Analisis fosfor dan krom

13
k.wr 14 ANALISIS FOSFOR DAN KROM (VI) SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS TUJUAN Menentukan konsentrasi fosfat dalam sampel secara spektrofotometri Mempelajari metode analisis spesies krom (VI) dengan metoda difenilkarbazida Menguasai teknik analisis spektrofotometri untuk unsure logam dan non logam LANDASAN TEORI Fosfor adalah senyawa kimia nonlogam dengan nomor atom 15. Fosfor merupakan senyawa yang berbeda karena ada dalam bentuk solid berbeda disebut allotrop. Kebanyakan allotrop yakni fosfor putih, fosfor merah, dan fosfor hitam. Fosfor secara eksklusive ditentukan oleh fotometri menggunakan bentuk yang disukainya yakni bentuk molibdeum heteropolyacid (Beatty, 2001). Metode paling poluler untuk analisis fosfat yakni yang melibatkan kompleks fosfat dengan ion molibdat dalam kondisi asam. Senyawa kompleks yang dihasilkan berwarna biru fosfomolibdenum yang kehadirannya sebagai agen pereduksi seperti asam askorbat dan stannous chloride, dan juga sebagai katalis. Warna kompleks biru ini dapat diketahui langsung oleh spektrofotometri pada 700 nm (Nollet, 2006). Sedangkan menurut metode Deniges yang didasarkan kecocokan agen pereduksi, saat ditambahkan ammonium molibdat pada asam tertentu akan menghasilkan warna biru menandakan adanya fosfat, di mana digunakan SnCl₂ sebagai agen pereduksi (Wright, 1994). Kromium, Cr (Ar: 51,996) adalah logam kristalin yang putih, tak begitu liat dan tak dapat ditempa dengan berarti, ia melebur pada 176,5⁰C. logam ini larut dalam asam klorida encer atau pekat. Ion kromium (II) dapat dioksidasikan menjadi kromat (Svehla, 1979). Pada analisis kromium dengan metode difenilkarbazida, di mana asam kromat bereaksi dengan difenilkarbazida dalam kondisi asam menghasilkan larutan violet dengan panjang gelombang absorbansi maksimum 540 nm. Reaksi warna ini sangat sensitive pada konsentrasi kromium yang kecil dengan sensitifitas 0,02 0,05 μg/ml. Metode ini dapat dipakai pada semua media kompleks, seperti tanah, batuan, biji besih, tumbuhan, dan hewan (National Research Council, 1974). Spektofotometer merupakan instrument untuk mengukur absorbansi menggunakan monokromator untuk menentukan panjang gelombang. Instrument simple yang digunakan untuk penyerapan molekul UV/Vis disebut filter fotometer yang menggunakan absorpsi atau penyaringan interferensi untuk mengisolasi pita radiasi. Instrument yang menggunakan monokromator untuk memilih panjang gelombang disebut spectrometer (Harvey, 2000). Semua molekul dapat mengabsorpsi radiasi dalam daerah UV-tampak karena mereka mengandung elektron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Panjang gelombang yang mana absorpsi itu terjadi, bergantung pada berapa kuat elektron itu terikat dalam molekul itu. Elektron dalam suatu ikatan

Transcript of Analisis fosfor dan krom

Page 1: Analisis fosfor dan krom

k.wr ‘14

ANALISIS FOSFOR DAN KROM (VI) SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

TUJUAN

Menentukan konsentrasi fosfat dalam sampel secara spektrofotometri

Mempelajari metode analisis spesies krom (VI) dengan metoda difenilkarbazida

Menguasai teknik analisis spektrofotometri untuk unsure logam dan non logam

LANDASAN TEORI

Fosfor adalah senyawa kimia nonlogam dengan nomor atom 15. Fosfor merupakan

senyawa yang berbeda karena ada dalam bentuk solid berbeda disebut allotrop.

Kebanyakan allotrop yakni fosfor putih, fosfor merah, dan fosfor hitam. Fosfor secara

eksklusive ditentukan oleh fotometri menggunakan bentuk yang disukainya yakni bentuk

molibdeum heteropolyacid (Beatty, 2001).

Metode paling poluler untuk analisis fosfat yakni yang melibatkan kompleks fosfat

dengan ion molibdat dalam kondisi asam. Senyawa kompleks yang dihasilkan berwarna biru

fosfomolibdenum yang kehadirannya sebagai agen pereduksi seperti asam askorbat dan

stannous chloride, dan juga sebagai katalis. Warna kompleks biru ini dapat diketahui

langsung oleh spektrofotometri pada 700 nm (Nollet, 2006). Sedangkan menurut metode

Deniges yang didasarkan kecocokan agen pereduksi, saat ditambahkan ammonium molibdat

pada asam tertentu akan menghasilkan warna biru menandakan adanya fosfat, di mana

digunakan SnCl₂ sebagai agen pereduksi (Wright, 1994).

Kromium, Cr (Ar: 51,996) adalah logam kristalin yang putih, tak begitu liat dan tak

dapat ditempa dengan berarti, ia melebur pada 176,5⁰C. logam ini larut dalam asam klorida

encer atau pekat. Ion kromium (II) dapat dioksidasikan menjadi kromat (Svehla, 1979).

Pada analisis kromium dengan metode difenilkarbazida, di mana asam kromat

bereaksi dengan difenilkarbazida dalam kondisi asam menghasilkan larutan violet dengan

panjang gelombang absorbansi maksimum 540 nm. Reaksi warna ini sangat sensitive pada

konsentrasi kromium yang kecil dengan sensitifitas 0,02 – 0,05 μg/ml. Metode ini dapat

dipakai pada semua media kompleks, seperti tanah, batuan, biji besih, tumbuhan, dan

hewan (National Research Council, 1974).

Spektofotometer merupakan instrument untuk mengukur absorbansi menggunakan

monokromator untuk menentukan panjang gelombang. Instrument simple yang digunakan

untuk penyerapan molekul UV/Vis disebut filter fotometer yang menggunakan absorpsi atau

penyaringan interferensi untuk mengisolasi pita radiasi. Instrument yang menggunakan

monokromator untuk memilih panjang gelombang disebut spectrometer (Harvey, 2000).

Semua molekul dapat mengabsorpsi radiasi dalam daerah UV-tampak karena mereka

mengandung elektron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat dieksitasi ke tingkat

energi yang lebih tinggi. Panjang gelombang yang mana absorpsi itu terjadi, bergantung

pada berapa kuat elektron itu terikat dalam molekul itu. Elektron dalam suatu ikatan

Page 2: Analisis fosfor dan krom

k.wr ‘14

kovalen tunggal terikat dengan kuat, dan diperlukan radiasi berenergi tinggi atau panjang

gelombang pendek untuk eksitasinya (Day, 1998).

UV-Vis spektrofotometri untuk ketersediaan, kesederhanaan, fleksibilitas,

kecepatan, ketepatan, presisi, dan efektivitas biaya, secara rutin digunakan dalam kimia

analitik untuk penentuan kuantitatif analit. Spektrofotometer UV-Vis telah menjadi

instrumen analitis populer di laboratorium modern. Namun, konsentrasi rendah banyak

analit dalam sampel nyata yang kompleks membuat sulit untuk langsung mengukur dengan

UV-Vis spektrofotometri. Oleh karena itu, langkah persiapan sampel diperlukan sebelum

pengukuran untuk meningkatkan selektivitas dan sensitivitas (Kahkhi, 2013).

Hukum absorbansi dikenal dengan Hukum Lambert-Beer menjelaskan bagaimana

jumlah kuantitatif bergantung pada pengurangan konsentrasi dari molekul absorbansi.

Menurut Hukum Beer, absorbansi secara proporsional terhadap spesies absorbing c dan d

pada bagian panjang b merupakan medium absorbing yang dinyatakan persamaan berikut

(Skoog, 2004).

Persamaan di atas dapat dinyatakan dalam mol perl liter dan b dalam cm. Konstanta

proporsional disebut absorptivitas molar dan disimbolkan ɛ (L mol⁻1 cm-1), sehingga

persamaan dinyatakan sebagai berikut (Skoog, 2004).

A = ɛbc

Kestabilan termodinamik suatu spesi merupakan ukuran sejauh mana spesi ini akan

terbentuk dari spesi-spesi lain pada kondisi tetentu. Kestabilan suatu kompleks jelas akan

berhubungan dengan kemampuan mengompleks dari ion logam yang terlibat dan dengan

ciri-ciri khas ligan itu (Bassett, 1991).

Larutan difenil karbazida merupakan larutan yang dibuat dari 1 gram difenil

karbazida dalam 100 cm3. Larutan difenil karbazida biasanya digunakan sebagai bahan uji

adanya ion arsenat, cadmium, kromium, dan raksa (Pudjaatmaka, 2002).

1,5-difefil karbazida (DCPI) dapat dioksidasi oleh zat pengoksidasi menjadi 1,5-difenil

karbazon (DPCO) yang dapat diektraksi sebagai pelarut organik. Senyawa ini akan

menampilkan absorbansi dalam rentang panjang gelombang terlentu (Meng, 2013).

Campuran dari senyawa ammonium molibdat dan ammonium vanadat membentuk

larutan ammonium molibdovanadat. Larutan ini merupakan larutan bening berwarna

kuning-hijau yang memiliki titik didih 212 – 227 0F dan titik leleh 320F (00C). larutan ini

umumnya digunakan sebagai pengompleks dalam identifikasi fosfat membentuk senyawa

kompleks molibdovanadat asam fosfat yang berwarna kuning (Wright, 1994).

ALAT DAN BAHAN

Alat-alat yang diperlukan dalam percobaan ini meliputi spektrofotometer UV-Vis,

gelas beker, pipet ukur, pipet tetes, pipet pump, wadah sampel, kuvet,

Page 3: Analisis fosfor dan krom

k.wr ‘14

Sedangkan bahan-bahan digunakan dalam percobaan ini meliputi larutan stock P 100

ppm, larutan stok Cr(VI) 10 ppm, larutan ammonium molibdovanadat, larutan

difenilkarbazida 0,1%, larutan H2SO4 0,1 M, larutan HCl 0,1 M, larutan Cr(III) 10 ppm,

akuades, sampel P, dan sampel Cr.

CARA KERJA

Alanisis Fosfor secara Spektrofotometri

Pembuatan larutan standar, dibuat larutan P 10 ppm dengan diambil 2,5 ml

larutan P 100 ppm, diencerkan dalam labu takar 25 ml dan diulang 2 kali. Lalu

disediakan 6 labu takar 25 ml. Diambil 0 ml; 2,5 ml; 5 ml; 7,5 ml; 10 ml; dan 12,5 ml

larutan P 10 ppm ke dalam tiap labu takar. Setiap labu takar ditambahkan 1 ml

ammonium molibdovanadat. Kemudian tiap labu diisi akuades hingga tanda batas.

Penentuan panjang gelombang maksimum digunakan larutan P 0 ppm

sebagai blangko dan larutan P 3 ppm sebagai pengukuran. Pengukuran absorbansi

dilakukan untuk panjang gelombang antara 340 – 400 nm dengan interval 5 nm.

Penentuan waktu kestabilan kompleks digunakan larutan P 0 ppm sebagai

blangko dan larutan P 3 ppm sebagai pengukuran. Pengukuran absorbansi dilakukan

dengan panjang gelombang maksimum pada waktu 10 – 40 menit interval 5 menit.

Pengukuran larutan standar digunakan larutan P 0 ppm sebagai blanko.

Kemudian diukur semua larutan standar 1, 2, 3, 4, dan 5 ppm menggunakan panjang

gelombang maksimum. Lalu dibuat kurva kalibrasinya.

Diambil 5 ml sampel dan ditambahkan 1 ml ammonium molibdovanadat dan

diencerkan dalam labu takar 25 ml. Kemudian didiamkan hingga waktu kestabilan

kompleks dan diukur absorbansinya dengan panjang gelombang optimum.

Analisis Krom (VI) secara Spektrofotometri

Pada pembuatan larutan standar, dibuat larutan Cr 1 ppm dengan diambil 2,5

ml larutan Cr 10 ppm, diencerkan dalam labu takar 25 ml dan diulang 2 kali. Lalu

disediakan 6 labu takar 25 ml. Diambil 0 ml; 2,5 ml; 5 ml; 7,5 ml; 10 ml; dan 12,5 ml

larutan Cr 1 ppm ke dalam tiap labu takar. Setiap labu takar ditambahkan 1 ml

larutan H₂SO₄ 0,1 M dan 1 ml difenilkarbazida 0,01%. Kemudian tiap labu diisi

akuades hingga tanda batas. Cara serupa dilakukan tapi dengan mengganti

penambahan H₂SO₄ dengan larutan HCl 0,1 M.

Penentuan panjang gelombang maksimum digunakan larutan Cr 0 ppm

sebagai blangko dan larutan Cr 0,3 ppm sebagai pengukuran. Pengukuran absorbansi

dilakukan untuk panjang gelombang antara 500-550 nm dengan interval 5 nm.

Pengukuran larutan standar digunakan larutan Cr 0 ppm sebagai blanko.

Kemudian diukur larutan standar 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; dan 0,5 ppm menggunakan

panjang gelombang maksimum.

Page 4: Analisis fosfor dan krom

k.wr ‘14

Diambil 2 ml sampel dan ditambahkan 1 ml H₂SO₄ 0,1 M dan 1 ml

difenilkarbazida 0,01% dan diencerkan dalam labu takar 25 ml. Kemudian diukur

absorbansi dengan panjang gelombang maksimum. Cara serupa dilakukan dengan

mengganti H₂SO₄ dengan HCl 0,1 M.

Disediakan 4 labu takar 25 ml. Diambil 1 ml, 3 ml, 6 ml, dan 10 ml larutan Cr

(III) 10 ppm ke dalam tiap labu takar. Tiap labu takar ditambahkan 2 ml larutan Cr

(VI) 10 ppm, 1 ml larutan H₂SO₄ 0,1 M dan 1 ml difenilkarbazida 0,01%. Kemudian

tiap labu diisi akuades hingga tanda batas dan diukur absorbansinya dengan panjang

gelombang maksimum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL PERCOBAAN

Analisis Fosfor secara Spektrofotometri

o Penentuan panjang gelombang maksimum

Panjang Gelombang (nm) Absorbansi

400.008 0.232593

395.1013 0.260498 390.1947 0.293287

385.288 0.327797 380.3813 0.371028

370.568 0.481049 365.6613 0.522183

360.7547 0.594995 355.848 0.663739

350.9413 0.704635 346.0347 0.736478

341.128 0.850224 336.2213 0.821478

331.3147 0.907545 326.408 0.706449

321.5013 0.431483 316.5947 0.151698

311.688 0.082405 306,781 -0.05638

o Penentuan waktu kestabilan kompleks

Waktu (menit) Absorbnsi

10 2.436 15 0.4467

20 2.8090 25 1.8266

Page 5: Analisis fosfor dan krom

k.wr ‘14

30 2.5754

35 0.3003 40 0.6062

o Pengukuran absorbansi larutan standard dan sampel

Konsentrasi (ppm) Asorbansi

1 0.2118 2 0.421

3 0.2606 4 0.4959

5 5.7811 Sampel 2.3067

Analisis Cr(VI) secara Spektrofotometri

o Penentuan panjang gelombang maksimum

Panjang Gelombang

(nm)

Absorbansi

H₂SO₄ 0,1 M HCl 0,1 M

500

505

510

515

520

525

530

535

540

545

550

0,060

0,067

0,073

0,079

0,086

0,090

0,094

0,097

0,098

0,099

0,097

0,065

0,068

0,070

0,079

0,082

0,085

0,088

0,090

0,091

0,092

0,087

o Pengukuran larutan standard dan sampel

Konsentrasi

(ppm)

Absorbansi

H₂SO₄ 0,1 M HCl 0,1 M

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,034

0,065

0,099

0,127

0,148

0,031

0,070

0,092

0,111

0,138

Sampel 0,199 0,163

o Uji pengaruh Cr(III) pada analisis penentuan Cr(VI)

NO Absorbansi

1 0,201

Page 6: Analisis fosfor dan krom

k.wr ‘14

2

3

4

0,200

0,199

0,155

PEMBAHASAN

Pada percobaan ini akan dilakukan analisis fosfor dan krom(VI) dengan

menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Pada penentuan fosfor digunakan

penambahan ammonium molibdovanadat. Sementara pada penentuan krom(VI)

digunakan metode difenilkarbazida.

Penggunaan larutan standard dan sampel harus diencerkan dahulu saat

preparasi karena proses analisis dengan spektrofotometer tidak bisa dilakukan

dengan larutan yang memiliki konsentrasi tinggi. Jika digunakan larutan dengan

konsentrasi tinggi justru akan menyebabkan penyimpangan nilai absorbansinya.

Grafik antara absorbansi vs konsentrasi akan linear untuk konsentrasi larutan yang

kecil, sedangkan jika konsentrasinya terlalu besar justru akan menyimpang (tidak

linear lagi). Hal ini karena konsentrasi yang tinggi akan terdapat banyak molekul

dalam larutan, sehingga justru terjadi interaksi antar molekul sendiri. Hal ini

menyebabkan interaksi molekul dengan cahaya atau penyerapan radiasi menjadi

tidak maksimal.

Setiap analisis menggunakan spektrofotometri UV-Vis, perlu diukur terlebih

dahulu panjang gelombang optimumnya. Hal ini dikarenakan panjang gelombang

optimum merupakan panjang gelombang di mana absorbansi yang dialami oleh

suatu zat terjadi yang paling besar. Hal ini karena pada panjang gelombang tertentu

absorbansi akan kecil dan pada panjang gelombang optimum inilah nilai

absorbansinya paling tinggi. Namun, jika panjang gelombang terus dinaikkan, justru

nilai absorbansinya akan kembali menurun. Sehingga, pada panjang gelombang

optimum inilai yang merupakan kondisi paling sesuai untuk melakukan analisis.

Pada penentuan panjang gelombang optimum, digunakan salah satu jenis

larutan standar dengan konsentrasi tertentu. Penggunaan konsentrasi yang akan

digunakan tidak terlalu berpengaruh ingin digunakan konsentrasi berapa saja asalkan

saat pengujian selalu digunakan konsentrasi yang sama.

Larutan yang akan diuji nantinya dimasukkan ke dalam kuvet. Penggunaan

kuvet untuk mengukur sampel harus dengan bentuk dan ukuran yang sama antara

larutan satu dengan yang lainnya. Hal ini dimaksudkan agar luasan daerah paparan

penyerapan sinar oleh larutan dapat sama pada setiap analisis larutan. Jika

penggunaan ukuran kuvet berbeda, maka dapat mempengaruhi perbandingan hasil

absorbansi yang terjadi.

Penuangan larutan yang akan dianalisis juga harus sama pada setiap larutan

(volumenya harus sama). Hal ini dikarenakan jika volumenya berbeda antar larutan

satu dengan lainnya, maka tentu saja besarnya komposisi yang terpapar oleh sinar

pun akan berbeda, sehingga juga dapat mempengaruhi perbandingan absorbansi

Page 7: Analisis fosfor dan krom

k.wr ‘14

yang terjadi. Sebelum dimasukkan ke sel sampel, bagian luar kuvet juga perlu

dibersihkan dengan tisu agar tidak basah, karena kondisi luar kuvet yang tidak kering

juga dapat berpengaruh pada hasil absorbansinya.

Setiap pengukuran spektrofotometri harus ada larutan blangko. Larutan

blangko ini bertujuan untuk mengetahui besarnya absorbansi terhadap larutan jika

tanpa analit. Larutan blanko biasanya digunakan untuk tujuan kalibrasi sebagai

larutan pembanding dalam analisis. Dapat dikatakan juga sebagai larutan penetralan,

karena untuk menstabilkan absorbsi akibat perubahan voltase dari sumber cahaya.

Sehingga, saat pengujian dengan spektrofotometri UV-Vis, pengujian harus selalu

diawali pengujian terhadap larutan blangko dahulu baru pengujian pada larutan yang

akan dianalisis.

Larutan dalam kuvet yang kemudian masuk ke dalam sel sampel pada

spektrofotometri UV-Vis nantinya akan dikenai sinar dari lampu. Sinar ini akan

terserap oleh molekul pada larutan. Namun, tidak semua sinar terabsorb oleh

molekul karena ada sebagian sinar yang diteruskan. Sinar yang diteruskan inilah yang

kemudian masuk ke detector dan diubah ke dalam sinyal listrik. Sinyal listrik yang

dihasilkan sangat lemah sehingga harus diamplifikasi dan baru dapat terbaca sebagai

data pada rekorder (absorbansi).

Analisis Fosfor secara Spektrofotometri

Pada analisis fosfor dilakukan empat macam percobaan, yaitu penentuan

panjang gelombang optimum, penentuan waktu kestabilan kompleks, pembuatan

kurva kalibrasi (penentuan absorbansi larutan standar), dan penentuan absorbansi

sampel. Analisis fosfor dilakukan dengan melakukan penambahan ammonium

molibdovanadat. Pada percobaan ini, digunakan larutan standar P dengan

konsentrasi bervariasi, yakni dengan konsentrasi 1, 2, 3, 4, dan 5 ppm dari larutan

stock P 100 ppm.

Adanya penambahan ammonium molibdovanadat bertujuan agar fosfor

bereaksi dengan ammonium molibdovanadat membentuk kompleks dengan warna

yang khas, yakni warna kompleks kuning. Reaksi yang terjadi saat fosfor direaksikan

dengan ammonium molibdovanadat adalah sebagai berikut.

Pada analisis fosfor ini digunakan spektrofotometer UV. Hal ini dikarenakan

panjang gelombang yang diserap oleh fosfor berada di bawah 400 nm, yang sudah

masuk dalam kawasan daerah sinar UV. Penggunaan spektrofotometri UV ini juga

karena energi cahaya UV lebih besar dari energi cahaya tampak maka energi UV

dapat menyebabkan transisi elektron σ dan μ. Sementara lampu yang digunakan

yakni lampu deuterium dengan panjang gelombang 190-380 nm.

Pada penentuan panjang gelombang optimum, digunakan larutan P 0 ppm

sebagai larutan blangko dan larutan P 3 ppm sebagai larutan yang akan diuji. Larutan

bangko di sini merupakan pengenceran 1 ml ammonium molibdovanadat dalam labu

takar 25 ml (tidak mengandung fosfor). Penentuan panjang gelombang optimum

Page 8: Analisis fosfor dan krom

k.wr ‘14

dilakukan pada panjang gelombang 305 – 400 nm dengan interval 5 nm. Semakin

pendek interval akan semakin baik karena ketelitian. Sebelum larutan diukur, perlu

dimasukkan dahulu larutan blangko dan diatur panjang gelombangnya 305 nm dan

diatur pada absorbansi 0. Hal ini karena larutan blangko tidak menyerap radiasi dan

memiliki transmitansi 100%. Setelah itu baru dimasukkan larutan yang akan diuji.

Jika akan mengubah ke panjang gelombang berikutnya, spektrofotometri harus

dinetralkan terlebih dahulu dengan memasukkan larutan blangko, begitu pula

seterusnya.

Berdasarkan hasil percobaan penentuan panjang gelombang maksimum,

kemudian dibuat grafik λ vs A yang ditunjukkan pada grafik di bawah ini.

Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa nilai absorbansi tertinggi yakni pada

0,907545 yang diperoleh saat nilai panjang gelombangnya 331,3147 nm. Hal ini

berarti bahwa panjang gelombang optimumnya adalah 331,3147 nm. Pada panjang

gelombang inilah kemudian digunakan untuk analisis larutan selanjutnya. Namun,

pada teoritis seharusnya warna kuning dari hasil pereaksian fosfor dengan

ammonium molibdovanadat dapat diukur pada panjang gelombang 460 nm.

Sehingga, hasil itu belum sesuai teoritisnya.

Dengan panjang gelombang optimumnya 331,3147 nm, setiap larutan

standar yang akan dianalisis dan larutan sampel diuji absorbansinya. Hal ini untuk

mengoptimalkan hasil absorbansi yang diperoleh dengan menggunakan larutan

blangko P 0 ppm.

Waktu kestabilan kompleks perlu ditentukan karena waktu itu merupakan

waktu yang dibutuhkan senyawa dan pengompleksnya untuk membentuk senyawa

kompleks yang stabil. Artinya, kondisi di mana pada watu tersebut senyawa telah

mempentuk senyawa kompleks yang kuat yang ditunjukkan dengan besarnya nilai

absorbansi. Nilai absorbansi yang semakin tinggi (paling tinggi) menunjukkan waktu

di mana senyawa kompleks telah mencapai kestabilan.

Page 9: Analisis fosfor dan krom

k.wr ‘14

Waktu yang dibutuhkan senyawa untuk mencapai kestabilan kompleksnya

berbeda-beda tiap senyawa. Pada kurun waktu singkat umumnya senyawa kompleks

masih belum stabil. Namun, jika pada kurun waktu yang terlalu lama juga justru akan

melemah kembali. Sehingga, pada analisis fosfor perlu diuji waktu saat kompleks

mencapai kestabilan tertingginya, dengan menggunakan larutan P 3 ppm sebagai

penguji dan larutan P 0 ppm sebagai larutan blangko.

Berdasarkan hasil percobaan waktu kestabilan kompleks, kemudian dibuat

grafik t vs A yang ditunjukkan pada grafik di bawah ini.

Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa nilai absorbansi tertinggi yakni pada

2,8090 yang diperoleh saat nilai waktunya 20 menit. Hal ini berarti bahwa waktu

kestabilan kompleksnya adalah 20 menit. Sehingga, pada penentuan absorbansi

sampel, sampel perlu didiamkan selama 20 menit untuk menjadi stabil pada kondisi

kompleksnya. Kamudian, baru diukur absorbansinya dengan menggunakan panjang

gelombang 331,3147 nm.

Berdasarkan hasil percobaan penentuan absorbansi larutan standar 1, 2, 3, 4,

dan 5 ppm dan nilai absorbansi sampel yakni 2,3067, sehingga dapat dibuat kurva

kalibrasi antara C vs A, di mana akan membentuk garis lurus dengan persamaan garis

y = 1,121 x – 1,93 dan R2 = 0,531. Dengan menggunakan persamaan garis tersebut,

maka dapat diketahui konsentrasi fosfor dalam sampel yakni 18,897 ppm.

Analisis Krom(VI) secara Spektrofotometri

Pada analisis krom (VI) akan dilakukan empat macam percobaan, yaitu

penentuan panjang gelombang optimum, pembuatan kurva kalibrasi (penentuan

absorbansi larutan standar), penentuan absorbansi sampel, dan penentuan

pengaruh Cr (III) terhadap analisis Cr (VI). Analisis Cr(VI) ini digunakan metode

difenilkarbazida dan menggunakan spektrofotometri visible, sehingga larutan yang

diamati harus berwarna (mengandung kromofor). Sementara itu, lampu yang

Page 10: Analisis fosfor dan krom

k.wr ‘14

digunakan yakni lampu Wolfram yang memiliki panjang gelombang 350-800 nm.

Lampu ini hanya dapat digunakan untuk mengukur sampel pada daerah tampak saja.

Pada percobaan ini, digunakan larutan standar Cr(VI) dengan konsentrasi

bervariasi, yakni dengan konsentrasi 0,1; 0,2; 0,3; 0,4 dan 0,5 ppm dari larutan stock

Cr(VI) 10 ppm. Terdapat 2 variasi penggunaan asam, yakni H2SO4 dan HCl. Larutan

Cr(VI) yang digunakan adalah larutan CrO42-. Adanya penambahan larutan asam

bertujuan untuk memberikan suasana asam pada larutan. Hal ini dikarenakan saat

larutan Cr(VI) direaksikan dengan 1,5-difenilkarbazida 0,01%, maka reaksi

pengompleksan Cr(VI) hanya berlangsung pada kondisi asam. Adanya ion-ion

hydrogen dari asam ini juga menyebabkan kromat berubah menjadi drikromat.

Reaksi yang terjadi saat larutan Cr(VI) direaksikan dengan asam adalah

sebagai berikut.

Adanya penambahan larutan 1,5-difenilkarbazida 0,01% bertujuan agar Cr(VI)

bereaksi dengan larutan 1,5-difenilkarbazida 0,01% membentuk kompleks dengan

warna kompleks merah keungungan (pink) jernih. Proses ini harus dalam suasana

asam. Adanya warna tersebut sangat diperlukan karena proses analisis yang

menggunakan spektrofotometri visible sangat disyaratkan untuk larutan berwarna.

Reaksi yang terjadi saat penambahan larutan larutan 1,5-difenilkarbazida

0,01% adalah sebagai berikut.

Pada analisis ini digunakan variasi larutan pengasam H2SO4 dan HCl. Variasi

ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan larutan pengasam yang

digunakan. Seperti yang diketahui bahwa pada analisis Cr(VI) mengandung

interferensi berupa Mo(VI), Hg(I), Hg(II), Fe(III), dan V. Penggunaan H2SO4 akan lebih

baik dibandingkan HCl, karena jika dalam larutan mengandung interferensi Fe(III)

maka akan membentuk warna kompleks yang lebih rendah. Jika warna kompleks

dengan Fe(III) terlalu terlihat (menggunakan HCl), maka tentu akan mempengaruhi

proses absorbansi yang terjadi karena penyerapan cahaya oleh Cr(VI) juga akan

berbeda. Larutan dengan HCl akan berwarna lebih pink jika dibandingkan dengan

H2SO4.

Pada penentuan panjang gelombang optimum, digunakan larutan Cr(VI) 0

ppm sebagai larutan blangko dan larutan Cr(VI) 0,3 ppm sebagai larutan yang akan

Page 11: Analisis fosfor dan krom

k.wr ‘14

diuji. Pengujian dilakukan pada panjang gelombang 500 – 550 nm dengan interval 5

nm. Semakin pendek interval akan semakin baik karena lebih teliti.

Berdasarkan hasil percobaan penentuan panjang gelombang maksimum,

kemudian dibuat grafik λ vs A yang ditunjukkan pada grafik di bawah ini.

Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa pada penambahan dengan H2SO4,

nilai absorbansi tertinggi yakni pada 0,099 yang diperoleh saat nilai panjang

gelombangnya 545 nm. Sementara itu, pada penambahan dengan HCl, nilai

absorbansi tertinggi yakni pada 0,092 yang diperoleh saat nilai panjang

gelombangnya 545 nm. Hal ini berarti bahwa panjang gelombang optimum pada

H2SO4 dan HCl adalah 545 nm. Pada panjang gelombang tersebutlah yang lalu

digunakan untuk analisis larutan krom selanjutnya.

Dengan panjang gelombang optimumnya 545 nm, setiap larutan standar yang

akan dianalisis dan larutan sampel dengan menggunakan larutan P 0 ppm sebagai

blangko.

Page 12: Analisis fosfor dan krom

k.wr ‘14

Berdasarkan hasil percobaan diperoleh panjang gelombang optimum baik

pada pada penambahan H2SO4 maupun HCl yakni 545 nm. Seperti yang telah

dijelaskan di atas bahwa penambahan 1,5-difenilkarbazida akan menyebabkan

terbentuknya senyawa kompleks berwarna merah keunguan. Warna ini merupakan

warna yang diamati, namun warna yang diserap merupakan warna

komplementernya. Warna merah keunguan memiliki warna komplementer hijau

dengan panjang gelombang 495 – 570 nm. Sehingga, hasil 540 nm sebagai panjang

gelombang optimum sudah benar karena berada pada rentang panjang gelombang

warna hijau yang merupakan warna komplementer dari larutannya.

Berdasarkan hasil percobaan penentuan absorbansi larutan standar 0,1; 0,2;

0,3; 0,4; dan 0,5 ppm dan nilai absorbansi sampel pada penambahan H2SO4 yakni

0,199 dan pada penambahan HCl yakni 0,163 , sehingga dapat dibuat kurva kalibrasi

antara C vs A. Kurva akan membentuk garis lurus dengan persamaan garis pada

penambahan H2SO4 yakni y = 0,27 x + 0,011 dan R2 = 0,974, sedangkan pada

penambahan HCl yakni y = 0,255 x + 0,011 dan R2 = 0,982. Dengan menggunakan

persamaan garis tersebut, maka dapat diketahui konsentrasi Cr(VI0 dalam sampel

dengan penambahan H2SO4 yakni 8,7 ppm, sedangkan dengan penambahan HCl

yakni 7,45 ppm.

Jika dibandingkan antara penambahan H2SO4 dengan HCl, terlihat bahwa nilai

absorbansi tiap senyawa dengan penambahan HCl akan lebih rendah disbanding

dengan penambahan H2SO4. Hal ini dimungkinkan karena adanya interferensi Fe(III)

dalam larutan yang mana jika dalam kondisi asam HCl akan membentuk sedikit

kompleks warna dibandingkan dengan asam H2SO4. Sehingga, penyerapan sinar pada

molekul senyawa pun akan berbeda, yang akibatnya nilai absorbansinya juga akan

berbeda.

Berdasarkan hasil percobaan tentang pengaruh Cr(III) terhadap analisis Cr(VI)

menunjukkan hasil bahwa dalam konsentrasi Cr(III) berapapun tidak memberikan

efek terhadap absorbansinya. Tapi, ada penyimpangan di mana saat ditambah 10 ml

Cr(III) terjadi perbedaan absorbansi yang cukup signifikan. Namun, jika dibandingkan

dengan 3 data sebelumnya masih dapat disimpulkan kalau Cr(III) tidak berpengaruh.

KESIMPULAN

...

DAFTAR PUSTAKA

Bassett, dkk., 1991, Vogel’s Textbook of Quantitative Inorganic Analysis Including

Elementary Instrumental Analysis, Longman Group UK Limited, London.

Beatty, R., 2001, The Elements Phosphorous, Marshall Cavendish Corporation, Tarrytown.

Page 13: Analisis fosfor dan krom

k.wr ‘14

Day, dkk., 1989, Analisis Kimia Kuantitatif, (ditejermahkan oleh: Pujaatmaka), Erlangga,

Jakarta.

Harvey, D., 2000, Modern Analytical Chemistry, McGraw-Hill Companies, USA.

Kakhki, R. M. et al., 2013, Extraction and Determination of Rose Bengal in Water Sample by

Dispersive Liquid-Liquid Microextraction Coupled to Uv-Vis Spectrophotometry, Arabian

Journal Of Chemistry, Hal 1-5.

Skoog, dkk., 2004, Fundamentals of Analytical Chemistry, Edisi Kedelapan, Thomsons

Learning Inc., Canada.

Meng, Z. D. et al., 2013, Enhanced Visible Light Photocatalytic Activity of Ag2S-

Graphene/TiO2 Nanocomposites Made by Sonochemical Synthesis, Chin. J. Catal., Vol 34, No

8, 1527-1533.

National Research Council, 1974, Chromium, National Academy of Science, Washington.

Pudjaatmaka, A. H., 2002, Kamus Kimia, Balai Pustaka, Jakarta.

Svehla, G., 1979, Textbook of Macro and Semimicro Qualitative Inorganic Analysis, Edisi

Kelima, Longman Group Limited, London.

Wright, H., 1994, A Handbook of Soil Analysis, Logos Press, New Delhi.