanan dan minumannya halal, semua
perlengkapan yang disediakan juga halal. Tambahan lagi hotel tersebut tidak
menjadi tempat kegiatan yang dilarang syariah.
Untuk mendukung pariwisata syariah tentu makanan dan minuman halal
tidak hanya tersedia di hotel syariah, tetapi wisatawan dengan mudah
mendapatkan di berbagai tempat. Jadi seharusnya banyak tersedia restoran halal,
bahkan oleh-oleh dan cenderamata seharusnya juga terjamin halal. Jaminan halal
ini tentu harus dikeluarkan oleh pihak yang terpercaya dan dipercayai masyarakat
(internasional), misalnya label halal LPPOM MUI.
Ditinjau dari segi bisnis, pariwisata syariah sangat menjanjikan.
Wisatawan-wisatawan dari negara muslim jumlahnya cukup besar dan juga tidak
kalah dengan wisatawan dari negara non muslim. Masyarakat Arab Saudi,
misalnya, pada tahun 2015 menghabiskan tidak kurang dari Rp 400 triliun untuk
belanja wisata ke luar negeri.
Namun sayangnya, Indonesia kurang cukup bersemangat menangkap
potensi wisata syariah ini. Indonesia hanya menempati rangking 6 di antara
negara–negara Islam sebagai destinasi wisata syariah. Bahkan di antara negara
ASEAN, wisata syariah Indonesia berada di bawah Malaysia, Singapura, dan
Thailand. Tentu saja hal ini sangat disayangkan, sebab Indonesia memiliki
segalanya untuk pengembangan wisata syariah ini.
Bahkan hal ini sudah menjadi program resmi pemerintah dan telah
diluncurkan sejak lama. Wisata syariah pertama kali diluncurkan secara nasional
pada kegiatan Indonesia Halal Expo (Indhex) 2013 dan Global Halal Forum yang
4
digelar pada 30 Oktober-2 November 2013 oleh presiden Susilo Bambang
Yudhoyono.
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia memiliki
lebih dari 17.000 pulau, dimana hanya sekitar 7.000 pulau yang berpenghuni.
Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Sumatera dan Papua merupakan pulau utama di
Indonesia. Selain itu, Indonesia juga memiliki pulau-pulau kecil dengan segala
pesona keindahannya yang merupakan tujuan wisata lokal maupun internasional.2
Pariwisata di Indonesia saat ini semakin mengalami peningkatan dan
belakangan konsep syariah kian marak dan sedang menjadi tren di masyarakat
Indonesia. Pada awalnya konsep syariah umumnya digunakan pada dunia
perbankan. Lambat laun seiring dengan perkembangan waktu, masyarakat mulai
familiar dengan kata maupun istilah “syariah”. Maka, bermunculanlah berbagai
bank maupun lembaga yang menambahkan penerapan syariah pada aktifitas
bisnis.
Dunia pariwisata tidak mau ketinggalan. Kementerian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) bertekad menjadikan Indonesia sebagai salah
satu destinasi wisata syariah (syariah tourism) di dunia. Kementerian Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif menetapkan sembilan tujuan wisata yang memiliki potensi
untuk dipromosikan sebagai kawasan wisata syariah di Indonesia. Sembilan
daerah itu adalah Sumatera Barat, Riau, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat,
Jawa Timur, Makassar, dan Lombok. Ini tak lepas dari latar sosial budaya yang
menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dengan didukung keindahan alamnya.
2 M Malta, 2018”The Transmigrants’ Empowerment in Farming in Banyuasin and Ogan
Ilir Regencie, South Sumtera Province”, https://journal.ipb.ac.id. (diakses 12 Desember 2019)
5
Wisata syariah di Indonesia masih sangat minim keberadaannya
khususnya di Tanjung Bira, pemerintah sedang melakukan pengembangan
terhadap salah satu destinasi pariwisata tersebut. Banyak masyarakat yang belum
mengetahui tentang wisata syariah, bahkan wisata syariah masih asing
terdengar pada masyarakat awam. Wisata Syariah atau Halal Tourism adalah
salah satu sistem pariwisata yang disediakan bagi wisatawan Muslim maupun
non-muslim yang pelaksanaannya mematuhi aturan syariah. Beberapa strategi
yang dilakukan pemerintah selain promosi juga memperbaiki strategi pemasaran,
penyiapan produk, hingga pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas.
Pada awal 2014 baru disahkan Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif RI No.2 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel
Syariah. Banyak masyarakat yang mengira bahwa wisata syariah sama dengan
wisata religi, perlu digaris bawahi bahwa wisata syariah berbeda dengan wisata
religi. Wisata religi contohnya seperti ziarah ke makam para Nabi dan juga
umroh. Sedangkan, wisata syariah tersebut harus dibuat standarisasinya sesuai
dengan kaidah Islam. Misalnya, para pengunjung dilarang membawa minuman
beralkohol, menyediakan fasilitas untuk beribadah sehingga layak dan nyaman
untuk bersuci, menyediakan makanan dan minuman halal, menetapkan batas
muhrim yang jelas dan tidak ada suasana hiburan maksiat.3.
Wisata syariah sangat mengedepankan produk-produk halal dan aman
dikonsumsi wisatawan muslim. Bagi wisatawan non-muslim, wisata syariah
dengan produk halal ini adalah jaminan sehat. Karena pada prinsipnya,
3 Sutomo. 2014. Analisis Perbandingan Hotel dan Pariwisata Syariah dengan
Konvensional. Bogor: Megister Manajemen Syariah IPB.
6
implementasi kaidah syariah itu berarti menyingkirkan hal-hal yang
membahayakan bagi kemanusiaan dan lingkungannya dalam produk maupun jasa
yang diberikan, dan tentu memberi kebaikan. Dengan nilai-nilai keislaman yang
ada pada pariwisata syariah bukan hanya bermanfaat bagi industri pariwisata tapi
juga bermanfaat bagi masyarakat dalam meningkatkan keimanan, menjadi
manusia yang lebih baik dan mencegah terjadinya hal yang bersifat mudharat bagi
masyarakat.
Pariwisata juga tidak lepas dengan kata persaingan, masing-masing tempat
wisata memberikan keunggulan yang mereka miliki dan tentunya dengan
pelayanan yang baik pula, khususnya di tanjung Bira. Sulawesi tekhusus Sulawesi
Selatan yang lokasinya berbatasan dengan laut Flores di bagian selatan
menjadikannya dikenal sebagai tempat wisata dengan pesona bahari yang
memukau. Salah satu daerah wisata yang banyak dikunjungi karena pesona
baharinya adalah tanjung Bira. Tanjung Bira adalah daerah wisata yang berada di
Kabupaten Bulukumba dengan jarak tempuh 41 km tepatnya di Kecamatan
Bontobahari dan dengan jarak 200 km dari Kota Makassar. Lokasi geografisnya
terletak d ujung selatan daratan Sulawesi Selatan sehingga tanjung Bira di
kelilingi lautan. Pasir sehalus tepung serta pemandangan sunrise dan sunsetnya
menjadi daya tarik wisatawan yang paling kuat baik lokal maupun asing.
Wisata syariah di Tanjung Bira terbilang sangat minim bahkan masih
sangat jarang dan susah untuk ditemukan, hal ini menyebabkan mayoritas
masyarakat Bulukumba tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan wisata
syariah. Bulukumba sebagai salah satu Kabupaten yang berada di Sulawesi
7
Selatan tentunya menjadi salah satu daerah yang paling diminati para wisatawan
lokal hingga mancanegara. Hal ini didasarkan pada potensi yang dimiliki oleh
daerah dengan sebutan “Butta Panrita Lopi” dengan kekayaan budaya dan potensi
wisata yang cukup beragam. Kabupaten Bulukumba memiliki letak geografis
yang terdiri dari daerah pegunungan dan pesisir pantai sehingga memiliki
beragam suku, budaya dan objek wisata lainnya, sehingga menarik untuk
dikunjungi dunia nasional maupun internasional. Salah satu objek wisata yang
paling menawan adalah kawasan wisata Tanjung Bira yang menawarkan pantai
berpasir putih dan panorama pesisir yang menakjubkan.
Tanjung Bira sebagai salah satu objek wisata telah menjadi pilar yang
menopang perekonomian daerah Bulukumba, khususnya pada sektor pariwisata
secara umum telah menarik wisatawan dalam jumlah yang besar. Asumsi ini
didasarkan oleh data berikut yang menggambarkan peningkatan jumlah
wisatawan yang mengunjungi kabupaten Bulukumba dalam kurung waktu delapan
tahun belakangan.
Tabel 1.1
Data Kunjungan Wisatawan Domestic dan Mancanegara
Tahun 2011 – 2018
Tahun Wisatawan
Nusantara
Wisatawan
Mancanegara
Jumlah
2011 87.019 2.500 89.519
2012 98.030 2.940 100.970
2013 115.343 3.425 118.768
2014 137.087 4.195 141.282
2015 156.770 3.769 160.539
2016 158.695 3.125 161.820
2017 186.145 3.036 189.181
2018 238.810 3.557 242.367
Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bulukumba 2019
8
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah kunjungan wisatawan ke
Kabupaten Bulukumba dari tahun ke tahun mengalami peningkatan selama
kurung waktu lima tahun belakangan. Pada tahun 2011 jumlah kunjungan
wisatawan mencapai 89.519 orang, kemudian meningkat pada tahun 2012
mencapai angka 100.970 orang. Selanjutnya pada tahun 2013 kunjungan
wisatawan berjumlah 118.768 orang dan meningkat lagi sebanyak 141.282 orang
pada tahun 2014, berikutnya di tahun 2015 meningkat menjadi 160.539 orang,
kemudian meningkat lagi sebanyak 161.820 orang di tahun 2016, dan terus
meningkat di tahun 2017 sebanyak 189.181 orang hingga di tahun 2018 terakhir
telah mencapai 242.367 orang.
Dari data yang telah dipaparkan di atas peneliti menyimpulkan bahwa
minat berkunjung wisatawan ke Sulawesi Selatan terkhusus di Tanjung Bira
Kabupaten Bulukumba memiliki peningkatan yang sangat signifikan. Dari hasil
survei pada masyarakat dan pengunjung di Kabupaten Bulukumba, terkhusus
masyarakat di Tanjung Bira di antaranya mempunyai persepsi bahwa wisata
syariah identik dengan wisata ziarah para makam ulama, mengunjungi masjid-
masjid peninggalan sejarah, melaksanakan umrah dan haji. Kurangnya
pemahaman dan persepsi-persepsi masyarakat tentang wisata syariah yang
terkadang salah mengartikan wisata syariah tersebut bisa saja berpengaruh
terhadap minat berkunjung para wisatawan, ada dua kemungkinan yang akan
berpengaruh dengan kurangnya pemahaman wisata syariah membuat mereka
semakin berminat untuk mengetahui bagaimana wisata syariah atau akan
sebaliknya.
9
B. Rumusan Masalah
1. Apa persepsi masyarakat lokal tentang wisata syariah?
2. Bagaimana kesiapan masyarakat lokal dalam menerapkan praktik
wisata syariah di tanjung Bira?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat lokal tentang
wisata syariah.
2. Untuk mengetahui sejauh mana kesiapan masyarakat lokal dalam
menerapkan praktik wisata syariah di tanjung Bira.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini, adalah :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
teoritis dan sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan
pariwisata daerah khususnya pariwisata syariah di Tanjung Bira.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Menambah wawasan penulis mengenai pariwisata khususnya
pariwisata syariah dan memberikan pengalaman berfikir ilmiah
melalui penyusunan dan penulisan skripsi.
b. Bagi Masyarakat
Untuk memberikan edukasi atau pemahaman tentang wisata
syariah kepada masyarakat umum khususnya yang ada di Tanjung
10
Bira. Dengan adanya pemahaman tentang wisata syariah masyarakat
dapat mengenalkan dan memiliki kesiapan dalam menerapkan wisata
syariah kepada para pendatang atau orang-orang yang berdomisili di
luar daerah Bulukumba.
c. Bagi Pemerintah
Agar pemerintah dapat melihat peluang untuk menambah
pendapatan daerah dengan meningkatkan pariwisata daerah khususnya
dengan membuat tempat wisata berkonsep syariah sehingga
masyarakat khususnya wisatawan yang mayoritas muslim merasa lebih
nyaman menjalankan ibadah pada saat berwisata.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Persepsi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menerangkan bahwa persepsi
adalah tanggapan langsung dari suatu serapan atau proses seseorang mengenai
beberapa hal melalui panca inderanya.4 Persepsi adalah sebuah proses individu
mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan sensoris untuk memberikan
pengertian pada lingkungannya.5
Istilah persepsi sering disebut juga dengan pandangan, gambaran, atau
anggapan, sebab dalam persepsi terdapat tanggapan seseorang mengenai satu hal
atau objek. Persepsi didefinisikan sebagai proses seseorang memilih
mengorganisasikan, megartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu
gambaran yang berarti. Orang dapat memiliki persepsi yang berbeda beda dari
objek yang sama karena adanya tiga proses persepsi.6
Persepsi mempunyai banyak pengertian, diantaranya adalah :
Bimo Walgito menyatakan pengertian persepsi adalah suatu proses yang
didahului oleh penginderaan yaitu merupakan proses yang berwujud diterimanya
stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris.7
Slameto berpendapat persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya
pesan atau informasi kedalam otak manusia, melalui persepsi manusia terus
4 Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. 1984
5 Robbins, Stephen p. judge, Stephen P. judge, Timothy A Judge. Perilaku Organisasi
(Organizational Behavior), Terj. Ratna Saraswati dan Febriella Sirat Edisi 16. Jakarta : Salemba
empat, 2015, h.295 6 Sunyoto, Danang. Teori, Kuesioner dan Analisis Data. Yogyakarta Graha : Timur ,
2012. h13 7 Bimo, Walgito. 2010. Pengantar Psikolog Umum.Yogyakarta: C.V Andi Offse. h.12
12
menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Hubungan ini dilakukan
lewat inderanya, yaitu indera pengelihat, pendengar, peraba, perasa, dan
pencium.8
Robbins mendeskripsikan bahwa persepsi merupakan kesan yang
diperoleh oleh individu melalui panca indera kemudian di analisa (diorganisir),
diintepretasi dan kemudian dievaluasi, sehingga individu tersebut memperoleh
makna.9
Poerwadarminta menyatakan persepsi adalah tanggapan langsung dari
suatu serapan atau Persepsi mempunyai sifat subjektif, karena bergantung pada
kemampuan dan keadaan dari masing-masing individu, sehingga akan ditafsirkan
berbeda oleh individu yang satu dengan yang lain.10
Dengan demikian persepsi merupakan proses perlakuan individu yaitu
pemberian tanggapan, arti, gambaran, atau penginterprestasian terhadap apa yang
dilihat, didengar, atau dirasakan oleh indranya dalam bentuk sikap, pendapat, dan
tingkah laku atau disebut sebagai perilaku individu proses seseorang mengetahui
beberapa hal melalui pengindraan.
a. Perhatian yang selektif
b. Gangguan yang selektif
c. Mengingat kembali yang selektif
8 Slameto. 2010. Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
h15 9 Robbins, S. P. 2003. Perilaku Organisasi, (Terjemahan). Buku 1. Edisi Indonesia.
Jakarta : PT. Gramedia. h31 10
Poerwadarminta, W.J.S. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka,Jakarta :
Balai Pustaka.
13
Persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya sensasi,di
mana sensasi adalah aktivitas merasakan atau penyebab keadaan yang
mengembirakan. Sensasi juga dapat didefinisikan sebagai tanggapan yang cepat
dari indera penerima kita terhadap stimuli dasar seperti cahaya, warna, dan suara.
Dengan adanya itu semua maka persepsi akan timbul.11
Persepsi kita dibentuk
oleh :
a. Karakteristik dari stimuli
b. Hubungan stimuli dengan sekelilingnya
c. Kondisi-kondisi di dalam diri kita sendiri
Persepsi adalah pengalaman tentang suatu objek, peristiwa atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan. Persepsi memberikan makna pada stimulus inderawi.
Menafsirkan bahwa inderawi tidak hanya melibatkan sensasi tetapi atensi,
ekspentasi, motivasi, dan memori. Pendapat tersebut menerangkan bahwa persepsi
merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan. Stimulus atau
rangsangan yang diterima individu melalui penginderaan akan diteruskan kepusat
susunan syaraf yaitu otak dan terjadilah proses psikologis, sehingga individu
menyadari apa yang dilihat dan apa yang didengar.12
Persepsi terbagi menjadi dua macam yaitu:
a. External Perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya
rangsangan yang datang dari luar diri individu.
11
Sungadji, Etta Mamang, dan Sopiah. 2013. Perilaku konsumen : Pendekatan Praktis
disertai Himpunan Jurnal Penelitian. Yogyakarta : Andi, h.128 12
Rakhmat, Jalaluddin . 1991. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : Remaja
Rosdakarya. h.81
14
b. Self Perception, yaitu yang terjadi karena adanya rangsangan yang
berasa dari dalam diri individu.
B. Pengertian Wisata
Secara etimologis wisata merupakan kata yang berasal dari bahasa
sansekerta yang dalam bahasa Indonesia berarti perjalanan. Selain itu, pariwisata
yang merupakan kegiatan dari orang-orang yang mengunjungi tempat tertentu
untuk jalan-jalan, mengunjungi teman atau kerabat, mengambil liburan, dan
bersenang-senang.
Definisi wisata sendiri adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan
manusia ke luar daerahnya baik perorangan maupun kelompok untuk
mengunjungi destinasi tertentu dengan tujuan rekreasi, mempelajari keunikan
daerah wisata, pengembangan diri dan sebagainya dalam kurun waktu yang
singkat atau sementara waktu. Dalam artian sempit, pariwisata merujuk pada
aktivitas atau praktek melakukan perjalanan untuk kepentingan penyegaran diri
pribadi, untuk pendidikan atau untuk bersenang-senang.13 Sebagaimana dijelaskan
dalam Al-qur‟an Surah Muhammad : 10.
قبة ٱلرض أفلم يسيزوا في ز ٱلذيه فيىظزوا كيف كان ع مه قبلهم دم ٱلل
لها فزيه أمث عليهم وللك
Terjemahnya :
“Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi sehingga
mereka dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang sebelum
13
Marpaung. 2002. Pengetahuan Kepariwisataan. Bandung : Alfabeta. h.78
15
mereka; Allah telah menimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir
akan menerima (akibat-akibat) seperti itu.”14
1. Wisata Syariah
Istilah pariwisata syariah memang istilah baru dalam dunia pariwisata.
Beberapa istilah lain yang bermakna senada antara lain Islamic Tourism, Halal
Friendly Tourism Destination, Halal Travel, Muslim-Friendly Travel
Destinations, atau halal lifestyle. Wisata syariah mengandung konsep yang lebih
luas, yaitu pariwisata yang keseluruhan aspeknya tidak bertentangan dengan
syariah.15
Dalam industri pariwisata terdapat banyak aspek dan pelaku yang terlibat,
misalnya hotel dan akomodasi, makanan dan minuman, transportasi, fasilitas
ibadah, dan tentu obyek wisata itu sendiri. Seluruh aspek ini haruslah tidak
bertentangan dengan syariah, sederhananya halal dan toyyib. Obyek dari wisata
syariah tidak harus tempat-tempat atau khazanah budaya Islam, tetapi dapat apa
saja yang menarik sepanjang tidak melanggar ketentuan syariah.
Pantai, gunung, gua, mainan, bahkan budaya lokal dapat saja menjadi
destinasi wisata ini. Indonesia sangat kaya dengan destinasi yang menarik dan
telah dikenal secara internasional. Wisatawan muslim merupakan segmen baru
yang sedang berkembang pesat dalam industri pariwisata. Menjelajahi dunia
seperti wisatawan lain dengan tidak mengorbankan kebutuhan dasar mereka
14
Pimpinan Pusat Muhammadiyah. 2015. Mushaf Al-qur’an Al-Karim dan Terjemahan,
QS. Muhammad : 10. Yogyakarta. Gramasurya. h507 15
Ediwarsyah. 1987. Pengaruh Pengembangan Obyek Pariwisata Terhadap Pendapatan
Masyarakat di Lingkungan Objek Pariwisata : Tesis Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM
Yogyakarta. h16
16
berupa pemenuhan makanan halal dan kemudahan pelaksanaan ibadahnya berupa
shalat.
Indonesia has a much tourism area, which is visited by both domestic and
foreign tourist, are often equipped with facilities for entertainment that are not
accorded to social norms and clash with religion norms. While Indonesia is the
largest Moslem country in the world with 85 pecent people are Moslem.16
Secara
umum pariwisata syariah dan pariwisata konvensional tidak beda, hanya
kebutuhan terhadap paket wisata, akomodasi, makanan dan minuman memenuhi
ketentuan nilai-nilai Islam di mana hal ini dapat juga dinikmati oleh semua
kalangan karena secara generic tidak berbeda telah mengumpulkan pendapat para
pakar dalam mendefinisikan pariwisata syari‟ah.
Obyek dalam pariwisata syariah dapat berupa: wisata alam, wisata budaya,
wisata buatan yang dibingkai dalam nilai-nilai Islam. Adanya nilai-nilai Islam
yang melekat tersebut menjadikan para wisatawan dalam melakukan kegiatan
wisata disamping memperoleh kesenangan yang bersifat duniawi, juga
mendapatkan kesenangan yang sejalan dengan nilai-nilai yang selaras dan seiring
dengan tujuan dijalankannya syariah, yaitu memelihara kesejahteraan manusia
yang mencakup perlindungan terhadap keimanan, kehidupan, akal, keturunan, dan
harta benda.17
16
Hurriah Ali Hasan. 2019. Humanities & Social Sciences.
https://scholar.google.co.id/scholar/q=related:O_Idaafw0vEJ:scholar.google.com/&hl=id&as_sdt=
0,5 Diakses pada 03 Juni 2020 17
Ediwarsyah. 1987. Pengaruh Pengembangan Obyek Pariwisata Terhadap Pendapatan
Masyarakat di Lingkungan Objek Pariwisata : Tesis Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM
Yogyakarta. h71
17
Dengan demikian, dalam pariwisata syariah meletakan prinsip yang ada
harus didasarkan pada tujuan untuk meningkatkan semangat keberagaman dengan
cara yang menghibur. Keadaan tersebut menjadi sangat berbeda manakala
wisatawan melakukan kegiatan wisata yang konvensional maupun wisata religi.
2. Persepsi Orang Terhadap Objek Wisata Syariah
Persepsi pengunjung adalah penilaian atau pandangan pengunjung
terhadap sesuatu. Suatu objek wisata harus meningkatkan kualitas objek menjadi
lebih baik guna mendapat persepsi positif. Persepsi dalam dunia pariwisata
merupakan pendapat atau cara pandang pengunjung maupun wisatawan dalam
memahami suatu destinasi wisata.
Dalam industri pariwisata setiap wisatawan memiliki kepribadian masing-
masing sehingga melihat fenomena yang ada, mereka memiliki persepsi masing-
masing. Persepsi wisatawan merupakan salah satu hal yang penting dalam
pengembangan suatu destinasi pariwisata. Mengenai apa yang diminati, diingini,
dan diharapkan oleh pengunjung ke suatu destinasi menjadi amat penting artinya
dalam kaitan dengan pemasaran objek wisata.
Banyak masyarakat yang mengira bahwa wisata syariah sama dengan
wisata religi. Perlu digaris bawahi bahwa wisata syariah berbeda dengan wisata
religi. Wisata religi contohnya seperti ziarah ke makam para Nabi dan juga
umroh. Sedangkan, wisata syariah tidak hanya mengedepankan objek tujuan para
wisatawan, tetapi tempat wisata syariah tersebut harus dibuat standarisasinya
sesuai dengan kaidah Islam. Misalnya, para pengunjung dilarang membawa
minuman beralkohol, menyediakan fasilias untuk beribadah sehingga layak dan
18
nyaman untuk bersuci, menyediakan makanan dan minuman halal, menetapkan
batas muhrim yang jelas dan tidak ada suasana hiburan maksiat.18
a. Minuman Beralkohol
Berdasarkan pemaparan di atas bahwa minuman beralkohol itu
hukumnya haram sehingga tidak dapat dibawa masuk ke dalam kawasan
wisata syariah. Ada banyak jenis minuman beralkohol yang beredar di
kalangan masyarakat termasuk minuman keras tradisional maupun
minuman keras buatan pabrik. Apapun jenis minuman keras tersebut,
semua minuman yang mengandung alkohol adalah haram dan tidak di
perbolehkan dikonsumsi oleh umat Islam. Islam dengan jelas melarang
minuman beralkohol dan ini telah disebutkan dalam Alquran dan Hadits
secara nyata, Allah SWT melarang mengkomsumsi minuman beralkohol
karena minuman ini dapat mendatangkan mudharat atau keburukan bagi
seseorang yang mengkonsumsinya. Yang dapat menjadi alasan mengapa
minuman ini diharamkan yaitu merusak kesehatan, menghilangkan
kesadaran, menyebabkan kecanduan, merusak akhlak dan menurunkan
produktivitas. Masih banyak alasan yang mendasari mengapa alkohol
dilarang dalam Islam. Minuman halal sendiri pada dasarnya dapat dibagi
menjadi 4 bagian. Pertama, semua jenis air atau cairan yang tidak
membahayakan bagi kehidupan manusia, baik membahayakan dari segi
jasmani, akal, jiwa, maupun akidah. Kedua, air dan cairan yang tidak
memabukkan walaupun sebelumnya pernah memabukkan seperti arak
18
Hasanuddin. 2010. Pembangunan dan Konflik Kepariwisataan. Padang : Andalas
University Press. h90
19
yang berubah menjadi cuka. Ketiga, air dan cairan itu bukan berupa benda
najis atau benda suci yang terkena najis. Keempat, air dan cairan yang suci
itu didapatkan dengan cara-cara yang halal yang tidak bertentangan
dengan ajaran agama Islam.
b. Fasilitas untuk beribadah
Secara definisi tempat ibadah merupakan sebuah tempat yang
digunakan oleh umat beragama untuk beribadah menurut ajaran agama
atau kepercayaan masing-masing. Tiap-tiap tempat ibadah untuk masing-
masing agama adalah fasilitas umum yang khusus untuk masing-
masing agama. Tempat ibadah umat Muslim adalah Masjid, Masjid
bukanlah fasilitas umum untuk bagi siapa saja yang boleh melaksanakan
ibadah di dalam Masjid. Fasilitas untuk beribadah yang paling diutamakan
mulai dari tempat mengambil wudhu, mihrab, toilet, parkir, mimbar,
kantor sekretariatan masjid dan perlengkapan Shalat.
c. Makanan halal
Halal artinya boleh, jadi makanan yang halal ialah yang dibolehkan
untuk dikonsumsi. Pada dasarnya makanan itu adalah baik dan halal
untuk dikonsumsi, asalkan sesuai dengan syarat dan ketentuannya.
Makanan halal adalah tidak mendekatkan kita pada syaitan atau
bukan untuk hal yang tidak diridhoi Allah. Allah berfirman dalam :
ا في ال بعىا خطىات الشيطان يا أيها الىاس كلىا مم رض حلالا طيبا ولا تت
بيه ﴿ ﴾٦١إوه لكم عدو م
Terjemahannya :
20
”Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan;
karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”19
Adapun tafsir ayat di atas menurut Quraish Shihab yaitu bahwa
manusia diingatkan untuk memakan makanan yang Tuhan ciptakan di
bumi dari segala yang halal dan yang baik yang disukai manusia. Manusia
dilarang mengikti jejak langkah setan yang merayu untuk memakan yang
haram. Karena sesungguhnya kita telah mengetahui permusuhan dan
kejahatan-kejahatan setan.20
d. Menetapkan batas muhrim
Kata muhrim artinya orang yang berihram dalam ibadah haji sebelum
bertahallul. Istilah muhrim yang sering diucapkan masyarakat Indonesia
pada umumnya biasa dipakai oleh orang yang sedang melakukan ihram
dalam ibadah haji dan umrah juga berarti bahwa mereka yang memakai
pakaian ihram dilarang melakukan perbuatan tertentu. Seperti melakukan
hubungan suami istri, melangsungkan perkawinan, membunuh binatang
dan larangan lain selama proses haji atau umrah berlangsung.
e. Tidak ada suasana maksiat
Maksiat merupakan tindakan manusia yang melanggar hukum moral
yang bertentangan dengan perintah Allah, menurut ajaran Islam orang
yang semacam ini lebih dihindari binatang, karena ia diberikan mata Allah
namun tidak digunakan untuk melihat ayat-ayat Allah. Kerugian bagi
manusia yang melakukan maksiat yaitu menjadi penghalang untuk mem-
19
Depag RI. 2005. Alqur’an dan terjemahannya, QS. Al-Baqarah: 168. Bandung: Syamil
Al-Qur‟an. h25 20
https://tafsirku.com/2015/Tafsir-Quraish-Shihab.html, diakses pada 18 Desember 2019
21
peroleh ilmu pengetahuan, terhalang ketaatan kepada Allah, meyebabkan
seseorang menjadi hina, hilangnya rasa malu, mendapat akhir hidup yang
buruk, hati menjadi keras, menghilangkan berkah, membuat hati menjadi
sempit, mendapatkan laknat dan siksa Allah di akhirat .
Terjemahnya:
“Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali
jika bersama mahramnya.” (HR. Bukhari, no. 5233). 21
Kurangnya pemahaman dan persepsi-persepsi masyarakat tentang wisata
syariah yang terkadang salah mengartikan wisata syariah tersebut bisa saja
berpengaruh terhadap minat berkunjung para wisatawan, ada dua kemungkinan
yang akan berpengaruh dengan kurangnya pemahaman wisata syariah
membuat mereka semakin berminat untuk mengetahui bagaimana wisata
syariah atau akan sebaliknya.
3. Kesiapan Masyarakat Lokal
Kesiapan atau readiness menurut Jamies Dreaver dalam Slameto adalah
Preparedness to respond or react. Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi
respon atau bereaksi. Kesiapan merupakan segenap sifat atau kekuatan yang
membuat seseorang dapat bereaksi dengan cara tertentu. Kesiapan adalah
keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberi respon atau
jawaban dengan cara tertentu terhadap suatu situasi.” Kemampuan dan kesediaan
ini merupakan gambaran dari sikap mental yang banyak dipengaruhi oleh faktor
21
Az-Zabidi, Imam. 2018. Mukhtasar Shahih Bukhari. Indoenesia : Ummul Quro. h71
22
pengalaman yang diperoleh dari hasil belajar dan kematangan maturity. Akan
tetapi kematangan yang dijelaskan oleh Slameto bukanlah suatu kondisi fisik.
Kesiapan dapat dituangkan dalam prinsip-prinsip kesiapan meliputi :
a. Semua aspek perkembangan berinteraksi.
b. Pengalaman seseorang mempengaruhi pertumbuhan fisiologi individu.
c. Pengalaman-pengalaman mempunyai efek komulatif dalam perkembangan
fungsi kepribadian individu, baik jasmani maupun rohani.
d. Kesiapan dasar untuk kegiatan tertentu terbentuk pada diri sesorang
merupakan masa perkembangan pribadinya.
Kesiapan seseorang dipengaruhi beberapa faktor internal, di antarnya
faktor usia, sikap mental, pola pikir, wawasan, pengetahuan dan pengalaman-
pengalaman yang diperoleh dari hasil proses belajar, baik di sekolah maupun
masyarakat. Selain itu faktor-faktor eksternal diantaranya lingkungan dan kultur
yang meliputi latar belakang ekonomi, sosial budaya, keluarga, dan lingkungan
juga cenderung dapat mempengaruhi kesiapan seseorang.
Jadi, kesiapan merupakan suatu keadaan yang mendorong seseorang
secara keseluruhan untuk melakukan reaksi (pekerjaan) secara fisik, mental,
pengetahuan maupun denagn keterampilan. Dalam hal ini yang mempengaruhi
kesiapan seseorang adalah kematangan, perkembangan, keterampilan berpikir dan
adanya motif.
Kesiapan menurut kamus psikologi adalah “tingkat perkembangan dari
kematangan atau kedewasaan yang menguntungkan untuk mempraktekkan
23
sesuatu.”22
Menurut Slameto “kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang atau
individu yang membuatnya siap untuk memberikan respon atau jawaban di dalam
cara tertentu terhadap suatu situasi dan kondisi yang dihadapi”.23
Dalyono juga
mengartikan „kesiapan adalah kemampuan yang cukup baik fisik maupun mental.
Kesiapan fisik berarti tenaga yang cukup dan kesehatan yang baik, sementara
kesiapan mental berarti memiliki minat dan motivasi yang cukup untuk
melakukan suatu kegiatan”.24
Menurut Oemar Hamalik “kesiapan adalah
tingkatan atau keadaan yang harus dicapai dalam proses perkembangan
perorangan pada tingkatan pertumbuhan mental, fisik, sosial dan emosional”.25
Berdasarkan beberapa pengertian di atas peneliti dapat menyimpulkan
mengenai pengertian kesiapan. Kesiapan adalah keseluruh kondisi seseorang atau
individu untuk menanggapi dan mempraktekkan suatu kegiatan yang mana sikap
tersebut memuat mental, keterampilan dan sikap yang harus dimiliki dan
dipersiapkan sebelum melakukan tindakan tertentu.
Pengertian masyarakat dalam suatu perkembangan daerah, masyarakat
bisa dibagi menjadi dua bagian yaitu masyarakat maju dan masyarakat sederhana.
Masyarakat maju adalah masyarakat yang memiliki pola pikir untuk kehidupan
yang akan dicapainya dengan kebersamaan meskipun berbeda golongan.
Sedangkan masyarakat sederhana adalah sekumpulan masyarakat yang
22
Chaplin, J.P. 2006. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. h
419 23
Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka
Cipta.h25 24
Dalyono, M. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.hlm. 52 25
Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Sinar Grafika hlm. 94
24
mempunyai pola pikir yang primitif, yang hanya membedakan antara laki-laki dan
perempuan saja.
Masyarakat adalah sejumlah manusia yang merupakan satu kesatuan
golongan yang berhubungan tetap dan mempunyai kepentingan yang sama.
Masyarakat yang sesungguhnya adalah sekumpulan orang yang telah memiliki
hukum adat, norma-norma dan berbagai peraturan yang siap untuk ditaati. Pada
hakekatnya, versi terjemahan apapun yang dipakai, ternyata rujukan berpijaknya
bertemu pada pemahaman konseptual yang sama.
Masyarakat mempunyai arti sekumpulan orang yang terdiri dari berbagai
kalangan dan tinggal didalam satu wilayah, kalangan bisa terdiri dari kalangan
orang mampu hingga orang yang tidak mampu. Seperti; sekolah, keluarga,
perkumpulan, Negara semua adalah masyarakat. Masyarakat Sipil (Civil Society),
banyak diterjemahkan dengan berbagai macam makna. Civil Society sebagai
wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan, antara lain;
kesukarelaan (voluntary), kesewasembadaan (self generating), dan keswadayaan
(self supporting), kemandirian tinggi berhadapan dengan negara, dan keterikatan
dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya.
Pada dasarnya istilah manapun yang dipakai tidak menjadi soal sepanjang
kita memiliki perspektif, sudut pandang dan pemahaman konseptual yang sama
menurut makna istilah yang digunakan. Dalam ilmu sosiologi kita kita mengenal
ada dua macam masyarakat, yaitu masyarakat paguyuban dan masyarakat
petambayan. Masyarakat paguyuban terdapat hubungan pribadi antara anggota-
25
anggota yang menimbulkan suatu ikatan batin antara mereka. Kalau pada
masyarakat patambayan terdapat hubungan pamrih antara anggota-anggotanya.
Unsur-unsur suatu masyarakat:
a. Harus ada perkumpulan manusia dan harus banyak
b. Telah bertempat tinggal dalam waktu lama disuatu daerah tertentu.
c. Adanya aturan atau undang-undang yang mengatur masyarakat untuk
menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.
Masyarakat setempat atau masyarakat lokal adalah penduduk Indonesia
yang sebagian besar tinggal di pedesaan dan berada di sekitar kawasan hutan,
umumnya memiliki pengalaman hidup dan kearifan tradisional dalam mengelola
sumberdaya alam sekaligus dalam mendefenisikan kearifan tradisional sebagai
pengetahuan kebudayaan yang dimiliki suatu masyarakat tertentu yang mencakup
sejumlah pegetahuan kebudayaan yang berkenaan model-model pemnafaatan dan
pengelolaaan sumberdaya alam secara lestari.26
4. Kehidupan Masyarakat Wisata
Masyarakat setempat biasanya melihat pariwisata sebagai faktor budaya
dan pekerjaan. Yang penting bagi masyarakat setempat, adalah efek dari interaksi
antara sejumlah besar pengunjung internasioan dan penduduk. Efek ini mungkin
akan bermanfaat atau berbahaya atau juga bisa keduanya.
Pariwisata adalah fenomena kemasyarakatan yang menyangkut manusia,
masyarakat, kelompok, organisasi, kebudayaan dan sebagainya. Kajian sosial
terhadap kepariwisataan belum begitu lama, hal ini disebabkan pada awalnya
26
https://www.e-jurnal.com/2013/12/pengertian-masyarakat-dalapandangan.html, (diakses
pada tanggal 29 November 2019)
26
pariwisata lebih dipandang sebagai kegiatan ekonomi dan tujuan pengembangan
kepariwisataan adalah untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, baik untuk
pemerintah maupun masyarakat karena kepariwisataan menyangkut manuisa dan
masyarakat maka kepariwisataan dalam laju pembangunan tidak dapat dilepaskan
dari pengaruh aspek sosial. Karena makin disadari bahwa pembangunan
kepariwisataan tanpa mempertimbangkan aspek sosial yang matang akan
membawa malapetaka bagi masyarakat, khususnya di daerah pariwisata.
Kepariwisataan adalah kegiatan yang secara langsung menyentuh dan
melibatkan masyarakat setempat. Dampak pariwisata terhadap masyarakat
seringkali dilihat dari hubungan antara masyarakat lokal dengan wisatawan yang
menyebabkan terjadinya proses komoditisasi dan komersialisasi dari keramah-
tamahan masyarakat lokal.27
Pada mulanya wisatawan diterima dengan baik dengan penuh harapan
wisatawan akan membawa perkembangan bagi daerahnya. Dengan meningkatnya
jumlah kunjungan maka sebagian masyarakat lokal mulai menyediakan berbagai
fasilitas yang memang khusus dipersiapkan dan diperuntukkan bagi wisatawan.
Hubungan-hubungan pariwisata mulai terjadi antara wisatawan dengan usaha
pariwisata, wisatawan dengan masyarakat lokal. Hubungan atau interaksi
umumnya tidak setara, pada umumnya masyarakat lokal lebih inferior, wisatawan
lebih kaya, lebih berpendidikan dan dalam suasana berlibur.28
Dalam hubungan dengan evolusi sikap masyarakat terhadap wisatawan,
Doxey mengembangkan sebuah kerangka teori yang disebut IRRITATION INDEX
27
Pitana, I G. dan Gayatri, P G. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Penerbit Andi.
h83 28
Ibid. h82
27
(IRRINDEX) yang menggambarkan perubahan sikap masyarakat terhadap
wisatawan secara linier. Sikap yang mula-mula positif berubah menjadi semakin
negatif seiring dengan pertumbuhan wisatawan.29
Ada beberapa tahapan-tahapan sikap mayarakat lokal terhadap wisatawan
yaitu :
a. Euphoria; kedatangan wisatawan diterima dengan baik dengan berbagai
harapan.
b. Apathy; masyarakat menerima wisatawan sebagai sesuatu yang lumrah
dan hubungan antara masyarakat dengan wisatawan mulai berjalan dalam
bentuk hubungan komersial.
c. Annoyance; titik kejenuhan sudah hampir dicapai dan masyarakat mulai
merasa terganggu dengan kehadiran wisatawan.
d. Antagonism; masyarakat secara terbuka sudah menunjukkan ketidak
seangannya dan melihat wistawan sebagai sumbu masalah.
e. Xenophobia; adanya perubahan lingkungan yang diakibatkan pariwisata
masyarakat menjadi tidak ramah diakibatkan oleh adanya perubahan.
Sikap masyarakat lokal terhadap wisatawan tersebut di atas tentunya
dibutuhkan suatu penyesuian dan penelitian yang mendalam terhadap masyarakat
di kawasan Tanjung Bira. Penelitian agar memberikan gambaran bagi pengambil
keputusan dalam mengambil tindakan dan penyeseuaian terhadap gejala-gejala
yang muncul baik positif maupun negtaif di tengah-tengah masyarakat.30
29
Ibid. h84 30
A.J Muljadi. 2012. Kepariwisataan dan perjalanan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
h34
28
Dalam upaya mencapai sasaran pembangunan kepariwisataan Indonesia
dan berdasarkan Rencana Repelita VII Pariwisata diperlukan suatu kebijakan dan
langkah-langkah yang harus dilaksanakan secara terus-menerus. Kebijakan
tersebut antara lain adalah :
a. Menjadikan pariwisata sebagai pengahsil devisa utama,
b. Menjadikan pariwisata nusantara sebagai pendorong pembangunan,
c. Meningkatkan ketangguhan periwisata nasional,
d. Meningkatkan sumber daya manusia
e. Meningkatkan kemitraan masyarakat, swasta, dan media masa,
Meningkatkan kerja sama lintas sektoral.
5. Kehidupan Religi
Religi bersifat kesatuan batin, orang segolongan merasa satu dengan
golongan seluruhnya dan tugas persekutuan adalah memelihara keseimbangan
lahir dan batin antara anggota dan lingkungan alam hidupnya. Kebahagiaan sosial
di dalam persekutuan akan tetap terjamin apabila keseimbangan itu dipelihara
dengan semestinya.
6. Dampak Ekonomi
Industri perjalanan dan pariwisata adalah industri individual terbesar di
dunia dan penyumbang terbesar bagi pembangunan ekonomi global. Di seluruh
dunia, industri yang berubah sangat cepat ini menghasilkan lebih dari 2,5 trilliun
dollar setiap tahunnya dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi 112 juta orang
lebih. Dalam artian pendapatan total, investasi dan lapangan pekerjaan, perjalanan
adalah juga industri yang tumbuh paling cepat.
29
Pariwisata merupakan salah satu sektor yang menyumbang pendapatan
cukup banyak dalam sebuah Negara. Dalam artian luas, pariwisata adalah bisnis
menyediakan informasi, transportasi, akomodasi dan pelayanan lainnya bagi para
wisatawan. Industri perjalanan dan pariwisata terbentuk dari perusahaan yang
menyediakan pelayanan untuk semua tipe wisatawan, baik mereka yang
melakukan perjalanan untuk kepentingan bisnis atau untuk bersenang-senang.
Keuntungan pariwisata secara ekonomi tidak bisa diabaikan. Menurut
Persatuan Bangsa-Bangsa, pariwisata internasional naik tiga kali lipat 1967,
menyumbangkan 13 persen dari semua perdagangan luar negeri. Kurang lebih 15
persen dari pendapatan ini dibelanjakan di negara yang sedang membangun.
Keuntungan pariwisata secara ekonomi paling nyata terlihat dalam masalah
ketenagakerjaan. Pariwisata menyediakan pekerjaan bagi para karyawan hotel,
pemgemudi taksi, pemandu wisata, pekerja konstruksi, penghibur, karyawan
restoran,dan pekerja dalam bidang transportasi lainnya. Banyak dari pekerjaan
seperti ini tidak akan tersedia jika pariwisata tidak dikembangkan. 31
7. Interaksi Masyarakat dengan Pariwisata
Wisatawan yang mengunjungi suatu daerah tujuan wisata antara lain
didorong oleh keinginan atau motivasi untuk mengenal, mengetahui, atau
mempelajari daerah dan kebudayaan, kehidupan masyarakat lokal, keindahan
alam, berbagai jenis kuliner dan lain-lain. Selama berada di daerah tujuan wisata,
wisatawan pasti berinteraksi dengan masyarakat lokal, bukan saja dengan mereka
yang secara langsung melayani kebutuhan wisatawan melainkan juga dengan
31
Foster Dennis L. 2000. First Class An Introduction Travel & Tourism. Jakarta:PT Raja
Grafindo Persada. h.35
30
masyarakat luas. Apapun motivasi seseorang melakukan perjalanan wisata, maka
bagi seseorang atau kelompok wisatawan, perjalanan tersebut mempunyai
beberapa manfaat dan akibat antara lain :32
a. Perjalanan wisata memberikan stimulasi bagi penyegaran fisik dan mental
serta merupakan konpensasi terhadap berbagia hal yang melelahkan seperti
situasi yang sibuk, ketegangan, rutinitas yang mnejemukan, sehingga
melakukan perjalanan wisata merupakan konpenasasi terhadap
permasalahan-permasahan tersbut di atas.
b. Selama berada di daerah tujuan wisata, wisatawan berinteraksi dengan
masyarakat lokal. Hubungan antara wisatawan dengan masyarakat lokal
sangat dipengaruhi oleh sistem sosial budaya kedua belah pihak.
c. Hubungan wisatawan dengan masyarakat lokal bersifat sementara, ada
kendala ruang dan waktu, hubungan yang terjadi banyak yang bersifat
transaksi ekonomi yang tidak ada lain merupakan proses komersialisasi.
d. Pariwisata memberikan keuntungan sosial, ekonomi pada satu sisi tetapi di
sisi lain membawa ketergantungan dan ketimpangan sosial dan berbagai
masalah sosial. Pariwisata membawa berbagai peluang baru bagi
masyarakat dan mendorog berbagai bentuk perubahan sosial.
e. Munculnya kondidsi frustasi di tengah-tenagh masyarakat yang merasa
jadi obyek tetapi tidak merasa menikmati keuntungan dari pembangunan
kepariwisataan.
32
A.J Muljadi. 2012. Kepariwisataan dan Perjalanan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
h36
31
Di samping berbagai dampak yang dinilai positif, hampir semua diskusi
seminar tentang kepariwisataan juga banyak mengemukakan adanya berbagai
dampak yang tidak diharapkan (dampak negatif). Menilai dampak pariwisata
terhadap kehidupan masyarakat lokal membutuhkan pengkajian secara mendalam
di tengah-tengah masyarakat setempat dan berbgai aspek seperti sosial, ekonomi,
budaya dan lingkungan.
Aspek-aspek tersebut berpengaruh di tengah-tengah masyarakat yang satu
berbeda dengan masyarakat yang lain atau dampak terhadap kelompok sosial yang
satu belum tentu sama, bahkan bisa bertolak belakang dengan dampak terhadap
kelompok sosial yang lain. Namun sebagai gambaran dalam upaya mengurangi
dampak pariwisata terhadap masyarakat lokal dapat dikemukakan pendekatan
sebagai berikut :33
a. Berbagai perubahan sosial yang terjadi tidak dapat sepenuhnya dipandang
sebagai dampak pariwisata semata-mata, mengingat pariwisata memiliki
sifat kegiatan multidimensional dan terjalin erat dengan berbagai kegiatan
lain yang mungkin pengaruhnya jauh sebelum pariwisata berkembang di
satu kota atau kabupaten.
b. Mengenai penilain positifi dan negatif tidak selalu sama bagi segenap
kelompok masyarakat, perlu melihat segmen-segmen yang ada atau
melihat berbagai interset grup mengingat dinamika masyarakat
berkembang dan berpengaruh pada ritme kehidupan sosial masyarakat.
33
Hasanuddin, 2010. Pembangunan dan Konflik Kepariwisataan. Padang :Andalas
University Press. Hal 190
32
c. Setiap daerah wisata mempunyai citra tertentu yang mengandung
keyakinan, kesan dan persepsi yang diterima wisatawan dan berbagai
sumber dari pihak lain atau dari instansinya sendiri.
d. Pariwisata adalah industri yang memiliki citra tersendiri dan berbasiskan
citra, karena citra atau kesan membawa calon wisatawan ke dunia simbol
dan makna. Citra juga akan memberikan kesan bahwa satu destinasi akan
memberikan suatu aktrasi yang berbeda dengan destinasi lainnya.Dari
waktu ke waktu, aspek sosial dalam pembangunan pariwisata semakin
mnendapat perhatian karena semakin meningkatnya kesadaran bahwa
pembangunan kepariwisataan tanpa pertimbangan yang matang dari aspek
sosial akan membawa malapetaka bagi masyarakat.
e. Secara umum bahwa pengembangan kepariwisataan semakin mendapat
perhatian, karena semakin meningkatnya kesadaran bahwa pembangunan
kepariwisataan tanpa pertimbangan yang matang dari aspek sosial akan
mempengaruhi bagi pariwisata itu sendiri.
f. Secara umum bahwa pengembangan kepariwisataan selalu terkait dengan
kreatifitas dan inovasi dalam berbagai bentuk kegiatan, karya masyarakat
yang dapat dimanfaatkan oleh wisatawan pada saat berkunjung ke satu
daerah wisata yang dapat menambah pengalaman perjalanan baru bagi
wistawan dan peningkatan berwirausaha bagi masyarakat.
Keberhasilan pariwisata di Tanjung Bira menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari keberhasilan pembangunan kepariwisataan di Kabupaten
Bulukumba secara menyeluruh. Namun demikian ada banyak masalah yang
33
mendasar dalam pembangunan kepariwisataan di kawasan wisata Tanjung Bira
yang mengancam keberlanjutan dari pembangunan itu sendiri.
Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain menyangkut aspek
lingkungan, sosial dan ekonomi. Dari aspek lingkungan, pemanfaatan sumber
daya alam sudah melampaui daya dukung, tampak jelas dapat dilihat antara lain,
pembangunan fisik yang mengikuti jalur jalan raya, berdirinya bangunan-
bangunan yang tidak selayaknya. Dari aspek ekonomi, manfaat pariwisata
terdistribusi secara tidak proporsioanal dan dalam beberapa kasus terjadi
marginalisasi terhadap masyarakat setempat. Masalah sosial yang juga menjadi
ancaman kepariwisataan.
Pada sifatnya, hubungan antara wisatawan dengan masyarakat dicirikan
oleh empat hal :34
a. Mereka berhubungan sementara (transitory realtionship), sehingga tidak
ada hubungan yang mendalam. Hubungan yang bersifat sementara dan
tidak berulang, sering menyebabkan mereka yang berhubungan tidak
memikirkan dampak di masa yang akan datang, sehingga jarang
memunculkan rasa saling percaya. Akibat lebih jauh, masing-masing pihak
mempunyai potensi untuk memeras dan saling membohongi. Ada kendala
ruang dan waktu yang menghambat hubungan.
b. Wisatawan umumnya berkunjung secara musiman dan tidak berulang.
Apalagi kenyataan bahwa fasilitas pariwisata umumnya hanya
terkonsentrasi pada tempat–tempat tertentu, maka wisatawan hanya
34
Hasanuddin, 2010. Pembangunan dan Konflik Kepariwisataan. Padang :Andalas
University Press. h91
34
berhubungan secara intensif dengan sebagian anggota masyarakat yang
secara langsung berhubungan dengan pelayanan terhadap wisatawan,
sedangkan masyarakat yang jauh dari fasilitas pariwisata berhubungan
dengan wisatawan secara kurang intensif.
c. Dalam Mass Tourism, tidak ada hubungan yang bersifat spontan antara
wisatawan dengan masyarakat lokal, melainkan sebagian besar diatur
dalam paket wisata yang ditangani oleh usaha pariwisata dengan jadwal
yang ketat.
d. Kegiatan pariwisata adalah kegiatan ekonomi, yang berarti bahwa
masyarakat lokal bekerja pada pariwisata adalah untuk kepentingan
ekonomi atau mendapatkan penghidupan. Dengan demikan, interaksi yang
terjadi antara wisatawan dengan masyarakat lokal lebih banyak bersifat
transaksi ekonomi. Hubungan yang semula didasarkan atas keramahan-
keramahan tradisional, dalam pariwisata telah berubah menjadi keramah-
tamahan yang dikomersilkan.
e. Hubungan atau interaksi umumnya bersifat tidak setara, pada umumnya
masyarakat lokal merasa inferior. Wisatawan lebih kaya, lebih
berpendidikan, dan dalam suasana berlibur, sedangkan masyrakat lokal
dalam suasana melakukan pekerjaan, penuh kewajiban dan mengharapkan
uang wisatawan. Posisi yang tidak seimbang ini menyebabkan terjadinya
hubungan eksploitatif, atau inferior-inferior.
C. Hipotesis
35
Berdasarkan teori di atas maka hipotesis dalam penelitian ini sebagai
berikut :
H1 = diduga ada pengaruh persepsi masyarakat terhadap penerapan wisata
syariah di kawasan Tanjung Bira.
H2 = diduga ada pengaruh kesiapan masyarakat lokal terhadap penerapan
wisata syariah di kawasan Tanjung Bira.
H3 = diduga ada pengaruh persepsi dan kesiapan masyarakat lokal secara
simultan terhadap penerapan wisata syariah di kawasan Tanjung Bira.
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Ditinjau dari cara
perolehan datanya, penelitian ini menggunakan metode expost facto karena data
yang dibutuhkan telah tersedia tanpa harus memberikan perlakuan sehingga
peneliti langsung melakukan pengumpulan data dilapangan.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kawasan wisata Tanjung Bira, Kecamatan
Bontobahari Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan di tahun 2020,
tepatnya pada tanggal 08 Februari 2020 – 08 April 2020.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari: obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya, jadi populasi bukan hanya
orang tetapi juga obyek dan benda alam lainnya.35
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat lokal yang beraktivitas
di kawasan Tanjung Bira. Data yang diperoleh dari pengawas kawasan wisata di
Tanjung Bira menyebut jumlah masyarakat lokal yang beraktifitas adalah ± 150
orang.
2. Sampel penelitian
35
Sugiyono, Metode penelitian Bisnis (Pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R & D.
(Bandung : Alfabeta 2014) h. 230-232
37
Dalam melakukan penelitian pada suatu populasi, kita sering
menggunakan sampel untuk mewakili populasi tersebut. Hal ini dikarenakan
penelitian dengan menggunakan jumlah populasi secara keseluruhan akan
memakan waktu yang lama dan biaya yang sangat besar.
Secara definisi, populasi dapat diartikan sebagai jumlah dari keseluruhan
obyek yang ingin diteliti karakteristiknya. Sedangkan Sampel adalah sebagian dari
populasi yang ingin diteliti karakteristiknya. Sample tersebut dianggap dapat
mewakili keseluruhan populasinya. Jadi pada dasarnya, jumlah Sampel akan lebih
sedikit dari jumlah populasinya.36
Namun dalam penelitian ini karena jumlah
populasi terbatas yaitu hanya 150 orang, maka semua populasi akan diteliti, dalam
arti tidak digunakan sampel.
D. Variabel Penelitian
Terdapat dua variabel dalam penelitian ini yaitu dua variabel bebas
(X) dan satu variabel terikat (Y) dengan rincian yaitu X1 adalah persepsi
masyarakat lokal, X2 adalah kesiapan masyarakat lokal dan variabel Y adalah
penerapan wisata syariah di Tanjung Bira.
E. Definisi Operasional Variabel
Untuk menghindari adanya kesalahan dalam penafsiran tentang
variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini, maka peneliti
membatasi pengertian dari variabel-variabel tersebut:
a. Persepsi masyarakat adalah pendapat atau tanggapan masyarakat terhadap
wisata syariah di kawasan Tanjung Bira.
36
Wiratna Sujarweni, mendapakan sampel untuk mewakili populasinya, 2014. H.16
38
b. Kesiapan masyarakat adalah kecenderungan atau keinginan hati atau
reaksi orang-orang untuk menerapkan wisata syariah di lokasi wisata
Tanjung Bira.
c. Masyarakat lokal adalah kumpulan orang-orang yang bermukim dan
beraktifitas di kawasan Tanjung Bira.
d. Wisata syariah adalah standarisasi wisata yang mengedapankan nilai-nilai
dan kaidah Islam.
F. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menurut cara memperolehnya
dengan melakukan pengumpulan data primer. Data primer yang didapatkan
peneliti menggunakan angket atau kuesioner. Kuesioner merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya,
kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu
dengan pasti variabel yang akan diukur dan apa yang bisa diharapkan dari
responden.37
Metode ini dilakukan dengan cara memberi sejumlah pertanyaan
atau pernyataan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian kepada konsumen
sebagai sampel penelitian sehingga memperoleh data yang akurat.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini dalam bentuk angket. Berikut adalah tabel
angket yang dimaksud :
37
Sugiyono, Metode penelitian Bisnis (Pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R & D.
(Bandung : Alfabeta 2014) h. 91
39
Tabel 3.1
Contoh Tabel Angket
No. Pernyataan S SS N TS STS
H. Skala Pengukuran
Variabel yang ada pada penelitian ini adalah persepsi dan kesiapan
masyarakat tentang wisata syariah dan pengaruhnya terhadap penerapan wisata
syariah. Variabel-variabel dalam penelitian ini diukur menggunakan skala likert
yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang
atau sekelompok orang tentang fenomena social.38
Dengan skala likert maka
variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Jawaban setiap
item instrumen yang menggunakan skala likert yang dapat berupa kata-kata yaitu :
1. Sangat Setuju
2. Setuju
3. Netral
4. Tidak Setuju
5. Sangat Tidak Setuju
Dalam skala likert setiap jawaban diberi bobot teretentu yaitu:
Tabel 3.2
Skala Likert
38
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Bisnis. (Pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R &
D). Bandung : Alfabeta. h. 282
40
No. Alternatif Jawaban Skor
1 Sangat Setuju (SS) 5
2 Setuju (S) 4
3 Netral (N) 3
4 Kurang Setuju (KS) 2
5 Sangat Tidak Setuju (STS) 1
I. Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui pengaruh persepsi konsumen tentang wisata syariah
dan minat berkunjung di lokasi wisata Tanjung Bira, maka digunakan analisis
statistika.
1. Uji Validiti dan Reliabiliti
a. Uji validitas adalah kebenaran instrument penelitian yang digunakan
untuk menguji apakah pertanyaan pada kuesioner tersebut benar atau
tidak. Perhitungan ini dilakukan dengan bantuan computer program
SPSS (Statistical Package For Social Science). Untuk menetukan
nomor-nomor item yang valid dan tidak valid, dikonsultasikan dengan
table product moment. Kriteria penilaian uji validitas adalah :
Apabila rhitung > rtabel pada taraf signifikansi α = 0,05 maka dapat
dikatakan item kuesioner tersebut valid.
Apabila rhitung < rtabel pada taraf signifikansi α = 0,05, maka dapat
dikatakan item kuesioner tersebut tidak valid.
b. Uji Realibilitas
Selanjutnya uji realibilitas adalah menguji data yang diperoleh sebagai
dari jawaban kuesioner yang telah dibagikan. Jika kuesioner tesebut
41
itu handal atau realible. Dikatakan handal atau realible jika jawaban
seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu
ke waktu. Untuk mengukur reliabilitas menggunakan uji statistik
cronbach alpha. Suatu variable dikatakan realible jika rhitung > rtabel
maka pada taraf signifikansi α = 0,6. Adapun ukuran kemantapan
alpha dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
a) Nilai alpha Cronbach 0.00 s.d 0.20, berarti kurang reliable.
b) Nilai alpha Cronbach 0.21 s.d 0.40, berarti agak reliable.
c) Nilai alpha Cronbach 0.42 s.d 0.60, berarti cukup reliable.
d) Nilai alpha Cronbach 0.61 s.d 0.80, berarti reliable.
e) Nilai alpha Cronbach 0.81 s.d 1.00, berarti sangat reliable.
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan untuk
menilai sebaran data pada sebuah kelompok data atau variabel, apakah
sebaran data tersebut berdistribusi normal ataukah tidak.
b. Uji Heteroskedastisitas adalah uji yang menilai apakah ada
ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada
model regresi linear. Uji ini merupakan salah satu dari uji asumsi
klasik yang harus dilakukan pada regresi linear. Apabila asumsi
heteroskedastisitas tidak terpenuhi, maka model regresi dinyatakan
tidak valid sebagai alat peramalan.
3. Uji Hipotesis
42
a. Uji Regresi adalah uji yang menentukan hubungan sebab-akibat
antara satu variabel dengan variabel yang lain.
b. Uji t dikenal dengan uji parsial, yaitu untuk menguji bagaimana
pengaruh masing–masing variabel bebasnya secara sendiri-
sendiri terhadap variabel terikatnya.
c. Uji Simultan atau uji F dikenal dengan uji serentak, yaitu uji untuk
melihat bagaimanakah pengaruh semua variabel bebasnya secara
bersama-sama terhadap variabel terikatnya. Atau untuk menguji
apakah model regresi yang kita buat baik/signifikan atau tidak
baik/non signifikan.
d. Uji Determinan (R2) dapat dipakai untuk memprediksi seberapa
besar kontribusi pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel
terikat (Y) dengan syarat hasil uji F dalam analisis regresi
bernilai signifikan. Sebaliknya, jika hasil dalam uji F tidak
signifikan maka nilai koefisien determinasi (R2) ini tidak dapat
digunakan untuk memprediksi kontribusi pengaruh variabel X
terhadap Y.
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Pantai Tanjung Bira merupakan pantai berpasir putih yang sangat
terkenal di Provinsi Sulawesi Selatan. Pantai dengan keindahan serta
kenyamanannya membuat pantai ini terlihat bersih, rapi dan mempunyai air
yang jernih. Karena keindahan dan kenyamanannya tersebut, Tanjung Bira
terkenal di mancanegara. Banyak wisatawan asing dari berbagai negara sudah
menyambangi objek wisata ini untuk mengisi acara liburan mereka.
Keindahan Pantai Tanjung Bira tidak diragukan lagi, di dalam kawasan
pantai terlihat sangat bersih dan rapi serta tertata cukup baik. Pasir pantainya
yang berbeda dari pasir pantai lainnya membuat Tanjung Bira sangat nyaman.
Tekstur pasir yang lembut merupakan ciri dari Pantai Tanjung Bira. Pesona
pantai dengan panorama alam pesisir pantai tropis yang terletak di ujung
selatan Pulau Sulawesi. Pantai yang membujur dari sisi utara hingga selatan
ini tampak sangat memukau siapa saja yang datang berkunjung. Jajaran pohon
kelapa serta bukit karang yang tampak kokoh menjadikan pantai ini terlihat
nyaman. Di kawasan pantai Sulawesi ini, para wisatawan dapat menghabiskan
waktu liburnya dengan berenang, menyelam, snorkeling atau hanya sekedar
berjemur menikmati segarnya angin yang berhembus. Pada saat pagi atau
menjelang malam, wisatawan juga dapat melihat pesona matahari terbit dan
terbenam dalam satu lokasi. Sebatas mata memandang ke laut lepas,
44
wisatawan juga dapat menikmati keindahan Pulau Liukang dan Pulau
Kambing.
Terletak di ujung selatan pulau Sulawesi, tepatnya berada di
Kecamatan Bonto Bahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Akses
Pantai Tanjung Bira berjarak kurang lebih 40 Kilometer dari Bulukumba, atau
sekitar 200 Kilometer dari Makassar. Perjalanan dari Makassar ke Bulukumba
dapat ditempuh dengan transportasi umum seperti mobil pribadi yang
digunakan untuk angkutan umum dengan biaya sekitar Rp. 60.000,-/orang.
Setelah sampai di Bulukumba, perjalanan dilanjutkan ke Pantai Tanjung Bira
dengan menggunakan angkutan umum seperti mikrolet (pete-pete) dengan
biaya sekitar Rp. 10.000,-/orang. Waktu yang ditempuh dari Makassar sampai
ke Tanjung Bira sekitar 4 jam lamanya. Jika Wisatawan dari Bandara
Hasanuddin, dapat menggunakan transportasi umum seperti taksi langsung
menuju ke Terminal Malengkeri dengan biaya sekitar Rp. 50.000,-.
Sesampainya di terminal, perjalanan bisa dilanjutkan dengan menggunakan
bus tujuan Bulukumba atau langsung Tanjung Bira. Di Tanjung Bira,
transportasi umum hanya beroperasi sampai sore hari, jadi persiapkan waktu
Anda dengan matang. Biaya tiket masuk di kawasan Pantai Tanjung Bira
sekitar Rp. 10.000,-, serta fasilitas dan akomodasi di Tanjung Bira sangatlah
lengkap, seperti tempat persewaan perlengkapan menyelam, kamar mandi
yang nyaman, persewaan motor, dan pelabuhan kapal ferry yang digunakan
untuk mengantar para wisatawan yang ingin menyelam di pulau Selayar.
45
Untuk akomodasi penginapan tersedia villa, bungalow, dan hotel dengan tarif
yang relatif murah yang didukung dengan rumah makan ataupun restoran.
Ketersediaan fasilitas yang menunjang kegiatan wisata di kawasan
indah nan eksotis inilah yang membuat banyak wisatawan rela datang jauh-
jauh, baik domestik maupun asing. Keramahan masyarakat lokal di sekitar
kawasan wisata ini juga menjadi alasan wisatawan baik domestik maupun
asing betah berlama-lama menghabiskan waktu di tempat ini. Jarak rumah
penduduk sendiri dengan kawasan wisata Tanjung Bira terbilang cukup dekat
yaitu sekitar satu kilometer dan pada umumnya masyarakat lokal di kawasan
wisata berprofesi sebagai pelaut, pegawai negeri sipil, pengusaha dan
pengrajin sarung tenun Bira. Masyarakat lokal di kawasan wisata sendiri
terkenal dengan lingkungan yang kental dengan kegiatan-kegiatan ibadah dan
ketersediaan fasilitas ibadah yang cukup banyak berdiri dan aktif melakukan
kajian-kajian Islami serta latihan-latihan tartil Al-qur‟an.
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Deskripsi Responden
Responden yang diteliti dalam penelitian ini adalah masyarakat
lokal yang tinggal di kawasan wisata Tanjung Bira dan masyarakat yang
menjadi responden sebanyak 150 orang.
a. Responden berdasarkan jenis kelamin
Keadaan responden berdasarkan umur dapat didefinisikan dalam
tabel 4.1 sebagai berikut :
46
Tabel 4.1
Responden berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah Responden Persentase (%)
1. Laki-laki 81 54%
2. Perempuan 69 46%
Total 150 100%
Sumber : data diolah 2020
Berdasarkan tabel 4.1 jumlah responden laki-laki sebanyak 81 orang
(54,0%) dan responden perempuan sebanyak 69 orang (46,0%), ini menunjukkan
bahwa responden masyarakat lokal lebih banyak laki-laki.
b. Responden berdasarkan umur
Keadaan responden berdasarkan umur dapat di definisikan dalam
bentuk table 4.2 berikut :
Tabel 4.2
Responden berdasarkan Umur
No. Usia
(Tahun)
Jumlah Responden
(Orang)
Persentase
(%)
1. 13 – 20 54 36,1
2. 21 – 30 80 53,4
3. 31 – 40 6 4,1
4. 41 – 65 10 6,8
Total 150 100
Sumber : data diolah 2020
Dari tabel di atas, responden terdiri dari 150 masyarakat lokal dengan
ragam usia dimana responden terbanyak berada pada usia 21 sampai 30 tahun
yaitu sebanyak 80 responden.
2. Uji Deskripsi Variabel
47
Variabel penelitian ini terdiri dari variabel bebas yaitu Persepsi
Masyarakat Lokal (X1) dan Kesiapan Masyarakat Lokal (X2), dan variabel terikat
yaitu Penerapan Wisata Syariah (Y). Survey ini menggunakan skala pengukuran
dengan skala Likert dengan bobot tertinggi disetiap pertanyaan adalah 5 (lima)
dan bobot terendah adalah 1 (satu) dengan jumlah responden sebanyak 150 orang.
a. Deskripsi Variabel Persepsi Masyarakat Lokal (X1)
Adapun deskripsi data tanggapan Responden mengenai Persepsi
Masyarakat Lokal di kawasan Wisata di Tanjung Bira dapat dilihat pada tabel 4.3
sebagai berikut :
Tabel 4.3
Tanggapan Responden mengenai Persepsi Masyarakat Lokal (X1)
Pertanyaan Tingkat Jawaban Responden
Menerima
(S + SS)
Tidak
Menerima (KS + TS + STS)
F % F % Kawasan pantai harus dipisahkan antara laki-laki dan
perempuan
32 21,3 118 78,7
Kawasan Bira tidak boleh ada makanan haram 132 88 18 12,1
Pelayanan di objek pariwisata di Bira harus sesuai dengan
prinsip syariah
117 78 33 22
Masyarakat merasa nyaman jika wisata syraiah dapat
diterapkan di Bira
124 82,7 26 17,4
Lebih aman bila di Bira diberlakukan wisata syariah 119 79,3 31 40,7
Masyarakat harus mendukung bila di Bira diberlakukan
wisata syariah
119 79,3 31 40.7
Sumber : data diolah 2020
Dari table 4.3 di atas dapat diihat bahwa dari enam pertanyaan terkait
persepsi masyarakat lokal terhadap penerapan wisata syariah yang diajukan,
mayoritas responden (penduduk) pada umumnya setuju dengan adanya prinsip
wisata syariah diantaranya tidak boleh ada makanan haram di Bira, pelayanan
yang sesuai prinsip syariah akan lebih aman juga nyaman dan masyarakat
48
mendukung bila diberlakukan wisata syariah di Bira. Hanya satu yang tidak
sepenuhnya diterima responden yaitu pemisahan antara laki-laki dan perempuan
di kawasan pantai Bira.
b. Deskripsi Variabel Kesiapan (X2)
Adapun deskripsi data tanggapan Responden mengenai Kesiapan
Masyaralat Lokal di kawasan Wisata di Tanjung Bira dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut :
Tabel 4.4
Tanggapan Responden mengenai Kesiapan Masyarakat Lokal (X2)
Pertanyaan Tingkat Jawaban Responden
Menerima
(S + SS)
Tidak
Menerima
(KS+TS+ STS)
F % F % Punya kegiatan usaha di kawasan pantai Bira 56 37,3 94 62,6
Objek wisata Bira memberi kesempatan kepada
masyarakat melakukan kegiatan ekonomi
143 95,3 7 4,6
Kegiatan wisata Bira membantu ekonomi masyarakat
setempat
122 81,4 28 18,7
Bira tetap akan ramai dikunjungi bila Wisata syariah
diterapkan
39 26 111 74,1
Kawasan Bira tidak ada kegiatan hiburan yang tidak
sesuai aturan agama
135 90 15 10
Kawasan Bira harus melarang kegiatan hiburan yang
mendekati maksiat
118 78,7 32 21,4
Sumber : data diolah 2020
Deskripsi table 4.4 di atas menunjukkan bahwa dari enam pertanyaan yang
diajukan kepada responden terkait kesiapan dalam penerapan wisata syariah di
Bira mayoritas penduduk pada umumnya menyatakan siap terutama dalam
kegiatan ekonomi yang memberi kesempatan dan membantu pererkonomian
masyarakat setempat juga tidak ada kegiatan hiburan yang tidak sesuai aturan
agama sehingga masyarakat harus melarang adanya kegiatan hiburan yang
mendekati maksiat. Sementara untuk kepemilikan usaha ternyata banyak
49
masyarakat lokal yang belum memiliki usaha di Bira dan masyarakat tidak yakin
Bira akan tetap ramai bila wisata syariah diterapkan.
c. Deskripsi Variabel Penerapan (Y)
Adapun deskripsi data tanggapan Responden mengenai Persepsi
Masyarakat Lokal di kawasan Wisata di Tanjung Bira dapat dilihat pada tabel 4.5
sebagai berikut :
Tabel 4.5
Tanggapan responden terkait Penerapan Wisata Syariah
Pertanyaan Tingkat Jawaban Responden
Menerima
(S+SS)
Tidak Menerima
(KS+TS+STS)
F % F % Kawasan Bira sudah menyediakan makanan halal 128 85,4 22 14,7
Kawasan Bira sudah menyediakan fasilitas ibadah
yang memadai
118 78,7 32 21,4
Kawasan Bira sudah menyediakan penginapan
syariah
72 48 78 52
Penginapan di Bira harus melakukan pemeriksaan
terhadap tanda pengenal dan buku nikah pasangan
tamu yang datang
81 80,7 29 19,3
Kawasan Bira tidak boleh ada minuman beralkohol 125 83,4 25 16,6
Sumber : data diolah 2020
Dari tabel 4.5 di atas menunjukkan data lapangan bahwa ternyata Bira
secara tidak langsung sudah menerapkan konsep wisata syariah terlihat dari
tersedianya fasilitas ibadah yang memadai, makanan halal dan mayoritas
responden menolak adanya minuman beralkohol serta mengharuskan penginapan
melakukan pemeriksaan identitas pada tamu yang datang. Ini berarti secara
konsep, penerapan wisata syariah di Bira telah dilakukan meskipun belum tidak
resmi sebagai contoh penginapan berlabel syariah yang masih sangat kurang.
50
3. Uji Validitas dan Realibilitas
a. Uji Validitas
Tabel 4.6
Uji Validitas
Variabel Item R Hitung R Tabel Keterangan
Persepsi
Masyarakat
Lokal (X1)
P8 0, 575 0,1339 Valid
P9 0,395 0,1339 Valid
P13 0,693 0,1339 Valid
P14 0,723 0,1339 Valid
P15 0,836 0,1339 Valid
P16 0,762 0,1339 Valid
Kesiapan
Masyarakat
Lokal (X2)
P1 0,582 0,1339 Valid
P2 0,489 0,1339 Valid
P3 0,594 0,1339 Valid
P7 0,650 0,1339 Valid
P12 0,384 0,1339 Valid
P17 0,481 0,1339 Valid
Penerapan
Wisata
Syariah (Y)
P4 0,481 0,1339 Valid
P5 0,604 0,1339 Valid
P6 0,722 0,1339 Valid
P10 0,623 0,1339 Valid
P11 0,275 0,1339 Valid
Sumber : data diolah 2020
Tabel 4.6 diatas menunjukkan bahwa variabel persepsi dan kesiapan
masyarakat lokal serta penerapan wisata syariah dinyatakan valid. Hal ini
dibuktikan dengan diperolehnya nilai koefisien korelasi (rhitung) > 0,1339
sehingga dapat dikatakan bahwa keseluruhan item variabel penelitian adalah valid
untuk digunakan sebagai instrument dalam penelitian. Nilai rtabel yaitu 0,1339
diperoleh dari nilai rhitung dengan N= 150.
51
b. Uji Realibilitas
Hasil uji reliabilitas ditunjukkan pada tabel 4.5 sebagai
berikut:
Tabel 4.7
Uji Realibilitas
No. Variabel Cronbach‟s Alpha Keterangan
1. Persepsi (X1) 0, 726 Reliabel
2. Kesiapan (X2) 0,482 Reliabel
3. Penerapan (Y) 0,427 Reliabel
Sumber : data diolah 2020
Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat dilihat bahwa semua nilai cronbach‟s
alpha variabel Persepsi (X1) 0,726 dinyatakan reliabel, sementara untuk nilai
variabel Kesiapan 0,482 (X2) dan Penerapan (Y) 0,427 dinyatakan cukup reliabel.
Nilai cronbach‟s alpha yang reliable adalah antara 0,61-0,8, sementara daftar nilai
croanbach‟s alpha yang cukup reliabel adalah antara 0.42-0.60. Sebagaimana
dijelaskan sebagai berikut :
a) Nilai alpha Cronbach 0.00 s.d 0.20, berarti kurang reliable.
b) Nilai alpha Cronbach 0.21 s.d 0.40, berarti agak reliable.
c) Nilai alpha Cronbach 0.42 s.d 0.60, berarti cukup reliable.
d) Nilai alpha Cronbach 0.61 s.d 0.80, berarti reliable.
e) Nilai alpha Cronbach 0.81 s.d 1.00, berarti sangat reliable.
4. Uji Asumsi Klasik
52
a. Uji Normalitas
Gambar 4.1
Uji Normalitas
Sumber : data diolah 2020
Berdasarkan gambar 4.1 di atas dapat dilihat bahwa hasil pengujian
menunjukkan normalitas dimana grafik histogram memberikan pola distribusi
yang melenceng ke kanan yang artinya adalah data berdistibusi normal.
b. Uji Heteroskedastsitas
Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas pada suatu
model dapat dilihat dari pola gambar scatterplot model tersebut, tidak
dapat heteroskedastisidas jika :
1. Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola
2. Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0.
3. Titik-titik data mengumpul hanya di atas atau di bawah saja.
53
Gambar 4.2
Uji Heroskedastisitas
Sumber : data diolah 2020
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa titik-titik pada grafik scatterplot
tidak mempunyai pola penyebaran yang jelas dan titik-titik tersebut menyebar
di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini menunjukkan bahwa tidak
terdapat gangguan heteroskedastisitas pada model regresi.
5. Uji Hipotesis
a. Uji Regresi
Untuk lebih jelasnya akan disajikan hasil olahan data mengenai persamaan
regresi dibawah ini :
54
Tabel 4.8
Hasil Regresi
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 6.749 1.383 4.878 .000
Persepsi .271 .057 .360 4.787 .000
Kesiapan .309 .065 .360 4.787 .000
a. Dependent Variable: Penerapan Wisata Syariah
Sumber: data diolah 2020
Berdasarkan tabel 4.8 diatas dapat dianalisis model estimasi sebagai
berikut :
Y = α + bX1 + cX2 0 + e
Y = 6,749 + 0,271X1 + 0,309X2 + 1,383
Dimana :
Y = Penerapan Wisata Syariah
X1 = Persepsi masyarakat lokal
X2 = Kesiapan masyarakat lokal
a = Konstanta
b = Koefisien Variabel X
e = Nilai Kritis (Standar Error)
Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat dijelaskan bahwa persamaan tersebut
dapat diketahui nilai konstantanya sebesar 6,749. Secara matematis, nilai
konstanta ini menyatakan bahwa nilai konsisten variabel Penerapan wisata
syariah. Koefisien regresi X1 sebesar 0,271 dan X2 sebesar 0,309 menyatakan
bahwa setiap penambahan 1 poin nilai Persepsi (X1) dan Kesiapan (X2) maka
55
Penerapan (Y) wisata syariah akan bertambah 1 poin. Koefisien regresi tersebut
bernilai positif, sehingga dapat dikatakan bahwa arah hubungan pengaruh variabel
X1 dan X2 terhadap Y adalah positif.
b. Uji Parsial (Uji t)
Berdasarkan analisis data pada penelitian ini yang tergambar pada tabel
4.8 dapat diketahui bahwa Persepsi (X1) dan Kesiapan (X2) mempunyai pengaruh
yang Signifikan terhadap Penerapan (Y). Hal ini ditunjukkan dari hasil uji parsial
dimana thitung 4,878 dan ttabel 1,655. Maka secara parsial persepsi dan kesiapan
masyarakat lokal berpengaruh terhadap penerapan wisata syariah di Tanjung Bira
karena thitung > ttabel atau 4,878 > 1,655.
c. Uji Simultan (Uji F)
Tabel 4.9
Uji Simultan (Uji F)
ANOVAa
Model
Sum of
Squares Df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 426.584 2 213.292 48.169 .000b
Residual 650.909 147 4.428
Total 1077.493 149
a. Dependent Variable: Penerapan Wisata Syariah
b. Predictors: (Constant), Kesiapan, Persepsi
Sumber : data diolah 2020 Berdasarkan tabel 4.9 di atas dapat diketahui bahwa nilai Sig. adalah
sebesar 0,000. Karena nilai Sig. 0,000 < 0,05, dimana Ftabel = 3,50 dan Fhitung =
48,169, maka sesuai dengan dasar pengambilan keputusan dalam uji f dapat
disimpulkan bahwa hipotesis diterima atau dengan kata lain Persepsi (X1) dan
Kesiapan (X2) secara simultan berpengaruh terhadap Penerapan (Y). Karena F >
Ftabel atau 48,169 > 3,50.
56
d. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi merupakan besaran yang menunjukkan variasi
variabel bebas yang dapat dijelaskan oleh variabel independennya. Dengan kata
lain, koefisien determinasi ini digunakan untuk mengukur seberapa jauh variabel
bebas (Persepsi masyarakat lokal) dan (Kesiapan masyarakat lokal) dalam
menerangkan variabel terikatnya (Penerapan wisata syariah). Nilai koefisien
determinasi ditentukan dengan nilai R square sebagaimana dapat dilihat pada tabel
dibawah :
Tabel 4.10
Uji Koefisien Determinasi (R2)
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .629a .396 .388 2.10427
a. Predictors: (Constant), Kesiapan, Persepsi
b. Dependent Variable: Penerapan Wisata Syariah
Sumber: data diolah 2020
Berdasarkan hasil uji koefisien deteminasi pada tabel 4.10 diatas, nilai R2
(R Square) dari model regresi digunakan untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan variabel bebas dalam menerangkan variabel terikat. Dari tabel diatas
diketahui bahwa nilai R2 sebesar 0,396. Hal ini berarti bahwa 39,6% yang
menunjukkan bahwa persepsi dan kesiapan masyarakat dalam mempengaruhi
penerapan wisata syariah di Bira. Sisanya sebesar 60,4% dipengaruhi oleh
variabel lain yang belum atau tidak diteliti dalam penelitian ini.
C. Pembahasan
Terkait persepsi masyarakat lokal terhadap penerapan wisata syariah yang
diajukan, mayoritas responden (penduduk) pada umumnya setuju dengan
57
adanya prinsip wisata syariah diantaranya tidak boleh ada makanan haram di
Bira, pelayanan yang sesuai prinsip syariah akan lebih aman juga nyaman dan
masyarakat mendukung bila diberlakukan wisata syariah di Bira. Hanya satu
yang tidak sepenuhnya diterima responden yaitu pemisahan antara laki-laki
dan perempuan di kawasan pantai Bira.
Terkait kesiapan dalam penerapan wisata syariah di Bira mayoritas
penduduk pada umumnya menyatakan siap terutama dalam kegiatan ekonomi
yang memberi kesempatan dan membantu pererkonomian masyarakat
setempat juga tidak ada kegiatan hiburan yang tidak sesuai aturan agama
sehingga masyarakat harus melarang adanya kegiatan hiburan yang mendekati
maksiat. Sementara untuk kepemilikan usaha ternyata banyak masyarakat
lokal yang belum memiliki usaha di Bira dan masyarakat tidak yakin Bira
akan tetap ramai bila wisata syariah diterapkan.
Data lapangan menunjukkan bahwa ternyata Bira secara tidak langsung
sudah menerapkan konsep wisata syariah terlihat dari tersedianya fasilitas
ibadah yang memadai, makanan halal dan mayoritas responden menolak
adanya minuman beralkohol serta mengharuskan penginapan melakukan
pemeriksaan identitas pada tamu yang datang. Ini berarti secara konsep,
penerapan wisata syariah di Bira telah dilakukan meskipun belum tidak resmi
sebagai contoh penginapan berlabel syariah yang masih sangat kurang.
58
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil akhir dan pembahasan dalam penelitian ini, maka
didapatkan kesimpulan bahwa :
1. Persepsi masyarakat lokal terhadap penerapan wisata syariah di kawasan
wisata pada umumnya positif, masyarakat lokal pada umumnya setuju pada
konsep syariah diterapkan di kawasan wisata, hanya saja menolak beberapa
konsep syariah yang biasa diterapkan pada wisata seperti pemisahan antara
laki-laki dan perempuan di kawasan wisata terutama pantai.
2. Kesiapan masyarakat lokal terhadap penerapan wisata syariah juga pada
umumnya positif dan menyatakan siap dari berbagai aspek seperti kegiatan
ekonomi dan peluang ekonomi namun tidak begitu yakin bahwa kawasan
wisata Bira akan tetap ramai apabila diterapkan.
3. Penerapan wisata syariah sendiri secara konsep telah diberlakukan di kawasan
wisata Bira meskipun tidak secara resmi dilabelkan sebagai kawasan wisata
syariah, terlihat dari beberapa aktifitas wisata yang menyediakan makanan
halal dan pemeriksaan identitas tamu.
Dengan demikian, persepsi dan kesiapan masyarakat lokal disimpulkan
mempengaruhi penerapan wisata syariah di Tanjung Bira. Hanya saja meskipun
responden menyatakan setuju pada prinsip wisata syariah dan siap menerapkan
wisata syariah di Bira, tidak sepenuhnya prinsip dan konsep itu dapat disetujui
dan diyakini oleh responden.
59
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini maka
diajukan saran-saran sebagai pelengkap terhadap hasil penelitian, yaitu :
1. Untuk pemerintah agar dapat melihat peluang ini untuk menambah
pendapatan daerah dengan meningkatkan pariwisata daerah khususnya wisata
syariah di Tanjung Bira dengan melakukan promosi agar masyarakat semakin
mengenal pariwisata syariah dan memberikan kesan yang positif bagi
masyarakat.
2. Pemerintah harus mempertimbangkan bila diberlakukan konsep penerapan
syariah di pantai Bira agar kesehjateraan masyarakat lokal tidak terdampak
dan Bira tetap ramai dikunjungi wisatawan baik domestik maupun asing.
3. Untuk peneliti agar dapat dijadikan bahan acuan jika dilakukan penelitian
lanjutan terkait penerapan wisata syariah di Tanjung Bira.
60
DAFTAR PUSTAKA
A.J Muljadi. 2012. Kepariwisataan dan perjalanan. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Az-Zabidi, Imam. 2018. Mukht Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Bimo, Walgito. 2010. Pengantar Psikolog Umum. Yogyakarta: C.V Andi Offse.
Chaplin, J.P. 2006. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.
Dalyono, M. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Danang, Sunyoto. 2012. Teori, Kuesioner dan Analisis Data. Yogyakarta Graha :
Timur.
Dennis L, Foster, 2000. First Class An Introduction Travel & Tourism.
Jakarta:PT Raja Grafindo Persada
Depag RI, 2005. Alqur’an dan terjemahannya, QS. Al-Baqarah: 168. Bandung:
Syamil Al-Qur‟an.
Depdikbud, 1984. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Ediwarsyah. 1987. Pengaruh Pengembangan Obyek Pariwisata Terhadap
Pendapatan Masyarakat di Lingkungan Objek Pariwisata : Tesis Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik UGM Yogyakarta.
Foster Dennis L. 2000. First Class An Introduction Travel & Tourism. Jakarta:PT
Raja Grafindo Persada.
Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Sinar Grafika
Hasanuddin. 2010. Pembangunan dan Konflik Kepariwisataan. Padang : Andalas
University Press.
https://tafsirku.com/2015/Tafsir-Quraish-Shihab.html, diakses pada 18 Desember
2019
https://www.e.jurnal.com/2013/12/pengertianmasyarakatdalampandangan.html,
diakses pada tanggal 29 November 2019
Hasan Hurriah Ali. 2019. Humanities & Social Sciences.
https://scholar.google.co.id/scholar/q=related:O_Idaafw0vEJ:scholar.googl
e.com/&hl=id&as_sdt=0,5Diakses pada Juni 2020
M Malta, 2018. ”The Transmigrants’ Empowerment in Farming in Banyuasin and
Ogan Ilir Regencie, South Sumtera Province”, https://journal.ipb.ac.id.
(diakses 12 Desember 2019)
61
Marpaung. 2002. Pengetahuan Kepariwisataan. Bandung : Alfabeta.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah. 2015. Mushaf Al-qur’an Al-Karim dan
Terjemahan, QS. Muhammad : 10. Yogyakarta: Gramasurya
Pitana, I G. dan Gayatri, P G. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Poerwadarminta, W.J.S. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai
Pustaka,Jakarta : Balai Pustaka.
Rakhmat, Jalaluddin, 1991. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Robbins, Stephen p. judge, Stephen P. judge, Timothy A Judge. 2015. Perilaku
Organisasi (Organizational Behavior), Terj. Ratna Saraswati dan Febriella
Sirat Edisi 16. Jakarta : Salemba Empat.
S. P , Robbins, 2003. Perilaku Organisasi , (Terjemahan). Buku 1. Edisi
Indonesia.Jakarta : PT. Gramedia.
Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta :
Rineka Cipta.
Slameto, 2010. Belajar dan Faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sugiyono, 2014. Metode penelitian Bisnis (Pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan
R & D. Bandung : Alfabeta.
Sungadji, Etta Mamang, dan Sopiah. 2013. Perilaku konsumen : Pendekatan
Praktis disertai Himpunan Jurnal Penelitian. Yogyakarta : Andi.
Sunyoto, Danang. 2012. Teori, Kuesioner dan Analisis Data. Yogyakarta Graha :
Timur.
Sutomo, 2014. Analisis Perbandingan Hotel dan Pariwisata Syariah dengan
Konvensional. Bogor: Megister Manajemen Syariah IPB.
Wiratna Sujarweni,2014. Mendapakan Sampel Untuk Mewakili Populasinya
RIWAYAT HIDUP
Arwinni Eka Putri Ahmad, lahir di Bantaeng, 31 Januari
1998. Putri pertama dari pasangan Akhmad Muddin dan
Husnia. Peneliti mengawali pendidikan pada tahun 2003
di SD Neg. 179 Tanah Beru, tamat pada tahun 2009. Lalu
melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Bontobahari
pada tahun 2009 dan tamat pada tahun 2012. Kemudian melanjutkan pendidikan
sekolah menengah atas di SMA Negeri 3 Bulukumba pada tahun 2012 dan tamat
pada tahun 2015. Dan atas ridha Allah SWT juga restu kedua orang tua, pada
tahun 2016 melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Muhammadiyah Makassar
dengan program studi Hukum Ekonomi Syariah (HES), Fakultas Agama Islam
(FAI) dan menyelesaikan pendidikan S1 pada tahun 2020. Selama menggeluti
dunia kemahasiswaan, peneliti banyak mengabdi pada beberapa organisasi
internal kampus diantaranya pernah menjabat sebagai Ketua Bidang Keilmuan
HMJ HES dan BEM FAI UNISMUH Makassar, pernah menjadi anggota bidang
Hikmah di PIKOM IMM FAI dan juga menjadi sekertaris DPW ASHESI
Indonesia Timur. Beberapa prestasi yang pernah diraih peneliti diantaranya pada
lomba bedah buku, debat ilmiah, orasi ilmiah, dan drama monolog.
LAMPIRAN
1. Kuesioner Penelitian
Peneliti : Arwinni Eka Putri Ahmad
“Analisis Persepsi dan Kesiapan Masyarakat Lokal Terhadap
Penerapan Wisata Syariah”
Desa :
Hari/Tanggal :
No. Responden :
IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis kelamin :
No. Pertanyaan SS S KS TS STS
1. Anda punya kegiatan usaha di Bira.
2. Objek wisata Bira memberi kesempatan
kepada masyarakat melakukan kegiatan
ekonomi.
3. Menurut anda, kegiatan wisata Bira membantu
ekonomi masyarakat setempat
4. Menurut anda, kawasan Bira sudah
menyediakan makanan halal
5. Menurut anda, kawasan bira sudah
menyediakan asilitas ibadah yang memadai
6. Menurut anda, kawasan Bira sudah
menyediakan penginapan syariah.
7. Menurut anda, di kawasan Bira tidak ada
kegiatan hiburan yang tidak sesuai aturan
agama.
8. Menurut anda, kawasan pantai harus
dipisahkan antara laki-laki dan perempuan.
9. Menurut anda, kawasan Bira tidak boleh ada
makanan haram.
10. Di kawasan Bira tidak boleh ada minuman
beralkohol.
11. Menurut anda, penginapan di Bira harus
melakukan pemeriksaan terhadap tanda
pengenal dan buku nikah pasangan tamu
datang.
12. Menurut anda, di kawasan Bira harus melarang
kegiatan hiburan yang mendekati maksiat.
13. Menurut anda, pelayanan di objek pariwisata di
Bira harus sesuai dengan prinsip syariah.
14. Menurut anda, masyarakat merasa nyaman
jika wisata syariah dapat diterapkan .
15. Menurut anda, lebih aman bila di Bira
diberlakukan wisata syariah.
17. Bira tetap akan ramai dikunjungi bila wisata
syariah diterapkan.
Analisis Persepsi dan Kesiapan Masyarakat Lokal Terhadap Penerapan
Wisata Syariah
Variabel (Persepsi) X1
8. Menurut Anda, kawasan pantai harus dipisahkan antara laki-laki dan
perempuan (P)
9. Menurut Anda kawasan Bira tidak boleh ada makanan haram (P)
13. Menurut Anda, Pelayanan di objek pariwisata di Bira harus sesuai dengan
prinsip syariah (P)
14. Menurut anda, Masyarakat merasa nyaman jika wisata syariah dapat
diterapkan di Bira (P)
15. Menurut Anda, lebih aman bila di Bira diberlakukan wisata syariah (P)
16. Menurut Anda, masyarakat harus mendukung bila di Bira diberlakukan wisata
syariah (P)
Variabel (Kesiapan) X2
1. Anda punya kegiatan usaha di kawasan pantai bira (K)
2. Objek Wisata Bira memberi kesempatan kepada masyarakat melakukan
kegiatan ekonomi (K)
3. Menurut, Anda Kegiatan wisata Bira membantu ekonomi masyarakat setempat
(K)
7. Menurut Anda di Kawasan bira tidak ada Kegiatan hiburan yang tidak sesuai
aturan agama (K)
12. Menurut Anda di Kawasan bira harus melarang Kegiatan hiburan yang
mendekati maksiat (K)
17. Bira tetap akan ramai dikunjungi bila Wisata syariah diterapkan (K)
Variabel (Penerapan) Y
4. Menurut Anda kawasan Bira sudah menyediakan makanan halal (Y)
5. Menurut Anda Kawasan Bira sudah menyediakan Fasilitas ibadah yang
memadai (Y)
6. Menurut Anda Kawasan Bira sudah menyediakan penginapan syariah (Y)
11. Menurut Anda penginapan di Bira harus melakukan pemeriksaan terhadap
tanda pengenal dan buku nikah pasangan tamu yang datang (Y)
10. Di Kawasan Bira tidak boleh ada minuman beralkohol (Y)
2. Dokumentasi Proses Penyebaran Kuesioner, Hasil Penelitian, dan
Persuratan