ANALISIS JURNAL
Click here to load reader
-
Upload
guzka-barker -
Category
Documents
-
view
154 -
download
6
Transcript of ANALISIS JURNAL
ANALISIS RISET TENTANGPENGETAHUAN, PERILAKU SEKSUAL SUKU
BANGSA MARIND-AMIN
OLEHI WAYAN AGUS EKA SWASTIKA
(0902105089)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
UDAYANA
REVIEW JOURNAL
“PENGETAHUAN, PRILAKU SEKSUAL SUKU BANGSA MARIND-AMIN”
Seperti halnya suku bangsa Papua lainnya, suku bangsa Marind-Anim juga
mempunyai konsep seksualitas berdasarkan pemahaman kebudayaan mereka. Secara
structural fungsional, konsep seksualitas dalam kebudayaannya, memainkan peranan
penting dalam menata aktivitas hidup mereka. Hal ini berarti perilaku seksual mempunyai
makna yang penting dalam kehidupan warganya sesuai kebudayaan mereka.
Pada orang Marind, persetubuhan secara heteroseksual sebelum menikah banyak
terdapat pada upacara, beberapa pesta adat besar untuk maksud meningkatkan kesuburan
(van Baal). Beberapa dari upacara seksual ini dilakukan oleh lekaki yang sudah menikah
dan ibu-ibu, bahkan dapat berhubungan seksual dengan laki-laki yang memperoleh
keberhasilan dengan satu atau dua orang perempuan muda. Laporan dari A South Pacific
Commission menyatakan bahwa frekuensi yang terbesar dari upacara heteroseksualitas
mengakibatkan adanya suatu tingkatan yang tinggi dalam sterilisasi, terutama pada
wanita Marind di jaman sebelum kolonial (lihat Vogel dan Richens ). Orang Marind,
biasanya sebelum menikah, laki dan perempuan tinggal terpisah pada rumah laki dan
rumah perempuan. Setelah dewasa, mereka mulai mengenal, dalam suatu pesta yang
berhubungan dengan upacara seksual. Hal ini selalu dikaitkan dengan konsep religius,
karena untuk meningkatkan kesuburan adalah sangat penting.
Dalam segala hal yang berhubungan dengan kesuburan, kehidupan dalam
perkawinan, membuka kebun, awal dari kegiatan pengayauan, maka sebuah pesta yang
berkaitan dengan hubungan seksual selalu dilakukan. Upacara hubungan seks (otiv
bombari) dilakukan secara religius. Dalam peristiwa perkawinan, biasanya calon
penganten perempuan harus berhubungan seks terlebih dahulu dengan sepuluh laki-laki
dari kerabat suaminya sebelum diserahkan kepada suaminya. Hal ini dikaitkan dengan
konsep kesuburan, yaitu harus diberikan “cairan sperma” agar wanita tersebut subur
(Overweel)
PEMBAHASAN
A. DILIHAT DARI SUKU MARIND-AMIN
Dari jurnal tentang “PENGETAHUAN, PRILAKU SEKSUAL SUKU BANGSA
MARIND-AMIN” di atas dapat di tari suatu dasar utama bahwa dari berbagai aktivitas
seksual baik secara homoseksual maupun heteroseksual di kalangan suku bangsa Marind-
Anim itu berlandaskan pada konsep “kebudayaan semen “ atau “kebudayaan sperma”.
Sperma bagi suku bangsa Marind-Anim merupakan suatu kekuatan yang diperoleh dari
seorang pria yang perkasa, kuat. Sperma secara konseptual mempunyai makna yang kuat,
sebagai konsep kesuburan, kecantikan, kekuatan menyembuhkan dan kekuatan
mematikan. Sehingga di dalam aktivitas hidup suku bangsa Marind-Anim konsep sperma
ini memainkan peranan penting dan terstruktur serta berfungsi secara baik dalam
kehidupan kebudayaan. Perwujudan konkrit dari konsep sperma tersebut, terrealisasi
dalam berbagai bentuk aktivitas adat dalam berbagai bentuk upacaraupacara secara
religius.
Sesuatu keadaan pastilah tidak terlepas dari unsur negatif dan positifnya, di dalam
hal ini dampa negative dan positifnya adalah sebagai berikut :
a. Dampak negatif :
Dampak negatif dari permaslah budaya di atas yaitu berdampak negative pada
dunia kesehatan, dimana budaya suku Marind-Amin ini tentu saja akan meningkatkan
frekwensi penyakit PMS di papua, termasuk masalah penyakit HIV/AIDS yang sampai
saat ini belum ada obatnya, mengingat hal tersebut, tentu saja ini merupakan suatu
amcaman berkurangnya populasi Suku Marind-Amin.
b. Dampak Positif :
Dampak positifnya yaitu, dengan di ketahuinya bahwa budaya mereka adalah
merupakan suatu ancaman juga buat kelangsungan generasi dari suku Marind-Amin ini,
jadi bisa di jadikan pertimbangan bagi generasi muda mereka, apakah tradisi ini di
lanjutkan atau dicarikan alternatifnya.
B. DI LIHAT DARI SEGI PERAN DAN FUNGSI PERAWAT
Dari permasalahan jurnal “PENGETAHUAN, PERILAKU SEKSUAL SUKU
BANGSA MARIND-AMIN” kita sebagai perawat dapat melaksanakan peran-peran
perawat sebagai berikut :
1. Pengamat Kesehatan
Peran pengamat kesehatan yaitu, perawat memiliki peran dalam
meneropong dunia kesehatan melalui kaca mata keperawatan. Menyangkut
permasalahan suku Marind-Amin di atas kita sebagai perawat mempunyai peran
untuk mengamati apakah budaya yang di laksanakan mereka akan berimbas atau
ada dampaknya bagi dunia kesehatan. Apabila berdampak akan tentu saja kita
sebagau perawat akan melaksanakan peran berikutnya yaitu.
2. Peran Educator/Penyuluh
Peran educator atau penyuluh yaitu, disni perawat bertugas untuk
memberikan informasi kepada klien atau siapa saja yang membutuhkan mencakup
hal tentang kesehatan. Kaitanya dengan permasalahan ritual seks yang
dilaksanakan oleh suku Marind-Amind, maka perawat dapat meberikan infornasi
tentang bahaya atau dampak yang akan di timbulkan oleh budaya yang mereka
jalankan itu bagi kelangsungan hidup mereka, meskipun yang namanya itu
budaya sulit untuk di ubah, tetapi kita tau bahwa budaya bisa berubah karena
budaya bersifat dinamis.
3. Peran Koodinator Pelayanan Kesehatan
Peran perawat sebagai coordinator pelayanan kesehatan yaitu secara
umum tugasnya adalah melakukan kerja sama dengan masyarakat atau dengan
petugas kesehatan lainnya. Dalam per masalahan ini peran perawat adalah
melakukan kerjasama dengan suku Marind-Amin beruapa pertukaran informasi,
dan berkerjasama dalam memajukan kesehatan khususnya.
4. Peran Pembaharuan
Dimana perawat dalam peran penbaharuan ini bertugas untuk melakukan
pembaharuan atau merubah perilaku masyarakat yang dapat mengancam
kesehatan masyarakat tersebut. Di dalam permasalahn yang saya angkat ini sudah
pasti budaya yang mereka laksanakan ini akan mempengaruhi kesehatan mereka,
ini di buktikan dengan timbulnya penyakit PMS akibat dari ritual seks yang
mereka lakukan, jadi sudah jelas tugas perawat adalah mengubah budaya suku
Marind_amin ini, tetapi apabila sulit untuk di ubah dan suku tetap kekeh dengan
budayanya kita sebagai perawat yang peduli dengan dunia kesehatan mengkin
bisa mencarikan alternative pemecahan masalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry. (2005) Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGJ
Anonim. 2010. Peran dan Fungsi Perawat. (http//www.etno06.com)
Anonim. 2003. Jurnal Antropologi Papua. (http//www.en.forkus.com)