Analisis kasus contoh

6
BAB III ANALISIS KASUS Pasien seorang wanita berusia 40 tahun beralamat di luar kota Palembang dating dengan rujukan dari Rumah Sakit Umum Daerah dengan keluhan utama berupa nyeri kepala yang telah dialami sejak lima bulan sebelum masuk rumah sakit. Dari keluhan utama dapat diambil kesimpulan awal bahwa cephalgia yang dialami penderita bersifat kronis. Berdasarkan literature, sakit kepala dikatakan kronik apabila dialami selama kurun waktu lebih dari, sementara dikatakan akut bila, Berdasarkan keluhan utama berupa cephalgia, kami memikirkan bahwa proses yang terjadi merupakan suatu proses intracranial maupun ekstrakranial. Untuk membedakan keduanya kami perlu melakukan anamnesis lebih lanjut mengenai karakteristik nyeri kepala yang dikeluhkan oleh pasien Berdasarkan anamnesis lebih lanjut nyeri kepala yang dirasakan pasien bersifat hilang timbul, dirasakan diseluruh bagian kepala dengan rasa nyeri seperti berdenyut, timbul saat penderita sedang istirahat maupun beraktifitas, nyeri berkurang pada pagi hari, bertambah berat pada sore dan malam hari. Dari gambaran informasi di atas dapat disimpulkan 1

description

vhjfhjg

Transcript of Analisis kasus contoh

BAB IIIANALISIS KASUSPasien seorang wanita berusia 40 tahun beralamat di luar kota Palembang dating dengan rujukan dari Rumah Sakit Umum Daerah dengan keluhan utama berupa nyeri kepala yang telah dialami sejak lima bulan sebelum masuk rumah sakit. Dari keluhan utama dapat diambil kesimpulan awal bahwa cephalgia yang dialami penderita bersifat kronis. Berdasarkan literature, sakit kepala dikatakan kronik apabila dialami selama kurun waktu lebih dari, sementara dikatakan akut bila, Berdasarkan keluhan utama berupa cephalgia, kami memikirkan bahwa proses yang terjadi merupakan suatu proses intracranial maupun ekstrakranial. Untuk membedakan keduanya kami perlu melakukan anamnesis lebih lanjut mengenai karakteristik nyeri kepala yang dikeluhkan oleh pasien Berdasarkan anamnesis lebih lanjut nyeri kepala yang dirasakan pasien bersifat hilang timbul, dirasakan diseluruh bagian kepala dengan rasa nyeri seperti berdenyut, timbul saat penderita sedang istirahat maupun beraktifitas, nyeri berkurang pada pagi hari, bertambah berat pada sore dan malam hari. Dari gambaran informasi di atas dapat disimpulkan bahwa nyeri kepala yang dialami pasien merupakan suatu proses kronik yang tidak dipengaruhi oleh stress seperti ketika melakukan aktivitas, Sementara informasi bahwa nyeri semakin lama semakin memberat, menandakan bahwab proses yang mendasari terjadinya nyeri kepala masih terjadi. Berdasarkan pemikiran tersebut, kami memikirkan kemungkinan proses tumor baik primer ataupun proses metastasis.Meskipun begitu perlu dilakukan anamnesis lebih lanjut, apakah telah terjadi peningkatan tekanan intracranial pada pasien. Hasilnya tidak didapatkan keluhan muntah menyemprot, kejang dan penurunan kesadaran, meskipun didapatkan keluhan mual pada pasien. Pasien juga mengeluh penglihatan kabur pada kedua mata yang muncul secara bersama-sama dan bersamaan dengan munculnya keluhan berupa nyeri kepala. Pengelihatan kabur terjadi secara perlahan-lahan. Hal ini menunjukkan bahwa struktur lobus oksipital maupun nervus optikus terlibat pada kelainan yang dialami oleh pasien.

Pada perjalananya, 1 bulan SMRS, penderita mengeluh lemah pada sisi tubuh sebelah kanan yang dirasakan timbul secara perlahan-lahan, awalnya lengan kanan terasa berat kemudian diikuti tungkai kanan, kelemahan lengan kanan dan tungkai kanan dirasakan sama berat. Penderita tidak mengalami gangguan sensibilitas pada sisi yang lemah. Saat bicara mulut penderita mengot ke kanan dan bicara pelo. Hal ini menunjukkan bahwa adanya gangguan pada nervus VII dan XII, namun mengingat proses yang terjadi secara perlahan-lahan, diagnosis stroke mungkin dapat disingkirkan. Lebih lanjut tidak didapatkan demam, mungkin bukan infeksi, keluhan pendengaran, dan hilangnya daya ingat, serta gangguan miksi maupun defekasi. Pada anamnesis mengenai penyakit yang pernah diderita maupun tindakan medis yang pernah dijalani ditemukan riwayat hipertensi lama dengan riwayat control teratur dan riwayat kontrasepsi KB suntik (3 bulan) sejak tahun 2001, mungkin dapat diduga menjadi etriologi kelainan patologi yang dialami pasien, mengingat kelainan tertentu seperti menigioma juga diduga terkait pengaruh hormon.Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya. Hal ini menentukan diagnosis serta prognosis awal pasien dubia ad bonam. Berdasarkan pemeriksaan vital sign pasien, tidak didapatkan adanya penurunan kesadaran. Hal ini menandakan bahwa proses yang tejadi belum menekan struktur batang otak khususnya mesensephalon sebagai pusat kesadaran. Selain itu didapatkan bahwa pasien juga mengalami hipertensi grade 2 dengan overweight tingkat 2. Sementara dari pemeriksaan head to toe examination, tidak didapatkan kelaianan lainnya.Pemeriksa melanjutkan dengan melakukann pemeriksaan neurologis. Pemeriksaan mencakup pemeriksaan motorik, sensorik, pemeriksaan nervus kranialis, fungsi luhur, gekala rangsang meningeal, gait dan keseimbangan, dan gerakan abnormal didapatkan hasil bahwa terdapat pengurangan gerakan dan kekuatan pada bagian tubuh sebelah kanan pasien yang ditandai dengan peningkatan tonus dan refleks fisiologis, hal ini menunjukkan adanya hemiparesis dextra tipe spastic yang menandakan adanya gangguan pada upper motor neuron. Meskipun tidak ditemukan hasil positif pada pemeriksaan gejala rangsang meningeal, hal ini tidak sepenuhnya dapat menyingkirkan kemungkinan terlibatnya struktur meningens terutama rongga subarachnoid dalam patologi pasien.Pada pemeriksaan terhadap cara berjalan dan keseimbangan pasien tidak didapatkan kelainan dapat menandakan bahwa struktur cerebellum mungkin tidak terlibat dalam patologi yang terjadi, begitupun dengan pemeriksaan fungsi luhur terhadap adanya gerakan abnormal, pada keduanya tidak didapatkan kelainan.Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan neurologis klinis ditarik diagnosi awal bahwa pasien mengalami cephalgia kronis, slight hemiparase dextra spastik, serta parase N VII dan XII sentral (diagnosis klinis) yang kemungkinan terjadi pada struktur meningens dd/ serebelum (diagnosis topic), yang diduga disebabkan adanya lesi desak ruang yang mungkin diakibatkan adanya pertumbuhan tumor intrakranial (diagnosis etiologi) dengan tambahan diagnosis hipertensi grade II. Untuk memastikannya perlu dilakukan pemeriksaan peunjang berupa pemeriksaaan penunjang berupa pemeriksaan darah rutin, kimia darah, rontgen thorax, dan CT-Scan dengan thorax. Hasilnya, didapatkan kesan adanya pembesaran sisi jantung sebelah kiri (kardiomegali) pada pemeriksaan rontgen thorax. Selain itu dari pemeriksaan CT-Scan yang dilakukan pada tanggal 23 Oktober dan didapatkan kesan adanya SOL intracerebral pada lobus frontoparietalis kiri dengan ukuran terbesar 40x65x50 mm, namun gambaran ini masih didiagnosis banding dengan gambaran yang mirip dengasn kondisi tersebut yaitu SOL extra axial yang disertai cerebral oedem difus.Oleh karena itu, kami menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan MRI cranium dengan kontras, untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik terhadap massa yang terlihat pada pemeriksaan penunjang sebelumnya yaitu CT-Scan. Untuk itu pasien ditatalaksana dengan pemberian infuse intravena Nacl 0,9% dengan tetesan sebanyak xx/menit dan pemberian medikamentosa per enteral berupa Deksametason 1x10 mg dan Omeprazol 1x40 mg, dan Neurobion 1x5000 mg dan anti hipertensi yang diberikan per oral, sebagai pengobatan simtomatik untuk mengurangi gejala-gejala yang dikeluhkan pasien, seperti adanya mual dan muntah. Selain itu pasien diinstruksikan untuk tirah baring dan akan dikonsulkan ke bagian Bedah Saraf dan Mata. Secara keseluruhan prognosis pasien dubia ad malam baik vitam maupun fungsionam mengingat hingga saat ini tumor intracranial belum memberikan angka keberhasilan pengobatan yang memuaskan.1