Analisis Mengenai Dampak Lingkungan · Lingkungan Hidup Nomor 42 tahun 1994 tentang Panduan umum...
Transcript of Analisis Mengenai Dampak Lingkungan · Lingkungan Hidup Nomor 42 tahun 1994 tentang Panduan umum...
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
Apa yang dimaksud dengan AMDAL?
AMDAL merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada
tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan.
Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-
budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan.
AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (Peraturan Pemerintah
No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
“…kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup; dibuat pada tahap
perencanaan…”
Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan,
pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan. Peraturan pemerintah tentang AMDAL
secara jelas menegaskan bahwa AMDAL adalah salah satu syarat perijinan, dimana para
pengambil keputusan wajib mempertimbangkan hasil studi AMDAL sebelum memberikan ijin
usaha/kegiatan. AMDAL digunakan untuk mengambil keputusan tentang
penyelenggaraan/pemberian ijin usaha dan/atau kegiatan.
Dokumen AMDAL terdiri dari :
• Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
• Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
• Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
• Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
Tiga dokumen (ANDAL, RKL dan RPL) diajukan bersama-sama untuk dinilai oleh Komisi
Penilai AMDAL. Hasil penilaian inilah yang menentukan apakah rencana usaha dan/atau
kegiatan tersebut layak secara lingkungan atau tidak dan apakah perlu direkomendasikan untuk
diberi ijin atau tidak.
Apa guna AMDAL?
• Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
• Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari
rencana usaha dan/atau kegiatan
• Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau
kegiatan
• Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup
• Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana
usaha dan atau kegiatan
“…memberikan alternatif solusi minimalisasi dampak negatif”
“…digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberi ijin usaha
dan/atau kegiatan”
Bagaimana prosedur AMDAL?
Prosedur AMDAL terdiri dari :
• Proses penapisan (screening) wajib AMDAL
• Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat
• Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL (scoping)
• Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL
Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi kegiatan wajib AMDAL, yaitu
menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak.
Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat. Berdasarkan Keputusan Kepala BAPEDAL
Nomor 08/2000, pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatannya selama waktu yang
ditentukan dalam peraturan tersebut, menanggapi masukan yang diberikan, dan kemudian
melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dulu sebelum menyusun KA-ANDAL.
Proses penyusunan KA-ANDAL. Penyusunan KA-ANDAL adalah proses untuk menentukan
lingkup permasalahan yang akan dikaji dalam studi ANDAL (proses pelingkupan).
Proses penilaian KA-ANDAL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen KA-
ANDAL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu
maksimal untuk penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh
penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
Proses penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL. Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan
dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL).
Proses penilaian ANDAL, RKL, dan RPL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan
dokumen ANDAL, RKL dan RPL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan
peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar
waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali
dokumennya.
Siapa yang harus menyusun AMDAL?
Dokumen AMDAL harus disusun oleh pemrakarsa suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Dalam penyusunan studi AMDAL, pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk
menyusunkan dokumen AMDAL. Penyusun dokumen AMDAL harus telah memiliki sertifikat
Penyusun AMDAL dan ahli di bidangnya. Ketentuan standar minimal cakupan materi
penyusunan AMDAL diatur dalam Keputusan Kepala Bapedal Nomor 09/2000.
Siapa saja pihak yang terlibat dalam proses AMDAL?
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah Komisi Penilai AMDAL, pemrakarsa,
dan masyarakat yang berkepentingan.
Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL. Di tingkat
pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, di tingkat Propinsi berkedudukan di
Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota
berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota. Unsur
pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak
diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan komposisi keanggotaan Komisi
Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, sementara
anggota-anggota Komisi Penilai AMDAL di propinsi dan kabupaten/kota ditetapkan oleh
Gubernur dan Bupati/Walikota.
Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan.
Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk
keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan alasan-alasan antara lain sebagai berikut:
kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi,
faktor pengaruh sosial budaya, perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai-
nilai atau norma yang dipercaya. Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL dapat
dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat pemerhati.
Apa yang dimaksud dengan UKL dan UPL ?
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL)
adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh
penanggung jawab dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL (Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup).
Kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL tetap harus melaksanakan upaya pengelolaan
lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan.
Kewajiban UKL-UPL diberlakukan bagi kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun AMDAL
dan dampak kegiatan mudah dikelola dengan teknologi yang tersedia.
UKL-UPL merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan keputusan
dan dasar untuk menerbitkan ijin melakukan usaha dan atau kegiatan.
Proses dan prosedur UKL-UPL tidak dilakukan seperti AMDAL tetapi dengan menggunakan
formulir isian yang berisi :
• Identitas pemrakarsa
• Rencana Usaha dan/atau kegiatan
• Dampak Lingkungan yang akan terjadi
• Program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
• Tanda tangan dan cap
Formulir Isian diajukan pemrakarsa kegiatan kepada :
• Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup
Kabupaten/Kota untuk kegiatan yang berlokasi pada satu wilayah kabupaten/kota
• Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Propinsi untuk
kegiatan yang berlokasi lebih dari satu Kabupaten/Kota
• Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan
pengendalian dampak lingkungan untuk kegiatan yang berlokasi lebih dari satu propinsi
atau lintas batas negara
Apa kaitan AMDAL dengan dokumen/kajian lingkungan lainnya ?
AMDAL-UKL/UPL
Rencana kegiatan yang sudah ditetapkan wajib menyusun AMDAL tidak lagi diwajibkan
menyusun UKL-UPL (lihat penapisan Keputusan Menteri LH 17/2001). UKL-UPL dikenakan
bagi kegiatan yang telah diketahui teknologi dalam pengelolaan limbahnya.
AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Wajib
Bagi kegiatan yang telah berjalan dan belum memiliki dokumen pengelolaan lingkungan hidup
(RKL-RPL) sehingga dalam operasionalnya menyalahi peraturan perundangan di bidang
lingkungan hidup, maka kegiatan tersebut tidak bisa dikenakan kewajiban AMDAL, untuk kasus
seperti ini kegiatan tersebut dikenakan Audit Lingkungan Hidup Wajib sesuai Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 30 tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Audit
Lingkungan yang Diwajibkan.
Audit Lingkungan Wajib merupakan dokumen lingkungan yang sifatnya spesifik, dimana
kewajiban yang satu secara otomatis menghapuskan kewajiban lainnya kecuali terdapat kondisi-
kondisi khusus yang aturan dan kebijakannya ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan
Hidup.
Kegiatan dan/atau usaha yang sudah berjalan yang kemudian diwajibkan menyusun Audit
Lingkungan tidak membutuhkan AMDAL baru.
AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Sukarela
Kegiatan yang telah memiliki AMDAL dan dalam operasionalnya menghendaki untuk
meningkatkan ketaatan dalam pengelolaan lingkungan hidup dapat melakukan audit lingkungan
secara sukarela yang merupakan alat pengelolaan dan pemantauan yang bersifat internal.
Pelaksanaan Audit Lingkungan tersebut dapat mengacu pada Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 42 tahun 1994 tentang Panduan umum pelaksanaan Audit
Lingkungan.
Penerapan perangkat pengelolaan lingkungan sukarela bagi kegiatan-kegiatan yang wajib
AMDAL tidak secara otomatis membebaskan pemrakarsa dari kewajiban penyusunan dokumen
AMDAL. Walau demikian dokumen-dokumen sukarela ini sangat didorong untuk disusun oleh
pemrakarsa karena sifatnya akan sangat membantu efektifitas pelaksanaan pengelolaan
lingkungan sekaligus dapat “memperbaiki” ketidaksempurnaan yang ada dalam dokumen
AMDAL.
Dokumen lingkungan yang bersifat sukarela ini sangat bermacam-macam dan sangat berguna
bagi pemrakarsa, termasuk dalam melancarkan hubungan perdagangan dengan luar negeri.
Dokumen-dokumen tersebut antara lain adalah Audit Lingkungan Sukarela, dokumen-dokumen
yang diatur dalam ISO 14000, dokumen-dokumen yang dipromosikan penyusunannya oleh
asosiasi-asosiasi industri/bisnis, dan lainnya.
Sumber: www. menlh.go.id
Halaman 1 dari 4
BERITA ACARA PELAKSANAAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PELAKSANAAN KEWAJIBAN DAN PERSYARATAN IZIN LINGKUNGAN
PT. SAKTI MAIT JAYA LANGIT
Pada hari ini, Selasa tanggal Satu bulan Agustus tahun Dua Ribu Tujuh Belas, kami yang bertanda tangan di bawah ini : DLH Kabupaten Kapuas :
No Nama/NIP Jabatan
1. Drs. Yahunda 19600625 198803 1 005 Pembina Tk. I (IV/b)
Kabid Penataan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup
2. H. Samsurahman, S.Sos 19640703 198801 1 003 Penata Tk. I (III/d)
Kasi Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup
3. Sesilia Endang Kahyanti, ST 19771120 200701 2 015 Penata (III/c)
Kasi Penegakan Hukum Lingkungan
4. Tulus Bujur, S.Pi, M.S 19730817 200801 1 019 Penata (III/c)
Kasi Kajian Dampak Lingkungan
Pihak Perusahaan:
No Nama Jabatan
1. Johanes Trisno General Manajer 2.
Telah melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kewajiban dan persyaratan izin lingkungan pada PT. Sakti Mait Jaya Langit melalui kegiatan sebagai berikut: 1. Pertemuan Pembuka 2. Pemeriksaan dokumen lingkungan dan perizinan terkait perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup; 3. Peninjauan lokasi pabrik, Work Shop, TPS Limbah B3, genset, Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL). 4. Wawancara dan pengambilan foto 5. Pertemuan penutup : pembuatan dan pembahasan berita acara
PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS
DINAS LINGKUNGAN HIDUP Jl.Pemuda No. 50A Telp. / Fax. (0513) 22610 Kuala Kapuas
KodePos : 73515
Halaman 2 dari 4
Dari hasil kegiatan tersebut di atas, diperoleh fakta-fakta sebagai berikut : 1. Dokumen Lingkungan (AMDAL) dan Perizinan.
a. PT. Sakti Mait Jaya Langit telah memiliki Arahan Lokasi dari Bupati Kapuas melalui surat Nomor 525/474/Disbun/II/2007 Bulan Februari 2007 perihal Arahan Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit An. PT. Sati Mait Jaya Langit. Luas areal yang diberikan 15.000 hektar.
b. PT. Sakti Mait Jaya Langit mendapatkan perpanjangan Arahan Lokasi dari Bupati Kapuas melalui surat Nomor 525/1646/Disbunhut.2008 Tanggal 9 September 2008 perihal Perpanjangan Arahan Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit An. PT. Sati Mait Jaya Langit. Luas areal yang diberikan 10.000 hektar.
c. PT. Sakti Mait Jaya Langit telah memiliki Izin lokasi dari Bupati Kapuas Nomor 591.1/1962/BPN/TAHUN 2008 Tanggal 8 Nopember 2008 tentang Pemberian Izin Lokasi Kepada PT. Sakti Mait Jaya Langit Untuk Keperluan Perkebunan Kelapa Sawit di Kecamatan Mentangai, Kabupaten Kapuas. Luas areal 10.000 hektar.
d. PT. Sakti Mait Jaya Langit telah memiliki Izin Usaha Perkebunan dari Bupati Kapuas Nomor 946/DISBUNHUT.TAHUN 2008 Tanggal 16 September 2008 tentang Pemberian Izin Usaha Perkebunan (IUP) Kepada PT. Sakti Mait Jaya. Luas areal 10.000 hektar. Masa berlaku IUP sampai dengan tanggal 16 September 2009.
e. PT. Sakti Mait Jaya Langit telah memiliki dokumen lingkungan (AMDAL) dengan Persetujuan Kelayakan Lingkungan dari Bupati Kapuas Nomor 268/BLH TAHUN 2009 Tanggal 27 Juli 2009 tentang Kelayakan Lingkungan Rencana Usaha Perkebunan dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit di Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah oleh PT. Sakti Mait Jaya Langit. Luas areal yang dinyatakan layak lingkungan sebesar 10.000 hektar dan kapasitas pabrik pengolahan sebesar 40 ton TBS/jam.
f. PT. Sakti Mait Jaya Langit melakukan kegiatan pengolahan dengan kapasitas pabrik 60 ton TBS/Jam.
2. Pelaporan RKL-RPL
a. PT. Sakti Mait Jaya Langit telah membuat Laporan RKL-RPL terakhir pada Semester II (Juli - Desember) Tahun 2016.
3. Pengendalian Pencemaran Air
a. Sumber pencemar air PT. Sakti Mait Jaya Langit bersumber dari pabrik pengolahan kelapa sawit kapasitas 60 ton TBS/Jam.
b. Pabrik pengolahan kelapa sawit PT. Sakti Mait Jaya Langit mulai beroperasi Tahun 2014.
c. PT. Sakti Mait Jaya Langit memiliki Instalasi pengolahan air limbah yang terdiri dari cooling pond sebanyak 2 buah, kolam pembiakan bakteri, kolam anerob sebanyak 3 buah. Untuk kolam fakultatif pond, sedimentasi pond, emergency pond, dan indicator pond sedang dalam proses pembuatan.
Halaman 3 dari 4
d. Effluen air limbah dari kolam Anaerobic Pond 3 direncanakan dialirkan ke land application, pipa dari kolam anaerobic pond 3 telah dipasang hingga ke lokasi kebun.
e. PT. Sakti Mait Jaya Langit berencana untuk melakukan proses pengajuan izin land application
f. PT. Sakti Mait Jaya Langit melakukan pemantauan air limbah meskipun tidak setiap bulan.
g. PT. Sakti Mait Jaya Langit merencanakan akan memasang alat pengukur debit air limbah pada Anaerobic Pond 3 yang direncanakan dialirkan ke land application, sehingga tidak dapat dilakukan pencatatan debit harian.
h. PT. Sakti Mait Jaya Langit melakukan pengukuran pH meskipun tidak secara harian.
i. Skim pada anaerobic pond 1 diambil setiap minggu untuk di campur dengan fiber dan selanjutnya di aplikasikan ke lahan diperkebunan kelapa sawit.
j. PT. Sakti Mait Jaya Langit memanfatkan air sungai untuk kepentingan industri pengolahan kelapa sawit dan berencana untuk mengajukan izin pemanfaatan air permukaan.
4. Pengelolaan Emisi Udara
a. PT. Sakti Mait Jaya Langit memiliki sumber emisi tidak bergerak terdiri dari:
1) Boiler dengan kapasitas 29 ton/jam 2) 3 (tiga) buah genset kapasitas 552 KVA, 264 KVA dan 241 KVA yang
terletak di Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit b. PT. Sakti Mait Jaya Langit telah membuat sarana dan prasarana
(sampling hole, tangga, dan pagar pengaman) untuk pengujian emisi pada boiler sesuai dengan ketentuan teknis yang dipersyaratkan.
c. PT. Sakti Mait Jaya Langit berencana melakukan pengujian emisi dari boiler.
d. PT. Sakti Mait Jaya Langit sedang berencana melakukan pengujian emisi dari 3 (tiga) buah genset yang digunakannya.
5. Pengelolaan Limbah B3
a. PT. Sakti Mait Jaya Langit akan melakukan identifikasi limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatannya
b. PT. Sakti Mait Jaya Langit telah membangun Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3, namun pengajuan proses izin TPS Limbah B3 ke pejabat yang berwenang akan diajukan dalam waktu segera.
c. Limbah B3 yang disimpan di TPS antara lain oli bekas, accu bekas, filter bekas dan besi bekas.
d. Limbah medis dari klinik disimpan sementara dalam wadah, dan selanjutnya di angkut ke tempat pembakaran sampah akhir.
e. TPS Limbah B3 yang dibangun oleh PT. Sakti Mait Jaya Langit perlu disesuaikan dengan persyaratan teknis yang berlaku, antara lain
Halaman 4 dari 4
penambahan bak penampung limbah, APAR, Kotak P3K, Log Book dan lain-lain
f. Penyimpanan limbah B3 masih perlu disesuaikan dengan ketentuan teknis yang berlaku antara lain, pemberian wadah, pemasangan simbol dan label, pengadaan pallet.
g. PT. Sakti Mait Jaya Langit perlu melakukan pengelolan lanjutan terhadap Limbah B3 yang dihasilkannya.
6. Pengendalian Kebakaran Lahan
a. PT. Sakti Mait Jaya Langit memiliki sarana dan prasarana pengendalian kebakaran lahan berupa 4 unit water sprayer, 2 unit djhondeere, 3 gulung selang 2,5 inc, 6 gulung selang 1,5 inc, 1 noozle 2,5 inc dan 2 nozzle 1,5 inc.
b. PT. Sakti Mait Jaya Langit telah memiliki personil/regu pengendali kebakaran.
c. PT. Sakti Mait Jaya Langit telah melakukan patroli kejadian kebakaran terutama pada saat musim kemarau.
7. Lain-lain
a. PT. Sakti Mait Jaya Langit sudah melakukan studi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (High Conservation Value).
No. Pihak Pemerintah Tanda Tangan BLH Kabupaten Kapuas
1. Drs. Yahunda
2. H. Samsurahman, S.Sos
3. Sesilia Endang Kahyanti, ST
4. Tulus Bujur, S.Pi, M.S
Pihak Perusahaan
1. Johanes Trisno
2.
Buku panduan pengawasan
dan kumpulan peraturan
pengendalian pencemaran lingkungan
Badan pengelolaan lingkungan hidup daerah
provinsi jawa barat
Oktober 2014
PENYUSUN:
Sub bidang pembinaan
Bidang pengendalian pencemaran lingkungan
Bplhd provinsi jawa barat
APRESIASI
UNTUK SUBSTANSI:
Ruly fatwani, aep saepuloh, fitria rakhmawati, titin sumiati, mitha
pratiwi, prima puspita sari, sofiyan hadi, indah dewi puspita, hery
herawan.
UNTUK ARAHAN:
Anang sudarna
Suharsono
Didi adji siddik
Resmiani
Buku panduan pengawasan dan kumpulan peraturan pengendalian
pencemaran lingkungan
Cetakan 1, 2014
DITERBITKAN OLEH:
Badan pengelolaan lingkungan hidup daerah provinsi jawa barat
iii
KATA PENGANTAR
Perbedaan jenis usaha dan/atau kegiatan dari suatu industri akan
berdampak kepada perbedaan dalam pengelolaan lingkungan yang
dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan. Untuk
itu perlu upaya peningkatan pemahaman kepada aparat pengawas
lingkungan hidup mengenai jenis usaha dan/atau kegiatan dari suatu
industri agar tepat dalam menerapkan berbagai peraturan dalam
melakukan pengendalian pencemaran lingkungan yang dilaksanakan
oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
Pengawasan lingkungan hidup adalah kegiatan yang dilaksanakan
secara langsung ataupun tidak langsung oleh aparat pengawas
lingkungan hidup daerah untuk mengetahui ketaatan penanggung
jawab usaha dan atau kegiatan terhadap peraturan dalam melakukan
pengendalian pencemaran lingkungan. Dalam melakukan pengawasan,
pengawas dituntut untuk mempelajari industri yang akan diawasi dan
peraturan-peraturan pengelolaan lingkungan yang berkaitan dengan
hal tersebut. Oleh karena itu, bagi pengawas diperlukan teknik
pengawasan yang baik dan benar yang sesuai dengan kaidah
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
iv
Pedoman pengawasan pengendalian pencemaran industri ini
merupakan panduan untuk memudahkan pengawas lapangan dalam
mengawasi kinerja pengelolaan lingkungan pada industri untuk
memberikan gambaran yang lebih jelas tentang langkah-langkah yang
diperlukan di dalam melakukan pengawasan. Pedoman ini berisi
prinsip-prinsip pengendalian pencemaran dari sumber-sumber limbah
yang dihasilkan, strategi pengawasan proses produksi, potensi
pencemaran, persyaratan teknis, dan peraturan yang harus ditaati.
Bandung, Oktober 2014
Penyusun,
BPLHD Provinsi Jawa Barat
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................. iii
DAFTAR ISI .......................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................. vii
DAFTAR TABEL ................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................... 1
1.1 Latar belakang ........................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan .................................................................. 2
1.3 Sasaran ..................................................................................... 3
BAB II GAMBARAN UMUM ................................................ 4
2.1 Sumber-sumber Pencemaran Sektor Industri ......................... 4
2.2 Potensi Pencemaran Lingkungan ............................................. 6
2.2.1 Potensi Pencemaran Air ...................................................... 6
2.2.2 Potensi Pencemaran Udara ................................................. 7
2.2.3 Potensi Limbah Berbahaya dan Beracun (LB3) .................. 9
2.3 Pengelolaan Lingkungan ........................................................ 23
2.3.1 Pengendalian Pencemaran Air .......................................... 23
2.3.2 Pengendalian Pencemaran Udara ..................................... 25
2.3.3 Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (LB3)
........................................................................................... 32
BAB III STRATEGI PENGAWASAN .................................. 46
3.1 Persiapan Pengawasan ........................................................... 46
3.2 Pelaksanaan Pengawasan ....................................................... 47
3.3 Format Berita Acara Pengawasan .......................................... 50
3.4 Contoh dan Penjelasan Cara Pengisian Berita Acara .............. 61
vi
3.5 Kegiatan Paska Kunjungan Lapangan ................................... 84
3.5.1 Pengolahan Data dan Informasi Hasil Pengawasan ......... 84
3.5.2 Penyusunan Laporan Pengawasan ................................... 84
3.5.3 Penyusunan Rekomendasi (Rencana Tindak) Pengawasan
........................................................................................... 85
3.5.4 Pemeliharaan Data dan Informasi .................................... 86
BAB IV PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG
LINGKUNGAN HIDUP ........................................... 87
4.1 Peraturan Perundang-Undangan Skala Nasional .................. 87
4.1.1 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup .......... 87
4.1.2 Pengelolaan Sampah ......................................................... 87
4.1.3 Perlindungan dan Pengelolaan Air ................................... 88
4.1.4 Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) ............ 90
4.1.5 Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (LB3)
............................................................................................ 91
4.1.6 Perlindungan dan Pengelolaan Keanekaragaman Hayati 93
4.1.7 Perlindungan dan Pengelolaan Tutupan Lahan ............... 94
4.1.8 Pelestarian Fungsi Atmosfer ............................................. 95
4.1.9 Pelestarian Fungsi Udara .................................................. 96
4.1.10 Perlindungan dan Pengelolaan Laut ................................. 97
4.1.11 Instrumen Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup ................................................................................ 98
4.1.12 Data dan Informasi .......................................................... 113
4.1.13 Pengawasan dan Penegakan Hukum ............................... 113
4.1.14 Kapasitas Sumber Daya Manusia .................................... 115
4.1.15 Kapasitas Kelembagaan ................................................... 116
4.1.16 Perjanjian Internasional .................................................. 121
4.2 Peraturan Perundang-Undangan Skala Provinsi Jawa Barat
.............................................................................................. 123
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. ix
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Pencemaran Lingkungan ................................................... 5
Gambar 2 Mekanisme Pengelolaan LB3 .......................................... 33
Gambar 3 Diagram Pengelolaan Limbah B3 .................................... 34
Gambar 4 Kegiatan Pengawasan ...................................................... 47
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Sumber Limbah Cair Berdasarkan Jenis Usaha .................... 6
Tabel 2 Potensi Pencemaran Udara Berdasarkan Industri ................ 8
Tabel 3 Identifikasi Jenis Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (LB3) Sektor Manufaktur ..................................................... 9
Tabel 4 Identifikasi Jenis LB3 Industri Agroindustri ...................... 17
Tabel 5 Identifikasi Jenis LB3 Fasilitas Umum Sektor Agroindustri ............................................................................................. 18
Tabel 6 Identifikasi Jenis LB3 Sektor Pertambangan, Energi, Minyak, Dan Gas ................................................................. 19
Tabel 7 Identifikasi Jenis LB3 Sektor Prasarana Jasa Dan Non Institusi ................................................................................ 21
Tabel 8 Peraturan Limbah Cair ....................................................... 24
Tabel 9 Alat Pengendali Partikulat Pencemaran Udara .................. 26
Tabel 10 Alat Pengendali Gas Pencemaran Udara ............................ 27
Tabel 11 Baku Mutu Yang Digunakan Bagi Sumber Emisi ............... 30
Tabel 12 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 ................... 34
Tabel 13 Checklist Form Evaluasi TPS LB3 .................................... 35
Tabel 14 Checklist Pemanfaatan Fly ash dan Bottom ash Batubara 38
Tabel 15 Checklist Pemanfaatan Substitusi Bahan Bakar ................ 39
Tabel 16 Checklist Pengolahan Secara Thermal ................................ 41
Tabel 17 Checklist Penimbunan Limbah B3 ..................................... 43
Tabel 18 Persiapan Pelaksanaan Pengawasan .................................. 46
Tabel 19 Mekanisme Pengawasan ...................................................... 47
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kasus-kasus pencemaran dan perusakan lingkungan dari sektor industri
yang terjadi akhir-akhir ini mendesak pemerintah untuk secara serius
meningkatkan efektivitas pengawasan lingkungan untuk mengetahui
tingkat ketaatan industri terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang lingkungan hidup dalam menjamin kelestarian
fungsi lingkungan dari hasil kegiatan usaha atau kegiatan industri.
Peran pemerintah berkewajiban menetapkan kebijakan dan peraturan,
pembinaan, dan bersama-sama melakukan pengawasan. Sementara
pelaku usaha berkewajiban memenuhi ketentuan perundang-undangan
lingkungan sebagaimana tertuang pada Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
serta peraturan turunannya.
Kegiatan pengawasan penaatan merupakan amanat Pasal 71 ayat (1) UU
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa “Menteri, Gubernur, atau
Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya wajib melakukan
pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab dan/atau kegiatan
atas ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan
di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup”. Untuk itu
penguatan sistem dan perangkat pengawasan lingkungan yang efisien
dan efektif menjadi suatu keharusan.
2
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 56 Tahun 2002
tentang Pedoman Umum Pengawasan Penaatan Lingkungan Hidup Bagi
Pejabat Pengawas menyebutkan bahwa tujuan pengawasan lingkungan
hidup adalah untuk memantau, mengevaluasi, dan menetapkan status
ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan terhadap:
1) Kewajiban yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan di
bidang pengendalian pencemaran dan atau kerusakan lingkungan
hidup;
2) Kewajiban untuk melakukan pengelolaan lingkungan hidup dan
pemantauan lingkungan sebagaimana tercantum dalam dokumen
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya
Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan
(UPL) atau persyaratan lingkungan yang tercantum dalam izin
terkait.
Kegiatan pengawasan ini diperlukan agar penanggung jawab kegiatan
menaati semua ketentuan perundang-undangan lingkungan hidup,
persyaratan dalam berbagai izin (izin usaha, izin pembuangan limbah,
dll) serta persyaratan mengenai semua media lingkungan (air, udara,
tanah, kebisingan, getaran) yang seharusnya tercantum dalam perizinan
yang telah dimiliki. Buku pedoman ini dapat dijadikan dasar dalam
pelaksanaan pengawasan pemerintah kabupaten/kota untuk
meningkatkan ketaatan industri dalam pengelolaan lingkungan hidup.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud pembuatan buku pedoman ini adalah sebagai panduan dalam
melaksanakan pengawasan penaatan pengelolaan lingkungan oleh
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
3
Tujuan pembuatan buku pedoman ini diantaranya adalah:
Menyajikan informasi mengenai potensi pencemaran lingkungan,
dan pengelolaan lingkungannya;
Menyajikan informasi tentang rangkaian kegiatan pengawasan
mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, dan pasca pengawasan;
Memberikan pemahaman kepada para pengawas dalam memantau
dan mengevaluasi ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang dituangkan ke dalam Berita Acara Pengawasan.
Selanjutnya Berita Acara tersebut dijadikan acuan dalam
menetapkan status ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan terhadap ketentuan izin/dokumen lingkungan, pengelolaan
dan pengendalian pencemaran air, pengelolaan dan pengendalian
pencemaran udara, pengelolaan dan pengendalian Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3), serta Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(LB3).
1.3 Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dalam penyusunan buku pedoman ini yaitu
untuk mengetahui tingkat ketaatan suatu kegiatan dan/atau usaha
dalam pengelolaan lingkungan serta upaya tindak lanjut yang harus
dilakukan.
4
BAB II
GAMBARAN UMUM
2.1 Sumber-sumber Pencemaran Sektor Industri
Salah satu dampak aktivitas industridari sisi lingkungan hidup adalah
terjadinya pencemaran lingkungan akibat limbah industri. Pencemaran
air, udara, tanah dan pembuangan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (LB3) merupakan persoalan yang harus dihadapi oleh kita
semua, khususnya masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan industri
tersebut. Beberapa hal yang dapat menimbulkan permasalahan,
misalnya lokasi pabrik yang dekat dengan pemukiman penduduk,
pembebasan tanah yang bermasalah, tidak dilibatkannya masyarakat
dalam rencana kegiatan, buruknya kualitas AMDAL, tidak adanya
pengolahan limbah yang baik, dan lain sebagainya.
Air limbah yang tidak dikelola dengan baik, apabila dibuang ke
lingkungan sekitar dapat mengakibatkan masuknya bahan-bahan
pencemar termasuk logam berat dan bahan berbahaya lainnya ke tanah
dan saluran-saluran air warga sekitar sampai ke sumber air masyarakat.
Pencemaran juga terjadi akibat kebisingan suara yang dihasilkan oleh
aktivitas produksi yang melebihi batas. Salah satu cara menguranginya
adalah dengan melakukan perbaikan kualitas bangunan agar dapat
menurunkan intensitas bising dan menambah pepohonan di sekitar
pabrik. Selain itu pencemaran lingkungan yang juga terjadi berupa
polusi udara, dimana polusi tersebut berasal dari kegiatan mesin-mesin
produksi pabrik yang membuang emisinya melalui cerobong, terutama
perusahaan yang dalam produksi lebih banyak melakukan kegiatan
pembakaran.
5
Gambar 1 Pencemaran Lingkungan
(Sumber: Diklat Dasar-Dasar Pengawasan Lingkungan Hidup, Pusdiklat Kementerian
Lingkungan Hidup dan Pusdiklat Provinsi Jawa Barat, 2012)
Untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan dari
aktivitas industri, maka diperlukan pengendalian terhadap pencemaran
lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan. Baku mutu
lingkungan adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan
pencemar terdapat di lingkungan dengan tidak menimbulkan gangguan
terhadap makhluk hidup, tumbuhan atau benda lainnya. Adapun
prinsip pengelolaan limbah industri dapat dilakukan melalui
pendekatan teknis dan non teknis, pendekatan teknis berhubungan
dengan peraturan-peraturan, kajian sistem produksi dalam industri
tersebut yang meliputi sistem, produk, servis maupun proses.
Sedangkan pendekatan non teknis dengan peningkatan kesadaran
lingkungan masyarakat dan industri dalam menyikapi masalah
pencemaran.
6
2.2 Potensi Pencemaran Lingkungan
2.2.1 Potensi Pencemaran Air
Berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat
No. 6 Tahun 1999, limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang
dihasilkan oleh kegiatan industri yang dibuang ke lingkungan dan
diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan. Sumber-sumber limbah
cair tersebut dapat berasal dari seluruh proses kegiatan yang meliputi
limbah cair domestik, limbah cair dari proses produksi bagi kegiatan
industri, perhotelan dan dari kegiatan klinis bagi kegiatan rumah sakit.
Sumber dan kegiatan yang menghasilkan limbah cair berdasarkan jenis
usaha dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Sumber Limbah Cair Berdasarkan Jenis Usaha
No. Jenis Usaha/Kegiatan
Sumber Air Limbah Kegiatan yang Menghasilkan Air
Limbah
1. Rumah Sakit Sarana Perawatan Ruang rawat jalan, ruang rawat inap, ruang operasi dan IPI, ruang kamar bersalin, ruang rawat bedah, ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD), ruang Intensive Care Unit (ICU).
Sarana Penunjang Ruang farmasi, laboratorium, ruang sterilisasi, ruang instalasi gizi, ruang jenazah, instalasi gizi/dapur, laundry
Sarana umum Ruang kantor, fasilitas sosial 2. Keramik Sarana produksi Proses persiapan bahan
baku, penanganan dan penyimpanan, shaping glate preparation, off gas treatment, dan pengeringan.
3. Pupuk Sarana produksi Proses oksidasi parsial untuk memproduksi karbon dioksida, ceceran air bekas cuci atau buangan dari absorber, blowdown, kompresor,dll.
Sarana penunjang Laboratorium 4. Pulp dan kertas Sarana produksi Proses chemical making ,
ruang proses pemutihan,
7
No. Jenis Usaha/Kegiatan
Sumber Air Limbah Kegiatan yang Menghasilkan Air
Limbah
pulp making, dan black liquor thickening.
5. Peleburan besi dan baja
Sarana penunjang Laboratorium dan ruang proses pendinginan.
6. Hotel Fasilitas kamar Kamar mandi dan toilet meliputi washtafel, shower/bathtub, pembersihan kamar mandi.
Fasilitas umum Dapur dan restoran, meliputi pencucian bahan masakan, peralatan masak dan peralatan makan. Laundry, kolam berenang, alat pendingin (ac dan refrigerator), dan alat pemadam kebakaran
7. Tekstil Sarana produksi Proses pengkanjian, proses penghilangan kanji, pengelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan, dan proses penyempurnaan.
Sarana utilitas Pencucian sarana dan peralatan serta blowdown.
8. Minyak Sawit Sarana produksi Sterilisasi, pemurnian, dan pemisahan inti sawit dengan cangkang.
9. Semen Sarana umum Utilitas, pencucian kendaraan dan alat berat, domestik.
2.2.2 Potensi Pencemaran Udara
Emisi udara adalah komponen-komponen yang dihasilkan dari suatu
pembakaran yang dikeluarkan langsung dari sumbernya. Sumber emisi
udara utama usaha dan/atau kegiatan biasanya berasal dari
pengoperasian boiler (ketel uap) dan genset. Genset pada umumnya
bersifat sebagai cadangan (stand by) ketika aliran listrik padam.
Parameter pencemar udara yang dihasilkan dari ruang pembakaran
boiler dan genset bergantung pada bahan bakar yang digunakan.
Potensi pencemaran berdasarkan jenis industri dapat dilihat pada
Tabel 2.
8
Tabel 2 Potensi Pencemaran Udara Berdasarkan Industri
No. Jenis Industri Sumber pencemaran Potensi emisi
1. Rumah Sakit Genset Incinerator
CO, NOx, SOx, Partikulat, Partikulat, SO2, NO2, HF, CO, HCl, CH4, As, Cd, Cr, Pb, Hg, Ti, Opasitas
2. Keramik Kiln, utilitas (genset, boiler)
NOx, SOx, TSP, HF, Opasitas, CO
3. Pupuk Pabrik pupuk ammonium sulfat ZA: Drier scrubber, saturator, exhaust gas scrubber, unit asam sulfat, dan gas turbin
Total partikel, NH3, SO2, NO2
Pabrik pupuk urea: Primary reformer, prilling tower, dan gas turbine/waste heat boiler.
NO2, NH3, total partikel
Pabrik pupuk fosfat: Penyimpanan bahan ball mill, unit reaksi, unit granulasi
Total partikel dan fluor
Pabrik pupuk majemuk NPK:scrubber
Total partikel, fluor, dan amoniak
Utilitas: Power boiler SO2, NO2 4. Pulp dan kertas Boiler, incinerator, turbin
generator SO2, Cl2, ClO2, CO, NO2. SO2, partikulat
5. Peleburan besi dan baja
Unit DR Plant (cerobong pabrik besi spons dan cerobong pabrik hyl), proses peleburan, rolling mill, rotary kiln, dan boiler.
SO2, NO2, dan partikulat
6. Hotel Genset, boiler SO2, CO, NOx, dan jelaga 7. Elektronik Persiapan plat, electroless
plating, imaging, electroplating, tahap akhir, dan tes
Partikulat, uap asam, VOC, uap organik, ammonia, CFC
8. Tekstil Mesin penyempurnaan, stentering, proofing, dry cleaning, proses pencucian, boiler, pencelupan dan pencetakan, pelepasan dan penyempurnaan crosslink.
TSP, NOx, SOx, Minyak dan Mist, Solven, VOC, CO2, Amonia, Formaldehid, CO, dan uap asam.
9. Semen Kiln plant/stack kiln, packling, coal mill, dan finish mill.
Partikulat, debu, SO2, NO2
9
2.2.3 Potensi Limbah Berbahaya dan Beracun (LB3)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 18 Tahun
1999, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (LB3)merupakan bahan
yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau
merusakkan lingkungan hidup dan/atau membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain.
Limbah B3 Menurut Karakteristiknya antara lain :
1. Mudah meledak (misal : bahan peledak);
2. Mudah terbakar ( misal: bahan bakar, solven);
3. Bersifat reaktif (misal: bahan-bahan oksidator);
4. Beracun (misal: HCN, Cr(VI)) ;
5. Menyebabkan infeksi (limbah bakteri/rumah sakit);
6. Bersifat korosif (misal: asam kuat).
7. Pengujian toksikologi untuk menentukan sifat akut dan atau kronik
{karsinogenik, mutagenik dan teratogenik (merkuri, turunan
benzena), bahan radioaktif (uranium, plutonium,dll)}.
Adapun sumber limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) spesifik
dari berbagai sektor dapat dilihat pada Tabel 3- Tabel 7.
Tabel 3 Identifikasi Jenis Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (LB3)
Sektor Manufaktur
No Jenis Industri Sumber Limbah Jenis Limbah
1. Pupuk - Proses produksi ammonia, urea/asam sulfat
- IPAL yang mengolah efluen dari proses produksi di atas
Sumber spesifik - Katalis bekas - sludge proses produksi - limbah laboratorium - sludge dari IPAL - Karbon aktif bekas - Alumina ball
Sumber Tidak Spesifik: - Limbah PCB - Pelumas bekas - Kemasan
terkontaminasi LB3 (majun, sarung tangan, dll)
10
No Jenis Industri Sumber Limbah Jenis Limbah
- Kemasan bekas B3 dan LB3 (kaleng, jerigen, drum, dll)
2. Peleburan/pengolahan besi dan baja
- Proses peleburan besi/baja
- Proses casting besi/baja
- Proses besi/baja: rolling, drawing, sheeting
- Coke manufacturing
- IPAL yang mengolah efluen dari coke oven/blast furnace
Sumber Spesifik - Ash, dross, slag dari
furnace - Debu, residu, dan/atau
sludge dari fasilitas pengendali pencemaran udara
- Sludge dari IPAL - Pasir foundry dan debu
cupola - Simulsi minyak dari
pendingin pelumas - Sludge ammonia - Sludge dari proses
rolling
Sumber Tidak Spesifik: - Slag - Millscale - Debu EAF - Pelumas bekas - Kemasan
terkontaminasi LB3 (majun, sarung tangan, dll)
- Kemasan bekas B3 dan LB3 (kaleng, jerigen, drum, dll)
3. Tekstil - Proses finishing tekstil
- Proses dyeing bahan bahan tekstil
- Proses printing bahan tekstil
- IPAL yang mengolah efluen proses kegiatan di atas
Sumber Spesifik: - Sludge dari IPAL yang
mengandung logam berat
- Pelarut bekas (cleaning)
- Fire retardant (SB/senyawa brom organic)
Sumber Tidak Spesifik: - Fly ash dan bottom ash - Pelumas bekas - Kemasan bekas B3 dan
limbah B3 (kaleng cat, drum)
- Kemasan terkontaminasi LB3 (majun, sarung tangan)
4. Manufaktur dan Perakitan kendaraan dan Mesin
- Seluruh proses yang berhubungan dengan fabrikasi dan finishing logam, manufaktur mesin, dan suku cadang dan perakitan,
Sumber Spesifik: - Sludge proses produksi - Pelarut bekas dan
cairan pencuci (organik dan anorganik)
- Residu proses produksi - Sludge dari IPAL Sumber Tidak Spesifik:
11
No Jenis Industri Sumber Limbah Jenis Limbah
termasuk kegiatan pengecatan
- IPAL yang mengolah efluen dari proses di atas
- Potongan PCB tersolder - Scrub timah solder - Kemasan bekas B3 dan
LB3 (kaleng cat, drum, dll)
- Tinner bekas - Coolant radiator - sludge painting - pelumas bekas - kemasan
terkontaminasi LB3 (majun, sarung tangan)
5. Elektroplating dan galvanis
- semua proses yang berkaitan dengan kegiatan pelapisan logam termasuk proses perlakuan phospating, etching, polishing chemical conversion coating, anodizing
- pre treatment: pickling degreasing, stripping, cleaning, grinding, sand blasting weld cleaning depainting
- IPAL yang mengolah efluen proses elektroplating dan galvanis
Sumber spesifik: - Sludge pengolahan dan
pencucian - Larutan pengolah bekas - Larutan asam
(pickling) - Dross, slag - Pelarut bekas
(terklorinasi) - Larutan bekas proses
degreasing - Sludge dari IPAL - Residu dan larutan
batch - Mill scale - Abu timah - HCl Sumber Non Spesifik: - Pelumas bekas - Aki bekas - E-waste (computer,
printer, dll) - Lampu TL bekas
6. Cat (varnish dan bahan pelapis lain)
- MFDP cat - IPAL yang
mengolah efluen proses yang berkaitan dengan cat
Sumber Spesifik: - Sludge cat - Pelarut bekas - Sludge dari IPAL - Filter bekas - Produk off-spec - Residu proses destilasi - Cat anti korosi (Pb, Cr) - Debu/sludge dari unit
pengendalian pencemaran udara
- Sludge proses painting - Solvent based - Water based Sumber Non Spesifik: - Pelumas bekas - Kemasan bekas B3 dan
LB3 (kaleng, jerigen, drum)
- Kemasan terkontaminasi LB3 (majun, sarung tangan)
12
No Jenis Industri Sumber Limbah Jenis Limbah
- E-waste (computer, printer, dll)
7. Batere Sel Kering - MFDP batere sel kering
- IPAL yang mengolah efluen proses produksi batere
Sumber Spesifik: - Sludge proses produksi - Residu proses produksi - Batere bekas, off spec,
dan kadaluarsa - Sludge dari IPAL - Metal powder - Dust, slag, ash Sumber Non Spesifik: - Batere kadaluarsa - BM sedotan/sapuan - Abu insinerator - Minyak pembersih
solar - Pelumas bekas - Kemasan bekas B3 dan
LB3 (kaleng, jerigen, drum)
- Kemasan terkontaminasi LB3 (majun, sarung tangan)
- E-waste (computer, printer, dll)
8. Batere Sel Basah - MFDP batere sel kering
- IPAL yang mengolah efluen proses batere
Sumber Spesifik: - Sludge proses produksi - Batere bekas
kadaluarsa dan off spec - Sludge dari IPAL - Larutan asa/alkali - Dross - Lead powder Sumber Non Spesifik: - Pelumas bekas - Kemasan bekas B3 dan
LB3 (kaleng, jerigen, drum)
- Kemasan terkontaminasi LB3 (majun, sarung tangan)
- E-waste (computer, printer, dll)
9. Komponen elektronik/peralatan elektronik
- Manufaktur dan perakitan komponen, serta peralatan elektronik
- IPAL yang mengolah efluen proses
Sumber Spesifik: - Sludge proses produksi - Pelarut bekas - Merkuri
contractors/switch - Lampu fluorosens (Hg) - Coated glass - Larutan etching untuk
printed circuit - Caustic stripping
(photoresist) - Residu solder dan
fluxnya - Limbah pengecatan
13
No Jenis Industri Sumber Limbah Jenis Limbah
- PBC breaking - Thinner dan flux - Solder waste - Phosphating waste - Polyol Sumber Non Spesifik: - Pelumas bekas - Kemasan bekas B3 dan
LB3 (kaleng, jerigen, drum)
- Kemasan terkontaminasi limbah (majun, sarung tangan)
- E-waste (computer, printer, dll)
10. Farmasi - MFDP produk farmasi
- IPAL yang mengolah efluen proses manufaktur dan produksi farmasi
Sumber Spesifik: - Sludge dari fasilitas
produksi - Pelarut bekas - Produk off spec
kadaluarsa dan sisa - Sludge dari IPAL - Peralatan dan kemasan
bekas - Residu proses produksi
dan formulasi - Absorben dan filter
(karbon aktif) - Residu proses destilasi,
evaporasi dan reaksi - Limbah laboratorium - Residu dari proses
insinerasi Sumber Non Spesifik: - Katalis bekas - Fly ash - Limbah laboratorium - Pelumas bekas - Kemasan bekas B3 dan
LB3 (kaleng, jerigen, drum)
- Kemasan terkontaminasi LB3 (majun, sarung tangan)
- E-waste (computer, printer, dll)
11. Sabun-detergen/produk pembersih desinfaktan/kosmetik
- Proses manufaktur dan formulasi produk
Sumber Spesifik: - Residu produksi dan
konsentrat - Filter dan absorben
bekas - Pelarut bekas - Konsentrat off spec dan
kadaluarsa - Limbah laboratorium - Sludge dari IPAL Sumber Non Spesifik:
14
No Jenis Industri Sumber Limbah Jenis Limbah
- Batubara - Pelumas bekas - Kemasan bekas B3 dan
LB3 (kaleng, jerigen, drum)
- Kemasan terkontaminasi LB3 (majun, sarung tangan)
- E-waste (computer, printer, dll)
12. Gelas keramik/Enamel
- Manufakturing dan formulasi produk gelas dan keramik/enamel
Sumber Spesifik: - Bubuk gelas-terlapis
logam - Emulsi minyak - Residu dari proses
etching - Hg (glass switches) - Debu/sludge dari
peralatan pencemaran udara
- Residu opal glass-As - Bronzing dan
decolorizing agent-As Sumber Non Spesifik: - Pelumas bekas - Kemasan bekas B3 dan
LB3 - Kemasan kimia
kadaluarsa - Kemasan
terkontaminasi B3 (majun, sarung tangan)
- Filter oli bekas - Serbuk gergaji bekas - Reject product
13. Chemical industry - Degreasing, descalling, phosphating, derusting passivation, refinishing
Sumber Spesifik: - Alkali, pelarut
asam/larutan oksidator yang terkontaminasi logam, minyak, gemuk
- Residu dari kegiatan pembersihan
Sumber Tidak Spesifik: - Pelumas bekas - Kemasan bekas B3 dan
LB3 ( kaleng, jerigen, drum)
- Kemasan terkontaminasi LB3 (majun, sarung tangan)
- E- waste (computer, printer, dll)
- Limbah laboratorium (botol bekas)
- Lampu TL - Aki bekas
15
No Jenis Industri Sumber Limbah Jenis Limbah
14. Semua jenis industri yang menghasilkan/menggunakan listrik
- Proses replacement, refilling, reconditioning atau retrofitting dari transformer dan capasitor
Sumber Spesifik: - Asbestos Sumber Tidak Spesifik: - Pelumas bekas - E-waste (computer,
printer, dll) - Lampu TL - Aki bekas
15. Semua jenis industri konstruksi
- AC, atap, insulation Sumber Spesifik: - Asbestos Sumber Tidak Spesifik: - Pelumas bekas - E-waste (computer,
printer, dll) - Lampu TL - Aki bekas
16. Bengkel pemeliharaan kendaraan
- Pemeliharaan mobil, motor, kereta api, pesawat, termasuk body repair
Sumber Spesifik: - Pelumas bekas - Pelarut (cleaning
degreasing) - Limbah cat - Asam - Batere bekas Sumber Tidak Spesifik: - Pelumas bekas - Kemasan bekas B3 dan
LB3 (kaleng, jerigen, drum)
- Kemasan terkontaminasi LB3 (majun, sarung tangan)
- E-waste (computer, printer, dll)
17. Plastik - Sumber Spesifik: - Solvent bekas Sumber Tidak Spesifik: - Pelumas bekas - Kemasan bekas B3 dan
LB3 (kaleng, jerigen, drum)
- Kemasan terkontaminasi LB3 (majun, sarung tangan)
- E-waste (computer, printer, dll)
18. Sepatu - Sumber Spesifik: - Solvent bekas Sumber Tidak Spesifik: - Pelumas bekas - Kemasan bekas B3 dan
LB3 (kaleng, jerigen, drum)
- Kemasan terkominasi LB3 (majun, sarung tangan)
- E-waste (computer, printer, dll)
16
No Jenis Industri Sumber Limbah Jenis Limbah
- Limbah laboratorium/medis
19. Ban - Sumber Spesifik: - Sludge/oil separator Sumber Tidak Spesifik: - Pelumas bekas - Kemasan bekas B3 dan
LB3 (kaleng, jerigen, drum)
- Kemasan terkominasi LB3 (majun, sarung tangan)
- E-waste (computer, printer, dll)
20. Rayon - Sumber Spesifik: - Katalis bekas - Fly ash Sumber Tidak Spesifik: - Pelumas bekas - Kemasan bekas B3 dan
LB3 (kaleng, jerigen, drum)
- Kemasan terkominasi LB3 (majun, sarung tangan)
- E-waste (computer, printer, dll)
- Limbah laboratorium (botol bekas)
- Lampu TL - Aki bekas
21. Kaca - Pembakaran silica dalam gas furnace
- Boiler - VCM Plant
Sumber Spesifik: - Dust checker - Sludge dari IPAL - Fly ash dan bottom ash - Residu proses produksi - Katalis bekas Sumber Tidak Spesifik: - Pelumas bekas - Kemasan bekas B3 dan
LB3 (kaleng, jerigen, drum)
- Kemasan terkontaminasi LB3 (majun, sarung tangan, kerak lem)
- E-waste (computer, printer, dll)
- Limbah laboratorium/medis
17
Tabel 4 Identifikasi Jenis LB3 Industri Agroindustri
No.
Jenis Industri Sumber Limbah Jenis Limbah
1. Boiler yang menggunakan bahan bakar batubara
Boiler 1. Fly ash batubara 2. Bottom ash batubara
2. Agar-agar Workshop, kantor Lihat Tabel 5
3. Gula Workshop, kantor, gudang bahan kimia, laboratorium, poliklinik
Lihat Tabel 5
4. Jamu Workshop, kantor, gudang bahan kimia, laboratorium, poliklinik
Lihat Tabel 5
5. Karet Workshop, kantor, gudang bahan kimia, laboratorium, poliklinik
Lihat Tabel 5
6. Kina Proses produksi
Ampas kina/residu destilasi
Workshop, kantor, gudang bahan kimia, laboratorium, poliklinik
Lihat Tabel 5
7.
Makanan dan minuman (kecap, saos, air mineral, minuman ringan, makanan ringan, kerupuk, pengalengan makanan, cold storage)
Proses produksi
Sludge
Workshop kantor, gudang bahan kimia, laboratorium, poliklinik
Lihat Tabel 5
8. Minyak goreng Proses produksi
- Spent earth - Sludge minyak/lemak
Workshop kantor, gudang bahan kimia, laboratorium, poliklinik
Lihat Tabel 5
9. Pakan ternak Workshop kantor, gudang bahan kimia, laboratorium
Lihat Tabel 5
10. Penyamakan kulit Proses produksi IPAL
Limbah trimming/shaving/bufing Sludge IPAL dari proses tanning dan finishing Kerak cat
Workshop,kantor Lihat Tabel 5 11. Peternakan
/Penggemukan hewan Workshop Kantor
Lihat Tabel 5
12. Plywood (kayu lapis) Proses produksi Kerak lem, sisa lem IPAL Sludge IPAL Workshop, kantor, gudang bahan kimia
Lihat Tabel 5
13. Rokok Proses produksi Tinta bekas Kemasan bekas tinta
18
No.
Jenis Industri Sumber Limbah Jenis Limbah
Workshop, kantor, gudang bahan kimia, laboratorium, poliklinik
Lihat Tabel 5
14. Sawit dan tapioka Workshop, kantor, gudang bahan kimia, laboratorium, klinik
Lihat Tabel 5
15. Teh Workshop, kantor, gudang bahan kimia
Lihat Tabel 5
16. Tepung terigu dan tapioka
Workshop, kantor, gudang bahan kimia, laboratorium
Lihat Tabel 5
17. Kertas Proses produksi Sisa tinta printing Kemasan bekas tinta printing Sludge tinta converting Sludge tinta coragated
IPAL Sludge IPAL (proses kimia/biologi)
Workshop, kantor, gudang bahan kimia
Lihat Tabel 5
18. Pulp Proses Produksi Dregs dan Grits IPAL Suldge IPAL Workshop, kantor, gudang bahan kimia, poliklinik
Lihat Tabel 5
19. MSG Workshop, kantor, gudang bahan kimia
Lihat Tabel 5
20. Gula rafinasi IPAL Sludge IPAL Workshop, kantor, gudang bahan kimia
Lihat Tabel 5
Tabel 5 Identifikasi Jenis LB3 Fasilitas Umum Sektor Agroindustri
No. Sumber limbah Jenis limbah
1. Workshop 1. Pelumas bekas 2. Filter bekas 3. Aki bekas 4. Majun terkontaminasi LB3 5. Serbuk gergaji terkontaminasi LB3 6. Solar bekas
2. Gudang bahan kimia 1. Kemasan bekas bahan kimia 2. Bahan kimia kadaluarsa
3. Laboratorium 1. Limbah laboratorium cair 2. Limbah laboratorium padat
4. Klinik/poliklinik 1. Limbah klinis
19
Tabel 6 Identifikasi Jenis LB3 Sektor Pertambangan, Energi, Minyak, Dan Gas
No. Jenis Industri Sumber Limbah Jenis Limbah
1. Emas dan tembaga Proses produksi/ pengolahan ore, Workshop, perkantoran dan perumahan, laboratorium, utilitas (PLTU dll)
Spesifik - Tailing - Limbah fire assay
(ceramic, flux, cupell) - Bahan kimia kadaluarsa - Limbah laboratorium Non Spesifik - Oli bekas - Grease bekas - Filter bekas - Aki bekas - Baterai - Hose bekas - Majun/ material
terkontaminasi - Kemasan terkontaminasi
limbah B3 - E-waste (catridge/toner
bekas, monitor, dll) - Lampu TL bekas - Fly ash and Bottom ash - Limbah medis/infeksius
2. PLTU/PLTG/ PLTGU/PLTD
Spesifik - Sludge IPAL - Limbah laboratorium
Non Spesifik - Oli bekas - Grease bekas - Filter bekas - Aki bekas - Baterai - Hose bekas - Majun/ material
terkontaminasi - Kemasan terkontaminasi
limbah B3 (drum bekas, kaleng cat, kemasan bahan kimia)
- E-waste (catridge/toner bekas, monitor, dll)
- Lampu TL bekas - Fly ash and Bottom ash - Limbah medis/infeksius
3. EP Migas Eksplorasi dan produksi pemeliharaan fasilitas produksi, fasilitas pemeliharaan IPAL Tangki penyimpanan Workshop Perkantoran dan
Spesifik - Slop minyak/ minyak
kotor - Oily water - Sludge minyak - Lumpur bor - Karbon aktif - Absorben bekas
20
No. Jenis Industri Sumber Limbah Jenis Limbah
perumahan Laboratorium
- Sludge IPAL - Tanah terkontaminasi
minyak Non Spesifik - Oli bekas - Filter bekas - Aki bekas - Baterai - Bahan kimia bekas dan
kadaluarsa & limbah laboratorium (glycol, MDEA, Ethyl mercaptan, silica gel, resin, dll)
- Material terkontaminasi B3 dan LB3 (majun, sarung tangan, serbuk gergaji, spill kit, pigging kit, ceramic balls, dll)
- Kemasan terkontaminasi limbah B3 (drum bekas, kaleng cat, kemasan bahan kimia)
- E-waste (catridge/toner bekas, monitor, dll)
- Lampu TL bekas - Limbah medis/infeksius
4. Pengolahan migas Eksplorasi dan produksi pemeliharaan fasilitas produksi, fasilitas pemeliharaan IPAL Tangki penyimpanan Workshop Perkantoran dan perumahan Laboratorium Unit dissolve air flotation
Spesifik - Katalis bekas - Oily water - Sludge minyak - Karbon aktif bekas - Filter bekas - Sludge IPAL - Tanah terkontaminasi
minyak - Limbah laboratorium Non Spesifik - Oli bekas - Filter bekas - Aki bekas - Baterai - Bahan kimia bekas dan
kadaluarsa & limbah laboratorium (glycol, MDEA, Ethyl mercaptn, resin, dll)
- Material terkontaminasi B3 dan LB3 (majun, sarung tangan, serbuk gergaji, spill kit, pigging kit, ceramic balls, dll)
- Kemasan terkontaminasi limbah B3 (drum bekas, kaleng cat, kemasan
21
No. Jenis Industri Sumber Limbah Jenis Limbah
bahan kimia) - E-waste (catridge/toner
bekas, monitor, dll) - Lampu TL bekas - Limbah medis/infeksius
5. Distribusi Workshop Perkantoran Tangki
Spesifik Sludge minyak dan tanah terkontaminasi minyak Non Spesifik - Oli bekas - Oil off spec - Minyak kotor/ slop oil - Filter bekas - Aki bekas - Baterai - Majun / material
terkontaminasi - Kemasan terkontaminasi
LB3 (drum bekas, kaleng cat, kemasan bahan kimia)
- E- waste (catridge, toner bekas, monitor, dll)
- Lampu TL bekas - Limbah medis
Tabel 7 Identifikasi Jenis LB3 Sektor Prasarana Jasa Dan Non Institusi
No Jenis industri Sumber limbah Jenis Limbah
1. Hotel Operasional/perkantoran - Catridge, toner printer
- Solvent bekas - Lampu TL bekas - Baterai bekas - E-waste
Utilitas/ kegiatan pendukung - Oli bekas - Sisa kemasan
chemical, bahan kimia laundry
- Majun bekas - Filter oli bekas, filter
solar bekas - Kemasan bahan
kimia, drum solvent, kaleng cat
- Aki bekas, baterai bekas
- Asbes - Sludge IPAL
2. Rumah sakit Operasional/perkantoran - Limbah medis - Lampu TL bekas - Catridge - Jarum suntik - Obat kadaluarsa,
22
No Jenis industri Sumber limbah Jenis Limbah
reagen - Kaleng bertekanan - Limbah laboratorium
Utilitas - Aki bekas - Oli bekas] - Filter oli dan solar
bekas - Sisa kemasan bahan
kimia - Abu insinerator - Sludge IPAL
3. Pengolahan Limbah B3
Penghasil LB3 dan pengumpul LB3
- Sludge - Sarung tangan bekas,
masker, kain majun - Kaleng kemasan
kimia terkontaminasi - Lampu TL bekas - Abu ex dust collector
(abu furnace) - Sludge scrubber - Aki bekas - Air chemical bekas - Air separator - Sludge IPAL, WWT
Cake, sludge cake - Oli bekas - Abu insinerator - Filter oli bekas, filter
solar dan udara - Sludge oil - Slop oil - Katalis bekas - Absorber - Residu - Contaminated goods,
Expired product - Powder spray - Catridge printer
bekas - Lab waste ( organik
solvent dan bekas uji coba)
- Solid cake/ padatan - Elektronik bekas - Poor slag - Bag filter - Separator - Dross - Steel shot & steel grit - Coolant & waste
water - Moulding resin - Used grease - Valsvar corrocoat
powder - Blank rod
23
No Jenis industri Sumber limbah Jenis Limbah
- Unused carbon - Cutting PCB - Used Electrolyte - Blaster dust shot grit - Mill scale - Contaminated soil - Thinner - TCE - Hydrocarbon - Hydraulic oil - Used contaminated
rags - Sludge water base
brush - Used solvent brush
cleaner - Sludge compound - Ash compound - Dry glue - Laboratory waste
4. Kawasan industri
Operasional/ perkantoran - Sludge IPAL - Lampu TL bekas - Kemasan bekas
limbah lab - Lab waste - Catridge printer
Utilitas/kegiatan pendukung - Kain majun
- Sand blasting - Oil coolant - Oil tank cleaning - Limbah pickling - Pelumas bekas
2.3 Pengelolaan Lingkungan
2.3.1 Pengendalian Pencemaran Air
Seluruh usaha dan atau kegiatan memiliki kewajiban dalam pengelolaan
air limbah menggunakan teknologi proses pengolahan air limbah
(IPAL) agar outlet IPALnya selalu memenuhi standar baku mutu yang
dipersyaratkan. Secara umum kewajiban usaha dan atau kegiatan dalam
pengendalian pencemaran air adalah sebagai berikut:
a. Melakukan pengelolaan limbah cair sebelum dibuang ke lingkungan
sehingga baku mutu limbah cair yang dibuang ke lingkungan tidak
melampaui Baku Mutu Limbah Cair yang telah ditetapkan;
24
b. Membuat saluran pembuangan limbah cair tertutup dan kedap air
sehingga tidak terjadi perembesan ke tanah serta terpisah dengan
saluran limpahan air hujan;
c. Memasang alat ukur debit laju alir limbah cair dan melakukan
pencatatan debit harian limbah cair tersebut;
d. Memeriksakan kadar parameter Baku Mutu Limbah Cair kepada
laboratorium terakreditasi sekurang-kurangnya satu kali dalam
sebulan;
e. Menyampaikan laporan tentang catatan debit harian dan kadar
parameter Baku Mutu Limbah Cair sekurang-kurangnya tiga bulan
sekali kepada OPD Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota, yang
tembusannya disampaikan kepada Gubernur dan Menteri, serta
instansi lainnya yang dianggap perlu sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan mengenai kualitas efluen air limbah yang boleh dibuang ke
lingkungan untuk usaha dan kegiatan adalah sebagai berikut dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Peraturan Limbah Cair
No Jenis Usaha/ Kegiatan
Peraturan terkait Kewajiban Parameter
1. Rumah Sakit KepMenLH Nomor:
Kep-58/MENLH/12/1995
Fisika: Suhu
Kimia: pH, BOD5, COD, TSS, NH3 bebas, PO4,
Biologi: MPN-Kuman Golongan Koli/100mL
Radioaktivitas: 32P, 35S, 45Ca, 51Cr, 67Ga, 85Sr, 99Mo, 113Sn, 125I, 131I, 192Ir, 201Ti
2. Keramik PerMenLH Nomor: 16 Tahun 2008
TSS, Timbal (Pb), Kobalt (Co), Kadmium (Cd), Krom total (Cr), pH
3. Pupuk KepMenLH Nomor: Kep51/MENLH/10/1995
COD, TSS, Minyak dan Lemak, NH2-N, TKN, pH
4. Pulp dan kertas - KepMenLH Nomor:Kep-51/MENLH/10/1995
- KepGub No.6/1999 Lampiran II.5
BOD, COD, TSS, pH
25
No Jenis Usaha/ Kegiatan
Peraturan terkait Kewajiban Parameter
5. Hotel KepMenLH Nomor: Kep-52/MENLH/10/1995
BOD, COD, TSS, pH
6. Tekstil - KepMenLH
- Nomor:Kep-51/MENLH/10/1995
- KepGub
No.6/1999Lampiran
II.9
BOD, COD, TSS, Fenol total, Krom total, Amonia total (NH3-N), Sulfida sebagai S, Minyak dan Lemak, pH
7. Minyak Sawit KepMenLH Nomor: Kep-51/MENLH/10/1995
BOD, COD, TSS, Minyak dan lemak, Amonia (NH3-N), pH
8 Industri tidak spesifik
KepGub No.6/1999 Lampiran III
Fisika: Temperatur, TSS, TDS
Kimia: pH, Fe, Mn, Ba, Cu, Zn, Cr+6, Cr, Cd, Hg, Pb, Sn, As, Se, Ni, Co, CN, H2S, F, Cl2, NH3-N, NO3-N, NO2-N, BOD5, COD, Senyawa Aktif Biru Metilen, Fenol, Minyak Nabati, Minyak Mineral, Radiaktivitas
2.3.2 Pengendalian Pencemaran Udara
Peraturan mengenai pengendalian pencemaran udara skala nasional
adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Sedangkan peraturan tingkat
Provinsi Jawa Barat adalah Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat
Nomor 11 Tahun 2006. Untuk mengurangi pencemaran udara hingga
mencapai tingkat yang tidak membahayakan atau mencemari
lingkungan udara ambien dan memenuhi baku mutu emisi udara adalah
dengan menggunakan alat atau teknologi pengendalian pencemaran
udara. Alat pengendali pencemaran udara dapat dilihat pada Tabel 9
dan 10.
26
Tabel 9 Alat Pengendali Partikulat Pencemaran Udara
No Nama Alat Cara kerja Gambar 1. Wet Scrubber Arus gas kotor dibawa menuju
kontak dengan liquid pencuci dengan cara menyemprotkan, mengalirkan atau dengan metode kontak lainnya. Kemampuan alat ini terbatas menyisihkan partikel < 0.3 mikron.
2. Gravity Settling
Chamber Prinsip penyisihan partikulat dalam Gravity Settler adalah gas yang mengandung partikulat dialirkan melalui suatu ruang (chamber) dengan kecepatan rendah sehingga memberikan waktu yang cukup bagi partikulat untuk mengendap secara gravitasi ke bagian pengumpul debu (dust collecting hoppers).
3. Siklon Peralatan mekanis yang digunakan untuk menyisihkan partikel dengan ukuran > 5 mikron dengan efisiensi penyisihan 50-90%. Prinsip kerja siklon yaitu dengan memanfaatkan gaya sentrifugal dan inersia dari udara/gas buangan. Udara yang mengandung partikulat menyebabkan partikel terlempar ke luar, membentur dinding, dan bergerak turun ke dasar siklon. Dalam aplikasi di dunia industri, siklon sering digunakan sebagai pre-cleaner untuk alat kontrol polusi udara yang lebih rumit seperti electrostatic precipitator atau baghouses.
4. Electrostatic Precipitator (EP)
Alat pengendali pencemar partikulat yang didasari pada konsep presipitasi akibat gaya elektrostatik. EP sangat efektif sebagai pengendali partikulat yang berukuran kurang dari 10 mikron. Pemberian muatan listrik oleh precipitator discharge electrode disebut sebagai corona discharge. Partikel diberikan muatan negatif
27
No Nama Alat Cara kerja Gambar (negative charging) sehingga menimbulkan gaya elektrostatis. Gaya ini akan berinteraksi sehingga partikulat akan mengalami presipitasi pada sistem pengumpul (berbentuk plat atau tabung) yang bermuatan positif. Setelah menempel pada bidang pengumpul maka akan terjadi discharging muatan hingga kolektor ternetralisir oleh jumlah partikulat bermuatan yang menempel.
5. Fabrik filter/ Baghouse
Unit pengendali pencemaran udara yang disisihkan melalui mekanisme impaksi, intersepsi dan difusi. Fabric filter menggunakan bahan filter tertentu seperi nilon atau wol untuk menyisihkan partikel dari aliran gas
Tabel 10 Alat Pengendali Gas Pencemaran Udara
No Alat Cara Kerja Gambar 1. Adsorber Unit pengendali gas yang
menggunakan prinsip adsorpsi. Adsorpsi adalah suatu proses tertahannya pencemar gas yang terdapat dalam aliran gas buang pada suatu permukaan padat. Adsorben adalah permukaan padat yang mampu menarik molekul gas pencemar (seperti karbon aktif, silica gel, activated alumina), adsorbat adalah molekul gas pencemar yang tertahan pada permukaan padat (seperti senyawa organik volatil, thinner cat, pelarut / solvents).
28
No Alat Cara Kerja Gambar 2. Absorber/
scrubber Unit pengendali gas yang menggunakan prinsip absorpsi. Absorpsi adalah mekanisme dimana satu atau lebih zat pencemar dalam aliran gas dieliminasi atau dihilangkan dengan cara melarutkannya dalam cairan.
3. Kondenser Unit pengendali gas yang menggunakan prinsip kondensasi, yaitu proses penyisihan gas pencemar dengan cara merubah fasa dari fasa gas ke fasa cair. Kondenser bentuknya sederhana, relatif murah dan biasanya menggunakan air atau udara untuk mendinginkan dan mengkondensasikan uap. Umumnya digunakan sebelum adsorber, absorber, atau insinerator untuk mengurangi total massa gas buang yang akan diolah.
4. Unit pembakaran/ combustion
Unit pengendali yang bekerja dengan prinsip okidasi, digunakan untuk mengendalikan senyawa organik volatil (VOC) dan atau senyawa-senyawa beracun. Pada temperatur yang cukup tinggi dan waktu tinggal yang cukup, senyawa organik dapat dioksidasi membentuk CO2 dan uap air. Oksidasi senyawa organik yang mengandung klorin dan florin atau sulfur dapat berupa HCl, HF, Cl2 atau SO2.
Secara umum kewajiban usaha dan/atau kegiatan dalam pengendalian
pencemaran udara dalam peraturan terkait emisi sumber tidak bergerak
adalah sebagai berikut:
29
a. Membuang emisi gas melalui cerobong yang dilengkapi dengan
sarana pendukung dan alat pengaman sesuai peraturan yang
berlaku;
b. Memasang alat ukur pemantauan yang meliputi kadar dan laju alir
volume untuk setiap cerobong emisi yang tersedia serta alat ukur
arah dan kecepatan angin;
c. Melakukan pencatatan harian hasil emisi yang dikeluarkan dari
setiap cerobong emisi (CEMs).
d. Melakukan pengujian emisi yang dikeluarkan dari setiap cerobong
paling sedikit 2 (dua) kali selama periode operasi setiap tahunnya
bagi sumber emisi tidak bergerak yang beroperasi selama 6 (enam)
bulan atau lebih;
e. Melakukan pengujian emisi yang dikeluarkan dari setiap cerobong
paling sedikit 1 (satu) kali selama periode operasi setiap tahunnya
bagi sumber emisi tidak bergerak yang beroperasi kurang dari 6
(enam) bulan;
f. Menggunakan laboratorium yang terakreditasi dalam pengujian
emisi sebagaimana dimaksud dalam huruf d dan huruf e;
g. Melakukan pengujian emisi setelah kondisi proses pembakaran
stabil;
h. Menyampaikan laporan hasil analisis pengujian emisi sebagaimana
dimaksud dalam huruf c kepada Bupati/Walikota, dengan tembusan
Gubernur dan Menteri paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga)
bulan, untuk huruf d atau e paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6
(enam) bulan;
i. Melaporkan kejadian tidak normal dan/atau keadaan darurat yang
mengakibatkan baku mutu emisi dilampau serta rincian upaya
penanggulangannya kepada Bupati/Walikota, dengan tembusan
Gubernur dan Menteri.
30
Tabel 11 Baku Mutu Yang Digunakan Bagi Sumber Emisi
No. Sumber Emisi
Peraturan Terkait
Parameter
1. Boiler/ketel uap PerMenLH Nomor 07 Tahun 2007
Bahan bakar Minyak: Partikulat, SO2, NO2, Opasitas Bahan bakar gas: SO2, NO2 Bahan bakar batu bara: partikulat, SO2, NO2, Opasitas
2. Genset PermenLH Nomor 13 Tahun 2009
Kapasitas ≤570 KWth Bahan bakar minyak dan gas NO2, CO
Kapasitas ≤570 KWth Bahan bakar minyak dan gas: total partikulat, SO2, NO2, CO
3. Pembangkit tenaga termal (PLTU)
PermenLH Nomor 21 Tahun 2008
SO2, NO2, Total partikulat, Opasitas
4. Kegiatan industri besi dan baja
KepMenLH Nomor 13 Tahun 1995 Lampiran IB
Penanganan bahan baku, tanur oksigen basa, tanur busur listrik, dapur pemanas, dapur proses pelunakan baja: Total partikel Proses celup lapis metal: Total partikel, HCl
5. Kegiatan industri pulp dan kertas
KepMenLH Nomor 13 Tahun 1995 Lampiran IIB
Tungku recovery, tanur putar pembakaran, tangki pelarutan lelehan, digester: Total partikel, Total sulfur tereduksi Unit pemutihan: Cl2, ClO2
6 Kegiatan industri semen
KepMenLH Nomor 13 Tahun 1995 Lampiran IVB
Total partikel, SO2, NO2, Partikulat
7. Kegiatan industri lain-lain
KepMenLH Nomor 13 Tahun 1995 Lampiran VB
NH3, Cl2, HCl, HF, NO2, Opasitas, Partikel, SO2, H2S, Hg, As, Sb, Cd, Zn, Pb
8. Kegiatan industri pupuk
PermenLH Nomor 133 Tahun 2004
Total partikel, Fluor, Opasitas, SO2, NO2
9. Kegiatan industri keramik
PermenLH Nomor 17 Tahun 2008
Kiln: SO2, NOx, Total partikulat, HF Semua sumber selain kiln: Total partikulat Semua sumber: Opasitas
10. Incinerator KEP - 03 / BAPEDAL / 09 / 1995
Partikel, SO2, NO2, HF, CO, HCl, CH4, As, Cd, Cr, Pb, Hg, TI, dan Opasitas
Ketentuan teknis cerobong emisi diatur dalam Keputusan Kepala
Bapedal Nomor 205 Tahun 1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian
Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak, yaitu:
31
1. Persyaratan cerobong
Lokasi lubang sampling pada cerobong ditentukan sebesar 8 (delapan)
kali diameter cerobong dari aliran bawah (hulu) dan 2 (dua) kali
diameter dari aliran atas (hilir) dan bebas dari gangguan aliran seperti
bengkokan, ekspansi, atau pengecilan aliran di dalam cerobong. Jika
diameter berbentuk segi empat, maka diameter yang berlaku adalah
diameter ekivalen (De) dengan rumus sebagai berikut:
Dimana:
De: diameter ekivalen
L : panjang penampang cerobong
W : lebar penampang cerobong
Jika cerobong memiliki ukuran bagian bawah dan atas berbeda, maka
diameter ekivalen ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
Dimana:
De: diameter ekivalen
D : diameter dalam cerobong bawah
d : diameter dalam cerobong atas
2. Persyaratan lubang pengambilan sampel
Untuk mengambil sampel emisi cerobong diperlukan pembuatan lubang
pengambilan sampel dengan persyaratan:
a. Diameter lubang pengambilan sampel sekurang-kurangnya 10 cm;
b. Lubang pengambilan sampel harus memakai tutup dengan sistel plat
flange yang dilengkapi dengan baut;
c. Arah lubang pengambilan sampel tegak lurus dinding cerobong.
32
3. Persyaratan pendukung
Persyaratan pendukung lubang pengambilan sampel diantaranya:
a. Tangga besi dan selubung pengaman berupa plat besi
b. Lantai kerja (landasan pengambilan sampel) dengan ketentuan
sebagai berikut:
Dapat mendukung beban minimal 500 kg;
Keleluasaan kerja bagi minimal 3 0rang;
Lebar lantai kerja terhadap lubang pengambilan sampel adalah
1,2 m dan melingkari cerobong;
Pagar pengaman setinggi 1 m;
Dilengkapi dengan katrol pengangkat alat pengambil sampel;
Stop kontak aliran listrik yang sesuai dengan peralatan yang
digunakan yaitu Voltase 220V, 3A, single phase, 50 Hz AC.
Penempatan sumber aliran listrik dekat dengan lubang
pengambilan sampel.
2.3.3 Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(LB3)
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (LB3) merupakan
suatu rangkaian kegiatan yang mencakup penyimpanan, pengumpulan,
pemanfaatan, pengangkutan, dan pengolahan limbah B3 termasuk
penimbunan hasil pengolahan tersebut. Dalam rangkaian kegiatan
tersebut terkait beberapa pihak yang masing-masing merupakan mata
rantai dalam pengelolaan limbah B3, yaitu :
a. Penghasil Limbah B3;
b. Pengumpul Limbah B3;
c. Pengangkut Limbah B3;
d. Pemanfaat Limbah B3;
e. Pengolah Limbah B3;
f. Penimbun Limbah B3.
33
Dengan pengolahan limbah sebagaimana tersebut di atas, maka mata
rantai siklus perjalanan limbah B3 sejak dihasilkan oleh penghasil
limbah B3 sampai penimbunan akhir oleh pengolah limbah B3 dapat
diawasi. Setiap mata rantai perlu diatur, sedangkan perjalanan limbah
B3 dikendalikan dengan sistem manifest berupa dokumen limbah B3.
Dengan sistem manifest dapat diketahui berapa jumlah B3 yang
dihasilkan dan berapa yang telah dimasukkan ke dalam proses
pengolahan dan penimbunan tahap akhir yang telah memiliki
persyaratan lingkungan. Mekanisme pengelolaan limbah B3 melalui
manifest dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Mekanisme Pengelolaan LB3
Lingkup kegiatan pengelolaan limbah B3 terdiri daripengurangan,
penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan
dan penimbunan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.
34
Gambar 3 Diagram Pengelolaan Limbah B3
Adapun kewenangan dalam perizinan dan pengawasan pengelolaan
limbah B3 menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel
12.
Tabel 12 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999
Pengelolaan
Limbah B3
Perizinan Pengawasan
Pusat Provinsi Kab/Kota Pusat Provinsi Kab/Kota
Penyimpanan √ √ √
Pengumpulan √ √ √ √ √ √
Pengangkutan √ √
Pemanfaatan √ √
Pengolahan √ √
Penimbunan √ √
Catatan: izin pengumpulan oli bekas di pusat
KEGIATAN PENGELOLAAN LIMBAH B3
PENGURANGAN
PENYIMPANAN
PENGUMPULAN
PENGANGKUTAN
PEMANFAATAN
PENGOLAHAN
PENIMBUNAN
35
Fasilitas pengelolaan Limbah B3, yaitu sebagai berikut:
a. Tempat Penyimpanan Limbah B3 (TPS LB3)
Seluruh kegiatan usaha yang menghasilkan limbah B3 wajib memiliki
Tempat penyimpanan Limbah B3 baik berbentuk gudang penyimpanan
limbah B3 maupun sludge pond apabila limbah B3 berupa sludge.
Check list form evaluasi TPS LB3 dapat dilihat pada Tabel13.
Tabel 13 Checklist Form Evaluasi TPS LB3
CHECKLIST TEMPAT PENYIMPANAN SEMENTARA LIMBAH B3
NAMA PERUSAHAAN SEKTOR INDUSTRI :
Contoh: Peleburan Timah Hitam
PT. ABCDE LOKASI : Kab/Kota...
TIM PENILAI :
TGL PENILAIAN:
NO KETENTUAN YA TIDAK KET
PENGEMASAN
1 apakah pengemasan limbah B3 dilakukan sesuai dengan bentuk limbah B3?
2 apakah pengemasan limbah B3 dilakukan sesuai dengan karakteristik limbah B3?
3 apakah pengemasan limbah B3 dilengkapi dengan simbol label limbah B3?
4 apakah penempatan limbah B3 disesuaikan dengan jenis dan karakteristik limbah B3?
5 apakah kondisi kemasan limbah B3 bebas karat?
6 apakah kondisi kemasan limbah B3 tidak bocor?
7 apakah kondisi kemasan limbah B3 tidak meluber?
BANGUNAN DAN PENYIMPANAN
8 apakah bagian luar bangunan diberi papan nama?
9 apakah bagian luar diberi simbol limbah B3 sesuai dengan karakteristik limbah B3 yang disimpan?
10 apakah limbah B3 terlindung dari hujan dan sinar matahari?
11 apakah bangunan mempunyai sistem ventilasi?
12 apakah bangunan memiliki saluran dan bak penampung tumpahan (jika menyimpan limbah B3 cair)?
36
13 apakah penyimpanan menggunakan sistem blok / sel
14 apakah masing-masing blok/sel dipisahkan gang/tanggul?
15 apakah kemasan/limbah limbah B3 diberi alas / pallet?
16 apakah tumpukan limbah B3 maksimal 3 lapis?
17 apakah limbah B3 disimpan sesuai dengan masa penyimpanan dalam izin?
(jika baru mengajukan izin, tidak perlu diisi)
PEMANTAUAN
18 adakah logbook/catatan untuk mencatat keluar masuk limbah limbah B3?
19 apakah jumlah dan jenis limbah B3 sesuai dengan yang tercatat di logbook/catatan?
PENGELOLAAN LANJUTAN
20 apakah melakukan pengelolaan lanjutan terhadap limbah B3 yang disimpan? (diserahkan ke pihak ketiga/dimanfaatkan internal)
LAIN-LAIN
21 tersediakah alat tanggap darurat yang mudah dijangkau?
22 tersediakah fasilitas P3K yang mudah dijangkau?
23 apakah memiliki SOP penyimpanan?
24 apakah memiliki SOP tanggap darurat?
25
tersediakah pagar, pintu darurat dan rute evakuasi? (sesuai dengan SOP penyimpanan dan tanggap darurat)
26 apakah kebersihan / housekeeping terkelola dengan baik?
TOTAL YA
TOTAL TIDAK
PROSENTASE PENTAATAN LB3 100%
Keterangan:
Diisi dengan tanda checklist “√”pada kolom “YA” atau “TIDAK”.
37
b. Pemanfaatan Limbah B3
Seluruh kegiatan pemanfaatan limbah B3 wajib memiliki izin
pemanfaatan dari Kementerian Lingkungan Hidup, kecuali untuk
pemanfaatan sebagai reuse atau penggunaan kembali pada proses yang
sama. Pemanfaatan limbah B3 berdasarkan Permen LH No. 2 Tahun
2008 tentang Pemanfaatan Limbah B3 terdiri dari 3 jenis, yaitu reuse,
recycle, dan recovery, yaitu sebagai:
1. Substitusi bahan bakar
Checklist form pemanfaatan dapat dilihat pada Tabel 14 dengan isi
disesuaikan dengan ketentuan izin pemanfaatan yang dimiliki
perusahaan tersebut. Selain check list pengawas juga memeriksa
pelaksanaan ketentuan izin lainnya yang tidak tercantum dalam
checklist pemanfaatan serta memeriksa log book pemanfaatan
limbah B3 yang dimiliki perusahaan dan mengecek kesesuainnya
dengan izin. Jika ketentuan izin mewajibkan pengukuran emisi,
maka periksa:
Hasil pengukuran emisi oleh laboratorium (sertifikat hasil
analisa)
Laboratorium yang mengukur wajib terakreditasi dan
teregistrasi di KLH
Periksa kesesuaian jumlah parameter yang diukur dengan izin
yang berlaku
Periksa kesesuaian frekuensi pengukuran yang dilakukan dengan
izin yang berlaku
Periksa hasil pengukuran emisi dan bandingkan dengan baku
mutu emisi yang berlaku baik berdasarkan ketentuan izin
maupun berdasarkan peraturan yang berlaku.
38
Tabel 14 Checklist Pemanfaatan Fly ash dan Bottom ash Batubara
CHECKLIST PEMANFAATAN FLY ASH&BOTTOM ASH BATUBARA
NAMA PERUSAHAAN SEKTOR INDUSTRI :
PT. ABCDE LOKASI : Kab./Kota
TIM PENILAI :
TGL PENILAIAN:
NO KETENTUAN YA TIDAK KET
PENAATAN UMUM
1 apakah dilakukan pengujian karakteristik kimia fisik fly ash dan bottom ash sekurang-kurangnya 1 bulan sekali atau sesuai izin?
2 apakah hasil pengujian karakteristik kimia fisik fly ash dan bottom ash memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam izin?
3 apakah dilakukan analisa kandungan logam berat total fly ash dan bottom ash?
4 apakah hasil analisa kandungan logam berat total fly ash dan bottom ash memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam izin (cek sertifikat hasil uji)
apakah penyimpanan fly ash dan bottom ash dilaksanakan sesuai dengan izin?, seperti:
5 a. Bentuk dan kualitas tempat penyimpanan
6 c. Kesesuaian tempat penyimpanan dgn limbah yang disimpan
7 d. Dilengkapi simbol dan label
8 e. Waktu penyimpanan (<90 hari)
9 apakah fasilitas pemanfaatan dilengkapi dengan prosedur tanggap darurat?
10 Fasilitas pemanfaatan batas-batas fisik yang jelas dan dilengkapi dengan pintu darurat
PENAATAN KHUSUS
11 apakah persentase kualitatif pemanfaatan sesuai dengan izin?
12 apakah spesifikasi teknis pemanfaatan sesuai dengan izin?
LAIN-LAIN (berkaitan dengan penunjang dan tanggap darurat di fasilitas)
13 apakah tersedia alat tanggap darurat yang sesuai dan mudah dijangkau?
14 apakah kebersihan / housekeeping terkelola dengan baik?
TOTAL YA
TOTAL TIDAK
PROSENTASE PENTAATAN LB3
39
2. Substitusi bahan baku
Contoh substitusi ini adalah pemanfaatan sebagai paving block,
batako, semen dan lain-lain. Checklist pemanfaatan substitusi
bahan baku dapat dilihat pada Tabel 15 jika belum ada checklist
yang spesifik maka pengawas wajib membuat checklist berdasarkan
ketentuan izin pemanfaatan yang dimiliki perusahaan. Kemudian
periksa pelaksanaan ketentuan izin lainnya yang tidak tercantum
dalam checklist pemanfaatan dan periksa loog book pemanfaatan
limbah B3 yang dimiliki perusahaan dan cek kesesuainnya dengan
izin.
3. Jenis lainnya setelah melalui penelitian dari kajian yang
memperhatikan aspek-aspek lingkungan.
Tabel 15 Checklist Pemanfaatan Substitusi Bahan Bakar
CHECKLIST PEMANFAATAN MINYAK PELUMAS BEKAS UNTUK SUBSTITUSI BAHAN BAKAR
NAMA PERUSAHAAN SEKTOR INDUSTRI :
PT. ........
LOKASI : Kab./Kota ................
TIM PENILAI :
TGL PENILAIAN:
NO KETENTUAN YA TIDAK KET
PENAATAN UMUM
1 apakah dilakukan uji karakteristik minyak pelumas bekas minimal 1 bulan sekali atau sesuai izin?
2 apakah Hasil uji karakteristik minyak pelumas bekas dan atau proses pemanfaatan minyak pelumas bekas sesuai dan memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam izin? (cek sertifikat hasil uji)
3 apakah dilakukan uji dampak terhadap proses energi yang dihasilkan sebagai akibat perubahan karakteristik?
apakah penyimpanan minyak pelumas bekas dilaksanakan sesuai dengan izin?, seperti:
4 a. Bentuk dan kualitas kontainer sesuai izin
5 b. Resistensi terhadap air dan bahan kimia lain sesuai izin
40
6 c. Kesesuaian bahan kontainer dengan isi kontainer
7 d. Dilengkapi simbol dan label
8 e. Waktu penyimpanan (<90 hari)
9 apakah fasilitas pemanfaatan dilengkapi dengan prosedur tanggap darurat dan penanganan tumpahan?
10 apakah fasilitas pemanfaatan memiliki batas-batas fisik yang jelas dan dilengkapi dengan pintu darurat?
PENAATAN KHUSUS
11 apakah persentase kualitatif pemanfaatan minyak pelumas bekas sesuai dengan izin?
apakah Informasi kriteria pemanfaatan sesuai dengan izin?, seperti:
12 a. Pelaporan kualitas udara emisi (Frekuensi sesuai izin)
13 b. Pelaporan udara ambien (frekuensi setahun sekali)
14 c. Jumlah oli bekas yang dihasilkan (ton/bulan)
15 d. Jumlah oli bekas yang dimanfaatkan (ton/bulan)
16 e. Menyebutkan semua sumbernya
apakah spesifikasi teknis pemanfaatan minyak pelumas bekas sesuai izin?, seperti:
17 a. Terdapat spray nozzle
18 b. Flow rate pelumas bekas ke combustion chamber sesuai izin
19 c. Aliran pelumas bekas (temperatur combustion chamber >950°C)
20 d. Flow rate dan volume total pelumas bekas tercatat harian
21 e. Wajib diemisikan tunggal pada cerobong pembakaran
22 f. pelumas bekas tidak digunakan selama start up dan shut down
23 g. tidak memasukkan pelumas bekas diluar ketentuan dalam izin
24 h. tidak mencampur dengan limbah B3 lain selama proses recovery energy
LAIN-LAIN (berkaitan dengan penunjang dan tanggap darurat di fasilitas)
25 terdiakah tersedia alat tanggap darurat yang sesuai dan mudah dijangkau?
26 memiliki SOP tanggap darurat?
27 apakah kebersihan / housekeeping terkelola dengan baik?
TOTAL YA
TOTAL TIDAK
PROSENTASE PENTAATAN LB3
41
c. Pengolahan Limbah B3
Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan dengan cara thermal, stabilisasi,
solidifikasi, fisika, kimia, biologi dan cara lainnya sesuai dengan
perkembangan teknologi. Untuk pengolahan secara thermal,
pengamatan lapangan mengikuti checklist pada Tabel 16 dan untuk
pengolahan lainnya, pengamatan lapangan dapat mengikuti checklist
pada Tabel 16 dengan mengacu pada izin pengolahan yang dimaksud.
Tabel 16 Checklist Pengolahan Secara Thermal
CHECKLIST PENGOLAHAN LIMBAH B3 SECARA THERMAL (INSINERATOR)
NAMA PERUSAHAAN
SEKTOR INDUSTRI :
PT. LOKASI : Kab./Kota
TIM PENILAI :
TGL PENILAIAN:
NO KETENTUAN YA TIDAK KET
PENAATAN UMUM
1 apakah selama pengakutan tidak terjadi ceceran?
2
apakah Jenis limbah yang dibakar sesuai dengan yang tercantum dalam izin?
3 apakah pengoperasian insinerator sesuai izin?
PENAATAN KHUSUS
4 apakah dilakukan pengukuran suhu gas bakar di burning chamber?
5 apakah dilakukan pencatatan jumlah dan komposisi limbah yang dibakar? (cek log book)
8 apakah komposisi limbah yang dibakar sesuai izin?
6 apakah suhu ruang bakar I saat insinerator beroperasi 600-800 °C (atau sesuai izin)?
7 apakah suhu ruang bakar II saat insinerator beroperasi 900-1100 °C (atau sesuai izin)?
9 apakah efisiensi pembakaran terpenuhi? (Cek sertifikat hasil uji)
10
apakah melakukan pengelolaan lanjutan terhadap abu sisa pembakaran? (diserahkan ke pihak ke-3/landfill)
42
PEMANTAUAN
11 apakah memiliki logbook/pencatatan keluar masuk limbah yang dibakar dan abu insinerator?
LAIN-LAIN
12 tersediakah alat tanggap darurat yang mudah dijangkau?
13 tersediakah fasilitas P3K yang mudah dijangkau?
14 apakah memiliki SOP pengoperasian insinerator ?
15 apakah memiliki SOP tanggap darurat?
16
tersediakah pagar, pintu darurat dan rute evakuasi? (sesuai dengan SOP penyimpanan dan tanggap darurat)
17 apakah kebersihan / housekeeping terkelola dengan baik?
TOTAL YA
TOTAL TIDAK
PROSENTASE PENTAATAN LB3
Pemeriksaaan pengolahan menggunakan insinerator meliputi:
Log book limbah B3 yang dibakar dalam insinerator
Kesesuaian jenis limbah B3 yang dibakar dengan izin yang berlaku
Housekeeping di sekitar fasilitas insinerator
Hasil pengukuran emisi oleh laboratorium terakreditasi dan
teregistrasi di KLH (sertifikat hasil analisis) selama satu tahun
Kesesuaian jumlah parameter yang diukur dengan izin yang
berlaku/peraturan yang berlaku
Kesesuaian frekuensi pengukuran dengan izin yang berlaku
Pemeriksaaan pengolahan secara biologis (bioremediasi) meliputi:
Ketentuan izin lainnya yang belum tercantum dalam checklist
Kesesuaian jenis limbah B3 yang diolah dengan perizinan yang
berlaku
Jenis dan jumlah limbah B3 yang diolah setiap siklusnya untuk satu
tahun terakhir
43
d. Penimbunan Limbah B3
Penimbunan limbah B3 dapat berupa landfill kategori I, kategori 2, dan
kategori 3. Hal tersebut tergantung dari jenis limbah B3 yang akan
ditimbun dan hasil uji analisis total logam berat limbah B3 yang akan
ditimbun. Checklist penimbunan limbah B3 dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Checklist Penimbunan Limbah B3
CHECKLIST PENIMBUNAN LIMBAH B3
NAMA PERUSAHAAN SEKTOR INDUSTRI :
PT. LOKASI : Kab./Kota
TIM PENILAI :
TGL PENILAIAN:
NO KETERANGAN YA TIDAK KET
DATA PENAATAN
1 apakah Jenis limbah B3 yang ditimbun sesuai dengan izin ?
2 apakah jenis limbah yang ditimbun memenuhi bakumutu TCLP?
3 terdapat sumur pantau minimal 3 buah (1 upstream dan 2 downstream)?
RANCANG BANGUN FASILITAS PENIMBUNAN
4 apakah lapisan dasar (sub base) adalah tanah lempung yang dipadatkan dengan permeabilitas 1 x 10
-9 m/det?
5 apakah permeabilitas dari sistem pendeteksi kebocoran (k) = 1 x 10-4 m/det?
6 apakah ketebalan minimum lapisan geomembran HDPE 1,5 mm
7 apakah permeabilitas lapisan tanah penghalang k = 1 x 10-9 m/det
8 apakah lapisan pelindung adalah tanah setempat dg tebal 20 cm dan dilapisi geotextile?
BAK PENGUMPUL LINDI
9 apakah berada di area lokasi landfill dan memiliki 1 unit pompa?
10 apakah konstruksi pondasi, lantai dan dinding dari beton?
11 apakah air lindi diolah di IPAL ?
12 apakah melakukan uji kualitas lindi dalam bak pengumpul lindi sebelum dipindah ke fasilitas IPAL?
44
13 apakah melakukan uji kualitas air tanah pada sumur pantau rona awal?
14 apakah Baku Mutu air tanah ditetapka sesuai dengan rona awal?
15 apakah pengujian dilakukan oleh laboratorium pihak ketiga yang independen dan terakreditasi? (cek sertifikat hasil uji)
16 apakah melakukan uji kualitas air lindi setiap 3 bulan/sesuai izin?
17 apakah melakukan pencatatan arus jumlah limbah B3 yang keluar dan masuk tempat penimbunan? (cek log book)
LAIN-LAIN
18 terdiakah tersedia alat tanggap darurat yang sesuai dan mudah dijangkau?
19 apakah memiliki SOP tanggap darurat?
20 apakah kebersihan / housekeeping terkelola dengan baik?
TOTAL YA
TOTAL TIDAK
PROSENTASE PENTAATAN LB3
Pemeriksaaan pengolahan secara biologis (bioremediasi) meliputi:
Ketentuan izin penimbunan lainnya jika terdapat ketentuan teknis
yang belum tercantum dalam checklist,
Akreditasi dan registrasi KLH dari laboratorium yang melakukan
analisis kualitas air lindi
Jumlah parameter air lindi yang diukur dibandingkan dengan
perizinan yang dimiliki atau peraturan penimbunan limbah B3 yang
berlaku
Frekuensi pengukuran air lindi dibandingkan dengan perizinan yang
dimiliki atau peraturan penimbunan limbah B3 yang berlaku
Pemenuhan kualitas air lindi terhadap baku mutu air lindi
berdasarkan izin atau peraturan penimbunan limbah B3 yang
berlaku.
Jenis dan jumlah limbah B3 yang ditimbun selama satu tahun
terakhir dalam log book
45
Jenis limbah yang ditimbun dan kesesuaian dengan izin
penimbunan yang dimiliki
46
BAB III
STRATEGI PENGAWASAN
Strategi dalam melaksanakan pengawasan terdiri dari beberapa tahapan,
antara lain tahap persiapan pengawasan, pelaksanaan pengawasan, dan
penyusunan berita acara, serta tindak lanjut hasil pengawasan.
3.1 Persiapan Pengawasan
Hal-hal yang harus disiapkan dan dipelajari sebelum melaksanakan
pengawasan dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18 Persiapan Pelaksanaan Pengawasan
No. Kegiatan Persiapan Uraian kegiatan 1. Administrasi Surat penugasan, tanda pengenal, format berita
acara (BA pengawasan penaatan lingkungan hidup, BA pengambilan sampel, BA pengambilan foto/video, BA penolakan pengawasan penaatan lingkungan hidup, BA penolakan pengambilan sampel, BA penolakan pengambilan foto/video).
2. Peraturan/dokumen/ referensi terkait
Riwayat ketaatan usaha dan/atau kegiatan objek pengawasan, izin-izin terkait, peraturan terkait, dokumen lainnya.
3. Kuesioner dan Check list Membuat kuesioner dan chek list sebagai panduan untuk mengumpulkan informasi dan pemeriksaan secara berurutan.
4. Perlengkapan inspeksi Alat pencatat, kamera/handycam, perlengkapan keselamatan kerja, alat sampling, GPS, sarana transportasi, dan perlengkapan lain yang dianggap perlu.
5. Koordinasi Melakukan koordinasi dengan KLH, OPD Lingkungan hidup kabupaten/kota, laboratorium terakreditasi, dan kegiatan usaha yang akan didatangi .
47
3.2 Pelaksanaan Pengawasan
Pelaksanaan pengawasan merupakan rangkaian pekerjaan untuk
memperoleh bahan keterangan mendalam tentang suatu usaha
dan/atau kegiatan diantaranya berupa: proses kegiatan, ketaatan
terhadap peraturan maupun persyaratan atau kewajiban yang
tercantum dalam izin, dan evaluasi terhadap cara pengelolaan
lingkungan. Rangkaian kegiatan pengawasan dapat dilihat pada
Gambar 4. Selain rangkaian kegiatan tersebut, dilakukan juga
pengambilan dokumentasi yang merupakan bagian penting dalam
kegiatan pengawasan untuk dijadikan alat bukti dalam menguatkan
temuan di lapangan.
Gambar 4 Kegiatan Pengawasan
Adapun penjelasan dari rangkaian kegiatan tersebut tercantum pada
Tabel 19.
Tabel 19 Mekanisme Pengawasan
No. Nama kegiatan Uraian Kegiatan 1. Pertemuan Pendahuluan Pertemuan dengan pihak penanggungjawab usaha
dan/atau kegiatan membahas maksud dan tujuan pelaksanaan pengawasan pihak-pihak yang akan dihubungi objek yang akan dikunjungi data/dokumen yang harus dilengkapi. Data-data yang harus dilengkapi:
Penyusunan BAP
Pengamatan TPS LB3
Pengamatan sumber emisi & fasilitas PPU
Pengamatan IPAL
Pengamatan proses kegiatan
Pertemuan pendahuluan
48
No. Nama kegiatan Uraian Kegiatan
Informasi umum usaha dan/atau kegiatan
Identitas penanggung jawab
Dokumen pelaporan pemeriksaan air limbah
Dokumen pelaporan pemeriksaan emisi udara dan ambien
Dokumen AMDAL/UKL/UPL
Perizinan 2. Pengamatan proses
kegiatan Pengecekan terhadap: Layout, tata letak, luas
Peta drainase, sistem perpipaan
Jenis dan jumlah limbah (cair, padat, gas)
Flow meter, neraca air Penggunaan energi dan sumbernya
Kemungkinan adanya by pass
Upaya minimasi limbah/teknologi proses daur ulang limbah
3. Pengamatan IPAL Pengecekan terhadap:
Sumber air limbah dan kapasitasnya Pengelolaan air limbah yang diterapkan dan
teknologinya Jenis dan jumlah bahan kimia yang digunakan
dalam pengelolaan air limbah
Kondisi fisik IPAL (permanen, kedap air) Kondisi kinerja IPAL (peralatan tidak bekerja,
rusak, pengoperasian kurang baik) Teknik pengelolaan air limbah yang digunakan
dan sistem operasional IPAL (batch/continue) Skema/lay out IPAL
Kapasitas limbah yang dihasilkan dari masing-masing unit kerja
Debit air limbah inlet dan outlet IPAL
Saluran air limbah (bercampur dengan saluran air hujan, by pass)
Alat ukur debit air limbah
Penggunaan air baku
Data swapantau analisa air limbah
Pengelolaan sludge IPAL
Upaya pemanfaatan air limbah (reuse, recycle, reduce)
4. Pengamatan sumber emisi&fasilitas PPU
Pengecekan terhadap: Sumber-sumber emisi
Data swapantau emisi cerobong dan kualitas udara ambien (periode pemeriksaan, lokasi pengujian dan akretasi laboratorium)
Upaya pengendalian pencemaran udara yang dilakukan (teknik/alat yang digunakan)
Sarana uji emisi cerobong (bandingkan dengan Ketentuan Kepdal 205/BAPEDAL/09/1996)
Jenis bahan bakar Pengaduan masyarakat/gangguang kualitas
udara yang terjadi
Upaya pengendalian kebisingan, getaran, dan bau
49
No. Nama kegiatan Uraian Kegiatan 5. Pengamatan TPS LB3 Pengecekan terhadap:
Check list form evaluasi TPS LB3: - Pemeriksaan bangunan : rancang bangun
dan luas sesuai dengan jenis, karakteristik, dan jumlah LB3 yang dihasilkan, terlindung dari masuknya air hujan, memiliki sistem ventilasi udara dan penerangan yg memadai, lantai kedap air, kemiringan 1% landai ke arah bak penampung, penandaan/simbol tempat penyimpanan;
- Pemeriksaan sarana lain yang tersedia: peralatan sistem pemadam kebakaran, pagar pengamanan, fasilitas pertolongan pertama, pintu darurat, alarm;
- Pemeriksaan kemasan: kondisi baik, tidak rusak, tidak karat dan tidak bocor; bentuk, ukuran dan bahan kemasan saling cocok dengan limbah B3;
- Pemeriksaan pengemasan: kecocokan pengemasan, pemeriksaan dan pemasangan simbol dan label;
- Pemeriksaan pewadahan LB3 dalam tangki: rancang bangun, fasilitas dan sistem penunjang memenuhi persyaratan, LB3 yang disimpan sesuai, memiliki penampungan sekunder, dilakukan pemeriksaan setiap hari, penanggulangan bila terjadi kebocoran atau gangguan;
- Pemeriksaan cara penyimpananan LB3: kemasan dibuat sistem blok, lebar gang memenuhi persyaratan, penumpukan kemasan stabil, tumpukan maksimal 3 lapis dan menggunakan palet, jarak dengan atap dan dinding minimal 1 meter.
- Pemeriksaan penyimpanan dengan tangki: mempunyai tanggul, saluran pembuangan dan bak penampung (kedap air dan kapasitas 110% kapasitas tangki), terlindung dari penyinaran matahari dan air hujan secara langsung.
Izin penyimpanan LB3 Catatan penyimpanan LB3 (sumber LB3, jenis
LB3, tanggal masuk, tanggal keluar, jumlah LB3, neraca LB3,)
Waktu penyimpanan LB3 (>90 hari atau tidak)
Pelaporan penyimpanan LB3
6. Penyusunan BAP (dibahas dalam bahasan format berita acara pengawasan)
50
3.3 Format Berita Acara Pengawasan
Berikut adalah format Berita Acara Pengawasan yang telah disusun
melalui berbagai diskusi dengan OPD Lingkungan Hidup se-Jawa Barat:
BERITA ACARA
PENGAWASAN PENATAAN LINGKUNGAN HIDUP
Pada hari ini,……..tanggal ……… bulan.........tahun …….., pukul ……., di Kabupaten……..,Provinsi Jawa Barat, kami yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Instansi : NIP. : Pangkat/Gol : Jabatan : Beserta anggota pengawas:
Nama NIP/PPLH Jabatan
1. .....
2. .....
.....
.....
.....
.....
secara bersama-sama telah melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap : Perusahaan : Alamat : Telp/Fax :
Pihak Perusahaan Nama Jabatan : No.Kontak : Email :
Pengawasan dan pemantauan tersebut dilakukan berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan PENGAWASAN PENAATAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP, yang terdiri dari pemantauan, pemeriksaan dan verifikasi teknis terhadap pelaksanaan kegiatan Pengendalian Pencemaran Air dan Pengendalian Pencemaran Udara. Catatan temuan-temuan lapangan selama pengawasan dan pemantauan tersebut disajikan dalam Lampiran Berita Acara ini dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Berita Acara ini. Demikian Berita Acara Pengawasan Penaatan Lingkungan Hidup ini dibuat dengan sebenar-benarnya dan disaksikan oleh yang bertanda tangan di bawah ini.
BPLHD Prov. Jabar
BPLH Kabupaten/Kota ........
Pihak Perusahaan
Nama : Nama : Nama : Ttd : Ttd : Ttd :
Nama : Nama : Ttd : Ttd :
51
LAMPIRAN BERITA ACARA PENGAWASAN PENAATAN LINGKUNGAN HIDUP
Nama Perusahaan :
Jenis Industri :
Lokasi Kegiatan : Kab/Kota ........., Provinsi Jawa Barat
UMUM
Nama Perusahaan : ....
Alamat lokasi kegiatan : .…
Telp./Fax. : ....
Alamat Kantor Pusat : ….
Telp./Fax. : ....
Nama Holding Company : -
Alamat Kantor Holding Company : -
Telp./Fax. : -
Tahun Berdiri Perusahaan/ Beroperasi
Perusahaan
: ..
Jenis Industri : .....
Status Permodalan : ...
Luas Area Pabrik/Lokasi Kegatan : ......
Jumlah Karyawan : …..
Kapasitas Produksi Terpasang : .....
Produksi Rill : .....
Bahan Baku Utama :
Bahan Penolong : (aditif)
Prosentase Pemasaran Eksport : .......... %
Prosentase Pemasaran Domestik/Lokal : ........... %
Dokumen Lingkungan yang dimiliki : ....
Nama Personal Kontak : ...
Nomor HP dan e-mail Personal Kontak : .....
PROSES PRODUKSI :
52
RINGKASAN TEMUAN LAPANGAN:
I. DOKUMEN LINGKUNGA/IZIN LINGKUNGAN (AMDAL/UKL-UPL)
No.
Kewajiban
Penanggungjawab Usaha
sesuai PP 27/2012
Penaatan Temuan
1. Memiliki dokumen lingkungan /
izin Lingkungan.
2. Melaksanakan ketentuan
dalam dokumen lingkungan /
izin lingkungan :
A. Deskripsi kegiatan (luas
area dan kapasitas
produksi)
B. Pengelolaan lingkungan
terutama terutama aspek
pengendalian pencemaran
air, pengendalian
pencemaran udara, dan
Pengelolaan LB3 (matriks
pengelolaan dan matriks
pemantauan)
-
3. Melaporkan pelaksanaan
dokumen lingkungan/izin
lingkungan (terutama aspek
pengendalian pencemaran air,
pengendalian pencemaran
udara, dan Pengelolaan LB3)
II. PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
a. Perusahaan ini mempunyai beberapa titik penaatan sebagai berikut:
No Nama Outlet Lokasi Koordinat Sumber Keterangan
1.
53
b. Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC)
No Titik
Penaatan No. Izin
Instansi
Penerbit Izin Masa Berlaku Keterangan
1.
2.
c. Data swapantau periode Bulan …. sampai dengan Bulan … sebagai berikut :
TAHUN 2014 BMAL Ket
Konsentrasi (mg/L)
Parameter Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Des
Outlet
Produksi
(ton/bln)
Debit
(m3/bln)
54
d. Persyaratan Teknis:
Persyaratan teknis Ya / Tidak Keterangan
Melakukan pemantauan self monitoring
menggunakan laboratorium yang
terakreditasi
Memisahkan saluran pembuangan air
limbah dengan saluran air hujan
Saluran air limbah kedap air
Memasang alat pengukur debit
(flowmeter) atau laju alir air limbah
Melakukan pencatatan pH air limbah
harian dan debit air limbah harian;
Menetapkan titik penaatan untuk
pengambilan contoh uji
Tidak melakukan pengenceran air limbah
ke dalam aliran buangan air limbah
e. Perhitungan Beban Pencemaran :
No Parameter Beban Inlet
(Ton/Tahun)
Beban Outlet
(Ton/Tahun)
f. Hasil verifikasi lapangan terhadap kondisi IPAL dan kualitas air
limbah:…………………………………………………………………………………………….…
………………………….……………………………………………………………………………
55
III. PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA
Ringkasan Temuan Lapangan:
a. Sumber emisi udara berasal dari : …
b. Tabel sumber emisi : ...
No Sumber Emisi
Spesifikasi Cerobong Sarana Pendukung Sampling
Ket Bentuk
Cerobong Kode
D atau
De (cm)
H
(m)
Tinggi Lubang
dari Elbow (m)
Alat
PPU
Lubang
Sampling Flange
Lantai
Kerja Tangga Koordinat Pagar
Jumlah Total Cerobong
Aktif
56
c. Ketaatan Parameter dari Sumber Emisi yang Dipantau Tahun …..
No Sumber
Emisi
Kode Parameter Semester 1
(mg/m3)
Semester 2
(mg/m3)
Baku Mutu
(sebutkan BMEU)
1.
2.
d. Perhitungan Beban Pencemaran Udara (Ton/periode)
No. Parameter Semester II Tahun Semester I Tahun
1.
2.
e. Data Kualitas Ambien
Pengujian kualitas ambien : (Ada/Tidak ada*)
Periode pengujian : ………………………………………...................
Laboratorium Penguji : ………………………………………...................
f. Hasil verifikasi lapangan terhadap kegiatan pengendalian pencemaran udara
..........................................................................................................................................................
..........................................................................................................................................................
.........................................................................................................................................................
V. PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (LIMBAH B3)
A. Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Pengelolaan LimbahB3
Status Perizinan No. SK/ No. Surat
Masa Berlaku
Keterangan
Penyimpanan Sementara
-
Pemanfaatan
Pengolahan Penimbunan Dst
57
B. Neraca Limbah B3 Periode ….
Jenis Limbah
Satuan Limbah Dihasilkan
Limbah Dikelola
Limbah Belum
Dikelola
Perlakuan
A. Sumber Dari Proses Produksi
B. Sumber Dari Luar Proses Produksi
C. Sumber dari Gabungan Proses dan Di luar Proses (jika ada)
Total
Persentrase
Ket : ..... % limbah B3 yang diserahkan ke pihak ke tiga yang memiliki izin, ......% limbah B3
dimanfaatkan....... % limbah B3 masih tersimpan di TPS. Secara umum ...... % limbah B3 sudah
dikelola sesuai dengan peraturan yang berlaku dan persyaratan dalam izin
C. Temuan dan Rekomendasi
No. Aspek Penilaian Temuan Lapangan
Rencana Tindak Lanjut
1 Pendataan Jenis dan Volume
a. Limbah yang dihasilkan
Identifikasi jenis limbah B3
Pencatatan Jenis dan Volume Limbah B3 yang dihasilkan
Pendataan Pengelolaan Lanjutan Limbah B3
b. Pelaporan
2. Perizinan Pengelolaan LB3
Kepemilikan izin PLB3 yang dipersyaratkan
Masa berlaku izin -
3. Pelaksanaan ketentuan izin :
a. Pemenuhan terhadap ketentuan teknis dalam izin selain Baku Mutu Emisi, Effluent dan Standard Mutu (check list).
b. Emisi dari kegiatan pengolahan dan/atau pemanfaatan limbah B3:
- Pemenuhan terhadap BME
- Jumlah parameter yang diukur dan dianalisa
- Frekuensi pengukuran
c. Effluent dari kegiatan pengolahan dan/atau penimbunan dan/atau pengelolaan limbah B3 lainnya :
58
No. Aspek Penilaian Temuan Lapangan
Rencana Tindak Lanjut
d. Standar Mutu Produk dan/atau kualitas limbah B3 untuk pemanfaatan
4. Open dumping, pengelolaan tumpahan, dan penanganan media/tanah terkontaminasi limbah B3 :
Jenis limbah dan jumlah limbah yang di open dumping
Rencana pengelolaan lahan terkontaminasi
Kesesuaian rencana dengan pelaksanaa pengelolaan lahan terkontaminasi
Jumlah total limbah dan tanah terkontaminasi yang dilakukan pengelolaan
Perlakuan pengelolaan limbah dan tanah terkontaminasi yang diangkat sesuai perencanaan
SSPLT (surat status pemulihan lahan terkontaminasi)
Ketentuan dalam SSPLT
5. Jumlah limbah B3 yang dikelola (Neraca Limbah B3)
6. Pengelolaan limbah B3 oleh pihak ke-3
a. Pengelolaan melalui pengumpul limbah B3
Masa berlaku izin
Kesesuaian jenis limbah B3 yang dikumpul dengan izin yang berlaku
Kontrak kerjasama penghasil limbah dan pengumpul limbah
Kontrak kerjasama antara pengumpul dengan pihak pemanfaat, pengolah atau penimbun
Ada/tidak masalah pencemaran lingkungan
b. Pihak ke-3 pengelola lanjut limbah B3 (pemanfaat/ pengolah/ penimbun)
Masa berlaku izin
Kesesuaian jenis limbah B3 yang dikumpul dengan izin yang berlaku
Kontrak kerjasama penghasil limbah dan pengumpul limbah
Ada/tidak masalah pencemaran lingkungan
59
No. Aspek Penilaian Temuan Lapangan
Rencana Tindak Lanjut
Pihak ke-3 Jasa Pengangkutan
Ada/tidak izin dari Kementerian Perhubungan
Ada/tidak rekomendasi dari KLH
Kesesuaian jenis limbah yang diangkut dengan izin
Kesesuaian alat angkut dengan yang tercantum dalam izin (No. polisi, no. rangka, no. mesin)
Rute pengangkutan sesuai dengan izin
Penggunaan dokumen/manifest yang sah
7. Dumping, injeksi dan pengelolaan limbah B3 dengan cara tertentu:
Izin dumping/izin pengelolaan limbah B3 dengan cara tertentu
Jumlah/volume limbah B3 yang di dumping
8. Pengelolaan Limbah B3 lainnya
D. Penaatan
No. Aspek Pelaksanaan Pengelolaan Limbah B3
Taat Belum Taat Keterangan
1. a. Pendataan jenis dan volume limbah yang dihasilkan
b. Pelaporan
2. Status perizinan pengelolaan limbah B3
3. Pelaksanaan ketentuan dalam Izin
a. Pemenuhan Ketentuan Teknis
b. Pemenuhan Baku Mutu Emisi
c. Pemenuhan Baku Mutu Air Limbah
d. Pemenuhan Pemanfaatan
4. Penanganan open dumping, pengelolaan tumpahan, dan penanganan media terkontaminasi LB3
a. Rencana pengelolaan
b. Pelaksanaan pengelolaan
c. Jumlah tanah terkontaminasi yang dikelola
d. Pelaksanaan ketentuan SSPLT
5. Jumlah limbah B3 yang dikelola sesuai dengan peraturan
6. Pengelolaan limbah B3 oleh pihak ketiga dan pengangkutan limbah B3
7. Jumlah limbah B3 yang dikelola sesuai dengan peraturan
60
E. Kesimpulan Hasil Pengawasan Pengelolaan Limbah B3
..........................................................................................................................................................
..........................................................................................................................................................
..........................................................................................................................................................
61
3.4 Contoh dan Penjelasan Cara Pengisian Berita Acara
Berikut adalah contoh dan penjelasan cara pengisian Berita
Acara Pengawasan yang telah disusun melalui berbagai diskusi dengan
OPD Lingkungan Hidup se-Jawa Barat:
BERITA ACARA
PENGAWASAN PENATAAN LINGKUNGAN HIDUP
Pada hari ini, Selasa tanggal Tiga puluh bulan September tahun Dua Ribu Empat Belas, pukul 16.00 WIB, di Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, kami yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Ir. Hakim Malik Instansi : BPLHD Provinsi Jawa Barat NIP. : 19601123 198901 1 001 Pangkat/Gol : Pembina/IV a Jabatan : PPLH Beserta anggota pengawas:
Nama NIP/PPLH Jabatan
1. Harry Gunawan, ST, M.Eng
2. Meisyara, ST
19721123 199901 1 001
19871123 201001 2 001
Kasubid Pembinaan BPLHD Jawa Barat
Staf Subid Pembinaan BPLH Kota Bandung
secara bersama-sama telah melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap : Perusahaan : PT. Prima Utama Persada Alamat : Jl. ABCDE No.20, Kec. ABCDE, Kel ABCDE Telp/Fax : 022-45xxxxx/022-45xxxxx
Pihak Perusahaan Nama Puspita Sari Jabatan : Manager HSE No.Kontak : 08123920xxxxx Email : [email protected]
Pengawasan dan pemantauan tersebut dilakukan berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan PENGAWASAN PENAATAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP, yang terdiri dari pemantauan, pemeriksaan dan verifikasi teknis terhadap pelaksanaan kegiatan Pengendalian Pencemaran Air dan Pengendalian Pencemaran Udara. Catatan temuan-temuan lapangan selama pengawasan dan pemantauan tersebut disajikan dalam Lampiran Berita Acara ini dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Berita Acara ini. Demikian Berita Acara Pengawasan Penaatan Lingkungan Hidup ini dibuat dengan sebenar-benarnya dan disaksikan oleh yang bertanda tangan di bawah ini.
BPLHD Prov. Jabar
BPLH Kota Bandung
Pihak Perusahaan
Nama : Ir. Hakim Malik Nama : Meisyara, ST Nama : Puspita Sari Ttd : Ttd : Ttd :
Nama : Harry Gunawan, ST, M.Eng Nama : Haryono Ttd : Ttd :
62
LAMPIRAN BERITA ACARA PENGAWASAN PENAATAN LINGKUNGAN HIDUP
Nama Perusahaan : PT. Prima Utama Persada
Jenis Industri : Tekstil
Lokasi Kegiatan : Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat
UMUM
Nama Perusahaan : ....
Alamat lokasi kegiatan : .…
Telp./Fax. : ....
Alamat Kantor Pusat : ….
Telp./Fax. : ....
Nama Holding Company : -
Alamat Kantor Holding Company : -
Telp./Fax. : -
Tahun Berdiri Perusahaan/ Beroperasi
Perusahaan
: ..
Jenis Industri : .....
Status Permodalan : ...
Luas Area Pabrik/Lokasi Kegatan : ......
Jumlah Karyawan : …..
Kapasitas Produksi Terpasang : .....
Produksi Rill : .....
Bahan Baku Utama :
Bahan Penolong : (aditif)
Prosentase Pemasaran Eksport : .......... %
Prosentase Pemasaran Domestik/Lokal : ........... %
Dokumen Lingkungan yang dimiliki : ....
Nama Personal Kontak : ...
Nomor HP dan e-mail Personal Kontak : .....
PROSES PRODUKSI : (lampirkan proses produksi (diagram/bagan alir/gambar)
63
RINGKASAN TEMUAN LAPANGAN:
I. DOKUMEN LINGKUNGA/IZIN LINGKUNGAN (AMDAL/UKL-UPL)
No.
Kewajiban
Penanggungjawab Usaha
sesuai PP 27/2012
Penaatan Temuan
1. Memiliki dokumen lingkungan/
izin Lingkungan.
Taat/Tidak Taat Sudah/Belum memiliki
dokumen lingkungan :
(sebutkan dokumen
lingkungan : Amdal,
UKL/UPL)
2. Melaksanakan ketentuan
dalam dokumen lingkungan/izin
lingkungan :
C. Deskripsi kegiatan (luas
area dan kapasitas
produksi)
D. Pengelolaan lingkungan
terutama terutama aspek
pengendalian pencemaran
air, pengendalian
pencemaran udara, dan
Pengelolaan LB3 (matriks
pengelolaan dan matriks
pemantauan)
Taat/Tidak Taat - Luas area dan kapasitas
produksi sesuai/Tidak
sesuai dengan ketentuan
dokumen lingkungan
- Telah melaksanakan
pengendalian pencemaran
udara dan pengelolaan
limbah B3 sesuai dengan
ketentuan dalam dokumen
lingkungan.
3. Melaporkan pelaksanaan
dokumen lingkungan/izin
lingkungan (terutama aspek
pengendalian pencemaran air,
pengendalian pencemaran
udara, dan Pengelolaan LB3)
Taat/Tidak Taat Telah/belum melaporkan
pelaksanaan RKL-RPL
secara periodik setiap 6
bulan sekali kepada BPLH
Kota Bandung dan
tembusan ke BPLHD
Provinsi Jawa Barat dan
Kementerian Lingkungan
Hidup.
II. PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
a. Perusahaan ini mempunyai beberapa titik penaatan sebagai berikut:
No Nama
Outlet
Lokasi Koordinat Sumber Keterangan
1. IPAL Sebelah
selatan
pabrik
LS : 06⁰21’50.5”
BT : 170⁰31’22.03”
Proses
Produksi
Berfungsi
dengan baik
64
b. Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC)
No Titik
Penaatan No. Izin
Instansi
Penerbit Izin Masa Berlaku Keterangan
1. IPAL No.... BLH Kab/Kota...
BPPT...
19/9/12 – 19/9/15
(3 tahun)
(sebutkan badan air penerima serta debit maksimum. sebutkan juga baku
mutu yang diacu/ IPLC belum dilampirkan BMLC).
2. Utilitas
c. Data swapantau periode Bulan Januari 2014 sampai dengan Bulan Desember 2014 sebagai berikut:
TAHUN 2014 BMAL Ket
Konsentrasi (mg/L)
Parameter Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nov Des
Outlet 1
BOD5 40 10 15 37 35 26 30 19 15.5 22.75 20.1 33 50
mg/L
KepGub No.6 Tahun 1999 Lampiran III Gol.
1 (sesuai dengan IPLC)
Parameter...
Produksi
(ton/bln)
2000 1989 1900 … … … … … … … … …
Debit
(m3/bln)
100 … … … … … … … … … … …
65
d. Persyaratan teknis:
Persyaratan teknis Ya / Tidak Keterangan
Melakukan pemantauan self
monitoring menggunakan laboratorium
terakreditasi
Ya/Tidak (lampirkan copy akreditasi lab
dan berikut parameternya)
Memisahkan saluran pembuangan air
limbah dengan saluran air hujan
Ya / Tidak (lampirkan dengan foto)
Saluran air limbah kedap air Ya / Tidak
Memasang alat pengukur debit
(flowmeter) atau laju alir air limbah
Ya / Tidak (terpasang flowmeter tipe …
(lampirkan dengan foto))
Melakukan pencatatan pH air limbah
harian dan debit air limbah harian;
Ya / Tidak (lampirkan dengan copy log
book)
Menetapkan titik penaatan untuk
pengambilan contoh uji
Ya / Tidak (telah dilengkapi dengan titik
koordinat di lokasi titik
penaatan (lampirkan foto))
Tidak melakukan pengenceran air
limbah ke dalam aliran buangan air
limbah
Ya / Tidak (kalau ada bypass atau potensi
tumpahan langsung ke
lapangan, lampirkan dengan
foto)
e. Perhitungan Beban Pencemaran :
No Parameter Beban Inlet
(Ton/Tahun)
Beban Outlet
(Ton/Tahun)
1. BOD .... ….
... …. .... ….
Catatan:
Cara menghitung beban pencemaran:
Beban Pencemaran (Ton/bulan) = (
)
Beban Pencemaran (Ton/tahun) = Kumulatif beban pencemaran per
bulan (Beban Pencemaran selama 1 Tahun)
f. Informasi lain:
1) Jumlah IPAL : 1 buah
2) Proses IPAL : Pengolahan Fisika-Kimia
3) Diagram alir IPAL : InletKoagulasi Flokulasi Sedimentasi Outlet
4) Kapasitas IPAL : 500 m3/hari
5) Bahan Kimia IPAL : PAC
6) Debit Riil Outlet Saat Kunjungan : 100 m3/hari
66
g. Hasil verifikasi lapangan terhadap kondisi IPAL dan kualitas air limbah :
Secara visual, air outlet IPAL jernih, pH 6,9, dan suhu 26,6o C. Perusahaan belum
melaporkan kinerja pengelolaan lingkungan ke BPLH Kota Bandung, BPLHD Prov. Jawa
Barat, dan Kementerian Lingkungan Hidup (tambahkan penjelasan lainnya sesuai dengan
kondisi di lapangan).
67
III. PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA
Ringkasan Temuan Lapangan:
a. Sumber emisi udara berasal dari: Steam Boiler, Oil Thermal Heater dan Genset ......
b. Tabel sumber emisi :
No Sumber Emisi
Spesifikasi Cerobong Sarana Pendukung Sampling
Ket Bentuk
Cerobong Kode
D
atau
De
(cm)
H
(m)
Tinggi Lubang
dari Elbow (m) Alat PPU
Lubang
Sampling Flange
Lantai
Kerja Tangga Koordinat Pagar
1. 1 Unit Boiler:
Kapasitas : 1200
ton/jam
Bahan Bakar
solar
Jenis
pengoperasian:
aktif/cadangan
Silinder B-1 100 10 8 Scrubber √ √ √ - LS: 06⁰21’51”
BT:
170⁰31’22.03”
√ Tangga
Portable
2. ...
3. ...
Jumlah Total Cerobong
Aktif
1
68
c. Ketaatan Parameter dari Sumber Emisi yang Dipantau Tahun 2014
No Sumber
Emisi
Kode Parameter Semester 1
(mg/m3)
Semester 2
(mg/m3)
Baku Mutu
(sebutkan BMEU)
1. 1 Unit Boiler
Kapasitas : 1200
ton/jam
Bahan Bakar :
Solar
Jenis
Pengoperasian:
Aktif
B-1 SO2 250 500 700 mg/m3
NO2 410 300 700 mg/m3
Partikulat 150 100 200 mg/m3
Opasitas 10 10 15%
2. …
d. Perhitungan Beban Pencemaran Udara (Ton/tahun)
No. Parameter Semester II Tahun Semester I Tahun
1.
2.
Catatan:
Cara menghitung beban pencemaran udara:
Beban Pencemaran (Ton) =
(
) (
)
x 3600
Beban Pencemaran (Ton/tahun) = Kumulatif beban pencemaran per
bulan (Beban Pencemaran selama 1 Tahun)
e. Data Kualitas Ambien
Pengujian kualitas ambien : (Ada/Tidak ada*)
Periode pengujian : Semester II tahun 2014 bulan Agustus
Laboratorium Penguji : ………………………………………...................
f. Hasil verifikasi lapangan terhadap pengendalian pencemaran udara : Perusahaan belum
melaporkan kinerja pengelolaan lingkungan ke BPLH Kota Bandung, BPLHD Prov. Jawa
Barat, dan Kementerian Lingkungan Hidup. Cerobong B-2 belum beroperasi karena masih
dalam proses pembangunan. Boiler direncanakan beroperasi bulan Januari 2015
(tambahkan penjelasan lainnya sesuai dengan kondisi di lapangan).
69
IV. PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (LIMBAH B3)
A. Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Pengelolaan LimbahB3
Status Perizinan
No. SK/ No. Surat
Masa Berlaku Keterangan
Penyimpanan Sementara
√ (bila mempunyai izin diisi dengan tanda “√” sedangkan bila tidak mempunyai izin diisi dengan “---” Jika izin masih dalam proses, dilihat dimana proses akhirnya, apabila di perusahaan maka tidak taat, apabila di instansi yang bertanggung jawab maka taat)
Sk bupati/ walikota, No.…… izin dari BPPT misalnya) , tanggal surat izin
5 (lima) tahun(lihat di
izin)
- 1 unit TPS LB3 dengan ukuran (19,6 x 5,2 x 2)m untuk menyimpan limbah sludge, oli bekas
- TPS LB3 berada di titik koordinat LS: 06⁰21’51.6”
BT: 170⁰31’22.03”
- Persetujuan penyimpanan limbah B3 lebih dari 90 hari
(sebutkan dengan lengkap serta diisi dengan hal-hal yang penting untuk diinformasikan, seperti limbah yang dapat disimpan, batas masa penyimpanan di TPS yang tidak standar, kronologis persuratan pengajuan izin yang masih dalam proses)
70
Pengelolaan LimbahB3
Status Perizinan No. SK/ No. Surat
Masa Berlaku
Keterangan
Pemanfaatan
√
Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 52 Tahun 2014 tanggal 28 Maret 2014
5 (lima) tahun
Pemanfaatan oli bekas untuk substitusi bahan bakar di Steam Coal Boiler (SCB)
√
SK. Menteri Lingkungan Hidup, Nomor : 568 Tahun 2009, tanggal 27 September 2010
5 (lima) tahun
Pemanfaatan abu batubara (fly ash dan bottom ash) sebagai bahan baku pembuatan batako dan paving block
Pengolahan √
SK. Menteri Lingkungan Hidup, Nomor : 455 Tahun 2009 tanggal 13 Agustus 2009
5 (lima) tahun
Pengoperasian incenerator untuk Pembakaran limbah B3 sludge ETP (Polyester), limbah cair (lab dan plant), kain majun terkontaminasi, kemasan bekas B3 dan katalis Sb2O3 serta limbah cair ex laboratorium yang berasal dari kegiatannya sendiri
Penimbunan √
SK. Menteri Lingkungan Hidup, Nomor : 261 tahun 2010, Tanggal 14 Oktober 2010.
Sampai landfill penuh
Izin penimbunan/Landfill fly ash/bottom ash.
Kategri landfill Kelas 1 (secure landfill double liner)
Catatan:
Kolom pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan diisi apabila
perusahaan melakukan kegiatan tersebut.
B. Neraca Limbah B3 Periode 01 Jan 2014 – 31 Des 2014
Jenis Limbah
Satuan Limbah Dihasilkan
Limbah Dikelola
Limbah Belum
Dikelola
Perlakuan
A. Sumber Dari Proses Produksi
Residu Destilasi
Ton 0.2 0.2 0 Disimpan di TPS Limbah B3 dengan masa simpan masih
sesuai dengan izin
71
Jenis Limbah
Satuan Limbah Dihasilkan
Limbah Dikelola
Limbah Belum
Dikelola
Perlakuan
B. Sumber Dari Luar Proses Produksi
Fly ash/Bottom ash batubara Boiler
Ton 50
15
0
Diserahkan dan diangkut oleh PT. Wastec International dengan Kode Manifest HL
9 Dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan batako dan paving block
25 Dilakukan penimbunan di landfill sesuai dengan izin
1 Disimpan di TPS Limbah B3 dengan masa simpan masih sesuai dengan izin
Sludge IPAL Ton 75
74
0
Diserahkan dan diangkut oleh PT. Wastec International dengan Kode Manifest HL
1 Disimpan di TPS Limbah B3 dengan masa simpan masih sesuai dengan izin
Majun terkontaminasi
Ton 5 5 0 Diolah melalui incinerator sesuai dengan izin
Kemasan Bekas
Ton 1 1 0 Diolah melalui incinerator sesuai dengan izin
Lampu TL Bekas
Ton 0.041
0.038
0
Diserahkan ke PT. PPLI melalui transporter PT. Jasa Medivest dengan Kode Manifest QR.
0.003 Disimpan di TPS Limbah B3 dengan masa simpan masih sesuai dengan izin
Scrap terkontaminasi LB3
Ton 249.072 249.072 0 Dikirim ke PT. Putra Harapan Urip melalui transporter PT. Putra Harapan Urip (kode manifest : AAA)
Limbah Medis Ton 0.002 0.002
0
Diserahkan dan diangkut oleh PT. Jasa Medivest dengan Kode Manifest QR.
E-Waste Ton 0 0 0 Belum dihasilkan sampai dengan periode pengawasan
C. Sumber Dari Kegiatan Lain
Oli Bekas Ton 608.200 602.050
0
Dimanfaatkan sendiri sebagai subtitusi bahan bakar di boiler
6.150 Disimpan di tanki induk
TOTAL Ton 988.515 988.515 0
Persentase % 100 0
Ket : 60.90% limbah B3 dimanfaatkan sendiri sebagai substitusi bahan bakar di boiler, 34.20%
diserahkan ke pihak ke tiga yang berizin, 2.53% ditimbun (landfill), 0.91% dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan batako dan paving block, 0.85% masih disimpan di TPS, dan
0.61% diolah dengan insinerator. Secara umum 100% limbah B3 sudah dikelola sesuai
dengan peraturan yang berlaku dan persyaratan dalam izin.
72
Catatan :
1. Kolom “limbah belum dikelola” diisi jika limbah B3 disimpan di luar TPS
limbah B3, dikelola oleh pihak ketiga yang tidak berizin dan dilakukan
pengelolaan oleh perusahaan tanpa izin.
2. kolom perlakuan lihat di logbook/neraca dan manifest salinan 7.
C. Temuan dan Rekomendasi
No. Aspek Penilaian Temuan Lapangan
Rencana Tindak Lanjut
1 Pendataan Jenis dan Volume
a. Limbah yang dihasilkan
Identifikasi jenis limbah B3 Telah melakukan identifikasi terhadap seluruh limbah B3 yang dihasilkan.
Tetap melakukan identifikasi terhadap seluruh limbah B3 yang dihasilkan.
Pencatatan Jenis dan Volume Limbah B3 yang dihasilkan
Telah melakukan pencatatan terhadap jenis dan volume seluruh limbah B3 yang dihasilkan.
Tetap melakukan pencatatan terhadap jenis dan volume seluruh limbah B3 yang dihasilkan.
Pendataan Pengelolaan Lanjutan Limbah B3
Telah melakukan pendataan pengelolaan terhadap jenis limbah yang teridentifikasi dan telah melakukan pengelolaan lebih lanjut.
Tetap melakukan pendataan terhadap identifikasi dan dan tetap melakukan pengelolaan lebih lanjut.
b. Pelaporan Belum melaporkan realisasi pengelolaan semua limbah B3 yang dihasilkan dengan menyampaikan neraca limbah B3, logbook, dan manifest salinan #2 per triwulan kepada BPLH Kota Bandung dengan tembusan kepada BPLHD Provinsi Jawa Barat, Kementerian Lingkungan Hidup.
Wajib melaporkan realisasi pengelolaan semua limbah B3 yang dihasilkan dengan menyampaikan neraca limbah B3, logbook, dan manifest salinan #2 per triwulan kepada BPLH Kota Bandung dengan tembusan kepada BPLHD Provinsi Jawa Barat, Kementerian Lingkungan Hidup.
2. Perizinan Pengelolaan LB3
Kepemilikan izin PLB3 yang dipersyaratkan
1. Surat Rekomendasi Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) Limbah B3 dari BPLH Kota Bandung, Nomor : 660.1/254/wasdal tertanggal 16 Juli 2013.
Tetap memiliki izin pengelolaan limbah B3 yang dipersyaratkan.
73
No. Aspek Penilaian Temuan Lapangan
Rencana Tindak Lanjut
2. Izin Pemanfaatan Limbah B3 dari Kementerian Lingkungan Hidup Nomor 26 Tahun 2013, tertanggal 21 Januari 2013.
3. SK. Menteri Lingkungan Hidup, Nomor : 568 Tahun 2009, tanggal 27 September 2010
4. SK. Menteri Lingkungan Hidup, Nomor : 455 Tahun 2009 tanggal 13 Agustus 2009
5. SK. Menteri Lingkungan Hidup, Nomor : 261 tahun 2010, Tanggal 14 Oktober 2010.
Masa berlaku izin 1. Rekomendasi Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) Limbah B3 masa berlaku 2 (dua) Tahun;
2. Izin Pemanfaatan Sludge IPAL masa berlaku 5 (lima) Tahun.
3. Izin Pemanfaatan Abu Batu Bara masa berlaku 5 (lima) Tahun.
4. Izin Pengolahan (Incinerator) masa berlaku 5 (lima) Tahun.
5. Izin Penimbunan/Landfill masa berlaku 5 (lima) Tahun.
Tetap memastikan semua izin yang dimiliki masih berlaku
3. Pelaksanaan ketentuan izin :
a. Pemenuhan terhadap ketentuan teknis dalam izin selain Baku Mutu Emisi, Effluent dan Standard Mutu (check list).
100% Pemenuhan ketentuan teknis Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 (Ketentuan TPS Limbah B3 telah sesuai dengan Kepdal Nomor : 01/1995 tentang Tata cara Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3); dan
100% Pemenuhan ketentuan teknis Pemanfaatan oli bekas Limbah B3 (Ketentuan Pemanfaatan Limbah B3 telah sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 26 Tahun 2013, tertanggal 21 Januari 2013 tentang Izin Pemanfaatan limbah B3).
Pemanfaatan Limbah B3 - Tata tata cara penyimpanan fly
ash/bottom ash di lokasi kegiatan produksi batako dan paving blok belum sesuai dengan Kepdal Nomor : 01 Tahun 1995 tentang Tata cara
Tetap menjaga ketentuan teknis Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) Limbah B3 dan pemanfaatan oli bekas sesuai dengan peraturan yang berlaku.
74
No. Aspek Penilaian Temuan Lapangan
Rencana Tindak Lanjut
penyimpanan limbah B3. Fly ash/bottom ash disimpan disimpan dengan sistem curah, sebagian berada di dalam tempat yang terlindung dari masuknya air hujan, dan sebagian lagi disimpan di tempat terbuka.
Pengolahan Limbah B3 - Belum melakukan pencatatan
temperatur ruang bakar secara keseluruhan. Pencatatan hanya dilakukan pada ruang bakar 1.
- Berdasarkan pencatatan pihak perusahaan, temperatur ruang bakar 1 belum sesuai dengan ketentuan, yaitu hanya 400 OC. Sedangkan ketentuan dalam izin, bahwa selama pembakaran limbah B3, kondisi temperatur ruang bakar 1 berkisar antara 800 OC – 1.000 OC, dan ruang bakar 2 bekisar antara 1.000 OC – 1.100 OC.
Penimbunan Limbah B3 - Sedang dalam proses
penutupan dan alih fungsi lahan.
b. Emisi dari kegiatan pengolahan dan/atau pemanfaatan limbah B3:
- Pemenuhan terhadap BME Hasil analisa emisi 2 (dua) buah cerobong boiler pada Semester II Tahun 2012 (bulan Juli 2013) dan Semester I Tahun 2013 (bulan Januari 2013) telah memenuhi BME sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor : 26 Tahun 2013, tertanggal 21 Januari 2013 tentang Izin Pemanfaatan limbah B3 PT. Sinkona Indonesia Lestari.
Tetap menjaga kualitas udara emisi boiler selalu memenuhi baku mutu
- Jumlah parameter yang diukur dan dianalisa
Jumlah Parameter yang diukur dan dianalisa telah sesuai dengan ketentuan perizinan, yaitu : Partikel, SO2, NO2, HF, HCl, CO, CH4, As, Cd, Cr, Pb, Hg, Ti dan opasitas.
Tetap melakukan penggukuran emisi cerobong dengan jumlah parameter sebagaimana tercantum dalam izin
- Frekuensi pengukuran Frekuensi pengukuran telah sesuai dengan ketentuan perizinan yaitu setiap 6 (enam) bulan sekali.
Tetap melakukan pemantauan kualitas udara emisi cerobong sebagaimana tercantum dalam izin.
75
No. Aspek Penilaian Temuan Lapangan
Rencana Tindak Lanjut
c. Effluent dari kegiatan pengolahan dan/atau penimbunan dan/atau pengelolaan limbah B3 lainnya:
Pemenuhan terhadap BMAL Semua parameter hasil pengolahan air lindi (basin clarifier) sudah memenuhi baku mutu.
Tetap mempertahankan kinerja IPAL CPP sehingga hasilnya tetap memenuhi baku mutu.
Jumlah parameter yang diukur dan dianalisa
Jumlah parameter yang diukur dan dianalisa sesuai dengan Permen LH No. 8 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha/Kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Thermal.
Tetap melakukan pemantauan dan analisa dengan jumlah parameter sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Frekuensi pengukuran Frekuensi pengukuran telah sesuai dengan ketentuan perizinan yaitu setiap 1 (satu) bulan sekali.
Tetap melakukan pemantauan kualitas udara emisi cerobong sebagaimana tercantum dalam izin.
d. Standar Mutu Produk dan/atau kualitas limbah B3 untuk pemanfaatan
Pemenuhan terhadap standard (mis : kuat tekan, toleransi kadar pencemar dalam limbah B3 yang akan dimanfaatkan)
Sudah melakukan analisa uji tekan terhadap hasil pemanfaatan batako dan paving blok sesuai dengan SII-0964-84.
Tetap memperhatikan komposisi campuran antara semen, pasir dan fly ash/bottom ash dalam kegiatan pemanfaatan fly ash/bottom ash menjadi batako dan paving blok.
Frekuensi pengukuran/pengujian
Pengujian dilakukan sebagai persyaratan izin.
-
4. Open dumping, pengelolaan tumpahan, dan penanganan media/tanah terkontaminasi limbah B3 :
Kegiatan yang dimaksud adalah penanganan lahan terkontaminasi dari ceceran oil yang berjumlah 22 titik.
Jenis limbah dan jumlah limbah yang di open dumping
Ceceran oil yang diakibatkan dari adanya kebocoran Marine Hose di SPM 150 DWT.
Rencana pengelolaan lahan terkontaminasi
Telah melakukan penanganan lahan terkontaminasi pada 22 titik sesuai dengan rencana, yaitu :
Penganan ceceran yang berada di perairan SPM 150 DWT dilakukan dengan cara memasang Oil Boom dan penyemprotan dengan oil
76
No. Aspek Penilaian Temuan Lapangan
Rencana Tindak Lanjut
dispersant. Oil Dispersant yang digunakan sesuai rekomendasi Ditjen Migas No 1840 /28.02/DMT/ 2006;
Melokalisir Ceceran oil agar tidak meluas
Melakukan clean up terhadap tanah dan pasir diseluruh lahan terkontaminasi.
Kesesuaian rencana dengan pelaksanaa pengelolaan lahan terkontaminasi
Pelaksanaan pengelolaan lahan terkontaminasi telah sesuai dengan rencana yang telah dibuat
Tetap memastikan pelaksanaan pengelolaan lahan terkontaminasi telah sesuai dengan rencana yang telah dibuat
Jumlah total limbah dan tanah terkontaminasi yang dilakukan pengelolaan
Jumlah limbah B3 berupa tanah/pasir serta kemasan dan material terkontaminasi sebanyak 9.509,57 ton;
Perlakuan pengelolaan limbah dan tanah terkontaminasi yang diangkat sesuai perencanaan
Telah dilakukan pengelolaan lanjutan terhadap semua limbah B3 dari kebgiatan penaganan lahan terkontaminasi tersebut, yaitu :
Tanah/pasir terkontaminasi sebanyak 2,474.58 ton diserahkan kepada Pihak-3 yang berizin yaitu PT. Teknotama Lingkungan Internusa dan plastik bekas terkontaminasi sebanyak 84.4 ton diserahkan kepada PT. PPLi. Bukti penyerahan tanah/pasir serta kemasan terkontaminasi terekam dalam dokumen manifest serta bukti kontrak kerja/MOU pengelolaan limbah B3 dengan PT. TLI maupun PT. PPLi ;
Tanah/pasir terkontaminasi sebanyak 6,950.59 ton dimanfaatkan sebagai material backfill di area TPS Lay down. Hal tersebut sesuai dengan surat rekomendasi dari Deputi IV Kementerian Lingkungan Hidup, Nomor : B-4969/Dep.IV/LH/07/2012 tertanggal 1 Juli 2012 dinyatakan bahwa tanah/pasir terkontaminasi minyak yang
77
No. Aspek Penilaian Temuan Lapangan
Rencana Tindak Lanjut
nilai TPH-nya lebih kecil daripada 1% (10.000 mg/kg) dapat digunakan langsung tanpa harus diolah lebih dahulu. Adapun hasil analisa kadar TPH yang telah dilakukan melalui laboratorium ALS sebesar 109 mg/kg.
SSPLT (surat status pemulihan lahan terkontaminasi)
Telah terbit Surat Status Penyelesaian Lahan Terkontaminasi (SPPLT) dari Kementerian Lingkungan Hidup berdasarkan surat nomor : B-12630/Dep.IV/LH/PDAL/12/2012 tertanggal 27 Desember 2012 yang diperuntukkan untuk 13 (tiga belas) titik. Sementara itu, 8 (delapan) titik sedang dalam proses penerbitan SPPLT dari KLH dan 1 (satu) titik yaitu titik 3 sedang dalam proses pembahasan dengan Kementerian Lingkungan Hidup..
Agar segera melaporkan hasil pembahasan pemulihan lahan terkontaminasi pada area/titik 3 kepada Kementerian Lingkungan Hidup, dan tembusannya kepada BPLH Kota Bandung serta BPLHD Provinsi Jawa Barat.
Ketentuan dalam SSPLT - Ketentuan yang tertera dalam SPPLT adalah perusahaan berkewajiban untuk melakukan monitoring terhadap sedimen dan perairan di lokasi terjadinya pencemaran. Frekuensi pengujian sebagaimana dimaksud dilaksanakan setiap 6 (enam) bulan sekali oleh laboratorium terakreditasi selama 1 (satu) tahun terhitung sejak ditandatanganinya SPPLT;
- Pengujian pertama rencananya akan dilakukan pada awal bulan Juli 2013, dan pada saat ini penunjukan laboratorium sedang dalam proses.
Hasil monitoring sebagai kewajiban yang tertera dalam SPPLT wajib dilaporkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup serta ditembuskan kepada BPLH Kota Bandung serta BPLHD Provinsi Jawa Barat.
5. Jumlah limbah B3 yang dikelola (Neraca Limbah B3)
Jumlah limbah B3 yang dihasilkan dan dikelola dari tangga 1 Juli 2013 s/d 8 Mei 2014 sebanyak 610.613 ton. 98.60% limbah B3 dimanfaatkan sebagai subtitusi bahan bakar di boiler, 0.34% diserahkan ke pihak ketiga yang berizin, 1.06% limbah yang masih tersimpan di TPS limbah B3 menunggu pengelolaan lanjut berikutnya. Secara umum, 100% limbah B3 sudah dikelola sesuai dengan peraturan yang berlaku dan
Tetap mengelola seluruh limbah B3 yang dihasilkan sesuai ketentuan yang berlaku.
78
No. Aspek Penilaian Temuan Lapangan
Rencana Tindak Lanjut
persyaratan dalam izin
6. Pengelolaan limbah B3 oleh pihak ke-3
a. Pengelolaan melalui pengumpul limbah B3
Perusahaan telah menjalin kerjasama pengelolaan limbah B3 yang berupa Scrap terkontaminasi, Kemasan bekas dan oli bekas dengan PT. Putra Harapan Urip yang memiliki Izin Pengumpulan limbah B3 sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor : 06 Tahun 2012, tanggal 20 Januari 2012.
Tetap melakukan kerjasama pengelolaan limbah B3 dengan pihak ketiga yang berizin.
Masa berlaku izin Masa berlaku Izin Pengumpulan Limbah B3 masih berlaku.
Tetap memperhatikan masa berlaku izin pihak ketiga.
Kesesuaian jenis limbah B3 yang dikumpul dengan izin yang berlaku
Jenis limbah yang dikelola oleh PT. PT. Putra Harapan Urip telah sesuai dengan izin yang dimilikinya.
Tetap melakukan pengecekan jenis limbah B3 yang dikelola pihak ketiga sesuai dengan izin yang dimiliki.
Kontrak kerjasama penghasil limbah dan pengumpul limbah
Kerjasama pengelolaan limbah B3 dengan PT. Putra Harapan Urip telah dimuat dalam Surat Perjanjian Kerjasama/MOU nomor :05/PHU/IX/2013 tanggal 1 September 2013.
Tetap bekerjasama dengan pihak ketiga berizin dalam pengelolaan limbah B3 yang dilengkapi dengan kontrak kerja/MOU.
Kontrak kerjasama antara pengumpul dengan pihak pemanfaat, pengolah atau penimbun
PT. Putra Harapan Urip telah bekerjasama dengan pihak pemanfaat/pengolah atau penimbun yaitu dengan :
1. PT. WGI Nomor 04/Log Ref/III/2014;
2. Sarana Alloy Casting Nomor : 036/XI/SAC/SE/2013;
3. PT. Luth Putra Solder
Ada/tidak masalah pencemaran lingkungan
- Tidak ada berita/informasi terkait dengan pencemaran lingkungan yang telah dilakukan oleh pihak ketiga selaku pemanfaat ;
- Telah dilengkapi dengan surat pernyataan dari pihak ketiga dengan nomor : Ref.112/PHU-IV/2013 yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut tidak bermasalah dengan pencemaran lingkungan.
Tetap Update terhadap berita/informasi pencemaran lingkungan dan memiliki surat pernyataan dari pihak ketiga yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut tidak bermasalah dengan pencemaran lingkungan.
79
No. Aspek Penilaian Temuan Lapangan
Rencana Tindak Lanjut
b. Pihak ke-3 pengelola lanjut limbah B3 (pemanfaat/ pengolah/ penimbun)
Perusahaan telah menjalin kerjasama pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan dengan : 1. PT. Wastec International, 2. PT. Jasa Medivest. 3. PT. PPLI
Masa berlaku izin 1. Masa berlaku izin PT. Wastec International adalah 5 tahun sampai dengan tanggal/bulan/tahun
2. Masa berlaku izin PT. Jasa Medivest adalah 5 tahun sampai dengan tanggal/bulan/tahun.
3. Masa berlaku izin PT. PPLI adalah 5 tahun sampai dengan tanggal/bulan/tahun.
Tetap melakukan pengecekan terhadap masa berlaku izin dari pihak ketiga.
Kesesuaian jenis limbah B3 yang dikumpul dengan izin yang berlaku
Jenis limbah B3 yang dikelola oleh PT. Wastec International tidak sesuai dengan izin, sedangkan PT. Jasa Medivest ddan PT. PPLI telah sesuai dengan izin yang dimiliki.
Wajib bekerjasama dengan pihak ketiga yang jenis limbah B3 nya sesuai dengan ijin yang dimiliki.
Kontrak kerjasama penghasil limbah dan pemanfaat,/pengolah/penimbun limbah B3
Surat kontrak kerjasama/MoU antara penghasil dengan :
1. PT. Wastec International yang dimuat dalam Surat Perjanjian Kerjasama/MOU nomor : 604/WI/SKLB3/ VI/2014 dengan masa berlaku sampai dengan 09 Februari 2016.
2. PT. Jasa Medivest yang dimuat dalam Surat Perjanjian Kerjasama/MOU nomor : 421.0d/JM/K-PT.SIL/KSN/IX/2013 dengan masa berlaku sampai dengan 02 September 2014
3. PT. PPLI yang dimuat dalam Surat Perjanjian Kerjasama/MOU nomor 021/PPLI-LOA/III/2013;
Tetap memiliki MoU dengan pihak ketiga pengelola limbah B3 yang berizin.
Ada/tidak masalah pencemaran lingkungan
- Tidak ada berita/informasi terkait dengan pencemaran lingkungan yang telah dilakukan oleh semua pihak ketiga;
- Perusahaan telah memiliki surat pernyataan dari PT. Wastec International, PT. Jasa Medivest dan PT. PPLI yang menyatakan bahwa pihak ketiga tersebut tidak
Tetap memantau atau mencari informasi ada tidaknya pencemaran yang dilakukan oleh pihak ketiga pengelola limbah B3 dan memiliki surat pernyataan dari pihak
80
No. Aspek Penilaian Temuan Lapangan
Rencana Tindak Lanjut
memiliki masalah pencemaran lingkungan
ketiga yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut tidak bermasalah dengan pencemaran lingkungan.
Pihak ke-3 Jasa Pengangkutan
Ada/tidak izin dari Kementerian Perhubungan
1. PT. Wastec International memiliki izin pengangkutan limbah B3 dari Kementerian Perhubungan dengan salah satu nomor izinnya SK. 5984/AJ309/DJPD/2013/360720516BB-0010 dengan masa berlaku sampai dengan 09 Oktober 2014;
2. PT. Jasa Medivest memiliki izin pengangkutan limbah B3 dari Kementerian Perhubungan dengan salah satu nomor izinnya SK. 2111/AJ309/DJPD/2013/320040034BB-0005 dengan masa berlaku sampai dengan 30 April 2014;
3. PT. Putra Harapan Urip. memiliki izin pengangkutan limbah B3 dari Departemen Perhubungan, diantaranya Nomor : SK.542/AJ309/DJPD/2013/ 320750574BB-0002 tanggal 19 Oktober 2013 dengan masa berlaku sampai dengan 21 Oktober 2014.
Tetap melakukan pengecekan terhadap masa berlaku izin pengangkutan
Ada/tidak rekomendasi dari KLH
1. PT. Wastec International memiliki rekomendasi pengangkutan dari Kementerian Lingkungan Hidup Nomor : B-8631/ Dep.IV/LH/PDAL/07/2013 tanggal 29 Juli 2013, dengan masa berlaku 5 (lima) tahun;
2. PT. Jasa Medivest memiliki rekomendasi pengangkutan dari Kementerian Lingkungan Hidup Nomor B-9994/ Dep.IV/LH/PDAL/09/2013 tanggal 10 September 2013, dengan masa berlaku 5 (lima) tahun.
3. PT. Putra Harapan Urip telah memiliki rekomendasi
Tetap melakukan pengecekan terhadap masa berlaku rekomendasi izin pengangkutan
81
No. Aspek Penilaian Temuan Lapangan
Rencana Tindak Lanjut
pengangkutan limbah B3 dari Kementerian Lingkungan Hidup dengan Rekomendasi Nomor : B - 7463/ Dep.IV/ LH/PDAL/06/2013 tanggal 28 Juni 2013 dengan masa berlaku 5 tahun
Kesesuaian jenis limbah yang diangkut dengan izin
Jenis Limbah B3 yang diangkut sesuai dengan izin dan rekomendasi yang berlaku.
tetap bekerjasama dengan pengangkut yang jenis limbah B3-nya sesuai dengan ijin yang dimiliki.
Kesesuaian alat angkut dengan yang tercantum dalam izin (No. polisi, no. rangka, no. mesin)
Alat angkut sesuai dengan izin dan rekomendasi yang berlaku dengan salah satu nomor kendaraan yang tercantum dalam izin adalah :
1. PT. Wastec International (B 9405 IN)
2. PT. Jasa Medivest (D 8396 EE)
3. PT. Putra Harapan Urip (B 9017 MX)
Tetap melakukan pengecekan terhadap alat angkut sesuai izin.
Rute pengangkutan sesuai dengan izin
Rute pengangkutan sesuai dengan izin yang berlaku.
Tetap melakukan pengecekan terhadap rute pengangkutan sesuai dengan izin.
Penggunaan dokumen/manifest yang sah
Manifest salinan #3 dan #7, telah sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan
Tetap menggunakan dan memiliki manifest sesuai dengan ketentuan yang berlaku
7. Dumping, injeksi dan pengelolaan limbah B3 dengan cara tertentu:
Izin dumping/izin pengelolaan limbah B3 dengan cara tertentu
--- ---
Jumlah/volume limbah B3 yang di dumping
--- ---
8. Pengelolaan Limbah B3 lainnya
Perusahaan telah menyimpan oli bekas diluar TPS limbah B3 (dapat diisi dengan temuan yang tidak tertulis dalam kriteria).
Perusahaan wajibmemindahkan oli bekas ke dalam TPS limbah B3
Catatan:
1. Kolom Temuan Lapangan dan Rencana Tindak Lanjut diisi
sesuai dengan kondisi di lapangan terkait dengan kegiatan
perusahaan dalam pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya.
82
2. Kolom Temuan Lapangan :diisi hal-hal yang sesuai dan tidak
sesuai dengan aspek penilaian.
3. Kolom Rencana Tindak Lanjut : diisi dengan hal-hal yang
harus dilakukan selanjutnya terkait dengan temuan lapangan yang
tidak sesuai dengan aspek penilaian. Apabila pada temuan
lapangan sudah sesuai dengan aspek penilaian, maka kolom
rencana tindak lanjut .
D. Penaatan
No. Aspek Pelaksanaan Pengelolaan Limbah B3
Taat Belum Taat Keterangan
1. a. Pendataan jenis dan volume limbah yang dihasilkan
√ --- ---
b. Pelaporan √ ---
2. Status perizinan pengelolaan limbah B3
√ --- ---
3. Pelaksanaan ketentuan dalam Izin
√ --- ---
a. Pemenuhan Ketentuan Teknis
√ --- TPS LB3 memenuhi 100% ketentuan teknis
b. Pemenuhan Baku Mutu Emisi
√ --- ---
c. Pemenuhan Baku Mutu Air Limbah
√ --- ---
d. Pemenuhan Pemanfaatan √ --- ---
4. Penanganan open dumping, pengelolaan tumpahan, dan penanganan media terkontaminasi LB3
---
a. Rencana pengelolaan √ --- ---
b. Pelaksanaan pengelolaan √ --- ---
c. Jumlah tanah terkontaminasi yang dikelola
√ --- ---
d. Pelaksanaan ketentuan SSPLT
√ --- ---
5. Jumlah limbah B3 yang dikelola sesuai dengan peraturan
√ --- 100% limbah B3 dikelola sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
6. Pengelolaan limbah B3 oleh pihak ketiga dan pengangkutan limbah B3
--- √ Jenis limbah B3 yang dikelola oleh PT.
Wastec tidak sesuai dengan izin yang
dimiliki
7. Pengelolaan limbah B3 dengan cara tertentu (antara lain : Dumping, Re-injeksi, dll)
--- --- ---
83
E. Kesimpulan Hasil Pengawasan Pengelolaan Limbah B3
Segera melakukan pelaporan perbaikan sesuai dengan rencana tindak lanjut pada tabel D. dan menyampaikan hasil perbaikan tindak lanjut dari berita acara beserta data-data pendukung kepada BPLH Kota Bandung dengan tembusan kepada BPLHD Provinsi Jawa Barat dan Kementerian Lingkungan Hidup.
84
3.5 Kegiatan Paska Kunjungan Lapangan
Kegiatan paska kunjungan lapangan adalah kegiatan yang
dilaksanakan setelah pengawasan ke industri selesai dilakukan. Pada
prinsipnya kegiatan yang menjadi bagian dari kegiatan paska
kunjungan lapangan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
3.5.1 Pengolahan Data dan Informasi Hasil Pengawasan
Data yang terkait dengan pengendalian pencemaran air dan udara
serta pengelolaan limbah padat non B3 baik berupa hasil analisis
laboratorium maupun temuan di lapangan selanjutnya diolah untuk
dijadikan dasar dalam menetapkan status penaatan serta tindak
pengawasan.
3.5.2 Penyusunan Laporan Pengawasan
Setiap pengawas wajib melaporkan hasil pengawasan kepada pejabat
yang menugaskan/yang memberi tugas. Sementara, isi laporan
memuat tentang profil industri, kondisi lingkungan setempat saat
kunjungan serta data dan informasi tentang pelaksanaan pengendalian
pencemaran.
Data dan informasi yang disampaikan dalam laporan harus dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum dan ilmiah. Berkenaan dengan
hal tersebut maka penulisan sebaiknya:
Harus jelas dan sistematis;
Akurat, aktual dan faktual;
Harus difokuskan sesuai dengan tujuan pengawasan;
Bukan merupakan pendapat, pandangan, dan asumsi-asumsi
pribadi;
Didukung dengan data atau bukti yang akurat dan faktual;
85
Dokumen pendukung seperti foto dan berita acara disebutkan
secara jelas.
Sementara isi atau format laporan seperti format pada lampiran
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 56 Tahun 2006
tentang Pedoman Umum Pengawasan Penaatan Lingkungan Hidup
adalah sebagai berikut:
a. Pendahuluan
b. Kegiatan lapangan
c. Analisis yuridis/ketaatan
d. Kesimpulan dan saran tindak
e. Lampiran
3.5.3 Penyusunan Rekomendasi (Rencana Tindak)
Pengawasan
Data yang terkait dengan pengendalian pencemaran air dan udara
serta pengelolaan limbah B3 baik berupa hasil analisis laboratorium
maupun kondisi di lapangan yang diperoleh dari pihak perusahaan
maupun dari pemerintah daerah selanjutnya akan diolah untuk
dijadikan dasar dalam menerapkan status penaatan serta rencana
tindak pengawasan. Rencana tindak pengawasan bisa berupa
pembinaan maupun penetapan sanksi administrasi. Bagi industri yang
beberapa kali dibina/diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan,
akan tetapi masih belum bisa melaksanakan pengendalian pencemaran
sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka Pemerintah Daerah,
Kabupaten/Kota, maupun KLH baik langsung maupun melalui
Pemerintah Provinsi dapat menindaklanjuti dengan upaya penegakan
hukum. Tindak lanjut pengawasan dapat berupa rekomendasi
pembinaan, teguran, maupun sanksi administrasi sampai pada sanksi
pidana atau perdata.
86
3.5.4 Pemeliharaan Data dan Informasi
Data dan informasi hasil kunjungan perlu disimpan dalam database.
Hal ini diperlukan untuk menghindari adanya data yang hilang serta
mempermudah pengawasan di masa yang akan datang.
87
BAB IV
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
Agar pelaksanaan pengawasan pengendalian pencemaran lingkungan
sesuai amanat Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat lebih efisien
dan efektif, berikut ini daftar berbagai peraturan lingkungan hidup
untuk mempermudah para pengawas dalam melaksanakan tugasnya.
4.1 Peraturan Perundang-Undangan Skala Nasional
Daftar peraturan perundang-undangan skala nasional bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan pengelolaan
sampah berdasarkan lingkupnya:
4.1.1 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
4.1.2 Pengelolaan Sampah
1. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah.
2. Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga.
88
3. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce,
Reuse, Dan Recycle Melalui Bank Sampah.
4.1.3 Perlindungan dan Pengelolaan Air
1. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
2. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun
2003 tentang Pedoman Teknis Pengkajian Pemanfaatan Air
Limbah dari Industri Minyak Sawit pada Tanah di Perkebunan
Kelapa Sawit.
3. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 29 Tahun
2003 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan Pemanfaatan Air
Limbah Industri Minyak Kelapa Sawit pada Tanah di Perkebunan
Kelapa Sawit.
4. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 37 Tahun
2003 tentang Metoda Analisis Kualitas Air Permukaan dan
Pengambilan Contoh Air Permukaan.
5. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 110 Tahun
2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban
Pencemaran Air pada Sumber Air.
6. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 111 Tahun
2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan
Serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah Ke Air atau
Sumber Air.
7. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 114 Tahun
2003 tentang Pedoman Pengkajian Untuk Menetapkan Kelas Air.
89
8. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun
2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air.
9. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 142 Tahun
2003 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman
Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan Serta Pedoman Kajian
Pembuangan Air Limbah Ke Air Atau Sumber Air.
10. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun
2007 tentang Pedoman Pengkajian Teknis Untuk Menetapkan
Kelas Air.
11. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun
2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengelolaan Air Limbah
Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Serta Panas
Bumi Dengan Cara Injeksi.
12. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun
2009 tentang Sertifikasi Kompetensi dan Standar Kompetensi
Manajer Pengendalian Pencemaran Air.
13. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun
2009 tentang Pemanfaatan Air Hujan.
14. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun
2009 tentang Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau
dan/atau Waduk
15. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun
2010 tentang Tatalaksana Pengendalian Pencemaran Air
90
4.1.4 Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3)
1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pengesahan
Stockholm Convention On Persistens Organic Pollutant (Konvensi
Stokholm tentang Bahan Pencemar Organik Yang Persistent)
2. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Bahan Berbahaya dan Beracun
3. Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pengesahan
Vienna Convention for The Ozon Layer dan Montreal Protocol on
substances That Deplete The Ozone Layer As Adjusted and
Amanded by The Second Meeting of Parties London, 27-29 June
1990.
4. Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2005 tentang Pengesahan
Beijing Amendment to the Montreal Protocol on Substances That
Deplete The Ozone Layer (Amandemen Beijing Atas Protokol
Montreal tentang Bahan-Bahan Yang Merusak Lapisan Ozon),
5. Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2005 tentang Pengesahan
Montreal Amendment to the Montreal Protocol on Substances
That Deplete The Ozone Layer (Amandemen Montreal atas
Protokol Montreal tentang Bahan-Bahan Yang Merusak Lapisan
Ozon)
6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun
2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label pada Bahan
Berbahaya dan Beracun.
7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun
2010 tentang Penggunaan Sistem Elektronik Registrasi Bahan
Berbahaya dan Beracun dalam Kerangka Indonesia Nation Single
Window di Kementerian Lingkungan Hidup.
91
4.1.5 Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun
(LB3)
1. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
3. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1993 tentang Pengesahan
Basel Convention on The Control of Transboundary Movements of
Hazardous Wastes and Their Disposal.
4. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2005 tentang Pengesahan
Amendment to the Basel Convention on the control of
Transboundary Movement of hazardous waste and their disposal
(Amandemen Atas Konvensi Basel tentang Pengawasan
Perpindahan lintas batas limbah bahan berbahaya dan
pembuangannya).
5. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3.
6. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor 02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen Limbah B3.
7. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor 03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis
Pengolahan Limbah B3.
8. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor 04/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara Persyaratan
92
Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas
Pengolahan, dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah B3.
9. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor 05/BAPEDAL/09/1995 tentang Simbol dan Label Limbah
B3.
10. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor 255/BAPEDAL/08/1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas.
11. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor 02/BAPEDAL/01/1998 tentang Tata Laksana Pengawasan
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Daerah.
12. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor 03/BAPEDAL/01/1998 tentang Program Kemitraan dalam
Pengelolaan Limbah B3.
13. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun
2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan
Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak
Bumi Secara Biologis
14. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun
2008 tentang Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
15. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun
2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan
Berbahaya dan Beracun
16. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun
2009 tentang Pengelolaan Limbah di Pelabuhan (Menggantikan
Permen No.03 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pengumpulan Dan
93
Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Di
Pelabuhan).
17. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun
2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
18. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun
2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Serta Pengawasan
Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun oleh Pemerintah Daerah
19. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 33 Tahun
2009 tentang Tata Cara Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun.
4.1.6 Perlindungan dan Pengelolaan Keanekaragaman
Hayati
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United
Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati)
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan
Cartagena Protokol on Biosafety to The Convention on Biological
Diversity (Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati Atas
Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati).
4. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan
Hayati Produk Rekayasa Genetika.
94
5. Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1987 tentang Pengesahan
Amandemen 1979 atas Convention on International Trade in
Endangered Species of Wild Fauna and Flora, 1973.
6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 29 Tahun
2009 tentang Pedoman Konservasi Keanekaragaman Hayati di
Daerah
7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor 15 tahun 2012 tentang Panduan Valuasi Ekonomi Ekosistem
Hutan
4.1.7 Perlindungan dan Pengelolaan Tutupan Lahan
1. Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang
Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 04 Tahun 2001 tentang
Pengendalian Kerusakan dan/atau Pencemaran Lingkungan Hidup
yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan
3. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-
43/MENLH/10/1996 tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi
Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis
Lepas Di Dataran
4. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 07 Tahun
2006 tentang Tata Cara Pengukuran Kriteria Baku Kerusakan
Tanah untuk Produksi Biomassa.
5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun
2008 tentang Pencegahan Pencemaran dan/atau Kerusakan
Lingkungan Hidup Akibat Pertambangan Emas Rakyat.
95
6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2012 tentang Panduan Valuasi Ekonomi
Ekosistem Gambut
4.1.8 Pelestarian Fungsi Atmosfer
1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United
Nations Frame Work Convention on Climate Change (Konvensi
Kerangka Kerja PBB Mengenai Perubahan Iklim).
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan
Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (Ratification of Kyoto
Protocol to the United Nations Framework convention on climate
Change)
3. Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pengesahan
Vienna Convention for The Ozon Layer dan Montreal Protocol on
substances That Deplete The Ozone Layer As Adjusted and
Amanded by The Second Meeting of Parties London, 27-29 June
1990
4. Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2005 tentang Pengesahan
Beijing Amendment to the Montreal Protocol on Substances That
Deplete The Ozone Layer (Amandemen Beijing Atas Protokol
Montreal tentang Bahan-Bahan Yang Merusak Lapisan Ozon)
5. Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2005 tentang Pengesahan
Montreal Amendment to the Montreal Protocol on Substances
That Deplete The Ozone Layer (Amandemen Montreal atas
Protokol Montreal tentang Bahan-Bahan Yang Merusak Lapisan
Ozon)
96
6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun
2008 tentang Pedoman Teknis dan Persyaratan Kompetensi
Pelaksanaan Retrofit dan Recycle Pada Sistem Refrigerasi
7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 396 Tahun
2008 tentang Penunjukan Lembaga Sertifikasi Kompetensi untuk
Teknisi Retrofit dan Recycle pada Sistem Refrigerasi
4.1.9 Pelestarian Fungsi Udara
1. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara.
2. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor KEP-205/BAPEDAL/07/1996 tentang Pedoman Teknis
Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak.
3. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-
45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara.
4. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor KEP-107/BAPEDAL/11/1997 tentang Pedoman Teknis
Perhitungan dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar
Pencem Udara.
5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 07 Tahun
2007 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Ketel
Uap.
6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 07 Tahun
2007 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha
dan/atau Kegiatan Pembangkit Tenaga Listrik Termal
97
7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun
2010 tentang Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di
Daerah
8. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 35 Tahun
2009 tentang Pengelolaan Halon
9. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun
2010 tentang Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di
Daerah
10. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun
2011 tentang Standar Kompetensi dan Sertifikasi Kompetensi
Penanggung Jawab Pengendalian Pencemaran Udara
4.1.10 Perlindungan dan Pengelolaan Laut
1. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran dan/atau Perusakan Laut.
2. Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2006 tentang
Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut
3. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun
2001 tentang Kriteria Baku Mutu Kerusakan Terumbu Karang.
4. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor 47 Tahun 2001 tentang Pedoman Pengukuran Kondisi
Terumbu Karang.
5. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun
2004 tentang Baku Mutu Air Laut.
98
6. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 179 Tahun
2004 tentang Ralat atas Keputusan MENLH No. 51 Tahun 2004
tentang Baku Mutu Air Laut.
7. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 200 Tahun
2004 tentang Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan
Status Padang Lamun.
8. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun
2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan
Mangrove.
9. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun
2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Pembuangan
Air Limbah ke Laut.
10. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2012 TentangPedoman Penghitungan Beban
Emisi Kegiatan Industri Minyak Dan GasBumi
4.1.11 Instrumen Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
1. Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
1) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun
2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan
Hidup dalam Penataan Ruang
2) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 110
Tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung
Beban Pencemaran Air pada Sumber Air
99
3) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun
2009 tentang Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau
dan/atau Waduk
2. Kajian Lingkungan Hidup Strategis
1) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 27 Tahun
2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup
Strategis
2) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 09 Tahun
2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup
Strategis
3. Tata Ruang
1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penataan
Ruang
2) Peraturan Menteri Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pedoman
Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan
Ruang
4. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan
2) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Hidup Nomor 56 Tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai
Ukuran Dampak Penting.
3) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Hidup Nomor Kep-299/11/1996 tentang Pedoman Teknis
100
Kajian Aspek Sosial dalam Penyusunan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan.
4) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Hidup Nomor Kep-124/12/1997 tentang Panduan Kajian Aspek
Kesehatan Masyarakat dalam Penyusunan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan.
5) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04
Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Kegiatan Pembangunan Permukiman
Terpadu.
6) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05
Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Kegiatan Pembangunan di Daerah Lahan
Basah.
7) Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan
Keterbukaan Informasi dalam Proses Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup.
8) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 49
Tahun 2004 tentang Pendelegasian Kewenangan untuk
Menandatangani Surat Keputusan Kerangka Acuan Analisis
Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
9) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun
2006 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (Menggantikan Keputusan Kepala
BAPEDAL No.09 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan
Amdal)
101
10) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun
2006 tentang Dokumen Pengelolaan Dan Pemantauan
Lingkungan Hidup Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Tidak
Memiliki Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup
11) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun
2006 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (Menggantikan Keputusan Kepala
BAPEDAL No.09 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan
Amdal.
12) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun
2008 tentang Tata Kerja Komisi Penilai Analisis mengenai
Dampak Lingkungan Hidup
13) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 06 Tahun
2008 tentang Tata Laksana Lisensi Komisi Penilai Analisis
mengenai Dampak Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota
14) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun
2008 tentang Persyaratan Kompetensi Dalam Penyusunan
Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Dan
Persyaratan Lembaga Pelatihan Kompetensi Penyusun
Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
15) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 24 Tahun
2009 tentang Panduan Penilaian Dokumen Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup (Menggantikan Kepmen No. 02
Tahun 2000 tentang Panduan Penilaian Dokumen Analisis
Mengenai Dampak lingkungan Hidup).
102
16) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 25 Tahun
2009 tentang Pembinaan dan Pengawasan Terhadap Komisi
Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
17) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 07 Tahun
2010 tentang Sertifikasi Kompetensi Penyusunan Dokumen
AMDAL dan Peryaratan Lembaga Pelatihan Kompetensi
Penyusun Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
18) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 15 Tahun
2010 tentang Persyaratan dan Tata Laksana Lisensi Komisi
Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
19) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun
2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang
Wajib Memiliki AMDAL
20) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik
IndonesiaNomor 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan
Masyarakat Dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup
Dan Izin Lingkungan.
5. Dokumen Lingkungan Hidup
1) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 45
Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Laporan
Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
2) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik
Indonesia Nomor 16 tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan
Dokumen Lingkungan Hidup
103
6. Baku Mutu Lingkungan Hidup
a. Baku Mutu Air dan air Limbah
1) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-
51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi
Kegiatan Industri.
2) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-
52/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi
Kegiatan Hotel.
3) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-
58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi
Kegiatan Rumah Sakit.
4) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112
Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.
5) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 113
Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan
atau Kegiatan Pertambangan Batu Bara.
6) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 122
Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-51/MENLH/10/1995
tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.
7) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 202
Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha
dan/atau Kegiatan Pertambangan Bijih Emas atau Tembaga
104
8) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun
2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah
Pemotongan Hewan.
9) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun
2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Pertambangan Bijih Timah.
10) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 09 Tahun
2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Pertambangan Bijih Nikel.
11) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun
2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Usaha
dan/atau Kegiatan Industri Vinyl Chloride Monomer dan Poly
Vinyl Chloride.
12) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun
2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Minyak dan Gas Serta Panas Bumi.
13) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun
2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Pengolahan Buah-Buahan dan/atau Sayuran.
14) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 06 Tahun
2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan.
15) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun
2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Industri Petrokimia Hulu.
105
16) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 09 Tahun
2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Industri Rayon.
17) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun
2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Industri Purified Terephthalate Acid dan Poly
Ethylene Terephthalate.
18) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun
2008 Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan
Pengolahan Rumput Laut.
19) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun
2008 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Pengolahan Kelapa.
20) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun
2008 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Pengolahan Daging.
21) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 15 Tahun
2008 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Pengolahan Kedelai
22) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun
2008 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Industri Keramik.
23) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun
2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Termal.
106
24) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 09 Tahun
2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Pengolahan Obat Tradisional/Jamu.
25) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun
2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiaan Industri Oleokimia Dasar.
26) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun
2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Peternakan Sapi dan Babi.
27) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 21 Tahun
2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Pertambangan Bijih Besi.
28) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 34 Tahun
2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Pertambangan Bijih Bauksit.
29) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun
2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri.
30) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun
2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Industri Minyak Goreng.
31) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun
2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri Gula.
32) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 06 Tahun
2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri Rokok
dan/atau Cerutu.
107
33) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 19 Tahun
2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Minyak dan Gas.
34) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun
2011 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Gas Metana Batubara.
b. Baku Mutu Air Laut
1) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun
2004 tentang Baku Mutu Air Laut.
2) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 179
Tahun 2004 tentang Ralat atas Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu
Air Laut.
c. Baku Mutu Udara
1) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-
13/MENLH/03/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak
Bergerak.
2) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-
48/MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan.
3) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-
49/MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Getaran.
4) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-
50/MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebauan.
5) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-
45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara.
108
6) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun
2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan
Bermotor Lama((Menggantikan Permen No.35 Tahun 1993
tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor).
7) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 07 Tahun
2007 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi
Ketel Uap.
8) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun
2008 tentang Baku Mutu Emisi Sumber tidak Bergerak Bagi
Usaha dan/atau Kegiatan Industri Keramik.
9) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun
2008 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi
Usaha dan/atau Kegiatan Industri Carbon Black.
10) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 21 Tahun
2008 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi
Usaha an/atau Kegiatan Pembangkit Tenaga Listrik Termal.
11) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun
2009 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan
Bermotor Tipe Baru (Menggantikan Kepmen No.141 Tahun
2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan
Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor Yang Sedang
Diproduksi (current production).
12) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 07 Tahun
2009 tentang Ambang Batas Kebisingan Kendaraan Bermotor
Tipe Baru.
109
13) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun
2009 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi
Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas Bumi.
14) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 tentang Baku MutuEmisi Gas
Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori L3.
15) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik
Indonesia Nomor 07 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Emisi
Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan
Industri Rayon.
16) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2012 tentang Baku Mutu Emisi
Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori L3.
d. Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup
1) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-
43/MENLH/10/1996 tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan
Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian
Golongan C Jenis Lepas Di Dataran.
2) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 07 Tahun
2006 tentang Tata Cara Pengukuran Kriteria Baku Kerusakan
Tanah Untuk Produksi Biomassa.
3) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04
Tahun 2001 tentang Kriteria Baku Mutu Kerusakan Terumbu
Karang.
110
4) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 200
Tahun 2004 tentang Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman
Penentuan Status Padang Lamun.
5) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201
Tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan
Kerusakan Mangrove.
7. Perizinan
1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan
2) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun
2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
3) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun
2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan dan Beracun Serta
Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun oleh Pemerintah Daerah
4) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 29
Tahun 2003 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan
Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Kelapa Sawit pada
Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit.
5) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 111
Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara
Perizinan Serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah Ke
Air atau Sumber Air.
111
6) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 142
Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 111 Tahun 2003 tentang
Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan Serta
Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah Ke Air Atau Sumber
Air.
7) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun
2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan
Pembuangan Air Limbah Ke Laut.
8. Program Insentif dan Disinsentif
1) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-
15/MENLH/4/1996 tentang Program Langit Biru.
2) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP-
45/MENLH/11/1996 tentang Program Pantai Lestari.
3) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
04/BAPEDAL/01/1998 tentang Penetapan Prioritas Daerah
Tingkat I Program Kemitraan Dalam Pengelolaan Limbah B3.
4) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 93
Tahun 2004 tentang Program Bangun Praja.
5) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 252
Tahun 2004 tentang Program Penilaian Peringkat Hasil Uji
Tipe Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru.
6) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun
2006 tentang Program Menuju Indnoesia Hijau.
112
7) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun
2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Adiwiyata.
8) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 20 Tahun
2009 tentang Urusan Pemerintah diBidang Lingkungan Hidup
Yang Dapat Didekonsentrasikan.
9) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 20 Tahun
2009 tentang Program ADIPURA(Menggantikan Permen
No.99 Tahun 2006 tentang Program ADIPURA dan Permen
No.14 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Program
ADIPURA).
10) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun
2011 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan
dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.
11) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 07 Tahun
2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Adipura.
12) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun
2012tentangProgram Menuju Indonesia Hijau.
9. Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup
1) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun
2011 tentang Ganti Kerugian Akibat Pencemaran dan/atau
Kerusakan Lingkungan Hidup.
2) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tentang Nomor 22 Tahun
2012 tentang Perubahan atas Peraturan MENLH Nomor 14
Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Anggaran,
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan pada Satker di
Lingkup Kementerian LH.
113
3) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 24 Tahun 2012
tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan dan Tugas
Pembantuan Bidang Lingkungan Hidup Tahun 2013.
4) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 26 Tahun 2012
tentang Petunjuk Teknis Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus
Bidang Lingkungan Hidup Tahun Anggaran 2013.
10. Audit Lingkungan Hidup
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2013 tentang
Audit Lingkungan Hidup
4.1.12 Data dan Informasi
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 6 Tahun 2011
tentang Pelayanan Informasi Publik.
4.1.13 Pengawasan dan Penegakan Hukum
1. Penegakan Hukum Administrasi
1) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun
2001 tentang Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup dan Pejabat
Pengawas Lingkungan Hidup Daerah.
2) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 56
Tahun 2002 tentang Pedoman Umum Pengawasan Penaatan
Lingkungan Hidup Bagi Pejabat Pengawas.
3) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 57
Tahun 2002 tentang Tata Kerja Pejabat Pengawas Lingkungan
Hidup di Kementerian Lingkungan Hidup.
114
4) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 58
Tahun 2002 tentang Tata Kerja Pejabat Pengawas Lingkungan
Hidup Di Propinsi/Kabupaten/Kota.
5) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 09 Tahun
2010 tentang Tata Cara Pengaduan dan Penanganan
Pengaduan Akibat Dugaan Pencemaran dan/atau Perusakan
Lingkungan Hidup.
6) Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 39 Tahun 2011 tentang Jabatan
Fungsional Pengawas Lingkungan Hidup dan Angka Kreditnya.
7) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun
2012 tentang Tata Laksana Jabatan Penyidik Pegawai Negeri
Sipil Lingkungan Hidup
2. Penegakan Hukum Perdata
1) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga
Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan
Hidup Di Luar Pengadilan.
2) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 77
Tahun 2003 tentang Pembentukan Lembaga Penyedia Jasa
Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Di Luar
Pengadilan (LPJP2SLH) pada Kementerian Lingkungan Hidup.
3) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 78
Tahun 2003 tentang Tata Cara Pengelolaan Permohonan
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Di Luar Pengadilan
pada Kementerian Lingkungan Hidup.
115
4) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyidikan
Tindak Pidana Di Bidang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
4.1.14 Kapasitas Sumber Daya Manusia
1. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 95 Tahun
2004 tentang Klasifikasi Pendidikan dan Pelatihan Lingkungan
Hidup.
2. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 178 Tahun
2004 tentang Kurikulum Penyusunan, Penilaian dan Pedoman
Serta Kriteria Penyelenggaraan Pelatihan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup.
3. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 26 Tahun
2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan
di Bidang Lingkungan Hidup.
4. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun
2007 tentang Pedoman Teknis dan Persyaratan Kompetensi
Pelaksanaan Retrofit dan Recycle pada Sistem Refrigerasi.
5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 06 Tahun
2006 tentang Pedoman Umum Standardisasi Kompetensi Personil
dan Lembaga Jasa Lingkungan.
6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun
2009 tentang Sertifikasi Kompetensi dan Standar Kompetensi
Menager Pengendalian Pencemaran Air.
116
7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 22 Tahun
2009 tentang Tata Laksana Registrasi Kompetensi Bidang
Lingkungan.
8. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 31 Tahun
2009 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penerapan Sistem
Manajemen Lingkungan, Ekolabel, Produksi Bersih, dan Teknologi
Berwawasan Lingkungan di Daerah.
9. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun
2009 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penerapan Standar
Nasional Indonesia dan Standar Kompetensi Bidang Pengelolaan
Lingkungan Hidup di Daerah.
10. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun
2010 tentang Kriteria dan Sertifikasi Bangunan Ramah
Lingkungan.
11. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor 06 Tahun 2012 tentang Pedoman Rencana Pembiayaan
Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup
Daerah Provinsi Dan Daerah Kabupaten/Kota
12. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan
Pendidikan dan/atau Pelatihan di Bidang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
4.1.15 Kapasitas Kelembagaan
1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian
Negara.
117
2. Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2005 tentang Pengesahan
Framework Agreement Between The Government Of The Republic
Of Indonesia And The Secretariat Of The Basel Convention On The
Control Of Transboundary Movement Of Hazardous Waste And
Their Disposal On The Establishment Of A Basel Convention
Regional Centre For Training And Technology Transfer For
Southeast Asia (Persetujuan kerangka kerja antara Pemerintah
republik Indonesia dan Sekretariat Konvensi Basel mengenai
Pengawasan perpindahan lintas batas limbah bahan berbahaya dan
beracun serta pembuangannya tentang pembentukan pusat
regional konvensi basel untuk pelatihan dan alih teknologi bagi
Asia Tenggara.
3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan
dan Organisasi Kementerian Negara.
4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,
Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi,
Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara.
5. Keputusan Bersama Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Kepala
Kepegawaian Negara Nomor 08 Tahun 2002 & Nomor 22 Tahun
2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional
Pengendalian Dampak Lingkungan dan Angka Kreditnya.
6. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
47/Kep/M.Pan/8/2002 tentang Jabatan Fungsional Pengendalian
Dampak Lingkungan dan Angka kreditnya.
7. Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparaturan Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 39 Tahun 2011 tentang Jabatan
Fungsional Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup dan Angka
Kreditnya.
118
8. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 61 Tahun
2003 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penyesuaian
(INPASSING) ke dalam Jabatan dan Angka Kredit Pengendali
Dampak Lingkungan.
9. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 62 Tahun
2004 tentang Tata Cara Permintaan, Pemberian dan Pergantian
Tunjangan Jabatan Fungsional Pengendalian Dampak Lingkungan.
10. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 75 Tahun
2004 tentang Organisasi dan Tata Laksana Pusat Produksi Bersih.
11. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 148 Tahun
2004 tentang Pedoman Pembentukan Kelembagaan Lingkungan
Hidup Daerah.
12. Peraturan MENLH Nomor 19 Tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan
Daerah Kabupaten/Kota.
13. Peraturan MENLH Nomor 20 Tahun 2008 tentang Petunjuk
Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup
Daerah Provinsi Kabupaten/Kota.
14. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun
2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara
Lingkungan Hidup.
15. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 06 Tahun
2009 tentang Laboratorium Lingkungan Hidup.
16. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun
2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup
Tahun 2010 – 2014.
119
17. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2011
tentang Pedoman Tata Naskah Dinas Kementerian Lingkungan
Hidup.
18. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun
2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2010 tentang Rencana
Strategis Kementerian Lingkungan Hidup Tahun 2010 – 2014.
19. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun
2011 tentang Tata Cara Penyusunan Peraturan Perundang-
undangan di Kementerian Lingkungan Hidup.
20. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun
2011 tentang Pedoman Perumusan Materi Muatan Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Peraturan Perundang-
undangan.
21. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 15 Tahun
2011 tentang Pedoman Materi Muatan Rancangan Peraturan
Daerah di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
22. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun
2011 tentang Pedoman Materi Muatan Rancangan Peraturan
Daerah tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Sampah Rumah Tangga.
23. Peraturan Bersama Menteri Negara Lingkungan Hidup Dan Kepala
Badan Kepegawaian Negara Nomor : 09 Tahun 2012 Nomor : 06
Tahun 2012 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi
120
Nomor 39 Tahun 2011 tentang Jabatan Fungsional Pengawas
Lingkungan Hidup Dan Angka Kreditnya.
24. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor 08 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2011 tentang Petunjuk
Teknis Penyelenggaraan Dekonsentrasi Bidang Lingkungan Hidup
Tahun 2012.
25. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup.
26. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2012 tentang Program Kampung Iklim.
27. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor 21 Tahun 2012 tentang Akreditasi Lembaga Pelaksana
Pendidikan dan/atau Pelatihan di Bidang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup .
28. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Negara Lingkungan HIdup Nomor 10A Tahun 2006 tentang
Pedoman Teknis Penyaluran Pembiayaan Bagi Kegiatan Debt for
Nature Swap (DNS) Dengan Pemerintah Jerman Untuk Investasi
Lingkungan Bagi Usaha Mikro Dan Kecil (UMK).
29. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10A Tahun 2006
tentang Pedoman Teknis Penyaluran Pembiayaan Bagi Kegiatan
121
Debt for Nature Swap (DNS) Dengan Pemerintah Jerman Untuk
Investasi Lingkungan Bagi Usaha Mikro Dan Kecil (UMK)
4.1.16 Perjanjian Internasional
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United
Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati).
2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United
Nations Frame Work Convention on Climate Change (Konvensi
Kerangka Kerja PBB Mengenai Perubahan Iklim).
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan
Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (Ratification of Kyoto
Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate
Change).
4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan
Cartagena Protokol on Biosafety to The Convention on Biological
Diversity (Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati Atas
Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati).
5. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pengesahan
Stockholm Convention On Persistens Organic Pollutant (Konvensi
Stokholm tentang Bahan Pencemar Organik Yang Persistent).
6. Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1987 tentang Pengesahan
Amandemen 1979 atas Convention on International Trade in
Endangered Species of Wild Fauna and Flora, 1973.
7. Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pengesahan
Vienna Convention for The Ozon Layer dan Montreal Protocol on
122
substances That Deplete The Ozone Layer As Adjusted and
Amanded by The Second Meeting of Parties London, 27-29 June
1990.
8. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1993 tentang Pengesahan
Basel Convention on The Control of Transboundary Movements of
Hazardous Wastes and Their Disposal.
9. Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2005 tentang Pengesahan
Beijing Amendment to the Montreal Protocol on Substances That
Deplete The Ozone Layer (Amandemen Beijing Atas Protokol
Montreal tentang Bahan-Bahan Yang Merusak Lapisan Ozon).
10. Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2005 tentang Pengesahan
Montreal Amendment to the Montreal Protocol on Substances
That Deplete The Ozone Layer (Amandemen Montreal atas
Protokol Montreal Tentang Bahan-Bahan Yang Merusak Lapisan
Ozon).
11. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2005 tentang Pengesahan
Amendment to the Basel Convention on the control of
Transboundary Movement of hazardous waste and their disposal
(Amandemen Atas Konvensi Basel tentang Pengawasan
Perpindahan lintas batas limbah bahan berbahaya dan
pembuangannya).
12. Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2005 tentang Pengesahan
Framework Agreement Between The Government Of The Republic
Of Indonesia And The Secretariat Of The Basel Convention On The
Control Of Transboundary Movement Of Hazardous Waste And
Their Disposal On The Establishment Of A Basel Convention
Regional Centre For Training And Technology Transfer For
Southeast Asia (Persetujuan kerangka kerja antara Pemerintah
123
republik Indonesia dan Sekretariat Konvensi Basel mengenai
Pengawasan perpindahan lintas batas limbah bahan berbahaya dan
beracun serta pembuangannya tentang pembentukan pusat
regional konvensi basel untuk pelatihan dan alih teknologi bagi
Asia Tenggara.
4.2 Peraturan Perundang-Undangan Skala Provinsi Jawa
Barat
Berikut ini adalah daftar peraturan perundang-undangan skala
provinsi bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan
pengelolaan sampah berdasarkan tahun pembuatan:
1) Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor
6 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan
Industri di Jawa Barat.
2) Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2004
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air.
3) Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 69 Tahun 2005 tentang
Pedoman Penentuan Status Mutu Air.
4) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2006
tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
5) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 11 Tahun 2006
tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
6) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2009
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah
Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013.
124
7) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 7 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Perikanan.
8) Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Pengendalian Pencemaran Air.
9) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2008
tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Bandung
Utara.
10) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Air Tanah.
11) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 8 Tahun 2008
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi
Jawa Barat Tahun 2005-2025.
12) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2010
tentang Pengelolaan Sampah Di Jawa Barat.
13) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 6 Tahun 2011
tentang Pengurusan Hutan Mangrove Dan Hutan Pantai.
14) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2012
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Dan Penaatan Hukum
Lingkungan.
15) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2012
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Dan Penaatan Hukum
Lingkungan.
16) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 23 Tahun 2012
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Di
Jawa Barat.
125
17) Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor 56 Tahun 2012
tentang Rencana Aksi Daerah Penurunan Gas Rumah Kaca.
18) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2013
tentang Pedoman Pelestarian dan Pengendalian Pemanfaatan
Kawasan Lindung.
19) Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2013 tentang
Baku Mutu Air dan Pengendalian Pencemaran Air Sungai Cimanuk,
Sungai Cilamaya dan Sungai Bekasi.
20) Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 78 Tahun 2013 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat
Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
21) Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat
Nomor 660.31/Sk/694-BKPMD/82 Tahun 1982 tentang Tata Cara
Pengendalian dan Kriteria Pencemaran Lingkungan Akibat Industri.
22) Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 660.3/Kep.1197-
Bplhd/2004 tentang Pembentukan Pos Pengaduan Kasus
Pencemaran Dan Perusakan Lingkungan Hidup.
23) Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 660.3/46/BPLHD
Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Inventarisasi dan Identifikasi
Sumber Pencemaran di Jawa Barat (Air).
24) Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 660.31/58/BPLHD
Tahun 2010 tentang Pengendalian Pencemaran Air di DAS
Cilamaya.
ix
DAFTAR PUSTAKA
Hamrat H., dan Bambang P., 2007. Pengawasan Industri dalam Pengendalian Pencemaran Lingkungan, Yayasan Obor Indonesia.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2010. Panduan Penataan Pengelolaan Lingkungan Industri Minyak Sawit. Jakarta: Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2012. Pedoman Pengawasan Kegiatan Industri Elektronika. Jakarta: Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2012. Pedoman Pengawasan Kegiatan Industri Hotel. Jakarta: Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2012. Pedoman Pengawasan Kegiatan Industri Kendaraan Bermotor (Otomotif). Jakarta: Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2012. Pedoman Pengawasan Kegiatan Industri Keramik. Jakarta: Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2012. Pedoman Pengawasan Kegiatan Industri Peleburan Besi dan Baja. Jakarta: Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2012. Pedoman Pengawasan Kegiatan Industri Pulp dan Kertas. Jakarta: Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2012. Pedoman Pengawasan Kegiatan Industri Pupuk. Jakarta: Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2012. Pedoman Pengawasan Kegiatan Industri Rumah Sakit. Jakarta: Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2012. Pedoman Pengawasan Kegiatan Industri Semen. Jakarta: Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2012. Pedoman Pengawasan Kegiatan Industri Tekstil. Jakarta: Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan.
x
Kementerian Lingkungan Hidup. 2013. Pedoman Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Jakarta: Deputi Bidang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Dan Sampah.
Pusdiklat Kementerian Lingkungan Hidup dan Pusdiklat Provinsi Jawa Barat, 2012, Diklat Dasar-Dasar Pengawasan Lingkungan Hidup.
Wahyuni, Sri. 2014. Pengawasan Pengendalian Pencemaran Udara. Bandung: Pelatihan Aparatur Pengawas Kabupaten/Kota.
CHEMICAL ENGINEERING TRANSACTIONS
VOL. 52, 2016
A publication of
The Italian Association of Chemical Engineering Online at www.aidic.it/cet
Guest Editors: Petar Sabev Varbanov, Peng-Yen Liew, Jun-Yow Yong, Jiří Jaromír Klemeš, Hon Loong Lam Copyright © 2016, AIDIC Servizi S.r.l.,
ISBN 978-88-95608-42-6; ISSN 2283-9216
Environmental Index for Palm Oil Mill
Nabila Farhana Jamaludina, Zarina Ab Muis*a, Haslenda Hashima,
Rahmalan Ahamadb
aProcess System Engineering Centre (PROSPECT), Faculty of Chemical and Energy Engineering, Universiti Teknologi
Malaysia, Johor Bahru, Skudai, Malaysia bPalm Oil Research Centre (PORC), Universiti Teknologi Malaysia, Johor Bahru, Skudai, Malaysia
Palm oil mill has been regarded as a profit making industry for the past decades. Besides revenue from the
palm oil production itself, the abundance of biomass could generate high economic return to the palm oils mill
by converting it to value added products. However, the palm oil industry currently suffered various criticisms
and negative reports from the international non-government organizations on the environmental issue. This
paper presents the development and the applicability of environmental index (EI) for palm oil mill in order to
enhance the competitiveness of the industry. The methodology will include the index development and identify
area of weaknesses (hotspot). The index will be able to identify performance of the mills in Environmental
aspect against benchmarks and differentiate every mills performance. By this, the mills can easily identify its
hotspot and take necessary steps to improve. The system will also benefit the marketing team to market its
products (CPO, PKO etc.) to niche markets that seek uptake from mills with lowest footprints (Carbon, water,
energy etc.). The results can be used not only to evaluate the performance of an operating process against
standard benchmarking but also to establish the best environmental practices among palm oil industry. It is
anticipated that the development of environmental index will be an important instrument for supporting
sustainable operation for palm oil mill.
1. Introduction
Some of the research done regarding environmental issues on palm oil area are waste utilization through
thermochemical conversion liquefaction (Awalludin et al., 2015) and innovation on effective utilization of waste
to become renewable energy (Yusoff, 2006). Other than that, eco-labelling for carbon footprint modelling
which can help to measure the value taken of product and services thus reducing impact to the environment
(Choong and Alison, 2013). Most of sustainability trend research from 2004 to 2013 in Malaysia dominate to
technology and residue use area which include to the palm oil mill effluent (POME) treatment and value added
product from the POME. The other hand, index related research is the ENERGY STAR® energy performance
indicator. The ENERGY STAR industry program focuses on encouraging and enabling sustainable corporate
energy management (Gale et al., 2008). Meanwhile, Environmental performance index (EPI), is a global
metric of environmental performance between the countries to protect ecosystems and human health from
environmental harm (NRE, 2014). Tan et al. (2015) proposed a development of the Low Carbon Indicator
(LCCI) for the research that focused on evaluation, implementation and standardization of low carbon cities
(LCC) by measure on waste management, environment control, economic factor and municipal solid waste
(MSW) of the country. Thus, it can be said that Malaysia is still lack of research in palm oil mill area as most of
the research only focused on palm oil plantation area. On top of that tool or application that can measure the
palm oil mill environmental index is needed. The results can be used not only to evaluate the performance of
an operating process against standard benchmarking but also to establish the best environmental
performance among palm oil industry.
DOI: 10.3303/CET1652197
Please cite this article as: Jamaludin N.F., Ab Muis Z., Hashim H., Ahamad R., 2016, Environmental index for palm oil mill, Chemical Engineering Transactions, 52, 1177-1182 DOI:10.3303/CET1652197
1177
2. Methodology
Figure 1: Overall methodology of Environmental Index for Palm Oil Mill
First, extensive review on previous work is conducted to review the drawback of the existing index system.
Secondly, from the availability of the data and literature reading, the potential factors and indicators are
identified. Then, the indicator will be classified according their group called as parameter. This parameter will
represent the indicator grouping for each environmental aspect. Once the indicator, parameter and aspect
have been identified, standard data collection step are started through palm oil related agencies such as
FELDA, RSPO and MSPO and from the industrial study. The data collected are varies in term of unit and
scale, to make it dimensionless, data normalization method is needed to ensure the consistency and accuracy
of the data. The SI are analysed using radar chart so area of weaknesses (hotspot) are clearly identified. The
methodology flowchart of environmental index for palm oil mill as shown in Figure 1.
2.1 Review and raw data collection on current practice in palm oil industry First step, comprehensive review on palm oil mill and management will be conducted to understand the
current practices in palm oil industry. The raw data will be gathered from selected palm oil mill or previous
studies to develop framework of the index. Besides, source of data could be palm oil mill manual, discussion
with plant manager or staff and data extraction from palm oil mill current data system. Palm oil mill will be
classified with different category such as big scale mill, small scale mill, and their technology.
2.2 Indicators and parameter selection
In depth, parameter is a benchmarks of the category and obtained from previous study, palm oil policies and
literature. Therefore, parameters obtained are assigned to one of the suitable category, water or air. Indicator
is a tool to measure the parameter and monitor the sustainability level. Generally, indicators are selected
based on the relevance, performance orientation, transparency, data quality, data sustainability and data
custodian (NRE, 2014). Table 1 profiled the indicators and parameters available. Indicators are given a
symbol and mapped into the palm oil process flowchart as in Figure 2 to give a clear visual of where the
indicator located.
Table 1: List of Parameter and Indicator
Category Parameter Symbol Indicator Symbol
Environmental
Index for Palm
Oil Mill
Water Water Consumption E1 Use of Water UOW
Water Quality E2 BOD5 BOD
COD COD
Oil and Grease O&G
Suspended
Solid
SS
pH PH
Air Air Quality E3 NOX NOX
CO2 CO2
Development of Environmental
Index of Palm Oil Mill
Identify Parameter and Indicator
Review on current practice.
Definition of Category
Analysis of Index
Weighting Average
Proximity to Target calculation
Data Gathering and Establishment
of standard or target
Weak
Performance
Indicator?
Propose
Improvement
Index Profiling for Palm Oil Mill
YES
NO
Index Calculation
Raw Data Collection
1178
Figure 3: Proximity to Target Concept
𝑟𝑎𝑤 𝑑𝑎𝑡𝑎−𝑚𝑖𝑛
𝑡𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡−𝑚𝑖𝑛× 100 (1)
max − 𝑟𝑎𝑤 𝑑𝑎𝑡𝑎
max − 𝑡𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡× 100 (2)
Figure 2: Indicator Location
2.3 Data gathering and establishment of standard or target value Standard value will be obtained from related authorities such as FELDA, DOE and etc. Besides, certain value
will use the industries target as a standard value. For instant, FELDA target to increase Oil Extraction Rate
(OER) production annually more than 21.94 %. Thus, 21.94 % can be used as a benchmark to be achieved by
the indicator. By having the standard value, it can be determined the performance of each indicator as
opposed to the target or specify standard. However, in case of the indicator does not have any target or
standard, trend line data from the industry will be used to determine the best condition to be set as our target.
2.4 Proximity to Target (PTT)
The indicator collected are different in unit and dimension. Each indicator either positive (type A) or negative
indicator (type B), where the positive indicates the high value equates good performance and vice versa
(Sieting, 2015) the concept of Proximity to Target (PTT) is illustrated in Figure 3. PTT is a simple approach of
measure on how close each mill indicator compared to the palm oil standard. Thus, indicators are normalized
using Eq(1) for type A indicator and Eq(2) for type B indicator to get their PTT score.
2.5 Weightage Average In this step, it required expert view to give weight to the parameter using questionnaire and interview because
not every parameter have same value of importance. Might be this parameter will be more important than
another parameter so we will take expert view and opinion to give rating to the parameter.
2.6 Index Calculation Figure 4 shows calculation flow steps to obtain the index value. It starts from normalize data using PTT,
averaged it according their parameter, sum up to the aspect score and lastly obtain the index.
2.7 Sustainability Index Profiling and Analysis of Index Environmental Index Profiling is a method to collect and clustered the result according to their own mill.
Therefore, easier to compile and make comparison between the mill. The analysis of Sustainability Index is
presented using radar chart. Radar chart are selected because it gives explicit results analysis by clearly
shows areas for improvements. The outer ring of the web which mean 100 % score, so towards the outer ring
it shows a better result. Radar chart allows the industries to quickly recognize area which they perform well or
to identify area for improvement.
UOW
NOX
CO2BOD,COD,O&G
SS, PH, TEMP
1179
Figure 4: Index Performance Calculation Step
3. Preliminary Result
Analysis results and interpretation of the Environmental Index of Palm Oil Mill. It can be e analyses in various
way, such as index profiling, bar and radar chart. Up to this part 8 indicators were identified and classified into
3 parameters that will be grouped into environment category.
3.1 Database Database include category, parameter, list of indicator, parameter limit of indicator, type of indicator and raw
data of each indicator as shown in Table 2.
Table 2: Palm Oil Mill Environment Database
Category Parameter Indicator
(from
literature)
Unit Parameter
Limit
(Standard)
Type Mill
(Raw
Data)
A B C D E
Water Water
Consumption
Use of
water
t 1.3 B 3.42 2.95 3.67 4.01 3.51
Waste Water
Quality after
treatment
BOD5 mg/L 100 B 25,000 25,000 22,700 25,000 25,545
COD mg/L 1,000 B 50,000 50,000 44,300 70,900 55,775
Oil and
Grease
mg/L 50 B 8,000 4,000 4,000 4,850 8,020
Suspend
ed Solid
mg/L 400 B 19,000 18,000 19,780 25,800 18,479
pH - 7 B 4.5 4.7 4.05 4.52 3.4
Air Air Quality NOX kg - B 0.04 0.08 0.12 0.1 0.2
CO2 kg - B 13.74 43.47 60.7 161.2 142.2
3.2 PTT Score result From the raw data, PTT score will be calculated using Eqs. (1) and (2) depends on type of indicator in
percentage form as in Table 3.
1180
Table 3: Indicators PTT Score
Category Parameter Indicator (from
literature)
Unit Parameter
Limit
(Standard)
PTT Score (%)
A B C D E
Water Water
Consumption
Use of water t 1.3 21.8 39.1 12.6 0 18.5
Waste Water
Quality after
treatment
BOD5 mg/L 100 57.2 2.14 11.2 6.51 0
COD mg/L 1,000 29.9 29.9 38.1 0 21.6
Oil and grease mg/L 50 0.25 50.4 63 39.8 0
Suspended Solid mg/L 400 26.8 30.7 23.7 0 28.8
pH - 7 30.6 36.1 18.1 31.1 0
Temperature ˚c 45 11.6 9.3 0 6.98 41.9
Air Boiler
Emission (Air
Quality)
NOX kg 100 75 50 62.5 0
CO2 kg 100 79.8 68.2 0 12.9
3.3 Weightage Table 4 shows list of parameter with their own weightage.
Table 4: Parameter Weightage
Category Parameter Symbol Weightage (%) Indicator Symbol
Water Water Consumption E1 30 Use of Water UOW
Water Quality E2 40 BOD5 BOD
COD COD
Oil and Grease O&G
Suspended Solid SS
pH PH
Temperature TEMP
Air Air Quality E3 30 NOX NOX
CO2 CO2
3.4 Parameter Score
Average of PTT score will get parameter score and using weightage in Table 4, parameter score will be
calculated to parameter aggregation score.as in Table 5
Table 5: Parameter Score and Parameter Aggregation Score
Parameter Score Parameter Aggregation Score
Category Water Air Water Air
Parameter E1 E2 E3 E1 E2 E3
Weightage 30 40 30
A 21.77 26.04 100.00 6.53 10.42 30.00
B 39.11 26.43 77.42 11.74 10.57 23.22
C 12.55 25.66 59.08 3.76 10.26 17.72
D 0.00 14.06 31.25 0.00 5.62 9.38
E 18.45 15.39 6.45 5.54 6.16 1.94
3.5 Category and Index Score The summation of parameter aggregation will get category score and lastly the summation of category score
will get Environmental Index Score for each mill as in Table 6.
1181
Table 6: Category and Environmental Index Score
Mill Category Score
Environmental Index Score Water Air
A 16.95 30.00 46.95
B 22.31 23.22 45.53
C 14.02 17.72 31.74
D 5.62 9.38 15
E 11.7 1.94 13.64
3.6 Environmental Index Analysis Based on the score the index will be analyse using Bar chart and Radar chart. Bar Chart will show
environment index performance of every mill. Industry can compare their performance against other mill
industry, thus they aware their performance rating compared to others. If identified their mill have the low
rating the industry can zoom in the problem factor using Radar chart. Both method will help industries identify
their weaknesses and area of improvement effectively. As an example, in Figure 3 Mill D shows low
performance, and one of the hotspot is ineffective usage of water as shown in Figure 4.
Figure 3: Environmental Index of every Mill Figure 4: Indicator analysis of Mill D (Radar chart)
4. Conclusions
A new systematic approach to analyse palm oil mill environment index performance has been developed.
Using the database and index calculation, this system is able to determine the EI performance rating between
palm oil mill industries. Besides, it can give information to the industry the area of weaknesses (hotspot) that
should give an attention.
References
Awalludin M., Sulaiman O., Hashim R., Wan Nadhari W., 2015. An Overview of the Oil Palm Industry in
Malaysia and Its Waste Utilization through Thermochemical Conversion, Specifically via Liquefaction.
Renewable and Sustainable Energy Reviews, 50, 1469 – 1484.
Choong C.G., Alison M., 2014. Sustainability in the Malaysian palm oil industry. Journal of Cleaner Production,
85, 258-264.
Gale B., Dutrow E., Tunnessen W., 2008. The evolution of energy star energy performance indicator for
benchmarking industrial plant manufacturing energy use. Journal of Cleaner Production, 16, 709 – 715.
Natural Resources and Environment (NRE), Universiti Teknologi Malaysia (UTM), 2015. Environmental
Performance Index for Malaysia 2014, ISBN 978-983-52-1031-0.
Tan S., Yang J., Yan J., 2015. Development of the Low Carbon City Indicator (LCCI) Framework. Energy
Procedia, 75, 2516 – 2522.
Yusoff S., 2006, Renewable energy from palm oil e innovation on effective utilization of waste. Journal.of
Cleaner. Production, 14, 87 – 93.
0
10
20
30
40
50
A B C D E
Perf
orm
ance S
core
(%
)
Mill
Environment
1182
1
Lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 45 Tahun 2005 Tanggal : 05 April 2005
______________________________________________________________________________________
PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN PELAKSANAAN
RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (RKL) DAN RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP (RPL)
I. PENJELASAN UMUM
Sistematika dalam Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL ini merupakan persyaratan minimum yang harus dilaporkan oleh pemrakarsa. Dalam pelaksanaannya, pelaporan ini dapat mengakomodasi berbagai kebutuhan informasi lingkungan yang diperlukan oleh instansi terkait.
Penyusunan pedoman ini dilatarbelakangi antara lain oleh beberapa hal sebagai berikut: 1. Dalam proses pelaporan pelaksanaan RKL dan RPL selama ini tidak
menggunakan format pelaporan yang seragam; 2. Format pelaporan pelaksanaan RKL dan RPL sebelumnya dianggap
membingungkan, tidak jelas dan terjadi pengulangan sehingga menyulitkan pemrakarsa dalam melakukan pelaporan pelaksanaan RKL dan RPL-nya;
3. Format pelaporan pelaksanaan RKL dan RPL sebelumnya belum menggambarkan tujuan dari pemantauan RKL dan RPL yaitu memberikan gambaran kecenderungan perubahan kualitas lingkungan di lokasi dan sekitar rencana usaha dan/ atau kegiatan, dan penaatan terhadap ketentuan yang berlaku (misalnya: ketentuan dalam RKL dan RPL).
II. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pedoman ini adalah: 1. Pelaksanaan ketentuan dalam RKL dan RPL; 2. Pelaksanaan ketentuan dalam izin yang terkait pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup; 3. Pelaksanaan ketentuan-ketentuan lain terkait Keputusan Kelayakan
Lingkungan Hidup.
2
III. MAKSUD DAN TUJUAN
Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL ini dimaksudkan untuk memberikan acuan dalam penyusunan laporan pelaksanaan RKL dan RPL. Tujuan pedoman penyusunan laporan pelaksanaan RKL dan RPL ini adalah: 1. Memberikan kemudahan kepada pemrakarsa dalam melaporkan pelaksanaan
RKL dan RPL; 2. Memberikan kemudahan kepada berbagai instansi terkait dalam pengawasan
pelaksanaan RKL dan RPL; 3. Mendorong pemrakarsa memanfaatkan data-data pemantauan lingkungan
dalam menerapkan sistem pengelolaan lingkungan yang berdasarkan prinsip-prinsip perbaikan secara menerus (continual improvement).
IV. MEKANISME PELAPORAN
Pelaporan pelaksanaan RKL dan RPL merupakan wujud tanggung jawab pemrakarsa untuk memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas usaha dan/ atau kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya, serta memenuhi hak setiap orang untuk mendapatkan informasi lingkungan hidup dan berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Laporan pelaksanaan RKL dan RPL wajib dilaporkan oleh pemrakarsa kepada instansi yang membidangi usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan, instansi yang ditugasi mengelola lingkungan hidup di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ Kota. Pada umumnya Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup dan dokumen RKL dan RPL telah mengatur instansi-instansi yang harus diberikan laporan pelaksanaan RKL dan RPL. Oleh sebab itu, pemrakarsa wajib memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup dan dokumen RKL dan RPL tersebut. Laporan disampaikan dalam bentuk buku laporan dan dianjurkan untuk disertai dengan file elektronik seperti Compact Disc (CD) atau disket. Selain laporan pelaksanaan RKL dan RPL yang disampaikan kepada Pemerintah, pemrakasa usaha dan/ atau kegiatan sangat dianjurkan untuk membuka informasi pelaksanaan RKL dan RPL tersebut kepada publik, baik dalam bentuk buku laporan atau sistem informasi elektronik lainnya seperti situs internet (internet website).
3
V. FREKUENSI PELAPORAN
Frekuensi pelaporan pelaksanaan RKL dan RPL dilakukan sesuai dengan Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup. Oleh sebab itu, pemrakarsa wajib memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup tersebut. Dalam hal frekuensi pelaporan tidak ditetapkan dalam Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup, maka pelaporan dilakukan setiap 6 (enam) bulan sekali.
VI. SISTEMATIKA PELAPORAN
Pemrakarsa dalam menyusun laporan pelaksanaan RKL dan RPL mengikuti sistematika sebagai berikut:
BAB I
PENDAHULUAN
A. IDENTITAS PERUSAHAAN
Tuliskan identitas pemrakarsa dan domisili usaha dan atau kegiatan Nama Perusahaan/Pemrakarsa : ………………………………………… Jenis Badan Hukum : CV/PT/Koperasi/………………………. Alamat Perusahaan/Pemrakarsa : ………………………………………… Nomor Telepon : (kode wilayah) ………………………… Nomor Fax. : (kode wilayah) ………………………... e-mail : …………………………………………. Status pemodalan : PMA/PMDN/…………………………. Bidang usaha dan atau kegiatan : …………………………………………. SK AMDAL yang disetujui : …………………………………………. Penanggung jawab : …………………………………………. (Nama dan Jabatan) Izin yang terkait dengan AMDAL (lampirkan) : …………………………………………
B. LOKASI USAHA DAN ATAU KEGIATAN
Tuliskan secara jelas lokasi usaha dan atau kegiatan (alamat lengkap dan nomor telepon). Lengkapi dengan peta dan koordinat.
4
C. DESKRIPSI KEGIATAN
Uraikan secara singkat kegiatan dan status pelaksanaan kegiatan tersebut pada saat pelaporan beserta kapasitas produksi dan atau luasan lahan yang dimanfaatkan. Uraian ini harus dapat menjelaskan apakah kegiatan perusahaan tersebut dalam tahap pra-kontruksi, konstruksi, operasi atau pasca operasi. Pemrakarsa dapat mencantumkan berbagai penghargaan yang dimiliki, baik dari dalam negeri, luar negeri atau institusi lain (misalnya: ISO 14000, Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan - PROPER).
D. PERKEMBANGAN LINGKUNGAN SEKITAR Informasikan secara lengkap dan jelas, apabila terjadi perubahan-perubahan di sekitar kegiatan selama proyek berlangsung yang kemungkinan dan atau turut mempengaruhi kegiatan.
BAB II PELAKSANAAN DAN EVALUASI
A. PELAKSANAAN
Uraikan secara rinci hasil pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. Apabila terdapat rekomendasi terhadap laporan hasil pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan sebelumnya, maka hasil pelaksanaan terhadap rekomendasi tersebut turut dilaporkan. Teknik dan metodologi pengelolaan dan pemantauan yang digunakan dalam pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) dan rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) harus dilakukan sesuai dengan teknik dan metodologi standar atau yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam penulisan laporan, harus ada kesesuaian uraian antara dampak yang dikelola dengan komponen lingkungan yang dipantau. Uraian pelaksanaan pengelolaan dapat dilakukan per komponen kegiatan dan pelaksanaan pemantauan per komponen lingkungan.
1. RKL
• Uraikan pelaksanaan pengelolaan lingkungan dan hasil-hasil yang dicapai meliputi: jenis dampak, sumber dampak, tindakan pengelolaan
5
lingkungan hidup, tolok ukur pengelolaan, lokasi pengelolaan dan periode/ waktu pengelolaan.
• Untuk memberikan gambaran tentang pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup perlu diuraikan tentang besaran dampak dari masing-masing sumber dampak. Misalnya untuk menjelaskan pengelolaan dampak penurunan kualitas udara akibat emisi dari cerobong perlu diuraikan tentang besaran sumber dampak (dalam hal ini adalah uraian tentang berapa emisi yang dikeluarkan dari cerobong) dan uraian tentang besaran dampak yang terjadi di lingkungan (dalam hal ini informasi hasil pemantauan kualitas udara ambien).
• Lampirkan visualisasi pelaksanaan pengelolaan lingkungan (misalnya
foto-foto, grafik, tabel, peta lokasi pengelolaan, dsb). 2. RPL
• Uraikan pelaksanaan pemantauan lingkungan dan hasil-hasil yang
dicapai meliputi: jenis dampak, sumber dampak, lokasi pemantauan, parameter lingkungan yang dipantau, metode pemantauan, jangka waktu dan frekuensi pemantauan.
• Lampirkan berbagai hasil pelaksanaan pengukuran, antara lain hasil
analisis dari laboratorium yang terakreditasi atau diakui oleh pemerintah, catatan tingkat kesehatan masyarakat dan data pelaporan aspek sosial. Lampirkan juga visualisasi pelaksanaan pemantauan lingkungan (misalnya foto-foto, grafik, tabel, peta lokasi pemantauan, dsb).
B. EVALUASI
Evaluasi ditujukan untuk: • Memudahkan identifikasi penaatan pemrakarsa terhadap peraturan
lingkungan hidup seperti standar-standar baku mutu lingkungan, • Mendorong pemrakarsa untuk mengevaluasi kinerja pengelolaan dan
pemantauan lingkungan sebagai upaya perbaikan secara menerus (continual improvement),
• Mengetahui kecenderungan pengelolaan dan pemantauan lingkungan suatu kegiatan, sehingga memudahkan instansi yang melakukan pengendalian dampak lingkungan dalam penyelesaian permasalahan lingkungan dan perencanaan pengelolaan lingkungan hidup dalam skala yang lebih besar,
• Mengetahui kinerja pengelolaan lingkungan hidup oleh pemrakarsa untuk program penilaian peringkat kinerja.
6
Uraian evaluasi meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Evaluasi Kecenderungan (trend evaluation)
Evaluasi kecenderungan adalah evaluasi untuk melihat kecenderungan (trend) perubahan kualitas lingkungan dalam suatu rentang ruang dan waktu tertentu. Untuk melakukan evaluasi ini mutlak dibutuhkan data hasil pemantauan dari waktu ke waktu (time series data), karena penilaian perubahan kecenderungan hanya dapat dilakukan dengan data untuk waktu pemantauan yang berbeda. Data perubahan dari waktu ke waktu dapat menggambarkan secara lebih jelas mengenai kecenderungan proses suatu kegiatan maupun perubahan kualitas lingkungan yang diakibatkannya, karena proses suatu kegiatan tidak selalu dalam kondisi normal atau optimal.
2. Evaluasi Tingkat Kritis (criticial level evaluation) Evaluasi tingkat kritis dimaksudkan untuk menilai tingkat kekritisan (critical level) dari suatu dampak. Evaluasi tingkat kritis dapat dilakukan dengan data hasil pemantauan dari waktu ke waktu maupun data dari pemantauan sesaat. Evaluasi tingkat kritis adalah evaluasi terhadap potensi risiko dimana suatu kondisi akan melebihi baku mutu atau standar lainnya, baik untuk periode waktu saat ini maupun waktu mendatang.
3. Evaluasi Penaatan (compliance evaluation).
Evaluasi penaatan adalah evaluasi terhadap tingkat kepatuhan dari pemrakarsa kegiatan untuk memenuhi berbagai ketentuan yang terdapat dalam izin atau pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam dokumen pengelolaan lingkungan hidup (RKL-RPL).
Ketiga jenis evaluasi di atas dapat dilakukan untuk menilai tingkat penaatan terhadap ketentuan yang berlaku maupun untuk menilai kinerja pengelolaan lingkungan hidup dari suatu usaha dan atau kegiatan.
BAB III KESIMPULAN
Uraikan dalam bab ini hal-hal penting yang dihasilkan dari pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. Dalam bab ini dapat diuraikan pula temuan dan usulan untuk perbaikan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup selanjutnya, yaitu:
7
1. Kesimpulan mengenai efektivitas pengelolaan lingkungan hidup dan kendala-kendala yang dihadapi;
2. Kesimpulan mengenai kesesuaian hasil pelaksanaan pengelolaan lingkungan
dan pemantauan lingkungan dengan rencana pengelolaan dan pemantauan dalam dokumen RKL dan RPL.
Dalam hal terdapat usulan perubahan untuk rencana perbaikan pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup, maka usulan tersebut harus didasarkan atas data hasil pemantauan. Usulan tersebut wajib dikomunikasikan untuk mendapatkan persetujuan dari instansi yang ditugasi mengelola lingkungan hidup.
Menteri Negara Lingkungan Hidup,
ttd
Ir. Rachmat Witoelar Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup, ttd Hoetomo, MPA.
1
SALINAN
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2009
TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA TERMAL
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
b. bahwa usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal merupakan salah satu usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian terhadap pembuangan air limbah dari usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Termal;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3317);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
3. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2
2003 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
9. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA TERMAL.
3
Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal adalah usaha
dan/atau kegiatan yang menggunakan bahan bakar baik padat, cair, dan gas maupun campuran serta menggunakan uap panas bumi untuk menghasilkan tenaga listrik.
2. Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair.
3. Proses utama adalah proses yang menghasilkan air limbah yang bersumber dari proses pencucian (dengan atau tanpa bahan kimia) dari semua peralatan logam, blowdown cooling tower, blowdown boiler, laboratorium, dan regenerasi resin water treatment plant.
4. Kegiatan pendukung adalah kegiatan yang meliputi kegiatan fasilitas air pendingin, kegiatan fasilitas desalinasi, kegiatan fasilitas stockpile batu bara, dan kegiatan air buangan dari fasilitas flue gas desulphurization (FGD) sistem sea water scrubber.
5. Oily water adalah air limbah yang mengandung minyak yang berasal dari drainase lantai kerja, kebocoran (seepage), kebocoran air limbah dari pencucian peralatan-peralatan, dan tumpahan dari kegiatan operasional yang dibuang ke media lingkungan melalui kolam separator atau oil separator atau oil catcher atau oil trap.
6. Blowdown boiler adalah upaya untuk mengeluarkan air buangan minimum dari proses resirkulasi air boiler berdasarkan best engineering practice.
7. Blowdown cooling tower adalah upaya untuk mengeluarkan air buangan hasil kondensasi dari proses pendinginan cooling tower berdasarkan best engineering practice.
8. Air bahang adalah air limbah dari sumber proses pendinginan yang menggunakan air laut sebagai air baku yang dialirkan satu kali lewat (once through system) melalui kondensor menuju badan air/laut.
9. Desalinasi atau reverse osmosis (RO) adalah proses pemurnian air yang menghasilkan air limbah berupa brine reject.
10. Flue gas desulphurization (FGD) Sistem sea water wet scrubber adalah sistem penyerapan sulfur dari emisi gas buang dengan menggunakan air laut.
11. Stockpile batu bara adalah timbunan batu bara yang menghasilkan air limbah berupa air limpasan.
12. Water treatment plant (WTP) atau demineralisasi adalah proses pemurnian air baku untuk keperluan proses maupun domestik.
13. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/atau kegiatan.
4
14. Kadar maksimum air limbah adalah kadar tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan.
15. Kondisi normal adalah kondisi operasi yang sesuai dengan parameter desain operasi.
16. Kondisi tidak normal adalah kondisi operasi di luar parameter operasi normal dan masih dapat dikendalikan yaitu: start-up, shutdown dan up-set.
17. Kondisi darurat adalah kondisi operasi di luar parameter operasi normal dan tidak dapat dikendalikan.
18. Titik penaatan adalah satu atau lebih lokasi yang dijadikan acuan untuk pemantauan dalam rangka penaatan baku mutu air limbah.
19. Instansi terkait adalah instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagalistrikan.
20. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 2
Jenis usaha dan/atau kegiatan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi kegiatan: a. Pembangkit Litrik Tenaga Uap (PLTU); b. Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG); c. Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU); d. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD); dan e. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).
Pasal 3 Air limbah dari usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bersumber dari: a. proses utama; b. kegiatan pendukung; dan c. kegiatan lain yang menghasilkan oily water.
Pasal 4 Baku mutu air limbah yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi: a. baku mutu air limbah sumber proses utama sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
b. baku mutu air limbah sumber kegiatan pendukung sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; dan
c. baku mutu air limbah sumber kegiatan lain yang menghasilkan oily water sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
5
Pasal 5 (1) Dalam kondisi normal, baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 setiap saat tidak boleh dilampaui oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2) Bagi usaha dan/atau kegiatan yang beroperasi setelah ditetapkannya Peraturan Menteri ini, khusus untuk parameter suhu air bahang, diberlakukan baku mutu berdasarkan hasil kajian dengan ketentuan lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(3) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kadar maksimum.
Pasal 6 (1) Pemerintahan daerah provinsi dapat menetapkan:
a. baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal dengan ketentuan sama atau lebih ketat daripada baku mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; dan/atau
b. parameter tambahan di luar parameter sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini setelah mendapat persetujuan dari Menteri.
(2) Menteri dapat menyetujui atau menolak parameter tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan tersebut dengan memperhatikan saran dan pertimbangan instansi teknis terkait.
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri tidak memberikan keputusan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, permohonan dianggap disetujui.
(4) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan alasan penolakan.
(5) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi.
Pasal 7
Dalam hal hasil kajian kelayakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) dari usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 atau Pasal 6, diberlakukan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal yang dipersyaratkan oleh AMDAL.
Pasal 8 Dalam hal hasil kajian mengenai pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal mensyaratkan baku mutu air limbah lebih ketat daripada baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 6, atau Pasal 7 diberlakukan baku mutu air limbah berdasarkan hasil kajian.
6
Pasal 9
Penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal wajib: a. mengidentifikasi sumber-sumber air limbah, termasuk memberi kode nama
dan kuantitasnya; b. menentukan koordinat sumber air limbah, titik penaatan, dan titik
pembuangan air limbah; c. melakukan pendokumentasian saluran air limbah; d. melakukan pengolahan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang
tidak melampaui baku mutu air limbah yang diatur dalam Peraturan Menteri ini;
e. menggunakan sistem saluran air limbah kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan;
f. memisahkan saluran pembuangan air limbah dengan saluran limpasan air hujan;
g. memasang alat ukur debit atau laju alir air limbah dan melakukan pencatatan debit harian air limbah;
h. melakukan pencatatan produksi bulanan senyatanya; i. tidak melakukan pengenceran air limbah, termasuk mencampurkan
buangan bekas pendingin ke dalam aliran pembuangan air limbah; j. melakukan kalibrasi atau uji fungsi (function check) alat ukur air limbah; k. membuat log book system atau electronic enterprise system pengelolaan air
limbah; l. menyusun dan menetapkan prosedur penanganan kondisi tidak normal
dan keadaan darurat; m. memeriksa kadar parameter baku mutu air limbah sebagaimana tercantum
dalam lampiran Peraturan Menteri ini secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan dan setiap 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan dilakukan di laboratorium yang terakreditasi;
n. memeriksa kadar parameter baku mutu air limbah khusus untuk PLTD di laboratorium yang terakreditasi paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan;
o. melakukan pemantauan debit air limbah harian dari air limbah proses utama dan air bahang;
p. menghitung beban pencemaran air limbah dengan mengalikan debit air limbah dengan konsentrasi parameter baku mutu air limbah;
q. menyampaikan laporan mengenai pencatatan produksi bulanan senyatanya, hasil analisa laboratorium, kadar parameter, debit air limbah harian, dan beban pencemaran air limbah sebagaimana dimaksud dalam huruf h, huruf m, huruf o, dan huruf p, 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan dan hasil analisa laboratorium sebagaimana dimaksud dalam huruf n, 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada gubernur, Menteri, dan instansi teknis;
r. memberitahukan terjadinya kejadian tidak normal dan keadaan darurat dalam jangka waktu 1 x 24 jam kepada bupati/walikota dengan tembusan
7
kepada gubernur, Menteri dan instansi teknis; dan s. melaporkan upaya penanggulangan kejadian tidak normal dan keadaan
darurat paling lama 7 x 24 jam kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada gubernur, Menteri dan instansi teknis.
Pasal 10
(1) Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal yang telah ditetapkan lebih longgar sebelum Peraturan Menteri ini ditetapkan, wajib menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini paling lama 1 (satu) tahun.
(2) Izin pembuangan air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal yang sudah ada sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, dinyatakan tetap berlaku sampai habis masa berlakunya izin.
Pasal 11
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.
Pasal 12
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal : 7 April 2009 MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
ttd RACHMAT WITOELAR
Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
8
Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 08 Tahun 2009 Tanggal : 7 April 2009
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA TERMAL SUMBER PROSES UTAMA
A. Sumber Proses Utama
No. Parameter Satuan Kadar Maksimum
1. pH - 6 – 9
2. TSS mg/L 100 3. Minyak dan Lemak mg/L 10 4. Klorin Bebas (Cl2)* mg/L 0,5 5. Kromium Total (Cr) mg/L 0,5 6. Tembaga (Cu) mg/L 1 7. Besi (Fe) mg/L 3 8. Seng (Zn) mg/L 1 9. Phosphat (PO4-) ** mg/L 10
Catatan : * Apabila cooling tower blowdown dialirkan ke IPAL ** Apabila melakukan injeksi Phospat
B. Sumber Blowdown Boiler
No. Parameter Satuan Kadar Maksimum
1. pH - 6 – 9
2. Tembaga (Cu) mg/L 1 3. Besi (Fe) mg/L 3
Catatan : Apabila sumber air limbah blowdown boiler tidak dialirkan ke IPAL
9
C. Sumber Blowdown Cooling Tower
Catatan : Apabila sumber air limbah blowdown cooling tower tidak dialirkan ke IPAL D. Sumber Demineralisasi/WTP
No. Parameter Satuan Kadar Maksimum 1. pH - 6 - 9 2. TSS mg/L 100
Catatan : Apabila sumber air limbah demineralisasi/WTP tidak dialirkan ke IPAL
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
ttd RACHMAT WITOELAR
Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
No. Parameter Satuan Kadar Maksimum
1. pH - 6 – 9
2. Klorin Bebas (Cl2) mg/L 1 3. Zinc (Zn) mg/L 1 4. Phosphat (PO4-) mg/L 10
10
Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 08 Tahun 2009 Tanggal : 7 April 2009
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN ATAU KEGIATAN
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA TERMAL SUMBER KEGIATAN PENDUKUNG
A. Sumber Pendingin (Air Bahang)
No. Parameter Satuan Kadar Maksimum
1. Temperatur oC 40* 2. Klorin Bebas (Cl2) mg/L 0,5
Catatan: Apabila sumber air bahang tidak dialirkan ke IPAL * Merupakan hasil pengukuran rata-rata bulanan di oulet kondensor B. Sumber Desalinasi
No. Parameter Satuan Kadar Maksimum
1. pH - 6 – 9 2. Salinitas o/oo Pada radius 30 m dari
lokasi pembuangan air limbah ke laut, kadar salinitas air limbah sudah harus sama dengan kadar salinitas alami.
Catatan : Apabila sumber air limbah desalinasi tidak dialirkan ke IPAL C. Sumber FGD Sistem Sea Water Wet Scrubber
No. Parameter Satuan Kadar Maksimum
1. pH - 6 – 9 2. SO4 (2-) % Kenaikan kadar
maksimum parameter Sulfat 4% dibanding kadar Sulfat titik penaatan
11
Inlet air laut.
Catatan : Apabila sumber air limbah FGD Sistem Sea Water Wet Scrubber tidak dialirkan ke IPAL
12
D. Sumber Coal Stockpile
No. Parameter Satuan Kadar Maksimum 1. pH - 6 – 9 2. TSS mg/L 200 3. Fe mg/L 5 4. Mn mg/L 2
Catatan : Apabila sumber air limbah Coal Stockpile tidak dialirkan ke IPAL
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
ttd RACHMAT WITOELAR
Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
13
Lampiran III Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 08 Tahun 2009 Tanggal : 7 April 2009
BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA TERMAL
AIR LIMBAH MENGANDUNG MINYAK (OILY WATER)
No. Parameter Satuan Kadar Maksimum
1. COD* mg/L 300 2. TOC** mg/L 110 3. Minyak dan Lemak mg/L 15
Catatan: Apabila sumber air limbah mengandung minyak tidak dialirkan ke IPAL * Parameter COD hanya berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2009
** Parameter Total Organic Carbon (TOC) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
ttd
RACHMAT WITOELAR
Salinan sesuai dengan aslinya Deputi MENLH Bidang Penaatan Lingkungan, ttd Ilyas Asaad.
813
KEPUTUSANMENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
NOMOR 128 TAHUN 2003
TENTANG
TATA CARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENGOLAHAN LIMBAH MINYAK BUMIDAN TANAH TERKONTAMINASI OLEH MINYAK BUMI SECARA BIOLOGIS
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
Menimbang : a. bahwa limbah minyak bumi yang dihasilkan usaha atau kegiatan minyak, gas dan
panas bumi atau kegiatan lain yang menghasilkan limbah minyak bumi merupakan
limbah bahan berbahaya dan beracun yang memiliki potensi menimbulkan
pencemaran dan atau kerusakan lingkungan oleh karena itu perlu dilakukan
pengelolaan dengan baik;
b. bahwa salah satu upaya pengolahan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi
oleh minyak bumi dapat dilakukan dengan pengolahan secara biologis sebagai
alternative teknologi pengolahan limbah minyak bumi;
c. bahwa pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun secara teknis telah
diatur dalam Keputusan Kepala Bapedal Nomor :Kep-03/Bapedal/09/1995 tentang
Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun , oleh
karena sifat kekhususannya, maka pengolahan limbah dan tanah terkontaminasi
oleh minyak bumi secara biologis perlu diatur tersendiri dalam Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup;
d. bahwa berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perubahan
Atas Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Menteri Negara, bahwa
pembuatan pedoman pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun menjadi
kewenangan Menteri Negara Lingkungan Hidup;
e. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, dipandang perlu untuk
menetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Tatacara dan
Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi
Oleh Minyak Bumi Secara Biologis;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3699);
814
2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran
Negara Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4152);
3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 44 Tahun 1960 tentang
Pertambangan Minyak, Gas, dan Panas Bumi (Lembaran Negara Tahun 1960
Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2070);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 31, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3815), jo. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999
tentang Perubahan Atas Peraturan pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor
190, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3910);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3838);
6. Keputusan Menteri Pertambangan Nomor 4/P/M/Pertamb/1973 tentang
Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Perairan dalam Kegiatan Eksplorasi
dan Eksploitasi Minyak, Gas, dan Panas Bumi;
7. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 42 Tahun 1996 tentang
Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak, Gas, dan Panas Bumi;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : TATACARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENGOLAHAN LIMBAH MINYAK BUMI DAN
TANAH TERKONTAMINASI OLEH MINYAK BUMI SECARA BIOLOGIS.
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
1. Limbah minyak bumi adalah sisa atau residu minyak yang terbentuk dari proses pengumpulan dan
pengendapan kontaminan minyak yang terdiri atas kontaminan yang sudah ada di dalam minyak,
maupun kontaminan yang terkumpul dan terbentuk dalam penanganan suatu proses dan tidak
dapat digunakan kembali dalam proses produksi;
2. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan
temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral, atau ozokerit, dan
bitumin yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batu bara atau endapan
hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan
kegiatan usaha dan minyak bumi;
3. Pengolahan limbah minyak bumi adalah proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah
minyak bumi untuk menghilangkan dan atau mengurangi sifat bahaya dan atau sifat racun;
4. Tanah terkontaminasi adalah tanah atau lahan yang terkontaminasi akibat dari tumpahan atau
ceceran atau kebocoran atau penimbunan limbah minyak bumi yang tidak sesuai dengan persyaratan
dari kegiatan operasional sebelumya;
815
5. Kegiatan lain yang berhubungan dengan pengelolaan limbah minyak bumi adalah kegiatan di luar
dari usaha pengelolaan minyak dan gas bumi yang menghasilkan limbah minyak bumi.
Pasal 2
(1) Setiap usaha dan atau kegiatan minyak dan gas bumi serta kegiatan lain yang menghasilkan
limbah minyak bumi wajib melakukan pengolahan limbahnya.
(2) Pengolahan limbah minyak bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan
menggunakan metoda biologis sebagai salah satu alternatif teknologi pengolahan yang
meliputi :
a. landfarming;
b. biopile;
c. composting;
(3) Tatacara dan persyaratan teknis pengolahan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh
minyak bumi secara biologis dalam Lampiran II Keputusan ini mencakup:
a. persyaratan teknis pengelolaan;
b. analisis terhadap proses pengolahan;
c. kriteria hasil akhir pengolahan;
d. penanganan hasil olahan;
e. pemantauan dan pengawasan terhadap hasil olahan.
Pasal 3
Ketentuan perizinan pengelolaan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi
secara biologis sebagaimana dimaksud di dalam ayat (1) mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor
18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan berbahaya dan Beracun dan format permohonan
izin untuk pengolahan secara biologi yang tercantum pada Lampiran I Keputusan ini.
Pasal 4
(1) Hasil analisis terhadap proses pengolahan biologis dan pemantauan terhadap bahan hasil
pengolahan dilaporkan kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan tembusan kepada instansi
yang bertanggungjawab di bidang lingkungan hidup Propinsi, Kabupaten/Kota atau instansi lain
yang terkait minimum 6 (enam) bulan sekali.
(2) Pelaporan yang dimaksud pada ayat (2) minimal mencakup jumlah, jenis dan karakteristik limbah
yang diolah, hasil analisis dari pemantauan limbah yang diolah dan air tanah serta data analisis
dari pemantauan terhadap hasil olahan setelah proses pengolahan biologis.
Pasal 5
Apabila pada saat diberlakukannya keputusan ini telah dilakukan pengolahan limbah minyak dan
tanah terkontaminasi secara biologis yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam keputusan ini, maka pelaksana kegiatan wajib menyesuaikan pengelolaannya dengan
keputusan ini selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak diterbitkannya
keputusan ini.
816
Pasal 6
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan : di Jakarta
pada tanggal : 28 Juli 2003
Menteri Negara
Lingkungan Hidup
ttd
Nabiel Makarim, MSM., MPA.
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan
Kelembagaan Lingkungan Hidup,
ttd
Hoetomo, MPA.
817
Lampiran I :
Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup
Nomor : 128 tahun 2003
Tanggal : 28 Juli 2003
FORMAT PERMOHONAN IZIN PENGOLAHAN LIMBAH DAN LAHAN
TERKONTAMINASI OLEH MINYAK BUMI SECARA BIOLOGIS
I. KETERANGAN TENTANG PEMOHON
1. Pemohon
a. Nama pemohon/kuasa : ......................................................................
b. Alamat : ......................................................................
c. Nomor telefon/fax : ......................................................................
2. Perusahaan
a. Nama pemohon/kuasa : ......................................................................
b. Alamat : ......................................................................
c. Nomor telefon/fax : ......................................................................
d. Bidang usaha : ......................................................................
e. Akte pendirian : ......................................................................
f. Nomor persetujuan prinsip : ......................................................................
g. NPWP : ......................................................................
h. Izin-izin yang telah diperoleh
(Izin lokasi, IMB, HO, Amdal) : ......................................................................
II. KETERANGAN TENTANG LOKASI PERUSAHAAN
1. Luas : ......................................................................
2. Letak : ......................................................................
a. Desa : ..................................................................................
b. Kecamatan : ..................................................................................
c. Kabupaten/Kota : ..................................................................................
d. Propinsi : ..................................................................................
III.KETERANGAN UMUM PENGOLAHAN SECARA BIOLOGIS
1. Limbah yang diolah :
a. Jenis limbah : .....................................................................
b. Sumber limbah : .....................................................................
c. Jumlah limbah : .....................................................................
d. Produk limbah per bulan : .....................................................................
818
e. Komposisi limbah
- Kandungan minyak : ���..%
- Kandungan air : ���..%
- Kandungan padatan: ���..%
f. Konsentrasi awal TPH : ���..µg/g
(Total petroleum hidrokarbon)
2. Data umum pengolahan biologis
a. Lokasi pengolahan (peta) : internal/eksternal/*dari area penghasil limbah
b. Proses pengolahan : ek-situ/in-situ/*
c. Luas total pengolahan : ����..m2/ha/*
d. Titik koordinat pengolahan : ������
e. Jumlah unit pengolahan : ���� unit
f. Kapasitas pengolahan : ����. ton/m3/*
g. Dimensi area pengolahan : �.m (panjang) x �m (lebar) x �.m (dalam)
h. Jenis pengolahan : landfarming/biopile/composting/* ����.
i. Mulai pengolahan : ��������������������.
j. Lama pengolahan (1 siklus) : ��������������������..
IV. DOKUMEN YANG DISAMPAIKAN OLEH PEMOHON IJIN
1. Akte pendirian perusahaan;
2. Ijin lokasi;
3. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB);
4. Ijin HO;
5. peta lokasi kegiatan;
6. Persetujuan Amdal perusahaan;
7. Persetujuan Amdal atau revisi RKL/RPL pengolahan biologis (jika ada);
8. Uraian tentang hasil uji skala laboratorium dan atau pilot unit;
9. Uraian tentang data fisik, hidrogeologis dan cuaca dari lokasi lahan pengolahan;
10. Uraian tentang rancang bangun unit pengolahan;
11. Uraian tentang tata cara proses pengolahan;
12. Uraian tentang pengambilan sample dan analisis parameter;
13. Uraian tentang rencana penanganan bahan hasil pengolahan.
........................................, .............
Nama dan tanda tangan pemohon
asli bermaterai secukupnya
( .................................................. )
*) coret yang tidak perlu
819
Tembusan Yth.:
1. Menteri Dalam Negeri;
2. Menteri/Instansi lain terkait.
Ditetapkan : di Jakarta
pada tanggal : 28 Juli 2003
Menteri Negara
Lingkungan Hidup
ttd
Nabiel Makarim, MSM., MPA.
Salinan ini sesuai dengan aslinya
Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan
Kelembagaan Lingkungan Hidup,
ttd
Hoetomo, MPA.
820
Lampiran II :
Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup
Nomor : 128 Tahun 2003
Tanggal : 28 Juli 2003
TATACARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENGOLAHAN LIMBAH DAN TANAH
TERKONTAMINASI OLEH MINYAK BUMI SECARA BIOLOGIS
I. PENDAHULUAN
I.1. Maksud dan Tujuan
Pengolahan dengan metoda biologis merupakan salah satu alternatife teknologi pengelolaan
limbah minyak bumi dengan memanfaatkan makhluk hidup khususnya mikroorganisme untuk
menurunkan konsentrasi atau daya racun bahan pencemar. Tatacara dan persyaratan teknis
ini digunakan bagi pelaku kegiatan pengolahan limbah minyak bumi baik yang berasal dari
proses produksi, pengolahan minyak mentah atau pembersihan dari tanki penyimpanan (secara
bioproses) maupun kegiatan penanganan limbah minyak bumi dari lahan yang telah
terkontaminasi (secara bioremediasi).
Maksud disusunnya tatacara dan persyaratan teknis pengolahan limbah dan tanah
terkontaminasi minyak bumi secara biologis adalah untuk mewujudkan terlaksananya
pengelolaan limbah dan pemulihan lingkungan akibat kegiatan usaha minyak dan gas bumi
atau kegiatan lain yang berhubungan dengan pengelolaan limbah minyak bumi yang efektif
dan efisien sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Tujuan diaturnya tatacara dan persyaratan teknis pengolahan limbah minyak bumi secara
biologis adalah untuk memberikan acuan dan arahan bagi kegiatan usaha minyak dan gas
bumi atau kegiatan lain yang berhubungan dengan pengolahan limbah minyak bumi dalam
mengurangi konsentrasi residu minyak atau menghilangkan sifat bahaya dan beracun agar
tidak membahayakan kesehatan manusia dan untuk menanggulangi pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup.
I.2. Ruang Lingkup
Tatacara dan persyaratan teknis ini berlaku bagi semua kegiatan yang berhubungan dengan
pengolahan limbah minyak bumi baik dari kegiatan usaha minyak dan gas bumi ataupun
kegiatan lainnya dalam rangka pengelolaan limbah minyak bumi.
I.3. Istilah-istilah
Beberapa istilah yang tercantum dalam Keputusan ini adalah :
1. Uji TCLP limbah atau Uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure limbah adalah pengujian
terhadap limbah untuk mengukur kadar atau konsentrasi parameter pencemar dalam lindi;
2. Bioproses adalah proses pengolahan limbah minyak bumi yang berasal dari kegiatan minyak
dan gas bumi dengan memanfaatkan mahluk hidup termasuk mikroorganisme, tumbuhan
atau organisme lain untuk mengurangi konsentrasi atau menghilangkan daya racun bahan
pencemar;
821
3. Bioremidiasi adalah proses pengolahan limbah minyak bumi yang sudah lama atau
tumpahan/ceceran minyak pada lahan terkontaminasi dengan memanfaatkan mahluk hidup
mikroorganisme, tumbuhan atau organisme lain untuk mengurangi konsentrasi atau
menghilangkan daya racun bahan pencemar;
4. Pengolahan secara in-situ adalah pengolahan limbah yang dilakukan secara langsung pada
lokasi tempat terjadinya pencemaran;
5. Pengolahan secara ek-situ adalah pengolah limbah yang dilakukan dengan cara
memindahkan dan mengolah limbah di tempat lain yang memenuhi persyaratan lahan
pengolahan;
6. Aerob adalah kondisi lingkungan yang mengandung atau membutuhkan oksigen;
7. Anaerob adalah kondisi lingkungan yang tidak mengandung atau tidak membutuhkan
oksigen;
8. Landfarming adalah proses pengolahan limbah minyak bumi dengan cara menyebarkan
dan mengaduk limbah sampai merata di atas lahan dengan ketebalan tertentu (sekitar 20
� 50 cm) sehingga proses penguraian limbah minyak bumi secara mikrobiologis dapat
terjadi;
9. Biopile adalah proses pengolahan limbah dengan cara menempatkan limbah pada pipa-
pipa pensuplai oksigen untuk meningkatkan aerasi dan penguraian limbah minyak bumi
secara mikrobiologis agar lebih optimal;
10. Composting adalah proses pengolahan limbah dengan menambahkan bahan organic seperti
pupuk kandang, serpihan kayu, sisa tumbuhan atau serasah daun dengan tujuan untuk
meningkatkan porositas dan aktifitas mikroorganisme pengurai;
11. Bahan pencampur (misalnya tanah dan pasir) adalah bahan yang ditambahkan pada proses
pengolahan limbah minyak bumi sehingga memungkinkan proses penguraian limbah
hidrokarbon secara mikrobiologis terjadi;
12. Bahan penggembur (bulking agent) adalah bahan tambahan yang digunakan untuk
menggemburkan campuran limbah minyak bumi, seperti pupuk kandang, serpihan kayu,
sisa tumbuhan atau serasah daun;
13. Surfaktan adalah bahan kimia aktif yang dapat mempercepat proses emulsifikasi dan
pelarutanbahan organik;
14. Uji toksikologi adalah pengujian terhadap hasil olahan untuk menetapkan nilai LD50
(Lethal
dose Fifty) dengan melakukan perhitungan terhadap dosis (gram pencemar per kilogram
berat badan) yang dapat menyebabkan kematian 50% populasi mahluk hidup yang dijadikan
hewan percobaan;
15. Landfill adalah tempat penimbunan limbah atau hasil olahan yang dirancang sesuai dengan
persyaratan;
16. Penempatan limbah secara permanent (backfill) adalah penempatan akhir hasil pengolahan
yang memenuhi persyaratan baku mutu lingkungan.
822
II. PERSYARATAN TEKNIS PENGELOLAAN
II.1. Persyaratan Umum Pengolahan
II.1.1. Sumber Limbah
Pada umumnya, limbah minyak bumi pada kegiatan usaha minyak dan gas bumi
atau kegiatan lain bersumber dari :
a. Tangki pemisah dan atau penimbun minyak mentah dan/atau produk bahan minyak,
baik di darat maupun di laut (tanker, floating storage, storage tank dan lain-lain);
b. Instalasi Pengolah Air Limbah (Separator, Oil Catcher, Dissolved Air Floatation/
DAF, Chemical Unit dan/atau, Free Water Knock Out/Separator minyak dari sumur
produksi) yang mengolah air limbah pada kegiatan usaha minyak dan gas bumi
dan/atau kegiatan lain yang berhubungan dengan pengelolaan limbah minyak
bumi;
c. Hasil pembersihan alat-alat proses pada kegiatan usaha minyak dan gas bumi
dan/atau kegiatan lain yang berhubungan dengan pengelolaan limbah minyak
bumi;
d. Timbunan kumulatif limbah minyak dari hasil kegiatan usaha minyak dan gas
bumi dan/atau kegiatan lain yang telah beroperasi sebelum adanya peraturan
pengelolaan limbah;
e. Limbah pemboran berupa limbah lumpur bor dan serbuk bor (cutting) yang
mengandung residu minyak bumi;
f. Tumpahan minyak pada lahan akibat dari proses pengangkutan minyak melalui
pipa, alat angkut, proses pemindahan (transfer) minyak atau dari ceceran minyak
pada tanah terkontaminasi.
II.1.2. Analisis Limbah
Sebelum melakukan pengolahan limbah minyak bumi dengan metoda biologis, maka
perlu dilakukan analisis terhadap bahan yang diolah untuk mengetahui komposisi
dan karakteristik limbah yang terdiri dari:
a. Kandungan minyak atau oil content (bila kandungan minyak relatif besar) dan/
atau Total Petroleum Hydrocarbon / TPH (bila kandungan minyak relative kecil);
b. Kandungan total logam berat;
c. Uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) logam berat.
Prosedur persiapan contoh dan metode analisis untuk mengidentifikasi limbah tersebut
adalah sebagai berikut :
Analisis Metoda
- TPH US EPA SW � 846, Spektrofotometri
- Oil Content Ekstraksi, Spektrofotometri infra merah
- Total Logam Berat Spektrofotometri serapan atom
- TCLP US EPA 1311
II.1.3. Persyaratan Limbah Yang Diolah
Persyaratan limbah minyak bumi yang diolah secara biologis adalah sebagai berikut:
a. Konsentrasi maksimum TPH awal sebelum proses pengolahan biologis adalah
tidak lebih dari 15%;
823
b. Konsentrasi TPH yang sebelum proses pengolahan lebih dari 15% perlu dilakukan
pengolahan atau pemanfaatan terlebih dahulu dengan mempertimbangkan
teknologi yang tersedia dan karakteristik limbah;
c. Hasil uji TCLP logam berat berada di bawah baku mutu seperti yang dicantumkan
di dalam Kep-04/Bapedal/09/1995;
d. Ketentuan persyaratan limbah minyak bumi lain yang bersifat spesifik akan diatur
kemudian dan disesuaikan dengan karakteristik dan komposisi limbah.
II.1.4. Persyaratan Tempat Pengolahan
Tempat dilakukannya proses pengolahan secara biologis harus memenuhi persyaratan
berikut di bawah ini :
1. Persyaratan umum adalah :
a. Daerah bebas banjir;
b. Bukan daerah genangan air sepanjang tahun;
c. Bukan merupakan aliran sungai intermittent;
d. Bukan daerah resapan atau sumber mata air;
e. Bukan daerah yang dilindungi;
f. Jauh dari lokasi pemukiman berjarak minimum 300 m;
g. Sesuai dengan tata ruang yang sudah ditentukan;
h. Kondisi hidrogeologi memenuhi ketentuan:
- Struktur geologi bersifat stabil;
- Lokasi pengolahan terletak di lahan datar atau dengan kemiringan
maksimum 12%;
- Kedalaman air tanah di lokasi tersebut minimum 4 meter dari lapisan
terbawah unit pengolahan;
- Tekstur tanah tidak memiliki porositas yang tinggi (lahan dengan tekstur
tanah berpasir sebaiknya tidak digunakan sebagai lokasi pengolahan).
2. Persyaratan lainnya adalah :
a. Melakukan pengkajian terhadap kondisi awal lahan (background atau baseline)
dari lokasi yang akan dibangun unit pengolahan termasuk data kandungan
TPH dan logam berat pada sample tanah dan air tanah;
b. Lahan unit pengolahan terkonsentrasi pada satu area (tidak tersebar);
c. Menentukan tata letak lokasi pada peta termasuk titik koordinat posisi dari
unit pengolahan;
d. Pada kondisi lokasi lahan terkontaminasi terletak di area pemukaan tanah,
maka pengolahan secara in-situ memungkinkan untuk diterapkan dengan
mempertimbangkan kondisi hidrogeologi, air tanah dan lingkungan yang aman
sesuai dengan persyaratan lahan pengolahan;
e. Pada kondisi lokasi lahan terkontaminasi berada di daerah yang dilarang seperti
yang tercantum di dalam persyaratan ;ahan umum atau tidak sesuai dengan
persyaratan lahan pengolahan, maka limbah harus dipindahkan dan dilakukan
pengolahan secara ek-situ.
II.1.5. Persyaratan Fasilitas
Fasilitas pengolahan limbah minyak bumi secara biologis dilengkapi dengan fasilitas
sebagai berikut:
824
A. Rancang Bangun :
1. Di atas tanah unit tempat pengolahan dilapisi tanah lempung dengan ketebalan
minimum 60 cm setelah dipadatkan dan memenuhi batas permeabilitas (K)
minimum adalah 10-5 cm/detik.
2. Lahan dengan permeabilitas (K) lebih besar dari 10-5 cm/detik harus dilengkapi
dengan bahan pelapis tambahan berupa HDPE (high density polyethylene) dengan
ketebalan minimum 1.5 mm atau bahan pelapis lainnya yang memenuhi
persyaratan.
3. Saluran drainase dirancang di sekeliling unit lokasi pengolahan untuk mengkontrol
larinya air luapan.
4. Arah aliran air luapan tersebut diatur sehingga aliran menuju ke kolam
penampungan.
5. Konstruksi saluran drainase dan kolam penampung air luapan harus kedap air
dan mampu mengakomodasikan volume curah hujan maksimum.
6. Tanggul dibangun di sekeliling unit lokasi pengolahan untuk mencegah luapan
air hujan yang masuk pada waktu curah hujan tertinggi (jika saluran drainase
tidak mencukupi luapan air hujan).
7. Sumur pantau air tanah dipasang minimum 2 (dua) buah yang terletak secara
representatif di daerah hulu dan hilir dari unit lokasi pengolahan yang disesuaikan
dengan arah aliran air tanah.
8. Sumur pantau air tanah tidak diperlukan jika data hidrogeologis mendukung
terjaminnya permeabilitas yang sangat rendah, baik dari segi kedalaman air tanah
maupun struktur geologi lahan.
9. Pagar pengaman atau pembatas di sekeliling lokasi unit pengolahan dipasang
untuk menghindari masuknya pihak yang tidak berkepentingan.
10. Tanda-tanda peringatan dipasang untuk menjaga aspek keselamatan dan
keamanan yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. lokasi pengolahan limbah minyak bumi secara biologis;
b. dilarang masuk bagi yang tidak berkepentingan;
c. pemakaian alat pelindung diri yang sesuai dengan standar keselamatan kerja;
d. atau tanda lain yang dianggap perlu.
B. Kelengkapan lain :
1. Untuk menunjang proses pengolahan, maka peralatan-peratan yang digunakan
untuk pencampuran dan pengadukan harus tersedia setiap saat diperlukan.
2. Proses pengolahan perlu dilengkapi prosedur kerja tertulis tentang tata laksana
operasional pengolahan, pemantauan dan pengawasan.
3. Mempunyai sistem penanggulangan keadaan darurat jika terjadi kebocoran atau
tumpahan dari unit pengolahan.
4. Memiliki alat perlengkapan keselamatan bagi pekerja yang melakukan kegiatan
operasional pada unit pengolahan.
825
II.2. Tata cara pengolahan
A. Proses pengolahan
Proses pengolahan secara biologis dapat dilakukan secara aerob maupun anearob,
beberapa teknik yang dapat diterapkan adalah landfarming, biopile, composting
atau teknik-teknik lain yang layak digunakan.
1. Bahan pencampur dapat ditambahkan pada limbah dengan tujuan untuk
mengoptimalkan proses penguraian limbah minyak buminoleh mikroorganisme
dengan persyaratan perbandingan maksimum antara limbah dan bahan pencampur
adalah 1:1
2. Bahan penggembur (bulking agent) dapat ditambahkan untuk meningkatkan
porositas campuran limbah minyak bumi dengan memanfaatkan bahan yang
tersedia di sekitar lokasi pengolahan.
3. Pada proses pengolahan yang dilakukan secara aerob, maka pemberian oksigen
(aerasi) perlu dilakukan dengan cara mensuplai oksigen melalui pipa-pipa,
pengadukan manual atau dengan alat berat.
4. Kelembaban optimum dari proses pengolahan perlu dijaga dengan cara
menyiramkan atau menyemprotkan dengan air.
5. Pengaturan pH optimum (mendekati pH netral) terhadap proses pengolahan
merupakan faktor yang perlu diperhatikan.
6. Penambahan zat makanan atau unsur hara untuk meningkatkan proses penguraian
limbah minyak bumi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor
lain, seperti kemungkinan terjadinya pencemaran lain atau timbulnya bau yang
mengganggu.
7. Untuk mempercepat proses penguraian limbah minyak bumi, mikroorganisme
pengurai limbah minyak local dapat diaktifkan dengan cara memberikan zat
makanan/unsure hara dan mengoptimalkan kondisi lingkungan.
8. Mikroorganisme pengurai limbah minyak yang diperoleh dari luar dipersyaratkan
bukan merupakan organisme pathogen, bukan termasuk organisme hasil rekayasa
genetic dan apabila produk import digunakan harus seijin dari instansi Departemen
Pertanian.
9. Bahan surfaktan yang digunakan pada proses pengolahan biologis harus bersifat
mudah diurai dan non-toksik (disertai MSDS).
10. Proses pencampuran atau pengadukan (mixing) dilakukan secara teratur dan
periodic untuk mengoptimalkan proses pengolahan secara biologis.
11. Air luapan atau air lindi yang berada di kolam penampung dapat disirkulasi kembali
ke unit pengolahan untuk menjaga kelembaban.
12. Jika air luapan atau air lindi tersebut dibuang ke lingkungan maka limbah cair
tersebut diperlakukan sebagai limbah cair.
B. Evaluasi kinerja pengolahan
1. Keberhasilan proses pengolahan secara biologis dalam menurunkan kadar TPH/
oil content sampai memenuhi criteria yang dipersyaratkan dievaluasi untuk melihat
efektifitas penguraian limbah minyak bumi secara biologis dengan ketentuan waktu
maksimum pengolahan adalah 8 (delapan) bulan.
826
2. Jika proses pengolahan memakan waktu lebih dari 8 (delapan) bulan, maka
evaluasi ulang dilakukan untuk meningkatkan kinerja proses pengolahannya.
III.ANALISIS TERHADAP PROSES PENGOLAHAN
Selama proses pengolahan secara biologis ini dilakukan, maka beberapa parameter dianalisis dengan
ketentuan sebagai berikut :
1. Analisis limbah :
a. Analisis Kimia
Tabel 1. Parameter dan metoda sampling untuk analisis sample limbah yang diolah.
�
� � ������
�
���� �����! ����� "����
�
#������ "����
�
����$ � ������
���� ������� � ������� ������ ��������� �����
�������
�� ������������ ����������� ����
�� ��������� ����������������� ����������������
����� ��������� ������� ����� ����
�
!�"#$� %�&����� ����� '( �� )������������
�
�������%�$$� %�&����� ����� '( �� )������������
�
�*+��������� ����
%,���(�����&����� ����� '( �� �*+�� ���������-��%%$$$�
� *) Benzene, totuene, ethylbenzene, xylene
**) PAH adalah Polycyclic Aromatic Hydrocarbon
***) Spektrofotometri Serapan Atom
b. Analisis pendukung
- Analisis terhadap produk hasil penguraian limbah minyak bumi (TPH) akibat kegiatan
mikrobiologis dapat dilakukan untuk melihat komponen dan konsentrasi senyawa
hidrokarbon, seperti senyawa yang terdapat di dalam kelompok C6-C
15.
- Analisis terhadap parameter yang berhubungan dengan proses mikrobiologis dapat
dilakukan sebagai data pendukung untuk efektifnya pengolahan, diantaranya adalah
penghitungan jumlah total bakteri, biomassa unsure karbon, pengukuran respirasi,
fiksasi nitrogen dan lain-lain.
2. Analisis sample air tanah dari sumur pantau
Sampel air tanah diambil dari sumur pantau yang dipasang secara representatife di daerah
hulu dan hilir minimum pada saat awal operasi, selama proses dan akhir operasi. Parameter
yang diukur adalah pH dan Electrical conductivity (EC) yang diukur minimum 2 minggu sekali
serta analisis konsentrasi TPH minimum 3 (tiga) bulan sekali.
3. Analisis sample tanah
Pada kondisi air tanah dalam (> 50 m), maka cukup sample tanah yang dianalisis untuk
konsentrasi TPH dengan pengambilan sample tanaha pada kedalaman 2 m di bawah lapisan
paling dasar unit pengolahan minimum 1 (satu) bulan sekali.
827
4. Analisis sample air lindi
Analisis sample air luapan atau lindi yang dibuang ke lingkungan diperlukan sebagai limbah
cair mengacu kepada KepMen LH No. 42/1996 jo. KepMen LH No. 09/1997 (baku mutu limbah
cair bagi kegiatan minyak, gas dan panas bumi) minimum 1 (satu) bulan sekali.
IV. KRITERIA HASIL AKHIR PENGOLAHAN
Hasil akhir dari Proses Pengolahan secara biologis harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Limbah
Tabel2. Persyaratan nilai akhir hasil pengolahan minyak bumi secara biologis
���� � � ����� � �� � ��� �� ������ ����%� � �
%.������/���
%�������������&$��������! �0 � ���� � �"�&1�� �0 � �
�&�
�2�3����2�3����2�3����2�3���
�4�5�6��7.777����7��7�
4�8�
#1� � ��������%��
�2�3����2�3���
�7��7�
!.������/���4�8�9�6�
%���������*+�����%��!��*(�*��*����� �:��
���3+���3+���3+���3+���3+���3+���3+���3+���3+�
�������7������7�7-����7�
� * Semua analisis kimia untuk limbah minyak bumi, nilai konsentrasi (µg/g) ditentukan dalam
berat kering.
2. Limbah Cair
Limbah cair yang dibuang ke media lingkungan harus memenuhi KepMen baku mutu limbah
cair yang terkait (KepMen 42/1996)
3. Air tanah pada sumur pantau
Sampel air tanah diambil pada sumur pantau yang ada di hulu dan hilir kemudian dianalisis
pH, EC (Electrical Conductivity) dan TPH.
4. Uji toksikologi
Uji toksikologi dilakukan terhadap limbah hasil olahan minimum 1 (satu) kali pengujian dari
jenis limbah yang sama untuk menetapkan nilai LD50
(Lethal Dose fifty). Nilai dari LD50
yang
dipersyaratkan adalah tidak boleh kurang dari (<) 15 gram per kilogram berat badan dari
hewan uji.
828
V. PENANGANAN HASIL OLAHAN
Setelah proses pengolahan mencapai ketentuan criteria hasil akhir di atas, maka terhadap bahan
tersebut dapat dilakukan perlakuan dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Sebelum melakukan kegiatan pengelolaan terhadap hasil olahan pasca operasi, maka pengelola
melaporkan rencana kegiatan tersebut kepada KLH.
2. Hasil olahan ditimbun ke landfill jika hasil analisis lebih dari pada baku mutu yang dipersyaratkan
pada Tabel 2 Keputusan ini dengan kategori landfill sesuai dengan hasil analisis minyak bumi
(mengacu kepada Kep-04/Bapedal/09/1995).
Table 3. Beberapa cara penanganan hasil olahan setelah proses pengolahan
���� ������ ���#�'�
���� � �"� � � ����� � �
�.� ;<� ���� ��� �����&���(����=����� �������� � �&������ ����
.� �<���<� +��(�������� �����'''� � ����) �(���7/3�66��
�.� >�<� �.� � � ������� ��(�� ��&����&���(���� �������
�.� � ����������
?�������� ���&��� 1���� ������������
!�&���� ������� ��������=����-���� �������������(�������������
�
3. Hasil olahan dapat ditempatkan ke lokasi dimana proses pengolahan biologis sebelumnya
berlangsung jika hasil analisis memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan pada Tabel 2
Keputusan ini dengan memberikan tanda dan titik koordinat pada lokasi.
4. Hasil olahan dapat ditempatkan ke lokasi lain yang masih berada di sekitar area internal
penghasil limbah jika hasil analisis memenuhi baku mutu.
5. Persyaratan lahan penempatan hasil olahan tersebut sedapat mungkin terkonsentrasi pada
satu area (tidak menyebar).
6. Persyaratan lahan penempatan hasil olahan tersbeut harus merupakan daerah bebas banjir,
bukan daerah resapan atau sumber mata air, bukan daerah air permukaan dangkal (< 4 m)
dan bukan daerah yang dilindungi.
7. Penempatan hasil olahan pada lahan dengan kedalaman air tanah kurang dari 4 (empat) m,
bagian dasar lahan dilapisi dengan tanah lempung setebal minimum 60 cm.
8. Penanganan hasil olahan yang dilakukan seperti yang dicantumkan pada butir 4, maka air
lindi atau air cucian diatur agar arah aliran tidak menyebar ke media lingkungan lain, seperti
air tanah, persawahan, perkebunan atau air sungai.
9. Setelah ditempatkan di atas lahan, di atas hasil olahan dapat ditanami tumbuhan yang bukan
termasuk jenis yang dapat dikonsumsi.
10. Hasil olahan yang ditempatkan di luar area penghasil limbah harus memperoleh ijin dari KLH.
11. Hasil olahan yang dimanfaatkan untuk keperluan tertentu, seperti bahan pencampur lapisan
jalan, material bangunan dan lain-lain harus memperoleh ijin dari KLH.
829
VI. PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN TERHADAP HASIL OLAHAN
Pemantauan dan pengawasan terhadap hasil olahan yang diletakkan di atas lahan seperti yang
tercantum pada butir V dilakukan secara teratur dan periodic dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Analisis TPH terhadap sampel hasil olahan, sampel tanah, sampel air tanah, sampel tanaman
(jika digunakan) dan badan sungai (jika ada) dilakukan oleh penghasil limbah minimum 6
(enam) bulan sekali.
2. Penghasil limbah bertanggung jawab terhadap pengendalian atau pengolahan terhadap lokasi
penempatan hasil olahan minimum 2 (dua) tahun atau jangka waktu lain yang ditentukan
oleh instansi yang bertanggung jawab.
3. Pemantauan dan pengawasan terhadap lokasi penempatan hasil olahan dilakukan oleh KLH,
Bapedalda Propinsi dan Bapedalda Kabupaten/Kota atau instansi lain yang berwenang minimum
6 (enam) bulan sekali.
4. Pelaporan tentang hasil pemantauan diberikan kepada KLH, Bapedalda Propinsi dan Bapedalda
Kabupaten/Kota atau instansi lain yang berwenang minimum 6 (enam) bulan sekali.
Ditetapkan di : Jakarta
pada tanggal : 28 Juli 2003
Menteri Negara
Lingkungan Hidup,
ttd
Nabiel Makarim, MPA., MSM
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan
Kelembagaan Lingkungan Hidup,
ttd
Hoetomo, MPA
830
PROSEDUR PERIZINAN PENGELOLAAN LIMBAH B3
PERMOHONAN IZIN Sesuai Permen LH
18/2009
Permintaan Kelengkapan Administrasi
Evaluasi Kelengkapan Administrasi (Dokumen Administrasi dan Teknis)
Kegiatan Optional (bila diperlukan)
Evaluasi Teknis Perbaikan
Penolakan Izin
Verifikasi Lapangan
Peer Review Teknis
PENETAPAN KEPUTUSAN
Penerbitan izin
Keputusan Penerbitan atau Penolakan Izin Max 45 hari kerja sejak diterimanya surat permohonan secara lengkap
KEWENANGAN PENERBITAN IZIN
(UU 23/2014+PP 101/2014)
BUPATI/WALIKOTA GUBERNUR MENTERI
PENYIMPANAN V PENGUMPULAN V V V PENGANGKUTAN V PEMANFAATAN V PENGOLAHAN V PENIMBUNAN V
URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LH DALAM PELAKSANAAN PENGELOLAAN LIMBAH B3
PEMERINTAH PEMERINTAH PROVINSI PEMERINTAH KAB/KOTA
o Penetapan Kebijakan Nasional Pengelolaan B3 dan LB3
o Penetapan LB3 dan status B3 o Notifikasi B3 dan Limbah B3 o Menyelenggarakan registrasi
B3 o Pengawasan Pengelolaan
pengelolaan (B3) o Ekspor dan Impor B3 dan LB3 o Pengawasan LB3 skala Nasional o Izin Pengumpul skala Nasional o Izin
Pengolahan,Pemanfaatan,Pengangkutan dan Penimbunan LB3
o Pengawasan pemulihan pencemaran LB3 skala nasional
o Izin dan rekomendasi izin pengumpulan LB3
o Pengawasan PLB3 o Pengawasan Sistem Tanggap
Darurat Penanggulangan Kecelakaan PLB3, pemulihan pencemaran LB3 skala Provinsi
o Izin Penyimpanan LB3 o Izin Lokasi Pengelolaan LB3 o Pengawasan PLB3 o Pengawasan Sistem Tanggap
Darurat Penanggulangan Kecelakaan PLB3, Pemulihan Pencemaran LB3 skala Kab/Kota
KEWENANGAN DALAM PERIZINAN DAN PENGAWASAN PENGELOLAAN LIMBAH B3
PENGELOLAAN LIMBAH B3
PERIZINAN PENGAWASAN
PUSAT PROVINSI KAB/KOTA PUSAT PROVINSI KAB/KOTA
Penyimpanan V V V V
Pengumpulan V V V V V V
Pengangkutan V V V V
Pemanfaatan V V V V
Pengolahan V V V V
Penimbunan V V V V