Analisis Fundamentral Pada Ciputra Property 3

29
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pasar modal merupakan salah satu sarana yang efektif untuk mempercepat akumulasi dana bagi pembiayaan pembangunan melalui mekanisme pengumpulan dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tersebut ke sektor-sektor produktif. Dengan berkembangnya pasar modal, maka alternatif investasi bagi para pemodal kini tidak lagi terbatas pada “aktiva riil” dan simpanan pada sistem perbankan melainkan dapat menanamkan dananya di pasar modal, baik dalam bentuk saham, obligasi, maupun sekuritas (aktiva finansial) lainnya. Pemilihan investasi pada pasar saham memiliki tingkat pengembalian yang relative lebih tinggi dibandingkan dengan investasi pada obligasi maupun deposito tabungan. Hanya saja tingkat pengembalian pada pasar saham sangat fluktuatif dan tergantung pada harga saham yang bersangkutan. Dengan membeli saham, investor dapat menerima dividen (pembagian laba) setiap tahun dan mendapat keuntungan (capital gains) pada saat sahamnya dijual kembali. Namun pada saat yang sama, merekapun harus siap menghadapi resiko bila hal sebaliknya terjadi. Berinvestasi di pasar modal tidak saja memerlukan pemikiran yang lebih rumit dan informasi yang lebih kompleks, namun juga 1

Transcript of Analisis Fundamentral Pada Ciputra Property 3

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Pasar modal merupakan salah satu sarana yang efektif untuk mempercepat akumulasi dana bagi pembiayaan pembangunan melalui mekanisme pengumpulan dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tersebut ke sektor-sektor produktif. Dengan berkembangnya pasar modal, maka alternatif investasi bagi para pemodal kini tidak lagi terbatas pada aktiva riil dan simpanan pada sistem perbankan melainkan dapat menanamkan dananya di pasar modal, baik dalam bentuk saham, obligasi, maupun sekuritas (aktiva finansial) lainnya. Pemilihan investasi pada pasar saham memiliki tingkat pengembalian yang relative lebih tinggi dibandingkan dengan investasi pada obligasi maupun deposito tabungan. Hanya saja tingkat pengembalian pada pasar saham sangat fluktuatif dan tergantung pada harga saham yang bersangkutan. Dengan membeli saham, investor dapat menerima dividen (pembagian laba) setiap tahun dan mendapat keuntungan (capital gains) pada saat sahamnya dijual kembali. Namun pada saat yang sama, merekapun harus siap menghadapi resiko bila hal sebaliknya terjadi. Berinvestasi di pasar modal tidak saja memerlukan pemikiran yang lebih rumit dan informasi yang lebih kompleks, namun juga menghadapi resiko yang relatif besar bila dibanding dengan bentuk-bentuk simpanan pada sistem perbankan. Oleh karena itu, biasanya return yang diharapkan pada investasi saham relatif lebih besar dibanding tingkat bunga simpanan pada bankbank. Kehadiran pasar modal di Indonesia ditandai dengan banyaknya investor yang mulai menanamkan sahamnya dalam industri real estate and property sampai penanaman modal pada industry tambang dan perbankan. Industri real estate merupakan industri yang makin bertambah pesat seiring dengan pertumbuhan dan stabilitas ekonomi Indonesia yang terus membaik bahkan setelah krisis ekonomi menimpa perekonomian eropa dan amerika. Seperti dikutip dari Publikasi Publikasi Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia mengenai Berita Properti dan Prospek, Jumat (20/1/2012), pasar property di indonesia masih akan berkembang dan permintaan terhadap property sangat riil serta masih didominasi oleh end user (pengguna akhir), 1

selain itu Indonesia masih kekurangan pasokan hunian dan infrastruktur sehingga pasar properti masih sangat besar. Dengan demikian tidak salah rasanya jika investor menanamkan modal dalam bentuk saham pada industri real estate Indonesia. Salah satu cara untuk menganalisis saham dan tingkat pengembalian yang akan diperoleh adalah dengan melakukan pendekatan fundamental. Pendekatan analisis fundamental lebih cocok digunakan dalam membuat keputusan memilih saham perusahaan mana yang akan dibeli untuk jangka panjang. Pendekatan ini menitikberatkan pada factor fundamental perusahaan baik factor yang berpengaruh langsung maupun factor lain yang dapat berpengaruh secara tidak langsung. Analisis ini dilakukan dengan melihat perkembangan ekonomi makro Indonesia, perkembangan industry property di Indonesia kemudian membandingkan antar perusahaan untuk menilai apakah perusahaan tersebut dalam jangka panjang akan member return yang baik terhadap investasi saham yang dilakukan. Penilaian perusahaan dilakukan dengan bantuan rasio keuangan dalam laporan keuangan yang menggambarkan kondisi fundamental perusahaan tersebut. Dalam tulisan ini, penulis akan melakukan analisis fundamental terhadap perusahaan property Ciputra dengan berusaha menarik kesimpulan apakah investasi saham dalam perusahaan ini akan member return yang baik ataukah ada perusahaan lain yang mungkin member pengembalian yang lebih menguntungkan.

B. BATASAN MASALAH Dari latar belakang yang telah diuraikan, untuk melakukan investasi diperlukan analisis guna meminimalisir resiko dan memberi keyakinan bahwa tingkat pengembalian yang diinginkan dapat dicapai. Meskipun property Indonesia berkembang dengan baik, masih dibutuhkan analisis yang lebih mendalam dan rasional apakah industry property akan member return yang diinginkan. Batasan masalah dalam tulisan ini adalah: 1. Bagaimana kondisi makro ekonomi di Indonesia dalam kaitannya dengan keputusan investasi saham yang akan dilakukan? 2. Bagaimana kondisi industry property di Indonesia dan perkembangannya di masa yang akan datang? 3. Bagaimana kondisi fundamental keuangan pada pt xxx dan kemungkinan return yang akan diterima investor dengan memperhatikan rasio keuangan perusahaan?

2

C. TUJUAN PENULISAN Sesuai dengan permasalahan yang ada, tujuan penulisan yang ingin dicapai adalah: 1. Mengetahui kondisi makro ekonomi Indonesia dalam kaitannya dengan keputusan investasi saham 2. Mengetahui kondisi industry property di Indonesia dan perkembangan di masa yang akan datang 3. Mengetahui kondisi perusahaan dengan melihat dan memperhatikan rasio keuangan perusahaan.

3

BAB II LANDASAN TEORI

A. PASAR MODAL DAN INVESTASI SAHAM Pasar modal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek (Rusdin,2006). Pasar modal member alternative pada investor dalam menyalurkan dana. Pasar modal menghubungkan antara pemilik modal dengan perusahaan maupun institusi pemerintah melalui perdagangan saham, obligasi dan instrument keuangan lainnya. Efisiensi pasar modal akan menunjang pertumbuhan ekonomi riil secara keseluruhan (Anoraga, 2006). Manfaat pasar modal bagi perusahaan (emiten) menurut Anoraga (2006) adalah sebagai berikut: 1. jumlah dana yang dapat dihimpun berjumlah besar 2. dana tersebut dapat diterima sekaligus pada saat pasar perdana selesai 3. tidak ada convenant sehingga manajemen dapat lebih bebas dalam pengelolaan dana/perusahaan 4. solvabilitas perusahaan tinggi sehingga memperbaiki citra perusahaan 5. ketergantungan emiten terhadap bank menjadi lebih kecil Sedangkan manfaat pasar modal bagi investor menurut Anoraga (2006) antara lain: 1. nilai investasi perkembang mengikuti pertumbuhan ekonomi. Peningkatan tersebut tercermin pada meningkatnya harga saham yang mencapai kapital gain 2. memperoleh dividen bagi mereka yang memiliki/memegang saham dan bunga yang mengambang bagi pemenang obligasi 3. dapat sekaligus melakukan investasi dalam beberapa instrumen yang mengurangi risiko

Melalui instrument keuangan, perusahaan dapat memperoleh dana segar dari investor dan sebaliknya investor akan memperoleh pengambalian dari perusahaan dalam bentuk bunga obligasi atau deviden atas saham. Meskipun demikian, perkembangan pasar modal juga telah memunculkan peluang jual beli saham yang mengharapkan return dari selisih kenaikan harga beli 4

dan harga jual atas saham (capital gain). Keputusan untuk mengambil keuntungan baik berupa deviden atau bunga maupun keuntungan dari jual beli saham (capital gain) terletak pada keputusan yang diambil investor. Investasi saham memiliki tingkat resiko yang tinggi dibanding dengan investasi dalam obligasi maupun deposito. Meskipun demikian tingkat pengembalian saham lebih tinggi dibandingkan dengan pengembalian dari obligasi maupun deposito. Dengan demikian diperlukan analisis dan pengamatan yang lebih tajam sebelum seorang investor menanamkan modalnya pada instrument saham khususnya saham di pasar saham.

B. ANALISIS FUNDAMENTAL Menurut Wikipedia analisis fundamental adalah metode analisis yang didasarkan pada fundamental ekonomi suatu perusahaan. Analisis fundamental dapat digunakan untuk investasi dalam jangka panjang. Sedang menurut investopidia disebutkan bahwa analisis fundamental adalah: A method of evaluating a security that entails attempting to measure its intrinsic value by examining related economic, financial and other qualitative and quantitative factors. Fundamental analysts attempt to study everything that can affect the security's value, including macroeconomic factors (like the overall economy and industry conditions) and company-specific factors (like financial condition and management). Pada dasarnya analisis fundamental adalah analisis yang menggunakan data-data perusahaan terutama data yang terkait dengan kelangsungan hidup perusahaan dan kemampuan dalam menghasilkan laba. Kemampuan menghasilkan laba dan kelangsungan usaha dapat diperhitunggkan dengan melihat kondisi internal dan eksternal perusahaan. Dari internal perusahaan investor dapat mencermati kinerja keuangan dan kemampuan manajemen, sedang dari eksternal perusahaan dapat dilihat dari perkembangan industri dimana perusahaan berada. Faktor eksternal juga tidak terlepas dari kondisi makro perekonomian negara dimana perusahaan melangsungkan usahanya. Bahkan juga untuk industri tertentu, isu global juga menjadi perhatian. Seperti pada industri rokok, isu kesehatan baik yang didengungkan secara global, secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi penjualan mereka. Begitu juga dengan isu global warming yang memaksa perusahaan otomotif untuk menyisihkan keuntungan untuk mengembangkan produk yang lebih irit bahan bakan dan ramah lingkungan seperti pengembangan mobil hybrid. 5

Pendekatan yang banyak dipakai dalam analisis fundamental adalah pendekatan topdown. Yaitu pendekatan dengan mengalisis kondisi makro perekonomian suatu negara kemudian melakukan analisis terhadap berbagai industri yang ada di negara tersebut. Selanjutnya anallisis dilakukan terhadap perusahaan yang bergerak dalam industri terpilih. Analisis dari makro ekonomi suatu negara biasanya menggunakan indikator Gross Domestik Produk (GDP). GDP merupakan jumlah keseluruhan dari barang dan jasa pada suatu negara pada periode tertentu. GDP adalah penjumlahan dari besarnya konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan jumlah bersih ekspor setelah dikurangi impor. Pengaruh GDP terhadap perusahaan adalah garis lurus (Jones, 2007). Jika pertumbuhan dalam GDP lambat, maka pendapatan perusahaan juga akan melambat, dan keuntungan perusahaan juga akan melambat. Pasar saham pun akan merespon dengan cara yang sama. Analisis terhadap industri juga memegang peranan penting dalam menentukan investasi untuk jangka panjang. Jones pada bukunya menulis over long periods some sectors/industries have greatly outperformed other, an over shorter periods of time the dofferences in one sectors performance can be dramatic. Dengan demikian penting untuk menentukan di jenis industri apa investor seharusnya menamkan dananya dan kapan harus bergerak ke jenis industri lain. Dalam suatu industri dikenal dengan istilah industry life cycle. Siklus ini menggambarkan apakah perusahaan dalam kondisi berkembang, stabil ataupun sudah mulai menurun. Investor dapat juga menganalisis secara kualitatif dalam memperkirakan kemampuan suatu industri dimasa yang akan datang dengan memperhatikan kinerja industri dimasa lalu, faktor kompetisi yang terjadi di industri tersebut, pengaruh dari kebijakan pemerintah maupun perubahan struktur dalam perekonomian seperti pergerakan suatu negara dari negara agraris menjadi negara industri. Dari pengamatan tersebut investor dapat menentukan kapan harus masuk dalam industri apa untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Analisis fundamental yang tidak kalah penting adalah analisis terhadap perusahaan dalam suatu industri yang telah ditentukan sebelumnya. Analisis terhadap perusahaan adalah gabungan dari analisis terhadap kinerja keuangan dan kemampuan manajemen. Meskipun kemampuan manajemen tergambar pada pencapaian di laporan keuangan, tetapi manajemen tidak dapat dilihat dari sudut itu saja. Jika presentasi pada laporan keuangan adalah kondisi di masa yang lalu, maka presentasi managemen adalah gambaran perusahaan dimasa yang akan datang.

6

C. RASIO KEUANGAN Seperti disebutkan sebelumnya, kinerja keuangan merupakan ukuran kemampuan perusahaan mengelola asset untuk menghasilkan laba bagi perusahaan. Penilaian atas kinerja keuangan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu cara yang banyak digunakan adalah dengan mengukur rasio-rasio keuangan suatu perusahaan. Rasio keuangan tersebut antara lain: 1. Earning per share (EPS) Merupakan rasio yang menggambarkan pendapatan per lembar sahan yang beredar. Semakin tinggi nilai EPS berarti investasi pada setiap lembar saham mampu menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi. Secara matematis EPS adalah: EPS = laba bersih setelah pajak / jumlah lembar saham beredar 2. Price per Book Value (P/BV) Merupakan rasio yang menunjukkan perbandingan antara harga per lembar saham dengan nilai buku perusahaan. Semakin tinggi nilai P/BV berarti harga saham

PEMBAHASAN A. CIPUTRA DEVELOPMENT Ciputra Development (CTRA) didirikan pada tahun 1981. Perusahaan ini memiliki bisnis utama di bidang property dengan anak perusahaan Ciputra Surya Tbk, dan Ciputra Property Tbk. Perusahaan masuk bursa pada tahun 1994 dan anak perusahaannya menyusul masuk bursa pada tahun 1999 dan 2007. Selama tiga puluh tahun perusahaan telah mendirikan dan mengoperasikan 33 kawasan property yang tersebar di 20 propinsi di Indonesia. Secara garis besar perusahaan bergerak dalam property residensial dan property komersial. Property residensial meliputi proyek pengembangan kawasan perumahan termasuk di dalamnya perumahan, ruko, kapling, dan apartemen. Sedang property komersial berupa proyek pengembangan mall dan hotel. CTRA menerapkan system diversifikasi dalam pengembangan proyeknya. Proyek komersial maupun residensial tersebar di seluruh Indonesia. System ini akan

7

mendiversifikasi resiko yang mungkin timbul akibat fluktuasi harga property di suatu tempat. Dari segmen property residensial selama tahun 2011 berkontribusi lebih besar dalam pendapatan perusahaan dibandingkan dengan segmen komersial. Segmen residensial menyumbang 80,0% pada tahun 2011 yang mengalami kenaikan dari tahun 2010 sebesar 76,8%. Pendapatan ini lebih besar berasal dari penjualan property hunian kawasan Jakarta dan sekitarnya. Iktisar pendapatan dilihat dari segmen usaha adalah sebagai berikut:Penjualan bersih (dalam milyar) Kavling tanah Rumah Apartemen Sub-jumlah Pendapatan usaha Pusat perbelanjaan Hotel Lainnya Sub-jumlah 2011 162.1 1,195.2 385.0 1,742.3 251.4 127.6 57.0 436.0 2,178.3 2010 173.4 873.9 254.2 1,301.4 222.2 112.2 56.8 391.3 1,692.7 2009 132.1 794.5 29.8 956.4 216.0 104.5 55.4 375.9 1,332.3

Kenaikan penjualan disertai dengan kenaikan laba bersih. Laba usaha naik sebesar 43,9% atau 164,5 milyar dari 374,9 milyar pada tahun 2010 menjadi 539,4 milyar pada tahun 2011. Meskipun demikian margin laba perusahaan relative stabil pada angka 24,8%. Secara garis besar kondisi keuangan adalah sebagai berikut:Revenue Operating EBITDA Net Profit Core EPS Core EPS Growth FD Core P/E DPS Dividend Yield EV/EBITDA P/FCFE P/BV Recurring ROE Dec-10A Dec-11A 1,692,687 2,178,331 381,517 576,52 257,96 324,824 15.10 21.08 10.9% 39.7% 43.72 31.31 0.00 4.75 0.00% 0.72% 26.91 19.05 44.70 NA 2.04 1.96 4.8% 6.4%

Dalam annual report yang dirilis CTRA, perusahaan ini sangat optimis bahwa peningkatan pertumbuhan perekonomian di Indonesia akan meningkatkan pasar mereka 8

dimasa yang akan datang. Pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk, urbanisasi merupakan tiga hal penting demografi yang mendorong kenaikan permintaan terhadap produk properti di Indonesia. Sekitar 40% penduduk Indonesia atau sekitar 100 juta penduduk menerima pendapatan rata rata di atas USD 5.500 per tahun. Jumlah penduduk yang besar ini sama dengan total penduduk Malaysia (28 Juta) ditambah penduduk Thailand (64 juta) . Stretegi bisnis yang dirilis CTRA dalam menghadapi potensi tersebut di atas adalah: a. Mempertahankan stabilitas pemilikan luas land bank: dengan cara bangun jual beli lahan baru, dan mengembangkan bisnis properti ke setiap propinsi di seluruh Indonesia, baik melalui pembelian lahan baru maupun joint venture dengan mitra lokal pemilik tanah. b. Fokus pada usaha properti: mengembangkan kawasan hunian mandiri dan superblok serta produk property lainnya, mengusahakan kombinasi optimal antara trading base dan rental base. c. Program Peningkatan Mutu: pembangunan yang ramah lingkungan, menghasilkan produk unggul dan inovasi berkelanjutan, meningkatkan kepuasan konsumen dan efisiensi. d. Program Sumber Daya Manusia Unggul : membangun budaya kerja berkualitas dan unggul, pelatihan dan pengembangan SDM, meningkatkan kesejahteraan karyawan, mempertahankan lingkungan kerja yang sehat. Dengan kondisi perusahaan seperti disinggung diatas, analisis fundamental terhadap CTRA dibahas dalam subbab berikutnya. B. ANALISIS FUNDAMETAL 1. KONDISI PEREKONOMIAN MAKRO INDONESIA Semenjak krisis dunia yang terjadi pada tahun 2008, ekonomi Indonesia terus mengalami peningkatan. Seperti diketahui, Indonesia merupakan salah satu anggota G20 yang merupakan gabungan 20 negara yang memiliki produk domestic bruto terbesar di dunia. Data ini tentu melegakan karena menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia terus berkembang meskipun terjadi krisis di kawasan eropa dan melemahnya pertumbuhan amerika.

9

Menteri keuangan pada bulan Juni 2012 seperti dikutip pekalongankab.go.id mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2012 diperkirakan lebih tinggi dari dibandingkan pertumbuhan ekonomi negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia (5,2%), Thailand (4,5 %), Filipina (5,0 %) dan Singapura (4,4 %). Lebih lanjut menteri menargetkan pertumbuhan antara 6,5% sampai 6,9% pada tahun 2012. Menurut data resmi yang dirilis Badan Pusat Stategis (BPS), pertumbuhan ekonomi pada semester satu tahun 2012 dibandingkan semester 1 tahun 2011 mengalami pertumbuhan sebesar 6,3%. Dari pertumbuhan itu, pengeluaran dari konsumsi rumah tangga member kontri busi paling besar dibandingkan sector lain. Konsumsi rumah tangga sendiri menyumbang angka 2,8%. Artinya pertumbuhan ekonomi Indonesia banyak bertumpu pada konsumsi rumah tangga. Dibandingkan dengan negara lain, menurut ceicdata.com, Indonesia menempati urutan keenam sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar dan merupakan urutan kelima sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat diantara negara-negara anggota G20. Dilihat dari tingkat inflasi, secara umum inflasi di Indonesia masih dapat dikendalikan baik oleh pemerintah maupun otoritas moneter. Menurut rilis resmi bank Indonesia, laju inflasi di Indonesia pada bulan Juli 2011 sampai dengan Juli 2012 berada pada kisaran 3,56% sampai dengan 4,79%. Inflasi terendah ada pada bulan februari 2012 dan inflasi tertinggi pada bulan Agustus 2011. Inflasi tertinggi sebesar 4,79% itu pun di banyak dipengaruhi oleh kenaikan harga karena hari raya idul fitri yang jatuh pada bulan September 2011. Jika melihat data historis lebih jauh, angka inflasi Indonesia pernah mencapai 12,14% pada September 2008 tetapi angka inflasi terus turun pada bulan-bulan berikutnya sehingga menyetuh angka 4,58% pada Agustus 2012. Disamping data statistic yang dirilis, potensi ekonomi Indonesia masih sangat besar. Jumlah penduduk yang mencapai 244 juta jiwa pada Juni 2012. Jumlah ini merupakan pasar produk yang sangat potensial. Seperti diungkapkan BPS dari jumlah penduduk tersebut, pada Februari 2012 jumlah angkatan kerja adalah sebesar 120,4 juta jiwa dengan 93,96% adalah penduduk yang bekerja. Jumlah ini bertambah 2,8% dibandingkan keadaan pada Agustus 2011 dan bertambah 1,37% dibanding Februari 2011. 10

Selain potensi potensi jumlah penduduk, Indonesia juga menyimpan potensi sumber daya alam yang besar. Meskipun telah banyak tambang dan perkebunan di Indonesia, masih ada banyak lagi kekayaan alam yang membentang seluas wilayah Indonesia sebsar 5.193.250 kilometer persegi. Kondisi pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi merupakan indicator dalam pasar saham. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan kesehatan ekonomi suatu negara dan kekuatan ekonomi suatu negara. Dengan tingkat produksi di suatu negara yang tinggi menunjukkan bahwa di negara tersebut memiliki daya beli akan barang ataupun jasa yang ditawarkan di pasar. Sementara tingkat inflasi merupakan indicator pengembalian riil yang dapat diterima. Potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam Indonesia juga merupakan perangkat penting dalam memperkirakan

perkembangan ekonomi Indonesia di masa yang akan datang. Dari kedua indicator tersebut di atas dan potensi yang dimiliki, dapat dikatakan bahwa perekonomian Indonesia sedang menjadi primadona di dunia untuk menempatkan modal yang dimiliki. 2. INDUSTRI PROPERTI INDONESIA Dari kondisi perekonomian dan potensi yang dimiliki, beberapa sector industry di Indonesia juga mengalami peningkatan. BPS membagi pertumbuhan ekonomi dengan melihat berbagai sector. Dari data tersebut sector perdagangan menyumbang angka pertumbuhan sebesar 1,6% dari 6,4% dan sector keuangan, real estate, dan jasa perusahaan menyumbang angka 0,7% dari 6,4% pertumbuhan ekonomi. Perkembangan harga saham sector property dari September 2009 sampai September 2012 adalah sebagai berikut. Dari grafik terlihat bahwa sector property terus mengalami peningkatan bahkan pernah mencapai 312 point pada April 2012.

11

Selain sector property grafik harga saham beberapa sector adalah sebagai berikut: Sector pertambangan

Secara umum sector pertambangan mengalami penurunan yang signifikan. Sempat meningkat pada Juni 2011 tetapi setelah itu harga terus turun sampai titik terendah pada Juli 2012. Hal ini terjadi karena kondisi perekonomian di eropa dan amerika yang menurun. Ekport bahan tambang sangat terpengaruh oleh kondisi negara tujuan ekspor. Penurunan ini mungkin berhenti seiring perbaikan perekonomian di kawasan eropa dan amerika. Namun demikian sector ini masih sangat beresiko untuk dimasuki. Sector lain yang mungkin dapat dijadikan alternative investasi di Indonesia adalah sector keuangan. Dari sudut pandang ekonomi Indonesia sector ini mengalami

12

pertumbuhan yang baik. Kondisi inflasi dan laju pertumbuhan ekonomi di sector lain tidak dapat dilepaskan dari sector keuangan yang memberikan suntikan dana. Secara umum harga saham industry keuangan di Indonesia mengalami peningkatan. Sempat berada di point bawah, industry ini terus bergerak naik mulai Februari 2010. Point tertinggi terjadi pada Juli 2011 kemudian turun kembali. Melihat perkembangannya sector ini akan mengalami peningkatan meskipun mungkin tidak sebesar peningkatan yang terjadi pada Februari 2010 sampai April 2010. Grafik perubahan harga sector keuangan tersaji di bawah.

Pertumbuhan ekonomi berbanding lurus dengan daya beli masyarakatnya. Dengan jumlah penduduk yang besar Indonesia merupakan pasar yang potensial bagi industry otomotif. Grafik perkembangan harga saham industry otomotif di bursa saham adalah sebagai berikut:

13

Perkembangan harga sector otomotif juga mengalami peningkatan. Peningkatan terjadi mulai bulan Maret 2010. Melihat grafik di atas masih sangat mungkin industry otomotif mengalami kenaikan harga. Meskipun demikian, tantangan terbesar industry otomotif adalah kondisi infrastruktur di Indonesia. Infrastruktur yang dinilai masih kurang memadai menyebabkan industry ini tidak akan meningkat terlalu pesat. Dari beberapa sector alternative investasi di Indonesia, sector property memiliki potensi yang sangat besar untuk terus meningkat. Tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar semua orang. Melihat jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia maka sector ini menyimpan potensi pasar yang besar. Kebutuhan akan tempat tinggal baik perumahan atau pun apartemen diyakini masih sangat besar. Property di Jakarta yang merupakan pusat perekonomian Indonesia sebagai contohnya. Saat ini banyak sekali pembangunan apartemen di daerah Jakarta maupun daerah-daerah penyokong di sekitarnya. Harga property yang terus meningkat dari waktu ke waktu diyakini akan menjadi alternative investasi bagi rumah tangga. Sehingga dengan demikian permintaan akan hunian akan meningkat. Baik untuk tujuan tempat tinggal maupun tujuan investasi property.

14

Industry property juga belum mengalami titik jenuh seperti yang terjadi pada sector pertambangan. Bahkan sector property sedang mengalami masa pertumbuhan yang sangat menjanjikan. Jika pun pertumbuhan property di daerah Jakarta dan sekitarnya mengalami pelemahan, potensi peningkatan pasar property di daerah lain masih sangat besar. Tantangan terbesar sector property adalah suku bunga dan suplay yang berlebihan. Suku bunga sangat erat kaitannya dengan biaya produksi property. Peningkatan suku bunga akan meningkatkan harga jual mengakibatkan penurunan penawaran. Disamping itu suplay yang berlebihan juga akan mengakibatkan penurunan harga keseimbangan. Di kawasan Batam misalnya, pertumbungan pembangunan ruko dan pertokoan yang berlebihan mengakibatkan kejenuhan di sector property terbukti dengan banyaknya ruko dan pertokoan yang kosong dan tidak optimal. Dari tantangan tersebut, tingkat suku bunga di Indonesia dapat dikatakan masih terjaga dengan baik. Upaya bank sentral untuk menjaga suku bunga sampai saat ini masih dapat diandalkan. Sementara itu over suplay masih belum terjadi di daerahdaerah lain di Indonesia. 3. CIPUTRA PROPERTY (CTRA) CTRA berada pada industry property di pasar saham Indonesia bersama beberapa competitor yang lain. Mereka diantaranya Summarecon Agung (SMRA),

Metropolitan Land (MTLA), Lippo Karawaci (LPKR), Bumi Serpong Damai (BSDE), dan Alam Sutera (ASRI). Analis dari CIMB menyajikan data perbandingan antar perusahaan dalam industry property di Indonesia pada 10 September 2012 sebagai berikut:Code SMRA MTLA LPKR CTRA BSDE ASRI Market Recommendation Cap US$m OUTPERFORM 1,134 OUTPERFORM 313 OUTPERFORM 2,216 OUTPERFORM 1,045 OUTPERFORM 1,863 OUTPERFORM 903 Price 1,580 395.0 920 660 1,020 440.0 Target Upside Price 1,850 650 920 830 1,600 780 17.1% 64.6% 0.0% 25.8% 56.9% 77.3%

Dilihat dari rekomendasi yang diberikan, semua perusahaan dalam industry property masih outperform. Sedangkan dengan melihat kenaikan target price menurut CIMB 15

kenaikan tertinggi mungkin dicapai oleh ASRI dengan 77,3% dan CTRA diurutan keempat dengan target kenaikan harga diperkirakan 25,8%. Salah satu indicator yang digunakan dalam menilai industry property ini adalah perbandingan harga saham dibandingkan dengan nilai buku perusahaan (Price/Book value). Perbandingan price per book value (P/BV) dari industry property adalah sebegai berikut:

Dari grafik perbandingan harga saham dibagi dengan nilai bukunya, P/BV CTRA adalah yang paling kecil dibandingkan industry. Artinya harga saham CTRA masih mungkin naik lebih tinggi dengan melihat nilai buku dari perusahaan. Jika investor pada SMRA mau menanggung P/BV yang lebih tinggi, maka harga CTRA sangat potensial untuk naik. Dalam angka, perbandingan P/BV dari industry property adalah sebagai berikut:

Terlihat bahwa P/BV CTRA selama 2011 dan 2012 masih yang terendah dalam industry. Bahkan menurut CIMB P/BV CTRA masih akan terendah pada 2013 nanti. Indicator keuangan lain yang mungkin bisa menunjukkan kondisi industry dan posisi CTRA adalah pertumbuhan EPS, ROE dari aktivitas operasi, dan devident yield. Data yang diperoleh dari CIMB adalah sebagai berikut: 16

Dari data pertumbuhan EPS pada tahun 2012, CTRA tumbuh sebesar 53%. Pertumbuhan ini di bawah pertumbuhan SMRA dan ASRI. Meskipun demikian, perkiraan penjualan dan pengembangan usaha membuat CIMB berkeyakinan pertumbuhan EPS CTRA akan mencapai 52,5% pada 2013, jauh di atas para kompetitornya. Dilihat dari data ROE, pada tahun 2011 dan 2012, ROE CTRA adalah yang terendah diantara pesaingnya. Meskipun demikian ROE CTRA mengalami tren kenaikan yang cukup berarti. Rata-rata ROE yang meningkat pada industry property

mengindikasikan bahwa industry ini sedang berkembang dengan baik. Perkembangan juga terlihat dari data deviden yield yang rata-rata meningkat dari tahun 2011. Meskipun dari kondisi keuangan CTRA tidak terlalu mencolok dibandingkan dengan perusahaan lain dalam industry property, hasil wawancara CIMB dengan manajemen CTRA mengungkap bahwa CTRA akan mengalami pertumbuhan yang menjanjikan pada tahun-tahun mendatang. Sampai dengan bulan Agustus 2012, CTRA telah mengalami pertumbuhan penjualan sebesar 107%. Disamping itu perusahaan juga menargetkan 50% year on year marketing sales growth pada akhir tahun 2013. Kenaikan ini akan diperoleh dari proyek mereka yang sedang berjalan dan lima proyek hunian yang akan diluncurkan pada tahun 2013. Dengan demikian CTRA menargetkan penjualan sebesar 6,4 trilyun rupiah pada akhir tahun 2012 dan 9,6 trilyun pada tahun 2013. Angka ini merupakan target angka penjualan terbesar diantara industry property di Indonesia. Pencapaian 6,4 trilyun penjualan CTRA sampai Agustus 2012 ini tentu saja mengagetkan para pesaing. Angka ini sama dengan target penjualan untuk tahun 2012 BSD dan Agung Podomoro. Perbandingan penjualan industry property sampai Agustus 2012 adalah sebagai berikut:

17

Disamping penjualan yang mengagumkan, CTRA diperkirakan tidak mengalami biaya bunga yang berlebihan dalam pengembangan proyek. Proyek CTRA yang sedang sedang dikerjakan telah banyak dipesan. Pembayaran uang muka dari pembeli sampai semester pertama tahun 2012 adalah sebesar 3 trilyun rupiah. Angka ini menambah kepercayaan bahwa target penjualan tahunan akan terlampaui. Disamping itu, posisi net cash pada semester pertama tahun 2012 mencapai 1,5 trilyun rupiah. Dengan kondisi likuiditas ini diperkirakan CTRA tidak akan menambah leverage utang mereka kecuali diperlukan. Salah satu potensi utang yang terjadi adalah proyek pengembangan Ciputra World Jakarta. Pembangunan apartemen, perkantoran dan pertokoan di kawasan Kuningan ini masih memiliki plafon pinjaman sebesar 1,6 trilyun rupiah. Meskipun demikian, tahap pengerjaan yang akan datang akan lebih banyak dibiayai dari keuangan CTRA sendiri. Posisi utang yang rendah akan mengakibatkan CTRA menanggung biaya bunga yang rendah juga. Hal ini tentu saja berdampak positif terhadap posisi keuangan CTRA di masa yang akan datang. KESIMPULAN Dari analisis fundamental pada bab sebelumnya beberapa kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebegai berikut: 18

1. Perekonomian Indonesia sedang mengalami pertumbuhan yang baik. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pendapatan domestic bruto yang tinggi, sumber daya manusia yang banyak serta sumber daya alam yang berlimpah menjadikan Indonesia sebagai tujuan investasi yang bagus. 2. Industry property di Indonesia menunjukkan potensi yang besar karena property merupakan salah satu kebutuhan pokok penduduk maupun dunia usaha. Tingkat pertumbuhan ekonomi dan banyaknya penduduk yang bekerja menjadikan industry ini lebih menjanjikan saat ini. 3. Ciputra Development adalah perusahaan dalam industry property yang memiliki proyeksi masa datang yang lebih baik. Analisis P/BV yang rendah, dan P/E yang lebih kecil menunjukkan bahwa CTRA memiliki potensi yang besar. Tingginya angka penjualan dan terkendalinya biaya usaha juga menjadi nilai tambah bagi investor yang ingin berinvestasi pada salah satu perusahaan property terbesar di Indonesia ini.

19