ANALISIS PERBANDINGAN EFEKTIVITAS BAWANG …/Analisis... · Jenis penelitian ini adalah...

48
ANALISIS PERBANDINGAN EFEKTIVITAS BAWANG PUTIH DENGAN FORMALIN SEBAGAI PENGAWET PADA TAHU SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Iken Agustina G.005115 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2009

Transcript of ANALISIS PERBANDINGAN EFEKTIVITAS BAWANG …/Analisis... · Jenis penelitian ini adalah...

ANALISIS PERBANDINGAN EFEKTIVITAS BAWANG PUTIH DENGAN FORMALIN SEBAGAI PENGAWET PADA TAHU

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Iken Agustina

G.005115

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta

2009

ABSTRAK Iken Agustina, G0005115,Analisis Perbandingan Efektivitas Bawang Putih Dengan Formalin Sebagai Pengawet Pada Tahu, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Formalin adalah bahan pengawet yang masih sering digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk mengawetkan makanan, padahal formalin merupakan zat yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Bawang putih bisa dijadikan pengawet makanan karena mengandung daya antimikroba yang bisa menekan pertumbuhan mikroba pada makanan, sehingga bawang putih bisa dijadikan sebagai pengawet pengganti formalin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan efektivitas bawang putih dengan formalin sebagai pengawet pada tahu.

Jenis penelitian ini adalah eksperimental dengan subyek penelitian 24 tahu putih yang dibagi dalam 4 kelompok sama banyak. Kelompok pertama di awetkan dengan bawang putih, kelompok kedua dengan kalium sorbat, kelompok ketiga dengan formalin, dan kelompok terakhir tidak diawetkan. Percobaan ini dilakukan 3 kali. Kemudian setiap tahu diamati perubahan warna, bau, serta timbulnya lendir dalam hitungan jam. Data dianalisis dengan uji statistik anova. Perbedaan dikatakan signifikan bila p<0,05. Dari penelitian ini didapatkan hasil sebagai berikut: penelitian pada suhu kamar ( 30◦C) semua menunjukkan perbedaan yang signifikan kecuali pada variabel warna dan lendir antara bawang putih dengan tanpa pengawet. Sedangkan untuk suhu kulkas (-3◦C) semua menunjukkan perbedaan yang signifikan. Selanjutnya untuk tahu yang diawetkan dengan formalin memiliki waktu awet yang paling lama. Sampai 3 minggu perendaman dengan formalin, tahu tidak mengalami perubahan warna, bau, dan timbul lendir. Bawang memiliki rata- rata statistik yang paling kecil dibandingkan dengan pengawet yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa bawang kurang efektif untuk dijadikan sebagai pengawet, karena kemampuan bawang putih sebagai pengawet masih di bawah kalium sorbat sebagai pengawet makanan standar. Kata kunci:bawang putih, formalin, pengawet

ABSTRACT

Iken Agustina, G0005115, The Comparison Analysis Between Garlic and Formalin Efectivity As Preservative of Tofu, Medical Faculty, Sebelas Maret University of Surakarta. Formalin is a preservative that often used by Indonesian society for preserving food, whereas formalin is a dangerous material for human health. Garlic can be made as food preservative because it consists of antimicroba which can resist microba growth. So, garlic can be made as preservative for food instead of formalin. The purpose of this experiment is comparing the affectivity between garlic and formalin as a preservatives of tofu. It is an experimental research with 24 white tofus as a research subject that is divided into 4 groups in the same number. The first group is preservatived by garlic, the second one by kalium sorbat, the third one by formalin, and the last is not preservatived. This research is done 3 times, next the change of colour, smell, and the appearing of mucous on the tofu are observed. The results are determined in hours. After that the results are analyzed by Anova Statistic Test. The difference is considered significant if p < 0.05 The results from this research: in the room temperature (30°C), all show the significant difference except the variable of colour and mucous beetwen garlic and without preservative. But, for cold temperature (3°C), all show the significant difference. And then for tofu that are preservatived by formalin, they have the lasting time. Till 3 weeks, preservative by formalin, the colour and smell of tofu don’t change, and there’s no mucous appear in the tofu. Garlic has the smallest statistic means than the other preservatives. It shows that garlic is not effective to be preservative, because the ability of garlic as a preservative still under kalium sorbat’s ability as a standard food preservative. Key words: garlic, formalin, preservative

PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Perbandingan Efektivitas Bawang Putih Dengan Formalin Sebagai Pengawet Pada Tahu” Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tak lepas dari kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menghaturkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. A. A. Subjanto, dr., MS., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

2. Sri Wahjono, dr., M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

3. Setyo Sri Rahardjo, dr. M.Kes., selaku pembimbing utama yang telah berkenan meluangkan waktu, memberikan bimbingan, saran, dan motivasi.

4. Endang Ediningsih, dr., MKK., selaku pembimbing pendamping atas segala bimbingan, arahan, dan waktu yang telah beliau luangkan bagi penulis.

5. Achmad Subakir, dr. PFarK., selaku penguji utama yang telah berkenan menguji dan memberikan saran, bimbingan, dan nasehat untuk menyempurnakan kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

6. Ratih Puspita Febrinasari, dr., selaku anggota penguji yang telah memberikan saran dan nasehat untuk memperbaiki kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

7. Bapak,Ibu dan mbak Ika atas do’a dan dukungannya. 8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu – persatu, yang turut membantu

penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Surakarta,Desember 2009

Iken Agustina

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ............................................................................................................ iv

DAFTAR ISI ......................................................................................................... v

DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii

BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .....................................................................1

B. Perumusan Masalah .............................................................................3

C. Tujuan ................................................................................................ 3

D. Kegunaan ............................................................................................ 4

BAB II. LANDASAN TEORI ............................................................................. 5

A. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 5

B. Kerangka Pemikiran ...........................................................................20

C. Hipotesis ...... ..................................................................................... 21

BAB III. METODE PENELITIAN ......................................................................22

A. Jenis Penelitian ................................................................................... 22

B. Lokasi penelitian ................................................................................ 22

C. Subjek Penelitian ................................................................................ 22

D. Teknik Sampling................................................................................ 22

E. Identifikasi Variabel Penelitian ......................................................... 22

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ........................................... 23

G. Rancangan Penelitian ......................................................................... 24

BAB IV. HASIL PENELITIAN.......................................................................... 29

A. Data Hasil Penelitian .......................................................................... 29

B. Analisis Data ...................................................................................... 32

BAB V. PEMBAHASAN .....................................................................................34

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................38

A. Kesimpulan ....................................................................................... 38

B. Saran................................................................................................... 38

Daftar Pustaka

Lampiran

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Rincian Kadar Gizi Umbi Bawang Putih ................................. 14

Tabel 2. Hasil Penelitian Pada Suhu Ruangan ....................................... 29

Tabel 3. Hasil Penelitian Pada Suhu Kulkas ......................................... 31

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rumus Struktur Formalin ……………………………………… 7

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran …….…………………………….. 20

Gambar 3. Alur Pelaksanaan Penelitian ……………………………………25

Gambar 4. Alur Pelaksanaan Penelitian ……………………………………26

Gambar 5. Diagram perbandingan rata – rata perubahan warna, lendir,

dan bau pada suhu kamar (30◦C) ………………………………. 30

Gambar 6. Diagram perbandingan rata – rata perubahan warna, lendir,

dan bau pada suhu kulkas (-3◦C) ………………………………..32

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pangan merupakan salah satu faktor yang langsung berpengaruh terhadap

kondisi kesehatan manusia. Pangan yang aman, bermutu dan bergizi dibutuhkan

tubuh untuk menunjang aktivitas. Namun sebaliknya, pangan yang tidak memenuhi

standar keamanan, mutu dan gizi akan membahayakan kesehatan tubuh. Oleh karena

itu, pemilihan pangan sebelum dikonsumsi sangat penting agar terhindar dari produk

pangan yang tidak memenuhi standar serta dapat membahayakan kesehatan. Salah

satu yang perlu diperhatikan dalam memilih pangan adalah bahan tambahan yang

digunakan dalam produk pangan. Pangan yang aman harus menggunakan bahan

tambahan yang oleh pemerintah dinyatakan aman untuk digunakan pada pangan.

Salah satu bahan yang dilarang digunakan untuk pangan adalah formalin. Formalin

sangat berbahaya bagi kesehatan, tidak hanya menimbulkan efek jangka pendek,

misalnya mual, muntah, diare, dan sebagainya, namun juga menimbulkan efek jangka

panjang, misalnya luka pada ginjal, paru, dan kanker. (Anonim, 2006)

Termasuk bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan berdasarkan

peraturan menteri kesehatan RI No.722/MenKes/Per/IX 1988 tanggal 22 September

1988 tentang Bahan Makanan Tambahan ialah: Asam borat dan senyawanya, asam

salisilat dan garamnya, dietil pirokaronat, dulsin, kalium klorat, kloramfenikol,

Minyak nabati yang dibrominasi, nitrofurazon, formalin (Dep.Kes RI, 1992)

Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) Indonesia telah menemukan

formalin pada 98 sampel produk makanan dengan rincian 23 sampel mie basah -15

produk tercemar formalin (65 %), 34 sampel aneka ikan asin - 22 sampel tercemar (

64,7%), 41 sampel tahu semuanya tercemar (100%). Selain produk makanan, badan

POM juga menemukan 80% dari jajanan (makanan dan minuman) sekolah

dinyatakan mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan seperti

kandungan boraks, natrium siklamat, rodamin B dan sakarin. Bahan-bahan kimia

tersebut seharusnya tidak boleh digunakan untuk makanan. Seperti formalin

misalnya, penggunaannya hanya untuk desinfektan, antiseptik, dan pengawet mayat

agar tidak bau. Boraks untuk pengawet kayu, pengontrol kecoa, dan bahan

pembersih. Rhodamin B sebagai zat pewarna pada kertas dan tekstil. Sedangkan

sakarin hanya digunakan sebagai bahan pemanis dengan takaran yang sudah

ditentukan. (Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah, 2007)

Karena begitu maraknya kasus penggunaan bahan pengawet makanan

berbahaya khususnya formalin, maka diperlukan segera alternatif pengganti formalin

sebagai solusi dari masalah tersebut.

Ada beberapa alternatif untuk menggantikan formalin agar makanan tetap

awet atau tahan lama dan secara medis bahan tersebut lebih terjamin dibandingkan

dengan penggunaan formalin, misalnya penggunaan bawang putih untuk

mengawetkan tahu. (LIPTAN, 2006)

Bawang putih merupakan pengawet yang aman dan bisa dikembangkan

sebagai sebagai pengawet pada tahu karena bawang putih mengandung aktivitas anti

bakteri yang berasal dari minyak atsiri dan senyawa fenolik lainnya. (Yuliana, 2008)

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka timbul rumusan masalah

sebagai berikut:

Seberapa besarkah efektivitas bahan pengawet pengganti formalin khususnya bawang

putih dibandingkan dengan formalin sebagai pengawet pada tahu?

C. TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan efektivitas bawang

putih dengan formalin sebagai pengawet pada tahu.

D. KEGUNAAN

A. Manfaat teoritik

Mengetahui efektivitas bawang putih dibandingkan dengan formalin sebagai

pengawet pada tahu.

B. Manfaat praktis

1. Memberikan alternatif bahan pengawet pengganti formalin kepada

masyarakat yaitu bawang putih untuk digunakan sebagai pengawet pada tahu.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat luas tentang efektivitas bahan

pengawet pengganti formalin, khususnya efektivitas bawang putih sebagai

pengawet pada tahu.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengawet Makanan

Bahan tambahan makanan (food additive) adalah bahan – bahan yang

ditambahkan ke dalam makanan selama produksi, pengolahan, pengemasan, atau

penyimpanan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas bahan pangan,

mempertahankan nilai gizi, dan sifat organoleptik (sifat bau, rasa, dan warna).

Beberapa bahan tambahan makanan yang digunakan dalam industri pangan adalah

antioksidan, pewarna, pemanis buatan, penstabil, pemutih, emulsifier, pengembang,

pengawet, dan sebagainya. (Mardiah dkk, 2006)

Bahan Tambahan Pangan (BTP) Pengawet adalah bahan tambahan pangan

yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan

perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme.

Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh fungi, bakteria, dan mikroba lainnya.

(Pustekom, 2006)

BAHAN-BAHAN PENGAWET YANG DIIZINKAN (Widianti, 2007)

Bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan

(Peraturan Menkes No. 1168/1999) (Anonim, 2006):

1. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya.

2. Asam salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its Salt).

3. Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC).

4. Dulsin (Dulcin).

5. Kalium klorat (Potassium Chlorate).

6. Khloramfenikol (Chloramphenicol).

asam benzoat,

asam propionat,

asam sorbat,

sulfur dioksida,

kalium benzoat,

kalium sulfit,

kalium bisulfit

kalium nitrat,

kalium nitrit

kalium propionat,

kalium sorbat,

kalsium propionat,

kalsium sorbat,

kalsium benzoat,

natrium benzoat,

natrium sulfit,

natrium bisulfit,

natrium nitrat,

natrium nitrit,

natirum metabisulfit,

natrium propionat,

nisin,

7. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils).

8. Nitrofurazon (Nitrofurazone).

9. Formalin (Formaldehyde).

10. Kalium Bromat (Potassium Bromate).

2. Formalin

Formaldehida (aldehid paling sederhana) adalah gas tidak berwarna dengan

bau menyengat. Formaldehida biasanya tersedia dalam bentuk larutan 40%, disebut

formalin atau sebagai polimer putih padat yang dikenal sebagai paraformaldehida.

Jika paraformaldehida dipanaskan perlahan – lahan, senyawa akan terurai dan

melepaskan formaldehida. (Wilbranam , 1992)

kalor O

HO-(-CH2O-)-H xH---C---H

Paraformaldehid Formaldehid

Gambar 1. Rumus struktur formalin

Formalin digunakan untuk mengawetkan spesimen hayati. Formaldehida

dalam larutan bergabung dengan protein dari jaringan sehingga membuatnya keras

dan tidak larut air. Keadaan ini mencegah pembusukan spesimen. Formalin dapat

pula digunakan sebagai antiseptik umum. (Wilbranam, 1992)

Nama lain Formalin (Dep Kes RI, 2006):

- Formol – Methylene aldehyde – Paroforin

- Morbicid - Oxomethane – Polyoxymethylene glycol

- Methanal - Formoform- Superlysoform

- Formic aldehyde - Formalith - Tetraoxymethylene

- Oxyemethylene - Methylene

Unsur aldehida dalam formalin bersifat mudah bereaksi dengan protein. Oleh

karena itu ketika disiramkan ke makanan seperti tahu, formalin akan mengikat unsur

protein mulai dari bagian permukaan tahu hingga terus meresap kebagian dalamnya.

Dengan terdenaturasinya protein tahu setelah berikatan dengan unsur kimia dari

formalin maka bila ditekan tahu terasa lebih kenyal. Selain itu protein tahu yang telah

terdenaturasi tidak akan diserang oleh bakteri pembusuk yang menghasilkan senyawa

asam, itulah sebabnya tahu atau makanan lainnya menjadi lebih awet. Formaldehid

membuat jaringan dalam bakteri mengalami dehidrasi (kekurangan air) sehingga

bakteri mati dan sel bakteri akan kering kemudian membentuk lapisan baru di

permukaan. Artinya, formalin tidak saja membuat bakteri mati, tetapi juga

membentuk lapisan baru yang melindungi lapisan di bawahnya, supaya tahan

terhadap serangan bakteri lain. Bila desinfektan lainnya mendeaktifasikan serangan

bakteri dengan cara tidak bereaksi terhadap bahan yang dilindungi, maka

formaldehida akan bereaksi secara kimiawi dan tetap ada di dalam materi/bahan

tersebut untuk melindungi dari serangan bakteri berikutnya. Melihat sifatnya,

formalin tentu akan berpengaruh terhadap protein yang banyak terdapat di dalam

tubuh manusia seperti pada lambung. Terlebih bila formalin yang masuk ke tubuh

memiliki dosis tinggi. Masalahnya dosis formalin yang digunakan untuk

mengawetkan makanan rendah, sehingga efek samping dari mengkonsumsi makanan

berformalin tidak akan dirasakan langsung oleh konsumen. (Anonim, 2006)

Penggunaan Formalin (Dep Kes RI, 2006)

1. Pembunuh kuman sehingga digunakan sebagai pembersih lantai, gudang,

pakaian, dan kapal

2. Pembasmi lalat dan serangga lainnya

3. Bahan pembuat sutra buatan, zat pewarna, cermin, kaca, dan bahan peledak

4. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan

kertas

5. Bahan pembentuk pupuk berupa urea

6. Bahan pembuatan produk parfum

7. Bahan pengawet produk kosmetik dan pengeras kuku

8. Bahan perekat untuk produk kayu lapis

9. Dalam konsentrasi yang sangat kecil ( < 1 persen ) digunakan sebagai

pengawet untuk berbagai barang konsumen, seperti pembersih rumah tangga,

cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampo mobil, lilin, dan

karpet

Bahaya bila terpapar oleh Formalin (Dep Kes RI, 2006)

Bahaya utama

Formalin sangat berbahaya bila terhirup, mengenai kulit, dan tertelan. Akibat yang

ditimbulkan dapat berupa luka bakar pada kulit, iritasi pada saluran pernafasan, reaksi

alergi, dan bahaya kanker pada manusia.

Bahaya jangka pendek (akut)

1. Bila terhirup

Iritasi pada hidung dan tenggorokan, gangguan pernafasan, rasa terbakar pada

hidung dan tenggorokan serta batuk-batuk

Kerusakan jaringan dan luka pada saluran pernafasan seperti radang paru,

pembengkakan paru.

Tanda-tanda lainnya meliputi bersin, radang tenggorokan, sakit dada yang

berlebihan, kelelahan, jantung berdebar, sakit kepala, mual, dan muntah.

Pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian .

2. Bila terkena kulit

Apabila terkena kulit maka akan menimbulkan perubahan warna, yaitu kulit

menjadi merah, mengeras, mati rasa, dan ada rasa terbakar

3. Bila terkena mata

Apabila terkena mata dapat menimbulkan iritasi mata sehingga mata memerah,

rasanya sakit, gatal-gatal, penglihatan kabur, dan mengeluarkan air mata. Bila

merupakan bahan berkonsentrasi tinggi maka formalin dapat menyebabkan

pengeluaran air mata yang hebat dan terjadi kerusakan pada lensa mata.

4. Bila tertelan

Apabila tertelan maka mulut,tenggorokan, dan perut terasa terbakar, sakit saat

menelan, mual, muntah, diare, kemungkinan terjadi pendarahan, sakit perut yang

hebat, sakit kepala, hipotensi ( tekanan darah rendah ), kejang, tidak sadar hingga

koma. Selain itu juga dapat terjadi kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas,

sistem susunan saraf pusat, dan ginjal.

Bahaya jangka panjang ( kronis )

1. Bila terhirup

Apabila terhirup dalam jangka waktu lama maka akan menimbulkan sakit kepala,

gangguan pernafasan, batuk-batuk, radang selaput lendir hidung, mual,

mengantuk, luka pada ginjal, gangguan haid dan infertilitas pada perempuan,

kanker pada hidung, rongga hidung, mulut, tenggorokan, paru, dan otak. Efek

neuropsikologis meliputi gangguan tidur, cepat marah, keseimbangan terganggu,

kehilangan konsentrasi, dan daya ingat berkurang.

2. Bila terkena kulit

Apabila terkena kulit akan terasa panas, mati rasa, serta gatal-gatal dan memerah,

kerusakan pada jari tangan, pengerasan kulit dan kepekaan pada kulit, serta terjadi

radang kulit yang menimbulkan gelembung.

3. Bila terkena mata

Jika terkena mata bahaya yang utama adalah terjadinya radang selaput mata.

4. Bila tertelan

Jika tertelan akan menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan ,muntah-muntah,

dan kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan, penurunan suhu badan dan

rasa gatal di dada.

3. Bawang Putih

Taksonomi tanaman bawang putih (Santoso, 1989)

Dalam sistematika tumbuhan (taksonomi), tanaman bawang putih diklasifikasikan

sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (tumbuh – tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Sub-divisi : Angiospermae (biji tertutup)

Kelas : Monocotyledon (biji berkeping satu)

Ordo : Liliales (Liliflorae)

Famili (suku) : Liliales

Genus (marga) : Allium

Spesies (jenis) : Allium Sativum L.

Botani Bawang Putih (Santoso, 1989)

Umbi bawang putih berlapis – lapis, maka bawang putih termasuk jenis

tanaman umbi lapis. Sebuah umbi bawang putih terdiri dari 8 – 20 siung (anak

bawang). Antara siung yang satu dengan yang lain dipisahkan oleh kulit tipis dan liat,

sehingga membentuk satu kesatuan yang rapat.

Akar bawang putih berbentuk serabut dengan panjang maksimum 10 cm.

Akar yang tumbuh pada batang pokok rudumenter (tidak sempurna) berfungsi

sebagai alat penghisap makanan. Daunnya panjang, pipih, dan tidak berlubang.

Banyaknya daun 7-10 helai per-tanaman. Pelepah daunnya yang memanjang

merupakan batang semu.

Bentuk bunga bawang putih adalah majemuk bulat dan dapat membentuk biji.

Biji tersebut tidak bisa digunakan untuk pembiakan. Memang tidak semua jenis

bawang putih dapat berbunga.

Kadar Zat Gizi

Kadar gizi umbi bawang putih terdiri dari zat organis; protein, lemak, dan

hidrat arang, disamping mengandung zat – zat hara kalsium dan fosfor, besi, vitamin,

dan belerang. Secara rinci kadar gizi umbi bawang putih adalah sebagai berikut

(Rukmana,1995)

Tabel 1. Rincian kadar gizi umbi bawang putih

No. Uraian Nilai Gizi Keterangan

1. Protein 4,50 gram

2. Lemak 0,20 gram

3. Hidrat Arang 23,10 gram

4. Kalsium 42 mg

5. Fosfor 134 mg

6. Besi 1 mg

7. Vitamin B1 0,22 mg

8. Vitamin C 15 mg

9. Air 71 mg

10. Kalori 95 kal

Bagian yang dapat

dimakan 88 %

Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan I, 1979

Umbi bawang putih juga mengandung ikatan asam amino yang disebut alliin.

Bila alliin ini mendapat pengaruh dari enzim allinase, allin dapat berubah menjadi

allicin. Allicin terdiri dari beberapa jenis sulfida, dan yang paling banyak adalah allyl

sulfida. Bila allicin bertemu dengan vitamin B1 akan membentuk ikatan allithiamine.

(Rukmana,1995)

Dr.Paavo Airola, seorang peneliti gizi dan pendiri The International Academy

of Biological Medicine, telah berhasil menemukan dan mengisolasikan sejumlah

komponen aktif dari bawang putih, yaitu

Allicin, zat aktif yang mempunyai daya bunuh terhadap bakteri dan daya anti

radang

Alliin, suatu asam amino antibiotik

Gurwitchrays (sinar gurwitch), radiasi mitogenik yang merangsang pertumbuhan

sel tubuh dan mempunyai daya peremajaan (rejuvenating effect) pada semua

fungsi tubuh

Antihemolytic factor, faktor anti lesu darah atau anti kekurangan sel – sel darah

merah

Antiarthritic factor (faktor antirematik)

Sugar regulating factor (faktor pengatur pembakaran gula secara normal efisien

di dalam tubuh)

Allithiamine, suatu sumber ikatan – ikatan (compounds) biologik yang aktif serta

vitamin B1 (thiamine;aneurin)

Selenium, suatu mikro mineral yang merupakan faktor yang bekerja sebagai

antioksidan (anti kerusakan, anti oksidasi sel – sel tubuh oleh zat – zat racun yang

merusak sel – sel)

Germanium, seperti selenium, merupakan mineral anti kanker ampuh yang dapat

menghambat atau memusnahkan sel – sel kanker.

Scordinin, zat aktif yang dapat mempercepat pertumbuhan tubuh, meningkatkan

berat badan, meningkatkan energi, menyembuhkan penyakit kardiovaskuler, dan

antioksidan.

Antitoksin, anti racun atau pembersih darah dari racun – racun bakteri ataupun

polusi logam – logam berat

Methylallyl trisulfide, mencegah pengentalan darah atau mencegah penggumpalan

darah yang dapat menyumbat pembuluh darah jantung dan otak.

(Rukmana,1995)

Bawang putih dianggap bisa menjadi pengawet pada tahu karena:

1. Bawang putih mengandung aktivitas antibakteri yang berasal dari

minyak atsiri dan senyawa fenolik lainnya. (Kasmawati, 2008)

2. Bawang putih mengandung antioksidan yang berfungsi untuk

menekan pertumbuhan mikroba dalam makanan. (Kimia Indonesia,

2006)

4. Tahu

Tahu merupakan salah satu makanan tradisional yang populer. Selain rasanya

enak, harganya murah, nilai gizinya pun tinggi. Bahan makanan ini diolah dari kacang-

kacangan khususnya kacang kedelai. Meskipun berharga murah dan bentuknya

sederhana, ternyata tahu mempunyai mutu yang istimewa dilihat dari segi gizi. Hasil-

hasil studi menunjukkan bahwa tahu kaya protein bermutu tinggi, tinggi sifat

komplementasi proteinnya, ideal untuk makanan diet, rendah kandungan lemak jenuh dan

bebas kolesterol, kaya mineral dan vitamin, makanan alami yang sehat dan bebas dari

senyawa kimia yang beracun. (Cahyadi, 2007)

Tahu adalah ekstrak protein kedelai yang telah digumpalkan dengan asam, ion

kalsium, atau bahan penggumpal lainnya. Dasar pembuatan tahu adalah melarutkan

protein yang terkandung dalam kedelai dengan menggunakan air sebagai pelarutnya.

Setelah protein tersebut larut, diusahakan untuk diendapkan kembali dengan

penambahan bahan pengendap sampai terbentuk gumpalan – gumpalan protein yang

akan menjadi tahu. (Cahyadi, 2007)

Cara pembuatan tahu adalah sebagai berikut (Margono, 1993):

Bahan:

1) Kedelai 5 kg

2) Air secukupnya

3) Batu tahu 1 gram

Alat:

1) Ember besar

2) Tampah (nyiru)

3) Kain saring atau kain blancu

4) Kain pengaduk

5) Cetakan

6) Keranjang

7) Rak bamboo

8) Tungku atau kompor

9) Alat penghancur (alu)

Cara Pembuatan

1. Pilih kedelai yang bersih, kemudian dicuci;

2. Rendam dalam air bersih selama 8 jam (paling sedikit 3 liter air untuk 1 kg

kedelai). Kedelai akan mengembang jika direndam;

3. Cuci berkali-kali kedelai yang telah direndam. Apabila kurang bersih maka

tahu yang dihasilkan akan cepat menjadi asam;

4. Tumbuk kedelai dan tambahkan air hangat sedikit demi sedikit hingga

berbentuk bubur;

5. Masak bubur tersebut, jangan sampai mengental pada suhu 70ο - 80 ο C

(ditandai dengan adanya gelembung-gelembung kecil);

6. Saring bubur kedelai dan endapkan airnya dengan menggunakan batu tahu

(Kalsium Sulfat = CaSO4) sebanyak 1 gram atau 3 ml asam cuka untuk 1 liter sari

kedelai, sedikit demi sedikit sambil diaduk perlahan-lahan.

7. Cetak dan pres endapan tersebut

Tahu bersifat mudah rusak (busuk). Pada kondisi biasa (suhu kamar) daya

tahannya rata-rata 1 – 2 hari saja. Setelah lebih dari batas tersebut rasanya menjadi asam

lalu berangsur-angsur busuk, sehingga tidak layak dikonsumsi lagi. Hal ini disebabkan

oleh karena kadar air dan protein tahu relatif tinggi, masing-masing 86 persen dan 8 – 12

persen. Juga mengandung lemak 4.8 persen dan karbohidrat 1.6 persen. Dengan

komposisi seperti itu, tahu merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan

mikroorganisme pembusuk, terutama bakteri. Dengan demikian pengetahuan untuk

memilih tahu yang baik dan mengawetkan tahu dengan cara yang mudah dan murah

perlu diketahui oleh masyarakat luas. (Koswara)

Tahu dapat diawetkan dengan cara yang sederhana, mudah dilakukan dan

dengan bahan pengawet yang sudah diperoleh serta harganya yang cukup murah.

Berikut ini diuraikan beberapa cara pengawetan tersebut (Koswara):

a. Perendaman dalam larutan kalium sorbat.

Mula-mula rebus air sampai mendidih dan buat larutan kalium sorbat 0.3 persen

dengan air tersebut. Tahu dicuci dengan air matang dan dimasukkan ke dalam

kantong plastik. Lalu masukkan larutan kalium sorbat di atas sampai semua tahu

terendam dan ditutup rapat menggunakan siller. Dengan cara ini tahu dapat disimpan

pada suhu kamar dengan daya awet 7 – 8 hari

b. Perendaman dalam larutan garam.

Buat larutan garam 5 persen dengan menggunakan air matang. Tahu dicuci

dan direbus selama 3 menit. Dalam kedaan panas masukkan tahu dalam larutan

garam. Cara ini dapat mengawet tahu selama 5 hari.

c. Perendaman dalam campuran larutan kunyit dan jeruk nipis.

Kunyit dicuci dan ditumbuk sampai halus, lalu buat larutan kunyit 3 persen

menggunakan air matang, kemudian disaring. Tambahkan air jeruk nipis sehingga pH

larutan menjadi 3.5 – 4. Tahu dicuci lalu direbus selama 3 menit dan direndam ke

dalam larutan di atas sampai seluruh permukaannya terendam. Metode ini dapat

mengawetkan tahu selama 3 hari.

d. Perendaman dalam larutan air matang.

Mula-mula tahu dicuci dan ditiriskan. Kemudian direndam dalam air

mendidih sampai betul-betul terendam. Lakukan penggantian air panas baru setiap 24

jam, dengan cara ini tahu tahan disimpan selama 5 hari.

e. Perendaman dalam campuran sari jeruk lemon dan garam dapur.

Buat larutan sari jeruk lemon 10 persen dan tambahkan larutan garam dapur

sebanyak 4 persen. Rendam tahu ke dalam larutan di atas dalam wadah plastik.

Metode ini dapat mengawetkan tahu selama 10 hari.

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

Formalin Bawang Putih

Formalin (aldehid) mengikat protein tahu tahu awet

Allicin, minyak atsiri, dan senyawa fenolik lain tahu awet

Perbandingan efektivitas bawang putih dengan formalin sebagai pengawet pada tahu

C. Hipotesis

Penggunaan bawang putih sebagai pengawet pengganti formalin pada tahu lebih

efektif

BAB III

METODE PENELITIAN

METODE PELAKSANAAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu

(LPPT) Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

C. Subyek Penelitian

Tahu putih yang belum diberi pengawet

D. Teknik Sampling

Teknik yang digunakan adalah Quota Sampling

E. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengawet bawang putih dan

formalin

2. Variabel terikat

Tingkat keawetan tahu

3. Variabel Pengganggu

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel pengganggu adalah proses

pembuatan tahu, dimana proses tersebut mempengaruhi tingkat keawetan

alami tahu. (Nurcahyo, 2007).

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Pengawet bawang putih

Pengawet bawang putih adalah pengawet untuk makanan yang dibuat dari

ekstrak bawang putih. Dalam penelitian ini bawang putih digunakan

untuk mengawetkan tahu sebagai alternatif pengganti formalin. Bawang

putih bisa digunakan sebagai pengawet makanan karena mengandung minyak

atsiri dan senyawa fenolik lainnya. Konsentrasi ekstrak bawang putih yang

digunakan dalam penelitian ini adalah 8 % (Kasmawati, 2008). Skala variabel

adalah skala nominal.

2. Formalin

Formalin adalah nama dagang untuk larutan formaldehida 36 – 40%. Zat ini

merupakan desinfektan yang sangat kuat, dapat membasmi berbagai macam

bakteri pembusuk dan jamur, juga dapat mengeraskan jaringan tubuh. Benda

yang diawetkan dengan formalin dapat tahan lama disimpan. Tahu akan

menjadi awet sampai seminggu atau lebih jika direndam dalam larutan

formalin, tanpa perlu disimpan di lemari es. Tahu yang telah direndam

dengan formalin teksturnya menjadi kompak dan keras, serta kadar airnya lebih

sedikit. (Koswara).

Konsentrasi formalin yang dipakai untuk mengawetkan tahu adalah 2%

(Widianarko, 2000). Skala variabel adalah skala nominal.

3. Kalium Sorbat

Kalium sorbat adalah salah satu pengawet makanan yang aman ketika

ditambahkan dalam makanan atau minuman. Kadar kalium sorbat yang

digunakan untuk pengawet adalah kurang dari 1000 ppm atau 500 mg-1

gr/kg. (Pradnyamita, 2008). Dalam penelitian ini digunakan kalium sorbat

dengan kadar sebesar 0,3%. (Koswara). Skala variabel adalah skala

nominal.

4. Tingkat keawetan tahu

Tingkat keawetan tahu disini adalah dengan mengamati perubahan warna,

bau, dan timbulnya pada lendir tahu beberapa hari setelah proses

pengawetan. (Rahman, 2005). Dimana perbedaan waktu timbulnya

perubahan – perubahan tersebut yang akan dijadikan sebagai acuan

untuk menentukan tingkat keawetan tahu. Waktu yang digunakan adalah

dalam satuan jam. Tahu yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahu

yang dibuat oleh salah satu produsen tahu di Sleman, Yogyakarta. Skala

variabel adalah skala nominal.

G. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian menggunakan post-test only group design

Subjek Penelitian (Tahu putih) 24 buah

Penelitian pada suhu kamar 28ºC

Gambar 3. Alur Pelaksanaan Penelitian

6 tahu 6 tahu 6 tahu 6 tahu

diawetkan dengan

formalin

diawetkan dengan kalium

sorbat

diawetkan dengan

bawang putih

tidak diawetkan

hasil D hasil C hasil B hasil A

Membandingkan tingkat keawetan tahu putih dengan indikasi perbedaan waktu

terjadinya perubahan warna, bau, dan lendir setelah pemberian pengawet

Uji ANOVA

Subjek Penelitian (Tahu putih) 24 buah

Penelitian pada suhu dingin dengan suhu -3ºC

Gambar 4. Alur Pelaksanaan Penelitian

6 tahu 6 tahu 6 tahu 6 tahu

diawetkan dengan

formalin

diawetkan dengan kalium

sorbat

diawetkan dengan

bawang putih

tidak diawetkan

hasil D hasil C hasil B hasil A

Membandingkan tingkat keawetan tahu putih dengan indikasi perbedaan waktu

terjadinya perubahan warna, bau, dan lendir setelah pemberian pengawet

Uji ANOVA

Alat, Bahan, dan, Cara Kerja

1. Alat

a. Tempat mengawetkan tahu (ember kecil/mangkok ukuran sedang)

b. Kulkas

2. Bahan

Formalin 2% (Winarno, 1978; Widianarko, 2000)

Ekstrak bawang putih bawang putih 8%

(Kasmawati, 2008).

Kalium sorbat 0,3% (Koswara)

Tahu putih yang belum diawetkan

Air

3. Cara Kerja

a. Siapkan tahu putih yang belum diawetkan sejumlah 48 buah, 24 buah

tahu untuk diawetkan pada suhu kamar dan 24 tahu yang lain untuk

diawetkan pada suhu dingin (kulkas)

b. Siapkan 8 buah mangkok ukuran sedang atau ember kecil. 2 buah

mangkok A (A1 dan A2), 2 buah mangkok B (B1 dan B2), 2 buah

mangkok C (C1 dan C2), dan 2 buah mangkok D (D1 dan D2).

c. Masukkan ke dalam tiap – tiap mangkok 6 buah tahu putih

d. Campur tahu pada mangkok A dengan pengawet formalin, mangkok B

dengan pengawet bawang putih, mangkok C dengan pengawet kalium

sorbat, dan mangkok D tidak dicampur dengan pengawet.

e. Mangkok A1, B1, C1, dan D1 di letakkan di ruangan dengan suhu

kamar dan mangkok A2, B2, C2, dan D2 diletakkan di kulkas (suhu

dingin)

f. Kemudian amati perubahan pada tiap – tiap tahu meliputi perubahan

warna,bau, dan timbulnya lendir.

g. Catat perubahan masing – masing tahu, dan catat waktu terjadinya

perubahan tersebut ( dalam satuan jam)

h. Penelitian ini dilakukan 3 kali, sehingga total tahu putih yang

digunakan dalam setiap variabel pengawet adalah 18 buah.

4. Teknik analisis data

Data akan dianalisis dengan menggunakan uji statistik parametrik, uji

ANOVA (analysis of varian) dengan α=0,05, apabila syarat terpenuhi. Uji

ANOVA digunakan untuk membandingkan mean (rata – rata) dari dua

kelompok atau lebih. Uji dilakukan dengan cara membandingkan mean 4

kelompok sekaligus.

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Data Hasil Penelitian

Setelah dilakukan penelitian, didapatkan hasil sebagai berikut:

Penelitian pada suhu ruangan (30◦C) :

Tabel 2. Perbandingan rata – rata perubahan warna, lendir, dan bau pada suhu kulkas (-3◦C)

Rata - rata perubahan per jam

Perlakuan Warna Lendir Bau

Tanpa pengawet 43.56 ± 11.78 37.83 ± 13.18 51.00 ± 7.18 (kontrol negative) Kalium sorbat 87.78 ± 19.89 68.22 ± 9.53 85.78 ± 13.88 (kontrol positif) Bawang putih 40.22 ± 10.88 33.33 ± 9.14 37.67 ± 9.74

Formalin > 87.78 ± 19.89 > 68.22 ± 9.53 > 85.78 ± 13.88

0102030405060708090

kaliumsorbat

bawangputih

tanpapengawet

formalin

Rata - rata perubahan warna, lendir, dan bau pada suhu kamar

warnalendirbau

Gambar 5. Diagram perbandingan rata – rata perubahan warna, lendir, dan bau pada suhu kamar (30◦C)

Berdasarkan tabel di atas formalin memiliki rata – rata yang paling besar, melebihi

rata – rata kalium sorbat. Sedangkan rata – rata pada pengawetan dengan bawang

putih adalah yang paling kecil.

Penelitian pada suhu kulkas ( -3◦C) :

Tabel 3. Perbandingan rata – rata perubahan warna, lendir, dan bau pada suhu kulkas (-3◦C)

Rata - rata perubahan per jam

Perlakuan Warna Lendir Bau

Tanpa pengawet 146.67 ± 6.58 124.00 ± 11.08 133.33 ± 14.09 (kontrol negative) Kalium sorbat 345.00 ± 54.51 153.67 ± 24.68 316.00 ± 61.30 (kontrol positif) Bawang putih 51.67 ± 5.09 38.44 ± 9.54 54.67 ± 3.49

Formalin > 345.00 ± 54.51 > 153.67 ± 24.68 > 316.00 ± 61.30

0.00E+00

5.00E+01

1.00E+02

1.50E+02

2.00E+02

2.50E+02

3.00E+02

3.50E+02

kaliumsorbat

bawangputih

tanpapengawet

formalin

Rata - rata perubahan warna, lendir, dan bau pada suhu kulkas

warnalendirbau

Gambar 6. Diagram perbandingan rata – rata perubahan warna, lendir, dan bau pada suhu kulkas (-3◦C)

Pada penelitian dalam suhu kulkas, didapatkan hasil yang sama dengan penelitian

pada suhu ruangan. Formalin memiliki rata – rata terbesar melebihi rata – rata kalium

sorbat. Sedangkan bawang putih memiliki rata – rata yang paling kecil.

B. Analisis Data

Dari data rata – rata waktu perubahan warna, lendir, dan bau, mula – mula

dilakukan uji distribusi normal dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.

Hasilnya menunjukkan bahwa data terdistribusi normal dengan nilai p>0,05. Setelah

itu dilakukan uji Oneway ANOVA (α =0,05), dilanjutkan dengan uji Post Hoc.

Setelah dilakukan uji Post Hoc, didapatkan hasil sebagai berikut: Pada suhu ruang

perbandingan antara bawang putih, kalium sorbat, dan tanpa pengawet semuanya

menunjukkan perbedaan yang signifikan, kecuali pada variabel warna dan lendir

antara bawang putih dengan tanpa pengawet. Selanjutnya untuk suhu kulkas,

semuanya menunjukkan perbedaan yang signifikan.

BAB V

PEMBAHASAN

Efektivitas suatu pengawet tidak hanya ditinjau dari seberapa lama pengawet

tersebut mampu mengawetkan makanan. Salah satu yang harus dipertimbangkan

untuk menjadikan suatu bahan layak menjadi pengawet makanan adalah pengaruhnya

terhadap kesehatan manusia. Pengawet makanan yang merugikan kesehatan manusia

tidak layak untuk dipertahankan sebagai pengawet makanan.

Dalam penelitian ini formalin mampu mengawetkan tahu dalam jangka waktu

yang lebih lama dari pengawet – pengawet yang lain, akan tetapi formalin

memberikan dampak buruk terhadap kesehatan manusia.

Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia.

Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir

semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel

yang menyebabkan keracunan pada tubuh. (Nuryasin, 2006)

Dampak akut formalin pada kesehatan manusia adalah iritasi, alergi,

kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar, sakit perut, dan pusing. Efek

pada kesehatan manusia terlihat setelah terkena dalam jangka waktu yang lama dan

berulang yaitu terjadi iritasi yang kemungkin menjadi parah, mata berair, gangguan

pada pencernaan, hati, ginjal, pankreas, sistem saraf pusat, gangguan menstruasi dan

pada hewan percobaan dapat menyebabkan kanker sedangkan pada manusia diduga

bersifat karsinogen (menyebabkan kanker). (Nuryasin, 2006)

Mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung formalin, efek sampingnya

terlihat setelah jangka panjang, karena terjadi akumulasi formalin dalam tubuh.

(Nuryasin, 2006)

Demikian apabila formalin digunakan sebagai pengawet makanan maka akan

berdampak buruk terhadap kesehatan manusia walaupun makanan yang diawetkan

dengan formalin jauh lebih tahan lama dibandingkan makanan yang diawetkan

dengan pengawet selain formalin

Sebagai alternatif pengganti formalin, di dalam penelitian ini digunakan

bawang putih. Bawang putih merupakan bahan makanan yang sangat familiar bagi

masyarakat Indonesia dan mengandung zat yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh.

Senyawa yang ada pada bawang putih adalah aliin. Dengan dorongan enzim alinase,

aliin terpecah menjadi alisin, amonia, dan asam piruvat. Senyawa alisin berkhasiat

menghancurkan pembentukan pembekuan darah dalam arteri, mengurangi gejala

diabetes, dan mengurangi tekanan darah. Selain alisin, bawang putih juga memiliki

senyawa lain yang berkhasiat sebagai obat, yaitu senyawa alil yang berkhasiat

meyembuhkan penyakit – penyakit degeneratif dan mengaktifkan pertumbuhan sel –

sel baru. (anonim, 2007)

Kemampuan bawang putih sebagai antibakteri didukung oleh penelitian

Yamada dan Azama (1997) yang menyatakan bahwa selain bersifat anti bakteri,

bawang putih juga bersifat antijamur. Kemampuan bawang putih ini berasal dari zat

kimia yang terkandung di dalam umbi. Komponen kimia tersebut adalah allicin.

Allicin berfungsi sebagai penghambat dan penghancur berbagai pertumbuhan jamur

dan bakteri. (Anonim, 2004)

Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan, setelah data diuji dengan

Oneway ANOVA dan dilanjutkan dengan uji post hoc, semua memperlihatkan

perbedaan yang signifikan antara bawang putih dengan kalium sorbat dan dengan

tanpa pengawet baik pada suhu ruang maupun pada suhu kulkas, kecuali bawang

putih dengan tanpa pengawet pada variabel warna dan lendir suhu ruangan. Dan

sesuai dengan rata – rata yang didapatkan, bawang putih memiliki nilai yang paling

rendah dibandingkan dengan pengawet – pengawet yang lain. Sehingga bisa

disimpulkan kemampuan bawang putih untuk mengawetkan tahu masih di bawah

kalium sorbat sebagai pengawet makanan standar. Sehingga bawang putih kurang

efektif untuk dijadikan pengawet tahu. Hal ini disebabkan konsentrasi bawang putih

yang digunakan dalam penelitian ini terlalu rendah, sehingga belum bisa menghambat

pertumbuhan kapang. Kandungan allicin yang merupakan anti bakteri pada bawang

putih juga bersifat tidak stabil dalam penyimpanan, sehingga mudah sekali rusak.

Kemampuan formalin sebagai pengawet melebihi pengawet – pengawet yang

lain karena mekanisme kerja formalin dalam mengawetkan adalah dengan bereaksi

terhadap protein, dalam penelitian ini adalah protein tahu, formalin mengikat unsur

protein mulai dari permukaan tahu hingga terus meresap kebagian dalamnya, supaya

tahan terhadap serangan bakteri lain. Bila desinfektan lainnya mendeaktifasi serangan

bakteri dengan cara membunuh dan tidak bereaksi dengan bahan yang dilindungi,

maka formaldehid akan bereaksi secara kimiawi dan tetap ada dalam materi tersebut

untuk melindungi dari serangan berikutnya. Hal itu menjadikan formalin memiliki

kemampuan mengawetkan tahu yang paling lama dibandingkan dengan pengawet

yang lain.

Kemudian dilihat dari banyaknya biaya yang dihabiskan untuk pengawetan

tahu ini, antara bawang putih dengan formalin, formalin menghabiskan biaya yang

jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pengawet bawang putih. Formalin yang

digunakan dalam penelitian ini adalah formalin non teknis, dan harga per liternya

adalah 15.000 rupiah. Dan untuk mengawetkan sejumlah tahu dalam penelitian ini

hanya digunakan 90 ml formalin, sehingga biaya yang dikeluarkan kira – kira 1.350

rupiah. Selanjutnya untuk pengawet bawang putih, dalam penelitian ini dibutuhkan 3

kilogram bawang putih untuk jumlah sampel tahu yang sama dengan formalin. Harga

per kilogram bawang putih adalah sekitar 4.000 rupiah. Sehingga dapat disimpulkan

biaya yang dihabiskan untuk mengawetkan tahu dengan formalin jauh lebih sedikit

dibandingkan dengan bawang putih. Itulah salah satu alasan mengapa penggunaan

formalin untuk bahan pengawet produk makanan marak digunakan, karena dari segi

ekonomi penggunaan formalin lebih menguntungkan.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa bawang putih kurang efektif

untuk mengawetkan tahu dibandingkan dengan formalin.

SARAN

1. Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk

menemukan pengawet pengganti formalin yang efektif

2. Konsentrasi ekstrak bawang putih sebaiknya menggunakan konsentrasi yang

lebih tinggi, agar bisa menghambat pertumbuhan kapang

Anonim. 2004. Garlic (Allium Sativum). http://.Dietsite.com/dt/alternativenutrition/Herbs?garlic/asp. (2 Januari 2010) Anonim. 2006. Formalin Bukan Formalitas. CP-Bulletin Service. Jakarta. 73-7 Anonim. 2007. Manfaat Bawang Putih, Umbi Seribu Khasiat. Majalah Nikah. 10(5), hal: 15 - 16 Anonim. 2009. Penggunaan Formalin Dalam Produk Pangan. http://www.smallcrab.com/kesehatan/650-penggunaan-formalin-dalam- produk-pangan. ( 2 Januari 2010) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi, 2007. Bawang Putih dan Air Ki

Alternatif Pengganti Formalin. Jambi. Cahyadi, Wisnu. 2007. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Jakarta. hal:

58-59 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1992. Kumpulan Perundang – undangan

di Bidang Makanan. Edisi II. Ditjen POM Depkes RI. Jakarta. hal:86-98 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Mengenal Formalin.

http://amalia07.files.wordpress.com/2008/07/mengenal-formalin.pdf (20 November 2008)

Kasmawati, Yuyuk; Yuliana, Neti; Nurainy, Fibra. 2005. Pengaruh Masing- masing

Konsentrasi Bubuk Bawang Putih dan Bubuk Lengkuas Terhadap Mutu Tahu. Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Kimia Indonesia. 2006. Pengawet Alami.

http://tech.dir.groups.yahoo.com/group/kimia_indonesia/message/4551. (2 Januari 2010)

Koswara, Sutrisno. Nilai Gizi, Pengawet dan Pengolahan Tahu. http://www.ebookpangan.com/artikel/nilai%20gizi,%20pengolahan%20dan%20pengawetan%20tahu.pdf. (18 November 2008).

Mardiah; Zakaria, Fransiska Rungkat; Asydhad, Lia Amalia. 2006. Makanan anti

Kanker. Kawan Pustaka. Jakarta. hal:21 Margono, Tri; Suryati, Detty; Hartinah, Sri. 1993. Buku Panduan Teknologi Panga.,

Pusat Informasi wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI. Jakarta. hal: 2-3

Nurcahyo. 2007. Bawang Putih dan Air Ki Alternatif Pengganti Formalin.

http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg02130.html (10 Desember 2008)

Pradnyamitha. 2008. Jenis Bahan Pengawet Pada Makanan.

http://bayivegetarian.com/ (6 Desember 2008) Rahman. [Baraya_Sunda] Tahu Formalin? http://www.mail-

archive.com/[email protected]/msg02130.html (10 Desember 2008)

Rukmana, Rahmat. 1995. Budidaya Bawang Putih. Kanisius. Yogyakarta. hal:18-23 Santoso, Hieronymus Budi. 1988. Bawang Putih. Kanisius. Yogyakarta. hal 19-20 Widianarko, Budi; Pratiwi, Rika A; Retnaningsih, Ch. (ed). 2000. Teknologi, Produk,

Nutrisi & Kemanan Pangan. Dalam Seri Iptek Pangan. Volume 1. Jurusan Teknologi Pangan Unika Soegipranata. Semarang. hal:1

Wilbranam, Antony C;Matta, Michael S. 1992. Pengantar Kimia Organik dan

Hayati. Institut Teknologi Bandung. Bandung. hal:97 Widianti, Evi, 2007. Bahan Pengawet (Preservatives).

kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2007/evi%20w/data%20pengawet.pdf (18 Novenber 2008)