analisis karbohidrat

12
Rosita Puspitasari 240210110070 VI. PEMBAHASAN Penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan cara menganalisis sampel melalui pendekatan proksimat. Terdapat beberapa jenis metode yang dapat dilakukan untuk menentukan kadar gula dalam suatu sampel. Salah satu metode yang paling mudah pelaksanaannya dan tidak memerlukan biaya mahal adalah metode Luff Schoorl. Metode Luff Schoorl merupakan metode yang digunakan untuk menentukan kandungan gula dalam sampel. Metode ini didasarkan pada pengurangan ion tembaga (II) di media alkalin oleh gula dan kemudian kembali menjadi sisa tembaga. Ion tembaga (II) yang diperoleh dari tembaga (II) sulfat dengan sodium karbonat di sisa alkalin pH 9,3-9,4 dapat ditetapkan dengan metode ini. Pembentukan (II)-hidroksin dalam alkaline dimaksudkan untuk menghindari asam sitrun dengan penambahan kompleksierungsmittel. Hasilnya, ion tembaga (II) akan larut menjadi tembaga (I) iodide berkurang dan juga oksidasi iod menjadi yodium. Hasil akhirnya didapatkan yodium dari hasil titrasi dengan sodium hidroksida (Anonim 2010). 6.1 Penentuan Kadar Gula Total dan Gula Pereduksi

Transcript of analisis karbohidrat

Page 1: analisis karbohidrat

Rosita Puspitasari240210110070

VI. PEMBAHASAN

Penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan cara menganalisis sampel

melalui pendekatan proksimat. Terdapat beberapa jenis metode yang dapat

dilakukan untuk menentukan kadar gula dalam suatu sampel. Salah satu metode

yang paling mudah pelaksanaannya dan tidak memerlukan biaya mahal adalah

metode Luff Schoorl. Metode Luff Schoorl merupakan metode yang digunakan

untuk menentukan kandungan gula dalam sampel. Metode ini didasarkan pada

pengurangan ion tembaga (II) di media alkalin oleh gula dan kemudian kembali

menjadi sisa tembaga. Ion tembaga (II) yang diperoleh dari tembaga (II) sulfat

dengan sodium karbonat di sisa alkalin pH 9,3-9,4 dapat ditetapkan dengan

metode ini. Pembentukan (II)-hidroksin dalam alkaline dimaksudkan untuk

menghindari asam sitrun dengan penambahan kompleksierungsmittel. Hasilnya,

ion tembaga (II) akan larut menjadi tembaga (I) iodide berkurang dan juga

oksidasi iod menjadi yodium. Hasil akhirnya didapatkan yodium dari hasil titrasi

dengan sodium hidroksida (Anonim 2010).

6.1 Penentuan Kadar Gula Total dan Gula Pereduksi

Penentuan kadar gula (karbohidrat) pertama-tama dilakukan preparasi

sampel yang berguna untuk membebaskan sampel dari zat pencampur. Sampel

ditimbang 1 gram dan ditambahkan akuades sebanyak 50 ml. Sampel dimasukan

ke dalam labu ukur 250 ml dan 5 ml Pb-Asetat 5% ditambahkan untuk

mengendapkan asam-asam organik pada sampel lalu kocok kuat selama 1 menit.

Pb-Asetat yang berlebih akan dikurangi dengan penambahan 5 ml Na-Phosphat

5%, kocok kuat selama 1 menit. Akuades ditambahkan sampai tanda batas.

Larutan tersebut kemudian ambil filtrat 50 ml. Evaporasi sampai volume larutan

setengah dari volume awal, hal ini bertujuan untuk memecah rantai polisakarida

dan membuka ikatan karbon yang terbentuk. Dinginkan kemudian pindahkan ke

dalam labu ukur 100 ml, dan tambahkan akuades sampai tanda batas. Setelah

Page 2: analisis karbohidrat

Rosita Puspitasari240210110070

dikocok maka jadilah larutan A. Larutan ini kemudian digunakan untuk

mengetahui jumlah gula pereduksi dalam sampel.

Penentuan kadar gula total dapat dilakukan dengan memipet 50 ml larutan

A kemudian tambahkan 5 tetes indikator metil orange dan 20 ml HCl 4N.

Penambahan HCl dimaksudkan untuk menghidrolisis gula non-pereduksi dari

karbohidrat menjadi gula pereduksi. Polimer karbohidrat sulit untuk bereaksi

sehingga dengan penambahan asam, polimer akan terpecah menjadi monomer-

monomer yang akan lebih mudah untuk bereaksi dengan senyawa lain. Hidrolisis

pada sampel dapat memisahkan karbohidrat dalam sampel. Setelah ditambahkan

HCl, dilakukan dipanaskan selama 30 menit. Hal ini bertujuan agar jumlah

komponen tidak berkurang karena air dan asam dalam sampel tidak menguap.

Setelah 30 menit, larutan didinginkan sampai suhunya mencapai 20℃. Pindahkan

ke dalam labu ukur 100 ml, netralkan dengan NaOH 60% dan tambahkan akuades

sampai tanda batas, kemudian jadilah larutan B. Kondisi netral gula pereduksi

dapat bereaksi dengan Luff Schrool. Larutan B digunakan untuk mengetahui kadar

gula total.

Pengujian kadar karbohidrat dengan metode luff schrool ini pH larutan

harus diperhatikan dengan baik, karena pH yang terlalu rendah (terlalu asam) akan

menyebabkan hasil titrasi menjadi lebih tinggi dari sebenarnya, karena terjadi

reaksi oksidasi ion iodide menjadi I2. Pada dasarnya, yang bisa merusak gula

pereduksi diantaranya asam kuat, kalor, dan anzim. Sedangkan apabila pH terlalu

tinggi (terlalu basa), maka hasil titrasi akan menjadi lebih rendah daripada

sebenarnya, karena pada pH tinggi akan terjadi resiko kesalahan, yaitu terjadinya

reaksi I2 yang terbentuk dengan air (hidrolisis).

Langkah selanjutnya untuk mengetahui kadar gula reduksi dan gula total

adalah pipet 25 ml larutan A atau B sesuai dengan kadar gula apa yang akan kita

analisi. 25 ml larutan luff school ditambahakan pada larutan A dan B. Refluks

selama 15 menit. Refluks menggunakan beberapa alat yaitu kondensor, labu didih,

dan mantle heater. Alat refluks ini bekerja dengan prinsip menguapkan senyawa-

senyawa volatil tanpa mengurangi volume larutan. Selanjutnya didinginkan dan

tambahkan KI 30% dan 25 ml H2SO4 6N. Penambahan larutan-larutan ini akan

menimbulkan reaksi antara kuprioksida menjadi CuSO4 dengan H2SO4, dan CuSO4

Page 3: analisis karbohidrat

Rosita Puspitasari240210110070

tersebut bereaksi dengan KI. Reaksi tersebut ditandai dengan timbulnya buih dan

warna larutan menjadi coklat. Larutan tersebut kemudian dititrasi cepat dengan

menggunakan larutan tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N. Titrasi cepat dilakukan untuk

menghindari penguapan KI. Titrasi ini dilakukan hingga larutan berubah warna

menjadi kuning jerami. Indikator yang digunakan adalah amilum 1%. Penambahan

indikator amilum dilakukan setelah campuran mendekati titik akhir, hal ini

dilakukan karena apabila dilakukan pada awal titrasi maka amilum dapat

membungkus iod dan mengakibatkan warna titik akhir menjadi tidak terlihat

tajam. Penambahan amilum jika terlalu cepat maka ion I dari KI akan berubah

menjadi ion. Lanjutkan titrasi hingga larutan berubah warna menjadi putih susu.

Catat volume tiosulfat yang digunakan untuk titrasi.

Reaksi yang terjadi keseluruhan dapat digambarkan seperti dibawah ini.

R – COH + CuO Cu2O + R – COOH

H2SO4 + CuO CuSO4 + H2O

CuSO4 + 2KI CuI2 + K2SO4

2CuI2 + I2 Cu2I2 + I2

I2 + Na2S2O3 Na2S4O6 + NaI

Volume titran yang terpakai, selanjutnya akan dihitung kadar gula dengan

menggunakan rumus:

a=(V Natiosulfat blanko−V Natiosulfat sampel ) × N Natiosulfat standarisasi

N Natiosulfat

diketahui : VNatiosulfat blanko = 24,9

ml

Hasil dari nilai a akan diinterpolasi sesuai dengan data yang terdapat dalam

tabel, kemudian akan diperoleh nilai b sebagai hasil dari interpolasi. Nilai b akan

menentukan kadar gula baik kadar gula total maupun kadar gula pereduksi sesuai

dengan larutan yang digunakan untuk dilakukan titrasi. Kadar gula dapat

ditentukan dengan rumus :

%gula= b × Fp ×100 %W sampel( gram)× 1000

6. 2 Hasil Analisis Penentuan Kadar Gula Total dan Gula Pereduksi

Page 4: analisis karbohidrat

Rosita Puspitasari240210110070

Sampel pertama yang diujikan adalah “Biskuat”, hasil analisis kadar gula

total dan gula pereduksi dari hasil duplo adalah 0,76 dan 2,8446% pada gula

pereduksi dan gula totalnya adalah 9,57 dan 13,749%. Hasil analisis kadar gula

total dan gula pereduksi tidak akurat, sesuai dengan yang tertera dalam kemasan.

Kandungan karbohidrat total pada kemasan adalah 4%, kandungan karbohidrat

total tersebut meliputi kandungan gula, serat kasar dan pati. Hasil analisis

menyatakan bahwa kandungan gula total adalah 9,57 dan 13,749% jumlah tersebut

tidak termasuk dalam jumlah kandungan serat kasar dan pati, sehingga dapat

disimpulkan hasil analisis kurang akurat. Kurang akuratnya hasil pengamatan

diduga akibat terjadinya kontaminasi pada saat melakukan analisis, sehingga

komponen selain gula total dan gula pereduksi ikut terhitung dan menyebabkan

jumlah kadar gula total dan gula perduksi begitu tinggi. Kesalahan dalam

perhitungan diduga merupakan salah satu faktor tidak akuratnya hasil pengamatan

dengan jumlah karbohidrat yang tertera dalam kemasan. Jumlah gula total lebih

banyak dibandingkan gula pereduksi pada produk “biskuat” yang telah dianalisis,

hasil tersebut sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa gula total adalah

jumlah gula pereduksi dan gula non pereduksi (Winarno,1982). Jumlah gula total

lebih banyak dibandingkan jumlah gula pereduksi. Jumlah gula non-pereduksi

pada sampel ini berkisar 9,8572%.

Sampel Kedua adalah biskuit gandum, hasil analisis jumlah gula pereduksi

pada sampel ini adalah 3,3 dan 0,768% , sedangkan jumlah gula totalnya adalah

7,6 dan 7,296%. Jumlah karbohidrat total yang tertera dalam kemasan biskuit

gandum yang dijadikan sampel adalah 54%, jumlah tersebut meliputi jumlah gula,

serat kasar dan pati. Jumlah kadar gula total dan kadar gula pereduksi dalam

biskuit gandum tidak tertera dalam kemasan sehingga kita tidak dapat mengetahui

pasti jumlah kandungan gula tersebut, namun hasil pengamatan yang menyatakan

bahwa jumlah gula total dan gula pereduksi lebih rendah dibandingkan jumlah

karbohidrat yang tertera dalam kemasan dan diduga hasil gula total dan gula

perseduksi pada sampel tidak jauh berbeda dengan hasil pengamatan menandakan

hasil pengamatan mendekati keakuratan. Jumlah gula total pada sampel biskuit

gandum lebih besar dibandingkan jumlah gula pereduksi, hal tersebut sama halnya

Page 5: analisis karbohidrat

Rosita Puspitasari240210110070

dengan sampel “biskuat”. Jumlah gula non-pereduksi pada sampel ini berkisar

5,414%.

Sampel ketiga adalah susu bubuk, hasil pengamtan pada susu bubuk

jumlah gula pereduksinya adalah 21,03 dan 20,7% sedangkan jumlah gula totalnya

adalah 14,96 dan 28,76%. Jumlah Karbohidrat pada susu bubuk menurut DKBM

adalah 40%. Jumlah tersebut cukup tinggi karena pada susu terdapat laktosa yang

meruapakan karbohidrat yang terdiri dari glukosa dan galaktosa. Jumlah gula total

dan gula pereduksi pada susu bubuk tidak dapat diketahui secara pasti, namun

hasil pengamatan yang menunjukan jumlah gula yang total dan gula pereduksi

yang lebih rendah dibandingkan jumlah karbohidrat total menandakan hasil

analisis sudah benar. Hasil pengamtan yang dilakukan oleh kelas B1 menunujukan

jumlah gula totalnya lebih sedikit dibandingkan jumlah gula pereduksi, hal

tersebut tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan gula total adalah jumlah

gula pereduksi dan gula non pereduksi (Winarno,1982). Jumlah gula total lebih

banyak dibandingkan jumlah gula pereduksi. Kesalahan hasil pengamatan diduga

akibat kesalahan dalam perhitungan sehingga hasilnya tidak sesuai, selain itu

kesalahan dapat terjadi pula pada saat melakukan analisis gula pereduksi terdapat

komponen lain yang ikut terhitung sehingga jumlahnya lebih tinggi. Hasil

pengamtan B2 sudah benar karena jumlah gula totalnya lebih besar dibandingkan

jumlah gula peerduksinya. Jumlah gula non-pereduksi pada sampel ini sekitar

7,065%.

Sampel yang keempat adalah Makanan Pendampiing ASI “SUN”, pada

hasil pengamatan jumlah gula perduksinya adalah 1,52 dan 2,875% sedangkan

gula totalnya adalah 20,503 dan 18,29%. Jumlah karbohidrat MP ASI yang

dianjurkan adalah 15%. Hasil pengamatan sangat jauh berebeda dengan jumlah

karbohidrat yang dianjurkan yang terkkandung dalam MP ASI. Ketidak sesuaian

hasil pengamtan disebabkan oleh kontaminasi yang ikut terhitung dan kesalahan

dalam perhitungan. Jumlah gula totalnya lebih besar dibandingkan gula

pereduksinya hal teresbut sesuai dengan sampel sebelumnya dan literatur yang

ada. Jumlah gula non-pereduksi pada sampel ini adalah berkisar 17,199%.

Sampel yang terakhir adalah “Cerelac”, hasil pengamatan jumlah gula

pereduksinya adalah 2,886 dan 1,536% sedangkan gula totalnya adalah 13,06 dan

Page 6: analisis karbohidrat

Rosita Puspitasari240210110070

31,264%. Jumlah tersebut leih rendah dibandingkan jumlah karbohidrat “cerelac”

sesuai dengan DKBM yakni 68.40. Jumlah total karbohidrat meliputi gula total,

serat kasar, pati dan komponen karbohidrat lainnya. Jumlah yang lebih rendah

dapat dibandingkan dengan data DKBM dapat disimpulkan bahwa hasil analisis

sudah benar. JUmlah gula totalnya lebih besar dibandingkan dula pereduksinya hal

tersebut sesuai pula dengan literatur dan sampel sebelumnya. Jumlah gula non-

pereduksi pada sampel ini berkisar 19,951%.

VII. KESIMPULAN

Page 7: analisis karbohidrat

Rosita Puspitasari240210110070

1. Jumlah gula pereduksi pada sampel “biskuat: adalah 0,76 dan 2,8446% dan gula

totalnya adalah 9,57 dan 13,749%. Jumlah gula non-pereduksi berkisar

9,8572%.

2. Jumlah gula pereduksi pada sampel biskuit gandum adalah 3,3 dan 0,768% ,

sedangkan jumlah gula totalnya adalah 7,6 dan 7,296%. Jumlah gula non-

pereduksi berkisar 5,414%.

3. Jumlah gula pereduksi pada sampel susu bubuk adalah 21,03 dan 20,7%

sedangkan jumlah gula totalnya adalah 14,96 dan 28,76%. Jumlah gula non-

pereduksi berkisar 7,065%.

4. Jumlah gula pereduksi pada sampel MP ASI SUN adalah 1,52 dan 2,875%

sedangkan gula totalnya adalah 20,503 dan 18,29%. Jumlah gula non-pereduksi

berkisar 17,199%.

5. Jumlah gula pereduksi pada sampel “Cerelac” adalah 2,886 dan 1,536%

sedangkan gula totalnya adalah 13,06 dan 31,264%. Jumlah gula non-pereduksi

berkisar 19,951%.

Page 8: analisis karbohidrat

Rosita Puspitasari240210110070

DAFTAR PUSTAKA

Annonim.2010. Penetapan Kadar Pati Dengan Metode Luff Schrool. Available at : http://www.scribd.com(diakses pada 24 Maret 2013).

Harjadi, W. 1994. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Gramedia.

Saragih,Innoki.2012. Penentuan Kadar Karbohidrat. Available at http://innokisaragih.blogspot.com (diakses pada tanggal 26 Maret 2013)

Sudarmaji,S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.

Winarno, FG, 1984. Kimia Pangan dan Gizi, Pt. Gramedia Pusaka Utama, Jakarta