ANALISIS FRAMING ISU TENTANG KONDISI PARTAI ISLAM...
Transcript of ANALISIS FRAMING ISU TENTANG KONDISI PARTAI ISLAM...
1
ANALISIS FRAMING ISU TENTANG KONDISI PARTAI
ISLAM PADA SURAT KABAR NASIONAL
MEDIA INDONESIA DAN REPUBLIKA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
ARFIAN FAHRI
NIM: 109051000051
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H / 2013 M
i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
ANALISIS FRAMING ISU TENTANG KONDISI PARTAI
ISLAM PADA SURAT KABAR NASIONAL
MEDIA INDONESIA DAN REPUBLIKA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
Arfian Fahri
NIM 109051000051
Pembimbing
Bintan Humeira, M.Si
NIP 19771105 200112 2 002
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H / 2013 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya diajukan untuk memenuhi salah
pernyataan memperoleh gelar sarjana 1 (S1) Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini hasil plagiat atau hasil jiplakan
karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, Oktober 2013
Arfian Fahri
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul Analisis Framing Isu Tentang Kondisi Partai Islam Pada Surat
Kabar Nasional Media Indonesia dan Republika telah diujikan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Pada tanggal 14 Oktober 2013 skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada Program Studi
Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Jakarta, 14 Oktober 2013
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. Jumroni, M.Si Umi Musyarrofah, MA
NIP: 19630515 199203 1 006 NIP: 19710816 199703 2 002
Penguji I Penguji II
Drs. Wahidin Saputra, MA Siti Nurbaya, M.Si
NIP: 19700903 199603 1 001 NIP: 19790823 200912 2 002
Dosen Pembimbing
Bintan Humeira, M.Si
NIP: 19771105 200112 2 002
iv
ABSTRAK
Arfian Fahri
109051000051
Analisis Framing Isu Tentang Kondisi Partai Islam Pada Surat Kabar Nasional
Media Indonesia dan Republika
Partai Islam sekarang ini mendapat sorotan tajam dari media. Hasil survey
LSI yang mengatakan suara partai Islam lebih rendah dari partai nasionalis menjadi
penyebabnya. Dari peristiwa tersebut media massa berusaha menciptakan opini
publik dari berita yang dibuat, seperti yang dilakukan oleh Media Indonesia dan
Republika. Media massa memiliki peran sentral dalam pembentukan opini publik
tentang peristiwa yang terjadi. Dengan kontruksi yang dibuat oleh media, terkadang
dapat membuat pembaca tidak sadar akan peristiwa yang benar-benar terjadi. Dari penjabaran diatas, maka peneliti memunculkan pertanyaan penelitian
sebagai berikut yaitu Bagaimana Harian Umum Media Indonesia dan Republika
membingkai tentang kondisi partai Islam? Bagaimana bingkai tersebut diproduksi
oleh Media Indonesia dan Republika? Dalam pemberitaan tentang kondisi partai Islam menghadapi Pemilu 2014
Media Indonesia dan Republika memberitakan dengan strategi pengemasan pesan
yang berbeda. Media Indonesia melihat peristiwa ini dari hasil survey yang
dilakukan oleh Lingkaran Survey Indonesia (LSI). Hasil survey tersebut mengatakan
bahwa suara partai Islam lebih rendah dibanding partai nasionalis. Media Indonesia
dalam menuliskan berita tersebut lebih menekankan pada tiga masalah yang ada
dalam tubuh partai Islam. Berbeda dengan Media Indonesia, Republika melihat
peristiwa ini dari hasil survey yang dilakukan oleh Lembaga Survey Nasional (LSN).
Dalam hasil tersebut tertulis partai Islam lebih bersih terjerat kasus korupsi dari
partai nasionalis. Penelitian ini menggunakan metodologi paradigma konstruktivis dengan
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif menganalisis data temuan dengan
wawancara, dan dokumentasi. Pendekatan kualitatif digunakan untuk menganalisa
berita dengan model analisis data framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.
Model framing ini memiliki empat struktur dalam menganalisis teks yaitu sintaksis,
skrip, tematik, dan retoris.
Media Indonesia melihat pemberitaan tentang kondisi partai Islam dari tiga
permasalahan yang terjadi dalam tubuh partai Islam. Media Indonesia berpendapat
bahwa turunnya suara partai Islam pada survey Lingkaran Survey Indonesia (LSI)
disebabkan tiga permasalahan tersebut. Tidak memiliki program yang konkret,
intregritas tokoh yang lemah, dan semakin banyak partai nasionalis yang
mengakomodasi kepentingan Islam, itulah tiga masalah yang dialami oleh partai
Islam. Berbeda dengan Media Indonesia, Republika lebih melihat pemberitaan
tentang kondisi partai Islam dari keberhasilan mendapatkan predikat bersih dari
kasus korupsi. Predikat brsih tersebut didapatkan berdasarkan hasil survey yang
dilakukan oleh Lembaga Survey Nasional (LSN). Republika berpendapat predikat
yang didapatkan partai Islam itu akan menolong dalam mendapatkan perolehan suara
pada pemilu selanjutnya.
Kata Kunci: Partai Islam, Media Indonesia, Republika, Lingkaran Survey
Indonesia, Lembaga Survey Nasional.
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Alhamdullilah was syukurulillah, segala puji peneliti panjatkan kepada Allah
SWT Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat dan juga nikmat begitu
banyak sehingga dengan ridho-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat dan juga salam peneliti panjatkan kepada baginda besar Nabi Muhammad
SAW, para sahabat, keluarga dan pengikutnya.
Peneliti menyadari, dalam penulisan skripsi ini tidak jauh dari kesalahan dan
kekeliruan. Kesempurnaan dan keberhasilan peneliti untuk dapat menyelesaikan
skripsi ini tidak lain atas usaha dan upaya yang telah peneliti lakukan serta bantuan
yang sangat berharga dari beberapa pihak. Di tengah kesibukannya, mereka semua
menyempatkan memberi waktu luang untuk berbagi informasi dan motivasi bagi
peneliti agar dapat menyelesaikan skripsi ini. Maka dengan niat yang suci dan
ketulusan hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada orang-orang
atas segala bantuannya teutama kepada:
1. Dr. H. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Suparto, M.Ed selaku Wakil
Dekan I Bidang Akademik, Drs. Jumroni, M.Si selaku Wakil Dekan II
Administrasi Umum, Drs. Wahidin Saputra, M.A selaku Wakil Dekan III Bidang
Kemahasiswaan.
2. Ketua Konsentrasi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Drs. Jumroni, M.Si
serta Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Umi Musyarrofah, M.A.
3. Dosen pembimbing skripsi, Bintan Humeira, M.Si yang telah banyak
memberikan pengarahan serta motivasi kepada peneliti sehingga skripsi ini
hingga dapat selesai dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada beliau, semoga Allah SWT senantiasa memberikan
keberkahan dan kebaikan setiap saat kepada beliau beserta keluarga.
vi
4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi khususnya untuk
Drs. Masran, M.A selaku dosen pembimbing akademik KPI B angkatan 2009,
yang sangat berjasa dalam skripsi ini. Serta semua dosen yang telah mengajarkan
dan memberikan ilmu pengetahuan serta ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
5. Segenap staf perpustakaan utama UIN Jakarta dan Perpustakaan Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi.
6. Harian Umum Media Indonesia khususnya kepada Ade Alawi selaku Asisten
Kepala Divisi Pemberitaan, dan Harian Umum Republika khususnya kepada
Syaruhddin El-Fikri selaku Wakil Redaktur Pelaksana. Disela kesibukkannya
mereka telah meluangkan waktu untuk menjadi narasumber dalam penelitian ini.
7. Keluarga peneliti kedua orang tua tercinta (alm) Drs. H. Mustofa dan Hj.
Chotimah yang telah memberikan doa dan kasih sayang sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi ini dan empat kakak kandung peneliti M. Irfan Hanif dan
mbak Faizah, Mizan Abidi dan mbak Ifa, Hadiyan Hamidi dan mbak Risvy,
Fadil Skripsiadi dan mbak Ria yang selalu memberikan dukungan kepada peneliti
dalam mengerjakan skripsi ini.
8. Teman-teman jurusan Komunikasi Penyiaran Islam angkatan 2009, anggota
komunitas Gooners UIN, anggota KKN Beta 2012, teman-teman satu bimbingan
skripsi peneliti, dan seluruh kalangan yang sudah membantu peneliti dalam
pembuatan skripsi ini sehingga dapat selesai dengan baik.
Peneliti
Arfian Fahri
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. i
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................ iii
ABSTRAK ...................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................ 3
C. Tujuan dan ManfaatPenelitian. ................................................ 4
D. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 5
E. Metodologi Penelitian................................................................ 6
F. Sistematika Penulisan ............................................................... 11
BAB II KERANGKA TEORI
A. Teori Konstruksi Sosial ............................................................ 13
B. Konstruksi Realitas Politik pada Media Massa ........................ 20
C. Analisis Framing ...................................................................... 30
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Profil Media Indonesia ............................................................. 43
1. Sejarah Singkat Media Indonesia ......................................... 43
2. Visi dan Misi Media Indonesia ............................................. 45
3. Struktur Organisasi Media Indonesia ................................... 47
B. Profil Media Republika ............................................................ 48
1. Sejarah Singkat Republika .................................................... 48
2. Visi dan MisiRepublika ........................................................ 53
3. Struktur RedaksionalRepublika ............................................ 55
BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA
A. Hasil Temuan Penelitian tentang Perbedaan Bingkai antara
Media Indonesia dan Republika ............................................... 57
1. Sintaksis .............................................................................. 58
a. Headline. ....................................................................... 58
b. Lead. ............................................................................. 59
c. Latar. ............................................................................. 61
d. Kutipan Narasumber. .................................................... 62
e. Pernyataan. ................................................................... 65
f. Penutup. ........................................................................ 68
2. Skrip .................................................................................... 69
a. 5W+1H ......................................................................... 69
viii
3. Tematik ............................................................................... 71
a. Detail ............................................................................ 71
b. Koherensi. ..................................................................... 74
c. Bentuk Kalimat. ............................................................ 76
d. Kata Ganti. .................................................................... 78
4. Retoris................................................................................. 79
a. Leksikon. ...................................................................... 79
b. Grafis dan Metafora. ..................................................... 80
B. Interpretasi ................................................................................ 82
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 99
B. Saran ......................................................................................... 100
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 102
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Proses Konstruksi Sosial Media Massa ...................................... 17
Tabel 2.2 Definisi Framing Menurut Para Ahli .….............................. ...... 30
Tabel 2.3 Model Framing Zhongdang Pan & Gerald M. Kosicki........ ...... 34
Tabel 3.1 Struktur Organisasi Media Indonesia ......................................... 47
Tabel 3.2 Struktur Organisasi Republika .................................................... 55
Tabel 4.1 Headline Media Indonesia & Republika…………………… ..... 58
Tabel 4.2 Lead Media Indonesia & Republika………………………. ...... 59
Tabel 4.3 Latar Media Indonesia & Republik................ ............................ 61
Tabel 4.4 Kutipan Narasumber Media Indonesia & Republika………. ..... 62
Tabel 4.5 Pernyataan Media Indonesia & Republika…………………. .... 65
Tabel 4.6 Penutup Media Indonesia & Republika …………………….. ... 68
Tabel 4.7 5W+1H Media Indonesia & Republika…………………….. .... 69
Tabel 4.8 Detail Media Indonesia & Republika……………………….. ... 71
Tabel 4.9 Koherensi Media Indonesia & Republika…………………… ... 74
Tabel 4.10 Bentuk Kalimat Media Indonesia & Republika ……………. .... 76
Tabel 4.11 Kata Ganti Media Indonesia & Republika …………………. .... 78
Tabel 4.12 Leksikon Media Indonesia & Republika …................………. .. 79
Tabel 4.13 Grafis & Metafora Media Indonesia & Republika …..........… .. 80
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Keterangan Penelitian Media Indonesia
Lampiran 2 Surat Keterangan Penelitian Republika
Lampiran 3 Teks Berita Media Indonesia
Lampiran 4 Teks Berita Republika
Lampiran 5 Hasil Wawancara Penelitian Media Indonesia
Lampiran 6 Hasil Wawancara Penelitian Republika
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Partai Islam sekarang ini mendapat sorotan tajam dari media. Hasil
survey yang datang dari berbagai sumber dalam waktu dekat ini membuat
partai Islam menjadi pembicaraan banyak pihak. Pembicaraan tersebut
mengarah pada kondisi partai Islam dalam hasil survey yang dilakukan oleh
Lingkaran Survey Indonesia (LSI). Pada hasil survey tersebut tercantum
bahwa suara partai Islam dibawah dari partai nasionalis. Partai Islam
mendapatkan suara yang rendah disebabkan belum memiliki pemimpin yang
cukup kuat untuk dicalonkan pada Pilpres 2014.
Faktor lain yang menyebabkan suara partai rendah adalah banyak
kader penting dari partai Islam yang terjerat kasus korupsi. Peristiwa tersebut
akan memunculkan sebuah opini publik yang mengartikan kejadian tersebut
secara general. Permasalahan yang terjadi pada partai Islam akan menciptakan
sebuah opini publik tentang kondisi partai Islam yang semakin menurun
menjelang pemilu 2014. Opini publik disini memiliki makna suatu opini yang
menyangkut isu atau kejadian yang mengandung keprihatinan (concern)
publik. Dengan demikian opini publik bukan banyaknya jumlah orang
melainkan karena sifatnya yang menyangkut isu publik tersebut.1
1 Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah), h. 89.
2
Sangat tragis memang jika kita melihat partai Islam pada saat ini.
Dengan berlandaskan ideologi agama Islam, parpol Islam justru kian meredup
perolehan suaranya dalam ranah politik yang warga negaranya mayoritas
muslim. Perkembangan beberapa isu pada masyarakat luas yang membawa
agama Islam seperti kasus terorisme, dan anarkisme ormas Islam juga
berdampak pada nama baik parpol Islam di Indonesia.
Disini media sangat berperan dalam kejadian tersebut. Media massa
menjadi sarana penting untuk menyediakan pemenuhan hak untuk mencari,
menerima, dan menyampaikan ide-ide melalui media apa saja dan tanpa
mengenal batasan-batasan. Media berperan bukan hanya melaporkan kegiatan
politik seperti kampanye, tapi juga memberi panduan bagi masyarakat untuk
menentukan pilihan. Media diharapkan menyampaikan kepentingan publik
secara obyektif, tidak hanya mengizinkan, memiliki akses ke media.2
Media massa memiliki peran sental dalam pembentukan opini publik
tentang peristiwa yang terjadi. Dengan kontruksi yang dibuat oleh media,
terkadang dapat membuat pembaca tidak sadar akan peristiwa yang benar-
benar terjadi. Menurut Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki seperti yang
dikutip Eriyanto, framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan
lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga
khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut. Ada dua konsep dari framing yang
saling berkaitan yaitu psikologi dan sosiologi.3
2 Ahmad Faisol.dkk., Media, Pemilu, dan Politik, (Jakarta: Institut Studi Arus Informasi,
2010), h. 10-11. 3 Eriyanto, Analisis Framing: Kontruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LKIS,
2007), h.252-253.
3
Media Indonesia dan Republika merupakan surat kabar berskala
nasional dan cukup menonjol di Indonesia. Surat kabar ini memiliki potensi
untuk dibaca oleh masyarakat luas, sehingga pemberitaan yang dikeluarkan
sedikit banyak mempengaruhi pola pikir masyarakat. Pandangan masyarakat
luas tentang isi berita media massa ini berbeda. Opini masyarakat
menganggap berita yang disajikan Republika lebih mendukung agama Islam,
sedangkan Media Indonesia bersifat netral atau tidak memihak kalangan
tertentu. Oleh sebab itu peneliti memilih media massa ini dalam penelitian.
Peneliti menyadari tulisan pada surat kabar menjadi sebuah komunikasi yang
sangat efektif pada masyarakat luas untuk membangun kerangka ide-ide,
opini, pemikiran tentang masalah yang akan terjadi pada masyarakat luas.
Dengan media massa, pembaca dapat menciptakan kerangka pemikiran
tentang peristiwa yang sebenarnya. Penggunaan tulisan dan bahasa, para
pekerja media dapat menciptakan serta meruntuhkan sebuah realitas peristiwa.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti ingin melihat bagaimana
Media Indonesia dan Republika dalam berita perkembangan isu kondisi partai
Islam dalam menghadapi pemilu 2014. Oleh sebab itu, peneliti bermaksud
mengadakan penelitian ilmiah yang akan dituangkan dalam skripsi yang
berjudul: “Analisis Framing Isu Tentang Kondisi Partai Islam Pada Surat
Kabar Nasional Media Indonesia dan Republika”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Berdasarkan judul dan latar belakang masalah yang sudah
dipaparkan di atas, untuk membatasi masalah penulis memilih berita
4
mengenai kondisi partai Islam edisi tanggal 21 Oktober 2012 pada surat
kabar Media Indonesia dan edisi tanggal 17 Oktober 2012 pada surat kabar
Republika.
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan menjadi objek penelitian ini
terangkum dalam pertanyaaan, yaitu:
a. Bagaimana Harian Umum Media Indonesia dan Republika
membingkai pemberitaan tentang kondisi partai Islam?
b. Bagaimana bingkai tersebut diproduksi oleh Media Indonesia dan
Republika?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka ada beberapa
tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, yaitu:
Tujuan
a. Untuk mengetahui bagaimana pembingkaian berita tentang kondisi
partai Islam di harian umum Media Indonesia dan Republika.
b. Untuk mengetahui bagaimana perbedaan bingkai berita tentang kondisi
partai Islam terkait dengan ideologi yang dimiliki media di harian
umum Media Indonesia dan Republika.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua aspek yaitu manfaat
teoritis dan manfaat praktis.
5
Manfaat Teoritis:
Dalam segi akademis penelitian ini dilakukan untuk
mengaplikasikan teori komunikasi terutama penelitian yang bersifat
kualitatif dengan menggunakan metode analisis framing. Diharapkan
penelitian ini dapat dijadikan sebuah bahan ilmu pengetahuan dan data
khususnya mengenai analisis framing tentang konsep pengemasan berita
media massa terhadap peristiwa atau kejadian pada masyarakat luas.
Manfaat Praktis:
Dapat dijadikan referensi untuk masyarakat luas agar mengetahui
bagaimana cara media mengkonstruk sebuah peristiwa. Peneliti juga
berharap dengan adanya penelitian ini masyarakat lebih kritis terhadap
pemberitaan yang dihadirkan oleh media, karena tidak semua pemberitaan
yang dihadirkan oleh media sesuai dengan peristiwa sebenarnya.
D. Tinjauan Pustaka
Sebelum menentukan judul skripsi ini, peneliti melakukan tinjauan
pustaka pada beberapa perpustakaan, yaitu perpustakaan utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
Pada tinjauan tersebut peneliti menemukan beberapa judul skripsi yang
berkaitan dengan skripsi yang diteliti, yaitu:
M. Zaim Nugroho menulis tentang Analisis Framing Agresi Militer
Israel Di Jalur Gaza Pada Harian Kompas dan Republika, tahun 2009.
Persamaan skripsi ini menganalisis berita dengan membandingkan dua subyek
penelitian dan metodologi penelitian yang sama yaitu analisis framing
6
Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicky. Perbedaan terletak pada pembahasan
jenis berita yang dianalisis. M. Zaim Nugroho membahas tentang persoalan
Hak Asasi Manusia (HAM).
Lia Kholisha menulis tentang Analisis Framing Berita Haji dan Idul
Adha Pada Surat Kabar Sindo dan Republika. Persamaan skripsi ini keduanya
menggunakan teori analisis framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.
Perbedaannya terletak pada jenis berita yang dianalisis. Lia Kholisha
membahas persoalan sosial sedangkan peneliti membahas persoalan politik.
Ade Irfan Abdurahman menulis tentang Kekerasan Aparat Terhadap
Masyarakat (Analisis Framing Pemberitaan Konflik Mesuji Pada Surat Kabar
Republika dan Tempo), tahun 2012. Persamaan skripsi ini dalam proses
penelitiannya membandingkan berita dari dua surat kabar yang berbeda.
Perbedaannya terletak pada metodologi penelitiannya, Ade Irfan Abdurahman
menggunakan analisis framing Robert N. Entman.
E. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan konstruksivisme.
Paradigma konstruksivis memandang realitas kehidupan sosial bukanlah
realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi. Paradigma
konstruksivis menolak pandangan positivis yang memisahkan subyek dan
obyek komunikasi. Dalam pandangan konstruksivis, bahasa tidak lagi
hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas obyektif belaka
dipisahkan dari subyek penyampai pesan. Konstruksivisme justru
7
menganggap subyek (komunikator/decorder) sebagai faktor sentral dalam
kegiatan komunikasi serta hubungan sosial.4
Penelitian yang berlandaskan paradigma konstruktivisme
menggunakan pendekatan kualitatif. Istilah penelitian kualitatif merupakan
jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur
statistik atau bentuk hitungan lainnya. Bagi peneliti yang berlatar belakang
pada bidang pengetahuan seperti antropologi, atau yang terkait dengan
orientasi filsafat seperti fenomenologi, biasanya dianjurkan untuk
menggunakan metode kualitatif guna mengumpulkandan menganalisis
data.5
Berdasarkan jenis penelitian yang bersifat kualitatif, maka analisis
data berlangsung selama dan pasca pengumpulan data. Proses analisis
mengalir dari tahap awal hingga tahap penarikan kesimpulan hasil studi.6
Proses-proses analisis kualitatif tersebut dapat dijelaskan ke dalam tiga
langkah:
a. Reduksi data (data reduction)
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, abstraksi, dan tranformasi data kasar yang diperoleh
di lapangan.7Pada proses reduksi data ini peneliti akan menyeleksi data
dari hasil wawancara, observasi dan studi dokumentasi, dengan cara
4Terinspirasi komunikasi blog, ”Penjelasan Singkat Mengenai Paradigma Kualitatif dan
Kuantitatif., diakses pada 7 Juli 2013 pukul 14.33 dari
http://terinspirasikomunikasi.blogspot.com/2012/12/paradigma-positivisme-konstruktivisme.html 5Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset, 2009), h. 5. 6Agus Salim, Teori dan Penelitian Sosial, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), h. 22.
7Agus Salim, Teori dan Penelitian Sosial, h. 22.
8
memfokuskan data yang lebih menarik, penting, berguna dan baru.
Data yang rasa tidak penting disingkirkan.8
b. Penyajian data (data display)
Alur terpenting yang kedua adalah penyajian data. Display data
merupakan proses mendeskripsikan kumpulan informasi secara
sistematis dalam bentuk susunan yang jelas untuk membantu penulis
menganalisa hasil penelitian.9
c. Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclution drawing and
verification)
Kegiatan analisis ketiga yang penting adalah menarik kesimpulan dan
verifikasi. Penarikan kesimpulan dan verifikasi merupakan kegiatan
interpretasi, dengan maksud untuk menemukan makna dari data yang
telah disajikan, misalnya dengan menghubungkan antara data satu
dengan yang lain.
Dengan data kualitatif kita dapat mengikuti dan memahami alur
peristiwa secara kronologis, menilai sebab-akibat dalam lingkup pikiran
orang-orang setempat, dan memperoleh penjelasan yang banyak dan
bermanfaat. Dan lagi, data kualitatif lebih condong dapat membimbing
kita untuk memperoleh penemuan-penemuan yang tak diduga sebelumnya
dan untuk membentuk kerangka teoritis baru; data tersebut membantu para
peneliti untuk melangkah lebih jauh dan praduga dan kerangka kerja
awal.10
8 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 338.
9 Agus Salim, Metode Penelitian Pendidikan (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), h. 23.
10 http://iskandarlbs.files.worldpress.com/ diakses pada 14 September 2013 pukul 13:51
9
Pada prosesnya nanti penelitian skripsi ini akan menjelaskan
tentang bagaimana surat kabar Media Indonesia dan Republika
mengkontruksi atau menuliskan realitas suatu kejadian yang diangkat
menjadi berita. Pemberitaan yang akan diteliti tentang berita kondisi partai
Islam melalui hasil survey LSI. Berita ini menjadi layak dan pantas
disediakan untuk dikonsumsi masyarakat luas dikarenakan Indonesia
menjadi negara muslim terbesar di dunia.
2. Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah redaksi surat kabar Republikadan
Media Indonesia, sedangkan yang menjadi obyek penelitian ini adalah
berita tentang kondisi parpol Islam Media Indonesia edisi tanggal 21
Oktober 2012 dan Republika pada edisi tanggal 17 Oktober 2012.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan dengan wawancara, dan
dokumentasi. Peneliti melakukan wawancara dengan salah satu seorang
tim redaksi yaitu Redaktur Pelaksana surat kabar Media Indonesia dan
Republika dalam upaya menghimpun dan mencari data yang akurat untuk
keperluan pelaksanaan proses pemecahan tertentu, yang sesuai dengan
data. Selain itu peneliti menghimpun data-data kepustakaan berupa buku
berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
Dokumentasi dengan cara pengumpulan data yang diperoleh
menggunakan catatan tertulis pada lokasi penelitian serta sumber-sumber
lain yang menyangkut masalah dan berhubungan dengan pembahasan
peneliti.
10
4. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis
framing (pembingkaian) adalah suatu metode untuk melihat cara bercerita
(story telling) media atas peristiwa. Cara bercerita itu tergambar pada
“cara melihat” media terhadap realitas yang dijadikan berita.11
“Cara
melihat” ini berpengaruh pada hasil akhir dari konstruksi realitas. Analisis
framing adalah metode analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana
media mengonstruksikan realitas. Analisis framing digunakan untuk
melihat bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media. Analisis
framingini kemudian digunakan sebagai teknik analisis data untuk
menganalisis pemberitaan.
Model analisis penelitian yang digunakan ialah model Zhondang
Pan dan Gerald M. Kosicki. Perangkat framing ini menganalisis media
melalui struktur bahasadalam mengkonstruksi realitas. Analisis framing
model Zhongdong Pan dan M. Kosicki ini, membagiempat unsur besar
dalam menganalisis data. Keempat unsur tersebut dibagi kedalam
perangkat framing sebagai berikut.12
a. Struktur Sintaksis, wartawan menyusun berita. Struktur sintaksis
memiliki perangkat berupa headline, lead, latar informasi, kutipan
sumber, pernyataan, dan penutup.
b. Struktur Skrip, perangkat framingnya adalah kelengkapan berita, unit
kelengkapan berita berupa 5W+1H.
11
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta; LkiS,
2002), h.4. 12
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 256.
11
c. Struktur Tematik, perangkat framingnya adalah detail, koheresi,
bentuk kalimat, kata ganti. Sedangkan unit yang diamati adalah
paragraf atau proposisi.
d. Retoris adalah cara wartawan menuliskan fakta. Struktur retoris
mempunyai prangkat framing berupa leksikon/ pilihan kata, grafis,
metafor, dan pengandaian. Sedangkan unit yang diamati adalah kata,
idiom, gambar/ foto, dan grafis.
5. Tempat Penelitian
Penelitian ini bertempat di kantor berita Media Indoensia dan
Republika. Alamat kantor Media Indonesia Jl. Pilar Mas Raya Kav. A-D,
Kedoya Selatan, Komplek Delta Kedoya, Kebon Jeruk, Jakarta 115220 –
Indonesia. Email: mediaindonesia.com. Telp: +6221 581 2088, Fax: +6221
581 2102 (Redaksi), +6221 581 2110 (Iklan). Alamat kantor RepublikaJl.
Warung BuncitRaya No. 37 Jakarta Selatan 12510 – Indonesia.
Email:[email protected].
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembatasan skripsi ini, secara sistematis
penulisannya dibagi menjadi lima bagian, yaitu:
BAB I: Pendahuluan, berupa latar belakang masalah, batasan, dan rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II: Kerangka teori yaitu berupa teori konstruksi realitas sosial, konstruksi
realitas politik pada media massa, dan analisis framing.
12
BAB III: Gambaran umum surat kabar Media Indonesia dan Republika yaitu
berupa sejarah singkat,visi dan misi, profil pembaca, dan struktur redaksional.
BAB IV: Analisis temuan dan hasil penelitian yaitu berupa analisis temuan
teks berita Media Indonesia dan Republika dari empat struktur analisis
framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki (sintaksis, skrip, tematik,
retoris) dan interpretasi.
BAB V: Penutup yaitu berupa kesimpulan dan saran dari penelitian yang
dilakukan dan menjadi penutup dari pembahasan penelitian ini.
13
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Teori Konstruksi Realitas Sosial
Teori konstruksi sosial merupakan salah satu teori yang digunakan
dalam metode analisis framing. Teori ini membahas tentang proses
pembentukkan sebuah realitas sosial sehingga memiliki sebuah makna.
Konstruksi sosial berasal dari filsafat konstruktivisme yang dimulai dari
pemikiran konstruksi kognitif. Konstruktivisme dijadikan sebagai sebuah kerja
kognitif individu untuk mengartikan yang terjadi di dunia realitas tentang
interaksi antara individu dengan individu lain. Hal ini menyebabkan individu
tersebut membangun tentang pengetahuan atas realitas yang dirasakan dari
interaksi tersebut, yang biasa disebut dengan skema/skemata. Konstruksivisme
seperti inilah yang dikatakan sebagai konstruksi sosial. Gagasan-gagasan
pokok konstruktivisme sebenarnya telah dimulai oleh Giambatissta Vico,
seorang epistimolog dari Italia, ia adalah cikal bakal konstruktivisme.1
Peter L. Berger dan Thomas Luckmann mengatakan bahwa sebuah
realitas sosial tidak akan bisa berdiri sendiri tanpa kehadiran individu yang
berada di dalam ataupun di luar realitas tersebut. Pemikiran ini ditulis oleh
Peter L. Berger dan Thomas Luckmann melalui bukunya yang berjudul The
Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociological of Knowledge
(1966). Ia menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya,
1 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana, 2006), h. 189.
14
dimana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang
dimiliki dan dialami bersama secara subyektif.2 Suf kasman mengutip dari
Berger dan Luckmann mengatakan bahwa realitas memiliki makna ketika
realitas sosial tersebut dikonstruksi dan dimaknakan secara subjektif oleh
orang lain, sehingga memantapkan realitas tersebut secara objektif.3
Sebagai makhluk yang memiliki pola pemikiran yang tidak terbatas,
manusia dapat mengartikan kenyataan yang terjadi dalam kehidupannya.
Manusia dapat memaknai potensi dirinya dan objek disekitarnya berdasarkan
pengamatan ketika sedang berinteraksi. Proses pemaknaan tersebut terjadi dari
tindakan yang berlangsung secara berulang-ulang. Dari proses ini timbul
kesadaran untuk mempersepsikan makna yang terkadung pada objek tersebut.
Pendekatan Berger dan Luckmann mengatakan terjadi dialektika antara
individu yang membentuk masyarakat atau masyarakat yang membentuk
individu. Proses dialektika ini berlangsung dalam tiga momen yaitu
eksternalisasi (penyesuaian diri), objektivikasi, dan internalisasi.
Pertama, pada proses eksternalisasi dikatakan bawa dunia
sosiokultural merupakan produk manusia.4 Dalam eksternalisasi, manusia
melakukan tindakan secara berulang-ulang karena mereka beranggapan hal
tersebut dapat menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Eksternalisasi
merupakan tahap yang sangat mendasar yang terjadi dari proses interaksi
2 Burhan Bungin, Kostruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa,
Iklan Televisi, dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L. Berger dan Thomas
Luckmann (Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2008), h. 12-13. 3Suf Kasman, Pers dan Pencitraan Umat Islam di Indonesia (Badan Litbang dan Diklat
Kementrian Agama RI, 2010), h. 118. 4Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana, 2006), h. 193.
15
antara individu dengan masyarakat. Dengan demikian, tahap eksternalisasi ini
berlangsung ketika produk sosial tercipta di dalam masyarakat, kemudian
individu menyesuaikan dirinya ke dalam dunia sosio-kultural sebagai bagian
dari produk manusia.5
Kedua, tahap objektivasi merupakan hasil dari proses eksternalisasi.
Pada tahap ini individu melakukan objektivasi terhadap kondisi produk sosial.
Hal ini berlangsung tanpa harus saling berinteraksi artinya, objektivasi dapat
terjadi melalui penyebaran opini yang berkembang pada masyarakat tanpa
harus terjadi tatap muka antar individu.
Ketiga, tahap internalisasi lebih merupakan penyerapan kembali dunia
obyektif ke dalam kesadaran sehingga subyektif individu dipengaruhi oleh
struktur dunia sosial. Disini individu mengindentifikasi dirinya dengan
lembaga-lembaga sosial yang telah menjadi tempat terjadinya proses interaksi
individu tersebut.
Menurut Berger dalam buku Eriyanto, realitas itu tidak dibentuk secara
ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya,
realitas tersebut dibentuk dan dikontruksi.6 Setiap orang bisa mempunyai
konstruksi yang berbeda atas sebuah realitas. Hal ini juga terjadi pada para
pekerja media yang memiliki pemikiran tersendiri dalam mengkonstruksi
peristiwa yang terjadi dalam pemberitaannya. Seperti pada isi berita sebuah
media merupakan hasil pengamatan peristiwa yang dilakukan oleh para
5Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat, h. 194. 6Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: PT
LkiS Pelangi Aksara, 2008), h. 15.
16
pekerja media. Pada bagian ini konstruksi realitas itu terjadi. Dalam
mengkonstruksi peristiwa para pekerja media menggunakan bahasa dengan
sedemikian rupa untuk membentuk kontruksi pemberitaannya. Bahasa bukan
saja sebagai alat merepresentasikan suatu realitas, tetapi dapat digunakan
sebagai alat untuk menentukan gambaran seperti apa yang diciptakan oleh
bahasa tentang realitas tersebut. Oleh sebab itu, media massa mempunyai
peluang sangat besar untuk mempengaruhi makna dan gambaran yang
dihasilkan dari realitas untuk dikonstruksi. Setiap upaya menceritakan sebuah
peristiwa, keadaan, benda atau apa pun, pada hakikatnya adalah usaha
mengkonstruksi realitas.7
Substansi teori konstruksi sosial media adalah pada sirkulasi informasi
yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan sangat
cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga membentuk
opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis.8Posisi
konstruksi sosial media massa adalah mengkoreksi substansi kelemahan dan
melengkapi kelebihan media massa dan efek media pada keunggulan atas
konstruksi sosial dan realitas. Dari konten konstruksi sosial media massa,
proses kelahiran konstruksi sosial media massa melalui tahap-tahap sebagai
berikut: (a) tahap menyiapkan materi konstruksi, (b) tahap sebaran konstruksi
(c) tahap pembentukan konstruksi, dan (d) tahap konsfirmasi.9
7 Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotika, dan Analisis Framing (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h. 88. 8Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana, 2006), h. 203. 9Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat, h. 203-212.
17
Tabel 2.1
Proses Konstruksi Sosial Media Massa10
Berikut penjelasan mengenai tahapan-tahapan proses konstruksi sosial
pada media massa:
1. Tahapan Menyiapkan Materi Konstruksi
Menyiapkan materi konstruksi sosial pada media massa adalah
tugas redaksi media massa, tugas itu didistribusikan pada desk editor yang
ada di setiap media massa. Masing-masing media memiliki desk yang
berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan visi suatu media. Ada tiga hal
penting dalam mempersiapkan materi konstruksi sosialyaitu keberpihakan
media massa kepada kapitalisme, keberpihakan semu kepada masyarakat,
dan keberpihakan kepada kepentingan umum.11
Pertama, keberpihakan
media massa kepada kapitalisme, seperti yang diketahui saat ini media
massa digunakan oleh kekuatan kapitalis untuk dijadikan sebagai mesin
penciptaan uang dan melipat ganda modal. Kedua, keberpihakan semu
10
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat, h.204 11
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat, h. 205
18
kepada masyarakat. Bentuk keberpihakan tersebut bisa secara empati,
simpati dan berpartisipasi pada program untuk masyarakat, tapi biasanya
hal tersebut kembali untuk menjual berita dan menaikkan rating acara
untuk kepentingan kapitalis. Ketiga, keberpihakan kepada kepentingan
umum. Dalam hal ini pada pemberitaan media murni memihak pada
kepentingan umum untuk menjalankan visi dan misi yang telah dibuat
sebelumnya. Hal ini dilakukan agar visi dan misi media tersebut tetap
terdengar oleh masyarakat.
2. Tahap Sebaran Konstruksi
Tahap ini memiliki prinsip bahwa semua informasi harus sampai
kepada khalayak secara tepat waktu berdasarkan agenda media. Disini
peristiwa yang dianggap penting oleh media, menjadi suatu yang penting
juga bagi para pembaca. Pada media cetak konstruksi sosial ini dilakukan
satu arah, dimana media menyodorkan informasi sementara konsumen
media tidak memiliki pilihan lain kecuali mengonsumsi informasi itu.12
3. Pembentukan Kontruksi Realitas
Pada tahap ini terdapat dua bagian dalam proses pembentukannya.
Pada bagian pertama, memiliki tiga tahap yaitu tahap pembentukan
konstruksi realitas melalui realitas pembenaran sebagai bentuk konstruksi
media massa yang terbangun di masyarakat cenderung membenarkan apa
saja yang disajikan oleh media massa sebagai sebuah realitas pembenaran.
tahap kesediaan dikonstruksi oleh media massa, yaitu pilihan seseorang
12
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat, h. 207.
19
untuk menjadi penikmat media massa bersedia pemikirannya dikonstruksi
oleh media massa yang mereka konsumsi. Terakhir tahap pilihan
konsumtif, pada bagian ini media massa merupakan bagian kebiasaan
hidup yang tidak dapat dilepaskan. Tiada hari tanpa menonton televisi,
membaca koran atau mendengar radio. Bila rutinitas tersebut tidak
dilaksanakan seseorang akan merasa ada suatu yang hilang dari hidupnya.
Pada bagian kedua, pembentukan konstruksi citra yang merupakan bentuk
yang diinginkan oleh tahap konstruksi. Bentuk konstruksi citra yang
dibangun oleh media massa dibagi menjadi dua model, model good news
dan model bad news. Pada model good news objek pemberitaan
dikonstruksi sebagai sesuatu yang memiliki citra baik sehingga terkesan
baik dari sesungguhnya kebaikan yang ada pada objek itu sendiri,
sedangkan model bad news adalah sebuah konstruksi yang cenderung
mengkonstruksi kejelekan atau cenderung memberi citra buruk pada objek
pemberitaan. Setiap pemberitaan media massa memiliki tujuan-tujuan
tertentu dalam model pencitraan. Jadi, umpamanya pada kasus kriminal,
maka model bad news menjadi tujuan akhir, dimana terbentuknya citra
buruk sebagai penjahat, koruptor, terdakwa, maupun burunan.13
4. Tahap Konfirmasi
Tahap konfirmasi ini dianggap sebagai proses media massa
maupun khalayak memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap
pilihannya untuk terlibat dalam pembentukan konstruksi. Bagi media,
13
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat, h. 209.
20
tahapan ini perlu sebagai bagian untuk memberi argumentasi terhadap
alasan-alasannya kontruksi sosial sedangkan bagi pemirsa atau pembaca,
tahapan ini juga sebagai bagian untuk menjelaskan mengapa ia terlibat dan
bersedia hadir dalam proses konstruksi sosial.14
B. Kontruksi Realitas Politik Pada Media Massa
Sebelum kita membahas tentang realitas politik pada media massa, kita
harus mengetahui apa arti politik tersebut. Gun Gun Heryanto mengutip dari
Deliar Noer, politik dari terminologinya, merupakan aktivitas atau sikap yang
berhubungan dengan kekuasaan dan bermaksud untuk mempengaruhi dengan
jalan mengubah atau mempertahankan suatu bentuk susunan masyarakat.15
Politik berasal dari bahasa Yunani politicos (menyangkut warga
negara), polites (seorang warga negara), polis (kota atau negara), dan politeia
(kewargaan). Beberapa definisi tentang politik, yaitu16
1. Menurut Lasswell, politik adalah siapa memperoleh apa, kapan, dan
bagaimana (who gets what, when, and how),
2. Politik adalah proses pembagian nilai-nilai dan wewenang,
3. Politik adalah bagaimana memperoleh kekuasaan, bagaimana
memperagakannya, dan bagaimana mempertahankannya,
4. Politik adalah pengaruh,
5. Politik adalah tindakan yang diarahkan untuk mempertahankan dan atau
memperluas tindakan lainnya,
14
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana, 2006), h. 216. 15
Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida, Komunikasi Politik (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h. 4. 16
Riswandi, Komunikasi Politik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 1.
21
6. Politik adalah kegiatan orang secara kolektif yang mengatur perbuatan
mereka dalam kondisi konflik.
Berdasarkan UU No 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan UU No. 8
Tahun 2008 Tentang Partai Politik, partai Politik didefinisikan sebagai
organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara
Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk
memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat,
bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.17
Berbeda dengan di atas, Miriam Budiardjo mengatakan bahwa partai
Politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya
mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan
memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya),
dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.18
Dari berbagai pengertian tentang politik yang sudah dibahas
sebelumnya, politik Islam dan partai politik maka dapat diketahui bahwa
partai politik Islam yang peneliti maksud ialah suatu kelompok orang-orang
Islam yang terorganisir dalam suatu wadah organisasi yang meletakkan nilai-
nilai agama Islam yaitu Qur’an dan Hadits sebagai dasar serta garis
perjuangan untuk menyampaikan aspirasi, maupun ide dan cita-cita umat
17
“Pengertian Partai Politik”. Artikel diakses pada tanggal 26 November 2013 pukul
22.31 http://comboran.blogspot.com/2012/05/pengertian-partai-politik-adalah.html 18
“Pengertian Partai Politik”. Artikel diakses pada tanggal 26 November 2013 pukul
22.31 http://comboran.blogspot.com/2012/05/pengertian-partai-politik-adalah.html
22
Islam dalam suatu negara. Burhanuddin Mutadi, pengamat politik dari
Lembaga Survey Indonesia (LSI) mengatakan bahwa partai Islam itu terbagi
menjadi dua. Pertama ialah partai yang memang memiliki platform dengan
ideologi Islam, seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai
Keadilan Sejahtera (PKS). Kedua, ialah partai yang secara formal tidak
cantumkan Islam sebagai basis ideologinya, tapi basis utama konstituennya
Islam, seperti Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa
(PKB).19
Atau dapat dikatakan bahwa partai Islam merupakan sekelompok
orang yang beragama Islam kemudian membentuk sebuah organisasi politik,
yang yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:20
a) Partai yang menggunakan Islam (Qur’an, Sunah Rasul dan Syari’ah)
sebagai azas dalam menentukan visi dan misi perjuangan partai,
b) Partai yang menggunakan Islam (Qur’an, Sunah Rasul dan Syari’ah)
sebagai landasan untuk kemantapan perjuangan partai,
c) Partai yang menggunakan Islam sebagai dasar ideologi dalam
pembentukan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai,
d) Partai yang mempunyai program perjuangan untuk Islam, umat Islam,
serta kemaslahatan umat, baik lewat jalur parlementer maupun ekstra
parlementer, dan
19
“Definisi Partai Islam Itu Ada Dua”. Artikel diakses pada tanggal 29 November 2013
pukul 11.01 http://indonesiarayanews.com/news/politik-keamanan/12-24-2012-15-38/pengamat-
definisi-partai-islam-itu-ada-2#ixzz2m0B1ttXB 20 “Tinjauan Umum Tentang Partai Politik Islam”. Artikel diakses pada tanggal 26
November 2013 pukul 22:17 http://library.walisongo.ac.id/digilib/download.php?id=795
23
e) Partai mempunyai mempunyai basis pendukung, kader, dan partisan yang
keseluruhannya beragama Islam.
Dalam kegiatan politik, partai politik tidak terlepas dari media massa.
Ini disebabkan karena media massa merupakan sumber yang berpengaruh
dalam pemberitaan politik. Menurut Astrid (1981:1), semua media massa yang
dimiliki pemerintah ataupun swasta, sebenarnya merupakan aparatur ideologi.
Media massa, terutama pers karena kemampuannya untuk menyebarluaskan
pendapat, dinilai sebagai sumber kekuasaan. Dengan sendirinya, semua alat
komunikasi, baik yang dimiliki negara maupun tidak, akan berusaha
mengemukakan yang terbaik.21
Baik media massa maupun sistem politik, keduanya merupakan wujud
yang tidak lepas dari kepentingan serta kecenderungan atau keberpihakannya
kepada sesuatu nilai baik yang berakar pada budaya maupun agama. Para
pelaku media senantiasa tunduk pada kepentingan-kepentingan tertentu
dengan mengabaikan kecenderungan dan keberpihakannya kepada sesuatu
yang dianggap benar menurut ukuran-ukuran subyektif yang dimiliknya.22
Peristiwa politik yang terjadi pada masyarakat akan selalu menjadi hal
yang menarik untuk media massa sebagai bahan liputan. Hal ini disebabkan
dilandasi oleh dua faktor yang saling berkaitan. Pertama, dewasa ini politik
berada di era mediasi (politics in the age of medation), yakni media massa,
sehingga hampir mustahil kehidupan politik dipisahkan dari media massa.
21
Mahi M. Hikmat, Komunikasi Politik: Teori dan Praktik (Bandung:Simbiosa Rekatama
Media,2010), h. 55. 22
Asep Saeful Muhtadi, Komunikasi Politik Indonesia: Dinamika Islam Politik Pasca
Orde Baru (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008), h. 46.
24
Malahan para aktor politik senantiasa berusaha menarik perhatian wartawan
agar aktivitas politiknya memperoleh liputan dari media. Kedua, peristiwa
dalam bentuk tingkah laku dan pernyataan para aktor politik lazimnya selalu
mempunyai nilai berita sekalipun peristiwa politik itu bersifat rutin belaka,
seumpamanya rapat partai atau pertemuan seorang tokoh politik dengan para
pendukungnya.23
Politik komunikasi pemerintah yang dilaksanakan melalui media
massa seyogyanya senantiasa menjaga keseimbangan antara derasnya
informasi dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas secara timbal balik
(reciprocal two way communication) demikian pula kesimbangan dalam
menunjukkan perhatian terhadap ungkapan what do the media do with people
dan ungkapan what do people do with the media, yang berarti keseimbangan
antara informasi pemerintah yang wajib diketahui rakyat melaui media dengan
informasi yang ingin diketahui rakyat melalui media.24
Liputan politik juga lebih rumit dibandingkan dengan reportase
peristiwa lainnya. Ini disebabkan liputan politik memiliki dimensi
pembentukan opini publik (public opinion), baik yang diharapkan para politisi
maupun para wartawan. Dalam kerangka pembentukan opini publik ini, media
massaumumnya melakukan tiga kegiatan sekaligus. Pertama, menggunakan
simbol-simbol politik (language of politic). Kedua, melaksanakan strategi
pengemasan pesan (framing strategies). Ketiga, melakukan fungsi agenda
media (agenda setting function).25
23
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa (Jakarta: Granit, 2004), h. 1. 24
Onong Uchjana Effendi, Dinamika Politik (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1986), h. 163. 25
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa (Jakarta: Granit, 2004), h. 2.
25
Tiga tindakan di atas, sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal yang terjadi pada media massa. Faktor internal ini terjadi pada
kebijakan redaksional. Pengelola media massa pasti memiliki relasi dengan
kekuatan politik tertentu. Dari keterikatan jalinan relasi ini akan membuat
kecenderungan media massa dalam penulisan beritanya. Dan faktor eksternal
terjadi pada tekanan pasar pembaca atau pemirsa, sistem politik yang berlaku,
dan kekuatan-kekuatan luar lainnya.
Di pihak lain, kegiatan di bidang media massa yang sekarang ini
masuk di bidang industri. Artinya, dengan masuknya unsur kapitalisme, media
massa harus memikirkan pasar demi memperoleh keuntungan yang besar dari
penjualan dan iklan yang ditampilkan pada media massa. Ini semua akan
mempegaruhi terhadap peristiwa yang diberitakan oleh media massa. Dan hal
tersebut sangat kental terlihat dalam penyajian peristiwa politik.
Dengan fenomena ini kita dapat mengetahui sejauh mana hasil
konstruksi realitas politik antara media yang satu dengan yang lainnya. Disini
terlihat betapa liputan politik memiliki banyak sisi yang terkait satu sama lain.
Ada kesadaran dalam pemilihan bahasa dan simbol politik, terdapat usaha
tertentu dalam memilih fakta dan pengemasan pesan, dan terdapat pemberian
ruang atau agenda untuk merilisnya.
Setiap media memiliki perbedaan dalam memilih bahasa politiknya
dan fakta yang akan dipakai dalam teks yang dibuatnya. Ini semua tergantung
pada pertimbangan faktor eksternal dan internal. Demikian pula setiap media
memiliki hak untuk memuat atau tidak menyiarkan hasil penulisan teks yang
26
telah dibuatnya. Dengan adanya kebebasan membuat teks tersebut kita dapat
melihat sejauh mana media membuat berita politik dengan metodologi riset
tertentu. Apa motivasi dan tujuan setiap media di balik teks yang ditulisnya,
apakah terdapat motif ideologi, idealis, ekonomis ataupun politis.
Dengan teknik pemilihan dan penonjolan, media memberikan petunjuk
tentang mana isu yang lebih penting. Oleh sebab itu, model agenda setting
mengasumsikan adanya hubungan positif antara penilaian yang diberikan
media kepada suatu persoalan dengan perhatian yang diberikan khalayak
kepada persoalan itu. Singkatnya apa yang dianggap penting oleh media, akan
dianggap penting pula oleh masyarakat. Begitu juga sebaliknya apa yang
dilupakan media, akan luput juga dari perhatian masyarakat.26
Media massa memiliki kekuatan tersendiri dalam mempengaruhi
sistem politik sehingga hubungan antara keduanya biasanya ditandai oleh dua
hal. Pertama, bentuk dan kebijakan politik sebuah negara menentukan pola
operasi media massa di negara itu, mulai dari kepemilikan, tampilan isi,
hingga pengawasannya. Begitu dominan sistem politik mempengaruhi sistem
media, sehingga kondisi demikian mendorong orang untuk membuat
kesimpulan, bahwa sistem media massa yang berlaku di sebuah negara
menjadi cerminan sistem politik negara itu.27
Kedua, media massa sering menjadi media komunikasi politik
terutama oleh para penguasa. Para aktor politik merupakan sumber berita yang
26
Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik Di Era Industri Citra (Jakarta: Lasswell
Visitama, 2010), h. 254. 27
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa (Jakarta: Granit, 2004),
h. 7.
27
menarik untuk media massa. Sebaliknya, media massa sering menjadi sumber
informasi disamping sebagai saluran komunikasi bagi para politisi. Cara
media menampilkan peristiwa politik dapat mempengaruhi persepsi para aktor
politik dan masyarakat mengenai perkembangan politik.28
Keikutsertaan
media dalam mengubah sistem politik tidak lain akan membentuk opini publik
secara alamiah. Media massa sering dijadikan alat propaganda dalam
komunikasi politik. Ini disebabkan pembicaraan politik dalam teks media di
dalamnya terdapat simbol dan fakta politik.
Dalam komunikasi politik, konstruksi realitas oleh media massa
tersebut menjadi sangat khas. Cara media mengkonstruksi suatu peristiwa
politik akan memberi citra tertentu mengenai sebuah realitas politik yang bagi
para aktor dan partai politik citra ini sangat penting demi kepentingan
politiknya masing-masing, karena sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media
massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka kesibukan utama media
massa adalah mengkonstruksikan berbagai realitas yang akan disiarkan. Media
menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi hingga menjadi cerita
atau wacana yang bermakna.
Dalam proses konstruksi realitas, bahasa merupakan unsur utama.
Bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi. Bahasa begitu penting
karena tak akan ada sebuah berita tanpa adanya sebuah bahasa. Jauh dari itu,
keberadaan bahasa tidak lagi dijadikan sebagai alat untuk menggambarkan
sebuah realitas, melainkan bisa menentukan gambar mengenai suatu realitas
28
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, h. 7-8.
28
yang akan dikonsumsi oleh khalayak pembaca.Menurut Giles dan Wieman
bahasa (teks) mampu menentukan konteks, bukan sebaliknya teks
menyesuaikan diri dengan konteks. Dengan begitu, lewat bahasa yang
dipakainya (melalui pilihan kata dan cara penyajian) seseorang bisa
mempengaruhi orang lain (menunjukkan kekuasaannya). Melalui teks yang
dibuatnya, ia dapat memanipulasi konteks.29
Pada komunikasi politik cara-
cara yang disebutkan di atas sering dilakukan oleh para aktor politik.
Ibnu Hamad menjelaskan bahwa terdapat tiga tindakan yang biasa
dilakukan pekerja media, khususnya oleh para komunikator massa. Tatkala
melakukan konstruksi realitas, termasuk realitas politik, yang berujung pada
pembentukkan citra sebuah kekuatan politik: pemilihan simbol (fungsi
bahasa); pemilihan fakta yang akan disajikan (strategi framing), dan kesediaan
memberi tempat (agenda setting).Pertama, dalam hal pilihan kata (simbol)
politik sekalipun media massa hanya bersifat melaporkan, tapi telah menjadi
sifat dari pembicaraan politik untuk selalu memperhitungkan simbol
politik.30
Kedua, dalam melakukan pembingkaian(framing) peristiwa politik.
Minimal oleh sebab adanya tuntutan teknis: keterbatasan-keterbatasan kolom
dan halaman (pada media cetak) atau waktu (pada media elektronik), jarang
ada media yang membuat berita sebuah peristiwa secara utuh mulai dari menit
pertama kejadian hingga ke menit akhir. Ditambah juga dengan berbagai
kepentingan, maka konstruksi realitas politik sangat ditentukan oleh berbagai
kepentingan, maka konstruksi realitas politik sangat ditentukan oleh siapa
29
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa (Jakarta: Granit, 2004),
h.14. 30
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa (Jakarta: Granit, 2004),
h. 16.
29
yang memiliki kepentingan (menarik keuntungan atau pihak mana yang akan
diuntungkan) dengan suatu berita, dimana kepentingan itu bisa dimiliki oleh
media atau pihak yang memiliki relasi khusus dengan media tersebut.31
Terakhir, namun bukan yang terkecil adalah menyediakan ruang atau waktu
untuk sebuah peristiwa politik (fungsi agenda setting). Semakin besar, tempat
yang diberikan semakin besar pula perhatian yang diberikan khalayak. Pada
konteks ini media memiliki fungsi agenda setter sebagaimana dikenal dalam
teori agenda setting. Bila suatu media apalagi sejumlah media menaruh sebuah
kasus sebagai headline diasumsikan kasus itu pasti memperoleh perhatian
yang besar dari khalayak.32
Pada agenda setting, media massa memiliki kekuatan yang sangat
besar dalam mempengaruhi khalayak pembaca. Sehingga semua yang
disajikan oleh media langsung akan menjadi sebuah opini publik. Opini adalah
suatu respon aktif terhadap stimulus suatu respon yang dikonstruksi melalui
interpretasi pribadi yang berkembang dari dan menyumbang citra (image),
sedangkan publik adalah suatu kumpulan orang-orang yang sama minat dan
kepentingan terhadap isu. Jadi yang dimaksud opini publik yaitu suatu opini
yang mengangkat isu atau kejadian yang mengandung keprihatinan (concern)
publik.33
Dari tiga tindakan di atas, gambaran mengenai sebuah realitas partai
politik pada media massa sangat bergantung dari pemilihan bahasa, pemilihan
fakta yang akan disajikan (strategi framing), dan kesediaan memberi tempat
(agenda setting).
31
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, h. 21. 32
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, h. 23-24. 33
Gun Gun Heryanto dan Ade Rina Farida,Komunikasi Politik (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h. 89.
30
C. Analisis Framing
Analisis framing merupakan suatu metode untuk melihat bagaimana
cara media bercerita (story telling) atas sebuah peristiwa. Cara bercerita disini
tergambar dari media melihat realitas yang dijadikan berita. Penglihatan media
terhadap peristiwa yang terjadi sangat berpengaruh terhadap hasil akhir dari
konstruksi realitas. Berikut adalah definisi framing menurut para ahli:34
Tabel 2.2
Definisi Framing Menurut Para Ahli
TOKOH DEFINISI
Robert N.
Entman
Proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian
tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan
aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan informasi-
informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu
mendapatkan alokasi lebih besar daripada sisi yang lain.
William A.
Gamson
Cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir
sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna
peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu
wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah
kemasan (package). Kemasan itu semacam skema atau
struktur pemahaman yang digunakan individu untuk
mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan,
serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima.
Todd Gitlin Strategi bagaimana realitas/dunia dibentuk dan
disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada
khalayak pembaca. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dalam
pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian
khalayak pembaca.itu dilakukan dengan seleksi,
pengulangan, penekanan, dan presentasi aspek tertentu dari
realitas.
David E.
Snow and
Pemberian makna untuk menafsirkan peristiwa dan kondisi
yang relevan. Frame mengorganisasikan sistem
34
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta: PT
LkiS Pelangi Aksara, 2008), h. 67-68
31
TOKOH DEFINISI
Robert
Benfort
kepercayaan dan diwujudkan dalam kata kunci tertentu,
anak kalimat, citra tertentu, sumber informasi, dan kalimat
tertentu.
Amy Binder Skema interpretasi yang digunakan oleh individu untuk
menempatkan, menafsirkan, mengidentifikasi, dan
melabeli peristiwa secara langsung atau tidak langsung.
Frame mengorganisir peristiwa yang kompleks ke dalam
bentuk dan pola yang mudah dipahami dan membantu
individu untuk mengerti makna peristiwa.
Zhongdang
Pan and
Gerald M.
Kosicki
Strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat
kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi,
menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas
dan konvensi pembentukan berita.
Gagasan mengenai analisis ini pertama kali dilontarkan oleh Beterson
tahun 1955. Awalnya, analisis framing dimaknai sebagai struktur konseptual
atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir suatu pandangan politik,
kebijakan, dan wacana. Analisis ini juga menyediakan kategori-kategori
standar untuk mengaprealisasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan
lebih jauh oleh Goufman pada tahun 1974, yang mengandalkan frame sebagai
kepingan-kepingan perilaku (strips of behavior) yang membimbing individu
dalam membaca realitas.35
Analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana
media mengkontruksi realitas. Analisis framing juga dipakai untuk melihat
bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media. Analisis ini
mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pentautan fakta dalam berita
agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti, atau lebih diingat, untuk
mengiring interpretasi khalayak sesuai dengan perspektifnya. Dengan kata
35
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006), h. 162.
32
lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau
cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang
diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan serta hendak dibawa
kemana berita tersebut.36
Terdapat dua esensi utama dari analisis framing. Pertama, bagaimana
peristiwa dimaknai. Ini berhubungan dengan bagian mana yang diliput dan
mana yang tidak diliput. Kedua, bagaimana fakta itu ditulis. Aspek ini
berhubungan dengan pemakaian kata, kalimat, dan gambar untuk mendukung
gagasan. Sebagai sebuah metode analisis teks, analisis framing mempunyai
karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan analisis isi kualitatif. Dalam
analisis isi kuantitatif, yang ditekankan adalah isi (content) dari suatu
pesan/teks komunikasi. Sementara dalam analisis framing, yang menjadi pusat
perhatian adalah pembentukan pesan dari teks.37
Dengan menggunakan analisis framing, seorang jurnalis dapat
mengemas sebuah peristiwa yang sulit dimengerti menjadi sebuah peristiwa
yang mudah untuk dipahami. Semua itu terjadi karena penggunaan perspektif
tertentu dalam menuturkan peristiwa ke dalam penulisan berita. Berita yang
ditulis oleh wartawan pada akhirnya akan menampilkan tentang apa saja
dianggap penting, ditonjolkan dan perlu disampaikan kepada khalayak
pembaca.
Analisis framing didefinisikan sebagai sebuah proses yang membuat
suatu pesan lebih dominan. Pada analisis ini menempatkan informasi dengan
36
Nugroho, dkk., Politik Media Mengemas Media (Jakarta: Institut Studi Arus Informasi,
1999), h. 21. 37
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: PT
LkiS Pelangi Aksara, 2008), h. 10-11.
33
lebih menarik sehingga khalayak tertarik pada pesan yang disampaikan.
Analisis framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, memiliki empat
perangkat struktur didalamnya yaitu sintaksis, skrip, tematik, dan retoris.
Pertama, struktur sintaksis berhubungan dengan bagaimana wartawan
menyusun peristiwa, pernyataan, opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa
kedalam bentuk susunan umum berita. Struktur ini dengan demikian dapat
diamati dari bagan berita (lead yang dipakai, latar, headline, kutipan yang
diambil, dan sebagainya). Intinya, ia mengamati bagaimana wartawan
memahami peristiwa yang dapat dilihat dari cara ia menyusun fakta ke dalam
bentuk umum berita. Kedua, struktur skrip berhubungan dengan bagaimana
wartawan mengisahkan atau menceritakan sebuah peristiwa ke dalam bentuk
berita. Struktur ini melihat bagaimana strategi cara bercerita atau bertutur yang
dipakai wartawan dalam mengemas peristiwa ke dalam bentuk berita. Ketiga,
struktur tematik berhubungan dengan bagaimana wartawan mengungkapkan
pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat atau hubungan antar
kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Struktur ini melihat
bagaimana pemahaman itu diwujudkan dalam bentuk yang lebih kecil.
Keempat, struktur retoris berhubungan dengan bagaimana wartawan
menekankan arti tertentu ke dalam berita. Struktur ini akan melihat bagaimana
wartawan memakai pilihan kata, idiom, grafik, dan gambar yang dipakai
bukan hanya mendukung tulisan, melainkan juga menekankan arti tertentu
kepada pembaca. Empat struktur tersebut merupakan suatu rangkaian yang
dapat menunjukkan framing dari suatu media. Kecenderungan atau
34
kecondongan wartawan dalam memahami suatu peristiwa dapat diamati dari
keempat struktur tersebut. Pendekatan itu dapat digambar ke dalam bentuk
skema sebagai berikut:38
Tabel 2.3
Model Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
STRUKTUR PERANGKAT
FRAMING
UNIT YANG
DIAMATI
SINTAKSIS
Cara wartawan
menyusun fakta
Skema berita Headline, lead, latar
informasi, kutipan sumber,
pernyataan, penutup.
SKRIP
Cara wartawan
mengisahkan
fakta
Kelengkapan berita
5W + 1H
TEMATIK
Cara wartawan
menulis fakta
Detail
Koherensi
Bentuk kalimat
Kata ganti
Paragraf, proposisi, kalimat,
hubungan antar kalimat
RETORIS
Cara wartawan
menekankan
fakta
Leksikon
Grafis
Metafora
Kata, ideom, gambar atau
foto, grafik
Dari tabel di atas tergambar bahwa struktur yang pertama dari
perangkat framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki adalah
sintaksis. Dalam wacana berita sintaksis merupakan susunan kata dari bagian
berita. Susunan kata disini terdiri dari headline, lead, latar informasi, sumber,
38
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: PT
LkiS Pelangi Aksara, 2008), h. 255-256.
35
dan penutup. Semua bagian tersebut tersusun dalam bentuk tetap dan teratur
sehingga membentuk skema yang menjadi pedoman tentang proses fakta dari
sebuah peristiwa disusun.
Headline merupakan aspek sintaksis dari wacana berita dengan tingkat
kemenonjolan yang tinggi yang menunjukkan kecenderungan berita. Headline
memiliki fungsi yang kuat dalam framing dan dapat memengaruhi bagaimana
kisah dimengerti untuk kemudian digunakan dalam membuat pengertian isu
dan peristiwa sebagaimana mereka beberkan. Headline digunakan untuk
menunjukkan bagaimana wartawan mengkonstruksi suatu isu, seringkali
dengan menekankan makna tertentu lewat pemakaian tanda tanya untuk
menunjukkan sebuah perubahan dan tanda kutip untuk menujukkan adanya
jarak perbedaan.39
Selain headline, lead adalah perangkat sintaksis lain yang sering
digunakan. Lead yang baik umumnya memberikan sudut pandang dari berita,
menunjukan perspektif tertentu dari peristiwa yang diberitakan. Latar
merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi makna yang ingin
ditampilkan wartawan. Seorang wartawan ketika menulis berita biasanya
mengemukakan latar belakang atas peristiwa yang ditulis. Latar yang dipilih
menentukan ke arah mana pandangan khalayak hendak dibawa. Latar
umumnya ditampilkan di awal sebelum pendapat sebenarnya muncul dengan
maksud mempengaruhi dan memberi kesan bahwa pendapat wartawan sangat
39
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta: PT
LkiS Pelangi Aksara, 2008), h. 257-258
36
beralasan. Oleh karena itu, latar membantu menyelidiki bagaimana seseorang
memneri pemaknaan atas suatu peristiwa.40
Bagian berita lain yang penting dalam unsur sintaksis adalah
pengutipan sumber berita. Bagian ini dalam penulisan berita dimaksudkan
untuk membangun objektivitas prinsip keseimbangan dan tidak memihak.
Pengutipan sumber juga merupakan bagian berita yang menekankan bahwa
apa yang ditulis oleh wartawan bukan pendapat wartawan semata, melainkan
pendapat dari orang yang mempunyai otoritas tertentu. Pengutipan sumber ini
menjadi perangkat framing atas tiga hal. Pertama, mengklaim validitas atau
kebenaran dari pernyataan yang dibuat dengan mendasarkan diri pada klaim
otoritas akademik. Kedua, menghubungkan poin tertentu dari pandangannya
kepada pejabat yang berwenang. Ketiga, mengecilkan pendapat atau
pandangan tertentu yang dihubungkan dengan kutipan atau pandangan
mayoritas sehingga pandangan tersebut tampak sebagai menyimpang.41
Struktur kedua pada model framing Zhongdang Pan dan Gerald M.
Kosicki adalah skrip. Skrip merupakan sebuah laporan berita. Dalam bentuk
sebenarnya laporan berita tersebut sering disusun ke dalam suatu cerita. Ini
disebabkan karena dua hal. Pertama, banyak laporan berita yang berusaha
menunjukkan hubungan, peristiwa yang ditulis merupakan kelanjutan dari
peristiwa sebelumnya. Kedua, berita umumnya mempunyai orientasi
menghubungkan teks yang ditulis dengan lingkungan komunal pembaca.
Menulis berita dapat disamakan, dalam taraf tertentu, dengan seorang yang
40
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta: PT
LkiS Pelangi Aksara, 2008), h. 258 41
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h. 259.
37
menulis novel atau fiksi lain. Perbedaannya bukan terletak pada cara bercerita,
melainkan fakta yang dihadapi.42
Bentuk umum dari struktur skrip ini adalah pola 5W+1H yaitu who,
what, when, where, why dan how. Tetapi, tidak semua pola ini ditemukan
dalam setiap berita. Namun unsur kelengkapan berita tersebut menjadi
penanda framing yang sangat penting. Skrip adalah salah satu strategi
wartawan dalam mengkonstruksi berita: bagaimana suatu peristiwa dipahami
melalui cara tertentu dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan tertentu.
Skrip memberikan tekanan mana yang didahulukan, dan bagian mana yang
bisa kemudian sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi penting.
Upaya penyembunyian itu dilakukan dengan menempatkan dibagian akhir
agar terkesan kurang menonjol.43
Tematik merupakan stuktur ketiga pada model framing Zhongdang
Pan dan Gerald M. Kosicki. Tematik adalah elemen topik yang menunjuk
pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut dengan sebagai
gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks. Topik
menggambarkan apa yang ingin diungkapkan oleh wartawan dalam
pemberitaannya. Topik menunjukkan konsep dominan, sentral, dan paling
penting dari isi suatu berita. Dalam analisis, topik suatu berita ini memang
baru bisa disimpulkan, seperti halnya kalau kita sehabis membaca satu buku,
satu cerita, atau menonton film kalau kita telah selesai membaca tuntas berita
tersebut. Topik menggambarkan gagasan apa yang dikedepankan atau gagasan
42
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: PT
LkiS Pelangi Aksara, 2008), h. 260. 43
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h.261.
38
inti dari wartawan ketika melihat atau memandang suatu peristiwa.44
Tematik,
bagi Pan dan Kosicki, berita mirip sebuah pengujian hipotesis: peristiwa yang
diliput, sumber yang dikutip, dan pernyataan yang diungkapkan semua
perangkat itu digunakan untuk membuat dukungan yang logis bagi hipotesis
yang dibuat.45
Pada elemen tematik ada beberapa unsur yang diamati, antara lain
detil, koherensi, bentuk kalimat dan kata ganti. Pertama, elemen detil
berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang.
Komunikator akan menampilkan secara berlebihan informasi yang
menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Detil yang lengkap dan panjang
lebar merupakan penonjolan yang dilakukan secara sengaja untuk
menciptakan citra tertentu kepada khalayak. Detil yang lengkap itu akan
dihilangkan kalau berhubungan dengan sesuatu yang menyangkut kelemahan
atau kegagalan dirinya. Hal yang menguntungkan komunikator atau pembuat
teks akan diuraikan secara detil dana terperinci, sebaliknya fakta yang tidak
menguntungkan, detil informasinya akan dikurangi. Elemen detil merupakan
strategi bagaimana wartawan mengekpresikan sikapnya secara tersembunyi.
Sikap atau wacana yang dikembangkan oleh wartawan kadangkala tidak perlu
disampaikan secara terbuka, tetapi dari detil bagian mana yang dikembangkan
dan mana diberitakan dengan detil yang besar, akan menggambarkan
bagaimana wacana yang dikembangkan oleh media.46
44
Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LKiS, 2011),
h. 229-230. 45
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: PT
LkiS Pelangi Aksara, 2008), h. 262. 46
Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media(Yogyakarta: LKiS, 2011),
h. 238.
39
Kedua, elemen koherensi merupakan pertalian atau jalinan antarkata,
atau kalimat dalam teks. Dua buah kalimat yang menggambarkan fakta yang
berbeda dapat dihubungkan terlihat koheren. Sehingga, fakta yang tidak
berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan ketika seorang
menghubungkannya. Koherensi merupakan elemen wacana untuk melihat
bagaimana seseorang secara strategis menggunakan wacana untuk
menjelaskan suatu fakta atau peristiwa. Apakah peristiwa itu dipandang saling
terpisah, berhubungan, atau malah sebab akibat. Koherensi ini secara mudah
dapat diamati di antaranya dari kata hubung (konjungsi) yang dipakai untuk
menghubungkan fakta. Apakah dua kalimat dipandang sebagai hubungan
kausal (sebab akibat), hubungan keadaan, waktu, kondisi, dan sebagainya.
Koherensi merupakan elemen yang menggambarkan bagaimana peristiwa
dihubungkan atau dipandang saling terpisah oleh wartawan. Koherensi ini
dibagi menjadi dua bagian yaitu:47
1. Koherensi kondisional
Koherensi kondisional di antaranya ditandai dengan pemakaian
anak kalimat sebagai penjelas. Disini ada dua kalimat, di mana kalimat
kedua adalah penjelas atau keterangan dari proposisi pertama, yang
dihubungkan dengan kata hubung (konjungsi) seperti “yang”, atau
“dimana”. Kalimat kedua fungsinya dalam kalimat hanya semata hanya
penjelas atau anak kalimat.
47
Eriyanto,Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media(Yogyakarta: LKiS, 2011),
h. 242-247.
40
2. Koherensi pembeda
Koherensi kondisional berhubungan dengan pernyataan bagaimana
dua peristiwa dihubungkan atau dijelaskan, maka koherensi pembeda
berhubungan dengan pertanyaan bagaimana dua peristiwa atau fakta itu
hendak dibedakan. Dua buah peristiwa dapat dibuat seolah-olah saling
bertentangan dan berseberangan dengan menggunakan koherensi ini.
Ketiga, elemen bentuk kalimat ini menentukan apakah subjek
diekspresikan secara eksplisit atau implisit dalam teks. Kalimat aktif
umumnya digunakan agar seorang menjadi subyek dari tanggapannya,
sebaliknya pasif menempatkan seseorang sebagai objek. Bentuk kalimat
ini bukan hanya persoalan teknis kebenaran tata bahasa, tetapi menentukan
makna yang dibentuk oleh susunan kalimat.48
Keempat, elemen kata ganti ini merupakan elemen terakhir pada
struktur tematik. Kata ganti digunakan untuk memanipulasi bahasa dengan
menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat yang
digunakan oleh komunikator untuk menunjukkan dimana posisi seseorang
dalam wacana. Dalam mengungkapkan sikapnya, seorang dapat
menggunakan kata ganti “saya” atau “kami” yang menggambarkan bahwa
sikap tersebut merupakan sikap resmi komunikator semata-mata. Akan
tetapi, ketika memakai kata ganti “kita” menjadikan sikap tersebut sebagai
respresentasi dari sikap bersama dalam suatu komunitas tertentu. Batas
antara komunikator dengan khalayak dengan sengaja dihilangkan untuk
48
Eriyanto, Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media, h. 253.
41
menunjukkan apa yang menjadi sikap komunikator juga menjadi sikap
komunitas secara keseluruhan.49
Struktur terakhir pada model framing Zhongdang Pan dan Gerald M.
Kosicki adalah retoris. Struktur retoris merupakan wacana dari berita yang
menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh wartawan untuk
menekankan arti yang ingin ditonjolkan oleh wartawan. Wartawan
menggunakan perangkat retoris untuk membuat citra, meningkatkan
kemenonjolan pada sisi tertentu dan meningkatkan gambaran yang diinginkan
dari suatu berita. Struktur retoris dari wacana berita juga menunjukkan
kecenderungan bahwa apa yang disampaikan tersebut adalah suatu kebenaran.
Ada beberapa elemen struktur retoris yang dipakai oleh wartawan.50
Pertama,
leksikon elemen ini menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan
kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Suatu fakta umumnya
terdiri atas beberapa kata yang menunjuk pada fakta. Kata meninggal misalnya
mempunyai kata lain yaitu mati, tewas, gugur, tersebunuh, dan sebagainya.
Dengan demikian pilihan kata yang dipakai tidak semata hanya karena
kebetulan, tetapi juga secara ideologis menunjukkan bagaimana pemaknaan
seseorang terhadap fakta atau realitas. Pilihan kata-kata yang dipakai
menunjukkan sikap dan ideologi tertentu.51
Kedua, grafis elemen ini merupakan bagian untuk memeriksa apa yang
ditentukan atau ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh seseorang
49
Eriyanto, Analisis Wacana :Pengantar Analisis Teks Media(Yogyakarta: LKiS, 2011),
h. 253-254. 50
Eriyanto, Analisis Framing:Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: PT
LkiS Pelangi Aksara, 2008), h.264. 51
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LKiS, 2011),
h. 255.
42
yang dapat diamati dari teks. Dalam wacana berita, grafis ini biasanya muncul
lewat bagia tulisan yang dibuat lain dibandingkan tulisan lain. Pemakaian
huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah, huruf yang dibuat dengan
ukuran lebih besar. Termasuk di dalamnya adalah pemakaian captoin, raster,
grafik, gambar, atau label untuk mendukung arti penting suatu pesan.52
Ketiga, metafora dalam suatu wacana, wartawan tidak hanya
menyampaikan pesan lewat teks, tetapi juga kiasan, ungkapan, metafora, yang
dimaksud sebagai ornamen atau bumbu dari suatu berita. Metafora digunakan
oleh wartawan secara strategis sebagai landasan berfikir, alasan pembenaran
atas pendapat atau gagasan tertentu kepada publik. Wartawan menggunakan
kepercayaan masyarakat, ungkapan sehari-hari, peribahasa, petuah leluhur,
kata-kata kuno, bahkan mungkin ungkapan yang diambil dari ayat-ayat suci
yang semuanya dipakai untuk memperkuat pesan utama.53
52
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 257. 53
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 259.
43
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Profil Media Indonesia
1. Sejarah Media Indonesia
Media Indonesia pertama kali terbit pada tanggal 9 Januari 1970 di
Jakarta dengan motto “Pembawa Suara Rakyat”. Berdasarkan Surat Izin
Terbit (SIT) No. 0856/SK/Dir-PK/SIT/1969 pada tanggal 6 Desember
1969, Media Indonesia diterbitkan oleh Badan Penerbit “Yayasan Warta
Indonesia” diketuai oleh Teuku Yously Syah yang juga merupakan pendiri
Media Indonesia. Pada masa pertama penerbitannya Media Indonesia
hanya dapat terbit sebanyak empat halaman dengan periode terbit setiap
hari. Pada tahun 1976, surat kabar ini kemudian berkembang menjadi
delapan halaman. Pada saat itu, perkembangan regulasi di bidang pers dan
penerbitan sedang terjadi, salah satunya dengan melakukan perubahan SIT
(Surat Izin Terbit) menjadi SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers). Hal
ini dilakukan agar setiap penerbitan surat kabar dihadapkan pada realitas
bahwa pers pada masa itu tidak semata menanggung beban idealnya tapi
juga harus tumbuh sebagai badan usaha.
Pada awal tahun penerbitan, Media Indonesia bukanlah suatu
harian politik atau bisnis, melainkan harian yang isi pemberitaaannya lebih
banyak mengarah pada bidang hiburan seperti cerita tentang artis dan lain
sebagainya. Inilah yang menyebabkan pada saat itu Media Indonesia
dikatakan sebagai koran kuning atau koran yang berisi penuh dengan
44
cerita gosip. Perjalanan hidup Media Indonesia di dunia industri media
massa berlangsung seperti kehidupan pers nasional pada umumnya yang
tidak lepas dari berbagai kendala dan masalah, seperti kesulitan pada
bidang Sumber Daya Manusia (SDM) maupun keuangan. Hal tersebut
yang menyebabkan Media Indonesia tidak teratur dalam penerbitannya.
Dalam kondisi semakin kritis membuat Media Indonesia dengan terpaksa
harus menghentikan penerbitannya, dari surat kabar harian menjadi surat
kabar mingguan. Akibat ketidakaturan ini, pada tahun 1981 Departemen
Penerangan mengeluarkan sanksi dengan menerbitkan Surat Pembantalan
Sementara terhadap Surat Izin Terbit (SIT) Media Indonesia melalui Surat
Keputusan Menteri Penerangan RI No. 986/Ditjen-PPG/1982.
Berdasarkan keputusan sidang pleno XXXI Dewan Pers pada tahun
1988 di Pulau Batam, Riau, dalam membantu penerbitan pers yang masih
dalam keadaan lemah dengan memberikan kesempatan kepada penerbit
pers nasional untuk melakukan kerja sama baik dibidang teknik,
manajemen maupun permodalan dengan pihak lain. Pada akhirnya pada
tahun 1988, Teuku Yously Syah selaku ketua yayasan penerbit “Yayasan
Warta Indonesia” melakukan kerja sama dengan Surya Paloh, mantan
pemimpin umum harian “Prioritas” yang dibredel pada tahun 1986
dibidang permodalan dan manajemen baru harian umum Media
Indonesia.1 Ini merupakan kerjasama yang menggabungkan kekuatan
pengalaman dengan kekuatan modal dan semangat di bawah manajemen
1 Data resmi Media Indonesia tanggal 18 April 2013.
45
baru PT. Citra Media Nusa Purnama. Perubahan manajemenini tidak
hanya memberikan suntikan modal untuk Media Indonesia akan tetapi
juga memberikan dampak pada kualitas SDM (Sumber Daya Manusia). Isi
pemberitaannya juga mengalami perubahan dengan kuantitas berita politik
sama besar dengan berita ekonomi. Perubahan isi berita ini juga diiringi
dengan perubahan segmentasi sasaran pembaca yaitu kalangan menengah
atas.
Surya Paloh sebagai Direktur Utama sedangkan Teuku Yously
Syah sebagai Pemimpin Umum, dan Pemimpin Perusahaan dipegang oleh
Lestary Luhur. Sementara itu, tempat usaha dan redaksi dipindahkan ke Jl.
Godangdia Lama Nomor 46, Jakarta. Pada awal tahun 1995, bertepatan
pada usianya yang ke 25 Media Indonesia menempati kantor barunya di
Komplek Delta Kedoya, Jalan Pilar Mas Raya Kav. A-D, Kedoya Selatan,
Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Pada gedung barunya semua kegiatan di
bawah satu atap, Redaksi, Usaha, Percetakan, Pusat Dokumentasi,
Perpustakaan, Iklan, Sirkulasi, dan Distribusi serta fasilitas penunjang
karyawan.
2. Visi dan Misi Media Indonesia
a. Visi
Menjadi surat kabar independen yang Inovatif, Lugas,
Terpecaya dan Paling Berpengaruh. Di bawah ini adalah uraian visi
dari Media Indonesia, yaitu:
1) Independen, yaitu menjaga sikap non partisipan, dimana karyawan
tidak menjadi pangurus partai politik, menolak segala bentuk
46
pemberian yang dapat mempengaruhi objektivitas, dan mempunyai
keberanian bersikap beda.
2) Inovatif, yaitu terus menerus menyempurnakan dan
mengembangkan kemampun teknologi dan SDM (Sumber Daya
Manusia), serta secara terus menerus mengembagkan rublik,
halaman, dan penyempurnaan perwajahan.
3) Lugas, yaitu menggunakan bahasa yang terang dan langsung
4) Terpecaya, yaitu selalu melakukan check and recheck, meliputi
berita dari dua pihak dan seimbang, serta selalu melakukan
investigasidan pedalaman.
5) Paling Berpengaruh, yaitu dibaca oleh para pengambil keputusan,
memiliki kualitas editorial yang dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan, memiliki kualitas editorial yang dapat mempengaruhi
pengambil keputusan, mampu membangun network narasumber,
dan memiliki pemasaran/distribusi yang handal.
b. Misi
1) Menyajikan informasi terpecaya secara nasional dan regional serta
berpengaruh bagi pengambil keputusan,
2) Mempertajam isi yang relevan untuk pengembangan pasar,
3) Membangun sumber daya manusia dan manajemen yang
profesional dan unggul, mampu mengembangkan perusahaan
penerbitan yang sehat dan menguntungkan.
47
3. Struktur Organisasi Media Indonesia
Berdasarkan data company profile Republika, berikut adalah
susunan redaksi tersebut:2
Tabel 3.1
Struktur Organisasi Media Indonesia
Pendiri Drs. H. Teuku Yously Syah Msi (Alm)
Direktur Utama Rahni Lowhur-Sehad
Direktur Pemberitaan Saur M. Hutabarat
Direktur Pengembangan
Bisnis
Alexander Stefanus
Dewan Redaksi Media Group Elman Saragih (Ketua)
Ana Wijaya
Andy F. Noya
Bambang Eka Wijaya
Djadjat Sudradjat
Djafar H. Assegaff
Laurens Tato
Lestari Moerdijat
Rahni Lowhur Sehad
Saur M. Hutabarat
Sugeng Suparwoto
Toeti Adhitama
Redaktur Senior Elman Saragih
Laurens Tato
Saur M. Hutabarat
Deputi Direktur Pemberitaan Usman Kansong
Kepala Divisi Pemberitaan Kleden Suban
Deputi Kepala Content
Enrichment
Gaudensius Suhandi
Deputi Kepala Devisi
Pemberitaan
Abdul Khohar
2 Data resmi Media Indonesia tanggal 18 April 2013.
48
Sekretariat Redaksi M. Nasri
Asisten Kepala Divisi
Pemberitaan
Ade Alawi
Fitriana Siregar
Haryo Prasetyo
Ono Sarwono
Roesmery C. Sihombing
Asisten Kepala Devisi Foto Hariyanto
Redaktur Agus Mulyawan
Anton Kustedja
Cri Qanon Ria Dewi
Eko Rahmawanto
Eko Suprihatno
Hapsoro Poetro
Henry Salomon Siagian
Ida Farida
Jaka Budisantosa
Mathias S. Brahmana
Mochamad Anwar Surahman
Sadyo Kristiarto
Santhy M. Sibarani
Soelistijono
B. Profil Republika
1. Sejarah Republika
Harian umum Republika diterbitkan atas kehendak mewujudkan
media massa yang mampu mendorong bangsa menjadi kritis dan
berkualitas. Yakni bangsa yang mampu sederajat dengan bangsa maju lain
di dunia, memegang nilai-nilai spiritualitas sebagai perwujudan Pancasila
sebagai filsafat bangsa, serta memiliki arah gerak seperti digariskan UUD
1945. Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang dibentuk pada 5
49
Desember 1990. Salah satu program ICMI yang disebarkan ke seluruh
Indonesia, antara lain mencerdaskan kehidupan bangsa melalui program
peningkatan 5k, yaitu:3
a. Kualitas iman,
b. Kualitas hidup,
c. Kualitas kerja,
d. Kualitas karya, dan
e. Kualitas pikir.
Untuk mewujudkan tujuan, cita-cita, dan program ICMII di atas,
beberapa tokoh pemerintah dan masyarakat yang berdedikasi dan
komitmen pada pembangunan bangsa dan masyarakat Indonesia yang
beragama Islam, membentuk Yayasan Abdi Bangsa pada 17 Agustus
1992. Yayasan ini kemudian menyusun tiga program utamanya, yaitu:4
a. Pengembangan Islamic Center,
b. Pengembangan CIDES (Center for Information and Development
Studies), dan
c. Penerbitan harian umum Republika.
Pendiri yayasan Abdi Bangsa berjumlah 48 orang yang terdiri dari
beberapa menteri, pejabat tinggi negara, cendikiawan, tokoh masyarakat,
serta pengusaha. Mereka antara lain Ir. Drs. Ginanjar Kartasasmita, H.
Harmoko, Ibnu Sutowo, Muhammad Hasan, Ibu Tien Soeharto, Presiden
Soeharto berperan sebagai pelindung dan ketuanya dijabat oleh Prof. Dr.
Ing. BJ Habibie yang juga menjabat sebagai ketua ICMI.
3Data resmi Republika tanggal 23 Mei 2013.
4Data resmi Republika tanggal 23 Mei 2013.
50
Sebagai usaha dalam mewujudkan programnya menerbitkan
sebuah koran harian, Yayasan Abdi Bangsa mendirikan PT. Abdi Bangsa.
Dengan melalui berbagai proses, Republika kemudian mendapatkan
SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) dari Departemen Penerangan
Republik Indonesia. SIUPP itu bernomor 283/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/
1992 tertanggal 19 Desember 1992.
Nama Republika sendiri berasal dari kata “Republik” yang
diberikan Presiden Soeharto saat bertemu dengan para pengurus ICMI.
Kehadiran Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang saat itu
diketuai oleh BJ Habibie dapat menembus pembatasan ketat pemerintah
untuk izin penerbitan saat itu memungkinkan upaya tersebut berbuah. Dan
akhirnya Republika terbit perdana pada 4 Januari 1993.
Pada akhir tahun 2000 saham Republika dipegang oleh kelompok
Mahaka Media, yang mayoritas sahamnya dikuasai oleh keluarga Erick
Tohir. PT. Abdi Bangsa selanjutnya menjadi perusahaan induk, dan
Republika berada di bawah bendera PT. Republika Media Mandiri, salah
satu anak perusahaan PT. Abdi Bangsa. Dibawah Mahaka Media,
kelompok ini juga menerbitkan majalah Golf Digest Indonesia, Majalah
Parent Indonesia, Radio Jak FM, Radio Gen FM, Radio Delta FM, Female
Radio, Prambors, Jak TV, Alif TV. Walaupun berganti kepemilikan,
Republika tak mengalami perubahan visi dan misi. Sentuhan bisnis dan
independensi membuat Republika semakin lebih kuat dalam
menghidupkan kegiatan ekonomi di media ini.
51
Direktur Utama, Erick Thohir juga menjabat sebagai Ketua Umum
Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) periode 2010-2013. Ideologi
Republika yaitu kebangsaan, kerakyatan, dan keislaman dengan maksud
mempercepat terbentuknya “civil society”. Orientasi ini yang sehari-hari
dituangkan Republika dalam bentuk informasi dan sajian lainnya.
Republika menampilkan Islam yang moderat.5 Parni Hadi selaku
pemimpin redaksi pertama harian Republika mengatakan bahwa pada
awalnya Republika digagas berdasarkan untuk menyajikan yang terbaik
sebagai pengabdian kepada yang khaliq. Kemudian timbul niat, tekad, dan
akhirnya berbuat untuk mewujudkannya.
Sejak awal penerbitannya pada 4 Januari 1993 penjualan oprahnya
terus meningkat. Hanya dalam sepuluh hari sejak terbit pertama kali, oplah
Republika ini sudah mencapai 100.000 ekslempar, bahkan pada Desember
1993 oplah Republika sudah mencapai 130.000 per hari.Ini berarti terjadi
peningkatan 2,5 kali lipat dari rencana awal terbit yang hanya mengincar
oplah rata-rata sekitar 40.000 eksemplar per hari.
Harian Republika tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Di Jakarta
sebanyak 50,31%, Jawa Barat 17,30%, Jawa Tengah 6,90%, Jawa Timur
4,36%, sisanya tersebar di daerah lain. Walaupun masih tergolong media
cetak yang baru lahir di kancah industri media cetak di Indonesia,
Republika telah mendapatkan berbagai penghargaan bergengsi tepatnya
pada pertengahan Oktober 1993 Republika berhasil menjadi juara pertama
5 Ibnu Hamad, Realitas Politik di Media Massa: Sebuah Studi Critical Discourse Analysis
(Jakarta: Granit, 2004), h.122.
52
dalam lomba perwajahan media cetak. Bila diamati, sejak kelahirannya
telah banyak penyempurnaan yang dilakukan republika. Tak hanya dalam
disain penampilan korannya, melainkan juga isi. Kini porsi berita maupun
artikel yang berkaitan dengan bisnis akan lebih banyak dijumpai dalam
setiap halaman. Semua ini merupakan upaya pemenuhan tuntutan
khalayak pembaca yang semakin lama semakin meningkat, baik dalam hal
gaya hidup maupun status sosial ekonominya.6
Republika berusaha untuk menampilkan corak jurnalisme yang
khas dengan media cetak lainnya. Dalam penyajian beritanya Republika
cendurung atraktif, jelas, dan tuntas. Media cetak ini juga berusaha
mengembangkan penulisan jurnalisme yang readable atau enak dibaca.
Setiap pengunaan bahasa dan gaya penuturannya diupayakan popular,
renyah, tidak kaku, tanpa mengabaikan kaidah bahasa jurnalisme.
Republika juga memperhatikan dalam aspek visualisasi dan desain yang
menarik untuk disajikan dengan menonjolkan bentuk grafis yang
informatif (berupa gambar, foto, tabel) serta eksploitasi cetakan warna.
Topik pemberitaan yang dipilih adalah topik yang dekat dan berdampak
langsung pada khalayak pembaca. Berikut adalah topik yang
disegmentasikan dalam pemberitaannya: Resonansi, Hikmah, Solikui,
Wacana, Tajuk, Tekad, Rekor , Manager, Trend Teknologi, Dialog Jum’at,
Koran Kecil, dan Selasar.
Sebagai bentuk tanggung jawab sosial kepada masyarakat luas
khususnya kepada kaum dhuafa. Pada Juli 1993, Republika mendirikan
6Data resmi Republika tanggal 23 Mei 2013.
53
program “Dompet Dhuafa” yang menghimpun, mengelola, dan
menyalurkan zakat para pembacanya. Program ini dilaksanakan sebagai
bentuk partisipasi Republika dalam menyukseskan program pengetasan
kemiskinan di Indonesia.
2. Visi dan Misi Republika
Republika adalah sebuah surat kabar yang lahir di tengah Indonesia
yang berubah secara cepat. Dalam perubahan yang melanda hampir semua
aspek kehidupan ini (politik, ekonomi, iptek, sosial, budaya) keterbukaan
menjadi kata kunci. Republika memilih berposisi untuk turut
mempersiapkan masyarakat Indonesia memasuki masa dinamis ini, tanpa
perlu kehilangan segenap kualitas yang telah dimilikinya.
Motto Republika mencanangkan kalimat “mencerdaskan
kehidupan bangsa” menunjukkan semangat mempersiapkan masyarakat
memasuki era baru. Keterbukaan dan perubahan telah dimulai dan tak ada
langkah kembali, bila kita memang bersepakat mencapai kemajuan. Meski
demikian, mengupayakan perubahan yang juga berarti pembaharuan tidak
mesti harus mengganggu stabilitas yang telah susah payah dibangun.
Keberpihakan Republika terarah kepada sebesar-besar penduduk
negeri ini, yang mempersiapkan diri bagi sebuah dunia yang lebih baik dan
adil. Media massa dengan Republika sebagai salah satu darinya, hanya jadi
penopang agar langkah itu bermanfaat bagi kesejahteraan bersama.Dengan
latar belakang tersebut, misi yang dikeluarkan oleh Republika diberbagai
bidang kehidupan adalah sebagai berikut:
54
a. Politik
Dalam bidang politik, Republika mendorong demokratisasi, dan
optimalisasi lembaga-lembaga negara, partisipasi politik semua lapisan
masyarakat, dan pengutamaan kejujuran dan moralitas dalam politik.
b. Ekonomi
Keterbukaan dan demokratisasi ekonomi menjadi kepedulian
Republika, mempromosikan profesionalisasi yang mengindahkan nilai-
nilai kemanusiaan dalam manajemen, menekankan perlunya
pemerataan sumber-sumber daya ekonomi, dan mempromosikan
prinsip-prinsip etika dan moralitas dalam bisnis.
c. Budaya
Republika mendukung sikap yang terbuka dan apresiatif terhadap
bentuk-bentuk kebudayaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, darimana pun datangnya, mempromosikan bentuk-
bentuk kesenian dan hiburan yang sehat, mencerdasakan,
menghaluskan perasaan, mempertajam kepekaan nurani serta bersikap
kritis terhadap bentuk kebudayaan yang cenderung mereduksi manusia
dan mendangkalkan nilai-nilai kemanusiaan.
d. Agama
Dalam bidang ini, Republika mendorong sikap beragama yang terbuka
sekaligus kritis terhadap realitas sosial-ekonomi kontemporer,
mempromosikan semangat toleransi yang tulus, mengembangkan
penafsiran ajaran-ajaran ideal agama dalam rangka mendapatkan
55
pemahaman yang segar dan tajam, serta mendorong pencarian titik
temu di antara agama-agama.
3. Struktur Organisasi Republika
Berdasarkan data company profile Republika, berikut adalah
susunan redaksi tersebut:7
Tabel 3.2
Struktur Organisasi Harian Republika
Pemimpin Redaksi Nasihin Masha
Wakil Pemimpin Redaksi Arys Hilman Nugraha
Redaktur Pelaksana Koran Elba Damhuri
Redaktur Pelaksana Newsroom Maman Sudiaman
Redaktur Pelaksana Online M. Irwan Ariefyanto
Redaktur Senior Anif Punto Utomo
Wakil Redaktur Pelaksana Irfan Junaidi
Syahruddin El-Fikri
Kumara Dewantasari
Asisten Redaktur Pelaksana Fikrah Fansuri
Heri Ruslan
Johar Arief
Joko Sadewo
Nur Hasan Murtiaji
Subroto
Sekretaris Redaksi Hamidah Sagaf
Kepala Quality Control dan
Bahasa
Rakhmat Hadi Sucipto
Reporter Senior Harun Husein
Muhammad Subarkah
Nurul S. Hamami
Selamat Ginting
Siwi Tri Puji Budiwiyati
Teguh Setiawan
7 Data resmi Republika tanggal 23 Mei 2013.
56
Kepala Desain Sarjono
Staf Redaksi Agus Yulianto, Alwi Shahab, EH
Ismail, Ferry Kisihandi, Fitryan
Zamzami, Heri Purwata, Indira
Rezki Sari, Irwan Kelana, Israr, M.
Ikhsan Shidieqy, Nashih Nasrullah,
Natalia Endah Hapsari, Nidiya
Zuraya, Nina Chairani Ibrahim,
Priantono Oemar, Rahmat Budi
Harto, Ratna Puspita, Reni
Dwinanda, R. Hiru Muhammad,
Stevy Maradona, Taufiqurahman
Bachdari, Teguh Firmansyah,
Wachidah Handasah, Wulan
Tunjung Palupi, Yeyen Rustiyani,
Yogi Agi Cahyadi, Yusuf Ashidiq,
Zaki Al Hamzah, Edwin Dwi
Putranto, Abdullah Sammy, Agus
Raharjo
Direktur Utama Daniel JP Wawengkang
Direktur Pemberitaan Ikhwanul Kiram Mashuri
Direktur Operrasional Mira R. Djarot
Direktur Business Development Tommy Tamtono
Komisaris Utama Adi Sasono
Wakil Komisaris Utama Erick Thohir
Komisaris R. Harry Zulnardy
Adrian Syarkawi
GM Keuangan Didik Irianto
GM Marketing dan Sales Yulianingsih
Manager Iklan Indar Wisnu Wardhana
Manager Produksi Nurrokhim
Manager Sirkulasi Darkiman Ruminta
Manager Keuangan Heri Setiawan
57
BAB IV
ANALISIS TEMUAN DAN HASIL PENELITIAN
Harian Media Indonesia dan Republika sama-sama mengangkat berita
hasil survey pada waktu terbit yang berbeda namun berdekatan. Hal ini yang
menjadi latar keingintahuan peneliti untuk melihat apakah terdapat sudut pandang
yang berbeda antara kedua media tersebut terhadap pemberitaan tentang hasil
survey yang dilakukan LSI. Walaupun Media Indonesia dan Republika sama-
sama media cetak yang beraliran nasionalis, tetapi opini masyarakat yang
berkembang mengatakan bahwa Republika memiliki sejarah kedekatan dengan
kelompok Islam. Hal ini yang menyebabkan peneliti tertarik untuk melihat apakah
mungkin faktor latar belakang berdiri media tersebut membuat perbedaan bingkai
dalam mengemas berita hasil survey LSI.
A. Hasil Temuan Penelitian Tentang Perbedaan Bingkai Antara Media
Indonesia dan Republika
Penelitian ini membandingkan dua media massa tersebut dari sisi
sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Judul berita dari Media Indonesia yang
digunakan menjadi dasar untuk analisis “Partai Islam Dihantam Tiga
Masalah”, diterbitkan pada tanggal 21 Oktober 2012, sedangkan Republika
dengan judul berita “Partai Islam Lebih Bersih”, ditebitkan pada 17 Oktober
2012. Berikut penjelasannya:
58
1. Sintaksis
a. Headline
Tabel 4.1
Headline dari Media Indonesia dan Republika
Unsur yang
diamati Media Indonesia Republika
Headline Partai Islam Dihantam Tiga
Masalah
Partai Islam Lebih Bersih
Media Indonesia memasukkan berita yang berjudul “Partai Islam
Dihantam Tiga Masalah” pada headline tetapi berita tersebut tidak
diletakkan pada halaman utama. Berita tersebut hanya dimasukkan pada
kolom politik halaman ketiga. Pada headline yang dibuatMedia Indonesia
lebih mengangkat angle pemberitaan tentangkeadaan partai Islam yang
terlilit masalah besarmenurut hasil survey yang dilakukan oleh LSI.
Berbeda dengan Media Indonesia, harian umum Republika meletakkan
beritanya pada headline halaman utama. Republika menjadikan berita
tentang “Partai Islam Lebih Bersih”dominan pada halaman pertama
dengan huruf besar dan tebal yang dipadukan dengan gambar yang
menempati lebih dari empat kolom baris surat kabar.Berita yang diangkat
oleh Republika membahas mengenai persepsi baik masyarakat yang
mengatakan bahwa partai Islam lebih bersih dari partai nasionalis dalam
hal kasus korupsi. Republika menggunakan angle berita tidak hanya dari
hasil survey Lingkaran Survey Indonesia (LSI) untuk menguatkan isi
beritanya, tetapi juga dari Lembaga Survey Nasional (LSN).
59
Republika lebih menonjolkan hasil survey dari Lembaga Survey
Nasional (LSN) pada awal paragraf penulisan berita. Hal ini dilakukan
oleh Republika untuk menyeimbangkan hasil survey dari Lingkaran
Survey Indonesia (LSI) yang mengatakan bahwa suara parpol Islam di
bawah dari partai nasionalis. Ini merupakan salah satu strategi Republika
dalam mengkonstruk berita.
b. Lead
Tabel 4.2
Unsur Lead dari Media Indonesia dan Republika
Unsur yang
diamati Media Indonesia Republika
Lead
Hasil survey yang
dirilis Lingkaran
Survey Indonesia
(LSI) menunjukkan
perolehan suara partai
politik berbasis Islam
lebih rendah jika
dibandingkan dengan
partai nasionalis.
JAKARTA- Partai politik
(parpol) Islam patut bernafas
lega dengan persepsi
masyarakat saat ini.
Masyarakat masih percaya
parpol Islam lebih bersih
dibandingkan dengan parpol
nasionalis. Meski begitu,
suara parpol Islam pada 2014
belum tentu memuaskan.
Pada tabel 4.2 menunjukan bahwa terdapat perbedaan lead yang
ditampilkan. Pada lead yang ditampilkan dari Media Indonesia terlihat
sudah tampak dasar argumen berita itu dihasilkan dari hasil survey LSI
yang mengatakan suara partai Islam lebih rendah jika dibandingkan dari
partai nasionalis. Berbeda dengan Media Indonesia lead yang ditampilkan
oleh Republika tidak menyebutkan darimana dasar argumen berita itu
dihasilkan.
60
Lead yang digunakan oleh Media Indonesia ialah tentang hasil
survey LSI. Hasil survey tersebut menunjukkan perolehan suara partai
Islam lebih rendah dengan partai nasionalis. Jenis lead yang digunakan
Media Indonesia ialah what lead. Dari segi what lead yang ingin
ditampilkan oleh Media Indonesia ialah peristiwa apa yang terjadi. Berikut
kutipannya:
“Hasil survey yang dirilis Lingkaran Survey Indonesia
(LSI) menunjukkan perolehan suara partai politik berbasis Islam
lebih rendah jika dibandingkan dengan partai nasionalis.”
Media Indonesia menggunakan what lead karena ingin
menjelaskan kepada khalayak pembaca bahwa suara partai Islam pada
survey LSI lebih rendah dari partai nasionalis. Dengan menggunakan what
lead Media Indonesia berusaha menjelaskan kepada khalayak pembaca
tentang keadaan suara partai Islam yang lebih rendah dari partai nasionalis
pada survey LSI.
Republika menggunakan dua jenis lead yaitu who dan why lead.
Pada who lead berisi tentang kepercayaan masyarakat bahwa partai Islam
masih lebih bersih dari kasus korupsi dibandingkan dengan parpol
nasionalis. Dari who lead yang ditampilkan terlihat Republika ingin
menyampaikan siapakah yang memberikan persepsi baik terhadap partai
Islam. Berikut kutipannya:
“Masyarakat masih percaya parpol Islam lebih bersih
dibandingkan dengan parpol nasionalis.”
Kemudian jenis lead kedua yang digunakan oleh Republika adalah
why lead. Dari segi why lead Republika ingin menyampaikan kenapa
61
parpol Islam patut bernafas lega dengan kondisinya saat ini. Berikut
kutipannya:
“Partai politik (parpol) Islam patut bernafas lega dengan
persepsi masyarakat saat ini. Masyarakat masih percaya parpol
Islam lebih bersih dibandingkan dengan parpol nasionalis.”
Peneliti melihat Republika menggunakan who lead dan why lead
disebabkan ingin membawa pembaca berfikir bahwa partai Islam yang
lebih bersih dari kasus korupsi dibandingkan partai nasionalis. Lewat
pemilihan kata lebih bersih pada lead akan menggiring pembaca percaya
bahwa kondisi partai Islam itu lebih bersih dari partai nasionalis.
c. Latar
Tabel 4.3
Latar dari Media Indonesia dan Republika
Unsur yang
diamati Media Indonesia Republika
Latar Mengenai tiga penyebab
turunnya pamor parpol
Islam pada survey yang
dilakukan oleh Lingkaran
Survey Indonesia (LSI).
Kepercayaan masyarakat
terhadap partai Islam
yang menganggap lebih
bersih daripada partai
nasionalis tercemin
dalam hasil survey
(LSN), tapi hal ini tidak
menempatkan suara
partai Islam lebih
memuaskan pada pemilu
2014.
Latar yang digunakan oleh Media Indonesia adalah data survey
dari Lingkaran Survey Indonesia (LSI). Pada bagian ini Media Indonesia
berusaha menjelaskan kepada pembaca bahwa terdapat tiga masalah yang
menjadi faktor turunnya partai Islam. Penggunaan kalimat tiga penyebab
62
turunnya pamor partai Islam semakin menekankan makna bahwa benar
telah terjadi masalah dalam tubuh partai Islam.
Penggunaan latar yang ditampilkan Republika sangat berbeda jika
dibandingkan dengan Media Indonesia. Jika Media Indonesia
menggunakan latar dari permasalahan dalam tubuh partai Islam,
berdasarkan turunnya pamor partai Islam dari hasil survey LSI, sedangkan
Republika lebih melihat dari prestasi partai Islam berdasarkan hasil survey
LSN. Pada hasil survey tersebut menjelaskan bahwa partai Islam lebih
bersih dari partai nasionalis dari kasus korupsi. Dari pemilihan latar yang
dibuat terlihat Republika ingin memberikan kesan positif terhadap citra
partai Islam di masyarakat luas, sebaliknya Media Indonesia lebih
menekankan isu pamor partai Islam menurun.
d. Kutipan Narasumber
Tabel 4.4
Kutipan Narasumber pada Media Indonesia dan Republika
Unsur yang
diamati Media Indonesia Republika
Kutipan “... kalau partai nasionalis
semakin mengakomodasi
kepentingan Islam, alasan
pemilih untuk memilih
partai Islam semakin
kecil”
“kebijakan yang
dikeluarkan dewan
legislasinya tidak
diwarnai oleh ciri
keislaman.”
“kita akui masyarakat
sikapnya keras jika partai
yang mengatasnamakan
Islam, tetapi kadernya
berbuat tidak terpuji.
Meski kecil, responnya
luar biasa,” katanya.
63
Media Indonesia secara umum berisikan kutipan hasil wawancara
mengenai kondisi dan masalah pada partai Islam menjelang pemilu 2014.
Media Indonesia memasukkan narasumber dari peneliti LSI, Adjie Al
Faraby dan ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera, Sohibul Iman.
Adjie Al Faraby mengatakan bahwa sekarang ini sudah banyak
partai nasionalis yang memasukan nilai-nilai keislaman dalam setiap
kegiatan organisasi partainya sehingga pemilih beralih kepada partai
nasionalis sehingga membuat semakin kecil suara partai Islam. Berikut
kutipannya:
“Persoalan yang terakhir menurut Adjie, saat ini semakin
banyak partai nasionalis yangjustru mengakomodasi kepentingan
Islam. Menurutnya hal itu harus semakin diwaspadai partai Islam.
”Kalau partai nasionalis semakin mengakomodasi kepentingan
Islam, alasanpemilihuntuk memilih partai Islam semakin kecil.”
Pernyataan dari Adjie Al Faraby semakin diperkuat dengan
pemilihan kata mengakomodasi kepentingan Islam. Kata tersebut
mempertegas jika partai nasionalis semakin memberikan perhatian pada
kepentingan Islam. Kata mengakomodasi sendiri dalam kamus besar
bahasa Indonesia memiliki arti membantu dan menolong. Penggunaan kata
tersebut mengindikasikan bahwa partai nasionalis mencoba membantu
dengan memberikan perhatian khusus pada kepentingan Islam.
Sejalan dengan permasalahan di atas, Sohibul Iman juga
mengungkapkan bahwa tokoh dari partai Islam seharusnya bisa menjaga
sikap dalam kegiatan politik dan kehidupan sehari-hari. Sorotan tajam dari
masyarakat dan media terhadap sifat mereka dapat menjadikan sebuah
64
kerugian besar yang dapat menjatuhkan pamor partai Islam. Berikut
kutipannya:
“Kita akui masyarakat sikapnya keras jika partai yang
mengatasnamakan Islam, tetapi kadernya berbuat tidak terpuji.
Meski kecil, responnya luar biasa.”
Peneliti melihat Sohibul Iman sebagai narasumber yang mewakili
partai Islam, menyadari bahwa selama ini publik sangat kritis terhadap
segala sesuatu yang dilakukan oleh partai beraliran Islam ataupun para
kadernya. Hal tersebut tergambar dari kalimat masyarakat sikapnya
keras.
Media Indonesia memilih dua narasumber yaitu peneliti LSI, Adjie
Al Faraby dan ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera, Sohibul Iman
disebabkan mereka dianggap kompeten dengan pembahasan judul berita.
Hal itu dikarenakan mereka berasal dari intansi terkait yang dibahas dalam
berita. Dua orang tersebut diyakini oleh Media Indonesia mampu
memberikan penjelasan tentang faktor apa saja yang menjadi penyebab
turunnya suara partai Islam pada survey yang dilakukan oleh LSI.
Berbeda dengan Media Indonesia, pada elemen kutipan
narasumber tidak ada kutipan yang berhubungan langsung dengan judul
berita yang dibuat. Republika hanya mengunakan hasil survei yang
dilakukan oleh Lembaga Survei Nasional (LSN) untuk menguatkan judul
berita yang membahas partai Islam lebih bersih. Hal tersebut tampak pada
paragraf kedua berita yang dibuat oleh Republika. Pada paragraf tersebut
menjelaskan tentang persepsi publik tentang persoalan kader parpol
65
terkorup versi LSN yang menempatkan tiga parpol nasionalis diposisi
teratas.
e. Pernyataan
Tabel 4.5
Pernyataan pada Media Indonesia dan Republika
Unsur yang
diamati Media Indonesia Republika
Pernyataan Menurut peneliti LSI Adjie
Al Faraby setidaknya ada
tiga hal yang menjadi
penyebab turunnya pamor
partai Islam.
Peneliti Lembaga
Survey Indonesia (LSI)
Burhanuddin Muhtadi
mengatakan, parpol
Islam memang lebih
baik dalam hal
kebersihan dari kasus
korupsi. Tetapi, kata
dia, saat ini parpol
manapun, baik Islam
maupun nasionalis,
tidak ada yang dikenal
bersih.
Adjie mengatakan, selama
ini partai Islam hanya
mengandalkan program
yang terlalu umum tanpa
menyentuh kesejahteraan
masyarakat.
Menurut Adjie, partai Islam
saat ini tidak memiliki tokoh
teladan yang jauh dari kasus
korupsi.
Persoalan terakhir, menurut
Adjie, saat ini partai
nasionalis yang justru
mengakomodasi
kepentingan Islam.
66
Dalam pernyataan tersebut Media Indonesia menulis tentang faktor
penyebab turunnya pamor partai Islam pada survey yang dilakukan LSI.
Lewat pernyataan dari peneliti LSI, Adjie Al Faraby pada paragraf
pertama, Media Indonesia melihat terdapat tiga faktor penyebab turunnya
suara partai Islam. Berikut kutipannya:
“Menurut peneliti LSI Adjie Al Faraby setidaknya ada tiga
hal yang menjadi penyebab turunnya pamor partai Islam”
Ketiga masalah tersebut dijelaskan secara terperinci lewat
pernyataan narasumber selanjutnya. Pada penjelasan pertama digambarkan
bahwa partai Islam tidak memiliki program yang menarik untuk
ditawarkan kepada masyarakat. Media Indonesia menjelaskan program
yang ditawarkan oleh partai Islam tidak menyentuh untuk kesejahteraan
rakyat. Berikut pernyataannya:
“Pertama belakangan ini partai Islam tidak memiliki
program yang kongkret untuk ditawarkan kepada masyarakat.
Adjie mengatakan, selama ini partai Islam hanya mengandalkan
program yang terlalu umum tanpa menyentuh kesejahteraan
masyarakat”
Persoalan kedua yang dijelaskan ialah integritas tokoh partai Islam.
Pada permasalahan ini partai Islam dikatakan tidak memiliki tokoh yang
dapat diteladani. Maksud dari kata sifat teladan ini adalah tokoh yang jauh
dalam kasus korupsi. Media Indonesia juga mempertegasnya dengan
menyebutkan contoh tokoh dari partai Islam yang terlibat dalam kasus
korupsi. Berikut pernyataannya:
“Selain itu, persoalan yang mendasar ialah integritas tokoh.
Menurut Adjie, partai Islam saat ini tidak memiliki tokoh teladan
yang jauh dari kasus korupsi. Sebagai contoh dua tokoh masing-
67
masing dari partai Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Suryadarma Ali dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin
Iskandar, justru kementrian yang mereka pimpin banyak masalah.
Terjadi krisis kebanggaan Islam, orang percaya kepada individual
bukan kepada kelompok, jadi prestasi yang utama, terangnya”
Dan persoalan terakhir yang melanda partai Islam, menurut Media
Indonesia ialah semakin banyak partai nasionalis yang memasukan nilai
Islam dalam kegiatan politiknya. Dengan memasukan nilai Islam dalam
kegiatan politiknya partai nasionalis berusaha mendapatkan suara dari
umat Islam. Hal tersebut harus diwaspadai oleh partai Islam karena dapat
semakin memperkecil suaranya. Berikut pernyataannya:
“Persoalan terakhir menurut Adjie saat ini semakin
banyak partai nasionalis yang justru mengakomodasi kepentingan
Islam. Menurutnya, hal itu harus semakin diwaspadai partai Islam.
Kalau partai nasionalis semakin mengakomodasi kepentingan
Islam, alasan pemilih untuk memilih partai Islam semakin kecil”
Persoalan terakhir yang dibahas oleh Media Indonesia tadi untuk
memperjelas tentang masalah apa saja yang membelit tubuh partai Islam.
Dimulai dari penyebutan sumber masalah, dan penjelasan terhadap
masalah tersebut. Pemilihan kata ”persoalan terakhir” pada pernyataan
di atas ingin memberikan informasi secara jelas tentang masalah pada
tubuh partai Islam pada khalayak pembaca.
Berbeda dengan Media Indonesia, pernyataan yang dikeluarkan
oleh Republika tampak berusaha memberikan lampu kuning kepada parpol
Islam, bukan memberikan argumentasi tentang kondisi parpol. Menurut
Republika, berdasarkan pendapat Burhanuddin Muhtadi, peneliti dari LSI,
menyatakan bahwa parpol Islam lebih bersih dari partai nasionalis dalam
68
kasus korupsi. Faktor di atas tidak akan banyak menolong perolehan suara
partai Islam karena hal tersebut belum bisa mengambil simpati dari
pemilih. Hal ini tergambar dari suara partai Islam yang masih di bawah
partai nasionalis dari survey yang dilakukan oleh LSI. Berikut kutipannya:
“Peneliti Lembaga Survey Indonesia (LSI) Burhanuddin
Muhtadi mengatakan, parpol Islam memang lebih baik dalam hal
kebersihan dari kasus korupsi. Tetapi, kata dia, saat ini parpol
manapun, baik Islam maupun nasionalis, tidak ada yang dikenal
bersih”
f. Penutup
Tabel 4.6
Penutup pada Media Indonesia dan Republika
Unsur yang
diamati Media Indonesia Republika
Penutup Dalam pilpres yang
penting adalah tokoh yang
dicalonkan, bukan
parpolnya.
Penurunan elektabilitas
terjadi di seluruh parpol.
Pada bagian akhir penutup Media Indonesia mengambil dari
pernyataan Ari Dwipayana, pengamat politik UGM. Pernyataan ini
menjelaskan bahwa kualitas tokoh masih menjadi hal yang utama dalam
pilpres. Urusan dari parpol nasionalis atau parpol Islam tidak menjadi
masalah. Berikut kutipannya:
“Dalam pilpres yang penting adalah tokoh yang dicalonkan, bukan
parpolnya.”
Bagian penutup Media Indonesia berusaha melihat secara subyektif
terhadap tokoh yang maju pada pilpres nanti. Pada bagian ini Media
Indonesia tidak mempermasalahkan dari mana calon itu berasal. Hal
69
tersebut tergambar dari pemilihan kalimat tokoh yang dicalonkan, bukan
parpolnya. Berbeda dengan Media Indonesia, pada bagian penutup
Republika menjelaskan bahwa penurunan elektabilitas tidak hanya terjadi
pada partai Islam, tetapi juga pada partai nasionalis. Penjelasan di atas
diambil dari pernyataan yang dikeluarkan oleh Bima Arya, ketua DPP
PAN. Berikut adalah isi pernyataan yang diberikan:
“Ketua DPP PAN Bima Arya menjelaskan, penurunan elektabilitas
terjadi diseluruh parpol.”
2. Skrip
a. 5W+1H
Tabel 4.7
5W+1H pada Media Indonesia dan Republika
Unsur yang
diamati Media Indonesia Republika
5W+1H What (apa yang terjadi):
Hasil survey yang dirilis
Lingkaran Survey
Indonesia (LSI)
menunjukan perolehan
suara partai berbasis Islam
lebih rendah jika
dibandingkan dengan
partai nasionalis.
Why (kenapa perolehan
partai Islam lebih rendah
dibandingkan dengan
partai nasionalis dalam
hasil survey LSI): Menurut
peneliti Adjie Al Faraby,
setidaknya ada tiga hal
yang menjadi penyebab
What (apa yang terjadi):
Berdasarkan hasil survey
Lembaga Survey Nasional
(LSN), partai politik Islam
patut benafas lega dengan
persepsi masyarakat saat
ini. Masyarakat masih
percaya bahwa partai
Islam lebih bersih
dibanding partai
nasionalis. Meski begitu,
suara parpol Islam pada
pemilu 2014 belum tentu
memuaskan.
Why (kenapa suara parpol
Islam pada pemilu 2014
belum tentu memuaskan.
70
Unsur yang
diamati Media Indonesia Republika
turunnya pamor partai
Islam.
Padahal pada survey LSN
mendapat predikat lebih
bersih dari partai
nasionalis): Berdasarkan
hasil survey Lingkaran
Survey Indonesia (LSI),
lima besar parpol pilihan
responden seluruhnya
partai nasionalis dengan
suara di atas lima persen.
Sedangkan, parpol
berbasis massa Islam
hanya memperoleh suara
di bawah lima persen.
Dari analisis skrip elemen 5W+1H di Media Indonesia dan
Republika unsur yang terkandung dari elemen skrip keduanya hanya
terdapat what, dan why. Elemen skrip merupakan cara wartawan
menceritakan sebuah peristiwa secara lengkap. Laporan kelengkapan
berita Media Indonesia dapat dilihat sebagai berikut what (apa hasil survey
yang dilakukan LSI), dan why (kenapa perolehan partai Islam lebih rendah
dibandingkan dengan partai nasionalis dalam hasil survey LSI). Dengan
ini dapat tergambar bahwa Media Indonesia menekankan partai Islam
mendapat suara lebih rendah dari partai nasionalis disebabkan oleh tiga
masalah. Penjelasan ketiga masalah tersebut ditempatkan pada teks
berikutnya. Peneliti menilai penempatan tersebut merupakan frame Media
Indonesia agar pembahasan ketiga masalah tersebut bisa dijelaskan secara
terperinci.
71
Elemen skrip Republika lebih melihat dari survey yang dilakukan
oleh LSN. Kelengkapan berita yang disajikan oleh Republika adalah
sebagai berikut what (apa hasil survey yang dilakukan oleh LSN) dan why
(kenapa suara parpol Islam pada pemilu 2014 belum tentu memuaskan).
Pada bagian ini penulis melihat Republika berusaha mengabungkan hasil
survey dari LSN dan LSI. Dengan memasukkan hasil survey LSN,
Republika mengaburkan tentang hasil LSI yang mengatakan bahwa suara
partai nasionalis lebih besar dibanding dengan suara partai Islam.
3. Tematik
a. Detail
Tabel 4.8
Unsur Detail pada Media Indonesia dan Republika
Unsur yang
diamati Media Indonesia Republika
Detail ”... selama ini partai Islam
hanya mengandalkan program
yang terlalu umum tanpa
menyentuh kesejahteraan
masyarakat.”
“persepsi publik soal
kader parpol terkorup
versi Lembaga Survey
Nasional (LSN)
menempatkan tiga parpol
nasionalis di posisi teratas,
yakni Partai Demokrat,
Partai Golkar, dan PDIP.
Berdasarkan data
Indonesian Corruption
Watch (ICW), kader
parpol yang terjerat
korupsi sepanjang 1
Januari hingga 31 Juni
2012 juga didominasi oleh
tiga parpol itu.”
72
Unsur yang
diamati Media Indonesia Republika
”selain itu, persoalan yang
mendasar ialah integritas
tokoh. Menurut Adjie, partai
Islam saat ini tidak memiliki
tokoh teladan yang jauh dari
kasus korupsi. Sebagai contoh
dua tokoh masing-masing dari
partai Partai Persatuan
Pembengunan (PPP)
Suryadarma Ali dan Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB)
Muhaimin Iskandar, justru
kementrian yang mereka
pimpin banyak masalah ...”
“Anggota Fraksi PKS
Nasir Djamil mengatakan,
persepsi publik harus
menjadi penyemangat
untuk memperbaiki
kinerja parpol Islam pada
Pemilu 2014. PKS akan
melakukan evaluasi
struktur dan kader di
daerah. Wakil Sekjen PKS
memiliki program untuk
memberi solusi ekonomi
bagi rakyat kecil untuk
meraup suara.”
Dari struktur tematik yang masuk dalam elemen detail, topik yang
dipilih Media Indonesia terdapat dua tema dalam teks berita tersebut. Pada
detail pertama, membahas pernyataan yang dikeluarkan oleh peneliti
Lingkaran Survey Indonesia, Adjie Al Faraby. Adjie mengatakan bahwa
partai Islam selama ini tidak memiliki program yang kongkret untuk
ditawarkan kepada masyarakat. Media Indonesia menggunakan detail ini
untuk memperjelas bahwa program yang ditawarkan partai Islam tidak
kongkret dengan kondisi masyarakat. Berikut kutipannya:
Pertama, belakangan ini partai Islam tidak memiliki
program yang kongkret untuk ditawarkan kepada masyarakat.
Adjie mengatakan, selama ini partai Islam hanya mengandalkan
program yang terlalu umum tanpa menyentuh kesejahteraan
masyarakat.
Detail kedua yang diberikan oleh Media Indonesia masih mengenai
pernyataan yang dikeluarkan oleh peneliti Lingkaran Survey Indonesia,
73
Adjie Al Faraby. Pada bagian detail yang kedua, Adjie Al Faraby
menjelaskan persoalaan partai Islam yang mendasar adalah integritas
tokoh. Detail ini dipilih oleh Media Indonesia untuk mengkritik partai
Islam yang tidak memiliki tokoh yang teladan yang jauh dari kasus
korupsi. Berikut kutipannya:
Selain itu, persoalan yang mendasar ialah integritas tokoh.
Menurut Adjie, partai Islam saat ini tidak memiliki tokoh teladan
yang jauh dari kasus korupsi. Sebagai contoh dua tokoh masing-
masing dari partai Partai Persatuan Pembengunan (PPP)
Suryadarma Ali dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin
Iskandar, justru kementrian yang mereka pimpin banyak masalah.
“Terjadi krisis kebanggaan Islam, orang percaya kepada individual
bukan kepada kelompok, jadi prestasi yang utama,” terangnya.
Republika memiliki dua tema detail pada teks beritanya. Tema
detail pertama membahas tentang hasil survey yang dilakukan Lembaga
Survey Nasional (LSN) dan Indonesian Corruption Watch (ICW). Bagian
detail yang ditonjolkan oleh Republika terletak pada kalimat kader
parpol terkorup versi Lembaga Survey Nasional (LSN)
menempatkantiga parpol nasionalis di posisi teratas, yakni Partai
Demokrat, Partai Golkar, dan PDIP. Detail ini berusaha menguatkan
bahwa partai nasionalis banyak kadernya yang terjerat dalam kasus
korupsi. Berikut kutipannya:
“Persepsi publik soal kader parpol terkorup versi Lembaga
Survey Nasional (LSN) menempatkan tiga parpol nasionalis di
posisi teratas, yakni Partai Demokrat, Partai Golkar, dan
PDIP. Berdasarkan data Indonesian Corruption Watch (ICW),
kader parpol yang terjerat korupsi sepanjang 1 Januari hingga 31
Juni 2012 juga didominasi oleh tiga parpol itu.”
Dan detail yang terakhir yang diambil oleh Republika membahas
pernyataan dari Anggota Fraksi PKS, Nasir Djamil yang menyatakan PKS
74
akan menjadikan persepsi publik sebagai penyemangat untuk memperbaiki
kinerja parpol Islam pada Pemilu 2014. Bagian detail ini digunakan untuk
mempertegas respon positif dari salah satu partai Islam yaitu PKS dengan
memperbaiki kinerjanya dan belajar dari hasil survey LSI. Berikut
kutipannya:
“Anggota Fraksi PKS Nasir Djamil mengatakan, persepsi
publik harus menjadi penyemangat untuk memperbaiki kinerja
parpol Islam pada Pemilu 2014. PKS akan melakukan evaluasi
struktur dan kader di daerah. Wakil Sekjen PKS memiliki
program untuk memberi solusi ekonomi bagi rakyat kecil untuk
meraup suara.”
b. Koherensi
Tabel 4.9
Unsur Koherensi pada Media Indonesia dan Republika
Unsur yang
diamati Media Indonesia Republika
Koherensi Hasil survey yang dirilis
Lingkaran Survey Indonesia
(LSI) menunjukkan
perolehan suara partai
politik berbasis Islam lebih
rendah dibandingkan
dengan partai nasionalis.
Masyarakat masih percaya
parpol Islam lebih bersih
dibanding parpol
nasionalis.
Partai Islam saat ini tidak
memiliki tokoh teladan
yang jauh dari kasus
korupsi.
Menurut Umar, elektabilitas
parpol Islam rendah karena
di banyak daerah tidak
terlihat respresentasi parpol
Islam.
Koherensi yang terdapat pada tema pertama Media Indonesia
menggunakan koherensi pembeda. Koherensi pembeda ini berusaha
membandingkan suara yang didapatkan oleh partai Islam dan partai
75
nasionalis pada survey LSI. Dengan penggunaan koherensi pembeda
tersebut Media Indonesia menekankan makna bahwa suara yang
didapatkan partai Islam lebih rendah dari partai nasionalis. Berikut
kutipannya:
“Hasil survey yang dirilis Lingkaran Survey Indonesia
(LSI) menunjukkan perolehan suara partai politik berbasis Islam
lebih rendah dibandingkan dengan partai nasionalis. Menurut
peneliti LSI Adjie Al Faraby setidaknya ada tiga hal yang menjadi
penyebab turunnya pamor partai Islam”
Kemudian koherensi yang terdapat dalam tema kedua
menggunakan koherensi kondisional. Pada koherensi kondisional ini
berusaha mencari makna penjelas dari anak kalimat. Koherensi kedua ini
digunakan Media Indonesia untuk menjelaskan perilaku tokoh dari partai
Islam kurang teladan dalam kasus korupsi. Berikut kutipannya:
Selain itu, persoalan yang mendasar ialah Integritas tokoh.
Menurut Adjie, partai Islam saat ini tidak memiliki tokoh teladan
yang jauh dari kasus korupsi. Sebagai contoh dua tokoh masing-
masing dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadarma Ali
dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, justru
kementrian yang mereka pimpin banyak masalah. “Terjadi krisis
kebanggan pada partai Islam. Orang percaya pada individual bukan
kepada kelompok, jadi prestasi yang utama, terangnya”.
Koheransi pertama Republika adalah koherensi pembeda.
Koherensi ini digunakan untuk membahas tentang persepsi masyarakat
yang menganggap bahwa partai Islam lebih bersih dari partai nasionalis
dalam kasus korupsi. Berikut kutipannya:
“Partai politik (parpol) Islam patut bernafas lega dengan
persepsi masyarakat saat ini. Masyarakat masih percaya parpol
Islam lebih bersih dibanding parpol nasionalis. Meski, begitu
suara parpol Islam pada 2014 belum tentu memuaskan”
76
Koherensi kedua Republika menggunakan koherensi sebab-akibat.
Koherensi ini digunakan untuk menjelaskan elektabilitas parpol Islam dan
akibat dari rendahnya elektabilitas tersebut. Pada koherensi kedua ini
Republika berusaha menekankan parpol Islam memiliki elektabilitas yang
rendah. Hal ini disebabkan karena di banyak daerah tidak terlihat
respresentasi parpol Islam. Berikut kutipannya:
“Menurut Umar, elektabilitas parpol Islam rendah karena
di banyak daerah tidak terlihat respresentasi parpol Islam. Padahal
pada pemilu legislatif, parpol Islam jadi pemenang di daerah.
kebijakan yang dikeluarkan dewan legislasinya tidak diwarnai
dengan ciri keislaman”
c. Bentuk Kalimat
Tabel 4.10
Bentuk Kalimat pada Media Indonesia dan Republika
Unsur yang
diamati Media Indonesia Republika
Bentuk Kalimat “... orang percaya kepada
individual bukan kepada
kelompok, jadi prestasi yang
utama.”
”... parpol Islam
memang lebih baik
dalam hal kebersihan
dari korupsi ...”
“... kalau partai nasionalis
semakin mengakomodasi
kepentingan Islam, alasan
pemilih untuk memilih
partai Islam makin kecil.”
Dari struktur tematik Media Indonesia yang masuk dalam elemen
bentuk kalimat pada tema pertama ialah bersifat aktif dan berpola kalimat
deduktif. Media Indonesia menggunakan bentuk kalimat berbentuk aktif
karena ingin menjadikan tokoh partai Islam sebagai subyek dari
77
pernyataan yang dibuat. Dengan menjadikannya sebagai subyek, Media
Indonesia dapat menjelaskan secara terperinci bagaimana sifat dari tokoh
partai Islam tersebut. Dalam teks berita dikatakan bahwa partai Islam tidak
memiliki tokoh teladan yang jauh dari kasus korupsi. Teks berita itu
diletakkan pada inti kalimat dan dijelaskan secara khusus (deduktif) pada
kalimat berikutnya sehingga dapat dipaparkan secara jelas tentang
bagaimana sifat dari tokoh partai Islam tersebut. Berikut kutipannya:
“Selain itu, persoalan yang mendasar ialah integritas tokoh. Menurut Adjie partai Islam saat ini tidak memiliki tokoh teladan yang jauh dari kasus korupsi. Sebagai contoh dua tokoh masing-masing dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Suryadarma Ali dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar justru kementrian yang mereka pimpin banyak masalah. Terjadi krisis kebanggaan Islam. Orang percaya kepada individual bukan kepada kelompok, jadi prestasi yang utama”
Struktur tematik dalam elemen bentuk kalimat pada tema kedua
sama seperti tema pertama yaitu bersifat aktif dan berpola deduktif.
Penggunaan kalimat aktif ini untuk menjelaskan secara umum bahwa
sekarang partai nasionalis banyak yang mengakomodasi kepentingan
Islam. Teks tersebut diletakkan pada bagian awal untuk memperjelas isi
dari teks tersebut. Berikut kutipannya:
Persoalan yang terakhir menurut Adjie, saat ini semakin
banyak partai nasionalis yang justru mengakomodasi
kepentingan Islam. Menurutnya, hal itu harus diwaspadai partai
Islam. “Kalau partai nasionalis semakin mengakomodasi
kepentingan Islam, alasan pemilih untuk memilih partai Islam
makin kecil.”
Republika memiliki satu bentuk kalimat pada struktur tematiknya.
Bentuk kalimat yang digunakan adalah kalimat berbentuk aktif dan
bersifat deduktif. Republika menggunakan kalimat berbentuk aktif
78
disebabkan ingin membahas subyek partai Islam secara mendalam.
Subyek pada teks ini dijelaskan secara eksplisit dalam teks. Sifat subyek
yang mendapatkan persepsi lebih baik dalam kebersihan dari korupsi
dibahas secara terperinci pada awal kalimat. Hal ini merupakan bentuk
usaha dari Republika yang menekankan sifat baik pada subyek tersebut.
Berikut kutipannya:
Peneliti Lembaga Survey Indonesia (LSI) Burhanuddin
Muhtadi mengatakan, parpol Islam memang lebih baik dalam
hal kebersihan dari korupsi. Tetapi, kata dia, saat ini parpol
manapun, baik Islam maupun nasionalis, tidak ada yang dikenal
bersih. Meski, dipersepsikan korup, parpol nasionalis tetap
mengungguli parpol Islam.
d. Kata Ganti
Tabel 4.11
Kata Ganti pada Media Indonesia dan Republika
Unsur yang diamati Media Indonesia Republika
Kata Ganti “kita akui masyarakat
sikapnya keras jika partai
yang mengatasnamakan
Islam, tetapi kadernya
berbuat tidak terpuji.
Meski kecil, responnya
luar biasa.” Katanya.
“kita yakin bisa
memegang massa NU,
minimal di tingkat
struktur”.
Dalam perangkat framing kata ganti ini Media Indonesia dan
Republika menggunakan kata ganti yang sama yaitu kita. Media Indonesia
mengambil pernyataan dari Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS),
Sohibul Iman yang mengatakan sifat masyarakat keras terhadap perilaku
dari kader partai Islam sedangkan Republika mengambil pernyataan dari
Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Marwan Djafar. Pernyataan
79
tersebut berisi keyakinan PKB yang dapat memegang suara dari massa
NU. Kata ganti kita memiliki arti bahwa wartawan dan khalayak pembaca
sependapat dengan pernyataan tersebut.
4. Retoris
a. Leksikon
Tabel 4.12
Unsur Leksikon pada Media Indonesia dan Republika
Unsur yang
diamati Media Indonesia Republika
Leksikon “saat ini semakin banyak partai
nasionalis yang justru
mengakomodasi kepentingan
Islam”
“Partai politik
(parpol) Islam patut
bernafas lega
dengan persepsi
masyarakat saat ini.
“tokoh Islam yang menonjol
hanya berhenti pada era mantan
Ketua Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) RI Amien Rais
dan mantan Presiden RI
Abdurrahman Wahid ”
Penggunaan leksikon yang pertama Media Indonesia adalah
mengakomodasi. Kata lain dari mengakomodasi ialah memasukkan.
Penggunaan mengakomodasi digunakan oleh Media Indonesia untuk
memperjelas jika saat ini semakin banyak partai nasionalis yang
memasukkan nilai-nilai Islam dalam kegiatan partainya. Berikut teksnya:
“saat ini semakin banyak partai nasionalis yang justru
mengakomodasi kepentingan Islam”
Leksikon kedua yang digunakan adalah menonjol. Kata tersebut
memiliki arti sifat yang lebih baik dari orang lain. Media Indonesia
80
menggunakan kata menonjol untuk menjelaskan tidak ada lagi tokoh
partai Islam yang berkualitas setelah era Ketua Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) RI Amien Rais dan mantan Presiden RI Abdurrahman
Wahid. Berikut teksnya:
“tokoh Islam yang menonjol hanya berenti pada era
mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Amien
Rais dan mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid”
Republika hanya menggunakan satu leksikon, yaitu bernafas lega.
Kata ini memiliki arti mendapatkan hasil yang memuaskan. Pada leksikon
ini Republika ingin menjelaskan bahwa saat ini partai Islam mendapatkan
hasil yang memuaskan karena mendapat persepsi baik dari masyarakat
luas. Berikut teksnya:
“Partai politik (parpol) Islam patut bernafas lega dengan
persepsi masyarakat saat ini”
b. Grafis
Tabel 4.13
Grafis dan Metafora pada Media Indonesia dan Republika
Unsur yang
diamati Media Indonesia Republika
Grafis Dua buah foto pengamat
partai politik, Ridwan
Saidi bersama Ketua DPP
PKS, Sohibul Iman saat
menjadi pembicara dalam
diskusi polemik bertema
„kata survey, partai Islam
melorot‟.
Sebuah gambar jari jempol
yang tersusun dari ilustrasi
tulisan anggota partai Islam
dan like Islam, partai pro
rakyat.
Dua buah gambar yang pada
pertama terdiri dari dua tabel
tentang kader parpol yang
81
Unsur yang
diamati Media Indonesia Republika
terjerat korupsi (1 Januari-31
Juni 2012), bersumber dari
Indonesian Corruption Watch
(ICW) dan persepsi publik
soal kader parpol terkorup,
bersumber dari Lembaga
Survey Nasional (LSN). Pada
gambar yang kedua terdiri
dari dua buah data dari setkab
berupa angka yang
membahas tema “Presiden
beri 176 izin pemeriksaan
pejabat dari parpol selama
2004-2012” dan ”Pejabat dari
parpol yang diperiksa KPK
tanpa perlu izin Presiden”.
Dari dua data angka tersebut
mengarah kepada partai
nasionalis.
Metafora - -
Dari grafis digunakan Media Indonesia sangat terlihat berusaha
untuk memperkuat suara partai Islam yang semakin merosot pada hasil
survey LSI. Pada bagian bawah foto terdapat highlight dengan huruf cetak
kapital dan ditebalkan bertulis Partai Islam Merosot. Grafis yang
digunakan oleh Republika dengan gambar jari jempol yang tersusun dari
ilustrasi tulisan anggota parpol Islam dan like Islam, partai pro rakyat.
Penulis melihat gambar itu mempunyai arti simbolis bahwa parpol Islam
lebih oke dari segi kebersihan dari kasus korupsi dibandingkan dengan
partai nasionalis. Republika juga memasukkan dua buah gambar yang
82
terdiri dari dua tabel tentang kader parpol yang terjerat korupsi (1 Januari-
31 Juni 2012), bersumber dari Indonesian Corruption Watch (ICW) dan
persepsi publik soal kader parpol terkorup, bersumber dari Lembaga
Survey Nasional (LSN). Pada gambar yang kedua terdiri dari dua buah
data dari setkab berupa angka yang membahas tema “Presiden beri 176
izin pemeriksaan pejabat dari parpol selama 2004-2012” dan ”Pejabat dari
parpol yang diperiksa KPK tanpa perlu izin Presiden”. Dari dua data angka
tersebut mengarah kepada partai nasionalis. Disini sangat terlihat bahwa
Republika ingin mempertegas bahwa parpol Islam lebih bersih dari partai
nasionalis.
B. Interpretasi
Dari hasil temuan yang telah diteliti, penulis melihat terdapat
perbedaan sudut pandang yang digunakan oleh Media Indonesia dan
Republika dalam memberitakan peristiwa tentang kondisi partai Islam melalui
hasil survey LSI. Media Indonesia melihat peristiwa tersebut dari tiga masalah
yang terjadi pada partai Islam, sedangkan Republika melihat keberhasilan
partai Islam mendapatkan predikat bersih dari kasus korupsi. Dalam
mengemas sebuah pesan, media massa dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal disini berupa kebijakan redaksional tertentu
mengenai suatu kekuatan politik, kepentingan politik para pengelola media,
relasi media dengan sebuah kekuatan politik tertentu, dan faktor eksternal
seperti tekanan pasar pembaca atau pemirsa, sistem politik yang berlaku, dan
83
kekuatan-kekuatan luar lainnya.1 Dalam hal ini Republika memiliki faktor
internal yang berasal dari pengelola media yang mayoritas orang lama ketika
masih dipegang oleh PT. Abdi Bangsa. Hal tersebut yang mengakibatkan
berita yang disajikan oleh Republika lebih mengangkat sisi positif dari umat
Islam. Berbeda dengan Republika, Media Indonesia memiliki faktor internal
dari Surya Paloh, Direktur Utama Media Indonesia yang merupakan salah satu
pendiri partai nasionalis. Tampak terlihat terdapat perbedaan faktor internal
antara Republika dan Media Indonesia.
Perbedaan kebijakan redaksional antara Republika dan Media
Indonesia mempengaruhi pengemasan pesan pemberitaan kedua media massa
tersebut. Hal ini terlihat dari berita yang membahas tentang kondisi partai
Islam. Dalam peristiwa tentang kondisi partai Islam Media Indonesia melihat
dari tiga masalah yang terjadi pada partai Islam, berita ini juga tidak
dicantumkan pada headline halaman utama. Media Indonesia hanya
mencatumkan berita tersebut pada headline halaman ketiga kolom politik.
Sebuah berita dapat dijadikan headline disebabkan berita yang diangkat
dianggap penting atau utama dan pada penggunaan jenis huruf, ukuran huruf
akan berbeda, dan pada penempatannya lebih dari satu kolom. Dalam
wawancara dengan pihak Media Indonesia, mengatakan sebuah berita layak
untuk dijadikan headline dapat dilihat dari cakupan masalah yang terjadi.
Berikut kutipannya:2
1Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa (Jakarta: Granit, 2004), h.
2-3. 2Wawancara Pribadi dengan Ade Alawi, Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Media
Indonesia, Jakarta 25 Maret 2013.
84
“Dilihat dari wilayah cakupan masalah. Apakah masalah yang
terjadi pada level nasional atau provinsi. Seandainya masalah yang
terjadi melibatkan kesatuan bangsa dan negara masalah tersebut kita
akan angkat masalah tersebut sebagai headline.”
Pencakupan masalah di atas menggambarkan bahwa Media Indonesia
menerapkan tingkat nilai dalam pemilihan berita untuk dicantumkan sebagai
headline. Unsur tersebut dijadikan sebuah pedoman untuk para jurnalis dalam
membuat sebuah berita dan dapat mengetahui berita mana yang dianggap
penting atau tidak. Walaupun mempunyai cakupan masalah pada level
nasional dan memiliki pengaruh besar terhadap masyarakat luas, tetapi Media
Indonesia tidak meletakkan judul berita “Partai Islam Dihantam Tiga
Masalah” pada headline halaman utama berita. Ini disebabkan berita tentang
pengangkatan Joko Widodo dan Ahok sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur
DKI Jakarta memiliki nilai yang lebih penting, karena nama besar yang
terlibat dalam berita tersebut sedang hangat diperbincangkan oleh masyarakat
luas. Berikut kutipannya:3
“Kelayakan berita itu pertama dilihat dari masalah. Artinya
apakah masalah yang terjadi memiliki pengaruh besar atau tidak pada
masyarakat luas. Kedua, up to date isu yang terjadi. Seandainya
sebuah isu memiliki pengaruh besar tapi sudah terjadi lama, tidak akan
kami tampilkan berita tersebut. Ketiga, tokoh yang terlibat dibalik
peristiwa yang ingin diberitakan. Seandainya terdapat nama besar yang
terlibat hal tersebut akan membuat berita tersebut akan semakin
menarik.”
Berbeda dengan Media Indonesia, Republika lewat Syahruddin El-
Fikri, Redaktur Pelaksana Republika mengatakan dalam pemberitaan mereka
berpegang pada kelengkapan berita. Kelengkapan ini dapat dilihat dari
narasumbernya, kejelasan waktu, dan bagaimana berita tersebut terjadi.
3Wawancara Pribadi dengan Ade Alawi, Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Media
Indonesia, Jakarta 25 Maret 2013.
85
Tentang berita yang layak untuk dijadikan headline, mereka melakukan
beberapa pertimbangan. Dari unsur berita yang harus kuat dan aktual, baik
dari sisi news, value, atau benefit bagi masyarakat. Berikut kutipannya:4
“Penempatan berita untuk headline (HL) biasa dilakukan
berdasarkan pertimbangan bahwa berita itu sangat kuat dan aktual,
baik dari sisi news, value, atau benefit bagi masyarakat. Bisa juga
berita untuk headline itu berita yang paling dinantikan oleh pembaca
karena nilai-nilai newsnya sangat tinggi.”
Pemberitaan Republika yang berjudul “Partai Islam Lebih Bersih”
ditempatkan pada halaman utama atau headline. Republika menunjukkan
bahwa berita tersebut adalah sebuah berita yang memiliki nilai berita yang
sangat penting. Hal tersebut disebabkan Republika menganggap Indonesia
sebagai negara dengan penduduk yang memeluk agama Islam terbanyak di
dunia, tetapi kenapa di Indonesia suara partai Islam harus lebih rendah dari
partai nasionalis. Menurut Eriyanto secara sederhana, semakin besar peristiwa
dan semakin besar dampak yang ditimbulkannya, lebih memungkinkan
dihitung sebagai berita.5
Dalam headline ini Republika menggabungkan hasil survey LSN dan
LSI. Pada hasil survey LSN menempatkan partai Islam sebagai partai terbersih
dari kasus korupsi jika dibandingkan dengan partai nasionalis, sedangkan hasil
survey LSI mencantumkan suara partai nasionalis yang mengungguli suara
partai Islam. Tapi dalam headline yang dibuat, Republika lebih condong
menggunakan survey yang dilakukan oleh LSN untuk menonjolkan sisi positif
partai Islam sebagai partai bersih dari kasus korupsi dan berusaha
4Wawancara Pribadi dengan Syahruddin El-Fikri, Wakil Redaktur Pelaksana Harian
Republika, Jakarta 23 Mei 2013. 5Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: PT
LkiS Pelangi Aksara, 2008), h. 104.
86
menyamarkan hasil survey LSI yang mengatakan suara partai nasionalis jauh
mengungguli partai Islam. Ini disebabkan dalam proses pendefinisian masalah
Republika ingin memainkan peranan penting lewat frame yang dibuat.
Republika berusaha menyeimbangkan berita tentang turunnya suara partai
Islam dengan menggabungkan berita predikat bersih yang dilabelkan pada
partai Islam. Keseimbangan berita lewat frame yang dibuat Republika
dimaksudkan untuk tidak membuat citra partai Islam jatuh terlalu jauh.
Elemen lain selain headline yang dapat memperkuat isi berita adalah
grafis. Elemen grafis muncul dalam bentuk foto, gambar, atau tabel untuk
mendukung gagasan atau bagian lain yang tidak ingin ditonjolkan. Misalnya
ingin menonjolkan keberhasilan tentang suatu program yang telah dijalankan.
Selain dalam bentuk foto, gambar, atau tabel bentuk ekspresi lain yaitu dengan
penampilan huruf yang berbeda dengan huruf lain, contohnya dengan cetak
tebal, huruf miring, huruf besar, pemberian warna, pemberian tanda kutip, dan
lain-lain. Pencatuman grafis atau foto pada Media Indonesia harus terdapat
relevansi atau tidak dengan masalah yang diberitakan. Menurut Ade Alawi,
Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Media Indonesia, grafis atau foto pada
headline bukan hanya sebagai pelengkap tetapi juga dapat dijadikan sebagai
penguat isu dan bumbu penyedap terhadap isu yang terjadi. Elemen grafis
dapat memperkuat sebuah isu disebabkan elemen ini mendukung arti penting
suatu teks berita contohnya pemakaian angka dalam elemen grafis digunakan
untuk mensugestikan kebenaran, ketelitian, dan posisi dari suatu laporan
berita. Berikut kutipannya:6
6Wawancara Pribadi dengan Ade Alawi, Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Media
Indonesia, Jakarta 25 Maret 2013.
87
“Harus terdapat relevansi atau tidak dengan masalah yang ingin
diberitakan. Grafik atau foto itu bukan hanya sebagai pelengkap pada
sebuah masalah tetapi juga dijadikan sebagai penguat isu yang terjadi
atau dapat dikatakan grafik atau foto sebagai bumbu penyedap
terhadap isu yang terjadi.”
Berbeda dengan Media Indonesia, grafis atau foto pada berita
Republika selain untuk memperkuat berita juga dapat memberikan nilai
tambah (added value) bagi pembaca. Nilai tambah dalam elemen grafis
diartikan dapat membantu kepada khalayak pembaca untuk mendapatkan
informasi yang lebih beragam dan mendalam dari sebuah berita. Berikut
kutipannya:7
“Mengenai penempatan foto atau penambahan grafis,
dimaksudkan untuk memperkuat berita yang ada sekaligus
memberikan nilai tambah (added value) bagi pembaca. Sebab, jika
hanya berdasarkan pada omongan sejumlah narasumber, kesan berita
hanya sebatas talking news yang berita itu sudah pasti dipakai oleh
media online. Jika media cetak melakukan hal serupa, maka berita di
media cetak akan semakin ketinggalan atau basi. Karena itu,
penambahan foto atau grafis itu akan membuat pembaca mendapatkan
informasi yang lebih beragam dan mendalam (in-depth).”
Pemilihan headline dan pencatuman foto serta grafis tidak terlepas dari
kebijakan media. Setiap media memiliki kebijakan redaksional tersendiri
dalam memproduksi berita. Entah itu berita yang membahas ekonomi, sosial,
dan politik. Khusus berita yang beraliran politik media massa menjadi alat
yang sangat penting dalam pemberitaan tersebut. Menurut Astrid (1981:1),
semua media massa yang dimiliki pemerintah ataupun swasta, sebenarnya
merupakan aparatur ideologi. Media massa, terutama pers karena
kemampuannya untuk menyebarluaskan pendapat, dinilai sebagai sumber
7Wawancara Pribadi dengan Syahruddin El-Fikri, Wakil Redaktur Pelaksana Harian
Republika, Jakarta 23 Mei 2013.
88
kekuasaan. Dengan sendirinya, semua alat komunikasi, baik yang dimiliki
negara maupun tidak, akan berusaha mengemukakan yang terbaik.8
Berita politik mempunyai nilai berita yang tinggi untuk dijadikan
perhatian masyarakat. Selain memiliki nilai berita yang tinggiberita politik
lebih rumit dibandingkan dengan berita lainnya. Ini disebabkan liputan politik
memiliki dimensi pembentukan opini publik (public opinion), baik yang
diharapkan para politisi maupun para wartawan. Dalam kerangka
pembentukan opini publik ini, media massa umumnya melakukan tiga
kegiatan sekaligus. Pertama, menggunakan simbol-simbol politik (language
of politic). Kedua, melaksanakan strategi pengemasan pesan (framing
strategies). Ketiga, melakukan fungsi agenda media (agenda setting
function).9
Media Indonesia memiliki kebijakan redaksional tersendiri dalam
memproduksi berita politik. Media Indonesia dalam memproduksi berita
politik, menggunakan kebijakan yang fair atau adil. Maksudnya Media
Indonesia tidak tidak memihak kepada partai politik manapun. Berikut kutipan
wawancara dengan Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Media Indonesia, Ade
Alawi:10
“Kita menggunakan kebijakan yang fair atau adil. Artinya kita
tidak tidak memihak kepada partai politik manapun. Ini disebabkan
karena Media Indonesia media yang beraliran nasionalis.”
8 Drs Mahi M. Hikmat, M.Si, Komunikasi Politik: Teori dan Praktik (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2010), h. 55. 9 Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa (Jakarta: Granit, 2004), h. 2.
10 Wawancara Pribadi dengan Ade Alawi, Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Media
Indonesia, Jakarta 25 Maret 2013.
89
Berbeda dengan Media Indonesia, Republika memiliki kebijakan
redaksional sendiri dalam memproduksi berita politik, dengan mencatumkan
kriteria tertentu. Menurut Republika berita politik yang dicatumkan harus
aktual, serta berita tersebut harus memiliki news value yang sangat tinggi
untuk disebarkan kepada masyarakat luas. Berikut kutipan wawancara dengan
Wakil Redaktur Pelaksana Harian Republika, Syaruddin El-Fikri:11
“Kebijakan redaksi dalam memproduksi berita politik adalah
berita yang diangkat sangat actual, narasumbernya berkompeten untuk
berbicara mengenai masalah yang dibahas, berita itu memiliki news
value yang sangat atau cukup tinggi, dan masih banyak kriteria lainnya
lagi”
Semua peristiwa yang terjadi belum tentu mempunyai nilai kelayakan
berita. Sebuah peristiwa dikatakan memiliki nilai berita kalau peristiwa yang
terjadi berhubungan dengan orang penting atau terkenal, bersifat human
interest, dapat memancing emosional pembacanya dan lain-lain. Secara
sederhana, semakin besar peristiwa yang diberitakan semakin besar dampak
yang ditimbulkan. Hal ini merupakan awal dari proses bagaimana media
mengkonstruksi sebuah berita. Pada teori framing akan terlihat tentang
bagaimana cara realitas terbentuk dihadapan pembaca. Disinilah dapat terjadi
pengkonstruksian berita yang sama tapi dikemas secara berbeda. Hal ini yang
terjadi dalam pemberitaan di kedua media massa yaitu Media Indonesia dan
Republika.
Pemberitaan yang diangkat oleh kedua media cetak tersebut membahas
sebuah peristiwa memiliki inti persoalan yang sama yaitu mengenai kondisi
11
Wawancara Pribadi dengan Syahruddin El-Fikri, Wakil Redaktur Pelaksana Harian
Republika, Jakarta 23 Mei 2013.
90
partai Islam. Walaupun terdapat kesamaan dalam inti permasalahan, tapi
media ini bisa saja mengkonstruksi berita tersebut dengan cara yang berbeda.
Berita dalam pandangan konstruksi sosial bukan merupakan peristiwa yang
benar terjadi. Hal tersebut memiliki arti bahwa realitas sosial tidak berdiri
sendiri tanpa kehadiran seseorang, baik di dalam dan di luar realitas tersebut.
Realitas memiliki makna ketika realitas sosial tersebut dikonstruksi dan
dimaknakan secara subjektif oleh orang lain, sehingga memantapkan realitas
tersebut secara objektif.12
Peristiwa tentang kondisi partai Islam menjelang pemilu 2014
dimaknai oleh kedua media tersebut secara berbeda. Media Indonesia melihat
peristiwa ini dari hasil survey yang dilakukan oleh Lingkaran Survey
Indonesia (LSI). Menurut, Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Media
Indonesia, Ade Alawi menilai partai Islam saat ini setidaknya dihantam tiga
permasalahan besar, tidak memiliki pemimpin yang kuat, isu terorisme, dan
korupsi menjadi hal yang harus dibenahi menjelang pemilu 2014 nanti.
Berikut kutipannya:
“Kami mengatakan pemimpin parpol Islam belum cukup kuat
dikarenakan mereka belum tampil di lapangan ketika terjadi
permasalahan di masyarakat. Isu yang berkembang di masyarakat
seperti isu korupsi dan isu terorisme. Jika hal ini tidak ditangkap
dengan serius oleh parpol Islam akan sangat berdampak buruk
terhadap kondisi parpol Islam itu sendiri.”
Berbeda dengan Media Indonesia, harian Republika menilai walaupun
dari hasil riset yang dilakukan beberapa lembaga survey mengatakan
12
Suf Kasman, Pers dan Pencitraan Umat Islam di Indonesia (Badan Litbang dan Diklat
Kementrian Agama RI, 2010), h. 118.
91
elektabilitas parpol berbasis Islam masih rendah dibanding dengan parpol
nasionalis. tapi hasil tersebut dapat dijadikan sebuah semangat untuk
meningkatkan elektabilitas dari parpol Islam tersebut. Berikut kutipan
wawancara dengan Wakil Redaktur Pelaksana Harian Republika, Syahruddin El-
Fikri:13
“Berdasarkan hasil riset dari sejumlah lembaga survei,
elektabilitas parpol berbasis massa Islam berada di urutan 4-7. Ini
mengindikasikan bahwa parpol berbasis massa Islam masih kalah
popular dibanding dengan parpol yang mengusung ideologi
nasionalis.Namun demikian, ini menjadi tantangan bagi parpol
berbasis massa Islam untuk meningkatkan elektabilitas itu dengan
memperbaiki kinerja dan citra parpol serta citra dari kader-kader
parpol. Kader parpol yang terindikasi atau terlibat dalam dugaan kasus
korupsi, biasanya membuat elektabilitas parpol menjadi sangat
rendah.”
Cara Media Indonesia membentuk frame yang dibuat dengan
menceritakan tiga permasalahan partai Islam sehingga menurunkan pamor
mereka dalam survey Lingkaran Survey Indonesia (LSI). Hal tersebut
didukung dengan pemilihan judul, narasumber, dan isi berita yang
disampaikan oleh Media Indonesia. Pada bagian ini Media Indonesia
melakukan penekanan terhadap tiga permasalahan secara terperinci. Dimulai
dari awal masalah itu muncul, sampai dampak yang akan diterima oleh partai
Islam, selain itu Media Indonesia juga memberikan permasalahan tambahan
diluar dari tiga masalah besar yang dibahas.
Tidak seperti Media Indonesia, harian Republika menggunakan frame
berita yang menceritakan partai Islam mendapatkan predikat partai yang
bersih dari kasus korupsi dibandingkan partai nasionalis. Republika
13
Wawancara Pribadi dengan Syahruddin El-Fikri, Wakil Redaktur Pelaksana Harian
Republika, Jakarta 23 Mei 2013.
92
menguatkan berita tersebut dengan hasil survey yang dilakukan Lembaga
Survey Nasional (LSN). Walaupun Republika juga membahas tentang hasil
survey LSI yang mengatakan perolehan suara responden partai Islam yang
dibawah lima persen dan berada dibawah pada partai nasionalis. Tapi, hasil
LSI tersebut tidak terlalu terlihat karena tertutupi predikat partai Islam yang
bersih dalam survey LSN.
Pada lead Republika, mereka menampilkan lead yang mendukung
dengan judul headline. Penulis melihat dalam lead tersebut, Republika
berusaha membuat opini atau statement yang menyatakan “masyarakat masih
percaya parpol Islam lebih bersih dibandingkan dengan parpol nasionalis”
melalui opini tersebutharian Republika berusaha menonjolkan tentang parpol
Islam yang lebih bersih jika dibandingkan dengan partai nasionalis.
Selain bagian lead, lewat latar informasi yang ditampilkan kedua
media massa juga semakin memperkuat frame berita tersebut. Pada bagian ini
Media Indonesia mengajak khalayak pembaca untuk mengetahui faktor apa
saja yang menjadi penyebab turunnya suara partai Islam pada survey LSI.
Menurut penulis, latar informasi yang dibuat Media Indonesia tersebut ingin
menggiring masyarakat untuk mengetahui bahwa saat ini partai Islam terlilit
banyak masalah menjelang pemilu 2014. Republika masih seperti dibagian
lead pada latar informasi yang menonjolkan opini atau statement baik tentang
partai Islam dan menganggap mereka lebih bersih dari kasus korupsi
dibandingkan partai nasionalis.
Sebuah berita juga harus terdapat unsur objektifitas dalam memberikan
informasi yang akurat. Dalam hal ini pemilihan narasumber untuk dijadikan
93
unsur kutipan narasumber harus yang berkaitan dengan pemberitaan. Media
Indonesia mengatakan narasumber itu harus kompeten dan relevansi dengan
pemberitaan yang terkait. Berikut kutipan wawancaranya:14
“Pertama, narasumber itu harus kompeten. Maksudnya sejauh
mana narasumber memiliki pengetahuan terhadap topik peristiwa yang
ingin dibahas. Kedua, relevansi artinya keahlian yang dimiliki harus
sama dengan pembahasan masalah yang ingin diangkat. Contohnya
kita sedang membahas permasalahan tentang hukum pidana tetapi
yang dijadikan narasumber adalah ahli ekonomi. Ini tidak akan
relevan.”
Pernyataan yang dikeluarkan Media Indonesia pada wawancara
tersebut, menurut penulis sejalan dengan pemilihan narasumber yang
dilakukan Media Indonesia dalam berita “Partai Islam Dihantam Tiga
Masalah”. Pada berita tersebut Media Indonesia memilih narasumber yang
tepat dan menguasai tentang topik yang dibahas. Media Indonesia memilih
narasumber dari Peneliti Lingkaran Survey Indonesia (LSI), Adjie Al Faraby,
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sohibul Iman, Ketua Umum DPP
Partai Golkar, Aburizal Bakrie, dan Pengamat Partai Politik Universitas Gajah
Mada (UGM), Ari Dwipayana. Pemilihan narasumber ini dikatakan tepat
karena Media Indonesia memasukkan semua komposisi narasumber yang
mewakili semua kelompok yang dibahas dalam berita. Walaupun terdapat
narasumber dari perwakilan partai Islam yaitu Ketua DPP Partai Keadilan
Sejahtera (PKS), Sohibul Iman. Tapi pernyataan yang diberikan oleh Sohibul
bersifat netral dan sama sekali tidak memihak partai Islam. Hal tersebut
terlihat dari isi pernyataan yang menjelaskan tentang perilaku kader yang tidak
14
Wawancara Pribadi dengan Ade Alawi, Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Media
Indonesia, Jakarta 25 Maret 2013.
94
terpuji seperti terjerat dalam kasus korupsi dapat mengakibatkan publik
menjauh dari partai Islam ini. Dari sinilah terlihat bahwa selain memilih
narasumber sesuai dengan topik yang dibahas narasumber yang dimasukkan
oleh Media Indonesia bersifat netral. Menurut Ade Alawi, Asisten Kepala
Divisi Pemberitaan Media Indonesia cara melihat narasumber yang bersifat
netral dengan melihat track record narasumber dalam memberikan pernyataan
ketika berbicara lewat media. Selain melihat track record, narasumber tersebut
harus memiliki kredibilitas yang tinggi. Berikut kutipannya:15
“Dalam persoalan netralitas narasumber kita lihat kembali dari
track record narasumber tersebut. Kita tidak bisa sembarangan
memilih narasumber. Dalam setiap berita kita selalu berusaha memilih
narasumber yang memiliki kredibilitas. Hal ini dilakukan agar tidak
menyesatkan masyarakat banyak.”
Sangat berbeda jika kita lihat dari pemilihan narasumber yang
dilakukan oleh Republika. Disini Republika hanya menampilkan narasumber
yang kebanyakan dari pihak partai Islam yaitu dari Anggota Fraksi PKS Nasir
Djamil, Ketua DPP PPP Arwani Thomafi, dan Ketua DPP PAN Bima Arya.
Dan isi pernyataan yang mereka sampaikan cenderung memihak partai Islam.
Sebagai salah satu contoh pernyataan yang diberikan oleh Ketua DPP PAN
Bima Arya Bima menjelaskan bahwa selama ini penurunan elektabilitas tidak
hanya terjadi pada partai Islam saja tetapi seluruh parpol baik parpol Islam
maupun parpol nasionalis. Dari pernyataan yang dikeluarkan Bima menyetujui
bahwa elektabilitas partai Islam memang turun, tetapi Bima berusaha
membela partai Islam dengan mengeluarkan penyataan penurunan elektabilitas
15
Wawancara Pribadi dengan Ade Alawi, Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Media
Indonesia, Jakarta 25 Maret 2013.
95
terjadi pada seluruh parpol tidak hanya pada partai Islam. Selain itu,
Republika tidak memasukkan narasumber dari pengamat politik dan
perwakilan dari partai nasionalis. Walaupun pada wawancara yang dilakukan
oleh perwakilan Republika, mereka mengatakan narasumber merupakan orang
yang paling berkompeten dalam bidangnya, harus kredibilitas dan terlibat
dalam peristiwa yang terkait. Tapi kenapa dalam pemberitaan mengenai
“Partai Islam Lebih Bersih”, Republika tidak mencatumkan narasumber dari
pengamat politik dan perwakilan partai nasionalis padahal mereka terkait
dalam pemberitaan tersebut. Disini penulis melihat terdapat kecenderungan
Republika mencoba menutupi realitas sebenarnya lewat pemilihan
narasumber.
Dalam teori konstruksi realitas politik, pemberitaan mengenai
peristiwa politik menjadi hal yang sangat menarik bagi media massa. Liputan
politik memiliki banyak sisi yang terkait satu sama lain: ada kesadaran
memilih bahasa dan simbol politik, ada kiat tertentu dalam memilih fakta dan
pengemasan pesan, dan ada kesediaan memberi ruang atau agenda untuk
merilisnya. Selain itu, liputan politik juga mesti memperhitungkan berbagai
faktor internal dan eksternal masing-masing media, entah itu faktor idealisme,
kepentingan ekonomi dan politik maupun ideologis.16
Disini penulis melihat Media Indonesia dan Republika menggunakan
simbol atau bahasa politik untuk mengkonstruksikan berita tersebut. Bahasa
digunakan bukan sebagai alat saja tetapi juga untuk menggambarkan sebuah
realitas, melainkan bisa menentukan gambaran (makna citra) mengenai suatu
16
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa (Jakarta: Granit, 2004),
h. 6.
96
realitas-realitas media yang akan muncul di benak masyarakat. Media massa
memiliki banyak cara untuk mempengaruhi bahasa dan makna tersebut
melalui mengembangkan kata-kata baru beserta makna asosiatifnya;
memperluas makna dari istilah-istilah yang ada dan mengganti makna lama
sebuah istilah dengan makna baru.17
Hal ini ditunjukkan oleh Media Indonesia dan Republika dalam
menggunakan bahasa yang menguatkan bingkai berita yang mereka berikan.
Media Indonesia membingkai berita tentang kondisi partai Islam menjelang
pemilu 2014 dengan mengacu pada hasil survey yang dilakukan oleh
Lingkaran Survey Indonesia (LSI) dan menjelaskan permasalahan yang
mempengaruhi terhadap hasil survey LSI tersebut. Disisi lain, Republika
membingkai tentang kondisi partai Islam menjelang pemilu 2014 dengan
menggabungkan hasil riset yang dilakukan oleh Lembaga Survey Nasional
(LSN) dan Lingkaran Survey Indonesia (LSI). Pada penggabungan hasil riset
Republika mencoba menyembunyikan hasil survey LSI yang mengatakan
bahwa suara partai Islam dibawah dari partai nasionalis. Melalui bahasa Media
Indonesia dan Republika menonjolkan realitas yang berbeda.
Berita yang disebarkan kepada masyarakat merupakan hasil dari proses
panjang konstruksi yang dilakukan oleh para pekerja media. Media Indonesia
dan Republika merangkai bahasa dengan demikian rupa untuk menyakinkan
pembaca tentang keabsahan kontruksi yang telah dibuat. Jadi, baik Media
Indonesia dan Republika memandang suatu peristiwa dengan menggunakan
17
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa (Jakarta: Granit, 2004),
h. 12.
97
bahasa dan cara yang berbeda, mengkonstruksian tersebut dapat menghasilkan
pemaknaan yang berbeda dalam berita yang mereka sajikan.
Selain penggunaan bahasa, proses konstruksi realitas media massa juga
sangat terkait oleh ideologi yang dimiliki oleh masing-masing media. Kita
mengetahui bahwa Media Indonesia dan Republika adalah media cetak yang
sama-sama memiliki ideologi beraliran nasionalis. Tetapi, opini publik yang
berkembang pada masyarakat yang menganggap Republika adalah media
cetak beraliran Islami. Ini disebabkan dari sejarah dan latar belakang
berdirinya media tersebut. Republika berdiri atas dasar pemikiran dari Ikatan
Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang ingin berdedikasi dan komitmen
pada pembangunan bangsa dan masyarakat Indonesia yang beragama Islam.
Untuk mewujudkan hal tersebut mereka membentuk Yayasan Abdi Bangsa.
Pada awal pembentukannya memiliki tiga program dasar yang salah satu
programnya adalah menerbitkan harian umum Republika. Walaupun sekarang
ini tidak lagi dipegang oleh Yayasan Abdi Bangsa, tetapi struktur organisasi
pekerja media tidak berubah dari awal Republika berdiri. Hal ini yang
membuat Republika dalam berita kondisi partai Islam melalui hasil survey
yang dilakukan oleh LSI, mereka lebih condong membela partai Islam
dibandingkan dengan Media Indonesia. Ini terkait dengan kebijakan dari
struktur organisasi media yang dapat mempengaruhi hasil pemberitaan. Hal
tersebut dibahas secara jelas dalam teori level pengaruh.
Pada teori level pengaruh, salah satu yang memengaruhi media
adalah level organisasi. Seberapa kuat pemberitaan media dan pengaruhnya
98
pada level organisasi ini dalam sebuah pemberitaan. Level organisasi ini
berkaitan dengan struktur manajemen organisasi pada sebuah media.
Kebijakan sebuah media dan tujuan sebuah media. Jadi, pemberitaan media
bukanlah hasil kerja yang bersifat perseorangan, melainkan kerja tim yang
menunjukkan aspek kolektivitas. Tujuannya seperti memproduksi konten yang
berkualitas, melayani publik dan mendapatkan pengakuan profesional
dibangun mengikuti tujuan mencari keuntungan untuk media.18
Dengan demikian dapat disimpulkan media mengkonstruksi berita
dengan berbagai cara agar masyarakat melihat berita tersebut melalui
pandangan yang berbeda sesuai dengan cara pandang media. Media Indonesia
dan Republika tanpa bisa dihindari sangat dipengaruhi oleh ideologi media
yang memiliki sudut pandang tersendiri terhadap kondisi partai Islam dalam
menghadapi pemilu 2014. Sudut pandang yang berbeda inilah yang akan
membuat hasil konstruksi media dalam membahas sebuah isu yang sama
menjadi terlihat berbeda. Hal ini juga dipengaruhi dengan kebijakan pada
setiap media. Disini, baik Media Indonesia maupun Republika memandang
suatu peristiwa dengan cara yang berbeda, melakukan konstruksi dengan cara
mereka sendiri, dan menghasilkan hasil pemaknaan yang berbeda.
18
Ramadhaniati Marchelina,”Analisis Pemberitaan Mundurnya HT dari Partai NasDem di
Media Massa (Analisis Framing Pemberitaan Mundurnya Hary Tanoe dari Partai NasDem di
Harian Umum Media Indonesia dan Harian Seputar Indonesia),” (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013), h. 103.
99
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pemberitaan tentang kondisi partai Islam pada surat kabar Media
Indonesia dan Republika terdapat perbedaan dalam mengkonstruk berita. Hal
tersebut terlihat dari penggunaan strategi pengemasan pesan yang berbeda
pada berita yang dibuat. Media Indonesia melihat peristiwa tentang kondisi
partai Islam dari hasil survey yang dilakukan oleh Lingkaran Survey Indonesia
(LSI). Pada hasil survey tersebut mengatakan bahwa suara partai Islam lebih
rendah dibanding partai nasionalis. Media Indonesia dalam menuliskan berita
tersebut lebih menekankan pada tiga masalah yang ada dalam tubuh partai
Islam.
Berbeda dengan Media Indonesia, Republika melihat peristiwa ini dari
hasil survey yang dilakukan oleh Lembaga Survey Nasional (LSN). Dalam
hasil tersebut tertulis bahwa partai Islam lebih bersih daripada partai
nasionalis dalam kasus korupsi. Dalam pemberitaan tersebut Republika juga
mencatumkan hasil survey dari Lingkaran Survey Indonesia (LSI), tetapi
Republika lebih menekankan hasil survey yang dilakukan oleh LSN tentang
prestasi partai Islam yang mendapatkan predikat lebih bersih dalam kasus
korupsi dibandingkan partai nasionalis oleh masyarakat.
Tidak hanya terletak pada strategi pengemasan pesan, namun struktur
organisasi pada media juga memiliki peran penting terhadap hasil berita yang
dibuat. Dalam pembuatan berita setiap media massa memiliki kebijakan
100
struktur organisasi yang berbeda, begitu juga yang terjadi pada Republika dan
Media Indonesia. Dalam memproduksi sebuah berita Republika dan Media
Indonesia dipengaruhi oleh kebijakan struktur organisasi, salah satu contohnya
dapat terlihat pada pemberitaan tentang yang membahas tentang kondisi partai
Islam.
Pada berita yang membahas kondisi partai Islam Republika melihat
peristiwa tersebut dari perspektif positif tentang partai Islam yang dianggap
lebih bersih dari kasus korupsi dibandingkan dengan partai nasionalis.
Republika menggunakan pengemasan pesan tersebut disebabkan memiliki
sejarah yang berhubungan erat dengan kaum Islam, karena didirikan oleh
Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI). Berbeda dengan Republika,
Media Indonesia melihat peristiwa dalam berita tentang kondisi partai Islam
dari tiga permasalahan yang terjadi dalam tubuh partai Islam. Hal itu
disebabkan Media Indonesia dipimpin oleh Surya Paloh yang menjadi salah
satu pendiri partai nasionalis. Dari penjelasan tersebut terdapat perbedaan
kebijakan redaksional di level organisasi media dalam memproduksi berita.
Hal ini yang mempengaruhi perbedaan isi pemberitaan pada media massa
Republika dan Media Indonesia.
B. Saran
1. Dalam memberitakan sebuah peristiwa sebaiknya Media Indonesia dan
Republika harus menggunakan berita yang berimbang dan akurat,
sehingga isi berita yang dibuat tidak merugikan kepada salah satu pihak
yang terlibat pada peristiwa yang diberitakan.
101
2. Masyarakat sebaiknya harus mampu menjadi audiens yang kritis dalam
melihat pemberitaan yang dihadirkan oleh media, karena tidak semua isi
pemberitaan media itu sesuai dengan peristiwa yang terjadi.
102
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Bungin, Burhan. Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media
Massa, Iklan televisi dan keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap
Peter L berger & Thomas Luckman. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2008.
Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Raja Grafindo
Persada, 2004 cet-III.
Effendi, Onong Uchjana. Dinamika Politik. Bandung: Remaja Rosda Karya, 1986.
Eriyanto. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. Yogyakarta:
Lkis, 2007.
Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS,
2011.
Faisol, Ahmad. dkk. Media, Pemilu, dan Politik. Jakarta: Institut Studi Arus
Informasi, 2010.
Firmanzah. Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi
Politik di Era Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008.
Hamad, Ibnu. Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa. Jakarta: Granit,
2004.
Heryanto, Gun Gun dan Farida, Ade Rina. Komunikasi Politik. Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011 cet-I.
Heryanto, Gun Gun. Komunikasi Politik Di Era Industri Citra. Jakarta: Lasswell
Visitama, 2010.
Hikmat, Drs. Mahi M. Komunikasi Politik: Teori dan Praktik. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2010 cet-I.
Kasiram, Moh. Metodologi Penelitian Kualitatif Kuantitatif. Malang: UIN Maliki
Press, 2010.
Kasman, Suf. Pers dan Pencitraan Umat Islam di Indonesia. Badan Litbang dan
Diklat Kementrian Agama RI, 2010.
Muhtadi, Asep Saeful. Komunikasi Politik Indonesia: Dinamika Islam Politik
PascaOrde Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008.
103
Nugroho. dkk. Politik Media Mengemas Media,Jakarta: Institut Studi Arus
Informasi, 1999.
Riswandi. Komunikasi Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.
Salim, Agus, Teori dan Penelitian Sosial, Yogyakarta: Tiara Wacana, Cet. 1,
2006.
Salim, Agus, Metode Penelitian Pendidikan, Yogyakarta: Tiara Wacana, Cet. 1,
2006.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006.
Strauss, Anselm dan Corbin, Juliet. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2009.
Internet
“Definisi Partai Islam Itu Ada Dua”. Artikel diakses pada tanggal 29 November
2013 pukul 11. 01 http://indonesiarayanews. com/news/politik-
keamanan/12-24-2012-15-38/pengamat-definisi-partai-islam-itu-ada-
2#ixzz2m0B1ttXB
Terinspirasi komunikasi blog, ”Penjelasan Singkat Mengenai Paradigma
Kualitatif dan Kuantitatif”. Artikel diakses pada 7 Juli 2013 pukul 14. 33
dari http://terinspirasikomunikasi. blogspot. com/2012/12/paradigma-
positivisme-konstruktivisme. html
“Tinjauan Umum Tentang Partai Politik Islam”. Artikel diakses pada tanggal 26
November 2013 pukul 22:17 http://library. walisongo. ac.
id/digilib/download. php?id=795
http://thesis. binus. ac. id/doc/Bab3/2011-2-00629-%20MNSI%20Bab%203.
pdfdiakses pada 2 September 2013 pukul 12. 51
http://iskandarlbs. files. worldpress. com/ diakses pada 14 September 2013 pukul
13:51
http://comboran. blogspot. com/2012/05/pengertian-partai-politik-adalah. html
diakses pada tanggal 26 November 2013 pukul 22. 31
104
Lain-lain
Company Profile Media Indonesia.
Company Profile Republika.
Wawancara dengan Ade Alawi, Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Media
Indonesia. Jakarta 25 Maret 2013.
Wawancara dengan Syahruddin El-Fikri, Wakil Redaktur Pelaksana Harian
Republika. Jakarta 23 Mei 2013.
Ramadhaniati Marchelina,“Analisis Pemberitaan Mundurnya HT dari Partai
NasDem di Media Massa (Analisis Framing Pemberitaan Mundurnya
Hary Tanoe dari Partai NasDem di Harian Umum Media Indonesia dan
Harian Seputar Indonesia)”. Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013.
Hasil Wawancara Media Indonesia
1. Bagaimana cara menentukan sebuah berita layak atau tidak untuk diterbitkan?
Kelayakan berita itu pertama dilihat dari masalah. Artinya apakah masalah yang
terjadi memiliki pengaruh besar atau tidak pada masyarakat luas. Kedua, up to date
isu yang terjadi. Seandainya sebuah isu memiliki pengaruh besar tapi sudah terjadi
lama, tidak akan kami tampilkan berita tersebut. Ketiga, tokoh yang terlibat dibalik
peristiwa yang ingin diberitakan. Seandainya terdapat nama besar yang terlibat hal
tersebut akan membuat berita tersebut akan semakin menarik.
2. Apa saja yang dipertimbangkan sebuah berita layak dijadikan sebagai headline?
Dilihat dari wilayah cakupan masalah. Apakah masalah yang terjadi pada level
nasional atau provinsi. Seandainya masalah yang terjadi melibatkan kesatuan bangsa
dan negara masalah tersebut kita akan angkat masalah tersebut sebagai headline.
3. Dalam sebuah headline, terdapat grafik atau foto yang dicantumkan. Bagaimana cara
melakukan penilaian pencantuman hal tersebut layak atau tidak pada headline?
Harus terdapat relevansi atau tidak dengan masalah yang ingin diberitakan. Grafik
atau foto itu bukan hanya sebagai pelengkap pada sebuah masalah tetapi juga
dijadikan sebagai penguat isu yang terjadi atau dapat dikatakan grafik atau foto
sebagai bumbu penyedap terhadap isu yang terjadi.
4. Apakah terdapat kriteria tertentu yang dipertimbangkan dalam menentukan
narasumber?
Pertama, narasumber itu harus kompeten. Maksudnya sejauh mana narasumber
memiliki pengetahuan terhadap topik peristiwa yang ingin dibahas. Kedua, relevansi
artinya keahlian yang dimiliki harus sama dengan pembahasan masalah yang ingin
diangkat. Contohnya kita sedang membahas permasalahan tentang hukum pidana
tetapi yang dijadikan narasumber adalah ahli ekonomi. Ini tidak akan relevan.
5. Bagaimana menentukan narasumber yang memiliki kredibilitas terhadap isu yang
dibahas?
Pertama, melihat dari track record narasumber. Selama ini bagaimana bahasa yang
digunakan narasumber tersebut. Apakah sopan santun, kurang sopan, atau asal bicara
saja tanpa pembenaran dan relevan.
6. Bagaimana menentukan narasumber yang bersifat netral?
Dalam persoalan netralitas narasumber kita lihat kembali dari track record narasumber
tersebut. Kita tidak bisa sembarangan memilih narasumber. Dalam setiap berita kita
selalu berusaha memilih narasumber yang memiliki kredibilitas. Hal ini dilakukan
agar tidak menyesatkan masyarakat banyak.
7. Apakah terdapat perbedaan dalam memilih narasumber pada berita politik dan non
politik?
Pada hal ini kita kembali melihat dari sisi kompetensi narasumber tersebut. Apakah
orang ini benar ahli dalam bidang politik atau ahli pada bidang lain. Kita melihat dari
latar belakang yang bersangkutan terlebih dahulu.
8. Kebijakan redaksi seperti apa yang diterapkan dalam memproduksi berita khususnya
dalam berita politik?
Kita menggunakan kebijakan yang fair atau adil. Artinya kita tidak tidak memihak
kepada partai politik manapun. Ini disebabkan karena Media Indonesia media yang
beraliran nasionalis.
9. Apakah pemilik media ikut berkonstribusi terhadap kebijakan redaksi?
Pemilik media dalam struktur kepengurusan dari awal sudah tidak masuk dalam board
of director, jadi tidak ada intervensi langsung dari pemilik media terhadap kebijakan
yang dibuat oleh redaksi.
10. Saat ini sedang hangat tentang berita mengenai persiapan partai politik menjelang
pemilu 2014. Menurut Media Indonesia berita apa saja yang menarik dari hal
tersebut?
Dari menjelang pemilu ini yang menurut kami menarik adalah Pertama, persiapan
Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengelar perhelatan akbar 2014 dan
keputusan KPU terhadap partai yang ikut serta. Kedua, melihat figure siapa saja yang
akan bertarung pada pemilu 2014. Apakah terdapat tokoh baru yang iktu serta atau
tokohnya sama seperti pada pemiliu sebelumnya.
11. Di negara ini menganut sistem pemerintahan demokrasi dengan mayoritas
penduduknya beragama Islam. Menurut Media Indonesia bagaimana melihat
elektabilitas parpol islam menjelang pemilu 2014?
Jika dilihat dari berbagai survey yang dilakukan, kita menilai secara keseluruhan
menempatkan parpol islam berada dibawah. Ini disebabkan isu yang dibawa parpol
Islam selama ini tidak menarik dan terlalu menyinggung isu keislaman. Dan tokoh
yang memimpin parpol Islam belum cukup kuat.
12. Apa alasan Media Indonesia mengatakan tokoh yang dimiliki parpol Islam belum
cukup kuat?
Kami mengatakan pemimpin parpol Islam belum cukup kuat dikarenakan mereka
belum tampil di lapangan ketika terjadi permasalahan di masyarakat.
13. Dan menurut Media Indonesia, bagaimana peluang parpol Islam pada pemilu 2014
ini?
Seandainya parpol Islam masih dipimpin oleh tokoh yang lemah mereka akan
semakin tertinggal dengan partai yang beraliran nasionalis dan hal ini akan
memperkecil peluang parpol islam.
14. Selain dari sosok pemimpin, faktor apa lagi yang akan memperlemah peluang parpol
islam pada pemilu 2014 ini?
Isu yang berkembang di masyarakat seperti isu korupsi dan isu terorisme. Jika hal ini
tidak ditangkap dengan serius oleh parpol Islam akan sangat berdampak buruk
terhadap kondisi parpol islam itu sendiri.
Asisten Kepala Divisi Pemberitaan
Ade Alawi
Instrumen Wawancara Republika
1. Bagaimana cara menentukan sebuah berita layak atau tidak untuk diterbitkan?
- Cara menentukan berita layak atau tidak untuk diterbitkan, tentunya berdasarkan
beberapa pertimbangan. Di antaranya, berita itu harus lengkap (narasumbernya,
jelas waktunya, bagaimana kejadiannya), dan sesuai dengan kode etik yang
berlaku).
- Yang terpenting juga, berita itu punya manfaat besar untuk kepentingan publik.
Kami terpaksa tidak menurunkan sebuah berita dikarenakan adanya kekurangan
dari persyaratan yang sudah disepakati bersama, dan nilai beritanya terlalu kecil
untuk masyarakat. Terkadang, jika hanya untuk kelompok tertentu saja, maka bisa
saja kami tidak menurunkannya.
2. Apa saja yang dipertimbangkan sebuah berita layak dijadikan sebagai headline?
- Penempatan berita untuk headline (HL) biasa dilakukan berdasarkan
pertimbangan bahwa berita itu sangat kuat dan aktual, baik dari sisi news, value,
atau benefit bagi masyarakat. Bisa juga berita untuk headline itu berita yang
paling dinantikan oleh pembaca karena nilai-nilai newsnya sangat tinggi.
3. Dalam sebuah headline, terdapat grafik atau foto yang dicantumkan. Bagaimana
cara melakukan penilaian pencantuman hal tersebut layak atau tidak pada
headline?
- Mengenai penempatan foto atau penambahan grafis, dimaksudkan untuk
memperkuat berita yang ada sekaligus memberikan nilai tambah (added value)
bagi pembaca. Sebab, jika hanya berdasarkan pada omongan sejumlah
narasumber, kesan berita hanya sebatas talking news yang berita itu sudah pasti
diipakai oleh media online. Jika media cetak melakukan hal serupa, maka berita di
media cetak akan semakin ketinggalan atau basi. Karena itu, penambahan foto
atau grafis itu akan membuat pembaca mendapatkan informasi yang lebih
beragam dan mendalam (in-depth).
4. Apakah terdapat kriteria tertentu yang dipertimbangkan dalam menentukan
narasumber?
- Narasumber adalah orang yang paling berkompeten dalam bidangnya. Misalnya,
untuk dugaan kasus korupsi di Kementerian Pertanian, maka narasumber yang
perlu dimasukkan adalah orang yang menjadi terduga (oknum), siapa yang
menduga (KPK), lalu respon dari pejabat terkait di instansi bersangkutan,
pengamat hukum, atau pengacara dari orang yang terduga (jika sudah ada).
Siapakah saksinya, adakah bukti-buktinya, dan lain-lain. Bisa juga minta
keterangan ke pejabat di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK).
- Narasumber itu tentunya memiliki kredibilitas yang cukup dalam bidangnya.
- Sedangkan untuk kasus yang berkaitan dengan peristiwa, misalnya kecelakaan.
Maka narasumbernya adalah pelaku, korban, saksi, polisi, keluarga atau teman
pelaku (korban), dan lainnya.
5. Bagaimana menentukan narasumber yang memiliki kredibilitas terhadap isu
yang dibahas?
- Jika masalah politik partai tersandera oleh kasus korupsi yang diduga dilakukan
oleh salah satu pengurusnya, maka narasumbernya bisa ditanya ke pengurus partai
bersangkutan, terutama pejabat tertinggi, mulai dari ketua umum, wakilnya,
sekretaris jenderal (umum) atau wakilnya, atau pimpinan tertinggi lainnya. Bisa
juga ditambahkan anggota dewan dari partai bersangkutan.
- Kemudian bisa ditambahkan narasumber lain seperti pengamat politik atau
kalangan akademisi. Dan dalam kasus seperti ini, maka oknum bersangkutan juga
bisa ditanyakan.
- Mereka itu adalah orang yang berkompeten karena memiliki posisi sebagai
pengambil kebijakan di lembaga tersebut.
- Kemudian, instansi lain seperti KPK jika proses penyidikan atau penyelidikan,
lalu ke kejaksaan, polisi, dan lainnya.
- Jika terkait UU, maka yang layak untuk dijadikan narasumbernya adalah anggota
DPR yang membidangi, pemerintah (dalam hal ini pihak yang mengusulkan
rancangan undang-undang seperti Kementerian Pertahanan (RUU Komponen
Cadangan Pertahanan Negara), dan pengamat militer atau TNI.
6. Bagaimana menentukan narasumber yang bersifat netral?
- Untuk yang netral, maka ditambahkan saja narasumber dari pengamat atau
kalangan akademisi. Kalau ada pengamat yang berpihak pada kelompok tertentu,
tentu saja akan ditinggalkan karena sudah dianggap tidak layak menjadi
narasumber untuk itu.
7. Apakah terdapat perbedaan dalam memilih narasumber pada berita politik dan
non politik?
- Tentu saja harus ada perbedaan. Tidak mungkin orang ekonomi berbicara soal
politik, atau sebaliknya orang politik berbicara mengenai ekonomi. Kecuali
anggota dewan yang membidangi masalah ekonomi di komisi tertentu di DPR.
8. Kebijakan redaksi seperti apa yang diterapkan dalam memproduksi berita
khususnya dalam berita politik?
- Berita yang diangkat sangat aktual
- Narasumbernya berkompeten untuk berbicara mengenai masalah yang dibahas
- Berita itu memiliki news value yang sangat atau cukup tinggi
- Dan masih banyak kriteria lainnya lagi
9. Apakah pemilik media ikut berkonstribusi terhadap kebijakan redaksi?
- Untuk kasus tertentu, ada beberapa yang biasanya ikut serta. Namun, biasanya
yang demikian itu hanya terbatas pada isu-isu biasa.
- Dan kami merasa beruntung memiliki owner atau pemilik media seorang pebisnis
(businessman) sehingga beliau hanya fokus pada pengembangan bisnis. Dan juga
menggeluti bidang olahraga.
- Dan Erick Thohir selaku pemilik pernah berkata: “Yang mengetahui persoalan
berita atau pemberitaan adalah teman-teman di redaksi. Sedangkan saya (Erick)
tidak mengetahuinya. Karena itu, saya tidak akan turut campur dalam masalah
tersebut.”
- Pernyataan tersebut, menegaskan bahwa pemilik media di Republika, tidak ingin
campur tangan dalam mengurusi masalah redaksi, karena beliau tidak mengetahui
secara persis persoalan yang ada.
- Adapun untuk berita olahraga, terutama untuk basket dan bola, beliau biasanya
hanya meminta kepada redaksi untuk turut membantu menulis tentang berita klub-
klub yang beliau miliki. Namun demikian, berita olahraga lainnya, beliau tak ikut
campur.
10. Saat ini sedang hangat tentang berita mengenai persiapan partai politik
menjelang pemilu 2014. Menurut republika berita apa saja yang menarik dari
hal tersebut?
- Kesiapan partai politik menghadapi pemilu
- Kesiapan penyelenggara pemilu (KPU dalam menyiapkan logistic pemilu
- Kesiapan dari pengawas pemilu (bawaslu) dan juga pengawas independen
- Masalah caleg ganda di partai politik
- Keterlibatan keluarga (dinasti) dalam partai politik
- Kesiapan masing-masing caleg menghadapi pemilu
- Kesiapan partai politik dalam mempersiapkan keterlibatan kaum perempuan
(affirmative action) minimal 20 persen dalam daftar caleg sementara (DCS), dll.
11. Di negara ini menganut sistem pemerintahan demokrasi dengan mayoritas
penduduknya beragama Islam. Menurut republika bagaimana melihat
elektabilitas parpol islam saat ini khususnya menjelang pemilu 2014?
- Berdasarkan hasil riset dari sejumlah lembaga survei, elektabilitas parpol berbasis
massa Islam berada di urutan 4-7. Ini mengindikasikan bahwa parpol berbasis
massa Islam masih kalah popular dibanding dengan parpol yang mengusung
ideologi nasionalis.
- Namun demikian, ini menjadi tantangan bagi parpol berbasis massa Islam untuk
meningkatkan elektabilitas itu dengan memperbaiki kinerja dan citra parpol serta
citra dari kader-kader parpol. Kader parpol yang terindikasi atau terlibat dalam
dugaan kasus korupsi, biasanya membuat elektabilitas parpol menjadi sangat
rendah.
12. Menurut republika, bagaimana peluang parpol Islam pada pemilu 2014 ini?
- Insya Allah, suara parpol berbasis massa Islam tetap ada peminatnya, baik PKB,
PKS, PAN, maupun PPP, atau PBB. Masih ada pemilihnya. Untuk menang,
mungkin cukup berat, karena tak ada kesamaan visi untuk membawa Islam.
Mereka lebih terkotak-kotak pada baju (identitas) parpol mereka. Tak murni
membawa misi Islam yang rahmatan lil „alamin.
- Karena itu, mungkin akan lebih baik bila parpol berbasis massa Islam itu bersatu.
Untuk itu, diperlukan tokoh Muslim yang bisa dipercaya oleh keseluruhan parpol
berbasis massa Islam itu.
- Di satu sisi, jika parpol berbasis massa Islam ini bersatu, mungkin akan baik. tapi
ada pula nilai negatifnya. Seperti perolehan kursi yang akan menjadi minim.
13. Dan pertanyaan terakhir, selama berkecimpung dalam perindustrian media
cetak di Indonesia, apa saja prestasi serta penghargaan yang sudah dicapai
republika?
- Alhamdulillah, saat ini sudah lebih dari 20 tahun (terbit pertama 4 Januari 1993)
hingga sekarang, Republika sudah cukup banyak mendapatkan penghargaan atau
pengakuan atas peran dan kontribusi Republika, baik dari dalam maupun luar
negeri.
- Kami adalah media pertama yang meluncurkan website (www.republika.co.id)
- Kami adalah koran pertama yang melakukan cetak jarak jauh
- Kami adalah koran pertamaa yang masuk dalam listing Bursa Efek Jakarta
(sekarang Bursa Efek Indonesia).
- Setiap tahun kami meraih penghargaan dari Serikat Perusahaan Surat Kabar (SPS)
sebagai koran terbaik nasional.
- Wartawan kami juga sering mendapatkan penghargaan atau memenangkan lomba
penulisan yang diselenggarakan institusi pemerintah (kementerian, BUMN,
maupun lembaga swasta.
- Pada 2009, kami meraih medali emas dari Asosiasi Penerbit Surat Kabar se-Asia
(WAN-IFRA) sebagai koran dengan desain terbaik untuk halaman muka
(frontpage).
- Masih banyak lagi penghargaan lainnya. Selengkapnya bisa dicek di buku tentang
sejarah Republika.
Jakarta, 23 Mei 2013
Syahruddin El-Fikri
Wakil Redaktur Pelaksana
Harian Republika