ANALISIS PENGARUH EKSPOR NETTO, KURS, DAN INDEKS …
Transcript of ANALISIS PENGARUH EKSPOR NETTO, KURS, DAN INDEKS …
ANALISIS PENGARUH EKSPOR NETTO, KURS, DAN INDEKS PRODUKSI INDUSTRI TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 2005 – 2015
Oleh:
Alfian Isnan
111008400015
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438H/2017
i
Curriculum Vitae
Data Pribadi
Nama Alfian Isnan Tempat Tanggal Lahir Garut, 20 Januari 1992 Jenis Kelamin Laki-laki Alamat Jalan Cimanuk 203 RT 04/02 Sanding Lebak,
Kabupaten Garut –Jawa Barat Nomor Telepon 0821-2632-8884 Email [email protected]
Pendidikan Formal
Pendidikan Nama Institusi Tahun Strata I UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta 2010 - 2017
Sekolah Menengah Atas SMAN 1 Garut 2007 - 2010 Sekolah Menengah Pertama
SMPN 1 Garut 2004 - 2007
Sekolah Dasar SDN Regol VIII 1998 - 2004
Pengalaman Organisasi
Organisasi Jabatan Tahun BEM FEB UIN Bidang Minat dan Bakat 2011 BEMJ IESP Kepala Bidang
Pendidikan 2012
PMII Komfeis Bidang Penelitian dan Pengembangan
2013
English Club FEB Bidang Media 2013
Pengalaman Karir/Magang
Perusahaan Perusahaan Tahun Tabloid Bola Penulis 2012-2014 PT PP Properti Staff Koperasi 2014 PT Pilar Energi Staff Akuntan 2015
ii
Abstact
The aim of this study is to analyze the effect of net exports, exchange rate,
and Industrial Production Index IPI to Indonesia's economic growth. The data used in the period of 2005 - 2015 is arranged quarterly, obtained from Bank Indonesia (BI), Central Bureau of Statistics (BPS), and National Bureau of Amil Zakat (Baznas). Analytical using Vector Auto Regressive analysis method that can measure the influence and flow of variables one each other
The results show that in that the variables of net exports and economic growth affect each other. Exchange rate variables influence economic growth through industrial production indices, and industrial production index variables affect economic growth through net exports
Keywords: Economic Growth, Export, Exchange Rate, Industrial Production Index (IPI), Vector Auto Regressive (VAR)
iii
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh Ekspor Netto, Nilai Tukar, Indeks Produksi Industri (IPI) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Data yang digunakan yaitu periode 2005 – 2015 disusun secara triwulan, diperoleh dari Bank Indonesia (BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS). Alat analisis menggunakan metode analisis Vector Auto Regressive yang dapat mengukur pengaruh dan alur variabel-variabel dalam penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam bahwa variabel ekspor netto dan pertumbuhan ekonomi saling mempengaruhi. Variabel nilai tukar mempengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui indeks produksi industri, dan variabel indeks produksi industri mempengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui ekspor netto.
Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Ekspor Netto, Nilai Tukar, Indeks Produksi Industri (IPI), Pembiayaan Mudharabah, dan Zakat Infak Sedekah (ZIS), Vector Auto Regressive (VAR)
iv
Kata Pengantar
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Segala puji bagi Allah SWT pencipta alam semesta yang telah
memberikan segala nikmat dan hidayah kepada semua mahkluk-Nya. Serta
menurunkan islam sebagai tuntunan hidup yang akan membawa keberkahan,
kesejahteraan, dan kemuliaan bagi umat-Nya. Shalawat dan salam selalu
terpanjatkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, manusia pilihan Allah sebagai
pembawa wahyu, junjungan umat, dan pemberi arah dalam segala aspek
kehidupan, serta para sahabat, dan keluarga.
Penelitian ini berjudul “Analisis Pengaruh Ekspor, Kurs, Indeks Produksi
Industri, Pembiayaan Mudharabah, dan Zakat Infak Sedekah Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2005 – 2015” dengan tujuan untuk
memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dengan izin Allah SWT, penulisan skripsi ini telah selesai
dengan segala kekurangan dan keterbatasan di dalamnya. Semoga hal-hal yang
terkandung dalam skripsi ini dapat memberi manfaat dan wawasan bagi khalayak
banyak.
Penulis ingin memberikan ucapan terima kasih dan apresiasi kepada semua
pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini:
v
1. Teruntuk orang tua terkasih Ayahku Sobar Setiadi yang senantiasa
memberi dukungan tiada batas serta mendidik penulis sepanjang hidup.
Adik tercinta Hanan Sabila yang telah memberi motivasi dari jauh kepada
penulis.
2. Dan skripsi ini didedikasikan khusus untuk Almarhumah Ibunda Ida
Kuswati dan nenek tercinta Enin Rukaidah, yang wafat ketika skripsi ini
dalam proses penyelesaian. Terima kasih Ibu dan nenek untuk kasih
sayang dan memberi contoh pelajaran hidup meski dalam keadaan sakit
dan pelbagai keterbatasan.
3. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc.,
M.Si beserta jajarannya yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat
selama mengenyam bangku perkuliahan.
4. Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Bapak Arief Fitrijanto, M.Si
sekaligus pembimbing skripsi yang telah memberi dukungan dan motivasi
kepada penulis. Juga telah memberikan ilmu dan wawasan baru serta
senantiasa memberi solusi dan diskusi menarik terkait permasalahan
selama proses penulisan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Ekonomi Pembangunan yang selalu
memberikan bantuan baik teknis maupun non teknis selama perkuliahan,
sehingga penulisan dapat sampai di titik akhir studi.
6. Untuk kawan terbaik Miftachul Ulum, Bagus Adetya Akbar dan Aprilia
Hariani yang selalu memberi bantuan tanpa pamrih dan bahu membahu
dalam mencapai cita-cita dari awal masuk kampus ini. Hatur Nuhun.
vi
7. Terima kasih kepada Kang Fahmi, Kang Kiki, Kang Jajang, Kang Ocep
dan teman lainnya dari Riungan Mahasiswa Sukabumi atas bimbingan dan
pertemanan dari awal memulai kehidupan kos di Ciputat.
8. Untuk kawan dari Kos Kautsar Adi Rahman, Reza Manto, Fita, Bagus,
dan Ristha yang telah berbagi ilmu baik akademik maupun non-akademik
semoga silaturahim dapat terus terjalin.
9. Terima kasih untuk sekawanan mahasiswa Oblaks Acong, Idung, Burhan,
Amip, Bagus, Ricky yang senantiasa fokus dalam mengikuti perkuliahan
meskipun selalu mendapat bangku di belakang kelas di setiap perkuliahan.
10. Terima kasih banyak untuk teman kos Gober Oon, Along, Bogel, Ambon,
Mukol, Dungcil, Ruhul, Gigon dan Almarhum Afif, yang sudah rela
berbagi tempat tidur berbagi makanan dan berbagi kasih sayang dengan
penulis. Dan telah mempraktikan toleransi antar suku selama di kosan,
Sunda, Jawa, Betawi, Ambon, Baduy dan Tionghoa.
11. Untuk Kakak senior di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
Komfeis yang sudah memberi ruang penulis untuk mendapat pengalaman
organisasi yang sangat bermanfat. Yang paling utama adalah jaringan
pertemanan dan keilmuan yang sangat luas sehingga menambah cakrawala
pemikiran penulis.
12. Untuk kawan dari BEMF FEB dan BEMJ IESP terima kasih telah
memberikan pengalaman berorganisasi yang menarik.
13. Terima kasih kepada teman dari Ikatan Mahasiswa Ekonomi
Pembangunan seluruh Indonesia yang telah memberi kesempatan penulis
menikmati pengalaman berdiskusi di skala nasional.
vii
14. Untuk kawan Gooners UIN terima kasih telah menjadi wadah untuk
menyalurkan minat dalam sepakbola khususnya mendukung Arsenal di
setiap akhir pekan.
15. Terima kasih untuk kakak-kakak dari Haus Coffee Ciputat Cak Mahfoeth,
Kang Bembeng, Ahsan, Muchtar, Mbah Doubleh, Cak Munir yang mejadi
teman ngopi satu meja untuk sekadar berdiskusi. Yang paling utama selalu
memberikan motivasi penulis ketika mengalami fase sulit dalam penulisan
skripsi.
16. Terima kasih untuk kawan dari Pelita Air Service yang telah memberi
dukungan dan semangat di akhir masa penulisan skripsi ini.
17. Terima kasih untuk Rizki Firdaus, temen seperantauan dari Garut yang
selalu rela ditumpangi mobilnya untuk perjalanan Garut – Ciputat.
18. Untuk semua teman Jurusan Ekonomi Pembangunan angkatan 2010 terima
kasih telah memberi kesan menyenangkan selama menjalani kehidupan
perkuliahan. Semoga kesuksesan bersama kalian dan silaturahim tetap
terjaga. Hatur Nuhun.
Ciputat, 2 Juni 2016
Penulis
viii
DAFTAR ISI
CURICULUM VITAE ................................................................................... i
ABSTRACT ................................................................................................... ii
ABSTRAK .................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iv
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
DAFTAR GRAFIK....................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 7
BAB II KAJIAN TEORI ............................................................................... 9
A. Teori Pertumbuhan Ekonomi ................................................................ 9
B. Teori Ekspor ...................................................................................... 11
1. Perdagangan Internasional ...................................................... 11
2. Definisi Ekspor....................................................................... 12
ix
3. Ekspor Neto ........................................................................... 13
4. Jenis Ekspor ............................................................................ 13
5. Ekspor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ................................ 15
6. Ekspor Dalam Perspektif Islam ............................................... 16
C. Teori Kurs / Nilai Tukar ..................................................................... 18
1. Definisi Kurs .......................................................................... 18
2. Jenis Kurs ............................................................................... 18
3. Penentuan Nilai Tukar ............................................................ 20
4. Kurs Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ................................... 21
5. Kurs Dalam Islam................................................................... 22
D. Teori Industri ..................................................................................... 23
1. Definisi Industri ..................................................................... 23
2. Jenis-jenis Industri .................................................................. 22
3. Indeks Produksi Industri ......................................................... 24
4. Industri Terhadap Pertumbuhan .............................................. 25
5. Industri Dalam Perspektif Islam.............................................. 25
E. Penelitian Terdahulu .......................................................................... 26
F. Kerangka Berpikir .............................................................................. 29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 30
A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. 30
B. Metode Analisis ................................................................................. 30
1. Uji Stasioneritas ..................................................................... 32
a. Unit Root Test ............................................................. 32
b. Uji Derajat Integrasi .................................................... 33
x
2. Penetapan Lag Optimum ........................................................ 35
3. Uji Kestabilan ........................................................................... 35
4. Uji Kointegrasi ......................................................................... 35
5. Analisis VAR ........................................................................... 36
6. Kausalitas Granger.................................................................... 38
7. Impulse Resonse ....................................................................... 38
8. Variance Decomposition ........................................................ 39
C. Variabel Operasional.......................................................................... 40
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................ 42
A. Tinjauan Objek Penelitian .................................................................. 42
1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ................... 42
2. Perkembangan Ekspor Indonesia ............................................ 46
3. Perkembangan Industri Indonesia ........................................... 48
B. Hasil Analisis dan Pembahasan .......................................................... 53
1. Uji Stasioneritas ..................................................................... 54
a. Uji Akar Unit .............................................................. 55
b. Uji Akar Unit First Difference .................................... 55
2. Lag Optimal ........................................................................... 56
3. Uji Stabilitas Model VAR ...................................................... 57
4. Uji Kointegrasi ....................................................................... 58
5. Model Empiris VAR ................................................................. 60
6. Uji Kausalitas Granger .............................................................. 61
7. Impulse Response Function dan Forecast Error Variance .......... 62
C. Interpretasi Dan Analisis Ekonomi ..................................................... 66
xi
1. Hubungan Antara Ekspor Netto dan Pertumbuhan Ekonomi ... 67
2. Hubungan Antara Ekspor dan Indeks Produksi Industri .......... 68
3. Hubungan Antara Nilai Tukar dan Industri ............................. 69
BAB V KESIMPULAN ............................................................................... 71
A. Kesimpulan ........................................................................................ 71
B. Kritik dan Saran ................................................................................. 72
DAFTAR PUSTKA ..................................................................................... 74
LAMPIRAN ................................................................................................. 76
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman 3.1 Data Operasional
Variabel 41
4.1 Hasil Estimasi ADF 55 4.2 Hasil Estimasi ADF First
Difference 56
4.3 Hasil Output AIC 57 4.4 Hasil Regresi Uji
Stabilitas VAR 57
4.5 Hasil Uji Kointegrasi Trace Statistic Johansen
59
4.6 Hasil Uji Kointegrasi Maximum Eigenvalue
59
4.7 Hasil Output VAR 60 4.8 Hasil Uji Kausalitas
Granger 61
4.9 Hasil FEVD 65
xiii
DAFTAR GRAFIK
Nomor Keterangan Halaman 3.1 Skema Penentuan Alat
Analisis 31
4.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2005 – 2015 (dalam %)
45
4.2 Perkembangan Nilai Ekspor Indonesia Tahun 2005-2015 (dalam juta Rupiah)
48
4.3 Perkembangan Indeks Produksi Industri Indonesia Tahun 2005 - 2015
52
4.4 Ilustras Uji Kausalitas Granger
62
4.5 Output IRF 63 4.6 Output FEVD 65
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap tahun perekonomian suatu negara megalami fluktuasi, negatif
maupun positif. Terjadinya krisis ekonomi, konflik politik atau bahkan
peperangan dapat menentukan keadaan perekonomiaan sebuah negara. Hal
tersebut merupakan proses fenomena ekonomi yang dinamis. Dalam rentang
tahun 2005-2015 terjadi beberapa fenomena ekonomi yang berpengaruh
terhadap kondisi perekonomian nasional. Baik dipengaruhi faktor domestik
maupun global, mengingat Indonesia menganut sistem perekonomian
terbuka.
Pertumbuhan ekonomi dapat dijadikan barometer kondisi perekonomian
suatu negara, dengan menghitung persentase Gross Domestic Product (GDP)
setiap tahunnya. Menurut Prof. Simon Kuznets, pertumbuhan ekonomi adalah
kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan
semakin banyak jenis-jenis barang ekonomi kepada penduduknya. Bapak
Ekonomi Islam, Ibnu Khaldun juga berteori bahwa manusia adalah sebuah
bintang ekonomi yang memiliki 5 peran berbeda. Government (pemerintah),
syariah (aturan syariah), development & justice (pembangunan dan
keadilan), wealth (kemakmuran), dan nation (rakyat). Para pelaku ekonomi
harus mengikuti siklus ekonomi dari produksi, spesialisasi kerja, konsumsi,
1
2
perdagangan internasional hingga pertumbuhan ekonomi berdasarkan peran
masing-masing dengan baik.
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap GDP adalah ekspor. Ekspor
yang secara teknis memberi pengaruh terhadap GDP adalah net ekspor,
dimana net ekspor ini adalah total ekspor dikurangi total impor. Net ekspor
merangsang meningkatnya pendapatnan dan merangsang pertumbuhan
ekonomi jika jumlah ekspor lebih besar daripada jumlah impor. Sebaliknya
jika jumlah ekspor lebih kecil daripada jumlah impor maka net ekspor akan
menurunkan pendapatan nasional.
Pada bulan Oktober tahun 2005 pemerintah menaikan harga bahan bakar
minyak (BBM) membuat perekonomian melambat dan ketidakpastian kondisi
ekonomi di awal tahun 2006. Ekspor mengalami pertumbuhan yang cukup
tinggi, mencatat surplus neraca perdagangan, sehingga mampu menutup
kekurangan pemerintah domestik yang masih terbatas. Komoditas ekspor
industri pengolahan yang berbasis sumber daya alam, bertumpu pada
keunggulan komparatif (sektor tambang dan pertanian). Di samping itu,
ekspor barang dan jasa tumbuh 9,2%.
Naiknya harga BBM tidak membuat nilai tukar rupiah menjadi goyah.
Perkembangan rupiah sepanjang 2006 mencapai rata-rata Rp 9.166 per dolar
Amerika menguat 5,9% dari tahun sebelumnya Rp 9. 713 per dolar Amerika.
Menguatnya rupiah ini disertai dengan menurunnya volatilitas yang
mencerminkan pergerakan rupiah semakin stabil. Selain ditopang oleh
membaiknya kinerja Neraca Perdagangan Indonesia (NPI), kestabilan rupiah
tidak terlepas dari membaiknya fundamental makroekonomi yang didukung
3
kebijakan fiskal dan moneter yang hati-hati. Pertumbuhan nilai mata uang
yang stabil menunjukan bahwa negara tersebut memiliki kondisi ekonomi
yang relatif baik ata stabil (Salvatore, 1997:10).
Industri pun ikut menopang perekonomian dengan mengalami peningkatan
pada industri pengolahan dan industri barang ekspor seperti kelapa sawit dan
batu bara. Tetapi industri alat angkut mesin dan peralatan menurun
diakibatkan lemahnya permintaan dalam negeri karena terbatasnya dukungan
pembiayaan perbankan. Sektor perindustrian memiliki peranan dominan
dalam perekonomian, sektor ini dapat menyerap tenaga kerja secara masif,
menghasilkan produksi barang dan jasa, serta merupakan perwujudan
investasi sektor riil. Perkembangan perindustrian dapat dilihat dari Indeks
Produksi Industri (IPI).
Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi tahun 2006 membaik, didorong
oleh sektor primer seperti sektor pertanian, dan sektor tersier seperti jasa
pengangkutan dan komunikasi. Dibantu oleh pertumbuhan sektor industri
pengolahan yang memiliki pasngsa terbesar dalam pembentukan Produk
Domestik Bruto (PDB) dengan tren meningkat sejak triwulan ketiga.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 6,06% di penghujung tahun.
Tidak seperti tahun 2005, guncangan ekonomi nasional diakibatkan faktor
eksternal yaitu krisis global yang berakar dari Amerika. Hampir semua negara
di dunia terkena imbas, namun Indonesia mengalami dampak yang tidak
terlalu parah karena diantaranya disokong oleh sektor konsumsi dan usaha
mikro.
4
Pada tahun 2009 pertumbuhan ekspor Indonesia melambat menjadi 4,8%,
imbas dari krisis permintaan atas barang komoditas ekspor menurun. Namun
di tahun selanjutnya kembali tumbuh 6,2%. Ini disebabkan kualitas dan harga
komoditas ekspor yang mempunyai daya saing di pasar internasional serta
perekonomian yang berangsur membaik di negara tujuan ekspor. Tetapi perlu
diperhatikan bahwa sebagian besar biaya modal ekspor dimiliki investor
asing, sehingga terjadi repatriasi dan menurunkan nilai tambah (Lihan,2003).
Dalam periode awal tahun 2008 nilai tukar Rupiah relatif stabil seolah
tidak terkena dampak krisis. Karena kinerja transaksi berjalan yang masih
mencatat surplus serta pemerintah melakukan kebijakan makroekonomi yang
cenderung hati-hati. Ketika memasuki pertengahan tahun keadaan krisis
global yang semakin parah telah memberi efek depresiasi terhadap mata uang.
Nilai tukar terkoreksi dari Rp 9.340/ 1 USD di bulan September 2008
menjadi Rp 11.849/1 USD enam bulan kemudian. Kondisi perekonomian
dunia dapat mempengaruhi fluktuasi kurs, dalam hal ini Amerika Serikat
yang merupakan pangsa pasar sebagian besar negara di dunia. Dalam jangka
panjang ketidakstabilan kurs akan mempengaruhi arus modal atau investasi
dan perdagangan internasional (Ufia dan Aliasaddin,2011).
Dalam periode pasca krisis sektor industri tidak terlalu lama untuk
menggeliat kembali. Rupiah yang terdepresiasi menyebabkan harga bahan
baku dalam negeri mejadi murah, sehingga biaya produksi menjadi turun.
Pertumbuhan IPI pada tahun 2009 turun dari 3,01% pada tahun sebelumnya
menjadi 1,34%. Pada tahun selanjutnya pertumbuhan IPI melonjak naik
5
menjadi 4,45%, lebih tinggi dibandingkan keadaan sebelum krisis. Ini
menjadi indikasi bahwa sektor industri relatif pulih secara cepat dari krisis.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat dari 6,2% menjadi 4,6%. Nilai
tertinggi setelah Tiongkok 9,2% dan India 6,6%. Di saat bersamaan
pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat melambat dari -0,3% tahun 2008
menjadi -2,8% di tahun selanjutnya, demikian dengan Jepang dari -1,0%
menjadi -5,5% di tahun 2009. Sementara itu pertumbuhan ekonomi negara
serumpun, Malaysia, juga melambat dari 4,8% menjadi -1,6% di akhir tahun
2009. (Badan Pusat Statistik, 2015).
Berselang tiga tahun, kembali terjadi krisis di Eropa. Negara-negara Uni
Eropa memang salah satu tujuan pasar ekspor Indonesia, tetapi Tiongkok,
Amerika dan juga India memiliki proporsi yang tidak kalah. Yang terjadi
adalah pengaruh krisis terhadap Indonesia terjadi secara tidak langsung.
Perekonomian negara emerging market Indonesia mengalami penurunan,
Tiongkok dan India.
Ekspor menurun karena harga komoditas turun diakibatkan permintaan
yang menurun dari negara emerging market tersebut, tetapi ekspor ke tujuan
Amerika masih memiliki proporsi yang cukup besar, 8%. Nilai ekspor
menurun 190.020 milyar rupiah menjadi 182.000 milyar rupiah.
Sebagai penopang perekonomian beberapa tahun terakhir, industri
pengolahan tumbuh mencapai 5,7% dalam perekonomian global yang
berangsur membaik di penghujung tahun. Selain itu industri sistem
pembayaran mulai dibenahi agar lebih aman dan efisien.
6
Berangsur membaiknya kondisi perekonomian Amerika Serikat
mendorong otoritas moneternya untuk mengurangi stimulus sehingga
berangsur mengurangi pasokan likuiditas ke negara emerging market mereka,
seperti Indonesia. Keadaan ini memunculkan ketidakseimbangan Neraca
yang ditandai oleh melebarnya defisit transaksi berjalan semakin terbatasnya
arus modal masuk ke dalam negeri sehingga secara fundamental menekan
rupiah. Rata-rata tahunan melemah menjadi Rp 10.238 per dolar Amerika
setelah tahun sebelumnya Rp 9.084 per dolar Amerika
Berdasarkan pemaparan hal-hal di atas, variabel memiliki proporsi dan
hubungan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan itu peneliti
mengambil judul penelitian “Analisis Pengaruh Ekspor, Kurs, dan Indeks
Produksi Industri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun
2005-2015”.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan, permasalahan yang diangkat
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana alur pengaruh Ekspor Neto (Eks), Nilai Tukar (Eks), dan
Indeks Produksi Industri (IPI) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
pada periode 2005-2015?
2. Bagaimana arah hubungan Ekspor Neto (Eks), Nilai Tukar (Eks), Indeks
Produksi Industri (IPI) , dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada
periode 2005-2015?
7
3. Apakah terjadi keseimbangan pengaruh jangka pendek dan jangka
panjang Ekspor Neto (Eks), Nilai Tukar (Eks), Indeks Produksi Industri
(IPI), dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada 2005-2015?
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, tujuan penelitian dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis bagaimana alur pengaruh Ekspor Neto (Eks), Nilai
Tukar (Eks), dan Indeks Produksi Industri (IPI) terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia periode tahun 2005-2015.
2. Untuk menganilis arah hubungan Ekspor Neto (Eks), Nilai Tukar (Eks),
Indeks Produksi Industri (IPI), dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
periode tahun 2005-2015.
3. Untuk menganilisis keseimbangan pengaruh jangka pendek dan jangka
panjang Ekspor Neto (Eks), Nilai Tukar (Eks) Indeks Produksi Industri
(IPI), dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia periode tahun 2005-2015.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Instansi Pemerintahan terkait:
a. Memberikan informasi mengenai ekspor neto, kurs, IPI, dan
pertumbuhan ekonomi pada jangka pendek dan jangka panjang.
b. Memberikan informasi sebagai preferensi dalam kebijakan fiskal
dan moneter.
2. Bagi Peneliti
a. Menambah wawasan tentang ilmu pengetahuan, khususnya ilmu
ekonomi dan perspektifnya dalam keilmuan islam.
8
b. Sebagai pengaplikasian ilmu yang telah diterima selama menerima
perkuliahan dalam bentuk tulisan yang memenuhi kaidah penulisan
ilmiah.
3. Bagi Pembaca
a. Sebagai referensi baru yang memberikan cakrawala pengetahuan
tentang ekonomi.
b. Sebagai pemberi informasi keberadaan keislaman dalam roda
perekonomian Indonesia.
9
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Teori Pertumbuhan Ekonomi
1. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam
jangka panjang. Pertumbuhan ekoonmi juga merupakan suatu proses, bukan
satu-satunya gambaran ekonomi pada suatu saat. Dapat dilihat aspek dinamis
dari suatu perekonomian, bagaimana melihat perekonomian berkembang atau
berubah dari waktu ke waktu (Boediono, 1992).
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan dari Gross Domestic
Product (GDP) tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih
kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur
ekonomi terjadi atau tidak (Lincoln Arsyad,2005).
Lebih lanjut pertumbuhan ekonomi merupakan tingkat kegiatan ekonomi
yang berlaku dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu, untuk mengetahui tingkat
pertumbuhan ekonomi harus diperbandingkan pendapatan nasional yang
merujuk pada GDP dari tahun ke tahun. Dalam membandingkannya, perlu
disadari bahwa perubahan nilai pendapatan nasional yang GDP dari tahun ke
tahun dipengaruhi oleh faktor perubahan dalam tingkat kegiatan ekonomi dan
perubahan harga-harga. Rumusan pertumbuhan ekonomi adalah:
9
10
∆GDP = GDPt – GDP-1) / GDPt-1 . 100%
Dimana:
∆GDP = pertumbuhan ekomi atas dasar perubahan GDP (%)
GDPt = nilai GDP tahun t
GDPt-1 = nilai GDP tahun sebelumnya
Dalam model ekonomi makro untuk sistem perekonomian terbuka,
persamaan identitas untuk menggambarkan adanya keseimbangan dalamri
dan keseimbangan luar negeri dapat dirumuskan sebagai berikut:
Y = C + I + G + (X-M)
Y = National Income (Pendapatan Nasional)
C = Consumption (Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga)
I = Investment (Pembentukan Modal Sektor Swasta)
G = Government Expenditure (Pengeluaran Pemerintah
X = Ekspor
M = Impor
Daalm perkembangan pembangunan perekonomian negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia kondisi persamaan di atas kurang terpenuhi.
Hal ini disebabkan kurangnya kemampuan untuk menyediakan investasi yang
didasarkan pada tingkat tabungan. Rendahnya tingkat pendapatan
mengakibatkan rendahnya kemampuan untuk menciptakan tabungan. Akibat
11
dari kondisi tersebut maka terjadi kesenjangan. Peranan investasi dalam
makroekonomi diantaranya merupakan komponen pengeluran yang cukup
besar dan tidak mudah habis, perubahan besaran dalam investasi akan sangat
mempengaruhi permintaan agregat dan akhirnya berakibat juga pada output
dan kesempatan kerja. Selanjutnya, investasi mendorong terjadinya
akumulasi modal. Penambahan stok bangunan gedung dan peralatan penting
lainnya akan meningkatkan output potensial suatu bangsa dan merangsang
pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
B. Teori Ekspor
1. Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional dapat diartikan sebagai transaksi dagang antara
subjek ekonomi negara yang satu dengan subjek ekonomi negara lain, baik
mengenai barang ataupun jasa. Adapun subjek ekonomi yang dimaksud
adalah penduduk yang terdiri dari warga negara biasa, perusahaan ekspor,
perusahaan impor, perusahaan industri, perusahaan negara ataupun
departemen pemerintah yang dapat dilihat dari neraca perdagangan
(Sobri,2000). Perdagangan atau pertukaran dapat diartikan sebagai proses
tukar menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing
pihak. Masing-masing pihak harus mempunyai kebebasan untuk menentukan
untung rugi dari pertukaran tersebut, dari sudut kepentingan masing-masing
dan kemudian menentukan apakah ia mau melakukan pertukaran itu atau
tidak (Boediono.2000).
12
Adanya perdagangan internasional akan memberikan dampak positif bagi
suatu negara, diantaranya:
a. Sarana meningkatkan kemakmuran masyarakat melaui proses pertukaran
b. Dengan adanya spesialisasi dan pembagian kerja, suatu negara dapat
mengekspor komoditi yang diproduksi lebih murah untuk dipertukarkan
dengan barang yang dihasilkan negara lain, yang jika diproduksi di dalam
negeri biayanya lebih tinggi
c. Akibat adanya ekspansi pasar produk dan pergeseran kegiatan, suatu
negara mendapatkan keuntungan berupa naiknya tingkat pendapatan
nasional, yang pada kemudian hari dapat meningkatkan output dan laju
pertumbuhan ekonomi
d. Dapat mendorong kenaikan investasi dan tabungan melalui alokasi sumber
yang lebih efisien.
Sebuah negara tidak dapat memenuhi kebutuhan barang dan jasa tertentu
dari produk dalam negeri sehingga melakukan impor barang dan jasa tersebut
ke negara lain. Di sisi lain, suatu negara mengekspor barang dan jasa yang
diproduksi kepada negara lain yang membutuhkan.
2. Definisi Ekspor
Ekspor adalah barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri dan dijual
di luar negeri. Jika suatu negara membuka perdagangan internasional dan
menjadi pengekspor suatu barang, maka produsen barang tersebut akan
diuntungkan dan konsumen domestik barang tersebut akan dirugikan.
Pembukaan perdagangan internasional akan menguntungkan negara yang
13
bersangkutan secara keseluruhan, karena keuntungan yang diperoleh melebihi
kerugiannya (Mankiw,2006). Menurut ahli ekonomi klasik maupun neoklasik,
perdagangan internasional dapat mendorong pertumbuhan ekonomi suatu
negara.
3. Ekspor Neto
Ekspor neto atau net ekspor merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi pendapatan domestik bruto (PDB). Pada dasarnya ekspor
neto adalah total ekspor dikurangi total impor. Net ekspor merangsang
meningkatnya pendapatan dan merangsang pertumbuhan ekonomi apabila
jumlah ekspor lebih besar dari pada jumlah impor, sebaliknya apabila
jumlah ekspor lebih kecil dari jumlah impor maka net ekspor akan
menurunkan pendapatan nasional.
Ekspor merupakan salah satu sumber devisa. Untuk mampu
mengekspor, negara harus menghasilkan barang dan jasa di pasaran
internasional. Kemampuan bersaing ini sangat ditentukan berbagai faktor,
antara lain sumberdaya alam, sumber daya manusia, teknologi, manajemen
dan bahkan sosial budaya (Supriyanto, 2000)
4. Jenis Ekspor
Ada beberapa jenis dan cara dalam melakukan transaksi
perdagangan internasional, diantaranya:
a. Ekspor biasa, dalam, hal ini barang dikirim ke luar negeri sesuai
dengan peraturan umum yang berlaku, yang ditujukan kepada pembeli
di luar negeri untuk memenuhi suatu transaksi yang sebelumnya sudah
14
diadakan dengan importir di luar negeri. Sesuai dengan peraturan
devisa yang berlaku maka hasil devisa yang diperoleh dari ekspor ini
dapat dijual kepada Bank Indonesia, sedangkan eksportir menerima
pembayaran dalam mata uang rupiah sesuai dengan penetapan nilai
kurs valuta asing yang ditentukan dalam bursa valuta atau juga dapat
dipakai sendiri oleh eksportir.
b. Barter, adalah pengiriman barang-barang ke luar negeri untuk
ditukarkan langsung dengan barang, tidak menerima pembayaran di
dalam mata uang rupiah. Apabila mempelajari sejarah masyarakat
primitif ataupun masyarakat suku tersing, mereka kebanyakan
menerapkan sistem barter.
c. Konsinyasi, adalah pengiriman barang ke luar negeri untuk dijual
sedangkan hasil penjualanna diperlakukan dengan sama dengan hasil
ekspor biasa. Jadi, dalam hal ini barang dikirim ke luar negeri bukan
untuk memenuhi suatu transaksi yang sebelumya dilakukan seperti
dalam hal ekspor biasa. Intinya di dalam pengiriman barang sebagai
konsinyasi belum ada pembelian yang tentu di luar negeri.
d. Package Deal, dalam rangka memperluas pasar hasil bumi Indonesia
terutama dengan negara sosialis, pemerintah dapat mengadakan
perjanjian perdagangan. Dilakukan dengan salah satu negara mitra,
jumlah dan jenis barang sudah ditentukan dalam perjanjian. Satu pihak
mengimpor, satu pihak mengekspor tergantung kebutuhan masing-
masing. Hampir mirip dengan barter, namun terdiri dari berbagai
komoditas.
15
e. Penyelundupan (Smuggling), di negara manapun, paraktik
penyelundupan hampir selalu ada. Baik secara perorangan maupun
badan usaha yang memikirkan keuntungan sepihak tanpa
menghiraukan peraturan yang ditetapkan. Pihak-pihak yang mencoba
meloloskan barang dan jasa tanpa melalui peraturan pemerintah, bisa
dikatakan sebagai tindakan penyelundupan.
5. Ekspor Terhadap Perumbuhan Ekonomi
Para ekonom Merkantilis berpendapat bahwa semakin suatu
negara melakukan banyak ekspor, semakin bagus pula pertumbuhannya.
Uang atau barang hasil ekspor kemudian dikonversikan ke dalam bentuk
emas di kemudian waktu dijadikan modal untuk ekspedisi penjajahan.
Namun surplus ekspor yang dicapai tidak merata dirasakan oleh semua
negara. Teori ini dibantah oleh kalangan ekonom modern seperti David
Ricardo. Suatu negara akan mengimpor barang yang biaya produksi nya
lebih rendah jika diproduksi negara lain (comparative disadvantage) dan
akan mengekspor jika suatu barang memiliki nilai tambah jika dijual ke
luar negeri (comparative advantage). Dengan skala perdagangan yang
semakin besar dan tumbuh, maka akan menyumbangkan kontribusi
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Ekspor yang memiliki kontak langsung terhadap pergerakan
pertumbuhan ekonomi adalah ekspor neto (net exports). Dengan kata lain
istiliah ekspor neto adalah pembelian produk dalam negeri oleh orang
16
asing (ekspor) dikurangi pembelian produk luar negeri oleh warga negara
(impor) (Mankiw, 2006)
Namun sejatinya ada beberapa pendapat yang berbeda tentang hal
yang berkaitan dengan ekspor dan pertumbuhan. Hipotesis pertama
menyatakan export led growth atau growth driven export yang
mengargumentasikan apakah ekspor yang mempengaruhi pertumbuhan
atau sebaliknya. Perdebatan mengenai hal tersebut menghasilkan sebuah
nilai tengah sebagai berikut:
a. Ekspor akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi khususnya dalam
kasus negara-negara berkembang yang sangat membutuhkan devisa
guna mengimpor barang modal untuk produksi domestik.
b. Sebaliknya, pertumbuhan akan mempengaruhi ekspor dalam kasus
negara-negara yang memiliki keunggulan komparatif dalam komoditi
perdagangan teretentu sehingga mampu memproduksi lebih banyak
dari yang dikonsumsinya. Dalam kasus negara-negara seperti ini
pertumbuhan ekonomi mempengaruhi ekspor.
6. Ekspor Dalam Perspektif Islam
Islam sangat menganjurkan perdagangan, baik dalam negeri
maupun luar negeri tidak terlalu diperdebatkan. Seperti yang diketahui
aktivitas perdagangan internasional memberikan kemaslahatan untuk
perekonomian negara.
Islam mengatur barang komoditas dan pedagang yang terlibat
dalam perdagangan internasional. Barang-barang strategis seperti
17
makanan, pakaian, listrik ataupun barang yang dibtuhkan masyarakat
tetapi jumlahnya terbatas dianjurkan agar tidak diekspor. Relevansi nya
jelas, mencegah ekspor barang strategis untuk menjaga agar harga barang
strategis tetap stabil dan permintaan dalam negeri terpenuhi. Dari sisi
pedagang diklasifikasikan menjadi empat kelompok:
a. Pedagang yang berstatus sebagai warga negara.
Warga negara Islam, yaitu Muslim maupun non-Muslim,
mempunyai hak untuk melakukan aktivitas perdagangan di luar
negeri, sebagaimana kebolehan untuk melakukan aktivitas
perdagangan di dalam negeri. Mereka bebas melakukan ekspor-
impor komoditi apapun tanpa harus ada izin negara, juga tanpa
ada batasan kuota, selama komoditi tersebut tidak membawa
dharar.
b. Pedagang dari negara harbi hukman.
Pedagang dari negara harbi hukman, baik yang muslim maupun
yang non-muslim, memerlukan izin khusus dari negara jika
mereka akan memasukkan komoditinya. Izin bisa untuk pedagang
dan komoditinya, dapat juga hanya untuk komoditinya saja. Jika
pedagang dari negara harbi hukman tersebut sudah berada di
dalam negara, maka dia berhak untuk berdagang di dalam negeri
maupun membawa keluar komoditi apa saja selama komoditi
tersebut tidak membawa dharar.
c. Pedagang dari negara harbi hukman yang terikat dengan
perjanjian.
18
Pedagang kafir mu‘âhid, yaitu pedagang yang berasal dari negara
harbi hukman yang terikat perjanjian dengan Negara Islam,
diperlakukan sesuai dengan isi perjanjian yang diadakan dengan
negara tersebut, baik berupa komoditi yang mereka impor dari
Negara Islam maupun komoditi yang mereka ekspor ke Negara
Islam.
d. Pedagang dari negara harbi fi‘lan.
Pedagang dari negara harbi fi‘lan, baik muslim maupun non-
muslim, diharamkan secara mutlak melakukan ekspor maupun
impor. Perlakuan terhadap negara yang secara nyata memerangi
islam adalah embargo secara penuh, baik untuk kepentingan
ekspor maupun impor. Pelanggaran terhadap embargo ini
dianggap sebagai perbuatan dosa.
C. Teori Kurs/Nilai Tukar
1. Definisi Kurs
Menurut Fabrizzi dan Franco (1996:724) kurs adalah pendefinisian dari
jumlah suatu mata uang yang bisa ditukarkan per unit dengan mata uang
lainnya, atau harga dari suatu mata uang dalam barang atau jasa terhadap
mata uang lainnya. Sedangkan menurut Adiningsih (1998), nilai tukar rupiah
adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah
merupakan nilai dari satu mata rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata
uang negara lain. Meskipun sering dipadankan, istilah kurs dan nilai tukar
tidaklah sama. Kurs naik akan mengakibatkan nilai tukar turun
(Salvatore,1997).
19
2. Jenis Kurs
Menurut Kuncoro (2001:26-31), ada beberapa sistem kurs atau nilai tukar
mata uang yang berlaku di perekonomian internasional, diantaranya:
a. Sistem mengambang (floating exchange rate), sistem kurs ini ditentukan
oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi oleh otoritas
moneter. Di dalam sistem kurs mengambang dikenal dua macam kurs
mengambang, yaitu:
Mengambang bebas. Dimana kurs mata uang ditentukan oleh
mekanisme pasar tanpa da campur tangan pemerintah. Sistem ini
sering disebut clean floating exchange rate, di dalam sistem ini
cadangan devisa tidak diperlukan karena otoritas moneter tidak
berupaya menetapkan atau memanipulasi kurs
Mengambang terkendali (managed or dirty floating exchange
rate). Otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs
pada tingkat tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa bisayanya
diperlukan karena otoritas moneter perlu membelI atau menjual
valuta sing untuk mempengaruhi pergerakan kurS.
b. Sistem kurs tertambat (paged exchange rate). Dalam sistem ini, suatu
negara mengaitkan nilai mata uangnya dengan suatu nilai mata uang
negara lain atau sekelompok mata uang. Biasanya merupakan mata uang
negara mitra dagang utama menambatkan ke suatu mata uang berarti nilai
mata uang tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi
tambatannya. Jadi sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak
20
mengalami fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain
mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya.
c. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs). Dalam sistem ini, suatu
negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya secara
periodik degan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentang
waktu tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara dapat
mengatur penyesuaian kursnnya dalam periode yang lebih lama dibanding
sistem kurs tertambat. Oleh karena itu, sistem ini dapat menghindari
kejutan-kejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi
yang tiba-tiba dan tajam.
d. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Banyak negara
terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai mata uangnya
berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah
menawarkan stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata
uang disebar dalam sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang
dimasukkan dalam keranjang umumnya ditentukan oleh peranannya dalam
membiayai perdagangan negara tertentu, mata uang yang berlainan diberi
bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya terhadap negara tersebut.
Jadi sekeranjang mata uang bagi suatu negara dapat terdiri dari beberapa
mata uang yang berbeda dengan bobot yang berbeda.
e. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate). Dalam sistem ini, suatu negara
mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs
ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah
21
tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan
berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit.
3. Penentuan Nilai Tukar
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu
(Madura,1993):
a. Faktor Fundamental. Berkaitan dengan indikator ekonomi seperti inflasi,
suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar negara, ekspektasi pasar
dan intervensi bank sentral
b. Faktor Teknis. Berkaitan dengan kondisi permintaan dan penawaran
devisa pada saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan,
sementara penawaran tetap, maka harga valas akan naik dan maupun
sebaliknya.
c. Sentimen Pasar. Berkaitan dengan rumor atau berita politik yang bersifat
insidentil yang dapat mendorong harga valas naik atau turun dalam jangka
pendek.
4. Kurs Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia menganut sistem perekonomian terbuka, dalam artian
Indonesia bebas untuk melakukan transaksi perdagangan dengan negara
manapun. Perdagangan internasional akan menimbulkan perbedaan mata
uang yang digunakan oleh negara-negara yang bersangkutan. Akibat adanya
perbedaan mata uang yang digunakan untuk kegiatan ekspor atau impor
muncul suatu perbedaan nilai tukar mata uang, maka perlu juga pertukaran
mata uang antar negara. Perbedaan nilai tukar mata uang pada prinsipnya
ditentukan oleh besarnya permintaan adan penawaran mata uang di pasar.
22
Sistem nilai tukar bisa dijadikan preferensi dalam penentuan kebijakan
ekonomi ketika terjadi suatu fenomena ekonomi seperti krisis. Penentuan
nilai tukar didasarkan atas beberapa hal yaitu, keterbukaan perekonomian
suatu negara terhadap perekonomian internasional, tingkat kemandirian suatu
negara dalam mengatur kebijakan ekonomi nasionalnya dan aktifitas
perekonomian suatu negara.
Kebijakan nilai tukar yang diambil pemerintah pun untuk memperlancar
transaksi ekonomi antar negara. Pertumbuhan nilai mata uang yang stabil
menunjukan bahwa negara tersebut memiliki kondisi ekonomi yang relatif
baik ata stabil (Salvatore, 1997). Nilai tukar dapat berpengaruh terhadap nilai
pertumbuhan ekonomi, diantaranya melalui perdagangan internasional dan
investasi. Faktor pendorong pertumbuhan ekonomi antara lain: aliran modal,
investasi, inovasi teknologi dan human capital. Pengaruh nilai tukar terhadap
tingkat pertumbuhan dapat dilihat melalui jalur aggregate supply (AS), yaitu
melalui pembentukan capital dan knowledge, maupun melaui aggregate
demand (AD), yaitu melaui perdagangan internasional (ekspor-impor) dan
investasi.
5. Kurs Dalam Islam
Islam mempunyai perspektif tersendiri dalam menyikapi semua jenis
kurs yang ada di dunia. Kurs mengambang yang sekarang dipraktikan
boleh saja dilakukan, karena setiap orang mempunyai hak untuk
berdagang (dalam hal ini valuta asing) . Hanya saja tidak diperkenankan
terdapat unsur spekulasi (maysir), penipuan/misinformasi (gharar) dan
harus secara kontan. Dalam artian waktu, tempat dan barang harus pada
23
satu tempat. Ini berarti islam tidak memperbolehkan produk turunan atau
produk derivatif.
Sistem yang sangat dianjurkan islam adalah sitem yang nilai suatu
mata uang mempunyai cadangan riil nya. Sehingga nilai mata uang tidak
mudah terdepresiasi dan nilai nya relatif stabil. Ada kalangan yang
menginginkan sistem nilai tukar diubah berdasarkan dinar (emas) dan
dirham (perak). Namun tidak dapat dipungkiri, untuk membangun segala
infrastrukturnya membutuhkan banyak waktu ditambah sentimen
keagamaan. Sistem nilai tukar pada Perjanjian Bretton Woods yang
digulirkan 1 Maret 1947 hampir mirip dengan sistem dinar dan dirham.
Untuk menciptakan uang senilai $35 The Fed (Bank Sentral Amerika)
harus memiliki cadangan emas senilai 1 ounce atau 28,3496 gram. Secara
tidak langsung sitem ini sangat islami dan diakui oleh seluruh negara.
D. Teori Industri
1. Definisi Industri
Bintarto mengemukakan bahwa industri adalah bagian dari proses
produksi dimana bagian dari proses produksi itu tidak mengambil bahan-
bahan langsung dari alam yang kemudian mengolahnya hingga menjadi
barang yang bernilai bagi masyarakat. Sedangkan menurut I Made Sandi
industri adalah usaha untuk memproduksi barang jadi dengan bahan baku
atau bahan mentah melalui proses produksi penggarapan dalam jumlah besar
sehingga barang tersebut dapat diperoleh dengan harga serendah mungkin
tetapi dengan mutu setinggi-tingginya.
24
2. Jenis-jenis Industri
Ada beberapa jenis industri menurut klasifikasi yang berbeda-beda. Jenis
industri menurut bahan baku nya adalah sebagai berikut:
a. Industri ekstraktif, yaitu industri yang bahan bakunya diperoleh langsung
dari alam. Seperti hasil pertanian, industri hasil perikanan dan industri
hasil kehutanan.
b. Industri nonekstraktif, yaitu industri yang mengolah lebih lanjut hasil-hasil
industri lain. Seperti industri kayu lapis, industri pemintalan dan industri
kain.
c. Industri fasilitatif / industri tertier, yaitu industri dengan menjual layanan
untuk keperluan orang lain. Seperti perbankan, perdagangan, angkutan dan
pariwisata.
Selain itu industri juga dibagi berdasarkan hasil produksi yang dihasilkan,
diantaranya:
a. Industri primer, yaitu industri yang menghasilkan barang atau benda yang
tidak perlu pengolahan lebih lanjut. Seperti industri anyaman, industri
konveksi dan industri makanan minuman.
b. Industri sekunder, yaitu industri yang menghasilkan barang atau benda yang
membutuhkan pengolahan lebih lanjut sebelum dinikmati atau digunakan.
Seperti industri pemintalan benang, industri ban, industri baja dan tekstil.
c. Industri tersier, yaitu industri yang hasilnya tidak berupa barang atau benda
yang dapat dinimati atau digunakan baik secara langsung maupun tidak
langsung, melainkan berupa jasa layanan yang dapat mempermudah atau
25
membantu kebutuhan masyarakat. Misalnya industri angkutan, industri
perbankan, industri perdagangan dan industri pariwisata.
3. Indeks Produksi Industri
Indeks Produksi Industri (IPI) merupakan indikator ekonomi yang dirilis
oleh dewan US Federal Reserve Bank, mengukur perubahan nilai total inflasi
yang disesuaikan dengan output produksi dari produsen, perusahan
pertambangan, listrik, pasokan air dan industri gas. Indeks ini biasanya tidak
termasuk industri kontstruksi. IPI biasanya disusun untuk mengukur kenaikan
dan penurunan hasil produksi. Tahun referensi untuk indeks adalah 2000 dan
tingkat dasar ditetapkan sebesar 100. Data yang digunakan dalam menyusun
laporan ini diperoleh dari Biro Statistik Tenaga Kerja dan asosiasi
perdagangan. Data tersebut mencakup semua input dan output fisik yang
digunakan dalam proses produksi. The Fischer Indeks Rumus yang digunakan
untuk menghitung nilai indeks ini. Hal ini juga disebut Factory output index.
IPI biasanya dirilis ke pasar secara bulanan, sekitar 16 hari setelah bulan
dikaji berakhir. Waktu rilis adalah 09:15 US Eastern Time. Data tersebut
dirilis pada halaman web Bank Federal Reserve dan juga pada berita
independen feed dari Bloomberg dan Reuters Thomas.
4. Industri Terhadap Pertumbuhan
Dengan sistem ekonomi terbuka, setiap negara bersaing agar mendapatkan
nilai tambah dari perdagangan internasional. Negara yang mempunyai SDA
yang melimpah akan mengolah suatu bahan baku menjadi barang yang
mempunyai nilai tinggi. Kegiatan seperti ini apabila dilakukan dalam skala
besar dan terus-menerus akan menjadi sebuah industri. Sektor perindustrian
26
memiliki peranan dominan dalam perekonomian, sektor ini dapat menyerap
tenaga kerja secara masif, menghasilkan produksi barang dan jasa, serta
merupakan perwujudan investasi sektor riil. Perkembangan perindustrian
dapat dilihat dari Indeks Produksi Industri (IPI).
5. Industri Dalam Perspektif Islam
Pada zaman kekhalifahan islam ribuan tahun silam, islam sudah mengenal
perindustrian. Diantaranya industri alat perang, perabot tumah tangga, obat-
obatan perhiasan, susu, gula, garam dan macam lainnya. Semua negara
memerlukan sebuah perindustrian untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
nya secara masal, menunjang perekonomian dan dalam jangka panjang
perindustrian beriringan dengan perkembangan peradaban yang ada di dunia.
Islam memandang indsutri sebagai kepemilikan individu (private
property) sehingga setiap individu boleh memiliki industri. Meskipun
demikian boleh tidaknya seseorang memiliki dan mengembangkan industri
tergantung kepada produk yang dihasilkannya. Jika suatu industri
menghasilkan produk yang hukumnya haram, maka industri tersebut tidak
diperbolehkan. Oleh karena itu ada pembatasan mengenai jenis dan produk
hasil industri. Selain harus halal, produk hasil produksi industri harus tidak
bersifat mengeksploitasi alam. Tujuan nya agar bahan baku yang diambil dari
alam tidak cepat habis dan tetap terjaganya keseimbangan alam. Dalam
proses produksi pun tidak boleh mengeksploitasi pekerja. Dalam artian upah
yang sesuai dengan pekerjaan dan beban kerja yang tidak melebihi kapasitas
seseorang. Yang paling utama sebuah barang hasil produksi harus memiliki
27
kualitas yang bagus, harga yang terjangkau dan stabil agar mampu dinikmati
masayarakat.
E. Penelitian Terdahulu
1. Dimitrios Serenis, “Exchange Rate Volatility and Foreign Trade: The
Case for Cyprus and Croatia”. Dalam penelitian disebutkan ada
indikasi efek yang kuat antara pergerakan nilai tukar ke tingkat ekspor.
Akibat yang ditunjukkan dari perhitungan statistik Error Correction
Model pengaruh yang ditimbulkan adalah signifikan negatif. Penelitian
ini juga menyarankan agar pembuat kebijakan harus
mempertimbangkan volatilitas dan kebijakan mengurangi nilai tukar
tidak diharapkan.
2. Gilberto Libanio, Manufacturing Industry and Economic Growth in
Latin America. Penelitian ini menyatakan bahwa ada hubungan antara
pertumbuhan industri dan kinerja ekonomi. Hal tersebut dapat dipahai
sebagai dari imbas meluasnya perdagangan dan reformasi dan
reformasi keuangan Amerika Latin. Kawasan ini pun belum mencapai
ekonomi tingkat tinggi, masih berkisar di sektor pruduktivitas rendah
dengan sektor informal yang besar, sehingga menyiratkan bahwa
sektor industri akan menjadi sumber penting pertumbuhan. Tren
lainnya di Amerika Latin adalah peningkatan partisipasi komoditas dan
barang setengah jadi dalam ekspor
3. Tarek Tawfik Yousef Alkhateeb, Relationship between Exports and
Economic Growth in Saudi Arabia. Penelitian ini memaparkan bahwa
Arab Saudi sebagai negara besar penghasil dan pengekspor minyak,
28
perekonomian nya sangat tergantung dari sektor tersebut. Penelitian
yang menggunakan metode Vector Error Correction ini juga
menyatakan bahwa terjadi hubungan timbal balik antara GDP dengan
ekspor dan terjadi dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Implikasi kebijakan dari hasil tersebut adalah Arab Saudi harus terus
mengikuti kebijakan perdagangan liberalisasi dan bergabung dengan
WTO merupakan langkah positif ke arah tersebut. Variabel dalam
penelitian ini diantaranya; GDP, ekspor-impor, nilai tukar riil, dan
Foreign Direct Investment.
29
G. Kerangka Berpikir
Analisis Pengaruh Ekspor Neto (Eks), Kurs (Exc), dan Indeks Produksi Industri (IPI) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (PDB) Periode Tahun 2005-2015
Bagaimana pengaruh, arah hubungan, dan keseimbangan Ekspor Neto( Eks), Nilai Tukar (Eks), dan Indeks Produksi Industri (IPI) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia (PDB) Periode Tahun 2005-2015
Pertumbuhan (Y)
Eks (X1)
Kurs (X2)
IPI (X3)
Pengaruh dan arah hubungan
Pengaruh dan arah hubungan
Pengaruh dan arah hubungan
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah batasan menganalisis
pengaruh Ekspor neto (Eks), Kurs (Exc), dan Indeks Produksi Industri
(IPI). Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan data runtut
waktu (time series) dengan data bulanan yang dimlulai dari Januari 2005
sampai dengan Desember 2015.
B. Metode Analisis
Dalam penelitian ini untuk mengetahui analisis pengaruh Ekspor neto
(Eks), Kurs (Exc), dan Indeks Produksi Industri (IPI) terhadap
Pertumbuhan Ekonomi dengan menggunakan Vector Auto Regression jika
data yang digunakan stasioner dan tidak terdapat kointegrasi, atau
pendekatan VECM (Vector Error Correction Model) jika data yang
digunakan kemudian diketahui stasioner dan terdapat kointegrasi.
VAR dikembangkan oleh Christopher A. Sims untuk melakukan
pendekatan alternatif model terhadap model persamaan berganda dengan
pertimbangan meminimalkan pendekatan teori yang bertujuan agar
mampu menangkap fenomena ekonomi dengan baik (Widarjono, 2007).
Sims beranggapan bahwa jika terdapat hubungan simultan antar variabel
30
31
Data Time Series
VAR in Level Seluruh Data Diambil Difference
VECM
VAR In Difference
Data Tidak Terkointegrasi
Seluruh Data Diambil Difference
Uji Kointegrasi Data Pada Level
Seluruh Data Stasioner Pada
1st/2nd Difference
Seluruh Data Stasioner
Sebagian Data Stasioner Pada
Level
Terjadi Kointegrasi
Uji Stasioneritas Data
yang diamati, maka variabel-variabel tersebut harus diperlakukan sama
sehingga tidak ada lagi istilah variabel ekspogen dan variabel endogen.
Dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahap pembentukan
penggunaan alat penelitian, sebagai berikut:
Grafik 3.1
Skema Penentuan Alat Analisis
32
Secara umum, bentuk model VAR adalah sebagai berikut :
푌푡 = 퐴 + 퐴 푌 + 퐴 푌 + … + 퐴 푌 + ε
Dimana :
Yt : Vektor variabel tak bebas (Y1,Y2,…Yn) berukuran n x 1
A0 : Vektor intersep berukuran n x 1
Ai : Matriks parameter berukuran n x n, untuk setiap i = 1,2, …, p
ε : Vektor residual (ε , ε , … , ε ) berukuran n x 1
Untuk selanjutnya, berikut tahapan pengujian dengan metode
penelitian VAR/VECM:
1. Uji Stasioneritas
Ide dasar dari stasioneritas adalah hukum probabilitias yang
mengharuslan proses tidak berubah sepanjang waktu, atau dengan kta lain
proses keadaan seimbang secara statistik (Cryer, 1986). Sekumpulan data
dinyatakan stasioner jka nilai rata-rata dan varian dari data time series
tidak mengalami perubahan secara sistematis sepanjang waktu ata
sebagian ahli menyatakan rata-rata varian nya konstan (Nachrowi dan
Haridus Usman, 2006).
a. Unit Root Test
Root test atau yang dikenal dengan uji Augmented Dickey-Fuller
(ADF) adalah memasukkan adanya autokorelasi di dalam variabel
independen berupa kelambanan diferensi. membuat uji akar unit
dengan menggunakan metode statistic nonparametric dalam
33
menjelaskan adanya autokorelasi antara variable gangguan tanpa
memasukkan variable penjelas kelambanan diferensi
(Widarjono,2007). Prosedur untuk menentukan apakah data
stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai statistic
ADF dengan nilai kritisnya yaitu distribusi Mackinnon. Jika nilai
absolute statistic ADF lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang
diamati menunjukkan stasioner. Jika sebaliknya, nilai absolute ADF
lebih kecil dari nilai kritisnya maka tidak stasioner.
Langkah-langkah pegujian adalah sebagai berikut:
Hipotesis:
Ho: Data yang dimaksud tidak stasioner pada derajat nol
Ha: Data yang dimaksud stasioner pada derajat nol.
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:
PP t-statistik > ADF nilai kritis (critical value α….%) maka Ho
ditolak
PP t-statistik < ADF nilai kritis (critical value α….%) maka Ha
diterima.
b. Uji Derajat Integrasi
Data time series umumnya adakah data-data yang tidak stasioner.
Untuk menghindari regeresi lancing maka harus ditransformasikan
data nonstasioner menjadi stasioner.
34
Menurut Nachrowi dalam berbagai studi ekonometrika, data time
series sangat banyak digunakan. Namun dibalik pentingnya data
tersebut, ternyata datai time series menyimpan banyak permasalahan.
Salah satunya yaitu autokorelasi. Autokorelasi inilah penyebab data
tidak stasioner, sehingga apabila data dapat distasionerkan maka
autokorelasi akan hilang dengan sendirinya. Karena metode
transformasi data untuk membuat data yang tidak stasioner sama
dengan untuk menghilangkan autokorelasi.
Seperti uji akar ADF, keputusam sampai pada derajat keberapa
suatu data akan stasioner dapat dilihat dengan menbandingkan antara
nilai statistic ADF dengan nilai kritis Mackninnon. Jika nilai absolut
dari statistic ADF lebih besar dari nilai kritisnya pada diferensi tingkat
pertama, maka dikatakan stasioner pada derajat satu. Akan tetapi, jika
nilainya lebih kecil, maka uji derajat integrasi perlalu dilanjutkan pada
diferensi yang lebih tinggi sehingga diperoleh data yang stasioner.
Langkah-langkah pengujian nya adalah sebagai berikut:
Hipotesis:
Ho: Data tersebut tidak stasioner pada derajat 1,2,3...dst
Ha: Data tersebut stasioner pada derajat 1,2,3,…dst
Pengambilan keputusan dilakukan dengan criteria:
Jika PP t statistic > ADF kritis statistic (critical value α=…%),
maka Ho ditolak
35
Jika PP t statistic < ADF kritis statistic (critical value α=…%),
maka Ha diterima.
2. Penetapan Lag Optimum
Langkah selanjutnya adalah menentukan lag optimum. Tahapan ini
dilakukan untuk mengetahui jumlah lag yang tepat dalam
mempengaruhi respon satu variabel ke variabel nya. Penentuan lag
optimal berdasarkan nilai pada kriteria Akaike dan Schwartz.
Banyaknya lag dijadikan pertimbangan faktor ekonomi apa saja yang
membuat perbedaan respon suatu variabel. Dalam penetapan lag
optimum model VAR atau VECM harus diestimasi dengan pelbagai
tingkat lagnya, kemudian dibandingkan dengan lag yang paling banyak
mengandung nilai optimal berdasarkan kriteria yang ada.
3. Uji Kestabilan
Output dari lag optimum kemudian diperiksa kestabilan nya, dilihat
dari nilai modulusnya. Semakin milai midulus lebih kecil dari satu,
maka persamaan tersebut dapat dikatan stabil. Jika terdapat nilai
modulus yang lebih dari satu, maka dapat dikatakan model tersebut
belum stabil
4. Uji Kointegrasi
Data time series yang tidak stasioner kemungkinan besar akan
menghasilkan regresi lancing (spurious regression). Regresi lancing
ini terjadi jika koefisien determinasi cukup tinggi tapi hubungan antar
variable dependen tidak mempunyain makna. Hal ini terjadi karena
hubungan keduanya merupakan data time series hanya menujukkan
36
tren saja. Jadi tingginya koefisien determinasi karena bukan antar
keduanya.
Berdasarkan uji stasioneritas, apabila data variable makro tidak
stasioner pada tingkat level sedangkan pada tingkat diferensi pertama,
kedua, data menjadi stasioner, maka penelitian dapat dilanjutkan pada
Uji Kointegrasi. Langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis:
Ho: tidak terdapat hubungan jangka panjang antara variabel
independen dengan variabel dependen
Ha: Terdapat hubungan jangka panjang antara variabel independen
dengan variabel dependen.
Pengambilan keputusan diambil dengan kriteria:
Jika nilai trace statistic > nilai critical value maka Ho ditolak
Jika nilai trace statistic < nilai critical value maka Ho diterima.
5. Analisis VAR
Model VAR bertujuan untuk memperlihatkan fungsi linear dari
konstanta dan nilai lag dari variabel itu sendiri dan dari variabel
lainnya dalam suatu model. Sedangkan VECM adalah bentuk lanjut
VAR karena terdapat unsur kointegrasi di dalam variabel nya. Pada
praktiknya VECM dapat dipergunakan untuk mengetahui pergerakan
jangka pendek.
37
Metode VAR dicetuskan oleh Sims pada tahun 1980. Beliau
memberi kritik terhadap pendekatan persamaan struktural ekonometri
karena rentan terhadap kritis (Lucas,1976) agar bentuk yang tereduksi
dapat diestimasi secara tidak bias dan konsisten serta dapat digunakan
sebagai alat bantu pengambilan keputusan. Hubungan antara variabel
ekonomi bersifat kompleks dan teori ekonomi baru dapat
menghubungkan sebagian dari pola hubungan tersebut.
VAR umumnya digunakan untuk memproyeksikan sostem
variabel-variabel runtut waktu (time series) dan menganalisis dampak
dinamis dari faktor gangguan yang terdapat dalam sistem variabel
tersebut. Analisis VAR bisa disandingkan dengan persamaan simultan,
oleh karenanya dalam analisis VAR mempertimbangkan beberapa
variabelendogen secara bersama-sama dalam suatu model. Bedanya,
analisis VAR variabelnya diterangkan oleh nilai masa lampau dan juga
dipengaruhi oleh nilai masa lalu variabel endogen lainnya dalam satu
model. Di samping itu dalam analisis VAR biasanya tidak terdapat
variabel eksogen dalam model.
Berikut adalah model analisis yang digunakan dalam penelitian ini:
a. Growth = 퐶 + 푎 ∑ Growth + 푎 ∑ EksNett +
푎 ∑ Exch + 푎 ∑ IPI + ε
b. Eks =
퐶 + 푎 ∑ Growth + 푎 ∑ EksNett + 푎 ∑ Exch +
푎 ∑ IPI + ε
38
c. Exch =
퐶 + 푎 ∑ Growth + 푎 ∑ EksNett +
푎 ∑ Exch + 푎 ∑ IPI + ε
d. IPI = 퐶 + 푎 ∑ Growth + 푎 ∑ EksNett + 푎 ∑ Exc +
푎 ∑ IPI + ε
Keterangan :
Growth = Pertumbuhan Ekonomi
EksNett = Ekspor Netto
IPI = Indeks Produksi Industri
Exch = Nilai Tukar
6. Kausalitas Granger
Dalam analisa ekonomi seringkali ditemui kondisi adanya
ketergantungan antara satu variabel dengan variabel lainnya, dalam
artian dapat terjadi satu variabel memiliki pengaruh timbal balik
dengan variabel lainnya. Untuk menjelaskan kondisi tersebut maka
dilakukan granger causality test untuk memberi prediksi hubungan
antara dua variabel berdasarkan runtut waktu dalam estimasi model.
Pengujian ini untuk menjelaskan hipotesis poin kedua dalam
penelitian ini:
H0 : Tidak terdapat hubungan kausalitas antara variabel-variabel
dalam model
39
H2; Terdapat hubungan kausalitas antara variabel-variabel dalam
model
7. Impulse Response
Metode VAR mwmiliki keunggulan dibandingkan dengan model
estimasi lainnya karena dapat dilakukan nya peramalan terhadap
kondisi jika perubahan salah satu variabel dalam model VAR untuk
melihat pengaruhnya terhadap variabel endogen. IR digunakan untuk
melihat pergerakan efek atau dampak dari adanya shock pada satu
variabel dan pengaruhnya terhadap variabel itu sendiri maupun
variabel lain dalam periode sekarang maupun periode yang akan
datang. IR pun mendeteksi dampak dari satu kali shock pada satu
inovasi nilai sekarang dan yang akan datang pada variabel endogen.
8. Variance Decomposition
Kelebihan lain yang dimiliki metode VAR adalah adanya
kemampuan untuk melihat penyebab shock dalam suatu variabel. Uji
ini digunakan untuk mengukut perkiraan varians error suatu variabel
yaitu seberapa besar kemampuan satu variabel dalam memberikan
penjelasan pada variabel lainnya atau pada variabel itu sendiri. Dengan
menggunakan metode VAR ini dapat melihat proporsi dampak
perubahan pada suatu variabel jika mengalami shock atau perubahan
terhadap variabel itu sendiri pada periode tertentu. Dengan
menggunakan variance decomposition maka dapat mengukur variance
error suatu variabel, yaitu seberapa besar perbedaan antara sebelum
40
dan sesudah terjadi shock, baik yang berasal dari variabel lain maupun
variabel lain.
Penggunaan IR dan VD ini dapat menjelaskan hipotesis poin
pertama dan ketiga dalam penelitian:
H0: Secara keseluruhan ekspor netto, nilai tukar, dan IPI tidak
memberi kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia,
H1: Secara keseluruhan ekspor netto, nilai tukar dan IPI memberi
kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
H0: Secara spesifik pertumbuhan ekonomi merespon secara tidak
signifikan atas shock yang diberikan ekspor netto, nilai tukar,
dan IPI
H3: Secara spesifik petumbuhan ekonomi merespon secara
signifikan atas shock yang diberikan ekspor netto, nilai tukar,
dan IPI.
C. Variabel Operasional
Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel yang dilibatkan,
diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia, Ekspor netto, Nilai
tukar, dan Indeks Produksi Industri (IPI). Rentang waktu yang digunakan per
variabel adalah pengolahan data tiap triwulan dari bulan Januari 2005 hingga
bulan Desember 2015.
41
Tabel 3.1 Data Operasional Variabel
Variabel Satuan Sumber Periode
Growth = Pertumbuhan Ekonomi
Rasio Badan Pusat Statistik
Triwulan
(Januari 2005 – Desember 2015)
EksNEtt = Ekspor Netto
Nominal Badan Pusat Statistik
Triwulan
(Januari 2005 – Desember 2015)
Exc = Nilai tukar
Nominal Bank Indonesia
Triwulan
(Januari 2005 – Desember 2015)
IPI = Indeks Produksi Industri
Rasio Badan Pusat Statistik
Triwulan
(Januari 2005 – Desember 2015)
42
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Objek Penelitian
1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pertumbuhan ekonomi bisa menjadi salah satu barometer untuk
mengukur suatu kondisi perekonomian. Angka persentase pertumbuhan
ekonomi diperoleh dari perubahan Produk Domestik Bruto (PDB) dari
tahun ke tahun. PDB merupakan jumlah barang dan jasa yang dihasilkan
baik oleh Warga Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing
(WNA) yang beroperasi di wilayah negara Indonesia. Fenomena-
fenomena ekonomi yang kerap terjadi selama 10 tahun berpengaruh
terhadap kondisi perekonomian Indonesia.
Pada paruh pertama tahun 2005 sebenarnya perekonomian indonesia
tumbuh sesuai prediksi dengan kontribusi yang masih dominan dari sisi
ekspor yang tinggi dan pertumbuhan permintaan domestik.
Ketidakseimbangan keuangan global dan melonjaknya harga minyak
internasional, memicu ketidakstabilan makroekonomi di dalam negeri.
Nilai tukar berfluktuasi dan inflasi mulai melonjak. Lonjakan inflasi ini
semakin tinggi seiring kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang
dilakukan pemerintah. Bahkan angka inflasi sempat mencapai 17,1% di
tahun 2005.
42
43
Peningkatan biaya produksi akibat kenaikan harga minyak dan
menurunnya kepercayaan investor menyebabkan investasi swasta terbatas.
Selain itu, konsumsi yang biasanya menjadi penopang pertumbuhan
ekonomi di saat sulit juga tidak dapat diandalkan akibat merangkaknya
suku bunga dan menurunnya daya beli masyarakat pasca kenaikan BBM.
Secara umum kenaikan harga BBM akan menurunkan kegiatan konsumsi
dan investasi yang selanjutnya menekan pertumbuhan ekonomi. Dari
simulasi model SOFIE (Short Term Forecasting Model) kenaikan harga
BBM akan secara langsung memicu kenaikan inflasi sehingga akan
memberikan tekanan pada daya beli masyarakat. Meskipun demikian,
dengan kondisi tersebut secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi pada
tahun 2005 mencapai sekitar 5,6%.
Tiga tahun berselang terjadi krisis global yang bermuara di Amerika
Serikat berhasil memberi efek negatif terhadap perekonomian dunia.
Mengingat sentral nya peran Amerika Serikat dalam peta perdagangan
internasional, maka krisis pada tahun 2008 ini sangat berdampak pada
negara yang bermitra dengan Amerika Serikat. Secara umum,
perekonomian Indonesia tahun 2009 mengalami banyak hambatan
meskipun mendapat capaian cukup baik. Dampak bagi Indonesia
diantaranya tertunda nya investasi akibat dari lembaga keuangan Amerika
menahan dana ke negara-negara emerging market, termasuk Indonesia.
Atas keadaan tersebut mengakibatkan pengetatan likuiditas di pasar uang
yang mengakibatkan perkembangan sektor keuangan global menurun,
bahkan negara maju pun terkena dampak.
44
Kontraksi perekonomian global tidak bisa dihindari sehingga
memperlambat pertumbuhuan ekonomi Indonesia. Sampai triwulan ke-III
2009 sektor industri pengolahan tumbuh 1,5%, jauh menurun sebelum
krisis yang mencapai 4%. Adapun sektor yang tidak terpengaruh oleh
krisis mengalami pertumbuhan pesat, seperti sektor listrik, gas dan air
bersih, sektor bangunan, sektor pengangkutan, dan komunikasi masing-
masing tumbuh sebesar 13,78% dan 15,33%.
Pertumbuhan ekonomi domestik didukung masih oleh kuatnya
permintaan domestik khususnya komsumsi baik rumah tangga maupun
pemerintah yang tumbuh masing-masing 4,85% dan 15,72%. Secara
keseluruhan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 4,5%, angka ini
menunjukkan perlambatan akibat krisis. Namun ternyata angka
pertumbuhan ekonomi Indonesia ini ada di peringkat tiga dunia setelah
India dan Tiongkok.
Tahun 2012 terjadi krisis di kawasan Eropa yang mengubah tatanan
perekonomian Indonesia yang kondusif sehingga kondisi perekonomian
global tidak terlalu menguntungkan Indonesia. Melambatnya pertumbuhan
ekonomi di negara emerging market seperti Tiongkok dan India
menimbulkan konsekuensi pada berkahirnya era harga komoditas tinggi,
sehingga meurunkan kinerja ekspor Indonesia. Di tengah kuatnya
permintaan domestik yang mendorong impor, pelemahan kinerja ekspor
ini menaikkan defisit transaksi berjalan.
45
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2005-2015 (dalam %)
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV
Sumber: Badan Pusat Statistik. Data diolah.
Grafik 4.1
Di sektor finansial, indikasi membaiknya perekonmian Amerika
Serikat mendorong otoritas moneternya untuk mulai melakukan
pengurangan stimulus moneter ke negara emerging market, termasuk
Indonesia. Kondisi ini memunculkan ketidakseimbangan Neraca
Pembayaran Indonesia (NPI) yang ditandai oleh melebarnya defisit
transaksi berjalan dan semakin terbatasnya arus modal sehingga secara
fundamental menekan nilai tukar rupiah. Tekanan pada rupiah ini juga
didorong oleh terkait meningkatnya ekspektasi inflasi pasca penerapan
pembatasan impor komoditas pangan. Selain itu kebijakan pengurangan
subsidi BBM sebagai upaya defisit fiskal dan transakasi berjalan juga
menambah tekanan terhadap inflasi. Dengan keadaan ini pertumbuhan
ekonomi Indonesia tahun 2013 melambat dari tahun sebelumnya, hanya
mencapai 5,8%, lebih tinggi dari negara satu kawasan.
46
2. Perkembangan Ekspor Indonesia
Indonesia menganut sistem perekonomian terbuka, untuk itu kontak
transaksi ekonomi dengan negara lain tidak bisa terhindarkan. Kegiatan
perdagangan internasional dilakukan semata-mata untuk mendapatkan
keuntungan bagi perekonomian Indonesia sendiri. Posisi Indonesia sebagai
emerging market dapat dipahami karena memiliki keuntungan komparatif
dari negara lain, terutama komoditas ekspor yang jadi primadona di pasar
dunia.
Performa ekspor tidak bisa dipisahkan dari pengaruh kondisi ekonomi
domestik maupun luar negari. Nilai ekspor sepanjang tahun 2005 tumbuh
sebesar 2,1% dengan total $86,6 miliar. Laju pertumbuhan tersebut lebih
tinggi daripada tahun sebelumnya yang hanya tumbuh 12,6%.
Pertumbuhan ini disumbang oleh sektor migas dan nonmigas.
Pertumbuhan ekspor migas dipicu oleh harga minyak dunia yang
meningkat tinggi dan sempat mencapai harga tertinggi sebesar $68 per
barrel. Peningkatan ekspor nonmigas pada umumnya juga didominasi oleh
kontribusi kenaikan harga komoditi. Kontribusi kenaikan harga yang
sangat dominan dalam mendorong peningkatan ekspor terjadi pada
kelompok komoditi pertambangan. Kelompok komoditi pertanian dan
industri pengolahan juga ditopang oleh kenaikan harga, walaupun
besarnya kontribusi harga tidak setinggi pada komoditi pertambangan.
Pangsa ekspor ke lima negara tujuan utama ekspor Jepang, Amerika
Serikat, Singapura, Tiongkok dan Malaysia mencapai 50% dari total
47
ekspor Indonesia. Tingginya pangsa ekspor kelima negara tersebut
merupakan pasar andalan produk ekspor Indonesia seperti tekstil, bahan
nabati dan logam yang sangat mengindikasikan ketergantungan atas pasar
tersebut. Jika dilihat dari sisi negara tujuan ekspor utama tersebut, pangsa
produksi Indonesia di negara-negara tersebut relatif stabil. Pangsa produk
Indonesia di Jepang dan Malaysia mengalami peningkatan yang cukup
pesat.
Pasca krisis tahun 2008 sektor ekspor melambat dikarenakan harga dan
volume komoditi andalan Indonesia turun serta berkutangnya permintaan
dari sejumlah negara. Hal ini pun tidak hanya dialami Indonesia, negara
kawasan pun mengalami perlambatan ekspor. Komoditi yang mengalami
penurunan diantaranya karet, serta produk pertambangan seperti nikel,
alumunium serta tembaga.
Nilai ekspor Indonesia pada tahun 2009 sebesar $12,122 miliar pada
triwulan IV. Nilai ini lebih besar dari tahun sebelumnya yang hanya
mencatatkan $9,784 miliar. Hal ini mengindikasikan meskipun
perekonomian dunia sedang guncang namun sektor ekspor Indonesia tetap
memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia.
Pada tahun 2013 kinerja perekonomian Indonesia tidak terlepas dari
pengaruh perubhan siklus yang mewarnai dinamika ekonomi global. Hal
ini mengakibatkan turunnya harga komoditas global yang menyebabkan
pertumbuhan ekspor mencatat kontraksi sehingga memengaruhi kinerja
transaksi berjalan. Selain faktor siklikal tersebut, kinerja ekspor juga
48
-100,000,000,000,000
-50,000,000,000,000
0
50,000,000,000,000
100,000,000,000,000
150,000,000,000,000
200,000,000,000,000
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Perkembangan Nilai Ekspor Neto Indonesia Tahun 2005-2015
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV
Sumber: Badan Pusat Statistik. Data Diolah.
dipengaruhi permasalahan struktural berupa dominannya komposisi
komoditi sumber daya alam dalam struktur ekspor Indonesia.
Ekspor menurun karena harga komoditas turun diakibatkan permintaan
yang menurun dari negara emerging market tersebut, tetapi ekspor ke
tujuan Amerika masih memiliki proporsi yang cuku besar, 8%. Nilai
ekspor menurun 3% pada triwulan pertama tahun 2013, namun berangsur
naik dan mencatatkan pertumbuhan 24% di triwulan terkahir tahun 2013.
Grafik 4.2
3. Perkembangan Industri Indonesia
Sektor industri, terutama industri pengolahan, pertanian dan
bangunan tumbuh melambat pada tahun 2005. Perlambatan
pertumbuhan di sektor pertanian terutama terjadi di subsektor tanaman
bahan makanan dan peternakan yang diantaranya disebabkan oleh
faktor alam seperti wabah penyakit dan bencana banjir serta naiknya
49
biaya produksi akibat naiknya harga BBM. Sementara itu subsektor
perkebunan seperti kelapa sawit, coklat, kopi dan tebu tercatat
mengalami sedikit kenaikan seiring dengan meningkatnya lahan
perkebunan. Pertumbuhan sektor industri pengolahan cenderung
melambat akibat meningkatnya biaya produksi seiring dengan
kenaikan harga bahan bakar dan depresiasi nilai tukar. Selain itu
penrurunan permintaan ekspor dan domestik akibat lemahnya
permintaan dunia serta turunnya daya beli konsumen juga juga
berdampak buruk pada kinerja sektor industri pengolahan.
Senada dengan keadaan tersebut, kelompok industri tekstil, barang
dari kulit dan alas kaki pada tahun 2005 tumbuh sebesar 1,28%, lebih
rendah dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 4,06%. Faktor
utama yang mempengaruhi perlambatan pertumbuhan subkelompok
industri tekstil dan alas kaki selain permasalahan umum yang dihadapi
industri pengolahan di atas adalah maraknya produk sejenis berharga
murah dari Tiongkok di pasar domestik. Namun demikian, kinerja
perusahaan tekstil dan alas kaki yang berorientasi pada ekspor masih
didukung oleh kondusifnya pasar ekspor.
Sementara itu beberapa kelompok industri yang mencatat
peningkatan pertumbuhan pada tahun 2005 adalah industri makanan,
minuman, dan tembakau. Meningkatnya kinerja subsektor industri
makanan, minuman, dan tembakau terkait dengan karakteristik
permintaan produk makanan yang cenderung kurang elastis terhadap
perubahan pendapatan. Peningkatan subsektor ini didukung oleh hasil
50
survei hasil penjualan eceran yang menunjukkan peningkatan. Sektor
perdagangan, hotel dan restoran tumbuh 8,59% naik dibandingkan
dengan tahun sebelumnya 5,69% pertumbuhan yang tinggi tersebut
terutama dipengaruhi oleh pertumbuhan pada subsektor perdagangan
yang memiliki kontribusi terbesar pada sektor ini. Subsektor
perdagangan tumbuh sebesar 9,15%, naik dari tahun 2004 sebesar
5,50%. Omset penjualan anggota Asosiasi Penjualan Retail Indonesia
pada tahun 2005 diperkirakan mencapai Rp 41 triliun dari sebelumnya
Rp 35 triliun di tahun sebelumnya.
Pada tahun 2009 perekonomian mulai pulih pasca krisis global
tahun 2008. Kondisi ini hasil dari berbagai kebijakan yang ditempuh
oleh negara-negara terkena dampak krisis. Perubahan positif dialami
kondisi keuangan global yang mengalami perbaikan. Gencarnya
stimulus fiskal di berbagai negara berpengaruh positif rumah tangga
yang menunjukkan perbaikan. Membaiknya indikator konsumsi
tersebut diikuti oleh mulai meningkatnya aktivitas industri, khususnya
sektor manufaktur sejak triwulan III 2009.
Sedangkan sektor industri pengolahan hanya tumbuh 1,5% jauh di
bawah rata-rata pertumbuhan sebelum krisis sekitar 4%. Selain itu,
sektor perdagangan mengalami perlambatan yang signifikan, bahkan
mengalami kontraksi pada triwulan II dan III 2009 terkait dengan
penurunan kegiatan perdagangan luar negeri. Namun demikian, pada
triwulan IV 2009 kedua sektor tersebut telah mengindikasikan proses
51
pemulihan yang cukup sejalan dengan perbaikan ekonomi global
khususnya negara maju.
Beberapa sektor yang tidak terpengaruh oleh perkembangan
eksternal mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi diantaranya
sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan serta sektor
pengangkutan, dan komunikasi serta sektor-sektor jasa. Sektor listrik,
gas dan air bersih, masing-masing tumbuh sebesar 13,78% dan
15,53%.
Perbaikan aktivitas ekonomi dunia tersebut juga ditopang negara
berkembang di Asia sebagai penggeral pertumbuhan ekonomi dunia.
Pertumbuhan ekonomi negara-negara emerging markets Asia, terutama
Tiongkok dan India, mampu menjadi penyeimbang lambannya proses
pemulihan ekonomi di negara maju.
Pemulihan perekonomian dunia pasca goncangan ekonomi Eropa
pada tahun 2012 berjalan cukup lancar di Indonesia. Namun, tetap saja
terjadi perlambatan yang diakibatkan kebijakan konsolidasi fiskal
(sequester) berupa kenaikan pajak dan pemotongan belanja pemerintah
yang telah melemahkan kepercayaan konsumen dan konsumsi rumah
tangga. Hal ini memberikan tekanan terhadap aktivitas industri seiring
menurunnya permintaan domestik yang tercermin dari menurunnya
Indeks Produksi Industri.
Penurunan aktivitas industri juga dipengaruhi melemahnya
permintaan eksternal menyusul realisasi PDB Tiongkok yang di bawah
ekspektasi. Namun, konsumsi swasta kemudian meningkat sebagai
52
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015Triwulan I 0.68 4 1.65 0.34 1.65 1.83 1.69 0.31 2.2 0.25 0.7Triwulan II 0.57 4.68 4.43 1.92 2.38 2.42 1.61 3.42 1.31 1.97 2.16Triwulan III 5.33 7.97 5.04 3.31 2.74 2.13 2.95 0.09 0.51 2.04 0.83Triwulan IV 8.19 3.59 3.18 3.26 0.96 2.77 3.09 7.65 1.91 1.68 2.41
0123456789
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV
dampak dari peningkatan pendapatan, kinerja positif bursa saham dan
perbaikan sektor perumahan. Hal ini tercermin dari menguatnya
keyakinan konsumen dan penjualan eceran.
Grafik 4.3
Perkembangan Indeks Produksi Industri Indonesia
Tahun 2005- 2015
Harga komoditas global masih dalam tren menurun sejalan dengan
melemahnya permintaan dunia, penurunan komoditas terutama terjadi
pada sektor nonenergi sebesar 1,2%, melanjutkan penurunan sebesar
10,0% dari tahun 2012. Penurunan harga komoditas nonenergi
dipengaruhi oleh harga komoditas metal dan bahan makanan yang
masih tenggelam. Hal ini ditengarai perubahan strategi Tiongkok yang
mengalihkan sumber pertumbuhan ekonominya dari investasi dan
ekspor kepada konsumsi. Peralihan ini mengakibatkan total permintaan
53
dunia terhadap komoditas metal dan akhirnya menurunkan harga
nonenergi dunia.
B. Hasil Analisis dan Pembahasan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series
dimulai dari tahun 2005 hingga tahun 2015. Data diambil setiap tahun
adalah data triwulan, baik data yang dirilis secara resmi maupun data yang
diolah menjadi data trwiulan. Diantaranya adalah Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia, Ekspor neto (Eks), Nilai Tukar Rupiah (Kurs), dan Indeks
Produksi Industri (IPI). Data sekunder dari tiap variabel tersebut diperoleh
dari Bank Indonesia, Kementrian Perindustrian, dan Badan Pusat Statistik.
Penentuan metode analisis yang dipakai dalam penelitian telah
dijelaskan dalam grafik 3.1, setelah melihat output dari uji akar unit.
Apabila seluruh data stasioner pada tingkat level, maka dilanjutkan dengan
metode VAR. Namun apabila data stasioner pada first difference dan
terkointegrasi, maka penelitian akan menggunakan metode VECM.
Selanjutnya jika dara stasioner pada tingkat first difference tetapi tidak
terkointegrasi, maka penelitian akan dilanjutkan dengan metode VAR in
difference.
1. Uji Stasioneritas
Penelitian ini mensyaratkan semua data stasioner agar dapat
melakukan analisis yang akurat. Stasioner secara singkat dapat
diartikan suatu keadaan data yang mempunyai kecenderungan
mendekati nilai rata-rata. Selanjutnya langkah pengujian stasioneritas
diantaranya:
54
a. Uji Akar Unit
Pada awalnya pengujian stasioneritas didapat dari
penglihatan terhadap grafik dan koleogram yang masih bersifat
subjektif dari setiap peneliti yang melihatnya. Uji akar unit ini
adalah uji formal dalam pengujian stasioneritas yang dipelopori
Dickey Fuller. Metode uji akar unit yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah metode Augmented Dickey Fuller (ADF).
Metode ADF digunakan dalam pengujian stasioneritas data karena
dapat menangkap perubahan struktur data yang bisa saja terjadi
dalam sebuah variabel.
Perubahan struktur data perlu diperhatikan karena hal itu
dapat menyebabkan data terlihat seperti tak stasioner, sehingga
kesimpulan yang diambil jika menggunakan hasil data yang
mengalami perubahan maka akan menyebabkan hipotesis menjadi
keliru. Nilai kritis yang biasa digunakan ekonom untuk menilai
stasioneritas ada di tingkat 5% atau 0,05. Artinya apabila nilai
statistik melebihi angka 0,05 bisa dikatakan tidak stsioner dan
apabila sebaliknya maka data variabel bersangkutan stasioner.
Pada penerapannya, ada tiga bentuk persamaan uji Dickey-
Fuller diantaranya:
1. Model tanpa intersep 2. Model dengan intersep 3. Model dengan intersep dan memasukkan variabel bebas
waktu (trend)
55
Hal ini penting karena akan menentukan model yang
digunakan. Penentuan dengan atau tanpa intersep tergantung dari
datan yang akan digunakan untuk pemilihan model pada software
statistik. Sehingga hasil dari output bisa menjadi lebih akurat
Tabel 4.1
Hasil Estimasi Augmented Dickey Fuller (ADF) Pada
Intercept-Level
Variabel Nilai t statistik ADF
Nilai Kritis MacKinnon
Hasil
EksNett -1.796757 -2.931404 Tidak Stasioner
Exc -3.165798 -2.933158 Stasioner
IPI -3.250629 -2.936942 Stasioner
Growth -1.938295 -2.931404 Tidak Stasioner
Data diolah menggunakan perangkat lunak Eviews 9.0
Pada tabel 4.1 menunjukkan hasil uji akar unit dengan
metode ADF pada tingkat level. Dari tabel di atas didapat hasil
yang beragam, variabel IPI yang stasioner. Variabel yang lain tidak
stasioner karena nilai stastistik ADF lebih kecil daripada nilai kritis
MacKinnon. Oleh karena itu perlu dilanjutkan dengan uji
stasioneritas pada first difference, karena tidak stasioner secara
simultan.
b. Uji Akar Unit (first difference)
Apabila suatu data time series tidak stasioner atau memiliki
akar unit, ada langkah yang bisa dilakukan agar semua data
stasioner secara simultan. Langkah tersebut adalah dengan proses
56
difference stokastik, yaitu dengan menggunakan set data series
waktu dengan akar unitnya. Setelah pada tabel 4.1 test ADF
pertama semua variabel tidak stasioner secara simultan dan
berdasarkan uraian sebelumnya, maka harus dilakukan ADF test
pada First Difference.
Tabel 4.2
Hasil Estimasi Augmented Dickey Fuller (ADF) Akar Unit
Pada Derajat Integrasi Difference Pertama
Variabel Nilai t statistik ADF
Nilai Kritis MacKinnon
Hasil
EksNett -6.088015 -2.933158 Stasioner
Exc -6.548665 -2.933158 Stasioner
IPI -6.653900 -2.938987 Stasioner
Growth -5.917727 -2.933158 Stasioner
Data diolah menggunakan perangkat lunak Eviews 9.0
Hasil dari tabel 4.2 menujukkan bajwa hasil uji akar unit pada
difference pertama telah stasioner secara simultan pada nilai kritis
5%. .
2. Lag Optimal
Dalam VAR penentuan lag optimal digunakan untuk mengetahui
lag berapa yang akan digunakan dalam pengujian selanjutnya. Untuk
menentukan lag optimal dilihat dari nilai Akaike Information Criteria
(AIC) yang terkecil. Perhitungan lag optimal dapat dilihat pada tabel
57
4.3. Dari hasil di bawah ini dapat diketahui bahwa lag optimal adalah
lag 3.
Tabel 4.3
Output AIC
Lag AIC Value
0 71.39082
1 67.14657
2 67.12713
3 66.35604*
*tanda lag optimal
3. Uji Stabilitas Model VAR
Meskipun di beberapa penelitian uji stabilitas ini bersifat opsional,
namun uji stabilitas VAR dapat dipergunakan untuk membuat penafsiran
Impulse Response dan Variance Decomposition yang valid. Berikut adalah
uji stabilitas VAR:
Tabel 4.4
Hasil Regresi Uji Stabilitas VAR
Root Modulus 0.884341 0.884341
0.777815 - 0.157555i 0.793612 0.777815 + 0.157555i 0.793612 -0.128173 - 0.736639i 0.747707 -0.128173 + 0.736639i 0.747707 0.084608 0.084608 0.028926 - 0.078917i 0.084051 0.028926 + 0.078917i 0.084051
Tidak ada akar unit yang terletak di luar lingkaran. VAR memenuhi kondisi stabil.
58
Kondisi sistem VAR yang stabil bisa diindikasikan melalui nilai
modulus semakin menurun, dan memiliki nilai roots dan modulus yang
kurang dari satu.
4. Uji Kointegrasi
Setelah tahap stasioneritas maka langkah sealnjutnya menguji
kointegrasi tiap variabel. Uji kointegrasi merupakan suatu teknik yang
digunakan untuk mengetahui hubungan keseimbangan jangka panjang
dari beberapa variabel. Teknik ini diperkenalkan pertama kali oleh
Engel dan Granger pada tahun 1987, dikembangkan oleh Johanssen
tahun 1988 dan disempurnakan kembali oleh Juselius pada tahun 1990.
Ide dasar kointegrasi berupa sejumlah data time series dapat
menyimpang dari nilai rataannya dalam jangka pendek cenderung akan
bergerak bersama-sama menuju kondisi keseimbangan dalam jangka
panjang. Dengan kata lain, jika sejumlah variabel memiliki
keseimbangan dalam jangka panjang dan saling berintegrasi pada orde
yang sama maka variabel tersebut saling berkointegrasi (Hakim,
2014).
Pengujian kointegrasi dilakukan terhadap variabel-variabel untuk
mengkaji stasioneritas residual regresi. Namun dalam kajian ekonomi,
kointegrasi merupakan statistical expression dari dua hubungan
ekuilibrium jangka panjang. Bila ada dua variabel yt dan xt maka
kedua variabel tersebut dikatakan memiliki hubungan jangka panjang
apabila terdapat error term yang stasioner yang dihasilkan oleh
59
kombinasi linier dari kedua variabel pada derajat integrasi yang sama.
Sebaliknya bila error term tidak stasioner maka dikatakan tidak
terdapat kondisi ekuilibrium (Thomas, 1993).
Tabel 4.5
Uji Kointegrasi Trace Statistic Johansen (lag 3)
Hypothesized Trace 0.05 No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**
None 0.673437 44.10259 47.85613 0.5225
At most 1 0.290936 27.09901 29.79707 0.0992 At most 2 0.202010 12.65901 15.49471 0.1279 At most 3 0.072948 3.181299 3.841466 0.0745
Uji trace mengindikasikan tidak ada kointegrasi pada level 0.05 *menolak hipotesis nol pada derajat 5%
Tabel 4.6 Uji Kointegrasi Maximum Eigenvalue (lag 3)
Uji Eigenvalue maksimum mengindikasikan tidak ada kointegrasi pada level 0.05
*menolak hipotesis nol pada derajat 5%
Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.673437 27.00358 27.58434 0.6567
At most 1 0.290936 14.44001 21.13162 0.3300 At most 2 0.202010 9.477707 14.26460 0.2486 At most 3 0.072948 3.181299 3.841466 0.0745
60
5. Model Empiris VAR
Estimasi model VAR dipergunakan untuk menghindari terjadinya
regresi lancung akibat data yang tidak stasioner. Data yang sudah stasioner
dalam tahap first difference digunakan dalam model ini dengan panjang
sudah ditentukan sebelumnya yaitu lag 3. Biasanya persamaan simultan
digunakan untuk membuat estimasi tentang pengaruh variabel eksogen
pada perubahannya terhadap variabel endogen. Namun dalam model VAR
yang menjadi titik berat adalah melihat efek shock dan proporsi satu
variabel dalam mempengaruhi variabel lainnya
Menurut Lutkepohl, banyak ekonom menggunakan teknik VAR
melakukan estimasiinterpretasi dengan Impulse Response Function (IRF)
dan Variance Decomposition. Persamaan untuk Pertumbuhan ekonomi
yang dihasilkan oleh output VAR adalah sebagai berikut:
Tabel 4.7 Output VAR
Growth EksNett Exch IPI
Growth -1.576376 (-1) 0.477285(-3)
EksNett 0.929987 (-1) -1.01941 (-1)
Exc 1.154116 -0.002118 (-1)
0.002237 (-1)
IPI -3,603343 (-3) 0.2799658 -.0855651
C 1.691054 2900.06151 8.954151 -3.857015
DGrowth = -3.857015(C) -1.576376 (EksNett(-1)) + 0.477285 (Exc(-1))
61
6. Uji Kausalitas Granger
Uji kausalitas Granger dimaksudkan untuk menguji hubungan diantara
variabel. Dalam penelitian ini yang akan dicari arah hubungan nya adalah
ekspor netto, nilai tukar, Indeks Produksi Industri, dan pertumbuhan
ekonomi. Arah hubungan yang dimaksud bisa satu arah maupun dua arah.
Pengujian ini juga dipergunakan untuk penjelasan selanjutnya pada
Impulse Response dan Variance Decomposition
Berikut adalah hasil dari uji kausalitas Granger:
Tabel 4.8 Uji Kausalitas Granger
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. EXC does not Granger Cause EKS 41 0.12382 0.9454
EKS does not Granger Cause EXC 0.53215 0.0917 GROWTH does not Granger Cause EKS 41 0.35977 0.0225*
EKS does not Granger Cause GROWTH 1.31217 0.0064* IPI does not Granger Cause EKS 41 0.81226 0.4960
EKS does not Granger Cause IPI 3.95377 0.0160* GROWTH does not Granger Cause EXC 41 1.92102 0.1447
EXC does not Granger Cause GROWTH 0.92368 0.4398 IPI does not Granger Cause EXC 41 3.94069 0.0163*
EXC does not Granger Cause IPI 6.27701 0.2417 IPI does not Granger Cause GROWTH 41 0.31406 0.8151
GROWTH does not Granger Cause IPI 0.36925 0.7757
*menunjukkan signifikansi dengan menolak H0 pada tingkat 0,05%
Dari tabel di atas dapat dilihat terdapat hubungan satu arah (undirectional)
antara variabel nilai tukar dan IPI dan variabel IPI dengan ekspor netto. Selain
62
Growth
Ekspor Netto
Nilai Tukar
IPI
itu terdapat hubungan dua arah antara variabel growt dan ekspor netto.
Ilustrasi dari hasil uji kausalitas Granger adalah sebagai berikut:
Grafik 4.4 ilustrasi Uji Kausalitas Granger
7. Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance
(FEVD)
IRF menunjukkan bagaiamana suatu variabel mengalami shock atas
perubahan lainnya. Suatu shock pada variabel endogen akan
mempengaruhi variabel itu sendiri dan akan menjalar ke variabel-variabel
endogen lainnya. IRF memberikan arah hubungan besarnya pengaruh
antar variabel endogen. Estimasi yang dilakukan IRF dititikberatkan pada
respon suatu variabek pada perubahan satu standar deviasi dari variabel itu
sendiri maupun dari variabel yang terdapat dalam model VAR. Hasil dari
estimasi IRF dalam beberapa periode ke depan. Hasil analisa IRF dapat
dilihat dalam grafik di bawah ini:
63
Grafik 4.5 Output IRF
-400,000,000
0
400,000,000
800,000,000
1,200,000,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of EKS to GROWTH
Response to Cholesky One S.D. Innovations
-400,000,000
0
400,000,000
800,000,000
1,200,000,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of EKS to IPI
Response to Cholesky One S.D. Innovations
-2
-1
0
1
2
3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of IPI to EXC
Response to Cholesky One S.D. Innovations
-.1
.0
.1
.2
.3
.4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of GROWTH to EKS
Response to Cholesky One S.D. Innovations
64
IRF melihat efek langsung maupun tidak langsung dari adanya shock
dari setiap dinamika perubahan variabel ekspor netto, nilai tukar, dan IPI
terhadap pertumbuhan. Dari grafik yang pertama, respon ekspor atas shock
dari Growth. Respon negatif ditunjukkan sebesar 1 standar deviasi di
kuartal kedua dan respon negatif sebesar 2%. Namun berangsur membaik
di kuartal kelima dengan respon positif sebesar satu 1%. Kondisi
pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat memberikan pengaruh terhadap
performa ekspor netto sebuah negara. Semaikin kondusif iklim
perekonomian suatu negara, maka akan memberikan kelancaran terhadap
ekspor atau growth led export.
Dalam grafik yang kedua, respon ekspor netto atas shock IPI dalam
satu standar deviasi. Pengaruh yang diberikan terhadap netto ekspor yang
diberikan IPI berada di titik negatif sebesar 3%. Kemudian perlahan
menuju titik negatif 1% di kuartal ke 10. Ini menunjukkan bahwa
perindustrian Indonesia dalam kurun waktu tiga tahun mendatang tidak
memberi kontribusi signifikan terhadap ekspor. Terdapat beberapa faktor
yang diduga menjadi pemicu hal tersebut. Diantaranya adalah produksi
dalam negeri hanya cukup untuk memenuhi permintaan dalam negeri,
sehingga tidak mampu memenuhi permintaan ekspor. Kedua,
perindustrian Indonesia yang masih bersifat mengolah dalam tingkat
ekonomi kecil, sehingga memiliki nilai tambah yang kecil baik itu nilai
barang maupun nilai upah tenaga kerja.
Di grafik yang ketiga, repon perubahan nilai tukar rupiah menyebabkan
shock yang cepat terhadap perindustrian. Kenaikan produksi industri
65
terjadi pada kuartal 3 sebesar 1%, disinyalir karena nilai tukar rupiah
menurun sehingga nilai barang yang notabene adalah bahan baku di dalam
negeri menjadi lebih murah sehingga menaikan volume industri. Shock ini
cenderung mereda pada kuartal kedua tahun berikutnya.
Di grafik yang ke 4, digambarkan bahwa shock yang ditimbulkan
perubahan nilai ekspor netto terhadap pertumbuhan ekonomi berlangsung
cukup cepat dan masif. Pada kuartal kedua perubahan ekspor netto
memberi kontribusi sebesar 3 persen terhadap pertumbuhan ekonomi.
Faktor pembentuk ekspor netto seperti produksi yang menunjukkan
performa yang meningkat seiring dengan shock yang ditimbulkan nilai
tukar terhadap industri dapat performa ekspor ikut meningkat.
Grafik 4.6 Output FEVD
0
20
40
60
80
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
GROWTH EKS EXC IPI
Variance Decomposition of GROWTH
Setelah menganilis perilaku dinamis melalui IRF, selanjutnya akan dilihat
karakteristik model melalui FEVD. Pada bagian ini dianalisis bagaimana
varian dari suatu variabel ditentukan oleh peran dari variabel lainnya
66
maupun peran dari dirinya sendiri. FEVD digunakan untuk menyusun
ketidakseimbangan peramalan, yaitu seberapa besar perbedaan antara
varian sebelum dan sesudah shock, baik shock yang ditimbulkan variabel
itu sendiri baik dari variabel lain. Dari grafik di atas perubahan yang
terjadi atas growth akan ditimbulkan dari inovasi dirinya sendiri sebesar
94% di 3 kuartal pertama, dan berangsur menurun ke angka 92% di tahun
ketiga. Variabel yang paling cepat memberikan kontribusi adalah ekspor
netto dengan komposisi 2,064% di kuartal kedua tahun pertama. Dan
berangsur naik menjadi 3,36% di tahun ketiga kuartal kedua. Selanjutnya
proporsi tertinggi diberikan oleh nilai tukar. Pengaruh nilai tukar sebesar
1,76% di kuartal kedua dan berangsur naik menjadi 2,3% di kuartal kedua
tahun ketiga.
Tabel 4.10 Output FEVD
Period S.E. EKS EXC GROWTH IPI 1 1.16E+09 0.000000 0.000000 100.0000 0.000000
2 1.62E+09 2.064869 1.765001 94.81919 1.350942 3 1.89E+09 2.122263 1.682695 94.41626 1.778779 4 2.09E+09 1.926435 1.505714 94.64267 1.925180 5 2.26E+09 1.869003 1.493537 94.61414 2.023322 6 2.38E+09 2.005215 1.638632 94.28201 2.074141 7 2.48E+09 2.286510 1.852704 93.77996 2.080826 8 2.55E+09 2.647345 2.067056 93.21243 2.073173 9 2.61E+09 3.022502 2.249171 92.66652 2.061803
10 2.65E+09 3.362222 2.381316 92.20618 2.050278
C. Interpretasi dan Analisis Ekonomi
Semua tahapan analisis dengan menggunakan metode VAR telah
dilakukan:
67
1. Hubungan Antara Ekspor Netto dan Pertumbuhan Ekonomi
Berdasarkan hasil uji kausalitas Granger, ekspor dan pertumbuhan
ekonomi saling mempengaruhi. Terdapat beberapa kemungkinan yang
dapat terjadi anatara ekspor dan pertumbuhan ekonomi, yaitu export
led dan growth, growth led export. Fokus dari export led growth
adalah apakah suatu negara akan menjadi lebih baik dengan
mengorientasikan perdagangan nya kepada promosi ekspor atau
kepada subtitusi impor. Pandangan ekonom neoklasik beranggapan
bahwa pertumbuhan dapat dicapai melalui ekspor. Contoh nyata
adalah Arab Saudi dengan komoditas minyak bumi sebagai andalan
nya. Hanya dengan pengolahan minyak bumi saja, negara tersebut
dapat membiayai anggaran negara nya lebih dari separuh ya, di
samping dengan pemasukan haji dan lain-lain.
Kondisi ekspor Indonesia yang menurun seiring dengan krisis
global pada periode 2009-2010 disebabkan karena menurun nya
perimntaan akan komoditas ekspor. Daya beli lemah negara mitra yang
terkena krisis ikut melemahkan permintaan ekspor. Tahun 2013-2015
ekspor kembali mengalami penurunan karena ekspor utama Indonesia
seperti karet, kelapa sawit, minyak mentah, nikel dan gas mengalami
tren menurun. Penyakit utama dari ekspor Indonesia adalah ekspor
barang mentah. Rkspor bahan mentah tanpa ada proses pengolahan
lanjut tidak akan memberi nilai tambah, maka jelas barang tersebut
akan memiliki harga rendah ketika dilempar ke pasar ekspor.
68
Selain pemaraparan di atas, terdapat kondisi lain yakni growth led
export (GLE). Bhagawati (1988) menyatakan bahwa GLE mungkin
terjadi, kecuali jika bias anti perdagangan muncul dar growth induced
supply dan demand. Teori perdagangan neoklasik mendukung
pernyataan ini karena faktor lain di luar ekspor dapat menimbulkan
tumbuhnya output. Sikap konservatif terhadap GLE juga dikemukakan
oleh Lancaster (1980) dan Krugman (1984); pertumbuhan ekonomi
menyebabkan peningkatan dalam skill dan teknologi. Peningkatan
efisiensi ini dapat menciptakan keunggulan komparatif bagi negara
yang memfasilitasi ekspor.
2. Hubungan Antara Ekspor dan Indeks Produksi Industri
Dalam penelitian ini IPI memberi pengaruh terhadap ekspor netto.
Ekspor industri manufaktur memiliki pernanan besar terhadap
penerimaan devisa melalui kontribusinya pada total ekspor Indonesia.
Pada tahun 2009, nilai eskpor sektor industri manufaktur mencapai
73.435 juta dollar atau 75,33% dari total ekspor nonmigas. Ini
menunjukkan bahwa industri manufaktur memberi kontribusi terhadap
pertumbuhan ekonomi melalui alur ekspor terdahulu. Karena industri
masih dalam nilai ekonomi rendah, sehingga tidak menimbulkan
dampak seperti pendapatan masyarakat tinggi atau peningkatan skill
pegawai. Kondisi ini dapat berubah apabila perindustrian
menghasilkan barang jadi daripada barang mentah yang tentu akan
memberi kontribusi lebih bagi perekonomian.
69
Kondisi sebaliknya terjadi di Taiwan. Perindustrian dengan nilai
ekonomi tinggi telah dilakukan di kompleks Science Park. Mereka
telah mendapat dukungan pemerintah dari kegiatan industri nya yang
memberikan implikasi di bidang energi. Dalam sudut pandang makro
nasional dibutuhkan perencanaan industri berteknologi tinggi yang
berkembang. Bila industri teknologi tinggi dianggap sebagai salah satu
tonggak ekonomi nasional pleh pemerintah, maka indeks ekonomi
akan meningkat. Fasilitas yang didukung pemerintah, seperti lahan
yang direncakan, listrik dan air bersih, sistem telekomunikasi, sistem
pembuangan limbah dan air limbah perawatan, dapat meningkatkan
efisiensi industri tenologi tinggi (Min-Ren Yan, 2013).
3. Hubungan Antara Nilai Tukar dan Industri
Dalam penelitian ini nilai tukar memiliki pengaruh terhadap IPI
dilihat dari uji kausalitas Granger. Perubahan nilai tukar dapat
mengubah harga relatif suatu produk menjadi lebih mahal atau lebih
murah, sehingga nilai tukar terkadang digunakan sebagai alat untuk
meningkatkan daya saing. Perubahan inilah yang bisa mempengaruhi
industri, terkait dengan harga bahan baku. Fluktuasi nilai tukar
memiliki dampak yang signifikan terhadap ekspor riil dan nonmigas
(Susilo,2001). Contoh lain di luar negeri adalah perdagangan antara
Chile dan New Zealand juga menghasilkan analisis yang hampir sama
yaitu perubahan nilai tukar mempengaruhi neraca perdagangan pada
perekonomian terbuka kecil (Huchet-Bourdon,2012).
70
Implikasi nya adalah perubahan nilai tukar memiliki pengaruh
terhadap perindustrian terlebih dahulu sebelum memberi pengaruh
terhadap ekspor dan pertumbuhan ekonomi. Perubahan nilai tukar akan
berdampak pada bahan baku yang notabene adalah faktor produksi.
Dilihat dari nilai IRF nilai tukar terhadap IPI yang terjadi shock kuartal
ketiga namun berangsur stabil di kuartal pertama tahun berikutnya,
nilai tukar mempengaruhi kontribusi industri terhadap pertumbuhan
ekonomi di tahun ketiga sebsar 2,05%.
71
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini terlihat alur hubungan variabel ekspor netto, niliai
tukar, dan Indeks Produksi Industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia. Ekspor netto memiliki hubungan dua arah dengan pertumbuhan
ekonomi. Dapat terjadi kondisi Export Led Growth (ELG) dan Growth Led
Export (GLE). Shock yang ditimbulkan akibat perubahan ekspor langsung
direpson naik oleh pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua dan berangsur
mereda pada tahun kedua kuartal ketiga. Proporsi terhadap pertumbuhan
berfluktuasi seiring dengan kondisi ekonomi global, berkisar 3,6% pada tahun
ketiga. Kondisi GLE pun dapat terjadi, karena pertumbuhan ekonomi akan
menaikkan skill seseorang, memberikan insfrastruktur demi kelancaran proses
produksi.
Selanjutnya Indeks Produksi Industri memberi pengaruh terhadap ekspor
netto. Dengan proporsi 76% ekspor nonmigas adalah sektor manufaktur,
terlihat bahwa pengaruh industri terhadap pertumbuhan ekonomi melalui alur
ekspor. Dilihat dari shock yang diterima ekspor atas perubahan IPI berada di
daerah negatif, berarti peran IPI terhadap ekspor bisa diafirmasi. Proporsi IPI
dari tabel FEVD terhadap pertumbuhan ekonomi berkisar 1,3% di kuartal
kedua dan berangsur naik menjadi 2,05% di tahun ketiga.
71
72
Hubungan nilai tukar terhadap IPI satu arah dalam penelitian ini. Shock
yang ditimbulkan dari perubahan nilai tukar menaikan IPI sebesar 1% di
kuartal ketiga. Pengaruh nilai tukar terhadap pertumbuhan bisa berupa naik
turunnya harga barang yang notabene nya adalah bahan baku industri. Ini
berpengaruh terhadap biaya dan jumlah produksi industri, proporsi nilai tukar
terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 1,7% di kuartal kedua dan 2,3% di
penghujung tahun ketiga
B. Kritik dan Saran
Pada akhirnya ada beberapa masukkan yang ditujukan bagi
pemerintah sebagai pengambil kebijakan ekonomi, pelaku ekspor dan
pelaku industri.
1. Bagi Pemerintah
Pertama, pengendalian suhu perekonomian sangat penting guna
pelaksanaan kegiatan ekonomi baik dalam negeri maupun luar negeri.
Seperti kebijakan pengendalian inflasi, pengendalian harga,
pengendalian tarif, pengendalian jumlah uang beredar dan kebijakan
ekonomi lainnya. Dengan begitu semua sektor ekonomi akan
memberikan kontribusi maksimal bagi pertumbuhan ekonomi.
2. Pelaku Ekspor dan Industri
Ekspor dan Industri adalah sektor ekonomi riil yang dapat menciptakan
lapangan kerja baru. Dengan kondisi perekonomian Indonesia yang
relatif stabil idealnya kedua sektor ini mengembangkan produk barang
73
jadi bukan bahan baku. Produksi industri dan komoditas ekspor
Indonesia sebagaian besar adalah bahan baku nilai jual rendah.
Tantangan untuk membuat produk barang jadi adalah ketersediaan
teknologi dan sumberdaya manusia yang mumpuni. Peluang untuk
merealisasikan hal tersebut terbuka lebar, didukuung atmosfer investasi
yang bagus dan banyaknya tenaga ahli Indonesia yang tersedia.
74
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, Sri dkk. “Perangkat Analisis dan Teknik Analisis Investasi di Pasar Modal Indonesia”, PT Bursa Efek Jakarta, Jakarta, 1996.
Boediono. ”Teori Pertumbuhan Ekonomi, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi, Edisi1”, Cet. Ke-5, Badan Penerbit Fakultas Ekomi UGM, Yogyakarta, 1992.
Cryer, Jonathan D. “Time Series Analysis”, Duxburry Express, Boston, 1996.
D, Nachrowi dan Hardeus Usman. “Pendekatan Populer dan Praktis Ekonomentrik Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan”, FEUI, Jakarta, 2006.
Dominic, Salvatore. “Ekonomi Internasional” edisi 5 cetak 1, Erlangga, Jakarta, 1997.
Fabozzi, E.J. dan Francis, J.C. “Capital Markets and Institution and Instrument”. Upper Saddle River New Jersey. 1996
Gujarati, Damodar dan Smuarno Zain. “Ekonometrika Dasar”, Erlangga, Jakarta, 2006.
Hakim, Arif Rahman dan Subanti, Sri. “Ekonometri”, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2014.
. “Stasioneritas, Akar Unit, dan Kointegrasi: Pengantar Time Series”, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2015.
Hamja, Yahya. “Modul Ekonometrika”, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, 2008.
Hidayat, Mohammad, “An Introduction to The Sharia Economic: Pengantar Ekonomi Syariah”, Zakrul Hakim, Jakarta, 2010.
Huda, Nurul dan Mustafa Edwin Nasution, dkk. “Makro Islam: Pendekatan Teoretis”. Kencana, Jakarta, 2008.
Insukindro. “Ekonomi Uang dan Bank”, BPFE UGM, Yogyakarta, 1993.
Kasmir. “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya”, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.
Kniivila, Matleena. I”Industrial Development and Economic Growth: Implications for Poverty Reduction and Income Inequality”, Pellervo Economic Research Institute, Helsinki, Finland. 2006.
75
Kuncoro, Mudrajad. “Manajemen Keuangan Internasional”, BPFE UGM, Yogyakarta, 1996. .
. “Metode Kuantitatif, Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi”, UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2009.
Libanio, Gilberto. “Manufacturing Industry and Economic Growth in Latin America: A Kaldorian Approach”, Federal University of Minas Gerais, Brazil, 2002.
Madura, Jeff. “Financial Management” , Florida University Express, Florida, 1993.
Mankiw, Gregory N. “Principles Of Macroeconomics”, Third Edition, The Dryden Press, San Francisco, 2004.
Nasution, Edwin Mustafa. “Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam”, Kencana, Jakarta, 2007.
Raswatie, Fitria Dewi, “Hubungan Ekspor-Impor Produk Domestik Bruto (PDB) di Sektor Pertanian Indonesia”, Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2014.
Siamat, Dahlan. “Manajemen Lembaga Keuangan”, Edisi ketiga, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2010.
Sjahdeni, Remy Sutan. “Perbankan dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia”, PT Oustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1999.
Sobri. “Ekonomi Internasional”, Badan Penerbit Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta, 1999.
Thomas, R.L. “Modern Econometrics: An Introduction”, Addison-Wesley Publisher, Harlow U.K., 1998.
Widarjono, Agus. “Ekonometrika: Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis”, Ekonisia FEUII, Yogyakarta, 2007
Xiao, Geng. “Exchange Rate Policy and Macroecomic Adjusment”, Australia National Unoversity Press, 2010.
www.bi.go.id
www.bps.go.id
76
LAMPIRAN
Lampiran 1: Data Penelitian
Periode
Perttumbuhan Ekonomi
(Persen/%)
Nilai Ekspor (Rupiah)
Kurs (Rupiah)
IPI (Persen/%)
2005Q1 5,96 66.341.466.809.627 10.012 0,68
2005Q2 5,87 69.295.547.247.159 9.961 0,57
2005Q3 5,84 69.664.258.481.014 9.521 5,33
2005Q4 5,11 70.779.853.436.437 9.248 8,19
2006Q1 5,13 69.594.109.359.908 9299 4,00
2006Q2 4,93 74.168.759.609.305 9095 4,68
2006Q3 5,86 80.982.314.363.821 9121 7,97
2006Q4 6,06 82.973.460.523.432 9136 3,59
2007Q1 6,06 77.597.464.415.301 9100 1,65
2007Q2 6,73 84.600.163.885.934 8975 4,43
2007Q3 6,74 89.852.147.932.185 9247 5,04
2007Q4 5,84 95.705.147.589.602 9235 3,18
2008Q1 6,22 104.134.330.725.751 9257 0,34
2008Q2 6,30 113.160.664.901.930 9263 1,92
2008Q3 6,25 114.521.511.787.331 9218 3,31
2008Q4 5,28 107.899.504.738.571 11028 3,26
2009Q1 4,52 88.932.966.450.031 11585 1,65
2009Q2 4,14 95.028.516.688.407 10541 2,38
2009Q3 4,27 100.200.403.773.562 9997 2,74
2009Q4 5,60 114.797.559.992.720 9470 0,96
2010Q1 5,99 109.758.560.987.579 9266 1,83
2010Q2 6,29 112.428.321.269.446 9120 2,42
2010Q3 5,81 115.162.801.694.828 8998 2,13
2010Q4 6,81 140.009.933.145.641 8963 2,77
2011Q1 6,44 134.707.119.589.709 8904 1,69
2011Q2 6,58 153.585.487.932.746 8656 1,61
2011Q3 6,49 154.047.490.073.186 8621 2,95
2011Q4 6,44 153.806.435.911.570 9000 3,09
2012Q1 6,32 147.169.570.276.673 9100 0,31
2012Q2 6,34 150.267.862.622.665 9306 3,42
2012Q3 6,21 145.896.296.454.853 9508 0,09
2012Q4 6,19 150.882.629.790.581 9624 7,65
77
2013Q1 5,99 146.760.308.344.765 9694 2,20
2013Q2 5,71 148.963.378.686.391 9789 1,31
2013Q3 5,59 152.418.845.478.606 10664 0,51
2013Q4 5,65 189.380.599.138.951 11689 1,91
2014Q1 5,14 174.942.905.707.389 11847 0,25
2014Q2 5,04 172.434.617.498.762 11618 1,97
2014Q3 5,02 172.047.740.703.086 11762 2,04
2014Q4 5,02 176.660.937.083.373 12292 1,68
2015Q1 4,73 166.602.281.237.633 12799 0,70
2015Q2 4,70 172.374.503.964.568 13134 2,16
2015Q3 4,71 169.812.604.349.047 13851 0,83
2015Q4 4,79 161.447.871.911.018 13775 2,41
Lampiran 2 Uji Stasioneritas
Growth Level
Null Hypothesis: Y has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.938295 0.3122
Test critical values: 1% level -3.592462 5% level -2.931404 10% level -2.603944 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(Y) Method: Least Squares Date: 10/09/17 Time: 22:12 Sample (adjusted): 2 44 Included observations: 43 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. Y(-1) -0.184591 0.095234 -1.938295 0.0595
C 1.028342 0.548682 1.874206 0.0680 R-squared 0.083942 Mean dependent var -0.027325
Adjusted R-squared 0.061599 S.D. dependent var 0.450143 S.E. of regression 0.436059 Akaike info criterion 1.223315 Sum squared resid 7.796031 Schwarz criterion 1.305231 Log likelihood -24.30127 Hannan-Quinn criter. 1.253523 F-statistic 3.756986 Durbin-Watson stat 1.698612 Prob(F-statistic) 0.059494
78
Growth First Difference
Null Hypothesis: D(Y) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.917727 0.0000
Test critical values: 1% level -3.596616 5% level -2.933158 10% level -2.604867 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(Y,2) Method: Least Squares Date: 10/09/17 Time: 22:12 Sample (adjusted): 3 44 Included observations: 42 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(Y(-1)) -0.934039 0.157837 -5.917727 0.0000
C -0.023773 0.071157 -0.334098 0.7401 R-squared 0.466805 Mean dependent var 0.004136
Adjusted R-squared 0.453475 S.D. dependent var 0.622414 S.E. of regression 0.460134 Akaike info criterion 1.331849 Sum squared resid 8.468923 Schwarz criterion 1.414595 Log likelihood -25.96883 Hannan-Quinn criter. 1.362179 F-statistic 35.01950 Durbin-Watson stat 2.003679 Prob(F-statistic) 0.000001
Ekspor Netto Level Null Hypothesis: X1 has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.796757 0.3771
Test critical values: 1% level -3.592462 5% level -2.931404 10% level -2.603944 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(X1) Method: Least Squares Date: 10/09/17 Time: 22:08 Sample (adjusted): 2 44
79
Included observations: 43 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. X1(-1) -0.089559 0.049845 -1.796757 0.0797
C 1.21E+09 6.32E+08 1.923412 0.0614 R-squared 0.072992 Mean dependent var 1.18E+08
Adjusted R-squared 0.050383 S.D. dependent var 1.10E+09 S.E. of regression 1.07E+09 Akaike info criterion 44.46382 Sum squared resid 4.69E+19 Schwarz criterion 44.54573 Log likelihood -953.9721 Hannan-Quinn criter. 44.49403 F-statistic 3.228335 Durbin-Watson stat 1.897663 Prob(F-statistic) 0.079744
Ekspor Netto First Difference
Null Hypothesis: D(X1) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.088015 0.0000
Test critical values: 1% level -3.596616 5% level -2.933158 10% level -2.604867 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(X1,2) Method: Least Squares Date: 10/09/17 Time: 22:09 Sample (adjusted): 3 44 Included observations: 42 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(X1(-1)) -0.965850 0.158648 -6.088015 0.0000
C 1.09E+08 1.75E+08 0.623290 0.5366 R-squared 0.480950 Mean dependent var -20719149
Adjusted R-squared 0.467974 S.D. dependent var 1.54E+09 S.E. of regression 1.12E+09 Akaike info criterion 44.56329 Sum squared resid 5.05E+19 Schwarz criterion 44.64603 Log likelihood -933.8291 Hannan-Quinn criter. 44.59362 F-statistic 37.06393 Durbin-Watson stat 2.002710 Prob(F-statistic) 0.000000
80
Nilai Tukar Level
Null Hypothesis: X2 has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.165798 0.0293
Test critical values: 1% level -3.596616 5% level -2.933158 10% level -2.604867 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(X2) Method: Least Squares Date: 10/09/17 Time: 22:11 Sample (adjusted): 3 44 Included observations: 42 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. X2(-1) -0.229698 0.072556 -3.165798 0.0030
D(X2(-1)) 0.001417 0.143246 0.009894 0.9922 C 2469.775 706.4535 3.496019 0.0012 R-squared 0.205424 Mean dependent var 327.7392
Adjusted R-squared 0.164676 S.D. dependent var 1487.115 S.E. of regression 1359.165 Akaike info criterion 17.33588 Sum squared resid 72045822 Schwarz criterion 17.46000 Log likelihood -361.0534 Hannan-Quinn criter. 17.38137 F-statistic 5.041381 Durbin-Watson stat 2.078840 Prob(F-statistic) 0.011289
Nilai Tukar First Difference Null Hypothesis: D(EXC) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.548665 0.0000
Test critical values: 1% level -3.596616 5% level -2.933158 10% level -2.604867 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(EXC,2) Method: Least Squares Date: 10/17/17 Time: 14:32
81
Sample (adjusted): 3 44 Included observations: 42 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(EXC(-1)) -1.035114 0.158065 -6.548665 0.0000
C 339.3109 237.9459 1.426000 0.1616 R-squared 0.517404 Mean dependent var -1.805228
Adjusted R-squared 0.505339 S.D. dependent var 2139.365 S.E. of regression 1504.662 Akaike info criterion 17.51697 Sum squared resid 90560267 Schwarz criterion 17.59972 Log likelihood -365.8564 Hannan-Quinn criter. 17.54730 F-statistic 42.88501 Durbin-Watson stat 2.003439 Prob(F-statistic) 0.000000
IPI Level
Null Hypothesis: X3 has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.250629 0.0242
Test critical values: 1% level -3.605593 5% level -2.936942 10% level -2.606857 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(X3) Method: Least Squares Date: 10/09/17 Time: 22:11 Sample (adjusted): 5 44 Included observations: 40 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. X3(-1) -1.090958 0.335614 -3.250629 0.0025
D(X3(-1)) -0.011482 0.262863 -0.043680 0.9654 D(X3(-2)) -0.299718 0.183610 -1.632365 0.1116 D(X3(-3)) -0.465788 0.110961 -4.197769 0.0002
C 1.351006 0.451764 2.990515 0.0051 R-squared 0.834109 Mean dependent var 0.265040
Adjusted R-squared 0.815150 S.D. dependent var 4.284786 S.E. of regression 1.842211 Akaike info criterion 4.176278 Sum squared resid 118.7809 Schwarz criterion 4.387388 Log likelihood -78.52556 Hannan-Quinn criter. 4.252609 F-statistic 43.99536 Durbin-Watson stat 2.313099 Prob(F-statistic) 0.000000
82
IPI First Difference
Null Hypothesis: D(IPI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)
t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.653900 0.0000
Test critical values: 1% level -3.610453 5% level -2.938987 10% level -2.607932 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(IPI,2) Method: Least Squares Date: 10/18/17 Time: 13:41 Sample (adjusted): 6 44 Included observations: 39 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(IPI(-1)) -4.011603 0.602895 -6.653900 0.0000
D(IPI(-1),2) 2.001270 0.450849 4.438889 0.0001 D(IPI(-2),2) 1.023720 0.300754 3.403841 0.0017 D(IPI(-3),2) 0.140411 0.147340 0.952976 0.3473
C 0.324155 0.331737 0.977146 0.3354 R-squared 0.921940 Mean dependent var -0.066887
Adjusted R-squared 0.912757 S.D. dependent var 6.975416 S.E. of regression 2.060329 Akaike info criterion 4.402817 Sum squared resid 144.3285 Schwarz criterion 4.616095 Log likelihood -80.85494 Hannan-Quinn criter. 4.479339 F-statistic 100.3907 Durbin-Watson stat 1.641456 Prob(F-statistic) 0.000000
83
3. Panjang Lag/ Lag Optimum
VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: X1 X2 X3 Y Exogenous variables: C Date: 10/09/17 Time: 22:20 Sample: 1 44 Included observations: 41
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -1459.512 NA 1.19e+26 71.39082 71.55800 71.45170
1 -1356.505 180.8906 1.71e+24 67.14657 67.98246* 67.45096 2 -1340.106 25.59769 1.72e+24 67.12713 68.63173 67.67502 3 -1308.299 43.44430* 8.46e+23* 66.35604* 68.52935 67.14744* * indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion 4. Stabilitas Lag
Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: X1 X2 X3 Y Exogenous variables: C Lag specification: 1 2 Date: 10/09/17 Time: 22:27
Root Modulus 0.884341 0.884341
0.777815 - 0.157555i 0.793612 0.777815 + 0.157555i 0.793612 -0.128173 - 0.736639i 0.747707 -0.128173 + 0.736639i 0.747707 0.084608 0.084608 0.028926 - 0.078917i 0.084051 0.028926 + 0.078917i 0.084051
No root lies outside the unit circle.
VAR satisfies the stability condition.
84
5. Kointegrasi
Date: 10/09/17 Time: 22:30 Sample (adjusted): 3 44 Included observations: 42 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: X1 X2 X3 Y Lags interval (in first differences): 1 to 1
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.673437 44.10259 47.85613 0.5225
At most 1 0.290936 27.09901 29.79707 0.0992 At most 2 0.202010 12.65901 15.49471 0.1279 At most 3 0.072948 3.181299 3.841466 0.0745
Trace test indicates 0 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None 0.673437 27.00358 27.58434 0.6567
At most 1 0.290936 14.44001 21.13162 0.3300 At most 2 0.202010 9.477707 14.26460 0.2486 At most 3 0.072948 3.181299 3.841466 0.0745
Max-eigenvalue test indicates 0 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
6. Estimasi VAR
Vector Autoregression Estimates Date: 10/18/17 Time: 13:44 Sample (adjusted): 5 44 Included observations: 40 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
EKS EXC GROWTH IPI EKS(-1) 1.208086 -7.87E-08 1.46E-10 1.25E-10 (0.28161) (2.4E-07) (9.5E-11) (4.6E-10) [ 4.28989] [-0.32748] [ 1.54070] [ 0.27182]
EKS(-2) 0.000548 7.56E-09 4.09E-11 2.21E-11 (0.36087) (3.1E-07) (1.2E-10) (5.9E-10) [ 0.00152] [ 0.02455] [ 0.33692] [ 0.03743]
85
EKS(-3) -0.458971 1.95E-07 -1.89E-10 -5.02E-10 (0.34273) (2.9E-07) (1.2E-10) (5.6E-10) [-1.33917] [ 0.66667] [-1.63635] [-0.89678]
EXC(-1) 305.9821 0.356864 -5.24E-05 0.000290 (229882.) (0.19613) (7.7E-05) (0.00038) [ 0.00133] [ 1.81951] [-0.67784] [ 0.77149]
EXC(-2) -87539.04 -0.128175 3.85E-05 0.000482 (269155.) (0.22964) (9.1E-05) (0.00044) [-0.32524] [-0.55816] [ 0.42522] [ 1.09545]
EXC(-3) 204379.2 0.020463 -7.15E-06 -0.000267 (239737.) (0.20454) (8.1E-05) (0.00039) [ 0.85252] [ 0.10005] [-0.08863] [-0.68098]
GROWTH(-1) -9.50E+08 -849.9869 0.330365 1.389916 (9.2E+08) (789.140) (0.31104) (1.51087) [-1.02692] [-1.07711] [ 1.06212] [ 0.91995]
GROWTH(-2) 7.68E+08 -131.4258 0.117055 0.120272 (9.6E+08) (815.614) (0.32148) (1.56155) [ 0.80379] [-0.16114] [ 0.36411] [ 0.07702]
GROWTH(-3) 1.25E+08 303.3306 -0.005297 -0.105534 (9.0E+08) (766.507) (0.30212) (1.46753) [ 0.13880] [ 0.39573] [-0.01753] [-0.07191]
IPI(-1) 67448856 -34.84612 0.104803 -0.465879 (1.8E+08) (156.074) (0.06152) (0.29882) [ 0.36871] [-0.22327] [ 1.70363] [-1.55909]
IPI(-2) 33593444 68.28605 0.081137 -0.478184 (1.7E+08) (145.236) (0.05725) (0.27807) [ 0.19734] [ 0.47017] [ 1.41734] [-1.71968]
IPI(-3) 60595808 -67.16810 0.101879 -0.291157 (1.4E+08) (119.475) (0.04709) (0.22874) [ 0.43272] [-0.56219] [ 2.16340] [-1.27285]
C 2.98E+09 12120.67 4.264736 -7.885749 (4.1E+09) (3505.05) (1.38154) (6.71068) [ 0.72639] [ 3.45806] [ 3.08695] [-1.17510]
86
R-squared 0.903510 0.718424 0.823143 0.704202
Adj. R-squared 0.836387 0.522545 0.700112 0.498430 Sum sq. resids 3.34E+19 24290818 3.773805 89.04035 S.E. equation 1.20E+09 1027.678 0.405066 1.967567 F-statistic 13.46048 3.667697 6.690539 3.422243 Log likelihood -882.0638 -323.0921 -9.541628 -72.76174 Akaike AIC 44.95319 17.00461 1.327081 4.488087 Schwarz SC 45.67097 17.72238 2.044855 5.205861 Mean dependent 1.27E+10 10137.52 5.698083 1.243097 S.D. dependent 2.98E+09 1487.274 0.739684 2.778202
Determinant resid covariance (dof adj.) 1.23E+23
Determinant resid covariance 1.35E+22 Log likelihood -1246.132 Akaike information criterion 65.70659 Schwarz criterion 68.57769
7. Kausalitas Granger
Pairwise Granger Causality Tests Date: 10/09/17 Time: 23:01 Sample: 1 44 Lags: 3
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. EXC does not Granger Cause EKS 41 0.12382 0.9454
EKS does not Granger Cause EXC 0.53215 0.0917 GROWTH does not Granger Cause EKS 41 0.35977 0.0225
EKS does not Granger Cause GROWTH 1.31217 0.0064 IPI does not Granger Cause EKS 41 0.81226 0.4960
EKS does not Granger Cause IPI 3.95377 0.0160 GROWTH does not Granger Cause EXC 41 1.92102 0.1447
EXC does not Granger Cause GROWTH 0.92368 0.4398 IPI does not Granger Cause EXC 41 3.94069 0.0163
EXC does not Granger Cause IPI 6.27701 0.2417 IPI does not Granger Cause GROWTH 41 0.31406 0.8151
GROWTH does not Granger Cause IPI 0.36925 0.7757