ANALISIS EKONOMI RUMAHTANGGA PETERNAK SAPI …sulutiptek.com/documents/elysalendu.pdf · ANALISIS...
Transcript of ANALISIS EKONOMI RUMAHTANGGA PETERNAK SAPI …sulutiptek.com/documents/elysalendu.pdf · ANALISIS...
-
ANALISIS EKONOMI RUMAHTANGGA PETERNAK SAPI
DI KECAMATAN SINONSAYANG KABUPATEN MINAHASA
Femi H. Elly
Artise H.S. Salendu (Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado)
ABSTRAK
Rumahtangga petani peternak sapi
bertujuan untuk memaksimumkan profit
sekaligus memaksimumkan utilitasnya.
Usaha ternak sapi merupakan sumber
pendapatan bagi rumahtangga petani
peternak sapi di Kecamatan
Sinonsayang. Permasalahannya
bagaimana perilaku ekonomi
rumahtangga dalam usaha ternak sapi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis perilaku produksi,
permintaan input, penawaran tenaga
kerja dan perilaku pengeluaran
rumahtangga petani peternak sapi.
Metode penelitian yang digunakan
adalah metode survei, dengan jumlah
responden sebesar 30 peternak sapi
yang ditentukan secara purposive
sampling. Analisis data yang digunakan
adalah analisis persamaan tunggal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
usaha ternak sapi merupakan sumber
pendapatan rumahtangga, tetapi pakan
yang dikonsumsi hanya limbah jagung,
limbah padi, rumput lapangan dan
rumput lainnya. Pendapatan dapat
ditingkatkan dengan meningkatkan
produktivitas ternak sapi melalui
introduksi hijauan yang berkualitas.
Kesimpulan dari penelitian ini, perilaku
produksi ternak sapi dipengaruhi oleh
harga ternak sapi tersebut, jumlah
rumput yang dikonsumsi, jumlah
limbah jagung dan jumlah anggota
keluarga. Perilaku permintaan rumput
dipengaruhi oleh harga rumput, jumlah
ternak sapi dan harga jagung.
Sedangkan perilaku pengalokasian
tenaga kerja dipengaruhi oleh upah
tenaga kerja, curahan tenaga kerja
sebagai buruh tani dan biaya sarana
produksi. Perilaku pengeluaran
rumahtangga dipengaruhi oleh jumlah
anggota keluarga, pendidikan formal
dan total pendapatan rumahtangga
untuk usaha ternak sapi.
Kata Kunci: Ternak Sapi, Ekonomi
Rumahtangga
ABSTRACT
Cattle farmers household aims to
maximize profit at the same time
maximizing their utility. Cattle farming
is a source of household income for
cattle farmers in the district
Sinonsayang. The problem is how the
economic behavior of households in the
cattle farming. The purpose of this study
was to analyze the behavior of
production, input demand, labor supply
and farm household expenditure
behavior of cattle farmer. The method
used is survey method, the number of
respondents of 30 cattle farmer who are
determined using purposive sampling.
Analysis of the data used is a single-
equation analysis. The results showed
that the cattle farming is a source of
household income, but only a waste of
feed consumed maize, rice waste, grass
and other grasses. Income can be
increased by increasing productivity
through the introduction of cattle forage
quality. The conclusion of this study, the
behavior is influenced by the production
of cattle, beef cattle prices, the amount
of grass consumed, the amount of waste
corn and the number of family
members. Demand of grass behavior is
influenced by the price of grass, number
of the cattle and corn prices. While the
labor allocation behavior is influenced
Jurnal Agribisnis dan Pembangunan Masyarakat (AGROPEM) ISSN: 2089-66700
Vol. 1, No. 1, Januari 2012 : hal. 1 9
-
by wage labor, the allocation of labor
as farm laborers and the cost of
production. Behavior of expenditure
households affected by the number of
family members, formal education and
total household income for the cattle
farming.
Key words: Cattle, Household Economy
PENDAHULUAN
Ternak sapi merupakan salah
satu ternak yang memiliki potensi untuk
dikembangkan di Sulawesi Utara.
Ternak ini memiliki peran dalam
penyediaan bahan makanan berupa
daging, sebagai salah satu sumber
pendapatan bagi rumahtangga petani
peternak di pedesaan dan sumber tenaga
kerja. Ternak selain sebagai penyedia
lapangan kerja, tabungan dan sumber
devisa yang potensil serta untuk
perbaikan kualitas tanah. Ternak sapi di
Sulawesi Utara telah dijadikan sebagai
ternak andalan yang ditetapkan
pemerintah daerah dalam rangka
meningkatkan pertumbuhan ekonomi
daerah khususnya dari subsektor
peternakan.
Ternak sapi di Sulawesi Utara
mempunyai masa depan dan potensi
pasar yang menggembirakan. Selain
memberikan tambahan pendapatan
kepada petani peternak, ternak sapi juga
merupakan sumber pendapatan daerah
melalui perdagangan ternak antar pulau.
Sulawesi Utara setiap tahun melakukan
perdagangan ternak sapi atau
mengantarpulaukan melalui pelabuhan
Bitung dan Labuan Uki yaitu ke
Maluku, Irian Jaya, Jakarta dan
Kalimantan Timur (Dinas Pertanian dan
Peternakan Sulawesi Utara, 2005).
Minahasa Selatan merupakan salah satu
kabupaten di Sulawesi Utara
mempunyai potensi yang baik untuk
pengembangan ternak sapi.
Adanya prospek perdagangan
ternak sapi yang baik dan konsumsi
lokal yang semakin meningkat, juga
adanya permintaan hotel-hotel
berbintang dan restoran maka perlu
diadakan peningkatan jumlah populasi
ternak sapi. Mengingat pada tahun 2004
populasi ternak mengalami penurunan
maka kemungkinan besar permintaan
pasar yang ada tidak dapat dipenuhi.
Kondisi ini yang menyebabkan
terjadinya impor ternak sapi maupun
daging sapi. Jadi lambatnya
pertumbuhan produksi sapi lokal,
seiring dengan peningkatan
pertumbuhan penduduk menyebabkan
pasokan daging sapi tidak mencukupi.
Berdasarkan pemikiran dan
kenyataan tersebut di atas, maka
tantangan ke depan adalah bagaimana
memberdayakan ekonomi rakyat
melalui pembangunan peternakan
pedesaan secara terpadu. Untuk
memberdayakan ekonomi rakyat tidak
lepas dari permasalahan ekonomi
rumahtangga pedesaan. Rumahtangga
yang dimaksud adalah rumahtangga
petani peternak sapi sebagai pelaku
utama dalam kegiatan ekonomi
peternakan rakyat. Dalam kaitannya
dengan rumahtangga tersebut perlu
dilakukan penelitian untuk menganalisis
kondisi ekonomi rumahtangga peternak
sapi di Kecamatan Sinonsayang
Kabupaten Minahasa Selatan.
Berdasarkan pemikiran di atas,
permasalahan penelitian ini
dirumuskan: Bagaimana kegiatan
produksi rumahtangga peternak sapi di
Kecamatan Sinonsayang Kabupaten
Minahasa Selatan; Bagaimana
permintaan input produksi dan
penawaran input tenaga kerja
rumahtangga peternak sapi di
Kecamatan Sinonsayang Kabupaten
Minahasa Selatan; Bagaimana
pengeluaran rumahtangga peternak sapi
di Kecamatan Sinonsayang Kabupaten
Minahasa Selatan. Penelitian ini
bertujuan : menganalisis faktor-faktor
-
yang mempengaruhi produksi ternak
sapi di Kecamatan Sinonsayang;
Menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan input
produksi dan penawaran input tenaga
kerja rumahtangga peternak sapi di
Kecamatan Sinonsayang; dan
Menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi pengeluaran
rumahtangga peternak sapi di
Kecamatan Sinonsayang Kabupaten
Minahasa Selatan.
METODE PENELITIAN
Penelitian akan dilakukan
dengan menggunakan metode survei
pada sampel rumahtangga peternak sapi
di Kecamatan Sinonsayang.
Pengumpulan data akan dilakukan
dengan menggunakan metode
wawancara kepada responden peternak
dan menggunakan kuesioner yang telah
disiapkan.
Jenis data yang akan digunakan
adalah data cross section dan data time
series, dari sumber data primer dan data
sekunder. Data primer (cross section
setahun) akan diperoleh dari wawancara
langsung dengan responden. Sedangkan
data sekunder (time series tahunan)
akan diperoleh dari instansi yang terkait
dengan penelitian ini serta data hasil
penelitian yang dipublikasi (Sinaga,
1996).
Desa sebagai wilayah kecamatan
Sinonsayang akan ditentukan secara
purposive, yaitu desa Boyong Pante dan
Ongkaw II yang pola usahatani kelapa
dan mempunyai jumlah ternak sapi
terbanyak. Peternak disetiap desa
sampel akan dibatasi untuk
rumahtangga peternak yang memiliki
ternak sapi minimal 2 (dua) ekor dan
pernah menjual ternak sapi. Jumlah
rumahtangga peternak sapi yang
menjadi sampel berjumlah 30
responden. Untuk menjawab tujuan
penelitian digunakan analisis persamaan
regresi berganda (persamaan tunggal).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebagian besar responden
(93,33%) bermatapencaharian sebagai
petani, sisanya 6,67% bermata
pencaharian sebagai guru dan tukang.
Data ini menunjukkan bahwa sebagian
besar responden dapat menunjang
pengembangan usaha peternakan sapi.
Artinya petani peternak sebagai
responden dapat memanfaatkan limbah-
limbah pertanian sebagai pakan.
Umur merupakan salah satu
faktor sosial petani yang dapat
mempengaruhi keputusan dalam proses
produksi. Umur petani peternak
terendah adalah 29 tahun dan umur
tertinggi adalah 69 tahun. Berdasarkan
hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar responden dikategorikan
dalam umur produktif. Umur produktif
adalah umur yang lebih mudah dalam
menyerap tehnologi yang diberikan.
Kondisi ini sebagai salah satu
penunjang pengembangan peternakan
sapi di kecamatan Sinonsayang.
Pendidikan petani peternak sapi
merupakan faktor yang mempengaruhi
pengembangan usaha ternak sapi.
Dalam hal ini, pendidikan juga dapat
mempengaruhi keputusan produksi.
Semakin tinggi pendidikan, petani
peternak semakin dapat mengadopsi
teknologi, sehingga mereka dapat
meningkatkan produksi dengan
rasional untuk mencapai keuntungan
maksimal.
Tingkat pendidikan petani
peternak sebagai kepala keluarga di
wilayah penelitian mulai dari tidak
tamat SD sampai dengan Perguruan
Tinggi, dengan rata-rata lama
pendidikan sebesar 7,93 tahun. Data
hasil penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata tingkat petani di wilayah
penelitian masih dikategorikan rendah.
-
Kondisi tersebut sangat mempengaruhi
pola pikir petani peternak dalam
melakukan pengembangan usaha ternak
sapi kearah yang lebih baik. Semakin
tinggi tingkat pendidikan maka petani
peternak akan lebih mudah menyerap
inovasi teknologi. Faktor pendidikan
anggota rumahtangga peternak dapat
mempengaruhi keputusan produksi
(Chavas et al., 2005).
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebagian petani peternak di
wilayah penelitian pernah mengikuti
penyuluhan. Penyuluhan adalah salah
satu bentuk pendidikan informal bagi
petani peternak di pedesaan. Petani
peternak sapi sebagai responden yang
pernah mengikuti penyuluhan tentang
bidang peternakan yaitu sejumlah 17
responden (56,67%), sisanya 43,33%
belum pernah mengikuti penyuluhan
tentang bidang peternakan. Penyuluhan
yang diberikan tentang manajemen
usaha ternak sapi, manajemen pakan
dan pemanfaatan kotoran ternak sapi
sebagai pupuk kompos dan biogas.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rata-rata jumlah anggota
keluarga sebesar 4,13 orang. Jumlah
anggota keluarga ini mempengaruhi
perilaku produksi dan perilaku
konsumsi rumahtangga. Semakin tinggi
jumlah anggota keluarga maka semakin
tinggi perilaku konsumsi rumahtangga.
Semakin tinggi perilaku konsumsi akan
mempengaruhi perilaku produksi dari
rumahtangga tersebut.
Perilaku produksi rumahtangga
mempengaruhi perilaku konsumsi yang
terjadi melalui perubahan pendapatan.
Perilaku ini dapat dilihat dari persamaan
permintaan barang (Elly, 2008).
Sedangkan perilaku konsumsi
mempengaruhi perilaku produksi dapat
dilihat melalui karakteristik
rumahtangga. Perubahan internal dalam
rumahtangga misalnya terjadi
perubahan struktur demografi
rumahtangga. Struktur demografi
rumahtangga ini dapat dilihat dari
ukuran keluarga dan jumlah pekerja.
Apabila terjadi perubahan struktur
keluarga yang berdampak pada jumlah
konsumsi maka akan menyebabkan
terjadi perubahan rasio konsumsi dan
pekerja. Rumahtangga akan mengurangi
waktu santai dengan menambah waktu
untuk bekerja dan memperoleh
pendapatan.
Beberapa penelitian yang
dilakukan terhadap rumahtangga
bertujuan untuk mempelajari keputusan
ekonomi yang meliputi alokasi waktu
kerja, pendapatan dan pengeluaran
rumahtangga (Nugrahadi, 2001;
Negoro, 2003; Ariyanto 2004; Zairani,
2004 dan Elistiawaty, 2005). Penelitian
ini mempelajari perilaku produksi,
permintaan dan penawaran input serta
pengeluaran rumahtangga petani
peternak sapi di kecamatan
Sinonsayang.
Perilaku Produksi
Perilaku produksi dalam
penelitian ini dilihat dari perilaku
rumahtangga dalam meningkatkan
jumlah ternak sapi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemilikan ternak
sapi berkisar antara 2-8 ekor, atau rata-
rata 3,4 ekor per responden. Jumlah ini
terdiri dari jumlah ternak sapi jantan
rata-rata sebanyak 0,9 ekor per
responden, sapi betina rata-rata 2,4 ekor
per responden. Jumlah ini
mengindikasikan bahwa petani peternak
sapi masih mempertahankan ternak sapi
betina. Berdasarkan fenomena ini
menunjukkan bahwa peternakan sapi di
daerah penelitian dapat dikembangkan
ke arah yang lebih baik.
Hasil analisis menunjukkan
bahwa secara bersama-sama harga
ternak sapi, jumlah konsumsi rumput,
jumlah konsumsi limbah jagung
berpengaruh terhadap peningkatan
produksi sapi di wilayah penelitian.
Makin tinggi harga ternak sapi maka
semakin tinggi motivasi petani peternak
sapi untuk meningkatkan populasi
-
ternak sapi. Harga ternak sapi saat
penelitian berkisar antara Rp 50.000-
70.000 per berat hidup. Harga ini adalah
harga yang diterima petani dalam
menjual ternak sapinya. Harga
ditentukan oleh pedagang sesuai dengan
berat hidup yang mereka (pedagang)
perkirakan.
Pakan yang dikonsumsi oleh
ternak sapi sangat mempengaruhi
produktivitas ternak sapi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pakan
yang dikonsumsi oleh ternak sapi
berupa rumput australia, rumput gajah,
rumput lapangan, jerami padi dan
limbah jagung. Secara teori konsumsi
hijauan oleh ternak sapi adalah sebesar
10 % dari berat badan ternak sapi.
Tetapi dalam kenyataannya tidak
demikian, sehingga produktivitas ternak
sapi di wilayah penelitian sangat
rendah. Hal ini dapat dilihat dari postur
tubuh ternak sapi di wilayah penelitian
lebih kecil dibanding ternak sapi di
daerah lain (Misalnya di Minahasa)
untuk jenis dan umur ternak sapi yang
sama. Berdasarkan kondisi ini maka
disarankan agar pemerintah memberi
perhatian dalam pengembangan ternak
sapi khususnya untuk introduksi hijauan
yang berkualitas.
Jumlah anggota keluarga
mempengaruhi peningkatan populasi
ternak sapi oleh petani peternak sapi di
wilayah penelitian. Hal ini
mengindikasikan dengan semakin tinggi
anggota keluarga maka potensi tenaga
kerja semakin tinggi.
Perilaku Permintaan dan Penawaran
Input
Permintaan input dalam
penelitian ini dihitung dari permintaan
input produksi, sedangkan penawaran
input dihitung berdasarkan alokasi
tenaga kerja dalam usaha ternak sapi.
Alokasi tenaga kerja dimaksud adalah
penggunaan tenaga kerja keluarga
dalam usaha ternak sapi.
Permintaan input produksi yang
dianalisis adalah permintaan rumput
yang dikonsumsi oleh ternak sapi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa total
konsumsi rumput sebesar 16,42 kg per
ekor per hari. Rata-rata konsumsi
rumput yang terbesar adalah jerami
jagung yaitu 9,06 kg/ekor/hari atau
46,58% dari total konsumsi rumput.
Jerami jagung yang diberikan pada saat
setelah panen jagung, ternak sapi diikat
di lahan tersebut. Sebagian petani
peternak memotong limbah jagung dan
diberikan kepada ternak sapi. Rata-rata
konsumsi rumput kedua terbanyak
adalah rumput lapangan yaitu sebanyak
4,50 kg per ekor per hari atau 23,14%
dari total konsumsi rumput. Rumput
lapangan dikonsumsi pada saat ternak
sapi diikat di bawah pohon kelapa.
Dalam hal ini ternak sapi dibiarkan
merumput dan dipindah-pindah.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pemeliharaan ternak sapi
dilakukan dengan cara diikat di lahan-
lahan pertanian yaitu di bawah pohon
kelapa dan lahan pertanian lainnya.
Pada pagi hari ternak sapi diikat di
bawah pohon kelapa dan dipindahkan di
lahan lainnya pada siang hari. Sore hari,
sebagian petani peternak membawa
pulang ternaknya ke rumah, tetapi
sebagian petani membiarkan ternaknya
di kebun. Pada musim kemarau petani
peternak sapi mencari rumput di lahan
pertanian yang agak jauh. Aktivitas ini
terjadi di daerah mana saja sesuai
laporan beberapa peneliti (Hoda, 2002
dan Elly, 2008).
Hasil analisis menunjukkan
bahwa permintaan rumput dipengaruhi
oleh harga rumput, jumlah ternak sapi
dan harga jagung. Semakin tinggi harga
rumput maka permintaan rumput akan
semakin berkurang. Hal ini sesuai
dengan teori ekonomi, yaitu semakin
tinggi harga input maka permintaan
input akan semakin berkurang. Semakin
tinggi jumlah ternak sapi maka semakin
tinggi konsumsi rumput. Hasil
-
penelitian menunjukkan konsumsi
rumput tidak sesuai dengan yang
dianjurkan sehingga produktivitas
ternak sapi rendah. Semakin tinggi
harga jagung mengakibatkan petani
termotivasi untuk meningkatkan periode
menanam rumput. Hal ini
mengindikasikan permintaan rumput
akan semakin berkurang. Petani
peternak memberikan jerami jagung
lebih banyak dibanding rumput lainnya.
Tenaga kerja yang dialokasikan
untuk usaha ternak sapi dalam
penelitian ini merupakan tenaga kerja
keluarga. Hal ini disebabkan karena
usaha ternak sapi di wilayah penelitian
hanya merupakan usaha sambilan
sehingga mereka tidak menyewa tenaga
kerja. Tenaga kerja keluarga untuk
usaha ternak sapi dialokasikan untuk
kegiatan memindahkan sapi, mencari
rumput, memberi makan, memberi
minum dan memandikan ternak sapi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
jam kerja yang dialokasikan petani
peternak yang terbesar adalah untuk
memindahkan ternak sapi yaitu 0,49
jam per hari per responden atau 38,40 %
dari total penggunaan jam dalam usaha
ternak sapi. Dalam sehari ternak sapi
dipindahkan 2-3 kali. Hal ini dilakukan
agar ternak sapi dapat mengkonsumsi
rumput untuk kebutuhan hidupnya.
Hasil analisis menunjukkan
bahwa penawaran tenaga kerja
dipengaruhi oleh upah tenaga kerja,
curahan tenaga kerja sebagai buruh tani
dan biaya sarana produksi sapi.
Semakin tinggi upah tenaga kerja maka
petani peternak akan mengalokasikan
tenaga kerjanya dalam usaha ternak sapi
lebih besar. Upah dalam penelitian ini
adalah upah tenaga kerja yang berlaku
di wilayah penelitian. Upah yang
berlaku adalah sekitar Rp50.000-
Rp60.000 per hari atau sekitar Rp6.250-
Rp7.500. Upah ini dihitung berdasarkan
upah apabila petani peternak bekerja di
tempat lain dan diberi upah.
Semakin besar tenaga kerja
dialokasikan sebagai buruh tani maka
semakin kecil alokasi tenaga kerja
keluarga untuk usaha ternak sapi. Hal
ini disebabkan petani peternak
membutuhkan penerimaan yang akan
dialokasikan untuk konsumsi
rumahtangga. Petani peternak selain
berfunsgi sebagai produsen juga sebagai
konsumen. Sebagai produsen petani
peternak beryujuan memaksimumklan
keuntungan. Disisi lain, sebagai
konsumen petani peternak
memaksimumkan utilitasnya. Fenomena
ini yang menunjukkan petani peternak
berusaha mencurahkan tenaga kerjanya
sebagai buruh tani. Secara teori, alokasi
tenaga kerja sebagai buruh tani
berhubungan negatif dengan penawaran
tenaga kerja dalam usaha ternak sapi.
Semakin tinggi biaya sarana
produksi maka semakin tinggi alokasi
tenaga kerja dalam usaha ternak sapi.
Hal ini dilakukan petani peternak untuk
meningkatkan produktivitas kerjanya
dalam usaha ternak sapi. Semakin tinggi
produktivitas tenaga kerjanya
diharapkan produktivitas ternak sapi
semakin tinggi.
Perilaku Pengeluaran Rumahtangga
Pendapatan yang diperoleh
rumahtangga dalam usaha ternak sapi
dialokasikan untuk pengeluaran
rumahtangga. Pengeluaran rumahtangga
dimaksud adalah pengeluaran
rumahtangga untuk konsumsi pangan.
Semakin tinggi pendapatan yang
diperoleh dari usahaternak sapi maka
semakin tinggi pengeluaran untuk
konsumsi rumahtangga.
Penerimaan dihitung berdasarkan
data jumlah ternak sapi saat penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
jumlah ternak sapi adalah 102 ekor atau
rata-rata 3,4 ekor per responden. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa biaya
pakan merupakan biaya terbesar yaitu
99,74% dari total biaya dan biaya obat-
obatan adalah yang paling kecil yaitu
-
0,31%. Perhitungan biaya di atas tanpa
perhitungan biaya tenaga kerja, karena
tenaga kerja yang digunakan adalah
biaya tenaga kerja keluarga. Biaya
pakan dan biaya obat-obatan dihitung
berdasarkan jumlah ternak sapi yang
terjual dengan asumsi : (1) jumlah
konsumsi rumput rata-rata 19,29
kg/ekor/hari; dan (2) harga pakan
diasumsikan Rp1000 per kg.
Penerimaan, biaya produksi dan
pendapatan usaha ternak sapi dapat
dilihat pada Tabel 6.
Penerimaan dihitung apabila
ternak sapi yang dimiliki dijual oleh
petani peternak. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pendapatan
rumahtangga dari usaha ternak sapi
sebesar Rp5.038.716,33 per tahun per
responden. Pendapatan ini akan lebih
besar apabila produktivitas ternak sapi
dapat ditingkatkan. Produktivitas ternak
sapi dapat ditingkatkan dengan cara
kualitas pakan ditingkatkan. Artinya
petani peternak harus mengintroduksi
hijauan yang kualitasnya lebih tinggi
dibanding limbah jagung. Pengeluaran
rumahtangga dihitung berdasarkan
konsumsi rumahtangga setiap tahunnya.
Jumlah anggota keluarga rata-rata 4,13
orang per responden. Pengeluaran untuk
konsumsi rata-rata Rp 15.086.666,70
per tahun per rumahtangga responden.
Hasil analisis menunjukkan
bahwa pengeluaran rumahtangga untuk
konsumsi dipengaruhi oleh jumlah
anggota keluarga, pendidikan kepala
keluarga dan total pendapatan
rumahtangga dari usahaternak sapi.
Semakin tinggi jumlah anggota
keluarga maka jumlah pengeluaran
rumahtangga untuk konsumsi pangan
semakin tinggi. Secara teori
peningkatan konsumsi rumahtangga
dipebngaruhi oleh struktur demografi
rumahtangga tersebut.
Tingkat pendidikan yang
semakin tinggi mengakibatkan petani
peternak semakin meningkatkan
pengeluaran rumahtangga untuk
konsumsi pangan. Secara teori semakin
tinggi tingkat pendidikan maka petani
peternak semakin rasional untuk
meningkatkan pengeluarannya untuk
konsumsi pangan. Dalam hal ini petani
peternak memaksimumkan utilitasnya.
Pendapatan rumahtangga dari
usaha ternak sapi yang semakin tinggi
mengakibatkan rumahtangga cenderung
meningkatkan pengeluaran untuk
konsumsi. Penerimaan yang diperoleh
rumahtangga akan dialokasikan untuk
konsumsi rumahtangga apakah
konsumsi pangan, non pangan, investasi
pendidikan dan investasi kesehatan.
Seperti dijelaskan sebelumnya,
rumahtangga bertujuan selain untuk
memaksimumkan profitnya juga
memaksimumkan utilitasnya (Suprapto,
2001; Muhammad, 2002; Andriati,
2003; Ambarsari, 2005; dan Anwar,
2005).
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa : (1) Perilaku
produksi ternak sapi dipengaruhi oleh
harga ternak sapi tersebut, jumlah
rumput yang dikonsumsi, jumlah
limbah jagung dan jumlah anggota
keluarga. (2) Perilaku permintaan
rumput dipengaruhi oleh harga rumput,
jumlah ternak sapi dan harga jagung.
Sedangkan perilaku pengalokasian
tenaga kerja dipengaruhi oleh upah
tenaga kerja, curahan tenaga kerja
sebagai buruh tani dan biaya sarana
produksi. (3) Perilaku pengeluaran
rumahtangga dipengaruhi oleh jumlah
anggota keluarga, pendidikan formal
dan total pendapatan rumahtangga
untuk usaha ternak sapi.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarsari, D.N. 2005. Analisis
Ekonomi Rumahtangga Petani
Pekebun Kakao di Kabupaten
Kendari Provinsi Sulawesi
-
Tenggara. Tesis Magister Sains.
Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, Bogor
Andriati. 2003. Perilaku Rumahtangga
Petani Padi Dalam Kegiatan
Ekonomi Di Jawa Barat. Tesis
Magister Sains. Program
Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Anwar, K. 2005. Analisis Respon
Produksi dan Konsumsi Pangan
Rumahtangga Petani : Simulasi
Perubahan Kebijakan Harga.
Tesis Magister Sains. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Ariyanto, A. 2004. Alokasi Waktu Dan
Ekonomi Rumahtangga Pekerja
Pada Sektor Industri Formal
Berdasarkan Gender. Tesis
Magister Sains. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Chavas, J. P; R. Petrie and M. Roth.
2005. Farm Household
Production Efficiency :
Evidence From the Gambia.
American Journal of
Agricultural Economics. Vol 87
(1) : 160-179.
Dinas Pertanian dan Peternakan. 2005.
Laporan Tahunan Dinas
Pertanian dan Peternakan
Provinsi Sulawesi Utara,
Manado.
Elistiawaty. 2005. Ekonomi
Rumahtangga Pengusaha
Industri Kecil Tenun Sutera Di
Kabupaten Wajo Sulawesi
Selatan. Tesis Magister Sains.
Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Elly, F.H. 2008. Dampak Biaya
Transaksi Terhadap Perilaku
Ekonomi Rumahtangga Petani
Usaha Ternak Sapi Tanaman di
Sulawesi Utara. Disertasi
Doktor. Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hoda, A. 2002. Potensi Pengembangan
Sapi Potong Pola Usaha Tani
Terpadu Di Wilayah Maluku
Utara. Tesis Magister Sains.
Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Muhammad, S. 2002. Ekonomi
Rumahtangga Nelayan dan
Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan Di Jawa Timur :
Suatu Analisis Simulasi
Kebijakan. Disertasi Doktor.
Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Negoro, N.B. 2003. Ekonomi
Rumahtangga Pengusaha Dan
Pekerja Industri Kecil Gerabah
Di Sentra Industri Gerabah
Kasongan Kabupaten Bantul.
Tesis Magister Sains. Program
Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Nugrahadi, E.W. 2001. Keputusan
Ekonomi Rumahtangga
Pengusaha dan Pekerja Industri
Produk Jadi Rotan Di Kota
Medan. Tesis Magister Sains.
Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Sinaga, B.M. 1996. Metode
Pengumpulan Data. Makalah
Disampaikan pada Pelatihan
Singkat Metodologi dan
Manajemen Penelitian Bidang
Pertanian, Cisarua Bogor 16-23
Desember 1996. Proyek
Pengembangan Sebelas
Lembaga Pendidikan Tinggi
-
Bekerjasama dengan Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Suprapto, T. 2001. Analisis Perilaku
Ekonomi Rumahtangga Petani
Irian Jaya. Tesis Magister Sains.
Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Zairani, D. 2004. Analisis Peluang
Kerja dan Keputusan Ekonomi
Rumahtangga Pengusaha Kecil
di Kota Bogor (Kasus Penerapan
Kredit Usaha Kecil). Tesis
Magister Sains. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor,Bogor.