ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

244
ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF JARINGAN AKSES SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK (SKSO) PADA AREA SUDIRMAN KUNINGAN GATOT SUBROTO PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK TUGAS AKHIR Disusun Oleh : AZARYA N J SIAHAAN 062.05.074 JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2009

Transcript of ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Page 1: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

JARINGAN AKSES SISTEM KOMUNIKASI SERAT

OPTIK (SKSO) PADA AREA SUDIRMAN –

KU N I N GA N – GA T OT S U BR OT O

PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK

TUGAS AKHIR

Disusun Oleh :

AZARYA N J SIAHAAN

062.05.074

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2009

Page 2: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

JARINGAN AKSES SISTEM KOMUNIKASI SERAT

OPTIK (SKSO) PADA AREA SUDIRMAN –

KU N I N GA N – GA T OT S U BR OT O

PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK

TUGAS AKHIR

Disusun Oleh :

AZARYA N J SIAHAAN

062.05.074

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2009

Page 3: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

ANALYSIS CONFIGURATION AND ALTERNATIVE

R O U T E O P T I C A L A C C E S S N E T W O R K

COMMUNICATION SYSTEM AT SUDIRMAN –

KUNINGAN – GATOT SUBROTO AREA

PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK

FINAL ASSIGNMENT

Written By :

AZARYA N J SIAHAAN

062.05.074

ELECTRICAL ENGINEERING DEPARTEMENT

FACULTY OF INDUSTRIAL TECHNOLOGY

TRISAKTI UNIVERSITY

JAKARTA

2009

Page 4: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

JARINGAN AKSES SISTEM KOMUNIKASI SERAT

OPTIK (SKSO) PADA AREA SUDIRMAN –

KU N I N GA N – GA T OT S U BR OT O

PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK

TUGAS AKHIR

Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Strata-1

Pada Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri

Universitas Trisakti

Disusun Oleh :

AZARYA N J SIAHAAN

062.05.074

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2009

Page 5: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

JARINGAN AKSES SISTEM KOMUNIKASI SERAT

OPTIK (SKSO) PADA AREA SUDIRMAN –

KU N I N GA N – GA T OT S U BR OT O

PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK

TUGAS AKHIR

Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Strata-1

Pada Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri

Universitas Trisakti

Disusun Oleh :

AZARYA N J SIAHAAN

062.05.074

Jakarta, Juli 2011

MENYETUJUI,

Prof. Dr. Ir. Indra Surjati, MT.

Dosen Pembimbing Tugas Akhir

MENGETAHUI,

Dr. Ir. Suhartati Agoes, MT.

Ketua Jurusan Teknik Elektro

Page 6: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

SURAT KETERANGAN Nomor : 142 /PS520/HRC-13010000/2009

Sehubungan dengan pelaksanaan Kerja Praktek / Penelitian Siswa Sekolah Perguruan Tinggi Universitas “TRISAKTI” Jakarta, Kami yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan bahwa :

No Nama / NIM Jurusan Tempat Praktek

1 Azarya N J Siahaan / 06205074

Teknik Telekomunikasi

DIVA

Telah melaksanakan Kerja Praktek / Penelitian di PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk. HR Area-08 Jakarta, selama 01 (satu) bulan yaitu mulai tanggal 15 Maret sd 15 April 2009, dengan hasil baik. Demikian Surat Keterangan ini kami buat dengan sebenarnya, dengan ucapan terima kasih atas bantuan dan kerjasama yang telah terjalin selama ini. Jakarta, 13 Mei 2009 AFRIZAL OSM HR AREA VII JAKARTA

Page 7: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Nota Dinas

Nomor : C. Tel. 209/PD 000/HRC-12000000/2009

Kepada : Sdr. SM ACCESS PERFORMANCE DAN DATA MANAGEMENT

Dari : OSM HR AREA VIII JAKARTA NON DIVRE

Lampiran : -

Perihal : Permohonan Kerja Praktek/Penelitian Mahasiswa Trisakti Jakarta (1

orang)

1. Menunjuk Surat Ketua Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas

Trisakti Jakarta Nomor: 009/AK.1.02/FTI-Kajur.E/II/2009 tanggal 21

Februari 2009 perihal Permohonan Kerja Praktek / Penelitian, diberitahukan

bahwa 1 (satu) orang mahasiswa Universitas Trisakti dimaksud akan

melaksanakan Kerja Praktek/Penelitian di Unit Kerja Saudara pada tanggal 15

Maret sampai dengan 15 April 2009. atas nama :

No Nama NIM Jurusan Pelaks

1 Azarya N J Siahaan 06025074 Teknik Telekomunikasi 15 Maret sd 15 April 2009

2. Mohon bantuan Saudara untuk memberikan kesempatan mahasiswa

melaksanakan kerja praktek/penelitian sesuai hubungan kerjasama industri dan

untuk menjaga kerahasiaan dokumen perusahaan, kepada mahasiswa yang

bersangkutan diwajibkan menandatangani Surat Pernyataan Bermaterai Cukup

(Rp.6.000,-) yang telah kami sediakan dan selama melaksanakan PKL /

Penelitian tidak diberikan uang lelah atau uang transport.

3. Demikian, atas bantuan dan kerjasamanya diucapkan terima kasih.

Jakarta, 14 Maret 2009

Afrizal

NIK: 600238

Tembusan

1. Sdr. OM HR REPRESENTATIVE 8.2 (UNIT SERVICE)

2. Sdr. MGR GENERAL SUPPORT REGIONAL II

3. Sdr. Kajur FTI Usakti printed by: Farida/601817 /Telkom Dokumen ini dan informasi yang terkandung di dalamnya hanya dipergunakan untuk kepentingan internal TELKOM.

Setiap perbuatan atau tindakan, apapun cara dan bentuknya. yang mengakibatkan kandungan informasi tersebut diketahui

oleh pihak-pihak yang tidak berhak dapat dikenai sanksi indisipliner dan/atau sanksi hukum ID : C3F7CO50BDD32EE44725785300189A38

Page 8: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TUGAS AKHIR

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Azarya N J Siahaan

NIM : 062.05.074

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tugas Akhir dengan judul :

ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF JARINGAN

AKSES SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK (SKSO) PADA

AREA SUDIRMAN – KUNINGAN – GATOT SUBROTO

PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK

yang saya buat ini adalah hasil karya saya sendiri, dan bukan merupakan

duplikasi, serta tidak mengutip sebagian atau seluruhnya karya orang lain, kecuali

yang telah disebutkan sumbernya dan sesuai dengan batasan serta tata cara

pengutipan. Apabila didapati pelanggaran atas pernyataan saya ini, maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku di Universitas Trisakti.

Jakarta, Juli 2009

Azarya N J Siahaan

Page 9: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

ABSTRAK

Perkembangan pesat dan persaingan penyedia jenis layanan di dunia

Telekomunikasi saat ini semakin ketat. Sehingga setiap penyedia jasa layanan

telekomunikasi dituntut untuk memberikan kinerja jasa dan pelayanan terbaik

kepada para pelanggannya. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk sebagai penyedia

jasa layanan jaringan akses komunikasi terbesar di Indonesia dituntut untuk

memberikan jasa dan kinerja pelayanan yang terbaik kepada para pelanggannya

khususnya pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto yang merupakan

sentra bisnis dan pusat perekonomian di Indonesia. Maka untuk memberikan

pelayanan yang terbaik terhadap para pelanggannya pada area tersebut, PT

Telekomunikasi Indonesia menerapkan konsep jaringan lokal akses fiber

(JARLOKAF) yang mampu memberikan pelayanan yang terbaik dan sesuai

dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan pada area tersebut.

Pada tugas akhir ini akan dibahas tentang analisis konfigurasi jaringan

akses fiber (JARLOKAF) yang diimplementasikan oleh PT Telekomunikasi

Indonesia Tbk pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto. Penerapan

JARLOKAF pada area tersebut adalah untuk memberikan pelayanan yang

maksimal kepada para pelanggannya serta memiliki sistem keamanan dan

kehandalan yang tinggi. Selain itu, juga akan dibahas tentang jalur utama dan jalur

alternatif pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto, perhitungan link

power budget pada jalur utama maupun jalur alternatif, dan pembuatan jalur

alternatif cadangan (tambahan) apabila terjadi gangguan (kerusakan total) pada

area tersebut.

Hasil analisis yang didapat dari konfigurasi jaringan menunjukkan bahwa

JARLOKAF yang diterapkan pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto

sangat cocok dan ideal serta sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Demikian juga

dengan perhitungan link power budget pada jalur utama dan jalur alternatif

menunjukkan bahwa nilai -10 dBm -1 dBm pada daya perangkat power

transmitter (PT) sangat sesuai dengan nilai daya yang diterima pada perangkat

receiver (PR) yaitu sebesar -25 dBm -16 dBm untuk jalur utama dan -24,6 dBm

-15,6 dBm untuk jalur alternatif. Sistem proteksi 1+1 maupun sistem proteksi

1:1 sangat cocok dan ideal ditempatkan pada area Sudirman – Kuningan – Gatot

Subroto.

Page 10: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

ABSTRACT

Rapid development and type of service provider competition in the

world today increasingly stringent Telecommunications. So thatevery provider of

telecommunications services required to deliver the performance and the best

service to its customers. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk as the provider of the

largest communications access network services in Indonesia are required

to provide service and performance the best service to its customers especially in

the area of Sudirman - Kuningan – Gatot Subroto, who is the center

of business and economic center in Indonesia. So to provide the best service to its

customers in the area, PT Telekomunikasi Indonesia applies the concept of local

access fiber networks (JARLOKAF) that is able to provide the best service and in

accordance with the wishes and needs of customersin these areas.

In this final assignment configuration will be discussed on the analysis

of fiber access networks (JARLOKAF) which is implemented by PT

Telekomunikasi Indonesia Tbk in Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto area.

Application JARLOKAF in these areas is to provide maximum service to its

customers and has a security system and high reliability. In addition, it will

also be discussed on the main route and alternative routes in the area of

Sudirman - Kuningan – Gatot Subroto, the link power budget calculations on the

main and alternative pathways, and making a backup alternate path (extra) in case

of disruption (damage total) in the area.

The results obtained from the analysis showed that the network

configuration is applied to the JARLOKAF Sudirman - Kuningan -

Gatot Subroto area is perfect and ideal and in accordance with customer

needs. Likewise, the link power budget calculations on the main and

alternative pathways indicates that the value of -1 dBm -10 dBm on the

power device transmitter power (PT) is in accordance with the received

power at the receiver (PR) that is equal to -25 dBm -16 dBm for the main

line and -24.6 dBm -15.6 dBm for alternative pathways. 1+1 protection

system and protection system is perfect 1:1 and ideally placed on the area of

Sudirman - Kuningan - Gatot Subroto.

Page 11: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME karena atas

berkat, rahmat, kasih karunia, dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan buku Tugas Akhir ini dengan judul :

ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF JARINGAN

AKSES SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK (SKSO) PADA

AREA SUDIRMAN – KUNINGAN – GATOT SUBROTO

PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK

Tugas akhir ini dibuat untuk melengkapi salah satu persyaratan akhir

dalam menyelesaikan pendidikan strata satu pada jurusan Teknik Elektro Fakultas

Teknologi Industri Universitas Trisakti.

Dalam proses penyusunan dan pembuatan Tugas Akhir ini, penulis banyak

mendapatkan bantuan, dukungan, masukan dan saran dari berbagai pihak terkait.

Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. DR. Ir. Indra Surjati, MT selaku Pembimbing Tugas Akhir dan juga

selaku Walik Dekan I Bidang Akademis yang telah memberikan bimbingan

dan motivasi kepada Penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

2. Ibu DR. Ir. Suhartati Agoes, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Elektro,

Universitas Trisakti.

3. Ibu Ir. Rosalia Subrata, selaku Koordinator Tugas Akhir Jurusan Teknik

Elektro Universitas Trisakti.

4. Bapak Shelter Tobing, Bapak Riwayanto, Bapak Gatot, Bang Dikko yang

telah banyak memberikan bimbingan di PT Telekomunikasi Indonesia

sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.

Page 12: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

5. Ibu Ir. Cecilia Susilawati, MT selaku Penasehat Akademis yang telah

memberikan bimbingan dan saran yang sangat berharga kepada penulis untuk

menjalani kuliah dengan baik.

6. Papa dan Mama tercinta maupun kedua adikku tersayang yang selalu

memberikan dukungan doa dan semangat, serta motivasi kepada penulis

supaya dapat menyelesaikan Kerja Praktek maupun kuliah dengan baik.

7. Saudara-saudara dan keluarga besar khususnya Om Slamet, Om Gideon, Om

Carol, maupun Om Benny yang telah memberikan dukungan doa, dana, moril,

serta motivasi dan semangat kepada penulis.

8. Teman-teman Elektro Trisakti khususnya Angkatan 2005 yang telah banyak

membantu penulis dalam penyusunan buku Tugas Akhir.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam

penulisan buku Tugas Akhir ini yang disebabkan oleh terbatasnya kemampuan dan

wawasan penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan dan menghargai

berbagai masukan, kritik, dan saran yang membangun dari para pembaca.

Penulis juga berharap semoga buku Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi

kita semua khususnya kepada para dosen dan teman-teman mahasiswa Jurusan

Teknik Elektro, Universitas Trisakti, Jakarta.

Akhir kata, semoga Tuhan YME senantiasa memberkati kita semua.Amin.

Jakarta, Juli 2009

Penulis

(062.05.074)

Page 13: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL (BERBAHASA INDONESIA) ..................................... i

HALAMAN JUDUL (BERBAHASA INGGRIS) .......................................... ii

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ iii

HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ........................ v

ABSTRAK ...................................................................................................... vi

ABSTRACT ..................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR .................................................................................... viii

DAFTAR ISI ................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvi

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvii

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xxi

BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah .......................................................... 3

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................... 4

1.4 Batasan Masalah................................................................. 4

1.5 Metode Penelitian............................................................... 5

1.6 Sistematika Penulisan ........................................................ 5

Page 14: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

BAB II TEORI DASAR SISTEM KOMUNIKASI

SERAT OPTIK ..................................................................... 7

2.1 Komponen Dasar Sistem Komunikasi Serat Optik ........... 7

2.2 Konsep Perambatan Cahaya .............................................. 8

2.3 Karakteristik Serat Optik .......................................... 10

2.4 Struktur Serat Optik ........................................................... 13

2.5 Prinsip Dasar Perambatan Cahaya Pada Serat Optik ......... 14

2.6 Jenis Serat Optik ................................................................ 16

2.7 Karakteristik Transmisi Serat Optik .................................. 20

2.8 Pembengkokan Serat Optik (Fiber Bending) ..................... 22

2.9 Komponen Utama Sistem Transmisi Serat Optik .............. 22

2.10 Prinsip Kerja Transmisi Pada Serat Optik ....................... 26

2.11 Konstruksi Kabel Optik ................................................... 27

2.11.1 Fungsi dan Bagian-Bagian Kabel Optik Jenis

Loose Tube ............................................................ 28

2.11.2 Fungsi dan Bagian-Bagian Kabel Optik

Jenis Slot ............................................................... 29

2.11.3 Spesifikasi Kabel Serat Optik ............................... 33

2.12 Metode Penyambungan Serat Optik ................................ 33

2.13 Keuntungan dan Kerugian Serat Optik ............................ 37

2.14 Sumber Cahaya ................................................................ 38

2.15 Detektor Cahaya ............................................................... 41

2.16 Sistem Komunikasi Menggunakan Serat Optik ............... 43

Page 15: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

2.17 Sistem Komunikasi Optik Koheren ................................. 49

2.18 Optical Multiplexing ........................................................ 49

2.19 Repeater............................................................................ 50

2.20 Pengukuran Perlengkapan Serat Optik............................. 52

2.21 Link Power Budget .......................................................... 55

2.21.1 Rumus Perhitungan Link Power Budget ............... 56

BAB III KONFIGURASI JARINGAN AKSES SISTEM

KOMUNIKASI SERAT OPTIK (SKSO) PADA AREA

SUDIRMAN – KUNINGAN – GATOT SUBROTO

PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK ................... 57

3.1 Konfigurasi Jaringan .......................................................... 57

3.2 Jaringan Lokal Akses Fiber (JARLOKAF)

PT. Telekomunikasi Indonesia ........................................... 58

3.2.1 Struktur JARLOKAF .............................................. 60

3.2.2 Standar Teknologi JARLOKAF

PT. Telekomunikasi Indonesia ................................. 62

3.2.3 Digital Loop Carrier (DLC) ...................................... 62

3.2.3.1 Konfigurasi DLC .......................................... 63

3.2.4 Synchronous Digital Hierarchy (SDH) .................... 64

3.2.4.1. Struktur Frame SDH ................................... 66

3.2.5 Passive Optical Network (PON) .............................. 67

3.2.5.1. OLT (Optical Line Terminal)...................... 70

3.2.5.2. Optical Distribution Network (ODN) ......... 71

Page 16: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

3.2.5.3. Optical Network Unit (ONU)...................... 73

3.2.6 Active Optical Network (AON) ................................ 74

3.3 Sistem Transmisi JARLOKAF pada

PT. Telekomunikasi Indonesia ........................................... 75

3.4 Aplikasi JARLOKAF Pada PT. Telekomunikasi

Indonesia ............................................................................ 80

3.5 Konfigurasi Sistem JARLOKAF STO Semanggi dan

STO Gatot Subroto pada area Sudirman – Gatot

Subroto – Kuningan ........................................................... 84

3.5.1 Kombinasi dengan Ring ........................................... 86

3.6 User (Pengguna) ................................................................. 88

3.7 Prinsip Kerja JARLOKAF ................................................. 92

3.7.1. Antarmuka (Interface) Jarlokaf V 5.1 ...................... 93

3.7.2. Antarmuka (Interface) Jarlokaf V 5.2 ...................... 93

3.8 Kapasitas dan Kualitas JARLOKAF .................................. 95

3.9 Sistem Proteksi Pada JARLOKAF .................................... 96

3.9.1 Sub Network Connection Protection (SNCP) ........... 97

3.9.2 Multiplex Section Protection (MSP) ......................... 97

3.9.3 Sistem Proteksi JARLOKAF Pada Topologi Ring ... 99

BAB IV ANALISIS KONFIGURASI DAN

JALUR ALTERNATIF ........................................................ 101

4.1 Analisis Konfigurasi Jaringan dan Topologi Ring

STO Semanggi dan STO Gatot Subroto Pada Area

Sudirman –Kuningan – Gatot Subroto ............................... 101

Page 17: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

4.1.1 Analisis Konfigurasi Jaringan .................................. 101

4.1.1.1 Analisis Konfigurasi JARLOKAF

dengan Teknologi Akses DLC dan

Sistem Transmisi SDH ................................. 102

4.1.1.2 Analisis Konfigurasi JARLOKAF dengan

Teknologi Akses PON dan Sistem

Transmisi SDH ............................................. 104

4.1.2 Analisis Topologi Ring ............................................ 108

4.1.2.1 Analisis Topologi Ring Logic ...................... 108

4.1.2.2 Analisis Topologi Ring Fisik ....................... 110

4.2 Analisis dan Perhitungan Link Power Budget Jalur

Utama dan Jalur Alternatif Pada Area Sudirman –

Gatot Subroto – Kuningan ................................................. 111

4.2.1 Analisis Jalur Utama Pada Area Sudirman – Kuningan –

Gatot Subroto ......................................................................... 111

4.2.2 Analisis Jalur Alternatif Pada Area Sudirman –

Kuningan – Gatot Subroto ....................................... 112

4.2.3 Perhitungan Link Power Budget Pada Jalur Utama

Area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto ........... 114

4.2.4 Perhitungan Link Power Budget Pada Jalur

Alternatif Area Sudirman – Kuningan –

Gatot Subroto ........................................................... 119

Page 18: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

4.2.5 Analisis Dari Perhitungan Link Power Budget

pada Jalur Utama dan Jalur Alternatif pada Area

Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto .................... 124

4.3 Analisis Sistem Proteksi Perangkat Pada STO

Semanggi dan STO Gatot Subroto ..................................... 125

4.3.1 Analisis Sistem Proteksi Perangkat 1+1 pada

STO Semanggi dan STO Gatot Subroto .................. 126

4.3.2 Analisis Sistem Proteksi Perangkat 1 : 1 pada

STO Semanggi dan STO Gatot Subroto .................. 127

4.4 Pembuatan dan Analisis Jalur Alternatif Cadangan

(Tambahan) Dengan Topologi Ring .................................. 129

4.5 Implementasi JARLOKAF ................................................ 134

4.5.1 Penentuan Teknologi ................................................ 135

4.5.2 Konfigurasi Jaringan JARLOKAF ........................... 136

4.5.3 Penentuan Batas Daerah Pelayanan ......................... 137

4.5.4 Penyusunan Rancangan Dasar dan

Rancangan Rinci ...................................................... 138

4.5.5 Manajemen Proyek................................................... 140

4.5.6 Menyusun Jaringan Kerja Proyek ............................ 141

4.5.7 Perubahan Jadwal Network Planning....................... 142

4.5.8 Pekerjaan Sipil ......................................................... 142

4.5.9 Penentuan Kapasitas Kabel Serat Optik ................... 146

4.5.10 Jadwal Perencanaan/Time Frame ............................ 147

Page 19: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................. 148

5.1 Kesimpulan ........................................................................ 148

5.2 Saran .................................................................................. 149

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 20: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Data-data Single Mode Step Index Fiber ........................................ 17

Tabel 2.2 Data-data Multi Mode Step Index Fiber ......................................... 18

Tabel 2.3 Data-data Multi Mode Graded Index Fiber .................................... 20

Tabel 2.4 Spesifikasi Serat Optik .................................................................... 33

Tabel 2.5 Kelebihan dan Kekurangan LED dan LASER ............................... 40

Tabel 3.1 Standar Frame dan Kecepatan SDH .............................................. 66

Tabel 3.2 Redaman Passive Splitter ................................................................ 73

Tabel 3.3 Perbandingan Teknis SDM, WDM, DDM, TCM, CDM, SCM ..... 80

Tabel 3.4 User (Pengguna) ............................................................................. 89

Tabel 3.5 Perbandingan Antarmuka V 5.1 dan V 5.2 ..................................... 94

Tabel 3.6 Sistem Proteksi Topologi Ring ....................................................... 100

Tabel 4.1 Parameter Link Power Budget Pada Jalur Utama ........................... 117

Tabel 4.2 Perhitungan Link Power Budget Jalur Utama Pada Area

Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto ........................................... 118

Tabel 4.3 Parameter Link Power Budget Pada Jalur Alternatif ...................... 122

Tabel 4.4 Perhitungan Link Power Budget Jalur Alternatif Pada Area

Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto ........................................... 123

Tabel 4.5 Jadwal Perencanaan / Time Frame ................................................. 147

Page 21: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Komponen Dasar Sistem Komunikasi Serat Optik .................. 8

Gambar 2.2. Hukum Snellius ........................................................................ 9

Gambar 2.3. Numerical Aperture .................................................................. 10

Gambar 2.4. Struktur Serat Optik ................................................................. 14

Gambar 2.5. Lintasan Cahaya Dalam Serat Optik ........................................ 15

Gambar 2.6. Single Mode Step-Index Fiber ................................................. 16

Gambar 2.7. Perambatan Cahaya dalam Single Mode Step-Index Fiber...... 16

Gambar 2.8. Multimode Step-Index Fiber .................................................... 17

Gambar 2.9. Perambatan Gelombang Cahaya Pada Multimode

Step-Index Fiber ....................................................................... 18

Gambar 2.10. Multimode Graded Index ......................................................... 19

Gambar 2.11. Perambatan Gelombang Cahaya Pada Multimode

Graded Index ............................................................................ 20

Gambar 2.12. Karakteristik Transmisi Serat Optik......................................... 21

Gambar 2.13. Pembengkokan Serat Optik ...................................................... 22

Gambar 2.14. Elemen Utama Transmisi Serat Optik...................................... 23

Gambar 2.15. Prinsip Kerja Transmisi Pada Serat Optik ............................... 27

Gambar 2.16. Penampang Kabel Optik Jenis Loose Tube ............................. 29

Gambar 2.17. Penampang Kabel Optik Jenis Slot .......................................... 30

Gambar 2.18. Kabel Duct ............................................................................... 30

Gambar 2.19. Kabel Tanah ............................................................................. 31

Gambar 2.20. Kabel Atas Tanah (Udara) ....................................................... 31

Page 22: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 2.21. Kabel Indoor kapasitas 2-6 Fiber Optic ................................... 32

Gambar 2.22. Kabel Indoor Kapasitas 8-12 Fiber Optic ............................... 32

Gambar 2.23. Konektor .................................................................................... 34

Gambar 2.24. Metode Peleburan (Penyambungan) Serat Optik

(Fussion Splicing) .................................................................... 35

Gambar 2.25. Metode Mekanis (Penyambungan) Serat Optik

(V-groove Splicing) .................................................................. 36

Gambar 2.26. Gambar LED ............................................................................ 39

Gambar 2.27. Gambar LASER ....................................................................... 40

Gambar 2.28. Detektor Cahaya ....................................................................... 42

Gambar 2.29. Blok Diagram Sistem Komunikasi Serat Optik ....................... 43

Gambar 2.30. Sistem Komunikasi Serat Optik ............................................... 48

Gambar 2.31. Wave Division Multiplexing .................................................... 50

Gambar 2.32. Frequency Division Multiplexing ............................................ 50

Gambar 2.33. Regenerative Repeater ............................................................. 51

Gambar 2.34. Optical Repeater ....................................................................... 51

Gambar 2.35. OTDR ....................................................................................... 52

Gambar 3.1. Struktur Konfigurasi JARLOKAF ........................................... 61

Gambar 3.2. Konfigurasi DLC ...................................................................... 63

Gambar 3.3. Multiplexing SDH..................................................................... 65

Gambar 3.4. Konfigurasi PON ...................................................................... 68

Gambar 3.5. Arsitektur PON ........................................................................ 69

Gambar 3.6. Optical Line Terminal (OLT)................................................... 70

Gambar 3.7. ONU (Optical Network Unit)................................................... 73

Page 23: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 3.8. Konfigurasi AON ..................................................................... 75

Gambar 3.9. Space Division Multiplexing ................................................... 76

Gambar 3.10. Direct Division Multiplexing (DDM) ...................................... 76

Gambar 3.11. Wavelength Division Multiplexing (WDM) ............................ 77

Gambar 3.12. Time Compression Multiplexing (TCM) ................................. 78

Gambar 3.13. Code Division Multiplexing (CDM) ........................................ 78

Gambar 3.14. Subcarrier Multiplexing (SCM) ............................................... 79

Gambar 3.15. Konfigurasi Fiber To The Building.......................................... 82

Gambar 3.16. Konfigurasi Fiber To The Zone ............................................... 82

Gambar 3.17. Konfigurasi Fiber To The Curb................................................ 83

Gambar 3.18. Konfigurasi Fiber To The Home .............................................. 84

Gambar 3.19. Konfigurasi JARLOKAF STO Semanggi dan STO

Gatot Subroto .......................................................................... 85

Gambar 3.20. Konfigurasi Single Star ............................................................ 86

Gambar 3.21. Konfigurasi Multiple Star ........................................................ 86

Gambar 3.22. Konfigurasi Ring Kabel ........................................................... 87

Gambar 3.23. Konfigurasi Ring SDH ............................................................. 88

Gambar 3.24. Kombinasi Ring SDH dengan JARLOKAF ............................ 88

Gambar 3.25. Antarmuka V 5.1 ...................................................................... 93

Gambar 3.26. Antarmuka V 5.2 ...................................................................... 94

Gambar 3.27. Kapasitas Sistem Jarlokaf ........................................................ 96

Gambar 3.28. Sub Network Connection Protection (SNCP) Pada SDH ........ 97

Gambar 3.29. Multiplex Section Protection (MSP) ........................................ 99

Page 24: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 4.1 Konfigurasi JARLOKAF dengan Teknologi Akses DLC

dan Sistem Transmisi SDH ...................................................... 103

Gambar 4.2 Konfigurasi JARLOKAF dengan Teknologi Akses PON

dan Sistem Transmisi SDH ...................................................... 107

Gambar 4.3 Topologi Ring Logic ................................................................ 109

Gambar 4.4 Topologi Ring Fisik ................................................................. 110

Gambar 4.5 Jalur Utama Area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto .................. 111

Gambar 4.6 Jalur Alternatif Area Sudirman - Kuningan - Gatot Subroto ... 112

Gambar 4.7 Jalur Alternatif Area Sudirman - Kuningan - Gatot Subroto ... 113

Gambar 4.8 Jalur Alternatif Area Sudirman - Kuningan - Gatot Subroto ... 113

Gambar 4.9 Proteksi perangkat 1+1 dan 1:1 pada saat aktif dan pasif ........ 125

Gambar 4.10 Sistem Proteksi Perangkat 1+1 pada

STO Semanggi dan STO Gatot Subroto .................................. 127

Gambar 4.11 Sistem Proteksi Perangkat 1:1 pada

STO Semanggi dan STO Gatot Subroto .................................. 129

Gambar 4.12 Konfigurasi Jalur Alternatif Cadangan dengan Topologi

Ring yang Menghubungkan STO Slipi – STO Gambir –

STO Jatinegara – STO Kebayoran Baru – STO

Gatot Subroto – STO Semanggi ............................................... 132

Gambar 4.13 Prosedur Perencanaan Implementasi JARLOKAF .................. 134

Gambar 4.14 Contoh Konfigurasi JARLOKAF ............................................ 137

Gambar 4.15 Penjilidan Gambar Perencanaan JARLOKAF ......................... 139

Gambar 4.16 Parameter Ukuran Perancangan Gambar JARLOKAF ............ 140

Gambar 4.17 Diagram Panah ......................................................................... 141

Page 25: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 4.18 Diagram Panah Network Waktu dan Biaya ............................. 142

Gambar 4.19 Pipa Subduct ............................................................................ 144

Gambar 4.20 Primary Network dan Secondary Network .............................. 145

Page 26: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

DAFTAR SINGKATAN

ADC Analog to Digital Converter

ADM Add Drop Multiplex

ADSL Asymetric Digital Subscriber Line

AON Active Optical Network

APD Avalanche Photo Diode

APS Automatic Protection System

AS Active Splitter

ASE Active Splitting Equipment

ATM Asynchronous Transfer Mode

BER Bit Error Rate

BRA Basic Rate Access

CATV Cable TV

CCD Video cameras

CDM Code Division Multiplexing

CO Central Office

CRT Cathode Ray Tube

CT Central Terminal

CT Central Terminal

DAC Digital to Analog Converter

DAF Daerah Akses Fiber

dB deci-Bell

Page 27: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

DDM Direction Division Multiplexing

DLC Digital Loop Carrier

DXC Digital Cross-Connect

EMS Elemen Management System

FTTA Fiber To The Apartment

FTTB Fiber To The Building

FTTC Fiber To The Curb

FTTD Fiber To The Desk

FTTH Fiber To The Home

FTTO Fiber To The Office

FTTZ Fiber To The Zone

HDPES High Density Polyethylene Sheath

HFC Hybrid Fiber Coax

HH Handhole

HOM High Orde Mux

IPTV Internet Protocol Television

ISDN Integrated Service Digital Network

JARLOKAF Jaringan Lokal Akses Fiber

KP Kotak Pembagi

LASER Light Amplification by Simulated Emission of Radiation

LCD Liquid Crystal Display

LD Laser Diode

LED Light Emitting Diode

Page 28: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

MH Manhole

MRP Minimum Required Power

MSP Multipleks Section Protection

NA Numerical Aperture

NGN next generation network

ODN Optical Distribution Network

OLED Optical Light Emitting Diode

OLT Optical Line Termination

OLTE Optical Line Termination Equipment

ONU Optical Network Unit

OTDR Optical Time Domain Reflectometer

PBTP Polybutylene Terepthalete

PCM Pulse Code Modulation

PE Polyethylene

PIN Positive Intrinsic Negative

PON Passive Optical Network.

POTS Plain Old Telephone Service

POTS Plain Old Telephone Switch

PR Power received

PRA Primary Rate Access

PS Passive Splitter

PT Power transmitted

RK Rumah Kabel

Page 29: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

RT Remote Terminal

SCM Subcarrier Multiplexing

SDH Synchronous Digital Hierarchy

SDM Space Division Multiplexing

SKSO Sistem Komunikasi Serat Optik

SNCP Sub Network Connection Protection

SNR Signal Noise Ratio

SST Satuan Sambungan Telepon

STM Synchronous Transport Module

STO Sentral Telepon Otomat

TCM Time Compression Multiplexing

TDM Time Division Multiplex

TKO Titik Konversi Optik

VDSL Very High Digital Subscriber Line

VOD Video On Demand

WDM Wavelength Division Multiplexing

Page 30: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di era globalisasi saat ini, komunikasi menjadi suatu hal yang sangat

penting bagi kehidupan manusia dalam masyarakat. Dunia sudah banyak

berhubungan dengan berbagai jenis jaringan, baik itu jaringan tembaga, jaringan

radio, maupun jaringan serat optik.

Perkembangan sistem teknologi informasi dan komunikasi yang

sedemikian cepat pada masyarakat modern, sudah pasti membutuhkan sarana

komunikasi yang mampu memenuhi semua kebutuhan akan layanan informasi dan

komunikasi tersebut. untuk memenuhi kebutuhan akan layanan informasi dan

komunikasi tersebut, maka diperlukan suatu jaringan komunikasi yang mampu

diandalkan, memiliki bandwidth yang besar, kebal terhadap interferensi dan

crosstalk, tidak mudah disadap, memiliki rugi transmisi daya yang kecil, memiliki

fleksibilitas yang baik, serta mempunyai sistem keamanan dan kehandalan yang

tinggi. Hingga saat ini, dunia telekomunikasi menganggap bahwa jaringan

komunikasi berbasis serat optik merupakan jaringan yang dipercaya mampu

menangani masalah tersebut.

Perusahaan yang tergabung di dalam bidang penyedia layanan

telekomunikasi yang bersaing dalam memberikan fasilitas dan pelayanan guna

memudahkan dalam melakukan komunikasi, demi terwujudnya kepuasan bagi

pelanggan. Untuk mengimplementasikan itu semua, maka kualitas performansi

Page 31: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

sarana telekomunikasi harus dijaga dan dipelihara dengan baik, begitu juga

dengan sistem transmisi dari sarana telekomunikasi tersebut juga harus dipelihara

dengan baik. Oleh karena itu, untuk menjaga agar pertukaran informasi berjalan

dengan baik melalui jaringan serat optik, performansi jaringan harus dijaga

dengan baik sehingga dapat mencapai kondisi ideal dalam proses komunikasi

yang sedang berlangsung.

PT Telekomunikasi Indonesia Tbk sebagai penyedia utama layanan

jaringan komunikasi serat optik tentu saja berusaha untuk memberikan pelayanan

yang terbaik kepada para pelanggannya. Khususnya untuk area bisnis seperti

Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto, yang merupakan sentra bisnis di indonesia

PT Telekomunikasi Indonesia menerapkan konsep jaringan akses serat optik yang

mampu menangani semua kebutuhan para pelanggan yang berupa sentra bisnis,

gedung perkantoran maupun area perumahan residential.

Pada area Sudriman – Kuningan – Gatot Subroto, PT Telekomunikasi

Indonesia menerapkan konsep jaringan lokal akses fiber (JARLOKAF) yang

mampu menyediakan layanan dengan maksimal dan ideal kepada para

pelanggannya yang berupa sentra bisnis, gedung bertingkat, dan area perumahan

yang di catu oleh dua sentral telepon otomat (STO) milik PT Telekomunikasi

Indonesia yaitu STO Semanggi dan STO Gatot Subroto. Selain itu pada area

tersebut terdapat dua jalur operasional yaitu jalur utama dan jalur alternatif yang

mana fungsinya jalur alternatif pada area tersebut berfungsi menggantikan jalur

utama apabila terjadi gangguan ataupun kerusakan operasional. Selain itu

Page 32: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

penggunan topologi ring pada area tersebut untuk meningkatkan kapasitas

kehandalan dan sistem proteksi pada JARLOKAF tersebut.

Pada tugas akhir ini akan dijelaskan tentang konsep JARLOKAF, struktur

JARLOKAF, standard teknologi yang digunakan pada JARLOKAF, sistem

transmisi JARLOKAF, aplikasi JARLOKAF, dan konfigurasi JARLOKAF pada

area sudarman – kuningan – Gatot Subroto yang juga mencakup prinsip kerja

kapasitas dan proteksi JARLOKAF pada area tersebut. juga akan di lakukan

analisis tentang konfigurasi JARLOKAF dan topologi ring, analisis jalur utama

dan jalur alternatif, analisis sistem proteksi, maupun pembuatan jalur alternatif

cadangan yang mampu memback-up jalur utama dan jalur alternatif pada area

tersebut, sehingga para pelanggannya tetap dapat bekerja seperti biasa dan tidak

merasakan terjadinya gangguan dan kerusakan pada jaringan akses serat optik.

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penulisan tugas akhir ini adalah menganalisis

konfigurasi jaringan lokal akses fiber (JARLOKAF) STO Semanggi dan STO

Gatot Subroto pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto dengan teknologi

transmisi SDH, DLC, dan PON, analisis topologi ring pada STO Semanggi dan

STO Gatot Subroto pada area tersebut, analisis jalur utama dan jalur alternatif,

perhitungan link power budget, analisis sistem proteksi perangkat, dan

implementasi jaringan yang dilakukan oleh PT Telekomunikasi Indonesia.

Page 33: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

1.3. Tujuan Penulisan

Penyusunan tugas akhir ini dimaksudkan untuk mengetahui secara lebih

mendalam tentang konfigurasi jaringan lokal akses fiber (JARLOKAF) pada area

Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto, topologi ring pada area tersebut, jalur

utama dan jalur alternatif pada area tersebut.

1.4. Batasan Masalah

Batasan masalah yang akan dibahas dalam penyusunan tugas akhir ini

mencakup hal-hal sebagai berikut :

A. Menjelaskan tentang sistem komunikasi serat optik, struktur serat optik,

perambatan cahaya dalam serat optik, karakteristik serat optik, prinsip kerja

stransmisi serat optik, konstruksi kabel serat optik, metode penyambungan

serat optik, sumber cahaya, dan detektor cahaya.

B. Menjelaskan tentang konsep dasar JARLOKAF, struktur JARLOKAF, standar

teknologi JARLOKAF, sistem transmisi JARLOKAF, aplikasi JARLOKAF,

konfigurasi JARLOKAF pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto

serta sistem proteksi JARLOKAF pada area tersebut.

C. Melakukan analisis konfigurasi jaringan atau akses fiber (JARLOKAF),

analisis jalur utama dan jalur alternatif, analisis sistem proteksi perangkat,

analisis dan pembuatan jalur alternatif cadangan (tambahan), dan

implementasi jaringan yang dilakukan oleh PT Telekomunikasi Indonesia.

Page 34: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

1.5. Metode Penelitian

Metode penelitian dilakukan dengan cara mempelajari hal-hal yang

berhubungan dengan konfigurasi jaringan dan analisis jaringan pada PT

Telekomunikasi Indonesia khususnya pada area Sudirman – Kuningan – Gatot

Subroto sebagai berikut :

A. Mempelajari buku-buku literatur dan buku-buku referensi yang berhubungan

dengan topik pembahasan.

B. Melakukan diskusi dan bimbingan kepada dosen pembimbing tugas akhir dan

juga melaksanakan bimbingan langsung kepada pembimbing lapangan untuk

lebih memahami dan mengetahui konfigurasi jaringan serta melakukan

analisis.

C. Mengambil data-data baik dari buku, internet, dan pengambilan langsung data

lapangan pada PT Telekomunikasi Indonesia.

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada tugas akhir mencakup Bab I – Bab V yaitu :

Bab I Pendahuluan

Pada bab ini berisi mengenai latar belakang perumusan masalah,

tujuan penelitian, batasan masalah, metode penelitian, serta

sistematika penulisan.

Bab II Teori Dasar Sistem Komunikasi Serat Optik

Pada bab ini berisikan seluruh teori dasar tentang sistem komunikasi

serat optik (SKSO).

Page 35: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Bab III Konfigurasi Jaringan Akses Sistem Komunikasi Serat Optik

(SKSO) pada Area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto

PT Telekomunikasi Indonesia

Pada bab ini berisikan tentang konfigurasi jaringan, struktur

JARLOKAF, standar teknologi JARLOKAF, sistem transmisi

JARLOKAF, aplikasi JARLOKAF, prinsip kerja JARLOKAF,

kapasitas JARLOKAF, dan sistem proteksi JARLOKAF.

Bab IV Analisis Konfigurasi Dan Jalur Alternatif

Pada bab ini berisi tentang analisis konfigurasi jaringan, analisis jalur

utama dan jalur alternatif, perhitungan dan analisis link power budget

pada jalur utama dan jalur alternatif, analisis pembuatan jalur

alternatif cadangan (tambahan) dengan topologi ring, serta

implementasi jaringan.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil analisis

tugas akhir yang telah dibuat.

Page 36: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

BAB II

TEORI DASAR SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

2.1. Komponen Dasar Sistem Komunikasi Serat Optik

Sistem komunikasi pada prinsipnya terdiri dari pengirim, media

transmisi, dan penerima. Pada pengirim (Transmitter), pesan diubah ke

dalam bentuk yang sesuai untuk media transmisi yang digunakan, kemudian

pesan diterima oleh penerima (receiver).

Sistem komunikasi serat optik adalah suatu sistem komunikasi yang

menggunakan cahaya yang merambat di dalam serat optik sebagai pembawa

informasi yang akan dikirimkan kepada penerima. Sinyal informasi yang

akan dikirim terlebih dahulu dimodulasi dengan sinyal pembawa (carrier),

yang berupa sinyal optik untuk kemudian dikirimkan kepada penerima.

Sinyal informasi yang berupa sinyal listrik yang dimodulasi dengan output

dari LASER (Light Amplification by Simulated Emission of Radiation) atau

LED (Light Emitting Diode) sehingga menjadi sinyal optik dan kemudian

siap untuk ditransmisikan.

Sinyal transmisi yang masuk kedalam serat optik akan merambat

didalam core berdasarkan prinsip pemantulan total. Dalam perambatannya,

sinyal informasi yang melalui serat optik akan mengalami redaman, sehingga

semakin jauh jarak transmisinya maka sinyal tersebut akan semakin lemah.

Untuk mengatasi hal itu diperlukan repeater (penguat ulang) yang dipasang

Page 37: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

pada jalur transmisi serat optik. Repeater berfungsi untuk menguatkan

kembali sinyal informasi yang ditransmisikan tersebut.

Sinyal informasi yang diterima oleh receiver kemudian akan dideteksi

oleh detector cahaya, untuk kemudian diubah lagi menjadi sinyal listrik oleh

PIN (Positive Intrinsic Negative) atau APD (Avalanche Photo Diode)

Gambar 2.1 Komponen Dasar Sistem Komunikasi Serat Optik

2.2 Konsep Perambatan Cahaya

Konsep perambatan cahaya dalam serat optik dapat dibagi menjadi 2

bagian yaitu :

- Optika Geometris dilandaskan pada hukum Snellius yang menyatakan

bahwa sinar datang dari medium udara ke dalam medium air akan

mengalami pembiasan mendekati garis normal, demikian sebaliknya

apabila garis sinar datang dari medium air menuju medium udara akan

dibiaskan menjadi garis normal seperti pada gambar 2.2 di bawah ini.

Page 38: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 2.2. Hukum Snellius

Perumusan matematis hukum Snellius adalah :

1

2

2

1

2

1

n

n

V

V

Sin

Sin

………….. ……………(2.1)

atau

n1 sin 1 = n2 sin 2

atau

v1 sin 2 = v2 sin 1

Dimana :

n1 = Indeks bias medium 1 atau udara

n2 = Indeks bias medium 2 atau air

v1 = Kecepatan rambat medium 1 atau udara

v2 = Kecepatan rambat medium 2 atau air

1 = Sudut datang

2 = Sudut pantul

Page 39: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

- Optika Fisis adalah cahaya didefinisikan sebagai gelombang

elektromagnetik yang merambat dalam medium udara dan hampa udara

dengan kecepatan 3 x 108 m/s yang dipengaruhi oleh frekuensi tetapi

tidak dipengaruhi oleh medan gravitasi.

Dimana perumusan Optika Fisis adalah :

c = . f ……………………… (2.2)

Dimana :

c = Cepat rambat cahaya dalam ruang hampa udara (3 x 108 m/s)

= Panjang gelombang (m)

f = Frekuensi (Hertz)

2.3 Karakteristik Serat Optik

Karakteristik serat optik dapat dibagi menjadi 4 bagian yaitu :

a) Numerical Aperture

Numerical Aperture merupakan parameter yang mempresentasikan

sudut penerimaan maksimum dimana berkas cahaya masih bisa diterima dan

merambat didalam inti serat. Sudut penerimaan ini dapat beraneka macam

tergantung kepada karakteristik indeks bias inti dan selubung serat optik.

Gambar 2.3. Numerical Aperture

Page 40: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Jika sudut datang berkas cahaya lebih besar dan NA atau sudut kritis

maka berkas tidak akan dipantulkan kembali ke dalam serat melainkan akan

menembus cladding dan akan keluar dan serat. Semakin besar NA maka

semakin banyak jumlah cahaya yang diterima oleh serat. Akan tetapi

sebanding dengan kenaikan NA menyebabkan lebar pita berkurang, dan mgi

penyebaran serta penyerapan akan bertambah. Oleh karena itu, nilai NA besar

hanya baik untuk aplikasi jarak-pendek dengan kecepatan rendah. Besarnya

Numerical Aperture (NA) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

berikut:

2ΔnnnsinθNA 1

2

2

2

1maks ………….…… (2.3)

Dimana :

n1 = Indeks bias inti

n2 = Indeks bias cladding

= beda indeks bias relatif

b) Redaman (Attenuation)

Redaman (attenuasi) serat optik merupakan karakteristik penting yang

hams diperhatikan mengingat kaitannya dalam menentukan jarak pengulang

(repeater), jenis pemancar dan penerima optik yang hams digunakan.

Besarnya redaman (attenuasi) atau rugi-rugi daya dinyatakan oleh persamaan

berikut:

dB/kmP

Plog

L

10α

out

in

………………….. (2.4)

Page 41: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Dimana :

L = Panjang serat optik (km)

Pin = Daya yang masuk kedalam serat

Pout = Daya yang keluar dari serat

Redaman serat biasanya disebabkan oleh penyerapan (absorpsi) energi

sinyal oleh bahan serat optik, efek scattering (penghamburan) dan pengaruh

radiasi (pembengkakan). Semakin besar redaman, berarti semakin sedikit

cahaya yang dapat mencapai detektor. Dengan demikian semakin pendek

kemungkinan jarak sepanjang antar pengulangan.

c) Dispersi

Dispersi dalam komunikasi serat optik adalah proses penyebaran pulsa

optik ketika mereka berjalan melewati serat optik. Penyebaran ini terjadi

karena kecepatan pulsa optik tidak sama. Ketidaksamaan ini disebabkan oleh

indeks bias yang berbeda.

- Dispersi Modal

Dispersi Modal terjadi karena tiap mode dalam fiber optik memiliki jarak

dan jalur perambatan yang berbeda, sehingga ketika sampai di

photodetector, mereka tidak berbarengan. Modal dispersion hanya terjadi

pada multi mode fiber. Dengan single mode fiber, hal ini dapat diatasi.

Karena single mode hanya memiliki satu jalur perambatan.

- Dispersi Intermodal

Dispersi intermodal berasal dari fakta bahwa indeks bias fiber optik

berubah sesuai dengan panjang gelombangnya. Ketika indeks refraksi

Page 42: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

berbeda, kecepatan perambatan juga berbeda. Karena sebuah transmitter

tidak mungkin menghasilkan satu panjang gelombang saja (pasti memiliki

lebar spektrum), maka sinyal optik pasti akan terdispersi ketika melewati

fiber optik.

- Dispersi Gelombang

Prinsipnya sama seperti material dispersion. Ada sinyal optik yang masuk

ke cladding. Karena indeks bias cladding berbeda dengan indeks bias

core, maka kecepatannya akan berbeda. Sehingga tidak sampai ke

photodetector secara berbarengan. Dispersi ini hanya signifikan pada

single mode fiber.

d) Polarisasi

Polarisasi terjadi karena sinyal optik yang memiliki polarisasi berbeda

akan memiliki kecepatan perambatan yang sedikit berbeda. Namun

polarization mode dispersion biasanya kecil. Dispersi ini hanya signifikan

apabila dispersi yang lain sangat kecil.

2.4 Struktur Serat Optik

Serat optik terbuat dan bahan dielektrik berbentuk seperti kaca (glass).

Di dalam serat inilah energi cahaya yang dibangkitkan oleh sumber cahaya

disalurkan (ditransmisikan) sehingga dapat diterima di ujung unit penerima

(receiver).

Page 43: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Struktur Serat Optik pada umumnya terdiri dan 3 bagian yaitu:

1. Bagian yang paling utama dinamakan bagian inti (core), dimana

gelombang cahaya yang dikirimkan akan merambat dan mempunyai

indeks bias lebih besar dan lapisan kedua. Terbuat dan kaca (glass) yang

berdiameter antara 2 ~ 125 m, dalam hal ini tergantung dan jenis serat

optiknya.

2. Bagian yang kedua dinamakan lapisan selimut (Cladding), dimana bagian

ini mengelilingi bagian inti dan mempunyai indeks bias lebih kecil

dibandingkan dengan bagian inti. Terbuat dan kaca yang berdiameter

antara 5 ~ 250 m, juga tergantung dan jenis serat optiknya.

3. Bagian yang ketiga dinamakan lapisan jaket (Coating), dimana bagian ini

merupakan pelindung lapisan inti dan selimut yang terbuat dan bahan

plastik yang elastis.

Gambar 2.4. Struktur Serat Optik

Page 44: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

2.5 Prinsip Dasar Perambatan Cahaya Pada Serat Optik

Cahaya yang merambat di dalam serat optik akan bergerak sesuai

dengan alur dari serat optik berdasarkan besarnya sudut datang. Cahaya akan

tetap berada di dalam core karena cahaya tersebut akan dipantulkan

berdasarkan prinsip pemantulan total terhadap dinding cladding. Persyaratan

agar cahaya tetap merambat di dalam fiber optik adalah indeks bias inti harus

lebih besar dari indeks bias cladding (n1>n2) dan sudut datang sinar harus

lebih besar daripada sudut kritis, gambar 2.5 merupakan lintasan-lintasan yang

ada pada serat optik :

Gambar 2.5. Lintasan Cahaya Dalam Serat Optik

Dari gambar di atas dapat diuraikan bahwa lintasan cahaya yang merambat

di dalam serat adalah sebagai berikut :

a. Sinar merambat lurus sepanjang sumbu serat tanpa mengalami pemantulan.

b. Sinar mengalami refleksi, karena memiliki sudut datang yang lebih besar dari

sudut kritis dan akan merambat sepanjang serat melalui pantulan-pantulan.

c. Sinar akan mengalami refleksi keluar dan tidak akan dirambatkan sepanjang

serat karena memiliki sudut datang yang lebih kecil dari sudut kritis.

Page 45: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

2.6 Jenis Serat Optik

Menurut jenisnya, kabel serat optik dibedakan menjadi 3 macam:

a. Single Mode Fiber

Gambar 2.6. Single Mode Step-Index Fiber

Dalam single mode fiber seperti terlihat pada gambar 2.5 di atas

hanya terjadi satu jenis mode perambatan berkas cahaya saja, sehingga

tidak akan terjadi pelebaran pulsa di tingkat outputnya. Karena

diameternya terlalu kecil (9 m) maka akan sedikit menyulitkan dalam

proses penyambungan. Di samping itu diperlukan sumber optik yang

mempunyai spectrum yang sangat sempit untuk mengusahakan efisiensi

kopling yang tinggi dari sumber optik ke inti fiber optik tersebut. Karena

tidak terjadi disperse (pelebaran) pulsa maka fiber optik jenis ini akan

mampu mentransmisikan informasi dengan bandwidth yang besar. Profil

indeks bias fiber optik jenis ini terlihat seperti gambar 2.7 di bawah ini :

Gambar 2.7. Perambatan Gelombang Cahaya Pada Single

Mode Step Index Fiber

Data-data dari single mode step index fiber dapat dilihat pada tabel

2.1 di bawah ini :

Page 46: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Tabel 2.1

Data-data Single Mode Step Index Fiber

Diameter core 5 – 10 m

Diameter cladding 125 m

Diameter coating 250 – 1000 m

Numerical aperture 0,08 – 0,15

Attenuasi 2 – 5 dB / km pada panjang gelombang 0,85 m

0,35 dB / km pada panjang gelombang 1,3 m

0,21 dB / km pada panjang gelombang 1,55 m

Bandwidth 10 GHz / km

b. Multimode Step Index Fiber

Fiber ini disebut step index karena indeks bias berubah secara

drastis dari kulit ke inti fiber. Pada selubung fiber mempunyai indeks

bias yang lebih rendah daripada indeks bias inti fiber, akibatnya semua

sinar yang memiliki sudut datang lebih besar dari sudut krisis akan

dipantulkan oleh lapisan kulit fiber. Pada fiber optik jenis ini dapat

memuat beberapa sinar dengan panjang gelombang () yang berbeda

sehingga dapat memuat lebih banyak sinyal informasi seperti pada

gambar 2.8 di bawah ini :

Gambar 2.8. Multimode Step Index Fiber

Page 47: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Cahaya yang merambat pada step index fiber tergantung pada

sudut relatif dari sumbu, karena itu mode dengan pulsa yang berbeda

akan datang pada ujung fiber pada waktu yang berbeda dari peleburan

pulsa dimana sinyal digital dengan bit rate terbatas akan

ditransmisikan. Fiber optik jenis ini mempunyai diameter inti sebesar

50 m dan diameter selubung sebesar 125 m. Indeks bias inti

besarnya tetap / sama pada seluruh inti sebesar n1 sehingga perbedaan

indeks bias antara inti dan selubungnya selalu tetap. Profil perambatan

cahaya dan indeks bias fiber optik jenis ini terlihat seperti gambar 2.9

di bawah ini :

Gambar 2.9. Perambatan Gelombang Cahaya Pada Multi

Mode Step Index Fiber

Data-data dari multi mode step indeks fiber dapat dilihat pada tabel

2.2 di bawah ini :

Tabel 2.2

Data-data Multi Mode Step Index Fiber

Diameter core 50 – 400 m

Diameter cladding 125 – 500 m

Diameter coating 250 – 1000 m

Numerical aperture 0,16 – 0,5

Attenuasi 2,6 – 50 dB / km pada panjang gelombang 0,85 m

0,4 dB / km pada panjang gelombang 1,3 m

0,25 dB / km pada panjang gelombang 1,550 m

Bandwidth 6 – 50 MHz / km

Page 48: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

c. Multimode Graded Index

Fiber ini disebut Graded index karena terdapat perubahan dalam indeks

bias, dimana besarnya indeks bias inti mengecil ke arah perbatasan inti

dengan selubungnya. Dengan menurunnya indeks bias inti ke arah batas

inti dengan selubung menyebabkan terjadinya pembiasan pada inti

sehingga perambatan berkas cahayanya akan melengkung sedangkan

kecepatan propagasi antara berkas cahaya yang datang dengan sudut

datang yang lebih besar akan lebih cepat dibandingkan dengan berkas

cahaya yang datang dengan sudut datang yang lebih kecil.

Gambar 2.10. Multimode Graded Index

Jadi walaupun lintasan yang ditempuh mempunyai jarak yang

berlainan maka berkas-berkas cahaya yang merambat pada jenis serat optik

ini akan mencapai output dalam waktu yang relatif sama sehingga pulsa di

output hanya mengalami peleburan pulsa (disperse) yang lebih kecil bila

dibandingkan dengan pelebaran pulsa output yang terjadi pada serat optik

jenis multi mode step index. Profil dan perambatan cahaya pada multi mode

graded index fiber seperti terlihat pada gambar 2.11 di bawah ini :

Page 49: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 2.11. Perambatan Gelombang Cahaya Pada

Multi Mode Graded Index

Data-data dari multi mode graded indeks fiber dapat dilihat pada

tabel 2.3 di bawah ini :

Tabel 2.3

Data-data Multi Mode Graded Index Fiber

Diameter core 30 – 100 m

Diameter cladding 100 – 150 m

Diameter coating 250 – 1000 m

Numerical aperture 0,2 – 0,3

Attenuasi 2 – 10 dB / km pada panjang gelombang 0,85 m

0,4 dB / km pada panjang gelombang 1,3 m

0,25 dB / km pada panjang gelombang 1,55 m

Bandwidth 300 MHz / km – 3 GHz / km

2.7 Karakteristik Transmisi Serat Optik

Pada Transmisi Serat Optik gelombang cahayalah yang bertugas

membawa sinyal informasi. Pertama-tama microphone merubah sinyal suara

menjadi sinyal listrik. Kemudian sinyal listrik ini dibawa oleh gelombang

Page 50: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

pembawa cahaya melalui serat optik dan pengirim (transmitter) menuju alat

penerima (receiver) yang terletak pada ujung lainnya dan serat. Modulasi

gelombang cahaya ini dapat dilakukan dengan merubah sinyal listrik

termodulasi menjadi gelombang cahaya pada transmitter dan kemudian

merubahnya kembali menjadi sinyal listrik pada receiver. Pada receiver sinyal

listrik dapat dirubah kembali menjadi gelombang suara.

Tugas untuk merubah sinyal listrik ke gelombang cahaya atau

kebalikannya dapat dilakukan oleh komponen elektronik yang dikenal dengan

nama komponen optoelectronic pada setiap ujung serat optik.

Dalam perjalanannya dan transmitter menuju ke receiver akan terjadi

redaman cahaya di sepanjang kabel serat optik dan konektor-konektornya

(sambungan). Karena itu bila jarak ini terlalu jauh akan diperlukan sebuah

atau beberapa repeater yang bertugas untuk memperkuat gelombang cahaya

yang telah mengalami redaman

.

Gambar 2.12. Karakteristik Transmisi Serat Optik

Page 51: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

2.8 Pembengkokan Serat Optik (Fiber Bending)

Pembengkokan serat optik dapat menyebabkan munculnya radiation

loss. Pembengkokan yang terjadi pada serat optik dapat dibedakan menjadi 2

macam, yaitu pembengkokan makroskopis (macrobending) dan

pembengkokan mikroskopis (microbending). Timbulnya redaman akibat

pembengkokan dapat menyebabkan kecepatan gelombang cahaya berkurang

pada dinding cladding, sehingga energi yang ditransmisikan mengalami

radiasi pada serat optik, yang akhirnya akan mempengaruhi keandalan dan

serat optik tersebut.

Gambar 2.13. Pembengkokan Serat Optik

2.9 Komponen Utama Sistem Transmisi Serat Optik

Sistem komunikasi serat optik adalah suatu sistem komunikasi yang

menggunakan kabel serat optik sebagai saluran transmisinya yang dapat

menyalurkan informasi dengan kapasitas besar dan tingkat keandalan yang tinggi.

Komponen utama dari sistem pentransmisian dengan media fiber optik

dapat dilihat pada blok diagram berikut:

Page 52: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 2.14. Elemen Utama Transmisi Serat Optik

Gambar 2.14 adalah komponen dalam sistem transmisi serat optik.

Dalam pentransmisian melalui serat optik ada beberapa hal yang menjadi

karakteristik atau komponennya,yaitu sambungan (Connection), Coupler,

MRP Spesification (Minimum Required Power).

Terdapat dua tipe sambungan yaitu menggunakan Connector dan

menggunakan Splice. Connector diperlukan apabila fiber dalam

pentransmisiannya harus disambung/diputus. Sedangkan Splice diperlukan

pada sistem fiber optik bila ada dua fiber yang akan dihubungkan secara

permanen.

Coupler diperlukan bila daya optik harus dihubungkan ke banyak

saluran. Sedangkan MRP Specification (Minimum Required Power) digunakan

sebagai analisis link power budget dalam mendesain photonic layer. MRP

merupakan pengukur sensitivitas receiver untuk SNR atau BER yang spesifik

dan bandwidth atau bit rate pada output receiver.

Serat optic

Sinyal output elektrik

Page 53: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Untuk aplikasi jarak dekat dan lebar pita yang ditangani relatif kecil,

transmisi elektrik lebih dipilih daripada transmisi serat optik. Ada beberapa

faktor yang menyebabkan kabel elektrik lebih dipilih dbandingkan serat optik

yaitu:

1. Ketika tidak dibutuhkan sistem pengkabelan yang kompleks.

2. Bahan material yang murah.

3. Biaya alat untuk mengirim dan menerima sinyalnya murah.

4. Kemudahan untuk menyambungkan hubungan kabel (splicing).

5. Kemampuannya untuk membawa daya listrik maupun sinyal.

Komponen transmisi diatas terdiri dari :

1. Komponen Pasif

a. Kabel Fiber optik

- Loss kabel

Sistem 1300 nm; loss kabel = 0,5 dB / km

Sistem 1550 nm; loss kabel = 0,25 dB / km

- Dispersi

Modal dispertion (multi mode) 0,25 ns / km

Material dispersion (single mode)

~ 0 (sistem 1300 nm)

~ 0,14 pslkm.Gbz (sistem 1550 nm)

b. Konektor Loss ~ 0,5 – 1,0 dB

c. Splice Loss ~ 0,1 – 0,2dB

d. Kopler / Splitter Loss ~ 1,0 – 5,0 dB

Page 54: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

2. Komponen Aktif

a. Transmitter

- LED (Light Emiting Diode)

B < 200 Mb / s

Umumnya untuk sistem multimode

- LD (Laser Diode)

B > 200 Mb / s

Umumnya untuk sistem singlemode

b. Receiver

- p-n Photodiode

- p-i-n Photodiode

- Avalance Photodiode (APD)

c. Karakteristik

- Responsitivitas (R = n . / 1,24 A W)

- Sensitifitas (minimum detectable power)

d. Optical switch / modulator

- Crosstalk < -20 dB

- Switching Voltage < 10 Volt

- Loss ~ 1 – 5 dB

- Bandwidth > 1 GHz

e. Optical Amplifier

- Gain – 20 – 30 dB

Page 55: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

2.10 Prinsip Kerja Transmisi Pada Serat Optik

Berlainan dengan sistem komunikasi yang mempergunakan gelombang

elektromagnetik, maka pada serat optik, gelombang cahayalah yang bertugas

membawa sinyal informasi. Pertama-tama microphone merubah sinyal suara

menjadi sinyal listrik. Kemudian sinyal listrik ini dibawa oleh gelombang

pembawa cahaya melalui serat optik dari pengirim (transmitter) menuju alat

penerima (receiver) yang terletak pada ujung lainnya dari serat. Modulasi

gelombang cahaya ini dapat dilakukan dengan merubah sinyal listrik

termodulasi menjadi gelombang cahaya pada transmitter dan kemudian

merubahnya kembali menjadi sinyal listrik pada receiver. Pada receiver sinyal

listrik dapat dirubah kembali menjadi gelombang suara.

Tugas untuk merubah sinyal listrik ke gelombang cahaya atau

kebalikannya dapat dilakukan oleh komponen elektronik yang dikenal dengan

nama komponen optoelectronic pada setiap ujung serat optik.

Dalam perjalanannya dari transmitter menuju ke receiver akan terjadi

redaman cahaya di sepanjang kabel serat optik dan konektor-konektornya

(sambungan). Karena itu bila jarak ini terlalu jauh akan diperlukan sebuah

atau beberapa repeater yang bertugas untuk memperkuat gelombang cahaya

yang telah mengalami redaman

Page 56: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 2.15. Prinsip Kerja Transmisi Pada Serat Optik

2.11 Konstruksi Kabel Optik

Ada beberapa persyaratan harus dipenuhi oleh serat optik untuk dapat

digunakan. Pertama, tidak putus saat gaya rentang (tensile force) bekerja

pada serat optik. Tidak mengalami perubahan kualitas perambatan cahaya

akibat tekanan dan samping seperti misalnya microbending. Serat optik

ditempatkan secara khusus didalam kabel optik dan pada sambungan serat

optik harus diberi penguat. Untuk memenuhi persyaratan tersebut, kabel

optik mempunyai beberapa konstruksi yang berbeda sesuai dengan kondisi

kabel diletakkan.

Ada dua jenis kabel optik yaitu jenis loose tube (pipa longgar) dan

slot (alur). Pada jenis loose tube, serat optik ditempatkan di dalam pipa

longgar yang terbuat dan bahan PBTP (Polybutylene Terepthalete) dan berisi

jelly. Pada jenis slot, serat optik ditempatkan pada alur (slot) di dalam

silinder yang terbuat dan bahan PE (Polyethylene).

Page 57: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

2.11.1 Fungsi dan Bagian-Bagian Kabel Optik Jenis Loose Tube

a) Loose tube berbentuk pipa longgar yang terbuat dan bahan PBTP

(Polybutylene Terepthalete) yang berisi thixotropic gel dan serat optik

ditempatkan di dalamnya. Konstruksi loose tube yang berbentuk longgar

tersebut mempunyai tujuan agar serat optik bebas begerak, tidak

langsung mengalami tekanan atau gesekan yang dapat merusak serat

pada saat instalasi kabel optik. Thixotropic gel adalah semacam jelly

yang berfungsi melindungi serat dan pengaruh mekanis dan juga untuk

menahan air.

b) HDPE Sheath atau High Density Polyethylene Sheath yaitu bahan sejenis

polyethylene keras yang digunakan sebagai kulit kabel optik berfungsi

sebagai bantalan untuk melindungi serat optik dan pengaruh mekanis

pada saat instalasi.

c) Alumunium tape atau lapisan alumunium ditempatkan diantara kulit kabel

dan water blocking berfungsi sebagai konduktivitas elektris dan

melindungi kabel dan pengaruh mekanis.

d) Flooding gel adalah bahan campuran petroleum, synthetic dan silicon

yang mempunyai sifat anti air. Flooding gel merupakan bahan pengisi

yang digunakan pada kabel optik agar kabel menjadi padat.

e) PE Sheath adalah bahan polyethylene yang menutupi bagian central

strength member.

f) Central strength member adalah bagian penguat yang terletak di tengah-

tengah kabel optik. Central Strength Member dapat berupa pilinan baja, atau

Solid Steel Core atau Glass Reinforced Plastic. Central Strength Member

mempunyai kekuatan mekanis yang tinggi yang diperlukan saat instalasi.

Page 58: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

g) Peripeal Strain Elements terbuat dan bahan polyramid yang merupakan

elemen pelengkap optik yang diperlukan untuk menambah kekuatan

kabel optik. Polyramid mempunyai kekuatan tank tinggi.

Gambar 2.16. Penampang Kabel Optik Jenis Loose Tube

2.11.2 Fungsi dan Bagian-Bagian Kabel Optik Jenis Slot

a) Kulit kabel, terbuat dari bahan sejenis polyethylene keras, berfungsi

sebagai bantalan untuk melindungi serat optik dan pengaruh mekanis saat

instalasi.

b) Aluran (slot) terbuat dan bahan polyethylene berfungsi untuk

menempatkan sejumlah serat. Untuk kabel optik jenis slot dengan

kapasitas 1000 serat, diperlukan 13 aluran (slot) dan satu slot berisi 10

fiber ribbons. Satu fiber ribbons berisi 8 serat.

c) Central Strength Member adalah bagian penguat yang terletak di tengah-

tengah kabel optik. Central strength member terbuat dari pilihan kawat

baja yang mempunyai kekuatan mekanis yang tinggi yang diperlukan saat

instalasi.

Page 59: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 2.17. Penampang Kabel Optik Jenis Slot

Sesuai dengan konstruksinya kabel optik terdiri dari:

1. Kabel Duct

Gambar 2.18. Kabel Duct

Page 60: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

2. Kabel Tanah

Gambar 2.19. Kabel Tanah

3. Kabel Atas Tanah (Udara)

Gambar 2.20. Kabel Atas Tanah (Udara)

Page 61: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

4. Kabel Indoor (Kabel dalam gedung/rumah) kapasitas 2-6 Fiber

Optic

Gambar 2.21. Kabel Indoor kapasitas 2-6 Fiber Optic

5. Kabel Indoor (Kabel dalam gedung/rumah) kapasitas 8-12

Fiber Optic

Gambar 2.22. Kabel Indoor Kapasitas 8-12 Fiber Optic

Page 62: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

2.11.3 Spesifikasi Kabel Serat Optik

Karakteristik Mekanis :

Fibre Bending (tekukan Serat) Tekukan serat yang berlebihan (terlalu

kecil) dapat mengakibatkan bertambahnya optical loss.

Cable Bending (tekukan Kabel) Tekukan kabel pada saat instalasi harus

di jaga agar tidak terlalu kecil, karena hal ini dapat memerusak serat

sehingga menambah optical loss.

Tensile strength yang berlebihan dapat merusakan kabel atau serat.

Crush atau tekanan yang berlebihan dapat mengakibatkan serat retak /

patah, sehingga dapat menaikkan optical loss.

Impact adalah beban dengan berat tertentu yang dijatuhkan dan mengenai

kabel optik. Berat beban yang berlebihan dapat mengakibatkan serat

retak / patah, sehingga dapat menaikkan optical loss.

Cable Torsion Torsi yang diberikan kepada kabel dapat merusak

selubung kabel dan serat.

Tabel 2.4. Spesifikasi Serat Optik

Page 63: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Tabel 2.5 Jumlah Fiber Pada 6 Loose Tube

Tabel 2.6 Jumlah Fiber Pada 8 Loose Tube

Page 64: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Tabel 2.7 Copper Conductor Pada Fiber Optik

Kode Warna Serat Pada Fiber Optik

Kode Warna Tabung Pada Serat Optik.

Page 65: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

2.12 Tanda Pengenal Pada Serat Optik

Kabel optic harus diber tanda pengenal yang tidak mudah hilang yang

tertera pada kulit kabel disepanjang kabel. Adapun tanda pengenal tersebut

meliputi nama pabrik pembuat serta tahun pembuatan.

Tipe serat optik :

SM : Single Mode

GI : Graded Index Mode

SI : Step Index Mode.

Pemakaian Kabel Optik :

D = Duct/Kabel Atas Tanah

A = Aerial/Kabel Udara.

B = Buried/Kabel Bawah Tanah

S = Submarine/Kabel Laut

I = Indoor/Kabel Dalam Ruangan.

Jenis Kabel Optik :

LT = Loose Tube.

SC = Slotted Core.

TB = Tight Buffered.

Struktur Penguat :

SS = Solid Steel Core.

WS = Stranded Wire Steel.

GRP = Glass Reinforced Plastic.

Page 66: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

2.13 Metode Penyambungan Serat Optik

Penyambungan serat optik atau fiber splicing adalah sebuah

sambungan permanen yang dibentuk antara dua serat optik. Penyambungan

serat optik ini berfungsi untuk menyambung rangkaian serat optik agar dapat

mencapai jarak yang jauh. Dalam proses penyambungan ini tidak diharuskan

untuk menambahkan penguat ulang (repeater) diantara dua serat optik

tersebut. Penyambungan serat optik harus memenuhi dua kriteria, yaitu:

1. Sambungan harus dapat dibuat dengan mudah.

2. Sambungan harus memberikan rugi yang seminimum mungkin, karena

ketika serat optik disambungkan, pasti akan menimbulkan penambahan

redaman transmisi.

Berdasarkan teknik penyambungan serat optik ini dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu:

a. Teknik penyambungan serat optik dengan menggunakan konektor.

Penyambungan dengan menggunakan konektor tidak bersifat

permanen sehingga dapat dilepas sewaktu-waktu. Beberapa syarat untuk

mendapatkan konektor yang baik adalah sebagai berikut :

- Memiliki coupling loss yang rendah

- Tidak sensitif terhadap lingkungan

- Mudah dipasang dan dilepas

- Mudah dalam pengoperasiannya

Gambar 2.21 di bawah memperlihatkan bentuk dari konektor.

Page 67: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 2.23. Konektor

b. Teknik penyambungan serat optik dengan menggunakan metode

peleburan (fusion splicing).

Teknik penyambungan serat optik dengan menggunakan metode

ini dilakukan dengan memanaskan kedua ujung serat optik yang akan

disambungkan. Sebelum dilakukan penyambungan, kedua ujung serat

optik ini terlebih dahulu diposisikan dengan menggunakan inspection

microscope untuk memastikan kedua ujung core berhadapan dengan

tepat. Kemudian setelah itu, serat optik ini dipanaskan dengan

menggunakan micro plasma lorches (argon dan hidrogen) dan oxhydric

microburnes (oksigen, hidrogen dan alkohol). Teknik penyambungan

serat optic dengan menggunakan metode peleburan ini dapat

diilustrasikan pada gambar dibawah ini.

Page 68: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 2.24. Metode Peleburan (Penyambungan) Serat Optik

(Fussion Splicing)

c. Teknik penyambungan serat optik dengan menggunakan metode mekanis

(V-groove splicing).

Teknik penyambungan serat optik ini dilakukan dengan cara

mempertemukan dan menjepit kedua ujung serat yang akan

disambungkan dalam satu lekukan bentuk V. kemudian kedua ujung serat

optik ini disambungkan dengan menggunakan sejenis bahan Perekat yang

transparan (lem epoxy). Teknik penyambungan serat optik permanen

dengan menggunakan metode peleburan mengakibatkan penambahan

redaman transmisi sebesar 0,09 dB. Sedangkan teknik penyambungan

dengan menggunakan metode mekanis mengakibatkan penambahan

redaman transmisi sebesar 0,1 dB (jika menggunakan serat optik tipe

multi mode graded index dan single mode step index). Teknik

penyambungan serat optik dengan menggunakan metode mekanis ini

dapat diilustrasikan pada gambar berikut ini.

Page 69: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 2.25. Metode Mekanis (Penyambungan) Serat Optik

(V-groove Splicing)

2.13 Keuntungan dan Kerugian Serat Optik

a) Keuntungan Serat Optik

1. Mempunyai lebar pita frekuensi (bandwith yang lebar).

Frekuensi pembawa optik bekerja pada daerah frekuensi yang tinggi

yaitu sekitar 1013 Hz sampai dengan 1016 Hz, sehingga informasi

yang dibawa akan menjadi banyak.

2. Redaman sangat rendah dibandingkan dengan kabel yang terbuat dan

tembaga, terutama pada frekuensi yang mempunyai panjang

gelombang sekitar 1300 nm yaitu 0,2 dB/km.

3. Kebal terhadap gangguan gelombang elektromagnet. Fiber optik

terbuat dan kaca atau plastik yang merupakan isolator, berarti bebas

dan interferensi medan magnet, frekuensi radio dan gangguan listrik.

4. Dapat menyalurkan informasi digital dengan kecepatan tinggi.

Kemampuan fiber optik dalam menyalurkan sinyal frekuensi tinggi,

sangat cocok untuk pengiriman sinyal digital pada sistem multipleks

digital dengan kecepatan beberapa Mbit/s hingga Gbit/s.

5. Ukuran dan berat fiber optik kecil dan ringan.

Page 70: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Diameter inti fiber optik berukuruan micro sehingga pemakaian

ruangan lebih ekonomis.

6. Tidak mengalirkan arus listrik

Terbuat dari kaca atau plastik sehingga tidak dapat dialiri arus listrik

(terhindar dan terjadinya hubungan pendek)

7. Sistem dapat diandalkan (20-30 tahun) dan mudah pemeliharaannya.

b) Kerugian Serat Optik

1. Konstruksi fiber optik lemah sehingga dalam pemakaiannya

diperlukan lapisan penguat sebagai proteksi.

2. Karakteristik transmisi dapat berubah bila terjadi tekanan dari luar

yang berlebihan.

3. Tidak dapat dialiri arus listrik, sehingga tidak dapat memberikan

catuan pada pemasangan repeater.

4. Biaya yang cenderung mahal.

5. Sulit untuk membuat terminal pada kabel serat optik.

6. Penyambungan pada serat optik cukup rumit dan harus menggunakan

teknik splicing yang memerlukan ketelitian yang tinggi.

2.14 Sumber Cahaya

Sumber cahaya pada serat optik dapat diartikan sebagai sebuah

komponen yang dapat memancarkan cahaya untuk mentransmisikan sinyal

informasi. Sumber cahaya bekerja dengan cara mengubah sinyal informasi

yang berupa besaran listrik menjadi besaran cahaya, dimana terdapat dua

pilihan sumber optik yaitu LED atau diode LASER. Pemilihan dari sumber

cahaya yang akan digunakan bergantung pada bit rate yang akan

ditransmisikan dan pertimbangan ekonomi (harga dari sumber cahaya).

Karakteristik umum dari cahaya adalah sebagai berikut :

Page 71: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

a. Emisi cahaya terjadi pada daerah 850 nm – 1.550 nm

b. Kopling daya radiasi ke serat optik maksimal

c. Dapat dimodulasi langsung pada frekuensi sempit

d. Mempunyai lebar spektrum yang sempit

e. Ukuran atau dimensi kecil

f. Mempunyai umur kerja dengan jangka waktu relatif lama

Secara umum syarat suatu sumber cahaya yang baik untuk

diaplikasikan ke dalam sistem komunikasi serat optik dapat dinyatakan

sebagai berikut :

a. Cahaya bersifat monochromatis (berfrekuensi tunggal)

b. Mempunyai output cahaya dengan intensitas tinggi

c. Dapat dimodulasi dengan mudah

d. Dapat menghasilkan power yang stabil, tidak tergantung pada temperatur

dan kondisi lingkungan lainnya

Page 72: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Terdapat dua jenis sumber cahaya pada Sistem Komunikasi Serat Optik yaitu

sebagai berikut :

a) LED

LED adalah suatu alat semikonduktor yang memancarkan cahaya

monokromatis yang tidak Koheren ketika diberi tegangan maju. Warna

yang dihasilkan bergantung kepada semikonduktor yang digunakan dan

bisa juga ultraviolet dekat atau infra merah dekat. LED mengubah

besaran arus menjadi besaran intensitas cahaya dan karakteristik arus /

daya pancaran optik memiliki fungsi yang linier.

Gambar 2.26. Gambar LED

Page 73: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

b) LASER

LASER (Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation) suatu

alat yang memancarkan radiasi elektromagnetik dalam bentuk cahaya

yang dapat dilihat maupun tidak dilihat dengan mata normal, melalui

proses pancaran terstimulasi, pancaran LASER biasanya tunggal dan

memancarkan foton dalam bentuk pancaran Koheren. LASER diterapkan

untuk transmisi data dengan bit rate tinggi. Daya keluaran optik dari

LASER adalah -12 +3 dBm.

Gambar 2.27. Gambar LASER

Page 74: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Tabel 2.5

Kelebihan dan Kekurangan LED dan LASER

Optical Source Kelebihan Kekurangan

LASER

Intensitas besar Konstruksi rumit

Line Width kecil Sensitif terhadap

temperatur

Bersifat koheren Karakteristik tidak linier

Divergensi kecil Keandalan rendah

LED

Konstruksi sederhana Intensitas kecil

Tidak sensitif terhadap

temperatur

Line Width besar

Karakteristik Linier Tidak koheren

Keandalan tinggi Divergensi besar

2.15 Detektor Cahaya

Detektor cahaya adalah suatu alat yang digunakan untuk mengubah

besaran cahaya menjadi besaran listrik, yang kemudian akan diperkuat

terlebih dahulu sebelum dilakukan proses selanjutnya. Prinsip kerja alat ini

adalah mengubah energi foton menjadi elektron. Idealnya satu foton dapat

membangkitkan satu elektron.

Detektor cahaya memiliki keunggulan karakteristik seperti:

Sensitifitas tinggi, lebar pita yang memadai dan derau tambahan minimum

dan stabil terhadap temperatur. Persyaratan kinerja yang harus dipenuhi oleh

detektor cahaya meliputi :

Page 75: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

a. Sensitivitas tinggi pada panjang gelombang

b. High fidelity

c. Mempunyai kepekaan yang tinggi dalam menangkap sinyal optik

d. Kepekaan yang tinggi dalam mencegah bandwidth yang cocok

e. Mempunyai noise yang kecil

f. Mempunyai performansi yang stabil

g. Ukurannya kecil

h. Low bias voltage

i. Kehandalan tinggi

j. Murah (relatif)

Pada sistem transmisi komunikasi serat optik dikenal dua jenis photodetector

yang biasa digunakan, yaitu :

a. APD (Avalanche Photo-Diode)

b. PIN (Positive Intrinsic Negative)

Page 76: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Dari dua jenis tipe detector optik ini, APD maupun PIN memiliki

karakteristiknya masing-masing, memiliki keunggulan dan kekurangan, hal

ini menjadi alasan para engineer untuk memilih jenis detector cahaya ini

pada saat dan kondisi yang tepat. Berikut adalah penggunaan antara APD dan

PIN.

Gambar 2.28. Detektor Cahaya

1. Diode PIN (Positive Intrinsic Negative), merupakan diode semikonduktor

yang sensitif terhadap cahaya. Sinyal yang dihasilkan masih sangat lemah

sehingga harus dikuatkan dengan FET. Kombinasi PIN-FET ini

menghasilkan sensitifitas - 25 sampai - 35 dBm. PIN biasanya digunakan

untuk komunikasi jarak pendek karena PIN memiliki bit rate yang rendah

seperti LED sehingga sangat cocok digunakan untuk komunikasi jarak

pendek. PIN sangat sederhana dan lebih stabil terhadap perubahan

temperatur, harganya lebih ekonomis dan akan lebih baik jika digunakan

pada sistem komunikasi serat optik jarak pendek.

2. Avalanche Photo Diode (APD) : Bersifat sensitifitas tinggi dan tidak

memerlukan FET karena adanya penguatan dalam. APD membutuhkan

akses yang besar dan cocok digunakan pada sistem komunikasi serat

Page 77: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

optik jarak jauh. APD mempunyai kelebihan dibandingkan dengan PIN

yaitu dapat mendeteksi cahaya yang sangat kecil, akan tetapi APD

memiliki struktur yang lebih kompleks sehingga sulit dalam

pembuatannya dan menyebabkan harga menjadi mahal.

2.16 Sistem Komunikasi Menggunakan Serat Optik

Sistem komunikasi ini terdiri dan sebuah transmitter, sebuah

receiver, dan sebuah information channel. Pada transmitter informasi

dihasilkan dan mengolahnya menjadi bentuk yang sesuai untuk di kirimkan

sepanjang Jalur Informasi, informasi ini berjalan dan transmitter ke receiver

melalui information channel ini. Information channels dapat dibagi menjadi

dua kategori: Unguided channel dan Guided channel. Atmosphere adalah

sebuah contoh Unguided channel, sistem yang menggunakan atmospheric

channel adalah radio, televisi dan microwave relay links. Guided channels

mencakup berbagai variasi struktur transmisi konduksi, seperti two-wire line,

coaxial cable, twisted-pair.

Gambar 2.29. Blok Diagram Sistem Komunikasi Serat Optik

Gambar diatas merupakan blok diagram sistem komunikasi serat optik secara

umum, dimana fungsi-fungsi dan setiap bagian adalah sebagai berikut:

Page 78: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Message Origin

- Message origin bisa berupa besaran fisik non-listrik (suara atau

gambar), sehingga diperlukan transducer (sensor) yang merubah

message dan bentuk non-listrik ke bentuk listrik.

- Contoh yang umum adalah microphone merubah gelombang suara

menjadi arus listrik dan Video cameras merubah gambar menjadi arus

listrik.

Modulator dan Carrier Source

- Memiliki 2 fungsi utama, pertama merubah message elektrik ke

dalam bentuk yang sesuai, kedua menumpangkan sinyal ini pada

gelombang yang dibangkitkan oleh carrier source.

- Format modulasi dapat dibedakan menjadi modulasi analog dan

digital.

- Pada modulasi digital untuk menumpangkan sinyal data digital pada

gelombang carrier, modulator cukup hanya meng-on kan atau meng-

off kan carrier source sesuai dengan sinyal data-nya.

- Carrier source membangkitkan gelombang cahaya dimana padanya

informasi ditransmisikan, yang umum digunakan Laser Diode (LD)

atau Light Emitting Diode (LED).

Page 79: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Channel Coupler

- Untuk menyalurkan power gelombang cahaya yang telah

termodulasi dan carrier source ke information channel (serat optik).

- Merupakan bagian penting dan desain sistem komunikasi serat optic

sebab kemungkinan loss yang tinggi.

Information Channel (Serat Optik)

- Karakteristik yang diinginkan dan serat optik adalah atenuasi yang

rendah dan sudut light-acceptance-cone yang besar.

- Amplifier dibutuhkan pada sambungan yang sangat panjang (ratusan atau

ribuan kilometer) agar didapatkan power yang cukup pada receiver.

- Repeater hanya dapat digunakan untuk sistem digital, dimana

berfungsi merubah sinyal optik yang lemah ke bentuk listrik

kemudian dikuatkan dan dikembalikan ke bentuk sinyal optik untuk

transmisi berikutnya.

- Waktu perambatan cahaya di dalam serat optik bergantung pada

frekuensi cahaya dan path lintasan yang dilalui, sinyal cahaya yang

merambat di dalam serat optik memiliki frekuensi berbeda-beda

dalam rentang tertentu (lebar spektrum frekuensi) dan powernya

terbagi-bagi sepanjang lintasan yang berbeda-berbeda, hal ini

menyebabkan distorsi pada sinyal.

- Pada sistem digital distorsi ini berupa pelebaran (dispersi) pulsa

digital yang merambat di dalam serat optik, pelebaran ini makin

bertambah dengan bertambahnya jarak yang ditempuh dan

Page 80: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

pelebaran ini akan tumpang tindih dengan pulsa-pulsa yang lainnya,

hal ini akan menyebabkan kesalahan pada deteksi sinyal. Adanya

dispersi membatasi kecepatan informasi (pada sistem digital

kecepatan informasi disebut data rate diukur dalam satuan bit per

second (bps) yang dapat dikirimkan.

- Pada fenomena optical soliton, efek dispersi ini diimbangi dengan

efek non-linier dan serat optik sehingga pulsa sinyal dapat

merambat tanpa mengalami perubahan bentuk (tidak melebar).

Detector dan Amplifier

- Digunakan foto-detektor (photo-diode, photo transistor dan

sebagainya) yang berfungsi merubah sinyal optik yang diterima

menjadi sinyal listrik.

Signal Processor

- Untuk transmisi analog, sinyal prosesor terdiri dari penguatan dan

filtering sinyal. Filtering bertujuan untuk memaksimalkan rasio dan

daya sinyal terhadap power sinyal yang tidak diinginkan. Fluktuasi

acak yang ada pada sinyal yang diterima disebut sebagai noise.

Bagaimana pengaruh noise ini terhadap sistem komunikasi

ditentukan oleh besaran SNR (Signal to Noise Ratio), yaitu

perbandingan daya sinyal dengan daya noise, biasanya dinyatakan

dalam deci-Bell (dB), makin besar SNR maka makin baik kualitas

sistem komunikasi tersebut terhadap gangguan noise.

Page 81: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

- Untuk sistem digital, sinyal prosesor terdiri dan penguatan dan

filtering sinyal serta rangkaian pengambil keputusan.

- Rangkaian pengambil keputusan ini memutuskan apakah sebuah

bilangan biner 0 atau 1 yang diterima selama slot waktu dan setiap

individual bit. Karena adanya noise yang tak dapat dihilangkan

maka selalu ada kemungkinan kesalahan dan proses pengambilan

keputusan ini, dinyatakan dalam besaran Bit Error Rate (BER) yang

nilai-nya harus kecil pada komunikasi.

- Jika data yang dikirim adalah analog (misalnya suara), namun

ditransmisikan melalui serat optik secara digital (pada transmitter

dibutuhkan Analog to Digital Converter (ADC) sebelum sinyal

masuk modulator, maka dibutuhkan juga Digital to Analog

Converter (DAC) pada sinyal prosesor, untuk merubah data digital

menjadi analog, sebelum dikeluarkan ke output (misalnya speaker).

Message Output

- Jika output yang dihasilkan di presentasikan langsung ke manusia,

yang mendengar atau melihat informasi tersebut, maka output yang

masih dalam bentuk sinyal listrik harus dirubah menjadi gelombang

suara atau visual image. Transduser (actuator) untuk hal ini adalah

speaker untuk audio message dan tabung sinar katoda (CRT) (atau

yang lainnya seperti LCD, OLED dan sebagainya) untuk visual

image.

Page 82: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

- Pada beberapa situasi misalnya pada sistem dimana komputer-

komputer atau mesin-mesin lainnya dihubungkan bersama-sama

melalui sebuah sistem serat optik, maka output dalam bentuk sinyal

listrik langsung dapat digunakan. Hal ini juga jika sistem serat optik

hanya bagian dan jaringan yang lebih besar, seperti pada sebuah

fiber link antara telephone exchange atau sebuah fiber trunk line

membawa sejumlah program televisi, pada kasus ini processing

mencakup distribusi dan sinyal listrik ke tujuan-tujuan tertentu yang

diinginkan.

Peralatan pada message output secara sederhana hanya berupa sebuah

konektor elektrik dan processor sinyal ke sistem berikutnya. Penjelasan

sistem komunikasi diatas dapat dijelaskan pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.30. Sistem Komunikasi Serat Optik

Page 83: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

2.17 Sistem Komunikasi Optik Koheren

Sistem Komunikasi Optik Koheren adalah suatu sistem komunikasi

yang menggunakan cahaya yang merambat di dalam serat optik sebagai

pembawa informasi yang akan dikirimkan kepada penerima, tetapi dengan

tingkat intensitas tinggi serta menggunakan detektor cahaya dan sumber

optik sebagai sumber penguatan sinyal informasi yang sedang merambat

melalui serat optik yang terhubung dengan sistem jaringannya.

2.18 Optical Multiplexing

Optical Multiplexing adalah penggabungan beberapa kanal sinyal

informasi serat optik ke dalam satu kanal serat optik dengan tujuan agar

sinyal-sinyal informasi tersebut dapat dikirimkan secara simultan dalam satu

kanal. Beberapa jenis metoda optical multiplexing, sebagai berikut:

a) Wave Division Multiplexing

Wave Division Multiplexing adalah salah satu teknologi multiplexing

dalam komunikasi serat optik yang bekerja dengan membawa sinyal

informasi yang berbeda pada satu serat optik dengan menggunakan

panjang gelombang cahaya laser yang berbeda. Hal ini dapat

meningkatkan kapasitas dan memungkinkan komunikasi dua arah pada

satu serat optik.

Page 84: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 2.31. Wave Division Multiplexing

b) Frequency Division Multiplexing

Frequency Division Multiplexing adalah teknik menggabungkan banyak

saluran input komunikasi serat optik menjadi sebuah saluran output

berdasarkan frekuensi serat optik.

Gambar 2.32. Frequency Division Multiplexing

2.19 Repeater

Repeater pada jaringan komunikasi serat optik berfungsi sebagai

penguat gelombang cahaya yang melemah di tengah jalan dalam mencapai

tujuannya.

Page 85: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

a) Regenerative Repeater

Regenerative repeater pada serat optik berfungsi untuk menguatkan,

membersihkan, memperbaiki, serta mentransmisikan ulang sinyal

informasi kepada tujuannya.

Gambar 2.33. Regenerative Repeater

b) Optical Repeater

Optical Repeater adalah suatu perangkat yang digunakan dalam sistem

komunikasi serat optik untuk mempertinggi kekuatan sinyal optik dengan

cara merubahnya menjadi sinyal listrik dan memproses sinyal listrik

tersebut, kemudian mentrasmisikannya kembali kedalam bentuk sinyal

optik.

Gambar 2.34. Optical Repeater

Page 86: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

2.20 Pengukuran Perlengkapan Serat Optik

Pengukuran perlengkapan serat optik sangat dibutuhkan untuk

mengukur dan mengetahui parameter seperti pelemahan (attenuation),

panjang, kehilangan pencerai dan penyambung, dalam sistem telekomunikasi

serat optik. Pada dasarnya pengukuran perlengkapan serat optik dapat dibagi

menjadi dua bagian, yaitu:

a) Pengukuran Redaman Kabel

OTDR (Optical Time Domain Reflectometer) merupakan alat yang dapat

digunakan untuk mengevaluasi suatu serat optik pada domain waktu.

OTDR dapat menganalisis setiap dan jarak akan insertion loss, reflection,

dan loss yang muncul pada setiap titik, serta dapat menampilkan

informasi pada layer tampilan.

Gambar 2.35. OTDR

Mekanisme Kerja OTDR

Umumnya mekanisme kerja OTDR adalah sebagai berikut:

1. Sinyal-sinyal cahaya dimasukkan ke dalam serat optik.

2. Sebagian sinyal dipantulkan kembali dan diterima oleh penerima.

Page 87: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

3. Sinyal balik yang diterima akan dinyatakan sebagai loss.

4. Waktu tempuh sinyal digunakan untuk menghitung jarak.

Berdasarkan mekanisme kerja di atas dapat ditentukan beberapa

parameter yang dapat diukur pada OTDR salah satunya yaitu:

1. Jarak Dalam hal mi titik lokasi dalam suatu link, ujung link atau

patahan.

2. Loss-loss untuk masing splice atau total loss dan ujung ke ujung

dalam suatu link.

3. Atenuasi-atenuasi dan serat dalam suatu link.

4. Refleksi Besar refleksi (return loss) dan suatu event.

Fungsi OTDR

Beberapa fungsi yang dapat dilakukan oleh OTDR yaitu:

1. Mengukur Loss per satuan panjang. Loss pada saat instalasi serat

optik mengasumsikan redaman serat optik tertentu dalam loss per

satuan panjang. OTDR dapat mengukur redaman sebelum dan setelah

instalasi sehingga dapat memeriksa adanya ketidaknormalan seperti

bengkokan (bend) atau beban yang tidak diinginkan. Hal mi dapat

dilakukan dengan cara:

X [dBW] = A [dB] - . L [dB]

X = Besarnya daya untuk jarak

L A = Daya awal yang diberikan OTDR ke serat optik untuk OTDR

mini,

Page 88: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Amax adalah 31

dBW = Redaman (dB/km)

L = Panjang Sehingga dengan membaca grafik X dan L, akan didapat

(redaman), dan dengan membandingkannya dengan loss budget

akan dapat disimpulkan apakah telah terjadi ketidak normalan.

2. Mengevaluasi sambungan dan konektor Pada saat instalasi OTDR

dapat memastikan apakah redaman sambungan dan konektor masih

berada dalam batas yang diperbolehkan.

3. Fault Location Fault seperti letaknya serat optik atau sambungan

dapat terjadi pada saat atau instalasi atau setelah instalasi, OTDR

dapat menunjukkan lokasi faultnya atau ketidak normalan tersebut.

Hal ini dapat dilakukan dengan melihat jarak terjadinya end of fiber

pada OTDR, jika kurang dan jarak sebenarnya maka pada jarak

tersebut terjadi kebocoran/kerekatan (asumsi set OTDR benar). End

of fiber pada OTDR ditandai dengan adanya daya < 3 dB (dapat

disesuaikan dengan menset) yang berfluktuasi. OTDR, pulse width,

disperse, rise time merupakan domain waktu, sedangkan bandwidth,

merupakan domain frekuensi.

b) Pengukuran Garis Terminal (Terminal Line)

Pengukuran garis terminal pada prinsipnya hampir sama dengan

pengukuran pada redaman kabel tetapi dengan memperhatikan indikasi

daya keluaran optik, daya yang diterima oleh serat optik, gelombang

Page 89: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

cahaya serat optik, BER (Bit Error Rate), gelombang keluaran cahaya,

indikasi alarm dan sistem keamanan perangkat (jaringan).

2.21 Link Power Budget

Pengertian Link Power Budget adalah estimasi kebutuhan daya yang

dibutuhkan untuk memastikan level daya penerima lebih besar atau sama

dengan level daya threshold (daya minimum). Perhitungan power budget

merupakan aspek penting dalam melakukan analisis sistem komunikasi serat

optik. Tujuan utama perhitungan link power adalah menentukan jarak

maksimum yang dapat dicapai oleh sistem transmisi, perbandingan antara

daya keluaran sumber optik dan kepekaan daya minimum detektor optik,

redaman serat optik, redaman penyambungan (splice) dan konektor yang

digunakan.

Margin sistem ditambahkan untuk memberikan tambahan toleransi

cadangan redaman terhadap penurunan kemampuan kerja komponen yang

dipergunakan akibat pengaruh radiasi yang ditimbulkan karena

pembengkakan serat optik serta pengaruh rugi-rugi yang terjadi pada saat

penyambungan serat optik.

Daya yang ada dipenerima harus selalu lebih besar atau sama dengan

tingkat daya ambang yang telah dipersyaratkan. Perhitungan Link Power

Budget berkaitan dengan tingkat dan perangkat sistem yang digunakan. Jika

perhitungan link power budget tidak diperhatikan maka akan menyebabkan

perangkat tidak bekerja secara optimal.

Page 90: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

2.21.1 Rumus Perhitungan Link Power Budget

Link Power Budget untuk sistem komunikasi serat optik identik dengan

Link Power Budget pada sistem komunikasi lainnya. Jika karakteristik

transmitter, losses, kabel serat optik dan sensitivitas receiver diketahui, maka

dengan proses power budgeting yang sederhana dapat ditentukan besarnya

daya yang disampaikan ke receiver.

Total redaman pada sistem serat optik harus tidak boleh lebih besar

dan kemampuan transmitter ke receiver. Rumus Link Power Budget adalah:

PR PT – (f x L) – (Lc x m) – (Lsp x n) – m ………………. (2.5)

Dimana:

PT : Power yang dipancarkan dan Tx ke serat optik

f : Redaman persatuan panjang (db/Km)

L : Panjang saluran serat optik (Km)

Lc : Redaman tiap konektor (buah)

M : Jumlah konektor (buah)

Lsp : Redaman Splice (Splice)

M : Sistem margin (cadangan)

PR : Power yang diterima pada ujung serat optik (dbm)

Page 91: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

BAB III

KONFIGURASI JARINGAN AKSES SISTEM KOMUNIKASI SERAT

OPTIK (SKSO) PADA AREA SUDIRMAN – KUNINGAN – GATOT

SUBROTO PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA TBK

3.1. Konfigurasi Jaringan

Konfigurasi jaringan akses yang diterapkan oleh PT. Telekomunikasi

Indonesia dalam sistem komunikasi serat optik (SKSO) pada area Sudirman

– Gatot Subroto – Kuningan adalah jaringan lokal akses fiber (JARLOKAF).

Hal ini dapat dilihat dari wilayah operasionalnya yang berupa gedung

perkantoran dan gedung-gedung bertingkat (High Rise Building), sentra

bisnis dan area perumahan (residential) yang memerlukan penggelaran

konsep jaringan akses yang mampu menyediakan layanan terhadap user

tersebut dengan baik serta memiliki kualitas sistem keamanan dan

kehandalan yang tinggi. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan PT.

Telekomunikasi Indonesia menerapkan JARLOKAF pada area Sudirman –

Gatot Subroto – Kuningan adalah sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan kemampuan dan performansi jaringan akses yang

meliputi jenis jasa, kapasitas, kualitas pelayanan, fleksibilitas, dan

keandalan.

2. Mengurangi biaya investasi dan pengoperasian pada sistem jaringan

akses.

Page 92: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

3. Menanggulangi keterbatasan infrastruktur bawah tanah yaitu dengan

lebih mengutamakan penerapan jaringan kabel duct.

4. Mengefektifkan sistem operasi dan pemeliharaan jaringan akses.

5. Mempersiapkan infrastruktur telekomunikasi untuk era multimedia dan

next generation network (NGN).

Selain itu dalam penerapannya JARLOKAF yang ada pada jalur

Sudirman – Gatot Subroto – Kuningan dioperasikan oleh dua Sentral

Telepon Otomat (STO) milik PT. Telekomunikasi Indonesia yang ada pada

daerah tersebut yaitu STO Semanggi dan STO Gatot Subroto.

Gambar 3.1 Topologi JARLOKAF Telkom Semanggi Gatot Subroto

Page 93: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

3.2. Jaringan Lokal Akses Fiber (JARLOKAF) PT. Telekomunikasi

Indonesia

JARLOKAF adalah sistem jaringan transmisi yang menghubungkan

sentral lokal ke arah terminal pelanggan dengan menggunakan media

transmisi serat optik.

Sistem JARLOKAF setidaknya memiliki 2 (dua) buah perangkat

opto-elektronik yaitu 1 (satu) perangkat opto-elektronik di sisi sentral dan 1

(satu) perangkat opto-elektronik di sisi pelanggan dan lokasi perangkat opto-

elektronik di sisi pelanggan disebut juga Titik Konversi Optik (TKO). Secara

praktis TKO berarti batas terakhir kabel optic ke arah pelanggan yang

berfungsi sebagai lokasi konversi sinyal optic ke sinyal elektronik. Terminal

pelanggan biasanya dihubungkan dengan TKO melalui kabel tembaga.

Daerah dimana para pelanggan terhubung ke suatu TKO disebut

Daerah Akses Fiber (DAF). Sebagai perbandingannya, pada jaringan lokal

kabel tembaga dikenal 3 (tiga) buah daerah cakupan sentral, daerah Rumah

Kabel (RK) dan daerah cakupan Kotak Pembagi (KP). DAF dapat sebanding

dengan daerah cakupan RK atau daerah cakupan KP pada lokasi yang sudah

ada jaringan kabel tembaganya. Berikut ini kelebihan dan kekurangan

JARLOKAF.

Kelebihan dan kekurangan JARLOKAF :

1. Kelebihan JARLOKAF :

a. Tidak dapat disadap

b. Bebas interferensi

Page 94: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

c. Kapasitas besar sehingga sangat cocok untuk digunakan di kota-kota

besar (daerah bisnis) dan yang membutuhkan jenis layanan yang

beragam

d. Ukuran kecil

2. Kelemahan JARLOKAF :

a. Mudah putus

b. Penyambungan sulit

c. Rentan terhadap gangguan fisik

Pemilihan teknologi JARLOKAF harus memperhatikan beberapa kriteria

antara lain :

Jenis jasa dan kapasitas.

Kemudahan Operational & Maintenance.

Konfigurasi dan kehandalan sistem (reliability).

Kompatibilitas antarmuka dan sesuai standard (compatibility).

Tidak mudah usang dan dijamin produksinya.

Biaya efektif.

Tahapan pembangunan dan pengembangan dari teknologi JARLOKAF.

Selain itu JARLOKAF pada PT. Telekomunikasi Indonesia dapat

melayani beragam jenis layanan kepada para penggunanya. Berikut dibawah

ini jenis layanan yang dapat dilayani oleh JARLOKAF :

1. POTS (Plain Old Telephone Service)

2. ISDN Basic Rate Access (BRA)

3. ISDN Primary Rate Access (PRA)

Page 95: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

4. 2.048 Mbps Digital Leased Line

5. 64 Kbps Digital Leased Line

6. n x 64 Kbps Digital Leased Line

7. 2 w / 4 w Analog Leased Line

8. CATV (Cable TV)

9. VOD (Video On Demand)

10. IPTV (Internet Protocol Television)

11. Dll

3.2.1. Struktur JARLOKAF

JARLOKAF terdiri dari 3 bagian :

1. Perangkat di sisi sentral

Perangkat di sisi sentral pada JARLOKAF berfungsi sebagai :

a. Interface (titik penghubung) dengan sentral lokal

b. Multiplexing dan Demultiplexing

c. Merubah sinyal listrik menjadi sinyal optik atau sebaliknya

merubah sinyal optik menjadi sinyal listrik

d. Pusat operasi dan pemeliharaan

2. Jaringan kabel optik

Jaringan kabel optik pada JARLOKAF berfungsi sebagai

pemandu gelombang cahaya (saluran transmisi)

3. Perangkat di sisi pelanggan

Perangkat di sisi pelanggan pada JARLOKAF berfungsi sebagai :

a. Interface (titik penghubung) dengan perangkat terminal pelanggan

Page 96: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

b. Multiplexing dan demultiplexing

c. Merubah sinyal listrik menjadi sinyal optik atau sebaliknya

merubah sinyal listrik menjadi sinyal optik

Gambar 3.1. Struktur Konfigurasi JARLOKAF

3.2.2. Standar Teknologi JARLOKAF PT. Telekomunikasi Indonesia

Standar JARLOKAF dapat diklasifikasikan menjadi dua

kelompok yaitu standar sistem JARLOKAF dan standar pendukung

JARLOKAF. Standar sistem JARLOKAF meliputi :

a. Digital Loop Carrier (DLC).

b. Dense Wavelength Digital Multiplexing (DWDM).

c. Optical Transport Network (OTN).

d. Synchronous Digital Hierarchy (SDH).

e. Passive Optical Network (PON).

f. Active Optical Network (AON).

Page 97: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Standar pendukung JARLOKAF meliputi :

a. Single Mode Jelly Filled Loose Tube Optical Fibre Cable for

Duct, Aerial, Direct Buried Application.

b. Single Mode Tight buffered Optical Fibre for Indoor Application.

Sebagian dari standar tersebut sudah mempunyai Rekomendasi

ITU-T.

3.2.3. Digital Loop Carrier (DLC)

Teknologi ini merupakan hasil penerapan dari teknologi

PCM-30 pada sistem jaringan pelanggan. Teknologi ini memiliki dua

perangkat utama yaitu di sisi sentral (Central Terminal - CT) dan di

sisi pelanggan (Remote Terminal - RT). Keseluruhan fungsi

perangkat dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu :

a. Channel Bank yaitu perangkat yang melakasanakan pengkodean

sinyal suara (analog) menjadi sinyal digital 64 kpbs serta me-

multiplex menjadi 2 MBps dan sebaliknya.

b. HOM (High Orde Mux) yaitu hasil me-multiplex beberapa

Multiplex tingkat tinggi dengan sebuah OLTE yang bersesuaian.

Pada umumnya teknologi ini menggunakan dua serat optik. Bila

dibandingkan dengan sistem PCM, secara keseluruhan sistem DLC

memiliki jumlah perangkat yang semakin sedikit serta ukurannya dan

daya yang diperlukan pun menjadi lebih kecil.

Page 98: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

3.2.3.1. Konfigurasi DLC

Seperti halnya PCM-30, DLC memiliki hubungan kabel serat

optik dari sisi sentral ke sisi pelanggan sebagai hubungan titik ke titik

(poin to point). Namun DLC juga dapat memiliki konfigurasi ring

baik single node ring maupun multi node ring.

Bila hubungan ke sentral dapat menggunakan antar muka 2

Mbit/s maka sistem ini akan semakin efisien dan sederhana. Bila

digunakan antarmuka tersebut (2 Mbit/s) maka sistem Channel Bank

pada sentral tidak digunakan (kecuali untuk 64 kbit/s Leased Line).

Gambar 3.2 di bawah ini memperlihatkan konfigurasi DLC.

Gambar 3.2. Konfigurasi DLC

3.2.4 Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM)

Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM)

merupakan teknik multiplexing dimana sejumlah sinyal optik

dengan panjang gelombang yang berbeda-beda ditransmisikan

secara simultan melalui sebuah serat optik tunggal. Tiap

panjang gelombang merepresentasikan sebuah kanal informasi.

Pada dasarnya, konfigurasi sistem DWDM terdiri dari

Page 99: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

sekumpulan transmitter sebagai sumber optik yang

memancarkan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-

beda.

Sinyal cahaya tersebut kemudian mengalami proses

multiplexing dan ditransmisikan secara simultan melalui

medium serat optik yang sama. Di sisi receiver, sinyal tersebut

kemudian didemultiplikasi kembali dan dipisahkan berdasarkan

panjang gelombangnya masing-masing. Gambar 3.3

menunjukkan DWDM.

Gambar 3.3 DWDM

3.2.4.1 DWDM Laser

Sistem DWDM menggunakan resolusi tinggi, atau narrowband,

laser transmisi di 1550nm panjang gelombang Band. Operasi di

kisaran 1550nm memberikan dua manfaat: Ini meminimalkan

kerugian daya optik sebagai sinyal merambat sepanjang serat

memungkinkan jarak transmisi yang jauh lebih besar dengan

Page 100: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

sinyal yang lebih baik

integritas Ini memungkinkan penggunaan amplifier optik untuk

meningkatkan kekuatan sinyal untuk jarak diperpanjang.

Amplifier optik jauh lebih murah daripada amplifier listrik

karena mereka tidak memiliki untuk menumbuhkan sinyal optik

individu.

Narrowband mengirimkan laser yang penting untuk

memungkinkan dekat saluran jarak dan untuk meminimalkan

efek dari gangguan sinyal lain (misalnya berwarna dispersi)

yang jika tidak akan membatasi jarak yang diijinkan sebelum

sinyal harus regenerasi secara elektronik.

ITU telah ditentukan rencana spasi kanal standar untuk

memastikan interoperabilitas antara peralatan dari vendor yang

berbeda. Selain interoperabilitas, ini standarisasi memungkinkan

produsen untuk mewujudkan pengurangan biaya berbasis

volume dengan memproduksi standar, bukan komponen kustom.

3.2.4.2 DWDM Terminal Multiplexer

DWDM Terminal Multiplexer berfungsi untuk menggabungkan

sinyal-sinyal transmit yang mempunyai panjang gelombang berbeda-beda

menjadi satu, untuk kemudian diteruskan ke satu kabel optic. DWDM

Terminal Multiplexer sendiri terdiri dari banyak transponder pengubah

panjang gelombang bagi setiap sinyal data yang ingin keluar masuk

Page 101: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

perangkat DWDM. Setiap panjang gelombang yang akan dirubah

menerima sinyal data optic dari sisi client layer seperti SDH maupun

berbagai macam perangkat tipe transmisi data lainnya, yang kemudian

melakukan perubahan sinyal transmisi tersebut menjadi sinyal elektrik

untuk selanjutnya ditransmisikan ulang pada panjang gelombang 1550nm

band laser.

Sinyal data tersebut selanjutnya digabungkan bersama-sama

kedalam (menjadi) bentuk multi panjang gelombang sinyal optic yang

menggunakan optical multiplexer yang dirambatkan kedalam 1 kabel

optic. Saat ini DWDM terminal multiplexer mampu menggabungkan

sampai 128 jenis panjang gelombang yang berbeda antara satu sama lain

dan menjadikannya satu kesatuan panjang gelombang untuk selanjutnya

dikirimkan menuju DWDM Terminal De-multiplexer.

Gambar 3.4 DWDM Multiplexer

Page 102: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Terminal multiplexer sebenarnya mengandung satu panjang

gelombang mengkonversi transponder untuk setiap sinyal panjang

gelombang itu akan membawa. Panjang gelombang mengkonversi

transponder menerima masukan sinyal optik (yaitu, dari klien-layer atau

sinyal lain), mengubah sinyal bahwa ke dalam domain listrik dan

kemudian memancarkan kembali sinyal menggunakan 1550 nm laser yang

Band. (Sistem DWDM Awal terkandung 4 atau 8 panjang gelombang

mengkonversi transponder pada pertengahan 1990-an.

Pada tahun 2000 atau lebih, sistem komersial yang mampu

membawa 128 sinyal yang tersedia.) Terminal multiplexer juga berisi

multiplexer optik yang mengambil berbagai 1550 sinyal nm band dan

tempat mereka ke serat tunggal. Terminal multiplexer mungkin atau

mungkin tidak juga mendukung EDFA lokal untuk amplifikasi kekuatan

sinyal optik multi-panjang gelombang.

3.2.4.2 DWDM De-Multiplexer

DWDM De-Multiplexer berfungsi untuk menggabungkan

sinyal-sinyal transmit yang mempunyai panjang gelombang

berbeda-beda menjadi satu, untuk kemudian diteruskan ke satu satu

optical fiber. Untuk keperluan multiplexing ini beberapa teknologi

digunakan, termasuk filter-filter dielektrik thin-film dan beberapa

tipe optical grating.

Beberapa multiplex dibuat dari completely passive devices

artinya tidak memerlukan catuan listrik. Multiplex optical pasif

Page 103: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

bekerja sebagaimana prisma dengan presisi yang sangat tinggi

untuk menggabungkan beberapa sinyal individual.

Multiplex ada yang mempunyai kemampuan untuk transmit

dan receive pada satu single fiber, yang dikenal dengan be-

directional transmission. Terminal de-multiplexer istirahat sinyal

multi-panjang gelombang kembali menjadi sinyal individual dan

mengirim output pada serat terpisah untuk sistem klien-lapisan

untuk mendeteksi.

Awalnya, ini de-multiplexing dilakukan sepenuhnya pasif,

kecuali untuk beberapa telemetri karena kebanyakan sistem

SONET dapat menerima sinyal 1550-nm. Namun, dalam rangka

untuk memungkinkan transmisi ke sistem client-lapisan jarak jauh

(dan untuk memungkinkan sinyal domain penentuan integritas

digital) sinyal de-multiplexing seperti biasanya dikirim ke

transponder keluaran sebelum yang disampaikan kepada sistem

klien-lapisan mereka.

Page 104: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Seringkali, fungsi output transponder telah diintegrasikan

ke dalam input transponder sehingga sebagian besar sistem

komersial memiliki transponder yang mendukung antarmuka bi-

directional di kedua 1550-nm (yaitu internal) sisi dan eksternal

(yaitu klien menghadap) sisi.

Gambar 3.5 DWDM De-Multiplexer

3.2.4.3. DWDM Add Drop Multiplexer

Ini adalah situs amplifikasi remote yang menguatkan sinyal

multi-panjang gelombang yang mungkin telah dilalui hingga

140 km atau lebih sebelum mencapai ke situs remote.

Diagnostik optik dan telemetri sering diekstrak atau disisipkan

pada situs tersebut untuk memungkinkan lokalisasi setiap

istirahat serat atau gangguan sinyal.

Page 105: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Dalam sistem yang lebih canggih (yang tidak lagi titik-to-

point), beberapa sinyal dari sinyal multi-panjang gelombang

dapat dihapus dan menjatuhkan lokal.

Gambar 3.6 DWDM Add Drop Multiplexer

3.2.4.3 Keuntungan Menggunakan DWDM

Berikut ini adalah keuntungan yang didapatkan dari penggunaan

perangkat DWDM :

1. Menghasilakan sumber cahaya seperti Laser Solid State,

yang dapat memberikan cahaya yang relatif lebih stabil

yang dapat membawa data digital serta modulasi

menggunakan sinyal analog.

2. Menggabungkan sumber cahaya Laser Solid State yang

dapat memberikan cahaya yang stabil yang dapat

membawa data digital dan modulasi sebagai sistem sinyal

modern dimana multiplexer berfungsi untuk

Page 106: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

menggabungkan sinyal dan demultiplexer berfungsi untuk

memecah sinyal.

3. Memecah sinyal yang diterima dimana pada sisi penerima

yang diterima oleh photo detector, sinyal multiplexing

harus dipisahkan.

4. Meminimalkan penggunaan kabel optik dengan

mengkonversi setiap serat optik menjadi beberapa serat

maya.

5. Memperpanjang batas jarak non-regenerasi dibandingkan

dengan kapasitas yang sama sebagai laser tunggal.

6. Menyediakan skalabilitas yang lebih besar dengan cara

upgrade tambahan terhadap layanan kapasitas pada

perangkat.

Page 107: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

3.2.5 Optical Transport Network (OTN)

Frame OTN dapat dipisahkan menjadi beberapa bagian seperti

yang ditunjukkan ada Gambar 3.7 dengan dua bagian utama

menjadi Domain Optical dan Domain digital. Dimana domain

optical berfungsi sebagai representatif dari fisik OTN sedangkan

domain digital berfungsi sebagai representatif dari logic OTN

3.2.5.1 Frame OTN

Bagian utama dari frame OTN adalah OTU (Optical Transport

Unit), ODU (Optical Data Unit), OPU (Optical Payload Unit), FEC

(Forward Error Koreksi) seperti diperlihatkan pada gambar 3.8

berikut ini :

Page 108: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 3.8 Frame OTN

Sebuah jaringan OTN yang sederhana diperlihatkan pada gambar

3.9 dapat dibagi kedalam beberapa bagian dengan OTS (Optical

Transport System) sebagai bagian terdalam. Pindah kebagian OMS yang

meliputi amplifier optik, optical channel, OTU, ODU, dan OPU seperti

diperlihatkan pada gambar 3.9 berikut ini

Gambar 3.9 Jaringan OTN

Page 109: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

3.2.5.2 OTN ODU (Optical Domain Unit)

Seperti ditunjukkan dalam gambar 4.0, bagian OTU terdiri

dari dua bagian utama: bagian Bingkai Alignment, dan bagian

Section Monitoring (SM).

The OTU OH (Overhead) memberikan koreksi kesalahan

deteksi serta koneksi bagian-lapisan dan pemantauan fungsi pada

rentang bagian. The OTU OH juga termasuk byte framing,

memungkinkan penerima untuk mengidentifikasi batas frame.

Gambar 3.10 OTN ODU

Selain dari ODU diatas juga terdapat fungsi FAS (Frame

Allignment Signal) yang berfungsi untuk mensinkronkan dan

menandai awal dari sinyal bit digital melalui pengulangan 1111

0110 sebanyak tiga kali pada kolom 1 sampai kolom 3 dan 0010

1000 sebanyak tiga kali pada kolom 4 sampai kolom 6 kemudian

dimulai sebagai frame dengan indikasi F6 F6 F6 F28 28 28 dalam

bilangan hexadesimal.

MFAS (Multi FAS) berfungsi untuk menghitung nomor

dari frame yang memungkinkan titik referensi untuk kebutuhan

multi frame untuk referensi bagian lain. MFAS dapat menghitung

loop setelah 256 frame.

Page 110: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

SM (Section Monitoring) dibagi kedalam beberapa area

seperti TTI (Trail Trace Identifier) yang terdiri dari beberapa

subsection dimana sati byte terkait dengan OUT Frame yang

memiliki panjang pesan hingga mencapai panjang 64 byte

SAPI (Source Access Point Identifier) dan DAPI

(Destination Access Point identifier) memiliki ukuran 16 byte dan

keduanya menyimpan informasi tiga karakter untuk international

dan duabelas karakter untuk nasional serta identifikasi pendukung

untuk lokasi titik akhir dimana juga terdapat 32 byte section yang

dialokasikan untuk informasi operator yang lebih spesifik.

Gambar 3.11 dibawah ini memperlihatkan fungsi dari SM

Gambar 3.11 SM (Section Monitoring)

Page 111: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

3.2.5.3 Optical Distribution Unit (ODU)

ODU adalah elemen intrnal yang memungkinkan mapping

maupun switching atar rate yang berbeda dimana hal ini sangat

penting yang memungkinkan para operator memiliki kemampuan

untuk memahami bagaimana pipa transmisi end user dikirmkan

melalui rate jaringan yang lebih tinggi.

ODU overhead terdiri dari jejal byte overhead yang

memungkinkan kemampuan untuk memonitor performansi, tipe

kesalahan, serta lokasi dan komunikasi generik dan enam level

proteksi channel bebasiskan TCM (Tandem Connection

Monitoring) seperti diperlihatkan pada gambar 3.12 berikut ini

Gambar 3.12 ODU Overhead Section

3.2.5.4 ODU Frame Rate

Tabel 3.1 menunjukkan tingkat yang paling umum dari

beberapa antarmuka sering digunakan untuk angka ini serta

daerah yang hanya menjadi bagian dari standar G.709 dirilis yang

lebih baru dari 2009 ke 2012.

Baru update memungkinkan standar OTN untuk

menawarkan lebih banyak sistem yang fleksibel untuk membawa

Page 112: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

jenis trafik yang berbeda dan multipleks antara tingkat. Misalnya,

lalu lintas pelanggan memasuki jaringan dalam pipa 1 GigE akan

memerlukan muxing hingga ODU1 melalui ODU0 sebelum dapat

menjadi dilakukan melalui jaringan OTN, karena yang terendah

Tingkat OTN tersedia adalah dua kali pipa 1 GigE.

Tabel 3.1 ODU Frame Rate

3.2.5.5 Optical Payload Unit (OPU)

OPU yang terdiri dari dua bagian utama - overhead dan

payload seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.13 overhead

digunakan untuk mengidentifikasi dan mengontrol jenis dan

justifikasi dari payload.

Sebuah konstan dalam overhead adalah PSI (Payload

Structure Identifier) byte yang berisi PT (Payload Type) bagian

yang ditunjukkan pada Gambar 3.13 daerah lain dari biaya

overhead bervariasi tergantung pada PT. Bidang-bidang lain dari

Page 113: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

OPU OH mengandung struktur rangka dan informasi pembenaran

frekuensi (untuk mengadaptasi sinyal klien untuk payload daerah)

Gambar 3.13 OPU Payload

Bagian PSI juga termasuk CSF (Client Signal Failed) status

CBR (Constant BitRate) untuk Ethernet sinyal klien memasuki

jaringan yang kemudian dipetakan ke OPUk (Saluran Optical

Payload Unit-k), yang diatur baik 1 untuk menunjukkan status

gagal, atau 0 untuk semua kondisi lain.

Bagian payload hanya berisi muatan yang dibawa oleh

frame OTN, yang bisa SDH / SONET, Fibre Channel, Ethernet,

atau jenis lain. Seperti diperlihatkan pada gambar 3.14 dibawah ini

Page 114: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 3.14 OPU PSI Section

3.2.5.6 Forward Error Connection (FEC)

FEC hanya mengoreksi kesalahan pada akhir penerima

dengan menempatkan informasi dalam bingkai pada ujung

pengirim. Bagian FEC dari frame yang ditunjukkan pada Gambar

10 sering dianggap sebagai paling penting perbaikan atas SDH /

SONET karena mendukung koreksi sedikit kesalahan terjadi

karena gangguan pada media transmisi.

Ruang lingkup FEC yang ditawarkan oleh jaringan OTN

jauh lebih besar dari SDH / SONET. Persis bagaimana FEC

selesai bisa sangat kompleks, tergantung pada metode FEC bekas.

FEC dapat ditunjukkan pada gambar 3.15 dibawah ini

Page 115: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 3.15 FEC (Forward Error Connection)

3.2.5.7 OTN Mapping

Keuntungan utama dari OTN lebih banyak dibandingkan

dengan teknologi transport lain yang tersedia saat ini. Yaitu

adalah kemampuan untuk membawa hampir semua jenis payload

atau data secara efisien. OTN dirancang untuk membawa banyak

muatan tapi ini ditingkatkan secara dramatis selama update besar

dengan standar dari 2009 hingga 2012.

Peningkatan ini termasuk menambahkan 100 GigE (OTU4 /

ODU4 / OPU4), GMP (Pemetaan Generik Prosedur), sinyal client

Baru, ODUflex untuk CBR dan GFP (Generic Framing Prosedur),

1,25 Gbps slot dan multistage multiplexing. Dengan banyak

daerah diatas memungkinkan pemanfaatan yang lebih baik dari

sebelum ODU0 dirilis, banyak operator yang sekarang

mempertimbangkan bagaimana membuat lebih baik

menggunakan ODU0 dan manfaatnya di jaringan mereka.

Page 116: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 3.16 menunjukkan pemetaan ODU penuh tersedia

saat ini memungkinkan kemampuan sinyal client apapun untuk

secara efisien multiplexing hingga tingkat OTU yang diperlukan.

Gambar 3.16 OTN Mapping

3.2.6 Synchronous Digital Hierarchy (SDH)

SDH adalah sistem transmisi digital yang menggunakan

sistem multiplex sinkron. Sistem SDH juga dipersiapkan untuk

menghadapi perubahan dari jaringan pita sempit (narrow band)

menuju sistem jaringan pita lebar (broad band) dimasa mendatang

sehingga dapat mendukung teknologi Asynchronous Transfer Mode

(ATM).

Page 117: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Disamping meningkatkan kualitas, keandalan dan kapasitas

jaringan, sistem SDH juga dimaksudkan untuk memperbaiki sistem

manajemen jaringan.

Sistem SDH terdiri dari perangkat Terminal Multiplexer,

Add/Drop Multiplexer dan Cross-connect. Sisten SDH memiliki 3

level yaitu level STM-1. STM-4 dan STM-16. kecepatan transmisi

untuk masing-masing level tersebut diatas adalah 155 Mbit/s, 622

Mbit/s, dan 2,5 Gbit/s.

Penggunaan teknologi SDH di jaringan lokal dimaksudkan

untuk meningkatkan kehandalan jaringan dan mengurangi kebutuhan

kabel serat optik. SDH biasanya hanya diterapkan bagi kelompok-

kelompok pelanggan dengan demand yang tinggi (area bisnis) serta

membutuhkan layanan dengan laju bit yang tinggi. Pada saat ini

pengguna SDH di jaringan lokal hanya direkomendasikan hingga

level STM 4 (622 Mbit/s).

SDH merupakan hirarki multiplexing yang berbasis pada

transmisi sinkron yang telah ditetapkan oleh ITU-T. Dalam dunia

telekomunikasi, sejumlah multiplexing sinyal-sinyal dalam transmisi

menimbulkan masalah dalam hal pencabangan dan penyisipan

(add/drop) yang tidak mudah serta keterbatasan untuk memonitor dan

mengendalikan jaringan transmisinya. Gambar 3.3 di bawah ini

menunjukkan Hirarki multiplexing SDH.

Page 118: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 3.17 Multiplexing SDH

SDH memiliki dua keuntungan pokok yaitu fleksibilitas yang

demikian tinggi dalam hal konfigurasi kanal pada simpul-simpul

jaringan dan meningkatkan kemampuan manajemen jaringan baik

untuk payload traffic-nya maupun elemen-elemen jaringan. Secara

bersama-sama, kondisi ini akan memungkinkan jaringannya untuk

dikembangkan dari struktur transport yang bersifat pasif pada PDH

ke dalam jaringan lain yang secara aktif mentransportasikan dan

mengatur informasi. Selain dua keuntungan tersebut, SDH juga

memiliki beberapa keuntungan lainnya, diantaranya adalah:

a. Self-healing, yakni pengarahan ulang (rerouting) lalu lintas

komunikasi secara otomatis tanpa interupsi layanan.

b. Provisi yang cepat.

c. Akses yang fleksibel, manajemen yang fleksibel dari berbagai

lebar pita tetap ke tempat-tempat pelanggan.

Page 119: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

d. Kemampuan memberikan informasi (detail alarm) dalam

menganalisis masalah yang terjadi pada sistem.

e. Standar SDH juga membantu kreasi struktur jaringan yang

terbuka, sangat dibutuhkan dalam lingkup yang kompetitif

sekarang ini bagi perusahaan-perusahaan penyedia layanan

telekomunikasi.

3.2.4.1. Struktur Frame SDH

Struktur frame terendah yang didefinisikan dalam standar

SDH adalah STM-1 (Synchronous Transport Module level 1) dengan

laju bit 155,520 Mbit/s (155 Mbps). Ini berarti STM-1 terdiri dari

2430 byte dengan durasi frame 125μs. Bit rate atau kecepatan

transmisi untuk level STM-N yang lebih tinggi juga telah

distandarisasi sebagai kelipatan bulat (1, 4, 16 dan 64) dari N x

155,520 Mbps, seperti yang terdapat pada Tabel 3.1 di bawah ini.

Tabel 3.2 Standar Frame dan Kecepatan SDH

Page 120: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

3.2.4. Passive Optical Network (PON)

Sistem PON menggunakan secara bersama sebagaian jaringan

kabel serat optic kemudian dengan pembagian sinyal optik jaringan

tersebut dihubungkan ke beberapa pelanggan.

Sistem PON memiliki 2 (dua) buah perangkat opto-elektronik

yaitu Optical Line Termination (OLT) yang biasanya terletak di sisi

sentral dan perangkat Optical Network Unit (ONU), yang tersebar di

dekat lokasi pelanggan. Hubungan antara OLT dengan ONU

menggunakan teknik transmisi TDM/TDMA.

Hubungan kabel serat optic pada PON adalah titik ke banyak

titik (poin to multipoint). Hal ini berarti satu perangkat OLT dapat

melayani beberapa pelanggan pada lokasi yang berbeda melalui

beberapa perangkat ONU. Sistem Jarlokaf dapat menggunakan 2

serat optik maupun 1 serat optik dengan sistem transmisi simplex.

Sistem PON dapat dikombinasikan dengan SDH untuk meningkatkan

kehandalan dan fleksibilitas sistem (terutama di daerah bisnis).

Sistem PON dirancang memiliki antarmuka 2 Mbits/s kearah

sentral yaitu antarmuka V5.x. Apabila sentral belum memiliki

antarmuka V5.x di sisi sentral diperlukan sebuah perangkat CB akan

menjadi alternatif yang praktis.

Sistem PON ini akan semakin ekonomis bila digunakan juga

untuk menyalurkan TV Cable (CATV) dan Broadband Service secara

co-located yaitu menggunakan kabel serat optik yang sama namun

Page 121: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

perangkat OLT dan ONU yang berbeda. Gambar dibawah ini

menunjukkan topologi dari PON

Sistem PON mengenal tiga batasan kapasitas yaitu kapasitas

ONU, Optical Distribution Network (ODN) dan OLT. Kapasitas

ONU dan OLT menunjukkan jumlah kanal yang dapat ditangani oleh

perangkat yang bersangkutan. Sedangkan kapasitas ODN/PON

menunjukkan jumlah kanal yang dapat disalurkan pada suatu cabang

serat optic dengan sistem transmisi tertentu. Kapasitas ONU

umumnya adalah 4, 16, 32, 64 dan 128 kanal. Kapasitas ODN

bervariasi di sekitar 200 kanal dan versi selanjutnya sekitar 480

kanal. Jumlah ODN yang mungkin digunakan minimal 4 buah.

Sedangkan kapasitas OLT setidak-tidaknya 800 kanal. Gambar 3.4 di

bawah ini menunjukkan konfigurasi PON.

Page 122: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 3.18 Konfigurasi PON

Passive Optical Network (PON) merupakan salah satu

alternatif yang bisa menggantikan teknologi tembaga untuk

narrowband atau broadband, dan jaringan PON dapat terintegrasi

dengan jaringan tembaga (copper). Dengan Passive Optical Network

(PON) kinerja dapat ditingkatkan dan biaya operasi dapat ditekan.

Dengan teknologi fiber optik beberapa layanan seperti telepon, data,

dan video bias melalui satu saluran. Layanan ini menggunakan PON

yang menggunakan system multiplexer sehingga beberapa layanan

dapat hanya dengan satu saluran. Multiplexer saluran transmisi

dihubungkan ke saluran pelanggan. Gambar 3.5 berikut menunjukkan

arsitektur PON secara lengkap.

Page 123: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 3.19 Arsitektur PON

Arsitektur jaringan PON memiliki tiga entitas penting yaitu

OLT (Optical Line Terminal) yang diletakkan di CO (Central Office),

ODN (Optical Distribution Network) yang merupakan komponen

dalam media transmisinya, ONU (Optical Network Unit) yang

diletakkan dekat dengan pelanggan.

3.2.5.1. OLT (Optical Line Terminal)

OLT seperti terlihat pada gambar 3.6 menyediakan interface

antara sistem PON dengan penyedia layanan (service provider) data,

video, dan jaringan telepon. Bagian ini akan membuat link ke system

operasi penyedia layanan melalui Elemen Management System

(EMS). Perangkat interface pada OLT meliputi :

DXC (Digital Cross-connect), yang melayani nonswitched dan

non-locally switched TDM trafik ke jaringan telepon.

Page 124: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Voice gateways, yang melayani locally switched TDM/Voice

trafik ke PSTN.

IP routers atau ATM edge switch, yang melayani trafik data.

Video Network Device, yang akan melayani trafik video.

Gambar 3.20 Optical Line Terminal (OLT)

3.2.5.2. Optical Distribution Network (ODN)

ODN menyediakan peralatan transmisi optik antara OLT dan

ONU. Perangkat Interior pada ODN terdiri dari :

7. Optical Fiber / Kabel Fiber Optik

8. Splices

9. Konektor

10. Splitter

Splices merupakan peralatan yang digunakan untuk

menyambungkan satu kabel serat optik dengan yang lainnya secara

permanen. Ada dua prinsip sambungan yaitu sambungan fusi dan

sambungan mekanik

Page 125: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

a. Sambungan fusi

Menggunakan pancaran listrik untuk mematri dua kabel serat

optik secara bersama-sama. Teknik ini memerlukan orang yang ahli

dan berpengalaman karena penjajaran kabel serat optik membutuhkan

computer terkontrol untuk mencapai kerugian sesedikit 0.05 dB.

b. Sambungan mekanik

Semuanya menggunakan elemen biasa.teknik ini lebih mudah

diterapkan dilapangan dengan kerugian sekitar 0.2 dB. Konektor optik

merupakan salah satu perlengkapan kabel serat optik yang berfungsi

sebagai penghubung serat. Dalam operasinya konektor mengelilingi

serat kecil sehingga cahayanya terbawa secara bersama-sama tepat

pada inti dan segaris dengan sumber cahaya (serat lain). Splitter

merupakan komponen pasif yang dapat memisahkan daya optik dari

satu input serat ke dua atau beberapa output serat. Splitter pada PON

dikatakan pasif sebab optimasi tidak dilakukan terhadap daya yang

digunakan terhadap pelanggan yang jaraknya berbeda dari node

splitter, sehingga sifatnya idle dan cara kerjanya membagi daya optic

sama rata.

Jenis-jenis splitter antara lain :

1 : 2 (tanpa back up)

1 : 4 (tanpa back up)

1 : 8 (tanpa back up)

1 : 16 (tanpa back up)

Page 126: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

1 : 32 (tanpa back up)

2 : 2 (dengan back up)

2 : 4 (dengan back up)

2 : 8 (dengan back up)

2 : 16 (dengan back up)

2 : 32 (dengan back up)

Passive Splitter memiliki redaman sesuai dengan jenisnya, yaitu

seperti diperlihatkan pada tabel 3.3 dibawah ini

Tabel 3.3 Redaman Passive Splitter

Page 127: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

3.2.5.3. Optical Network Unit (ONU)

ONU seperti pada gambar 3.7 menyediakan interface antara

jaringan pelanggan untuk layanan data, suara dan video dengan PON.

Fungsi utama ONU adalah menerima trafik dalam format optik dan

mengkonversinya ke bentuk yang diinginkan oleh pelanggan

(Ethernet, Internet, IPTV, CATV, Video Live, ISDN, IP multicast,

POTS, dll).

Gambar 3.20 ONU (Optical Network Unit)

Page 128: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

3.2.5. Active Optical Network (AON)

Teknologi AON mirip dengan teknologi PON, hanya saja

perbedaan keduanya terletak pada splitter yang digunakan. PON

menggunakan splitter pasif, sedangkan AON menggunakan splitter

aktif yaitu Active Splitting Equipment (ASE) atau lebih singkat

Active Splitter (AS). Pada titik percabangan, ASE mempunyai 2

ODN, yaitu primary ODN dan secondary ODN. ASE pada AON

berfungsi untuk mendistribusikan informasi dari dan ke OLT, dari

satu atau lebih ONU, dengan Kapasitas sebagai multiplexer/de

multiplexer serta sebagai intermediate regenerator, inilah mengapa

splitter pada AON bersifat aktif. Gambar 3.8 memperlihatkan

konfigurasi AON.

Page 129: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Keuntungan yang didapatkan dengan sistem AON adalah :

Biaya infrastruktur yang relatif murah untuk jangka panjang

Cakupan daerah pelayanan yang relative lebih luas dibandingkan

dengan sistem copper/tembaga.

Daerah cakupan yang luas, bisa dilayani dengan distribusi yang

merata. Bagi pelanggan yang terletak jauh dari node (rumah

gardu), ASE memberikan daya optik yang lebih besar, sehingga

layanan yang diberikan untuk semua pelanggan relative sama.

Dapat menempuh jarak yang jauh, lebih jauh daripada PON

Gambar 3.21 Konfigurasi AON

Page 130: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

3.2.6 Gigabit Passive Optical Network (G-PON)

GPON merupakan salah satu teknologi yang dikembangkan

oleh ITU-T via G.984 dan hingga kini bersaing dengan GEPON

(Gigabit Ethernet PON), yaitu PON versi IEEE yang berbasiskan

teknologi Ethernet. GPON mempunyai dominansi pasar yang

lebih tinggi dan roll out lebih cepat dibanding penetrasi GEPON.

Standar G.984 mendukung bit rate yang lebih tinggi, perbaikan

keamanan, dan pilihan protokol layer 2 (ATM, GEM, atau

Ethernet).

Baik GPON ataupun GEPON, menggunakan serat optik

sebagai medium transmisi. Satu perangkat akan diletakkan pada

sentral, kemudian akan mendistribusikan trafik Triple Play

(Suara/VoIP, Multi Media/Digital Pay TV dan Data/Internet)

hanya melalui media 1 core kabel optik disisi subscriber atau

pelanggan.

Yang menjadi ciri khas dari teknologi ini dibanding

teknologi optik lainnya semacam SDH adalah teknik distribusi

trafik dilakukan secara pasif. Dari sentral hingga ke arah

subscriber akan didistribusikan menggunakan splitter pasif (1:2,

1:4, 1:8, 1:16, 1:32, 1:64).

GPON menggunakan TDMA sebagai teknik multiple

access upstream dengan data rate sebesar 1.2 Gbps dan

Page 131: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

menggunakan broadcast kearah downstream dengan data rate

sebesar 2.5 Gbps.

Model paketisasi data menggunakan GEM (GPON

Encapsulation Methode) atau ATM cell untuk membawa layanan

TDM dan packet based. GPON jadi memiliki efisiensi bandwidth

yang lebih baik dari BPON (70 %), yaitu 93 %.

Gambar 3.22 G-PON

3.2.6.1 Prinsip Kerja G-PON

GPON merupakan teknologi FTTx yang dapat

mengirimkan informasi sampai ke pelanggan menggunakan kabel

optik. Prinsip kerja dari GPON, ketika data atau sinyal dikirimkan

dari OLT, maka ada bagian yang bernama splitter yang berfungsi

untuk memungkinkan serat optik tunggal dapat mengirim ke

berbagai ONU, untuk ONU sendiri akan memberikan data-data

dan sinyal yang diinginkan pelanggan.

Pada prinsipnya, PON adalah sistem point to multipoint,

yang menggunakan splitter sebagai pembagi jaringannya.

Page 132: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Arsitektur sistem GPON berdasarkan pada TDM (Time Division

Multiplexing) sehingga mendukung layanan T1, E1 dan DS3.

3.2.6.2 Komponen G-PON

Berikut ini akan dijelaskan secara satu-persatu masing masing

komponen penyusun GPON :

1. Network Management System (NMS)

NMS merupakan perangkat lunak yang berfungsi untuk

mengontrol dan mengkonfigurasi perangkat GPON. Letak

NMS ini bersamaan di dekat OLT namun berbeda

ruangan. Konfigurasi yang dapat dilakukan oleh NMS

adalah OLT dan ONT. Selain itu NMS dapat mengatur

layanan GPON seperti POTS , VoIP , dan IPTV. NMS ini

menggunakan platform Windows dan bersifat GUI

(Graffic Unit Interface)maupun command line. NMS

memiliki jalur langsung ke OLT , sehingga NMS dapat

memonitoring ONT dari jarak jauh.

2. Optical Line Termination (OLT)

OLT menyediakan interface antara sistem PON dengan

penyedia layanan (service provider) data, video, dan

jaringan telepon. Bagian ini akan membuat link ke sistem

operasi penyedia layanan melalui Network Management

System (NMS).

Page 133: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 3.22 Perangkat OLT

3. Optical Distribution Cabinet (ODC)

ODC (Optical Distribution Cabinet) adalah jaringan

optik antara perangkat OLT sampai perangkat ODC. Letak

dari ODC ini adalah terletak di rumah kabel.ODC

menyediakan sarana transmisi optik dari OLT terhadap

pengguna dan sebaliknya. Transmisi ini menggunakan

komponen optik pasif. ODC menyediakan peralatan

transmisi optik antara OLT dan ONT. Perangkat interior

pada ODC diperlihatkan pada gambar 3.23 dibawah ini

Page 134: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 3.23 Optical Distribution Cabinet (ODC)

4. Fiber Konektor

Konektor optik merupakan salah satu perlengkapan

kabel serat optik yang berfungsi sebagai penghubung serat.

Dalam operasinya konektor mengelilingi serat kecil sehingga

cahayanya terbawa secara bersama-sama tepat pada inti dan

segaris dengan sumber cahaya (serat lain).

Page 135: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Konektor yang digunakan pada Optical Access

Network (OAN) dapat dipasang di luar dan di lokasi

pelanggan.

5. Fiber Splitter

Splitter merupakan komponen pasif yang dapat

memisahkan daya optik dari satu input serat ke dua atau

beberapa output serat. Splitter pada PON dikatakan pasif

sebab tidak memerlukan sumber energi eksternal dan

optimasi tidak dilakukan terhadap daya yang digunakan

terhadap pelanggan yang jaraknya berbeda dari node splitter,

sehingga cara kerjanya membagi daya optik sama rata.

Gambar 3.24 dibawah ini menunjukkan Fiber Splitter

Gambar 3.24 Fiber Splitter

Passive splitter atau splitter merupakan optical fiber

couplersederhana yang membagi sinyal optik menjadi

beberapa path (multiple path) atau sinyal-sinyal kombinasi

dalam sutu jalur.

Page 136: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Selain itu splitter juga dapat berfungsi untuk

merutekan dan mengkombinasikan berbagai sinyal optik. Alat

ini sedikitnya terdiri dari 2 port dan bisa lebih hingga

mencapai 32 port.

Berdasarkan ITU G.983.1 BPON Standard

direkomendasikan agar sinyal dapat dibagi untuk 32

pelanggan, namun rasio meningkat menjadi 64 pelanggan

berdasarkan ITU-T G.984 GPON Standard. Hal ini

berpengaruh terhadap redaman sistem.

Page 137: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

6. Optical Distribution Point (ODP)

Instalasi atau terminasi yang bagus dari serat adalah

persyaratan utama untuk menjamin kemampuan transmisi

pada kabel serat optik. Syarat utama DP adalah :

1. DP dapat diubah tanpa mengganggu kabel yang sudah

terpasang dengan cara melebihkan kabel serat optik beberapa

meter.

2. Setiap DP harus punya ruangan untuk memuat splitter.

3. DP harus memiliki akses dari sisi depan.

4. Setiap DP harus memiliki penutup depan untuk melindungi

orang dari cahaya laser yang langsung keluar dari ujung

serat.

5. DP harus mempunyai ruang untuk memuat dan memandu

kabel serat optik.

Gambar 3.25 Optical Distribution Point

Page 138: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

7. Optical Network Termination (ONT)

ONU menyediakan interface antara jaringan optik

dengan pelanggan. Sinyal optik yang ditransmisikan melalui

ODN diubah oleh ONU menjadi sinyal elektrik yang

diperlukan untuk service pelanggan.

Pada arsitektur FTTH, ONU diletakkan di sisi

pelanggan. Perangkat ONU yang digunakan PT.Telkom

salah satunya adalah ZXA10 FN62X yang merupakan

pabrikan merek ZTE. Gambar 3.26 menunjukkan ONT

Gambar 3.26 ONT

Page 139: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

3.2.6.3 Keunggulan Dan Kekurangan G-PON

Adapun beberapa keunggulan yang dimiliki oleh teknologi GPON

adalah:

1. Mendukung aplikasi triple play (suara,data, dan video) pada layanan

FTTx yang dilakukan melalui satu core fiber optik.

2. Dapat membagi bandwidth sampai 32 ONT.

3. GPON mengurangi penggunaan banyak kabel dan peralatan pada

kantor pusat bila dibandingkan dengan arsitektur point to point.

Hanya satu port optik di central office (menggantikan multiple port).

4. Alokasi bandwidth dapat diatur.

5. Biaya maintenance yang murah karena menggunakan komponen

pasif.

6. Transparan terhadap laju bit dan format data.

7. GPON dapat secara fleksibel mentransferkan informasi dengan laju

bit dan format yang berbeda karena setiap laju bit dan format data

ditransmisikan melalui panjang gelombang yang berbeda. Laju bit

1.244 Gbit/s untuk upstream dan 2.44 Gbit/s untuk downstream.

8. Biaya pemasangan, pemeliharaan dan pengembangan lebih effisien.

Hal ini dikarenakan arsitektur jaringan GPON lebih sederhana dari

pada arsitektur jaringan serat optik konvensional.

Page 140: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Sedangkan Kekurangan yang dimiliki G-PON

1. Model Layering yang kompleks

2. Lebih mahal dibandingkan GE-PON

3. Transceiver pada laju 2,4 Gbps saat ini masih mahal

4. Bandwidth upstream masih terbatas hanya pada 622 Mbps

3.2.7 GE-PON (Gigabit Ethernet Passive Optical Network)

GE-PON (Gigabit Ethernet Passive Optical Network)

merupakan teknik akses optik kecepatan tinggi yang telah

distandarisasi menurut IEEE 802.3ah EFM (Ethernet in the First

Mile) sehingga dapat digunakan pada konfigurasi point to

multipoint. Ketika ITU-T membangun standar BPON dan GPON,

sebuah working group IEEE yang bernama Ethernet-in-the-first-mile

mengembangkan PON yang berbasis Ethernet.

GPON merupakan salah satu teknologi yang dikembangkan

oleh ITU-T via G.984. Lapis physical media dependent pada

EPON/GEPON dapat mendukung maksimum 1.25 Gbps (laju data

efektif 1.0 Gbps) untuk trafik downstream dan upstream. GPON

menggunakan TDMA sebagai teknik multiple access upstream

dengan data rate sebesar 1.2 Gbps dan menggunakan broadcast

kearah downstream dengan data rate sebesar 2.5 Gbps.

GEPON mengenkapsulasi dan men-transport data pengguna

dalam frame Ethernet. GE-PON dikeluarkan sebagai jenis dari

sistem high speed optical access. Hal tersebut dikarenakan sistem

PON ini menggunakan teknologi Ethernet, yang biasanya disebut

Page 141: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

"EPON", tetapi karena pengaruh layanan yang diberikan maka lebih

dikenal sebagai "gigabit".

Jadi, GEPON merupakan perluasan alami dari LAN pada

premis pengguna, dan menghubungkan LAN-LAN menuju

infrastruktur MAN/WAN berbasis Ethernet. Karena tidak ada

fragmentasi atau penyusunan data pada GEPON dan kebutuhannya

pada lapis physical-media dependent lebih longgar, peralatan

GEPON lebih murah dibanding GPON.

Seiring dengan luasnya penggunaan Ethernet pada LAN,

GEPON menjadi teknologi akses yang sangat atraktif. Saat ini

GEPON sudah tersebar dalam skala besar di Jepang, melayani jutaan

pengguna.

3.2.7.1 Prinsip Kerja GE-PON

Standar Ethernet didefinisikan untuk shared medium dan link

point-to-point (P2P) full-duplex. Hal ini menyebabkan GEPON

mempunyai ciri yang merupakan kombinasi dari dua sifat standar

Ethernet tersebut. GEPON menggunakan struktur enkapsulasi paket

Ethernet untuk komunikasi pada layer 2.

Saat ini terhitung hampir 95 % komunikasi LAN

menggunakan aplikasi ethernet, karena strukturnya yang ekonomis

dan efektif. Sehingga GE-PON menjadi sangat efektif dalam mode

komunikasi access network.

Data dikirimkan dengan panjang variabel paket data

maksimum sebesar 1.518 Bytes sesuai dengan Ethernet standar IEEE

Page 142: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

802.3ah Struktur Point to Multipoint, dimana satu OLT bisa

dihubungkan sampai 32 ONU. Semua ONU saling berbagi

bandwidth 1 G melalui TDM (Time Division Multiplex).

Karena itu masing-masing ONU bisa menyediakan bandwidth

max 1 Gbps untuk arah uplink atau downlink. Transceiver optik

menggunakan sistem WDM (Wavelength DivisionMultiplexer)

dengan panjang gelombang yang digunakan berbeda antara pengirim

dan penerima. Upstream : 1260 . 1360 nm (1310 ± 50) ,

Downstream : 1480 . 1500 nm (1490 ± 10) GEPON tidak

membutuhkan beberapa protokol yang rumit untuk mentransmisikan

sinyal optik secara tepat sampai ke pelanggan, karena sinyal dari

pelanggan bisa ditransmisikan ke OLT secara terpusat. Pada NMS

(Network Management System), menggunakan SNMP (Simple

Network Management Protocol) untuk managemen elemen jaringan

ONU sebagai fitur dari OAM (Operations, Administration and

Maintenance). Gambar 3.27 menunjukkan arsitektur GE-PON

Page 143: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 3.27 Arsitektur GE-PON

Pada arah downstream, GEPON bertindak sebagai shared

medium, dengan frame-frame yang dikirim oleh OLT mencapai setiap

ONU. Pada arah upstream, karena sifat direksional dari coupler pasif,

frame-frame data hanya akan mencapai OLT, tidak menuju ONU

lainnya. Artinya, pada arah upstream perilaku GEPON dapat

dibandingkan dengan jaringan P2P. Tetapi, tidak seperti jaringan P2P

Page 144: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

sebenarnya, dalam GEPON frame-frame yang dikirimkan dari ONU

yang berbeda bisa bertabrakan.

Sehingga pada arah upstream terdapat syarat untuk berbagi

serat trunk dan mengatur time slot transmisi ONU untuk mencegah

tabrakan. Untuk mengurus syarat koordinasi trafik yang unik pada sisi

upstream GEPON menggunakan MPCP, yang merupakan protokol

berbasis frame, berdasarkan pesan-pesan kontrol MAC 64-byte, yang

mengkoordinasikan trafik upstream. Hal ini menyebabkan mekanisme

pengiriman data antara upstream dan downstream berbeda. Berikut

prosedur masing-masing arah.

Gambar 3.28 Mekanisme GE-PON

Page 145: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

3.2.7.2 Trafik GE-PON

Trafik GE-PON dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu

trafik GE-PON Downstream dan trafik GE-PON Upstream. Berikut

ini akan dijelaskan trafik down stream dan upstream

Trafik GEPON Downstream

Pada arah ini, frame-frame Ethernet yang dikirim oleh OLT

melewati splitter pasif 1:N dan disebar secara broadcast menuju

setiap ONU. Frame Ethernet diekstrak oleh ONU tujuan mereka

berdasarkan alamat Medium Access Control (MAC), sehingga ini

tidak berbeda dengan LAN Ethernet pada umumnya. Gambar 3.29

berikut menunjukkan proses pengiriman data pada downstream.

Gambar 3.29 Trafik GE-PON Downstream

Trafik GE-PON Upstream

Pada arah ini, frame-frame Ethernet dikirim oleh masing-masing

ONU dalam mode burst dengan pemotongan waktu seperti TDM.

OLT menugaskan tiap ONU slot waktu transmisi tertentu. Slot

waktu transmisi ini mencegah fragmentasi dan tabrakan sinyal. Slot

Page 146: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

waktu dilengkapi dengan ukuran tetap tetapi pemberiannya lebih

fleksibel. Gambar 3.30 menunjukkan trafik GE-PON Upstream

Gambar 3.30 Trafik GE-PON Upstream

3.2.7.3 Komponen GE-PON

GE-PON terdiri dari beberapa komponen yaitu :

1. Optical Line Terminal (OLT)

2. Optical Network Unit (ONU)

3. Optical Splitter (OS)

4. Kabel Optik

Berikut ini akan dipaparkan masing-masing perangkat pada GEPON

1. Optical Line Terminal (OLT)

OLT adalah elemen jaringan Fiber To The Home (FTTH)

yang menyediakan antarmuka PON menuju core IP/Ethernet dan

jaringan operasi. OLT dtempatkan pada CO (Central Office),

dihubungkan ke ONU melalui PON dengan kabel fiber, splitter

dan komponen pasif lain. OLT diatur oleh EMS.

Page 147: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Tanggung jawab fungsionalnya meliputi konversi sinyal

optik-ke-elektrik dan elektrik-ke-optik, control transmisi

bidireksional, multpleksing/demultipleksing sinyal dan layanan,

perutean/switching paket, fungsi operasi, administrasi, dan

pemeliharaan (OAM), konvesi PON dan jaringan, dan fungsi

antarmuka. Gambar 3.31 menunjukkan OLT

Gambar 3.31 Optical Line Terminal (OLT)

2. Optical Network Unit (ONU)

ONU merupakan elemen pada sisi pelanggan FTTH yang

menyediakan antarmuka pelanggan menuju PON. Dalam

perangkat ONU menyediakan pengubah opto-electrical

(melewatkan informasi yang diubah dari framework serat optik

menjadi framework logam listrik.

Page 148: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

ONU merupakan suatu titik pembatasan, dimana merupakan

akhir dari aliran optik jaringan pembawanya dan merupakan

awal dari jaringan akses pelanggan. Perbedaan ONT dan ONU

yaitu ONU masih membutuhkan perangkat NT (Network

Terminal) di bagian pelanggan, sedangkan ONT bisa langsung

dihubungkan dengan user equipment.

Maksimal jumlah ONU/ONT dalam GE-PON yang bisa

digunakan yaitu 32 ONU. Tanggung jawab fungsionalnya

meliputi konversi sinyal E/O dan O/E,

multipleksing/demultipleksing sinyal dan layanan, dan konversi

sinyal layanan pelanggan dan PON beriringan dengan proses

menyediakan berbagai antarmuka customer premise equipment

(CPE). Gambar 3.32 menunjukkan ONU

Gambar 3.32 Optical Network Unit

Page 149: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

3. Optical Splitter

Splitter merupakan perangkat yang membagi daya optik

menjadi N jalur terpisah menuju pelanggan. Sebagai penghubung

antara OLT dengan ONU. Berfungsi untuk mentransmisikan

sinyal input optik arah downlink menuju port multi output, dan

bisa membagi satu serat optik kedalam multi user dimana

bandwidth dari serat tersebut dibagi-bagi.

Untuk arah uplink, me-multiplexing kanalkanal sinyal optik

ONU menuju satu serat optik. Optical splitter diklasifikasikan

komponen pasif karena didalamnya tidak ada komponen aktif

elektrik, hal ini berarti tidak sensitif terhadap temperatur ataupun

elemen lain yang bisa menjadi masalah dalam komponen

elektrik. Jika splitter dirancang untuk membagi daya optikdan

jika P adalah daya optik yang masuk ke splitter, level daya yang

masuk ke tiap pelanggan adalah P/N.

Desain pembagi daya dengan rasio pembagi juga mungkin dan

terdapat lebih dari satu splitter dalam jalur tertentu, tergantung

penerapannya. Jumlah jalur yang terbagi bisa beragam dari 2

hingga 64, tetapi biasanya mereka berjumlah 8, 16, dan 32.

Gambar 3.33 menunjukkan optical splitter

Page 150: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 3.33 Optical Splitter

3.2.7.3 Kelebihan dan Kekurangan GE-PON

GEPON sebagai teknologi tetap mempunyai kelebihan dan

kekurangan. Kelebihan yang dimiliki GEPON, antara lain :

1. Biaya lebih murah dibanding GPON

Ada beberapa alasan GEPON menjadi teknologi yang

murah dibanding GPON. Salah satunya adalah karena

perbedaan line coding yang digunakan. GPON

menggunakan teknik Non-Return to Zero (NRZ) untuk

Page 151: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

pengkodean yang bertujuan untuk mencapai efisiensi

bandwidth hingga 100%. Karena syarat yang cukup

ketat inilah, desain perangkat transceiver menjadi

lebih susah dan mahal. Berbeda dengan GEPON, ia

menggunakan line coding 8B/10B yang dimaksudkan

agar adanya transisi yang cukup antar bit. Dengan

keadaan ini, desain perangkat receiver menjadi lebih

mudah dan murah. Selain line coding, GEPON lebih

murah karena waktu laser on/off lebih longgar, yaitu

512 ns. Berbeda dengan GPON, ia memiliki waktu

laser on/off yang cukup cepat, yaitu 44 ns. Hal ini

menyebabkan GPON memiliki komponen yang

mahal.

2. Implementasi bersifat terbuka

Standar IEEE 802.3ah sengaja meninggalkan banyak

detail di luar spesifikasi kecuali untuk layer fisik dan

data link saja. Ini dilakukan untuk menjaga

fleksibilitas implementasi dan mendorong inovasi dari

vendor. Tujuan pembuat standar adalah untuk

mempertahankan perangkat yang murah dan waktu

yang cepat untuk pemasaran. Contoh, masalah alokasi

bandwidth dinamis dan penyediaan tingkat layanan

yang terjamin menjadi dua masalah yang menarik

untuk diteliti.

Page 152: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

3. Penggunaan frame Ethernet yang menguntungkan

Untuk GPON ketika membawa trafik IP, paket-paket

harus dipecah menjadi segmen-segmen 48 byte

dengan 5 byte header masing-masing. Proses ini

memakan waktu dan rumit serta menambah biaya

pada OLT dan ONU. Berbeda dengan Ethernet,

dengan menggunakan paket yang panjangnya variabel,

Ethernet dibuat untuk membawa trafik IP dan bisa

mengurangi overhead secara signifikan. Sebagai

tambahan, Ethernet juga mendukung protokol IGMP

yang mendukung layanan multicast sehingga GEPON

sangat cocok untuk layanan triple-play, seperti IPTV.

4. Manajemen lebih mudah

GEPON hanya membutuhkan satu sistem pengaturan.

Sedangkan GPON membutuhkan tiga sistem

pengaturan untuk protokol layer 2. Hal ini berarti

GEPON menghasilkan total biaya yang lebih rendah.

GEPON juga tidak membutuhkan konversi

multiprotokol dan hasilnya adalah biaya silikon yang

lebih murah.

5. Adanya fungsi Rapid Spanning Tree Protocol

Fungsi RSTP di sini bertujuan untuk menyediakan

redundansi jalur antara OLT dan jaringan backbone

dan mencegah loop jaringan yang tidak diinginkan.

Page 153: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

RSTP menyediakan mekanisme kepada perangkat

jaringan untuk mempelajari topologi jaringan,

memilih bridgeroot, menghitung jalur dengan biaya

terendah dari tiap bridge dan port menuju bridge root

dan secara selektif memblok port, sehingga menjamin

jaringan bebas looping.

Kekurangan yang dimiliki GE-PON adalah sebagai berikut :

1. Bandwidth lebih rendah dibandingkan G-PON

GPON pada arah downstream dapat membawa kecepatan

hingga 2.448 Gbps. Sedangkan GEPON hanya bisa

membawa 1.25 Gbps.

2. Masalah Interoperabiltas

Karena banyak detail dalam standar IEEE 802.3ah yang

belum dijelaskan, maka ini mendorong vendor untuk

berinovasi. Namun di satu sisi ini membuat bingung pasar

dan kurangnya interoperabilitas. Misalnya, EPON Jepang

tidak bisa bekerja dengan EPON Cina.

Page 154: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

3.2.8 MSAN (Multi Service Access Node)

MSAN (Multi Services Access Node) merupakan perangkat

access network yang melayani multi services, seperti ADSL,

SHDSL, E1, POTS, Ethernet. Topologi MSAN sendiri merupakan

biasanya stacking (bertingkat) atau master slave architecture yang

berarti node slave digunakan sebagai perpanjangan tangan dari

master. Jika node master tidak cukup maka akan digunakan slave

untuk menambah kapasitas master. Chassis dan module biasanya

sama antara master dan slave.

Untuk melakukan stacking, uplink card yang diutilisasi

sebagai module stack. Services yang ditawarkan MSAN bersifat

modular dan menempel pada chassis MSAN. Misal satu card

ADSL (atau IP-ADSL) memiliki 48 port sehingga ada 48

pelanggan ADSL yang bisa berlangganan dengan kecepatan

sampai 24 Mbps downstream dan upstream 3.5 Mbps.

Dari tipe keluarga FTTx, MSAN sendiri lebih tepat

dinamakan FTTC (Fiber to the Curb) karena services akan

didistribusikan ke pelanggan dari node cabinet yang berada di

pinggir jalan ke residential user via copper. Jadi Fiber diterminasi

di node MSAN.

Page 155: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

3.2.8.1 Definisi MSAN

Multi Service Access Node adalah suatu platform

jaringan akses yang menyediakan layanan umum untuk

memberikan layanan broadband dan narrowband dalam

jaringan PSTN dan NGN. Multi Service Access Node

memiliki tiga fungsi penting yaitu :

1. Sebagai sistem akses broadband.

2. Sebagai akses gateway dalam NGN (Next

Generation Network).

3. Sebagai jaringan akses tradisional PSTN.

Namun secara umum, Multi Service Access Node

adalah layanan multiservice yang sejalan dengan NGN

yang menyediakan fungsi broadband akses multiplexer

sebagai IP DSLAM yang berdasarkan pada teknologi IP,

ATM atau TDM melalui jaringan kabel tembaga atau fiber

optik. Target platform aksesnya adalah MSAN dengan

kemampuan triple play dan 100% broadband deliver.

Multi Service Access Node (MSAN) di

implementasikan untuk menyediakan suatu solusi layanan

berbasis jaringan lokal akses fiber atau tembaga dengan

cost-effective pada suatu layer jaringan yang konvergen

dimana layanan PSTN, NGN dan jaringan broadband

berada pada daerah yang sama.

Page 156: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

3.2.8.2 Gambaran Umum MSAN

Perangkat ini menghubungkan pelanggan telepon ke

core network sehingga pelanggan dimungkinkan untuk

memperoleh telepon biasa, ISDN atau fasilitas broadband

seperti DSL dengan hanya menggunakan single platform.

MSAN merupakan gabungan dari beberapa teknologi yaitu

telepon TDM yang di dalamnya terdapat ISDN, STM -1,

Next Generation – DLC, PON (Passive Optical Network),

Fiber To The x (FTTx). Dengan demikian MSAN dapat

melayani triple play.

Multi Service Access Node adalah suatu akses

gateway akses multimedia yang fleksibel yang

memungkinkan operator untuk menyediakan layanan

xDSL, narrowband/broadband berbasis TDM dan layanan

Next Generation Network dalam suatu area layanan dari

sebuah single node. End user dilayani dari akses node yang

terdistribusi di sekitar pelanggan untuk dapat memenuhi

kebutuhan pelanggan.

Multi Service Access Node (MSAN) merupakan

platform akses tunggal yang memiliki kemampuan untuk

menggabungkan semua layanan yang didukung oleh

backbone operator menuju ke resedensial, tele-working,

SOHO, dan skenario aplikasi bisnis adalah sesuatu yang

Page 157: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

sangat diharapkan oleh sebagian operator untuk solusi

akses. Solusi ini harus berkemampuan multiservice,

multivendor,multi skenario dan aman untuk yang akan

datang.

3.2.8.3 Atribut Utama MSAN

Perpaduan fleksibel dari layanan broadband dan

narrowband dapat diintegrasikan dari sebuah single

platform seperti :

1. Layanan

Layanan yang mencakup Voice : POTS, VoIP, ISDN

layanan yang mencakup Data / broadband : TDM leased

line (Leased line : 2 Mbit/s, nx64 Kbit/s, subrate), DSL

(ADSL, VDSL, ADSL2/2+, G.SHDSL).

2. Transmisi

Transmisi yang dapat digunakan oleh Multi Service

Access Node (MSAN) meliputi : SDH (STM- 1 s/d

STM 6), Ethernet (FE dan GE).

3. Topologi

MSAN dapat mensupport topologi yang berbeda-beda

untuk konfigurasi jaringan yang berbeda-beda yaitu :

Star, Tree, Ring, dan Bus dimana MSAN

memungkinkan beragam aplikasi penggelaran fiber

optik FTTx yang mungkin seperti : FTTO (Fiber to The

Page 158: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Office), FTTC (Fiber To The Curb), FTTB (Fiber To

The Building) juga tersedia perangkat transmisi optik

SDH atau PDH.

4. Fleksibel akses service

MSAN memiliki fleksibilitas untuk akses service dalam

hal penyediaan akses pelanggan berupa akses tembaga

untuk voice dan DSL service menggunakan combo card

serta optik untuk service Ethernet (FTTx).

3.2.8.4 Fungsi MSAN Pada NGN (Next Generation Network)

Pengembangan infrastruktur akses broadband yang

dapat mendukung Next Generation Network dan transisi

dari PSTN, dibutuhkan suatu konsep jaringan akses

multiservice yang dapat mengakomodasi perubahan layer

service node secara fleksibel dan ekonomis.

Tanpa konsep ini, setiap transisi service node

(misalnya dari jaringan TDM menuju jaringan paket) akan

memunculkan jenis akses node baru. Tidak heran di

lapangan dijumpai perangkat akses node yang

diperuntukkan hanya bagi layanan POTS, akses gateway

untuk layanan voice paket, akses node untuk layanan akses

broadband (DSLAM) yang tidak jarang

diimplementasikan secara kolektif.

Page 159: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Akibatnya tidak sedikit kendala dan masalah yang

terjadi dalam kegiatan operasi dan pemeliharaan perangkat

tersebut termasuk penyediaaan SDM yang berkompeten.

Konsep Multi Service Access Node (MSAN)

merupakan suatu konsep jaringan akses yang terintegrasi

yang dapat menyediakan varian layanan data, suara dan

video dalam satu platform perangkat. Solusi yang

diberikan Multi Service Access Node akan menjadi solusi

yang efisien pada era Next Generation Network.

Solusi teknologi MSAN pada dasarnya dapat

dibedakan ke dalam dua urutan besar roadmap yang

berasal dari dua teknologi multiservice akses yang

berkembang pada saat yang bersamaan yaitu :

1. Teknologi MSAN dengan roadmap dari teknologi

MSOAN/NG- DLC.

Teknologi MSOAN/NG-DLC merupakan

teknologi OAN generasi II yang memungkinkan

layanan teleponi berbasis TDM dan data paket

menggunakan xDSL dilewatkan pada satu

platform perangkat.

Dalam perkembangannya solusi MSOAN/

NG- DLC terkendala pada penyediaan layanan

denagn volume besar dikarenakan keterbatasan

Page 160: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

pada sisi kapasitas backplane platform yang

digunakan yang masih berbasis bus TDM.

Roadmap teknologi MSAN berbasis

teknologi MSOAN/NG-DLC masih menyisakan

kemampuan berintegrasi dengan platform eksisting

yaitu TDM switch dan kemampuan integrasi

layanan dengan platform NGN sebagai akses

gateway dan broadband sistem untuk layanan

internet sebagai DSLAM. Teknologi MSAN

dengan roadmap dari teknologi IP DSLAM.

2. Teknologi IP DSLAM merupakan teknologi

broadband akses yang sangat well proven dalam

memberikan layanan broadband.

Kapabilitas backplane platform yang sangat

besar menyebabkan sistem ini menjadi salah satu

pilihan teknologi akses di era NGN. Namun

kendala dalam penyediaan layanan voice paket

secara terintegrasi menyebabkan sistem ini tidak

full multiservice. Untuk layanan suara, secara

alami IP DSLAM masih menggunakan koneksi

fisik split dari layanan broadband ke TDM switch.

Berakhirnya era legacy sistem menyebabkan

kemungkinan hilangnya TDM switch dan

Page 161: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

berakibat pada perlunya solusi layanan paket suara

pada sistem ini. Solusi yang bias ditawarkan

adalah menambahkan perangkat IAD diujung CPE

untuk layanan voice paket. Solusi ini tidak menjadi

efisien mengingat IAD juga sebagai perangkat

aktif yang harus diatur secara end-to-end.

Teknologi MSAN yang berbasis IP DSLAM

dilakukan dengan menempatkan fungsi akses

gateway di IP DSLAM sebagai mediasi ke

softswitch selain fungsi broadband akses

multiplexer ke layanan data. Solusi ini secara

ekstrim meniadakan koneksi ke sistem legacy

sehingga dapat dilihat sebagai solusi revolusi akses

di era NGN.

CPE diinterfacekan dengan perangkat

MSAN (Multi Service Access Node). Dari MSAN,

trafik mengalir sebagai data terintegrasi, dalam

protokol MPLS, dimana koneksi disusun dalam

semacam VC berbasis IP. Dari MSAN, trafik

dilarikan ke Metro Node, yang merupakan NGN

media gateway berkapasitas besar. Metro Node

saling dihubungkan dengan IP core network.

Page 162: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

3.2.8.5 Kentungan MSAN

Multi Service Access Node (MSAN) dapat memberikan

keuntungan dan nilai tambah non-teknis sebagai berikut :

1. Kemampuan Multi Service

MSAN menyediakan layanan narrowband untuk

data dan suara (menggunakan POTS, ISDN,

PRA/BRA, digital leased line) dan layanan broadband

untuk kemampuan internet, data dan multimedia

(melalui ADSL atau G.SHDSL) yang memungkinkan

kemampuan download file dan penjelajahan internet

yang lebih cepat bagi end-users.

Dengan fleksibilitas kemampuan multiservice ini

pada gilirannya akan mampu menyediakan operator

telekomunikasi suatu kapasitas penghasilan yang lebih

besar.

2. Kecepatan Penggelaran

Kabinet outdoor yang dikirimkan dalam bentuk

complete-built yang telah mengalami proses pengujian

di pabrik. Hal ini berarti bahwa node telah langsung

siap untuk dioperasikan begitu dihubungkan dengan

catuan listrik serta tersambung ke jaringan transport

dan koneksi ke end-user telah dibuat.

Page 163: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Dari NMS atau melalui suatu terminal lokal,

provisioning sistem dapat dilakukan sehingga

memungkinkan MSAN untuk dapat langsung

operasional dalam waktu yang cukup pendek yang

secara signifikan berarti memangkas waktu yang

diperlukan untuk mengatur pendapatan.

3. Modularitas Perangkat FTTx

Node akses MSAN telah didesain untuk dapat

mengcover pelanggan sampai dengan 2000 end-user.

Modularitas ini menyiratkan bahwa lokasi penempatan

node sebaiknya diletakkan di dalam gedung atau

ditanam (curb).

Selain itu, dalam hal aplikasi greenfield yang

membutuhkan pekerjaan sipil, MSAN dimungkinkan

digelar denagn memakai infrastruktur serat optik

sehingga memungkinkan penggunaan kabel tembaga

yang lebih pendek karena jaraknya menjadi lebih dekat

ke pelanggan (pada umumnya < 1 km).

Hal ini akan mengurangi biaya penggelaran jaringan

last-mile dan memungkinkan operator untuk

menawarkan layanan xDSL dengan jangkauan yang

lebih luas serta memberikan berbagai kemungkinan

layanan level agreement yang lebih besar.

Page 164: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

4. Penggunaan Interface Standard

MSAN dirancang untuk solusi multi vendor.

Penggunaan interface standar diintegrasikan di layer

transport, layer signalling dan level manajemen

jaringan.

Hal ini memungkinkan MSAN untuk secara penuh

interoperable dengan peralatan vendor lain, sehingga

dengan begitu memungkinkan operator untuk memilih

solusi jaringan sesuai dengan pemeliharaan yang baik

secara layer demi layer.

Skenario pemilihan kompetitif seperti itu

memberikan kesempatan kepada para operator untuk

dapat menetapkan harga yang lebih kompetitif sesuai

dengan harga pabrikan perangkat sesuai dengan

merknya sehingga akan dapat mengoptimalkan biaya

investasi.

5. Cakupan Topologi, Kapasitas, Dan Penempatan Yang

Luas

MSAN memastikan bahwa pilihan terbaik dari sisi

ekonomis/teknis selalu ada sehingga akan

meminimalisasi biaya investasi untuk mendapatkan

suatu keuntungan/pengembaliaan modal yang

maksimum.

Page 165: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

MSAN mendukung beberapa hal sebagi berikut

yaitu cakupan topologi yang luas (ring, star, tree),

teknologi yang berbeda (PDH dan SDH) dengan

penggunaan tembaga atau serat optik dalam berbagai

kombinasi (misalnya dengan FTTx dan xDSL), dan

Rekonfigurasi dari jaringan PDH eksisting menjadi

suatu jaringan SDH yang baru.

Melayani area demografios dengan kapasitas per

node nya berkisar antara 30 sampai dengan 2000 line

ekivalen dan dapat diimplementasikan di lokasi

indooor atau outdoor.

6. Manajemen Jaringan Yang Terintegrasi

MSAN dirancang untuk siap menuju NGN.

Sistemnya disiapkan untuk dapat bertransformasi

secara smooth dari suatu platform access multiservice

yang mendukung layanan TDM eksisting menuju ke

suatu solusi NGN yang berbasis IP/ATM.

Melalui suatu pensinyalan modul VoIP gateway

yang sederhana node MSAN dapat diubah menjadi

access gateway NGN sehingga dapat mendukung

layanan VoIP dengan investasi yang minim sambil

tetap mengakomodasi pelangan yang masih

menggunakan backbone TDM yang lama dan juga

Page 166: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

pelanggan yang ingin menggunakan backbone NGN

yang baru.

3.3. Sistem Transmisi JARLOKAF pada PT. Telekomunikasi Indonesia

Teknologi transmisi pada sistem komunikasi JARLOKAF terdiri dari 6

macam yaitu :

1. Space Division Multiplexing (SDM)

Space Division Multiplexing (SDM) merupakan sistem transmisi

dengan menggunakan dua fiber merupakan sistem yang paling sederhana

dan selama ini sudah dan paling banyak dipakai. Sistem transmisi ini

dikenal dengan istilah Space Division Multiplexing (SDM). Sistem ini

mempergunakan sepasang (dua) serat optik, satu untuk keperluan

transmisi upstream dan satu untuk keperluan transmisi downstream.

Sistem transmisi ini juga dikenal sebagai sistem transmisi simplex seperti

diperlihatkan pada gambar 3.9 di bawah ini.

Gambar 3.9. Space Division Multiplexing

Page 167: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

2. Direction Division Multiplexing (DDM)

Sistem ini mempergunakan hanya sebuah serat optik untuk

keperluan transmisi dua arah baik upstream maupun downstream dengan

menggunakan bantuan "optical directional coupler". Namun karena dalam

sistem ini digunakan panjang gelombang yang sama untuk sinyal upstream

dan downstream, maka diperlukan konektor dan coupler yang khusus

untuk mengatasi back reflection yang dapat menimbulkan crosstalk.

Dalam hal ini dibutuhkan konektor dengan return loss ≥ 50 dB serta

coupler dengan directivity yang sangat baik (> 60 dB).

Sistem transmisi bidirectional dengan panjang gelombang yang

sama ini dikenal sebagai sistem Full Duplex seperti diperlihatkan pada

gambar 3.10 berikut ini.

Gambar 3.10. Direct Division Multiplexing (DDM)

3. Wavelength Division Multiplexing (WDM)

Sistem ini mempergunakan dua panjang gelombang yang berbeda

pada sebuah serat optik untuk setiap arah transmisi, sinyal-sinyal dengan

panjang gelombang yang berbeda tersebut digabung dalam satu fiber

dengan menggunakan WDM coupler. Panjang gelombang yang umumnya

Page 168: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

digunakan dalam sistem WDM adalah 1310 dan 1550 nm. Penggunaan

WDM dalam transmisi bidirectional dengan satu fiber ini dikenal sebagai

sistem Diplex seperti diperlihatkan pada gambar 3.11 di bawah ini.

Gambar 3.11. Wavelength Division Multiplexing (WDM)

4. Time Compression Multiplexing (TCM)

Sistem ini disebut juga "optical ping-pong transmission" yaitu

pengiriman sinyal optik secara bergantian. Pertama-tama informasi

dikompres pada sebuah memori buffer transmitter, selanjutnya informasi

tersebut ditransmisikan melalui sebuah media serat optik pada waktu yang

berturut-turut. Pada sisi penerima informasi yang dikompres tersebut

dikembalikan ke asalnya pada memori buffer receiver. Panjang gelombang

yang dipergunakan pada setiap arah transmisi adalah sama dan hal ini

diperkenankan sehubungan hanya ada satu arah sinyal.

Pada selang waktu tertentu. Oleh sebab itu sistem TCM ini tidak

memerlukan persyaratan khusus bagi komponen di jaringan optiknya.

Namun dengan membagi frame dalam section upstream dan downstream

secara bergantian akan berakibat pada keterbatasan efisiensi frame sebesar

50 % seperti diperlihatkan pada gambar 3.12 di bawah ini.

Page 169: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 3.12. Time Compression Multiplexing (TCM)

5. Code Division Multiplexing (CDM)

Dalam sistem CDM, sinyal dengan arah upstream dan downstream

dimodulasi dengan kode yang berbeda. Sinyal input elektrik dimultiplikasi

dengan kode yang unik untuk masing masing arah dan kemudian diubah

menjadi sinyal optik. Di sisi penerima, sinyal informasi dapat diperoleh

kembali dengan cara korelasi. Akibat proses modulasi CDM ini akan

dihasilkan sinyal transmisi dengan bit rate yang lebih tinggi dari sinyal

inputnya seperti diperlihatkan pada gambar 3.13 di bawah ini.

Gambar 3.13. Code Division Multiplexing (CDM)

Page 170: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Subcarrier Multiplexing (SCM)

Dalam sistem SCM, sinyal upstream dan downstream

dimodulasikan dengan frekuensi subcarrier yang berbeda dan dilewatkan

suatu band-pass filter (BPF). Sinyal upstream dan downstream diletakkan

pada domain frekuensi subcarrier yang ditentukan supaya tidak terjadi

overlap. Efek refleksi yang timbul dapat diatasi dengan menggunakan

filter elektrik. Karena sistem ini merupakan transmisi analog, maka untuk

beberapa aplikasi linearitas dari sinyal sangat diperlukan seperti

diperlihatkan pada gambar 3.14 di bawah ini.

Gambar 3.14. Subcarrier Multiplexing (SCM)

Perbandingan teknis antara SDM, DDM, WDM, TCM, CDM, dan

SCM diperlihatkan pada Tabel 3.3. Pada sistem DDM, perangkat optik

untuk menanggulangi efek refleksi akan menjadi sangat kompleks. Pada

sistem TCM diperlukan perangkat elektronik yang kompleks juga untuk

menangani sinkronisasi sinyal yang bersifat burst. Pada sistem CDM dan

SCM, perangkat elektronik yang kompleks juga diperlukan untuk me-

modulasi/demodulasi kode maupun subcarrier. Salah satu kesulitan dari

sistem transmisi full duplex dengan menggunakan 1 fiber adalah refleksi

pada konektor pertama (setelah titik TX dan RX dari jaringan) akan

menimbulkan crosstalk antara transmitter pada sisi yang satu dengan

Page 171: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

receiver pada sisi yang sama pada jaringan. Untuk mengatasi hal itu

diperlukan komponen-komponen yang khusus untuk mengurangi efek

yang timbul baik akibat refleksi maupun crosstalk.

Tabel 3.3. Perbandingan Teknis SDM, WDM, DDM,

TCM, CDM, SCM

3.4. Aplikasi JARLOKAF Pada PT. Telekomunikasi Indonesia

Perbedaan letak TKO menimbulkan modus aplikasi JARLOKAF yang

berbeda-beda, bisa berupa Fiber To The Building (FTTB), Fiber To The Zone

(FTTZ), Fiber To The Curb (FTTC), atau Fiber To The Home (FTTH).

Beberapa hal yang menjadi pertimbangan PT. Telekomunikasi

Indonesia dalam menentukan modus aplikasi ini adalah :

Densitas pelanggan untuk saat ini dan di masa mendatang.

Jenis layanan yang diperlukan untuk saat ini dan kemungkinan

perkembangannya dimasa mendatang.

Teknologi yang bakal dipilih untuk layanan Broadband di masa depan

apakah menggunakan ADSL, VDSL, atau HFC.

Page 172: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Hal ini akan sangat berpengaruh pada Boundary Area dari TKO.

a. Fiber To The Building (FTTB)

Istilah FTTB dipakai bila perangkat opto elektronik di sisi pelanggan

berada di dalam suatu gedung (umumnya di basement atau ruangan

perangkat telekomunikasi). Jadi fiber optik digelar mulai dari sentral dan

berakhir di suatu gedung (umumnya berupa gedung-gedung

bertingkat/perkantoran). Terminal pelanggan yang ada di dalam gedung

tersebut akan dihubungkan ke perangkat RT atau ONU dengan

menggunakan kabel tembaga sesuai dengan jenis layanannya seperti

diperlihatkan pada gambar 3.15 di bawah ini.

Page 173: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 3.15. Konfigurasi Fiber To The Building

b. Fiber To The Zone (FTTZ)

Istilah FTTZ digunakan bila perangkat opto elektronik di sisi pelanggan

diletakkan di suatu tempat (umumnya di dalam kabinet) di luar

gedung/bangunan. Jadi fiber optik digelar mulai dari sentral dan berakhir di

kabinet RT atau ONU yang memiliki daerah cakupan layanan tertentu (zone).

Terminal pelanggan dihubungkan ke perangkat RT atau ONU dengan

menggunakan kabel tembaga hingga jarak beberapa kilometer (maksimum 3

kilometer). Bila dianalogikan dengan jaringan kabel tembaga, maka letak

kabinet pada modus aplikasi FTTZ adalah kira-kira sama dengan lokasi

rumah kabel (RK) seperti diperlihatkan pada gambar 3.16 di bawah ini.

Gambar 3.16. Konfigurasi Fiber To The Zone

Page 174: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

c. Fiber To The Curb (FTTC)

Istilah FTTC digunakan bila perangkat opto elektronik di sisi pelanggan

diletakkan di suatu tempat di luar gedung/bangunan (umumnya di dalam

kabinet di atas tanah maupun di tiang). Jadi fiber optik digelar mulai dari

sentral dan berakhir di kabinet RT atau ONU yang memiliki daerah

cakupan layanan tertentu yang lebih kecil dari FTTZ. Terminal pelanggan

dihubungkan ke perangkat RT atau ONU dengan menggunakan kabel

tembaga hingga jarak beberapa ratus meter (maksimum 500 meter). Bila

dianalogikan dengan jaringan kabel tembaga, maka letak kabinet pada

modus aplikasi FTTC adalah kira-kira sama dengan lokasi distribution

point (DP) seperti diperlihatkan pada gambar 3.17 di bawah ini.

Gambar 3.17. Konfigurasi Fiber To The Curb

d. Fiber To The Home (FTTH)

Istilah FTTH dipakai bila perangkat opto elektronik (umumnya berupa

ONU) diletakkan di dalam rumah pelanggan (residensial). Terminal

pelanggan dihubungkan ke ONU dengan menggunakan kabel tembaga

indoor atau IKR dengan jarak yang cukup pendek (belasan atau puluhan

meter saja). Letak perangkat ONU pada FTTH dapat dianalogikan dengan

terminal batas atau bahkan roset pada jaringan kabel tembaga. Beberapa

istilah lain mungkin dipakai seperti misalnya Fiber To The Office (FTTO),

Page 175: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Fiber To The Apartment (FTTA), Fiber To The Desk (FTTD), dan lain-

lain, namun pada prinsipnya dapat dimasukkan dalam kategori salah satu

dari modus aplikasi di atas seperti diperlihatkan pada gambar 3.18 di

bawah ini.

Gambar 3.18. Konfigurasi Fiber To The Home

3.5. Konfigurasi Sistem JARLOKAF STO Semanggi dan STO Gatot Subroto

pada area Sudirman – Gatot Subroto – Kuningan

Konfigurasi jaringan akses yang diterapkan oleh PT Telekomunikasi

Indonesia pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto dan area

operasionalnya yang meliputi area Sudirman – Gatot Subroto – Kuningan

adalah jaringan lokal akses fiber (JARLOKAF).

Jaringan akses ini menggunakan serat optik sebagai media

transmisinya dengan menggunakan perangkat SDH / ADM / DLC dalam

pengaturan hierarki bit rate-nya.

Dalam sistem SDH terdapat Synchronous Transfer Module (STM)

yang memiliki kecepatan data rate 155.52 Mbps (STM-1), dan STM-4 yang

mempunyai kecepatan 4 x 155.52 Mbps yaitu 622.08 Mbps.

Pada sistem ini terdapat Add Drop Multiplex (ADM) yang merupakan

sebuah terminal dengan fungsi untuk meningkatkan dan menurunkan

Page 176: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

kecepatan sinyal dalam sistem yang kemudian disalurkan ke DLC. Berfungsi

sebagai akses menuju POTS, ISDN PRA / BRA, CATV, VOD melalui kabel

serat optik pelanggan PT Telekomunikasi Indonesia. Antara STM pengirim

dan STM penerima, media transmisi yang digunakan berupa kabel serat optik

dengan tipe single mode.

Konfigurasi sistem JARLOKAF pada STO Semanggi dan STO Gatot

Subroto secara umum dapat digambarkan seperti pada gambar 3. 19 dibawah ini.

SMG

GTS

Gambar 3.19. Konfigurasi JARLOKAF STO Semanggi

dan STO Gatot Subroto

Beberapa konfigurasi sistem JARLOKAF pada STO Semanggi dan STO

Gatot Subroto dapat digunakan untuk menghubungkan perangkat opto-elektronik

di sisi sentral STO dengan perangkat opto-elektronik di sisi pelanggan (TKO).

Sudut pandang dalam menentukan konfigurasi adalah berdasarkan topologi

jaringan yang menghubungkan sentral local STO Semanggi dan STO Gatot

Subroto dengan lokasi pelanggan (customer premises).

Konfigurasi sistem tersebut dapat dibagi atas dua bagian yaitu :

Konfigurasi single star (Point to Point / P to P)

ST

O

GT

S

ST

O

SM

G

DLC

DLC

ADM

STM-1/STM-4

ADM

STM-1/STM-4

DLC

DLC Kabel FO

POTS

ISDN

POTS

ISDN

Page 177: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Konfigurasi single star (P to P) pada Jarlokaf yang diperlihatkan pada

gambar 3.20 memiliki satu buah titik star kabel yaitu pada perangkat

Jarlokaf di sisi sentral.

Gambar 3.20. Konfigurasi Single Star

Konfigurasi Multiple Star (Point to Point dan Point to Multipoint)

Konfigurasi multiple star pada Jarlokaf seperti yang diperlihatkan pada

gambar 3.21 adalah konfigurasi yang memiliki lebih dari satu buah titik

star kabel serat optik (P to P dan P to M)

Gambar 3.21. Konfigurasi Multiple Star

3.5.1. Kombinasi dengan Ring

Konfigurasi ring digunakan untuk meningkatkan keandalan

jaringan. Konfigurasi ring kabel pada STO Semanggi dan STO Gatot

Subroto digunakan sebagai proteksi point-to-point link (single node

ring). Sedangkan konfigurasi ring SDH (multi node ring) pada STO

Semanggi dan STO Gatot Subroto dengan perangkat ADM digunakan

sebagai proteksi beberapa point sekaligus. Keunggulan konfigurasi

Page 178: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

ring SDH disamping peningkatan keandalan sistem dapat juga

menghemat jumlah serat optik yang aktif. Konfigurasi ring pada STO

Semanggi dan STO Gatot Subroto dapat dibagi menjadi dua macam

yaitu :

1. Konfigurasi Ring Kabel

a. Membentuk jaringan melingkar.

b. Untuk meningkatkan keandalan jaringan.

c. Untuk proteksi terhadap point-to-point link.

Gambar 3.22. Konfigurasi Ring Kabel

2. Konfigurasi Ring SDH

a. Membentuk jaringan melingkar.

b. Untuk meningkatkan keandalan jaringan.

c. Untuk proteksi terhadap point-to-point link.

d. Dengan ring SDH (ADM) menghemat kabel serat optik.

Page 179: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 3.23. Konfigurasi Ring SDH

Jenis konfigurasi ini dimungkinkan dengan cara

menggabungkan baik teknologi DLC, maupun PON dengan suatu

Ring SDH. Alternatif pembentukan ring kabel berturut-turut dari

yang terbaik adalah; rute kabel yang berbeda, kabel yang berbeda

pada rute yang sama, atau fiber yang berbeda pada kabel yang sama

seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.24 di bawah ini.

Gambar 3.24. Kombinasi Ring SDH dengan JARLOKAF

3.6. User (Pengguna)

Pada area operasional STO Semanggi dan STO Gatot Subroto yang

meliputi wilayah Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto memiliki banyak sekali

pelanggan yang berupa gedung-gedung bertingkat dan gedung perkantoran yang

Page 180: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

tentu saja membutuhkan jaringan akses serat optik. JARLOKAF pada STO

Semanggi dan STO Gatot Subroto mencakup seluruh gedung pelanggan pada area

Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto seperti yang diperlihatkan pada tabel 3.4

di bawah ini

Tabel 3.4. User (Pengguna)

NO STO LOKASI ASAL LOKASI TUJUAN PANJANG FO (mtr) PRIMER

Primer Sekunder FIBER

1 SEMANGGI SMG BULOG 200 PF02(1-16)

BULOG WISMA BAJA 194.5 PF02(1-16)

WISMA BAJA ADI GRAHA 200 PF02(1-16)

ADI GRAHA SMG 150 PF02(1-16)

10114 PF 02

SMG CENTRAL PLZ 465 PF03(1-16)

CENTRAL PLZ GRAHA PARAMITA 481 PF03(1-16)

GRAHA PARAMITA SMG 481 PF03(1-16)

7893.1 PF 03

SMG SUBENTRA 150 PF05(1-16)

SUBENTRA MENARA MULIA 232 PF05(1-16)

MENARA MULIA SMG 150 PF05(1-16)

6332 PF 05

SEMANGGI SMG ASPAC KUNINGAN 115 PF01(1-16)

10114 PF 01

ASPAC KUNINGAN BALAI SIDANG 147 PF05(41-48)

BALAI SIDANG SMG 147 PF05(41-48)

6332 PF 05

SMG HOTEL SHANGRILA 935 PF07(1-12)

HOTEL SHANGRILA MENARA BNI LAMA 492 PF07(1-12)

MENARA BNI LAMA TAMAN A-9 492 PF07(1-12)

4742 PF 07

TAMAN A-9 SMG PF01(17-32)

10114 PF 01

SMG ENTERPRISE 199 PF01(33-48)

ENTERPRISE BINA MULIA I&II 770 PF01(33-48)

BINA MULIA I & II SMG 770 PF01(33-48)

10114 PF 01

SEMANGGI SMG PAPAN SEJAHTERA 379 PF01(49-64)

SENTRAL MUTIARA SMG 188 PF01(49-64)

10114 PF 01

SMG ARIO BIMO SNTRAL 112 PF01(65-80)

ARIO BIMO

SENTRAL SMG 112 PF01(65-80)

Page 181: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

10114 PF 01

SMG GRAHA INTERNUSA 78 PF01(93-96)

GRAHA INTERNUSA SMG 78 PF01(93-96)

10114 PF 01

SEMANGGI SMG WISMA METRO 2 129 PF03(17-32)

WISMA METRO 2 BUMI PUTERA 179 PF03(17-32)

BUMI PUTERA SMG 179 PF03(17-32)

7893.1 PF 03

SMG WISMA INDOCEMENT 195 PF03(33-48)

WISMA

INDOCEMENT APT.ST BUDI 293 PF03(33-48)

APT. SETIA BUDI SMG 293 PF03(33-48)

7893.1 PF 03

SMG APT.REGENT 147 PF03(49-64)

APT.REGENT SMG 147 PF03(49-64)

7893.1 PF 03

SEMANGGI SMG GRAHA IRAMA 112 PF02(65-80)

GRAHA IRAMA MENARA 2000 277 PF02(65-80)

MENARA 2000 SMG 277 PF02(65-80)

10114 PF 02

SEMANGGI SMG WISMA METRO 1 621 PF03(65-80)

WISMA METRO 1 OFFICE KUNINGAN 355 PF03(65-80)

OFFICE KUNINGAN BATAVIA CITY OFFICE 499 PF03(65-80)

BATAVIA CITY OFFICE MID PLAZA 268 PF03(65-80)

7893.1 PF 03

SEMANGGI SMG WISMA DHARMALA 354 PF04(01-16)

WISMA DHARMALA APT. AMBASADOR 332 PF04(01-16)

APT.AMBASADOR SMG 332 PF04(01-16)

SMG LANDMARK 267 PF04(17-32)

LANDMARK WISMA KODELL 213 PF04(17-32)

WISMA KODELL SMG 213 PF04(17-32)

7893.1 PF 04

SEMANGGI SMG APT.KUNINGAN 212 PF04(33-48)

APT.KUNINGAN PLASA CENTRIS 93 PF04(33-48)

PLASA CENTRIS BANK EKONOMI 621 PF04(33-48)

BANK EKONOMI SMG 621 PF04(33-48)

7893.1 PF 04

SMG HOTEL REGENT 194 PF04(49-64)

HOTEL REGENT SMG 194 PF04(49-64)

7893.1 PF 04

SEMANGGI SMG M.BATAVIA 331 PF07(37-48)

M.BATAVIA W.46 KOTA BNI 750 PF07(37-48)

4742 PF 07

W.46 KOTA BNI W.GKBI 331 PF08(25-36)

W.GKBI SMG 269 PF08(25-36)

7538 PF 08

SEMANGGI SMG MANGGALA W.B 2042 PF05(33-40)

Page 182: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

MANGGALA W.B BRI II 138 PF05(33-40)

6332 PF 05

MANGGALA W.B TVRI 860 SF01(01-08)

TVRI MPR/DPR 578 SF01(01-08)

MPR/DPR MANGGALA W.B 2042 SF01(01-08)

10114 PF 01

BRI II BRI I 245 SF01(01-08)

BRI I BRI II 138 SF01(01-08)

10114 PF 01

GATSU GTS M.RAJAWALI 328 PF05(49-64)

6332 PF 05

M.RAJAWALI B.PASIFIK 136 PF07(49-60)

B.PASIFIK GTS 136 PF07(49-60)

4742 PF 07

GATSU GTS DANAMON DT. CTR 254 PF05(65-80)

6332 PF 05

DANAMON DT CTR

STD. CHARTER

(ATRIA.S) 162 PF07(25-36)

4742 PF 07

STD. CHARTER

(ATRIA.S) SENTRAL SENAYAN 1210 PF08(13-24)

SENTRAL SENAYAN GTS 1210 PF08(61-76)

7538 PF 08

GATSU GTS GRAHA UNILEVER 140 PF06(33-48)

GRAHA UNILEVER HOLLIDAY INN 97 PF06(33-48)

HOLIDAY INN GTS 97 PF06(33-48)

6332 PF 06

GATSU GTS MENARA DEA 473 PF06(01-16)

MENARA DEA WISMA UIC 144 PF06(01-16)

WISMA UIC GTS 144 PF06(01-16)

6332 PF 06

GTS MENARA GLOBAL 154 PF06(17-32)

6332 PF 06

GATSU GTS PRICE WATER HOUSE 417 PF02(17-32)

10114 PF 02

PRICE WATER

HOUSE H.HILTON 456 PF08(01-12)

7538 PF 08

GATSU GTS GRAHA ACTIVA 222 PF02(33-48)

10114 PF 02

GTS MENARA PERDANA 199 PF02(49-64)

MENARAPERDANA

GELANGGANG

REMAJA 197 PF02(49-64)

GELANGGANG REMAJA GREAT RIVER PLAZA 296 PF02(49-64)

10114 PF 02

GATSU GTS RK-RK PF08(36-48)

GTS RK-RB PF08(36-48)

GTS RK-RD PF08(36-48)

GTS RK-RE PF08(36-48)

Page 183: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

GTS RK-RL PF08(36-48)

7538 PF 08

GTS APART SENAYAN PF05(11-14)

GTS RK-RV PF05(11-14)

6332 PF 05

GATSU GTS LIPPO PLAZA 230 PF03(93-96)

GTS BCA 290 PF03(85-88)

GTS CHASE PLAZA 230 PF03(89-92)

GTS WISMA TAMARA 354 PF03(81-84)

7893.1 PF 03

GTS WTC 230 PF04(71-74)

7893.1 PF 04

GATSU GTS WISMA TUGU 379 PF01(81-92)

WISMA TUGU BINA MULIA 3 260 PF01(81-92)

BINA MULIA 3 SMG-1 260 PF01(81-92)

10114 PF 01

GATSU GTS ARMO 501

GTS SENTRAL SENAYAN 1210 PF08(63-64)

STC STC 7538 PF 08

GTS ITC 256 PF04(87-90)

7893.1 PF 04

GATSU GTS GED ASIATIC 355 PF04(65-70)

7893.1 PF 04

GATSU GTS GEDUNG TIRA 213 PF04(75-78)

7893.1 PF 04

GATSU GTS THE EAST 314 PF06(87-92)

6332 PF 05

GATSU GTS OAKWOOD 500 PF05(17-22)

6332 PF 05

GATSU GTS

SETIABUDI

RESIDENCE 500 PF03(27-32)

7893.1 PF 03

GATSU GTS MENARA KARYA 300 PF02(91-96)

10114 PF 02

GATSU GTS MENARA PRIMA 500 PF05(91-96)

6332 PF 05

3.7. Prinsip Kerja JARLOKAF

Prinsip kerja JARLOKAF pada STO Semanggi dan STO Gatot

Subroto menggunakan antarmuka (interface) V5.1 dan V5.2 yang kemudian

dihubungkan dengan perangkat terminal SDH dan DLC yang ada di sisi

sentral local STO kemudian ditransmisikan ke dalam bentuk sinyal bit rate

Page 184: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

sebesar 2 Mbps melalui jaringan akses ke arah sentral terminal pelanggan

melalui media transmisi serat optik dan kemudian diterima dan diproses oleh

perangkat SDH dan DLC pada sisi sentral pelanggan secara multiplex /

demultiplex.

3.7.1. Antarmuka (Interface) Jarlokaf V 5.1

Interface V5.1 mengeluarkan bit rate sebesar 2 Mbps dari sentral lokal

menuju perangkat akses network SDH dan DLC yang kemudian

ditransmisikan melalui media fiber optik kepada perangkat SDH dan DLC di

sisi pelanggan kemudian diproses melalui perangkat akses tersebut secara

demultiplex.sebanyak 30 SST per link. Antarmuka V5.1 menggunakan

arsitektur lapisan 1 G.703 seperti diperlihatkan pada gambar 3.25.

Antarmuka V 5.1 dirancang untuk mendukung jasa :

- PSTN

- BRA-ISDN

- Leased Channel Permanent (sirkuit sewa permanent) maupun semi

permanen.

Gambar 3.25. Antarmuka V 5.1

3.7.2. Antarmuka (Interface) Jarlokaf V 5.2

Interface pada V5.2 terjadi konsentrasi di kanal traffic dari sentral

lokal mengeluarkan bit rate sebesar 2 Mbps sebanyak 16 link tergantung dari

Page 185: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

konsentrasi jumlah traffic pelanggan. Di sisi V5.2 terjadi efisiensi link yang

akan ditransmisikan oleh sentral lokal. V5.2 adalah pengembangan lebih lanjut

dari V5.1 seperti diperlihatkan pada gambar 3.26.

Antarmuka V5.2 sebagai pengembangan dari antarmuka V 5.1

menggunakan multilink.

Antarmuka V5.2 dapat mendukung aplikasi POTS, ISDN-BRA, ISDN-

PRA dan Leased Line.

Gambar 3.26. Antarmuka V 5.2

Tabel 3.5. Perbandingan Antarmuka V 5.1 dan V 5.2

Page 186: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

3.8. Kapasitas dan Kualitas JARLOKAF

Sistem PON mengenal tiga batasan kapasitas yaitu kapasitas ONU,

kapasitas ODN, dan kapasitas OLT. Kapasitas ONU dan OLT menunjukkan

jumlah kanal yang dapat ditangani oleh perangkat yang bersangkutan.

Sedangkan kapasitas Optical Distribution Network (ODN) menunjukkan

jumlah kanal yang dapat disalurkan pada suatu cabang serat optik dengan

sistem transmisi tertentu.

Kapasitas ONU yang umum adalah 4, 16, 30, 60, dan 120 kanal.

Kapasitas ODN bervariasi disekitar 200 kanal. Sedangkan kapasitas OLT

dipersyaratkan minimal 800 kanal dan dapat didistribusikan maksimum ke 4

ODN. Splitting ratio yang dapat dipakai pada sistem PON adalah hingga

1:16 untuk mencapai jarak jangkauan hingga 20 km, dan 1:32 untuk

mencapai jarak jangkauan hingga 10 km.

Layanan yang dapat ditangani dengan menggunakan teknologi PON

meliputi POTS, payphone, analog leased line, 64kbit/s digital leased line,

ISDN BRA, ISDN PRA, 2Mbit/s digital leased line.

Sistem DLC bisa digunakan untuk konfigurasi star karena memiliki

hubungan kabel fiber optik dari sisi sentral ke sisi pelanggan sebagai

hubungan ke setiap titik. Namun DLC dapat digunakan juga dengan

konfigurasi ring, dengan menggunakan transmisi SDH.

DLC pada umumnya digunakan untuk pelanggan yang

terkonsentrasi atau untuk gedung bertingkat (high rise building) seperti

diperlihatkan pada gambar 3.27 di bawah ini.

Page 187: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 3.27. Kapasitas Sistem Jarlokaf

3.9. Sistem Proteksi Pada JARLOKAF

Konfigurasi ring pada sistem JARLOKAF diperlukan untuk

memberikan sistem proteksi yang memadai. Proteksi 1+1 pada sistem

berbasis SDH dan DLC dikenal dengan istilah Automatic Protection System

(APS). Pada APS tiap link komunikasi optik mempergunakan 4 (empat) core

serat optik. Dua core serat optik untuk pengiriman sinyal informasi (main)

dan 2 core serat optik untuk cadangan (standby). Untuk sistem berbasis SDH

dan DLC, proteksi 1+1 merupakan salah satu fasilitas dari ring yang

dilengkapi dengan redundansi bandwidth dan atau perangkat jaringan

sehingga layanan dapat secara otomatis dipulihkan pada saat terjadi

gangguan atau degradasi pada salah satu rute dari ring. Fasilitas ini dikenal

dengan istilah “self healing ring” yang dapat direalisasikan baik dengan

menggunakan 2 atau 4 fiber optik.

Sistem Proteksi pada JARLOKAF merupakan salah satu dari

beberapa alternatif proteksi yang bisa dijalankan dalam sistem transmisi

Page 188: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

NGN (SDH/DLC/PON/AON). Dalam hal ini yang menjadi pokok

pengolahan proteksi ada pada link fisik yang digunakan. Ada dua macam

proteksi pada JARLOKAF yaitu Sub Network Connection Protection

(SNCP) dan Multipleks Section Protection (MSP).

3.9.1. Sub Network Connection Protection (SNCP)

Dalam JARLOKAF dengan proteksi SNCP seperti pada

gambar 3.28, tidak begitu diperlukan pengetahuan akan komposisi

node jaringan, beberapa node secara prinsip bisa direkonfigurasi

tanpa mengubah node lainnya (ketika jalur saluran ke node tersebut

tidak diubah). Ini berarti bahwa satu node terkecil dapat bebas

dikelola jaringan. Untuk metode proteksi SNCP tidak ada pembatasan

terhadap topologi jaringan (setidaknya tersedia dua macam rute).

Tipikal switching time pada proteksi SNCP berkisar 50-200 ms

seperti diperlihatkan pada gambar 3.28 di bawah ini.

Gambar 3.28. Sub Network Connection Protection (SNCP)

Pada SDH

3.9.2. Multiplex Section Protection (MSP)

Berbeda dengan metode proteksi SNCP yang tidak ada

batasan dalam topologi jaringannya, dalam metode proteksi MSP

Page 189: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

masalah topologi JARLOKAF merupakan masalah yang utama dan

merupakan batasan yang penting. Topologi JARLOKAF ini hanya

dapat digunakan dalam satu ring murni, dan semua struktur jaringan

harus dikonversikan ke dalam ring-ring terlebih dahulu, atau ke

beberapa ring-ring interkoneksi, tergantung pada kebutuhan trafik.

Batasan yang lebih jauh adalah bahwa setiap ring hanya terdiri dari

16 node, tapi dalam prakteknya hal ini tidak begitu penting, selama

suatu desain jaringan cenderung ke batasan jumlah node tiap ring

hanya untuk menjaga ketersediaannya yang tinggi (untuk

menghindari kegagalan ganda dalam tiap ring) dan batasan panjang

jalur proteksinya.

Keuntungan utama metode proteksi MSP adalah adanya

penggunaan kapasitas yang efisien dalam tipe ring. Terutama jika

matrik trafik untuk tiap ringnya sudah tersusun point to point demand

antara node adjacent. MSP mempunyai banyak kelebihan diantaranya

kemampuan kapasitas trafiknya dapat ditingkatkan N kali ring

terproteksi (N adalah jumlah node dalam ring), dan juga dalam kasus

yang lebih praktis, dengan distribusi trafik yang seragam

kelebihannya masih 50-60%. Untuk matrik trafik tipe hub dalam

JARLOKAF tidak ada kelebihan kapasitas melalui ring–ring yang

terproteksi seperti diperlihatkan pada gambar 3.29 di bawah ini.

Page 190: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 3.29. Multiplex Section Protection (MSP)

3.9.3. Sistem Proteksi JARLOKAF Pada Topologi Ring

Topologi ring menghubungkan beberapa node ADM

(Add/Drop Multiplexer) dalam sebuah loop tertutup. Konfigurasi ini

memiliki kehandalan dalam hal proteksi yaitu dengan mekanisme self

healing yang dapat beroperasi dengan cepat ( < 50 ms ) apabila terjadi

gangguan pada jaringan. Adapun tipe proteksi ring yang umum

digunakan adalah seperti diperlihatkan pada tabel 3.6 berikut ini.

Page 191: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Tabel 3.6. Sistem Proteksi Topologi Ring

Page 192: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

BAB IV

ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

4.1. Analisis Konfigurasi Jaringan dan Topologi Ring STO Semanggi dan

STO Gatot Subroto Pada Area Sudirman –Kuningan – Gatot Subroto

4.1.1. Analisis Konfigurasi Jaringan

JARLOKAF yang diterapkan oleh PT Telekomunikasi Indonesia Tbk

pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto serta pada area Sudirman –

Kuningan – Gatot Subroto berupa penggelaran kabel serat optik ke gedung-

gedung yang ada pada area tersebut langsung dari STO Semanggi dan STO

Gatot Subroto dengan menggunakan jalur bawah tanah (manhole) ditambah

dengan menggunakan teknologi akses DLC dan teknologi akses PON serta

sistem transmisi SDH.

Dalam implementasi di lapangan sistem transmisi SDH dengan

teknologi akses DLC dan teknologi akses PON saling terintegrasi (terhubung)

antara satu sama lain dimana sistem transmisi SDH bertugas menghubungkan

perangkat dan kabel jaringan serat optik yang ada pada STO Semanggi dan

STO Gatot Subroto kepada perangkat sistem transmisi SDH, perangkat akses

DLC, dan perangkat akses PON yang terletak di dalam gedung-gedung

pelanggan pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto dimana dalam

masing-masing gedung tersebut perangkat transmisi SDH maupun perangkat

akses DLC dan perangkat akses PON ditempatkan secara terpisah walaupun

terletak dalam satu gedung.

Dalam aplikasi operasionalnya perangkat sistem transmisi SDH,

perangkat akses DLC dan perangkat akses PON yang terdiri dari OLT, ODN,

ONU/ONT akan membentuk sistem ring dengan menggunakan kabel serat

Page 193: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

optik untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas serta sistem kehandalan

JARLOKAF yang dioperasikan oleh STO Semanggi dan STO Gatot Subroto

pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto sekaligus juga dapat

menghemat jumlah kabel serat optik yang dibutuhkan

4.1.1.1. Analisis Konfigurasi JARLOKAF dengan Teknologi Akses DLC

dan Sistem Transmisi SDH

Penerapan konfigurasi JARLOKAF dengan menggunakan teknologi

akses DLC serta dengan menggunakan sistem transmisi ring SDH pada STO

Semanggi dan STO Gatot Subroto pada dasarnya cukup sederhana. Pada STO

Semanggi dan STO Gatot Subroto ditempatkan perangkat SDH dengan

menggunakan interface V5.1 dan V5.2 kemudian pada masing-masing

gedung pelanggan pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto juga

ditempatkan perangkat SDH dan perangkat DLC.

Perangkat SDH pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto

dihubungkan dengan menggunakan kabel serat optik menuju perangkat SDH

dan DLC yang ada pada masing-masin gedung pelanggan area Sudirman –

Kuningan – Gatot Subroto. Selain itu perangkat SDH yang terletak pada STO

Semanggi dan STO Gatot Subroto dan perangkat SDH dan DLC yang ada

pada gedung-gedung area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto membentuk

topologi ring dengan menggunakan kabel serat optik guna meningkatkan

fleksibilitas, efisiensi, serta kehandalan jaringan dan sistem proteksi jaringan.

Tujuan dari pembentukan topologi ring SDH dan DLC pada STO

Semanggi dan STO Gatot Subroto maupun pada area Sudirman – Kuningan –

Gatot Subroto adalah untuk memberikan akses cakupan wilayah yang

maksimal pada JARLOKAF serta untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas

serta keamanan dan proteksi pada gedung-gedung area Sudirman – Kuningan

Page 194: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

– Gatot Subroto. Selain itu penggunaan teknologi akses DLC sangat cocok

diterapkan pada JARLOKAF area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto,

karena para pelanggannya berupa gedung-gedung bertingkat (high rise

building) yang terkonsentrasi. Sehingga sangat memudahkan dalam

penempatan perangkat maupun dalam pengoperasiannya karena perangkat

SDH dan DLC yang ditempatkan dalam gedung tersebut hanya dapat dipakai

dan digunakan untuk melayani kebutuhan gedung tersebut. Perangkat SDH

dan DLC juga ditempatkan pada semua gedung-gedung pelanggan area

Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto.

Jadi dengan kata lain, perangkat SDH yang ada pada STO Semanggi

dan STO Gatot Subroto saling terkoneksi (terhubung) dengan semua

perangkat SDH dan DLC yang ada pada semua gedung-gedung pelanggan

area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto dengan menggunakan kabel serat

optik serta membentuk sistem topologi ring seperti diperlihatkan pada gambar

4.1 di bawah ini.

STO SMG

STM-1 STM-1STM-1

E020401

Aspac Kuningan

E020402

Balai Sidang

E020501

Hotel Sangrila

E020503

Taman A9

E020601

Enterprise

E020602

Bina Mulia I

V5.2if: NA

V5.2if: NA

V5.2 IF

DDF

O&M

TCP/IP

ADM

620-2 #2

V5.2if : NA

V5.2if : NA

V5.2if : NA

V5.2if : 6011

E020502

Menara BNI

V5.2if : NA

LL 2 Mb/sISDN PRA

LE

LW

Gambar 4.1 Konfigurasi JARLOKAF dengan Teknologi Akses DLC

dan Sistem Transmisi SDH

Page 195: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

4.1.1.2. Analisis Konfigurasi JARLOKAF dengan Teknologi Akses PON

dan Sistem Transmisi SDH

Penerapan konfigurasi JARLOKAF dengan menggunakan teknologi

akses PON serta menggunakan sistem transmisi ring SDH pada STO

Semanggi dan STO Gatot Subroto serta mencakup area operasional Sudirman

– Kuningan – Gatot Subroto pada dasarnya sangat unik karena penempatan

perangkat OLT pada PON tidak ditempatkan di dalam gedung STO Semanggi

dan STO Gatot Subroto melainkan ditempatkan di dalam gedung-gedung

strategis yang ada pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto.

Selain itu JARLOKAF dan perangkat sistem transmisi SDH yang

ditempatkan di dalam gedung STO Semanggi dan STO Gatot Subroto

dihubungkan dengan kabel serat optik langsung kepada perangkat OLT yang

ada di dalam gedung-gedung strategis tersebut. Kemudian perangkat sistem

transmisi SDH dan perangkat OLT yang ada pada gedung-gedung strategis

tersebut membentuk sistem topologi ring guna meningkatkan kehandalan dan

proteksi pada sistem jaringan tersebut.

Perangkat OLT tersebut sengaja ditempatkan di dalam gedung-gedung

strategis supaya perangkat ODN yang terdiri dari kabel serat optik, splice,

konektor, dan passive splitter dapat menjangkau semua gedung yang ada

dalam radius area gedung-gedung strategis tersebut. Sedangkan perangkat

ONU/ONT akan ditempatkan di dalam gedung-gedung yang berada pada

radius area gedung-gedung strategis tersebut.

Jadi dengan kata lain, perangkat OLT yang ditempatkan di dalam

gedung-gedung strategis tersebut akan langsung terhubung dengan perangkat

ONU/ONT yang ada pada gedung-gedung yang ada dalam radius area

Page 196: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

gedung-gedung strategis tersebut melalui perangkat ODN yang terdiri dari

kabel serat optik, splice, konektor, dan passive splitter.

Perangkat ODN yang menghubungkan antara perangkat OLT yang

ada dalam gedung-gedung strategis dengan perangkat ONU/ONT yang ada

pada gedung-gedung sekitarnya ditempatkan di luar gedung (bangunan) dan

biasanya diletakkan (digelar) di dalam tanah (manhole).

Alasan yang menyebabkan kenapa penempatan perangkat OLT tidak

ditempatkan di dalam gedung STO Semanggi dan STO Gatot Subroto selain

dapat menghemat investasi dan biaya juga dapat menghemat jumlah

perangkat dan kabel serat optik yang dibutuhkan dalam penggelaran

JARLOKAF dan perangkat dari STO Semanggi dan STO Gatot Subroto pada

gedung-gedung sekitarnya.

Selain itu, Perangkat OLT yang ditempatkan di dalam gedung STO

Semanggi dan STO Gatot Subroto sudah pasti membutuhkan penggelaran

kabel serat optik dari gedung STO Semanggi dan STO Gatot Subroto menuju

gedung-gedung yang ada pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto.

Padahal, kalau saja seandainya perangkat OLT pada teknologi akses PON

ditempatkan di dalam gedung STO Semanggi dan STO Gatot Subroto sudah

pasti akan mempermudah petugas teknisi pada PT Telekomunikasi Indonesia

yang bekerja di kedua STO tersebut dalam melakukan pendeteksian dan

penanggulangan gangguan (trouble shooting) baik dalam putus jaringan dan

kabel serat optik pada sistem teknologi akses PON tersebut.

Pada dasarnya, dalam sistem JARLOKAF yang diterapkan

(diaplikasikan) oleh STO semanggi dan STO Gatot Subroto pada area

Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto tersebut, ada pada jumlah perbandingan

Page 197: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

passive splitter yang digunakan pada perangkat ODN untuk menghubungkan

perangkat OLT dan mencatu perangkat ONU/ONT yang ditempatkan pada

gedung-gedung strategis area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto tersebut

adalah 1 : 4. Hal ini sangat tidak efisien karena jenis layanan dan jumlah

gedung yang dapat dicatu (dihubungkan) oleh passive spliiter dengan

perbandingan 1 : 4 tersebut sangat terbatas dan tidak maksimal.

Selain itu jarak jauh radius areanya juga sangat terbatas (pendek). Hal

ini akan sangat berbeda jika seandainya yang digunakan pada perangkat ODN

tersebut adalah passive splitter dengan perbandingan 1 : 8, 1 : 16, dan 1 : 32.

Maka otomatis jumlah titik sambung, jumlah perangkat, jumlah jalur kabel

serat optik dan jumlah gedung yang dapat dilayani, dijangkau, dihubungkan,

ataupun dicatu oleh perangkat OLT, ODN, maupun ONU/ONT dapat lebih

banyak, lebih luas, lebih besar, dan juga lebih efektif dan efisien. Karena

passive splitternya dapat menjangkau sekaligus memberikan layanan dan

cakupan yang lebih banyak dan lebih luas terhadap gedung-gedung yang ada

pada area operasional STO Semanggi dan STO Gatot Subroto maupun pada

area operasional Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto.

Sedangkan penggunaan sistem transmisi SDH dengan topologi ring

dimana perangkat SDH pada JARLOKAF ditempatkan di dalam gedung STO

Semanggi dan STO Gatot Subroto maupun yang ditempatkan di dalam

gedung-gedung strategis pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto

dimana perangkat SDH dan perangkat OLT tersebut diletakkan pada tempat

yang terpisah tetapi masih dalam satu gedung yang bertujuan untuk

mengintegrasikan (menggabungkan) sistem kerja perangkat SDH dan OLT

dengan tujuan untuk meningkatkan jenis jasa dan layanan serta meningkatkan

Page 198: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

kapasitas dan kualitas dan juga efektif dan efisiensi dari JARLOKAF yang

digelar oleh STO Semanggi dan STO Gatot Subroto yang ada pada area

Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto dalam melayani pelanggan yang

berupa gedung-gedung bertingkat (high rise building), sentra bisnis, maupun

pelanggan perumahan (residensial). Dimana diantara perangkat SDH yang

ada di STO Semanggi dan STO Gatot Subroto maupun dengan perangkat

SDH dan OLT yang ada pada gedung-gedung strategis tersebut dihubungkan

dengan kabel serat optik.

Dimana perangkat SDH dan perangkat OLT tersebut saling

membentuk topologi ring yang dapat meningkatkan sistem keandalan dan

proteksi baik pada sistem JARLOKAF maupun pada sistem perangkat SDH

dan PON serta dapat memberikan beragam layanan dengan intensitas dan

kapasitas yang tinggi secara terus menerus tanpa batas pada STO Semanggi

dan STO Gatot Subroto dan pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto

seperti diperlihatkan pada gambar 4.2 di bawah ini.

Gambar 4.2 Konfigurasi JARLOKAF dengan Teknologi Akses PON

dan Sistem Transmisi SDH

Page 199: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

4.1.2. Analisis Topologi Ring

Topologi ring pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto pada area

Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto dibagi menjadi dua bagian yaitu

topologi ring logic dan topologi ring fisik. Hal ini dikarenakan sistem

JARLOKAF yang diterapkan (diaplikasikan) oleh STO Semanggi dan STO

Gatot Subroto pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto banyak

mencakup gedung bertingkat (High Rise Building), sentra bisnis, dan area

perumahan (residential).

Penerapan topologi ring pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto

dan pada area operasionalnya dikarenakan untuk meningkatkan sistem

keandalan jaringan, dan sekaligus juga untuk proteksi point to point dan juga

dapat menghemat jumlah kabel serat optik yang dibutuhkan. Berikut di bawah

ini analisis tentang topologi ring logic dan topologi ring fisik.

4.1.2.1. Analisis Topologi Ring Logic

Dalam sistem topologi ring logic seperti yang terlihat pada gambar 4.3

yang dioperasikan oleh STO Semanggi dan STO Gatot Subroto pada area

Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto seluruh jalur kabel jaringan akses serat

optik baik yang merupakan jalur kabel utama maupun kabel jalur alternatif

yang melalui gedung-gedung yang ada pada area Sudirman – Kuningan –

Gatot Subroto disatukan (digabungkan) dalam satu jalur kabel jaringan akses

serat optik. Sehingga apabila terjadi gangguan yang menyebabkan putusnya

jalur kabel jaringan akses tersebut maka dapat dipastikan seluruh jaringan

akses serat optik yang dicatu oleh STO Semanggi dan STO Gatot Subroto

Page 200: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

pada area operasional Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto akan mengalami

kelumpuhan (mati total) karena tidak adanya jalur alternatif kabel jaringan

akses serat optik yang membackup-nya dikarenakan jalur utama dan jalur

alternatifnya digabungkan menjadi satu kesatuan sehingga apabila terjadi

gangguan (putus kabel / putus jaringan) akan langsung menyebabkan jalur

kabel utama dan jalur kabel alternatif pada STO Semanggi dan STO Gatot

Subroto serta pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto akan langsung

putus tanpa ada yang memback-up.

Sambungan LT

di Sumitmas1

GCC PAJAK MANDIRI

BAPINDO

WIDJOJO NIAGA T SUDIRMAN T

SUMITMAS2 SUMITMAS1

LT: 4 LT: 4 LT: 4

LT: 3

LT: 2

LT: 1

LT: 5

LT: 6

LT: 7

LT: 8

LT: 3 LT: 3 LT: 3

LT: 2

LT: 1 LT: 1 LT: 1

49-52

85-88

STO GTS

1-4

13-16

25-28

37-40

61-64

73-76

Gambar 4.3

Topologi Ring Logic

Page 201: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

4.1.2.2. Analisis Topologi Ring Fisik

Dalam topologi ring fisik yang dioperasikan oleh STO Semanggi dan

STO Gatot Subroto pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto seperti

yang terlihat pada gambar 4.4 dimana jalur kabel utama jaringan akses serat

optik dan jalur kabel alternatif jaringan akses serat optik memang sengaja

dibuat terpisah dan tidak digabungkan menjadi satu jalur dan membentuk

jaringan topologi ring (melingkar), supaya seandainya apabila terjadi

gangguan pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto maupun pada area

Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto yang menyebabkan putusnya jalur

kabel utama jaringan akses serat optik, maka pada saat itu juga akan langsung

dialihkan (diback-up) kepada jalur kabel alternatif jaringan akses serat optik

tersebut. Dimana sistem ini dikenal juga dengan nama sistem Dual Homing

(Diversity Route).

Gd. TIRA

WismaBudi

MenaraDuta

WismaBakrie

Ap. FourSeasons

Chase Plaza

BankPermata

SMG PatraJasa

GTS

256 Core

24 Core

SambunganOptic

Panjang Optic 256 Core = 11400 mPanjang Optic 96 Core = 5270 mPanjang Optic 24 Core = 2412 m

Jumlah Sambungan Branch Joint = 4 BhJumlah Sambungan Straigh Joint = 10 Bh

MnrGracia

96 Core

GB15/23

S2C33/01

S2C28

S2CO4A

GB15/27A

Gambar 4.4 Topologi Ring Fisik

Page 202: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

4.2. Analisis dan Perhitungan Link Power Budget Jalur Utama dan Jalur

Alternatif Pada Area Sudirman – Gatot Subroto – Kuningan

4.2.1. Analisis Jalur Utama Pada Area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto

Secara keseluruhan Jalur utama jaringan akses serat optik pada area

Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto dioperasikan oleh dua STO milik

PT Telekomunikasi Indonesia yaitu STO Semanggi dan STO Gatot Subroto.

STO Semanggi mengoperasikan seluruh jaringan akses dan jalur serat optik

pada area Sudirman dan sebagian dari jaringan akses dan jalur serat optik

pada area Kuningan yang mencakup gedung-gedung tinggi (high rise

building), sentra bisnis dan area perumahan (residential) pada area Kuningan

dan Sudirman. Sedangkan STO Gatot Subroto mengoperasikan sebagian dari

jaringan akses dan jalur serat optik pada area Kuningan dan seluruh jaringan

akses dan jalur serat optik pada area Gatot Subroto yang mencakup gedung-

gedung tinggi (high rise bulding), sentra bisnis, dan area perumahan

(residential) pada area Kuningan dan Gatot Subroto seperti diperlihatkan pada

gambar 4.5 di bawah ini.

Gatot Subroto

Kunin

ganS

udirm

an

STO

SMG

STO

GTS

Gambar 4.5

Jalur Utama Area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto

Page 203: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

4.2.2. Analisis Jalur Alternatif Pada Area Sudirman – Kuningan –

Gatot Subroto

Jalur alternatif pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto dapat

dijabarkan sebagai berikut apabila jaringan dan jalur serat optik pada Area

Sudirman mengalami gangguan (putus jaringan dan kabel serat optik) seperti

terlihat pada gambar 4.6, maka secara otomatis pada saat itu juga jaringan dan

kabel serat optik area Sudirman akan langsung dialihkan (diback-up) oleh

perangkat alternatif pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto melalui

jaringan dan jalur serat optik yang ada pada area Kuningan dan Gatot Subroto.

Gatot Subroto

Kunin

ganS

udirm

an

STO

SMG

STO

GTS

Gambar 4.6

Jalur Alternatif Area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto

Demikian juga apabila jaringan dan jalur serat optik pada Area

Kuningan mengalami gangguan (putus jaringan dan kabel serat optik) seperti

terlihat pada gambar 4.7, maka secara otomatis pada saat itu juga jaringan dan

kabel serat optik Area Kuningan akan langsung dialihkan (diback-up) oleh

perangkat alternatif yang ada pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto

melalui jalur kabel serat optik pada Area Sudirman dan Gatot Subroto.

Page 204: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gatot Subroto

Kunin

ganS

udirm

an

STO

SMG

STO

GTS

Gambar 4.7

Jalur Alternatif Area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto

Demikian pula sebaliknya apabila jaringan dan jalur serat optik pada

area Gatot Subroto mengalami gangguan (putus jaringan dan kabel serat

optik) seperti terlihat pada gambar 4.8, maka secara otomatis pada saat itu

juga jaringan dan kabel serat optik area Gatot Subroto akan langsung

dialihkan (diback-up) oleh perangkat alternatif pada STO Semanggi dan STO

Gatot Subroto melalui jalur serat optik pada area Sudirman dan Kuningan.

Gatot Subroto

Kunin

ganS

udirm

an

STO

SMG

STO

GTS

Gambar 4.8

Jalur Alternatif Area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto

Page 205: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

4.2.3. Perhitungan Link Power Budget Pada Jalur Utama Area

Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto

Perhitungan link power budget digunakan untuk menentukan

kemampuan sistem komunikasi serat optik (SKSO) JARLOKAF pada

STO Semanggi dan STO Gatot Subroto dalam melayani jalur utama

pengiriman data atau informasi pada area Sudirman – Kuningan –

Gatot Subroto. Beberapa parameter yang terkait dalam perhitungan ini

adalah :

A. Power Transmitted / Daya Kirim (PT)

Power transmitted adalah daya yang dipancarkan dari perangkat

transmitter yang ada pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto

ke dalam kabel serat optik yang kemudian disampaikan kepada

perangkat receiver yang ada pada gedung-gedung area Sudirman –

Kuningan – Gatot Subroto. Rentang nilai power transmitted yang

digunakan oleh PT Telekomunikasi Indonesia pada perangkat

transmitternya adalah -15 dBm -1 dBm.

B. Power Received / Daya Terima (PR)

Power received adalah daya yang diterima oleh perangkat receiver

yang ada pada gedung-gedung area Sudirman – Kuningan – Gatot

Subroto setelah dipancarkan dari perangkat transmitter yang ada

pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto melalui kabel serat

optik. Rentang nilai power receive yang digunakan oleh

Page 206: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

PT Telekomunikasi Indonesia pada perangkat receivernya adalah

-25 dBm -15 dBm.

C. Kabel Serat Optik

Kabel serat optik yang digunakan pada jalur utama area Sudirman

– Kuningan – Gatot Subroto oleh PT Telekomunikasi Indonesia

adalah kabel serat optik jenis single mode. Panjang gelombang

jenis kabel serat optik single mode pada jalur utama adalah 1310

nm dan redaman kabel serat optiknya sebesar 0,2 dB/km. Selain

itu panjang kabel serat optik pada jalur utama yang dicatu oleh

STO Semanggi dan STO Gatot Subroto pada area Sudirman –

Kuningan – Gatot Subroto adalah 11,4 km.

D. Connector

Connector adalah alat yang menghubungkan kabel serat optik dari

sumber kepada titik tujuan. Pada jalur utama area Sudirman –

Kuningan – Gatot Subroto, PT Telekomunikasi Indonesia

menggunakan connector dengan redaman sebesar 0,5 dB/

connector dan jumlah connectornya sebanyak 12 buah.

E. Splice

Splice dibutuhkan pada saat kabel serat optik membutuhkan

penyambungan yang bersifat permanen. Splice sangat tergantung

pada teknik penyambungan serat optik. Standar redaman splicing

yang direkomendasikan oleh PT Telekomunikasi Indonesia pada

Page 207: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto adalah sebesar 0,2

dB/splice dan jumlah splicenya sebanyak 4 buah.

F. System Margin

Sistem margin adalah toleransi loss jaringan (dalam satuan dB)

yang ditambahkan dalam perhitungan link power budget agar

sistem masih dapat bekerja dengan baik dalam menghantarkan

sinyal optik pada saat timbul redaman tambahan. Nilai sistem

margin yang digunakan oleh PT Telekomunikasi Indonesia pada

area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto adalah 6 – 8 dB. Nilai

ini dianggap cukup untuk menentukan agar sistem masih bekerja

dengan baik.

Tabel 4.1 menunjukkan parameter perhitungan link power budget

pada jalur utama area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto pada

PT Telekomunikasi Indonesia.

Page 208: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Tabel 4.1

Parameter Link Power Budget Pada Jalur Utama

PARAMETER LINK POWER BUDGET PADA JALUR UTAMA AREA

SUDIRMAN – KUNINGAN – GATOT SUBROTO

PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA

PT (Power Transmitted) -15 dBm ~ -1 dBm

PR (Power Receive) -25 dBm ~ -15 dBm

L (Panjang Kabel Serat Optik) 11,4 km

f (Redaman Kabel Serat Optik) 0,2 dB / km

lc (Loss Connector) 0,5 dB/buah

lsp (Loss Splice) 0,2 dB/Splice

m (Jumlah Connector) 12 buah

n (Jumlah Splice) 4 buah

M (Sistem Margin) (6-8 dB)

Tabel 4.2 merupakan hasil perhitungan secara keseluruhan nilai link

power budget pada jalur utama area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto

pada PT Telekomunikasi Indonesia yang terdapat pada parameter tabel 4.1.

Page 209: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Tabel 4.2 Perhitungan Link Power Budget Jalur Utama Pada Area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto

No. PT

dBm PR

dBm

αf

dB/km

L

km

Lc

dB/buah

n

buah m

buah

Lsp

dB/splice

M

dB PT – (αf x L) – (Lc x m) – (Lsp x n) – M PR Nilai

Rentang Nilai

-25 ~ -15

1 -15 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -15 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -30 Tdk Memenuhi

2 -14 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -14 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -29 Tdk Memenuhi

3 -13 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -13 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -28 Tdk Memenuhi

4 -12 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -12 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -27 Tdk Memenuhi

5 -11 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -11 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -26 Tdk Memenuhi

6 -10 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -10 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -25 Memenuhi

7 -9 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -9 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -24 Memenuhi

8 -8 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -8 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -23 Memenuhi

9 -7 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -7 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -22 Memenuhi

10 -6 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -6 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -21 Memenuhi

11 -5 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -5 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -20 Memenuhi

12 -4 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -4 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -19 Memenuhi

13 -3 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -3 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -18 Memenuhi

14 -2 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -2 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -17 Memenuhi

15 -1 -25 0,2 11,4 0,5 4 12 0,2 (6-8) -1 – (0,2 x 11,4) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -16 Memenuhi

Page 210: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

4.2.4. Perhitungan Link Power Budget Pada Jalur Alternatif Area

Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto

Perhitungan link power budget juga digunakan pada jalur

alternatif area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto untuk

menentukan kemampuan sistem komunikasi serat optik (SKSO)

JARLOKAF pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto dalam

melayani jalur alternatif apabila sedang terjadi gangguan (kerusakan)

pada jalur utama area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto.

Beberapa parameter yang terkait dalam perhitungan ini adalah :

A. Power Transmitted / Daya Kirim (PT)

Power transmitted adalah daya yang dipancarkan dari perangkat

transmitter yang ada pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto

ke dalam kabel serat optik yang kemudian disampaikan kepada

perangkat receiver yang ada pada gedung-gedung area Sudirman –

Kuningan – Gatot Subroto. Rentang nilai power transmitted yang

digunakan oleh PT Telekomunikasi Indonesia pada perangkat

transmitternya adalah -15 dBm -1 dBm.

B. Power Received / Daya Terima (PR)

Power receive adalah daya yang diterima oleh perangkat receiver

yang ada pada gedung-gedung area Sudirman – Kuningan – Gatot

Subroto setelah dipancarkan dari perangkat transmitter yang ada

pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto melalui kabel serat

optik. Rentang nilai power receive yang digunakan oleh

Page 211: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

PT Telekomunikasi Indonesia pada perangkat receivernya adalah

-25 dBm -15 dBm.

C. Kabel Serat Optik

Kabel serat optik yang digunakan pada jalur alternatif sama

dengan kabel serat optik yang digunakan pada jalur utama area

Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto oleh PT Telekomunikasi

Indonesia yaitu kabel serat optik jenis single mode. Panjang

gelombang jenis kabel serat optik single mode pada jalur alternatif

adalah 1310 nm dan redaman kabel serat optiknya sebesar 0,2

dB/km. panjang kabel serat optik pada jalur alternatif yang dicatu

oleh STO Semanggi pada area Sudirman – Kuningan – Gatot

Subroto adalah 4,6 km, sedangkan panjang kabel serat optik pada

jalur alternatif yang dicatu oleh STO Gatot Subroto pada area

Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto adalah 4,4 km. Maka

dengan demikian, panjang kabel serat optik pada jalur alternatif

yang dicatu oleh STO Semanggi dan STO Gatot Subroto pada area

Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto adalah 9 km.

D. Connector

Connector adalah alat yang menghubungkan kabel serat optik dari

sumber kepada titik tujuan. Pada jalur utama area Sudirman –

Kuningan – Gatot Subroto, PT Telekomunikasi Indonesia

menggunakan connector dengan redaman sebesar 0,5

dB/connector dan jumlah connectornya sebanyak 12 buah.

Page 212: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

E. Splice

Splice dibutuhkan pada saat kabel serat optik membutuhkan

penyambungan yang bersifat permanen. Splice sangat tergantung

pada teknik penyambungan serat optik. Standar redaman splicing

yang direkomendasikan oleh PT Telekomunikasi Indonesia pada

area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto adalah sebesar 0,2

dB/splice dan jumlah splicenya sebanyak 4 buah.

F. System Margin

Sistem margin adalah toleransi loss jaringan (dalam satuan dB)

yang ditambahkan dalam perhitungan link power budget agar

sistem masih dapat bekerja dengan baik dalam menghantarkan

sinyal optik pada saat timbul redaman tambahan. Nilai sistem

margin yang digunakan oleh PT Telekomunikasi Indonesia pada

area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto adalah 6 – 8 dB. Nilai

ini dianggap cukup untuk menentukan agar sistem masih bekerja

dengan baik

Tabel 4.3 menunjukkan parameter perhitungan link power budget

pada jalur alternatif area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto

pada PT Telekomunikasi Indonesia.

Page 213: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Tabel 4.3

Parameter Link Power Budget Pada Jalur Alternatif

PARAMETER LINK POWER BUDGET PADA JALUR ALTERNATIF

AREA SUDIRMAN – KUNINGAN – GATOT SUBROTO

PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA

PT (Power Transmitted) -15 dBm ~ -1 dBm

PR (Power Receive) -25 dBm ~ -15 dBm

L (Panjang Kabel Serat Optik) 9 km

f (Redaman Kabel Serat Optik) 0,2 dB / km

lc (Loss Connector) 0,5 dB/buah

lsp (Loss Splice) 0,2 dB/Splice

m (Jumlah Connector) 12 buah

n (Jumlah Splice) 4 buah

M (Sistem Margin) (6-8 dB)

Tabel 4.4 merupakan hasil perhitungan secara keseluruhan nilai link

power budget pada jalur alternatif area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto

pada PT Telekomunikasi Indonesia yang terdapat pada parameter tabel 4.3.

Page 214: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Tabel 4.4 Perhitungan Link Power Budget Jalur Alternatif Pada Area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto

No. PT

dBm PR

dBm

αf

dB/km

L

km

Lc

dB/buah

n

buah m

buah

Lsp

dB/splice

M

dB PT - (αf x L) - (Lc x m) - (Lsp x n) - M PR Nilai

Rentang Nilai

-25 ~ -15

1 -15 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -15 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -29,6 Tdk Memenuhi

2 -14 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -14 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -28,6 Tdk Memenuhi

3 -13 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -13 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -27,6 Tdk Memenuhi

4 -12 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -12 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -26,6 Tdk Memenuhi

5 -11 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -11 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -25,6 Tdk Memenuhi

6 -10 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -10 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -24,6 Memenuhi

7 -9 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -9 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -23,6 Memenuhi

8 -8 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -8 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -22,6 Memenuhi

9 -7 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -7 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -21,6 Memenuhi

10 -6 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -6 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -20,6 Memenuhi

11 -5 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -5 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -19,6 Memenuhi

12 -4 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -4 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -18,6 Memenuhi

13 -3 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -3 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -17,6 Memenuhi

14 -2 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -2 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -16,6 Memenuhi

15 -1 -25 0,2 9 0,5 4 12 0,2 (6-8) -1 – (0,2 x 9) – (0,5 x 12) – (0,2 x 4) – 6 -25 -15,6 Memenuhi

Page 215: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

4.2.5. Analisis Dari Perhitungan Link Power Budget pada Jalur Utama

dan Jalur Alternatif pada Area Sudirman – Kuningan – Gatot

Subroto

Dari hasil perhitungan link power budget pada tabel 4.3 dan tabel 4.4,

dapat diambil kesimpulan bahwa nilai ideal yang diterapkan oleh PT

Telekomunikasi Indonesia yang dipancarkan oleh perangkat transmisi (PT) pada

STO Semanggi dan STO Gatot Subroto adalah -10 dBm -1 dBm. Hal ini dapat

dilihat dari nilai power transmitted (PT) dan power received (PR) pada jalur

utama dan jalur alternatif yaitu -15 dBm -1 dBm dan -25 dBm -15 dBm.

Sedangkan rentang nilai -15 dBm -11 dBm pada jalur utama maupun

pada jalur alternatif tidak memenuhi, karena terletak di luar daya terima pada

perangkat receiver yaitu -30 dBm -26 dBm. Hal yang sama juga terjadi

pada jalur alternatif dimana daya terima pada perangkat receiver sebesar

-29,6 dBm -25,6 dBm.

Pada jalur utama area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto, nilai link

power budget yang dipancarkan oleh daya pada perangkat transmisi (PT)

sangat sesuai dengan nilai yang diterima oleh daya pada perangkat receiver

(PR) yaitu sebesar -25 dBm -16 dBm. Hal tersebut menunjukkan bahwa

kondisi sistem komunikasi serat optik (SKSO) pada jalur utama area

Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto berada pada kondisi ideal.

Sedangkan pada jalur alternatif area Sudirman – Kuningan – Gatot

Subroto, nilai link power budget yang diterima oleh perangkat receiver (PR)

adalah sebesar -24,6 dBm -15,6 dBm. Hal tersebut menunjukkan bahwa

kondisi jalur alternatif lebih baik dibandingkan jalur utama karena memiliki

panjang serat optik 9 km, sedangkan panjang kabel serat optik pada jalur

Page 216: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

utama adalah sebesar 11,4 Km. Sedangkan dari selisih nilai link power budget

antara jalur utama dan jalur alternatif adalah sebesar 0,4 dBm.

4.3. Analisis Sistem Proteksi Perangkat Pada STO Semanggi dan STO Gatot

Subroto

Proteksi perangkat pada dasarnya dibedakan menjadi dua yaitu

proteksi 1+1 dan proteksi 1:1. Namun di lapangan dapat diimplementasikan

alternatif teknik proteksi yang lain yaitu proteksi 1+N dan proteksi 1:N. Salah

satu contoh proteksi perangkat adalah sistem 1+1, dimana ujung pengiriman

dihubungkan secara tetap ke kanal kerja dan kanal proteksi. Jika sinyal yang

diterima dari jalur kerja sudah benar maka sinyal dari jalur proteksi dibuang.

Karena hubungan kanal kerja tetap maka arsitektur 1+1 tidak menyediakan

kanal ekstra trafik dimana keputusan untuk switch dibuat oleh penerima.

Sedangkan proteksi 1:1 ujung pengiriman dihubungkan secara terpisah ke

kanal kerja dan kanal proteksi. Jika sinyal yang diterima dari jalur kerja sudah

benar, akan tetapi sinyal yang diterima dari jalur proteksi tidak dibuang.

Selama operasi normal aktif, sistem mentransmisikan sinyal secara terus-

menerus pada kedua kanal working dan proteksi. Hal ini bisa diperlihatkan

dalam gambar 4.9 di bawah ini.

Gambar 4.9

Proteksi perangkat 1+1 dan 1:1 pada saat aktif dan pasif

Page 217: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

4.3.1. Analisis Sistem Proteksi Perangkat 1+1 pada STO Semanggi dan

STO Gatot Subroto

Di dalam gedung STO Semanggi dan STO Gatot Subroto

ditempatkan satu perangkat utama dan satu perangkat alternatif yang

saling dihubungkan dengan kabel serat optik. Kemudian di sisi

gedung-gedung pelanggan pada area Sudirman – Kuningan – Gatot

Subroto juga ditempatkan satu perangkat utama dan satu perangkat

alternatif yang juga saling dihubungkan dengan menggunakan kabel

serat optik. Perangkat utama dan perangkat alternatif yang ada pada

STO Semanggi dan STO Gatot Subroto maupun yang ada pada

gedung-gedung area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto

ditempatkan dalam satu rak paket perangkat.

Kemudian perangkat utama dan perangkat alternatif yang ada di

dalam gedung STO Semanggi dan STO Gatot Subroto dihubungkan

dengan perangkat utama dan perangkat alternatif yang ada pada

gedung-gedung area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto dengan

menggunakan kabel serat optik.

Apabila perangkat utama baik yang ada pada STO Semanggi dan

STO Gatot Subroto maupun yang ada pada gedung-gedung area

Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto mengalami kerusakan

(gangguan) dapat langsung diproteksi (di backup) oleh perangkat

alternatif yang ada pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto

maupun perangkat alternatif yang ada pada gedung-gedung area

Page 218: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto. Seperti diperlihatkan pada

gambar 4.10 di bawah ini.

P

era

ng

ka

t U

tam

a

Pe

ran

gka

t A

lte

rna

tif

Pe

ran

gka

t U

tam

a

Pe

ran

gka

t A

lte

rna

tif

STO SMG & STO GTSPelanggan Area

Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto

Kabel Serat Optik

Kabel Serat Optik

Kabel Serat Optik

Kabel Serat Optik

Kabel Serat Optik

Gambar 4.10 Sistem Proteksi Perangkat 1+1 pada

STO Semanggi dan STO Gatot Subroto

4.3.2 Analisis Sistem Proteksi Perangkat 1 : 1 pada STO Semanggi dan

STO Gatot Subroto

Pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto ditempatkan satu

perangkat utama dan satu perangkat alternatif. Perangkat utama dan

perangkat alternatif pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto

ditempatkan dalam rak paket perangkat yang terpisah antara satu

sama lain. Perangkat utama dan perangkat alternatif pada STO

Semanggi dan STO Gatot Subroto saling dihubungkan dengan

menggunakan kabel serat optik.

Page 219: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Demikian juga halnya dengan gedung-gedung pelanggan pada

area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto, ditempatkan satu

perangkat utama dan satu perangkat alternatif pada gedung-gedung

area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto tersebut. Perangkat utama

dan perangkat alternatif pada gedung-gedung area Sudirman –

Kuningan – Gatot Subroto tersebut juga ditempatkan dalam rak paket

perangkat yang terpisah antara satu dengan yang lain.

Perangkat utama dan perangkat alternatif pada gedung-gedung

area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto saling dihubungkan

dengan menggunakan kabel serat optik. Perangkat utama yang ada

pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto dihubungkan dengan

perangkat utama yang ada gedung-gedung area Sudirman – Kuningan

– Gatot Subroto dengan menggunakan kabel serat optik.

Demikian juga dengan perangkat alternatif yang ada pada STO

Semanggi dan STO Gatot Subroto juga dihubungkan dengan

perangkat alternatif yang ada pada gedung-gedung area Sudirman –

Kuningan – Gatot Subroto dengan kabel serat optik. Apabila terjadi

gangguan atau kerusakan pada perangkat utama yang ada pada STO

Semanggi dan STO Gatot Subroto maupun pada perangkat utama

yang ada pada gedung-gedung pelanggan area Sudirman – Kuningan

– Gatot Subroto, maka dapat langsung di backup (diproteksi) oleh

perangkat alternatif yang ada pada STO Semanggi dan STO Gatot

Subroto maupun pada perangkat alternatif yang ada pada gedung-

Page 220: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

gedung pelanggan area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto seperti

diperlihatkan pada gambar 4.11 di bawah ini.

Pe

ran

gka

t U

tam

a

STO SMG & STO GTS Pelanggan Area

Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto

Kabel Serat Optik

Pe

ran

gka

t U

tam

a

Pe

ran

gka

t A

ltern

atif

STO SMG & STO GTS Pelanggan Area

Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto

Kabel Serat Optik

Pe

ran

gka

t A

ltern

atif

Ka

be

l Se

rat O

ptik

Ka

be

l Se

rat O

ptik

Gambar 4.11 Sistem Proteksi Perangkat 1:1 pada

STO Semanggi dan STO Gatot Subroto

4.4. Pembuatan dan Analisis Jalur Alternatif Cadangan (Tambahan) Dengan

Topologi Ring

STO Semanggi dan STO Gatot Subroto mempunyai area operasional

yang sangat strategis yaitu area Sudirman – Gatot Subroto – Kuningan yang

mempunyai tingkat gangguan jaringan maupun gangguan kabel serat optik

yang beraneka ragam serta memiliki intensitas yang sangat tinggi dikarenakan

area operasionalnya yang merupakan sentral bisnis dengan banyak gedung-

gedung bertingkat yang memiliki beraneka ragam jenis pelayanan dan jasa

Page 221: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Hal ini tentu saja membutuhkan jalur alternative yang handal dan

memadai serta mampu memberikan proteksi dan pelayanan dengan baik dan

maksimal sekalipun kondisi jalur utama jaringan serat optik dan jalur

alternative jaringan serat optik pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto

serta pada area Sudirman – Gatot Subroto – Kuningan mengalami putus total

(gangguan total) baik pada jaringan utama dan jaringan alternatif maupun

pada perangkat utama dan perangkat alternatif.

Apabila hal tersebut terjadi maka sudah dapat dipastikan area

operasional maupun kedua STO akan mengalami kerugian yang sangat besar

baik dari segi finansial maupun operasional.

Maka untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan suatu sistem jalur

alternative yang dilengkapi dengan topologi ring yang mampu mengcover

semua jenis jasa kapasitas serta pelayanan dan kehandalan jaringan yang ada

pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto maupun yang pada area

Sudirman – Gatot Subroto – Kuningan.

Pembuatan jalur alternative cadangan dengan topologi ring yang

bertujuan untuk mengcover jaringan utama dan kabel serat optik utama pada

STO Semanggi dan STO Gatot Subroto serta area Sudirman – Gatot Subroto

– Kuningan sebenarnya cukup sederhana yaitu dengan cara menempatkan

satu perangkat alternatif pada STO Semanggi dan satu perangkat alternatif

pada STO Gatot Subroto ditambah dengan penempatan dua perangkat

alternatif pada STO Slipi (Kandatel Barat), dua perangkat alternatif pada STO

Gambir (Kandatel Pusat), dua perangkat alternatif pada STO Jatinegara

Page 222: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

(Kandatel Timur), dan dua perangkat alternatif pada STO Kebayoran Baru

(Kandatel Selatan).

Ditambah dengan penggelaran kabel serat optik baru (kabel serat optik

alternatif) yang menghubungkan langsung antara perangkat alternatif STO

Semanggi dan STO Gatot Subroto dengan dua perangkat alternatif pada STO

Slipi, kemudian digelar juga kabel serat optik baru (kabel serat optik

alternatif) yang menghubungkan langsung antara perangkat alternatif STO

Semanggi dan STO Gatot Subroto dengan dua perangkat alternatif STO

Gambir, kemudian digelar juga kabel serat optik baru (kabel serat optik

alternatif) yang menghubungkan langsung antara perangkat alterantif STO

Semanggi dan STO Gatot Subroto dengan dua perangkat alterantif STO

Jatinegara, kemudian digelar juga kabel serat optik baru (kabel serat optik

alternatif) yang menghubungkan langsung antara perangkat alternatif STO

Semanggi dan STO Gatot Subroto dengan perangkat alternatif STO

Kebayoran Baru.

Ditambah dengan penerapan konfigurasi topologi ring yang

menghubungkan langsung antara STO Semanggi – STO Slipi – STO Gambir

– STO Jatinegara – STO Kebayoran Baru – STO Gatot Subroto – STO

Semanggi, yang bertujuan untuk meningkatkan kehandalan jaringan dan

sistem jalur alternatif tambahan serta dapat menghemat jumlah kabel serat

optik yang dibutuhkan dalam jalur alternatif tambahan seperti diperlihatkan

pada gambar 4.12 berikut ini.

Page 223: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

STO Gambir

Kandatel Pusat

STO Jatinegara

Kandatel Timur

STO Slipi

Kandatel Barat

STO Kebayoran Baru

Kandatel Selatan

Perangkat Alternatif

Perangkat Alternatif

Perangkat Alternatif

Kabel FO

Kabel FO

Kabel F

OK

ab

el F

O

Kabel FO

Kabel FO

Kabel F

OK

abel F

O

Gatot Subroto

Kunin

ganS

udirm

an

Topologi Ring FO Topologi Ring FO

Topologi Ring FOTopologi Ring FO

STO

SMG

STO

GTS

Perangkat Alternatif

Gambar 4.12

Konfigurasi Jalur Alternatif Cadangan dengan Topologi Ring yang Menghubungkan STO Slipi – STO Gambir – STO

Jatinegara – STO Kebayoran Baru – STO Gatot Subroto – STO Semanggi

Page 224: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Jadi dengan kata lain apabila STO Semanggi dan STO Gatot Subroto

mengalami gangguan total (kematian total operasional) baik pada jaringan

utama dan jaringan alternatif maupun pada perangkat utama dan perangkat

alternatif ditambah dengan putusnya jaringan kabel serat optik pada area

operasional Semanggi – Gatot Subroto – Kuningan, maka para pelanggan

STO Semanggi dan STO Gatot Subroto maupun yang ada pada area

Semanggi – Gatot Subroto – Kuningan dapat langsung di back up dan

dilayani langsung oleh STO Slipi, STO Gambir, STO Jatinegara, dan STO

Kebayoran Baru dengan menggunakan perangkat alternatif tambahan dan

kabel serat optik cadangan yang digelar pada masing-masing STO tersebut

yang menghubungkan langsung antara jaringan akses dan perangkat serta

kabel serat optik pada STO Semanggi dan STO Gatot Subroto dengan STO

Slipi, STO Gambir, STO Jatinegara, dan STO Kebayoran Baru ditambah

dengan penggunaan topologi ring SDH dan DLC yang dilengkapi dengan

sistem proteksi Automatic Protection System (APS) yang dapat langsung

diaktifkan secara otomatis apabila terjadi gangguan pada jaringan akses

maupun pada kabel serat optik sehingga para pelanggan yang ada pada daerah

operasi STO Semanggi dan STO Gatot Subroto maupun pada area Sudirman

– Gatot Subroto – Kuningan tidak merasakan terjadinya gangguan sehingga

dapat bekerja seperti biasa dan maksimal.

Sistem ini (perangkat dan kabel alternatif pada STO Slipi, STO Gambir,

STO Jatinegara, dan STO Kebayoran Baru, dan topologi ring antara STO

Semanggi, STO Slipi, STO Gambir, STO Jatinegara, STO Kebayoran Baru, dan

STO Gatot Subroto) akan terus bekerja membackup (menggantikan fungsi) STO

Semanggi dan STO Gatot Subroto dalam memberikan pelayanan operasional

Page 225: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

kepada para pelanggannya sampai kondisi operasional STO Semanggi dan STO

Gatot Subroto maupun kondisi kabel optik area Sudirman – Gatot Subroto –

Kuningan dapat diperbaiki dan dipulihkan kembali seperti semula.

4.5. Implementasi JARLOKAF

Implementasi jaringan akses serat optik (JARLOKAF) pada

PT. Telekomunikasi Indonesia adalah suaru proses perencanaan untuk

mengembangkan dan mempertahankan kesesuaian yang layak antara sasaran,

keahlian dan sumber daya milik PT Telekomunikasi Indonesia.

Prosedur perencanaan JARLOKAF pada PT Telekomunikasi

Indonesia dapat diperlihatkan pada flowchart gambar 4.13 berikut ini.

Gambar 4.13

Prosedur Perencanaan Implementasi JARLOKAF

Page 226: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Tahapan Kegiatan Perencanaan Jaringan Lokal Access Fiber Survei Demand

dan Olah data meliputi :

a. Peramalan Jenis Layanan

b. Peramalan Jumlah Satuan Sambungan

4.5.1 Penentuan Teknologi

Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penentuan teknologi :

Klasifikasi pelanggan, pelanggan dikelompokkan sebagai pelanggan

perumahan, bisnis, industri dan fasilitas umum.

Letak geografis, yaitu apakah terkonsentrasi atau tersebar.

Kebutuhan jumlah satuan sambungan.

Kebutuhan ini akan sangat berpengaruh terhadap kapasitas perangkat

yang akan digunakan.

Kebutuhan jenis service dan Kemampuan teknologi. Hal ini akan

mempengaruhi pemilihan jenis teknologi. Kebutuhan jenis service harus

disesuaikan dengan waktu perencanaan.

Teknologi yang dapat diterapkan dalam Jarlokaf sampai saat ini adalah

sebagai berikut :

Digital Loop Carrier (DLC)

Passive Optical Network (PON)

Synchronous Digital Hierarchy (SDH)

Page 227: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

4.5.2 Konfigurasi Jaringan Jarlokaf

Konfigurasi dasar jaringan yang dapat dipergunakan pada Jarlokaf adalah :

• Konfigurasi Single Star

Konfigurasi Single Star hanya memiliki satu titik star pada sisi sentral

Teknologi Jarlokaf yang dapat menggunakan konfigurasi ini adalah DLC.

• Konfigurasi Double Star

Konfigurasi Double Star memiliki dua titik star. Contoh teknologi yang

digunakan adalah DLC.

• Konfigurasi Multiple Star

Konfigurasi Multiple Star memiliki lebih dari satu titik star pada kabel

serat optik. Teknologi yang dapat digunakan adalah DLC dan PON.

• Kombinasi dengan Ring

Kombinasi dengan Ring digunakan untuk meningkatkan kehandalan

sistem. Kombinasi dengan Ring dapat berupa penerapan ring kabel atau

ring SDH dan teknologi yang dapat digunakan adalah DLC

ataupun PON.

Page 228: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 4.14

Contoh Konfigurasi JARLOKAF

4.5.3. Penentuan Batas Daerah Pelayanan

Batas daerah pelayanan Remote Terminal ditentukan oleh faktor-faktor :

Jarak maksimum pelanggan yang akan dilayani disesuaikan dengan jenis

layanan yang dapat diberikan.

Daerah pelayanan dapat berupa kawasan yang terkonsentrasi ataupun tersebar.

Pemilihan dan Penempatan Perangkat Utama

Lokasi Central Terminal

Ditempatkan sedekat mungkin dengan sistem catu daya.

Temperatur ruangan dimana perangkat diletakkan harus diatur

Tersedianya perlengkapan operasi dan pemeliharaan yang baik.

Page 229: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Lokasi Remote Terminal

Persyaratan penempatan RT :

Panjang kabel penanggal untuk menjangkau pelanggan dalam daerah

pelayanan RT relatif pendek.

Penempatan RT sebisa mungkin berada di tengah-tengah daerah pelayanan

untuk mendapatkan jangkauan optimum.

Pada gedung yang bertingkat, perangkat RT dapat ditempatkan di

basement atau di setiap lantai dengan mempertimbangkan kemudahan

dalam menyediakan supplai daya, instalasi, operasi dan pemeliharaan.

Posisi RT harus aman dari gangguan.

4.5.4 Penyusunan Rancangan Dasar dan Rancangan Rinci

Penyusunan rancangan dasar adalah gambaran umum jaringan yang akan

dibangun pada daerah layanan STO.

Penyusunan rancangan rinci adalah gambar rute jaringan berdasarkan

penentuan tempat yang sesuai untuk menempatkan :

Perangkat/sentral

Jarak antara sentral dengan pelanggan.

Total panjang kabel optik.

Kebutuhan core yang digunakan dalam perencanaan jaringan fiber optic.

Page 230: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 4.15

Penjilidan Gambar Perencanaan JARLOKAF

Page 232: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

4.5.5 Manajemen Proyek

Jaringan kerja adalah suatu alat bagi manajemen untuk :

Merencanakan proyek sehingga sasaran dalam ukuran waktu dan sumber

daya dapat dievaluasi.

Mengendalikan proyek yang sedang dilaksanakan dan segera mengambil

tindakan apabila ada penyimpangan.

Memperlancar komunikasi antara berbagai departemen atau bagian dan

perusahaanperusahaan yang ada kaitannya dengan proyek.

Memelihara disiplin organisasi dengan menetapkan cara-cara kerja secara tegas.

Meningkatkan kualitas rencana proyek dan pelaksanaannya

4.5.6 Menyusun Jaringan Kerja Proyek

Menetapkan sasaran proyek yang akan dilaksanakan.

Uraikan proyek tersebut dalam bentuk pekerjaan-pekerjaan atau aktivitas

aktivitas.

Buat diagram panah.

Gambar 4.17 Diagram Panah

Page 233: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

A. Aktifitas (1-2) ; B & C Aktifitas Paralel (2-3); (2-4) ; Aktifitas paralel D-

E (3-5); (4-5)

Jenis Proyek yang Menggunakan Jaringan Kerja

Proyek kontruksi

Riset dan pengembangan

Proyek-proyek pemerintah

Perawatan atau pekerjaan overhaul dalam pabrik.

Memperkenalkan produk baru.

Bidang bisnis yang lainnya.

Page 234: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

4.5.7 Perubahan Jadwal Network Planning

Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk perubahan jadwal proyek :

• Perhatikan Biaya Normal dan waktu keseluruhan proyek.

• Tentukan lintasan kritisnya.

• Tentukan kegiatan yang dapat dipersingkatan dan yang dapat memberikan

biaya perubahan minimal.

Perubahan untuk Crash dapat dilakukan pada aktivitas 2-3 dimana terjadi

pengurangan waktu selama maksimum 2 minggu dan terjadi penambahan biaya.

Gambar 4.18

Diagram Panah Network Waktu dan Biaya

4.5.8 Pekerjaan Sipil

Pekerjaan sipil yang dilakukan berdasarkan No. CL3004 dan MH-2001.

Sistem Duct Sistem duct untuk kabel utama Concrete Duct terdiri dari

pipa PVC dimana diameter dalam pipa 100 mm dengan ketebalan 2 mm dan

Semi duct (compact sand) terdiri dari pipa PVC dengan diameter dalam pipa

PVC adalah 100 mm serta ketebalan 5,5 mm.

Page 235: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Ditanam langsung ke tanah dan ditekan dengan pasir. Apabila

kedalaman duct dilokasi tidak cukup (dangkal) maka pipa plastik dilapisan

atas duct dapat diganti dengan pipa besi. Jarak antara Manhole untuk rute

lurus maximum 400 m dan rute berbelok maximum 100 m. Rute duct dipilih

berdasarkan hasil survei lapangan, data perencanaan kota, dan data lain yang

relevan.

Jumlah pipa duct

dimana : N = Jumlah kabel utama yang dibutuhkan untuk 20 tahun 1.5 =

Faktor pengamanan untuk pertambahan pelanggan

Pipa cadangan

Jumlah pipa 1 – 15 dengan 1 pipa cadangan

Jumlah pipa 16 – 30 dengan 2 pipa cadangan

Jumlah pipa 31 – 45 dengan 3 pipa cadangan

Jumlah pipa > 46 dengan 4 pipa cadangan

Duct harus diletakkan di sisi jalan. Apabila duct akan diletakkan di jalan

maka harus ditanam lebih dalam dengan kedalaman :

• Di DKI Jakarta

Disisi jalan kedalamannya 1,1 m dari permukaan tanah sampai atas

duct dan kedalaman untuk di jalan 1,3 m dari permukaan tanah

sampai atas duct

• Diluar Jakarta

Disisi jalan kedalamannya 0,8 m dari permukaan tanah sampai atas

duct dan kedalaman untuk di jalan 1 m dari permukaan tanah sampai

atas duct Number of pipes = (1.5 x N) + reserve.

Page 236: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Gambar 4.19

Pipa Subduct

Manhole (MH)

MH dibuat untuk meletakkan :

• Cable jointing closure

• Cable branching closure

MH harus memiliki ruang yang cukup untuk meletakkan :

Duct

• Pekerja (1 atau 2 orang)

• Jointing and branching closure

• Handhole (HH)

– HH akan diletakkan dekat cabinet, rute antara MH dan cabinet, dan

disisi jalan.

– HH akan digunakan untuk meletakkan jointing closure antara cable

stub dari cabinet dengan kabel utama dan secondary cable.

– HH dapat dibangun di tempat atau sebelum fabrikasi dan membuat

concrete, ini hanya satu jenis dengan ukuran sebagai berikut :

Page 237: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

• Panjang bagian terluar : 1,80 m ; Bagian dalam : 1,50 m

• Lebar bagian terluar : 1,20 m ; Bagian dalam : 0,90 m

• Tinggi bagian terluar : 1,51 m ; Bagian dalam : 1,31 m.

Konfigurasi Jaringan Access Fiber

• Pertimbangan ketika Membuat Konfigurasi

Konfigurasi jaringan dibuat berdasarkan pertimbangan berikut :

– Pertimbangan Teknik

• Transmision and signal requirement’s limit

• Compact and well managed unit group

• Sequencial cable pair alocation to avoid crossing

– Pertimbangan Ekonomi

• Save the used of connector, jointing closure, cable, etc.

• Save unnescessary additional work cost.

– Pertimbangan Administrasi agar mudah mencatat jaringan kabel.

• Pembagian Konfigurasi Jarlokaf

Konfigurasi Jarlokaf dapat dibagi atas 2 jaringan :

a. Primary network / jaringan utama, jaringan antara OLT dan PS.

b. Secondary network / jaringan sekunder, jaringan antara PS and ONT.

Gambar 4.20 Primary Network dan Secondary Network

Page 238: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

4.5.9 Penentuan Kapasitas Kabel Serat Optik

Berdasarkan spesifikasi PT Telekomunikasi Indonesia, terdapat

beberapa kapasitas kabel serat optik yaitu 4,6,12,16,18,24,36,48,60,72,84,96

core serat optik. Pada perencanaan JARLOKAF, jumlah serat yang akan

digunakan harus mengikuti ketentuan berikut :

Antara CT-RT

4 core serat optik menyediakan : 2 core untuk transmit dan receive dan 2

core untuk spare

Antara OLT-PS

Sejumlah serat optik harus menyediakan :

(2 core per ONU (IS) + 1 core per ONU (DS)) + x core

Note : x = 1 core spare (FTTC)

= 3 core spare (FTTB)

Antara PS-ONU

- 4 core serat optik untuk aplikasi FTTC : 2 core per ONU (IS)

1 core per ONU (DS)

1 core spare

- Aplikasi FTTB (business area) : 2 core per ONU (IS) + x core

Note: x = 2 (sekurang-kurangnya) untuk bisnis biasa atau tergantung

dari layanan 2 Mbit/s untuk level bisnis yang membutuhkan layanan

pita lebar

- Aplikasi FTTB (apartement) :

2 core per ONU (IS) + 1 core per ONU (DS) + x core

Note : x = 2 core (sekurang-kurangnya) spare

Page 239: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

4.5.10 Jadwal Perencanaan/Time Frame

Berdasarkan pertimbangan Teknik dan Ekonomi (biaya awal,

konstruksi, life time perangkat, dll), jadwal perencanaan/time frame untuk

setiap bagian jaringan Jarlokaf yang diuraikan dalam tabel berikut :

Tabel 4.5

Jadwal Perencanaan / Time Frame

Page 240: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Penempatan perangkat OLT pada teknologi akses PON di JARLOKAF

sebaiknya ditempatkan di dalam STO Semanggi dan STO Gatot Subroto

sehingga apabila terjadi gangguan dapat memudahkan para pegawai dan

teknisi yang ditempatkan (bekerja) dalam kedua STO tersebut dalam

menganalisis dan melakukan penanggulangan gangguan yang terjadi.

Akan tetapi, PT Telekomunikasi Indonesia ternyata mempunyai kebijakan

dalam menempatkan perangkat OLT pada teknologi akses PON tersebut

berada di dalam gedung-gedung pelanggan. Hal ini bertujuan untuk

meningkatkan jangkauan JARLOKAF dengan teknologi akses PON

tersebut sekaligus untuk menghemat jumlah kabel serat optik yang

digunakan dan efisiensi biaya.

2. Dari perhitungan link power budget pada jalur utama dan jalur alternatif

dapat kita ambil kesimpulan bahwa tentang nilai Power Transmitted (PT)

yang ideal yang diterapkan oleh PT Telekomunikasi Indonesia pada STO

Semanggi dan STO Gatot Subroto serta pada area operasional Sudirman –

Kuningan – Gatot Subroto adalah -10 dBm -1 dBm dimana rentang nilai

ideal Power Received (PR) yang diterima adalah -25 dBm -16 dBm. Hal

ini sangat baik karena dapat menyebabkan kualitas pengiriman dan

penerimaan data pada JARLOKAF jalur utama dengan teknologi akses

Page 241: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

DLC, SDH, dan PON tersebut berada pada kondisi ideal. Demikian juga

dengan nilai link power budget pada jalur alternatif dimana rentang nilai

Power Transmittednya (PT) sama dengan nilai Power Transmitted (PT)

jalur utama yaitu -15 dBm -1 dBm tetapi nilai Power Received nya (PR)

sedikit lebih baik dari jalur utama yaitu -24,6 dBm -15,6 dBm. Hal

tersebut dikarenakan panjang kabel serat optik jalur alternatif yang lebih

pendek dari jalur utama yaitu 9 km. Sedangkan panjang kabel serat optik

pada jalur utama adalah 11,4 km. Hal tersebut tidak menjadi masalah

karena selisih nilai link power budget pada jalur utama dan jalur alternatif

pada area Sudirman – Kuningan – Gatot Subroto hanyalah 0,4 dBm.

5.2 Saran

Pembuatan jalur alternatif cadangan dengan topologi ring yang

mengintegrasikan (menggabungkan) STO Semanggi dan STO Gatot Subroto

dengan STO Slipi, STO Gambir, STO Jatinegara, dan STO Kebayoran Baru

sangatlah penting karena untuk mengantisipasi dan mengatasi apabila terjadi

gangguan total yang menyebabkan putusnya jaringan kabel serat optik pada

STO Semanggi dan STO Gatot Subroto maupun pada area Sudirman –

Kuningan – Gatot Subroto sehingga para user (pelanggan) yang ada pada area

tersebut tidak merasakan terjadinya gangguan dan dapat terus bekerja seperti

biasanya. Selain itu pembuatan jalur alternatif cadangan dengan topologi ring

tersebut juga sangat perlu untuk mengintegrasikan (menggabungkan) STO

Semanggi dan STO Gatot Subroto dengan STO Slipi, STO Gambir, STO

Page 242: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

Jatinegara, dan STO Kebayoran Baru dikarenakan selama ini para STO-STO

Telkom tersebut hanya dapat melayani area operasionalnya saja dan tidak

dapat melayani area operasional STO lain apabila sedang terjadi

gangguan total.

Page 243: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF

DAFTAR PUSTAKA

Keiser, Gerd. Optical Fiber Communications, second edition. New York:

McGraw – Hill International Edition. 1991.

Palais, Joseph C. Fiber Optical Communications, Third edition. Englewood

Cliffs, New Jersey: Prentice Hall Inc. 1992.

Senior, John M. Optical Fiber Communications, Principles and practice, second

edition. University Press, Cambridge: Prentice Hall International. 1992.

Winch, Robert G. Telecommunication Transmission systems, First edition. New

York: McGraw – Hill international edition. 1993.

http://mandorkawat2009.wordpress.com. Konsep Dasar Jaringan Akses Fiber

Optik. Telkom Knowledge Learning Center. 2009. Diakses pada tanggal 7

Juli 2011 jam 16.05.

http://mandorkawat2009.wordpress.com. Planning and Design Optical Access

Network. Telkom Knowledge Learning Center. 2009. Diakses pada

tanggal 7 Juli 2011 jam 16.10.

http://mandorkawat2009.wordpress.com. Teknologi Akses Fiber pada Media

Telekomunikasi. Telkom Knowledge Learning Center. 2009. Diakses pada

tanggal 7 Juli 2011 jam 16.15.

http://mandorkawat2009.wordpress.com. Blog Diagram Akses Network. Telkom

Knowledge Learning Center. 2009. Diakses pada tanggal 7 Juli 2011

jam 16.20

Page 244: ANALISIS KONFIGURASI DAN JALUR ALTERNATIF