ANALISIS EKONOMI RUMAHTANGGA PETERNAK SAPI …sulutiptek.com/documents/elysalendu.pdf · ANALISIS...

download ANALISIS EKONOMI RUMAHTANGGA PETERNAK SAPI …sulutiptek.com/documents/elysalendu.pdf · ANALISIS EKONOMI RUMAHTANGGA PETERNAK SAPI ... adalah data cross section dan data time ...

If you can't read please download the document

Transcript of ANALISIS EKONOMI RUMAHTANGGA PETERNAK SAPI …sulutiptek.com/documents/elysalendu.pdf · ANALISIS...

  • ANALISIS EKONOMI RUMAHTANGGA PETERNAK SAPI

    DI KECAMATAN SINONSAYANG KABUPATEN MINAHASA

    Femi H. Elly

    Artise H.S. Salendu (Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado)

    ABSTRAK

    Rumahtangga petani peternak sapi

    bertujuan untuk memaksimumkan profit

    sekaligus memaksimumkan utilitasnya.

    Usaha ternak sapi merupakan sumber

    pendapatan bagi rumahtangga petani

    peternak sapi di Kecamatan

    Sinonsayang. Permasalahannya

    bagaimana perilaku ekonomi

    rumahtangga dalam usaha ternak sapi.

    Tujuan penelitian ini adalah untuk

    menganalisis perilaku produksi,

    permintaan input, penawaran tenaga

    kerja dan perilaku pengeluaran

    rumahtangga petani peternak sapi.

    Metode penelitian yang digunakan

    adalah metode survei, dengan jumlah

    responden sebesar 30 peternak sapi

    yang ditentukan secara purposive

    sampling. Analisis data yang digunakan

    adalah analisis persamaan tunggal.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa

    usaha ternak sapi merupakan sumber

    pendapatan rumahtangga, tetapi pakan

    yang dikonsumsi hanya limbah jagung,

    limbah padi, rumput lapangan dan

    rumput lainnya. Pendapatan dapat

    ditingkatkan dengan meningkatkan

    produktivitas ternak sapi melalui

    introduksi hijauan yang berkualitas.

    Kesimpulan dari penelitian ini, perilaku

    produksi ternak sapi dipengaruhi oleh

    harga ternak sapi tersebut, jumlah

    rumput yang dikonsumsi, jumlah

    limbah jagung dan jumlah anggota

    keluarga. Perilaku permintaan rumput

    dipengaruhi oleh harga rumput, jumlah

    ternak sapi dan harga jagung.

    Sedangkan perilaku pengalokasian

    tenaga kerja dipengaruhi oleh upah

    tenaga kerja, curahan tenaga kerja

    sebagai buruh tani dan biaya sarana

    produksi. Perilaku pengeluaran

    rumahtangga dipengaruhi oleh jumlah

    anggota keluarga, pendidikan formal

    dan total pendapatan rumahtangga

    untuk usaha ternak sapi.

    Kata Kunci: Ternak Sapi, Ekonomi

    Rumahtangga

    ABSTRACT

    Cattle farmers household aims to

    maximize profit at the same time

    maximizing their utility. Cattle farming

    is a source of household income for

    cattle farmers in the district

    Sinonsayang. The problem is how the

    economic behavior of households in the

    cattle farming. The purpose of this study

    was to analyze the behavior of

    production, input demand, labor supply

    and farm household expenditure

    behavior of cattle farmer. The method

    used is survey method, the number of

    respondents of 30 cattle farmer who are

    determined using purposive sampling.

    Analysis of the data used is a single-

    equation analysis. The results showed

    that the cattle farming is a source of

    household income, but only a waste of

    feed consumed maize, rice waste, grass

    and other grasses. Income can be

    increased by increasing productivity

    through the introduction of cattle forage

    quality. The conclusion of this study, the

    behavior is influenced by the production

    of cattle, beef cattle prices, the amount

    of grass consumed, the amount of waste

    corn and the number of family

    members. Demand of grass behavior is

    influenced by the price of grass, number

    of the cattle and corn prices. While the

    labor allocation behavior is influenced

    Jurnal Agribisnis dan Pembangunan Masyarakat (AGROPEM) ISSN: 2089-66700

    Vol. 1, No. 1, Januari 2012 : hal. 1 9

  • by wage labor, the allocation of labor

    as farm laborers and the cost of

    production. Behavior of expenditure

    households affected by the number of

    family members, formal education and

    total household income for the cattle

    farming.

    Key words: Cattle, Household Economy

    PENDAHULUAN

    Ternak sapi merupakan salah

    satu ternak yang memiliki potensi untuk

    dikembangkan di Sulawesi Utara.

    Ternak ini memiliki peran dalam

    penyediaan bahan makanan berupa

    daging, sebagai salah satu sumber

    pendapatan bagi rumahtangga petani

    peternak di pedesaan dan sumber tenaga

    kerja. Ternak selain sebagai penyedia

    lapangan kerja, tabungan dan sumber

    devisa yang potensil serta untuk

    perbaikan kualitas tanah. Ternak sapi di

    Sulawesi Utara telah dijadikan sebagai

    ternak andalan yang ditetapkan

    pemerintah daerah dalam rangka

    meningkatkan pertumbuhan ekonomi

    daerah khususnya dari subsektor

    peternakan.

    Ternak sapi di Sulawesi Utara

    mempunyai masa depan dan potensi

    pasar yang menggembirakan. Selain

    memberikan tambahan pendapatan

    kepada petani peternak, ternak sapi juga

    merupakan sumber pendapatan daerah

    melalui perdagangan ternak antar pulau.

    Sulawesi Utara setiap tahun melakukan

    perdagangan ternak sapi atau

    mengantarpulaukan melalui pelabuhan

    Bitung dan Labuan Uki yaitu ke

    Maluku, Irian Jaya, Jakarta dan

    Kalimantan Timur (Dinas Pertanian dan

    Peternakan Sulawesi Utara, 2005).

    Minahasa Selatan merupakan salah satu

    kabupaten di Sulawesi Utara

    mempunyai potensi yang baik untuk

    pengembangan ternak sapi.

    Adanya prospek perdagangan

    ternak sapi yang baik dan konsumsi

    lokal yang semakin meningkat, juga

    adanya permintaan hotel-hotel

    berbintang dan restoran maka perlu

    diadakan peningkatan jumlah populasi

    ternak sapi. Mengingat pada tahun 2004

    populasi ternak mengalami penurunan

    maka kemungkinan besar permintaan

    pasar yang ada tidak dapat dipenuhi.

    Kondisi ini yang menyebabkan

    terjadinya impor ternak sapi maupun

    daging sapi. Jadi lambatnya

    pertumbuhan produksi sapi lokal,

    seiring dengan peningkatan

    pertumbuhan penduduk menyebabkan

    pasokan daging sapi tidak mencukupi.

    Berdasarkan pemikiran dan

    kenyataan tersebut di atas, maka

    tantangan ke depan adalah bagaimana

    memberdayakan ekonomi rakyat

    melalui pembangunan peternakan

    pedesaan secara terpadu. Untuk

    memberdayakan ekonomi rakyat tidak

    lepas dari permasalahan ekonomi

    rumahtangga pedesaan. Rumahtangga

    yang dimaksud adalah rumahtangga

    petani peternak sapi sebagai pelaku

    utama dalam kegiatan ekonomi

    peternakan rakyat. Dalam kaitannya

    dengan rumahtangga tersebut perlu

    dilakukan penelitian untuk menganalisis

    kondisi ekonomi rumahtangga peternak

    sapi di Kecamatan Sinonsayang

    Kabupaten Minahasa Selatan.

    Berdasarkan pemikiran di atas,

    permasalahan penelitian ini

    dirumuskan: Bagaimana kegiatan

    produksi rumahtangga peternak sapi di

    Kecamatan Sinonsayang Kabupaten

    Minahasa Selatan; Bagaimana

    permintaan input produksi dan

    penawaran input tenaga kerja

    rumahtangga peternak sapi di

    Kecamatan Sinonsayang Kabupaten

    Minahasa Selatan; Bagaimana

    pengeluaran rumahtangga peternak sapi

    di Kecamatan Sinonsayang Kabupaten

    Minahasa Selatan. Penelitian ini

    bertujuan : menganalisis faktor-faktor

  • yang mempengaruhi produksi ternak

    sapi di Kecamatan Sinonsayang;

    Menganalisis faktor-faktor yang

    mempengaruhi permintaan input

    produksi dan penawaran input tenaga

    kerja rumahtangga peternak sapi di

    Kecamatan Sinonsayang; dan

    Menganalisis faktor-faktor yang

    mempengaruhi pengeluaran

    rumahtangga peternak sapi di

    Kecamatan Sinonsayang Kabupaten

    Minahasa Selatan.

    METODE PENELITIAN

    Penelitian akan dilakukan

    dengan menggunakan metode survei

    pada sampel rumahtangga peternak sapi

    di Kecamatan Sinonsayang.

    Pengumpulan data akan dilakukan

    dengan menggunakan metode

    wawancara kepada responden peternak

    dan menggunakan kuesioner yang telah

    disiapkan.

    Jenis data yang akan digunakan

    adalah data cross section dan data time

    series, dari sumber data primer dan data

    sekunder. Data primer (cross section

    setahun) akan diperoleh dari wawancara

    langsung dengan responden. Sedangkan

    data sekunder (time series tahunan)

    akan diperoleh dari instansi yang terkait

    dengan penelitian ini serta data hasil

    penelitian yang dipublikasi (Sinaga,

    1996).

    Desa sebagai wilayah kecamatan

    Sinonsayang akan ditentukan secara

    purposive, yaitu desa Boyong Pante dan

    Ongkaw II yang pola usahatani kelapa

    dan mempunyai jumlah ternak sapi

    terbanyak. Peternak disetiap desa

    sampel akan dibatasi untuk

    rumahtangga peternak yang memiliki

    ternak sapi minimal 2 (dua) ekor dan

    pernah menjual ternak sapi. Jumlah

    rumahtangga peternak sapi yang

    menjadi sampel berjumlah 30

    responden. Untuk menjawab tujuan

    penelitian digunakan analisis persamaan

    regresi berganda (persamaan tunggal).

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Karakteristik Responden

    Hasil penelitian menunjukkan

    bahwa sebagian besar responden

    (93,33%) bermatapencaharian sebagai

    petani, sisanya 6,67% bermata

    pencaharian sebagai guru dan tukang.

    Data ini menunjukkan bahwa sebagian

    besar responden dapat menunjang

    pengembangan usaha peternakan sapi.

    Artinya petani peternak sebagai

    responden dapat memanfaatkan limbah-

    limbah pertanian sebagai pakan.

    Umur merupakan salah satu

    faktor sosial petani yang dapat

    mempengaruhi keputusan dalam proses

    produksi. Umur petani peternak

    terendah adalah 29 tahun dan umur

    tertinggi adalah 69 tahun. Berdasarkan

    hasil penelitian menunjukkan bahwa

    sebagian besar responden dikategorikan

    dalam umur produktif. Umur produktif

    adalah umur yang lebih mudah dalam

    menyerap tehnologi yang diberikan.

    Kondisi ini sebagai salah satu

    penunjang pengembangan peternakan

    sapi di kecamatan Sinonsayang.

    Pendidikan petani peternak sapi

    merupakan faktor yang mempengaruhi

    pengembangan usaha ternak sapi.

    Dalam hal ini, pendidikan juga dapat

    mempengaruhi keputusan produksi.

    Semakin tinggi pendidikan, petani

    peternak semakin dapat mengadopsi

    teknologi, sehingga mereka dapat

    meningkatkan produksi dengan

    rasional untuk mencapai keuntungan

    maksimal.

    Tingkat pendidikan petani

    peternak sebagai kepala keluarga di

    wilayah penelitian mulai dari tidak

    tamat SD sampai dengan Perguruan

    Tinggi, dengan rata-rata lama

    pendidikan sebesar 7,93 tahun. Data

    hasil penelitian menunjukkan bahwa

    rata-rata tingkat petani di wilayah

    penelitian masih dikategorikan rendah.

  • Kondisi tersebut sangat mempengaruhi

    pola pikir petani peternak dalam

    melakukan pengembangan usaha ternak

    sapi kearah yang lebih baik. Semakin

    tinggi tingkat pendidikan maka petani

    peternak akan lebih mudah menyerap

    inovasi teknologi. Faktor pendidikan

    anggota rumahtangga peternak dapat

    mempengaruhi keputusan produksi

    (Chavas et al., 2005).

    Hasil penelitian menunjukkan

    bahwa sebagian petani peternak di

    wilayah penelitian pernah mengikuti

    penyuluhan. Penyuluhan adalah salah

    satu bentuk pendidikan informal bagi

    petani peternak di pedesaan. Petani

    peternak sapi sebagai responden yang

    pernah mengikuti penyuluhan tentang

    bidang peternakan yaitu sejumlah 17

    responden (56,67%), sisanya 43,33%

    belum pernah mengikuti penyuluhan

    tentang bidang peternakan. Penyuluhan

    yang diberikan tentang manajemen

    usaha ternak sapi, manajemen pakan

    dan pemanfaatan kotoran ternak sapi

    sebagai pupuk kompos dan biogas.

    Hasil penelitian menunjukkan

    bahwa rata-rata jumlah anggota

    keluarga sebesar 4,13 orang. Jumlah

    anggota keluarga ini mempengaruhi

    perilaku produksi dan perilaku

    konsumsi rumahtangga. Semakin tinggi

    jumlah anggota keluarga maka semakin

    tinggi perilaku konsumsi rumahtangga.

    Semakin tinggi perilaku konsumsi akan

    mempengaruhi perilaku produksi dari

    rumahtangga tersebut.

    Perilaku produksi rumahtangga

    mempengaruhi perilaku konsumsi yang

    terjadi melalui perubahan pendapatan.

    Perilaku ini dapat dilihat dari persamaan

    permintaan barang (Elly, 2008).

    Sedangkan perilaku konsumsi

    mempengaruhi perilaku produksi dapat

    dilihat melalui karakteristik

    rumahtangga. Perubahan internal dalam

    rumahtangga misalnya terjadi

    perubahan struktur demografi

    rumahtangga. Struktur demografi

    rumahtangga ini dapat dilihat dari

    ukuran keluarga dan jumlah pekerja.

    Apabila terjadi perubahan struktur

    keluarga yang berdampak pada jumlah

    konsumsi maka akan menyebabkan

    terjadi perubahan rasio konsumsi dan

    pekerja. Rumahtangga akan mengurangi

    waktu santai dengan menambah waktu

    untuk bekerja dan memperoleh

    pendapatan.

    Beberapa penelitian yang

    dilakukan terhadap rumahtangga

    bertujuan untuk mempelajari keputusan

    ekonomi yang meliputi alokasi waktu

    kerja, pendapatan dan pengeluaran

    rumahtangga (Nugrahadi, 2001;

    Negoro, 2003; Ariyanto 2004; Zairani,

    2004 dan Elistiawaty, 2005). Penelitian

    ini mempelajari perilaku produksi,

    permintaan dan penawaran input serta

    pengeluaran rumahtangga petani

    peternak sapi di kecamatan

    Sinonsayang.

    Perilaku Produksi

    Perilaku produksi dalam

    penelitian ini dilihat dari perilaku

    rumahtangga dalam meningkatkan

    jumlah ternak sapi. Hasil penelitian

    menunjukkan bahwa pemilikan ternak

    sapi berkisar antara 2-8 ekor, atau rata-

    rata 3,4 ekor per responden. Jumlah ini

    terdiri dari jumlah ternak sapi jantan

    rata-rata sebanyak 0,9 ekor per

    responden, sapi betina rata-rata 2,4 ekor

    per responden. Jumlah ini

    mengindikasikan bahwa petani peternak

    sapi masih mempertahankan ternak sapi

    betina. Berdasarkan fenomena ini

    menunjukkan bahwa peternakan sapi di

    daerah penelitian dapat dikembangkan

    ke arah yang lebih baik.

    Hasil analisis menunjukkan

    bahwa secara bersama-sama harga

    ternak sapi, jumlah konsumsi rumput,

    jumlah konsumsi limbah jagung

    berpengaruh terhadap peningkatan

    produksi sapi di wilayah penelitian.

    Makin tinggi harga ternak sapi maka

    semakin tinggi motivasi petani peternak

    sapi untuk meningkatkan populasi

  • ternak sapi. Harga ternak sapi saat

    penelitian berkisar antara Rp 50.000-

    70.000 per berat hidup. Harga ini adalah

    harga yang diterima petani dalam

    menjual ternak sapinya. Harga

    ditentukan oleh pedagang sesuai dengan

    berat hidup yang mereka (pedagang)

    perkirakan.

    Pakan yang dikonsumsi oleh

    ternak sapi sangat mempengaruhi

    produktivitas ternak sapi. Hasil

    penelitian menunjukkan bahwa pakan

    yang dikonsumsi oleh ternak sapi

    berupa rumput australia, rumput gajah,

    rumput lapangan, jerami padi dan

    limbah jagung. Secara teori konsumsi

    hijauan oleh ternak sapi adalah sebesar

    10 % dari berat badan ternak sapi.

    Tetapi dalam kenyataannya tidak

    demikian, sehingga produktivitas ternak

    sapi di wilayah penelitian sangat

    rendah. Hal ini dapat dilihat dari postur

    tubuh ternak sapi di wilayah penelitian

    lebih kecil dibanding ternak sapi di

    daerah lain (Misalnya di Minahasa)

    untuk jenis dan umur ternak sapi yang

    sama. Berdasarkan kondisi ini maka

    disarankan agar pemerintah memberi

    perhatian dalam pengembangan ternak

    sapi khususnya untuk introduksi hijauan

    yang berkualitas.

    Jumlah anggota keluarga

    mempengaruhi peningkatan populasi

    ternak sapi oleh petani peternak sapi di

    wilayah penelitian. Hal ini

    mengindikasikan dengan semakin tinggi

    anggota keluarga maka potensi tenaga

    kerja semakin tinggi.

    Perilaku Permintaan dan Penawaran

    Input

    Permintaan input dalam

    penelitian ini dihitung dari permintaan

    input produksi, sedangkan penawaran

    input dihitung berdasarkan alokasi

    tenaga kerja dalam usaha ternak sapi.

    Alokasi tenaga kerja dimaksud adalah

    penggunaan tenaga kerja keluarga

    dalam usaha ternak sapi.

    Permintaan input produksi yang

    dianalisis adalah permintaan rumput

    yang dikonsumsi oleh ternak sapi. Hasil

    penelitian menunjukkan bahwa total

    konsumsi rumput sebesar 16,42 kg per

    ekor per hari. Rata-rata konsumsi

    rumput yang terbesar adalah jerami

    jagung yaitu 9,06 kg/ekor/hari atau

    46,58% dari total konsumsi rumput.

    Jerami jagung yang diberikan pada saat

    setelah panen jagung, ternak sapi diikat

    di lahan tersebut. Sebagian petani

    peternak memotong limbah jagung dan

    diberikan kepada ternak sapi. Rata-rata

    konsumsi rumput kedua terbanyak

    adalah rumput lapangan yaitu sebanyak

    4,50 kg per ekor per hari atau 23,14%

    dari total konsumsi rumput. Rumput

    lapangan dikonsumsi pada saat ternak

    sapi diikat di bawah pohon kelapa.

    Dalam hal ini ternak sapi dibiarkan

    merumput dan dipindah-pindah.

    Hasil penelitian menunjukkan

    bahwa pemeliharaan ternak sapi

    dilakukan dengan cara diikat di lahan-

    lahan pertanian yaitu di bawah pohon

    kelapa dan lahan pertanian lainnya.

    Pada pagi hari ternak sapi diikat di

    bawah pohon kelapa dan dipindahkan di

    lahan lainnya pada siang hari. Sore hari,

    sebagian petani peternak membawa

    pulang ternaknya ke rumah, tetapi

    sebagian petani membiarkan ternaknya

    di kebun. Pada musim kemarau petani

    peternak sapi mencari rumput di lahan

    pertanian yang agak jauh. Aktivitas ini

    terjadi di daerah mana saja sesuai

    laporan beberapa peneliti (Hoda, 2002

    dan Elly, 2008).

    Hasil analisis menunjukkan

    bahwa permintaan rumput dipengaruhi

    oleh harga rumput, jumlah ternak sapi

    dan harga jagung. Semakin tinggi harga

    rumput maka permintaan rumput akan

    semakin berkurang. Hal ini sesuai

    dengan teori ekonomi, yaitu semakin

    tinggi harga input maka permintaan

    input akan semakin berkurang. Semakin

    tinggi jumlah ternak sapi maka semakin

    tinggi konsumsi rumput. Hasil

  • penelitian menunjukkan konsumsi

    rumput tidak sesuai dengan yang

    dianjurkan sehingga produktivitas

    ternak sapi rendah. Semakin tinggi

    harga jagung mengakibatkan petani

    termotivasi untuk meningkatkan periode

    menanam rumput. Hal ini

    mengindikasikan permintaan rumput

    akan semakin berkurang. Petani

    peternak memberikan jerami jagung

    lebih banyak dibanding rumput lainnya.

    Tenaga kerja yang dialokasikan

    untuk usaha ternak sapi dalam

    penelitian ini merupakan tenaga kerja

    keluarga. Hal ini disebabkan karena

    usaha ternak sapi di wilayah penelitian

    hanya merupakan usaha sambilan

    sehingga mereka tidak menyewa tenaga

    kerja. Tenaga kerja keluarga untuk

    usaha ternak sapi dialokasikan untuk

    kegiatan memindahkan sapi, mencari

    rumput, memberi makan, memberi

    minum dan memandikan ternak sapi.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa

    jam kerja yang dialokasikan petani

    peternak yang terbesar adalah untuk

    memindahkan ternak sapi yaitu 0,49

    jam per hari per responden atau 38,40 %

    dari total penggunaan jam dalam usaha

    ternak sapi. Dalam sehari ternak sapi

    dipindahkan 2-3 kali. Hal ini dilakukan

    agar ternak sapi dapat mengkonsumsi

    rumput untuk kebutuhan hidupnya.

    Hasil analisis menunjukkan

    bahwa penawaran tenaga kerja

    dipengaruhi oleh upah tenaga kerja,

    curahan tenaga kerja sebagai buruh tani

    dan biaya sarana produksi sapi.

    Semakin tinggi upah tenaga kerja maka

    petani peternak akan mengalokasikan

    tenaga kerjanya dalam usaha ternak sapi

    lebih besar. Upah dalam penelitian ini

    adalah upah tenaga kerja yang berlaku

    di wilayah penelitian. Upah yang

    berlaku adalah sekitar Rp50.000-

    Rp60.000 per hari atau sekitar Rp6.250-

    Rp7.500. Upah ini dihitung berdasarkan

    upah apabila petani peternak bekerja di

    tempat lain dan diberi upah.

    Semakin besar tenaga kerja

    dialokasikan sebagai buruh tani maka

    semakin kecil alokasi tenaga kerja

    keluarga untuk usaha ternak sapi. Hal

    ini disebabkan petani peternak

    membutuhkan penerimaan yang akan

    dialokasikan untuk konsumsi

    rumahtangga. Petani peternak selain

    berfunsgi sebagai produsen juga sebagai

    konsumen. Sebagai produsen petani

    peternak beryujuan memaksimumklan

    keuntungan. Disisi lain, sebagai

    konsumen petani peternak

    memaksimumkan utilitasnya. Fenomena

    ini yang menunjukkan petani peternak

    berusaha mencurahkan tenaga kerjanya

    sebagai buruh tani. Secara teori, alokasi

    tenaga kerja sebagai buruh tani

    berhubungan negatif dengan penawaran

    tenaga kerja dalam usaha ternak sapi.

    Semakin tinggi biaya sarana

    produksi maka semakin tinggi alokasi

    tenaga kerja dalam usaha ternak sapi.

    Hal ini dilakukan petani peternak untuk

    meningkatkan produktivitas kerjanya

    dalam usaha ternak sapi. Semakin tinggi

    produktivitas tenaga kerjanya

    diharapkan produktivitas ternak sapi

    semakin tinggi.

    Perilaku Pengeluaran Rumahtangga

    Pendapatan yang diperoleh

    rumahtangga dalam usaha ternak sapi

    dialokasikan untuk pengeluaran

    rumahtangga. Pengeluaran rumahtangga

    dimaksud adalah pengeluaran

    rumahtangga untuk konsumsi pangan.

    Semakin tinggi pendapatan yang

    diperoleh dari usahaternak sapi maka

    semakin tinggi pengeluaran untuk

    konsumsi rumahtangga.

    Penerimaan dihitung berdasarkan

    data jumlah ternak sapi saat penelitian.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa

    jumlah ternak sapi adalah 102 ekor atau

    rata-rata 3,4 ekor per responden. Hasil

    penelitian menunjukkan bahwa biaya

    pakan merupakan biaya terbesar yaitu

    99,74% dari total biaya dan biaya obat-

    obatan adalah yang paling kecil yaitu

  • 0,31%. Perhitungan biaya di atas tanpa

    perhitungan biaya tenaga kerja, karena

    tenaga kerja yang digunakan adalah

    biaya tenaga kerja keluarga. Biaya

    pakan dan biaya obat-obatan dihitung

    berdasarkan jumlah ternak sapi yang

    terjual dengan asumsi : (1) jumlah

    konsumsi rumput rata-rata 19,29

    kg/ekor/hari; dan (2) harga pakan

    diasumsikan Rp1000 per kg.

    Penerimaan, biaya produksi dan

    pendapatan usaha ternak sapi dapat

    dilihat pada Tabel 6.

    Penerimaan dihitung apabila

    ternak sapi yang dimiliki dijual oleh

    petani peternak. Hasil penelitian

    menunjukkan bahwa pendapatan

    rumahtangga dari usaha ternak sapi

    sebesar Rp5.038.716,33 per tahun per

    responden. Pendapatan ini akan lebih

    besar apabila produktivitas ternak sapi

    dapat ditingkatkan. Produktivitas ternak

    sapi dapat ditingkatkan dengan cara

    kualitas pakan ditingkatkan. Artinya

    petani peternak harus mengintroduksi

    hijauan yang kualitasnya lebih tinggi

    dibanding limbah jagung. Pengeluaran

    rumahtangga dihitung berdasarkan

    konsumsi rumahtangga setiap tahunnya.

    Jumlah anggota keluarga rata-rata 4,13

    orang per responden. Pengeluaran untuk

    konsumsi rata-rata Rp 15.086.666,70

    per tahun per rumahtangga responden.

    Hasil analisis menunjukkan

    bahwa pengeluaran rumahtangga untuk

    konsumsi dipengaruhi oleh jumlah

    anggota keluarga, pendidikan kepala

    keluarga dan total pendapatan

    rumahtangga dari usahaternak sapi.

    Semakin tinggi jumlah anggota

    keluarga maka jumlah pengeluaran

    rumahtangga untuk konsumsi pangan

    semakin tinggi. Secara teori

    peningkatan konsumsi rumahtangga

    dipebngaruhi oleh struktur demografi

    rumahtangga tersebut.

    Tingkat pendidikan yang

    semakin tinggi mengakibatkan petani

    peternak semakin meningkatkan

    pengeluaran rumahtangga untuk

    konsumsi pangan. Secara teori semakin

    tinggi tingkat pendidikan maka petani

    peternak semakin rasional untuk

    meningkatkan pengeluarannya untuk

    konsumsi pangan. Dalam hal ini petani

    peternak memaksimumkan utilitasnya.

    Pendapatan rumahtangga dari

    usaha ternak sapi yang semakin tinggi

    mengakibatkan rumahtangga cenderung

    meningkatkan pengeluaran untuk

    konsumsi. Penerimaan yang diperoleh

    rumahtangga akan dialokasikan untuk

    konsumsi rumahtangga apakah

    konsumsi pangan, non pangan, investasi

    pendidikan dan investasi kesehatan.

    Seperti dijelaskan sebelumnya,

    rumahtangga bertujuan selain untuk

    memaksimumkan profitnya juga

    memaksimumkan utilitasnya (Suprapto,

    2001; Muhammad, 2002; Andriati,

    2003; Ambarsari, 2005; dan Anwar,

    2005).

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Berdasarkan hasil penelitian

    dapat disimpulkan bahwa : (1) Perilaku

    produksi ternak sapi dipengaruhi oleh

    harga ternak sapi tersebut, jumlah

    rumput yang dikonsumsi, jumlah

    limbah jagung dan jumlah anggota

    keluarga. (2) Perilaku permintaan

    rumput dipengaruhi oleh harga rumput,

    jumlah ternak sapi dan harga jagung.

    Sedangkan perilaku pengalokasian

    tenaga kerja dipengaruhi oleh upah

    tenaga kerja, curahan tenaga kerja

    sebagai buruh tani dan biaya sarana

    produksi. (3) Perilaku pengeluaran

    rumahtangga dipengaruhi oleh jumlah

    anggota keluarga, pendidikan formal

    dan total pendapatan rumahtangga

    untuk usaha ternak sapi.

    DAFTAR PUSTAKA

    Ambarsari, D.N. 2005. Analisis

    Ekonomi Rumahtangga Petani

    Pekebun Kakao di Kabupaten

    Kendari Provinsi Sulawesi

  • Tenggara. Tesis Magister Sains.

    Sekolah Pascasarjana Institut

    Pertanian Bogor, Bogor

    Andriati. 2003. Perilaku Rumahtangga

    Petani Padi Dalam Kegiatan

    Ekonomi Di Jawa Barat. Tesis

    Magister Sains. Program

    Pascasarjana Institut Pertanian

    Bogor, Bogor.

    Anwar, K. 2005. Analisis Respon

    Produksi dan Konsumsi Pangan

    Rumahtangga Petani : Simulasi

    Perubahan Kebijakan Harga.

    Tesis Magister Sains. Sekolah

    Pascasarjana Institut Pertanian

    Bogor, Bogor.

    Ariyanto, A. 2004. Alokasi Waktu Dan

    Ekonomi Rumahtangga Pekerja

    Pada Sektor Industri Formal

    Berdasarkan Gender. Tesis

    Magister Sains. Sekolah

    Pascasarjana Institut Pertanian

    Bogor, Bogor.

    Chavas, J. P; R. Petrie and M. Roth.

    2005. Farm Household

    Production Efficiency :

    Evidence From the Gambia.

    American Journal of

    Agricultural Economics. Vol 87

    (1) : 160-179.

    Dinas Pertanian dan Peternakan. 2005.

    Laporan Tahunan Dinas

    Pertanian dan Peternakan

    Provinsi Sulawesi Utara,

    Manado.

    Elistiawaty. 2005. Ekonomi

    Rumahtangga Pengusaha

    Industri Kecil Tenun Sutera Di

    Kabupaten Wajo Sulawesi

    Selatan. Tesis Magister Sains.

    Program Pascasarjana Institut

    Pertanian Bogor, Bogor.

    Elly, F.H. 2008. Dampak Biaya

    Transaksi Terhadap Perilaku

    Ekonomi Rumahtangga Petani

    Usaha Ternak Sapi Tanaman di

    Sulawesi Utara. Disertasi

    Doktor. Program Pascasarjana

    Institut Pertanian Bogor, Bogor.

    Hoda, A. 2002. Potensi Pengembangan

    Sapi Potong Pola Usaha Tani

    Terpadu Di Wilayah Maluku

    Utara. Tesis Magister Sains.

    Program Pascasarjana Institut

    Pertanian Bogor, Bogor.

    Muhammad, S. 2002. Ekonomi

    Rumahtangga Nelayan dan

    Pemanfaatan Sumberdaya

    Perikanan Di Jawa Timur :

    Suatu Analisis Simulasi

    Kebijakan. Disertasi Doktor.

    Sekolah Pascasarjana Institut

    Pertanian Bogor, Bogor.

    Negoro, N.B. 2003. Ekonomi

    Rumahtangga Pengusaha Dan

    Pekerja Industri Kecil Gerabah

    Di Sentra Industri Gerabah

    Kasongan Kabupaten Bantul.

    Tesis Magister Sains. Program

    Pascasarjana Institut Pertanian

    Bogor, Bogor.

    Nugrahadi, E.W. 2001. Keputusan

    Ekonomi Rumahtangga

    Pengusaha dan Pekerja Industri

    Produk Jadi Rotan Di Kota

    Medan. Tesis Magister Sains.

    Program Pascasarjana Institut

    Pertanian Bogor, Bogor.

    Sinaga, B.M. 1996. Metode

    Pengumpulan Data. Makalah

    Disampaikan pada Pelatihan

    Singkat Metodologi dan

    Manajemen Penelitian Bidang

    Pertanian, Cisarua Bogor 16-23

    Desember 1996. Proyek

    Pengembangan Sebelas

    Lembaga Pendidikan Tinggi

  • Bekerjasama dengan Institut

    Pertanian Bogor, Bogor.

    Suprapto, T. 2001. Analisis Perilaku

    Ekonomi Rumahtangga Petani

    Irian Jaya. Tesis Magister Sains.

    Program Pascasarjana Institut

    Pertanian Bogor, Bogor.

    Zairani, D. 2004. Analisis Peluang

    Kerja dan Keputusan Ekonomi

    Rumahtangga Pengusaha Kecil

    di Kota Bogor (Kasus Penerapan

    Kredit Usaha Kecil). Tesis

    Magister Sains. Sekolah

    Pascasarjana Institut Pertanian

    Bogor,Bogor.