ANALISIS DAN RESOLUSI KONFLIK LAHAN STUDI KASUS :...
Transcript of ANALISIS DAN RESOLUSI KONFLIK LAHAN STUDI KASUS :...
ANALISIS DAN RESOLUSI KONFLIK LAHAN
STUDI KASUS : KONFLIK LAHAN ANTARA PAUD
ISLAM MANDIRI DENGAN PEMBANGUNAN RPTRA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana (S.Sos)
Oleh :
Nadia Chairunisa Rachma
1112111000002
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
iv
ABSTRAK
Penelitian skripsi ini menganalisa mengenai konflik tanah yang terjadi di
Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat. Tujuan skripsi ini
adalah untuk menganalisa penyebab terjadinya konflik lahan yang terjadi antara
sekolah PAUD Islam Mandiri dengan pembangunan RPTRA, serta memberikan
penjelasan apa saja resolusi-resolusi yang dilakukan oleh kedua belah pihak dalam
menyelesaikan konflik. Skripsi ini menggunakan metode kualitatif dengan
memanfaatkan instrumen wawancara dan dokumentasi sebagai teknik
pengumpulan data. Teori yang digunakan adalah teori resolusi konflik. Teori
resolusi konflik digunakan karena mampu menjelaskan cara penyelesaian konflik
yang terjadi antara PAUD Islam Mandiri dengan pembangunan RPTRA di
Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat.
Hasil dari analisa penelitian ini menemukan bahwa munculnya konflik
akibat adanya ketidaksetujuan pembangunan RPTRA di atas lahan Gedung
Interaksi Masyarakat (GIM) mengingat sudah tidak ada lagi lahan kosong.
Adapun resolusi yang dilakukan adalah dengan cara bernegosiasi guna untuk
mencapai kesepakatan bersama. Adapun hasil dari penyelesaian masalah dengan
negosiasi pada pembangunan RPTRA bermuara pada win-win solution.
Kata kunci : Konflik lahan, Resolusi konflik, Ruang Publik Taman Ramah Anak
(RPTRA), PAUD, Jakarta Pusat.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdullilahirabbil ‘alamin puji syukur kehadirat Allah SWT penulis
panjatkan atas segala limpahan rahmat, taufiq, hidayah kepada Tuhan Yang Maha
Esa atas segala berkat dari kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam juga tidak lupa penulis haturkan kepada
junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, serta para
pengikutnya-Nya hingga akhir zaman.
Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosiologi
pada Program Studi Sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Dalam
penyusunannya, penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini bukanlah
semata hasil dari perjuangan penulis secara pribadi. Akan tetapi semua itu
terwujud berkat dukungan, bantuan, bimbingan, arahan, dan do’a dari berbagai
pihak yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis juga mengucapkan banyak terima
kasih yang mendalam untuk kesempatan, waktu dan pikiran yang diluangkan oleh
pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, yaitu krpada:
1. Prof. Dr. Zulkifli, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Cucu Nurhayati, M.Si selaku Ketua Program Studi Sosiologi.
3. Husnul Khitam, M. Si, yang membantu penulis dalam pembuatan proposal
skripsi dan menentukan dosen pembimbing.
vi
4. Bapak Mohammad Hasan Ansori, Ph. D selaku dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membimbing dan
memberikan motivasi, serta kesabaran kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Segenap dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah
mengamalkan ilmu pengetahuan dan berbagi pengalaman kepada penulis
selaku mahasiswa.
6. Kedua orang tua penulis, Ayahanda saya Heru Wahyudin, SE dan Ibunda
saya Sofia Nasution yang tiada hentinya selalu menyayangi, mendo’akan,
dan mendukung penulis baik moril maupun materil.
7. Teman-teman seangkatan dan kakak kelas FISIP UIN Jakarta yang telah
menjadi teman yang baik dan selalu membantu khususnya; M. Lutfi S. Sos
dan M. Sutisna S. Sos.
8. Kepada keluarga cemara yang selalu mendukung dan memberi semangat;
Neneng Nasyithoh S.Sos, Ulya Syarifah S. Sos, M. Kurniawan S. Sos.
9. Sahabat-sahabat yang selalu mensupport dan saling memotivasi Munjizah
Wutsqo dan Yulvie Sabriani.
10. Kepada sahabat terbaik, Hanindita yang selalu mendukung, membantu,
mendengarkan keluh kesah, dan sangat sabar dalam memberi arahan,
saran, juga waktu hingga skripsi ini telah terselesaikan.
11. Kepada Nasution Family yang selalu memberikan keceriaan,
pembelajaran, selalu setia menunggu dengan kesabaran, dan selalu
mendo’akan.
vii
12. Terima kasih kepada Abang Sayyid yang telah meminjamkan laptopnya.
Terima kasih kepada Poppy Rismaya telah memberikan keponakan
kembar yang lucu. Terima kasih kepada Zayn dan Zehan selaku
keponakan yang selalu memberikan kecerian dan kepada adikku tersayang
Rafli Al-Fayyad yang ikut serta memberikan semangat dan do’a.
13. Terima kasih kepada seluruh narasumber yang telah meluangkan waktu
untuk di wawancarai dan terima kasih kepada semua yang telah terlibat
dalam pembuatan skripsi ini yang penulis tidak bisa sebutkan namanya
satu-persatu.
Semoga segala kebaikan yang kalian berikan akan memberikan manfaat
dan keberkahan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran bagi penulis dalam memperbaiki ke arah yang lebih baik untuk
pengerjaan penulisan ilmiah di kemudian hari.
Jakarta, 9 Oktober 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. v
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah ....................................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ..................................................................................... 5
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ..................................................................... 6
D. Tinjauan Pustaka ............................................................................................ 7
E. Kerangka Teoritis ......................................................................................... 18
1. Analisis Konflik ..................................................................................... 18
2. Sebab-Sebab Konflik ............................................................................. 20
3. Resolusi Konflik .................................................................................... 21
4. Tahapan Resolusi Konflik ...................................................................... 22
5. Hasil Resolusi Konflik ........................................................................... 25
F. Metodologi Penelitian .................................................................................. 26
1. Pendekatan Penelitian ............................................................................ 26
2. Subjek Penelitian .................................................................................... 21
3. Lokasi Penelitian .................................................................................... 22
4. Jenis Data ............................................................................................... 24
5. Teknik Pengumpulan Data..................................................... ................ 29
6. Teknik Pengelolahan dan Analisis Data................................ ................ 30
BAB II GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum PAUD Islam Mandiri ..................................................... 32
1. Sejarah Berdirinya PAUD Islam Mandiri .............................................. 32
2. Letak Geografis PAUD Islam Mandiri .................................................. 35
3. Profil PAUD Islam Mandiri ................................................................... 36
4. Program Kegiatan PAUD Islam Mandiri ............................................... 37
B. Gambaran Umum RPTRA ........................................................................... 38
1. Sejarah Berdirinya RPTRA .................................................................... 38
2. Letak Geografis ...................................................................................... 41
3. Profil RPTRA ......................................................................................... 41
BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah Konflik Lahan Antara PAUD Islam Mandiri dengan
RPTRA ......................................................................................................... 45
ix
B. Penyebab Konflik Pada Pembangunan RPTRA .......................................... 47
1. Kepemilikan Lahan ................................................................................ 48
2. Perebutan Kegiatan................................................................ ................ 55
C. Resolusi Konflik Pada Pembangunan RPTRA............................ ................ 61
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................. 67
B. Saran ............................................................................................................. 70
Daftar Pustaka ...................................................................................................................... 71
Lampiran-Lampiran ...................................................................................................................
x
DAFTAR TABEL
Tabel I.A.1. Insiden Dan Dampak Kekerasan Akibat Konflik
Lahan Di 13 Provinsi SNPK (2005 – Agustus 2013) ....................................... 3
Tabel II.A.6. Program PAUD Islam Mandiri 2016 – 2017 .................................................. 37
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Skripsi ini berkenaan dengan konflik lahan yang terjadi di Kelurahan
Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat. Secara spesifik,
skripsi ini menggambarkan penyebab terjadinya konflik yang terjadi antara
pemilik PAUD dengan pembangunan RPTRA yang dibuat atas perintah
dari Bapak Ahok selaku Gubernur DKI Jakarta dan resolusi-resolusi apa
saja yang dilakukan oleh kedua belah pihak dalam proses penyelesaian
konflik tersebut.
Konflik adalah bagian dari komponen masyarakat yang selalu ada dan
tidak akan pernah hilang. Dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari
yang namanya konflik. Baik konflik keluarga, kelompok, masyarakat,
bahkan negara di tingkat nasional maupun internasional. Konflik juga
memiliki makna krusial, karena salah satu unsurnya adalah masyarakat,
yang didalamnya terkait individu itu sendiri (Coleman, 2008: 701)
Tidak selamanya konflik memiliki dampak negatif, akan tetapi konflik
juga memiliki dampak positif dari setiap permasalahan yang sedang terjadi
antara kedua belahpihak yang sedang bertengkar. Seperti teori konflik
yang dikembangkan oleh Lewis Coser, bagi Lewis Coser konflik yang
terjadi di masyarakat tidak semata-mata menunjukkan hal negatif saja,
tetapi dapat pula menimbulkan dampak positif. Coser bermaksud
2
menunjukkan bahwa konflik tidak harus merusak atau bersifat
disfungsional bagi sistem yang bersangkutan. Konflik juga bisa
menimbulkan konsekuensi positif. Dengan demikian, konflik bisa bersifat
menguntungkan bagi sistem yang bersangkutan.
Masyarakat yang berkonflik dengan masyarakat lain, dapat
memperbaiki kepaduan akan integrasi (Ritze dan Goodman, 2011: 159).
Konflik merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan,
penyatuan, dan pemeliharaan struktur sosial (Polaman, 2004: 107). Oleh
sebab itu konflik sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat mulai
dari konflik vertikal (pemerintah dengan masyarakat) dan konflik
horizontal seperti konflik antar suku, kelompok masyarakat dan
sebagainya.
Salah satu konflik yang marak terjadi di masyarakat adalah mengenai
konflik lahan. Misalnya persoalan yang menyangkut prioritas untuk dapat
ditetapkan sebagai pemilik yang sah atas tanah yang berstatus milik, atau
tanah yang belum ada pemilik. Kekeliruan dan kesalahan pemberian hak
yang disebabkan penerapan peraturan yang kurang benar dan sengketa
yang mengandung unsur sosial praktis atau yang bersifat strategis (Murad,
1991: 23).
Berdasarkan data yang didapat dari kajian perdamaian dan kebijakan
The Habibie Center mengenai konflik lahan antarwarga menjadi fokus
utama sebagai fenomena yang memperlihatkan bagaimana terhalangnya
3
individu atau kelompok dalam mengakses lahan. Berdasarkan data Sistem
Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK) sepanjang tahun 2005-2013
konflik mengenai lahan antarwarga cenderung meningkat. Tercacat 13
provinsi yang mengalami kekerasan akibat konflik lahan diantaranya
Maluku, NTT, Lampung, NTB, Papua, Aceh, Jabotabek, Kalimantan
Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Papua Barat, Kalimantan
Timur, Maluku Utara.
Tabel I.A.1. Insiden dan Dampak Kekerasan Akibat Konflik Lahan di 13
Provinsi Pantauan SNPK (2005-Agustus 2013)
Provinsi Insiden
Dampak
Tewas Cedera Bangunan
Rusak
Maluku 194 39 365 348
NTT 179 63 221 143
Lampung 115 25 122 125
NTB 110 10 118 147
Papua 104 4 95 51
Aceh 91 12 54 13
Jabotabek 87 14 284 268
Kalimantan
Barat 66 4 32 28
Kalimantan
Tengah 63 15 57 8
Sulawesi
Tengah 38 9 42 42
Papua
Barat 24 2 20 16
Kalimantan
Timur 17 3 7 8
Maluku
Utara 12 0 2 8
Total 1.100 200 1.419 1.205
Sumber: The Habibie Center, 2013:8
4
Tanah merupakan salah satu sumberdaya yang berfungsi sangat
penting bagi kehidupan manusia. Namun dalam perkembangannya tanah
menjadi semakin penting karena keberadaannya yang terbatas untuk
menampung berbagai aktivitas manusia yang terus berkembang sehingga
berpotensi menimbulkan konflik kepentingan mengenai penggunaan dan
penguasaannya (Wahid, 2008: 1-4).
Terkait dengan masalah konflik lahan, salah satu kasus yang
ditemukan oleh peneliti adalah mengenai lahan tanah yang akan dibangun
RPTRA (Ruang Publik Taman Ramah Anak) di daerah Pulo Gundul,
Keluarahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat menuai
konflik akibat pembanguan tersebut harus menyingkirkan sekolah PAUD
Islam Mandiri yang sudah berdiri sejak bulan September tahun 1998.
Warga sangat senang dan antusias dengan keberadaan PAUD Islam
mandiri karena warga sekitar mampu menyekolahkan anaknya dengan
pembayaran SPP yang murah dan terjangkau. Namun, perkembangan dan
pertumbuhan telah memicu kebutuhan ruang terbuka publik. Wacana dari
Gubernur DKI yang akan membuat taman-taman ditengah perkampungan
warga yang dikenal dengan sebutan RPTRA berdasarkan peraturan
Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 196 Tahun
2015 tentang pedoman pengelolan RPTRA yang memiliki fungsi untuk
menyediakan ruang terbuka untuk memenuhi kebutuhan hak anak.
5
Ketertarikan penulis untuk mengangkat masalah konflik lahan di
Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat didorong
oleh beberapa faktor yang Pertama, banyak perubahan yang dirasakan
para siswa dan guru setelah relokasi, karena tidak sesuainya lokasi dengan
kebutuhan PAUD. Kedua, permasalahan yang terjadi seperti infrastruktur
yang bermasalah dan suasana lokasi yang secara sosiologis tidak
mendukung untuk kegiatan belajar mengajar di PAUD. Ketiga, hubungan
sosial yang terjadi antar pihak yang berkonflik. Penulis juga memberikan
perhatian kepada strategi yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam
menyelesaikan konflik atas lahan yang digunakan. Maka penulis tertarik
untuk meneliti mengenai resolusi konflik yang terjadi. Dengan demikian
penulis memberi judul skripsi ini mengenai “Analisis dan Resolusi
Konflik Lahan (Studi Kasus: Konflik Lahan antara PAUD Islam Mandiri
dengan Pembangunan RPTRA di Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan
Johar Baru, Jakarta Pusat)”
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan dari pernyataan diatas, maka peneliti merumuskan
beberapa pertanyaan, yaitu:
1. Mengapa terjadi konflik lahan antara PAUD Islam Mandiri dengan
Pembangunan RPTRA di Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar
Baru, Jakarta Pusat?
6
2. Bagaimana bentuk resolusi yang dilakukan antara PAUD Islam
Mandiri dengan Pembangunan RPTRA Jakarta dalam pembangunan
RPTRA?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian, maka penulis mempunyai
tujuan penelitian, diantaranya:
a. Untuk menjelaskan penyebab terjadinya konflik di Keluarahan
Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru
b. Memberikan penjelasan mengenai strategi penyelesaian konflik
yang terjadi di Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru,
Jakarta Pusat.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi yang
mengkaji tentang sosiologi konflik mengenai Analisis dan
Resolusi Konflik Lahan (Studi kasus: Konflik Lahan antara
PAUD Islam Mandiri dengan Pembangunan RPTRA).
b. Manfaat Praktis
1) Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi
kepada khalayak umum tentang perencanaan dan implementasi
kebijakan pembangunan RPTRA dari Pemerintah yang
berimplikasi terhadap Lembaga PAUD Islam Mandiri dan
7
warga disekitar Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar
Baru, Jakarta Pusat.
2) Penelitian ini juga diharapkan mampu dan memberikan solusi
atas persoalan yang terjadi akibat konflik lahan yang terjadi
antara PAUD Islam Mandiri dengan pembangunan RPTRA
D. Tinjauan Pustaka
Sebagaimana fokus penelitian yang telah dilakukan dalam bentuk
skripsi ini adalah persoalan mengenai bagaimana strategi bentuk
penyelesaian konflik kepentingan antara RPTRA dengan Lembaga PAUD.
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian, dibutuhkan perbandingan
dengan penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian:
The Habibie Center (2013) meneliti “Peta Kekerasan di Indonesia
(Mei-Agustus 2013) dan Konflik Lahan Antarwarga di Provinsi Nusa
Tenggara Timur”. Dalam penelitian ini menjelaskan mengenai berbagai
macam tren konflik lahan dan kekerasan yang terjadi di Indonesia. Teori
yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teori konflik
dan metodologi yang digunakan adalah metodologi kuantitatif dan
kualitatif.
Dari hasil penelitian ini pada periode Mei-Agustus 2013 dijelaskan
bahwa terdapat 13 provinsi yang mengalami kekerasan serta membahas
isu konflik lahan antarwarga. Konflik lahan menjadi fokus utama dan
memperlihatkan bagaimana terhalangnya individu atau kelompok dalam
8
mengakses lahan periode 2005 sampai dengan Agustus 2013. Berdasarkan
data SNPK, konflik lahan antarwarga menunjukkan kecenderungan
meningkat dan tercatat sebanyak 338 insiden kekerasan terkait konflik
lahan antarwarga yang mengakibatkan 92 orang tewas, 628 orang cedera
dan 614 bangunan rusak. Dari 13 provinsi, NTT yang mengalami konflik
lahan yang mematikan dan menyebar hampir di seluruh kabupaten/kota.
Mohammad Hasan Ansori (2012) “Dari Resistensi ke Birokrasi:
Wajah Baru Konflik Aceh Setelah Perjanjian Damai Helsinki”. Penelitian
ini bertujuan untuk mencari tahu penyebab terjadinya konflik di Aceh
pasca perjanjian damai Helsinki untuk mengakhiri kurang lebih 32 tahun
konflik bersenjata di Aceh. Penelitian ini menggunakan pendekatan
metodologi kualitatif dengan menggunakan teori konflik.
Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa konflik terjadi akibat
Pertama, terdapatnya konflik antara para mantan elit GAM untuk
mendapatkan posisi politik yang strategis untuk kepentingan pribadi (self-
interest) telah menjadi pemicu konflik bahkan terjadi antagonisme diantara
para mantan elit GAM. Kedua, konflik antara mantan anggotan GAM
bawahan (Rank-and-Fire Remember) dengan Mantan Elit GAM) karena
reward dan benefit yang diperoleh hanya menguntungkan para mantan elit
GAM yang mengakibatkan kebencian oleh kalangan GAM bawah dan
merasa tidak mendapatkan keadilan. Ketiga, Konflik antara mayoritas
Suku Aceh dengan suku-suku minoritas Aceh. Konflik ini terjadi karena
9
adanya stratifikasi etnis di Aceh yang dimana salah satu etnis di Aceh
lebih diperlakukan secara istimewa dan diprioritaskan dibandingkan
dengan etnis yang lainnya. Keempat, konflik antara penentang dan
pendukung pelaksanaan Syariah Islam, dimana pola konflik ini terjadi
akibat adanya perbedaan sikap dan pandangan mengenai penetapan Syariat
Islam di Provinsi Aceh.
Mathijs Van Leeuwen, Land Use Policy “Crisis or continuity?
Framing land disputes and local conflict resolution in Burundi (2010).
Artikel ini membahas tentang pemahaman sengketa tanah yang terjadi di
Burundi. Konflik terjadi akibat adanya kepemilikan hak atas tanah antar 2
etnis dan menyebabkan masalah politik yang sangat serius. Peperangan
yang terjadi membuat sebagian besar warga mengungsi di tempat yang
aman hingga keadaan menjadi stabil. Ketika keadaan mulai membaik,
orang-orang pengungsian mulai untuk di pulang kan secara sukarela.
Sekitar 90 % masalah yang terjadi pada saat pengusi kembali adalah
terkait mengenai kepemilikan hak atas tanah mereka yang selama ini
mereka tinggal untuk mengungsi. Tanah yang dulu mereka miliki telah
diduduki oleh orang lain. Perselisihan tersebut mengakibatkan semakin
banyaknya masalah yang terjadi. Permasalahan mengenai sengketa tanah
yang terjadi mendesak organisasi-organisasi internasional maupun lokal
untuk segera menyelesaikan konflik. Pada tahun 2005 organisasi non
pemerintah internasional memulai sebuah program untuk memperkuat
10
intstitusi lokal dalam menangani sengketa tanah di Burundi yang terjadi
saat itu.
Novri Susan, Oki Hajiansyah Wahab (2014) The Cause of Protracted
Land Conflict in Indonesia’s “Democracy: The Case of Land Conflict in
Register 45, Mesuji Lampung Province, Indonesia : Penelitian ini
menggunakan metodologi kualitatif. Konflik tanah yang terjadi di Mesuji,
Lampung Provinsi, Indonesia disebabkan karena adanya dinamika konflik
kekerasan antar para pelaku, negara, sektor swasta dan masyarakat sipil.
Kepemilikan hak atas tanah menimbulkan masalah yang terjadi antara
pemilik tanah dan penduduk setempat yang sama-sama ingin memiliki
tanah tersebut. Tidak tegasnya campur tangan Badan Pertahanan Nasional
membuat penduduk merasa kecewa. Dengan demikian, masyarakat
setempat merespon manajemen konflik negara melalui perlawanan
kekerasan. Adanya strategi konflik yang bersifat kontroversial, seperti
kekerasan dan penindasan membuat kendala besar dalam mengubah
konflik tanah menuju pemecahan masalah berdasarkan nilai-nilai
demokrasi.
Rosmitasari, Reni, Rina Martini, dan Puji Astuti (2013) dalam judul
“Peran Pemerintah Daerah dalam Penyelesaian Sengketa Tanah pada
Lahan Pasific Mall Kota Tegal” bertujuan untuk mengetahui proses
penyelesaian sengketa hak atas tanah yang dijadikan Pasific Mall oleh
11
pemerintah melalui pengadilan. Metode yang digunakan adalah metode
kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyebab terjadinya
konflik akibat adanya sertifikat Hak Pengelolaan Tanah (HPL) milik
Pemerintah Daerah Tegal seluas 16.250 M atas nama Pemerintah Kota
Tegal yang telah dialihkan menjadi sertifikat hak milik nomor M. 613, M.
667, dan M. 704. Hasil dari penyelesaian permasalahan ini menghasilkan
bukti bahwa hak atas tanah yang diterbitkan sertifikat hak pengelolaan atas
nama Pemerintah Kota Tegal oleh kantor pertanahan Kota Tegal dan tidak
adanya keputusan menteri dalam negeri yang mengacu pemberian hak
pengelolaan dalam proses penerbitan sertifikat tersebut, sehingga majelis
hakim Pengadilan Negeri Tegal mendeteksi adanya upaya kebohongan dan
rekayasa dari pejabat kantor pertanahan dalam menerbitkan sertifikat hak
pengelolaan tersebut. oleh karena itu, sertifikat tanah dibatalkan dan
meminta kepada pejabat kantor pertanahan untuk mengembalikan hak atas
tanah tersebut ke pemilik tanah.
Selain itu, konflik juga berkaitan dengan sengketa tanah yaitu adanya
perjanjian kontrak yang menyebutkan bahwa pihak kedua (Pemkot) dapat
menggunakan sertifikat HGB Nomor 596 Kelurahan Pekauman dan
sertifikat hak milik nomor M. 613, M. 667, dan M. 704 Kelurahan
Pekauman pada bank dengan persetujuan pihak pertama dan ternyata
12
merupakan lahan sengketa yang masih belum diketahui pemilik yang
sebenarnya atas tanah tersebut.
Sulistyati, Tri Widyastuti, Budiman Achmad, dan Suyarno dalam
judul “ANALISIS KONFLIK LAHAN EKS KPWN DI DESA TEJA,
KECAMATAN RAJAGALUH, KABUPATEN MAJALENGKA,
PROVINSI JAWA BARAT’ menjelaskan bahwa akan ada rencana alih
fungsi lahan eks HGU yang menyebabkan masyarakat penggarap lahan
HGU terancam kehilangan lahan garapannya, sehingga koordinator
penggarap HGU PT. Teja Mukti Utama selaku wakil masyarakat Desa
Teja pada tahun 2000 menyampaikan permohonan kepada ketua DPRD
Majalengka agar tetap diperbolehkan menggarap lahan eks HGU tersebut.
Konflik lahan eks KPWN ini merupakan konflik vertikal yang terjadi
antara Kementerian Kehutanan dengan masyarakat penggarap lahan eks
KPWN dan merupakan konflik terbuka karena adanya perbedaan
kepentingan antara masyarakat terhadap pemerintah diekspresikan secara
jelas oleh masyarakat melalui okupasi lahan. Okupasi lahan eks KPWN
bersumber dari okupasi lahan oleh masyarakat yang disebabkan oleh
pengalihan penguasaan lahan, terbatasnya sosialisasi, kelambanan proses
pengurusan lahan, dan pembiaran lahan dalam waktu lama.
Konflik melibatkan beberapa aktor yang memiliki kepentingan
terhadap lahan eks KPWN di Desa Teja, yaitu KPWN, PT. Teja Mukti
Utama, Kementerian Kehutanan yang meliputi Ditjen Planologi
13
Kehutanan, Badan Litbang Kehutanan, dan Balai Diklat Kehutanan
Kadipaten, Pemerintah Desa Teja, Koordinator penggarap HGU PT. Teja
Mukti Utama, Masyarakat penggarap, serta Badan Pertahanan Nasional.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui terjadinya konflik, aktor yang
terlibat dalam konflik, serta menganalisis konflik lahan eks KPWN dengan
menggunakan metodologi kualitatif.
Marlijanto, Sonny Djoko (2010) meneliti tentang “Konsinyasi Ganti
Rugi Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum (Studi
Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Proyek Jalan TOL Semarang-Solo
Di Kabupaten Semarang)”. Penelitian ini menjelaskan bahwa terdapat
perbedaan dalam hal konsep penerapan konsinyasi yang mengindikasikan
bahwa Perpres ini lebih memihak kepada investor asing daripada nasib
masyarakat yang tanahnya harus diambil untuk pembangunan yang
seringkali mengatasnamakan kepentingan umum.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme
konsinyasi ganti rugi atas tanah yang digunakan untuk Pembangunan
Proyek jalan TOL Semarang – Solo di Kabupaten Semarang dan
hambatan-hambatan yang timbul dalam mekanisme ganti rugi atas tanah
yang digunakan untuk Pembangunan Proyek jalan TOL Semarang – Solo
di Kabupaten Semarang serta proses pengadaan tanah untuk kepentingan
umum dalam rangka Pembangunan Proyek jalan TOL Semarang – Solo di
14
Kabupaten Semarang serta pengaruhnya terhadap pemilik hak atas tanah
yang terkena proyek
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Pertama, mekanisme
konsinyasi ganti rugi atas tanah yang digunakan untuk Pembangunan
Proyek Jalan TOL Semarang – Solo di Kabupaten Semarang disebabkan
tidak adanya titik temu, sehingga proses di pengadilan yang dapat
menyelesaikan konflik tersebut. Kedua, hambatan-hambatan yang timbul
dalam mekanisme konsinyasi ganti rugi atas tanah yang digunakan untuk
Pembangunan Proyek Jalan TOL Semarang – Solo di Kabupaten
Semarang adalah ketidaksepakatan tentang besaran ganti kerugian karena
keterbatasan dana dari Pemerintah. Ketiga, proses pelaksanaan pengadaan
tanah untuk Pembangunan Proyek Jalan TOL Semarang – Solo ini sesuai
dengan Peraturan Kepala BPN nomor 3 tahun 2007. Pemegang hak atas
tanah menganggap bahwa ganti rugi yang ditawarkan kepada mereka tidak
sesuai dengan harga pasar setempat (umum). Adapun pengaruh yang
ditimbulkan terhadap pemilik hak atas tanah yang terena pembangunan
jalan tol Semarang – Solo ini diantaranya sebagai berikut : a) Turunnya
harga tanah; b) Menghambat pertumbuhan ekonomi; dan c) Hilangnya
rasa nyaman. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
analisis deskriptif dan menggunakan teori yuridis empiris sebagai
kerangka teoritis.
15
Steven R. Henderson (2005) dalam “Managing land-use conflict
around urban centres: Australia poultry farmer attitudes towards
relocation” berfokus pada isu relokasi pertanian. Pemerintah mengusulkan
agar petani unggas segera pindah dan mencari lahan baru untuk membuat
peternakan unggas yang baru. Hal ini karena Pemerintah memberikan
dukungan legislatif untuk mendorong pengembangan bisnis di bidang
properti untuk menegosiasikan pembebasan tanah dengan peternak
unggas. Munculnya konflik akibat pemerintah tidak mampu mengelola
keluhan bagaimana intensitas konflik yang terjadi.
Putranto dan Affandi, Universitas Negeri Surabaya Jurusan Sosiologi
(2013) dalam mengkaji isu relokasi pedagang kaki lima di Sentra PKL
Taman Prestasi Kota Surabaya dalam hubungannya dengan peranan
paguyuban pedagang kaki lima dalam menghadapi penertiban Pemerintah
Kota Surabaya. Penelitian yang mengandalkan sejumlah kerangka teoritis
yang meliputi teori katup penyelamat yang diperkenalkan oleh Lewis
Coser, teori ruang publik milik Jurgen Hebermas. Adapun metode
penelitian yang diterapkannya adalah kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Pengukuhan kerangka teori beserta metode dan pendekatan
yang digunakannya untuk memberikan penjelasan peran paguyuban dalam
resolusi konflik yang mereka hadapi.
Kesimpulan dari hasil laporan penelitiannya menjelaskan terdapat tiga
peran penting yang dilakukan oleh paguyuban PKL, yaitu sebagai katup
16
penyelamat saat terjadi relokasi, sebagai mediator penyelesaian konflik-
konflik internal PKL, dan sebagai ruang publik seperti misalnya
musyawarah mufakat dan pemanfaatan media massa untuk mengawasi
kebijakan pemerintah.
Muchamad Ismail, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Jurusan Sosiologi (2011) dalam mengkaji peta konflik akibat bencana
lumpur Sidoarjo antara warga masyarakat lokal dengan PT. Lapindo
Brantas. Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif berhasil memberikan
penjelasan dalam kesimpulan yang ditumbuhkannya bahwa konflik dipicu
oleh pemahaman dan kepentingan yang berbeda dari masing-masing pihak
yang bertikai. Dimana warga korban lumpur Sidoarjo menuntut
tanggungjawab PT Lapindo Brantas mengenai ganti-rugi dan pemukiman
kembali.
Berkat kerangka teoritis yang diadopsi dari Simon Fisher mengenai
resolusi konflik, temuan penelitiannya menyampaikan bahwa resolusi
konflik yang ditempuh melalui tiga model penanganan, yaitu arbitrasi,
mediasi, dan negosiasi.
Untuk model penanganan yang disebutkan pertama, LSM menjadi
pihak ketiga untuk mengawal gugatan warga korban yang ditujukan
kepada perusahaan, sementara hasil putusan dimenangkan oleh pihak
perusahaan. Pada model mediasi yaitu melibatkan Emha Ainun Najib
17
sebagai mediator dimana dalam pada model ini warga diberikan
kesempatan untuk memantau dan menindak lanjuti hasil pertemuan
pemerintah di Istana Presiden Puri Cikeas Bogor. Hasil dari model mediasi
ini warga korban diuntungkan untuk memahami kembali konsep
pembayaran ganti-rugi. Untuk model penanganan konflik yang terakhir
disebutkan yaitu negosiasi, pada model ini pihak persuahaan mencari
problem solving. Upaya ini dilakukan guna menghasilkan keputusan yang
saling menguntungkan dari masing masing pihak yang bertikai dan
menghasilkan konsep pembayaran cash and resettlemen.
Ali Imron, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi dalam penelitian
yang berjudul Konflik Tanah (Studi atas Konflik dalam Perumahan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jalarta). Bertujuan untuk
mengetahui penyebab konflik yang terjadi antara UIN Jakarta dengan
penghuni perumahan dosen UIN Jakarta dengan menggunakan teori
resolusi konflik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa munculnya konflik
akibat adanya ketidaksetujuan dari penghuni perumah dosen UIN atas
surat yang diberikan oleh UIN Jakarta untuk mengosongkan perumahan
dosen UIN. Ada 3 penyebab terjadinya konflik: 1) Perbedaan nominal
ganti rugi, 2) Status tanah. 3) Status rumah. Untuk menyelesaikan
18
permasalahan yang terjadi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
resolusi konflik, yakni 1) Negosiasi, 2) Mediasi, 3) Legal.
Dari literatur atau penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya,
terdapat persamaan dan perbedaan antara penelitian sebelumnya dengan
peneliti yang akan dilakukan oleh penulis. Persamaannya adalah terdapat
konflik yang terjadi mengenai permasalahan konflik lahan. Sedangkan
perbedaannya adalah konflik lahan yang akan di diteliti oleh penulis
menggunakan teori resolusi konflik dan lokasi peneliti dilakukan di
Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat.
E. Kerangka Teoritis
1. Analisis Konflik
Konflik adalah merupakan gejala sosial yang berarti benturan
kepentingan, keinginan, pendapatan, dan nilai-nilai yang paling
penting melibatkan dua orang atau lebih (Usman Kolip dan Setiadi,
2011: 347). Analisis konflik adalah sebuah proses terstruktur untuk
pemahaman yang lebih baik mengenai terjadinya konflik, termasuk
latar belakangnya, sejarah, kelompok utama yang terlibat termasuk
ideologi, agenda dan motivasinya, pemicu konflik dan faktor potensial
untuk perdamaian. Orang yang memiliki kepekaan terhadap konflik
memiliki analisis konflik yang baik mengenai konteks dari
permasalahan dan memahami bagaimana dampak dari solusi atau
intervensi yang dilakukan pada konflik tersebut (Panduan Mediasi unik
19
Praktisi Perdamaian di Ambon disusun oleh Center for Humanitarian
Dialogue The Habibie Center Institut Tifa Damai Maluku, 2016: 12).
Pohon konflik adalah sebuah analisa yang dapat membantu
menganalisa sebuah perselisihan serta memaparkan sebab dan akibat
dari perselisihan yang terjadi. Hal ini akan membuka pandangan yang
lebih luas akan adanya masalah-masalah lain berkaitan dengan pokok
permasalahan yang diakui oleh para pihak sebagai sumber
perselisihan. Akar dari perselisihan sangat penting dan hal tersebut
dapat ditemukan dan karenanya parah pihak yang dapat menemukan
solusi bersama.
Ada beberapa hal penting dalam mengenali jenis konflik, yakni
harus mencari terlebih dahulu apa penyebab utama dari konflik dan
akibat dari konflik yang terjadi, pihak-pihak yang terlibat dan pada
level mana konflik tersebut terjadi.
Adapun alat-alat untuk melakukan analisis konflik yang baik yaitu
dengan melihat urutan-urutan dari kejadian yang berkaitan dengan isu-
isu yang menjadi konflik permasalahan. Karena sering sekali pihak
mendapatkan urutan waktu yang berbeda, baik dari segi kejadian
maupun dari segi penjelasan dari kejadian tersebut. Berikut langkah-
langkah dari analisis konflik dengan menggunakan urutan kejadian
adalah sebagai berikut:
20
a. Para pihak dapat diminta membuat daftar kejadian beserta waktu
yang berkaitan dengan isu utama dari perselisihan yang terjadi
antara mereka.
b. Pada kertas plano, mediator membuat garis lurus ditengah. Garis
ini digunakan untuk menuliskan waktu dari kejadian-kejadian yang
diidentifikasi oleh para pihak.
c. Mediator menempelkan satu persatu kejadian tersebut sesuai
dengan urutan waktu kejadian.
d. Berdasarkan urutan tersebu, para pihak diajak mengidentifikasi hal-
hal yang penting dan perlu didiskusikan lebih lanjut.
2. Sebab-sebab Konflik
Dalam buku Elly M Setiadi dan Usman Kolip tahun 2011,
menjelaskan bahwa terdapat beberapa pendapat mengenai akar
penyebab dari timbulnya konflik diantaranya:
a. Perbedaan antar Individu
Perbedaan pendapat, tujuan dan keinginan yang
dipertentangkan. Di dalam realitas sosial individu memiliki
karakter yang berbeda, dari perbedaan tersebutlah yang
memengaruhi timbulnya konflik.
b. Benturan antar Kepentingan
Terdapatnya kepentingan antar kelompok politik yang ingin
memperluas jaringan atau wilayahnya untuk mengembangkan
kepentingannya dalam bidang politik. Kepentingan politik yang
21
sering terjadi sering kali menimbulkan konflik yang terjadi di
masyarakat.
c. Perubahan Sosial
Perubahan sosial yang terjadi bisa menimbulkan konflik
yang ditandai dengan gejala tatanan perilaku lama sudah tidak
digunakan lagi sebagai pedoman, sedangkan tatanan perilaku yang
baru masih simpang siur sehingga orang banyak kehilangan arah
dan pedoman perilaku.
d. Perbedaan yang terjadi akibat kebudayaan mengakibatkan adanya
perasaan in group dan out group yang biasanya diikuti oleh sikap
etnosentrisme kelompok. Sikap yang menunjukkan bahwa
kelompoknya lebih baik dari kelompok lain.
3. Resolusi Konflik
Resolusi konflik Fisher (Suhardono, 2015:5) adalah usaha
menangani sebab-sebab terjadinya konflik dan membangun hubungan
yang baru yang bisa bertahan lama diantara kelompok-kelompok yang
berseteru. Menurut Weitzman & Weitzman (Suhardon, 2015:4)
resolusi konflik adalah sebuah upaya untuk menyelesaikan
permasalahan secara bersama.
Jadi kesimpulannya, resolusi konflik adalah sebuah upaya untuk
menyelesaikan suatu permasalahan yang sedang dihadapi oleh individu
dengan individu lainnya. Dalam hal ini, resolusi konflik juga memiliki
22
cara-cara yang demokratis dalam menyelesaikan sebuah permasalahan,
baik secara musyawarah atau melalui jalur hukum. Dalam pendekatan
resolusi konflik telah banyak dijelaskan oleh tokoh, sehingga hal
tersebut menjadi umum ketika melihat konflik dengan menggunakan
pendekatan resolusi konflik. Moore dalam The Study on Mining
Licence Overlaps mengatakan bahwa pendekatan resolusi konflik
terbagi menjadi empat yaitu, negosiasi, mediasi, albitrasi, dan
pendekatan legal (Ansori, Rotinsulu, dan Haryadi, 2013).
4. Tahapan Resolusi Konflik
a. Negosiasi
Negosiasi adalah salah satu upaya untuk menyelesaikan
konflik. Negosiasi dilakukan oleh pihak yang berkonflik untuk
menyampaikan keinginan dari pihak yang berkonflik yang pada
akhirnya akan menemukan suatu keputusan yang disepakati secara
bersama oleh pihak yang terkait dalam sebuah konflik. Tujuan dari
negosiasi adalah untuk mencapai kesepakatan bersama yang
diterima kedua belah pihak. Negosiasi dilakukan secara langsung
antara dua pihak atau lebih tanpa memerlukan pihak lain untuk
menengahi perselisihan tersebut. Seringkali para pihak dalam
negosiasi mempunyai kepentingan yang berbeda
Dalam melakukan negosiasi terdapat tiga variable yang
memungkinkan terjadinya keberhasilan dalam bernegosiasi.
Pertama, kedua belah pihak harus bersedia untuk mencari sebuah
23
solusi dalam menyelesaikan konflik. Kedua, pihak-pihak harus
memiliki sumberdaya manusia, keuangan, dan administrasi untuk
mencari resolusi. Ketiga, kedua belah pihak harus memiliki
pemahaman yang tinggi mengenai permasalahan yang terjadi dan
kedua belah pihak harus memiliki kemauan untuk mencari solusi
dan memiliki sumberdaya yang memadai juga pemahaman
bersama (kontekstual dan teknis) agar mencapai resolusi bersama.
Namun apabila sebaliknya, jika kedua belah pihak tidak ada rasa
keinginan bersama untuk menyelesaikan sebuah permasalahan.
Dimana kedua belah pihak memiliki keinginan rendah untuk
memahami sebuah konflik, maka akan ditangguhkan kepada pihak
ketiga (Barron, dkk, 2004: 30).
b. Mediasi
Mediasi adalah sebuah upaya yang dilakukan untuk
menyelesaikan permasalahan dengan mengajak pihak ketiga
(netral) ketika cara negosiasi tidak berhasil dalam menyelesaikan
sebuah permasalahan. Pihak ketiga ini berfungsi sebagai mediator
antara pihak yang sedang mengalami konflik. Dimana pihak ketiga
selain berfungsi sebagai mediator yang bersifat netral, juga
berfungsi sebagai pihak yang bisa menjembatani antara pihak yang
bertikai untuk mencari dan memecahkan solusi sesuai keinginan
pihak yang bertikai (Barron, dkk, 2004: 31).
24
Dalam melakukan mediasi terdapat beberapa kriteria
penting, yakni, 1) mediasi harus dilakukan secara sukarela, 2)
pihak harus sepakat dalam memilih mediator, 3) mediator ada
untuk memfasilitasi diskusi antara pihak yang bertikai dan
menyediakan pihak untuk bertemu dan memimpin diskusi bukan
untuk memberi solusi atau mendikte sebuah perjanjian.
c. Albitrasi
Upaya yang dilakukan dengan dua pihak atau lebih dengan
mempertemukan pihak yang berkonflik dan di bantu oleh pihak
ketiga yang disebut pihak albiter. Fungsi dari pihak ketiga adalah
untuk menjembatani keinginan kedua belah pihak dan pihak albiter
yang memberikan persetujuan dengan menilai kekurangan dan
kelebihan dari para pihak yang berkonflik. Hasil dari keputusan
pada pihak ketiga mengikat secara hukum (Moore dalam Ansori,
Rotinsulu, dan Haryadi, 2013).
d. Legal
Pendekatan melalui cara legal adalah tahapan terakhir
ketika negosiasi, mediasi, dan albitrasi sudah tidak lagi dapat
menyelesaikan konflik yang terjadi. Dalam penyelesaian konflik
dengan cara legal, pihak ketiga adalah lembaga pengadilan. Pihak
ketiga adalah hakim yang akan memutuskan berdasarkan
kekurangan dan kelebihan dari pihak yang berkonflik dan
keputusan hakim ini mengikat secara hukum. Dengan demikian,
25
penyelesaian menggunakan pendekatan secara legal akan mencapai
hasil pada win-lose solution(Moore dalam Ansori, Rotinsulu, dan
Haryadi, 2013).
5. Hasil Resolusi Konflik
Dari cara menghadapi dan menyelesaikan maka hasil konflik sosial
dapat diklarifikasikan sebagai beikut (Elly M Setiadi & Usman, 2011:
378-379):
a. Konflik Menang VS Menang
Konflik akan berakhir menang vs menang apabila kedua belah
pihak telah bersedia menerima keputusan bersama dalam mencapai
sebuah solusi yang sama-sama saling menguntungkan.
b. Konflik Kalah VS Menang
Konflik akan berakhir pada kalah vs menang apabila salah satu
pihak yang bertikai mencapai keinginannya dengan mengorbankan
keinginan pihak lain.
c. Konflik Kalah VS Kalah
Dimana kedua belah pihak tidak ada yang memenangkan konflik
tersebut dan mengorbankan tujuannya atau berakhir pada
keputusan yang buntu.
26
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Seperti yang diketahui definisi kualitatif
menurut Creswell berpendapat bahwa, Penelitian kualitatif adalah
suatu proses penelitian ilmiah yang lebih dimaksudkan untuk
memahami masalah-masalah manusia dalam konteks sosial dengan
menciptakan gambaran menyeluruh dan kompleks yang disajikan,
melaporkan pandangan terperinci dari para sumber informasi, serta
dilakukan dalam setting ilmiah tanpa adanya intervensi apapun dari
peneliti (Herdiansyah, 2012:8)
Sedangkan menurut Moleong penelitian kualitatif adalah penelitian
yang bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh subjek penelitian seperti tindakan, perilaku, persepsi, motivasi,
dan lain-lain. Secara menyeluruh dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata, bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2009:6)
Dengan demikian peneliti menggunakan metode kualitatif karena
terdapat beberapa kesamaan dari yang telah dikemukakan oleh para
tokoh yaitu dengan lebih memfokuskan kepada interpretasi terhadap
fenomena sosial yang meliput tindakan, perilaku, persepsi, dan lain-
lain. Oleh kerana itu peneliti akan mendapatkan gambaran informasi
27
atau data secara mendalam dan menyeluruh mengenai penyebab
terjadinya konflik lahan.
2. Subjek Penelitian
Informan yang dijadikan subjek dalam penelitian ini adalah pihak
pengurus GIM, PAUD Islam Mandiri, Pengurus RPTRA, dan Camat
Johar Baru. Dalam menentukan informan, peneliti menggunakan
teknik Purposive. Purposive adalah teknik penentuan berdasarkan
pertimbangan tertentu. Teknik ini bertujuan untuk mendapatkan kasus-
kasus yang memiliki berbagai informasi yang dapat memberikan
pemahaman penuh mengenai berbagai aspek dari fenomena yang
diteliti (Sulistyaningsih, 2012: 74), dan digunakan apabila anggota
yang dipilih secara khusus berdasarkan tujuan penelitiannya (Usman,
2008: 45).
Dalam menentukan purposive, peneliti hanya menggunakan satu
kriteria yaitu informan yang terlibat dalam konflik lahan di Kelurahan
Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat. Berikut adalah
informan yang dianggap dapat memberikan informasi dan keterangan
yang akan diteliti. Informan yang dimaksud adalah terdiri dari:
a. Kepala Sekolah dan Guru (4 orang).
b. Koordinator RPTRA (1 orang).
c. Pengurus RPTRA Kelurahan Tanah Tinggi (1 oradng).
d. RW 013 Pulo Gundul (1 orang).
e. Warga sekitar (2 orang).
28
f. Camat Kelurahan Tanah Tinggi(1 orang)
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RW 013, Kelurahan Tanah Tinggi,
Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat. Sedangkan waktu yang
diperlukan untuk melakukan penelitian ini dimulai pada Bulan
November 2016 sampai dengan Bulan Maret 2017.
4. Jenis Data
Penelitian dilakukan dengan memanfaatkan data primer dan data
sekunder. Menurut Suyanto (2007:55) data primer merupakan data
yang didapat langsung dari objek yang akan diteliti. Data diperoleh
dari hasil wawancara dengan subjek penelitian yaitu mengenai konflik
lahan yan terjadi di Keluarahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru,
Jakarta Pusat dengan melakukan tanya jawab. Sedangkan data
sekunder, merupakan data penelitian yang diperoleh dari jurnal-jurnal
etak maupun jurnal-jurnal elektronik, karya-karya ilmiah seperti
skripsi atau tesis dan buku-buku yang berkaitan dengan konflik lahan.
5. Teknik Pengumpulan Data
Wawancara (interview) merupakan pertemuan dua orang yang
bertujuan untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,
sehinga dapat dibentuk makna dalam suatu topik yang akan diteliti.
Dalam hal ini penelti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam
tentang partisipan dalam meinterprestasikan situasi dan fenomena yang
terjadi (Sugiyono, 209:231-232). Adapun wawancara menurut
29
Moleong (2005:135) ialah usaha untuk mengumpulkan informasi
dengan mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab
secara lisan pula. Wawancara dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) dan yang diwawancara (interviewer).
Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara semistruktur (Semistructure Interview) yang tergolong
dalan in-dept-interview, yang bertujuan untuk menemukan
permasalahan secara lebih terbuka, dimana informan tidak hanya
menjawab pertanyaan yang diberikan oleh peneliti saja, melainkan
diminta pendapat dan ide-idenya. Wawancara ini bersifat bebas dari
wawancara terstruktur( Sugiyono. 2009:223).
Peneliti menggunakan wawancara semistruktur dengan membuat
pedoman wawancara berupa daftar pertanyaan yang tidak mengikat.
Hal ini supaya tiak memungkinkan terjadinya variasi-variasi penyajian
pertanyaan sesuai selera berdasarkan situasi yang ada. Daftar
pertanyaan yang dibuat agar bisa menjadi pengontrol yang relevan dan
agar tidak menyimpang atau keluar dari topik permasalahan yang ingin
diteliti. Langkah selanjutnya setelah melakukan proses wawancara
adalah membuat transkip wawancara.
6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data yang terkumpul, selanjutnya akan dianalisis. Analisis data
adalah merupakan sebuah proses sistematis pencairan dan pengaturan
30
transkripsi wawancara, laporan lapangan, dan materi-materi lain yang
telah dikumpulkan untuk meningkatkan informasi dan pemahan diri
sendiri mengenai materi-materi tersebut dan untuk memungkinkan
menyajikan apa yang sudah ditemukan kepada orang lain. Dalam
analisis data, penelitian menggunakan model analisis Mills dan
Hubermas yang terdiri dari reduksi data, penyajian data, dan
kesimpulan (Sugiyono, 2014:91):
a. Reduksi Data
Data berisi tentang proses penggabungan dan penyelarasan
segala bentuk data yang diperoleh menjadi satu bentuk tulisan
yang akan dianalisis (Herdiansyah, 2012: 180)
b. Penyajian Data
Data yang disajikan berbentuk naratif agar mempermudah
untuk memahami apa yang terjadi (Sugiyono, 2014:95). Dalam
hal ini setelah data primer dan sekunder dipilah maka kemudian
data tersebut peneliti sajikan dalam bentuk teks atau paragraf
yang bersifat naratif.
c. Kesimpulan
Terdapat 3 tahapan kesimpulan Pertama, menguraikan
subkategori tema dan tabel kategorisasi dan pengkodean disertai
dengan quote verbatim wawancaranya. Kedua, menjelaskan hasil
temuan penelitian dengan menjawab pertanyaan penelitian
berdasarkan aspek/komponen/faktor/ dimensi dari central
31
phenomenon penelitian Ketiga, membuat kesimpulan dari temuan
tersebut dengan memberi penjelasan dari jawaban pertanyaan
penelitian (Herdiansyah, 2012: 179-181)
32
BAB II
GAMBARAN UMUM PAUD ISLAM MANDIRI DAN RPTRA
A. Gambaran Umum PAUD Islam Mandiri
1. Sejarah Berdirinya PAUD Islam Mandiri
Anak usia dini adalah masa manusia memiliki keunikan yang
diperhatikan oleh orang dewasa, anak usia dini unik dalam potensi
yang dimiliki dan pelayanannya perlu sungguh-sungguh agar setiap
potensi dapat menjadi landasan dalam menapaki tahap perkembangan
berikutnya (Suryana, 2013: 7).
Tirtarahaja dalam Suryana (2013) menyatakan bahwa setiap anak
memiliki dorongan untuk mandiri yang sangat kuat, meskipun di sisi
lain pada anak terdapat rasa tidak berdaya, sehingga memerlukan pihak
lain (pendidikan) yang dapat dijadikan tempat bergantung untuk
memberikan perlindungan dan bimbingan.
Oleh karena itu dibangun sekolah PAUD Islam Mandiri di
daerah Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat.
Dengan tujuan untuk meningkatkan dan mensejahterakan pendidikan
pada anak usia dini dan juga mengajarkan nilai-nilai yang diajarkan
dalam Islam. Seperti beribadah, membaca Al-Qur’an, nilai-nilai sosial
positif lainnya. (Wawancara dengan ES, Tanah Tinggi, 10 Oktober
2016).
PAUD Islam Mandiri sangat konsisten sebagai pelaksana dan
salah satu program yang dicanangkan oleh pemerintah dalam
33
Pendidikan Dasar (Dikdas). PAUD Islam Mandiri bekerjasama dengan
pemerintah dan juga masyarakat sekitar dengan tujuan untuk
membantu anak mendapatkan pendidikan sejak usia dini dan menuju
ke gerbang pendidikan tingkat selanjutnya.
Saya menyadari betapa pentingnya pendidikan anak usia dini.
Khususnya yang berada di wilayah kami RW 013, yang
mayoritas masyarakatnya memiliki status sosial ekonomi yang
rendah dan tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Penghasilan
masyarakat disini juga dibawah rata-rata UMR DKI Jakarta.
Dengan demikian Ibu Erti Sumoni membuka PAUD diwilayah
RW 013, untuk memberikan pendidikan non formal pada anak-
anak Usia Dini diwilayah RW 013 dan sekitarnya. agar terbebas
dan kebodohan menjadi anak yang cerdas, Ceria, Taqwa kepada
Allah Subhanahu Wa Ta’ ala (Wawancara dengan RW 013,
Tanah Tinggi, 9 Januari 2017).
Berawal dari PKL Mahasiswa IKIP Rawamangun Jakarta dengan
Dosen Pembimbing Bapak Diding dan Ibu Yurdik pada tahun 1998 di
wilayah Kelurahan Tanah Tinggi tepatnya di Pos RW 10 selama
sebulan. Anak IKIP Jakarta (sekarang UNJ) mengajarkan berbagai
macam bahasa dan juga mengajarkan bagaimana berbahasa yang baik
dan santun kepada anak-anak di lingkungan sekitar. Karena lingkungan
di RW 13 ini sangat memperihatinkan akibat pendidikan yang rendah.
Setiap pembelajaran dimulai, anak-anak dikumpulkan di pos RW 010
Tanah Tinggi (Wawancara dengan ES, Tanah Tinggi, 10 Oktober
2016).
Pada akhir PKL pihak IKIP yang diwakili oleh Bapak Diding
dan Ibu Yurdik menunjuk Ibu Erti Sumoni selaku perwakilan dari
PKK Unit RW 013 untuk melanjutkan Pembinaan/ Pengajaran pada
34
Anak Usia Dini. Ibu Erti Sumoni mendapatkan pembinaan dan
pelatihan dari IKIP Rawamangun Jakarta untuk melanjutkan sekolah
yang didirkan oleh mahasiswa KKN.
Waktu itu, pada pekan ke-2 ketika saya sedang mengantarkan
anak saya sebagai peserta didik, para mahasiswa tidak hadir
karena satu hal lain. Saya melihat anak-anak sudah berkumpul
dan saya berinisiatif untuk mengajar sebagai guru pengganti.
Ketika saya sedang mengajar, dosen pembimbing mahasiswa
dari IKIP Rawamangun Jakarta melihat dan tertarik dengan cara
mengajar saya. Kemudian saya ditunjuk untuk meneruskan
“sekolah dadakan” yang dibuat oleh IKIP Rawamangun Jakarta
setelah para peserta KKN menyelesaikan tugasnya (Wawancara
dengan ES, Tanah Tinggi, 10 Oktober 2016).
Pada tahun 2000, terdapat adanya peraturan dari DEPDIKNAS,
yaitu Pendidikan Anak Dini Usia (PADU) yang akan berubah menjadi
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) untuk pendidikan bagi anak yang
kurang mampu. Kemudian TK Mandiri mengubah namanya menjadi
PAUD Islam Mandiri dengan biaya SPP dan sebagainya hanya Rp.
2.500,-/bulan yang sebelumnya Rp. 100,-/hari.
PAUD Islam Mandiri pindah domisili pada tahun 2005 dan
pemindahan tempat ini mendapatkan bantuan dana dari DEPDIKNAS
sebesar Rp. 25.000.000,- yang dipergunakan untuk membeli alat-alat
peraga dan operasional dalam kegiatan belajar mengajar. Pada tahun
2007 PAUD Islam Mandiri mendapatkan Bantuan Operasional PAUD
(BOP) dari DEPDIKNAS sebesar Rp. 5.000.000,- dan begitu
seterusnya sampai tahun 2015, guna untuk menaikkan kecukupan gizi
35
pada anak tahun-tahun tersebut. (Mendapatkan data dari RW 13, Tanah
Tinggi, 10 Oktober 2016).
2. Letak Geografis PAUD Islam Mandiri
Letak geografis PAUD Islam Mandiri terletak di Jalan Kramat
Pulo Gundul RW 013 No. 232, Kelurahan Tanah Tinggi Kecamatan
Johar Baru, Jakarta Pusat, kode pos 10540 dengan nomor telpon (021)
36465104 dengan luas fasilitas gedung 95m2 dan tidak bertingkat.
PAUD Islam Mandiri, kurang lebih sudah hampir 3 kali
mengalami pemindahan tempat bangunan di setiap tahunnya. Berikut
penjelasannya:
a. Tahun 1998
Pada tahun 1998 PAUD Islam Mandiri terletak di RT 005
RW 013 dan menggunakan bangunan Pos RW 013 yang hanya
berukuran 4x3m.
b. Tahun 2005
Pada tahun 2005 PAUD Islam Mandiri pindah domisili dan
memanfaatkan bantaran kali Sentiong dengan luas bangunan lebih
luas dari sebelumnya kurang lebih sekitar 8x3m.
c. Tahun 2013
Pada tahun 2013 PAUD Islam Mandiri berpindah tempat
untuk yang ke-3 kalinya. Pemindahan tempat ke-3 ini berlokasi di
Gedung Interaktif Masyarakat (GIM) dengan luas tanah lebih dari
450m2.
d. Tahun 2015
Pada tahun 2015 PAUD Islam Mandiri berpindah tempat.
Kini PAUD Islam Mandiri dibangun diatas tanah dengan luas
36
kurang lebih dari 95m2. Dimana bangunan ini dahulu milik Dinas
Kebersihan.
37
3. Profile PAUD Islam Mandiri
PAUD Islam Mandiri ini memiliki visi untuk mencerdaskan
anak bangsa dan memiliki misi untuk membentuk anak usia dini yang
cerdas dan berakhlak mulia. Tujuan dari terbentuknya PAUD Islam
Mandiri adalah:
a. Membimbing anak usia dini agar dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal dan sesuai dengan tumbuh kembang dan potensi
pada anak.
b. Menjadi anak usia dini yang mempunyai wawasan yang luas,
kreatif dan imajinatif.
c. Membantu program pemerintah untuk mengatasi kebodohan
pada masyarakat yang kurang mampu.
Berdirinya PAUD Islam Mandiri ini juga mengikuti peraturan
dasar hukum yang dibuat oleh pemerintah. Dasar hukum yang terkait
mengenai pendidikan pada anak, yakni:
a. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Susdiknas
b. UU No. 23 Tahun 202 tentang perlindungan pada anak
c. UU No. 4 Tahun 1974 tentang kesejahteraan anak
Waktu pembelajaran PAUD Islam Mandiri dilakukan pada hari
senin s/d jum’at pada pukul 07.30 s/d 13.00 WIB. Pembagian jam
belajar ini dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama,
kelompok A yang melakukan pembelajaran pada puku 07.30-10.00
38
WIB. Sedangkan kelompok kedua, kelompok B yang melakukan
pembelajaran pada pukul 10.00-12.30 WIB. PAUD Islam Mandiri
hanya terdiri dari 1 Kepala Sekolah, 1 bendahara, 4 guru, dan semua
beragama Islam. Berikut struktur organisasi PAUD Islam Mandiri:
4. Program Kegiatan PAUD Islam Mandiri
Seperti sekolah pada umumnya, sekolah PAUD Islam Mandiri
juga memiliki gambaran kegiatan belajar selama satu semester.
Berikut adalah gambaran program PAUD Islam Mandiri tahun ajaran
2016-2017:
Tabel II.A.6 Program PAUD Islam Mandiri 2016 - 2017
NO BULAN KEGIATAN JADWAL
1 Juli Perkenalan/Sosialiasi siswa
baru
Minggu ke II &
III
2 Agustus Lomba, karnaval, dan Halal
Bihalal
Minggu ke I & II
3 September KBM -
4 Oktober Persiapan lomba PORSENI Minggu ke I
5 November PORSENI di Ancol Minggu ke I
6 Desember Pembagian Rapot Minggu ke III
7 Januari Manasik Haji Minggu ke IV
8 Februari Berkunjung ke pemadam
kebakaran Johar Baru
Minggu ke II
9 Maret Praktek membuat kue dan telur
asin
Minggu ke III
10 April Persiapan lomba Hari Anak
Nasional
Minggu ke I
11 Mei Pelepasan PAUD Se-
Kecamatan Johar Baru
Minggu ke II
39
Sumber: Dokumen kegiatan belajar mengajar PAUD Islam Mandiri
40
B. Gambaran Umum Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA)
1. Sejarah Berdirinya RPTRA
Pembangunan Kota Layak Anak (KLA) menjadi program
Pemprov DKI Jakarta dalam rencana pembangunan jangka menengah
daerah pada tahun 2013-2017. Salah satu wujud dari Kota Layak Anak
melalui pembangunan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA)
di sejumlah wilayah DKI Jakarta (Fazri, Sri, Siti, 2017: 19)
Pembangunan RPTRA juga diakibatkan banyak permasalahan
sosial yang disebabkan penataan wilayah yang belum relevan,
sehingga menghasilkan masalah-masalah turunan seperti kurang
berkembangnya anak dalam interaksi sosial yang berdampak pada
kualitas hidup di Jakarta. Pemerintah DKI Jakarta memberikan
kebijakan dengan memutuskan pembuatan suatu ruang publik terpadu
di sejumlah wilayah DKI Jakarta (Fazri, Sri, dan Siti, 2017: 19).
Salah satu upaya Pemerintah DKI Jakarta untuk melindungi hak-
hak perempuan dan anak-anak adalah dengan membuat RPTRA yang
dibuat di setiap kecamatan di seluruh DKI Jakarta. Permulaan gagasan
ini muncul, saat ada pertemuan PKK yang menginginkan adanya
tempat pemberdayaan perempuan dan anak yang sifatnya multifungsi.
Akhirnya tersepakati dengan sebutan RPTRA (Ruang Publik Terpadu
Ramah Anak) (Fazri, Sri, dan Siti, 2017: 2).
Pemerintah provinsi DKI Jakarta sejak tahun 2015 melaksanakan
program pembangunan Ruang Publik Terpadu Ramah anak (RPTRA)
41
sebagai salah satu bentuk dari pusat komunitas yang ada di DKI
Jakarta (Rienna, 2006 : 3). Pembangunan RPTRA juga dibangun di
Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat.
Pembangunan ini sengaja dibangun di sekitar pemukiman warga
dengan tujuan agar rakyat kecil bisa merasakan manfaat dari
dibangunnya RPTRA bagi anak-anak dan lingkungan sekitarnya.
RPTRA ini digunakan secara umum, siapapun boleh bermain di
RPTRA dan berhak menggunakan fasilitas yang telah disediakan oleh
Pemprov DKI Jakarta. Pembangunan RPTRA di Kelurahan Tanah
Tinggi di bangun sekitar tahun 2015 (Wawancara dengan D, Tanah
Tinggi, 9 Januari 2017).
Oleh karena itu, melihat fakta kondisi yang ada maka perlu
dibangun suatu area yang khas sebagai simbol eksistensi DKI Jakarta
kota metropolitan, namun berkultur lingkungan dan ramah anak yaitu
Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) (Fazri, Sri, dan Siti,
2017: 20).
Pembangunan RPTRA ini di sosialisasikan pada bulan
September tahun 2015. Beberapa bulan kemudian, sekitar bulan
Desember pembangunan RPTRA mulai dilaksanakan.
(Wawancara dengan RW 013, Tanah Tinggi, 9 Januari 2017).
Berdasarkan PP Gubernur DKI Jakarta No. 349 Tahun 2015
tentang tim pelaksana pembangunan dan pemeliharaan RPTRA:
a. Menyusun rencana kerja dengan memperhatikan target dan
pencapaian yang akan dikerjakan dalam waktu 1 tahun;
42
b. Membangun dan memelihara RPTRA di DKI Jakarta dengan
target pencapaian 1 (satu) kelurahan 1 (satu) RPTRA yang dapat
difungsikan sebagai Community Center bagi masyarakat
c. Melakukan persiapan, perencaaan dan pelaksanaan yang
terintegrasi dan saling bersinergi antara SKPD/UKPD untuk
melakukan upaya-upaya mewujudkan Jakarta sebagai Kota
Layak Anak (KLA) di 5 (lima) wilayah kota administrasi dan 1
(satu) kabupaten administrasi Kepulauan Seribu.
d. Menjalin kemitraan dengan para pemangku kepentingan antara
lain lembaga pemerhati anak, dunia usaha (mitra CSR) dan
akademisi demi terwujudnya Jakarta sebagai KLA
e. Memberikan masukan/saran/pertimbangan/rekomendasi kepada
Gubernur dan Wakil Gubernur mengenai pelaksanaan kegiatan
pembangunan dan pemelihara RPTRA
Mereka yang terpilih menjadi anggota kepengurusan RPTRA
bertanggung jawab atas keamanan fasilitas yang telah diberikan.
Selain itu, pengurus RPTRA juga wajib menjalankan program-
program tujuan dibuatnya RPTRA untuk kalangan bawah. Agar fungsi
dan tujuan dari dibuatnya RPTRA bisa dirasakan oleh masyarakat
kalangan bawah. (Wawancara dengan RW 13, Tanah Tinggi, 9 Januari
2017)
43
2. Letak Geografis RPTRA Pulo Gundul
Letak geografis Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA)
terletak di Jalan Keramat Pulo Gundul K. 106 RW/RT 013/005
Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat.
Dengan luas tanah 1.183M2. Sertifikat hak milik No. 1236 tanggal 12-
11-2003. (Sumber: Dokumentasi)
3. Profile RPTRA
Di RPTRA kawasan Pulo Gundul ini akan dibangun sejumlah
sarana untuk kebutuhan masyarakat. Pembangunan RPTRA
mendapatkan dana dari CSR. RW pindah kesini akhir bulan Maret.
Yang mengurus RPTRA adalah lurah dan 6 anggota RPTRA yang di
rekrut oleh Pemprov DKI Jakarta. Yang pertama ada Syahadat dan
yang kedua ada Ari. Bukan RW yang mengurus RPTRA.
Kepengurusan ini adalah program dari PKK provinsi (Wawancara
dengan RW 13, Tanah Tinggi, 9 Januari 2017).
Fasilitas yang telah diberikan oleh RPTRA seperti perpustakaan,
taman untuk anak-anak bermain seperti perosotan, ayunan, jungkat-
jungkit, amphiteather, kolam gizi, bank sampah dan di RPTRA Pulo
Gundul juga terdapat ruang laktasi untuk ibu menyusui (Sumber:
Dokumentasi). Pembangunan RPTRA di Pulo Gundul ini diharapkan
mampu memberikan banyak pembelajaran dan juga manfaat pada
masyarakat Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta
Pusat.
44
Selain itu di RPTRA juga memiliki beberapa kegiatan lainnya.
Sebagai fasilitas untuk pengembangan kesejahteraan, rekreasi, budaya,
pribadi dari anggota masyarakat di sekitar wilayah (Smith dalam
Rienna, 2006 : 3).
Adapun beberapa kegiatan yang dilakukan di RPTRA Pulo
Gundul, Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta
Pusat yaitu :
a. Kegiatan pemilahan di Bank Sampah RPTRA oleh relawan anak-
anak yang berada di RPTRA Pulo Gundul.
b. Kegiatan wisata anak-anak RPTRA Pulo Gundul ke Balaikota
Provinsi DKI Jakarta.
c. Kegiatan olahraga seperti futsal, taekwondo, basket, dan lain-lain.
d. Tempat berkumpulnya kegiatan ibu-ibu PKK.
Di kegiatan RPTRA Pulo Gundul memiliki kegiatan yang paling
padat untuk daerah Jakarta Pusat. Kegiatannya seperti latihan
menari, ada futsal, ada perpustakan. Yang bakunya itu futsal,
perpustakaan, terus seminggu sekali ada latihan menari, ada juga
bela diri seperti taekwondo. Untuk masing-masing setiap kegiatan
memiliki tenaga sosial dari sekelurahan Tanah Tinggi.
(Wawancara dengan RW 013, Tanah Tinggi, 9 Januari 2017).
Di RPTRA ini terdapat pengurus dan pengelola. Pengurus
RPTRA ada Pak Lurah beserta staff lurah (Wawancara dengan Pak
Hary koordinator RPTRA, Tanah Tinggi, 28 Februari 2017).
Sedangkan yang mengelola RPTRA adalah warga yang telah terpilih
sesuai syarat yang telah ditentukan dari pemerintah. Syarat yang saya
45
kemarin itu SKCK, surat kesehatan dan lamaran dan ijazah terakhir
dan harus wilayah yang ada di RPTRAnya, jadi bukan wilayah lain.
RPTRA memiliki 6 orang pengelola untuk membersihkan sarana dan
prasana juga fasilitas yang ada disini. Jadi kita ini berenam dibagi, ada
humas, sarana dan prasana, PKK, sekertaris, dan kordinator.
(Wawancara dengan Pak Hary koordinator RPTRA, Tanah Tinggi, 28
Februari 2017).
Jadi kalo koordinator itu yang.. apa ya ? mempertanggung
jawabkan kebersihan, jadi dia mengatur semua teman-temannya
lima-limanya ini dari segi jadwal-jadwal dan mengatur kegiatan
yang ada disini begitu. Jadi.. apa ya ? sebenarnya lebih berat sih
jadi kordinator itu tapi di kita kelurahan Tanah Tinggi itu per 4
bulan sekali rolling kordinatornya. Jadi ganti, jadi semua enam-
enamnya ini bisa dapet kebagian jadi kordinator. (Wawancara
dengan Pak Hary koordinator RPTRA, Tanah Tinggi, 28
Februari 2017).
RPTRA tidak hanya sekedar memberikan fasilitas untuk
bermain. Tetapi RPTRA memiliki berbagai macam kegiatan untuk
warga dan anak-anak di Kelurahan Tanah Tinggi mulai dari senam
jantung sehat lansia, terus membaca untuk anak-anak, terus bimbel,
futsal dan kerajinan-kerajinan. (Wawancara dengan Pak Hary
koordinator RPTRA, Tanah Tinggi, 28 Februari 2017). Setiap
kegiatan yang dilakukan memiliki instruktur untuk membantu
menjalankan kegiatan tersebut.
...Sukarelawan. Tapi kalo untuk mendatangkan kita belum.
Paling dari pengelolanya sendiri punya inisiatif gitu. Jadi kaya
anak-anak disini kan banyak anak-anak yang putus sekolah, jadi
kita yang ngajar-ngajar bimbel begitu terus kerajinan-kerajinan
tangan gitu jadi maksudnya biarpun dia gak sekolah tapi jangan
terlalu apa ya.. bisa dibohongi kedepannya gitu kan istilahnya
46
bisa membaca, menghitung, terus juga kerajinan-kerajinan
tangan jadi kerajinan-kerajinan tangan ini yang nantinya dibuat
oleh anak-anak ini yang dijual gitu. (Wawancara dengan Pak
Hary koordinator RPTRA, Tanah Tinggi, 28 Februari 2017).
Ada, jadi kalo bimbel itu setiap hari selasa sampai jumat, kalo
senam jantung sehat selasa dan sabtu, futsal sabtu sama minggu.
(Wawancara dengan Pak Hary koordinator RPTRA, Tanah
Tinggi, 28 Februari 2017).
Fungsi dan tujuan utama dibangunnya RPTRA adalah untuk
meningkatkan pendidikan anak di usia dini dan juga memberikan
ruang bagi masyarakat kecil untuk mendapatkan pelatihan dari
kegiatan sosial yang dilakukan oleh Ibu PKK Pemprov DKI Jakarta di
RPTRA. Adanya pelatihan yang diberikan oleh ibu PKK pemprov
DKI Jakarta dapat membantu ekonomi keluarga, seperti membuat
kerajinan tangan yang bagus dan bisa dijual.
45
BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah Konflik Lahan antara PAUD Islam Mandiri dengan RPTRA
Konflik berawal dari mulai disosialisasikannya pembangunan
RPTRA. Kemudian tetap terjadilah pembangunan RPTRA tersebut
(Wawancara dengan ES, Tanah Tinggi, 10 Oktober 2016). Konflik
semakin menjadi pada saat pembangunan RPTRA menggunakan lahan
yang memang milik pemerintah, tetapi secara resmi lahan tersebut sudah
mendapatkan izin untuk menjadi pusat kegiatan RW, Ibu PKK, PAUD,
dan lain-lain (Wawancara dengan D, Tanah Tinggi, 9 Januari 2017).
Pro dan kontra dari pembangunan RPTRA itu..ya..awal
permasalahannyakan itu awalnya punya RW, kantor RW. Yang
disebut Gedung Interaksi Masyarakat (GIM) saya ajukan tahun 2011
dalam Nusa Rembang tahun 2011, dibangun tahun 2012 dan
diselesaikan lagi tahun 2013. Disitu ada 2 tahun anggaran, 2 tahun
anggaran pemrpov DKI perumahan. Jadi diselesaikan tahun 2013
RW 13 menempati awal tahun 2014. Pindah dari sana RW 13 awal
tahun 2016, pindah mendapat gendung pengganti ya ini, Taman
Andepol. Gedung ini untuk kegiatan RW dan PKK, perangkat sosial
masyarakat. (Wawancara dengan RW 013, Tanah Tinggi, 9 Januari
2017)
RPTRA dibuat oleh CSR yaitu PT. Blibli.com. jadi Pemprov DKI
memiliki 2 CSR, yaitu PT Sumarecon Agung sama PT. Blibli.com.
Jadi di Tanah Tinggi memiliki 2 RPTRA. Yaitu RPTRA Rumah
Susun dikerjakan oleh PT. Sumarecon Agung dan yang di Kramat
Pulo Gundul RW 13 dikerjakan oleh PT. Blibli.com. (Wawancara
dengan RW 013, Tanah Tinggi, 9 Januari 2017)
Selanjutnya RW 013 menambahkan
46
Ini..sebenarnya..RW 13 memiliki program pelayanan satu atap, baik
itu RT, RW, PKK, Posyandu, Posbindu, karang taruna, bahkan
lembaga-lembaga yang dibawah RW yaitu pelayanan satu atap yaitu
dulu itu di Gedung Interaksi Masyarakat (GIM) namanya dan diakhir
tahun 2015 PKK Provinsi DKI Jakarta mempunyai program RPTRA
salah satunya adalah GIM RW 13 yang salah satunya adalah diminta
untuk dijadikannya RPTRA terus team social mappingnya dari UI,
penyandang dananya blibli.com. Namun alot terhadap RW 13 karena
dia tidak menyatakan akan diganti disini dan kami disuruh kembali
pelayanannya dirumah masing-masing. Saya, selaku RW
mempertahankan tidak mau. Karena itu kronologisnya adalah milik
RW, yang berhak menempat disana adalah RW. Melalui pengajuan
Nusa Rembang tahun 2011. Namun Pemprov DKI tetap ngotot, dan
akhirnya kami RW melakukan beberapa kali pertemuan dengan
lurah dan camat, terakhir dengan walikota, sekitar sebanyak tiga kali
bertemu dengan kami dan kami tetap tidak mau pindah dari sana
kalau tidak ada gedung pengganti. (Wawancara dengan RW 013,
Tanag Tinggi, 9 Januari 2017)
Berdasarkan ungkapan dari Bapak RW 13 bahwa konflik terjadi
karena tidak mau dipindahkannya kantor RW. Kendati, kantor RW telah
memiliki izin untuk melakukan kegiatan RW di tempat tersebut. Selain itu,
pusat semua kegiatan mulai dari RW, RT, PKK, PAUD semua berpusat
disitu karena di lahan tersebut sudah memiliki tempat yang strategis untuk
melakukan semua kegiatan. RW 13 tidak mau apabila kantor RW
dipindahkan.
Apalagi setelah mengetahui bahwa kantor RW tidak mendapatkan
lahan pengganti dan semua kegiatan yang dilakukan di RW harus
dilakukan di rumah masing-masing. Sehingga membuat kegiatan RW tidak
efektif dan membuat warga yang ingin mengurus sesuatu hal yang
berhubungan dengan RW dan RT harus terpisah yang biasanya pada hari
itu bisa selesai, karena RW dan RT memiliki kantor satu atap (Wawancara
dengan D, Tanah Tinggi, 9 Januari 2017).
47
Adapun pembangunan RPTRA juga menyebabkan keberadaan
PAUD terancam tidak ada. Setiap RW memiliki masing-masing satu
PAUD. PAUD Islam Mandiri sangat diminati oleh warga Keluarahan
Tanah Tinggi dibandingkan dengan PAUD yang lain, PAUD Islam
Mandiri memiliki murid paling banyak. Metode pembelajaran yang
diberikan sangat menarik dan membuat murid merasa senang dalam
belajar. Masyarakat semakin banyak yang ingin menyekolahkan anaknya
di PAUD Islam Mandiri. (Wawancara dengan ES, Tanah Tinggi, 10
Oktober 2016).
Alasan lain selain karena metode pembelajarannya yang bagus dan
menarik, masyarakat sekitar ingin anaknya mendapatkan pendidikan sejak
usia dini. Mengetahui bahwa lingkungan di Kelurahan Tanah Tinggi
kurang baik untuk tumbuh kembang anak di masa yang akan mendatang.
Mengetahui bahwa PAUD akan dipindahkan, tetapi belum tahu kemana
PAUD akan dipindahkan membuat guru PAUD Islam Mandiri merasa
cemas dan khawatir (Wawancara dengan ES, Tanah Tinggi, 10 Oktober
2016).
B. Penyebab Konflik pada Pembangunan RPTRA
Ortomar J Bartos dan Paul Wehr (Syawaludin, 2004: 3) memberikan
penjelasan mengenai situasi konflik, menurutnya konflik adalah situasi
dimana sebuah pertentangan terjadi diantara dua pihak atau lebih dalam
mencapai suatu tujuan, yaitu kepentingan. Pada konteks konflik
pembangunan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) yang terjadi di
48
Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat, konflik
antara pengurus Gedung Interaksi Masyarakat (GIM) dengan pihak
perpanjangan tangan Pemrov DKI Jakarta sebagai pelaksana pengadaan
RPTRA, berdasarkan hasil temuan terdapat dua penyebab terjadinya
konflik: kepemilikan lahan dan perebutan kegiatan.
1. Kepemilikan Lahan
Terjadinya konflik disaat realisasi pembangunan Ruang Publik
Terpadu Ramah Anak (RPTRA) tidak terlepas dari keberadaan Gedung
Interaksi Masyarakat (GIM) di Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan
Johar Baru, Jakarta Pusat. Pasalnya, pengadaan RPTRA di wilayah
tersebut direalisasikan dengan memanfaatkan lahan bangunan GIM.
Sebagaimana keterangan yang diberikan informan, “...pemda DKI ini kan
terbatas asetnya, nah pada saat itu yang ada adalah GIM...aset-aset itu
sesuai dengan PerGub (Peraturan Gubernur) No. 10 itu akan dijadikan
RPTRA...” (Wawancara dengan Edi, Jakarta Pusat, 24 Februari 2017).
“...Diakhir tahun 2015 PKKP Provinsi DKI Jakarta memiliki program
RPTRA salah satunya adalah GIM (yang berada di lingkungan) RW
013 yang diminta untuk dijadikan RPTRA...” (Wawancara dengan
Didi, Tanah Tinggi, 9 Januari 2017).
“Saya kurang tahu banyak sih ya. Cuman kan memang tanah itu dulu,
yang dibangun RPTRA sekarang punya pemda dan PAUD dulu
berada disana. Cuman karena adanya program RPTRA dari
pemerintah yang mengharuskan membangun dibeberapa tempat,
akhirnya kepilihlah disini (GIM)...” (Wawancara dengan Yati, Tanah
Tinggi, 28 Februari 2017).
Dari ketiga penjelasan informan diatas, salah satu informan memberikan
keterangan bahwa Gedung Interaksi Masyarakat (GIM) adalah milik
Pemprov DKI Jakarta.
49
Pada mulanya Gedung Interaksi Masyarakat digunakan untuk
menunjang Program Penanganan Konflik dan Pemberdayaan
Masyarakat.
“...Johar Baru ini kan yang memang dari dulu sampai sekarang itu
kan daerah yang rawan ya, rawan tawuran, rawan sosial, rawan
kriminal, rawan semuanyalah gitu loh. Nah ada Ingub No. 10 tahun
2016 deh kalo enggak salah terkait dengan masalah penanganan
konflik dan pemberdayaan masyarakat di Kecamatan Johar Baru.
Nah salah satu bagian yang saat itu menjadi prioritas adalah
perlunya tempat-tempat yang bisa dijadikan sarana mediasi, sarana
untuk sosialisasi, sarana untuk berkumpulnya masyarakat...”
(Wawancara dengan Edi, Jakarta Pusat, 24 Februari 2017)
Keterangan yang disampaikan Edi selaku Camat Johar Baru, Jakarta
Pusat, menandaskan signifikansi GIM sebagai media sosialisasi warga
adalah meminimalisir perilaku menyimpang dan kriminalitas yang
kerapkali terjadi di daerah tersebut. Kendati, kegiatan-kegiatan sosialisasi
warga tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga mengalami
ketidakberfungsian yang berujung pada tidak terurusnya bangunan GIM.
Ketika kondisi GIM terlihat seperti bangunan tidak terpakai atau kosong,
GIM dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab
untuk melakukan perilaku-perilaku yang dimungkinkan bisa saja
melangkahi norma umum bahkan bisa menjurus kepada pelanggaran
hukum. Pernyataan tersebut sebagaimana yang diyakini oleh Edi,
“...Ketika terlantar ini mungkin dikuasai oleh oknum-okunum tidak
bertanggung jawab...Gedung itu seperti tidak terurus dan suka
disalahgunakan” (Jakarta Pusat, 24 Februari 2017).
50
Melihat kondisi GIM terlantar seperti halnya bangunan kosong,
Ketua Rukun Warga (RW) 013 merasa perihatin. Keperihatinannya
tersebut menginisiasinya untuk mencoba membangunkan kembali GIM
sebagai sarana sosialisasi warga dalam upaya menekan perilaku
menyimpang di wilayah tersebut. Inisiatif Ketua RW 013 untuk
mengembalikan GIM pada fungsi dan tujuan awalnya tersebut terlihat
dalam keterangan informan:
“...Nah pada saat itu Pak Didi sebagai RW 013 melihat kondisi
seperti itu beliau ibaratnya punya tanggung jawab moral-lah untuk
membuat suasana di RW 013 notabenenya tawurannya enggak
berhenti-berhenti tuh, akhirnya diambil alihlah oleh Pak Didi
beserta RT-RT nyalah dengan berbagai macam cara, katanya sih
sempat adu debat, adu argumentasilah terkait masalah itu...”
(Wawancara dengan Edi, Jakarta Pusat, 24 Februari 2017).
“...Selaku RW 013 Bapak Didi meminta kepada Kelurahan untuk
mengelola gedung tersebut sesuai fungsinya. Kemudian disetujui
oleh Pak Lurah dan Akhirnya semua kegiatan seperti Ibu-Ibu PKK,
RW, RT, rapat warga, semua bertumpu di GIM. Sehingga kalau
ada perlu mau bertemu dengan Pak RW atau Pak RT tidak perlu ke
rumanya satu-satu. Hanya daatang ke GIM saja, jadi tidak repot”
(Wawancara dengan Nana, Tanah Tinggi, 28 Februari 2017).
Berdasarkan keterangan dari kedua informan diatas bahwasanya inisiatif
Ketua RW 013 dalam mengembalikan fungsi GIM dihadapkan pada
suatu kesulitan, yaitu mendapatkan izin dari Kelurahan Tanah Tinggi.
Namun, pada akhirnya upaya tersebut membuahkan hasil, Ketua RW 013
mendapat persetujuan dari Kelurahan Tanah Tinggi untuk menggunakan
dan mengelola GIM untuk kepentingan masyarakat. Sebagaimana dalam
keterangan diatas oleh Nana selaku warga setempat, dengan persetujuan
izin pengelolaan GIM kemudian hal itu membuka ruang bagi perangkat
fungsi warga lingkungan RW 013 untuk memusatkan kegiatannya.
51
Lebih lanjut, perangkat fungsi warga yang dimaksudkan adalah
pengurus Rukun Tetangga (RT) lingkungan RW 013, Pembina
Kesejahteraan Keluarga (PKK), Karang Taruna, Posyandu, Pospindu.
Hal ini dimaksudkan agar perangkat fungsi warga terjalin menjadi sistem
kerja satu atap. Adapun sistem kerja satu atap ini bisa menguntungkan
warga dalam hal waktu disaat warga mengurusi administrasi
kependudukan. Pernyataan tersebut dikuatkan oleh Didi selaku RW 013
sebagai pelopor pengembalian fungsi GIM:
Jadi sebenarnya RW 013 memiliki program pelayanan satu atap,
baik itu RT, RW, Posyandu, Pospindu, Karang Taruna, bahkan
Lembaga-Lembaga yang dibawah RW itu pelayanannya satu atap
yaitu di Gedung Interaksi Masyarakat, GIM namanya...” (Tanah
Tinggi, 9 Januari 2017).
Pengelolaan dan pemanfaatan GIM oleh perangkat fungsi warga
lingkungan RW 013 kemudian memunculkan kegiatan belajar-mengajar,
yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD Islam Mandiri) dan Taman
Pendidikan Al-Qur’an (TPA). Pernyataan ini sebagaimana dijelaskan
oleh informan, “kalo yang saya tau sih ya, PAUD Islam Mandiri tadinya
mereka gunain bangunan ini nih, bangunan yang udah jadi RPTRA...”
(Wawancara dengan Adit, Tanah Tinggi, 28 Februari 2017);
“...Tapi kondisi real-nya kan (tahun) 2000, saya enggak tau persis
ya. Sebelumnya kan Pos RW (013) itu katanya ada dibangun di
pinggir kali, kemudian menempati GIM itu yang notabene-nya
GIM itu Gedung Interaksi Masyarakat juga. Nah karena disitu ada
Pos RW (013), kemudian juga disitu ada PAUD-nya juga, terus
tempat pengajian juga tempat TPA juga...” (Wawancara dengan
Edi, Jakarta Pusat, 24 Februari 2017).
GIM yang sudah dipergunakan dibawah kendali lingkungan warga
RW 013, kemudian Pemprov DKI Jakarta bermaksud mengambil
52
kembali asetnya itu untuk mendukung pengadaan RPTRA. Hal ini
menunjukkan bahwa perlu adanya pengosongan GIM dari aktivitas
pelayanan warga dan kegiatan rutin lainnya. Pernyataan demikian terlihat
dalam keterangan informan, “RPTRA ini secara otomatis mengancam
dari eksistensi RW 013 serta PAUD (Islam Mandiri) itu sendiri...”
(Wawancara dengan Arif, Jakarta Pusat, 16 Februari 2017)
Bagaimanapun juga, pengadaan RPTRA menggunakan lahan GIM,
dari pandangan Lurah Tanah Tinggi maupun Camat Johar Baru dinilai
efisien.
“Jadi RPTRA ini merupakan leading sector jadi bukan berarti
pembangunan RPTRA ini kesannya seperti dipaksakan atau
apa...Kalau misalkan ada lokasi lain yang memang yang bisa
dijadikan RPTRA di tempat lain, saya akan pilih, masalahnya
dimana? Tidak ada lokasi lain...” (wawancara dengan Arif, Jakarta
Pusat, 16 Februari 2017);
“...Cari lahan disana sulit, sebetulnya Pemda DKI sangat
menginginkan adanya lahan-lahan disana yang bisa kita lakukan
untuk dibebaskan untuk bisa dibangun PKBM, bisa dibangun
PAUD, bisa dibangun tempat pelatihan, khusus untuk Johar Baru.
Tapi ternyata-kan enggak ada di Johar Baru itu. Kalaupun dijual
paling Cuma 100-200 (meter) enggak ada yang luas gitu, enggak
ada yang lega...Dengan keterbatasan ini mau tidak mau yang kita
ambil adalah lahan-lahan yang memang sudah dikuasai dan
dibangun oleh Pemda (DKI Jakarta), nanti akan dikembangkan
lagi...Akhirnya karena memang tidak ada lahan lagi untuk
dijadikan RPTRA, GIM itulah yang kita prioritaskan untuk
dijadikan RPTRA, dengan kondisi di dalamnya ada pos RW ya, ada
PAUD, tempat mengaji dan lain sebagainya.jadi RPTRA...”
(Wawancara dengan Edi, Jakarta Pusat, 24 Februari 2017).
Memilih GIM sebagai lokasi pengadaan RPTRA dinilai efisien
dikarenakan di daerah Johar Baru sulit untuk mendapatkan lahan (melalui
pembebasan lahan warga) dengan besaran luas yang memenuhi kriteria.
Keterbatasan lahan untuk mendirikan RPTRA di daerah Johar Baru, turut
53
pula diakui oleh Nana selaku warga setempat dalam pernyataannya,
“...kenapa harus memaksakan membangun RPTRA disini Sudah tau
disini tidak memiliki lahan, tetapi tetap dipaksakan untuk pembangunan
RPTRA...” (Tanah Tinggi, 28 Februari, 2017). Untuk mendukung dan
mempercepat pengadaan RPTRA, karenanya Pemprov DKI Jakarta
melirik kembali aset material (lahan GIM) yang ada di Johar Baru untuk
dijadikan RPTRA.
Desakan pengosongan GIM memberikan pertanda kepada
perangkat fungsi warga RW 013 untuk kembali ke rumah masing-masing
pengurus dalam memberikan pelayanan kepada warga. Hal ini
dikarenakan belum ada kepastian jaminan gedung pengganti dari
Pemprov DKI Jakarta. Pengertian tersebut sebagaimana yang
diungkapkan oleh Didi selaku Ketua RW 013, “...namun alot terhadap
RW 013 karena dia tidak menyatakan akan diganti disini (lokasi lain) dan
kami disuruh kembali pelayanannya di rumah masing-masing...” (Tanah
Tinggi, 9 Januari 2017).
Apabila aktivitas pelayanan warga dikembalikan di rumah masing-
masing pengurus perangkat fungsi warga, namun bagaimana dengan
kegiatan belajar-mengajar yang berlangsung di GIM. Pertanyaan
demikian disampaikan oleh Kepala Sekolah PAUD Islam Mandiri, “ya
saya marah dong, soalnya nanti PAUD Islam Mandiri ini mau
dikemanain? mau dipindahkan dimana?...mereka enggak bisa kasih
solusi...” (Wawancara dengan Erti, Tanah Tinggi, 10 Oktober 2016).
54
Situasi dimana belum ada kepastian jaminan gedung pengganti, PAUD
Islam Mandiri diyakini tidak akan ada lagi. Keyakinan tersebut
diungkapkan oleh Didi selaku Ketua RW 013, “enggak ada, karena
mungkin PAUD itu akan disinyalir bakal bubar” (Tanah Tinggi, 9 Januari
2017).
Dengan segala kemungkinan yang tidak menguntungkan akan
terjadi, Kepala Sekolah PAUD Islam Mandiri dan Ketua RW 013 tetap
bersikukuh menggunakan bangunan GIM apabila gedung pengganti
belum disediakan. Penolakan terhadap pengalihan fungsi GIM menjadi
RPTRA terlihat dalam pernyataan, “...pembangunan ini sih dapat
tentangan dari Pak RW dan Bu Moni selaku kepala sekolah PAUD Islam
Mandiri karena jika RPTRA tetap dibangun, PAUD Islam Mandiri mau
kemana? terancam bubar...” (Wawancara dengan Yati, Tanah Tinggi, 28
Januari 2017);
“...Dan saya selaku RW-nya mempertahankan tidak mau, karena
kronologisnya itu adalah milik RW yang berhak menempati sana
adalah RW gitu melalui pengajuan pada tahun 2011, namun
Pemprov DKI tetap ngotot...Dan kami tidak mau pindah dari sana
kalau tidak ada gedung pengganti... Ngga ada, makanya saya
selaku RW nya tetap ngotot saya minta gedung ganti karena
kamipun melaksanakan program pemerintah. Program pemerintah,
RW itu lebih, legitimasinya lebih kuat daripada RPTRA...”
(Wawancara dengan Didi, Tanah Tinggi, 9 Januari 2017).
Pernyataan Didi selaku Ketua RW 013 diatas memberikan alasan
untuk tetap menempati GIM adalah GIM diakuinya milik warga
lingkungan RW 013 jika dilihat dari inisiasinya dalam mengoperasikan
kembali GIM di saat gedung tersebut dalam kondisi tidak terurus.
55
Lebih dari itu bagi Ketua RW 013, sejauh GIM dipergunakan untuk
kepentingan masyarakat sudah bisa dikatakan sejalan dengan program
pemerintah. Kesesuaian antara aktivitas pelayanan warga dan kegiatan
rutin lainnya dengan Program Pemerintah, turut pula diakui oleh nana
selaku warga setempat:
“Sebenarnya memang tidak memiliki hak. Mau menuntut juga
lahan tersebut milik Pemda DKI Jakarta. Cuman yang membuat
Pak Didi tidak setuju itu karena Pak Didi mengajukan permohonan
izin untuk memakai GIM sebagai kegiatan RW dan RT juga yang
lainnya. Kegiatan ini juga sebagian kegiatan kecil yang memang
sebenernya membantu Pemerintah. Pak RW 013 hanya ingin
menjalan tugas dengan baik karena ini juga bagian dari sistem
Pemerintah. Seperti PAUD yang tujuannya mencerdaskan anak
bangsa” (Tanah Tinggi, 28 Februari 2017).
Karenanya, Ketua RW 013 terus mendesak Lurah Tanah Tinggi
dan Camat Johar Baru supaya diberikan gedung pengganti apabila
RPTRA dilokasikan di lahan GIM. Adanya permintaan gedung pengganti
diakui pula oleh Adit selaku warga setempat:
“...permasalahan antara pihak PAUD dan pemerintah yang punya
agenda buat bikin RPTRA. Yang saya tau sih ya cuma, kalo ga
salah masalah bangunan atau lahannya itu yang gak ada. Karena
disini sangat susah mencari lahan kosong. Kebanyakan pemukiman
disini. Ya cuman saya sih kurang begitu paham tapi kalo ga salah
waktu itu pihak PAUD meminta ganti rugi atau meminta
penggantian lahan...” (Tanah Tinggi, 28 Februari 2017).
Dari penjelasan yang telah terurai dari para informan sampai
dengan ini bisa dikatakan bahwa salah satu penyebab konflik pada
pembangunan RPTRA dikarenakan kedua belah pihak mengakui hak atas
penggunaan GIM, sehingga masing-masing memiliki alasan sendiri atas
kepemilikan lahan gedung tersebut. Di satu sisi, meskipun pihak fungsi
warga lingkungan RW 013 menyadari bahwa GIM merupakan milik
56
Pemprov DKI Jakarta, sah secara hukum, akan tetapi keberhakannya
menggunakan GIM berdasarkan sejarah dan aktivitas pelayanan warga
dan kegiatan rutin lain diakuinya sebagai menjalankan program
pemerintah. Di sisi lain, pilihan GIM sebagai lokasi RPTRA didasarkan
pada keterbatasan lahan warga untuk dilakukan pembebasan, karenanya
GIM yang merupakan aset Pemprov DKI Jakarta menjadi pilihan
alternatif. Situasi seperti pengakuan keberhakan penggunaan GIM dari
kedua pihak tergambar dalam penjelasan Coser dalam Wirawan (2012)
bahwa penyebab konflik dikarenakan perselisihan perebutan sumber-
sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi, seperti lahan (h.
83).
2. Perebutan Kegiatan
Gedung Interaksi Masyarakat (GIM) yang telah dimanfaatkan dan
dikelola oleh perangkat fungsi warga lingkungan RW 013 kemudian
dihadapkan pada sebuah kenyataan bahwa Pemprov DKI Jakarta akan
membangun RPTRA di atas lahan GIM. Ketua RW 013 menyayangkan
jika kegiatan belajar-mengajar PAUD Islam Mandiri yang sudah
berlangsung di GIM harus tergantikan dengan RPTRA. RPTRA dalam
pandangannya hanya sebatas menyediakan ruang bermain anak-anak,
sementara PAUD memberikan edukasi kepada anak-anak. PAUD Islam
Mandiri yang sudah berkembang sejauh ini merupakan perwujudan dari
Program Pemerintah mengenai Pendidikan Anak Usia Dini. Penegasan
57
peduli terhadap pendidikan anak tersebut tertuang dalam keterangan
informan sebagai berikut:
“Membangun RPTRA? ya menurut PKK Provinsi DKI bahwa di
setiap wilayah diharuskan memiliki ruang terpadu ramah anak, itu
disebut RPTRA. Jadi disitu fungsinya adalah untuk taman bermin
anak-anak. Untuk Ibu dan anak yang bermain disitu dan ada tempat
menyusui kalau menurut Pemerintah sih, ternyata tempatnya
kayaknya enggak ada, belum ada ya...saya bicara seperti itu, saya
bicara seperti itu kami melaksanakan program-program
Pemerintah. RW yaitu perpanjangan tangan dari Pemerintah, dari
mulai Indonesia baru merdeka sampai sekarang bahkan kami
mengikuti program Pemerintah seperti dari PDK yaitu DIKDAS
yaitu program pendidikan usia dini, anak usia dini, PAUD...”
(Wawancara dengan Didi, Tanah Tinggi, 9 Januari 2017).
Menjadikan Kota Jakarta sebagai Kota Layak Anak (KLA) melalui
pengadaan RPTRA dengan mengorbankan kegiatan belajar anak itu
sendiri mendapat sambutan yang memperihatinkan. Tanggapan demikian
dilatarbelakangi oleh keraguan akan adanya permainan keuntungan
materi dari oknum yang tidak bertanggung jawab dari pengadaan
RPTRA. PAUD Islam Mandiri telah mendapat kepercayaan dari
masyarakat setempat dikarenakan metode pembelajaran yang dinilai
bagus untuk diterapkan kepada anak-anak. Keyakinan ini sebagaimana
ditegaskan Nana selaku warga setempat:
“PAUD ini sebenarnya banyak diminati oleh masyarakat setempat.
Karena memang metode pembelajarannya yang bagus...Pemerintah
sengaja membangun RPTRA karena ingin mendapatkan uang.
Sudah jadi hal yang lumrah seperti itu. walaupun dengan alasan
ingin membuat KLA (Kota Layak Anak) tapi malah
mengesampingkan pendidikan untuk anak, seharusnya tidak seperti
itu...” (Tanah Tinggi, 28 Februari 2017).
Dengan anggapan bahwa RPTRA kurang memberikan jaminan
edukasi kepada anak-anak, karena Wilayah Johar Baru, Jakarta Pusat
58
diakui kurang kondusif sehingga keberadaan RPTRA bisa berpotensi
disalahgunakan sebagai sarana perilaku-perilaku yang melangkahi norma
umum. Dengan perkataan lain, pengadaan RPTRA di Kelurahan Tanah
Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat, dalam prosesnya kurang memikirkan
masa depan anak-anak dengan pendidikan. Anggapan bahwa pengadaan
RPTRA kurang sesuai dengan situasi lingkungan sosial Johar Baru,
Jakarta Pusat, terlihat dalam keterangan Erti selaku Kepala Sekolah
PAUD Islam Mandiri:
“...Lagian juga penjaga RPTRAnya kaya kurang bisa untuk
menjaga. Masa jadi kaya ada yang tidur-tiduran disitu, jadi tempat
gosip ibu-ibu, bahkan saya pernah lihat ada yang pacaran. Saya
mah jadi taku kalau nanti RPTRA malah digunakan untuk hal yang
tidak-tidak sama remaja disini. Ya bisa dilihat kan disini, kadang
aja banyak banget bekas-bekas kondom dimana-mana. Saya kan
jadi kasihan sama anak-anak disini kalau masa depannya sampai
rusak begitu.” (Tanah Tinggi, 10 Oktober 2016)
Sejauh perkembangan PAUD Islam Mandiri atas kemandirian dan
konsistensi dalam menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar di GIM
mendapat pengakuan dari Lurah Tanah Tinggi, Jakarta Pusat.
Sebagaimana pernyataan Arif selaku Lurah Tanah Tinggi, Jakarta Pusat:
Oh iya, PAUD disitu menurut informasi yang saya dapatkan
merupakan rintisan ya, rintisan dari PAUD-PAUD yang umumnya
itu ada sekarang, jadi dulu sampai adanya PAUD itu cikal bakalnya
dari PAUD yang ada di RW 013 itu. Jadi saya sangat
mengapresiasi dan juga perkembangannya itu growing-nya itu
bagus gitu, jadi mereka bisa mandiri dan bisa konsisten begitu
untuk melaksanakan pendidikan PAUD itu” (Jakarta Pusat, 16
Februari 2017).
Meskipun demikian, pemanfaatan GIM dibawah kendali
lingkungan RW 013 memiliki kesan hanya dinikmati warga RW 013. Hal
ini ditunjukkan oleh perangkat fungsi warga RW 013 yang memusatkan
59
segala aktivitas pelayanan warga dan kegiatan rutin lainnya di GIM.
Berbeda apabila GIM digantikan dengan RPTRA, sarana dan prasarana
yang disediakan di ruang terbuka anak ini nantinya bisa dimanfaatkan
warga Tanah Tinggi secara menyeluruh dan masyarakat pada umumnya.
Aspek prioritas dari keberadaan RPTRA dimunculkan dalam penjelasan
informan:
“...Secara objektif saya melihat memang RPTRA ini punya banyak
manfaat dan supaya banyak nilai yang nilainya ini bukan Cuma
PAUD saja atau bahkan bukan RW 13 saja yang bisa menikmati,
tapi seluruh warga Tanah Tinggi pada umumnya itu bisa menikmati
bahkan memanfaatkan RPTRA ini secara lebih luas lagi gituh, jadi
kalau misalkan kita boleh hitung-hitung aspek priority ya menurut
saya RPTRA itu lebih prioritas untuk ada di situ...Kalau secara
objektif saya juga harus melihat manfaatnya ini kepada siapa.
Kalau misalkan disini saya tidak membela satu atau dua pihak,
tetapi saya lebih memilih priority, jadi prioritasnya itu kalo
RPTRA ini kan lebih luas masyarakat yang bisa menggunakan
manfaat ini seperti ini...” (Wawancara dengan Arif, Jakarta Pusat,
16 Februari 2017).
Lebih dari aspek prioritas RPTRA, pengadaan RPTRA bukan
hanya dimaksudkan dalam rangka menyediakan ruang-ruang bermain
untuk anak-anak. Berbagai kegiatan akan disediakan yang memiliki
output dalam mengasa kemampuan dan keterampilan anaka-anak, seperti
bimbingan belajar, taman baca anak, olahraga, sampai kepada kegiatan
kerajinan tangan. Bahkan kegiatan rutin tersebut tersedia bagi remaja dan
mereka yang terhitung dewasa. Gambaran mengenai RPTRA terkait
kegiatan produktif yang disediakan sebagaimana yang dijelaskan
informan, “dari senam jantung sehat lansia, terus membaca untuk anak-
60
anak, terus bimbel, futsal, dan kerajinan-kerajinan” (Wawancara dengan
Hari, Tanah Tinggi, 28 Februari 2017);
“Tujuan dibangun RPTRA itukan untuk salah satunya kan untuk
mewujudkan kota layak anak, ya kan? terus fungsi lainnya itu ya
untuk sebagai wadah-wadah tempat berkumpulnya masyarakat dan
berkegiatan serta beaktifitas lainnya secara positif gitu ya. Dan juga
di RPTRA ini kan juga bukan cuma sekedar taman saja tapi disitu
kita ada pengelola terus kita juga ada kegiatan rutin maupun tidak
rutin yang bisa kita tampung disitu dan karena ini menjadi leading
sector Gubernur, maka RPTRA ini segala kegiatannya itu pasti
akan mendapatkan perhatian lebih gitu” (Wawancara dengan Arif,
Jakarta Pusat, 16 Februari 2017);
“...RPTRA itu kan dipergunakan untuk pertama pemberdayaan
untuk anak-anak. Disana anak-anak ada semacam, bukan pelatihan,
tapi ada semacam keterampilan dan lain sebagainya. Kemudian
juga untuk remajanya juga ada kegiatan untuk meningkatkan
keterampilan memasak dan lain sebagainya, ada lengkap semua
disana. Nah sekarang sih mungkin ya, ya bukan mungkin sih, ya
sekarang sih sudah sangat positif banget tanggepan masyarakat.
Awalnya memang agak berat karena tidak tahu RPTRA tuh seperti
itu (apa)” (Wawancara dengan Edi, Jakarta Pusat, 24 Februari
2017).
Dari penjelasan sejumlah informan yang telah terurai, masing-
masing pihak memiliki pendapat sendiri mengunggulkan kegiatannya
masing-masing dan saling menyudutkan kegiatan pihak lain. Sebagai
perpanjangan tangan Pemprov DKI Jakarta, yaitu Lurah dan Camat,
memberikan keyakinan bahwa RPTRA memiliki kegunaan dalam
memberikan pembelajaran kepada anak-anak dan bisa diakses oleh
masyarakat luas ketimbang GIM hanya dimanfaatkan satu lingkungan
Rukun Warga (RW).
Sementara, anggapan pihak lainnya menyatakan bahwa pengadaan
RPTRA hanya memberikan ruang bermain bagi anak-anak dengan
fasilitas yang disediakan, sehingga masa depan anak-anak yang berada di
61
lingkungan sosial yang bernotabene tidak bersahabat dimungkinkan akan
berperilaku ke arah menyimpang dikarenakan kurang mendapat edukasi.
Perbedaan pendapat dalam rangka mengunggulkan kegiatan masing-
masing ini lebih kepada menyentuh persoalan nilai. Menurut Elly M
Setiadi dan Usman Kolip (2011) nilai adalah segala sesuatu yang
dianggap baik, layak, patut, pantas, yang mana keberadaanya diinginkan
sekaligus dijadikan tujuan bersama dalam kehidupan sehari-hari (h.119).
Perebutan kegiatan yang didukung dengan pendapat masing-
masing pihak merupakan satu penyebab konflik lain pada pembangunan
RPTRA di Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta
Pusat. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan oleh Coser bahwa konflik
bukan hanya situasi dimana perselisihan berkaitan dengan perebutan
sumber-sumber kekayaan yang persediannya terbatas, melainkan juga
berkenaan dengan nilai-nilai (h.83).
C. Resolusi Konflik pada Pembangunan RPTRA
Perselisihan yang terjadi disaat realisasi pembangunan RPTRA antara
perangkat fungsi warga RW 013 (dalam hal ini adalah Ketua RW 013) dan
Kepala Sekolah PAUD Islam Mandiri dengan pihak perpanjangan tangan
Pemprov DKI Jakarta (dalam hal ini adalah Lurah Tanah Tinggi dan Camat
Johar Baru, Jakarta Pusat), sesungguhnya menuntut adanya penyelesaian
perselisihan. Menurut Camat Johar Baru, Jakarta Pusat, realisasi RPTRA di
lahan Gedung Interaksi Masyarakat (GIM) bisa terlaksana apabila
diusahakan pencarian kesepahaman bersama di masing-masing pihak.
62
Adanya kesepahaman bersama diyakini Camat Johar Baru, bisa
membuat perangkat fungsi warga lingkungan RW 013 dalam menerima
intruksi pengosongan aktivitas dan kegiatan di GIM. Meskipun GIM adalah
aset Pemprov DKI Jakarta, penyelesaian perselisihan yang dilakukan pihak
Pemprov DKI Jakarta tetap mengedepankan cara-cara yang baik tanpa ada
pihak lain yang merasa dirugikan. Usaha penyelesaian perselisihan ini
sebagaimana yang diutarakan oleh informan selaku Camat Johar Baru,
Jakarta Pusat, “...keluar itu dalam artian perlu ada semacam kesepahaman
bersama. Kalo kita berbicara masalah aset, itu aset pemda...Saya enggak
mau program ini walaupun tujuannya baik tapi kalau dengan cara yang
kurang baik akhirnya ditafsirkan tidak baik...” (Wawancara dengan Edi,
Jakarta Pusat, 24 Februari 2017)
Dalam menjalankan fungsinya, Lurah Tanah Tinggi mengunjungi
Ketua RW 013 dengan maksud memberikan penjelasan mengenai peranan
RPTRA dalam suasana kekeluargaan. Sebagaimana keterangan Arif selaku
Lurah Tanah Tinggi, Jakarta Pusat:
“...penyelesaian untuk proses itu, jadi yang saya lakukan itu
pendekatan personal ya. Jadi kalau kata pepatah “tak kenal maka tak
sayang”...Jadi mungkin pribadi saya yang menganggap beliau itu
dalam hal ini Pak RW (013) bukan sebagai bawahan, tetapi sebagai
mitra kerja bahkan diluar itu kita sudah seperti saudara ya...intinya
adalah bagaimana supaya awalnya itu memberikan pemahaman
kepada RW (013) beserta Jajaran PAUD tentang keberadaan RPTRA
itu sendiri. Bukan berarti setelah tempat ini jadi RPTRA terus nanti
mereka tidak bisa pakai. Jadi gitu, justru disini melindungi daripada
martabat Pak RW (013) yang terkesan “gedung tidak ada yang boleh
masuk selain RW 013” (Jakarta Pusat, 16 Februari 2017).
63
Keterangan Arif diatas menggarisbawahi bahwa kunjungannya ke Ketua
RW 013 bukan hanya memberikan penjelasan terkait keberadaan RPTRA.
Melainkan juga memberikan pengertian bahwa dengan pengalihan fungsi
lahan GIM menjadi RPTRA, hal ini dimaksudkan agar kewibawaan Ketua
RW 013 tidak dinilai menjadi seperti seorang yang egois oleh lingkungan
RW lain yang berada dalam Kelurahan Tanah Tinggi, Jakarta Pusat.
Pasalnya, selama pengelolaan GIM dibawah kendali lingkungan RW 013,
GIM tidak bisa dimanfaatkan oleh warga lingkungan RW lain.
Pendekatan Lurah ke Ketua RW 013 dalam upaya menyelesaikan
perselisihan belum menemui titik terang. Hal ini ditunjukkan pada sikap
Ketua RW 013 yang tidak ingin meninggalkan aktivitas pelayanan dan
kegiatan rutin lainnya dari GIM. Penolakan pengosongan GIM oleh Ketua
RW 013 seperti dalam keterangannya, “...mungkin ada sekitar tiga kali
pertemuan dengan kami. Dan kami tetap tidak mau pindah dari sana kalau
tidak ada gedung pengganti...” (Wawancara dengan Didi, Tanah Tinggi, 28
Februari 2017). Pada kesempatan lain, Lurah kembali menemui Ketua RW
013 dengan melibatkan Camat Johar Baru, Jakarta Pusat. Kunjungan kali ini
bukan lagi memberikan penjelasan dan pengertian terkait RPTRA,
melainkan mendengarkan permintaan yang diajukan oleh Ketua RW 013.
Perjumpaan Lurah dan Camat dengan Ketua RW 013 diperlihatkan dalam
keterangan informan Edi selaku Camat Johar Baru, Jakarta Pusat, “...ke
rumahnya akhirnya ada beberapa...bukan prasyarat ya, tapi keinginan yang
64
memang harus saya penuhi mewakili Pemerintah...” (Jakarta Pusat, 24
Februari 2017).
Permintaan Ketua RW 013 bagi Camat merupakan upaya untuk tetap
mempertahankan keberadaan kegiatan belajar-mengajar (PAUD Islam
Mandiri dan TPA) sekaligus perangkat fungsi warga RW 013 yang
beroperasi dalam sistem satu atap. Oleh karenanya, Ketua RW 013
mengajukan keinginannya agar diberikan gedung pengganti. Dalam
tanggapan atas keinginan Ketua RW 013, Camat memberi penawaran terkait
pemindahan kegiatan belajar-mengajar dan perangkat fungsi RW 013 yang
berlokasi dekat dengan RPTRA (sebelum GIM menjadi RPTRA).
Penawaran relokasi masih berupa lahan tidur, lahan pengganti tersebut
memiliki besaran luas yang terbilang lebih kecil dibandingkan lahan GIM.
Penawaran Camat kepada Ketua RW 013 untuk merelokasikan aktivitas
pelayanan warga dan kegiatan rutin lain ke lokasi baru terlihat dalam
keterangannya, sebagai berikut:
“...Yang pertama Pos RW (013) harus ada. Kemudian juga PAUD
tetap berjalan, kemudian juga pengajian juga tetap berjalan, kegiatan-
kegiatan kemaasyarakatan yang ada di RW 013 itu tetap berjalan.
Akhirnya, karena disitu ada lokasi RPTRA itu kan ada dua lokasi, satu
yang kecil (dan) satu yang besar. Yang besar kita jadikan RPTRA
muri, nah yang kecilnya itu dengan permintaan tadi kita sampaikan ke
kantornya pada saat itu CSR, bukan Pemda...” (Wawancara dengan
Edi, Jakarta Pusat, 24 Februari 2017).
Meskipun lokasi baru memiliki lahan kecil, hal demikian menurut
Lurah sudah menjadi solusi terbaik dikarenakan segala sarana dan prasarana
yang diperlukan (terutama dalam kegiatan belajar-mengajar PAUD Islam
Mandiri) sudah dipersiapkan. Mengingat lokasi yang akan dijadikan gedung
65
pengganti masih berupa lahan tidur, Lurah mempersilahkan PAUD Islam
Mandiri agar melanjutkan kegiatan belajar-mengajar untuk sementara waktu
di Aula Kelurahan sampai dengan pembangunan gedung baru terselesaikan.
Dengan adanya kejelasan terkait pemindahan kegiatan-belajar dan perangkat
fungsi warga RW 013 di gedung baru, Kepala Sekolah PAUD Islam
Mandiri kemudian menyatakan sikap sepakat dengan penawaran yang
diberikan. Sehingga perangkat fungsi warga RW 013 dan PAUD Islam
Mandiri bersedia untuk mengosongkan GIM. Penjelasan tersebut bisa dilihat
dari keterangan infoman, sebagai berikut, “...mereka berjanji akan
membangun PAUD (lahan) pengganti dengan luas tanah kurang lebih 60
meter, lahan itu juga milik dinas kebersihan dan pertamanan...makanya saya
terima...” (Wawancara dengan Erti, Tanah Tinggi, 10 Oktober 2016);
“Selain relokasi, tidak ada alternatif lain lagi ya. Ya alternatif lainnya
alternatif yang saat ini sudah kita jalani itu sudah alternatif terbaik
ya...Jadi PAUD itu dialihkan ke lokasi baru. Tapi saya juga sadari
bahwa sah-nya saya sepakat, show must go on, pendidikan anak ini
tidak boleh berhenti jadi saya menginisiasi sementra PAUD ini
gedung sementaranya sedang dibangun. Saya memberikan tempat di
Aula kantor Kelurahan yang ini memang lokasinya lebih dekat dan
lebih representatif buat warga setempat khususnya para peserta didik
PAUD itu sendiri...Jadi saya menyediakan tempat di Aula bawah
kantor Kelurahan Tanah Tinggi, memberikan tempat untuk mereka
walaupun tidak sebesar dan selapang tempat mereka sebelumya
namun so far bisa memanfaatkan itu dengan sebaik mungkin”
(Wawancara dengan Arif, Jakarta Pusat, 2017).
Dari pemaparan para informan sejauh ini bisa dikatakan bahwa
penyelesaian perselisihan pada pembanguan RPTRA dilakukan kedua belah
pihak hanya dengan negoisasi. Dalam prosesnya, pihak Pemprov DKI
Jakarta (dalam hal ini adalah Lurah dan Camat Johar Baru, Jakarta Pusat)
66
melakukan pendekatan persuasif dan mendengarkan keinginan daripada
perangkat fungsi warga RW 013 (dalam hal ini adalah Ketua Rw 013).
Kesediaan mengosongkan GIM dari aktivitas pelayanan warga RW 13 dan
kegiatan rutin lainnya didahului dengan kesepakatan bahwa pihak Pemprov
DKI bersedia memberikan gedung pengganti. Sebagaimana dalam
pengertian Baron et al (2004) bahwa negoisasi merupakan upaya mencari
solusi berdasarkan kesepakatan bersama lewat penyampaian keinginan dari
pihak yang berkonflik (h.30).
Penyelesaian masalah yang dilakukan hanya dengan menggunakan
tahapan negosiasi saja sehingga tahapan seperti mediasi, albitrasi dan legal
tidak diperlukan dalam penyelesaian masalah. Kendati, dalam penyelesaian
masalah melalui negosiasi saja sudah cukup untuk menemukan sebuah
solusi atas permasalahan yang terjadi antara PAUD Islam Mandiri dengan
pembangunan RPTRA.
Lebih lanjut, pihak perangkat fungsi warga RW 013 bisa melanjutkan
aktivitas pelayanan warga dan kegiatan belajar mengajar di gedung baru.
Kemudian, pengadaan RPTRA bisa dilakukan oleh pihak Pemprov dengan
menggunakan lahan bangunan GIM. Hal ini menandakan penyelesaian
perselisihan pada pembangunan RPTRA yang dilewatkan melalui negoisasi
bermuara pada win-win solution. Secara definisi win-win solution
merupakan bentuk outcome yang dimana keputusan akhir tidak terdapat
pihak yang merasa dirugikan dikarenakan masing-masing mendapat
keuntungan dari keputusan tersebut (Ansori, Rotinsulu dan Haryadi, 2013).
67
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh kesimpulan bahwa
proses terjadinya konflik lahan di Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan
Johar Baru, Jakarta Pusat tidak terlepas dari program pemerintah DKI
Jakarta terkait pentingnya ruang publik. Keinginan pemerintah untuk tetap
menjalankan program dan membangun RPTRA di Kelurahan Tanah
Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat telah menuai konflik.
Adapun terdapat dua penyebab terjadinya konflik:
Pertama, kepemilikan lahan dimana kedua belah pihak mengakui hak
atas penggunaan Gedung Interaksi Masyarakat (GIM). Kendati, adanya
perintah dari Pemprov DKI Jakarta kepada pengurus GIM untuk segera
mengosongkan bangunan GIM karena akan dibangun RPTRA di
Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat dengan
alasan sudah tidak ada lahan kosong di Daerah .
Gedung Interaksi Masyarakat (GIM) merupakan aset milik Pemprov
DKI Jakarta yang sebelumnya digunakan oleh RW 13 untuk melakukan
segala kegiatan rutin yang diakuinya sebagai menjalankan program
pemerintah. Di sisi lain, pilihan GIM sebagai lokasi RPTRA didasarkan
pada keterbatasan lahan warga untuk dilakukan pembebasan. Oleh karena
itu, GIM yang merupakan aset Pemprov DKI Jakarta menjadi pilihan
alternatif.
68
Akibat pembangunan RPTRA yang menggunakan lahan GIM, menuai
penolakan dari pengurus GIM. Penolakan yang terjadi menuai konflik
kepentingan dimana kedua belah pihak ingin menggunakan lahan GIM
untuk kepentingan masing-masing. Hal ini terjadi dikarenakan perselisihan
perebutan sumber-sumber kekayaan yang persediannya tidak mencukupi,
seperti lahan.
Kedua, perebutan kegiatan yang terjadi di lahan Gedung Interaksi
Masyarakat di daerah yang sebelumnya di manfaatkan dan dikelola oleh
perangkat fungsi warga lingkungan RW 13 yang kemudian akan
dihadapkan pada sebuah kenyataan bahwa Pemprov DKI Jakarta akan
membangun RPTRA di atas lahan GIM.
PAUD Islam Mandiri sangat menyayangkan apabila kegiatan belajar-
mengajar yang selama ini dilakukan harus tergantikan dengan RPTRA.
RPTRA dalam pandangannya hanya menyediakan fasilitas bermain
terhadap anak-anak, sementara kegiatan PAUD Islam Mandiri
memberikan edukasi kepada anak-anak sejak usia dini.
Di sisi lain, kegiatan RPTRA tidak hanya memfasilitasi tempat
bermain untuk anak, tetapi juga memiliki banyak manfaat untuk
masyarakat sekitar dan tidak melupakan pentingnya pemberian edukasi
kepada anak-anak di , Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru,
Jakarta Pusat.
PAUD Islam Mandiri dengan RPTRA masing-masing saling
mengunggulkan kegiatan yang lebih menyentuh kepada persoalan nilai.
69
Perebutan kegiatan yang didukung dengan pendapat masing-masing pihak
merupakan satu penyebab konflik lain yang terjadi pada pembangunan
RPTA di , Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat.
Adapun resolusi yang dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan
agar bisa terlaksana pembangunan RPTRA dengan mencari kesepahaman
bersama di masing-masing pihak. Penyelesaian perselisihan yang
dilakukan pihak Pemprov DKI Jakarta tetap mengedapankan cara-cara
yang baik tanpa ada pihak lain yang merasa dirugikan.
Proses yang dilakukan dalam upaya menyelesaikan permasalahan
dengan cara melakukan pertemuan. Pertemuan yang dilakukan untuk
memberikan penjelasan mengenai peranan RPTRA dan penjelasan terkait
keberadaan RPTRA di , Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru,
Jakarta Pusat dengan suasana kekeluargaan.
Pada pertemuan berikutnya untuk menyelesaikan perselisihan bukan
lagi membicarakan persoalaan peranan dan keberadaan RPTRA,
melainkan mendengarkan permintaan-permintaan apa saja yang diinginkan
agar pembangunan RPTRA bisa terlaksana tanpa merugikan pihak lain.
Keinginan yang diajukan adalah sebuah lahan pengganti agar kegiatan
program satu atap tetap terlaksana dan kegiatan belajar-mengajar PAUD
Islam Mandiri tetap bisa dilakukan. Namun, penawaran relokasi yang
dilakukan masih berupa lahan tidur (belum adanya bangunan) dan akan
dibangun menjadi gedung pengganti.
70
Penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang berkonflik
dengan cara melakukan negosiasi dan melakukan pendekatan secara
persuasif dengan mendengarkan keinginan daripada perangkat fungsi
warga RW 13 untuk kesediannya mengosongkan bangunan GIM dari
segala aktivitas pelayanan warga dengan kesepakatan bahwa pihak
Pemprov DKI Jakarta bersedia memberikan gedung pengganti.
Hasil dari penyelesaian perselisihan dengan cara negosiasi pada
pembangunan RPTRA bermuara pada win-win solution. Secara definisi
win-win solution merupakan outcome yang dimana keputusan akhir tidak
terdapat pihak yang merasa dirugikan karena masing-masing pihak
mendapatkan keuntungan dari keputusan tersebut.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian skripsi ini mengkaji tentang sosiologi
konflik yang selanjutnya mencari sebuah penyelesaian permasalahan atas
konflik yang terjadi. Peneliti menyarankan, bagi penelitian selanjutnya
lebih memfokuskan terhadap tahapan-tahapan penyelesaian permasalahan
dan hasil dari resolusi konflik. Kendati, tahapan-tahapan dalam
menyelesaikan permasalahan memiliki peran penting untuk menemukan
suatu keputusan dari permasalahan yang terjadi.
71
DAFTAR PUSTAKA
Ansori, Mohammad Hasan. Rotinsulu dan Haryadi. 2013. The Study on
Mining Licence Overlaps. Canada: The presidents Delivery Unit
for Development and Oversight (UKP4) and The Departement of
Foreign Affairs Trade and Development Canada.
Ansori, Mohammad Hasan. 2012. Dari Resistensi Ke Birokrasi : Wajah
Baru Konflik Aceh Setelah Perjanjian Damai Helsinki. Lembaga
Penelitian (Lemlit) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Barron, Patrick, dan Madden David. 2004. Violence and Conflict
Resolution In Non-Conflict Regions: The Case of Lampung,
Indonesia. Jakarta : World Bank.
--------. Smith, Claire Q dan Woolcock, Michael. 2004. Understanding
Local Level Conflict in Developing Countries: Theory, Evidence
and Implications from Indonesia. Washington, DC: World Bank
Coleman, James c. 2008. Dasar-dasar Teori Sosial. Bandung: Nusa Media
Henderson, R Steven. 2005. Managing land-use conflict around urban
centres: Australian poultry farmer attitudes toward relocation.
Departemen of Geography, The University of Reading, Reading
RG6 6AB, UK. 25 (2005) 97-119.
72
Imron, Ali. 2016. Konflik Tanah (Studi Atas Konflik Tanah Dalam
Perumahan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta).
Skripsi Sosiologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Ismail, Muchamad. 2011. Pemetaan dan Resolusi Konflik (Studi Tentang
Korban Lumpur Lapindo Sidoarjo). Jurnal Sosiologi Islam. Vol. 1
(1) : 71-94.
Kajian Perdamaian dan Kebijakan The Habibie Center. 2013. Peta
Kekerasan di Indonesia (Mei-Agustus 2013) dan Konflik Lahan
Antarwarga di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jakarta.
Moleong, Lexy J. 2005. Metodelogi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi.
Bandung: PT. Remaja Rosada Karya.
Murad, Rusnadi. 1991. Penyelesaian Sengketa Hukum Hak atas Tanah.
Bandung: Alumni.
Panduan Mediasi untuk Praktisi Perdamaian di Ambon. Center for
Humanitarian Dialogue The Habibie Center Institut Tifa Damai
Maluku.
Polama, Margaret M. 2004. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Putranto, Dony, dkk. 2013. Peran Paguyuban Dalam Resolusi Konflik
(Studi Kasus Relokasi Pedagang Kaki Lima di Sentra PKL Taman
Prestasi). Paradigma. Vol. 1 (3) : 1-8.
73
Ritzer, dan Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana.
Setiadi, Elly M & Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi Pemahaman
Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan
Pemecahannya. Jakarta. Kencana.
Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Cetakan 3. Bandung:
Alfabeta.
------. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
------. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sulistyaningsih. 2012. Metodologi Penelitian Kebidanan: Kualitatif –
Kuantitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Susan, Novri dan Oki Hajiansyah Wahab. 2014. The Cause of Protracted
Land Conflict in Indonesia’s Democracy: The Case of Land
Conflict in Register 45, Mesuji Lampung Province, Indonesia.
Vol. 2 No. 1 (2014) 39-45.
Suyanto, Bagong. 2007. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Suryana, Dadan. 2013. Pendidikan Anak Usia Dini (Teori dan Praktik
Pembelajaran). Padang: UNP Press.
Usman, Husaini. 2008. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
Van, Mathijs Leeuwen. 2010. Crisis or Continuity? Framing Land
Disputes and Local Conflict Resolution in Burundi. 27 (2010)
753-762.
74
Wirawan, 2012. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma (Fakta Sosial,
Definisi Sosial, dan Perilaku Sosial). Jakarta. Kencana
Sumber Internet
Fazri, Wira Rosyidin, Sri Giyanti, dan Siti Dahlia. 2017. Analisis Spasial
Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) “PUSPITA”
Sebagai Urbn Resilience Di Kelurahan Pesanggrahan Jakarta
Selatan. Jurnal Geografi Edukasi dan Lingkungan, Vol. 1 No. 1
Juli 2017: 19-26. Diunduh pada tanggal 29 Oktober 2017.
(http://www.journal.uhamka.ac.id/index.php/jgel/article/downloa
d/453/253)
Marlijanto, Sonny Djoko. 2010. Konsinyasi Ganti Rugi Dalam Pengadaan
Tanah Untuk Kepentingan Umum (Studi Pengadaan Tanah Untuk
Pembangunan Proyek Jalan TOL Semarang – Solo Di Kabupaten
Semarang). Tesis Universitas Dipenogoro. Diunduh pada tanggal
28 Oktober 2017.
(http://eprints.undip.ac.id/24376/1/SONNY_DJOKO_MARLIJAN
TO.pdf)
Nisak, Choirun Aulina. 2013. Penanaman Disiplin Pada Anak Usia Dini.
PEDAGOGIA Vol. 2 No. 1 Februari 2013: halaman 36-49.
Diunduh pada tanggal 30 Oktober 2017.
(http://ojs.umsida.ac.id/index.php/pedagogia/article/download/45/5
1)
75
Surayuda, Riena J. 2016. Pusat Komunitas dan Kontestasi Memori
Kolektif: Studi Kasus Ruang Publik Terpadu Ramah Anak
(RPTRA) Kenanga di Cideng, Jakarta Pusat. “MASYARAKAT:
Jurnal Sosiologi Vol 21 (2) : 233-261. Diunduh pada tanggal 21
Mei 2017.
(http://www.ijil.ui.ac.id/index.php/mjs/article/view/5097/pdf)
Suhardono, Wisnu. 2015. Konflik dan Resolusi. Jurnal Sosial dan Budaya
Syar’i Vol. II No. 1 Juni 2015. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah. Diunduh pada tanggal 26 September 2016.
(http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/salam/article/view/2236/165
7)
Sulistyati, Tri Widyaningsih, Budiman Achmad, dan Suyarno. 2014.
Analisis Konflik Lahan Eks KPWN Di Desa Teja, Kecamatan
Rajagaluh, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Jurnal
Penelitian Agroforestry Vol. 2 No. 2, Desember 2014 (hal 57-66).
Balai Penelitian Teknologi Agroforestry. Diunduh pada tanggal
29 Oktober 2017.
(http://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/JPAG/
article/view/2092/1719)
76
Syawaludin, Mohammad. Memaknai Konflik Dalam Perspektif Sosiologi
Melalui Pendekatan Konflik Fungsional. Universitas Islam
Negeri Raden Fatah Palembang. Diunduh pada tanggal 26
September 2016.
(http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/tamaddun/article/downlo
ad/136/121)
xi
LAMPIRAN-LAMPIRAN
LAMPIRAN I
TRANSKRIP WAWANCARA
Transkrip Wawancara 1
Informan : Pak Hary
Lokasi : Tanah Tinggi
Status : Koordinator RPTRA
Tanggal : 28 Februari 2017
No. Dialog
1. P
:
I
:
Bapak namanya siapa ?
Hary
2. P
:
I
:
Bapak disini jabatannya sebagai apa ?
Kordinator
3. P
:
I
:
Kordinator ? disini ada berapa kepengurusan ?
Ada 6 kepengurusan. Jadi.. pengelola.. pengelola sama pengurus,
kalo pengurus itu dari pak lurah, pak lurah dan staf-stafnya.
4. P
:
I
:
Kalo pengelolanya ada ?
Ada 6
5. P
:
I
:
Oh jadi pengurus sama pengelola beda ya ?
Beda
6. P
:
I
:
Terus pengelola itu kegiatannya apa saja pak ?
Pengelola itu satu membersihkan sarana dan prasarana disini dan
memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang ada disini
7. P
:
Bisa di ceritakan lebih secara detail tentang pengelolaan itu seperti
apa saja ? selain tadi ini kan kebersihan mungkin ada bagian-
bagian apalagi begitu ?
P = Peneliti
I = Informan
xii
I
:
Jadi kita ini berenam dibagi, ada humas, sarana dan prasana, PKK,
sekertaris, dan kordinator
8. P
:
I
:
Itu bisa dijelaskan ga pak ?
Jadi kalo kordinator itu yang.. apa ya ? mempertanggung jawabkan
kebersihan, jadi dia mengatur semua teman-temannya lima-
limanya ini dari segi jadwal-jadwal dan mengatur kegiatan yang
ada disini begitu. Jadi.. apa ya ? sebenarnya lebih berat sih jadi
kordinator itu tapi di kita kelurahan Tanah Tinggi itu per 4 bulan
sekali rolling kordinatornya
9. P
:
I
:
Jadi ganti-gantian ?
Jadi ganti, jadi semua enam-enamnya ini bisa dapet kebagian jadi
kordinator
10. P
:
I
:
Oh seperti itu..
Iya..
11. P
:
I
:
Kan ada syarat untuk menjadi pengurus RPTRA ini kan ya ? itu
syaratnya apa saja ?
Pengelola ?
12. P
:
I
:
Iya pegelola..
Syarat yang saya kemarin itu SKCK, seurat kesehatan dan lamaran
dan ijazah terakhir dan harus wilayah yang ada di RPTRAnya, jadi
bukan wilayah lain
13. P
:
I
:
Kan sebagai pengelola disini mendapat gaji juga atau ?
Gaji, menerima gaji
14. P
:
I
:
Gajinya itu UMR ?
Iya UMR
15. P
:
I
:
Terus pembangunan RPTRA ini ada sedikit pro dan kontra nya ga
sih ?
Kalo pro dan kontra kayanya saya kurang paham, karena pas
waktu saya disini juga sudah jadi RPTRAnya, jadi untuk pro dan
kontranya saya kurang paham
16. P
:
I
:
Memang bapak dari RW mana ?
RW 12
17. P
:
Kegiatan apa saja sih yang dilakukan disini ?
Dari senam jantung sehat lansia, terus membaca untuk anak-anak,
xiii
I
:
terus bimbel, futsal dan kerajinan-kerajinan
18. P
:
I
:
Itu ada misalkan senam jantung sehat itu ada instrukturnya begitu
?
Iya, ada instrukturnya
19. P
:
I
:
Itu kalo seperti itu mendatangkan atau ada sukarelawan ?
Sukarelawan, iya sukarelawan
20. P
:
I
:
Oh seperti itu, ngga ada yang mendatangkan dari misalkan ada
kegiatan ini ini dari RPTRAnya sendiri..
Tidak, sukarelawan. Tapi kalo untuk mendatangkan kita.. belum.
Paling dari pengelolanya sendiri punya inisiatif gitu. Jadi kaya
anak-anak disini kan banyak anak-anak yang putus sekolah, jadi
kita yang ngajar-ngajar bimbel begitu terus kerajinan-kerajinan
tangan gitu jadi maksudnya biarpun dia gak sekolah tapi jangan
terlalu apa ya.. bisa dibohongi kedepannya gitu kan istilahnya bisa
membaca, menghitung, terus juga kerajinan-kerajinan tangan jadi
kerajinan-kerajinan tangan ini yang nantinya dibuat oleh anak-
anak ini yang dijual gitu
21. P
:
I
:
Setiap kegiatan ini memiliki jadwal-jadwalnya gitu ?
Ada, jadi kalo bimbel itu setiap hari selasa sampai jumat, kalo
senam jantung sehat selasa dan sabtu, futsal sabtu sama minggu
22. P
:
I
:
RPTRA ini bukanya dari jam berapa sampai jam berapa ?
Dari jam 7 pagi sampai jam 10 malam
23. P
:
I
:
Itu ada shift-shiftan atau bagaimana ?
Ada shift-shiftnya tapi dibuka dari PPSUnya jam 5. Jam 5 subuh
kita sudah buka
24. P
:
I
:
PPSU itu apa ?
PPSU itu petugas sarana dan prasarana, yang pasukan orange itu
25. P
:
I
:
Oh seperti itu. Merasakan dampak positifnya sekali ga sih dengan
dibangunnya RPTRA ini ?
Sangat-sangat nampak dampak positifnya. Jadi banyak orang-
orang sekitar sini terus sekitar kelurahan sekarang sudah tertular
apa, sekecamatan ini dia awalnya anak-anaknya kan banyak main
di pinggir jalan terus juga di pinggir rel-rel kereta, dengan adanya
RPTRA anak-anak itu bermain disini. Jadi sarana apa ya, mungkin
interaktif ya.. yang tadinya antara satu orang satu orang ini satu
RW ga kenal jadi saling kenal saling berbaur yakan.. terus ya dari
xiv
situ satu, kedua yang lansia. Dengan adanya senam jantung sehat,
yang lansia itu pada senang. Jadi awalnya mungkin hanya nonton
yakan, mungkin dia tertarik, terus juga suka ya disini kan ada area-
area jogging track ya, suka ngiterin jalan-jalan gitu. Sekarang
dengan adanya RPTRA yang senam jantung sehat tadinya kan
sewilayah sekitar RPTRA, sekarang sudah kecamatan dan Johar
26. P
:
I
:
Pokoknya tanah tinggi ya ?
Iya, sudah sekitar kelurahan dan kecamatan Johar
27. P
:
I
:
Mensosialisasikan RPTRA ini mungkin awalnya hanya sekitar sini
saja ya, itu seperti apa ?
Iya awalnya sekitar sini ya.. banyak ada yang mendukung ada
yang tidak. Tapi dengan awalnya kita kan buka full
28. P
:
I
:
Maksudnya full ?
Maksudnya full itu tidak ada tutupnya gitu. Jadi kita ga ada jam
tutupnya. Tapi dengan berjalannya waktu banyak orang tua juga
yang apa ya.. punya masukkan, akhirnya kita ini, jadi awalnya kan
kita mau itu magrib itu kita ga tutup, sudah gitu tutup jam 10 ya
kita tutup jam 10, jadi banyak warga sekitar sini orang tua-orang
tua gitu ya.. ngasih masukkan. Kalo menjelang magrib tutup gitu.
Terus juga banyak anak-anak yang juga belajar, jadi kita tutup
sampai jam 8 atau jam 9 malam
30. P
:
I
:
Dulu awalnya berarti sampai malam ya ?
Sampai malam
31. P
:
I
:
Kalau sekarang kan sekitar jam 5 tutup
Setengah 6, setengah 6 kita tutup nanti jam setengah 7 kita buka
lagi
32. P
:
I
:
Oh begitu, cuma untuk jeda magrib saja ya terus baru tutup lagi
jam 8 atau jam 9. Itu awalnya mereka tidak setuju karena kenapa ?
Ya mungkin itu, anak-anak masih banyak yang main gitu kan, mau
main bola mau main apa.. nyanyi gitu kan, ngumpul, berisik
mungkin ya, mungkin depankan juga polsek, disamping ini kan
masih rumah-rumah ya, mungkin keberisikkan seperti itu
33. P
:
I
:
Oh rame banget ya ?
Rame, rame banget. Terus juga disini kan ada menari sim-sim,
menari betawi dari anak-anak disekitar sini
34. P
:
I
:
Bapak sendiri tadi dari RW mana ?
RW 12
xv
35. P
:
I
:
Tapi bapak tahu ga sih kalo dulunya ini PAUD atau tidak ?
Dulunya ini iya ada PAUDnya
36. P
:
I
:
Terus bapak punya pendapat ga mengenai PAUD yang baru itu
menurut bapak pelajarannya efektif atau tidak ?
Efektif, sangat bagus karena dia PAUD ini sering apa ya..
berkunjung ke sini. Iya jadi dari.. saya tahu jadi dari ujian-
ujiannya, anaknya gitu kan, saya tahu ikut membantu kan, jadi
kalo lagi ujian.. terus berapa bulan dia sudah sekolah jadi ada ini
nya gitu, jadi saya bagus. Jadi saya sangat apa ya.. sangat
mengapresiasi karena PAUDnya ini bagus
TRANSKRIP WAWANCARA
Transkrip Wawancara 2
Informan : Pak Arif
Lokasi : Jakarta Pusat
Status : Lurah
Tanggal : 16 Februari 2017
No. Dialog
1. P
:
I
:
Mau tanya tentang saat ada PAUD disitu bapak sangat mengapresiasi
sekali ga dengan adanya PAUD disitu ?
Oh iya, PAUD disitu.. menurut informasi yang saya dapat kan
merupakan rintisan ya, rintisan dari PAUD-PAUD yang umumnya itu
ada sekarang, jadi dulu sampai adanya PAUD itu ya cikal bakalnya
dari PAUD yang ada di RW 13 itu. Jadi saya sangat mengapresiasi
dan juga perkembangannya itu growingnya itu bagus gitu, jadi
mereka bisa mandiri dan bisa konsisten begitu untuk melaksanakan
pendidikan PAUD itu
2. P
:
I
:
Jadi PAUD disitu dulu hanya satu-satunya saja ya ?
Iya, jadi itu PAUD yang pertama di Tanah Tinggi bahkan mungkin
itu di Johar Baru ya atau mungkin Jakarta Pusat mungkin baru itu
doang
3. P
:
I
:
Menurut bapak perlu ga RPTRA itu dibangun disitu ? di RW 13 itu
Jadi RPTRA ini merupakan leading sector jadi bukan berarti
pembangunan RPTRA ini kesannya seperti dipaksakan atau apa,
ngga.. tetapi secara objektif saya melihat memang RPTRA ini punya
P = Peneliti
I = Informan
xvi
banyak manfaat dan punya banyak nilai yang nilainya ini bukan
cuma PAUD saja atau bahkan bukan RW 13 saja yang bisa
menikmati, tapi seluruh warga Tanah Tinggi pada umumnya itu bisa
menikmati bahkan memanfaatkan RPTRA ini secara lebih luas lagi
gitu, jadi kalo misalkan kita boleh hitung-hitung aspek priority yaa..
menurut saya RPTRA itu lebih prioritas untuk ada disitu
4. P
:
I
:
Jadi tujuan dan alasannya itu juga untuk membantu warga disekitar
situ atau bagaimana ?
Tujuan dibangun RPTRA itu kan untuk salah satunya kan untuk
mewujudkan kota layak anak ya kan, terus fungsi lainnya itu ya
untuk sebagai wadah-wadah tempat berkumpulnya masyarakat dan
berkegiatan serta beraktifitas lainnya secara positif gitu ya. Dan juga
di RPTRA ini kan juga bukan cuma sekedar taman saja tapi disitu
kita ada pengelola terus kita juga ada kegiatan-kegiatan rutin maupun
tidak rutin yang bisa kita tampung disitu dan karena ini menjadi
leading sectornya gubernur, maka RPTRA ini segala kegiatannya itu
pasti akan mendapat perhatian lebih gitu
5. P
:
I
:
Kegiatannya apa saja pak misalnya ?
Banyak, kegiatan-kegiatan yang ada di RPTRA. Sesuai dengan
namanya Ruang Publik Terpadu Ramah Anak, otomatis kegiatan
yang di prioritaskan disitu lebih kepada anak, contohnya kaya
misalkan yang rutin dilaksanakan itu posyandu rutin masih di
RPTRA, terus juga ada kegiatan mendongeng, terus ada kegiatan
lomba-lomba, terus ada playground juga disitu yang lebih safe disitu
kita pakai rubber floor terus juga permainan yang memang
6. P
:
I
:
Pengelolanya itu siapa saja ?
Pengelola RPTRA itu ada 6 orang. Itu dari masyarakat setempat yang
direkrut oleh pemprov DKI dalam hal ini dulu namanya itu
BPMPKB, Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan
Keluarga Berencana kalo sekarang itu namanya PPAPP. Jadi mereka
yang sebagai leading sector dari berdirinya RPTRA di DKI Jakarta
mereka yang menyeleksi ini kita yang mengusulkan. Iya jadi
masyarakat mendaftar kepada kami di kelurahan kita kompilasi dan
kita kirimkan nama-namanya, itu dari BPMPKB yang menyeleksi
gitu
7. P
:
I
:
Oh itu nama-namanya jadi dari masyarakat semua ?
Iya, seluruhnya masyarakat setempat yang ada di Tanah Tinggi
8. P
:
I
:
RPTRA itu sejak kapan di sosialisasikannya di RW 13 ?
Kalo RPTRA sendiri sebetulnya sebelum saya bertugas sendiri sudah
sempat untuk di sosialisasikan awal ya, saya bertugas disitu kan sejak
Agustus 2015, sebelumnya itu sudah ada informasi dan sudah ada
sosialisasi namun saya belum tahu seperti apa sosialisai tentang
RPTRAnya itu. Jadi pembangunan RPTRA itu kalo saya perkirakan
sekitar awal-awal 2015 lah ya untuk mulai sosialisasinya
xvii
9. P
:
I
:
Itu baru sosialisasi ya ?
Iya, namun pas jaman saya lebih pertajam lagi sosialisasinya, karena
disini saya sadari bahwa sah nya keberadaan RPTRA ini secara
otomatis mengancam dari eksistensi RW 13 serta PAUD itu sendiri,
jadi saya melakukan apa namanya.. pendalaman lagi untuk sosialisasi
bahkan pendekatan serta memberikan pemahaman tentang daripada
RPTRA ini seperti itu
10. P
:
I
:
Jadi terjadinya konflik awalnya itu seperti apa antara PAUD dengan
RPTRA itu ?
Sebenarnya kalo dibilang konflik secara langsung ngga juga ya,
cuman ini karena conflict of interest saja ya. Jadi di satu sisi,
masyarakat dalam hal ini di RW 13 baik PAUD maupun sekretariat
RW yang notabene sudah memiliki kepentingan di dalam obyek
disitu, dalam hal ini berkonflik kepentingan dengan pemprov DKI
untuk melaksanakan program RPTRA. Kalo secara obyektif saya
juga harus melihat manfaatnya ini kepada siapa. Kalo misalkan disini
saya tidak membela satu atau dua pihak tapi saya lebih melihat
priority, jadi prioritynya itu kalo RPTRA ini kan lebih luas
masyarakat yang bisa menggunakan manfaat ini seperti itu tapi tidak
juga saya dalam hal ini kami pemprov DKI terus mengabaikan begitu
saja daripada kepentingan RW 13 oleh sebab itu dalam setiap
kesempatan rapat di setiap tingkatan mulai dari tingkat kelurahan,
kecamatan, kota sampai provinsi saya sangat konsis untuk
memperjuangkan hak dari RW 13 yang kami pemprov DKI saat ini
ambi
11. P
:
I
:
Saat RPTRA itu mau dibangun, PAUD itu kan agak tersingkirkan,
menurut bapak bagaimana ? maksudnya kan pendidikan itu penting
dan waktu itu belum diberi solusi untuk lahan pengganti itu
bagaimana ?
Jadi saat pembangunan RPTRA berlangsung solusi sudah langsung
ada, artinya waktu itu saya alhamdulillah dengan dukungan juga dari
pimpinan saya dalam hal ini walikota maupun camat
merekomendasikan untuk lokasi yang saat ini eksis ditempati, itu
dulunya taman. Saat itu direkomendasikan juga oleh pak wali dan
bahkan CSR dalam hal ini Blibli.com juga bersedia untuk
membangun disitu, jadi PAUD itu dialihkan ke lokasi baru. Tapi saya
juga sadari bahwa sah nya saya sepakat, show must go on, pendidikan
anak ini tidak boleh berhenti jadi saya menginisiasi sementara PAUD
ini gedung sementaranya sedang dibangun saya memberikan tempat
di aula kantor kelurahan yang ini memang lokasinya lebih dekat dan
lebih representatif buat warga setempat khususnya para peserta didik
PAUD itu sendiri, PAUD Insan Mandiri. Jadi saya menyediakan
tempat di aula bawah kantor kelurahan Tanah Tinggi memberikan
tempat untuk mereka walaupun tidak sebesar dan selapang tempat
mereka sebelumnya namun so far mereka bisa memanfaatkan itu
dengan sebaik mungkin
xviii
12. P
:
I
:
Tapi sekarang kan sudah dapet lahan penggantian yang kecil gitu
kan, itu menurut bapak sebenernya relevan ga si untuk kegiatan
belajar mengajar disitu, terus kenapa juga RPTRA nya harus
dikawasan situ juga ?
Kalo misalkan ada lokasi lain yang memang bisa di jadikan RPTRA
di tempat lain, saya akan pilih. Masalahnya dimana ? tidak ada lokasi
lain dan bahkan seharusnya kita juga sebagai muslim tidak boleh
khufur nikmat. Liat deh di Tanah Tinggi, PAUD mana yang punya
tempat sebagus RW 13 ? Tidak ada
13. P
:
I
:
Itu pembangunan PAUDnya itu di danai dari CSR ?
Dari CSR
14. P
:
I
:
Jadi pihak RPTRnya ini hanya ngasih dana bangunan saja ?
Ngga, program RPTRA ini dibangun oleh CSR. CSR saat itu di
Jakarta Pusat ada 12 lokasi RPTRA yang dibangun dengan CSR. Jadi
salah satunya adalah di Pulo Gundul, di kelurahan Tanah Tinggi.
Karena di Pulo Gundul itu eksisting sudah berdiri bangunan, maka
diminta kepada CSR untuk membangun di lokasi lain, dalam hal ini
sebagai relokasi daripada kegiatan masyarakat yang sebelumnya
sudah lebih dulu eksis ada disitu
15. P
:
I
:
Kan bapak sebagai pihak mediasi antara PAUD dengan RPTRAnya
itu, ada ngga keinginan-keinginan dari PAUD untuk istilahnya
sebagai solusinya itu selain relokasi ?
Selain relokasi, tidak ada alternatif lain ya. Ya alternatif lainnya saya
rasa alternatif yang saat ini sudah kita jalani itu sudah alternatif
terbaik ya. Sekali lagi, saya kalo berkaca pada diri saya sendiri
sebagai muslim saya harus mensyukuri. Kita mungkin dapet tempat
yang lebih besar, sekarang kita dapet tempat yang lebih kecil, tapi
kita juga harus relevan gitu dapet tempat yang lebih kecil. Kita
ngeliat disekitar kita, ada ga sih PAUD yang lebih beruntung dari kita
? dapet ac, dapet tempat, playground serta fasilitas lainnya
16. P
:
I
:
Untuk semua fasilitasnya itu dari CSR ? bukan dari dana RW 13 ?
Kalau penyempurnaan pasti, mereka secara swadaya. Tapi kalau
secara prinsip, secara apa namanya.. bangunan, itu semua sudah
komplit
17. P
:
I
:
Oh kalo misalkan fasilitas mainannya itu dari CSR ?
Iya, semua dari CSR
18. P
:
I
:
Saat pembangunan RPTRA itu selain yang pihak PAUD yang kurang
merasa senang, ada masyarakat yang merasa keberatan juga ga pak ?
Justru masyarakat yang lain dari RW 13 itu sangat mendambakan
adanya RPTRA, bahkan saya juga sempat meredam dari konflik
“jangan egois dong RW 13, memang itu tempat punya RW 13 doang
?. Harusnya kalian beruntung, keluar dari (00.1144) sekarang masuk
xix
di tempat yang baru, di bangunin, tinggal masuk. Kita RW sebelah
RW 9, RW 12, jauh lebih tidak beruntung. Bahkan RW 10 sendiri
juga yang terdekat disitu, juga merasa iri jika boleh iri, tapi apa bisa
dibuat ?”. Nah untuk sebab itu, RPTRA ini merupakan suatu sarana
yang netral buat siapapun untuk menikmati fasilitas yang dibangun
oleh pemerintah daerah
19. P
:
I
:
Terus yang terlibat dalam pihak mediasi itu selain bapak siapa saja ?
Camat dan Walikota beserta jajaran otomatis ya, karena kan kita
menjalankan fungsi ya, saya bertindak bukan sebagai pribadi tapi
sebagai fungsi. Kalo saya di kelurahan itu saya punya perangkat,
begitu juga dengan camat dan walikota
20. P
:
I
:
Kalo dari pihak RPTRAnya itu ada tim-timnya gitu ga untuk
menyelesaikan permasalahan ini ?
Pihak RPTRA itu siapa ya yang dimaksudnya ? jadi gini, RPTRA itu
adalah kita. RPTRA itu bagian dari pemprov DKI Jakarta. Jadi kalo
dibilang RPTRA dan pemerintah itu beda ya ngga, kita adalah
RPTRA
21. P
:
I
:
Oh terus yang saya pernah wawancara di RW 13 itu kan katanya
selain bapak, camat, ada dari sekelompok mahasiswa UI itu ?
Oh jadi ada.. dalam proses pembangunan RPTRA itu ada namanya
social mapping untuk menganalisis kondisi sosial yang ada di
wilayah sekitaran RPTRA serta memberikan masukkan terhadap
kegiatan apa yang ingin ada di RPTRA. Jadi sebenarnya ini
merupakan pihak ketiga yang tidak ada kaitannya dalam
pembangunan secara langsung. Jadi mereka hanya melakukan social
mapping setelah itu terbangun, mereka sudah tidak ada lagi untuk
perannya seperti apa jadi mereka hanya mengawal di awal saja
22. P
:
I
:
Oh hanya untuk mensosialisasikan pembentukan RPTRAnya saja ?
Iya hanya untuk mensosialisasikan
23. P
:
I
:
Proses mediasinya itu seperti apa ya pak ?
Proses mediasi dari penyelesaian untuk proses itu, jadi yang saya
lakukan itu pendekatan personal ya. Jadi kalo kata pepatah “tak kenal
maka tak sayang” saya rasa itu sangat benar ya. Jadi hal pertama
yang saya lakukan saat saya menjabat sebagai lurah di Tanah Tinggi
adalah saya berkenalan dan orang pertama yang saya kenal adalah
Pak Didi. Karena saya tanya sama anggota saya “kantor kita ini
masuk RW berapa ?”, “RW 13 pak”. Jadi mungkin pribadi saya yang
menganggap beliau itu dalam hal ini pak RW bukan sebagai
bawahan, tetapi sebagi mitra kerja, bahkan diluar itu kita sudah
seperti saudara ya, ya alhamdulillah proses mediasinya itu buat saya
dengan pak Didi itu kita pribadi tidak ada masalah apa-apa, namun
disini karena conflict of interest ya akhirnya toh kita menemukan
jalan keluarnya juga yang terbaik walaupun tidak bisa menyenangkan
xx
semua pihak tapi paling tidak ini sudah jalan terbaik gitu, dan
alhamdulilah sampai sekarang juga tidak ada permasalah-
permasalahan lagi, dan juga semua pihak sudah bisa menerima
dengan kondisi yang ada saat ini, itu merupkan suatu keberhasilan
pribadilah buat saya. Kalo prosesnya itu sendiri sebenarnya panjang
ya, dimulai dari Agustus terus kita juga pernah beberapa kali rapat,
terus juga secara personal juga saya selalu berkomunikasi dan
kordinasi dengan pak RW, kemudian juga saya lapor dengan
pimpinan saya dalam hal ini pak camat dan walikota, intinya adalah
bagaimana supaya awalnya itu memberikan pemahaman kepada RW
beserta jajaran PAUD tentang keberadaan RPTRA itu sendiri, bukan
berarti setelah tempat ini nanti jadi RPTRA, terus nanti mereka tidak
bisa pakai. Jadi gitu, justru disini kami melindungi daripada martabat
pak RW yang terkesan “gedung tidak ada yang boleh masuk selain
RW 13”. Bahkan saya juga menjelaskan bahwa sahnya masyarakat
yang lain ini mendambakan tempat seperti ini, dan terbuktilah di
RPTRA seperti apa kunjungannya. Kita di Petojo Selatan juga ada
RPTRA, animo dari masyarakatnya tidak sebegitu besar yang di
Tanah Tinggi, karena kita disini ya tahu sendirilah, beda banget ya
kondisi strata sosialnya seperti apa. Jadi untuk saya, keberadaan
RPTRA itu sangat penting ada di sana. Jadi maka dari itu, segala
upaya yang saya lakukan itu bukan karena saya takut terhadap
perintah pimpinan bukan juga karena saya tidak menghargai dari
keberadaan PAUD dan RW 13, tapi justru saya melihat disini ada
scoop nilai manfaat lebih besar yang bisa diraih oleh masyarakat
kalau misalkan ini bisa terwujud
25. P
:
I
:
Oh gitu, untuk yang kepengurusannya itu kan ada enam orang ya itu
masing-masing mereka mengurus apa saja ?
Kalo untuk pembagian tugasnya mungkin secara rinci saya ngga bisa
menjelaskan ya, mungkin dari pengelola RPTRA sendiri yang bisa
menjelaskan mereka tugasnya apa. Yang jelas pengelola RPTRA ini
merupakan bagian dari pengurus RPTRA tingkat kelurahan, kalo
dasar regulasinya itu, dasar hukumnya itu ada di Pergub 196 tahun
2015 tentang pengelolaan RPTRA yang saat ini terakhir sudah
diperbarui menjadi Pergub 49 tahun 2016 tentang pengelolaan
RPTRA di provinsi DKI Jakarta. Pengelola RPTRA itu kalo boleh
saya bahasakan adalah pegawai kontrak yang melakukan kontrak
dengan pemprov DKI Jakarta yang bertugas untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat dalam hal ini yang menggunakan
fasilitas RPTRA. Mereka melakukan kontrak dengan pemprov DKI
Jakarta, kalo tahun ini di 2017 kontrak dengan lurah sebelumnya itu
kontrak dengan BPMPKB. Mereka juga kerja dengan shift dan juga 6
hari dalam 1 minggu, 8 jam dalam sehari standart pegawai kontrak
dan mereka diambil dari masyarakat setempat yang mengikuti
mekanisme seleksi sesuasi arahan dari BPMPKB, seperti itu. Jadi
kalo balik lagi ke pertanyaan tugasnya apa, tugasnya mereka pada
xxi
intinya adalah memberikan pelayanan yang maksimal kepada
pengunjung RPTRA
26. P
:
I
:
Yang pengurus itu kantornya di RPTRA itu atau ada kantornya lagi ?
Di RPTRA
27. P
:
I
:
Jadi mereka juga di gaji juga ya ?
Iya mereka di gaji dengan nilai nominal sebesar UMP
TRANSKRIP WAWANCARA
Transkrip Wawancara 3
Informan : Pak Edi Suryaman
Lokasi : Jakarta Pusat
Status : Camat
Tanggal : 24 Februari 2017
No. Dialog
1. P
:
I
:
Bisa tolong bapak ceritakan mengenai permasalahan PAUD dan
pembangun RPTRA di Tanah Tinggi?
Kalo masalah PAUD itu kan tidak berdiri sendiri, awalnya Johar
Baru ini kan yang memang dari dulu sampai sekarang itu kan
daerah yang rawan ya, rawan tawuran, rawan sosial, rawan
kriminal, rawan semuanya lah gitu loh. Nah ada Ingub nomor 10
tahun 2016 deh kalo ngga salah terkait dengan masalah penganan
konflik dan pemberdayaan masyarakat di Kecamatan Johar Baru.
Nah salah satu bagian yang saat itu menjadi prioritas adalah
perlunya tempat-tempat yang bisa dijadikan sarana mediasi, sarana
untuk sosialisasi, sarana untuk berkumpulnya masyarakat. Nah
tetapi disisi lain Pemda DKI ini kan terbatas asetnya, nah pada saat
itu yang ada adalah GIM (Gedung Interaksi Masyarakat). Nah
kaitannya dengan itu GIM ini awalnya juga merupakan aset Pemda
yang tujuannya juga sama, dijadikan tempat untuk berkumpulnya
masyarakat begitu sosialisasi masyarakat, gedung interaksi
masyarkat. GIM itu di Johar Baru itu kalo ngga salah di Tanah
Tinggi, khususnya di Tanah Tinggi. Itu ada RW 7, RW 8, RW 13,
ada 3 ada 3. Nah cuma pada saat pembangunan GIM ini saya ngga
P = Peneliti
I = Informan
xxii
tahu persis tahun berapa, ini agak terlantar. Ketika terlantar ini
mungkin dikuasi oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab.
Nah pada saat itu Pak Didi sebagai RW 13, melihat kondisi seperti
itu beliau ibaratnya punya tanggun jawab moral lah untuk
membuat suasana di RW 13 notabene nya kan tawurannya ngga
berhenti-berhenti tu, akhirnya diambil alih lah oleh Pak Didi
beserta RT-RT nya lah dengan berbagai macam cara, katanya sih
sempat adu debat, adu argumentasi lah terkait masalah itu. Oleh
karena itu tahun 2016 aset-aset itu sesuai dengan ingub nomor 10
itu akan dijadikan RPTRA, RPTRA itu Ruang Publik Terpadu
Ramah Anak di Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru,
Jakarta Pusat. Dengan keterbatasan ini mau tidak mau yang kita
ambil adalah lahan-lahan yang memang sudah dikuasai dan
dibangun oleh pemda, nanti akan dikembangkan lagi jadi RPTRA.
Tapi kondisi real nya kan 2000 saya ngga tahu persis ya,
sebelumnya kan pos RW itu katanya ada dibangun di pinggir kali,
kemudian menempati GIM itu, yang notabene nya GIM kan itu
Gedung Interaksi Masyarakat juga. Nah karena disitu ada pos RW,
kemudian juga disitu ada PAUDnya juga, terus tempat pengajian
juga tempat TPA juga. Akhirnya karena memang tidak ada lahan
lagi untuk dijadikan RPTRA, GIM itulah yang kita prioritaskan
untuk dijadikan RPTRA, dengan kondisi di dalamnya ada pos RW
ya, ada PAUD, tempat mengaji dan lain sebagainya. Nah proses itu
memang ngga serta merta begitu saja keluar dari situ. Keluar itu
dalam artian perlu ada semacam kesepahaman bersama. Kalo kita
berbicara masalah aset, itu aset pemda. Walaupun itu dikuasai oleh
pak RW. Bukan dikuasai, tapi dimanfaatkan oleh pak RW. Tapi
pak RW juga mungkin berpendapat bahwa, kalopun pemda mau
menguasai ini, dia harus tahu dong kronologisnya seperti apa pada
saat awal. Kita memperolehnya ini berat loh, gitu. Jadi masing-
masing ada punya argumenlah. Ya itu kalo pendekatan secara
sosiologis yang saya sampaikan. Pada saat itu, karena memang di
Tanah Tinggi itu GIM kalo ngga salah harus ada 2 lokasi. 1 di RW
14 di Rusun Tanah Tinggi, 1 lagi di Pulo Gundul RW 13. Pertama
mungkin yang saya sampaikan pada saat itu adalah mengundang
warga keseluruhan bukan hanya di RW 13 saja, tapi sekelurahan,
saya undang untuk apa namanya.. untuk bisa mendapati informasi
bahwa di Tanah Tinggi itu akan ada RPTRA. Saya undang ada 3
kali ya, disini akan dibangun RPTRA. Nah kita masih belum ada
kejelasan tu dimana RPTRAnya. Baru disosialisasikan saja tapi ke
semua warga, termasuk di dalamnya Pak Didi dan RW 14 gitu.
Kemudian setelah kita mendapatkan fokus bahwa lokasinya di RW
13 dan RW 14. Nah baru kita khusus sosialisasikannya hanya di
RW 13 saja. Di RW 14 sendiri yang ngadaiinnya, di RW 13 juga
saya sendiri. Di RW 13 yang ngadain di kelurahan pernah, terus
kemudian di pos RW nya juga pernah, bukan di pos RW ya tapi di
xxiii
GIM itu. 2 kali lah saya disitu ya. Kemudian di luar pendekatan
sosialisasi seperti itu, saya juga secara pribadi mendekati pak RW.
Karena bagaimanapun saya ngga mau program ini walaupun
tujuannya baik tapi kalo dengan cara yang kurang baik akhirnya di
tafsirkan tidak baik gitu loh. Saya baik baik dengan ke pak RW,
termasuk juga saya di dalamnya mendatangi kantornya, karena Pak
Didi itu kan ngerti masalah konstruksi, beliau kan di kontraktor
kerjanya. Nah pada saat itu kita datangi ke Pak Didi disana kita ke
kantornya bahwa pembangunan ini semata-mata untuk masyarakat
kemudian akhirnya setelah kita berkali-kali bertemu di pos RW,
saya datang ke kantornya, ke rumahnya, akhirnya ya ada beberapa..
bukan prasyarat ya, tapi keinginan yang memang harus saya penuhi
mewakili pemerintah. Yang pertama pos RW harus ada. Kemudian
juga PAUD tetap berjalan, kemudian juga pengajian juga tetap
berjalan, kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada di RW 13 itu
tetap berjalan. Akhirnya karena disitu ada lokasi RPTRA itu kan
ada 2 lokasi, 1 yang kecil 1 yang besar. Yang besar kita jadikan
RPTRA murni, nah yang kecilnya itu dengan permintaan tadi kita
sampaikan ke kontraktornya pada saat itu CSR, bukan pemda.
Akhirnya dibangunlah, pos RW juga dibangun, PAUD juga
dibangun, kemudian disana juga bisa dipergunakan untuk tempat
bermain anak-anak, kemudian anak-anak juga bisa bermain di
tempat RPTRA. Yang memang pada awalnya sulit diterima tetapi
setelah mendapat itu malah sebetulnya lebih nyaman disitu karena
pertama punya lahan sendiri, kemudian juga tidak direcoki oleh
bermain anak-anak karena bermain anak-anak kan secara umum
ada di RPTRA gitu. Kalo pertentangan konflik banyak banget
sebetulnya, banyak yan ga terima. Tapi kalo untuk diketahui bahwa
tidak ada satupun RPTRA yang di dalamnya ada pos RW di
bangun lagi pos RW. Tidak ada satupun RPTRA yang tadinya ada
PAUD atau ada TK atau ada apapun di bangun lagi madrasah atau
tempat apa.. satu-satunya yang ada tu di RW 13 itu gitu
2. P
:
I
:
Jadi tadi itu untuk menyelesaikan konfliknya itu upaya selain
memberikan lahan pengganti itu apa saja ?
Kita berikan lahan pengganti tapi di dalamnya juga kita berikan
tempat bermain anak-anak, tempat bermain anak-anak yang
tadinya ada di sana kita pindahkan ke sana terus kemudian kita
rapihkan lokasinya buku-buku juga kita berikan dari perpustakaan
kalo ngga salah membantu memberikan buku-buku kalo ngga salah
terus, apa lagi saya juga ngga tahu persis ya. Yang pasti disitu
disamping memang kita memberikan itu ada memang beberapa
yang kita berikan dan RPTRA pun memang bisa dipergunakan
sebetulnya untuk anak-anak bermain PAUD ini
3. P
:
Terus memang awalnya selain pihak dari lembaga PAUD dan pak
RW sendiri, warga sebetulnya menyetujui ga ada nya
pembangunan RPTRA, kan sudah seperti itu wali murid juga
xxiv
I
:
bahwa lahannya juga tidak sebesar sebelumnya kan, itu bagaimana
?
Iya awalnya kan masih ketidak tahuan, wajar kalo masih
ketidaktahuan terus kemudian akhirnya banyak yang memunculkan
“ah apa itu RPTRA ? bisa dijamin ga RPTRA disini aman ?”
karena memang disitu lokasi-lokasi yang memang tahu sendiri kan
ya di RW 13 dengan RW 10, RW 13 dengan RW 9 itu kan sering
ada.. tapi setelah dibangun itu ya saat ini masyarakat merasakan
manfaatnya sudah sangat jauh berbeda. Disana RPTRA itu kan
dipergunakan untuk pertama pemberdayaan untuk anak-anak.
Disana anak-anak ada semacam bukan pelatihan ya, tapi ada
semacam keterampilan dan lain sebagainya kemudian juga untuk
remajanya juga ada kegiatan, untuk ibu-ibu yang memang tidak
bekerja ini juga ada kegiatan untuk menigkatkan keterampilan
dalam rangka menigkatkan taraf hidup baik itu keterampilan
memasak dan lain sebagainya ada lengkap semua disana. Nah
sekarang sih mungkin ya, ya bukan mungkin sih ya sekarang sih
sudah sangat positif banget tanggapan masyarakat. Awalnya
memang agak berat karena tidak tahu bahwa RPTRA tu seperti itu
4. P
:
I
:
Sosialisasinya seperti apa saja yang maksudnya tentang apa itu
RPTRA ?
Oh iya, ya pada saat itu bukan hanya saya, dari tingkat kota
menyampaikan, walaupun saya yang menyampaikan kepada
masyarakat yang lain, tetap saya sampaikan juga hal-hal yang
terkait dengan masalah RPTRA. Bahwa RPTRA itu di dalamnya
akan ada PKK itu menampung produk-produk yang berhubungan
dengan hasil dari kerajinan masyarakatlah, kemudian disana juga
ada ruang perpustakaan, kemudian juga disana ada ruang laktasi
bagi ibu menyusui ketika mungkin bermain disitu ataupun nganter
anaknya disitu kemudian ingin nyusu nah itu ada ruang laktasinya
kemudian disitu ada juga ruang perpustakaan, disana perpustakaan
bukan hanya untuk anak-anak tetapi buat remaja, ibu-ibu bapak-
bapak juga ada. Terus kemudian diatasnya juga kan ada ruang yang
memang dipergunakan untuk masyarakat juga kaya pengajian dan
terus kaya apa namanya.. pengajian arisan dan dibawah juga kan
ada untuk jogging track kemudian juga disana ada tempat refleksi,
lengkap disana itu. Saya sampaikan semuanya termasuk di
dalamnya bahwa RPTRA ini nanti akan ada pengelolanya,
pengelolanya itu nanti dari masyarakat sekitar situ, tetapi karena ini
ada pengelolanya maka nanti akan dibatasi gitu loh, dibatasi
jamnya. Kalau tidak dibatasi jamnya dalam tanda kutip ya, akan
banyak orang yang aneh-aneh masuk ke dalam sana
5. P
:
I
:
Itu jamnya dari jam berapa sampai jam berapa ?
Dari jam 7 sampai jam 10 malam
xxv
xxvi
6. P
:
I
:
Mengenai kepengurusannya itu bagaimana ?
Kalau untuk pengelolanya sebetulnya pemerintah dalam hal ini
PMT ya kalau jaman dulu ya, kalau sekarang sih PPAPP, itu yang
mengatur berapa orang pengelola. Pengelola itu 6 orang, kemudian
dia itu bekerja pertama itu mengawasi, memonitor, terus kemudian
juga memberikan.. karena mereka ini sudah dilatih, jadi kan
mereka ini terampil gitu loh orang-orang pengelola ini. Mereka
juga bisa memberikan cerita memberikan masukkan memberikan
apapun yang terkait dengan masyarakat disekitar situ gitu loh. Jadi
mereka kerjanya kalau ngga salah di shift deh, shift dari pagi
sampai siang 3 orang, dari siang sampai malam 3 orang
7. P
:
I
:
Itu setiap hari ?
Setiap hari 6 orang
8. P
:
I
:
Sampai hari minggu ya ?
Sampai hari minggu non-stop ngga ada hari liburnya disitu
9. P
:
I
:
Itu nanti kan ada kepengurusannya seperti itu, kepengurusannya
dipilihnya itu bagaimana ?
Kalau pengelola ini memang kita informasikan melalui masyarakat
website ya, melalui internet bahwa untuk kepengelolaan ini
diprioritaskan untuk warga masyarakat sekitar situ. Tetapi kan di
batasi 6 orang, jadi kalaupun seperti banyak masyarakat yang
masuk sekitar situ tetapi kan tidak bisa banyak yang masuk, hanya
6 orang. Itupun mungkin dengan prasyarat yang memang yang tahu
persis itu memang yang menseleksi itu bukan kita, PMP waktu itu.
Jadi PMP lah yang menseleksi sampai mendapatkan 6 orang itu,
mereka mendapatkan gaji UMR, mendapatkan fasilitas Busway
gratis, terus mendapatkan KJS dan lain sebagainya. Dan
kebanyakan masyarakat situ deh
10. P
:
I
:
Tapi itu RPTRA nya untuk umum kan ?
RPTRA itu sebetulnya kalaupun sepertinya ada disekitar situ, tapi
ada untuk seluruh warga kelurahan Tanah Tinggi, tetapi idealnya 1
RPTRA 1 RW. Cuma karena ngga ada lahan, itu bisa dipergunakan
untuk kelurahan yang lain
11. P
:
I
:
Oh gitu jadi 1 RW itu 1 RPTRA ?
Harusnya, idealnya. Cuma asetnya kan ngga ada, lahannya ngga
ada jadi akhirnya itu bisa dipergunakan untuk seluruh masyarakat
sekitar kelurahan Tanah Tinggi gitu
12. P
:
I
Terus saya pernah wawancara sebelumnya dengan Pak Didi
katanya ada social mapping yang didatangkan dari UI, itu social
mapping dari UI itu dia seperti apa ?
Kalau dulu CSR masih menggunakan sistem social mapping dari
UI ya, waktu itu yang mimpin bu siapa ya.. dia mendata kemudian
xxvii
: juga dia memetakan kebutuhan apa yang memang harus di penuhi
di RPTRA itu kemudian juga termasuk di dalamnya untuk
namanya apa yang pantas disitu, itu kan Pulo Gundul ya ? itu
berdasarkan hasil musyawarah nama itu terus kemudian juga
kegiatan apa saja yang lebih banyak harus dilakukan disitu
kemudian pelibatannya siapa saja yang dilibatkan nah dari FGD ini
lah yang melakukan pemetaan terhadap apa yang harus dilakukan
dalam rangka pembangunan RPTRA yang ada di Pulo Gundul itu
13. P
:
I
:
Oh jadi terus kalo misalkan kegiatan yang ada di RPTRA itu, itu
kegiatan yang ada disitu orang yang memang ngurusin RPTRAnya
itu atau ada orang lagi yang untuk misalkan kaya latihan menari
taekwondo nah itu mendatangkan orang atau ?
Mendatangkan
14. P
:
I
:
Itu secara sukarelawan atau bagaimana ?
Bukan, jadi kalau untuk mendatangkan ini kan ada beberapa
kegiatan yang terkait dengan proses pelatihan itu jadi semua SKPD
semua dinas yang ada di walikota itu ikut andil. Contoh pariwisata,
pelatihan menari ini dari pariwisata nanti yang akan menghadirkan
guru tari nya ke sana, tinggal masyarakat menyiapkan orang-orang
yang nanti akan di didiknya. Terus kemudian dari taekwondo itu
dari olah raga, dinas olah raga. Mendatangkan pelatihnya tinggal
warganya yang ke sana. Terus kemudian dari tenaga kerja,
mendatangkan pelatihan tata boga, menjahit dan lain sebagainya.
Nah dari itu, dari sudin yang terkait. Tapi bagi masyarakat yang
memang punya kemampuan lebih, baik itu seni maupun olah raga,
yang memang perlu untuk diberikan pelatihan masyarakat tapi
ngga punya tempat, nah RPTRA juga bisa di pakai
15. P
:
I
:
Terus jadi pas itu akhirnya bagaimana RW 13 menyetujui itu
karena sudah mendapatkan lahan atau dia minta ganti rugi yang
lain selain lahan gitu ?
Awalnya iya, awalnya minta ganti rugi ya itu. Awalnya minta
dibangunkan pos RW, kemudian juga minta diakomodir lagi TK
nya, iya kan kita bangunkan disana, kita bangunkan itupun hasil
dari negosiasi sebetulnya memang ya harus kita ikuti
16. P
:
I
:
Sebenernya pendidikan itu juga penting kan ya, tadinya bagaimana
bapak menyelesaikan mencari solusinya bagaimana maksudnya
jadi kaya awalnya kan itu PAUD, pendidikan juga pentingkan
apalagi disitu ruang lingkupnya itu seperti itu, terus mengetahui
bahwa PAUD nya itu akan dipindah bapak tanggapannya seperti
apa ? karena kan waktu itu juga mencari lahannya agak bingung
kali ya karena kekurangan lahan juga gitu
Awalnya ya bukan hanya pak RW, bu RW, bu RW kan yang ketua
yayasannya kan bu RW. Iya kita sih bukannya agak, tapi
bagaimana.. sebenernya kalau tempat sih sudah ada, kita sudah
xxviii
siapkan disana gitu. Cuma kan karena sambil membangun ini kan
perlu.. sambil membangun ini kan mereka juga belajar gitu loh,
bagaimana cara mereka tetap belajar tetapi ini tetap dibangun.
Akhirnya solusinya kan di kelurahan, di kelurahan bisa
dipergunakan untuk kegiatan PAUD, untuk kegiatan belajar
mengaji juga bisa dipergunakan di kelurahan sebelum yang
dibangun itu selesai akhirnya. Tapi setelah selesai nanti pindah ke
sana semua akhirnya gitu. Di kelurahan sementara. Ya ini yang kita
khawatirkan justru bukan tempatnya, kalau tempat sudah ada,
mereka kan minta supaya tetap diadakan, PAUD itu tetap diadakan,
pos RW tetap diadakan. Kan kita adakan. Nah ke khawatiran kita
justru ketika ini membangun.. ini kan vacum gitu loh, yang belajar
kan vacum dia, ngga belajar. Bagaimana caranya ? akhirnya
diambil solusi ke kelurahan belajarnya sementara waktu. Sampai
pembangunan itu selesai
17. P
:
I
:
Terus menurut bapak lokasi di PAUD yang sekarang itu efektif ga
sih, relevan ngga sih untuk kegiatan belajar mengajar sementara
kan katanya muridnya tu kan banyak sekali?
Kalau saya sih melihatnya begini ya.. apapun kegiatan pendidikan
yang ada disekitar situ, sangat dibutuhkan. Masalah efektif tidak
efektif kalau saya lihat memang itukan perlu ada sesuatu yang
memang menjadi idealnya kalau yang namanya sekolah kaya
PAUD itu kan perlu tempat bermain yang luas, perlu praktek anak-
anak yang luas tempat wudhu dan lain sebagainya. Nah dalam
kondisi disini yang kondisinya seperti itu mau tidak mau akhirnya
kita maksimalkan yang sudah ada. Kalau efektifnya saya lihat saat
ini cukup efektif, cuma memang luasannya yang memang belum
maksimal gitu. Cuma cari lahan disana sulit, sebetulnya pemda
DKI sangat menginginkan adanya lahan-lahan disana yang bisa
kita lakukan untuk dibebaskan untuk bisa dibangun PKBM, bisa
dibangun PAUD, bisa dibangun tempat pelatihan khusus untuk
Johar Baru ya. Tapi ternyata kan ngga ada di Johar Baru itu.
Kalaupun dijual paling cuma 100-200 ngga ada yang luas gitu,
ngga ada yang lega
18. P
:
I
:
Dari PAUDnya sendiri ada ngga ganti rugi yang belum
terlaksanakan atau memang semua sudah terlaksanakan ?
Kalo sepengetahuan saya.. ada yang memang ini.. saya ngga tahu
dari pihak sana ada yang ini ? ada ngga ada informasi ngga bahwa
ada yang belum direalisasikan ?
19. P
:
Kalo saya sih kurang tahu dia sebenernya sudah mengajukan atau
belum cuman keinginan dari PAUDnya itu pas saya wawancara dia
kepengen PAUD nya itu diresmikan jadi mempunyai surat izin,
karena PAUD itu berdiri karena dari ada yang KKN disitu dari
UNJ. PAUD itu kan awalnya berdiri karena adanya KKN UNJ.
Jadi karena UNJ sudah waktu masa KKNnya habis, ada dosen UNJ
yang melihat cara mengajarnya Bu Mony katanya bagus terus dan
xxix
I
:
memang warga pada banyak yang seneng dengan adanya
pendidikan disitu makanya pas saya wawancara keinginan apa
yang dimaukan itu katanya ingin PAUDnya itu diresmikan jadi
memiliki surat izin untuk berdirinya PAUD itu
Kalau untuk perizinan, kalau untuk diresmikan sepengetahuan saya
ketika RPTRA diresmikan otomatis itu juga diresmikan karena
itukan bagian dari RPTRA juga sebetulnya. Tapi kalau untuk surat,
saya ngga tahu persis ya. Karena surat itukan terkait dengan sudin
pendidikan bukan saya, kalau saya waktu itu kapasitasnya sebagi
camat. Dan setelah itu ngga ada lagi yang ke saya gitu, ngga ada.
Karena setelah itu saya ngga lama setelah itu pindah deh saya kalau
ngga salah saya. Itu bulan apa ya ? saya tu inget bulan Juli atau
bulan apa kalau ngga salah. Kalau masalah itu mungkin sudah kita
sampaikan cuman mungkin kewenganannya ada pada sudin
pendidikan untuk mengeluarkan apakah itu surat izin dan lain
sebagainya memang bukan di saya. Bukan di camat memang di
pendidikan waktu itu
20. P
:
I
:
Jadi yang melakukan mediasi cuman bapak dengan pak lurah nya
ya ?
Saya, pak lurah, dari tingkat kota juga mediasi juga ikut pak
walikota terus kemudian.. ya kalau pak RW sudah jelas ya, pak
RW, PKK kemudian dari pihak sekolah semua ikut disana. Saya
ngga mau pamong itu kan ngemong, ngemong itu ya harus ya
pendekatannya harus pendekatan sosiologis, bukan pendekatan
yang sifatnya arogan gitu, ngga. Ketika saya diberikan tugas untuk
bagaimana itu bisa dibangun disitu sedangkan disitu ada pos RW,
nah itu tantangan buat saya. Tantangannya apa ? bagaimana cara
saya untuk melakukan pendekatan sehingga pak RW bisa keluar
dengan cara yang terhormat dengan cara yang ikhlas sehingga
antara kegiatan saya dalam hal ini pemda dengan kegiatan pak RW
bisa seiring sejalan ya walaupun awalnya memang agak berat, tapi
ya lama-lama berkat ya warga semua ya pak RW juga gitu dan
akhirnya bisa kita dua-duanya bisa kita bangun yang satu bisa kita
laksanakan RPTRA itu
21. P
:
I
:
Terus kan tadi kalau RPTRA itu ada yang pengurusnya,
pengurusnya itu ada yang mengontrol ngga dari pemdanya ?
Ada, pengurus ini sebetulnya ini bukan domain saya. Kalau saya tu
hanya mengantarkan bagaimana itu bisa dibangun oleh RPTRA.
Kalau RPTRA nya sendiri pada saat itu yang bangun baik itu
pengelola maupun pembangunannya ada di PMP, Pemberdayaan
Masyarakat dan Perempuan. Kalau saya tu hanya sebatas pada
mengantarkan “nih lokasi sudah steril silahkan bangun”
22. P
:
I
Kalau yang pembangunan PAUDnya itu dapet biayanya dari ?
CSR. Yang mengawasi itu dari pemda itu. Dari CSR, dari swasta.
Kalau ngga salah siapa swastanya disitu ya ?
xxx
:
23. P
:
I
:
Itu Blibli.com
Ah Blibli.com. Saya juga sudah mulai lupa-lupa juga
24. P
:
I
:
Itu proses terjadinya gitu berapa lama pak ?
Terjadinya ?
xxxi
25. P
:
I
:
Konflik yang sedang terjadi pada saat itu berapa lama?
Oh lama juga ya, lama juga ya ada berbulan-bulan itu kayanya.
Ada mungkin 2 bulan 3 bulan ada kali itu. Saya sih ngga tahu
persis ya beberapa kali kita lakukan sosialisasi saja itu sudah
hampir 2 bulan itu. Terus kemudian pendekatan ke pak RW nya
hampir sebulan setengahnya itu
26. P
:
I
:
Ada halangan ngga melakukan pendekatan mensosialisasikan
RPTRA ?
Iya halangannya itu karena masyarakat masih belum mengerti
100% seperti apa RPTRA ini. Dianggapnya banyak pekerjaan
pemda, program-program pemda setelah dibangun begitu saja
selesai ngga ada tindak lanjutnya dan begitu-begitu sajalah gitu
loh. Ngga diisi, ngga diawasi tidak dimonitor. Berbeda dengan
RPTRA sekarang, karena sekarang kan dimonitor, diawasi. Iya itu
termasuk pengelolanya juga diawasi oleh PMP. Ini 2 tahun sekali,
informasi dari PMP 2 tahun sekali akan diseleksi lagi apakah dia
masih mendapatkan tempat disitu atau ngga
27. P
:
I
:
Untuk pengurus itu ?
Iya
TRANSKRIP WAWANCARA
Transkrip Wawancara 4
Informan : Om Didi
Lokasi : Tanah Tinggi
Status : RW 013
Tanggal : 9 Januari 2017
No. Dialog
1. P :
I
:
Yang menyebabkan RPTRA ini menuai pro dan kontra itu gara-gara
apa sih ?
Pro dan kontranya ya.. permasalahannya itu awalnya kan punya RW,
kantor RW yang disebut Gedung Interaksi Masyarakat, itu saya
ajukan tahun 2011. tahun 2011 dibangun tahun 2012 dan diselesaikan
lagi tahun 2013 disitu ada 2 tahun anggaran Pemprov DKI Sudin
Perumahan. Jadi diselesaikan tahun 2013, RW 13 menempati awal
tahun 2014. Kemudian pindah dari sana RW 13 awal tahun 2016,
pindah diberikan pengganti ya itu ini, gedung ini. Di taman Taman
P = Peneliti
I = Informan
xxxii
Andepol ini namanya
2. P :
I
:
Jadi yang gedung ini sebetulnya cuman untuk RW saja ?
Yang ini untuk kegiatan RW dan PKK. Perangkat sosial masyarakat
yang ada di RW 13
3. P :
I
:
Terus kan PAUDnya itu kan dipindahin kan akhirnya ke sini itu
bagaimana ?
CSR yang ini yang mengganti bukan pemprov. Jadi RPTRA itu
dibuat oleh CSR. Itu PT Blibli.com. Jadi pemprov DKI memiliki 2
CSR yaitu PT. Summarecon Agung sama Blibli.com. Jadi di Tanah
Tinggi ada 2 RPTRA, yaitu RPTRA rumah susun dikerjakan oleh PT.
Summarecon Agung, yang di Keramat Pulo Gundul RW 13
dikerjakan oleh Blibli.com
4. P :
I
:
Itu akhirnya menyebabkan terjadinya konflik gitu ya soalnya kan dari
tadinya harusnya PAUDnya kan di sebelah sana terus dipindahin ke
sini
Jadi sebenarnya RW 13 memiliki program pelayanan satu atap baik
itu RT, RW, PKK, posyandu, pospindu, karang taruna, bahkan
lembaga-lembaga yang dibawa RW itu pelayanannya satu atap yaitu
di gedung interaksi masyarakat, GIM namanya. Dan diakhir tahun
2015 PKKP provinsi DKI Jakarta memiliki program RPTRA salah
satunya adalah GIM RW 13 yang diminta untuk dijadikan RPTRA
terus tim social mapping dari UI penyandang dananya Blibli.com,
namun alot terhadap RW 13 karena dia tidak menyatakan akan
diganti disini dan kami disuruh kembali pelayanannya di rumah
masing-masing. Dan saya selaku RW nya mempertahankan tidak
mau, karena kronologisnya itu adalah milik RW yang berhak
menempati sana adalah RW gitu. Melalui pengajuan pada tahun 2011
namun pemprov DKI tetap ngotot dan akhirnya kami RW beberapa
kali mengadakan pertemuan dengan lurah, camat dan terakhir dengan
walikota. Walikota mungkin ada sekitar 3 kali pertemuan dengan
kami. Dan kami tetap tidak mau pindah dari sana kalau tidak ada
gedung pengganti. Ternyata dibikinkan di Taman Andepol dengan
luas 93 meter persegi. Luas lahannya sekitar 270 meter persegi
5. P :
I
:
Alasannya pemerintah membangun disini karena apa memang ?
Membangun RPTRA ? ya menurut PKK provinsi DKI bahwa
disetiap wilayah diharuskan memiliki ruang terpadu ramah anak, itu
disebut RPTRA. Jadi disitu fungsinya adalah untuk taman bermain
anak-anak. Untuk ibu dan anak yang bermain disitu dan ada tempat
menyusui kalau menurut pemerintah sih, ternyata tempatnya kayanya
ngga ada, belum ada ya
6. P :
I
:
Katanya juga dibangun lapangan basket, dan yang basket itu juga
belum ya ?
Ngga bukan lapangan basket, futsal. Sebenernya futsal itu dari jaman
RW 13 itu sudah mengajukan pada tahun 2012 kalau yang ditaro
lapanga futsal, mini futsal sebenernya futsal tidak mencukup. Itu
xxxiii
sudah diajukan oleh RW 13, namun juga tidak dibangun oleh
pemprov mungkin tidak disetujui tapi ternyata diambil alih oleh
RPTRA
7. P :
I
:
Oh seperti itu, waktu membangun RPTRA ini kesepakatan-
kesepakatan apa saja yang dibuat antara PAUD dengan.. ?
Ngga ada, makanya saya selaku RW nya tetap ngotot saya minta
gedung ganti karena kamipun melaksanakan program pemerintah.
Program pemerintah RW itu lebih, legitimasinya lebih kuat daripada
RPTRA. Kenapa ? RT RW diseluruh Indonesia ada tapi RPTRA
tidak ada diseluruh Indonesia. Kalau RPTRA hanya program PKK
provinsi DKI Jakarta yaitu Ibu Veronica selaku istri gubernur. Tapi
RW adalah lembaga yang notabene nya adalah lembaga pemerintah
lembaga masyarakat yang diresmikan atau disetujui oleh pemerintah
dari jaman belanda itu
8. P :
I
:
Jadi ngga ada kesepakatan-kesepakatan gitu ya pas waktu
pembangunan ?
Makanya agak ngulur sampai hampir 3 bulan pelaksanaannya disini
9. P :
I
:
Oh seperti itu
Itu negosiasi dengan RW antara pemerintah
10. P :
I
:
Jadi cuman negosiasi saja ngga ada pihak mediasinya gitu ?
Mediasinya ada CSR, dan social mapping dari UI sama sosialisasi ini
sama CSR yang penyandang dana dari Blibli.com itu
11. P :
I
:
Cuma 3 kali pertemuan itu ya ?
Kalau UI beberapa kali namun mentah karena bekal sosialisasinya UI
itu dangkal sekali, wawasannya kurang mengenai RPTRA maupun
terhadap sosial lingkungannya
12. P :
I
:
Biasa kan kalau ada mediasi gitu ada negosiasi ada yang
kesepakatan-kesepakatan gitu juga ngga dibuat akhirnya ?
Seharusnya begitu, namun karena arogansinya Ahok mungkin ya
arogansinya pemprov DKI sehingga tidak membuat suatu
kesepakatan-kesepakatan
13. P :
I
:
Sama sekali ngga ada ?
Ngga ada
14. P :
I
:
Jadi dirugiin banget ya ?
Misal saya RW ngga ngotot ya ngga dapet gedung ini
15. P :
I
:
Ngga dapet ? ngga ada gedung pengganti ?
Ngga ada, karena mungkin PAUD itu kan disinyalir bakal bubar
16. P :
I
:
Sudah gitu cuma ada satu disini ya ?
Iya RW 13 cuman 1 di Tanah Tinggi lebih dari 14 PAUD namun
muridnya terbanyak disini. Ada sekitar 120 murid. Kalau ditempat
lain belasan lah mungkin 20 palingan
xxxiv
17. P :
I
:
Itu waktu yang proses mediasinya itu prosesnya bagaimana saja ?
Oh sangat alot, karena ya itu, mereka yang memberikan sosialisasi itu
social mapping dari UI nya mereka yang tidak memiliki wawasan
RPTRA tidak memiliki wawasan tentang lingkungan seperti di Tanah
Tinggi ini gitu, mestinya mereka cari bekal dulu gitu loh untuk mau
ketemu saya. Mungkin kalau RW nya bukan saya mungkin tidak alot.
Tapi buat saya itu ya kalau secara untung dan ruginya untuk
lingkungan, dirugikan. Tapi kalau secara struktural pemerintahan
mau tidak mau harus ikut program pemerintah
18. P :
I
:
Selain pihak PAUD ada yang merasa dirugikan lagi ngga sih akibat
PAUDnya pindah ke sini ?
Ya ketua RT, RT RT merasa dirugikan. Karena dulu RT berkantor
bersama dengan RW. Setiap pelayanan dimulai dari jam 8 malam
sampai larut malam itu kami bersama-sama dengan RT 1 atap
sehingga mempermudah warga bagi masyarakat ketika mengurus
surat-surat sekali jalan seles
19. P :
I
:
Terus sekarang akhirnya RT nya ?
Kembali ke rumah masing-masing. Dan mereka yang mengurus surat
warga gitu, pertama ke rumah RT dulu, dari rumah RT baru pos RW
sini. Jadi sangat dirugikan oleh masyarakat, waktu ya
20. P :
I
:
Jadi ngga bisa sekali ketemu RT RW ya
Iya dulu sekali jalan selesai
21. P :
I
:
Terus sekarang sebetulnya warga disini setuju ngga dengan
pembangunan RPTRA ini ?
Ya ada yang setuju dan ada yang tidak. Kalau dulu mayoritas tidak
setuju kalau diambil alih sama RPTRA ketika awal-awal mau ada
RPTRA. Karena seolah-olah pemerintah menyabotasi hak
masyarakat itu yang.. sebagai pemanfaatnya adalah lembaga
masyarakat yang ada di RW 13 yang notabenenya adalah demi
kepentingan masyarakat RW 13. Namun sekarangkan gedung itu
untuk kepentingan masyarakat umum bukan RW 13 saja
22. P :
I
:
Kalau dalam penyelesaian konflik itu RW 13 itu ada timnya ngga
atau PAUDnya gitu, untuk penyelesaian konfliknya ini ?
Untuk itu.. ngga. RT RT nya itu pun ngga mau, mereka
mempercayakan kepada saya RW nya. Sampai beberapa kali
pertemuan dengan lurah, camat sama walikota bahkan lurah sama
camat itu sudah berapa kali datang ke kantor saya, ketika siang hari
saya dipanggil camat untuk menghadap ke kantor saya tidak mau.
Dan saya panggil camat nya yang saya suruh datang ke kantor saya 3
kali. Lurah sama camat datang ke kantor saya untuk membicarakan
itu dan di luar kantor saya.. berkali-kali sampai tak terhitung lah saya
tidak menghitung pertemuan saya dengan lurah dan camat yang jelas
pertemuan saya dengan walikota ketika awal walikota datang ke sini
xxxv
satu kali, kedua kalinya ketika stuck pembicaraan saya dengan lurah
dan camat saya minta walikotanya berhadapan dengan saya, saya
diundang dengan walikota saya ngga mau, saya tidak punya
kepentingan dan suruh walikotanya datang ke sini alhamdulillah
walikotanya datang ke sini
23. P :
I
:
Itu maksudnya tahu kan ya kalau RPTRA nya mau di bangun di atas
lahan PAUD itu ?
Bukan lahan PAUD, lahannya punya pemprov juga cuman
notabenenya gedung itu adalah RW yang mengajakukan ketika
sebelum di bangun (00.12.22) tahun 2011 kami mengajukan gedung
interaksi masyarakat dan disetujui oleh pemprov DKI yaitu dibangun
oleh sudin perumahan dan pemanfaatnya adalah RW yang
mengajukan beserta lembaga di bawah RW
24. P :
I
:
Itu apa ngga kepikiran misalkan, kan RPTRA nya jadi dia ngga
ngasih kesepakatan maksudnya ngga kurang ngasih solusi bagaimana
PAUD nanti akan dibangun memang dia ngga memikirkan kaya
padahal pendidikan itu penting gitu loh
Ngga cuma menjanjikan.. saya bicara seperti itu, saya bicara seperti
itu kami melaksanakan program-program pemerintah. RW yaitu
kepanjangan tangan dari pemerintah, dari mulai Indonesia baru
merdeka sampai sekarang bahkan kami mengikuti program
pemerintah seperti dari PDK yaitu Dikdas yaitu program pendidikan
usia dini, anak usia dini, PAUD. Dan kami memiliki siswa PAUD
terbanyak sekelurahan Tanah Tinggi. Kemungkinan terbanyak se-
DKI. Kami membina PAUD dari sebelum ada program dari Dikdas,
program dari Dikdas itu ada sekitar kurang lebih sepuluh tahun lah
kebelakang. Tapi kami sudah memiliki yang namanya PAUD ini dulu
bukan PAUD, namanya TK sosial. Sudah jalan 19 tahun. Jadi 9 tahun
minus sebelum program dari PDK dari Dikdas, kami sudah memiliki
sejenis dengan PAUD ini. Dengan apa.. bayar ala kadarnya. Artinya
pengajar-pengajar di PAUD atau sebelum PAUD, itu tenaga-tenaga
sosial. Termasuk yaitu Ibu Mony, sebagai pendirinya dan saya selaku
pengurus RW jaman waktu itu saya sekretaris RW, ya sama-sama
penggerak di lingkungan akhirnya bikin.. karena melihat anak-anak
yang tidak bersekolah yang seharusnya dia masuk TK ternyata ketika
kami tanya kenapa tidak masuk TK alasannya tentang finansial
tentang ekonomi akhirnya kami bersama dengan PKK, membuat TK
pada saat dulu TK namanya. TK Islam Mandiri tahun.. ya 19 tahun
yang lalu lah. Dengan sarana pos RW ukuran 3x4, belum dipotong
ada meja segala macem disitu dan ada meja RW 2, sehingga ruangan
praktis ruangan untuk belajar anak itu sangat sempit sekali dan ketika
3 tahun kemudian kami membangun di pinggir kali, ukuran 2,5x8
dan disitu yang sudah lama, yang agak lama disitu. Sampai disaat
disana juga sampai memiliki murid dengan ruangan yang sangat kecil
dan sangat di pinggir jalan sangat bahaya ketika anak begitu keluar
kelas gitu, itu saat itu bisa sampai 60 anak sedangkan di tempat lain
xxxvi
belum ada yang namanya PAUD, belum ada yang namanya TK
gratis. Kami sudah bikin. Namun mungkin pemerintah pemprov DKI
tidak melihat ke sana. Semua pemprov DKI menjalankan program
menurut aturan yang mereka tanpa melihat situasi dan kondisi di
lingkungan seperti yang ada di di Tanah Tinggi ini
TRANSKRIP WAWANCARA
Transkrip Wawancara 5
Informan : Bu Iik
Lokasi : PAUD Islam Mandiri
Status : Guru
Tanggal : 28 Februari 2017
No. Dialog
1. P
:
I
:
Ibu namanya siapa?
Ibu Iis Sri Rahayu
2. P
:
I
:
Ibu tau gak dulu PAUD islam Mandiri ini seperti apa?
Oh..dulu mah kecil, udah kecil sempit lagi. Dulukan disana, deket
apa..pinggir kali sana. Eee...kecil banget..eee udah kecil, sekarang
mah udah Alhamdulillah. Saya kan disini sudah 10 tahun.
3. P
:
I
:
Kepengurusan struktur sekolah disini itu seperti apa?
Disini ada kepala sekolah, bendahara, guru. Oh..itu HIMPAUDI.
HIMPAUDI kan jadikan kalau kita yang ada acara maksudnya kan
kalau itu yang pertemuan gitu sebulan sekali kita ikut gabung gitu
sama HIMPAUDI. Gabung gitu..kan kalau misalkan ada acara
HIMPAUDI misalkan ngadain acara manasik haji, terus porseni,
sama terakhir pelepasan. Kitaya harus ikut. Gabung ke dia dan itu
wajib. Kemarin kan kita februari tuh tanggal kemarin abis dari
manasik haji ke ini ke Bekasi, kita kan harus ikut. Bergabung sama
dia.
4. P
:
I
:
terus perkembangan PAUD hingga saat ini, dari dulu sampai
sekarang seperti apa?
Wooh, Alhamdulillah. Alhamdulillah lah, udah banyak
perkembangan. Malah banyak murid-murid dulu yang sekarang
sudah SMP. Kalau ketemu dijalan suka lupa gitu namanya siapa
dan dia masih inget. Ibu, gitu, salim gitu. Oh ibu masih di PAUD
Islam Mandiri? Iyah masih, saya jawab. Oh perkembangannya
P = Peneliti
I = Informan
xxxvii
udah Alhamdulillah sekarang mah.
5. P
:
I
:
Apa saja kegiatan yang dilakukan di PAUD Isla Mandiri?
Ya biasakan, kita baris-berbaris, terus kalau setiap senin, eh selasa
sama jumat kita wajib shalat berjamaah 2 rakaat. Eeee.. itu,
pokoknya setiap selasa sama jumat. Terus kita juga ajarin beramal.
Nanti kalau sebelum shalat kita beramal dulu.
6. P
:
I
:
Kurikulum apa yang digunakan?
Kita pakai..apa ya kemarin.. uumm yang apasih, saya lupa
kurikulumnya. Kita ini..ee seminggu sekali kan kita suka ada ganti
tema gitu. Nihkan sekrang temanya lagi air, api, dan udara. Nah ini
air, api, dan udara 2 minggu. Nah jumat besok terakhir nih. Naah
ntar, nanti Bu Moni ngomong lagi nanti kita mau temanya apanih,
gitu. Tar Bu Moni yang kasih temanya, nantikita yang beritahu
anak-anak.
7. P
:
I
:
Apakah murid mendapatkan buku untuk belajar?
Gak, kita gak pake gitu-gituan.
8. P
:
I
:
Terus pendapat Ibu mengenai PAUD ini seperti apa selama
mengajar? Kan PAUD ini sebelumnya juga sudah pernah pindah
beberapa kali.
Saya cuman 2 kali merasakan kepindahan PAUD.
9. P
:
I
:
Bagaimana pendapat ibu dengan pindahnya PAUD, maksudnya
sebelumnya PAUD memiliki lahan yang luas, kemudian
dipindahkan dengan tempat yang lebih kecil, itu pendapat ibu
seperti apa?
Tapi Alhamdullilah ah ya, udah ada ditempatin disini. Kalau disana
kan maksudnya ditempatkan terbuka, kalau disinikan dibuatkan
ruangan kelas gtu. Kalau sekarag sih ruangannya enak, ber-AC.
Jadi maksudnya juga anak-anak tertiblah. Kalau siangan kan
kelompok bermain disini sama kelompok B1. Kalau pagi
kelompok A sama kelompok B2
10. P
:
I
:
Jadi dalam satu ruangan kelas, terdapat dua kelompok?
Iyah, ganti-gantian
11. P
:
I
:
Apakah dengan ruangan yang kecil seperti ini pembelajarannya
jadi lebih efektif?
Yaa..sebetulnya pelajarannya kasian anak-anak. Gak pake bangku,
gak pake meja. Harusnyakan pake bangku dan meja gitu. Jadi ya
kasian anak-anak harus kaya bungkuk gitu belajarnya.
12. P
:
I
Memang sebelumnya menggunakan bangku dan meja saat belajar?
Nggak juga. Emang istilahnya kita juga gak ada yang
nyumbanglah. Harusnya yakan ada yang nyumbanglah. Kan kita
xxxviii
: kan kemarin udah mau ngambil BOP, tapi sama Bu Moni sendiri
katanya gak usah. Katanya banyak mudorotnya dan kurang baik di
kita. Yaudah akhirnya kita gak nerima dan yaudah akhirnya kita
gini aja. Apa adanya aja udahlah.
13. P
:
I
:
Apakah Ibu lebih setuju PAUD yang sekarang atau yang dulu?
Ya sebenarnya saya lebih senang dengan PAUD yang sekarang.
Karena memiliki kelas, meliki ruanganlah. Kalau dulu kan terbuka
gitu, jadi kasian anak-anak kalau misalkan lagi hujan, terus angin
kenceng buku pada kena angin gitu. Jadi Alhamdulillah lah
sekarang. Cuman ya gitu, terlalu kecil aja PAUDnya.
14. P
:
I
:
Apakah Ibu Iik mengetahui konflik yang terjadi antara PAUD dan
RPTRA?
Iya, sayang mengetahuinya.
xxxix
15. P
:
I
:
Lalu bagaimana pendapatan Ibu mengenai konflik ini?
Saya sih tau ada konflik aja. Cuman saya gak ikut campur. Biar
saja Bu Moni dan Pak RW yang mengatur dan mengurus
semuanya.
16. P
:
I
:
Selama konflik berlangsung, apakah ibu mengetahui upaya apa saja
untuk ganti rugi?
Iya, yang saya tau pada saat RPTRA dibangun di atas lahan yang
tadinya tempat PAUD, guru-guru bingung mau mengajar dimana.
Akhirnya, kita dikasih tempat mengajar di kelurahan. Ya Allah
mana panas, ugh lama juga deh ngajar disitu. Kalau gak salah
sampai 3 bulan, sampai pembangunan PAUD selesai. Pas udah jadi
PAUDnya, Bu Moni kecewa. Kan padahal mintanya ditingkat, tapi
ternyata malah begini. Yaudah kita kecewa, kita kecewa, karena
gak sesuai sama yang kita minta.
17. P
:
I
:
Selain itu, apalagi yang tidak sesuai dengan yang diinginkan untuk
ganti rugi?
Yaaa..dia sih janji katanya mau ditingkatkan, tapi ya apa..buktinya
sampai sekarang masih gini-gini aja. Gak ditingkatin. Cuman janji
doang.
18. P
:
I
:
Fasilitas yang ada disini diberi apa beli sendiri?
Sebagian ada yang diberi, sebagian ada yang beli snediri. Sebagian
ada dari BOP. Cuman terkadang BOP turunnya lama, akhirnya kita
minjem duit dulu sama orang untuk membeli keperluan PAUD.
18. P
:
I
:
Bearti pihak RPTRA tidak memberikan sumbangan berupa
fasilitas?
Tidak, pihak RPTRA hanya meberikan ganti rugi bangunan saja.
19. P
:
I
:
Apakah pihak PAUD tidak meminta fasilitas untuk ganti rugi?
Iyah, tadinya Bu Moni minta fasilitasnya lebih. Tapi, ternyata kita
nerimanya udah begini aja. yaudah jadinya gini aja. kita minta usul
begini begitu gak di kasih, gak ada responnya. Cuman sekedar janji
aja.
20. P
:
I
:
Dengan adanya kabar bahwa akan di bangun RPTRA disini,
apakah ibu merasakan sosialisasi mengenai RPTRA yang diberikan
oleh Pak Lurah?
Tidak, saya tidak merasakan sosialisasi mengenai RPTRA.
P
:
I
:
Lalu apakah ibu mengetahui apa itu RPTRA? Dan kenapa harus
dibangun disini?
Iya katanya ini tempatnya luas, inikan tadinya taman. Dari taman
ah udah deh disini aja di bangun PAUDnya. Jadi PAUDnya
dipindahin deh kesini. Terus pas RPTRA mau dibangun kan di
pindahin tuh PAUDnya. Saya dikasih gambaran gitu sama Bu
xl
Moni. Gambarannya sih bagus, menurut saya bagus. Terus Bu
Moni bilang, “Alhamdulillah PAUDnya mau dipindahkan. Terus
katanya tingkat.” Eh ternya, loh kok begini? Kecil. Barang-barang
yang dari PAUD sebelumnya jadi..ya kita bingung mau ditaro
manakan. Akhirnya ya ditumpuk-tumpuk aja udah. Abis mau
ditaro mana lagi. Ya jadi keliatan kumuh, sumpek, cuman ya mau
gimana lagi.
21. P
:
I
:
Lalu bagaimana dengan murid-murid disni?
Yaa..gimana ya. Tadinya tuh muridnya banyak. Terus sekarang
malah tambah berkurang-kurang. Mungkin berkurang karena
tempatnya juga kali ya. Karena tempat sekarang kecil. Padahal dari
seluruh PAUD yang ada di Tanah Tinggi, tempat bermain yang ini
ya disini. Dari 120an skrng jadi 108 apa, apa berapa gitu.
Pokoknya jadi berkurang lah muridnya.
22. P
:
I
:
Lalu bagaimana dengan pembe;ajaran di dalam kelas? Maksud
saya, kan dalam satu ruang terdapat 2 kelompok, kelompok A dan
B. Lalu hanya dibatasi dengan sekat semacam kayu, apakah tidak
terganggu?
Yaa..gimana yaa. Udah terbiasa juga sih kaya begini belajarnya.
23. P
:
I
:
Awalnya dulu bagaimana dengan pembelajaran yang hanya disekat
ini?
Yaa awalnya agak keganggu juga yah. Terus kadang harus teriak-
teriak juga mengajarnya. Atau kayak misalnya kelompok B lagi
berdoa, kelompok A ikut-ikutan atau berisik gitu. Yaa gitu-gitu
ajalah. Yaaa tapi sekarang mah udah biasa sih.
TRANSKRIP WAWANCARA
Transkrip Wawancara 6
Informan : Bapak Nana Ekaryana
Lokasi : Tanah Tinggi
Status : Warga
Tanggal : 28 Februari 2017
No. Dialog
1. P
:
I
Bapak namanya siapa?
Saya namanya Bapak Nana
P = Peneliti
I = Informan
xli
:
2. P
:
I
:
Bapak sudah berapa lama tinggal disini
Sudah lumayan cukup lama. Sejak saya kecil. Saya kan lahir disini.
3. P
:
I
:
Bearti bapak tau dong awal terbentuknya PAUD ini?
Saya tau. Awalnya ada anak yang sedang melakukan kegiatan
KKN disini. Lalu mereka membuat program pendidikan untuk
anak usia dini.
4. P
:
I
:
Apakah bapak mengetahui tentang permasalahan yang terjadi
antara PAUD Islam Mandiri dengan pembangunan RPTRA?
Saya tahu, tapi saya tidak tahu begitu banyak. Karena terlepas dari
itu, bukan urusan saya. Yang saya tahu PAUD Islam Mandiri
menuntut ganti rugi lahan agar PAUD tetap adanya.
5. P
:
I
:
Lalu mengenai lahan tersebut, memangnya lahan tersebut milik
siapa?
Jadi gini, pada awal Tahun 2009 wilayah RW 013 Kelurahan
Tanah Tinggi Kecamatan Johar Baru, kedatangan tamu seorang
Anggota Dewan DPRD DKI Ketua Komisi C Bpk. H. M.
Firmansyah. Kunjungan tersebut dalam rangka acara dengar
pendapat dengan warga. Acara malam itu berlangsung cukup akrab
bertempat di rumah kediaman Bpk. Hasanudin Ketua RW 013.
Selesai sesi acara Bpk. Hasanudin mengutarakan maksud untuk
menjual rumah berikut tanah miliknya seluas lk. 1.189 M2 kepada
Bpk. H.M. Firmansyah. Namun secara halus dan berkelakar Bpk.
H.M. Firmansyah menolaknya dengan alasan bahwa ia tidak
memiliki uang untuk membeli rumah dan tanah tersebut. Namun
malam itu ia berjanji akan membantunya, dengan cara akan
mengajukan usul kepada Pemda DKI agar membeli tanah milik
Bpk. Hasanudin, asal harga tanahnya sesuai dengan NJOP. Dimana
nantinya Pemda DKI membeli tanah tersebut untuk digunakan
sebagai Lahan Terbuka Hijau. Untuk menyenangkan hati warga
dan Bpk. Hasanudin sebagai ketua RW.013 Kelurahan Tanah
Tinggi, maka Ketua Komisi C bidang Anggaran Bpk.
H.M.Firmansyah mewujudkan janjinya dengan harapan agar nanti
pada PEMILU ia mendapat suara terbanyak di wilayah RW 013
Kelurahan Tanah Tinggi. Pemilu Legislatip DKI yang berlangsung
pada tanggal 9 April 2009 Hasilnya cukup memuaskan bagi
perolehan suara Bpk. H.M.Firmansyah khususnya di wilayah RW
013 Kelurahan Tanah Tinggi. Maka sesuai janjinya ia berusaha
keras agar pembelian rumah dan tanah milik Bpk. Hasanudin oleh
Pemda DKI terlaksana.
6. P
:
I
Lalu apakah Bpk. H. M. Firmansyah terpilih sebagai RW 013?
Ternyata beliau tidak terpilih. Yang terpilih menjadi RW 013
malah Bpk. Didi. Tapi tanah tersebut sudah dibeli oleh Pemda DKI
xlii
: Jakarta.
7. P
:
I
:
Lalu bagaimana dengan Bpk. Hasanudin?
Bapak Hasanudin balik ke kampungnya.
8. P
:
I
:
Berarti lahan tersebut sudah sah menjadi milik Pemda DKI Jakarta
dong ya?
Iyah, lahan tersebut memang sebenarnya sah milik Pemda DKI
Jakarta. Pada saat sudah dibangun GIM (Gedung Interaksi
Masyarakat), gedung itu seperti tidak terurus dan suka
disalahgunakan. Oleh karena itu, selaku RW 013 Bpk. Didi
meminta kepada kelurahan untuk mengelolah gedung tersebut
sesuai fungsinya. Kemudian disetujui oleh pak lurah dan akhirnya
semua kegiatan seperti ibu-ibu pkk, RW, RT, rapat warga, semua
bertumpu di GIM. Sehingga kalau ada perlu mau bertemu dengan
pak RW atau pak RT tidak perlu kerumahnya satu-satu. Hanya
datang ke GIM saja, jadi tidak repot.
9. P
:
I
:
bearti memang tidak ada hak untuk menggunakan lahan yang
sekarang dibangun RPTRA ya?
Sebenarnya memang tidak memiliki hak. Mau menuntut juga lahan
tersebut milik Pemda DKI Jakarta. Cuman yang membuat Pak Didi
tidak setuju itu karena Pak Didi mengajukan permohonan izin
untuk memakai GIM sebagai kegiatan RW dan RT juga yang
lainnya. Kegiatan ini juga sebagian kegiatan kecil yang memang
sebenarnya membantu pemerintah. Pak RW 013 hanya ingin
menjalan tugas dengan baik karena ini juga bagian dari sistem
pemerintah. Seperti PAUD yang tujuannya mencerdaskan anak
bangsa.
10. P
:
I
:
Lalu bagaimana tanggapan bapak mengenai PAUD Islam Mandiri
dan RPTRA ini?
PAUD ini sebenarnya banyak dimintai oleh masyarakat setempat.
Karena memang metode pembelajarannya yang bagus.
11. P
:
I
:
lalu bagaimana pendapat bapak mengenai RPTRA?
Menurut saya, kenapa harus memaksakan membangun RPTRA
disini. Sudah tahu disini tidak memiliki lahan, tetapi tetap dipaksa
untuk pembangunan RPTRA. Saya merasa ini hanya permainan
politik saja. Jadi pemerintah sengaja membangun RPTRA karena
ingin mendapatkan uang. Sudah jadi hal yang lumrah seperti itu.
Walaupun dengan alasan ingin membuat KLA tapi malah
mengesampingkan pendidikan untuk anak, seharusnya tidak seperti
itu. Selain itu juga terdengan wacana bahwa akan dibangun
apartemen disekitar sini.
TRANSKRIP WAWANCARA
xliii
Transkrip Wawancara 7
Informan : Ibu Elin
Lokasi : Tanah Tinggi
Status : Guru
Tanggal : 28 Februari 2017
No. Dialog
1. P
:
I
:
Apakah Ibu mengetahui terbentuknya PAUD Islam Mandiri?
Waktu itu sekitar tahun 1999. Itu didirikan sama Ibu Moni. Waktu
itu belum menajdi PAUD. Waktu itu anak-anak yang gak mampu,
kemudian di kelolah oleh Ibu Moni dengan bayaran Rp. 500,-
perhari kalau gak salah. Terus akhirnya lama-lama pas ada PAUD
tahun berapa saya lupa, yaudah jadi PAUD.
2. P
:
I
:
Bagaimana struktur organisasi disini?
Kepala sekolah, sekertaris, bendahara, dan guru.
3. P
:
I
:
Kalau Ibu sebagai apa?
Saya sebagai bendahara
4. P
:
I
:
Bagaiman perkembangan PAUD dari dulu hingga sekarang?
Alhamdulillah meningkat ya. Dari kita gak punya apa-apa,
sekarang Alhamdulillah sudah mempunyai gedung, gedung sendiri.
Fasilitas permainanpun ada.
5. P
:
I
:
Bagaimana pendapat ibu mengenai kondisi PAUD yang sekarang?
Ya fasilitasnya jadi berkurang lah. Dalam hal kelas, waktu kemarin
banyak kelas. Maksudnya luas gitu, kalau sekarang kan kelasnya
kecil dan untuk anak-anak brlajar kurang apa yaa..seperti kurang
leluasa, kurang efektiflah.
6. P
:
I
:
Memang sebelumnya ada berapa kelas?
Hanya ada 1 kelas. Shift pagi dan siang. Cuman kan dulu kelasnya
luas. Kalau sekarang kecil. Jadi kelompok A harus dibagi 2 dan
kelompok B juga. Karena sekarang kalau 1 kelas tidak muat,
kelasnya sekarang kecil. Ruangannya juga hanya di sekat saja. Jadi
ya gtiu deh belajarnya.
7. P
:
I
:
Apakah Ibu setuju dengan pembangunan RPTRA disni?
Yaaa setuju gak setujulah. Setujunya anak-anak sekarang kalau
belajar jadi sempit. Karena bangunan yang terlalu kecil.
P = Peneliti
I = Informan
xliv
TRANSKRIP WAWANCARA
Transkrip Wawancara 8
Informan : Ibu Erti Sumoni
Lokasi : PAUD Islam Madiri
Status : Kepala Sekolah
Tanggal : 10 Oktober 2016
No. Dialog
1. P
:
I
:
Sebelum melakukan wawancara, nama Ibu siapa? Dan jabatan ibu
disini sebagai apa?
Nama saya Erti Sumoni. Saya disini jabatannya sebagai kepala
sekolah.
2. P
:
I
:
Ibu bisa tolong jelaskan bagaimana terbentuknya PAUD Islam
Mandiri?
Berawal dari PKL Mahasiswa IKIP Rawamangun Jakarta dengan
Dosen Pembimbing Bapak Diding dan Ibu Yurdik pada tahun 1998
di wilayah Kelurahan Tanah Tinggi tepatnya di Pos RW. 010
selama sebulan. Anak IKIP Jakarta (sekarang UNJ) mengajarkan
berbagai macam bahasa dan juga mengajarkan bagaimana
berbahasa yang baik dan santun kepada anak-anak di lingkungan
sekitar. Karena lingkungan di RW 13 ini sangat memperihatinkan
akibat pendidikan yang rendah. Setiap pembelajaran dimulai, anak-
anak dikumpulkan di pos RW 010 Tanah Tinggi.
3. P
:
I
:
Lalu, bagaimana bisa ibu ditunjuk sebagai kepala sekolah PAUD
Islam Mandiri?
Waktu itu, pada pekan ke-2 ketika saya sedang mengantarkan anak
saya sebagai peserta didik, para mahasiswa tidak hadir karena satu
hal lain. Saya melihat anak-anak sudah berkumpul dan saya
berinisiatif untuk mengajar sebagai guru pengganti. Ketika saya
sedang mengajar, dosen pembimbing mahasiswa dari IKIP
Rawamangun Jakarta melihat dan tertarik dengan cara mengajar
saya. Kemudian saya ditunjuk untuk meneruskan “sekolah
dadakan” yang dibuat oleh IKIP Rawamangun Jakarta setelah para
peserta KKN menyelesaikan tugasnya. Tapi ya waktu itu ini masih
sekolah dadakan, belum menjadi PAUD. Saya hanya meneruskan
apa yang telah mahasiswa IKIP jalankan selama KKN disini.
4. P Ketika ibu terpilih menjadi kepala sekolah, apakah ada proses atau
P = Peneliti
I = Informan
xlv
:
I
:
tahapan yang dilewati?
Tentu ada. ketika saya terpilih menjadi kepala sekolah, saya
mendapatkan pelatihan tenaga pendidikan daru IKIP Jakarta.
Setelah 7 bulan berlalu, sekolah tersebut barulah muncul wacana
untuk mematenkan “sekolah dadakan” menjadi tempat pendidikan
formal. Jadi waktu itu tanggal berapa saya lupa, pokoknya bulan
september tahun 1998 diresmikan menjadi TK Mandiri yang
berdomisili di RW 013 Kelurahan Tanah Tinggi. Pada saat acara
persemian PAUD mandiri, pihak IKIP Jakarta dan lurah setempat
ikut hadir dalam memeriahkan acara peresmian.
5. P
:
I
:
Tujuan dari PAUD Islam Mandiri bertahan hingga sekarang itu
apa? Maksudnya, PAUD ini awalnya sekolah dadakan. Apa alasan
ibu mempertahankannya?
Awalnya ini memang ini sekolah dadakan dan setiap RW harus
memiliki minimal 1 PAUD untuk anak-anak bisa bersekolah.
Dengan tujuan untuk meningkatkan dan mensejahterkan
pendidikan pada anak usia dini. Juga mengajarkan nilai-nilai yang
diajarkan dalam Islam. Seperti beribadah, membaca Al-Qur’an,
nilai-nilai sosial positif lainnya. Karena lingkungan disini sangat
kurang bagus. Jadi saya ingin agar anak memiliki bekal agama dan
bisa menjadi anak yang sholeh dan sholehah.
6. P
:
I
:
Apakah masyarakat disekitar sini sangat antusias dengan
keberadaan PAUD Islam Mandiri?
Tentu. Sejak pertama kali dibuka saja muridnya sudah mencapai
40. Setahun kemudian muridnya bertambah dan hampir mencapai
80 murid. Sehingga saya harus mencari tenaga pengajar untuk
membantu saya. Pada saat itu juga untuk keberlangsungan PAUD
Islam Mandiri ini saya berkeliling ke rumah-rumah warga untuk
mencari donasi atau bantuan berupa buku-buku dan alat tulis
bekas. Kemudian juga dari IKIP Jakarta memberikan bantuan
berupa berbagai macam alat permainan seperti hoolahop, puzzle,
dan banyak deh Alhamdulillah.
7. P
:
I
:
Bgaimana pendapat ibu ketika akan didirikannya RPTRA di Tanah
Tinggi ini?
Ya Alhamdulillah, jadi kan ruang bermain untuk anak-anak
semakin banyak. Yang saya tau juga RPTRA itu tujuannya baik
yah. Untuk anak-anak gitu.
8. P
:
I
:
Lalu, setelah ibu mengetahui bahwa RPTRA akan dibangun di atas
lahan PAUD itu bagaimana?
Yaa.. saya marah dong. Soalnya nanti PAUD Islam Mandiri ini
mau dikemanain. Mau di pindahkan kemana. Karena waktu itu
awalnya juga mereka gak bisa kasih solusi.
9. P
:
I
:
Alasan RPTRA dibangun di RW 13 karena apa?
Alasannya katanya karena disini susah untuk mencari lahan kosong
atau lahan untuk dijual di wilayah Jakarta Pusat, terlebih di
kawasan Johar Baru.
xlvi
10. P
:
I
:
Lalu kenapa akhirnya PAUD Islam Mandiri ini bisa pindah?
Memang solusi apa yang diberikan oleh pihak RPTRA?
Awalnya kami enggan untuk pindah, karena memang tidak ada
lahan pengganti. Tapi pada saat itu, setelah melakukan konsultasi
dan diskusi dengan Pak Lurah, Pak Camat, bahkan Walikota
setempat, mereka berjanji akan membangun PAUD pengganti
dengan luas tanah kurang lebih 60 meter. Lahan itu juga milik
dinas kebersihan dan pertamanan. Letaknya gak jauh dari PAUD
yang dulu. Makanya saya terima dan saya juga mengajukan
keinginan saya.
11. P
:
I
:
Lalu apakah ibu puas dengan bangunan PAUD yang baru ini?
Apakah perjanjian yang dibuat dan disepakati bersama sudah
terealisasikan?
Sejujurnya saya kecewa, kecewa banget. Soalnya waktu itu saya
kan minta untuk ditingkatkan bangunannya. Karena lahan yang
sekarang ini lebih kecil dari yang dulu. Jumlah murid PAUD Islam
Mandiri sangat banyak. Akhirnya harus dibagi menjadi 4
kelompok. 2 kelompok A dan 2 kelompok B. Dulu kan memang
hanya meiliki satu ruang, tapi karena besar tidak perlu membagi
kelompok A atau B menjadi dua kelompok. Sekarang karena ruang
kelasnya kecil makanya dibagi menjadi kelompok. Jadi kita ada
jam pagi dan jam siang. Dalam satu kelas terdapat dua kelompok;
kelompok A dan B dan hanya dibatasi sekat kayu saja.
12. P
:
I
:
Apakah pembelajaran seperti itu tetap efektif?
Ya abis mau bagaimana lagi. Sebenarnya juga memang tidak
efektif. Cuman kalau udah kaya gini kan harus bisa mencari solusi
yang terbaik gimana. Bagaimana pembelajaran PAUD Islam
Mandiri tetap berlanjut. Jadi yaudahlah kita jalanin aja.
13. P
:
I
:
Kenapa tidak mencoba untuk melakukan pembelajaran di RPTRA
sesekali?
Dilarang. Di RPTRA itu gak boleh di pake untuk kegiatan bealajar.
Padahal fasilitasnya bagus. Terus waktu itu ada anak murid saya
pas istirahat mau main kesana. Tapi anak-anak dilingkungan sini
kaya jagoan semua. Murid saya kaya gak dibolehin main di situ.
Jadi kalau lagi istirahat kelas terus ada siswa yang mau main ke
RPTRA saya larang. Pelit banget kan. Lagian juga penjaga
RPTRAnya kaya kurang bisa untuk menjaga. Masa jadi kaya ada
yang tidur-tiduran disitu, jadi tempat gosip ibu-ibu, bahkan saya
pernah lihat ada yang pacaran. Saya mah jadi taku kalau nanti
RPTRA malah digunakan untuk hal yang tidak-tidak sama remaja
disini. Ya bisa dilihat kan disini, kadang aja banyak banget bekas-
bekas kondom dimana-mana. Saya kan jadi kasihan sama anak-
anak disini kalau masa depannya sampai rusak begitu.
14. P
:
Selain memberikan bangunan pengganti, apakah pihak RPTRA
juga memberikan fasilitas-fasilitas, seperti permainan atau yang
lainnya mungkin?
xlvii
I
:
Tidak sama sekali. Ini saja, AC dikelas itu dari uang saya sendiri.
Soalnya kalau gak dipasang AC kasihan anak-anak belajarnya
kegerahan. Tadinya pake kipas angin, cuman tetap gerah. Model
bangunannya itu kaya ruang tertutup. Gak ada ventilasi udara.
Terus mainan-mainan yang ada diluar itu juga punya kita.
Maksudnya kita gak beli lagi, karena itu dari PAUD yang dulu.
Kita mah gak dikasih mainan gitu. Udah gitu karena bangunan
yang kecil, gak semua permainan yang kita punya kita keluarin.
Ada sebagian disimpen aja, ditumpuk-tumpuk gitu. Didalem kelas
juga tuh, kita tumpuk-tumpuk aja. Abis kita bingung mau taro
dimana lagi soalnya emang udah gakmuat. Emang sempit
lahannya.
15. P
:
I
:
Kenapa ibu tidak mencoba untuk menuntut kembali agar bangunan
PAUD Islam Mandiri ini bisa ditingkatkan?
Waktu itu saya sudah bilang, coba tolong untuk ditingkatkan.
Karena lahan ini terlalu kecil. Akibatnya banyak barang yang
ditumpuk-tumpuk dan akhirnya terlihat seperti kumuh. Tapi
yaudah, gak direspon gitu sampai sekarang. Akhirnya yaudah, kita
pasrah aja, kita ikhlas. Abis mau gimana lagi. Yang penting anak-
anak masih bisa belajar di PAUD Islam Mandiri.
TRANSKRIP WAWANCARA
Transkrip Wawancara 9
Informan : Bapak Adit
Lokasi : Tanah Tinggi
Status : Warga
Tanggal : 28 Februari 2017
No. Dialog
1. P
:
I
:
Apa yang bapak ketahui mengenai RPTRA di Pulo Gundul?
Ngga banyak sih yang saya tau dari RPTRA di Pulo Gundul ini.
Tapi yang saya tau RPTRA di Pulo Gundul ini diresmikan tahun
2016 sama Pak Ahok. Dibuat untuk menampung kegiatan
masyarakat seperti untuk berolah raga, taman bermain anak, taman
belajar anak dan juga tempat untuk berinteraksi masyarakat sih
yang saya tau. Rata-rata sih kegiatan yang untuk meningkatkan
interaksi bagi masyarakat disekitar RPTRA ini dan juga untuk
menampung kegiatan-kegiatan yang bersifat mendidik untuk anak-
anak. Disini kalau sore suka ada anak-anak yang main bola, sama
P = Peneliti
I = Informan
xlviii
ibu-ibu juga sekitar sini sering duduk-duduk jagain anaknya main
disini sambil ngobrol-ngobrol sama ibu-ibu yang lainnya juga. Ya
biasanya setiap harinya gitu sih di sini, selalu ramai.
2. P
:
I
:
Apa yang bapak ketahui mengenai PAUD Islam Mandiri?
Kalo yang saya tau sih ya, PAUD Islam Mandiri tadinya mereka
gunain bangunan ini ni, bangunan yang udah dijadiin RPTRA ini.
Nah pas ada program dari pemerintah yang untuk pembangunan
RPTRA ini, PAUD itu pindah ke yang tempatnya sekarang ini.
Dulu sih awal mulanya saya kurang tau ya gimana terbentuknya
PAUD Islam Mandirinya itu bagaimana, cuma yang saya tau tu
PAUD itu murid-muridnya tu banyak gitu. Banyak gitu anak-anak
yang belajar di PAUD itu. Awalnya sih kalo ngga salah waktu baru
dibentuk PAUDnya itu emang kayanya ngga terlalu banyak
muridnya. Tapi makin ke sininya kayanya makin banyak anak-
anak sekitar sini yang ikut belajar dan jadi murid di PAUD ini.
3. P
:
I
:
Bagaimana menurut bapak setelah melihat kondisi PAUD yang
sekarang?
Ya kalo menurut saya sih, se yang saya lihat ya, ya terlihatnya sih
emang ruangan untuk belajarnya jadi lebih kecil lah ya. Sama
lahan untuk bermainnya juga sedikit lebih berkurang daripada dulu
sih. Kalo dulu kan emang lahan bermainnya luas tuh anak-anak
bisa lari-larian kesana kemari tuh, nah kalo sekarang sih
keliatannya lebih kecil aja sih. Tempat bermainnya sih ada emang
tetep, tapi ya anak-anak kalo lari-larian jadi agak sempit gitu
karena adanya mainan-mainannya itu. Tapi ya baguslah masih ada
mainannya itu soalnya anak-anak juga kan pasti suka mainan-
mainan itu jadi ya lumayanlah buat anak-anak main.
4. P
:
I
:
Menurut bapak, apakah efektif belajar di PAUD seperti itu?
Ya kalo untuk efektif atau ngga nya sih ya tergantung dari cara
pembelajaran dan pengajarannya ya kalo menurut saya. Karena kan
kalo pun emang tempat ngga memadai, dan fasilitasnya juga
kurang tapi dengan cara pengajaran dan pembelajaran yang tepat
ya pasti tetep efektif ya kan kegiatan belajar itu. Tapi sih ya
kembali lagi mungkin ke pengajar dan murid-muridnya, mungkin
dulu juga sudah nyaman di bangunan yang lama dengan fasilitas-
fasilitas yang seperti dulu dan juga ruang kelas yang memang
mungkin lebih besar kan bisa bikin semangat murid-murid dan
pengajar lebih lagi gitu loh. Nah terus harus di pindah ke tempat
yang ya ngga bisa di bilang jelek juga sih ya karena memang
sebenernya ya kalo menurut saya cukuplah gitu tapi memang
sedikit berkurang luas kelasnya dan tempat bermainnya, mungkin
itu bisa mempengaruhi semangat anak dan pengajarnya juga
mungkin. Mungkin nanti konsentrasi anak-anaknya bisa buyar
karena ruangannya yang lebih kecil, mungkin juga nanti anak-
anaknya ngerasa beda gitu sama suasana ruangannya ngga kaya
ruangan belajara mereka dulu gitu. Ya kalo secara saya pribadi sih
xlix
ya ngeliatnya emang kayanya untuk kegiatan belajar itu lebih
bagus kegiatan belajar di lingkungan yang luas gitu, yang punya
ruang kelas dan tempat bermain yang lega. Karena kan ini anak-
anak ya yang belajar, nah anak-anak seusia-usia segitu tu lagi
paling aktif-aktifnya banget kan. Energi mereka lagi besar-
besarnya gitu, lagi semangat-semangatnya gitu untuk belajar.
Mereka butuh ruang untuk bergerak, untuk melampiaskan energi
mereka dan juga untuk mengekspresikan diri mereka gitu di saat-
saat seusianya. Jadi ya kalo emang bisa dapetin lingkungan belajar
yang bisa mendukung secara penuh diri mereka yang sedang
bersemangat-semangatnya dalam belajar dan bermain, ya pasti baik
untuk perkembangan diri mereka masing-masing. Mereka punya
kegiatan yang positif untuk menyalurkan energi mereka, mereka
punya semangat yang bagus untuk belajar, nantinya pasti bagus
juga untuk mereka di masa depan gitu loh
5. P
:
I
:
Apakah bapak mengetahui mengenai konflik antara RPTRA dan
PAUD ? kalau iya, bagaimana pendapat bapak dan tolong
diceritakan.
Oh itu yaa, kalo untuk konflik yang antara RPTRA dan PAUD sih
saya cuma tau ngga terlalu banyak ya, soalnya saya juga kurang
terlalu ngikutin sih untuk yang permasalahan antara pihak PAUD
dan pemerintah yang punya agenda buat bikin RPTRA. Yang saya
tau sih ya cuma, kalo ga salah masalah bangunan atau lahannya itu
yang gak ada. Karena disini sangat susah mencari lahan kosong.
Kebanyakan pemukiman disini. Ya cuman saya sih kurang begitu
paham tapi kalo ga salah waktu itu pihak PAUD meminta ganti
rugi atau meminta penggantian lahan untuk kegiatan belajara
mengajar mereka dengan tempat yang lebih layak lagi daripada
yang sekarang ini. Sekalian mumpung kali ya mendapat bangunan
baru terus dari pemerintah daerah lagi. Ya yang saya tau sih kurang
lebihnya sih ya kaya gitu, cuma ya saya kurang paham tu gimana
prosesnya atau kelanjutannya gimana yang sekarang ini. Tiba-tiba
PAUDnya udah jadi walau kata pak RW gak sesuai sama
kesepakatan.
TRANSKRIP WAWANCARA
Transkrip Wawancara 9
Informan : Ibu Yati
Lokasi : Tanah Tinggi
Status : Guru
Tanggal : 28 Februari 2017
P = Peneliti
I = Informan
l
No. Dialog
1. P
:
I
:
Apa yang ibu ketahui tentang RPTRA?
RPTRA itu semacam taman bermain untuk anak-anak. Pemerintah
membuat RPTRA karena untuk membantu anak-anak yang tidak
mampu sekolah. Bagus sih disini dibangun RPTRA. Jadi, ada
tempat untuk bermain bagi anak-anak.
2. P
:
I
:
Apa yang ibu ketahui mengenai PAUD Islam Mandiri?
Kalau PAUD Islam mandiri sih, kebetulan saya Guru disini ya.
PAUD Islam Mandiri ini dibangun oleh Ibu Moni. Dengan tujuan
membentuk karakter sejak usia dini. Apalagi disini terdapat
pelajaran agama. Jadi bagus ya, untuk anak mengenal agamanya
sejak usia dini
li
3. P
:
I
:
Apa Ibu mengetahui konflik saat terjadinya pemindahan PAUD
dan pembangunan RPTRA?
Saya kurang tahu banyak sih ya. Cuman kan memang tanah itu
dulu, yang dibangun RPTRA sekarang punya pemda dan Paud dulu
berada disana. Cuman karena adanya program RPTRA dari
pemerintah yang mengharuskan membangun dibeberapa tempat,
akhirnya kepilihlah disini. Pembangunan ini sih dapat tentangan
dari Pak RW dan Bu Moni selaku kepala sekolah PAUD Islam
Mandiri. Karena, jika RPTRA tetap dibangun, PAUD Islam
Mandiri mau kemana? Terancam bubar. Akhirnya Bu Moni minta
ganti rugi berupa bangunan untuk kegiatan PAUD tetap berjalan.
Cuman kesepakatannya apa saja, saya kurang tahu. Yang jelas Bu
Moni ingin ada ganti rugi bangunan layak.
4. P
:
I
:
Bagaimana menurut ibu mengenai bangunan PAUD yang
sekarang?
Jujur setelah jadi saya kaget ya. PAUDnya memang jadi lebih
bagus dan rapih. Terdapat tembok juga. Gak kaya dulu, dulu itu
tidak ada temboknya karena belajar macam kaya teras lah yah.
Tapi ada atapnya. Cuman kalau dulu itu lebih luas untuk mengajar
dan lebih enak karena gak kepanasan atau gerah. Karena terbuka
jadi banyak angin. Kalau bangunan yang sekarang, kecil. Udah gitu
gak ada ventilasinya. Jadi kayak gerah. Karena kebanyakan murid.
Di PAUD ini muridnya lumayan banyak. Warga sekitar banyak
yang menyekolahkan anaknya disini. Sampai akhirnya Bu Moni
nambah AC sama kipas angin biar anak-anak belajarnya nyaman.
5. P
:
I
:
Menurut ibu, sebagai pengajar apakah efektif belajar dengan
kondisi ruang kelas yang seperti ini?
Kalau ditanya efektif atau tidak, menurut saya sih tidak ya. Karena
ruangan ini begitu kecil. Ditambah dalam jam yang sama dalam
satu ruang harus terdapat dua kelas dan hanya dibatasi semacam
papan. Jadi kalau saya lagi mengajar atau kelas sebelah mengaja
kedengeran. Murid-murid sih kadang senang karena belajar
bersamaan. Cuman terkadang ada juga yang mengeluh dan pada
bilang berisik. Cuman ya mau gimana lagi. Saya bilang sama Bu
Moni juga katanya mau gimana lagi. Emang dapet bangunan
penggantinya seperti ini. Saya sebagai guru harus bisa tetap
memberikan pengertian kepada anak-anak agar tetap semangat
belajar dalam kondisi apapun. Bahkan sebelum bangunan ini jadi,
tadinya kita belajar diruangan yang panas terus berdebu sambil
nunggu bangunan PAUD jadi dan anak-anak tetap semangat. Ya,
saya salut sama semangat mereka yang mau belajar.
lii
LAMPIRAN II
STRUKTUR ORGANISASI
ERTI SUMONI
KEPALA SEKOLAH
ELIN SULNIAR
BENDAHARA
SUYATI
GURU
Sri
GURU
JULEHA
GURU
SYIFA
GURU
BANTU
KEL. A KEL. A KEL. B
PAUD ISLAM MANDIRI
liii
LAMPIRAN III
PROFIL DATA GURU PAUD ISLAM MANDIRI
Data Pendidik Guru Erti Sumoni
D
ata
Pendi
dik
Guru
Sri
Rahayu
NO NAMA SEKOAH KOTA TAHUN LULUS
Pendidikan Formal
1. SDN Kramat 09 Pagi Jakarta 1979 Berijazah
2. SMPN 2 Jakarta 1982 Berijazah
3. SMAN 30 Jakarta 1985 Berijazah
4. PGTKI Yayasan Bunyan Jakarta 2007 Beijazah
NO NAMA SEKOLAH KOTA TAHUN LULUS
Pendidikan Formal
1. SDN Pasar Baru 01 Pagi Jakarta 1976 Berijazah
2. SMPN 93 Jakarta 1980 Berijazah
3. Paket C PKBM Budaya Jakarta 2009 Berijazah
liv
Data Pendidikan Guru Elin Sulniar
NO NAMA SEKOAH KOTA TAHUN LULUS
Pendidikan Formal
1. SDN 20 Jakarta 1984 Berijazah
2. SMP 25 PGRI Jakarta 1987 Berijazah
3. SMAN KSAYATRIA Jakarta 1990 Berijazah
NO NAMA SEKOAH KOTA TAHUN LULUS
Pendidikan Formal
1. SDN 02 PETANG Jakarta 1979 Berijazah
lv
D
ata
Pendidikan Guru Juleha
D
ata
Pendid
ikan
Guru
Syifa
2. SMP YASPI Jakarta 1986 Berijazah
3. SMA Jakarta 1988 Berijazah
NO NAMA SEKOLAH KOTA TAHUN LULUS
Pendidikan Formal
1. SDN 13 Jakarta 2009 Berijazah
2. MTs Jakarta 2012 Berijazah
3. SMA Jakarta 2015 Berijazah