BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...

22
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes Aegypti a. Pengertian Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, Ae Aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan. Jenis ini menyenangi area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah. Adapun klasifikasi nyamuk Aedes Aegyti adalah sebagai berikut: Kerajaan : Animalia Alam : Haiwan Filum : Arthropoda Sub Filum : Mandibulata Kelas : Insecta Sub Kelas : Pterygota Ordo : Diptera Sub Ordo : Nematocera Familia : Culicidae Subfamilia : Culicinae Genus : Aedes Sub Genus : Stegomnya

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/.../jtptunimus-gdl-ayuyulisty-5930-3-babii.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . A. Nyamuk Aedes Aegypti . a. Pengertian

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Nyamuk Aedes Aegypti

a. Pengertian

Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa

virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, Ae

Aegypti juga merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan

chikungunya. Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua

daerah tropis di seluruh dunia. Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif

pada pagi hingga siang hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk

betina karena hanya nyamuk betina yang mengisap darah. Hal itu

dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk

memproduksi telur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan

memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan. Jenis ini

menyenangi area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah.

Adapun klasifikasi nyamuk Aedes Aegyti adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Animalia

Alam : Haiwan

Filum : Arthropoda

Sub Filum : Mandibulata

Kelas : Insecta

Sub Kelas : Pterygota

Ordo : Diptera

Sub Ordo : Nematocera

Familia : Culicidae

Subfamilia : Culicinae

Genus : Aedes

Sub Genus : Stegomnya

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/.../jtptunimus-gdl-ayuyulisty-5930-3-babii.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . A. Nyamuk Aedes Aegypti . a. Pengertian

9

Spesies : Aedes Aegypti.

Nama Binominal : Aedes Aeygpti.(15)

Di Indonesia, nyamuk Ae Aegypti umumnya memiliki habitat di

lingkungan perumahan, di mana terdapat banyak genangan air bersih

dalam bak mandi ataupun tempayan. Oleh karena itu, jenis ini bersifat

urban, bertolak belakang dengan Ae Albopictus yang cenderung berada di

daerah hutan berpohon rimbun.

b. Morfologi

Nyamuk Ae. Aegypti adalah spesies nyamuk tropis dan sub tropis

yang banyak ditemui di bagian bumi 350 LU dan 350 LS. (7) Nyamuk Ae

Aegypti dewasa berukuran lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata

nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-

bintik putih pada bagian badan, kaki dan sayapnya. Nyamuk Ae Aegypti

seperti juga nyamuk lainnya mengalami metamorfosis sempurna.(16)

Gambar 2.1

Gambar Nyamuk Aedes Aegypti(15).

Nyamuk dewasa Ae Aegypti morfologinya hampir mirip dengan

nyamuk Ae Albopictus. Perbedaan morfologis antara kedua jenis nyamuk

yang memang sepintas lalu sama ini, memang hanya akan terlihat jelas

ketika diamati dengan kaca pembesar (loupe) atau mikroskop. Yang

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/.../jtptunimus-gdl-ayuyulisty-5930-3-babii.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . A. Nyamuk Aedes Aegypti . a. Pengertian

10

membedakan antara nyamuk Ae aegypti dengan nyamuk lain terutama Ae

albopictus adalah pada nyamuk Ae aegypti terdapat garis putih keperakan

yang tajam di bagian punggungnya (dorsal toraks) dan garis putih

keperakan lainnya yang berbentuk kecapi di kepalanya, sedangkan

nyamuk Ae Albopictus merupakan jenis nyamuk aedes yang paling sering

ditemui di negara-negara asia tenggara. (17)

Bila diamati tubuh nyamuk Ae Aegypti terdiri dari tiga bagian

utama, yaitu : kepala, toraks (dada), dan abdomen (perut) yang beruas-

ruas, selain itu mempunyai tiga pasang kaki untuk berjalan dan hinggap

serta sepasang sayap untuk terbang. Pada saat hinggap (landing) tubuh

nyamuk Ae Aegypti sejajar dengan permukaan benda yang dihinggapinya,

hal ini serupa dengan perilaku hinggap nyamuk culex dan mansonia.

Nyamuk jantan Ae aegypti mempunyai antena yang memiliki banyak bulu

yang disebut antena plumose, sedangkan pada nyamuk betina antena hanya

memiliki sedikit bulu yang disebut antena pilose. (18)

Ae aegypti dewasa mempunyai ciri-ciri morfologi sebagai berikut :

a. Nyamuk berukuran lebih kecil daripada nyamuk rumah (culex

quinquefasciatus).

b. Pada ujung abdomennya berbentuk lancip.

c. Berwarna dasar hitam dan belang-belang putih pada bagian-bagian

badannya termasuk kaki-kakinya.

d. Pada bagian dorsal toraks terdapat bulu-bulu halus berwarna putih

yang membentuk lire dan garis-garis putih keperakan yang mencolok.

e. Terdapat garis putih keperakan yang mirip dengan kecapi di bagian

kepalanya.(19)

c. Siklus Hidup Nyamuk Ae Aegypti

Nyamuk Ae aegypti dalam siklus hidupnya mengalami

metamorfosis sempurna dengan 4 stadium, yaitu : Telur - Jentik – Pupa –

Dewasa. Stadium telur, jentik dan pupa hidup dalam air dan stadium

dewasa aktif terbang.(16)

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/.../jtptunimus-gdl-ayuyulisty-5930-3-babii.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . A. Nyamuk Aedes Aegypti . a. Pengertian

11

Gambar 2.2

Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti(16).

a. Stadium Telur

Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai,

nyamuk betina akan meletakkan telurnya di dinding tempat

perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaan air. Telur Ae Aegypti

berwarna hitam dengan ukuran ± 0,80 mm. Pada umumnya telur akan

menetas menjadi jentik dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam

air. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan telur

sebanyak 100 butir. Telur di tempat yang kering (tanpa air) dapat

bertahan berbulan-bulan pada suhu -20C sampai 420C. Dan bila tempat

tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur

dapat menetas lebih cepat.(17)

b. Stadium Jentik

Jentik memerlukan empat tahap perkembangan yang disebut

instar. Jangka waktu perkembangan jentik tergantung pada suhu,

ketersediaan makanan, dan kepadatan jentik dalam kontainer.

Sedangkan pada suhu rendah, dibutuhkan beberapa minggu. Habitat

jentik yang alami jarang ditemukan, tetapi sering ditemukan pada

lubang pohon, ketiak daun dan tempurung kelapa.(18) Stadium jentik

biasanya berlangsung 6-8 hari kemudian jentik berubah menjadi

pupa.(17)

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/.../jtptunimus-gdl-ayuyulisty-5930-3-babii.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . A. Nyamuk Aedes Aegypti . a. Pengertian

12

Ciri yang khas dari jentik Ae. Aegypti adalah sebagai berikut :

1) Adanya corong udara (siphon) pada segmen terakhir.

2) Pada segmen-segmen abdomen tidak dijumpai adanya rambut –

rambut berbentuk kipas (palmate hair).

3) Pada corong udara terdapat “pecten”.

4) Adanya sepasang rambut serta jumbai pada corong udara.

5) Pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan ada “comb scale”

sebanyak 8-21 atau berjejer 1-3.

6) Bentuk individu dari “comb scale” seperti duri.

7) Pada sisi toraks terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva

dan ada sepasang rambut kepala.(19)

c. Stadium Pupa

Pupa Ae. Aegypti mempunyai ciri morfologi yang khas yaitu

memiliki tabung / terompet pernafasan yang berbentuk segitiga. Jika

pupa diganggu oleh gerakan atau tersentuh, akan bergerak cepat untuk

menyelam dalam air selama beberapa detik kemudian muncul kembali

dengan cara mengantungkan badannya menggunakan tabung

pernafasan pada permukaan air di wadah / tempat perindukan.(16)

Masa stadium pupa Ae. Aegypti normalnya berlangsung antara

2-4 hari. (17). Setelah itu pupa tumbuh menjadi nyamuk dewasa jantan

atau betina. Biasanya nyamuk jantan muncul / keluar lebih dahulu,

walaupun pada akhirnya perbandingan jantan – betina (sex ratio) yang

keluar dari kelompok telur yang sama, yaitu 1 : 1.(16)

d. Stadium Dewasa

Nyamuk Ae. Aegypti adalah sub genus stegomnya dengan ciri-

ciri belang-belang putih pada bagian badan dan kakinya, warna putih

pada tubuh Ae. Aegypti kelihatan mengkilap.(17) Dalam kondisi

optimal, waktu yang dibutuhkan dari telur menetas hingga menjadi

nyamuk dewasa adalah 7 hari, termasuk dua hari masa pupa.(18)

Namun biasanya pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa

mencapai 9 – 10 hari. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/.../jtptunimus-gdl-ayuyulisty-5930-3-babii.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . A. Nyamuk Aedes Aegypti . a. Pengertian

13

perkembangan mulai dari nyamuk menghisap darah hingga bertelur

umumnya antara 3 – 4 hari, jangka waktu ini disebut siklus gonotropik

(gonotropic cycle). (20)

Gambar 2.3

Gambar Nyamuk Aedes Aegypti Dewasa

d. Bionomik Nyamuk

a. Tempat Perindukan

Tempat perindukan nyamuk Ae. Aegypti yang utama adalah

tempat-tempat penampungan air di dalam atau sekitar rumah atau di

tempat-tempat umum yang biasanya tidak melebihi jarak 500 m dari

rumah. Tempat perindukan nyamuk ini berupa genangan air yang

tertampung disuatu tempat atau wadah, nyamuk ini tidak dapat

berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan dengan

tanah.

Jenis-jenis tempat perindukan nyamuk Ae. Aegypti dapat

dikelompokkan sebagai berikut :

1) Tempat Penampungan Air (TPA), untuk keperluan sehari-hari,

seperti : drum, tangki, reservoir, tempayan, bak mandi / WC,

ember dan lain – lain.

2) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari – hari,

seperti : tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut dan

barang – barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik, dan lain - lain).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/.../jtptunimus-gdl-ayuyulisty-5930-3-babii.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . A. Nyamuk Aedes Aegypti . a. Pengertian

14

3) Tempat penampungan air alamiah seperti : lubang pohon, lubang

batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang, potongan

bambu dan lain – lain.

Tempat perindukan nyamuk ini biasanya terlindung dari

pancaran langsung sinar matahari dan mengandung air bersih dengan

pengertian clear water bukan clean water.(17)

b. Kebiasaan Menghisap Darah

Nyamuk Ae. Aegypti betina menyukai darah manusia daripada

darah binatang atau bersifat antropofilix, darah diperlukan proteinnya

untuk mematangkan telur agar jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan

dapat menetas. Nyamuk Ae. Aegypti jantan menghisap cairan

tumbuhan manusia atau sari bunga sebagai makanannya.(20)

Biasanya nyamuk betina mencari darah pada siang hari jarang

sekali pada malam hari, aktifitas menghisap darah biasanya mulai pagi

sampai petang hari, dengan puncak aktifitas menggigit antara pukul

09.00 – 10.00 dan 16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain, nyamuk

Ae. Aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah beberapa orang

secara bergantian dalam waktu yang singkat (mutiple biter), sehingga

nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit DBD.(17)

c. Kebiasaan Beristirahat

Nyamuk Ae. aegypti lebih menyukai beristirahat di tempat

yang gelap, lembab dan tersembunyi baik di dalam rumah maupun

bangunan, tempat beristirahat di dalam rumah biasanya di bawah

perabotan rumah tangga, gantungan pakaian, korden / tirai, di bawah

tempat tidur, dinding, termasuk kloset, kamar mandi, dan dapur.(21)

Setelah menghisap darah, nyamuk Ae. aegypti betina

beristirahat tidak jauh dari tempat berkembangbiaknya sampai

menunggu proses pematangan telurnya.(17)

d. Jarak Terbang

Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 m, maksimal

100 m. Namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/.../jtptunimus-gdl-ayuyulisty-5930-3-babii.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . A. Nyamuk Aedes Aegypti . a. Pengertian

15

kendaraan nyamuk ini dapat berpindah lebih jauh lagi.(17)

Penyebaran nyamuk Ae. aegypti dewasa dipengaruhi oleh

sejumlah faktor termasuk keberadaan tempat berkembangbiak dan

kebutuhan akan darah sebagai makanannya, tetapi biasanya radius

penyebaran nyamuk Ae. aegypti tidak melebihi jarak 100 m dari

tempat perindukannya.(21)

e. Lama Hidup

Nyamuk Ae. aegypti dewasa memiliki rata-rata lama hidup

hanya 8 hari.(5) Namun umur nyamuk betina di alam dapat mencapai

2-3 bulan.(17) Selama musim hujan, saat masa bertahan hidup lebih

panjang, resiko penyebaran virus juga semakin besar.(5)

B. Metode pengendalian vektor

Pengendalian adalah suatu usaha untuk mengekang suatu hal dengan

pengaturan sumber daya, agar tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai

dengan cara membandingkan antara usaha dengan suatu standar tertentu yang

telah ditetapkan. Tujuan pengendalian vektor adalah menurunkan kepadatan

vektor pada tingkat yang tidak membahayakan kesehatan. Cara pengendalian

DBD yang dapat dilakukan saat ini adalah dengan memberantas nyamuk

penularnya, karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi belum

ada. Pada dasarnya pengendalian vektor DBD dapat dilakukan dengan 4 cara

1. Pertama, pengendalian lingkungan

Langkahnya terdiri dari pengendalian terhadap nyamuk dewasa

dan pradewasa. Pada prinsipnya pengelolaan lingkungan ini adalah

mengusahakan agar kondisi lingkungan tidak/kurang disenangi oleh

nyamuk sehingga umur nyamuk berkurang dan tidak mempunyai

kesempatan untuk menularkan penyakit atau mengusahakan agar untuk

nyamuk dan manusia berkurang.

Usaha ini dapat dilakukan dengan cara menambah pencahayaan

ruangan dalam rumah, lubang ventilasi, mengurangi tumbuhan perdu,

tidak membiasakan menggantungkan pakaian di kamar serta memasang

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/.../jtptunimus-gdl-ayuyulisty-5930-3-babii.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . A. Nyamuk Aedes Aegypti . a. Pengertian

16

kawat kasa. Pengendalian terhadap nyamuk pradewasa. Pengelolaan

lingkungan tempat perindukan ini adalah usaha untuk menghalangi

nyamuk meletakkan telurnya atau menghalangi proses perkembangbiakan

nyamuk.

2. Kedua, pengendalian secara biologis.

Yakni berupa intervensi yang dilakukan dengan memanfaatkan musuh-

musuh (predator) nyamuk yang ada di alam seperti ikan kepala timah dan

goppy.

3. Ketiga, pengendalian secara kimia.

Yakni berupa pengendalian vektor dengan bahan kimia, baik bahan

kimia sebagai racun, sebagai bahan penghambat pertumbuhan ataupun

sebagai hormon. Penggunaan bahan kimia untuk pengendalian vektor

harus mempertimbangkan kerentanan terhadap pestisida yang digunakan,

bisa diterima masyarakat, aman terhadap manusia dan organisme lainnya,

stabilitas dan aktivitas pestisida, dan keahlian petugas dalam penggunaan

pestisida.

4. Keempat, pengendalian terpadu.

Langkah ini tidak lain merupakan aplikasi dari ketiga cara yang

dilakukan secara tepat/terpadu dan kerja sama lintas program maupun

lintas sektoral dan peran serta masyarakat.(12)

C. Resistensi

1. Definisi

Resistensi adalah kemampuan serangga (nyamuk) untuk bertahan

hidup terhadap pengaruh insektisida yang biasanya mematikan. Dengan

kata lain, hama mengembangkan resistensi terhadap bahan kimia melalui

seleksi alam sehingga kebanyakan organisme yang bertahan hidup dan

meneruskan genetik / keturunannya.(20)

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/.../jtptunimus-gdl-ayuyulisty-5930-3-babii.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . A. Nyamuk Aedes Aegypti . a. Pengertian

17

2. Jenis - jenis resistensi

a. Resistensi Tunggal

Fenomena dimana hama resisten terhadap satu jenis pestisida

yang telah digunakan.

b. Multipel resistensi

Multiple resistensi adalah fenomena di mana OPT resisten

terhadap lebih dari satu kelas pestisida. Hal ini dapat terjadi jika salah

satu pestisida digunakan sampai menampilkan resistensi hama dan

kemudian lain digunakan sampai mereka resisten terhadap yang satu

itu, dan sebagainya pada

c. Resistensi silang

Resistensi silang / Cross, sebuah fenomena yang terkait, terjadi

ketika mutasi genetik yang membuat tahan hama ke salah satu

pestisida juga membuatnya tahan terhadap pestisida lain, terutama

yang dengan mirip mekanisme aksi.(23)

3. Penyebab resistensi

Kecenderungan populasi hama untuk mengembangkan resistensi

disebabkan oleh :

1) Pertama

Spesies hama biasanya mampu menghasilkan sejumlah besar

keturunan. Hal ini meningkatkan kemungkinan mutasi genetik dan

memastikan cepat build-up dalam jumlah mutan tahan sekali mutasi

seperti pernah terjadi.

2) Kedua

Jenis hama telah terkena racun alam untuk waktu yang lama

sebelum timbulnya peradaban manusia. Misalnya, banyak tanaman

menghasilkan phytotoxins untuk melindungi mereka dari herbivora.

Sebagai hasilnya, evolusi bersama herbivora dan tanaman inang

mereka diperlukan perubahan fisiologis dan metabolisme untuk

detoksifikasi atau mentolerir racun.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/.../jtptunimus-gdl-ayuyulisty-5930-3-babii.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . A. Nyamuk Aedes Aegypti . a. Pengertian

18

3) Ketiga

Adaptasi perilaku adalah kemampuan hama berperilaku dalam

menghindari insektisida yang ada di suatu tempat yang telah

dipaparkan dalam hal ini yaitu hama akan pergi ketika suatu tempat

mengandung insektisida dan akan kembali lagi ketika insektisida

tersebut telah hilang .(20)

Menanggapi resistensi pestisida, manajer hama / pengendali hama

yang meningkatan penggunaan pestisida akan memperburuk masalah.

Selain itu, ketika pestisida beracun terhadap spesies yang makan pada atau

bersaing dengan hama, populasi hama kemungkinan akan berkembang

lebih lanjut, membutuhkan lebih pestisida. Hal ini kadang-kadang disebut

sebagai pestisida perangkap, atau treadmill pestisida, karena petani terus

membayar lebih untuk kurang menguntungkan.

Serangga predator dan parasit yang hidup pada serangga lain

umumnya memiliki populasi yang lebih kecil dan karena itu sangat kecil

kemungkinannya untuk mengembangkan resistansi daripada sasaran utama

dari pestisida, seperti nyamuk dan mereka yang makan tanaman. Hal ini

dapat menyebabkan timbulnya masalah hama karena spesies ini biasanya

menjaga populasi hama di cek. Tapi predator tahan spesies hama dapat

dibiakkan di laboratorium, yang dapat membantu menjaga populasi hama

bawah.

Sumber lebih sedikit makanan hama semakin besar kemungkinan

adalah untuk mengembangkan perlawanan, karena konsentrasi yang lebih

tinggi terkena pestisida dan memiliki kesempatan lebih sedikit untuk

berkembang biak dengan populasi yang belum terkena. Faktor-faktor lain

dalam kecepatan dengan yang suatu spesies mengembangkan perlawanan

generasi waktu dan fekunditas (generasi lebih pendek dan menyebabkan

lebih banyak keturunan untuk perlawanan lebih cepat).(20)

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/.../jtptunimus-gdl-ayuyulisty-5930-3-babii.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . A. Nyamuk Aedes Aegypti . a. Pengertian

19

4. Faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya resistensi

Faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya resistensi

meliputi faktor genetik, biologi dan operasional (Georgiou, 1983). Faktor

genetik antara lain meliputi frekuensi, jumlah dan dominansi resisten.

Faktor biologi-ekologi meliputi perilaku hama, jumlah generasi per tahun,

keperidian, mobilitas dan migrasi. Faktor operasional meliputi jenis dan

sifat insektisida yang digunakan, jenis-jenis insektisida yag digunakan

sebelumnya, persistensi, jumlah aplikasi dan stadium sasaran, dosis,

frekuensi dan cara aplikasi, bentuk formulasi ,dan yang lain. Faktor

genetik dan biologi-ekologi lebih sulit dikelola dibandingkan faktor

operasional. Faktor genetik dan biologi merupakan sifat asli serangga

sehingga di luar pengendalian kita. Dengan mempelajari sifat-sifat tersebut

dapat dihitung risiko munculnya populasi resisten suatu jenis serangga.(21)

5. Proses terjadinya resistensi

Resistensi di lapangan yang kadangkala diindikasikan oleh

menurunnya efektivitas suatu teknologi pengendalian tidak terjadi dalam

waktu singkat. Resistensi pestisida berkembang setelah adanya proses

seleksi yang berlangsung selama banyak generasi. Resistensi merupakan

suatu fenomena evolusi yang diakibatkan oleh seleksi pada serangga hama

yang diberi perlakuan insektisida secara terus menerus.

Di alam frekuensi individu rentan lebih besar dibandingkan

frekuensi individu resisten, dan frekuensi homosigot resisten (RR) berkisar

antara 10-2 sampai 10-13 (Georgiou dan Taylor 1986). Karena adanya

seleksi yang terus- menerus jumlah individu yang peka dalam suatu

populasi semakin sedikit dan meninggalkan individu-individu resisten.

Individu resisten ini akan kawin satu dengan lainnya sehingga

menghasilkan keturunan yang resisten pula. Populasi yang tetap hidup

pada aplikasi pestisida permulaan akan menambah proporsi individu yang

tahan terhadap senyawa dan meneruskan sifat ini pada keturunan mereka.

Karena pengguna pestisida sering menganggap bahwa individu-

individu hama yang tetap hidup belum menerima dosis letal, petani

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/.../jtptunimus-gdl-ayuyulisty-5930-3-babii.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . A. Nyamuk Aedes Aegypti . a. Pengertian

20

mengambil tindakan dengan meningkatkan dosis pestisida dan frekuensi

aplikasi. Tindakan ini yang mengakibatkan semakin menghilangnya

proporsi individu yang peka. Tindakan ini meningkatkan proporsi

individu-individu yang tahan dan tetap hidup. Dari generasi ke generasi

proporsi individu resisten dalam suatu populasi akan semakin meningkat

dan akhirnya populasi tersebut akan didominansi oleh individu yang

resisten. Resistensi tidak akan menjadi masalah sampai suatu populasi

didominansi oleh individu-individu yang resisten sehingga pengendalian

hama menjadi tidak efektif lagi.

Salah satu faktor yang mempengaruhi laju perkembangan resistensi

adalah tingkat tekanan seleksi yang diterima oleh suatu populasi serangga.

Pada kondisi yang sama, suatu populasi yang menerima tekanan yang

lebih keras akan berkembang menjadi populasi yang resisten dalam waktu

yang lebih singkat dibandingkan populasi hama yang menerima tekanan

seleksi yang lemah. (21)

6. Fisiologi Resistensi

Sering hama menjadi resisten terhadap pestisida karena

mengembangkan perubahan fisiologis yang melindunginya dari bahan

kimia. Dalam beberapa kasus, sebuah hama mungkin memperoleh

peningkatan jumlah salinan dari gen, yang memungkinkan untuk

menghasilkan lebih dari sebuah pelindung enzim yang memecah pestisida

ke dalam bahan kimia beracun yang kurang. enzim tersebut termasuk

esterases , transferases glutathione , dan oksidase mikrosoma dicampur.

Bergantian, jumlah reseptor biokimia untuk bahan kimia dapat dikurangi

dalam hama, atau reseptor mungkin diubah, mengurangi OPT kepekaan

terhadap kompleks tersebut.

Perilaku resistensi juga telah dijelaskan untuk beberapa bahan

kimia; contoh, beberapa Anopheles nyamuk dikembangkan untuk

preferensi istirahat luar yang mencegah mereka dari kontak dengan

pestisida disemprotkan pada interior. dinding untuk mekanisme lain

meliputi peningkatan tingkat ekskresi molekul beracun, penyerapan dan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/.../jtptunimus-gdl-ayuyulisty-5930-3-babii.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . A. Nyamuk Aedes Aegypti . a. Pengertian

21

penyimpanan dalam tubuh serangga menjauh dari jaringan rentan dan

organ, dan penurunan penetrasi toksin melalui dinding tubuh serangga.

Dalam kasus lain, beberapa gen yang terlibat tahan gen biasanya

autosom. Akibatnya, resistensi diwariskan sama pada laki-laki dan

perempuan, resistensi biasanya diwariskan sebagai sifat dominan tidak

lengkap. Ketika tahan dan setiap pasangan rentan dengan satu sama lain,

keturunan mereka memiliki tingkat menengah perlawanan (lebih tahan

dari orang tua rentan, tetapi tidak tahan sebagai induk tahan).

Tahan individu sering telah mengurangi output reproduksi, harapan

hidup, mobilitas. Oleh karena itu, relatif sedikit dari mereka bertahan

dalam suatu populasi yang tidak terkena insektisida tertentu yang mereka

telah mengembangkan resistansi.

Para ilmuwan telah meneliti cara untuk menggunakan enzim ini

untuk memecah pestisida di lingkungan, yang akan detoksifikasi mereka

dan mencegah dampak lingkungan yang merugikan. Kemudian mereka

menemukan sebuah enzim serupa yang dihasilkan oleh bakteri tanah yang

juga memecah organochloride insektisida, tetapi yang bekerja lebih cepat

dan tetap stabil dalam berbagai kondisi. Produk, yang disebut Landguard

digunakan di Australia untuk dekontaminasi peralatan semprot, tanah dan

air setelah penyemprotan pestisida dan tumpahan.(20)

7. Mekanisme Resistensi

Mekanisme resistensi suatu serangga terhadap insektisida dapat

dibagi menjadi 3 yaitu:

a. Peningkatan detoksifikasi (menjadi tidak beracun) insektisida oleh

karena bekerjanya ensim-ensim tertentu seperti ensim dehidroklorinase

(terhadap DDT), ensim mikrosomal oksidase (terhadap karbamat, OP,

piretroid), glutation transferase (terhadap OP), hidrolase dan esterase

(terhadap OP).

b. Penurunan kepekaan tempat sasaran insektisida pada tubuh serangga

seperti asetilkolinesterase (terhadap OP dan karbamat), sistem syaraf

(Kdr) seperti terhadap DDT dan piretroid.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/.../jtptunimus-gdl-ayuyulisty-5930-3-babii.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . A. Nyamuk Aedes Aegypti . a. Pengertian

22

c. Penurunan laju penetrasi insektisida melalui kulit atau integumentum

seperti yang terjadi pada ketahanan terhadap kebanyakan

insektisida.(21)

8. Manajemen Resistensi

Hama yang resistensi terhadap pestisida dapat dikelola dengan

mengurangi tekanan seleksi oleh pestisida pada populasi hama. Dengan

kata lain, situasi ketika semua hama kecuali yang paling tahan dibunuh

oleh kimia yang diberikan harus dihindari. Hal ini dapat dicapai dengan

menghindari aplikasi pestisida yang tidak perlu, dengan menggunakan

bahan kimia non-teknik kontrol, dan meninggalkan tempat perlindungan

diobati dimana hama rentan dapat bertahan hidup Mengadopsi manajemen

hama terpadu (PHT) pendekatan biasanya membantu dengan pengelolaan

resistensi. (21)

Bila pestisida metode tunggal atau dominan pengendalian hama,

resistensi umumnya dikelola melalui rotasi pestisida dengan cara

melibatkan bergantian antara kelas pestisida dengan modus yang berbeda

tindakan untuk menunda atau mengurangi timbulnya resistensi hama yang

ada. Kelas pestisida yang berbeda mungkin memiliki dampak yang

berbeda pada hama. The US Environmental Protection Agency (EPA atau

USEPA) menunjuk berbeda kelas fungisida, herbisida dan insektisida.

Pestisida produsen dapat, pada label produk, mengharuskan tidak lebih

dari jumlah tertentu aplikasi berturut-turut dari kelas pestisida dilakukan

sebelum bergantian untuk kelas pestisida yang berbeda. Hal ini

dimaksudkan untuk memperpanjang masa manfaat suatu produk .(21)

Tankmixing pestisida adalah kombinasi dari dua atau lebih

pestisida dengan modus yang berbeda tindakan dalam rangka

meningkatkan hasil aplikasi pestisida individu dan menunda awal

terjadinya atau mengurangi yang ada resistensi hama.(21)

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/.../jtptunimus-gdl-ayuyulisty-5930-3-babii.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . A. Nyamuk Aedes Aegypti . a. Pengertian

23

D. Resistensi Nyamuk Aedes Terhadap Insektisida

Resistensi larva dan nyamuk Ae. Aegypti terjadi pada insektisida

temefos dan malathion. Temefos adalah larvasida yang paling banyak

digunakan untuk membunuh larva Ae. Aegypti. Penggunaan temefos sudah

dipakai sejak tahun 1976. Empat tahun kemudian yakni 1980, temefos 1%

(abate) ditetapkan sebagai bagian dari progam pemberantasan massal Aedes

aegypti di Indonesia. Jadi bisa dikatakan, temefos sudah digunakan hampir 30

tahun. Bukan tidak mungkin penggunaan dalam waktu lama memicu

resistensi(22).

Larva Ae. Aegypti dikatakan resisten apabila LC (Lethal

Concentration) 99 24 jam melebihi 0,02 mg/l temefos 1%. Laporan resistensi

larva Aedes aegypti terhadap temefos sudah ditemukan di beberapa negara

seperti Brazil, Bolivia, Argentina, Venezuela, Kuba, French Polynesia,

Karibia, dan Thailand. (22)

Bertolak belakang dengan temuan di negara-negara tersebut, bahwa

larva Ae. Aegypti dari 5 kelurahan di Banjarmasin Utara masih rentan terhadap

temefos 1%. LC99 24 jam jauh lebih rendah dari 0,02 mg/l. Namun demikian,

sudah mulai terlihat adanya indikasi penurunan kerentanan larva terhadap

temefos. Hal itu mengimplikasikan perlunya evaluasi berkala terhadap

keefektivitasan temefos di kemudian hari. Hasil itu dimuat dalam Bioscientiae

2006. (22)

Malathion termasuk golongan organofosfat parasimpatomimetik, yang

berarti berikatan irreversibel dengan enzim kolinesterase pada sistem saraf

serangga. Akibatnya, otot tubuh serangga mengalami kejang, kemudian

lumpuh, dan akhirnya mati. Malathion digunakan dengan cara pengasapan

(fogging). Dosis yang dipakai adalah 5% yaitu campuran antara malathion dan

solar sebesar 1:19. (22)

Uji kerentanan Ae. Aegypti terhadap malathion pada lokasi yang tidak

pernah, pernah, dan sering difogging dengan konsentrasi pengujian adalah

0,04%, 1%, dan 5%. Pada konsentrasi malathion 0,04%, tingkat kematian

100% nyamuk pada lokasi yang tidak pernah dan sering terpapar malathion

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/.../jtptunimus-gdl-ayuyulisty-5930-3-babii.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . A. Nyamuk Aedes Aegypti . a. Pengertian

24

terjadi pada menit ke-15 dan ke-20. Selanjutnya, pada konsentrasi malathion

1%, tingkat kematian 100% pada lokasi yang tidak pernah dan pernah adalah

menit ke-10 dan ke-15. Dari kedua konsentrasi itu, statistik tidak

menunjukkan perbedaan bermakna tingkat kematian 100% antara ketiga lokasi

sampel nyamuk tersebut (p>0,05). (22)

Terakhir, pada konsentrasi malathion 5% perbedaan tingkat kematian

baru terlihat. Pada menit ke-5 setelah dipapari konsentrasi malathion 5%,

seluruh nyamuk yang berasal dari lokasi tidak pernah difogging mati;

sedangkan nyamuk yang mati dari lokasi pernah dan sering difogging hanya

71,3% dan 65,1%. Setelah mencapai menit ke-10, barulah semua nyamuk dari

lokasi pernah difogging mati. Sementara itu, seluruh nyamuk dari lokasi

sering difogging baru mati setelah menit ke-15. (22)

Larva nyamuk Ae. Aegypti diduga juga resistens larva terhadap

beberapa jenis insektisida. Penelitian di Rio de Janeiro dan Espirito Santo,

Brazil menunjukkan resistensi terhadap temefos (0,012 mg/L), dengan

mortalitas hanya 74% sampai 23,5%. Sementara itu, resistensi juga terlihat

pada nyamuk betina dewasa terutama terhadap temefos dan fenitrothion.

Dalam penelitiannya, malathion masih cukup mempan membunuh nyamuk

dewasa. (22)

Nyamuk Ae. Aegypti terhadap beberapa kelompok besar insektisida

yaitu DDT, fenitrothion, malathion, deltamethrin, dan permethrin. Setelah

dipapari selama 1jam (kecuali 4 jam untuk DDT), nyamuk Culex (nyamuk

yang paling sering ditemukan di rumah-rumah) menunjukkan resistensi yang

tinggi terhadap DDT 4%, deltamethrin 0,05%, fenitrothion 1%, dan

permethrin 0,75% dengan persentase kematian berturut-turut adalah 0%, 11%,

21,2%, dan 10,1%. Resistensi sedang Culex ditemukan pada paparan propoxur

0,1% dengan persentase kematian 66%. Fakta menarik, Culex masih

didapatkan sensitif terhadap malathion 5% dimana tingkat kematiannya

mencapai 100%. (22)

Di sisi lain, Aedes masih rentan 100% terhadap fenitrothion 1% dan

malathion 0,8%. Pada deltamethrin 0,05%, tingkat kematian Aedes mencapai

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/.../jtptunimus-gdl-ayuyulisty-5930-3-babii.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . A. Nyamuk Aedes Aegypti . a. Pengertian

25

82,7%, dan pada permethrin 0,75% hanya 34,8%. Selain itu, WHO 1996

melaporkan, di banyak negara nyamuk Culex telah resisten terhadap

insektisida golongan organofosfat, karbamat, dan piretroid. Salah satu

penjelasan mengapa nyamuk Culex banyak mengalami resistensi adalah

adanya kemungkinan tempat perindukan (breeding places) Culex

terpapar/terkontaminasi oleh insektisida yang digunakan saat fogging untuk

membasmi Aedes. (22)

Dari data-data penelitian diatas, terlihat sudah ada tanda-tanda

resistensi larva dan nyamuk dewasa Ae. Aegypti terhadap insektisida. Di

Jakarta, sebagian besar larva Ae. Aegypti di Tanjung Priok telah resisten

terhadap insektisida organofosfat yaitu 44,8 % resisten sedang dan 50% sangat

resisten. Di Mampang Prapatan, sebagian besar larva Ae. Aegypti juga telah

resisten terhadap insektisida organofosfat yaitu 57,2% resisten sedang dan

9,8% sangat resisten. (22)

Ada beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat resistensi nyamuk

terhadap suatu pestisida. Variabel-variabel tersebut antara lain konsentrasi

pestisida, frekuensi penyemprotan, dan luas penyemprotan pestisida.

Fenomena resistensi itu, lanjutnya, dapat dijelaskan dengan teori evolusi.

Ketika suatu lokasi dilakukan penyemprotan pestisida, nyamuk yang peka

akan mati, sebaliknya yang tidak peka akan tetap melangsungkan hidupnya.

Paparan pestisida yang terus menerus menyebabkan nyamuk beradaptasi

sehingga jumlah nyamuk yang kebal bertambah banyak. Apalagi, nyamuk

yang kebal tersebut dapat membawa sifat resistensinya ke keturunannya. Tak

berhenti sampai disitu, nyamuk yang sudah kebal terhadap satu jenis pestisida

tertentu akan terus mengembangkan diri agar bisa kebal terhadap jenis

pestisida yang lain.(22)

E. Insektisida Malathion

Insektisida Malathion temasuk kelompok insektisida organofosfor

yang dipergunakan secara luas untuk membasmi serangga dalam bidang

kesehatan, pertanian, peternakan dan rumah tangga, dan mempunyai daya

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/.../jtptunimus-gdl-ayuyulisty-5930-3-babii.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . A. Nyamuk Aedes Aegypti . a. Pengertian

26

racun yang tinggi pada serangga sedangkan toksisitasnya terhadap mammalia

relatif rendah, sehingga banyak digunakan.

Malathion membunuh insekta dengan cara meracun lambung, kontak

langsung dan dengan uap/pernapasan. Malathion, mempunyai sifat yang

sangat khas, dapat menghambat kerja kolinesterase terhadap asetilkolin

(Asetilcholinesterase Inhibitor) di dalam tubuh. Insektisida mengalami proses

biotransformation di dalam darah dan hati. Sebagian malathion dapat

dipecahkan dalam hati mamalia dan penurunan jumlah dalam tubuh terjadi

melalui jalan hidrolisa esterase.

Adapun kelebihan insektisida malathion adalah : efektif

mengendalikan nyamuk Ae. Aegypti, hemat, dosis yang rendah, beraroma

lembut dan relatif tidak berbahaya kepada operator, memiliki toksisitas rendah

terhadap mamalia, murah diaplikasikan dengan cold fogging / pengkabutan,

thermal fogging / pengasapan. (23)

Adapun spesifikasi malathion adalah sebagai berikut :

1.. Bahan aktif : malathion

2. Golongan : sintetik piretroit

3. Rumus molekul : C22 H19 CL2 NO3

4. Kandungan bahan aktif : 10% (100 gram per liter)

5. Dosis aplikasi : 10 ml / liter solar

6. No reg komisi pestisida : R1. 1848/4-2003/T

7. Sifat fisik : cairan emulsi

8. Warna : kuning pucat

9. Aplikasi : thermal fogging

10. Serangga sasaran : Ae. Aegypti dan Culex sp

F. Penentuan / Uji Resistensi

Untuk menentukan resistensi nyamuk Ae. Aegypti ada dua cara, yaitu

secara konvensional menggunakan uji bio assay / susceptibility standar WHO

dan uji biokimia / uji enzimatis dengan metode Lee. (24)

1. Uji bio assay (impragnated paper)

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/.../jtptunimus-gdl-ayuyulisty-5930-3-babii.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . A. Nyamuk Aedes Aegypti . a. Pengertian

27

Uji bioassay untuk menentukan kerentanan nyamuk Ae. Aegypti

terhadap insktisida sipermetrin dalam bentuk impragnated paper dengan

konsentrasi 0,05% yang dibuat oleh WHO. Uji dilakukan dengan

menggunakan WHO susceptibility test kit yang berbentuk tabung..

Tingkat resistensi nyamuk dihitung berdasarkan rata-rata kematian

nyamuk dari empat kali pengulangan. Ada tiga kriteria kerentanan, yaitu :

1) Rentan, bila rata-rata kematian nyamuk sebesar 95-100%. Artinya

nyamuk yang diuji masih bisa diberantas dengan insektisida dalam

dosis anjuran.

2) Perlu verifikasi atau toleran bila rata-rata kematian nyamuk sebesar

80-95%. Artinya insektisida masih bisa digunakan tetapi harus ada

peningkatan dosis.

3) Resisten, bila rata-rata kematian nyamuk sebesar <80%. Artinya sudah

tidak bisa digunakan dan harus diganti dengan jenis insektisida yang

lain.(24)

2. Uji bio kimia dengan metode Lee

Jentik nyamuk instar IV awal digerus secara individual untuk

dibuat homogenat dan dilarutkan dengan 0,5 ml larutan phosphat buffer

saline (PBS) 0,02 M, pH = 7. Homogenat kemudian dipindahkan ke dalam

microplate menggunakan micropipette sebanyak 50 µl bahan substrat α

naftil asetat dalam aceton (6 g/l) dicampur dengan 50 ml buffer

phosphate (0,02 M; pH=7) dan dibiarkan selama 60 detik. Selanjutnya

pada setiap microplate ditambahkan 50 µl bahan coupling reagent berupa

150 mg garam Fast blue B (o-dianisidine, tetrazotized; sigma) dalam 15

ml akuades dan 35 ml aquous (5%;w/v) sodium dodecyl sulphate (Sigma).

Segera setelah reaksi berlangsung 10 menit, warna merah yang mula mula

timbul berangsur-angsur berubah menjadi biru. Reaksi dihentikan dengan

penambahan 50 µl asam asetat 10% ke dalam tiap-tiap microplate yang

berisi homogenat. Intensitas warna akhir produk reaksi menggambarkan

aktivitas enzim esterase nonspesifik dan tingkatannya dapat dibedakan

secara visual. Aktivitas enzim secara kuantitatif kemudian dibaca dengan

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/.../jtptunimus-gdl-ayuyulisty-5930-3-babii.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . A. Nyamuk Aedes Aegypti . a. Pengertian

28

Elisa reader pada panjang gelombang 450 nm.(25)

G. Kerangka Teori

Gambar 2.4 Kerangka Teori

Tindakan/ program Fogging

Variasi jenis insektisida

Masa Penggunaan insektisida

Perubahan Fisiologis dan Metabolisme

Mutasi Genetik

Perilaku menghindar

Status Resistensi nyamuk Aedes Aegypti terhadap

insektisida malathion

Insektisida Rumah Tangga

Intensitas Paparan

Insektisida

Status Endemisitas

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/.../jtptunimus-gdl-ayuyulisty-5930-3-babii.pdf · 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA . A. Nyamuk Aedes Aegypti . a. Pengertian

29

H. Kerangka Konsep

Mengacu kepada kerangka teori yang telah dipaparkan, kerangka konsep

penelitian ini adalah :

Variabel bebas Variabel terikat

Variabel Pengganggu

Gambar 2.5 Kerangka Konsep

I.Hipotesis

1. Terjadi resistensi nyamuk Ae. aegypti terhadap malathion pada daerah

endemis dan tidak endemis di Kota Semarang.

2. Ada perbedaan status resistensi nyamuk Ae. Aegypti terhadap insektisida

malathion berdasarkan endemisitas DBD.

Status Endemisitas DBD

1. Endemis Tinggi 2. Endemis Sedang 3. Tidak Endemis

Status Resistensi

1. Rentan 2. Toleran 3. Resisten

1. Frekuensi Fogging 2. Riwayat Fogging 3. Dosis Insektisida

Fogging