ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id...

86
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH DI PROVINSI BANTEN SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Program Studi Agribisnis Oleh : Ratih Ratna Puri H 0808192 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Transcript of ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id...

Page 1: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH

DI PROVINSI BANTEN

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Program Studi Agribisnis

Oleh :

Ratih Ratna Puri

H 0808192

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH

DI PROVINSI BANTEN

Oleh :

Ratih Ratna Puri

H 0808192

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

pada tanggal

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Dewan Penguji

Ketua Anggota I Anggota II

Dr. Ir. Mohd.Harisudin, M.Si NIP. 196710121 99322 1 001

Ir. Agustono, M.Si NIP. 196408011 99003 1 004

Wiwit Rahayu, SP. MP NIP. 197111091 99703 2 004

Surakarta,

Mengetahui,

Universitas Sebelas Maret

Fakultas Pertanian

Dekan

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS NIP. 19560225 198601 1 001

Page 3: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa

Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kinerja Sektor Pertanian dalam

Perekonomian Wilayah di Provinsi Banten”.

Penyusunan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih

yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan

bantuan baik moril maupun materiil kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Ucapan terima kasih ini penulis tujukan terutama kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S. selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Dr. Ir. Mohd. Harisudin, M.Si. selaku Ketua Program Studi Agribisnis,

Dosen Pembimbing Utama dan Pembimbing Akademik yang senantiasa

memberikan bimbingan, arahan, nasehat dan petunjuk dengan sabar kepada

penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Pertanian UNS Surakarta.

3. Bapak Ir. Agustono, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang telah

memberikan bimbingan dan masukan dalam penulisan skripsi ini yang

senantiasa memberikan arahan, nasehat dan petunjuk kepada penulis.

4. Ibu Wiwit Rahayu, SP.MP selaku dosen penguji, atas diskusi, bimbingan serta

arahan yang diberikan kepada penulis.

5. Bapak/Ibu Dosen serta seluruh staff/karyawan Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Surakarta atas ilmu yang telah diberikan dan bantuannya

selama menempuh perkuliahan di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

6. Bapak dan Mama yang tidak pernah berhenti memberikan semangat dan doa,

Simbah putri, adikku Novi terima kasih atas semangatnya kepada penulis.

7. Badan Kesbang dan Linmas dan BAPPEDA Provinsi Banten, yang telah

memberikan ijin penelitian untuk penulis.

Page 4: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

8. Dinas Pertanian dan Peternakan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas

Kelautan dan Perikanan dan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten serta

staff jajarannya yang telah memberikan ijin penelitian dan menyediakan data-

data serta waktu untuk berdiskusi kepada penulis.

9. Sahabat-sahabatku, “nenek” anggun, suryani, “mami” maria, resty, tisya dan

reni yang selalu memberikan nasehat, semangat, dukungan, keceriaan serta

persahabatan yang sangat berwarna selama menempuh kuliah.

10. Bundo Retna yang telah sabar memberikan arahan kepada penulis.

11. Sahabat-sahabatku di Cilegon, Nurul, Erika, Halwanah, Anis, dan Mita yang

tidak bosan memberikan semangat, dukungan dan bantuan kepada penulis

dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

12. Teman-teman mantan pengurus KAMAGRISTA FP UNS periode pertama,

terimakasih atas kebersamaan dan kekeluargaan yang telah tercipta dalam

berorganisasi selama ini. Semoga Allah senantiasa memberikan kesuksesan

untuk kita semua. Amin.

13. Teman-teman mahasiswa Agribisnis angkatan 2007 dan 2008 yang telah

memberi masukan, dukungan dan semangat kepada penulis selama ini.

14. Seluruh Karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

yang telah memberikan bantuan.

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan

banyak terima kasih.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun

demi perbaikan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi yang jauh

dari sempurna ini dapat memberikan manfaat sekaligus menambah pengetahuan

bagi penulis sendiri khususnya dan pembaca pada umumnya. Amin.

Surakarta, Agustus 2012 Penulis

Page 5: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................................... v

DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x

RINGKASAN ................................................................................................. xi

SUMMARY .................................................................................................... xii

I. PENDAHULUAN.......................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1 B. Perumusan Masalah .................................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 6 D. Kegunaan Penelitian ................................................................................... 6

II. LANDASAN TEORI..................................................................................... 8

A. Penelitian Terdahulu ................................................................................. 8 B. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 10

1. Pembangunan ..................................................................................... 10 2. Pembangunan Ekonomi ..................................................................... 11 3. Pembangunan Ekonomi Daerah ......................................................... 12 4. Pembangunan Pertanian ..................................................................... 13 5. Produk Domestik Bruto ...................................................................... 14 6. Produk Domestik Regional Bruto ...................................................... 15 7. Kinerja.................................................................................................17 8. Peranan dan Potensi Sektor Pertanian ................................................. 18 9. Teori Ekonomi Basis .......................................................................... 19 9. Analisis LQ ......................................................................................... 20 10. Analisis DLQ ..................................................................................... 21 11. Analisis Shift Share ............................................................................ 22

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ....................................................... 25 D. Asumsi-Asumsi ......................................................................................... 28 E. Pembatasan Masalah ................................................................................. 28 F. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel ........................... 28

Page 6: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

III. METODE PENELITIAN ............................................................................. 31

A. Metode Dasar Penelitian ........................................................................... 31 B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian ................................................... 31 C. Jenis dan Sumber Data .............................................................................. 31 D. Metode Analisis Data ................................................................................ 32

IV. KONDISI UMUM WIAYAH PROVINSI BANTEN ................................ 36

A. Keadaan Alam ........................................................................................... 36 B. Keadaan Penduduk .................................................................................... 38 C. Keadaan Perekonomian ............................................................................. 43

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................... 48

A. Analisis Kinerja Sektor Pertanian dan Sektor Perekonomian lainnya di Provinsi Banten ......................................................................................... 48 B. Analisis Kinerja Subsektor Pertanian Pertanian di Provinsi Banten ......... 56 C. Analisis Perubahan Kinerja Sektor Pertanian di Provinsi Banten............. 61 D. Analisis Perubahan Kinerja Subektor Pertanian di Provinsi Banten......... 67 E. Analisis Faktor Penentu Perubahan Kinerja Sektor Pertanian dan

Subsektor Pertanian di Provinsi Banten .................................................... 69

VI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 73

A. Kesimpulan................................................................................................ 73 B. Saran ......................................................................................................... 74

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................75

LAMPIRAN.........................................................................................................77

Page 7: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2006-2010 (Juta Rupiah)................................................................................................ 2

2. Kontribusi Sektor Pertanian dan Non Pertanian pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Banten Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2006-2010 (Juta Rupiah)................................................................................................ 4

3. Laju Pertumbuhan Sektor Pertanian dan Non Pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Banten Tahun 2006-2010 Banten Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Persen)................................................................................................

5

4. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Provinsi Banten Tahun

2010..................................................................................................... 37

5. Jumlah Penduduk Provinsi Banten Menurut Jenis Kelamin Tahun 2006-2010........................................................................................... 41

6. Komposisi Penduduk Provinsi Banten Menurut Kelompok Umur dan ABT Tahun 2010.......................................................................... 42

7. Komposisi Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Provinsi Banten yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2010........................... 43

8. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha Provinsi Banten Tahun 2006–2010 (Jutaan Rupiah)..................................................... 44

9. Pendapatan Perkapita Provinsi Banten Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2009–2010..................................................................... 45

10. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Pertanian Provinsi Banten Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2006-2010 (Jutaan Rupiah)................................................................................... 46

11. Laju Pertumbuhan PDRB Subsektor Pertanian Provinsi Banten Tahun 2006-2010 (Persen).................................................................. 46

12. Nilai LQ Sektor Pertanian dan Sektor Non Pertanian dalam Perekonomian di Provinsi Banten Tahun 2006-2010.............. 49

13. Nilai LQ Subsektor Pertanian Provinsi Banten Tahun 2006-2010..................................................................................................... 57

14. Perkembangan Produksi, Produktivitas dan Luas Panen Padi (Sawah dan Ladang) di Provinsi Banten (2006-2010)........................ 58

Page 8: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

15. Perkembangan Populasi Ternak di Provinsi Banten Tahun 2006-2010................................................................................................... 59

16. Perubahan Kinerja Sektor Pertanian dan Sektor Non Pertanian di Provinsi Banten................................................................................... 61

17. Perubahan Kinerja Subsektor Pertanian di Provinsi Banten............... 67

18. Faktor Penentu Perubahan Kinerja Sektor Pertanian dan Subsektor Pertanian Provinsi Banten............................................................. 69

Page 9: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ...................................................... 27

Page 10: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. PDB ADHK 2000 Sektor Perekonomian Indonesia Tahun 2006-2010............................................................................. 77

2. PDRB ADHK 2000 Sektor Perekonomian Provinsi Banten Tahun 2006-2010................................................................... 78

3. Nilai LQ Sektor Pertanian Provinsi Banten............................... 79 4. PDRB Subsektor Provinsi Banten dan PDB Subsektor

Pertanian Indonesia................................................................ 80 5. Nilai LQ Sub Sektor Pertanian Provinsi Daerah Banten............. 81 6. Laju Sektor Perekonomian Banten dan Indonesia...................... 82 7. Nilai DLQ Sektor Pertanian dan Subsektor Pertanian di

Provinsi Banten..................................................................... 83 8. Laju Subsektor Pertanian di Provinsi Banten dan Indonesia....... 84 9. Nilai DLQ Sub Sektor Pertanian Provinsi Banten...................... 85 10. Nilai LSS, SSS, dan TSS Sektor Pertanian di Provinsi Banten.... 86

Page 11: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

RINGKASAN

Ratih Ratna Puri. H0808192. Analisis Kinerja Sektor Pertanian dalam Perekonomian Wilayah di Provinsi Banten. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Mohd Harisudin M.Si dan Ir. Agustono, M.Si. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012.

Provinsi Banten merupakan provinsi baru. Berdasarkan perekonomian pembangunan daerah, pertanian merupakan salah satu sektor penyusun PDRB Provinsi Banten. Kontribusi sektor pertanian dari tahun 2006-2010 mengalami penurunan namun laju dari sektor pertanian mengalami peningkatan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja sektor pertanian dan sektor perekonomian lainnya, mengetahui kinerja subsektor pertanian, mengetahui kinerja sektor pertanian dan sektor perekonomian lainnya pada masa mendatang, mengetahui kinerja subsektor pertanian pada masa mendatang, serta mengetahui faktor-faktor apa saja yang menentukan kinerja sektor pertanian dan subsektor pertanian di wilayah Provinsi Banten.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis. Metode analisis yang digunakan adalah metode Location Quotient, Dynamic Location Quotient dan Shift Share. Data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer.

Hasil penelitian menunjukkan, dengan menggunakan analisis LQ sektor pertanian merupakan sektor non basis dalam perekonomian wilayah di Provinsi Banten, sedangkan subsektor pertanian yang merupakan subsektor basis adalah subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor peternakan. Berdasarkan hasil analisis DLQ sektor pertanian di Provinsi Banten pada lima tahun yang akan datang merupakan sektor basis. Subsektor tanaman bahan makanan, subsektor peternakan dan subsektor perikanan merupakan subsektor basis, sedangkan subsektor perkebunan dan subsektor kehutanan merupakan subsektor non basis. Berdasarkan analisis shift share faktor penentu utama kinerja sektor pertanian adalah faktor lokasi. Faktor penentu utama kinerja subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor peternakan adalah faktor lokasi, sedangkan faktor penentu kinerja subsektor perkebunan, subsektor kehutanan, dan subsektor perikanan adalah faktor struktur ekonomi. Saran yang diberikan adalah (1) Menurut hasil analisis DLQ, sektor pertanian menjadi sektor basis pada masa, maka pemerintah Provinsi Banten sebaiknya pemerintah Provinsi Banten melakukan perubahan mengenai anggaran yang lebih terarah kepada pembangunan di sektor pertanian (2) Perlu adanya kebijakan-kebijakan pemerintah terkait dengan faktor lokasi yang menentukan kinerja sektor pertanian, seperti adanya perbaikan sarana pertanian yang dapat menunjang kegiatan pertanian serta adanya peraturan daerah yang melindungi kelestarian lahan usaha pertanian.

Page 12: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

SUMMARY

Ratih Ratna Puri. H0808192. “Performance of Agricultural Sector in Economic Region in the Province of Banten”. Under the guidance of Dr. Ir. Mohd. Harisudin M.Si and Ir. Agustono, M.Si. Faculty of Agriculture, Sebelas Maret Surakarta University 2012.

Based on the economic of regional development, agriculture is one sector making up PDRB Banten Province. The contribution of agriculture sector from the year 2006-2010 has decreased but the rate of the agricultural sector has increased quite good.

The purpose of this study was to determine the performance of agriculture and other economic sectors, determine the performance of the agricultural subsectors, determine the performance of the agricultural sector and other sectors of the economy in the future, knowing the performance of the agricultural subsector in the future, and to know what factors determine the performance agricultural sectors and subsectors of agriculture in the province of Banten.

The method used is descriptive analytical method. The analytical method used is the method Location Quotient, Dynamic Location Quotient and Shift Share. The data used are secondary data and primary data.

The results showed, using LQ analysis of agricultural sector is the sector non bases in the province of Banten, while the agricultural sub sector which is a bases is the food crops subsector and livestock subsector. Based on the analysis of the agricultural sector DLQ in the province of Banten the coming five years is a sector basis. Subsectors of crops, livestock subsector and fisheries subsector is a non bases sector, while the plantation subsector and forestry subsector is the non bases subsector. Based on the shift share analysis of major determinants of the performance of the agricultural sector is the location factor. The main determinants of food crops subsector performance and livestock subsector is the location factor, while the determinants of the performance of the plantation subsector, forestry subsectors, and fisheries subsector is the factor structure of the economy. Advice given is (1) According to the analysis of DLQ, the agricultural sector to sector bases at the time, the government of Banten Province Banten provincial government should make changes to the budget that is more directed to the development in the agricultural sector (2) Before the relevant government policies the factors that determine the location of the performance of the agricultural sector, such as improvement of agricultural facilities that can support agricultural activities and the existence of local regulations that protect agricultural land preservation.

Page 13: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai

aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi

nasional dan mengutamakan pertumbuhan ekonomi yang baik. Menurut

Martono (2008), proses pembangunan secara filosofis dapat diartikan sebagai

upaya yang sistematik dan berkesinambungan. Proses ini bertujuan

menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif untuk

pencapaian aspirasi warga. Pembangunan juga dapat diartikan sebagai proses

perubahan yang mencakup seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

pendidikan dan teknologi, kelembagaan dan budaya. Pembangunan ekonomi

juga merupakan usaha menambah modal atau pengetahuan agar satu sama

lainnya membawa pendapatan per kapita yang lebih besar.

Menurut Arsyad (2009), usaha-usaha pembangunan banyak dilakukan

diberbagai negara Pasca-Perang Dunia Kedua, namun di dalam kenyataannya

banyak terjadi kegagalan dalam memecahkan masalah-masalah pembangunan.

Kegagalan-kegagalan tersebut menimbulkan dorongan bagi para ekonom

untuk memecahkan masalah. Sejak masa tersebut maka aspek-aspek yang

berkaitan dengan pembangunan ekonomi telah menjadi titik pusat perhatian

yang dibahas para ekonom, baik pembangunan ekonomi daerah maupun

pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan ekonomi daerah merupakan

suatu proses di mana pembangunan daerah dan masyarakat mengelola sumber

daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah

dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru serta

mendorong pembangunan ekonomi nasional maupun daerah tersebut.

Pembangunan nasional terbagi dalam dua sektor, yaitu pembangunan

sektor perekonomian dan sektor non perekonomian. Pada sektor

perekonomian terbagi menjadi sembilan sektor, yaitu sektor pertanian, sektor

pertambangan dan galian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan

air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor

1

Page 14: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

angkutan dan komunikasi, sektor persewaan dan jasa perusahaan serta sektor

jasa. Pada sektor non perekonomian terbagi menjadi sektor pendidikan, sektor

kesehatan, sektor budaya dan sektor politik yang dapat pula menyumbang

pembangunan perekonomian negara. Sektor pertanian merupakan salah satu

sektor yang nyata dalam pembentukan PDB nasional dan dapat dilihat dalam

Tabel 1.

Tabel 1. Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2006-2010 (Miliar Rupiah)

Sektor Tahun

2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata Pertanian 262.402.800

(14,21) 271.509,30

(13,67) 284.620,70

(13,61) 269.324,57

(13,61) 304.243,4

(13,17) 283.829,10

(13,70) Penambangan dan Galian

168.031,70 (9,10)

171.278,40 (8,72)

172.442,70 (8,28)

179.974,90 (8,27)

186.118,4 (8,06)

175.569,22 (8,48)

Industri Pegolahan

514.100,30 (27,83)

538.084,60 (27,39)

557.764,40 (26,79)

569.550,80 (26,16)

595.541,3 (25,78)

555.008,28 (26,79)

Listrik,Gas&Air Bersih

12.251,00 (0,66)

13.517,00 (0,69)

14.993,60 (0,72)

17.059,80 (0,78)

18.268,1 (0,79)

15.217,90 (0,73)

Kontruksi 112.233,60 (6,08)

121.808,90 (6,20)

130.951,60 (6,29)

140.184,20 (6,44)

150.387,1 (6,51)

131.113,08 (6,30)

Perdagangan, Hotel&Restoran

312.518,70 (16,92)

340.437,10 (17,33)

363.813,50 (17,47)

367.958,80 (16,90)

400.456,6 (17,33)

357.036,94 (17,19)

Trasportasi & Komunikasi

124.808,90 (6,76)

142.326,70 (7,25)

165.905,50 (7,92)

191.674,00 (8,80)

217.336,40 (9,41)

168.410,30 (8,04)

Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

170.074,30 (9,21)

183.659,30 (9,35)

198.799,60 (9,55)

208.832,20 (9,59)

220.221,60 (9,53)

196.317,40 (9,45)

Jasa-jasa 170.705,40 (9,24)

181.706,00 (9,25)

193.024,30 (9,27)

205.371,50 (9,43)

217.652,80 (9,40)

193.692,00 (9,32)

Total PDRB 1.847.126,70 (100)

1.964.327,30 (100)

2.082.315,90 (100)

2.176.975,50 (100)

2.310.225,70 (100)

2.076.194,22 (100)

Sumber : BPS Indonesia, 2011 Keterangan : ( ) Dalam persen

Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata kontribusi sektor pertanian pada

pembentukan PDB nasional selama tahun 2006-2010 sebesar 13,70 persen

dengan nilai rata-rata sebesar Rp 283.829,10 Miliar atau peringkat ketiga.

Dilihat dari nilainya sektor pertanian berada di bawah sektor industri dengan

rata-rata kontribusi selama tahun 2006-2010 sebesar 26,79 persen dan dengan

nilai rata-rata sumbangannya sebesar Rp 555.008,28 Miliar atau peringkat

pertama. Pada sektor perdagangan, hotel dan restoran yang berada dalam

peringkat kedua dengan rata-rata kontribusi selama tahun 2006-2010 sebesar

Page 15: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

17,19 persen dan dengan rata-rata nilai sebesar Rp 357.036,94 Miliar

(BPS Indonesia, 2011).

Berdasarkan Undang-undang No. 23 Tahun 2000 status Karesidenan

Banten Provinsi Jawa Barat berubah menjadi Provinsi Banten, sehingga

Provinsi Banten termasuk provinsi baru. Provinsi Banten tentu masih

menghadapi berbagai tantangan, ketertinggalan, dan permasalahan. Namun

Provinsi Banten mempunyai potensi yang dapat dikembangkan dan

dimanfaatkan secara optimal untuk dijadikan modal dalam mengatasi berbagai

tantangan, ketertinggalan dan permasalahan seperti potensi pertambangan di

Kabupaten Pandeglang dan potensi pertanian di Kabupaten Lebak . Seiring

dengan adanya gerakan reformasi baru, diterbitkanlah UU No. 32 Tahun 2004

tentang pemerintah daerah yang memberikan wewenang yang lebih luas bagi

tiap daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri yang kemudian akan

mendorong daerah menjadi lebih mandiri. Undang-undang tersebut

diharapkan dapat mengembangkan potensi dan keunggulan lokal daerah

masing-masing, khususnya dalam rangka membangun sistem perekonomian

daerah yang baik dan mandiri (BPS Provinsi Banten, 2010 ).

Berdasarkan konteks perekonomian pembangunan daerah, pertanian

merupakan salah satu sektor penyusun PDRB Provinsi Banten. Kontribusi

sektor pertanian terhadap PDRB Provinsi Banten menduduki urutan keempat.

Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 16: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

Tabel 2. Kontribusi Sektor Pertanian dan Non Pertanian pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Banten Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2006-2010 (Miliar Rupiah)

Sektor Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata

Pertanian 5.030,012 (8,19)

5.242,350 (8,05)

5.408,861 (7,86)

5.641,900 (7,83)

6.856,716 (7,62)

5.635,968 (7,91)

Non Pertanian Penggalian 61,508

(0,10) 69,293 (0,10)

79,151 (0,15)

90,195 (0,12)

98,443 (0,12)

79,718 (0,11)

Industri Pegolahan

30.548,566 (49,80)

31.496,752 (48,42)

32.225,075 (46,83)

32.707,531 (45,40)

33.674,221 (44,00)

32.130,429 (46,89)

Listrik,Gas & Air Bersih

2.510,895 (4,09)

2.629,581 (4,04)

2.805,792 (4,07)

2.922,549 (4,05)

3.173,885 (4,14)

2.808,541 (4,08)

Bangunan & Kontruksi

1.662,420 (2,71)

1.880,274 (2,89)

2.010,389 (2,92)

2.204,523 (3,06)

2.501,209 (3,26)

2.051,763 (2,97)

Perdagangan, Hotel&Restoran

11.478,135 (18,71)

12.800,801 (19,67)

14.202,996 (20,64)

15.127,918 (21,00)

16.376,990 (21,40)

13.997,368 (20,28)

Transportasi & Komunikasi

5.417,133 (8,83)

5.780,570 (8,88)

6.200,675 (9,01)

6.877,188 (9,54)

7.298,133 (9,53)

6.314,739 (9,16)

Keu, Persewaan& Jasa Perusahaan

1.888,037 (3,07)

2.138,062 (3,28)

2.489,876 (3,61)

2.822,560 (3,91)

3.590,318 (4,69)

2.585,771 (3,71)

Jasa-Jasa 2.744,951 (4,47)

3.009,093 (4,62)

3.380,094 (4,91)

3.636,755 (5,04)

3.980,473 (5.20)

3.350,273 (4,85)

Total PDRB 61.341,658 (100)

65.046,776 (100)

68.802,910 (100)

72.031,121 (100)

77.189,692 (100)

68.882,432 (100)

Sumber : BPS Provinsi Banten, 2011 Keterangan : ( ) Dalam persen

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa sektor pertanian memegang

peranan yang cukup penting dalam perekonomian wilayah di Provinsi Banten.

Rata-rata kontribusi sektor pertanian pada pembentukan PDRB Provinsi

Banten selama tahun 2006-2010 sebesar 7,19 persen dengan nilai rata-rata

sebesar Rp 5.635,968 Miliar. Jika dilihat pada besarnya kontribusi, sektor

pertanian cenderung mengalami penurunan dikarenakan tingkat pertambahan

nilai sektor pertanian lebih kecil dibandingkan sektor-sektor perekonomian

yang lainnya. Apabila dilihat dari laju pertumbuhan sektor pertanian dan non

pertanian terhadap PDRB Provinsi Banten dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 17: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

Tabel 3. Laju Pertumbuhan Sektor Pertanian dan Non Pertanian di Provinsi Banten Tahun 2006-2010 (Persen)

Sektor 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata Peringkat

Pertanian 1,63 4,22 3,18 4,31 4,98 3,64 8 Non Pertanian

Pertambangan dan galian 3,75 12,65 14,23 13,95 8,39 9,03 3 Industri Pengolahan 5,43 3,10 2,31 1,50 3,28 3,12 9 Listrik, Gas&Air Bersih 2,19 4,73 7,76 4,16 12,24 6,22 7 Bangunan & Kontruksi 5,18 13,10 6,92 9,66 7,04 8,38 6 Perdagangan, Hotel & Restoran

7,28 11,52 10,95 6,51 7,59 8,77 4

Pengangkutan & Komunikasi 10,31 6,71 7,27 10,91 12,24 9,49 2

Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 8,23 13,24 16,45 13,36 6,87 11,61 1

Jasa-Jasa 9,44 9,62 12,33 7,59 4,65 8,73 5

Sumber : BPS Provinsi Banten, (2011)

Laju pertumbuhan sektor pertanian Provinsi Banten dari tahun 2006-

2010 mengalami fluktuasi dan dapat dikatakan lambat dengan rata-rata laju

pertumbuhannya sebesar 3,64 persen/tahun atau berada di tingkat yang rendah

bersama sektor industri pengolahan dibandingkan dengan sektor lainnya. Laju

pertumbuhan tertinggi berada pada sektor keuangan, persewaan, dan jasa

perusahaan yaitu sebesar 11,61 persen/tahun, hal ini memperlihatkan bahwa

perlu adanya penanganan yang lebih intensif terhadap pertumbuhan sektor

pertanian di Provinsi Banten seperti pemberdayaan kelompok tani di

pedesaan.

B. Perumusan Masalah

Provinsi Banten merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang

berusaha menciptakan kemajuan dan kemandirian dalam membangun

perekonomian daerah. Kekayaan alam dan kondisi geografis Provinsi Banten

dapat mendukung sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang diandalkan

dalam peranannya meningkatkan PDRB Provinsi Banten. Sektor pertanian di

Provinsi Banten merupakan sektor yang mempunyai kontribusi dan

keterkaitan yang memperkuat ekonomi kerakyatan, penyerapan tenaga kerja,

membangun ketahanan pangan, pelestarian lingkungan dalam pembangunan

ekonomi daerah. Kontribusi sektor pertanian dari tahun 2006-2010 mengalami

penurunan namun laju dari sektor pertanian mengalami peningkatan meskipun

Page 18: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

rata-rata lajunya masih berada di bawah sektor non pertanian. Sektor non

pertanian tersebut adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan,

sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor pertambangan dan galian, sektor

perdagangan, hotel dan restoran, sektor jasa-jasa, sektor bangunan, serta

sektor listrik, gas dan air bersih.

Menyikapi hal tersebut maka pemerintah Provinsi Banten diharapkan

dapat berinisiatif mengambil kebijakan-kebijakan yang tepat untuk

pembangunan wilayah Provinsi Banten. Khususnya pada pembangunan sektor

pertanian dan subsektornya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kinerja

sektor pertanian dalam peranannya terhadap perekonomian Provinsi Banten.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disusun rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana kinerja sektor pertanian dan sektor perekonomian lainnya di

Provinsi Banten?

2. Bagaimana kinerja subsektor pertanian di Provinsi Banten?

3. Bagaimana kinerja ke depan sektor pertanian dan sektor perekonomian

lainnya di Provinsi Banten?

4. Bagaimana kinerja ke depan subsektor pertanian di Provinsi Banten?

5. Faktor utama apakah yang menentukan kinerja sektor pertanian dan

subsektor pertanian di Provinsi Banten?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui kinerja sektor pertanian dan sektor perekonomian lainnya di

Provinsi Banten.

2. Mengetahui kinerja subsektor pertanian yang ada di Provinsi Banten.

3. Mengetahui kinerja yang terjadi ke depan pada sektor pertanian dan

perekonomian lainnya di Provinsi Banten.

4. Mengetahui kinerja ke depan pada masing-masing subsektor pertanian di

Provinsi Banten.

Page 19: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

5. Mengetahui faktor utama apakah yang menentukan kinerja sektor

pertanian dan subsektor pertanian di Provinsi Banten.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan tentang kinerja sektor

pertanian dalam perekonomian wilayah di Provinsi Banten, sekaligus

sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian (SP) di Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bagi pemerintah Provinsi Banten, diharapkan dapat digunakan sebagai

bahan perencanaan maupun evaluasi pembangunan yang memudahkan

pemerintah dalam menetapkan arah kebijakan pembangunan khususnya

pada sektor pertanian di wilayah Provinsi Banten.

3. Bagi pembaca, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan

pertimbangan dalam penelitian lebih lanjut maupun penelitian yang

sejenis.

Page 20: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

II. LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian Andriyani (2004) mengenai “Analisis Basis

Ekonomi terhadap Pertumbuhan Sektor Pertanian di Kabupaten Magelang”,

berdasarkan nilai LQ sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Magelang

selama tahun 1998-2002, diketahui ada enam sektor yang merupakan sektor

basis di Kabupaten Magelang, yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan

penggalian, sektor bangunan/konstruksi, sektor pengangkutan dan komunikasi,

sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa,

sedangkan jika dilihat dari nilai DLQ maka terdapat lima sektor yang dapat

diharapkan untuk unggul di masa mendatang, yaitu sektor pertambangan dan

penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor

bangunan/konstruksi serta sektor jasa-jasa. Sedangkan subsektor pertanian

yang menjadi subsektor unggulan di Kabupaten Magelang selama kurun waktu

yang sama yaitu sektor tanaman bahan makanan dengan nilai LQ rata-rata

1,17, subsektor perkebunan dengan nilai LQ 1,17 dan subsektor kehutanan

dengan nilai LQ sebesar 1,03. Namun berdasarkan nilai DLQ hanya subsektor

perkebunan yang dapat diharapkan untuk unggul di masa mendatang, yaitu

dengan nilai DLQ sebesar 187,51.

Berdasarkan penelitian Amrullah (2009) yang berjudul “Kontribusi

Pertanian dalam Pembangunan Wilayah Kabupaten Serang dengan Pendekatan

Analisis Location Quetient dan Shift Share” diketahui bahwa sektor pertanian

pada kurun waktu 2003-2007 merupakan sektor basis yang menjadi pusat

pertumbuhan wilayah Kabupaten Serang, bersama dengan sektor bangunan,

sektor jasa-jasa dan sektor keuangan. Sedangkan subsektor pertanian yang

menjadi subsektor basis adalah subsektor perikanan dan subsektor peternakan.

Sektor pertanian menempati peringkat kedua dalam prioritas pengembangan

sektor perekonomian, bersama dengan sektor bangunan, sektor jasa-jasa dan

sektor keuangan. Adapun urutan prioritas pengembangan sektor bila dilihat

dari nilai LQ adalah sektor bangunan, sektor jasa-jasa, sektor pertanian dan

8

Page 21: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

sektor keuangan. Sedangkan subsektor pertanian yang menempati peringkat

utama adalah subsektor peternakan. Subsektor perikanan menempati peringkat

kedua dan subsektor tanaman bahan makanan menempati peringkat ketiga.

Sedangkan subsektor kehutanan menempati peringkat keempat dan susbsektor

perkebunan menempati peringkat kelima.

Berdasarkan penelitian Eka (2009) yang berjudul “Analisis Kinerja

Sektor Pertanian dalam Perekonomian Wilayah Provinsi Jawa Tengah”

diketahui bahwa dalam kurun waktu 2003-2007 terdapat lima sektor

perekonomian dan satu subsektor pertanian yang merupakan sektor basis di

Provinsi Jawa Tengah, yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan,

sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan

sektor jasa-jasa, sedangkan subsektor pertaniannya yaitu subsektor tanaman

bahan makanan. Berdasarkan hasil analisis DLQ diketahui terdapat empat

sektor perekonomian (sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air

bersih, sektor bangunan dan konstruksi, dan sektor jasa-jasa), dan tiga

subsektor pertanian (subsektor tanaman perkebunan, subsektor peternakan dan

subsektor perikanan). Sektor perekonomian di Provinsi Jawa Tengah yang

mengalami perubahan kinerja pada masa yang akan datang yaitu sektor

pertanian, sektor bangunan dan konstruksi, serta sektor perdagangan, hotel dan

restoran. Subsektor pertanian di Provinsi Jawa Tengah yang mengalami

perubahan kinerja pada masa yang akan datang yaitu subsektor tanaman bahan

makanan, subsektor tanaman perkebunan, subsektor peternakan dan subsektor

perikanan. Faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kinerja pada sektor

pertanian dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran adalah faktor lokasinya.

Sedangkan faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kinerja pada sektor

bangunan dan konstruksi adalah faktor strutur ekonomi. Pada subsektor

pertanian faktor yang menyebabkan perubahan kinerja subsektor tanaman

bahan makanan, subsektor tanaman perkebunan dan subsektor peternakan

adalah faktor lokasinya. Sedangkan faktor yang menyebabkan perubahan

kinerja subsektor perikanan adalah faktor lokasinya.

Page 22: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Alasan penelitian di atas dijadikan sebagai landasan dan referensi dari

penelitian ini, karena adanya kesamaan dalam menggunakan metode analisis

yang memfokuskan pada sektor perekonomian khususnya sektor pertanian

yang menggunakan metode analisis LQ (Location Quotient), DLQ (Dynamic

Location Quotien) dan Shift Share.

B. Tinjauan Pustaka

1. Pembangunan

Menurut Arsyad (1992), secara tradisional, pembangunan memiliki

arti peningkatan yang terus-menerus pada Gross Domestic Product (GDP)

atau Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara. Untuk daerah, makna

pembangunan yang tradisional difokuskan pada peningkatan Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu provinsi, kabupaten atau kota.

Namun alternatif lain menekankan pada peningkatan pendapatan per kapita

yang merupakan kemampuan suatu negara untuk meningkatkan output

yang dapat melebihi tingkat pertumbuhan penduduk.

Menurut Budiman (1996), secara umum pembangunan diartikan

sebagai usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan warganya.

Seringkali, kemajuan yang dimaksud terutama adalah kemajuan material.

Oleh karena itu pembangunan seringkali diartikan sebagai kemajuan yang

dicapai oleh sebuah masyarakat di bidang ekonomi. Sebuah masyarakat

dinilai berhasil melaksanakan pembangunan apabila pertumbuhan

ekonomi masyarakat tersebut cukup tinggi.

Menurut Martono (2008), pembangunan merupakan proses

multidimensional yang mencakup reorganisasi dan reorientasi keseluruhan

sistem ekonomi dan sosial. Pembangunan secara khas meliputi perubahan

struktur institusional, sosial dan administratif yang radikal seperti

perubahan dalam perilaku sehari-hari. Pembangunan biasanya berada

dalam konteks nasional dengan realisasinya yang meluas membutuhkan

perubahan fundamental dalam sistem ekonomi dan sosial internasional,

oleh karena itu tujuan pembangunan harus meliputi:

Page 23: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

a. peningkatan persediaan dan perluasan pemerataan pembagian bahan

pokok untuk bisa hidup, termasuk perumahan, kesehatan dan

lingkungan.

b. peningkatan taraf hidup, termasuk peningkatan pendapatan dan

penyediaan lapangan pekerjaan, pendidikan yang lebih baik dan

perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya.

c. perluasan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua individu dan bangsa

dengan membebaskannya dari ketergantungan, tidak hanya dalam

hubungan dengan orang dan negara lain, tetapi juga dari sumber-

sumber kebodohan dan kemiskinan.

2. Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan

total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya

pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam

struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk

suatu negara. Pembangunan ekonomi tidak lepas dari pertumbuhan

ekonomi, pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan

sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan

ekonomi. Faktor ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan

dan pembangunan ekonomi adalah sumber daya alam, sumber daya

manusia, sumber daya modal, dan keahlian atau kewirausahaan

(Wikipedia, 2011).

Menurut Arsyad (2009), pembangunan ekonomi harus dipandang

sebagai suatu proses saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara

faktor-faktor yang menghasilkan pembangunan ekonomi tersebut. Proses-

proses tersebut bisa diketahui deretan peristiwa yang timbul dan akan

mewujudkan peningkatan kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan

masyarakat dari satu tahap pembanguan ke tahap pembangunan berikutnya.

Selanjutnya pembanguan ekonomi perlu dipandang sebagai kenaikan dalam

pendapatan per kapita, karena kenaikan itu merupakan penerimaan dan

timbulnya perbaikan dalam kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Page 24: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

Menurut Martono (2008), perkembangan ekonomi menunjukan

perubahan-prubahan dalam struktur output dan alokasi input pada berbagai

sektor perekonomian. Pada umumnya pembangunan selalu diikuti dengan

pertumbuhan, tetapi pertumbuhan belum tentu disertai pembangunan. Maka

dengan adanya pembangunan ekonomi, output atau kekayaan masyarkat

atau perekonomian akan bertambah. Pembangunan ekonomi juga sebagai

usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu wilayah atau negara yang

diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan perkapita.

Menurut Rostow dalam Sukirno (1985), pembangunan ekonomi

bukan saja berarti perubahan dalam struktur ekonomi suatu negara yang

menyebabkan (1) perubahan orientasi organisasi ekonomi, politik dan

sosial yang pada mulanya mengarah ke dalam suatu daerah menjadi

berorientasi ke luar, (2) perubahan pandangan masyarakat mengenai jumlah

anak dan dalam keluarga, yaitu dari menginginkan banyak anak menjadi

membatasi jumlah keluarga, (3) perubahan dalam kegiatan penanaman

modal masyarakat dari melakukan penanaman modal yang tidak produktif

seperti membeli rumah, emas, dan barang investasi lainnya menjadi

penanaman modal yang produktif, (4) perubahan cara masyarakat dalam

menentukan kedudukan seseorang dalam masyarakat ditentukan oleh

kedudukan keluarga dan suku bangsanya menjadi ditentukan oleh

kesanggupan melaksanakan pekerjaannya, dan (5) perubahan dalam

pandangan masyarakat yang pada mulanya berkeyakinan bahwa kehidupan

manusia ditentukan oleh keadaan alam sekitarnya namun selanjutnya

berpandangan bahwa manusia harus memanipulasi keadaan alam

sekitarnya untuk menciptakan kemajuan.

3. Pembangunan Ekonomi Daerah

Menurut Arsyad (2009), pembangunan ekonomi daerah merupakan

proses pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada

pada suatu wilayah tersebut. Pemerintah daerah tersebut membentuk

kerjasama dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja

baru. Adanya lapangan pekerjaan baru tersebut maka diharapkan dapat

Page 25: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

mengembangkan kegiatan ekonomi dan menciptakan pertumbuhan

ekonomi yang baik dalam wilayah tersebut.

Menurut Sjafrizal (2008), dewasa ini kita sedang menghadapi

perubahan kondisi yang sangat penting dalam mempengaruhi pola

pembangunan nasional dan daerah di Indonesia. Hal tersebut tercantum

karena dilaksanakannya otonomi daerah sejak tanggal 1 Januari 2001

sesuai dengan undang-undang No.22 tentang pemerintahan Daerah dan

undang-undang No.25 tahun 1999 tentang perimbangan Keuangan Pusat

dan Daerah. Sejak saat itu, pemerintahan daerah dan pembangunan daerah

diseluruh nusantara telah memasuki era baru yaitu era otonomi daerah.

Sistem pemerintahan dan pembangunan daerah lama yang sangat

sentralisasi dan didominasi oleh pemerintah pusat mulai ditinggalkan,

sedangkan pemerintah daerah diberikan wewenang dan sumber keuangan

baru untuk mendorong proses pembangunan nasional Indonesia secara

keseluruhan.

Menurut Sjafrizal (2008), pada tataran daerah yang lebih luas yaitu

pada tingkat provinsi, kabupaten dan kota, penerapan pembangunan dengan

pendekatan wilayah dapat dilakukan dengan menerapkan konsep wilayah

pembangunan dan pusat pertumbuhan. Pendekatan pembangunan

kewilayahan diharapkan dapat meningkatkan kinerja pelaku pembangunan

dalam sektor-sektor potensial yang ada. Hal ini menjadi pemicu bagi

pertumbuhan ekonomi wilayah dan kota yang memberi dorongan bagi

perubahan sosial dan budaya komunitas lokal. Hal tersebut menunjukkan

bahwa pembangunan daerah yang diselaraskan dengan pembangunan

kawasan meskipun dengan lingkup kecil namun lebih terarah memiliki

kemungkinan besar untuk keberhasilan yang lebih tinggi.

4. Pembangunan Pertanian

Menurut Bahari (2004), sejak awal tahun 1970, paradigma

pembangunan pertanian di Indonesia berubah drastis seiring perubahan

paradigma pembangunan ekonomi kapitalis yang bertumpu pada modal

besar. Dalam kerangka pembangunan ekonomi saat itu, sektor pertanian

Page 26: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

tidak lagi ditempatkan sebagai fondasi ekonomi nasional, tetapi dijadikan

buffer (penyangga) untuk menyukseskan industrialisasi yang dijadikan

lokomotif pertumbuhan ekonomi.

Menurut Hasbullah (2009), pembangunan pertanian diketahui

banyak menyumbang devisa negara dan disaat krisis, pertanian mampu

bertahan sebagai penguat ekonomi Indonesia. Oleh karena itu,

pembangunan pertanian sebaiknya menjadi kunci utama pembangunan

ekonomi Indonesia disaat situasi krisis global saat ini dan pembangunan

yang akan datang. Pembangunan pertanian Indonesia kedepan sebaiknya

mempunyai keterikatan, keberlanjutan dan pengawasan yang dilakukan

secara berkesinambungan. Pembangunan pertanian bertujuan pada

pembangunan petani yang dapat dicirikan dengan kemandirian petani.

Menurut Soetrisno (2002), ketahanan sektor pertanian dalam

menghadapi krisis menyebabkan terjadinya perubahan pola pikir dari para

perencana pembangunan. Di negara-negara yang sedang berkembang

apabila semula industrialisasi diandalkan menjadi suatu model

pembangunan yang akan mampu memecahkan masalah keterbelakangan

negara-negara yang sedang berkembang. Setelah krisis menimpa negara-

negara tersebut, pembangunan sektor pertanian akan menjadi harapan baru

dalam pembangunan di setiap negara.

5. Produk Domestik Bruto (PDB)

PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang

diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu

(biasanya per tahun). PDB berbeda dari produk nasional bruto karena

memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja di

negara tersebut, sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari suatu

negara tanpa memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan

memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak (Wikipedia, 2012).

Produk Domestik Bruto menurut pendekatan produksi adalah jumlah

nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara

tertentu atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan

Page 27: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

oleh seluruh unit ekonomi selama periode tertentu (biasanya dalam satu

tahun). Unit-unit usaha dikelompokkan menjadi sembilan sektor

berdasarkan International Standard Industrial Classification of All

Economic Activities (ISIC), yaitu: (1) sektor pertanian, (2) sektor

pertambangan dan galian, (3) sektor industri pengolahan, (4) sektor listrik,

gas, dan air bersih, (5) sektor kontruksi dan bangunan, (6) sektor

perdagangan, hotel, dan restoran, (7) sektor pengangkutan dan komunikasi

(8) sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, (9) sektor jasa-jasa.

Sektor-sektor tersebut bertujuan untuk mengukur tingkat kemakmuran

suatu negara dan untuk mendapatkan data-data terperinci mengenai seluruh

barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara selama satu periode,

perhitungan pendapatan nasional bertujuan untuk mengetahui struktur

perekonomian nasional. Data pendapatan nasional dapat digunakan untuk

menggolongkan suatu negara menjadi negara industri, pertanian, atau

negara jasa. Contohnya, berdasarkan pehitungan pendapatan nasional dapat

diketahui bahwa Indonesia termasuk negara pertanian atau agraris, Jepang

termasuk negara industri, Singapura termasuk negara yang unggul di sektor

jasa (Deptan, 2010).

6. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Menurut BPS Provinsi Banten (2009), Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) merupakan data statistik yang merangkum perolehan nilai

tambah dari seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah pada satu periode

tertentu. PDRB dihitung dengan dua cara, yaitu atas dasar harga berlaku

dan atas dasar harga konstan. Dalam menghitung PDRB atas dasar harga

berlaku menggunakan harga barang dan jasa tahun berjalan, sedangkan

pada PDRB atas dasar harga konstan menggunakan harga pada suatu tahun

tertentu (tahun dasar). Penghitungan PDRB saat ini menggunakan tahun

2000 sebagai tahun dasar. Penggunaan tahun dasar ini ditetapkan secara

nasional karena diartikan tahun dasar 2000 merupakan tahun atau masa

perekonomian yang stabil.

Page 28: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Menurut Widodo (2006), salah satu indikator penting untuk

mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam satu periode tertentu

adalah data PDRB, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga

konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang

dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu atau

merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir (netto) yang dihasilkan oleh

seluruh unit ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan

nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga berlaku

pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga Konstan

menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan

harga yang berlaku pada satu waktu tertentu tertentu sebagai tahun dasar.

Produk Domestik Bruto sebagai salah satu indikator ekonomi juga memuat

berbagai instrumen ekonomi yang di dalamnya terlihat jelas keadaan makro

ekonomi suatu daerah dengan pertumbuhan ekonominya, pendapatan

perkapita dan berbagai instrumen ekonomi lainnya. Angka PDRB sangat

diperlukan dan perlu disajikan, karena selain dapat dipakai sebagai bahan

analisa perencanaan pembangunan juga merupakan barometer untuk

mengukur hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan

Menurut BPS Provinsi Banten (2009), dalam mendefinisikan Produk

Domestik Regional Bruto ada tiga pendekatan yang bisa digunakan, yaitu:

a Menurut pendekatan produksi, adalah menghitung nilai tambah dari

barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi dalam

suatu wilayah, dengan cara mengurangkan biaya antara dari masing-

masing total produksi bruto tiap-tiap kegiatan sub sektor atau sektor

ekonomi dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Sektor ekonomi

tersebut dikelompokkan menjadi sembilan lapangan usaha sesuai

dengan Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI), sebagai berikut:

1) Pertanian

2) Pertambangan dan Penggalian

3) Industri Pengolahan

4) Listrik, Gas dan Air Bersih

Page 29: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

5) Bangunan

6) Perdagangan, Hotel dan Restoran

7) Pengangkutan dan Komunikasi

8) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

9) Jasa-jasa

b Menurut pendekatan pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas jasa

yang diterima dari faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses

produksi di suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu

tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji,

sewa tanah, bunga modal dan keuntungan, semuanya sebelum dipotong

pajak pengahasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini,

PDRB mencakup penyusutan dan pajak tak langsung netto. Jumlah

semua komponen pendapatan ini per sektor disebut sebagai nilai

tambah bruto sektoral. Oleh karena itu PDRB merupakan jumlah dari

nilai tambah bruto seluruh sektor (lapangan usaha).

c Menurut pendekatan pengeluaran, PDRB adalah semua komponen

permintaan akhir, seperti:

1) Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta

2) Konsumsi pemerintah

3) Pembentukan modal tetap domestik bruto

4) Perubahan stok

5) Ekspor netto (ekspor dikurangi impor) yang dihitung dalam jangka

waktu tertentu (biasanya satu tahun)

7. Kinerja

Menurut Kamus Bahasa Indonesia dalam blog Hartono (2011),

dikemukakan bahwa arti kinerja adalah sebagai: (1) sesuatu yang dicapai,

(2) prestasi yang diperlihatkan, (3) kemampuan kerja. Menurut Fattah

(1999), kinerja atau prestasi kerja (performance) diartikan sebagai:

”ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap dan

ketrampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu”. Sementara

menurut Sedarmayanti (2001) bahwa: “Kinerja merupakan terjemahan dari

Page 30: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

performance yang berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian

kerja, dan penampilan kerja”.

Menurut Bernardin dan Russel (1998) dalam blog Yustiono (2012),

kinerja dapat didefinisikan sebagai berikut: “Performance is defined as the

record of outcomes produced on a specified job function or activity during

a time period“. Berdasarkan pendapat Bernardin dan Russel, kinerja

cenderung dilihat sebagai hasil dari suatu proses pekerjaan yang

pengukurannya dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Kinerja tidak terjadi

dengan sendirinya, melainkan terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi kinerja. Adapun faktor-faktor tersebut menurut Armstrong

(1998) adalah sebagai berikut:

a. Faktor individu (personal factors), yaitu faktor individu berkaitan

dengan keahlian, motivasi, dan komitmen.

b. Faktor kepemimpinan (leadership factors), yaitu faktor kepemimpinan

berkaitan dengan kualitas dukungan dan pengarahan yang diberikan

oleh pimpinan, manajer, atau ketua kelompok kerja.

c. Faktor kelompok (team factors), yaitu faktor kelompok berkaitan

dengan kualitas dukungan yang diberikan oleh kelompok.

d. Faktor sistem (system factors), yaitu faktor sistem berkaitan dengan

sistem atau metode kerja yang ada dan fasilitas yang disediakan oleh

organisasi atau suatu wilayah tertentu.

e. Faktor situasi (contextual/situational factors), yaitu faktor situasi

berkaitan dengan tekanan dan perubahan lingkungan, baik lingkungan

internal maupun eksternal.

8. Peranan dan Potensi Sektor Pertanian

Menurut Mubyarto (1994), pertanian memegang peranan penting dari

keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari

banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada sektor

pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian. melihat

bahwa sektor pertanian memiliki arti penting dalam pembangunan

ekonomi, contohnya peranannya dalam pembentukan pendapatan nasional,

Page 31: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

penyedia lapangan pekerjaan dan kontribusinya dalam perolehan devisa.

Dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi setiap sektor saling terkait

termasuk antara sektor pertanian, sektor industri dan sektor jasa.

Menurut Ropingi (2004), dalam pembangunan ekonomi, peran

sektor pertanian masih diharapkan dapat memberikan sumbangan yang

berarti dalam peningkatan pendapatan nasional terutama dalam penyediaan

lapangan kerja dan penyediaan bahan pangan. Hal ini berarti sektor

pertanian masih menjadi sektor yang memegang peranan yang cukup

penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia, karena sektor pertanian

menyerap tenaga kerja yang besar dan masyarakat masih membutuhkan

produk-produk pertanian untuk bahan pangan.

9. Teori Ekonomi Basis

Menurut Budiharsono (2001), inti dari model ekonomi basis adalah

bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah

tersebut. Ekspor tersebut berupa barang-barang dan jasa. Untuk mengetahui

apakah suatu sektor merupakan basis atau non basis digunakan metode

langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung dapat dengan survai

langsung, sedangkan metode tidak langsung dengan menggunakan metode

Location Quotient yaitu merupakan perbandingan antara pangsa relatif

pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat wilayah terhadap

pendapatan (tenaga kerja) total wilayah dengan pangsa relatif pendapatan

(tenaga kerja) sektor i pada tingkat nasional terhadap pendapatan (tenaga

kerja) nasional. Pendekatan asumsi yaitu bahwa semua sektor industri

primer dan manufaktur adalah sektor basis, sedangkan sektor jasa adalah

sektor non basis. Metode kombinasi yaitu antara pendekatan asumsi dengan

metode Location Quotien. Metode kebutuhan minimum yaitu metode yang

melibatkan penyeleksian sejumlah wilayah yang sama dengan wilayah

yang diteliti dengan menggunakan distribusi minimum dari tenaga kerja

regional.

Page 32: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Menurut John Glasson (1987) dalam Elmi (2002), perekonomian

regional dapat dibagi menjadi dua sektor yaitu kegiatan-kegiatan basis dan

kegiatan-kegiatan non basis. Kegiatan-kegiatan basis (basic activities)

adalah kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa,

dan menjualnya atau memasarkan produk-produknya keluar daerah.

kegiatan-kegiatan ekonomi non basis adalah usaha ekonomi yang

menyediakan barang-barang dan jasa-jasa untuk kebutuhan masyarakat

dalam wilayah ekonomi daerah yang bersangkutan saja. Artinya kegiatan-

kegiatan ekonomi non basis tidak menghasilkan produk untuk diekspor ke

luar daerahnya. Oleh karena itu, luas lingkup produksi dan daerah

pemasarannya masih bersifat lokal. Teori multiplier regional yang

dikemukakan oleh John Glasson menerangkan saling berkaitan antara

sektor-sektor ekonomi dalam suatu wilayah serta kekuatan-kekuatan

pendorong salah satu sektor ke sektor yang lainnya secara langsung

maupun tidak langsung adalah teori basis ekonomi.

Menurut Arsyad (2009), teori ekonomi basis menyatakan bahwa

faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah

berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar

daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumber daya

lokal termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor akan

menghasilkan kekayaan daerah dan menciptakan peluang kerja. Arti basis

disini dapat diartikan bahwa kebutuhan didalam suatu daerah sudah

terpenuhi dan kelebihannya akan di ekspor keluar daerah lain.

10. Analisis LQ (Location Quotient)

Menurut Tarigan (2009), Location Quotient (LQ) adalah suatu

perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor atau industri di suatu

daerah tehadap besarnya sektor atau industri tersebut secara nasional.

Secara umum variabel yang dapat dibandingkan adalah nilai tambah

(tingkat pendapatan) dan jumlah lapangan kerja. Analisis LQ yang

dilakukan dalam bentuk time series digunakan untuk melihat

Page 33: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

perkembangan suatu sektor tertentu pada kurun waktu yang berbeda,

apakah terjadi kenaikan atau terjadi penurunan.

Menurut Widodo (2006), logika dasar LQ adalah teori basis ekonomi

yang intinya adalah karena industri basis menghasilkan barang-barang dan

jasa untuk pasar di daerah maupun di luar daerah yang bersangkutan, maka

penjualan keluar daerah akan memberikan pendapatan bagi daerah tersebut.

Selanjutnya adanya arus pendapatan dari luar daerah ini akan

mengakibatkan terjadinya kenaikan konsumsi dan investasi di suatu daerah.

Hal tersebut selanjutnya akan meningkatkan pendapatan dan menciptakan

kesempatan kerja baru. Peningkatan pendapatan tersebut tidak hanya

meningkatkan permintaan terhadap industri basis tetapi juga meningkatkan

permintaan terhadap industri non basis (lokal). Kenaikan permintaan ini

akan mendorong kenaikan investasi pada industri yang bersangkutan dan

industri lainnya.

Menurut Hendayana (2003) terdapat tiga kemungkinan nilai LQ yang

dapat dihasilkan dalam sebuah penelitian yang kemudian dapat

diformulasikan sebagai berikut:

1. Nilai LQ di sektor i =1. Hal ini berarti bahwa sektor i tersebut

merupakan sector non basis di daerah tersebut. Hal ini didasarkan pada

jumlah produksi sektor i yang hanya mampu memenuhi kebutuhan di

daerah sendiri dan tidak mampu mengekspor keluar daerah yang lain.

2. Nilai LQ di sektor i >1. Hal ini berarti bahwa sektor i merupakan sektor

basis di daerah tersebut, karena hasil produksinya tidak hanya mampu

memenuhi kebutuhan dalam daerahnya tapi juga mampu mengekspor

keluar daerah.

3. Nilai LQ di sektor i <1. Hal ini berarti bahwa sektor i merupakan sektor

non basis di daerah tersebut, karena jumlah produksi sektor ini belum

mampu untuk memenuhi kebutuhan di dalam daerahnya sendiri.

11. Analisis DLQ (Dynamic Location Quotient)

Menurut Yuwono (1999) dalam Suyatno (2000), menyatakan

kelemahan LQ adalah bahwa kriteria ini bersifat statis. Sifat statis tersebut

Page 34: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

hanya dapat memberikan gambaran pada satu titik waktu. Artinya, bahwa

sektor basis (unggulan) tahun ini belum tentu akan menjadi sektor unggulan

di waktu yang akan datang, sebaliknya sektor yang belum unggul pada saat

ini mungkin akan unggul (menjadi sektor basis) di masa yang akan datang.

Menurut Suyatno (2000), menjelaskan bahwa untuk mengatasi

kelemahan sehingga dapat diketahui reposisi sektoral digunakan varians

dari LQ yang disebut Dynamic Location Quotient (DLQ), yaitu dengan

mengintroduksikan laju pertumbuhan dengan asumsi bahwa setiap nilai

tambah sektoral maupun PDRB mempunyai rata-rata laju pertumbuhan per

tahun sendiri-sendiri selama kurun waktu tahun awal dan tahun berjarak.

Tafsiran atas DLQ pada dasarnya masih sama dengan LQ, kecuali

perbandingan ini lebih menekankan pada laju pertumbuhan dengan angka 1

sebagai patokan. Apabila DLQ <1, berarti proporsi laju pertumbuhan sektor

(i) terhadap laju pertumbuhan PDRB daerah (n) lebih rendah dibandingkan

proporsi laju pertumbuhan sektor yang sama pada PDRB daerah himpunan.

12. Analisis Shift Share

Menurut Budiharsono (2001), analisis shift share digunakan untuk

mengidentifikasi sumber atau komponen pertumbuhan wilayah, analisis ini

pertama kali diperkenalkan oleh Perloff et al (1960), yang telah

menggunakan analisis ini untuk mengidentifikasi sumber pertumbuhan

ekonomi di wilayah Amerika Serikat. Lucas (1979) juga menggunakan

analisis ini untuk mengidentifikasi pertumbuhan sektor-sektor atau wilayah

yang lamban di Indonesia dan Amerika Serikat. Disamping itu digunakan

untuk analisis yang menduga dampak kebijakan wilayah ketenagakerjaan.

Menurut Suyatno (2000), analisis shift share digunakan untuk

menganalisis dan mengetahui pergeseran dan peranan perekonomian di

daerah. Metode itu dipakai untuk mengamati struktur perekonomian dan

pergeserannya dengan cara menekankan pertumbuhan sektor di daerah,

yang dibandingkan dengan sektor yang sama pada tingkat daerah yang

lebih tinggi atau nasional. Metode ini menganalisis pergeseran struktur

Page 35: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

perekonomian wilayah perencanaan dalam hubungannya dengan

perekonomian yang lebih tinggi tingkatannya.

Menurut Widodo (2006), analisis shift share merupakan salah satu

teknik kuantitatif yang biasa digunakan untuk menganalisis perubahan

struktur ekonomi wilayah administratif yang lebih tiggi sebagai

pembanding atau referensi. Untuk tujuan tersebut, analisis ini

menggunakan tiga informasi dasar yang berhubungan satu sama lain, yaitu:

Pertama, pertumbuhan ekonomi referensi provinsi atau nasional (national

growth effect), yang menunjukkan bagaimana pengaruh pertumbuhan

ekonomi nasional terhadap perekonomian daerah. Kedua, pergeseran

proporsional (proportional shift), yang menunjukkan perubahan relatif

kinerja suatu sektor di daerah tertentu terhadap sektor yang sama di

referensi provinsi atau nasional. Pergeseran proporsional (proportional

shift) disebut juga pengaruh bauran industri (industry mix). Pengukuran ini

memungkinkan kita untuk mengetahui apakah perekonomian daerah

terkonsentrasi pada industri-industri yang tumbuh lebih cepat ketimbang

perekonomian yangn dijadikan referensi. Ketiga, pergeseran differensial

(differential shift) yang memberikan informasi seberapa jauh daya saing

industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan referensi.

Apabila pergeseran diferensial dari suatu industri adalah positif, maka

industri tersebut relatif lebih tinggi daya saingnya dibandingkan industri

yang sama pada perekonomian yang dijadikan referensi. Pergeseran

diferensial juga disebut pengaruh keunggulan kompetitif.

Menurut Suyatno (2000), metode LQ maupun DLQ hanya

menunjukkan posisi dan reposisi sektoral dalam pertumbuhan ekonomi

daerah tanpa membahas sebab perubahan tersebut. Pemahaman untuk

mengetahui faktor penyebab terjadinya reposisi sektoral adalah sangat

penting karena merupakan kunci dasar untuk mengetahui kemampuan

daerah untuk mempertahankan sektor unggulan dalam persaingan. Analisis

shift share digunakan untuk mengetahui penyebab perubahan sektor,

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Page 36: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

a. Menentukan Indeks Total Keuntungan Daerah (ITKD) sebagai selisih

dari laju pertumbuhan PDRB daerah bagian dengan pertumbuhan

PDRB daerah himpunan yang mewakili rata-rata laju pertumbuhan

PDRB dari seluruh daerah bagian, yang diformulasikan sebagai berikut:

ITKD = (gn-G)

b. Berdasarkan keunggulan daerah secara total di atas, kemudian dapat

dihitung keuntungan yang diperoleh oleh daerah bagian jika

dibandingkan daerah bagian mempunyai laju yang sama dengan daerah

himpunan, yaitu dengan mengalikan ITKD dengan PDRB daerah

bagian yang disebut Total Shift Share, dengan formulasi sebagai

berikut:

TSS = (gn-G) Yno

Persamaan di atas (TSS) dapat diuraikan gin dan Gi dan ditambahkan

untuk sektor tersebut menjadi :

TSS = ∑(gn-gin)Xino + ∑(Gi-G)Xino + ∑(gin-Gi)Xino

Berdasarkan analisis di atas menurut Suyatno (2000), ∑(gn-gin)Xino

+ ∑(Gi-G)Xino adalah Structural Shift Share yaitu perbedaan laju

pertumbuhan PDRB daerah bagian dengan daerah himpunan yang terjadi

karena perbedaan pangsa sektoral kendati laju pertumbuhan sektoralnya

tepat sama. Sedangkan ∑(gin-Gi)Xino adalah Locational Shift Share yaitu

perbedaan laju pertumbuhan PDRB suatu daerah bagian dengan daerah

himpunan yang terjadi karena perbedaan laju pertumbuhan sektoral kendati

pangsa sektoral daerah bagian tepat sama. Nilai 0 menyatakan bahwa

pangsa sektoral daerah bagian tepat sama dengan daerah himpunan, dengan

laju pertumbuhan sektoral tepat sama. Nilai positif atau negatif

menunjukkan keuntungan atau kerugian yang di derita daerah bagian atas

keunggulan atau kelemahan struktur atau lokasi daerah terhadap daerah lain

dalam daerah himpunan.

Page 37: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Pembangunan nasional yang berhasil tidak terlepas dari pembangunan

daerah, sehingga keberhasilan pembangunan daerah juga merupakan

keberhasilan pembangunan nasional. Adanya kebijakan mengenai otonomi

daerah, maka tiap-tiap daerah diberikan wewenang yang lebih luas untuk

mengatur rumah tangganya sendiri, dengan harapan daerah tersebut dapat

memanfaatkan potensi dan sumberdaya yang ada untuk memajukan daerahnya.

Secara umum, makna otonomi daerah adalah keleluasaan daerah dalam

melaksanakan segala tugas dan fungsinya. Dengan keleluasaan artinya daerah

memiliki kebebasan dalam menentukan dan memutuskan berbagai aspek

kegiatanya sehingga dengan demikian pelaksanaan otonomi daerah

memungkinkan pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas

untuk mengatur dan mengembangkan daerahnya masing-masing.

Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses di mana

pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang

ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan

sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Pada era otonomi

daerah dewasa ini semakin luas otonomi daerah yang diberikan maka semakin

besar pula tanggung jawab daerah tersebut untuk memanfaatkan sumber-

sumber yang ada guna memajukan kesejahteraan masyarakat di daerah

tersebut.

Metode yang dapat digunakan untuk mengetahui kinerja sektor dan

subsektor ekonomi ke dalam kelompok basis maupun non basis adalah metode

LQ (Location Quotient). Apabila nilai LQ > 1, maka sektor tersebut merupakan

sektor basis di kota yang menjadi wilayah studi. Apabila nilai dari LQ ≤ 1,

maka sektor tersebut bukan merupakan sektor basis (non basis) di kota yang

menjadi wilayah studi. Menurut Suyatno (2000), kelemahan metode LQ adalah

bahwa kriteria ini bersifat statis yang hanya memberikan gambaran pada satu

titik waktu. Metode LQ hanya menggambarkan bahwa sektor basis tahun ini

belum tentu akan menjadi sektor basis di waktu yang akan datang, sebaliknya

Page 38: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

sektor non basis pada saat ini mungkin akan menjadi sektor basis di waktu

yang akan datang. Kelemahan metode LQ dapat diatasi dan dapat diketahui

perubahan sektoral digunakan varians dari LQ yang disebut Dynamic Location

Quotient (DLQ), dimana dengan analisis DLQ akan diketahui apakah suatu

sektor masih dapat diharapkan untuk menjadi sektor basis di masa yang akan

datang.

Berdasarkan kedua metode LQ dan metode DLQ hanya dapat

mengetahui kinerja sektor perekonomian dalam pertumbuhan ekonomi daerah

baik di masa sekarang maupun dimasa yang akan datang, tanpa mengetahui

sebab dari kinerja tersebut. Faktor-faktor penentu kinerja tersebut merupakan

hal yang penting, karena dapat mengetahui kemampuan daerah untuk

mempertahankan sektor unggulan dalam persaingan serta menentukan

bagaimana kebijakan yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah dalam

usahanya untuk memajukan daerahnya dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

Pentingnya mengetahui faktor dominan penentu perubahan kinerja suatu

sektor perekonomian, maka digunakan analisis Shift Share. Analisis Shift Share

digunakan untuk menentukan faktor kinerja suatu sektor perekonomian beserta

subsektor yang ada didalamnya. Dalam analisis Shift Share ini terdiri dari 2

komponen yaitu Structural Shift Share (SSS) dan Locational Shift Share (LSS)

yang kemudian akan dijumlahkan menjadi Total Shift Share (TSS). Dari kedua

komponen tersebut akan diketahui nilainya dengan kriteria sebagai berikut :

a. Jika nilai SSS > LSS berarti faktor yang paling dominan menentukan

terjadinya perubahan kinerja sektor perekonomian dan subsektor pertanian

di Provinsi Banten adalah faktor struktur ekonominya.

b. Jika nilai SSS < LSS berarti faktor yang paling dominan menentukan

terjadinya perubahan kinerja sektor perekonomian dan subsektor pertanian

di Provinsi Banten adalah faktor lokasinya.

c. Jika nilai SSS = LSS berarti faktor struktur ekonomi dan faktor lokasi sama-

sama dominan dalam menentukan kinerja sektor perekonomian dan

subsektor pertanian di Provinsi Banten.

Page 39: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Berdasarkan uraian tersebut, dapat diketahui kerangka pemikiran dari

penelitian yang dapat disajikan dalam skema pada Gambar 1 sebagai berikut:

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian

SUB. SEKTOR PERTANIAN

TEORI EKONOMI BASIS

METODE PENGUKURAN TIDAK

LANGSUNG

METODE PENGUKURAN

LANGSUNG

SSS>LSS, FAKTOR PENENTU PERUBAHAN KINERJA ADALAH STRUKTUR EKONOMI

SSS=LSS, STRUKTUR EKONOMI DAN FAKTOR LOKASI SAMA-SAMA SEBAGAI FAKTOR PENENTU PERUBAHAN KINERJA

SSS<LSS, FAKTOR PENENTU PERUBAHAN KINERJA ADALAH FAKTOR LOKASI

SHIFT SHARE ANALYSIS

DLQ STRUCTURAL SHIFT SHARE

LOCATIONAL SHIFT SHARE

PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI BANTEN

SEKTOR PEREKONOMIAN SEKTOR NON PEREKONOMIAN

SEKTOR NON PERTANIAN

SEKTOR PERTANIAN

LQ

LQ>1 SEKTOR

BASIS

LQ<1 SEKTOR

NON

DLQ>1 SEKTOR

BASIS

DLQ<1 SEKTOR

NON BASIS

Page 40: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

D. Asumsi-asumsi

1. Permintaan penduduk di wilayah Provinsi Banten mempunyai pola yang

sama dengan pola permintaan Indonesia.

2. Permintaan wilayah Provinsi Banten pada suatu produk akan dipenuhi

terlebih dahulu oleh produksi wilayah Provinsi Banten serta kekurangannya

diimpor dari luar wilayah Provinsi Banten.

3. Perilaku faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pertanian masih sama

dengan waktu sebelumnya.

E. Pembatasan Masalah

1. Data yang dianalisis dalam penelitian ini merupakan data time series yaitu

berupa data PDRB Provinsi Banten dan data PDB Nasional Atas Dasar

Harga Konstan tahun 2000, selama lima tahun dari tahun 2006-2010.

2. Sektor pertanian dan subsektor pertanian merupakan sektor yang akan

dianalisis secara fokus.

F. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel

1. Kinerja merupakan peranan sektor perekonomian terhadap suatu daerah.

Dalam penelitian ini berarti peranan sektor pertanian dan subsektor

pertanian terhadap perekonomian wilayah di Provinsi Banten.

2. Sektor merupakan kegiatan atau lapangan usaha yang berhubungan dengan

bidang tertentu atau mencakup beberapa unit produksi yang terkait dalam

suatu perekonomian.

3. Sektor perekonomian merupakan lingkungan usaha yang lebih

menekankan pada bidang ekonomi. Terdapat sembilan sektor

perekonomian yang ada di Provinsi Banten, yaitu (1) sektor pertanian,

sektor (2) pertambangan dan penggalian, (3) sektor industri pengolahan,

(4) sektor listrik gas dan air bersih, (5) sektor bangunan atau konstruksi,

(6) sektor perdagangan, hotel dan restoran, (7) sektor pengangkutan dan

komunikasi, (8) sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan (9)

sektor jasa-jasa.

Page 41: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

4. Sektor Pertanian merupakan kegiatan perekonomian yang mendasarkan

proses produksi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, hewan,

maupun ikan yang terbagi dalam subsektor pertanian.

5. Subsektor pertanian merupakan unit produksi yang terdapat dalam sektor

pertanian dalam menghasilkan produk pertanian. Subsektor ini meliputi

subsektor tanaman bahan makanan, subsektor perkebunan, subsektor

peternakan, subsektor kehutanan dan subsektor perikanan.

6. Sektor basis adalah sektor yang mampu menghasilkan barang dan jasa

serta mampu mengekspor ke luar wilayah Provinsi Banten.

7. Sektor non basis adalah sektor yang hanya mampu menghasilkan barang

dan jasa, namun belum mampu mengekspor ke luar wilayah Provinsi

Banten.

8. Laju pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan tingkat kegiatan

ekonomi yang terjadi dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan ini dapat

diukur dengan menggunakan indikator perkembangan PDRB dari tahun ke

tahun. Jika laju pertumbuhan ekonomi bernilai positif berarti kegiatan

ekonomi pada periode tersebut mengalami kenaikan dan sebaliknya jika

laju pertumbuhan ekonomi bernilai negatif berarti kegiatan ekonomi pada

periode tersebut mengalami penurunan.

9. PDB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan

seluruh unit usaha dalam negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai

barang dan jasa akhir yang dihasilakan oleh seluruh unit ekonomi. Dalam

penelitian ini menggunakan PDB Indonesia tahun 2006-2010.

10. PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan

seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai

barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Dalam

penelitian di Provinsi Banten ini digunakan PDRB tahun 2006-2010.

11. Metode LQ merupakan metode yang digunakan untuk menentukan sektor

basis dan sektor non basis di masa sekarang. Apabila nilai LQ suatu sektor

perekonomian di wilayah Provinsi Banten > 1, maka sektor perekonomian

tersebut merupakan sektor basis, sedangkan apabila nilai LQ suatu sektor

perekonomian di wilayah Provinsi Banten ≤ 1, maka sektor perekonomian

tersebut merupakan sektor non basis.

Page 42: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

12. Metode DLQ merupakan metode yang digunakan untuk menentukan

sektor basis dan non basis yang akan terjadi pada masa mendatang.

Apabila nilai DLQ suatu sektor perekonomian di wilayah Provinsi Banten

>1, maka sektor perekonomian tersebut merupakan sektor basis,

sedangkan apabila nilai DLQ suatu sektor perekonomian di wilayah

Provinsi Banten ≤ 1, maka sektor perekonomian tersebut merupakan sektor

non basis.

13. Faktor utama yang menentukan kinerja suatu sektor perekonomian adalah

faktor yang menjadi penentu kinerja dari sektor-sektor perekonomian atau

kinerja dari subsektor pertanian. Ada dua faktor yang menjadi faktor

dominan penentu kinerja suatu sektor perekonomian yaitu faktor lokasi

dan faktor struktur ekonominya.

Page 43: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif analitik. Metode deskriptif analitik adalah suatu metode dalam

meneliti status kelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem

pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari

metode deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta

hubungan fenomena yang diselidiki (Nazir, 2003).

B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian

Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja/purposive (Singarimbun dan

Sofian, 1995). Penentuan lokasi penelitian dipilih berdasarkan pertimbangan-

pertimbangan bahwa di Provinsi Banten merupakan wilayah yang strategis,

yaitu sebagai pintu gerbang perekonomian antara arus pergerakan manusia,

barang dan jasa pulau Jawa dan Sumatra serta adanya kedekatan jarak dua

pusat pertumbuhan nasional yaitu antara DKI Jakarta dan Bandung. Maka

dengan adanya pertimbangan tersebut Provinsi Banten dipilih sebagai lokasi

penelitian.

C. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data

primer untuk mendukung kebenaran dari data sekunder. Menurut Daniel

(2003) data sekunder merupakan data yang telah tersedia dalam berbagai

bentuk. Sumber data ini lebih banyak sebagai data statistik atau data yang

sudah diolah sedemikian rupa sehingga siap digunakan. Data dalam bentuk

statistik ini tersedia pada kantor-kantor pemerintahan, biro jasa data,

perusahaan swasta atau badan lain yang berhubungan dengan penggunaan

data. Sumber utama data statistik di Indonesia adalah BPS. Tugas utamanya

ialah mencari, mengolah dan menyediakan data guna kebutuhan perencanaan

dan pembangunan.

31

Page 44: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Produk

Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2006-2010 yang berasal dari Badan

Pusat Statistik (BPS) Indonesia. Data Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) Provinsi Banten tahun 2006-2010 dan Banten Dalam Angka 2011

yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten, serta data

RPJMD Provinsi Banten tahun 2007-2012 yang berasal dari Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Banten.

Data primer yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari hasil

wawancara langsung kepada informan kunci yaitu kepada wakil kepala Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) di Provinsi Banten, kepala

bagian Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten, kepala bidang

Perencanaan Pembangunan Pertanian pada Dinas Pertanian dan Peternakan di

Provinsi Banten, serta wakil kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi

Banten. Data yang didapatkan adalah berupa perkembangan perekonomian

yang nyata terjadi di Provinsi Banten..

D. Metode Analisis Data

1. Kinerja Sektor Pertanian dan Sektor Perekonomian Lainnya serta

Subsektor Pertanian

Menurut Arsyad (2009), analisis Kinerja sektor pertanian dan sektor

perekonomian lainnya serta subsektor pertanian didekati dengan

menggunakan metode Location Quotient (LQ), yaitu dengan

membandingkan antara pangsa relatif pendapatan sektor i pada tingkat

wilayah terhadap pendapatan total wilayah dengan pangsa relatif

pendapatan sektor i pada tingkat nasional terhadap pendapatan total

nasional. Rumus LQ sebagai berikut :

LQ = VtVivtvi

Keterangan :

LQ : Indeks Location Quotient

vi : PDRB sektor pertanian atau subsektor pertanian Provinsi Banten

Page 45: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

vt : PDRB total atau sektor pertanian Provinsi Banten

Vi : PDB sektor pertanian atau subsektor pertanian Indonesia

Vt : PDB total atau sektor pertanian Indonesia

Apabila dalam perekonomian wilayah di Provinsi Banten nilai LQ

suatu sektor perekonomian >1, maka sektor pertanian dan subsektor

pertanian tersebut merupakan sektor basis, sedangkan bila nilai LQ <1,

berarti sektor pertanian dan subsektor pertanian tersebut merupakan sektor

non basis.

2. Analisis Kinerja Sektor Pertanian dan Subsektor Pertanian pada

Masa Mendatang

Menurut Suyatno (2000), penentuan sektor basis yang akan terjadi

pada masa yang akan datang pada sektor pertanian dan subsektor pertanian

digunakan metode Dynamic Location Quotient (DLQ), yaitu dengan

mengintroduksikan laju pertumbuhan dengan asumsi bahwa setiap nilai

tambah sektoral maupun PDRB mempunyai rata-rata laju pertumbuhan per

tahun sendiri-sendiri selama kurun waktu tahun awal dan tahun berjarak.

Yuwono (2000) dalam Widodo (2006), merumuskan DLQ sebagai berikut:

DLQ= ( ) ( )( ) ( )

t

GGigjgij

þýü

îíì

++++

1111

Keterangan :

DLQ : Dynamic Location Quotient

gij : rata-rata laju pertumbuhan (PDRB) sektor pertanian atau subsektor

pertanian Provinsi Banten

gj : rata-rata laju pertumbuhan (PDRB) total atau PDRB sektor

pertanian atau subsektor pertanian Provinsi Banten

Gi : rata-rata laju pertumbuhan (PDB) sektor pertanian atau subsektor

pertanian Indonesia

G : rata-rata laju pertumbuhan (PDB) total atau PDB sektor pertanian

atau subsektor pertanian Indonesia

t : database rentang tahun proyeksi (lima tahun)

Page 46: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Apabila diperoleh nilai DLQ >1 berarti suatu sektor masih dapat

diharapkan untuk menjadi sektor basis pada masa yang akan datang,

sedangkan apabila nilai DLQ <1 berarti sektor tersebut tidak dapat

diharapkan untuk menjadi sektor basis di masa yang akan datang.

3. Analisis Faktor Penentu Kinerja Sektor Pertanian dan Subsektor

Pertanian.

Menurut Suyatno (2000), penentuan faktor penyebab kinerja sektor

perekonomian dan subsektor pertanian digunakan analisis Shift Share

yaitu dengan persamaan Total Shift Share (TSS) dapat diuraikan menjadi

beberapa komponen Structural Shift Share (SSS) dan Locational Shift

Share (LSS) yang dapat digunakan untuk mengetahui faktor penyebab

kinerja sektor perekonomian dan subsektor pertanian dengan rumus

sebagai berikut:

TSS = ∑(gn-gin)Xino + ∑(Gi-G)Xino + ∑(gin-Gi)Xino

SSS = ∑(gn-gin)Xino + ∑(Gi-G)Xino LSS = ∑(gin-Gi)Xino

Keterangan :

TSS : Total Shift Share

SSS : Structural Shift Share

LSS : Locational Shift Share

gn : rata-rata laju pertumbuhan (PDRB) total atau PDRB sektor

pertanian Provinsi Banten

gin : rata-rata laju pertumbuhan (PDRB) sektor perekonomian atau

subsektor pertanian Provinsi Banten

Gi : rata-rata laju pertumbuhan (PDB) sektor pertanian atau

subsektor pertanian Indonesia

G : rata-rata laju pertumbuhan (PDB) total atau PDB sektor

pertanian Indonesia

Xino : PDRB sektor pertanian atau subsektor pertanian Provinsi

Page 47: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Banten pada tahun awal.

Kriteria :

a. Jika nilai SSS > LSS berarti faktor dominan yang menentukan kinerja

sektor pertanian atau subsektor pertanian di Provinsi Banten adalah

faktor struktur ekonominya.

b. Jika nilai SSS < LSS berarti faktor dominan yang menentukan kinerja

sektor pertanian atau subsektor pertanian di Provinsi Banten adalah

faktor lokasinya.

c. Jika nilai SSS = LSS berarti faktor struktur ekonomi dan faktor lokasi

sama-sama dominan dalam menentukan kinerja sektor pertanian atau

subsektor pertanian di Provinsi Banten.

Page 48: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PROVINSI BANTEN

A. Keadaan Alam

1. Letak Geografi

Provinsi Banten adalah salah satu provinsi dari 33 provinsi di wilayah

Indonesia. Provinsi Banten terletak di ujung Barat pulau Jawa. Batas-batas

administratif Provinsi Banten antara lain sebagai berikut :

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Timur : Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat

Sebelah Selatan : Samudera Hindia

Sebelah Barat : Selat Sunda

Berdasarkan satuan fisiografis, Provinsi Banten terdiri dari :

Wilayah Darat : (4 kabupaten dan 2 kota) seluas 8.651,20 km²

Wilayah Laut : Sejauh 12 mil, seluas ± 7.680 km² yang diukur

dari garis pantai tegak lurus ke arah laut lepas

Perairan Kepulauan : Panjang pantai Provinsi Banten 400 km

dan 1 mil laut = 1,6 km

Letak astronomis Provinsi Banten terletak antara 507’50”-701’1” LS

dan 10501’11”-10607’12” BT. Luas wilayah Povinsi Banten mencapai

9.662,92 km2 atau sekitar 0,51% dari luas daratan Indonesia. Provinsi

Banten adalah provinsi dengan luas wilayah terkecil kelima di Indonesia

setelah Kepulauan Riau (0,43%), Bali (0,30%), DI Yogyakarta (0,16%) dan

DKI Jakarta (0,03%).

2. Keadaan Iklim dan Curah Hujan

Provinsi Banten beriklim tropis yang memiliki dua musim yaitu

musim panas dan musim hujan. Iklim di Wilayah Provinsi Banten

dipengaruhi oleh Angin Monson dan Gelombang La Nina. Cuaca

didominasi oleh Angin dari Samudera Hindia dan Angin Asia di musim

penghujan serta Angin Timur, sedangkan temperatur di daerah pantai dan

perbukitan berkisar antara 22o C dan 32o C, sedangkan suhu di pegunungan

dengan ketinggian antara 400– 1.350 m dpl mencapai antara 18o C - 29o C.

36

Page 49: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Cuaca didominasi oleh angin barat (dari Sumatera, Samudra Hindia

sebelah selatan India) yang bergabung dengan angin dari Asia yang

melewati Laut Cina Selatan. Pada musim kemarau (Juni–Agustus), cuaca

didominasi oleh angin timur yang menyebabkan wilayah Banten mengalami

kekeringan terutama di wilayah bagian pantai utara. Curah hujan berkisar

antara 0 mm-339 mm dengan hari hujan per bulan antara 0 kali – 29 kali,

sedangkan kelembaban udara tercatat antara 77%-86%, tekanan udara antara

1.004,6 mb – 1.014,8 mb, dengan arah angin antara 60o-300o dan kecepatan

angin antara 0,0 knot – 16,0 knot.

3. Luas Penggunaan Lahan

Secara administratif Provinsi Banten terbagi menjadi 4 Kabupaten dan

2 Kota. 4 kabupaten tersebut antara lain Kabupaten Tangerang, Kabupaten

Serang, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak, sedangkan 2 kota

tersebut antara lain Kota Tangerang Selatan dan Kota Cilegon. Luas wilayah

Provinsi Banten pada tahun 2010 tercatat sebesar 632.644 Ha, terdiri dari

luas lahan sawah 197.530 Ha dan luas lahan bukan sawah 435.114 Ha.

Tabel 4. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Provinsi Banten Tahun 2010

No Macam Penggunaan Luas (Ha) Persentase 1.

2.

Lahan Sawah a. Sawah Irigasi Teknis b. Sawah Irigasi ½ Teknis c. Sawah Irigasi Sederhana d. Sawah Tadah Hujan e. Sawah Pengairan Desa (Non

PU). Lahan Bukan Sawah a. Pekarangan/Bangunan b. Tegal/Kebun c. Hutan Negara d. Perkebunan Negara e. Tambak f. Kolam/Empang g. Lain-lain

197.530 49.018 17.553 17.201 86.343 27.415

435.114

193.496 126.422

8.074 88.161

142 7.119

11.700

31 24,81

8,88 8,70

43,71 13,87

69

44,47 29,05

1,85 20,26

0,03 1,63 2,68

Jumlah Total 632.644 100

Sumber: BPS Provinsi Banten, 2011

Page 50: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa pemanfaatan lahan di

Provinsi Banten meliputi 197.530 Ha lahan sawah dengan persentase 31

persen dan 435.114 Ha lahan bukan sawah dengan persentase 69 persen.

Penggunaan lahan sawah terbesar adalah sawah tadah hujan dengan luas

86.343 Ha dengan presentase 43,71 persen, sedangkan penggunaan lahan

sawah terkecil adalah lahan sawah irigasi sederhana dengan luas 17.201 Ha

dengan presentase 8,70 persen. Selain lahan sawah pemanfaatan lahan yang

lain adalah lahan bukan sawah yang terdiri dari pekarangan/bangunan,

tegal/kebun, hutan negara, perkebunan negara, tambak, kolam/empang, dan

lain-lain. Lahan bukan sawah terbesar adalah pekarangan/bangunan dengan

luas 193.496 Ha dengan presentase 44,47 persen, sedangkan lahan bukan

sawah terkecil adalah tambak dengan luas 142 Ha dengan presentase 1,63

persen.

Pertumbuhan penduduk yang terus bertambah tidak menutup

kemungkinan akan mempengaruhi terjadinya perubahan penggunaan lahan

pertanian sawah atau tegal menjadi pekarangan/bangunan sehingga akan

menyebabkan penurunan output di sektor pertanian. Oleh karena itu perlu

adanya usaha dari pemerintah Provinsi Banten dalam merencanakan

peningkatan output di sektor pertanian terutama sektor tanaman bahan

makanan untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk yang semakin lama

semakin bertambah. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan

intensifikasi pertanian dan pembatasan alih fungsi lahan pertanian yang

diharapkan dapat menambah dan mempertahankan output pertanian untuk

memenuhi ketersediaan pangan penduduk serta adanya pengembangan dari

subsektor pertanian.

B. Keadaan Penduduk

1. Kepadatan Penduduk

Hasil sensus Penduduk 2010 menunjukan bahwa jumlah penduduk

Banten mencapai 10,63 juta orang. Penduduk laki-laki tercatat 5,44 juta

orang, lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan yang hanya

berjumlah 5,19 juta orang. Dengan demikian, rasio jenis kelamin (sex ratio)

Page 51: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

penduduk di Provinsi Banten pada tahun 2010 sekitar 104,8 atau terdapat

1.048 penduduk laki-laki diantara 1.000 penduduk perempuan.

Dibandingkan tahun 2000, penduduk Banten tumbuh sangat pesat

yaitu rata-rata mencapai 2,78 persen per tahun. Penduduk Indonesia pada

periode yang sama hanya tumbuh rata-rata sebesar 1,49 persen pertahun.

Jumlah penduduk yang besar merupakan salah satu aset bagi keberhasilan

pembangunan suatu wilayah karena penduduk merupakan pelaku sekaligus

sasaran dari kegiatan pembangunan pada suatu daerah itu sendiri. Penduduk

Provinsi Banten menurut data BPS pada tahun 2010 tercatat 10,63 juta

jiwa. Hasil sensus penduduk 2010 menunjukkan bahwa kabupaten

Tangerang merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk tertinggi di

Provinsi Banten, yaitu mencapai 2,83 juta jiwa (26,66 persen), sedangkan

yang paling sedikit adalah kota Cilegon, dengan jumlah penduduk hanya

0,37 juta jiwa (3,52 persen).

Dari pertumbuhan jumlah penduduk dan luas lahan pertanian maka

dapat diketahui tingkat kepadatan fisiologis dan kepadatan agraris di

Provinsi Banten yaitu sebagai berikut:

a. Kepadatan Fisiologis

Kepadatan fisiologis adalah jumlah penduduk setiap kesatuan

wilayah luas dari tanah produktif suatu daerah. Tanah produktif adalah

tanah yang diusahakan atau digarap (lahan pertanian). Kepadatan

fisiologis juga dapat menunjukkan tingkat luas lahan per kapita di

Provinsi Banten. Diadopsi dari Kurnia (2006), maka kepadatan

fisiologis dapat dihitung dengan rumus:

Kepadatan Penduduk Fisiologis =

Berdasarkan rumus tersebut didapatkan bahwa tingkat kepadatan

fisiologis di Provinsi Banten adalah 53,81 atau 54 jiwa per hektar lahan.

Artinya bahwa dalam setiap 1 ha luas lahan pertanian terdapat 54 jiwa.

Page 52: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

a. Kepadatan Agraris

Kepadatan agraris adalah perbandingan antara jumlah penduduk

yang bertani dari setiap kesatuan tanah yang dikerjakan untuk pertanian.

Dengan membandingkan antara jumlah petani dengan luas lahan

pertanian yang ada di Provinsi Banten maka akan diketahui kepadatan

penduduk agraris di Provinsi Banten. Kepadatan penduduk agraris

dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:

Kepadatan Penduduk Agraris =

Berdasarkan perhitungan rumus tersebut dapat diketahui bahwa

kepadatan penduduk agraris di Provinsi Banten. Tingkat kepadatan

penduduk agraris di Provinsi Banten terus mengalami penurunan pada

tahun 2006 sampai tahun 2008. Pada tahun 2006 kepadatan penduduk

agraris sebesar 5,152 kemudian turun menjadi 4,832 dan sampai pada

tahun 2008 menjadi 3,312. Namun pada tahun 2009 terjadi peningkatan

kepadatan penduduk agraris di Provinsi Banten menjadi sebesar 4,615

dan pada tahun 2010 sebesar 4,820 atau dapat diartikan bahwa setiap

petani di Provinsi Banten rata-rata memiliki luas lahan pertanian

sebesar 5.252 m2. Keadaan ini semakin membuktikan bahwa angka

kepadatan agraris di kota-kota besar tergolong rendah. Hal itu sesuai

dengan perkembangan pembangunan di kota-kota besar khususnya

bidang perumahan maka tanah-tanah produktif di kota dan sekitarnya

tidak lagi digunakan sebagai lahan pertanian tetapi untuk permukiman

dan industri.

2. Komposisi Penduduk

a. Menurut Jenis Kelamin

Keadaan penduduk menurut jenis kelamin adalah jumlah

penduduk laki-laki dibagi jumlah penduduk perempuan pada suatu

daerah. Dari data BPS Provinsi Banten didapatkan keterangan bahwa

jumlah penduduk di Provinsi Banten menurut jenis kelamin dari tahun

2006-2010 terdapat pada Tabel 5.

Page 53: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Tabel 5. Jumlah Penduduk Provinsi Banten Menurut Jenis Kelamin Tahun 2006-2010

No. Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah Sex Ratio

1 2006 4.668.855 4.554.995 9.223.850 102,50 2 2007 4.722.969 4.700.398 9.423.367 100,48 3 2008 4.831.646 4.770.799 9.602.445 101,28 4 2009 5.000.770 4.782.009 9.782.779 104,57 5 2010 5.439.148 5.193.018 10.632.166 104,74

Sumber : BPS Provinsi Banten, 2011

Angka sex ratio menunjukkan jumlah penduduk laki-laki tiap 100

orang penduduk perempuan. Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa

jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibanding dengan jumlah

penduduk perempuan, dapat dilihat dari jumlah penduduk perempuan

yang dari tahun ke tahun selalu lebih sedikit dari penduduk laki-laki.

Selama kurun waktu 5 tahun yaitu dari tahun 2006-2010 dapat diketahui

bahwa jumlah penduduk laki-laki terbesar terjadi pada tahun 2010 yaitu

5.439.148 jiwa dan jumlah penduduk perempuan terbesar terjadi pada

tahun 2010 yaitu sebesar 5.193.018 jiwa, sedangkan jumlah penduduk

laki-laki terkecil terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 4.668.855 jiwa

dan jumlah penduduk perempuan terkecil terjadi pada tahun 2006 yaitu

sebesar 4.554.995 jiwa.

b. Menurut Kelompok Umur

Komposisi penduduk menurut kelompok umur di suatu wilayah

akan mempengaruhi peningkatan pendapatan daerah di suatu wilayah

tersebut. Penduduk berdasarkan kelompok umur dapat dibedakan

menjadi 2 kelompok, yaitu penduduk usia non produktif dan penduduk

usia produktif. Penduduk usia non produktif yaitu penduduk yang berusia

0-14 tahun dan penduduk yang berusia lebih dari 65 tahun, sedangkan

penduduk usia produktif yaitu penduduk yang berusia 15-64 tahun.

Penduduk dengan jumlah usia non produktif yang banyak akan

menghambat potensi penduduk usia produktif. Banyaknya penduduk non

produktif yang harus mereka tanggung akan menghambat pendapatan

Page 54: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

yang seharusnya bisa digunakan untuk untuk kebutuhan yang lain

digunakan untuk membiayai penduduk usia non produktif. Komposisi

penduduk di Provinsi Banten berdasarkan kelompok umur dan angka

beban tanggungan dapat dilihat pada Tabel 6, yaitu sebagai berikut:

Tabel 6. Komposisi Penduduk Provinsi Banten Menurut Kelompok Umur dan ABT Tahun 2010

No. Umur (tahun) Jumlah (orang) 1. 0 – 14 3.182.357 2. 15 – 64 7.151.054 3. ≥ 65 298.755

Jumlah Total Angka Beban Tanggungan (ABT)

10.632.166 48,68

Sumber: BPS Provinsi Banten, 2011

Angka beban tanggungan (ABT) diperoleh dengan cara

pembagian antara jumlah penduduk usia non produktif dan jumlah

penduduk produktif dikali 100%. Berdasarkan Tabel 6 jika dilihat dari

jumlah penduduk menurut kelompok umur, besarnya jumlah penduduk

usia produktif lebih tinggi dibandingkan jumlah penduduk usia non

produktif. Rasio beban tanggungan sebesar 48,68 berarti bahwa tiap 100

orang penduduk produktif harus menanggung 49 orang non produktif di

Provinsi Banten.

c. Menurut Mata Pencaharian

Besarnya penyerapan tenaga kerja merupakan salah satu indikator

keberhasilan pembangunan di suatu wilayah. Hal tersebut dikarenakan

dapat meningkatkan pendapatan per kapita penduduk, yang akhirnya

akan berdampak bagi peningkatan kesejahteraan hidup penduduk suatu

wilayah. Besarnya penyerapan tenaga kerja di Provinsi Banten dapat

dilihat pada Tabel 8, yaitu sebagai berikut:

Page 55: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

Tabel 7. Komposisi Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Provinsi Banten yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2010

Mata pencaharian 2010 Persentase (%) Pertanian 722.662 15,76 Industri 1.053.922 22,99 Perdagangan 1.189.714 25,96 Jasa-jasa 406.411 8,86 Lain-lain 510.375 11,14 Jumlah 4.583.085 100,00

Sumber: Banten Dalam Angka, 2011

Berdasarkan Tabel 7 penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja

menurut lapangan pekerjaan utama, dapat diketahui bahwa sebagian besar

penduduk Provinsi Banten pada tahun 2010 bermata pencaharian sebagai

pedagang yaitu dengan persentase 25,96 persen, sedangkan komposisi

penduduk menurut mata pencaharian yang paling kecil adalah pada sektor

jasa-jasa yaitu dengan persentase 8,86 persen. Sektor pertanian

memberikan kontribusi yang cukup baik terhadap penyerapan tenaga

kerja, yaitu berada pada urutan ketiga dengan persentase sebesar 15,76

persen. Hal ini dapat dilihat bahwa pada kenyataannya sektor pertanian

merupan sektor yang masih menyerap tenaga kerja yang tinggi apabila

dibandingkan dengan lapangan usaha jasa-jasa dan lainnya. Masih

banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian disebabkan karena

tersedianya lahan pertanian yang cukup luas untuk dapat diusahakan.

Namun pada kenyataannya terdapat beberapa masalah yang dihadapi,

antara lain pengangguran tidak kentara di sektor pertanian banyak terjadi

pada saat musim kemarau ketika petani tidak mengusahakan sawahnya.

C. Keadaan Perekonomian

1. Struktur Perekonomian

Keadaan sektor perekonomian dapat dilihat dari salah satu indikator

pertumbuhan sektor perekonomian, yaitu dari Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) tahun 2006-2010 atas dasar harga konstan 2000 di Provinsi

Banten untuk setiap lapangan usahanya. Hal tersebut ditunjukkan pada

Tabel berikut:

Page 56: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Tabel 8. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha Provinsi Banten Tahun 2006–2010 (Jutaan Rupiah)

Sektor Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata

Pertanian 5.061.650,42 (8,710)

5.030.011,59 (8,199)

5.242.350,48 (8,059)

5.408.861,73 (7,861)

5.641.900,50 (7,832)

5.276.954,94 (8,11)

Pertambangan dan Galian 59.286,02

(0,102) 61.508,86 (0,100)

69.292,77 (0,106)

79.151,12 (0,115)

90.195,51 (0,125) 71.886,86

(0,110) Industri Pegolahan

28.975.547,08 (49,865)

30.548.566,62 (49,801)

31.496.751,75 (48,421)

32.225.075,20 (46,836)

32.707.531,26 (45,407)

31.190.694,38 (47,937)

Listrik,Gas & Air Bersih 2.567.049,93

(4,417) 2.510.895,12 (4,093)

2.629.581,32 (4,042)

2.805.792,50 (4,078)

2.922.549,08 (4,057) 2.687.173,59

(4,129) Kontruksi 1.580.487,69

(2,719) 1.662.420,23 (2,710)

1.880.273,94 (2,890)

2.010.388,56 (2,921)

2.204.523,41 (3,060)

1.867.618,77 (2,870)

Perdagangan, Hotel&Restoran

10.699.437,62 (18,413)

11.478.134,59 (18,711)

12.800.800,86 (19,679)

14.202.996,50 (20,643)

15.127.918,26 (21,001)

12.861.857,57 (19,767)

Trasportasi & Komunikasi

4.910.855,75 (8,451)

5.417.133,59 (8,831)

5.780.569,93 (8,886)

6.200.675,31 (9,012)

6.877.187,61 (9,547)

5.837.284,44 (8,971)

Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

1.744.477,29 (3,002)

1.888.037,80 (3,077)

2.138.061,77 (3,286)

2.489.875,78 (3,618)

2.822.560,19 (3,918)

2.216.602,57 (3,406)

Jasa-jasa 2.508.156,40 (4,316)

2.744.950,65 (4,474)

3.009.092,96 (4,626)

3.380.093,59 (4,912)

3.636.754,80 (5,048)

3.055.809,68 (4,696)

Total PDRB 58.106.948,22 (100)

61.341.658,64 (100)

65.046.775,77 (100)

68.802.910,30 (100)

72.031.120,61 (100)

65.065.882,71 (100)

Sumber : BPS Provinsi Banten, 2011

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa sektor industri

pengolahan merupakan sektor yang memiliki nilai kontribusi tertinggi,

yaitu dengan persentase sebesar 47,937 persen, hal ini dikarenakan

wilayah Provinsi Banten didominasi oleh tingginya jumlah industri dan

dapat menciptakan lapangan kerja untuk masyarakat Provinsi Banten,

sehingga sumbangan kontribusinya berada di posisi utama. Sektor

pertambangan dan galian merupakan sektor yang memiliki nilai kontribusi

terendah, yaitu dengan persentase sebesar 0,11 persen. Menurut BPS

Banten (2011), sektor pertambangan dan galian sebenarnya memiliki

potensi di wilayah Provinsi Banten yaitu menyimpan hasil tambang

berupa biji besi yang berada di daerah Kabupaten Pandeglang, namun

pemanfaatannya belum optimal, maka diharapkan pemerintah Provinsi

Banten dapat mengoptimalkan potensi dari sektor pertambangan dan

galian agar nilai kontribusinya semakin meningkat.

Page 57: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

2. Pendapatan Per Kapita

Pendapatan perkapita merupakan nilai pendapatan per penduduk

pada suatu wilayah pada suatu tahun. Pendapatan perkapita merupakan

salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat

keberhasilan pembangunan di suatu daerah. Pendapatan perkapita Provinsi

Banten tahun 2009 dan 2010 dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 9. Pendapatan Perkapita Provinsi Banten Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2009 – 2010

Uraian 2009 2010 PDRB (Jutaan Rupiah) Penduduk Pertengahan Tahun (Jiwa) PDRB Perkapita (Rupiah)

72.031.120 9.780.000

12.436.000

76.307.357 10.630.000 13.600.000

Sumber : BPS Provinsi Banten, 2011

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa pendapatan perkapita

di Provinsi Banten atas dasar harga konstan 2000 dari tahun 2009 ke tahun

2010 mengalami peningkatan. Pendapatan perkapita atas dasar harga

konstan tahun 2000 meningkat dari Rp 72.031.120 pada tahun 2009

menjadi Rp 576.307.357 pada tahun 2010. Dilihat dari pendapatan

perkapita Provinsi Banten yang meningkat, maka dapat diketahui bahwa

pembangunan wilayah yang dilakukan di Provinsi Banten mampu

meningkatkan pendapatan perkapita penduduk di Provinsi Banten yaitu

dari Rp 12.436.000 pada tahun 2009 meningkat menjadi Rp 13.600.000

pada tahun 2010.

D. Keadaan Sektor Pertanian

Sektor pertanian sampai saat ini merupakan salah satu sektor yang

penting bagi perekonomian masyarakat Provinsi Banten. Hal tersebut

ditunjukkan pula bahwa sektor pertanian merupakan salah satu jenis mata

pencaharian utama meskipun komposisinya tidak berada di tingkat utama.

Keadaan sektor pertanian di Provinsi Banten tahun 2009-2010 dapat dilihat

dari kontribusi tiap subsektornya pada Tabel 10.

Page 58: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Tabel 10. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Pertanian Provinsi Banten Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2009-2010 (Jutaan Rupiah)

Subsektor Pertanian

Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata

Tabama 3.288.000

(64,97) 3.141.000

(62,46) 3.280.000

(62,58) 3.350.000

(59,94) 3.425.000

(60,70) 3.296.800

(62,06)

Perkebunan 369.000

(7,29) 422.000

(8,39) 375.000

(7, 15) 412.000

(7,37) 428.000

(7,58) 401.200

(7.55)

Peternakan 948.000 (18,73)

962.000 (19,12)

1.001.000 (19,09)

1.201.000 (21,48)

1.080.000 (19,14)

1.038.400 (19.55)

Kehutanan 30.000 (0,59)

30.000 (0,59)

36.000 (0,68)

32.000 (0,57)

30.000 (0,59)

31.600 (0,56)

Perikanan 426.000

(8,41) 474.000

(9,42) 549.000 (10,47)

594.000 (10,62)

679.000 (12,03)

544.400 (10,25)

Total PDRB 5.061.000 (100)

5.029.000 (100)

5.241.000 (100)

5.589.000 (100)

5.642.000 (100)

5.312.400 (100)

Sumber: BPS Provinsi Banten, 2011

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa dari 5 subsektor pertanian

yang ada, subsektor tanaman bahan makanan merupakan subsektor yang paling

besar sumbangannya terhadap PDRB di Provinsi Banten, yaitu dengan nilai

rata-rata sebesar Rp 3.296.800.Subsektor yang nilai sumbangannya paling kecil

terhadap PDRB di Provinsi Banten, yaitu subsektor kehutanan dengan nilai

rata-rata sebesar Rp 31.600, hal ini tercermin dari luas hutan di Provinsi Banten

yang sempit. Sedangkan jika dilihat dari laju pertumbuhannya, dapat dilihat

pada Tabel 11 sebagai berikut:

Tabel 11. Laju Pertumbuhan PDRB Subsektor Pertanian Provinsi Banten Tahun 2006-2010 (Persen)

Subsektor Pertanian

Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata

Tabama 3,11 3,65 3,88 4,52 5,25 4,09 Perkebunan 2,21 2,85 1,2 1,67 2,29 2,04 Peternakan 3,78 4,36 4,22 5,12 4,68 4,43 Kehutanan -1,24 -1,82 0,12 0,52 1,55 -0,347 Perikanan 2,58 3,62 4,58 5,62 6,85 4,65

Total PDRB 2,22 2,43 3,78 5,25 5,36 3,80

Sumber : Banten Dalam Angka, 2011

Berdasarkan Tabel 11 laju pertumbuhan subsektor perikanan merupakan

subsektor yang memiliki laju pertumbuhan yang terus meningkat dan

merupakan subsektor yang memiliki rata-rata laju tertinggi dengan nilai rata-

Page 59: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

rata laju sebesar 4,65 persen, hal ini dikarenakan tingginya potensi hasil

kelautan di Provinsi Banten. Subsektor kehutanan merupakan laju

pertumbuhan yang cenderung menurun, subsektor perikanan merupakan

subsektor yang memiliki nilai rata-rata laju yang paling rendah yaitu sebesar -

0,347, hal ini dikarenakan semakin sempitnya area kehutanan di Provinsi

Banten sehingga laju pertumbuhan dari subsektor kehutanan cenderung

menurun pula.

Page 60: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kinerja Sektor Pertanian dan Sektor Perekonomian lainnya

di Provinsi Banten

Menurut Richardson, dalam Wahyu (2008), teori ekonomi basis

digunakan untuk mengetahui perbedaan potensi suatu wilayah dengan wilayah

lain dan mengetahui hubungan antar sektor-sektor dalam suatu perekonomian.

Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan

suatu daerah ditentukan oleh besarnya nilai ekspor dari wilayah tersebut.

Konsep ekonomi basis berguna untuk menganalisa dan memprediksi perubahan

dalam perekonomian regional. Selain itu konsep ekonomi basis juga dapat

digunakan untuk mengetahui suatu sektor pembangunan ekonomi dan kegiatan

basis yang dapat melayani pasar ekspor.

Berbagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu

wilayah sangat penting untuk diketahui sektor-sektor apa saja yang merupakan

sektor basis dimana sektor ini mampu mendorong perekonomian wilayah

bersangkutan, dan sektor-sektor apa saja yang merupakan sektor non basis,

sehingga dengan demikian dapat ditentukan prioritas pembangunan sektor-

sektor perekonomian yang mampu mendorong pertumbuhan perekonomian

suatu wilayah. Suatu sektor perekonomian dapat diketahui apakah merupakan

sektor basis ataukah sektor non basis dengan menggunakan metode Location

Quotient yang merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan

sektor i pada tingkat wilayah terhadap pendapatan total wilayah dengan pangsa

relatif pendapatan sektor i pada tingkat nasional terhadap pendapatan total

nasional. Apabila nilai LQ lebih dari 1 maka sektor tersebut merupakan sektor

basis, sedangkan bila nilai LQ kurang dari atau sama dengan 1 maka sektor

tersebut merupakan sektor non basis dalam perekonomian suatu wilayah.

Perekonomian wilayah di Provinsi Banten ditunjang oleh sembilan sektor

perekonomian yang meliputi sektor pertanian, sektor pertambangan dan galian,

sektor industri pengolahan, sektor listrik gas dan air bersih, sektor

perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor

48

Page 61: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

persewaan, keuangan, dan jasa perusahaan, dan yang terakhir sektor jasa-jasa.

Setiap sektor tersebut pada dasarnya memiliki peran atau sumbangan yang

berbeda-beda pada perekonomian Provinsi Banten. Data pada analisis Location

Quotient yang dilakukan pada 9 sektor perekonomian di Provinsi Banten, maka

hasilnya dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 12. Nilai LQ Sektor Pertanian dan Sektor Non Pertanian dalam Perekonomian di Provinsi Banten Tahun 2006-2010

Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata Keterangan Pertanian 0,593 0,590 0,577 0,595 0,650 0,601 Non Basis

Non Pertanian Pertambangan dan Galian 0,011 0,013 0,014 0,016 0,015 0,014 Non Basis

Industri Pengolahan 1,818 1,808 1,790 1,761 1,656 1,767 Basis Listrik, Gas dan Air Bersih 6,172 5,875 5,664 5,178 5,505 5,657 Basis

Bangunan dan Kontruksi 0,446 0,466 0,465 0,475 0,476 0,466 Non Basis

Perdagangan, Hotel Restoran 1,106 1,136 1,182 1,243 1,231 1,179 Basis

Pengangkutan dan Komunikasi 1,307 1,227 1,131 1,084 1,075 1,155 Basis

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0,334 0,352 0,379 0,408 0,414 0,378 Non Basis

Jasa-Jasa 0,484 0,500 0,530 0,535 0,529 0,516 Non Basis

Sumber : Analisis Data Sekunder

Data pada hasil analisis Location Quotient pada sektor-sektor

perekonomian di Provinsi Banten pada Tabel 12 dapat diketahui bahwa empat

dari sembilan sektor perekonomian di Provinsi Banten merupakan sektor basis.

Sektor-sektor tersebut adalah sektor industri pengolahan, sektor listrik, Gas dan

air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai rata-rata LQ > 1.

Hal tersebut dapat dikatakan bahwa dalam memenuhi kebutuhan di dalam

wilayahnya, Provinsi Banten juga dapat mengekspor produknya ke luar

wilayah Provinsi Banten. Sektor yang lain yaitu sektor pertanian, sektor

pertambangan dan galian, sektor bangunan dan kontruksi, sektor persewaan,

keuangan, dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa termasuk di dalam sektor

non basis dengan nilai rata-rata LQ ≤ 1 yang berarti bahwa sektor tersebut

Page 62: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

hanya mampu memenuhi kebutuhan wilayah sendiri dan belum mampu

mengekspor produknya ke luar wilayah Provinsi Banten.

1. Kinerja Sektor Pertanian di Provinsi Banten

Sektor pertanian merupakan sektor non basis dalam perekonomian di

provinsi Banten sehingga sektor pertanian hanya dapat dikatakan sebagai

sektor penunjang bagi pertumbuhan perekonomian Provinsi Banten. Sektor

pertanian selama kurun waktu 5 tahun yaitu dari tahun 2006-2010 memiliki

rata-rata LQ sebesar 0,601. Pada tahun 2006 nilai LQ sektor pertanian

adalah sebesar 0,593 dan cenderung mengalami penurunan pada tahun 2007

yaitu sebesar 0,590, kemudian pada tahun 2008 sebesar 0,577, pada tahun

2009 sebesar 0,595 dan pada tahun 2010 sebesar 0,650. Sektor pertanian

memiliki nilai LQ < 1 maka dapat diartikan bahwa sektor pertanian di

Provinsi Banten hanya dapat memenuhi kebutuhan wilayahnya sendiri dan

belum dapat memenuhi kebutuhan di luar wilayahnya.

Sektor pertanian merupakan sektor non basis di Provinsi Banten, hal

ini dikarenakan tingginya alih fungsi lahan pertanian di daerah perkotaan

untuk pembangunan perumahan, pertokoan maupun gedung-gedung

pemerintahan. Menurut BPS Provinsi Banten (2011) jumlah alih fungsi

lahan banyak terjadi di Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang dan Kota

Cilegon, hal ini dikarenakan daerah-daerah tersebut merupakan daerah padat

industri. Selain tingginya alih fungsi lahan, adanya program pemerintah

yang masih belum berjalan dan kurang optimalnya pemanfaatan sarana

kelompok tani serta semakin berkurangnya keinginan masyarakat untuk

bertani karena beralih ke pekerjaan yang lainnya seperti ke sektor

perdagangan maupun jasa merupakan bukti nyata permasalahan pertanian di

wilayah Provinsi Banten.

Meskipun sektor pertanian merupakan sektor non basis di Provinsi

Banten, wilayah Provinsi memiliki potensi yang menunjang pertumbuhan

sektor pertanian. Provinsi Banten memiliki sentra produksi padi yang

terletak pada empat wilayah kabupaten di Provinsi Banten, yaitu kabupaten

Pandeglang, Lebak, Tanggerang dan Serang. Produksi padi di Provinsi

Page 63: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

Banten terus meningkat sampai 2,06 juta ton pada akhir tahun 2010, hanya

saja tingkat produktivitasnya turun akibat pengaruh tingginya curah hujan

pada tahun 2010 (Statistik Provinsi Banten, 2011)

2. Kinerja Sektor Perekonomian lainnya di Provinsi Banten

a. Sektor Industri Pengolahan

Data pada Tabel 12 menjelaskan bahwa sektor industri pengolahan

merupakan sektor basis dari tahun 2006-2010. Sektor industri pengolahan

ini telah mampu melakukan ekspor ke wilayah lain. Kinerja sektor

industri pengolahan ini disebabkan karena peranan sektor industri

pengolahan lebih besar dibandingkan dengan sektor yang sama di tingkat

Indonesia.

Sektor industri pengolahan selama kurun waktu 5 tahun yaitu dari

tahun 2006-2010 memiliki rata-rata nilai LQ sebesar 1,767. Pada tahun

2006 nilai LQ sektor industri pengolahan adalah sebesar 1,818, dan

cenderung mengalami penurunan pada tahun 2007 yaitu sebesar 1,808,

kemudian pada tahun 2008 sebesar 1,790, pada tahun 2009 sebesar 1,761

dan pada tahun 2010 sebesar 1,656. Kinerja sektor industri pengolahan

sebagai sektor basis di Provinsi Banten, hal ini didukung oleh kondisi

wilayah dataran rendah yang landai sehingga mudah untuk didirikan

sebagai pabrik-pabrik pengolahan. Letak wilayah Provinsi Banten yang

strategis karena sebagai pintu gerbang perekonomian antar pulau Jawa

dan Sumatera sehingga memudahkan distribusi barang hasil dari industri-

industri pengolahan itu sendiri serta tingkat konsumsi masyarakat yang

tinggi terhadap barang-barang industri sehingga mendorong

perkembangan sektor industri pengolahan di Provinsi Banten.

b. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih

Data Pada Tabel 12 menjelaskan bahwa sektor listrik, gas dan air

bersih merupakan salah satu sektor basis di Provinsi Banten dari tahun

2006-2010. Nilai LQ pada sektor listrik, gas dan air bersih merupakan

nilai tertinggi dibandingkan sektor basis lainnya yaitu sebesar 5,657.

Seperti sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih di

Page 64: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Provinsi Banten memiliki rata-rata nilai LQ > 1, yang berarti sektor ini

merupakan sektor yang telah mampu melakukan ekspor ke wilayah lain.

Kinerja sektor listrik, gas dan air bersih ini disebabkan karena peranan

sektor listrik, gas dan air bersih lebih besar dibandingkan dengan sektor

yang sama di tingkat Indonesia.

Sektor listrik, gas dan air bersih selama kurun waktu 5 tahun yaitu

dari tahun 2006-2010 cenderung mengalami penurunan pada nilai LQ

pada tahun 2006-2009 yaitu pada tahun 2006 sebesar 6,172, pada tahun

2007 sebesar 5,875, pada tahun 2008 sebesar 5,664, pada tahun 2009

sebesar 5,178, kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2010

menjadi sebesar 5,657. Walaupun nilai LQ sektor listrik, gas dan air

bersih cenderung mengalami penurunan, sektor ini tetap menjadi sektor

basis di wilayah Provinsi Banten.

Sektor listrik menjadi sektor yang strategis, bukan saja untuk

daerah Provinsi Banten melainkan untuk Jawa dan Bali. Dari sisi supply

di Provinsi Banten terdapat dua pembangkit listrik yaitu PLTU Suralaya

di Kota Cilegon yang dikelola oleh PT Indonesia Power dan PLTU

Labuan di Kabupaten Pandeglang. Gas dan air bersih telah banyak

digunakan oleh masyarakat di Provinsi Banten. Pemerataan gas dan air

bersih di Provinsi Banten telah banyak dinikmati masyarakat Provinsi

Banten. Meskipun masih ada beberapa wilayah pedalaman yang belum

terjamah oleh listrik, seperti masyarakat pedalaman suku baduy.

c. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

Data pada Tabel 12 menjelaskan bahwa sektor perdagangan, hotel

dan restoran merupakan sektor basis yang ada di Provinsi Banten. Sektor

perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor basis dengan rata-rata

nilai LQ sebesar 1,179 sehingga sektor ini telah mampu melakukan

ekspor ke wilayah lain. Nilai LQ sektor perdagangan, hotel dan restoran

selama kurun waktu 5 tahun yaitu dari tahun 2006-2010 cenderung

mengalami peningkatan, yaitu pada tahun 2006 sebesar 1,106, pada tahun

2007 sebesar 1,136, pada tahun 2008 sebesar 1,182, pada tahun 2009

Page 65: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

sebesar 1,243, dan pada tahun 2010 mengalami penurunan meskipun

tidak signifikan yaitu menjadi sebesar 1,231. Kinerja sektor perdagangan,

hotel dan restoran sebagai sektor basis di wilayah Provinsi Banten, hal ini

didukung oleh tersedianya akses informasi pasar yang cukup luas,

tersedianya fasilitas perdagangan seperti pasar dan pusat-pusat

perdagangan, serta ketersedian tenaga kerja yang cukup profesional di

bidang perdagangan.

d. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Data pada Tabel 12 menjelaskan bahwa sektor pengangkutan dan

komunikasi merupakan sektor basis yang ada di Provinsi Banten. Sektor

pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor basis dengan rata-rata

nilai LQ sebesar 1,155. Nilai LQ sektor pengangkutan dan komunikasi

selama kurun waktu 5 tahun yaitu dari tahun 2006-2010 cenderung

mengalami penurunan, yaitu pada tahun 2006 sebesar 1,307, pada tahun

2007 sebesar 1,227, pada tahun 2008 sebesar 1,131, pada tahun 2009

sebesar 1,084, dan pada tahun 2010 sebesar 1,075. Kinerja sektor

pengangkutan dan komunikasi sebagai sektor basis, hal ini tersedianya

fasilitas-fasilitas yang mendukung, misalnya jalanan yang baik serta

tersedia alat transportasi yang baik di daerah Provinsi Banten.

Provinsi Banten merupakan jalur penghubung antara pulau Jawa

dan pulau Sumatera, sehingga ketersediaan jalan menjadi faktor yang

sangat strategis. Menurut Banten dalam angka 2011, Provinsi Banten

pada tahun 2010 tersedia jalan sepanjang 1.246,58 km yang terdiri dari

476,49 km jalan negara dan 770,09 jalan provinsi. Seluruh jalan

merupakan jalan yang telah di aspal kecuali 1,45 persen jalan provinsi

yang belum di aspal, sehingga total keseluruhan panjang jalan yang telah

di aspal mencapai 99,10 persen.

Beberapa fasilitas umum yang menunjang transportasi di Provinsi

Banten adalah adanya stasiun Kereta Api (KA) yang memiliki mobilitas

tinggi. Jumlah penumpang dan barang yang diangkut di beberapa stasiun

KA yaitu stasiun Merak, stasiun Cilegon, stasiun Rangkasbitung, stasiun

Page 66: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

Serang dan stasiun Serpong pada tahun 2010 mencapai 5,51 juta orang

dan 26 ribu ton barang, lebih tinggi dibandingkan tahun 2009 yang hanya

4,56 juta orang dan 1,774 ribu ton barang. Bandara Soekarno-Hatta

merupakan bandara terbesar di Indonesia dan menjadi pintu utama

keluar-masuk internasional bagi Indonesia. Sepanjang periode 2008-2010

intensitas kegiatan transportasi udara pada bandara ini terus meningkat.

Hal ini dapat ditunjukan oleh meningkatnya jumlah penerbangan, jumlah

penumpang dan kargo baik domestik maupun internasional. Pelabuhan

Merak merupakan pelabuhan penyerbangan yang menghubungkan pulau

Jawa dan pulau Sumatera, sehingga menjadi pelabuhan penyebrangan

terpadat di Indonesia.

Akses terhadap sarana telekomunikasi dan internet merupakan

salah satu indikator yang dapat mengukur kemajuan suatu daerah.

Menurut Banten dalam Angka 2011 akses penduduk Provinsi Banten

terhadap sarana komunikasi pada periode tahun 2009-2010 meningkat

pesat. Hal ini dapat ditunjukan oleh meningkatnya presentase rumah

tangga memiliki telepon rumah, handphone dan pengakses internet.

e. Sektor Pertambangan dan Galian

Data pada Tabel 12 menjelaskan bahwa sektor pertambangan dan

galian merupakan sektor non basis di provinsi Banten dengan nilai LQ

<1 yaitu sebesar 0,014. Sektor pertambangan dan galian di Provinsi

Banten selama kurun waktu 5 tahun yaitu pada tahun 2006-2010

merupakan sektor non basis dengan nilai LQ pada tahun 2006 sebesar

0,011. Pada tahun 2007 sebesar 0,013, pada tahun 2008 sebesar 0,014,

pada tahun 2009 sebesar 0,016 dan pada tahun 2010 sebesar 0,015,

sehingga dikatakan belum mampu melakukan ekspor keluar wilayah lain.

Peranan sektor pertambangan dan penggalian dalam struktur

ekonomi Provinsi Banten dari tahun ke tahun cenderung stabil apabila

dilihat dari laju pertumbuhannya selama periode tahun 2006-2010.

Provinsi Banten merupakan wilayah yang berpotensi adanya bahan

tambang serta galian, namun dalam pengembangannya masih perlu

Page 67: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

penanganan yang lebih baik karena masih belum dimanfaatkan secara

optimal, sehingga barang pertambangan dan penggalian belum dapat

mencukupi kebutuhan di dalam wilayah Provinsi Banten.

f. Sektor Bangunan dan Kontruksi

Data pada Tabel 12 menjelaskan bahwa sektor bangunan dan

kontruksi di provinsi Banten merupakan sektor non basis di Provinsi

Banten dengan nilai LQ<1 yaitu sebesar 0,466. Nilai LQ sektor bangunan

dan kontruksi selama kurun waktu 5 tahun yaitu dari tahun 2006-2010

cenderung stabil, yaitu pada tahun 2006 sebesar 0,446, pada tahun 2007

sebesar 0,466, pada tahun 2008 sebesar 0,465, pada tahun 2009 sebesar

0,475, dan pada tahun 2010 sebesar 0,476. Sektor bangunan dan

kontruksi merupakan sektor non basis yang belum mampu untuk

memenuhi kebutuhan wilayahnya sendiri dan masih harus impor dari luar

wilayah lain. Hal ini disebabkan karena kinerja sektor bangunan dan

kontruksi yang lebih rendah di Provinsi Banten di bandingkan pada

kinerja sektor yang sama ditingkat Indonesia, sehingga sektor bangunan

dan kontruksi ini belum mampu melakukan ekspor ke wilayah lain.

Sektor bangunan dan kontruksi merupakan sektor yang memiliki

peranan penting dalam proses pembangunan ekonomi, terutama untuk

mendukung terciptanya sarana dan prasarana ekonomi dan sosial yang

lebih baik sehingga dapat memacu pertumbuhan sektor ekonomi lainnya

maka wilayah Provinsi Banten saat ini tengah melakukan berbagai

pembangunan dan perbaikan berbagai sarana fisik misalnya perbaikan

jalan raya yang ada di daerah Merak.

g. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

Data pada Tabel 12 menjelaskan bahwa sektor keuangan,

persewaan dan jasa perusahaan merupakan sektor non basis di Provinsi

Banten. Selama kurun waktu 5 tahun yaitu pada tahun 2006-2010 sektor

keuangan, persewaan dan jasa perusahaan memiliki nilai rata-rata LQ < 1

yaitu sebesar 0,378. Nilai LQ sektor keuangan, persewaan dan jasa

perusahaan cenderung mengalami peningkatan meskipun peningkatannya

Page 68: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

tidak signifikan. Pada tahun 2006 nilai LQ sektor keuangan, persewaan

dan jasa perusahaan adalah sebesar 0,334 dan mengalami peningkatan

pada tahun 2007 menjadi sebesar 0,352, kemudian pada tahun 2008

sebesar 0,379, pada tahun 2009 sebesar 0,408 dan pada tahun 2010

sebesar 0,414.

Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan di Provinsi

Banten belum mampu melakukan ekspor ke luar Provinsi Banten.

Kinerja sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan disebabkan

karena kondisi keuangan, persewaan dan jasa perusahaan di Provinsi

Banten kurang mampu mendukung kinerja sektor keuangan, persewaan

dan jasa perusahaan di wilayahnya. Selain itu keberadaan fasilitas-

fasilitas yang mendukung seperti bank-bank baik bank pemerintah

maupun swasta, jasa persewaan serta perusahan-perusahan di Provinsi

Banten belum cukup melakukan ekspor ke luar wilayah.

h. Sektor Jasa-Jasa

Data pada Tabel 12 menjelaskan bahwa sektor jasa-jasa merupakan

sektor non basis di provinsi Banten dengan nilai LQ < 1 yaitu rata-

ratanya sebesar 0,516. Nilai LQ dari kurun waktu 5 tahun yaitu pada

tahun 2006-2010 cendenrung mengalami peningkatan, yaitu pada tahun

2006 sebesar 0,484. Pada tahun 2007 sebesar 0,500. Pada tahun 2008

sebesar 0,530. Pada tahun 2009 sebesar 0,535 dan pada tahun 2010

menurun menjadi sebesar 0,529. Hal ini berarti sektor jasa-jasa belum

mampu melakukan ekpor ke luar wilayah Provinsi Banten. Produksi

lokal dalam sektor jasa-jasa hanya cukup untuk memenuhi permintaan

lokal.

Sektor jasa-jasa di Provinsi Banten meliputi jasa pemerintahan, jasa

sosial dan kemasyarakatan, jasa hiburan dan rekreasi. Sektor jasa-jasa di

Provinsi Banten masih memerlukan sumbangan dari luar daerah untuk

menunjang kebutuhan masyarakat daerah Provinsi Banten karena faktor

sektor jasa-jasa yang belum merata yang dapat mendukung kesejahteraan

masyarakat sehingga sektor ini di nilai belum basis.

Page 69: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

B. Kinerja Subsektor Pertanian di Provinsi Banten

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penunjang bagi sektor

perekonomian masyarakat di Provinsi Banten meskipun apabila dilihat dari

analisis nilai LQ sektor pertanian masih belum mampu menjadi sektor basis di

Provinsi Banten. Namun pada kenyataannya sebagian besar masyarakat di

Provinsi Banten masih tergantung kepada sektor pertanian apabila dilihat

dengan keadaan penduduk yang masih bermatapencaharian sebagai petani.

Menurut BPS Provinsi Banten, (2011) persentase jumlah penduduk yang

bekerja di sektor pertanian adalah sebesar 28,39 persen. Sektor pertanian

merupakan sektor yang banyak menyerap tenaga kerja, serta sebagai penunjang

penyedia bahan pangan bagi masyarakat Banten. Subsektor pertanian di

Provinsi Banten terbagi atas 5 subsektor yaitu, subsektor tanaman bahan

makanan (tabama), subsektor perkebunan, subsektor peternakan, subsektor

kehutanan dan subsektor perikanan. Berikut ini adalah hasil analisis dengan

menggunakan metode LQ (Location Quotien) untuk menentukan subsektor

pertanian apa saja yang merupakan subsektor basis di Provinsi Banten.

Tabel 13. Nilai LQ Subsektor Pertanian Provinsi Banten Tahun 2006-2010 Subsektor Pertanian

2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata Keterangan

a. Tabama 1,265 1,269 1,243 1,210 1,331 1,234 Basis b. Tanaman

Perkebunan 0,532 0,449 0,468 0,490 0,496 0,487 Non Basis

c. Peternakan 1,501 1,515 1,726 1,544 1,527 1,562 Basis d. Kehutanan 0,093 0,112 0,098 0,093 0,104 0,100 Non Basis e. Perikanan 0,597 0,651 0,659 0,739 0,692 0,668 Non Basis

Sumber : Analisis Data Sekunder

Data pada analisis LQ yang dapat diketahui dari Tabel 13 terdapat dua

subsektor yang merupakan subsektor basis di Provinsi Banten, yaitu subsektor

tabama dengan nilai LQ rata-rata sebesar 1,234 dan subsektor peternakan

dengan nilai LQ rata-rata 1,562. Nilai LQ tersebut > 1 yang berarti bahwa

subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor peternakan telah mampu

melakukan ekspor ke wilayah lain di luar Provinsi Banten, sedangkan

Page 70: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

subsektor yang lain yaitu subsektor tanaman perkebunan, subsektor kehutanan

dan subsektor perikanan merupakan subsektor non basis dengan rata-rata nilai

LQ < 1 yang berarti bahwa subsektor tersebut belum mampu melakukan ekspor

ke luar wilayah Provinsi Banten.

Nilai LQ subsektor tabama merupakan nilai LQ yang basis di provinsi

Banten, namun nilai LQ ini mengalami fluktuasi dengan kecenderungan

menurun selama kurun waktu penelitian yaitu dari tahun 2006-2010. Subsektor

tabama ini berupa padi sawah dan padi ladang. Nilai LQ tabama tahun 2006-

2007 memiliki nilai yang stabil yaitu sebesar 1,265-1,269, pada tahun 2008

mengalami penurunan menjadi sebesar 1,243 dan 2009 sebesar 1,210

kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2010 sebesar 1,331, hal ini

dikarenakan musim hujan yang tidak menentu sehingga mempengaruhi

produksi subsektor tabama di wilayah Provinsi Banten.

Keberadaan subsektor tabama sebagai salah satu subsektor basis sangat

dipengaruhi oleh penggunaan lahan di Provinsi Banten yang masih cukup

banyak digunakan sebagai lahan sawah. Keadaan basis tabama di Provinsi

Banten dapat terlihat dari Tabel 14.

Tabel 14. Perkembangan Produksi, Produktivitas dan Luas Panen Padi (Sawah dan Ladang) di Provinsi Banten (2006-2010)

Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010 Padi Sawah

Produksi (ton) 1.659.640 1.727.047 1.710.894 1.740.953 1.915.996 Produktivitas (kw/ha) 52,51 52,98 52,36 52,32 52,06 Luas Panen (ha) 316.040 325.953 326.776 332.776 368.009

Padi Ladang Produksi (ton) 91.828 89.093 107.272 108.056 132.051 Produktivitas (kw/ha) 28,36 28,88 29,91 32,39 34,39 Luas Panen (ha) 32.374 30.850 35.861 33.362 38.402

Total Padi Produksi (ton) 1.751.468 1.816.140 1.818.166 1.849.008 2.048.047 Produktivitas (kw/ha) 50,27 50,90 50,14 50,50 50,39 Luas Panen (ha) 348.414 356.803 362.637 366.138 406.411

Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten, 2011

Data pada Tabel 14 produksi padi di Provinsi Banten mencapai angka

2.048.047 ton. Pencapaian ini merupakan kontribusi dari produksi padi sawah

sebesar 1.915.996 ton dan produksi padi ladang sebesar 132.051 ton.

Page 71: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

Pencapaian produksi padi di Provinsi Banten di tahun 2010 mengalami

peningkatan sebesar 199.039 dibandingkan dengan produksi padi pada tahun

2009 yang sebesar 1.849.008 ton. Apabila di analisis dari pencapaian produksi

padi dari tahun 2006 yang hanya sebesar 1.751.468 ton, maka hingga tahun

2010 ini produksi padi di Provinsi Banten meningkat sebesar 296.579 ton. Dari

sisi produktivitas, produktivitas tertinggi komoditas padi di capai pada tahun

2007 yang mencapai 50,90 atau lebih tinggi 0,51 dibandingkan dengan

pencapaian produktivitas padi di tahun 2010. Produktivitas padi pada tahun

2009 mencapai 50,50 atau lebih besar dari pencapaian produktivitas padi di

tahun 2006 dan 2007 yang hanya mencapai angka produktivitas sebesar 50,27

dan 50,14.

Berbeda dengan subsektor tabama, subsektor tanaman perkebunan

merupakan subsektor non basis selama kurun 5 tahun yaitu pada tahun 2006-

2010 yaitu memiliki rata-rata nilai LQ sebesar 0,487. Nilai LQ subsektor

tanaman perkebunan ini cenderung mengalami peningkatan meskipun pada

tahun 2006 ke 2007 mengalami penurunan. Pada tahun 2006 nilai LQ

subsektor tanaman perkebunan sebesar 0,532, mengalami penurunan pada

tahun 2007 menjadi sebesar 0,449, mengalami peningkatan pada tahun 2008

menjadi sebesar 0,468, pada tahun 2009 sebesar 0,490 dan pada tahun 2010

sebesar 0,496. Hal ini dikarenakan sempitnya lahan perkebunan di wilayah

Provinsi Banten yang sebagian besar wilayahnya sudah didominasi oleh

industri-industri sehingga sudah banyak terjadi konversi lahan antara lahan

perkebunan menjadi industri.

Berbeda dengan subsektor tanaman perkebunan, subsektor peternakan

merupakan subsektor yang basis di Provinsi Banten. Nilai LQ subsektor

peternakan pada tahun 2006-2010 cenderung mengalami fluktuasi. Berikut ini

adalah perkembangan populasi ternak di Provinsi Banten pada tahun 2006-

2010.

Page 72: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

Tabel 15. Perkembangan Populasi Ternak di Provinsi Banten (2006-2010) Hewan Ternak

(ekor) 2006 2007 2008 2009 2010

Kerbau 142.465 144.944 153.004 151.976 153.204 Sapi potong 51.998 54.887 60.680 73.513 69.727 Kambing 682.343 729.713 821.656 800.777 790.524 Domba 510.092 581.134 612.569 619.924 628.926 Ayam Buras 8.224.890 9.836.217 10.121.412 9.669.410 9.784.326 Ayam Pedaging 20.452.254 26.232.987 40.011.606 31.887.018 41.146.851 Ayam Petelur 5.662.091 5.861.875 5.896.314 4.803.579 5.344.080

Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten, 2011

Data pada Tabel 15 perkembangan populasi ternak di Provinsi Banten,

dapat diketahui bahwa jumlah ternak terbesar adalah ternak ayam pedaging

yang dari tahun ke tahun perkembangan populasinya terus meningkat. Pada

tahun 2006 jumlah ternak ayam pedaging hanya sebesar 20.452.254 ekor,

kemudian meningkat cukup signifikan pada tahun 2010 sebesar 41.146.851

ekor. Sedangkan perkembangan populasi ternak terkecil di Provinsi Banten

adalah ternah sapi potong. Perkembangan ternak sapi potong dari tahun ke

tahun mengalami fluktuatif. Pada tahun 2006 sebesar 51.998 ekor mengalami

penurunan pada tahun 2007 sebesar 54.887 ekor, kemudian mengalami

peningkatan pada tahun 2008 dan 2009 sebesar 60.680 ekor dan 73.513 ekor,

lalu mengalami penurunan kembali pada tahun 2010 menjadi 69.727 ekor. Hal

ini dapat terjadi dikarenakan adanya arus daging ekspor yang semakin marak

terjadi di Indonesia termasuk di Provinsi Banten.

Subsektor kehutanan merupakan salah satu subsektor yang termasuk

dalam subsektor non basis. Nilai LQ rata-rata subsektor kehutanan adalah

sebesar 0,0904. Nilai itu menjelaskan bahwa subsektor kehutanan masih belum

mampu melakukan ekspor ke luar wilayah Provinsi Banten. Jika dilihat dari

luas areal hutan di Provinsi Banten yang tercatat menjadi hutan negara dengan

luas areal 8.074 ha dengan presentase sebesar 1,85%, maka seharusnya

Provinsi Banten memiliki potensi yang besar pada subsektor kehutanan.

Keadaan subsektor kehutanan sebagai subsektor non basis di Provinsi Banten

terkait dengan masih kurangnya daya produksi dari subsektor kehutanan.

Page 73: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

Permasalahan pengembangan subsektor kehutanan di Provinsi Banten antara

lain terkendala oleh masih rendahnya daya dukung lahan, air dan hutan, masih

rendahnya daya saing produk kehutanan.

Perkembangan kinerja subsektor perikanan di Provinsi Banten dapat

dikatakan juga masih kurang maksimal jika dilihat dari rata-rata nilai LQ

subsektor perikanan sebesar 0,6680. Nilai tersebut menjelaskan bahwa

subsektor perikanan masih dalam kategori subsektor non basis yaitu nilai LQ

<1, angka tersebut juga menggambarkan bahwa produksi lokal masih belum

mampu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam wilayah Provinsi Banten.

Namun apabila dilihat dari laju pertumbuhan subsektor perikanan, subsektor ini

terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu terus mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun. Nilai LQ subsektor perikanan pada tahun

2006 adalah sebesar 0,5971 mengalami peningkatan pada tahun 2007 menjadi

0,6515 meskipun mengalami penurunan pada tahun 2008 menjadi sebesar

0,6480 namun dapat meningkat kembali pada tahun 2009 menjadi 0,7394 dan

kembali mengalami penurunan menjadi 0,5997. Salah satu kendalanya adalah

budaya dari masyarakat Provinsi Banten khususnya yang hidup di daerah

pesisir yang masih sulit untuk menjadi nelayan dan melaut untuk mencari ikan

serta adanya produk ikan kiriman dari luar wilayah maupun negara, sehingga

nelayan sulit aktif melaut kembali.

C. Kinerja Sektor Pertanian dan Sektor Perekonomian lainnya di Provinsi

Banten pada masa mendatang

Kinerja dari sektor pertanian dan sektor perekonomian lainnya yang ada

di Provinsi Banten dapat diketahui dengan menggunakan metode Dynamic

Location Quotient (DLQ). Hasil analisis DLQ terhadap sektor pertanian

Provinsi Banten akan menjelaskan apakah sektor tersebut mengalami

peningkatan kinerja, penurunan atau kinerjanya stabil di masa yang akan

datang. Hasil dari analisis tersebut dapat dilihat dalam Tabel 16.

Page 74: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

Tabel 16. Kinerja Sektor Pertanian dan Sektor Non Pertanian ke depan di Provinsi Banten.

Sektor Perekonomian DLQ

Keterangan 2011 2012 2013 2014 2015

Pertanian 1,026 1,053 1,081 1,110 1,139 Basis

Non Pertanian Pertambangan dan Galian 2,877 8,279 23,821 68,541 197,213 Basis Industri Pengolahan 1,484 2,203 3,269 4,852 7,201 Basis Listrik, Gas dan Air Bersih 1,216 1,478 1,797 2,185 2,656 Basis Bangunan dan Kontruksi 1,087 1,181 1,283 1,395 1,515 Basis Perdagangan, Hotel Restoran 1,373 1,884 2,586 3,549 4,871 Basis Pengangkutan dan Komunikasi 0,684 0,468 0,320 0,219 0,150 Non Basis Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

1,713 2,934 5,025 8,606 14,740 Basis

Jasa-Jasa 1,367 1,868 2,554 3,491 4,772 Basis

Sumber : Analisis Data Sekunder

Data pada Tabel 16 menjelaskan bahwa sektor pertanian di Provinsi

Banten merupakan sektor yang basis dimulai dari tahun 2011 sampai tahun

2012. Sektor pertanian ini diprediksi menjadi sektor basis di masa yang akan

datang apabila dilihat dari nilai DLQ yang lebih besar dari satu. Prediksi basis

ini sudah terjadi untuk tahun 2011 dengan nilai DLQ > 1 yaitu sebesar 1,026,

kemudian meningkat pada tahun 2012 sebesar 1,026, pada tahun 2012 sebesar

1,053, pada tahun 2013 sebesar 1,081, pada tahun 2014 sebesar 1,110 dan pada

tahun 2015 sebesar 1,139. Hal ini dibuktikan dengan adanya berbagai

rancangan-rancangan pemerintah terkait kegiatan pengembangan

pembangunan ekonomi dalam sektor pertanian Provinsi Banten.

Pembangunan pertanian merupakan bagian terpenting dari pembangunan

ekonomi di Provinsi Banten. Pelaksanaan yang dilakukan secara bertahap

diharapkan akan mendapatkan hasil yang maksimal. Sektor pertanian

berkembang ke arah yang semakin baik yang berarti semakin pentingnya posisi

sektor pertanian. Keberhasilan sektor pertanian sangat tergantung pada posisi

sumber daya alam yang sebagian besar terdapat di pedesaaan berupa lahan

pertanian, sumber air, hutan, dan tenaga kerja.

Pertanian di Provinsi Banten diprediksi dapat menjadi sektor basis di

masa yang akan datang disebabkan adanya program pemerintah Provinsi

Page 75: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Banten dengan beberapa strategi pokok yang tercantum dalam RPJMD Banten

2007 – 2012, yaitu sebagai berikut:

a. Perkuatan struktur ekonomi berbasis agribisnis, dimana struktur ekonomi

yang kokoh didasarkan pada ketersediaan sumber daya alam dan produk

unggulan yang dapat diolah dan dimanfaatkan secara optimal dan lestari.

Pendekatan yang dilakukan mengacu pada konsep pengembangan

ekonomi lokal. Pada prinsipnya mengandung makna bahwa pembangunan

ekonomi diarahkan pada upaya mengelola dan mendayagunakan potensi

sumber daya secara optimal.

b. Pemberdayaan masyarakat, dimana pembangunan ekonomi berbasis

sumber daya lokal harus meningkatkan peranan masyarakat, hal tersebut

bertujuan agar pembangunan ekonomi ini berkesinambungan, sehingga

partisipasi masyarakat harus dijadikan modal utama dalam pengelolaan

sumberdaya lokal.

c. Revitalisasi kawasan dan wilayah, hal ini diorientasikan pada

pemberdayaan masyarakat dan pemerataan pembangunan yang bertumpu

pada pengembangan dan pengintegrasian kawasan melalui pembentukan

keterkaitan geografis dan fungsional antar kawasan yang berperan sebagai

penggerak utama (pusat pertumbuhan). Pengembangan kawasan terpadu

pada prinsipnya mengandung makna bahwa upaya pengembangan

kawasan dilaksanakan secara terpadu sehingga diharapkan mampu

meminimalkan berbagai permasalahan mendasar pada setiap kawasan,

mengembangkan dan meningkatkan potensi pada setiap kawasan.

Secara umum, Data pada arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi

Banten Tahun 2002-2017, pembagian wilayah Provinsi Banten dibagi dalam 3

(tiga) Wilayah Kerja Pembangunan, meliputi:

a. Wilayah Kerja Pembangunan (WKP) I yang meliputi: Kota Tangerang,

Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang, dengan kegiatan

utama industri, perdagangan, jasa dan pemukiman. Arahan strategis bagi

WKP I ini yaitu pembangunan jaringan transportasi terpadu Kota

Page 76: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Tangerang, pengembangan Terminal Agrobisnis, fasilitasi pembangunan

jalan Serpong-Balaraja, serta penyediaan perumahan bagi kawasan kumuh.

b. Wilayah Kerja Pembangunan (WKP) II yang meliputi: Kota Cilegon, Kota

Serang dan Kabupaten Serang, dengan kegiatan utama pariwisata,

pertanian, pertambangan, industri, kehutanan dan pendidikan. Arahan

strategis bagi WKP II ini yaitu pengembangan Terminal Terpadu Merak,

jalan Lingkar Selatan Cilegon, pembangunan Pelabuhan Kubang Sari,

pembangunan jalan Cikande, fasilitasi akses ke Pusat Pemerintahan

Kabupaten Serang, pengembangan Agropolitan, pembangunan Kawasan

Ekonomi Khusus Bojonegara.

c. Wilayah Kerja Pembangunan (WKP) III yang meliputi: Kabupaten

Pandeglang dan Kabupaten Lebak, dengan kegiatan utama pariwisata,

pertanian, pertambangan, kehutanan dan pendidikan. Arahan strategis bagi

WKP ini yaitu penanganan desa tertinggal, listrik perdesaan, rehabilitasi

dan konservasi kawasan lindung Akarsari, pengembangan Agropolitan.

Data pada rancangan - rancangan yang telah ditetapkan tersebut maka

diharapkan dapat menjadi suatu dorongan untuk perbaikan-perbaikan

pembangunan di Provinsi Banten khususnya dalam sektor pertanian.

Pembangunan Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten sedikit mungkin dapat

memberikan kontribusi pada kemajuan dan kesejahteraan petaninya.

Data pada analisis metode DLQ sektor pertambangan dan galian di

Provinsi Banten dalam Tabel 16 ini diprediksi menjadi sektor basis di masa

yang akan datang. Prediksi basis ini sudah terjadi untuk tahun 2011 dengan

nilai DLQ > 1 yaitu sebesar 2,877. Kemudian meningkat pada tahun 2012

sebesar 8,279, pada tahun 2013 sebesar 23,87, pada tahun 2014 sebesar 68,541,

dan pada tahun 2015 sebesar 197,213.

Kinerja sektor pertambangan dan galian yang akan diprediksi mampu

untuk memenuhi kebutuhan lokal masyarakat Provinsi Banten disebabkan Data

pada banyaknya ilmuan yang telah meneliti beberapa daerah Provinsi Banten

yang memiliki potensi tambang dan belum di manfaatkan secara optimal, hal

ini dibuktikan dengan adanya penemuan-penemuan potensi tambang baru di

Page 77: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

wilayah-wilayah Provinsi Banten seperti di daerah Pandegelang, diantaranya

emas, perak, pasir besi dan minyak bumi. Dari potensi tersebut, yang baru

dimanfaatkan baru emas dan perak sehingga hasil dari sektor pertambangan

dan galian di Provinsi Banten diprediksi akan melimpah pada tahun yang telah

diproyeksikan.

Data pada analisis metode DLQ sektor Bangunan dan Kontruksi di

Provinsi Banten dalam Tabel 16 diprediksi menjadi sektor basis. Sektor

Bangunan dan Kontruksi ini diprediksi menjadi sektor basis di masa yang akan

datang apabila dilihat dari nilai DLQ > 1. Nilai DLQ yang telah diproyeksikan

selama rentang waktu 5 tahun nilainya adalah sebesar 1,515. Prediksi basis ini

sudah terjadi untuk tahun 2011 dengan nilai DLQ > 1 yaitu sebesar 1,087,

kemudian meningkat pada tahun 2012 menjadi sebesar 1,181, pada tahun 2013

sebesar 1,283, pada tahun 2014 sebesar 1,395, dan pada tahun 2015 sebesar

1,515.

Kinerja sektor bangunan dan kontruksi yang akan diprediksi mampu

melakukan ekspor ke luar wilayah Provinsi Banten. Kinerja sektor bangunan

dan kontruksi juga dipengaruhi oleh peningkatan penduduk di Provinsi Banten

yang menuntut akan meningkatnya kebutuhan pemukiman dan fasilitas-

fasilitas umum lainnya yang mendukung kesejahteraan masyarakat. Hal ini

dibuktikan juga dengan adanya perkembangan pembangunan-pembangunan

fasilitas umum yang mulai menjadi target pengembangan wilayah Provinsi

Banten seperti bangunan jalan layang di jalan raya Merak dan perbaikan jalan

tol Jakarta-Merak, sehingga memudahkan akses keluar masuk Jawa-Sumatera.

Berbeda dengan sektor bangunan dan kontruksi, Data pada analisis

metode DLQ pada Tabel 16, sektor pengangkutan dan komunikasi di Provinsi

Banten dalam Tabel 16 merupakan sektor non basis. Sektor pengangkutan dan

komunikasi ini diprediksi menjadi sektor non basis di masa yang akan datang

apabila dilihat dari nilai DLQ >1. Prediksi non basis ini sudah terjadi untuk

tahun 2011 dengan nilai DLQ > 1 yaitu sebesar 0,684, kemudian menurun pada

tahun 2012 menjadi sebesar 0,468, pada tahun 2013 sebesar 0,320, pada tahun

2014 sebesar 0,219, dan pada tahun 2015 sebesar 0,150.

Page 78: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

Kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi yang akan diprediksi akan

non basis dan tidak mampu lagi mencukupi kebutuhan di luar wilayah Provinsi

Banten, hal ini dikarenakan bahwa sektor pengangkutan dan komunikasi di

wilayah Provinsi Banten banyak dikuasi oleh perorangan asing yang berada di

luar wilayah Provinsi Banten, sehingga pemasukan dari hasil sektor

pengangkutan dan komunikasi hanya sebagian saja yang masuk ke pendapatan

daerah wilayah Provinsi Banten, maka hal tersebut dapat menjadi penghambat

dalam perhitungan laju pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi.

Data pada analisis metode DLQ pada Tabel 16, sektor keuangan,

persewaan dan jasa perusahaan di Provinsi Banten dalam Tabel 16 merupakan

sektor basis. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan ini diprediksi

menjadi sektor basis di masa yang akan datang apabila dilihat dari nilai DLQ >

1. Prediksi basis ini sudah terjadi untuk tahun 2011 dengan nilai DLQ > 1 yaitu

sebesar 1,717, kemudian meningkat pada tahun 2012 menjadi sebesar 2,934,

pada tahun 2013 sebesar 5,025, pada tahun 2014 sebesar 8,606, dan pada tahun

2015 sebesar 14,740. Kinerja sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan

juga dipengaruhi oleh meningkatkan fasilitas-fasilitas keuangan, persewaan

dan jasa perusahaan dan jasa perusahaan bagi penduduk wilayah Provinsi

Banten. Kinerja sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang akan

diprediksi sudah mampu untuk memenuhi kebutuhan lokal masyarakat Provinsi

Banten serta mampu melakukan ekspor ke luar wilayah Provinsi Banten.

Data pada analisis metode DLQ sektor jasa-jasa di Provinsi Banten

dalam Tabel 16 merupakan sektor basis. Sektor jasa-jasa ini diprediksi menjadi

sektor basis di masa yang akan datang apabila dilihat dari nilai DLQ > 1.

Prediksi basis ini sudah terjadi untuk tahun 2011 dengan nilai DLQ > 1 yaitu

sebesar 1,367, kemudian meningkat pada tahun 2012 menjadi sebesar 1,868,

pada tahun 2013 sebesar 2,554, pada tahun 2014 sebesar 3,491, dan pada tahun

2015 sebesar 4,772. Kinerja sektor jasa-jasa juga dipengaruhi oleh semakin

tingginya kebutuhan masyarakat Provinsi Banten akan sektor jasa sehingga

banyak orang memilih profesi sebagai penyedia jasa. Selain itu adanya

perbaikan pengelolaan dan pelayanan masyarakat di Provinsi Banten baik pada

Page 79: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

pelayanan jasa pemerintahan, jasa sosial masyarakat yang mendukung

perkembangan sektor jasa-jasa. Kinerja sektor jasa-jasa yang akan diprediksi

sudah mampu untuk memenuhi kebutuhan lokal masyarakat Provinsi Banten

serta mampu melakukan ekspor ke luar wilayah Provinsi Banten.

D. Kinerja Subsektor Pertanian ke depan di Provinsi Banten

Perubahan kinerja dari subsektor pertanian yang ada di Provinsi Banten

dapat diketahui dengan metode Dynamic Location Quotient. Hasil analisis

Dynamic Location Quotient terhadap subsektor pertanian Provinsi Banten akan

menjelaskan apakah subsektor tersebut mengalami peningkatan kinerja,

penurunan atau kinerjanya stabil di masa kini dan pada masa yang akan datang

pada rentang waktu 5 tahun (2011-2015). Hasil dari analisis tersebut dapat

dilihat dalam Tabel 17.

Tabel 17. Kinerja Subsektor Pertanian ke depan di Provinsi Banten

Lapangan Usaha DLQ Keterangan

2011 2012 2013 2014 2015 Subsektor Tabama 1,220 1,489 1,817 2,218 2,707 Basis Subsektor Perkebunan 0,826 0,683 0,564 0,466 0,385 Non Basis Subsektor Peternakan 1,449 2,098 3,039 4,402 6,377 Basis Subsektor Kehutanan 0,725 0,526 0,381 0,277 0,201 Non Basis Subsektor Perikanan 1,012 1,024 1,036 1,048 1,060 Basis

Sumber : Analisis Data Sekunder

Data pada Tabel 17 dapat diketahui bahwa pada masa yang akan datang

diperkirakan subsektor tabama, subsektor peternakan dan subsektor perikanan

merupakan subsektor basis, sedangkan subsektor tanaman perkebunan dan

subsektor kehutanan merupakan subsektor non basis di Provinsi Banten.

Subsektor tabama merupakan subsektor yang tetap basis di masa yang akan

datang dengan nilai DLQ > 1. Prediksi basis ini sudah terjadi pada tahun 2011

dengan nilai DLQ > 1 yaitu sebesar 1,220, kemudian meningkat pada tahun

2012 menjadi sebesar 1,489, pada tahun 2013 sebesar 1,817, pada tahun 2014

sebesar 2,218, dan pada tahun 2015 sebesar 2,707. Kinerja subsektor tabama

juga dipengaruhi oleh meningkatnya hasil pangan di Provinsi Banten pada

tahun ke tahun sehingga Provinsi Banten mampu mengekspor ke luar wilayah.

Page 80: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

Subsektor perkebunan merupakan subsektor non basis di masa yang akan

datang dengan nilai DLQ > 1. Prediksi non basis ini sudah terjadi pada tahun

2011 dengan nilai DLQ > 1 yaitu sebesar 0,826, kemudian menurun pada tahun

2012 menjadi sebesar 0,683, pada tahun 2013 sebesar 0,564, pada tahun 2014

sebesar 0,466, dan pada tahun 2015 sebesar 0,385. Kinerja subsektor

perkebunan yang masih menjadi subsektor non basis ini dipengaruhi dengan

minimnya hasil perkebunan yang ada di wilayah Provinsi Banten karena

potensi lahan perkebunan yang relatif kecil. Sehingga Provinsi Banten sampai

saat ini belum mampu mengekspor ke luar wilayah lainnya.

Subsektor peternakan merupakan subsektor yang tetap basis di masa

yang akan datang dengan nilai DLQ > 1. Prediksi basis ini sudah terjadi pada

tahun 2011 dengan nilai DLQ > 1 yaitu sebesar 1,449, kemudian meningkat

pada tahun 2012 menjadi sebesar 2,098, pada tahun 2013 sebesar 3,039, pada

tahun 2014 sebesar 4,402, dan pada tahun 2015 sebesar 6,377. Kinerja

subsektor peternakan juga dipengaruhi oleh meningkatnya hasil ternak di

Provinsi Banten pada tahun ke tahun sehingga Provinsi Banten mampu

mengekspor ke luar wilayah lainnya.

Subsektor kehutanan merupakan subsektor non basis di masa yang akan

datang dengan nilai DLQ > 1. Prediksi non basis ini sudah terjadi pada tahun

2011 dengan nilai DLQ > 1 yaitu sebesar 0,725, kemudian menurun pada tahun

2012 menjadi sebesar 0,526, pada tahun 2013 sebesar 0,381, pada tahun 2014

sebesar 0,277, dan pada tahun 2015 sebesar 0,201. Kinerja subsektor kehutanan

yang masih tetap menjadi subsektor non basis ini dipengaruhi dengan

minimnya hasil hutan yang ada di wilayah Provinsi Banten karena potensi

lahan dari hutan yang relatif kecil. Sehingga Provinsi Banten sampai saat ini

belum mampu mengekspor ke luar wilayah lainnya.

Subsektor perikanan merupakan subsektor basis pada masa yang akan

datang. Pada tahun 2006-2010 subsektor perikanan masih menjadi subsektor

non basis, yaitu subsektor yang belum mampu melakukan ekspor ke luar

wilayah lain. Namun setelah diproyeksikan selama rentang waktu selama 5

tahun subsektor perikanan telah mampu menjadi subsektor basis. Hal ini

Page 81: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

ditunjukan dengan nilai DLQ> 1. Prediksi basis ini telah terjadi pada tahun

2011 yaitu dengan nilai DLQ subsektor perikanan sebesar 1,012, meningkat

pada tahun 2012 menjadi sebesar 1,024, pada tahun 2013 menjadi sebesar

1,036, pada tahun 2014 sebesar 1,048 dan pada tahun 2015 sebesar 1,060.

Kegiatan pada subsektor perikanan, meliputi kegiatan usaha perikanan air

tawar (budidaya) dan perikanan laut (tangkap) subsektor perikanan menjadi

subsektor basis yang telah mampu melakukan ekspor ke luar wilayah lainnya.

E. Faktor Penentu Kinerja Sektor Pertanian dan Subsektor Pertanian di Provinsi Banten.

Faktor dominan yang menentukan kinerja sektor pertanian dan subsektor

pertanian di Provinsi Banten dapat dilihat di dalam Tabel 18.

Tabel 18. Faktor Penentu Kinerja Sektor Pertanian dan Subsektor Pertanian di Provinsi Banten

SSS LSS Faktor Penentu Sektor Pertanian -2.263.505 -2.062.305 Faktor Lokasi

Subsektor Pertanian Tabama -672.174 778.968 Faktor Lokasi Perkebunan 532.564 -518.216 Faktor Struktur Ekonomi Peternakan -1.010.100 1.042.808 Faktor Lokasi Kehutanan 12.525 -11.505 Faktor Struktur Ekonomi Perikanan 408.588 -392.472 Faktor Struktur Ekonomi

Sumber : Analisis Data Sekunder

Data pada Tabel 18 menjelaskan bahwa sektor pertanian memiliki nilai

LSS yang lebih besar dibandingkan dengan nilai SSS, hal ini menjelaskan

bahwa faktor lokasi adalah faktor dominan yang menentukan kinerja dari

sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan sektor non basis atau hanya dapat

dikatakan sebagai sektor penunjang pada perekonomian wilayah di Provinsi

Banten pada tahun 2006-2010. Keadaan ini terkait dengan kondisi wilayah di

Provinsi Banten yang didominasi dengan tingginya tingkat bangunan industri-

industri, perumahan serta pertokoan yang banyak dibangun di wilayah Provinsi

Banten.

Data pada Tabel 18 menjelaskan bahwa subsektor tabama memiliki nilai

LSS yang lebih besar dibandingkan dengan nilai SSS hal ini menjelaskan

bahwa faktor lokasi menjadi faktor dominan yang menentukan kinerja

subsektor tabama di wilayah Provinsi Banten. Provinsi Banten masih memiliki

Page 82: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

wilayah yang berpotensi meghasilkan tanaman bahan makanan seperti jagung

dan padi yang umumnya ditanam di Kabupaten Pandegelang, Kabupaten

Lebak, dan Kabupaten Serang.

Subsektor perkebunan memiliki nilai SSS yang lebih besar dibandingkan

nilai LSS, hal ini menunjukan bahwa faktor struktur ekonomi di wilayah

Provinsi Banten menjadi faktor dominan yang menentukan kinerja dari

subsektor perkebunan di Provinsi Banten. Keadaan ini terkait dengan potensi

yang dimiliki oleh subsektor perkebunan di Provinsi Banten yang didukung

oleh adanya PTPN dan potensi wilayah-wilayah Banten yang masih ada

beberapa lokasi yang memiliki lahan perkebunan. Perkebunan di Provinsi

Banten pada umumnya terletak di daerah Kabupaten Pandegelang dan Lebak.

Berbeda dengan subsektor perkebunan, subsektor peternakan memiliki

nilai LSS yang lebih besar dibandingkan nilai SSS. Hal ini menjelaskan bahwa

faktor lokasi lebih dominan dalam menentukan perubahan kinerja subsektor

peternakan. Keadaan ini terkait dengan adanya beberapa daerah menjadi

pengembang sapi potong di beberapa kabupaten di Provinsi Banten antara lain

Kabupaten Serang, Kabupaten Pandegelang, dan Kabupaten Lebak. Disamping

adanya daerah pengembang tersebut di Provinsi Banten juga diusakan berbagai

macam ternak unggas seperti ayam ras, itik dan bebek. Dilihat dengan adanya

daerah yang menjadi pusat pengembangan ternak, maka dinilai akan mampu

memenuhi kebutuhan masyarakat Provinsi Banten.

Subsektor kehutanan memiliki nilai SSS yang lebih besar dibandingkan

nilai LSS. Hal ini menjelaskan bahwa faktor struktur ekonomi yang

mempengaruhi perubahan kinerja subsektor kehutanan. Keadaan ini terkait

dengan keadaan wilayah Provinsi Banten yang dominan dengan wilayah

perkotaan, sehingga pemerintah Provinsi Banten kurang mengoptimalkan

kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pengembangan potensi subsektor

kehutanan.

Subsektor perikanan di Provinsi Banten diprediksi akan menjadi

subsektor basis pada masa yang akan datang. Data pada hasil analisis Tabel 19

diketahui bahwa subsektor perikanan memiliki nilai SSS yang lebih besar dari

pada nilai LSS menjelaskan bahwa faktor struktur ekonomi menjadi faktor

yang mempengaruhi perubahan ini. Terkait dengan program minapolitan yang

Page 83: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Banten maka saat ini Provinsi Banten

sedang mengembangkan potensi perikanannya, baik perikanan air laut maupun

air tawar yang diwujudkan dengan pengembangan budidaya air tawar di setiap

kabupaten terutama pada budidaya ikan di kolam.

Beberapa kegiatan yang menjadi program pengembangan tersebut

adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri atau PNPM

Mandiri Kelautan dan Perikanan yang terdiri atas Pengembangan Usaha Mina

Pedesaan (PUMP) dan Pengembangan Usaha Garam Rakyat (Pugar). Banten

memiliki potensi menjadi produsen perikanan daerah dan potensi itu bisa

dijadikan sebagai ujung tombak pembangunan. Kementerian Kelauatan dan

perikanan hingga tahun 2014 menargetkan peningkatan produksi ikan tangkap

maupun budidaya sebesar 353 persen dari rata-rata produksi saat ini sekitar

8.000.000 pertahun. Banten merupakan daerah potensial untuk mendukung

tercapainya target tersebut. Program nasional Kawasan Minapolitan pesisir

Banten, dari Tanjung Pasir di Kabupaten Tangerang sampai Sawarna di

Kabupaten Lebak, guna memacu kesejahteraan nelayan. Pada 2011 terdapat

lima kawasan yang menjadi program dalam Minapolitan di Provinsi Banten,

yaitu meliputi Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu dan kawasan

budidaya rumput laut Pontang (Kota Serang), Pelabuhan Perikanan Pantai

(PPP) Labuan (Kabupaten Pandeglang), kawasan budidaya kerang Panimbang

dan kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Binuangeun. Secara geografis

Banten dibagi dalam dua wilayah pembangunan, yaitu utara dan selatan.

Bagian utara meliputi Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Cilegon,

sedangkan bagian selatan meliputi Kabupaten Lebak, Pandeglang, dan Serang.

Konsep utama perancangan bantuan anggaran yang dilakukan oleh

pemerintah Provinsi Banten adalah pembangunan kelautan dan perikanan yang

berbasis kawasan dengan keterpaduan lintas sektor untuk peningkatan taraf

hidup masyarakat. Anggaran sektoral pada DKP (Dinas Kelautan dan

Perikanan) Banten, akan difokuskan untuk memberikan input produksi serta

sarana dan prasarana pokok. Sedangkan yang lintas sektoral berupa penyediaan

prasarana pendukung seperti jalan, saluran irigasi serta dukungan lain yang

diperlukan. Dalam pelaksanaannya, sebagian besar yang dimiliki akan

difokuskan pada lokasi Minapolitan Banten.

Page 84: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

Data dari Dinas Perikanan (2011) menjelaskan bahwa Kementerian

Kelautan dan Perikanan (KKP) menyerahkan bantuan sebesar Rp 33,2 miliar

kepada para nelayan di Provinsi Banten. Bantuan diberikan

untuk merealisasikan kebijakan KKP, yakni modernisasi armada dan

industrialisasi kelautan dan perikanan. Bantuan yang diberikan adalah berupa

lima unit kapal INKA MINA, dua unit excavator, dua paket teknologi kawasan

PDN, satu paket peralatan value added products, satu paket mini cold storage,

satu unit mobil ATI-Gemarikan, satu unit mobil dengan box berpendingin, 12

unit freezer, 12 unit SPG roda tiga, empat unit spinner pengolahan abon, 12

paket peralatan pengolahan, 22 unit cool box, fiberglass, sembilan unit freezer

368 L, 12 unit cool box 200 lt,12 unit cool box 600 lt, 1200 Sertifikat Hak Atas

Tanah (SEHAT) nelayan.

Selain bantuan-bantuan tersebut, KKP juga memberikan Bantuan

Langsung Masyarakat (BLM), Pengembangan Usaha Mina Pedesaan

(PUMP) perikanan tangkap sebesar 105 paket yang bernilai total sebesar Rp.

10,5 miliar dan bantuan langsung masyarakat PUMP perikanan budidaya

sebesar 148 paket yang bernilai Rp 9,6 miliar. Penyerahan bantuan tersebut

merupakan bentuk wujud nyata KKP dalam mendukung Provinsi Banten

sebagai wilayah penghasil ikan sekaligus wilayah berkembangnya perusahaan

pengolahan ikan skala besar, yang menghasilkan produk dengan tujuan pasar

ekspor, maupun industri rakyat skala UMKM. Industri kelautan dan perikanan

selama ini memang terkesan jauh dari sentuhan teknologi. Beberapa daerah

yang menjadi sentra produksi ikan tangkap di Provinsi Banten, antara lain di

Kecamatan Labuan dan Panimbang (Kabupaten Pandeglang), Terate dan

Karangantu (Kabupaten Serang), serta di Kecamatan Kronjo dan Cituis

(Kabupaten Tangerang).

Berbagai kegiatan-kegiatan pemerintah tersebut telah cukup berhasil

mengembangkan potensi subsektor perikanan, sehingga subsektor perikanan

telah mampu menjadi subsektor basis di masa yang akan datang. Perhatian

pemerintah terkait dengan kebijakan-kebijakan tersebut telah terbukti dapat

memajukan subsektor perikanan. Semakin berkembangnya subsektor perikanan

maka diharapkan kesejahteraan petani di Provinsi Banten akan dapat

meningkat pula.

Page 85: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam

bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Berdasarkan analisis LQ, selama tahun 2006-2010 kinerja sektor pertanian

merupakan sektor non basis dalam pertumbuhan perekonomian wilayah di

Provinsi Banten setara dengan sektor pertambangan dan galian, sektor

bangunan dan kontruksi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan,

serta sektor jasa-jasa.

2. Berdasarkan analisis LQ, subsektor pertanian yang memiliki kinerja

sebagai subsektor basis dari tahun 2006-2010 adalah subsektor tanaman

bahan makanan dan subsektor peternakan, sedangkan sektor pertanian

yang menjadi subsektor non basis adalah subsektor perkebunan, subsektor

kehutanan, dan subsektor perikanan.

3. Berdasarkan analisis DLQ, selama tahun 2011-2015 diramalkan kinerja

sektor pertanian merupakan sektor basis yang berperan penting dalam

pertumbuhan perekonomian wilayah di Provinsi Banten bersama dengan

sektor pertambangan dan galian, sektor industri pengolahan, sektor listrik,

gas dan air bersih, sektor bangunan dan kontruksi, sektor perdagangan,

hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta

sektor jasa-jasa.

4. Berdasarkan analisis DLQ, subsektor pertanian yang diramalkan memiliki

kinerja sebagai subsektor basis dari tahun 2011-2015 adalah subsektor

tanaman bahan makanan, subsektor peternakan dan subsektor perikanan,

sedangkan sektor pertanian yang memiliki sebagai subsektor non basis

adalah subsektor perkebunan dan subsektor kehutanan.

5. Berdasarkan analisis Shift Share, faktor dominan yang menentukan kinerja

sektor pertanian adalah faktor lokasi. Faktor dominan yang menentukan

kinerja subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor peternakan di

Provinsi Banten adalah faktor lokasi, sedangkan faktor dominan yang

73

Page 86: ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN .../Analisis...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii ANALISIS KINERJA SEKTOR PERTANIAN DALAM PEREKONOMIAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

menentukan kinerja subsektor perkebunan, subsektor kehutanan, dan

subsektor perikanan di Provinsi Banten adalah faktor struktur ekonomi.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, saran yang dapat

diberikan yaitu:

1. Menurut hasil analisis DLQ, sektor pertanian menjadi sektor basis pada

masa yang akan datang dengan adanya tren kebijakan pemerintah Provinsi

Banten, maka Pemerintah Provinsi Banten sebaiknya melakukan perbaikan

struktur anggaran yang lebih terarah kepada pembangunan di sektor

pertanian.

2. Perlu adanya kebijakan-kebijakan pemerintah terkait dengan faktor lokasi

yang menentukan kinerja sektor pertanian, yaitu seperti adanya perbaikan

sarana pertanian yang dapat menunjang kegiatan pertanian serta adanya

perancangan Peraturan Daerah (Perda) yang melindungi kelestarian lahan

dan membatasi adanya alih fungsi lahan secara bijaksana agar lahan usaha

pertanian tetap terjaga.