Analisis Masalah&Lo

3
Analisis Masalah Pemeriksaan arteri kecil dan sedang pada orang yang berusia menengah dan lanjut, terlihat perubahan progresif dari otot pembuluh darah tunika media menjadi jaringan kolagen. Perubahan tersebut bervariasi dari fibrosis interstitial sampai perubahan yang komplet menjadi jaringan parut. Perubahan tersebut memperlihatkan gagalnya kontraksi pembuluh darah karena hilangnya otot tunika media sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak dan lama. Pada orang yang lebih muda, pemeriksaan di lokasi perdarahan setelah terjadinya epistaksis memperlihatkan area yang tipis dan lemah. Kelemahan dinding pembuluh darah ini disebabkan oleh iskemia lokal atau trauma Pasien dengan hipertensi yang lama memiliki kerusakan pembuluh darah yang kronis. Hal ini berisiko terjadi epistaksis terutama pada kenaikan tekanan darah yang abnormal. Pasien epistaksis dengan hipertensi cenderung mengalami perdarahan berulang pada bagian hidung yang kaya dengan persarafan autonom yaitu bagian pertengahan posterior dan bagian diantara konka media dan konka inferior. (Nizar, NW. Mangunkusumo, Endang. 2010. Epistaksis. Dalam Soepardi EA, Iskandar N, Editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung dan Tenggorokan Leher. Edisi ke-5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.) LO Hubungan pemberian vasokontriksi pada epistaksis? Vasokonstriktor adalah obat yang menyempitkan pembuluh darah dan dengan demikian mengendalikan perfusi jaringan. Obat ini umumnya digunakan bersamaan dengan anestesi lokal. Obat ini ditambahkan untuk melawan aksi vasodilatasi anestesi lokal. Bahan vasokonstriktor pada umumnya dibuat dari obat golongan simpatomimetik (adrenalin, non-adrenalin, levonordephrine, phenilephrine). Bila diberikan pada

description

jjjj

Transcript of Analisis Masalah&Lo

Analisis MasalahPemeriksaan arteri kecil dan sedang pada orang yang berusia menengah dan lanjut, terlihat perubahan progresif dari otot pembuluh darah tunika media menjadi jaringan kolagen. Perubahan tersebut bervariasi dari fibrosis interstitial sampai perubahan yang komplet menjadi jaringan parut. Perubahan tersebut memperlihatkan gagalnya kontraksi pembuluh darah karena hilangnya otot tunika media sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak dan lama. Pada orang yang lebih muda, pemeriksaan di lokasi perdarahan setelah terjadinya epistaksis memperlihatkan area yang tipis dan lemah. Kelemahan dinding pembuluh darah ini disebabkan oleh iskemia lokal atau traumaPasien dengan hipertensi yang lama memiliki kerusakan pembuluh darah yang kronis. Hal ini berisiko terjadi epistaksis terutama pada kenaikan tekanan darah yang abnormal. Pasien epistaksis dengan hipertensi cenderung mengalami perdarahan berulang pada bagian hidung yang kaya dengan persarafan autonom yaitu bagian pertengahan posterior dan bagian diantara konka media dan konka inferior.

(Nizar, NW. Mangunkusumo, Endang. 2010. Epistaksis. Dalam Soepardi EA, Iskandar N, Editor.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung dan Tenggorokan Leher. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.)

LOHubungan pemberian vasokontriksi pada epistaksis?

Vasokonstriktor adalah obat yang menyempitkan pembuluh darah dan dengan demikian mengendalikan perfusi jaringan. Obat ini umumnya digunakan bersamaan dengan anestesi lokal. Obat ini ditambahkan untuk melawan aksi vasodilatasi anestesi lokal.Bahan vasokonstriktor pada umumnya dibuat dari obat golongan simpatomimetik (adrenalin, non-adrenalin, levonordephrine, phenilephrine). Bila diberikan pada organ, efektor bahan ini akan memberikan efek yang sama dengan keadaan bilamana serat saraf simpatik adrenergik posganglionik mendapat rangsangan, sehingga bahan-bahan ini dapat menyebabkan konstriksi pembuluh darah perifer.

Kegunaan obat vasokonstriktor:1. Denganmenyempitkanpembuluhdarah vasokonstriktormenurunkan aliran darah (perfusi) ke area pemberian2. Absorpsianestesilokalkesistemkardiovaskular diperlambat,sehinggakadaranestesi dalam darah lebih rendah.3. Kadar anestesi lokal dalam darah lebih rendah, dengan demikian memperkecil resiko toksisitas anestesi lokal.4. Peningkatan jumlahanestesi lokal yangmenetap di sekitarsaraf selamabeberapa waktu, meningkatkan durasi aksi sebagian besaranestesi lokal.

Obat anestesi semprot topikal dan vasokonstriktor, seperti kombinasi lidokain atau pantokain dengan phenilephrin atau oxymetazoline, mungkin dibutuhkan untuk mengontrol pendarahan pada saat pemeriksaan. Obat semprot tersebut dapat digunakan secara bergantian atau dicampur dan digunakan bersamaan. Sebagai tambahan, dapat dunakan pula semprot topikal, atraumatik, aplikasi topikal untuk anestesi dan vasokonstriktor pada kapas. Hal tersebut selalu memperlambat atau menghentikan perdarahan dan dapat digunakan untuk membuang bekuan dengan lembut, hal ini membuat pasien lebih nyaman selama pemeriksaan yang menyeluruh. Pada kasus epistaksis posterior beberapa ahli menganjurkan blok sfenopalatinum yang dapat bersifat diagnostik dan terapeutik. Injeksi 0,5 ml Xilocain 1% dengan epinefrin 1:100.000 secara hati-hati kedalam canalis palatina mayor menimbulkan vasokonstriksi a.sfenopalatina, sehingga epistaksis akan segera berkurang dalam beberapa menit. Tetapi, jika injeksi tidak memberikan efek maka perdarahan mungkin berasal dari a.ethmoidalis anterior & posterior, karena kemungkinan kompilasi okular.

(Katzung, Bertram G. 1997.Farmakologi dasar dan klinik.Jakarta: EGC)(Adams, G.L., Boies, L.R., dan Hilger, P.A., 2013. Boies: Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC.)