Analisis kebijakan pemekaran

207
1 TESIS Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Oleh AHMAD MUZAWWIR 067024002/SP SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 ANALISIS KEBIJAKAN PEMEKARAN WILAYAH KABUPATEN BATU BARA DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PEMERINTAH NO. 129 TAHUN 2000 Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Transcript of Analisis kebijakan pemekaran

Page 1: Analisis kebijakan pemekaran

1

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

AHMAD MUZAWWIR 067024002/SP

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008

ANALISIS KEBIJAKAN PEMEKARAN WILAYAH KABUPATEN BATU BARA DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PEMERINTAH NO. 129 TAHUN 2000

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 2: Analisis kebijakan pemekaran

2

Judul Tesis : ANALISIS KEBIJAKAN PEMEKARAN WILAYAH KABUPATEN BATU BARA DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PEMERINTAH NO. 129 TAHUN 2000

Nama Mahasiswa : Ahmad Muzawwir Nomor Pokok : 067024002 Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(DR. Marlon Sihombing, MA) Ketua

(Drs. Bengkel Ginting, M.Si) Anggota

Ketua Program Studi,

(Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA)

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)

Tanggal Lulus : 14 April 2008

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 3: Analisis kebijakan pemekaran

3

Telah diuji pada

Tanggal 14 April 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : DR. Marlon Sihombing, MA

Anggota : 1. Drs. Bengkel Ginting, M.Si 2. Drs. H. M. Husni Thamrin, M.Si 3. Drs. Agus Suriadi, M.Si 4. Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 4: Analisis kebijakan pemekaran

4

PERNYATAAN

ANALISIS KEBIJAKAN PEMEKARAN WILAYAH KABUPATEN BATU BARA DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PEMERINTAH NO.129 TAHUN 2000

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 14 April 2008 Ahmad Muzawwir

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 5: Analisis kebijakan pemekaran

5

TESIS

Oleh

AHMAD MUZAWWIR 067024002/SP

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008

ANALISIS KEBIJAKAN PEMEKARAN WILAYAH KABUPATEN BATU BARA DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PEMERINTAH NO. 129 TAHUN 2000

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 6: Analisis kebijakan pemekaran

6

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara yang merupakan pemekaran dari kabupaten induknya, yaitu Kabupaten Asahan dengan luas wilayah 92.220 Ha dan jumlah penduduk 336.868 jiwa yang terdiri dari 168.951 jiwa penduduk laki-laki dan 167.953 jiwa penduduk perempuan. Kurangnya sarana dan prasarana menimbulkan kesulitan dalam menjangkau pelayanan pemerintahan, pemberdayaan masyarakat dan pemerataan pembangunan. Itulah sebabnya diyakini bahwa strategi kebijakan pemekaran wilayah adalah salah satu solusinya. Pemekaran wilayah yang dimaksud adalah memperkecil wilayah administrasi pemerintah Kabupaten Asahan dengan cara memberikankan status kepada wilayah Batu Bara menjadi sebuah kabupaten otonom baru. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses berlangsungnya kebijakan pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara, mengidentifikasi, mengekspolrasi dan menganalisis pemekaran wilayah tersebut yang dapat memberikan dampak langsung pada masyarakat dalam hal pelayanan publik, serta mengetahui faktor-faktor penghambat dan pendorong dengan memberikan berbagai rekomendasi untuk kinerja pemerintah daerah (baik itu kabupaten induk maupun kabupaten baru). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisa data sekunder dan teknik wawancara mendalam terhadap obyek di lapangan. Data-data yang didapat dianalisa dengan menggunakan analisa deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan keadaan obyek penelitian sesuai data dan fakta yang ditemukan dalam proses berlangsungnya pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara.

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pemekaran wilayah bertujuan untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dengan harapan dapat memberikan kemudahan dalam hal pelaksanaan pelayanan publik. Dampak yang bersifat langsung bagi masyarakat; misalnya biaya ringan, waktu lebih singkat dan adanya kesempatan kerja bagi masyarakat, sementara bagi pemerintah semakin pendeknya rentang kendali dan turunnya biaya administrasi pemerintahan. Akhirnya bahwa kebijakan pemekaran wilayah adalah tepat dan bermanfaat bagi masyarakat luas apabila ada iktikad yang baik dari pihak yang berkepentingan untuk kesejahteraan bersama. Kata Kunci : Kebijakan Publik, Desentralisasi, Otonomi Daerah, Pemekaran Wilayah

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 7: Analisis kebijakan pemekaran

7

ABSTRACT This research was made in District of Batu Bara, North of Sumatera as expansion of parent district, i.e., district of Asahan, total width 92.9220 Ha and total population 366,868 consisting of 168.951 male and 167.953 female. The lack of facility has led to some difficulty to access the government service, people empowrment and equality of development. Thus it is believed that Regional Expansion Policy Strategy is a best solution. The regional expansion is to define or narrow the scope of government administration of Asahan District by recognizing the status of Batu Bara district as a new autonom district. The objective of this reserch would be to know the process of Regional Expansion Policy in Batu Bara Disctrict, to identify, explorate and analyze the regional expansion that can effect the people directly in public service and also to know the resistive and supportive factors by suggece (either parent district or extended district). The method used in this research is by using qualitative descriptive analysis, i.e., to describe the object of research according to the data and facts found in the prosess of regional expansion in District of Batu Bara. Based on the result of research, it can be concluded that the objective of regional expansion will be to give the people with better access of service though expectation that it can increase and facilitate the implementation of public service. The direct impact for people includes : lower cost, shorter time and work chance for peoples; and for government includes : the narrower range of control and lower cost of government administration. Finally, the policy of regionel expansion is appropriative decision and useful for people widely in basis of good faith by interested or involved parties to improve the people welfare. Keyword : Public Policy, Decentralization, Regional Autonomy, Regional Expansion

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 8: Analisis kebijakan pemekaran

8

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur diucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan taufiq, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan tesis ini. Kemudian selawat beriring salam semoga senantiasa tetap

dicurahkan kepada Baginda Muhammad SAW yang telah menyebarkan Islam di

permukaan bumi ini, guna menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat.

Tujuan dari penulisan tesis ini adalah sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara. Penulis mengajukan sebuah judul “Analisis Kebijakan

Pemekaran Wilayah Kabupaten Batu Bara dalam Perspektif Peraturan

Pemerintah No. 129 Tahun 2000.”

Di dalam penulisan ini berbagai hambatan yang penulis temui. Namun, berkat

kesungguhan dan bantuan dari berbagai pihak serta dengan ridha Allah SWT,

sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan sesuai dengan pengetahuan dan

kemampuan yang penulis miliki.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-

besarnya pada :

1. Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K), selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 9: Analisis kebijakan pemekaran

9

kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, MA, selaku Ketua Program Studi

Magister Studi Pembangunan Universitas Sumatera Utara dan sekaligus

sebagai penguji.

4. Bapak DR. Marlon Sihombing, MA, selaku Ketua Pembimbing yang telah

membimbing dengan arief dan penuh kesabaran di sela-sela kesibukan beliau.

5. Bapak Drs. Bengkel Ginting, M.Si, selaku Dosen Pembimbing II yang juga

telah membimbing dengan arief dan penuh kesabaran di sela-sela kesibukan

beliau.

6. Bapak Drs. H. M. Husni Thamrin, M.Si, selaku Dosen Pembanding I yang

telah banyak memberikan saran dan kritikan demi kesempurnaan tesis ini.

7. Bapak Drs. Agus Suriadi, M.Si, selaku Dosen Pembanding II yang juga telah

banyak memberikan saran dan kritikan demi kesempurnaan tesis ini.

8. Segenap tim pengajar Program Magister Studi Pembangunan (MSP)

Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

namanya, yang telah berupaya mencurahkan ilmu pengetahuannya kepada

penulis.

9. Kakanda Ir. Hj. Syafrida Fitrie, MSP yang telah banyak memberikan

dukungan materil maupun moril kepada penulis.

10. Bapak OK. Arya Zulkarnain, SH, MM, selaku Ketua Umum BP3KB yang

telah banyak memberikan data dan informasi pada penulis.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 10: Analisis kebijakan pemekaran

10

11. Bapak H. Usman Al Hudawy, selaku Tokoh Masyarakat sekaligus Penasehat

GEMKARA yang juga telah banyak memberikan data dan informasi pada

penulis.

12. Teman-teman Angkatan IX (Achmad Fadly, Analisman Zalukhu, Andy

Siregar, Dedy Rustam Alamsyah Nst, Denni Rovi S. Meliala, Eli Sudarman,

Fahri Azhari, Ghazali Rahman, Hendra Dermawan Siregar, Lantika Purba,

Latifah Hanum Daulay, Maya Soraya, Meilani Tarigan, Muhammad Abduh

Riza, Murniati, Ody Dody Prasetyo, Onggung P.G. Purba, Pardomuan

Nasution, Pinta Omastri Pandiangan, Rehia Karenina Isabella Barus, Sri

Rahmayani, Syahrul Halim, Teuku Al Fiady dan Valdesz Junianto

Nainggolan).

13. Seluruh Pegawai Administratif Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara Program Magister Studi Pembagunan (Kak Dina Rahma Nst, S.Sos,

Bang Iwan dan Dadek) yang telah memudahkan proses administrasi penulis,

dan

14. Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan tesis ini yang tidak

bisa disebutkan satu persatu.

Kemudian, khususnya penulis menyampaikan rasa sayang dan hormat serta

terimakasih yang tidak terhingga kepada yang tercinta Ayahanda “Hubban Efendi”

dan Ibunda “Syamsuarni” yang telah memotivasi dan mendo’akan penulis serta adik-

adik di rumah (Ahmad Muhadhir, SE, Ahmad Syahir, Ahmad Syukron, Ria Silvana,

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 11: Analisis kebijakan pemekaran

11

Ainul Wardah, Amirah Husna) yang selalu sayang pada penulis sehingga

memberikan spirit bagi penulis dalam menyelesaikan tesis dan studi di Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Disamping itu juga penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari

sempurna, baik dari berbagai aspek metodologis maupun substansi teoritis lainnya.

Oleh sebab itu segala saran dan kritikan demi kesempurnaannya dengan senang hati

diterima. Mudah-mudahan tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi

Program Magister Studi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara sebagai khasanah pengembangan ilmu pengetahuan dan bagi Pemerintah

Kabupaten Batu Bara sebagai bahan rekomendasi kebijakan. Akhirnya dengan

berserah diri pada Allah SWT dan semoga segala amal baik kita semua mudah-

mudahan mendapat pahala disisi-Nya. Amin.

Medan, 14 April 2008

Penulis,

Ahmad Muzawwir

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 12: Analisis kebijakan pemekaran

12

RIWAYAT HIDUP

Nama : Ahmad Muzawwir

Tempat Lahir : Kedai Sianam (Batu Bara)

Tanggal Lahir : 18 Maret 1983

Jenis Kelamin : Laki-laki

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Tinggi/ Berat Badan : 164 Cm/ 56 Kg

Golongan Darah : O

Alamat : Jl. Lintas Sumatera, Bangun Sari Dsn.V Kec. Talawi

Kab. Batu Bara, 21254

Nomor HP : 081376340007

Nama/ Pekerjaan Orang Tua : Ayah = Hubban Efendi/ PNS

Ibu = Syamsuarni/ PNS

Status dalam keluarga : Anak Kandung (anak ke I)

Jumlah bersaudara : 5 (lima) orang (Adik-adik : Ahmad

Muhadhir,SE, Ahmad Syahir, Ahmad

Syukron, Ainul Wardah, Amirah Husna)

Pendidikan :

a. Sekolah Dasar Negeri 010161 Kec. Talawi Kab. Asahan (lulus pada

tahun 1995)

b. Madrasah Tsanawiyah Siajam Kec. Sei Balai Kab. Asahan (lulus

pada tahun 1998)

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 13: Analisis kebijakan pemekaran

13

c. Madrasah Aliyah Negeri Lima Puluh Kab. Asahan (lulus pada tahun

2001)

d. Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Departemen Ilmu Administrasi (lulus pada tahun 2006)

e. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Magister Studi

Pembangunan (lulus pada tahun 2008)

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 14: Analisis kebijakan pemekaran

14

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ........................................................................................................ i

ABSTRACT ...................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii

RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... vii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ............................................................. 7 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 9 2.1 Kebijakan Publik ................................................................. 9 2.2 Analisis Kebijakan .............................................................. 15 2.3 Desentralisasi dan Otonomi Daerah .................................... 18 2.4 Pemekaran Wilayah …………………………………........ 30 2.5 Kriteria Kelayakan Pembentukan Kabupaten ..................... 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................. 42 3.1 Jenis Penelitian .................................................................... 42 3.2 Lokasi Penelitian ................................................................. 43 3.3 Informan Penelitian ............................................................. 43 3.4 Teknik Pengumpulan Data .................................................. 44 3.5 Definisi Konsep ................................................................... 45 3.6 Definisi Operasional ............................................................ 46 3.7 Teknik Analisis Data ................................................... ....... 51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN......................... 52 4.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Batu Bara ........... .. 52 4.1.1 Ibukota dan Sarana Pendukung .............................. ... 55 4.1.2 Asset dan Kepegawaian ............................................. 55 4.1.3 Iklim, Suhu Udara dan Curah Hujan ..................... … 55 4.1.4 Kondisi Ekonomi ....................................................... 56

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 15: Analisis kebijakan pemekaran

15

4.1.5 Potensi Daerah............................................................ 61 4.1.6 Perkembangan Penduduk Kabupaten Batu Bara........ 71 4.2 Hasil Penelitian..................................................................... 72 4.2.1 Kabupaten Asahan dan Kedatukan Batu Bara ........... 72 4.2.2 Perjuangan Pembentukan Kabupaten Batu Bara........ 78 4.2.3 Kabupaten Batu Bara Terbentuk dengan Usul Inisiatif DPR Republik Indonesia ............................. 98 4.2.4 Tokoh Central Perjuangan Pembentukan Kabupaten Batu Bara ................................................. 99 4.2.5 Stakeholder Dalam Pemekaran Wilayah Kabupaten Batu Bara.................................................................... 102 4.3 Analisis Data ........................................................................ 106 4.3.1 Analisis Potensi Pemekaran Wilayah Batu Bara........ 108 4.3.1.1 Analisis Kriteria Potensi Ekonomi................ 112 4.3.1.2 Analisis Kriteria Potensi Daerah................... 116 4.3.1.3 Analisis Kriteria Sosial Budaya .................... 120 4.3.1.4 Analisis Kriteria Sosial Politik...................... 122 4.3.1.5 Analisis Kriteria Jumlah Penduduk dan Luas Daerah .................................................. 123 4.3.1.6 Analisis Kriteria Lain-lain ........................... 125 4.4 Analisis Kelayakan Pemekaran Wilayah Kabupaten Batu Bara serta Munculnya Kelemahan dari Implementasi Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 ......................... 126 BAB V PENUTUP ................................................................................. 139 5.1 Kesimpulan .......................................................................... 139 5.2 Saran-saran ........................................................................... 141 DAFTAR PUSTAKA .............................. ......................................................... 143

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 16: Analisis kebijakan pemekaran

16

DAFTAR TABEL

Nomor Judul

1 Indikator Pemekaran Wilayah Menurut Perspektif Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 …………………………………

48

2 Perkiraan Penerimaan Daerah ......................................................... 57

3 Jumlah Produksi Tanaman Pangan Wilayah Batu Bara .................. 62

4 Hasil Perekebunan Wilayah Batu Bara ........................................... 63

5 Hasil Produksi Perikanan Laut Wilayah Batu Bara ........................ 64

6 Prasarana Hiburan ........................................................................... 65

7 Fasilitas Kesehatan dan Tenaga Medis ........................................... 66

8 Fasilitas Pendidikan Umum dan Agama Wilayah Batu

Bara.................................................................................................. 67

9 Jenis Alat Angkutan ..................................................... 68

10 Fasilitas Peribadatan .................................................... 69

11 Anggota Tim Kerja II PAH I DPD RI yang melakuan

kunjungan kerja ke Provinsi Sumatera Utara pada

tanggal 20 s/d 22 Juni 2006 ..........................................

95

12 Skor Rata-rata Seluruh Indikator Bagi Pembentukan

Kabupaten Otonom Batu Bara .......................................

111

13 Potensi Ekonomi Wilayah Batu Bara.............................. 112

14 Potensi Daerah Wilayah Batu Bara ................................................. 118

15 Kondisi Sosial Budaya Wilayah Batu Bara ..................................... 120

16 Kondisi Sosial Politik Wilayah Batu Bara ...................................... 122

17 Profil Jumlah Penduduk Wilayah Batu Bara ……………………... 123

18 Luas Daerah Wilayah Batu Bara …………………………………. 123

19 Kriteria Lain-lain Wilayah Batu Bara ............................................. 125

Halaman

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 17: Analisis kebijakan pemekaran

17

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul

1 Peta Kabupaten Batu Bara ............................................................... 54

2 Logo GEMKARA (Gerakan Masyarakat Menjuju Kesejahteraan

Batu Bara) ........................................................................................

78

3 Gambar bersama beberapa orang Kepala Daerah Se- Indonesia

sesaat setelah upacara Penganugerahan Tanda Jasa dan

Kehormatan Satya Lencana Wirakarya dari Presiden Republik

Indonesia di Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia,

Jakarta ............................................................................................... 102

Halaman

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 18: Analisis kebijakan pemekaran

18

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

1 Daftar Panduan Wawancara Penelitian ............................................ 145

2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 129 Tahun 2000

Tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran,

Penghapusan, dan Penggabungan Daerah Presiden Republik

Indonesia ..........................................................................................

148

3 Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 2007 Tentang

Pembentukan Kabupaten Batu Bara di Provinsi Sumatera Utara …

161

Halaman

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 19: Analisis kebijakan pemekaran

19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era reformasi telah memberikan ruang yang lebih terbuka kepada

masyarakat untuk mengembangkan dan membangun dirinya sendiri. Salah satu

produk dari era reformasi itu adalah otonomi daerah yang secara konseptual

memperlihatkan adanya perubahan secara signifikan pada model dan paradigma

pemerintahan daerah. Model efisiensi struktural (structural efficiency model) yang

menekankan pada efisiensi dan keseragaman pemerintah lokal ditinggalkan. Kini

dikembangkan local democracy model yang menekankan nilai demokrasi dan

keberagaman dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Seiring dengan

pergeseran model tersebut, terjadi pula pergeseran dari penekanan aspek sentralisasi

kepada penekanan aspek desentralisasi.

Dalam menciptakan kemandirian daerah inilah, pemekaran wilayah

kabupaten/ kota dan provinsi harus dipahami sebagai bagian dari implementasi

otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan strategi untuk merespon tuntutan

masyarakat daerah terhadap 3 (tiga) permasalahan utama yakni sharing of power,

distribution of income dan kemandirian sistem manajemen di daerah.

Pemekaran wilayah sebagai implikasi politik reformasi, perlu dikelola

dengan baik sehingga tidak menimbulkan benturan-benturan dan masalah yang justru

counter productive dengan semangat reformasi itu sendiri. Di satu sisi, pemekaran

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 20: Analisis kebijakan pemekaran

20

wilayah sangat diperlukan karena kondisi sosial, ekonomi, budaya dan geografis

antara satu wilayah dan wilayah lainnya sangat berbeda. Dengan demikian

pemekaran wilayah diharapkan dapat memacu perkembangan sosial, ekonomi,

peningkatan kualitas demokrasi, mengurangi kesenjangan dan menjaga kelestarian

lingkungan hidup pada suatu wilayah. Namun di sisi lain, perkembangan pemekaran

wilayah ini masih menimbulkan beberapa persoalan utama, yaitu penentuan batas-

batas wilayah geografis dan administratif wilayah baru dan hal ini selalu memberikan

dampak sosial, politik dan ekonomi serta redistribusi aset negara pada wilayah-

wilayah baru tersebut.

Reformasi yang tengah bergulir di Indonesia, yang ditandai dengan

munculnya berbagai fenomena keinginan masyarakat pada berbagai wilayah untuk

membentuk suatu daerah otonom baru, baik daerah provinsi maupun kabupaten dan

kota. Keinginan tersebut didasari terjadinya berbagai dinamika di daerah itu sendiri

baik dinamika sosial, ekonomi, politik maupun budaya. Dengan pembentukan daerah

otonom ini, daerah otonom tersebut diharapkan mampu memanfaatkan peluang yang

lebih besar dalam mengurus rumah tangganya sendiri, terutama dalam kaitannya

dengan pengelolaan sumber-sumber pendapatan asli daerah, sumber daya alam dan

pengelolaan bantuan pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat setempat yang lebih

baik.

Sistem pemerintahan yang ada di era otonomi daerah saat ini dengan asas

desentralisasi merupakan suatu refleksi proses reformasi sosial, ekonomi, politik

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 21: Analisis kebijakan pemekaran

21

maupun budaya. Perubahan sosial, ekonomi, politik maupun budaya di Indonesia

memiliki kecenderungan dan pergeseran pelayanan publik dari wewenang pemerintah

pusat menjadi kewenangan pemerintahan daerah yang lebih dekat dengan

masyarakatnya. Dalam perspektif otonomi daerah ini, kekuasaan akan terbagi antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang secara legal konstitusional tetap dalam

kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dinamika perkembangan wilayah menjadi otonom seperti itu disikapi pemerintah pusat dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah sejak tahun 1999 yang lalu. Dalam pembentukan daerah otonom, mulanya di ilhami oleh Pasal 18 UUD 1945 yang antara lain menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi lagi dalam daerah kabupaten dan kota.

Dalam mendukung implementasi kebijakan otonomi daerah itu, pemerintah

telah mengatur dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004. Berdasarkan ketentuan-

ketentuan tersebut maka dapat dijelaskan bahwa keinginan masyarakat daerah untuk

membentuk daerah otonom baru memang dimungkinkan oleh peraturan perundangan

yang berlaku.

Sejalan dengan banyaknya keinginan untuk melakukan pembentukan daerah

otonom baru, baik berupa pemekaran maupun peningkatan status, khususnya di

daerah kabupaten dan kota sesuai dengan mekanisme pembentukan daerah otonom

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 22: Analisis kebijakan pemekaran

22

maka pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000

tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan

Penggabungan Daerah, yang isinya antara lain menyebutkan persyaratan, kriteria,

prosedur, pembiayaan pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah.

Seiring dengan perkembangan dinamika di berbagai daerah dan peraturan

pendukung yang ada, masyarakat Batu Bara juga mengajukan pembentukan daerah

otonom tersendiri yang wilayahnya terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan diantaranya, yaitu

Kecamatan Medang Deras, Kecamatan Sei Suka, Kecamatan Air Putih, Kecamatan

Lima Puluh, Kecamatan Talawi, Kecamatan Tanjung Tiram, dan Kecamatan Sei

Balai dengan luas 92.220 hektare (ha). Beberapa alasan yang mendasari sehingga

mengajukan pembentukan Pemerintahan Kabupaten Batu Bara sebagai daerah

otonom adalah; Pertama, peraturan perundang-undangan mengenai pemerintahan

daerah yang berlaku saat ini (Undang-undang No. 32 Tahun 2004 dan Peraturan

Pemerintah No. 129 Tahun 2000) memberikan kemungkinan untuk dilakukannya

pemekaran satu daerah otonom menjadi beberapa daerah otonom baru. Kedua,

pemekaran Kabupaten Batu Bara menjadi daerah otonom baru dari kabupaten

induknya, yaitu Kabupaten Asahan, dipandang akan membawa berbagai keuntungan

bagi masyarakat, seperti fasilitas sosial, ekonomi dan finansial untuk kepentingan

kesejahteraan masyarakat pada masa depan. Ketiga, tuntutan masyarakat untuk

memperoleh pelayanan yang lebih baik, dengan semakin sedikitnya birokrasi yang

harus dilalui dalam memperoleh pelayanan publik. Keempat, keinginan masyarakat

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 23: Analisis kebijakan pemekaran

23

dan pemerintah daerah untuk mengelola sendiri sumber daya dan potensi daerah

dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Permasalahan besar yang menghadang pembentukan Kabupaten

Batu Bara sebagai daerah otonom adalah masalah kemandirian keuangan

daerah, pertumbuhan ekonomi dan terbatasnya infrastruktur daerah.

Namun, kuatnya aspirasi masyarakat Batu Bara untuk membentuk

Kabupaten Batu Bara menjadi suatu daerah yang otonom telah menjadi

alasan utama bagi pemerintah pusat mewujudkan daerah pemekaran

wilayah Kabupaten Batu Bara tersebut. Hal ini tercermin dari upaya

Gerakan Masyarakat Menuju Kesejahteraan Batu Bara (GEMKARA) dan

Badan Pekerja Persiapan Pembentukan Kabupaten Batu Bara (BP3KB),

yang terus memperjuangkan dalam agenda pembahasan Pemerintah dan

DPR Republik Indonesia agar Batu Bara dapat disahkan menjadi daerah

otonom.

Sejak terbentuknya Kabupaten Batu Bara yang diresmikan pada

tanggal 15 Juni 2007, dimana pertemuan tersebut dihadiri oleh Menteri

Koordinator Politik dan Keamanan dan selaku Menteri Dalam Negeri Ad

Interim, Widodo AS. Berbagai permasalah kelayakan Batu Bara menjadi

suatu daerah yang mempunyai otonomi penyelenggaraan pemerintahan

hingga kini masih menjadi pertanyaan besar mengingat potensi yang

dimiliki wilayah Batu Bara yang sangat banyak, namun belum terkelola

dengan baik untuk berdiri sendiri sebagai suatu daerah otonom. Melihat

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 24: Analisis kebijakan pemekaran

24

potensi alam yang ada di Batu Bara, pemerintah daerah harus mampu

mengembangkan potensi-potensi tersebut terutama dalam memanfaatkan

potensi sumber daya alam seperti kawasan pariwisata dan perusahaan

yang terkenal di dunia internasional sebagai pengekspor aluminium hasil

olahan PT. Inalum yang sudah lama menjadi produk unggulan di daerah

ini, kemudian didukung dengan keberadaan pasar yang telah memberikan

dampak bagi pertumbuhan perekonomian dan pendapatan daerah. Wilayah

Batu Bara ini juga memiliki industri pengolahan minyak kelapa sawit

(CPO) dan lain sebagainya yang berpotensi besar untuk mensejahterakan

masyarakat.

Saat ini menarik untuk dikaji tentang bagaimana proses pemekaran daerah

sehingga Batu Bara menjadi suatu daerah yang otonom. Dari segi persyaratan

kemampuan ekonomi dan finansial sebagai indikator yang sangat menentukan bagi

Batu Bara layak untuk menjadi suatu daerah otonom telah terpenuhi, sehingga Batu

Bara “lulus kualifikasi” dan kemudian diundangkan (ditetapkan) sebagai suatu daerah

yang memiliki status otonom. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari dukungan berbagai

pihak masyarakat di Batu Bara itu sendiri. Namun, disisi lain tidak diimbangi dengan

kemampuan sumber daya manusia dan infrastruktur daerah.

Kebijakan yang diambil pemerintah pusat bagi daerah otonom Batu Bara

akan membuka peluang bagi masyarakat (putra daerah) untuk duduk dalam jabatan-

jabatan di birokrasi atau politis tertentu dalam upaya pengelolaan potensi sumber

daya alam dan pengembangan sumber daya manusia di Batu Bara sebagai fokus

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 25: Analisis kebijakan pemekaran

25

pembangunan. Tetapi, masalah besar juga akan muncul jikalau pemberian status

otonomi pada Batu Bara, ternyata tidak diikuti oleh semakin baiknya pelayanan yang

diberikan kepada masyarakat. Dikhawatirkan justru pelayanan akan semakin mahal

karena Pemerintah Kabupaten Batu Bara dituntut untuk dapat menghimpun

Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebanyak-banyaknya dengan mengenakan pajak yang

justru memberatkan masyarakat.

1.2 Perumusan Masalah

Pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara dalam perspektif kebijakan

publik dapat dipandang sebagai proses interaksi berbagai kelompok kepentingan

dalam proses politik, melibatkan sejumlah aktor dan dipengaruhi oleh kepentingan

yang melekat pada kelompok ataupun aktor tersebut. Proses lahirnya kebijakan publik

dalam hal ini kebijakan pembentukan Kabupaten Batu Bara merupakan suatu

rangkaian kegiatan atau langkah tindakan para aktor.

Pembentukan suatu kabupaten harus mempertimbangkan berbagai kriteria

pembentukan. Mengenai kriteria kelayakan pembentukan kabupaten, terdapat

beberapa unsur yang harus diperhatikan antara lain kemampuan ekonomi daerah,

potensi daerah, mata pencaharian penduduk, sosial budaya, sosial politik, jumlah

penduduk, luas daerah serta kriteria lain-lain yang terdiri dari; faktor-faktor

kriminalitas, ketersediaan gedung bagi pemerintah daerah, jarak dan waktu tempuh

dari kecamatan-kecamatan ke pusat pemerintahan sesuai dengan Peraturan

Pemerintah No. 129 Tahun 2000.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 26: Analisis kebijakan pemekaran

26

Sehubungan dengan hal-hal tersebut, maka muncul pertanyaan penelitian,

yaitu : ”Bagaimana proses berlangsungnya kebijakan pembentukan wilayah

Kabupaten Batu Bara dalam perspektif Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000

dan apa motivasi para pihak berkepentingan (stakeholder) dalam pemekaran

wilayah Kabupaten Batu Bara tersebut.”

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

A. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi,

mengeksplorasi dan menganalisis kebijakan dalam proses pemekaran wilayah

Kabupaten Batu Bara.

B. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Secara teoritis, yaitu sebagai wahana untuk menambah dan

mengembangkan pengetahuan dalam membuat suatu karya tulis ilmiah

dan sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya dalam meneliti

permasalahan yang sama.

b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi

kebijakan bagi Pemerintah Kabupaten Batu Bara dalam upaya

pengembangan daerah saat ini dan untuk masa yang akan datang.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 27: Analisis kebijakan pemekaran

27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan Publik

Menurut Wojowasito (2003 : 35) mengartikan kebijakan sebagai : skill

(keterampilan), ability (kemampuan), capability (kecakapan), insight (kemampuan

memahami sesuatu).

Dari uraian di atas jelas bahwa sifat ”bijak” adalah sifat-sifat (character)

yang melekat pada manusianya dan ”bijaksana” adalah sifat-sifat yang melekat pada

sikap, tingkah laku dan perbuatannya. Dengan demikian, maka dalam membuat suatu

kebijakan yang baik haruslah bersifat rasional, institusional, kondisional, dan

situasional dengan suatu proses sebagai berikut :

1. Rasional, maksudnya pengambilan keputusan itu benar-benar

mempergunakan data-data dan informasi-informasi yang selengkap-

lengkapnya. Data diolah dengan seksama untuk menjadi informasi yang

penting, sedangkan informasi dikumpulkan selengkap mungkin dari ilmu-ilmu

pengetahuan dan pengalaman-pengalaman, baik pengalaman sendiri, maupun

dari pengalaman orang lain.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 28: Analisis kebijakan pemekaran

28

2. Institusional, maksudnya pengambilan keputusan harus senantiasa dengan

mengingat tujuan organisasi serta memperhatikan pula hak-hak dan

kewenangannya.

3. Kondisional, maksudnya harus selalu ingat bahwa suatu kejadian, masalah,

peristiwa itu tidak akan lepas dari lingkungannya, baik lingkungan alam

(natural environment), lingkungan fisik (pysical environment), maupun

lingkungan sosial (social environment).

4. Situasional, maksudnya bahwa keputusan yang diambil itu haruslah sesuai

dan dapat terselenggara dalam situasi yang hidup pada waktu itu. Suatu

keputusan yang benar, namun tidak dapat dilaksanakan, maka tentulah tidak

ada manfaatnya, keputusan yang demikian merupakan keputusan yang tidak

baik.

Dari definisi tentang kebijakan publik di atas, maka dapat diambil suatu

kesimpulan bahwa kebijakan publik merupakan suatu rangkaian keputusan dan

tindakan didalamnya terdapat serangkaian tahapan yang saling bergantung yang

diatur menurut waktu. Pada dasarnya kebijakan publik tidak terlepas dengan masalah

publik dan pemerintah yang salah satu fungsinya adalah merumuskan kebijakan

untuk memenuhi tuntutan seseorang atau kelompok karena kondisi yang dihadapi.

Hal ini terjadi karena adanya suatu kondisi yang tidak memuaskan sebagian

masyarakat sehingga mendorong mereka untuk memuaskan sebagian masyarakat

melalui sistem yang dimiliki. Di sinilah dituntut kejelian pejabat publik untuk

memahami kebutuhan masyarakat terhadap masalah publik yang dihadapi. Untuk

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 29: Analisis kebijakan pemekaran

29

lebih jauh lagi tidak hanya memahami, tapi mengambil langkah- langkah kebijakan

yang tepat dan dapat sesuai dengan tuntutan masyarakat yang dipimpinnya.

Banyak sekali kebijakan publik yang diartikan oleh beberapa ahli dari sudut

pandang masing-masing, diantaranya Parker memberi batasan bahwa kebijakan

publik adalah : “Suatu tujuan tertentu, atau serangkaian tindakan yang dilakukan

oleh pemerintah pada periode tertentu dalam hubungan dengan suatu subyek atau

suatu tanggapan atas suatu krisis” (Santosa, 1988).

Pendapat lain memberikan batasan “kebijakan publik sebagai sekumpulan

rencana kegiatan yang dimaksudkan untuk memberikan efek perbaikan terhadap

kondisi-kondisi sosial dan ekonomi” (Derby Shire, dalam Wibawa,

1994: 49).

Selanjutnya ada yang mengatakan bahwa policy adalah hasil-hasil keputusan

yang diambil oleh pelaku-pelaku tertentu untuk tujuan-tujuan publik (Hofferbert dan

Ricard, Ibid). Untuk memudahkan dalam memahami pengertian kebijakan, maka

perlu diketahui beberapa karakteristik daripada kebijakan itu sendiri, antara lain :

a. Tindakan yang berorientasi pada maksud atau tujuan dan bukan prilaku secara

serampangan.

b. Merupakan arah atau pola tindakan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat

pemerintah dan bukan merupakan keputusan-keputusan sendiri.

c. Apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemerintah untuk mengatur perdagangan

dan sebagainya bukan sekedar apa yang dilakukan oleh pemerintah.

d. Bentuknya dapat bersifat positif (Budi Winarno, 1989 : 4).

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 30: Analisis kebijakan pemekaran

30

Dari gambaran di atas dapatlah dijelaskan bahwa karakteristik daripada

kebijakan publik tersebut mengandung maksud tujuan, arah dan pola tindakan

tertentu yang dilaksanakan oleh pemerintah. Kemudian tindakan itu mempunyai nilai

yang positif. Jikalau memperhatikan batasan-batasan di atas maka tidak disebutkan

siapa pelaku kebijakan publik, namun di bagian lain dikatakan policy adalah produk

akhir antara eksekutif dan legislatif. Lebih lanjut Hofferbert (dalam Wibawa, 1994:

50) menyatakan : “Kebijakan publik adalah pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan

oleh legislatif, penentuan atau pengaturan yang dilakukan oleh eksekutif, penggunaan

anggaran negara, dan juga kegiatan apapun yang dilakukan oleh siapapun yang

menjadikan masyarakat sebagai sasarannya.”

Sementara itu (William N, Dunn, 1981: 70) sebagaimana dialih bahasa oleh

Muhajir Darwin (1987: 63-64), merumuskan : “Kebijakan publik sebagai serangkaian

pilihan yang kurang lebih berhubungan (termasuk keputusan untuk tidak berbuat)

yang dibuat oleh badan-badan atau kantor-kantor pemerintah, diformulasikan dalam

bidang-bidang isu yaitu arah tindakan aktual atau potensial dari diantara kelompok

masyarakat.”

Dengan batasan dan pengertian ini menggambarkan bahwa kebijakan publik

itu sebagai keputusan yang diambil untuk bertindak dalam rangka memberikan

pelayanan kepada publik sesuai norma-norma yang ada pada publik itu sendiri.

Norma-norma tersebut menyangkut akan hal interaksi penguasa, penyelenggara

negara dengan rakyat serta bagaimana seharusnya kebijakan-kebijakan publik itu

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 31: Analisis kebijakan pemekaran

31

dilaksanakan. Ukuran normatifnya adalah keadilan sosial, partisipasi dan aspirasi

warga negara, masalah-masalah lingkungan, pelayanan, pertanggungjawaban

administrasi dan analisis yang etis (Kumorotomo, 1999:105).

Dari pendapat para ahli diatas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa

kebijakan publik sangat tergantung dari intensitas kualitas dan ruang lingkup masalah

publik yang dipikirkan dan diidentifikasi oleh pengambil kebijakan. Dengan

demikian maka keberadaan atau kegagalan implementasi dari suatu kebijakan publik

tidak sepenuhnya merupakan output aparat pelaksana akan tetapi lebih merupakan

keberhasilan atau kegagalan pada tahap pengenalan. Lebih lanjut Dunn

mengemukakan beberapa karakteristik masalah publik yang sangat membantu dalam

perumusan masalah, yaitu :

a. Interdepedensi masalah kebijakan, yaitu masalah pada bidang tertentu

berpengaruh terhadap pada bidang yang lain, artinya suatu masalah

merupakan bagian dari suatu sistem masalah yang bersumber dari kondisi

yang menimbulkan ketidakpuasan dari setiap kelompok.

b. Subyektivitas masalah kebijakan, yaitu masalah publik meskipun bersifat

sangat obyektif tetapi dalam proses artikulasinya tetap merupakan hasil

berpikir dan hasil interprestasi dari analisis atau pengambil kebijakan.

c. Artifisial masalah kebijakan, dimana masalah tidak dapat dipisahkan dengan

individu atau kelompok yang mengidentifikasikannya.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 32: Analisis kebijakan pemekaran

32

d. Dinamika masalah kebijakan, dalam arti bahwa masalah selalu berada dalam

suasana atau kondisi yang terus menerus berubah. Setiap masalah dapat

didefinisikan dengan berbagai cara, demikian pula pemecahannya.

Proses konversi dari masalah kebijakan yang berhasil diartikulasikan

merupakan tahapan kedua yang bersifat kritis. Hal itu disebabkan karena para pihak

yang berkepentingan (stakeholders) yang terlibat dalam proses tersebut tidak

independen dalam arti sangat dipengaruhi oleh persepsi, sikap serta kepentingan-

kepentingan yang diwakilinya. Kondisi tersebut sangat mempengaruhi penetapan

kebijakan (policy decision). Policy decision menurut Anderson dalam Wibawa adalah

pemeliharaan alternatif rancangan kebijakan mana oleh para aktor yang terlibat dalam

konversi dan ditetapkan untuk menjadi output kebijakan (Wibawa, 1994 : 25).

Penetapan kebijakan yang diuraikan diatas dituangkan dalam beberapa

bentuk yaitu: (1) Model Deskriptif, yaitu menjelaskan atau meramalkan sebab dan

akibat dari pilihan-pilihan kebijakan; (2) Model Normatif, yaitu identik dengan

deskriptif namun dilengkapi dengan aturan dan rekomendasi untuk mengoptimalkan

pencapaian keuntungan manfaat dan nilai; (3) Model Verbal, yaitu menyangkut

penyajian dalam bahasa sehari-hari sehingga mudah dipahami; (4) Model Simbolik,

yaitu penyajiannya dalam bentuk simbol-simbol matematis; dan (5) Model

Prosedural, yaitu menggunakan prosedur guna mewujudkan dinamika hubungan

antara variabel kebijakan (William N. Dunn, 1994: 155-156).

Dari konsep-konsep kebijakan publik yang diuraikan diatas, maka kerangka

pemikiran yang didapat adalah bahwa dalam kebijakan publik terdapat beberapa

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 33: Analisis kebijakan pemekaran

33

komponen dan tahapan kebijakan, seperti dikatakan Eulau dan Prewit (dalam

Manullang; 1998; 14-15) (1) Niat (intentions), yaitu tujuan-tujuan yang sebenarnya

suatu tindakan, (2) Tujuan (goals), yaitu keadaan akhir yang hendak dicapai,

(3) Rencana atau usulan (plans of proposal), yaitu cara yang ditetapkan untuk

mencapai tujuan, (4) Program, yaitu cara yang disahkan untuk mencapai tujuan,

(5) Keputusan atau pilihan (decision or choise), yaitu tindakan yang diambil untuk

mencapai tujuan, dan (6) Pengaruh (effect), yaitu dampak program yang dapat diukur,

baik dampak yang diharapkan maupun dampak yang tidak diharapkan.

2.2 Analisis Kebijakan

Analisis berasal dari bahasa Yunani yang berarti memecah menjadi bagian-

bagian. Riant Nugroho (2006 : 46) mengemukakan bahwa kerangka konseptual

analisis kebijakan terdiri atas langkah-langkah mendiagnosis masalah,

mengidentifikasi alternatif kebijakan yang mungkin, menilai efisiensi dan kebijakan

dikaitkan dengan melakukan perhitungan cost benefit dari kebijakan. Kemudian Riant

Nugroho melanjutkan dengan melakukan pendekatan model rasionalis dalam analisis

kebijakan yang mempunyai bagian-bagian :

1. Mendefinisikan permasalahan (define the problem).

2. Menetapkan kriteria evaluasi (establish evaluation criteria).

3. Mengidentifikasi alternatif kebijakan (identifiy alternative policies).

4. Memaparkan alternatif-alternatif dan memilih salah satu (display alternatives

and select among them).

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 34: Analisis kebijakan pemekaran

34

5. Memonitor dan mengevaluasi manfaat kebijakan (monitor and evaluate policy

outcome).

Suatu kebijakan yang baik, menurut Dunn (1995) harus melalui tahapan-

tahapan kegiatan, yaitu agenda setting, policy formulation, policy adaption, dan

policy implementation serta policy assesment. Dari tahapan diatas yang paling rumit

adalah menentukan policy formulation, di dalamnya tercakup cara memformulasikan

alternatif-alternatif kebijakan yang mampu memecahkan masalah-masalah, memilih

alternatif-alternatif yang memadai dan efektif bila dilaksanakan dan sebagainya.

Untuk itu cara yang paling menguntungkan dalam memilih alternatif mana yang

paling menguntungkan adalah melalui analisis kebijakan. Sofian (2001)

mengungkapkan bahwa proses analisis kebijakan bermaksud untuk memberikan

rekomendasi yang bermanfaat bagi pembuat kebijakan yang baik, atau merupakan

usaha yang bersifat multi disipliner untuk memperoleh data informasi guna

memberikan alternatif pemecahan suatu masalah. Dengan demikian bahwa

menganalisa suatu kebijakan merupakan usaha untuk dapat merekomendasikan

kebijakan. Usaha ini berawal dari penyajian secara cermat informasi yang

menunjukkan adanya masalah kebijakan, yang mana informasi ini nantinya akan

digunakan untuk membuat informasi tentang alternatif kebijakan.

Untuk menentukan alternatif-alternatif mana yang akan dipilih, sudah barang

tentu diperlukan kriteria-kriteria atau metode-metode tertentu. Lebih lanjut Dunn

(2000) mengatakan; untuk menentukan alternatif terpilih, setidaknya ada 3 (tiga) hal

yang harus diperhatikan, yaitu (1) Affecfiveness, yaitu apakah kebijakan tersebut

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 35: Analisis kebijakan pemekaran

35

dapat mencapai sasaran yang telah dirumuskan, (2) Efficiency, yaitu apakah kebijakan

yang akan diambil itu seimbang dengan sumber daya yang tersedia, dan

(3) Adequasi, yaitu apakah kebijakan itu sudah cukup memadai untuk memecahkan

masalah yang ada.

Selanjutnya berkaitan dengan kriteria kebijakan ini Sofian (2001),

mengemukakan bahwa kebijakan yang baik itu harus memenuhi kriteria-kriteria

sebagai berikut :

1. Tehnical feasibility, yaitu kemampuan masing-masing alternatif untuk

memecahkan masalah.

2. Economic and financial possibility, yaitu alternatif mana yang mungkin

dibiayai dari dana yang dimiliki.

3. Political viability, yaitu bagaimana resiko politik dari masing-masing

alternatif.

4. Administrative capability, yaitu menyangkut kemampuan administrasi untuk

mendukung kebijaksanaan tersebut.

Kemudian lebih lanjut, Sofian (2001) mengungkapkan bahwa proses analisis

kebijakan bermaksud untuk memberikan rekomendasi yang bermanfaat bagi pembuat

kebijakan yang baik, atau merupakan usaha yang bersifat multi disipliner untuk

memperoleh data informasi guna memberikan alternatif pemecahan suatu masalah.

Dengan demikian bahwa menganalisa suatu kebijakan merupakan usaha untuk dapat

merekomendasikan kebijakan. Usaha ini berawal dari penyajian secara cermat

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 36: Analisis kebijakan pemekaran

36

informasi yang menunjukkan adanya masalah kebijakan, yang mana informasi ini

nantinya akan digunakan untuk membuat informasi tentang alternatif kebijakan.

Dari pendapat ahli di atas, dapatlah disimpulkan bahwa pada dasarnya

alternatif kebijakan yang memadai dan efektif untuk dilaksanakan setidaknya harus

memenuhi kriteria-kriteria kelayakan ekonomi dan finansial, sosial, teknis, legal,

administrasi dan politik. Di samping itu tidak kalah pentingnya perlu

dipertimbangkan pula kriteria-kriteria efektifitas, efisiensi dan edequasi.

2.3 Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Desentralisasi tidak bisa dipisahkan dengan masalah sentralisasi dalam

penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik, karena pada

dasarnya berkenaan dengan “delegation of authority and responsibility” yang dapat

diukur dari sejauhmana unit-unit bawahan yang memiliki wewenang dan tanggung

jawab di dalam proses pengambilan keputusan (Miewald dalam Pamudji, 1984: 2).

Pide (1997 : 34) mengemukakan bahwa desentralisasi pada dasarnya adalah

pelimpahan atau penyerahan kekuasaan atau wewenang dibidang tertentu secara

vertikal dari institusi/ lembaga/ pejabat yang lebih tinggi kepada institusi/ lembaga/

fungsionaris bawahannya sehingga yang diserahi atau dilimpahi kekuasaan

wewenang tertentu itu berhak bertindak atas nama sendiri dalam urusan tertentu

tersebut.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 37: Analisis kebijakan pemekaran

37

Selain itu, Rondinelli (1983 : 69) mengemukakan, desentralisasi perlu dipilih

dalam penyelenggaraan pemerintahan pembangunan, karena melalui desentralisasi

akan dapat meningkatkan efektivitas dalam membuat kebijaksanaan nasional, dengan

cara mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada para pejabat tingkat

lokal untuk merancang proyek-proyek pembangunan, agar sesuai dengan kebutuhan

dan kondisi setempat. Desentralisasi akan dapat memungkinkan para pejabat

setempat untuk lebih dapat mengatasi masalah-masalah yang selama ini dianggap

kurang baik dan ciri-ciri prosedur yang sangat birokratis di dalam merencanakan dan

melaksanakan pembangunan yang seringkali dialami oleh negara berkembang yang

acapkali tercipta konsentrasi kekuasaan, otoritas dan sumber-sumber yang begitu

berlebihan di tingkat pusat. Jika dilihat dari fungsi-fungsi pembangunan yang

didesentralisasikan para pejabat, staf pada tingkat lokal atau unit-unit administratif

yang lebih rendah, akan dapat meningkatkan pemahaman dan sensivitas (daya

tanggap) mereka terhadap masalah dan kebutuhan setempat, karena mereka akan

bekerja pada tingkat dimana semua permasalahan tersebut terasa paling menekan dan

terlihat paling jelas.

Apabila dilihat dari sisi hubungan kerja, sistem penyelenggaraan model ini

akan dapat lebih mendekatkan, mengakrabkan dan mempererat antara masyarakat

dengan para pejabat, staf pelaksana dan hal ini akan memungkinkan mereka akan

mendapatkan informasi yang lebih baik, yang diperlukan dalam proses perumusan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 38: Analisis kebijakan pemekaran

38

rencana pembangunan dari pada apa yang mereka peroleh bila hanya menunggu di

kantor pusat saja.

Desentralisasi juga dapat meningkatkan dukungan politis dan administratif

bagi kebijaksanaan pembangunan nasional pada tingkat lokal, karena selama ini

rencana-rencana pembangunan tingkat nasional acapkali tidak diketahui oleh

penduduk setempat, sehingga dengan diketahuinya rencana pembangunan nasional

pada tingkat lokal, maka disamping akan mendapatkan dukungan politis dan

administratif pada tingkat lokal, juga dapat mendorong kelompok-kelompok sosial

setempat untuk meningkatkan kemampuan partisipasinya dalam merencanakan dan

mengambil keputusan yang mereka buat. Lebih penting lagi, desentralisasi ini juga

dianggap dapat meningkatkan efisiensi pemerintah pusat, dengan cara mengurangi

beban kerja rutin dan fungsi-fungsi manual yang dapat secara efektif diselesaikan

oleh para staf pelaksana lapangan atau para pimpinan unit-unit administratif yang

lebih rendah.

Disamping pendapat Rondinelli, Barkley (1978 : 2) mengemukakan bahwa

desentralisasi dipandang dapat mendorong pengambilan keputusan yang lebih cepat

dan lebih luas atau dengan kata lain memberi dukungan yang lebih konstruktif di

dalam proses pengambilan keputusan. Sedangkan Mc. Gregor (1966: 3) menegaskan,

jika kita dapat menekan pengambilan keputusan dalam organisasi ke tingkat yang

lebih rendah, maka kita akan cenderung memperoleh keputusan-keputusan yang lebih

baik. Desentralisasi bukan saja akan dapat memperbaiki kualitas dari keputusan-

keputusan yang diambil, tetapi juga akan dapat memperbaiki kualitas daripada

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 39: Analisis kebijakan pemekaran

39

pengambilan keputusan, karena orang cenderung untuk tumbuh dan berkembang

secara lebih cepat manakala mereka dimotivasi secara efektif dan ini bisa terjadi jika

kewenangan pengambilan keputusan didesentralisasikan. Hal demikian tadi harus

menerapkan azas desentralisasi yang berarti pengambilan keputusan pada tingkat

bawah organisasi dipandang sebagai cara terbaik untuk melahirkan keputusan-

keputusan yang lebih sesuai dengan kepentingan organisasi besar.

Sejalan dengan pendapat diatas, Koesoemahatmadja (1979) mengemukakan

bahwa desentralisasi dalam arti ketatanegaraan merupakan pelimpahan kekuasaan

pemerintahan dari pusat kepada daerah-daerah untuk mengurus rumah tangganya

sendiri. Desentralisasi adalah sistem untuk mewujudkan asas demokrasi, yang

memberikan kesempatan kepada rakyat untuk ikut serta dalam proses

penyelenggaraan kekuasaan negara, yang dapat dibagi dalam 2 (dua) macam bentuk.

Pertama, dekonsentrasi yakni pelimpahan kekuasaan dari alat perlengkapan negara

tingkat lebih atas kepada bawahannya guna melancarkan pelaksanaan tugas

pemerintahan. Kedua, Desentralisasi ketatanegaraan atau desentralisasi politik yaitu

pelimpahan kekuasaan perundangan dan pemerintahan kepada daerah-daerah otonom

di lingkungannya. Dalam konteks ini, rakyat dengan mempergunakan saluran-saluran

tertentu (perwakilan) ikut serta dalam pemerintahan. Desentralisasi ketatanegaraan

dibagi lagi menjadi 2 (dua) macam, yakni desentralisasi fungsional serta

desentralisasi teritorial yang terdiri dari otonomi dan tugas pembantuan.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 40: Analisis kebijakan pemekaran

40

Secara terminologis, cukup banyak pengertian otonomi yang dikemukakan

oleh para pakar. Logemann (Koswara, 2001: 59) memberikan konsep otonomi

sebagai berikut : “bahwa kebebasan bergerak yang diberikan kepada daerah otonom

berarti memberi kesempatan kepadanya untuk menggunakan prakarsanya sendiri dari

segala macam kekuasaannya dan untuk mengurus kepentingan publik. Kekuasaan

bertindak merdeka yang diberikan kepada satuan-satuan kenegaraan yang

memerintah sendiri daerahnya itu adalah kekuasaan yang berdasarkan inisiatif

sendiri dan pemerintahan berdasarkan inisiatif sendiri.”

Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

dikemukakan tentang pengertian otonomi daerah, yaitu kewenangan daerah otonom

untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa

sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-

undangan. Pemberian kewenangan otonomi kepada daerah didasarkan kepada asas

desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.

Desentralisasi dan otonomi daerah dianggap dapat menjawab tuntutan

pemerataan, pembangunan sosial ekonomi, penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan politik yang efektif. Dalam konteks ini, persoalan desentralisasi dan

otonomi daerah berkaitan erat dengan persoalan pemberdayaan, dalam arti

memberikan keleluasaan dan kewenangan kepada masyarakat daerah untuk

berprakarsa dan mengambil keputusan. Disamping itu, empowerment akan menjamin

hak dan kewajiban serta wewenang dan tanggung jawab dari organisasi pemerintahan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 41: Analisis kebijakan pemekaran

41

di tingkat daerah untuk dapat menyusun program, memilih alternatif dan mengambil

keputusan dalam mengurus kepentingan masyarakat daerahnya sendiri.

Isu otonomi daerah adalah isu yang paling aktual setelah berlakunya

Undang-undang No. 22 Tahun 1999 sampai pada Undang-undang No. 32 Tahun

2004. Isu tersebut tidak hanya karena desentralisasi adalah lawan dari sentralisasi,

tetapi lebih dititik beratkan pada kebijakan pemerintah Orde Baru yang sangat

sentralistik. Konsep desentralisasi memiliki dua pengertian yaitu desentralisasi politik

dan desentralisasi administratif. Desentralisasi politik diartikan sebagai penyerahan

kewenangan yang melahirkan daerah-daerah otonom, sedangkan desentralisasi

administratif merupakan penyerahan kewenangan pelaksanaan implementasi program

yang melahirkan wilayah-wilayah administratif, atau dengan kata lain pendelegasian

sebagian dari wewenang untuk melaksanakan program terhadap tingkat yang lebih

bawah. (Ichlasul Amal; 1990: 8).

Kebutuhan terhadap desentralisasi menurut Cheemo and Rondinelli (1983:

10) didorong oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Kegagalan atau kurang efektifnya perencanaan yang terpusat dan pengawasan

sentral dalam pembangunan.

2. Lahirnya teori-teori pembangunan yang lebih berorientasi kepada kebutuhan

manusia.

3. Semakin kompleksnya permasalahan masyarakat yang tidak mungkin lagi

dikelola secara terpusat.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 42: Analisis kebijakan pemekaran

42

Lebih lanjut Ryass Rasyid mengatakan tentang desentralisasi bahwa “Negara

yang sentralistik cenderung tidak mampu menjawab secara cepat dan tepat semua

kebutuhan berbagai kelompok masyarakat dan daerah.” Paradigma pemerintahan

dewasa ini berubah dengan pesat dan ada 5 (lima) pokok perubahan itu, yaitu :

1. Sentralisasi ke desentralisasi perencanaan pembangunan.

2. Pemerintahan besar ke pemerintahan kecil (big government ke small

government)

3. Peningkatan Tax ke penuntunan Tax.

4. Privatisasi pelayanan, dan

5. Social capital ke individual capital (Rasyid, 1997: 8).

Pandangan tersebut adalah langkah antisipasi menyikapi perubahan

(globalisasi dan demokratisasi) yang melanda kawasan dunia. Maka terhadap

kekuatan tersebut bagi negara yang terbentuk kesatuan maupun federal jawabannya

adalah desentralisasi. Setiap makhluk hidup memerlukan otonomi, demikian juga

kelompok termasuk negara dan daerah memerlukan otonomi. Jadi otonomi adalah

suatu kesatuan sosial dinamakan otonomi manakala terdapat suatu kesatuan tertentu,

yang bebas bertindak atau memilih untuk bertindak, atau tidak melakukan jika

menyukai untuk melakukannya (Susilo; 2000: 8).

Selanjutnya Tri Ratnawati mengklasifikasikan 4 (empat) tujuan utama

desentralisasi, yaitu: (1) Bidang Ekonomi, dalam rangka mengurangi cost dan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 43: Analisis kebijakan pemekaran

43

menjamin pelayanan publik lebih tepat sasaran; (2) Bidang Politik, dalam upaya

mengembangkan grassroots democracy dan mengurangi penyalahgunaan kekuasaan

oleh pusat serta diharapkan mencegah disintegrasi nasional; (3) Bidang Administrasi,

dalam rangka red tape birokrasi dan pengambilan keputusan menjadi lebih efektif;

(4) Bidang Sosial Budaya, mengembangkan kebhinekaan dan budaya lokal (Jurnal

Otonomi Daerah, 2002: 2).

Sementara itu menyangkut otonomi, secara filosofis ideologis dipandang

sebagai suatu mekanisme yang memungkinkan tumbangnya partisipasi yang luas bagi

masyarakat dan mendorong agar daerah mampu membuat keputusan secara mandiri

tanpa harus tergantung kepada pemerintah pusat (Siti Zuhro, 1990:18). Arti

pentingnya otonomi juga dikemukakan oleh Kenichi Ohmae ialah otonomi adalah

kata kunci untuk memajukan perekonomian negara untuk masa-masa depan dan batas

negara akan ditembus oleh 4 (empat) faktor yaitu investment, individual consumers,

industri and information (Jurnal Otonomi Daerah, 1999 : 18).

Mencermati secara empiris pandangan dan uraian diatas menunjukkan

bahwa desentralisasi dan otonomi dalam kaitannya perkembangan kedepan tidak

dapat ditunda lagi pelaksanannya. Artinya berlakunya Undang-undang No. 32 tahun

2004, dan banyaknya tuntutan daerah akan daerah otonom yang baru tentu dengan

maksud penjabaran dari desentralisasi dan otonomi itu sendiri. Mekanisme dan pola

yang sangat sentralistik selama ini dalam hubungan pemerintah Pusat-Daerah, sudah

tidak dapat dipertahankan lagi. Akan tetapi persoalannya dalam kasus kita di

Indonesia, desentralisasi dan otonomi ini apakah sudah merupakan komitmen yang

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 44: Analisis kebijakan pemekaran

44

kuat oleh pemerintah dan masyarakat?. Dari hasil penelitian evaluasi percontohan

otonomi daerah terdapat dua kecenderungan, yaitu; Pertama; Pemerintah Pusat dan

Provinsi belum sungguh-sungguh mendukung pelaksanaan otonomi di Kabupaten/

Kota, dan Kedua; dianutnya sistem pemerintahan daerah yaitu desentralisasi dan

dekonsentrasi membawa implikasi yang besar terhadap kelembagaan di daerah, yaitu

dua kepentingan yang berbeda diterapkan bersama oleh pimpinan pemerintah di

daerah (Jurnal Otonomi Daerah, 1999: 22).

Desentralisasi merupakan suatu alat untuk mencapai salah satu

tujuan bernegara yaitu memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan

menciptakan proses pengambilan keputusan yang lebih demokratis. Hal

pokok tentang desentralisasi tersebut adalah berhasil atau gagal

pemerintah untuk meningkatkan efisiensi dan kadar responsivitas publik

terhadap kepentingan politis dan sosial masyarakatnya. Kegagalan

implementasi desentralisasi terutama ditunjukkan dari kemunduran

ekonomi, ketidakstabilan politik dan merosotnya pelayanan publik (Sidik:

2001).

Tekanan demokratisasi dunia sekarang ini menunjuk pada trend

baru yaitu isu pemerintahan daerah. Alasannya bahwa tidak ada satu

pemerintah dari suatu negara yang luas akan mampu secara efektif

membuat public policies di segala bidang ataupun mampu melaksanakan

kebijakan-kebijakan secara efektif dan efisien di seluruh wilayah negara

itu. Demikian halnya di dalam manajemen penyelenggaraan pemerintahan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 45: Analisis kebijakan pemekaran

45

dan pembangunan. Pola-pola penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan yang sentralistik menjadi kurang aktual, sehingga perlu

pendekatan desentralistik.

Desentralisasi menurut Rondinelli (Sidik, 2001: 2) dapat dibagi

menjadi 4 (empat) jenis, yaitu :

1. Desentralisasi politik (political decentralization), yaitu pemberian hak

kepada warga negara melalui perwakilan yang dipilih suatu kekuasaan

yang kuat untuk mengambil keputusan publik.

2. Desentralisasi administratif (administrative decentralization), yaitu

pelimpahan wewenang yang dimaksudkan untuk mendistribusikan

kewenangan, tanggung jawab dan sumber-sumber keuangan untuk

menyediakan pelayanan publik. Desentralisasi administratif pada

dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk, yaitu :

a. Dekonsentrasi (deconcentration), yaitu pelimpahan wewenang dari

pemerintah pusat kepada pejabat yang berada dalam garis hirarki

dengan pemerintah pusat di daerah.

b. Pendelegasian (delegation), yaitu pelimpahan wewenang untuk

tugas tertentu kepada organisasi yang berada di luar struktur

birokrasi reguler yang dikontrol secara tidak langsung oleh

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 46: Analisis kebijakan pemekaran

46

pemerintah pusat. Pendelegasian wewenang ini biasanya diatur

dengan ketentuan perundangan. Pihak yang menerima wewenang

mempunyai keleluasaan (dicreation) dalam penyelenggaraan

pendelegasian tersebut, walaupun wewenang terakhir tetap pada

pihak pemberi wewenang (sovereign-authority).

c. Devolusi (devolution), yaitu pelimpahan wewenang kepada tingkat

pemerintahan yang lebih rendah dalam bidang keuangan atau tugas

pemerintahan dan pihak pemerintah daerah mendapat discreation

yang tidak dikontrol oleh pemerintah pusat.

3. Desentralisasi fiskal (fiscale decentralization), merupakan komponen

utama dari desentralisasi. Apabila pemerintah daerah melaksanakan

fungsinya secara efektif, maka mereka harus didukung sumber-sumber

keuangan yang memadai baik yang berasal dari pendapatan asli

daerah, bagi hasil pajak dan bukan pajak, pinjaman maupun subsidi

atau bantuan dari pemerintah pusat.

4. Desentralisasi ekonomi (economic or market decentralization), intinya

berkaitan dengan kebijakan pelimpahan fungsi-fungsi pelayanan

kepada masyarakat dari pemerintah kepada sektor swasta sejalan

dengan kebijakan liberalisasi dan ekonomi pasar.

Desentralisasi dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004

merupakan salah satu asas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang

diartikan sebagai penyerahan wewenang dari pemerintah kepada daerah

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 47: Analisis kebijakan pemekaran

47

otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang

secara utuh dan bulat dilaksanakan pada daerah kabupaten dan kota.

United Nations memberikan pengertian tentang desentralisasi

sebagai : “The transfer of authority away from the national capital

wether by deconcentration to field offices or by devolution to local

authorities or local bodies. Batasan ini menggariskan tentang bagaimana

proses kewenangan itu diserahkan dari pusat kepada lembaga pemerintah

di daerah, baik melalui dekonsentrasi, maupun devolusi” (Koswara, 1998:

152).

Pemberian otonomi kepada daerah merupakan konsekuensi

kebijakan desentralisasi teritorial. Wujudnya berupa hak, wewenang dan

kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya

sendiri. Manifestasinya berupa penyerahan sebagian urusan pemerintahan

dan sumber-sumber pembiayaan kepada pemerintah daerah yang pada

dasarnya menjadi wewenang dan tanggung jawab daerah sepenuhnya. Ini

berarti bahwa prakarsa dan penentuan prioritas serta pengambilan

keputusan sepenuhnya menjadi hak, wewenang dan tanggung jawab

pemerintah daerah.

James W. Fesler mendefinisikan desentralisasi sebagai distribusi

kekuasaan yang mangalihkan atau memberikan pembuatan keputusan atau

kebijakan khusus kepada level daerah sehingga daerah mempunyai

kemandirian untuk membuat kebijakan sendiri (Warsito Utomo,1997).

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 48: Analisis kebijakan pemekaran

48

Menurut Bryant (1987: 213-214), desentralisasi dalam kenyataan

mengambil dua bentuk, yaitu yang bersifat administratif dan yang

bersifat politik. Desentralisasi administratif biasanya disebut

dekonsentrasi yang berarti delegasi wewenang pelaksanaan kepada

tingkat-tingkat lokal. Para pejabat tingkat lokal bekerja dalam batas

rencana dan sumber-sumber anggaran, namun mereka memiliki elemen

kebijakan dan kekuasaan serta tanggung jawab dalam hal sifat hakikat

jasa dan pelayanan pada tingkat lokal. Desentralisasi politik (devolusi)

berarti bahwa wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu

terhadap sumber-sumber daya diberikan pada pejabat-pejabat regional

dan lokal.

Pikiran ini sejalan dengan Rondinelli (Koswara,1998:153) yang

menyatakan bahwa : “decentralization is the transfer of planning,

decision making, or administrative authority from central government to

its fields organization, local administrative units, semi-autonomous and

parastatal organizations, local government, or non government

organization.”

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makna utama

desentralisasi terletak pada kewenangan pemerintah daerah untuk

menentukan kebijakannya sendiri sesuai dengan kondisi dan aspirasi

masyarakat setempat. Dengan penerapan otonomi daerah banyak harapan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 49: Analisis kebijakan pemekaran

49

diletakkan bagi penyelesaian beragam permasalahan yang menghambat

perkembangan dan kemajuan daerah.

2.4 Pemekaran Wilayah

Sistem pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik telah

menyebabkan melemahnya kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan

tugas dan fungsi secara otonom. Strategi pelaksanaan pembangunan yang tidak

terdesentralisasi telah menyebabkan kegiatan pelayanan masyarakat menjadi tidak

responsif dan ketidakmerataan pertumbuhan ekonomi antar daerah.

Pada sisi yang lain, pengambilan keputusan dalam perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan selama ini yang lebih menekankan pada pendekatan

sektoral dan cenderung terpusat menyebabkan pemerintah daerah kurang mendapat

kesempatan untuk mengembangkan kapasitas dalam penyelenggaraan pemerintahan,

pembangunan dan pelayanan masyarakat secara optimal. Kapasitas pemerintah

daerah yang tidak optimal disebabkan oleh kuatnya kendali pemerintah pusat dalam

proses pengambilan keputusan melalui berbagai pedoman dan petunjuk pelaksanaan

yang sangat rinci dan kaku. Hal tersebut diperparah oleh adanya keengganan

beberapa instansi pemerintah pusat untuk mendelegasikan kewenangan, penyerahan

tugas dan fungsi pelayanan, pengaturan perizinan dan pengelolaan sumber daya

keuangan kepada pemerintah daerah. Kuatnya kendali pemerintah pusat yang

semakin tinggi terhadap pemerintah daerah pada waktu yang lalu telah menyebabkan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 50: Analisis kebijakan pemekaran

50

hilangnya motivasi, inovasi dan kreativitas aparat daerah dalam melaksanakan tugas

dan fungsi yang menjadi tanggung jawabnya. Kemudian Pemerintah menyadari

bahwa kebijakan pembangunan yang terlalu sentralistik mengandung banyak

kelemahan. Oleh karena itu maka salah satu amanat GBHN 1999-2004 menyebutkan

bahwa kebijakan pembangunan diarahkan untuk: “(1) Mengembangkan otonomi

daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab dalam rangka pemberdayaan

masyarakat, lembaga otonomi, lembaga politik, lembaga hukum, lembaga

keagamaan, lembaga adat dan lembaga swadaya masyarakat serta seluruh potensi

masyarakat dalam wadah NKRI; (2) Melakukan pengkajian tentang berlakunya

otonomi daerah bagi provinsi, kabupaten/ kota dan desa; (3) Mewujudkan

perimbangan keuangan pusat dan daerah secara adil dengan mengutamakan

kepentingan daerah yang lebih luas melalui desentralisasi; dan (4) Memberdayakan

DPRD dalam rangka melaksanakan fungsi dan peranannya guna penyelenggaraan

otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.”

Untuk melaksanakan amanat GBHN 1999-2004, program pembangunan

yang perlu diupayakan dalam mengembangkan otonomi daerah adalah : (1) Program

peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah. Program ini bertujuan untuk

meningkatkan profesionalisme dan kemampuan manajemen aparat pemerintah

daerah; (2) Program peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah. Program

ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah yang

menyangkut mekanisme kerja, struktur organisasi dan peraturan perundang-undangan

yang memadai guna menjamin pelaksanaan otonomi daerah; (3) Program penataan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 51: Analisis kebijakan pemekaran

51

pengelolaan keuangan daerah. Program ini bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan daerah secara

profesional, efisien, transparan dan bertanggung jawab; (4) Program penguatan

Lembaga Non Pemerintah. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan

dan keterlibatan lembaga-lembaga non pemerintah dalam proses pembuatan

kebijakan, perencanaan, pembangunan dan pelayanan masyarakat. Lembaga-lembaga

non pemerintah dimaksud adalah DPRD, badan permusyawaratan desa, lembaga

swadaya masyarakat, lembaga adat, lembaga keagamaan dan lembaga masyarakat

lainnya.”

Kebijakan pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu

perwujudan dari pengembangan otonomi daerah. Oleh karena itu maka dalam rangka

perencanaan pembangunan daerah di Indonesia, terdapat beberapa hal yang ingin

dicapai (Rasyid, 1998): “Pertama, menyebarratakan pembangunan sehingga dapat

dihindarkan adanya pemusatan kegiatan pembangunan yang berlebihan di daerah

tertentu. Kedua, menjamin keserasian dan koordinasi antara berbagai kegiatan

pembangunan yang ada di tiap-tiap daerah. Ketiga, memberikan pengarahan kegiatan

pembangunan, bukan saja pada aparatur pemerintah, tetapi juga kepada masyarakat.”

Kebijakan pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara sebagai daerah

otonom akan mencakup suatu wilayah hukum tertentu. Wilayah dalam tata

pemerintahan Indonesia artinya lingkungan kerja pemerintahan umum (Rasyid,

1998). Secara administratif, lingkungan kerja pemerintahan berkaitan dengan batas-

batas wilayah hukum suatu daerah atau juga disebut sebagai rumah tangga daerah.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 52: Analisis kebijakan pemekaran

52

Dalam rangka pembentukan daerah baru, pemberian status pada wilayah tertentu

mengandung makna sebagai adanya daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah

kota yang bisa merupakan pemekaran dari daerah induk.

Secara teoritis, untuk menjalankan fungsinya secara optimal, sedikitnya ada

7 (tujuh) elemen utama yang membentuk suatu pemerintah daerah otonom (Suwandi,

2002), yaitu:

1. Adanya urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah. Urusan tersebut

merupakan isi otonomi yang menjadi dasar bagi kewenangan daerah untuk

mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

2. Adanya kelembagaan yang merupakan pewadahan dari otonomi yang

diserahkan kepada daerah.

3. Adanya personil yaitu pegawai yang mempunyai tugas untuk menjalankan

urusan otonomi yang menjadi isi rumah tangga daerah yang bersangkutan.

4. Adanya sumber-sumber keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi

daerah.

5. Adanya unsur perwakilan yang merupakan perwujudan dari wakil-wakil

rakyat yang telah mendapatkan legitimasi untuk memimpin penyelenggaraan

pemerintahan daerah.

6. Adanya manajemen pelayanan publik agar dapat berjalan secara efisien,

efektif, ekonomi dan akuntabel.

7. Adanya pengawasan, supervisi, monitoring dan evaluasi yang efektif dan

efisien.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 53: Analisis kebijakan pemekaran

53

Menurut Sumodiningrat (1999), berkaitan dengan pemberian otonomi

kepada daerah maka perlu memperhatikan unsur-unsur sebagai berikut, yakni :

(1) Kemantapan lembaga; (2) Ketersediaan sumber daya manusia yang memadai,

khususnya aparat pemerintah daerah; (3) Potensi ekonomi daerah untuk menggali

sumber pendapatannya sendiri.

Gagasan pemekaran wilayah dan pembentukan daerah otonom baru memiliki

dasar hukum yang cukup kuat. Secara yuridis landasan yang memuat persoalan

pembentukan daerah terdapat dalam pasal 18 UUD 1945 yang intinya, bahwa

membagi daerah Indonesia atas daerah besar (provinsi) dan daerah provinsi akan

dibagi dalam daerah yang lebih kecil. Selanjutnya dalam Undang-undang No. 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang memberi peluang pembentukan

daerah dalam suatu NKRI, yaitu daerah yang dibentuk berdasarkan pertimbangan

kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk,

luas daerah dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi

daerah.

Sementara itu, tujuan pemekaran daerah pada pasal 2 Peraturan Pemerintah

No. 129 tahun 2000 tentang persyaratan pembentukan dan kriteria pemekaran,

penghapusan dan penggabungan daerah dinyatakan bahwa : “tujuan dari

pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah adalah untuk

meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, percepatan pertumbuhan kehidupan

demokrasi, percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah, percepatan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 54: Analisis kebijakan pemekaran

54

pengelolaan potensi daerah, peningkatan keamanan dan ketertiban serta peningkatan

hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.”

Undang-undang No. 32 Tahun 2004 bertujuan untuk mendorong

pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas masyarakat serta

mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Jadi intinya adalah memberikan

kewenangan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakatnya

yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Berlakunya Undang-undang tersebut menyebabkan terjadinya perubahan

yang fundamental terhadap elemen-elemen pemerintahan daerah serta memerlukan

penataan-penataan yang sistematis. Elemen utama yang membentuk pemerintah

daerah itu adalah :

a. Adanya urusan otonomi yang merupakan dasar dari kewenangan daerah untuk

mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

b. Adanya kelembagaan yang merupakan pewadahan dari otonomi yang

diserahkan kepada daerah.

c. Adanya personil yaitu pegawai daerah untuk menjalankan urusan otonomi.

d. Adanya sumber-sumber keuangan untuk pembiayaan pelaksanaan otonomi.

e. Adanya unsur perwakilan rakyat yang merupakan perwujudan demokrasi di

daerah.

f. Adanya manajemen pelayanan umum (public service).

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 55: Analisis kebijakan pemekaran

55

Dari uraian di atas pada dasarnya tersirat bahwa dimungkinkan adanya

daerah otonom-daerah otonom baru diantaranya ditempuh melalui cara pemekaran

daerah. Dimana pemekaran daerah dimaksud adalah dalam rangka meningkatkan

kesejahteraan masyarakat melalui: (1) Peningkatan pelayanan kepada masyarakat;

(2) Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi; (3) Percepatan pelaksanaan

pembangunan perekonomian daerah; (4) Percepatan pengelolaan potensi daerah;

(5) Peningkatan keamanan dan ketertiban; (6) Peningkatan hubungan yang serasi

antara Pusat dan Daerah (Peraturan Pemerintah No.129 Tahun 2000). Bila dikaji lebih

jauh pemekaran daerah adalah tuntutan masyarakat untuk pembentukan daerah yang

baru, dengan cara memisah diri dari kesatuan wilayah pemerintahan daerah tertentu

(H.A. Dj. Nihin, 2000). Sementara dalam Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000,

yang dimaksud dengan pemekaran daerah adalah pemecahan daerah provinsi, daerah

kabupaten, dan daerah kota menjadi lebih dari satu daerah.

Dari pengertian dan uraian diatas, cukup jelas bahwa pemekaran daerah

merupakan tuntutan sebagian dari masyarakat untuk memisahkan dirinya dari daerah

induknya membentuk suatu daerah baru baik itu provinsi, kabupaten atau kota dengan

alasan-alasan tertentu sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Alasan-

alasan tertentu mencakup yang bersifat lunak maupun keras terhadap Pemerintah

Pusat, sifat lunak karena kondisi hubungan pusat dan daerah, dimana Pemerintah

Pusat terlalu kuat, atau bisa juga sikap Pemerintah Pusat yang menganaktirikan

Pemerintah Daerah sehingga terjadi kurang mesranya hubungan Pemerintah Pusat

dan Pemerintah Daerah. Sedangkan yang bersifat keras lebih dikarenakan alasan-

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 56: Analisis kebijakan pemekaran

56

alasan yang bersifat politik yaitu ingin memisahkan diri dari wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia membentuk negara baru.

Secara teoritis, untuk menjalankan fungsinya secara optimal, sedikitnya ada

7 (tujuh) elemen utama yang membentuk suatu pemerintah daerah otonom (Suwandi,

2002), yaitu:

1. Adanya urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah. Urusan

tersebut merupakan isi otonomi yang menjadi dasar bagi kewenangan daerah

untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

2. Adanya kelembagaan yang merupakan pewadahan dari otonomi yang

diserahkan kepada daerah.

3. Adanya personil yaitu pegawai yang mempunyai tugas untuk menjalankan

urusan otonomi yang menjadi isi rumah tangga daerah yang bersangkutan.

4. Adanya sumber-sumber keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi

daerah.

5. Adanya unsur perwakilan yang merupakan perwujudan dari wakil-wakil

rakyat yang telah mendapatkan legitimasi untuk memimpin penyelenggaraan

pemerintahan daerah.

6. Adanya manajemen pelayanan publik agar dapat berjalan secara efisien,

efektif, ekonomi dan akuntabel.

7. Adanya pengawasan, supervisi, monitoring dan evaluasi yang efektif dan

efisien.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 57: Analisis kebijakan pemekaran

57

Selanjutnya Sumodiningrat (1999), menjelaskan berkaitan dengan pemberian

otonomi kepada daerah maka perlu untuk memperhatikan unsur-unsur sebagai

berikut, yakni : (1) Kemantapan lembaga; (2) Ketersediaan sumber daya manusia

yang memadai, khususnya aparat pemerintah daerah; (3) Potensi ekonomi daerah

untuk menggali sumber pendapatannya sendiri.

2.5 Kriteria Kelayakan Pembentukan Kabupaten

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun

2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria

Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, maka

suatu daerah otonom dapat dibentuk dengan memperhatikan

kriteria-kriteria sebagai berikut:

1. Kriteria kemampuan ekonomi, diukur dengan

menggunakan indikator, PDRB dan PADS. PDRB diukur

dengan menggunakan PDRB perkapita, laju

pertumbuhan ekonomi, kontribusi PDRB terhadap PDB

(Produk Domestik Bruto). Sedangkan PDS diukur

dengan menggunakan rasio PDS terhadap pengeluaran

rutin dan rasio PDS terhadap PDRB.

2. Kriteria potensi daerah, diukur dengan indikator rasio

bank per 10.000 penduduk, rasio bukan bank per

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 58: Analisis kebijakan pemekaran

58

10.000 penduduk, rasio kelompok pertokoan per 10.000

penduduk, rasio pasar per 10.000 penduduk, rasio SD

per penduduk usia SD, rasio SLTP per penduduk usia

SLTP, rasio SLTA per penduduk usia SLTA, rasio

penduduk usia perguruan tinggi per penduduk 19

tahun ke atas, rasio fasilitas kesehatan per 10.000

penduduk, rasio tenaga medis per 10.000 penduduk,

rasio rumah tangga yang mempunyai kendaraan

bermotor roda 2, 3 dan 4 atau lebih, persentase

pelanggan telepon terhadap jumlah rumah tangga,

persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah

tangga, rasio kantor pos termasuk jasa-jasa per 10.000

penduduk, rasio panjang jalan terhadap jumlah

kendaraan bermotor, jumlah hotel/akomodasi lainnya,

jumlah restoran/ rumah makan, jumlah obyek wisata,

persentase pekerja yang berpendidikan minimal SLTA

terhadap penduduk usia 18 tahun ke atas, tingkat

partisipasi angkatan kerja, persentase penduduk yang

bekerja, rasio PNS terhadap penduduk.

3. Kriteria sosial budaya diukur dengan indikator rasio

sarana peribadatan per penduduk, rasio tempat

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 59: Analisis kebijakan pemekaran

59

pertunjukan seni per 10.000 penduduk, rasio panti

sosial per 10.000 penduduk, fasilitas lapangan olah

raga per 10.000 penduduk.

4. Kriteria sosial politik diukur dengan indikator rasio

penduduk yang ikut pemilu terhadap penduduk yang

mempunyai hak pilih, jumlah organisasi masyarakat.

5. Kriteria jumlah penduduk.

6. Kriteria luas daerah diukur dengan indikator luas

daerah keseluruhan dan luas daerah terbangun.

7. Kriteria lain-lain diukur dengan indikator angka

kriminalitas per 10.000 penduduk, rasio gedung

terhadap kebutuhan minimal gedung pemerintahan,

rasio lahan terhadap kebutuhan minimal untuk sarana

dan prasarana pemerintahan, rata-rata jarak dan lama

waktu perjalanan dari kecamatan ke pusat

pemerintahan. Kemudian pertimbangan lain yang

memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah adalah

faktor keamanan dan ketertiban, sarana dan prasarana

pemerintahan, rentang kendali, provinsi yang akan

dibentuk minimal terdiri dari 3 (tiga) kabupaten atau

kota.”

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 60: Analisis kebijakan pemekaran

60

Sementara itu, prosedur pembentukan daerah berdasarkan Peraturan

Pemerintah No. 129 Tahun 2000 pasal 16 dapat dijelaskan bahwa: “ada kemauan

politik dari pemerintah daerah dan masyarakat yang bersangkutan, adanya studi awal

oleh pemda, adanya usul pembentukan daerah yang disahkan melalui keputusan

DPRD dan diteruskan kepada Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah,

kemudian Menteri menugaskan Tim untuk melakukan observasi ke daerah yang

hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah,

selanjutnya diusulkan kepada Presiden dan jika disetujui maka Rancangan Undang-

undang dapat disampaikan kepada DPR Republik Indonesia untuk mendapat

persetujuan.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 61: Analisis kebijakan pemekaran

61

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Berdasarkan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi,

mengeksplorasi, dan menganalisis proses kebijakan pembentukan daerah Kabupaten

Batu Bara, menganalisis kelayakan pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara.

Dengan demikian penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. Sifat

penelitian ini masih mencari-cari atau merupakan suatu langkah awal dari penjajakan

secara mendalam terhadap fenomena yang dihadapi (Pujipurnomo, 1994).

Selanjutnya menurut Riswandha Imawan (2000) bahwa setiap penelitian

pasti deskriptif (menjelaskan), maka penelitian ini termasuk penelitian deskriptif

kualitatif. Sedangkan Nawawi (1992) mengatakan bahwa penelitian deskriptif

merupakan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan jalan

menggambarkan keadaan atau peristiwa pada saat sekarang berdasarkan pada fakta-

fakta yang nampak sekarang. Metode deskriptif ini pada umumnya mempunyai ciri-

ciri sebagai berikut; (1) Memusatkan diri pada masalah-masalah yang ada pada masa

sekarang atau masalah-masalah yang aktual, (2) Data yang dikumpulkan mula-mula

disusun, dijelaskan kemudian dianalisis (Surrachmad, 1980).

Dari penjelasan di atas, maka penelitian studi kebijakan ini dilakukan dengan

mengikuti alur logika induktif. Hal ini konsisten dengan apa yang dikemukakan

Riswandha Imawan (ibid) bahwa konsekuensi metodologis dari jenis penelitian

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 62: Analisis kebijakan pemekaran

62

eksploratif adalah berkaitan dengan logika induktif dan segala akibatnya. Sehubungan

dengan logika berpikir induktif tersebut maka dalam penelitian ini pendekatan yang

digunakan adalah pendekatan kualitatif (Singarimbun dan Effendi, 1995:3).

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah di Kabupaten

Batu Bara Provinsi Sumatera Utara untuk mendapatkan data dan informasi mengenai

proses berlangsungnya pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara.

3.3 Informan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

deskriptif kualitatif, maka dalam penelitian ini tidak dikenal adanya sampel

penelitian, melainkan informan penelitian. Informan adalah orang yang memberikan

informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian (Lexy, 1998: 80).

Untuk dapat memperoleh informasi yang lebih jelas mengenai masalah penelitian

yang sedang dibahas, maka penelitian menentukan informan kunci (key informan).

Atas dasar pertimbangan tersebut ditentukan informan penelitian sebagai berikut :

1. Pengurus Gerakan Masyarakat Menuju Kabupaten Batu Bara (GEMKARA).

2. Pengurus Badan Pekerja Persiapan Pembentukan Kabupaten Batu Bara

(BP3KB).

3. Tokoh Masyarakat Batu Bara.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 63: Analisis kebijakan pemekaran

63

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Sehubungan dengan penelitian ini maka pengumpulan data akan dilakukan

melalui wawancara mendalam (indepth interview) atau yang disebut oleh

Singarimbun dan Effendi (1995:8) sebagai wawancara bebas. Teknik wawancara itu

sendiri merupakan tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung.

Peneliti mengeksplorasi data dari informan untuk memperoleh informasi atau data

yang diperlukan berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Selain teknik wawancara, studi dokumentasi akan dilakukan untuk

memperoleh data tertulis dari berbagai sumber terutama dokumen pemerintah yang

berhubungan dengan masalah yang diteliti, seperti undang-undang, peraturan

pemerintah, kajian-kajian dari pemerintah sehubungan dengan pengusulan

pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara serta surat kabar dan laporan penelitian.

Berkaitan dengan dokumentasi, Riswandha Imawan (2000:1) mengatakan bahwa

dalam banyak kasus, penelitian harus lebih mengandalkan dokumentasi daripada

survei. Orientasi teoritis serta perspektif yang diambil oleh peneliti yang membentuk

satu permasalahan, sering mengharuskannya melakukan eksplorasi terhadap catatan-

catatan masa lalu sebagai upaya untuk menghubungkan dengan subjek yang diteliti

maupun objek penelitian itu sendiri. Data dokumentasi mengatasi kendala ruang dan

waktu suatu penelitian, umumnya berbentuk verbal, yakni data dalam bentuk tulisan,

catatan ataupun uraian tentang sesuatu hal.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 64: Analisis kebijakan pemekaran

64

3.5 Definisi Konsep

Menurut Masri Singarimbun (1989 : 31), konsep adalah istilah atau definisi

yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok

atau individu yang menjadi pusat ilmu sosial.

Untuk memberikan batasan-batasan yang jelas dari masing-masing konsep

guna menghindari adanya salah pengertian, maka definisi beberapa konsep yang

dipakai dalam penelitian ini akan dikemukakan sebagai berikut :

1. Analisis Kebijakan; diartikan sebagai proses yang bermaksud untuk memberikan

rekomendasi yang bermanfaat bagi pembuat kebijakan yang baik, atau merupakan

usaha yang bersifat multi disipliner untuk memperoleh data informasi guna

memberikan alternatif pemecahan suatu masalah mengenai dampak dan resiko

atau akibat yang diterima baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan

oleh suatu obyek. Dalam kontek penelitian tesis ini obyek yang dimaksud adalah

proses berlangsungnya kebijakan pemekaran wilayah yang menimbulkan dampak

yang diterima oleh masyarakat di kabupaten baru (Kabupaten Batu Bara) akibat

lahirnya kebijakan pemekaran wilayah.

2. Desentralisasi; dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 diartikan sebagai

penyerahan wewenang Pemerintah kepada Pemerintah Daerah Otonom dalam

kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

3. Otonomi Daerah; dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 diartikan sebagai

kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 65: Analisis kebijakan pemekaran

65

masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

4. Pemekaran Wilayah Kabupaten Batu Bara; merupakan

serangkaian tindakan pemerintah yang dilaksanakan

dengan tujuan untuk membentuk Batu Bara sebagai

daerah otonom berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 129

Tahun 2000. Serangkaian tindakan tersebut dilakukan

dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat,

percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi,

percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian

daerah, percepatan pengelolaan potensi daerah,

peningkatan keamanan dan ketertiban serta peningkatan

hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.

3.6 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan serangkaian kegiatan untuk mengukur

berbagai indikator dari variabel yang telah ditentukan. Konsep operasional adalah

uraian dari konsep yang sudah dirumuskan dalam bentuk indikator-indikator sehingga

lebih memudahkan operasionalisasi dari suatu penelitian.

Dalam hal ini definisi operasional dimaksudkan untuk menjadikan konsep-

konsep di atas menjadi lebih terukur. Adapun definisi operasional dalam penelitian

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 66: Analisis kebijakan pemekaran

66

ini adalah ”Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah Kabupaten Batu Bara dalam

Perpektif Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000,” dapat diukur sebagai berikut :

1. Proses Berlangsungnya Kebijakan Pemekaran Wilayah Batu Bara

a. Perumusan masalah kebijakan merupakan kegiatan untuk menentukan identitas

masalah kebijakan dengan terlebih dahulu mengerti dan memahami sifat dari

masalah tersebut sehingga akan mempermudah para pihak yang berkepentingan

dalam menentukan sifat proses perumusan kebijakan, yang diukur melalui

indikator:

1. Sumber issue, dalam hal ini siapa yang pertama kali memunculkan issue

pemekaran wilayah tersebut.

2. Dampak masalah, yaitu apakah masalah tersebut berdampak hanya pada

kelompok tertentu atau pada masyarakat secara keseluruhan.

3. Tanggapan para pihak yang berkepentingan terhadap masalah pemekaran

wilayah Kabupaten Batu Bara.

b. Penyusunan agenda pemerintah adalah kegiatan untuk memilih dan menentukan

masalah publik yang perlu mendapat prioritas utama, yang diukur dengan

indikator:

- Tuntutan dan tekanan dari berbagai pihak yang berkepentingan.

- Adanya kepentingan dari masing-masing pihak dalam masalah tersebut.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 67: Analisis kebijakan pemekaran

67

- Dukungan Pemerintah Daerah dan DPRD Asahan terhadap pembentukan

daerah Kabupaten Batu Bara.

- Dukungan Pemerintah Pusat dan DPR Republik Indonesia terhadap

pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara.

c. Pengesahan kebijakan merupakan kegiatan bargainig dan persuasion yang

dilakukan oleh para pihak yang berkepentingan, diukur dengan indikator :

1. Kesepakatan para pihak yang berkepentingan.

2. Opini publik, yaitu tanggapan secara umum masyarakat terhadap masalah

pemekaran wilayah Batu Bara.

3. Dukungan administrasi, yaitu syarat-syarat atau kriteria menurut Peraturan

Pemerintah No. 129 Tahun 2000 dalam proses pemekaran wilayah Kabupaten

Batu Bara.

2. Dalam penelitian ini pemekaran Kabupaten Batu Bara dapat diukur dengan

indikator menurut Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 sebagai

berikut :

Tabel. 1 Indikator Pemekaran Wilayah Menurut Perspektif Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000

No Syarat/Kriteria Indikator Sub Indikator

1 Kemampuan Ekonomi

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

1. PDRB perkapita 2. Pertumbuhan ekonomi 3. Kontribusi PDRB terhadap

PDRB total

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 68: Analisis kebijakan pemekaran

68

2. Penerimaan Daerah Sendiri

4. Rasio Penerimaan Daerah Sendiri (PDS) terhadap Pengeluaran Rutin

5. Rasio Penerimaan Daerah Sendiri (PDS) terhadap PDRB

2 Potensi Daerah 3. Lembaga Keuangan

6. Rasio bank per 10.000 penduduk

7. Rasio bukan bank per 10.000 penduduk

4. Sarana dan Prasarana Ekonomi

8. Rasio kelompok pertokoan per 10.000 penduduk

9. Rasio pasar per 10.000 penduduk

5. Sarana Pendidikan

10. Rasio sekolah SD per penduduk 11. Rasio sekolah SLTP per

penduduk usia SLTP 12. Rasio sekolah SLTA per

penduduk usia SLTA 6. Sarana Sekolah

13. Rasio penduduk usia Perguruan Tinggi (PT) per penduduk 19 tahun ke atas

14. Rasio fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk

15. Rasio tenaga medis per 10.000 penduduk

7. Sarana Transportasi dan Komunikasi

16. Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor roda 2,3 atau perahu atau perahu motor

17. Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor roda 4 atau lebih atau kapal motor

18. Persentase pelanggan telepon terhadap jumlah rumah tangga

19. Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga

20. Rasio kantor pos termasuk jasa-jasa per 10.000 penduduk

21. Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 69: Analisis kebijakan pemekaran

69

8. Sarana Pariwisata

22. Jumlah hotel/ akomodasi lainnya

23. Jumlah restoran/rumah makan 24. Jumlah obyek wisata

9. Ketenagakerjaan

25. Persentase pekerja yang berpendidikan minimal SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun ke atas

26. Tingkat partisipasi angkatan kerja

27. Persentase penduduk yang bekerja

28. Rasio Pegawai Negeri Sipil terhadap penduduk

3 Sosial Budaya 10. Tempat/Kegiatan Institusi Sosial

29. Rasio sarana peribadatan per 10.000 penduduk

11. Tempat/Kegiatan Institusi Sosial

30. Rasio tempat pertunjukan seni per 10.000 penduduk

31. Rasio panti sosial per 10.000 penduduk

12. Sarana Olah Raga

32. Rasio fasilitas lapangan olah raga per 10.000 penduduk

4 Sosial Politik

13. Partisipasi Masyarakat dalam Berpolitik

33. Rasio penduduk yang ikut pemilu terhadap penduduk yang mempunyai hak lain

14. Organisasi Kemasyarakatan

34. Jumlah organisasi kemasyarakatan

5 Jumlah Penduduk

15. Jumlah Penduduk

35. Jumlah penduduk

6 Luas Daerah

16. Luas Daerah

36. Rasio jumlah penduduk urban terhadap jumlah penduduk*

37. Luas wilayah keseluruhan 38. Luas wilayah efektif yang dapat

dimanfaatkan 7 Lain-lain

17. Keamanan dan

Ketertiban 39. Angka kriminalitas per 10.000

Penduduk 18. Ketersediaan

Sarana dan Prasarana Pemerintahan

40. Rasio gedung yang ada terhadap kebutuhan minimal gedung pemerintahan

41. Rasio lahan yang ada terhadap kebutuhan minimal untuk sarana/ prasarana pemerintahan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 70: Analisis kebijakan pemekaran

70

19. Rentang Kendali

42. Rata-rata jarak kecamatan ke pusat pemerintahan (ibukota provinsi/ kabupaten induk)

43. Rata-rata lama waktu perjalanan dari kecamatan ke pusat pemerintahan (ibukota provinsi/ kabupaten induk)

Keterangan : * khusus untuk pembentukan daerah otonom perkotaan.

3.7 Teknik Analisis Data

Analisis data menurut Patton (Moleong, 2000:103) adalah proses mengatur

urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian

dasar. Selanjutnya dijelaskan bahwa analisis data dilakukan untuk memberikan arti

yang signifikan terhadap data, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan di

antara dimensi-dimensi uraian.

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang telah

dikumpulkan. Setelah dipelajari dan dipahami, langkah selanjutnya penilaian data

dengan cara mengkategorikan data primer dan sekunder yang dilakukan dengan cara

pencatatan serta melakukan kritik atas data yang terkumpul untuk melihat data mana

yang akan dipakai untuk dianalisis. Penilaian data dilakukan dengan memperhatikan

prinsip validitas, obyektivitas dan realibilitas. Untuk memenuhi prinsip tersebut

ditempuh prosedur; (1) Mengkategorikan data primer dan data sekunder yang

dilakukan dengan sistem pencatatan yang relevan, (2) Melakukan kritik atas data

yang tersedia. Kritik ini ditujukan untuk melakukan kontrol apakah data tersebut

relevan untuk digunakan (Nawawi,1992).

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 71: Analisis kebijakan pemekaran

71

Data yang telah tersusun selanjutnya diinterpretasi melalui pemahaman

intelektual dan pendekatan induktif yang dibangun atas dasar pengalaman empiris

terhadap data, fakta dan informasi yang dikumpulkan dan disusun. Langkah ini

membutuhkan kecermatan yang harus dibekali dengan seperangkat teori dan konsep

yang telah disusun.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 72: Analisis kebijakan pemekaran

72

4.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Batu Bara

a. Luas Wilayah Kabupaten Asahan 4.624,41 km2, setelah dilakukan pemekaran

berubah menjadi :

(1). Kabupaten Asahan (Induk) : 3.702,21 km2

(2). Kabupaten Batu Bara : 922,20 km2

b. Jumlah Kecamatan di Kabupaten Asahan adalah 20 (dua puluh) kecamatan.

Setelah dimekarkan berubah menjadi :

1. Kabupaten Asahan (Induk) adalah 13 (tiga belas) kecamatan, yaitu :

1) Kecamatan Bandar Pasir Mandoge

2) Kecamatan Bandar Pulau

3) Kecamatan Pulau Rakyat

4) Kecamatan Aek Kuasan

5) Kecamatan Sei Kepayang

6) Kecamatan Tanjung Balai

7) Kecamatan Simpang Empat

8) Kecamatan Air Batu

9) Kecamatan Buntu Pane

10) Kecamatan Meranti

11) Kecamatan Air Joman

12) Kecamatan Kisaran Barat, dan

13) Kecamatan Kisaran Timur

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 73: Analisis kebijakan pemekaran

73

2. Kabupaten Batu Bara adalah 7 (tujuh) kecamatan, yaitu :

1) Kecamatan Medang Deras

2) Kecamatan Sei Suka

3) Kecamatan Air Putih

4) Kecamatan Lima Puluh

5) Kecamatan Talawi

6) Kecamatan Tanjung Tiram, dan

7) Kecamatan Sei Balai

Wilayah Kabupaten Batu Bara terletak antara 20031 – 30051 LU dan 990 11 –

99071 BT dengan batas-batas sebagai berikut :

1. Sebelah Timur dengan Kecamatan Air Joman, Meranti.

2. Sebelah Barat dengan Kabupaten Deli Serdang.

3. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Simalungun.

4. Sebelah Utara dengan Selat Malaka.

Wilayah Kabupaten Batu Bara yang terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan dengan

7 (tujuh) kelurahan dan 94 (sembilan puluh empat) desa dengan luas wilayah 92.220

Ha (19,94% dari luas wilayah Kabupaten Induk/ Asahan) adalah sebagai berikut :

1. Kecamatan Tanjung Tiram mempunyai luas wilayah 17.379 Ha.

2. Kecamatan Sei Balai mempunyai luas wilayah 10.988 Ha.

3. Kecamatan Talawi mempunyai luas wilayah 8.980 Ha.

4. Kecamatan Lima Puluh mempunyai luas wilayah 23.955 Ha.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 74: Analisis kebijakan pemekaran

74

5. Kecamatan Air Putih mempunyai luas wilayah 7.224 Ha.

6. Kecamatan Sei Suka mempunyai luas wilayah 17.147 Ha.

7. Kecamatan Medang Deras mempunyai luas wilayah 6.547 Ha.

Sementara apabila wilayah Batu Bara ini ditambah dengan luas lautan (Selat

Malaka) 12 mil laut dari garis pantai sekitar 7.000 Ha.

Gambar. 1 Peta Kabupaten Batu Bara

Wilayah Batu Bara ini sangat strategis, menjadi kota transit antar kabupaten

di Sumatera Utara seperti Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, Serdang Bedagai dan

Deli Serdang. Kemudian juga letaknya merupakan perlintasan jalan lintas timur

Sumatera menghubungkan antara Provinsi Sumatera Utara dengan Provinsi Riau.

Selain itu di wilayah ini terdapat pelabuhan ekspor-impor Kuala Tanjung dan dilalui

jalur kereta api Medan – Rantau Prapat/ Tanjung Balai/ Kisaran.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 75: Analisis kebijakan pemekaran

75

4.1.1 Ibukota dan Sarana Pendukung

Ibukota Kabupaten Batu Bara adalah di Lima Puluh, sesuai dengan

Keputusan DPRD Kabupaten Asahan yang secara permanen akan dibangun di atas

tanah milik PT. Kuala Gunung. Untuk sementara Kantor Bupati, DPRD, Dinas-dinas/

Badan terkait mengunakan beberapa gedung yang sudah tersedia di Kecamatan Lima

Puluh dan eks Kantor Proyek Bah Bolon.

4.1.2 Asset dan Kepegawaian

Pemerintah Kabupaten Asahan telah mempersiapkan personil yang akan

diserahkan kepada calon Kabupaten Batu Bara yang sesuai dengan kualifikasi yang

dipersyaratkan, demikian juga struktur organisasi yang telah dipersiapkan sesuai

dengan Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 2003. Asset yang akan diserahkan dari

Pemerintah Kabupaten Asahan kepada Kabupaten Batu Bara telah dilakukan

inventarisasi oleh Pemerintah Kabupaten Asahan.

4.1.3 Iklim, Suhu Udara dan Curah Hujan

Iklim di wilayah Batu Bara adalah iklim tropis dengan temperatur udara

antara 23 – 27 0 C dan curah hujan rata-rata 1.702 mm/ tahun. Permukaan bumi relatif

datar dan landai karena letaknya di tepi pantai dengan ketinggian dari permukaan laut

antara 0 – 80 m, sehingga sangat memungkinkan untuk dikembangkan menjadi pusat

perkebunan, perdagangan, industri, jasa maupun permukiman.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 76: Analisis kebijakan pemekaran

76

Luas wilayah daerah Kabupaten Asahan 4.624,41 km2 atau 462.441 Ha

merupakan salah satu wilayah yang cukup luas di Provinsi Sumatera Utara dengan

jumlah 20 (dua puluh) kecamatan. Oleh karena itu untuk mengendalikan

pertumbuhan wilayah Batu Bara yang semakin pesat baik di bidang perkebunan,

industri dan perdagangan harus dibarengi dengan tugas dan pelimpahan wewenang

yang lebih besar, terutama dalam memberikan pelayan kepada masyarakat yang

tertinggal di wilayah Batu Bara.

Untuk membantu mengatasi masalah tersebut dan juga untuk mempercepat

penataan pertumbuhan wilayah Batu Bara dalam rangka percepatan pelayanan

pembangunan, pertumbuhan penduduk dan pemerintahan, maka kematangan dalam

menyusun rencana-rencana pembangunan harus bertumpu pada kesejahteraan

masyarakat wilayah Batu Bara.

4.1.4 Kondisi Ekonomi

Dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan sehubungan dengan

urusan Rumah Tangga Daerah, faktor kemampuan keuangan daerah sangat

menentukan. Untuk itu berdasarkan suatu kajian kemampuan wilayah Batu Bara

dengan asumsi wilayah Batu Bara sekitar 19,94% dari luas wilayah Kabupaten

Asahan ditambah dengan annual fee dari PT. Inalum kondisi keuangan daerah dapat

dilihat pada tabel dibawah :

Tabel. 2 Perkiraan Penerimaan Daerah

Jenis Penerimaan Perkiraan Share

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 77: Analisis kebijakan pemekaran

77

Penerimaan (Rp) (%) I. PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH A. Pajak Daerah 1. Pajak Pembangunan I (PP-I) 2. Pajak hotel & restoran 6.979.000,00 0,013. Pajak hiburan 12.362.800,00 0,024. Pajak Restoran 35.202.155,76 0,065. Pajak reklame 7.271.121,00 0,016. Pajak Penerangan Jalan (PPJ) 1.981.666.591,56 3,237. Pajak Pemanfaatan ABT & APU 900.000.000,00 1,478. Penerimaan Annual Fee PT Inalum 928.656.248,20 1,519. Pajak Penggalian Gol C 25.529.760,26 0,04Jumlah A 3.897.667.676,78 6,35B. Retibusi Daerah 1. Persampahan dan Kebersihan 5.633.050,00 0,012. Parkir di tepi jalan umum 23.01 0.760,00 0,043. Retribusi Pelayanan Pasar 66.029.993,96 0,114. Retribusi Pasar Grosir atau Pertokoan 1.196.400,00 0,005. Pemakaian kekayaan daerah 52.997.289,72 0,096. Terminal 33.898.000,00 0,067. Rumah Potong Hewan 12.136.231,75 0,028. Ijin Mendirikan Bangunan 83.292002,11 0,149. Ijin Bangunan (HO) 21.156.634,91 0,0310. Pengelolaan Limbah Cair 27.715.249,20 0,0411. Pelayanan Kesehatan 139.580.000,00 0,2312. Penggantian Biaya Cetak KTP dan Aket 23.629.668,12 0,0413. Ijin Usaha dan Jasa Konstruksi 10.219.250,00 0,0214. Ijin dan Penggudangan 33.549.050,00 0,0515. Retribusi Lainnya 35.079.046,20 0,06Jumlah B 564.185.265,97 0,92C. Lain-lain PAD yang sah 1. Sumbangan Wajib PN (Daerah dan

Swasta) 132.547.333,46 0,22

2. Pendahuluan Biaya Pungut PBB 7.976.000,00 0,013. Jasa Giro 199.400,00 0,004. Pendapatan Lain-lain 598.200.000,00 0,97Jumlah C 738.922.733,48 1,20

II PENERIMAAN DANA PERIMBANGAN PBB 4.746.530.648,74 7,73 Biaya Perolehan Hak Atas Tanah dan

Bangunan 317.173.017,80 0,52

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 78: Analisis kebijakan pemekaran

78

Pengembalian dari 20% penerimaan 0,00 0,00 BPHTB Pusat kepada Daerah 137.474.734,80 0,22 Bagi Hasil Pajak Penghasilan Pasal 21 623.639.771,04 1,02 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 320.903.091,71 0,52 Pajak Kendaraan Bermotor 817.540.000,00 1,33Jumlah 6.963.261.264,08 11,34III POS DANA ALOKASI UMUM DAU 46.569.870.000,00 75,87 Dana Penyeimbang 504.482.000,00 0,82Jumlah 47.074.352.000,00 76,69IV POS DANA ALOKASI KHUSUS Dana Reboisasi 37.332.066.80 0,60V POS DANA ALOKASI KHUSUS 2.107.587.766,38 3,43JUMLAH 61.383.309.133,50 100,00

Konsekuensi logis dari otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab

dalam pelaksanaan pembangunan yang berkesinambungan, daerah dituntut untuk

dapat menggali potensi yang ada di daerahnya untuk meningkatkan Pendapatan Asli

Daerah. Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, maka daerah kabupaten dituntut

untuk semakin meningkatkan kemandirian keuangan daerahnya agar dapat

melaksanakan dan membiayai urusan rumah tangga daerahnya sendiri. Untuk itu

daerah kabupaten perlu menggali sumber-sumber pembiayaan yang cukup dalam

melaksanakan urusan pemerintahan dan pembangunan.

Dengan demikian, sebagai daerah otonom, daerah mempunyai wewenang dan

tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip-

prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan pertanggungjawaban kepada

masyarakat. Prinsip dasar pemberian otonomi dimaksud didasarkan atas

pertimbangan bahwa daerahlah yang lebih mengetahui kebutuhan dan standar

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 79: Analisis kebijakan pemekaran

79

pelayanan bagi masyarakat di daerahnya. Atas dasar pertimbangan ini, maka

pemberian otonomi diharapkan akan lebih mampu memacu pertumbuhan ekonomi

dan kesejahteraan masyarakatnya. Dengan adanya otonomi daerah, maka diharapkan

pemerintah daerah dapat memanfaatkan peluang dan mencari terobosan untuk

meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya sehingga dapat menjadi bagian sumber

keuangan terbesar atau menjadi andalan untuk membiayai penyelenggaraan

pemerintahan.

Sehubungan hal tersebut, Davey (1988 : 258) mengatakan bahwa otonomi

daerah menuntut adanya kemampuan pemerintah daerah untuk menggali sumber-

sumber penerimaan yang tidak bergantung kepada pemerintah pusat dan mempunyai

kekuasaan di dalam menggunakan dana-dana tersebut untuk kepentingan masyarakat

daerah dalam batas-batas yang ditentukan peraturan dan perundang-undangan yang

berlaku.

Posisi keuangan merupakan hal yang sangat penting terutama jika dikaitkan

dengan pelaksanaan otonomi. Artinya, keberhasilan otonomi daerah tidak terlepas

dari kemampuan daerah dalam bidang keuangan, terutama kemampuan penerimaan

keuangan daerah sektor Pendapatan Asli Daerah. Namun demikian, hal ini tidaklah

dimaksudkan bahwa semua kebutuhan daerah kabupaten dapat dibiayai sendiri oleh

kabupaten yang bersangkutan, karena sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah

hanyalah merupakan salah satu sumber penerimaan daerah disamping subsidi dari

pemerintah pusat dan provinsi serta penerimaan yang sah lainnya yang ditentukan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 80: Analisis kebijakan pemekaran

80

oleh Undang-undang Nomor 32 tahun 2004. Oleh karena itu peran Pendapatan Asli

Daerah sebagai sumber penerimaan yang murni di daerah, dijadikan salah satu tolak

ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab.

Pajak Daerah wilayah Batu Bara berjumlah Rp 3.897.667.676,78 dan

Retribusi Daerah berjumlah Rp 564.185.265,97, Lain-lain PAD yang sah berjumlah

Rp 738.922.733,48, Penerimaan Dana Perimbangan berjumlah Rp 6.963.261.264,08,

Pos Dana Alokasi Umum berjumlah Rp 6.963.261.264,08, Pos Dana Alokasi Khusus

berjumlah Rp 2.107.587.766,38 masih jauh dari harapan dana yang dibutuhkan bagi

jalannya pemerintahan dan tidak dapat dipungkiri Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

dan sumber daya alam merupakan sumber pendapatan yang paling cepat dan

memungkinkan untuk meningkatkan Pendapatan Daerah di wilayah Batu Bara.

Namun, tanpa kebijakan pengelolaan dan penegakan hukum yang jelas, maka apa

yang dialami daerah berkaitan dengan Pajak Daerah , Retribusi Daerah dan sumber

daya alamnya akan bisa menjadi lebih buruk.

Berkaitan dengan hal tersebut, dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber-

sumber penerimaan untuk peningkatan pendapatan daerah, maka kiranya perlu

dianalisis potensi ekonomi (kontribusi) dari masing-masing sektor termasuk di

dalamnya adalah sektor perikanan, pajak daerah, industri dan pertanian. Sehingga

pada akhirnya dapat menyususun perencanaan pembangunan di daerah secara efektif

dan efisien sebagai modal pembangunan dalam mewujudkan otonomi daerah.

Dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan sehubungan dengan

Urusan Rumah Tangga Daerah, faktor kemampuan keuangan daerah sangat

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 81: Analisis kebijakan pemekaran

81

menentukan. Untuk itu berdasarkan data-data di atas jelas bahwa kemampuan

wilayah Batu Bara dalam hal keuangan masih banyak membutuhkan dana bagi

jalannya pemerintahan daerah nantinya dan pelayanan bagi masyarakat. Sehingga

pemerintah daerah perlu melakukan pengembangan dan pengelolaan segala potensi

bagi penerimaan daerah yang bernilai secara efisien dan efektif dalam pembangunan

dan berorientasi pada pelayanan masyarakat.

4.1.5 Potensi Daerah

Wilayah Batu Bara dengan luas ± 92.220 Ha mempunyai potensi wilayah

yang dapat dikembangkan sebagai sektor pertanian dan perkebunan, industri,

perdagangan dan sektor-sektor lainnya. Kabupaten Batu Bara memiliki potensi

daerah yang cukup menonjol di sektor perindustrian, pertanian, perikanan dan

perkebunan khususnya di sektor industri dengan keberadaan PT.INALUM,

PT.Multimas Nabati dan PT.Domba Mas.

Potensi-potensi Wilayah Batu Bara Meliputi :

4.1.5.1 Pertanian

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 82: Analisis kebijakan pemekaran

82

Tanaman pangan di wilayah Batu Bara adalah padi, ubi kayu dan jagung.

Adapun hasil produksi tanaman pangan adalah sebagai berikut :

Tabel. 3 Jumlah Produksi Tanaman Pangan Wilayah Batu Bara

No Komoditi Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Rata-rata (Kw/ Ha)

1 Padi Sawah 39.867 181.377 45,50 2 Jagung 386 1.217 31,53 3 Ubi Rambat 67 886 132,24 4 Ubi Kayu 419 13.023 310,81 5 Kacang Kedelai 940 1.049 11,16 6 Kacang Tanah 52 62 11,92 7 Kacang Hijau 117 89 7,61

Sumber Data : Statistik Asahan 1998

Kegiatan perekonomian masyarakat Batu Bara dari hasil produksi tanaman

pangan wilayah Batu Bara berupa padi sawah, jagung, ubi rambat, ubi kayu, kacang

kedelai, kacang tanah, kacang hijau terpusat di pasar yang terletak di setiap

kecamatan- kecamatan. Keberadaan pasar Batu Bara tersebut sangat menunjang

perekonomian masyarakat yang mengandalkan sektor pertanian dan perdagangan.

Selain menampung hasil pertanian setempat, pasar tersebut juga menampung hasil

pertanian dari kecamatan-kecamatan lain yang ada di wilayah Batu Bara sebelum

didistribusikan ke berbagai tempat. Hal ini telah memberikan kontribusi dalam

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat sekaligus memberikan

dampak positif bagi upaya meningkatkan pendapatan daerah.

4.1.5.2 Perkebunan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 83: Analisis kebijakan pemekaran

83

Hasil perkebunan di wilayah Batu Bara terdiri dari hasil perusahaan

perkebunan dan hasil perkebunan rakyat. Produksi perkebunan ini didominasi oleh

kelapa sawit, karet, dan kakao. Hasil perkebunan lain yang juga dimiliki adalah

kelapa, cengkeh dan kulit manis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel. 4 Hasil Perkebunan Wilayah Batu Bara

No Jenis Komoditi Produksi (ton) 1 Kelapa Sawit 46.399,54 2 Karet 9.950,52 3 Kelapa 7.021 4 Kakao 1.855,89

Sumber Data : Statistik Asahan 1998

Dari tabel di atas sektor perkebunan merupakan komoditas yang banyak

diusahakan oleh masyarakat Batu Bara adalah kelapa sawit, karet, kelapa, kakao.

Komoditi perkebunan tersebut merupakan komoditas yang memiliki prospek karena

harga komoditas-komoditas tersebut cenderung berada di atas harga komoditas

pertanian pada umumnya. Untuk kondisi sekarang ini, komoditas kelapa sawit

merupakan produk dengan harga yang cenderung tinggi dan stabil.

4.1.5.3 Perikanan

Potensi perikanan di wilayah Batu Bara terutama perikanan laut. Hal ini

disebabkan letak geografis wilayah Batu Bara terletak di tepi pantai Selat Malaka.

Tabel. 5 Hasil Produksi Perikanan Laut Wilayah Batu Bara

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 84: Analisis kebijakan pemekaran

84

No Jenis Ikan Produksi (ton) 1 Ikan Kembung 17.318,78 2 Ikan Pari 10.794,18 3 Ikan Bawal 8.486,30 4 Ikan Selar 5.457,19 5 Ikan Aso-aso 2.019,40 6 Lain-lain 4.005,15

Sumber Data : Statistik Asahan 1998

Bila dilihat dari dari sisi geografis, kondisi wilayah Kabupaten Batu Bara

sebahagian terdiri dari daerah laut. Sebahagian besar penduduk bermukim di wilayah

pantai dan pesisir, dengan mata pencaharian utama pada sektor perikanan/ nelayan

dan perkebunan.

Kegiatan perikanan yang dilakukan terdiri dari penangkapan dan budidaya.

Kegiatan penangkapan ikan terutama dilakukan di lepas pantai, hal ini disebabkan

wilayah Batu Bara merupakan daerah daratan dan sebahagian lagi lautan yang

bersebelahan dengan Selat Malaka. Sedangkan kegiatan budidaya yang dilakukan

yaitu budidaya laut, kolam, maupun budidaya pantai.

Sebelum pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara merupakan penghasil

ikan terbesar yang di dominasi ikan kembung yang terlihat pada tabel di atas.

Sementara itu potensi di lingkungan darat (budi daya tambak), terdapat di beberapa

tempat di wilayah Kabupaten Batu Bara. Potensi ini pada umumnya diperhitungkan

pada kawasan hutan bakau yang direkomendasikan sebagai areal budidaya perikanan.

Seterusnya, potensi budi daya laut yang ada di wilayah Kabupaten Batu Bara pada

umumnya berada di muara-muara sungai.

4.1.5.4 Industri

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 85: Analisis kebijakan pemekaran

85

Industri yang berkembang di wilayah Batu Bara ini termasuk industri

berskala nasional, yaitu PT. Inalum yang memproduksi aluminium. Selain itu di

wilayah Batu Bara terkenal akan industri kerajinan tenunan songket yang disebut

Tenun Batu Bara.

4.1.5.5 Perdagangan

Perdagangan di wilayah Batu Bara dengan potensi pertanian dan industri

yang cukup besar dan berkembang, memungkinkan berbagai usaha perdagangan

dikembangkan di wilayah ini baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal

maupun untuk kebutuhan pengusaha industri dan masyarakat luar daerah. Hal ini

ditunjang dengan keberadaan pasar, koperasi dan perbankan serta bermacam jenis

pertokoan baik besar maupun kecil yang tersebar di seluruh kecamatan.

4.1.5.6 Pariwisata dan Prasarana Hiburan

Dari sektor pariwisata ini, sarana dan prasarana yang tersedia meliputi

prasarana hiburan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel. 6 Prasarana Hiburan

No Jenis Jumlah 1 Bioskop - 2 Taman Rekreasi 2 3 Rumah Bola -

Sumber Data : Statistik Asahan 1998

Selain itu di wilayah Batu Bara terdapat 7 (tujuh) kawasan wisata, yaitu :

1. Pantai Kuala Sipore di Kecamatan Medang Deras

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 86: Analisis kebijakan pemekaran

86

2. Pantai Kubah Padang di Kecamatan Medang Deras

3. Pantai Beting Bogak di Kecamatan Tajung Tiram

4. Istana Lima Laras di Kecamatan Tanjung Tiram

5. Perupuk di Kecamatan Lima Puluh

6. Danau Laut Tador di Kecamatan Air Putih

7. Pantai Pasir Putih di Kecamatan Air Putih

8. Pulau Pandan dan Pulau Salah Nama di Kecamatan Tanjung Tiram

4.1.5.7 Fasilitas Kesehatan

Fasilitas kesehatan yang dimiliki oleh wilayah Batu Bara meliputi Rumah

Sakit Umum (RSU), Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Dokter dan Perawat, lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel. 7 Fasilitas Kesehatan dan Tenaga Medis

No Jenis Jumlah 1 RSU 1 2 Puskesmas 8 3 Puskesmas Pembantu 63 4 Dokter 31 5 Perawat 104 6 Bidan 148

Sumber Data : Statistik Asahan 1998

Dengan jumlah penduduk wilayah Batu Bara 336.868 jiwa, sementara itu

jumlah Rumah Sakit Umum berjumlah 1 buah, Puskesmas berjumlah 8 buah dan

Puskesmas Pembantu 63 buah, Dokter berjumlah 31 orang, perawat berjumlah 104

orang dan bidan berjumlah 148 orang belum sepenuhnya sarana maupun tenaga

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 87: Analisis kebijakan pemekaran

87

medis tersebut mampu melayani masyarakat dibidang kesehatan. Jadi jelas bahwa

banyaknya masyarakat yang harus dilayani dibidang kesehatan, maka masih banyak

lagi sarana kesehatan dan tenaga medis yang harus difasilitasi oleh Pemerintah

Kabupaten Batu Bara.

4.1.5.8 Fasilitas Pendidikan

Fasilitas pendidikan yang dimiliki wilayah Batu Bara mulai dari pendidikan

dasar hingga sekolah lanjutan tingkat atas baik swasta maupun negeri yang tersebar di

seluruh wilayah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel. 8 Fasilitas Pendidikan Umum dan Agama Wilayah Batu Bara

No Jenis Jumlah 1 Taman Kanak-kanak 8 2 Sekolah Dasar 248 3 SLTP 33 4 SLTA 21 5 Madrasah Ibtidaiyah 28 6 Madrasah Tsanawiyah 30 7 Madrasah Aliyah 13 8 Perguruan Tinggi -

Sumber Data : Statistik Asahan 1998

Dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia di wilayah Batu Bara, dari

jumlah Taman Kanak-kanak yang hanya berjumlah 8 (delapan) buah, Sekolah Dasar

berjumlah 248 buah, SLTP berjumlah 33 buah, SLTA berjumlah 21 Buah, Madrasah

Ibtidaiyah berjumlah 28 buah, Madrasah Tsanawiyah berjumlah 30 buah, Madrasah

Aliyah berjumlah 13 buah dan Perguruan Tinggi tidak ada, maka masih banyak

fasilitas pendidikan dan tenaga pendidik yang harus dipenuhi dan dapat diartikan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 88: Analisis kebijakan pemekaran

88

bahwa pendidikan belum sepenuhnya menyentuh masyarakat di wilayah Batu Bara

dan perlu mendapat perhatian khusus oleh Pemerintah Kabupaten Batu Bara bagi

peningkatan kualitas sumber daya manusia wilayah Batu Bara.

4.1.5.9 Fasilitas Transportasi

Fasilitas sarana dan prasarana transportasi di wilayah Batu Bara ditunjang

oleh ruas jalan lintas timur yang cukup panjang (± 50 Km) dengan beberapa

jembatan. Adapun jenis alat angkutan yang merupakan sarana pendukung transportasi

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel. 9 Jenis Alat Angkutan

No Jenis Jumlah 1 Bus Umum 33 2 Bus Mini 38 3 Truck 45 4 Sedan/ Jeep/ Pick Up 110 5 Sepeda Motor 272 6 Becak Mesin 37 7 Becak Dayung/ barang 66

Total 601 Sumber Data : Statistik Asahan 1998

Dari data di atas menunjukkan bahwa sarana transportasi masih dibutuhkan

dalam jumlah yang cukup banyak lagi terutama bus umum, mengingat jumlah

penduduk yang cukup banyak jumlahnya menggunakan jasa angkutan umum dalam

rangka untuk memudahkan segala urusan pekerjaan dan keperluan rutinitas lainnya,

sehingga pemerintah Kabupaten Batu Bara perlu memperhatikan sarana dan

prasarana transportasi .

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 89: Analisis kebijakan pemekaran

89

4.1.5.10 Fasilitas Komunikasi

Fasilitas komunikasi yang tersedia di Kabupaten Batu Bara adalah

Sambungan Telepon Otomat (STO), stasiun relay TV, kantor pos serta perkumpulan

radio amatir ORARI/ RAPI maupun radio SSB. Saluran sambungan telepon yang

dimiliki masyarakat Batu Bara oleh PT. Telkom mencapai 2.165 pelanggan.

4.1.5.11 Fasilitas Peribadatan

Fasilitas peribadatan merupakan salah satu prasarana yang dibutuhkan dalam

memenuhi kebutuhan batin masyarakat wilayah Batu Bara. Fasilitas peribadatan yang

ada di Batu Bara dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel. 10 Fasilitas Peribadatan

No Jenis Jumlah (unit) 1 Mesjid 194 2 Mushalla 322 3 Gereja 195 4 Vihara 7 5 Kuil 2

Total 720 Sumber Data : Statistik Asahan 1998

Dengan adanya semangat keberagamaan dan toleransi antar umat beragama

yang terjalin dengan baik, hal ini sangat mendukung proses pemantapan nilai-nilai

spritual masyarakat, sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi segala kebijakan

yang diterapkan oleh pemerintah daerah yang bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat pada umumnya.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 90: Analisis kebijakan pemekaran

90

4.1.5.12 Fasilitas Kegiatan Sosial

Fasilitas kegiatan sosial yang ada sebagai wahana dalam pengembangan

kebudayaan adalah 4 (empat) lembaga kebudayaan dan seni sebagai tempat berkreasi

melestarikan budaya bagi seluruh masyarakat.

Sebagai sarana olah raga masyarakat wilayah Batu Bara memiliki 17 buah

lapangan olah raga yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk meningkatkan

kesehatan, juga dapat dijadikan sebagai sarana mengukir prestasi pada berbagai

cabang olah raga. Sarana olah raga yang cukup memadai terutama ditunjang oleh

keberadaan perusahaan perkebunan dan industri berskala besar di wilayah Batu Bara.

4.1.5.13 Sosial Politik

Sesuai dengan adanya konstitusi yang telah mengamanatkan bahwa segenap

warga negara diberikan hak dan kesempatan yang sama dalam menyalurkan aspirasi

politik mendapat sambutan yang baik di wilayah Batu Bara. Kesadaran politik

masyarakat wilayah Batu Bara dalam menyalurkan aspirasi politiknya terlihat bahwa

202.858 jiwa telah menggunakan hak pilihnya dari 247.388 jiwa yang mempunyai

hak pilih.

4.1.6 Perkembangan Penduduk Kabupaten Batu Bara

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 91: Analisis kebijakan pemekaran

91

Jumlah penduduk pada akhir tahun 1998 sebanyak 336.868 jiwa dan rumah

tangga sebanyak 65.538 Kepala Keluarga, dari pertumbuhan penduduk tahun 1997 ke

tahun 1998 terdapat kenaikan sebanyak 3.869 jiwa. Kepadatan penduduk pada tahun

1998 sebayak 4 (empat) jiwa per Ha atau 365 jiwa per km2.

Dari jumlah penduduk tersebut, pada umumnya tinggal di wilayah pedesaan

sehingga mayoritas penduduk merupakan penduduk rural dan minoritas tinggal di

wilayah perkotaan. Hal ini menunjukkan wilayah Batu Bara juga memiliki lahan yang

cukup luas untuk dikembangkan sebagai pertanian dan perkebunan.

Pada tahun 1998 jumlah penduduk wilayah Kabupaten Batu Bara berjumlah

336.868 jiwa yang terdiri dari 168.951 jiwa penduduk laki-laki dan 167.953 jiwa

penduduk perempuan.

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Kabupaten Asahan dan Kedatukan Batu Bara

Perjalanan Sultan Aceh "Iskandar Muda" ke Johor dan Malaka tahun 1612

dapat dikatakan sebagai awal dari sejarah Asahan. Dalam perjalanan tersebut,

rombongan Sultan Iskandar Muda beristirahat di kawasan sebuah hulu sungai yang

kemudian dinamakan Asahan. Perjalanan dilanjutkan ke sebuah "Tanjung" yang

merupakan pertemuan antara Sungai Asahan dengan Sungai Silau dan bertemu

dengan Raja Simargolang. Di tempat itu juga Sultan Iskandar Muda mendirikan

sebuah pelataran sebagai "Balai" untuk tempat menghadap, yang kemudian

berkembang menjadi perkampungan. Perkembangan daerah ini cukup pesat sebagai

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 92: Analisis kebijakan pemekaran

92

pusat pertemuan perdagangan dari Aceh dan Malaka, sekarang ini dikenal dengan

"Tanjung Balai".

Dari hasil perkawinan Sultan Iskandar Muda dengan salah seorang putri

Raja Simargolang, lahirlah seorang putera yang bernama Abdul Jalil yang menjadi

cikal bakal dari Kesultanan Asahan. Abdul Jalil dinobatkan menjadi Sultan Asahan I.

Pemerintahan Kesultanan Asahan dimulai tahun 1630 yaitu sejak dilantiknya Sultan

Asahan yang ke-I s/d XI. Selain itu di daerah Asahan, pemerintahan juga

dilaksanakan oleh Datuk-datuk di wilayah Batu Bara yang pada awalnya merupakan

daerah otonom yang dipimpin oleh Kedatukan Batu Bara yang terdiri dari 5 (lima)

kerajaan di wilayah Batu Bara.

Pada tanggal 12 September 1865, Kesultanan Asahan berhasil dikuasai

Belanda. Sejak itu, kekuasaan pemerintahan dipegang oleh Belanda. Kekuasaan

Pemerintahan Belanda di Asahan/ Tanjung Balai dipimpin oleh seorang Kontroler,

yang diperkuat dengan Gouverments Besluit tanggal 30 September 1867, No. 2

tentang pembentukan Afdeling Asahan yang berkedudukan di Tanjung Balai dan

pembagian wilayah pemerintahan menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu:

1) . Onder Afdeling Batu Bara

2) . Onder Afdeling Asahan

3) . Onder Afdeling Labuhan Batu

Kerajaan Sultan Asahan dan pemerintahan Datuk-datuk di wilayah Batu

Bara tetap diakui oleh Belanda, namun tidak berkuasa penuh sebagaimana

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 93: Analisis kebijakan pemekaran

93

sebelumnya. Wilayah pemerintahan kesultanan dibagi atas Distrik dan Onder Distrik,

yaitu:

1). Distrik Tanjung Balai dan Onder Distrik Sungai Kepayang

2). Distrik Kisaran

3). Distrik Bandar Pulau dan Onder Distrik Bandar Pasir Mandoge

Sedangkan wilayah pemerintahan Datuk-datuk di Batu Bara dibagi menjadi

wilayah Self Bestuur, yaitu:

1). Self Bestuur Indrapura

2). Self Bestuur Lima Puluh

3). Self Bestuur Pesisir

4). Self Bestuur Suku Dua (Bogak dan Lima Laras)

Pada tanggal 13 Maret 1942, Pemerintahan Belanda berhasil ditundukkan

oleh Pemerintahan Fasisme Jepang yang dipimpin T. Jamada dengan mengganti

nama struktur pemerintahan menjadi Asahan Bunsyu dan bawahannya Fuku Bunsyu

Batu Bara. Selain itu, wilayah yang lebih kecil dibagi menjadi Distrik, yaitu Distrik

Tanjung Balai, Kisaran, Bandar Pulau, Pulau Rakyat dan Sei Kepayang.

Pemerintahan Fasisme Jepang berakhir pada tanggal 14 Agustus 1945 dan

tanggal 17 Agustus 1945, kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan. Sesuai

dengan perkembangan Ketatanegaraan Republik Indonesia, maka berdasarkan

Undang-undang No. 1 Tahun 1945 Komite Nasional Indonesia wilayah Asahan

dibentuk pada bulan September 1945. Pada saat itu pemerintahan yang dipegang oleh

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 94: Analisis kebijakan pemekaran

94

Jepang sudah tidak ada lagi, tetapi Pemerintahan Kesultanan dan Pemerintahan Fuku

Bunsyu di Batu Bara masih tetap ada.

Pada tanggal 15 Maret 1946, berlaku struktur Pemerintahan Republik

Indonesia di Asahan dan wilayah Asahan dipimpin oleh Abdullah Eteng sebagai

Kepala Wilayah dan Sori Harahap sebagai Wakil Kepala Wilayah, sedangkan

Asahan dibagi atas 5 (lima) kewedanaan, yaitu:

1). Kewedanaan Tanjung Balai

2). Kewedanaan Kisaran

3). Kewedanaan Batu Bara Utara

4). Kewedanaan Batu Bara Selatan

5). Kewedanaan Bandar Pulau

Kemudian setiap tahun, tanggal 15 Maret diperingati sebagai "Hari Jadi

Kabupaten Asahan". Pada Konferensi Pamong Praja Se-Keresidenan Sumatera Timur

pada bulan Juni 1946 diadakan penyempurnaan struktur pemerintahan, yaitu:

1). Sebutan Wilayah Asahan diganti dengan Kabupaten Asahan

2). Sebutan Kepala Wilayah diganti dengan Bupati

3). Sebutan Wakil Kepala Wilayah diganti dengan Patih

4). Kabupaten Asahan dibagi menjadi 15 (lima belas) wilayah kecamatan, terdiri

dari:

a). Kewedanaan Tanjung Balai dibagi atas:

(1). Kecamatan Tanjung Balai

(2). Kecamatan Air Joman

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 95: Analisis kebijakan pemekaran

95

(3). Kecamatan Simpang Empat

(4). Kecamatan Sei Kepayang

b). Kewedanaan Kisaran dibagi atas:

(1). Kecamatan Kisaran

(2). Kecamatan Air Batu

(3). Kecamatan Buntu Pane

c). Kewedanaan Batu Bara Utara dibagi atas:

(1). Kecamatan Medang Deras

(2). Kecamatan Air Putih

d). Kewedanaan Batu Bara Selatan dibagi atas:

(1). Kecamatan Talawi

(2). Kecamatan Tanjung Tiram

(3). Kecamatan Lima Puluh

e). Kewedanaan Bandar Pulau dibagi atas:

(1). Kecamatan Bandar Pulau

(2). Kecamatan Pulau Rakyat

(3). Kecamatan Bandar Pasir Mandoge

Dengan mempertimbangkan posisi yang lebih strategis, maka pada tanggal

20 Mei 1968, melalui Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1980, Ibukota Kabupaten

Asahan dipindahkan dari Kota Tanjung Balai ke Kota Kisaran.

Kemudian, eksistensi Batu Bara dalam sejarah wilayah Batu Bara telah

dihuni oleh penduduk sejak tahun 1720 M, ketika itu Batu Bara terdapat 5 (lima)

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 96: Analisis kebijakan pemekaran

96

suku penduduk yaitu Lima Laras, Tanah Datar, Pesisir, Lima Puluh dan Suku Boga.

Kelima suku tersebut masing-masing dipimpin oleh seorang Datuk yang juga

memimpin wilayah teritorial tertentu. Setiap Datuk kepala suku mendapat

pengangkatan dan capnya dari Sultan Siak.

Batu Bara adalah bagian dari Kerajaan Siak dan Johor, untuk mewakili

kepentingan Kerajaan Siak dan Johor diangkatlah Bendahara yang mewakili Datuk-

datuk diseluruh Batu Bara secara turun temurun. Sistem pemerintahan di Batu Bara

waktu itu ialah Bendahara dan dibawahnya terdapat sebuah Dewan yang anggota-

anggotanya di pilih oleh Datuk-datuk yang anggotanya terdiri dari : Syahbandar

(tetap dipilih orang yang berasal dari suku Tanah Datar), Juru Tulis (tetap dipilih

orang yang berasal dari suku Lima Puluh), Mata-mata (tetap dipilih orang yang

berasal dari suku Lima Laras), Penghulu Batangan (tetap dipilih orang yang berasal

dari suku Pesisir).

Nama Batu Bara (Batubahara) telah tercantum dalam literatur di abad ke-16

”membayar upeti kepada Raja Haru”. Laporan utusan Pemerintah Inggris dan Penang

John Anderson telah mengunjungi Batu Bara pada tahun 1823 dalam bukunya

“Mission To The Eastcoast Of Sumatra”.

Pada tahun 1885 Pemerintah Hindia Belanda membayar ganti rugi kepada

Pemerintah Kerajaan Siak dan berhubungan langsung dengan Datuk-datuk Hindia

Belanda yang diikat dengan penjanjian ”Politic Contract”, yang wilayahnya

termasuk Simalungun, Inderagiri, Batu Bara dan Labuhan Batu.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 97: Analisis kebijakan pemekaran

97

Pada tahun 1889 Residensi Sumatera Timur terbentuk dan beribukota di

Medan, Residensi Sumatera Timur ini terdiri dari 5 (lima) Afdeling, yaitu : Afdeling

Deli yang langsung di bawah Residen di Medan, Afdeling Batu Bara berkedudukan

di Labuhan Ruku, Afdeling Asahan berkedudukan di Tanjung Balai, Afdeling

Labuhan Batu berkedudukan di Labuhan Batu, Afdeling Bengkalis berkedudukan di

Bengkalis.

Afdeling (kabupaten) Batu Bara terdiri dari 8 (delapan) Landschap (setara

dengan kecamatan) dan masing-masing Landschap dipimpin oleh seorang Raja.

Afdeling Batu Bara dan Afdeling Asahan bukan wilayah yang disatukan tetapi

sebuah wilayah yang bertetangga dan sama setaranya dengan Afdeling lainnya

seperti Deli, Labuhan Batu dan Bengkalis.

Afdeling Batu Bara termasuk wilayah Batak pedalaman yaitu Batak (suku)

Simalungun. Berdasarkan sensus penduduk yang diselenggarakan oleh pemerintah

Hindia Belanda tahun 1933 penduduk asli Batu Bara berjumlah 32.052 jiwa. Pada

saat Indonesia merdeka tahun 1945 wilayah Batu Bara berubah nama, sebutan

landschap bertukar menjadi kecamatan. Khusus Batu Bara lebih dahulu digelar

namanya menjadi kewedanaan yang membawahi 5 (lima) kecamatan yaitu

Kecamatan Tanjung Tiram, Kecamatan Talawi, Kecamatan Lima Puluh, Kecamatan

Air Putih, dan Kecamatan Medang Deras. Kewedanaan Batu Bara beribukota di

Labuhan Ruku. Setelah terjadi hingga 4 (empat) masa kepemimpinan Kewedanaan,

nama Kewedanaan di cabut sehingga yang ada hanya nama 5 (lima) sektor

kecamatan dan tergabung dengan wilayah Asahan dengan nama Kabupaten Asahan.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 98: Analisis kebijakan pemekaran

98

4.2.2 Perjuangan Pembentukan Kabupaten Batu Bara

Keinginan masyarakat di wilayah eks Kewedanaan Batu Bara untuk

membentuk sebuah kabupaten otonom sudah dirintis sejak tahun 1957. Namun,

akibat dinamika politik nasional hingga akhir tahun 60-an (1969) mengalami stagnasi

yang kemudian masyarakat Batu Bara mengaspirasikan kembali dengan

bergabungnya 5 (lima) kecamatan dalam sebuah misi mewujudkan kabupaten yaitu

Kabupaten Batu Bara, maka dibentuklah Panitia Pembentukan Otonom Batu Bara

(PPOB) yang diprakarsai oleh salah seorang tokoh masyarakat yang pernah menjadi

Anggota DPRD Kebupaten Asahan. PPOB ini berkedudukan di Jalan Merdeka

Kecamatan Tanjung Tiram. Karena Undang-undang Otonomi Daerah belum

dikeluarkan oleh pemerintah, perjuangan ini tertunda untuk membentuk Kabupaten

Batu Bara yang otonom.

Gambar. 2 Logo GEMKARA

Di era reformasi lebih kurang 30 tahun setelah terbakarnya kantor PPOB di

Tanjung Tiram, pada tahun 1999 terbentuklah panitia pemekaran yaitu Badan Pekerja

Persiapan Pembentukan Kabupaten Batu Bara (BP3KB) - Gerakan Masyarakat

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 99: Analisis kebijakan pemekaran

99

Menuju Kesejahteraan Batu Bara (GEMKARA). Hal ini bertujuan untuk

mewujudkan daerah (kabupaten) otonom sesuai dengan isyarat Undang-undang No.

22 Tahun 1999 yang sekarang direvisi menjadi Undang-undang No. 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah.

Masyarakat Batu Bara menilai bahwa terbentuknya Kabupaten Batu Bara

adalah hasil perjuangan masyarakat Batu Bara, dimana sejak dicetuskannya kembali

pada tahun 1999 usaha dan keinginan masyarakat Batu Bara ditolak oleh Pemerintah

Kabupaten Asahan.

Walaupun tidak direstui oleh Pemerintah Kabupaten Asahan, masyarakat

Batu Bara yang tergabung dalam GEMKARA berupaya melakukan pendekatan

persuasif kepada pemerintah provinsi dan pemerintah pusat, dengan prinsip “Surut

Berpantang Batu Bara Harus Menjadi Kabupaten.” Adapun usaha perjuangan

GEMKARA -BP3KB dalam mewujudkan Kabupaten Batu Bara adalah sebagai

berikut :

1. Berdasarkan surat DPR Republik Indonesia No. PW.006/1538/DPR- RI/2005

tanggal 3 Maret 2005 Perihal Tindak Lanjut Pembentukan Kabupaten Batu Bara

yang ditujukan kepada Pimpinan Komisi II DPR Republik Indonesia bahwa

proses pembentukan Kabupaten Batu Bara di Kabupaten Asahan Provinsi

Sumatera Utara telah diproses di Komisi II DPR Republik Indonesia yang telah

diusulkan kepada Presiden Republik Indonesia lewat Usul Inisiatif DPR

Republik Indonesia. Kemudian berdasarkan surat Gubernur Sumatera Utara

yang diterbitkan pada tanggal 29 Januari 2004 No. 135/549/2004 ditujukan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 100: Analisis kebijakan pemekaran

100

kepada Bapak Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Perihal Kunjungan

TIM DPOD. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara berharap dengan DPRD

Kabupaten Asahan yang telah tidak keberatan terhadap pembentukan Kabupaten

Batu Bara dan DPRD Sumatera Utara juga telah merekomendasikan serta

mendukung pembentukan Kabupaten Batu Bara, maka sesuai dengan Peraturan

Pemerintah No. 129 Tahun 2000 diharapkan Tim Dewan Pertimbangan Otonomi

Daerah (DPOD) dapat segera melaksanakan observasi ke daerah calon

Kabupaten Batu Bara.

2. Sehubungan dengan sangat urgensinya usaha perjuangan pembentukan

Kabupaten Batu Bara, berikut akan diuraikan dinamika berkaitan dengan

apresiasi masyarakat yang tergabung dalam GEMKARA - BP3KB sebagai

upaya perjuangan mewujudkan Kabupaten Batu Bara, yaitu sebagai berikut :

a. Usaha pembentukan Kabupaten Batu Bara telah memasuki kurun waktu 5

(lima) tahun sejak dicetuskannya kembali pada tahun 1999 yang

sebelumnya sudah pernah diperjuangkan pada tahun 1957. Pasca reformasi

kurun waktu 1999 s/d 2001 aspirasi tersebut muncul kembali. Aspirasi

sebagai cerminan demokrasi tersebut disambut dengan tidak harmonis

dengan dikeluarkannya sebuah produk Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2001

tentang Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) yang bertentangan

dengan aspirasi masyarakat dan peraturan pemerintah yang lebih tinggi. Isi

PROPEDA tersebut tertuang pada angka 2 (dua) pada kegiatan pokok

program pembangunan daerah yang menyebutkan bahwa “Upaya

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 101: Analisis kebijakan pemekaran

101

rasionalisasi pola berpikir masyarakat melalui pendekatan persuasif,

khususnya terhadap provokasi memisahkan diri dari wilayah Kabupaten

Asahan, serta sosialisasi kepada masyarakat bahwa sampai pada tahun 2005

tidak ada Kabupaten Asahan.”

b. Pada tanggal 10 Oktober 2001 DPRD Sumatera Utara menerbitkan surat

No. 4673/18/Sekr ditujukan kepada Gubernur Sumatera Utara bahwa

DPRD Provinsi Sumatera Utara tidak keberatan terhadap Pemekaran

Kabupaten Asahan menjadi Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batu Bara

sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dan peraturan perundang-

undangan, dan meminta kepada Gubernur Sumatera Utara menindaklanjuti

usulan pembentukan Kabupaten Batu Bara.

c. Pada tanggal 19 Oktober 2001 Sekretariat DPR RI menerbitkan surat

No.PW.006/5297/DPR-RI/2001 yang menjelaskan bahwa Pimpinan Komisi

II DPR Republik Indonesia harus menindakianjuti kunjungan Wakil Ketua

DPR Republik Indonesia/ Korinbang ke Kabupaten Asahan dan calon

Kabupaten Batu Bara yang ditindaklanjuti dengan kedatangan delegasi

GEMKARA - BP3KB yang menyerahkan Naskah Pengkajian Teknis

Pemekaran Kabupaten Asahan menjadi Kabupaten Asahan dan Kabupaten

Batu Bara diteruskan sebagai bahan masukan pada rapat dengan pasangan

kerja Komisi II, khususnya Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia.

d. Pada tanggal 5 Desember 2001 surat Gubernur Sumatera Utara

menerbitkan surat No. 136/19727 yang ditujukan kepada Bupati Asahan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 102: Analisis kebijakan pemekaran

102

yang menerangkan bahwa pada dasarnya Pemerintah Provinsi Sumatera

Utara tidak keberatan dengan aspirasi masyarakat Batu Bara dalam usaha

pembentukan Kabupaten Batu Bara sepanjang tidak bertentangan dengan

undang-undang dan peraturan yang berlaku.

e. Pada tanggal 24 Mei 2002 DPRD Kabupaten Asahan berdasarkan Peraturan

Daerah Pemerintah Kabupaten Asahan No. 6 Tahun 2001 menolak aspirasi

masyaraakat Batu Bara dengan mengeluarkan surat keputusan

No. 05/K/DPRD/2002 Tentang Penetapan Penolakan/ Tidak Menyetujui

Pemekaran Kabupaten Asahan Terhadap Pembentukan Kabupaten Batu

Bara.

f. Surat bersifat penting pada tanggal 30 Juni 2002 ditujukan kepada

Pimpinan DPR Republik Indonesia Perihal Penyampaian Usul RUU

Inisiatif DPR Republik Indonesia tentang Pembentukan Kabupaten Luwu

Timur, Mamuju Utara, Humbang Hasundutan, Serdang Jaya, Samosir dan

Kabupaten Batu Bara. Pernyataan Usul Inisiatif tersebut di ajukan oleh 57

orang pengusul Anggota DPR Republik Indonesia yang selanjutnya

keluarlah Rancangan Undang - undang Republik Indonesia Tanpa

Nomor Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Humbang

Hasundutan, Samosir, Serdang Jaya, dan Kabupaten Batu Bara di Provinsi

Sumatera Utara.

g. Laporan Singkat Komisi II DPR Republik Indonesia membidangi

MENDAGRI, DEPKEH dan HAM, Jaksa Agung, MENEG, LAN, BKN,

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 103: Analisis kebijakan pemekaran

103

BPN, POLRI, dan Penegakan Hukum tanggal 3 Juli 2002 Tentang

Penyampaian Aspirasi Pembentukan Kabupaten Batu Bara oleh

GEMKARA - BP3KB. Rapat Sub Komisi II Pemerintahan Dalam Negeri

dan Otonomi Daerah dengan GEMKARA - BP3KB dipimpin oleh Ketua

Sub Otonomi Daerah Komisi II DPR Republik Indonesia Prof. DR. Manase

Malo dan pada tanggal 10 Juli 2002 DPR RI menerbitkan surat

No. PW.00/602/Kom.II/VII/2002 kepada Bupati Asahan berkaitan dengan

Rencana dan Jadwal Kunjungan Sub Komisi Pemerintahan Dalam Negeri

dan Otonomi Daerah Komisi II DPR Republik Indonesia. Kunjungan

tersebut berdasarkan permohonan dari masyarakat yaitu GEMKARA -

BP3KB melalui surat yang diterbitkan tanggal 04 Juli 2002. Dalam

kunjungan tersebut Rombongan Tim Komisi II DPR Republik Indonesia

yang terdiri dari :

1. Prof.DR.Manase Malo sekaligus menjabat sebagai Ketua Sub Komisi

Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dari Fraksi PKB.

2. Hobbes Sinaga, SH, MA dari Fraksi PDIP.

3. Drs. Berny Tamara dari Fraksi PG.

4. Drs. H.A. Chozin Chumaidy dari Fraksi PPP.

5. Syaifullah Adnawi, SH dari Fraksi PKB.

6. H.Muttammimul Ula, SH dari Fraksi PBR/ Reformasi.

7. Kohirin Suganda dari Fraksi TNl/Polri.

8. Drs. H.M. Qasthalani, LML dari Fraksi PBB.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 104: Analisis kebijakan pemekaran

104

9. Tjetje Rahawarin dari Fraksi PDI.

10. Erna Agustina, S.Sos sebagai Staf Komisi II DPR Republik Indonesia.

h. Dalam prinsip hukum sebuah produk peraturan tidak boleh bertentangan

dengan peraturan dan atau undang-undang yang lebih tinggi diatasnya.

Kehadiran Peraturan Daerah Pemerintah Kabupaten Asahan No. 6 Tahun

2001 pada dasarnya bertentangan dengan Undang-undang No. 22 Tahun

1999 dan Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 sehingga pada tanggal

17 September 2002 Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia

menerbitkan surat No. 188.342/SJ kepada Bupati Asahan bahwa

Departeman Dalam Negeri Republik Indonesia berpendapat bahwa

Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2001 khususnya angka 2 (dua) pada

kegiatan pokok PROPEDA bertentangan dengan kepentingan umum,

karena aspirasi masyarakat bukanlah ancaman tetapi merupakan kehidupan

demokrasi yang perlu dibina dan diarahkan, sebab pemekaran daerah

bertujuan untuk pendekatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.

Kemudian hal tersebut diminta kepada Bupati Asahan untuk mencabut/

merevisi Peraturan Daerah tersebut.

Pada tanggal 24 September 2003 Menteri Dalam Negeri menerbitkan Surat

Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 76 Tahun 2003 Tentang Pembatalan

angka 2 (dua) pada Kegiatan Pokok Program Pembangunan Daerah

Peraturan Daerah Kabupaten Asahan No. 6 Tahun 2001 tanggal 24

September 2003 Tentang Program Pembangunan Daerah (PROPEDA).

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 105: Analisis kebijakan pemekaran

105

Seminggu berselang setelah terbitnya Keputusan Menteri Dalam Negeri

No. 76 Tahun 2003 pada tanggal 3 Oktober 2003 Bupati Asahan

menyatakan keberatan atas Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 76 Tahun

2003 tanggal 24 September 2003 yang disampaikan melalui surat

No. 180/8376 ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri.

i. Pada tanggal 4 November 2003 Menteri Dalam Negeri menjawab surat

Bupati Asahan No. 180/8376 melalui penerbitan surat No. 188.42/2764/SJ

ditujukan Kepada Bupati Asahan bahwa Menteri Dalam Negeri

keberatan/menolak terhadap permohonan Bupati Asahan untuk

mempertimbangkan pembatalan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 76

Tahun 2003. Surat tersebut juga ditujukan kepada Mahkamah Agung

sebagai dasar permohonan Yudicial Review. Atas sikap Ketua Mahkamah

Agung Republik Indonesia tanggal 7 Juni 2004 No. KMA/354/VI/2004

yang juga ditujukan kepada Saudara OK. Arya Zulkarnain, SH, MM selaku

Ketua Umum Badan Pekerja Persiapan Pembentukan Kabupaten Batu Bara

(BP3KB) perihal mohon penjelasan tertulis atas surat Bupati Asahan

No.180/8376 tanggal 3 Oktober 2003 dan No. 180/8308 tanggal 13 Oktober

2003. Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa Mahkamah Agung tidak ada

kompetensi mengenai pembentukan kabupaten. Artinya bahwa surat

permohonan fatwa yang dilakukan oleh Bupati Asahan adalah salah alamat

karena Mahkamah Agung tidak memiliki kompetensi terhadap persoalan

pembentukan kabupaten.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 106: Analisis kebijakan pemekaran

106

Kehadiran Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 76 Tahun 2003 telah

merubah pendirian sebagian Anggota DPRD Kabupaten Asahan sehingga

lahirlah Jadwal Paripurna Khusus DPRD Kabupaten Asahan yang tertuang

dalam surat DPRD Kabupaten Asahan No. 005/2822 tentang Undangan

Sidang Paripurna Khusus DPRD Kabupaten Asahan dengan agenda :

(1) Pengajuan Usul Pernyataan Pendapat 21 (dua puluh satu) orang Anggota

DPRD Kabupaten Asahan untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat

dalam usaha pembentukan Kabupaten Batu Bara; (2) Pandangan terhadap

pengajuan usul pernyataan pendapat 21 (dua puluh satu) orang Anggota

DPRD Kabupaten Asahan; (3) Bupati Asahan menyatakan pendapat tentang

pengajuan usul pernyataan pendapat 21 (dua puluh satu) orang Anggota

DPRD Kabupaten Asahan; (4) Pernyataan pendapat 21 (dua puluh satu)

orang Anggota DPRD Kabupaten Asahan memberikan jawaban atas

pandangan Anggota DPRD Kabupaten Asahan; (5) Penetapan keputusan

DPRD Kabupaten Asahan menerima atau menolak pernyataan pendapat

Anggota DPRD Kabupaten Asahan menjadi pernyataan DPRD Kabupaten

Asahan.

Dalam Rapat Paripurna Khusus yang telah dijadwalkan mengalami

kekisruhan yang disebabkan munculnya kelompok-kelompok yang

mengahalangi berjalannya sidang paripurna. Intimidasi, teror dan

penyanderaan yang dilakukan kepada Anggota DPRD Kabupaten Asahan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 107: Analisis kebijakan pemekaran

107

ketika mengajukan usul pernyataan pendapat untuk menggagalkan sidang

paripurna tersebut.

Akibat aksi teror tersebut, 21 (dua puluh satu) orang Anggota DPRD

Kabupaten Asahan yang mengajukan usul pernyataan pendapat melaporkan

persoalan sekitar intimidasi ketika dalam menjalankan proses demokratisasi

kepada Gubernur Sumatera Utara, Komisi II DPRD Provinsi Sumatera

Utara, Departemen Dalam Negeri, Komisi Pemerintahan Dalam Negeri dan

Otonomi Daerah Komisi II DPR Republik Indonesia pada tanggal 28

Oktober 2002. Kemudian pada tanggal 11 Nopember 2002 DPRD Provinsi

Sumatera Utara menerbitkan surat No. 6934/18/Sekr yang ditujukan kepada

Gubernur Sumatera Utara yang menyatakan bahwa aspirasi masyarakat dari

3 (tiga) Kabupaten (Asahan, Tapanuli Selatan dan Simalungun) yang

menginginkan pemekaran disikapi dan direspon secara positif oleh DPR

Republik Indonesia dan Departemen Dalam Negeri. Khusus Kabupaten

Asahan, Gubernur Sumatera Utara harus mengambil langkah-langkah

preventif guna menghindari terjadinya konflik horizontal yang disebabkan

adanya masyarakat yang pro dan kontra. Selanjutnya DPR Republik

Indonesia dalam hal ini Komisi II DPR Republik Indonesia akan

mengagendakan Rapat Kerja dengan Menteri Dalam Negeri dengan

mengikutsertakan Gubernur Sumatera Utara, DPRD Sumatera Utara, Bupati

Asahan, Bupati Tapanuli Selatan dan Bupati Simalungun serta Panitia

Pemekaran dari 3 (tiga) kabupaten tersebut.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 108: Analisis kebijakan pemekaran

108

Melihat konflik horizontal yang terjadi di Kabupaten Asahan berkenaan

dengan aspirasi masyarakat Batu Bara, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara

menerbitkan surat tanggal 22 Oktober 2002 No. 9582/Sekr/X/2002 yang

ditujukan kepada Bupati Asahan, bahwa Bupati Asahan agar mengupayakan

terpeliharanya iklim yang kondusif, mencegah terjadinya bentrokan massa

serta akses-akses yang ditimbulkan oleh penggunaan kekuatan massa

berkaitan pro dan kontra pembentukan Kabupaten Batu Bara.

DPRD Provinsi Sumatera Utara juga mengambil sikap tegas hingga

menerbitkan surat tanggal 22 Oktober 2002 No. 6597/18/Sekr yang

ditujukan kepada Ketua DPR Republik Indonesia dan Menteri Dalam

Negeri Perihal Pemekaran Kabupaten Asahan, bahwa DPRD Provinsi

Sumatera Utara setelah mempelajari, maka pada prinsipnya DPRD Provinsi

Sumatera Utara tidak keberatan dan menudukung sepenuhnya terhadap Usul

Pembentukan Kabupaten Batu Bara.

j. Ketika surat Gubernur Sumatera Utara tanggal 25 Oktober 2002

No. 136/8953/2002 Perihal Pemekaran Kabupaten Asahan yang

menyatakan bahwa implementasi otonomi harus dilakukan menurut

prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan

perundang-undangan dan peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan

kepentingan umum, peraturan daerah lain dan peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi. Kemudian, terbit pula surat Ketua-ketua Fraksi

DPRD Kabupaten Asahan tanggal 2 Desember 2003 ditujukan kepada

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 109: Analisis kebijakan pemekaran

109

Ketua DPRD Kabupaten Asahan yang menjelaskan bahwa untuk sesegera

mungkin menyikapi proses pembentukan Kabupaten Batu Bara sesuai

dengan hasil Rapat Pimpinan DPRD Kabupaten Asahan, dimana Ketua -

ketua Fraksi yang ada di DPRD Kabupaten Asahan demi untuk memenuhi

aspirasi masyarakat, maka dibuatlah rekomendasi untuk memekarkan

Kabupaten Asahan menjadi Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batu Bara.

k. Pada tanggal 3 Desember 2003 DPRD Kabupaten Asahan menerbitkan

surat No. 135/3044 yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri Republik

Indonesia Perihal Menyikapi Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri

No. 76 Tahun 2003. Surat tersebut menyatakan bahwa DPRD Kabupaten

Asahan menampung dan tidak keberatan terhadap aspirasi masyarakat Batu

Bara serta akan meneruskan aspirasi masyarakat Batu Bara tersebut kepada

Pemerintah Pusat. Hal ini terjadi akibat Bupati Asahan tetap menolak

pemekaran Kabupaten Asahan menjadi Kabupaten Asahan dan Kabupaten

Batu Bara dan tidak mengindahkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri

No. 76 Tahun 2003 serta menolaknya dengan surat Bupati Asahan

No. 180/8376 tanggal 3 Maret 2003. Dengan kondisi ini, menyerahkan

sepenuhnya kepada kebijakan Pemerintah Pusat untuk mengambil langkah-

langkah preventif, persuasif untuk mencegah terjadinya konflik horizontal.

Agar tidak terjadinya konflik horizontal yang berkepanjangan di Kabupaten

Asahan, maka DPRD Kabupaten Asahan meminta Pemerintah Pusat untuk

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 110: Analisis kebijakan pemekaran

110

dapat mengambil kebijaksanaan yang harus diterima dalam waktu tidak

terlampau lama.

l. Pada tanggal 19 Desember 2003 Gubernur Sumatera Utara menerbitkan

surat No. 135/11567 yang ditujukan kepada Bapak Menteri Dalam Negeri

Republik Indonesia Perihal Penyampaian Usul Pembentukan Kabupaten

Batu Bara dan surat Ketua DPRD Provinsi Sumatera Utara tanggal 24

Desember 2003 No. 6300/18/Sekr yang ditujukan kepada Bapak Menteri

Dalam Negeri Republik Indonesia Perihal Usul Pembentukan Kabupaten

Batu Bara.

m. Terbit surat DPRD Provinsi Sumatera Utara No. 291/18/Sekr tanggal 17

Januari 2003 Perihal Pemekaran Wilayah ditujukan kepada Pimpinan DPR

Republik Indonesia Cq. Ketua Komisi II DPR Republik Indonesia dan terbit

kembali surat DPRD Kabupaten Asahan tanggal 28 Mei 2004 No. 135/990

ditujukan kepada Bupati Asahan agar Menerbitkan Rekomendasi

Persetujuan Pembentukan Kabupaten Batu Bara.

n. Berdasarkan aspirasi masyarakat Batu Bara dan kemauan politik

Pemerintah Kabupaten Asahan dan DPRD Kabupaten Asahan maka

dicantumkanlah Biaya Pembentukan Kabupaten Batu Bara dianggarkan

dalam APBD Kabupaten Asahan Tahun 2005, hal ini juga senada dengan

Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 903/2650.K/2005 tentang

Bantuan Dana dalam APBD Provinsi Sumatera Utara bagi calon Kabupaten

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 111: Analisis kebijakan pemekaran

111

Batu Bara di Wilayah Provinsi Sumatera Utara kepada Departemen Dalam

Negeri Republik Indonesia dan Komisi II DPR Republik Indonesia.

o. Sikap inkonsistensi lembaga DPRD Kabupaten Asahan terhadap aspirasi

masyarakat Batu Bara dalam usaha mewujudkan Kabupaten Batu Bara

terobati dengan terbentuknya Panitia Khusus Pemekaran Wilayah

Kabupaten Asahan oleh DPRD Kabupaten Asahan.

p. Dari data administratif yang perlu dilengkapi dalam rangka pemekaran

wilayah Kabupaten Asahan untuk pembentukan Kabupaten Batu Bara

sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh Departemen Dalam Negeri dari

12 (dua belas) yang harus dipenuhi telah terlengkapi, yaitu sebagai berikut :

1. Adanya aspirasi masyarakat untuk pembentukan Kabupaten Batu Bara

yang di sampaikan oleh GEMKARA - BP3KB surat

No. 11/BP3KB.III/2002 tanggal 11 Maret 2002.

2. Surat Keputusan DPRD Kabupaten Asahan No.23/K/DPRD/2005

tanggal 4 Agustus 2005 Perihal Persetujuan Pemekaran Wilayah

Kabupaten Asahan menjadi Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batu

Bara.

3. Surat Usulan Pemekaran Wilayah Kabupaten Asahan menjadi

Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batu Bara oleh Bupati Asahan

No.130/4634 tanggal 11 Juli 2005.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 112: Analisis kebijakan pemekaran

112

4. Surat Keputusan DPRD Provinsi Sumatera Utara No.11/K/2005 tanggal

18 Oktober 2005 Perihal Persetujuan Pemekaran Wilayah Kabupaten

Asahan menjadi Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batu Bara.

5. Surat Usulan Pemekaran Wilayah Kabupaten Asahan menjadi

Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batu Bara dari Gubernur Sumatera

Utara No.130/7186 tanggal 27 Oktober 2005.

6. Kajian Pemekaran Wilayah Kabupaten Asahan menjadi Kabupaten

Asahan dan Kabupaten Batu Bara oleh Pemerintah Kabupaten Asahan.

7. Peraturan Daerah Kabupaten Induk (Kabupaten Asahan) tentang

Pembentukan Kecamatan No.28 Tahun 2000.

8. Peta wilayah Kabupaten Batu Bara sebagai calon kabupaten yang akan

dibentuk dan dilegalisir oleh Pemerintah Kabupaten Asahan dan

kabupaten/kota yang berbatasan dengan calon kabupaten.

9. Surat Keputusan DPRD Kabupaten Asahan tentang penetapan Ibukota

Kabupaten Batu Bara No. 24/K/DPRD/2005 tanggal 4 Agustus 2005.

10. Surat Keputusan DPRD Kabupaten Asahan tentang Kesanggupan

Dukungan Dana dari Kabupaten Induk selama 3 (tiga) tahun berturut-

turut No.25/K/DPRD/2005 tanggal 4 Agustus 2005.

11. Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara untuk mengalokasikan dana

bantuan kepada kabupaten yang baru dibentuk (Kabupaten Batu Bara)

dari APBD Provinsi selama 3 (tiga) tahun berturut-turut

No.903/2650.K/2005 tanggal 20 Desember 2005, dan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 113: Analisis kebijakan pemekaran

113

12. Formulir isian data kelengkapan calon daerah otonom baru yang diisi

oleh pemerintahan kabupaten ditandatangani oleh Bupati dan Ketua

DPRD Kabupaten Asahan.

Aspirasi masyarakat menuntut pemekaran wilayah

Kabupaten Batu Bara yang disampaikan pada waktu expose.

Berdasarkan data yang ada, secara tertulis aspirasi

masyarakat terdiri dari :

1. Anggota-anggota Alim Ulama dan Umat Kristen – Budha.

2. Kelompok masyarakat alim ulama, cerdik pandai, tokoh

masyarakat dan ketua adat.

3. Lembaga adat Kabupaten Asahan.

4. Kelompok masyarakat desa.

5. Pemuda, wanita, perantauan, pemuka adat di rantau.

Sesuai dengan hasil konfirmasi dengan berbagai

kalangan masyarakat yang ada di wilayah Batu Bara sangat

mendukung pemekaran Kabupaten Asahan menjadi

Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batu Bara melalui surat

dukungan serta keikut sertaan masyarakat pada saat expose.

Selanjutnya dengan memperhatikan aspirasi masyarakat yang dituangkan

dalam Keputusan DPRD Kabupaten Asahan No. 23/K/DPRD/2005 tentang

Persetujuan Pemekaran Wilayah Kabupaten Asahan untuk Pembentukan Kabupaten

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 114: Analisis kebijakan pemekaran

114

Batu Bara dan Keputusan DPRD Kabupaten Asahan No. 25/K/DPRD/2005 tanggal 4

Agustus 2005 tentang Kesanggupan Dukungan Dana kepada Pemerintah Kabupaten

Baru Hasil Pemekaran Kabupaten Asahan dan Keputusan DPRD Provinsi Sumatera

Utara No. 11/K/2005 tanggal 18 Oktober 2005 tentang Persetujuan Terhadap

Rencana Pemekaran Kabupaten Batu Bara di Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan hal tersebut Pemerintah telah melakukan kajian secara mendalam dan

menyeluruh mengenai kelayakan pembentukan daerah dan berkesimpulan bahwa

Pemerintah perlu membentuk Kabupaten Batu Bara.

Beberapa waktu berselang kemudian, proses pemekaran wilayah Kabupaten

Batu Bara dari laporan hasil kunjungan kerja (Tim Kerja II PAH I Dewan Perwakilan

Daerah Republik Indonesia) di Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 20 s/d 22 Juni

2006 yang membidangi masalah pemekaran wilayah, diberikan tugas dan wewenang

untuk melakukan pengkajian dan penyusunan Rancangan Undang - undang tentang

pembentukan provinsi/ kabupaten dan ibukota.

Dalam melakukan kunjungan kerja di Provinsi

Sumatera Utara telah ditinjau calon Kabupaten Batu Bara

yang merupakan pemekaran Kabupaten Asahan, calon

Kabupaten Labuhan Batu Utara dan calon Kabupaten Selatan

yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Labuhan Batu,

khususnya masalah letak calon ibukota/ calon kabupaten

daerah pemekaran.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 115: Analisis kebijakan pemekaran

115

1. Kecamatan Lima Puluh sebagai calon Ibukota Batu Bara

pemekaran dari Kabupaten Asahan.

2. Calon Kabupaten Labuhan Batu Selatan di Kota Pinang.

3. Calon Kabupaten Labuhan Batu Utara di Kota Aek

Kanopan.

Tabel. 11 Anggota Tim Kerja II PAH I DPD Republik Indonesia yang melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 20 s/d 22 Juni 2006 terdiri dari :

NO N A M A PROVINSI 1 Drs.H.M. Kafrawi Rahim (Ketua

Tim Kerja II) Sumatera Selatan

2 Lundu Panjaitan, SH Sumatera Utara 3 Drs. Roger Tabigoin Sumatera Tengah 4 Hj. Hariyanti Safrin, SH Lampung 5 Hj. Djamila Somad, B.Sc Bangka Belitung 6 Drs. H. Hasan Jambi 7 Drs. A.D. Khaly Gorontalo 8 Drs.H. Harun Al Rasyid, M.Si NTB 9 K.H. Sofyan Yahya, M.A Jawa Barat

Kunjungan Tim Kerja II PAH I DPD Republik Indonesia

di Provinsi Sumatera Utara untuk menindaklanjuti aspirasi

masyarakat untuk pemekaran calon-calon kabupaten :

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 116: Analisis kebijakan pemekaran

116

1. Calon Kabupaten Batu Bara sebagai pemekaran dari

Kabupaten Asahan dengan Ibukota Kecamatan Lima

Puluh.

2. Calon Kabupaten Labuhan Batu Selatan sebagai

pemekaran dari Kabupaten Labuhan Batu dengan Ibukota

Kota Pinang.

3. Calon Kabupaten Labuhan Batu Utara sebagai pemekaran

dari Kabupaten Labuhan Batu dengan Ibukota Aek

Kanopan.

Proses acara kunjungan Tim Kerja II PAH I DPD

Republik Indonesia di Provinsi Sumatera Utara meliputi :

1. Pertemuan dengan Asisten I Gubernur Sumatera Utara,

Muspida dan Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara

dengan hasil pertemuan :

a. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sudah memberikan

rekomendasi ke Menteri Dalam Negeri tentang

pembentukan pemekaran 3 (tiga) kabupaten, yaitu :

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 117: Analisis kebijakan pemekaran

117

1. Calon Kabupaten Batu Bara sebagai pemekaran dari

Kabupaten Asahan.

2. Calon Kabupaten Labuhan Batu dimekarkan menjadi

2 (dua) :

a. Calon Kabupaten Labuhan Batu Utara

b. Calon Kabupaten Labuhan Batu Selatan

3. Pemekaran di Tapanuli Selatan

b. Batas wilayah antara calon Kabupaten Batu Bara

sebagai pemekaran Kabupaten Asahan dan calon

Ibukota Batu Bara di Kecamatan Lima Puluh dengan

kecamatan lain dan perbatasan secara alam sehingga

tidak akan menimbulkan masalah dikemudian hari.

c. Pembentukan pemekaran wilayah yang baru nanti

supaya secara rinci menyebutkan atau mencantumkan

titik koordinat batas yang jelas antara daerahnya

sehingga tidak akan timbul masalah dimasa yang akan

datang.

2. Meninjau PT. Inalum (Peleburan Aluminium) di Kuala

Tanjung serta meninjau bagaimana proses peleburan

bahan baku dari kapal laut sampai ke pabrik (Peleburan

Aluminium).

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 118: Analisis kebijakan pemekaran

118

3. Meninjau kantor dinas Bupati sementara Kabupaten Batu

Bara.

4. Pertemuan dengan Camat dan Tokoh Masyarakat

Kecamatan Lima Puluh, dimana tokoh masyarakat

mengemukakan bahwa calon ibukota dan batas wilayah

tidak ada masalah jika menetapkan Kecamatan Lima

Puluh menjadi Ibukota Batu Bara.

5. Meninjau lahan seluas 200 hektar untuk fasilitas umum

dan perkantoran yang saat ini masih dikelola oleh PTPN III

dan PT. Kwala Gunung yang dipersiapkan oleh Pemerintah

Kabupaten Asahan.

6. Pertemuan dengan Wakil Bupati Asahan, DPRD Kabupaten

Asahan, Muspida beserta tokoh masyarakat dan tokoh

adat setempat dengan kesimpulan :

a. Agar DPD Republik Indonesia dapat membuat surat

rekomendasi ke DPR Republik Indonesia dan Menteri

Dalam Negeri untuk secepatnya Kabupaten Batu Bara

terbentuk.

b. Sudah ada kajian dengan Menteri Dalam Negeri

mengenai peta batas wilayah induk dengan daerah

kabupaten pemekaran (batas alam), peta Kabupaten

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 119: Analisis kebijakan pemekaran

119

Asahan setelah pemekaran dengan telah diberikannya

kepada Menteri Dalam Negeri peta Kabupaten Batu Bara

secara komprehensif.

c. Mengenai batas wilayah tidak akan ada terjadi

perselisihan.

d. Sudah diadakan inventarisasi aset-aset daerah dengan

tujuan tidak timbul permasalahan dikemudian hari,

dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Pajak Bumi

dan Bangunan Rp. 61.919.543.205,-

e. Kabupaten Asahan berjanji akan memberikan bantuan

dana kepada Kabupaten Batu Bara sebesar 5 s/d 10 M.

Setelah melakukan peninjauan wilayah Batu Bara sebagai pemekaran

Kabupaten Asahan dan calon Ibukotanya Kecamatan Lima Puluh telah memenuhi

seluruh persyaratan secara administrasi, teknis maupun fisik kewilayahan dan pada

prinsipnya telah memenuhi syarat untuk dimekarkan. Kemudian Dewan Perwakilan

Daerah Republik Indonesia memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada DPR

Republik Indonesia dan Menteri Dalam Negeri tentang Pembentukan Kabupaten

Batu Bara.

4.2.3 Kabupaten Batu Bara Terbentuk dengan Usul Inisiatif DPR Republik

Indonesia

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 120: Analisis kebijakan pemekaran

120

Menjelang masa persidangan DPR Republik Indonesia akhir 2006 terbit

surat DPR Republik Indonesia No. RU.02/6645/DPR-RI/2006 tanggal 31 Agustus

2006 Perihal Rancangan Undang-undang Pembentukan 12 (dua belas)

Kabupaten/Kota Se-Indonesia oleh DPR Republik Indonesia yang didalamnya tidak

termasuk calon Kabupaten Batu Bara.

Dengan tidak masuknya Batu Bara dalam agenda DPR Republik Indonesia,

banyak kalangan masyarakat menilai Pemerintah Kabupaten Asahan terutama Panitia

Khusus Pemekaran Kabupaten Asahan dan DPRD Kabupaten Asahan telah gagal

mengemban amanat masyarakat Batu Bara dengan bukti nyata bahwa usaha yang

dilakukan oleh Pemerintahan Kabupaten Asahan telah gagal.

GEMKARA sebagai pelopor perjuangan pembentukan Kabupaten Batu Bara

merasa terkejut atas kabar tersebut. Namun, berkat kegigihan pimpinan GEMKARA

berhasil melakukan pendekatan persuasif kepada Pemerintah Pusat yang akhirnya

terbit surat Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia pada tanggal 9 Oktober 2006

No. 135/2389/SJ perihal Usul DPR Republik Indonesia mengenai 12 (dua belas)

Rancangan Undang-undang tentang Pembentukan Kabupaten/ Kota kepada Bapak

Presiden Republik Indonesia yang pada akhirnya Batu Bara menjadi sebuah

kabupaten otonom. Hal ini didukung oleh Amanat Presiden Republik Indonesia

Bapak DR.H. Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 8 Nopember 2006 No. R-

92/PRES/11/2006 ditujukan kepada Ketua DPR Republik Indonesia Perihal Lima

Rancangan Undang-undang Pembentukan Kabupaten (termasuk Kabupaten Batu

Bara) untuk dibahas DPR Republik Indonesia guna mendapatkan persetujuan.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 121: Analisis kebijakan pemekaran

121

Pembentukan Kabupaten Batu Bara dari hasil pembahasan DPR Republik

Indonesia berdasarkan usul Pemerintah disebabkan oleh banyak faktor selain telah

terpenuhinya persyaratan sesuai dengan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 yaitu

salah satunya lebih didasarkan pada kondisi khusus pemekaran wilayah tersebut yang

diwarnai tingginya dinamika dan tingkat apresiasi masyarakat serta kurun waktu

yang menyertainya cukup lama. Faktor lainnya adalah Pembentukan Kabupaten Batu

Bara melalui Usul Inisiatif DPR Republik Indonesia pernah mengalami kegagalan.

4.2.4 Tokoh Central Perjuangan Pembentukan Kabupaten Batu Bara

Usaha masyarakat Batu Bara yang diwujudkan secara totalitas

memperjuangkan Kabupaten Batu Bara sejak dideklarasikannya sampai saat

diresmikannya pada tanggal 15 Juni 2007 tidak terlepas dari prakarsa Bapak

OK Arya Zulkarnain, SH, MM. Atas partisipasinya secara moril dan materil

pergerakan mewujudkan kabupaten Batu Bara telah sampai pada tujuannya yaitu

Batu Bara sebagai wilayah sejarah kedatukan beridiri sendiri menjadi sebuah

kabupaten otonom Batu Bara.

Pria kelahiran Solo 24 Maret 1956 ini adalah merupakan keturunan ke-7 dari

Datuk Panglima Akas yang Bergelar Sebiji Diraja Bantu. Datuk Panglima Akas

merupakan Raja terakhir Kerajaan Tanah Datar yang menjabat sebagai Syahbandar

(Sistem pemerintahan di Batu Bara waktu itu ialah Bendahara dan dibawahnya

terdapat sebuah Dewan yang anggota-anggotanya di pilih oleh Datuk-datuk yang

anggotanya terdiri dari : Syahbandar tetap dipilih orang yang berasal dari suku Tanah

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 122: Analisis kebijakan pemekaran

122

Datar, Juru Tulis tetap dipilih orang yang berasal dari suku Lima Puluh, Mata-mata

tetap dipilih orang yang berasal dari suku Lima Laras, Penghulu Batangan tetap

dipilih orang yang berasal dari suku Pesisir).

Dalam Sistem Bendahara pada Pemerintahan Batu Bara, Datuk Panglima

Akas diperkirakan memimpin kedatukan Tanah Datar pada tahun 1850 – 1875.

Sebagai keturunan ke-7, kini ia mengemban sebuah amanah untuk memegang

Stempel/ Cap/ Simbol Raja/ Kedatukan Tanah Datar sebagai simbol kejayaan Datuk-

datuk di wilayah Batu Bara.

Sebagai seorang birokrat murni ia memiliki pengalaman kerja sebagai

Kepala Bagian Keuangan Pemerintah Kota Medan, Kepala Bagian Keuangan

Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, Kepala Dinas Pendapatan Pemerintah

Kabupaten Deli Serdang, Kepala Dinas Pendapatan Pemerintah Kabupaten Serdang

Bedagai, dan Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Kabupaten Serdang Bedagai,

Kepala Dinas Pendapatan Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai dan saat ini

sebagai Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah

Kabupaten Batu Bara.

Dalam bidang pengelolaan keuangan daerah beliau selalu berhasil

memperjuangkan agar daerah dimana ia bertugas mendapatkan dana yang layak dan

cukup dari Pemerintah Pusat. Prestasi kerjanya sebagai Kepala Dinas Pendapatan

Daerah selalu mendapatkan penghargaan Tunggal PBB atas prestasi perolehan pajak

100% dalam pengelolaan kekayaan daerah.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 123: Analisis kebijakan pemekaran

123

APBD pertama Kabupaten Serdang Bedagai dan 51 (lima puluh satu)

Peraturan Daerah yang terbentuk di Kabupaten Serdang Bedagai adalah karya nyata

selaku Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Kabupaten Serdang Bedagai.

Atas prestasinya dibidang pemerintahan pada tanggal 17 Agustus 2007

Presiden Republik Indonesia Bapak DR.H.Susilo Bambang Yudhoyono

menganugerahkan Tanda Jasa dan Kehormatan Satya Lencana Wira Karya kepada

OK. Arya Zulkarnain, SH, MM, di Jakarta.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 124: Analisis kebijakan pemekaran

124

Gambar. 3 Photo bersama beberapa orang Kepala Daerah Se-Indonesia sesaat setelah upacara Penganugerahan Tanda Jasa dan Kehormatan Satya Lencana Wirakarya dari Presiden Republik Indonesia di Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, Jakarta.

Berkat usaha dan perjuangan OK. Arya Zulkarnain, SH,MM bersama

masyarakat Batu Bara, akhirnya ditetapkan wilayah Batu Bara menjadi daerah

otonom yang disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM Ad Interim RI Yusril Ihza

Mahendra dengan Undang-undang RI No. 5 Tahun 2007 tentang Pembentukan

Kabupaten Batu Bara di Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 2 Januari 2007 dalam

Lembaran Negara RI No. 7 Tahun 2007.

4.2.5 Stakeholder Dalam Pemekaran Wilayah Kabupaten Batu Bara

Proses pemekaran wilayah Batu Bara yang tujuan utamanya sebagaimana

yang diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 adalah untuk

mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, percepatan kehidupan demokrasi,

pembangunan ekonomi daerah dan potensi daerah, peningkatan keamanan dan

ketertiban, serta hubungan pusat dan daerah, agar kesejahteraan masyarakat segera

terwujud. Namun, apabila kebijakan pemekaran wilayah sangat syarat dengan

kepentingan yang diperankan oleh aktor-aktor kebijakan, yaitu elit-elit lokal maka

akan membuka peluang yang begitu besar bagi para pihak elit lokal tersebut untuk

duduk dilegislatif maupun dibirokrasi dan kepentingan masyarakat pun jadi

terabaikan.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 125: Analisis kebijakan pemekaran

125

Dibalik upaya yang dilakukan oleh Ketua GEMKARA dan BP3KB yang

terus memperjuangkan dan mengupayakan dukungan masyarakat melalui

penggalangan masa dan sosialisasi yang dilakukan hingga ke desa-desa dan kelurahan

di seluruh wilayah Batu Bara ternyata bahwa aktor ini memiliki kepentingan untuk

duduk di dalam jabatan Bupati Batu Bara. Dengan terbentuknya Kabupaten Batu

Bara maka peluang untuk merebut jabatan Bupati Batu Bara semakin terbuka, apalagi

figur ini dianggap oleh sebagian besar masyarakat sebagai orang yang paling

berkompeten dan menentukan dibalik kesuksesan pembentukan daerah Kabupaten

Batu Bara.

Kepentingan stakholders lainnya seperti DPRD, Partai Politik dan kelompok

kepentingan sehubungan dengan tuntutan mereka untuk membentuk daerah

Kabupaten Batu Bara adalah untuk membuka peluang menduduki jabatan anggota

DPRD, memperluas jaringan partai, dan akses untuk mempengaruhi Pemerintah

Kabupaten Batu Bara. Dengan terbentuknya Kabupaten Batu Bara, hingga saat ini

tercatat sejumlah partai politik baru telah membuka cabang di Kabupaten Batu Bara.

Dengan demikian maka telah tersedia channel bagi anggota partai politik yang

sekaligus merupakan anggota masyarakat untuk menduduki jabatan-jabatan partai

politik yang nantinya sangat berpeluang dalam merebut kursi anggota DPRD

Kabupaten Batu Bara. Demikian halnya dengan kelompok kepentingan yang

memainkan peran sebagai kelompok penekan akan terbuka peluang untuk

mempengaruhi pemerintah dan kemudian mendapatkan keuntungan baik secara

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 126: Analisis kebijakan pemekaran

126

politik maupun ekonomi ketika program-program pembangunan ditetapkan oleh

Pemerintah Kabupaten Batu Bara.

Sementara itu bagi kalangan eksekutif, Pembentukan Daerah Kabupaten

Batu Bara akan menciptakan “lapangan pekerjaan baru” yang secara langsung akan

berdampak pada peningkatan pendapatan melalui pemberian tunjangan jabatan. Hal

ini merupakan konsekuensi logis dari pembentukan struktur organisasi pemerintah

daerah Kabupaten Batu Bara. Dengan demikian maka mau tidak mau, harus ada

jabatan-jabatan baru yang harus dibentuk untuk melaksanakan roda pemerintahan

daerah Kabupaten Batu Bara.

Masyarakat Batu Bara, berdasarkan list yang diedarkan untuk menanyakan

persetujuan atau dukungan dapat dilihat bahwa seluruh lapisan masyarakat sepakat

untuk mendukung pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara. Hal ini mungkin dapat

dipandang sebagai wujud kinerja GEMKARA dan BP3KB yang berhasil meyakinkan

masyarakat Batu Bara bahwa dengan terbentuknya Kabupaten Batu Bara maka

pelayanan kepada masyarakat akan menjadi lebih efisien dan lebih terjangkau, baik

secara finansial maupun dari jarak dan waktu pelayanan serta upaya untuk

mengembangkan potensi wilayah Batu Bara menjadi lebih baik.

Untuk menjawab masalah fenomena penelitian tersebut, maka secara teoritis

dapat dijelaskan sebagai upaya untuk mengenali masalah pemekaran wilayah

Kabupaten Batu Bara dalam perspektif kebijakan publik dapat dipandang sebagai

proses interaksi berbagai kelompok kepentingan dalam proses politik, melibatkan

sejumlah aktor dan dipengaruhi oleh kepentingan yang melekat pada kelompok

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 127: Analisis kebijakan pemekaran

127

ataupun aktor tersebut. Proses lahirnya kebijakan publik dalam hal ini kebijakan

pembentukan Kabupaten Batu Bara merupakan suatu rangkaian kegiatan atau langkah

tindakan para aktor (stakeholders).

Berdasarkan pemahaman tersebut maka desakan stakeholders dan tindakan

pemerintah membentuk daerah Kabupaten Batu Bara dapat dilihat sebagai suatu

proses kelompok dan pengambilan keputusan. Dalam proses tersebut dapat dipandang

sebagai kehendak dari elit daerah. Oleh karena itu maka pembentukan daerah

Kabupaten Batu Bara merupakan proses interaksi berbagai kelompok dan elit beserta

dengan kepentingan mereka masing-masing.

Kemudian, apabila masalah kebijakan publik pemekaran wilayah Batu Bara

tidak memuaskan keinginan masyarakat maka besar kemungkinan kerawanan konflik

akan terjadi. Oleh karena itu secara teoritis para stakeholders yang terlibat dalam

proses pengambilan kebijakan tersebut harus independen dalam arti tidak dipengaruhi

oleh persepsi, sikap serta kepentingan-kepentingan yang diwakilinya. Karena kondisi

tersebut sangat mempengaruhi penetapan kebijakan (policy decision). Policy decision

menurut Anderson dalam Wibawa adalah pemeliharaan alternatif rancangan

kebijakan mana oleh para aktor yang terlibat dalam konversi dan ditetapkan untuk

menjadi output kebijakan (Wibawa; 1994 , 25). Di sinilah dituntut kejelian elit lokal

daerah dan pejabat publik untuk memahami kebutuhan masyarakat terhadap masalah

publik yang dihadapi. Lebih jauh lagi tidak hanya memahami, tapi mengambil

langkah langkah kebijakan yang tepat dan dapat memuaskan masyarakat yang

dipimpinnya. Jadi artinya dalam hal ini bahwa para aktor kebijakan (elit lokal daerah)

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 128: Analisis kebijakan pemekaran

128

dalam merumuskan masalah dan mengambil suatu kebijakan pemekaran wilayah

Batu Bara harus benar-benar mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun

2000 yaitu untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, percepatan kehidupan

demokrasi, pembangunan ekonomi daerah dan potensi daerah, peningkatan keamanan

dan ketertiban, serta hubungan pusat - daerah, agar kesejahteraan masyarakat

terwujud.

4.3 Analisis Data

Analisis proses pembentukan wilayah Kabupaten Batu Bara dalam penelitian

ini didasarkan pada beberapa kriteria yang menentukan Batu Bara sebagai daerah

otonom. Kriteria yang dipakai dalam analisis ini berdasarkan analisis Peraturan

Pemerintah No. 129 Tahun 2000.

Ketika melakukan penelitian di lapangan kepada obyek, peneliti melakukan

pendekatan wawancara mendalam dan pengumpulan data sekunder. Berdasarkan

fakta dan data dalam upaya pemekaran wilayah Batu Bara dilakukan melalui dua

pendekatan umum, yaitu pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang dipergunakan

dalam menganalisa kelayakan pemekaran Kabupaten Asahan menjadi Kabupaten

Asahan dan wilayah Batu Bara sebagai kabupaten otonom. Aspek kualitatif

memfokuskan pada Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000, yang menghasilkan

gambaran generik wilayah Batu Bara. Pengertian generik adalah bahwa indikator

yang digunakan untuk melukis berlaku untuk semua kabupaten lainnya, sehingga

dapat diperbandingkan kinerja antara satu kabupaten dengan kabupaten lainnya.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 129: Analisis kebijakan pemekaran

129

Sementara itu, pendekatan kualitatif digunakan untuk memberikan makna (kualitas

informasi) dari setiap skor (angka) yang diperoleh masing-masing indikator yang

diukur. Seperti misalnya, jumlah kelompok pertokoan dan rencana Ibukota

Kabupaten Batu Bara yaitu Lima Puluh dan ibukota kecamatan lainnya.

Sehubungan dengan pertokoan ini, sebagaimana diketahui Kota Lima Puluh

letaknya sangat strategis karena dipersimpangan jalan yang menghubungkan lintas

barat dan lintas timur Sumatera atau antar Kabupaten Simalungun dan Kota P. Siantar

beserta hinterland lainnya seperti Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Tapanuli

Tengah dan Kota Sibolga di satu zona dengan Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten

Asahan dan Kota Tanjung Balai di zona lain serta kearah Ibukota Provinsi Kota

Medan, Kabupaten Deli Serdang dan Kota Tebing Tinggi pada zona selanjutnya,

sehingga pertokoan di daerah Batu Bara disamping berfungsi sebagai retail, juga

sangat memungkinkan sebagai pusat perdagangan antara ketiga zona tersebut. Hal

tersebut berarti, dalam pemberian skor final pada tiap-tiap indikator perlu dilakukan

pendalaman lebih lanjut atas setiap skor yang diperoleh, sehingga merupakan

masukan yang lebih berharga bagi setiap pengambil keputusan terhadap wilayah Batu

Bara sebagai kabupaten otonom.

Dalam melakukan kajian terhadap kelayakan wilayah Batu Bara, terdapat

beberapa tahapan saringan. Saringan maksudnya adalah melakukan pengkajian

terhadap aspirasi masyarakat wilayah Batu Bara serta dukungan unsur terkait tentang

keinginan Batu Bara menjadi kabupaten otonom. Pengkajian ini difokuskan pada

aspirasi masyarakat Batu Bara, persetujuan Pemerintah Kabupaten Induk baik dari

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 130: Analisis kebijakan pemekaran

130

unsur aspirasi masyarakat Asahan dan pandangan serta dukungan dari Provinsi

Sumatera Utara. Hal ini juga sebagai persyaratan administratif untuk dapat dilakukan

studi kelayakan.

Secara umum dapat dikatakan bahwa aspirasi dan dukungan pembentukan

kabupaten otonom Batu Bara sudah cukup kuat. Hal ini didukung oleh berbagai

dokumen seperti :

1. Pernyataan dukungan dari Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara.

2. Aspirasi dari berbagai kalangan (stakeholder) wilayah Batu Bara tentang

keinginan untuk menjadi kabupaten otonom.

Sebagaimana dilakukan kabupaten lain, wilayah Batu Bara sudah memperoleh

dukungan dari pihak-pihak tersebut.

4.3.1 Analisis Potensi Pemekaran Wilayah Batu Bara

Luas Wilayah Kabupaten Asahan 4.624,41 km2, setelah dilakukan

pemekaran menjadi 3.702,21 km2 dan Kabupaten Batu Bara 922,20 km2. Jumlah

Kecamatan di Kabupaten Asahan adalah 20 (dua puluh) kecamatan. Setelah

dimekarkan berubah menjadi 13 (tiga belas) kecamatan, yaitu : (1) Kecamatan

Bandar Pasir Mandoge; (2) Kecamatan Bandar Pulau; (3) Kecamatan Pulau Rakyat;

(4) Kecamatan Aek Kuasan; (5) Kecamatan Sei Kepayang; (6) Kecamatan Tanjung

Balai; (7) Kecamatan Simpang Empat; (8) Kecamatan Air Batu; (9) Kecamatan

Buntu Pane; (10) Kecamatan Meranti; (11) Kecamatan Air Joman; (12) Kecamatan

Kisaran Barat; dan (13) Kecamatan Kisaran Timur.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 131: Analisis kebijakan pemekaran

131

Sedangkan Kabupaten Batu Bara adalah 7 (tujuh) Kecamatan, yaitu :

(1) Kecamatan Medang Deras; (2) Kecamatan Sei Suka; (3) Kecamatan Air Putih;

(4) Kecamatan Lima Puluh; (5) Kecamatan Talawi; (6) Kecamatan Tanjung Tiram;

dan (7) Kecamatan Sei Balai, dengan batas wilayah sebagai berikut : (a) Sebelah

Barat berbatasan dengan Kecamatan Bandar Khalifah dan Kecamatan Tebing Tinggi

Kabupaten Serdang Bedagai, (b) Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka,

(c) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Meranti dan Kecamatan Air

Joman Kabupaten Asahan, (d) Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bandar

Masilam, Kecamatan Batu Nanggar, Kecamatan Bandar, Kecamatan Bosar Maligas

dan Kecamatan Ujung Padang Kabupaten Simalungun.

Kabupaten Batu Bara memiliki potensi daerah yang cukup menonjol di

sektor perindustrian, pertanian, perikanan dan perkebunan khususnya di sektor

industri dengan keberadaan PT.INALUM, PT.Multimas Nabati dan PT.Domba Mas.

Ibukota Kabupaten Batu Bara adalah di Lima Puluh, sesuai dengan

Keputusan DPRD Kabupaten Asahan yang secara permanen akan dibangun di atas

tanah milik PT.Kuala Gunung. Untuk sementara Kantor Bupati, DPRD, Dinas-

dinas/Badan terkait mengunakan beberapa gedung yang sudah tersedia di Kecamatan

Lima Puluh dan eks Kantor Proyek Bah Bolon.

Berdasarkan paparan expose Pemerintah Kabupaten Asahan pada Acara

Kunjungan Lapangan Komisi II DPR Republik Indonesia dalam rangka pemekaran

wilayah Kabupaten Asahan tanggal 1 September 2006, dapat dinilai potensi dan

asset daerah Kabupaten Batu Bara, yaitu analisis yang dilakukan terhadap seluruh

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 132: Analisis kebijakan pemekaran

132

sub indikator (43 indikator), yang digali melalui data sekunder dan data primer.

Secara umum dari seluruh sub indikator yang diteliti, wilayah Batu Bara memiliki

total skor di atas rata-rata kelulusan yaitu 4,44, skor nilai tersebut diperoleh

berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan metode B dan C. Khusus untuk

metode A (untuk sub indikator 1, 2, dan 3), sebagaimana diterangkan oleh tim

pengkaji menggunakan analisis distribusi agar diperoleh konversi dari skor aktual ke

skor tertimbang. Total skor yang diperoleh wilayah Batu Bara dapat dideskripsikan

pada tabel berikut :

Tabel. 12 Skor Rata-rata Seluruh Indikator Bagi Pembentukan Kabupaten Otonom

KRITERIA BOBOT SKOR TERTIMBANG

Potensi Ekonomi 25 4,40 Potensi Daerah 20 3,30 Kondisi Sosial Budaya 10 3,50 Kondisi Sosial Politik 10 4,50 Jumlah Penduduk 15 6,00 Luas Daerah 15 4,33 Pertimbangan Lain 5 4,80

SKOR RATA-RATA 4,44

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 133: Analisis kebijakan pemekaran

133

Sumber Data : Hasil Kajian Pemekaran Wilayah Otonom Batu

Bara, 2008

Dari tabel di atas, dapat diamati bahwa potensi ekonomi, kondisi sosial

politik, jumlah penduduk, luas daerah dan pertimbangan lain-lain (keamanan dan

ketertiban, ketersediaan sarana dan prasarana pemerintah, serta rentang kendali

memiliki skor diatas 4,0. Bahkan untuk aspek kependudukan diperoleh nilai 4,80. Hal

ini berarti bahwa faktor-faktor tersebut dapat dijadikan sebagai andalan bagi

penyiapan Kabupaten Batu Bara.

Namun, masih terdapat bagian yang harus mendapatkan perhatian khusus

oleh wilayah Batu Bara yaitu aspek potensi daerah yang memperoleh skor 3,30 dan

kondisi sosial budaya yang hanya memperoleh skor 3,50, meskipun demikian potensi

daerah ini bukan merupakan kendala karena jika Kabupaten Batu Bara telah terbentuk

maka ibukota kabupaten akan terbentuk kutub pertumbuhan “growth pole” baru yang

akan memacu pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Pasal 5 ayat (1)

menyatakan bahwa daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi,

potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah dan

pertimbangan lain yang juga disyaratkan dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004

memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Untuk dapat memperoleh

gambaran terinci tentang faktor kekuatan dan kelemahan Kabupaten Batu Bara saat

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 134: Analisis kebijakan pemekaran

134

ini, diperlukan analisis per kriteria dari ketujuh variabel utama pembentukan daerah

otonom.

Dengan memperoleh gambaran yang terinci tentang setiap kriteria, maka

dapat memberikan landasan yang lebih kuat dalam mengambil keputusan untuk

menolak atau menerima calon Kabupaten Batu Bara menjadi kabupaten otonom.

4.3.1.1 Analisis Kriteria Potensi Ekonomi

Tabel. 13 Potensi Ekonomi Wilayah Batu Bara

Indikator Sub Indikator Perolehan Skor

1. PDRB Perkapita 6 2. Pertumbuhan Ekonomi 4

PDRB

3. Kontribusi PDRB terhadap PDRB total 3 4. Rasio Penerimaan Daerah Sendiri

terhadap pengeluaran rutin 4 Penerimaan

Daerah Sendiri 5. Rasio Penerimaan Daerah Sendiri

terhadap PDRB 5

SKOR RATA-RATA 4,40

Sumber Data : Hasil Kajian Pemekaran Wilayah Otonom Batu

Bara, 2008

Pertimbangan dan tujuan utama pembentukan daerah

otonom yang baru adalah untuk mempercepat pencapaian

tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat setempat. Secara

teoritis, untuk mencapai tingkat kesejahteraan ekonomi

diperlukan berbagai upaya yang menyangkut aspek ekonomi

makro maupun mikro. Pada pendekatan makro ekonomi

dijelaskan bahwa pola pertumbuhan ekonomi suatu wilayah

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 135: Analisis kebijakan pemekaran

135

akan ditentukan oleh aktivitas ekonomi dari berbagai sektor

ekonomi yang ada di wilayah tersebut, sedangkan pendekatan

ekonomi mikro menjelaskan bahwa daya tahan pelaku

ekonomi ditentukan oleh kemampuannya dalam mengelola

resources yang digunakannya secara efisien dalam

melakukan produksi. Muara dari kedua pendekatan tersebut

adalah kemampuan suatu daerah untuk bersaing dalam

pergulatan ekonomi nasional maupun global. Oleh karena itu

analisis aspek sosial ekonomi akan menjelaskan kondisi

makro dan mikro ekonomi pada daerah otonom yang

dibentuk.

Perkembangan perekonomian suatu daerah akan dapat

dianalisis dari beberapa variabel, diantaranya adalah

struktur perekonomian daerah, daya saing ekonomi, tingkat

pendapatan daerah yang dihitung dari PDRB-nya,

keunggulan komparatif daerah, potensi kerjasama antar

wilayah, investasi lokal dan investasi yang datang dari luar,

akses lokal pada pasar ekspor serta kekuatan PAD dan

besaran APBD. Point terpenting dalam hal ini adalah bahwa

daerah otonom yang baru harus memiliki kemampuan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 136: Analisis kebijakan pemekaran

136

ekonomi yang memadai dalam upaya meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

Sesuai dengan penjelasan Peraturan Pemerintah No.

129 Tahun 2000, kemampuan ekonomi daerah diukur dengan

menggunakan dua indikator, yakni Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) dan Penerimaan Daerah Sendiri (PDS).

Indikator PDRB diukur dengan menggunakan tiga sub

indikator, yaitu PDRB perkapita, laju pertumbuhan ekonomi

serta kontribusi PDRB terhadap Produk Domesti Bruto (PDB).

Sedangkan indikator PDS diukur dengan menggunakan dua

sub indikator, yakni rasio PDS terhadap pengeluaran rutin

dan rasio PDS terhadap PDRB.

Indikator PDRB digunakan untuk melihat sejauhmana kemampuan daerah

dalam menggali dan memanfaatkan seluruh sumber daya atau faktor produksi (input)

yang ada di daerah menjadi produk barang dan jasa (output). Angka PDRB juga

memberikan indikasi tentang sejauhmana aktivitas perekonomian yang terjadi pada

suatu daerah pada periode tertentu telah menghasilkan tambahan pendapatan bagi

masyarakat. Dengan demikian adanya pertumbuhan ekonomi sebagai output yang

diharapkan akan meningkatkan pendapatan masyarakat selaku pemilik faktor-faktor

produksi.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 137: Analisis kebijakan pemekaran

137

Indikator PDS digunakan untuk melihat sejauhmana kemampuan daerah

dalam menggali sumber-sumber keuangan yang ada di daerah dalam membiayai

penyelenggaraan pemerintahan daerah. Rasio antara PDS dengan pengeluaran rutin

memperlihatkan kemampuan pemerintah daerah untuk membiayai pengeluaran rutin

pemerintah daerah dengan sumber-sumber pendapatan yang berasal dari PAD. Hal ini

berarti semakin tinggi angka rasio PDS terhadap pengeluaran rutin dengan

menggunakan dana dari daerah sendiri, berarti semakin tinggi kemandirian daerah

dari segi keuangan. Sedangkan bila angka PDS dibandingkan dengan PDRB maka

angka perbandingan tersebut akan memperlihatkan sejauhmana kemampuan daerah

dalam menggali pendapatan daerah dari aktivitas-aktivitas perekonomian yang

dilaksanakan oleh masyarakat daerah. Hal ini berarti semakin tinggi rasio antara PDS

dengan PDRB maka berarti semakin besar kemampuan pemerintah daerah untuk

membiayai berbagai barang dan jasa publik yang harus disediakannya.

Dalam pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 22 Tahun 1999 jo. Peraturan

Pemerintah No. 129 Tahun 2000 ditegaskan bahwa potensi ekonomi merupakan

aspek pertama yang dikaji dengan bobot paling besar yaitu 25 %. Hal ini disebabkan

salah satu tujuan utama pembentukan daerah otonom adalah mempercepat pencapaian

tingkat kesejahteraan masyarakat, yang umumnya diukur dari pertumbuhan ekonomi

dan pendapatan perkapita.

Kriteria ini penting untuk dikaji secara khusus, mengingat pembentukan

daerah otonom akan berimplikasi terhadap biaya penyelenggaraan pemerintah daerah.

Artinya pembentukan daerah otonom akan melahirkan urusan otonomi baru yang

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 138: Analisis kebijakan pemekaran

138

akan menjadi tanggungjawab pemerintah daerah untuk beban pembiayaannya. Rata-

rata skor potensi ekonomi dari kelima sub indikator yang diteliti menghasilkan skor

4,40. Jadi, jelas bahwa potensi ekonomi wilayah Batu Bara cukup meyakinkan untuk

menjadi wilayah pemekaran kabupaten Asahan menjadi Kabupaten Asahan dan

Kabupaten Batu Bara.

4.3.1.2 Analisis Kriteria Potensi Daerah

Pembentukan suatu daerah otonom salah satunya

perlu mempertimbangkan kriteria public utilities yang berupa

sarana dan prasarana fisik, maupun potensi yang berupa

kelembagaan yang tumbuh dan berkembang dalam

masyarakat.

Analisis terhadap kriteria public utilities terdiri dari

banyak sub indikator, yaitu Rasio Bank per 10.000

penduduk, Rasio Bukan Bank per 10.000 penduduk, Rasio

Pasar per 10.000 penduduk, Rasio sekolah SD per penduduk

usia SD, Rasio sekolah SLTP per penduduk usia SLTP, Rasio

sekolah SLTA per penduduk usia SLTA, Rasio Penduduk usia

Perguruan Tinggi per penduduk 19 tahun ke atas, Rasio

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 139: Analisis kebijakan pemekaran

139

fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk, Rasio tenaga medis

per 10.000 penduduk, persentase pelanggan telepon terhadap

jumlah rumah tangga, persentase pelanggan listrik terhadap

jumlah rumah tangga, Rasio kantor pos termasuk jasa-jasa

per 10.000 penduduk, Rasio panjang jalan terhadap jumlah

kendaraan bermotor, jumlah hotel dan akomodasi lainnya,

jumlah restoran/ rumah makan, jumlah objek wisata.

Potret kondisi potensi daerah Batu Bara merupakan

salah satu parameter penting bagi penyelenggaraan

pemerintah daerah serta dinamika pembangunan untuk

mensejahterakan masyarakatnya. Sehingga potensi daerah

yang memadai merupakan salah satu jaminan bagi

terselenggaranya otonomi daerah.

Kemudahan masyarakat untuk memperoleh fasilitas

pelayanan lembaga perekonomian seperti perbankan maupun

non perbankan, menjadikan kondisi lembaga perekonomian

merupakan prasyarat penting bagi pembangunan ekonomi

masyarakat. Untuk itu aksebilitas masyarakat terhadap bank

dan non bank harus semakin mudah dan terbuka. Untuk

mengetahui tingkat aksebilitas masyarakat Batu Bara

terhadap lembaga keuangan yang ada, diukur berdasarkan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 140: Analisis kebijakan pemekaran

140

rasio jumlah bank dan non bank terhadap 10.000 orang

penduduk. Asumsinya bahwa semakin kecil angka-angka

rasio tersebut merupakan indikasi bahwa semakin besar

tingkat aksebilitas masyarakat terhadap lembaga keuangan,

maka semakin besar juga skor yang diperoleh dari suatu

yang sedang dikaji.

Berkaitan dengan kondisi lembaga keuangan di Batu

Bara, apabila dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah No.

129 Tahun 2000 berada pada skor yang relatif rendah (skor

2). Hal ini berarti jumlah keuangan yang berada di wilayah

Batu Bara kurang memenuhi kebutuhan pelayanan

masyarakat.

Rasio sarana dan prasarana ekonomi Batu Bara,

apabila dilihat dari rasio jumlah pertokoan dibandingkan

dengan jumlah penduduk sebanyak 10.000 orang, masih

pertokoan yang terdapat pada Batu Bara cukup memenuhi

standart kebutuhan pelayanan masyarakat. Sementara itu,

untuk rasio jumlah pasar dibandingkan jumlah penduduk/

10.000, juga berada pada skor relatif rendah.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 141: Analisis kebijakan pemekaran

141

Tabel. 14 Potensi Daerah Wilayah Batu Bara

Indikator Sub Indikator Perolehan Skor

Lembaga Keuangan

6. Rasio bank per 10.000 penduduk

2

7. Rasio bukan bank per 10.000 penduduk

2

Sarana dan Prasarana

8. Rasio kelompok pertokoan per 10.000 penduduk

4

9. Rasio pasar per 10.000 penduduk

3

Sarana Pendidikan

10. Rasio sekolah SD per penduduk usia SD

4

11. Rasio sekolah SLTP per penduduk usia SLTP

3

12. Rasio sekolah SLTA per penduduk usia SLTA

3

13. Rasio penduduk usia Perguruan Tinggi per penduduk 19 tahun ke atas

2

Sarana Kesehatan

14. Rasio fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk

4

15. Rasio tenaga medis per 10.000 penduduk

3

Sarana Transportasi dan Komunikasi

16. Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor roda 2,3 atau perahu/ perahu motor

3

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 142: Analisis kebijakan pemekaran

142

17. Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor roda 4 atau lebih atau kapal motor

3

18. Persentase penggalangan telepon terhadap jumlah rumah tangga

4

19. Persentase penggalangan listrik terhadap jumlah rumah tangga

4

20. Rasio kantor pos termasuk jasa-jasa per 10.000 penduduk

3

21. Rasio panjang jalan terhadap jumlah kenderaan bermotor

5

Sarana Wisata 22. Jumlah hotel/ akomodasi lainnya

1

23. Jumlah Restoran/ Rumah Makan

4

Jumlah obyek wisata 5 Ketenagakerjaan 25. Persentase pekerjaan

yang berpendidikan minimal SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun ke atas

4

26. Tingkat partisipasi angkatan kerja

4

27. Persentase penduduk yang bekerja

4

28. Rasio Pegawai Negeri Sipil terhadap penduduk

2

SKOR RATA-RATA 3,30 Sumber Data : Hasil Kajian Pemekaran Wilayah Otonom Batu

Bara, 2008

Sarana pendidikan yang terdapat di wilayah Batu Bara

dibandingkan dengan penduduk usia sekolah sudah dapat

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 143: Analisis kebijakan pemekaran

143

dikatakan memadai (dengan skor di atas 4). Namun, pada

sarana pendidikan SLTP, apabila dibandingkan dengan rasio

jumlah penduduk usia SLTP masih di bawah rata-rata (skor

3). Demikian pula halnya dengan rasio sekolah SLTA per

jumlah penduduk usia SLTA. Sedangkan rasio penduduk usia

perguruan tinggi per penduduk usia 19 tahun ke atas hanya

mempunyai skor 2.

Jika dilihat dari sarana kesehatan, ternyata fasilitas

kesehatan per 10.000 penduduk sudah berada pada ambang

batas kelulusan yaitu mempunyai skor 4. Sedangkan untuk

rasio tenaga medis per 10.000 penduduk masih relatif rendah

karena hanya mempunyai skor 3.

Menurut indikator sarana transportasi dan komunikasi

ternyata wilayah Batu Bara mendekati nilai kelulusan yaitu

nilai rata-rata 3,67; hal ini terjadi karena sarana jalan relatif

memadai tetapi rumah tangga pemilik kendaraan bermotor

dan perahu masih relatif sedikit.

Ditinjau menurut sarana wisata di wilayah Batu Bara

terdapat 8 (delapan) obyek wisata dari 10 obyek wisata di

Kabupaten Asahan diantaranya istana kerajaan serta wisata

pantai/ pulau. Tetapi pada obyek wisata tersebut sarana

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 144: Analisis kebijakan pemekaran

144

hotel dan restoran belum menunjang pengembangan

pariwisata di wilayah Batu Bara.

Indikator ketenagakerjaan relatif sudah memadai tetapi

rasio pegawai negeri sipil terhadap penduduk masih relatif

rendah. Dengan rencana pembentukan kabupaten baru yang

merupakan pemekaran dai Kabupaten Asahan menjadi

Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batu Bara diharapkan

rasio pegawai negeri terhadap penduduk dapat terpenuhi.

4.3.1.3 Analisis Kriteria Sosial Budaya

Gambaran sosial budaya masyarakat wilayah Batu Bara dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel. 15 Kondisi Sosial Budaya Wilayah Batu Bara

Indikator Sub Indikator Perolehan Skor Tempat Peribadatan 29. Rasio sarana peribadatan per

10.000 penduduk 5

Tempat/ Kegiatan Institusi Sosial

30. Rasio tempat pertunjukan seni per 10.000 penduduk

2

31. Rasio fasilitas sosial per 10.000 penduduk

2

Sarana Olah Raga 32. Rasio fasilitas lapangan olah raga per 10.000 penduduk

5

SKOR RATA-RATA 3,50 Sumber Data : Hasil Kajian Pemekaran Wilayah Otonom Batu

Bara, 2008

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 145: Analisis kebijakan pemekaran

145

Analisis sosial budaya pada prinsipnya berhubungan dengan aspek manusia

dan interaksinya dengan manusia lain, yang bernaung dalam suatu institusi tertentu,

dimana institusi tersebut membentuk dan mengatur pola sikap dan tingkah laku

dengan manusia lainnya. Pada umumnya metodologi yang dilakukan pada kajian

sosial budaya dilakukan melalui pendekatan kualitatif agar kualitas sumber daya

manusia beserta peringkatnya dapat terungkap lebih memadai.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000, indikator sosial budaya

diukur melalui jumlah tempat peribadatan dan tempat kegiatan institusi sosial budaya

(terkait dengan fasilitas kesenian dan fasilitas sosial), serta sarana olah raga. Dari

hasil penggalian data dapat diketahui bahwa potret kondisi sosial budaya wilayah

Batu Bara nilai rata-ratanya masih di bawah nilai minimal (3,50).

Apabila diamati lebih jauh, kondisi sosial budaya di wilayah Batu Bara yang

masih memerlukan peningkatan adalah tempat pertunjukan seni dan fasilitas sosial

(skor 2). Walupun demikian, tempat pertunjukan seni di tengah kemajuan teknologi

sudah dapat diatasi dengan tersediannya berbagai fasilitas hiburan melalui media

cetak maupun media elektronik, sehingga kepuasan batin dan kelestarian budaya yang

diperoleh melalui tempat pertunjukan seni bisa diperoleh melalui layar kaca maupun

media elektronik lainnya. Sedangkan fasilitas sosial berupa panti asuhan mupun panti

jompo disebabkan masih kentalnya kekerabatan dan sifat saling tolong menolong di

daerah pedesaan/ pertanian belum terasa terlalu dibutuhkan.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 146: Analisis kebijakan pemekaran

146

4.3.1.4 Analisis Kriteria Sosial Politik

Gambaran tingginya tingkat partisipasi masyarakat wilayah Batu Bara

dibidang sosial politik dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel. 16 Kondisi Sosial Politik Wilayah Batu Bara

Indikator Sub Indikator Perolehan Skor Partisipasi Masyarakat dalam Berpolitik

33. Rasio penduduk yang ikut pemilu terhadap penduduk yang mempunyai hak pilih

5

Organisasi Kemasyarakatan

34. Jumlah organisasi kemasyarakatan

4

SKOR RATA-RATA 4,50 Sumber Data : Hasil Kajian Pemekaran Wilayah Otonom Batu

Bara, 2008

Tingkat partisipasi masyarakat dalam berpolitik serta semakin banyaknya

organisasi masyarakat pada suatu daerah otonom merupakan salah satu prasyarat bagi

terciptanya suatu kondisi sosial budaya yang kondusif. Untuk itu sesuai dengan

kriteria yang ada pada Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000, aspek sosial politik

dijadikan salah satu pertimbangan kelayakan pembentukan kabupaten otonom, yang

dinilai berdasarkan rasio penduduk yang ikut pemilu terhadap penduduk yang

mempunyai hak pilih, serta jumlah organisasi kemasyarakatan yang ada ditengah-

tengah mayarakat.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 147: Analisis kebijakan pemekaran

147

Dari hasil penggalian data terlihat bahwa kondisi sosial politik masyarakat

telah menunjukkan nilai yang memadai (skor di atas 4). Hal ini menunjukkan bahwa

tingkat partisipasi masyarakat wilayah Batu Bara dalam aspek sosial politik sudah

cukup tinggi. Hal ini berati aspirasi politik masyarakat wilayah Batu Bara sudah

cukup banyak terwakili melalui wakil-wakil mereka di DPRD. Demikian pula dengan

rasio jumlah organisasi kemasyarakatan yang juga tinggi, menunjukkan bahwa

masyarakat wilayah Batu Bara memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya

berorganisasi.

4.3.1.5 Analisis Kriteria Jumlah Penduduk dan Luas Daerah

Untuk melihat penilaian aspek jumlah penduduk dan

luas daerah Batu Bara dapat terlihat pada tabel berikut :

Tabel. 17 Profil Jumlah Penduduk Wilayah Batu Bara

Indikator Sub Indikator Perolehan Skor Jumlah Penduduk 35. Jumlah penduduk 6

SKOR RATA-RATA 6,00 Sumber Data : Hasil Kajian Pemekaran Wilayah Otonom Batu

Bara, 2008

Indikator Sub Indikator Perolehan Skor Luas Daerah 36. Rasio jumlah penduduk urban

terhadap jumlah penduduk 2

37. Luas wilayah keseluruhan 5 38. Luas wilayah efektif yang dapat 6

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 148: Analisis kebijakan pemekaran

148

Tabel. 18 Luas Daerah Wilayah Batu Bara Sumber Data : Hasil Kajian Pemekaran Wilayah Otonom Batu

Bara, 2008

Luas daerah dan jumlah penduduk merupakan salah

satu faktor utama yang menentukan ukuran pemerintah

daerah. Semakin besar luas daerah dan penduduk suatu

wilayah, maka akan semakin membutuhkan suatu tingkat

administrasi pemerintahan yang lebih besar. Pertumbuhan

penduduk akan mendorong tumbuhnya pemukiman di suatu

daerah, dengan implikasi lebih jauh terhadap aspek ekonomi,

politik serta administrasi dan wilayah kerja pemerintah

daerah yang otonom. Oleh karena itu, kajian terhadap aspek

penduduk dan luas daerah merupakan suatu hal yang

penting untuk digali informasinya, yang juga merupakan

kriteria penilaian dari Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun

2000.

Perubahan area akan terjadi secara cepat seiring

dengan pertumbuhan penduduk, kondisi sosial, ekonomi,

transportasi dan sebagainya. Batas wilayah dapat menjadi

kabur dan ketergantungan antar daerah kemudian menjadi

dimanfaatkan SKOR RATA-RATA 4,33

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 149: Analisis kebijakan pemekaran

149

sangat dominan. Dengan demikian keadaan geografis dan

demografis merupakan parameter yang cukup dominan dalam

menentukan pola administrasi pemerintahan daerah.

Keberadaan suatu pemerintah daerah pada prinsipnya

harus mampu untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dan meningkatkan pelayanan kepada

masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, pembentukan

suatu daerah seharusnya mempertimbangkan keseimbangan

antara luas daerah dengan jumlah penduduknya. Terlalu

banyaknya jumlah penduduk dalam wilayah yang sempit

dapat mengakibatkan munculnya berbagai masalah sosial

sebagai akibat kurangnya daya dukung lingkungan dan

ketidakmampuan pemerintah dalam memberikan pelayanan

yang optimal. Sebaliknya terlalu sedikit jumlah penduduk

dapat mengakibatkan inefisiensi dalam pelayanan publik.

Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa indikator

penduduk dan luas daerah Batu Bara cukup tinggi.

4.3.1.6 Analisis Kriteria Lain-lain

Keadaan geografis suatu pemerintah daerah akan

menentukan kondisi ekonomi, sosial, budaya dan politik

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 150: Analisis kebijakan pemekaran

150

masyarakat suatu daerah. Misalnya kabupaten sebagai

daerah rural akan membutuhkan suatu pemerintahan daerah

yang dapat memenuhi kebutuhan pedesaan dan agro

industri.

Berikut tabel kriteria lain-lain yang juga merupakan

salah satu indikator penilaian pembentukan kabupaten yang

dijadikan tolak ukur pada Peraturan Pemerintah No. 129

Tahun 2000.

Tabel. 18 Kriteria Lain-lain Wilayah Batu Bara

Indikator Sub Indikator Perolehan Skor Keamanan dan Ketertiban

39. Angka kriminalitas per 10.000 penduduk

4

Ketersediaan Sarana dan Prasarana Pemerintahan

40. Rasio gedung yang ada terhadap kebutuhan minimal gedung pemerintahan

2

41. Rasio lahan yang ada terhadap kebutuhan minimal untuk sarana/ prasarana pemerintahan

6

Rentang Kendali 42. Rata-rata jarak kecamatan ke pusat pemerintahan (Ibukota Provinsi/ Kabupaten Batu Bara)

6

43. Rata-rata lama waktu perjalanan dari kecamatan ke pusat pemerintahan (Ibukota Provinsi/ Kabupaten Batu Bara)

6

SKOR RATA-RATA 4,80 Sumber Data : Hasil Kajian Pemekaran Wilayah Otonom Batu

Bara, 2008

Berdasarkan hasil kajian data terlihat bahwa faktor

penunjang (kriteria lain-lain) wilayah Batu Bara memiliki

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 151: Analisis kebijakan pemekaran

151

skor rata-rata yang memadai (skor 4,80). Artinya bahwa

kondisi keamanan, kebutuhan lahan untuk sarana dan

prasarana pemerintah, serta rentang kendalinya sudah

memadai untuk suatu kabupaten otonom. Hanya saja rasio

gedung terhadap kebutuhan minimal gedung pemerintah

masih kurang (skor 2). Namum, dengan tersediannya lahan

yang dapat digunakan untuk pembangunan sarana dan

prasarana pemerintah, tetapi kondisi tersebut sudah tidak

menjadi persoalan lagi bagi wilayah Batu Bara.

Dari hasil kajian terhadap 7 kriteria, 19 indikator dan 43 sub indikator

berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000. Keseluruhan kriteria

beserta indikatornya tersebut diarahkan kepada tujuan utama dari pembentukan

daerah otonom, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan

memperpendek rentang kendali pemerintahan melalui pembentukan daerah otonom

baru sehingga pelayanan publik dapat ditingkatkan guna mempercepat terwujudnya

kesejahteraan masyarakat Batu Bara.

4.4 Analisis Kelayakan Pemekaran Kabupaten Batu Bara serta Munculnya

Kelemahan dari Implementasi Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000

Dalam usaha pemekaran wilayah sangat perlu dilakukan pengkajian yang

akademis untuk mendapatkan penilaian objektif dengan berdasarkan pada ketentuan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 152: Analisis kebijakan pemekaran

152

yang berlaku. Dalam proses pembentukan daerah otonom baru, pemerintah telah

menentukan persyaratannya sebagaimana tercantum dalam pasal 5 ayat (3 dan 4)

Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu: Ayat (3) :

“Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/ kota

meliputi adanya persetujuan DPRD Kabupaten/Kota dan Bupati/Walikota yang

bersangkutan, persetujuan DPRD Provinsi, Gubernur serta rekomendasi Menteri

Dalam Negeri”. Ayat (4) : “Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah mencakup faktor

kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan,

luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan

terselenggaranya otonomi daerah.”

Atas dasar ketentuan tersebut sepanjang memenuhi kriteria sebagaimana

dikandung dalam Undang-undang, maka dimungkinkan dibentuk suatu daerah

otonom baru. Untuk itu, perlu dilakukan suatu studi khusus guna menentukan

peningkatan status suatu daerah otonom.

Mengingat bahwa pengelolaan potensi kekayaan yang ada di daerah

memerlukan kebijakan dan pengaturan yang rasional, profesional, proporsional, dan

bertanggung jawab, sesuai dengan kondisi dan potensi daerah masing-masing.

Dalam rangka menjamin pelaksanaan pasal 5 ayat (1) Undang-undang

No. 32 Tahun 2004, pemerintah dalam hal ini Departemen Dalam Negeri dan

Otonomi Daerah telah menyusun peraturan pemerintah khusus untuk itu, yakni

Peraturan Pemerintah No.129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 153: Analisis kebijakan pemekaran

153

Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Dalam pasal 3, Bab III

tentang Syarat-syarat Pembentukan Daerah, Peraturan Pemerintah tersebut

menyatakan bahwa daerah dibentuk berdasarkan 7 (tujuh) syarat, yaitu : (1)

Kemampuan ekonomi, (2) Potensi daerah, (3) Sosial budaya, (4) Sosial politik, (5)

Jumlah penduduk, (6) Luas daerah, (7) Pertimbangan lain yang memungkinkan

terselenggaranya otonomi daerah.

Ketujuh kriteria tersebut diuraikan lagi menjadi 19 indikator dan 43 sub

indikator yang masing-masingnya diberi bobot penilaian (kuantitatif) yang

mendukung kelayakan peningkatan status suatu kabupaten/kota, sehingga

perhitungan kuantitatif ini dapat memberikan dasar pijakan ilmiah terhadap kebijakan

untuk penentuan peningkatan status kabupaten/kota yang akan dibentuk.

Dalam kaitan ini, keinginan masyarakat untuk meningkatkan status dan

beberapa kecamatan menjadi kabupaten atau kota, juga harus dilengkapi dengan data,

terutama tentang potensi wilayah. Hal ini tentu membutuhkan kajian mendalam, agar

diketahui bahwa potensi-potensi daerah yang ada benar-benar dirasakan manfaatnya

oleh seluruh masyarakat yang tinggal di calon daerah kabupaten/ kota, sehingga

segala analisa dalam peningkatan status ini diarahkan untuk meningkatkan

kesejahteraan rakyat.

Berdasarkan pada pemikiran tersebut kajian terhadap berbagai potensi yang

dimiliki calon kabupaten/ kota perlu dilakukan, dengan tujuan untuk memberikan

gambaran dan masukan pada semua pihak agar peningkatan status beberapa

kecamatan menjadi kabupaten atau pemekaran wilayah dapat dipertanggung

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 154: Analisis kebijakan pemekaran

154

jawabkan atau memiliki landasan akademis, disamping memiliki pijakan perundang-

undangan yakni berdasarkan pada kerangka dan indikator-indikator yang tertuang di

dalam Peraturan Pemerintah No. 129 tahun 2000.

Hasil studi yang dilakukan oleh GEMKARA - BP3KB Tahun 2001 dan

didukung oleh kajian pemekaran wilayah yang dilaksanakan oleh Pemerintah

Kabupaten Asahan tahun 2005, total skor rata-rata tertimbang yang diperoleh calon

Kabupaten Batu Bara adalah 4,4 (empat koma empat) yang berarti skor tersebut

berada di atas skor minimal kelulusan (skor 4).

Berdasarkan penyajian dan pengolahan data sebagai analisis perkriteria yang

dilakukan oleh Tim Ahli dari Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) dapat diambil

beberapa kesimpulan sebagai berikut bahwa:

(a). Kriteria Kemampuan Ekonomi calon Kabupaten Batu Bara memiliki skor 625,

Kabupaten Induk (Asahan) 500. Hal ini menunjukan bahwa dari segi

kemampuan ekonomi skor calon Kabupaten Batu Bara berada tepat pada skor

kelulusan minimal yaitu sebesar 625.

(b). Kriteria Potensi Daerah calon Kabupaten Batu Bara mimiliki skor 1580 dan skor

Kabupaten Induk (Asahan) 1620. Keduanya berada di atas skor kelulusan

minimal sebesar 1380.

(c). Kriteria Sosial Budaya calon Kabupaten Batu Bara memiliki skor 150 dan skor

Kabupaten Induk (Asahan) 140. Keduanya berada di atas skor kelulusan

minimal sebesar 120.

(d). Kriteria Sosial Politik calon Kabupaten Batu Bara dan Kabupaten Induk

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 155: Analisis kebijakan pemekaran

155

(Asahan) masing-masing memiliki skor 70. Keduanya berada di atas skor

kelulusan minimal sebesar 60.

(e). Kriteria Jumlah Penduduk calon Kabupaten Batu Bara memiliki skor 90 dan

skor Kabupaten Induk (Asahan) 75. Keduanya berada di atas skor kelulusan

minimal sebesar 45.

(f). Kriteria Luas Wilayah calon Kabupaten Batu Bara memiliki skor 90 dan skor

Kabupaten Induk (Asahan) 120. Skor calon Kabupaten Batu Bara berada tepat

pada skor kelulusan minimal yaitu sebesar 90.

(g). Kriteria Lain-lain calon Kabupaten Batu Bara memiliki skor 125 dan skor

Kabupaten Induk (Asahan) 150. Keduanya berada di atas skor kelulusan

minimal sebesar 75.

Dari uraian di atas, dengan mengacu kepada persyaratan seperti tertera di

dalam Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 yaitu “suatu daerah dikatakan lulus

menjadi daerah otonom apabila daerah induk maupun calon daerah yang akan

dibentuk mempunyai total skor sama atau lebih besar dan skor minimal kelulusan.”

Kenyataannya bahwa calon Kabupaten Batu Bara memiliki total skor 2730 dan

Kabupaten Induk (Asahan) total skor 2675, kedua-duanya memiliki skor yang lebih

besar dari skor minimal kelulusan yaitu sebesar 2270 sehingga layak untuk

dimekarkan atau dibentuk suatu kabupaten baru yaitu Kabupaten Batu Bara.

Mengingat potensi ekonomi yang dimiliki Kabupaten Asahan lebih tinggi

dari potensi ekonomi calon Kabupaten Batu Bara, dan keduanya berada diatas skor

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 156: Analisis kebijakan pemekaran

156

minimal kelulusan. Hal ini berarti bahwa Kabupaten Asahan tidak akan bermasalah

jika ditinggalkan Kabupaten Batu Bara atau sebaliknya. Untuk itu, disarankan kepada

TIM DPRD Kabupaten Asahan bahwa calon Kabupaten Batu Bara dapat

dipertimbangkan kelayakannya untuk mendapatkan status sebagai kabupaten otonom

dengan skor 4,44. Sebagai perbandingan kelayakan kota administratif Padang

Sidimpuan menjadi kota otonom hanya memiliki skor 4,14.

Berdasarkan fakta sejarah sejak sebelum jaman penjajahan, zaman

kolonialisme dan jaman setelah kemerdekaan di wilayah Batu Bara pernah berdiri

kerajaan, dan merupakan afdeling tersendiri pada Keresidenan Sumatera Timur dan

kewedanan tersendiri, maka sudah selayaknya wilayah Batu Bara diberi kesempatan

mempunyai status kabupaten otonom. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan apabila

Batu Bara menjadi kabupaten otonom adalah sebagai berikut :

(a). Potensi daerah dan kondisi sosial budaya yang masih berada di bawah nilai rata-

rata, tetapi hampir mendekati nilai kelulusan merupakan catatan lain yang harus

diupayakan dan diperhatikan peningkatannya oleh calon Kabupaten Batu Bara

pada saat menjadi daerah otonom.

(b). Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu beradaptasi dengan

arus globalisasi harus segera dilakukan untuk mendukung kemandirian daerah

kabupaten yang otonom.

(c). Dengan didukung oleh Sumber Daya Alam (SDA) di bidang agrobisnis dan

letaknya di Selat Malaka, pemerintah kabupaten harus mengupayakan

penyerapan investasi baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri terutama

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 157: Analisis kebijakan pemekaran

157

dengan adanya kerjasama Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Triangle (IMT-

GD).

(d). Pemekaran dilakukan dalam rangka untuk peningkatan pelayanan, kesejahteraan

dan mempercepat pemerataan pembangunan sekaligus perluasan kesempatan

kerja. Untuk merealisasikan pemekaran dimaksud eksekutif dan legislatif harus

menganggarkan pembiayaannya dalam APBD Kabupaten Asahan untuk

penyusunan rencana strategis dan rencana rasional serta pembangunan prasarana

pemerintahan baru.

Alasan yang mendasar bagi pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara

berdasarkan uraian di atas bahwa pemekaran wilayah Batu Bara telah terwujud

dengan berbagai kajian dan pertimbangan, tetapi pemekaran wilayah Batu Bara

sebenarnya harus lebih jauh memperhatikan bahwa pemekaran wilayah itu sendiri

akan menimbulkan ekses yang begitu besar. Apalagi, jika melihat dari proses

pemekaran wilayah Batu Bara bahwa Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000

sudah tidak tepat lagi. Hal ini juga diutarakan oleh Mendagri

(www.hukumonline.com ) dimana beliau menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah

No. 129 Tahun 2000 dari landasan hukumnya sudah tidak tepat lagi. Artinya bahwa

kebijakan normatif yang sudah ada tidak relevan lagi. Peraturan Pemerintah No. 129

Tahun 2000 itu landasannya adalah Undang-undang No. 22 Tahun 1999, dimana

telah diubah menjadi Undang-undang No. 32 Tahun 2004 maka Peraturan

Pemerintahnya juga harus diganti/ direvisi.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 158: Analisis kebijakan pemekaran

158

Oleh karena itu perlu penyempurnaan Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun

2000 dengan mempertimbangkan berbagai permasalahan dan kelemahan yang

dirasakan dalam implementasi Peraturan Pemerintah tersebut selama ini terutama jika

melihat pada proses pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara. Selain itu, kuantifikasi

terkait dengan jumlah kabupaten/ kota dan jumlah kecamatan pada Peraturan

Pemerintah No. 129 Tahun 2000 cenderung mempermudah untuk pembentukan

daerah otonom baru. Revisi Peraturan Pemerintah ini selanjutnya bukan

menghentikan pemekaran, tetapi hendaknya memperketat persyaratannya. Jadi, revisi

Peraturan Pemerintah diusulkan bukan menghentikan pemekaran, hanya memperketat

dengan persyaratan yang lebih terukur, dan bisa dipertanggungjawabkan.

Pemekaran wilayah yang terjadi di Batu Bara berdasarkan perspektif

Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 terlihat bahwa aspirasi awal pembentukan

tidak diatur secara jelas mengenai saluran aspirasi dan mekanisme penyampaiannya,

sehingga aspirasi tersebut lebih didominasi oleh LSM dan elit politik lokal dan

sebaiknya aspirasi awal dengan memberdayakan Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) sebagai lembaga yang mewakili masyarakatnya atau Forum Kelurahan yang

disampaikan melalui DPRD Kabupaten/ Kota.

Kajian daerah pada Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 hanya

memuat penilaian kuantitatif terhadap 7 kriteria (kemampuan ekonomi, potensi

daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah dan kriteria lain

yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah), tetapi perlu memperhatikan

selain memuat penilaian kuantitatif terhadap 11 kriteria (kependudukan, kemampuan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 159: Analisis kebijakan pemekaran

159

ekonomi, potensi daerah, kemampuan keuangan, sosial budaya, sosial politik, luas

daerah, pertahanan, keamanan, tingkat kesejahteraan masyarakat dan rentang kendali)

yang tentunya juga disertai dengan penilaian kualitatif.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 penetapan ibukota tidak

diatur secara jelas, sehingga ketika proses pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara

sempat timbul konflik dalam menentukan daerah mana yang akan dijadikan calon

ibukota kabupaten. Dari pengalaman tersebut perlu mengatur secara jelas dalam

menetapkan satu calon ibukota untuk mencegah konflik antar masyarakat di wilayah

yang akan dimekarkan.

Kemudian jika mengamati proses pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara

berdasarkan kebijakan normatif dari Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 dapat

dianalisis bahwa banyak kelemahan yang terjadi dimulai dari proses dan indikator

yang sebenarnya harus dimodifikasi pada metodologi yang dipakai oleh Peraturan

Pemerintah No. 129 Tahun 2000 yang menggunakan terlalu banyak indikator yang

tidak relevan dan terlalu mekanistik/ teknis.

Walaupun sudah banyak kajian yang dilakukan di berbagai negara dalam

rangka pemekaran wilayah hendaknya metodologi seperti yang terdapat dalam

Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 harus lebih dipusatkan pada pemilihan

kriteria/ indikator yang jelas-jelas memiliki kegunaan dalam pembuatan kebijakan.

Dari pengalaman pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara yang sudah terjadi ada

beberapa kriteria yang perlu menjadi perhatian secara akademis adalah sebagai

berikut:

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 160: Analisis kebijakan pemekaran

160

a. Persediaan fasilitas sektor swasta/ wiraswasta (misalnya, bank untuk 100,000

penduduk)

b. Persediaan “bukan pelayanan dasar” fasilitas pelayanan sektor publik

(misalnya, pengguna telpon/ rumah tangga)

c. Persediaan fasilitas untuk masyarakat/ sumber daya (misalnya, mesjid/

populasi; jumlah LSM)

Dari pengalaman yang terjadi pada Kabupaten Batu Bara dapat ditanggapi

secara mendasar terhadap indikator tersebut di atas adalah karena dari temuan-temuan

tersebut sulit untuk dibuat implikasi kebijakannya sehubungan dengan keputusan

apakah suatu daerah sebaiknya digabungkan atau dipisah. Kemudian tidak ada data

empirik yang menunjukkan bahwa besar kecilnya jumlah pemakai telpon

berpengaruh terhadap penggabungan atau pemisahan daerah.

Dengan adanya saringan kegunaan seperti tersebut di atas, maka daftar yang

terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 (yang berisikan 43

indikator) dapat dikurangi jumlahnya dan yang tidak kalah pentingnya adalah

metodologi yang digunakan untuk memahami data yang dikumpulkan. Sehingga

disini dibutuhkan pendekatan yang normatif, mengkaitkan analisa data dengan model

daerah yang telah dipilih. Hal ini akan menentukan bobot dari berbagai indikator.

Analisa ini juga harus menggunakan data kuantitatif yang relevan untuk

menghasilkan penilaian yang kualitatif. Semestiya dilakukan mengacu kembali

kepada kerangka kerja normatif dan mendorong menuju terjadinya wawasan dan

kesimpulan yang seimbang. Pada saat ini, indikator yang dipakai (beberapa tidak

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 161: Analisis kebijakan pemekaran

161

relevan dan beberapa lainnya saling terkait erat) diringkas dengan cara yang sangat

teknis. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya manipulasi dan memberi “kilauan

ilmiah” yang justru menyembunyikan/ mengaburkan kelemahan analisisnya seperti

halnya yang terjadi pada Kabupaten Batu Bara.

Seharusnya yang menjadi kriteria pemekaran wilayah adalah besaran

populasi terkait dengan beban urusan, basis pajak, angka prospek ekonomi yang

menonjol. Seperti disebut di atas, pendekatan yang ada dalam Peraturan Pemerintah

No. 129 Tahun 2000 lebih berorientasi kepada pembentukan daerah baru, jangkauan

pengumpulan datanya terlalu luas dan metodologinya perlu penyesuaian, sehingga

pada akhirnya Peraturan Pemerintah ini gagal untuk memberikan pendekatan teknis

dan politik yang sesuai untuk dapat menghadapi berbagai usulan.

Pemerintah pusat seharusnya tidak hanya bereaksi terhadap usulan yang

berasal dari bawah (bottom up), akan tetapi pemerintah juga harus proaktif dalam

membentuk pembagian teritorialnya, dalam rangka memenuhi visi mengenai hal-hal

yang seharusnya disediakan bagi warga negara dan bagaimana cara-cara pemerintah

melakukan pemenuhan kebutuhan tersebut. Pemerintah pusat dapat menetapkan atau

menyesuaikan keberadaan insentif agar mendorong pemerintah daerahnya untuk

dapat menjajaki cara-cara yang lebih efisien untuk pengorganisasian penyediaan

pelayanan, termasuk kemungkinan dilakukannya penggabungan (merger).

Umumnya pemerintah tingkat atas yang terkait harus sudah mengumpulkan

informasi dan mengadakan kajian-kajian secara ad hoc (kajian ilmiah khusus)

terhadap jenis pelayanan tertentu. Begitu keputusan untuk melakukan konsolidasi

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 162: Analisis kebijakan pemekaran

162

telah dibuat, pemerintah daerah biasanya diberi sejumlah dana untuk menjajaki

pengaturan yang paling sesuai (Jepang, Ontario-Kanada), atau dibentuk sebuah

komisi independen yang ditugasi untuk melakukan penjajakan tersebut (misalnya, the

Boundary Committee for England). Hanya Latvia dan Swedia yang mendorong agar

semua pemerintah daerah yang berskala kecil melakukan penilaian sendiri terhadap

prestasi kinerjanya, dengan tujuan untuk menemukan strategi teritorial yang tepat.

Dengan sangat kurangnya sistem informasi mengenai prestasi kinerja

pemerintah daerah di Indonesia yang ter-institusionalisasi secara layak, usaha untuk

menetapkan status dari (hampir) keseluruhan daerah baru dengan dilakukannya

berbagai kajian yang khusus dapat dianggap wajar, akan tetapi dalam jangka panjang,

penetapan prestasi kinerja suatu daerah seharusnya bergantung pada sistem

pengawasan antar pemerintah yang dilakukan secara tetap (sebagai bagian dari sistem

pengawasan yang lebih luas). Selain dari sistem yang tetap ini, dalam konteks usulan

reorganisasi dapat ditambah analisa dan data tambahan apabila perlu. Hal ini menjadi

bahan pertimbangan bagi para pembuat kebijakan dalam rangka penyusunan

peraturan dan kebijakan baru dalam pemekaran wilayah dan pelajaran dari fakta

proses pemekaran Kabupaten Asahan menjadi Kabupaten Asahan dan Kabupaten

Batu Bara.

Satu cara untuk menjawab kebutuhan di atas dan agar dapat menggali lebih

dalam lagi untuk mendapatkan tingkat informasi teknis yang berguna bagi pembuatan

peraturan dan panduan fasilitatif (mengenai berbagai praktek internasional) adalah

dengan jalan mengadakan kajian kasus-kasus di berbagai negara. Idealnya, pemilihan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 163: Analisis kebijakan pemekaran

163

negara yang dijadikan contoh termasuk di dalamnya negara-negara yang telah

mengalami perkembangan wilayah, dan berada dalam proses perbaikan kerangka

kebijakan/ hukum untuk mengatasi fenomena tersebut. Juga akan sangat berguna jika

dapat menyertakan negara-negara yang memakai berbagai macam alat administrasi

teritorial, seperti merger (penggabungan) dan penyesuaian batas daerah. Kajian kasus

yang dimaksud mungkin akan mencukupi, atau dapat juga dilanjutkan dengan

perjalanan studi (study tour) oleh pejabat terkait dan akademisi dari Indonesia.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 164: Analisis kebijakan pemekaran

164

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari keseluruhan pemaparan di atas, dapat diberikan pernyataan objektif

bahwa perubahan konfigurasi sistem politik dan pemerintahan di Indonesia ditandai

dengan pergeseran sistem pemerintahan yang sentralistik kepada sistem

desentralisasi. Salah satu bentuk dari kebijakan dalam otonomi daerah adalah

pembentukan daerah otonom Kabupaten Batu Bara. Sehubungan dengan hal tersebut

dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Bahwa munculnya kebijakan pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara

disebabkan oleh : Pertama, kuatnya aspirasi masyarakat dan pihak yang

berkepentingan dalam upaya pembentukan Kabupaten Batu Bara. Kedua, secara

yuridis sangat dimungkinkan terutama dengan adanya Undang-undang No. 22

Tahun 1999 yang selanjutnya direvisi menjadi Undang-undang No. 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 165: Analisis kebijakan pemekaran

165

2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan

dan Penggabungan Daerah.

2. Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000, yang memiliki 7

kriteria, 19 indikator dan 43 sub indikator. Keseluruhan kriteria beserta

indikatornya tersebut diarahkan kepada tujuan utama dari pembentukan daerah

otonom, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (pasal 2 Peraturan

Pemerintah No. 129 Tahun 2000), melalui peningkatan pelayanan masyarakat,

percepatan kehidupan demokrasi, pembangunan ekonomi daerah dan potensi

daerah, peningkatan keamanan dan ketertiban, serta hubungan pusat daerah.

3. Serangkaian proses kebijakan pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara diawali

dengan pengenalan dan perumusan masalah kebijakan yang kemudian dikenali

sebagai adanya tuntutan pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara. Hal ini

kemudian masuk dalam agenda resmi pemerintah setelah mendapat berbagai

tuntutan dan tekanan dari pihak yang berkepentingan.

4. Keterlibatan dan peran elit daerah (Bupati Asahan, DPRD Asahan, GEMKARA-

BP3KB) dalam proses kebijakan pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara

secara politis tidak lepas dari kepentingan elit daerah tersebut yang terus

melakukan kegiatan bargaining dan persuasion sebagai upaya untuk membuat

kesepakatan di antara para pihak yang berkepentingan dalam upaya pemekaran

wilayah Kabupaten Batu Bara.

5. Political will yang ditunjukkan oleh elit daerah untuk melepaskan sebagian

wilayahnya yakni Batu Bara memiliki kepentingan tertentu dibalik kemauannya

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 166: Analisis kebijakan pemekaran

166

itu. Dengan terbentuknya Kabupaten Batu Bara, maka elit politik tersebut akan

memiliki peluang yang besar untuk tetap duduk dalam elit pemerintahan

Kabupaten Batu Bara dan Kabupaten Asahan.

6. Pendekatan yang ada dalam Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 lebih

berorientasi kepada pembentukan daerah baru, jangkauan pengumpulan datanya

terlalu luas dan metodologinya perlu penyesuaian, sehingga pada akhirnya

Peraturan Pemerintah ini gagal untuk memberikan pendekatan teknis dan politik

yang sesuai untuk dapat menghadapi berbagai usulan. Seharusnya yang menjadi

kriteria pemekaran wilayah adalah berfokus pada besaran populasi terkait dengan

beban urusan, basis pajak, angka prospek ekonomi yang menonjol.

5.2 Saran-saran

Berkenaan dengan kesimpulan di atas maka berikut ini diajukan beberapa

saran yang kiranya dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam rangka

pengembangan Kabupaten Batu Bara untuk masa yang akan datang.

1. Secara politis, pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara akan meningkatkan

porsi kekuasaan di daerah. Oleh karena itu diharapkan Pemerintah Kabupaten

Batu Bara dapat menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat dalam pelayanan

publik yang lebih baik.

2. Oleh karena keterbatasan terutama finansial daerah maka upaya pengembangan

potensi-potensi daerah dapat diintensifkan dalam rangka membangun sektor

finansial dan ekonomi daerah yang masih sangat minim. Upaya yang dapat

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 167: Analisis kebijakan pemekaran

167

dilakukan antara lain mengintensifkan pemungutan pajak dan retribusi daerah

yang potensial seperti pajak restoran, retribusi pasar dan retribusi terminal dengan

sistem administrasi perpajakan dan retribusi yang lebih baik disamping

mengupayakan ekstensifikasi pajak dan retribusi daerah yang secara ekonomis

dapat membawa hasil yang baik dan tidak mengganggu aktivitas perekonomian

masyarakat.

3. Pemerintah Kabupaten Batu Bara harus memperhatikan ketersediaan sarana dan

prasarana untuk menunjang pelayanan kepada masyarakat, khususnya

membangun jalan dan infrastruktur penting lainnya dalam rangka pengembangan

wilayah Kabupaten Batu Bara.

4. Pemerintah Kabupaten Batu Bara harus tetap secara sinergis melibatkan pihak

swasta dalam pembangunan daerah Kabupaten Batu Bara.

5. Membangun bentuk kerja sama yang saling menguntungkan dengan Kabupaten

Asahan dengan daerah lainnya dalam upaya mengembangkan potensi-potensi

daerah yang terdapat pada wilayah masing-masing. Hal ini dapat dilakukan secara

terpadu mengingat karakteristik masing-masing wilayah dapat saling melengkapi

dengan tetap memperhatikan faktor-faktor keunggulan masing-masing daerah.

6. Untuk menjawab kebutuhan terhadap usulan pemekaran wilayah dan agar dapat

menggali lebih dalam lagi untuk mendapatkan tingkat informasi teknis yang

berguna bagi pembuatan peraturan dan panduan fasilitatif (mengenai berbagai

praktek internasional) dalam pemekaran wilayah adalah hendaknya melakukan

kajian kasus-kasus di berbagai negara. Idealnya, pemilihan negara yang dijadikan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 168: Analisis kebijakan pemekaran

168

contoh termasuk di dalamnya negara-negara yang telah mengalami perkembangan

wilayah, dan berada dalam proses perbaikan kerangka kebijakan/ hukum untuk

mengatasi fenomena tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Danim, Sudarwan, 2000. Pengantar Studi Penelitian Kebijakan. Bumi Aksara,

Jakarta. Dunn, William N, 1999. Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 169: Analisis kebijakan pemekaran

169

Jones, Charles O, 1994. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Rajawali Press, Jakarta.

Kaho, Josef Riwu, 2002. Prospek Otonomi Daerah: Identifikasi Beberapa Faktor

yang Mempengaruhi Penyelenggaraannya. Rajawali Press, Jakarta. Koswara, E, 1998. Kebijaksanaan Desentralisasi Dalam Rangka Menunjang

Pembangunan Daerah, dalam Pembangunan Administrasi Indonesia. LP3ES, Jakarta.

Moleong, Lexy, 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya,

Bandung. Musa’ad, Muhamad A, 2002. Penguatan Otonomi Daerah Dibalik Bayang-Bayang

Ancaman Integrasi. ITB, Bandung. Nawawi, Hadari, 1992. Metode Penelitian Bidang Sosial. UGM Press, Yoyakarta. Nugroho D, Riant, 2007. Analisis Kebijakan. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Prijono dan Pranarka, 1996. Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implementasi.

CSIS, Jakarta. Pujipurnomo,1994. Metodologi Penelitian. Bina Aksara, Jakarta. Putra, Fadillah, 2001. Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik. Pustaka

Pelajar, Yogyakarta. Rasyid, Ryaas, 1998. Desentralisasi Dalam Rangka Menunjang Pembangunan

Daerah dalam Pembangunan Administrasi Indonesia. LP3ES, Jakarta. Rumajar, Jefferson, 2002. Otonomi Daerah: Sketsa, Gagasan dan Pengalaman.

Media Pustaka, Manado. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, 1995. Metode Penelitian Survai. LP3ES,

Jakarta. Soenarko, 2003. Kebijaksanaan Pemerintah. Airlangga Universty Press, Surabaya. Soenarko, SD, 1998. Public Policy: Pengertian Pokok Untuk Memahami dan Analisa

Kebijaksanaan Pemerintah. Papyrus, Surabaya. Subarsono, 2005. Analisis Kebijakan Publik. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 170: Analisis kebijakan pemekaran

170

Sumodiningrat, 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan JPS. Gramedia, Jakarta. Surrachmad, 1980. Metode Penelitian. Ganesha, Bandung. Syaukani, HR, Afan Gaffar, Ryaas Rasyid, 2003. Otonomi Daerah Dalam Negara

Kesatuan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Wahab, Solichin Abdul, 2002. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke

Implementasi Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara, Jakarta. Wibawa, Samodra, 1994. Kebijakan Publik : Proses dan Analisis. Intermedia,

Jakarta. Wibawa, Samodra, 1994. Evalusi Kebijakan Publik. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Winarno, Budi, 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Media Press, Yogyakarta. Zainal Abidin, Said, 2004. Kebijakan Publik. Yayasan Pancur Siwah, Jakarta.

Peraturan Perundangan : Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan

Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. www.hukumoline.com www.pemkab-asahan.go.id Lampiran I

Pedoman Wawancara Penelitian

INFORMASI UMUM

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 171: Analisis kebijakan pemekaran

171

1 Nama Daerah Otonom Baru :

2 Nama Daerah Induk :

3 Dasar Hukum Pemekaran :

4 Proses Pemekaran : Melalui Depdagri

: Hak inisiatif DPR RI

5 Tanggal Peresmian :

6 Tanggal Pelantikan DPRD :

7 Tanggal Pelantikan Kepala

Daerah Defenitif

:

8 Nama Ibukota Berdasarkan

Undang-undang Pembentukan

Nama Ibukota Sementara

:

:

9 Luas Wilayah (km2) :

10 yang bertanggung jawab untuk di

wawancara

:

Catatan :

Beri tanda √ sesuai dengan proses pemekaran

Di bawah ini merupakan pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut tanggapan

tentang ”Proses Kebijakan Pemekaran Wilayah Kabupaten Batu Bara,” dapat diukur

sebagai berikut :

a. Perumusan masalah kebijakan merupakan kegiatan untuk menentukan identitas

masalah kebijakan dengan terlebih dahulu mengerti dan memahami sifat dari

masalah tersebut sehingga akan mempermudah para pihak yang berkepentingan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 172: Analisis kebijakan pemekaran

172

dalam menentukan sifat proses perumusan kebijakan, yang diukur melalui

indikator:

- Bagaimana menurut Bapak/ Ibu mengenai sumber issue, yaitu dalam hal ini

siapa yang pertama kali memunculkan issue pemekaran wilayah Kabupaten

Batu Bara?. (Jelaskan )

- Bagaimana menurut Bapak/ Ibu mengenai dampak masalah, yaitu apakah

masalah pemekaran wilayah Batu Bara tersebut berdampak hanya pada

kelompok tertentu atau pada masyarakat secara keseluruhan?. (Jelaskan)

- Bagaimana tanggapan para pihak yang berkepentingan terhadap masalah

Pemekaran Wilayah Kabupaten Batu Bara?. (Jelaskan)

b. Penyusunan agenda pemerintah adalah kegiatan untuk memilih dan menentukan

masalah publik yang perlu mendapat prioritas utama, yang diukur dengan

indikator:

- Bagaimana menurut Bapak/ Ibu mengenai tuntutan dan tekanan dari berbagai

pihak yang berkepentingan dalam pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara?.

(Jelaskan)

- Bagaimana menurut Bapak/ Ibu mengenai kepentingan masing-masing pihak

yang berkepentingan dalam masalah pemekaran wilayah Kabupaten Batu

Bara?. (Jelaskan)

- Bagaimana menurut Bapak/ Ibu dukungan Pemerintah Daerah dan DPRD

Asahan terhadap pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara?. (Jelaskan)

- Bagaimana menurut Bapak/ Ibu dukungan Pemerintah Pusat dan DPR RI

terhadap pembentukan daerah Kabupaten Batu Bara?. (Jelaskan)

c. Pengesahan kebijakan merupakan kegiatan bargainig dan persuasion yang

dilakukan oleh para pihak yang berkepentingan, diukur dengan indikator :

- Bagaimana menurut Bapak/ Ibu mengenai kesepakatan para pihak yang

berkepentingan dalam pemekaran wilayah Kabupaten Batu Bara?. (Jelaskan)

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 173: Analisis kebijakan pemekaran

173

- Bagaimana menurut pendapat Bapak/ Ibu mengenai opini publik, yaitu secara

umum tanggapan masyarakat terhadap masalah pemekaran wilayah

Kabupaten Batu Bara?. (Jelasan)

- Bagaimana menurut Bapak/ Ibu masalah dukungan administrasi (syarat-syarat

menurut Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000) dalam proses pemekaran

wilayah Kabupaten Batu Bara?. (Jelaskan)

Lampiran II

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 2000

TENTANG PERSYARATAN PEMBENTUKAN DAN KRITERIA PEMEKARAN,

PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 174: Analisis kebijakan pemekaran

174

Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah, Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah;

b. bahwa sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Daerah yang tidak mampu menyelenggarakan Otonomi Daerah dapat dihapus dan digabung dengan Daerah lain, dan sesuai dengan perkembangan Daerah, Daerah Otonom dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu Daerah;

c. bahwa untuk menetapkan syarat-syarat dan kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b sesuai ketentuan yang berlaku perlu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);

M E M U T U S K A N :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERSYARATAN PEMBENTUKAN DAN KRITERIA PEMEKARAN, PENGHA-PUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

1. Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Daerah Otonom selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, yang berwenang mengatur dan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 175: Analisis kebijakan pemekaran

175

mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Pembentukan Daerah adalah pemberian status pada wilayah tertentu sebagai Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.

4. Pemekaran Daerah adalah pemecahan Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota menjadi lebih dari satu Daerah.

5. Penghapusan Daerah adalah pencabutan status sebagai Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.

6. Penggabungan Daerah adalah penyatuan Daerah yang dihapus kepada Daerah lain.

7. Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah adalah forum konsultasi Otonomi Daerah di tingkat Pusat yang bertanggung jawab kepada Presiden.

BAB II

T U J U A N Pasal 2

Pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan Daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melalui :

a. peningkatan pelayanan kepada masyarakat; b. percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi; c. percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah; d. percepatan pengelolaan potensi daerah; e. peningkatan keamanan dan ketertiban; f. peningkatan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah.

BAB III

SYARAT-SYARAT PEMBENTUKAN DAERAH Pasal 3

Daerah dibentuk berdasarkan syarat-syarat sebagai berikut: a. kemampuan ekonomi; b. potensi daerah; c. sosial budaya; d. sosial politik; e. jumlah penduduk; f. luas daerah; g. pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah.

Pasal 4

Kemampuan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan cerminan hasil kegiatan usaha perekonomian yang berlangsung di suatu Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota yang dapat diukur dari :

a. produk domestik regional bruto (PDRB);

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 176: Analisis kebijakan pemekaran

176

b. penerimaan daerah sendiri.

Pasal 5 Potensi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, merupakan cerminan tersedianya sumberdaya yang dapat dimanfaatkan dan memberikan sumbangan terhadap penerimaan daerah dan kesejahteraan masyarakat yang dapat diukur dari :

a. lembaga keuangan; b. sarana ekonomi; c. sarana pendidikan; d. sarana kesehatan; e. sarana transportasi dan komunikasi; f. sarana pariwisata; g. ketenagakerjaan.

Pasal 6

Sosial budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c merupakan cerminan yang berkaitan dengan struktur sosial dan pola budaya masyarakat, kondisi sosial budaya masyarakat yang dapat diukur dari :

a. tempat peribadatan; b. tempat/kegiatan institusi sosial dan budaya; c. sarana olah raga.

Pasal 7

Sosial politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d, merupakan cerminan kondisi sosial politik masyarakat yang dapat diukur dari :

a. partisipasi masyarakat dalam berpolitik; b. organisasi kemasyarakatan.

Pasal 8

Jumlah penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf e, merupakan jumlah tertentu penduduk suatu Daerah.

Pasal 9 Luas daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf f, merupakan luas tertentu suatu daerah.

Pasal 10

Pertimbangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g, merupakan pertimbangan untuk terselenggaranya Otonomi Daerah yang dapat diukur dari :

a. keamanan dan ketertiban; b. ketersediaan sarana dan prasarana pemerintahan; c. rentang kendali;

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 177: Analisis kebijakan pemekaran

177

d. Propinsi yang akan dibentuk minimal telah terdiri dari 3 (tiga) Kabupaten dan atau Kota;

e. Kabupaten yang akan dibentuk minimal telah terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan; f. Kota yang akan dibentuk minimal telah terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan.

Pasal 11

Cara pengukuran dan penilaian persyaratan pembentukan Daerah, dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 12

Usul pembentukan Daerah yang sudah memenuhi persyaratan dapat diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

BAB IV

KRITERIA PEMEKARAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

Pasal 13 (1) Pemekaran Daerah dapat dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut :

a. kemampuan ekonomi; b. potensi daerah; c. sosial budaya; d. sosial politik; e. jumlah penduduk; f. luas daerah; g. pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah.

(2) Cara pengukuran dan penilaian kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama dengan cara pengukuran dan penilaian pembentukan Daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 12.

Pasal 14

(1) Penghapusan Daerah dilakukan apabila Daerah tidak mampu melaksanakan Otonomi Daerahnya.

(2) Daerah yang dihapus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digabungkan dengan Daerah lain.

(3) Penghapusan dan penggabungan daerah mempertimbangkan kriteria sebagai berikut :

a. kemampuan ekonomi; b. potensi daerah; c. sosial budaya; d. sosial politik; e. jumlah penduduk.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 178: Analisis kebijakan pemekaran

178

Pasal 15 Cara pengukuran dan penilaian penghapusan dan penggabungan Daerah dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini.

BAB V

PROSEDUR PEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

Pasal 16

(1) Prosedur Pembentukan Daerah sebagai berikut : a. ada kemauan politik dari Pemerintah Daerah dan masyarakat yang

bersangkutan; b. pembentukan Daerah harus didukung oleh penelitian awal yang dilaksanakan

oleh Pemerintah Daerah; c. usul pembentukan Propinsi disampaikan kepada Pemerintah cq Menteri

Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan dilampirkan hasil penelitian Daerah dan persetujuan DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang berada dalam wilayah Propinsi dimaksud, yang dituangkan dalam Keputusan DPRD;

d. usul pembentukan Kabupaten/Kota disaanakan oleh Pemerintah Daerah; e. usul pembentukan Propinsi disampaikan kepada Pemerintah cq Menteri

Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan dilampirkan hasil penelitian Daerah dan persetujuan DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang berada dalam wilayah Propinsi dimaksud, yang dituangkan dalam Keputusan DPRD;

f. usul pembentukan Kabupaten/Kota disampaikan kepada Pemerintah cq Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah melalui Gubernur dengan dilampirkan hasil penelitian Daerah dan persetujuan DPRD Kabupaten/Kota serta persetujuan DPRD Propinsi, yang dituangkan dalam Keputusan DPRD;

g. dengan memperhatikan usulan Gubernur, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah memproses lebih lanjut dan dapat menugaskan Tim untuk melakukan observasi ke Daerah yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;

h. berdasarkan rekomendasi pada huruf e, Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah meminta tanggapan para anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah dan dapat menugaskan Tim Teknis Sekretariat Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah ke Daerah untuk melakukan penelitian lebih lanjut;

i. para anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah memberikan saran dan pendapat secara tertulis kepada Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;

j. berdasarkan saran dan pendapat Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah, usul pembentukan suatu daerah diputuskan dalam rapat anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 179: Analisis kebijakan pemekaran

179

k. apabila berdasarkan hasil keputusan rapat anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah menyetujui usul pembentukan Daerah, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah selaku Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah mengajukan usul pembentukan Daerah tersebut beserta Rancangan Undang-undang Pembentukan Daerah kepada Presiden;

l. apabila Presiden menyetujui usul dimaksud, Rancangan Undang-undang pembentukan Daerah disampaikan kepada DPR-RI untuk mendapat persetujuan.

(2) Prosedur pemekaran Daerah sama dengan prosedur pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 17 (1) Prosedur Penghapusan dan Penggabungan Daerah :

a. usul penghapusan dan penggabungan Daerah Propinsi disampaikan oleh Gubernur dengan persetujuan DPRD Propinsi kepada Pemerintah cq Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah;

b. usul penghapusan dan penggabungan Daerah Kabupaten/ Kota disampaikan oleh Bupati/Walikota melalui Gubernur kepada Pemerintah cq Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah;

c. sebelum suatu Daerah dihapus, masyarakat daerah tersebut diminta pendapatnya untuk bergabung dengan Daerah yang berdampingan dan yang diinginkan yang dituangkan dalam Keputusan DPRD;

d. Daerah yang akan menerima penggabungan Daerah yang dihapus, Kepala Daerah dan DPRD membuat keputusan mengenai penerimaan Daerah yang dihapus ke dalam Daerahnya;

e. dengan memperhatikan usulan Gubernur; Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah memproses lebih lanjut dan dapat menugaskan Tim untuk melakukan observasi ke daerah yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;

f. berdasarkan rekomendasi pada huruf e, Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah meminta tanggapan para anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah dan dapat menugaskan Tim Teknis Sekretariat Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah ke Daerah untuk melakukan penelitian lebih lanjut;

g. para anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah memberikan saran dan pendapat secara tertulis kepada Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;

h. berdasarkan saran dan pendapat Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah, usul penghapusan dan penggabungan Daerah diputuskan dalam rapat anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;

i. apabila berdasarkan hasil keputusan rapat anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah menyetujui usul penghapusan dan penggabungan Daerah, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah selaku Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah mengajukan usul penghapusan dan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 180: Analisis kebijakan pemekaran

180

penggabungan Daerah tersebut heserta Rancangan Undang-undang Penghapusan dan Penggabungan Daerah kepada Presiden;

j. apabila Presiden menyetujui usul dimaksud, Rancangan Undang-undang tentang Penghapusan dan Penggabungan Daerah disampaikan kepada DPR-RI untuk mendapatkan persetujuan.

(2) Pemerintah atas inisiatif sendiri, berdasarkan hasil penelitian, menyarankan

agar suatu Daerah dihapus dan digabungkan ke dalam wilayah Daerah lainnya.

BAB VI

PEMBIAYAAN

Pasal 18 (1) Untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan

kemasyarakatan, terhitung sejak diresmikannya pembentukan Propinsi yang baru dibentuk, pembiayaan yang diperlukan pada tahun pertama sebelum dapat disusun APBD Propinsi yang baru dibentuk, dibebankan kepada APBD Propinsi induk, berdasarkan hasil pendapatan yang diperoleh dari Propinsi yang baru dibentuk, APBD Kabupaten/Kota yang masuk dalam wilayah Propinsi yang baru dibentuk dan dapat dibantu melalui APBN.

(2) Untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan

kemasyarakatan, terhitung sejak diresmikannya pembentukan Kabupaten/Kota

yang baru dibentuk, pembiayaan yang diperlukan pada tahun pertama sebelum

dapat disusun APBD Kabupaten/Kota yang baru dibentuk, dibebankan kepada

APBD Kabupaten/Kota induk, berdasarkan hasil pendapatan yang diperoleh dari

Kabupaten/Kota yang baru dibentuk.

(3) Segala biaya yang berhubungan dengan penghapusan dan penggabungan Daerah

dibebankan pada APBN.

BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal19

Untuk melakukan evaluasi tingkat kemampuan Daerah dalam penyelenggaraan

Otonominya, Daerah setiap tahun harus menyampaikan data sebagaimana dimaksud

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 181: Analisis kebijakan pemekaran

181

dalam Pasal 4 s.d. Pasal10 huruf a, b, dan c kepada Pemerintah melalui Menteri

Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 20 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 13 Desember 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ttd

ABDURRAHMAN WAHID

Diundangkan di Jakarta pada tanggal13 Desember 2000 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

Ttd

DJOHAN EFENDI LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 233

PENJELASAN ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 2000

TENTANG PERSYARATAN PEMBENTUKAN DAN KRITERIA PEMEKARAN,

PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

I. UMUM Pembagian wilayah administrasi pemerintahan di Indonesia berdasarkan pada Pasal 18 UUD 1945 dan Penjelasannya yang menegaskan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan 1 bentuk dan susunan pemerintahannya

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 182: Analisis kebijakan pemekaran

182

ditetapkan dengan Undang-undang. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah Propinsi dan daerah Propinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah- daerah yang bersifat OCOnom atau bersifat administratifbelaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan Undang-undang. Dengan ditetapkannya Undang-undang No. 22Tahun 1999tentangPemerintahan Daerah, pembagian Daerah di Indonesia adalah Daerah Propinsi yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi serta Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi. Daerah yang dibentuk dengan asas desent"lisasi berwenang untuk nenentukan dan melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Sesuai dengan Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah bahwa pembentukan suatu Daerah Otonom baru, dimungkinkan dengan memekarkan Daerah dan harus memenuhi syarat- syaratkemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial poIitik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah. Dengan demikian jelas bahwa usul pembentukan suatu Daerah tidak dapat diproses apabila hanya memenuhi sebagian syarat saja, seperti halnya sebagian besar dari usul-usul pembentukan Daerah sebelumnya hanya didasarkan pada pertimbangan faktor politis atau faktor sejarah saja. Pembentukan Daerah harus bermanfaat bagi pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan Daerah pada khususnya dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang secara tidak langsung diharapkan dapat meningkatkan pendapatan Daerah. Disamping itu pembentukan Daerah juga mengandung arti bahwa Daerah tersebut harus mampu melaksanakan Otonomi Daerahnya sesuai dengan kondisi, potensi, kebutuhan dan kemampuan Daerah yang bersangkutan. Pembentukan suatu Daerah Otonom baru, tidak boleh mengakibatkan Daerah induk tidak mampu lagi melaksanakan Otonomi Daerahnya. Dengan demikian baik Daerah yang dibentuk maupun Daerah yang dimekarkan atau Daerah Induk secara sendiri-sendiri dapat melaksanakan Otonomi Daerahnya sesuai ketentuan yang berlaku. Begitu juga bagi Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota dapat dihapus apabila Daerah-daerah tersebut berdasarkan hasiJ penelitlan tidak mampu melaksanakan Otonominya. Daerah yang dihapus digabungkan ke dalam satu atau beberapa Daerah yang berdampingan yang diinginkan dari Daerah yang dihapus tersebut. Penghapusan dan penggabungan suatu Daerah ditetapkan dengan Undangundang. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 183: Analisis kebijakan pemekaran

183

Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Huruf a Cukup jelas Huruf b Yang dimaksud dengan penerimaan daerah sendiri adalah penerimaan Daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah, bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan penerimaan dari sumber daya alam. Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Yang maksud dengan jumlah tertentu penduduk suatu Daerah adalah besaran Jumlah penduduk suatu Daerah yang telah memenuhi syarat sesuai dengan pengukuran dan penilaian pembentukan Daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal 9 Yang dimaksud dengan luas tertentu suatu Daerah adalah besaran luas suatu Daerah yang telah memenuhi syarat sesuai dengan pengukuran dan penilaian pembentukan Daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cara pengukuran dan penilaian pembentukan Daerah yaitu dengan memberikan bobot terhadap syarat-syarat pembentukan Daerah, dan menetapkan indikator; serta sub indikator. Pada setiap indikator dan sub indikator diberi nilai atau skor untuk menentukan dapat atau tidaknya suatu Daerah dibentuk. Pasal 12 Pembentukan Daerah sudah memenuhi syarat apabila usul pembentukan Daerah setelah diadakan penelitian ternyata skor penilaiannya telah memenuhi ketentuan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 184: Analisis kebijakan pemekaran

184

untuk dapat dibentuknya suatu .Daerah. Pembentukan Daerah tidak memenuhi syarat apabila usul pembentukan Daerah setelah diadakan penelitian ternyata skor penilaiannya tidak memenuhi syarat sesuai dengan skor untuk dapat dibentuknya suatu Daerah. Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Ayat (1) Sebelum suatu Daerah dihapus, kepada Daerah diberi kesempatan paling lama 5 (lima) tahun sejak penilaian untuk memperbaiki kinerja dan mengembangkan potensi yang ada. Apabila seteah jangka waktu tersebut ternyata Daerah masih tidak mampu melaksanakan Otonominya, Daerah dimaksud dapat dihapus. Ayat (2) Propinsi yang dihapus sebagai Daerah, wilayahnya digabungkan ke dalam satu atau beberapa Propinsi yang berdampingan dan yang diinginkan dengan Propinsi yang dihapus. Kabupaten yang dihapus sebagai Daerah, wilayahnya digabungkan ke dalam satu atau beberapa Kabupaten yang berdampingan dan yang diinginkan dari Kabupaten yang dihapus, dalam satu Propinsi. Kota yang dihapus sebagai Daerah, wilayahnya digabungkan ke dalam satu atau beberapa Kabupaten atau Kota yang berdampingan dan yang diinginkan atau tetangga dari Kota yang dihapus, dalam satu Propinsi. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan kemauan politik dari Pemerintah Daerah dan masyarakat adalah adanya pernyataan-pernyataan masyarakat melalui .LSM-LSM, Organisasiorganisasi politik dan lain-lain, pemyataan Gubernur, Bupati/Walikota yang bersangkutan, yang selanjutnya dituangkan secara resmi dalam bentuk persetujuan tertulis baik melalui Kepala Daerah dan DPRD yang bersangkutan. Huruf b Dalam melaksanakan penelitian awal, pemerintah Daerah dapat bekerjasama dengan pihak manapun yang dapat mendukung pembentukan Daerah dimaksud. Huruf c

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 185: Analisis kebijakan pemekaran

185

Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Huruf h Cukup jelas Huruf i Cukup jelas Huruf j Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Pemerintah cq Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, menyarankan kepada Kepala Daerah dan DPRD yang bersangkutan agar Daerah tsb diusulkan untuk dihapus. Pasal 18 Ayat (1) Bantuan APBN kepada propinsi yang baru dibentuk disesuaikan dengan kondisi keuangan negara. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4036

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 186: Analisis kebijakan pemekaran

186

Lampiran III

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 187: Analisis kebijakan pemekaran

187

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 5 TAHUN 2007

TENTANG

PEMBENTUKAN KABUPATEN BATU BARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memacu perkembangan dan kemajuan Provinsi

Sumatera Utara pada umumnya dan Kabupaten Asahan pada khususnya, serta adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, dipandang perlu meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat;

b. bahwa dengan memperhatikan kemampuan ekonomi, potensi daerah, luas wilayah, kependudukan dan pertimbangan dari aspek sosial politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan serta meningkatnya beban tugas serta volume kerja di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan di Kabupaten Asahan, dipandang perlu membentuk Kabupaten Batu Bara di wilayah Provinsi Sumatera Utara;

c. bahwa pembentukan Kabupaten Batu Bara diharapkan akan dapat mendorong peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pembentukan Kabupaten Batu Bara di Provinsi Sumatera Utara;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, dan Pasal 20

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 188: Analisis kebijakan pemekaran

188

2. Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1092);

3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1103) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Propinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 40);

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4277);

5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310);

6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 189: Analisis kebijakan pemekaran

189

8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN

KABUPATEN BATU BARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Provinsi Sumatera Utara adalah daerah otonom sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1103)

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 190: Analisis kebijakan pemekaran

190

jo. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Propinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 40).

4. Kabupaten Asahan adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1092), yang merupakan kabupaten asal Kabupaten Batu Bara.

BAB II

PEMBENTUKAN, BATAS WILAYAH, DAN IBU KOTA

Bagian Kesatu Pembentukan

Pasal 2

Dengan Undang-Undang ini dibentuk Kabupaten Batu Bara di wilayah Provinsi Sumatera Utara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 3 Kabupaten Batu Bara berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Asahan yang terdiri atas cakupan wilayah:

a. Kecamatan Medang Deras; b. Kecamatan Sei Suka; c. Kecamatan Air Putih; d. Kecamatan Lima Puluh; e. Kecamatan Talawi; f. Kecamatan Tanjung Tiram; dan g. Kecamatan Sei Balai.

Pasal 4

Dengan terbentuknya Kabupaten Batu Bara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, wilayah Kabupaten Asahan dikurangi dengan wilayah Kabupaten Batu Bara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 191: Analisis kebijakan pemekaran

191

Bagian Kedua Batas Wilayah

Pasal 5

(1) Kabupaten Batu Bara mempunyai batas-batas wilayah: a. sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Bandar Khalifah, Kabupaten

Serdang Bedagai dan Selat Malaka; b. sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka dan Kecamatan Air Joman,

Kabupaten Asahan; c. sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Meranti, Kabupaten Asahan

dan Kecamatan Ujung Padang, Kabupaten Simalungun; dan d. sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Bosar Maligas, Kecamatan

Bandar, Kecamatan Bandar Masilam, Kecamatan Batu Nanggar, Kabupaten Simalungun dan Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai.

(2) Batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta wilayah yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

(3) Cakupan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, digambarkan dalam peta wilayah, yang merupakan wilayah Kabupaten Batu Bara sebagaimana tercantum dalam lampiran Undang-Undang ini.

(4) Batas cakupan wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan wilayah yang terdapat dalam batas-batas tersebut digambarkan dalam peta wilayah, yang merupakan wilayah Kabupaten Batu Bara sebagaimana tercantum dalam lampiran Undang-Undang ini dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

(5) Penentuan batas wilayah Kabupaten Batu Bara secara pasti di lapangan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan batas wilayah secara pasti di lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 6

(1) Dengan terbentuknya Kabupaten Batu Bara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pemerintah Kabupaten Batu Bara menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Batu Bara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 192: Analisis kebijakan pemekaran

192

Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara serta memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota di sekitarnya.

Bagian Ketiga

Ibu Kota Pasal 7

Ibu kota Kabupaten Batu Bara berkedudukan di Kecamatan Lima Puluh.

BAB III URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH

Pasal 8

(1) Urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan Kabupaten Batu Bara mencakup urusan wajib dan urusan pilihan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

(2) Urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Batu Bara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan; g. penanggulangan masalah sosial; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan; i. fasilitasi pembangunan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan; l. pelayanan kependudukan, dan pencatatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

(3) Urusan pilihan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Batu Bara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 193: Analisis kebijakan pemekaran

193

BAB IV

PEMERINTAHAN DAERAH

Bagian Kesatu

Peresmian Daerah Otonom Baru dan Penjabat Kepala Daerah

Pasal 9

Peresmian Kabupaten Batu Bara dan pelantikan Penjabat Bupati Batu Bara dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden paling lambat 6 (enam) bulan setelah Undang-Undang ini diundangkan.

Bagian Kedua

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Pasal 10

(1) Pengisian keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Batu Bara untuk pertama kali dilakukan dengan cara penetapan berdasarkan perimbangan hasil perolehan suara partai politik peserta Pemilihan Umum Tahun 2004 yang dilaksanakan di Kabupaten Asahan.

(2) Jumlah dan tata cara pengisian keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Batu Bara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Asahan yang asal daerah pemilihannya pada Pemilihan Umum Tahun 2004 terbagi ke dalam wilayah Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batu Bara sebagai akibat dari Undang-Undang ini, yang bersangkutan dapat memilih untuk mengisi keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Batu Bara atau tetap pada keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Asahan.

(4) Penetapan keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Batu Bara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Asahan.

(5) Peresmian pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Batu Bara dilaksanakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah pelantikan Penjabat Bupati Batu Bara.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 194: Analisis kebijakan pemekaran

194

Bagian Ketiga Pemerintah Daerah

Pasal 11

(1) Untuk memimpin penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Batu Bara dipilih dan disahkan Bupati dan Wakil Bupati, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, paling lama 1 (satu) tahun sejak terbentuknya Kabupaten Batu Bara.

(2) Sebelum terpilihnya Bupati dan Wakil Bupati definitif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk pertama kalinya Penjabat Bupati diangkat dan dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden berdasarkan usul Gubernur dari pegawai negeri sipil dengan masa jabatan paling lama 1 (satu) tahun.

(3) Menteri Dalam Negeri dapat menunjuk Gubernur Sumatera Utara untuk melantik Penjabat Bupati Batu Bara.

(4) Pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah yang memiliki kemampuan dan pengalaman jabatan di bidang pemerintahan serta memenuhi persyaratan untuk menduduki jabatan itu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(5) Apabila dalam waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum terpilih dan belum dilantik Bupati definitif, Menteri Dalam Negeri dapat mengangkat kembali Penjabat Bupati untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya paling lama 1 (satu) tahun atau menggantinya dengan penjabat lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(6) Gubernur melakukan pembinaan, pengawasan, evaluasi dan fasilitasi terhadap kinerja Penjabat Bupati dalam melaksanakan tugas pemerintahan, proses pengisian anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan pemilihan Bupati/Wakil Bupati.

Pasal 12

Untuk pertama kali pembiayaan pelaksanaan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Batu Bara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Asahan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sumatera Utara.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 195: Analisis kebijakan pemekaran

195

Pasal 13

(1) Untuk menyelenggarakan pemerintahan di Kabupaten Batu Bara dibentuk perangkat daerah yang meliputi Sekretariat Daerah, Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, serta unsur perangkat daerah yang lain dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dibentuk oleh Penjabat Bupati paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal pelantikan.

BAB V

PERSONEL, ASET DAN DOKUMEN

Pasal 14

(1) Bupati Asahan bersama Penjabat Bupati Batu Bara menginventarisasi, mengatur, dan melaksanakan pemindahan personel, penyerahan aset, serta dokumen kepada Pemerintah Kabupaten Batu Bara.

(2) Pemindahan personel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 6 (enam) bulan sejak pelantikan penjabat bupati.

(3) Penyerahan aset dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak pelantikan penjabat bupati.

(4) Personel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi pegawai negeri sipil yang karena tugas dan kemampuannya diperlukan oleh Kabupaten Batu Bara.

(5) Gubernur Sumatera Utara memfasilitasi pemindahan personel, penyerahan aset, dan dokumen kepada Kabupaten Batu Bara.

(6) Gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (4) selama belum ditetapkannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Batu Bara dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja dari asal satuan kerja personel yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(7) Aset dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), meliputi: a. barang milik/dikuasai yang bergerak dan tidak bergerak dan/atau

dimanfaatkan oleh Pemerintah Kabupaten Asahan yang berada dalam wilayah Kabupaten Batu Bara;

b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Asahan yang kedudukan, kegiatan, dan lokasinya berada di Kabupaten Batu Bara;

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 196: Analisis kebijakan pemekaran

196

c. utang piutang Kabupaten Asahan yang kegunaannya untuk Kabupaten Batu Bara menjadi tanggung jawab Kabupaten Batu Bara; dan

d. dokumen dan arsip yang karena sifatnya diperlukan oleh Kabupaten Batu Bara.

(8) Dalam hal penyerahan dan pemindahan aset serta dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak dilaksanakan oleh Bupati Asahan, Gubernur Sumatera Utara selaku wakil Pemerintah wajib menyelesaikannya.

(9) Pelaksanaan pemindahan personel dan penyerahan aset serta dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaporkan oleh Gubernur Sumatera Utara kepada Menteri Dalam Negeri.

BAB VI

PENDAPATAN, ALOKASI DANA PERIMBANGAN, HIBAH DAN BANTUAN DANA

Pasal 15

(1) Kabupaten Batu Bara berhak mendapatkan alokasi dana perimbangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai dana perimbangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah.

(2) Dalam dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah mengalokasikan dana alokasi khusus prasarana pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16

(1) Pemerintah Kabupaten Asahan sesuai kesanggupannya memberikan hibah berupa uang untuk menunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten Batu Bara sebesar Rp.7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah) setiap tahun selama 3 (tiga) tahun berturut-turut.

(2) Pemerintah Provinsi Sumatera Utara memberikan bantuan dana untuk menunjang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten Batu Bara sebesar Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) setiap tahun selama 3 (tiga) tahun berturut-turut.

(3) Hibah dan bantuan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dimulai sejak pelantikan Penjabat Bupati Batu Bara.

(4) Apabila Kabupaten Asahan tidak memenuhi kesanggupannya memberikan hibah sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah mengurangi penerimaan dana alokasi umum dari Kabupaten Asahan untuk diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Batu Bara.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 197: Analisis kebijakan pemekaran

197

(5) Apabila Provinsi Sumatera Utara tidak memenuhi kesanggupannya memberikan bantuan dana sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pemerintah mengurangi penerimaan dana alokasi umum dari Provinsi Sumatera Utara untuk diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Batu Bara.

(6) Penjabat Bupati Batu Bara menyampaikan realisasi penggunaan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bupati Asahan.

(7) Penjabat Bupati Batu Bara menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi penggunaan dana hibah dan dana bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Gubernur Sumatera Utara.

Pasal 17

Penjabat Bupati Batu Bara berkewajiban melakukan penatausahaan keuangan daerah sesuai peraturan perundang-undangan.

BAB VII

PEMBINAAN

Pasal 18

(1) Untuk mengefektifkan penyelenggaraan pemerintahan daerah, Pemerintah dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melakukan pembinaan dan fasilitasi secara khusus terhadap Kabupaten Batu Bara dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak diresmikan.

(2) Setelah 5 (lima) tahun sejak diresmikan, Pemerintah bersama Gubernur Sumatera Utara melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten Batu Bara.

(3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan acuan kebijakan lebih lanjut oleh Pemerintah dan Gubernur Sumatera Utara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 198: Analisis kebijakan pemekaran

198

BAB VIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 19

(1) Sebelum terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Penjabat Bupati Batu Bara menyusun Rancangan Peraturan Bupati tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Batu Bara untuk tahun anggaran berikutnya.

(2) Rancangan Peraturan Bupati Batu Bara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah disahkan oleh Gubernur Sumatera Utara.

(3) Proses pengesahan dan penetapan Peraturan Bupati Batu Bara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 20

(1) Sebelum Kabupaten Batu Bara menetapkan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini, semua Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati Asahan tetap berlaku dan dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Batu Bara.

(2) Semua Peraturan Daerah Kabupaten Asahan, Peraturan dan Keputusan Bupati Asahan yang selama ini berlaku di Kabupaten Batu Bara harus disesuaikan dengan Undang-Undang ini.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 21

Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Kabupaten Batu Bara disesuaikan dengan Undang-Undang ini.

Pasal 22

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini, diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 23

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 199: Analisis kebijakan pemekaran

199

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal 2 Januari 2007

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 Januari 2007 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

AD INTERIM REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

YUSRIL IHZA MAHENDRA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 7

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 200: Analisis kebijakan pemekaran

i

PENJELASAN ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 5 TAHUN 2007

TENTANG

PEMBENTUKAN KABUPATEN BATU BARA DI PROVINSI SUMATERA UTARA

I. UMUM Provinsi Sumatera Utara yang memiliki luas wilayah ± 72.427,81 km2 dengan penduduk pada tahun 2005 berjumlah ± 12.333.974 jiwa terdiri atas 18 (delapan belas) kabupaten dan 7 (tujuh) kota, perlu memacu peningkatan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka memperkukuh Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kabupaten Asahan yang mempunyai luas wilayah ± 4.624,41 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2005 berjumlah 1.024.369 jiwa terdiri atas 20 (dua puluh) kecamatan. Kabupaten ini memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk mendukung peningkatan penyelenggaraan pemerintahan.

Dengan luas wilayah dan besarnya jumlah penduduk seperti tersebut di atas, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat belum sepenuhnya terjangkau. Kondisi demikian perlu diatasi dengan memperpendek rentang kendali pemerintahan melalui pembentukan daerah otonom baru sehingga pelayanan publik dapat ditingkatkan guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Selanjutnya dengan memperhatikan aspirasi masyarakat yang dituangkan dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Asahan Nomor 23/K/DPRD/2005 tentang Persetujuan Pemekaran Wilayah Kabupaten Asahan untuk Pembentukan Kabupaten Batu Bara dan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Asahan Nomor 25/K/DPRD/2005 tanggal 4 Agustus 2005 tentang Kesanggupan Dukungan Dana Kepada Pemerintah Kabupaten Baru Hasil Pemekaran Kabupaten Asahan dan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 11/K/2005 tanggal 18 Oktober 2005 tentang Persetujuan Terhadap Rencana Pemekaran Kabupaten Batu Bara di Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan hal tersebut Pemerintah telah melakukan kajian secara mendalam dan menyeluruh mengenai kelayakan pembentukan

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 201: Analisis kebijakan pemekaran

ii

daerah dan berkesimpulan bahwa Pemerintah perlu membentuk Kabupaten Batu Bara.

Pembentukan Kabupaten Batu Bara yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Asahan terdiri atas 7 (tujuh) kecamatan, yaitu Kecamatan Medang Deras, Kecamatan Sei Suka, Kecamatan Air Putih, Kecamatan Lima Puluh, Kecamatan Talawi, Kecamatan Tanjung Tiram termasuk Pulau Sala Namo dan Pulau Pandang, dan Kecamatan Sei Balai. Kabupaten Batu Bara memiliki luas wilayah keseluruhan ± 922,20 km2 dengan jumlah penduduk ± 374.715 jiwa pada tahun 2005.

Dengan terbentuknya Kabupaten Batu Bara sebagai daerah otonom, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara berkewajiban membantu dan memfasilitasi terbentuknya kelembagaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan perangkat daerah yang efisien dan efektif sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, serta membantu dan memfasilitasi pemindahan personel, pengalihan aset dan dokumen untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Batu Bara.

Dalam melaksanakan otonomi daerah, Kabupaten Batu Bara perlu melakukan berbagai upaya peningkatan kemampuan ekonomi, penyiapan sarana dan prasarana pemerintahan, pemberdayaan, dan peningkatan sumber daya manusia, serta pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup jelas.

Pasal 2 Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas. Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 202: Analisis kebijakan pemekaran

iii

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Lampiran peta cakupan wilayah digambarkan dengan skala 1:50.000.

Ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5) Cukup jelas.

Ayat (6) Cukup jelas.

Pasal 6

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) Dalam rangka pengembangan Kabupaten Batu Bara khususnya guna perencanaan dan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan masyarakat pada masa yang akan datang, serta pengembangan sarana dan prasarana pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, diperlukan adanya kesatuan perencanaan pembangunan. Untuk itu Tata Ruang Wilayah Kabupaten Batu Bara harus benar-benar serasi dan terpadu penyusunannya dalam satu kesatuan sistem Rencana Tata Ruang Wilayah yang terpadu dengan Tata Ruang Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8 Cukup jelas.

Pasal 9

Peresmian kabupaten dan pelantikan Penjabat Bupati dapat dilakukan secara bersamaan dan pelaksanaannya dapat bertempat di ibu kota negara, atau ibu kota provinsi, atau ibu kota kabupaten.

Pasal 10

Cukup jelas. Pasal 11

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2)

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 203: Analisis kebijakan pemekaran

iv

Penjabat Bupati Batu Bara diusulkan oleh Gubernur Sumatera Utara dengan pertimbangan Bupati Asahan.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5) Cukup jelas.

Ayat (6) Cukup jelas.

Pasal 12

Pembebanan biaya pelaksanaan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Batu Bara kepada APBD Provinsi Sumatera Utara dan APBD Kabupaten Asahan dilaksanakan secara proporsional sesuai dengan kemampuan keuangan masing-masing daerah.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5) Untuk mencapai daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan, digunakan pegawai, tanah, gedung perkantoran dan perlengkapannya, serta fasilitas pelayanan umum yang telah ada selama ini dalam pelaksanaan tugas Pemerintah Kabupaten Asahan dalam wilayah calon Kabupaten Batu Bara. Dalam rangka tertib administrasi, diperlukan tindakan hukum berupa penyerahan personel, aset, dan dokumen dari Pemerintah Kabupaten Asahan kepada Pemerintah Kabupaten Batu Bara. Demikian pula BUMD Kabupaten Asahan yang berkedudukan, kegiatan, dan lokasinya berada di Kabupaten Batu Bara, untuk mencapai daya guna dan hasil guna dalam penyelenggaraannya, jika

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 204: Analisis kebijakan pemekaran

v

dianggap perlu, diserahkan oleh Pemerintah Kabupaten Asahan kepada Pemerintah Kabupaten Batu Bara. Dalam hal BUMD yang pelayanan/kegiatan operasionalnya mencakup kabupaten induk dan kabupaten baru, pemerintah daerah yang bersangkutan melakukan kerja sama. Begitu juga utang piutang yang penggunaannya untuk Kabupaten Batu Bara diserahkan oleh Pemerintah Kabupaten Asahan kepada Pemerintah Kabupaten Batu Bara. Berkenaan dengan pengaturan penyerahan tersebut, dibuatkan daftar inventaris.

Ayat (6) Cukup jelas.

Ayat (7) Cukup jelas.

Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9)

Cukup jelas.

Pasal 15 Cukup jelas.

Pasal 16

Ayat (1) Yang dimaksud dengan “hibah” adalah pemberian sejumlah uang yang besarnya didasarkan pada Keputusan DPRD Nomor 25/K/DPRD/05 tanggal 4 Agustus 2005 dan Surat Keputusan Bupati Asahan Nomor 346-PEM/2006 tanggal 6 Oktober 2006.

Ayat (2) Yang dimaksud dengan “memberikan bantuan dana” adalah pemberian sejumlah dana yang didasarkan pada Keputusan Gubernur Nomor 9003/3008/K/Thn 2006 tanggal 6 Nopember 2006.

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Pengurangan dana alokasi umum adalah sebesar jumlah dana sesuai dengan kesanggupan Pemerintah Kabupaten Asahan yang belum dibayarkan.

Ayat (5) Pengurangan dana alokasi umum adalah sebesar jumlah dana sesuai dengan kesanggupan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang belum dibayarkan.

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 205: Analisis kebijakan pemekaran

vi

Ayat (6) Cukup jelas.

Ayat (7) Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18 Cukup jelas.

Pasal 19 Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21 Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4681

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 206: Analisis kebijakan pemekaran

vii

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 207: Analisis kebijakan pemekaran

viii

Ahmad Muzzawir: Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah kabupaten Batu Bara Dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 329 Tahun 2000, 2008. USU e-Repository © 2008