ANALISIS KEMAMPUAN BIOREMEDIASI N DAN P OLEH …repository.ub.ac.id/7061/1/ROHMATUL UMA.pdf ·...
Transcript of ANALISIS KEMAMPUAN BIOREMEDIASI N DAN P OLEH …repository.ub.ac.id/7061/1/ROHMATUL UMA.pdf ·...
ANALISIS KEMAMPUAN BIOREMEDIASI N DAN P OLEH TANAMAN AIR AZOLLA (Azolla pinnata) DAN KIAMBANG (Salvinia molesta)
PADA LIMBAH CAIR TAHU
SKRIPSI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
Oleh :
ROHMATUL UMA NIM. 135080100111066
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
ANALISIS KEMAMPUAN BIOREMEDIASI N DAN P OLEH TANAMAN AIR AZOLLA (Azolla pinnata) DAN KIAMBANG (Salvinia molesta)
PADA LIMBAH CAIR TAHU
SKRIPSI
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan
di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh :
ROHMATUL UMA NIM. 135080100111066
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
iii
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Rohmatul Uma
NIM : 13508010011066
Prodi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang saya tulis ini
merupakan hasil karya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain
kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini adalah
hasil plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut
sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Malang, 31 Juli 2017
Rohmatul Uma
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam penyusunan laporan penelitian skripsi ini tidak lepas dari segala
bentuk dukungan yang penulis peroleh dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia yang telah di berikan,
Orang tua saya, beserta seluruh keluarga atas dukungan baik moral
maupun materi yang telah diberikan.
2. Bapak Ir. Putut Widjanarko MP. dan Ibu Ir. Kusriani MP. selaku
pembimbing, atas bimbingan serta nasehat yang telah diberikan
3. Bapak Andi Kurniawan, S.Pi., M. Eng., D.Sc, selaku penguji skripsi
4. Bapak Muchlis Zainudin dan Ibu Mega, selaku staff laboratorium
reproduksi ikan dan staff laboratorium hidrobiologi yang telah banyak
membantu dalam peneritian saya
5. Rekan-rekan penulis meliputi Banana tercinta, balajaer terheboh dan
warga desa Pakis yang telah banyak memberikan bantuan ikut berperan
dalam memperlancar penelitian dan penulisan ini
6. Seluruh FAM’13 yang telah menjadi teman, sahabat, keluarga dan telah
memberikan dukungan, bantuan dan semangat selama menempuh
pendidikan di Kota Malang.
Malang, 31 Juli 2017
Penulis
vi
RINGKASAN
ROHMATUL UMA. 135080100111066. Skripsi tentang Analisis Kemampuan Bioremediasi N dan P oleh Tanaman Air Azolla (Azolla pinnata) dan Kiambang (Salvinia molesta) pada Limbah Cair Tahu (dibawah bimbingan Ir. Putut Widjanarko MP. dan Ir. Kusriani, MP.).
Pembangunan di sektor industri maju dengan pesat selaras dengan laju
pembangunan nasional. Sebagai realisasi dan konsekuensi kegiatan pembangunan di sektor industri, muncul berbagai masalah lingkungan secara langsung maupun tidak langsung berupa pengotoran perairan oleh limbah cair, salah satunya yaitu rumah industri tahu. Industri tahu adalah jenis industri pangan yang mengolah bahan baku kedelai yang menghasilkan limbah padat dan limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan mengandung banyak bahan organik yang dapat meningkatkan senyawa anorganik seperti N dan P, yang mana dalam konsentrasi tinggi di perairan akan mempercepat pertumbuhan tanaman air. Kondisi demikian lambat laun akan menyebabkan kematian biota dalam air. Jika industri tersebut membuang limbah cair tahu ke badan air tanpa adanya pengolahan, maka aliran limbah tersebut akan melalui perairan di sekitar pemukiman, sehingga mutu lingkungan tempat tinggal penduduk menjadi turun. Kiambang (Salvinia molesta) dan Azolla (Azolla pinnata) merupakan jenis tanaman air yang melayang bebas di permukaan air dan mempunyai kecepatan tumbuh yang sangat cepat dalam kondisi yang memungkinkan. Karena sifat pertumbuhannya yang cepat, jumlah tanaman tersebut sangat melimpah dilingkungan perairan tanpa pemanfaatan secara optimal. Berdasarkan hal diatas, maka dilakukan penelitian dengan memanfaatkan tanaman air kiambang (Salvinia molesta) dan Azolla (Azolla pinnata) untuk mengetahui ada atau tidak perbedaan antara tanaman Azolla (Azolla pinnata) dan kiambang (Salvinia molesta) dalam tingkat keberhasilan proses bioremediasi pada limbah cair tahu. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Penelitian ini di laksanakan pada bulan April – Mei 2017 di Laboratorium Reproduksi Ikan dan Laboratorium Hidrobiologi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang.
Hasil rata-rata pengukuran konsentrasi nitrat dari hari ke-0 sampai ke-6 pada bak perlakuan tanaman Azolla (Azolla pinnata) yaitu 2,236 mg/l, 1,863 mg/l, 1,48 mg/l dan 1,219 mg/l. Pada bak perlakuan tanaman Kiambang yaitu 2,236 mg/l, 2,041 mg/l, 1,816 mg/l dan 1,484 mg/l. Sedangkan hasil rata-rata pengukuran konsentrasi Orthofosfat dari hari ke-0 sampai ke-6 pada bak perlakuan tanaman Azolla (Azolla pinnata) yaitu 1,604 mg/l, 1,369 mg/l, 1,205 mg/l dan 1,065 mg/l. Pada bak perlakuan tanaman Kiambang yaitu 1,604 mg/l, 1,491 mg/l, 1,394 mg/l dan 1,275 mg/l. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan uji ANOVA dan BNT menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara bak perlakuan Azolla (Azolla pinnata) dan Kiambang (Salvinia molesta) dalam kemampuan bioremediasi. Pada bak perlakuan tanaman Azolla (Azolla pinnata) memiliki kemampuan bioremediasi Nitrat (NO3
-) dan Orthofosfat (PO43-) lebih baik dari
pada bak perlakuan Kiambang (Salvinia molesta).
vii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Skripsi ini dengan judul “Analisis Kemampuan Bioremediasi N dan P
oleh Tanaman Air Azolla (Azolla pinnata) dan Kiambang (Salvinia molesta)
pada Limbah Cair Tahu Pakis - Malang”. Di dalam tulisan ini, disajjikan pokok-
pokok bahasan tentang bioremediasi terhadap limbah cair.
Sangat disadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki
penulis, walaupun lebih dikerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti, tetapi
masih dirasakan banyak kekurangtepatan, oleh karena itu penulis mengharapkan
saran yang membangun agar tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Malang, 31 Juli 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ............................................................................................... ii
PENGESAHAN .................................................................................. iii
PERNYATAAN ORISINALITAS . ........................................................ iv
UCAPAN TERIMA KASIH . ................................................................. v
RINGKASAN . ..................................................................................... vi
PENGANTAR . .................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xi
1. PENDAHULUAN .................................................................... 1 1.1 Latar Belakang . ................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah. .......................................................... 3 1.3 Tujuan . .............................................................................. 3 1.4 Hipotesis . ......................................................................... 4 1.5 Kegunaan . ......................................................................... 4 1.6 Tempat dan waktu. ............................................................. 4
2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 5 2.1 Pencemaran ....................................................................... 5 2.2 Air Limbah .......................................................................... 5 2.3 Limbah Cair Tahu ............................................................... 7 2.4 Bioremediasi ...................................................................... 9 2.5 Agen Bioremediasi ............................................................. 11
2.5.1 Kiambang (Salvinia molesta) ........................................ 11 2.5.2 Azolla (Azolla pinnata) . ................................................ 12
2.6 Orthofosfat ......................................................................... 13 2.7 Nitrat ................................................................................. 15
3. METODE PENELITIAN............................................................ 16 3.1 Materi Penelitian ................................................................ 16 3.2 Alat dan Bahan ................................................................... 16 3.3 Lokasi Pengambilan Sampel .............................................. 16 3.4 Metode Penelitian............................................................... 16 3.5 Sumber Data ..................................................................... 18 3.6 Tahapan Penelitian ............................................................ 18 3.7 Prosedur Pengukuran Kualitas Air ...................................... 21 3.8 Analisis Data ...................................................................... 23
4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 26 4.1 Karakteristik Limbah Cair Tahu .......................................... 26 4.2 Kondisi Tanaman pada Awal hingga Akhir penelitian ......... 26 4.3 Hasil Pengukuran Konsentrasi Nitrat pada Media Tanam ... 29
ix
4.4 Hasil Pengukuran Konsenrasi Orthofosfat pada Media Tanam .............................................................................. 33
4.4 Kualitas Air Pendukung ..................................................... 37 4.4.1 Suhu ............................................................................ 37 4.4.2 pH ................................................................................ 38 4.4.3 Oksigen terlarut ............................................................ 40
5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 41 5.1 Kesimpulan ........................................................................ 41 5.2 Saran ................................................................................ 41
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 42
LAMPIRAN ................................................................................... 47
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Analisis ragam RAL ........................................................................ 23
2. Beda Nyata Terkecil (BNT) ............................................................. 25
3. Prosentase penurunan konsentrasi nitrat (NO3-) pada media tanam
(hasil rerata konsentrasi nitrat dari 3 kali ulangan) ......................... 30 4. Sidik ragam konsentrasi nitrat (NO3
-) pada media tanam ................ 30
5. Hasil uji BNT konsentrasi nitrat (NO3-) ............................................ 31
6. Prosentase penurunan konsentrasi orthofosfat (PO43-) pada media
tanam (hasil rerata konsentrasi orthofosfat dari 3 kali ulangan) ...... 34 7. Sidik ragam konsentrasi orthofosfat (PO4
3-) pada media tanam....... 34
8. Hasil uji BNT konsentrasi orthofosfat (PO43-) .................................. 35
9. Data hasil rerata pengukuran kualitas air (suhu, pH, DO) selama penelitian ......................................................................................... 37
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tanaman air Kiambang (Salvinia molesta). ..................................... 11
2. Tanaman air Azolla (Azolla pinnata) . .............................................. 12
3. Denah Tata Letak Rancangan Percobaan. ...................................... 17
4. Reaktor Penelitian. .......................................................................... 19
5. Perubahan kondisi fisik tanaman azolla (Azolla pinnata) dan kiambang (Salvinia molesta) selama penelitian .............................. 27
6. Grafik penurunan konsentrasi Nitrat (NO3
-). .................................... 29
7. Grafik penurunan konsentrasi orthofosfat (PO43-) ............................ 33
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Alat dan bahan penelitian. ............................................................... 47
2. Data Hasil Pengukuran Konsentrasi Nitrat (NO3-) pada Media
Tanam. ............................................................................................ 48 3. Perhitungan RAL konsentrasi Nitrat. ............................................... 49
4. Data Hasil Pengukuran Konsentrasi Orthofosfat (PO43-) pada
Media Tanam .................................................................................. 51 5. Perhitungan RAL konsentrasi orthofosfat. ....................................... 52
6. Dokumentasi. .................................................................................. 54
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pembangunan di sektor industri maju dengan pesat selaras dengan laju
pembangunan nasional. Pembangunan di sektor ini dianggap mampu
memberikan nilai tambah secara nasional, mampu menciptakan lapangan kerja
dan mendorong peningkatan teknologi bagi kehidupan manusia. Sebagai
realisasi dan konsekuensi kegiatan pembangunan di sektor industri, muncul
berbagai masalah lingkungan secara langsung maupun tidak langsung berupa
pengotoran perairan oleh limbah cair. Pengamatan menunjukkan bahwa dari
berbagai jenis industri, baik dalam skala kecil maupun industri rumah tangga
berpotensi memberikan konstribusi besar pada pengotoran perairan, salah
satunya yakni rumah industri tahu. Kondisi yang demikian ini disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya adalah kurangnya pengetahuan dan kesadaran
pengusaha tentang pencemaran lingkungan, teknologi proses produksi, serta
tidak adanya unit sarana pengelolaan limbah cair (Supriyanto, 1997).
Industri tahu adalah jenis industri pangan yang mengolah bahan baku
kedelai yang menghasilkan limbah padat dan limbah cair. Limbah cair yang
dihasilkan mengandung banyak zat organik yang dapat dijadikan sebagai tempat
berkembangnya mikroba yang akan mencemari lingkungan sekitar. Limbah cair
yang dihasilkan industri tahu banyak mengandung senyawa organik dan sedikit
senyawa anorganik. Senyawa organik apabila berada pada konsentrasi tinggi
akan menimbulkan pencemaran pada lingkungan perairan. Air limbah dari
industri tahu memerlukan pengolahan sebelum dibuang ke badan air.
Kandungan fosfor, nitrogen dan sulfur serta unsur hara lainnya dengan
konsentrasi tinggi di dalam air akan mempercepat pertumbuhan tanaman air.
2
Kondisi demikian lambat laun akan menyebabkan kematian biota dalam air (Patty
et al., 2015).
Limbah cair industri tahu adalah limbah organik yang mudah diuraikan oleh
mikroorganisme secara alamiah (biodegradable). Namun, sebagian besar
pemrakarsa yang bergerak dalam industri tahu adalah orang-orang yang hanya
mempunyai modal terbatas, maka perhatian terhadap pengolahan limbah industri
tersebut sangat kecil. Bahkan, ada beberapa industri tahu yang tidak mengolah
limbahnya sama sekali dan langsung dibuang ke lingkungan. Kondisi ini sangat
tidak menguntungkan dan harus mendapat perhatian yang serius (Darsono,
2007).
Jika industri tersebut membuang limbah cair tahu ke badan air tanpa adanya
pengolahan, maka aliran limbah tersebut akan melalui perairan di sekitar
pemukiman. Dengan demikian mutu lingkungan tempat tinggal penduduk
menjadi turun. Limbah tersebut dapat menaikkan kandungan senyawa anorganik
seperti nitrat dan fosfat. Jika hal ini melampaui ambang batas yang
diperbolehkan, maka gejala yang paling mudah diketahui adalah matinya
organisme perairan (Al-kdasi 2004).
Pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh dampak perkembangan
industri perlu dikaji lebih mendalam, karena apabila hal ini tidak diperhatikan
akan mengakibatkan terganggunya keseimbangan antara makhluk hidup dengan
lingkungan. Daerah yang dijadikan sebagai pusat industri mempunyai
permasalahan tersendiri terhadap pencemaran, akan lebih bermasalah lagi
ketika hasil buangan yang berupa polutan yang sulit terurai dan akan mencemari
lingkungan perairan apabila dibuang ke badan air seperti sungai atau saluran
irigasi (Hindarko, 2003).
Kiambang dan Azolla (Azolla pinnata) merupakan jenis tanaman air yang
melayang bebas di permukaan air dan mempunyai kecepatan tumbuh yang
3
sangat cepat dalam kondisi yang memungkinkan. Karena sifat pertumbuhannya
yang cepat, jumlah tanaman tersebut sangat melimpah dilingkungan perairan
tanpa pemanfaatan secara optimal. Selain itu, tanaman tersebut juga memiliki
diameter daun yang relatif kecil tetapi memiliki perakaran yang lebat dan
panjang, sehingga diharapkan dapat memanfaatkan unsur hara berlebih yang
terkandung pada limbah cair tahu, namun tidak menghalangi penetrasi cahaya
ke dalam perairan (Yuliani et al., 2013). Berdasarkan hal diatas, maka perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memanfaatkan tanaman air kiambang
(Salvinia molesta) dan Azolla (Azolla pinnata)
1.2 Perumusan Masalah
Pencemaran air atau penurunan mutu air diakibatkan oleh sejumlah kegiatan
manusia salah satunya yang berasal dari industri tahu yang tidak dikelola
sebagaimana mestinya, namun dibuang langsung ke aliran air atau permukaan
tanah. Limbah industri tahu yang langsung dibuang ke sungai dapat
menimbulkan pencemaran berupa : perubahan warna, bau dan rasa pada air,
terhambatnya dan hilangnya aktivitas biologi perairan, pencemaran tanah dan air
tanah, serta perubahan fisik tanaman, binatang dan manusia. Untuk
meminimalisir dampak tersebut, maka perlu dilakukan pengolahan limbah. Salah
satunya yaitu secara biologi dengan menggunakan agen hayati (tanaman air)
Azolla (Azolla pinnata) dan kiambang (Salvinia molesta). Apakah tanaman
tersebut berpengaruh dalam proses bioremediasi pada limbah cair tahu? Dan
adakah perbedaan antara kedua tanaman tersebut dalam proses bioremediasi
pada limbah cair tahu?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui perbedaan efektivitas tanaman
Azolla (Azolla pinnata) dan kiambang (Salvinia molesta) dalam tingkat
keberhasilan proses bioremediasi pada limbah cair tahu.
4
1.4 Hipotesis
H0 : Diduga tidak ada perbedaan antara tanaman Azolla (Azolla pinnata)
dan kiambang (Salvinia molesta) dalam proses bioremediasi pada
limbah cair tahu
H1 : Diduga ada perbedaan antara tanaman Azolla (Azolla pinnata) dan
kiambang (Salvinia molesta) dalam proses bioremediasi pada limbah
cair tahu
1.5 Kegunaan
Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi pembaca secara umum diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai keefektifan tanaman Azolla (Azolla pinnata) dan kiambang
(Salvinia molesta) sebagai agen bioremediasi dalam menurunkan zat yang
terkandung pada limbah cair tahu.
2. Bagi instansi pemerintah dapat dijadikan sebagai sumber informasi, referensi
pengembangan teknologi selanjutnya dan digunakan sebagai bahan
penelitian lebih lanjut tentang penggunaan tanaman Azolla (Azolla pinnata)
dan kiambang (Salvinia molesta) untuk remediasi bahan pencemar yang
dihasilkan oleh industrial lainnya.
1.6 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Mei 2017 di Laboratorium
Reproduksi Ikan dan Laboratorium Hidrobiologi, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang.
5
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencemaran
Pencemaran menurut Peraturan Pemerintah RI no. 82 tahun 2001 adalah
masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen
lain ke dalam lingkungan perairan oleh kegiatan manusia, sehingga kualitasnya
turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan perairan tidak
sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya. Cottam (1969)
mengemukakan bahwa pencemaran air adalah bertambahnya suatu material
atau bahan dan setiap tindakan manusia yang mempengaruhi kondisi perairan
sehingga mengurangi atau merusak daya guna perairan.
Kumar (1977) berpendapat bahwa air dapat tercemar jika kualitas atau
komposisinya baik secara langsung atau tidak langsung berubah akibat aktivitas
manusia sehingga tidak lagi berfungsi sebagai air minum, keperluan rumah
tangga, dan sebagainya. Berdasarkan sumbernya, pencemaran dapat
disebabkan oleh sumber-sumber langsung dan sumber tidak langsung. Sumber-
sumber langsung yaitu berasal dari kegiatan industri dan domestik. Sedangkan
sumber tidak langsung berasal dari kegiatan pertanian intensif di daerah hulu
yang menggunakan pestisida dan pupuk (Sudaryanti, 2006).
2.2 Air Limbah
Berdasarkan UU RI No. 23 Tahun 1997, limbah adalah sisa suatu usaha
atau kegiatan. Limbah cair merupakan buangan dalam bentuk cair yang
mengandung bahan berbahaya dan beracun karena sifat dan konsentrasinya
atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemari
atau merusak lingkungan hidup dan membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.
6
Menurut Yazied (2006), penggolongan karakteristik air limbah adalah
sebagai berikut :
a. Sifat Fisik
1) Kandungan Zat Padat
Air dikatakan keruh jika air tersebut mengandung begitu banyak partikel
bahan yang tersuspensi sehingga memberi warna yang berlumpur dan kotor.
Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini antara lain yaitu : tanah liat,
lumpur, bahan-bahan organik dan partikel-partikel kecil yang tersuspensi
lainnya.
2) Bau
Bau biasanya timbul pada limbah yang sudah lama, tetapi juga ada yang
muncul pada limbah baru. Hal ini dikarenakan sumber pencemar yang
berbeda. Senyawa-senyawa yang menghasilkan bau antara lain yaitu: NH3
dan Hidrogen Sulfida (H2S).
3) Warna
Berdasarkan sifat-sifat penyebabnya, warna dalam air dibagi menjadi 2
jenis, yaitu warna sejati dan warna semu. Warna sejati disebabkan oleh
cahaya. Warna juga merupakan ciri kualitatif untuk mengkaji kondisi umum air
limbah.
4) Suhu
Pengukuran suhu penting karena pada umumnya instalasi pengolahan air
limbah meliputi proses biologis yang bergantung suhu.
b. Sifat Kimia
Berdasarkan bahan yang dikandungnya, sifat kimia air limbah digolongkan
menjadi :
7
1) Organik
Air limbah pada umumnya mengandung senyawa organik 40% total
padatan yang tersusun dari unsur-unsur seperti : H, O, N, P dan S.
2) Anorganik
Keberadaan komponen-komponen anorganik dalam air limbah perlu
mendapat perhatian dalam menempatkan kualitas air limbah sebagai bahan
buangan karena keberadaan bahan-bahan anorganik ini tidak menutup
kemungkinan mengandung racun yang dapat merugikan kehidupan manusia,
hewan dan binatang, seperti senyawa NH3, H2S, Fe2S dan sebagainya.
c. Sifat Biologi
Keberadaan mikroorganisme dalam air limbah dapat membantu proses
pengolahan sendiri. Namun bila mikroorganisme dalam air limbah tidak sesuai
dengan ketentuan yang ada, akan menimbulkan gangguan bagi lingkungan.
Prinsip dasar pengolahan limbah cair adalah menghilangkan atau
mengurangi sebesar-besarnya kontaminasi yang terdapat dalam limbah cair
sehingga hasil olahan limbah tersebut tidak mengganggu lingkungan apabila
dibuang ke tanah atau badan air penerima. Menurut Moersidik (1999), tujuan
pengolahan limbah cair adalah mengurangi jumlah padatan tersuspensi,
mengurangi jumlah padatan terapung, mengurangi jumlah bahan kimia yang
berbahaya dan beracun, mengurangi unsur N dan P yang berlebihan, dan
mengurangi unsur lain yang dianggap dapat menimbulkan dampak negatif
terhadap ekosistem.
2.3 Limbah Cair Tahu
Limbah industri tahu terdiri atas dua jenis, yaitu limbah cair dan padat. Dari
kedua jenis limbah tersebut, limbah cair merupakan bagian terbesar dan
berpotensi mencemari lingkungan. Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan
8
bersumber dari cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu pada tahap
proses penggumpalan dan penyaringan yang disebut air dadih atau whey.
Sumber limbah cair lainnya berasal dari proses sortasi dan pembersihan,
pengupasan kulit, pencucian, penyaringan, pencucian peralatan proses, dan
lantai. Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu
sebanding dengan penggunaan air untuk pemrosesannya. Menurut Nuraida
(1985), jumlah kebutuhan air proses dan jumlah limbah cair yang dihasilkan
dilaporkan berturut-turut sebesar 45 dan 43,5 liter untuk tiap kilogram bahan
baku kacang kedelai. Pada beberapa industri tahu, sebagian kecil dari limbah
cair tersebut (khususnya air dadih) dimanfaatkan kembali sebagai bahan
penggumpal (Dhahiyat, 1990)
Menurut Sandriati (2010), secara umum tahapan proses pembuatan tahu
adalah sebagai berikut :
a. Kedelai yang telah dipilih dibersihkan dan disortasi. Pembersihan dilakukan
dengan ditampi atau menggunakan alat pembersih
b. Perendaman dalam air bersih agar kedelai dapat mengembang dan cukup
lunak untuk digiling. Lama perendaman berkisar 4-10 jam
c. Pencucian dengan air bersih. Jumlah air yang digunakan tergantung pada
besarnya atau jumlah kedelai yang digunakan
d. Penggilingan kedelai menjadi bubur kedelai dengan mesin giling. Untuk
memperlancar penggilingan perlu ditambahkan air dengan jumlah yang
sebanding dengan jumlah kedelai
e. Pemasakan kedelai dilakukan di atas tungku dan dididihkan selama 5 menit.
Selama pemasakan ini dijaga agar tidak berbuih dengan cara menambahkan
air dan diaduk
9
f. Penyaringan bubur kedelai dilakukan dengan kain penyaring. Ampas yang
diperoleh diperas dan dibilas dengan air hangat. Jumlah ampas basah
kurang lebih 70% sampai 90% dari bobot kering kedelai
g. Setelah itu dilakukan penggumpalan dengan menggunakan air asam, pada
suhu 500C, kemudian didiamkan sampai terbentuk gumpalan besar.
Selanjutnya air di atas endapan dibuang dan sebagian digunakan untuk
proses penggumpalan kembali.
h. Langkah terakhir adalah pengepresan dan pencetakan yang dilapisi dengan
kain penyaring sampai padat. Setelah air tinggal sedikit, maka cetakan
dibuka dan diangin-anginkan.
2.4 Bioremediasi
Bioremediasi merupakan penggunaan makhluk hidup yang telah dipilih
untuk ditumbuhkan pada polutan tertentu sebagai upaya untuk menurunkan
kadar polutan tersebut (Priadie 2012). Pemurnian air secara biologis dapat
menggunakan tanaman air karena tanaman air dapat menyerap unsur hara yang
berlebihan. Selain itu, tanaman air juga dapat menghasilkan oksigen dari proses
fotosintesis sehingga dapat digunakan sebagai pembersih air (Guntur 2008).
Kemampuan ini dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah lingkungan
berupa pencemaran air.
Menurut Mangkoedihardjo (2010), tanaman air memiliki tiga mekanisme
dalam bioremediasi air limbah, yaitu:
1. Mekanisme pertama yaitu fitostabilisasi sebagai proses imobilisasi
kontaminan dalam air. Kenaikan kontaminan disebabkan oleh terbawa aliran
air tanah melalui pori kapiler. Selain itu, kontaminan naik menuju zona akar
disebabkan oleh proses transpirasi tanaman sehingga kontaminan
terakumulasi dan tidak bergerak keluar dari zona akar
10
2. Mekanisme kedua yaitu rizofiltrasi yang berhubungan dengan adsorpsi atau
presipitasi kontaminan yang ada di akar. Proses tersebut terjadi karena
adanya perbedaan muatan ion pada air dan ion pada akar. Salah satu
senyawa yang diadsorpsi yaitu bikarbonat (CO32-) akan mengikat kation
kontaminan misalnya logam-logam atau garam mineral pada perairan.
Proses tersebut dipengaruhi oleh pH perairan
3. Mekanisme ketiga tanaman dalam bioremediasi air limbah, yaitu
rizodegradasi dimana terjadi penguraian kontaminan dalam air oleh aktivitas
mikroba pada perakaran tanaman air. Mikroba dapat hidup dari pasokan
sumber karbon organik dari tanaman, asam amino, protein, alkohol, dan
vitamin. Zat-zat yang dapat terurai oleh mikroba yang terdapat didalam akar
tanaman berupa zat organik. Zat organik yang terurai tersebut dapat terukur
sebagai BOD. Kontaminan yang terserap oleh tanaman akan dilanjutkan dan
terdistribusi ke dalam berbagai organ tanaman. Proses penyerapan
kontaminan pada air limbah berlangsung sejalan dengan aliran transpirasi
saat kejadian proses transpirasi.
Mekanisme tanaman air dalam menyerap polutan yaitu phytostabilization,
polutan distabilkan di dalam tanah oleh pengaruh tanaman. Phytodegradation ,
tanaman mendegradasi polutan dengan atau tanpa menyimpan di dalam daun,
batang, atau akarnya untuk sementara waktu. Phytoextraction, polutan
terakumulasi dijaringan tanaman, terutama daun. Phytovolatization, polutan oleh
tanaman diubah menjadi senyawa yang mudah menguap sehingga dapat
dilepaskan ke udara. Rhizofiltration, polutan diambil dari air oleh akar tanaman
(Gerloff, 1975 dalam Safitri, 2009)
11
2.5 Agen Bioremediasi
2.5.1 Kiambang (Salvinia molesta)
Kiambang merupakan tanaman air yang banyak terdapat di sawah, kolam,
sungai, genangan air, danau payau dan saluran air. Terkadang menjadi sangat
banyak dan menutupi permukaan air yang diam atau aliran yang lambat.
Kiambang juga dapat dijumpai mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 1800
m di atas permukaan laut. Di Indonesia kiambang banyak terdapat di Sumatra,
Jawa dan Kalimantan (Soerjani et al., 1987).
Gambar 1. Tanaman air Kiambang (Salvinia molesta)
Menurut Yuliani et al. (2013), tata nama atau sistematika (taksonomi)
tumbuh-tanaman, tanaman kiambang dimasukkan ke dalam klasifikasi berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Pteridophyta
Kelas : Filicopsida
Ordo : Hydropteridales
Famili : Salviniaceae
Genus : Salvinia Seg.
Spesies : Salvinia molesta
Tanaman kiambang (yang berasal dari kata ki: pohon, tanaman dan kata
ambang: mengapung) merupakan nama umum bagi tanaman paku air dari genus
Salvinia. Tanaman ini biasa ditemukan mengapung di air menggenang, seperti
12
kolam, sawah dan danau, atau di sungai yang mengalir tenang. Tanaman ini
merupakan gulma air yang memiliki karakteristik laju biaknya sangat cepat
dengan sifat adaptasi yang tinggi di berbagai kondisi lingkungan, terutama pada
air buangan aktivitas industri, limbah domestik, limbah pertanian dan kehutanan.
Pertumbuhan tanaman kiambang dipengaruhi oleh ruang tumbuh, makin sempit
ruang tumbuhnya maka pertumbuhannya akan makin lambat dan sebaliknya.
Disamping itu, pertumbuhannya juga dipengaruhi oleh kedalaman air, kandungan
hara air, intensitas penyinaran, suhu dan pH air tempat tumbuhnya (Yuliani et al.,
2013).
2.5.2 Azzola p.
Azolla (Azolla pinnata) merupakan tanaman kecil yang mengapung di
perairan tergenang, terlihat berbentuk segitiga atau segiempat yang merupakan
tanaman jenis paku air, mempunyai permukaan daun yang lunak, mudah
berkembang dengan cepat dan banyak ditemukan di daerah tropis asia (Ryta,
2011). Tanaman ini memiliki ukuran ± 2 cm x 1 cm, dengan cabang, akar
rhizoma dan daun terapung. Bentuk akarnya soliter, menggantung di air, berbulu
dan memiliki panjang ± 1 – 5 cm dengan membentuk rambut 3 – 6 akar (Arifin,
1996). Adapun bentuk Azolla (Azolla pinnata) dapat dilihat pada gambar.
Gambar 2. Tanaman Air Azolla (Azolla pinnata)
13
Menurut Lumpkin dan Plucknett (1978) dalam Arizal (2011), tanaman Azolla
(Azolla pinnata) dalam taksonomi tanaman mempunyai klasifikasi sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta
Divisi : Pteridophyta
Kelas : Leptosporangiopsida
Ordo : Salviniales
Famili : Salviniaceae
Genus : Azolla
Spesies : Azolla pinnata
Azolla (Azolla pinnata) merupakan salah satu tanaman yang memiliki
banyak manfaat dalam bidang pertanian organik, terutama dalam budidaya padi
sawah. Tanaman ini umumnya dapat dijumpai di perairan tergenang, tergolong
tanaman istimewa karena mampu memfiksasi N2 dari udara. Azolla pinnata
merupakan salah satu spesies azolla yang mulai banyak digunakan dan
dibudidayakan di Indonesia. Dibanding spesies lainnya, Azolla pinnata lebih
toleran terhadap temperatur agak tinggi, sehingga sangat baik bila
dibudidayakan pada kondisi iklim tropis seperti di Indonesia. Selain itu, spesies
ini dapat menghasilkan biomassa dalam jumlah banyak dengan kemampuan
memfiksasi N2 dari udara yang tinggi (Arifin, 2003).
2.6 Orthofosfat
Fosfat yang dijumpai di air merupakan hasil pelapukan dan melarutnya
mineral fosfat, karenaerosi tanah, pupuk, proses asimilasi dan disimilasi
tanaman, detergen, serta limbah industri dan limbah domestik (Stumm dan
Morgan, 1970). Lebih lanjut dijelaskan bahwa fosfat dalam perairan terdapat
14
dalam bentuk terlarut dan tidak terlarut. Fosfor terlarut pada perairan alami
berada dalam bentuk ortofosfat, fosfat anorganik terkondensasi (tripolifosfat dan
trimetafosfat), ortofosfat organik, fosfat organik terkondensasi, dan pestisida yang
mengandung fosfor. Bentuk fosfat yang tidak larut diperairan alami dapat berupa
mineral-mineral tanah batuan dalam bentuk fase campuran dan dalam bentuk
tersuspensi. Fosfor yang dapat diserap oleh jasad nabati adalah dalam bentuk
ortofosfat, sedangkan total fosfat berperan sebagai sumber (potensi) tersedianya
ortofosfat. Dalam perairan yangbelum tercemar, bentuk-bentuk fosfat tersebut
berada dalam keadaan berimbang (Sastrawijaya,1991). Fosfor juga disimpan
dalam sel sebagai polifosfat. Siklus fosfor dari sedimen, degradasi fosfat organik,
dan hidrolisis polifosfat menjadi ortofosat merupakan sumber P untuk alga
(Porcella dan Bishop, 1975).
Fosfat merupakan unsur hara kunci dalam produktivitas primer perairan dan
kesuburan perairan dipengaruhi bentuk senyawa fosfat yang ditemukan. Fosfat
dalam perairan alami terdapat dalam jumlah sedikit sehingga fosfat sering
merupakan faktor pembatas bagi produktivitas perairan (Hutchinson, 1967).
Tingkat kerawanan (critical level) fosfat bagi perkembangan populasi alga adalah
pada konsentrasi 0,55 mg per meter kubik air.
Kerugian yang ditimbulkan oleh adanya kandungan fosfat yang tinggi dalam
air melebihi kebutuhan normal organisme nabati adalah terjadinya keadaan lewat
subur (eutrofikasi) sehingga pada akhirnya terjadi pertumbuhan ganggang yang
berlebihan (blooming). Hal ini akan menyebabkan berkurangnya hara dengan
sangat drastis dan pada akhirnya menyebabkan kematian tanaman itu sendiri.
Pembusukan akan terjadi dan keadaan ini akan menyebabkan pembentukan zat-
zat beracun seperti N-NO2, N-NH3, H2S, dan CO2 dalam air akan meningkat
sedangkan kandungan oksigen menurun akibatnya akan terjadi kematian massal
organisme termasuk ikan (McNeely et al. 1979).
15
Fosfor tidak dibutuhkan dalam jumlah besar untuk pertumbuhan tanaman,
tidak seperti karbon, oksigen, hidrogen dan nitrogen. Tapi fosfor merupakan
salah satu elemen pembatas baik di tanah maupun di perairan, karena fosfor
sangat langka dan terkandung dalam batuan dengan jumlah yang sedikit dan
fosfor tidak memiliki bentuk gas dalam siklusnya sehingga tidak dapat difiksasi
seperti nitrogen. Selain itu, fosfor terikat secara reaktif pada beberapa jenis
tanah.
2.7 Nitrat
Nitrat nitrogen yang merupakan turunan dari nitrit adalah bentuk nitrogen
yang paling teroksidasi dalam limbah. Nitrat merupakan nutrien utama untuk
pertumbuhan tanaman air. Nitrat jika tidak dihilangkan melalui tanaman atau
denitrifikasi, dapat mencemari air bawah tanah (Metcalf dan Eddy, 1991). Nitrat
merupakan jenis nitrogen yang paling dinamis dan menjadi bentuk paling
dominan pada sungai, keluaran air tanah, dan deposisi atmosfer ke laut
(Kirchman, 2000).
Menurut Alaerts dan Santika (1987), nitrat adalah bentuk senyawa yang
stabil. Nitrat merupakan salah satu unsur penting untuk sintesis protein dalam
tanaman dan hewan. Akan tetapi, nitrat pada konsentrasi yang tinggi dapat
menstimulasi pertumbuhan ganggang berlebih sehingga air kekurangan oksigen
terlarut yang menyebabkan kematian ikan.
Nitrat dapat ditangkap tanaman, tetapi penangkapan hanya terjadi di sekitar
akar selama pertumbuhan. Jika ingin menghilangkan nitrat, maka tanaman
tersebut harus dipanen dan dipindahkan dari sistem. Jika tanaman tetap
dibiarkan dalam sistem, nitrat akan masuk kembali dalam sistem sebagai
nitrogen organik. Kisaran nilai nitrat sebagai N adalah 15-20 mg/l dalam efluen
limbah (Metcalf dan Eddy, 1991).
16
3. METODE PENELITIAN
3.1 Materi Penelitian
Materi dalam penelitian ini adalah penyerapan kadar unsur hara yang
meliputi: Nitrat, Orthofosfat, pH, Suhu dan DO oleh tanaman Kiambang (Salvinia
molesta) dan Azolla (Azolla pinata) pada limbah cair tahu.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam pengukuran parameter pada
penelitian ini dapat di lihat pada lampiran 1.
3.3 Lokasi Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah cair tahu yang
diambil dari sebuah home industri di KH. Ghozali Tegal Pasangan Pakis –
Malang. Sedangkan pengambilan tanaman Azolla (Azolla pinnata) di
Laboratorium Sumber pasir – Malang dan Kiambang (Salvinia molesta) di Dsn.
Krajan Sumberkradenan Pakis – Malang.
3.4 Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Menurut
Hanafiah (2005), metode eksperimen atau percobaan adalah suatu tindakan
coba – coba yang dirancang untuk menguji hipotesis yang diajukan dan dalam
penelitian ini semua kondisi baik bahan, media maupun lingkungannya dibuat
sehomogen mungkin. Metode eksperimen dilakukan dengan memberikan
perlakuan yang berbeda pada setiap sampel. Penelitian ini dilakukan selama ± 7
hari dengan menggunakan konsentrasi limbah cair tahu dengan kadar 100 %.
Rancangan penelitian yang digunakan yaitu metode eksperimen
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Menurut Sudjana (1994),
Rancangan Acak Lengkap merupakan suatu eksperimen dimana kita hanya
mempunyai sebuah faktor yang nilainya berubah – ubah. Faktor yang
17
diperhatikan dapat memiliki sejumlah taraf dengan nilai yang kuantitatif, kualitatif,
bersifat tetap atau acak. Pengacakan mengenai eksperimen tidak ada
pembatasan, dan dalam hal demikian kita peroleh desain yang diacak secara
lengkap atau sempurna yang biasa kita sebut dengan rancangan acak lengkap
(RAL). Jadi rancangan acak lengkap adalah desain dimana perlakuan dikenakan
sepenuhnya secara acak kepada unit – unit eksperimen, atau sebaliknya. Pada
penelitian ini digunakan 3 perlakuan yang berbeda yaitu bak kontrol yang berisi
air limbah cair tahu, bak tanaman kiambang (Salvinia molesta) dan bak Azolla
(Azolla pinnata). Masing – masing perlakuan tersebut mendapat pengulangan
sebanyak 3 kali.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model umum dari
tata letak rancangan percobaan yang dilakukan secara acak. Adapun denah tata
letak rancangan percobaan disajikan pada gambar.
Gambar 3. Denah Tata Letak Rancangan Percobaan
Keterangan :
A = Kiambang I = Ulangan ke-1
B = Azolla (Azolla pinnata) II = Ulangan ke-2
III = Ulangan ke-3
18
3.5 Sumber Data
3.5.1 Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung pada penelitian. Data
primer dalam penelitian ini yakni pengukuran parameter kualitas air limbah,
meliputi Nitrat (NO3-), Orthofosfat (PO4
2-), suhu, pH, dan oksigen terlarut (DO).
Menurut Sarwono (2006), data primer merupakan data yang hanya dapat kita
peroleh dari sumber asli atau pertama. Data ini dapat diperoleh atau dikumpulkan
oleh peneliti secara langsung dari sumber data utama.
3.5.2 Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia, sehingga kita tinggal
mencari dan mengumpulkan. Data ini dapat diperoleh dengan mudah dan cepat
karena sudah tersedia, misalnya di perpustakaan (Sarwono, 2006). Data
sekunder pada penelitian ini didapat dari buku, jurnal, skripsi, thesis, serta
kepustakaan ilmiah lainnya yang berhubungan dengan penelitian.
3.6 Tahapan Penelitian
Adapun tahapan penelitian yang akan dilakukan meliputi dua tahapan, yakni
penelitian pendahuluan dengan melakukan pengambilan limbah secara langsung
pada home industri tahu untuk diuji karakteristinya. Parameter yang diuji meliputi,
Nitrat (NO3-), Orthofosfat (PO4
3-), oksigen terlarut (DO), pH dan suhu. Sedangkan
pada penelitian utama, yakni memberikan perlakuan dengan memasukkan
tanaman air pada bak percobaan. Tahapan pada penelitian utama adalah
sebagai berikut:
1. Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian dilakukan dengan mempersiapkan alat dan bahan
yang dibutuhkan saat penelitian. Adapun alat dan bahan yang digunakan
yaitu bak – bak dengan ukuran ± 10 liter, jerigen, drum, arang, tanaman
19
Azolla (Azolla pinnata) dan Kiambang (Salvinia molesta), serta limbah cair
tahu ± 30 liter. Kemudian alat dan bahan pembuatan reaktor di rancang
sedemikian rupa dengan menggunakan sistem aerasi bertingkat. Untuk lebih
jelasnya dapat di lihat pada diagram alir penelitian pada gambar 4.
Gambar 4. Reaktor penelitian
2. Pemilihan dan Aklimatisasi Tanaman Azolla (Azolla (Azolla pinnata)) dan
Kiambang (Salvinia molesta)
Tanaman Azolla (Azolla pinnata) dan Kiambang (Salvinia molesta) dicuci
bersih dan dipilih yang memiliki daun yang segar dan tidak menguning.
Kemudian diaklimatisasi selama ± 3 hari dengan menumbuhkan tanaman
pada bak sebelum digunakan dalam penelitian. Selanjutnya ditimbang 200
gram (berat daun, akar dan batang). Penggunaan 200 gram karena pada
berat tersebut tanaman air sudah mampu menutupi permukaan bak
penelitian.
20
3. Perlakuan aerasi limbah cair tahu
Air limbah tahu dimasukkan ke dalam bak penampung limbah. Bak
penampung limbah berfungsi sebagai tempat penampungan limbah yang
akan di olah. Kemudian air limbah dialirkan ke dalam bak berisi arang kayu
dan ijuk untuk pengolahan pertama. Kemudian dialirkan ke dalam bak inlet
sebelum dialirkan ke dalam bak tanaman. Hal ini dilakuan untuk
meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut dalam air. Kemudian dilakukan
pengolahan kedua yaitu dengan mengalirkan air limbah ke dalam bak – bak
tanaman yang meliputi bak tanaman kiambang dan bak tanaman azolla.
Setelah proses aerasi selesai, bak penelitian ditempatkan pada areal terbuka
yang cukup terlindung dari matahari dan diberi pelindung agar terhindar dari
perubahan cuaca. Selama hari pengamatan yaitu hari ke-0, ke-2, ke-4 dan
ke-6 dilakukan pengujian parameter kualitas air pada media tanaman Azolla
(Azolla pinnata) dan Kiambang (Salvinia molesta).
4. Mengukur Parameter Utama
Parameter utama yang diukur adalah Nitrat dan orhofosfat dalam air
media uji tanaman. Sedangkan untuk parameter pendukungnya meliputi, DO,
pH dan Suhu. Selain itu perlu juga pengamatan secara fisik terhadap kondisi
tanaman Azolla dan Kiambang. Hal tersebut dilakukan selama ± 4 kali
pengambilan yaitu pada hari ke-0, ke-2, ke-4 dan ke-6. Pengukuran pada hari
ke-0 dilakukan pada air limbah bak penampungan. Sedangkan pengukuran
pada hari ke-2, 4 dan 6 dilakukan pada bak media uji tanaman.
21
3.7 Prosedur Pengukuran Kualitas Air pada Media Limbah Cair Tahu
3.6.1 Nitrat
Menurut Boyd (1979), Prosedur pengukuran nitrat dengan spektrofotometer
adalah sebagai berikut:
1. Menyaring 12,5 ml air sampel dan dituangkan ke dalam cawan porselin
2. Diuapkan di atas hot plate sampai kering dan didinginkan
3. Ditambahkan 2 ml asam fenol disulfonik, aduk dengan pengaduk gelas
4. Mengencerkan dengan 10 ml aquades
5. Menambahkan NH4OH sampai terbentuk warna kuning
6. Mengencerkan dengan aquades sampai 12,5 ml
7. Memasukkan dalam tabunng reaksi
8. Membandingkan dengan larutan standar pembanding secara visual atau
dengan spektrofotometer (dengan panjang gelombang 410 nm)
3.6.2 Orthofosfat
Menurut Boyd (1979), Prosedur pengukuran orthofosfat dengan
spektrofotometer adalah sebagai berikut:
1. Menyaring 25 ml air sampel dan dituangkan ke dalam erlenmeyer 50 ml
2. Menambahkan 2 ml ammonium molybdate, lalu di homogenkan
3. Menambahkan 5 tetes larutan SnCl2 dan di homogenkan. Warna biru akan
timbul (10 – 12 menit) sesuai dengan kadar fosfornya
4. Memasukkan larutan dalam tabung reaksi
5. Membandingkan warna biru air sampel dengan larutan standar secara visual
atau dengan spektrofotometer (dengan panjang gelombang 690 nm)
22
3.6.3 DO
Menurut Hariyadi et al. (1992), prosedur pengukuran DO pada perairan
yakni dengan menggunakan DO meter dengan cara sebagai berikut :
- Memasukkan probe kedalam kotak kalibrasi yang terdapat pada bagian
belakang atas dimana alat dalam keadaan spons basah atau lembab untuk
mengkalibrasi
- DO meter siap digunakan, memasukkan probe ke perairan
- Menyalakan DO meter dengan menekan tombol ON, ditunggu sampai angka
stabil dimana angka atas menunjukkan nilai DO dan mencatat hasilnya.
3.6.4 Suhu
Alat yang digunakan untuk mengukur suhu dalam penelitian ini adalah
thermometer digital karena dianggap lebih teliti dari thermometer Hg. Menurut
Herniwati (2012), prosedur pengukuran suhu air yaitu dengan cara:
1. Dicelupkan thermometer digital kedalam air, ditunggu beberapa saat sampai
angka dalam monitor menunjuk/berhenti pada angka tertentu
2. Dicatat nilai yang muncul pada monitor (0C)
3.6.5 pH
Menurut SNI (2004), untuk mengetahui nilai pH dapat diukur menggunakan
pH meter yaitu dengan cara:
1. Melakukan kalibrasi alat pH meter
2. Dikeringkan dengan tisu, selanjutnya dibilas elektroda dengan air suling
3. Dibilas elektrode dengan air sampel
4. Dicelupkan elektrode pada air sampel sampai menunjukkan pembacaan yang
tetap
5. Dicatat hasilnya
23
3.8 Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL). Menurut Sudjana (1994), rumus Rancangan Acak Lengkap
(RAL) adalah sebagai berikut:
Keterangan :
i = 1,2, ... a
j = 1,2, ... b
k = 1,2, ... c
yijk = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
µ = nilai tengah umum
τi = pengaruh perlakuan ke-i
ε(ij)k = galat percobaan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
Data yang diperoleh dari hasil penelitian, di hitung terlebih dahulu tingkat
efisiensi penurunannya menggunakan rumus sebagai berikut:
% Efisiensi penurunan =
X 100%
Keterangan :
Xawal : hasil pengujian awal
Xakhir : hasil pengujian akhir
Kemudian data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan
menggunakan analisis keragaman sesuai dengan rancangan yang digunakan
yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) pada tabel 1. Analisis keragaman
dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap respon yang diukur
dengan uji F pada taraf 5% dan 1%.
Tabel 1. Analisis ragam RAL
Sumber Keragaman
Db Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F-hitung F-tabel
5 % 1%
Perlakuan t-1 JKP JKP/Db KTP/KTG
Galat (r-1)t JKG JKG/Db
Total rt-1
Yijk = µ + τi + ε(ij)k
24
Adapun langkah – langkah dalam pengolahan data hasil percobaan yang
didapatkan adalah sebagai berikut:
Menghitung faktor koreksi
FK(Faktor Koreksi) = (∑ )
Keterangan : ∑ : total seluruh data
r : jumlah ulangan
t : jumlah perlakuan
Menghitung jumlah – jumlah kuadrat
JKtotal= (Yi12 + Yi2
2 + . . . + dst) – FK
Keterangan : Yi12 + Yi2
2 + ... : data 1, 2, . . ., dst
FK : faktor koreksi
JKperlakuan = ∑ ( )
–FK
Keterangan : ∑ ( ) 2 : total jumlah tiap perlakuan di kuadratkan
r : jumlah ulangan
FK : faktor koreksi
JKgalat = JKtotal – JKperlakuan
Menghitung KT setiap sumber keragaman
KTperlakuan = JKperlakuan / dbperlakuan
KTgalat = JKgalat / dbgalat
Menghitung F hitung
Fhitung = KTperlakuan / KTgalat
Terakhir, memasukkan data pada tabel analisis ragam seperti pada tabel 1
diatas, kemudian membandingkan hasil nilai Fhitung dengan Ftabel.
Penarikan kesimpulan dilihat dari tabel analisis ragam. Kesimpulan yang
dapat diambil sebagai berikut :
Jika nilai Fhitung> nilai Ftabel 5% dan 1% maka tolak H0, berarti tidak ada
25
perlakuan yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf
kepercayaan 0,05 dan 0,01
Jika nilai Fhitung< nilai Ftabel 5% dan 1% maka terima H0, berarti minimal ada
suatu perlakuan yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf
kepercayaan 0,05 dan 0,01
Jika ditemukan hasil berbeda nyata, maka untuk melihat yang memberikan
pengaruh yang berbeda nyata, maka dilakukan uji BNT (Beda Nyata Terkecil)
untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan sehingga didapatkan urutan
perlakuan terbaik dengan menggunakan rumus :
√
Keterangan :
BNT : Beda Nyata Terkecil
: Nilai t tabel pada selang kepercayaan
( = 0,05)
KTS : Kuadat Tengah Sisa
n : Jumlah ulangan
Kemudian tabel BNT yang merupakan tabel selisish rata-rata terbesar
terkecil atau sebaliknya, tergantung parameter yang diamati.
Bila selisih < BNT 5% : n.s (non significant), berarti tidak berbeda nyata
Bila BNT 5% < selisih < BNT 1% : * berarti berbeda nyata
Bila selisih > BNT 1% : ** berarti berbeda sangat nyata
Ditentukan notasinya dengan ketentuan notasi sama apabila hasilnya
tidak berbeda nyata seperti pada tabel 2.
Tabel 2. Beda Nyata Terkecil (BNT)
Rata-rata perlakuan Kecil besar Notasi
Kecil
Besar
26
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Limbah Cair Tahu yang Digunakan Dalam Penelitian
Limbah cair tahu yang digunakan dalam penelitian ini diambil langsung dari
sebuah industri rumah tangga (home indusrty) pembuatan tahu yang berlokasi di
daerah Pakis, Kabupaten Malang. Limbah ini adalah hasil dari proses
perendaman akhir setelah proses pemasakan dan penggilingan kedelai berupa
cairan kental berbusa, memiliki bau asam dan berwarna kuning. Dimana limbah
tersebut biasanya langsung dibuang ke sungai oleh produsen tanpa dilakukan
pengolahan terlebih dahulu.
Karakteristik limbah cair tahu sebelum dilakukan pengolahan yaitu memiliki
nilai suhu 30 ºC, pH 3,86, dan DO 4,2 mg/l. Limbah cair ini berwarna putih agak
kuning kekeruhan, berbusa dan berbau asam, serta memiliki kandungan
orthofosfat (PO43-) sebesar 1,604 mg/l dan Nitrat (NO3) sebesar 2,236 mg/l.
4.2 Kondisi Tanaman Azolla (Azolla pinnata) dan Kiambang (Salvinia
molesta) pada Awal dan Akhir Penelitian
Kondisi awal tanaman azolla (Azolla pinnata) dan kiambang (Salvinia
molesta) memiliki daun yang berwarna hijau segar, ukurannya relatif sama dan
memiliki kondisi akar yang bagus. Pada saat penelitian berlangsung, tanaman
azolla dan kiambang yang digunakan mulai melakukan adaptasi dengan
lingkungan baru (media tanam) pada bak penelitian. Adaptasi tanaman dengan
lingkungan tersebut ditunjukkan dengan adanya perubahan bertahap dari hari ke
hari, seperti perubahan kondisi akar dan warna daun pada masing – masing
tanaman. Perubahan warna dan kondisi akar tanaman tersebut dapat dilihat
pada gambar 5.
27
Gambar 5. Perubahan kondisi fisik tanaman azolla (Azolla pinnata) dan
kiambang (Salvinia molesta) selama penelitian
Hari ke-
Azolla (Azolla pinnata) Kiambang (Salvinia molesta)
0
Daun masih segar dan akar belum
terdapat kerontokan
Daun masih segar dan akar belum
terdapat kerontokan
2
Daun masih segar dan gemuk,
muncul daun baru, ruang semakin padat
Beberapa daun mulai berwarna kuning kecoklatan, muncul daun
baru
4
Beberapa daun mulai berwarna
kuning kecoklatan,
Beberapa daun berwarna coklat
kehitaman dan tenggelam
6
Daun menjadi coklat kehitaman
dan tenggelam, tapi didak mendominasi
Daun berwarna coklat kehitaman semakin banyak, akar mengalami
kerontokan tapi tidak mendominasi
28
Gambar 5 diatas menunjukkan adanya perubahan kondisi fisik dari
tanaman azolla (Azolla pinnata) dan kiambang (Salvinia molesta) selama waku
penelitian. Pada hari ke-0, kondisi daun masih segar, akar masih dalam kondisi
bagus. Pada hari ke-2, daun terlihat lebih hijau segar dan gemuk, muncul daun
baru, ruang semakin padat akan tanaman. Selanjunya pada hari ke-4, daun
tanaman mulai berwarna kuning kecoklatan, tanaman mulai bertumpuk, akar
mengalami kerontokan dan penggumpalan. Pada pengamatan hari ke-6, daun
tenggelam dan berwarna coklat kehitaman, kepadatan tanaman semakin tinggi,
dan kerontokan akar semakin banyak.
Daun yang berwarna kuning kecoklatan pada tanaman azolla (Azolla
pinnata) dan kiambang (Salvinia molesta) sebanding dengan lamanya waktu
bioremediasi. Hal ini bisa disebabkan karena berkurangnya unsur hara dalam air
limbah dan atau terserapnya zat toksik oleh tanaman (Purnamasari, 2014).
Perubahan pada daun juga dapat diakibatkan oleh beban polutan yang tinggi
sehingga menurunkan kualitas dan kuantitas klorofil, sehingga menyebabkan
daun berubah warna. Selain itu, diduga berhubungan dengan proses adaptasi
tanaman air dengan lingkungan tumbuh yang baru dan kandungan hara dan zat
kimia yang berbeda dengan lingkungan asalnya (Priyono, 2007).
Pada akar tanaman azolla (Azolla pinnata) dan kiambang (Salvinia molesta)
mengalami kerontokan pada akhir penelitian, hal ini bisa disebabkan karena akar
merupakan bagian dari tanaman yang pertama kali berinteraksi secara langsung
dengan limbah. Kerontokan pada akar tersebut, diakibatkan oleh kandungan
unsur hara yang tinggi sehingga mengganggu respirasi sel di akar karena
adanya proses penyaringan atau filter yang dilakukan oleh akar tanaman
(Fachrurozi et al., 2010).
Selain itu, Pertumbuhan dan kepadatan tanaman selama penelitian
merupakan salah satu faktor perubahan fisik dari tanaman azolla dan kiambang .
29
hal ini bisa disebabkan karena adanya pemanfaatan N dan P oleh tanaman itu
sendiri. Menurut Simbolon (2016), Kondisi perairan yang mengalami peningkatan
kadar bahan organik ditandai dengan terjadinya peningkatan tumbuhnya
tanaman air yang meningkat (blooming algae). Peningkatan kadar bahan organik
tersebut bisa seperti nitrat dan phospat, dimana bila dalam kondisi yang tinggi
akan menyebabkan meningkatnya pertumbuhan tanaman air yang terlalu tinggi.
4.3 Hasil Pengukuran Konsentrasi Nitrat (NO3
-) pada Media Tanam
Pada penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil rata-rata konsentrasi
nitrat dari hari ke-0 sampai ke-6 pada bak perlakuan tanaman Azolla yaitu 2,236
mg/l, 1,863 mg/l, 1,48 mg/l dan 1,219 mg/l. Pada bak perlakuan tanaman
Kiambang yaitu 2,236 mg/l, 2,041 mg/l, 1,816 mg/l dan 1,484 mg/l. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik konsentrasi Nitrat (NO3
-)
Pada gambar 6 diatas menunjukkan bahwa tingkat konsentrasi senyawa
nitrat selama 6 hari terus mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena nitrat
merupakan unsur hara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah yang
besar. Nitrogen merupakan unsur hara yang penting dalam pembentukan
protein. Unsur ini mempunyai peranan yang penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan semua jaringan hidup (Brady dan Weil, 2002). Selain itu,
pemanfaatan kadar Nitrat bisa terjadi karena adanya fosfat yang merupakan
0.000
0.500
1.000
1.500
2.000
2.500
0 2 4 6 8Ko
nse
ntr
asi N
itra
t (m
g/l)
Pengamatan hari ke-
A (Azolla)
B (Kiambang)
30
faktor pembatas dalam pemanfaatan unsur hara lain seperti N, sehingga
konsentrasi nitrat dalam air juga mengalami penurunan (Dwidjoseputro, 1980).
Prosentase penurunan konsentrasi nitrat dapat di lihat pada tabel 3.
Tabel 3. Prosentase penurunan konsentrasi nitrat (NO3-) pada media tanam
(hasil rerata konsentrasi nitrat dari 3 kali ulangan)
No. Perlakuan Pengamatan
hari ke-
Konsentrasi Nitrat
pada Media (mg/l)
Penurunan
Konsentrasi Nitrat
Pada Media (%)
1 A (Azolla)
0 2,236 0
2 1,863 16,68
4 1,480 33,81
6 1,219 45,48
2 B
(Kiambang)
0 2,236 0
2 2,041 8,72
4 1,816 18,78
6 1,484 33,63
Pada tabel 3 diatas menunjukkan adanya penurunan konsentrasi nitrat dari
awal hingga akhir penelitian. Konsentrasi nitrat pada perlakuan A atau bak
perlakuan tanaman Azolla mengalami penurunan sebesar 1,017 mg/l, dengan
konsentrasi nitrat pada akhir peneitian sebesar 1,219 mg/l dan besar prosentase
nitrat yang hilang sebesar 45,48%. Sedangkan pada perlakuan B atau bak
perlakuan tanaman kiambang mengalami penurunan sebesar 0,752 mg/l,
dengan konsentrasi nitrat pada akhir penelitian sebesar 1,484 mg/l dan besar
prosentase nitrat yang hilang sebesar 33,63%.
Berdasarkan hasil data konsentrasi Nitrat selama penelitian, maka dilakukan
uji ANOVA untuk mengetahui ada dan tidaknya perbedaan perlakuan media
tanam terhadap respon yang diukur sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Sidik ragam konsentrasi nitrat (NO3-) pada media tanam
Sb Keragaman
Db JK KT F hitung F tabel
5% 1%
Perlakuan 1 2,95 2,95 393,33** 7,71 21,20
Galat 4 0,03 0,007
Total 5 0.769
Keterangan : ** = berbeda sangat nyata
31
Pada tabel 4 diatas, didapatkan nilai F hitung perlakuan yaitu 393,33, dimana
nilai tersebut lebih besar dari F tabel 5% maupun 1%, sehingga dapat di katakan
bahwa perlakuan yang telah diberikan berpengaruh berbeda sangat nyata
terhadap konsentrasi nitrat pada taraf kepercayaan 95% maupun 99%.
Adanya konsentrasi nitrat yang berbeda sangat nyata, maka dilakukan uji
BNT (Beda Nyata Terkecil) untuk mengetahui perbedaan masing - masing
perlakuan terhadap pemanfaatan nitrat, sehingga didapat urutan perlakuan yang
terbaik. Dari perhitungan BNT (Lampiran 3) didapatkan hasil sebesar 0,185.
Untuk mengetahui perbedaan diantara 2 perlakuan tersebut, dapat dilihat pada
tabel 5.
Tabel 5. Hasil Uji BNT Nitrat (NO3-)
Perlakuan Rata – rata A B
Notasi 1,699 1,894
A (Azolla) 1,699 - 0,195* A
B (Kiambang) 1,894 - - B
* = berbeda nyata
Pada tabel 5 diatas dan hasil perhitungan BNT (Lampiran 3) menunjukkan
terdapat perbedaan nyata antara perlakuan A (Azolla) dan B (Kiambang) dengan
pemanfaatan konsentrasi nitrat terbesar pada perlakuan A, yaitu yang diberi
perlakuan tanaman Azolla (Azolla pinnata).
Berdasarkan uji F dan BNT, dapat dikatakan bahwa tanaman Azolla memiliki
kemampuan bioremediasi lebih baik dari pada tanaman Kiambang (Salvinia
molesta) dalam pemanfaatan konsentrasi Nitrat. Hal ini dimungkinkan karena
kondisi fisiologi tanaman azolla dan kiambang seperti jumlah daun dalam satu
individu, luas daun dan ketebalan daun berpengaruh terhadap proses transpirasi
yang menyebabkan semakin tingginya penyerapan unsur hara. Menurut
Gardner, 1991 dalam Papuangan (2014), semakin banyak jumlah daun maka
semakin banyak jumlah stomata, sehingga semakin besar transpirasinya.
32
Akan tetapi, tidak semua tanaman yang memiliki luas daun lebih besar
mengalami transpirasi lebih besar pula, karena dalam satu individu daun ada
yang memiliki beberapa cabang daun kecil seperti tanaman azolla. Menurut
Nimbar (1992), dalam setiap tanaman yang memiliki cabang daun lebih kecil,
transpirasinya lebih tinggi dibanding tanaman yang memiliki ukuran daun lebih
besar.
Selain itu, pemanfaatan konsentrasi nitrat terbesar terjadi pada tanaman
Azolla dikarenakan adanya hubungan simbosis mutualisme antara azolla dengan
cyanobacteria. Kemampuan Azolla menyediakan N bagi tanaman adalah karena
pada Azolla terdapat Cyanobacteria yang kemudian kedunya melakukan
simbiosis mutualisme. Simbiosis keduanya kemudian di namakan Anabaena
azollae. Anabaena azollae dapat memfiksasi N2 bebas diudara dan air (Khan,
1988 dalam Arizal, 2011), sehingga dapat meyumbang kebutuhan N bagi
tanaman. Jika pada daun Azolla tidak terdapat Anabaena maka unsur N yang
dimanfaatkan dari air sawah bersama fosfat tidak bisa diubah menjadi ammonia,
sehingga dalam tubuh Azolla terjadi penumpukan N. Apabila terjadi akumulasi N
dalam tubuh Azolla yang melewati batas kemampuan daya tampung N dalam
tubuhnya, maka sel-sel tubuh Azolla akan mengalami lisis akibat keracunan N
(Sudjana, 2014). Dengan adanya simbiosis tersebut akan menghasilkan
Anabaena azolla yang mampunyai enzim itrogenase sehingga mampu
mengubah N2 dari udara bebas. Sumber nitrogen utama bagi kehidupan
sebagian besar tanaman berasal dari gas N2 yang terkandung dalam jumlah
besar di atmosfer. Agar nitrogen dapat dipergunakan secara langsung oleh
tanaman harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa nitrat maupun amonium
(NH4+). Menurut Effendi (2003), Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan
alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae.
Senyawa ini dihasilkan oleh proses oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat.
33
Dari pernyatan di atas dapat dikatakan bahwa pemanfaatan nitrat pada tanaman
azolla lebih tinggi di karenakan adanya simbiosis mutualisme antara azolla
dengan cyanobacteria, sehingga konsentrasi nitrat yang dibutuhkan menjadi
lebih tinggi.
4.4 Hasil Pengukuran Konsentrasi Orthofosfat (PO4
3-) pada Media Tanam
Pada penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil rata-rata konsentrasi
Orthofosfat dari hari ke-0 sampai ke-6 pada bak perlakuan tanaman Azolla yaitu
1,604 mg/l, 1,369 mg/l, 1,205 mg/l dan 1,065 mg/l. Pada bak perlakuan tanaman
Kiambang yaitu 1,604 mg/l, 1,491 mg/l, 1,394 mg/l dan 1,275 mg/l. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Grafik konsentrasi orthofosfat (PO4
3-)
Hasil konsentrasi orthofosfat pada gambar 7 diatas menunjukkan bahwa
tingkat konsentrasi senyawa orthofosfat selama 6 hari terus mengalami
penurunan. Hal ini bisa terjadi karena kondisi fisiologi tanaman air seperti yang
dijelaskan pada hasil pengukuran konsentrasi nitrat dan adanya pemanfaatan
orthofosfat oleh tanaman air tersebut. Tanaman air memanfaatkan orthofosfat
karena dapat dimanfaatkan langsung dan mudah diserap (Vymazal et al., 1998
dalam Effendi, 2003). Prosentase penurunan konsentrasi orthofosfat dapat di
lihat pada tabel 6.
0.000.200.400.600.801.001.201.401.601.80
0 2 4 6 8
Ko
nse
ntr
asi
Ort
ho
fosf
at
(mg/
l- )
Pengamatan hari ke-
A (Azolla)
B (Kiambang)
34
Tabel 6. Prosentase penurunan konsentrasi Orthofosfat (PO43-) pada media
tanam (hasil rerata konsentrasi orthofosfat dari 3 kali ulangan)
No. Perlakuan Pengamatan
hari ke-
Konsentrasi
Orthofosfat pada
Media (mg/l)
Penurunan
Konsentrasi
Orhofosfat Pada
Media (%)
1 A (Azolla)
0 1,60 0
2 1,37 14,37
4 1,21 24,37
6 1,07 33,12
2 B
(Kiambang)
0 1,60 0
2 1,49 6,875
4 1,39 13,12
6 1,28 20,0
Pada tabel 6 diatas menunjukkan adanya penurunan konsentrasi nitrat dari
awal hingga akhir penelitian. Konsentrasi nitrat pada perlakuan A atau bak
perlakuan tanaman Azolla mengalami penurunan sebesar 0,53 mg/l, dengan
konsentrasi nitrat pada akhir peneitian sebesar 1,07 mg/l dan besar prosentase
nitrat yang hilang sebesar 33,12%. Sedangkan pada perlakuan B atau bak
perlakuan tanaman kiambang mengalami penurunan sebesar 0,32 mg/l, dengan
konsentrasi nitrat pada akhir penelitian sebesar 1,28 mg/l dan besar prosentase
nitrat yang hilang sebesar 20%.
Berdasarkan hasil data konsentrasi orthofosfat selama penelitian, maka
dilakukan uji ANOVA untuk mengetahui perbedaan perlakuan media tanam
terhadap respon yang diukur sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Sidik ragam konsentrasi orthofosfat (PO43-) pada media tanam
Sb Keragaman
Db JK KT F hitung F tabel
5% 1%
Perlakuan 1 0,760 0,760 337,78** 7,71 21,20
Galat 4 0,009 0,002
Total 5 0,769
Keterangan : ** = berbeda sangat nyata
Pada tabel 7 diatas, didapatkan nilai F hitung perlakuan yaitu 337,78, dimana
nilai tersebut lebih besar dari F tabel 5% maupun 1%, sehingga dapat di katakan
35
bahwa perlakuan yang telah dilakukan memberikan pengaruh berbeda sangat
nyata terhadap penurunan konsentrasi orthofosfat pada taraf kepercayaan 95%
maupun 99%.
Adanya konsentrasi orthofosfat yang berbeda sangat nyata, maka dilakukan
uji BNT (Beda Nyata Terkecil) untuk mengetahui perbedaan masing-masing
perlakuan terhadap pemanfaatan orthofosfat, sehingga didapat urutan perlakuan
yang terbaik. Dari perhitungan BNT (Lampiran 5) didapatkan hasil sebesar 0,099.
Untuk mengetahui terdapat perbedaan atau tidak pada masing-masing perlakuan
dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Hasil Uji BNT Orthofosfat
Perlakuan Rata - rata A B
Notasi 1,31 1,441
A (Azolla) 1,31 - 0,131* A
B (Kiambang) 1,441 - - B
* = berbeda nyata
Pada tabel 8 diatas dan hasil perhitungan BNT (Lampiran 5) menunjukkan
terdapat perbedaan nyata antara perlakuan A (Azolla) dan B (Kiambang) dengan
pemanfaatan konsentrasi orthofosfat terbesar pada perlakuan A, yaitu yang
diberi perlakuan tanaman Azolla (Azolla pinnata).
Berdasarkan uji F dan BNT, dapat dikatakan bahwa tanaman Azolla memiliki
kemampuan bioremediasi lebih baik dari pada tanaman kiambang dalam
pemanfaatan konsentrasi orthofosfat. Hal ini dimungkinkan karena beberapa
faktor seperti jumlah daun dalam satu individu, luas daun dan ketebalan daun
berpengaruh terhadap proses transpirasi yang menyebabkan semakin tingginya
penyerapan unsur hara. Menurut Dwijoseputro (1980), kegiatan transpirasi
terpengaruh oleh banyak faktor, baik faktor-faktor dalam maupun faktor-faktor
luar. Yang terhitung sebagai faktor-faktor dalam ialah besar kecilnya daun, tebal
tipisnya daun, berlapiskan lilin atau tidaknya permukaan daun, dan banyak
36
sedikitnya stomata. Sedagkan faktor-faktor luar seperti radiasi, temperatur,
angin.
Transpirasi mempunyai keterkaitan terhadap transport air, karena pada
proses transpirasi dapat menyebabkan adanya penarikan air bersama dengan
unsur hara dari akar menuju ke daun. Dengan adanya transpirasi membantu
tanaman dalam proses penyerapan, transportasi air dan unsur hara di dalam
tanaman (Nurwahyuni et al., 2016). Dalam proses transpirasi, air bergerak dari
daun yang mempunyai tingkat kelembaban yang lebih tinggi menuju atmosfir
yang lebih kering, sehingga temperatur udara juga mempunyai pengaruh
terhadap laju transpirasi.
Selain itu, tanaman azolla memiliki sifat rakus akan unsur hara fosfat.
Tanaman azolla ini akan memanfaakannya dengan sangat cepat. Sehingga
dalam penelitian ini didapatkan hasil pada bak tanaman azolla mengalami
pemanfaatan konsentrasi orthofosfat lebih tinggi. Menurut Utama (2015),
Pertumbuhan Azolla sangat dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara makro
berupa fosfat. Unsur ini dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
azolla (Singh, 1977 dalam Utama, 2015). Unsur P menjadi faktor pembatas
pertumbuhan azolla yang sangat diperlukan pada waktu pertumbuhan vegetatif
azolla (Ali dan Watanabe,1987). Kekurangan P menyebabkan pemanfaatan N
dalam air menjadi rendah (Lumpkin, 1987). Hal ini juga didukung oleh
pernyataan Lumpkin & Plucknett (1982) dalam Arizal (2011), bahwa
pertumbuhan Azolla pinnata dipengaruhi oleh ketersedian unsur hara berupa
fosfat. Konsentrasi fosfat pada unsur hara yang kurang dari 0,6 ppm dapat
menghambat laju pertumbuhan, fiksasi nitrogen, dan kandungan klorofil pada
Azolla pinnata.
37
4.5 Kualitas Air Pendukung
Data hasil pengukuran kualitas air pada bak perlakuan azolla dan kiambang
selama penelitian dapat di lihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Data hasil rerata pengukuran kualitas air (suhu, pH dan DO) selama penelitian
Perlakuan Pengamatan
Hari ke-
Hasi pengukuran kualitas air
Suhu (ºC) Ph DO (mg/l)
A (Azolla)
0 30 3.86 4,2
2 26,6 5,91 5,22
4 27 6,2 5,36
6 27 6,81 5,63
B (Kiambang)
0 30 3,86 4,2
2 26,3 5,26 4.67
4 27 5,94 5,01
6 27 6,5 5,44
4.5.1 Suhu
Hasil pengukuran suhu pada Tabel 9, dapat dilihat bahwa nilai suhu oleh
masing – masing perlakuan tidak berbeda jauh baik antara bak perlakuan azolla
(Azolla pinnata) dan kiambang (Salvinia molesta). Kisaran suhu rata – rata pada
bak penelitian azolla dari hari ke-2 sampai hari ke-6 sebesar 26,6 ºC – 27 ºC.
Sedangkan kisaran suhu rata – rata pada bak penelitian kiambang berkisar
antara 26,3 ºC – 27 ºC.
Berdasarkan hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa nilai suhu
selama penelitian terjadi perubahan dari hari ke-0 sampai ke-4. Sedangkan pada
hari selanjutnya suhu mulai stabil. Hal ini terjadi karena kondisi suhu sekitar yang
berubah – ubah selama penelitian.
Suhu rata – rata pada bak penelitian berkisar antara 26,3 – 27 ºC, dimana
pada suhu tersebut masih berada dalam kisaran normal untuk pertumbuhan dan
kehidupan tanaman air. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air serta Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 036
38
Tahun 2008 tentang Baku Mutu Limbah Cair (BMLC) Bagi Kegiatan Industri,
Hotel Restoran, Domestik yang mensyaratkan nilai suhu berkisar antara 20 ºC
sampai 30 ºC tidak mempengaruhi kehidupan biota aquatik perairan.
Suhu dalam hal penurunan kadar nitrat dan fosfat merupakan salah satu
faktor luar yang dapat berpengaruh dalam proses transpirasi. Dimana semakin
tinggi suhu, hampir selalu mengakibatkan meningkatnya kecepatan transpirasi,
sehingga dapat meninggkatkan penyerapan air yang diikuti dengan unsur hara.
Menurut Nimbar (1992), suhu dapat berpengaruh pada pergerakan stomata yaitu
lubang stomata makin lebar menyebabkan laju transpirasi semakin cepat.
4.5.2 pH
Hasil pengukuran pH pada tabel 9, menunjukkan bahwa nilai pH oleh
masing – masing perlakuan tidak berbeda jauh baik antara bak perlakuan azolla
(Azolla pinnata) dan kiambang (Salvinia molesta). Nilai pH pada kedua bak
perlakuan (Azolla dan kiambang) mengalami peningkatan dari asam menjadi
mendekai netral. Pada bak perlakuan Azolla didapatkan hasil pH rata – rata dari
hari ke-0 sampai ke-6 sebesar 3,86 menjadi 6,81. Perubahan pH yang terdapat
di air dapat mempengaruhi pertumbuhan dari tanaman Azolla (Azolla pinnata) ini.
Sedangkan pada bak perlakuan kiambang yaitu sebesar 3,86 menjadi 6,5.
Menurut Watanabe et al. (1977) dalam Lumpkin and Plucknett (1982), kisaran pH
optimum yang dibutuhkan tanaman azolla untuk tumbuh dengan baik adalah 4,5
– 7.
Hasil bioremediasi pada penelitian ini menunjukkan bahwa pH akhir limbah
tahu pada bak perlakuan azolla adalah 6,81. Sedangkan pada bak perlakuan
kiambang yaitu sebesar 6,5. Sebagaimana diketahui bahwa pada pH 6 – 9,
kehidupan biota dalam suatu perairan dapat berlangsung secara normal, baik
kehidupan hewan maupun tumbuan air, karena dalam kondisi tersebut proses-
39
proses kimia dan mikrobiologis yang menghasilkan senyawa yang berbahaya
bagi kehidupan biota serta kelestarian lingkungan, tidak terjadi (Yusuf, 2008).
Dengan demikian, maka pH limbah tahu yang telah melalui proses bioremediasi
telah memenuhi syarat untuk dilepas ke lingkungan.
Kenaikan pH yang terjadi selama penelitian kemungkinan disebabkan
karena terjadinya proses fotosintesis. Aktivitas fotosintesis ini memerlukan
karbon dioksida, yang oleh komponen autotrof akan dirubah menjadi senyawa
organik dan energi. Penurunan karbon dioksida dalam ekosistem akan
meningkatkan pH perairan dan sebaliknya. Menurut Wulandari (2014),
Kandungan pH dalam suatu perairan dapat berubah-ubah sepanjang hari akibat
dari proses fotosintesis tanaman air. Selain itu, kenaikan pH bisa juga
disebabkan adanya sistem pengolahan limbah menggunakan aerasi
(Middlebroos, 2001 dalam Yusuf, 2008).
Perubahan pH juga disebabknkan oleh aktivitas respirasi dalam ekosistem,
dimana karbon dioksida dalam ekosistem perairan yang dihasilkan melalui
proses respirasi oleh semua organisme, proses perombakan bahan organik dan
anorganik oleh bakteri. Proses perombakan bahan organik dapat meningkatkan
jumlah karbon dioksida, sehingga pH perairan justru akan menurun. Menurut
Atmojo (2003), bahan organik yang masih mengalami proses dekomposisi,
biasanya akan menyebabkan penurunan pH, karena selama proses dekomposisi
akan melepaskan asam-asam organik yang menyebabkan menurunnya nilai pH.
Dari literatur diatas dapat dikatakan bahwa peningkatan konsentrasi pH
mengalami kenaikan karena kandungan bahan organik pada limbah yang telah
berkurang, sehingga proses dekomposisi berkurang pula yang menyebabkan
nilai pH mengalami peningkatan.
40
4.5.3 Oksigen Terlarut (DO)
Data hasil pengukuran oksigen terlarut pada Tabel 9, menunjukkan bahwa
kisaran DO rata – rata pada hari ke-2 sampai ke-6 dalam bak penelitian azolla
(Azolla pinnata) sebesar 5,22 mg/l – 5,63 mg/l. Sedangkan pada bak penelitian
kiambang (Salvinia molesta) berkisar antara 5,01 mg/l – 5,4 mg/l. Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Jenie dan Rahayu (1993), bahwa pada perairan
dengan kadar oksigen terlarut 3,00 – 5,00 ml/g telah memenuhi syarat bagi
kehidupan organisme dan untuk dilepas ke lingkungan, karena pada kondisi
seperti itu proses anaerobik di dalam perairan dapat dicegah, sehingga
kehidupan organisme didalamnya dapat berlangsung.
Perubahan naik turunnya DO dari hari ke-0 sampai ke-6 pada bak
penelitian azolla dan kiambang karena adanya aerasi dan hasil fotosintesis
tanaman itu sendiri. Hal ini di dukung dengan penyataan Allbab et al. (2016),
bahwa adanya proses aerasi air akan meningkatkan kandungan oksigen dalam
air (dissolved oxygen), hal ini dikarenakan adanya peningkatan kontak air
dengan udara. Selain itu, oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintetis
tanaman air. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua
jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau energi untuk
pertumbuhan dan pembiakan (Salmin, 2005).
Menurut connell dan miller (1995), naik turunya kandungan oksigen terlarut
berasal dari penambahan bahan organik ke dalam badan air. Pada dasarnya,
bahan organik ini terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak, serta menyebabkan
berkurangnya oksigen terlarut dengan cara menstimulasi pertumbuhan jasad
renik. Banyak ragam jasad renik yang berada dalam seluruh tubuh air dan
beberapa diantaranya mudah memanfaatkan bahan organik serta mampu
mengembangkan populasinya secara cepat, sehingga pernapasan terjadi dan
oksigen terlarut di pakai dalam proses ini.
41
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
- Pada bak perlakuan Azolla (Azolla pinnata) dan Kiambang (Salvinia
molesta) terdapat perbedaan yang sangat nyata. Hal ini ditunjukkan
dengan hasil uji ANOVA, yaitu pada pengukuran Nitrat (NO3-), nilai F
hitung lebih besar dari F tabel (F hitung = 393,33 > F tabel 5% = 7,71)
pada selang kepercayaan 95% dan (F hitung = 393,33 > F tabel 1% =
21,20) pada selang kepercayaan 99%. Sedangkan pada pengukuran
Orthofosfat (PO43-), nilai F hitung lebih besar dari F tabel (F hitung =
337,78 > F tabel = 7,71) pada selang kepercayaan 95% dan (F hitung =
337,78 > F tabel = 21,20) pada selang kepercayaan 99%
- Pada bak perlakuan tanaman Azolla memiliki kemampuan bioremediasi
Nitrat (NO3-) dan Orthofosfat (PO4
3-) lebih baik dari pada bak perlakuan
tanaman Kiambang (Salvinia molesta).
5.2 Saran
Dalam pengeloaan limbah cair tahu, disarankan menggunakan tanaman
Azolla, karena dapat memanfaatkan kandungan bahan organik pada limbah
tersebut. Selain itu, tanaman azolla yang telah digunakan, dapat dimanfaatkan
sebagai pupuk yang kaya akan kandungan unsur hara N dan P.
42
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts G, SS Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya : Usaha Nasional.
Ali, S. and I. Watanabe. 1987. Respon Of Azolla to Phosphorus, Potassium, and Zinc in Different Paddy Soil. In Azolla utilization. IRRI. Philippines.279 pp.
Al-Kdasi, A., Idris, A., Saed, K. dan Guan, C.T. 2004. Treatment of textile waste water by advanced oxidation processes. Global Nest the Int. J. 6: 222-230.
Albab, U., V. Dermawan dan D. Harisuseno. 2016. Studi Analisis Nilai Sebaran Kadar Oksigen Terlarut Dalam Aliran (Do) Pada Hulu Dan Hilir Bangunan Bendung Di Daerah Irigasi Tumpang Kabupaten Malang. Program Sarjana Teknik Jurusan Pengairan. Universitas Brawijaya-Malang.
Arifin, Z. 1996. Azolla Pembudidayaan dan Pemanfaatan pada Tanaman Padi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Arifin, Z. 2003. Azolla Pembudidayaan dan Pemanfaatan pada Tanaman Padi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Arizal, Adrian. 2011. Kandungan nitrogen (N) pada Tanaman Azolla pinnata yang ditumbuhkan dalam Media Air Dengan Kadar P yang Berbeda. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK, ITB – Bogor.
Atmojo, Suntoro W. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. Solo.
Boyd, C.E. 1979. Water Quality fir Pound Fish Culture. Dept. Of Fisheries and applied aquaculture. Elsevier Scienctific Publishing Company. New York.
Brady NC and RR Weil. 2002, The Nature and Properties of Soils. 13'* Edition. Upper Saddle River, New Jersey. USA.
Connell D.W. dan G.J. Miller. 1995. Kimiadan Ekotoksikologi Pencemarn (diterjemahkan oleh Yanti Koestoer). Penerbit Universitas Indonesia – Press. Jakarta.
Cottam. 1969. Reaserch for Establishment of Water Quality Criteria for Aquatic Life. Reprint Transac of the 2nd Seminar on Biology, April 20 – 24, Ohio.
Darsono V. 2007. Pengolahan limbah cair tahu secara anaerob dan aerob. Jurnal Teknologi Industri Vol. XI (1): 9-29.
Dhahiyat Y. 1990. Kandungan Limbah Cair Pabrik Tahu dan Pengolahannya dengan Eceng Gondok (Eichornia crassipes (Mart) Solms). [Skripsi]. Bogor : Fakultas Pascasarjana IPB.
43
Dwidjoseputro, D. 1980. Pengantar Fisiologi Tanaman – Fakultas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Universitas Brawijaya Penerbit PT Gramedia. Jakarta.
Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air : Bagi pengelolaan sumber daya dan lingkungan perairan.Yogyakarta (ID): Kanisius
Gomez, K.A. and A.A. Gomez. 1990. Statistical Procedures for Agricultural Research. Diterbitkan oleh John Wiley & Sons, Inc.
Google Image. 2017. Kiambang dan Azolla (Azolla pinnata) Diakses pada tanggal 20 februari 2017 pukul 19.23.
Guntur Y. 2008. Bioremediasi limbah rumah tangga dengan sistem simulasi tanaman air. Jurnal Bumi Lestari. 8(2): 136 – 144.
Hanafiah, K.A. 2005. Rancangan percobaan teori dan aplikasi, edisi ketiga. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Hindarko, S., 2003, Mengolah Air Limbah Supaya Tidak Mencemari Orang Lain, Jakarta : Penerbit Esha.
Hutchinson GE. 1967. A Treatise Of Limnology. New York : John Wiley and Sos Inc.
Jenie, B.S.L. dan Rahayu W.P. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan, Penerbit Kanisisus, Yogyakarta .
Kirchman DL. 2000. Microbial Ecology of The Oceans. New York : Wiley-Lis.
Kumar, H.D. 1977. Modern Concept of Ecology. Vikas Published Houses, VT. Ltd, New Delhi.
Lumpkin, T.A. 1987. Enviromental Requirements for Successfull Azolla Growth. Azolla utilization. IRRI. Philippines. 89 – 97 p.
Lumpkin TA & Plucknett DL. 1982. Azolla as a Green Manure: Use and Management in Crop Production.Westview Press. Colorado
Mangkoedihardjo S, Ganjar S. 2010. Fitoteknologi Terapan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
McNeely, R.N., Neimanis, V.P., dan Dwyer, L. 1979. Water Quality Sourcebook, A Guide to Water Quality Parameters. Inland Waters Directorate, Water Quality Branch, Ottawa. Environment Canada.
Metcalf and Eddy. 1991. Wastewater Engineering Treatment and Reuse. 3rd ed. New York : McGrawHill.
Moersidik, S. 1999. Analisis Kualitas Air. Universitas Terbuka. Jakarta.
Nimbar, Saubari N. 1992. Dasar – Dasar Fisiologi Tanaman. Lembaga Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
44
Nuraida L. 1985. Pengamatan Terhadap Rangkaian Produksi Tahu pada Industri Kecil Tahu di Bondongan Kodya Bogor. Bogor : Laporan KKN FATETA IPB.
Nurwahyuni, I., Elimasni., S. Rahayu., Z. Sofyan dan R. Sinaga. 2016. Fisiologi Tumbuhan. Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Papuangan, N., Nurhasanah dan M. Djurumudi. 2014. Jumlah Dan Distribusi Stomata pada Tanaman Penghijauan Di Kota Ternate. Jurnal Bioedukasi. 3(1): 287-292. ISSN: 2301-4678.
Patty, S. I., H. Arfah dan M.S. Abdul. Zat Hara (Fosfat, Nitrat), Oksigen Terlarut Dan pH Kaitannya Dengan Kesuburan Di Perairan Jikumerasa, Pulau Buru. Jurnal Pesisir Dan Laut Tropis. 1(1): 43-50.
Peraturan Pemerintah No. 82. 2001. Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta.
Priadie B. 2012. Teknik bioremediasi sebagai alternatif dalam upay pengendalian pencemaran air.
Priyono dan Andika T. 2007. Pengaruh Pistia stratiotes L. Dalam Peningkatan Kualitas Air. Skripsi. IPB. Bogor.
Porcella DB, AB Bishop. 1975. Comprehensive Management of Phosphorus Water Pollution. Michigan : Ann Abror Science Publishers.
Safitri, R. 2009. Phytoremediasi Greywater Dengan Tanaman Kayu Apu (Pistia stratiotes) Dan Tanaman Kiambang (Salvinia molesta) Serta Pemanfaatannya Untuk Tanaman Selada (Lactuva Sativa) Secara Hidroponik. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Salmin, 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana. Vol. XXX, Nomor 3. Hal 21-26.
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Penerbit graha ilmu: Yogyakarta.
Sastrawijaya AT. 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta : Rineka Cipta.
Simbolon, A.R. 2016. Pencemaran Bahan Organik dan Eutrofikasi di Perairan Citus, Pesisir Tangerang. Jurnal Pro-Life. 3 (2): 109 – 118.
SNI.1990. Kumpulan SNI Bidang Pekerjaan Umum.“Kualitas Air” SK SNI M-03-1989-F “Metode Pengujian Kualitas Fisika Kimia Air”.
Soerjani, M. And J.V. Pancho. 1987. Aquatic Weeds of Southeast Asia. A Systematic Account of Common Southeast Asian Aquatic Weeds. National Publishing Company. Quenzon city. Philippines.
45
Subroto, M.A. 1996. Fitoremediasi. Dalam: Prosiding Pelatihan dan Lokakarya Peranan Bioremediasi Dalam Pengelolaan Lingkungan, Cibinong,24-25 Juni 1996.
Sudaryanti, Sri. 2006. Biomonitoring. Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya, Malang.
Sudjana, S.H. 1994. Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi III, Tarsito, Bandung.
Sudjana, Briljan. 2014. Pengunaan Azolla Untuk Pertanian Berkelanjutan. Jurnal Ilmiah Solusi. 1(2): 72-81.
Supriyanto, B. 1997. Kinetika Reaksi Biokimiawi EM4 Pada Penguraian Limbah Cair Batik Tahu (Studi Kasus Pabrik Tahu, Kukusan, Depok, Jawa Barat). Tesis. Universitas Indonesia, Jakarta.
Stumm W, JJ Morgan. 1970. Aquatic Chemistry An Introduction Emphasizing Chemical Equilibria in Natural Waters. New York : Wiley Interscience.
Utama, P., D. Firnia dan G. Natanael. Pertumbuhan Dan Serapan Nitrogen Azolla microphylla Akibat Pemberian fosfat Dan Ketinggian Air Yang Berbeda. Agrologia. 4(1): 41 – 52.
Wulandari, R., Y. Siti F., E. Septia W., J. Indah dan Niken R.H. 2014. Pemanfaatan Tumbuhan Iris Air (Neomarica gracillis) Sebagai Agen Bioremediasi Air Limbah Rumah Tangga. Seminar Nasional X Pendidikan Biologi FKIP UNS.
Yuliani D.E., S. Sitorus dan T. Wirawan. 2013. Analisis Kemampuan Kiambang (Salvinia molesta) Untuk Menurunkan Konsentrasi Ion Logan Cu (II) Pada Media Tumbuh Air. Jurnal Kimia Mulawarman. X (2) : 68 – 69.
Yusuf, Guntur. 2008. Bioremediasi Limbah Rumah Tangga Dengan Sistem Simulasi Tanaman Air – Fakultas MIPA Universitas Islam Makassar. Jurnal Bumi Lestari. 8(2) : 138-139.