pengelolaan kebijakan undang2

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Lamongan terletak di belahan pantai utara provinsi Jawa Timur yang memiliki keunggulan dalam bidang perikanan dan kelautan. Lamongan memiliki 27 desa pesisir yang tersebar di pantai utara Lamongan, yaitu di kecamatan Paciran dan Brondong. Panjang pantai utara Lamongan adalah ± 47 Km dengan jumlah nelayan 22.730 orang, yang dibagi dalam dua golongan yaitu nelayan buruh 18.4SS orang dan nelayan juragan atau pemilik 4.275 orang. Jumlah armada tangkap 5.345 buah dan 8.306 buah alat tangkap. Di Lamongan terdapat 5 (lima) pusat pendaratan ikan (PPI), yaitu : Lohgung, Labuhan, Brondong/Blimbing, Kranji dan Weru. Sumberdaya perikanan dan kelautan yang dimiliki kabupaten Lamongan sangat beragam baik jenis maupun potensinya dan ada yang dapat dipe rbarui dan tidak dapat diperbarui. Disamping dikembangkan untuk kegiatan bidang perikanan dan kelautan juga dimanfaatkan untuk wisata bahari Lamongan, Lamongan integrated shorebase dan pelabuhan ASDP. Potensi perikanan tangkap di kabupaten Lamongan cukup tinggi dibandingkan dengan potensi perikanan budidaya. Produksi perikanan

Transcript of pengelolaan kebijakan undang2

Page 1: pengelolaan kebijakan undang2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kabupaten Lamongan terletak di belahan pantai utara provinsi Jawa Timur

yang memiliki keunggulan dalam bidang perikanan dan kelautan. Lamongan

memiliki 27 desa pesisir yang tersebar di pantai utara Lamongan, yaitu di kecamatan

Paciran dan Brondong. Panjang pantai utara Lamongan adalah ± 47 Km dengan

jumlah nelayan 22.730 orang, yang dibagi dalam dua golongan yaitu nelayan buruh

18.4SS orang dan nelayan juragan atau pemilik 4.275 orang. Jumlah armada tangkap

5.345 buah dan 8.306 buah alat tangkap. Di Lamongan terdapat 5 (lima) pusat

pendaratan ikan (PPI), yaitu : Lohgung, Labuhan, Brondong/Blimbing, Kranji dan

Weru. Sumberdaya perikanan dan kelautan yang dimiliki kabupaten Lamongan

sangat beragam baik jenis maupun potensinya dan ada yang dapat dipe rbarui dan

tidak dapat diperbarui. Disamping dikembangkan untuk kegiatan bidang perikanan

dan kelautan juga dimanfaatkan untuk wisata bahari Lamongan, Lamongan

integrated shorebase dan pelabuhan ASDP. Potensi perikanan tangkap di kabupaten

Lamongan cukup tinggi dibandingkan dengan potensi perikanan budidaya. Produksi

perikanan tangkap ini mencapai 42.161 ton pada tahun 2004 dan 40.053 ton pada

tahun 2005. Kontribusi usaha penangkapan ikan di laut pada tahun 2006 mencapai

44,17% dengan volume sebesar 37.937 ton. Penurunan produksi ini disebabkan

karena adanya kondisi over fishing, biaya operasional meningkat khususnya BBM.

Untuk menjaga sumberdaya kelautan, pengawasan sumberdaya kelautan

ditujukan untuk lebih meningkatkan kemampuan pos keamanan laut terpadu

(Poskamladu) pada luasan caku pan penanganan yang efektif dalam penegakan

hukum dan upaya pencegahan konflik nelayan serta sebagai pusat penanganan publik

untuk nelayan di bidang hukum. Budidaya air payau tersebar di pesisir pantai utara di

wilayah kecamatan Brondong dan Paciran dengan produksi udang 676,30 ton, ikan

Page 2: pengelolaan kebijakan undang2

bandeng 1.639,90 ton dan ikan kerapu 42,60 ton dengan nilai sekitar Rp.38,427

milyard.

Sebagai salah satu daerah yang potensial dalam bidang perikanan laut maka

sudah sewajarnyalah pemerintah kabupaten Lamongan mengeluarkan dan

menetapkan kebijakan khusus dalam bidang perikanan laut sebagai pelaksanaan lebih

lanjut terhadap undang-undang tentang pemerintahan daerah terutama berkaitan

dengan berbagai peluang baru untuk menyempurnakan sistem pengelolaan perikanan.

Kebijakan pembangunan perikanan meliputi :

1. pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan

2. pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan

3. peningkatan penyediaan bahan pangan sumber protein hewani dan bahan baku

industri di dalam negeri dan ekspor

4. penciptaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang produktif

5. peningkatan kualitas sumberdaya manusia

6. penciptaan iklim yang kondusif bagi peran masyarakat serta dunia usaha

7. pemulihan dan perlindungan potensi sumberdaya perikanan dan

lingkungannya. (Anggoro, 2005).

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kebijakan pemerintah

dalam pengelolaan sumber daya perikanan laut di Lamongan Jawa Timur. Kebijakan

pengelolaan tersebut adalah untuk meningkatkan kapasitas sumber daya alam dan

mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam agar tetap lestari sesuai dengan

standar MSY yang di dapat dari data-data permodelan daerah tersebut.

Page 3: pengelolaan kebijakan undang2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Profil Potensi Kabupaten Lamongan Jawa Timur

Kabupaten Lamongan memiliki sumberdaya perikanan yang cukup besar,

khususnya perikanan budidaya tambak dan perikanan tangkap (laut). Wilayah ini

sangat strategis termasuk sentra produksi perikanan di Jawa Timur. Produksi hasil

perikanan di Kabupaten Lamongan sebagian besar mempakan hasil budidaya tambak

dengan komoditi udang dan bandeng, juga perikanan tangkap dengan komoditi

terbanyak adalah ikan layang, kuningan, tembang, tongkol, dan tengiri,. Penentuan

kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah pesisir dan laut untuk berbagai

kegiatan seperti tambak, budidaya laut, industri, dan lain-lain selain didasarkan pada

kepentingan Pemerintah, juga mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan masyarakat

sebagai pengguna sumberdaya. Oleh karena itu potensi sumberdaya perikanan ini

perlu dilakukan pengelolaan secara terpadu dan berkelanjutan dengan sebuah

kegiatan pemetaan wilayah pesisir dan laut sebagai langkah awalnya.

2.2 Kondisi dan Potensi Perikanan Laut Lamongan Jawa timur

Usaha penangkapan ikan laut di Kabupaten Lamongan terpusat di perairan Laut

Jawa pada wilayah Kecamatan Brondong dan Kecamatan Paciran yang memiliki 5

(lima) Tempat Pendaratan Ikan (TPI), yaitu mulai dari arah timur ke barat (Weru,

Kranji, Brondong, Labuhan dan Lohgung). Dilihat dari produksinya paling tinggi

adalah Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong yang mencapai kurang lebih 100

ton/hari, dibandingkan dengan keempat pangkalan pendaratan ikan yang lain yaitu

Weru, Kranji, Labuhan dan Lohgung yang hanya mencapai 10 ton/hari.

Page 4: pengelolaan kebijakan undang2

2.2.1 Jenis Alat Tangkap dan Tipe Perahu dalam Penangkapan di Kabupaten

Lamongan

Berdasarkan hasil survei diketahui jenis alat tangkap yang dioperasikan di

Kabupaten Lamongan yaitu purse seine, payang, gillnet, tramel net, pancing prawe

dan lainnya. Alat tangkap yang dominan adalah alat tangkap payang karena

pengoperasiannya sesual dengan kondisi di perairan laut utara Jawa, namun jika

dilihat dari nilai produktivitas yang tertinggi adalah alat tangkap purse seine. Namun

alat tangkap yang mengalami peningkatan cukup tajam yaitu alat tangkap payang.

Tipe ukuran kapal di wilayah Kecamatan Brondang dan Paciran rata-rata

memiliki kesamaan dan alat tangkap yang digunakan juga mempunyai kesamaan.

Tipe kapal yang ada rata-rata adalah tipe perahu ijo-ijo dengan bentuk dasar U. Selain

perahu ijo-ijo, tipe yang lain adalah tipe purse seine. Disamping perahu ada juga

sebagian kecil yang sudah menggunakan kapal motor dengan tipe skoci.

Jumlah fishing base yang terdapat di Kabupaten Lamongan ada 16 buah lokasi,

di Kecamatan Paciran ada 12 (dua belas) yaitu : di Desa Weru Lor, Sidokumpul,

Weru, Paloh, Sidokelar, Kemantren, Banjarwati, Kranji, Tunggul, Paciran, Kandang

Semangkon, dan Blimbing. Sedangkan di Kecamatan Brondong ada 4 (empat) yaitu :

Brondong, Sedayu Lawas, Labuhan, dan Lohgung. Dari fishing base tersebut terdapat

5 (lima) fishing base yang juga merupakan pangkalan pendaratan ikan atau tempat

pelelangan ikan, yaitu : Lohgung, Labuhan, Brondong, Kranji dan Weru.

2.2.2 Fishing Ground (Daerah Penangkapan) Kabupaten Lamongan Jawa

Timur

Pada dasamya sumberdaya perikanan kususnnya perikanan tangkap bersifat

common property dan open acces, sehingga nelayan dapat menangkap di daerah

manapun. Namun setelah adanya otonomi daerah, maka daerah penangkapan semakin

sempit. Nelayan antar daerah saling tidak memperbolehkan melakukan operasi

penangkapan di wilayah 4 mil pada masing-masing daerahnya. Adanya pelanggaran-

pelanggaran yang terjadi diantara kedua kelompok nelayan tersebut seringkali

Page 5: pengelolaan kebijakan undang2

memicu terjadinya konflik sosial. Padahal model pengkaflingan laut seperti hal

diatas, bukan sebuali pilihan ideal sebagai altematif penterjemahan dan aturan yang

ada pada Undang-Undang Otonomi Daerah

Secara umum nelayan berpendapat bahwa mereka berhak menangkap kemana

saja dan memberikan kebebasan pada nelayan lainnya yang menangkap di daerahnya

selama mereka mentaati peraturan yang ada termasuk di dalamnya alat yang

digunakan haruslah sama karena bagi nelayan, laut adalah milik bersama. Pada

kenyataannya daerah operasi penangkapan nelayan Kabupaten Lemongan hanya

berkisar pada wilayah kurang dari 4 mil, kecuali beberapa alat tangkap seperti purse

seine, payang dan pancing prawe.

2.2.3 Terumbu karang dan Padang Lamun di Kabupaten Lamongan

a) Vegetasi mangrove

Vegetasi mangrove yang merupakan salah satu unsur kawasan lindung

mempunyai peranan yang cukup penting pada kawasan pertambakan. Karena hutan

mangrove disamping berfungsi sebagai daerah penyangga (filter terhadap

mikroorganisme penyebab penyakit pada udang atau ikan yang dibawa oleh melalui

air, perangkap sedimen dan penyerap bahan pencemar), juga merupakan daerah

asuhan {nursery ground) bagi anak ikan dan udang.

Hutan mangrove banyak tumbuh di pantai, terutama pada tebing kiri kanan

sungai dan sepanjang pantai. Hasil pengamatan terhadap hutan mangrove di daerah

Kabupaten Lamongan menunjukkan adanya perubahan yang sangat memprihatinkan

karena adanya penebangan hutan mangrove untuk pembukaan lahan tambak baru di

kawasan hutan mangrove, di lokasi Desa Labuhan. Upaya reboisasi juga belum

diikuti oleh masyarakat secara mandiri untuk menjaga kelestarian mangrove.

Total luas sebaran mangrove di Kabupaten Lamongan adalah 22,2 ha. Adapun

Jenis vegetasi mangrove yang dominan tumbuh di wilayah pesisir Kabupaten

Lamongan adalah: Avicenia sp; Rhizophora sp; dan Bruguiera sp.

Page 6: pengelolaan kebijakan undang2

b) Terumbu karang

Ekosistem terumbu karang mempunyai manfaat yang bermacam-macam,

disamping menunjang produksi perikanan, Secara alami keberadaan terumbu karang

dapat melindungi pantai dari baliaya abrasi. Demikian pula break water alami ini juga

berfungsi untuk melindungi back reef dari gelombang besar. Produktifitas perikanan

di ekosistem terumbu karang atau di perairan terumbu karang sangat tinggi, sehingga

memungkinkan perairan ini merupakan tempat pemijahan (spawning ground),

pengasuhan (nursery ground), mencari makan (feeding ground) dari kebanyakan ikan.

Pengamatan yang dilakukan di perairan utara Kabupaten Lamongan terdapat

terumbu karang di 3 (tiga) lokasi yaitu : Desa Tunggul, Desa Kemantren, dan

Kandang Semangkon, dengan luas total kurang lebih 11,5 km2. Penanaman terumbu

karang buatan pada tiga lokasi tersebut tidak menunjukkan pertumbuhan, dalam tiga

tahun terakhir yang tumbuh hanya tritip dan lumut. Oleh karenanya terumbu karang

yang ada hams benar-benar dilindungi keberadaanya.

c) Padang Lamun

Lamun (seagras) adalah tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya

menyesuaikan diri untuk hidup di bawah permukaan air laut. Lamun hidup di perairan

dangkal agak berpasir, soring juga dijumpai di ekosistem terumbu karang. Sama

halnya dengan rerumputan di daratan, lamun juga membentuk padang yang luas dan

lebat di dasar laut yang masih terjangkau oleh cahaya matahari dengan tingkat energi

cahaya yang memadai bagi pertumbuhannya. Padang lamun soring terdapat di

porairan laut antara hutan mangrove dan terumbu karang. Hasil pengamatan lapang

menunjukkan keadaan lamun masih cukup baik dan berada di depan sekitar terumbu

karang pada tiga lokasi yang tersebut.

2.3 Musim Penangkapan dan Jenis Hasil Tangkapan

Keimunculan ikan diperairan diharapkan dapat terjadi sepanjang tahun, tetapi

saat yang pasti mengenai kemunculan tersebut masih belum diketahui dengan

tepat.Apabila dikaitkan hubungan antara musim penangkapan dengan daerah Fishing

Page 7: pengelolaan kebijakan undang2

Ground, maka hal ini belum dapat diketahui dengan pasti. Namun adanya suatu

kemungkinan yaitu ada pola migrasi ikan di Laut Jawa sepanjang tahun. Hal ini

dikarenakan karakteristik hidroklimatologi Laut Jawa sangat dipengaruhi oleh adanya

dua angin musim, yaitu angin musim barat dan angin musim timur, dimana kedua

angin musim tersebut menyebabkan timbulnya perubalian yang sangat nyata pada

pola arah dan kecepatan arus, salinitas serta produktivitas primer dari perairan Laut

Jawa.

Produksi hasil tangkapan perikanan di wilayah Kabupaten Lamongan, Laut

utara Jawa Timur sebagai berikut :

1. Produksi ikan permukaan didominasi oleh jenis ikan layang, yaitu mencapai

24,48 %, produksi ikan dasar di dominasi oleh ikan Kuningan sebesar 20,55 %,

produksi ikan karang di dominasi oleh ikan bambangan sebesar 3,52%, produksi

cumi-cumi sangat rendah yaitu: sebesar 0,74%, begitu pula untuk produksi udang

yang mencapai 0,28%.

2. Komposisi produksi ikan-ikan permukaan (pelagis) mencapai 51,14% yang

tidak jauh beda dengan produksi ikan dasar (demersal), sehingga aktifitas dan

lapangan kerja usaha perikanan pelagis dan demersal di perairan Laut Jawa keduanya

memegang peranan penting terhadap perolehan produksi ikan, lapangan kerja dan

pendapatan nelayan.

3. Berdasarkan tingkat harga yang diperoleh dari perbandingan komposisi nilai

ikan dengan berat ikan maka diperoleh urutan dari jenis ikan termahal sampai

termurah, yaitu udang = 7,04; ikan karang konsumsi = 3,84; cumi-cumi = 2,35; ikan

pelagis = 1,16; ikan demersal = 0,48. Namun tidak menutup kemungkinan dari

tingkat harga yang terendah salah satu jenis Ikan mempimyai harga yang tinggi.

4. Dengan tersedianya bahan baku industri, dari jenis ikan yang cukup,

sekalipun relative bervariasi, maka perikanan laut di wilayah Kabupaten Lamongan,

Laut Utara Jawa Timur menunjukkan tipe perikanan multi spesies yang sebenamya.

Kegiatan usaha pengolahan ikan skala industri belum berkembang, namun lapangan

kerja pengolahan ikan skala kecil cukup berkembang.

Page 8: pengelolaan kebijakan undang2

BAB III

MANAJEMEN PENGELOLAAN

3.1 Status Kondisi Sumberdaya Perikanan Laut Lamongan Jawa Timur

Kabupaten Lamongan terletak di belahan pantai utara provinsi Jawa Timur

yang memiliki keunggulan dalam bidang perikanan dan kelautan. Lamongan

memiliki 27 desa pesisir yang tersebar di pantai utara Lamongan, yaitu di kecamatan

Paciran dan Brondong. Panjang pantai utara Lamongan adalah ± 47 Km dengan

jumlah nelayan 22.730 orang, yang dibagi dalam dua golongan yaitu nelayan buruh

18.4SS orang dan nelayan juragan atau pemilik 4.275 orang. Jumlah armada tangkap

5.345 buah dan 8.306 buah alat tangkap.

Penangkapan ikan laut di Kabupaten Lamongan terpusat di perairan Laut

Jawa pada wilayah Kecamatan Brondong dan Kecamatan Paciran yang memiliki 5

(lima) Tempat Pendaratan Ikan (TPI), yaitu mulai dari arah timur ke barat (Weru,

Kranji, Brondong, Labuhan dan Lohgung). Dilihat dari produksinya paling tinggi

adalah Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong yang mencapai kurang lebih 100

ton/hari, dibandingkan dengan keempat pangkalan pendaratan ikan yang lain yaitu

Weru, Kranji, Labuhan dan Lohgung yang hanya mencapai 10 ton/hari.

Berdasarkan data produksi dan trip alat tangkap dari data Laporan Tahunan

Dinas Perikanan, Kelautan dan Petemakan Kabupaten Lamongan yang dianalisa

menggunakan pendekatan model Schaefer dan Fox, hasil perhitungannya dapat

dilihat sebagai berikut:

a. Analisa model Schaefer

Jumlah effort optimum yang mempertahankan stok ikan pada kondisi

keseimbangan (MSY : Maximum Sustainable Yield) adalah 17.452 trip/tahun atau

setara dengan 727 unit/tahun standarisasi alat tangkap purse seine. Jumlah hasil

tangkap maksimum yang mempertahankan stok biomas pada kondisi keseimbangan

adalah 38.590 ton/tahun dengan hasil tangkap per unit usaha (CPUE : Catch per Unit

Page 9: pengelolaan kebijakan undang2

Effort } adalah 2,211 ton/unit/tahun. Berdasarkan pendekatan model Schaefer, maka

dapat dikatakan bahwa stok biomass perairan utara Kabupaten Lamongan mengalami

over fishing pada tahun 2002.

b. Analisa model Fox

Jumlah effort optimum yang mempertahankan stok ikan pada kondisi

keseimbangan (MSY) adalah 21.048 trip/tahun atau 887 unit/ tahun standarisasi alat

tangkap purse seine. Jumlah hasil tangkap maksimum yang mempertahankan stok

biomass pada kondisi keseimbangan adalah 39.152 ton/tahun dengan hasil tangkap

per unit usaha (CPUE) adalah 1,860 ton/unit/tahun.

Berdasarkan pendekatan model Fox, maka dapat dikatakan baliwa stok total

biomas perairan utara Kabupaten Lamongan berada di titik kritis pada kondisi

keseimbangan. Berdasarkan kedua analisa tersebut di atas, maka diketahui bahwa

pendekatan Schaefer dan Fox memberikan hasil yang hampir sama, sehingga dapat

disimpulkan bahwa dengan kondisi perairan yang over fishing maka apabila ada

penambahan alat tangkap (effort) lebih lanjut dalam jangka panjang akan

mengakibatkan tidak hanya over fishing, tetapi bahkan menyebabkan hilangnya

potensi sumberdaya ikan. Sehingga paling tidak jumlah alat tangkap atau effort harus

dipertahankan seperti sekarang atau bahkan diturunkan untuk sementara waktu agar

stok biomass mampu melakukan pemulihan (recovery).

3.2 Permasalahan Sumberdaya Perikanan Lamongan

Salah satu penyebab adanya penggantian undang-undang no. 22 tahun. 1999

yang digantikan dengan undang-undang no. 32 tahun. 2004 tentang pemerintahan

daerah, adalah bahwa undang-undang no. 22 tahun 1999 sudah memunculkan

berbagai persoalan pelik terutama yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya laut.

Kenyataan ini tentu saja sangat disayangkan, karena pada awalnya undang-undang

tersebut diharapkan dapat berperan menciptakan solusi bagi masalah dunia perikanan,

Page 10: pengelolaan kebijakan undang2

yang tengah menghadapi masa sulit terkait dengan menipisnya stok ikan (over

fishing) di berbagai wilayah penangkapan. Disamping itu undang -undang tersebut

diharapkan juga dapat memfasilitasi munculnya sebuah perbaikan terhadap sistem

pengelolaan yang berlaku.

Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah

memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah agar

leluasa mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri sesuai

dengan kepentingan masyarakat setempat dan potensi setiap daerah. Pemberian

otonomi dititikberatkan pada kabupaten dan kota dimaksudkan agar dalam

penyelenggaraan otonomi lebih dapat mengakomodasikan dan mewuju dkan cita-cita

masyarakat makmur dan sejahtera melalui pemerataan hasil-hasil pembangunan di

seluruh daerah dan agar dapat dinikmati oleh semua lapisan warga masyarakat

(Djumari, 2005).

Ma'ruf dan Agus (2005) mengatakan bahwa mengacu pada UUD 1945 pasal

33, pemerintahan pada masa orde baru menetapkan kebijakan pengelolaan

sumberdaya perikanan secara terpusat. Dalam konteks kebijaksanaan sentralistik

tersebut, pendekatan operasional yang dipilih adalah doktrin "milik bersama"

(common property), dimana setiap individu (kelompok) berkesempatan mendapatkan

akses yang sama (open access) untuk melaksanakan kegiatan eksploi tasi di setiap

titik bagian wilayah perairan Indonesia. Kelemahan dari sistem ini adalah bahwa para

pemilik modal (pada umumnya bukan orang daerah) bersaing melakukan eksploitasi

sumberdaya, termasuk melakukan ekspansi ke daerah -daerah. Untuk itu maka

dikeluarkan undang-undang no. 22 tahun 1999 tersebut. Akan tetapi kenyataannya

undang -undang ini memunculkan persoalan baru yang komplek, antara lain beberapa

pasal UU 22/1999 telah mendorong kompetisi antar daerah, yang tidak seharusnya

terjadi pada pemanfaatan sumberdaya perikanan. Pembagian kewenangan

pengelolaan wilayah perairan laut yang semula "dimiliki bersama" seakan

diperbolehkan untuk dikapling –kapling oleh daerah.

Page 11: pengelolaan kebijakan undang2

Terkait dengan implikasi negatif tersebut, maka diperbarui dengan undang-

undang no. 32 tahun 2004 yang diharapkan memberikan harapan baru bagi upaya

penyempurnaan sistem pengelolaan perikanan di Indonesia. Tujuan peletakan

kewenangan seperti yang diatur dalam UU

no. 22 tahun 1999, adalah peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadi

lan, demokratisasi, dan penghormatan terhadap budaya lokal dengan memperhatikan

potensi dan keanekaragaman daerah. Kewenangan ini dilaksanakan secara luas, utuh,

dan bulat yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan

evaluasi pada semua aspek pemerintahan. Problematika pengelolaan perikanan yang

timbul akibat penerapan UU 22/1999, yang sedianya diharapkan dapat memfasilitasi

munculnya sebuah perbaikan terhadap sistem pengelolaan yang berlaku pada masa

itu. Kemudian UU 32/2004 pada s aat ini dapat dianggap sebagai sebuah harapan

baru bagi upaya penyempurnaan sistem pengelolaan perikanan di Indonesia (Ma'ruf

& Agus, 2005).

3.3 Kajian Implementasi Kebijakan terhadap Pengelolaan Sumberdaya

Perikanan

Undang-undang no. 32 tahun 2004 merupakan undang-undang yang mengatur

tentang pemerintahan daerah untuk menggantikan undang-undang no. 22 tahun 1999.

Pasal 18 dari undang-undang tersebut mengatur tentang kewenangan pemerintah

daerah dalam berbagai tugas otonomi termasuk pengelolaan sumberdaya di wilayah

laut. Hal -hal yang berkaitan dengan kewenangan tersebut antara lain adalah :

Ayat 1 : daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk

mengelola sumberdaya di wilayah laut

Ayat 2 : daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumberdaya alam di

bawah dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan dan perundang -

undangan

Page 12: pengelolaan kebijakan undang2

Kewenangan daerah untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut

b. pengaturan administra tif

c. pengaturan tata ruang

d. penegakan hokum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang

dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah

e. ikut serta dalam pemeliharaan keamanan

f. ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara

g. kerjasama dan penyelesalan konflik antar daerah .

Selanjutnya disebutkan bahwa kewenangan untuk mengelola sumberdaya di

wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut

lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari

wilayah kewenangan propinsi untuk kabupaten/kota. Apabita wilayah laut antara 2

(dua) propinsi kurang dari 24 (dua puluh empat) mil, kewenangan untuk mengelola

sumberdaya di wilayah laut dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip garis tengah

dari wilayah antar 2 (dua) provinsi tersebut, dan untuk kabupaten/kota memperoleh

1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi dimaksud.

Pelaksanaan pengelolaan sumberdaya di wilayah laut di kabupaten Lamongan

diatur melalui peraturan-peraturan pelaksanaan undang-undang no. 32 tahun 2004.

Beberapa peraturan pelaksanaan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah daerah

Lamongan adalah:

1. Peraturan daerah kabupaten Lamongan no. 4 tahun 2004 tentang pengerukan

dan reklamasi di kabupaten Lamongan. Peraturan ini disahkan tanggal 2

Desember 2004, dengan pertimbangan dalam rangka keselamatan pelayaran

dan pelestarian lingkungan di wilayah perairan, sehingga perlu dilakukan

kegiatan pengerukan dan reklamasi di kabupaten Lamongan. Kegiatan

pengerukan dan reklamasi boleh dilakukan dalam rangka untuk menunjang

Page 13: pengelolaan kebijakan undang2

kegiatan kepelabuhan pada daerah lingkungan kerja pelabuhan dan daerah

kepentingan pelabuhan. Kegiatan ini harus memperhatikan rencana umum tata

ruang wilayah (RTRW) daerah, keselamatan pelayaran, kelestarian

lingkungan dan rencana induk pelabuhan.

2. Peraturan daerah kabupaten Lamongan no. 8 tahun 2004 tentang retribusi

pengukuran, pemberian surat tanda kebangsaan kapal (pas kecil) dan sertifikat

kesempurnaan kapal. peraturan ini disahkan pada tanggal 2 Desember 2004

dengan tujuan ditetapkannya adalah untuk kelancaran lalu lintas di perairan

laut dan sungai serta guna keselamatan pelayaran, maka perlu adanya

pengaturan, pengawasan dan pengendalian terhadap operasional kapal di

perairan. Retribusi ini digolongkan sebagai retribusi jasa umum dan tingkat

penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis dan ukuran kapal, yang dibedakan

dalam kelompok kapal dengan konstruksi kayu dan sejenisnya, kapal dengan

konstruksi serat fiber dan sejenisnya dan kapal dengan konstruksi besi

ferrocement dan sejenisnya.

3. Peraturan daerah kabupaten Lamongan no. 7 tabun 2004 tentang retribusi izin

usaha perikanan dan kelautan di kabupaten Lamongan. Peraturan ini

ditetapkan tanggal 2 Desember 2004, guna mendorong pertumbuhan dan.

pengembangan usaha perikanan serta untuk melindungi sumberdaya alam di

kabupaten Lamongan, khususnya yang berada di perairan, maka perlu adanya

pengaturan mengenai usaha perik anan di kabupaten Lamongan. Izin usaha

perikanan dan kelautan meliputi usaha penangkapan ikan di perairan umum,

usaha pembudidayaan ikan, usaha pengolahan ikan, usaha eksploitasi

kekayaan laut selain ikan, usaha eksplorasi laut, pemasangan rumpon,

penanaman atau pemancangan sarana di laut, dan peredaran hasil perikanan.

Retribusi izin usaha perikanan dan kelautan termasuk golongan retribusi

perijinan tertentu dan cara mengukur tingkat penggunaan jasa dihitung

berdasarkan klasifikasi, volume dan jenis pemanfaatan usaha yang dilakukan.

Page 14: pengelolaan kebijakan undang2

Prinsip penetapannya untuk mengganti administrasi, biaya pembinaan,

pengendalian dan pengawasan.

4. Peraturan daerah kabupaten Lamongan no. 50 tahun 2000 tentang retribusi

pasar grosir penyelenggaraan pelelangan ikan di kabupaten Lamongan.

Peraturan ini disahkan tanggal 18 Desember 2000, mengatur tentang ruang

lingkup dan jenis-jenis retribusi daerah provinsi dan kabupaten/kota,

selanjutnya penyelenggaraan pelelangan ikan termasuk lingkup retribusi pasar

grosir dan atau pertokoan dengan segala aktifitasnya merupakan jenis retribusi

kabupaten. Obyek retribusi ini adalah pelayanan penyediaan fasilitas

penyelenggaraan lelang ikan oleh pemerintah daerah berupa tempat

pelelangan ikan baik yang dibangun oleh pemerintah pusat dan/atau

pemerintah provinsi dan/atau pemerintah daerah. Maksud dan tujuan

penyelanggaraan pelelangan ikan di tempat pelelangan ikan adalah untuk

mendapatkan kepastian pasar dan mengusahakan stabilitas harga pasar bagi

nelayan, meningkatkan taraf hidup dan kese jahteraan nelayan, meningkatkan

pendapatan daerah, memberdayakan koperasi nelayan, meningkatkan

pengetahuan dan kemampuan nelayan, sebagai sarana pengumpulan data

statistik perikanan, dan pusat pembinaan nelayan.

3.4 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Lamongan Jawa Timur

3.4.1 Aturan dan Perizinan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Lamongan

Jawa Timur

Pembuatan renstra perikanan dan kelautan adalah untuk menjabarkan rencana

pembangunan jangka menengah (RPJM) kabupaten Lamongan beserta visi dan misi

daerah dalam bentuk dokumen perencanaan. Dokumen ini merupakan suatu dokumen

perencanaan pembangunan di bidang ekonomi di sektor perikanan dan kelautan, yang

memberikan arah kebijakan, strategi serta sasaran-sasaran dan program yang ingin

dicapai selama 5 tahun ke depan (tahun 2006 -2010).

Page 15: pengelolaan kebijakan undang2

Kebijakan umum yang harus dicapai dalam pembangunan perikanan dan

kelautan meliputi:

1. pengembangan usaha budidaya perikanan dan kelautan

2. pengendalian usaha perikanan dan kelautan

3. peningkatan mutu hasil perikanan dan pembangunan pemasarannya

4. peningkatan kelembagaan perikanan dan kelautan

5. peningkatan infrastruktur perikanan kelautan dan perikanan.

Untuk mencapai tujuan pembangunan perikanan maka visi dari dinas

perikanan, kelautan dan peternakan kabupaten Lamongan adalah: terwujudnya

peningkatan perekonomian daerah melalui optimalisasi usaha dan pemberdayaan

masyarakat di bidang perikanan, kelautan dan peternakan. Misi dalam rangka

mewujudkan visi yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya laut adalah:

mengembangkan dan mendayagunakan sumberdaya perikanan, kelautan da n

peternakan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab. Untuk mencapai misi tersebut

maka tujuan RPJM kabupaten Lamongan adalah meningkatkan produksi dan

keanekaragaman jenis ikan. Strategi yang diterapkan untuk mencapai tujuan tersebut

adalah meningkatkan pengelolaan dan pendayagunaan sumberdaya perikanan secara

optimal.

Salah satu kebijakan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi di

kabupaten Lamongan RPJM tahun 2006 -2010 pada sektor kelautan adalah

peningkatan pengelolaan dan pendayagunaan sumberdaya perikanan secara optimal.

Program kegiatan pengembangan sumberdaya kelautan yang dilaksanakan adalah:

1. pengembangan kawasan budidaya laut dan air payau

2. penataan dan pengelolaan perairan di wilayah laut kewenangan kabupaten

3. pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana kelautan

4. pengendalian dan peningkatan pelayanan perijinan usaha

5. pengawasan eksploitasi sumberdaya pe rikanan dan kelautan

6. fasilitas infrastruktur bahan bakar untuk nelayan

Page 16: pengelolaan kebijakan undang2

7. pengembangan sistem jaringan informasi kelautan

8. pembinaan pengembangan sumberdaya kelautan

9. peningkatan kualitas armada tangkap (palkah / handling space).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa peraturan daerah sebagai

implementasi dari undang-undang no. 32 tahun 2004 khususnya dalam pengelolaan

sumber daya perikanan, laut telah ditetapkan dalam kerangka untuk mencapai tujuan

pembangunan (RPJM) kabupaten Lamongan. Selain itu berbagai peraturan daerah

dimaksud juga menunjukkan seberapa besar dan luas otonomi yang dimiliki sebagi

wujud dan bentuk kewenangan kabupaten Lamongan sebagai daerah otonom. Hal ini

sesuai dengan pendapat Abdullah (1988) bahwa implementasi kebijakan public

merupakan serangkaian tindak lanjut yang dilakukan oleh l embaga atau badan

tertentu yang telah ditunjuk sebagai penyelenggara kebijakan. Demikian juga

penetapan rencana strategis (Renstra) bidang perikanan dan kelautan yang telah

menetapkan visi, misi, tujuan dan sasaran, strategi serta berbagai program dan

kegiatan yang akan dilakukan dalam kurun waktu 2006- 2010 merupakan bentuk

implementasi yang lain. Dengan pertimbangan potensi yang ada, sarana dan

prasarana yang tersedia serta kemampuan untuk mencapai sasaran menjadi pendorong

dalam meningkatkan perikanan dan kelautan sesuai program yang telah ditetapkan.

Jika implementasi dimaknai sebagai proses implementasi program/kebijakan,

maka akan terlihat rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah kebijakan ditetapkan yaitu

pengambilan keputusan, langkah-langkah strategis maupun operasional yang

ditempuh untuk mewujutkan kebijakan menjadi kenyataan (Abdullah, 1988), maka

implementasi dari undang-undang tentang pemerintahan daerah khususnya dalam hal

pengelolaan sumber daya perikanan laut terlihat dalam berbagai peraturan dan

ketentuan yang dibuat.

Page 17: pengelolaan kebijakan undang2

Implementasi Kebijakan Pengelolaan Perikanan Laut

No Undang-Undang

No. 32/2004

Peraturan

Kabupaten

Program

dalam Renstra

1 Eksplorasi, eksploitasi,

konversi dan pengelolaan

kekayaan laut

Perda 4/2004 tentang

pengerukan dan

reklamasi pantai di

Kabupaten Lamongan

Pengembangan kawasan

budidaya laut dan air

payau

2 Pengaturan administratif Perda 7/2004 tentang

retribusi usaha

perikanan dan kelautan

Penataan dan

pengelolaan perairan di

wilayah laut

3 Pengaturan tata ruang Perda 55/2000 tentang

kawasan lindung

Pengendalian dan

peningkatan pelayanan

perijinan usaha

4 Penegakan hukum Perda 8/2004 tentang

retribusi pengukuran,

pemberian pas kecil

kapal

Pembangunan dan

pengembangan sarana

dan prasarana kelautan

5 Pemeliharaan keamanan

laut

Pengawasan eksploitasi

sumberdaya perikanan

dan kelautan

6 Kerjasama dan konflik

antar daerah

Fasilitas infrastruktur

bahan bakar untuk

nelayan

Pengembangan system

jaringan informasi

kelautan

Pembinaan

pengembangan

Page 18: pengelolaan kebijakan undang2

sumberdaya kelautan

Peningkatan kualitas

armada tangkap

Peningkatan

kesejahteraan nelayan

Program dan/atau Kebijakan yang telah ditetapkan di Kabupaten Lamongan

adalah sebagai berikut:

1. Peraturan daerah kabupaten Lamongan no. 4 tahun 2004 tentang pengerukan

dan reklamasi di kabupaten Lamongan. Implementator dari peraturan ini

adalah Bupati beserta perangkat daerah otonom sebagai badan eksekutif

daerah, dinas perhubungan dan pariwisata kabupaten Lamongan, dengan

kelompok sasaran adalah perorangan atau badan yang melakukan kegiatan

pengerukan dan reklamasi dalam rangka menunjang kegiatan kepelabuhan

2. Peraturan daerah kabupaten Lamongan nomor 8 tahun 2004 tentang retribusi

pengukuran, pemberian surat tanda kebangsaan kapal (pas kecil) dan sertifkat

kesempurnaan kapal. Implementator dari peraturan ini adalah bupati beserta

perangkat daerah otonom sebagai badan eksekutif daerah, dinas perikanan,

kelautan dan peternakan kabupaten Lamongan, dan sebagai kelompok sasaran

adalah perusahaan dan atau nelayan yang melakukan penangkapan ikan

dengan menggunakan kapal/perahu motor tempel I, pembudidayaan ikan,

pengolahan ikan, eksploitasi, eksplorasi laut, penanaman atau pemancangan

sarana di luar pelabuhan, pemasangan rumpon di laut dan peredaran hasil

perikanan

3. Peraturan daerah kabupaten Lamongan no. 7 tahun 2004 tentang retribusi izin

usaha perikanan dan kelautan di kabupaten Lamongan. Sebagai implementator

dari peraturan ini adalah bupati beserta perangkat daerah otonom sebagai

badan eksekutif daerah, dinas perhubungan dan pariwisata kabupaten

Page 19: pengelolaan kebijakan undang2

Lamongan, dengan kelompok sasaran adalah orang pribadi atau badan yang

memperoleh jasa pelayan an pengukuran, pendaftaran, pemberian surat tanda

kebangsaan kapal (pas kecil) dan sertifikat kesempurnaan kapal ukuran isi

kotor < GT.7

4. Peraturan daerah kabupaten Lamongan no. 50 tahun 2000 tentang retribusi

pasar grosir penyelenggaraan pelelangan ikan di kabupaten Lamongan.

Implementator dari peraturan ini adalah bupati beserta perangkat daerah

otonom sebagai badan eksekutif daerah, dinas perikanan, kelautan dan

peternakan kabupaten Lamongan, dengan kelompok sasaran yaitu orang

pribadi atau badan yang menggunakan fasilitas berupa tempat pelelangan ikan

sebagai sarana pelayanan penyelenggaraan pelelangan ikan.

Ditetapkan dan dilaksanakannya peraturan-peraturan daerah tersebut sebagai

implementasi undang-undang no. 32 tahun. 2004, nampak adanya: peningkatan jenis

armada kapal motor temple dari 5.331 kapal (tahun 2004) menjadi 5.385 kapal (tahun

2005) dan perahu layar dari 100 menjadi 169 perahu layar; peningkatan produksi

perikanan sektor laut menjadi 37.937.018 Kg den gan nilai rupiah 58.039,51 juta; dan

peningkatan produksi budidaya air payau dari 121.60 Ton (tahun 2004) menjadi

171,30 Ton (tahun 2005).

3.4.2 Kearifan Lokal Masyarakat

Kearifan lokal merupakan nilai-nilai budaya, pengetahuan, dan pengalaman

yang menjadi entitas suatu kelompok masyarakat yang digunakan oleh masyarakat

dalam mengelola interaksi antara sesama manusia, dan antara manusia dengan alam.

Kearifan masyarakat pada masyarakat pesisir Kabupaten Lamongan adalah

mencangup pengetahuan, sikap, dan keterampilan masyarakat pesisir dalam

memanfaatkan pesisir dan laut untuk secara berkelanjutan ditinjau dari segi sosial,

ekonomi, dan konsevasi. Pemikiran dan pengetahuan serta perilaku masyarakat

pesisir dalam mengelola sumber daya alam yaitu memiliki unsur-unsur diantara lain :

Page 20: pengelolaan kebijakan undang2

pengetahuan dan wawasan tentang pengelolaan sumber daya perikanan Lamongan,

Sikap mental dan respon terhadap pemanfaatan dan konservasi, keterampilan dan

kemampuan memanfaatkan sumber daya perikanan menjadi berbagai upaya disertai

upaya pemulihan sumber daya.

Kearifan lokal masyarakat Kabupaten Lamongan terhadap indikator nilai-nilai

sosial budaya dalam Pengelolaan Sumber Daya Perikanan yaitu:

1. Peran sumberdaya perikanan bagi kehidupan masyarakat

2. Aturan lokal untuk mengawasi pemanfaatan sumberdaya perikanan

3. Kegiatan bersama, seperti nilai-nilai gotong royong

4. Hubungan sosial antar masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya perikanan

5. Kegiatan upacara untuk menghormati laut sebagai sumber kehidupan

Jumlah rumah tangga perikanan tangkap mencapai 22.930 yang tesebar di 2

kecamatan yaitu Kecamatan Brondong dan Kecamatan Paciran. Tingkat pendidikan

nelayan pada masing-masing daerah umumnya tergolong cukup yaitu: SD sampai

SMU. Kemudian dilihat pengalaman pekerjaan sebagai nelayan mulai dari 10 sampai

kurang lebih 40 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan pekerjaan sebagai

nelayan dalam usaha perikanan tangkap temyata sangat tinggi. Perkembangan jumlah

nelayan dari tahun 1996 – 2002 menunjukkan jumlah semakin meningkat. Hal ini

juga menunjukkan bahwa pekerjaan sebagai nelayan menjadi prioritas utama,

khususnya di Kecamatan Brondong dan Paciran.

Page 21: pengelolaan kebijakan undang2

BAB IV

KESIMPULAN

Kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Lamongan Jawa

Timur dengan perundangundangan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat dan

pemerintah daerah serta RPJM (Rancangan Pengelolaan Jangka Menengah) dalam

menunjang sumberdaya perikanan Lamongan agar tetap lestari. Undang-undang no.

32 tahun 2004 merupakan undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan

daerah untuk menggantikan undang-undang no. 22 tahun 1999. Pasal 18 dari undang-

undang tersebut mengatur tentang kewenangan pemerintah daerah dalam berbagai

tugas otonomi termasuk pengelolaan sumberdaya di wilayah laut. Sedangkan

pelaksanaan pengelolaan sumberdaya di wilayah laut di kabupaten Lamongan diatur

melalui peraturan-peraturan pelaksanaan undang-undang no. 32 tahun 2004. Salah

satu kebijakan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kabupaten

Lamongan RPJM tahun 2006 -2010 pada sektor kelautan adalah peningkatan

pengelolaan dan pendayagunaan sumberdaya perikanan secara optimal.

Secara umum meskipun belum menjangkau seluruh kewenangan yang

dimiliki sebagai daerah otonom, pemerintah kabupaten Lamongan telah

merealisasikan kewenangannya untuk menetapkan beberapa peraturan daerah sebagai

bentuk implementasi pengelolaan sumberdaya perikanan laut berdasarkan undang-

undang tentang pemerintahan daerah. Disamping itu juga berbagai jenis program dan

kegiatan telah dirumuskan dalam rencana strategi bidang perikanan dan kelautan

yang dikaitkan dengan rencana pembangunan jangka menengah kabupaten

Lamongan.

Page 22: pengelolaan kebijakan undang2

DAFTAR ACUAN

Hartojo Putro. R, Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut di Lamongan Jawa Timur, Departemen Ilmu Administrasi, FISIP , Universitas Airlangga, Surabaya

Data dan Profil Kebupaten Lamongan http://www.lamongan.go.id/

Perundang-undangan Kebijakan Pengelolaan Perikanan Kabupaten Lamongan Jawa Timur: http://www.djpp.depkumham.go.id/files/ld/2011/KabupatenLamongan-2011-12.pdf