ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN …

22
Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal 271 JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013 ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI SUMATERA UTARA (STUDI PADA BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI SUMATERA UTARA) Marsuyetno Badan Lingkungan Hidup Pemerintah provinsi Sumatera Utara Jl. Teuku Daud No. 5 Medan R. Hamdani Harahap Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jl. Prof. A. Sofyan No. 1 Kampus USU [email protected] ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis untuk menganalisis implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Sumatera Utara yang dilaksanakan oleh Pada Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara, yang dilihat dari aspek komunikasi, sumber- sumber, kecenderungan dan struktur birokrasi . Metode yang digunakan merupakan penelitian deskriftif dengan sumberdata diperoleh melalui kuesioner. Sampel diambil secara purposive sebanyak 39 orang. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dengan tabel frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dilihat dari factor-faktor: komunikasi kebijakan, sumber-sumber yang digunakan dalam implementasi kebijakan seperti sumber daya manusia dan sumber dana serta prasarana, faktor kecenderungan dan faktor struktur birokrasi, menunjukkan bahwa dalam proses implementasi kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sumatera Utara belum berjalan secara efektif. Apabila dilihat dari masing-masing indikator, menunjukkan bahwa dari keempat indikator tersebut hanya indikator komunikasi yang tergolong efektif, sedangkan untuk indikator kecenderungan dan struktur birokrasi, menunjukkan belum efektif dan untuk faktor sumber- sumber yang digunakan dalam implementasi kebijakan seperti sumber daya manusia dan sumber dana serta prasarana menunjukkan tidak efektif.Belum efektifnya implementasi kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, disebabkan karena kurangnya dukungan dana, kurang koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, kualitas sumberdaya manusia pelaksana kebijakan yang masih rendah, sering terjadinya perubahan struktur organisasi dan kebijakan, dan pihak pembuat dan pelaksana kebijakan berada pada instansi yang berbeda. Kata kunci : Implementasi kebijakan, pengelolaan lingkungan hidup. ABSTRACT This study aims to analyze to analyze the implementation of the Environmental Management Policy In North Sumatra undertaken by the Environment Agency In North Sumatra Province, which is viewed from the aspect of communication, sources, trends and bureaucratic structure. The method used is descriptive research with datasource obtained through questionnaires. Samples were taken by purposive many as 39 people. Data was analyzed using descriptive analysis with frequency table. The results showed that the implementation of policies for environmental management in the North Sumatra Provincial Government views of factors: communication policy, the sources used in the implementation of policies such as human resources and sources of funding and infrastructure, a factor trends and factors bureaucratic structures, indicating that in the process of policy implementation of Environmental Management in North Sumatra does not operate effectively. When viewed from each of the indicators, show that of the four indicators are only indicators of communication belonging effective, whereas for indicators of trends and bureaucratic structures, showing yet effective and

Transcript of ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN …

Page 1: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

271 JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI SUMATERA UTARA (STUDI PADA BADAN LINGKUNGAN HIDUP

PROVINSI SUMATERA UTARA)

Marsuyetno

Badan Lingkungan Hidup Pemerintah provinsi Sumatera Utara Jl. Teuku Daud No. 5 Medan

R. Hamdani Harahap

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jl. Prof. A. Sofyan No. 1 Kampus USU

[email protected] -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis untuk menganalisis implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Sumatera Utara yang dilaksanakan oleh Pada Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara, yang dilihat dari aspek komunikasi, sumber-sumber, kecenderungan dan struktur birokrasi . Metode yang digunakan merupakan penelitian deskriftif dengan sumberdata diperoleh melalui kuesioner. Sampel diambil secara purposive sebanyak 39 orang. Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dengan tabel frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dilihat dari factor-faktor: komunikasi kebijakan, sumber-sumber yang digunakan dalam implementasi kebijakan seperti sumber daya manusia dan sumber dana serta prasarana, faktor kecenderungan dan faktor struktur birokrasi, menunjukkan bahwa dalam proses implementasi kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sumatera Utara belum berjalan secara efektif. Apabila dilihat dari masing-masing indikator, menunjukkan bahwa dari keempat indikator tersebut hanya indikator komunikasi yang tergolong efektif, sedangkan untuk indikator kecenderungan dan struktur birokrasi, menunjukkan belum efektif dan untuk faktor sumber-sumber yang digunakan dalam implementasi kebijakan seperti sumber daya manusia dan sumber dana serta prasarana menunjukkan tidak efektif.Belum efektifnya implementasi kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, disebabkan karena kurangnya dukungan dana, kurang koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, kualitas sumberdaya manusia pelaksana kebijakan yang masih rendah, sering terjadinya perubahan struktur organisasi dan kebijakan, dan pihak pembuat dan pelaksana kebijakan berada pada instansi yang berbeda. Kata kunci : Implementasi kebijakan, pengelolaan lingkungan hidup.

ABSTRACT This study aims to analyze to analyze the implementation of the Environmental Management Policy In North Sumatra undertaken by the Environment Agency In North Sumatra Province, which is viewed from the aspect of communication, sources, trends and bureaucratic structure. The method used is descriptive research with datasource obtained through questionnaires. Samples were taken by purposive many as 39 people. Data was analyzed using descriptive analysis with frequency table. The results showed that the implementation of policies for environmental management in the North Sumatra Provincial Government views of factors: communication policy, the sources used in the implementation of policies such as human resources and sources of funding and infrastructure, a factor trends and factors bureaucratic structures, indicating that in the process of policy implementation of Environmental Management in North Sumatra does not operate effectively. When viewed from each of the indicators, show that of the four indicators are only indicators of communication belonging effective, whereas for indicators of trends and bureaucratic structures, showing yet effective and

Page 2: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013 272

to factor the resources used in the implementation of policies such as human resources and sources of funding and infrastructure showed no efektif.Belum effective implementation of policies for environmental management at the North Sumatra Provincial government, due to lack of funding, lack of coordination between central and local government, the quality of human resources policy implementers are still low, frequent changes in the organizational structure and policies, and the policy makers and implementers are at different institutions,

Keywords : Implementing a policy, environmental management. PENDAHULUAN

Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara merupakan fungsi yang strategis untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup . Konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan mengandung makna bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi, serta mensyaratkan terpeliharanya pelestarian fungsi dan kemampuan lingkungan hidup sebagai tumpuan bagi keberlanjutan pembangunan. Namun kenyataan menunjukkan, bahwa degradasi atau penurunan kualitas lingkungan terus terjadi, antara lain pencemaran lingkungan hidup akibat limbah cair dari kegiatan industri, rumah sakit, limbah domestik yang belum dikelola dengan baik serta pencemaran udara yang berasal dari sumber bergerak (kendaraan bermotor), sumber tidak bergerak dari cerobong asap pabrik dan kebakaran hutan (Budiharjo,2002).

Kerusakan lingkungan hidup akibat kegiatan perambahan hutan ilegal, menimbulkan gangguan terhadap tata air atau neraca air serta berpotensi mengakibatkan bahaya banjir yang semakin serius di musim hujan dan bahaya kekeringan atau krisis air di musim kemarau. Kerusakan Hutan Bakau (Mangrove) disebabkan konversi kawasan mangrove untuk kegiatan lainnya dan maraknya industri arang bakau. Disamping itu kerusakan pantai, intrusi air laut dan penurunan permukaan tanah akibat penambangan, pemanfaatan air bawah tanah yang berlebihan. Pencemaran dan kerusakan lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup manusia, penurunan keanekaragaman

hayati (biodiversity) Provinsi Sumatera Utara serta ketersediaan dan kesinambungan sumber daya alam guna mendukung pelaksanaan pembangunan di Provinsi Sumatera Utara yang berkelanjutan. Hal tersebut diatas berkaitan erat dengan kegiatan pembangunan pemanfaatan sumber daya alam dalam memenuhi kebutuhan penduduk guna meningkatkan kesejahteraan / taraf hidup (Renstra BLH , 2010).

Memperhatikan kondisi di Provinsi Sumatera Utara saat ini dapat dirumuskan isu-isu strategis lingkungan hidup, sebagai berikut: 1. Penurunan kualitas udara akibat

pencemaran kegiatan transportasi, industri, dan kebakaran hutan serta pembakaran sampah.

2. Penurunan kualitas air dan tanah (sungai, danau, laut dan air tanah) akibat pencemaran kegiatan industri, pertambangan dan domestik.

3. Pemanasan global akibat peningkatan emisi gas rumah kaca (CO2, CH4, N2O,PFCs, HFCs) yang menimbulkan perubahan iklim berdampak terhadap kesehatan masyarakat, pola tanam pertanian, biomassa, gangguan tata air.

4. Pemahaman lingkungan hidup masyarakat masih rendah.

5. Ketidak patuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup .

6. Kerusakan ekosistem pesisir dan laut (hutan bakau di Kab. Langkat dan terumbu karang di Kab. Nias Selatan)

7. Kerusakan daerah tangkapan air, hulu sungai di Sumatera Utara, khususnya pada dataran tinggi Karo, Deli Serdang, Langkat dan Tapanuli Selatan.

8. Kerusakan habitat /akibat perubahan fungsi lahan (Renstra BLH SU, 2010).

Analisis kebijakan terhadap lingkungan hidup menjadi sangat penting atau dengan kata lain memiliki nilai yang amat strategis.

Page 3: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

273 JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013

Informasi mengenai kebijakan terhadap lingkungan hidup dan faktor-faktor yang ikut berpengaruh terhadap kebijakan terhadap lingkungan hidup sangat penting untuk diketahui, sehingga pengukuran kinerja aparat hendaknya dapat diterjemahkan sebagai suatu kegiatan evaluasi untuk menilai atau melihat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan tugas dan fungsi yang dibebankan kepadanya. Oleh karena itu analisis kebijakan terhadap lingkungan hidup merupakan analisis interpretasi keberhasilan dan kegagalan pencapaian kinerja.

Menurut Osborne Dan Plastrik (2004), bahwa dalam suatu organisasi perlu adanya pemisahan antara manajemen puncak dan operasional, sehingga memungkinkan manajemen puncak mengfokuskan konsentrasi pada pengambilan keputusan dan pengarahan. Sedangkan kegiatan operasional sebaiknya dijalankan oleh staf sendiri, dimana masing-masing memiliki misi, sasaran, ruang lingkup, tindakan serta otonominya sendiri. Upaya mengarahkan, membutuhkan orang yang mampu melihat seluruh visi dan peluang serta mampu menyeimbangkan antar berbagai tuntutan yang saling bersaing untuk mendapatkan sumber daya. Hal tersebut membutuhkan personil yang bersungguh-sungguh fokus pada visi, misi dan melaksanakannya dengan baik.

Pemberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat (publik) merupakan perwujudan dan fungsi aparatur negara sebagai pelayan masyarakat (abdi), disamping sebagai abdi negara. Dalam konteks ini masyarakatlah sebagai aktor utama (pelaku) pembangunan, sedangkan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing serta menciptakan suasana yang menunjang kegiatan-kegiatan dari masyarakat tersebut. Pada kondisi ini aparatur negara dituntut untuk lebih mampu memperbaiki kinerjanya (pelayanan prima) dan diharapkan lebih mampu merumuskan konsep atau menciptakan iklim yang kondusif, sehingga sumber daya pembangunan dapat menjadi pendorong percepatan terwujudnya masyarakat yang mandiri dan sejahtera (Dwiyanto, 2002).

Kemudian bagaimana kegiatan masyarakat dan kegiatan pemerintah itu dapat terjadi sinkronisasi yaitu saling bersentuhan, menunjang dan melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan nasional. Suasana tersebut dapat diciptakan jika aparatur negara memiliki semangat pengabdian yang tinggi dan profesional dalam pemberian layanan publik. Pada sisi lain perkembangan dan perubahan yang diakibatkan oleh globalisasi yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan seperti disektor ekonomi, investasi, barang dan jasa, menjadikan para pelaku birokrasi (aparatur) semakin ditantang dan dituntut untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanannya kepada masyarakat. Pada tataran inilah, kinerja birokrasi pelayanan publik menjadi suatu isu yang semakin strategis karena perbaikan kinerja birokrasi memiliki implikasi yang luas dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam memperbaiki tingkat kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah. Buruknya kinerja birokrasi selama ini menjadi salah satu faktor penting yang mendorong munculnya krisis kepercayaan masyarakat kepada pemerintah (Dwiyanto, 2002).

Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara, sebagai salah satu Lembaga teknis yang berada pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mempunyai peranan strategis dalam rangka pencapaian tujuan pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara mempunyai tugas utama membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan Pembinaan dan kordinasi Lingkungan Hidup di Daerah. Untuk melaksanakan, Badan Lingkungan Hidup, menyelenggarakan fungsi: menyelenggarakan pembinaan teknik lingkungan, pengendalian pencemaran lingkungan, pengendalian kerusakan lingkungan dan pengelolaan lingkungan dan melakukan pengkajian dan evaluasi Pengelolaan Lingkungan Hidup .

Keberhasilan Badan Lingkungan Hidup akan sangat menentukan keberhasilan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Dalam rangka mencapai keberhasilan tersebut, maka sangat dituntut kinerja yang optimal dari Badan Lingkungan Hidup tersebut.

Page 4: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013 274

Berbagai program telah dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara dalam upaya pelaksanaan kebijakan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Program kegiatan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara yang dilaksanakan berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, mencakup: program pengembangan kinerja pengelolaan lingkungan kegiatan persampahan, program pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, program perlindungan dan konservasi sumber daya alam, program rehabilitasi dan pemulihan cadangan sumber daya alam, program peningkatan kualitas dan akses informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, program peningkatan pengendalian polusi dan program pengelolaan ruang terbuka (Lakip BLH SU, 2011). Kenyataan menunjukkan bahwa kinerja Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara, belum sepenuhnya dapat memuaskan seluruh stakeholders yang ada. Untuk itu diperlukan suatu kajian atau penelitian lapangan bagimana sebenarnya kinerja Badan Lingkungan Hidup Sumatera Utara sebagai unit kerja dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara sebagai suatu organisasi bukan hanya tergantung pada bagaimana organisasi tersebut melaksanakan proses dan aktivitas rutin maupun kondisional dalam suatu kerangka perencanaan strategis. Peningkatan efesiensi dan efektivitas yang mendorong kearah inovasi memerlukan usaha-usaha yang tercantum dengan baik dan terjamin keberkelanjutannya untuk mempertajam arah dan meningkatkan kelayakan kegiatan. Program, maupun kebijaksanaan dalam perspektif kebijakan.

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas , maka dapat dirumuskan masalah penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut :Bagaimana implementasi kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara? TINJAUAN PUSTAKA

Kebijakan Publik Kebijakan publik mempunyai

pengertian yang variatif tergantung dari siapa yang mengemukakan sehingga tidak dapat digeneralisasikan menjadi suatu pengertian yang representatif memuaskan. Menurut James Anderson (dalam Islamy, 2000:17) mendefinisikan kebijakan adalah “A Purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern” (“Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah tertentu”).

Menurut pendapat Thomas R. Dye (dalam Islamy, 2000:18) mendefinisikan kebijakan publik sebagai “Is whatever governments choose to do or not to do” (“apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan”). Dari pendapat ini mengandung pengertian sebagai suatu keputusan untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan, sehingga diam pun bisa dianggap sebagai suatu kebijakan. Selanjutnya Richard Rose (dalam Winarno, 2002:15) menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai “Serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan dari pada sebagai suatu keputusan tersendiri.”

Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik memiliki ciri-ciri antara lain : 1. Selalu mempunyai tujuan tertentu atau

suatu tindakan yang berorientasi pada tujuan.

2. Bersifat positif berupa tindakan-tindakan pemerintah untuk mengatasi masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan suatu keputusan pemerintah untuk tidak melakukan apapun.

3. Serangkaian kegiatan yang tidak berdiri sendiri.

4. Dibuat dan dilakukan oleh pemerintah. 5. Didasari oleh suatu peraturan

perundang-undangan dan bersifat memaksa.

6. Ditujukan untuk kepentingan umum. Berkaitan dengan pajak hotel dan

restoran maka pemungutan pajak hotel dan

Page 5: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

275 JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013

restoran adalah kebijakan pemerintah di bidang keuangan untuk mengatasi masalah pembiayaan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan untuk mengurangi ketergantungan pada pemerintah pusat dengan mewujudkan kemandirian daerah melalui pemungutan pajak hotel dan restoran. Implementasi Kebijakan Badan Lingkungan Hidup Sumatera Utara. Dimana dalam pembuatan keputusan tersebut telah melalui tahap-tahap pembuatan kebijakan seperti penyusunan agenda, formulasi kebijakan dan adopsi kebijakan diantara legislatif dan eksekutif.

Menurut William Dunn setiap kebijakan publik mencakup beberapa tahapan yang saling bergantung menurut urutan waktu : penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan penilaian kebijakan. Aktivitas kebijakan yang termasuk dalam prosedur analisis kebijakan seperti yang digambarkan oleh William Dunn di bawah ini :

Gambar 1. Kedekatan Prosedur Analisis Kebijakan

Dengan Tipe-Tipe Pembuatan Kebijakan

Sumber : Dunn, 2003 : 25

Menurut Winarno (2002:17) bahwa, kebijakan publik secara garis besar mencakup tahap-tahap perumusan masalah kebijakan, implementasi kebijakan dan evaluasi kebijakan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik meliputi tiga kegiatan pokok yaitu : 1. Perumusan Kebijakan publik 2. Implementasi kebijakan publik 3. Evaluasi Kebijakan publik Implementasi Kebijakan

Kata implementasi (implementation) berasal dari kata dasar verb implement, menurut kamus Oxford-Advanced Learner’s Dictionary (1995:595) bahwa to implement (mengimplementasikan) berarti to put something into effect (menggerakkan sesuatu untuk menimbulkan dampak/akibat); to carry something out (melaksanakan sesuatu). Dengan demikian implementasi menurut arti kata harfiah adalah pelaksanaan sesuatu, sehingga implementasi kebijakan dapat diartikan sebagai pelaksanaan suatu kebijakan (keputusan, perda ataupun undang-undang lainnya).

Konsep implementasi kebijakan bervariasi tergantung dari sudut pandang atau pendekatan yang digunakan. Implementasi kebijakan dipandang sebagai suatu proses menurut pendapat Van Meter dan Van Horn (dalam Winarno, 2002:102) membatasi implementasi kebijakan sebagai berikut : “Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (atau kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan. Tahap implementasi terjadi hanya setelah undang-undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut.”

Dengan demikian pada tahap implementasi kebijakan ini mencakup usaha-usaha mengubah keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional maupun usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil. Dan tahap

Page 6: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013 276

implementasi baru terjadi setelah undang-undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan.

Namun demikian suatu implementasi kebijakan tidak selalu berhasil adakalanya tujuan tidak tercapai. Suatu keadaan dimana dalam proses kebijakan selalu akan terbuka kemungkinan terjadinya perbedaan antara apa yang diharapkan (direncanakan) oleh pembuat kebijakan dengan apa yang senyatanya dicapai disebut sebagai implementation gap (Andrew Dunsire dalam Abdul Wahab, 1997:61). Besar kecilnya perbedaan tersebut sedikit banyak tergantung pada implementation capacity dari organisasi/aktor atau kelompok organisasi/aktor yang dipercaya untuk mengemban tugas mengimplementasikan kebijakan tersebut (Walter Williams dalam Abdul Wahab, 1997 : 61).

Lebih lanjut Hogwood dan Gunn (dalam Abdul Wahab, 1997:61) membagi pengertian kegagalan kebijakan dalam 2 (dua) kategori, yaitu : 1. “Non implementation (tidak

terimplementasikan) mengandung arti bahwa suatu kebijakan tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana, mungkin karena pihak-pihak yang terlibat didalam pelaksanaannya tidak mau bekerja sama, atau mereka telah bekerja secara tidak efisien, bekerja setengah hati, atau karena mereka tidak sepenuhnya menguasai persoalan, atau kemungkinan permasalahan yang digarap diluar jangkauan kekuasaannya, sehingga betapapun gigih usaha mereka, hambatan-hambatan yang ada tidak sanggup mereka tanggulangi.

2. Unsuccessful implementation (implementasi yang tidak berhasil) terjadi manakala suatu kebijakan tertentu telah dilaksanakan sesuai dengan rencana, namun mengingat kondisi eksternal ternyata tidak menguntungkan kebijakan tersebut tidak berhasil dalam mewujudkan dampak atau hasil akhir yang dikehendaki. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh faktor-faktor: 1. Pelaksanaannya jelek (bad execution) 2. Kebijakannya sendiri memang jelek

(bad policy)

3. Kebijakan itu sendiri bernasib jelek (bad luck)

4. Sejak awal kebijakan tersebut memang jelek, dalam artian telah dirumuskan secara sembrono, tidak didukung oleh informasi yang memadai, alasan yang keliru, atau asumsi-asumsi dan harapan-harapan yang tidak realistis.”

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa peran pelaksana implementasi sangat menentukan terimplementasikannya suatu kebijakan sehingga pelaksana implementasi harus benar-benar memahami kebijakan yang akan dilaksanakan. Disamping itu faktor eksternal perlu diperhatikan pula untuk dapat mendukung bagi kelancaran dalam implementasi kebijakan tersebut. Untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi setelah suatu kebijakan dibuat dan dirumuskan adalah subyek implementasi kebijakan. Dengan demikian untuk mengetahui bagaimana proses Implementasi Kebijakan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara merupakan subyek implementasi kebijakan.

Selanjutnya implementasi kebijakan dapat dianalisa dari beberapa pendekatan meliputi pendekatan struktural, pendekatan prosedural, pendekatan manajerial, pendekatan keperilakuan dan pendekatan politik seperti yang ditulis oleh Abdul Wahab (1997:111-120). Dalam penelitian ini implementasi kebijakan dianalisa dengan menggunakan pendekatan prosedural. Dilihat dari pendekatan prosedural maka implementasi dipandang sebagai proses prosedural. Pendekatan prosedural menjelaskan implementasi dari proses prosedur yang tepat dijalankan dalam implementasi kebijakan.

Definisi prosedur (procedure) menurut Richard F. Neulschel (dalam Jogiyanto, 2001:1), sebagai berikut : “Suatu prosedur adalah suatu urut-urutan operasi klerikal (tulis menulis), biasanya melibatkan beberapa orang di dalam satu atau lebih departemen, yang diterapkan untuk menjamin penanganan yang seragam dari transaksi-transaksi bisnis yang terjadi.”

Pendapat yang lain dikemukakan oleh Jerry FitzGerald, Ardra F. FitzGerald dan Warren D. Stallings, Jr., (dalam Jogiyanto,

Page 7: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

277 JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013

2001:2) mendefinisikan prosedur sebagai berikut : “Suatu prosedur adalah urut-urutan yang tepat dari tahapan-tahapan instruksi yang menerangkan apa (what) yang harus dikerjakan, siapa (who) yang mengerjakannya, kapan (when) dikerjakan dan bagaimana (how) mengerjakannya.“

Dengan demikian yang dimaksud prosedur adalah urut-urutan tahapan-tahapan instruksi bagaimana suatu kegiatan dilaksanakan menyangkut pelaksana, waktu, tata cara dan aturan maupun ketentuan yang berlaku yang dijalankan. Dengan demikian implementasi kebijakan yang dimaksud adalah pelaksanaan suatu kebijakan sesuai tatacara, aturan maupun ketentuan yang berlaku. Dimana yang dimaksud dengan tata cara adalah urut-urutan bagaimana kegiatan dilakukan, aturan adalah hal-hal yang bersifat mengatur sebagai pegangan dalam melaksanakan kegiatan dan ketentuan adalah hal-hal yang bersifat mengikat berkaitan dengan aturan yang ada. Model Implementasi Kebijakan

Model implementasi kebijakan perlu untuk menjelaskan proses implementasi kebijakan. Ada beberapa model implementasi kebijakan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian diantaranya yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn. Dalam hal ini Van Meter dan Van Horn (dalam Winarno, 2002:109) menekankan pada variabel-variabel yang mempengaruhi keberhasilan dalam proses implementasi kebijakan yaitu: 1. Ukuran dasar dan tujuan kebijakan 2. Sumber-sumber kebijakan. 3. Komunikasi antar organisasi kegiatan-

kegiatan pelaksanaan. 4. Karakteristik badan-badan pelaksana. 5. Kondisi-kondisi ekonomi, sosial dan

politik. 6. Kecenderungan pelaksana.

Ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan berguna di dalam menguraikan tujuan-tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh, hendaknya dirumuskan dengan jelas agar tujuan dapat tercapai dimana kejelasan rumusan standard dan tujuan kebijakan sangat menentukan kinerja kebijakan dari isi rumusan kebijakan tersebut. Dengan adanya petunjuk-petunjuk pelaksanaan yang ada

dapat menjadi pegangan bagi pelaksana kebijakan sehingga tidak menyimpang dari tujuan yang sebenarnya.

Sumber-sumber kebijakan atau sumber daya diperlukan untuk mendukung kelancaran implementasi kebijakan secara efektif yang meliputi sumber daya manusia misalnya keahlian, dedikasi, kreatifitas, keaktifan dan sumber daya dana, sarana maupun prasarana. Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan menyangkut kejelasan, ketepatan, konsistensi, dalam mengkomunikasikan ukuran-ukuran dan tujuan tersebut sehingga akan memudahkan pelaksana dalam pencapaian tujuan kebijakan. Dengan demikian keberhasilan implementasi memerlukan jalinan komunikasi yang baik. Komunikasi tersebut mencakup baik intern maupun ektern, yakni hubungan didalam lingkungan sistem politik dengan kelompok sasaran maupun antar organisasi.

Karakteristik-karakteristik badan-badan pelaksana menyangkut norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dengan menjalankan kebijakan, yang terdiri dari ciri-ciri struktur formal dari organisasi-organisasi dan atribut-atribut yang tidak formal dari personil mereka.

Kondisi sosial, ekonomi, dan politik, adalah tersedianya sumber daya ekonomi yang dapat mendukung kelancaran implementasi kebijakan dan menyangkut lingkungan sosial dan politik (dukungan elit) yang mempengaruhi yurisdiksi atau organisasi dimana implementasi dilaksanakan. Kecenderungan pelaksana (implementor) menyangkut persepsi-persepsi pelaksana untuk mendukung atau menentang kebijakan. Tanpa adanya persepsi yang sama antara pelaksana dan pembuat keputusan akan menghambat bagi kelancaran implementasi kebijakan.

Dari model yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn maka dapat disimpulkan bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan. Untuk memenuhi ukuran dasar dan tujuan kebijakan, karakteristik, birokrasi pelaksana diperlukan adanya komunikasi

Page 8: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013 278

yang tepat. Juga diperlukan adanya sumber daya meliputi sumber daya manusia dan sumber dana, sarana maupun prasarana agar kebijakan dapat terimplementasikan. Dan tersedianya sumber daya ekonomi serta lingkungan sosial dan politik yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Dalam penelitian ini mengambil model Van Meter dan Van Horn dengan satu variabel yang diambil yakni kondisi sosial, ekonomi dan politik yang diduga mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan. Dengan pertimbangan variabel kondisi sosial ekonomi dan politik mempunyai relevansi dengan permasalahan penelitian yang ada yang terjadi di lingkungan masyarakat saat ini.

Lebih lanjut Edwards III mengemukakan bahwa empat faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu kebijakan yakni komunikasi, sumber-sumber, kecenderungan-kecenderungan dan struktur birokrasi. Dalam penelitian ini juga memakai model implementasi kebijakan dari Edward III dengan mengambil variabel komunikasi dan sumber daya yang diduga mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan. Model Edward III ini hampir mirip dengan model Van Meter dan Van Horn. Dalam model Edward III ini lebih jelas menerangkan mengenai variabel komunikasi dan sumber daya, dan hal ini sangat relevan dengan penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian ini dimungkinkan ada hubungan diantara variabel tersebut meliputi komunikasi, sumber daya, kondisi sosial ekonomi dan politik, namun mengingat terbatasnya penelitian hanya meneliti hubungan antara variabel komunikasi, sumber daya kondisi sosial kebijakan dengan implementasi kebijakan.

Menurut Rippley(1985:134) bahwa implementasi dapat dilihat dari 2 perspektif, yaitu compliance (kepatuhan) dan what’s happening (apa yang terjadi). Ditinjau dari Perspektif what’s happening diasumsikan ada banyak faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan termasuk diantaranya lingkungan. Untuk membatasi ruang lingkup penelitian dan mengarah pada fokus penelitian, dalam penelitian ini menggunakan perspektif what’s happening meliputi faktor-faktor yang diduga mempengaruhi implementasi.

Penafsiran yang berbeda-beda sering menimbulkan perdebatan. Meskipun demikian, perdebatan ini nantinya justru akan melahirkan suatu program baru yang lebih baik. Sedang proses aplikasinya sering dikatakan merupakan suatu proses yang dinamis dimana para pelaksana dan pemaksa pada umumnya berpedoman pada peraturan-peraturan program atau standar dan realitas yang ada. Dari sudut penafsiran dapat dilihat bahwa proses penafsiran banyak dilakukan oleh badan-badan eksekutif, birokrat, dan beberapa fihak lain yang terlihat dalam menyelenggarakan program-program tertentu. Suatu program dapat berlangsung dengan ditunjukkannya apakah keberadaan penafsiran masih mencukupi atau tidak. Teori Implementasi Kebijakan

Analisis kebijakan publik merupakan sebuah disiplin ilmu social terapan yang menggunakan berbagai metode kebijakan publik dan argument untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan (Dunn, 1994).

Sedangkan kebijakan publik adalah hal-hal yang berhubungan dengan apa yang harus dikerjakan oleh pemerintah mengenai masalah-masalah yang sedang dihadapinya (Ripley dan Franklin, 1982). Sementara itu, (Dunn, 1994), Thomas R. Dye (1981), Edward (1980) dan Sharkashy (1971) mengemukakan pengertian kebijakan yang agak mirip dimana kebijakan sebagai tindakan, pilihan dan keputusan baik yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal pencapaian tujuan kebijakan.

Menurut James E. Anderson (1975), “Merumuskan kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang actor atau sejumlah actor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu perubahan”. Jadi konsep kebijakan ini memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan apa yang dimaksudkan dan konsep ini membedakan kebijakan dari keputusan yang merupakan pikiran diantara berbagai alternative.

Fredrickson dan Hart (1985) mengatakan “Kebijakan adalah suatu

Page 9: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

279 JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013

tindakan yang mengarah pada tujuan yang disusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu sambil mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan”.

Sedangkan komponen-komponen dalam kebijakan tersebut adalah : (1) Kebijakan publik, (2) Tuntutan kebijakan, (3) Keputusan kebijakan, (4) Pertanyaan kebijakan, (5) Hasil kebijakan.

Karena setidaknya ada dua (2) hal mengapa implementasi kebijakan pemerintah memiliki relevansi: (1) Secara praktis akan memberikan masukan bagi pelaksanaan operasional program sehingga dapat dideteksi apakah program telah berjalan sesuai dengan yang telah dirancang serta mendeteksi kemungkinan tujuan kebijakan negative yang ditimbulkan, (2) Memberikan alternative model pelaksanaan program yang lebih efektif.

Berdasarkan pandangan yang diutarakan diatas dapat disimpulkan, bahwa proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan administrative yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat akhirnya berpengaruh terhadap tujuan kebijakan, baik yang negative maupun yang positif.

Dengan demikian secara sederhana tujuan implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah (Wibawa et. Al., 1994). Selanjutnya Wibawa et.al., (1994) mengutip pendapat lain bahwa keseluruhan proses penetapan kebijakan baru bisa mulai apabila tujuan dan sasaran yang semula bersifat umum telah diperinci, program telah dirancang dan juga sejumlah dana telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan dan sasaran tersebut.

Kemudian dalam rangka untuk mengimplementasikan kebijakan publik ini dikenal dengan beberapa model, antara lain:

1. Model Gogin Untuk mengimplementasi kebijakan

dengan model Goggin ini dapat mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tujuan-tujuan formal pada keseluruhan implementasi, yakni: (1) Bentuk dan isi kebijakan, termasuk didalamnya kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi, (2) Kemampuan organisasi dengan segala sumber daya berupa dana maupun insentif lainnya yang akan mendukung implementasi secara efektif, dan (3) pengaruh lingkungan dari masyarakat dapat berupa karakteristik, motivasi, kecenderungan hubungan antara warga masyarakat, termasuk pola komunikasinya (Goggin et.al,. 1990). 2. Model Grindle

Sebagaimana dikutip oleh Wahab (2001) Grindle menciptakan model implementasi sebagai kaitan antara tujuan kebijakan dan hasil-hasilnya, selanjutnya pada model ini hasil kebijakan yang dicapai akan dipengaruhi oleh isi kebijakan yang terdiri dari: (1) Kepentingan-kepentingan yang dipengaruhi, (2) tipe-tipe manfaat, (3) derajat perubahan yang diharapkan, (4) Letak pengambilan keputusan, (5) Pelaksanaan program, dan (6) Sumber daya yang dilibatkan. Isi sebuah kebijakan akan menunjukkan posisi pengambilan keputusan oleh sejumlah besar pengambilan kebijakan, sebaliknya ada kebijakan tertentu yang lainnya hanya ditentukan oleh sejumlah kecil unit pengambil kebijakan. Pengaruh selanjutnya adalah lingkungan yang terdiri dari: (1) kekuasaan, kepentingan dan strategi actor yang terlibat, (2) karakteristik lembaga penguasa, dan (3) kepatuhan dan daya tanggap. Karenanya setiap kebijakan perlu mempertimbangkan konteks atau lingkaran dimana tindakan administrasi dilakukan. 3. Model Meter dan Horn

Model implementasi kebijakan ini dipengaruhi 6 faktor yaitu: (1) Standar kebijakan dan sasaran yang menjalankan rincian tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh, (2) Sumber daya kebijakan berupa dana pendukung implementasi, (3) komunikasi inter organisasi dan kegiatan pengukuran digunakan oleh pelaksana untuk memakai tujuan yang hendak dicapai, (4) karakteristik pelaksanaan, artinya

Page 10: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013 280

karakteristik organisasi merupakan faktor krusial yang akan menentukan berhasil tidaknya suatu program,(5) kondisi sosial ekjonomi dan politik yang dapat mempengaruhi hasil kebijakan dan (6) sikap pelaksanaan dalam memahami kebijakan yang akan ditetapkan. 4. Model Deskriptif

William N. Dunn (1994) mengemukakan bahwa model kebijakan dapat diperbandingkan dan dipertimbangkan menurut sejumlah banyak asumsi, yang paling penting diantaranya adalah; (1) Perbedaan menurut tujuan, (2) bentuk penyajian dan (3) fungsi metodologis model. Dua bentuk pokok dari model kebijakan adalah: (1) Model deskriptif dan (2) Model normative. Tujuan model deskriptif adalah menjelaskan dan atau meramalkan sebab dan akibat pilihan pilihan kebijakan, model kebijakan digunakan untuk memonitor hasil tindakan kebijakan misalnya penyampaian laporan tahunan tentang keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan di lapangan.

Willian Dunn (1994) mengatakan kebijakan publik adalah serangkaian pilihan yang kurang lebih berhubungan (termasuk keputusan untuk tidak berbuat) yang dibuat oleh badan-badan atau kantor-kantor pemerintah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejelasan antara kebijakan dan kinerja implementasi yaitu: Standard dan sasaran kebijakan. Komunikasi antar organisasi dan

pengukuran aktifitas Karakteristik organisasi komunikasi antar

orgaisasi. Kondisi sosial, ekonomi dan politik Sumber daya Sikap pelaksanaan.

Selain itu Rippley dan Franklin (1982) menyatakan keberhasilan implementasi kebijakan program dan ditinjau dari tiga faktor yaitu: a. Perspektif kepatuhan (compliance) yang

mengukur implementasi dari kepatuhan stake level burcancrats terhadap atas mereka.

b. Keberhasilan implementasi diukur dari kelancaran rutinitas dan tiadanya personal.

c. Implementasi yang berhasil mengarah kepada kinerja yang memuaskan semua pihak terutama kelompok penerimaan manfaat yang diharapkan.

Faktor-faktor yang mempengarhui kinerja kebijakan selanjutnya dapat disebutkan sebagai berikut : Organisasi atau kelembagaan. Kemampuan politik dari penguasa Pembagian tugas, tanggung jawab dan

wewenang Kebijakan pemerintah yang bersifat tak

remental. Proses perumusan kebijakan pemerintah

yang baik Aparatur evaluasi yang bersih dan

berwibawa serta professional. Biaya untuk melakukan evaluasi. Tersedianya data dan informasi sosial

ekonomi yang siap dimanfaatkan oleh penilai-penilai kebijakan.

Peters (1982) mengatakan, implementasi kebijakan yang gagal disebabkan beberapa faktor: a. Informasi

Kekurangan informasi dengan mudah mengakibatkan adanya gambaran yang kurang tepat baik kepada obyek kebijakan maupun kepada para pelaksana dari isi kebijakan yang akan dilaksanakannya dan hasil-hasil dari kebijakan itu.

b. Isi Keberhasilan Implementasi kebijakan dapat gagal karena masih samarnya isi atau tujuan kebijakan atau ketidak tepatan atau ketika tegasan intern ataupun ekstern atau kebijakan itu sendiri, menunjukkan adanya kekurangan yang sangat berarti adanya kekurangan yang menyangkut sumber daya pembantu.

c. Dukungan Implementasi kebijakan publik akan sangat sulit bila pada pelaksanaannya tidak cukup dukungan untuk kebijakan tersebut.

d. Pembagian Potensi Hal ini terkait dengan pembagian potensi diantaranya para actor implementasi dan juga mengenai organisasi pelaksana dalam kaitannya dengan diferensiasi tugas dan wewenang.

METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode

deskriftif. Teknik pengumpulan data

Page 11: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

281 JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013

menggunakan metode Wawancara, Kuesioner dan studi dokumentasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai pada Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara sebagai penyelenggara pemerintahan di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Jumlah seluruh pegawai pada Kantor Badan Lingkungan Hidup Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sebanyak 157 orang. teknik analisa data yaitu metode deskriptif. PEMBAHASAN Variabel Penelitian

Faktor-faktor yang diukur dalam implementasi Pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Sumatera Utara adalah meliputi komunikasi, sumber-sumber, kecenderungan-kecenderungan, struktur birokrasi, dan hasil yang diperoleh. a. Faktor Komunikasi Kebijakan

Menurut Edward dalam Budi Winarno ( 2002 ; 126 ) disebutkan persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Ditambahkannya pula bahwa komunikasi kebijakan dapat menimbulkan dampak buruk bagi implementasi kebijakan dikarenakan faktor transmisi, kejelasan dan konsistensi. Faktor transmisi berarti bahwa setiap kebijakan yang dikeluarkan harus disertai dengan petunjuk pelaksanannya agar tidak menimbulkan pertentangan pendapat antara pelaksana kebijakan dengan pengambil kebijakan.

Faktor kejelasan menyebutkan bahwa disamping terdapatnya petunjuk pelaksanan yang harus segera diterima pelaksana kebijakan, instruksi-instruksi kebijakan tersebut harus jelas untuk menghindarkan interpretasi yang salah dalam mengimplementasikan kebijakan. Faktor konsistensi menegaskan bahwa suatu kebijakan yang telah ditetapkan dan diikuti segela dengan petunjuk pelaksanan yang jelas, harus terhindar dari pertentangan dengan ketentuan peraturan diatasnya yang dapat mendorong para pelaksana kebijakan mengambil tindakan yang longgar dalam mengimplementasikan kebijakan.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup, dijelaskan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak azasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanahkan dalam pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republuk Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam Undang- Undang Dasar 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan.

Dipandang perlu melaksanakan Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Penyelenggaraan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam rangka pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus didasarkan pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan lingkungan hidup.

Tabel 1. Pendapat Responden Tentang Pengetahuan Kebijakan Pengelolaan

Lingkungan Hidup No Kriteria Jawaban F %

1 2 3

Mengetahui Kurang mengetahui Tidak mengetahui

35 4 0

89,7 10,3 0,0

JUMLAH 39 100,0 Sumber : Angket Penelitian, 2012

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebahagian besar (89,7 persen) responden menyatakan bahwa mereka mengetahui tentang adanya kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Sumatera Utara yang dilaksanakan di wilayah mereka, sedangkan yang kurang mengetahi sebesar 10,3 persen dan tidak ada seorang responden pun yang menyatakan tidak mengetahui. Hal ini berarti bahwa secara umum pegawai pada Badan Lingkungan Hidup yang terkait dengan kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup di

Page 12: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013 282

Provinsi Sumatera Utara telah mengetahui adanya kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Sumatera Utara.

Tabel 2.Pendapat Responden Tentang Pengetahuan Tujuan Kebijakan Pengelolaan

Lingkungan Hidup No Kriteria Jawaban F %

1 2 3

Mengetahui Kurang mengetahui Tidak mengetahui

35 4 0

89,7 10,3 0,0

JUMLAH 39 100,0 Sumber : Angket Penelitian, 2012

Pengetahuan mereka tentang kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Sumatera Utara terkait dengan pengetahuan tentang tujuan program tersebut. Seperti terlihat pada tabel di atas menunjukan bahwa besarnya mereka yang mengetahui tujuan program adalah sama besarnya dengan mereka yang mengetahui adanya program tersebut, yaitu sebesar 89,7 persen. Demikian juga halnya dengan yang kurang mengetahui, yaitu sebesar 10,3 persen.

Seperti diketahui bahwa tujuan kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Sumatera Utara secara umum pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian dampak lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan hidup Provinsi dilakukan melalui pendekatan ekosistem dalam konteks ruang / yang memadukan kepentingan sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup sesuai dengan batas kewenangan pemerintah Provinsi di bidang lingkungan hidup

Tabel 3 Pendapat Responden Tentang Pengetahuan Adanya Perangkat Aturan

dalam Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup

No Kriteria Jawaban F % 1 2 3

Mengetahui Kurang mengetahui Tidak mengetahui

33 6 0

84,6 15,4 0,0

JUMLAH 39 100,0 Sumber: Angket Penelitian, 2012

Dalam kaitannya dengan tingkat pengetahuan responden tentang adanya

perangkat aturan dalam kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Sumatera Utara, sebesar 84,6 persen responden menyatakan mengetahui dan 15,4 persen lainnya menyatakan kurang mengetahui serta tidak ada seorangpun responden yang tidak mengetahuinya, seperti terlihat pada tabel 5.6 di atas.

Perangkat aturan yang mengatur tentang pengelolaan lingkungan hidup adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Disamping itu terdapat beberapa aturan yang berkaitan dengann pengelolaan lingkungan hidup seperti : a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983

tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 44/ Tambahan Lembaran Negara Nomor 3260);

b. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274);

c. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 46/Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299);

d. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);

e. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3427);

f. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 27 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3470);

g. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);

h. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3647);

Page 13: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

283 JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013

i. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);

j. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60/ Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

k. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888);

l. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 32 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377);

m. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3294);

n. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 32/ Tambahan Lembaran Negara Nomor 3816);

o. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838);

p. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3853);

q. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup diluar Pengendalian (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 113, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3982);

r. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan Lahan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4076);

s. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4153);

t. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4161);

u. Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 267, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4068);

v. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; Tabel 4 Pendapat Responden Tentang

Pengetahuan Adanya Peraturan Tertulis dalam Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan

Lingkungan Hidup No Kriteria Jawaban F %

1 2 3

Mengetahui Kurang mengetahui Tidak mengetahui

36 3 0

92,3 7,7 0,0

JUMLAH 39 100,0 Sumber : Angket Penelitian, 2012

Berdasarkan tabel 5.8 di atas menunjukkan bahwa hampir seluruhnya (92,3 persen) responden menyatakan bahwa mereka mengetahui tentang adanya aturan tertulis dalam kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Sumatera Utara, dan hanya 7,7 persen atau tiga orang responden saja yang menyatakan kurang mengetahui serta tidak seorang pun yang menyatakan tidak mengetahui tentang adanya aturan tertulis dalam program tersebut. Hal ini berarti bahwa secara umum responden telah mengetahui adanya aturan yang tertulis dalam pelaksanaan program tersebut.

Tabel 5 Pendapat Responden Tentang Pemahaman

Peraturan dalam Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup

No Kriteria Jawaban F % 1 2 3

Mengetahui Kurang mengetahui Tidak mengetahui

34 5 0

87,2 12,8 0,0

JUMLAH 39 100,0

Page 14: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013 284

Sumber: Angket Penelitian, 2012 Salah satu hal penting untuk

keberhasilan suatu program adalah adanya peraturan yang dapat dipahami oleh baik aparat pelaksana maupun oleh masyarakat itu sendiri. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa sebahagian besar responden (87,2 persen) menyatakan telah dapat memahami tentang aturan yang ada, sedangkan yang kurang memahami sebesar 12,8 persen.

Demikian juga halnya dengan pengetahuan tentang hak dan kewajiban dalam kebijakan, sebahagian besar responden (88,37 persen) responden menyatakan telah mengetahuinya. Bagi responden yang menyatakan menyatakan kurang mengetahui sebesar 9,30 persen dan 2,33 persen atau satu orang responden lainnya yang menyatakan tidak mengetahui tentang hak dan kewajiban dalam program tersebut.

Tabel 6 Pendapat Responden Tentang Hak dan Kewajiban Masyarakat dalam

Pengelolaan Lingkungan Hidup No Kriteria Jawaban F %

1 2 3

Memahami Kurang memahami Tidak memahami

31 7 1

79,5 17,9 2,6

JUMLAH 39 100,0 Sumber: Angket Penelitian, 2012

Sesuai dengan pasal 65 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dinyatakan bahwa ; (1) Setiap orang berhak atas lingkungan

hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia;

(2) Setiap orang mempunyai berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat;

(3) Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan atau/kegiatan untuk yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.

Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pelaksanaan ketentuan di atas, dilakukan dengan cara:

a. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;

b. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;

c. menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial;

d. memberikan saran pendapat; e. menyampaikan informasi dan/atau

menyampaikan laporan. Tabel 7 Pendapat Responden Tentang

Perkembangan Kegiatan dalam Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup

No Kriteria Jawaban F % 1 2 3

Mengetahui Kurang mengetahui Tidak mengetahui

34 5 0

87,2 12,8 0,0

JUMLAH 39 100,0 Sumber: Angket Penelitian, 2012

Perkembangan kegiatan dalam kebijakan merupakan hal penting yang sangat menentukan dalam keberhasilan kebijakan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa sebesar 87,2 persen responden menyatakan mengetahui tentang perkembangan kegiatan tersebut dan 12,8 persen yang menyatakan kurang mengetahuinya. Keadaan ini menunjukkan bahwa masih terdapat sebahagian responden yang kurang mengetahui tentang perkembangan kegiatan-kegiatan Implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup tersebut.

Tabel 8 Pendapat Responden Tentang Bentuk Aturan Pemerintah dalam

Implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup

No Kriteria Jawaban F % 1 2

3

Membimbing/mengarahkan Mempersilahkan memilih sendiri Memaksa/menekan

33 6

0

84,6 15,4

0,0

JUMLAH 39 100,0

Sumber: Angket Penelitian, 2012 Untuk keberhasilan suatu program hal

penting yang harus diketahui oleh aparat pelaksana adalah tentang kejelasan aturan yang ada. Seperti terlihat pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa hampir seluruhnya responden (84,6 persen) menyatakan bahwa bentuk aturan dalam Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat membimbing atau mengarahkan sehingga

Page 15: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

285 JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013

aparat pelaksana dapat dengan mudah melaksanakannnya. Hanya terdapat 15,4 persen responden yang menyatakan bahwa aturan tersebut menunjukkan pada pelaksana untuk mempersilahkan memilih sendiri dalam pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup tersebut. Hal ini berarti bahwa aturan-aturan yang telah dibuat oleh pemerintah dalam rangka pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah dapat dipahami sebagai petunjuk dan pedoman dalam pelaksanaan program tersebut. Maksudnya disini agar kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan atau ketentuan yang berlaku, harus dilihat apakah pelaksanaannya telah sesuai dengan petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Sesuai dengan peraturan berarti setiap pelaksanaan kebijaksanaan harus sesuai dengan peraturan yang berelaku baik Peraturan Tingkat Pusat, Provinsi, Kota, juga sesuai dengan ketentuan yang dibuat pada tingkat teknis dan operasional. b. Faktor Sumber-Sumber 1. Faktor Sumber Daya Manusia.

Dari data terdahulu diketahui jumlah sumber daya manusia pada masing - masing objek penelitian. Faktor sumber daya manusia dalam mengimplementasikan kebijakan memiliki peran yang sangat penting. Untuk mewujudkan tujuan kebijakan diperlukan sumber daya manusia dalam jumlah yang tepat. Dalam rangka implementasi kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Sumatera Utara, harus diperhatikan jumlah petugas pelaksananya. Kegiatan tersebut diperlukan untuk mengetahui efektifitas perencanaan sumber daya manusia yang dilakukan Badan Lingkungan Hidup untuk mewujudkan tujuan kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup . Berdasarkan hasil kuesioner yang disampaikan kepada responden diperoleh pendapat tentang keberadaan jumlah petugas dalam pelaksanan kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sumatera Utara sebagai berikut :

Sumber-sumber yang penting dalam suatu pelaksanaan meliputi staf-staf dengan keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas dan informasi, wewenag dan fasilitas-

fasilitas di dalam menerjemahkan suatu peraturan dalam pelaksanaannya. Staf tersebut haruslah memadai jumlahnya dalam melaksanakan sesuatu program, namun tidak hanya jumlah tetapi juga harus didukung oleh keahlian yang baik dalam tugas tersebut. Informasi menyangkut bagaimana melaksanakan sesuatu hal dan ketaatan dari personil-personil lain terhadap peraturan-peraturan pemerintah. Peranan pemerintah dalam penentuan cara pengelolaan seperti terlihat pada tabel berikut.

Tabel 9 Pendapat Responden Tentang Ketersediaan Sumberdaya Manusia dalam

Mendukung Implementasi Kebijakan No Kriteria Jawaban F %

1 2 3

Mendukung Kurang mendukung Tidak mendukung

9 20 10

23,1 51,3 25,6

JUMLAH 39 100,0 Sumber: Angket Penelitian, 2012

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa ketersediaan sumberdaya manusia yang ada belum sepenuhnya dapat mendukung kelancaran kegiatan yang dilakukan dalam kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup tersebut. Lebih dari seluruhnya (51,3 persen) responden yang menyatakan bahwa ketersediaan sumberdaya manusia kurang mendukung kegiatan dilakukan. Responden yang menyatakan bahwa sumberdaya manusia mendukung kegiatan yang dilakukan mencapai 23,1 persen dan 25,6 persen lainnya menyatakan tidak mendukung.

Tabel 10 Pendapat Responden Tentang Kecukupan Dana dalam implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan

Hidup No Kriteria Jawaban F %

1 2 3

Tidak Memadai Kurang memadai Memadai

21 13 5

53,8 33,3 12,8

JUMLAH 39 100,0 Sumber: Angket Penelitian, 2012

Hal lain yang sangat penting dalam implementasi kebijakan adalah ketersediaan dana untuk menunjang kebijakan tersebut. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa dana operasional yang digunakan dalam rangka kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sumatera Utara belum sepenuhnya dapat

Page 16: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013 286

mencukupi kebutuhan yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan tersebut. Sekitar sepertiga (33,3 persen) dari responden yang menyatakan bahwa dana yang diberikan kurang memadai untuk menjalankan kegiatan yang dilakukan, dan bahkan 53,8 persen lainnya menyatakan bahwa dana tersebut tidak memadai.

Hal ini berarti bahwa dana yang disediakan oleh pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam melaksanakan kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup ternyata belum sepenuhnya mencukupi kebutuhan aparat pelaksana karena terbatasnya dana.

Tabel 11 Pendapat Responden Tentang Dukungan Prasarana untuk Menjalankan Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup

No Kriteria Jawaban F % 1 2 3

Mendukung Kurang mendukung Tidak mendukung

26 10 3

66,7 25,6 7,7

JUMLAH 39 100,0 Sumber : Angket Penelitian, 2012

Hal lain yang juga penting untuk kelancaran suatu kegiatan atau program adalah adanya dukungan prasarana seperti transportasi yang lancar sangat menentukan keberhasilan suatu kegiatan yang dilakukan oleh aparat pelaksana. Dukungan prasarana tersebut sekitar 66,7 persen responden yang menyatakan mendukung sedangkan 25,6 persen lainnya menyatakan kurang mendukung dan 7,7 persen lainnya menyatakan tidak mendukung. c. Faktor Kecenderungan-Kecenderungan

Faktor ini mempunyai konsekuensi-konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif, karena kecenderungan yang timbul dalam suatu kebijakan tergantung kepada pelaksananya. Jika suatu kebijakan cenderung mendapat dukungan oleh para pelaksananya maka kebijakan tersebut pasti akan berjalan dengan baik dan jika sebaliknya maka implementasi kebijakan tersebut akan sulit mencapai tujuannya. Dengan kata lain suatu kebijakan akan berjalan dengan baik apabila terdapat komitmen dan kejujuran para pelaksananya. Mencermati realitas hasil penelitian terhadap faktor kecenderungan perilaku kebijakan diatas yang memperlihatkan perbedaan pendapat antara materi kebijakan dan peraturan

perundangan oleh para pelaksananya sendiri, penulis mencoba melihat proses implementasi kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup melalui pelaksanaan penegakan hukum terhadap pelanggaran. Untuk keberhasilan suatu kebijakan maka kecenderungan-kecenderungan para pelaksana sangat menentukan dalam pelaksanaan, tingkah laku mereka terhadap kebijakan dan peraturan yang telah ditentukan sebelumnya mempengaruhi hasil selanjutnya. Tingkah laku ini juga menyangkut cara pandang terhadap sesuatu hal atau kebijaksanaan. Dalam pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup ini adalah sangat penting dan menentukan keberhasilan kebijakan tersebut, sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 12 Pendapat Responden Tentang Peranan Pemerintah dalam Implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup No Kriteria Jawaban F %

1 2 3

Berperan Kurang berperan Tidak berperan

26 13 0

66,7 33,3 0,3

JUMLAH 39 100,0 Sumber: Angket Penelitian, 2012

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak 66,7 persen responden menyatakan bahwa Pemerintah dalam hal ini Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah berperan dalam memberikan penyuluhan dalam pelaksnaan Implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan 33,3 persen lainnya menyatakan kurang berperan.

Tabel 13 Pendapat Responden Tentang Pemerintah Daerah Dalam Implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup

No Kriteria Jawaban F (%) 1 2 3

Berperan Kurang berperan Tidak berperan

28 11 0

71,8 28,2 0,0

JUMLAH 39 100,0 Sumber: Angket Penelitian, 2012

Peranan Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) adalah sangat penting dan menentukan untuk keberhasilan Implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup . Seperti terlihat pada tabel 5.16 di atas menunjukkan bahwa sebahagian besar responden (71,8 persen) menyatakan bahwa Pemerintah Daerah sangat berperan dalam Implementasi

Page 17: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

287 JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013

Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup . Responden yang menyatakan bahwa Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) kurang berperan sebesar 28,2 persen dan tidak seorangpun responden yang menyatakan bahwa Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) tidak berperan dalam kegiatan tersebut.

Tabel 14 Pendapat Responden Tentang Peranan Masyarakat Dalam Implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup

No Kriteria Jawaban F (%) 1 2 3

Berperan Kurang berperan Tidak berperan

30 6 3

76,9 15,4 7,7

JUMLAH 39 100,0 Sumber: Angket Penelitian, 2012

Tabel di atas menunjukkan tentang

peranan masyarakat dalam implementasi

Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup

menunjukkan cukup berperan di mana 76,9

persen responden menyatakan bahwa

masyarakat berperan dalam keberhasilan

Implementasi Kebijakan Pengelolaan

Lingkungan Hidup tersebut, sedangkan yang

menyatakan kurang berperan sebesar 15,4

persen dan menyatakan tidak berperan

sebesar 7,7 persen.

Sebagaimana diatur dalam pasal 70

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup, dinyatakan bahwa

masyarakat mempunyai kesempatan yang

sama dan seluas-luasnya untuk berperan

dalam pengelolaan lingkungan hidup

dilakukan dengan cara:

a. meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;

b. meningkatkan kemandirian keberdayaaan masyarakat, dan kemitraan;

c. menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; dan

d. mengembangkan dan menjaga budaya kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.

d. Faktor Struktur Birokrasi Birokrasi merupakan salah satu badan

yang paling sering bahkan secara

keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan. Mustopaadidjaja ( 2003 ) menyatakan birokrasi berfungsi melalukan pengelolaan pelayanan dan pengelolaan atas pelaksanan berbagai kebijakan publik sehingga birokrasi merupakan penentu keberhasilan seluruh agenda termasuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN ( clean goverment ) dalam keseluruhan skenario perwujudan kepemerintahan yang baik ( good governance). Birokrasi baik secara sadar atau tidak, memilih bentuk-bentuk organisasi untuk kesepakatan kolektif dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanan tugasnya. Budi Winarno ( 2002 ; 151 ) menjelaskan struktur organisasi memiliki pengaruh penting terhadap implementasi kebijakan dan dalam struktur organisasi terdapat hal yang paling mendasar dalam mendukung kelancaran pelaksanaan tugas yakni terdapatnya standar pelaksanan tugas (Standard Operating Procedure/ SOP). Standard operating procedure (Sandar pelaksanan tugas) adalah pedoman-pedoman baku yang ditetapkan organisasi untuk pelaksanan program dan jalannya organisasi. Standar pelaksanan tugas bertujuan untuk menyeragamkan tindakan para birokrat dalam penerapan peraturan-peraturan.

Struktur organisasi dan tata kerja Badan Lingkungan Hidup harus disertai dengan standar pelaksanan tugas penyelenggaraan Pengelolaan Lingkungan Hidup melalui studi dokumentasi yang dilakukan penulis, diketahui bahwa Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara dalam pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah Provinsi berwewenang : a. mengendalikan lingkungan hidup lintas

Kabupaten dan atau Kota; b. mengatur pengelolaan lingkungan hidup

dalam pemanfaatan; c. mengatur sumberdaya laut 4 (empat) mil

sampai dengan 12 (dua belas) mil; d. mengatur pengamanan dan pelestarian

sumber daya air lintas Kabupaten dan atau Kota;

e. melaksanakan penilaian analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) bagi kegiatan-kegiatan yang potensial berdampak negatif pada masyarakat luas yang lokasinya meliputi lebih dari satu Kabupaten dan atau Kota;

Page 18: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013 288

f. melaksanakan pengawasan konservasi lintas Kabupaten dan atau Kota;

g. menetapkan baku mutu lingkungan hidup berdasarkan baku mutu lingkungan hidup nasional;

h. menyelenggarakan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

i. memberikan insentif kepada pengelola lingkungan hidup yang berhasil melestrarikan lingkungan hidup.

Sedangkan penjabaran operasional dan wilayah kewenangan lintas Kabupaten/Kota ditetapkan lebih lanjut melalui Keputusan Kepala Daerah.

Tabel 15 Pendapat Responden Tentang Keterpaduan Komponen Pelaksana Dalam

Implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup

No Kriteria Jawaban F (%) 1 2 3

Ada keterpaduan Kurang keterpaduan Tidak ada keterpaduan

34 5 0

87,2 12,8 0,0

JUMLAH 39 100,0 Sumber: Angket Penelitian, 2012

Tabel di atas menunjukkan tentang keterpaduan komponen pelaksana dalam implementasi Implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang secara umum (87,2 persen) responden menyatakan ada keterpaduan. Komponen-komponen yang terlibat dalam pelaksanaan implementasi Implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah Badan Lingkungan Hidup Provinsi dengan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota se Sumatera Utara. Namun demikian masih juga dijumpai adanya kurang keterpaduan diantara komponen yang terlibat, yaitu sebesar 12,8 persen responden yang menyatakan masih terjadinya kekurang terpaduan dalam implementasi Implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup tersebut. Dan berdasarkan tabel di atas tidak seorang responden pun yang menyatakan tidak ada keterpaduan dalam diantara komponen pelaksana implementasi Implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup tersebut.

Dalam menjalankan kewenangannya, Pemerintah Provinsi memiliki tanggung jawab sebagai berikut :

a. melaksanakan penelitian dan pengembangan pengelolaan lingkungan hidup;

b. menyiapkan rumusan kebijakan perencanaan, pelaksanaan/pengendalian/dan evaluasi pengelolaan lingkungan hidup;

c. melakukan koordinasi dan atau kerja sama dengan Pemerintah Pusat, Kabupaten/Kota dan pihak lain;

d. meningkatkan pengembangan kapasitas sumberdaya manusia dalam pengeloalaan ingkungan hidup;

e. memberikan pelayanan pengaduan dan mediasi kasus/sengketa lingkungan hidup;

f. melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum lingkungan hidup;

g. mengelola sistem informasi lingkungan hidup;

h. memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup;

i. membantu pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup Kabupaten/Kota berdasarkan koordinasi dan kesepakatan kerja sama dengan pihak Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Tabel 16 Pendapat Responden Tentang

Hambatan dalam Perencanaan Implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup

No Kriteria Jawaban F (%) 1 2 3

Banyak hambatan Sedikit hambatan Tidak ada hambatan

6 18 15

15,4 46,2 38,4

JUMLAH 39 100,0 Sumber: Angket Penelitian, 2012

Tabel di atas menunjukkan bahwa lebih separuhnya dari responden (46,2 persen) menyatakan bahwa sedikit hambatan dalam perencanaan atau penyusunan program. Hambatan tersebut berkaitan dengan keterbatasan sumberdaya manusia yang ada pada tingkat aparat. Sepertiga lainnya responden (38,4) menyatakan tidak ada hambatan dan yang menyatakan banyak hambatan dalam perencanaannya 15,4 persen.

Demikian juga halnya hambatan dalam pelaksanaan, lebih dari separuhnya (56,4 persen) responden menyatakan tidak ada hambatan dan 23,1 persen yang menyatakan sedikit hambatan. Responden yang menyatakan banyak hambatan sebesar 20,5 persen, seperti terlihat pada tabel berikut ini.

Page 19: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

289 JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013

Hambatan yang ada berkaitan dengan implementasi kebijakan pengelolaan lingkungan hidup di Provinsi Sumatera Utara adalah berkaitan dengan keterbatasan dana operasional yang tersedia setiap tahun anggaran.

Tabel 17 Pendapat Responden Tentang Hambatan dalam Implementasi Kebijakan

Pengelolaan Lingkungan Hidup No Kriteria Jawaban F (%)

1 2 3

Banyak hambatan Sedikit hambatan Tidak ada hambatan

8 9

22

20,5 23,1 56,4

JUMLAH 39 100,0 Sumber: Angket Penelitian, 2012

Pengelolaan lingkungan hidup provinsi wajib didukung dengan dana yang jelas sumbernya, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Sumber dana utama dalam pengelolaan lingkungan hidup pada Provinsi Sumatera Utara masih berasal dari Anggaran pendapatan belanja daerah provinsi (APBD Provinsi), sedangkan dari sumber lain belum tersedia.

Sumber dana dapat berasal dari : Anggaran pendapatan belanja negara (APBN); Anggaran pendapatan belanja daerah provinsi (APBD Provinsi); Anggaran pendapatan belanja daerah kabupaten/kota (APBD Kabupaten/Kota); Bantuan masyarakat atau bantuan pihak lain termasuk bantuan luar negeri/sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Analisis Data Implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Sumatera Utara

Seperti telah dijelaskan pada bagian pendahuluan bahwa untuk mengukur Implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Sumatera Utara terdiri dari 4(empat) indikator, yaitu komunikasi, sumber-sumber, kecenderungan-kecenderungan, struktur birokrasi, hasil yang diperoleh dan hambatan-hambatan setiap indikator dilihat dari beberapa aspek atau pertanyaan yang semuanya ditujukan untuk lebih memahami dan menjelaskan tentang bagimana implementasi Implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Sumatera Utara dari masing-masing indikator tersebut. Dari keempat indikator

tersebut secara umum implementasi kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Sumatera Utara sesuai dengan kriteria yang ditentukan , yaitu : Skor untuk kategori tinggi : 2,34 - 3,00 ,

berarti implementasi kebijakan pengelolaan lingkungan hidup pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara cukup efektif

Skor untuk kategori sedang : 1,67 - 2,33 , berarti implementasi kebijakan pengelolaan lingkungan hidup pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara belum efektif

Skor untuk kategori rendah : 1,00 - 1,66 , berarti implementasi kebijakan pengelolaan lingkungan hidup pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tidak efektif.

Berdasarkan tabel 5.21 menunjukkan bahwa Implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Sumatera Utara dengan skor rata-rata adalah 2,07, maka termasuk dalam kriteria atau tergolong sedang atau belum efektif.

Namun apabila dilihat dari masing-masing indikator, menunjukkan adanya perbedaan untuk masing-masing indikator tersebut. Dari keempat indikator menunjukkan hanya variabel komunikasi yang mempunyai rata-rata skornya tergolong baik. Hal ini berarti kejelasan konsep program Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara telah dipahami oleh aparat atau implementator kebijakan dan kejelasan tujuan/sasaran program Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara telah didukung dengan adanya perangkat aturan yang efektif. Sedangkan untuk ketiga variabel lainnya yaitu sumber-sumber, kecenderungan-kecenderungan,dan struktur birokrasi, yang menunjukkan hasil yang berbeda. Untuk variabel kecenderungan-kecenderungan,dan struktur birokrasi, yang menunjukkan hasil yang kurang efektif. Hal ini menunjukkan bahwa Peranan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam Implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup masih belum efektif dan juga belum efektifnya keterpaduan komponen pelaksana dalam implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Sumatera Utara.

Page 20: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013 290

Tabel 18 Rata-rata Skor Implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup di

Provinsi Sumatera Utara No

Indikator Implementasi

kebijakan

Rata-rata Skor

Kriteria

1 2 3

4

Komunikasi Sumber-sumber Kecenderungan-kecenderungan Struktur birokrasi

2,38 1,56 2,23

2,12

Efektif Tidak Efektif

Kurang Efektif

Kurang Efektif

Implementasi Program

2,07 Kurang Efektif

Sumber : Pengolahan data (Lampiran) Berdasarkan tabel di atas terlihat

bahwa dari 4(empat) indikator untuk mengukur implementasi kebijakan, hal ini bararti bahwa secara umum implementasi kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Sumatera Utara belum berjalan

secara efektif atau sedang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Hal ini disebabkan adanya beberapa kendala pada pelaksanaan kebijakan. Kendala yang dihadapi terdiri dari: kurangnya dukungan dana, kurang koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, kualitas sumberdaya manusia pelaksana kebijakan yang masih rendah, sering terjadinya perubahan struktur organisasi dan kebijakan, pihak pembuat dan pelaksana kebijakan berada pada instansi yang berbeda dan keterbatasan dana dalam implementasi kebijakan pengelolaan lingkungan hidup.

Anggaran Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara dalam tiga tahun terakhir ini (2010-2012) relatif kecil sekali, tidak sampai 1% dari APBD Provinsi Sumatera Utara, seperti terlihat dalam tabel :

Tabel 19 Anggaran Badan Lingkungan Hidup dan APBD Provinsi Sumatera Utara Tahun

2010-2012 (Rp)

JENIS BELANJA 2010 % 2011 % 2012 %

Belanja Pegawai 9.834.043.852 51,84 12.761.812.476 35,71 11.847.261.031 34,77

Belanja Barang dan Jasa 8.350.677.350 44,02 16.833.777.037 47,10 17.690.048.000 51,92

Belanja Modal 784.953.300 4,14 6.144.861.175 17,19 4.535.346.680 13,31

JUMLAH 18.969.674.502 100,00 35.740.450.688 100,00 34.072.655.711 100,00

APBD PROV. SUMUT 3.833.180.911.120 5.164.825.747.073 7.677.852.377.570

% Terhadap APBD 0,49 0,69 0,44

Sumber : Sekretariat Daerah Prov. Sumatera Utara, 2012

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dalam tiga tahun terakhir (2010-2012) anggaran Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara menunjukkan sangat kecil sekali. Pada tahun anggaran 2012 ini anggaran Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp. 34.072.655.711,- atau sebesar 0,44% dari total APBD Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp. 7.677.852.377.570,-.

Pelaksanaan program pengelolaan lingkungan hidup di Sumatera Utara tersebut belum terlaksana secara maksimal, Kebijakan pengelolaan lingkungan dalam era otonomi daerah ini akan memberikan dampak terhadap lingkungan baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif yang mungkin terjadi adalah pola pengelolaan lingkungan lebih menyeluruh secara langsung terhadap faktor kunci

masalah daerah dan terangkatnya permasalahan homogenisasi lingkungan. Dampak negatif yang mungkin terjadi, yaitu memacu pendapatan daerah mengeksploitasi sumberdaya alam. Hal ini menyebabkan tingkat kerusakan lingkungan di daerah semakin tinggi.

Peraturan pengelola lingkungan yang mempunyai fungsi sebagai pelindung dari kerusakan yang dihasilkan dari pembangunan, saat ini belum berfungsi secara maksimal. Hal ini disebabkan karena peraturan pengelolaan lingkungan belum terlaksana secara keseluruhan. Di samping masalah keterbatasan anggaran, kendala yang dihadapi pada implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Sumatera Utara dari: terbatasnya instrumen pelaksanaan, terbatasnya kemampuan aparat penegak hukum, rendahnya kesadaran masyarakat,

Page 21: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

291 JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013

perbedaan cara pandang antara penegak hukum, kurang koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, kurangnya pemasyarakatan peraturan, kurang jelas isi pokok peraturan perundang-undangan pengelolaan lingkungan hidup.

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) belum memberikan kontribusi yang berarti terhadap penyelesaian masalah lingkungan. Kurang berperannya KLH dalam penyelesaian masalah lingkungan disebabkan beberapa hal yaitu : KLH tidak mempunyai kewenangan penuh terhadap pengelolaan lingkungan secara hukum, ketidakjelasan tugas, fungsi dan wewenang antara KLH dengan instansi lain, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.

Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup untuk masa depan perlu melakukan perubahan terhadap kebijakan, penyempurnaan peraturan lingkungan dan restrukturisasi kelembagaan pengelola yaitu dengan cara: (1) penyusunan program kebijakan pengelolaan lingkungan hidup dengan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan yang bercirikan holistik, terintegrasi, multidimensi, multisektoral, multipihak dan multi kepentingan; kebijakan pengelolaan lingkungan otonomi daerah dilaksanakan sebagai pilihan alternatif kebijakan. (2) Penyempurnaan peraturan perundang-undangan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan; peningkatan sosialisasi peraturan kepada masyarakat; dan penegakan hukum melalui pengadilan khusus lingkungan hidup. (3) Restrukturisasi lembaga pengelola lingkungan hidup di tingkat pusat dan daerah yang bersifat integrasi sesuai dengan permasalahan lingkungan hidup; memperjelas tugas, fungsi dan kewenangan setiap lembaga lingkungan hidup untuk menghindari duplikasi sarana dan prasarana, serta sumberdaya manusia pada kelembagaan lingkungan hidup.

KESIMPULAN

Dari uraian pada bab-bab terdahulu mengenai implementasi kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Implementasi kebijakan Pengelolaan

Lingkungan Hidup pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dilihat dari faktor-

faktor: komunikasi kebijakan, sumber-sumber yang digunakan dalam implementasi kebijakan seperti sumber daya manusia dan sumber dana serta prasarana, faktor kecenderungan dan faktor struktur birokrasi, menunjukkan bahwa dalam proses implementasi kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sumatera Utara belum berjalan secara efektif.

2. Apabila dilihat dari masing-masing indikator, menunjukkan bahwa dari keempat indikator tersebut hanya indikator komunikasi yang tergolong efektif, sedangkan untuk indikator kecenderungan dan struktur birokrasi, menunjukkan belum efektif dan untuk faktor sumber-sumber yang digunakan dalam implementasi kebijakan seperti sumber daya manusia dan sumber dana serta prasarana menunjukkan tidak efektif.

3. Belum efektifnya implementasi kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, disebabkan karena kurangnya dukungan dana, kurang koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, kualitas sumberdaya manusia pelaksana kebijakan yang masih rendah, sering terjadinya perubahan struktur organisasi dan kebijakan, dan pihak pembuat dan pelaksana kebijakan berada pada instansi yang berbeda

SARAN

Untuk meningkatkan efektivitas implementasi kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara , penulis memberikan saran sebagai berikut : 1. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara

melalui APBD Provinsi perlu meningkatkan anggaran dalam pengelolaan lingkungan hidup di Sumatera Utara, dimana yang ada selama ini masih sangat kecil (kurang dari 1% dari APBD).

2. Perlu peningkatan kualitas sumberdaya manusia dengan pendidikan dan pelatihan terutama yang berhubungan dengan lingkungan hidup.

3. Peningkatan koordinasi baik antara Pemerintah Pusat dengan Provinsi

Page 22: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN …

Jurnal Administrasi Publik ISSN: 2088-527x Public Administration Journal

JAP Vol. 1 No.2, Desember 2013 292

maupun antara Pusat dengan Provinsi dan Kabupaten se Sumatera Utara dalam pengelolaan lingkungan hidup.

DAFTAR PUSTAKA Abdul Wahab, Solichin, 1997, Analisis

Kebijaksanaan Dari Formulasi ke Implementasi kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara, Jakarta.

Andi Gani, Kepemimpinan Sektor Publik Dalam Perspektif Tindakan Kolektif (Collective Action), PPS UNIBRAW Malang, 2005.

Albrow, Martin. 2006. Birokrasi diterjemahkan oleh Rusli Karim dan Totok Daryanto. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana.

Abdul Wahab, Solichin, 1997, Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi ke Implementasi kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara, Jakarta.

Bryson, M. John, 2005, Strategic Planning For Publik And Nonprofit Organization A Guide To Strengthening An Achievement, Rev. Ed. PP. 19, Jossey-Bass Publishers, San Frainsisco

Damanhuri, Didin S. Kebijakan dan Pembangunan : Teori, Kritik dan Solusi bagi Indonesia dan Negara Berkembang. Bogor: IPB Press.

Dwiyanto, Agus , 2002, Reformasi Birokrasi Di Indonesia , Pusat Studi Kependudukan Dan Kebijakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Dunn, William N., 2003, Penerjemah Samodra Wibawa dkk., Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Gadjah Mada University Press.

Brinkerhoff, Derick W– Benjamin L. Crosby, 2002, Managing Policy Reform, Kumarian Press, USA.

Dunn, William N., 2003, Penerjemah Samodra Wibawa dkk., Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Gadjah Mada University Press.

Danim, Sudarwan, 2002, Menjadi Peneliti Kualitatif, Pustaka Setia, Bandung.

Edwards III, George C., 1980, Implementing Public Policy, Congressional Quarterly Inc., United States of America.

Islamy, M.Irfan, 2000, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara, Jakarta.

Moleong, Lexy J., 1995, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Osborne Dan Plastrik, 2004, Banisshing Bureaucracy: The Five Strategic For Reinventing Government, Addsion-Westey Publishing Company, Inc, California

Ripley, Randall B., 1985, Policy Analysis in Political Science, Nelson-Hall Inc., Chicago.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Sugiyono, 2003, Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta, Bandung.

Van Meter, Donald S., and Carl E Van Horn, 1975, Administration & Society : The Policy Implementation Process A Conceptual Framework, Sage Publications Inc., Ohio.

Winarno, Budi, 2002, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media Pressindo, Yogyakarta.

Wibawa, Samudra, 1994, Evaluasi Kebijakan Publik, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Van Meter, Donald S., and Carl E Van Horn, 1975, Administration & Society : The Policy Implementation Process A Conceptual Framework, Sage Publications Inc., Ohio.