ANALISIS MAYA INDEX NYAMUK Aedes spp. DI KECAMATAN …digilib.unila.ac.id/30967/3/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of ANALISIS MAYA INDEX NYAMUK Aedes spp. DI KECAMATAN …digilib.unila.ac.id/30967/3/SKRIPSI TANPA BAB...
ANALISIS MAYA INDEX NYAMUK Aedes spp.
DI KECAMATAN METRO TIMUR
Skripsi
Oleh
BETARA SONA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
ANALISIS MAYA INDEX NYAMUK Aedes spp.
DI KECAMATAN METRO TIMUR
Oleh
BETARA SONA
DBD (Demam Berdarah Dengue) merupakan salah satu penyakit yang sangat
berbahaya karena dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. DBD
ditularkan melalui vektornya yaitu, Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Salah
satu indikator yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu daerah berisiko
tinggi atau tidak sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes sp adalah
analisis maya index.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis TPA yang
berpotensi sebagai tempat perindukan nyamuk, mengetahui jenis larva yang
ditemukan di berbagai TPA, dan mengetahui status maya index di Kecamatan
Metro Timur yang dilaksanakan pada bulan November-Desember 2017.
Penelitian ini dilakukan dengan cara survei langsung ke 100 rumah warga di
Metro Timur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis tempat penampungan
air terkontrol yang paling berpotensi sebagai tempat perindukan nyamuk adalah
bak mandi, sedangkan jenis tempat penampungan air yang sudah tidak terkontrol
yang berpotensi sebagai tempat perindukan nyamuk adalah kolam ikan bekas.
Jenis larva yang ditemukan ada 2 jenis yaitu, larva Aedes aegypti dengan
persentase 47,7% dan larva Aedes albopictus dengan persentase 52,3%. Status
maya index di Kecamatan Metro Timur masuk ke dalam kategori sedang yang
diperoleh dari kombinasi BRI kategori sedang dan HRI kategori sedang.
Kata Kunci : Maya Index, DBD, Larva Aedes sp.
ANALISIS MAYA INDEX NYAMUK Aedes spp.
DI KECAMATAN METRO TIMUR
Oleh
BETARA SONA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Krui, Kecamatan Pesisir Tengah , Kabupaten Pesisir Barat
pada hari jumat tanggal 9 Agustus 1996. Penulis merupakan anak kedua dari
empat bersaudara, dengan ayah bernama Sodiq Moakbar dan ibu bernama
Marlina.
Penulis menempuh pendidikan pertama pada tahun 2002 di Sekolah Dasar Negeri
01 Way Jambu dan diselesaikan pada tahun 2008. Kemudian penulis melanjutkan
pendidikan di Sekolah Menengah Pertama PGRI 1 Pesisir Selatan dan
diselesaikan pada tahun 2011. Setelah itu melanjutkan pendidikan di Sekolah
Menengah Atas Negeri 01 Pesisir Selatan dan diselesaikan pada tahun 2014.
Pada tahun 2014, penulis resmi diterima sebagai mahasiswi Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung melalui
jalur SBMPTN, selama menempuh pendidikan di Biologi, penulis pernah
bergabung dengan keluarga besar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FMIPA
Universitas Lampung dan aktif di Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMBIO)
FMIPA Universitas Lampung.
Pada bulan Januari sampai Februari 2017, penulis melaksanakan Kuliah Kerja
Nyata (KKN) di Kampung Gunung Raya Kecamatan Pubian Kabupaten Lampung
Tengah selama 40 hari. Selanjutnya pada bulan Juli sampai Agustus 2017 penulis
melaksanakan Kerja Praktik (KP) di UPTD Balai Laboratorium Kesehatan
Provinsi Lampung dengan judul “Pola Resistensi Bakteri Pada Pemerikaan
Sampel Urin Terhadap 7 Golongan Antibiotik Di UPTD Balai Laboratorium
Kesehatan Provinsi Lampung”
MOTTO HIDUP
“Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semuaorang tertawa bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yangmenangis, dan pada kematianmu semua orangmenangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yangtersenyum”
“Kebanggan kita yang terbesar adalah bukan tidakpernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita
terjatuh”
PERSEMBAHAN
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM...
Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillahirobbil’alamin..
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, karena berkat danrahmat detak jantung, denyut nadi, nafas dan putaran rodakehidupan yang diberikan-Nya hingga saat ini saya dapat
mempersembahkan karya sederhana ini sebagai wujudbaktiku kepada :
Kedua orangtua ku tercinta Ayahanda Sodiq Moakbar danIbunda Marlina yang tak pernah lelah memberikan limpahan
kasih sayang, dukungan, semangat, motivasi, serta doa di setiaphembusan nafas sehingga saya bisa sampai pada tahap ini.
Mamasku Rizky Witama dan kedua adikku Nidia Cantika &Perkasa Dinanti Akbar yang telah memberikan canda, tawa,
semangat, doa, dan kasih sayangnya kepada saya.
Bapak dan Ibu dosen Jurusan Biologi FMIPA UniversitasLampung yang telah membimbing dan memberikan ilmu yang
sangat bermanfaat kepada saya.
Teman-teman, kakak-kakak, adik-adik, dan keluarga besar JurusanBiologi FMIPA Universitas Lampung yang selalu memberikan
semangat dan dukungan serta canda tawa yang sangatmengesankan selama masa perkuliahan.
Serta Almamater tercinta
SANWANCANA
Assalamu’alaikum Wr.Wb..
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis Maya
Index Nyamuk Aedes Spp. di Kecamatan Metro Timur” yang merupakan salah
satu syarat demi menempuh pendidikan di Jurusan Biologi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dr. Emantis Rosa, M. Biomed. selaku pembimbing 1 sekaligus
pembimbing akademik yang telah memberi bimbingan, ilmu, dukungan,
serta motivasinya selama penulis kuliah hingga proses penulisan skripsi ini
selesai.
2. Bapak Drs. M. Kanedi, M. Si. selaku pembimbing 2 yang telah memberi
bimbingan, arahan, dan ilmu yang sangat bermanfaat selama penulis
melaksanakan penelitian dan menyelesaikan penulisan skripsi.
3. Bapak Drs. Tugiyono, M. Si., Ph. D. Selaku pembahas yang telah
memberikan arahan, kritik dan saran yang membangun sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi.
4. Ketua jurusan Biologi FMIPA, Dekan FMIPA dan Rektor Universitas
Lampung atas izin dan kesempatan yang diberikan sehingga penulis dapat
menuntut ilmu di Universitas Lampung.
5. Bapak dan ibu dosen serta keluarga besar Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Lampung yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih
atas segala bimbingan dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama
menempuh pendidikan di Jurusan Biologi.
6. Staf Kecamatan Metro timur, bapak-bapak lurah, serta seluruh warga
Kecamatan Metro Timur yang telah memberikan izin penelitian.
7. Kedua Orang tua tercinta Ayahanda Sodiq Moakbar dan Ibunda Marlina,
mamas saya Rizky Witama, serta kedua adik saya Nidia Cantika dan
Perkasa Dinanti Akbar yang selalu mendoakan, mencurahkan kasih sayang,
memberi semangat tiada henti, serta selalu setia mendengarkan keluh kesah
penulis.
8. Teman sepergunjinganku Athiyya Nurfadhilah yang telah setia menemani
dan tak pernah bosan mendengarkan keluh kesah penulis dalam hal apapun
dari awal kuliah hingga resmi menjadi sarjana sains.
9. Teman-teman kesayangan Aprilia Sari, Febi Angelica Rivera, Yunita Sari,
Anis Ashari, Nadya Rosyalina Putri, Nalindri Impitasari, Essy Pertiwi,
Fesya Salma Putri, Nadia Fakhriyati, Mizan Sahroni, Basuki Sugiarto yang
selalu memberikan semangat, dukungan, dan selalu ada saat penulis senang
maupun susah.
10. Geng woro-woroku Vielda Rahmah, Tara Sesafia, Astri Ayu Andari,
Diajeng Larasati, Mardhi, Kiki, Dayat yang selalu berisik dimanapun dan
menjadi penghibur dikala sedih.
11. Keluarga 40 hariku di Kampung Gunung Raya, Eka, Mutiara, Leni, Andey,
Ata, dan Ade yang selalu memberikan semangat dan doanya.
12. Teman seperjuanganku Nadia Ayu Febriati dan Lia Apriyani yang selalu
memberikan semangat, doa serta canda tawa kepada saya dari awal
perjuangan kuliah hingga saat ini.
13. Teman-teman Biologi 2014, kakak-kakak, dan adik-adik Jurusan Biologi
FMIPA Universitas Lampung, serta keluarga besar HIMBIO FMIPA
Universitas Lampung yang telah memberikan bantuan, doa, dan semangat
yang tiada henti.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan dalam
penulisan ini. Namun, besar harapan semoga hasil karya sederhana ini dapat
bermanfaat bagi diri saya sendiri maupun orang lain yang membacanya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb..
Bandar Lampung, 04 April 2018
Penulis,
Betara Sona
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR TABEL ......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii
I. PENDAHULUAN . ................................................................................. 1A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1B. Tujuan Penelitian ............................................................................... 3C. Manfaat Penelitian ............................................................................. 4D. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 6A. Pengertian Maya Index ..................................................................... 6B. Biologi Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) ............................ 7
1. Klasifikasi dan Morfologi Aedes sp. ............................................ 82. Tahap Perkembangan Aedes sp. ................................................... 9
2.1 Telur Aedes sp. ...................................................................... 92.2 Larva Aedes sp. ..................................................................... 102.3 Pupa Aedes sp. ....................................................................... 112.4 Aedes sp Dewasa ................................................................... 12
3. Penularan Penyakit DBD ............................................................. 13C. Bioekologi ......................................................................................... 16
1. Siklus Hidup ................................................................................. 162. Tempat Perkembangbiakan Nyamuk ........................................... 173. Perilaku Nyamuk Dewasa ............................................................ 184. Penyebaran ................................................................................... 195. Variasi Musiman .......................................................................... 196. Faktor Lingkungan ....................................................................... 19
D. Metode Pengendalian Vektor ............................................................ 201. Kimiawi ........................................................................................ 212. Biologi .......................................................................................... 213. Manajemen Lingkungan ............................................................... 224. Pengendalian Vektor Terpadu ...................................................... 225. Pengendalian Cara Mekanik ......................................................... 23
III. METODE PENELITIAN ...................................................................... 24A. Waktu dan Tempat ............................................................................. 24B. Alat dan Bahan ................................................................................... 24C. Metode Penelitian .............................................................................. 25D. Teknik Sampling ................................................................................ 25E. Pelaksanaan Pengambilan Sampel di Lapangan ................................ 25F. Analisis Data ...................................................................................... 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 29A. Keadaan Tempat Penampungan Air yang Berpotensi sebagai Tempat
Perindukan Nyamuk di Kecamatan Metro Timur ............................. 29B. Identifikasi Larva yang Ditemukan .................................................. 35C. Kategori Rumah berdasarkan BRI, HRI, dan Maya Index ............... 37
1. Kategori BRI ................................................................................. 382. Kategori HRI ................................................................................. 393. Status Maya Index ......................................................................... 41
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 46A. Kesimpulan ......................................................................................... 46B. Saran .................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 48
LAMPIRAN ................................................................................................... 52
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kategori Maya Index .................................................................... 28
Tabel 2. Jenis Kontainer dan Keberadaan Larva Aedes spp. pada 100 Rumah
Warga di Kecamatan Metro Timur .............................................. 30
Tabel 3. Hasil Identifikasi Larva ................................................................ 35
Tabel 4. Kategori Rumah di Kecamatan Metro Timur Berdasarkan Breeding Risk
Index, Hygiene Risk Index, dan Maya Index ................................ 37
DAFTAR GAMBAR
HalamanGambar 1 Distribusi Kasus DBD Kota Metro per Kecamatan
Tahun 2015 ......................................................................... 2
Gambar 2. Nyamuk Aedes aegypti ...................................................... 8
Gambar 3. Morfologi Nyamuk Aedes sp. ........................................... 9
Gambar 4. Telur Aedes sp. .................................................................. 10
Gambar 5. Larva Aedes sp. ................................................................. 11
Gambar 6. Pupa Aedes sp. ................................................................... 12
Gambar 7. Nyamuk Dewasa Aedes aegypti dan Aedes albopictus ..... 13
Gambar 8. Siklus Penularan Penyakit DBD ....................................... 16
Gambar 9. Tempat Penampungan Air Terkontrol yang Ditemukan Adanya
Larva ................................................................................ 31
Gambar 10. Tempat Penampungan Air Tidak Terkontrol yang Ditemukan
Adanya Larva ................................................................... 34
Gambar 11. Morfologi Aedes aegypti secara Mikroskopis ................. 36
Gambar 12. Morfologi Aedes albopictus secara Mikroskopis ............ 36
Gambar 13. Persentase Kategori Breeding Risk Index pada 100 Rumah di
Kecamatan Metro Timur .................................................. 38
Gambar 14. Persentase Kategori Hygiene Risk Indikator pada 100 Rumah di
Kecamatan Metro Timur .................................................. 39
Gambar 15. Persentase Status Maya Index pada 100 Rumah di Kecamatan
Metro Timur ..................................................................... 41
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kuisoner Penelitian ................................................................ 52
Lampiran 2. Rekapitulasi Hasil Penelitian pada 100 Rumah di Kecamatan Metro
Timur .................................................................................... 54
Lampiran 3. Perhitungan Persentase Larva ................................................ 61
Lampiran 4. Perhitungan Kategori Rumah Berdasarkan BRI, HRI, dan Maya
Index ...................................................................................... 62
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian ......................................................... 64
Lampiran 6. Rekapitulasi Data Demografi dan Derajat Kesehatan Masyarakat di
Kecamatan Metro Timur ....................................................... 66
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
DBD (Demam Berdarah Dengue) merupakan penyakit yang diakibatkan oleh
virus yang dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang sangat singkat.
Penyakit ini masuk ke Indonesia tahun 1968 melalui pelabuhan Surabaya dan
pada tahun 1980 telah dilaporkan tersebar luas di seluruh provinsi di
Indonesia. Vektor utama DBD ialah nyamuk Aedes aegypti, sedangkan vektor
potensialnya ialah Aedes albopictus (Natadisastra D, 2009).
Di Provinsi Lampung, kasus DBD terjadi di beberapa kota dan kabupaten,
antara lain di kota Metro. Kota Metro merupakan salah satu daerah endemis
DBD dengan kasus yang cukup tinggi. Kasus DBD tersebar di 22 kelurahan
dari 5 kecamatan yang ada di Kota Metro. Pada tahun 2015, kecamatan yang
mempunyai kasus DBD tertinggi adalah Kecamatan Metro Timur dengan
jumlah 96 kasus, dan kecamatan dengan jumlah kasus terkecil adalah
Kecamatan Metro Selatan dengan jumlah 10 kasus (Dinas Kesehatan Kota
Metro, 2015). Berikut distribusi kasus DBD Kota Metro per Kecamatan
Tahun 2015 dapat dilihat pada gambar 1.
2
Gambar 1. Distribusi Kasus DBD Kota Metro per Kecamatan Tahun 2015(Sumber :Buku Profil Kesehatan Kota Metro 2015)
Beberapa tahun terakhir kasus DBD di Kota Metro cenderung fluktuatif,
untuk itu perlu dilakukan kewaspadaan dini dalam upaya penanganan yang
efektif untuk mencegah penularan penyakit DBD pada masyarakat dan
instansi terkait khususnya dinas kesehatan. Salah satu cara yang dapat
dilakukan dalam upaya membantu penanggulangan kasus DBD, yaitu dengan
melakukan analisis tempat perindukan yang berisiko tinggi melalui analisis
maya index.
Di Indonesia, berbagai upaya telah dilakukan dalam upaya penanggulangan
DBD, seperti PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk), penyuluhan kesehatan,
serta penggunaan insektisida fogging dan abatisasi. Namun banyaknya tempat
perkembangbiakan nyamuk di lingkungan yang sangat sulit dipantau, seperti
kaleng bekas, ban bekas, drum tidak terpakai, lubang pohon dan lainnya
76
96
24
10
61
0
20
40
60
80
100
120
Metro Pusat Metro Timur Metro Utara Metro Selatan Metro BaratJumlah Terkena DBD
3
menyebabkan hasil pengendalian kurang optimal yang ditandai dengan masih
ditemukannya kasus DBD dari tahun ke tahun (Nahla, 2009).
Maya index digunakan untuk mengidentifikasi suatu area yang berisiko tinggi
sebagai tempat perkembangbiakan (breeding site) nyamuk Aedes sp.
didasarkan pada status kebersihan lingkungan HRI (Hygiene Risk Indikator)
dan ketersediaan tempat-tempat yang mungkin berpotensi sebagai tempat
perkembangbiakan nyamuk BRI (Breeding Risk Index) (Satoto, 2005).
Dengan diketahuinya maya index suatu daerah, diharapkan dapat memberikan
informasi yang tepat dan akurat dalam upaya penanggulangan kasus DBD di
Indonesia khususnya di Kecamatan Metro Timur.
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui jenis TPA (Tempat Penampungan Air) yang berpotensi sebagai
tempat perindukan nyamuk Aedes sp.
2. Mengetahui jenis larva yang ditemukan pada berbagai TPA (Tempat
Penampungan Air) di Kecamatan Metro Timur.
3. Mengetahui status maya index di Kecamatan Metro Timur.
4
C. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat di
Kecamatan Metro Timur tentang tempat-tempat yang dapat berpotensi
sebagai tempat perindukan dan perkembangbiakan nyamuk di Kecamatan
Metro Timur. Sehingga masyarakat dapat lebih peduli terhadap kebersihan
lingkungan sekitar terutama tempat penampungan air yang dapat menjadi
tempat perkembangbiakan nyamuk. Hal ini dalam rangka menggiatkan
partisipasi masyarakat dalam program pemerintah untuk pemberantasan
vektor DBD di Kecamatan Metro Timur.
D. Kerangka pemikiran
DBD (Demam Berdarah Dengue) atau DHF (Dengue Hemorrhagic Fever)
merupakan penyakit akibat infeksi virus dengue yang masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh belahan
dunia terutama di negara-negara tropik dan subtropik baik sebagai penyakit
endemik maupun epidemik terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah,
Amerika dan Karibia. WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa
DBD sebagai penyebab utama kesakitan dan kematian anak di Asia Tenggara.
DBD ditularkan melalui vektornya, yaitu nyamuk Aedes sp. Di Indonesia ada
2 jenis nyamuk Aedes yang bisa menularkan virus dengue yaitu Ae. aegypti
dan Ae. albopictus. Namun Ae. aegypti lebih berperan dalam penularan DBD.
5
Dalam konteks penanggulangan DBD, dibutuhkan data lingkungan terkait
dengan segi bionomik nyamuk vektor DBD, yaitu Maya Index. Bionomik
merupakan hubungan antara aktivitas dan perilaku nyamuk dalam
kesehariannya dengan lingkungan. Maya index digunakan dalam upaya
pengendalian DBD di suatu daerah. Dengan maya index, bisa diketahui
tingkat resiko perkembangbiakan jentik yang berguna untuk menentukan
prioritas dalam penyusunan program pengendalian larva. Selain itu, dapat
diketahui tempat perkembangbiakan atau tempat penampungan air yang
paling disukai sebagai acuan dalam program pengendalian larva nyamuk.
Oleh karena itu, perlu adanya penelitian maya index nyamuk Aedes sp. di
Kecamatan Metro Timur.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat di
Kecamatan Metro Timur tentang hubungan status maya index dengan
tingginya kasus DBD di Kecamatan Metro Timur. Sehingga masyarakat dapat
lebih peduli terhadap kebersihan lingkungan sekitar terutama tempat
penampungan air yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Hal
ini dalam rangka memberikan informasi kepada petugas terkait agar pada saat
pemberantasan vektor DBD dapat tepat sasaran serta menggiatkan partisipasi
masyarakat dalam program pemerintah untuk pemberantasan vektor DBD di
Kecamatan Metro Timur.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Maya Index
MI (Maya Index) merupakan indikator baru yang digunakan untuk
mengidentifikasi sebuah lingkungan di perumahan atau komunitas berisiko
tinggi atau tidak sebagai tempat perkembangbiakan (breeding sites) nyamuk
Aedes sp, di dasarkan pada status kebersihan daerah tersebut dan ketersediaan
tempat-tempat yang mungkin berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan
nyamuk. Kondisi tempat potensial perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti
dapat diketahui dengan menggunakan indikator MI (Miller dkk, 1992).
MI juga digunakan sebagai upaya pengendalian DBD di suatu daerah, karena
dapat diketahui tingkat risiko dan tempat perkembangbiakan yang paling
disukai, sehingga berguna untuk menentukan prioritas dalam penyusunan
program pengendalian jentik nyamuk.
Menurut Miller, dkk (1992), tempat perindukan dibedakan menjadi 2, yaitu
tempat yang dapat dikontrol (controllable sites) atau dikendalikan oleh
manusia seperti ember, pot bunga, talang air, drum minyak, sumur, bak
mandi, tempat minum burung, tower, bak air. Selain itu juga sampah atau
tempat yang sudah tidak dipakai (disposable sites) seperti botol bekas, kaleng
7
bekas, ban bekas, ember bekas, lubang pada bambu, pohon berlubang,
tempurung kelapa, genangan air, toples bekas.
B. Biologi Vektor DBD (Demam Berdarah Dengue)
DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai
dengan demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus
menerus selama 2-7 hari sifat demam adalah demam tinggi, lebih dari
38.5ºC, penurunan trombosit disertai dengan kepala nyeri (pusing),
lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati, perdarahan dikulit berupa bintik
perdarahan. Disertai dengan gejala lain seperti mimisan, berak darah,
muntah darah, dan kesadaran menurun (Irianto, 2009).
Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama (primer) dalam penyebaran
penyakit DBD dan Aedes albopictus sebagai vektor sekunder yang juga
penting dalam mendukung keberadaan virus. Aedes aegypti memiliki ciri-ciri
berwarna hitam dengan bintik-bintik putih dengan jarak terbang nyamuk
sekitar 100 meter, menghisap darah pada pagi hari sekitar pukul 09.00-10.00
dan sore hari pukul 16.00-17.00. Aedes aegypti dikenal mempunyai
kebiasaan hidup pada genangan air pada bejana buatan manusia yang berada
di dalam dan luar rumah (Wirayoga, 2013). Nyamuk Aedes aegypti dapat
dilihat pada gambar 2.
8
Gambar 2. Nyamuk Aedes aegypti(Sumber : Cutwa, 2014)
1. Klasifikasi dan Morfologi Aedes sp.
Klasifikasi Aedes sp. menurut Borror, dkk (1992) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Subfamili : Culicinae
Genus : Aedes
Spesies : Aedes sp.
Menurut Noble (1989), nyamuk Aedes sp. dikenal dengan sebutan black-
white mosquito, karena tubuhnya memiliki corak seperti pita/garis-garis putih
keperakan di atas dasar hitam. Tubuh Aedes sp. ramping dengan kaki yang
panjang. Nyamuk jantan memiliki antena dengan bulu yang lebih lebat dan
lebih jelas dari pada nyamuk betina. Morfologi Aedes sp. dapat dilihat pada
gambar 3.
9
Gambar 3. Morfologi nyamuk Aedes sp.(Sumber : Cutwa, 2014)
2. Tahap Perkembangan Aedes sp.
2.1 Telur Aedes sp.
MenurutSucipto (2011), telur nyamuk Aedes berbentuk elips atau oval
memanjang, warna hitam, ukuran 0,5-0,8 mm, permukaan poligonal, telur
diletakkan satu persatu pada permukaan yang basah tepat di atas batas
permukaan air/tempat penampungan air (TPA) yang berbatasan langsung
dengan permukaan air. Perkembangan embrio biasanya selesai dalam 48
jam di lingkungan yang hangat dan lembab. Begitu proses embrionasi
selesai, telur akan menjalani masa pengeringan yang lama (lebih dari satu
tahun). Telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah
telur terendam air, tetapi tidak semua telur akan menetas pada waktu yang
sama. Kapasitas telur untuk menjalani masa pengeringan akan membantu
mempertahankan kelangsungan spesies ini. Telur Aedes sp. dapat dilihat
pada gambar 4.
10
Gambar 4. Telur Aedes sp.(Sumber : Sivanathan, 2006)
2.2 Larva Aedes sp.
Larva nyamuk Aedes sp. tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan bulu-bulu
sederhana yang tersusun bilateral simetris. Larva ini dalam pertumbuhan dan
perkembangannya mengalami 4 kali pergantian kulit (ecdysis), dan larva
yang terbentuk berturut-turut disebut larva instar I, II, III dan IV. Larva
instar I, tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1-2 mm, duri-duri
(spinae) pada dada (thorax) belum begitu jelas, dan corong pernafasannya
(siphon) belum menghitam. Larva instar II bertambah besar, ukuran 2,5-
3,9 mm, duri dada belum jelas, dan corong pernafasan sudah berwarna
hitam. Larva instar IV telah lengkap struktur anatominya dan jelas tubuh
dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal), dada (thorax), dan perut
(abdomen) (Sembel, 2009).
Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antena
tanpa duri-duri dan alat-alat mulut tipe pengunyah (chewing). Bagian dada
tampak paling besar dan terdapat bulu-bulu yang simetris. Perut tersusun
atas 8 ruas. Ruas perut ke-8, ada alat untuk bernafas yang disebut corong
pernafasan. Corong pernafasan tanpa duri-duri, berwarna hitam dan ada
11
seberkas bulu-bulu (tuft). Ruas ke-8 juga dilengkapi dengan seberkas bulu-
bulu sikat (brush) di bagian ventral dan gigi-gigi sisir (comb) yang
berjumlah 15-19 gigi yang tersusun dalam 1 baris. Gigi-gigi sisir dengan
lekukan yang jelas membentuk gerigi. Larva ini tubuhnya langsing dan
bergerak sangat lincah, bersifat fototaktis negatif dan waktu istirahat
membentuk sudut hampir tegak lurus dengan bidang permukaan air (Sembel,
2009). Larva Aedes sp dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Larva Nyamuk Aedes sp.(Sumber : Cutwa, 2014)
2.3 Pupa Aedes sp.
Pupa nyamuk Aedes sp. bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala-
dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya,
sehingga tampak seperti tanda baca “koma”. Pada bagian punggung (dorsal)
dada terdapat alat bernafas seperti terompet. Pada ruas perut ke-8 terdapat
sepasang alat pengayuh yang berguna untuk berenang. Alat pengayuh
tersebut berjumbai panjang dan bulu di nomor 7 pada ruas perut ke-8 tidak
bercabang. Pupa adalah bentuk tidak makan, tampak gerakannya lebih
lincah bila dibandingkan larva. Waktu istirahat posisi pupa sejajar dengan
bidang permukaan air. Pupa Aedes sp. dapat dilihat pada gambar 6.
12
Gambar 6. Pupa Nyamuk Aedes sp.(Sumber : Cutwa, 2014)
2.4 Aedes sp. Dewasa
Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata
nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih
pada bagian badan dan kaki. Vektor DBD adalah nyamuk Aedes aegypti
betina. Perbedaan nyamuk Aedes yang betina dengan yang jantan terletak
pada perbedaan morfologi antenanya, Aedes jantan memiliki antena berbulu
lebat sedangkan yang betina berbulu agak jarang/tidak lebat. Umur nyamuk
betina 8-15 hari, nyamuk jantan 3-6 hari. Perbedaaan nyamuk Aedes aegypti
dan Aedes albopictus antara lain, nyamuk Aedes aegypti dewasa mempunyai
ciri-ciri fisik toraknya berbentuk piala. Aedes aegypti memiliki tubuh
berwarna hitam setelah 3 hari menghisap darah mampu menghasilkan 80-
125 butir telur dengan rata-rata 100 butir telur (Sucipto, 2011).
Nyamuk Aedes albopictus dewasa mempunyai ciri-ciri fisik sebagai berikut
torak mempunyai gambaran sebuah pita putih longitudinal. Aedes
albopictus yang juga berwarna hitam hanya berisi satu garis putih tebal
di bagian dorsalnya (Sembel, 2009). Nyamuk Dewasa Aedes aegypti dan
Aedes albopictus dapat dilihat pada gambar 7.
13
1 2
3 4Gambar 7. Nyamuk Dewasa Aedes aegypti dan Aedes albopictus(Sumber : Cutwa, 2014)
Keterangan : (1) Nyamuk Aedes aegypti (2) Torak berbentuk piala (3) NyamukAedes albopictus (4) Torak terdapat simbul garis putih
3. Penularan Penyakit DBD
Di negara-negara di Asia Tenggara, epidemi DBD terutama terjadi pada
musim penghujan. Di Indonesia, Thailand, Malaysia dan Filipina epidemi
DBD terjadi beberapa minggu setelah datangnya musim penghujan. Periode
epidemi terutama berlangsung selama musim penghujan erat kaitannya
dengan kelembaban tinggi pada musim penghujan yang memberikan
lingkungan optimal bagi masa inkubasi dan peningkatan aktivitas vektor
dalam menggigit. Kedua faktor tersebut meningkatkan aktivitas vektor
14
dalam mentransmisikan infeksi virus dengue (Ayuningtyas, 2013).
Virus-virus dengue ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti yang terinfeksi, terutama Aedes aegypti, dan karenanya
dianggap sebagai arbovirus (virus yang ditularkan melalui artropoda). Bila
terinfeksi, nyamuk tetap akan terinfeksi sepanjang hidupnya, menularkan
virus ke individu rentan selama menggigit dan menghisap darah. Nyamuk
betina terinfeksi juga dapat menurunkan virus ke generasi nyamuk dengan
penularan transovarian, tetapi ini jarang terjadi dan kemungkinan tidak
meningkatkan penularan yang signifikan pada manusia.
Manusia adalah penjamu utama yang dikenai virus, meskipun studi telah
menunjukkan bahwa monyet pada beberapa bagian dunia dapat terinfeksi
dan mungkin bertindak sebagai sumber untuk nyamuk menggigit. Virus
bersirkulasi dalam darah manusia terinfeksi pada kurang lebih waktu dimana
mereka mengalami demam, dan nyamuk tak terinfeksi mungkin
mendapatkan virus bila mereka menggigit individu saat ia dalam keadaan
viremia. Virus kemudian berkembang di dalam nyamuk selama periode 8-10
hari sebelum ini dapat ditularkan ke manusia lain selama menggigit atau
menghisap darah berikutnya. Lama waktu yang diperlukan untuk inkubasi
ekstrinsik ini tergantung pada kondisi lingkungan, khususnya suhu sekitar
(Ayuningtyas, 2013).
Di dalam tubuh nyamuk, virus dengue akan berkembang biak dengan
cara membelah diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk.
Sebagian besar virus itu berada dalam kelenjar liur nyamuk. Dalam tempo 1
15
minggu jumlahnya dapat mencapai puluhan atau bahkan ratusan ribu
sehingga siap untuk ditularkan/dipindahkan kepada orang lain. Selanjutnya
pada waktu nyamuk itu menggigit orang lain, maka setelah alat tusuk
nyamuk (proboscis) menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu
diserap, terlebih dahulu dikeluarkan air liur dari kelenjar liurnya agar
darah yang dihisap tidak membeku (Wirayoga, 2013).
Bersama dengan liur nyamuk inilah, virus dengue dipindahkan kepada orang
lain. Tidak semua orang yang digigit nyamuk Aedes sp. yang membawa
virus dengue itu, akan terserang penyakit demam berdarah. Orang yang
mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue, tidak akan
terserang penyakit ini, meskipun dalam darahnya terdapat virus itu.
Sebaliknya pada orang yang tidak mempunyai kekebalan yang cukup
terhadap virus dengue, dia akan sakit demam ringan atau bahkan sakit berat,
yaitu demam tinggi disertai pendarahan bahkan syok, tergantung dari
tingkat kekebalan tubuh yang dimilikinya (Wirayoga, 2013).
Penyebab DBD adalah virus dengue sebagai agen penyebab DBD yang
disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropoda Virus
(Arboviroses) yang dikenal sebagai genus Flavivirus, family Flaviviridayang
mempunyai 4 jenis serotype yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Virus ini
memerlukan masa inkubasi selama 4-7 hari (Wati, 2009). Siklus penularan
penyakit DBD dapat dilihat pada gambar 8.
16
Gambar 8. Siklus Penularan Penyakit DBDSumber : Kemenkes RI, 2014
C. Bioekologi
1. Siklus Hidup
Nyamuk Aedes aegypti seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami
metamorphosis sempurna, yaitu : telur-jentik (larva)-pupa-nyamuk. Stadium
telur, jentik dan pupa hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas
menjadi jentik/larva dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air.
Stadium jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong
(pupa) berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan dan telur menjadi nyamuk
dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan
(Kemenkes RI, 2014).
17
2. Tempat Perkembangbiakan Nyamuk
Menurut Kemenkes RI (2011), Tempat perkembangbiakan Aedes aegypti
ialah tempat- tempat yang dapat menampung air di dalam, di luar atau
sekitar rumah serta tempat- tempat umum. Sedangkan nyamuk Aedes
albopictus terdapat pada daerah peternakan unggas (misalnya ayam), larva
banyak dijumpai pada tendon minuman unggas. Pada daerah pedesaan
dengan rumpun bambu, maka bekas tebangan bambu yang ada genangan air
merupakan tempat bertelur nyamuk Aedes albopictus (Sembel, 2009).
Menurut Kemenkes RI (2011) habitat berkembangbiakan nyamuk Aedes
aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Tempat Penampugan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti :
drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
b. Tempat Penampungan Air (TPA) bukan untuk keperluan sehari-hari
seperti : tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, bak control
pembuangan air, tempat pembuangan air kulkas/dispenser, barang-barang
bekas (contoh : ban, botol, plastik dan lain-lain).
c. Tempat penampungan air alamiah seperti : lubang pohon, lubang batu,
pelepah daun, tempurung kelapa, pelapah pisang dan potongan bambu
dan tempurung coklat/karet dan lain-lain.
18
3. Perilaku Nyamuk Dewasa
Setelah keluar dari pupa, nyamuk istirahat di permukaan air untuk sementara
waktu. Beberapa saat setelah itu, sayap meregang menjadi kaku, sehingga
nyamuk mampu terbang mencari makanan. Nyamuk Aedes aegypti jantan
menghisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya
sedangkan yang betina menghisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai
darah manusia daripada hewan (bersifat antropofilik). Darah diperlukan untuk
pematangan sel telur, agar dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk mengisap darah
sampai telur dikeluarkan, waktunya bervariasi antara 3-4 hari (Kemenkes RI,
2014).
Nyamuk betina meletakkan telur diatas permukaan air, menempel pada
dinding tempat-tempat perindukan, tempat perindukan yang disenangi
nyamuk biasanya berupa barang buatan manusia untuk keperluan manusia
misalnya bak mandi, pot bunga, kaleng, botol, drum, ban mobil bekas,
tempurung, dan lain-lain. Setiap bertelur dapat mencapai 100 butir, setelah
nyamuk menetas biasanya singgah di semak, tanaman hias di halaman,
tanaman pekarangan, yang berdekatan dengan pemukiman manusia dan
singgah dipakaian kotor yang tergantung seperti baju, topi, celana, kerudung
(Zulkoni, 2013).
19
4. Penyebaran
Kemampuan terbang nyamuk Aedes betina rata-rata 40 meter, namun secara
pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih
jauh. Aedes aegypti tersebar luas didaerah tropis dan sub-tropis, di Indonesia
nyamuk ini tersebar luas di rumah maupun di tempat umum. Nyamuk
Aedes aegypti dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah
± 1.000 m dpl. Pada ketinggian diatas ±1.000 m dpl, suhu udara terlalu
rendah, sehingga tidak memungkinkan nyamuk berkembangbiak (Kemenkes
RI, 2014).
5. Variasi Musiman
Pada musim hujan populasi Aedes aegypti akan meningkat karena telur-telur
yang tadinya belum sempat menetas akan menetas ketika habitat
perkembangbiakannya (TPA bukan keperluan sehari-hari dan alamiah) mulai
terisi air hujan. Kondisi tersebut akan meningkatkan populasi nyamuk
sehingga dapat menyebabkan peningkatan penularan penyakit dengue
(Kemenkes RI, 2014).
6. Faktor lingkungan
20
Menurut Sucipto (2011), DBD merupakan salah satu penyakit menular yang
berbasis lingkungan, artinya lingkungan sangat berperan dalam terjadinya
penularan penyakit tersebut. Beberapa faktor lingkungan yang
mempengaruhi penularan penyakit DBD diantaranya sebagai berikut :
1. Curah hujan, sangat penting dalam kelangsungan hidup nyamuk Aedes
aegypti, curah hujan akan mempengaruhi naiknya kelembaban udara dan
menambah jumlah tempat perkembangan nyamuk Aedes di luar rumah.
2. Pengaruh suhu/temperatur, suhu rata-rata optimum untuk perkembangan
nyamuk adalah 25ºC- 27ºC. Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama
sekali kurang dari 10ºC atau lebih dari 40ºC.
3. Pengaruh kelembaban udara, kebutuhan kelembaban yang tinggi
mempengaruhi nyamuk untuk mencari tempat yang lembab dan basah
sebagai tempat hinggap atau istirahat. Pada kelembaban kurang dari 60%
umur nyamuk menjadi pendek.
4. Faktor kepadatan penduduk, kepadatan penduduk yang sangat tinggi di
beberapa negara daerah tropis menyebabkan kontak vektor dengan
manusia sangat sering terjadi.
D. Metode Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor risiko penularan oleh
vektor dengan meminimalkan habitat perkembangbiakan vektor,
21
menurunkan kepadatan dan umur vektor, mengurangi kontak antara vektor
dengan manusia serta memutus rantai penularan penyakit. Pada dasarnya
metode pengendalian vektor DBD yang paling efektif adalah dengan
melibatkan peran serta masyarakat (PSM). Sehingga berbagai metode
pengendalian vektor cara lain merupakan upaya pelengkap untuk secara
cepat memutus rantai penularan (Kemenkes RI, 2014). Berbagai metode
pengendalian vektor (PV) DBD yaitu:
1. Kimiawi
Pengendalian vektor dengan cara kimiawi menggunakan insektisida
merupakan salah satu metode pengendalian yang lebih popular dimasyarakat
dibanding dengan cara pengendalian lain. Sasaran insektisida adalah stadium
dewasa dan pra-dewasa. Stadium dewasa yang diaplikasikan dengan cara
pengabutan panas/foging dan pengabutan dingin sedangkan pra dewasa
(jentik) digunakan larvasida temephos (Abate) 1% yang ditaburkan dalam
tempat-tempat penampungan air (Sucipto, 2011).
2. Biologi
Pengendalian vektor biologi yaitu pengendalian larva nyamuk dengan cara
menggunakan agent biologi seperti predator/pemangsa, parasit, bakteri,
sebagai musuh alami stadium pra dewasa vektor DBD. Jenis predator yang
digunakan adalah ikan pemakan jentik seperti cupang, dan gabus (Sucipto,
2011). Jenis lain dalam pengendalian vektor biologi misalnya aplikasi parasit
(Romanomermes iyengeri), bakteri (Baccilus thuringiensis israelensis)
22
ditujukan untuk stadium pra dewasa yang diaplikasikan kedalam
perkembangbiakan vektor (Kemenkes RI, 2014).
3. Manajemen Lingkungan
Pengelolaan lingkungan dengan melibatkan perencanaan, organisasi,
pelaksanaan dan monitoring merupakan suatu kegiatan untuk memodifikasi
atau manipulasi faktor lingkungan dengan suatu usaha untuk mengubah
lingkungan dan mencegah atau meminimalkan vektor DBD untuk itu
lingkungan fisik seperti tipe pemukiman, sarana prasarana penyediaan air,
vegetasi dan musim sangat berpengaruh terhadap tersedianya
perkembangbiakan dan pertumbuhan vektor DBD. Nyamuk Aedes aegypti
sebagai nyamuk pemukiman mempunyai habitat utama di kontainer buatan
yang berada di daerah pemukiman (WHO, 2011).
Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan sehingga tidak
kondusif sebagai habitat perkembangbiakan atau dikenal sebagai source
reduction seperti 3M Plus (menguras, menutup, dan memanfaatkan barang
bekas, dan plusnya menyemprot, memelihara ikan predator, menabur
larvasida dan lain-lain), dan menghambat pertumbuhan vektor dengan cara
menjaga kebersihan lingkungan rumah, mengurangi tempat-tempat yang
gelap dan lembab di lingkungan rumah (Kemenkes RI, 2014).
4. Pengendalian Vektor Terpadu (Intergrated Vektor Management)
23
IVM merupakan konsep pengendalian vektor yang diusulkan oleh WHO
untuk mengefektifkan berbagai kegiatan pemberantasan vektor oleh berbagai
institusi. IVM dalam pengendalian vektor DBD saat ini lebih difokuskan
pada peningkatan peran serta sektor lain melalui kegiatan PSN anak sekolah
(Kemenkes RI, 2014).
5. Pengendalian Cara mekanik
Pengendalian DBD yang lain adalah dengan cara mekanik, yaitu mencegah
gigitan nyamuk dengan memakai pakaian yang dapat menutupi seluruh
bagian tubuh, kecuali muka dan penggunaan net atau kasa di rumah-rumah
(Sembel, 2009).
24
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan November sampai dengan
Desember 2017. Pengambilan sampel dilaksanakan di Kecamatan Metro
Timur, Provinsi Lampung dan identifikasi larva dilaksanakan di Laboratorium
Zoologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, label, pipet
tetes, saringan, botol film, mikroskop, glass objek, cover glass.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah alkohol 70%, larva nyamuk yang
diambil dari masing-masing sampel tempat perindukan nyamuk.
25
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survei pada daerah endemis demam
berdarah di Kecamatan Metro Timur. Pengamatan secara langsung
dilaksanakan di 100 rumah warga. Hasil penelitian dipaparkan dalam bentuk
deskriptif yang menggambarkan dan menjelaskan fakta indeks keberadaan
larva nyamuk yang ditemukan pada berbagai tempat penampungan air baik
yang masih terkontrol ataupun tidak terkontrol serta kategori maya index yang
didasarkan pada indikator BRI (Breeding Risk Index) dan HRI (Hygiene Risk
indikator). Pada masing-masing tempat penampungan air yang ditemukan
positif larva diambil sampel larvanya untuk dilakukan identifikasi larva.
D. Teknik sampling
Teknik yang akan digunakan untuk pengambilan sampel pada penelitian ini
yaitu menggunakan Random Sampling yang bertujuan untuk menentukan
secara acak rumah warga yang akan diamati.
E. Pelaksanaan Pengambilan Sampel di Lapangan
Pengambilan data dilakukan dengan teknik observasi atau survei langsung ke
100 rumah warga di Kecamatan Metro Timur. Dalam penelitian ini diambil
26
100 sampel rumah warga karena menyesuaikan ketentuan dari WHO dalam
penentuan besar sampel dalam survei jentik Aedes. Menurut WHO (2003),
Untuk survei jentik Aedes, jumlah rumah yang harus dilakukan pemeriksaan di
setiap lokasi tergantung pada tingkat ketepatan yang diinginkan, tingkat
infestasi (penyebaran jentiknya) serta sumber daya yang tersedia. Semakin
banyak jumlah rumah yang akan diperiksa akan meningkatkan ketepatannya,
namun biasanya kurang praktis memeriksa rumah penduduk dalam jumlah
besar karena terbatasnya sumber daya manusia. Dalam hal ini, 100 sampel
rumah dianggap sudah dapat mewakili Kecamatan Metro Timur dalam kasus
DBD. Langkah kerja pengambilan sampelnya adalah sebagai berikut :
1. Setiap rumah dilihat dan diperiksa tempat-tempat penampungan air yang
kemungkinan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes untuk
mengetahui ada atau tidaknya larva
2. Pemeriksaan tempat penampungan air yang masih digunakan dalam
kegiatan sehari-hari (terkontrol), seperti ember, bak mandi, wadah
penampung air, drum, dan gentong.
3. Pemeriksaan tempat penampungan air yang sudah tidak digunakan dalam
kegiatan sehari-hari (tidak terkontrol), seperti botol bekas, kaleng bekas, ban
bekas, ember bekas, dan bak bekas.
4. Pemeriksaan pada tempat yang tidak terkena cahaya (gelap), menggunakan
baterai.
5. Larva yang ditemukan pada masing-masing tempat penampungan air atau
tempat perindukan diambil sampelnya saja dengan menggunakan saringan
27
dan pipet. Pipet digunakan untuk memindahkan larva ke dalam botol film
yang telah diberi label.
6. Sampel yang telah diambil diberi alkohol 70%.
7. Sampel larva tersebut kemudian dibawa ke laboratorium zoologi untuk
diidentifikasi
Sebagai data tambahan dilakukan juga pencatatan data derajat kesehatan
masyarakat yang meliputi :
Jumlah anggota keluarga, agama, etnis/suku, tipe rumah, ada atau tidaknya
halaman, tanaman yang ada didalam maupun luar rumah, jenis hewan peliharaan,
garasi, jenis sumber air, dan manajemen sampah.
F. Analisis Data
Adapun cara memperoleh maya index dengan mengkombinasikan 2 indikator
sebagai berikut :
a. Breeding risk index (BRI) adalah proporsi dari controllable sites di setiap
rumah.
Rumus :
b. Hygiene risk indikator (HRI) adalah proporsi dari disposable sites di setiap
rumah.
Rumus :
28
Breeding Risk Index (BRI) maupun Hygiene Risk Indikator (HRI) nantinya
dikategorikan menjadi rendah, sedang dan tinggi dengan menggunakan
perhitungan distribusi tertinggi. BRI yang rendah menunjukkan bahwa hanya
terdapat sedikit contralable sites dan memiliki resiko rendah untuk terjadi
perkembangbiakan larva dan begitu pula sebaliknya. HRI yang rendah
menunjukkan bahwa terdapat sedikit jumlah disposable sites yang termasuk
dalam kategori kotor. Nilai BRI dan HRI di setiap rumah disusun dalam
matriks 3x3 untuk menentukan kategori maya index rendah, sedang dan tinggi
(Supartha, 2008). Analisis data pada penelitian ini juga merujuk pada
penelitian Pandji (2012). Tabel kategori maya index dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kategori Maya Index
Indikator BRI 1 (rendah) BRI 2 (sedang) BRI 3 (tinggi)
HRI 1(rendah) Rendah Rendah Sedang
HRI 2 (sedang) Rendah Sedang Tinggi
HRI 3 (tinggi) Sedang Tinggi Tinggi
Sumber : Miller et al. Cit Lazano dan Avila (1992)
47
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Jenis tempat penampungan air yang paling berpotensi sebagai tempat
perindukan nyamuk dan paling banyak ditemukan larva Aedes sp. adalah
bak mandi dan kolam ikan bekas.
2. Jenis larva yang ditemukan pada berbagai tempat penampungan air di
Kecamatan Metro Timur ada 2 jenis yaitu, larva Aedes aegypti dan Aedes
albopictus.
3. Status maya index di Kecamatan Metro Timur masuk ke dalam kategori
sedang.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang perbedaan keberadaan larva
Aedes berdasarkan karakteristik kontainer di daerah endemis DBD baik
berdasarkan bahan kontainer, letak kontainer, keberadaan penutup
kontainer, volume kontainer, kondisi air kontainer, maupun sumber air
kontainer.
47
2. Perlu adanya data mengenai status maya index minimal setiap satu tahun
di Kecamatan Metro Timur atau pada daerah endemis DBD lainnya oleh
instansi dan dinas terkait yang dapat digunakan sebagai dasar untuk
melakukan tindakan pencegahan dan pemberantasan sarang nyamuk dalam
upaya penanggulangan penyakit DBD.
3. Perlu dilakukan upaya pengendalian vektor DBD secara rutin oleh
masyarakat, salah satunya dengan cara rutin menguras bak mandi dan
membersihkan tempat penampungan air yang berpotensi sebagai tempat
perindukan nyamuk guna mengendalikan perkembangbiakan nyamuk
vektor DBD.
48
DAFTAR PUSTAKA
Ayuningtyas, E. D. 2013. Perbedaan Keberadaan Jentik Aedes aegyptiBerdasarkan Karakteristik Kontainer di Daerah Endemis Demam BerdarahDengue (Studi Kasus di Kelurahan Bangetayu Wetan Kota Semarang).[Tesis]. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keoahragaan.Semarang.
Badrah Sitti dan Hidayah Nurul. 2011. Hubungan Antara Tempat PerindukanNyamuk Aedes Aegypti Dengan Kasus Demam Berdarah Dengue DiKelurahan Penajam Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara.Journal of Tropical Pharmacy and Chemistry. Vol 1. No. 2. Hal. 153-160.
Borror, D. J., C.A Tripleorn and N.F. Johnson. 1992. Pengenalan PelajaranSerangga. Gajah Mada Press. Yogyakarta.
Canyon D. 2000. Advances In Aedes aegypti Biodynamis and Vector Capacity.Trop Infect Parasit. Public Heal Trop Med James Cook University.
Cutwa, M. & O’Meara. 2014. Photographic Guides to FcOMMON Mosquitos ofFlorida. Florida Medical Entomology Laboratory. University of Florida.Florida.
Dewantara PW. 2012. Analisis Resiko dengue berbasis Maya index pada rumahpenderita DBD di Kota Banjar tahun 2012. BALABA. Vol 11. No 1. Juni2015. Hal 1-8.
Dinas Kesehatan Kota Metro. 2015. Profil Kesehatan Tahun 2015. Metro.
. 2016. Profil Kesehatan Tahun 2016. Metro.
49
Ditjen PP&PL. 2008. Kunci Identifikasi Nyamuk Aedes. Jakarta.
Focks, D.A and Alexander, N. 2006. Multicountry study of Aedes aegypti pupalproductivity survey methodology: findings and recommendations.UNICEF/UNDP/WorldBank/WHO.
Hermansyah. 2012. Model Manajemen Demam Berdarah Dengue Suatu AnalisisSpasial Pasca Tsunami di Wilayah Kota Banda Aceh . FKM UI Jakarta.
Irianto, Koes. 2009. Parasitologi Medis. Alfabeta CV. Jakarta.
Joharina A dan widianti. 2014. Kepadatan Larva Nyamuk Vektor SebagaiIndikator Penularan Demam Berdarah Dengue di Daerah endemis di JawaTimur: Jurnal Vektor Penyakit. Vol 8 No 2. Hal: 33-40.
Kemenkes RI. 2011. Informasi Umum Demam Berdarah dengue. SubdirektoratPengendalian Arbovirus. Jakarta.
Kemenkes RI. 2014. Modul Demam Berdarah Dengue. Ditjen PP dan PLKemenkes RI. Jakarta.
Kemenkes RI. 2014. Wilayah Endemis Demam Berdarah Dengue di Indonesia.Ditjen PP dan PL Kemenkes Jakarta. Jakarta.
Knox Tessa B, dkk. 2007. Critical Evaluation of Quantitative Sampling Methodsfor Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) Immatures in Water Storage Containerin Vietnam. Journal Medis Entomol. Vol 44(2). Hal192-204 (2007).
Miller JE, Martinez-Balanzar A, Gazga-salinas D. Where Aedes aegypti live inGuerrero; using the Maya index to measure breeding risk. In: Halstead SB,Gomez-Dantes H. Editors. Dengue: A worldwide problem, a commonstrategy. Mexico, D.F : Ministry of Health, Mexico,, and RockefellerFoundation; 1992. P.311-317.
Nahla K, Al-bar A, Mohamed K, Al-Fakeeh A. Knowledge, attitudes andpractices relating to dengue faver among females in Jeddah high schools,Journal Info Public Health. 2009. Vol 2. Hal 30-40.
50
Nugroho Farid Setyo. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan DenganKeberadaan Jentik Aedes aegypti di RW IV Desa Ketitang KecamatanNogosari Kabupaten Boyolali. [Skripsi]. Universitas MuhamadiyahSurakarta.
Purnama SG, Baskoro T. 2012. Maya Index dan Kepadatan larva Aedes aegyptiterhadap Infeksi Dengue. MAKARA Kesehatan. Denpasar.
R dan D. Natadisastra. 2009. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ Tubuhyang Diserang. EGC. Jakarta.
Satoto, T.B.T. 2005. Penting Survey Jentik Sebelum Fogging. Medika. Vol XXXI.No 7. Hal 185.
Sembel. 2009. Entomologi Kedokteran. Penerbit CV. Andi Offset. Yogyakarta.
Sivanathan. 2006. The Ecology and Biology of Aedes aegypti (L.) and Aedesalbopictus (skuse) (Diptera:Culicidae) and The Resistance Status of Aedesalbopictus (Field Strain) Againts Organofosfates in Penang Malaysia. [Tesis].Penang Malaysia.
Sofia, Wayuningsih NE. 2014. Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah danPerilaku Keluarga dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue di KabupatenAceh Besar. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. Vol 13. No. 1. Hal. 30-37.
Sucipto. 2011. Pengendalian tehadap Vektor Virus Demam Berdarah Denguesecara Kimiawi. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Sucipto. 2011. Vektor Penyakit Tropis. Goysen Publishing. Yogyakarta
Sudibyo Phontas Anton, Moehammadi Noer, Hariyanto Sucipto. 2009. KepadatanPopulasi Larva Aedes aegypti pada musim Hujan di Kelurahan PatemonSurabaya. [Skripsi]. Universitas Airlangga.
51
Supartha IW. 2008. Pengendalian Terpadu Vektor Virus Demam BerdarahDengue Aedes aegypti dan Aedes albopictus . Pertemuan Ilmiah. Udayana.Fakultas Pertanian Udayana. Denpasar.
Supartha. 2008. Pengendalian Terpadu Vektor Virus Demam Berdarah Dengue,Aedes aegypti (Linn.) dan Aedes Albopictus (Skuse)(Diptera: Culicidae).Universitas Udayana. Denpasar.
WHO. 2009. Panduan lengkap Pencegahan dan pengendalian Dengue danDemam Berdarah Dengue. Jakarta: EGC.
Wirayoga, M.A. 2013. Hubungan Kejadian Demam Berdarah Dengue denganIklim di Kota Semarang tahun 2006-2011. [Skripsi]. Universitas NegeriSemarang.
World Health Organization. 2011. WHO Specifications and Evaluations ForPublic Health Pesticides, Temephos. Temephos evaluations only June 2011.
Yotopranoto, S., Sri Subekti, Rosmanida, Salamun. Analisis Dinamika PopulasiVektor pada Lokasi dengan Kasus Demam Berdarah Dengue yang Tinggi diKotamadya Surabaya. Majalah Kedokteran Tropis Indonesia. 1998. Vol 9:Hal 23-31
Zulkoni. 2013. Parasitologi untuk Keperawatan, Kesehatan Masyarakat, danTeknik Lingkungan. Nuha Medika. Yogyakarta.