Analisis Pengaruh inflasi terhadap Nilai Emisi Obligasi

download Analisis Pengaruh inflasi terhadap Nilai Emisi Obligasi

of 14

description

tugas

Transcript of Analisis Pengaruh inflasi terhadap Nilai Emisi Obligasi

  • ANALISI PENGARUH INFLASI TERHADAP NILAI EMISI OBLIGASI

    Sebagai Salah Satu Syarat Memeroleh Nilai Mata Kuliah Ekonomi Moneter

    Fakultas Ekonomi dan Bisnis

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

    Disusun oleh :

    ZAKI MUBAROK

    1113084000046

    Dosen pembimbing :

    Tony S. Chendrawan, ST,. SE,. M.Si

    PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN

    FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2015M01436H

    Email : [email protected]

  • ABSTRACT

    Bonds is expected to remain rampant throughout the government controlled inflation.

    Inflationary pressures in February 2013 also affected the determination of

    indication coupons offered by the issuer. Coupon is higher than the previous Inflation has

    also pressured the bond market. Price almost all series of benchmark government securities

    (GS) down. For bond markets, rising inflation has the potential to improve the Yield to

    Maturity. Yield to Maturity of Government Securities or SUN is now very low, so the

    forward Yield to Maturity potentially will increase along with the increase in fuel.

    Prospect of debt issuance (bond) in Indonesia this year is still considered pretty good

    throughout inflation remains under control. At the macro level, runaway inflation will have a

    negative impact on bond.

    Based on the theoretical research and has forwarded it can be concluded that the

    model Summery table, note that the size of 0.206 Rsquare means of emission obligations

    inflation relationship have a weak correlation. It can be known from the results of the

    regression equation, namely: Y = 221 979 - 9.950X Based on the results of regression F test

    is known that there is no significant effect of inflation on emissions obligations. It is based on

    the size of regression significance 0.161. Calculate the size of the F 2,337. So based on the

    mean value of 0.161 Significant 0.161 sig probabilities greater than 0.05

    Keyword: Inflation, Bond

  • BAB 1 PENDAHULUAN

    Nilai emisi obligasi adalah suatu pengakuan hutang yang dikeluarkan oleh pemerintah

    atau perusahaan atau lembaga-lembaga lain sebagai pihak yang berhutang yang mempunyai

    nilai nominal tertentu dan kesanggupan untuk membayar bunga secara periodik atas dasar

    persentase tertentu yang tetap.

    Obligasi merupakan salah satu instrument pasar modal, dan sangat berkembang pesat

    di negara-negara berkembang dan salah satunya Indonesia. Hal ter sebut dapat di lihat di

    dalam tabel berikut ini.

    Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-

    menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai

    faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar

    yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya

    ketidaklancaran distribusi barang.

    Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara

    kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga.

    Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah

    indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga

    berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga

    digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai

    penyebab meningkatnya harga

    Yaitu suatu periode di mana kekuatan membeli kesatuan moneter turun. Inflasi

    (inflation) dapat timbul bila jumlah uang atau uang deposito dalam peredaran lebih banyak

    dibandingkan dengan jumlah barang-barang serta jasa-jasa yang ditawarkan. Hal ini

    seringkali didukung dengan kehilangan kepercayaan masyarakat dalam negeri terhadap mata

    uang nasional yang kemudian menimbulkan gejala yang meluas untuk menukar uang dengan

    barang-barang.

    Prospek penerbitan surat utang (obligasi) di Indonesia tahun ini dinilai masih cukup

    baik sepanjang inflasi masih dapat terkendali. Secara makro, inflasi yang tidak terkendali

    akan berdampak negatif terhadap obligasi.

    Pemerintah harus dapat menjaga kestabilan inflasi, sehingga dapat diprediksi oleh kalangan

    investor obligasi menyusul ekspektasi dari kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

    Investor tidak menyukai sesuatu yang tidak bisa diprediksi, sepanjang masih bisa

    diproyeksikan dan dapat dikalkulasikan nilai kuponnya plus-minus masih disukai investor

  • Dengan inflasi yang terkendali maka tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) akan

    tetap berada di level yang rendah sehingga akan memicu perusahaan untuk menerbitkan surat

    utang.

    Kondisi pasar surat utang di dalam negeri sangat erat kaitannya dengan kondisi

    makroekonomi Indonesia. Konsumsi domestikmasyarakat masih menjadi kekuatan terbesar

    PDB (Pendapatan Domestik Bruto) Indonesia. Ditunjang pertumbuhan kelas menengah

    Indonesia dan demografi Indonesia yang didominasi usia produktif, menjadikan ekonomi

    domestik makin kuat. Faktor tersebumenjadi kekuatan perekonomian Indonesia.

    Persoalannya, meski perekonomian di dalam negeri terbilang lebih stabil, ada pengaruh dari

    perekomian global yang belum sembuh dari krisis

    Di dalam negeri, tantangan terbesar di 2013 muncul dari perkiraan lonjakan inflasi. Lantaran

    rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dan juga kenaikan tarif dasar listrik (TDL).

    Ekonomi domestik dihadapkan pada kondisi kenaikan BBM, sehingga subsidi turun.

    Akibatnya, kenaikan inflasi bisa terjadi. Indonesia juga dihadapkan pada periode mendekati

    Pemilu 2014, sehingga tekanan meningkat, demo ada dimana-mana. Ini bisa mempengaruhi

    uncertainty atau ketidakpastian. Faktor BBM dan TDL ini, menurut beberapa kajian

    menyumbang peningkatan angka inflasi di atas dua persen. Bagi pasar obligasi, naiknya

    inflasi berpotensi meningkatkan Yield to Maturity (nilai sekarang obligasi plus dikonto atas

    seluruh bunga dan pembayaran pokoknya -saat jatuh tempo-).Yield to Maturity Surat Utang

    Negara atau SUN saat ini sudah sangat rendah, sehingga ke depan Yield to Maturity

    berpotensi akan meningkat seiring dengan kenaikan BBM. Kepemilikan investor asing di

    surat utang negara (SUN), saat ini merupakan salah satu indikator baik. Tren peningkatan

    kepemilikan asing menunjukkan peningkatan kepercayaan pasar terhadap surat berharga

    negara. Mayoritas investor asing merupakan long term investor. Terlihat dari kepemilikan

    asing atas surat berharga negara di tenor panjang. Pada 2013, Bursa Efek Indonesia (BEI)

    menargetkan emisi obligasi korporasi mencapai 50 dan obligasi negara mencapai 60 seri.

    Target tersebut lebih tinggi dibandingkan target 2012 yang hanya 42 obligasi korporasi dan

    46 obligasi negara Tekanan inflasi pada bulan Februari 2013 ikut mempengaruhi penetapan

    indikasi kupon yang ditawarkan oleh emiten. Kupon menjadi lebih tinggi ketimbang

    sebelumnya, kenaikan inflasi juga telah menekan pasar obligasi. Harga hampir semua seri

    acuan surat utang negara (SUN) turun. Obligasi diperkirakan masih marak terjadi sepanjang

    inflasi masih dapat dikontrol pemerintah Dapat dilihat dari table tersebut bahwa jumlah

    emisi obligasi di setiap tahunnya terus meningkat, walaupun tingkat inflasi di setiap tahunnya

    tidak stabil.

  • Data Inflasi dan Emisi ObligasiTahun 2002-2012

  • BAB II KERANGKA TEORITIS DAN

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 INFLASI

    Menurut AP Lehner adalah keadaan

    dimana terjadi kelebihan permintaan (excess demand) terhadap barang dalam suatu

    perekonomian secara keseluruhan.

    Menurut FW Paish memberikan penjelasan mengenai inflasi sebagai suatu kondisi dimana

    pendapatan nasional meningkat jauh lebih cepat bila dibandingkan dengan peningkatan

    peningkatan barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu perekonomian

    Menurut Boediono, inflasi sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum

    dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi,

    kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar

    dari barang-barang lain.

    Menurut Nopirin (1987:25) Proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus

    menerus selama peride tertentu.

    Menurut Samuelson dan Nordhaus (1998: 578-603) Inflasi dinyatakan sebagai kenaikan

    harga secara umum. Jadi tingkat inflasi adalah tingkat perubahan harga secara umum yang

    dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut: Rate of inflation (year t) = Price level (year

    t)- price level (year t-l) :Price level (year t-l)

    Menurut Winardi (1995 : 235) Definisi atau pengertian inflasi (inflation) adalah suatu

    periode di mana kekuatan membeli kesatuan moneter turun. Inflasi (inflation) dapat timbul

    bila jumlah uang atau uang deposito dalam peredaran lebih banyak dibandingkan dengan

    jumlah barang-barang serta jasa-jasa yang ditawarkan. Hal ini seringkali didukung dengan

    kehilangan kepercayaan masyarakat dalam negeri terhadap mata uang nasional yang

    kemudian menimbulkan gejala yang meluas untuk menukar uang dengan barang-barang.

    Menurut Bodie dan Marcus (2001 : 331) Definisi atau pengertian inflasi (inflation)

    merupakan suatu nilai di mana tingkat harga barang dan jasa secara umum mengalami

    kenaikan.

    Menurut Weston dan Copeland (1998 : 250), definisi atau pengertian inflasi (inflation)

    adalah suatu keadaan ekonomi yang mengalami kenaikan tingkat harga tertinggi dan tidak

    bisa dicegah atau dikendalikan lagi

  • Nanga (2001: 237) menyatakan bahwa inflasi adalah suatu gejala di mana tingkat harga

    umum mengalami kenaikan secara terus-menerus. Kenaikan tingkat harga umum yang terjadi

    sekali waktu saja tidaklah dapat dikatakan sebagai inflasi.

    Menurut Rahardja (1997: 32) inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk

    meningkat secara umum dan terusmenerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja

    tidak disebut inflasi, tetapi jika kenaikan meluas kepada sebagian besar harga barang-barang

    maka hal ini disebut inflasi.

    Menurut Eachern (2000: 133) menyatakan bahwa inflasi adalah kenaikan terus-menerus

    dalam rata-rata tingkat harga. Jika tingkat harga berfluktuasi, bulan ini naik dan bulan depan

    turun, setiap adanya kenaikan kerja tidak berarti sebagai inflasi.

    Menurut Sukirno (2004: 27) memberikan definisi bahwa inflasi adalah suatu proses

    kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian.

    Menurut BPS (2000: 10) mendefinisikan inflasi sebagai salah satu indikator untuk melihat

    stabilitas ekonomi suatu wilayah atau daerah yang menunjukkan perkembangan harga barang

    dan jasa secara umum yang dihitung dari indeks harga konsumen.

    Teori Inflasi Klasik Teori ini berpendapat bahwa tingkat harga

    terutama ditentukan oleh jumlah uang beredar, yang dapat dijelaskan melalui hubungan

    antara nilai uang dengan jumlah uang, serta nilai uang dan harga

    Teori Inflasi Keynes Teori ini mengasumsikan bahwa perekonomian sudah berada pada

    tingkat full employment. Menurut Keynes kuantitas uang tidak berpengaruh terhadap tingkat

    permintaan total, karena suatu perekonomian dapat mengalami inflasi walaupun tingkat

    kuantitas uang tetap konstan.

    Teori Inflasi Moneterisme Teori ini berpendapat bahwa inflasi disebabkan oleh

    kebijaksanaan moneter dan fiskal yang ekspansif, sehingga jumlah uang beredar di

    masyarakat sangat berlebihan. Kelebihan uang beredar di masyarakat akan menyebabkan

    terjadinya kelebihan permintaan barang dan jasa di sektor riil.

    Teori Ekspektasi Menurut Dornbusch, bahwa pelaku ekonomi membentuk ekspektasi laju

    inflasi berdasarkan ekspektasi adaptif dan ekspektasi rasional. Ekspektasi rasional adalah

    ramalan optimal mengenai masa depan dengan menggunakan semua informasi yang ada.

    Pengertian rasional adalah suatu tindakan yang logik untuk mencapai tujuan berdasarkan

    informasi yang ada. Artinya secara sederhana teori ekspektasi dapat dinotasikan menjadi :

    Inflasi = f(ekspektasi adaftif,ekspektasi rasional)

  • 2.2 Nilai Emisi Obligasi

    Menurut Drs. Bambang Riyanto (1977 hal 128),definisi obligasi adalah sebagai berikut :

    Obligasi adalah suatu pengakuan hutang yang dikeluarkan oleh pemerintah atau perusahaan

    atau lembaga-lembaga lain sebagai pihak yang berhutang yang mempunyai nilai nominal

    tertentu dan kesanggupan untuk membayar bunga secara periodik atas dasar persentase

    tertentu yang tetap.

    Menurut Brigham & Houston (2006 , hal 346) Obligasi (bond) adalah suatu instrumen uang

    jangka panjang atau disebut juga kontrak jangka panjang dimana peminjam dana setuju untuk

    membayar bunga dan pokok pinjaman, pada tanggal tertentu, kepada pemegang obligasi

    tersebut.

    Menurut Teori ekspektasi murni (pure exspectation theory) Teori ini dari struktur tingkat

    bunga mengatakan bahwa tinkat bunga jangka panjang akan sama dengan rata-rata tingkat

    bunga jangka pendek. Asumsi dibalik teori ini adalah bahwa investor tidak suka memegang

    obligasi dengan jatuh tempo yang berbeda, sehingga ia akan memegang obligasi dengan

    waktu jatuh tempo yang sama tetapi tingkat pengembaliannya (imbal hasil) lebih rendah. Dua

    atau lebih obligasi dengan karakteristik waktu jatuh tempo berbeda tetapi tingkat

    pengembaliaannya sama dengan obligasi susbtitusi sempurna.

    Menurut Teori segmentasi pasar (market segmentation theory) Teori ini dari struktur

    tingkat bunga obligasi jatuh berbeda dapat dipisahkan atau segmentasikan secara sempurna.

    Tingkat bunga setiap obligasi ditentukan oleh permintaan dan penawaran obligasi itu sendiri

    dan tidak dipengaruhi oleh spektasi imbal dari hasil dari obligasi lainnya serta tidak ada

    substitusi. Artinya investor mempunyai refrensi atau pilihan tertentu terhadap suatu obligasi

    karena ekspektasi imbal hasil obligasi itu sendiri. Seorang investor akan lebih suka terhadap

    obligasi dengan waktu jatuh tempo yang lebih singkat karena resiko tingkat bunga akan lebih

    rendah.

    Menurut Teori premi likuiditas (liquidity premium theory) Teori ini merupakan kombinasi

    dari teori ekspektasi murni dan teori segmentasi pasar, tingkat bunga jangka panjang akan

    sama sengan tinkat bunga obligasi jangka pendek ditambah premi liquiditas yang peka

    terhadapt penawaran dan permintaan obligasi. Asumsi pokok dari teori adalah bahwa obligasi

    dengan jatuh tempo berbeda dapat disubstitusikan secara sempurna. Artinya, ekspektasi imbal

    hasil dari suatu obligasi dipengaruhi ekspektasi imbal hasil obligasi lainnya.

  • 2.3 Kerangka Pemikiran

    Kerangka berfikir penelitian yang

    sedang dipahami pada Analisis Pengaruh Inflasi terhadap nilai emisi obligasi di Indonesia

    Tahun 2002-2012 adalah sebagai berikut;

    Secara umum dan sederhana kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan berikut:

    Ho : B1 = 0, Tidak ada pengaruh antara inflasi dengan nilai emisi obligasi. H1 : B1 0,

    Terdapat pengaruh antara inflasi dengan nilai emisi obligasi.

  • III. METODOLOGI PENELITIAN

    Sumber data dari penelitian ini adalah dari Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) dan

    Badan Pengawas Penanaman Modal (Bapepam), adapun objek penelitian yang diteloti adalah

    Inflasi dan Nilai Emisi Obligasi jangka panjang yaitu jangka waktu dari tahun 2002-2012.

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu regresi sederhana. Regresi adalah suatu

    alat ukur yang juga dapat digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya korelasi

    antarvariabel.

    Analisis regresi mempelajari hubungan yang diperoleh yang dinyatakan dalam persamaan

    matematika yang menyatakan hubungan fungsional antar variabel-variabel.

    Dalam penelitian ini data yang berupa independent (bebas) adalah Inflasi sedangkan variabel

    yang berupa dependent (terikat) adalah Emisi Obligasi. Data yang digunakan adalah Time

    Series dengan periode 2002 2012 dan dikorelasikan dengan software SPSS 16.0.

    Data di atas bersumber dari BPS

    (www.bps.go.id) untuk memperoleh data Inflasi dan BAPEPAM (www.bapepam.go.id)

    untuk memperoleh data Emisi Obligasi.

    No Variabel Konsep/teori Skala

    1 Inflasi Inflasi adalah proses naiknya atau meningkatnya harga-

    harga secara terus menerus (continue) keadaan dimana

    terjadi kelebihan permintaan ( excess demand) terhadap

    barang dalam suatu perekonomian secara keseluruhan.

    (Menurut teori AP Lehner dan Rahardja)

    Rasio

    2 Emisi obligasi Emisi obligasi adalah pengakuan hutang yang

    dikeluarkan oleh pemerintah atau perusahaan atau

    lembaga lembaga lain sebagai pihak yang berhutang

    yang mempunyai nilai nominal tertentu dan

    kesanggupan membayar bunga secara periodic. Tingkat

    Bungan jangka panjang akan sama dengan tingkat

    bunga obligasi jangka pendek ditambah premi liquiditas

    yang peka terhadap penawaran dan permintaan obligasi.

    (menurut teori Bambang Riyanto dan premi liquditas)

    Rasio

  • Berdasarkan tabel Descriptive Statistics diatas, maka dapat diketahui bahwa rata rata Inflasi

    7.3345 dengan Standar Deviasi 4.08046. Sedangkan rata-rata Emisi Obligasi 1.4900E2

    dengan Standar Deviasi 89.43042.

    Berdasarkan tabel Correlations diatas, dapat diketahui bahwa menurut cara Pearson yaitu

    ketika variabel Inflasi naik 1 unit, maka akan berpengaruh -0,454 unit bagi variabel Inflasi.

    Demikian juga dengan variabel Emisi Obligasi jika mengalami kenaikan sejumlah 1 unit

    maka akan berpengaruh -0,454 unit bagi variabel Emisi Obligasi.

  • Dari tabel Model Summary (Model

    Sisaan) angka R Square adalah 0.206 yaitu hasil kuadrat dari koefisien korelasi 2

    (0.454 = 0.206). Nilai Standard Error of Estimate adalah 83,99333. Nilai Rsquare berkisar

    antara 0 sampai 1, semakin Rsquare mendekati angka 0 maka terdapat kolerasi yang lemah,

    dan jika Rsquare mendekati angka 1 maka terdapat kolerasi yang kuat. Dalam tabel model

    summery, diketahui bahwa Rsquare sebesar 0,206 artinya hubungan inflasi terhadap emisi

    obligasi memiliki kolerasi yang lemah.

    Berdasarkan tabel Anova, diketahui

    bahwa besar signifikansi regresi sebesar 0.161. Nilai F hitung sebesar 2,337. Maka

    berdasarkan nilai Signifikan 0.161 berarti probabilitas 0.161 lebih besar dari 0.05 maka Ho

    diterima. Artinya tidak ada pengaruh inflasi terhadap Emisi Obligasi.

  • Berdasarkan tabel Coefficients, dapat

    diketahui bahwa besarnya nilai t hitung = -1.529 sedangkan besarnya signifikansi adalah

    0,161 lebih besar dari nilai probabilitas nilai alfa 0,05. Dengan demikian H0 diterima yang

    berarti tidak ada pengaruh variabel Inflasi terhadap Emisi Obligasi. Dan dari tabel Coefficient

    di atas, kolom B pada Constant (a) adalah 221.979 sedangkan Inflasi (b) adalah 9.950.

    Sehingga persamaan regresinya adalah: Y= a + bX Y= 221.979 9.950X

  • V. KESIMPULAN DAN SARAN

    Berdasarkan penelitian dan menurut teori yang telah di kemukakan maka dapat diambil

    kesimpulan bahwa Dalam tabel model summery, diketahui bahwa Rsquare sebesar 0,206

    artinya hubungan inflasi terhadap emisi obligasi memiliki kolerasi yang lemah. Hal ini dapat

    diketahui dari hasil persamaan regresi yaitu : Y = 221.979 9.950X

    Berdasarkan hasil regresi uji F diketahui bahwa Tidak terdapat pengaruh yang signifikan

    antara inflasi terhadap emisi obligasi. Hal ini berdasarkan pada signifikansi regresi sebesar

    0.161. Nilai F hitung sebesar 2,337. Maka berdasarkan nilai Signifikan 0.161 berarti

    probabilitas sig 0,161 lebih besar dari 0.05

    VI. REFERENSI

    http://id.wikipedia.org/wiki/Obligasi

    http://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi www.bps.go.id/ www.bapepam.go.id

    Rahardja, Prathama. (1997). Uang dan Perbankan. Jakarta: Rineka Cipta.

    Sukirno, Sadono. (2004). Makro Ekonomi. Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Raja Grafindo

    Persada.