Analisis Kasus PRE EKLAMPSI BERAT PARTIAL HELLP SYNDROME RESPON TERAPI LETAK LINTANG PADA...

download Analisis Kasus PRE EKLAMPSI BERAT PARTIAL HELLP SYNDROME RESPON TERAPI LETAK LINTANG PADA SECUNDIGRAVIDA HAMIL PRETERM BELUM DALAM PERSALINAN

of 9

description

Analisis Kasus Seorang G2P1A0 dengan PRE EKLAMPSI BERAT PARTIAL HELLP SYNDROMERESPON TERAPI LETAK LINTANG PADASECUNDIGRAVIDA HAMIL PRETERM BELUM DALAM PERSALINAN

Transcript of Analisis Kasus PRE EKLAMPSI BERAT PARTIAL HELLP SYNDROME RESPON TERAPI LETAK LINTANG PADA...

BAB III

ANALISIS KASUS

Pasien merupakan kiriman dari RS Swasta dengan keterangan G2P1A0, 30 tahun, UK: 32 minggu dengan PEB h.preterm belum dalam persalinan.

Dari anamnesis saat ini kami dapatkan pasien usia 30 tahun hamil kedua dan pasien merasa hamil 8 bulan, Pasien mengeluhkan kepala pusing terutama di sekitar tengkuk. Gerakan janin masih dapat dirasakan, kenceng-kenceng teratur belum dirasakan, air kawah belum dirasakan keluar, lendir darah (-), pusing (+), pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (-), mual (-) dan muntah (-). Riwayat hipertensi sebelumnya (-), sakit jantung (-), diabetes (-), alergi (-), asma (-). Riwayat penyakit hipertensi pada keluarga (+) yaitu bapak dari pasien meninggal karena stroke perdarahan. Pasien menyatakan hingga saat ini baru 3 kali berkunjung ke bidan, yaitu 1 kali saat umur kehamilan sudah 2 bulan dan 2 kali pada trimester ke 2 kehamilan.Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 180/110 mmHg, IMT pasien 24,5 kg/cm2. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan supel, nyeri tekan (-) pada daerah epigastrium, teraba janin tunggal, intrauterin, melintang (kepala di kanan, punggung di bawah), His (-), DJJ (+) 148/reguler. Pada pemeriksaan dalam VT didapatkan vulva/uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak mencucu di belakang, eff 0%, belum ada pembukaan, kulit ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai, air ketuban (-), STLD (-). Pada pemeriksaan ekstremitas pasien didapatkan edema pada kedua tungkai.

Pemeriksaan penunjang tanggal 19 Mei 2015 yaitu pada pemeriksaan darah didapatkan LDH : 740 u/l, AT: 245 .103/uL, SGOT: 28 u/l, SGPT : 16 u/l, albumin 3,5 g/dl, AL: 14,5. 103/uL pada pemeriksaan urin protein kuantitatif +4. Disimpulkan terdapat kenaikan pada kadar LDH, AL, serta protein urin. Pada pemeriksaan USG 19 Mei 2015 : tampak janin tunggal, intra uterin, memanjang, melintang (kepala dikanan, punggung dibawah), DJJ (+), dengan fetal biometri: BPD= 785mm, FL= 55mm, AC= 270mm, EFW= 1704 gram. Plasenta insersi di fundus grade I-II. Air ketuban kesan cukup. Tak tampak kelainan kongenital mayor. Kesan : saat ini janin dalam keadaan baik.Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis dengan PEB partial HELLP syndrom letak lintang pada sekundigravida hamil preterm belum dalam persalinan.

Diagnosis PEB ini ditegakkan berdasar dari anamnesis keluhan pasien pusing (+) di tengkuk. Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya hipertensi (180/110 mmHg), serta oedem pada ektremitas bawah. Saat ini oedema tidak lagi dianggap menjadi suatu tanda yang valid untuk pre-eklamsia, kecuali oedem anasarka. Pasien menderita hipertensi sejak kehamilan berusia 23 minggu, yaitu saat pasien melakukan ANC yang ketiga, sebelumnya pasien tidak pernah memiliki tekanan darah tinggi, pada kehamilan pertama juga tidak ada komlikasi dalam kehamilan, oleh karena itu dinyatakan PEB murni. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan adanya proteinuria (+4). Adanya salah satu atau lebih gejala hipertensi 160/110 atau proteinuria 5gr/24 jam (+4 pada dipstik) termasuk dalam kategori PEB. Faktor predisposisi terjadinya PEB pada pasien ini salah satunya adalah obesitas yaitu IMT 24,5 kg/cm2. Hal ini mendukung teori inflamasi yaitu debris dari tropoblas sebagai sisa proses apoptosis dan nekrotik akibat stres oksidatif dalam peredaran darah akan mencetuskan terjadinya reaksi inflamasi. Dapat pula terjadi karena intoleransi imunologik, dimana terjadi penurunan HLA-G, invasi tropoblas terhambat sehingga tidak terjadi dilatasi arteri spiralis. Pada kehamilan normal tidak terjadi penolakan hasil konsepsi karena adanya HLA-G pada plasenta sehingga melindungi tropoblas dari lisis oleh sel NK ibu. HLA-G juga akan membantu invasi tropoblas pada jaringan desidua ibu. HELLP syndrome (Hemolysis, Elevated Liver enzymes and Low Platelet counts) merupakan kumpulan gejala multi sistem pada penderita PEB dan eklampsia.Gejala klinis HELLP syndrome merupakan gambaran adanya vasospasme pada sistem vaskuler hepar yang menurunkan fungsi hepar. Oleh karena itu gejala HELLP syndrome memberi gambaran gangguan fungsi hepar yang dapat berupa : malaise, nausea, kadang-kadang disertai vomitus dan keluhan nyeri di perut kanan atas. Karena gejala dan tanda bervariasi maka seringkali terjadi salah diagnosis, sehingga ada peneliti yang merekomendasikan bahwa semua ibu hamil yang memiliki salah satu dari gejala tersebut hendaknya dilakukan pemeriksaan darah, jumlah trombosit dan enzim hepar serta tekanan darah ibu. Diagnosis HELLP syndrome ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium darah. Berdasarkan kriteria Tennesse, pasien dapat diklasifikasikan sebagai partial HELLP syndrome (mempunyai satu atau dua kelainan) atau HELLP syndrome total (ketiga kelainan ada). Pada pasien ini didiagnosis dengan partial HELLP syndrome karena dari hasil pemeriksaan laboratorium darah LDH : 740 u/l, AT: 245 .103/uL, SGOT: 28 u/l, SGPT : 16 u/l. Disimipulkan LDH pasien meningkat >600, sedangkan AT, SGOT serta SGPT masih dalam batas normal.Letak melintang janin pada pasien ini dapat disebabkan karena umur kehamilan pasien masih dalam masa preterm, yaitu antara 28 minggu hingga 37 minggu, janin masih bisa berubah posisi menjadi memanjang hingga umur kehamilan aterm. Putaran versi luar juga tidak dapat dilakukan pada pasien ini karena adanya preeklamsia.Dengan mempertimbangkan bahwa umur kehamilan pasien ini 32+1 minggu ( < 35 minggu ) dan tidak didapatkan adanya tanda-tanda impending eklampsi yaitu nyeri kepala frontal, nyeri ulu hati, pandangan kabur dan dari hasil pemeriksaan keadaan janin dalam kondisi baik, sehingga diberikan pengobatan konservatif (stabilisasi hemodinamik) untuk mencegah ibu jatuh dalam keadaan eklampsia. Manajemen yang efektif dari preeklamsia dapat dibagi menjadi tiga kategori; prevensi preeklamsia, deteksi dini, dan pengobatan. Perempuan yang dianggap berisiko tinggi preeklampsia (seperti perempuan dengan hipertensi kronis, mengidap penyakit ginjal, atau sindrom antifosfolipid harus dirujuk untuk konseling pra-kehamilan untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi). Suplemen kalsium (1 g / hari) menyebabkan penurunan yang signifikan pada risiko terjadinya preeklamsia, terutama untuk wanita dengan konsumsi kalsium yang rendah. The National Institute for Health and Care Excellence (NICE) merekomendasikan bahwa wanita yang teridentifikasi berisiko tinggi preeklamsia sebelum minggu 13 kehamilan dapat mulai diberikan aspirin dosis rendah sampai usia kehamilan 36 minggu (English et al, 2015).

Penatalaksanaan protap PEB dengan pemberian oksigen nasal 3 lpm agar oksigenasi ibu dan janin baik, infus RL 12 tpm dan injeksi MgSO4 yang dapat diberikan dengan syarat-syarat pemberian, yaitu refleks patela (+), tidak ada depresi pernafasan, produksi urin 0,5cc/kgBB/jam dan tersedia antidotum, yakni kalsium glukonat terpenuhi. MgSO4 diberikan dengan tujuan sebagai antihipertensi ringan, antikejang ringan, sedatif ringan, diuretik ringan, dan untuk memperbaiki sirkulasi uteroplasenter.

Magnesium sulfat (MgSO4) adalah obat pilihan untuk pencegahan eclampsia. Saat ini telah diketahui bahwa agen antikonvulsan lainnya seperti diazepam tidak tepat dalam perawatan pencegahan kejang (eklampsia). Loading dose 4 g MgSO4 diberikan, diikuti dengan maintenance infusion 1 g/jam, biasanya selama 24 jam setelah melahirkan. Penilaian keadaan pasien harus dilakukan setiap 4 jam. Pasien harus dicek dengan pulse oximetry secara kontinyu. Diperlukan pula penilaian urine output, tingkat pernapasan, dan refleks diperiksa setiap 4 jam. Penghentian atau pengurangan terapi magnesium harus dilakukan jika refleks bisep tidak ada atau tingkat pernapasan adalah