ANALISIS LOKASI OPTIMAL PUSAT PEMERINTAHAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH DI ... ·...
Transcript of ANALISIS LOKASI OPTIMAL PUSAT PEMERINTAHAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH DI ... ·...
ANALISIS LOKASI OPTIMAL PUSAT PEMERINTAHAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH DI
KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI
oleh
BENNI ADMAN A14303006
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
BENNI ADMAN, 2008. Analisis Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan Dalam Rangka Pengembangan Wilayah di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Di Bawah Bimbingan ADI HADIANTO.
Disparitas pembangunan wilayah dan pendapatan merupakan fenomena dampak pembangunan yang kurang tearah dan umumnya terjadi di negara berkembang seperti Indonesia. Ketimpangan ini menimbulkan dikotomi di dalam perencanaan tata-ruang yaitu antara wilayah perkotaan yang penuh dengan moderenisasi dengan wilayah perdesaan yang cenderung masih terbelakang, tingkat urbanisasi yang cukup tinggi, serta tidak adanya keterkaitan pembangunan.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah sebagai salah satu tantangan yang harus dihadapi juga dapat dikatakan sebagai indikator pembangunan. Adanya kebijakan otonami daerah memberikan keleluasaan pelaksanaan desentralisasi yaitu adanya pemberian kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah, seperti kota dan kabupaten untuk mengurus dirinya sendiri yang bertumpu pada kemampuan daerah itu sendiri yang diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah.
Pemerintah Kabupaten Kerinci dengan menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran dan Penggabungan Daerah ditambah dengan Keputusan Bupati Kabupaten Kerinci No 471 Tahun 2006 tentang Pemekaran Kecamatan melakukan pemekaran 6 kecamatan menjadi 17 kecamatan. Bertambah banyaknya jumlah kecamatan ini memerlukan penetapan suatu lokasi yang akan dijadikan pusat pemerintahan sehingga segala kegiatan dapat dilaksanakan dengan lancar.
Pemilihan pusat pemerintahan haruslah mempertimbangkan kondisi dan karakteristik wilayah serta kemampuan wilayah tersebut terhadap wilayah disekitarnya. Pemilihan pusat pemerintahan yang optimal diharapkan mampu memberikan pelayanan administrasi, sosial, politik, serta ekonomi sehingga pembangunan wilayah dapat terlaksana dan terjadi pemerataan. Terkait hal tersebut, maka tujuan dalam penelitian ini adalah : (1) menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan dipilihnya Kecamatan Sungai Penuh sebagai pusat pemerintahan; (2) Menganalisis kecamatan yang paling optimal sebagai pusat pemerintahan berdasarkan perhitungan P-Median; (3) menganalisis kesesuaian lokasi pusat pemerintahan yang optimal berdasarkan P-Median dengan kelengkapan sarana dan prasarana melalui metode skalogram. P-Median dengan menggunakan program komputer Java Applets P-Median Problem dan metode skalogram. Analisis P-Median digunakan untuk menganalisis lokasi optimal untuk pusat pemerintahan. Sedangkan metode skalogram digunakan untuk menganalisis hirarki pusat-pusat pengembangan dan sarana-prasarana pembangunan.
Berdasarkan kepentingan Pemerintah Daerah, pemilihan Kecamatan Sungai Penuh sebagai pusat pemerintahan dikarenakan letak geografisnya, Kota Sungai Penuh terletak ditengah-tengah wilayah Kabupaten Kerinci dan pada jalur penghubung untuk kesegala arah (dilalui jalan kolektir primer yaitu jalan provinsi
yang menghubungkan Kabupaten Kerinci ke Kabupaten Bangko, Kabupaten Kerinci ke Provinsi Padang via Muara Labuh dan Tapan, serta Kabupaten Kerinci ke Provinsi Bengkulu via Tapan). Faktor lain yang mendasari adalah dari segi historis, Kota Sungai Penuh telah dijadikan pusat pemerintahan sejak zaman penjajahan dan merupakan peninggalan pemerintah kolonial.
Berdasarkan analisis P-Median dengan menggunakan tiga bobot, yaitu bobot jumlah penduduk, bobot luas wilayah, dan bobot sama, didapat hasil yang sama yaitu pusat pemerintahan yang optimal adalah Kota Sungai Penuh yang terletak di Kecamatan Sungai Penuh. Dilihat dari posisi Kecamatan ini, maka lokasi ini memang cocok untuk dijadikan pusat pemerintahan karena lokasinya terletak di tengah wilayah Kabupaten Kerinci. Analisis skalogram menunjukkan bahwa pusat pertumbuhan dan pelayanan yang juga dapat dijadikan pusat pemerintahan adalah Kota Sungai Penuh yang terletak di Kecamatan Sungai Penuh. Sarana dan prasarana yang relatif lengkap yaitu 15 jenis dan jumlah unit sarana dan prasarana pembangunan terbesar yaitu 209 unit. Dengan demikian berdasarkan analisis P-Median maupun skalogram, Kota Sungai Penuh telah layak untuk dijadikan pusat pemerintahan Kabupaten Kerinci.
ANALISIS LOKASI OPTIMAL PUSAT PEMERINTAHAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH
DI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI
Oleh : BENNI ADMAN
A14303006
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi : Analisis Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan dalam Rangka Pengembangan Wilayah di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi
Nama : Benni Adman
NRP : A14303006
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Adi Hadianto, SP NIP. 132 311 723
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“ANALISIS LOKASI OPTIMAL PUSAT PEMERINTAHAN DALAM
RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN KERINCI
PROVINSI JAMBI” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN
TINGGI MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK
TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG
BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OL EH
PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG
DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, April 2008
Benni Adman A14303006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Koto Majidin, Kabupaten Kerinci pada tanggal 12
Desember 1984 dari ayah Bulganin ibu Afniar (almh). Penulis merupakan putra
sulung dari tiga bersaudara.
Jenjang pendidikan penulis dimulai di pendidikan Taman Kanak-Kanak
(TK Dharma Wanita) selama satu tahun dan diselesaikan pada tahun 1991.
Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SD No.116/III Pondok Agung pada
tahun 1997, penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 3 Sungai Penuh dan lulus
pada tahun 2000. Pendidikan selanjutnya ditempuh pada SMU Negeri 2 Sungai
Penuh dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi
masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program
Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di Forum Rohis Departemen
Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian periode 2004-2005. Penulis juga menjadi
Ketua Ikatan Mahasiswa Kerinci-Bogor periode 2005-2006.
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Analisis
Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan dalam Rangka Pengembangan Wilayah di
Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi”. Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu
syarat untuk menyelesaikan pendidikan dan meraih gelar sarjana pertanian di
Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis factor-faktor penting yang
menjadi acuan penetapan lokasi optimal pusat pemerintahan di Kabupaten Kerinci
guna mendukung pembangunan wilayah.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2008
Benni Adman A14303006
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan taufiq dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi ini.
Segala sesuatu yang enulis sajikan dalam skripsi ini merupakan usaha
penulis untuk memperoleh hasil yang terbaik. Akan tetapi semua ini tidak akan
terlaksana tanpa bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengaturkan
terima kasih kepada :
1. Ayah dan ummi Asmiati yang selalu mendoakan, memberi semangat,
nasehat dan dukungan moril, materil serta memberikan yang terbaik bagi
penulis, juga atas dorongan adik-adikku, Andri dan Aidi.
2. Adi Hadianto, SP selaku dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingan,
waktu dan arahan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian
skripsi ini.
3. Ir. Nindyantoro, MSP dan A. Faroby Falatehan, SP, ME atas kesediaannya
menjadi dosen penguji utama dan dosen penguji wakil departemen yang
telah memberi arahan dan petunjuk demi sempurnanya skripsi ini.
4. Hans Moravia, ST selaku staf Bappeda Kabupaten Kerinci yang banyak
membantu penulis dalam proses pengumpulan data.
5. Seluruh teman-teman EPS 40 atas dorongan dan kebersamaannya selama
menjalani pendidikan di IPB.
6. Keluarga besar Ikatan Mahasiswa Kerinci-Bogor atas kebersamaannya.
7. Sobat-sobatku (Alon, Hafid, Yayan, Hamna, Monsaputra, Vega, Enni) atas
dorongan, kebersamaan dan pengalaman selama ini.
8. Semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini dan belum
tercantum dalam halaman ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya.
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................... i
DAFTAR TABEL ....................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... vi
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2. Perumusan Masalah .......................................................................... 4 1.3. Tujuan Penelitian.............................................................................. 5 1.4. Kegunaan Penelitian ......................................................................... 5 1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ..................................... 5
II. KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN ........................................ 7
2.1. Kerangka Teori Lokasi ..................................................................... 7 2.1.1. Most Accessible ....................................................................... 7 2.1.2. Teori Tempat Pusat .................................................................. 8 2.1.3. Teori Hakimi ........................................................................... 11 2.1.4. Konsep Spread-Backwash Effect .............................................. 11 2.1.5. Aglomerasi dan Deglomerasi ................................................... 13
2.2. Permasalahan Lokasi di Negera Berkembang ................................... 15 2.3. Hubungan Teori Tempat Sentral, Teori Lokasi, Konsep Spread- Backwash Effect dengan Metode Analisis P-Median Problem ........... 17 2.4. Fungsi Kabupaten dan Pemerintah Daerah ........................................ 18 2.5. Hasil Penelitian Terdahulu................................................................ 21 2.6. Kerangka Pemikiran Penelitian ......................................................... 22
III. METODE PENELITIAN ..................................................................... 27
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 27 3.2. Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 27 3.3. Metode Analisis Data ....................................................................... 26
3.3.1. Metode P-Median Algoritma ................................................... 27 3.3.2. Metode Skalogram ................................................................... 33
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ............................. 35
4.1. Geografis .......................................................................................... 35 4.1.1. Letak Wilayah ......................................................................... 35 4.1.2. Topografi dan Morfologi ......................................................... 35
ii
4.1.3. Jenis dan Tata Guna Tanah ...................................................... 36 4.1.4. Hidrologi ................................................................................. 37
4.2. Kondisi Sosial Budaya...................................................................... 37 4.2.1. Kependudukan ......................................................................... 37 4.2.2. Ketenagakerjaan ...................................................................... 39 4.2.3. Pendidikan ............................................................................... 40 4.2.4. Kesehatan ................................................................................ 41
4.3. Perekonomian Wilayah ..................................................................... 41 4.3.1. Perkembangan PDRB / Kapita ................................................. 41 4.3.2. Keuangan Dareah .................................................................... 44
V. RTRW KABUPATEN KERINCI ......................................................... 46
5.1. Dasar Pertimbangan, Tujuan, dan Sasaran RTRW Kabupaten ........... 46 5.1.1. Dasar Pertimbangan Tata Ruang Wilayah Kabupaten .............. 46 5.1.2. Tujuan Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten .............. 46 5.1.3. Sasaran Perencanaan Tata ruang Wilayah Kabupaten ............... 47
5.2. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang ................................ 47 5.2.1. Rencana Struktur Ruang .......................................................... 47 5.2.2. Rencana Pola Pemanfaatan Ruang ........................................... 48
5.3. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya .................... 49 5.3.1. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung .................................. 49 5.3.2. Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya ............................ 50
5.4. Rencana Pengembangan Kawasan Perkotaan, Pedesaan, dan Kawasan Tertentu ..................................................................... 50
5.4.1. Rencana Pengelolaan Kawasan Perkotaan ................................ 50 5.4.2. Rencana Pengelolaan Kawasan Pedesaan ................................. 51 5.4.3. Rencana Pengelolaan Kawasan Tertentu .................................. 51
5.5. Rencana Sistem Prasarana ................................................................ 52 5.5.1. Sistem Transportasi ................................................................. 52 5.5.2. Sistem Telekomunikasi ............................................................ 53 5.5.3. Sistem Energi .......................................................................... 53 5.5.4. Sistem Pengelolaan Lingkungan .............................................. 54
5.6. Rencana Pengelolaan Kawasan Strategis .......................................... 55 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 57
6.1. Penentuan Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan Kabupaten Kerinci .. 57 6.1.1. Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan Menurut Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci .................................................... 57 6.1.2. Penentuan Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan
Kabupaten Kerinci Berdasarkan Analisis P-Median .............. 58 6.1.3. Berdasarkan Hasil Analisis Skalogram .................................. 66
6.2. Keterkaitan Antara Keputusan Pemda dan Analisis P-Median dalam Menentukan Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan ............................. 73 6.3. Hubungan Antara Hasil Analisis P-Median
dengan Metode Skalogram ............................................................... 73 6.4. Keterkaitan Antara Hasil Analisis P-Median dan Metode Skalogram
iii
dengan RTRW Kabupaten Kerinci .................................................... 74
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 76
7.1. Kesimpulan ...................................................................................... 76 7.2. Saran Kebijakan ............................................................................... 77 7.3. Saran Penelitian ................................................................................ 77
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 79
LAMPIRAN ................................................................................................ 81
iv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Hubungan Teori tempat Sentral, Teori Lokasi, Konsep Spread- Backwash Effect dengan Metode Analisis P-Median Problem ............... 18
2. Matriks Skalogram ................................................................................ 33
3. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Kerinci Tahun 2005-2006 .................................................................................. 38
4. Kepadatan Penduduk Dirinci per Kecamatan di Kabuten Kerinci Tahun 2006 ........................................................................................... 39
5. Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Kerinci Tahun 2006 ......................................................... 40
6. Rasio Murid Terhadap Guru di Kabupaten Kerinci Tahun 2006 ............ 41
7. Produk Domestik Bruto Harga Berlaku (PDRB HB) 2006 ..................... 42
8. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan di Kabupaten Kerinci Tahun 2006 ........................................................................................... 43
9. Pembagian Perwilayahan Pengembangan Kabupaten Kerinci ................ 51
10. Hirarki Sarana dan Prasarana Pelayanan di Pusat-Pusat Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Kerinci Tahun 2006 ............................................. 67
11. Fasilitas-Fasilitas Pelayanan Utama di Wilayah Kabupaten Kerinci Tahun 2006 ......................................................................................... 71
12. Jenis Sarana dan Prasarana Berdasarkan Derajat Penyebaran di Wilayah Kabupaten Kerinci Tahun 2006 ........................................................... 72
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Pola Unit Pemerintahan di Indonesia ....................................................... 19
2. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................................ 25
3. Koordinat Nilai Lokasi (Garis Lurus) ...................................................... 32
4. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Jumlah Penduduk Pengaruh Jarak ........................................................................................ 60
5. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Jumlah Penduduk Pengaruh Waktu ...................................................................................... 61
6. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Luas Wilayah Pengaruh Jarak ........................................................................................ 62
7. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Luas Wilayah Pengaruh Waktu ...................................................................................... 63
8. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Sama Pengaruh Jarak ........................................................................................ 64
9. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Sama Pengaruh Waktu ...................................................................................... 65
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Teks
1. Potensi Pengembangan Kabupaten Kerinci .............................................. 81
2. Hirarki dan Arahan Pengembangan Perkotaan dan Pedesaan Kabupaten Kerinci .................................................................................. 82
3. Jarak Antar Kecamatan di Kabupaten Kerinci (km) ................................. 83
4. Waktu Tempuh Antar Kecamatan di Kabupaten Kerinci (menit) ............. 84
5. Analisis Skalogram Kabupaten Kerinci 2006 .......................................... 85
6. Luas Wilayah Kabupaten Kerinci Dirinci Menurut Kecamatan Tahun 2006 ............................................................................................. 86
7. Jumlah Penduduk Kabupaten Kerinci Dirinci Menurut Kecamatan Tahun 2006 ............................................................................................. 87
Gambar
1. Peta Administrasi Kabupaten Kerinci ...................................................... 88
2. Kondisi Kota dan Pusat-Pusat Pemukiman .............................................. 89
3. Peta Lokasi Optimal Hasil Analisis P-Median Berdasarkan Bobot Jumlah Penduduk, Bobot Luas Wilayah dan Bobot Sama dengan Mempertimbangkan Faktor Jarak Tempuh dan Waktu Tempuh ... 90
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Disparitas pembangunan wilayah dan pendapatan merupakan fenomena
dampak pembangunan yang kurang tearah dan umumnya terjadi di negara
berkembang seperti Indonesia. Ketimpangan ini menimbulkan dikotomi didalam
perencanaan tata-ruang yaitu antara wilayah perkotaan yang penuh dengan
medernisasi dengan wilayah perdesaan yang cenderung masih terbelakang, tingkat
urbanisasi yang cukup tinggi, serta tidak adanya keterkaitan wilayah perkotaan
dengan wilayah perdesaan.
Wilayah merupakan ruang yang terdiri dari kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan aspek fungsional. Pembangunan suatu wilayah adalah fungsi
dari pembangunan nasional. Perencanaan wilayah merupakan sarana dalam proses
pembangunan. Dalam ruang lingkup pembangunan nasional, terdapat keterkaitan
pembangunan wilayah dengan tujuan pembangunan nasional. Perubahan
hubungan yang semula tergantung menjadi saling ketergantungan membutuhkan
adanya perubahan struktural dibidang politik dan ekonomi di tingkat nasional dan
di tingkat wilayah termasuk didalamnya aspek tata-ruang seperti lokasi pusat
kegiatan ekonomi dan pemerintahan.
Menurut Hanafiah (1990) dalam Siregar (2005) pemerintah mempunyai
peranan yang besar dalam proses pemilihan lokasi untuk membangun pusat
pemerintahan karena pembangunan pusat pemerintahan di suatu wilayah akan
mendorong wilayah tersebut menjadi pusat pertumbuhan. Pusat pemerintahan
sangat penting artinya dalam pembangunan daerah karena pusat pemerintahan
2
diharapkan dapat menjadi embrio bagi pembangunan wilayah di sekitarnya. Selain
itu pusat pemerintahan memiliki peran yang penting antara lain untuk mendorong
pembangunan wilayah, mendorong penyebaran pembangunan dan meningkatkan
pemerataan pembangunan.
Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang
merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang otonomi,
telah memberikan keleluasaan pelaksanaan desentralisasi yaitu adanya pemberian
kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah, seperti kota dan kabupaten untuk
mengurus dirinya sendiri yang bertumpu pada kemampuan daerah dalam
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan,
pelayanan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah. Salah
satu wujud kewenangan daerah yang dapat dilakukan antara lain melakukan
pemekaran daerah, sebagai wujud pelaksanaan otonomi yang pelaksanaannya
secara teknis diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000.
Pembentukan daerah, secara operasional telah diatur dalam pasal 5 dan 6
Undang-undang No 22 Tahun 1999 (atau pasal 4 sampai 8 dalam Undang-undang
No 32 Tahun 2004) dan secara teknis diatur dalam Peraturan Pemerintah No 129
Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran,
Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Peraturan Pemerintah tersebut
menyatakan bahwa daerah dapat dibentuk atau dimekarkan jika memenuhi syarat-
syarat antara lain: kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial
politik, jumlah penduduk, luas daerah, serta pertimbangan lain yang
memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
3
Menurut Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 Tentang Persyaratan
Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabunagn Daerah
dijelaskan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Daerah otonom disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas tertentu, yang berwenang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembentukan
daerah adalah pemberian status pada wilayah tertentu sebagai daerah provinsi,
daerah kabupaten, dan daerah kota sedangkan pemekaran daerah adalah
pemecahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota menjadi lebih dari
satu daerah.
Dalam konteks ini, Kabupaten Kerinci sebagai salah satu daerah otonom,
telah melakukan pemekaran wilayah kecamatan dari enam kecamatan menjadi 17
kecamatan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000. Bertambah
banyaknya jumlah kecamatan ini memerlukan penetapan suatu lokasi yang akan
dijadikan pusat pemerintahan sehingga segala kegiatan dapat dilaksanakan dengan
lancar. Sampai saat ini ibukota Kabupaten Kerinci masih berada di Kota Sungai
Penuh.
Pemilihan pusat pemerintahan haruslah mempertimbangkan kondisi dan
karakteristik wilayah serta kemampuan wilayah tersebut terhadap wilayah
disekitarnya. Pemilihan pusat pemerintahan yang optimal diharapkan mampu
4
memberikan pelayanan administrasi, sosial, politik, serta ekonomi sehingga
pembangunan wilayah dapat terlaksana dan terjadi pemerataan.
Dalam pemilihan lokasi yang optimal bagi pusat pemerintahan perlu
diketahui bahwa pemerintah menawarkan jasa yang berupa pelayanan publik yang
terdiri dari pelayanan administrasi, pelayanan umum, kesehatan, pendidikan, dan
lain sebagainya. Terkait dengan lokasi maka salah satu faktor yang menentukan
apakah lokasi menarik untuk dikunjungi atau tidak adalah aksesibilitas. Tingkat
aksesibilitas dipengaruhi oleh jara, kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan
berbagai sarana penghubung termasuk frekuensinya dan tingkat keamanan serta
kenyamanan untuk melalui jalur tersebut.
Lokasi pusat pemerintahan seharusnya dekat dengan masyarakat baik
jarak, murah dalam segi biaya, serta mudah dijangkau dari sudut pandang
accessible. Pilihan most accessible, lokasi pusat pemerintahan yang optimal
adalah lokasi yang memiliki kriteria jarak rata-rata yaitu jarak total dari tempat
seseorang ke pusat pelayanan minimum. Ini disebut jarak agregat minimum dan
sama juga dengan jarak rata-rata minimum.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, perumusan masalah yang dapat ditarik adalah
sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan dipilihnya Kecamatan
Sungai Penuh menjadi pusat pemerintahan?
2. Kecamatan manakah yang paling optimal untuk dijadikan pusat
pemerintahan setelah adanya pemekaran berdasarkan P-Median?
5
3. Apakah pemilihan pusat pemerintahan yang optimal berdasarkan P-
Median juga sesuai dengan kelengkapan sarana dan prasarana
melalui metode skalogram?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai adalah:
1. Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan dipilihnya Kecamatan
Sungai Penuh sebagai pusat pemerintahan.
2. Menganalisis Kecamatan yang paling optimal sebagai pusat
pemerintahan berdasarkan perhitungan P-Median.
3. Menganalisis kesesuain lokasi pusat pemerintahan yang optimal
berdasarkan P-Median dengan kelengkapan sarana dan prasarana
melalui metode skalogram.
1.4 Kegunaan Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :
1. Pemerintah Kabupaten Kerinci dapat dijadikan bahan masukan dan
evaluasi dalam penentuan lokasi pusat pemerintahan dalam rangka
pembangunan wilayah.
2. Masyarakat umum dapat menambah informasi dan pengetahuan
dalam perencanaan pembangunan daerah.
3. Mahasiswa sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini hanya menganalisis aspek spasial dari
wilayah Kabupaten Kerinci dengan menekankan pada variabel bobot jumlah
penduduk dan bobot luas wilayah dalam pengaruh jarak dan waktu tempuh.
6
Belum memperhitungkan variabel tanah negara dan variabel biaya transportasi.
Dari sisi data penelitian juga dibatasi hanya menggunakan data periode tahun
2006.
7
II. KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN
2.1 Kerangka Teori Lokasi
2.1.1 Most Accessible
Manusia tersebar di alam ini secara tidak merata tetapi harus mendapatkan
berbagai macam barang dan pelayanan yang terletak di berbagai tempat. Mereka
akan memilih lokasi pelayanan yang berada dalam posisi most accessible bagi
mereka.
Lokasi untuk pelayanan umum biasanya ditentukan oleh biaya yang dapat
dijangkau masyarakat. Lokasi yang dapat dijangkau ini juga mempunyai banyak
pilihan. Dari pilihan yang ada, masyarakat akan memilih yang berada dalam posisi
most accessible bagi mereka. Tidak hanya pada masalah lokasi umum namun
pada masalah lain mereka juga akan tertarik pada fasilitas yang most accessible.
Rusthon (1979), berusaha memberi batasan pada most accessible. Suatu
lokasi adalah most accessible untuk seseorang jika fasilitas-fasiltas yang didapat:
1. Jarak total dari tempat seseorang ke pusat pelayanan minimum. Ini disebut
jarak agregat minimum dan ini juga sama dengan jarak rata-rata minimum.
Jadi yang menjadi kriteria adalah jarak rata-rata.
2. Jarak terjauh dari tempat seseorang ke pusat pelayanan adalah minimum,
ini disebut jarak minimax.
3. Jumlah masyarakat pada daerah terdekat yang mengelilingi pusat
pelayanan selalu sama dengan jumlah yang telah ditetapkan, hal ini disebut
batas keseimbangan.
8
4. Jumlah masyarakat pada daerah terdekat yang mengelilingi pusat
pelayanan selalu lebih besar dari jumlah yang telah ditetapkan, ini disebut
batas ambang.
5. Jumlah masyarakat yang terdapat mengelilingi pusat pelayanan tidak
pernah lebih besar dari jumlah yang telah ditentukan. Ini disebut batas
kapasitas (daya tampung).
Defenisi yang dipakai tergantung pada permasalahan yang dihadapi oleh
pembuat kebijaksanaan. Para pembuat kebijaksanaan bisa saja mencari definisi
yang berbeda untuk masalah yang berbeda. Namun pembuat kebijaksanaan juga
membuat keputusan dengan mengembangkan beberapa definisi untuk memcahkan
permasalahan yang baru seperti misalnya: suatu lokasi adalah most accessible
pada seseorang jika untuk mendapatkan pelayanan jarak dari tempatnya ke pusat
pelayanan terdekat minimum, berdasarkan pada batasan di atas tidak ada orang
yang menempuh jarak lebih jauh dari yang telah ditetapkan.
Definisi-definisi yang tertulis di atas bukan merupakan suatu pengertian
atau definisi baku dari most accessible namun hanya merupakan ilustrasi
permasalahan lokasi yang ada di dalam masyarakat. Tetapi secara umum kita
dapat mendefinisikan most accessible sebagai mudah tidaknya sesorang mencapai
lokasi pusat pelayanan yang terdekat.
2.1.2 Teori Tempat Terpusat
Pada tahun 1993, Walter Christaller memperkenalkan Teori Tempat
Sentral (Central Place Theory) yang selanjutnya dikembangkan oleh Lorsch,
Berry dan Garrison. Christraller (1993) dalam Anggraeni (2005) mengemukakan
9
konsep-konsep dasar atau unsur-unsur pokok Tempat Sentral (TS) adalah sebagai
berikut :
1. Wilayah yang dilayani oleh tempat sentral merupakan wilayah komplemen
bagi tempat sentral.
2. Tempat sentral mempunyai kegiatan sentral, yaitu yang melayani wilayah
terluas disebut tempat sentral orde tertinggi sedangkan tempat sentral yang
melayani orde terkecil disebut tempat sentral orde rendah.
3. Batas pelayanan dari tiap kegiatan sentral digambarkan sebagai batas
jangkauan dari komoditi tersebut.
4. Permintaan terhadap komoditi sentral tersebut tergantung secara timbal
balik terhadap distribusi dan variasi kondisi sosial ekonomi penduduk
serta konsentrasi penduduk di tiap tempat sentral.
5. Permintaan terhadap tempat kegiatan sentral tergantung pada jarak dan
usaha konsumen untuk memperoleh komoditi tersebut. Diasumsikan
permintaan terhadap komoditi tersebut akan semakin berkurang hingga
titik nol yaitu berdasarkan pertambahan jarak dari tempat sentral.
Kegiatan-kegiatan pelayanan tempat sentral yang terdiri atas berbagai
komoditi tersebut bervariasi dalam skala, hierarki, batas ambang dan jangkauan.
Dari setiap kegiatan pelayanan tersebut mempunyai: (a) Ambang Penduduk
(Threshold Population) dan (b) Jangkauan Pasar (Market Range).
1. Batas Ambang Penduduk; merupakan jumlah penduduk minimum yang
menunjang atau membutuhkan adanya suatu kegiatan pelayanan. Di bawah
batas ambang tersebut, kegiatan pelayanan dari tiap komoditi tidak akan
ada.
10
2. Jangkauan Pasar; merupakan suatu jarak yang ditempuh dan diinginkan
oleh konsumen untuk memperoleh suatu pelayanan atau komoditi. Di luar
batas tersebut, konsumen yang bersangkutan akan mencari tempat sentral
lain.
Christaller dan Losch (1972) dalam Anggraeni (2005) mendapatkan teori
tempat pemusatan yang dikenal dengan central place theory yang menjelaskan
struktur tata ruang suatu sistem ekonomi yang mendasari ukuran, jumlah, lokasi
dan penyebaran serta pengelompokan ekonomi dan tempat pemukiman. Selain itu,
studi Christaller mengidentifikasikan tujuh tempat sentral mulai dari dukuh atau
kampung sampai kota metropolitan. Jarak tujuh kilometer merupakan jarak
diantara pusat terkecil berdasarkan asumsi bahwa jarak sekitar empat kilometer
merupakan jarak tempuh seseorang berjalan dalam satu jam Hanafiah (1986)
dalam Mieriki (2004). Untuk keperluan praktis, hierarki tempat sentral dapat
ditelaah berdasarkan prinsip-prinsip berikut:
1. Prinsip pemasaran dan penawaran, yaitu berdasarkan prinsip bahwa setiap
tempat sentral hanya dapat melayani secara maksimum sepertiga dari
enam sub tempat ditambah dengan tempat sentral itu sendiri.
2. Prinsip transportasi, yaitu berdasarkan prinsip jarak minimum antara
tempat utama dan sub tempat sentral yang dilayani dan terletak pada jalur-
jalur lalu lintas di antara tempat sentral utama.
3. Prinsip administrasi, yaitu berdasarkan prinsip kontrol atau pengelolaan
dan pemerintahan dalam pengertian bahwa fungsi tempat-tempat sentral
yang mengelilinginya.
11
2.1.3 Teori Hakimi
Hakimi (1964) dalam Rusthon (1979) mengeluarkan suatu teori yang
menunjukkan bagaimana menemukan suatu titik optimum dalam suatu jaringan.
Dengan adanya jarak yang tetap diantara simpul-simpul yang ada dalam jaringan
maka akan dapat ditemukan satu simpul diantara semua simpul yang ada yang
mempunyai jarak terpendek dan mempunyai kriteria bobot yang ditetapkan.
Simpul atau titik yang dimaksudkan disebut sebagai titik dari jaringan. Ini
merupakan teori yang penting karena itu dianjurkan untuk menggunakan teori ini
dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan penaksiran. Simpul-simpul
alternatif pada jalur network. Secara ringkas teori Hakimi berbunyi: “Adanya satu
simpul dalam jaringan yang meminimkan jumlah jarak terpendek yang berbobot
dari semua simpul terhadap satu simpul tertentu dimana simpul tersebut juga
merupakan bagian dari jaringan tersebut”.
2.1.4 Konsep Spread-Backwash Effect
Myrdal (1957) dalam Siregar (2005) menyatakan bahwa konsep-konsep
ini mengandung pengertian pemencaran atau penyebaran atau penetesan dan
pengertian penarikan atau pengumpulan atau polarisasi yang terjadi diantara kutub
dan wilayah pengaruhnya atau “hinterland”.
Ada beberapa hal yang menarik tentang konsep kutub pertumbuhan yaitu:
1. Adanya keuntungan aglomerasi, konsep ini akan menjadi suatu cara yang
efisien untuk menimbulkan perkembangan yang labih cepat di daerah
tersebut.
12
2. Dari segi anggaran belanja, pemusatan investasi pada titik-titik
pertumbuhan tertentu akan lebih murah daripada pemberian bantuan besar-
besaran kepada daerah-daerah yang banyak.
3. Spread effect yang ditimbulkan oleh titik pertumbuhan akan membantu
memecahkan persoalan-persoalan yang dialami oleh daerah-daerah yang
tertinggal.
Konsep spread effect menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan propulsip
pada waktunya akan memancar keluar dan memasuki ruang disekitarnya. Suatu
perusahaan propulsip (propulsive firm) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Relatif besar.
2. Menimbulkan dorongan-dorongan pertumbuhan yang nyata kepada
lingkungannya.
3. Mempunyai kemampuan berinovasi yang tinggi.
4. Termasuk dalam suatu industri yang sedang bertumbuh dengan cepat.
Berry (1972) dalam Siregar berpendapat bahwa peranan pusat
pertumbuhan dalam pembangunan adalah penjaring inovasi yang membawa
pertumbuhan ke bawah hierarki perkotaan dan menyebarkan keuntungan yang ada
dari pusat-pusat petumbuhan tersebut ke wilayah pinggiran (hinterland). Ia
mengidentifikasikan bahwa adopsi merupakan satu fungsi dari aksesibilitas atau
kemudahan pada waktu difusi dan memaksimalkan faktor aksesibilitas tersebut.
Myrdal (1957) dalam Siregar (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan
suatu kawasan tertentu akan berimplikasi pada meruginya tempat lain (backwash
effect). Pendapat ini juga berlaku bagi hubungan antara pusat-pusat pertumbuhan
dengan wilayah pengaruhnya. Pertumbuhan yang pesat dari pusat-pusat
13
pertumbuhan akan berimplikasi pada penarikan tenaga potensial dan modal dari
daerah-daerah yang berada dalam pengaruhnya.
Pusat-pusat yang sedang mengalami pertumbuhan, menuntut terjadinya
peningkatan permintaan yang secara langsung akan mendorong pada peningkatan
investasi. Fenomena ini selanjutnya akan meningkatkan pendapatan serta
permintaan yang pada akhirnya akan meningkatkan investasi juga, demikian
selanjutnya. Pada daerah lain dimana momentum pertumbuhannya kurang maka
aliran investasi masuk akan rendah dan justru investasi tersebut akan terserap atau
mengalir pada pusat-pusat pertumbuhan (Siregar, 2005).
2.1.5 Aglomerasi dan Deglomerasi
Menurut Nasoetion (1985) dalam Anggraeni (2005) terdapat
kecenderungan pada individu penduduk dan perusahaan untuk memilih lokasi
pada daerah-daerah yang relatif telah berkembang atau daerah-daerah yang
menjadi pemusatan di dalam wilayah yang bersangkutan. Hal ini terjadi karena
adanya berbagai keuntungan yang dihasilkan oleh daerah-daerah pemusatan
tersebut yang menjadi daya tarik penduduk dan perusahaan atau aktivitas ekonomi
untuk memilih lokasi pada daerah-daerah tersebut.
Menurut Weber (1909) dalam Anggraeni (2005), selain faktor biaya
transportasi dan biaya tenaga kerja yang mempengaruhi lokasi, masih ada faktor
lain yaitu kekuatan-kekuatan aglomerasi atau deglomerasi (agglomerative and
deglomerative forces) yang merupakan faktor-faktor lokal yang menentukan
konsentrasi dan pemencaran berbagai kegiatan dalam tata ruang.
Keuntungan dengan adanya aglomerasi antara lain fasilitas seperti tenaga
listrik, air, perbengkelan, pemondokan dan lain-lain. Seringkali pada lokasi seperti
14
ini sudah terdapat tenaga kerja yang terlatih. Fasilitas ini akan menurunkan biaya
produksi/kebutuhan modal karena kalau terpisah jauh semua fasilitas tersebut
harus dibangun sendiri. Sedangkan deglomerasi antara lain kenaikan harga tanah
dan kenaikan biaya-biaya lainnya serta kesesakan lokal (tidak ada tempat untuk
ekspansi dan kemacetan lalu lintas) yang menyebabkan perusahaan akan
memencar atau menyebar ke wilayah sekitar.
Untuk penentuan lokasi usaha, para pengusaha memperhitungkan faktor-
faktor ini dan memilih berdasarkan biaya minimum. Weber menyatakan bahwa
biaya transportasi merupakan faktor utama dalam determinasi lokasi, sedangkan
kedua faktor lainnya merupakan faktor yang dapat memodifikasi lokasi.
Asumsinya adalah bahwa biaya transportasi bertambah secara proporsional
dengan jarak angkut (Anggraeni, 2005).
Menurut Losch (1954) dalam Siregar (2005), pasar adalah suatu variabel
dalam menentukan lokasi industri. Pembeli tersebar di daerah luas dengan
intensitas permintaan yang berbeda-beda. Dengan demikian pasar merupakan
faktor penentu lokasi yang sangat penting bahkan mungkin lebih penting dari
faktor biaya. Dengan demikian lokasi optimal adalah lokasi dimana diperoleh laba
maksimum. Dalam konsep lokasinya, Losch mendasarkan pada asumsi:
1. Tidak ada perbedaan-perbedaan spesial dalam distribusi input bahkan
bahan baku, tenaga kerja dan modal pada wilayah yang homogen.
2. Kepadatan penduduk yang seragam dan selera yang konstan.
3. Tidak ada interdepenensi antara perusahaan-perusahaan.
Perkembangan teori ini lalu disempurnakan oleh Isard (1956) dalam
Siregar (2005) yang mengembangkan konsep aglomerasi sebagai berikut :
15
1. Faktor skala usaha yang ekonomis
Faktor skala usaha yang ekonomis yaitu suatu besaran skala usaha yang
ekonomis dari suatu perusahaan tertentu sebagai konsekuensi dari
perluasan perusahaan di suatu lokasi.
2. Faktor lokalisasi yang ekonomis
Faktor lokalisasi yang ekonomis yaitu lokasi yang ekonomis bagi
sekelompok perusahaan industri yang sejenis sebagai konsekuensi dari
peningkatan produksi total pada suatu lokasi.
3. Faktor urbanisasi yang ekonomis
Faktor urbanisasi yang ekonomis yaitu suatu lokasi yang ekonomis bagi
semua perusahaan dari berbagi jenis industri sebagai konsekuensi kegiatan
ekonomi secara keseluruhan di suatu tempat berdasarkan jumlah
penduduk, tingkat pendapatan, produksi dan tingkat kesejahteraan
setempat.
2.2 Permasalahan Lokasi di Negara Berkembang
Permasalahan lokasi yang terjadi di negara maju dan negara berkembang
memiliki perbedaan. Menurut Rusthon (1979) dalam Amalia (2003) ada lima hal
yang menjadi permasalahan di negara berkembang, yaitu:
1. Sistem transportasi yang masih terbelakang.
Konsekuensi dari sistem transportasi yang masih terbelakang terasa bagi
masyarakat yang membutuhkan pelayanan. Pembuat kebijaksanaan
diharuskan menentukan apakah membangun fasilitas baru atau
memperbaiki sistem transportasi yang ada. Pada negara sedang
berkembang membangun sistem transportasi dan penentuan lokasi
16
pelayanan seringkali merupakan masalah yng berkaitan. Pembuat
kebijaksanaan transportasi menentukan sistem berdasarkan pelayanan.
Sedangkan pembuat kebijaksanaan pelayanan menentukan lokasi pusat
pelayanan berdasarkan sistem transportasi yang ada.
2. Penggabungan dari susunan lokasi berbagai fasilitas.
Pada beberapa negara berkembang, mereka lebih memilih membangun
suatu pusat pelayanan umum yang baru bagi daerah yang kekurangan
daripada memilihara pusat pelayanan yang sudah ada dan melengkapi pola
lokasi tersebut dengan fasilitas-fasilitas yang lebih baik. Hingga untuk
negara berkembang diperlukan suatu pola lokasi yang tepat yang
berkelanjutan dan selalu berkembang.
3. Melayani atau Membangun.
Bebagai penelitian pada negara-negara maju memperlihatkan bahwa pola
lokasi pelayanan umum merupakan ukuran dari tingkat kehidupan dan
kebutuhan masyarakat sekitar lokasi tersebut. Namun pada negara sedang
berkembang seringkali terjadi sebuah pusat pelayanan dibangun pada
wilayah dimana tingkat kebutuhan dan kehidupan masyarakatnya belum
sepadan dengan fasilitas yang akan dibangun.
4. Mengatasi kesalahan lokasi pengaruh penjajahan.
Salah satu masalah yang biasanya harus dipecahkan pada negara sedang
berkembang adalah sistem lokasi yang merupakan peninggalan dari zaman
penjajahan. Negara yang menjajah meninggalkan pola lokasi yang hanya
menguntungkan bagi pihak penjajah hingga pola yang ada merupakan pola
yang menunjukkan tujuan dari negara penjajah. Dan pola yang telah
17
ditetapkan pada zaman penjajahan tersebut seringkali tidak dipakai lagi
setelah negara tersebut merdeka.
5. Pemerataan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Negara-negara sedang berkembang sangat berupaya untuk mengatasi
perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Perencanaan pusat-pusat
pelayanan sering mengarah kepada cara-cara mencapai tujuan tersebut.
2.3. Hubungan Teori Tempat Sentral, Teori Lokasi, Konsep Spread-Backwash Effect dengan Metode Analisis P-Median Problem
Penelitian ini memilih studi kasus di wilayah Kabupaten Kerinci Provinsi
Jambi. Untuk menganalisis berbagai aspek diperlukan teori-teori yang mendukung
penelitian ini sehingga tujuan dari penelitian dapat terpenuhi. Teori-teori yang
dimaksud antara lain teori tempat sentral (central place theory), teori lokasi serta
konsep spread effect, dimana teori-teori tersebut berkaitan langsung dengan
metode analisis yang penulis gunakan melalui program komputer Java Applets P-
Median Problem.
Sementara teori yang mendasari analisis P-Median adalah Teori Hakimi
dan Most Accessible. Hubungan diantara teori-teori tersebut dengan analisis P-
Median dapat dilihat pada Tabel 1.
18
Tabel 1. Hubungan Teori Tempat Sentral, Teori Lokasi, Konsep Spread Effect dengan Metode Analisis P-Median Problem
No Jenis Teori Analisis P-Median
1
Teori Tempat Sentral Teori ini memilih pusat dengan konfigurasi-konfigurasi yang tepat. Teori ini merupakan model ideal karena setiap jarak yang ditentukan menuju pusat adalah sama, sehingga tercipta suatu konfigurasi yang tepat.
P-Median hanya memilih pusat melalui jarak atau alternatif-alternatif yang ada. Berbeda dengan teori tempat sentral, secara faktual jarak ataupun alternatif yang lainnya tidak selalu sama sehingga pusat dapat ditemukan dan dipilih dengan analisis P-Median.
2
Teori Lokasi Adanya biaya transportasi dan biaya tenaga kerja serta adanya aglomerasi. Biaya berkaitan dengan jarak dan waktu yang menentukan pola lokasi dan kerangka geografis. Aglomerasi merupakan faktor-faktor lokal yang menentukan tingkat konsentrasi berbagai kegiatan dalam tata ruang.
P-Median mencari dan menentukan lokasi yang menjadi pusat dengan biaya yang paling minimum. Selain itu analisis P-Median memilih pusat yang memiliki kekuatan aglomerasi dengan menggunakan pembobotan.
3
Konsep Spread Effect Konsep Spread Effect menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan propulsif dari pusat atau kutub pertumbuhan akan menarik berbagai bentuk keuntungan ke daerah pengaruh atau hinterlandnya.
Analisis P-Median memilih pusat yang memungkinkan memberikan Spread Effect yang optimal karena konsep most accessible.
Sumber: Anggraeni, R. 2005. Lokasi Optimal Pusat pemerintahan dan Pusat Pelayanan untuk Propinsi dan Kabupaten (Studi kasus Kabupaten Serang Propinsi Banten)
2.4. Fungsi Kabupaten dan Pemerintah Daerah
Desentralisasi adalah kewenangan untuk menjadi daerah dengan
kewenangan otonomi yang bersifat luas, nyata dan bertanggungjawab. Disamping
itu, pemerintah pusat dapat menugaskan pelaksanaan tugas mereka yang belum
diotonomikan kepada daerah atau oleh pemerintah kebupaten kepada kepala desa
dengan kewajiban daerah/desa untuk mempertanggungjawabkan tugas yang
19
ditugaskan tersebut kepada pemberi tugas. Penugasan yang demikian ini
dilakukan berdasarkan atas tugas pembantuan.
Dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah, menyatakan bahwa Pemerintah Daerah adalah penyelenggara urusan
pemerintahan oleh pemerintahan dan DPRD menurut azas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas–luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan daerah otonom yang selanjutnya
disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Di Indonesia pemerintah daerah terdiri dari tiga tingkatan yaitu wilayah
propinsi, wilayah kabupaten atau kota serta wilayah kecamatan. Sedangkan
wilayah pemerintah terendah adalah Desa dan Kelurahan. Pola pemerintah
tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumber : S.H. Sarundajang, Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara, Sebuah Pengantar: Tinjauan Khusus Pemerintah Daerah Indonesia, 1997 dalam (Kurniawan, 2006)
Gambar 1. Pola Unit Pemerintahan di Indonesia
Negara Kesatuan
Propinsi Kabupaten/Kota
Kecamatan
Desa/Kelurahan
20
Menurut Surandajang (1997), fungsi kabupaten dikaitkan dengan
pembangunan di Indonesia antara lain :
1. Pendorong ekonomi daerah yang luas atau memberikan kontribusi besar
bagi perekonomian nasional dan daerah, yaitu mengakomodasi
pertumbuhan kota-kota khusus yang perlu diperhatikan dan diikuti
perkembangannya mengingat pentingnya peranan kota tersebut dalam
perekonomian maupun regional.
2. Sebagai kota penyangga yang diharapkan akan mampu mengurangi arus
migrasi langsung ke kota-kota megapolitan, metropolitan, dan besar
tersebut.
3. Sebagai pusat pertumbuhan yang berfungsi untuk menarik pembangunan
pedesaan.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Bab III mengenai Pembagian
Urusan Pemerintah menyatakan bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan
pemerintah daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan berskala
kabupaten/kota yang meliputi: (a) perencanaan dan pengendalian pembangunan;
(b) perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; (c) penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; (d) penyediaan sarana dan
prasarana umum; (e) penanganan bidang kesehatan; (f) penyelenggaraan
pendidikan; (g) penanggulangan masalah lingkungan; (h) pelayanan bidang
ketenagakerjaan; (i) fasilitasi pengembangan koperasi usaha kecil dan menengah;
(j) pengendalian lingkungan hidup; (k) pelayanan pertanahan; (l) pelayanan
kependudukan, dan catatan sipil; (m) pelayanan administrasi umum pemerintah;
(n) pelayanan administrasi pelayanan modal; (o) pelayanan penyelenggaraan dasar
21
lainnya; dan (p) urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan.
2.5. Hasil Penelitian Terdahulu
Amalia (2003) dalam penelitiannya bertujuan menganalisis pemilihan
lokasi yang baik untuk pusat pemerintahan Kabupaten Bogor. Alternatif lokasi
yang akan dipilih antara lain adalah wilayah Kecamatan Ciawi (Rancamaya),
Leuwiliang, Parung, dan Kecamatan Cibinong (Desa Tengah). Guna menganalisis
hal tersebut digunakanlah program komputer Java Applets P-Median Problem
sebagai alat analisis dengan menggunakan bobot luas wilayah. Hasil perhitungan
program menunjukkan bahwa lokasi optimal adalah Kecamatan Cibedug sebagai
lokasi kantor Pemda Kabupaten Bogor, dengan Kecamatan Cibungbulang, Ciawi
dan Cileungsi sebagai lokasi untuk kantor Pemda pembantu. Untuk bobot jumlah
penduduk, Kecamatan Cibungbulang sebagai lokasi optimal untuk kantor Pemda
Kabupaten Bogor dengan Kecamatan Ciawi, Cileungsi dan Rumpin sebagai lokasi
untuk kantor Pemda pembantu. Sedangkan bobot pengaruh jarak, hasilnya
menunjukkan bahwa lokasi yang meminimumkan jarak untuk dijadikan kantor
Pemda Kabupaten Bogor adalah Kecamatan Ciawi dengan kantor Pemda di
Kecamatan Rumpin, Cileungsi dan Gunung Putri. Sedangkan Kecamatan
Leuwiliang dan Cibungbulang adalah kecamatan yang dipertimbangkan
(underconsideration).
Hasil penelitian Diana (2004) untuk mencari lokasi pusat pemerintahan
yang baik digunakan program komputer Java Applets P-Median Problem sebagai
alat analisis pemilihan lokasi ibukota yang baru. Dengan menggunakan tiga bobot
yang berbeda yaitu bobot jumlah penduduk, bobot luas wilayah dan bobot sama,
22
yaitu sama-sama menunjukkan Kecamatan Wonosobo merupakan lokasi yang
optimal.
Penelitian Siregar (2005) yang bertujuan untuk menganalisis pemilihan
lokasi yang baik untuk pusat pemerintahan Kabupaten Tapanuli Selatan. Dengan
menggunakan bobot jumlah penduduk, hasil perhitungan menunjukkan
Kecamatan Padangsidempuan Timur sebagai lokasi optimal untuk pusat
pemerintahan. Sedangkan untuk bobot pengaruh jarak, hasilnya menunjukkan
bahwa lokasi yang meminimumkan jarak untuk dijadikan pusat pemerintahan
Kabupaten Tapanuli Selatan adalah Kecamatan Padang Bolak. Begitu pula untuk
bobot pengaruh biaya, hasilnya menunjukkan bahwa lokasi yang meminimumkan
biaya untuk dijadikan pusat pemerintahan Kabupaten Tapanuli Selatan adalah
Kecamatan Padang Bolak.
2.6. Kerangka Pemikiran Penelitian
Lokasi pusat pemerintahan merupakan hal yang penting dalam
perencanaan pengembangan wilayah, karena lokasi yang tepat merupakan jaminan
bagi terwujudnya efisiensi baik teknis maupun ekologis. Lokasi pusat
pemerintahan tersebut diharapkan dapat memberikan spread effect yang positif
bagi wilayah-wilayah hinterkandnya. Oleh karenanya, dalam pembangunan
wilayah diperlukan alternatif-alternatif lokasi sebagai pusat pemerintahan agar
tidak terjadi permasalahan-permasalahan di kemudian hari.
Hanafiah (1988) mengemukakan bahwa beberapa pakar telah
mengidentifikasi beberapa keuntungan dari usaha-usaha mengkonsentrasikan
pembangunan. Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain:
23
1. Konsentrasi kegiatan sosial ekonomi akan menciptakan suatu skala
ekonomi, meningkatkan manfaat dan penyebarannya, serta menarik lebih
banyak penduduk.
2. Pusat pelayanan akan lebih berinteraksi dengan wilayahnya melalui pasar,
pasokan pelayanan administrasi dan fasilitas akan menciptakan
kesempatan ekonomi dan kesempatan kerja yang lebih baik.
3. Pusat pelayanan yang mempunyai sarana dan prasarana yang lengkap akan
menarik orang-orang inovatif dan wiraswasta yang mempunyai nilai, sikap
dan tingkah laku yang akan menciptakan lingkungan berkembang lebih
baik.
4. Manfaat investasi di pusat pelayanan akan menciptakan akumulasi modal
untuk pembangunan selanjutnya, menciptakan suatu prinsip perbandingan
keuntungan secara lokal, serta kesempatan yang lebih baik, serta
kesempatan yang lebih baik di kemudian hari melalui pengaruh imbasan.
5. Investasi prasarana bagi pelayanan kepentingan umum akan menarik
berbagai kegiatan ekonomi yang selanjutnya akan menciptakan dasar
pertumbuhan dan perluasan.
6. Konsentrasi fasilitas pelayanan sosial ekonomi menghendaki perbaikan
sarana jalan yang berarti meningkatkan kemudahan ke pusat pelayanan
tersebut.
7. Lokasi yang sama bagi berbagai kegiatan sosial ekonomi dan prasarana,
selain memantapkan interaksi, juga menimbulkan pengaruh komplementer
dan berganda untuk menciptakan pasar baru bagi bahan baku dan barang
setengah jadi secara ekonomi eksternal bagi produsen lain.
24
Pemerintah Kabupaten Kerinci dengan menggunakan Peraturan
Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan
Kriteria Pemekaran dan Penggabungan Daerah ditambah dengan Keputusan
Bupati Kabupaten Kerinci No 471 Tahun 2006 tentang Pemekaran Kecamatan
melakukan pemekaran 6 kecamatan menjadi 17 kecamatan.
Dalam melakukan proses pengembangan wilayah harus memperhatikan
aspek sosial, ekonomi, kapital, dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Dengan demikian diharapkan pengembangan wilayah akan memberikan
kesejahteraan bagi masyarakat dengan asumsi pengembangan wilayah ini akan
meningkatkan output yang selanjutnya disertai peningkatan penerimaan.
Untuk menentukan tingkat optimasi dalam mencari alternatif lokasi pusat
pemerintahan di Kabupaten Kerinci dalam pengembangan wilayah maka dapat
digunakan metode P-Median, dan melihat kelengkapan sarana dan prasarana yang
dimiliki dengan metode skalogram. Kedua metode ini akan disesuaikan dengan
RTRW Kabupaten Kerinci sehingga lokasi pusat pemerintahan yang terpilih akan
menjadi rekomendasi solusi pusat pemerintahan di Kabupaten Kerinci. Kerangka
pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
25
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
Pemilihan Lokasi Pusat Pemerintahan yang Optimal
Kriteria Pusat Pemerintahan 1.Most Accessible 2.Jumlah Penduduk 3.Luas Wilayah
Lokasi Pusat Pemerintahan Terpilih
Rekomendasi
1.Faktor Historis Wilayah 2. Letak Geografis 3.Faktor sosial,politik, dan
budaya
Metode P-Median Metode Skalogram
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kerinci
Kelengkapan Sarana dan Prasarana
Perencanaan Pembangunan Wilayah Kabupaten Kerinci
Pemekaran Wilayah
26
Sampai dengan penelitian ini dilaksanakan, pusat pemerintahan Kabupaten
Kerinci masih berada di Kecamatan Sungai Penuh. Dengan adanya pemekaran
kecamatan di Kabupaten Kerinci maka perlu ditentukan lokasi pusat pemerintahan
yang optimal. Pemilihan lokasi pusat pemerintahan yang optimal sangatlah
penting untuk terwujudnya efisiensi teknis maupun ekonomi.
Apabila dikaitkan dengan lokasi sebagi pusat pemerintahan yang sekaligus
sebagai pusat pertumbuhan, alternatif pemilihan lokasi pusat pemerintahan dan
pertumbuhan yang optimal harus didasarkan pada pemikiran-pemikiran intelektual
yang didasarkan pada keseimbangan berbagai komponen dari sistem sehingga
diperolah hasil akhir yang sesuai perhitungan. Hasil perhitungan ini dapat
dijadikan sebagai analisis kebijakan suatu daerah.
27
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Pemilihan
daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Adapun alasan
pengambilan lokasi tersebut adalah dengan adanya pemekaran kecamatan yang
berada di Kabupaten Kerinci. Bertambah banyaknya jumlah kecamatan ini
memerlukan penetapan suatu lokasi yang akan dijadikan pusat pemerintahan
sehingga segala kegiatan dapat dilaksanakan dengan lancar. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2007 dengan tahapan-tahapan
pengumpulan data, pengolahan data serta penulisan hasil penelitian.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diambil dari instansi yang terkait seperti Kantor Pemerintahan Daerah Kabupaten,
Biro Pusat Statistik, Badan Perencana Pembangunan Daerah, Dinas Tata Ruang
dan instansi terkait lainnya. Data pendukung dari internet, buku, majalah, surat
kabar, dan lain sebagainya.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bobot jumlah
penduduk tiap kecamatan, data bobot luas wilayah tiap kecamatan, data sarana
dan prasarana, dan data jarak dan waktu tempuh dari satu kecamatan ke
kecamatan yang lainnya yang ada di Kabupaten Kerinci.
3.3 Metode Analisis Data
3.3.1 Metode P-Median Algoritma
Dasar metode P-Median Algoritma adalah teorema yang dikembangkan
oleh Hakimi (1964) dalam Rushton (1979) yang menyatakan bahwa titik optimum
28
dari suatu jaringan yang dapat meminimumkan jumlah perkalian jarak-jarak
terpendek dengan bobot dari semua simpul adalah titik yang berasal dari simpul
jaringan tersebut.
Perhitungan masalah P-Median ini diselesaikan dengan menggunakan
program komputer Java applet P-Median Problem, karena program ini dapat
digunakan untuk analisa dengan sejumlah simpul. Dalam metode P-Median ada
dua buah faktor yang perlu dipertimbangkan yaitu faktor jarak antara simpul-
simpul dan faktor bobot simpul yang akan dianalisis. Disamping itu, penentuan
faktor jarak dan bobot tergantung pada tiga hal, yaitu:
1. Masalah apa yang sedang diselidiki.
2. Kelengkapan data yang diperlukan.
3. Pertimbangan lain yang ada hubungannya dengan masalah yang diselidiki.
Adapun yang dimaksud dengan faktor jarak dan bobot dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Minimumkan Z = dwa iji
n
i
m
jij∑∑
== 11
Dimana:
Z = Sekian x km atau sekian x rupiah, yang maknanya adalah semua y dari
semua simpul dengan sekian km untuk mencapai pusat pelayanan.
aij = 1, jika simpul yang dilayani i lebih dekat ke simpul pelayanan j daripada ke
simpul pelayanan lainnya, selain dari itu sama dengan 0.
wi = Bobot dari simpul yang dilayani i.
dij = Jarak terpendek antara simpul yang dilayani (i) dan (j).
m = Jumlah pusat yang dialokasikan.
n = Jumlah jaringan pusat pada jaringan jalan
29
a. Faktor Jarak
Pengertian jarak dalam studi kasus ini erat hubungannya dengan lokasi
suatu tempat dalam ruang. Ada dua pengertian mengenai lokasi, yaitu:
1. Lokasi Absolut, yaitu posisi yang erat kaitannya dengan suatu sistem
jaringan konvensional, atau dinyatakan dengan garis lintang dan garis
bujur astronomis. Pada dasarnya lokasi yang demikian tidak berubah
letaknya dan satuan jarak yang umum dipakai adalah mil, km dan m.
Minsalnya: alamat perusahaan Y.
2. Lokasi Relatif, yaitu posisi yang dinyatakan dalam bentuk jarak atau
diidentikkan dengan salah satu faktor lain. Misalnya kota X terletak 100
km dari kota Y, atau kota X terletak 3 jam perjalanan mobil dari kota Y.
Disamping itu, lokasi relatif dapat pula dinyatakan dalam bentuk karcis
bus atau kereta api.
Banyak cara untuk menyatakan jarak atau lokasi dalam konteks relatif
selain menggunakan unit jarak. Lokasi relatif dapat berubah secara radikal
walaupun lokasi absolutnya tetap konstan.
Berdasarkan uraian diatas serta sesuai dengan studi yang dilakukan,
dimana pembahasannya menyangkut posisi suatu kecamatan berkenaan dengan
lokasi kecamatan lain, berarti pembahasan berada dalam konteks lokasi relatif.
Jarak yang diukur merupakan jarak relatif dalam satuan unit jarak (km).
b. Faktor Bobot
Pengukuran masa dari suatu simpul tertentu tergantung pada masalah yang
sedang diselidiki. Bobot tersebut dapat berbentuk sebagai jumlah penduduk suatu
kota, jumlah komoditi pertanian suatu daerah, jumlah tenaga kerja, pendapatan
30
daerah, produksi suatu pabrik, uang yang beredar, besarnya modal yang
ditanamkan, jumlah keluarga, jumlah kenderaan, jumlah tempat tidur dari suatu
Rumah Sakit, aliran berbagai jenis barang.
Data yang diperlukan untuk analisis P-Median dengan program komputer
Java Applets P-Median Problem ini adalah data sekunder yang terdiri dari:
Data Jarak
Sesuai dengan program yang diinginkan, maka data jarak yang
diberitahukan adalah jarak dari setiap calon pusat ke simpul lain yang jaraknya
paling kecil dari batasan jarak maksimum implisit yang ditentukan. Dalam
penelitian ini jarak yang dipakai adalah jarak antara satu ibukota kecamatan ke
ibukota kecamatan yang lain.
Data Biaya
Sesuai dengan program yang diinginkan, maka data biaya yang
diberitahukan adalah biaya dari setiap calon pusat simpul lain yang biayanya
paling kecil dari batasan biaya maksimum implisit yang ditentukan. Biaya yang
dipakai adalah biaya transportasi dari satu ibukota kecamatan ke ibukota
kecamatan yang lain.
Data Bobot
Bobot simpangan ditentukan oleh besarnya kebutuhan pelayanan.
Pengukuran bobot dari suatu simpangan tersebut sangat tergantung pada
permasalahan yang sedang diselidiki, dalam penelitian ini bobot yang dipakai
adalah jumlah penduduk dan luas wilayah.
31
Data Pusat-Pusat yang Telah Pasti
Lokasi pusat-pusat ini ditentukan pada simpangan yang mempunyai
kebutuhan pelayanan dengan pelayanan bersama mendekati suatu unit, sehingga
dapat diperkirakan bahwa lokasi pelayanan akan berada pada simpul tersebut.
Jumlah Pusat-Pusat yang Dipilih
Jumlah pusat ditentukan oleh jumlah seluruh kebutuhan pusat pelayanan.
Dalam studi kasus Kabupaten Kerinci ini yang dipilih ditentukan oleh simpangan
yang dijadikan alternatif pemilihan ibukota kabupaten.
Program P-Median dapat menentukan dua solusi sekaligus yaitu solusi
yang terbaik dengan mewarnai node dengan warna hijau dan untuk hasil yang
dipertimbangkan (under consideration) dengan lingkaran warna merah pada node.
Metode P-Median tersebut dapat memberikan solusi yang masuk akal dalam
menspesifikasikan grafik yang rumit dan berubah-ubah yang memiliki kurang dari
seratus node dan dilihat sebagai algoritma secara sistematis menghasilkan upper
bound yang terendah dan lower bound yang tertinggi. Dengan metode P-Median
juga dapat menunjukkan suatu lokasi yang most accessible.
Dalam kasus satu dimensi (garis lurus) penentuan lokasi optimal, fungsi
objektif dapat dirumuskan sebagai berikut :
Minimum Z =
Misalkan 0-10 ada jarak antar kantor kecamatan (asumsi lokasi pusat pelayanan
kesehatan), titik iterasi adalah 5 untuk X maka didapat nilai sebagai berikut :
Z=|1-5| + |3-5| + |4-5| + |6-5| + |10-5| = 13
Jika titik iterasi adalah 4 untuk X maka didapat nilai sebagai berikut :
32
Z=|1-4| + |3-4| + |4-4| + |6-4| + |10-4| = 12
Jika titik iterasi adalah 6 untuk X maka didapat nilai sebagai berikut :
Z=|1-6| + |3-6| + |4-6| + |6-6| + |10-6| = 14
Titik Pelayanan
Koordinat Nilai Lokasi
Gambar 3. Lokasi Optimal Satu Dimensi (Garis Lurus)
Jika ia berpindah ke lokasi 6, kemudian sebuah titik koordinat kurang dari
5 (lokasi sebelumnya adalah x) masing-masing akan menyumbangkan satu unit
peningkatan terhadap nilai fungsi objektif. Terdapat tiga macam titik dalam kasus
ini jadi penambahannya terjadi 3 unit. Sebaliknya, semua titik dengan koordinat
lebih besar 6 akan memberikan masing-masing satu unit penurunan terhadap
fungsi. Terdapat dua macam titik, jadi penurunnya terhadap nilai fungsi sebesar
dua unit. Efek keuntungan perpindahan lokasi x dari 5 ke 6 adalah sebuah
peningkatan nilai fungsi objektif dari 13 ke 14 unit. Alternatifnya, sebuah
perpindahan x dari posisi 5 ke 4 akan menyebabkan penurunan masing-masing
satu unit untuk tiga titik pertama dan peningkatan masing-masing satu unit dua
titik.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A B C D E
33
3.3.2 Metode Skalogram
Skalogram merupakan metode paling sederhana karena hanya
menunjukkan daftar dari komponen-komponen pendukungnya. Komponen-
komponen yang dibutuhkan antara lain :
1. Data pemukiman/wilayah yang ditinjau;
2. Jumlah penduduk/populasi masing-masing pemukiman
3. Data fungsi/fasilitas pelayanan yang terdapat pada setiap pemukiman
Contoh matriks skalogram dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Matriks Skalogram
No
Kecamatan Jumlah
Penduduk
Jenis Prasarana ∑ Jenis
Prasarana
∑ Unit
Prasarana
Ranking
SD RSU ... dst
1
2
...
dst
∑ Jenis Prasarana
∑ Unit Prasarana
Penyebaran (%)
Rangking
Dari berbagai sumber
Metode skalogram merupakan metode yang dapat digunakan untuk
mengetahui hierarki pusat pemukiman atau wilayah dan kelembagaan atau
fasilitas pelayanan. Penetapan hierarki pusat pemukiman ataupun fasilitas
pelayanan didasarkan pada jumlah jenis dan jumlah unit sarana dan prasarana
pembangunan ataupun fasilitas pelayanan yang tersedia. Secara umum metode ini
lebih menekankan atas jumlah dan jenis fasilitas dibandingkan dengan kriteria
kualitatif yang menyangkut derajat fungsi sarana-prasarana pembangunan.
34
Penelitian ini memasukkan analisis skalogram karena metode ini dapat
mengetahui hierarki wilayah dengan cepat berdasarkan fasilitas pelayanan yang
tersedia. Tahapan-tahapan metode skalogram, misalnya penyusunan hirarki
peringkat kecamatan-kecamatan dalam suatu kabupaten adalah sebagai berikut :
1. Kecamatan-kecamatan disusun urutannya berdasarkan peringkat jumlah
penduduk.
2. Kemudian kecamatan-kecamatan tersebut disusun urutannya berdasarkan
jumlah jenis fasilitas yang ada pada wilayah tersebut.
3. Fasilitas-fasilitas disusun urutannya berdasarkan jumlah wilayah yang
memiliki jenis fasilitas tersebut.
4. Peringkat jenis fasilitas disusun urutannya berdasarkan jumlah total unit
fasilitas.
5. Kemudian peringkat kecamatan disusun urutannya berdasarkan jumlah
total fasilitas yang dimiliki oleh masing-masing wilayah tersebut.
35
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1 Geografis
4.1.1 Letak Wilayah
Kabupaten Kerinci terletak diantara 01°41’ Lintang Selatan dengan 02°26’
Lintang Selatan dan diantara 108o08’ Bujur Timur sampai dengan 101o50’ Bujur
Timur. Daerah ini beriklim tropis dengan suhu rata-rata 21,7o C. Kabupaten
Kerinci memiliki luas 4.200 Km2 yang terletak di sepanjang Bukit Barisan dan
berada pada ketinggian 500 meter sampai 1500 meter dari permukaan laut, dengan
batas-batas adalah :
• Sebelah Utara : Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat
• Sebelah Selatan : Kabupaten Merangin Provinsi Jambi
• Sebelah Timur : Kabupaten Bangko Provinsi Jambi
• Sebelah Barat : -Kabupaten Bengkulu Utara Prop. Bengkulu
-Kabupaten Pesisir Selatan Prop. Sumatera Barat
Dibawah ini adalah Peta Administrasi Kabupaten Kerinci.
4.1.2 Topografi dan Morfologi
Wilayah Kabupaten Kerinci merupakan daerah pegunungan yang
membentang dari Gunung Kerinci sampai Gunung Raya sebagian besar (98,44%)
berada pada ketinggian 500 m-3805m dpl merupakan bagian dari bukit barisan.
Karakter wilayah bergelombang dan berbukit-bukit membetuk eclave yang sangat
luas dan sebagian ditutupi hutan lebat yang alami. Sebagian wilayah (81,22%)
Kabupaten Kerinci terletak pada ketinggian di atas 1000 m dpl. Daerah ketinggian
500 m – 1000 m dpl seluas 72.246 Ha. Sedangkan yang berada di bawah 500 m
36
dpl hanya 6.636 m dpl terdapat di Kecamatan Gunung Raya dan Batang
Merangin.
Secara umum wilayah Kabupaten Kerinci dapat dikelompokkan dalam
beberapa satuan morfolagi yaitu daratan, perbukitan yang bergelombang halus
sampai sedang dan pegunungan. Dari bentuk morfologinya dan penyebaran
batuannya, maka orientas kearah utara akan dijumpai morfologi yang lebih tinggi
yaitu morfologi perbukitan gelombang sampai pegunungan, yang diikuti dengan
variasi dan jenis batuan yang ada, sedangkan pada orientas ke arah selatan akan
dijumpai morfologi dataran rendah dan batuan yang relatif sejenis.
4.1.3 Jenis dan Tata Guna Tanah
Jenis tanah yang terdapat di wilayah Kabupaten Kerinci terbagi atas 6
(enam) jenis tanah yaitu Andosol, Latosol, Podsolik, Alluvial, Podsolik-Latosol
dan Latosol serta jenis tanah komplek Latosol-Litosol. Dari sisi penyebarannya
jenis tanah yang mendominasi adalah Andosol dengan wilayah penyebaran seluas
(275.755 Ha atau 65,65%), Latosol (88.704 Ha atau 21,12%), Podsolik (28.761
Ha atau 6,85%), alluvial (11.200 Ha atau 2,67%), Campuran Podsolik-Latosol dan
Litosol (12.975 Ha atau 3,09%), serta Campuran Latosol dengan Litosol (2.605
Ha atau 0,62%).
Jenis tanah alluvial merupakan tanah yang baru berkembang yang
dimanfaatkan untuk usaha pertanian dan terdapat pada daerah endapan sungai atau
daerah rawa-rawa tertentu dan tanah alluvial yang berasal dari alluvium umumnya
merupakan tanah subur yang cocok untuk lahan pertanian.
Perkembangan tanah untuk budi daya selama lima tahun terakhir akibat
dari perekonomian global dan fluktuasi harga komoditi pertanaian dan jenis tanah
37
sawah turun rata-rata per tahun sebesar 0,9 persen dari luas lahan pertanaian,
tegalan naik 0,82% dari luas tanah pertanian, pekarangan naik 0,31 persen.
4.1.4 Hidrologi
Potensi sumber daya air di Kabupaten Kerinci sangat berlimpah, hal ini
disebabkan oleh letaknya di dataran tinggi dengan topografi pegunungan dan
hutan lebat, umumnya sungai dan anak sungai bermuara di Danau Kerinci,
kemudian mengalir sampai Pantai Timur Jambi. Sungai yang terbesar adalah
sungai Bantang Merangin yang mengalir melalui Danau Kerinci.
Sungai lain yang terdapat di Kabupaten Kerinci adalah Sungai Sakai,
Sungai Rumpun, Sungai Tanduk, Sungai Cibudak, Sungai Dadap, Sungai Tutup,
dll. Yang menjadi permasalahan adalah daerah aliran sungai (DAS) yang
melewati wilayah Kabupaten Kerinci sudah mengalami pencemaran dan
kerusakan akibat penebangan hutan, sehingga pada musim hujan banyak massa
tanah hanyut (erosi) dan mengakibatkan kedangkalan sungai dan mempengaruhi
kadar kapur, kolloid tanah liat humus tersuspensi di dalam tanah.
Potensi air lainnya di Kabupaten Kerinci juga terdapat danau antara lain,
Danau Kerinci, Danau Gunung Tujuh, Danau Lingkat, Danau Belibis dan danau-
danau kecil lainnya yang berpotensi untuk produk air mineral dan pembangkit
tenaga listrik PLTA.
4.2 Kondisi Sosial Budaya
4.2.1. Kependudukan
Pada tahun 1990 penduduk Kabupaten Kerinci berjumlah 280.017 jiwa
dan tahun 2005 meningkat menjadi 308.785 jiwa. Dalam kurun waktu 1990-2005
penduduk Kabupaten Kerinci meningkat menjadi 28.768 jiwa atau rata-rata 0,68%
38
per tahun. Sementara pada tahun 2006 jumlah penduduk Kabupaten Kerinci sudah
mencapai 311.354 jiwa.
Tabel 3. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Kerinci Tahun 2000-2006
Tahun Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Pertumbuhan
(%) Laki-Laki Perempuan 2000 146.986 148.054 295.040 0,53 2001 148.421 149.033 297.454 0,82 2002 149.729 150.644 300.370 0,98 2003 149.979 152.830 302.809 0,81 2004 151.187 154.056 305.243 0,80 2005 152.954 155.831 308.785 1,16 2006 154.227 154.127 311.354 0,83 Sumber : BPS, Kabupaten Kerinci dalam Angka 2006
Melalui perbandingan jumlah penduduk dan luas wilayah, sampai tahun
2005 kepadatan penduduk di Kabupaten Kerinci adalah 120 jiwa/Km2. Pada tahun
2006 kepadatan tertinggi terdapat di Kecamatan Pesisir Bukit yaitu 784 jiwa/Km2
dan kepadatan terendah terdapat di Kecamatan Gunung Raya 20 jiwa/Km2. Pada
umumnya penyebaran penduduk di wilayah Kabupaten Kerinci tidak merata.
39
Tabel 4. Kepadatan Penduduk Dirinci per Kecamatan di Kabupaten Kerinci Tahun 2006
No Kecamatan Jumlah
Penduduk Luas (Km2) Kepadatan
(jiwa/Km2) 1 Gunung Raya 15.059 743,85 20 2 Batang Merangin 22.560 565,1 40 3 Keliling Danau 21.999 303,2 73 4 Danau Kerinci 15.968 297,3 54 5 Sitinjau Laut 13.940 39,5 353 6 Tanah Kampung 8.280 11 753 7 Sungai Penuh 32.794 191,77 171 8 Hamparan Rawang 13.087 21,64 605 9 Pesisir Bukit 16.533 21,1 784 10 Kumun Debai 8.715 142 62 11 Air Hangat 21.129 222,21 95 12 Air Hangat Timur 17.712 151,52 117 13 Depati Tujuh 14.660 25,8 568 14 Gunung Kerinci 11.441 444,76 26 15 Siulak 30.014 590,2 51 16 Kayu Aro 35.725 266,55 134 17 Gunung Tujuh 11.738 162,5 72 Total 311.354 4.200 74 Sumber : BPS, Kabupaten Kerinci dalam Angka 2006
4.2.2. Ketenagakerjaan
Data penduduk berdasarkan kelompok umur menggambarkan banyaknya
usia produktif dan non produktif dalam suatu wilayah. Usia produktif atau usia
angkatan kerja dapat digolongkan dari usia 15 sampai 54 tahun sedangkan
kelompok usia non produktif dari 0 tahun sampai 14 tahun dan usia 55 tahun ke
atas. Untuk Kabupaten Kerinci, usia non produktif berjumlah 121.308 jiwa atau
38,96, sedangkan usia produktif berjumlah 190.046 jiwa atau 61%. Berikut adalah
Tabel Jumlah pencari kerja menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Kerinci
Tahun 2006.
40
Tabel 5. Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan Di Kabupaten Kerinci Tahun 2006
No Tingkat Pendidikan Pencari Kerja Total
Laki-Laki Perempuan 1 Tidak Tamat SD 0 0 0 2 SD Sederajat 26 27 53 3 S M T P 66 15 81 4 S M T A a. SMA/SMU 298 81 379 b. STM 55 5 60 c. SMEA 62 50 112 d. SPMA 31 19 50 e. SMTA Lainnya 190 84 274 5 Sarjana Muda (D1/D2) 210 232 442 6 Sarjana Muda (D3) 162 160 322 7 Sarjana Penuh (S1) 637 562 1.199 Jumlah Total 1.737 1.235 2.972 Sumber : BPS, Kabupaten Kerinci Dalam Angka 2006
Tenaga kerja di Kabupaten Kerinci relative tersedia baik dari segi
kuantitas dan kualitas. Berdasarkan table di atas, jumlah pencari kerja sebagian
besar berpendidikan sarjana penuh (S1) sebanyak 40,34 persen. Tenaga kerja yang
berpendidikan SMTA berjumlah 16,60 persen, berpendidikan SMTP (2,7%).
Sedangkan yang berpendidikan Sekolah Dasar berjumlah 1.8 persen.
4.2.3 Pendidikan
Kesadaran dan kemampuan masyarakat Kabupaten Kerinci dalam
pendidikan relatif lebih baik dibandingkan dengan daerah-daerah dengan
kateristik serupa di wilayah ekitarnya. Hal ini terlihat dari relatif tingginya
partisipasi pendidikan di kabupaten ini, yang diidikasikan dari semakin tingginya
pendidikan maka semakin tinggi pula tingkat partisipasi di dalam mengikuti
jenjang pendidikan.
Tingginya tingkat partisipasi pendidikan ini dimungkinkan karena
beberapa faktor, diantaranya adalah rasio murid terhadap guru. Dalam tabel 6
41
dapat dilihat rasio murid dan guru dari tingkat pendidikan TK sampai dengan
SMA di Kabupaten Kerinci.
Tabel 6. Rasio Murid Terhadap Guru di Kabupaten Kerinci Tahun 2006
No Tingkat Pendidikan Murid Rasio Murid Terhadap Guru 1 Taman Kanak-Kanak 2.919 8 2 Sekolah Dasar 54.033 15 3 S M P 14.918 8 4 S M A 10.629 9 Sumber : BPS, Kabupaten Kerinci Dalam Angka 2006
4.2.4 Kesehatan
Sarana kesehatan yang ada di Kabupaten Kerinci mengandalkan dari
ketersediaan sarana pelayanan kesehatan setingkat Puskesmas Pembantu. Hal ini
merupakan salah satu strategi pemerintah dalam mengantisipasi kesulitan medan
yang ada di Kabupaten Kerinci. Dominannya Puskesmas pembantu atau Pustu di
Kerinci terlihat dari jumlahnya yang mencapai 50 buah dan tersebar di seluruh
kecamatan di Kabupaten Kerinci. Selain itu dokter-dokter praktek masih
terkonsentrasi di ibukota Kabupaten yaitu di Kecamatan Sungai Penuh.
4.3 Perekonomian Wilayah
4.3.1 Perkembangan PDRB / Kapita
Struktur perekonomian suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya
peranan sektor-sektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. Struktur
yang terbentuk dari nilai tambah yang diciptakan oleh masing-masing sektor
tersebut menggambarkan ketergantungan suatu daerah terhadap kemampuan
berproduksi dari masing-masing sektor. Perekonomian Kabupaten Kerinci
didukung oleh empat sektor unggulan yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan,
pengangkutan/ komunikasi, dan jasa. Berikut adalah tingkat kemampuan ekonomi
42
Kabupaten Kerinci dalam hal Produk Domestik Regional Bruto Harga Berlaku
(PDRB HB).
Tabel 7. Produk Domestik Regional Bruto Harga Berlaku (PDRB HB) 2006
No Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa)
Jumlah PDRB HB
1 Gunung Raya 15.059 98.530.896.339 2 Batang Merangin 22.560 89.956.035.068 3 Danau Kerinci 15.968 32.842.870.065 4 Keliling Danau 21.999 52.029.137.578 5 Sungai Penuh 31.921 233.060.193.361 6 Hamparan Rawang 13.087 34.578.978.656 7 Sitinjau Laut 13.940 88.435.142.356 8 Air Hangat 21.129 75.268.620.319 9 Air Hangat Timur 17.712 43.161.750.932 10 Gunung Kerinci 11.441 123.207.583.945 11 Kayu Aro 35.725 232.089.748.793 12 Kumun Debai 8.715 29.963.827.072 13 Tanah Kampung 8.280 47.392.834.272 14 Pesisir Bukit 16.533 72.252.461.355 Jumlah 1.252.770.080.111 Rata-Rata 89.483.577.151
Sumber : BPS Kabupaten Kerinci 2006, www.kerincikab.go.id (Kecamatan Depati Tujuh, Siulak, dan Gunung Tujuh tidak ada data) Rata-rata pertumbuhan ekonomi kecamatan di Kabupaten Kerinci adalah
5,31 persen lebih besar dari laju pertumbuhan Kabupaten Kerinci sendiri terhadap
Provinsi Jambi yang hanya mencapai 5,01 persen. Kecamatan Kayu Aro memiliki
laju pertumbuhan yang paling tinggi diantara kecamatan lainnya. Hal ini
disebabkan di wilayah tersebut terdapat perkebunan teh yang sangat besar dan
lahan persawahan irigasi yang cukup luas. Kecamatan lain yang memiliki laju
pertumbuhan tinggi adalah kecamatan Sungai Penuh dan Pesisir Bukit. Laju
pertumbuhan ekonomi kecamatan di Kabupaten Kerinci dapat dilihat pada Tabel
8.
43
Tabel 8. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan di Kabupaten Kerinci 2006 No Kecamatan Laju Pertumbuhan (LPE) 1 Gunung Raya 6,0 2 Batang Merangin 5,8 3 Danau Kerinci 4,5 4 Keliling Danau 4,9 5 Sungai Penuh 6,3 6 Hamparan Rawang 4,5 7 Sitinjau Laut 4,6 8 Air Hangat 4,9 9 Air Hangat Timur 5,3 10 Gunung Kerinci 5,0 11 Kayu Aro 6,5 12 Kumun Debai 5,2 13 Tanah Kampung 4,8 14 Pesisir Bukit 6,1 Rata-Rata 5,31 Sumber : Bappeda Kabupaten Kerinci 2006 (Kecamatan Depati Tujuh, Siulak, dan Gunung Tujuh tidak ada data) PDRB Per-kapita Kabupaten Kerinci atas harga berlaku meningkat dari Rp
3.391.206,45 pada tahun 2000 dengan rata-rata per bulan Rp 282.600,53 menjadi
sebesar Rp 3.891.839,1 atau sebesar Rp 324.319,92 per bulan pada tahun 2001, pada
tahun 2002 meningkat lagi menjadi Rp 4.770.055,59 atau sebesar Rp 397.504,63 per-
bulan. Sedangkan tahun 2003 meningkat menjadi Rp 477.83,35, dan pada tahun 2004
PDRB per-kapita mencapai Rp 6.523.996,15 dengan rata-rata per bulan Rp
543.666,34, akhirnya pada tahun 2005 PDRB perkapita mencapai Rp 7.456.251,38.
Perkembangan PDRB /Kapita di atas menjadikan pertumbuhan PDRB per-
Kapita meningkat sebesar 14,76 persen pada tahun 2001, meningkat sebesar 22, 57
persen pada tahun 2002, meningkat sebesar 20,22 persen pada tahun 2003 dan pada
tahun 2004 ini meningkat lagi sebesar 13,77 persen. Sedangkan PDRB per-kapita
Kabupaten Kerinci atas harga konstan 2000 meningkat dari Rp 3.391.2006,45 pada
tahun 2000 menjadi sebesar Rp 4.493.634,32 pada tahun 2002, pada tahun 2002
meningkat lagi menjadi Rp 3.627.223,63 dan tahun 2003 meningkat menjadi Rp
44
3.752.777,55, sedangkan pada tahun 2004 ini meningkat 3.902.424,90.
Perkembangan ini menjadikan peertumbuhan PDRB per-kapita meningkat sebesar
3,82 persen pada tahun 2002 dan 3,46 persen pada tahun 2003 dan 3,99 persen pada
tahun 2004.
4.3.2 Keuangan Daerah Jenis pendapatan yang menyusun penerimaan asli daerah Kabupaten
Kerinci terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba BUMN dan
pendapatan lainnya. Pada tahun 2005 total pendapatan asli daerah sebesar Rp
11.234.833.734,38 mengalami kenaikan sebesar 22,39 persen dibandingkan tahun
2004, kenaikan juga terjadi pada komponen pendapatan lainnya yaitu retribusi
daerah 63,83 dan bagian laba BUMN sebesar 11,92 persen. Dana Alokasi Umum
(DAU) kabupaten Kerinci sebesar Rp. 193.116.000.000 sedangkan Dana Alokasi
Khusus (DAK) sebesar Rp. 13.458.268.000yang dialokasikan untuk dana alokasi
khusus reboisasi sebesar Rp. 738.268.000 dan dana alokasi khusus non reboisasi
sebesar Rp. 12.720.000.000.
Penerimaan keuangan pemerintah daerah Kabupaten Kerinci dari PBB saat
ini adalah dari sisi penerimaan masih mengandalkan sumber pendapatan dari
sektor pertanian, dari pertambangan dan bahan galian. Secara lebih lengkap dapat
dilihat pada realisasi pemasukan PBB tahun 2006 yang terdiri dari sektor
perkotaan, perdesaan, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan. Ketiga sektor
tersebut yang paling memberikan kontribusi terbesar adalah sektor pertambangan,
yaitu sebesar Rp 16.076.240.873 dari total jumlah penerimaan yang sebesar Rp
17.616.772.362.
45
Akan tetapi jumlah penerimaan yang lebih besar berasal dari penerimaan
pajak (berdasar data tahun 2006) yang berasal dari pajak Penerangan Jalan
sebesar Rp 2.210.766.435 dan pajak Hotel dan Restoran sebesar Rp 224.005.765
dari total penerimaan pajak tahun 2006 sebesar Rp 4.289.858.342,7
Sumber pendapatan daerah yang lain adalah retribusi daerah. Retribusi
daerah pada tahun 2006 yang besar adalah pada jenis retribusi SHP sebesar Rp
459.292.490 selain itu adalah retribusi pasar sebesar Rp 421.182.700 dan retribusi
Leges sebesar Rp 237.402.300. Jenis retribusi yang belum dapat dioptimalkan
adalah retribusi hiburan, reklame, parkir, tempat penginapan, dan izin gangguan.
Padahal jenis retribusi tersebut paling banyak dinikmati oleh golongan masyarakat
menengah ke atas yang notabene memiliki kondisi keuangan yang relatif lebih
baik.
Pendapatan daerah berikutnya adalah dari bagian laba BUMD dan
pendapatan lainnya. Bagian laba BUMD berasal dari BPD sebesar Rp
1.181.884.582,56 sedangkan pendapatan lainnya adalah Jasa Giro dan penerimaan
lainnya sebesar Rp 2.383.488.764,85.
46
V. RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KERINCI
5.1 Dasar Pertimbangan, Tujuan, dan Sasaran Tata Ruang Wilayah Kabupaten
5.1.1 Dasar Pertimbangan Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Berdasarkan hasil kajian terhadap faktor-faktor eksternal (determinan) dan
faktor internal (potensi dan masalah) terkait Kabupaten Kerinci, maka didapat 5
(lima) faktor penting yang harus menjadi bahan pokok-pokok pertimbangan
perencanaan Kabupaten Kerinci pada masa yang akan datang, yaitu :
1. Peluang eksternal bisa dimanfaatkan untuk mengatasi keterisolasian
Kabupaten Kerinci.
2. Posisi penting Kabupaten Kerinci sebagai hulu DAS Batanghari, memiliki
beberapa DAS lainnya, serta memiliki separuh kawasan lindung (TNKS)
menjadikan Kabupaten Kerinci diarahkan menjadi fungsi konservasi.
3. Perlunya evaluasi dan kontrol penggunaan lahan budidaya untuk
kepentingan fungsi resapan air dan mitigasi bencana alam.
4. Pertimbangan rawan bencana dalam pengembangan sarana dan prasarana
wilayah/perkotaan terkait dengan sebaran penduduk.
5. Mengarahkan kegiatan ekonomi prospektif sesuai daya dukung lingkungan
(contoh : Pariwisata, Perkebunan, Perikanan Darat, Pertanian Lahan Basah
dan Kering sebagai konpensasi konservasi lahan).
5.1.2 Tujuan Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Tujuan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten adalah mewujudkan
ruang wilayah kabupaten yang berkualitas, serasi, optimal sesuai dengan
kebijaksanaan pembangunan daerah serta sesuai dengan kebutuhan pembangunan
47
dan kemampuan daya dukung lingkungan. Lebih lanjut tujuan tata ruang wilayah
kabupaten adalah :
1. Terlaksananya perencanaan tata ruang secara terpadu dan
menyeluruh.
2. Terwujudnya tertib pemanfaatan ruang.
3. Terselenggaranya pengendalian pemanfaatan ruang.
5.1.3 Sasaran Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Sasaran perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten Kerinci adalah sebagai
berikut :
1. Terumuskannya pengelolaan kawasan berfungsi lindung dan budidaya.
2. Terumuskannya pengelolaan kawasan pedesaan perkotaan dan kawasan
tertentu.
3. Tersusunnya sistem prasarana wilayah yang meliputi prasarana
transportasi, pengairan, energi/listrik, telekomunikasi, prasarana
pengelolaan lingkungan.
4. Terumuskannya pengembangan kawasan-kawasan yang perlu di
proritaskan pengembangannya selama jangka waktu rencana.
5. Tersusunnya penatagunaan lahan/tanah, air, udara, hutan, mineral dan
sumber daya alam lainnya.
5.2 Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang
5.2.1 Rencana Struktur Ruang
Arahan struktur tata ruang wilayah Kabupaten Kerinci merupakan arah
garis besar pola pemanfaatan ruang wilayah yang diinginkan di masa mendatang
sebagai pengejewantahan visi pembangunan daerah dikaitkan dengan potensi dan
48
masalah pembangunan wilayah. Dalam rencana struktur tata ruang yang sangat
terkait adalah sistem pusat-pusat permukiman/perkotaan yang dikaitkan dengan
sistem rencana jaringan prasarana.
5.2.2 Rencana Pola Pemanfaatan Ruang
Pembahasan rencana pengembangan kawasan budidaya akan meliputi
uraian tentang beberapa aspek yang berkaitan dengan pembudidayaan kawasan
yang meliputi kawasan pertanian, kawasan perkebunan, kawasan perikanan,
kawasan pertambangan, kawasan perindusterian, kawasan pariwisata, kawasan
pemukiman pedesaan, kawasan permukiman perkotaan dan kawasan lainnya yang
masih berkaitan dengan kegiatan budidaya. Adapun untuk menentukan suatu
kawasan, harus diperhatikan kesesuain lahan bagi suatu kegiatan dengan
memperhatikan faktor-faktor fisik dasar, yaitu faktor kemiringan lahan, ketinggian
tempat, jenis tanah dan kawasan.
Konsep pengembangan pola pengembangan pola pemanfaatan ruang
wilayah kabupaten terbagi dalam :
1. Zona Kawasan Lindung (Taman Nasional Kerinci Seblat).
2. Zona Kawasan Penyangga (Perkebunan Tanaman Keras, Hutan
Kemasyarakatan).
3. Zona Budidaya Non Pertanian ( Permukiman, Industri, Pusat Kota, Sarana
dan Prasarana, dll).
4. Zona Budidaya Pertanian (Pertanian Lahan Basah, Pertanian Lahan
Kering, Kebun campuran, dll).
5. Zona Kawasan Perlindungan Setempat : Merupakan zona kawasan buffer
terhadap sungai dan danau.
49
6. Kawasan Budidaya Sumber Daya Air (Perikanan Darat dan Danau).
5.3 Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya
5.3.1 Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung
Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
menjaga kelestarian lingkungan hidup yang mencangkup sumberdaya alam,
budaya dan sejarah bangsa untuk kepentingan berlangsungnya pembangunan yang
berkelanjutan. Kawasan lindung harus dilindungi dari kegiatan-kegiatan produksi
dan kegiatan manusia yang lainnya yang dapat merusak kelestarian lingkungan
kawasan. Untuk penentuan arahan kebijakan dalam pemanfaatan kawasan lindung
perlu terlebih dahulu dikenali tujuan dan sasaran pemanfaatan kawasan tersebut.
Secara umum tujuannya adalah mengurangi resiko kawasan lingkungan hidup dan
kehidupan sebagai akibat dari kegiatan pembangunan. Sedangkan sasarannya
adalah :
1. Meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air dan iklim (hidro-
orologis).
2. Mempertahankan keanekaragaman flora, fauna dan tipe ekosistem serta
keunikan alam.
Kebijaksanaan pengembangan pada kawasan pada kawasan lindung adalah
sebagai berikut :
1. Daerah dengan fungsi sebagai suaka alam harus benar-benar dan tidak
boleh ada kegiatan lain pada daerah tersebut, kecuali kegiatan yang
bersifat untuk menjaga fungsi kawasan tersebut.
2. Kawasan dengan fungsi sebagai kawasan lindung (sempadan sungai,
sempadan danau/waduk, kawasan dengan faktor pembatas
50
lereng/ketinggian) dimanfaatkan dengan tanaman yang berfungsi untuk
reboisasi.
5.3.2 Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya
Arahan pengembangan kawasan budidaya dibagi menjadi dua bagian,
yaitu (1) Kawasan Budidaya Pertanian yang terdiri dari tanaman pangan lahan
kering, tanaman pangan lahan basah, tanaman tahunan/tanaman keras, kawasan
perkebunan, kawasan hutan produksi pola partisipasi masyarakat, dan kawsan
penyangga/buffer; (2) Kawasan Budidaya Non-Pertanian yang terdiri dari
kawasan permukiman (permukiman perkotaan dan permukiman pedesaan),
kawasan pariwisata, kawasan perindusterian, kawasan penambangan dan bahan
galian.
5.4 Rencana Pengelolaan Kawasan Perkotaan, Pedesaan dan Kawasan Tertentu
5.4.1 Rencana Pengelolaan Kawasan Perkotaan
Dalam struktur tata ruang wilayah kabupaten keberadaan kota-kota perlu
dilihat keterkaitannya dalam konteks wilayah Kabupaten Kerinci sendiri maupun
wilayah sekitarnya, baik secara spasial maupun fungsional. Pola pengembangan
sistem kota-kota ini mencangkup arahan mengenai hirarki kota, fungsi kota,
arahan kebijaksanaan dan strategi pengembangan kota-kota. Oleh karena itu
dalam mengembangkan kota-kota di Kabupaten Kerinci baik hirarki maupun
fungsinya, arah kebijaksanaan pengembangan masing-masing hirarki kota adalah :
1. Pengembangan Kota Hirarki I (Kota Sungai Penuh).
2. Pengembangan Kota Hirarki II ( Kota Semurup, Sanggaran Agung, Jujun,
Siulak Deras, Batang Sangir dan Tamiai ).
51
3. Pengembangan Kota Hirarki III ( Kota Lempur, Hiang, Rawang, Siulak,
Pelompek, Kumun, Tanah Kampung, Sungai Tutung, Koto Tuo dan
Sungai Liuk ).
Tabel 9. Pembagian Perwilayahan Pengembangan Kabupaten Kerinci
No WP/Sub WP
Pusat WP/Sub Pusat WP
Lingkup Wilayah Kecamatan
1 A A1 A2
Sungai Penuh Semurup Senggaran Agung
Sungai Penuh, Hamparan Rawang, Tanah Kampung, Kumun Debai, Pesisir Bukit, Air Hangat Timur, Air Hangat, Sitinjau Laut, Danau Kerinci, Depati Tujuh
2 B B1 B2
Jujun Lempur Tamiai
Batang Merangin, Gunung Raya
3 C C1 C2
Siulak Deras Siulak Deras Batang Sangir
Gunung Kerinci, Kayu Aro, Gunung Tujuh, Siulak
Sumber : RTRW Kabupaten Kerinci 2006-2016
5.4.2 Rencana Pengelolaan Kawasan Pedesaan
Kawasan pedesaan di Kabupaten Kerinci yang mempunyai kecenderungan
untuk dapat dikembangkan menjadi sentra-sentra produksi komoditi andalan
sehingga dapat lebih meningkatkan hubungan/keterkaitan fungsional diantara
kawasan-kawasan tersebut serta keterkaitannya dengan sistem jaringan prasarana
transportasi dan sarana wilayah lainnya dalam mewujudkan tujuan penataan ruang
wilayah Kabupaten Kerinci yang ditetapkan. Hirarki dan arahan pengembangan
perkotaan dan pedesaan dapat dilihat pada Lampiran Tabel 2.
5.4.3 Rencana Pengelolaan Kawasan Tertentu
Pengelolaan kawasan tertentu yang dimaksud dalam wilayah Kabupaten
Kerinci adalah Kawsan Lindung (Taman Nasional Kerinci Seblat). Sesuai dengan
SK Menhutbun No. 901/KPTS2/I/99, bahwa luas TNKS yang ada di Kabupaten
52
Kerinci adalah 215.000 Ha. Sesuai dengan fungsi TNKS tersebut, maka bentuk
pengelolaan TNKS ini sebagai kawasan tertentu yang merupakan kawasan
perlindungan berskala nasional, dititikberatkan pada upaya pelestarian alam atau
mempertahankan aset alam konservasi. Kawasan lain sebagai kawasan tertentu
adalah kawasan rawan bencana, mengingat Kabupaten Kerinci memiliki fisik dan
geomorfologi yang rentan terhadap bencana alam : gempa, longsor, banjir dan
gunung berapi.
5.5 Rencana Sistem Prasarana
5.5.1 Sistem Transportasi
Masalah transportasi merupakan salah satu yang dijumpai di Kabupaten
Kerinci yaitu masih rendahnya kualitas prasarana transportasi terutama jaringan
jalan yang menghubungkan antar wilayah Kerinci dengan Kabupaten Merangin
maupun Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Solok Sumatera Barat.
Masalah utama yang terjadi adalah kondisi alam yang berbukit-bukit dangan
medan yang berat dan rawan longsor serta keterbatasan pengembangan prasarana
jalan dengan adanya kawasan TNKS.
Alternatif pengembangan prasarana transportasi ini adalah
mengembangkan terminal angkutan regional maupun lokal di tiap-tiap sentra
pelayanan khususnya kota-kota kecamatan sesuai dengan fungsi dan posisinya
dalam jenjang pelayanan. Pengaktifan kembali lapangan terbang Depati Parbo
untuk mendukung kegiatan usaha potensial dan kepariwisataan di Kabupaten
Kerinci sangat diharapakan, namun sampai saat ini belum terealisasi.
53
5.5.2 Sistem Telekomunikasi
Rencana sistem telekomunikasi terkait dengan kebutuhan pada tahun ke
depan. Berdaarkan proyeksi penduduk pada tahun 2016 dan kebutuhan sarana
telekomunikasi pada tahun tersebut maka terdapat beberapa korelasi berikut ini :
1. Kebutuhan total rumah tangga mencapai 16.000 SST dan akan
terkonsentrasi di kawasan Perkotaan Sungai Penuh, Koto Tuo, dan Siulak
Deras.
2. Untuk wilayah-wilayah yang belum terjangkau oleh fixed-phone, dapat
menggunakan jaringan selular yang bersifat mobile dan wireless.
Untuk rencana jaringan telepon tetap, jaringan mengikuti jaringan jalan
kolektor primer, yaitu : Sungai Penuh – Koto Tuo – Semurup – Siulak – Siulak
Deras – Batang Sangir – Pelompek. Selain itu ada juga jaringan jalan lain adalah
Sungai Penuh – Sanggaran Agung – Tamiai dan Sungai Penuh – Kumun – Jujun –
Lempur. Jaringan telepon yang mengikuti jaringan jalan lokal adalah semurup –
Sungai Liuk – Koto Tuo – Sungai Tutung.
5.5.3 Sistem Energi
Untuk memenuhi kebutuhan listrik maka arahan dasarnya adalah
pembangunan pembangkit dan infrastruktur listrik di masa datang menjadi
prioritas agar dapat mendukung kebutuhan ekonomi masyarakat. Keterbatasan
kapasitas produksi dan kenaikan harga BBM khususnya minyak solar sebagai
bahan baku PLTD perlu disikapi dengan alternatif energi seperti batubara, mikro
hidro, panas matahari, dll.
54
Sumber energi listrik alternatif yang potensial di Kabupaten Kerinci adalah
energi listrik tenaga air. Menurut laporan RUKD Kabupaten Kerinci 2004, ada
beberapa alternatif energi, yaitu :
1. Tenaga Air
Tenaga air di Kabuapaten Kerinci merupakan sumber energi yang paling
potensial karena curah hujan yang cukup tinggi (2.561 mm/tahun) serta
ketersediaan air terjun dan sungai yang cukup banyak.
2. Panas Bumi
Energi panas bumi yang ada di Desa Lempur Kecamatan Gunung Raya
dan Desa Semurup Kecamatan Air Hangat.
3. Batubara
Deposit batubara di Kabupaten Kerinci dapat ditemui di kecamatan
Sitinjau Laut. Penggunaan batubara ini labih murah dan mudah walaupun
terkompensasi dengan polusi udara yang cukup masif.
Pengembangan rencana listrik yang paling memungkinkan adalah
pengembangan sumber tenaga listrik di seluruh kawasan, yaitu air terjun bedeng,
pancuran aro dan batu namora yang terletak di Kecamatan Batang Merangin. Hal
ini diperlukan karena keterbatasan penyediaan listrik dari PLTD selain terkendala
dengan semakin meningkatnya harga BBM.
5.5.4 Sistem Pengelolaan Lingkungan
Rencana sistem pengelolaan lingkungan adalah pengelolaan sampah dan
instalasi pengolahan air limbah. Untuk pengelolaan sampah telah terdapat satu
Tempat Pembuangan Akhir Sampah di Kecamatan Danau Kerinci. Penempatan
55
ini tidak begitu baik, karena berdekatan dengan Danau Kerinci, karena secara
ekologis akan menganggu ekosistem sungai.
Beberapa alternatif lokasi yang diarahkan sebagai lokasi TPA adalah di
satu di setiap wilayah pengembangan. Untuk wilayah pengembangan A, yang
terdiri dari Kecamatan Air Hangat, Danau Kerinci, Sitijau Laut, Air Hangat
Timur, Kumun Debai, dan Sungai Penuh. Alokasi TPA diletakkan di Kecamatan
Sitinjau Laut. Untuk Wilayah Pengembangan B, yang terdiri dari Kecamatan
Gunung Raya dan Batang Merangin, alokasi TPA diletakkan di Kecamatan
Gunung Raya da sekitar Lempur. Untuk wilayah pengembangan C yang terdiri
dari Keamatan Kayu Aro, Gunung Tujuh, dan Gunung Kerinci, alokasi TPA dapat
dialokasikan di Kecamatan kayu Aro.
5.6 Rencana Pengembangan Kawasan Strategis
Dalam rangka menyiapkan investasi pengembangan yang bersifat lokal
maupun regional di dalam wilayah Kabupaten Kerinci merupakan aspek penting
dalam penataan ruang wilayah kabupaten, sehingga perlu menetapkan kawasan
yang strategis arat kawasan prioritas. Pengembangan kawasan prioritas pada
dasarnya mengacu pada kepentingan sektor/ subsektor atau permasalahan yang
mendesak penanganannya.
Berdasarkan kecenderungan, pengaruh dan perkembangan dampak yang
ditimbulkannya, maka kawasan prioritas dapat dikelompokkan atas 2 tingkatan,
yaitu tingkat regional/nasional dan tingkat sub regional dengan penyebarannya
sebagai berikut :
56
1. Kawasan Tingkat Regional/Nasional
Kawasan prioritas yang potensi dan persoalannya mempunyai pengaruh
dan kepentingan ditingkat regional provinsi, antar provinsi dan nasional
2. Kawasan Tingkat Sub-Regional
Kawasan prioritas yang didalamnya mempunyai pengaruh dan
kepentingan di tingkat lokal kabupaten.
57
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Penentuan Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan Kabupaten Kerinci
6.1.1 Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan Menurut Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci
Dalam pelaksanaan penataan ruang dan wilayah Provinsi Jambi, konsep
dasar pengembangan perlu dijabarkan dalam rangka formal, yaitu ketentuan-
ketentuan yuridis yang menjadi acuan perencanaan ini. Adapun kerangka formal
yang menjadi acuan adalah UU No. 24 Tahun 1992 yang telah dirubah menjadi
UU No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, khususnya terkait dengan pasal
21, kebijaksanaan pemerintah sebagai upaya penguatan proses desentralisasi dan
otonomi daerah sesuai dengan jiwa UU No. 22 dan 25 tahun 1999, UU No. 54
tahun 1999 tentang telah dimekarkannya Provinsi Jambi menjadi 9 daerah
Kabupaten dan satu Kotamadya (Kota).
Dengan dibentuknya Kabupaten Kerinci, maka penetapan Ibukota
Kabupaten merupakan hal yang penting. Penetapan ini mutlak untuk dilakukan
mengingat ibukota memiliki peran yang sangat strategis, yaitu sebagai pengendali
pusat pemerintahan. Dalam penetapan lokasi pusat pemerintahan dipilih kota
Sungai Penuh sebagai pusat pemerintahan yang terletak di Kecamatan Sungai
Penuh. Adapun alasan dipilihnya Kota sungai penuh sebagai pusat pemerintahan
adalah:
1. Berdasarkan letak geografisnya, Kota Sungai Penuh terletak ditengah-
tengah wilayah Kabupaten Kerinci dan pada jalur penghubung untuk ke
segala arah (dilalui jalan kolektor primer yaitu jalan provinsi yang
menghubungkan Kabupaten Kerinci ke Kabupaten Bangko, Kabupaten
58
Kerinci ke Povinsi Sumatera Barat via Muara Labuh dan Tapan, serta
Kabupaten Kerinci ke Provinsi Bengkulu via Tapan).
2. Penetapan Pusat Pemerintahan di Kabupaten Kerinci berdasarkan
sejarahnya merupakan peninggalan dari pemerintah jajahan/kolonial.
6.1.2 Penentuan Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan Kabupaten Kerinci Berdasarkan Analisis P-Median
Penentuan lokasi optimal secara umum memang relatif komplek.
Pemilihan lokasi memerlukan pertimbangan yang matang dari segi geografis
daerah untuk efisiensi pelayanan, histori wilayah serta aspek politik dan ekonomi.
Berdasarkan hal tersebut, alternatif terbaik tentang penetapan ibukota kabupaten
berdasarkan kepentingan Pemda adalah Kota Sungai Penuh. Akan tetapi dengan
menggunakan program komputer Java Applets P-Median maka kita dapat
membandingkan apakah keputusan Pemda tersebut telah sesuai dengan hasil
olahan komputer untuk mencari alternatif lokasi yang paling baik. Pada prinsipnya
penggunaan analisis ini bertujuan untuk meminimalkan jarak yang akan ditempuh
berdasarkan bobot pada masing-masing simpul. Dalam penelitian ini, Kabupaten
Kerinci memiliki 17 Kecamatan sehingga dalam pengolahannya digunakan 17
simpul.
a. Faktor Jarak
Pengertian jarak dalam kasus ini mengikuti pengertian relatif, yaitu satu
posisi yang berkenaan dengan posisi yang lainnya. Dalam analisis ini, jarak yang
dilihat adalah jarak antar ibukota kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten
Kerinci. Satuan jarak yang dipakai adalah kilometer (km) dengan simpul yang
digunakan adalah ibukota kecamatan. Matriks jarak ke-17 simpul dapat dilihat
pada lampiran 3.
59
b. Faktor Waktu
Pengertian waktu dalam kasus ini adalah waktu tempuh yang berkenaan
dengan satu posisi dengan posisi yang lainnya. Dalam analisis ini, waktu yang
digunakan adalah waktu tempuh antar ibukota kecamatan di wilayah Kabupaten
Kerinci. Satuan waktu yang dipakai adalah menit. Simpul yang digunkan adalah
ibukota kecamatan. Matriks waktu ke-17 simpul dapat dilihat pada lampiran 4.
c. Faktor Bobot
Pengukuran nilai dari suatu simpul tertentu akan sangat mempengaruhi
hasil dari pengolahan dan sangat bergantung dengan masalah yang dianalisa. Pada
penelitian ini faktor bobot yang dianalisa adalah:
1. Jumlah Penduduk
Asumsi yang mendasari adalah bahwa dengan sejumlah penduduk tertentu
yang terdapat dalam suatu kecamatan, maka jumlah tersebut dapat
mewakili suatu aktivitas lokasi. Dengan semakin besar jumlah penduduk
di suatu kecamatan, maka semakin besar pula bobot wilayah tersebut
karena terkait dengan pusat pemerintahan yang mampu melayani
kebutuhan penduduk yang tersebar di masing-masing simpul.
2. Luas Wilayah Pemukiman
Dengan asumsi luas wilayah pemukiman yang dianggap memadai
merupakan suatu syarat terselenggaranya pembangunan dan
pengembangan ibukota kabupaten. Penggunaan data luas wilayah
pemukiman dimaksudkan untuk membatasi luasan wilayah konservasi
kedalam analisis, karena wilayah konservasi merupakan daerah yang tidak
60
boleh dijadikan pemukiman (hal-hal yang merusak kelestariannya)
sehingga tidak relevan jika dimasukkan ke dalam analisis.
Selain dengan menggunakan kedua bobot diatas, analisis juga dilakukan
dengan mengasumsikan bahwa bobot tiap ibukota kecamatan adalah sama
sehingga faktor yang mempengaruhi adalah faktor jarak dan waktu antar ibukota
kecamatan.
1. Bobot Jumlah Penduduk
Dengan menggunakan bobot jumlah penduduk, hasil perhitungan program
komputer menunjukkan lokasi optimal pusat pemerintahan di Kabupaten Kerinci
adalah Kecamatan Sungai Penuh (ibukota kabupaten ini). Hal ini terlihat dari
output komputer berdasarkan pengaruh jarak yang menunjukkan Kota Sungai
Penuh melalui dua kali iterasi dengan nilai upper bound 1774.0 dan lower bound
1774.0.
Sumber : Hasil analisis program P-Median Problem Gambar 4. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Jumlah Penduduk Pengaruh
Jarak Ket : Lokasi optimal pusat pemerintahan adalah Kecamatan Sungai Penuh (Kota Sungai Penuh)
61
Berdasarkan pengaruh waktu melalui tiga kali iterasi, hasil dari komputer
menunjukkan Kota Sungai Penuh sebagai lokasi dengan nilai upper bound sebesar
3548.0 dan lower bound 3548.0.
Sumber : Hasil analisis program P-Median Problem Gambar 5. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Jumlah Penduduk Pengaruh
Waktu Ket : Lokasi optimal pusat pemerintahan adalah Kecamatan Sungai Penuh (Kota Sungai Penuh)
Nilai upper bound merupakan nilai estimasi kemungkinan terburuk dari
skenario yang digunakan. Sedang nilai lower bound merupakan nilai estimasi
kemungkinan terbaik dari skenario. Karena nilai dari upper bound dan lower
bound sama, maka menurut program ini solusi optimal dari permasalahan telah
ditemukan. Dipilihnya Kota Sungai Penuh dikarenakan Kota Sungai Penuh
mampu meminimalkan jarak dan waktu tempuh sehingga mudah dijangkau.
Sedangkan dipilihnya bobot jumlah penduduk terbesar dimaksudkan untuk
memudahkan perekrutan pegawai/pekerja dalam pengembangan wilayah.
Jadi dengan menggunakan bobot jumlah penduduk berdasarkan pengaruh
jarak dan waktu solusi optimal yang dihasilkan oleh program P-Median adalah
62
Kota Sungai Penuh atau Kecamatan Sungai Penuh. Lokasi optimal yang terpilih di
Kecamatan Sungai Penuh ini merupakan lokasi yang efisien dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat, sehingga Kecamatan Sungai Penuh layak untuk
berkembang sebagai pusat pemerintahan.
2. Bobot Luas Wilayah
Dengan menggunakan bobot luas wilayah pengaruh jarak, hasil
perhitungan komputer menunjukkan bahwa lokasi yang optimal di Kabupaten
Kerinci adalah Kecamatan Sungai Penuh. Hal ini terlihat dari output komputer
yang menunjukkan Kota Sungai Penuh melalui tiga kali iterasi dengan nilai upper
bound 2313.0 dan lower bound 2312.9999999999995 atau dengan pembulatan
menjadi 2313.
Sumber : Hasil analisis program P-Median Problem Gambar 6. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Luas Wilayah Pengaruh
Jarak Ket : Lokasi optimal pusat pemerintahan adalah Kecamatan Sungai Penuh (Kota Sungai Penuh)
63
Berdasarkan pengaruh waktu melalui tiga kali iterasi, output komputer
menunjuk Kota Sungai Penuh dengan nilai upper bound 4626.0 dan nilai lower
bound 4626.0.
Sumber : Hasil analisis program P-Median Problem Gambar 7. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Luas Wilayah Pengaruh
Waktu Ket : Lokasi optimal pusat pemerintahan adalah Kecamatan Sungai Penuh (Kota Sungai Penuh)
Nilai upper bound merupakan nilai estimasi kemungkinan terburuk dari
skenario yang digunakan. Sedangkan lower bound merupakan estimasi
kemungkinan terbaik dari skenario. Karena nilai dari upper bound dan lower
bound sama maka menurut program ini solusi optimal dari permasalahan telah
ditemukan. Dipilihnya Kota Sungai Penuh dikarenakan Kota Sungai Penuh
mampu meminimalkan jarak dan waktu tempuh sehingga mudah dijangkau.
Sedangkan dipilihnya bobot luas wilayah terbesar dimaksudkan agar wilayah
dalam hal ini lahan tersedia secara luas dalam pengembangan wilayah.
Jadi dengan menggunakan bobot luas wilayah berdasarkan pengaruh jarak
dan waktu solusi yang dihasilkan oleh program P-Median adalah Kota Sungai
64
Penuh atau Kecamatan Sungai Penuh. Lokasi optimal yang terpilih di Kecamatan
Sungai Penuh ini merupakan lokasi yang efisien dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat, sehingga Kecamatan Sungai Penuh layak untuk berkembang
sebagai pusat pemerintahan.
3. Bobot Sama
Dengan menggunakan bobot sama pengaruh jarak, hasil perhitungan
komputer menunjukkan bahwa lokasi optimal di Kabupaten Kerinci adalah
Kecamatan Sungai Penuh. Hal ini terlihat dari output komputer yang
menunjukkan Kota Sungai Penuh melalui satu kali iterasi dengan nilai upper
bound dan lower bound 280.0.
Sumber : Hasil analisis program P-Median Problem Gambar 8. Nilai P-Median Berdasarkan Bobot Sama Pengaruh Jarak Ket : Lokasi optimal pusat pemerintahan adalah Kecamatan Sungai Penuh (Kota Sungai Penuh)
Untuk pengaruh waktu melaui 1 kali iterasi menunjukkan Kecamatan
Sungai Penuh atau Kota Sungai Penuh sebagai lokasi optimal dengan nilai upper
bound dan lower bound 562.0.
65
Sumber : Hasil analisis program P-Median Problem Gambar 9. Hasil Olahan P-Median Berdasarkan Bobot Sama Pengaruh
Waktu Ket : Lokasi optimal pusat pemerintahan adalah Kecamatan Sungai Penuh (Kota Sungai Penuh)
Berdasarkan tiga bobot yang digunakan, yaitu bobot jumlah penduduk,
bobot luas wilayah, dan bobot sama, dapat diketahui bahwa hasil yang
mendominasi sebagai lokasi pusat pemerintahan yang optimal adalah Kota Sungai
Penuh yang terletak di Kecamatan Sungai Penuh. Jika dilihat posisi Kecamatan
Sungai Penuh, maka lokasi ini memang cocok untuk dijadikan pusat pemerintahan
karena lokasinya yang terletak di tengah wilayah Kabupaten Kerinci, sehingga
dapat dijangkau dengan mudah oleh masyarakat yang berada di wilayah
hinterlandnya.
66
6.1.3 Hasil Analisis Skalogram
Pada dasarnya analisis Skalogram memberikan hirarki yang lebih tinggi
pada pusat pertumbuhan dan pelayanan yang memiliki jumlah jenis dan jumlah
unit prasarana pelayanan yang lebih banyak. Hal tersebut membuat metode ini
lebih menekankan pada aspek kuantitatif dalam sistem pelayanan dibandingkan
dengan aspek kualitatifnya yang menyangkut pada perbedaan derajat fungsi atau
peranan dari fasilitas pelayanan itu sendiri. Disamping itu distribusi penduduk dan
jangkauan pelayanan secara spasial tidak dipertimbangkan dengan spesifik dalam
metode ini.
Dalam penelitian ini terdapat 16 jenis prasarana yang menjadi variabel
penelitian yaitu sarana peribadatan (Mesjid, Musholla, Gereja), sarana pendidikan
(Sekolah dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah
Menengah Kejuruan), fasilitas kesehatan (Rumah sakit Umum, Puskesmas,
Puskesmas Pembantu, Dokter, dan Bidan), sarana perkonomian (pasar, toko,
koperasi), dan PDAM. Berdasarkan hasil analisa skalogram yang disajikan pada
Tabel Lampiran 5 dapat diketahui informasi tentang hirarki atau peringkat pusat
pertumbuhan dan pelayanan dari yang paling tinggi sampai yang terendah seperti
Tabel 10 dibawah ini.
67
Tabel 10. Hirarki Sarana Prasarana Pelayanan di Pusat-Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan Wilayah Kabupaten Kerinci Tahun 2006
No. Kecamatan Wilayah
Pengembangan Jumlah
Penduduk (Jiwa)
Jumlah Jenis
Prasarana
Jumlah
Unit Prasarana
Peringkat
1 Gunung Raya B 15.059 12 86 4 2 Batang
Merangin B 22.560 13 73 7
3 Keliling Danau B 21.999 13 80 5 4 Danau Kerinci A 15.968 11 74 6 5 Sitinjau Laut A 13.940 11 73 8 6 Tanah
Kampung A 8.280 10 41 15
7 Sungai Penuh A 32.794 15 209 1 8 Hamparan
Rawang A 13.087 11 60 12
9 Pesisir Bukit A 16.533 8 31 17 10 Kumun Debai A 8.715 9 40 16 11 Air Hangat A 21.129 14 72 9 12 Air Hangat
Timur A 17.712 9 52 13
13 Depati Tujuh 14.660 9 71 10 14 Gunung Kerinci C 11.441 11 63 11 15 Siulak C 30.014 10 87 3 16 Kayu Aro C 35.725 14 100 2 17 Gunung Tujuh C 11.738 9 43 14 Jumlah 189 1255 Sumber : Turunan dari Analisa Skalogram Tahun 2006
Jumlah jenis prasarana didapat dari perhitungan ada tidaknya setiap
kecamatan memiliki jenis prasarana yang dimasukkan ke dalam variabel
penelitian. Jumlah unit prasarana didapat dengan menjumlahkan setiap jenis
prasarana yang terdapat dalam setiap kecamatan sedangkan peringkat kecamatan
disusun berdasarkan jumlah unit prasarana yang dimiliki oleh masing-masing
kecamatan tersebut. Kecamatan yang memiliki jumlah unit prasarana terbanyak
akan diberikan peringkat pertama dan seterusnya.
Dari data hasil analisa Skalogram, Wilayah Pembangunan di Kabupaten
Kerinci yang memiliki total jenis sarana dan prasarana pembangunan terbanyak
68
adalah Kecamatan Sungai Penuh yaitu sebanyak 15 jenis dari 16 jenis fasilitas
pelayanan yang dimasukkan dalam analisis penelitian dan diikuti oleh kecamatan
Air Hangat dan Kecamatan Kayu Aro yang masing-masing memiliki 14 jenis
fasilitas pelayanan. Kecamatan Pesisir Bukit adalah kecamatan yang memiliki
fasilitas pelayanan terendah yaitu sebanyak 8 jenis fasilitas pelayanan.
Untuk unit total sarana dan prasarana pembangunan, Kecamatan Sungai
Penuh menempati peringkat pertama dengan 209 jenis sarana dan prasarana dan
diikuti oleh Kecamatan Kayu Aro dengan 100 jenis sarana dan prasarana,
Kecamatan Siulak menempati urutan ketiga dengan 87 jenis sarana dan prasarana.
Kecamatan yang memiliki jumlah unit sarana dan prasarana terendah adalah
Kecamatan Pesisir Bukit dengan 31 jenis sarana dan prasarana.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kerinci tahun 2006,
Kabupaten Kerinci dibagi menjadi tiga Wilayah Pengembangan (WP). Kecamatan
yang Termasuk WP A meliputi Wilayah Otonomi Sungai Penuh (Kecamatan
Sungai Penuh, Hamparan Rawang, Tanah Kampung, Kumun Debai, Pesisir
Bukit), Sitinjau Laut, Air Hangat, Air Hangat Timur, Depati Tujuh, dan Danau
Kerinci. Kecamatan Gunung Raya, Keliling Danau, dan Batang Merangin
termasuk dalam Wilayah Pengembangan B. Sedangkan yang termasuk Wilayah
Pengembangan C adalah Kecamatan Kayu Aro, Gunung Kerinci, Siulak, dan
Gunung Tujuh.
Hasil analisa skalogram menunjukkan bahwa pusat pertumbuhan dan
pelayanan yang juga dapat dijadikan pusat pemerintahan yang menempati hirarki
yang paling tinggi dalam ketersediaan sarana dan prasarana/fasilitas pelayanannya
adalah kecamatan-kecamatan yang termasuk wilayah pengembangan A yaitu
69
Kecamatan Sungai Penuh (Kecamatan Hamparan Rawang, Tanah Kampung,
Kumun Debai, Pesisir Bukit, Sitinjau Laut, Air Hangat, Air Hangat Timur, Depati
Tujuh, dan Danau Kerinci). Masyarakat yang berada di kecamatan-kecamatan ini
memiliki jumlah penduduk yang relatif banyak yaitu 148.154 jiwa atau 47,58
persen dari total jumlah penduduk Kabupaten Kerinci tahun 2006. Sarana dan
prasarana yang relatif lengkap dibuktikan dengan hasil analisa skalogram dimana
Kecamatan Sungai Penuh memiliki jumlah jenis sarana dan prasarana
pembangunan terbanyak yaitu 15 jenis dan memiliki jumlah unit sarana dan
prasarana pembangunan terbesar yaitu 209 unit.
Ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi di suatu wilayah juga
berkaitan dengan jumlah masyarakat yang dilayaninya, yang memanfaatkan
sarana dan prasarana tersebut. Suatu daerah yang memiliki jumlah penduduk
relatif banyak dibandingkan dengan kecamatan lainnya yang juga jumlah
penduduknya lebih sedikit. Jadi alokasi sarana dan prasarana pembangunan akan
berbanding lurus dengan jumlah penduduk di wilayah yang bersangkutan. Faktor
jumlah penduduk ini juga menyebabkan rendahnya tingkat ketersediaan sarana
dan prasarana pembangunan di beberapa pusat pengembangan.
Kecamatan Sungai Penuh seharusnya memiliki jumlah penduduk yang
lebih banyak berdasarkan tingginya hirarki pusat-pusat pengembangan yang
dimilikinya. Dapat dilihat bahwa Kecamatan Sungai Penuh memiliki jumlah
penduduk 32.794 jiwa yang menempati urutan kedua setelah kecamatan Kayu Aro
dengan unit sarana dan prasarana sebanyak 209 berarti untuk memanfaatkan 1 unit
sarana dan prasarana yang tersedia kita harus bersaing dengan 156 jiwa. Namun
70
hal itu dinilai baik karena peluang untuk dapat memanfaatkan sarana dan
prasarana pembangunan tersebut menjadi lebih besar.
Berbeda halnya dengan dengan Kecamatan Kayu Aro yang memiliki
jumlah penduduk paling banyak yaitu 35.729 jiwa tetapi hanya memiliki 100 unit
sarana dan prasarana saja. Ini berarti untuk memanfaatkan 1 unit sarana dan
prasarana yang tersedia kita harus bersaing dengan 357 jiwa. Dilihat dari
kelengkapan sarana dan prasarana pembangunan yang dimiliki, Kecamatan Kayu
Aro dinilai relatif kurang lengkap dibanding Kecamatan Sungai Penuh yang
memiliki 15 jenis sarana dan prasarana pembangunan.
Ternyata dari hasil analisis tersebut, hirarki pusat pertumbuhan dan
pelayanan yang didasarkan pada ketersediaan fasilitas pelayanan sosial ekonomi
tidak tersusun atas pertimbangan jumlah penduduk. Hal ini menunjukkan
distribusi sarana dan prasarana pembangunan di suatu wilayah tidak hanya
memperhitungkan jumlah penduduk, melainkan ada indikator lainnya seperti
topografi, luas wilayah, sistem transportasi dan komunikasi.
Kecamatan-kecamatan dengan peringkat sarana dan prasarana yang lebih
tinggi dibandingkan dengan tingkat jumlah penduduknya, akan lebih mudah
dalam memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan dari sarana dan
prasarana pembangunan tersebut apabila dengan kecamatan yang peringkat sarana
dan prasarananya lebih rendah dari jumlah penduduknya. Kecamatan yang
memiliki peringkat sarana dan prasarana pembangunan lebih tinggi dibandingkan
dengan jumlah penduduknya adalah Kecamatan Sungai Penuh, Kayu Aro, Siulak,
Gunung Raya. Namun kondisi tersebut tidak menjadikan kecamatan-kecamatan
tersebut mempunyai permintaan terhadap sarana dan prasarana pelayanan akan
71
seimbang dengan penawarannya. Hal ini juga dipengaruhi oleh wilayah dan
penyebaran sarana dan prasarana di wilayah tersebut di wilayah kecamatan.
Analisis skalogram juga memperlihatkan hirarki sarana dan prasarana
pembangunan yang terdapat dalam tata ruang wilayah pembangunan. Hirarki ini
dimaksudkan untuk mengetahui ketersediaan jenis sarana dan prasarana
berdasarkan alokasi di setiap kecamatan. Selain itu juga dimaksudkan untuk
mengetahui jenis prasarana pembangunan yang tingkat ketersediaannya tinggi,
sedang atau rendah.
Tabel 11. Fasilitas-Fasilitas Pelayanan Utama di Wilayah Kabupaten Kerinci Tahun 2006
No Jenis Fasilitas Jumlah Unit
Prasarana Peringkat
1 Mesjid 287 2 2 Musholla 115 5 3 Gereja 1 15 4 Sekolah Dasar 298 1 5 Sekolah Menengah Pertama 51 6 6 Sekolah Menengah Atas 18 11 7 Sekolah Menengah Kejuruan 7 13 8 Rumah Sakit Umum 1 16 9 Puskesmas 20 10 10 Puskesmas Pembantu 42 8 11 Dokter 43 7 12 Bidan 132 4 13 Pasar 15 12 14 Toko 25 9 15 PDAM 7 14 16 Koperasi 184 3 Jumlah 1246 Sumber : BPS, Kabupaten Kerinci dalam Angka 2006, hasil analisis skalogram (diolah)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa fasilitas yang memiliki peringkat
tinggi adalah fasilitas yang paling dibutuhkan oleh masyarakat pada suatu
wilayah. Sarana dan Prasarana peribadatan (Mesjid, Musholla, Gereja) berada
pada urutan pertama untuk fasilitas yang paling dibutuhkan. Kemudian sarana
pendidikan yang terdiri dari SD,SMP,SMA,SMK. Fasilitas kesehatan terdiri dari
72
Rumah Sakit Umum, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Dokter, dan Bidan.
Untuk mememenuhi kebutuhan sehari-hari juga tersedia pasar dan toko.
Penyebaran sarana dan prasarana pembangunan di suatu wilayah dapat
diketahui dengan melihat berapa jumlah kecamatan yang memiliki sarana dan
prasarana tersebut. Penyebaran sarana dan prasarana dapat dikategorikan tinggi
(lebih dari 90%), sarana dan prasarana yang derajat penyebarannya cukup/sedang
(30%-90%), dan sarana dan prasarana yang derajatnya rendah (kurang dari 30%).
Tabel 12. Jenis Sarana dan Prasarana Berdasarkan Derajat Penyebarannya di Wilayah Kabupaten Kerinci Tahun 2006
Derajat Penyebaran Jenis Fasilitas
Tinggi (≥ 90%)
1. Mesjid 2. Musholla 3. SD 4. SMP 5. Puskesmas Pembantu 6. Dokter 7. Bidan 8. Koperasi
Sedang (30%-90%)
1. SMA 2. Puskesmas 3. Pasar 3. Toko 4. PDAM
Rendah (≤ 30%)
1. Gereja 2. SMK 3. RSU
Sumber : Hasil Olahan Analisis Skalogram
Jika dilihat derajat penyebaran fasilitas pelayanan, sebagian besar sarana
dan prasarana yang ada di Wilayah Kabupaten Kerinci berada pada derajat
penyebaran yang tinggi (lebih dari 90%) yaitu Mesjid, Musholla, Sekolah Dasar,
Sekolah Menengah Pertama, Puskesmas Pembantu, Dokter, Bidan, dan Koperasi.
Untuk derajat penyebaran 30-90 persen (kategori sedang) yaitu Sekolah
Menengah Atas, Puskesmas, pasar, toko, dan PDAM. Sedangkan fasilitas
pelayanan seperti Gereja, Sekolah Menengah Kerujuan, dan Rumah Sakit Umum
memiliki derajat penyebaran kurang dari 30 persen (kategori rendah).
73
6.2 Keterkaitan Antara Keputusan Pemda dan Analisis P-Median dalam Menentukan Lokasi Optimal Pusat Pemerintah
Penetapan lokasi optimal pusat pemerintahan yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah Kerinci jika dikaitkan dengan hasil analisis program komputer
P-Median Solver ternyata memiliki hasil yang sama. Keputusan Pemda
menetapkan Kota Sungai Penuh yang terletak di Kecamatan Sungai Penuh sebagai
lokasi pusat pemerintahan kabupaten sudah optimal berdasarkan bobot jumlah
penduduk, luas wilayah, dan bobot sama dengan mempertimbangkan faktor jarak
antar simpul dan faktor waktu tempuh antar simpul.
Sebagai hasil akhir dari analisis P-Median bila dibandingkan dengan
keputusan Pemerintah Daerah, hasil yang dipilih adalah Kota Sungai Penuh
(Kecamatan Sungai Penuh) sebagai lokasi optimal pusat pemerintahan Kabupaten
Kerinci. Analisis P-Median ini bisa ditarik kesimpulan karena berdasarkan ketiga
bobot yang berbeda menunjukkan hasil yang sama yaitu lokasi optimal pusat
pemerintahan berada di Kota Sungai Penuh (Kecamatan Sungai Penuh).
6.3 Hubungan Antara Hasil Analisis P-Median dan Metode Skalogram
Metode P-Median menentukan lokasi pusat pemerintahan yang optimal
dengan memilih lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat dari berbagai
wilayah terdekat dengan meminimalkan jarak tempuh. Semakin minimal jarak
tempuh yang dibutuhkan untuk mencapai lokasi tersebut, maka oleh program
dipilih sebagai lokasi yang paling optimal dan efisien. Sedangkan dengan metode
skalogram menentukan hirarki wilayah berdasarkan fasilitas (sarana dan
prasarana) pembangunan yang tersedia. Dengan menghubungkan kedua hasil
analisis tersebut, maka akan didapat kesimpulan apakah lokasi optimal pusat
74
pemerintahan yang terpilih oleh P-Median sudah memadai dari segi fasilitas
pembangunan yang diperlihatkan oleh analisis skalogram.
Kecamatan Sungai Penuh yang dengan menggunakan bobot jumlah
penduduk, luas wilayah, dan bobot sama dengan pengaruh jarak dan waktu
tempuh sebagai lokasi optimal bila dilihat dari fasilitas pelayanan yang tersedia
sudah lengkap. Ini terlihat dari jumlah jenis sarana dan prasarana pembangunan
yang tersedia paling banyak yaitu 15 jenis dari 16 jenis fasilitas yang di analisis.
Dari segi jumlah unit fasilitas pelayanan Kecamatan Sungai Penuh juga memiliki
jumlah yang paling banyak yaitu 209 unit dan menempati pasisi pertama. Dengan
jumlah penduduk sebanyak 32.794 jiwa, ini berarti seseorang harus bersaing
dengan 156 orang lainnya untuk dapat memanfaatkan fasilitas pelayanan. Dengan
demikian, Kecamatan Sungai Penuh telah layak untuk menjalankan fungsinya
sebagai pusat pemerintahan kabupaten.
6.4 Keterkaitan Analisis P-Median dan Metode Skalogram dengan RTRW Kabupaten Kerinci
Dalam mengembangkan kota-kota di Kabupaten Kerinci baik hirarki
maupun fungsinya, arah kebijaksanaan pengembangan masing-masing hirarki
kota adalah : (1) Pengembangan Kota Hirarki I (Kota Sungai Penuh) yang
dikembangkan sebagai Pusat Kegiatan Lokal. Dalam lingkup wilayah Kabupaten
Kerinci, Kota Sungai Penuh merupakan pusat pengembangan utama yang
berfungsi sebagai pusat kegiatan administrasi, pemasaran, dan jasa; (2)
Pengembangan Kota Hirarki II (Kota Semurup, Sanggaran Agung, Jujun, Siulak
Deras, Batang Sangir, dan Tamiai) yang berfungsi mendukung Kota Sungai
Penuh; (3) Pengembangan Kota Hirarki III (Kota Lempur, Hiang, Rawang,
75
Siulak, Pelompek, Kumun, Tanah Kampung, Sungai Tutung, Kota Tuo, Siulak
Liuk).
Hasil analisa Skalogram menunjukkan bahwa pusat pertumbuhan dan
pelayanan yang juga dapat dijadikan pusat pemerintahan yang menempati hirarki
yang paling tinggi dalam ketersediaan sarana dan prasarana/fasilitas pelayanannya
adalah kecamatan-kecamatan yang termasuk wilayah pengembangan A (Kota
Hirarki I) yaitu Kecamatan Sungai Penuh (Kecamatan Hamparan Rawang, Tanah
Kampung, Kumun Debai, Pesisir Bukit, Sitinjau Laut, Air Hangat, Air Hangat
Timur, Depati Tujuh, dan Danau Kerinci). Kota Sungai Penuh memiliki jumlah
jenis sarana dan prasarana pembangunan terbanyak yaitu 15 jenis dan memiliki
jumlah unit sarana dan prasarana pembangunan terbesar yaitu 209 unit. Dengan
jumlah penduduk 32.794 jiwa berarti untuk memanfaatkan 1 unit sarana dan
prasarana yang tersedia harus bersaing dengan 156 jiwa.
Analisis P-Median merekomendasikan lokasi optimal pusat pemerintahan
di Kabupaten Kerinci adalah di Kota Sungai Penuh. Hal ini sesuai dengan RTRW
Kabupaten Kerinci yang menempatkan Kota Sungai Penuh sebagai Kota Hirarki I
serta sebagai pusat pemerintahan. Posisinya yang berada di bagian tengah wilayah
semakin memantapkan perannya sebagai pusat perkembangan wilayah ini.
Dengan demikian, Kota Sungai Penuh telah layak untuk menjalankan fungsinya
sebagai pusat kabupaten.
76
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan kepentingan Pemerintah Daerah, pemilihan Kecamatan
Sungai Penuh sebagai pusat pemerintahan dikarenakan letak geografisnya,
Kota Sungai Penuh terletak ditengah-tengah wilayah Kabupaten Kerinci
dan pada jalur penghubung untuk kesegala arah (dilalui jalan kolektor
primer yaitu jalan provinsi yang menghubungkan Kabupaten Kerinci ke
Kabupaten Bangko, Kabupaten Kerinci ke Provinsi Padang via Muara
Labuh dan Tapan, serta Kabupaten Kerinci ke Provinsi Bengkulu via
Tapan). Faktor lain yang mendasari adalah dari segi historis, Kota Sungai
Penuh telah dijadikan pusat pemerintahan sejak zaman penjajahan dan
merupakan peninggalan pemerintah kolonial.
2. Berdasarkan analisis P-Median didapat hasil yang sama yaitu pusat
pemerintahan yang optimal adalah Kota Sungai Penuh yang terletak di
Kecamatan Sungai Penuh. Dilihat dari posisi Kecamatan ini, maka lokasi
ini memang cocok untuk dijadikan pusat pemerintahan karena lokasinya
terletak di tengah wilayah Kabupaten Kerinci.
3. Analisis skalogram menunjukkan bahwa pusat pertumbuhan dan
pelayanan yang juga dapat dijadikan pusat pemerintahan adalah Kota
Sungai Penuh yang terletak di Kecamatan Sungai Penuh. Sarana dan
prasarana yang relatif lengkap yaitu 15 jenis dan jumlah unit sarana dan
prasarana pembangunan terbesar yaitu 209 unit. Dengan demikian
berdasarkan analisis P-Median maupun skalogram, Kota Sungai Penuh
telah layak untuk dijadikan pusat pemerintahan Kabupaten Kerinci.
77
7.2 Saran Kebijakan
1. Pemerintah sebaiknya dalam melakukan pengelompokan Wilayah
Pengembangan berdasarkan potensi yang ada di wilayah tersebut sehingga
arahan pengembangan wilayah benar-benar sesuai dengan fungsi yang
akan dijalankan oleh wilayah tersebut.
2. Untuk pengembangan wilayah ke depan, pemerintah daerah perlu
melengkapi infrastruktur untuk mendorong percepatan pembangunan
daerah, seperti memperbaiki sistem tarnsportasi (jalan) sehingga
memudahkan penduduk untuk mencapai lokasi pelayanan.
3. Mengingat penyebaran penduduk di Kabupaten Kerinci tidak merata
antara kecatan yang satu dengan yang lainnya. Pemerintah daerah perlu
membangun suatu pola lokasi yang tepat. Apakah akan membangun suatu
pusat pelayan yang baru atau memilihara pusat pelayanan yang sudah ada
dan melengkapi pola lokasi tersebut dengan fasilitas-fasilitas yang baru.
7.3 Saran Penelitian
1. Dalam penelitian selanjutnya diharapkan adanya respesifikasi dari model
bagi peneliti selanjutnya dengan mengganti atau menambah variabel-
variabel lainnya yang lebih relevan. Seperti Variabel transportasi,variabel
kepemilikan lahan, dsb.
2. Untuk penelitian lebih lanjut, disarankan untuk menganalisis ketersediaan
tanah negara untuk lokasi pemerintahan, serta mengkaji ketersediaan
fasilitas pelayanan yang lebih mendetil agar dapat melihat secara jelas
dampak yang ditimbulkan dengan ditetapkannya suatu lokasi sebagai pusat
pertumbuhan dan pelayanan.
78
3. Dalam penelitian selanjutnya diharapkan peneliti menambah jenis
prasarana dalam analisa skalogram.
79
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, R. 2003. Analisis Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan Kabupaten Dalam Pembangunan Wilayah (Studi Kasus Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Anggraeni, R. 2005. Lokasi Optimal Pusat Pemerintahan dan Pusat Pelayanan Untuk Propinsi dan Kabupaten (Studi Kasus Kabupaten Serang, Propinsi Banten). Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Anonimous. 2004. Teori Lokasi Umum. Modul Mata Kuliah Perencanaan
Pembangunan Wilayah. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Hadianto, Adi. 2004. Analisis Fungsi dan Analisis Daya Dukung Dalam
Perencanaan Pembangunan Daerah. Modul Mata Kuliah Ekonomi Regional. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
BPS Kabupaten Kerinci. 2006. Kerinci Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Kerinci.
Bappeda Kabupaten Kerinci. 2006. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Kerinci 2006-2016. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Kerinci. Bappeda Kabupaten Kerinci. 2006. Peraturan Daerah Kabupaten Kerinci Nomor
03 Tahun 2006. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Kerinci. Bappeda Kabupaten Kerinci. 2006. Peraturan Daerah Kabupaten Kerinci Nomor
04 Tahun 2006. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Kerinci. Bappeda Kabupaten Kerinci. 2006. Peraturan Daerah Kabupaten Kerinci Nomor
05 Tahun 2006. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Kerinci. Bappeda Kabupaten Kerinci. 2006. Peraturan Daerah Kabupaten Kerinci Nomor
10 Tahun 2006. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Kerinci. Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan.
PT Pardnya Paramita. Jakarta. Diana, Sidqi Ferin. 2004. Analisis Pemilihan Pusat Pemerintahan yang Optimal
di Kabupaten Wonosobo dalam Pengembangan Wilayah. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
80
Gunawan, Gun-Gun. 1998. Peran dan fungsi Kota sebagai Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan dalam Pembangunan Wilayah. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Hanafiah, T. 1988. Pengembangan Pusat Pertumbuhan dan Pelayanan Kecil
Dalam Rangka Pengembangan Wilayah Pedesaan. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
--------. 1989. Aspek Lokasi dalam Analisis Ekonomi Wilayah. Jurusan Sosial
Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Hyuan. 2001. P-Median Problem Solver. Software Internet Java Applets.
www.hyuan.com/java. Kamaluddin, R. 1992. Bunga Rampai Pembangunan Nasional dan Daerah.
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Nindyantoro. 2004. Kebijakan Pembangunan Wilayah: Dari Penataan Ruang
Sampai Otonomi Daerah. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian IPB. Bogor.
Richardson, Harry W. 1977. Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional. Terjemahan
Paul Sihotang. LPFEUI. Jakarta. Rusli, Said. 1995. Pengantar Ilmu Kependudukan. LP3ES. Jakarta. Rusthon, G. 1979. Optimal Location of Facilities. Departement of Geography.
Universitas of Iowa. Tarigan, Robinson. 2003. Ekonomi Regional. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Sarundajang, S.H. 1997. Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara, Sebuah
Pengantar: Tinjauan Khusus Pemerintah Daerah di Indonesia. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Siregar, M. Ali Fiqri A.S. 2005. Analisis Pemilihan Lokasi Optimal Pusat
Pemerintahan Di Kabupaten Tapanuli Selatan Dalam Pengembangan Wilayah. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Situs : www.kerincikab.com
81
Lampiran 1. Potensi Pengembangan Kabupaten Kerinci No Sektor Potensi Pengembangan 1 Fisik Dasar a. Wilayah Kabupaten Kerinci memilik jenis
tanah yang subur. b. Adanya sungai-sungai besar. c. Kondisi fisik dan letak TNKS yang
memiliki ekologis. d. Struktur jalan yang berbentuk linier
memudahkan akses terhadap daerah sekitar. e. Penyediaan energi listrik yang terus
dikembangkan melalui pembangkit listrik tenaga air.
2 Ekonomi a. Nilai PDRB yang cenderung mengalami
pertumbuhan rata-rata 18,75%. b. Tahun 2004 sektor pertanian merupakan
sektor yang paling dominan. c. Tanaman perkebunan (Teh dan Kayumanis)
yang memiliki prospek ekonomi yang lebih baik.
d. Memiliki kawasan hutan yang berada di kawasan TNKS.
e. Sektor pariwisata yang terus dikembangkan.
f. Bahan galian yang berupa batu gamping, batu marmer, dll.
g. 3 Sosial-Budaya-
Kependudukan a. Sejak tahun 2004, Komunitas Konservasi
Indonesia (KKI-WARSI) melaksanakan program ”Mendorong Pengelolaan Sumberdaya Alam DAS Batanghari dengan Pendekatan Bioregion”.
b. Perbandingan antara jumlah penduduk produktif dan non produktif 88.544 jiwa atau 29% dan 18.316 atau 61%.
Sumber : RTRW Kabupaten Kerinci 2006-2016
82
Lampiran 2. Hirarki dan Arahan Pengembangan Perkotaan dan Pedesaan Kabupaten Kerinci
No Orde Kota Pengembangan Fasilitas dan Utilitas 1 I Sungai Penuh - Perkantoran Pemerintahan Kabupaten
- Perkantoran lain dan swasta - Kawasan perdagangan dan jasa - Pasar Induk dan Pasar lingkungan - Pusat Pertokoan - Terminal Regional dan Terminal Kota - Kawasan Pergudangan - Bank dan Lembaga Keuangan lainnya - Biro perjalanan wisata - Kantor pusat Pelayanan telekomunikasi - Rumah Sakit Umum Kabupaten - Puskesmas - Fasilitas Pendidikan sampai setingkat PT - Gedung Olahraga - Lapangan Olahraga/Stadion - Sentra Industri dan kerajinan - Kawasan Permukiman - Kelistrikan/PLN dan Air Bersih/PDAM - Persampahan/TPA - Telepon/Telkom.
2 II Sanggaran Agung Jujun Semurup Siulak Deras Batang Sangir Tamiai
- Perkantoran kecamatan dan swasta - Pasar Permanen/satelit dan pertokoan - Terminal dan pergudangan - Lembaga Keuangan - Rumah Sakit/Puskesmas - Fasilitas Pendidikan minimal setingkat SLTA - Gedung/lapangan Olahraga - Biro Perjalanan wisata - Sentra industri dan kerajinan - Fasilitas telekomunikasi - Kawasan permukiman - Kelistrikan /PLN atau tainnya - Air Bersih / PDAM atau lainnya - Persampahan - Telepon/Telkom.
3 III Rawang Sungai Tutung Lempur Hiang Tanah Kampung Kota Tuo Siulak Deras Sungai Liuk Pelompek Kumun
- Perkantoran Kecamatan dan swasta - Pasar lingkungan dan pertokoan - Sub Terminal - Lembaga Keuangan - Puskesmas/Puskesmas Pembantu - Fasilitas Pendidikan sampai setingkat SLTA - Gedung/Lapangan Olahraga - Sentra industri kecil - Fasilitas telekomunikasi - Kawasan Permukiman - Kelistrikan, Air Bersih, Persampahan - Telepon.
4 Kawasan Pedesaan - Pasar lingkungan dan toko/warung - Kawasan Agribisnis/Pertanian - Lembaga Keuangan dan KUD - Balai Pengobatan / BKIA - Fasilitas Pendidikan minimal setingkat SD
Sumber : RTRW Kabupaten Kerinci 2006-2016
83
Lampiran 3. Jarak Antar Kecamatan di Kabupaten Kerinci (km)
Kecamatan
Gu
nung
Raya
Batang
M
erangin
Kelilin
g D
anau
Dan
au
Keinci
Sitin
jau La
ut
Ta
nah K
ampu
ng
Su
ngai
Penu
h
Ham
pa
ran R
awang
Pesisir B
ukit
Ku
mun
D
ebai
Air H
angat
Air H
angat
Tim
ur
Dep
ati Tu
juh
Gu
nung
Kerinci
Siulak
Kayu
Aro
Gu
nung
Tu
juh
Gunung Raya -
Batang Merangin 21 -
Keliling Danau 12 22 -
Danau Kerinci 20 25 9 -
Sitinjau Laut 30 33 19 8 -
Tanah Kampung 32 37 21 12 4 -
Sungai Penuh 40 41 19 16 8 4 -
Hamparan Rawang
44 45 23 20 12 8 4 -
Pesisir Bukit 43 44 22 19 11 7 3 4 -
Kumun Debai 36 37 15 12 10 7 4 8 7 -
Air Hangat 49 50 28 25 17 13 9 8 7 13 -
Air Hangat Timur 47 48 26 23 15 11 7 4 9 11 9 -
Depati Tujuh 45 46 25 21 13 9 5 6 3 9 4 10 -
Gunung Kerinci 63 64 42 29 31 27 23 22 20 27 14 22 18 -
Siulak 52 53 31 28 20 16 12 14 9 16 3 11 7 11 -
Kayu Aro 85 86 64 61 53 50 45 41 43 49 36 45 40 23 34 -
Gunung Tujuh 90 91 69 66 58 54 50 48 48 54 51 50 45 28 39 5 -
Sumber : BPS Kabupaten Kerinci 2006, Bappeda Kabupaten Kerinci 2006
84
Lampiran 4. Waktu Tempuh Antar Kecamatan Di Kabupaten Kerinci (menit)
Kecamatan
Gu
nung
Raya
Bata
ng
Me
rangin
Kelilin
g D
anau
Dan
au
Keinci
Sitin
jau Laut
Tanah
Kam
pung
Su
ngai
Penu
h
Ham
paran
Raw
ang
Pe
sisir Bu
kit
Ku
mun
D
ebai
Air H
angat
Air H
angat
Tim
ur
Dep
ati Tu
juh
Gu
nung
Kerinci
Siulak
Kayu
Aro
Gu
nung
Tu
juh
Gunung Raya -
Batang Merangin 42 -
Keliling Danau 24 44 -
Danau Kerinci 40 50 18 -
Sitinjau Laut 60 66 38 16 -
Tanah Kampung 64 74 42 24 8 -
Sungai Penuh 80 82 38 32 16 8 -
Hamparan Rawang
88 90 46 40 24 16 8 -
Pesisir Bukit 86 88 44 38 22 14 6 8 -
Kumun Debai 72 74 30 24 20 16 8 16 14 -
Air Hangat 98 100 56 50 34 26 18 16 14 26 -
Air Hangat Timur 94 96 52 46 30 24 14 8 18 22 18 -
Depati Tujuh 90 92 48 42 26 18 10 12 6 18 8 20 -
Gunung Kerinci 126 128 84 58 62 54 46 44 40 54 28 44 36 -
Siulak 104 106 62 56 40 32 24 28 18 32 6 22 14 22 -
Kayu Aro 170 172 128 122 106 98 90 82 86 98 72 90 80 46 68 -
Gunung Tujuh 180 182 138 132 116 108 100 96 96 108 82 100 90 56 78 10 -
Sumber : BPS Kabupaten Kerinci 2006, Bappeda Kabupaten Kerinci 2006
85
Lampiran 5. Analisis Skalogram Kabupaten Kerinci 2006 No Kecamatan Jumlah
Penduduk
Masjid
Musholla
Gereja
SD
SMP
SMA
SMK
RSU
Puskesm
as
Puskesm
as P
embantu
Dokter
Bidan
Pasar
Toko
PD
AM
Kopersai
JJP JUP Rank
1 Gunung Raya
15.059 21 17 - 18 5 2 - - 2 5 2 5 2 1 - 6 12 86 4
2 Batang Merangin
22.560 22 3 - 21 3 2 - - 2 5 2 5 2 1 1 4 13 73 7
3 Keliling Danau
21.999 16 4 - 26 4 1 - - 2 3 2 9 1 1 1 10 13 80 5
4 Danau Kerinci
15.968 18 13 - 17 4 1 - - 1 4 2 6 1 - - 7 11 74 6
5 Sitinjau Laut 13.940 17 7 - 16 1 1 - - 1 2 2 14 - - 1 11 11 73 8 6 Tanah
Kampung 8.280 11 2 - 10 2 - 1 - - 1 2 6 1 - - 5 10 41 15
7 Sungai Penuh
32.794 17 14 1 29 6 7 - 1 2 4 14 24 2 16 1 71 15 209 1
8 Hamparan Rawang
13.087 19 9 - 11 1 1 - - 1 2 2 7 - - 1 6 11 60 12
9 Pesisir Bukit 16.533 8 2 - 12 2 - 2 - - 1 2 - - - - 5 8 31 17 10 Kumun
Debai 8.715 7 3 - 10 1 - 2 - 1 1 2 9 - - - 4 9 40 16
11 Air Hangat 21.129 19 4 - 19 3 1 1 - 2 3 2 6 1 1 1 9 14 72 9 12 Air Hangat
Timur 17.712 17 1 - 17 2 - - - 1 3 2 5 - - - 4 9 52 13
13 Depati Tujuh
14.060 15 8 - 15 5 - - - 1 1 2 13 - - - 11 9 71 10
14 Gunung Kerinci
11.441 15 13 - 13 3 1 - - 1 4 2 4 - 2 - 5 11 63 11
15 Siulak 30.014 24 10 - 22 3 - - - 1 5 2 5 2 - - 13 10 87 3 16 Kayu Aro 35.729 30 3 - 32 4 1 1 - 1 6 2 6 3 3 1 7 14 100 2 17 Gunung
Tujuh 11.738 11 2 - 10 2 - - - 1 2 1 8 - - - 6 9 43 14
Jumlah jenis Prasarana (JJP) 17 17 1 17 17 10 5 1 15 17 17 16 9 7 7 17 Jenis Unit Prasarana (JUP) 287 115 1 298 51 18 7 1 20 52 45 132 15 25 7 184 Penyebaran (%) 100 100 5,9 100 100 58,8 29,4 5,9 88,2 100 100 94,1 52,9 41,2 41,2 100 Peringkat 2 4 15 1 6 10 14 16 9 5 7 8 11 13 12 3
Sumber : BPS Kabupaten Kerinci 2006, Bappeda Kabupaten Kerinci 2006
86
Lampiran 6. Luas Wilayah Kabupaten Kerinci Dirinci Menurut Kecamatan
Tahun 2006 No Kecamatan Ibu Kota Luas (Ha) % Thdp
Total Bobot
1 Gunung Raya Lempur 74.385 17.71 18 2 Batang Merangin Tamiai 56.510 13.45 13 3 Kaliling danau Jujun 30.320 7.22 7 4 Danau Kerinci Sanggaran
Agung 29.130 6.93 7
5 Sitinjau Laut Hiang 3.950 0.94 1 6 Tanah Kampung Tanah
Kampung 1.100 0.26 1
7 Sungai Penuh Sungai Penuh
19.177 4.57 4
8 Hamparan Rawang Simp. 3 Rawang
2.164 .052 1
9 Pesisir Bukit Sungai Liuk 2.110 .050 1 10 Kumun Debai Kumun 14.200 3.38 3 11 Air Hangat Semurup 22.221 5.29 5 12 Air Hnagat Timur Sungai
Tutung 15.152 3.61 4
13 Depati Tujuh Koto Tuo 2.580 0.61 1 14 Gunung Kerinci Siulak
Deras 44.476 10.59 10
15 Siulak Pasar Baru Siulak
59.020 14.05 14
16 Kayu Aro Batang Sangir
26.622 16 6
17 Gunung Tujuh Pelompek 16.250 4 4 Total 420.000 100 100 Sumber : Kerinci Dalam Angka 2006
87
Lampiran 7. Jumlah Penduduk Kabupaten Kerinci Dirinci Menurut
Kecamatan Tahun 2006 No Kecamatan Ibu Kota Jumlah % Thdp
Total Bobot
1 Gunung Raya Lempur 15.059 4.84 5 2 Batang Merangin Tamiai 22.560 7.25 7 3 Kaliling danau Jujun 21.999 7.06 7 4 Danau Kerinci Sanggaran
Agung 15.968 5.13 5
5 Sitinjau Laut Hiang 13.940 4.48 4 6 Tanah Kampung Tanah
Kampung 8.280 2.66 3
7 Sungai Penuh Sungai Penuh
32.794 10.53 11
8 Hamparan Rawang Simp. 3 Rawang
13.087 4.20 4
9 Pesisir Bukit Sungai Liuk 16.533 5.21 5 10 Kumun Debai Kumun 8.715 2.79 3 11 Air Hangat Semurup 21.129 6.79 7 12 Air Hnagat Timur Sungai
Tutung 17.712 5.69 6
13 Depati Tujuh Koto Tuo 14.060 4.52 4 14 Gunung Kerinci Siulak
Deras 11.441 3.67 4
15 Siulak Pasar Baru Siulak
30.014 9.64 10
16 Kayu Aro Batang Sangir
35.725 11.47 11
17 Gunung Tujuh Pelompek 11.738 3.77 4 Total 311.354 100 Sumber : Kerinci Dalam Angka 2006
88
Lampira Gambar 1. Peta Administrasi Kabupaten Kerinci
Sumber : Bappeda Kabupaten Kerinci, 2006
89
Lampiran Gambar 2. Kondisi Kota dan Pusat-Pusat Pemukiman Sumber : Bappeda Kabupaten Kerinci, 2006
101 10’BT 101 15’BT 101 20’BT 101 25’BT 101 35’BT 101 40’BT 101 45’BT 101 50’BT 101 55’BT101 30’BT 1 35LS
1 40LS
1 45LS
1 50LS
1 55LS
2 00LS
2 05LS
2 10LS
2 15LS
2 20LS
SUNGAI PENUH
KEC. KAYU ARO
KEC. GUNUNG KERINCI
KEC. AIR HANGAT
KEC. HAMP. RAWANG
KEC. SUNGAI PENUH
KEC. GUNUNG RAYA
KEC. KELILING DANAU
KEC. BATANG MERANGIN
KEC. DANAU KERINCI
KEC. SITINJAU LAUT
KEC. AIR HANGAT TIMUR
Ke Tapan
Ke Muara Labuh
Kabupaten Merangin
Kabupaten Bungo
Ke Bangko
Provinsi Bengkulu
Provinsi Sumatera Barat
Provinsi Sumatera Barat
Batas Provinsi Jalan Kolektor Primer
Jalan Kolektor Sekunder
Jalan Lokal Primer
Batas Kabupaten
Batas Kecamatan
Danau
Sungai
Ibukota Kabupaten
Ibukota Kecamatan
Keterangan :
Lapangan Terbang
Pusat Kota / Core City (Hirarki I) Kota Sekunder (Hirarki II) Kota Tersier (hirarki III)
90
Lampiran Gambar 3. Peta Lokasi Optimal Hasil Analisis P-Median Berdasarkan Bobot Jumlah Penduduk, Bobot Luas Wilayah dan Bobot Sama dengan Mempertimbangkan Faktor Jarak Tempuh dan Waktu Tempuh.
Wilayah yang ditandai dengan titik menunjukkan Lokasi Optimal Pusat
Pemerintahan Kabupaten Kerinci.