PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang...

74
PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang, KabupatenMerangin, Provinsi Jambi Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.H) Oleh: IBRAHIM 1110044100077 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017 M/1438 H

Transcript of PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang...

Page 1: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

KabupatenMerangin, Provinsi Jambi

Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.H)

Oleh:

IBRAHIM 1110044100077

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017 M/1438 H

Page 2: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

ii

Page 3: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

iii

Page 4: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

iv

Page 5: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

v

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukurdipanjatkan kehadiran Allah SWT, yang telah memberikan

rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad

SAW, yang telah membawakan agama Islam dari zaman jahiliyyah/Kebodohan

sehingga zaman yang terang benderang yang dirasakan saat ini.

Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang

dihadapi, namun syukur alhamdulilah berkat rahmat dan ridha-Nya, kesungguhan,

serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak

langsung segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya, sehingga pada

ahirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya pada

kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sedalam-

dalamnya kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A, sebagai Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Abdul Halim, M.A, dan Arip Purqon M.A, sebagai ketua Prodi dan

Sekretaris Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Hukun,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Afwan Faizin M.A, sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan

waktu, tenaga, pikiran selama membimbing dalam penyelesaian skripsi

ini.

4. Dra. Hj. Maskufa, M.A, sebagai dosen penasehat akademik yang telah

memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis.

5. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum Univesitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan .

Page 6: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

vi

6. dengan tulus dan ikhlas, semoga ilmu yang diajarkan bermanfaat serta

menjadi keberkahan bagi penulis.

7. Segenap staf Karyawan Akademik, perpustakaan Utama UIN dan

perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan

kemudahan penulis dalam mencari referensi.

8. Terima Kasih Kakak Yanti Ernadewi, Saidah, Ulfa Noprida, Ali Nafiah,

yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Terima kasih kepada Neng Uti tercinta yang telah meluangkan waktu,

tenaga, pikiran dalam penyelesaian Skripsi ini.

10. Teman-teman seperjuangan peradilan agama angkatan 2010.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada ayahanda, H Sayuti Sulaiman, dan

ibunda Hj Siti Zaleha Ishak, yang selalu memberikan dorongan, bimbingan kasih

sayang, dan do’a tanpa kenal lelah dan bosan. Semoga Allah senantiasa

memberikan kesehatan dan melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada

mereka.

Demikianlah ucapan terima kasih penulis haturkan kepada seluruh pihak,

semoga Allah SWT, membalas dan melipat gandakan jasa dan kebaikan

semuanya. Akhir kata, dengan kerendahan hati semoga tugas ahir ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan, terutama bagi penulis dan

pembaca pada umumnya.

Penulis mohon maaf apabila dalam penyusunan tugas ahir ini banyak

kekurangan kehilafaan. Semoga Allah SWT, senantiasa melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.

Jakarta, 03 Maret 2017

Ibrahim

Page 7: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

vii

ABSTRAK

Ibrahim. NIM 1110044100077. “PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi”. Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui faktor dan prosesi perkawinan adat salah bujang dan gadis, serta bagaimana keberlanjutan rumah tangga bagi pelaku perkawinan adat salah bujang dan gadis di Kecamatan Pamenang Kabupaten Merangin Provinsi Jambi.

Penelitian ini mengunakan Metode penelitian Field Research (penelitian lapangan). Spesifikasi penelitian ini adalah dengan deskriftif analitis yang berusaha menggambarkan kejadian perkawinan adat salah bujang dan gadis di Kecamatan Pamenang Kabupaten Merangin Provinsi Jambi.

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pernikahan adat salah bujang dan gadis adalah Pernikahan yang terjadi apabila seorang laki-laki dan perempuan berdua-duaan ditempat sepi pada malam hari tanpa adanya orang lain yang menemani, yang kemudian ditangkap atau digrebek.

Pasangan yang tertangkap ini wajib dinikahkan untuk menjalin rumah tangga yang sesuai dengan agama Islam dan didenda adat bagi keduanya. Sanksi dendanya berupa “kambing sekok. beras 20, dan 2 kayu kain” atau berarti “seekor kambing, 20kg beras dan 2 kayu kain” yang dibebani kepada pihak bujang atau lelaki yang digunakan untuk acara kumpul bersama masyarakat sekitar tempat kejadian pasangan tersebut dibawa ketetua adat.

Pernikahan adatmenurut hukum adat pada umumnya adalah untuk mempertahankan dan meneruskan kelangsungan hidup dan kehidupan masyarakat adatnya, pasangan yang menikah secara adat tersebut mayoritas menajalankan kehidupan rumah tangganya sebagaimana pasangan lain yang menikah secara umum, walaupun ada dari beberapa pasangan yang melakukan pencatatan pernikahan dan ada juga yang tidak. Namun, aturan adat mengenai pernikahan adat salah bujang dan gadismasih dipertahankan karena bertujuan untuk menghindari sumbang atau fitnah kepada sang perempuan.

Pernikahan adat salah bujang dan gadisdalam hukum Islam bagaimanapun model pernikahannya selagi rukun dan syaratnya terpenuhi maka perkawinan itu dianggap sah, menurut undang-undang perkawinan pernikahan dapat berkekuatan hukum tetap apabila sudah dicatatkan oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN).

Pembimbing : Afwan Faizin, MA

Daftar Pustaka : Tahun 1964 s.d. Tahun 2016

Page 8: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................. v

ABSTRAK .............................................................................................................vii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................................ 3

C. Rumusan Masalah ............................................................................... 4

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 4

E. Metode Penulisan dan Penelitian ........................................................ 5

F. Review Studi Terdahulu ..................................................................... 7

G. Kerangka Teori .................................................................................. 8

H. Sistematika Penulisan ....................................................................... 10

BAB II : PERKAWINAN MENURUT BAHASA, HUKUM

ISLAM,HUKUM POSITIF, DAN HUKUM ADAT

A. Pengertian Perkawinan ..................................................................... 12

B. Syarat dan Rukun Perkawinan .......................................................... 21

C. HakdanKewajibanSuamiIstri ............................................................ 23

D. Eksistensi Perkawinan Adat ............................................................. 26

BAB III : PERKAWINAN ADAT SALAH BUJANG DAN GADIS

MENURUT HUKUK ADAT

A. Pengertian Perkawinan Adat Masyarakat Kecamatan Pamenang

Kabupaten Merangin, Jambi ............................................................. 33

B. Macam Macam Perkawinan Adat di Kecamatan Pamenang

Kabupaten Merangin, Jambi ............................................................ 34

C. Peraktik perkawinan adat di Kecamatan Pamenang .......................... 36

Page 9: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

ix

D. Sistem Hukum adat di Kecamatan Pamenang ................................... 40

BAB IV : PERKAWINAN SALAH BUJANG DAN GADIS MENURUT

ADAT di KECAMATAN PAMENANG

A. DefinisiPerkawinanAdatSalah BujangdanGadis ............................... 43

B. SyaratdanRukunPerkawinanAdatSalah BujangdanGadis.................. 44

C. PencatatanNikah .............................................................................. 46

D. Analisis Penulis ............................................................................... 49

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................... 60

B. Saran Saran ..................................................................................... 62

DAFTARPUSTAKA ............................................................................................. 63

LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................... 65

Page 10: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita

masing-masing menjadikan suami dan isteri dalam rangka memperoleh

kebahagian hidup dan membangun keluarga dalam sinar Ilahi1. Sedangkan

tujuan perkawinan menurut kompilasi Hukum Islam yang terdapat dalam

pasal 3 bahwa perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah

tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Dalam hukum Islam, kata perkawinan dikenal dengan istilah nikah.

Menurut ajaran Islam melangsungkan pernikahan berarti melaksanakan

ibadah. Melakukan perbuatan ibadah berarti juga melaksanakan ajaran

agama. “Barang siapa yang kawin berarti ia telah melaksanakan separuh

(ajaran) agamanya, yang separuh lagi, hendaklah ia taqwa kepada Allah”.

Demikian sunnah qauliyah (sunah dalam bentuk perkataan) Rasulullah.

Rasulullah memerintahkan orang-orang yang telah mempunyai kesanggupan,

kawin, hidup berumah tangga karena perkawinan akan memeliharanya dari

(melakukan) perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah2.

Sedangkan menurut hukum positif di Indonesia yang diberlakukan pada

masa pemerintahan orde baru sesuai dengan UU No. 1 tahun 1974 pasal 2

ayat (1) menyatakan bahwa “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan

menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”3.

Undang-undang No. 1 tahun 1974 ini dan hukum Islam memandang bahwa

perkawinan itu tidak hanya dilihat dari aspek formal semata, tetapi juga

dilihat dari aspek agama dan sosial.

Dalam konsepsi hukum perdata barat, perkawinan itu dipandang

dalam hubungan keperdataan saja.Maksudnya bahwa UU tidak ikut campur

dalam upacara-upacara yang diadakan oleh gereja.UU hanya mengenal

1Amin Syarifuddin,”Hukum Perkawinan Islam di Indonesia”, 2009 h. 40 2 Mohamad Daud Ali,”Hukum Islam dan Peradilan Agama”, (Kumpulan Tulisan, Jakarta

: PT Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. Ke-2., h. 3 3Wardah Nuroniyah, “Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Perbandingan Fiqih dan

Hukum Positif”, (Yogyakarta: CV Mitra Utama, 2011), h. 374

Page 11: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

2

“perkawinan perdata”, yaitu perkawinan yang di langsungkan dihadapan

seorang pegawai catatan sipil4. Namun pluralitas sistem hukum yang berlaku

di Indonesia dapat dilihat juga dari segi pluralitas jenis penduduknya, dapat

dikatakan bahwa masyarakat di Indonesia mempunyai sistem hukum yang

berlaku sejak zaman primitif dari kebiasaan atau adat istiadat sampai dengan

ketentuan yang diyakini bersama untuk dipatuhi5. Dari uraian diatas dapat

dilihat bahwa di Indonesia berlaku tiga sistem hukum, yaitu hukum adat,

hukum Islam dan hukum barat6.

Pada umumnya pelaksanaan upacara perkawinan di Indonesia

dipengaruhi oleh bentuk dan sistem perkawinan adat setempat, hal ini

berkaitan erat dengan susunan masyarakat atau kekeluargaan yang

dipertahankan oleh masyarakat yang bersangkutan. Upacara perkawinan

dalam konteks budaya merupakan salah satu tradisi yang bersifat ritualistik

sebagaimana halnya aspek-aspek kehidupan lain dalam sistem kebudayaan

tersebut. Prosesi yang dilakukan sebagai serangkaian upacara perkawinan

tersebut biasanya menghadirkan sejumlah simbol-simbol budaya yang

mewakili norma-norma budaya dan oleh karena itulah sering pula dikenal

dengan perkawinan adat7. Contohnya dalam adat masyarakat Kecamatan

Pamenang, Merangin, Jambi, ada beberapa proses perkawinan yang menjadi

adat istiadat masyarakat setempat, diantaranya adalah Duduk Betunang,

Beciri Tuo, Kawin Selaju Berelek, Lahi Kawin dan Kawin Salah Bujang dan

Gadis.

Mengenai tujuan perkawinan menurut hukum adat pada umumnya

adalah untuk mempertahankan dan meneruskan kelangsungan hidup dan

kehidupan masyarakat adatnya8. Begitupun yang masih dipertahankan oleh

masyarakat Kecamatan Pamenang, Merangin, Jambi dengan salah satu

4Salim HS dan R.M Sudikno Merto Kusumo, “Pengantar Hukum Perdata Tertulis”,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2003), h. 61 5Wardah Nuroniyah,”Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Perbandingan Fiqih dan

Hukum Positif”,(Yogyakarta: CV Mitra Utama, 2011), h.327 6Wardah Nuroniyah, “Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Perbandingan Fiqih dan

Hukum Positif”, (Yogyakarta: CV Mitra Utama, 2011), h. 328 7Saefudin Aep, “Makna Filosofis Tembang Sawer Dalam Upacara Perkawinan Adat”,

(Yogyakarta: 2010), h. 1 8Taufiqurrohman Syahuri, “Legislasi Hukum Perkawinan di Indonesia”, (Jakarta:

Kencana Prenada Media Group 2013), h. 64

Page 12: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

3

hukum adat perkawinan Salah Bujang dan Gadis dimana perkawinan ini

terjadi apabila seorang laki-laki dan perempuan berdua-duaan ditempat sepi

pada malam hari tanpa adanya orang lain yang menemani, yang kemudian

ditangkap atau digerbek oleh masyarakat, lalu pasangan ini dibawa tetua adat

dan wajib dinikahkan dan didenda adat bagi keduanya baik laki-laki maupun

perempuan.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk

membahas lebih lanjut salah satu adat perkawinan yang ada di Kecamatan

Pamenang, Merangin, Jambi yakni Kawin Salah Bujang dan Gadis dalam

skripsi yang berjudul: “Perkawinan Salah Bujang dan Gadis di Kecamatan

Pamenang, Kab. Merangin, Jambi”. Proses penelitian ini merupakan awal

untuk mengetahui permasalahan pada adat kawin tersebut juga dengan

caramengamati serta mencari informasi tentang Kawin Salah Bujang dan

Gadis pada masyarakat setempat.

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Aturan dalam adat pernikahan salah bujang dan gadis yakni

pernikahan yang ditentukan oleh aturan daerah di desa Pamenang Merangin

Jambi yang mengharuskan pasangan muda mudi menikah jika mereka

tertangkap basah sedang berduaan di waktu dan tempat tertentu yang

dianggap tidak lazim, hal ini sangat bertentangan dengan UU Perkawinan

No. 1 tahun 1974 beserta Pasal 2 KHI. Sementara adanya peraturan adat

salah bujang dan gadis itu bertujuan untuk memberikan pembelajaran

kepada seluruh masyarakat untuk tidak melakukan hal tersebut serta untuk

menghindari kejadian yang tidak diinginkan.

2. Batasan Masalah

Agar lingkupnya tidak terlalu luas, maka penulis membatasi

penelitiannya hanya meliputi peraturan Adat pernikahan salah bujang dan

gadis di Desa Pamenang, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, baik

Page 13: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

4

menurut peraturan adat tersebut maupun hukum positif yang berlaku di

Indonesia seperti Undang-Undang RI No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah di atas, maka permasalahan yang ada Adalah

sebagai mengenai pernikahan adat salah bujang dan gadis yang terjadi di desa

Pamenang Kabupaten Merangin Provinsi Jambiyang berlaku di Indonesia.

Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Apa yang menjadi faktor terjadinyaperkawinan adat salah bujang dan gadis

di Kec. Pamenang Merangin Jambi?

2. Bagaimana prosesi perkawinan adat salah bujang dan gadis di Kec.

Pamenang Merangin Jambi?

3. Bagaimana keberlanjutan rumah tangga perkawinan adat salah bujang dan

gadis di Kec. Pamenang Merangin Jambi?

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan rumusan diatas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan adat salah

bujang dan gadis di Kec. Pamenang, Merangin Jambi.

2. Menjelaskan prosesi pernikahan salah bujang dan gadisdi Kec. Pamenang,

Merangin Jambi.

3. Menjelaskan keberlanjutan rumah tangga dari pasangan yang menikah

dengan cara pernikahansalah bujang dan gadis sesuai dengan aturan adat

yang berlaku di Kec. Pamenang, Merangin, Jambi.

Kegunaan penelitian tersebut adalah:

1. Sebagai bahan kajian dan penelitian lebih lanjut dalam rangka

memperkaya hasanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang hukum

Islam.

2. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sebuah wacana

keilmuan tentang kawin salah bujang dan gadis pada masyarakat desa

Pamenang, Merangin, Jambi, khususnya dan masyarakat adat pada

umumnya.

Page 14: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

5

E. Metode Penulisan dan Penelitian

1. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan sosiologis dan pendekatan secara empiris. Kedua pendekatan

tersebut dipilih untuk memaksimalkan ketepatan dan keakuratan kajian

yang diteliti dan proses analisa.

2. Jenis Penelitian

Corak penelitian skripsi ini mengarah pada jenis penelitian

kualitatif. Dimana penulis berusaha mengupas permasalahan-permasalahan

berdasarkan teori secara umum kemudian penulis melakukan penelitian

dengan terjun langsung kelapangan untuk menggali dan meneliti data yang

berkenaan dengan nikahsalah bujang dan gadisdi Kec. Pamenang,

Merangin Jambi.

3. Data dan Sumber Data

Pengumpulan data-data maupun informasi berdasarkan sumber dari

data primer, yakni sesuai dengan hasil wawancara langsung dengan tetua

adat yang berada di Lembaga Adat Masyarakat (LAM) Kabupaten

Merangin dan penduduk Desa Pamenang Merangin Jambi, Undang-

Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan KHI.Kemudian

setelah mendapatkan data pasangan yang menikah secara adat salah

bujang dan gadis dari Lembaga Adat Masyarakat, penulis mengambil data

dari hasil wawancara dengan pelaku yang melakukan pernikahan tersebut.

Kemudian sumber sekunder yaitu buku-buku, artikel atau tulisan yang

terkait dengan biaya nikah yang berasal dari media cetak maupun

elektronik, untuk mempermudah penjelasan dari pada sumber primer.

4. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam

menghimpun seluruh data dan fakta yang menunjang permasalahan adalah

sebagai berikut:

Page 15: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

6

a. Wawancara (Interview)

Wawancara dilakukan terhadap responden-responden yang telah

dipilih sebelumnya, yaitu tokoh masyarakat atau lebih dikenal dengan

tetua adat di Lembaga Adat Masyarakat Kabupaten Merangin dan

penduduk Desa Pamenang Merangin Jambi.

Halini dikerjakan secara sistematis berdasarkan pada tujuan

penyelidikan. Dalam proses wawancara ini, penulis mempersiapkan

terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Hal ini

digunakan untuk mendapatkan bukti yang kuat sebagai pendukung

argumentasi.

b. Dokumentasi

Pengambilan data melalui dokumen tertulis maupun elektronik dari

lembaga/institusi. Dokumen diperlukan untuk mendukung kelengkapan

data yang lain.

c. Observasi

Observasi yang merupakan salah satu teknik pengumpulan data

yang tidak hanya mengukur sikap dari responden (wawancara dan

angket) namun juga dapat digunakan untuk merekam berbagai

fenomena yang terjadi (situasi, kondisi). Teknik ini digunakanuntuk

mempelajari perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam yang

terjadi di lingkungan sekitar9.

1. Pengolahan

Dari hasil berbagai penelitian yang dilakukan penulis, penulis

mencobamerangkum dan mengolah dari hasil penelitian tersebut

menjadi sebuahtulisan yang mudah difahami.

2. Analisis Deskriptif

Memusatkan perhatian pada permasalahan yang ada pada

saatpenelitian dilakukan atau permasalahan yang bersifat aktual,

Menggambarkan fakta tentang permasalahan yang diselidiki

sebagaimana adanya.

9Sukandarrumidi, “Metodelogi Penelitian: Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula”, ( Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2004), h. 104

Page 16: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

7

5. Teknik dan Metode Analisa Data

Penulis menggunakan analisa deskriptif kualitatif, yaitu metode

analisa data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh

dari berbagai sumber dan peristiwa konkrit yang menjadi objek penelitian,

kemudian dianalisa secara interpretative menggunakan teori hukum positif

dan hukum adat yang terkait, kemudian secara induktif ditarik kesimpulan

untuk menjawab permasalahan yang ada.

F. Review Studi Terdahulu

Dalam penyusunan sebuah skripsi, studi pustaka sangat dibutuhkan

dalam rangka menambah wawasan terhadap masalah yang akan dibahas oleh

penulis dan sebelum melangkah lebih jauh dalam permasalahan ini, penulis

terlebih dahulu meneliti beberapa buku atau karya ilmiah yang berkaitan

dengan permasalahan yang dibahas.Dari hasil penelusuran terhadap literatur

yang membahas tentang perkawinan adat. Adapun skripsi yang terkait dengan

pembahasan perkawinan adat salah bujang gadis adalah:

Skripsi Riyani yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Adat

Lahi Kawin (Studi Kasus di Rejosari, Jambi)” yang dibuat tahun 2011.Skripsi

ini membahas mengenai lahi kawin atau kawin lari yang menjadi salah satu

adat kawin di desa RejosariJambi.

Perkawinan adat salah bujang dan gadis yang terjadi di masyarakat

Pamenang, Merangin, Jambi sangat berbeda dengan pembahasan yang telah

ditulis sebelumnya, karena penelitian yang sangat berbeda tersebut maka adat

yang digunakan tentu berbeda pula. Dengan demikian dari paparan di atas

maka penyusun belum menemukan karya ilmiah yang membahas tentang

“Tinjauan Hukum Positif Terhadap Perkawinan Salah Bujang dan Gadis (Studi

Kasus di Desa Pamenang, Merangin, Jambi)”, maka dari ini penulis mencoba

membahas permasalahan tersebut sesuai dengan kemampuan yang penulis

miliki.

Page 17: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

8

G. Kerangka Teori

Pernikahan secara bahasa (etimologi) mempuyai arti

mengumpulkan,menggabungkan, menjodohkan, atau bersenggama (wath‟i).

Dalam istilahbahasa Indonesia,nikah sering disebut dengan “kawin”.

Sedangkan menurutistilah (terminologi), pernikahan atau perkawinan ialah

“ikatan lahir batinantara seorang pria dan seorang wanita dalam sebuah

rumah tangga,berdasarkan kepada tuntunan agama”. Ada juga yang

mengartikan dengan“suatu perjanjian/aqad (ijab-qabul) antara seorang laki-

laki dan seorangperempuan untuk menghalalkan hubungan badaniyah

sebagaimana suami-istriyang sah yang mengandung syarat-syarat dan rukun-

rukun yang ditentukan oleh syari’at Islam”10.

Sedangkan menurut hukum adat, perkawinan bukan saja merupakan

soal yang mengenai orang-orang yang bersangkutan (sebagai suami istri),

melainkan juga merupakan kepentingan seluruh keluarga dan bahkan

masyarakat adatpun ikut berkepentingan dalam soal perkawinan itu.Bagi

hukum adat perkawinan itu adalah perbuatan-perbuatan yang tidak hanya

bersifat keduniaan, melainkan juga bersifat kebatinan atau

keagamaan11.Hukum adat sudah seharusnya merupakan salah satu pusat

perhatian dalam studi hukum dan masyarakat. Sebagaimana dipahami, studi

hukum dan masyarakat menghendaki agar pembicaraan hukum itu senantiasa

dikaitkan secara sistematis kepada masyarakat tempat ia berlaku.

Sebagai sebuah sistem yang meliputi segala segi kehidupan manusia,

maka Islam tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan.Ayat-ayat yang

mengandung dan mengatur hubungan sesama manusia, misalnya hubungan

tentang suami dan istri, orang tua dan anak, pemimpin dan rakyat.Hal ini

menunjukkan adanya perhatian Islam terhadap interaksi antar sesama

manusia.Seperti yang telah diketahui bahwa hubungan manusia dengan

manusia itu yang berkembang terus menerus yang kemudian membentuk

masyarakat.

10 Kementrian Agama RI “Modul TOT Kursus Pra Nikah”, (Jakarta: 2010),h. 17 11Syahuri Taufiqurrohman, “Legislasi Hukum Perkawinan di Indonesia”, (Jakarta:

Kencana Prenada Media Group 2013), h. 64

Page 18: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

9

Kawin salah bujang dan gadis dalam masyarakat desa Pamenang

merupakan permasalahan yang muncul dalam hukum Islam terhadap hukum

positif yang berlaku di Indonesia.Karena kawin salah bujang dan gadis ini

merupakan perkawian yang pada dasarnya tidak dikehendaki oleh salah satu

atau kedua belah pihak dan perkawinan ini terjadi ketika seorang laki-laki dan

perempuan berdua-duaan ditempat yang dianggap tidak lazim ataupun tempat

sepi pada malam hari tanpa adanya orang lain yang menemani, maka

kemudian mereka ditangkap oleh masyarakat, lalu pasangan ini dibawa

ketetua adat dan wajib dinikahkan dan didenda adat bagi keduanya baik laki-

laki maupun perempuan. Karena perkawinan ini pada awalnya dilakukan

secara siri atau rahasia, hal ini dianggap memiliki banyak kerugian pada

pihak perempuan atau istri yang dinikahkan secara siri, juga karena tidak

tercatat di Kantor Urusan Agama pernikahan ini dinilai lemah hukum bila

terjadi sesuatu yang buruk jika menimpa pihak perempuannya.

Perkawinan dalam Islam mempunyai syarat dan rukun, yang apabila

telah terpenuhi maka hukumnya sah, hal ini berbeda dengan pandangan

peraturan perkawinan Indonesia yang menyatakan bahwa perkawinan yang

tidak dicatatkan pada pejabat yang berwenang, maka perkawinan tersebut

tidak mempunyai kekuatan hukum.

Di Indonesia, hukum yang mengatur tata cara pernikahan yang sah

menurut agama Islam dan sah menurut hukum Negara telah diatur dalam

Undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan

menyebutkan bahwa “Tiap-tiap pernikahan harus dicatat dalam peraturan

perundang-undangan yang berlaku”12. Ketentuan ini lebih lanjut diperjelas

dalam Bab 11 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 yang intinya:

Sebuah pernikahan baru dianggap memiliki kekuatan hukum dihadapan

Undang-undang jika dilaksanakan menurut aturan agama dan telah dicatatkan

oleh pegawai pencatat nikah. Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa

“agar terjamin ketertiban bagi masyarakat Islam maka setiap perkawinan

harus dicatat13. Sedangkan berdasarkan konsep konvensional pernikahan

12 Pasal 2 ayat (2) 13 Pasal 5 ayat (1)

Page 19: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

10

dikatakan sah apabila telah memenuhi syarat dan hukum perkawinan. Untuk

pengertian perkawinan adat selanjutnya yang terjadi di desa Pamenang,

Merangin, Jambi akan dijelaskan pada bab III.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh hasil penelitian yang sistematis dan baik, serta

dapat diuraikan secara singkat maka pembahasan dan penelitian di bagi

menjadi beberapa sub-bab, yaitu:

Bab Pertama merupakan latar belakang masalah yang memuat awal

ide bagi penelitian ini, kemudian pokok masalah penelitian, dan dilanjutkan

dengan tujuan dan kegunaan penelitian, serta studi review yang sebagai tolak

ukur penguasaan litelatur dalam pembahasan dan menguraikan persoalan

dalam penelitian ini. Dan bab ini diakhiri dengan sistematika penulisan agar

penulisan ini mudah dipahami.

Bab Kedua menguraikan tentang gambaran umum tentang pengertian

perkawinan, syarat dan rukun perkawinan, hikmah dan tujuan perkawinan

seputar perwalian dan walimah menurut hukum Islam di Indonesia. Pada bab

kedua ini juga merupakan penjelasan awal untuk menunjukkan ketentuan-

ketentuan umum mengenai perkawinan Hukum Positif dan juga Hukum Adat

secara ideal.

Bab Ketiga menjelaskan tentang pemaparan mengenai kawin adat

salah bujang dan gadis serta faktor-faktor terjadinya kawin adat salah bujang

dan gadis dan proses pelaksanaannya. Hal ini dijelaskan untuk mengetahui

bagaimana lokasi penelitian dan bagaimana kawin adat salah bujang dan

gadis menurut masyarakat setempat.

Bab Keempat merupakan jawaban dari permasalahan yang terdapat

dalam proposal skripsi ini. Pada bab ini juga mendeskripsikan tentang kawin

adat salah bujang dan gadis, analisis tentang faktor-faktor terjadinya kawin

adat salah bujang dan gadis serta analisis hukumnya. Analisis pertama

mengenai bagaimana Hukum Islam melihat faktor yang melatarbelakangi

terjadinya kawin adat salah bujang dan gadis tersebut. Analisis yang kedua

Page 20: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

11

merupakan bagaimana hukum Islam melihat kawin adat salah bujang dan

gadis sebagai salah satu cara pernikahan.

Bab Kelima bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran-saran serta

dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang dianggap

penting.

Page 21: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

12

BAB II

PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM, HUKUM POSITIF, DAN

HUKUM ADAT

A. Pengertian Perkawinan

1. Pengertian

Secara etimologi, Nikah mempunyai arti mengumpulkan,

menggabungkan, menjodohkan, atau bersenggama (wath’i). Dalam

memaknai hakekat nikah, ada ulama yang menyatakan bahwa pengertian

hakiki dari nikah adalah bersenggama (wath’i) sedangkan pengertian nikah

sebagai aqad merupakan pengertian yang bersifat majazy14. Arti nikah

menurut bahasa Arab ialah bergabung dan berkumpul; dipergunakan juga

dengan arti wata’, sedangkan nikah menurut syara’ ialah akad yang

membolehkan seorang laki-laki bergaul bebas dengan perempuan tertentu

dan pada waktu aqad mempergunakan lafal “nikah” atau “tazwij” atau

terjemahnya15. Nikah (kawin) menurut Imam Syafi’i ialah hubungan

seksual tetapi menurut arti majazi (mathaporic) atau arti Hukum ialah aqad

(perjanjian) yang menjadikan halal hubungan seksual sebagai suami istri

antara seorang pria dan seorang wanita16.

Sedangkan akad nikah adalah artinya perjanjian untuk mengikat

diri dalam perkawinan antara seorang wanita dengan seorang laki-laki.

Selain itu menurut pengertian fuqoha, perkawinan adalah akad yang

mengandung ketentuan hukum membolehkan hubungan kelamin dengan

lafadz nikah atau ziwaj yang makna keduanya17.

14Asrorun Ni’am Sholeh, “Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga” (Jakarta:

Paramuda Jakarta, 2008), h. 3 15Dr. Peunoh Daly, “Hukum Perkawinan Islam”, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2005), h.

104 16M. Idris Ramulyo, S.H. “Tinjauan Beberapa Pasal UU No. 1 Tahun 1974 Dari Segi

Hukum Perkawinan Islam”,(Jakarta: Ind.Hill-Co, 1990), h. 1 17Zakiyah Drjat, Ilmu Fiqih Jilid 2, (Yogyakarta: Dana Bakti, 1995), h. 37

12

Page 22: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

13

Menurut golangan malikiyah, nikah adalah yang mengandung

ketentuan hukum semata-mata untuk membolehkan watha’ bersenang-

senang dan menikmati yang ada pada wanita yang boleh menikah

dengannya18.

Menurut hanafiyah, kawin adalah akad yang memberi faedah untuk

melakukan mut’ah secara sengaja, artinya kehalalan seorang laki-laki

untuk beristimta’ dengan seorang wanita dengan seorang wanita selama

tidak faktor yang menghalangi sahnya perkawinan tersebut secara sya’i.

Selain itu, menurut Hanabilah kawin adalah akad yang mengunakan lafaz

nikah yang bermakna tazwij dengan maksud mengambil manfaat untuk

bersenang-senang19.

Golongan Ulama syafi’yah berpendapat bahwa kata nikah itu

berarti akad dalam arti yang sebenarnya (hakiki), dapat juga untuk

hubungan kelamin, namun dalam arti sebenarnya (arti majazi).

Penggunaan kata untuk bukan arti sebenarnya itu memerlukan penjelasan

diluar kata itu sendiri. Dengan maksud hakikat dari akad itu bila

dihubungkan dengan kehidupan suami istri yang berlaku sesudahnya, yaitu

boleh bergaul sedangkan sebelum akad tersebut berlangsung di antara

keduanya tidak boleh bergaul20.

Ulama Hambaliyyah, menyebutkan bahwa perkawinan adalah akad

dengan mengunakan kata nikah atau tazwij untuk mendapatkan kepuasan.

Artinya, seorang laki-laki mendapat kepuasan dari seorang perempuan dan

sebaliknya.

Menurut istilah hukum Islam, terdapat beberapa definisi

diantaranya adalah:

Perkawinan menurut syara’ yaitu akad yang ditetapkan syara’

untuk membolehkan bersenang-senang atara laki-laki dengan perempuan

dan menghalalkan bersenang-senang perempuan dengan laki-laki’’.

18Djamaan Nur, Fiqih Munakahat, (Bengkulu: Dina Utama Semarang,1993), h.3. 19Abdurrahman al-Jaziri, Kitab ‘ala Mudzahib al –Arba’ah, (Dar Ihya al-Turas al-Arabi,

1986), Juz IV, h. 3. 20Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqih Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencama, 2007), h. 37.

Page 23: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

14

Definisi yang diberikan oleh ulama-ulama fikih diatas bernuansa

biologis, nikah hanya dilihat sebagai akad yang menyebaab kehalalan

melakukan persetubuhan. Hal ini semakin tegas karna menurut al-Azhari

makna asal kata nikah bagi orang arab adalah al-wat’ (persetubuhan)21.

Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 (Pasal

1) perkawian itu ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa. Pertimbangannya ialah sebagai negara yang berdasarkan

Pancasila dimana Sila yang pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa,

maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan

agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur

lahir/ jasmani, tetapi unsur batin/rohani juga mempunyai peranan yang

penting.

Dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 1/1974,

menentukan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut

hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Sedangkan

Pasal 2 ayat (2), mengatur bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku22.

Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 (Pasal

1) perkawian itu ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa. Pertimbangannya ialah sebagai negara yang berdasarkan

Pancasila dimana Sila yang pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa,

maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan

agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur

lahir/ jasmani, tetapi unsur batin/rohani juga mempunyai peranan yang

penting.

21Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi

Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih, UU No. 1/1974 sampai KHI, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2006), h. 39-40.

22Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan.

Page 24: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

15

Dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 1/1974,

menentukan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut

hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Sedangkan

Pasal 2 ayat (2), mengatur bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku23.

2. Tujuan Melakukan Perkawinan

Tujuan perkawinan ialah menurut perintah Allah untuk

memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat, dengan mendirikan

rumah tangga yang damai dan teratur24.Selain ituada pula pendapat yang

mengatakan bahwa tujuan perkawinan dalam Islam selain untuk memenuhi

kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia, juga sekaligus untuk

membentuk keluarga dan memelihara serta meneruskan keturunan dalam

menjalani hidupnya di dunia ini, juga mencegah perzinahan, agar tercipta

ketenangan dan ketentraman keluarga dan masyarakat25.

Sedangkan tujuan perkawinan dalam Islam adalah untuk memenuhi

tuntutan hajat tabiat kemanusiaan, berhubungan antara laki-laki dan

perempuan dalam rangka mewujudkan suatu keluarga yang bahagia

dengan dasar cinta dan kasih sayang, untuk memperoleh keturunan yang

sah dalam masyarakat dengan mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah

diatur oleh Syari’ah26.

Adapun tujuan perkawinan antara lain sebagai berikut:

1. Mendapatkan Keturunan

Naluri manusia cenderung untuk mempunyai keturunan yang sah,

keabsahan anak keturunan yang yang diakui oleh dirinya sendiri,

masyarakat, negara dan kebenaran keyakinan agama islam memberikan

jalan untuk itu. Agama berikan jalan hidup manusia agar hidup bahagia

dunia dan akhirat. Kebahagian dunia dan akhirat itu dicapai dengan hidup

23Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan. 24 Yunus Mahmud, “Hukum Perkawinan Dalam Islam”, (Jakarta: CV Al-Hidayaht,

1964), h. 26. 25 Masdar Helmi, Drs. H, “Islam dan Keluarga Berencana”, (Semarang: CV Thoha

Saputra, Cet. Ke-2, 1969) h. 26. 26M. Idris Ramulyo, S.H. “Tinjauan Beberapa Pasal UU No. 1 Tahun 1974 Dari Segi

Hukum Perkawinan Islam”,(Jakarta: Ind.Hill-Co, 1990), h. 12.

Page 25: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

16

berbakti kepada Allah SWT secara sendiri-sendiri, berkeluarga dan

bermasyarakat. Kehidupan keluarga bahagia, umumnya antara lain

ditentukan oleh kehadiran anak-anak yang merupakan buah hati dan

belahan jiwa. Banyak orang yang hidup berumah tangga kandas karena

tidak mendapatkan karunia anak. Sebagai mana yang tercantum dalam

surat Al-furqon ayat 74 berbunyi:

إ ین ق ت م ل نا ل ل ع اج و ین ع ة أ ر نا ق یات ر ذ نا و اج و ز أ ن نا م ل بنا ھب ون ر ول ق ی ین ذ ال او ام م

Artinya: “ Dan orang-orang yang berkata: “ ya tuhan kami

anugrahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai

penyenang hati (kami),....(Q.S.Al-Furqan/25/74).

2. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan

menumpahkan kasih sayangnya.

Manusia diciptakan oleh allah SWT mempunyao untuk

berhubungan antara pria dan wanita, sebagaimana firman Allah SWT pada

surat Al-Baqarah ayat 187 yang menyatakan:

هللا م ل ع ھن اس ل ب ل م ت ن أ و م ك اس ل ب ل ھن م ك ائ س ن ى ل إ ث ف الر ام ی الص ة ل ی ل م ك ل ل ح أ م ت ن ك م ك ن أ

ف ن أ ون تان متخ ك ل هللا تب ا ك وا م ابتغ و وھن ر اش ب ن اآل ف م ك ن ا ع ف ع و م یك ل ع تاب ف م ك ..س

Artinya:“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur

dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun

adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak

dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan

memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah

apa yang telah ditetapkan Allah untukmu…(Q.S.Al-Baqarah:187)

Disamping perkawinan itu untuk mengatur naluri seksual juga

untuk menyalurkan cinta kasih sayang dikalangan pria dan wanita secara

harmonis dan bertanggung jawab. Namun, penyaluran cinta dan kasih

sayang yang diluar perkawinan tidak akan mengsilkan keharmonisan dan

Page 26: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

17

tanggung jawab yang layak, karna didasarkan atas kebebasan yang tidak

terkait oleh suatu norma27.

3. Memenuhi pangilan agama, memelihara diri dari kerusakan dan

kejahatan

Orang yang tidak melakukan penyaluran dengan perkawinan akan

mengalami ketikwajaran dan dapat menimbulkan kerusakan, karena

manusia mempunyai nafsu sedangkan nafsu itu cenderung untuk mengajak

kepada perbutan yang tidak baik. Sebagaiman diyatakan dalam Al-Qur’an

surat yusuf ayat 53:

ة ار م أل س ف الن ن ي إ س ئ نف ر ب ا أ م یم و ح ور ر ف بي غ ر ن بي إ ر م ح ا ر م ال إ وء الس ب

Artinya: “....sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada

kejahatan...(Q.S. Yusuf :53).

4. Menumbuhkan kesunguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta

hak dan kewajiban, juga bersungguh untuk memperoleh harta dan

kekayaan yang halal.

5. Membangun rumah tangga yang membentuk masyarakat yang tentram atas

dasar cinta dan kasih sayang.

Dalam hidup manusia mempunyai memerlukan ketenangan dan

ketentraman hidup. Ketenangan dan ketentraman untuk mencapai

kebahagian yang mana dapat dicapai dengan adanya ketenangan dan

ketentraman anggota keluarga dalam keluarganya. Ketenangan dan

ketentraman kelurga tergantung dari keberhasilan pembinaan yang

harmonis antara suami istri dalam suatu rumah tangga.

Selain itu, Allah menjadikan keluarga yang dibina dengan

perkawinan antara suami istri dalam membentuk keluarga dan ketentraman

serta mengembangkan cinta dan kasih sayang sesama warganya.

Sebagaimana yang tertera dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 21, yakni:

م ح ر و ة د و م م ینك ب ل ع ج ا و یھ ل وا إ ن ك تس ا ل اج و ز أ م ك س ف ن أ ن م م ك ق ل ل خ ن أ ھ ات آی ن م ل و في ذ ن إ ات ة ی ك آل

ون ر ك تف ی م و ق . ل

27Abdur Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Bogor: Kencana, 2003), h. 28.

Page 27: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

18

Artinya: “ Dan diatara tanda-tanda kekuasaan-Nya dia

menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu

cenderung dan merasa terntram kepadanya, dan dijadikan-Nya

diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu

benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir’’(Q.S. Ar-

Rum: 21).

3. Hikmah Melakukan Perkawinan

Allah menjadikan makhlukNya berpasang-pasangan, menajdikan

manusia laki-laki dan perempuan menjadikan hewan jantan dan betina

begitu pula tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah

supaya manusia itu hidup berpasang-pasangan, hidup suami isteri

membangun rumah tangga yang damai dan teratur. Untuk itu haruslah

diadakan ikatan dan pertalian yang kokoh yang tak mungkin putus dan

diputuskan, ialah ikatan aqad nikah atau ijab kabul perkawinan. Dari itu

manusia akan melahirkan keturunan yang sah dalam masyarakat.

Kemudian keturunan mereka itu akan membangun pula rumah tangga

yang baru dan keluarga yang baru dan begitulah seterusnya. Dari beberapa

keluarga dan rumah tangga itu berdirilah kampung, berdirilah desa, dan

dari beberapa desa lahirlah negeri dan dari negeri lahirlah negara. Itulah

hikamhnya Allah menajdikan Adam jadi khalifah di muka bumi ini,

sehingga anak-anaknya berkembang biak meramaikan bumi yang luas ini.

Agama Islam menetapkan bahwa untuk membangun rumah tangga

yang damai dan teratur itu haruslah dengan perkawinan dan aqad nikah

yang sah, serta diketahui sekurang-kurangnya oleh dua orang saksi,

bahkan dianjurkan supaya diumumkan kepada tetangga dan karib kerabat

dengan mengadakan pesta perkawinan (walimah). Dengan demikian

terpeliharalah keturunan tiap-tiap keluarga dan mengenal tiap-tiap anak

dan bapaknya. Lain dari pada itu kehidupan suami-istri dengan

keturunannya turun temurun adalah berhubung rapat dan bersangkut paut

laksa rantai yang sama kuat dan tak ada putusnya ketika anak masih kecil

dan dipelihra oleh orang tuanya, bila anak sudah dewasa dan orang tuanya

Page 28: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

19

sudah lemah dan tak sangup berusaha, maka dijaga dan dipelihara pula

oleh anaknya. Begitulah seterusnya turun temurun, sehingga mereka hidup

agar sehat dan makmur.

4. Hukum Perkawinan

Hukum melakukan perkawinan menurut jumhur ulama bahwa

perkawinan itu hukumnya adalah sunah. Golongan zhahiriyah berpendapat

perkawinan itu hukumnya wajib bagi sebagian orang, sunah untuk

sebahagian lainnya dan mubah untuk golongan orang yang lain28.

Selain itu, menurut al-jazary bahwa sesuai dengan keadaan orang

yang melakukan perkawinan, hukum perkawinan berlaku untuk hukum-

hukum syara’ yang lima, adakalnya wajib, haram, makruh, sunnah

(mandub) dan mubah29.

Ulama syafi’yah mengatakan bahwa hukum asal nikah adalah

mubah, disamping ada yang sunnah, wajib, wajib, haram, dan makruh30.

Terlepas dari pendapat imam mazhab, berdasarkan nash-nash baik

Al-Qur’an maupun sunnah (Al-Hadist) Islam sangat menganjurkan kaum

muslimin yang mampu untuk melangsungkan perkawinan. Namun, kalau

dilihat dari segi kondisi orang yang melaksanakan serta tujuan

melaksanakannya. Maka melakukan perkawinan itu dapat dikenankan

hukum wajib, sunnah, haram, mataupun makruh ataupun mubah.

1. Melakukan perkawinan yang wajib

Bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk

menikah dan dikwatirkan akan tergelincir pada perbutan zina seandainya

tidak menikah, maka hukumnya wajib. Hai ini didasarkan pada pemikiran

hukum bahwa setiap muslim wajib menjaga diri untuk tidak berbuat yang

terlarang31.

28Ibn u Rusyd, Bidayatul al- Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, (Beirut: Dar al-Fikr), jilid

2, h. 2. 29Abdurrahman al-Jaziry, Kitab al Fiqh ‘ala al-madzahib al-Arba’ah, (Mesir: Dar al-Irsyad),

jilid VII, h. 4. 30Abdurrahman al-Jaziry, Kitab al Fiqh ‘ala al-madzahib al-Arba’ah h. 6. 31Abdur Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h. 18-19.

Page 29: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

20

Ulama malikiyyah menyatakan bahwa menikah itu wajib bagi

orang yang meyukainya dan takut dirinya terjerumus ke jurang perzinaan

jika dia tidak menikah sedangkan berpuasa iya tidak sangup.

2. Melakukan perkawinan yang sunnah

Bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk

melakukan perkawinan, tetapi kalu tidak menikah tidak dikhawatirkan

akan berbuat zina, maka hukamnya adalah sunnah. Sekalipun demikian

perkawinan adalah lebih baik baginya, karna Rasululah melarang kita

untuk hidup sendirian tanpa menikah.

Bagi perempuan yang belum mempunyai keinginan untuk menikah

tetepi butuh perlindungan dan nafkah dari seorang suami maka hukumnya

sunnah baginya.

3. Melakukan perkawinan yang haram

Bagi orang yang tidak mempunyai kemauan dan tidak mempuyai

kemampuan serta tanggung jawab untuk melakukan keawajiban-kewajiban

rumah tanggga. Sehingga apabila melangsungkan perkawinan akan

terlantar dirinya dan istrinya, maka hukumnya adalah haram.

Al-Qurtubi, berpendapat bahwa apabila seorang calon suami

menyadari tidak akan mampu memenuhi kewajiban nafkah dan membayar

mahar (mas kawin) untuk istrinya atau kewajiban lain yang menjadi hak

istri, haram untuk mengawininya.

4. Melakukan perkawian yang makruh

Bagi orang yang menpunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan

juga cukup mempunyai kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak

memunkinkan dirinya tergelincir dari perbuatan zina sekiranya tidak

kawin32. Hanya orang ini tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk

dapat memenuhi kewajiban suami istri yang baik.

5. Melakukan perkawinan yang mubah

Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukannya, tetapi

apabila tidak melakukannya tidak dikhawatirkan akan berbuat zina dan

apabila melakukannya juga tidak melantarkan istri. Perkawinan tersebut

32Abdur Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h. 21.

Page 30: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

21

hanya didasarkan untuk memenuhi kesenngan bukan debgan tujuan

menjaga kehormatan agamanya dan membina keluarga sejahtera. Hukum

mubah ini juga dutujukan bagi orang yang antara pendorong dan

penghambat menikah itu sama, sehingga menimbulkan keraguai

mempunyain orang yang melakukan perkawinan, seperti mempunyai

keinginan tetapi belum mempunyai kemampuan, mempuyai kemauan

untuk melakukannya tetapi belim mempunyai kemauan yang kuat.

B. Syarat dan Rukun Perkawinan

Pernikahan merupakan sunnah nabi SAW yang dapat membentuk

keluarga yangsakinah, mawaddah dan warahmahserta menjaga seorang

laki-laki dan perempuan dari hubungan yang dilarang oleh agama, serta

mewujudkan hak dan kewajibannya sebagai suami-istri dalam keluarga.

Untuk mewujudkan perkawinan yang sah harus memenuhi beberapa unsur

pokok yang harus dipenuhi seperti rukun dan syarat perkawinan.

Dalam Kompilasi Hukum Islam yang menjadi rukun pernikahan itu

ialah: calon suami, calon istri, wali nikah, dua orang saksi, ijab dan qabul.

Sedangkan sepakat para ulama bahwa aqad nikah itu baru terjadi setelah

dipenuhinya rukun-rukun dan syarat nikah, yaitu:

1. Adanya calon penganten laki-laki dan calon penganten perempuan,

2. Calon penganten itu kedua-duanya sudah dewasa dan berakal (aqil

baligh),

3. Persetujuan bebas antara calon mempelai tersebut (tidak boleh ada

paksaan),

4. Harus ada wali bagi calon penganten perempuan,

5. Harus ada mahar (mas kawin) dari calon penganten laki-laki yang

diberikan setelah resmi menjadi suami-istri kepada istrinya,

6. Harus dihadiri sekurang-kurangnya dua orang saksi yang adil dan

laki-laki Islam merdeka,

7. Harus ada upacara ijab qabul. Iajb ialah penawaran dari pihak calon

istri atau walinya atau wakilnya dan qabul penerimaan oleh calon

suami dengan menyebutkan besarna mahar (mas kawin) yang

Page 31: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

22

diberikan; setelah proses ijab qabul itu resmilah terjadinya

perkawinan (aqad nikah) antara seorang wanita dengan seorang pria

membentuk rumah tangga (keluarga) yang bahagia kekal dan

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,

8. Sebagai tanda bahwa telah resmi terjadinya aqad nikah (perkawinan)

maka seyogyanya diadakan walimah (pesta pernikahan) walaupun

hanya sekedar minum teh atau sepotong kaki kambing untuk bahan

sop,

9. Sebagai bukti autentik terjadinya perkawinan, sesuai dengan analogi

Q.II : 282 harus diadakan ‘ilanun nikah (pendaftaran nikah), kepada

Pejabat Pencatat nikah, sesuai pula dengan Undang-undang Nomor 1

Tahun 1974

Pendaftaran ini penting pembuktian bagi generasi berikutnya, baik

tentang keturunan berupa anak, dan cicit maupun pembuktian tentang sahnya

perkawinan kelak33. Karena perkawinan adalah sah, apabila diperlakukan

menurut hukum Islam masing-masing agamanya dan kepercayaan itu. Tiap-

tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku34.

Bagi golongan orang-orang Islam harus diperlakukan Hukum

Perkawinan Islam seperti yang ditetapkan oleh Undang-undang Nomor 1

Tahun 1974, tentang perkawinan tersebut dan sahnya perkawinan menurut

Hukum Islam harus memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat sebagai berikut:

a. Syarat Umum

Perkawinan itu tidak dilakukan yang bertentangan dengan larangan-

larangan termaktub dalam ketentuan Q.II ayat 221 yaitu larangan

perkawinan karena perbedaan agama dengan pengecualiannya dalam surah

Al-Maidah ayat 5 (q.v :5), yaitu khusus orang-orang laki-laki Islam boleh

mengawini perempuan-perempuan ahli Kitab, seperti Yahudi dan Nasrani.

33 M. Idris Ramulyo, S.H. “Tinjauan Beberapa Pasal UU No. 1 Tahun 1974 Dari Segi

Hukum Perkawinan Islam”, (Jakarta: Ind.Hill-Co, 1990), h. 48. 34Asnawi Moch. “Himpunan Peraturan dan Undang-undang RI Tentang perkawinan Serta

Peraturan Pelaksanaan”, (Kudus: Penerbit Menara, 1975), h. 232.

Page 32: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

23

Kemudian tidak bertentangan dengan larangan-larangan tersebut dalam

Al-Quranul Karim surah Annisa ayat 22,23, dan 24.

b. Syarat Khusus

b.1. Adanya calon penganten laki-laki dan calon penganten perempuan,

b.2.Kedua calon mempelai itu haruslah Islam, aqil baligh (dewasa da

berakal), sehat baik rohani maupun jasmani,

c. Harus ada persetujuan bebas antara kedua calon penganten, jadi tidak boleh

perkawinan itu dipaksakan,

d. Harus ada wali nikah,

e. Harus ada dua (2) orang saksi, Islam, dewasa dan adil,

f. Bayarlah Mahar (mas kawin)

g. Sebagai proses terakhir dan lanjutan dari aqad nikah ialah pernyataan ijab

dan qabul.Itulah syarat-syarat dan rukun-rukun untuk syahnya perkawinan

menurut hukum Islam35.

C. Hak dan Kewajiban Suami dan Istri

Tata-cara Adat perkawinan salah bujang dan gadis masih ada dan ditaati

oleh masyarakat Kecamatan Pamenang, Merangin, Jambi. Mereka beranggapan

bahwa tata-cara adat perkawinan ini sah menurut norma sosial yang berlaku

pada masyarakat. Karena keberadaan aturan adat tersebut diyakini untuk

menjaga kemaslahatan atau kebaikan daerah setempat.

Adapun keberlanjutan rumah tangga bagi pasangan yang menikah secara

adat salah bujang dan gadis ini sama seperti masyarakat yang menikah pada

umumnya. Yakni, mereka yang menikah secara adat salah bujang dan gadis

memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai pasangan suami istri pada

umumnya yang apabila akad nikah telah berlangsung dan memenuhi syarat

rukunnya, maka menimbulkan akibat hukum. Dengan demikian, akad tersebut

juga menimbulkan hak serta kewajiban selaku suami istri dalam keluarga, yang

meliputi: hak suami istri secara bersama, hak suami atas istri dan hak istri

suami. Termasuk di dalamnya adab suami terhadap istrinya seperti yang telah

35M. Idris Ramulyo, S.H. “Tinjauan Beberapa Pasal UU No. 1 Tahun 1974 Dari Segi

Hukum Perkawinan Islam”, h. 52.

Page 33: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

24

dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Hak dan kewajiban tersebut adalah seperti

berikut36:

1. Hak Bersama Suami Istri

a. Suami dan istri dihalalkan mengadakan hubungan seksual. Perbuatan

ini merupakan kebutuhan suami istri yang dihalalkan secara timbal

balik. Suami halal melakukan apa saja terhadap istrinya, demikian

pula bagi istri terhadap suaminya. Mengadakan kenikmatan hubungan

merupakan hak bagi suami istri secara bersamaan.

b. Haram melakukan pernikahan, artinya baik suami maupun istri tidak

boleh melakukan pernikahan dengan saudaranya masing-masing.

c. Dengan adanya ikatan pernikahan, kedua belah pihak saling mewarisi

apabila salah seorang diantara keduanya telah meninggal meskipun

belum bersetubuh.

d. Anak mempunyai nasab yang jelas

e. Kedua pihak wajib bertingkah laku dengan baik sehingga dapat

melahirkan kemesraan dalam kedamaian hidup.

2. Kewajiban Suami Istri

Dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa, kewajiban suami istri,

secara rinci adalah sebagai berikut37:

a. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah

tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah yang menjadi sendi dasar

dari susunan masyarakat.

b. Suami istri wajib salling mencintai, menghormati, setia, dan memberi

bantuan lahir batin.

c. Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-

anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani, maupun

kecerdasannya, serta pendidikan agamanya.

36Prof. Dr. H. M.H. Tihami, M.A., M.M., “Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah

Lengkap”, (Jakarta: Rajawali Pers.,2009), h. 153. 37Prof. Dr. H. M.H. Tihami, M.A., M.M., “Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah

Lengkap”, h. 155.

Page 34: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

25

d. Suami istri wajib memelihara kehormatannya.

e. Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat

mengajukan gugatan ke pengadilan agama.

1. Hak Suami Atas Istri

Diantara beberapa hak suami terhadap istrinya, yang paling pokok adalah38:

a. Ditaati dalam hal-hal yang tidak maksiat,

b. Istri menjaga dirinya sendiri dan harta suaminya,

c. Menjauhkan diri dari mencampuri sesuatu yang dapat menyusahkan

suami,

d. Tidak bermuka masam dihadapan suami,

e. Tidak menunjukkan keadaan yang tidak disenangi suami.

2. Kewajiban Suami Terhadap Istri

Sesuai dengan penghasilannya suami mempunyai kewajiban terhadap istri,

yaitu39:

a. Memberi nafkah, pakaian dan tempat tinggal,

b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan

anak,

c. Biaya pendidikan bagi anak.

3. Kewajiban Istri Terhadap Suami

Diantara beberapa kewajiban seorang istri terhadap suami adalah sebagai

berikut40:

a. Taat dan patuh terhadap suami,

b. Pandai mengambil hati suami melalui makanan dan minuman,

c. Mengatur rumah dengan baik,

d. Menghormati keluarga suami,

38Prof. Dr. H. M.H. Tihami, M.A., M.M., “Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah

Lengkap”, h. 156. 39Prof. Dr. H. M.H. Tihami, M.A., M.M., “Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah

Lengkap”, h. 157. 40Prof. Dr. H. M.H. Tihami, M.A., M.M., “Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah

Lengkap”, h. 157.

Page 35: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

26

e. Bersikap sopan penuh senyum kepada suami,

f. Tidak mempersulit suami dan selalu mendorong suami untuk maju,

g. Ridho dan syukur terhadap apa yang diberikan suami,

h. Selalu berhemat dan suka menabung,

i. Selalu berhias bersolek untuk atau dihadapan suami

j. Jangan selalu cemburu buta.

Jika suami sama-sama menjalankan tanggung jawabnya masing-

masing, maka akan terwujudlah ketentraman dan ketenangan hati sehingga

sempurnalah kebahagiaan hidup berumah tangga. Dengan demikian, tujuan

hidup bekeluarga akan terwujud sesuai dengan tuntunan agama, yaitu

sakinah mawaddah dan rahmah41.

D. EKSISTENSI PERKAWINAN ADAT

a. Definisi Adat

Kata ‘’adat’’ Sebenarnya berasal dari bahasa Arab, yang berarti

kebiasaan. Pendapat lain mengatakan, bahwa adat sebenarnya berasal dari

bahasa Sansekerta ‘a’’ (berarti’’bukan’’) dan ‘’dato’’ (yang artinya sifat

‘’kebendaan’’) Dengan demikian, maka adat sebenarnya berarti sifat

immateril :artinya, adat menyankut hal-hal yang berkaitan dengan sistim

kepercayaan42. Hukum adat Indonesia tidak hanya terbatas pada wilayah

Republik Indonesia, akan tetapi sampai pada kepulauan Nusantara.

b. Azas-Azas Hukum Adat

Perkawinan menurut hukum adat tidak semata-mata berarti suatu

ikatan antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami dan isteri

untuk bermaksud mendapatkan keturunan dan membangun serta membina

kehidupan keluarga rumah tangga, tetapi juga berarti suatu hubungan

hukum yang menyangkut para anggota kerabat dari pihak isteri dan dari

pihak suami43. Terjadinya perkawinan berarti berlakunya ikatan

41 Prof. Dr. H. M.H. Tihami, M.A., M.M., “Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah

Lengkap”, h. 158 42 Prof. Dr. Soerjono Soekanto SH., MA “Hukum Adat Indonesia”, (Jakarta: Rajawali,

1986), h. 83. 43Hilman Hadikusuma, SH.“HukumPerkawinan Adat”, (Bandung: Penerbit Alumni,1983),

h. 70.

Page 36: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

27

kekerabatan untuk dapat saling membantu dan menunjang hubungan

kekerabatan yang rukun dan damai.

Dengan terjadinya perkawinan, maka diharapkan agar dari

perkawinan itu didapat keturunan yang akan menjadi penerus silsilah

orang tua dan kerabat, menurut garis ayah atau garis ibu ataupun garis

orang tua. Adanya silsilah yang menggambarkan kedudukan seseorang

sebagai anggota kerabat, adalah merupakan barometer dari asal-usul

keturunan seseorang yang baik dan teratur.

Selanjutnya sehubungan dengan azas- azas perkawinan yang dianut

oleh UU No. 1/1974, maka azas-azas perkawinan menurut hukum adat

adalah sebagai dibawah ini:

a. Perkawinan bertujuan membentuk keluarga rumah tangga dan

hubungan kekerabatan yang rukun dan damai, bahagia dan kekal.

b. Perkawinan tidak saja harus sah dilaksanakan menurut hukum agama

dan atau kepercayaan, tetapi juga harus mendapat pengakuan dari

pada anggota kerabat.

c. Perkawinan dapat dilakukan oleh seorang pria dengan beberapa

wanita sebagai isteri yang kedudukannya masing-masing ditentukan

menurut hukum adat setempat.

d. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan orang tua dan anggota

kerabat. Masyarakat adat dapat menolak kedudukan suami atau isteri

yang tidak diakui masyarakat adat.

e. Perkawinan dapat dilakukan oleh pria dan wanita yang belum cukup

umur atau masih anak-anak. Begitu pula walaupun sudah cukup umur

perkawinan harus berdasarkan izin orang tua/keluarga dan kerabat

f. Perceraian ada yang dibolehkan dan ada yang tidak dibolehkan.

Perceraian antara suami dan isteri dapat berakibat pecahnya hubungan

kekerabatan antara dua pihak.

g. Keseimbangan kedudukan antara suami dan isteri-isteri berdasarkan

ketentuan hukum adat yang berlaku, ada isteri yang berkedudukan

sebagai ibu rumah tangga dan ada isteri yang bukan ibu rumah tangga.

Page 37: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

28

Dengan telah berlakunya UU No. 1 tahun 1974 diharapkan agar

masyarakat adat akan dapat menyesuaikan hukum adatnya dengan undang-

undang tersebut. Tetapi sejauh mana masyarakat akan dapat menyesuaikan

dirinya tergantung dari pada perkembangan masyarakat adat itu sendiri,

dan kesadaran hukumnya. Karena apa yang menjadi jiwa perundang-

undangan belum tentu seuai dengan alam fikiran masyarakat. Karena

menurut hukum adat perkawinan itu merupakan urusan kerabat, urusan

keluarga, urusan masyarakat, urusan derajat dan urusan pribadi, satu sama

lain dalam hubungan yang sangat berbeda-beda44.

c. Hukum Adat di Kecamatan Pamenang, Merangin, Jambi

Adapun eksistensi perkawinan adat yang terjadi di Kecamatan

Pamenang, Merangin, Jambi, itu diatur oleh Lembaga Adat Masyarakat

(LAM), yang memiliki arti dan fungsi sebagai berikut:

1. Pengertian Lembaga Adat

Lembaga adat merupakan kata yang berasal dari gabungan

antara kata lembaga dan kata adat. Kata lembaga dalam bahasa Inggris

disebut dengan institution yang berarti pendirian, lembaga, adat dan

kebiasaan. Dari pengertian literatur tersebut, lembaga dapat diartikan

sebagai sebuah istilah yang menunjukkan kepada pola perilaku manusia

yang mapan terdiri dari interaksi sosial yang memiliki struktur dalam

suatu kerangka nilai yang relevan. Sehingga lembaga adat adalah pola

perilaku masyarakat adat yang mapan yang terdiri dari interaksi sosial

yang memiliki struktur dalam suatu kerangka nilai adat yang relevan.

Menurut ilmu budaya, lembaga adat diartikan sebagai suatu bentuk

organisasi adat yang tersusun tetap atas pola-pola kelakuan, peranan-

peranan, dan relasi-relasi yang terarah dan mengikat individu,

mempunyai otoritas formal dan sanksi hukum adat guna tercapainya

kebutuhan-kebutuhan dasar.

Sedangkan menurut pengertian lainnya, lembaga adat adalah

suatu organisasi kemasyarakatan adat yang dibentuk oleh suatu

44 Mr. B Ter Haar Bzn diterjemahkan oleh Soebakti Pesponoto “Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat”, (Jakarta: PT Balai Pustaka, 2013) h. 159.

Page 38: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

29

masyarakat hukum adat tertentu mempunyai wilayah tertentu dan harta

kekayaan sendiri serta berhak dan berwenang untuk mengatur dan

mengurus serta menyelesaikan hal- hal yang berkaitan dengan adat.

Kemudian yang dimaksud dengan lembaga adat menurut Peraturan

Daerah Kabupaten Kerinci, Nomor 23 Tahun 2007 tentang lembaga

adat ialah lembaga kemasyarakatan yang dibentuk untuk membantu

Pemerintah Daerah dan merupakan mitra dalam memberdayakan,

melestarikan dan mengembangkan adat istiadat yang dapat mendukung

pembangunan.

Pengertian lembaga adat menurut Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga

Kemasyarakatan, Lembaga Adat adalah Lembaga Kemasyarakatan baik

yang sengaja dibentuk maupun yang secara wajar telah tumbuh dan

berkembang di dalam sejarah masyarakat atau dalam suatu masyarakat

hukum adat tertentu dengan wilayah hukum dan hak atas harta

kekayaan di dalam hukum adat tersebut, serta berhak dan berwenang

untuk mengatur, mengurus dan menyelesaikan berbagai permasalahan

kehidupan yang berkaitan dengan dan mengacu pada adat istiadat dan

hukum adat yang berlaku.

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

lembaga adat adalah suatu organisasi atau lembaga masyarakat yang

dibentuk oleh suatu masyarakat hukum adat tertentu yang dimaksudkan

untuk membantu pemerintah daerah dan menjadi mitra pemerintah

daerah dalam memberdayakan, melestarikan dan mengembangkan adat

istiadat yang dapat membangun pembangunan suatu daerah tersebut.

2. Fungsi Lembaga Adat

Lembaga Adat berfungsi bersama pemerintah merencanakan,

mengarahkan, mensinergikan program pembangunan agar sesuai

dengan tata nilai adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan yang

berkembang dalam masyarakat demi terwujudnya keselarasan,

keserasian, keseimbangan, keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, Lembaga adat berfungsi sebagai alat kontrol keamanan,

Page 39: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

30

ketenteraman, kerukunan, dan ketertiban masyarakat, baik preventif

maupun represif, antara lain45:

a. Menyelesaikan masalah sosial kemasyarakatan,

b. Penengah (Hakim Perdamaian) mendamaikan sengketa yang timbul

di masyarakat.

Kemudian, lembaga adat juga memiliki fungsi lain yaitu:

a. Membantu pemerintah dalam kelancaran dan pelaksanaan

pembangunan di segala bidang terutama dalam bidang keagamaan,

kebudayaan dan kemasyarakatan,

b. Melaksanakan hukum adat dan istiadat dalam desa adatnya

c. Memberikan kedudukan hukum menurut adat terhadap hal-hal

yang berhubungan dengan kepentingan hubungan sosial kepadatan

dan keagamaan.

d. Membina dan mengembangkan nilai-nilai adat dalam rangka

memperkaya, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan

nasional pada umumnya dan kebudayaan adat khususnya.

e. Menjaga, memelihara dan memanfaatkan kekayaan desa adat untuk

kesejahteraan masyarakat desa adat.

3. Wewenang Lembaga Adat

Adat Lembaga adat memiliki wewenang yang meliputi46 :

a. Mewakili masyarakat adat dalam pengurusan kepentingan

masyarakat adat tersebut.

b. Mengelola hak-hak dan/atau harta kekayaan adat untuk

meningkatkan kemajuan dan taraf hidup masyarakat ke arah yang

lebih baik.

c. Menyelesaikan perselisihan yang menyangkut perkara adat istiadat

dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat sepanjang penyelesaiannya

tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

45Aulia Tasman, Membongkar Adat Lamo Pusako Usang, (Jambi: Gelar Depati Muaro

Langkap, 2015) h. 28.

46Aulia Tasman, Membongkar Adat Lamo Pusako Usang, h. 30.

Page 40: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

31

d. Memusyawarahkan berbagai hal yang menyangkut masalah-

masalah adat dan agama untuk kepentingan desa adat.

e. Sebagai penengah dalam kasus-kasus adat yang tidak dapat di

selesaikan pada tingkat desa

f. Membantu penyelenggaraan upacara keagamaan di kecamatan,

kabupaten/ kota desa adat tersebut berada.

4. Tugas dan Kewajiban Lembaga Adat

Lembaga Adat mempunyai tugas dan kewajiban yaitu :

a. Menjadi fasilitator dan mediator dalam penyelesaian perselisihan

yang menyangkut adat istiadat dan kebiasaan masyarakat.

b. Memberdayakan, mengembangkan, dan melestarikan adat istiadat

dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat dalam rangka memperkaya

budaya daerah sebagai bagian yang tak terpisahkan dari budaya

nasional.

c. Menciptakan hubungan yang demokratis dan harmonis serta

obyektif antara Ketua Adat, Pemangku Adat, Pemuka Adat dengan

Aparat Pemerintah pada semua tingkatan pemerintahan di

Kabupaten daerah adat tersebut.

d. Membantu kelancaran roda pemerintahan, pelaksanaan

pembangunan dan/atau harta kekayaan lembaga adat dengan tetap

memperhatikan kepentingan masyarakat hukum adat setempat.

e. Memelihara stabilitas nasional yang sehat dan dinamis yang dapat

memberikan peluang yang luas kepada aparat pemerintah terutama

pemerintah desa/kelurahan dalam pelaksanaan pembangunan yang

lebih berkualitas dan pembinaan masyarakat yang adil dan

demokratis.

f. Menciptakan suasana yang dapat menjamin terpeliharanya

kebinekaan masyarakat adat dalam rangka memperkokoh persatuan

dan kesatuan bangsa.

g. Membina dan melestarikan budaya dan adat istiadat serta hubungan

antar tokoh adat dengan Pemerintah Desa dan Lurah.

h. Mengayomi adat istiadat

Page 41: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

32

i. Memberikan saran usul dan pendapat ke berbagai pihak

perorangan, kelompok/lembaga maupun pemerintah tentang

masalah adat

j. Melaksanakan keputusan-keputusan paruman dengan aturan yang

di tetapkan

k. Membantu penyuratan awig-awig

l. Melaksanakan penyuluhan adat istiadat secara menyeluruh.

5. Pembinaan Lembaga Adat

Pembinaan desa adat dapat dilaksanakan dengan pola

melaksanakan ceramah-ceramah pembinaan desa adat, penyuluhan,

penyuratan desa adat pada setiap tahunnya, yang pada dasarnya

bertujuan untuk mencapai, melestarikan kesejahteraan masyarakat,

dan mewujudkan hubungan manusia dengan manusia sesama makhluk

ciptaan Tuhan. Selain itu pembinaan lembaga adat sebagai usaha

melestarikan adat istiadat serta memperkaya khasanah kebudayaan

masyarakat, Aparat Pemerintah pada semua tingkatan mempunyai

kewajiban untuk membina dan mengembangkan adat istiadat yang

hidup dan bermanfaat dalam pembangunan dan ketahanan nasional47.

6. Pembiayaan Lembaga Adat

Dana pembinaan terhadap Lembaga Adat pada semua

tingkatan, disediakan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara

(APBN), Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Propinsi,

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota, Berta

sumber-sumber lainnya yang tidak mengikat48.

47Aulia Tasman, Membongkar Adat Lamo Pusako Usang, h. 43. 48Aulia Tasman, Membongkar Adat Lamo Pusako Usang, h. 89.

Page 42: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

33

33

BAB III

PERKAWINAN ADAT SALAH BUJANG DAN GADIS DI KECAMATAN

PAMENANG KABUPATEN MERANGIN PROPINSI JAMBI

A. Pengertian Perkawinan Adat Masyarakat Pamenang Kabupaten

Merangin, Jambi

Perkawinan adat merupakan perkawinan yang sesuai dengan hukum

adat yang berlaku, perkawinan adat tersebut mengikuti aturan-aturan hukum

adat yang mengatur tentang bentuk-bentuk perkawinan, cara-cara pelamaran,

upacara perkawinan dan putusnya perkawinan. Aturan-aturan hukum adat

disetiap daerah berbeda-beda, dikarenakan sifat kemasyarakatan yang

berbeda pula. Di samping itu juga dikarenakan kemajuan zaman, jadi

walaupun sudah berlaku undang-undang perkawinan yang bersifat nasional

yang berlaku untuk seluruh warga Indonesia, namun diberbagai daerah dan

berbagai golongan masyarakat juga masih berpegang pada hukum adat,

apalagi undang-undang hanya mengatur hal-hal yang bersifat umum, tidak

mengatur hal-hal khusus daerah tersebut.

Perkawinan menurut hukum adat pada umumnya adalah untuk

mempertahankan dan meneruskan kelangsungan hidup dan kehidupan

masyarakat adatnya. Mengenai batas umur perkawinan, hukum adat tidak

mengaturnya, oleh karna itu diperbolehkan perkawinan anak yang masih

dibawah umur, meskipun dalam hal ini keduanya baru bisa hidup bersama

sebagai suami istri setelah menjadi baliq ataupun dewasa.

Pada umumnya suatu perkawinan adat didahului dengan pertunangan,

yang dimaksud pertunangan ialah hubungan hukum yang dilakukan antara

orang tua pihak laki-laki dengan orang tua pihak perempuan untuk maksud

megikat perkawinan anak-anak mereka dengan jalan peminangan.

Dalam adat masyarakat Jambi, khususnya di kecamatan Pamenang

ada lima macam tata-cara perkawinan.

a. Duduk betunang,

b. Beciri tuo,

c. Kawin selaju berelek,

Page 43: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

34

d. Lahi kawin,

e. Kawin salah bujang gadis,

Hukum adat merupakan hukum yang mengatur terutama tingkah laku

manusia Indonesia dalam hubungan satu sama lain, baik yang merupakan

keseluruhan kelaziman dan kebiasaan (kesusilaan) yang benar-benar hidup di

masyarakat adat karena dianut dan dipertahankan oleh anggota-anggota

masyarakat itu, maupun yang merupakan keseluruhan peraturan-peraturan

yang mengenal sanksi atas pelanggaran dan yang ditetapkan dalam

keputusan-keputusan para penguasa adat yaitu mereka yang mempunyai

kewajiban dan berkuasa memberi keputusan dalam masyarakat adat itu, ialah

yang terdiri dari lurah, penghulu agama, pembantu lurah, wali tanah, kepala

adat dan hakim49.

Hukum adat Indonesia sudah bersemayam dalam perasaan hati nurani

masyarakatnya. Dalam wilayah Indonesia yang sangat luas ini, hukum adat

tumbuh, dianut dan dipertahankan sebagai peraturan penjaga tata tertib sosial

dan tata tertib hukum diantara manusia, yang sama bergaul di dalam suatu

masyarakat, supaya dapat dihindarkan segala bencana dan bahaya yang

mungkin atau telah mengancam. Ketertiban yang dipertahankan oleh hukum

adat itu baik bersifat batiniah maupun jasmaniah, kelihatan dan kelihatan,

tetapi diyakini dan dipercayai sejak kecil sampai berkubur baur dengan tanah

kembali.

B. Macam-Macam Perkawinan Adat di Desa Pamenang Kabupaten

Merangin, Jambi

Dalam melakukan pernikahan antara masyarakat satu dengan yang

lainnya tidaklah sama, hal ini dikarenakan mereka mempunyai adat dan

kebiasaan sendiri. Di masyarakat Kecamatan Pamenang ada lima macam tata-

cara perkawinan: Duduk Betunang, kedua Beciri Tuo, ketiga Kawin Selaju

Berelek, keempat Kawin Salah Bujang Gadis, kelima Lahi Kawin. Berlakunya

hukum adat perkawinan tergantung pada pola susunan masyarakat adatnya.

49 Prof Bushar Muhammad, SH. “Asas-Asas Hukum Adat” (Jakarta: PT Balai Pustaka, 2013) h. 19

Page 44: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

35

Oleh karena itu tanpa mengetahui bagaimana sistem masyarakat adat yang

bersangkutan, maka tidak mudah mengetahui hukum perkawinannya.

Dalam adat masyarakat Jambi, khususnya Kecamatan Pamenang proses

terjadinya perkawinan terbagi menjadi lima50:

1. Duduk Betunang, yaitu perkawinan yang menggunakan upacara adat yang

sempurna. Mulai dari proses peminangan yang biasa disebut dengan

bekampung merunding anak dilamar orang yang berarti orang

(mengumpul suku) adalah berundingnya kedua belah pihak dalam proses

menjelang melangsungkan lamaran, bekampung duduk betunang yang

berarti dua belah pihak duduk dalam satu ruangan dalam prosesi lamaran,

bekampung menyemua banyak yang berarti semua suku induk

mengantarkan telimak ke rumah pihak perempuan, dan bekampung

menyerah lek yang berarti berkumpul mengadakan pesta pernikahan.

Proses perkawinan yang seperti ini sama-sama sudah disetujui oleh

keluarga calon pengantin laki-laki dan keluarga calon pengantin

perempuan. Proses pernikahan ini biasanya sama dengan pernikahan pada

umumnya.

2. Beciri Tuo, yaitu proses pernikahan yang masih ada ikatan famili/keluarga.

Tata-caranya hampir sama dengan proses perkawinan di atas, hanya saja

proses tersebut tidak dihadiri oleh tetua adat.

3. Kawin Selaju Berelek, yaitu perkawinan yang dari proses peminangan

hingga pernikahan tidak memiliki jeda waktu yang lama.

4. Lahi Kawin, yaitu larinya seorang laki-laki dan perempuan dengan

ditemani oleh orang lain ke rumah imam atau tetua adat untuk

mengadakan pernikahan tanpa adanya peminangan seperti lazimnya, untuk

menjalin rumah tangga yang sesuai dengan agama Islam.

5. Kawin Salah Bujang Gadis, yaitu perkawinan yang pada dasarnya tidak

dikehendaki oleh salah satu atau kedua belah pihak. Perkawinan ini terjadi

apabila seorang laki-laki dan perempuan berdua-duaan di tempat sepi pada

malam hari tanpa adanya orang lain yang menemani, yang kemudian

50Wawancara dengan Narasumber Nurdin Ishak, Tokoh Adat Kecamatan Pamenang, 02

Desember 2016, Jam 19:30-20:30.

Page 45: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

36

ditangkap atau digrebek. Pasangan yang tertangkap ini wajib dinikahkan

dan didenda adat.

Berangkat dari realitas yang ada, bahwa adat kawin salah bujang dan

gadis ini adalah suatu sistem perkawinan yang ada dalam masyarakat

Kecamatan Pamenang. Bagi mereka yang beragama Islam tentu saja ingin

mengetahui bagaimana kepastian hukum Islam terhadap beberapa

pernikahan adat yang berkembang di masyarakat seperti kenyataan yang

ada.

C. Praktik Perkawinan Adat di Kecamatan Pamenang

Perkawinan merupakan salah satu ikatan yang sakral dan hampir

semua manusia dimuka bumi ini melakukan perkawinan, walaupun ada

beberapa diantarnya tidak melakukan perkawinan sampai ajal menjemput.

Oleh karena itu, setiap orang tua merasa senang dan bahagia kalau

anaknya telah melakukan pernikahan.

Perkawinan diKecamatan Pamenang terkesan rumit karna banyak

tahapan-tahapan sebelum dan sesudah melakukan perkawinan.

Kerumitan tersebut muncul karna perkawinan di masyarakat

Kecamatan Pamenang harus mendapatkan restu baik dari orang tua

maupun keluarga besar dari kedua belah pihak, jika ada diantara keluarga

mereka yang tidak merestui maka akan sulit untuk melangsungkan

perkawinan. Adapun diantara banyaknya tahapan-tahapan yang harus

dilakukan sebelum dan sesudah melangsungkan perkawinan51.

1. Lamaran

Lamaran di jambi disebut sebagai antar tando sebelum diadakan acara

lamaran, biasanya akan ada utusan dari pihak laki-laki yang akan

bersilahturahmi ke keluarga dari pihak perempuan. Dengan tujuan untuk

mencari tau apakah pihak perempuan ini sudah ada yang melamar atau

belum, jika wanita yang di maksud belum ada yang melamar maka setelah

itu adkan dilakukan prosesi lamaran. yang dihadiri oleh tuo tanganai dari

51Wawancara dengan Narasumber Nurdin Ishak, Tokoh Adat Kecamatan Pamenang, 02 Desember 2016, Jam 19:30-20:30.

Page 46: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

37

kedua belah pihak laki-laki maupun perempuan. Adapun syarat-syarat

adat yang harus dipenuhi oleh pihak laki-laki sebagai berikut,

diantaranya52:

a. Cincin pemikat, cincin hanya dipakai untuk wanita bukan cincin satu

pasang karena tukar cincin baru akan dilakukan saat akad nikah nanti.

b. Pakaian sepelulusan, berupa kain kain kebaya untuk acara akad dan kain

bawahannya bisa berupa batiik dan songket, terkadang juga dilengkapi

dengan selop dan dompet.

c. Sirih pinang, berupa perlengkapan untuk makan sirih berupa daun sirih,

kapur sirih, tembakau serta pinang dan diletakkan di tempat sirih

khususnya.

Pembicaraan yang dilakukan antara lain; prosesi lamaran biasanya

berupa seloko-seloko (berbalas pantun) antara wakil keluarga pihak laki-

laki dan pihak perempuan, isinya adalah menanyakan maksud dan tujuan

keluarga laki-laki bertemu dengan keluarga perempuan. Setelah prosesi

lamaran itu sendiri berupa pemasangan cincin ke calon wanita, kemudian

dilanjutkan dengan acra makan bersama. Selesai makan-makan maka akan

dilakukan perundingan dari pihak keluarga inti, untuk membicarakan

kelanjutan lamaran tersebut. Didalam perbincangan tersebut, maka

keluarga akan membahas antara lain:

a. Tanggal perkawinan, apakah upacara perkawinan dilakukan sepanen

jagung (3 bulan) sepanen padi (6 bulan) atau yang lain.

b. Adat yang digunakan, apakah akan mengunakan adat jambi atau ada

campuran dari adat lain.

c. Seserahan, apa saja hantaran yang akan diberikan keluarga laki-laki

kepada pihak keluarga perempuan

d. Uang adat, uang adat disini ada dua (2) yaitu, uang adat biasanya hanya

bejumlah sedikit berkisar 50-100 ribu. Uang lemak samanis jumlahnya

cukup besar itu pun bisa disesuai dengan kemampuan pihak laki-laki.

52Wawancara dengan Narasumber Nurdin Ishak, Tokoh Adat Kecamatan Pamenang, 02 Desember 2016, Jam 19:30-20:30.

Page 47: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

38

Uang lemak semanis ini untuk membantuk belanja resepsi perkawinan

nanti.

2. Hantaran

Adat jambi, memiliki keunikan tersendiri dalam melakukan hantaran.

Adapun beberapa barang yang harus dibawa ketika prosesi hantaran,

antara lain53:

a. isi kamar berupa tempat tidur, lemari, meja rias, kasur, bad caper,

sampai gorden untuk kamar pengantin.

b. Peralatan make-up.

c. Bahan pakaian atau kebayak atasan dan bawahan (2 pasang).

d. Sepatu atau selop (2 pasang).

e. Tas (2Pcs).

f. Baju tidur (2 pasang).

g. Kain panjang (2 lembar) gunanya untuk kain basahan ketika mandi

disungai.

h. Peralatan mandi berupa sabun, sampho dan lain-lain. Beberapa daerah

di jambi ada yang menbawa gayung dan ember yang dihias dengan

pita.

i. Perlengkapan ibadah.

j. Bumbu dapur berupa cabe, bawang, merica tomat, gara, beras, telur

dan lain-lainnya. Bahkan ada yang membawa kerbau yang dihias

dengan pita dan dimasukkan kedalam tempat dimana acara ini

diselenggarakan. Hal ini merupakan perlambangan dari keluarga laki-

laki turut serta membantu acara resepsi.

k. Uang lemak semanis.

3. Perkawinan

a. Akad nikah

Akad nikah biasanya dilakukan dirumah mempelai wanita atau

Mesjid. Penganten pria bersama rombongan datang kerumah

penganten perempuan dihadiri oleh ninik makak (orang tua). Maka

diadakan akad nikah yang dihadiri oleh penghulu, wali, dan saksi-

53Wawancara dengan Narasumber Nurdin Ishak, Tokoh Adat Kecamatan Pamenang, 02 Desember 2016, Jam 19:30-20:30.

Page 48: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

39

saksi. Setelah selesai maka kedua belah pihak keluarga makan bersama

ataupun syukuran, yang telah disediakan oleh pihak perempuan.

b. Resepsi perkawinan

Setelah melakukan akad nikah maka akan diadakan resepsi atau

pesta, mengundang para tamu undangan, kerabat dekat maupun jauh.

Resepsi ini diadakan dirumah penganten perempuan namun ada juga

dilakukan dirumah penganten laki-laki sesuai dengan kesepakatan

kedua belah pihak keluarga. Pada acara resepsi ini penganten memaki

baju adat lengkap dengan dihiasi pelaminan, biasanya dihibur dengan

music, gambus, organ tunggal untuk menghibur ttamu undangan.

Setelah acara respsi perkawinan selesai masih ada tradi adat yang

harus dilakukan oleh kedua penganten baru yaitu54:

1. Ulu Anta, mamak (paman) dari pihak laki-laki mengantarkan anak

laki-lakinya kepihak keluarga perempuan yang diterima oleh ninik

makak dari pihak keluarga perempuan.

2. Tunjuk Aja (mengajarkan), mamak (paman) dari kedua belah

pihak atau perankat desa memberikan pengajaran tentang

bagaimana cara berumah tangga dan mengajarkan ahlak atau adab

terhadap keluarga kedua belah pihak.

3. Ajum Arah (diatur atau mengarahkan) ninik mamak menunjukkan

arah mana yang harus dituju kepada kedua mepelai dalam

kehidupan rumah tangga agar bisa mengatasi masalah setelah

mereka menikah.

4. Ma Urak Silo, niik mamak megajarkan kepada mempelai laki-laki

cara duduk basilo (duduk dengan melipatkan kaki kanan diatas dan

kaki kiri dibawah) yang benar. Hal ini menunjukkan ahlak yang

sopan kepada keluarga perempuan agar diterima dengan baik

didalam keluarga.

54Haysim Ismail, Buku Adat Pamenang, 31 Jnuari 2006.

Page 49: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

40

D. Sistem Hukum Adat Kecamatan Pamenang

Hukum yang berlaku dalam masyarakat pamenang adalah hukum adat,

tentu juga berlaku hukum negara, yang berasal adat basendisara’.

Sara’basendi kitabullah. Ketaatan masyarakat terhadap hukum adat melebihi

ketaatan terhadap hukum nasional maupun hukum islam. walaupun mayoritas

penduduknya beragama islam.

Sesuai seloko adat:

Diasak Layu Di angoh Mati

Adat adalah pegang pakai masyarakat Desa Pamenang sehari-hari

Sesuai dengan seloko adat:

Kok jago baundo jago

Kok tidok baundo tidok

Kok bajalan baundo bajalan,

Kok duduk baundo duduk

Adat atau hukum adat merupakan filosofis masyarakat dalam setiap

melakukan kegiatan-kegiatan. Walaupun demikian, hukum adat rasanya sulit

untuk dipatuhi oleh masyarakat apabila tidak diimbangi dengan adanya

pemangku adat yang menjadi pilar-pilar penegakan hukum adat.

Adapun Adat lembago (Aturan Penduduk Pribumi dan Pendatang)

Sesuai dengan Seloko adat lembago:

Adat nan dilambung tinggi lembogo nan disintak tuhun

(aturan untuk penduduk pribumi yang ditinggikan atau untuk pendatang yang

diringankan)

Lembaga nan dilambung tinggi adat nan disintak tuhun

(aturan untuk pendatang yang ditinggikan dan aturan untuk penduduk

pribumi yang diringankan)

Lembago adalah adat untuk membedakan antara orang pendatang dengan

masyarakat pribumi.

Lembago terbagi 4 diantaranya55:

1. Lembago jati

55Pedoman Adat Istiadat Daerah Jambi, (Jambi, 1987), h. 40.

Page 50: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

41

Merupakan penduduk asli daerah tersebut, dari nenek moyang samapi

kepada dia sendiri asal daerah tersebut. Berlaku adat nan dilambung tinggi

danlembago nan disintak tuhun. Hukumnya adalah yang paling berat

dibandingkan dengan penduduk lain, hal ini diberlakukankan karna

mustahil orang pribumi asli tidak tahu adat istiadat daerah setempat.

2. Lembago Tali

Merupakan perantau atau yang telah mendapatkan bapak angkat atau

induk semang, lalu menikah dengan gadis desa tersebut melalui perantara

bapak angkat atau induk semangnya. Sesuai seloko, karna dibuek tali

mako bungo naek kepalok (disebabkan oleh tali maka bunga naik kepala)

3. Lembago Tambang

Adalah orang perantau yang menetap didesa tersebut dan terbukti

mempuyai prilaku yang baik, karena prilaku baiknya itulah maka

dijodohkan dengan salah satu gadis didesa tersebut, tetapi setelah menikah

dia kembali ke daerah asalnya dengan membawa istrinya.

4. Lembago Tuang

Untuk orang menetap di daerah itu hanya sebagi menambah jumlah

masyarakat, baik dari segi ekonomis maupun dari segi sosial politik. Tipe

ini mempunyai ciri-ciri harus tidak merupakan yang hanya menumpang

mencari hidup, oleh tempatnyo bapijak sesaknyo nyalang batinggang (alas

tempat berpijak sesaknya menjelang dia lepas bebas berdiri), dengan kata

lain benar-benar mau menetap secara permanen di daerah ini.

Sesuai pantun:

Tinggi umput dek padi Tinggi rumput dari padi

Dapek mato beliong Dapat mata beliong

Untuk peyambut setelah awak mati Untuk peyambut setelah saya mati

Dibuek anak cucong Oleh anak cucu

Hukuman bagi lembago yang tiga tentang orang perantauan

berlaku lembago nan dilambung tinggi adat nan disintak tuhun, yaitu

dengan denda tegoh sapa ninek mamak (tegur sapa nenek mamak)

dendanya paling tinggi seekor kambing selemak semanis dan serendah-

rendahnya seekor ayam selemak semanis, hal tersebut dinamakan kuah

Page 51: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

42

nan kuneng nasi nan puteh (kuah yang kuning nasi yang putih). Sesuai

dengan seloko disapo antu demam disapo ninek mamak bautang (ditegur

hantu demam ditegur ninek mamak dihukum)56.

56Pedoman Adat Istiadat Daerah Jambi, (Jambi, 1987), h. 40.

Page 52: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

43

BAB IV

PERKAWINAN SALAH BUJANG DAN GADIS MENURUT

ADAT PAMENANG, MERANGIN, JAMBI

A. Defenisi Perkawinan Salah Bujang dan Gadis

Hukum adat perkawinan yang merupakan aturan hukum adat yang

mengatur tentang bentuk-bentuk perkawinan, cara-cara pelamaran, upacara

perkawinan dan putusnya perkawinan masih berlaku di beberapa daerah di

Indonesia, khususnya di Kecamatan Pamenang, Merangin, Jambi. Aturan-

aturan hukum adat tersebut disetiap daerah memiliki aturan yang berbeda-beda

pula, dikarenakan sifat dan tradisi kemasyarakatan yang berbeda. Di samping

itu juga dikarenakan kemajuan zaman, walaupun sudah berlaku undang-undang

perkawinan yang bersifat nasional yang berlaku untuk seluruh warga

Indonesia, namun diberbagai daerah dan berbagai golongan masyarakat juga

masih berpegang pada hukum adat, apalagi undang-undang hanya mengatur

hal-hal yang bersifat umum, tidak mengatur hal-hal khusus daerah tersebut57.

Berdasarkan kebutuhan yang sesuai dengan sifat dan tradisi yang

dimiliki oleh masyarakat Pamenang, Merangin, Jambi, maka diberlakukanlah

aturan adat yang senantiasa diikuti dan dipatuhi oleh masyarakatnya,

sebagaimana yang diatur oleh Lembaga Adat Masyarakat di Kecamatan

Pamenang, Merangin, Jambi. Aturan tersebut mencangkup peraturan mengenai

perkawinan adat salah satunya yakni, perkawinan adat salah bujang dan gadis.

Perkawinan ini pada dasarnya tidak dikehendaki oleh salah satu atau kedua

belah pihak. Perkawinan ini terjadi apabila seorang laki-laki dan perempuan

berdua-duaan ditempat sepi pada malam hari tanpa adanya orang lain yang

menemani, yang kemudian ditangkap atau digrebek. Pasangan yang tertangkap

ini wajib dinikahkan untuk menjalin rumah tangga yang sesuai dengan agama

Islam dan didenda adat bagi keduanya. Sanksi dendanya berupa “kambing

sekok, beras 20, dan 2 kayu kain” atau berarti “seekor kambing, 20kg beras dan

2 kayu kain” yang dibebani dari pihak bujang atau lelaki yang digunakan untuk

acara kumpul bersama masyarakat sekitar tempat kejadian pasangan tersebut

57Haysim Ismail,”Buku Adat Pamenang”, 31 Jnuari 2006.

43

Page 53: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

44

dibawa ketetua adat. Hal ini bertujuan untuk menghindari sumbang atau fitnah

kepada sang perempuan58.

B. Syarat dan Rukun Perkawinan Salah Bujang dan Gadis

Hukum adat sudah seharusnya merupakan salah satu pusat perhatian

dalam studi hukum dan masyarakat. Sebagaimana dipahami, maka studi hukum

dan masyarakat itu menghendaki agar pembicaraan hukum itu senantiasa

dikaitkan secara sistematis kepada masyarakat tempat ia berlaku.

Sebagai sebuah sistem yang meliputi segala segi kehidupan manusia,

maka Islam tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan. Ayat-ayat yang

mengandung dan mengatur hubungan sesama manusia, misalnya hubungan

tentang suami dan istri, orang tua dan anak, pemimpin dan rakyat. Hal ini

menunjukkan adanya perhatian Islam terhadap interaksi antar sesama manusia,

sebab seperti sudah diketahui bahwa hubungan manusia dengan manusia itu

yang berkembang terus menerus yang kemudian yang membentuk masyarakat.

Salah satu yang menjadi syarat dalam perkawinan adalah wali, begitu

juga dalam pelaksanaan perkawinan yang menggunakan adat salah bujang dan

gadis. Dalam pekawinan adat ini syarat dan rukun yang digunakan sesuai

dengan hukum Islam yang berlaku. Pernikahan salah bujang dan gadis juga di

dalamnya terdapat aqad, layaknya aqad-aqad lain yang memerlukan adanya

persetujuan kedua belah pihak yang mengadakan aqad. Adapun rukun

nikahnya sama seperti hukum Islam yang mengharuskan adanya (1) mempelai

laki-laki, (2) mempelai perempuan, (3) wali; Wali dalam perkawinan adalah

wali bagi calon mempelai perempuan yang menikahkannya atau memberi izin

pernikahannya. Seorang wali dapat langsung melaksanakan aqad tersebut atau

mewakilkannya dengan orang lain59 , (4) dua orang saksi, (5) shigat ijab

qabul60 . Sedangkan syarat yang digunakan yang merupakan syarat perkawinan

yang bertalian dengan rukun-rukun perkawinan juga sama dengan yang berlaku

58Wawancara dengan Narasumber Nurdin Ishak, Tokoh Adat Kecamatan Pamenang, 03

Desember 2016, Jam 20:00-21:00. 59 Djamar Nur, “Fiqh Munakahat” (Semarang: Toha Putra, 1993), h. 62. 60Slamet Abidin, “Fiqh Munakahat”, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 48.

Page 54: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

45

di dalam hukum Islam yang berlaku. Yaitu syarat bagi calon mempelai, wali,

saksi, dan ijab qabul.

a. Syarat-syarat Suami:

1. Bukan mahrom dari calon istri

2. Atas kemauan sendiri

3. Orangnya tertentu, jelas

4. Tidak sedang ihram

b. Syarat-syarat Istri:

1. Tidak ada halangan syarak, tidak bersuami, bukan amhram, tidak

sedang dalam iddah

2. Merdeka, atas kemauan sendiri

3. Jelas orangnya

4. Tidak seadng ihram

c. Syarat-syarat Wali:

1. Laki-laki

2. Baligh

3. Waras akalnya

4. Tidak dipaksa

5. Adil

6. Tidak sedang ihram

d. Syarat-syarat Saksi:

1. Laki-laki

2. Baligh

3. Waras akalnya

4. Adil

5. Dapat mendengar dan melihat

6. Bebas, tidak dipaksa

7. Tidak sedang mengerjakan ihram

8. Memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab qabul

Ulama mazhab sepakat bahwa perkawinan adalah sah jika dilakukan

dengan aqad yang mencangkup ijab dan qabul antara calon mempelai

perempuan (yang dilaksanakan oleh walinya) dengan calon mempelai laki-laki

Page 55: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

46

(atau wakilnya)61. Menurut ulama mazhab perkawinan adalah sah jika

dilakukan jika mengucap kata-kata zawwajtu atau ankahtu (aku nikahkan) dari

pihak perempuan yang dilakukan oleh wali nikahnya, dan kata-kata qabiltu

(aku menerima) atau kata-kata raditu (aku setuju) dari pihak-pihak calon

mempelai laki-laki atau orang yang mewakilinya62 .

E. Pencatatan Nikah

Pencatatan nikah merupakan kewajiban setiap warga negara Indonesia

kepada Negara atau Pemerintah (ulil amri), tetapi tingkat kewajiban orang

Islam Indonesia kepada ulil amri itu tidak disertai dengan memperlemah atau

memperlumpuhkan Hukum Perkawinan Islam yang sah. Menurut Prof. Bagir

Manan, mantan Ketua Mahkamah Agung Indonesia, mengemukakan bahwa

perkawinan sah adalah perkawinan yang memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (1)

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu sah menurut agama, yang

mempunyai akibat hukum yang sah pula. Perkawinan menurut masing-masing

agama (syarat-syarat agama) merupakan syarat tunggal sahnya suatu

perkawinan, dengan alasan-alasan berikut:

Pertama, pasal 2 ayat (1) dengan tegas menyebutkan “suatu perkawinan

sah apabila dilakukan menurut masing-masing agamanya”. Suatu rumusan

yang sangat jelas (plain meaning), sehingga tidak mungkin ditafsirkan,

ditambah atau dikurangi.

Kedua, penjelasan pasal 2 ayat (2) menyebutkan : pencatatan tiap-tiap

perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan dan peristiwa-peristiwa

penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian.

Berdasarkan penjelasan Pasal 2 ayat (2), pencatatan kelahiran, pencatatan

kematian, demikian pula pencatatan perkawinan sekedar dipandang sebagai

suatu peristiwa penting, bukan suatu peristiwa hukum. Demikian pula

pencatatan perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, bukan

lagi peristiwa hukum atau syarat hukum, karena perkawinan sebagai peristiwa

61 Mughniyah, Muhammad Jawad, “Fiqh Liam Mazhab, Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’i,

Hambali”, ( Jakarta: Lentera Basritama, 1996), h. 309. 62Mughniyah, Muhammad Jawad, “Fiqh Liam Mazhab, Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’i,

Hambali”, h. 309.

Page 56: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

47

hukum ditentukan oleh agama, karena itu (pencatatan perkawinan) tidak perlu

dan tidak akan mempunyai akibat hukum, apalagi dapat mengesampingkan

sahnya perkawinan yang telah dilakukan menurut (memenuhi syarat-syarat)

masing-masing agama63 .

Menurut Prof. Bagir Manan, sebagai mana dikutip oleh Neng Djubaidah

S.H., M.H. dalam buku ”Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak

Dicatat Menurut Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam”, selanjutnya

mengemukakan bahwa berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun

1974 yang menjelaskan bahwa “Sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila,

dimana sila yang Pertama ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan

mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga

perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani tetapi unsur

batin/rohani juga mempunyai peranan yang penting. Membentuk keluarga yang

bahagia rapat hubungannya dengan keturunan yang pula merupakan tujuan

perkawinan, pemeliharaan, dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang

tua64 .”, dapat ditafsirkan sebagai berikut:

1. Didalam Negara Republik Indonesia tidak boleh terjadi atau tidak

boleh berlaku “Hukum perkawinan” yang bertentangan dengan kaidah-kaidah

Islam bagi orang-orang Islam, atau “Hukum perkawinan” yang bertentangan

dengan agama lainnya yang berlaku Indonesia

2. Negara Republik Indonesia wajib menjalankan syari’at atau hukum

“perkawiann” Islam bagi orang Islam, hukum “perkawinan Nasrani bagi orang

Nasrani, hukum “perkawinan” Hindu bagi orang Hindu, hukum “perkawinan”

berdasarkan ajaran Kong Hu Cu bagi orang Kong Hu Cu, sekedar dalam

menjalankan hukum perkawinan itu memerlukan bantuan atau perantaraan

kekuasaan Negara.

63Neng Djubaidah S.H., M.H.,”Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak Dicatat

Menurut Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 158. 64 Thalib, Sayuti, “Hukum Kekeluargaan Indonesia, Berlaku Bagi Umat Islam”, (Jakarta:

Bina Angkasa, 1985), h. 170.

Page 57: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

48

Jadi bagi orang Islam sahnya perkawinan adalah apabila dilakukan

menurut Hukum Islam, sedangkan pencatatan perkawinan hanya sebagai

kewajiban administrasi65 .

Ada beberapa pasangan yang menikah secara adat salah bujang dan gadis

di Kecamatan Merangin Provinsi Jambi yang melakukan pencatatan

pernikahan di Kantor Urusan Agama, dengan adanya kesepakatan dari keluarga

besar mereka, beberapa pasangan melakukan pencatatan karena kebutuhana

administratif dan juga faktor untuk mendapat perlindungan hukum dan

memudahkan urusan perbuatan hukum lain yang terkait dengan pernikahan.

Pasangan tersebut mengikuti segala bentuk prosedur yang dibutuhkan

untuk dapat memiliki akta nikah yang sah. Langkah pertama, pasangan tersebut

melengkapi persyaratan pernikahan yang dibutuhkan oleh Peradilan Agama

terdekat dimana mereka melakukan pernikahan salah bujang dan gadis.

Kemudian Peradilan Agama memproses dengan segala prosedur pengesahan

perkawinan atau biasa disebut Istbat Nikah dan setelah dinyatakan

pernikahannya sah, maka pasangan tersebut baru dapat mengurus proses

selanjutnya yakni mengurus akta pernikahan yang sah sesuai dengan prosedur

yang berlaku di Kantor Urusan Agama setempat dengan melampirkan surat

Putusan Istbat Nikah yang menunjukkan adanya pernikahan yang sah diantara

kedua pasangan tersebut.

Ada 8 pelaku perkawinan salah bujang dan gadis tersebut ada yang

mencatatkan perkawinannya setelah mereka melakukan pernikahan adat

bersama tokoh masyarakat, tetua adat dan tokoh agama.

Namun ada juga yang tidak dicatat, 10 pelaku perkawinan salah bujang

dan gadis tidak mencatatkan perkawinannya di KUA mereka hanya

melangsungkan pernikahan bersama dengan tokoh masyarakat, tetua adat dan

tokoh agama setempat serta menghadirkan saksi kemudian melaksanakan akad

nikah secara sederhana.

65Neng Djubaidah S.H., M.H.,”Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak Dicatat Menurut Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam”, h. 214.

Page 58: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

49

E. Analisis Penulis

1. Keadaan Penduduk di Kecamatan Pamenang, Merangin, Jambi

Masyarakat kecamatan Pamenang sebagian besar bermata pencaharian

sebagai petani yaitu berkebun/berladang dengan penghasilan utamanya

karet dan kelapa sawit, selain itu sebagian masyarakat juga berprofesi

sebagai pegawai negeri sipil, pengrajin industri, rumah tangga, peternak,

nelayan, dan buruh. Walaupun demikian masyarakat kelurahan pamenang

mempunyai emosional yang kuat, khususnya dalam kegiatan-kegiatan

yang bersifat positif bagi warga66.

Kecamatan pamenang dapat dikatagorikan sebagai wilayah dengan

jumlah penduduknya relatif besar jika dibandingkan dengan Kecamatan

lain yang ada di provinsi jambi. Secara sosial, masyarakat kecamatan

pamenang dikenal ramah dan sangat santun dalam bersikap. Hal ini

minsalnya terlihat dari penilaian-penilaian yang dilontarkan oleh beberapa

pendatang musiman maupun yang telah menetap lama.

Mayoritas masyarakat di Kecamatan Pamenang memeluk

beragama Islam, sehingga hampir seluruhnya kegiatan-kegiatan yang

dilakukan masyarakat lebih mengarah kepada unsur keagamaan, setiap

tahun masyarakat selalu mengadakan kegiatan agama seperti maulud,

rajab, dan setiap minggu selalu mengadakan kegitan pengajian rutin seperti

yasinan dan majlis ta’lim yang di ikuti oleh bapak-bapak, ibu-ibu.

Di kecamatan Pamenang jarang ditemui kegiatan-kegiatan untuk

remaja sehingga meyebabkan banyak kaum remaja putra mapun putri yang

dapat melakukan pergaulan tanpa adanya batas-batas dari dalam dirinya.

Karena kurangnya pemahaman keagamaan dalam diri mereka ditambah

kurangnya perhatian kedua orang tua dan mudahnya membuka situs-situs

berbau pornografi akibat dari internet tidak sehat. Kondisi remaja di

Kelurahan Pamenang perlu di perhatikan dan perlu adanya kegiatan-

kegitan yang positif agar dapat menambah pemahaman mereka67.

66Wawancara Pribadi dengan Ibu Saidah S.Pd.i, Bendahara Kecamatan Pamenang, 30

November 2016, Jam 14:00-15:00. 67Wawancara Pribadi dengan Bapak Syamsuddin, Tokoh Agama Kecamatan Pamenang,

28 November 2016, Jam 19:30-20:30.

Page 59: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

50

2. Gambaran Perkawinan Salah Bujang dan Gadis di Kecamatan

Pamenang

Pernikahan memiliki peran yang sangat strategis dalam kehidupan

bermasyarakat. Pernikahan merupakan gerbang awal untuk membentuk

sebuah keluarga yang merupakan unit terkecil dari sebuah masyarakat.

Tujuan pernikahan tidak terbatas pada hubungan biologis semata.

Pernikahan memiliki tujuan yang lebih jauh dari itu, yaitu mencakup

tuntunan hidup yang penuh kasih sayang sehingga manusia bisa hidup

tenang dalam keluarga dan masyarakat. Namun disisi lain, ada fenomena

pernikahan adat yang masih terjadi di Indonesia, salah satunya perkawinan

salah bujang dan gadis di kecamatan Pamenang, Merangin, Jambi yang

cukup menarik perhatian berbagai kalangan karena fenomena pernikahan

salah bujang dan gadis terjadi karena pada dasarnya tidak dikehendaki

oleh salah satu atau kedua bepihak68. Namun demi ketertiban hukum adat

yang berlaku di masyarakat Pamenang dan demi kemaslahatan kondisi

lingkungannya, maka aturan tersebut masih diberlakukan bagi masyarakat

di Pamenang.

Berdasarkan hasil data yang di dapat dari Lembaga Adat Masyarakat

Kecamatan Pamenang Merangin Jambi, diperoleh data 18 kasus yang

menikah secara kawin adat salah bujang dan gadis69 dari penduduk awal

tahun 2005 sampai akhir tahun 2015 dengan total keseluruhan jumlah

penduduk dari tahun tersebut sebanyak 40.242 jiwayang tinggal di

Kecamatan Pamenang70. Dilihat dari jumlah pasangan yang dinikahkan

secara adat salah bujang dan gadis memiliki rata-rata usia menikah sekitar

16-30 tahun71. Usia tersebut memang merupakan usia produktif untuk

menikah. Namun hal ini lah yang seharusnya menjadi perhatian

masyarakat agar para remaja yang memasuki usia dewasa memiliki

pengetahuan bagaimana mereka dapat bergaul sesaui dengan norma-norma

68 Wawancara Pribadi dengan Bapak Nurdin Ishak, Tokoh Adat Kecamatan Pamenang, 3 Desember 2016, Jam 20:00-21:00.

69Data Lembaga Adat Masyarakat Kecamatan Pamenang Tahun 2005-2015. 70Data Potensi Masyarakat Kecamatan Pamenang Tahun 2005-2016. 71Data Lembaga Adat Masyarakat Kecamatan Pamenang Tahun 2005-2016.

Page 60: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

51

yang berlaku. Yang bertujuan agar ketika mereka memiliki keinginan

untuk menikah dapat merealisasikan ikatan hubungan kekeluargaan sesuai

dengan tujuan pernikahan yang sesungguhnya.

3. Faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan adat salah bujang

dan gadis di Kec. Pamenang, Merangin Jambi.

Faktor penyebab terjadinya perkawinan salah bujang dan gadis ini

dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Rendahnya tingkat pendidikan

mereka sangat mempengaruhi pola pikir mereka dalam memahami dan

mengerti tentang hakekat dan tujuan perkawinan. Faktor ekonomi maupun

lingkungan tempat mereka tinggal juga bisa menjadi penyebab terjadinya

perkawinan salah bujang dan gadis72.

Perkawinan adat salah bujang dan gadis tetap memenuhi

persyaratan dan rukun perkawinan menurut agama Islam. Perkawinan

yang pelaksanaannya dilakukan dihadapan tetua adat. Berikut data jumlah

penduduk di awal tahun 2005 hingga akhir 2015 yang diperoleh dari

Kecamatan Pamenang berdasarkan data jumlah penduduk akhir tahun dari

Dukcapil Kab.Merangin73 serta data jumlah perkawinan yang dilakukan

secara adat salah bujang dan gadis di Kecamatan Pamenang dari Lembaga

Adat Masyarakat Kecamatan Pamenang74:

72Wawancara Pribadi denganJunaidi, 21 Desember 2016. Timan, 21 Desember 2016. Hendarsyah, 27 Desember 2016. Narasumber/Pelaku Perkawinan Salah Bujang dan Gadis. 73 Data Potensi Masyarakat Kecamatan Pamenang Tahun 2005-2016. 74 Data Lembaga Adat Masyarakat Kecamatan Pamenang 2005-2016.

Page 61: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

52

JUMLAH PENDUDUK DIAWAL TAHUN 2005 DAN TOTAL

JUMLAH PENDUDUK DIAKHIR TAHUN 2015 SERTA

JUMLAH KASUS PERNIKAHAN SALAH BUJANG DAN

GADIS DI KECAMATAN PAMENANG

NAMA

KEL/DESA

Jml pddk

awal

2005

Pddk

Lahir

05-15

Pddk

Mati 05-

15

Pddk

Pdtg

05-15

Pddk

Pdh

05-15

Total jml

Pddk

akhir

2015

JUMLAH PASANGAN

YANG MENIKAH SALAH

BUJANG DAN GADIS

Kel. Pamenang 6618 720 210 33 56 7.105 4

Karang Berahi 2102 410 80 31 38 2.425 2

Jelatang 2581 530 120 26 42 2.975 1

Muaro

Belengo

2093 370 180 18 16 2.285 1

Keroya 1693 420 130 10 12 1.981 2

Tanjung

Gedang

1075 400 180 8 15 1.288 -

Empang Benao 1477 450 80 20 21 1.846 -

Pauh Menang 2330 550 110 17 19 2.768 2

Sungai Udang 1866 540 70 22 29 2.329 -

Pematang

Kancil

1203 660 100 13 12 1.764 -

Pelakar Jaya 1259 490 90 32 40 1.651 -

Tanah Abang 4325 680 80 29 27 4.927 3

Rejosari 2924 600 140 11 22 3.373 1

Sialang 3117 580 170 14 16 3.525 2

JUMLAH 33.980 7.400 1.740 284 365 40.242 18 kasus

Sumber Jumlah Masyarakat: Data Potensi Masyarakat Kecamatan Pamenang Sumber Jumlah Perkawinan Salah Bujang Gadis: Data Lembaga Adat Kecamatan.

Page 62: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

53

Berdasarkan tabel diatas, sesuai dengan jumlah keseluruhan penduduk

di awal tahun 2005 hingga akhir 2015 dengan total jumlah penduduk diakhir

2015 sebanyak 40.242 jiwa yang diperoleh dari Kecamatan Pamenang

berdasarkan data dari Dukcapil Kabupaten Merangin, Jambi. Telah terjadi 18

kasus perkawinan adat salah bujang dan gadis sesuai dengan data yang

diperoleh dari Lembaga Adat Masyarakat Kecamatan Pamenang.

Adapun terjadinya perkawinan salah bujang dan gadis yang terajdi di

Kecamatan Pamenang, Merangin, Jambi, disebabkan oleh:

Faktor-Faktor Terjadinya Pernikahan Salah Bujang dan Gadis

NO Faktor-faktor Jumlah

1 Ekonomi dan Pendidikan 8

2 Orang Tua 4

3 Media massa 6

JUMLAH 18 pasangan

Jika dilihat tabel diatas, kriteria yang menyababkan terjadinya pernikahan

adat salah bujang dan gadis di Kec. Pamenang, Merangin Jambi adalah

sebagai berikut:

A. Ekonomi dan Pendidikan

Berdasarkan hasil wawancara dengan 18 pelaku perkawinan salah

bujang dan gadis, ditemukan ada 8 kasus yang melakukan pernikahan

tersebut karna faktor kesulitan ekonomi dan pendidikan yang rendah75.

Perkawinan salah bujang dan gadis banyak terjadi karenakeadaan

keluarga yang hidup di garis kemiskinan dan rendahnya tingkat

pendidikan yang menyebabkan kecendrungan seseorang bergaul tidak

sesuai dengan norma adat yang berlaku karena faktor kurangnya

pemahaman mengenai pengetahuan hakikat nilai pernikahan yang

sebenarnya.

75Wawancara Pribadi denganJunaidi, 21 Desember 2016. Timan, 21 Desember 2016. Rainah, 18 Desember 2016, Maya, 11 Desember 2016. Ahmadi, 24 Desember 2016, Didi Firdaus, 29 Desember 2016, Ridwan, 7 Desember 2016. Narasumber/Pelaku Perkawinan Salah Bujang dan Gadis.

Page 63: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

54

Dengan kondisi tingkat pendidikan masyarakat yang rendah ini

dapat menjadikan suatu cara pola berpikir masyarakat menjadi rendah,

kurang dewasa, mudah mengikuti segala sesuatu dan ketika beraktifitas

tanpa disadari pemikiran yang panjang serta dalam kehidupan sehari-hari

cenderung pasrah dan menerima dengan keadaan, karakteristik

masyarakat seperti inilah yang menjadi salah satu penyebab perkawinan

salah bujang dan gadis.

B. Faktor orang tua

Selanjutnya tidak adanya restu dari orang tua juga termasuk dalam

permasalahan sehingga perkawinan salah bujang dan gadis ini terjadi.

Dari 18 kasus yang terjadi di Kecamatan Pamenang, faktor orang tua

sebagai sebab pernikahan salah bujang dan gadis terjadi sebanyak 4

kasus76.

C. Media massa dan Biologis

Gencarnya ekspose seks di media massamenyebabkan remaja

modern kian permisif terhadap seks. Dari perkembangannya media massa

juga memiliki sisi negatif bagi penggunanya yang tidak bisa bijak dalam

menggunakan media internet. Sehingga muncullah faktor lain yakni,

pengaruh terhadap faktor biologis seseorang.

Faktor biologis ini muncul karena faktor media massa dan internet,

dengan mudahnya akses informasi tersebut didapat bahkan pada anak-

anak atau remaja dapat mengetahui hal yang belum seharusnya mereka

tahu diusianya. Maka, terjadilah hubungan di luar nikah. Hal inilah yang

menjadi penyebab dari pasangan tersebut dinikahkan secara perkawinan

adat salah bujang dan gadis. Kareana adanya faktor media massa dan

Biologis ini 6 pasangan dari 18 kasus yang terjadi dinikahkan secara adat

kawin salah bujang dan gadis77.

76Wawancara dengan Beberapa Narasumber/Pelaku Perkawinan Salah Bujang dan Gadis.

77Wawancara dengan Beberapa Narasumber/Pelaku Perkawinan Salah Bujang dan Gadis.

Page 64: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

55

4. Prosesi pernikahan salah bujang dan gadis di Kec. Pamenang,

Merangin Jambi.

Prosesi pernikahan salah bujang dan gadis di Keacamatan Pamenang,

Merangin, Jambi cukup panjang. Karena pernikahan ini merupakan

pernikahan yang terjadi karena adanya aturan adat yang berlaku diamana

aturan tersebut dikenakan karena adanya pasangan yang berdua-duaan

ditempat sepi pada malam hari tanpa adanya orang lain yang menemani,

yang kemudian ditangkap atau digrebek oleh masyarakat setempat

kemudian diserahkan kepada tetua adat setempat. Pasangan yang tertangkap

ini wajib dinikahkan untuk menjalin rumah tangga yang sesuai dengan

agama Islam sehingga tidak menimbulkan sumbang (fitnah kepada

keduanya). Adapun prosesnya adalah sebagai berikut78:

A. Berusik Sirih Beruo Pinang

Tahapan pertama disebut dengan berusik sirih beruo pinang, yaitu

pertemuan antara pria dan wanita didampingi ibu dari pihak wanita serta

seorang laki- laki yang dituakan di keluarga pihak laki- laki.Pihak laki-

laki akan mengadakan pemanatuan yang umumnya dilakukan oleh bibi

tertua dari pihak laki- laki, sebelum acara melamar. Kemudian keluarga

pihak laki- laki membawa sirih pinang, susu, kopi, gula, tepung terigu,

dan sebagainya untuk acara lamaran. Dalam prosesi melamar dihadiri

juga oleh tuo tengganai (orang yang dituakan di masyarakat) dari kedua

belah pihak keluarga.

B. Duduk Batuik Tegak Betanyo

Yang kedua disebut dengan duduk batuik tegak betanyo. Yaitu

mempertanyakan identitas pihak pria. Hal ini bertujuan untuk mengetahui

kondisi dari pihak pria tersebut. Dan apabila diketahui bahwa pria

tersebut sudah memiliki istri maka sanksi adat kawin salah bujang dan

gadis tetap diberlakukan, demi tertibnya hukum adat yang berlaku di

masyarakat setempat.

C. Diikat Kuat Janji Sebanyo

78Wawancara Pribadi dengan Nurdin Ishak, Tokoh Adat Masyarakat Kecamatan

Pamenang, 3 Desember 2016, Jam 20:00-21:00.

Page 65: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

56

Yang ketiga adalahdiikat kuat janji sebanyo, yang artinya

kesepakatan keluarga untuk merealisasikan hubungan dari pasangan

tersebut ke tahap yang lebih serius lagi.Kemudian pihak laki-laki

memberikan tanda yang biasanya berupa cincin sebentuk yang

diserahkan pada pihak perempuan.

Setelah prosesi lamaran tersebut dilaksanakan, maka dilanjutkan

dengan upacara pernikahannya. Sebagaimana upacara pernikahan sesuai

dengan Hukum Islam yang berlaku. Begitupun rukun nikahnya sama

seperti hukum Islam yang mengharuskan adanya (1) mempelai laki-laki,

(2) mempelai perempuan, (3) wali; Wali dalam perkawinan adalah wali

bagi calon mempelai perempuan yang menikahkannya atau memberi izin

pernikahannya. Seorang wali dapat langsung melaksanakan aqad tersebut

atau mewakilkannya dengan orang lain , (4) dua orang saksi, (5) shigat

ijab qabul.

Jika proses lamaran juga pernikahannya sudah dilaksanakan,

maka hal lain yang harus dilakukan oleh pasangan tersebut adalah

mengadakan kumpul bersama dengan masyarakat sekitar tempat kejadian

mereka dibawa ke tetua adat. Sanksi denda yang berupa “kambing

sekok”, 20 gantang beras dan 2 kayu kain” atau berarti “seekor kambing,

20kg beras dan 2 kayu kain” yang dibebani dari pihak bujang atau lelaki,

digunakan untuk acara kumpul bersamadengan masyarakat tersebut79.

Hal ini bertujuan untuk menghindari sumbang atau fitnah kepada sang

perempuan.

5. Keberlanjutan rumah tangga dari pasangan yang menikah dengan

cara pernikahan salah bujang dan gadis sesuai dengan aturan adat

yang berlaku di Kec. Pamenang, Merangin, Jambi.

Keberlanjutan rumah tangga dari pasangan yang menikah dengan

cara pernikahan salah bujang dan gadis memiliki kecenderungan kondisi

mental yang labil, khususnya bagi pasangan yang masih berumur belia

79Wawancara Pribadi dengan Nurdin Ishak, Tokoh Adat Masyarakat Mecamatan Pamenang, 5 Desember 2016, Jam 15:40-17:00.

Page 66: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

57

atau yang belum pernah melaksanakan pernikahan sebelumnya. Apalagi

tren anak muda saat ini kurang memiliki sikap kemandirian. Hal tersebut

juga dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif bagi psikologi sang

anak, apalagi bila belum memiliki pengetahuan mendalam tentang

perkawinan dan kehidupan berumah tangga, termasuk semua hak dan

kewajiban yang akan dijalani setelah pernikahan.

Adapun dampak yang bisa terjadi karena adanya pernikahan salah

bujang dan gadis khususnya yang terjadi pada pasangan yang masih

sangat muda adalah sebagai berikut80:

Dampak Perkawinan Salah Bujang dan Gadis

NO Dampak Jumlah

1 Kurang mampu mengelola emosi 7

2 Kondisi finansial yang belum stabil 5

3 Belum Siap Terikat 2

4 Belum bisa bertanggung jawab 4

JUMLAH 18 pasangan

Berikut peneliti uraikan dampak-dampak pernikahan adat salah bujang

dan gadis yang terjadi di Kecamatan Pamenang:

1. Kurang mampu mengelola emosi

Dalam penelitian ini ditemukan 7 pasangan yang mengaku bahwa

setelah pernikahan berlangsung, mereka kurang mampu untuk

mengelola emosinya, Pernikahan membutuhkan adaptasi yang cukup

besar. Khususnya pasangan yang menikah dengan pernikahan salah

bujang dan gadispada usia 20-an pola berpikir biasanya masih belum

begitu matang dan masih ingin merasakan kebebasan serta pengalaman

masa muda. Saat menghadapi konflik, kondisi emosi masih cenderung

tidak stabil, sehingga kerap berujung pada pertengkaran.

2. Kondisi finansial yang belum stabil

80Wawancara dengan Beberapa Narasumber/Pelaku Perkawinan Salah Bujang dan Gadis.

Page 67: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

58

Membangun rumah tangga membutuhkan perencanaan keuangan.

Konflik rumah tangga kerap terjadi akibat aspek finansial, baik

ketidakmatangan pasangan muda dalam mengatur keuangan serta

kondisi penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Dari

adanya kondisi tersebut peneliti menemukan 5 pasangan yang

memiliki masalah kondisi finansial yang belum stabil setelah

melangsungkan pernikahan salah bujang dan gadis.

3. Belum Siap Terikat

Dari 18 pasangan yang ditemukan menikah secara pernikahan adat

salah bujang dan gadis, terdapat 2 pasangan suami-istri yang

menyatakan sebenarnya mereka belum siap terikat dalam pernikahan

ketika kawin adat itu terjadi, mereka merasa ingin lepas dari ikatan

pernikahan.Karena ketika teman-teman seusia mereka masih

menikmati masa muda, pasangan yang dinikahkan dengan pernikahan

adat salah bujang dan gadis ini disibukkan dengan urusan rumah

tangga yang menuntut tanggung jawab besar. Beberapa

pasanganterkadang tidak bisa menyembunyikan rasa iri mereka, ketika

keduanya melihat teman-temanya memiliki kebebasan di usia muda.

Namun karena hukum adat yang berlaku di Kecamatan Pamenang,

maka ke 2 pasangan tersebut harus menikah secara perkawinan adat

salah bujang dan gadis.

4. Belum bisa bertanggung jawab

Usiamemang bukan patokan bagi seseorang untuk bersikap

dewasa, walaupun ucapan bisa berkata sudah dewasa. Pasangan yang

menikah dengan cara pernikahan salah bujang dan gadis terkadang

belum punya tanggung jawab pernikahan. Sebagian dari mereka,

secara psikis dan pola fikir belum cukup dewasa atau masih kurang

memahami masalah perkawinan. Dampak tersebut dirasakan oleh 4

pasangan setelah dinikahkan secara kawin adat salah bujang dan gadis.

Dengan adanya beberapa dampak yang dirasakan oleh pasangan

yang menikah secara pernikahan adat salah bujang dan gadis tersebut.

Maka sudah seharusnya peran masyarakat terutama orang tua dalam

Page 68: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

59

mencegah pernikahan tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan

proses penyadaran akan pentingnya pendidikan sebagai instrumen

untuk menata kehidupan yang lebih baik.

Pendidikan dapat pula dikatakan sebagai proses pewarisan nilai-

nilai budaya. Dalam keluarga, pendidikan merupakan proses

transformasi kebudayaan yang dapat mempengaruhi anggota keluarga

dalam cara berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Agar

tujuan dan hikmah pernikahan, yakni kemaslahatan hidup berumah

tangga, bermasyarakat dan jaminan keamanan bagi kehamilan, serta

terbentuknya keluarga sakinah dan memperoleh keturunan yang

berkualitas dapat tercapai dengan baik.

Page 69: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

60

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah yang ditemukan penulis dalam perkawinan

salah bujang dan gadis yang terjadi di Kecamatan Pamenang Merangin Jambi,

dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Faktor penyebab terjadinya perkawinan salah bujang dan gadis terjadi

karena adanya beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut:

a. Faktor ekonomi dan Pendidikan yang rendah, menjadi faktor yang

dominan terjadinya perkawinan salah bujang dan gadis. Hal tersebut

menyebabkan kecendrungan seseorang bergaul tidak sesuai dengan

norma-norma yang berlaku. Sehingga mereka melakukan hal-hal yang

tidak boleh dilakukan yang bisa berakibat pada seks bebas.

b. Faktor orang tua, tidak adanya restu dari orang tua juga termasuk dalam

permasalahan sehingga perkawinan salah bujang dan gadis ini terjadi.

Mereka yang mengaku tidak mendapat restu dari orang tua mengambil

jalan belakang atau mereka bertemu secara diam-diam. Dan hal tersebut

yang mereka lakukan dianggap terlewat batas oleh masyarakat sekitar

sehingga terjadilah perkawinan adat salah bujang dan gadis.

c. Faktor media massamudahnya akses informasi yang didapat oleh anak-

anak atau remaja untuk mengetahui hal yang belum seharusnya mereka

tahu diusianya. Mereka dengan sangat mudah terpengaruh dan mengikuti

hal yang seharusnya mereka tidak lakukan, sehingga terjadilah hubungan

di luar nikah. Hal inilah yang menjadi penyebab dari pasangan tersebut

dinikahkan secara perkawinan adat salah bujang dan gadis.

2. Adapun prosesi perkawinan adat salah bujang dan gadis yang merupakan

perpaduan unsur sifat, karakteristik, kepercayaan, hukum, dan peraturan

agama yang kesemuanya saling menopang satu sama lain, awal proses

terjadinya adalah apabila seorang laki-laki dan perempuan berdua-duaan

ditempat sepi pada malam hari tanpa adanya orang lain yang menemani,

yang kemudian ditangkap atau digrebek. Pasangan yang tertangkap ini

wajib dinikahkan untuk menjalin rumah tangga yang sesuai dengan agama

60

Page 70: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

61

Islam dan didenda adat bagi keduanya. Sanksi dendanya berupa “kambing

sekok. beras 20kg. 2 kayu kain” atau berarti “seekor kambing, 20kg beras

dan 2 kayu kain” yang dibebani dari pihak bujang atau lelaki yang

digunakan untuk acara kumpul bersama masyarakat sekitar tempat kejadian

pasangan tersebut dibawa ketetua adat. Hal ini bertujuan untuk

menghindari sumbang atau fitnah kepada sang perempuan.

3. Sedangkan keberlanjutan rumah tangga berdasarkan hasil wawancara

penulis kepada pelaku perkawinan adat salah bujang dan gadis adalah

sebagai berikut:

a. Ada yang dicatat di KUA setempat. 8 pelaku perkawinan salah bujang

dan gadis tersebut ada yang mencatatkan perkawinannya setelah mereka

melakukan pernikahan adat bersama tokoh masyarakat, tetua adat dan

tokoh agama.

b. Ada yang tidak dicatat, 10 pelaku perkawinan salah bujang dan gadis

tidak mencatatkan perkawinannya di KUA mereka hanya melangsungkan

pernikahan bersama dengan tokoh masyarakat, tetua adat dan tokoh

agama setempat serta menghadirkan saksi kemudian melaksanakan akad

nikah secara sederhana.

Sedangkan secara keseluruhan pandangan pelaku terhadap

perkawinan salah bujang dan gadis, mayoritas pelaku perkawinan salah

bujang dan gadis bahagia dengan kehidupan perkawinannya dan mereka

berusaha untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah mawaddah wa

rahmah dengan segala kekurangan yang ada.

Page 71: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

62

B. Saran-saran

Setelah penulis mengemukakan kesimpulan diatas, maka perlu kiranya

saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi pemerintah di Kecamatan Pamenang harus adanya sosialisasi melalui

penyuluhan, pengajian, atau mendatangi sekolah-sekolah yang ada di

Kecamatan Pamenang untuk memberikan pemahaman tentang perkawinan.

Untuk mencapai tujuan dari perkawinan itu memmbentuk keluarga yang

bahagia dan kekal berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa.

2. Bagi orang tua, agar menjaga dan memperhatikan anak-anaknya baik dalam

pergaulan dilingkungan tempat tinggal maupun di lingkungan sekolah.

Page 72: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

63

DAFTAR PUSTAKA

Abdur Rahman Ghazaly, “Fiqih Munakahat”, Bogor: Kencana, 2003.

Abdurrahman al-Jaziri, “Kitab ‘ala Mudzahib al –Arba’ah, Dar Ihya al-

Turas al-Arabi”, 1986, Juz IV.

Abdurrahman al-Jaziry,“Kitab al Fiqh ‘ala al-madzahib al-

Arba’ah”,Mesir: Dar al-Irsyad, jilid VII.

Aep Saefudin, Makna Filosofis Tembang Sawer Dalam Perkawinan Adat,

Yogyakarta, 2010.

Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, “Hukum Perdata Islam di

Indonesia: Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih, UU No. 1/1974

sampai KHI”, Jakarta: Prenada Media Grup, 2006.

Amir Syarifuddin, “Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqih

Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan”, Jakarta: Kencama, 2007.

Asnawi Moch. “Himpunan Peraturan dan Undang-undang RI Tentang

perkawinan Serta Peraturan Pelaksanaan”, Kudus: Penerbit Menara, 1975.

Asrorun Ni’am Sholeh, “Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan

Keluarga” Jakarta: Paramuda Jakarta, 2008.

Aulia Tasman, “Membongkar Adat Lamo Pusako Usang”, Jambi: Gelar

Depati Muaro Langkap, 2015.

Aziz, Abdul, Perkawinan dan Masalahnya,Jakarta, Pustaka Al-Kautsar,

1993.

Data Lembaga Adat Masyarakat Kecamatan Pamenang Tahun 2005-2015.

Data Potensi Masyarakat Kecamatan pamenang Tahun 2005-2016.

Djamaan Nur, Fiqih Munakahat, Bengkulu: Dina Utama Semarang,1993.

Djamar Nur, “Fiqh Munakahat”, Semarang: Toha Putra, 1993.

Dr. Peunoh Daly, “Hukum Perkawinan Islam”, Jakarta: PT Bulan Bintang,

2005.

Haysim Ismail, “Buku Adat Pamenang”, 31 Jnuari 2006.

Hilman Hadikusuma, SH. “Hukum Perkawinan Adat”, Bandung: Penerbit

Alumni,1983.

Page 73: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

64

Husein Umar, Metodelogi Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis,

Jakarta, Rajawali Pers, 2011.

Ibn u Rusyd, “Bidayatul al- Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid”,Beirut:

Dar al-Fikr, jilid 2.

Kementrian Agama RI, Modul TOT Kursus Pra Nikah, Jakarta, 2010.

M. Idris Ramulyo, S.H. “Tinjauan Beberapa Pasal UU No. 1 Tahun 1974

Dari Segi Hukum Perkawinan Islam”, Jakarta: Ind.Hill-Co, 1990.

Masdar Helmi, Drs. H, “Islam dan Keluarga Berencana”, Semarang: CV

Thoha Saputra, Cet. Ke-2, 1969.

Mohamad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, Kumpulan

Tulisan, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2001, Cet. Ke-2.

Mr. B Ter Haar Bzn diterjemahkan oleh Soebakti Pesponoto “Asas-Asas

dan Susunan Hukum Adat”, Jakarta: PT Balai Pustaka, 2013.

Mughniyah, Muhammad Jawad, “Fiqh Liam Mazhab, Ja’fari, Hanafi,

Maliki, Syafi’i, Hambali”, Jakarta: Lentera Basritama, 1996

Mustofa S.H.i, Staff Lembaga Adat Masyarakat Kecamatan Pamenang, 25

Nopember 2016

Nasution, Amin, Rahasia Perkawinan dalam Islam,1994.

Neng Djubaidah S.H., M.H.,”Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan

Tidak Dicatat Menurut Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam”, Jakarta:

Sinar Grafika, 2010.

Nuroniyah Wardah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Perbandingan

Fiqih dan Hukum Positif, Yogyakarta, CV Mitra Utama, 2011.

Pedoman Adat Istiadat Daerah Jambi, Jambi, 1987.

Prof. Bushar Muhammad, SH. “Asas-Asas Hukum Adat”, Jakarta: PT

Balai Pustaka, 2013.

Prof. Dr. H. M.H. Tihami, M.A., M.M., “Fikih Munakahat Kajian Fikih

Nikah Lengkap”, Jakarta: Rajawali Pers.,2009.

Prof. Dr. Soerjono Soekanto SH., MA “Hukum Adat Indonesia”, Jakarta:

Rajawali, 1986.

Saifudin Azwar, Metodelogi Penelitian, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,

2005.

Page 74: PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41555/1/IBRAHIM-FSH.pdf · PerkawinanSalah BujangdanGadis di Kecamatan Pamenang,

65

Salim HS dan R.M Sudikno Merto Kusumo, Pengantar Hukum Perdata

Tertulis, Jakarta, Sinar Grafika, 2003.

Slamet Abidin, “Fiqh Munakahat”, Bandung: Pustaka Setia, 1999

Sukandarrumidi, Metodelogi Penelitian: Petunjuk Praktis untuk Peneliti

Pemula, Yogyakarta, Gajahmada University Press, 2004.

Syahuri Tufiqurrohman, Legislasi Hukum Perkawinan di Indonesia,

Jakarta, Kencana Prenada Media, 2013.

Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta, 2009.

Thalib, Sayuti, “Hukum Kekeluargaan Indonesia, Berlaku Bagi Umat

Islam”, Jakarta: Bina Angkasa, 1985.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan.

Wawancara Pribadi dengan Bapak Nurdin Ishak, Tokoh Adat Kecamatan

Pamenang, 2 Desember 2016, Jam 19:00-21:00.

Wawancara Pribadi dengan Bapak Nurdin Ishak, Tokoh Adat Kecamatan

Pamenang, 3 Desember 2016, Jam 20:00-21:00.

Wawancara Pribadi dengan Bapak Nurdin Ishak, Tokoh Adat Kecamatan

Pamenang, 5 Desember 2016, Jam 15:40-17:00.

Wawancara dengan Beberapa Narasumber/Pelaku Perkawinan Salah

Bujang dan Gadis.

Wawancara Pribadi dengan Bapak Syamsuddin, Tokoh Agama Kecamatan

Pamenang, 28 November 2016, Jam 19:30-20-30.

Wawancara Pribadi dengan Ibu Saidah S.Pd.i, Bendahara Kecamatan

Pamenang, 30 November 2016, Jam 14:00-15:00.

Yunus Mahmud, “Hukum Perkawinan Dalam Islam”, Jakarta: CV Al-

Hidayaht, 1964.

Zakiyah Drjat, Ilmu Fiqih Jilid 2, Yogyakarta: Dana Bakti, 1995.