faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

159
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah (DB) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang ditemukan di daerah tropis dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Demam berdarah disebarkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes aegypti (Kalyanamitra, 2012). Sekitar 2,5 milyar orang (2/5 penduduk) mempunyai resiko untuk terkena infeksi virus dengue. Lebih dari 100 negara tropis dan subtropis pernah mengalami letusan dengue dan demam berdarah dengue, lebih kurang 50.000 kasus setiap tahun dirawat di rumah sakit dengan ribuan orang diantaranya meninggal dunia. Nyamuk Aedes aegypti yang merupakan vektor yang berperan dalam penularan penyakit DBD ini hidup di dalam rumah, di kloset, di tempat-tempat yang gelap, dan di luar rumah (Misnadiarly, 2009).

description

skripsi untuk memperoleh gelar sarjana kesehatan masyarakat, tujuan skripsi ini untuk mengetahui hubungan jenis TPA, kondisi TPA, kondisi rumah, menguras TPA, dan jenis jentik terhadap keberadaan jentik aedes aegypti di kelurahan paccerakkang kota makassar tahun 2012

Transcript of faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

Page 1: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam Berdarah (DB) atau Demam Berdarah Dengue (DBD)

adalah penyakit demam akut yang ditemukan di daerah tropis dengan

penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Demam berdarah

disebarkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes aegypti

(Kalyanamitra, 2012). Sekitar 2,5 milyar orang (2/5 penduduk)

mempunyai resiko untuk terkena infeksi virus dengue. Lebih dari 100

negara tropis dan subtropis pernah mengalami letusan dengue dan

demam berdarah dengue, lebih kurang 50.000 kasus setiap tahun

dirawat di rumah sakit dengan ribuan orang diantaranya meninggal

dunia. Nyamuk Aedes aegypti yang merupakan vektor yang berperan

dalam penularan penyakit DBD ini hidup di dalam rumah, di kloset, di

tempat-tempat yang gelap, dan di luar rumah (Misnadiarly, 2009).

Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu,

terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health

Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara

dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (Pusat Data dan

Surveilans Epidemiologi Kemenkes RI, 2010).

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan

salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia.

Page 2: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

2

Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah

seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Di

Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya

pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang

diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) : 41,3 %). Sejak

saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia (Pusat Data

dan Surveilans Epidemiologi Kemenkes RI, 2010).

Tahun-tahun berikutnya kasus demam berdarah berfluktuasi

jumlahnya setiap tahun dan cenderung meningkat. Demikian pula

wilayah yang terjangkit bertambah luas. Menurut Suroso dan Umar

penyebab meningkatnya jumlah kasus dan semakin menyebar luasnya

penyakit demam berdarah itu antara lain karena semakin

meningkatnya arus transportasi (mobilitas) penduduk dari satu daerah

ke daerah lain. Sedangkan nyamuk penularnya masih tersebar dan

banyak terdapat baik di rumah, sekolah maupun tempat umum lainnya

(Hadinegoro dan Satari, 2002).

Hampir setiap tahun terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) di

beberapa daerah yang biasanya terjadi pada musim penghujan,

namun sejak awal tahun 2011 ini sampai bulan Agustus 2011 tercatat

jumlah kasus relatif menurun. Program pencegahan dan

pemberantasan DBD telah berlangsung lebih kurang 43 tahun dan

berhasil menurunkan angka kematian dari 41,3% pada tahun 1968

menjadi 0,87 % pada tahun 2010, tetapi belum berhasil menurunkan

Page 3: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

3

angka kesakitan. Jumlah penderita cenderung meningkat,

penyebarannya semakin luas, menyerang tidak hanya anak-anak

tetapi juga golongan umur yang lebih tua. Pada tahun 2011 sampai

bulan Agustus tercatat 24.362 kasus dengan 196 kematian (CFR: 0,80

%) (Ditjen PP & PL Depkes RI, 2011).

Penyakit Demam Berdarah Dengue di Sulawesi Selatan juga

merupakan jenis penyakit yang banyak menimbulkan kematian. Hal ini

dapat dilihat bahwa pada tahun 2009 jumlah penderita DBD sebanyak

3553 penyakit dengan jumlah kematian 24 orang, pada tahun 2010

jumlah penyakit DBD sebanyak 3999 penderita dengan jumlah

kematian 28 orang (Dinkes Prov. Sulsel, 2010).

Sekitar 30 daerah yang rawan penyebaran penyakit DBD di

Makassar. Kelurahan yang rawan penyebaran DBD di antaranya

Kelurahan Sudiang Raya, Daya, Tamalanrea Jaya, Tamalanrea Indah,

Parangloe, Tamalanrea, Mariso, Lette, Barombong, Pattingaloang

Baru, dan Pattingaloang. Daerah rawan penyebaran penyakit DBD

tersebut tersebar di 10 Kecamatan. Identifikasi daerah penyebaran

DBD terbanyak ditemukan di Kecamatan Biringkanaya, Tamalanrea,

Wajo, Ujung Pandang, Mamajang, Panakkukang, Ujung Tanah,

Makassar, Mariso dan Tamalate. Kerawanan suatu daerah terhadap

penyebaran penyakit DBD diukur berdasarkan angka bebas jentik.

Suatu daerah dikatakan rawan terjangkit penyakit DBD bila angka

bebas jentik masih < 75%. Padahal agar penularan DBD dapat

Page 4: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

4

dicegah Depkes RI menargetkan angka bebas jentik di setiap daerah

mencapai minimal 95%. Nilai ABJ yang relatif rendah (kurang dari 95%

memperbesar peluang terjadinya transmisi virus DBD (Fajar, 2011).

Banyak faktor yang mengakibatkan tingginya keberadaan

larva nyamuk Aedes aegypti. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Damyanti (2009) di Magetan dan Triwinasis (2010) di Yogyakarta

yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara praktek menguras

tempat penampungan air dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes

aegypti.

Dalam penelitian Sulistyawati (2011) menjelaskan bahwa ada

hubungan antara jenis dan kondisi Tempat Penampungan Air (TPA)

dengan kepadatan larva Aedes aegypti di Kelurahan Rappocini Kota

Makassar. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Yudhastuti dan Vidiyani (2005) yang menunjukkan ada hubungan yang

bermakna antara jenis container dengan keberadaan jentik nyamuk

Aedes aegypti di Kelurahan Wonokusumo. Karakteristik TPA dapat

mempengaruhi tingginya kepadatan jentik . Bahan, warna, jenis, dan

letak tempat penampungan air dapat mempengaruhi nyamuk Aedes

aegypti betina dalam memilih tempat bertelur (Sari, et. al., 2012).

Monitoring kepadatan larva Aedes aegypti sangat penting

untuk membantu dalam mengadakan evaluasi adanya ancaman infeksi

virus dengue agar tindakan pemberantasan nyamuk dapat

ditingkatkan. Untuk menentukan investasi Aedes aegypti di suatu

Page 5: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

5

daerah sebaiknya diadakan survey terhadap semua sarang atau

tempat perindukan dan wadah yang berisi air bersih yang diduga

sebagai tempat bersarangnya nyamuk pada sejumlah rumah di suatu

daerah (Sulistyawati, 2011).

Wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya yang terletak di

Kelurahan Sudiang Raya merupakan salah satu daerah yang rawan

dengan kejadian DBD. Berdasarkan data Puskesmas Sudiang Raya,

tersangka DBD pada tahun 2011 sebanyak 394 orang. Sementara

data mulai Januari sampai September tahun 2012, tersangka DBD

meningkat menjadi 403 orang. Adapun data tentang pemantauan jentik

di salah satu wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya yaitu Kelurahan

Paccerakkang yang dilaksanakan pada bulan Mei tahun 2011 yaitu

ABJ 80%. Sementara data pemantauan jentik yang dilaksanakan pada

bulan November tahun 2011 yaitu ABJ menurun menjadi 62%

(Puskesmas Sudiang Raya, 2012). Dari data pematauan jentik dapat

disimpulkan bahwa ABJ di Kelurahan Paccerakkang masih < 75 %. Hal

ini merupakan salah satu faktor yang mempermudah transmisi virus

dengue.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti faktor

yang berhubungan dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di

Kelurahan Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar

Tahun 2012.

Page 6: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

6

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana hubungan antara karakteristik Tempat Penampungan

Air (TPA) dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan

Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar tahun

2012?

2. Bagaimana hubungan antara menguras Tempat Penampungan Air

(TPA) dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan

Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar tahun

2012?

3. Bagaimana hubungan antara kondisi Tempat Penampungan Air

(TPA) dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan

Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar tahun

2012?

4. Bagaimana hubungan antara kondisi rumah dengan keberadaan

jentik Aedes aegypti di Kelurahan Paccerakkang Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar tahun 2012?

5. Bagaimana hubungan antara jenis jentik dengan keberadaan jentik

Aedes aegypti di Kelurahan Paccerakkang Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar tahun 2012?

Page 7: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

7

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan

keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan Paccerakkang

Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar tahun 2012.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik Tempat

Penampungan Air (TPA) dengan keberadaan jentik Aedes

aegypti di Kelurahan Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya

Kota Makassar tahun 2012.

b. Untuk mengetahui hubungan antara menguras Tempat

Penampungan Air (TPA) dengan keberadaan jentik Aedes

aegypti di Kelurahan Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya

Kota Makassar tahun 2012.

c. Untuk mengetahui hubungan antara kondisi Tempat

Penampungan Air (TPA) dengan keberadaan jentik Aedes

aegypti di Kelurahan Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya

Kota Makassar tahun 2012.

d. Untuk mengetahui hubungan antara kondisi rumah dengan

keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan Paccerakkang

Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar tahun 2012.

Page 8: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

8

e. Untuk mengetahui hubungan antara jenis jentik dengan

keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan Paccerakkang

Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar tahun 2012.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Instansi Puskesmas dan Dinas Kesehatan

Dapat dijadikan landasan dalam intervensi dan pemecahan

masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat agar ABJ semakin

meningkat sehingga kasus DBD tidak terjadi lagi.

2. Bagi Masyarakat

Membantu memecahkan masalah yang ada di masyarakat,

terutama untuk meningkatkan ABJ dan mencegah penularan DBD.

3. Bagi Penulis

Menambah dan memperluas pengetahuan penulis mengenai

beberapa faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik

Aedes aegypti dan rendahnya ABJ di wilayah kerja Puskesmas

Sudiang Raya khususnya Kelurahan Paccerakkang Kota Makassar

Tahun 2012.

Page 9: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang DBD (Demam Berdarah Dengue)

1. Pengertian DBD

Demam berdarah (DB) atau demam berdarah dengue

(DBD) adalah penyakit demam akut yang ditemukan di daerah

tropis, dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria.

Demam berdarah disebarkan kepada manusia oleh nyamuk Aedes

aegypti (Kalyanamitra, 2012).

Menurut Suroso dan Umar penyakit demam berdarah

dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus

dengue dan ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini

dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian

terutama pada anak, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa

atau wabah (Hadinegoro dan Satari, 2002).

Vektor DBD atau penyebar/pembawa penyakit atau

pembawa virus penyebab DBD adalah nyamuk Aedes aegypti,

sedangkan penyebab DBD adalah virus dengue. Mengenai

penularan penyakit DBD dapat dijelaskan bahwa penyakit demam

berdarah dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk tersebut.

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular

berbahaya yan disebabkan oleh virus Dengue, menyebabkan

Page 10: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

10

gangguan pada pembuluh darah kapiler dan sistem pembekuan

darah sehingga mengakibatkan pendarahan, dapat menimbulkan

kematian (Misnadiarly, 2009)

Darah penderita sudah mengandung virus, yaitu sekitar 1-2

hari sebelum terserang demam. Virus berada dalam darah selama

5-8 hari. Jika daya tahan tubuh tidak cukup kuat melawan virus,

maka orang tersebut mengalami berbagai jenis gejala DBD (Satari

dalam Nugroho, 2009).

Demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic

fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus

dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri

sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia

dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma

yang ditandai oleh peningkatan hemtokrit atau penumpukan cairan

di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue adalah demam berdarah

dengue yang ditandai oleh renjatan/syok (Sudoyo, et al., 2006).

Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dari genus

Flavivirus, famili Flaviviridae. DBD ditularkan ke manusia melalui

gigitan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi virus Dengue. Virus

Dengue penyebab Demam Dengue (DD), Demam Berdarah

Dengue (DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS) termasuk

dalam kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis) yang sekarang

dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai

Page 11: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

11

4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3, Den-4 (Pusat Data dan

Surveilans Epidemiologi Kemenkes RI, 2010).

2. Tanda dan Gejala DBD

Gejala Klinik utama pada DBD adalah demam dan

manifestasi pendarahan baik yang timbul secara spontan maupun

setelah uji torniquest. WHO (dalam Soegijanto, 2004) menentukan

beberapa patokan untuk menegakkan diagnosis klinik DBD yaitu:

a) Demam tinggi mendadak yang berlangsung selama 2-7 hari

b) Manifestasi pendarahan:

1) Uji torniquest positif

2) Pendarahan spontan berbentuk peteki (pendarahan pada

kulit), purpura (pendarahan kecil di dalam kulit), ekimosis,

epistakis (pendarahan hidung), pendarahan gusi,

hematemesis (muntah darah), melena (BAB darah).

3) Hepatomegali (pembesaran hati)

4) Renjatan, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (<

20 mmHg) atau nadi tak teraba, kulit dingin, dan anak

gelisah.

Banyak penderita atau keluarga penderita mengalami

kondisi fatal karena menganggap ringan gejala-gejala tersebut.

Sesudah masa tunas/inkubasi selama 3 - 15 hari orang yang

tertular dapat mengalami/menderita penyakit ini dalam salah

Page 12: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

12

satu dari 4 bentuk. Empat bentuk tersebut yaitu (dalam

Kalyanamitra, 2012):

1) Bentuk abortif, penderita tidak merasakan suatu gejala

apapun.

2) Dengue klasik, penderita mengalami demam tinggi selama

4-7 hari, nyeri-nyeri pada tulang, diikuti dengan munculnya

bintik-bintik atau bercak-bercak perdarahan di bawah kulit.

3) Dengue Haemorrhagic Fever (Demam berdarah

dengue/DBD) gejalanya sama dengan dengue klasik

ditambah dengan perdarahan dari hidung (mimisan), mulut,

dubur, dsb.

4) Dengue Syok Sindrom, gejalanya sama dengan DBD

ditambah dengan syok / presyok. Bentuk ini sering berujung

pada kematian. Lama demam berdarah pada umumnya

sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak demam yang

lebih kecil terjadi pada akhir masa demam. Secara klinis,

jumlah trombosit akan jatuh hingga pasien dianggap afebril.

Menurut WHO (dalam Misnadiarly, 2009), derajat

beratnya DBD dibagi menjadi empat tingkatan:

1) Derajat I: demam yang disertai gejala klinis tidak khas,

satu-satunya gejala pendarahan adalah hasil uji torniquest

yang positif.

Page 13: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

13

2) Derajat II: gejala yang timbul pada DBD derajat 1 ditambah

pendarahan spontan biasanya dalam bentuk pendarahan

kulit dan atau bentuk pendarahan lainnya.

3) Derajat III: kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan

denyut nadi yang cepat dan lemah, menyempitnya tekanan

nadi 20 mmHg atau kurang atau hipotensi ditandai dengan

kulit dingin dan lembab serta pasien menjadi gelisah.

4) Derajat IV: syok berat dengan tidak terabanyan denyut

nadi maupun tekanan darah.

3. Penularan Penyakit DBD

Penyakit ini ditularkan orang yang dalam darahnya

terdapat virus dengue. Orang ini biasa menunjukkan gejala sakit,

tetapi biasa juga tidak sakit, yaitu jika mempunyai kekebalan yang

cukup terhadap virus dengue. Jika orang digigit nyamuk Aedes

aegypti maka virus dengue masuk bersama daerah yang diisapnya.

Di dalam tubuh nyamuk itu, virus dengue akan berkembang biak

dengan cara membelah diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh

nyamuk. Sebagian besar virus itu berada dalam kelenjar liur

nyamuk. Dalam tempo 1 minggu jumlahnya dapat mencapai

puluhan atau bahkan ratusan ribu sehingga siap untuk

ditularkan/dipindahkan kepada orang lain. Selanjutnya pada waktu

nyamuk itu menggigit orang lain, maka setelah alat tusuk nyamuk

(probosis) menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu

Page 14: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

14

diisap, terlebih dahulu dikeluarkan air liur dari kelenjar liurnya agar

darah yang diisap tidak membeku (Hadinegoro dan Satari, 2002).

Bersama dengan liur nyamuk inilah, virus dengue

dipindahkan kepada orang lain. Tidak semua orang yang digigit

nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus dengue itu, akan

terserang penyakit demam berdarah. Orang yang mempunyai

kekebalan yang cukup tehadap virus dengue, tidak akan terserang

penyakit ini, meskipun dalam darahnya terdapat virus itu.

Sebaliknya pada orang yang tidak mempunyai kekebalan yang

cukup terhadap virus dengue, dia akan sakit demam ringan atau

bahkan sakit berat, yaitu demam tinggi disertai pendarahan bahkan

syok, tergantung dari tingkat kekebalan tubuh yang dimilikinya

(Hadinegoro dan Satari, 2002).

Di dalam proses memenuhi kebutuhan protein untuk

proses pematangan telurnya ditentukan oleh frekuensi kontak

antara vektor dengan inang. Frekuensi kontak tersebut dapat

dipengaruhi oleh jenis dan kepadatan inang. Ada perbedaan

perilaku makan darah antara imago yang belum dan sudah

terinfeksi virus DBD. Perbedaan itu berimpilkasi terhadap frekuensi

kontak nyamuk dengan inang. Imago betina terinfeksi lebih sering

kontak dengan inang untuk mendapatkan cairan darah untuk

produksi dan proses pematangan telurnya. Kejadian itu

Page 15: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

15

meningkatkan frekuensi kontaknya dengan inang sehingga peluang

penularan virus DBD semakin cepat dan singkat (Supartha, 2008).

B. Tinjauan Umum Tentang Nyamuk Aedes aegypti

Menurut riwayatnya nyamuk penular penyakit demam

berdarah yang disebut nyamuk Aedes aegypti itu, pada awal mulanya

berasal dari Mesir yang kemudian menyebar ke seluruh dunia, melalui

kapal laut dan udara. Nyamuk hidup dengan subur di belahan dunia

yang mempunyai iklim tropis dan subtropis seperti Asia, Afrika,

Australia dan Amerika. Penyakit demam berdarah dengue mengenai

seseorang melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk yang

menularkan penyakit adalah nyamuk betina dewasa. Nyamuk betina

memerlukan darah manusia atau binatang untuk hidup dan

berkembang biak (Misnadiarly, 2009).

1. Ciri-ciri Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti betina suka bertelu di atas

permukaan vertikal bagian dalam tempat-tempat yang berisi sedikit

air. Air harus jernih dan terlindung dari cahay matahari. Tempat air

yang dipilih ialah tempat air di dalam dan dekat rumah. Ae. Aegypti

dewasa berukuran kecil dengan warna dasar hitam. Probosis

bersisik hitam, palpi pendek dengan ujung hitam bersisik putih

perak. Oksiput bersisik lebar, berwarna putih terletak memanjang.

Femur bersisik putih pada permukaan posterior dan setengah

basal, anterior dan tengan bersisik putih memanjang. Tibia

Page 16: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

16

semuanya hitam. Tarsi belakang berlingkaran putih pada segmen

basal kesatu sampai keempat dan segmen kelima berwarna putih.

Sayap berukuran 2,5-3,0 mm, bersisik hitam (Soedarmo, 2005).

2. Bionomik Nyamuk Aedes aegypti

a. Kebiasaan Mengigit

Aedes aegypti bersifat antropofilik (senang sekali

kepada manusia) dan hanya nyamuk betina yang menggigit.

Nyamuk betina biasanya menggigit di dalam rumah, kadang-

kadang di luar rumah, di tempat yang agak gelap (Soedarmo,

2005).

Nyamuk jantan tertarik juga pada manusia bila

melakukan perkawinan, tetapi tidak menggigit. Setelah kawin,

nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur. Nyamuk

betina menghisap darah manusia setiap 2–3 hari sekali.

Menghisap darah pada pagi hari sampai sore hari, dan lebih

suka pada jam 08.00–12.00 dan jam 15.00–17.00. Untuk

mendapatkan darah yang cukup, nyamuk betina sering

menggigit lebih dari satu orang. Jarak terbang nyamuk sekitar

100 meter. Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan

(Ditjen P2M & PL Depkes RI, 2004).

Nyamuk ini mempunyai kebiasaan mengigit berulang

(multiple bitters), yaitu menggigit beberapa orang secara

bergantian dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan karena

Page 17: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

17

nyamuk Aedes aegypti sangat sensitive dan mudah terganggu.

Keadaan ini sangat membantu Aedes aegypti dalam

memindahkan virus ke beberapa orang sekaligus sehingga

dilaporkan adanya beberapa penderita demam dengue atau

DHF di satu rumah (Soedarmo, 2005).

b. Kebiasaan Beristirahat

Pada malam hari nyamuk beristirahat dalam rumah

pada benda-benda yang digantung, seperti pakaian, kelambu,

pada dinding dan di bawah rumah dekat tempat berbiaknya,

biasanya di tempat yang gelap. Nyamuk Aedes aegypti yang

merupakan vektor yang berperan dalam penularan penyakit

DBD ini hidup di dalam rumah, di kloset, di tempat-tempat yang

gelap, dan di luar rumah. Nyamuk tersebut hidup di tempat

lembab dan terlindung dari matahari (Misnadiarly, 2009).

Tempat istirahat yang disukainya adalah benda-benda

yang tergantung yang ada dalam di dalam rumah, seperti

gordyn, kelambu dan baju/pakaian di kamar yang gelap dan

lembab. Kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada waktu

musim hujan, dimana terdapat banyak genangan air bersih yang

dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes

aegypti (Hadinegoro dan Satari, 2002).

Page 18: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

18

c. Jangkauan Terbang

Di Indonesia nyamumuk Aedes aegypti tersebar luas di

di seluruh pelosok tanah air, baik di kota-kota maupun di desa-

desa, kecuali di wilayah yang ketinggiannya lebih dari 1000

meter di atas permukaan laut. Kemampuan terbangnya berkisar

antara 40-100 m dari tempat perekembang-biakannya.

Pergerakan nyamuk ditentukan oleh kemampuan terbang

nyamuk. Pada waktu terbang, nyamuk memerlukan oksigen

lebih banyak sehingga penguapan dalam tubuhnya menjadi

lebih besar. Akibatnya, jarak terbang nyamuk terbatas sehingga

penyebarannya tidak akan jauh dari tempat perindukan, tempat

mencari mangsa dan tempat istirahat, terutama di daerah yang

padat penduduknya. Jarak terbang rata-rata nyamuk Aedes

aegypti 200 meter (Sulistyawati, 2011).

d. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti

Perkembangan hidup nyamuk Aedes aegypti dari telur

hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12 hari. Hanya

nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah serta

memilih darah manusia untuk mematangkan telurnya.

Sedangkan nyamuk jantan tidak bias menggigit/menghisap

darah, melainkan hidup dari sari-sari bunga tumbuhan.

Page 19: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

19

Umur nyamuk Aedes aegypti betina berkisar antara 2

minggu sampai 3 bulan atau rata-rata 1½ bulan, tergantung dari

suhu kelembaban udara disekelilingnya.

1) Telur

Nyamuk betina bertelur di dalam air yang tergenang

di dalam dan sekitar rumah dan daerah pemukiman lainnya.

Telur-telur berkembang menjadi larva dan kemudian

berubah manjadi bentuk dewasa dalam waktu 10 hari. Telur

tidak berpelampung. Sekali bertelur nyamuk betina

menghasilkan 100 butir. Telur kering dapat tahan 6 bulan.

Telur akan menjadi jentik setelah sekitar 2 hari (Ditjen P2M

& PL Depkes RI, 2004). Karakteristik telur Aedes adalah

berbentuk bulat pancung yang mula-mula berwarna putih

kemudian berubah menjadi hitam. Telur tersebut diletakkan

secara terpisah di permukaan air untuk memudahkannya

menyebar dan berkembang menjadi larva di dalam media

air. Media air yang dipilih untuk tempat peneluran itu adalah

air bersih yang stagnan (tidak mengalir) dan tidak berisi

spesies lain sebelumnya (Mortimer dalam Supartha 2008).

Telur Aedes aegypti berwarna hitam seperti sarang

tawon, diletakkan satu demi satu di permukaan atau sedikit

di bawah permukaan air dalam jarak ± 2½ cm dari dinding

tempat perindukan. Telur dapat bertahan berbulan-bulan

Page 20: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

20

pada suhu –20C sampai 420C. Namun bila kelembaban

terlampau rendah, maka telur akan menetas dalam waktu 4

hari. Dalam keadaan optimal, perkembangan telur sampai

menjadi nyamuk dewasa berlangsung selama sekurang-

kurangnya 9 hari (Soedarmo, 2005).

2) Larva/jentik

Larva Aedes aegypti memiliki siphon besar dan

pendek dengan satu kumpulan rambut yang terletak pada

ujung bawah abdomen. Toraks larva lebih besar dari kepala

dan memiliki duri yang panjang dengan bentuk kurva.

Kepala memiliki antena dan mata majemuk serta sikat mulut

yang menonjol. Abdomen terdiri dari 10 ruas dan hanya 9

ruas yang menonjol serta terdapat comb scale. Pada waktu

istirahat membentuk sudut dengan permukaan air dan 6–8

hari menjadi pupa (Ditjen P2M & PL Depkes RI, 2004).

Larva nyamuk semuanya hidup di air yang

stadianya terdiri atas empat instar. Keempat instar itu dapat

diselesaikan dalam waktu 4 hari–2 minggu tergantung

keadaan lingkungan seperti suhu air persediaan makanan.

Pada air yang agak dingin perkembangan larva lebih lambat,

demikian juga keterbatasan persediaan makanan juga

menghambat perkembangan larva. Setelah melewati

stadium instar keempat larva berubah menjadi pupa. Ada

Page 21: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

21

empat tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan

larva Aedes aegypti tersebut, yaitu:

a) Instar I: berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm

b) Instar II: 2,5-3,8 mm

c) Instar III: lebih besar sedikit dari larva instar II

d) Instar IV: berukuran paling besar 5 mm.

3) Pupa

Sebagian kecil tubuhnya kontak dengan permukaan

air. Bentuk terompet panjang dan ramping dan 1–2 hari

menjadi nyamuk Aedes aegypti. Sebagaimana larva, pupa

juga membutuhkan lingkungan akuatik (air). Pupa adalah

fase inaktif yang tidak membutuhkan makan, namun tetap

membutuhkan oksigen untuk bernafas. Untuk keperluan

pernafasannya pupa berada di dekat permukaan air. Lama

fase pupa tergantung dengan suhu air dan spesies nyamuk

yang lamanya dapat berkisar antara satu hari sampai

beberapa minggu (Supartha, 2008).

4) Nyamuk Dewasa

Panjang 3–4 mm. Bintik hitam dan putih pada badan

dan kepala, dan punya ring putih di kakinya (Ditjen P2M &

PL Depkes RI, 2004). Nyamuk betina dewasa yang mulai

menghisap darah manusia, 3 hari sesudahnya sanggup

bertelur sebanyak 100 butir. Dua puluh empat jam kemudian

Page 22: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

22

nyamuk itu sanggup bertelur sebanyak 100 butir. Dua puluh

empat jam kemudian nyamuk itu menghisap darah lagi,

selanjutnya kembali bertelur (Soedarmo, 2005).

Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti dapat dilihat pada

gambar di bawah ini (dalam Ditjen P2M & PL Depkes RI,

2004):

1)Telur

4)Nyamuk Dewasa 2)Larva/jentik

3)Pupa

Gambar 2.1. Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Page 23: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

23

C. Tinjauan Umum Tentang Keberadaan Jentik

Menurut Sodarmo (2005), Populasi nyamuk diukur dengan

cara melakukan pemeriksaan terhadap semua tempat air di dalam dan

di luar rumah akan larva Ades aegypti dengan memeriksa 100 rumah

di suatu daerah.

1. Survey Jentik

Menurut Depkes RI (2005) (dalam Nugroho, 2009), survey jentik

dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti diperiksa (dengan

mata telanjang) untuk mengetahui ada tidaknya jentik.

b. Untuk memeriksa TPA yang berukuran besar, seperti: bak

mandi, tempayan, drum, dan bak penampungan air lainnya. Jika

pada pandangan (penglihatan) pertama tidak menemukan

jentik, tunggu kira-kira 1 menit unutk memastikan bahwa benar

jentik tidak ada.

c. Untuk memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan yang kecil,

seperti: vas bunga atau pot tanaman air atau botol yang airnya

keruh, seringkali airnya perlu dipindahkan ke tempat lain.

d. Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap, atau airnya

keruh, biasanya digunakan senter.

Page 24: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

24

2. Metode Survey Jentik

Metode survey jentik dapat dilakukan dengan cara (dalam

Widiyanto, 2007):

a. Metode singgle larva: Survai ini dilakukan dengan mengambil

satu jentik disetiap tempat genangan air yang ditemukan ada

jentiknya untuk dilakukan identifikasi lebih lanjut jenis jentiknya.

b. Metode visual: Survai ini dilakukan dengan melihat ada atau

tidaknya jentik di setiap tempat genangan air tanpa mengambil

jentiknya. Dalam program pemberantasan penyakit demam

berdarah dengue, survai jentik yang biasa digunakan adalah

cara visual. Ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan

jentik yaitu :

1) Angka Bebas Jentik (ABJ)

Jumlahrumah/bangunan yang tidak ditemukan jentikJumlahrumah/bangunan yang diperiksa x100%

2) Indeks rumah (HI) : persentase rumah ditemukannya larva

Aedes aegypti

Jumlahrumah /bangunandengan jentikJumlahrumah /bangunan yangdiperiksa x 100%

3) Indeks container (CI): persentase container yang positif

dengan larva Aedes aegypti

jumlahcontainer dengan jentikjumlah container yangdiperiksa

x100 %

4) Indeks breteau (BI): jumlah container yang positif dengan

larva Aedes aegypti dalam 1 rumah.

Page 25: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

25

jumlah container dengan jentikjumlah rumahdiperiksa

x100 %

Angka bebas jentik dan house indeks lebih

menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk di suatu wilayah.

Tidak ada teori yang pasti berupa angka bebas jentik dan house

indeks yang dipakai standart, hanya berdasarkan kesepakatan,

disepakati house indeks minimal 5 % yang berarti persentase

rumah yang diperiksa jentiknya positif tidak boleh melebihi 5 %

atau 95 % rumah yang diperiksa jentiknya harus negatif.

Pengukuran Breteau Indeks merupakan indikator yang

baik untuk menyatakan kepadatan nyamuk sedangkan House

Indeks menunjukkan luas penyebaran nyamuk dalam suatu

wilayah. Melalui hasil pengukuran kepadatan Aedes aegypti

dapat digunakan untuk mengetahui angka ambang kritis yang

merupakan suatu indikator adanya ancaman wabah penyakit

demam berdarah. Oleh para ahli WHO telah menetapkan

bahwa Breteau Indeks diatas 50 pada suatu daerah, besar

kemungkinan terjadinya transmisi penyakir demam berdarah

(Soedarmo, 2005).

Kepadatan populasi nyamuk (Density Figure) diperoleh

dari gabungan dari HI, CI dan BI dengan kategori kepadatan

jentik penetuannya adalah sebagai berikut:

a) DF= 1 = kepadatan rendah

Page 26: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

26

b) DF= 2-5 = kepadatan sedang

c) DF= 6-9 = kepadatan tinggi

Tingkat kepadatan larva Aedes menurut WHO (1972) dalam

Santoso (2008) dapat dilihat pada table dibawah ini:

Tabel 2.1Tingkat Kepadatan Larva Aedes Berdasarkan Beberapa

IndikatorDensity Figure

HI CI BI

1 1-3 1-3 1-42 4-7 4-5 5-93 8-17 6-9 10-194 18-28 10-14 20-345 29-37 15-20 35-496 38-49 21-27 50-747 50-59 28-31 75-998 60-76 32-40 100-1999 77+ 41+ 200+

Sumber: WHO 1972

D. Faktor Yang Berhubungan Dengan Keberadaan Jentik

1. Tinjauan Umum Tentang Menguras Tempat Penampungan Air

(TPA)

Cara fisik Pemberantasan terhadap jentik nyamuk Aedes

aegypti yang dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang

Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) dilakukan dengan

kegiatan 3-M yaitu menguras bak mandi, bak wc, dan lain-lain.

Menutup tempat penampungan air rumah tangga (tempayan, drum,

dan lain-lain). Mengubur, menyingkirkan atau memusnahkan

barang-barang bekas (seperti kaleng, ban, dan lain-lain) (Nugroho,

2009). Namun yang akan dibahas pada penelitian ini adalah

Page 27: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

27

menguras bak mandi, bak wc, dan lain-lain yang meliputi cara dan

frekuensi pengurasan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Damyanti (2009) di Magetan dan Triwinasis (2010) di Yogyakarta

yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara praktek menguras

tempat penampungan air dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes

aegypti.

Pengurasan tempat-tempat penampungan air perlu

dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar

nyamuk tidak dapat berkembangbiak di tempat itu. Pada saat ini

telah dikenal pula istilah ”3M” plus, yaitu kegiatan 3M yang

diperluas. Bila PSN DBD dilaksanakan oleh seluruh masyarakat,

maka populasi nyamuk Aedes aegypti dapat ditekan serendah-

rendahnya, sehingga penularan DBD tidak terjadi lagi (Depkes RI,

2004).

Kemauan dan tingkat kedisiplinan untuk menguras

kontainer pada masyarakat memang perlu ditingkatkan, mengingat

bahwa kebersihan air selain untuk kesehatan manusia juga untuk

menciptakan kondisi bersih lingkungan. Dengan kebersihan

lingkungan diharapkan dapat menekan terjadinya berbagai penyakit

yang timbul akibat dari lingkungan yang tidak bersih.Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Wati (2009) menunjukkan bahwa

Ada hubungan antara frekuensi pengurasan kontainer dengan

Page 28: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

28

kejadian DBD di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan Tahun 2009

(Wati, 2009).

2. Tinjauan Umum Tentang Kondisi Tempat Penampungan Air

(TPA)

Larva Aedes aegypti umumnya ditemukan di drum,

tempayan, gentong atau bak mandi di rumah keluarga Indonesia

yang kurang diperhatikan kebersihannya. Di daerah yang sumurnya

berair asin atau persediaan air minumnya tidak terdapat secara

teratur, seperti di daerah pantai, penduduk biasanya menyimpan air

hujan dalam drum berkapasitas 200 liter. Besarnya kontainer dan

lamanya air disimpan di dalamnya mengakibatkan banyak nyamuk

yang dapat berasal dari drum itu. Tempat air yang tertutup longgar

lebih disukai oleh nyamuk betina sebagai tempat bertelur,

dibandingkan dengan tempat air yang terbuka. Karena tutupnya

jarang dipasang secara baik dan sering dibuka mengakibatkan

ruang didalamnya relatif lebih gelap dibandingkan dengan tempat

air yang terbuka (Soedarmo, 2005)

Hasyimi, et. al menyatakan bahwa penggunaan TPA di

daerah pemukiman dimana keperluan air sehari-hari dikelola PAM,

sering menimbulkan masalah bagi perindukan vektor disebabkan

penduduk banyak menampung air di suatu tempat (TPA). Dengan

alasan ini maka tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti

Page 29: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

29

cenderung menjadi banyak sehingga memperluas terjadinya

transmisi virus dengue (Salim et. al, 2009).

Para dokter & ahli kesehatan telah sepakat bahwa,

menutup wadah (tempat) makanan & minuman merupakan salah

satu upaya menjaga kesehatan, sekaligus sarana pencegahan

penyakit yang mudah untuk dilaksanakan. Makanan ataupun

minuman yang tersimpan dalam wadah tertutup rapat dan rapi, tak

mudah dihinggapi kuman penyebab penyakit.

Sejak berabad-abad yang lalu, Rasulullah telah

memberikan banyak petunjuk berkaitan dengan upaya preventif

dalam pencegahan penyakit. Ini sudah berjalan jauh sebelum para

dokter menemukan mikroba dan kuman penyebab penyakit dengan

berbagai macam jenisnya. Dibalik itu semua, ada sisi lain yang tak

dapat diketahui oleh dokter manapun di dunia ini, sehingga, sudah

seyogyanya sebagai seorang muslim memperhatikan dan

mengamalkan tuntunan ini karena aplikasi dari Sunnah Nabi, pasti

mendatangkan banyak kemaslahatan bagi kita.

Hadits dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'anhu dari Nabi

Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau Shallallahu 'alaihi

wa sallam bersabda:

Page 30: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

30

�ق�و�ا غ�ل وأ اب الب ط�ف�ؤ�ا

وأ اج ر الس� �ن� فإ �طان ي الش� ح�ل� ي ال قاء# س� ول ح� ف�ت ي ا

اء �ن اإل �و�ا و�ك وأ قاء الس�

و �ر� ذ�ك ي م اس� . الله� د� ج� ي �م� حد�ك أ � �ال إ ن�

أ ض على �ه� ئ �نا إ ع�و� # اء#غط�و�ا دا �ن إ �ن� فإ م� ل

#ا اب ب ول �ش�ف� ك ي

غط�و�ا ء �نا اإل و� وأ �و�ا ك قاء الس� �ن� فإ ف�ي ة� ن الس� ة< �ل ي ل نـز� ي ل� �ها رواية: ف�ي

ف�عل� �ي فل وفي

�س . ي ل �ه� ي عل غ�طاء< و� أ Eاءق س� �س ي ل �ه� ي عل اء< و�ك � �ال إ ل ز ن �ه� في م�ن� �ك ذل اء� �وب ال

اء< وب ل م�ر� ي Eء �نا �إ ب

(HR. Muslim)

Terjemahan: “Tutuplah bejana, ikatlah kantung air, kuncilah pintu, &

padamkanlah lampu. Sesungguhnya setan tak bisa membuka kantung air, tak bisa membuka pintu, & tak pula bisa membuka bejana. Jika salah seorang dari kalian tak mendapatkan (penutup) kecuali hanya dgn membentangkan sebatang ranting pohon kemudian ia menyebut nama Allah, hendaklah ia lakukan itu”.

ABJ yang rendah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam

penelitian Sulistyawati (2011) menjelaskan bahwa ada hubungan

antara kondisi tempat penampungan air dengan keberadaan larva

Aedes aegypti di Kelurahan Rappocini Kota Makassar.

3. Tinjauan Umum Tentang Karakteristik Tempat Penampungan

Air (TPA)

Telur, larva, dan pupa nyamuk Aedes aegypti tumbuh dan

berkembang di dalam air. Genangan yang disukai sebagai tempat

perindukan nyamuk ini berupa genangan air yang tertampung di

Page 31: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

31

suatu wadah yang disebut kontainer atau tempat penampungan air

(TPA) bukan genangan air di tanah. Terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi peletakan telur nyamuk Aedes sp antara lain jenis

TPA, warna TPA, bahan dasar TPA, letak TPA, air, suhu,

kelembaban, dan kondisi lingkungan setempat. Identifikasi TPA

dapat digunakan untuk keperluan pemberantasan penyakit DBD

(Sari, et al., 2005). Namun yang akan dibahas dalam penelitian ini

adalah jenis TPA, warna TPA, dan bahan dasar TPA.

Jenis-jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes

aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Tempat penampungan air (TPA), untuk keperluan sehari-hari,

seperti: drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/WC,

ember dan lain-lain.

b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari

seperti tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut dan

barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastic dan lain-lain).

c. Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon,

lubang batu, pelepah daaun, tempurun kelapa, pelepah pisang,

potongan bambu dan lain-lain.

Penelitian yang dilakukan Sari (2005) menunjukkan

persentase positif jentik tertinggi ditemukan pada TPA dengan

bahan dasar semen (44,8%). Banyak sedikitnya larva Aedes

aegypti yang ditemukan kemungkinan ada hubungannya dengan

Page 32: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

32

makanan larva yang tersedia, karena kesediaan makanan ada

hubungannya dengan bahan dasar TPA. Hal ini terjadi, mungkin

disebabkan mikroorganisme yang menjadi makanan larva lebih

mudah tumbuh pada dinding TPA yang kasar seperti semen. Selain

itu, pada kontainer yang berdinding kasar, nyamuk betina lebih

mudah mengatur posisi tubuh waktu meletakan telur, dimana telur

diletakan secara teratur di atas permukaan air (Sari, et al., 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Novelani (2007)

menunjukkan bahwa wadah yang positif larva lebih banyak

dijumpai pada wadah berwarna biru (41,7%). Kondisi yang lembab

dan warna TPA yang gelap memberikan rasa aman dan tenang

bagi nyamuk untuk bertelur, sehingga telur yang diletakkan lebih

banyak dan jumlah larva yang terbentuk lebih banyak pula. Selain

itu suasana gelap menyebabkan larva menjadi tidak terlihat

sehingga tidak bisa diciduk atau dibersihkan (Salim dan Febriyanto,

2005).

Keberadaan kontainer atau TPA sangat berperan dalam

keberadaan vektor nyamuk Aedes, karena semakin banyak

kontainer akan semakin banyak tempat perindukan dan akan

semakin padat populasi nyamuk Aedes. Semakin padat populasi

nyamuk Aedes, maka semakin tinggi pula risiko terinfeksi virus

DBD dengan waktu penyebaran lebih cepat sehingga jumlah kasus

Page 33: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

33

penyakit DBD cepat meningkat yang pada akhirnya mengakibatkan

terjadinya KLB penyakit DBD (Fathi, et al., 2005).

Menurut Focks dan Cladee (1997) jenis-jenis tempat

penampungan air yang paling sering ditemukan larva yakni

tempayan, drum dan bak mandi dalam memfasilitasi perolehan

larva Aedes. Ketiganya termasuk tempat penampungan air

berukuran besar yang sulit untuk mengganti airnya, sehingga

keberhasilan perkembangbiakan nyamuk Aedes didukung oleh

ukuran tempat penampungan air yang cukup besar dan air yang

berada didalamnya cukup lama. Kemampuan jenis-jenis tempat

penampungan air sebagai tempat tersedianya organisme air dapat

bertindak sebagai sumber makanan, kompetitor, predator dan

parasit yang di prediksi akan mempengaruhi perkembangan larva

menjadi dewasa, baik dalam kualitas maupun kuantitasnya

(Novelani, 2007).

Masing-masing masyarakat di wilayah tertentu mempunyai

kesenangan akan tempat penampungan air yang berbeda-beda

baik dalam jenis, bahan dasar dan warna yang digunakan. Di

perkirakan dapat mempengaruhi prosentase perolehan larva pada

setiap wilayah tersebut.

4. Tinjauan Umum Tentang Kondisi Rumah

Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia

yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana

Page 34: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

34

pembinaan keluarga. Jenis rumah, pencahayaan, dan bentuk

rumah secara tidak langsung akan mempengaruhi

perkembangbiakan jentik Aedes aegypti dan penularan DBD.

Kualitas pemukiman yang jelek akan mempengaruhi terutama bila

banyak benda-benda yang bisa menjadi tempat perindukan

nyamuk seperti kaleng, botol, ban dan semua yang dapat menjadi

tempat nyamuk bersarang (Arman, 2008).

Rumah yang sehat menurut Winslow dan APHA harus

memenuhi syarat salah satunya adalah memenuhi kebutuhan

fisiologis meliputi sistem penghawaan (ventilasi), pencahayaan,

dan suhu ruangan. Namun kondisi rumah yang akan dibahas dalam

penelitian ini adalah pencahayaan, ventilasi, dan kebiasaan

menggantung pakaian.

Pencahayaan berguna untuk menerangi ruangan,

mengurangi kelembaban, mengusir serangga dan dapat

membunuh benih/kuman penyakit menular. Lingkungan biologi

yang mempengaruhi kehidupan nyamuk Aedes aeypti adalah

banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, karena dapat

mempengaruhi pencahayaan dan kelembaban di dalam rumah.

Kelembaban yang tinggi dan pencahayaan yang kurang di dalam

rumah merupakan tempat yang disukai nyamuk untuk hinggap dan

beristirahat .

Page 35: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

35

Pencahayaan alami adalah penerangan dengan

memanfaatkan cahaya matahari. Tiga faktor yang mempengaruhi

jumlah cahaya siang masuk ke dalam ruangan, yaitu: cahaya

langsung melalui lubang cahaya, cahaya yang dipantulkan oleh

permukaan benda di dalam ruangan. Kesehatan ruangan dapat

tercapai bila intensitas cahaya yang masuk ruangan minimal 50 lux

bila diukur dari bidang datar setinggi 84 cm dari atas lantai.

Intensitas pencahayaan merupakan faktor linkungan fisik yang

berpengaruh terhadap Aedes aegypti. Habitat Aedes aegypti baik

yang dewasa maupun larvanya adalah tempat-tempat yang tidak

terkena cahaya matahari langsung. Pencahayaan alami dalam

rumah diukur dengan menggunakan luxmeter. Mengacu pada

Permenkes No: 829/Menkes/VII/1999 batasan pencahayaan alam

di dalam ruangan yang memenuhi syarat kesehatan apabila ≥ 60

lux sedangkan yang tidak memenuhi syarat kesehatan apabila < 60

lux (Muslim, 2004).

Pakaian yang manggantung dalam ruangan merupakan

tempat yang disenangi nyamuk aedes aegypti untuk beristirahat

setelah menghisap darah manusia. Setelah beristirahat pada

saatnya akan menghisap darah manusia kembali sampai nyamuk

tersebut cukup darah untuk pematangan sel telurnya. Jika nyamuk

yang beristirahat pada pakaian menggantung tersebut menghisap

darah penderita demam berdarah dan selanjutnya pindah dan

Page 36: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

36

menghisap darah orang yang sehat maka dapat tertular virus

demam berdarah dengue. Penelitian yang dilakukan oleh

Sukowinarsih dan Cahyati (2010) menunjukkan bahwa besar resiko

kejadian DBD 4,405 kali lebih besar pada rumah yang terdapat

pakaian yang menggantung dalam ruang kamar di banding rumah

yang tidak terdapat pakaian menggantung dalam ruang kamar.

E. Cara Pemberantasan Jentik Aedes aegypti

Program pemberantasan penyakit DBD di berbagai negara

pada umumnya belum berhasil karena masih tergantung pada

penyemprotan dengan insektisida untuk membunuh nyamuk dewasa.

Penyemprotan membutuhkan pengoperasian yang khusus dan biaya

yang tinggi. Untuk mencapai kelestarian program pemberantasan

vektor DBD sangat penting untuk memusatkan pada pembersihan

sarang larva dengan dilaksanakan secara bersama-sama antara

pemerintah dan masyarakat. Untuk itu perlu diterapkan pendekatan

terpadu dalarn pengendalian nyamuk dengan menggunakan semua

metode yang tepat baik secara pengelolaan lingkungan, biologi dan

kimiawi (Sukamto, 2007).

Pemberantasan terhadap jentik nyamuk Aedes aegypti

dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam

Berdarah Dengue (PSN DBD) dilakukan dengan cara:

1. Fisik

Page 37: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

37

Cara ini dikenal dengan kegiatan ”3M”, yaitu: Menguras

(dan menyikat) bak mandi, bak WC, dan lain-lain; Menutup tempat

penampungan air rumah tangga (tempayan, drum, dan lain-lain);

dan Mengubur barang-barang bekas (seperti kaleng, ban, dan lain-

lain). Pengurasan tempat-tempat penampungan air perlu dilakukan

secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk

tidak dapat berkembangbiak di tempat itu. Pada saat ini telah

dikenal pula istilah ”3M” plus, yaitu kegiatan 3M yang diperluas. Bila

PSN DBD dilaksanakan oleh seluruh masyarakat, maka populasi

nyamuk Aedes aegypti dapat ditekan serendah-rendahnya,

sehingga penularan DBD tidak terjadi lagi. Untuk itu upaya

penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat harus dilakukan

secara terus-menerus dan berkesinambungan, karena keberadaan

jentik nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat.

2. Kimia

Cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan

menggunakan insektisida pembasmi jentik (larvasida) ini antara lain

dikenal dengan istilah larvasidasi. Larvasida yang biasa digunakan

antara lain adalahtemephos. Formulasi temephos yang digunakan

adalah granules (sand granules). Dosis yang digunakan 1 ppm atau

10 gram (±1 sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Larvasida

dengan temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan.

3. Biologi

Page 38: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

38

Pemberantasan jentik nyamuk Aedes aegypti secara

biologi dapat dilakukan dengan memelihara ikan pemakan jentik

(ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang atau tempalo, dan lain-

lain). Dapat juga digunakan Bacillus thuringiensis var israeliensis

(BTI).

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikir Variabel Penelitian

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit

menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui

nyamuk Aedes aegypti. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan

secara teoritis pada dasar teori, maka dapat diidentifikasi beberapa

variabel yang terlibat secara langsung terhadap keberadaan jentik

Aedes aegypti. Selain itu juga telah diidentifikasi hubungan antara

variabel yang terlibat berupa variabel dependen yaitu keberadaan

jentik Aedes aegypti maupun variabel independen yaitu karakteristik

TPA, menguras TPA, kondisi TPA, kondisi rumah dan jenis jentik.

Untuk dapat memberantas nyamuk Aedes aegypti secara

efektif diperlukan pengetahuan tentang pola perilaku nyamuk tersebut

yaitu perilaku mencari darah, istirahat dan berkembang biak, sehingga

diharapkan akan dicapai Pemberantasan Sarang Nyamuk dan jentik

Nyamuk Aedes aegypti yang tepat. Namun dalam penelitian ini

difokuskan pada perkembangbiakan jentik nyamuk Aedes aegypti

Page 39: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

39

sehingga diharapkan dapat memutus mata rantai penyakit Demam

Berdarah Dengue.

Hubungan antara variabel dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Keberadaan jentik Aedes aegypti

Keberadaan larva (jentik) nyamuk Aedes aegypti

diobservasi pada rumah dan penampungan air dengan memakai

semua tempat atau wadah yang dapat mejadi tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti diperiksa (dengan mata

telanjang) dengan menggunakan senter untuk mengetahui ada

atau tidaknya larva, untuk memeriksa tempat penampungan air

yang berukuran besar seperti: bak mandi, tempayan, drum, jika

pandangan (penglihatan) pertama tidak menemukan larva tunggu

kira-kira ½ – 1 menit untuk memastikan bahwa benar larva tidak

ada. Menurut Depkes bahwa larva Aedes aegypti dalam air dapat

dikenali dengan ciri-ciri antara lain: berukuran 0,5-1 cm dan selalu

bergerak aktif dalam air. Gerakan berulang-ulang dari bawah ke

atas permukaan air dimaksudkan untuk bernafas. Pada waktu

istirahat, posisinya hamper tegak lurus dengan permukaan air.

2. Karakteristik Tempat Penampungan Air (TPA)

Page 40: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

40

Karakteristik TPA meliputi jenis, bahan dan warna TPA.

Identifikasi TPA dapat digunakan untuk keperluan pemberantasan

penyakit DBD. Banyak sedikitnya larva Aedes aegypti yang

ditemukan kemungkinan ada hubungannya dengan makanan larva

yang tersedia, karena kesediaan makanan ada hubungannya

dengan bahan dasar TPA. Hal ini terjadi, mungkin disebabkan

mikroorganisme yang menjadi makanan larva lebih mudah tumbuh

pada dinding TPA yang kasar seperti semen.

Kondisi yang lembab dan warna TPA yang gelap

memberikan rasa aman dan tenang bagi nyamuk untuk bertelur,

sehingga telur yang diletakkan lebih banyak dan jumlah larva yang

terbentuk lebih banyak pula. Selain itu suasana gelap

menyebabkan larva menjadi tidak terlihat sehingga tidak bisa

diciduk atau dibersihkan. Masing-masing masyarakat di wilayah

tertentu mempunyai kesenangan akan tempat penampungan air

yang berbeda-beda baik dalam jenis, bahan dasar dan warna yang

digunakan. Diperkirakan dapat mempengaruhi prosentase

perolehan larva pada setiap wilayah tersebut.

3. Menguras Tempat Penampungan Air (TPA)

Menguras TPA meliputi cara dan frekuensi pengurasan

TPA. Kegiatan ini merupakan salah satu upaya fisik PSN DBD. TPA

yang jarang dibersihkan merupakan salah satu faktor yang

mendukung perkembangbiakan jentik Aedes aegypti. Berdasarkan

Page 41: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

41

penelitian yang dilakukan oleh Damyanti (2009) di Magetan dan

Triwinasis (2010) di Yogyakarta yang menunjukkan bahwa ada

hubungan antara praktek menguras tempat penampungan air

dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti.

4. Kondisi Tempat Penampungan Air (TPA)

Kondisi tempat penampungan air yang tertutup tidak rapat

lebih disenangi nyamuk betina sebagai tempat bertelur

dibandingkan dengan tempat penampungan air yang terbuka,

karena tutupnya yang jarang dirapatkan dengan baik sering dibuka

membuat ruang didalamnya lebih gelap dibandingkan tempat air

yang terbuka. Ini menunjukkan sangat pentingnya menilai kondisi

tempat penampungan air baik di dalam keadaan tertutup atau

terbuka dan berpengaruh terhadap keberadaan jentik Aedes

aegypti.

5. Kondisi Rumah

Secara umum rumah dikatakan sehat apabila memenuhi

beberapa kriteria, diantaranya adalah bebas jentik nyamuk. Bebas

jentik nyamuk terutama bebas jentik nyamuk aedes aegypti yang

merupakan vektor penyakit demam berdarah dengue. Kebiasaan

menggantung pakaian, pencahayaan, dan ventilasi yang tidak

Page 42: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

42

berkasa secara tidak langsung akan mempengaruhi

perkembangbiakan jentik Aedes aegypti dan penularan DBD.

6. Jenis Jentik

Pemeriksaan jentik dalam penelitian ini sangat diperlukan

dalam menentukan jenis jentik yang ada di rumah warga sehingga

dapat diketahui rumah yang positip jentik Aedes aegypti.

B. Gambaran Variabel yang Diteliti

Berdasarkan konsep pemikiran variabel seperti yang diuraikan

di atas, maka dibuatlah gambaran variabel yang akan diteliti sebagai

berikut:

Keterangan:

Kondisi TPA

Keberadaan jentik Aedes aegypti

Kondisi Rumah

Jenis Jentik

Karakteristik TPA

Menguras TPA

Page 43: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

43

= Variabel Independen

= Variabel Dependen

Gambar 3.1. Faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik

Aedes aegypti

C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Keberadaan jentik Aedes aegypti adalah keberadaan jentik Aedes

aegypti yang ditemukan pada setiap jenis wadah penampungan air

bersih yang menjadi sampel penelitian. Kepadatan larva Aedes

aegypti dapat diukur dengan rumus Container Indeks (CI), House

Indeks (HI), Breteau Indeks (BI).

CI = Jumlahcontainer yang positif Aedes aegypti

Jumlahcontainer yang diperiksax 100 %

HI = Jumlahrumah/bangunandengan AedesaegyptiJumlahrumah/bangunan yangdiperiksa x 100%

BI = jumlah container dengan Aedes aegypti

jumlahrumahdiperiksa x100 %

Kepadatan Aedes aegypti dikategorikan (WHO)

a. Kepadatan rendah = JIka Density figure yang diperoleh 1

b. Kepadatan sedang = JIka Density figure yang diperoleh 2-5

c. Kepadatan tinggi = JIka Density figure yang diperoleh 6-9

Kriteria Objektif :

Page 44: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

44

Positif : Jika ditemukan jentik Aedes aegypti di tempat

penampungan air.

Negatif : Jika tidak ditemukan jentik Aedes aegypti di tempat

penampungan air.

2. Karakteristik Tempat Penampungan Air (TPA) dalam penelitian ini

meliputi jenis, bahan dasar, dan warna TPA.

a. Jenis TPA adalah jenis tempat penampungan air yang

digunakan oleh setiap rumah tangga dalam keperluan sehari-

hari.

Kriteria Objektif:

TPA Sehari-hari: Tempat penampungan air yang

digunakan untuk keperluan sehari-hari

seperti drum, bak mandi, bak WC,

gentong.

Non TPA sehari-hari: Tempat penampungan air yang bukan

untuk keperluan sehari-hari seperti vas

bunga, ban bekas, tempat minum hewan

peliharaan, tempat sampah.

b. Bahan dasar TPA adalah bahan dasar dari tempat

penampungan air sehari-hari untuk kepentingan rumah tangga

di sekitar rumah responden.

Page 45: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

45

c. Warna TPA adalah warna dari tempat penampungan air sehari-

hari untuk kepentingan rumah tangga di sekitar rumah

responden.

3. Menguras Tempat Penampungan Air (TPA) yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah TPA yang dikuras dengan menggunakan sikat

dan atau alat pembersih lainnya serta frekuensi pengurasan yang

dilakukan minimal 1 kali seminggu.

Kriteria objektif

Memenuhi syarat: Tempat penampungan air yang dikuras dengan

menggunakan sikat dan atau alat pembersih

lainnya yang dilakukan minimal 1 kali

seminggu.

Tidak memenuhi syarat: Tempat penampungan air yang tidak

dikuras minimal 1 kali seminggu.

4. Kondisi Tempat Penampungan Air (TPA) adalah kondisi tempat

penyimpanan air bersih dalam keadaan tertutup rapat dan terbuka.

Kriteria Objektif

Tertutup: Tempat penampungan air yang memiliki penutup atau

tertutup rapat.

Terbuka: Tempat penampungan air yang terkena udara langsung,

tidak tertutup rapat.

Page 46: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

46

5. Kondisi rumah adalah kondisi rumah responden seperti

pencahayaan, ventilasi, dan kebiasaan menggantung pakaian.

Kriteria objektif:

Memenuhi syarat: jika rumah memiliki penutup ventilasi pada

ventilasi rumah dan pencahayaan ≥ 60 lux serta tidak

ditemukan pakaian yang menggantung di dalam rumah

(bukan di dalam almari).

Tidak memenuhi syarat: jika rumah tidak memiliki penutup ventilasi

pada ventilasi rumah dan pencahayaan < 60 lux serta

ditemukan pakaian yang menggantung di dalam rumah

(bukan di dalam almari) atau jika salah satu syarat tidak

terpenuhi.

6. Jenis jentik adalah pemeriksaan jentik yang dilakukan di

laboratorium untuk menentukan jenis jentik yang ditemukan di

rumah warga.

D. Hipotesis

1. Hipotesis Nol (Ho):

a. Tidak ada hubungan antara karakteristik Tempat Penampungan

Air (TPA) dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan

Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar tahun

2012.

b. Tidak ada hubungan antara menguras Tempat Penampungan

Air (TPA) dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan

Page 47: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

47

Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar tahun

2012.

c. Tidak ada hubungan antara kondisi Tempat Penampungan Air

(TPA) dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan

Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar tahun

2012.

d. Tidak ada hubungan antara kondisi rumah dengan keberadaan

jentik Aedes aegypti di Kelurahan Paccerakkang Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar tahun 2012.

e. Tidak ada hubungan antara jenis jentik dengan keberadaan

jentik Aedes aegypti di Kelurahan Paccerakkang Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar tahun 2012.

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Ada hubungan antara karakteristik Tempat Penampungan Air

(TPA) dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan

Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar tahun

2012.

b. Ada hubungan antara meguras tempat penampungan air

dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan

Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar tahun

2012.

c. Ada hubungan antara kondisi Tempat Penampungan Air (TPA)

dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan

Page 48: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

48

Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar tahun

2012.

d. Ada hubungan antara kondisi rumah dengan keberadaan jentik

Aedes aegypti di Kelurahan Paccerakkang Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar tahun 2012.

e. Ada hubungan antara jenis jentik dengan keberadaan jentik

Aedes aegypti di Kelurahan Paccerakkang Kecamatan

Biringkanaya Kota Makassar tahun 2012.

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode observasional

dengan jenis penelitian cross sectional study melalui pendekatan untuk

melihat hubungan antara pengurasan TPA, kondisi TPA, karakteristik

TPA, kondisi rumah, dan jenis jentik dengan keberadaan jentik Aedes

aegypti. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan survei langsung

ke lapangan, melakukan observasi dan wawancara dengan

menggunakan lembar observasi.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Kelurahan

Paccerakkang. Penetuan lokasi tersebut berdasarkan data dari

Page 49: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

49

Puskesmas Sudiang Raya bahwa Kelurahan Paccerakkang salah

satu daerah yang memiliki ABJ < 75%. Batas Kelurahan

Paccerakkang sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan

Sudiang/Pai, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan

Mandai/Maros, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan

Tamalanrea, dan sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Bira.

Kelurahan Paccerakkang dengan luas wilayah 780 Ha

terdiri dari 21 Rukun Warga (RW) dan 119 Rukun Tetangga (RT)

yang memiliki 14.672 KK.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada 15 Desember sampai 25

Desember tahun 2012.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah yang

berada di wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya Kecamatan

Biringkanayya Kota Makassar yaitu sebanyak 31.203 KK.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah RW VII RT B sebanyak

88 KK. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan metode

purposive sampel. Purposive sampel yaitu pengambilan sampel

dilakukan hanya atas dasar pertimbangan penelitinya saja yang

menganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam

Page 50: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

50

anggota sampel yang diambil (Nasution, 2003). Penentuan sampel

ini dengan melihat beberapa kriteria sebagai berikut:

a. ABJ yang paling rendah di wilayah kerja Puskesmas Sudiang

Raya yaitu Kelurahan Paccerakkang RW VII RT B yaitu

sebanyak 88 KK. Berdasarkan hasil pemantauan jentik yang

dilakukan oleh petugas Puskesmas Sudiang Raya menunjukkan

bahwa dari 40 rumah yang dijadikan sampel terdapat 39 rumah

yang positip jentik.

b. Beberapa rumah menyimpan barang bekasnya di depan rumah

yang berpotensi untuk menjadi tempat perkembangbiakan

nyamuk Aedes aegypti dan sebagian rumah memiliki pot bunga

di pekarangan yang juga dapat menjadi tempat

perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.

c. Apabila responden bersedia rumahnya diobservasi.

D. Sumber Data

1. Data Primer

Untuk mendapatkan data primer dilakukan dengan metode

wawancara dengan menggunakan kuesioner dan melakukan

observasi atau pengamatan langsung untuk melihat keberadaan

jentik Aedes aegypti pada Tempat Penampungan Air (TPA) di

rumah responden.

2. Data Sekunder

Page 51: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

51

Data sekunder diperoleh melalui penulusuran literatur dan

semua data yang diperoleh dari instansi terkait seperti Kantor Dinas

Kesehatan Kota Makassar, Puskesmas Sudiang Raya yaitu jumlah

penduduk dan penulusuran literatur-literatur.

E. Pengolahan Data dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan komputer melalui program (SPSS 17,0) yang sesuai.

Analisis dilakukan dengan menguji hipotesis Nol (Ho). Uji statistik

yang digunakan adalah Chi Square (x2) atau dengan menggunakan

α 0,05 dengan tabel 2 x 2. Untuk uji hipotesis rumus yang

digunakan:

X2 = n(|ad−bc|−n ²

2 )(a+b)(c+d )(a+c)(b+d)

2. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini yaitu analisis univariat dan

bivariat.

a. Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran

umum dengan cara mendeskripsikan setiap variabel yang

digunakan dalam penelitian yaitu dengan melihat gambaran

distribusi frekuensi yaitu dalam bentuk tabel. Data yang

dianalisis adalah hubungan kondisi temperatur, kelembaban

udara, kondisi tempat penampungan air, abatisasi dengan

Page 52: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

52

keberadaan jentik Aedes egypti di wilayah kerja Puskesmas

Sudiang Raya Kota Makassar.

b. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat adanya hubungan

pengurasan tempat penampungan air, kondisi tempat

penampungan air, karakteristik tempat penampungan air,

kondisi rumah, dan jenis jentik dengan keberadaan jentik Aedes

egypti di wilayah kerja Puskesmas Sudiang Raya Kota

Makassar. Analisis ini digunakan dengan pengujian statistik dan

uji Chi Square (x2) atau dengan menggunakan α = 0,05 dengan

tabel 2 x 2. Untuk uji hipotesis rumus yang digunakan adalah:

1) Jika data berbentuk nominal dan sampelnya besar, jika tidak

ada nilai harapan kurang dari 5 digunakan Chi Square

dengan Yate’s correction,

menggunakan tabel kontingensi 2 x 2 dengan rumus:

X2 = n(|ad−bc|−n ²

2 )(a+b)(c+d )(a+c)(b+d)

Keterangan:

X² = Nilai Chi Square

n = Besar Sampel

2) Jika terdapat nilai harapan kurang dari 5 digunakan Fisher

Exact

p = (a−b ) !(c−d)!(b−d) !

n !a !b !c !d !

Adapun interpensi dari kedua rumus di atas adalah:

Page 53: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

53

a) Ho ditolak atau ada hubungan yang bermakna apabila X2

hasil perhitungan > X2 tabel atau p value < 0,05.

b) Ho diterima atau tidak ada hubungan yang bermakna

apabila X2 hasil perhitungan < X2 tabel atau p value ≥ 0,05.

F. Pengolahan dan Penyajian Data

1. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini akan diolah dengan

menggunakan komputer melalui program SPSS.Tahap-tahap

pengelolahan data adalah sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa data yang telah dikumpulkan untuk

diteliti kelengkapan, kejelasan makna jawaban, konsistensi

maupun kesalahan antar jawaban pada kuesioner.

b. Coding, yaitu memberikan kode-kode untuk memudahkan

proses pengolahan data.

c. Entry, yaitu memasukkan data untuk diolah menggunakan

komputer.

2. Penyajian Data

Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi dan crosstab yang disertai dengan penjelasan-

penjelasannya masing-masing.

Page 54: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

54

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Paccerakkang Kota

Makassar, tepatnya di Perumahan Mangga Tiga RW VII RT B yang

dilaksanakan sejak tanggal 15 Desember 2012 sampai dengan 25

Desember 2012. Rumah tangga yang dijadikan sampel sebanyak 88

KK, namun terdapat 11 KK yang rumahnya tidak dapat diobservasi,

dengan beberapa alasan yaitu beberapa responden tidak menetap di

rumah tersebut atau rumah dalam keadaan kosong dan ada juga

responden tidak berkenan rumahnya diobservasi. Jadi sampel yang

berhasil diobservasi sebanyak 77 KK dengan jumlah kontainer

penampungan air yang diperiksa sebanyak 624 buah.

1. Keadaan Geografi

Kelurahan Paccerakkang dengan luas wilayah 780 Ha

terletak di Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar. Batas

Page 55: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

55

Kelurahan Paccerakkang yaitu sebelah utara berbatasan dengan

Kelurahan Sudiang/Pai, sebelah timur berbatasan dengan

Kelurahan Mandai/Maros, sebelah selatan berbatasan dengan

Kelurahan Tamalanrea, dan sebelah barat berbatasan dengan

Kelurahan Bira.

2. Keadaan Demografi

Kelurahan Paccerakkang terdiri dari 21 Rukun Warga (RW)

dan 119 Rukun Tetangga (RT) yang memiliki 14.672 KK.

3. Angka Bebas Jentik (ABJ) Kelurahan Paccerakkang

Kelurahan Paccerakkang merupakan wilayah kerja

Puskesmas Suding Raya. Berdasarkan data Puskesmas Sudiang

Raya, data pemantauan jentik yang dilaksanakan pada bulan Mei

2011 yaitu ABJ 80%. Sementara data pemantauan jentik yang

dilaksanakan pada bulan November 2011 yaitu ABJ menurun

menjadi 62%. Berdasarkan data tersebut ABJ Kelurahan

Paccerakkang < 75%.

B. Hasil Penelitian

Pengambilan data dilakukan dengan wawancara dan

observasi langsung kepada responden yang ditemui di lokasi

penelitian dengan menggunakan kuesioner dan lembar observasi

untuk mengetahui keberadaan jentik. Data yang diperoleh kemudian

Page 56: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

56

diolah dengan menggunakan computer program SPSS dan disajikan

dalam bentuk frekuensi. Hasil analisis data kemudian ditampilkan

dalam bentuk tabel disertai narasi. Adapun hasil penelitian yang

diperoleh sebagai berikut:

1. Analisis Univariat Variabel Penelitian

Analisis univariat hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk

tabel distribusi frekuensi variabel independen dan variabel

dependen yang disertai dengan tabel. Pada penelitian ini untuk

mengetahui besarnya variabel independen dan variabel dependen.

Variabel independen meliputi karakteristik TPA, menguras TPA,

kondisi TPA, kondisi rumah dan jenis jentik. Adapun variabel

dependen dalam penelitian ini adalah keberadaan jentik Aedes

aegypti. Berikut ini analisis univariat variabel yang diteliti:

a. Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Air Bersih

Distribusi responden berdasarkan sumber air bersih

dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.1Distribusi Frekuensi Sumber Air Bersih di Kelurahan

Paccerakkang Kecamatan BiringkanayaKota Makassar Tahun 2012

Sumber Air Bersih n (%)Sumur Bor 77 100PDAM 0 0Total 77 100

Page 57: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

57

Sumber: Data Primer

Tabel 5.1 menunjukkan sumber air bersih yang

digunakan dalam keperluan sehari-hari di daerah tersebut

adalah sumur bor sebesar 77 KK (100%).

b. Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Air Bersih

Kualiatas air bersih dapat dilihat secara fisik yaitu

memenuhi syarat (jernih, tidak berbau, dan tidak berasa) dan

tidak memenuhi syarat (keruh, berbau, dan berasa). Distribusi

responden berdasarkan kualitas air bersih dapat dilihat pada

tabel berikut ini:

Tabel 5.2Distribusi Frekuensi Kualitas Air Bersih Secara Fisik di

Kelurahan Paccerakkang Kecamatan BiringkanayaKota Makassar Tahun 2012

Kualitas Air Bersih Secara Fisik

N (%)

Jernih, tidak berbau, dan tidak berasa

77 100

Keruh, berbau, dan berasa

0 0

Total 77 100Sumber: Data Primer

Tabel 5.2 menunjukkan di Kelurahan Paccerakkang

ditemukan seluruh KK memiliki kualitas air bersih yang jernih,

tidak berbau, dan tidak berasa yaitu sebanyak 77 KK (100%).

c. Karakteristik Tempat Penampungan Air (TPA)

Karakteristik tempat penampungan air meliputi jenis,

bahan dasar, dan warna TPA. Distribusi frekuensi karakterisktik

Page 58: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

58

tempat penampungan air di Kelurahan Paccerakkang dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.3Distribusi Frekuensi Karakteristik Tempat Penampungan Air

di Kelurahan Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2012

Karakteristik TPA n %Jenis TPA TPA sehari-hari:

a. Emberb. Baskomc. Gentongd. Dispensere. Bak Mandif. Panci

1821273635341

29,220,35,85,65,40,2

415 66,5Non TPA sehari-haria. Pot Bungab. Tpt Minum Hewan

2081

33,30,2

209 33,5Jumlah 624 100

Bahan Dasar TPA Plastik 378 91,1Semen 36 8,7Aluminium 1 0,2

Jumlah 415 100

Warna TPA

Putih 90 21,7Biru 61 14,7Hijau 82 19,7Hitam 81 19,5Merah 62 14,9Kuning 17 4,2Merah muda 7 1,7

Page 59: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

59

Abu-abu 11 2,6Ungu 2 0,5Cokelat 2 0,5

Jumlah 415 100

Sumber: Data Primer

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa jenis TPA sehari-hari

yang paling banyak digunakan adalah ember sebanyak 182

buah (29,2%), sedangkan untuk Non TPA sehari-hari yang

paling banyak ditemukan adalah pot bunga sebanyak 208 buah

(33,3%). Untuk bahan dasar tempat penampungan air yang

paling banyak adalah plastik sebanyak 378 TPA (91,1%).

Sedangkan bahan dasar tempat penampungan air dari

aluminium hanya 1 TPA (0,2%). Sementara warna tempat

penampungan air yang paling banyak digunakan adalah putih

sebanyak 90 TPA (21,7%). Sedangkan tempat penampungan

air yang berwarna ungu dan cokelat hanya 2 TPA (0,5%).

d. Pengurasan Tempat Penampungan Air (TPA)

Distribusi frekuensi pengurasan tempat penampungan

air di Kelurahan Paccerakkang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.4Distribusi Frekuensi Pengurasan Tempat Penampungan Air

di Kelurahan Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2012

Pengurasan TPA n (%)Memenuhi syarat 365 87,9Tidak memenuhi syarat 50 12,1Total 415 100

Sumber: Data Primer

Page 60: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

60

Tabel 5.4 di Kelurahan Paccerakkang menunjukkan

bahwa dari 77 KK dengan 415 TPA terdapat 365 TPA (87,9%)

yang pengurasannya memenuhi syarat, sedangkan 50 TPA

(12,1%) yang pengurasannya tidak memenuhi syarat.

e. Kondisi Tempat Penampungan Air (TPA)

Distribusi frekuensi kondisi TPA di Kelurahan

Paccerakkang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.5Distribusi Frekuensi Kondisi Tempat Penampungan Air di

Kelurahan Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2012

Kondisi TPA N (%)Terbuka 355 85,5Tertutup 60 14,5Total 415 100

Sumber: Data Primer

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 415 TPA terdapat

355 TPA (85,5%) dalam kondisi terbuka, sedangkan 60 TPA

(14,5%) dalam kondisi tertutup.

f. Kondisi Rumah

Distribusi frekuensi kondisi rumah di Kelurahan

Paccerakkang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.6Distribusi Frekuensi Kondisi Rumah di Kelurahan

Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2012

Kondisi Rumah n (%)Memenuhi syarat 9 11,7

Page 61: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

61

Tidak memenuhi syarat 68 88,3Total 77 100

Sumber: Data Primer

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 77 KK terdapat 68

rumah (88,3%) yang kondisi rumahnya tidak memenuhi syarat,

sedangkan terdapat 9 rumah (11,7%) yang kondisi rumahnya

memenuhi syarat.

g. Jenis Jentik

Pemeriksaan jentik nyamuk Aedes aegypti dilakukan

dengan metode single larva pada perindukan baik yang ada di

dalam rumah maupun di luar rumah. Hasil penelitian jenis jentik

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.7Distribusi Frekuensi Jenis Jentik Aedes sp. Berdasarkan

Rumah di Kelurahan Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2012

Jenis Jentik Aedes sp. n (%)Aedes aegypti 35 45,4Aedes albopictus 4 5,2Aedes aegypti dan Aedes albopictus

5 6,5

Tidak ada jentik 33 42,9Total 77 100

Sumber: Data Primer

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 77 KK terdapat 44

rumah yang positif jentik yaitu 35 rumah (45,4%) yang positif

Aedes aegypti, 4 rumah (5,2%) yang postif Aedes albopictus,

Page 62: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

62

dan 5 rumah (6,5%) yang positif Aedes aegypti dan Aedes

albopictus. Sedangkan 33 rumah (42,9%) tidak ada jentik.

Tabel 5.8Distribusi Frekuensi Jenis Jentik Aedes sp. Berdasarkan

Kontainer di Kelurahan Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2012Jenis Jentik N (%)

Aedes aegypti 48 7,7Aedes albopictus 9 1,4Tidak ada jentik 567 90,9Total 624 100

Sumber: Data Primer

Tabel 5.8 menunjukkan bahwa dari 624 kontainer

terdapat 57 kontainer yang postif jentik yaitu 48 kontainer

(84,2%) yang positif jentik Aedes aegypti dan 9 kontainer yang

positif Aedes albopictus. Sementara 567 kontainer (90,9%) tidak

ada jentik.

h. Keberadaan Jentik Aedes aegypti

Distribusi frekuensi jentik Aedes aegypti di Kelurahan

Paccerakkang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.9Distribusi Frekuensi Keberadaan Jentik Aedes aegypti

Berdasarkan Rumah dan Kontainer di Kelurahan Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya

Kota Makassar Tahun 2012

VariabelKeberadaan Jentik Jumlah

Positif Negatifn % n % N %

Kontainer 48 7,7 576

92,3 624 100

Rumah 40 51,9 37 48,1 77 100Sumber: Data Primer

Page 63: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

63

Tabel 5.9 menunjukkan bahwa dari 624 kontainer yang

diperiksa terdapat 48 kontainer (7,7%) yang positif Aedes

aegypti dan dari 77 rumah yang diobservasi terdapat 40 rumah

(51,9%) yang positif jentik Aedes aegypti, maka kepadatan

jentik Aedes aegypti dapat dihitung dengan menggunakan

rumus HI, CI, dan BI sebagai berikut:

1) House Index (HI) =

jumlahrumah/bangunandengan jentikjumlahrumah /bangunan yang diperiksa

x100 %

= 4077

x 100%

= 51,9%

2) Container Index (CI) = jumlahkontainer dengan jentikjumlah kontainer yangdiperiksa

x 100%

= 48

624 x 100%

= 7,7 %

3) Breteau Index (BI) = jumlah container dengan jentikjumlah rumahdiperiksa

x100 %

= 4877

x 100%

= 62,3%

Page 64: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

64

Kepadatan jentik Aedes aegypti yang diperoleh dari hasil

perhitungan angka indeks dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5.10Kepadatan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan

Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2012

Kepadatan Jentik % Density Figure

House Index (HI) 51,9 7Container Index (CI) 7,7 3Breteau Index (BI) 62,3 6

Sumber: Data Primer

Tabel 5.10 menunjukkan hasil perhitungan angka

indeks yang diperoleh, berdasarkan tabel diketahui CI berada

pada kategori 6-9% dengan DF= 3 menunjukkan kepadatan

jentik masuk dalam kategori kepadatan sedang sementara HI

berada pada kategori 50-59% dengan DF= 7 dan BI berada

pada kategori 50-74% dengan DF= 6 masuk dalam kategori

kepadatan tinggi.

Menurut WHO, dikatakan memiliki kepadatan larva

yang tinggi dan berisiko tinggi untuk penularan DBD jika HI dan

CI ≥ 5% serta nilai BI ≥ 20%. Tingginya kepadatan populasi

akan mempengaruhi distribusi penyebaran penyakit DBD. Hal

ini karena ada asumsi bahwa kurang dari 5% dari suatu

populasi nyamuk yang ada pada musim penularanakan menjadi

vektor. Disamping itu, kepadatan nyamuk akan berpengaruh

terhadap ketahanan hidupnya terutama hubungannya dengan

ancaman musuh/predator.

Page 65: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

65

Dari ketiga indeks larva tersebut diatas breteau indeks

merupakan prioritas terbaik yang digunakan untuk

memperkirakan densitas karena sudah mengkombinasikan

keduanya baik rumah dan wadah, jadi kepadatan jentik Aedes

aegypti di Kelurahan Paccerakkang masuk dalam kategori

padat sehingga mempunyai resiko transmisi nyamuk yang

cukup tinggi untuk terjadi penularan penyakit DBD.

2. Analisis Bivariat Variabel Independen dengan Variabel

Dependen

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen. Variabel

independen yaitu karakteristik TPA, menguras TPA, kondisi TPA,

kondisi rumah, dan jenis jentik dengan variabel dependen yaitu

keberadaan jentik Aedes aegypti.

Uji bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Chi Square

dengan p=0,05 atau tingkat kepercayaan 95%. Hubungan

dinyatakan bermakna apabila p value hasil uji menunjukkan nilai

kurang dari 0,05. Hasil analisis variabel dependen dengan masing-

masing variabel dependen sebagai berikut:

Page 66: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

66

a. Hubungan Karakteristik Tempat Penampungan Air dengan

Keberadaan Jentik Aedes aegypti

Karakteristik tempat penampungan air pada penelitian

ini meliputi jenis TPA, bahan dasar TPA, dan warna TPA.

Analisis hubungan karakteristik tempat penampungan air

dengan keberadaan jentik Aedes aegypti disajikan dalam

bentuk tabulasi silang dengan persentase baris.

Tabel 5.11Hubungan Karakteristik Tempat Penampungan Air dengan

Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya

Kota Makassar Tahun 2012Karakteristik TPA Keberadaan Jentik Total

pPositif Negatif

n % n % n %1. Jenis

TPATPA sehari-hari:a. Emberb. Baskomc. Bak Mandid. Gentong e. Dispenserf. Panci

62

158

170

12,54,231,316,735,3

0

1761251928181

30,621,73,34,93,10,2

1821273436351

29,220,45,45,85,60,2

0,000Non TPA sehari-hari:a. Pot bungab. Tempat minum

hewan

0

0

0

0

208

1

36,2

0,2

208

1

33,3

0,2Jumlah 48 100 576 100 624 100

2. Bahan dasar TPA

Plastik 31 64,6 347 94,6 378 91,1

0,000Semen 17 35,4 19 5,2 36 8,7Aluminium 0 0 1 0,2 1 0,2

Page 67: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

67

Jumlah 48 100 367 100 415 100

3. Warna TPA

Putih 10 20,8 80 21,8 90 21,7

0,058

Biru 15 31,3 46 12,5 61 14,7Hijau 3 6,3 79 21,5 82 19,8Hitam 9 18,8 72 19,6 81 19,5Merah 8 16,7 54 14,7 62 14,9Kuning 1 2,1 16 4,4 17 4,1Merah muda 1 2,1 6 1,6 7 1,7Abu-abu 1 2,1 10 2,7 11 2,7Ungu 0 0 2 0,5 2 0,5Cokelat 0 0 2 0,5 2 0,5Jumlah 48 100 367 100 415 100

Sumber: Data Primer

Tabel 5.11 menunjukkan bahwa TPA jenis TPA yang

positif jentik Aedes aegypti adalah TPA sehari-hari sebanyak

48 TPA. Jenis tempat penampungan air sehari-hari yang

positif jentik Aedes aegypti yang paling banyak adalah

dispenser sebanyak 17 TPA (35,4%) dan bak mandi sebanyak

15 TPA (31,3%), sedangkan non TPA sehari-hari tidak

ditemukan jentik Aedes aegypti. Hasil uji statistik menunjukkan

dengan menggunakan uji chi square diperoleh p = 0,000. Hal

ini berarti p < α (0,05). Dengan demikian, Ho ditolak yang

berarti bahwa terdapat hubungan antara jenis tempat

penampungan air dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di

Kelurahan Paccerakkang.

Untuk bahan dasar TPA menunjukkan bahwa dari

48 TPA yang positif jentik Aedes aegypti terdapat 31 TPA

(64,6%) yang memiliki bahan dasar plastik dan 17 TPA

(35,4%) yang berasal dari bahan semen sedangkan yang

Page 68: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

68

berasal dari bahan dasar aluminium tidak ditemukan jentik.

Hasil uji statistik menunjukkan dengan menggunakan uji chi

square p = 0,000. Hal ini berarti p < α (0,05). Dengan

demikian, Ho ditolak yang berarti bahwa terdapat hubungan

antara bahan dasar tempat penampungan air dengan

keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan

Paccerakkang.

Sementara untuk warna TPA menunjukkan bahwa

dari 48 TPA, TPA berwarna gelap yang positif jentik yaitu 15

TPA (31,3%) berwarna biru, 9 TPA (18,8%) berwarna hitam,

dan 1 TPA (2,1%) berwarna abu-abu. Sementara TPA

berwarna terang yang positif jentik Aedes aegypti yaitu 10

TPA (20,8%) berwarna putih, 8 TPA (16,7%) berwarna

merah, 3 TPA (6,3%) berwarna hijau, dan masing-masing 1

TPA (2,1%) berwarna merah muda dan kuning. Hasil uji

statistik menunjukkan dengan menggunakan uji chi square p

= 0,058. Hal ini berarti p < α (0,05). Dengan demikian, Ho

ditolak yang berarti bahwa terdapat hubungan antara warna

tempat penampungan air dengan keberadaan jentik Aedes

aegypti di Kelurahan Paccerakkang.

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa

ada hubungan antara karakteristik tempat penampungan air

dengan keberadaan jentik Aedes aegypti.

Page 69: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

69

b. Hubungan Menguras Tempat Penampungan Air (TPA)

dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti

Hubungan antara menguras TPA dengan

keberadaan jentik Aedes aegypti dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 5.12Hubungan Menguras Tempat Penampungan Air dengan

Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya

Kota Makassar Tahun 2012

Menguras TPAKeberadaan Jentik Total

pPositif Negatifn % n % n %

Tidak memenuhi syarat 47 97,9 3 0,8 50 12Memenuhi syarat 1 2,1 364 99,2 365 88 0,000

Jumlah 48 100 367 100 415 100Sumber: Data Primer

Tabel 5.12 menunjukkan bahwa dari 48 TPA terdapat

47 TPA (97,9%) yang pengurasannya tidak memenuhi syarat

positif jentik Aedes aegypti, sedangkan terdapat 1 TPA (2,1%)

yang pengurasannya memenuhi syarat namun positif jentik

Aedes aegypti. Hasil uji statistik menunjukkan dengan

menggunakan uji chi square diperoleh p = 0,000. Hal ini berarti

p < α (0,05). Dengan demikian, Ho ditolak yang berarti bahwa

terdapat hubungan antara menguras tempat penampungan air

dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan

Paccerakkang.

c. Hubungan Kondisi Tempat Penampungan Air (TPA)

dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti

Page 70: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

70

Hubungan antara kondisi TPA dengan keberadaan

jentik Aedes aegypti dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.13Hubungan Kondisi Tempat Penampungan Air dengan

Keberadaan Jentik Aedes aegypti di Kelurahan Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya

Kota Makassar Tahun 2012

Kondisi TPA

Keberadaan Jentik Total pPositif Negatif

n % n % N %Terbuka 48 100 307 83,7 355 85,5Tertutup 0 0 60 16,3 60 14,5 0,000Jumlah 48 100 367 100 415 100

Sumber: Data Primer

Tabel 5.13 menunjukkan bahwa terdapat 48 TPA

(100%) yang positif jentik Aedes aegypti dalam kondisi terbuka,

sementara TPA yang kondisi tertutup tidak ditemukan jentik.

Hasil uji statistik menunjukkan dengan menggunakan uji chi

square diperoleh p = 0,000. Hal ini berarti p < α (0,05). Dengan

demikian, Ho ditolak yang berarti bahwa terdapat hubungan

antara kondisi tempat penampungan air dengan keberadaan

jentik Aedes aegypti di Kelurahan Paccerakkang.

d. Hubungan Kondisi Rumah dengan Keberadaan Jentik

Aedes aegypti

Hubungan antara kondisi rumah dengan keberadaan

jentik Aedes aegypti dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.14Hubungan Kondisi Rumah dengan Keberadaan Jentik

Aedes aegypti di Kelurahan Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar

Tahun 2012

Page 71: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

71

Kondisi RumahKeberadaan Jentik Total

pPositif NegatifN % n % n %

Tidak memenuhi syarat 36 90 32 86,5 68 83,3Memenuhi syarat 4 10 5 13,5 9 11,7 0,731

Jumlah 40 100 37 100 77 100Sumber: Data Primer

Tabel 5.14 menunjukkan bahwa dari rumah yang

diobservasi terdapat 36 rumah (90%) yang positif jentik Aedes

aegypti memiliki kondisi rumah yang tidak memenuhi syarat,

sementara terdapat 4 rumah (10%) yang memenuhi syarat

positif jentik Aedes aegypti. Hasil uji statistik menunjukkan

dengan menggunakan uji statistik fisher exact diperoleh p =

0,731. Hal ini berarti p > α (0,05). Dengan demikian, Ho

diterima yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara

kondisi rumah dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di

Kelurahan Paccerakkang.

e. Hubungan Jenis Jentik dengan Keberadaan Jentik Aedes

aegypti

Hubungan antara jenis jentik dengan keberadaan

jentik Aedes aegypti dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.15Hubungan Jenis Jentik dengan Keberadaan Jentik Aedes

aegypti di Kelurahan Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2012

Jenis jentikKeberadaan Jentik Total

pPositif Negatifn % n % n %

Aedes aegypti 48 84,2 0 0 48 7,7Aedes albopictus 9 15,8 0 0 9 1,4 0,000Tidak ada jentik 0 0 567 100 567 90,9

Page 72: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

72

Jumlah 57 100 567 100 624 100Sumber: Data Primer

Tabel 5.15 menunjukkan bahwa dari 624 kontainer yang

diobservasi terdapat 48 kontainer (84,2%) yang positif jentik Aedes

aegypti dan 9 kontainer (15,8%) yang positif jentik Aedes

albopictus. Hasil uji statistik menunjukkan dengan menggunakan uji

chi square diperoleh p = 0,000. Hal ini berarti p < α (0,05). Dengan

demikian, Ho ditolak yang berarti bahwa terdapat hubungan antara

jenis jentik dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan

Paccerakkang.

C. Pembahasan

Pembahasan hasil penelitian ini didasarkan pada landasan

teoritis yang digunakan didalam penyusunan kerangka konsep

peneltian sebelumnya.

1. Hubungan Karakteristik Tempat Penampungan Air (TPA)

dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti

Karakteristik tempat penampungan air dalam penelitian ini

meliputi jenis, bahan dasar, dan warna TPA.

a) Jenis TPA

Tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti umumnya

berupa tempat-tempat teduh di mana air tergenang. Air tempat

Page 73: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

73

nyamuk bertelur harus jernih, bukan air kotor, atau air yang

langsung bersentuhan dengan tanah, melainkan air jernih yang

berada dalam wadah dan tergenang tenang tak terusik.

Keberadaan tempat perindukan sangat berperan dalam

kepadatan vektor nyamuk Aedes aegypti, karena semakin

banyak tempat perindukan maka akan semakin padat populasi

nyamuk Aedes aegypti.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis TPA yang

positif jentik Aedes aegypti adalah TPA sehari-hari sebanyak 48

TPA. Jenis tempat penampungan air sehari-hari yang positif

jentik Aedes aegypti yang paling banyak adalah dispenser

sebanyak 17 (48,6%) dan bak mandi sebanyak 15 (44,1%),

sementara non TPA sehari-hari tidak ditemukan jentik Aedes

aegypti. Hal ini disebabkan karena non TPA sehari-hari

ditemukan di luar rumah dan digenangi oleh air kotor,

sementara breeding place Aedes aegypti kebanyakan di dalam

rumah dan lebih suka berekmbang biar digenangan air yang

bersih.

Hasil uji statistik menunjukkan dengan menggunakan

uji chi square diperoleh p = 0,000. Hal ini berarti p < α (0,05).

Dengan demikian, Ho ditolak yang berarti bahwa terdapat

hubungan antara jenis tempat penampungan air dengan

keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan Paccerakkang.

Page 74: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

74

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Badrah

(2010) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara jenis TPA lainnya dengan keberadaan jentik di

kelurahan Penajam Kecamatan Penajam Tahun 2010.

Berdasarkan hasil penelitian jenis TPA sehari-hari yang

paling banyak ditemukan postif jentik Aedes aegypti adalah

dispenser dan bak mandi. Pada bagian bawah dispenser

terdapat wadah untuk menampung air yang tumpah dari gelas.

Wadah penampungan ini memiliki celah bagi nyamuk untuk

beristirahat. Kurangnya perhatian terhadap air yang tergenang

dalam wadah ini yang menyebabkan wadah tersebut menjadi

tempat yang baik bagi perkembangbiakan jentik. Membuang air

dalam wadah dispenser secara berkala akan membuat wadah

tersebut bebas dari jentik nyamuk. Sementara bak mandi

merupakan tempat yang potensial untuk perkembangan nyamuk

Aedes aegypti karena ukuran wadah yang besar dan air yang

jarang digunakan dan dibersihkan. Hal ini menjadi lebih buruk

lagi dengan perilaku responden yang tidak menutup tempat-

tempat penampungan air.

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Novelani (2007) yang menyatakan bahwa

perolehan larva tertinggi pada jenis bak mandi sebesar (50%).

Penelitian yang dilakukan oleh Yudhastuti (2005) di Kelurahan

Page 75: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

75

Wonokusumo, dari 252 kontainer ditemukan TPA sehari-hari

yang positif larva sebanyak 82 kontainer. Dari 82 kontainer

terdapat 38 bak mandi yang positif larva Aedes aegypti.

Perbedaan hasil penentuan jenis wadah yang

memfasilitasi larva Aedes aegypti tertinggi pada lokasi

penelitian dan pembanding, disebabkan masing-masing wilayah

tertentu mempunyai kesenangan akan pemilihan jenis tempat

penampungan air yang digunakan. Tetapi dari pengamatan di

lokasi penelitian dan pembanding dari angka-angka yang

diperoleh jenis wadah yang paling banyak ditemukan larva

adalah bak mandi yang merupakan jenis wadah dengan volume

air yang besar (Novelani, 2007).

b) Bahan Dasar TPA

Banyak sedikitnya larva Aedes aegypti yang ditemukan

kemungkinan ada hubungannya dengan makanan larva yang

tersedia, karena kesediaan makanan ada hubungannya dengan

bahan dasar TPA. Hal ini terjadi, mungkin disebabkan

mikroorganisme yang menjadi makanan larva lebih mudah

tumbuh pada dinding TPA yang kasar seperti semen. Selain itu,

pada kontainer yang berdinding kasar, nyamuk betina lebih

mudah mengatur posisi tubuh waktu meletakan telur, dimana

telur diletakan secara teratur di atas permukaan air.

Page 76: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

76

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 48 kontainer

yang positif jentik Aedes aegypti terdapat 31 kontainer (64,6%)

yang memiliki bahan dasar plastik dan 17 kontainer (35,4%)

yang berasal dari bahan semen.

Berdasarkan hasil penelitian bahan dasar TPA yang

positif jentik Aedes aegypti adalah plastik dan semen. Hal ini

dikarenakan TPA yang paling banyak digunakan oleh warga di

lokasi penelitian adalah ember, baskom, dispenser dan bak

mandi yang kebanyakan terbuat dari plastik dan semen.

Banyaknya TPA berbahan dasar plastik yang ditemukan

dikarenakan saat ini banyak alat-alat untuk kebutuhan sehari-

hari yang terbuat dari plastik. Bahan dasar tersebut merupakan

bahan dasar yang paling banyak dan mudah ditemukan di

pasar, harganya yang cenderung lebih murah juga menjadi

pertimbangan dalam memilih TPA berbahan dasar plastik.

Selain itu kebanyakan TPA berbahan dara plastik kurang

diperhatikan kebersihannya sehingga member peluang untuk

Aedes aegypti berkembang biak.

Hasil uji statistik menunjukkan dengan menggunakan

uji chi square diperoleh p = 0,000. Hal ini berarti p < α (0,05).

Dengan demikian, Ho ditolak yang berarti bahwa terdapat

hubungan antara bahan dasar tempat penampungan air dengan

keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan Paccerakkang.

Page 77: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

77

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Salim (2005), dari 36 TPA yang postif jentik

Aedes aegypti terdapat 19 TPA yang memiliki bahan dasar

plastik, 12 TPA dari semen, dan 5 TPA dari keramik. Sementara

hasil penelitian yang dilakukan oleh Novelani (2007) di

Kelurahan Utan Kayu Jakarta menyatakan bahwa sebagian

besar di lokasi penelitian ditemukan larva pada wadah yang

terbuat dari bahan dasar plastik (55,6%), keramik (25,0%) dan

paling sedikit pada bahan dasar semen (19,4%). Di lokasi

penelitian tersebut sebagian besar masyarakat menggunakan

wadah dengan bahan dasar plastik untuk bak, tempayan, drum

dan ember sehingga perolehan larva dengan bahan dasar ini

lebih tinggi dari pada yang lainnya.

Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Sari (2012) yang menyatakan bahwa dominan TPA yang

banyak ditemukan berasal dari bahan dasar plastik namun TPA

yang positif jentik Aedes aegypti lebih banyak ditemukan pada

TPA yang berasal dari bahan dasar semen (44,8%). Hal ini

terjadi, mungkin disebabkan mikroorganisme yang menjadi

makanan larva lebih mudah tumbuh pada dinding TPA yang

kasar seperti semen. Sementara pada kontainer berbahan

dasar plastik (sebagian besar adalah ember dan dispenser),

banyaknya jentik yang terdapat pada kontainer tersebut lebih

Page 78: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

78

dikarenakan kondisi sekitar kontainer yang gelap, lembab dan

jarang dibuang airnya serta warna kontainer yang menunjang

perkembangan jentik.

c) Warna TPA

Kondisi yang lembab dan warna TPA yang gelap

memberikan rasa aman dan tenang bagi nyamuk untuk bertelur,

sehingga telur yang diletakkan lebih banyak dan jumlah larva

yang terbentuk lebih banyak pula. Selain itu suasana gelap

menyebabkan larva menjadi tidak terlihat sehingga tidak bisa

diciduk atau dibersihkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 48 TPA, TPA

berwarna gelap yang positif jentik yaitu 15 TPA (31,3%)

berwarna biru, 9 TPA (18,8%) berwarna hitam, dan 1 TPA

(2,1%) berwarna abu-abu. Sementara TPA berwarna terang

yang positif jentik Aedes aegypti yaitu 10 TPA (20,8%) berwarna

putih, 8 TPA (16,7%) berwarna merah, 3 TPA (6,3%) berwarna

hijau, dan masing-masing 1 TPA (2,1%) berwarna merah muda

dan kuning.

Berdasarkan hasil penelitian warna TPA yang paling

banyak positif jentik Aedes aegypti adalah warna biru.

Kepadatan larva Aedes aegypti dalam suatu TPA juga

dipengaruhi oleh warna TPA. TPA yang berwarna gelap

memberikan rasa aman dan tenang pada waktu bertelur

Page 79: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

79

sehingga telur yang diletakkan lebih banyak dan jumlah larva

yang terbentuk juga lebih banyak. Sebaliknya pada TPA yang

berwarna terang jumlah telur yang diletakkan lebih sedikit.

Selain itu, TPA yang berwarna gelap kebanyakan dalam kondisi

terbuka dan kurang dijaga kebersihannya sehingga memberi

peluang terhadap nyamuk Aedes aegypti berkembang biak.

Hasil uji statistik menunjukkan dengan menggunakan

uji chi square p = 0,058. Hal ini berarti p < α (0,05). Dengan

demikian, Ho ditolak yang berarti bahwa terdapat hubungan

antara warna tempat penampungan air dengan keberadaan

jentik Aedes aegypti di Kelurahan Paccerakkang.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Novelani (2007) yang menyatakan bahwa

ternyata wadah yang positif larva lebih banyak dijumpai pada

wadah berwarna biru (41,7%). Namun berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh Sari (2012) yang menyatakan

bahwa tempat penampungan air yang berwarna biru merupakan

TPA yang paling banyak ditemukan di lokasi penelitian yaitu

sebanyak 222 buah (28,2%) tetapi tempat penampungan air

dengan warna merah muda memiliki persentase paling besar

(38,8%) positif jentik.

Penelitian lain di Buenos Aires, Argentina menemukan

tempat penampungan air dari bahan dasar plastik berwarna

Page 80: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

80

hitam banyak mengandung larva Aedes aegypti 82,1% (Vezzani

et al.dalam Novelani, 2007). Perbedaan hasil perolehan antara

peneliti dan pembanding karena masing-masing masyarakat di

wilayah tertentu mempunyai kesenangan akan tempat

penampungan air yang berbeda-beda baik dalam jenis, bahan

dasar dan warna yang digunakan. Di perkirakan dapat

mempengaruhi prosentase perolehan larva pada setiap wilayah

tersebut.

2. Hubungan Menguras Tempat Penampungan Air dengan

Keberadaan Jentik Aedes aegypti

Menguras tempat penampungan air dalam penelitian ini

meliputi cara dan frekuensi pengurasan TPA. Pengurasan tempat-

tempat penampungan air perlu dilakukan secara teratur sekurang-

kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat

berkembangbiak di tempat itu. Pada saat ini telah dikenal pula

istilah ”3M” plus, yaitu kegiatan 3M yang diperluas. Bila PSN DBD

dilaksanakan oleh seluruh masyarakat, maka populasi nyamuk

Aedes aegypti dapat ditekan serendah-rendahnya, sehingga

penularan DBD tidak terjadi lagi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 48 kontainer

terdapat 47 TPA (97,9%) yang positif jentik Aedes aegypti karena

tidak memenuhi syarat dalam menguras TPA. Sementara 3 TPA

(0,8%) yang pengurasannya tidak memenuhi syarat namun tidak

Page 81: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

81

ditemukan jentik di dalamnya dikarenakan air dalam TPA cepat

habis dan tidak memungkinkan nyamuk Aedes betina untuk

meletakkan telurnya di TPA tersebut. Sedangkan dari 365 TPA

yang pengurasannya memenuhi syarat terdapat 1 TPA (2,1%) yang

postif jentik Aedes aegypti karena kondisi TPA dalam keadaan

kondisi tidak tertutup rapat sehingga tidak menutup kemungkinan

nyamuk betina untuk bertelur di wadah tersebut.

Kebersihan TPA berkaitan dengan kegiatan pengurasan

yang dilakukan minimal seminggu sekali. Pengurasan dimaksud

adalah membersihkan TPA dengan cara menyikat bak dan TPA

yang lain dan mengganti air didalamnya dengan air yang bersih.

Menyikat dinding tempat penampungan air dimaksudkan untuk

menghilangkan telur-telur nyamuk jika ada menempel pada dinding

TPA. Pengurasan tempat penampungan air dengan mengosongkan

dan mengganti dengan air yang baru saja tidak cukup karena tidak

dapat membersihkan dinding dari kotoran yang menempel,

termasuk telur nyamuk yang kemungkinan besar masih menempel

di dinding TPA. Telur yang masih menempel tersebut nantinya

akan dapat berkembang menjadi jentik dan nyamuk dewasa.

Sehingga menguras tempat penampungan air dengan menyikat

dinding TPA dapat memperkecil kesempatan telur nyamuk untuk

berkembang menjadi nyamuk dewasa.

Page 82: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

82

Hasil uji statistik menunjukkan dengan menggunakan uji

chi square diperoleh, p = 0,000. Hal ini berarti p < α (0,05). Dengan

demikian, Ho ditolak yang berarti bahwa terdapat hubungan antara

menguras tempat penampungan air dengan keberadaan jentik

Aedes aegypti di Kelurahan Paccerakkang.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Badrah (2011) yang menyatakan bahwa ada

hubungan antara kebersihan TPA dengan keberadaan jentik

dengan p=0.045 (p<0,05). Penelitian yang dilakukan oleh Wati

(2009) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara frekuensi

pengurasan kontainer dengan kejadian DBD di Kelurahan Ploso

Kecamatan Pacitan Tahun 2009.

Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2012) menyatakan

bahwa ada hubungan antara praktik PSN dengan kejadian DBD

pada sekolah tingkat dasar di Kota Semarang (p value = 0,005).

Salah satu praktik PSN adalah menguras tempat penampungan air.

Salah satu tempat yang paling potensial sebagai tempat

perindukan nyamuk Aedes sp adalah tempat penampungan air.

Kebiasaan menguras tempat penampungan air lebih dari seminggu

sekali dapat memberikan kesempatan telur Aedes sp menjadi

nyamuk dewasa mengingat pertumbuhan telur menjadi nyamuk

dewasa berkisar antara 7-14 hari.

Page 83: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

83

3. Hubungan Kondisi Tempat Penampungan Air dengan

Keberadaan Jentik Aedes aegypti

Wadah penyimpanan air sebaliknya menggunakan

penutup rapat serta mudah dibersihkan. Dengan menggunakan

tutup yang rapat pada setiap penampungan air akan mencegah

nyamuk untuk bersarang dan bertelur. Wadah yang terbuka akan

memungkinkan nyamuk berkembang biak dengan mudah.

Penyimpanan air bersih dirumah, umumnya menggunakan

gentong dan ember plastik. Gentong dan ember plastik harus

mempunyai tutup yang rapat dan wadah paling sedikit dua kali

seminggu harus dibersihkan / dikuras. Gentong dan ember plastik

diletakkan ditempat yang tidak mudah dicemari, lebih tinggi dari

lantai, jauh dari tempat sampah dan selalu tutup rapat.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat

48 kontainer (100%) yang positif jentik Aedes aegypti dalam kondisi

terbuka atau tidak tertutup rapat dan terkena udara langsung.

Sementara terdapat 307 TPA dalam keadaan terbuka, namun tidak

terdapat jentik di dalamnya. Hal ini dapat terjadi karena responden

membersihkan TPA secara rutin (1 minggu sekali) atau TPA

berukuran kecil, sehingga air dalam TPA cepat habis dan tidak

memungkinkan nyamuk Aedes betina untuk meletakkan telurnya di

TPA tersebut.

Page 84: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

84

Hasil uji statistik menunjukkan dengan menggunakan uji

chi square diperoleh p = 0,000. Hal ini berarti p < α (0,05). Dengan

demikian, Ho ditolak yang berarti bahwa terdapat hubungan antara

kondisi tempat penampungan air dengan keberadaan jentik Aedes

aegypti di Kelurahan Paccerakkang.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Badrah (2011) yang menyatakan bahwa ada

hubungan antara kondisi TPA dengan keberadaan jentik dengan

p=0.000 (p<0.05). Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyawati

(2011) juga menyatakan bahwa ada hubungan kondisi tempat

penampungan air dengan kepadatan jentik Aedes aegypti di

Kelurahan Rappocini.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Salim

(2007) yang menyatakan dari hasil survei kontainer dengan

penutup justru lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak

berpenutup. Ini disebabkan karena kontainer/TPA tanpa penutup

lebih sering digunakan penduduk sehingga arus air di dalam

kontainer menjadi tidak kondusif bagi perkembangan jentik.

Sementara kontainer yang berpenutup digunakan penduduk

sebagai tampungan air cadangan yang jarang digunakan sehingga

jarang dibersihkan. Bisa juga disebabkan penutupnya tidak rapat

atau ada bagian yang berlubang pada penutup kontainer tersebut.

Oleh sebab itu, dalam penggunaan air dianjurkan untuk sesegera

Page 85: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

85

mungkin menutup kembali TPA setelah digunakan. Hal ini

dilakukan untuk meminimalisir kesempatan nyamuk Aedes Aegypti

betina dalam metetakkan telurnya pada TPA.

4. Hubungan Kondisi Rumah dengan Keberadaan Jentik Aedes

aegypti

Faktor yang dapat mempengaruhi indeks jentik DBD yang

berkaitan dengan kondisi perumahan adalah sistem ventilasi,

pencahayaan, dan kebiasaan menggantung pakaian (bukan dalam

almari). Ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan antara lain

ventilasi yang berkasa atau penutup ventilasi lainnya karena selain

tetap berfungsi sebagai tempat keluar masuknya udara dan tetap

mendapatkan udara yang segar. Dengan menggunakan ventilasi

berkasa berarti telah mengurangi jalan masuk bagi nyamuk Aedes

aegypti ke dalam rumah sehingga dapat mengurangi terjadinya

kontak antara nyamuk dan manusia.

Intensitas cahaya merupakan faktor utama yang

mempengaruhi biomonik nyamuk aedes aegypti yang merupakan

penular demam berdarah yaitu dalam perilaku nyamuk di suatu

tempat. Intensitas cahaya yang rendah (< 60 lux ) merupakan

kondisi yang baik bagi nyamuk. Dengan demikian faktor

pencahayaan yang kurang di dalam rumah–rumah sangat

mendukung kelangsungan siklus hidup nyamuk aedes aegypti

sebagai penular demam berdarah sehingga memungkinkan

Page 86: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

86

terjadinya KLB demam berdarah. Pengukuran cahaya dalam

penelitian ini adalah pengukuran cahaya kamar mandi.

Pakaian yang manggantung dalam ruangan merupakan

tempat yang disenangi nyamuk Aedes aegypti untuk beristirahat

setelah menghisap darah manusia. Setelah beristirahat pada

saatnya akan menghisap darah manusia kembali sampai nyamuk

tersebut cukup darah untuk pematangan sel telurnya. Jika nyamuk

yang beristirahat pada pakaian menggantung tersebut menghisap

darah penderita demam berdarah dan selanjutnya pindah dan

menghisap darah orang yang sehat maka dapat tertular virus

demam berdarah dengue.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 77

rumah yang diobservasi terdapat 36 rumah (90%) yang positif jentik

Aedes aegypti memiliki kondisi rumah yang tidak memenuhi syarat.

Sementara 32 rumah (86,5%) yang kondisi rumahnya tidak

memenuhi syarat tidak ditemukan jentik karena menjaga

kebersihan TPA nya dan bisa juga karena kondisi TPA yang

tetutup. Selain itu jenis TPA yang paling banyak digunakan adalah

ember yang menampung air dalam jumlah kecil sehingga setiap air

habis langsung diisi lagi dengan air baru yang bersih. Hal ini

memperkecil peluang Aedes aegypti untuke bertelur, sedangkan

dari 9 rumah yang kondisi rumahnya memenuhi syarat terdapat 4

rumah yang postif jentik dikarenakan tidak menjaga kebersihan

Page 87: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

87

TPA nya dan kemungkinan penyebab lainnya adalah kondisi TPA

dalam keadaan terbuka sehingga tidak menutup kemungkinan

nyamuk Aedes aegypti dapat berkembang biak dalam TPA

tersebut.

Hasil uji statistik menunjukkan dengan menggunakan uji

chi square diperoleh p = 0,731. Hal ini berarti p > α (0,05). Dengan

demikian, Ha ditolak yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan

antara kondisi rumah dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di

Kelurahan Paccerakkang. Hal ini mungkin disebabkan karena

kurang menjaga kebersihan TPA dan juga dari segi kondisi TPA

yang terbuka sehingga member peluang untuk nyamuk Aedes

agypti berkembang biak.

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Sukowinarsih (2011) yang menyatakan bahwa Tidak ada

hubungan antara intensitas pencahayaan dengan kejadian DBD

pada penelitian yang dilakukannya, sehingga intensitas

pencahayaan bukan merupakan faktor risiko kejadian DBD di

wilayah kerja Puskesmas Sekaran.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Dardjito (2008) menyatakan bahwa dari hasil uji Chi

Square untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan gantung

pakaian dengan kejadian DBD di Kecamatan Purwokerto Timur

diperoleh p value sebesar 0,295. Hal ini dapat diartikan bahwa tidak

Page 88: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

88

ada hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan

kejadian DBD di Kecamatan Purwokerto Timur.

Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wati

(2009) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara

kebiasaan menggatung pakaian dengan kejadian DBD di

Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan Tahun 2009.

Sementara hasil penelitian penelitian yang dilakukan oleh

Intang (2008) yang menyatakan sebagian besar memiliki kondisi

rumah yang memenuhi syarat yaitu 88 rumah dari 85 rumah yang

tidak memenuhi syarat. Dari sejumlah rumah yang memenuhi

syarat ditemukan hanya 12 rumah yang positif terdapat jentik

Aedes aegypti, sedangkan dari sejumlah rumah yang tidak

memenuhi syarat ditemukan 47 rumah yang positif jentik Aedes

aegypti, juga tidak mempunyai ventilasi yang berkasa sehingga

nyamuk bisa keluar masuk.

Hasil penelitian yang berbeda dengan skripsi pembanding

disebabkan karena adanya faktor-faktor lain seperti menjaga

kebersihan TPA dan kondisi TPA yang dalam keadaan tertutup

serta jenis TPA yang paling banyak digunakan di lokasi penelitian.

5. Hubungan Jenis Jentik dengan Keberadaan Jentik Aedes

aegypti

Pemeriksaan jentik dalam penelitian ini sangat diperlukan

dalam menentukan jenis jentik yang ada di rumah warga sehingga

Page 89: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

89

dapat diketahui rumah yang positip jentik Aedes aegypti. Nyamuk

Aedes aegypti merupakan vektor utama (primer) dalam penularan

penyakit DBD karena tempat hidupnya yang biasanya berada di

dalam ataupun dekat lingkungan rumah sedangkan nyamuk Aedes

albopictus merupakan vektor sekunder dikarenakan habitat aslinya

biasanya berada di kebun-kebun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari kontainer yang

diobservasi terdapat 48 kontainer (84,2%) yang positif jentik Aedes

aegypti. Sementara 9 kontainer (15,6%) positif Aedes albopictus.

Berdasarkan hasil penelitian jenis jentik yang paling banyak

ditemukan adalah Aedes aegypti. Hal ini dikarenakan tempat

perindukan Aedes aegypti lebih banyak di dalam rumah dan lebih

suka dengan genangan air yang bersih, sedangkan kontainer yang

postif Aedes albopictus ditemukan di luar rumah dan digenangi air

yang keruh.

Hasil uji statistik menunjukkan dengan menggunakan uji

chi square diperoleh p = 0,000. Hal ini berarti p < α (0,05). Dengan

demikian, Ho ditolak yang berarti bahwa terdapat hubungan antara

jenis jentik dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan

Paccerakkang.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian survei jentik

yang dilakukan oleh Salim (2005) yang menyatakan bahwa

Page 90: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

90

prosentase jentik Aedes aegypti yang ditemukan sebesar 94,45%

sedangkan jentik Aedes albopictus sebesar 5,55%.

Penelitian yang dilakukan oleh Novelani (2007)

menyatakan bahwa jentik Aedes aegypti lebih banyak ditemukan di

sekitar rumah, sedangkan Aedes albopictus lebih banyak

ditemukan di sekitar sekolah. Sebagian besar Aedes aegypti

bersifat endofagik atau menghisap darah di dalam rumah,

sedangkan Aedes albopictus bersifat eksofagik atau menghisap

darah diluar.

6. Keberadaan Jentik Aedes aegypti

Jumlah rumah yang diperiksa pada penelitian ini sebanyak

77 rumah dan kontainer yang diperiksa sebanyak 624 buah. Dari

77 rumah yang diperiksa terdapat 40 rumah yang positif jentik

Aedes aegypti sedangkan dari 624 kontainer yang diperiksa

sebanyak 48 kontainer yang positif jentik Aedes aegypti. Dengan

diketahuinya jumlah rumah dan kontainer yang positif jentik maka

kepadatan jentik dapat dihitung.

Perhitungan kepadatan jentik dapat dilakukan dengan

menghitung House Index (HI), Container Index (CI), dan Breteau

Index (BI). Selanjutnya indeks tersebut dikorelasikan dengan angka

Density Figure (DF) yang telah ditetapkan oleh WHO. Hasil

perhitungan jentik menunjukkan bahwa HI pada Kelurahan

Paccerakkang sebesar 51,9% dengan Density Figure 7 (kepadatan

Page 91: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

91

tinggi), CI pada Kelurahan Paccerakkang sebesar 7,7% dengan

Density Figure 3 (kepadatan sedang), BI pada Kelurahan

Paccerakkang sebesar 62,3% dengan Density Figure 6 (kepadatan

tinggi). Angka CI yang merupakan angka keberadaan jentik

nyamuk dibandingkan terhadap jumlah seluruh wadah yang

diperiksa yang ada dalam rumah responden, namun angka BI

merupakan pengukuran terbaik yang digunakan untuk

memperkirakan densitas jentik, karena sudah mengkombinasikan

keduanya baik rumah maupun wadah. Angka BI pada penelitian ini

masuk dalam kategori kepadatan tinggi.

D. Keterbatasan Peneliti

1. Beberapa rumah responden tidak dapat diobseravasi karena tidak

menetap di rumah tersebut atau rumah dalam keadaan kosong.

2. Beberapa responden tidak berkenan rumahnya diobservasi karena

rumahnya sedang direnovasi.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Ada hubungan antara karakteristik tempat penampungan air (p =

0,000, p < 0,05) dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di

Kelurahan Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar

Tahun 2012.

Page 92: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

92

2. Ada hubungan antara menguras tempat penampungan air (p =

0,000, p < 0,05) dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di

Kelurahan Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar

Tahun 2012.

3. Ada hubungan antara kondisi tempat penampungan air (p = 0,000,

p < 0,05) dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan

Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar Tahun

2012.

4. Tidak ada hubungan antara kondisi rumah (p = 0,731, p > 0,05)

dengan keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan

Paccerakkang Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar Tahun

2012.

5. Ada hubungan antara jenis jentik (p = 0,000, p < 0,05) dengan

keberadaan jentik Aedes aegypti di Kelurahan Paccerakkang

Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar Tahun 2012.

B. Saran

1. Perlu adanya survei jentik dilakukan sekali dalam 3 bulan secara

rutin di wilayah Kelurahan Paccerakkang untuk mengetahui tingkat

kepadatan jentik Aedes aegypti sehingga dapat dilakukan upaya

pemberantasan dengan cepat.

Page 93: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

93

2. Sebaiknya masyarakat mengetahui karakateristik tempat

penampungan air yang disenangi oleh jentik Aedes aegypti

sehingga dapat mengurangi tempat perindukan jentik.

3. Sebaiknya masyarakat setempat meningkatkan kedisiplinan dalam

membersihkan tempat penampungan air. Pengurasan TPA harus

dilakukan minimal 1 minggu sekali secara terus-menerus.

4. Diharapkan agar setiap tempat penampungan air disediakan

penutup untuk dapat meminimalisir jentik.

5. Sebaiknya masyarakat mengurangi tempat peristirahatan nyamuk

Aedes aegypti di dalam rumah seperti menghilangkan kebiasaan

menggantung pakaian (bukan dalam almari), pencahayaan kamar

mandi sebaiknya > 60 lux, dan memberi kasa pada ventilasi rumah

agar nyamuk tidak gampang masuk ke dalam rumah.

DAFTAR PUSTAKA

Arman. 2008. Analisis Faktor–faktor Yang Berhubungan Dengan Kontainer Indeks Jentik Nyamuk Aedes aegypti Di Kota Makassar. Jurnal Kesehatan Masyarakat Madani, ISSN.1979-228X,Vol.01 No.02, Tahun 2008. (online) (http://journal.umi.ac.id/pdf, Diakses 1 November 2012)

Page 94: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

94

Badrah & Hidayah. 2011. Hubungan Antara Tempat Perindukan Nyamuk Aedes Aegypti Dengan Kasus Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Penajam Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara. J. Trop. Pharm. Chem. (Indonesia), 2011. Vol 1. No. 2. (online) (http://isjd.lipi.go.id/admin/jurnal/1211153160_2087-7099.pdf, Daikses 12 November 2012).

Damyanti, R. 2009. Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Praktek 3M Dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti Pada Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Di Kelurahan Kepolorejo Kecamatan Magetan Kabupaten Magetan. Skripsi Dipublikasikan. Semarang SI Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro.

Dardjito, et. al. 2008. Beberapa Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kabupaten Banyumas. Media Litbang Kesehatan Volume XVIII Nomor 3 Tahun 2008. (online) (http://ejournal.litbang.depkes.go.id, Diakses 12 November 2012).

Departemen Kesehatan RI. 2004. Bulletin Harian (Newsletter) Tim Penanggulangan DBD Departemen Kesehatan R.I., (online) (www.depkes.go.id, Diakses 6 Oktober 2012).

Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan. 2010. Warga Suspect Demam Berdarah. (online) (http://www.dinkes-sulsel.go.id/index.php, Diakses 12 November 2012).

Ditjen P2M & PL Depkes RI. 2004. Perilaku Dan Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti Sangat Penting Diketahui Dalam Melakukan Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk Termasuk Pemantauan Jentik Berkala. (online) (ww.depkes.go.id, Diakses 6 Oktober 2012)

Ditjen PP dan PL Depkes RI. 2011. Informasi Umum Demam Berdarah Dengue, (online) (www.pppl.depkes.go.id/_.../INFORMASI_UMUM_DBD_2011.pdf, Diakses 6 Oktober 2012).

Fajar Harian. 2011. Waspadai Kasus DBD, Januari Tertinggi. (online) (http://www.fajar.co.id/read-20111209224415-waspadai-kasus-dbd-januari-tertinggi, Diakses 30 September 2012)

Page 95: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

95

Fakultas Kesehatan Masyarkat UMI. 2004. Pedoman Penulisan Skripsi. Makassar.

Fathi, et. al. 2005. Peran Faktor Lingkungan Dan Perilaku Terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue Di Kota Mataram. Jurnal Kesehatan Lingkungan, vol. 2, no. 1, juli 2005 : 1 – 10. (online) (http://210.57.222.46/index.php/JKL/article/view/689, Diakses 12 November 2012).

Gama, T.A. & Betty, R.F. 2010. Analisis Faktor Risiko Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Desa Mojosongo Kabupaten Boyolali. Eksplanasi, Volume 5, Nomor 2, (Online) (http://Faizah Betty, A Gama - Eksplanasi, 2012 - kopertis6.or.id, Diakses 6 Oktober 2012).

Hadi, et al. 2006. SebaranJentik Nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor (Online) (http://ejournal.litbang.depkes.go.id, Diakses 13 Oktober 2012).

Hadinegoro & Satari. 2002. Demam Berdarah Dengue. Balai Penerbit FK UI: Jakarta.

Kalyanamitra, 2012. Demam Berdarah, Gejala, Pencegahan, dan Pengobatannya. Pusat Komunikasi dan Informasi Perempuan, (online) (http://www.kalyanamitra.or.id/wp-content, Diakses 13 Oktober 2012).

Misnadiarly. 2009. Demam Berdarah Dengue. Pustaka Populer Obor: Jakarta.

Muslim. 2004. Faktor Lingkungan Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Infesi Virus Dengue. Tesis Dipublikasikan. Semarang Magister Epidemiologi. Universitas Diponegoro.

Nasution R. 2003. Teknik Sampling, (online) (http://www.google.co.id/url, Diakses 6 November 2012).

Novelani. 2007. Studi Habitat Dan Perilaku Menggigit Nyamuk Aedes Serta Kaitannya Dengan Kasus Demam Berdarah Di Kelurahan Utan Kayu Utara Jakarta Timur. Tesis Dipublikasikan. Bogor Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Page 96: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

96

Nugroho, S.F. 2009. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keberadaan Jentik Aedes Aegypti Di RW IV Desa Ketitang Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali. Skripsi Dipublikasikan. Surakarta SI Kesehatan Masyarakat. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Oktaviani, N. 2008. Faktor - Faktor yang Berpengaruh Terhadap Keberadaan Larva Nyamuk Aedes aegypti di Kota Pekalongan, (online) (http://N Oktaviani - Pena Medika Jurnal Kesehatan, 2010 - journal.unikal.ac.id, Diakses 6 Oktober 2012).

Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan RI. 2010. Demam Berdarah Dengue. Buletin Jendela Epidemiologi, Volume 2, (Online) (www.depkes.go.id/downloads/.../buletin/BULETIN%20DBD.pdf, Diakses 6 Oktober 2012).

Puskesmas Sudiang Raya. 2012. Profil Puskesmas Sudiang Raya. Makassar.

Puskesmas Sudiang Raya. 2011. Pemantauan Jentik Puskesmas Sudiang Raya. Makassar.

Puskesmas Sudiang Raya. 2012. Data Kejadian Demam Beradarah Dengue Puskesmas Sudiang Raya. Makassar.

Riyadi, et al. 2007. Hubungan Kondisi Sanitasi Lingkungan Rumah Tangga Dengan Keberadaan Jentik Vektor Dengue (Aedes aegypti Dan Aedes albopictus) Di Daerah Rawan Demam Berdarah Dengue Kota Libuklinggau Tahun 2006. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 6 No. 2, Agustus 2007: 594-601. (online) (http://isjd.pdii.lipi.go.id, Diakses 12 November 2012).

Salim, M. 2007. Survey Jentik Aedes aegypti Di Desa Saung Naga Kab. Oku Tahun 2005. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 6 No. 2, Agustus 2007: 602-607. (online) (http://ejournal.litbang.depkes.go.id, Diakses 12 November 2012).

Salim, et al. 2011. Efektivitas Malathion Dalam Pengendalian Vektor DBD Dan Uji Kerentanan Larva Aedes Aegypti Terhadap Temephos Di Kota Palembang. Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 39, No 1: 10

Page 97: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

97

– 21, (Online) (http://ejournal.litbang.depkes.go.id, Diakses 13 Oktober 2012).

Salim dan Febriyanto Survei Jentik Aedes aegypti Di Desa Saung Naga Kab. Oku. Jurnal Ekologi Kesehatan, Vol. 6, No 2: 602-607, (Online) (http://ejournal.litbang.depkes.go.id, Diakses 13 Oktober 2012).

Santoso, et al. 2008. Hubungan Pengetahuan Sikap Dan Perilaku (PSP) Masyarakat Terhadap Vektor DBD di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Ekologi Kesehatan, Vol 7, No 2: 732 – 739, (Online) (http://eprints.undip.ac.id/16497/, Diakses 20 Oktober 2012).

Sari, et. al. 2012. Hubungan Kepadatan Jentik Aedes sp Dan Praktik PSN Dengan Kejadian DBD Di Sekolah Tingkat Dasar Di Kota Semarang. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 413 – 422. (online) (http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm, Diakses 12 November 2012).

Soedarmo. 2005. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. Penerbit Universitas Indonesia: Jakarta.

Soegijanto, S. 2004. Demam Berdarah Dengue. Penerbit Universitas Airlangga: Surabaya.

Sudoyo, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid III. Pusat Penerbit Dep. Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

Sukamto. 2007. Studi Karakteristik Wilayah Dengan Kejadian DBD Di Kecamatan Cilacap Selatan Kabupaten Cilacap. Tesis Dipublikasikan. Semarang Magister Kesehatan Lingkungan. Universitas Diponegoro.

Sukowinarsih & Cahyati. 2011. Hubungan Sanitasi Rumah Dengan Angka Bebas Jentik Aedes aegypti. KEMAS 6 (1) (2011) 30-35. (online) (http://journal.unnes.ac.id/index.php/kemas, Diakses 12 November 2012).

Sulistyawati, I.H. 2011. Hubungan Letak, Jenis, Dan Kondisi Tempat Penampungan Air (TPA) Dengan Kepadatan Larva Aedes Aegypti Di Kelurahan Rappocini Kecamatan Rappocini Kota Makassar.

Page 98: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

98

Skripsi tidak dipublikasikan. Makassar SI Kesehatan Masyarakat. Ubiversitas Hasanuddin.

Supartha. 2008. Pengendalian Terpadu Vektor Virus Demam Berdarah Dengue, Aedes aegypti (Linn.) dan Aedes albopictus (Skuse)(Diptera: Culicidae), (online) (http://dies.unud.ac.id/wp-content/uploads/2008/09/makalah-supartha-baru.pdf, Diakses 13 Oktober 2012).

Triwinasis, S. 2010. Hubungan Antara Praktik Pemberantasan Sarang Nyamuk Dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti Pada Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue. Di Kelurahan Keparakan Kecamatan Mergangsan Kota Yogyakarta. Skripsi Dipublikasikan. Semarang SI Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro.

Wati, E.W. 2009. Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan Tahun 2009. Skripsi Dipublikasikan. Surakarta SI Kesehatan Masyarakat. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Widiyanto, T. 2007. Kajian Manajemen Lingkungan Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Purwokerto Jawa –Tengah. Tesis Dipublikasikan. Semarang Magister Kesehatan Lingkungan. Universitas Diponegoro.

Yudhastuti & Vidiyani. 2005. Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer, Dan Perilaku Masyarakat Dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti Di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.1, No.2. (online) (http://210.57.222.46/index.php, Diakses 12 November 2012).

Page 99: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

99

LAMPIRAN

1. Lampiran Kuesioner

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERADAAN JENTIK

Aedes aegypti DI KELURAHAN PACCERAKKANG KECAMATAN

BIRINGKANAYA KOTA MAKASSAR

Page 100: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

100

TAHUN 2012

No. Responden:

Hari/Tanggal:

A. Identitas Responden

1. Nama :

2. Alamat :

3. RW/RT :

4. Pendidikan:

B. Cara Penyimpanan Air Bersih

1. Sumber air bersih:

a. PDAM

b. Sumur gali

2. Kualitas air bersih yang diperoleh (dilihat secara fisik):

a. Jernih, tidak berbau, tidak berasa

b. Keruh, berbau, dan berasa

3. Kebiasaan masyarakat dalam penyimpanan air bersih:

a. Tidak menyimpan

b. Menyimpan

4. Lama penyimpanan air bersih

a. 1 hari

b. 3 hari

c. 1 minggu

d. Lainnya………………………

Page 101: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

101

C. Lembar Observasi Keberadaan Larva Aedes aegypti

No Karakteristik TPA Pengurasan TPA Kondisi TPA

Kondisi Rumah Jenis jentik

Positif

Jenis Warna Bhn dasar

Cara Frekuensi

ventilasi

Pencahayaan

Kebiasaan gantung pakaian

Page 102: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

102

2. Lampiran Dokumentasi Penelitian

Gambar 1 Pemeriksaan Jentik Gambar 2 Pengambilan Jentik

Gambar 3. Wawancara Responden Gambar 4 Pemeriksaan Pencahayaan

Gambar 5 Kebiasaan Menggantung Pakaian

Page 103: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

SUMBER AIR BERSIH

77 100.0 100.0 100.0SUMUR BORValidFrequency Percent Valid Percent

Cumulat ivePercent

KUALI TAS AI R BERSI H SECARA FI SI K

77 100. 0 100. 0 100. 0MEMENUHI SYARATValidFrequency Percent Valid Percent

Cumulat ivePercent

KONDI SI RUMAH

68 88. 3 88. 3 88. 3

9 11. 7 11. 7 100. 0

77 100. 0 100. 0

TDK MEMENUHI SYARAT

MEMENUHI SYARAT

Tot al

ValidFrequency Percent Valid Percent

Cumulat ivePercent

J ENIS T PA

4 1 5 6 6 .5 6 6 .5 6 6 .5

2 0 9 3 3 .5 3 3 .5 1 0 0 .0

6 2 4 1 0 0 .0 1 0 0 .0

T PA

NON T PA

T o ta l

Va l i dF re q u e n c y Pe rc e n t Va l i d Pe rc e n t

Cu mu l a t i v ePe rc e n t

NAMA TPA

182 29. 2 29. 2 29. 2

1 . 2 . 2 29. 3

127 20. 4 20. 4 49. 7

34 5. 4 5. 4 55. 1

208 33. 3 33. 3 88. 5

36 5. 8 5. 8 94. 2

35 5. 6 5. 6 99. 8

1 . 2 . 2 100. 0

624 100. 0 100. 0

EMBER

TEMPAT MI NUM HEWAN

BASKO M

BAK MANDI

PO T BUNG A

G ENTO NG

DI SPENSER

PANCI

Tot al

ValidFrequency Percent Valid Percent

Cumulat ivePercent

103

3. Lampiran Frequency Table

KEBERADAAN J ENT IK OL BOPICT US

9 1 .4 1 .4 1 .4

6 1 5 9 8 .6 9 8 .6 1 0 0 .0

6 2 4 1 0 0 .0 1 0 0 .0

POSIT IF

NEGAT IF

T o ta l

Va l i dF re q u e n c y Pe rc e n t Va l i d Pe rc e n t

Cu mu l a t i v ePe rc e n t

Page 104: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

JENI S JENTI K

35 45. 5 45. 5 45. 5

4 5. 2 5. 2 50. 6

5 6. 5 6. 5 57. 1

33 42. 9 42. 9 100. 0

77 100. 0 100. 0

AEDES AEGYPTI

ALBOPI CTUS

AEDES AEGYPTI &ALBOPI CTUS

TI DAK ADA JENTI K

Tot al

ValidFrequency Percent Valid Percent

Cumulat ivePercent

WARNA TPA

90 14. 4 21. 7 21. 7

61 9. 8 14. 7 36. 4

82 13. 1 19. 8 56. 1

81 13. 0 19. 5 75. 7

62 9. 9 14. 9 90. 6

17 2. 7 4. 1 94. 7

7 1. 1 1. 7 96. 4

11 1. 8 2. 7 99. 0

2 . 3 . 5 99. 5

2 . 3 . 5 100. 0

415 66. 5 100. 0

209 33. 5

624 100. 0

PUTI H

BI RU

HI JAU

HI TAM

MERAH

KUNI NG

MERAH JAMBU

ABU-ABU

UNGU

COKELAT

Tot al

Valid

Syst emMissing

Tot al

Frequency Percent Valid PercentCumulat ivePercent

PENG URASAN TPA

50 8. 0 12. 0 12. 0

365 58. 5 88. 0 100. 0

415 66. 5 100. 0

209 33. 5

624 100. 0

TDK MEMENUHI SYARAT

MEMENUHI SYARAT

Tot al

Valid

Syst emMissing

Tot al

Fr equency Percent Valid PercentCumulat ivePercent

KONDISI TPA

355 56.9 85.5 85.5

60 9.6 14.5 100.0

415 66.5 100.0

209 33.5

624 100.0

TERBUKA

TERTUTUP

Total

Valid

SystemMissing

Total

Frequency Percent Valid PercentCumulat ivePercent

BAHAN DASAR T PA

3 7 8 6 0 .6 9 1 .1 9 1 .1

3 6 5 .8 8 .7 9 9 .8

1 .2 .2 1 0 0 .0

4 1 5 6 6 .5 1 0 0 .0

2 0 9 3 3 .5

6 2 4 1 0 0 .0

PL AST IK

SEMEN

BESI

T o ta l

Va l i d

Sy s te mMi s s i n g

T o ta l

F re q u e n c y Pe rc e n tVa l i d Pe rc e n tCu mu l a t i v e

Pe rc e n t

104

JENI S JENTIK

48 7. 7 7. 7 7. 7

9 1. 4 1. 4 9. 1

567 90.9 90.9 100. 0

624 100. 0 100. 0

AEDES AEGYPTI

ALBOPICTUS

TDK ADA JENTI K

Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

Cumulat ivePercent

Page 105: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

KEBERADAAN J ENT IK AEDES AEGYPT I

4 8 7 .7 7 .7 7 .7

5 7 6 9 2 .3 9 2 .3 1 0 0 .0

6 2 4 1 0 0 .0 1 0 0 .0

POSIT IF

NEGAT IF

T o ta l

Va l i dF re q u e n c y Pe rc e n t Va l i d Pe rc e n t

Cu mu l a t i v ePe rc e n t

Crosst ab

36 32 68

35. 3 32. 7 68. 0

52. 9% 47. 1% 100. 0%

90. 0% 86. 5% 88. 3%

4 5 9

4. 7 4. 3 9. 0

44. 4% 55. 6% 100. 0%

10. 0% 13. 5% 11. 7%

40 37 77

40. 0 37. 0 77. 0

51. 9% 48. 1% 100. 0%

100. 0% 100. 0% 100. 0%

Count

Expect ed Count

% wit hin KO NDI SIRUM AH

% wit hin KEBERADAANJENTI K ATAU LARVAAEDES AEG YPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin KO NDI SIRUM AH

% wit hin KEBERADAANJENTI K ATAU LARVAAEDES AEG YPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin KO NDI SIRUM AH

% wit hin KEBERADAANJENTI K ATAU LARVAAEDES AEG YPTI

TDK M EM ENUHI SYARAT

M EM ENUHI SYARAT

KO NDI SIRUM AH

Tot al

PO SI TI F NEG ATI F

KEBERADAAN JENTI KATAU LARVA AEDES

AEG YPTI

Tot al

Chi -Square Tests

. 230b 1 . 632

. 015 1 . 901

. 230 1 . 632

. 731 . 449

. 227 1 . 634

77

Pearson Chi-Square

Cont inuit y Cor rect ion a

Likelihood Rat io

Fisher 's Exact Test

Linear-by-LinearAssociat ion

N of Valid Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig.(2-sided)

Exact Sig.(1-sided)

Comput ed only f or a 2x2 t ablea.

2 cells (50. 0%) have expect ed count less t han 5. The minimum expect ed count is4. 32.

b.

105

CROSSTAB KONDISI RUMAH * KEBERADAAN JENTIK ATAU LARVA AEDES AEGYPTI

Page 106: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

Crosst ab

40 0 40

22. 9 17. 1 40. 0

100. 0% . 0% 100. 0%

90. 9% . 0% 51. 9%

4 33 37

21. 1 15. 9 37. 0

10. 8% 89. 2% 100. 0%

9. 1% 100. 0% 48. 1%

44 33 77

44. 0 33. 0 77. 0

57. 1% 42. 9% 100. 0%

100. 0% 100. 0% 100. 0%

Count

Expect ed Count

% wit hin KEBERADAANJENTI K ATAU LARVAAEDES AEG YPTI

% wit hin KEBERADAANLARVA/ JENTI K

Count

Expect ed Count

% wit hin KEBERADAANJENTI K ATAU LARVAAEDES AEG YPTI

% wit hin KEBERADAANLARVA/ JENTI K

Count

Expect ed Count

% wit hin KEBERADAANJENTI K ATAU LARVAAEDES AEG YPTI

% wit hin KEBERADAANLARVA/ JENTI K

PO SI TI F

NEG ATI F

KEBERADAANJENTI K ATAU LARVAAEDES AEG YPTI

Tot al

PO SI TI F NEG ATI F

KEBERADAANLARVA/ JENTI K

Tot al

Chi -Square Tests

62. 432b 1 . 000

58. 844 1 . 000

79. 820 1 . 000

. 000 . 000

61. 622 1 . 000

77

Pearson Chi-Square

Cont inuit y Cor rect ion a

Likelihood Rat io

Fisher 's Exact Test

Linear-by-LinearAssociat ion

N of Valid Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig.(2-sided)

Exact Sig.(1-sided)

Comput ed only f or a 2x2 t ablea.

0 cells ( . 0%) have expect ed count less t han 5. The minimum expect ed count is15. 86.

b.

106

KEBERADAAN JENTIK ATAU LARVA AEDES AEGYPTI * KEBERADAAN LARVA/JENTIK

JENIS JENTIK * KEBERADAAN LARVA

Crosst ab

48 0 48

4. 4 43. 6 48. 0

100. 0% . 0% 100. 0%

84. 2% . 0% 7. 7%

9 0 9

. 8 8. 2 9. 0

100. 0% . 0% 100. 0%

15. 8% . 0% 1. 4%

0 567 567

51. 8 515. 2 567. 0

. 0% 100. 0% 100. 0%

. 0% 100. 0% 90. 9%

57 567 624

57. 0 567. 0 624. 0

9. 1% 90. 9% 100. 0%

100. 0% 100. 0% 100. 0%

Count

Expect ed Count

% wit hin JENI S JENTI K

% wit hinKEBERADAAN LARVA

Count

Expect ed Count

% wit hin JENI S JENTI K

% wit hinKEBERADAAN LARVA

Count

Expect ed Count

% wit hin JENI S JENTI K

% wit hinKEBERADAAN LARVA

Count

Expect ed Count

% wit hin JENI S JENTI K

% wit hinKEBERADAAN LARVA

AEDES AEG YPTI

ALBO PI CTUS

TDK ADA JENTI K

JENI SJENTI K

Tot al

PO SI TI F NEG ATI F

KEBERADAAN LARVA

Tot al

Page 107: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

107

Chi-Square Tests

624.000a 2 .000

381.440 2 .000

611.915 1 .000

624

Pears on Chi-Square

Lik el ihood Ratio

Linear-by -LinearAs s oc iation

N of Val id Cas es

Value dfAs y mp. Sig.

(2-s ided)

2 c el ls (33.3%) hav e expec ted c ount les s than 5. Theminimum ex pec ted c ount is .82.

a.

NAMA TPA * KEBERADAAN JENTIK AEDES AEGYPTI

Crosst ab

6 176 182

14. 0 168. 0 182. 0

3. 3% 96. 7% 100. 0%

12. 5% 30. 6% 29. 2%

0 1 1

. 1 . 9 1. 0

. 0% 100. 0% 100. 0%

. 0% . 2% . 2%

2 125 127

9. 8 117. 2 127. 0

1. 6% 98. 4% 100. 0%

4. 2% 21. 7% 20. 4%

15 19 34

2. 6 31. 4 34. 0

44. 1% 55. 9% 100. 0%

31. 3% 3. 3% 5. 4%

0 208 208

16. 0 192. 0 208. 0

. 0% 100. 0% 100. 0%

. 0% 36. 1% 33. 3%

8 28 36

2. 8 33. 2 36. 0

22. 2% 77. 8% 100. 0%

16. 7% 4. 9% 5. 8%

17 18 35

2. 7 32. 3 35. 0

48. 6% 51. 4% 100. 0%

35. 4% 3. 1% 5. 6%

0 1 1

. 1 . 9 1. 0

. 0% 100. 0% 100. 0%

. 0% . 2% . 2%

48 576 624

48. 0 576. 0 624. 0

7. 7% 92. 3% 100. 0%

100. 0% 100. 0% 100. 0%

Count

Expect ed Count

% wit hin NAM A TPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEG YPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin NAM A TPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEG YPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin NAM A TPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEG YPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin NAM A TPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEG YPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin NAM A TPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEG YPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin NAM A TPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEG YPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin NAM A TPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEG YPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin NAM A TPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEG YPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin NAM A TPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEG YPTI

EM BER

TEM PAT M I NUM HEWAN

BASKO M

BAK M ANDI

PO T BUNG A

G ENTO NG

DI SPENSER

PANCI

NAM ATPA

Tot al

PO SI TI F NEG ATI F

KEBERADAAN JENTI KAEDES AEG YPTI

Tot al

Page 108: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

108

Chi-Square Tests

185.753a 7 .000

131.832 7 .000

28.843 1 .000

624

Pearson Chi-Square

Likel ihood Ratio

Linear-by -LinearAssoc iation

N of Val id Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-s ided)

7 cel ls (43.8%) have expec ted count less than 5. Theminimum expec ted count is .08.

a.

WARNA TPA * KEBERADAAN JENTIK AEDES AEGYPTI

Crosst ab

10 80 90

10. 4 79. 6 90. 0

11. 1% 88. 9% 100. 0%

20. 8% 21. 8% 21. 7%

15 46 61

7. 1 53. 9 61. 0

24. 6% 75. 4% 100. 0%

31. 3% 12. 5% 14. 7%

3 79 82

9. 5 72. 5 82. 0

3. 7% 96. 3% 100. 0%

6. 3% 21. 5% 19. 8%

9 72 81

9. 4 71. 6 81. 0

11. 1% 88. 9% 100. 0%

18. 8% 19. 6% 19. 5%

8 54 62

7. 2 54. 8 62. 0

12. 9% 87. 1% 100. 0%

16. 7% 14. 7% 14. 9%

1 16 17

2. 0 15. 0 17. 0

5. 9% 94. 1% 100. 0%

2. 1% 4. 4% 4. 1%

1 6 7

. 8 6. 2 7. 0

14. 3% 85. 7% 100. 0%

2. 1% 1. 6% 1. 7%

1 10 11

1. 3 9. 7 11. 0

9. 1% 90. 9% 100. 0%

2. 1% 2. 7% 2. 7%

0 2 2

. 2 1. 8 2. 0

. 0% 100. 0% 100. 0%

. 0% . 5% . 5%

0 2 2

. 2 1. 8 2. 0

. 0% 100. 0% 100. 0%

. 0% . 5% . 5%

48 367 415

48. 0 367. 0 415. 0

11. 6% 88. 4% 100. 0%

100. 0% 100. 0% 100. 0%

Count

Expect ed Count

% wit hin WARNA TPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEG YPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin WARNA TPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEG YPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin WARNA TPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEG YPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin WARNA TPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEG YPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin WARNA TPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEG YPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin WARNA TPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEG YPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin WARNA TPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEG YPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin WARNA TPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEG YPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin WARNA TPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEG YPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin WARNA TPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEG YPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin WARNA TPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEG YPTI

PUTI H

BI RU

HI JAU

HI TAM

MERAH

KUNI NG

MERAH JAMBU

ABU- ABU

UNG U

CO KELAT

WARNATPA

Tot al

PO SI TI F NEG ATI F

KEBERADAAN JENTI KAEDES AEG YPTI

Tot al

Page 109: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

109

Chi-Square Tests

16.449a 9 .058

16.479 9 .058

1.044 1 .307

415

Pears on Chi-Square

Lik el ihood Ratio

Linear-by -LinearAs s oc iation

N of Val id Cas es

Value dfAs y mp. Sig.

(2-s ided)

7 c el ls (35.0%) hav e expec ted c ount les s than 5. Theminimum ex pec ted c ount is .23.

a.

BAHAN DASAR TPA * KEBERADAAN JENTIK AEDES AEGYPTI

Crosstab

31 347 378

43. 7 334. 3 378. 0

8. 2% 91. 8% 100. 0%

64. 6% 94. 6% 91. 1%

17 19 36

4. 2 31. 8 36. 0

47. 2% 52. 8% 100. 0%

35. 4% 5. 2% 8. 7%

0 1 1

. 1 . 9 1. 0

. 0% 100. 0% 100. 0%

. 0% . 3% . 2%

48 367 415

48. 0 367. 0 415. 0

11. 6% 88. 4% 100. 0%

100. 0% 100. 0% 100. 0%

Count

Expect ed Count

% wit hin BAHAN DASARTPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEGYPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin BAHAN DASARTPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEGYPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin BAHAN DASARTPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEGYPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin BAHAN DASARTPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEGYPTI

PLASTI K

SEMEN

BESI

BAHANDASARTPA

Tot al

POSI TI F NEGATI F

KEBERADAAN JENTI KAEDES AEGYPTI

Tot al

Chi-Square Tests

49.062a 2 .000

33.063 2 .000

42.430 1 .000

415

Pears on Chi-Square

Lik el ihood Ratio

Linear-by -LinearAs s oc iation

N of Val id Cas es

Value dfAs y mp. Sig.

(2-s ided)

3 c el ls (50.0%) hav e expec ted c ount les s than 5. Theminimum ex pec ted c ount is .12.

a.

Page 110: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

Chi -Square Tests

377. 680b 1 . 000

368. 572 1 . 000

260. 806 1 . 000

. 000 . 000

376. 770 1 . 000

415

Pearson Chi-Square

Cont inuit y Cor rect ion a

Likelihood Rat io

Fisher 's Exact Test

Linear-by-LinearAssociat ion

N of Valid Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig.(2-sided)

Exact Sig.(1-sided)

Comput ed only f or a 2x2 t ablea.

0 cells ( . 0%) have expect ed count less t han 5. The minimum expect ed count is5. 78.

b.

110

PENGURASAN TPA * KEBERADAAN JENTIK AEDES AEGYPTI

Cr osst ab

47 3 50

5. 8 44. 2 50. 0

94. 0% 6. 0% 100. 0%

97. 9% . 8% 12. 0%

1 364 365

42. 2 322. 8 365. 0

. 3% 99. 7% 100. 0%

2. 1% 99. 2% 88. 0%

48 367 415

48. 0 367. 0 415. 0

11. 6% 88. 4% 100. 0%

100. 0% 100. 0% 100. 0%

Count

Expect ed Count

% wit hin PENG URASANTPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEG YPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin PENG URASANTPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEG YPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin PENG URASANTPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEG YPTI

TDK M EM ENUHI SYARAT

M EM ENUHI SYARAT

PENG URASANTPA

Tot al

PO SI TI F NEG ATI F

KEBERADAAN JENTI KAEDES AEG YPTI

Tot al

Page 111: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

111

KONDISI TPA * KEBERADAAN JENTIK AEDES AEGYPTICrosstab

48 307 355

41. 1 313. 9 355. 0

13. 5% 86. 5% 100. 0%

100. 0% 83. 7% 85. 5%

0 60 60

6. 9 53. 1 60. 0

. 0% 100. 0% 100. 0%

. 0% 16. 3% 14. 5%

48 367 415

48. 0 367. 0 415. 0

11. 6% 88. 4% 100. 0%

100. 0% 100. 0% 100. 0%

Count

Expect ed Count

% wit hin KONDI SI TPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEGYPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin KONDI SI TPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEGYPTI

Count

Expect ed Count

% wit hin KONDI SI TPA

% wit hin KEBERADAANJENTI K AEDES AEGYPTI

TERBUKA

TERTUTUP

KONDI SITPA

Tot al

POSI TI F NEGATI F

KEBERADAAN JENTI KAEDES AEGYPTI

Tot al

Chi -Square Tests

9. 174b 1 . 002

7. 899 1 . 005

16. 016 1 . 000

. 001 . 000

9. 152 1 . 002

415

Pearson Chi-Square

Cont inuit y Cor rect ion a

Likelihood Rat io

Fisher 's Exact Test

Linear-by-LinearAssociat ion

N of Valid Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig.(2-sided)

Exact Sig.(1-sided)

Comput ed only f or a 2x2 t ablea.

0 cells ( . 0%) have expect ed count less t han 5. The minimum expect ed count is6. 94.

b.

=

Page 112: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

112

4. Lampiran Macam- macam Jentik

Jentik Aedes aegypti Jentik Aedes albopictus

Jenis Jentik

Page 113: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

113

5. Lampiran Mapping Lokasi Penelitian

JL. PACCERAKKANG

DAYA

RS. DAYA

PASARDAYA

KANTOR LURAH

LAPANGAN

RW VII

Page 114: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

114

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Andi Merliani Syahrir

Tempat/Tanggal Lahir : Ujung Pandang, 7 Januari 1992

Jenis kelamin : Perempuan

Suku/Bangsa : Bugis / Indonesia

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum menikah

Jumlah Bersaudara : 4 Orang

Alamat Rumah : Jl. Tinumbu Lr. 165 C No. 36

Riwayat Pendidikan

Tahun 1996 – 1997 : TK Kemala Bahayangkari Pa’baeng-baeng

Tahun 1997 – 2001 : SD Inpres Pa’baeng-baeng

Tahun 2001 – 2003 : SD Neg. 02 Terang-terang Kab. Bulukumba

Tahun 2003 – 2006 : SMPN 07 Makassar

Tahun 2006 – 2009 : SMA Islam Athirah

Tahun 2009 – 2013 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Muslim Indonesia

Page 115: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

115

Page 116: faktor yang berhubungan dengan keberadaan jentik aedes aegypti

116