ANALISIS EKSPOR, KURS DAN TINGKAT SUKU BUNGA · PDF fileekonomi untuk menjunjang pertumbuhan...
Transcript of ANALISIS EKSPOR, KURS DAN TINGKAT SUKU BUNGA · PDF fileekonomi untuk menjunjang pertumbuhan...
1
ANALISIS EKSPOR, KURS DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP
NILAI PENDAPATAN DOMESTIK BRUTO INDONESIA
TAHUN 1970 - 2013
(Suatu Pendekatan Model VECM)
Oleh :
Prasetyo Ardi Nugroho
Mahasiswa Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Dosen Pembimbing : Agus Tri Basuki, SE., M.Si
Abstrak
Metode Penelitian ini menggunakan analisa deskriptif melalui studi
kepustakaan yang didukung oleh analisa kuantitatif yaitu dengan menggunakan
model ekonometrika, yaitu VECM (Vector Error Correction Model). Perangkat lunak
yang digunakan dalam penelitian ini adalah program Eviews 7.2.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan keterkaitan antara
ekspor, kurs dan tingkat suku bunga terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB)
lewat uji kausalitas granger. Selanjutnya dibentuk model empiris VECM, untuk
mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam jangka
pendek maupun jangka panjang.
Dalam penelitian ini didaptkan bahwa terdapat keterkaitan antara Ekspor
dan PDB. Selain itu, didapatkan hubungan dua arah antara PDB dengan Kurs, serta
hubungan antara tingkat bunga dan kurs. Hubungan antara tingkat bunga dengan
PDB bersifat negatif. Kenaikan suku bunga dikhawatirkan oleh para kreditur dan
tingkat penjualan perumahan yang semakin menurun karena membuat pajak
pinjaman modal dan kredit perumahan semakin meningkat, tanpa didukung dalam
kelancaran produksi dan bisnis yang menunjang, akan berimbas pada kredit macet.
Apabila terjadi secara luas, kredit macet akan berdampak pada perekonomian yang
selanjutnya akan merembet pada Pendapatan Domestik Bruto (PDB).
Kata Kunci: Ekspor, Kurs, Tingkat Suku Bunga, Pendapatan Domestik Bruto, VECM.
2
LATAR BELAKANG
Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator makroekonomi yang menjadi
sasaran utama untuk dicapai pemerintah. Bila tercipta pertumbuhan ekonomi,
mengindikasikan berbagai sisi kegiatan ekonomi mengalami peningkatan sehingga
dicapai tingkat produksi dan aktivitas yang lebih tinggi. Jika terjadi pertumbuhan
ekonomi optimal, berarti aktivitas perekonomian akan meningkat yang ditandai
dengan kenaikan pemanfaatan sumber daya dan dana yang tersedia. Pertumbuhan ini
merupakan cirri optimalisasi bagi fungsi kesejahteraan masyarakat (Wijono, 2005).
Pada kurun waktu lima tahun terakhir, secara historis pertumbuhan ekonomi
Indonesia melambat. Pada 2011 pertumbuhan ekonomi menjadi 6,46 persen
merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi selama 10 tahun terkahir. Pertumbuhan
turun menjadi 6,3 persen pada 2012 karena salah satu faktor penyebab adanya
guncangan pada perekonomian dunia pada 2011. Pertumbuhan itu masih lebih tinggi
dari pada pertumbuhan ekonomi dunia (3,3 persen) dan pertumbuhan eknomi Negara-
negara berkembang yang mencapai 5,3 persen. Seterusnya pertumbuhan ekonokmi
turun menjadi 5,73 persen dan 5,07 persen pada 2013 dan 2014. Sementara kinerja
pertumbuhan ekonomi pada 2015 hanya berkisar 4,7 persen.
Variabel-variabel ekonomi seringkali memiliki keterkaitan antara satu dengan
yang lain. Perubahan atau guncangan terhadap satu variabel ekonomi akan berakibat
pula terhadap perubahan variabel lainnya. Hubungan tersebut seringkali pula tidak
merupakan hubungan searah saja, akan tetapi merupakan hubungan timbal balik
(Supriana, (2004), Halwani, (2002), Edwar (2006), Achsani and Fauzi (2010).
Keterkaitan antara variabel-variabel ekonomi, mengisyaratkan bahwa
pemerintah harus jeli dalam mengatur dan mengamati perubahan varibel-variabel
ekonomi untuk menjunjang pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Ketika
pertumbuhan ekonomi meningkat, harapanya kesejahteraan masyarakat juga terus
meningkat dan dibarengi dengan pemerataan pendapatan serta pembangunan.
Salah satu variabel ekonomi yang terus diupayakan agar berada dalam kondisi
stabil adalah kurs (nilai tukar) rupiah. Kestabilan nilai tukar dirasakan amat penting
karena akan dapat berkaitan dengan variabel makroekonomi lainnya. Ketika nilai
tukar mengalami perubahan, baik menguat (apresiasi) atau melemah (apresiasi), maka
kondisi ini secara teoritis akan dapat berdampak pada variabel ekonomi lainnya
seperti impor, ekspor, inflasi dan lain sebagainya (Tambunan, 2012).
Dalam perkembangannya saat ini, nilai tukar rupiah (kurs) mengalami gejolak
yang cukup dinamis. Saat ini nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat
3
sekitar mendekati angka Rp.14.000 (empat belas ribu rupiah) per US$ 1. Sebagian
ekonom berpendapat bahwa nilai tukar rupiah yang demikian bisa dimanfaatkan
untuk mendorong ekspor, sementara sebagian lagi melihat bahwa keterpurukan nilai
rupiah tersebut bisa berdampak kurang baik, karena dapat menambah membebani
kinerja impor.
Depresiasi nilai rupiah tersebut dapat berdampak negatif terhadap ekspor.
Salah satu alasannya adalah bahwa depresiasi rupiah akan berimbas pada kenaikan
biaya produksi bahan ekspor yang menggunakan komponen impor sebagai bagian
dari input produksi. Disamping itu jika kondisi itu terus terjadi, cadangan devisa akan
tergerus dan dapat menyebabkan pertumbuhan dan pembangunaan ekonomi
terhambat. Jika nilai tukar rupiah terus terdepresiasi, kondisi ini dapat pula
berpengaruh terhadap PDB.
Berdasarkan survey literature, reatif banyak penelitian (Bakhromov (2011),
Genc and Artar (2014), Choudhri and Hakura (2012),yang menunjukkan bahwa nilai
tukar berkaitan langsung dengan ekspor,dan impor. Namun demikian, belum banyak
penelitian yang melihat keterkaitan antara nilai tukar dengan PDB.Padahal nilai tukar
juga akan berpengaruh terhadap PDB (Haryadi, 2014).
Pada penelitian kali ini, kan melihat hubungan antara varibel-variabel
ekonomi terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Selain itu juga dapat
mengetahui arah kausalitas antara varibel- variabel ekonomi (eskpor, kurs dan
bunga). Penilian akan menggunkan data dalam rentang waktu 43 tahun untuk
mengetahui dampak-dampak serta hubunngan antara varibel-variabel makroekonomi.
TINJAUAN PUSTAKA
Secara teoritis, nilai tukar dipengaruhi oleh empat faktor yakni suku bunga,
tingkat inflasi, jumlah uang beredar, dan neraca pembayaran. Achsani and Fauzi,
(2010) menyebutkan bahwa tiga faktor pertama yakni suku bunga, tingkat inflasi, dan
jumlah uang beredar merupakan faktor-faktor yang sangat penting sebagai
determinan nilai tukar. Dilain pihak neraca pembayaran merupakan faktor yang
cukup kompleks mengingat cukup banyak faktor lain yang mempengaruhinya (Noor,
2011)
Hubungan antara nilai tukar dan ekspor pernah diteliti oleh Mousafi dan
Leelavathi (2013). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara nilai tukar dan ekspor, baik dalam hubungan searah maupun
hubungan timbal balik.
4
Dalam teori ekonomi makro (macroeconomic theory), hubungan antara
ekspor dengan tingkat pertumbuhan ekonomi atau pendapatan nasional merupakan
suatu persamaan identitas karena ekspor merupakan bagian dari tingkat pendapatan
nasional (Oiconita, 2006).
Penelitian yang dilakukan oleh Aliman dan A. Budi Purnomo (2001)
mengenai kausalitas antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi adalah terjadi
kausalitas satu arah, dari tingkat pendapatan nasional riil ke tingkat ekspor riil selama
periode penelitian. Dengan demikian mendukung hipotesis bahwa pertumbuhan
ekonomi dalam negeri merupakan penggerak bagi ekspor (internally generated
export).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Badikenita (2008) dengan judul analisis
kausalitas antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi di negara ASEAN tahun 1960-
2002, memberikan kesimpulan bahwa di negara Indonesia dan Malaysia terjadi
pertumbuhan ekonomi mempengaruhi ekspor, sedangkan di negara Thailand dan
Philipina terjadi ekspor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, di
negara Singapura tidak terdapat kausalitas antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir ini adalah
metode analisa deskriptif melalui studi kepustakaan yang didukung oleh analisa
kuantitatif yaitu dengan menggunakan model ekonometrika, yaitu VECM (Vector
Error Correction Model). Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini
adalah program Eviews 7.2.
Sebagian besar studi empiris terkini yang mengkaji transmisi kebijakan
moneter menggunakan VAR dan VECM (Fung, 2002; Warjio dan Agung, 2002
dalam Amaluddin, 2005). Hal ini terkait dengan dua hal, yaitu :
a Keunggulan model VAR dan VECM yang hanya menuntut sedikit landasan
teori (atheoritic) karena data menspesifikasikan struktur dinamis model.
(Pindyck dan Rubinfeld, 1998; Warjio dan Agung, 2002; dan Julaihah dan
Insukindro, 2004 dalam Amaluddin, 2005).
b Ketidakjelasan mekanisme transmisi moneter yang oleh para ekonom
seringkali dianggap sebagai “black box”. (Bernanke dan Gertler, 1995 dan
Wijoyo Agung, 2002 dalam Amaluddin, 2005)
5
a. Uji Stasioneritas Data
Data ekonomi time series pada umumnya bersifat stokastik (memiliki trend
yang tidak stasioner/data tersebut memiliki akar unit). Jika data memiliki akar unit,
maka nilainya akan cenderung berfluktuasi tidak di sekitar nilai rata-ratanya sehingga
menyulitkan dalam mengestimasi suatu model. (Rusydiana, 2009). Uji Akar Unit
merupakan salah satu konsep yang akhir-akhir ini makin popular dipakai untuk
menguji kestasioneran data time series. Uji ini dikembangkan oleh Dickey dan Fuller,
dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller Test (ADF). Uji stasioneritas yang
akan digunakan adalah uji ADF (Augmented Dickey Fuller) dengan menggunakan
taraf nyata 5%.
b. Uji Panjang Lag Optimal
Estimasi VAR sangat peka terhadap panjang lag yang digunakan. Penentuan
jumlah lag (ordo) yang akan digunakan dalam model VAR dapat ditentukan
berdasarkan kriteria Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information
Criterion (SC) ataupun Hannan Quinnon (HQ). Selain itu pengujian panjang lag
optimal sangat berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem
VAR, sehingga dengan digunakannya lag optimal diharapkan tidak lagi muncul
masalah autokorelasi. (Nugroho, 2009).
c. Uji Stabilitas Model VAR
Stabilitas VAR perlu diuji terlebih dahulu sebelum melakukan analisis lebih
jauh, karena jika hasil estimasi VAR yang akan dikombinasikan dengan model
koreksi kesalahan tidak stabil, maka Impulse Response Function dan Variance
Decomposition menjadi tidak valid (Setiawan, 2007 dalam Rusydiana, 2009).
d. Uji Kointegrasi
Jika fenomena stasioneritas berada pada tingkat first difference atau I(1),
maka perlu dilakukan pengujian untuk melihat kemungkinan terjadinya kointegrasi.
Konsep kointegrasi pada dasarnya untuk melihat keseimbangan jangka panjang di
antara variabel-variabel yang diobservasi. Terkadang suatu data yang secara individu
tidak stasioner, namun ketika dihubungkan secara linier data tersebut menjadi
stasioner. Hal ini yang kemudian disebut bahwa data tersebut terkointegrasi.
(Rusydiana, 2009) Metode yang dapat digunakan dalam menguji keberadaan
kointegrasi ini adalah metode Johansen Cointegration.
6
e. Analisis Kausalitas Granger
Uji kausalitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu variabel endogen
dapat diperlakukan sebagai variabel eksogen. Hal ini bermula dari ketidaktahuan
keterpengaruhan antar variabel. Jika ada dua variabel y dan z, maka apakah y
menyebabkan z atau z menyebabkan y atau berlaku keduanya atau tidak ada
hubungan keduanya. Variabel y menyebabkan variabel z artinya berapa banyak nilai
z pada periode sekarang dapat dijelaskan oleh nilai z pada periode sebelumnya dan
nilai y pada periode sebelumnya.
f. Model Empiris VAR/VECM
Setelah diketahui adanya kointegrasi maka proses uji selanjutnya dilakukan
dengan menggunakan metode error correction. Jika ada perbedaan derajat integrasi
antarvariabel uji, pengujian dilakukan secara bersamaan (jointly) antara persamaan
jangka panjang dengan persamaan error correction, setelah diketahui bahwa dalam
variabel terjadi kointegrasi. Perbedaan derajat integrasi untuk variabel yang
terkointegrasi disebut Lee dan Granger (Hasanah, 2007 dalam Rusydiana, 2009)
sebagai multicointegration. Namun jika tidak ditemui fenomena kointegrasi, maka
pengujian dilanjutkan dengan menggunakan variabel first difference. (Rusydiana,
2009)
VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi karena keberadaan bentuk
data yang tidak stasioner namun terkointegrasi. VECM sering disebut sebagai desain
VAR bagi series nonstasioner yang memiliki hubungan kointegrasi. Spesifikasi
VECM merestriksi hubungan jangka panjang variabel-variabel endogen agar
konvergen ke dalam hubungan kointegrasinya, namun tetap membiarkan keberadaan
dinamisasi jangka pendek. (Departemen Keuangan,2008).
g. Analisis Impuls Response Function
Analisis IRF adalah metode yang digunakan untuk menentukan respon suatu
variabel endogen terhadap guncangan (shock) variabel tertentu. IRF juga digunakan
untuk melihat guncangan dari satu variabel lain dan berapa lama pengaruh tersebut
terjadi. (Nugroho, 2009)
Melalui IRF, respon sebuah perubaha independen sebesar satu standar deviasi
dapat ditinjau. IRF menelusuri dampak gangguan sebesar satu standar kesalahan
(standard error) sebagai inovasi pada sesuatu variabel endogen terhadap variabel
endogen yang lain. Suatu inovasi pada satu variabel, secara langsung akan berdampak
7
pada variabel yang bersangkutan, kemudian dilanjutkan ke semua variabel endogen
yang lain melalui struktur dinamik dari VAR. (Nugroho, 2009)
h. Analisis Variance Decomposition
Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) atau dekomposisi ragam
kesalahan peramalan menguraikan inovasi pada suatu variabel terhadap komponen-
komponen variabel yang lain dalam VAR. Informasi yang disampaikan dalam FEVD
adalah proporsi pergerakan secara berurutan yang diakibatkan oleh guncangan sendiri
dan variabel lain. (Nugroho, 2009)
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
a. Hasil Uji Stasioneritas Data
Dalam pengujian menggunakan software eviews, panduan yang diambil adalah jika
nilai ADF lebih besar dari nilai kritis, maka menerima Ho yang berarti terdapat akar
unit dan tidak stasioner sebaliknya jika nilai ADF lebih kecil dari nilai kritis (5%),
maka menolak Ho yang berarti tidak ada akar unit dan stasioner.
Tabel 1. Uji Stasionieritas
Variabel
Uji Akar Unit
Level 1st Difference
ADF Prob ADF Prob
PDB 4.322025 1.0000 -3.391648 0.0169
EKSPOR 0.762529 0.9922 -7.800228 0.0000
KURS 0.251544 0.9728 -5.666969 0.0000
BUNGA -2.621350 0.0966 -6.741858 0.0000
Sumber : Hasil Olahan Eviews 7.2
Dari hasil uji stasioneritas berdasarkan uji Dickey-Fuller diperoleh data yang
belum stasioner pada data level atau integrasi derajal nol, I (0), maka syarat
stasioneritas model ekonomi runtut waktu dapat diperoleh dengan cara differencing
data, yaitu mengurangi data tersebut dengan data periode sebelumnya. Dengan
demikian melalui differencing pertama (first difference) diperoleh data selisih atau
deltanya (∆).
Setelah mengetahui bahwa data tidak stasioner pada tingkat level, maka
langkah selanjutnya adalah melakukan uji akar pada tingkat 1st
Difference. Dan dari
hasil uji akar unit maka seluruh variabel lolos uji akar unit pada tingkat 1st Difference
atau stasioner pada 1st Difference.
8
b. Hasil Uji Panjang Lag Optimal
Tabel 2. Uji Panjang Lag
VAR Lag Order Selection Criteria
Endogenous variables: D(PDB) D(EKSPOR) D(KURS) D(BUNGA)
Exogenous variables: C
Date: 01/04/16 Time: 21:44
Sample: 1970 2013
Included observations: 40 Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -2174.267 NA 2.35e+42 108.9133 109.0822 108.9744
1 -2137.942 63.56785 8.54e+41 107.8971 108.7415* 108.2024*
2 -2118.867 29.56676* 7.52e+41* 107.7433* 109.2633 108.2929
3 -2107.853 14.86805 1.03e+42 107.9927 110.1882 108.7865 * indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion
HQ: Hannan-Quinn information criterion
Sumber : Hasil Olahan Eviews 7.2
Terdapat 5 (lima) kretiria yang menjadi pertimbangan untuk menentukan
panjang lag yakni LR model (LR), Final prediction error (FPE), Akaike Information
Criterion (AIC), Swachrz information criterion (SC), dan Hannan-Quinn information
Criterion (HQ). Penentuan lag yang dipilih ditentukan berdasarkan lag yang paling
banyak memiliki tanda bintang. Jika uji panjang lag menunjukkan bahwa sebagian
besar tanda bintang berada pada lag yang sama, maka panjang lag berada pada lag
tersebut.
Berdasarkan uji panjang lag pada Tabel 2 (VAR Order Selection Lag
creteria), maka panjang lag maksimum adalah 2 mengingat tanda bintang berada pada
lag 2, baik untuk kriteria LR (sequential modified LR test statistic (each test at 5%
level), Final Predition Error (FPE), maupun Schwarz information criterion (SC).
Dua kriteria yang berbeda yakni 3 masing –masing adalah AIC d an HQ
merekomendasikan bahwa optimum lag berada pada lag 3. Berdasarkan hasil uji
panjang lag secara keseluruhan, maka karena sebagian besar kriteria menunjukkan
optimum lag adalah 2, maka dalam penelitian ini lag yang digunakan adalah 2.
9
c. Hasil Uji Stabilitas Model VAR
Untuk menguji stabil atau tidaknya estimasi VAR yang telah dibentuk maka
dilakukan pengecekan kondisi VAR Stability berupa roots of characteristic
polynominal. Suatu sistem VAR dikatakan stabil apabila seluruh roots-nya memiliki
modulus lebih kecil dari satu (Gudjarati, 2003 dalam Rusydiana, 2009). Berikut ini
hasil uji stabilitas VAR yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Uji Stabilitas VAR
Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: D(PDB) D(EKSPOR) D(KURS) D(BUNGA)
Exogenous variables: C
Lag specification: 1 2
Date: 01/04/16 Time: 21:46 Root Modulus -0.263708 - 0.723177i 0.769758
-0.263708 + 0.723177i 0.769758
0.680994 0.680994
0.502295 - 0.411340i 0.649231
0.502295 + 0.411340i 0.649231
-0.353802 - 0.282058i 0.452474
-0.353802 + 0.282058i 0.452474
0.336029 0.336029 No root lies outside the unit circle.
VAR satisfies the stability condition.
Sumber : Hasil Olahan Eviews 7.2
Berdasarkan hasil uji stabilitas model VAR, model VAR yang dibentuk sudah
stabil pada lag optimalnya, yaitu lag 1. Jadi, estimasi VAR yang akan digunakan
untuk analisis IRF dan VD stabil dan valid.
d. Hasil Uji Kointegrasi
Dalam uji Johansen, penentuan kointegrasi dilihat dari nilai trace statistic dan
max eigen statistic setelah didahului dengan mencari panjang lag yang akan
diketahui. Nilai trace statistic dan max eigen statistic yang melebihi nilai kritisnya
mengindikasikan bahwa terdapat kointegrasi dalam model yang digunakan.
10
Tabel 4. Uji Kointegrasi Johansen
Date: 01/04/16 Time: 21:47
Sample (adjusted): 1974 2013
Included observations: 40 after adjustments
Trend assumption: Linear deterministic trend
Series: D(PDB) D(EKSPOR) D(KURS) D(BUNGA)
Lags interval (in first differences): 1 to 2
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.518698 58.61326 47.85613 0.0036
At most 1 0.379479 29.36286 29.79707 0.0560
At most 2 0.199227 10.27504 15.49471 0.2602
At most 3 0.034103 1.387931 3.841466 0.2388 Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.518698 29.25040 27.58434 0.0303
At most 1 0.379479 19.08782 21.13162 0.0943
At most 2 0.199227 8.887110 14.26460 0.2957
At most 3 0.034103 1.387931 3.841466 0.2388 Max-eigenvalue test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber : Hasil Olahan Eviews 7.2
Berdasarkan table diatas dapat dilihat bahwa nilai trace statistic dan maximum
eigenvalue pada r = 0 lebih besar dari critical value dengan tingkat signifikansi 1%
dan 5%. Hal ini berarti hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak ada kointegrasi
ditolak dan hipotesis alternativ yang menyatakan bahwa ada kointegrasi diterima.
Berdasarkan analisis ekonometrik diatas dapat dilihat bahwa diantara kelima variabel
dalam penelitian ini, terdapat dua kointegrasi pada tingkat signifikansi 1% dan 5%.
Dengan demikian, dari uji kointegrasi mengindikasikan bahwa diantara pergerakan
PDB EKSPOR KURS dan BUNGA memiliki hubungan stabilitas atau keseimbangan
dan kesamaan pergerakan dalam jangka panjang. Dengan kalimat lain, dalam setiap
11
periode jangka pendek, seluruh variabel cenderung saling menyesuaikan untuk
mencapai ekuilibrium jangka panjangnya.
e. Hasil Analisis Kausalitas Granger
Uji Kausalitas Granger antarvariabel penelitian dimaksudkan untuk
mengetahui dan membuktikan arah hubungan jangka pendek antarvariabel
(Wisarjono, 2007:244 dalam Natsir) dan (Hirawan, 2007 dalam Natsir, 2008). Dalam
pengujian Kausalitas Granger, jika nilai probabilitas kurang dari lima persen, artinya
variabel tersebut mempunyai hubungan kausalitas.
Tabel 5. Uji Kausalitas Granger
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 01/04/16 Time: 21:49
Sample: 1970 2013
Lags: 2 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. EKSPOR does not Granger Cause PDB 42 0.75880 0.4754
PDB does not Granger Cause EKSPOR 3.42775 0.0431 KURS does not Granger Cause PDB 42 5.20312 0.0102
PDB does not Granger Cause KURS 4.23594 0.0221 BUNGA does not Granger Cause PDB 42 0.43008 0.6537
PDB does not Granger Cause BUNGA 3.21546 0.0516 KURS does not Granger Cause EKSPOR 42 0.41457 0.6637
EKSPOR does not Granger Cause KURS 2.09613 0.1373 BUNGA does not Granger Cause EKSPOR 42 0.16485 0.8486
EKSPOR does not Granger Cause BUNGA 0.22685 0.7981 BUNGA does not Granger Cause KURS 42 3.13437 0.0553
KURS does not Granger Cause BUNGA 5.06085 0.0114
Sumber : Hasil Olahan Eviews 7.2
Dari hasil yang diperoleh diatas, diketahui bahwa yang memiliki hubungan
kausalitas adalah yang memiliki nilai probabilitas yang lebih kecil dari pada alpha
0,05 sehingga nanti Ho akan ditolak yang berarti suatu variabel akan mempengaruhi
variabel lain. Dari pengujian granger diatas, kita mengetahui hubungan timbal balik
atau kausalitas senagai berikut :
Variabel PDB secara statistik tidak signifikan mempengaruhi EKSPOR dan
sementaa variabel EKSPOR secara statistik signifikan mempengaruhi variabel PDB
12
yang dibuktikan dengan nilai probabilitasnya (Prob) kurang dari 0,05 yaitu 0.0431.
Sehingga disimpulkan bahwaterjadi kausalitas searah antara variabel PDB dan
EKSPOR.
Variabel PDB secara statistik signifikan mempengaruhi KURS (Prob=
0.0102) sehingga kita menolak hipotesis nol, sedangkan KURS secara statistik
signifikan mempengaruhi PDB (Prob =0.0221) sehingga kita menolak hipoesis nol.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terjadi kausalitas dua arah antara
variabel PDB dan KURS.
Variabel BUNGA secara statistik signifikan mempengaruhi KURS (Prob
=0.0114) sehingga kita menolak hipotesis nol sedangkan KURS secara statistic tidak
signifikan mempengaruhi BUNGA (Prob=0.0553) sehingga kita menerima hipotesis
nol. Dengan demikian, disimpulkan bahwa terjadi kausalitas searah antara variabel
BUNGA dan KURS.
f. Model Empiris VECM
Setelah didapati hubungan kointegrasi pada variabel penelitian, maka tahap
selanjutnya adalah membentuk model VECM. VECM menunjukkan hubungan
jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka pendek, variabel-variabel dalam
penelitian akan cenderung beradaptasi dengan variabel lainnya membentuk
keseimbangan jangka panjang.
Tabel 6. Model VECM
Vector Error Correction Estimates
Date: 01/04/16 Time: 21:52
Sample (adjusted): 1973 2013
Included observations: 41 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 PDB(-1) 1.000000
EKSPOR(-1) 0.019805
(0.00719)
[ 2.75602]
KURS(-1) -188442.9
(37407.7)
[-5.03755]
BUNGA(-1) -5145612.
(8023402)
[-0.64133]
13
C -1.06E+09 Error Correction: D(PDB) D(EKSPOR) D(KURS) D(BUNGA) CointEq1 0.096963 7.619442 8.40E-07 -2.41E-09
(0.03530) (4.68623) (5.9E-07) (3.3E-09)
[ 2.74718] [ 1.62592] [ 1.41814] [-0.72368]
D(PDB(-1)) -0.381658 -76.00094 2.92E-06 8.25E-08
(0.31375) (41.6570) (5.3E-06) (3.0E-08)
[-1.21644] [-1.82444] [ 0.55469] [ 2.78623]
D(PDB(-2)) -0.032717 16.56690 -5.78E-06 -2.79E-08
(0.32103) (42.6234) (5.4E-06) (3.0E-08)
[-0.10191] [ 0.38868] [-1.07322] [-0.92062]
D(EKSPOR(-1)) -0.000944 -0.430518 -1.62E-08 -4.59E-11
(0.00163) (0.21678) (2.7E-08) (1.5E-10)
[-0.57844] [-1.98593] [-0.59118] [-0.29751]
D(EKSPOR(-2)) -0.001227 -0.049327 -2.48E-08 -8.80E-11
(0.00152) (0.20164) (2.5E-08) (1.4E-10)
[-0.80825] [-0.24463] [-0.97209] [-0.61395]
D(KURS(-1)) -30148.64 -118529.2 0.488448 0.002645
(10764.4) (1429204) (0.18070) (0.00102)
[-2.80077] [-0.08293] [ 2.70316] [ 2.60290]
D(KURS(-2)) 8314.159 -717234.7 -0.144847 -0.001259
(10538.9) (1399256) (0.17691) (0.00100)
[ 0.78890] [-0.51258] [-0.81876] [-1.26503]
D(BUNGA(-1)) -2297706. -4.66E+08 -40.97098 0.346728
(2437799) (3.2E+08) (40.9217) (0.23016)
[-0.94253] [-1.44013] [-1.00120] [ 1.50646]
D(BUNGA(-2)) -4425319. -85428833 81.45134 -0.113800
(2211321) (2.9E+08) (37.1200) (0.20878)
[-2.00121] [-0.29097] [ 2.19427] [-0.54508]
C 91815071 6.70E+09 446.0772 -3.443530
(2.8E+07) (3.7E+09) (465.521) (2.61829)
[ 3.31078] [ 1.82090] [ 0.95823] [-1.31518] R-squared 0.518688 0.206321 0.517558 0.456122
Adj. R-squared 0.378952 -0.024102 0.377494 0.298222
Sum sq. resids 6.36E+16 1.12E+21 17923749 567.0021
S.E. equation 45297858 6.01E+09 760.3851 4.276726
F-statistic 3.711919 0.895400 3.695161 2.888676
Log likelihood -775.2246 -975.6582 -324.4318 -112.0257
Akaike AIC 38.30364 48.08089 16.31375 5.952473
Schwarz SC 38.72158 48.49883 16.73169 6.370417
Mean dependent 61029550 2.23E+09 287.1707 -0.207805
S.D. dependent 57479781 5.94E+09 963.7445 5.105186
14
Determinant resid covariance (dof adj.) 1.55E+41
Determinant resid covariance 5.08E+40
Log likelihood -2154.133
Akaike information criterion 107.2260
Schwarz criterion 109.0650
Sumber : Hasil Olahan Eviews 7.2
Tabel 7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Nilai PDB Pada Jangka
Pendek
Variabel Koefisien T statistik
CointEq1 0.096963 [ 2.74718]
D(PDB(-1)) -0.381658 [-1.21644]
D(PDB(-2)) -0.032717 [-0.10191]
D(EKSPOR(-1)) -0.000944 [-0.57844]
D(EKSPOR(-2)) -0.001227 [-0.80825]
D(KURS(-1)) -30148.64 [-2.80077]
D(KURS(-2)) 8314.159 [ 0.78890]
D(BUNGA(-1)) -2297706. [-0.94253]
D(BUNGA(-2)) -4425319. [-2.00121]
C 91815071 [ 3.31078]
Berdasarkan hasil yang disajikan pada tabel, pada jangka pendek terdapat
empat variabel signifikan pada taraf nyata lima persen. Variabel yang signifikan pada
taraf lima persen adalah Kurs pada lag 1 dan Bunga pada lag 2.
Hasil estimasi jangka pendek menunjukkan bahwa variabel Kurs pada lag ke
1 berpengaruh positif, pada taraf nyata lima persen sebesar -3.01. Artinya jika terjadi
kenaikan Kurs sebesar 1 persen pada satu tahun sebelumnya, maka akan menurunkan
PDB sebesar 3.01 pada tahun sekarang. Sementara itu, Kurs pada lag ke 1
berpengaruh positif, pada taraf nyata lima persen sebesar -4.4. Artinya jika terjadi
kenaikan pendapatan Bunga pada 2 tahun sebelumnya maka akan menurunkan PDB
sebesar 4.4 persen pada tahun sekarang.
Tabel 8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Nilai PDB Pada Jangka
Panjang
Variabel Koefisien T statistik
EKSPOR(-1) 0.019805 [ 2.75602]
KURS(-1) -188442.9 [-5.03755]
BUNGA(-1) -5145612. [-0.64133]
15
Pada jangka panjang, variabel Ekspor dan kurs signifikan pada taraf nyata
lima persen yang mempengaruhi PDB. variabel Ekspor mempunyai pengaruh positif
terhadap PDB yaitu sebesar 0.019805. Artinya jika terjadi kenaikan Ekspor maka
akan menyebabkan PDB naik sebesar 0.019805 persen. Variabel KURS mempunyai
pengaruh negatif terhadap PDB yaitu sebesar -18.8. Artinya jika terjadi kenaikan
KURS maka akan menyebabkan PDB turun sebesar -18.8 persen.
g. Hasil Analisis Impuls Response Function (IRF)
Impulse Response Function (IRF) dapat memberikan gambaran respon dari
suatu variabel di masa yang akan datang terhadap gangguan atau kejutan (shock)
variabel lain. Dengan demikian, lama pengaruh dari shock suatu variabel terhadap
variabel lain sampai pengaruhnya hilang atau kembali ke titik keseimbangan dapat
dilihat atau diketahui. Hasil uji IRF ini memperlihatkan seberapa cepat waktu yang
dibutuhkan suatu variabel merespon perubahan variabel lainnya.
Panel 1 :
Pada gambar ini diuraikan mengenai analisis hubungan antara PDB terhadap shock
variabel Ekspor. Bahwa variabel PDB baru mulai merespon perubahan/shock yang
terjadi pada pada periode pertama. PDB merespon Shock dari Ekspor berjalan relatif
stabil sampai pada lag ke 2 meskipun trend cenderung positif. PDB mulai mengalami
peningkatan mulai pada lag ke 3 dan relatif konstan/permanen pada periode
selanjutnya.
16
Panel 2:
Pada gambar ini menunjukkan bahwa respon PDB terhadap Kurs adalah negatif.
variabel PDB baru mulai merespon perubahan/shock yang terjadi pada pada periode
pertama. Respon ini semakin melebar seiring dengan bertambhanya waktu dan relatif
konstan/permanen pada periode selanjutnya. Respon ini disebabkan karen pengaruh
yang negative antara kurs dengan PDB. Hal itu disebabkan karena semakin tinggi
kurs(depresiasi) akan semakin memberat kenerja impor, karena alokasi cadangan
devisa semakin banyak yang digunkan untuk membiayai impor, sehingga PDB
mengalami penurunan.
h. Hasil Analisis VD
Setelah menganalisis perilaku dinamis melalui impulse response, selanjutnya
akan dilihat karakteristik model melalui variance decomposition. Pada bagian ini
dianalisis bagaimana varian dari suatu variabel ditentukan oleh peran dari variabel
lainnya maupun peran dari dirinya sendiri. Variance decomposition digunakan untuk
menyusun forecast error variance suatu variabel, yaitu seberapa besar perbedaan
antara variance sebelum dan sesudah shock, baik shock yang berasal dari diri sendiri
maupun shock dari variabel lain untuk melihat pengaruh relatif variabel-variabel
penelitian terhadap variabel lainnya. Prosedur variance decomposition yaitu dengan
mengukur persentase kejutan-kejutan atas masing-masing variabel.
17
Tabel 9. Variance Decompotision
Variance Decomposition of PDB:
Period S.E. PDB EKSPOR KURS BUNGA 1 45297858 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000
2 84281514 90.12341 0.032747 9.059414 0.784429
3 1.19E+08 83.63823 0.100232 13.90978 2.351757
4 1.55E+08 80.87632 1.642898 14.00799 3.472799
5 1.91E+08 78.02929 2.800110 14.65030 4.520299
6 2.25E+08 75.74850 3.538489 15.44846 5.264556
7 2.58E+08 74.11677 4.391533 15.85319 5.638499
8 2.91E+08 72.87579 5.034263 16.15761 5.932337
9 3.23E+08 71.77717 5.493738 16.53546 6.193631
10 3.54E+08 70.80088 5.930022 16.88289 6.386206 Variance Decomposition of EKSPOR:
Period S.E. PDB EKSPOR KURS BUNGA 1 6.01E+09 0.544787 99.45521 0.000000 0.000000
2 7.72E+09 1.944772 94.24312 0.760292 3.051813
3 9.49E+09 1.438119 93.67594 1.548382 3.337564
4 1.12E+10 1.235443 93.99913 2.123846 2.641580
5 1.27E+10 1.116888 93.56466 2.651642 2.666812
6 1.42E+10 1.484972 91.37390 4.123907 3.017225
7 1.57E+10 1.639718 89.60864 5.499220 3.252419
8 1.73E+10 2.091424 88.30147 6.147666 3.459443
9 1.88E+10 2.744858 86.55937 6.926358 3.769414
10 2.03E+10 3.254736 84.90067 7.792544 4.052051 Variance Decomposition of KURS:
Period S.E. PDB EKSPOR KURS BUNGA 1 760.3851 45.85068 3.056602 51.09272 0.000000
2 1148.466 30.36681 4.799184 63.72585 1.108151
3 1374.158 40.10353 4.077747 55.00600 0.812727
4 1615.657 46.55176 3.749144 48.23135 1.467745
5 1732.442 44.38468 5.510751 48.24306 1.861501
6 1758.116 43.73304 6.980800 47.47855 1.807607
7 1788.658 42.37946 9.926994 45.87122 1.822319
8 1860.971 39.43634 16.25614 42.38893 1.918585
9 1972.830 36.94276 22.29281 38.16301 2.601419
10 2119.229 34.70634 27.24416 34.46430 3.585201 Variance Decomposition of BUNGA:
Period S.E. PDB EKSPOR KURS BUNGA 1 4.276726 57.30871 3.109534 0.630437 38.95132
2 6.303495 39.98951 4.902794 4.056181 51.05151
3 7.127233 31.60737 9.242592 3.173282 55.97676
4 8.055370 26.29610 14.38143 5.460730 53.86173
18
5 8.696989 23.83380 14.20453 5.362345 56.59932
6 9.102396 21.77826 13.70997 5.352524 59.15925
7 9.514835 19.93215 14.04231 6.831578 59.19396
8 9.921037 18.38474 13.75439 8.106811 59.75406
9 10.26361 17.18153 13.17579 8.760989 60.88169
10 10.59260 16.24364 12.79680 9.914242 61.04531 Cholesky Ordering: PDB EKSPOR KURS BUNGA
Sumber: Hasil Olahan Eviews 7.2
Pada periode pertama forecast error variance PDB ditentukan oleh variabel
PDB itu sendiri. Varibel lainnya tidak begitu signifikan mempengaruhi. Sampai pada
periode 10, kontribusi variabel lain dalam menyusun PDB sebesar 5.9 persen dari
Ekspor, 16.8 persen dari Kurs dan 6.3 persen dari Bunga. Pada periode pertama
forecast error variance Ekspor ditentukan oleh 0.54 persen dari PDB dan 99.45
persen dari Ekspor itu sendiri. Sampai pada periode 10, kontribusi dalam menyusun
Ekspor sebesar 3.25 persen dari PDB, 84.9 persen dari Ekspor, 7.79 dari Kurs dan
4.0 persen dari Bunga. Sementara itu pada periode pertama forecast error variance
Kurs ditentukan oleh 45.85 persen PDB, 3.05 persen Ekspor dan 51.09 dari Kurs itu
sendiri. Selanjutya pada periode pertama forecast error variance Bunga,
komposisinya ditentukan oleh 57.30 persen PDB, 3.10 persen Ekspor, 0.63 persen
Kurs dan 38.95 persen dari Bunga itu sendiri.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Setelah melakukan analisis dan pembahasan terhadap hasil penelitian
sebagaimana diuraikan dalam babbab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Terdapat keterkaitan antara Ekspor dan PDB. Dalam teori ekonomi makro
(macroeconomic theory), hubungan antara ekspor dengan tingkat
pertumbuhan ekonomi atau pendapatan nasional (PDB) merupakan suatu
persamaan identitas karena ekspor merupakan bagian dari tingkat pendapatan
nasional.
2. Terdapat hubungan dua arah antara PDB dengan Kurs. Ketika nilai tukar
(Kurs) mengalami perubahan, baik menguat (apresiasi) atau melemah
(apresiasi), maka kondisi ini secara teoritis akan dapat berdampak pada
variabel ekonomi lainnya seperti impor, ekspor, inflasi dan lain sebagainya.
Sementara itu, hubungan yang terjadi antara kurs dan PDB dalam jangka
19
panjang akan berhubungan negatif. Hal itu disebabkan karena apabila kurs
mengalami peningkatan (Depresiasi) dalam jangka panjang akan
memperberat cadangan devisa Negara yang digunakan untuk membiayai
impor. Terlebih pada Negara berkembang yang masih mengandalkan input
bahan baku impor. Sehinga secara tidak langsung akan berdampak pada
pendapatan domestik bruto.
3. Terdapat hubungan antara tingkat bunga dan kurs. Tingkat bunga menentukan
nilai tambah mata uang suatu negara. Semakin tinggi suku bunga suatu mata
uang, akan semakin tinggi pula permintaan akan mata uang negara tersebut.
Tingkat bunga diatur oleh bank sentral, dan jika dalam jangka panjang bank
sentral selalu menaikkan suku bunga maka trend nilai tukar mata uang
negara tersebut terhadap negara lain akan cenderung naik.
4. Terdapat hubungan yang negatif antara tingkat bunga dengan PDB.
Seyogyanya kedua variabel tersebut berhubungan positif. Kenaikan suku
bunga yang dilakukan oleh bank Sentral, maka akan direspon oleh para
pelaku pasar dan para penanam modal untuk memanfaatkan moment tersebut
guna meningkatkan produksi dan menanamkan investasinya. Seiring dengan
itu, akan berdampak juga pada jumlah produksi yang bertambah dan tenaga
kerja yang juga akan semakin bertambah. Akibatnya ekspor bertambah dan
jumlah pengangguran menurun, sehingga devisa yang masuk ke negara
tersebut semakin menguatkan dollar terhadap mata uang lain. Kesemuanya
akan berdampak pada peningkatan PDB. Tetapi dari penelitian yang
dilakukan penulis, terdapat hubungan negatif antar tingkat bunga dan PDB.
Jika dikaji secara mendalam, peristiwa itu bisa terjadi lewat jalur sektor
keuangan. Kenaikan suku bunga sangatlah dikhawatirkan oleh para kreditur
dan tingkat penjualan perumahan yang semakin menurun karena membuat
pajak pinjaman modal dan kredit perumahan semakin meningkat, tanpa
didukung dalam kelancaran produksi dan bisnis yang menunjang, akan
berimbas pada kredit macet. Apabila terjadi secara luas, kredit macet akan
berdampak pada perekonomian yang selanjutnya akan merembet pada
pendapatan domestik bruto (PDB).
Saran
1. Sebaiknya penelitian berikutnya menggunakan variabel lain yang
mempengaruhi Pendapatan Domestik Bruto.
2. Memberbanyak objek yang menjadi kajian penelitian, tidak hanya lingkup
nasional, harapnya penelitian berikutnya dapat mengakat kajian ekonomi
daerah, agar dapat mengetahui perkembangan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi Pendapatan Domestik Regional Bruto.
20
3. Penelitian berikutnya sebaiknya menggunkan data panel beberapa Negara atau
daerah guna dapat membandingkan faktor-fakor yang mempengaruhi
kontribusi terhadap perubahan Pendapatan Domestik Bruto atau Pendapatan
Domestik Regional Bruto.
21
DAFTAR PUSTAKA
Agus Tri Basuki dan Nano Prawoto, 2016, Analisis Regresi dalam Penelitian
ekonomi dan Bisnis (dilengkapi Aplikasi SPSS dan Eviews), Cetakan pertama,
edisi pertama, PT Rajawali Pers, Jakarta.
Achsani, N.A., and Fauzi, A.J. 2010.The Relationship between Inflation and Real
Exchange Rate: Comparative Study between ASEAN+3, The EU and North
America. European Journal of Economics Financ e and Administrative
Sciences, 19: 69-76.
Aliman, dan A. Budi Purnomo. 2001. Kausalitas Antara Ekspor dan Pertumbuhan
Ekonomi. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 16, No. 2, pp. 122-137.
Amaluddin, Friady. 2005. Efektivitas Transmisi Kebijakan Moneter antara Bank
Syariah dan Bank Konvensional. Skripsi pada Program Pascasarjana
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Universitas Indonesia.
Badikenita. 2004. Analisis Kausalitas Antara Ekspor Dan Pertumbuhan Ekonomi Di
Negara – Negara Asean. Tesis Dipublikasikan. Ekonomi Pembangunan.
Universitas Sumatera Utara.
Bakhromov, N. 2011.The Exchange Rate Volatility and the Trade Balance: Case of
Uzbekistan,.Jouurnal of Applied Economics and Business Research. Vol.3
(1).pp.149- 161.
Choudhri and Hakura, 2012.The Exchange Rates Pass Trough to Import and Export
Prices: The Role of Nominal Rigidities and Currency Choice. IMF Working
Paper.pp.1-34.
Departemen Keuangan RI. 2008. Analisis Hubungan Kointegrasi dan Kausalitas serta
Hubungan Dinamis antara Aliran Modal Asing, Perubahan Nilai Tukar dan
Pergerakan IHSG di Pasar Modal Indonesia. Jakarta : Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan Departemen Keuangan RI.
Edwar,M.S. 2006. Public opinion regarding Economics and Cultural Globalization:
Evidence from a Cross National Survey. Review of International Political
Economy, 13 (4). Pp.587-608
Halwani, R.H. Ekonomi Internasional dan globalisasi ekonomi. Ghalia Indonesia:
Jakarta.
22
Hariyadi. Respon Ekspor Terhadap Nilai Tukar, Pdbdan Impor Indonesia : Suatu
Pendekatan Vector Error Correction Model. Jurnal Paradigma Ekonomika.
Vol.9, No.2, Oktober 2014.
Mousavi, S and Leelavathi D.S. 2013.Agriculture Export and Exchange Rates in
India: The Gralnger C ausality Approach. International Journal of Scientific
and Research Publications, Vol 3(2), February 2013.
Natsir, M. 2008. Analisis Empiris Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan
Moneter di Indonesia melalui Jalur Nilai Tukar Periode 1990:2-2007:1.
Unhalu Kendari.
Noor, Z.Z. 2011.Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, dan Jumlah Uang Beredar terhadap
Nilai Tukar. Trikonomika. Vol.10(2). Pp. 139- 147, Desember.
Nugroho, Ris Yuwono Yudo. 2009. Analisis Faktor-faktor Penentu Pembiayaan
Perbankan Syariah di Indonesia : Aplikasi Model Vector Error Correction.
Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Rusydiana, Aam Slamet. (2009). Mekanisme Transmisi Syariah pada Sistem Moneter
Ganda di Indonesia. Bank Indonesia: Buletin Ekonomi Moneter dan
Perbankan, April 2009. p.345-368.
Supriana, T. 2004. Dampak Guncangan Struktual Terhadap Fluktuasi Ekonomimakro
Indonesia: Suatu Kajian Business Cycle Dari Sisi Permintaan.
Tambunan, T. 2012. Trade respon to economic shocks in Indonesia. Journal of
Business Management and Economics, Vol 8 (3) August.
Oiconita, Naomi. 2006. Analisis Ekspor dan Output Nasional Di Indonesia : Periode
1980-2004, Kajian Tentang Kausalitas dan Kointegrasi. Tesis Dipublikasikan,
Ilmu Ekonomi, Universitas Indonesia.
Wijono, W.W. 2005. Mengungkap sumber-sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia
dalam lima tahun terakhir. Jurnal manajemen dan fiskal, 5(2), Jakarta.