Analisis & Buat Resep (Repaired)

24
ANALISA RESEP Resep awal : ANALISIS STRUKTUR RESEP Lengkap/ tidak Benar (jelas)/tidak Keterangan Identitas Tidak Jelas Dr. FIRDAUS SIP No: Praktek: Tlp: 9 Juni 2010 R/ Lapicef 500 no. VI S. 1 d.d. I Paraf R/ Tab. DMP 15 mg Ambroxol 15 mg CTM 1 mg Codein 5 mg Dexamethason 0,5 mg Salbutamol 3 mg m.f. caps. d.t.d. XV S. 3 d.d. 1 Paraf

description

resep

Transcript of Analisis & Buat Resep (Repaired)

Page 1: Analisis & Buat Resep (Repaired)

ANALISA RESEP

Resep awal :

ANALISIS STRUKTUR RESEP

Lengkap/tidak Benar (jelas)/tidak Keterangan

Identitas dokter Tidak lengkap Jelas

Superskripsio

R/1 Lengkap Tidak Jelas

1. Alamat pasien tidak jelas2. Alamat praktek/rumah

dokter tidak ada3. Nomor praktek dokter tidak

ada

Dr. FIRDAUSSIP No:

Praktek: Tlp:

9 Juni 2010

R/ Lapicef 500 no. VI S. 1 d.d. I

ParafR/ Tab. DMP 15 mg

Ambroxol 15 mgCTM 1 mgCodein 5 mgDexamethason 0,5 mgSalbutamol 3 mgm.f. caps. d.t.d. XV

S. 3 d.d. 1 Paraf

Pro : FatiaUmur : 11 tahunAlamat : Sekarbela 2

Page 2: Analisis & Buat Resep (Repaired)

R/2 Lengkap Tidak Jelas

1. Alamat pasien tidak lengkap2. Alamat praktek/rumah

dokter tidak ada3. Nomor praktek dokter tidak

ada

InskripsioR/1 Tidak lengkap Tidak jelas

1. Tidak ada satuan berat untuk bahan padat

2. Tidak bisa dibaca satuan beratnya (500 atau 50)

R/2 Lengkap JelasBisa dibaca per masing-masing obat

Subskripsio

R/1 Tidak lengkap Jelas

1. Bentuk sediaan obat tidak tercantum pada nama obat (apakah benar dalam bentuk tablet)

R/2 Lengkap JelasNama, jumlah obat yang dicampur jadi satu, dan bentuk sediaan ada

Signatura

R/1 Tidak lengkap Tidak jelas

1. Tidak ada bentuk sediaan obat

2. Waktu minum tidak dicantumkan

3. Diminum sampai habis tidak dicantumkan (antibiotik)

R/2 Tidak lengkap Tidak jelas

1. Harus ditulis “dicampur menurut aturan pembuatan kapsul”

2. Tidak ada perintah untuk membuat puyer yang selanjutnya dikemas dalam bentuk kapsul

3. Keterangan waktu minum tidak dicantumkan

4. Tidak dicantumkan diminumnya bila timbul keluhan

Paraf/tanda tangan

R/1 Tidak ada Tidak jelasTidak terdapat paraf dokter di resep

R/2 Tidak ada Tidak jelasTidak terdapat paraf dokter di resep

Page 3: Analisis & Buat Resep (Repaired)

Identitas pasien Lengkap Tidak jelas Alamat pasien tidak jelas

RESEP SPESIALISTIS & MARGINALIS

ANALISIS DOSIS OBAT

1. Lapicef (cefadroxil monohidrat)

Indikasi : infeksi suseptibel untuk gram positif dan negatif

Dosis anak = 478 - 956 mg per hari dosis tunggal atau 2 dosis terbagi

Dr. FIRDAUS HAKIMSIP No: 006/046/UP/DINKES

Praktek: Jl. Sriwijaya no. 103A Mataram

Tlp: 644066

Mataram, 9 Juni 2010

R/ Tab Lapicef 500 mg no. VI S. 1 d.d. tab I

ParafR/ Ambroxol 15 mg

CTM 1 mgDexamethason 0,5 mgSalbutamol 3 mgm.f.l.a pulv.d.t.a no. XV da.in caps

S. t.d.d. caps.1 d.c Paraf

Pro : Fatia ArianiUmur : 11 tahunAlamat : Jl. Lumba-lumba 2, Sekarbela

Page 4: Analisis & Buat Resep (Repaired)

Bisa diminum dengan atau tanpa makanan (dengan makanan mungkin bisa

mengurangi rasa tidak nyaman saluran pencernaan)

2. Dextrometorfan

Indikasi : menekan batuk dengan reaksi sentral pada pusat batuk di medulla;

untuk batuk tidak berdahak (antitusif), menekan inflamasi dan gangguan akibat

reaksi alergi; diagnosis penyakit Cushing, hyperplasia adrenal congenital, edema

serebral terkait keganasan; nausea dan muntah terkait kemoterapi; penyakit

reumatik

Dosis anak : 10 – 100 µg/kg/hari (BNF)

Dosis anak : 5 - 10 mg diberikan 1 - 4 jam sekali (A – Z drug facts)

Perhatian : untuk batuk kronis, tidak digunakan untuk batuk persisten (kronis) seperti

merokok, asma, emfisema, atau jika batuk disertai dengan secret berlebih

3. Ambroxol

Indikasi : mukolitik (pengencer dahak dengan memecah polisakarida sehingga

dahak tidak kental)

Dosis anak : 28 – 57 mg; 2-3 kali dosis terbagi

Diminum bersamaan dengan makanan

4. CTM

Indikasi : meredakan simtomatik alergi, urtikaria, terapi emergensi reaksi

anafilaktik

Dosis anak 6-12 tahun = 2 mg per hari

5. Codein

Indikasi : preparat obat batuk (analgesic opioid)

Dosis anak : 7 – 14 mg; 3-4x/ hari

Pemberian : bisa diberikan bersamaan atau tanpa makanan

Kontraindikasi : depresi respiratorik, penyakit obstruksi jalan nafas, asma,

alkoholisme akut, gangguan konvulsif, cedera kepala, pasien koma, peningkatan

tekanan intracranial

Hati-hati pada : Hypothyroidism, adrenocortical insufficiency; asthma, gangguan

fungsi hepar atau renal, hyperplasia prostat, hipotensi, syok, gangguan obstruksi

usus, myasthenia gravis

Page 5: Analisis & Buat Resep (Repaired)

6. Dexametasone

Indikasi : manajemen insufisiensi koretks adrenal, gangguan reumatik, gangguan

kolagen, penyakit dermatologic, alergi, penyakit respiratorik, gangguan

hematologik, penyakit neoplastik, edema serebral dengan tumor otak primer atau

metastatic, status edema (sindroma nefrotik), penyakit GI, multipel sklerosis,

meningitis tuberkulosa, trichinosis dengan gangguan enurologis atay myocardium

Dosis anak : 0,35 – 4,3 mg/hari; 2-4 kali dosis terbagi

7. Salbutamol

Indikasi : asma dan kondisi lain terkait dengan obstruksi jalan nafas reversibel;

kerja cepat

Dosis anak : 2  mg 3–4 kali sehari

Pemberian : diberikan saat lambung kosong (diminum 1-2 jam sebelum makan)

Page 6: Analisis & Buat Resep (Repaired)

KASUS 2

Tina, 11 tahun, dibawa ke UGD RSU Bima karena sesak sejak tadi malam. Sesak sampai nafas

berbunyi ngik..ngik. selain itu sudah 2 hari ini ia mengalami batuk berdahak dan demam yang

tidak terlalu tinggi. Tina mempunyai riwayat asma bronkiale yang sering kambuh. Serangan kali

ini memberat karena persediaan obatnya habis. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD : 110/70

mmHg, RR 36x/menit, suhu aksiler 37,8o C, nadi 100x/menit. Pada pemeriksaan fisik juga

didapatkan hasil faring hyperemia dan penggunaan otot bantu nafas dan wheezing pada paru-

paru. Pemeriksaan lain dalam batas normal. Dokter memutuskan untuk memberikan salbutamol,

prednisone, gliseril guaikolat, dan parasetamol.

a. Jelaskan cara kerja obat yang diresepkan

b. Jelaskan tujuan pemberian masing-masing obat

c. Rasionalkah resep tersebut? Jelaskan dengan singkat

d. Buatlah resep yang benar dan rasional

PERMASALAHAN

Sesak nafas yang kambuh (wheezing)

Batuk berdahak

Demam

Hyperemia faring

DIAGNOSIS : Asma bronkial (eksaserbasi akut).

Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel dimana

trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma bronchial adalah suatu

penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan

dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-

ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan.

TUJUAN PEMBERIAN OBAT

Page 7: Analisis & Buat Resep (Repaired)

1. Merelaksasikan otot polos saluran nafas (melebarkan jalan nafas) dengan segera

sehingga meredakan keluhan sesak nafas dan wheezing yang terjadi (bronkodilator)

2. Mengontrol dan meredakan demam dan batuk berdahak yang ditinjau sebagai faktor-

faktor presipitasi yang dapat mencetuskan serangan asma sehingga untuk selanjutnya

dapat dihindari (kontroler)

3. Meredakan reaksi inflamasi yang berupa hiperremia faring dan demam

4. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma,

baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti

tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang

merawatnnya.

5. Mengontrol pemberian obat dan memastikan tersedianya obat di rumah untuk mengatasi

eksaserbasi akut

6. Mencegah eksaserbasi akut berulang dan komplikasinya pada saluran nafas.

TUJUAN SPESIFIK

1. Meminimalisir simtom kronis, termasu simtom nokturnal

2. Meminimalisir eksaserbasi akut

3. Tidak ada kunjungan emergensi ke instansi kesehatan

4. Penggunaan obat beta 2 agonis yang minimal

5. Tidak ada pembatasan aktivitas, termasuk latihan

6. Aliran ekspirasi puncak (peak expiratory flow) mendekati normal

7. Menghilangkan atau minimalisir efek samping obat

CARA KERJA DAN TUJUAN PEMBERIAN OBAT

1. Salbutamol

Salbutamol merupakan agonis reseptor selektif untuk pengobatan asma. Dengan beberapa

kriteria, sediaan ini diberikan secara inhalasi. Salbutamol bersifat agonis selektif jangka

pendek untuk meredakan simtom asma.

Mekanisme antiasma agonis reseptor beta adalah untuka merelaksasikan otot polos jalan

Page 8: Analisis & Buat Resep (Repaired)

nafas sehingga terjadi bronkodilatasi. Walaupun otot polos bronkus manusia menerima

inervasi simpatis sedikit atau bahkan tidak ada, tetapi kadar reseptor beta sangat banyak.

Agonis resepor beta juga akan meningkatkan konduktansi sejumlah besar kanal Ca2+-sensitif

K+ pada otot polos jalan nafas yang kemudian menimbulkan hiperpolarisasi dan relaksasi.

Sebagian kecil mekanisme ini melibatkan aktivitas adenilat siklase dan prosuksi siklik AMP.

Adanya stimulasi reseptor b2 adrenergik akan menghambat aktivitas sel mast, basofil,

eosinofil, neutrofil, dan limfosit. Secara umum, stimulasi reseptor 2 adrenergik pada sel-sel

bronkus akan meningkatkan siklik AMP intraseluler, mengaktivasi kaskade sinyal yang

menginhibisi pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Paparan yang lama terhadap b2

agonis akan menimbulkan desensitisasi pada jalur-jalur reseptor ini sehingga penggunaannya

yang kronis akan menurunkan inflamasi jalan nafas.

Agonis reseptor 2 adrenergik kerja cepat. Obat-obat ini diberikan rata-rata secara inhalasi

dengan onset kerja 1 – 5 menit dan menimbulkan bronkodilatasi paling sedikit selama 2 – 6

jam. Jika diberikan dalam dosis oral, durasinya akan semakin lama.

Obat yang paling selektif untuk merelaksasikan otot polos jalan nafas dan memulihkan

bronkokonstriksi adalah agonis reseptor b2 adrenergik. Terapi dengan obat ini lebih disukai

untuk meredakan simtom dispneu yang dikaitkan dengan bronkokonstriksi asma.

Beberapa studi telah meneliti mengenai efek terapi agonis reseptor 2 adrenergik kerja lama

yang dikombinasikan dengan inhalasi glukokortikoid untuk pasien dengan asma persisten.

Kombinasi yang dilakukan misalnya pada salmeterol-flutikason dan formoterol-budesonide.

Data yang ada menunjukkan bahwa penambahan agonis reseptor 2 adrenergik dengan

steroid inhalasi lebih efektif dibandingkan menggandakan dosis steroid. Disebabkan karena

terapi kronik dengan inhalasi agonis reseptor b2 adrenergik kerja lama tidak menurunkan

inflamasi jalan nafas secara signifikan, kebanyakan ahli tidak menggunakan agen-agen

tersebut untuk terapi asma.

Walaupun melalui stimulasi reseptor 2 adrenergik bisa menginhibisi pelepasan mediator-

mediator inflamasi dari sel mast, pemberian agonis reseptor 2 adrenergik dalam jangka

Page 9: Analisis & Buat Resep (Repaired)

waktu lama, baik melalui oral maupun inhalasi, tidak akan menurunkan hiperresponsivitas

bronchial. Oleh karena itu, kecekderungan pengobatan lebih ditekankan terapi simtom-

simtom yang kronis. Polimorfisme reseptor b2 adrenergik juga memberikan kontribusi

terhadap efek terapi dan efek samping agonis b2 adrenergik.

2. Prednison

Prednisone merupakan prodrug yang dengan cepat diubah menjadi prednisolone, bentuk

aktifnya dalam tubuh.

Korteks adrenal melepaskan sejumlah besar steroid ke dalam sirkulasi. Beberapa memiliki

aktivitas biologis minimal dan fungsi primer sebagai precursor, dan beberapa lainnya

fungsinya belum diketahui. Hormone steroid dibagi berdasarkan efek utamanya:

1. pada metabolisme perantara dan fungsi imun (glukokortikoid)

2. yang mempunyai aktivitas utama menahan garam, dan

3. yang mempunyai aktivitas adronergek dan estrogenik

Kebanyakan efek glukokortikoid yang diketahui dimediasi oleh luasnya distribusi reseptor

glukopkortikoid. Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan

efek anti inflamasi.

Efek anti infalamasi dan immunosupresi:

Glukokortikoid mempunyai kapasitas mengurangi manifestasi peradangan secara dramatis.

Ini disebabkan oleh efeknya yang hebat terhadap konsentrasi, distribusi, dan fungsi leukosit

perifer serta penghambatan aktivitas fosfolipase A2. Setelah pemberian dosis tunggal

glukokortikoid kerja singkat, konsentrasi netrofil meningkat sedangkan jumlah limfosit (sel T

dan B), monosit, eusinofil, dan basofil dalam sirkulasi menurun. Peningkatan netrofil

disebabkan oleh peningkatan influksdari sumsum tulang dan penurunan migrasi dari

pembuluh darah, yang menyebabkan penurunan jumlah sel pada daerah peradangan.

Pengurangan limfosit, monosit, eosinofil, dan basofil dalam sirkulasi adalah sebagai akibat

perpindahannya dari vascular bed ke jaringan limfoid.

Page 10: Analisis & Buat Resep (Repaired)

Glukokortikoid menghambat fungsi leukosit dan jaringan makrofag. Kemampuan sel ini

untuk menimbulkan respon terhadap antigen dan mitogen dikurangi. Efek terhadap makrofag

sangat jelas dan membatasi kemampuan memfagositosis dan membunuh organism serta

memproduksi IL1, pirogen, kolagenase, elastase, TNF, dan aktivator plasminogen. Limfosit

menghasilkan sedikit IL2.

Glukokortikoid juga mempengaruhi respon peradangan dengan mengurangi sintesis Pg dan

leukotrien yang diakibatkan aktivasi fosfolipase A2. Kortikosteroid juga meningkatkan

konsentrasi lipokortin, protein anggota family aneksin yang mengurangi sediaan substrat

fosfolipid fosfolipase A2. Akhirnya, glukokortikosteroid dapat mengurangi ekspresi

siklooksigenase, jadi mengurangi jumlah enzim yang tersedia untuk memproduksi Pg.

Glukokortikoid tampaknya menghambat ekspresi COX II, yang mungkin merupakan enzim

yang lebih terlibat dalam efek peradangan eikosanoid. Efeknya kurang terhadap ekspresi

COX I.

Efek terhadap pasien asthma:

Tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator, tapi sebagai anti inflamasi, dengan

menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat sintesis eikosanoid, menghambat

peningkatan basofil, eosinofil, dan leukosit lain di jaringan paru, serta menurunkan

permeabilitas vaskular.

3. Gliseril Guaikolat

Gliseril guaikolat adalah obat golongan ekspektoran yang bekerja merangsang pengeluaran

dahak dari saluran nafas (ekspektorasi). Mekanismenya diduga berdasarkan stimulasi mukosa

lambung dan selanjutnya secara refleks merangsang sekresi kelenjar saluran napas lewat N.

Vagus, sehingga menurunkan viskositas dan mempermudah pengeluaran dahak. Gliseril

guaikolat ini mempunyai efek samping berupa kantuk mual dan muntah.

4. Parasetamol

Asetaminofen (paracetamol; N-acetyl-p-aminophenol; TYLENOL) merupakan metabolit

aktif fenasetin. Asetaminofen merupakan alternative efektif sebagai agen analgesic-

antipiretik; akan tetapi efek antiinflamasinya lebih rendah. Diindikasikan untuk meredakan

Page 11: Analisis & Buat Resep (Repaired)

nyeri pada osteoarthritis, tetapi tidak relevan untuk mensubstitusikan aspirin atau NSAID lain

pada kondisi inflamasi kronis seperti arthritis reumatoid.

Asetaminofen merupakan memiliki efek analgesic dan antipiretik yang sama dengan aspirin.

Dosis maksimal per hari, 1000 mg, menghasilkan suatu inhibisi kasar baik pada COX-1 dan

COX-2. Hal ini akhirnya menimbulkan penyaranan bahwa penggunaan terutama inhibisi

COX pada otak, menjelaskan efikasi antipiretiknya. Varian COX-1 yang diekspresikan pada

otak, COX-3, menunjukkan suseptibilitas inhibisinya oleh asetaminofen secara in vitro. Akan

tetapi, hal ini belum diujicobakan pada manusia sehingga belum diketahui apakan inhibisinya

terkait dengan efikasi asetaminofen pada manusia.

Dosis tunggal atau berulang asetaminofen tidak memiliki efek pada system kardiovaskular

dan respirasi, pada plateket, atau koagulasi. Perubahan asam basa dan urikosuria tidak terjadi,

begitu juga dengan iritasi gaster, erosi, atau perdarahan yang terjadi saat pemberian asam

salisilat.

Penggunaan terapeutik. Asetaminofen cocok digunakan untuk mengganti aspirin sebagai

agen analgesik dan antipiretik pada pasien tertentu yang kontraindikasi terhadap aspirin.

Dosis konvensional oral asetaminofen sekitar 325 hingga 1000 mg; dosis total harian tidak

boleh melebihi 4000 mg.

RASIONALITAS

1. Salbutamol

FK : diabsorpsi baik pada pemberian aerosol

Indikasi : sebagai relaksan otot polos jalan nafas (bronkodilator) kerja cepat

(mencegah bronkospasme; lini pertama eksaserbasi asma);

Bisa menstimulasi jantung jika dosis dinaikkan 10 kali lipat

Interaksi dan kombinasi : untuk meredakan asma kronis yang mengalami

eksaserbasi akut diberikan terapi pencegana inhaler reguler diberikan agonis reseptor

beta 2 adrenergik plus dosis standar kortikosteroid inhalasi

Page 12: Analisis & Buat Resep (Repaired)

Kontraindikasi : eklampsia dan preeclampsia, infeksi intrauterine, intrauterine fetal

death, perdarahan antepartum, plasenta previa, penyakit jantung

Precaution : kehamilan, eklampsia ringan atau berat, hipertioridisme, hipertensi,

DM, insufisiensi myocardial, monitor kadar K plasma; hentikan bila terdapat tanda-

tanda edema pulmoner

Efek samping : tremor skeletal, takikardia, palpitasi, kram otot, bromkospasme

paradoksikal, angioedema, urtikaria, hipotensi

Interaksi obat : diuretic, kortikosteroid dan xantin bisa menimbulkan hipokalemia,

kombinasi dengan MAOi akan menimbulkan efek kardiovaskular, TCA, atomoxetin

(peningkatan detak jantung dan BP)

Dosis anak : 2  mg 3–4 kali sehari

Pemberian : diberikan saat lambung kosong (diminum 1-2 jam sebelum makan)

Pilihan terapi anak > 5 tahun dan dewasa :

a. Bronkodilator pereda keluhan : inhalasi agonis beta 2 reseptor kerja cepat

b. Terapi preventif inhalasi reguler : inhalasi agonis reseptor beta 2 kerja cepat

plus dosis standar kortokosteroid inhalasi

c. Kortikosteroid inflamasi + agonis beta 2 inhalasi kerja lama

Agonis beta 2 kerja cepat + kortokosteroid inhalasi + agonis beta 2 kerja lama

(salmeterol atau formoterol)

d. Kortikosteroid dosis tinggi + bronkodilator reguler

Inhalasi Agonis beta 2 kerja cepat + kortikosteroid inhalasi dosis tinggi reguler

+ inhalasi agonis beta 2 kerja lama + pada dewasa terapi sekuensial :

Antagonis reseptor Leukotrien

Teofilin modifikasi

Beta 2 agonis modifikasi

e. Tablet kortikosteroid reguler

Inhalasi beta 2 agonis kerja cepat + kortikosteroid inhalasi dosis tinggi +

bronkodilator kerja lama + tablet prednisolon reguler

Page 13: Analisis & Buat Resep (Repaired)

2. Prednisone

Glukokortikoid oral yang digunakan untuk eksaserbasi khususnya bila

sebelumnya telah mendapatkan terapi agonis reseptor beta kerja singkat yang

tidak dalam kontrol dokter

Digunakan jika terapi

bronkodilator gagal

Bisa dikombinasikan

dengan oksigen,

bronkodilator (beta 2

agonis), glukokortikoid

oral, lalu dilanjutkan 1-3

sampai ada perbaikan

gejala dan peningkatan PEF

(peak expiratory flow)

Jika obat ini dibawa pulang

sebaiknya tidak digunakan dalam jangka waktu lama, hanya digunakan jika

mengalami keluhan. Penggunaan 2-3x berulang tidak akan efektif

Kontraindikasi : hipersensitivitas, infeksi serius (kecuali meningitis tuberculosis),

varisella, infeksi fungal sistemik

Precaution : kehamilan dan menyusui, osteoporosis, hipertensi, DM, epilepsy,

glaukoma, katarak, tuberculosis, hipotiroidisme, sirosis, CHF, colitis ulseratif,

tromboembolik, ulserasi peptic, gangguan hepar; hati-hati pada lansia, anak yang

mengalami gangguan pertumbuhan

Efek samping ; insomnia, gugup, peningkatan nafsu makan, pusing, nyeri kepala,

DM, intoleransi glukosa, hiperglikemia, atralgia, katarak, glaucoma, epistaksis,

diaphoresis, sindrom Cushing, edema, fraktur, halusinasi, hipertensi, osteoporosis,

pancreatitis, kejangm, supresi axis adrenal pituitary

Page 14: Analisis & Buat Resep (Repaired)

Interaksi: NSAID (peningkatan ulserasi gastric), peningkatan efek dengan

barbiturate, fenitoin , rifampin, etanol akan meningkatkan iritasi mukosa

3. Gliseril guaiakolat (guaifenecin) (kombinasi dengan triprolidin dan pseudoefedrin)

Efek kerja : meningkatkan sekresi saluran nafas atau mencairkan dahak sehingga

mudah untuk dikeluarkan; menstimulasi mukosa lambung dan selanjutnya secara

reflex merangsang sekresi kelenjar saluran melewati nervus vagus sehingga

menurunkan viskositas sehingga mempermudah pengeluaran dahak

Kecocokan (suitability) :

o Indikasi : rinitis alergi dan

kongesti nasal terkait batuk

berdahak

o Kontraindikasi : hipersensitivitas

pada agen simpatomimetik (efedrin, fenilpropanolamin), pemakaian MAO

inhibitor selama paling sedikit 2 minggu

o Hati-hati pada : gangguan fungsi ginjal dan hati, glaucoma, hipertrofi

prostat, hipertiroid, DM, penyakit jantung; hentikan pemakaian jika

terdapat insomnia, palpitasi, pusing; hati-hati pada anak < 2 tahun, lansia,

kehamilan dan menyusui

Keamanan : ketidaknyamanan GI, nyeri kepala, insomnia, takikardia, aritmia

Interaksi obat : antihipertensi, TCA, dekongestan simpatomimetik lain,

amfetamin, MAOi

4. Parasetamol

FK : diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna; konsentrasi tertinggi

plasma dicapai dalam waktu setengah jam, waktu paro 1-13 jam; 25% terikat

dalam protein plasma, metabolism oleh enzim mikrosom hati, 80% dikonjugasi

dengan asam glukuronat; ekskresi melalui ginjal; 3% dalam bentuk parasetamol,

sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi

FD : efek analgetik ringan – sedang; terutama untuk meredakan nyeri dan demam

Page 15: Analisis & Buat Resep (Repaired)

Indikasi : Digunakan sebagai analgetik dan antipiretik sehingga meredakan

demam sebagai reaksi inflamasi (tidak memiliki efek antinflamasi yang berarti

sehingga tidak mengiritasi lambung)

Precaution : gangguan hati atau ginjal, ketergantungan alcohol, defisiensi G6PD

Efek samping : nausea, alergi, ruam kulit, NTA, fatal (jarang) : diskrasia darah

(trombositopenia, leucopenia, neutropenia, agranulositosis, kerusakan hepar)

Keamanan : jarang, kecuali pemakaian jangka panjang : ruam kulit, pancreatitis

akut, kelainan darah

Interaksi obat : menurunkan absorpsi kolestiramin dalam 1 jam pemberian,

ditingkatkan absorpsinya oleh metoklopramid, diturunkan efeknya oleh

barbiturar, karbamazepin, hidantoin, rifampisin, dan sulfinpirazon, parasetamol

dapat meningkatkan efek warfarin. Fatal : meningkatkan risiko kerusakan hati

pada alkoholik kronis, meningkatkan risiko toksisitas dari obat hepatotoksin lain

atau obat yang menginduksi enzim mikrosom hati (barbiturate, karbamazepin,

hidantoin, rifampisin, sulfinpirazon)

Jadi resep yang diberikan dan kombinasi obatnya rasional karena :

1. Salbutamol dan prednisone (kombinasi agonis beta 2 kerja cepat dan glukokortikoid oral)

biasa digunakan sebagai obat kombinasi untuk asma eksaserbasi akut, apalagi pada pasien

yang tidak berespon terhadap terapi tunggal beta 2 agonis;

2. Bermanfaat untuk mengurangi dosis beta 2 agonis karena dikombinasikan dengan

glukokotikoid oral

3. Indikasi sesuai, kontraindikasi, efek samping, dan kecocokan tidak ada yang berlawanan

secara signifikan

4. Belum rasional karena Penambahan ekspektoran (gliseril guaiakolat) untuk pasien asma

akan menimbulkan reflex batuk yang akan menimbulkan sesak kembali pada pasien asma

sehingga kami memutuskan untuk mengganti obatnya dengan golongan mukolitik, karena

dengan mukolitik akan mengencerkan dahak dengan memecah mukopolisakarida sehingga

mucus encer tanpa menginduksi batuk yang dapat menimbulkan sesak

5. Parasetamol bisa digunakan untuk meredakan rasa nyeri dan demam ringan pada pasien,

jadi hanya digunakan untuk terapi simtomatik

Page 16: Analisis & Buat Resep (Repaired)

RESEP YANG LEGE ARTIS

Dr. MITHA RATNA DEWISIP No: 006/046/UP/DINKES

Praktek: Jl. Sriwijaya no. 103A Bima

Tlp: 644066

Bima, 12 Juni 2010

R/ Salbutamol Aerosol 100 µg fl I S. t.d.d puff.I a.c

ParafR/ Tab Prednison 5 mg no. VI S. 1.d.d. tab.2 d.c Paraf

R/ Tab Ambroxol 15 mg no. XV S. b.d.d. tab I d.c

ParafR/ Tab Parasetamol 500 mg no. XV S. p.r.n.t.d.d. tab I p.c

Paraf

Pro : TinaUmur : 11 tahunAlamat : Jl. Lumba-lumba 2, Bima