ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri...
Transcript of ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN ...eprints.uns.ac.id/5208/1/188170811201110521.pdfF. Tri...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN
KONSUMSI PANGAN DENGAN KETAHANAN PANGAN
RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN KULON PROGO
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret
Oleh :
AGNES YUDANINGRUM W
H 0307029
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ANALISIS HUBUNGAN PROPORSI PENGELUARAN DAN
KONSUMSI PANGAN DENGAN KETAHANAN PANGAN
RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN KULON PROGO
yang dipersiapkan dan disusun oleh
Agnes Yudaningrum Widyareni H 0307029
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : 4 Juli 2011
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji
Surakarta, Juli 2011
Mengetahui, Universitas Sebelas Maret
Fakultas Pertanian Dekan
Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S.
NIP. 19560225 198601 1 001
Ketua
Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S. NIP. 19590709 198303 2 001
Anggota II
Erlyna Wida Riptanti, S.P., M.P. NIP. 19780708 200312 2 002
Anggota I
Umi Barokah, S.P., M.P. NIP. 19730129 200604 2 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
KATA PANGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kehidupan, kesempatan, kekuatan, berkat, kasih, dan anugerah-Nya, sehingga
Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Hubungan Proporsi
Pengeluaran dan Konsumsi Pangan dengan Ketahanan Rumah Tangga Petani di
Kabupaten Kulon Progo” dengan baik. Skripsi ini disusun guna memenuhi
persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyusunan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya bantuan dari
semua pihak, baik instansi maupun perorangan. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Sebelas Maret Surakarta.
2. Ibu Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S., selaku Ketua Jurusan/Program Studi Sosial
Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta dan selaku Pembimbing Utama yang telah begitu sabar memberikan
bimbingan, nasehat, arahan dan masukan yang sangat berharga bagi Penulis.
3. Ibu Umi Barokah, S.P., M.P., selaku Pembimbing Pendamping dan
Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan masukan
dalam penulisan skripsi ini dan selalu memberikan pengarahan, nasehat dan
petunjuk kepada Penulis selama proses belajar di Fakultas Petanian.
4. Ibu Erlyna Wida Riptanti, S.P., M.P., selaku Dosen Penguji, terima kasih atas
saran, nasehat dan arahannya.
5. Ibu Ir. Sugiharti Mulya Handayani, M.P., selaku Ketua Komisi Sarjana
Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
atas ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan penulis di Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7. Mbak Ira, Bapak Syamsuri dan Bapak Mandimin yang dengan sabar
membantu menyelesaikan segala urusan administrasi berkenaan dengan studi
dan skripsi Penulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
8. Seluruh karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan bantuan.
9. Kepala Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Kulon Progo beserta Staf,
terima kasih telah memberikan ijin untuk penelitian.
10. Kepala Kantor BAPPEDA Kabupaten Kulon Progo beserta Staf.
11. Kepala Kantor BPS Kabupaten Kulon Progo beserta Staf.
12. Kepala Kantor Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo
beserta Staf.
13. Kepala Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Perikanan
Kehutanan Kabupaten Kulon Progo beserta Staf.
14. Kepala Kantor Kecamatan Nanggulan, Kepala Badan Penyuluhan Pertanian
Kecamatan Nanggulan, Kepala Desa Donomulyo, Kepala Desa Wijimulyo
dan Kepala Desa Kembang serta masyarakat yang telah membantu Penulis
dalam penelitiannya.
15. Kedua orang tua sekaligus teladanku, Bapak Drs. Y. Budihartono dan Ibu
F. Tri Sukarni, S.H., terima kasih atas segala cinta, kasih, dukungan,
perhatian, nasehat, semangat dan doa yang tiada pernah putus yang telah
diberikan selama ini, ijinkan aku membanggakan kalian.
16. Kakakku tercinta, Gracia Andhika, S.T., terima kasih atas segala cinta, kasih,
dukungan, semangat, semua saran dan doanya.
17. Teman terkasihku, Arri Dwi Prasetyo, A. Md., terima kasih atas hubungan ini,
atas kasih, doa, dukungan, perhatian, pengertian, semangat, motivasi dan
kesabaran yang luar biasa disela kesibukan dan kelelahanmu.
18. Keluarga besarku, terima kasih atas bantuan, dukungan serta doa restunya.
19. My sista Nian Tunjung, Eni Lukluyati, Serafina SN, Elisabet EO, Annisa P,
Dian Indraswari, Fahmi Iqlima, Dini Kurnia dan Widy Retno, jika senyum
adalah ibadah maka sahabat sejati adalah anugerah. Terima kasih atas
persahabatan yang sangat berharga, doa yang sangat bermakna, semangat yang
tak ternilai serta genggaman tangan dan senyum kalian yang menguatkan dan
selalu memberi motivasi.
20. Teman-temanku, Dina Nur, Alya, Rochmad, Diki, Sendi, Pepi, Reni, Echa,
Desi, Linda, Devi, Sukma, Monika dan seluruh member HIBITU yang sudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
kuanggap sebagai “keluarga” selama Penulis belajar di Solo. Terima kasih atas
kebersamaan, kerjasama dan persahabatan yang indah, aku sangat mengasihi
kalian.
21. Kakak-kakak tingkatku, Mbak Roro, Mbak Vika, Mbak Melinda, Mbak Sita,
Mbak Amel terimakasih sudah menjadi teman berbagi cerita dan memberi
banyak informasi.
22. Teman SMAku, Lusia Elly, terima kasih atas semangat dan bantuannya
selama penelitian, semoga aku bisa segera menyusul jejak kariermu.
23. My twin, Wahyu Puji Astuti, terima kasih atas doa, kebersamaan, semangat,
keceriaan, masukan dan perhatiannya (pasti sangat merindukanmu) serta
seluruh penghuni kos Az-zahra, Nia, Charuli, Irfana, Oki, Vita, Maya dan
Mega terima kasih atas doa, semangat, kebersamaan dan persaudaraannya
(lanjutkan perjuangan kalian). Alumnus kos Az-zahra Mbak Desyanti Kartika
Asri, terima kasih atas dukungan, doa dan semangatnya.
24. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat dijadikan sebagai
acuan dan tambahan referensi dalam penulisan skripsi di masa yang akan datang.
Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Surakarta, Juli 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xi
RINGKASAN ...................................................................................................... xii
SUMMARY ........................................................................................................ xiii
I. PENDAHULUAN.......................................................................................... 1 A. Latar Belakang ........................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 7 D. Kegunaan Penelitian ................................................................................... 7
II. LANDASAN TEORI..................................................................................... 8 A. Penelitian Terdahulu ................................................................................. 8 B. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 10
1. Konsumsi Pangan ................................................................................. 10 2. Pengeluaran untuk Konsumsi .............................................................. 10 3. Ketahanan Pangan ................................................................................ 14
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ....................................................... 15 D. Pembatasan Masalah ................................................................................. 18 E. Asumsi ...................................................................................................... 18 F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ........................................ 18
III. METODE PENELITIAN ............................................................................. 21 A. Metode Dasar Penelitian ........................................................................... 21 B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian ................................................... 21 C. Metode Pengambilan Sampel.................................................................... 23 D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 25
1. Jenis Data .............................................................................................. 25 2. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 26
E. Metode Analisis Data ................................................................................ 26 1. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga ....................................... 27 2. Proporsi Pengeluaran Pangan terhadap Pengeluaran Total
Rumah Tangga...................................................................................... 27 3. Konsumsi Pangan Rumah Tangga Petani............................................. 28 4. Hubungan Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan dengan
Konsumsi Energi .................................................................................. 31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
5. Ketahanan Pangan ................................................................................ 32
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN .......................................... 33 A. Keadaan Alam ........................................................................................... 33
1. Letak Geografis dan Wilayah Administratif ........................................ 33 2. Topografi Daerah.................................................................................. 33 3. Jenis Tanah ........................................................................................... 34 4. Keadaan Iklim ...................................................................................... 35
B. Keadaan Penduduk .................................................................................... 35 1. Perkembangan Penduduk ..................................................................... 35 2. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin .......................... 36 3. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan ................................................ 38 4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ..................................... 40
C. Keadaan Pertanian ..................................................................................... 41 1. Keadaan Lahan dan Tata Guna Lahan .................................................. 41 2. Produksi Tanaman Bahan Makanan ..................................................... 42
D. Keadaan Perekonomian ............................................................................. 43 E. Kondisi Ketahanan Pangan ....................................................................... 46
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 47 A. .Karakteristik Rumah Tangga Responden .................................................. 47 B. Pendapatan Rumah Tangga Responden .................................................... 50 C. Pengeluaran Rumah Tangga Responden ................................................... 53 D. Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan Terhadap Pengeluaran Total
Rumah Tangga ......................................................................................... 64 E. Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga .......................................... 65 F. Hubungan Proporsi Pengeluaran Pangan dengan Konsumsi Energi ......... 72 G. Ketahanan Pangan Rumah Tangga ........................................................... 73
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 78 A. Kesimpulan ............................................................................................... 78 B. Saran .......................................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah Menurut Kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009......................................................... 3
2. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah Menurut Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009...................................................................................... 22
3. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah Menurut Desa di Kecamatan Nanggulan Tahun 2009........................................................................................ 23
4. Jumlah Petani di Kecamatan Nanggulan Tahun 2009............ 24 5. Jumlah Rumah Tangga Petani Sampel Pada Masing-masing
Desa di Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo....... 24 6. Daftar Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Angka
Kecukupan Protein (AKP) Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Menurut WNPKG 2004........................................... 30
7. Pengukuran Derajat Ketahanan Pangan Tingkat Rumah Tangga.................................................................................... 32
8. Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Penduduk dan Jumlah Kepala Keluarga di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2005-2009........................................................................................ 35
9. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009..................................... 37
10. Jumlah Penduduk Kabupaten Kulon Progo Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2009.......................................................... 39
11. Jumlah Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009..... 40
12. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009................................................................... 41
13. Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Total Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009.... 43
14. Sarana Perekonomian di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009........................................................................................ 44
15. Sarana Perhubungan Kendaraan Bermotor di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009........................................................ 44
16. Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan dan Kondisi Jalan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009................................. 45
17. Keadaan Produksi Beras dan Produksi Setara Beras di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009..................................... 46
18. Karakteristik Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo............................................................................ 47
19. Jumlah Anggota Rumah Tangga Responden di Kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
Kulon Progo............................................................................ 49 20. Besarnya Rata-rata Pendapatan per Bulan Rumah Tangga
Responden di Kabupaten Kulon Progo................................... 50 21. Rata-rata Pengeluaran Pangan per Bulan Rumah Tangga
Responden di Kabupaten Kulon Progo................................... 54 22. Rata-rata Pengeluaran Pangan per Bulan Rumah Tangga
Responden di Kabupaten Kulon Progo................................... 59 23. Pengeluaran Total Rumah Tangga Responden di Kabupaten
Kulon Progo............................................................................ 62 24. Rata-rata Pendapatan, Pengeluaran dan Tabungan Rumah
Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo...................... 63 25. Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga Responden di
Kabupaten Kulon Progo......................................................... 64 26. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein Serta Tingkat
Konsumsi Gizi (TKG) Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo......................................................... 66
27. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein Serta Tingkat Konsumsi Gizi (TKG) Anggota Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo..................................................... 68
28. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo......... 69
29. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Anggota Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo....................................................................................... 71
30. Sebaran Ketahanan Pangan Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo......................................................... 74
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Kerangka Teori Pendekatan Masalah.......................... 17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Identitas Responden.............................................................. 83 2. Pendapatan Rumah Tangga Responden................................ 84 3. Pengeluaran Pangan............................................................... 86 4. Pengeluaran Non Pangan....................................................... 87 5. Proporsi Pengeluaran Pangan Terhadap Pengeluaran
Total....................................................................................... 88 6. AKG, Konsumsi Gizi Rumah Tangga dan TKG Rumah
Tangga Responden................................................................ 89 7. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Suami................................. 90 8. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Istri..................................... 91 9. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Anak Laki-laki................... 92 10. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Anak Perempuan................ 93 11. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Anggota Keluarga Lain
Laki-laki................................................................................ 94 12. AKG, Konsumsi Gizi dan TKG Anggota Keluarga Lain
Perempuan............................................................................. 95 13. Konsumsi Nasi dan Beras...................................................... 96 14. Ketahanan Pangan................................................................. 97 15. Sebaran Kategori Ketahanan Pangan.................................... 98 16. Hubungan Konsumsi Energi dengan Proporsi Pengeluaran
Pangan................................................................................... 99 17. Kuisioner............................................................................... 100 18. Peta Kabupaten Kulon Progo................................................ 101 19. Foto Penelitian....................................................................... 102 20. Surat Ijin Penelitian............................................................... 103
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
RINGKASAN
Agnes Yudaningrum Widyareni, H 0307029. 2011. Analisis Hubungan Proporsi Pengeluaran dan Konsumsi Pangan dengan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani di Kabupaten Kulon Progo. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi di bawah bimbingan Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S. dan Umi Barokah, S.P., M.P.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani, proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah tangga petani, konsumsi energi dan protein rumah tangga petani, hubungan antara proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi rumah tangga petani dan kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo dilihat dari indikator proporsi pengeluaran pangan dan tingkat konsumsi energi.
Metode dasar penelitian ini adalah deskriptif analitis. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kulon Progo. Metode pengambilan daerah penelitian secara purposive sampling yaitu di Desa Donomulyo, Desa Wijimulyo dan Desa Kembang Kecamatan Nanggulan. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, pencatatan dan recall method. Analisis data yang digunakan adalah analisis pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani, proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah tangga petani, konsumsi energi dan protein rumah tangga petani, hubungan antara proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi dan ketahanan pangan rumah tangga petani.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo sebesar Rp 1.593.513,89, yang terdiri dari pendapatan dari usahatani sebesar Rp 746.847,22 dan pendapatan dari luar usahatani sebesar Rp 846.666,67. Pengeluaran rumah tangga petani sebesar Rp 1.289.601,91 dan besarnya rata-rata proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total adalah 60,00%, artinya pengeluaran pangan masih mengambil bagian terbesar dari total pengeluaran rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo. Rata-rata Tingkat Konsumsi Energi (TKE) 85,17% dan termasuk dalam kategori sedang. Rata-rata Tingkat Konsumsi Protein (TKP) 94,41% dan termasuk dalam kategori sedang. Proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi mempunyai hubungan yang signifikan. Nilai koefisien korelasi bernilai negatif, yaitu -0,426 menunjukkan bahwa hubungan antara proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi adalah berlawanan, artinya jika proporsi pengeluaran pangan tinggi, maka konsumsi energi rendah. Kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo terdiri atas kategori rentan pangan sebesar 43,33%, tahan pangan 30,00%, rawan pangan 16,67% dan kurang pangan 10,00%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
SUMMARY
Agnes Yudaningrum Widyareni, H 0307029. 2011. Analysis the Relation
between Proportion of Expenditure and Food Consumption with Food Security of Farmer Household in Kulon Progo Regency. Faculty of Agriculture, University of Sebelas Maret Surakarta. The supervisors are Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S. and Umi Barokah, S.P., M.P.
The aims of this research are to discern the earnings and expenditure quantity of farmer household house necessity, the proportion of food expenditure to the total of farmer household, energy and protein consumption of farmer household, the relation between the proportion of food expenditure with farmer household energy consumption and condition farmer household food security in Kulon Progo by indicating the proportion of food expenditure and the level of energy consumption.
The basic method in this research is descriptive analysis. This research is taken place in Kulon Progo Regency. The method of choosing the area is done by purposive sampling i.e. in Donomulyo Village, Wijimulyo Village and Kembang Village Nanggulan Subdistrict. The data are primary and secondary one. Collecting data is done by using observation, interview, noting, and recall methods. The analysis of data involves the earnings and expenditure of farmer household, proportion of food expenditure to the total expenditure farmer household, energy and protein consumption of farmer household, the relation between the proportion of food expenditure with farmer household energy consumption and condition farmer household food security.
The result of this research shows that the average of farmer household earnings quantity in Kulon Progo Regency is Rp 1.593.513,89, which consists of earnings from the work as farmers Rp 746.847,22 and earnings outside the work as farmers Rp 846.666,67. The expenditure of farmer household is Rp 1.289.601,91 and this amount is measured by proportion of food expenditure to the total expenditure is 60,00%, it means that the food consumption still takes a big part of total expenditure farmer household in Kulon Progo Regency. The average of Energy Consumption Level Tingkat Konsumsi Energi (TKE) 85,17%, it is concluded as mid level. He average of Protein Consumption Tingkat Konsumsi Protein (TKP) 94,41%, it is in a mid level. Proportion of food expenditure with energy consumption has significant relation. The number of correlation co-efficience is negative, i.e. -0,426 shows that the relation beween proportion of food expenditure with energy consumption is contradictory, meaning if proportion of food expenditure is high, energy consumption will be low. Condition of food security of the farmer household in Kulon Progo consists of vulnerable food category is 43,33%, food security 30,00%, food insecurity 16,67% and less food 10,00%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sektor pertanian berpengaruh terhadap gizi melalui produksi pangan
untuk rumah tangga. Sektor pertanian terdiri dari lima subsektor pertanian.
Kelima subsektor tersebut antara lain subsektor tanaman bahan makanan,
subsektor perkebunan, subsektor peternakan, subsektor kehutanan dan
subsektor perikanan. Subsektor tanaman bahan makanan merupakan
subsektor yang memiliki peranan penting dalam pembangunan sektor
pertanian, karena subsektor tanaman bahan makanan merupakan penyedia
pangan dan kebutuhan masyarakat. Subsektor tanaman bahan makanan terdiri
dari komoditi padi, palawija, sayuran dan buah-buahan.
Pangan merupakan sumber energi dan protein yang berguna
meningkatkan kualitas manusia. Pangan juga merupakan kebutuhan pokok
dan komoditi strategis dalam kehidupan manusia untuk menjaga
kelangsungan hidupnya secara sehat dan produktif. Namun dalam
kenyataannya, tidak semua orang dapat terpenuhi kebutuhan pangannya
karena beberapa alasan sehingga mengalami kelaparan dan menghadapi
kondisi rawan pangan, tetapi beberapa orang berlebihan dalam konsumsi
pangannya (Marwanti, 2000).
Ketahanan pangan diartikan sebagai tersedianya pangan dalam jumlah
dan kualitas yang cukup, terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman
dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang aktivitasnya sehari-hari
sepanjang waktu. Kebijakan peningkatan ketahanan pangan masyarakat
dalam rangka revitalisasi pertanian diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan nasional dalam penyediaan, distribusi dan konsumsi pangan bagi
seluruh penduduk secara berkelanjutan dengan jumlah yang cukup, mutu
yang layak, aman dan juga halal. Peningkatan ketahanan pangan merupakan
prioritas utama dalam pembangunan karena pangan merupakan kebutuhan
yang paling dasar bagi manusia sehingga pangan sangat berperan dalam
pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan demikian ketahanan pangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
mencakup tingkat rumah tangga dan tingkat nasional
(Anonimous dalam Rachman dan Ariani, 2002).
Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta yang menurut Rahman (2003), pada tahun
1999, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu dari lima
provinsi di Indonesia yang mempunyai rumah tangga rawan pangan tertinggi.
Kondisi rawan pangan bisa disebabkan oleh banyak faktor diantaranya akibat
bencana alam, banjir, kekeringan, gempa bumi, adanya sumbatan distribusi,
serangan hama penyakit dan gagal produksi. Padi merupakan tanaman
penghasil beras yang merupakan bahan pangan pokok penduduk Indonesia.
Meskipun padi dapat digantikan oleh tanaman pangan lainnya, namun padi
memiliki nilai tersendiri bagi masyarakat yang biasa makan nasi dan tidak
dapat dengan mudah digantikan oleh bahan pangan yang lain seperti jagung
dan umbi-umbian. Petani padi selain berperan sebagai produsen, juga
berperan sebagai konsumen. Terkait dengan ketahanan pangan, bagaimana
ketahanan pangan rumah tangga produsen bahan pangan pokok. Ketahanan
pangan tidak hanya persediaan dan konsumsi pangan, tetapi juga mencakup
distribusi dan daya jangkau masyarakat untuk memperolehnya. Selain itu,
keamanan dan kualitas juga merupakan bagian dari ketahanan pangan.
Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu penghasil padi di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Produksi padi sendiri terkait dengan masalah
ketersediaan beras sebagai makanan pokok. Luas panen, produksi dan rata-
rata produksi padi sawah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dapat
dilihat pada Tabel 1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah menurut Kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009
Kabupaten Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Rata-rata Produksi (Kw/ Ha)
Kulon Progo Bantul Gunung Kidul Sleman Yogyakarta
19.023 28.258 14.133 44.037
160
122.729,00 182.843,00 87.694,05
268.075,00 1.028,05
64,52 64,70 62,05 60,87 63,46
Provinsi DIY 2009 105.611 662.369,10 62,72
Sumber : Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka 2010
Kabupaten Kulon Progo berdasarkan Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta dalam angka tahun 2010, memiliki produksi padi sebesar
122.729,00 ton dan menjadi urutan ketiga setelah Kabupaten Sleman dan
Kabupaten Bantul. Dibandingkan dengan Kabupaten Sleman dan Kabupaten
Bantul yang terdapat tiga kali musim tanam padi, di Kabupaten Kulon Progo
hanya terdapat dua kali musim tanam padi. Bupati Kulon Progo
mengeluarkan peraturan tentang tata tanam tahunan untuk mengatur pola
tanam di Kabupaten Kulon Progo yaitu padi-padi-palawija. Pemerintah
menerapkan pola tanam ini dengan tujuan untuk memotong siklus hidup
hama, mengatur ketersediaan air dan menjaga kesuburan tanah. Secara tidak
langsung, kondisi ini akan mempengaruhi ketersediaan pangan, konsumsi dan
pendapatan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo.
Beras merupakan bahan pangan pokok dan sumber utama gizi (kalori
dan protein) bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Posisi beras dalam
pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga masih menonjol, terutama pada
keluarga yang berpendapatan rendah. Keluarga yang berpendapatan rendah
umumnya akan memanfaatkan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya, yaitu pangan (Marwanti, 2002).
Konsumsi merupakan salah satu indikator tercapainya ketahanan
pangan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (WKNPG) tahun 2004
menganjurkan konsumsi energi dan protein penduduk Indonesia masing-
masing adalah 2.000 kkal/kapita/hari dan 52 gram/kapita/hari. Konsumsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
energi di Kabupaten Kulon Progo sebesar 1992,2 kkal/kapita/hari. Konsumsi
energi tersebut masih dibawah angka kecukupan energi yang dianjurkan
sebesar 2.000 kkal/kapita/hari. Konsumsi protein di Kabupaten Kulon Progo
sebesar 65,5 gram/kapita/hari, angka ini telah memenuhi syarat kecukupan
protein yang ditetapkan oleh WKNPG (Kantor Ketahanan Pangan dan
Penyuluhan Pertanian Perikanan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo, 2010).
Ketahanan pangan yang tinggi salah satunya tercermin oleh
ketersediaan energi dan protein di atas angka kecukupan gizi. Tingginya
ketersediaan pangan tingkat nasional belum menjamin ketersediaan pangan
tingkat rumah tangga. Banyaknya kasus gizi buruk yang bermunculan
merupakan salah satu bukti adanya kesenjangan antara akses pangan dan
ketersediaan pangan. Hal tersebut terkait dengan faktor-faktor yang
menentukan tingkat konsumsi dan ragam jenis pangan yang dikonsumsi suatu
rumah tangga, antara lain kurangnya daya beli, ketidaktahuan pengelolaan
pangan dan gizi sebagai akibat kurangnya pengetahuan tentang gizi maupun
memang terbatas dalam aksesnya terhadap pangan karena penghasilan yang
tidak memadai untuk membeli bahan pangan yang mengandung cukup gizi.
Faktor pendapatan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan
pola konsumsi rumah tangga. Pendapatan yang semakin tinggi menunjukkan
daya beli yang semakin meningkat, dan semakin meningkat pula aksesibilitas
terhadap pangan yang berkualitas lebih baik. Faktor lain yang sangat penting
adalah ketersediaan dan distribusi yang baik dari berbagai jenis bahan
pangan, dan pengetahuan yang baik tentang masalah gizi dan kesehatan.
Faktor lain yang juga berperan dalam pembentukan pola konsumsi adalah
kebiasaan (sosio budaya) dan selera. Kesemua faktor tersebut sangat
menentukan kualitas pangan yang dikonsumsi rumah tangga, yang pada
akhirnya akan menentukan kualitas gizi dan kesehatan anggota rumah tangga
tersebut (Ariningsih, 2009).
Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat
memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Kemampuan daya
beli masyarakat yang menurun akan mempengaruhi pola konsumsi rumah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
tangga di Kabupaten Kulon Progo. Menurut data Indikator Kesejahteraan
Rakyat Kabupaten Kulon Progo, selama lima tahun terakhir persentase
pengeluaran untuk makanan selalu lebih besar daripada persentase
pengeluaran bukan makanan. Pada tahun 2009, perbandingan pengeluaran
makanan dan bukan makanan adalah 53,80% berbanding 46,20%. Keadaan
ini tidak berbeda jauh dari tahun-tahun sebelumnya bahwa proporsi
pengeluaran makanan masih di atas 50% bila dibandingkan dengan
pengeluaran bukan makanan. Konsumsi pangan di Kabupaten Kulon Progo
masih didominasi oleh besarnya konsumsi padi-padian terutama beras.
Kondisi ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Kulon Progo
masih mempunyai pendapatan yang rendah, sebagian besar pendapatan yang
diterima oleh masyarakat masih banyak digunakan untuk mencukupi
kebutuhan makanan. Kenyataan inilah yang mendorong peneliti untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai ketahanan pangan rumah tangga petani di
Kabupaten Kulon Progo.
B. Rumusan Masalah
Ketahanan pangan dibedakan dalam empat tingkatan, yaitu
ketahanan pangan nasional, regional, ketahanan pangan rumah tangga atau
keluarga, serta ketahanan pangan individu. Meskipun secara nasional
mempunyai ketahanan pangan yang baik, namun hal tersebut tidak menjamin
ketahanan pangan tingkat regional, bahkan rumah tangga atau individu. Hal
ini terjadi karena rumah tangga memiliki ketersediaan dan akses pangan yang
berbeda-beda. Ketahanan pangan rumah tangga berhubungan dengan
kemampuan rumah tangga dalam mengakses pangan secara cukup untuk
memenuhi kebutuhan seluruh anggotanya.
Peningkatan ketahanan pangan ditingkat rumah tangga bukan perkara
yang mudah. Masalah gizi tidak terlepas dari masalah pangan karena masalah
gizi timbul dari akibat kelebihan atau kekurangan kandungan zat gizi dalam
makanan. Sulitnya menanggulangi masalah pangan mengakibatkan kasus
rawan pangan dalam bentuk kekurangan energi dan protein bahkan menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
salah satu masalah utama peningkatan kualitas sumber daya manusia dari
aspek gizi.
Luas lahan sawah di Kulon Progo sebesar 10.878,512 ha atau 18,56%
dari luas wilayah Kabupaten Kulon Progo 58.627,512 ha. Dari hasil Sensus
Pertanian 2003, penduduk Kabupaten Kulon Progo mayoritas masih berusaha
pada sektor pertanian, karena dari 103.450 rumah tangga, 80.685 atau 77,99%
merupakan rumah tangga pertanian dan sebanyak 45.239 atau 56,07% rumah
tangga pertanian mengusahakan tanaman padi. Kabupaten Kulon Progo
merupakan kabupaten yang masih menerapkan sistem panen tebasan pada
usahataninya terutama usahatani padi. Sistem tebasan ini memungkinkan
hasil produksi padi di Kabupaten Kulon Progo dikirim ke luar wilayah Kulon
Progo. Hal ini akan berpengaruh pada ketersediaan pangan dan pendapatan
petani di Kabupaten Kulon Progo yang pada akhirnya juga akan
mempengaruhi ketahanan pangan di Kabupaten Kulon Progo.
Berdasarkan pemikiran tersebut maka dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Berapa besarnya pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani di
Kabupaten Kulon Progo?
2. Berapa besarnya proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total
rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo?
3. Bagaimana konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di
Kabupaten Kulon Progo?
4. Bagaimana hubungan antara proporsi pengeluaran pangan dengan
konsumsi energi rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo?
5. Bagaimana kondisi ketahanan pangan rumah petani di Kabupaten Kulon
Progo berdasarkan indikator proporsi pengeluaran pangan dan tingkat
konsumsi energi?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini,
yaitu :
1. Mengetahui pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani di
Kabupaten Kulon Progo.
2. Mengetahui proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total
rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo.
3. Mengetahui konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di
Kabupaten Kulon Progo.
4. Mengetahui hubungan antara proporsi pengeluaran pangan dengan
konsumsi energi rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo.
5. Mengetahui kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten
Kulon Progo berdasarkan indikator proporsi pengeluaran pangan dan
tingkat konsumsi energi.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penilitian ini adalah :
1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber
informasi, sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam
menyusun suatu kebijakan yang berkaitan dengan pemantapan ketahanan
pangan.
2. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
tambahan referensi dalam penyusunan penelitian selanjutnya atau
penelitian-penelitian sejenis.
3. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan
pengetahuan serta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
II. LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu
Menurut Marwanti (2002), dalam penelitiannya yang berjudul Pola
Pengeluaran untuk Konsumsi Pangan dan Gizi Penduduk Indonesia (Analisis
Data Susenas 1999) bahwa pengeluaran untuk konsumsi pangan dan gizi
penduduk Indonesia lebih besar dari pengeluaran konsumsi bukan pangan.
Pada tingkat pengeluaran rendah, peningkatan pengeluaran masih
meningkatkan konsumsi beras dengan proporsi yang semakin menurun, tetapi
pada tingkat pengeluaran tinggi terjadi penurunan konsumsi beras dengan
proporsi yang semakin meningkat. Pola konsumsi beras ini memberi petunjuk
bahwa diversifikasi konsumsi pangan pokok sumber gizi lebih diarahkan
kepada golongan penduduk berpendapatan menengah dan tinggi. Bagi
penduduk berpendapatan rendah, beras masih menjadi prioritas sumber gizi.
Djiwandi (2002) dalam penelitiannya tentang Sumber Pendapatan dan
Proporsi Pengeluaran Keluarga Petani untuk Konsumsi, Tabungan dan
Investasi Studi Kasus Petani di Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten,
menyatakan bahwa konsumsi rumah tangga petani menghabiskan 59,89%
atau hampir 60% dari pendapatannya. Untuk tabungan rata-rata keluarga
petani mengalokasikan 23,97 atau hampir 24% dari pendapatan dan 16,14%
untuk diinvestasikan.
Penelitian Rachman dkk (2003) yang berjudul Distribusi Provinsi di
Indonesia Menurut Derajat Ketahanan Pangan Rumah Tangga, menyatakan
bahwa apabila hanya memperhatikan indikator pangsa pengeluaran pangan
sebagai proksi indikator ekonomi, maka rumah tangga berpendapatan rendah
adalah rumah tangga yang termasuk kategori rentan pangan dan rawan
pangan. Proporsi rumah tangga kedua kategori tersebut di desa mencapai
89%, sedangkan di kota sebesar 61%. Hal ini membuktikan bahwa aspek
pendapatan untuk meningkatkan akses terhadap pangan merupakan faktor
penting dalam peningkatan ketahanan pangan rumah tangga. Secara agregat,
rumah tangga yang tergolong tahan pangan di Indonesia pada tahun 1999
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
hanya 12,2%. Sebaliknya rumah tangga yang rawan pangan mencapai lebih
dari 30%. Lima provinsi dengan proporsi rumah tangga rawan pangan
tertinggi (43,33-33,26%) berturut-turut adalah Jawa Timur, NTT, Jawa
Tengah, Jambi dan DI. Yogyakarta.
Suhartini dkk (2005) dalam penelitiannya tentang Pola Pendapatan dan
Pengeluaran Rumah Tangga Kaitannya dengan Ketahanan Pangan Rumah
Tangga (Kasus di Desa Sambelia, Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok
Timur), menunjukkan bahwa secara umum sektor pertanian masih tetap
merupakan sumber pendapatan rumah tangga. Sumber pendapatan rumah
tangga di Desa Sambelia dari berbagai aktivitas usaha di bidang on farm, off
farm dan non farm. Sumber pendapatan utama petani kaya diperoleh dari
usaha on farm. Sebaliknya petani dengan lahan garapan sempit dan rumah
tangga yang tidak mempunyai lahan, usaha off farm dan non farm memegang
peranan penting sebagai sumber pendapatan. Pendapatan rumah tangga yang
diperoleh dari ketiga bidang tersebut, prioritas pertama adalah pengeluaran
untuk konsumsi berupa kebutuhan pangan dengan pangsa pengeluaran
pangan mencapai diatas 50 persen. Dari pangsa pengeluaran pangan tersebut
diketahui bahwa ketahanan pangan rumah tangga di Desa Sambelia relatif
rendah.
Nuryani (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Hubungan
Proporsi Pengeluaran dan Konsumsi Pangan dengan Ketahanan Pangan
Rumah Tangga Petani di Kabupaten Sukoharjo, menunjukkan bahwa proporsi
pengeluaran untuk pangan rumah tangga petani di Kabupaten Sukoharjo lebih
besar dibanding bukan pangan yaitu sebesar 57,13% konsumsi energi dan
protein rumah tangga petani di Kabupaten Sukoharjo mempunyai tingkat
kecukupan gizi sebesar 137,95% untuk energi dan 182,71% untuk protein.
Semakin rendah proporsi pengeluaran konsumsi pangan, maka akan semakin
tinggi kecukupan konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di
Kabupaten Sukoharjo. Ketahanan pangan rumah tangga petani di Kabupaten
Sukoharjo sebagian besar termasuk tahan pangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Berdasarkan penelitian terdahulu, peneliti ingin mengkaji lebih dalam
mengenai besarnya proporsi pengeluaran pangan dan konsumsi pangan rumah
tangga petani di Kabupaten Kulon Progo yang merupakan salah satu
kabupaten yang terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta yang pada penelitian
Rachman dkk (2003) mempunyai rumah tangga rawan pangan cukup tinggi.
Pendapatan yang rendah akan menuntut rumah tangga untuk mendahulukan
pengeluaran untuk pangan khususnya pangan pokok. Berdasarkan penelitian-
penelitian di atas, pengeluaran pangan merupakan pengeluaran terbesar dalam
rumah tangga. Analisis proporsi pengeluaran pangan dalam rumah tangga
petani penting untuk dilakukan karena merupakan salah satu indikator
ketahanan pangan rumah tangga petani disamping analisis kecukupan
konsumsi energi.
B. Tinjauan Pustaka
1. Konsumsi Pangan
Menurut Suhardjo dalam Aritonang (2000), konsumsi pangan
merupakan salah satu komponen dalam sistem pangan dan gizi. Oleh
karena itu konsumsi pangan baik kuantitas maupun kualitas sangat
ditentukan oleh produksi dan distribusi pangan serta faktor lainnya.
Konsumsi pangan penting diperhatikan karena secara langsung akan
menentukan status gizi.
Konsumsi pangan berpengaruh pada status gizi seseorang. Makanan
sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang
dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, bila makanan tidak
dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi
esensial tertentu (Almatsier, 2002).
Bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan
pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).
Bahan pangan nabati adalah bahan-bahan makanan yang berasal dari
tanaman (bisa berupa akar, batang, dahan, daun, bunga, buah atau
beberapa bagian dari tanaman bahkan keseluruhannya) atau bahan
makanan yang diolah dari bahan dasar dari tanaman. Bahan pangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
hewani merupakan bahan-bahan makanan yang berasal dari hewan atau
olahan yang bahan dasarnya dari hasil hewan. Kedua bahan pangan ini
memiliki karakteristik yang berbeda sehingga memerlukan penanganan
dan pengolahan yang berbeda pula (Suharyanto, 2009).
Keragaan konsumsi pangan merupakan suatu aspek yang sangat
penting dalam sistem pangan dan gizi masyarakat. Istilah keragaan
konsumsi pangan meliputi pola konsumsi pangan baik secara kuantitatif
maupun kualitatif serta berbagai faktor yang mempengaruhinya. Secara
lebih rinci, yang dimaksud dengan keragaan konsumsi secara kuantitatif
meliputi jumlah pangan yang dikonsumsi serta tingkat kemampuan
penduduk untuk menjangkau pangan. Keragaan konsumsi pangan secara
kualitatif meliputi jenis dan sumber pangan, kebiasaan makan, cara
menyediakan dan memperoleh pangan guna menjamin kecukupan pangan
penduduk (Syarief, 1992).
Penilaian pangan dari sisi kuantitas melihat volume pangan yang
dikonsumsi dan konsumsi zat gizi yang dikandung dalam bahan pangan.
Kedua hal tersebut digunakan untuk melihat apakah konsumsi pangan
sudah dapat memenuhi kebutuhan yang layak untuk hidup sehat yang
dikenal sebagai Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang direkomendasikan
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Untuk menilai kuantitas konsumsi
pangan masyarakat digunakan Parameter Tingkat Konsumsi Energi (TKE)
dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP). Beberapa kajian menunjukkan
bahwa bila konsumsi energi dan protein terpenuhi sesuai dengan norma
atau angka kecukupan gizi dan konsumsi pangan beragam, maka zat-zat
lain juga akan terpenuhi dari konsumsi pangan (Anonim, 2008).
M. K. Bennet menemukan bahwa peningkatan pendapatan akan
mengakibatkan individu cenderung meningkatkan kualitas konsumsi
pangannya dengan harga yang lebih mahal per unit zat gizinya. Pada
tingkat pendapatan per kapita yang lebih rendah, permintaan terhadap
pangan diutamakan pada pangan yang padat energi yang berasal dari
hidrat arang, terutama padi-padian. Apabila pendapatan meningkat, pola
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
konsumsi pangan akan lebih beragam, serta umumnya akan terjadi
peningkatan konsumsi pangan yang lebih bernilai gizi tinggi. Peningkatan
pendapatan akan meningkatkan keanekaragaman konsumsi pangan dan
peningkatan konsumsi pangan yang lebih mahal (Soekirman, 2000).
2. Pengeluaran untuk Konsumsi
Pengeluaran masyarakat terdiri dari pengeluaran pangan dan bukan
pangan. Pengeluaran pangan merupakan salah satu variabel yang dapat
digunakan untuk menganalisis tingkat kesejahteraan masyarakat, dengan
melihat pangsanya terhadap pengeluaran total. Semakin rendah pangsa
pengeluaran pangan berarti tingkat kesejahteraan masyarakat semakin baik
(Ariani, 2004).
Pengeluaran pangan terdiri dari padi-padian, umbi-umbian, ikan,
daging, telur dan susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan,
minyak dan lemak, bahan minuman, bumbu-bumbuan, konsumsi lainnya,
makanan dan minuman jadi, minuman alkohol, tembakau dan sirih.
Sedangkan, pengeluaran non pangan terdiri dari perumahan, barang dan
jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan, pakaian, alas kaki dan tutup
kepala, barang tahan lama, pajak dan asuransi, keperluan pesta dan
upacara (BPS, 2009).
Makanan merupakan kebutuhan manusia untuk tetap hidup, sehingga
sebesar apapun pendapatan seseorang ia akan tetap berusaha untuk
mendapatkan makanan yang memadai. Seseorang atau suatu rumah tangga
akan terus menambah konsumsi makanannya sejalan dengan
bertambahnya pendapatan, namun sampai batas tertentu penambahan
pendapatan tidak lagi menyebabkan bertambahnya jumlah makanan yang
dikonsumsi, karena kebutuhan manusia akan makanan pada dasarnya
memiliki titik jenuh. Bila secara kuantitas kebutuhan seseorang sudah
terpenuhi, maka lazimnya ia akan mementingkan kualitas atau beralih
pada pemenuhan kebutuhan bukan makanan. Dengan demikian ada
kecenderungan semakin tinggi pendapatan seseorang semakin berkurang
persentase pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan. Oleh karena itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
komposisi pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan ukuran guna menilai
tingkat kesejaheraan ekonomi penduduk, dengan asumsi bahwa penurunan
persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran
merupakan gambaran membaiknya tingkat perekonomian penduduk
(Aritonang, 2000).
Perbedaan tingkat pendapatan menimbulkan perbedaan-perbedaan
pola distribusi pendapatan, termasuk pola konsumsi rumah tangga dan
penguasaan modal bukan tanah. Sebagai contoh, rumah tangga petani kecil
atau buruh tani, karena pendapatannya relatif kecil untuk konsumsi rumah
tangga hanya mampu membeli kebutuhan pokok saja, misalnya beras dan
lauk-pauk sekedarnya. Sedangkan petani bertanah luas, karena
pendapatannya besar disamping mampu membeli barang-barang konsumsi
pokok rumah tangga, juga mampu membeli kebutuhan barang-barang
kebutuhan sekunder, seperti barang perlengkapan rumah tangga, alat
transportasi, alat-alat hiburan dan masih mempunyai sisa untuk ditabung
atau diinvestasikan dalam barang-barang modal. Barang-barang modal
tersebut dapat berupa tanah, traktor atau modal untuk usaha di luar usaha
sektor pertanian (Djiwandi, 2002).
Peningkatan proporsi pengeluaran untuk kelompok makanan dapat
menjadi indikator menurunnya kesejahteraan penduduk dan meluasnya
kemiskinan karena dalam kondisi pendapatan yang terbatas. Dalam
kondisi yang terbatas, seseorang akan mendahulukan pemenuhan
kebutuhan makanan dan sebagian besar pendapatan dibelanjakan untuk
konsumsi makanan (Marwanti, 2002).
Menurut Badan Pusat Statistik, berdasarkan data pengeluaran
keluarga dapat diungkapkan tentang pola konsumsi keluarga dengan
menggunakan indikator proporsi pengeluaran untuk pangan dan non
pangan. Semakin tinggi pendapatan, maka porsi pengeluaran akan
bergeser dari pengeluaran pangan ke pengeluaran non pangan. Pada
umumnya keluarga akan mengalokasikan setiap pendapatannya untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya terlebih dahulu, yakni berupa pangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Apabila kebutuhan dasar tersebut sudah terpenuhi, maka keluarga akan
mengalokasikan pendapatannya untuk kebutuhan non pangan
(Rahmawati dkk, 1999).
Tingkat konsumsi pangan kaitanya dengan pendapatan dapat dibagi
menjadi 3 yaitu:
a. Initial stage dari pada tingkat konsumsi pangan. Makanan yang dibeli
semata-mata hanya untuk mengatasi rasa lapar. Makanan yang
dikonsumsi hanya kalori, dan biasanya hanya berupa bahan-bahan
karbohidrat saja. Dalam hal ini kualitas pangan hampir tidak
terpikirkan. Karakteristik tingkat ini, ada korelasi erat antara
pendapatan dan tingkat konsumsi pangan. Jika pendapatan naik, maka
tingkat konsumsi pangan akan naik.
b. Marginal stage daripada konsumsi pangan. Pada tingkat ini korelasi
antara tingkat pendapatan dan tingkat konsumsi pangan tidak linear,
artinya kenaikan pendapatan tidak memberi reaksi yang proporsional
terhadap tingkat konsumsi pangan.
c. Stable stage daripada tingkat konsumsi pangan. Pada tingkat ini
kenaikan pendapatan tidak memberikan respon terhadap kenaikan
konsumsi pangan. Pada tingkat ini ada kecenderungan mengkonsumsi
pangan secara berlebihan, tanpa mempertimbangkan gizi
(Handajani, 1994).
Keterkaitan pendapatan dan ketahanan pangan dapat dijelaskan
dengan hukum Engel. Menurut hukum Engel, pada saat terjadinya
peningkatan pendapatan, konsumen akan membelanjakan pendapatannya
untuk pangan dengan proporsi yang semakin mengecil. Sebaliknya, bila
pendapatan menurun, porsi yang dibelanjakan untuk pangan semakin
meningkat (Soekirman, 2000).
3. Ketahanan Pangan
Dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan,
pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi
rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan yang cukup, baik dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Dari pengertian
tersebut, tersirat bahwa upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional
harus lebih dipahami sebagai pemenuhan kondisi-kondisi berikut :
a. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, dengan
pengertian ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang
berasal dari tamanan, ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, yang bermanfaat bagi
pertumbuhan dan kesehatan manusia.
b. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, dengan pengertian
bebas dari cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia, serta
aman menurut kaidah agama.
c. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, dengan pengertian
bahwa distribusi pangan harus mendukung tersedianya pangan setiap
saat dan merata di seluruh tanah air.
d. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan bahwa
pangan mdah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.
(Soetrisno, 2005).
Menurut Suhardjo dalam Ilham dan Bonar (2008) ketahanan pangan
rumah tangga dicerminkan oleh beberapa indikator antara lain : (1) tingkat
kerusakan tanaman, ternak dan perikanan. (2) penurunan produksi pangan,
(3) tingkat persediaan pangan dirumah tangga, (4) proporsi pengeluaran
pangan terhadap pengeluaran total, (5) fluktuasi harga pangan utama yang
umum dikonsumsi rumah tangga, (6) perubahan kehidupan sosial, seperti
migrasi, menjual/menggadaikan asset, (7) keadaan konsumsi pangan
berupa kebiasaan makan, kuantitas dan kualitas pangan serta (8) status
gizi.
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
Pendapatan rumah tangga petani padi diperoleh dari dua sumber
pendapatan, yaitu pendapatan dari usahatani dan luar usahatani. Pendapatan
luar usahatani yaitu industri, perdagangan, jasa dan angkutan, PNS/TNI-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
POLRI/pensiunan/karyawan. Pendapatan rumah tangga petani akan
mempengaruhi daya beli dan pola konsumsinya. Pendapatan digunakan untuk
membayar semua pengeluaran rumah tangga. Selisih pendapatan dan
pengeluaran merupakan tabungan.
Pengeluaran dibedakan menjadi dua yaitu pengeluaran pangan dan
pengeluaran non pangan. Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu
indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan
penduduk. Rumah tangga dengan proporsi pengeluaran yang lebih besar
untuk konsumsi makanan mengindikasikan rumah tangga yang
berpenghasilan rendah. Makin tinggi tingkat penghasilan rumah tangga,
makin kecil proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap seluruh
pengeluaran rumah tangga atau akan bergeser ke pengeluaran bukan
makanan/ditabung. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa rumah
tangga/keluarga akan semakin sejahtera bila persentase pengeluaran untuk
makanan lebih kecil dibandingkan pengeluaran untuk non makanan
(BPS, 2010).
Hardinsyah dan Martianto (1992) menyatakan bahwa, jumlah dan
komposisi gizi yang diperoleh seseorang atau kelompok orang dari konsumsi
pangannya dapat dihitung atau dinilai dari jumlah pangan yang
dikonsumsinya dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan
(DKBM). Penilaian jumlah zat gizi adalah:
Keterangan:
Gij : zat gizi yang dikonsumsi dari pangan j
BPj : berat makanan/ pangan yang dikonsumsi (gram)
Bddj : bagian yang dapat dimakan (dalam %/gram dari 100% pangan j)
Kgij : kandungan zat gizi tertentu (i) dari 100 gram pangan (j) atau makanan
yang dimakan
Tercukupinya kebutuhan pangan antara lain dapat diindikasikan dari
pemenuhan kebutuhan energi dan protein. Widyakarya Nasional Pangan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Gizi VIII (WKNPG) tahun 2004 menganjurkan konsumsi energi dan protein
penduduk Indonesia masing-masing adalah 2000 kkal/kapita/hari dan
52 gram/kapita/hari.
Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga sangat tergantung dari
cukup tidaknya pangan yang dikonsumsi oleh setiap anggota rumah tangga
untuk mencapai gizi baik dan hidup sehat. Untuk mengukur derajat ketahanan
pangan tingkat rumah tangga, digunakan klasifikasi silang dua indikator
ketahanan pangan, yaitu pangsa pengeluaran pangan dan kecukupan
konsumsi energi (kkal) (Jonsson and Toole dalam Rachman dan Ariani,
2002).
Adapun skema kerangka teori dan pendekatan masalah dari penelitian
ini adalah sebagai berikut :
Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Non Pangan
Konsumsi Energi
Konsumsi Pangan
Proporsi Pengeluaran Pangan Terhadap Pengeluaran Total
Pangan
Konsumsi Protein
Pendapatan Rumah Tangga
Tabungan
Usahatani
Luar usahatani
Pengeluaran
Gambar 1. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
D. Pembatasan Masalah
1. Pengeluaran untuk konsumsi makanan dihitung selama seminggu yang
lalu, sedangkan untuk pengeluaran non pangan setahun yang lalu,
selanjutnya masing-masing dikonversikan ke dalam pengeluaran rata-rata
perbulan.
2. Harga barang baik pangan maupun non pangan dihitung berdasarkan harga
yang berlaku saat penelitian berlangsung.
3. Konsumsi pangan yang dihitung merupakan konsumsi yang dimakan oleh
petani dan anggota keluarganya yang tinggal dalam satu rumah.
4. Penilaian konsumsi pangan dibatasi pada konsumsi energi dan protein.
5. Rumah tangga petani dalam penelitian ini adalah petani padi sawah dengan
sistem pengairan irigasi teknis.
E. Asumsi
1. Penganekaragaman konsumsi pangan juga akan menyebabkan
terpenuhinya zat gizi selain energi dan protein.
F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Rumah tangga petani padi terdiri dari rumah tangga petani pemilik
penggarap, rumah tangga petani penyewa dan rumah tangga petani
penyakap yang menanam padi dengan tujuan hasilnya untuk dikonsumsi
sendiri maupun dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya
dijual/ditukar atau memperoleh pendapatan/keuntungan atas resiko
usaha.
2. Pendapatan rumah tangga petani padi merupakan sejumlah uang yang
didapat oleh masing-masing rumah tangga dari pekerjaan yang dilakukan
dalam satu bulan yang dihitung dari pendapatan dari usahatani dan luar
usahatani yang dinyatakan dalam rupiah per bulan.
3. Pengeluaran rata-rata sebulan adalah sejumlah uang yang dikeluarkan
untuk konsumsi semua anggota rumah tangga selama sebulan yang
dinyatakan dalam rupiah per bulan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
4. Konsumsi pangan merupakan sejumlah makanan dan minuman yang
dimakan/diminum penduduk/seseorang dalam rangka memenuhi
kebutuhan fisiknya. Konsumsi pangan dinilai dari konsumsi energi dan
protein.
5. Konsumsi energi adalah sejumlah energi pangan yang dikonsumsi per
orang per hari yang dinyatakan dalam kkal per orang per hari.
6. Konsumsi protein adalah sejumlah protein pangan yang dikonsumsi yang
dinyatakan dalam gram per orang per hari.
7. Tingkat Konsumsi Energi (TKE) adalah perbandingan antara jumlah
konsumsi energi per orang per hari dengan Angka Kecukupan Energi
(AKE) yang dianjurkan (berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin)
yang dinyatakan dalam %.
8. Tingkat Konsumsi Protein (TKP) adalah perbandingan antara jumlah
konsumsi energi per orang per hari dengan Angka Kecukupan Protein
(AKP) yang dianjurkan (berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin)
yang dinyatakan dalam %.
9. Pengeluaran pangan terdiri dari padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging,
telur dan susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak
dan lemak, bahan minuman, bumbu-bumbuan, konsumsi lainnya,
makanan dan minuman jadi, minuman alkohol, tembakau dan sirih yang
dinyatakan dalam rupiah per bulan (BPS, 2009).
10. Pengeluaran non pangan terdiri dari perumahan, barang dan jasa, biaya
pendidikan, biaya kesehatan, pakaian, alas kaki dan tutup kepala, barang
tahan lama, pajak dan asuransi, keperluan pesta dan upacara yang
dinyatakan dalam rupiah per bulan (BPS, 2009).
11. Proporsi pengeluaran pangan adalah perbandingan antara jumlah
pengeluaran yang digunakan untuk pangan dengan jumlah total
pengeluaran yang dinyatakan dalam %.
12. Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan merupakan banyaknya
masing-masing zat gizi esensial yang harus dipenuhi dari makanan.
Dalam penelitian ini, AKG yang digunakan adalah AKG berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
umur dan jenis kelamin menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
VIII Tahun 2004.
13. Daftar komposisi bahan makanan adalah daftar yang menyajikan
komposisi bahan makanan untuk menghitung besarnya zat gizi dari
bahan makanan yang dikonsumsi oleh rumah tangga.
14. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah
tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (UU No.7 Tahun 1996).
Ketahanan pangan dalam penelitian ini dilihat dari proporsi pengeluaran
untuk pangan dan tingkat konsumsi energi rumah tangga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analitis. Penelitian deskriptif analitis adalah suatu metode yang
memusatkan perhatian pada pemecahan masalah yang ada pada masa
sekarang, pada masalah yang aktual, dimana data yang dikumpulkan mula-
mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis. Penelitian deskriptif
bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau
sekelompok orang tertentu, atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan
antara dua gejala atau lebih.
Metode deskriptif menurut Surakhmad (1994) mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut :
1. Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa
sekarang, pada masalah-masalah yang aktual.
2. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian
dianalisa (karena itu metode ini sering pula disebut metode analitik).
Teknik penelitian yang digunakan adalah penelitian survei. Penelitian
survei adalah pengumpulan data dari sejumlah unit atau individu dari suatu
populasi dalam jangka waktu yang bersamaan dan menggunakan kuesioner
sebagai alat pengumpulan data (Singarimbun dan Effendi, 1995).
B. Metode Pengambilan Daerah Penelitian
Metode pengambilan daerah penelitian dalam penelitian ini dilakukan
secara purposive sampling, yaitu dengan mempertimbangkan alasan yang
diketahui berdasarkan tujuan penelitian (Singarimbun dan Efendi, 1995).
Pemilihan daerah penelitian adalah secara purposive sampling berdasarkan
pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan kecamatan dengan produksi
padi tertinggi di Kabupaten Kulon Progo, dengan populasi sasaran adalah
rumah tangga petani padi. Data luas panen, produksi dan rata-rata produksi
padi sawah di Kabupaten Kulon Progo di berbagai kecamatan pada tahun
2009 dapat dilihat pada Tabel 2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Tabel 2. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah menurut Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009
Kecamatan Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton) Rata-rata Produksi (Kw/ Ha)
Temon Wates Panjatan Galur Lendah Sentolo Pengasih Kokap Girimulyo Nanggulan Kalibawang Samigaluh
1.998 1.362 2.114 2.288 1.244 2.026 1.079
134 720
3.573 1.419 1.057
13.049,00 8.866,00
13.612,00 14.670,00 8.013,00
13.226,00 7.084,00
782,00 4.300,00
23.292,00 9.179,00 6.656,00
65,31 65,10 64,39 64,12 64,41 65,28 65,66 58,34 58,98 65,10 64,68 62,97
Kulon Progo 2009 19.023 122.729,00 64,52
Sumber : Kabupaten Kulon Progo dalam Angka 2010
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa kecamatan yang
mempunyai produksi padi terbesar di Kabupaten Kulon Progo adalah
Kecamatan Nanggulan dengan produksi padi sawah sebesar 23.292,00 ton.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dipilih Kecamatan Nanggulan
sebagai daerah sampel penelitian.
Penentuan desa dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu
dengan pertimbangan desa sampel merupakan desa yang memiliki produksi
padi terbesar dan berdasarkan sebaran geografisnya yang menyebar sehingga
lebih dapat mencerminkan keadaan daerah penelitian. Berikut merupakan data
luas panen, produksi dan rata-rata produksi padi sawah menurut desa di
Kecamatan Nanggulan pada tahun 2009:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Tabel 3. Luas Panen, Produksi dan Rata-rata Produksi Padi Sawah Menurut Desa di Kecamatan Nanggulan Tahun 2009
Kabupaten Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton) Rata-rata Produksi (Kw/ Ha)
Kembang Jatisarono Wijimulyo Tanjungharjo Banyuroto Donomulyo
504 497 653 543 308
1.068
3.595,76 3.470,00 4.677,58 3.248,36 1.835,76 6.464,54
71,34 69,82 71,63 59,82 59,60 60,53
Jumlah 3.573 23.292,00 65,19
Sumber : Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Nanggulan, 2010
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa desa yang mempunyai
produksi padi sawah terbesar di Kecamatan Nanggulan adalah Desa
Donomulyo dengan produksi sebesar 6.464,54 ton diikuti Desa Wijimulyo
dan Desa Kembang masing-masing sebesar 4.677,58 ton dan 3.595,76 ton.
Dipilihnya desa dengan produksi terbesar adalah untuk mengindari kebiasan
data, misalnya karena gagal panen sehingga digunakan hasil yang paling
optimal di Kecamatan Nanggulan, karena dengan produksi padi yang tinggi
belum mencerminkan ketersediaan pangan yang cukup pada rumah tangga.
Selain itu, rata-rata produksi di Desa Donomulyo masih di bawah angka rata-
rata produksi di Kecamatan Nanggulan, sedangkan Desa Wijimulyo dan Desa
Kembang di atas angka rata-rata. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka
dipilih Desa Donomulyo, Desa Wijimulyo dan Desa Kembang. Pemilihan
tiga desa di Kecamatan Nanggulan juga supaya lebih dapat menggambarkan
keadaan di Kabupaten Kulon Progo.
C. Metode Pengambilan Sampel
Singarimbun dan Efendi (1995) menyatakan bahwa bila data dianalisis
dengan statistik parametik, maka jumlah sampel harus besar sehingga dapat
mengikuti distribusi normal. Sampel yang jumlahnya besar yang distribusinya
normal adalah sampel yang jumlahnya ≥ 30. Berdasarkan pertimbangan
tersebut, jumlah sampel pada penelitian ini adalah 30 orang petani yang
mengusahakan padi baik sebagai pemilik penggarap, penyewa atau penyakap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Tabel 4. Jumlah Petani di Kecamatan Nanggulan Tahun 2009
No. Desa Jumlah Petani
(orang) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kembang Jatisarono Wijimulyo Tanjungharjo Banyuroto Donomulyo
980 1.170 1.062 1.053
880 1163
Jumlah 6.308
Sumber : Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Nanggulan, 2010
Penentuan jumlah sampel petani dilakukan secara proporsional, yaitu
penentuan jumlah sampel berdasarkan jumlah populasinya dengan
menggunakan rumus:
Ni = N
Nk x 30
Dimana :
Ni : Jumlah petani sampel yang mengusahakan padi sawah
Nk: Jumlah petani yang mengusahakan padi sawah di tiap-tiap desa
N : Jumlah seluruh petani yang mengusahakan padi di seluruh desa
Dengan menggunakan rumus diatas, maka jumlah petani sampel dari tiap
desa terpilih dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5:
Tabel 5. Jumlah Rumah Tangga Petani Sampel Pada Masing-Masing Desa di Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo
No. Desa Jumlah Petani
(orang) Jumlah Sampel
(orang) 1. Donomulyo 1163 11 2. Wijimulyo 1062 10 3. Kembang 980 9 Jumlah 3.025 30
Berdasarkan Tabel 5, maka jumlah responden dari Desa Donomulyo
sebanyak 11 orang, dari Desa Wijimulyo sebanyak 10 orang dan Desa
Kembang sebanyak 9 orang sehingga jumlah seluruh sampel petani untuk
penelitian ini sebanyak 30 orang.
Pengambilan petani sampel dari desa terpilih tersebut dilakukan dengan
metode Systematic Sampling yang merupakan cara pemilihan sampel dimana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
anggota dari populasi dipilih satu persatu dengan memakai interval tertentu.
Pemilihan petani sampel ditentukan dengan cara sistematis. Cara sistematis
yaitu sampel yang ditarik dengan memasukkan anggota-anggota populasi
terlebih dahulu di dalam suatu daftar atau bentuk deretan lain. Sesudah
menentukan darimana dimulai, maka anggota-anggota sampel itu dipilih
dengan menggunakan interval tertentu (Sevilla et al, 1993).
Pada penelitian ini, jumlah populasi petani padi sawah di lokasi Desa
Donomulyo adalah 1163 orang dan besar sampel yang akan diambil adalah
11 orang. Interval adalah hasil bagi antara jumlah populasi dan jumlah sampel
sehingga didapatkan nilai 105. Sampel pertama dipilih adalah responden yang
memiliki nomor urut 105. Sampel berikutnya ditentukan dengan
menambahkan nilai 105 pada nomor urut sampel pertama, demikian
seterusnya hingga didapatkan sampel ke-11. Pada Desa Wijimulyo jumlah
populasi petani padi sawah adalah sebesar 1062 orang dan besar sampel yang
akan diambil adalah 10 orang dengan interval 106. Pada Desa Kembang
populasi petani sebesar 980 orang dan sampel yang akan diambil adalah 9
orang dengan interval 108 sehingga didapatkan responden di Kecamatan
Nanggulan sebanyak 30 orang.
D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
1. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer merupakan data penelitian yang diperoleh dari
responden dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan
instrumen pengumpulan data dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab. Data primer
meliputi data mengenai karakteristik responden, pendapatan rumah
tangga petani, pengeluaran rumah tangga petani dan banyaknya
makanan yang dikonsumsi 24 jam yang lalu.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan cara
mengutip data laporan maupun dokumen dari instansi pemerintah atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
lembaga-lembaga yang terkait dengan penelitian ini, di antaranya
Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian Kabupaten Kulon Progo,
Kantor Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Perikanan
Kehutanan Kabupaten Kulon Progo dan Kantor Kecamatan Nanggulan.
Data sekunder dalam penelitian ini meliputi data mengenai kondisi
umum Kabupaten Kulon Progo yang terdiri dari keadaan alam, keadaan
penduduk, keadaan pertanian, keadaan perekonomian dan kondisi
ketahanan pangan wilayah.
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Teknik ini dilakukan dengan cara mengamati secara langsung
objek penelitian yang berupa kondisi wilayah dan responden.
b. Wawancara
Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data primer melalui
tanya jawab langsung kepada responden (petani) dengan bantuan daftar
pertanyaan dan catatan sebagai alat bantu.
c. Pencatatan
Teknik pengumpulan data dengan cara mencatat data, baik data
dari responden maupun data yang ada pada instansi pemerintah atau
lembaga yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian.
d. Recall Method (Metode Pengingatan)
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mencatat jenis
dan jumlah satuan pangan yang dikonsumsi selama 24 jam terakhir
dihitung sejak saat wawancara dilakukan (Syarief, 1992).
E. Metode Analisis Data
1. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani
Pendapatan adalah penerimaan berupa uang maupun barang yang
diterima/ dihasilkan yang dalam penelitian ini, pendapatan rumah tangga
petani merupakan penjumlahan dari pendapatan usahatani (on farm) dan
luar usahatani (off farm) yang diusahakan oleh rumah tangga petani
terpilih, sehingga dapat dituliskan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Pd = Pdon + Pdoff
Dimana :
Pd : Pendapatan rumah tangga petani (Rupiah)
Pdon : Pendapatan dari usahatani (Rupiah)
Pdoff : Pendapatan dari luar usahatani (Rupiah)
Total pengeluaran rumah tangga petani dapat diketahui dengan
menghitung pengeluaran pangan dan non pangan. Rumus yang digunakan
adalah:
TP = Pp + Pn
Dimana :
TP = Total pengeluaran rumah tangga petani (Rupiah)
Pp = Pengeluaran pangan (Rupiah)
Pn = Pengeluaran non pangan (Rupiah)
Pengeluaran rumah tangga petani dianalisis dengan:
a. Angka rata-rata, digunakan untuk mengetahui taksiran secara kasar
untuk melihat gambaran dalam garis besar dari suatu karakteristik yang
ada.
b. Analisis persentase, dilakukan dengan membagi data ke dalam beberapa
kelompok yang dinyatakan atau diukur dalam persentase.
2. Proporsi Pengeluaran Pangan terhadap Pengeluaran Total Rumah Tangga
Petani.
Proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah
tangga petani dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
PF = %100xTP
pp
Dimana :
PF = proporsi pengeluaran pangan (%)
pp = pengeluaran pangan (Rupiah)
TP = total pengeluaran (Rupiah)
(Ilham dan Bonar, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
3. Konsumsi Pangan Rumah Tangga Petani.
Konsumsi pangan rumah tangga petani dapat dilihat dari kuantitas
dan kualitas konsumsi pangan. Kualitas pangan mencerminkan adanya zat
gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan,
sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu
bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur
kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi.
Menurut Hadinsyah dan Martianto (1992) jumlah dan komposisi
gizi yang diperoleh seseorang atau kelompok orang dari konsumsi
pangannya dapat dihitung atau dinilai dari jumlah pangan yang
dikonsumsinya dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan
(DKBM). Secara umum penilaian jumlah zat gizi yang dikonsumsi
dihitung sebagai berikut :
Secara umum penilaian jumlah zat gizi yang dikonsumsi dihitung
sebagai berikut :
Gij = xKGijBddj
xBPj
100100
Dimana:
Gij : zat gizi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j
BPj : berat makanan atau pangan j yang dikonsumsi (gram)
Bddj : bagian yang dapat dimakan (dalam persen atau gram dari 100
gram pangan atau makanan j)
Kgij : kandungan zat gizi tertentu (i) dari 100 gram pangan j atau
makanan yang dikonsumsi
Sesuai dengan rumus di atas, maka untuk mengukur jumlah
konsumsi energi dapat digunakan rumus sebagai berikut :
Gej = xKGejBddj
xBPj
100100
Dimana Gej adalah energi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j.
Sedangkan konsumsi protein dihitung dengan rumus :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Gpj = xKGpjBddj
xBPj
100100
Dimana Gpj adalah protein yang dikonsumsi dari pangan atau makanan j.
Kuantitas konsumsi pangan ditinjau dari volume pangan yang
dikonsumsi dan konsumsi zat gizi yang dikandung dalam bahan pangan.
Untuk menilai konsumsi pangan secara kuantitatif digunakan parameter
Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP).
TKE = %100dianjurkan yang AKE
energi konsumsixå
TKP = %100 dianjurkan yang AKP
protein konsumsixå
Dimana :
TKE : Tingkat konsumsi energi (%)
TKP : Tingkat konsumsi potein (%)
Σ Konsumsi Energi : Jumlah konsumsi energi (kkal/kapita/hari)
Σ Konsumsi Protein : Jumlah konsumsi protein (gram/kapita/hari)
Angka kecukupan gizi (AKG) yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan AKG berdasarkan umur dan jenis kelamin sesuai Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VIII tahun 2004. Berikut ini
merupakan daftar AKE dan AKP berdasarkan umur dan jenis kelamin:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Tabel 6. Daftar Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Angka Kecukupan Protein (AKP) Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Menurut WKNPG Tahun 2004
No. Umur AKE(kkal) AKP(gram) 1. Anak
0-6 bl 7-11 bl 1-3 th 4-6 th 7-9 th
550 650
1000 1550 1800
10 16 25 39 45
2. Pria 10-12 th 13-15 th 16-18 th 19-29 th 30-49 th 50-64 th 65+ th
2050 2400 2600 2550 2350 2250 2050
50 60 65 60 60 60 60
3. Wanita 10-12 th 13-15 th 16-18 th 19-29 th 30-49 th 50-64 th 65+ th
2050 2350 2200 1900 1800 1750 1600
50 57 55 50 50 50 45
4. Hamil Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3
+180 +300 +300
+17 +17 +17
5. Menyusui 6 bl pertama 6 bl kedua
+ 500 + 550
+17 +17
Sumber: WKNPG VIII, 2004
Perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan
gizi yang dianjurkan disebut sebagai tingkat konsumsi gizi (TKG). TKG
diklasifikasikan berdasarkan pada nilai ragam kecukupan gizi yang
dievaluasi secara bertingkat berdasarkan acuan Depkes (1990) dalam
Supariasa (2002), yaitu :
a. Baik : TKG ≥ 100 % AKG
b. Sedang : TKG 80 – 99 % AKG
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
c. Kurang : TKG 70 – 80 % AKG
d. Defisit : TKG < 70% AKG
4. Hubungan Proporsi Pengeluaran Pangan dengan Konsumsi Energi
Proporsi pengeluaran konsumsi pangan mempunyai hubungan
terhadap kecukupan energi yang disediakan oleh setiap rumah tangga
petani. Konsumsi energi akan berbeda pada proporsi pengeluaran yang
berbeda. Untuk mengetahui hubungan proporsi pengeluaran pangan
dengan konsumsi energi, dapat diketahui dengan analisis korelasi
menggunakan SPSS.
Keeratan hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya
disebut dengan koefisien korelasi. Nilai koefisien korelasi (r) dapat
diketahui dengan program SPSS 16. Nilai koefisien korelasi (r) berkisar
antara -1 hingga +1, nilai semakin mendekati -1 atau +1 berarti hubungan
antara dua variabel semakin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti
hubungan dua variabel semakin melemah. Nilai positif (+) menunjukkan
hubungan yang searah (jika satu variabel naik maka variabel lain juga
naik) dan nilai negatif (-) menunjukkan hubungan yang berlawanan (jika
satu variabel naik akan diikuti penurunan variabel yang lain)
(Priyanto, 2008).
Besarnya nilai koefisien korelasi (r) menurut Alhusin, 2003 dibagi
menjadi lima kategori sebagai berikut :
c. 0 – 0,20 = sangat rendah (hampir tidak ada hubungan)
d. 0,21 – 0,40 = rendah
e. 0,41 – 0,60 = sedang
f. 0,61 – 0,80 = cukup tinggi
g. 0,81 – 1 = tinggi
Untuk menguji probabilitas (tingkat signifikasi) dari hasil koefisien
korelasi menggunakan kriteria sebagai berikut :
a. Jika probabilitas r > 0,05, berarti Ho diterima (tidak terdapat korelasi)
b. Jika probabilitas r < 0,05, berarti Ho ditolak (terdapat korelasi)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
5. Ketahanan Pangan.
Penelitian Jonsson dan Toole (1991), menggunakan indikator-
indikator proporsi pengeluaran pangan dan kecukupan konsumsi energi
untuk mengukur derajat ketahanan pangan rumah tangga. Pengelompokan
rumah tangga dengan menggunakan kedua indikator tersebut dapat dilihat
pada Tabel 7. Terdapat empat tingkatan ketahanan pangan, yaitu : (1)
rumah tangga tahan pangan, (2) rumah tangga rentan pangan, (3) rumah
tangga kurang pangan dan (4) rumah tangga rawan pangan.
Tabel 7. Pengukuran Derajat Ketahanan Pangan Tingkat Rumah Tangga
Tingkat Konsumsi Energi
Proporsi pengeluaran pangan
Rendah (<60% pengeluaran total)
Tinggi (≥60% pengeluaran total)
Cukup (>80% kecukupan energi)
1. Tahan Pangan 2. Rentan Pangan
Kurang (≤80% kecukupan energi)
3. Kurang Pangan 4. Rawan Pangan
Sumber : Rachman dkk, 2003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Keadaan Alam
1. Letak Geografis dan Wilayah Administratif
Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima
kabupaten/kota yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
yang terletak paling barat. Luas wilayah Kabupaten Kulon Progo yaitu
586,38 km2. Secara geografis Kabupaten Kulon Progo terletak antara
110o1’37” sampai 110o16’26” Bujur Timur (BT) dan 7o38’42” sampai
7o48’33” Lintang Selatan (LS).
Secara administratif Kabupaten Kulon Progo terbagi dalam 12
kecamatan dengan 88 desa dan 930 pedukuhan. Adapun batas wilayah
Kabupaten Kulon Progo adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah
Sebelah Selatan : Samudera Hindia
Sebelah Barat : Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah
Sebelah Timur : Kabupaten Sleman dan Bantul
2. Topografi Daerah
Secara umum gambaran dari hamparan wilayah Kabupaten Kulon
Progo adalah daerah datar yang dikelilingi oleh pegunungan yang sebagian
besar terletak di wilayah utara. Hamparan wilayah tersebut menurut
ketinggian tanahnya adalah 17,58 % berada pada ketinggian <7 m diatas
permukaan air laut (dpal), 15,20 % berada pada ketinggian 8 – 25 m dpal,
22,84 % berada pada ketinggian 26-100 m dpal, 33 % berada pada
ketinggian 101-500 m dpal dan 11,37 % berada pada ketinggian >500 m
dpal.
Apabila dilihat bentang alamnya, wilayah Kabupaten Kulon Progo
terdiri dari daerah dataran rendah dengan ketinggian 0 - 100 m dpal yang
terletak pada bagian selatan yang meliputi Kecamatan Temon, Wates,
Panjatan, Galur dan Lendah, daerah perbukitan dengan ketinggian antara
100 - 500 m dpal yang terletak di bagian tengah yang meliputi Kecamatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Sentolo, Pengasih dan Kokap, serta daerah dataran tinggi/perbukitan
Menoreh dengan ketinggian antara 500 - 1000 m dpal di bagian utara yang
meliputi Kecamatan Girimulyo, Nanggulan, Kalibawang dan Samigaluh.
3. Jenis Tanah
Wilayah Kabupaten Kulon Progo mempunyai enam jenis tanah yaitu
tanah alluvial, litosol, regosol, grumosol, mediteran dan lathosol. Jenis
tanah lathosol merupakan jenis tanah yang dominan di wilayah Kabupaten
Kulon Progo. Jenis tanah ini berasal dari batuan induk breksi, tersebar di
Kecamatan Temon, Pengasih, Kokap, Girimulyo, Kalibawang dan
Samigaluh seluas 24.400 Ha (41,62%).
Urutan terluas kedua yaitu seluas 12.899 Ha (22%) adalah tanah
grumosol, berasal dari batuan induk batu gamping berlapis, napal dan tuff.
Tanah jenis ini tersebar di Kecamatan Wates, Panjatan, Galur, Lendah,
Sentolo, Pengasih dan Nanggulan.
Tanah litosol berasal dari batuan induk batu gamping, batupasir dan
breksi/konglomerat, tersebar di Kecamatan Panjtan, Lendah, Sentolo,
Pengasih dan Nanggulan dengan total luasan 3.512 Ha (5,99%).
Sedangkan jenis tanah alluvial terdapat di Temon, Wates, Panjatan, Galur,
Lendah, Pengasih dan Kokap dengan total luasan 7.880 Ha (13,44%).
Jenis tanah dengan luasan terkecil adalah tanah mediteran seluas
1.300 Ha (2,22%). Tanah ini berasal dari batugamping karang, batu
gamping berlapis dan batupasir, tersebar di Kecamatan Sentolo,
Girimulyo, Nanggulan dan Samigaluh.
Sedangkan jenis tanah regosol ditemui di seluruh Kecamatan kecuali
di Kecamatan Lendah dan Kalibawang dengan total luasan 8.636 Ha
(14,73%). Tanah regosol ini adalah tanah yang berasal dari material
gunung berapi, bertekstur (mempunyai butiran) kasar bercampur dengan
pasir, dengan solum tebal dan memiliki tingkat kesuburan rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
4. Keadaan Iklim
Iklim merupakan faktor penting dalam pengelolaan usahatani.
Keadaan iklim di suatu tempat dipengaruhi oleh besarnya curah hujan,
suhu, ketinggian tempat, sinar matahari, angin dan musim. Keadaan iklim
Kabupaten Kulon Progo termasuk iklim tropis dengan musim hujan dan
kemarau silih berganti sepanjang tahun. Musim kemarau di Kabupaten
Kulon Progo biasanya pada bulan Mei sampai Oktober sedangkan musim
hujan terjadi bulan November sampai April. Di Kabupaten Kulon Progo
rata-rata curah hujan per bulan adalah 117 mm dan hari hujan 7 hh
perbulan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu 263 mm
dan terendah pada bulan Agustus yaitu 0 mm.
B. Keadaan Penduduk
1. Perkembangan Penduduk
Perkembangan penduduk di suatu daerah dipengaruhi oleh adanya
kelahiran, kematian dan migrasi. Pertumbuhan penduduk Kulon Progo
pada tahun 2009 sebesar 0,98 %, dengan jumlah penduduk sebanyak
488.071 orang terdiri dari laki – laki sebanyak 240.096 orang dan
perempuan sebanyak 247.975 orang.
Keadaan kependudukan di Kabupaten Kulon Progo selama 5 (lima)
tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Penduduk, dan Jumlah Kepala Keluarga di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2005 - 2009
No. Tahun Penduduk Jumlah
Kepala Keluarga
Laki-laki (jiwa)
Perempuan (jiwa) Jumlah Pertumbuhan
1. 2. 3. 4. 5.
2005 2006 2007 2008 2009
222.567 224.779 225.993 234.364 240.096
233.122 235.316 236.425 242.023 247.975
455.689 460.095 463.343 476.387 488.071
0,64% 0,97% 0,70% 2,81% 0,98%
98.523 99.365 100.750 130.407 137.720
Sumber : Dinas Dukcapil Kabupaten Kulon Progo, 2010
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk
Kabupaten Kulon Progo dari tahun ke tahun selalu meningkat.
Peningkatan jumlah penduduk disebabkan karena jumlah penduduk yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
lahir atau masuk dan menetap lebih besar dari pada jumlah penduduk yang
mati atau pindah keluar dari Kabupaten Kulon Progo. Dengan adanya
peningkatan jumlah penduduk tersebut maka diperlukan peningkatan
ketersediaan pangan wilayah untuk mencukupi kebutuhan konsumsi
penduduk, sehingga setiap penduduk dapat mengakses pangan dengan
baik, yang nantinya akan menciptakan ketahanan pangan rumah tangga
maupun wilayah.
2. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin
Jumlah penduduk kelompok umur adalah jumlah penduduk
berdasarkan kelompok umur pada suatu daerah setiap kilometer persegi.
Jumlah penduduk kelompok umur menunjukkan penyebaran penduduk
berdasarkan kelompok umur dan tingkat kepadatannya di suatu daerah.
Jumlah penduduk di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2009 yang
tersebar di setiap kecamatan adalah 488.071 jiwa.
Penduduk usia belum produktif adalah penduduk yang berusia 0 - 14
tahun, sedangkan penduduk usia produktif adalah penduduk dengan usia
15 - 64 tahun, dan penduduk tidak produktif adalah penduduk yang
memiliki usia lebih dari atau sama dengan 65 tahun. Keadaan penduduk
pada tahun 2009 berdasarkan umur didominasi kelompok usia produktif
dengan usia 15 - 64 tahun yakni sebesar 336.243 orang atau 68,89%,
sedangkan usia belum produktif 0 - 14 tahun sebanyak 96.599 orang
(19,79%) dan yang minoritas adalah kelompok usia tidak produktif 64
tahun keatas sebanyak 55.229 orang (11,32%). Komposisi penduduk yang
didominasi oleh kelompok usia produktif menunjukkan efektifitas
penduduk yang tinggi. Hal tersebut dilihat pada Tabel 9.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Tabel 9. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009
No. Kelompok Umur Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1. 0 – 4 30.102 6,17 2. 5 – 9 32.622 6,68 3. 10 – 14 33.875 6,94 4. 15 – 19 33.274 6.82 5. 20 – 24 34.485 7,07 6. 25 – 29 43.095 8,83 7. 30 – 34 43.390 8,89 8. 35 – 39 39.732 8,14 9. 40 – 44 40.248 8,25
10. 45 – 49 33.497 6,86 11. 50 – 54 28.301 5,80 12. 55 – 59 22.028 4,51 13. 60 – 64 18.193 3,73 14. 65 – 69 18.127 3,71 15. 70 – 74 15.505 3,18 16. >75 21.597 4,42
Jumlah 488.071 100
Sumber : Dinas Dukcapil Kabupaten Kulon Progo, 2010
Berdasarkan Tabel 9, keadaan kependudukan di Kabupaten Kulon
Progo didominasi oleh kelompok penduduk usia produktif (68,89 %).
Jumlah penduduk usia produktif yaitu umur 15 - 64 tahun. Penduduk
dengan usia produktif juga mempunyai lebih banyak peluang untuk
bekerja, yang nantinya akan berpengaruh terhadap pendapatan keluarga,
sehingga akhirnya akan berakibat pada terpenuhinya kebutuhan rumah
tangga penduduk, baik kebutuhan pangan maupun kebutuhan non pangan.
Selain itu, pada usia produktif manusia membutuhkan lebih banyak energi
dibandingkan dengan usia non produktif, karena penduduk pada usia
tersebut lebih banyak melakukan aktivitas atau kegiatan fisik.
Untuk menghitung besarnya Angka Beban Tanggungan (ABT) dapat
digunakan perumusan sebagai berikut:
=ABT %100Produktif siaPenduduk UJumlah
ProduktifNon siaPenduduk UJumlah X
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
=ABT %100336.243151.828
X
= 45,15 %
Berdasarkan perhitungan nilai ABT di Kabupaten Kulon Progo
diketahui bahwa nilai ABT di Kabupaten Kulon Progo sebesar 45,15 %,
artinya setiap 100 orang usia produktif menanggung 45 orang usia non
produktif. Berdasarkan jumlah penduduk menurut jenis kelamin dapat
diketahui bahwa jumlah penduduk Kabupaten Kulon Progo pada tahun
2009 berjumlah 488.071 orang terdiri dari laki – laki sebanyak 240.096
orang dan perempuan sebanyak 247.975 orang. Untuk mengetahui
besarnya sex ratio atau perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki
dengan jumlah penduduk perempuan digunakan perumusan sebagai
berikut:
=SexRatio %100PerempuanPenduduk Jumlah
Laki-LakiPenduduk Jumlah X
=SexRatio %100247.975240.096
X
= 96,82 %
Berdasarkan perhitungan nilai sex ratio diketahui bahwa besarnya
nilai sex ratio di Kabupaten Kulon Progo adalah 96,82 %, artinya dalam
100 orang penduduk perempuan terdapat 97 orang penduduk laki-laki.
Sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk perempuan lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-laki.
3. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam upaya
peningkatan kualitas hidup masyarakat. Perhatian pemerintah pada bidang
pendidikan diwujudkan melalui penyediaan sarana/prasarana pendidikan
dan peningkatan kualitas tenaga pengajar. Pendidikan merupakan hal yang
berperan penting dalam pembangunan suatu wilayah untuk kemajuan
dalam suatu masyarakat, selain itu tingginya tingkat pendidikan
mempengaruhi pengetahuan gizi, sehingga berpengaruh terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
pemilihan bahan konsumsi pangan dan gizi keluarga. Keadaan penduduk
menurut pendidikan di Kabupaten Kulon Progo ditunjukkan pada Tabel 10
di bawah ini.
Tabel 10. Jumlah Penduduk Kabupaten Kulon Progo Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2009
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
1. Tidak/belum sekolah 85.138 17,44 2. Tidak tamat SD/Sederajat 46.236 9,47 3. SD/Sederajat 126.252 25,87 4. SLTP/Sederajat 75.837 15,54 5. SLTA/Sederajat 127.863 26,20 6. Diploma I/II 3.161 0,65 7. Diploma III 6.054 1,24 8. Strata I 16.910 3,46 9. Strata II 575 0,12 10. Strata III 45 0,01
Jumlah Total 488.071 100
Sumber data : Dinas Dukcapil Kabupaten Kulon Progo, 2010
Berdasarkan Tabel 10, jumlah penduduk paling banyak
berpendidikan dasar (SD dan SMP) yakni sebesar 202.189 orang
kemudian disusul SLTA sebesar 127.863 orang dan yang terkecil
berpendidikan pasca sarjana yakni sebesar 575 orang. Sedangkan yang
belum sekolah 85.138 orang, tidak tamat SD sebesar 46.236 orang, dan
berpendidikan Diploma sebesar 9.215 orang.
Semakin tinggi tingkat pendidikan, peluang untuk mendapatkan
pekerjaan akan semakin besar, sehingga kesempatan untuk menperoleh
pendapatan yang layak juga semakin besar, di samping itu semakin tinggi
tingkat pendidikan maka pengetahuan tentang gizi akan semakin
meningkat, sehingga suatu rumah tangga dengan tingkat pendidikan yang
tinggi akan memperoleh pendapatan yang dapat digunakan untuk
mencukupi kebutuhannya, serta dapat memilih/menyediakan pangan yang
berkualitas dan bergizi bagi kehidupan anggota keluarganya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Keadaan mata pencaharian penduduk suatu wilayah dipengaruhi oleh
sumber daya yang tersedia dan kondisi sosial ekonomi seperti ketrampilan
yang dimiliki, tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan dan modal yang
ada. Keadaan penduduk menurut lapangan pekerjaan utama di Kabupaten
Kulon Progo ditunjukkan Tabel 11 berikut.
Tabel 11. Jumlah Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009
No Lapangan Pekerjaan Utama Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik, Gas dan Air Minum Konstruksi Perdagangan Transportasi Keuangan Jasa
97.981 4.311
25.582 144
13.586 40.438 5.415 2.993
22.513
46,01 2,02
12,01 0,07 6,38
18,99 2,54 1,41
10,57 Jumlah 212.963 100
Sumber : BPS Kabupaten Kulon Progo, 2010
Berdasarkan Tabel 11 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
penduduk Kabupaten Kulon Progo mempunyai mata pencaharian di sektor
pertanian yaitu sebanyak 97.981 jiwa (46,01%), sedangkan sektor
perdagangan menempati urutan kedua sebagai lapangan pekerjaan utama
penduduk Kabupaten Kulon Progo yaitu sebanyak 40.438 jiwa (18,99%).
Sektor industri menempati urutan ketiga sebagai lapangan pekerjaan utama
penduduk Kabupaten Kulon Progo yaitu sebanyak 25.582 jiwa (12,01%).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Kabupaten Kulon Progo
merupakan daerah dengan potensi lahan yang cukup baik sebagai daerah
pertanian dan tata guna lahan yang cukup besar untuk daerah
persawahan/pertanian, sehingga menjadikan sebagian besar penduduknya
bekerja di sektor pertanian. Secara tidak langsung, banyaknya penduduk
yang bermata pencaharian sebagai petani dapat mendukung ketersediaan
pangan wilayah yang akan bermuara pada ketahanan pangan wilayah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
C. Keadaan Pertanian
1. Keadaan Lahan dan Tata Guna Lahan
Kabupaten Kulon Progo mempunyai luas wilayah sebesar
58.627,512 ha yang terbagi dalam 12 kecamatan dan 88 desa atau
kelurahan. Berdasarkan luas wilayah tersebut sebesar 17,53% (10.280 ha)
wilayah Kabupaten Kulon Progo merupakan lahan sawah dan sisanya
merupakan lahan bukan sawah. Secara terperinci penggunaan lahan di
Kabupaten Kulon Progo dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009
No Penggunaan Lahan Luas (Ha)
Persentase (%)
A. B. C.
Lahan Sawah 1. Irigasi Teknis 2. Irigasi ½ Teknis 3. Irigasi Sederhana 4. Tadah Hujan 5. Non PU Lahan Bukan Sawah 1. Tegal/ Kebun 2. Ladang 3. Perkebunan 4. Lahan yang Ditanami
Pohon dan Hutan Rakyat 5. Tambak 6. Kolam/ Tebat/ Empang 7. Sementara tidak diusahakan 8. Lainnya Lahan Bukan Pertanian 1. Hutan Negara 2. Bangunan dan Pekarangan 3. Lain-lain
10.280 7.382
802 711
1.030 355
35.060 15.753
0 595
5.599
44 41
544 12.484 13.287 1.037 6.133 6.117
17,53 12,59 1,37 1,21 1,76 0,60
59,81 26,88 0,00 1,01
9,55 0,08 0,07 0,93
21,29 22,66 1,77
10,46 10,43
Jumlah total 58.627 100,00
Sumber: BPS Kabupaten Kulon Progo, 2010
Dari Tabel 12 dapat diketahui bahwa secara umum penggunaan
lahan di Kabupaten Kulon Progo meliputi 10.280 ha lahan sawah, 35.060
ha lahan bukan sawah dan 13.827 ha lahan bukan pertanian. Hal tersebut
menunjukkan bahwa penggunaan lahan di Kabupaten Kulon Progo lebih
besar digunakan sebagai lahan bukan sawah yaitu sebesar 35.060 ha.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Penggunaan lahan bukan sawah paling besar dimanfaatkan untuk tegal/
kebun yaitu sebesar 15.753 ha. Penggunaan lahan bukan pertanian
sebagian besar digunakan untuk bangunan dan pekarangan yaitu sebesar
6.133 ha. Hal tersebut disebabkan oleh adanya pertambahan jumlah
penduduk dan pertambahan rumah tangga baru yang menetap di
Kabupaten Kulon Progo, dengan demikian tidak menutup kemungkinan
terjadi perubahan penggunaan lahan pertanian sawah menjadi bangunan.
Penggunaan lahan pertanian untuk keperluan lainnya secara berlebihan
akan berdampak pada semakin berkurangnya lahan sawah, sehingga secara
tak langsung akan berakibat pada kurangnya produksi pangan, yang
berdampak pada semakin rendahnya ketersediaan pangan wilayah.
Penggunaan lahan untuk sawah di Kabupaten Kulon Progo hanya
sebesar 10.280 ha. Sawah irigasi teknis merupakan lahan sawah yang
memiliki luas terbesar di Kabupaten Kulon Progo (7.382 ha) dan sawah
tadah hujan merupakan sawah terluas kedua setelah sawah irigasi teknis
dengan luas 1.030 ha. Lahan sawah yang hanya 17,53% dari luas
Kabupaten Kulon Progo akan mempengaruhi ketersediaan pangan pokok
di Kabupaten Kulon Progo yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi
ketahanan pangan rumah tangga petani.
2. Produksi Tanaman Bahan Makanan
Jenis tanaman yang diusahakan di suatu daerah dipengaruhi oleh
faktor alam seperti keadaan tanah, iklim, dan ketinggian tempat, sehingga
jenis tanaman yang diusahakan oleh suatu daerah berbeda-beda dengan
daerah lainnya. Luas panen, produksi dan produktivitas dari tanaman
pangan Kabupaten Kulon Progo dapat diketahui pada Tabel 13 di bawah
ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Tabel 13. Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Total Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009
No Jenis Tanaman Luas Panen (ha)
Rata-rata Produksi (ton/ha)
Produksi (ton)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Padi Sawah Padi Gogo Jagung Kedelai Ketela Pohon Ketela Rambat Kacang Tanah Kacang Hijau
19.023 113
5.174 3.058 3.471
38 1.451
142
6,45 3,17 6,41 1,41
16,47 10,16 0,97 0,61
122.729 358
33.169 4.305
57.182 386
1.402 87
Sumber: BPS Kabupaten Kulon Progo, 2010
Tabel 13 menunjukkan bahwa terdapat 8 jenis bahan makanan utama
yang dibudidayakan petani di Kabupaten Kulon Progo yaitu padi sawah,
padi gogo, jagung, kedelai, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah dan
kacang hijau. Produksi padi sawah merupakan produksi tanaman pangan
terbesar, dengan rata-rata produksi per ha sebesar 6,45 ton dan luas panen
19.023 ha.
Besarnya produksi padi sawah disebabkan oleh masih dijadikannya
beras sebagai makanan pokok hampir seluruh penduduk. Potensi pertanian
di Kabupaten Kulon Progo yang mampu menghasilkan tanaman pangan
lainnya, hal ini dapat dijadikan pertimbangan dalam penerapan
diversifikasi pangan pokok, sehingga ketergantungan akan beras dapat
dikurangi dan beras sebagai sumber karbohidrat dapat diganti
dengan pangan lokal (kaya karbohidrat) seperti jagung dan ketela.
D. Keadaan Perekonomian
Keadaan perekonomian akan berkembang apabila ditunjang oleh
beberapa aspek, diantaranya sarana perekonomian, sarana perhubungan dan
transportasi. Pada Tabel 14 dapat dilihat sarana perekonomian yang ada di
Kabupaten Kulon Progo.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Tabel 14. Sarana Perekonomian di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009
No. Jenis Sarana Perekonomian Jumlah 1. 2. 3. 5.
Pasar Kios Los Koperasi
68 323 910 310
Sumber : Bapeda Kabupaten Kulon Progo, 2010
Berdasarkan Tabel 14 terlihat bahwa sarana perekonomian yang terdapat
di Kabupaten Kulon Progo sudah memadai sehingga masyarakat dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mudah. Hal ini terlihat dengan adanya
pasar sebanyak 68 buah dan di setiap kecamatan pasti mempunyai pasar
sebagai sarana perekonomian. Dengan adanya pasar di Kabupaten Kulon
Progo maka kegiatan jual beli dapat dengan mudah dilakukan. Dimana
produsen dapat bertemu dengan konsumen untuk melakukan transaksi,
sehingga produsen dapat menjual produksinya dan kebutuhan konsumen dapat
terpenuhi. Koperasi yang masih bertahan dan terus berkembang juga terhitung
masih banyak. Koperasi merupakan sarana perekonomian yang non profit dan
sebuah lembaga yang bertujuan menyejahterakan anggotanya. Selain kelima
sarana perekonomian di atas, terdapat juga sarana perhubungan sebagai
penunjang dalam kegiatan perekonomian. Berikut ini merupakan sarana
perhubungan kendaraan bermotor di Kabupaten Kulon Progo:
Tabel 15. Sarana Perhubungan Kendaraan Bermotor di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009
No. Jenis Sarana Perhubungan Jumlah 1. 2. 3. 4. 5.
Sepeda Motor Mobil Penumpang Umum Bus Umum Truk Mobil Barang Umum
78.567 78
259 989 45
Sumber : BPS Kabupaten Kulon Progo, 2010
Berdasarkan Tabel 15 terlihat bahwa jenis sarana perhubungan yang
terbanyak di Kabupaten Kulon Progo adalah sepeda motor yaitu sebanyak
78.567 buah. Dengan banyaknya kendaraan yang terdapat di Kabupaten Kulon
Progo maka masyarakat akan lebih mudah dalam melakukan mobilitas.
Dimana mobilitas penduduk tidak hanya dilakukan dengan kendaraan pribadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
tetapi juga dengan kendaraan umum yang ada. Dengan banyaknya kendaraaan
umum yang terdapat di Kabupaten Kulon Progo, berarti masyarakat tidak akan
mengalami kesulitan dalam melakukan mobilitas untuk melakukan kegiatan
perekonomian. Selain itu, untuk mempermudah mobilitas maka diperlukan
adanya sarana yang lain, yaitu tersedianya jalan. Pada Tabel 16 menunjukkan
panjang jalan dan kondisi jalan di Kabupaten Kulon Progo.
Tabel 16. Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan dan Kondisi Jalan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009
No. Jenis Sarana Perhubungan Panjang Jalan (km)
Persentase (%)
1. 2.
Jenis Permukaan Aspal Kerikil Tanah Tidak Dirinci
Jumlah Kondisi Jalan
Baik Sedang Rusak Rusak Berat
Jumlah
716.638 281.093 114.642
0 1.112.373
551.065 423.551 111.175 26.622
1.112.413
64,42 25,27 10,31 0,00
100,00
49,54 38,08 9,99 2,39
100,00
Sumber : BPS Kabupaten Kulon Progo, 2010
Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa sarana perhubungan di Kabupaten
Kulon Progo dapat dikatakan baik, dilihat dari jenis permukaan jalan yang
sebagian besar sudah berupa aspal menunjukkan bahwa sarana perhubungan di
Kabupaten Kulon Progo semakin lancar. Begitu pula dengan kondisi jalan
yang sebagian besar sudah dapat dikatakan baik. Sehingga dengan makin
lancarnya sarana perhubungan di Kabupaten Kulon Progo maka masyarakat
akan lebih mudah melakukan mobilitas dalam melakukan kegiatan
perekonomian.
Keadaan sarana perekonomian yang memadai akan berpengaruh
terhadap lancarnya distribusi pangan dan ketersediaan pangan di setiap
wilayah. Apabila pangan dapat terdistribusi dengan baik, maka rumah tangga
sebagai konsumen akan mampu mengakses pangan dengan mudah sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
ketersediaan pangan rumah tangga akan terjamin dan terciptalah ketahanan
pangan.
E. Kondisi Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya kebutuhan
seseorang akan pangannya. Ketersediaan pangan suatu wilayah dapat menjadi
indikator dalam mengetahui ketahanan pangan wilayah tersebut. Keadaan
pangan di wilayah Kabupaten Kulon Progo dapat dilihat pada Tabel 17 :
Tabel 17. Keadaaan Produksi Beras dan Produksi Pangan Setara Beras di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2009
No. Jenis/Macam Tahun Perubahan
tahun 2008 - 2009 (%) 2008 2009
1. Produksi Beras (kg) 76.342.000 78.818.000 3,24
2. Kebutuhan Beras (kg) 39.467.000 40.554.000 2,75
3. Produksi Pangan Setara Beras (kg)
331.218.000 332.112.490 0,27
4. Produksi Pangan Setara Beras (kg/kapita/tahun)
697 680 -2,40
5. Surplus Beras (kg) 36.876.000 39.219.000 6,35
6. Ketersediaan Pangan Berdasarkan Jenis Bahan Makanan (kkal/kapita/hari)
3.721 3.677 -1,20
7. Konsumsi Energi (kkal/kapita/hari)
1.990,6 1.992,2 0,08
8. Jumlah Jiwa 474.981 488.071 2,70
9. Kebutuhan Beras (kg/kapita/tahun)
83,091 83,091 0
10. AKE Nasional (kkal/kapita/hari) 2.000 2.000 0
Sumber : Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Kulon Progo, 2010
Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa ketersediaan beras
mengalami surplus. Tersedianya pangan dalam jumlah yang cukup menjadi
faktor utama dalam pemenuhan kebutuhan pangan, sehingga ketahanan
pangan dapat terpenuhi. Kekurangan ketersediaan pangan dapat diatasi dengan
impor atau membeli dari luar daerah. Konsumsi energi di Kabupaten Kulon
Progo masih di bawah Angka Kecukupan Energi (AKE), padahal stok pangan
di Kabupaten Kulon Progo berada di atas AKE, hal ini dapat disebabkan
karena kurangnya akses ekonomi penduduk Kulon Progo, yaitu pendapatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Rumah Tangga Responden
Karakteristik rumah tangga petani sampel merupakan gambaran secara
umum tentang keadaan dan latar belakang rumah tangga petani sampel yang
berkaitan sekaligus berpengaruh terhadap kegiatannya dalam usahatani padi.
Petani sampel merupakan petani pemilik penggarap yang mengerjakan sawah
dengan sistem pengairan irigasi teknis. Karakteristik yang dikaji merupakan
data-data identitas responden dan anggota keluarganya, yang meliputi umur,
pendidikan dan jumlah anggota keluarga. Responden pada penelitian ini
berjumlah 30 orang, yang merupakan penduduk dari Desa Donomulyo, Desa
Wijimulyo dan Desa Kembang Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon
Progo. Karakteristik rumah tangga responden dapat dilihat pada Tabel 18
berikut.
Tabel 18. Karakteristik Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo
No. Uraian Rata-rata 1. Umur (tahun)
a. suami b. istri
55 50
2. Pendidikan a. Suami
- Tidak tamat SD - SD - SMP - SMA - S1
b. Istri - Tidak tamat SD - SD - SMP - SMA - S1
6 15 2 4 2
6 18 1 3 2
3. Jumlah anggota keluarga (orang) a. laki-laki b. perempuan
2 2
Sumber: Analisis Data Primer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Berdasarkan Tabel 18 di atas dapat diketahui bahwa umur rata-rata
suami adalah 55 tahun dan istri 50 tahun. Umur berpengaruh terhadap
produktivitas. Semakin bertambahnya umur, produktivitas seseorang akan
meningkat, namun akan mengalami penurunan setelah melewati umur
produktif. Umur rata-rata petani adalah 55 tahun. Umur tersebut masih
dikelompokkan dalam masa produktif, yang berarti petani masih bisa
mengerjakan pekerjaan bertaninya dengan maksimal untuk menghasilkan
pendapatan guna mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Usia juga
berpengaruh terhadap tingkat konsumsi dan kecukupan pangannya.
Pendidikan formal berpengaruh terhadap pengetahuan dan wawasan
seseorang. Tingkat pendidikan kepala keluarga yang paling banyak adalah
tamat SD. Demikian halnya dengan istri, dimana 18 orang tamat SD. Ini berarti
tingkat pendidikan petani masih rendah. Rendahnya pendidikan petani dapat
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain keterbatasan biaya, lingkungan dan
belum adanya sarana yang memadai pada waktu seharusnya mereka
bersekolah. Rumah tangga petani umumnya adalah keluarga dengan
pendapatan yang terbatas, sehingga mereka terkadang lebih memilih
menyelesaikan pendidikan dasar, untuk kemudian bekerja memenuhi
kebutuhan hidupnya. Tingkat pendidikan akan berpengaruh pada pola pikir
responden. Pendidikan formal yang telah ditempuh akan mempengaruhi
pengambilan keputusan dalam mengelola usahataninya dan mencukupi
kebutuhan rumah tangga baik pangan maupun nonpangan. Namun, seiring
berkembangnya jaman, keluarga petani sudah mulai menyekolahkan anak-
anaknya dengan harapan anaknya lebih sukses daripada mereka. Hal ini
didukung dengan program pemerintah wajib belajar sembilan tahun dengan
memberikan biaya gratis untuk sekolah setingkat SD dan SMP.
Terkait dengan ketahanan pangan, pendidikan dan pengetahuan ibu
rumah tangga berpengaruh terhadap konsumsi anggota rumah tangga. Ibu
rumah tangga berperan penting dalam pengambilan keputusan dalam konsumsi
pangan, karena umumnya merekalah yang mengurusi masalah dapur dan
menyiapkan makanan bagi seluruh anggota rumah tangganya. Apabila
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
pengetahuan ibu rumah tangga tentang konsumsi pangan dan gizi baik, maka
ketercukupan gizi anggota rumah tangganya akan diperhatikan, sehingga dapat
memilih bahan pangan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi rumah tangganya.
Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui tingkatan pendidikan formal ibu
rumah tangga responden. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu rumah tangga
akan mempengaruhi juga tingkat pengetahuan pangan dan gizinya, sehingga
semakin tinggi pendidikannya maka semakin tinggi pula kemampuan ibu untuk
mengambil keputusan dalam konsumsi rumah tangganya. Rata-rata pendidikan
ibu rumah tangga adalah 7 tahun atau setingkat 1 SMP. 18 orang responden
ibu rumah tangga atau sebesar 60,00% mengenyam pendidikan setingkat SD, 2
orang responden atau sebesar 6,67% mengenyam pendidikan hingga tingkat
perguruan tinggi dan hanya 6 orang responden atau sebesar 20,00% tidak
menempuh pendidikan. Banyaknya ibu rumah tangga yang menempuh
pendidikan maka kemampuan ibu rumah tangga dalam mengambil keputusan
dalam konsumsi rumah tangganya sudah baik.
Anggota rumah tangga terdiri dari kepala rumah tangga, istri, anak dan
anggota keluarga lain yang makan dalam satu dapur. Jumlah anggota rumah
tangga berpengaruh terhadap pengeluaran dan konsumsi pangan rumah tangga,
semakin banyak anggota rumah tangga maka pengeluaran dan konsumsi
pangannya juga lebih banyak. Distribusi jumlah anggota keluarga rumah
tangga pada 30 responden dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Jumlah Anggota Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo
Jumlah Anggota Rumah Tangga Jumlah Persentase (%) 1 - 2 5 16,67 3 - 4 17 56,67 5 - 6 8 26,67
Total 30 100,00
Sumber : Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 19, dapat diketahui bahwa jumlah anggota rumah
tangga responden terbanyak adalah 3 - 4 orang yaitu sebesar 56,67%. Anggota
keluarga petani responden terdiri dari kepala keluarga, istri dan anak serta
beberapa keluarga petani yang tinggal dengan anggota keluarga lain seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
ayah, ibu, kakak, menantu dan cucu yang makan dalam satu dapur.
Kebanyakan anak-anak petani yang telah dewasa tidak tinggal bersama dengan
orang tuanya. Mereka biasanya bekerja di luar kota ataupun telah menikah.
Banyaknya jumlah anggota rumah tangga akan berpengaruh terhadap besarnya
pendapatan rumah tangga. Semakin banyak anggota rumah tangga yang
bekerja, maka semakin besar pendapatan rumah tangganya. Besarnya jumlah
anggota rumah tangga juga akan berpengaruh terhadap pengeluaran dan
kebutuhan pangan rumah tangga. Semakin banyak anggota rumah tangga,
maka pengeluaran dan kebutuhan pangannya juga semakin banyak.
B. Pendapatan Rumah Tangga Responden
Pendapatan rumah tangga merupakan sejumlah uang yang diperoleh
dari masing-masing anggota rumah tangga dari pekerjaan yang dilakukan
dalam satu bulan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Sumber
pendapatan rumah tangga petani diperoleh dari usahatani dan luar usahatani.
Pendapatan usahatani adalah pendapatan yang diperoleh dari sawah, tegal dan
pekarangan. Pendapatan luar usahatani diperoleh dari pekerjaan anggota rumah
tangga sebagai PNS, karyawan swasta, buruh pabrik, buruh bangunan, sopir,
tukang parkir dan berdagang di pasar maupun di warung. Pada Tabel 20 dapat
dilihat besarnya rata-rata pendapatan responden.
Tabel 20. Besarnya Rata-rata Pendapatan per Bulan Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo
No. Sumber pendapatan Pendapatan Pendapatan (Rp/bulan)
(%)
1. Pendapatan usahatani a. Sawah MT I (Rp/MT) b. Sawah MT II (Rp/MT) c. Sawah MT III(Rp/MT) d. Pekarangan (Rp/th) Total (Rp/th) Pendapatan (Rp/bln)
4.231.500,00 3.509.166,67
861.666,67 359.833,33
8.962.166,67
746.847,22
46,87 2. Pendapatan luar usahatani 846.666,67 53,13
Jumlah 1.593.513,89 100,00
Sumber: Analisis Data Primer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor penentu kualitas dan
kuantitas konsumsi pangan. Keluarga yang mempunyai pendapatan tinggi akan
lebih mementingkan kualitas makanan dibandingkan dengan keluarga
berpendapatan rendah. Rumah tangga dengan penghasilan yang terbatas, dalam
pemilihan konsumsi pangan masih didominasi oleh bagaimana memperoleh
pangan secara cukup secara kuantitas dan belum mementingkan gizi yang
terkandung di dalamnya.
Pada penelitian ini responden adalah petani pemilik penggarap, ini
berarti petani mendapatkan penghasilan dari kepemilikan sawah, pengolahan
sawah dan produksi dari sawah. Petani pemilik penggarap ada yang
mengerjakan sawahnya sendiri. Namun juga ada yang membayar orang sebagai
buruh tani untuk menggarap sawah, misalnya seperti saat musim tanam dan
musim panen. Petani pemilik penggarap cenderung memiliki pendapatan yang
lebih tinggi daripada petani penyewa dan petani penyakap, hal ini dikarenakan
petani pemilik penggarap tidak perlu mengeluarkan biaya sewa lahan yang
digunakan usahataninya sehingga dapat mengurangi biaya usahatani dan dapat
meningkatkan pendapatan usahataninya.
Pendapatan usahatani pada penelitian ini berasal usahatani sawah dan
pekarangan, yaitu sebesar Rp 746.847,22 per bulan. Usahatani sawah petani
responden terdiri dari usaha tani padi-padi-palawija. Musim tanam I adalah
bulan Oktober-Januari, musim tanam II bulan Februari-Mei dan musim tanam
III atau palawaija adalah bulan Juni-September. Palawija yang ditanam, dari 30
responden, 29 responden menanam kedelai, sedangkan 1 responden menanam
kacang hijau karena pada musim tanam tahun lalu saat menanam kedelai tidak
memberikan penghasilan sehingga lebih memilih menanam kacang hijau
daripada kedelai.
Petani lebih memilih menanam kedelai daripada jagung karena tanaman
jagung boros pupuk yang menyebabkan tanah menjadi kering karena
banyaknya pupuk kimia yang diberikan saat menanam jagung yang pada
akhirnya akan merusak kesuburan tanah. Pendapatan dari usahatani palawija
lebih sedikit dibandingkan dengan pendapatan dari usahatani padi, hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
disebabkan produksi kedelai yang rendah karena tingginya curah hujan. Curah
hujan yang tinggi menyebabkan banyak bunga tanaman kedelai yang gugur,
sehingga tidak terjadi penyerbukan dan pembuahan pada tanaman kedelai yang
menyebabkan sedikitnya hasil tanaman kedelai. Dari pekarangan petani
responden mendapatkan penghasilannya dari bertanam ketela pohon, kelapa,
pepaya dan pisang. Tanaman ketela pohon tidak begitu memberi pemasukan
karena hanya cukup dikonsumsi sendiri dan harga di pasar sangat murah yaitu
Rp 1.000,00 per kilogram.
Pada penelitian ini, karakteristik pada setiap desa berbeda. Desa
Donomulyo tidak menganut sistem panen tebasan, namun di Desa Wijimulyo
dan Desa Kembang masih menganut sistem panen tebasan. Hal ini dikarenakan
hasil produksi padi di Desa Donomulyo memiliki kebernasan yang rendah.
Postur tanaman padi baik, namun kulit gabah tebal dan isinya kecil. Masih
banyaknya pohon-pohon besar seperti jati dan mahoni yang menghalangi sinar
matahari pada tanaman padi. Berbeda dengan Desa Wijimulyo dan Desa
Kembang, masih ada petani responden yang menganut sistem panen tebasan,
biasanya pada rumah tangga petani yang bertanah luas. Hasil produksi padi
sebagian dijual, namun sebagian disimpan untuk dikonsumsi sendiri.
Pendapatan dari luar usahatani adalah pendapatan dari anggota rumah
tangga yang diperoleh dari pekerjaannya di luar usahatani seperti PNS,
karyawan swasta, buruh pabrik, buruh bangunan, sopir, tukang parkir dan
berdagang di pasar maupun di warung. Dalam penelitian ini, pendapatan dari
lainnya adalah berupa kiriman dari anak yang tidak tinggal dalam satu rumah/
bekerja diluar daerah. Pada Tabel 21 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata
pendapatan luar usahatani pada penelitian ini adalah sebesar Rp 846.666,67 per
bulan.
Persentase pendapatan usahatani sebesar 46,87% dan persentase
pendapatan luar usahatani sebesar 53,13%. Pendapatan dari luar usahatani
lebih dapat diandalkan karena mendatangkan penghasilan yang lebih tinggi
untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga. Jika petani hanya
mengandalkan pendapatannya dari usahatani, maka petani tidak akan dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Suatu kenyataan bahwa petani pada
umumnya hanya menguasai tanah pertanian kurang dari 0,50 ha. Pada
penelitian ini, lahan yang dimiliki petani responden sebesar 0,35 ha. Semakin
sempit lahan yang mereka miliki, pendapatan yang diperoleh dari usahatani
akan rendah, selain itu semakin mahalnya kebutuhan rumah tangga baik
pangan maupun non pangan menuntut petani untuk mencari tambahan
penghasilan dari luar usahatani. Pendapatan dari luar usahatani sangat
membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga,
karena jika hanya mengandalkan pendapatan dari usahatani tidaklah cukup.
C. Pengeluaran Rumah Tangga Responden
Pengeluaran rumah tangga adalah biaya yang dikeluarkan untuk
konsumsi semua anggota rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga
digolongkan menjadi 2 yaitu pengeluaran pangan dan non pangan. Menurut
BPS Kabupaten Kulon Progo, ada 15 jenis kelompok pangan yang terdiri dari
padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayur-sayuran, kacang-
kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, minuman, bumbu-bumbuan,
konsumsi lain, makanan dan minuman jadi, minuman alkohol serta tembakau
dan sirih. Pengeluaran untuk konsumsi pangan dihitung selama seminggu yang
lalu, selanjutnya masing-masing dikonversikan ke dalam pengeluaran rata-rata
per bulan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Tabel 21. Rata-Rata Pengeluaran Pangan per Bulan Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo
No. Pengeluaran Pangan Rata-rata (Rp/bulan) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11 12. 13. 14. 15.
Padi-padian Umbi-umbian Ikan Daging Telur dan susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak Minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lain Makanan dan minuman jadi Minuman alkohol Tembakau dan sirih
186.514,17 9.480,83
15.336,67 38.556,67 64.398,33 73.049,58 33.391,17 34.518,33 49.450,00 54.310,00 82.417,92 42.845,25 29.390,67
0,00 59.232,50
24,11 1,23 1,98 4,98 8,34 9,49 4,32 4,46 6,39 7,03
10,67 5,55 3,80 0,00 7,66
Jumlah 773.743,58 100,00
Sumber: Analisis Data Primer
Tabel 21 menunjukkan besarnya rata-rata pengeluaran pangan per bulan
rumah tangga responden. Pengeluaran untuk padi-padian merupakan
pengeluaran terbesar yaitu 24,11 % dari seluruh pengeluaran untuk konsumsi
pangan. Kelompok pangan padi-padian meliputi beras, jagung, tepung beras,
tepung jagung, tepung terigu dan jenis produk dari padi-padian. Besarnya
pengeluaran untuk padi-padian karena padi/beras merupakan makanan pokok
bagi setiap rumah tangga responden, hal ini juga mempengaruhi pola pangan
masyarakat untuk mencukupi kebutuhan beras sebagai kebutuhan yang utama,
sehingga beras menempati urutan yang paling besar diantara kelompok pangan
lainnya. Beras yang dikonsumsi petani adalah beras yang mereka dapat dari
hasil usahatani padi. Besarnya pengeluaran untuk beras juga dipengaruhi oleh
harga beras di tingkat produsen. Saat penelitian harga beras sebesar
Rp 5.000,00 – Rp 5.500,00. Rata-rata beras yang dikonsumsi oleh rumah
tangga responden per minggu adalah sebesar 7,3 kg. Selain beras sebagai
pengeluaran terbanyak dalam kelompok padi-padian, tepung terigu juga salah
satu konsumsi pangan dari kelompok padi-padian yang dapat digunakan untuk
bahan-bahan pembuat lauk-pauk atau makanan ringan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Pengeluaran pangan terbesar kedua adalah untuk konsumsi bumbu-
bumbuan sebesar 10,67%. Golongan bumbu-bumbuan antara lain garam,
merica, ketumbar, terasi, vetsin, penyedap rasa, kecap, bawang merah, bawang
putih, cabai, gula jawa dan lain-lain. Pengeluaran untuk bawang merah dan
bawang putih adalah yang terbanyak. Hal ini dikarenakan kedua jenis ini
diperlukan hampir disetiap masakan dan dalam jumlah yang lebih banyak
dibanding bumbu-bumbu yang lain seperti garam, penyedap rasa, merica dan
ketumbar. Harga bawang merah dan bawang putih yang mahal, yaitu
Rp 23.000,00 untuk bawang merah dan Rp 25.000,00 untuk bawang putih.
Bawang merah dan bawang putih diperlukan dalam jumlah yang banyak di
setiap masakan menjadikan pengeluaran untuk konsumsi bumbu-bumbuan
tinggi. Harga garam, penyedap rasa dan ketumbar cukup murah, sedangkan
merica walaupun harganya mahal tetapi hanya dibutuhkan dalam jumlah yang
sedikit.
Pengeluaran untuk sayur-sayuran mencapai 9,49%. Golongan sayuran
antara lain adalah bayam, kangkung, kubis, kacang panjang, buncis, tomat,
terong, wortel, jipang, kecambah, daun bawang dan lain-lain. Untuk
mendapatkan sayuran, petani membeli di pasar, warung ataupun penjual
keliling. Kecamatan Nanggulan mempunyai empat pasar yaitu Pasar Kenteng,
Pasar Nanggulan, Pasar Mudal dan Pasar Krambilan yang masing-masing pasar
mempunyai hari pasaran yang berbeda-beda. Pasar Kenteng hanya buka pada
hari pasaran Wage dan Legi, Pasar Nanggulan pada hari pasaran Pahing, Pasar
Mudal buka pada hari pasaran Pon dan Kliwon dan di Pasar Krambilan buka
pada hari pasaran Legi, sehingga untuk untuk mendapatkan sayuran selain hari
pasaran mereka belanja di warung-warung terdekat karena tidak semua pasar di
Kecamatan Nanggulan dapat dijangkau oleh penduduk. Selain itu, sayuran
seperti lembayung, mereka dapatkan dari sawah yang tumbuh di pematang
sawah, juga daun singkong dan daun pepaya yang mereka dapat dari
pekarangan.
Pengeluaran untuk telur dan susu 8,34% dari pengeluaran pangan.
Rumah tangga responden yang mengkonsumsi susu adalah rumah tangga yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
mempunyai anak balita atau anak usia sekolah. Telur merupakan bahan pangan
sumber protein hewani yang murah dibandingkan dengan daging dan lainnya,
sehingga menjadi pilihan rumah tangga untuk mengkonsumsinya. Selain itu
telur juga dapat menjadi lauk yang praktis karena mudah dalam menyajikan,
biasanya disajikan dalam bentuk mata sapi atau dadar.
Pengeluaran untuk konsumsi tembakau dan sirih yang mencapai 7,66%.
Tidak semua rumah tangga responden mengkonsumsi tembakau dan sirih
karena alasan untuk kesehatan dan responden lebih memilih untuk mencukupi
kebutuhan pangan lainnya daripada untuk merokok. Golongan pangan yang
termasuk dalam tembakau dan sirih antara lain: rokok kretek, rokok putih,
cerutu, sirih, tembakau, dan inang. Pengeluaran terbesar pada rokok kretek.
Alasan memilih rokok kretek adalah harganya yang lebih murah dibanding
rokok putih dan lebih praktis dibanding meracik sendiri (tingwe).
Pengeluaran untuk minuman mencapai 7,03% dari pengeluaran pangan.
Pengeluaran untuk minuman meliputi gula, teh, kopi dan lainnya. Pengeluaran
terbesar adalah untuk gula, karena gula digunakan untuk melengkapi teh
maupun kopi, selain itu juga gula dapat digunakan untuk pelengkap bumbu
dalam masakan. Gula, teh dan kopi merupakan pengeluaran sehari-hari yang
rutin karena dikonsumsi setiap harinya.
Pengeluaran untuk minyak dan lemak adalah 6,39% dari pengeluaran
pangan. Pengeluaran untuk minyak dan lemak meliputi minyak goreng,
mentega, kelapa dan lainnya. Pengeluaran untuk minyak goreng merupakan
pengeluaran terbesar, karena semua rumah tangga menggunakan minyak
goreng untuk menumis bumbu dan menggoreng lauk. Tidak semua rumah
tangga mengkonsumsi kelapa, kelapa hanya digunakan untuk membuat sayur
lodeh, sedangkan untuk mentega semua rumah tangga tidak mengkonsumsi.
Rumah tangga responden tidak mengkonsumsi roti tawar sehingga tidak
menggunakan mentega dan untuk menumis bumbu-bumbuan menggunakan
minyak goreng, tidak menggunakan mentega.
Konsumsi lain mencapai 5,55% dari pengeluaran pangan. Golongan
konsumsi lain antara lain kerupuk, mie, bihun dan lain-lainnya. Konsumsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
untuk mie merupakan pengeluaran terbesar pada golongan ini. Hampir semua
rumah tangga mengkonsumsi mie. Mie menjadi alternatif bagi pemenuhan
kebutuhan selain nasi dibandingkan dengan golongan makanan lainnya.
Dengan perkembangan yang serba cepat dan praktis turut pula menjadi alasan
mengapa banyak orang memilihnya. Banyak produk mie yang dengan cepat
diolah, disajikan dan dikonsumsi dengan kemasan yang bagus dan dengan
variasi harga yang memungkinkan masyarakat untuk melakukan pilihan-
pilihan produk mie sesuai dengan kemampuannya. Selain itu mie juga dengan
mudah dijumpai di berbagai tempat, tidak hanya di swalayan tetapi juga di
pasar tradisional atau warung kecil di pedesaan. Promosi beragam jenis mie
juga dilakukan secara gencar melalui berbagai media seperti media elektronik,
cetak dan kegiatan sosial. Mie yang terbuat dari terigu mengandung
karbohidrat dalam jumlah besar, tetapi kandungan protein, vitamin dan
mineralnya hanya sedikit. Namun, sifat karbohidrat dalam mie berbeda dengan
sifat yang terkandung di dalam nasi. Sebagian karbohidrat dalam nasi
merupakan karbohidrat kompleks yang memberi efek rasa kenyang lebih lama.
Sedangkan karbohidrat dalam mie instan sifatnya lebih sederhana sehingga
mudah diserap. Akibatnya, mie instan memberi efek lapar yang lebih cepat
dibanding nasi. Kerupuk juga dikonsumsi hampir setiap rumah tangga, karena
kerupuk merupakan makanan sampingan yang hampir tiap hari pasti ada di
rumah, hal itu disebabkan harga kerupuk yang murah dan mudah didapatkan.
Pengeluaran untuk daging 4,98% dari pengeluaran pangan. Golongan
daging meliputi sapi, ayam, kambing dan lainnya. Rumah tangga petani
umumnya hanya mengkonsumsi daging ayam, hal ini karena harga daging
ayam yaitu sebesar Rp 20.000,00 per kg, lebih murah jika dibandingkan
dengan harga daging sapi yaitu Rp 60.000,00 per kg. Konsumsi daging
diutamakan hanya untuk anak-anak saja.
Pengeluaran untuk buah-buahan sebesar 4,46% dari pengeluaran
pangan. Buah yang paling banyak dikonsumsi rumah tangga petani adalah
pepaya dan pisang, sedangkang jeruk dan apel dikonsumsi sesekali saja. Buah
pepaya dan pisang adalah buah yang diperoleh dari pekarangan mereka sendiri,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
sehingga selain dapat dijual, sebagian hasilnya untuk dikonsumsi sendiri. Buah
jeruk dan apel dikonsumsi karena merupakan buah yang digemari oleh anak-
anak responden dan dikonsumsi jika ada salah seorang anggota rumah tangga
ingin mengkonsumsi atau sedang sakit.
Pengeluaran untuk kacang-kacangan adalah sebesar 4,32%, yang
meliputi pengeluaran untuk kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, tahu,
tempe dan lainnya. Tidak semua rumah tangga mengkonsumsi kacang tanah
dan kacang hijau. Kacang tanah biasanya direbus untuk makanan ringan atau
sebagai bumbu pecel, kacang hijau digunakan jika untuk memasak bubur atau
direbus dan airnya diminum. Pengeluaran rumah tangga petani untuk golongan
kacang-kacangan yang paling besar untuk tempe dan tahu. Tempe dan tahu
merupakan lauk sumber protein nabati yang murah dan tersedia terus-menerus
di pasar, alasan inilah yang membuat responden memilih untuk
mengkonsumsinya.
Pengeluaran untuk makanan dan minuman jadi 3,80% dari pengeluaran
pangan. Golongan makanan dan minuman jadi antara lain roti, biskuit, bakso,
mie ayam dan lainnya. Rendahnya persentase makanan dan minuman jadi
adalah karena rumah tangga petani merupakan rumah tangga dengan
penghasilan yang rendah, sehingga mereka lebih memilih untuk mencukupi
kebutuhan makanan pokok saja dan memilih untuk memasak sendiri makanan
mereka karena dapat lebih menghemat dan disesuaikan dengan besarnya
pendapatan mereka.
Pengeluaran untuk ikan adalah 1,98% dari pengeluaran untuk pangan.
Golongan ikan meliputi ikan segar, ikan awetan dan lainnya. Ikan yang
dikonsumsi oleh petani responden adalah ikan awetan dan ikan segar. Ikan
awetan ini antara lain gereh dan teri. Harga ikan awetan yang lebih murah dari
ikan segar menjadi alasan utama rumah tangga memilihnya. Ikan segar yang
dikonsumsi adalah lele. Lele lebih dipilih untuk dikonsumsi karena dibanding
ikan segar lainnya, lele memiliki harga yang lebih murah dan mudah
didapatkan di pasar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Pengeluaran umbi-umbian sebesar 1,23% dari pengeluaran pangan.
Golongan umbi-umbian meliputi ketela pohon, ketela rambat, gaplek, kentang,
talas dan lainnya. Jenis umbi yang sering dikonsumsi rumah tangga petani
adalah ketela pohon dan ketela rambat. Sebagian besar mereka memperoleh
bukan dari membeli melainkan dari hasil pekarangan rumahnya. Umbi-umbian
dikonsumsi untuk makanan sampingan, misalnya direbus, dikukus atau
digoreng. Untuk kentang, rumah tangga petani responden tidak semua
mengkonsumsi, biasanya kentang hanya digunakan untuk tambahan pada sayur
sop, bukan untuk konsumsi kentang secara langsung, misalnya kentang goreng,
kentang rebus atau lainnya.
Kelompok yang tidak mengambil proporsinya dari pengeluaran adalah
minuman alkohol. Ini artinya dari seluruh rumah tangga petani responden tidak
ada yang mengkonsumsi minuman keras. Sebagai umat yang taat beragama
dan sebagai masyarakat desa yang masih memegang adat istiadat, meminum
minuman beralkohol diharamkan.
Menurut BPS Kabupaten Kulon Progo, ada 8 jenis kelompok non
pangan yang terdiri dari perumahan, aneka barang dan jasa, biaya pendidikan,
biaya kesehatan, sandang, barang tahan lama, pajak dan asuransi dan keperluan
sosial. Berikut ini merupakan besarnya pengeluaran non pangan rumah tangga
responden.
Tabel 22. Rata-Rata Pengeluaran Non Pangan per Bulan Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo
No. Pengeluaran Non Pangan Rata-rata (Rp/bulan) Persentase (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Perumahan Aneka barang dan jasa Biaya pendidikan Biaya kesehatan Sandang Barang tahan lama Pajak dan asuransi Keperluan sosial
76.966,67 160.200,00 139.200,00 22.466,67 22.094,44 0,00 18.597,21 76.333,33
14,92 31,06 26,98 4,36 4,28 0,00 3,16
14,80 Jumlah 515.858,32 100,00
Sumber: Analisis Data Primer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Tabel 22 menunjukkan besarnya rata-rata pengeluaran non pangan
perbulan rumah tangga responden. Pengeluaran non pangan terbesar adalah
untuk aneka barang dan jasa yaitu sebesar Rp 160.200,00 atau 31,06% dari
pengeluaran non pangan. Pengeluaran untuk aneka barang dan jasa meliputi
sabun mandi, sabun cuci, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, ongkos transportasi,
bensin, perawatan kendaraan, pembuatan KTP, komunikasi dan lainnya.
Pengeluaran pada golongan ini tinggi karena meliputi barang yang dibutuhkan
dan dipergunakan setiap hari oleh seluruh anggota rumah tangga seperti sabun
mandi, sabun cuci, pasta gigi dan shampoo. Sebagian besar rumah tangga
mempunyai kendaraan untuk transportasi. Kendaraan tersebut memudahkan
dan mempercepat keluarga responden dalam melakukan aktivitasnya sehingga
membutuhkan bensin untuk bahan bakarnya, selain itu 66,67% rumah tangga
responden juga memiliki alat komunikasi berupa handphone yang juga
menambah pengeluaran pada golongan aneka barang dan jasa untuk membeli
pulsa.
Pengeluaran untuk biaya pendidikan mencapai 26,98% dari
pengeluaran non pangan. Biaya pendidikan meliputi biaya untuk uang pangkal,
SPP, pramuka, prakarya, buku, alat tulis dan lainnya. Pengeluaran untuk
lainnya misalnya adalah pengeluaran untuk uang saku sekolah. Uang pangkal
dan SPP hanya berlaku bagi pelajar SMA dan setingkat serta perguruan tinggi,
sedangkan untuk SD dan SMP telah membebaskan muridnya dari biaya
tersebut melalui dana BOS. Tingginya persentase biaya pendidikan karena
sebagian besar anak atau cucu rumah tangga responden masih bersekolah.
Sebagian anak dari rumah tangga responden sudah menyelesaikan pendidikan
SMA dan tetap melanjutkan ke Perguruan Tinggi dengan harapan masa depan
anak menjadi lebih baik dari orang tuanya meskipun dengan keterbatasan
biaya.
Pengeluaran perumahan 14,92% dari pengeluaran non pangan.
Pengeluaran untuk perumahan meliputi sewa/kontrak, listrik, minyak tanah,
kayu bakar, LPG dan lainnya. Tempat tinggal responden adalah rumah milik
sendiri, sehingga tidak mengeluarkan biaya untuk sewa/kontrak. Pengeluaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
untuk golongan ini adalah untuk listrik, minyak tanah, kayu bakar dan LPG.
Listrik digunakan setiap harinya untuk sarana penerangan. Minyak tanah, kayu
bakar dan LPG digunakan untuk sarana memasak. Meskipun telah
diberlakukannya konversi minyak tanah ke LPG, namun masih ada rumah
tangga yang masih menggunakan minyak tanah dan kayu untuk bahan bakar.
Pengeluaran untuk keperluan sosial sebesar 14,80% dari pengeluaran
non pangan. Pengeluaran untuk keperluan sosial meliputi sumbangan untuk
perkawinan, kematian, khitanan, perayaan agama, perayaan adat dan lainnya.
Kehidupan bermasyarakat di perdesaan bagi rumah tangga responden masih
sangat diutamakan. Responden beranggapan bahwa sumbangan yang diberikan
adalah tabungan yang suatu saat nanti pasti akan kembali ketika responden
punya kerja atau hajatan. Pada penelitian ini, pengeluaran untuk keperluan
sosial meliputi sumbangan untuk perkawinan, kematian, khitanan dan saat
musim panen, petani juga bersedekah ke masjid sebagai rasa syukur atas hasil
panennya. Besarnya pengeluaran per bulan untuk keperluan sosial bagi setiap
rumah tangga responden tidaklah sama, tergantung berapa banyaknya
undangan dari orang yang punya kerja. Pengeluaran terbanyak adalah untuk
sumbangan perkawinan, umumnya responden mengeluarkan uang sebesar
Rp 20.000,00 per orang untuk menyumbang.
Pengeluaran untuk biaya kesehatan adalah sebesar 4,36% dari
pengeluaran non pangan. Biaya kesehatan yang rendah pada rumah tangga
responden disebabkan mereka lebih memilih untuk berobat ke Puskesmas atau
membeli obat di toko. Apabila penyakit sudah parah, baru mereka datang ke
Dokter Praktek atau Dokter Spesialis.
Pengeluaran untuk sandang mencapai 4,28% dari pengeluaran non
pangan. Pengeluaran sandang meliputi pengeluaran untuk pakaian, alas kaki,
tutup kepala, dan lainnya. Seluruh rumah tangga responden hanya membeli
pakaian pada saat lebaran atau setahun sekali dan diutamakan untuk anak-anak.
Hal ini dilakukan karena mereka lebih mementingkan untuk keperluan
konsumsi lainnya yang lebih penting daripada untuk membeli pakaian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Keperluan pajak dan asuransi adalah sebesar 3,16% dari pengeluaran
non pangan. Pengeluaran untuk golongan ini meliputi pengeluaran untuk PBB,
dan lainnya. PBB dikeluarkan untuk pajak tanah yang mereka punya dan juga
bangunan yang mereka tempati (rumah). Biaya lainnya adalah biaya untuk
pajak kendaraan bermotor. Pajak PBB maupun pajak kendaraan bermotor
dikeluarkan setahun sekali, sehingga jika dirata-rata perbulan, pengeluaran
untuk pajak menjadi sedikit.
Pengeluaran non pangan lainnya adalah barang tahan lama. Barang
tahan lama meliputi alat rumah tangga, alat dapur, alat hiburan dan lainnya.
Pada penelitian ini tidak ada pengeluaran untuk barang tahan lama, hal ini
karena rumah tangga responden tidak membeli peralatan tahan lama dalam
jangka waktu yang pendek. Peralatan tahan lama dibeli jika peralatan tersebut
sudah benar-benar rusak.
Dari data di atas dapat diketahui besarnya pengeluaran yang
dikeluarkan oleh rumah tangga responden baik pengeluaran pangan maupun
pengeluaran non pangan. Besarnya pengeluaran total rumah tangga responden
dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Pengeluaran Total Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo
Pengeluaran Jumlah (Rp/bulan) Pengeluaran Pangan Pengeluaran Non Pangan
773.743,58 515.858,32
Pengeluaran Total 1.289.601,91
Sumber : Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 23 di atas, dapat diketahui bahwa besarnya
pengeluaran total adalah Rp 1.289.601,91 per bulan yang terdiri dari
pengeluaran pangan sebesar Rp 773.743,58 per bulan dan pengeluaran non
pangan sebesar Rp 515.858,32 per bulan. Pengeluaran pangan mempunyai nilai
pengeluaran yang lebih besar daripada pengeluaran non pangan, artinya rumah
tangga responden masih menggunakan sebagian besar pendapatannya untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya terlebih dahulu, yaitu kebutuhan pangannya
daripada kebutuhan non pangan. Rumah tangga responden yang memiliki tanah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
sempit, karena pendapatannya yang relatif kecil, maka pendapatannya
digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, yaitu kebutuhan pangan.
Kebutuhan pangan yang lebih dahulu dibeli adalah kebutuhan pokok, misalnya
beras dan lauk pauk sekedarnya seperti tempe dan tahu. Sedangkan petani yang
bertanah luas, karena pendapatannya yang lebih besar di samping mampu
membeli barang-barang konsumsi pokok rumah tangga, juga mampu membeli
barang-barang kebutuhan non pangan dengan jumlah yang lebih besar. Bagi
rumah tangga responden yang memiliki pendapatan besar dan jumlah anggota
kecil akan lebih leluasa menyusun anggaran belanja keluarga dan mungkin
masih sempat menabung, namun bagi rumah tangga responden yang memiliki
pendapatan kecil dan jumlah anggota keluarganya relatif besar akan terbatas
dalam menyusun anggaran belanja rumah tangganya. Bagi rumah tangga
tersebut pendapatannya hanya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
dasar rumah tangga, yaitu kebutuhan pangan.
Selisih antara pendapatan dan pengeluaran merupakan tabungan.
Besarnya rata-rata tabungan rumah tangga responden dapat dilihat pada Tabel
24.
Tabel 24. Rata-rata Pendapatan, Pengeluaran dan Tabungan Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo
Jumlah (Rp/bulan) Pendapatan Pengeluaran Total
1.593.513,89 1.289.601,91
Tabungan 303.911,98
Sumber: Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 24 di atas, dapat diketahui bahwa besarnya tabungan
adalah Rp 303.911,98. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa
pengeluaran masih mengambil sebagian besar bagian dari pendapatan.
Tabungan merupakan proporsi terkecil. Pada penelitian ini, tabungan
merupakan selisih antara pendapatan rumah tangga dan pengeluaran. Tabungan
pada penelitian ini berupa gabah kering yang belum digunakan untuk
konsumsi. Tidak semua hasil produksi usahatani padi rumah tangga responden
dijual, sebagian hasilnya digunakan untuk konsumsi rumah tangga. Hasil panen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
yang masih disimpan dan belum digunakan untuk konsumsi merupakan
tabungan.
D. Proporsi Pengeluaran Konsumsi Pangan Terhadap Pengeluaran Total
Rumah Tangga
Proporsi pengeluaran konsumsi pangan merupakan persentase
banyaknya pengeluaran pangan dibanding besarnya pengeluaran total. Berikut
ini merupakan proporsi pengeluaran rumah tangga responden.
Tabel 25. Proporsi Pengeluaran Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo
Pengeluaran Jumlah (Rp/bulan) Proporsi (%) Pengeluaran Pangan Pengeluaran Non Pangan
773.743,58 515.858,32
60,00 40,00
Pengeluaran Total 1.289.601,91 100,00
Sumber: Analisis Data Primer
Pengeluaran total merupakan pengeluaran untuk konsumsi pangan
ditambah pengeluaran untuk non pangan. Besarnya rata-rata pengeluaran total
pada penelitian ini adalah Rp 1.289.601,91. Berdasarkan tabel diatas, dapat
diketahui bahwa pengeluaran untuk pangan sebesar Rp 773.743,58 atau
mencapai 60,00% dari pengeluaran total dan untuk pengeluaran non pangan
sebesar Rp 515.858,32 atau 40,00%.
Menurut Ariani dan Purwantini, 2005, pengeluaran total
dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu pengeluaran untuk pangan dan
barang-barang bukan pangan. Proporsi antara pengeluaran pangan dan bukan
pangan juga digunakan sebagai indikator untuk menentukan tingkat
kesejahteraan atau ketahanan pangan rumah tangga. Dari proporsi pengeluaran
pangan dapat diungkapkan bahwa semakin tinggi proporsi pengeluaran pangan
berarti tingkat kesejahteraan atau ketahanan pangan rumah tangga semakin
rendah atau rentan. Berdasarkan data di atas pengeluaran pangan lebih besar
daripada pengeluaran non pangan, ini berarti tingkat kesejahteraan rumah
tangga responden masih rendah. Rumah tangga responden lebih
mengutamakan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya terlebih
dahulu, yakni berupa pangan, apabila kebutuhan dasar tersebut sudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
terpenuhi, maka keluarga akan mengalokasikan pendapatannya untuk
kebutuhan non pangan.
Peningkatan proporsi pengeluaran untuk kelompok pangan dapat
menjadi indikator menurunnya kesejahteraan penduduk. Kesejahteraan
penduduk sangat berpengaruh terhadap akses ekonomi rumah tangga terhadap
pangan sehingga juga mempengaruhi kuantitas dan kualitas makanan yang
dikonsumsi. Semakin menurunnya tingkat kesejahteraan rumah tangga, maka
rumah tangga akan lebih memprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan
pangannya yang berguna untuk mengatasi rasa lapar, sehingga kualitas pangan
kurang diperhatikan. Sebaliknya, rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan
tinggi, akan mampu mencukupi kebutuhannya tidak hanya untuk pangan,
namun juga untuk non pangan. Hal ini seperti apa yang berlaku pada hukum
Engel, bahwa proporsi dari total pengeluaran yang dialokasikan untuk pangan
akan berkurang dengan meningkatnya pendapatan. Selain itu, dengan
bertambahnya pendapatan, rumah tangga dapat membeli pangan yang baik,
sehingga tidak hanya berfungsi untuk mengatasi rasa lapar, namun juga untuk
memenuhi kebutuhan gizi anggota rumah tangganya. Pendapatan rumah tangga
yang diperoleh dari usahatani dan luar usahatani tersebut, prioritas pertamanya
adalah pengeluaran untuk konsumsi berupa kebutuhan pangan dengan proporsi
pengeluaran pangan mencapai 60%.
E. Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga
Konsumsi pangan merupakan sejumlah makanan dan minuman yang
dimakan/diminum penduduk/seseorang dalam rangka memenuhi kebutuhan
fisiknya. Konsumsi pangan dihitung dari makanan/minuman yang dimakan
setiap anggota rumah tangga tanpa mempertimbangkan asal makanan tersebut
(masak sendiri ataupun membeli). Konsumsi pangan yang dinilai adalah
konsumsi energi dan konsumsi protein. Konsumsi energi adalah sejumlah
energi pangan yang dikonsumsi per orang per hari yang dinyatakan dalam
kkal/orang/hari dan konsumsi protein adalah sejumlah protein pangan yang
dikonsumsi yang dinyatakan dalam gram/orang/hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Konsumsi gizi rumah tangga diketahui dengan menghitung konsumsi
rumah tangga 24 jam yang lalu dengan pedoman Daftar Komposisi Bahan
Makanan (DKBM). Selanjutnya, konsumsi gizi ini dibandingkan dengan
Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk mengetahui nilai Tingkat konsumsi Gizi
(TKG). Besarnya AKG berbeda-beda untuk setiap individu karena AKG
ditentukan berdasarkan umur dan jenis kelamin. Rata-rata angka kecukupan
gizi, baik energi dan protein rumah tangga responden diperoleh dengan
menjumlahkan AKG setiap anggota keluarga menurut golongan umur dan jenis
kelamin, kemudian dibagi dengan jumlah total anggota keluarga.
Berikut ini merupakan rata-rata konsumsi energi dan protein rumah
tangga responden dan tingkat konsumsi gizinya.
Tabel 26. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein Serta Tingkat Konsumsi Gizi (TKG) Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo
Keterangan Energi (kkal) Protein (gram)
Rumah Tangga
Per orang per hari
Rumah Tangga
Per orang per hari
Konsumsi 6.229,06 1.698,70 184,22 50,26 AKG dianjurkan 7.306,67 1.994,58 193,90 53,24 TKG (%) 85,17 85,17 94,41 94,41
Sumber: Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 26 dapat diketahui bahwa besarnya rata-rata
konsumsi energi rumah tangga responden adalah 1.698,70 kkal/orang/hari dan
konsumsi protein sebesar 50,26 gram/orang/hari. Besarnya rata-rata konsumsi
energi masih kurang dibandingkan dengan angka kecukupan gizi (AKG) yang
dianjurkan yaitu sebesar 1.994,58 kkal/orang/hari, demikian juga dengan rata-
rata konsumsi protein yang masih kurang dibandingkan dengan AKG yang
dianjurkan yaitu sebesar 53,24 gram/orang/hari.
Besarnya rata-rata Tingkat Konsumsi Energi (TKE) rumah tangga
responden adalah 85,17% dan bila dilihat dari tingkat konsumsi gizinya dapat
disimpulkan bahwa secara keseluruhan untuk TKE termasuk dalam kategori
sedang. Beras merupakan satu-satunya pangan pokok sekaligus sumber energi
utama yang dikonsumsi rumah tangga responden. Akan tetapi, jumlah yang
dikonsumsi masih kurang dan belum mencapai angka kecukupan energi. Pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
penelitian ini rata-rata konsumsi beras 7,30 kg per minggu, sedangkan
konsumsi nasi sebesar 12,95 kg per minggu. Bila konsumsi beras
dikonversikan ke konsumsi nasi, maka konsumsi nasi rata-rata 14,60 kg per
minggu. Konsumsi nasi yang lebih rendah daripada konsumsi beras disebabkan
karena beberapa hal seperti saat penelitian sesudah masa tanam, sehingga
pekerjaan petani tidak begitu berat. Selain itu juga mengkonsumsi makanan
jadi seperti bakso atau mie ayam dam makanan lain seperti mie instan. Nasi
yang sisa biasanya dijemur untuk dijadikan nasi aking atau untuk makan ayam.
Rumah tangga responden masih menanak nasi masih menggunakan kendil
bukan magicjar, apabila api terlalu besar atau memasak terlalu lama
menyebabkan nasi yang dimasak mengeras atau menjadi intip.
Besarnya rata-rata Tingkat Konsumsi Protein (TKP) rumah tangga
responden adalah 94,41% yang termasuk dalam kategori sedang. Konsumsi
protein diperoleh dari konsumsi protein nabati dan hewani. Seperti halnya
konsumsi energi, apabila dilihat dari nilai TKP-nya, konsumsi protein rumah
tangga responden juga belum mencapai angka kecukupan. Faktor daya beli
merupakan alasan utama kurangnya konsumsi protein dalam rumah tangga.
Keterbatasan pendapatan rumah tangga membuat mereka enggan membeli
pangan sumber protein hewani yang mahal seperti daging sapi atau ikan segar.
Berdasar pola konsumsi pangan, jenis protein hewani yang sering dikonsumsi
oleh rumah tangga petani adalah telur yang harganya relatif terjangkau.
Sedangkan untuk jenis protein nabati, rumah tangga mengkonsumsi lauk pauk
berupa tahu dan tempe.
Baik TKE dan TKP belum mencapai angka kecukupan yang
dianjurkan. Namun demikian, konsumsi protein sudah tinggi dan hampir
mencapai AKP yang dianjurkan, yaitu sebesar 53,24 gram/orang/hari. Lebih
tingginya nilai TKP dibandingkan TKE disebabkan karena kecenderungan
penduduk mengkonsumsi pangan sumber protein nabati seperti tahu dan tempe
setiap hari dalam jumlah yang cukup. Tahu dan tempe merupakan makanan
yang murah dan mudah untuk didapatkan, sehingga rumah tangga responden
hampir mengkonsumsinya setiap hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Anggota rumah tangga terdiri dari suami, istri, anak dan anggota
keluarga lain yang masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda, seperti
umur dan jenis kelamin. Perbedaan umur dan jenis kelamin, berarti juga
terdapat perbedaan dalam pemenuhan konsumsi gizinya. Rata-rata konsumsi
energi dan protein anggota rumah tangga dan tingkat konsumsi gizi anggota
rumah tangga responden dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein Serta Tingkat Konsumsi Gizi (TKG) Anggota Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo
AKG Konsumsi TKG (%) Energi Protein Energi Protein Energi Protein
Suami Istri Anak Laki-laki Anak Perempuan AKL Laki-laki AKL Perempuan
2.243,10 1.771,67 2.059,09 1.947,37 2.060,00 2.100,00
60,00 50,23 50,73 49,42 57,00 57,50
1.968,43 1.464,61 1.836,76 1.697,77 1.584,48 1.634,23
57,02 45,88 52,75 48,24 51,62 53,07
87,75 82,67 89,20 87,18 76,92 77,82
95,03 91,34
104,00 97,61 90,56 92,29
Sumber : Analisis Data Primer
Dari Tabel 27 dapat diketahui perbedaan antara angka kecukupan gizi
yang dianjurkan pada setiap anggota keluarga dengan konsumsinya. Rata-rata
konsumsi energi anggota rumah tangga masih berada di bawah angka
kecukupan, sedangkan untuk rata-rata konsumsi protein hanya anak laki-laki
saja yang sudah mencukupi konsumsi proteinnya. Tingkat konsumsi energi
suami, istri, anak laki-laki dan anak perempuan sudah 80% di atas angka
kecukupan energi dan termasuk pada kategori sedang, sedangkan konsumsi
anggota keluarga lain laki-laki dan anggota keluarga lain perempuan masih
berada di bawah 80% angka kecukupan energi dan termasuk pada kategori
kurang. Tingkat konsumsi protein anggota rumah tangga responden semuanya
sudah berada di atas 80% angka kecukupan protein dan anak laki-laki sudah
memenuhi angka kecukupan protein dan termasuk dalam kategori baik.
Perbedaan umur dan jenis kelamin juga menuntut kebutuhan gizi yang
berbeda pula. Pada usia pertumbuhan dan usia produktif, anggota keluarga
lebih banyak membutuhkan konsumsi gizi baik energi dan protein. Anggota
keluarga yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak membutuhkan konsumsi
gizi yang lebih banyak dibanding dengan anggota keluarga perempuan. Pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
perempuan hamil dan menyusui juga membutuhkan asupan gizi yang lebih
banyak. Pada penelitian ini hanya ada satu ibu rumah tangga yang menyusui.
Anggota keluarga lain dalam penelitian ini adalah ayah atau ibu responden,
menantu atau cucu yang rata-rata masih kurang pangan dan dapat disebabkan
karena usia yang sudah tua sehingga konsumsinya sedikit atau karena rumah
tangga tersebut merupakan rumah tangga rawan pangan, sehingga bila dilihat
dari konsumsinya masih kurang. Pangan pokok yang juga sebagai sumber
energi pada penelitian ini adalah beras. Ketergantungan yang tinggi pada beras
sebagai sumber energi merupakan penyebab konsumsi energi yang belum
mencukupi angka kecukupan energi. Masih rendahnya konsumsi pangan
hewani yang sangat penting peranannya dalam upaya peningkatan kualitas
sumberdaya manusia juga merupakan penyebab belum tercapainya angka
kecukupan protein.
Sebaran kategori tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga
responden dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo
Kategori Tingkat Konsumsi Gizi
Energi (kkal/orang/hari)
Protein (gram/orang/hari)
Jumlah RT
% Jumlah RT
%
Baik TKG ≥100% AKG 2 6,67 9 30,00 Sedang TKG 80–99% AKG 20 66,67 21 70,00 Kurang TKG 70–80% AKG 7 23,33 0 0,00 Defisit TKG <70% AKG 1 3,33 0 0,00
Jumlah 30 100,00 30 100,00
Sumber: Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 28 dapat diketahui sebaran rumah tangga responden
berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein. Sebaran kategori tingkat
konsumsi energi dan protein rumah tangga menunjukkan bahwa status gizi tiap
rumah tangga berbeda. Sebagian besar rumah tangga termasuk dalam kategori
sedang. 20 rumah tangga responden berdasarkan tingkat konsumsi energi
termasuk dalam kategori sedang dan 21 rumah tangga responden berdasarkan
tingkat konsumsi protein termasuk dalam kategori sedang, artinya sebagian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
besar responden sudah memenuhi kecukupan gizinya 80% dari kecukupan gizi
yang dianjurkan. Secara keseluruhan tingkat konsumsi protein rumah tangga
responden lebih baik daripada tingkat konsumsi energinya. Hal ini terkait
dengan pola konsumsi beras sebagai pangan pokok tunggal dan belum adanya
pola konsumsi sumber energi lain seperti umbi-umbian. Apabila konsumsi
beras sebagai sumber energi utama kurang, maka akan berakibat pada
rendahnya tingkat konsumsi energi. Perbedaan kategori tiap rumah tangga
disebabkan perbedaan makanan yang dikonsumsi tiap rumah tangga.
Setiap bahan pangan memiliki sumbangan energi dan protein yang
berbeda. Beras sebagai pangan pokok merupakan penyumbang energi terbesar.
Sedangkan penyumbang protein adalah bahan makanan sumber protein nabati
dan hewani. Pada penelitian ini, pengeluaran pangan terbesar adalah untuk
padi-padian, sehingga dari sisi konsumsi padi-padian juga memiliki sumbangan
energi dan protein terbesar. Di samping itu, umbi-umbian seperti ketela pohon
dan ketela rambat hanya dikonsumsi sesekali saja sebagai makanan selingan.
Padahal umbi-umbian mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi sebagai
sumber tenaga/energi untuk meningkatkan nilai TKE. Gula juga memiliki
energi yang tinggi dan semua rumah tangga responden mengkonsumsi gula
sebagai pemanis minuman.
Protein didapatkan dari sayuran dan lauk pauk yang dikonsumsi
keluarga yang terdiri dari protein nabati dan hewani. Sumber pangan nabati
yang biasa dikonsumsi oleh rumah tangga petani berasal dari kacang-kacangan
dan hasil olahannya, antara lain tempe dan tahu. Tempe dan tahu merupakan
sumber protein dengan harga murah dan mudah didapatkan di pasar atau di
warung, mudah diolah dan rasanya yang enak sehingga menjadi pilihan rumah
tangga responden untuk dikonsumsi. Sedangkan untuk protein hewani berasal
dari telur, ikan dan daging ayam. Kurang beragamnya makanan yang
dikonsumsi dan jumlahnya yang terbatas, menyebabkan kurang tercukupinya
gizi rumah tangga responden.
Sebaran kategori tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga
responden dapat dilihat pada Tabel 29 :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Tabel 29. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Anggota Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo
Jumlah Rumah Tangga
Jenis Kelamin
Tingkat Konsumsi Energi Tingkat Konsumsi Protein Baik Sedang Kurang Defisit Baik Sedang Kurang Defisit
Suami Istri Anak Anak AKL AKL
L P L P L P
4 3 5 4 0 0
20 15 15 11 2 2
4 9 2 4 3 3
1 3 0 0 0 0
9 7
11 7 1 1
17 17 10 11 1 4
3 5 1 0 3 0
0 1 0 1 0 0
Jumlah 16 65 25 4 36 60 12 2
Sumber : Analisis Data Primer
Dari Tabel 29 dapat diketahui sebaran anggota rumah tangga responden
berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein. Sebagian besar anggota
rumah tangga termasuk dalam kategori sedang, artinya anggota rumah tangga
responden telah mampu mencukupi kebutuhan energi dan proteinnya. Namun,
masih ada pula beberapa anggota rumah tangga responden yang konsumsi
gizinya masih kurang. Pada data di atas masih ada anggota rumah tangga yang
konsumsi energinya masih kurang. Ada 5 orang suami atau sebesar 17,42%,
12 orang istri atau 40%, 2 orang anak laki-laki atau 9,09% dan 4 orang anak
perempuan yang masih kurang konsumsi energinya. Sedangkan anggota
keluarga lain laki-laki ada 3 orang atau 60% dan anggota keluarga lain
perempuan ada 3 orang atau 60% yang masih kurang konsumsi energinya.
Kurangnya konsumsi gizi dapat disebabkan karena beberapa faktor,
yaitu suami sebagai tulang punggung keluarga dan memiliki pekerjaan yang
lebih berat dibanding anggota rumah tangga lainnya sehingga konsumsi
gizinya, baik konsumsi energi dan protein lebih banyak. Anak-anak yang
mempunyai aktivitas yang tinggi dan ada pula yang dalam masa pertumbuhan
sehingga konsumsinya juga tinggi. Pola sosial budaya dalam penelitian ini juga
mempunyai pengaruh pada konsumsi anggota rumah tangga.
Secara tradisional suami mempunyai prioritas utama atas jumlah dan
jenis makanan dalam keluarga. Setelah suami kemudian anak-anak yang
menjadi prioritas dalam konsumsi makanan baik jumlah dan jenis makanan,
kemudian baru istri yang hanya memperoleh pangan yang disisakan oleh
anggota rumah tangganya. Hal ini yang menyebabkan 40% istri rumah tangga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
responden masih kurang pangan. Anggota keluarga lain juga masih banyak
yang kurang pangan, anggota keluarga lain adalah orang tua, kakak dan cucu.
60% anggota keluarga lain masih kurang pangan yang juga disebabkan usia
yang sudah tua sehingga konsumsinya sedikit atau karena rumah tangga
tersebut rawan pangan, sehingga bila dilihat dari konsumsinya masih kurang
dan terbatasnya pendapatan menyebabkan dalam memenuhi kebutuhan
pangannya hanya untuk mengatasi rasa lapar dan kualitas pangan kurang
diperhatikan.
F. Hubungan Proporsi Pengeluaran Pangan dengan Konsumsi Energi
Proporsi pengeluaran konsumsi pangan mempunyai hubungan terhadap
konsumsi energi rumah tangga. Konsumsi energi akan berbeda pada proporsi
pengeluaran yang berbeda pula. Dari hasil analisis hubungan korelasi dengan
menggunakan program SPSS 16 antara proporsi pengeluaran konsumsi pangan
dengan konsumsi energi rumah tangga responden dapat diketahui nilai
probabilitasnya adalah 0,019. Nilai probabilitas antara proporsi pengeluaran
konsumsi pangan dengan konsumsi energi adalah kurang dari 0,05. Apabila
nilai probabilitasnya kurang dari 0,05 maka Ho ditolak, artinya antara proporsi
pengeluaran konsumsi pangan dengan konsumsi energi mempunyai hubungan
yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95%.
Hasil analisis korelasi antara proporsi pengeluaran konsumsi pangan
dengan konsumsi energi menunjukkan bahwa koefisien korelasinya sebesar
– 0,426. Proporsi pengeluaran konsumsi pangan dengan konsumsi energi
mempunyai nilai koefisien korelasi yang menunjukkan hubungan yang sedang.
Nilai koefisien korelasi pada hasil analisis tersebut bernilai negatif yang artinya
antara variabel tersebut mempunyai hubungan yang berlawanan, apabila
proporsi pengeluaran konsumsi pangan tinggi maka konsumsi energi rendah,
begitu pula sebaliknya. Hal ini sesuai dengan penelitian Nyak Ilham dan Bonar
M. Sinaga (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Penggunaan Pangsa
Pengeluaran Sebagai Indikator Komposit Ketahanan Pangan, disebutkan bahwa
semua persamaan memiliki nilai elastisitas sebesar negatif satu. Dari hasil
elastisitas yang negatif dapat dikatakan bahwa hubungan antara kedua variabel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
yaitu pangsa pengeluaran pangan berlawanan arah dengan konsumsi energi
setiap penduduk.
Proporsi pengeluaran konsumsi pangan yang tinggi menunjukkan
kesejahteraan rumah tangga yang rendah dan dapat dikatakan mempunyai
pendapatan yang rendah pula, dengan pendapatan yang rendah rumah tangga
akan lebih memprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pangannya yang
berguna untuk mengatasi rasa lapar, sehingga kualitas pangan kurang
diperhatikan yang berakibat pada rendahnya konsumsi energi. Sebaliknya,
rumah tangga dengan proporsi pengeluaran konsumsi pangan yang rendah,
yang mencerminkan pendapatannya yang tinggi dan tingkat kesejahteraan
tinggi, akan mampu mencukupi kebutuhannya tidak hanya untuk pangan,
namun juga untuk non pangan. Selain itu, dengan bertambahnya pendapatan,
rumah tangga dapat membeli pangan yang baik, sehingga tidak hanya
berfungsi untuk mengatasi rasa lapar, namun juga untuk memenuhi kebutuhan
gizi anggota rumah tangganya.
Hal ini sesuai dengan hukum Bennet, bahwa peningkatan pendapatan
akan mengakibatkan individu cenderung meningkatkan kualitas konsumsi
pangannya dengan harga yang lebih mahal per unit zat gizinya. Keterkaitan
pendapatan dan ketahanan pangan dapat dijelaskan dengan hukum Engel.
Menurut hukum Engel, pada saat terjadinya peningkatan pendapatan,
konsumen akan membelanjakan pendapatannya untuk pangan dengan proporsi
yang semakin mengecil. Sebaliknya, bila pendapatan menurun, porsi yang
dibelanjakan untuk pangan semakin meningkat.
G. Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Ketahanan pangan dapat diketahui dari ketersediaan, distribusi dan
konsumsi masyarakat terhadap pangan. Pada penelitian ini ketahanan pangan
dilihat dari sisi konsumsi dan hubungannya dengan proporsi pengeluaran
pangan. Proporsi pengeluaran pangan dan Tingkat Konsumsi Energi (TKE)
merupakan komponen untuk menentukan ketahanan pangan rumah tangga.
Sebaran ketahanan pangan rumah tangga responden dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Tabel 30. Sebaran Ketahanan Pangan Rumah Tangga Responden di Kabupaten Kulon Progo
Kategori Ketahanan Pangan
Pendapatan Rumah Tangga
(Rp/bulan)
Proporsi Pengeluaran Pangan (%)
Tingkat Konsumsi Energi (%)
Jumlah RT
%
Tahan Pangan, jika proporsi pengeluaran pangan <60%, konsumsi energi cukup (>80% kecukupan energi)
2.503.055,52 56,43 95,78 9 30,00
Rentan Pangan, jika proporsi pengeluaran pangan ≥60%, konsumsi energi cukup (>80% kecukupan energi)
1.280.192,31 68,66 83,29 13 43,33
Kurang Pangan, jika proporsi pengeluaran pangan <60%, konsumsi energi kurang (≤80% kecukupan energi)
1.153.416,66 46,04 78,29 3 10,00
Rawan Pangan, jika proporsi pengeluaran pangan ≥60%, konsumsi energi kurang (≤80% kecukupan energi)
1.034.583,33 68,11 74,02 5 16,67
Jumlah 30 100,00
Sumber : Analisis Data Primer
Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga sangat tergantung dari cukup
tidaknya pangan yang dikonsumsi oleh setiap anggota rumah tangga untuk
mencapai gizi baik dan hidup sehat. Ketahanan pangan rumah tangga dapat
diukur dengan menggunakan klasifikasi silang dua indikator ketahanan, yaitu
proporsi pengeluaran pangan dan tingkat konsumsi energi. Berdasarkan Tabel
30 dapat diketahui status ketahanan pangan rumah tangga responden. Rumah
tangga dengan status rentan pangan memiliki sebaran terbesar dengan
persentase 43,33% dari seluruh responden. Rumah tangga dengan status tahan
pangan menempati urutan kedua dengan persentase 30,00%, rumah tangga
rawan pangan memiliki persentase sebesar 16,67% dan rumah tangga kurang
pangan dengan persentase sebesar 10,00%.
Rumah tangga petani umumnya adalah rumah tangga yang memiliki
pendapatan relatif rendah, sehingga tingkat kesejahteraannya masih rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Sehingga dalam memenuhi kebutuhannya, rumah tangga petani masih
mengeluarkan bagian yang lebih besar untuk keperluan pangannya, dan masih
belum memprioritaskan terpenuhinya kecukupan gizi anggota rumah
tangganya.
Pada penelitian ini terdapat 13 rumah tangga responden atau sebesar
43,33% dengan status rentan pangan, ini berarti rumah tangga memiliki
proporsi pengeluaran pangan yang tinggi, namun konsumsi energinya sudah
cukup. Status ketahanan pangan rumah tangga responden terbesar adalah
rentan pangan, hal ini berarti sebagian besar rumah tangga responden harus
mengeluarkan sejumlah uang yang lebih banyak untuk memperoleh pangan
yang dapat memenuhi kebutuhan mereka. Rumah tangga yang rentan pangan
dari sisi ekonomi kurang baik yang diindikasikan oleh proporsi pengeluaran
pangannya yang tinggi yaitu sebesar 68,66%. Pendapatan rumah tangga yang
rendah yaitu sebesar Rp 1.280.192,31 per bulan, menjadikan proporsi
pengeluaran pangan mereka tinggi karena sebagian besar pendapatannya
digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Dari kenyataan ini dapat
disarankan pada rumah tangga rentan pangan untuk meningkatkan pendapatan
rumah tangga sehingga dapat meningkatkan status rumah tangganya dari
kategori rentan pangan ke tahan pangan. Jika dilihat dari aspek gizi, Tingkat
Konsumsi Energi rumah tangga rentan pangan sudah cukup yaitu sebesar
83,29%. Jenis pangan yang dikonsumsi rumah tangga rentan pangan sebagian
besar berasal dari jenis pangan sumber energi, sehingga kebutuhan energi
rumah tangga responden telah melebihi 80% dari angka kecukupan yang
dianjurkan.
Rumah tangga dengan status tahan pangan sebanyak 9 rumah tangga
atau sebesar 30% dari seluruh responden. Status tahan pangan berarti proporsi
pengeluaran pangan rumah tangga responden rendah dan konsumsi energinya
sudah cukup. Petani di Kabupaten Kulon Progo tidak hanya mengandalkan
pekerjaannya sebagai petani, tetapi juga mempunyai pekerjaan lain di luar
usahatani yang memungkinkan petani untuk dapat meningkatkan
pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
kebutuhan gizinya dapat tercukupi dengan TKE sebesar 95,78%. Rata-rata
pendapatan rumah tangga responden yang tahan pangan adalah sebesar
Rp 2.503.055,52 per bulan dengan proporsi pengeluaran pangan sebesar
56,43%.
Status rumah tangga rawan pangan sebanyak 5 rumah tangga atau
sebesar 16,67% dari seluruh responden, hal ini karena proporsi pengeluaran
pangan yang tinggi dan konsumsi energinya masih kurang. Tingginya proporsi
pengeluaran pangan yaitu sebesar 68,11% mengindikasikan bahwa rumah
tangga responden mempunyai tingkat kesejahteraannya pun masih rendah.
Responden masih mengeluarkan bagian yang lebih besar untuk konsumsi
pangan. Keadaan ini terjadi karena pendapatan yang terbatas yaitu sebesar
Rp 1.034.583,33 per bulan, serta kurangnya pengetahuan tentang gizi, sehingga
yang terpenting adalah bagaimana perut kenyang sedangkan pemenuhan
kebutuhan gizi masih kurang diperhatikan. Tingkat Konsumsi Energi rumah
tangga responden rawan pangan adalah sebesar 74,02%. Dengan keadaan yang
demikian, rumah tangga dengan status rawan pangan yang kesejahteraannya
masih rendah disarankan untuk meningkatkan pendapatan agar dapat
meningkatkan kesejahteraan rumah tangga dan dapat mengkonsumsi pangan
yang lebih memiliki kualitas yang baik sehingga kecukupan gizi rumah tangga
dapat terpenuhi. Peningkatan pengetahuan tentang pangan dan gizi juga
diperlukan agar responden lebih menganekaragamkan jenis makanan dan
meningkatkan mutu pangan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Sebanyak 3 rumah tangga responden atau 10,00% dari seluruh
responden termasuk kategori kurang pangan yang memiliki proporsi
pengeluaran pangan rendah dan konsumsi energinya masih kurang. Rata-rata
pendapatan rumah tangga kurang pangan yaitu sebesar Rp 1.153.416,66 per
bulan, dengan proporsi pengeluaran pangan sebesar 46,04%. Proporsi
pengeluaran pangan yang rendah bukan disebabkan karena pendapatannya
yang cukup, namun karena besarnya pengeluaran non pangan. Pengeluaran non
pangan yang besar disebabkan karena tingginya biaya pendidikan bagi anak-
anak yang melanjutkan pendidikannya ke tingkat Perguruan Tinggi. TKE
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
rumah tangga responden kurang pangan yaitu sebesar 78,29% sehingga dapat
dikatakan bahwa rumah tangga responden kurang pangan belum bisa
mencukupi konsumsi energinya. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan
gizi dan kurang diperhatikannya susunan menu yang dikonsumsi, sehingga
pemilihan menu kurang dapat mencukupi kebutuhan energi. Untuk itu bagi
rumah tangga dengan kategori kurang pangan perlu adanya upaya untuk
meningkatkan pengetahuan tentang pangan dan gizi.
Jika terjadi serangan hama dan penyakit pada tanaman padi akan
berdampak pada kategori ketahanan pangan rumah tangga. Serangan hama dan
penyakit menyebabkan turunnya produksi padi yang akan berdampak pada
rendahnya pendapatan yang diperoleh petani padi. Pendapatan yang semakin
menurun akan mengakibatkan naiknya proporsi pengeluaran pangan.
Peningkatan proporsi pengeluaran untuk kelompok pangan menjadi indikator
menurunnya kesejahteraan rumah tangga. Semakin menurunya kesejahteraan
rumah tangga, maka rumah tangga akan lebih memprioritaskan untuk
memenuhi kebutuhan pangannya yang berguna untuk mengatasi rasa lapar,
sehingga kualitas pangan kurang diperhatikan.
Berkaitan dengan penelitian di atas, jika terjadi serangan hama dan
penyakit di Kabupaten Kulon Progo dengan tingkat konsumsi energi yang tetap
maka rumah tangga dengan kategori kurang pangan cenderung akan berubah
menjadi rumah tangga dengan kategori rawan pangan. Hal ini dikarenakan
turunnya pendapatan akan menyebabkan naiknya proporsi pengeluaran pangan.
Dengan peningkatan proporsi pengeluaran pangan dan konsumsi energi yang
rendah, maka rumah tangga tersebut tergolong rumah tangga rawan pangan.
Rumah tangga rawan pangan itu sendiri adalah rumah tangga dengan proporsi
pengeluaran pangan yang tinggi dan konsumsi energi yang kurang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis hubungan proporsi
pengeluaran dan konsumsi pangan dengan ketahanan pangan rumah tangga
petani di Kabupaten Kulon Progo, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Rata-rata pendapatan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo
sebesar Rp 1.593.513,89, yang terdiri dari pendapatan dari usahatani
sebesar Rp 746.847,22 (46,87%) dan pendapatan dari luar usahatani
sebesar Rp 846.666,67 (53,13%). Besarnya pengeluaran untuk pangan
adalah Rp 773.743,58 per bulan dan pengeluaran non pangan sebesar
Rp 515.858,32 per bulan.
2. Besarnya rata-rata proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total
adalah 60,00%, yang artinya pengeluaran konsumsi pangan masih
mengambil sebagian besar bagian dari pengeluaran rumah tangga petani.
3. Rata-rata konsumsi energi dan protein rumah tangga petani di Kabupaten
Kulon Progo adalah 1.698,70 kkal/orang/hari dan 50,26 gram/orang/hari.
Rata-rata tingkat konsumsi energinya sebesar 85,17% dan tingkat
konsumsi proteinnya sebesar 94,41% sehingga keduanya termasuk dalam
kategori sedang.
4. Proporsi pengeluaran konsumsi pangan dengan konsumsi energi
mempunyai hubungan yang signifikan. Nilai koefisien korelasi untuk
proporsi pengeluaran pangan dengan konsumsi energi adalah – 0,426 yang
menunjukkan hubungan sedang. Nilai koefisen korelasi bernilai negatif
menunjukkan bahwa hubungan antara proporsi pengeluaran konsumsi
pangan dengan konsumsi energi adalah berlawanan.
5. Kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani berdasarkan tingkatannya
adalah tahan pangan sebesar 30,00%, rentan pangan 43,33%, 10,00%
rumah tangga kurang pangan, dan 16,67% termasuk dalam kondisi rawan
pangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai analisis
hubungan proporsi pengeluaran dan konsumsi pangan dengan ketahanan
pangan rumah tangga petani di Kabupaten Kulon Progo, maka saran yang
dapat peneliti sampaikan adalah sebagai berikut:
1. Rata-rata TKE dan TKP responden yang masih di bawah angka kecukupan
energi dan protein hendaknya perlu diperbaiki, misalnya dengan
penganekaragaman pangan seperti umbi-umbian. Komoditas seperti ketela
pohon di Kabupaten Kulon Progo cukup berpotensi sebagai pangan
sumber energi di samping beras.
2. Jika dilihat dari konsumsi pangan setiap anggota rumah tangga responden,
masih banyak ibu rumah tangga yang kurang pangan. Hal ini dapat diatasi
dengan memberikan informasi dan penyuluhan mengenai kecukupan gizi
serta pengaruhnya terhadap kesehatan, sehingga diharapkan dapat
melakukan evaluasi terhadap pola makan yang pada akhirnya masing-
masing anggota rumah tangga mendapat porsi makan yang cukup dan
seimbang baik kuantitas maupun kualitasnya. Selain itu penyuluhan juga
untuk meningkatkan pengetahuan rumah tangga tentang gizi sehingga
dapat mencegah terjadinya kurang pangan dan rawan pangan.