Analisis Esty
description
Transcript of Analisis Esty
ANALISIS MASALAH
1. Bagaimana etiologi dan mekanisme menggigil?
Menggigil biasanya didahului oleh demam. Peningkatan titik patokan suhu tubuh sebagai
respon inflamasi dihasilkan oleh serangkaian proses di termostat hipotalamus karena suhu
tubuh dianggap sedang berada di bawah batas normal. Akibatnya, terjadilah proses menggigil
yang bertujuan untuk meningkatkan panas tubuh.
2. Bagaimana patofisiologi mual pada kasus?
Perangsangan mual dapat diakibatkan dari adanya obstruksi saluran empedu sehingga
mengakibatkan aliran balik cairan empedu ke hepar (bilirubin, garam empedu dan kolesterol)
menyebabkan terjadinya proses peradangan disekitar hepatobiliar sehingga merangsang
nervus vagal dan menekan rangsangan sistem saraf parasimpatis sehingga terjadi penurunan
peristaltik dan akumulasi gas pada sistem pencernaan (usus dan lambung), menyebabkan
makanan tertahan di lambung dan peningkatan rasa mual yang juga diakibatkan karena
perangsangan pusat mual di medula oblongata.
3. Bagaimana etiologi dan mekanisme gatal-gatal?
Gatal-gatal disebabkan oleh peningkatan garam empedu. Garam empedu berperan sebagai
pruritogen. Pada saat terjadi obstruksi, garam empedu akan ke aliran darah dan
mempengaruhi saraf. Pruritogen menyebabkan ujung serabut saraf C pruritoseptif
teraktivasi.Serabut saraf C tersebut kemudian menghantarkan impuls sepanjang serabut saraf
sensoris. Terjadi input eksitasi di Lamina-1 kornu dorsalis susunan saraf tulang belakang.
Hasil dari impuls tersebut adalah akson refleks mengeluarkan transmiter yang menghasilkan
inflamasi neurogenik (substansi P, CGRP, NKA, dll). Setelah impuls melalui pemrosesan di
korteks serebri, maka akan timbul suatu perasaan gatal dan tidak enak yang menyebabkan
hasrat untuk menggaruk bagian tertentu tubuh.
4. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas hasil lab?
Hasil Pemeriksaan
Interpretasi Mekanisme Abnormal
Hb 12, 4 g/dL Normal (12-16 gr/dL)
Ht 36% Sedikit menurun (37 – 43 %)
Leukosit: 15.400/mm3
Meningkat (5.000-10.000 mm3 )
Adanya infeksi dan inflamasi di kantung & saluran empedu leukositosis
Trombosit 329.000/ mm3
Normal
LED 77 mm/jam Meningkat (normal: 0-20 mm/jam)
Inflamasi makrofag melepaskan mediator inflamasi (IL-1, IL-6, dsb.) stimulasi hati untuk meningkatkan produksi protein fase akut mempercepat proses pengendapan (LED meningkat)
Bil.total: 20,49 mg/dl
Meningkat (0,3—1,0 mg/dL)
Adanya obstruksi pada ductus choledokus
bilirubin terkonjugasi tidak dapat masuk ke
duodenum menumpuk di hati regurgitasi
cairan-cairan empedu ke sistemik, dalam hal ini
termasuk bilirubin terkonjugasi peningkatan
bilirubin konjugasi dan bilirubin total di dalam
plasma
Bil.direk: 19,94 mg/dl
Meningkat (0,1-0,4 mg/dL)
Bil.indirek; 0,55 mg/dl
Normal (0,2-0,9 mg/dL)
SGOT:29 u/l Normal (12-38 u/l)SGPT:37 u/l Normal (7-41 u/l)Fosfatase alkali:864 u/l
Meningkat (33-96 u/l)
Fosfatase alkali dibuat oleh membran kanalikular
hepar dan disekresikan bersama cairan empedu.
Jika terjadi obstruksi total pada ductus
choledokus cairan empedu beserta fosfatase
alkali tidak dapat di sekresikan kedalam
duodenum regurgitasi ke sistemik
peningkatan fosfatase alkali
amylase: 40 unit/L
Normal (28-100 u/L)
Lipase : 50 unit/L Normal (7-58 U/L)
5. Apa diagnosa kerja pada kasus?
Cholesistitis, cholangitis, jaundice obstructive et causa suspect choledocholithiasis
6. Bagaimana tatalaksana farmakologi dan nonfarmakologi pada kasus?
Kolesistitis Akut
Penatalaksanaan umum
- Bed rest/ istirahat total
- Pemberian nutrisi parenteral (bukan oral) agar tidak ada peristaltik gall bladder
- Diet ringan
- Obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan antispasmodik contoh: Meperidine,
Hydrocodone, Oxycodone
- Pemberian antibiotik pada fase awal kolesistitis akut seperti golongan ampisilin,
sefalosporin, dan metronidazol untuk cegah komplikasi peritonitis, septikemia, dan
kolangitis
- Panduan nutrisi untuk pasien dapat berupa makanan:
o Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.
o Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori
dikurangi.
o Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.
o Intake banyak cairan untuk mencegah dehidrasi.
Tindakan invasif : Kolesistektomi laparoskopi
Kolesistektomi laparoskopi merupakan teknik pembedahan invansif menimal didalam
rongga abdomen dengan menggunakan pneumoperitoneum, system endokamera, dan
instrument khusus melalui layar monitor tanpa melihat dan menyentuh langsung kandung
empedunya. Jika usaha ini tidak berhasil atau tidak memungkinkan dilakukan kolesistektomi
laparoskopi maka dilakukan kolesistektomi terbuka.
Kolangitis Akut
Penanganan kolangitis akut bertujuan untuk:
- Perbaikan keadaan umum pasien dengan pemberian cairan dan elektrolit serta koreksi
gangguan elektrolit
- Terapi antibiotik parenteral
- Drainase empedu yang tersumbat
Penatalaksanaan batu saluran empedu
ERCP terapeutik dengan melakukan sfingterotomi endoskopik untuk mengeluarkan
batu saluran empedu tanpa operasi pertama kali dilakukan tahun 1974. Sejak itu teknik ini
telah berkembang pesat dan menjadi standar baku terapi non-operatif untuk batu saluran
empedu. Selanjutnya batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau
balon-ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju lumen duodenum sehingga
batu dapat keluar bersama tinja atau dikeluarkan melalui mulut beserta skopnya. Pada
awalnya sfingterotomi endoskopik hanya diperuntukkan untuk pasien usia lanjut yang
mempunyai batu saluran empedu residif atau tertinggal pasca kolisistektomi atau mereka
yang mempunyai risiko tinggi untuk mengalami komplikasi operasi saluran empedu.
Pada kebanyakan senter besar ekstraksi batu dapat dicapai pada 80-90% dengan
komplikasi dini sebesar 7-10% dan mortalitas 1-2%. Komplikasi penting dari sfingterotomi
dan ekstraksi batu meliputi pankreatitis akut, perdarahan, dan perforasi. Keberhasilan
sfingterotomi yang begitu mengesankan ini dan kehendak pasien yang kuat telah mendorong
banyak senter untuk memperluas indikasi sfingterotomi endoskopik terhadap dewasa muda
dan bahkan pasien dengan kandung empedu utuh dengan masalah klinis batu saluran empedu.
Di Indonesia sendiri khususnya di Jakarta, sfingterotomi endoskopik telah mulai dikerjakan
pada tahun 1983., tetapi perkembangannya belum merata ke semua senter karena ERCP
terapeutik ini membutuhkan keterampilan khusus dan jumlah pasien yang adekuat serta alaat
fluoroskopi yang memadai untuk mendapatkan hasil foto yang baik.
Bila tindakan pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk menghilangkan penyebab
sumbatan, dilakukan tindakan drainase yang bertujuan agar empedu yang terhambat dapat
dialirkan. Drainase dapat dilakukan keluar tubuh misalnya dengan pemasangan pipa
nasobilier, pipa T pada duktus koledokus atau kolesistotomi. Drainase interna dapat
dilakukan dengan membuat pintasan biliodigestif. Drainase interna ini dapat berupa
kolesisto-jejunostomi, koledoko-duodenostomi, koledoko-jejunostomi atau hepatiko-
jejunostomi.