Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim...

86
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN MAJELIS HAKIM PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT TENTANG PERKARA PIDANA PENGHINAAN OLEH PERS (PUTUSAN NO. 1426/PID.B/2003/PN.Jkt.Pst.) Oleh : NURHIKMAH NIM : 103045128157 KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 M

Transcript of Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim...

Page 1: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN

MAJELIS HAKIM PENGADILAN NEGERI JAKARTA

PUSAT TENTANG PERKARA PIDANA

PENGHINAAN OLEH PERS

(PUTUSAN NO. 1426/PID.B/2003/PN.Jkt.Pst.)

Oleh :

NURHIKMAH

NIM : 103045128157

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H / 2008 M

Page 2: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

2

بسم اهللا الرحمن الرحيم

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha

Penyayang, puja dan puji syukur terucap hanya kepada Illahi Rabbi yang telah

memberikan kekuatan lahir batin, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Rasulullah SAW sebagai

Uswatun Hasanah yang telah menuntun umatnya ke jalan kebenaran.

Skripsi ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar

Sarjana Hukum Islam (SHI), sebagai salah satu tugas akademis di Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Tanpa bantuan dan uluran tangan maka tentunya skripsi ini tidak akan dapat

terselesaikan seperti sekarang ini. Ucapan terima kasih ini secara khusus penulis

sampaikan kepada :

1. Prof. Dr. H. Amin Suma, SH, MA, MM, selaku Dekan Fakultas Syari’ah

dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

yang telah mencurahkan baktinya kepada kami, selaku Mahasiswa dan

Mahasiswi Fakultas Syari’ah dan Hukum ;

2. Bapak Asmawi, M. Ag dan Ibu Sri Hidayati, M. Ag, selaku Ketua dan

Sekretaris Jurusan Jinayah Siyasah Fakultas Syari’ah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang dengan

i

Page 3: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

3

ramah serta kekeluargaan membimbing dan mengarahkan kami, selaku

mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Jinayah Siyasah ;

3. Bapak Drs. H. Odjo Kusnara N, M.Ag, selaku pembimbing I dan Bapak

Kamarusdiana S. Ag, MH, selaku pembimbing II yang telah memberikan

waktu, arahan dan perhatian serta motivasi kepada penulis dari awal hingga

akhir sehingga skripsi ini dapat diselesaikan ;

4. Seluruh Dosen yang telah memberi ilmu kepada penulis, selama penulis

belajar di Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta ;

5. Pimpinan dan Pegawai Perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu

penulis dalam proses pencarian data yang berkaitan dengan pembahasan.

6. Pimpinan dan Pegawai Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu penulis dalam proses pencarian

data yang berkaitan dengan pembahasan.

7. Pimpinan dan Pegawai Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang telah

mengizinkan dan memberi penulis untuk mencari data-data yang dibutuhkan

dalam skripsi ini ;

8. Kepada Ayahanda H.Nasan dan Ibunda Sopiah, satu dari sekian harapan

kalian telah ananda penuhi, semoga harapan-harapan kalian yang lain dapat

pula ananda wujudkan. Tiada kata yang pantas ananda ucapkan selain

ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas segala pengorban, kasih

ii

Page 4: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

4

sayang, dukungan dan bimbingan kalian, hanya Allah lah yang dapat

membalas kebaikan kalian selama ini.

9. Teruntuk suamiku tercinta, Ahmad Shobari yang selalu memberikan semangat

dan motivasi bagi penulis agar selalu berjuang terus pantang menyerah, dan

telah memberikan spirit baik lahir maupun batin, serta do’a yang diberikan

kepada penulis dan senantiasa mendampingi baik dalam suka maupun duka.

10. Kepada Putra Kecilku, M. Fatich Abd. Rohim yang selalu memberikan

keteduhan, keceriaan. Kehadiran dan senyumannya yang selalu meringankan

segala beban kehidupan.

11. Kepada Teman-teman Konsentrasi Pidana Islam Angkatan 2003, yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatunya, segala kenangan indah maupun duka

yang kita hadapi bersama merupakan sebuah kenangan yang tidak akan

terlupakan.

12. Kepada kakanda Syahrul dan Neneng hulia terima kasih atas dorongan dan

kritiknya .

Hanya dengan bermunajat kepada Allah SWT, penulis memohon dan

berdo’a semoga amal baik serta jasa-jasa mereka diberi balasan pahala yang

berlipat ganda oleh Allah SWT. Amin Ya Rabbal ’Alamin.

Jakarta, 8 September 2008 M 8 Ramadhan 1429 H

Penulis

iii

Page 5: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

5

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………... i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………….. iv

BAB 1 : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah................................................................ 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................................ 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian................................................... 7

D. Tinjauan Pustaka........................................................................... 7

E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan..................................... 9

F. Sistematika Penulisan.................................................................. 11

BAB II : TINDAK PIDANA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

A. Pengertian Tindak Pidana............................................................ 13

B. Unsur-Unsur Tindak Pidana…………………………………… 15

C. Jenis-Jenis Tindak Pidana……………………………………… 19

D. Pertanggungjawaban Pidana…………………………………… 25

BAB III : TINJAUAN TEORITIS TENTANG PENGHINAAN DAN PERS

A. Pengertian Penghinaan................................................................. 32

B. Bentuk-bentuk Penghinaan.......................................................... 34

C. Kode Etik Jurnalistik.................................................................... 40

D. Kebebasan Pers........................................................................... 45

iv

Page 6: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

6

BAB IV : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN MAJELIS

HAKIM PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT

TENTANG PERKARA PIDANA PENGHINAAN OLEH PERS

A. Gambaran Kasus pada Perkara Penghinaan Oleh

Pers........................................................................................... 54

B. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada

Perkara Penghinaan Oleh Pers.................................................. 59

C. Analisis Hukum Islam pada Perkara

No.1426/Pid.B/2003/PN.Jkt.Pst. Tentang Penghinaan Oleh

Pers........................................................................................... 61

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................ 74

B. Saran.......................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 77

LAMPIRAN.............................................................................................................. 80

v

Page 7: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

7

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sekarang ini, masyarakat dunia hampir tidak bisa

melepaskan diri dari keterikatan dan ketergantungan terhadap kebutuhan dunia

pers. Keterikatan dan ketergantungan akan dunia pers juga menimpa masyarakat

Indonesia. Kebutuhan dunia pers tidak terlepas dari kebutuhan masyarakat akan

informasi. Pada zaman sekarang ini kebutuhan informasi telah menjadi seperti

kebutuhan pokok yang tak beda dengan kebutuhan terhadap sandang, pangan

dan papan.

Adapun pers adalah wahana sosial dan wahana komunikasi massa yang

melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki,

menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk

tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam

bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala

jenis saluran yang tersedia.1

Pers menjelma menjadi salah satu struktur masyarakat yang menonjol dan

mempunyai ruang lingkup cakupan yang sangat luas dalam masyarakat di abad

ke- 21 ini. Dalam Pasal 3 Ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999, Pers

nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan 1 Sudirman Tebba, Hukum Media Massa Nasional, (Ciputat: Pustaka Irvan, 2007) , h. 153.

1

Page 8: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

8

kontrol sosial. Dengan segala fungsi tersebut yang dimiliki pers, pers membawa

fungsi yang sangat luas terhadap pola tingkah laku manusia, karena pers dengan

keberadaaannnya dapat menjangkau seluruh kalangan masyarakat siapa pun,

kapan pun dan dimana pun serta memberikan efek yang mempengaruhi

masyarakat.

Efek dari pers yang mempengaruhi masyarakat dapat timbul akibat dari

pengaruh yang besar dalam masyarakat. Efek pengaruh yang dihasilkan oleh

pers tersebut harus disikapi secara serius terutama dampak negatif yang dapat

dihasilkan dari pers yang begitu besar dalam masyarakat dapat menjadi tidak

terkontrol dan dapat merugikan baik untuk pers itu sendiri maupun masyarakat

luas yang dapat menimbulkan dampak negatif. Tetapi muncul Sekalipun pers

memilliki aturan-aturan yang jelas yang mengatur pers, ternyata pers tidak

bebas dari perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum, baik hal tersebut

dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja, dalam arti singkat adalah pers

tetap dapat melakukan tindak pidana walaupun sudah memilliki aturan-aturan

hukum yang mengatur tentang pers.

Adapun pers yang mempunyai dan melaksanakan peranan sebagai berikut:

1. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; 2. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi

hukum dan hak asasi manusia serta menghormati kebhinekaan; 3. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat

dan benar; 4. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan kepentingan umum;

Page 9: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

9

5. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.2

Adapun istilah tindak pidana penghinaan sebagaimana tercantum dalam

pasal 310 KUHP, dapat dikatakan sebagai suatu istilah yang umum dalam

mengambarkan tindak pidana terhadap kehormatan. Tetapi bila dicermati

dengan teliti dan dipandang dari sisi sasaran atau object delicti maka

berdasarkan maksud dan tujuan dari pasal tersebut, yakni melindungi

“kehormatan”, istilah tindak pidana terhadap kehoramatan jauh lebih tepat.

Pada dasarnya penghinaan adalah menyerang nama baik dan kehormatan

seseorang, yang bukan dalam artian seksual, sehingga orang tersebut merasa

dirugikan.3

Tindak pidana kehormatan ini, menurut hukum pidana terdiri dari empat

bentuk, yakni 4:

1. Menista ( secara lisan );

2. menista secara tertulis;

3. fitnah;

4. penghinaan ringan;

2 Frans Hendra Winata, “Kebebasan Pers Dalam RUU KUHP,” artikel diakses pada 25

Agustus 2007 dari http://www.duniaesai.com/hukum/hukum2.htm 3 Wina Armada, Wajah Hukum Pidana Pers, (Jakarta: Pustaka Kartini,1989) , h. 52. 4 Leden Marpaung, Tindak Pidana Kehormatan, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada,1997) ,

h. 9.

Page 10: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

10

Tetapi di dalam KUHP ( Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ) dimuat

juga tindak pidana lain terhadap kehormatan, yang erat terkait dengan

kehormatan dan nama baik, yakni :

1. Pemberitahuan palsu;

2. Persangkaan palsu;

3. Penistaan terhadap yang meninggal;

Penghinaan merupakan pelanggaran yang menyangkut harkat dan

martabat manusia, yang berupa penghinaan biasa / fitnah tuduhan melakukan

suatu perbuatan tertentu. Berita penghinaan sangat besar pengaruhnya dan

sangat jauh akibatnya, karena dapat mencemarkan nama baik seseorang,

karirnya, juga dapat mengoncangkan masyarakat5. Di dalam Al-Qur’an surat

Al-Hujurat/49: 11, Allah berfirman :

5 Djoko Prakoso, Perkembangan Delik Pers Di Indonesia, ( Yogyakarta: Liberty, 1988 ),

Cet. Ke-1, h.120.

Page 11: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

11

)11 :49/ تارجحلأ (

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil- memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat , maka mereka itulah orang-orang yang zhalim”.

Dari ayat di atas menunjukkan bahwa mengolok-olok, mengejek,

menghina dan merendahkan orang lain merupakan kesombongan yang

tersembunyi dan harus dihindari dalam pergaulan hidup manusia. Ayat tersebut

menjadi peringatan bagi orang-orang yang beriman agar tidak merasa bahwa

dirinya serba lengkap, serba tinggi dan serba cukup. Padahal setiap manusia

terdapat segala macam kekurangan, kealpaan dan kesalahan.

Penyampaian berita atau sering disebut dengan pemberitaan kepada

masyarakat, merupakan salah satu kegiatan utama dari pers seperti yang

tercantum dalam pasal 1 Undang-Undang No. 40 tahun 1999. Sedangkan yang

menjadi masalah dalam pemberitaan pers adalah jika pemberitaan pers

digunakan sebagai alat untuk memfitnah atau menghina seseorang atau institusi

atau tidak mempunyai nilai pidana berita ( news ), dan atau di dalam

Page 12: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

12

pemberitaan tersebut terdapat unsur kesengajaan (opzet ) dan unsur kesalahan

(schuld ) yang memenuhi unsur tindak pidana.6

Peradilan terhadap pers selalu diartikan sebagai ancaman terhadap

kebebasan pers ( freedom of the press ). Mereka menghendaki kebebasan yang

sebesar-besarnya dalam melakukan tugas jurnalistik dengan tameng kebebasan

pers amat penting dalam kehidupan demokrasi. Mereka menilai jika wartawan

atau pers salah dalam membuat berita itu adalah sesuatu yang wajar, sehingga

tidak layak wartawan atau pers yang menulisnya diseret ke Pengadilan.

Atas dasar pemikiran yang diuraikan di atas maka penulis tertarik untuk

mengkaji, meneliti dan menganalisa masalah ini dalam skripsi yag berjudul :

“ Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat Tentang Perkara Pidana Penghinaan oleh Pers ”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar pembahasan lebih fokus dan tidak terlalu meluas, serta analisa

masalahnya dapat dilakukan secara lebih mendalam, maka dalam penulisan

skripsi ini penulis mencoba membatasi masalah hanya pada tindak pidana

penghinaan yang dilakukan oleh pers khususnya media cetak yang terjadi di

wilayah yuridiksi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Penulis memfokuskan pada

perkara No.1426/Pid.B/2OO3/PN.Jkt.Pst.

6 Winata,” Kebebasan Pers Dalam RUU KUHP.” h.2

Page 13: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

13

Adapun pembatasan masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Apakah yang dimaksud tindak pidana penghinaan ?

2. Bagaimanakah Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

tentang sanksi hukuman yang dijatuhkan kepada pers ?

3. Bagaimanakah pandangan hukum Islam mengenai perkara pidana penghinaan

yang dilakukan oleh pers?

C. Tujuan dan Kegunaan

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini, yaitu :

1. Untuk menjelaskan tentang maksud dari penghinaan, khususnya penghinaan

yang dilakukan oleh pers.

2. Untuk menjelaskan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

tentang perkara pidana penghinaan oleh pers serta sanksi hukuman yang

dijatuhkan kepada pers.

3. Untuk menjelaskan pandangan hukum Islam tentang masalah tindak pidana

penghinaan oleh pers.

Sedangkan kegunaan dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Memberikan kontribusi keilmuan dalam hukum pidana Islam, mengenai

tindak pidana penghinaan khususnya yang dilakukan oleh pers (media cetak).

Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin canggih.

2. Diharapkan dapat memberikan wawasan kepada insan pers, yaitu bahwa

dalam hukum Islam pun diatur mengenai tindak pidana penghinaan ini beserta

sanksinya sesuai dengan sifat hukum Islam yang menyeluruh..

Page 14: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

14

D. Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang tindak pidana penghinaan yang akhir-akhir ini menjadi

pembahasan yang aktual telah dikaji dan diteliti oleh berbagai pihak dengan

tingkat akademis yang berbeda. Antara lain skripsi yang ditulis oleh M. Handrio

Akbarullah, dengan judul ”Pencemaran nama baik oleh media massa ( pers )

kajian hukum pidana dan perdata”. Dalam skripsinya ia menjelaskan bahwa

pencemaran nama baik bisa diperkarakan pidana maupun perdata, Dalam

pemberitaan pers sudah ada aturan mainnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana ( KUHP ), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer ) dan

ditambah UU No. 40 Tahun 1990. Maksud dari ketentuan ini agar tidak terjadi

pelanggaran pencemaran nama dan kebebasan pers yang kebablasan di sengaja

itu, terdapat ketentuan hukuman pidana yang oleh kebanyakan wartawan ditolak

dengan alasan bisa memasung kebebasan pers itu menjadi rambu-rambu agar pers

lebih arif dan seimbang dalam merumuskan sebuah berita.

Sedangkan literatur yang lain yang membahas mengenai masalah ini yaitu

sebuah buku yang ditulis oleh Leden Marpaung dengan judul Tindak Pidana

Kehormatan di dalam bukunya ia menjelaskan tentang tindak pidana kehormatan

dan bentuk-bentuknya, tindak pidana khusus yaitu tentang penghinaan terhadap

presiden dan menjelaskan penanganan perkara tindak pidana terhadap

kehormatan.

Page 15: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

15

Buku lainnya yang membahasa masalah ini yaitu karya Bambang Sadono

yang berjudul Penyelesaian Delik Pers Secara Politis. Di dalamnya ia membahas

tentang banyak kasus yang memenuhi kualifikasi delik pers, namun diselesaikan

di luar sistem pidana dan menunjukkan bahwa sistem peradilan pidana ternyata

bukan satu-satunya cara yang dipilih pemerintah untuk penyelesaian delik pers.

Dalam penelitiannya ia membuktikan bahwa walaupun kebijakan pemerintah

untuk menyelesaikan delik pers secara politis dapat dimengerti, dari segi

konsistensi yuridis mengandung kelemahan.Sementara ada juga keinginan

tertentu tetap memanfaatkan sistem peradilan pidana untuk menyelesaikan delik

pers.

Adapun karya yang lain ditulis oleh Oemar Seno Adji yang berjudul

Perkembangan Delik Pers Di Indonesia yang menjelaskan tentang kwalifikasi

delik pers, penyelesaiannya dan bahwa pertanggungjawaban ( pidana) atas suatu

tulisan, dalam kehidupan pers, dikenal dua sistem berturut-turut. Dimana dalam

sistem hukum pidana pertanggungjawaban pidana didasarkan atas ajaran

penyertaan dan ajaran kesalahan.

E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

Adapun metode penelitian skripsi ini,adalah :

1. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian hukum

normatif yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau

Page 16: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

16

norma-norma dalam hukum positif.7 Dan pembahasannya bersifat

deskriptif-analitis, yaitu dengan menganalisa gejala-gejala yang ada,

sehingga dapat membantu dalam memperkuat teori-teori lama, atau di

dalam kerangka menyusun teori baru.

2. Sumber Data

Adapun sumber data dalam penelitian ini dibagi ke dalam tiga kategori

yang berbeda, yaitu :

a. Sumber Data primer yaitu peraturan perundang-undangan yang

dijadikan acuan seperti KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana), Undang-Undang No. 40 Tentang Pers dan Undang-Undang

No.21 Tahun 1982 tentang Perubahan Atas UU. No. 11 Tahun 1966

Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers.

b. Sumber data sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan

mengenai sumber data primer seperti buku-buku, majalah, artikel-

artikel baik dari media cetak maupun elektronik , hasil-hasil penelitian

dan pendapat para pakar hukum yang berkaitan dengan masalah ini.

7 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2003 ), Cet. Ke-6, h. 186.

Page 17: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

17

c. Sumber data tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk dan

penjelasan terhadap sumber data primer dan sekunder seperti kamus (

hukum ) dan ensiklopedia.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

studi dokumenter yaitu proses pengumpulan data yang dilakukan melalui

penggunaan bahan dokumen yang diperlukan dalam hal ini Putusan

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tentang perkara pidana

penghinaan oleh pers, dan Undang-Undang No.40 Tahun 1999 Tentang

Pers yang menjadi rujukan utama dan buku-buku atau literatur-literatur

lain yang berkaitan dengan skripsi ini.

4. Teknik Analisis Data

Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode Qualitative Content Analysis yaitu pengolahan data sesuai

dengan menganalisa materi yang sesuai dengan pembahasan.

Sedangkan Teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman dan

merujuk pada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syari’ah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.

F. Sistematika penulisan

Untuk memudahkan pemahaman mengenai penulisan terhadap penelitian

ini secara menyeluruh, maka perlu disajikan sistematika penulisan agar dapat

Page 18: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

18

memberikan gambaran umum pada bab per bab yang akan dibahas, adapun

sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :

Bab 1 : Pendahuluan, Dalan bab ini berisi latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah,tujuan dan kegunaan

penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan teknik

penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II : Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana Dalam bab ini

berisi uraian tentang pengertian tindak pidana, unsur-unsur

tindak pidana, jenis-jenis tindak pidana dan pertanggungjawaban

pidana.

Bab III : Yaitu menjelaskan tentang hubungan antara penghinaan dan

pers, yang meliputi pengertian tentang penghinaan, bentuk-

bentuk penghinaan, kode etik jurnalistik dan kebebasan pers.

Bab IV : Bab ini merupakan bab yang menjadi pembahasan pokok. Pada

bab ini menjelaskan tentang gambaran kasus pada perkara

penghinaan oleh pers, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat pada perkara penghinaan oleh pers dan Analisis

hukum Islam pada Perkara No.1426/Pid.B/2003/pn.Jkt.Pst.)

Tentang Penghinaan oleh pers.

Bab V : Penutup, Bab ini berisi kesimpulan dan saran

Page 19: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

19

BAB II

TINDAK PIDANA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

A. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana adalah istilah yang secara resmi digunakan dalam

peraturan peerundang-undangan. Dalam tulisan para pakar hukum, adakalanya

digunakan istilah delik untuk pengertian tindak pidana. Istilah delik berasal dari

kata delict dalam bahasa Belanda. Sementara itu ada pula yang menggunakan

istilah perbuatan pidana untuk tindak pidana. Istilah perbuatan pidana diambil

dari frasa Criminal Act dalam bahasa Inggris, dalam bahasa Belanda selain

digunakan istilah delict juga straafbaar feit. Sementara itu, istilah yang

digunakan dalam bahasa Inggris adalah Criminal Act.1

Straafbaar feit, terdiri dari 3 kata, yakni straaf, baar dan feit. Secara

literlijk kata ”straaf artinya pidana, ”baar” artinya dapat atau boleh dan ”feit”

adalah perbuatan. Dalam kaitannya dengan istilah straafbaar feit secara utuh,

ternyata straaf diterjemahkan juga dengan kata hukum, padahal sudah lazim

hukum itu adalah berupa terjemahan dari kata recht, seolah-olah arti straaf sama

dengan recht, yang sebenarnya tidak demikian halnya.2

1 Sutan Remi Sjahdeni, Pertanggungjawaban Pidana Koorporasi, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Pers, 2006), h.25

2 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002), h.69.

13

Page 20: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

20

Untuk kata ”baar” ada dua istilah yang digunakan yakni boleh dan dapat.

Sedangkan kata ”feit” digunakan empat istilah yakni tindak, peristiwa,

pelanggaran dan perbuatan.

Adapun mengenai istilah straafbaar feit ini, para sarjana hukum telah

merumuskan suatu teori yang berbeda, antara lain :

1. Menurut Simons, seorang ahli hukum pidana Belanda, tindak pidana (delict)

adalah kelakuan, perbuatan (handeling) yang diancam dengan pidana,

bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan, dilakukan

oleh orang yang bertanggungjawab.

2. Menurut Profesor Pompe, staraafbaar feit secara teoritis dapat dirumuskan

sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang

sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku,

dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi

terpelihara tertib umum dan kepentingan hukum.3

3. Menurut R. Soesilo mendefinisikan bahwa tindak pidana sebagai suatu

perbuatan yang dilarang atau diwajibkan Undang-Undang yang apabila

dilakukan atau diabaikan, maka orang yang melakukan atau yang

mengabaikan itu diancam dengan pidana

4. Menurut Bambang Poernomo, bahwa istilah straafbaar feit dibedakan

pengertiannya menjadi dua, yaitu :

3 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: PT.Citra Aditya

Bakti, 1997), h. 182.

Page 21: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

21

a. Pengertian menurut teori, bahwa yang dimaksud dengan straafbaar feit

yaitu suatu pelanggaran terhadap norma atau aturan yang dilakukan

karena kesalahan si pelanggar, diancam dengan pidana untuk

mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.

b. Pengertian menurut hukum positif, bahwa yang dimaksud dengan

straafbaar feit yaitu suatu kejadian (feit) yang oleh peraturan perundang-

undangan dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu perbuatan

merupakan tindak pidana yang merupakan perilaku melanggar ketentuan

pidana, yang berlaku ketika perilaku itu dilakukan, baik perilaku tersebut berupa

melakukan perbuatan tertentu yang dilarang oleh ketentuan pidana maupun

tidak melakukan perbuatan tertentu yang diwajibkan oleh ketentuan pidana.

B. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Adapun unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan setidak-tidaknya dari

dua sudut pandang, yakni : (1) sudut pandang teoritis; dan (2) sudut pandang

Undang-Undang.4 Teoritis artinya berdasarkan pendapat para ahli hukum, yang

tercermin pada bunyi rumusannya. Sementara itu, sudut undang-undang adalah

bagaimana kenyataan tindak pidana itu dirumuskan menjadi tindak pidana

tertentu dalam pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang ada.

1. Unsur Tindak Pidana Menurut Beberapa Teoritisi :

4 Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, h. 78.

Page 22: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

22

a. Menurut Moeljanto, unsur tindak pidana adalah :

1) Perbuatan;

2) Yang dilarang;

3) Ancaman pidana ( bagi yang melanggar larangan ).

b. Menurut R. Tresna, tindak pidana terdiri dari unsur, yakni :

1) Perbuatan atau rangkaian perbuatan;

2) Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

3) Diadakan tindakan penghukuman;5

c. Menurut Jonkers (penganut paham monisme) dapat dirinci unsur-unsur

tindak pidana, yaitu :

1) Perbuatan (yang);

2) Melawan hukum (yang berhubungan dengan);

3) Kesalahan ( yang dilakukan oleh orang yang dapat );

4) Dipertanggungjawabkan.

Walaupun rincian dari rumusan di atas tampak berbeda, namun pada

hakekatnya ada persamaannya, ialah tidak memisahkan antara unsur-unsurnya

mengenai perbuatan dengan unsur yang mengenai diri orangnya.

2. Unsur Rumusan Tindak Pidana dalam Undang-Undang

Adapun rumusan tindak pidana dalam Undang-Undang , yaitu :

a. Unsur tingkah laku;

b. Unsur melawan hukum;

5 Ibid., h.79.

Page 23: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

23

c. Unsur akibat konstitutif;

d. Unsur keadaan yang menyertai;

e. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya di tuntut pidana;

f. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana.

Dari delapan unsur itu, diantaranya dua unsur, yakni kesalahan dan

melawan hukum adalah termasuk unsur subyektif. Sedangkan selebihya adalah

beberapa unsur obyektif.

Adapun unsur yang bersifat obyektif adalah semua unsur yang berada di

luar keadaan batin manusia atau si pembuat, yakni semua unsur mengenai

perbuatannya, akibat perbuatan dan keadaan-keadaan tertentu yang melekat

(sekitar) pada perbuatan dan obyek tindak pidana. Misalnya melawan

hukumnya perbuatan mengambil pada pencurian (pasal 362) adalah terletak

bahwa dalam mengambil itu diluar persetujuan atau kehendak pemilik.

Sedangkan unsur subyektif adalah semua unsur yang mengenai batin atau

melekat pada keadaan batin orangnya. Misalnya dalam pasal 362 KUHP, disini

dirumuskan sebagai pencurian, pengambilan barang orang lain dengan maksud

untuk memiliki barang tersebut secara melawan hukum, sifat melawan

hukumnya perbuatan tidak dinyatakan dari hal-hal lahir, tetapi digantungkan

pada niat orang yang diambil barang tadi, kalau niatnya baik, misalnya barang

diambil untuk diberikan kepada pemiliknya, maka perbuatan itu tidak dilarang,

karena pencurian. Sebaliknya kalau niat hatinya itu jelek, yakni barang akan

dimiliki sendiri dengan tidak mengacuhkan pemiliknya menurut hukum, maka

Page 24: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

24

hal itu dilarang dan termasuk rumusan pencurian.6 Begitu juga unsur memiliki

dalam penggelapan pasal 372 KUHP, bahwa terdapatnya kesadaran bahwa

memiliki benda orang lain yang ada dalam kekuasaannya itu adalah merupakan

celaan masyarakat.7

Kemudian yang dijadikan sebagai titik utama dari unsur obyektif adalah

tindakannya. Sedangkan unsur subyektif adalah pelakunya, baik seseorang

ataupun beberapa orang. Dari kedua unsur tersebut dapat diketahui apabila

seseorang telah memenuhi syarat melakukan tindak pidana atau belum. Adapun

syarat-syarat tindak pidana adalah :

1. Harus ada perbuatan;

2. Perbuatan tersebut sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam ketentuan

umum;

3. Adanya bukti tentang kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan;

4. Harus tersedianya ancaman hukuman.

Menurut Apeldoorn, elemen atau unsur delik itu terdiri dari elemen

objektif yang berupa adanya suatu tindakan yang bertentangan dengan hukum

(onrechttinating/wedrrechttelijk) dan elemen subyektif yang berupa adanya

seseorang pembuat ( dader ) yang mampu bertanggungjawab atau dipersalahkan

6 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT.Rineka Cipta), h.62.

7 Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, h.82.

Page 25: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

25

( toerekeningsyat baarheid ) terhadap kelakuan yang bertentangan dengan

hukum.8

Jadi, unsur-unsur tindak pidana dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu

dari sudut Undang-Undang dan dari sudut para teoritisi yang mempunyai unsur

yang berbeda-beda. Sedangkan menurut undang-undang yaitu terdiri dari

delapan unsur.dan dari delapan unsur tersebut terbagi ke dalam unsur subyektif

yang mengenai pelakunya atau keadaan batin seseorang. Sedangkan unsur

obyektif yaitu unsur mengenai tindakannya yang bertentangan dengan hukum

C. Jenis-Jenis Tindak Pidana

Perbuatan-perbuatan pidana menurut sistem KUHP ( Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana ) terbagi atas kejahatan ( misdrijven) dan pelanggaran

(overtredingen). Penggolonggan ini pertama-tama terlihat dalam kitab undang-

undang Hukum Pidana (KUHP) yang terdiri dari tiga buku. Buku I memuat

ketentuan-ketentuan umum (algcemen teerstukken). Buku II memuat

penyebutan tindak-tindak pidana yang masuk golongan ”Kejahatan” atau

”Misdrijven”. Buku II memuat penyebutan tindak-tindak pidana yang masuk

golongan ”Pelanggaran” atau ”Overtredingen”.9

8 L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Pradya Paramita, 1978), Cet.Ke-

1., h. 338-339.

9 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana, (Bandung: PT.Eresco, 1989), Cet.Ke-8, h.30.

Page 26: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

26

Misdriif atau kejahatan berarti tidak lain daripada ”perbuatan melanggar

hukum ”. Overtredingen atau pelanggaran berarti suatu perbuatan yang

melanggar sesuatu, dan berhubungan dengan hukum, berarti tidak lain daripada

”perbuatan melanggar hukum”.10

Sedangkan Pipin Syarifin mengemukakan bahwa kejahatan adalah

perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam Undang-Undang

sebagai perbuatan pidana, tetapi dapat dirasakan sebagai suatu yang

bertentangan dengan tata hukum yang dapat diketahui setelah adanya Wet yang

menentukan dilarangnya suatu perbuatan.11

Namun ada pula yang berpendapat bahwa perbedaan antara kejahatan dan

pelanggaran terletak pada berat atau ringannya suatu tindak pidana seperti

tindak kejahatan, misalnya pemerasan ( pasal 368 KUHP ) dan tindak

pelanggaran seperti kenakalan ( pasal 489 KUHP ) dan mengganggu

kesejahteraan di malam hari ( pasal 503 KUHP ). Hal tersebut secara spesifik

dapat di lihat dari aturan pidana yang terdapat dalam KUHP sebagai berikut :

1. Pidana penjara hanya diancamkan pada tindak pidana kejahatan saja; 2. Mengenai bentuk kesalahan ( beberapa kesengajaan atau kealpaan ), tindak

kejahatan harus dibuktikan oleh jaksa, sedangkan pelanggaran tidak harus dibuktikan;

3. Percobaan dan pembantuan pada pelanggaran tidak dapat dipidana; 4. Masa daluwarsa pada pelanggaran lebih pendek daripada masa daluwarsa

pada kejahatan;

10 Ibid., h.31.

11 Pipin Syarifin, Hukum Pidana Di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h.93.

Page 27: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

27

5. Perbarengan atau concursus pemidanaan pada pelanggaran lebih mudah daripada kejahatan.12

Perbuatan-perbuatan pidana selain daripada dibedakan dalam kejahatan

dan pelanggaran, biasanya dalam teori dan praktek dibedakan pula antara lain :

1. Delik Dolus dan Delik Culpa

Tindak pidana sengaja ( doleus delicten )adalah tindak pidana yang dalam

rumusannya dilakukan dengan kesengajaan atau mengandung unsur

kesengajaan.13 Bagi delik dolus diperlukan adanya kesengajaan; misalnya

pasal 338 KUHP; dengan sengaja menyebabkan matinya orang lain”.

Sedangkan tindak pidana culpa ( culpose delicten ) adalah tindak pidana

yang dalam rumusannya mengandung unsur culpa, dan unsur kesalahannya

adalah berupa kelalaian, karena kurang hati-hati, dan tidak karena

kesengajaan. Misalnya menurut pasal 359 KUHP ”dapat dipidanannya

orang yang menyebabkan matinya orang lain karena kealpaannya”.

2. Delik Commissionis dan Delikta Ommissionis

Tindak pidana aktif ( delicta commissionis ) adalah tindak pidana yang

perbuatannya berupa perbuatan aktif ( positif ). Perbuatan aktif (disebut juga

perbuatan materiil) adalah perbuatan yang untuk mewujudkan disyaratkan

adanya gerakan anggota tubuh orang yang berbuat, dan perbuatannya

tersebut yang dilarang oleh aturan-aturan pidana, misalnya mencuri (pasal

12 Ibid., h.95.

13 Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, h.124.

Page 28: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

28

362 KUHP), menggelapkan (pasal 372 KUHP), dan menipu (pasal 378

KUHP).

Tindak pidana pasif (delicta ommissionis) adalah delik yang terdiri dari

tidak berbuat atau melakukan sesuatu padahal mestinya berbuat. Misalnya

delik dirumuskan dalam pasal 164; mengetahui sesuatu pemufakatan jahat

(samenspanning)untuk melakukan kejahatan yang disebut dalam pasal itu.

Pada saat masih ada waktu untuk mencegah kejahatan, tidak segera

melaporkan kepada instansi yang berwajib atau orang yang terkena.14

3. Delik biasa dan Delik yang dikualifisir

Delik yang belakangan adalah delik biasa ditambah dengan unsur-unsur lain

yang memberatkan ancaman pidananya. Adakalanya unsur-unsur lain yaitu

mengenai cara yang khas dalam melakukan delik biasa, adakalanya obyek

yang khas, adakalanya pula mengenai akibat yang khas dari perbuatan yang

merupakan delik biasa tadi. Contoh pasal 362 KUHP adalah pencurian

biasa, dan pasal 363 adalah pencurian yang dikualifisir, yaitu karena cara

melakukannya di waktu ada kebakaran atau dengan beberapa orang, maupun

karena obyeknya adalah hewan. Pasal 351 adalah penganiayaan yang

dikualifisir, karena mungkin caranya, obyeknya maupun akibatnya adalah

lebih khusus daripada dalam penganiayaan biasa.15

14 Ibid., h.126.

15 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT.Rineka Cipta), h. 76-77.

Page 29: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

29

4. Delik seketika dan Delik yang berlangsung terus menerus

Delik seketika adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa,

sehingga untuk terwujudnya atau terjadinya dalam waktu seketika atau

waktu singkat saja. Misalnya pencurian (362), jika perbuatan mengambilnya

selesai, maka tindak pidana itu selesai secara sempurna.16

Delik yang berlangsung terus menerus adalah tindak pidana yang

dirumuskan sedemikian rupa, sehingga terjadinya tindak pidana itu

berlangsung lama, yakni setelah perbuatan dilakukan, tindak pidana itu

masih berlangsung terus. Tindak pidana ini disebut sebagai tindak pidana

yang menciptakan suatu keadaan yang terlarang. Seperti pasal 333

perampasan kemerdekaan itu berlangsung lama, bahkan sangat lama, dan

akan terhenti setelah korban dibebaskan.

5. Delik Formal dan Delik materiil

Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dimaksudkan dirumuskan

sebagai wujud perbuatan tanpa menyebutkan akibat yang disebabkan oleh

perbuatan itu. Jadi, semata-mata hanya pada perbuatannya. Misalnya pada

pencurian (362) untuk selesainya pencurian digantungkan pada selesainya

perbuatan mengambil.

Tindak pidana materiil adalah tindak pidana yang dimaksudkan dalam suatu

ketentuan pidana dirumuskan sebagai perbuatan yang menyebabkan suatu

akibat tertentu. Tanpa merumuskan wujud dari perbuatan itu. Misalnya

16 Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, h.127.

Page 30: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

30

pembunuhan yang dalam pasal 338 KUHP dirumuskan sebagai perbuatan

yang mengakibatkan matinya oranglain, tanpa disebutkan wujud dari

perbuatan itu.

6. Delik biasa dan Delik Aduan

Tindak pidana biasa adalah tindak pidana yang untuk dilakukannya

penuntutan pidana terhadap pembuatnya tidak disyaratkan adanya

pengaduan dari yang berhak.

Tindak pidana aduan adalah tindak pidana yang untuk dapatnya dilakukan

penuntutan pidana disyaratkan untuk terlebih dahulu adanya pengaduan,

yakni korban atau wakilnya. Tindak pidana aduan ada dua macam, yaitu (1)

tindak pidana aduan mutlak yaitu tindak pidana aduan yang setiap kejadian

syarat pengaduan itu harus ada. Misalnya pencemaran nama pasal (310) dan

fitnah (311).dan (2) tindak pidana aduan relatif adalah sebaliknya, hanya

dalam keadaan tertentu atau jika memenuhi syarat atau unsur-unsur tertentu

saja tindak pidana itu menjadi aduan, misalnya pencurian dalam keluarga

pasal (376 ayat 2 jo 362-365) atau penggelapan dalam keluarga pasal (376

jo 367).

7. Tindak Pidana Umum dan Tindak Pidana Khusus

Tindak pidana umum adalah semua tindak pidana yang terdapat di luar

kodifikasi tersebut. Misalnya tindak pidana korupsi (UU No.31 Thn. 1999),

tindak pidana psikotropika (UU No.5 Thn. 1997) dan tindak pidana

narkotika (UU No.22 Thn. 1997).

Page 31: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

31

D. Pertanggungjawaban Pidana

Dalam bahasa asing pertanggungjawaban pidana tersebut sebagai

Toerekenbaarheid, Criminal responsibility, Criminal Liability.

Pertanggungjawaban pidana dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang

tersangka atau terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana atau

Crime yang terjadi atau tidak.17

Menurut Van Hamel, sebagaimana yang dikutip oleh Martiman,

pertanggungjawaban pidana adalah suatu keadaan normal dan kematangan

psikis yang membawa tentang macam kemampuan untuk dipahami arti dan

akibat perbuatannya sendiri. Menyadari bahwa perbuatan itu tidak dibenarkan

atau dilarang oleh masyarakat menentukan kemampuan terhadap perbuatan-

perbuatan itu.18

Sedangkan menurut Satochid Kartanegara, pertanggungjawaban pidana

adalah merupakan kelanjutan dari perbuatan pidana yang merupakan suatu

perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. Ia juga

berpendapat bahwa seseorang dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya atas

perbuatannya jika :

17 E.Y Kanter dan S.R Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia dan

Penerapannya, (Jakarta: Alumni Ahaem Pathaem, 1996), h. 245.

18 Martiman Prodjohamodjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1997), Cet.Ke-1, h. 32.

Page 32: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

32

1. Keadaan jiwa orang itu adalah sedemikian rupa, sehingga ia dapat mengerti

atau tahu akan nilai dari perbuatannya itu, juga akan mengerti akan

akibatnya.

2. Keadaan jiwa orang itu adalah sedemikian rupa, sehingga ia dapat menekan

kehendaknya atas perbuatan yang dilakukan.

3. Orang itu harus sadar dan insyaf, bahwa perbuatan yang dilakukan

merupakan perbuatan yang dilarang atau tidak dibenarkan dari sudut hukum,

masyarakat maupun tata susila.19

Dari tiga hal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa untuk menentukan

seseorang mampu bertanggungjawab atau tidak pada dua faktor. Pertama, faktor

akal, yaitu seseorang dengan akalnya dapat membedakan antara perbuatan yang

diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan. Kedua, faktor kehendak, yaitu

seseorang dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan keinsyafan, mana yang

diperbolehkan dan mana yang tidak.

Pertanggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya

seseorang telah melakukan tindak pidana. Moeljatno mengatakan, “Orang tidak

mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau dia tidak melakukan

perbuatan pidana”.20 Dengan demikian, pertanggungjawaban pidana pertama

tergantung dilakukannya tindak pidana. Pertanggungjawaban pidana hanya akan

19 Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah I, h. 224

20 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara), h. 155

Page 33: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

33

terjadi jika sebelumnya telah ada seseorang yang melakukan tindak pidana.

Sebaliknya eksistensi suatu tindak pidana tidak tergantung pada apakah ada

orang-orang yang pada kenyataannya melakukan tindak pidana tersebut.

Terdapat sejumlah perbuatan yang tetap menjadi tindak pidana sekalipun tidak

ada orang yang dipertanggungjawabkan karena telah melakukannya. Dengan

demikian, tidak mungkin seorang dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana,

jika yang bersangkutan tidak melakukan tindak pidana. Hanya dengan

melakukan tindak pidana seorang dapat dimintai pertanggungjawaban.21

Pertanggungjawaban pidana menjurus kepada pemidanaan petindak. Jika

telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsurnya yang telah

ditentukan dalam undang-undang. Dilihat dari sudut terjadinya suatu tindakan

yang terlarang (diharuskan), seseorang dapat dipertanggung-jawab-pidanakan

atas tindakan-tindakan tersebut apabila tindakan-tindakan tersebut bersifat

melawan hukum (dan tiadak ada sifat peniadaan melawan hukum atau

rechtsvaardigingsgrond atau alasan pembenar) untuk itu. Dilihat dari sudut

kemampuan bertanggungjawab maka hanya seseorang yang ”mampu

bertanggungjawab” yang dapat dipertanggungjawab (pidana) kan. Dikatakan

seseorang mampu bertanggungjawab (toerekeningsvaatbaar), bilamana pada

umumnya :

1. Keadaan jiwanya :

21 Chairul Huda, Dari : ”Tiada Pidana Tanpa Kesalahan” Menuju Kepada “Tiada

Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan” : Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban, (Jakarta: Prenada Media, 2006), Cet.Ke-1, h.19

Page 34: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

34

a. Tidak terganggu oleh penyakit terus-menerus atau sementara (temporair);

b. Tidak cacat dalam pertumbuhan (gagu, idiot, imbecile, dan sebagainya); c. Tidak terganggu karena terkejut, seperti hypnotisme, amarah yang

meluap, pengaruh bawah sadar, menindur, menggigau karena demam dan lain sebagainya. Dengan perkataan lain dia dalam keadaan sadar.

2. Kemampuan jiwanya : a. Dapat menginsyafi hakikat dari tindakannya; b. Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah akan

dilaksanakan atau tidak; c. Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut.22

Dalam hukum pidana untuk dapat dimintakannya pertanggungjawaban

pidana atas tindakan yang dilakukannya, harus disandarkan pada kemampuan

bertanggungjawab. Karena pada dasarnya hanya seseorang yang mampu

bertanggungjawab sajalah yang dapat diminta pertanggungjawaban pidananya.

Doktrin hukum pidana mengajarkan bahwa dalam pertanggungjawaban pidana

ini kemampuan tidak didasarkan pada keadaan dan kemampuan berfikir

seseorang, melainkan didasarkan pada keadaan dan kemampuan jiwa orang

tersebut.

Penentuan kemampuan bertanggungjawab pidana ini lebih ditujukan pada

subyek tindak pidana yang harus sesuai dengan ketentuan undang-undang

sebagai salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pemidanaan terhadap

pelaku selain memperhatikan adanya unsur kesalahan pada pelaku tindakan

pelaku tersebut bersifat melawan hukum (baik secara formil maupun materiil)

22 E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan

Penerapannya, h.224.

Page 35: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

35

dan dilakukan sesuai dengan tempat, waktu, dan keadaan lain yang ditentukan

dalam undang-undang.

Pasal 44 KUHP mengatur bahwa seseorang yang tidak dapat

mempertanggungjawabkan tindakannya karena keadaan jiwanya yang cacat

dalam pertumbuhannya atau terganggu karena penyakit tidak dipidana.23

Sementara Ruslan Saleh mengemukakan bahwa orang yang mampu

bertanggungjawab harus memenuhi tiga unsur, yaitu :

1. Dapat menginsyafi makna dari perbuatannya;

2. Dapat menginsyafi bahwa perbuatannya itu tidak dapat dipandang patut

dalam pergaulan masyarakat;

3. Mampu untuk menentukan niat atau kehendaknya dalam melakukan

perbuatan.

Seseorang yang dianggap memiliki keadaan jiwa yang cacat

pertumbuhannya apabila orang tersebut meski sudah dewasa namun masih

berkelakuan seperti anak-anak. Hal ini diakibatkan oleh lambatnya

pertumbuhan jiwa orang tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan keadaan

jiwa yang terganggu karena penyakit adalah kondisi jiwa seseorang yang

semula sehat atau baik-baik saja namun kemudian dihinggapi penyakit kejiwaan

tertentu. Kondisi lazim ini disebut ”gila” (pathologische ziektetoestand).

Dalam KUHP sebenarnya tidak diberikan batasan-batasan yang jelas,

namun dalam pasal 44 KUHP digambarkan bahwa keadaan pelaku atau

23 Moeljatno, KUHP, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet.Ke-1, h.19.

Page 36: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

36

seseorang yang tidak mampu bertanggungjawab itu disebabkan oleh hal-hal

sebagai berikut :

1. Kurang sempurna akalnya

Kurang sempurna akal ini dapat dijelaskan sebagai jiwa yang

pertumbuhannya terlambat atau terbelakang atau dapat pula kurang

sempurna kecerdasan otaknya. Orang semacam ini bila dilihat keadaan

fisiknya sebenarnya tidak sakit, tetapi keadaan jiwa masih seperti anak-

anak. Hal itu disebabkan oleh pikirannya yang tidak dapat berkembang maju

sehingga tidak mempunyai pikiran yang normal untuk dapat membedakan

baik dan buruknya suatu perbuatan. Biasanya orang demikian dalam

keadaan sehari-hari disebut idiot. Keadaan seperti ini juga terkadang

keadaan yang sejak lahir :

a. Pembelaan diri;

b. Menjalankan ketentuan undang-undang;

c. Menjalankan perintah jabatan;

d. Pengajaran dan pengobatan.

2. Sakit berubah akal atau ingatan

Yaitu orang yang jiwanya sakit atau terganggu oleh suatu penyakit,

sehingga ia tidak dapat berfikir secara normal. Orang yang menderita sakit

ingatan ini pada waktu lahir mungkin keadaannya baik-baik saja dan

pikirannya dapat berkembang maju. Namun karena suatu hal yang

menganggu pikirannya sehingga menjadi berubah akal.

Page 37: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

37

Adapun dalam teori hukum pidana, terdapat alasan-alasan yang

menghapuskan hukuman, yaitu :

1. Alasan pembenar, yaitu alasan yang menghapuskan hukuman, sehingga apa

yang dilakukan oleh terdakwa menjadi perbuatan yang patut dan benar.

Alasan pembenar disebut juga ”fait D’justificatif” yang bertalian dengan

perbuatan itu sendiri karena adanya suatu sifat pada perbuatannya, sehingga

perbuatan itu tidak dilarang.

2. Alasan pemaaf yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa.

Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tetap bersifat melawan hukum, jadi

tetap merupakan perbuatan pidana karena tidak ada kesalahan. Alasan

pembenar disebut juga ”fait D’execuse” atau hal yang dimaafkan karena si

pelaku oleh undang-undang hukum pidana :

a. Belum dewasa;

b. Daya paksa;

c. Kurang sempurna akal.

Page 38: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

38

BAB III

PENGHINAAN DAN KEBEBASAN PERS

A. Pengertian Penghinaan

Pada dasarnya penghinaan adalah menyerang nama baik dan kehormatan

seseorang, yang bukan dalam arti seksual, sehingga orang itu merasa dirugikan.

Kejahatan yang berkaitan dengan bidang seksual tidak termasuk dalam bidang

penghinaan disini, melainkan termasuk dalam ruang lingkup kejahatan

kesusilaan atau kejahatan terhadap kesopanan yang telah diatur dalam pasal-

pasal yaitu pasal 281 sampai 303 KUHP.1

Penghinaan berasal dari kata benda dengan perubahan kata kerja penghina

yaitu menyerang kehormatan dan nama baik seseorang, penghinaan asal kata

dari kata hina yang berarti rendah kedudukannya (pangkat martabat) keji,

tercela, tidak baik (perbuatan atau kelakuan).2

Penghinaan merupakan sebuah proses, perbuatan atau cara menghina atau

menista baik dilakukan secara lisan maupun tulisan. Sedangkan, menghina

adalah (1) merendahkan, memandang rendah, (2) memburukkan nama

seseorang, menyinggung perasaan orang lain (seperti) mencaci maki.

1 Wina Armada S.A, Wajah Hukum Pidana Pers, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1989), h. 53.

2 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 322.

32

Page 39: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

39

Menurut R. Soesilo bahwa tindak kejahatan menghina adalah menyerang

seseorang dan nama baik seseorang. Akibatnya, yang diserang merasa malu.

kehormatan yang diserang hanya mengenai kehormatan tentang ”nama baik”,

bukan kehormatan dalam lingkup seksual atau kehormatan yang dicemarkan

karena tersinggung anggota kemaluannya dalam lingkungan nafsu birahi

kelamin.3

Salah satu kunci penghinaan adalah mencemarkan nama baik.

Mencemarkan mempunyai arti merusak, menodai, membuat kotor dan buruk

pada suatu nama baik (reputation) seseorang atau kelompok orang dengan cara-

cara yang tidak baik seperti menyebarluaskan pernyataan yang tidak

berdasarkan fakta.

Definisi lain menegnai perbuatan penghinaan adalah pencemaran nama

baik. Diberikan oleh The Reports Committee On Freedom Of The Press :

”Penghinaan terjadi apabila suatu pernyataan tidak didasarkan fakta dan

bernada nista mengenai seseorang yang teridentifikasi dipublikasikan kepada

pihak ketiga, sehingga menimbulkan kerugian terhadap reputasinya.

Di Amerika dan Inggris dikenal dengan istilah ”Defarmation” (dari kata

kerja to defame = menghina, menista). To Defame bisa diartikan (merusak atau

menodai reputasi seseorang atau sekelompok orang dengan cara-cara yang tidak

3 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya,

(Bogor: Politeia, 1990), h. 225.

Page 40: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

40

fair seperti pernyataan yang tidak berdasarkan fakta (dalam perbuatan

defarmation, suatu pernyataan dimasalahkan karena pernyataan itu telah

mengakibatkan tercemarnya atau ternodanya nama baik seseorang.4

Dengan demikian, penghinaan adalah suatu perbuatan yang menyerang

kehormatan seseorang yang mengakibatkan rusaknya nama baik atau reputasi

seseorang, yang penghinaan tersebut tidak berdasarkan fakta disebarkan kepada

khalayak ramai dan telah menimbulkan kerugian bagi pihak yang dihina. Dan

kehormatan yang diserang hanya mengenai kehormatan tentang ”nama baik”

bukan dalam arti seksual.

B. Bentuk-Bentuk Penghinaan

Pada sasat awal KUHP disusun, istilah pencemaran nama atau

mencemarkan nama baik belum dikenal. Istilah pencemaran nama atau

menyerang kehormatan orang lain baru muncul sekitar pertengahan tahun 70-

an. Delik penghinaan secara khusus diatur dalam bab XVI KUHP yang terdiri

atas 12 pasal, yakni pasal 310 sampai pasal 321, penghinaan adalah menyerang

nama baik dan kehormatan seseorang, yang bukan dalam arti seksual sehingga

orang itu merasa dirugikan.

Dalam hal obyek atau sasaran penghinaan yaitu :

1. Penghinaan terhadap pribadi seseorang Contohnya si A menuduh si B telah mencuri uang dari tas si A.

4 Tjipta Lesmana, Pencemaran Nama Baik Dan Kebebasan Pers Antara Indonesia Dan

Amerika, (Jakarta: Erwin-Rika Press, 2005), h.27.

Page 41: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

41

2. Penghinaan terhadap institusi atau lembaga Misalnya disebuah koran menulis dalam artikelnya : ”Semua pembesar polisi-polisi di Indonesia ini koruptor”.

3. Penghinaan suatu agama Misalnya menghina suatu benda yang dipergunakan untuk mengerjakan ibadah (kebaktian) yang mana benda tersebut betul-betul sedang digunakan ibadah ditempat ibadah.

4. Penghinaan para pejabat, meliputi pegawai negeri pada waktu menjalankan pekerjaannya yang sah. Misalnya agen polisi sedang meronda, jaga dan sebagainya.

5. Penghinaan kekuasaan yang ada di Indonesia Misalnya pembesar-pembesar di Indonesia ini korup seperti orang yang tidak beragama.

6. Penghinaan terhadap orang yang meninggal.5

Adapun cara melakukan penghinaan, terdapat beberapa pembagian, yaitu :

1. Menurut Ilmu Pengetahuan a. Secara formil yaitu penghinaan yang dilakukan dengan tegas dan

langsung pada sasaran. b. Secara materiil yaitu penghinaan yang dilakukan tidak secara terang-

terangan, samar-samar dan tidak begitu kentara namun ”nyelekit” 2. Pembagian menurut KUHP

a. Secara lisan yaitu penghinaan yang diucapkan atau dilakukan dengan oral.

b. Secara tertulis yaitu penghinaan yang dilakukan melalui tulisan (barang cetakan).6

Tidak semua pembagian penghinaan sebagaimana diuraikan itu

berhubungan dengan pers. Memang terhadap objek atau sasaran penghinaan,

pers dapat melakukan kepada semuanya. Begitu pula dalam cara penghinaan,

jika memakai pembagian dari sudut ilmu pengetahuan, kedua cara penghinaan

dapat dilakukan pers. Namun sebaliknya, andaikata dilihat dari sudut

5 Oemar Seno Adji, Aspek-Aspek Hukum, (Jakarta: Erlangga, 1997), Cet.Ke-3, h.297.

6 Armada, Wajah Hukum Pidana Pers, h.52.

Page 42: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

42

pembagian KUHP, pers hanya berkaitan dengan cara tertulis, dan tentang

bentuk penghinaan yang terdapat dalam KUHP juga tidak seluruhnya

berhubungan dengan pers. Cuma tiga bentuk yang berkaitan dengan pers, yaitu

pencemaran tertulis, penghinaan ringan dan fitnah.

Mengenai pembagian tindak pidana terhadap kehormatan dan nama baik,

Leden Marpaung membagi ke dalam 7 (tujuh) bagian, yaitu :

1. Menista; 2. Menista secara tertulis; 3. Fitnah; 4. Penghinaan ringan; 5. Pemberitahuan fitnah; 6. Persangkaan palsu; 7. Penistaan terhadap orang yang meninggal.7

Sedangkan R. Soesilo membagi kejahatan penghinaan kedalam enam

kategori, yaitu :

1. Menista (pasal 310) :

a. Barangsiapa dengan sengaja merusak kehormatan atau nama baik

seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan

dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena

menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau

denda sebanyak-banyaknya Rp. 4500,-

2. Menista dengan tulisan (pasal 310) :

7 Leden Marpaung, Tindak Pidana Kehormatan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997),

h.10.

Page 43: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

43

a. Kalau hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan,

dipertunjukkan pada umum atau ditempelkan, maka yang berbuat itu

dihukum karena menista dengan tulisan dengan hukuman penjara

selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya

Rp. 4500,-

b. Tidak termasuk menista atau menista dengan tulisan, jika ternyata

bahwa si pembuat melakukan hal itu untuk kepentingan umum lantaran

terpaksa perlu untuk mempertahankan dirinya sendiri (KUHPH 134s,

142s, 207, 311s, 319s, 483, 448).

3. Memfitnah (pasal 311) :

a. Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan,

dalam hal ini diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tiada

dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang

diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan

hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.

b. Dapat dijatuhkan hukuman pencabutan hak tersebut pasal 35 No. 1-3

(KUHP 312s, 316s, 319, 488)

4. Penghinaan ringan (pasal 315) :

Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tiada bersifat menista atau

menista dengan tulisan, yang dilakukan kepada seseorang baik ditempat

umum dengan lisan, atau dengan tulisan, maupun dihadapan orang itu

sendiri dengan lisan atau dengan perbuatan, begitupun dengan tulisan yang

Page 44: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

44

dikirim atau diterimakan kepadanya, dihukum karena penghinaan ringan,

dengan hukuman penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu atau

denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.500,- (KUHP 134s, 142s, 312, 316, 319,

488).

5. Mengadu dengan memfitnah

a. Barangsiapa dengan sengaja memasukkan atau menyuruh menuliskan

surat pengaduan atas pemberitaan yang palsu kepada pembesar Negeri

tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baik orang itu jadi

tersinggung, maka dihukum karena mengadu dengan memfitnah,

dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.

b. Dapat dijatuhkan hukuman pencabutan hak yang tersebut dalam pasal

35, No. 1-3 (KUHP 72, 220, 310, 488)

6. Menyuruh dengan memfitnah (pasal 318) :

a. Barangsiapa denagn sengaja melakukan sesuatu perbuatan,

menyebabkan orang lain dengan palsu tersangka melakukan sesuatu

perbuatan yang dapat dihukum, maka dihukum karena tuduhan

memfitnah dengan hukuman penjara selama-lamnya empat tahun.

b. Dapat dijatuhkan hukuman pencabutan hak yang tersebut pada pasal 35

No. 1-3 (KUHP 319, 488).8

8 Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya, h.226-

227.

Page 45: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

45

Adapun KUHP tidak menentukan perbuatan apa yang bisa dikualifisir

”fitnah” atau ”nista”. Menurut R. Soesilo, perbuatan yang dituduhkan, tidak

harus perbuatan yang bisa dihukum seperti mencuri, menggelapkan uang,

berzinah, dan sebagainya. Akan tetapi cukup perbuatan biasa yang dianggap

memalukan misalnya, menuduh seseorang berkunjung ke tempat prostitusi,

berkunjung ke tempat pelacuran, sebetulnya, bukanlah perbuatan yang dapat

dihukum, akan tetapi cukup memalukan bagi seseorang bila diumumkan kepada

publik. Tuduhan di atas harus dilakukan dengan lisan. Apabila dilakukan secara

tertulis atau gambar, maka kejahatan itu dinamakan ”menista dengan surat” dan

dikenakan pasal 310 ayat (2).

Pasal 310 ayat (2) mengatur tentang ketentuan delik penghinaan dengan

pers (press libel). Istilah ”disiarkan” dalam konteks reformasi, jelas termasuk

juga publikasi yang dilakukan oleh media massa, terutama surat kabar, radio,

dan televisi. Namun, ketentuan dalam ayat (3) menyatakan perbuatan

sebagaimana diatur di dalam ayat (1) dan (2) tidak termsuk dalam tindak pidana

menghina, apabila tuduhan itu dilakukan untuk ”membela kepentingan umum”

atau terpaksa untuk ”membela diri”.

KUHP membedakan antara kejahatan menista (pasal 310) dan memfitnah

(pasal 311). Persamaannya kedua tindak kejahatan itu sama-sama berakibat

rusaknya kehormatan atau nama baik orang lain. Perbedaannya, dalam hal

memfitnah, pelaku sudah mengetahui bahwa tuduhannya tidak benar, tetapi ia

tetap melakukannya. Jadi, terdapat kesengajaan.

Page 46: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

46

Sedangkan dalam delik menista, unsur kesengajaan tidak ada atau tidak

perlu dibuktikan. Oleh sebab itu, sanksi hukum atas perbuatan memfitnah jauh

lebih berat. Tindak kejahatan memfitnah dikenakan sanksi hukuman setinggi-

tingginya empat tahun, sedang sanksi hukum atas kejahatan menista maksimal

hanya penjara sembilan bulan. Dengan demikian, bobot kesalahan perbuatan

menghina jauh lebih besar daripada menista.

C. Kode Etik Jurnalistik

Di Indonesia pada dasarnya terdapat suatu badan yang berfungsi

melakukan kontrol kualitas terhadap pemberitaan media massa selain Undang-

undang Pokok Pers. Badan ini adalah kode etik jurnalistik. Yang dimaksud

denagn kode etik sendiri adalah daftar kewajiban dalam menjalankan suatu

profesi yang disusun oleh para anggota profesi itu sendiri dan melekatnya

dalam mempraktekannya. Dengan kata lain, kode etik merupakan tuntunan,

bimbingan, atau pedoman moral atau kesusilaan untuk suatu profesi yang

disusun oleh para anggota profesi itu sendiri dan melekatnya dalam

mempraktekannya.

Kode etik adalah satu bentuk pertanggungjawaban pers kepada

masyarakat. Kode etik salah satu ihtiar untuk menjaga kepercayaan masyarakat

Page 47: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

47

sekaligus memelihara harkat dan martabat pers. Dapat dikatakan, kepatuhan

terhadap kode etik menjadi salah satu ukuran kedewasaan seorang jurnalis.9

Pemberitaan pers berarti berbicara jurnalistik, guna memahami kegiatan

jurnalistik lebih jauh, sebaiknya dipahami lebih dahulu dasar-dasar itu. Kata

jurnalistik dalam bahasa Indonesia dikenal pada-nya ”kewartawanan” demikian

juga dalam Undang-Undang Pokok Pers Indonesia. Dikenal dengan istilah

kewartawanan.

Kewartawanan adalah kegiatan usaha yang sah yang berhubungan dengan

pengumpulan, pengolahan, dan penyiaran berita dalam bentuk berita, pendapat

ulasan, gambar dan sebagainya dalam bidang komunikasi massa. Sedangkan

wartawan maksudnya adalah orang yang melakukan pekerjaan kewartawanan.

Pemberitaan pers terkadang kehilangan idelismenya, kondisi ini

disebabkan oleh krisis manajemen pers dan profit oriented pers yang membuat

pers menomor duakan misi edukatifnya.

Bisnis pers berorientasi ekonomi itu, mendorong media massa untuk lebih

memprioritaskan kepentingan non pers, di atas kepentingan pers yang

sesungguhnya. Akibatnya, idelisme pers yang dikehendaki publik media,

menjadi semakin ”jauh asap dari media”. Ini antara lain disebabkan oleh

solidnya berbagai kepentingan politik pemerintah atas kepentingan ekonomi

9 Setjipto, “Wartawan, Pebisnis Pers, Standar Profesi”, Suara Merdeka, 09 Februari

2006, h.1.

Page 48: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

48

pemilik modal serta pengelola media massa, mudah sekali mengorbankan

obyektifitas sajian pers.10

Dalam kasus berita ”Ada Tomy Di Tenabang ?” penggugat Tomy Winata

mengaku bahwa akibat pemberitaan di Koran Tempo, ia merasa ketakutan,

khawatir akan menjadi sasaran amarah para pedagang pasar Tanah Abang.

Artinya, berita itu, menurut Tomy, dapat menimbulkan kebencian dikalangan

pedagang yang menjadi korban kebakaran karena adanya persepsi yang

ditimbulkan oleh pemberitaan Koran Tempo bahwa lahan dagang mereka telah

”dibakar” oleh orang-orang Tomy. Tomy juga mengaku menderita kerugian

bisnis yang tidak kecil nilainya, sebab gara-gara berita tersebut, banyak mitra

bisnisnya dari Taiwan yang mengurungkan niatnya untuk menjalin kerjasama

dengan pihaknya. Dalam kasus Akbar Tanjung melawan rakyat merdeka, Akbar

merasa terhina oleh karikatur yang dibuat dan dipubllikasikan oleh Rakyat

Merdeka. Dalam kasus Rini Soewandi melawan Rakyat Merdeka, Rini merasa

martabatnya sebagai pejabat pemerintah tercoreng karena dituding menonton

pertunjukan tari telanjang di Moskow, suatu perbuatan yang secara moral bisa

diartikan buruk oleh orang banyak.

Dengan dalih kebebasan pers wartawan dengan sendirinya tidak mungkin

dibiarkan oleh hukum dan undang-undang seenaknya atau menyiarkan

tulisannya yang bersifat menghina dan fitnah atau pun mencemarkan nama baik

10 Nopel Ali, Pers Objektif: Media Pemberdayaan Masyarakat Yang Efektif, (Bandung:

PT. Remaja Rosada Karya, 1998), h.17.

Page 49: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

49

seseorang. Sekalipun demikian wartawan Indonesia bukan berarti hanya

menulis atau menyiarkan tulisan-tulisan yang bersifat asal bapak senang (ABS).

Oleh sebab itu maka kode etik jurnalistik disusun untuk ditaati dan dilaksanakan

oleh wartawan Indonesia.

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia

yang dilindungi pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi

Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana

masyarakat untuk memperoleh informasi dan komunikasi, guna memenuhi

kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam

mewujudkan kemerdekaan pers, wartawan Indonesia juga menyadari adanya

kepentingan bangsa, bertanggungjawab sosial, keberagaman masyarakat, dan

norma-norma agama.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan perannya, pers

menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan

terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Untuk menjamin kemerdekaan pers

dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan

Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman

opersional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta

profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati

Kode Etik Jurnalistik, yaitu :

1. Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk;

Page 50: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

50

2. Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik;

3. Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah;

4. Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul; 5. Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban

kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan;

6. Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap;

7. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai embargo, informasi latar belakang, dan ”off the record” sesuai dengan kesepakatan;

8. Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani;

9. Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik;

10. Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar atau pemirsa.

11. Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara profesional.11

Dengan demikian kode etik jurnalistik merupakan suatu pedoman bagi

pers dalam mencari, memperoleh, dan menyampaikan informasi baik dalam

bentuk lisan maupun tulisan. Adapun kode etik merupakan salah satu bentuk

pertanggungjawaban pers kepada masyarakat dan dapat menjaga kepercayaan

masyarakat. Kode etik jurnalistik disusun untuk mencegah disalahgunakan pers

sebagai media penghinaan, fitnah dan penghasutan.

11 Undang-Undang Pers Dan Kode Etik Jurnalistik, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia,

2006), Cet.Ke-1 h.29.

Page 51: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

51

D. Kebebasan Pers

Sejak berdiri Negara Proklamasi Republik Indonesia yang berkonstitusi

dan berpancasila, maka Negara hukum Indonesia sejak semula telah mengenal

dan mengakui adanya kemerdekaan (ini adalah istilah yang dipakai dalam UUD

1945 pasal 26) untuk menyatakan pikiran dengan lisan dan tulisan yang tidak

lain dan tidak bukan adalah kemerdekaan pers.12

Dalam beberapa literatur hukum Indonesia, diakui dua padanan kata yang

mempunyai arti yang sama, yaitu istilah kemerdekaan pers dan kebebasan pers.

Demikian halnya dalam perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Oemar Seno Adji dalam buku karangannya yang berjudul ”Pers Aspek-

Aspek Hukum dan Media Massa dan Hukum” sebagian besar menggunakan

istilah ”Kemerdekaan Pers”. Sedangkan J.C.T. Simorangkir dalam bukunya

”Hukum dan Kebebasan Pers” cenderung menggunakan istilah ”Kebebasan

Pers”.13

Adapun istilah bebas atau merdeka, kebebasan atau kemerdekaan maka

berikut bahan kutipan dari Kamus Umum Bahasa Indonesia sususnan W.J.S.

Poerwadarminta, yaitu :

1. Bebas adalah lepas sama sekali (tidak terhalang, tergantung dan sebagainya sehingga boleh bergerak, bercakap, berbuat dan sebagainya. Dengan leluasa); misalnya, tiap-tiap anggota bebas untuk melahirkan pendapatnya.

12 J.C.T. Simorangkir, Hukum dan Kebebasan Pers, (Bandung: Angkasa, 1980), Cet.Ke-

1, h.51. 13 Ibid., h.8.

Page 52: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

52

2. Lepas dari (kewajiban, tuntutan, ketakutan dan sebagainya); tidak dikenakan (pajak, hukuman dan sebagainya); tidak terikat atau terbatas; misalnya :bebas dari bea; bebas dari perasaan takut dan khawatir; bebas dari kewajiban membayar ganti rugi; penjualan bebas, penjualan yang tidak terikat atau terbatas oleh aturan-aturan dan sebagainya (semua orang boleh membeli) pasar bebas, pasar umum (dalam arti jual beli yang tidak terbatas atau terikat).

3. Merdeka (tidak diperintah atau sangat mempengaruhi Negara lain); misalnya : sehabis perang dunia kedua banyak negeri-negeri yang bebas; politik bebas, politik luar negeri yang tidak terpengaruhi oleh kekuasaan asing.

4. Merdeka diartikan bebas (dari hambatan, penjajahan, dan sebagainya); berdiri sendiri (tidak terikat, tidak tergantung pada suatu yang lain); lepas (dari bantuan); Bangsa (Negara dan sebagainya) merdeka tidak dijajah, orang merdeka, bukan hamba tebusan, majalah merdeka, dengan leluasa merdeka, merdeka sama sekali (boleh berbuat sekehendak hatinya).14

Memperhatikan kutipan arti kedua istilah kebebasan tampaknya lebih

sesuai untuk digunakan sebagai istilah dalam kehidupan pers. Karena istilah

kemerdekaan lebih sesuai dipakai dalam kehidupan ketatanegaraan.

Kebebasan pers dalam Convention On Freedom Of Information selalu

dikatakan bahwa ia membawa kewajiban dan tanggung jawab (Carries With

Duties And Responsibilities). Hal demikian diakui oleh TAP MPRS

No.XXXII/MPRS/1966 tentang pembinaan pers yang dalam konsideransnya

diakui, bahwa mengeluarkan pendapat dan pikiran melalui media massa pers

adalah hak asasi tiap-tiap warga Negara.15

14 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

1976), h.103.

15 Oemar Seno Adji, Perkembangan Delik Pers Di Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 1990), h.13.

Page 53: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

53

Kebebasan pers merupakan salah satu dimensi hak asasi manusia, yaitu

hak manusia untuk membentuk pendapatnya secara bebas. Istilah kebebasan

pers sebenarnya nama generik untuk seluruh hak bersifat asasi warga

masyarakat. Berupa hak untuk memproleh informasi (Right to Know) yang

diperlukan dalam membentuk dan membangun secara bebas pemikiran dan

pendapatnya disatu pihak. Dan hak untuk menyatakan pikiran dan pendapat

dipihak lain (Right to Speech). Makna ini berkaitan dengan tersedianya

informasi secara bebas, baik informasi sosial maupun estetis di tengah

masyarakat.16

Mengenai nilai-nilai kebebasan pers sendiri, hal tersebut telah diakomodir

di dalam UUD 1945 yang telah diamandemen, yang diatur dalam pasal 28 UUD

1945. pasal ini menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul,

mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pers yang meliputi media cetak,

media elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana untuk

mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.

Oleh karena itu Negara telah mengakui bahwa kebebasan mengemukakan

pendapat dan kebebasan berfikir adalah merupakan bagian dari perwujudan

Negara yang demokratis dan berdasarkan atas hukum.

Hukum dan kebebasan pers tidak bisa dilepaskan dari masyarakat. Dimana

hukum dan pers itu berada karena pers adalah bagian dari sistem sosial dimana

16 Ashadi Siregar, “Metode dan Analisis Terhadap Pemberitaan”, Artikel diaksesPada

Tanggal28Desember2006darihttp://www.dewanpers.org/dpers.php?x=opini&y=det&z+f15e45cd496bf804b8b7e, h.1.

Page 54: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

54

pers itu berbeda. Oleh karena itu mengenai kebebasan pers tergantung kepada

sistem pers yang digunakan. Untuk menentukan sistem pers yang digunakan

terdapat suatu cara yaitu dengan melihat hubungan antara pers dan pemerintah.

Berdasarkan hal itu keputusan dewan pers No. 79/XIV/1974 intinya

mengemukakan bahwa kebebasan pers Indonesia berlandaskan :

1. Segi Idiil : Pancasila 2. Konstitusional : UUD 1945 dan TAP MPR 3. Strategi : Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 4. Yuridis : Undang-Undang Pers 5. Kemasyarakatan : Tata nilai sosial yang berlaku pada masyarakat Indonesia. 6. Etis : Kode Etik Profesional17

Kebebasan pers di Indonesia adalah kebebasan yang bertanggungjawab

yang berdasarkan pada nilai-nilai pancasila. Contohnya setiap pemberitaan tidak

boleh menyinggung suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) yang pada

akhirnya akan menimbulkan keresahan masyarakat dan memecah persatuan dan

kesatuan bangsa.

Secara universal, pers diakui memainkan peranan penting dalam proses

demokrasi. Dalam kancah politik, pers kerap berfungsi sebagai filter

komunikasi politik antar elit politik dan rakyat atau sebaliknya. Sebab jarang

sekali pemimpin Negara berbicara langsung kepada rakyat. Pers menjadi

17 Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar,

(Bandung: Simbiosa Bekatama Media, 2004), h.159.

Page 55: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

55

wahana penting untuk menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah.18

Kebebasan pers perlu diwujudkan agar pers bisa menjalankan fungsinya secara

optimal. Dengan terjamin kebebasan pers, roda lambang demokrasi yang selama

ini kurang berfungsi akan digerakkan kembali.

Dalam menjalankan fungsinya, pers harus menghormati hak asasi setiap

orang. Karena itu dituntut pers yang profesional dan terbuka. Dikontrol oleh

masyarakat , Roeslan Abdul Gani menyatakan bahwa ”Dalam mengemukakan

kritik, titik pangkalnya ialah bukan kritik untuk mengkritik”, melainkan kritik

tersebut harus dapat memberikan alternatif dan menunjukkan jalan keluar.19

Pernyataan yang mengandung kritik tidak boleh dituangkan dalam bentuk,

sehingga ia merupakan Formele Beledeging yaitu suatu penghinaan dimana

yang ditonjolkan bukan apa (isi-nya, pernyataan demikian mungkin merupakan

penghinaan materiil), melainkan bagaimana pernyataan itu dikemukakan. Oleh

karena itu bentuk atau cara pernyataan itu dikemukakan adalah sangat

menentukan untuk mengkualifisir suatu pernyataan sebagai penghinaan.20

Untuk mencegah disalahgunakannya pers sebagai media penghinaan,

fitnah dan penghasutan diperlukan perangkat hukum lain, yang sebenarnya

18 Lesmana, Pencemaran Nama baik dan Kebebasan Pers Antara Indonesia dan

Amerika, h.100. 19 Oemar Seno Adji, Mass Media Dan Hukum, (Jakarta: Erlangga, 1977), Cet.Ke-2, h.81.

20 Ibid., h.83.

Page 56: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

56

bertujuan bukan untuk mengekang kebebasan pers namun membuat pers

Indonesia menjadi lebih profesional dan bertanggungjawab serta menghormati

hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan peranan pers nasional.

Sebagaimana diatur dalam pasal 6 UU Pers, yaitu :

1. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; 2. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi

hukum, dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan; 3. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat,

dan benar; 4. Melakukan pengawasan kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan kepentingan umum; 5. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.21

Agar pers berfungsi sebagaimana mestinya dibutuhkan syarat-syarat

tertentu. Salah satu syarat penting itu ialah dalam menjalankan tugasnya pers

mutlak membutuhkan kebebasan, seperti diutarakan oleh Mochtar Lubis

”Kemerdekaan pers merupakan satu unsur di dalam peradaban manusia yang

maju dan bermanfaat tinggi yang menghormati nilai-nilai kemanusiaan. Dan

jika kemerdekaan pers tidak ada, maka martabat manusia jadi hilang”.

Kebebasan pers yang demikian besar, bahkan cenderung ”kebablasan”

telah menimbulkan berbagai akses yang merugikan masyarakat maupun pers,

antara lain beberapa :

1. Pelarangan atas prinsip Check And Balanced sehingga berita yang dihasilkan tidak obyektif, bahkan cenderung amatiran;

2. Pelanggaran atas prinsip praduga tak bersalah

21 Adreas Harsono, “Kebebasan Pers”, Artikel diakses Pada Tanggal 28 Juni 2006 dari

http://anggara.org/2006/06/28/kebebasan-pers-dalam-perspektif pidana-ditinjau-dari-ruu-KUHP/

Page 57: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

57

Seorang purnawirawan petinggi kepolisian RI dan seorang letnan jendral TNI AD. Misalnya diberitakan terlibat dalam kasus bom Bali karena berada di Bali pada saat tragedi itu terjadi.

3. Pencemaran nama baik Karena kurang teliti atau tidak melakukan penelitian yang seksama, wartawan adakalanya terperosok dalam perangkap pencemaran nama baik, misalnya Koran Tempo dan majalah Tempo diadili karena diadukan oleh Tomy Winata.

4. Di pengaruhi pola pikir yang negatif Pola pikir yang negatif ini mungkin timbul akibat pengalaman buruk pers dengan pemerintah di masa silam. Contoh : menjelang diterapkannya status darurat militer di Aceh pada Mei 2003, Koran Tempo (21-4-2003) menurunkan sebuah headline di halaman pertama dengan judul yang amat profokatif : ”TNI siapkan ladang pembantaian GAM”. Berita seperti ini dikhawatirkan dapat meprovokasi masyarakat untuk menentang kebijakan darurat militer di Aceh, sekaligus membangkitkan kebencian mereka pada TNI.

5. Memelintir informasi yang sebenarnya Wujudnya dengan mengiring seseorang seolah-olah menguatkan apa yang sebenarnya menjadi pendapat wartawan sendiri.

6. Salah kutip Banyak wartawan yang berpendapat bahwa jika mereka mengutip pernyataan seseorang apalagi sumbernya sangat Credible dan kemudian pernyataan itu ternyata salah, maka wartawan itu tidak dapat disalahkan apalagi dijerat hukum, pandangan itu tentu keliru. Jika isi kutipan terbukti menghina pihak ketiga, pers dapat dituntut ke Pengadilan dan di hukum membayar ganti rugi pada pihak yang merasa tercemar nama baiknya.22

Kebebasan tanpa batas tidak mungkin ada di dunia ini, pasti ada yang

membatasinya. Kebebasan pers Indonesia tersumber dari konstitusi Negara

yaitu Undang-Undang Dasar 1945, yang memberikan jaminan kemerdekaan

yang tercantum dalam pasal 28 ”Kemerdekaan berserikat dan berkumpul

22 Lesmana, Pencemaran Nama Baik dan Kebebasan Pers Antara Indonesia dan

Amerika, h. 191.

Page 58: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

58

mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan

undang-undang.23

Ketentuan mengenai kebebasan pers di Indonesia telah digariskan dalam

beberapa ketentuan dan perundang-undangan, antara lain :

1. UUD 1945 dalam pasal 28 disebutkan : ”Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.

2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 11 Tahun 1966 tentang ketentuan-ketentuan pokok pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 1967 yang terdapat pada pasal 23 ayat 2 butir c ”memperjuangkan kebenaran dan keadilan atas dasar kebebasan pers yang bertanggungjawab”.

3. Undang-Undang Pers No. 11 Tahun 1966 pasal 5 ayat 1 dan 2 serta Undang-Undang No. 21 Tahun 1982, yaitu : Ayat 1 : “Kebebasan pers sesuai dengan hak asasi warga Negara dijamin”. Ayat 2 : ”Kebebasan pers didasarkan atas tanggungjawab nasional dan

pelaksanaan pasal 2 dan 3 Undang-undang ini”. 4. Ketetapan MPR No. IV Tahun 1978 dan Ketetapan MPR No. 11 Tahun

1983 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara yang mengenai penerangan dan media pers butir D menyebutkan : ”Pers yang bebas dan bertanggugjawab yaitu pers yang dapat menjalankan fungsinya, sebagai penyebar informasi yang obyektif”.

Berdasarkan ketentuan perundang-undangan di atas, bahwa seluruh warga

Negara khususnya insan pers berhak mengeluarkan pikirannya dengan lisan

mapun tulisan. Dan kebebasan pers adalah sebuah bagian dari hak asasi manusia

dijamin oleh Negara. Akan tetapi kebebasan itu bukan tanpa batas. Melainkan

sudah ada ketentuan perundang-undangan yang mengaturnya. Ketentuan

perundang-undangan tersebut diciptakan adalah untuk mencegah

disalahgunakannya pers sebagai media penghinaan, fitnah dan penghasutan.

23 Yanuar Abdullah, Dasar-Dasar Kewartawanan Teori Dan Praktek, (Padang: Angkasa Raya), 1992), Cet.Ke-2, h.131.

Page 59: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

59

Pers sebagai media informasi merupakan pilar keempat demokrasi yang

berjalan seiring dengan penegakan hukum untuk terciptanya keseimbangan dalam

suatu Negara. Oleh karena itu sudah seharusnya jika pers sebagai media informasi

dan juga sering menjadi media koreksi dijamin kebebasannya dalam menjalankan

profesi kewartawanannya.54 Dan negara telah mengakui bahwa kebebasan

mengemukakan pendapat dan kebebasan berfikir adalah merupakan bagian dari

perwujudan Negara yang demokratis dan berdasarkan atas hukum.

54 Harsono,”Kebebasan pers”, h.2.

Page 60: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

60

BAB IV

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN MAJELIS HAKIM

PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT TENTANG PERKARA PIDANA

PENGHINAAN OLEH PERS

A. Gambaran Kasus Perkara Pidana Penghinaan Oleh Pers

Putusan tentang perkara pidana penghinaan oleh pers di Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat dengan terdakwa :

Bambang Harymurti, yang beralamat Kantor Jl. Proklamasi No. 72 Kec.

Menteng Jakarta Pusat, dan alamat rumah Jl. Merpati No. 32 Rt. 010 Rw. 015

Kel. Menteng Dalam Kecamatan Tebet Jakarta Selatan, Agama Islam,

Pekerjaan beliau adalah Wartawan / Pemimpin Redaksi Majalah Mingguan

Tempo.

Peristiwa di mulai pada hari Rabu tanggal 26 Februari 2003 sekitar jam

11.00 s/d 13.00 Wib dilaksanakan rapat ceking pada kantor Tempo Jl.

Proklamasi No. 72 Menteng Jakarta Pusat yang dihadiri oleh seluruh redaksi

berpangkat Redaktur Muda ke atas kecuali yang sedang berhalangan antaranya

Wakil Pemred, Thoriq Hadad, Redaktur Senior Putu Setia, Redaktur Eksekutif

Leila S. Chudori, Staf redaksi Agus S.R, Karin, Endah dan Wens diusulkan

untuk menulis artikel tentang kelanjutan peristiwa terbakarnya Pasar Tanah

Abang, pada tanggal 19 Februari 2003, karena menurut wartawan majalah

Tempo, dikalangan Tanah Abang beredar isu bahwa Pasar Tanah Abang

dibakar oleh kalangan yang ingin menangguk keuntungan dari proyek renovasi

54

Page 61: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

61

Pasar Tanah Abang, selanjutnya dibuat lembar penugasan disampaikan kepada

beberapa reporter antara lain, saksi Ahmad Taufik bin Abu Bakar, Cahyo

Junaedi, Yuliantoro, Indra Darmawan, Bernarda Rurit dan saksi Bagja Hidayat

untuk melakukan pengecekan dan penggalian bahan.

Dari penugasan tersebut, saksi Ahmad Taufik, selaku Wartawan Majalah

Tempo, seolah-olah telah melakukan pengecekan dan penggalian bahan di

lapangan telah membuat penulisan naskah dengan kalimat ”Ada Tomy di

Tanah Abang ?”

Selanjutnya naskah atau tulisan saksi Ahmad Taufik diserahkan kepada

saksi T. Iskandar Ali selaku editor untuk diedit. Kemudian saksi T. Iskandar

Ali, mengedit dengan melakukan perubahan dari judul ” ADA TOMY DI

TANAH ABANG ” menjadi ” ADA TOMY DI TENABANG ” dan selanjutnya

dalam paragraf ke dua menambah ungkapan dengan kata ” PEMULUNG

BESAR ” selanjutnya diikuti dengan kata Tomy Winata nantinya,........dst.

kemudian setelah itu, melalui komputer dikirim ke Redaktur Bahasa untuk

diperiksa dan ditata bahasanya, dan tanpa mengecek sejauh mana kebenaran itu,

terdakwa Bambang Harymurti selaku Pemimpin Redaksi menyetujui untuk

dimuat, dicetak dan dimuat dalam majalah Mingguan Tempo edisi 3-9 Maret

2003, dengan judul berita ” Ada Tomy di Tenabang ”

Konon Tomy Winata mendapat proyek renovasi Pasar Tanah Abang

senilai Rp. 53 Milyar, proposalnya sudah diajukan sebelum kebakaran.

Page 62: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

62

Suwarti, 47 tahun tampak mengais-ngais sisa kain dari reruntuhan

balok-balok yang menghitam di blok A, Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Pemulung asal Jawa Tengah itu mencoba mengorek rezeki dari puing-puing

5700 kios di Pasar terbesar di Asia Tenggara itu.

Dari musibah kebakaran itu, Rabu dua pekan lalu, Suwarti dan rekan-

rekannya mungkin menangguk lebih banyak penghasilan ketimbang sebelumya.

Tapi juga ” Pemulung Besar ” Tomy Winata, nantinya, pengusaha dari Artha

Graha ini, kata seorang arsitektur kepada Tempo, sejak tiga bulan lalu sudah

menyetor proposal proyek renovasi Sentra Bisnis Primer Tanah Abang senilai

Rp. 53 milyar ke pemerintah DKI Jakarta.

Proyek itu, menurut Walikota Jakarta Pusat Khosea Petra Lumbun, akan

memakai lahan sekitar 100 hektar. Sentra Bisnis Primer nantinya bukan Cuma

akan memanfaatkan berada bekas kebakaran, tetapi juga membingkar kawasan

pemukiman hiburan, kantor ekspedisi, dan kain modern. Lalu di manna

pedagang kaki lima ?

Rencananya, pasar dihubungkan dengan jembatan penyeberangan tiga

tingkat yang dilengkapi toko-toko. Ada pula jembatan khusus orang yang

sekaligus menjadi tempat pedagang kaki lima berjualan, selain di halaman

parkir seluas 1000 meter ditengah pasar. Tetapi mereka hanya boleh berjualan

dari pukul 6 sore sampai tengah malam. Mereka dilarang berjualan sore hari,

”kata Khosea. Disitu, kios-kios bikinan Tomy Winata rencananya akan dijual

Page 63: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

63

Rp. 175 juta permeter dan baru akan diserahkan ke Perusahaan Daerah (PD)

Pasar Jaya 20 tahun.

Tetapi direktur Utama Pasar Jaya, Syahrial Tanjung membantah

renovasi akan dilakukan Tomy. ”memang banyak tawaran, tetapi PD Pasar Jaya

juga memiliki dana cadangan. Gubernur Sutiyoso menyerahkan sepenuhnya

pada PD Pasar Jaya. Katanya dananya berasal dari pinjaman dari Bank dan

Dana Investasi. Tomy Winata, 45 tahun juga menyangkal dengan rencana

renovasi Pasar Tanah Abang. ”Ia merasa belum pernah berbicara tentang hal

itu” Anda orang ke enam yang telepon. Saya belum pernah berbicara tentang

Tanah Abang. Sampai sekarang, saya belum pernah berbicara dengan pihak

siapapun juga, baik, sipil, swasta maupun pemerintah,” kata Tomy geram ”Saya

ini nggak makan nangkanya dikasih getahnya. Kalau (mereka) berani ketemu

muka saya tabokin dia. Kalau ada saksi, bukti atau data-data yang mengatakan

saya deal duluan saya kasih harta saya separuh.”

Dugaan bahwa Pasar Grosir itu dibakar dibantah Kepala Pasar Tanah

Abang Buhar Tambunan ataupun Gubernur DKI Sutiyoso, tapi Perusahaan

Listrik Negara juga menyangkal gardu listrik dalam pasar sebagai penyebab

kebakaran. ”sumber kabakaran dari korsleting listrik masih abu-abu, belum

jelas,” kata Margo Santoso General Manager PLN Distribusi Jakarta Raya dan

Tangerang, Margo Santoso.

Namun sulitnya untuk mengajak ratusan pedagang menyetujui rencana

renovasi pasar membuat dugaan kesengajaan pembakaran ”masuk akal”

Page 64: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

64

bukankah kebakaran disengaja atau tidak akan lebih memudahkan pelaksanaan

rencana itu ? dan Tomy pun kena getahnya.

” Tenabang ” sebutan ringkas orang betawi untuk Tanah Abang, sudah

menggiurkan sejak, pengusaha Belanda, Justinus Vinck membangunnya pada

1735. Beberapa tahun lalu, warga timor-timor pimpinan Hercules menguasai

remang-remang Bongkaran, bentrok dengan kelompok Betawi dan Madura.

Untung bisa didamaikan. ”Kami semua ingin hidup harmonis membangun

Tenabang, ini tempat cari duit yang halal,” ujar Muhammad Yusuf Muhi alias

(”Ucu”), Ketua Ikatan Keluarga Besar Tanah Abang. Yang sulit ”didamaikan”

adalah hilangnya sumber pencarian 1,3 juta orang dan ludesnya hampir Rp. 1

triliun dagangan.

Setelah Tenabang menjadi abu, renovasi tampaknya akan lebih mulus

sekaligus bisa memercikkan ”api” baru. Soalnya proyek itu melibatkan banyak

kepentingan : pedagang, pengelola, investor, dan penangguk air di butek.

Karena itu, menurut Dani Anwar, anggota DPRD DKI dari partai keadilan,

pihaknya akan memantau rencana renovasi agar kios-kiosnya tidak jatuh ke

pihak-pihak yang tidak berhak. ”kalau jatuh ke pihak yang hanya mencari

untung pastinya akan menyulitkan para pedagang,” ujarnya.

Dan dengan adanya berita yang dimuat dan disirkan oleh Majalah

Mingguan Tempo, telah membakar emosi dan membuat kegemparan serta

menyebarkan keresahan dikalangan masyarakat terutama masyarakat korban

kebakaran Pasar Tanah Abang, mereka berkumpul dan sepakat untuk

Page 65: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

65

mendatangi kantor dan rumah Tomy Winata yang disebut-sebut sebagai orang

yang berada dibelakang layar terbakarnya Pasar Tanah Abang. Sementara disisi

lain, atas kabar berita tersebut ia menerima kecaman, ancaman dari berbagai

pihak melalui telepon. Dan disamping itu juga karena berita itu, telah memicu

terjadinya aksi demo oleh karyawan Artha Graha Group ke Kantor majalah

Mingguan Tempo.

B. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Pada Perkara

Penghinaan Oleh Pers

Sebelum menjatuhkan pidana kepada terdakwa, hakim mempunyai

pertimbangan-pertimbangan, diantaranya hal-hal yang memberatkan adalah

perbuatan terdakwa merupakan penyimpangan kemerdekaan pers dan menyebar

luaskan gagasan dan informasi di samping terdakwa selalu menggunakan hak-

hak kebebasan pers sebagai pembenaran dan melindungi kesalahan atau

perbuatan terdakwa dan perbuatan terdakwa telah menimbulkan keresahan

khususnya korban kebakaran Pasar Tanah Abang.

Sedangkan hal-hal yang meringankan yaitu terdakwa belum pernah

dihukum, terdakwa sopan selama persidangan, dan terdakwa mempunyai

tanggungan keluarga.

Berdasarkan pertimbangan di atas, Majelis Hakim Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat memutuskan

Page 66: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

66

Terdakwa Bambang Harymurti telah terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana menyiarkan suatu berita atau pemberitahuan

bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat secara

bersama-sama dan tindak pidana pemfitnahan bersama-sama.

Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Bambang Harymurti tersebut

dengan pidana penjara selama satu tahun.

Menetapkan barang bukti berupa :

a. Satu buah Majalah Tempo edisi 03-09 Maret 2003;...... b. Dua lembar tulisan yang diketik, halaman pertama paling atas pojok ditulis

Tempo New Room dan di tengah tulisan diberi judul Pasar Tanah Abang Masa Depan dan pada halaman kedua ditulis Juli Hantoro;.......

c. Satu eksemplar surat kabar harian Koran Tempo edisi kamis 20 Februari 2003;.....

d. Satu lembar tulisan yang pada baris pertama bertuliskan ”wawancara dengan Walikotamadya Jakarta Pusat Tentang Tanah Abang (u/majalah), Friday 28/Feb/2003 14:46:02 By : Indradar dan yang paling bawah bertulis Indra Darmawan-Tempo New Room;.......

e. Tiga lembar artikel yang diketik dengan judul Nasional Kebakaran Ada Tomy di Tanah Abang dan yang paling akhir terdapat tulisan Ahmad Taufik, Bernarda Rurit dan Cahyo Junaedy tanpa tanggal dan tanda tangan;.......

f. Tindasan surat No. 16/1.751 tanggal 8 Maret 2003 perihal tanggapan berita dan mohon ralat dari Kepala Bagian Humas dan Protokol Kotamadya Jakarta Pusat yang ditujukkan Kepada yth. Pemimpin Redaksi Majalah Tempo;......

g. Tindasan surat No. 21/1.751 tanggal 19 Maret 2003 perihal bantahan berita dari Kepala Bagian Humas dan Protokol Kotamadya Jakarta Pusat yang ditujukkan Kepada yth. Pemimpin Redaksi Majalah Tempo;.......

h. Tulisan sebanyak 4 (empat) lembar yang paling atas tulisan tersebut terdapat judul ”Wawancara dengan Tomy Winata melalui telepon pada hari kamis tanggal 27 Februari 2003”. Pewawancara Bernarda Rurit dan akhir tulisan tersebut tertulis ”Bernarda Rurit” dalam kurung tanpa tanda tangan;......

i. Satu buah kaset merek maxell yang dikaset tersebut tertulis TW.1;...... Masing-masing tetap dilampirkan dalam berkas perkara;......

j. Asli surat dari Gubernur tetap dilampirkan dalam berkas perkara 643/078.1 tanggal 13 Maret 2003 dikembalikan kepada saksi Tomy Winata;.....

Page 67: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

67

Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.

5000,- (Lima Ribu Rupiah)

Putusan hakim tersebut telah diputus dalam permusyawaratan Hakim

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada hari Senin, tanggal 6 September 2004,

dan putusan tersebut dibacakan pada hari Kamis, tanggal 16 September 2004

pada persidangan yang terbuka untuk umum. Adapun hakim yang memutus

perkara tersebut adalah Suripto, SH selaku Ketua Majelis, Ridwan Mansyur,

SH.MH dan Kusriyanto, SH masing-masing sebagai Hakim Anggota.

C. Analisis Hukum Islam Dalam Perkara No.1426/Pid.B/2003/PN.Jkt.Pst

Tentang Penghinaan Oleh Pers

Penghinaan merupakan pelanggaran yang menyangkut harkat dan

martabat manusia, yang berupa penghinaan biasa, fitnah atau tuduhan

melakukan suatu perbuatan tertentu. Dalam menetapkan larangan ini hukum

Islam berpedoman pada dua sumber pokok yang disepakati oleh para ulama

yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Berdasarkan putusan yang ditetapkan oleh Majelis Hakim Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat, bahwa bagi pelaku yang telah melakukan penghinaan,

fitnah dan menyiarkan berita bohong pada kasus Bambang Harymurti telah

dijatuhi hukuman dengan satu tahun penjara. Padahal menurut pasal 310 ayat

(1) orang yang sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan

Page 68: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

68

jalan menuduh seseorang dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya

sembilan bulan dan denda Rp. 4.500,-.

Sedangkan dalam pasal 311 ayat (1) barangsiapa yang melakukan

kejahatan memfitnah dengan tulisan, dan tidak dapat membuktikan tuduhan

dalam tulisan tersebut, maka akan dijatuhi hukuman selama-lamanya empat

tahun. Namun, dalam kasus terdakwa Bambang Harymurti dikenakan hukuman

selama satu tahun penjara. Lebih ringan hukumannya daripada hukuman yang

ditetapkan di dalam KUHP, dikarenakan terdakwa belum pernah di hukum,

sopan dalam persidangan dan terdakwa mempunyai tanggungan keluarga.

Dalam memutuskan hukuman, hakim mempunyai pertimbangan-

pertimbangan tersendiri. Akan tetapi hakim tidak boleh memutuskan hukuman

bagi pelaku berdasarkan ijtihadnya sendiri, melainkan hakim sudah mempunyai

landasan hukuman dalam penjatuhan hukuman tersebut. Penjatuhan pidana

hendaknya juga berorientasi kepada aspek dan dimensi rehabilitasi atau

pemulihan dan kegunaan bagi diri pelaku tindak pidana dan masyarakat.

Tindak pidana penghinaan dalam syariat Islam merupakan tindak pidana

ringan yang dihukum dengan ta’zir karena tidak termasuk tindak pidana hadd

maupun qishash. Perbuatan penghinaan terhadap orang lain hanya

menyinggung perasaan bukanlah melukai anggota badan, karena penghinaan

hanyalah melukai perasaan dari hati yang dihina.

Page 69: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

69

Menurut hukum Islam, perbuatan yang melanggar hukum disebut

sebagai jarimah. Dan jarimah terbagi menjadi lima macam, yaitu :1

1. Dilihat dari segi berat dan ringannya hukuman, jarimah dibagi menjadi tiga yaitu jarimah huduud, jarimah qishash-diyat dan jarimah ta’zir.

2. Dilihat dari segi niat si pembuat dibagi dua, yaitu jarimah sengaja dan jarimah tidak sengaja.

3. Dilihat dari cara mengerjakannya, jarimah dibagi menjadi jarimah positif dan jarimah negatif.

4. Dilihat dari segi orang yang menjadi korban (yang terkena) akibat perbuatan, jarimah dibagi menjadi jarimah perseorangan dan jarimah masyarakat.

5. Dilihat dari tabiatnya yang khusus, jarimah dibagi menjadi jarimah biasa dan jarimah politik.

Dengan demikian penghinaan masuk dalam jarimah ta’zir, yang

termasuk golongan ini adalah perbuatan-perbuatan yang diancam dengan satu

atau beberapa hukuman ta’zir.

Dari segi atau perbuatan yang dikenakan hukuman ta’zir, maka ta’zir

dikelompokkan menjadi :2

1. Ta’zir atas maksiat

2. Ta’zir atas kemaslahatan umum

3. Ta’zir atas pelanggaran

Adapun ta’zir atas maksiat hukumannya diancam karena perbuatan yang

dilarang oleh syara’ dan yang melakukannya dianggap dosa.

1 Abd. Aziz Amir, Al-Ta’zir Fi Al-Syari’ah Al-Islamiyah, (t.t., : Dar al-Fikr Al-Arabi,

1969), h. 71. 2 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990),

Cet.Ke-4, h.83.

Page 70: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

70

Ta’zir yang berkaitan dengan kemaslahatan umum berdasarkan pada

tindakan Rasulullah SAW, beliau pernah menahan terhadap seseorang yang

dituduh mencuri unta, setelah jelas bahwa orang tersebut tidak mencuri unta,

Rasulullah kemudian melepaskan orang itu.3 Adapun petunjuk yang menjadi

dalil dari contoh tersebut adalah bahwa penahanan (al-habsu) merupakan salah

satu bentuk hukuman ta’zir. Sedangkan hukumannya hanya dikenakan terhadap

tindak pidana yang telah dapat dibuktikaan.

Ta’zir atas pelanggaran dikhususkan pada orang yang telah melakukan

perbuatan pelanggaran terhadap orang lain sehingga orang itu merasa dirugikan.

Dalam perbuatan penghinaan, perbuatan itu dapat dikatakan pada ta’zir

atas pelanggaran. Hal ini karena perbuatan yang dilarang dan menyangkut

kehormatan serta nama baik seseorang sehingga dapat menjatuhkan martabat

orang itu.

Syara’ tidak menentukan hukuman untuk tiap-tiap jarimah ta’zir, tetapi

hanya menyebutkan sekumpulan hukuman, dari yang seringan-ringannya

sampai kepada yang seberat-beratnya. Dalam hal ini, hakim diberi kebebasan

untuk memilih hukuman-hukuman mana yang sesuai dengan macam jarimah

ta’zir serta keadaan si pembuatnya juga. Jadi hukuman-hukuman jarimah ta’zir

tidak mempunyai batas tertentu.

Maksud pemberian hak penentuan jarimah ta’zir kepada para penguasa

ialah agar mereka dapat mengatur masyarakat dan memelihara kepentingan-

3 Ibnul Hammam, Syarah Fathul Qadir, Jilid IV, h.117.

Page 71: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

71

kepentingannya, serta bisa menghadapi sebaik-baiknya terhadap keadaan yang

mendadak.

Perbedaan antara jarimah ta’zir yang ditetapkan oleh syara dengan

jarimah ta’zir yang ditetapkan oleh penguasa adalah kalau jarimah ta’zir yang

ditetapkan oleh syara’ adalah tetap dilarang selama-lamanya dan tidak mungkin

akan menjadi perbuatan yang tidak dilarang pada waktu apapun juga. Akan

tetapi jarimah ta’zir yang ditetapkan oleh penguasa yaitu bisa menjadi

perbuatan yang dilarang manakala kepentingan masyarakat menghendaki

demikian. Mengenai hal ini para ulama membagi ta’zir kepada dua bagian,

yaitu :4

1. Jarimah ta’zir yang menyinggung hak Allah;

Adalah semua perbuatan yang berkaitan dengan kepentingan dan

kemaslahatan umum. Misalnya membuat kerusakan di muka bumi,

penyelundupan, penimbunan bahan-bahan pokok, dan sebagainya.

2. Jarimah ta’zir yang menyinggung hak perorangan;

Adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan kerugian kepada orang

tertentu. Misalnya, penghinaan, penipuan, pemukulan, dan lain sebagainya.

Dalam hal ini tindak pidana penghinaan termasuk kepada perbuatan

melanggar hukum yang melanggar hak perorangan. Dalam kasus Tomy Winata

ini, ia termasuk orang yang sangat dirugikan karena berita yang diterbitkan oleh

4 H.A. Djazuli, Fiqh Jinayat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h.162.

Page 72: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

72

majalah Tempo, karena berita itu pula ia telah menerima kecaman dan ancaman

dari berbagai pihak yang merasa dirugikan.

Adapun mengenai hukuman yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Bambang Harymurti yaitu hukuman

penjara. Dalam hukum pidana Islam hukuman yang tidak diatur di dalam nash,

dikategorikan ke dalam jarimah ta’zir dan diserahkan kepada ulil amri untuk

menetapkannya. Dan pidana penjara sendiri termasuk ke dalam hukuman untuk

jarimah ta’zir.

Menurut Imam Ibnu al-Qayyim al-Jauziah yang dimaksud dengan

pidana penjara menurut syara’ bukanlah menahan pelaku ditempat yang sempit,

melainkan menahan seseorang dan mencegahnya agar ia tidak melakukan

perbuatan hukum, baik penahanan tersebut didalam rumah, masjid, maupun di

tempat lainnya.

Sedangkan hukuman penjara dalam syariat Islam, terbagi menjadi dua

bagian, yaitu :

1. Hukuman penjara terbatas

Hukuman penjara terbatas adalah hukuman penjara yang lama waktunya

dibatsi secara tegas. Hukuman penjara terbatas ini diterapkan untuk jarimah

penghinaan, penjual khamar, pemakan riba, melanggar kehormatan bulan

Page 73: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

73

suci Ramadhan dengan berbuka puasa pada siang hari tanpa udzur, dan lain

sebagainya.5

Menurut Imam Al-Mawardi, hukuman penjara dalam ta’zir berbeda-

beda, tergantung kepada pelaku dan jenis jarimahnya. Di antara pelaku ada

yang dipenjara selama satu hari dan ada pula yang lebih lama. Sedangkan

menurut Imam Az-Zaila’i sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Aziz Amir,

berpendapat bahwa lamanya penjara bisa dua bulan atau tiga bulan atau

kurang atau lebih.

Adapun batas tertinggi untuk hukuman penjara terbatas ini juga tidak

ada kesepakatan di kalangan fuqaha. Menurut Syafi’iyah batas tertinggi

untuk hukuman penjara terbatas ini adalah satu tahun. Sedangkan Imam Ibn

Al-Majasyun dari ulama Malikiyah menetapkan lamanya hukuman bisa

setengah bulan, atau empat bulan tergantung kepada kadar harta yang

ditahannya.

Adapun batas terendah dari hukuman penjara sebagai ta’zir juga tidak

ada kesepakatan di kalangan ulama. Menurut sebagian ulama, seperti Imam

Al-Mawardi , batas terendah hukuman penjara adalah satu hari. Akan tetapi

menurut Ibnu Qudamah tidak ada ketentuan yang pasti, melainkan

diserahkan kepada ijtihad imam (ulil amri).

2. Hukuman penjara tidak terbatas

5 Abd. Aziz Amir, Al-Ta’zir Fi Al-Syari’ah Al-Islamiyah, (t.t.,: Dar Al-Fikr Al-

Arabi,1969), h.362.

Page 74: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

74

Yaitu hukuman penjara yang tidak dibatasi waktunya, melainkan

berlangsung terus-menerus sampai orang yang terhukum mati, atau sampai

ia bertaubat. Dalam istilah lain bisa disebut hukuman penjara seumur hidup.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terhadap tindak pidana

penghinaan hukuman yang diberikan sesuai dengan hukum pidana islam, yaitu

dikenakan hukuman ta’zir berupa hukuman penjara. Yang batas tertinggi dan

terendahnya diserahkan kepada ulil amri dalam menentukannya. Sedangkan

terhadap tindak pidana penghinaan menurut uraian tersebut di atas yaitu

termasuk kepada kategori penjara terbatas, karena dibatasi jangka waktunya.

Dengan adanya dasar hukum bagi tindak kejahatan penghinaan itu, maka

kehidupan seseorang perlu mendapat perhatian dari para penegak hukum, demi

menjaga kelestarian nama baik dan martabat seseorang, sehingga nama baik

seseorang tidak perlu khawatir lagi untuk memikirkan nama baiknya akan

tercemar.

Dalam Islam banyak kata dalam al-Qur’an dan Al- hadits yang

mempunyai konotasi yang sama dengan istilah menghina, seperti kata fitnah,

hasad, ghibah, dan namimah yang semua kata lain mempunyai arti kata

menghina, mencaci, menjelekkan nama orang lain dengan tanpa bukti.

Mengejek berarti menghina, melecehkan atau memandang rendah orang lain

dan menunjukkan keburukan dan kekurangan mereka. Ejekan dan hinaan dapat

diungkapkan dengan perkataan dan perbuatan juga dengan isyarat dan sikap

tubuh. Berita penghinaan sangat besar pengaruhnya dan sangat jauh akibatnya,

Page 75: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

75

karena dapat mencemarkan nama baik seseorang, karirnya juga dapat

menggoncangkan masyarakat.

Sudah menjadi kesepakatan ulama, bahwa ghibah diharamkan. Menurut

pendapat Al-Qurthubi bahwa ghibah termasuk dosa besar (al-kabaair),

mengingat dalam perbuatan itu diiringi ancaman yang sangat berat.

Adapun dalil-dalil yang menjelaskan tentang penghinaan yaitu :

1. Di dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat/49:11, Allah berfirman :

49/ تارجحلأ (

:11( “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil- memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat , maka mereka itulah orang-orang yang zhalim”.

Page 76: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

76

2. Hadis

؟ةب اتدرون ماالغي:عن ابي هريرة ان رسول اهللا صلي اهللا عليه صلم قال

قيل افرايت ان آان في - ذآرك اخاك بما يكره: اهللا ورسوله اعلم قال:قالوا

ل فقداغتبته وان لم يكن فيه فقد بهته ان آان فيه ما تقو: قال؟اخي ما اقول

6) رواه مسلم(Dari Abi Hurairah, bahwasanya Nabi SAW telah bersabda: ”Tahukah kalian apakah ghibah itu ?” mereka (para sahabat) berkata: ”Allah dan Rasulnya lebih mengetahui. Beliau bersabda: Ghibah itu ialah engkau menyebut-nyebut saudaramu dengan perkara yang tidak ia sukai”. Ada seorang berkata: ”Bagaimana kalau pada saudaraku itu memang sebagaimana yang saya katakan?”, beliau bersabda pula: ”Kalau padanya memang ada sebagaimana yang engkau katakan, sungguh engkau telah mengumpat dia, dan kalau padanya tidak seperti engkau katakan, sungguh engkau telah berdusta atasnya”. (H.R Muslim). Hadits yang ditafsirkan oleh Muhammad Ar-Razy Fakhrudin yang

menjelaskan :

7الل وال يلتفتان ينظر االنسان الي اخيه بعين اخهي فا لسخرية

“As-Sukhriyah adalah manusia memandang saudaranya itu dengan hormat

dan tidak berpaling atau memperdulikannya serta menjatuhkan derajatnya”.

Itulah sebagian dari ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi yang menjadi

sumber larangan tindak pidana penghinaan. Nash-nash tersebut menjadi

6 Muslim, Shohih Muslim, (Singapura: Sulaiman Murai, t.t.,), jilid 6, h.449. 7 Muhammad Ar-Razy Fakhrudin, Tafsir Al-Fakhrurrazy, (Beirut: Dar Al-Fiqh, 1985),

Cet.Ke-3, h.131.

Page 77: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

77

pedoman untuk menerapkan sanksi hukuman bagi pelaku, sedangkan mengenai

bentuk hukuman sepenuhnya menjadi wewenang hakim.

Dan dari ayat dan hadis di atas menunjukkan bahwa mengolok-ngolok,

mengejek, menghina dan merendahkan orang lain merupakan kesombongan

yang tersembunyi dan harus dihindari dalam pergaulan hidup manusia. Ayat

dan hadis di atas tersebut menjadi peringatan bagi orang-orang yang beriman

agar tidak merasa bahwa dirinya serba lengkap, serba tinggi, dan serba cukup.

Padahal setiap manusia terdapat segala macam kekurangan, kealpaan dan

kesalahan.

Segala sesuatu yang merugikan martabat manusia terdapat hukum yang

mengaturnya. Hukum yang dimaksudkan untuk memelihara dan menciptakan

kemaslahatan umat manusia. Menurut konteks Maqashid Al-Syaria’ah, Al-

Syathibi mengatakan bahwa sesungguhnya syari’at itu bertujuan untuk

mewujudkan kemaslahatan manusia, baik di dunia maupun di akhirat.8 Dalam

ungkapan lain, Al-Syathibi mengatakan bahwa hukum disyari’atkan untuk

kemaslahatan hamba secara mutlak.

Kemaslahatan yang dimaksud dalam tujuan syari’at mencakup lima hal,

yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dalam hal ini,

terdakwa Bambang Harymurti di hukum karena telah mencemarkan nama baik

Tomy Winata. Tujuannya yaitu untuk melindungi hidup (Hifzh al-nafs), yaitu

8 Al-Syathibi, Al-Muwafaqat Fi Ushul Al-Syari’ah , (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah,

t.t.,), Juz II, h.7.

Page 78: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

78

hak atas hidup merupakan hak asasi bagi setiap manusia. Karena hak untuk

hidup tidak akan terwujud dan sempurna tanpa penghormatan dan perlindungan

terhadap hak atas keselamatan tersebut.

Dalam undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, pada bab II

pasal 33 yang mengatakan bahwa ”Setiap orang berhak untuk bebas dari

penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi,

merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya”.

Karena itu penulis berpendapat bahwa Putusan Majelis Hakim

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sesuai dengan hukum Islam. Karena jarimah

menurut hukum Islam itu terbagi menjadi lima macam yaitu Dilihat dari segi

berat dan ringannya hukuman, jarimah dibagi menjadi tiga yaitu jarimah

huduud, jarimah qishash-diyat dan jarimah ta’zir; Dilihat dari segi niat si

pembuat dibagi dua, yaitu jarimah sengaja dan jarimah tidak sengaja; Dilihat

dari cara mengerjakannya, jarimah dibagi menjadi jarimah positif dan jarimah

negatif; Dilihat dari segi orang yang menjadi korban (yang terkena) akibat

perbuatan, jarimah dibagi menjadi jarimah perseorangan dan jarimah

masyarakat; Dilihat dari tabiatnya yang khusus, jarimah dibagi menjadi jarimah

biasa dan jarimah politik. Dan tindak pidana penghinaan oleh pers tidak

termasuk dalam jarimah huduud dan qishash seperti yang termaktub dalam Al-

Qur’an dan Al-Hadits. Akan tetapi termasuk ke dalam jarimah ta’zir, yang

hukumannya diserahkan kepada ulil amri untuk menetapkannya.

Page 79: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

79

Perihal beratnya hukuman yang dijatuhkan yaitu selama satu tahun

penjara, dalam hukum Islam ada dua kategori mengenai hukuman penjara.

Yaitu penjara terbatas dan tidak terbatas. Dan mengenai batasan pidana penjara

ini, terdapat ikhtilaf dikalangan ulama, yaitu diantaranya Menurut Imam Al-

Mawardi, hukuman penjara dalam ta’zir berbeda-beda, tergantung kepada

pelaku dan jenis jarimahnya. Diantara pelaku ada yang dipenjara selama satu

hari dan ada pula yang lebih lama. Dan menurut Syafi’iyah batas tertinggi untuk

hukuman penjara terbatas ini adalah satu tahun.

Dalam perkara pidana penghinaan oleh pers dengan terdakwa Bambang

Harymurti yang telah melakukan pencemaran nama baik terhadap Tomy

Winata, hakim telah menjatuhkan hukuman penjara selama satu tahun.

Hukuman yang dijatuhkan tersebut tidak hanya berfungsi sebagai pembalasan,

tetapi juga berfungsi sebagai pencegahan serta perbaikan. Dalam kenyataannya

sangat melindungi maasyarakat dari tindakan jahat serta pelanggaran hukum.

Dan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh media massa (pers) merupakan

tindak pidana yang merendahkan derajat martabat orang lain sehingga akibatnya

dapat merugikan orang yang dicemarkan nama baiknya, dan dapat dihukum

berdasarkan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), UU. No. 40 Tahun

1999 dan peraturan perundang-undangan lainnya

Page 80: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

80

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Tindak pidana penghinaan merupakan sebuah proses, perbuatan atau cara

menghina atau menista baik dilakukan lisan maupun tulisan. Yang menyerang

kehormatan seseorang yang mengakibatkan rusaknya nama baik atau reputasi

seseorang, dengan menyebarkan berita yang tidak berdasarkan fakta dan

disebarkan kepada khalayak ramai dan telah menimbulkan kerugian bagi

pihak yang dihina.

2. Berdasarkan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan

terdakwa Bambang Harymurti telah dijatuhi hukuman penjara selama satu

tahun. Karena perbuatan terdakwa merupakan penyimpangan dari kebebasan

pers dalam menyebarluaskan gagasan dan informasi. Dan majelis hakim

memutuskan hukuman yaitu menimbang pasal-pasal yang mengatur tentang

pers yaitu pasal XIV dan pasal XV Undang-Undang No.1946, pasal 310, pasal

311 KUHP, Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara

Pidana, Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers serta peraturan-

perundang-undangan lainnya.

Page 81: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

81

3. Hukum Islam memandang bahwa tindak pidana penghinaan ini adalah

perbuatan yang diharamkan, bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa

penghinaan atau ghibah termasuk dosa besar. Sedangkan menurut hukum

pidana Islam penghinaan digolongkan ke dalam jarimah ta’zir. Mengingat

tindak pidana penghinaan oleh pers ini baik jenis maupun hukumannya tidak

ditentukan dalam nash syara’. Berdasarkan kepada penggolongan jarimah

ta’zir tersebut, bagi pelaku tindak pidana penghinaan akan dikenakan

hukuman ta’zir yaitu berupa pidana penjara. Adapun mengenai lamanya

pidana penjara tersebut para ulama berbeda pendapat. Menurut Imam Al-

Mawardi, hukuman penjara dalam ta’zir berbeda-beda, tergantung kepada

pelaku dan jenis jarimahnya. Sedangkan menurut Imam Az-Zaila’i

berpendapat bahwa lamanya penjara bisa dua bulan atau tiga bulan atau

kurang atau lebih. Dengan demikian, hukuman ta’zir diserahkan kepada ulil

amri yang mempunyai otoritas untuk menetapkannya.

B. Saran-Saran

1. Bagi hakim, yaitu dalam menetapkan dan menjatuhkan putusan hendaklah

diteliti dan dipertimbangkan dengan sebenar-benarnya. Karena pasal-pasal

yang berlaku dalam tindak pidana penghinaan ini begitu banyak. Jadi,

jangan sampai para hakim salah menerapkan pasal dalam menjatuhkan

hukuman.

74

74

74

Page 82: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

82

2. Bagi para insan pers, agar dalam mencari, memperoleh, mengolah dan

menyebarkan suatu berita, alangkah baiknya apabila suatu berita tersebut

sebelum disebarkan berita kepada khalayak ramai, dipastikan dahulu

kebenaran dari berita tersebut untuk menghindari pers sebagai media

penghinaan.

3. Untuk pemerintah, agar selalu meninjau terbitnya media-media, apakah

sudah layak diketahui oleh umum atau belum. Karena media massa

merupakan sarana informasi dan sebagai media pendidikan ynag bisa

membangun wawasan berfikir yang baik.

4. Untuk masyarakat, berpeganglah pada tali hukum seerat mungkin, kenali

berbagai macam fenomena yang terjadi yang sekarang begitu merebak di

seluruh media informasi, baik media cetak maupun elektronik. Jangan

percaya begitu saja kepada suatu berita.

Page 83: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

83

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’anul al-Karim

Abdullah, Yanuar. Dasar-Dasar Kewartawanan Teori Dan Praktek. Padang: Angkasa Raya, 1992, Cet.Ke-2.

Adji, Oemar Seno. Aspek-Aspek Hukum. Jakarta: Erlangga, 1997, Cet.Ke-3

Ali, Nopel. Pers Objektif : Media Pemberdayan Masyarakat Yang Efektif, Bandung: PT.Remaja Rosada Karya, 1998

Amir, Abd Al-Aziz. Al-Ta’zir Fi Al-Syari’ah Al-Islamiyah, tt;Dar Al-Fikr Al-Arabi,

1969 Apeldoorn, L.J. Van. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Pradya Paramita, 1978

Ardianto, Elvinaro Dan Lukiati Komala Erdinaya. Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Bandung: Simbiosa Bekatama Media, 2004

Armada, Wina. Wajah Hukum Pidana Pers, Jakarta: Pustaka Kartini, 1989

Ar-Razy Fakhrudin, Muhammad, Tafsir Al-Fakhrurrazy, Beirut: Dar Al-Fiqh, 1985

‘Audah, Abd Al-Qodir. At-Tasyri’ Al-Jina’iy Al-Islamiy, Beirut: Dar As-suras, tanpa tahun

Chazawi, Adami. Pelajaran Hukum Pidana bagian 1, Jakarta: PT.Raja Grafindo

Persada, 2002 Djazuli, H.A. Fiqh Jinayat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996 Huda, Chairul. Dari “Tiada Pidana Tanpa Kesalahan” Menuju Kepada “Tiada

Pertangungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan” : Tinjauan Kritis Terhadap

Page 84: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

84

Teori Pemisahan Tindak Pidana Dan Pertanggungjawaban, Jakarta: Prenada Media, 2006, Cet.Ke-1

Hakim, Rahmat. Hukum Pidana Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2000, Cet.ke-1

Harsono, Andreas. ”Kebebasan Pers”, Artikel diakses pada Tanggal 28 Juni 2006 Darihttp://anggara.org/2006/06/28/Kebebasan-Pers-dalam-perspektif-pidana-ditinjau-dari-ruu-kuhp/

Jauziyah, (Al) Ibn Al-Qayyim. Al-Thuruq al-Hukmiyah fi Al-Siyasah Al-Syar’iyyah,

Kairo: Mathba’ah As-Sunnah Al-Muhammadiyah, 1953 Kartanegara, Satochid. Hukum Pidana Kumpulan Kuliah1

Lamintang, P.A.F. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: PT.Citra Aditya Bakti, 1997

Lesmana , Tjipta. Pencemaran Nama Baik Dan Kebebasan Pers Antara Indonesia

Dan Amerika, Jakarta: Erwin-Rika Press, 2005 Marpaung, Leden. Tindak Pidana Kehormatan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2002

Muslim, Shohih Muslim, Singapura: Sulaiaman Murai, t.t..,

Perwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1976

Prakoso, Djoko. Perkembangan Delik Pers Di Indonesia, Yogyakata: Liberty, 1998, Cet.Ke-1

Prodjodikoro, Wirjono. Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, Bandung:

PT.Eresco, 1989, Cet.Ke-8. Prodjohamidjojo, Martiman. Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia,

Jakarta: Pradnya Paramita, 1997, Cet.Ke-1 Siantusi, S.R. dan E.Y. Kanter. Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia dan

Penerapannya, Jakarta: Alumni Ahaem Pathaem, 1996 Simorangkir, J.C.T. Hukum dan Kebebasan Pers, Bandung: Angkasa, 1980. Cet.Ke-

1.

77

Page 85: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

85

Siregar, Ashadi. “Metode dan Analisis Terhadap Pemberitaan”, Artikel diaksesPada Tanggal28Desember2006darihttp://www.dewanpers.org/dpers.php?x=opini&y=det&z+f15e45cd496bf804b8b7e

Sjahdeni, Sutan Remi. Pertanggungjawaban Pidana Koorporasi, Jakarta: PT.Grafiti

Pers, 2006. Soesilo, R. Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya,

Bogor: Politeia, 1990 Soetjipto, ”Wartawan, Pebisnis Pers, Standar Profesi,” Suara Merdeka, 09 Februari,

2006. Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2003, Cet.Ke-6. Syarifin, Pipin. Hukum Pidana Di Indonesia, Bandung: Pustaka Setia, 2000.

Syathibi, (Al). Al-Muwafaqat Fi Ushul Al-Syari’ah, Kairo: Mustahafa Muhammad, Tanpa Tahun, Juz II

Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2006,

Cet.Ke-1. Zuhri, Muhammad. Panduan Ke Jalan Kebenaran, Semarang: As-Syifa’, 1992.

Page 86: Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18246/1/NURHIKMAH-FSH.pdf · Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan

86

LAMPIRAN