Buku 1 Pedoman Pengorganisasian Unit (Lab) (Repaired) (Repaired) (Repaired)
Analisis & Buat Resep (Repaired)
-
Upload
imammardani -
Category
Documents
-
view
18 -
download
1
description
Transcript of Analisis & Buat Resep (Repaired)
![Page 1: Analisis & Buat Resep (Repaired)](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082403/55cf8fff550346703ba22164/html5/thumbnails/1.jpg)
ANALISA RESEP
Resep awal :
ANALISIS STRUKTUR RESEP
Lengkap/tidak Benar (jelas)/tidak Keterangan
Identitas dokter Tidak lengkap Jelas
Superskripsio
R/1 Lengkap Tidak Jelas
1. Alamat pasien tidak jelas2. Alamat praktek/rumah
dokter tidak ada3. Nomor praktek dokter tidak
ada
Dr. FIRDAUSSIP No:
Praktek: Tlp:
9 Juni 2010
R/ Lapicef 500 no. VI S. 1 d.d. I
ParafR/ Tab. DMP 15 mg
Ambroxol 15 mgCTM 1 mgCodein 5 mgDexamethason 0,5 mgSalbutamol 3 mgm.f. caps. d.t.d. XV
S. 3 d.d. 1 Paraf
Pro : FatiaUmur : 11 tahunAlamat : Sekarbela 2
![Page 2: Analisis & Buat Resep (Repaired)](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082403/55cf8fff550346703ba22164/html5/thumbnails/2.jpg)
R/2 Lengkap Tidak Jelas
1. Alamat pasien tidak lengkap2. Alamat praktek/rumah
dokter tidak ada3. Nomor praktek dokter tidak
ada
InskripsioR/1 Tidak lengkap Tidak jelas
1. Tidak ada satuan berat untuk bahan padat
2. Tidak bisa dibaca satuan beratnya (500 atau 50)
R/2 Lengkap JelasBisa dibaca per masing-masing obat
Subskripsio
R/1 Tidak lengkap Jelas
1. Bentuk sediaan obat tidak tercantum pada nama obat (apakah benar dalam bentuk tablet)
R/2 Lengkap JelasNama, jumlah obat yang dicampur jadi satu, dan bentuk sediaan ada
Signatura
R/1 Tidak lengkap Tidak jelas
1. Tidak ada bentuk sediaan obat
2. Waktu minum tidak dicantumkan
3. Diminum sampai habis tidak dicantumkan (antibiotik)
R/2 Tidak lengkap Tidak jelas
1. Harus ditulis “dicampur menurut aturan pembuatan kapsul”
2. Tidak ada perintah untuk membuat puyer yang selanjutnya dikemas dalam bentuk kapsul
3. Keterangan waktu minum tidak dicantumkan
4. Tidak dicantumkan diminumnya bila timbul keluhan
Paraf/tanda tangan
R/1 Tidak ada Tidak jelasTidak terdapat paraf dokter di resep
R/2 Tidak ada Tidak jelasTidak terdapat paraf dokter di resep
![Page 3: Analisis & Buat Resep (Repaired)](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082403/55cf8fff550346703ba22164/html5/thumbnails/3.jpg)
Identitas pasien Lengkap Tidak jelas Alamat pasien tidak jelas
RESEP SPESIALISTIS & MARGINALIS
ANALISIS DOSIS OBAT
1. Lapicef (cefadroxil monohidrat)
Indikasi : infeksi suseptibel untuk gram positif dan negatif
Dosis anak = 478 - 956 mg per hari dosis tunggal atau 2 dosis terbagi
Dr. FIRDAUS HAKIMSIP No: 006/046/UP/DINKES
Praktek: Jl. Sriwijaya no. 103A Mataram
Tlp: 644066
Mataram, 9 Juni 2010
R/ Tab Lapicef 500 mg no. VI S. 1 d.d. tab I
ParafR/ Ambroxol 15 mg
CTM 1 mgDexamethason 0,5 mgSalbutamol 3 mgm.f.l.a pulv.d.t.a no. XV da.in caps
S. t.d.d. caps.1 d.c Paraf
Pro : Fatia ArianiUmur : 11 tahunAlamat : Jl. Lumba-lumba 2, Sekarbela
![Page 4: Analisis & Buat Resep (Repaired)](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082403/55cf8fff550346703ba22164/html5/thumbnails/4.jpg)
Bisa diminum dengan atau tanpa makanan (dengan makanan mungkin bisa
mengurangi rasa tidak nyaman saluran pencernaan)
2. Dextrometorfan
Indikasi : menekan batuk dengan reaksi sentral pada pusat batuk di medulla;
untuk batuk tidak berdahak (antitusif), menekan inflamasi dan gangguan akibat
reaksi alergi; diagnosis penyakit Cushing, hyperplasia adrenal congenital, edema
serebral terkait keganasan; nausea dan muntah terkait kemoterapi; penyakit
reumatik
Dosis anak : 10 – 100 µg/kg/hari (BNF)
Dosis anak : 5 - 10 mg diberikan 1 - 4 jam sekali (A – Z drug facts)
Perhatian : untuk batuk kronis, tidak digunakan untuk batuk persisten (kronis) seperti
merokok, asma, emfisema, atau jika batuk disertai dengan secret berlebih
3. Ambroxol
Indikasi : mukolitik (pengencer dahak dengan memecah polisakarida sehingga
dahak tidak kental)
Dosis anak : 28 – 57 mg; 2-3 kali dosis terbagi
Diminum bersamaan dengan makanan
4. CTM
Indikasi : meredakan simtomatik alergi, urtikaria, terapi emergensi reaksi
anafilaktik
Dosis anak 6-12 tahun = 2 mg per hari
5. Codein
Indikasi : preparat obat batuk (analgesic opioid)
Dosis anak : 7 – 14 mg; 3-4x/ hari
Pemberian : bisa diberikan bersamaan atau tanpa makanan
Kontraindikasi : depresi respiratorik, penyakit obstruksi jalan nafas, asma,
alkoholisme akut, gangguan konvulsif, cedera kepala, pasien koma, peningkatan
tekanan intracranial
Hati-hati pada : Hypothyroidism, adrenocortical insufficiency; asthma, gangguan
fungsi hepar atau renal, hyperplasia prostat, hipotensi, syok, gangguan obstruksi
usus, myasthenia gravis
![Page 5: Analisis & Buat Resep (Repaired)](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082403/55cf8fff550346703ba22164/html5/thumbnails/5.jpg)
6. Dexametasone
Indikasi : manajemen insufisiensi koretks adrenal, gangguan reumatik, gangguan
kolagen, penyakit dermatologic, alergi, penyakit respiratorik, gangguan
hematologik, penyakit neoplastik, edema serebral dengan tumor otak primer atau
metastatic, status edema (sindroma nefrotik), penyakit GI, multipel sklerosis,
meningitis tuberkulosa, trichinosis dengan gangguan enurologis atay myocardium
Dosis anak : 0,35 – 4,3 mg/hari; 2-4 kali dosis terbagi
7. Salbutamol
Indikasi : asma dan kondisi lain terkait dengan obstruksi jalan nafas reversibel;
kerja cepat
Dosis anak : 2 mg 3–4 kali sehari
Pemberian : diberikan saat lambung kosong (diminum 1-2 jam sebelum makan)
![Page 6: Analisis & Buat Resep (Repaired)](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082403/55cf8fff550346703ba22164/html5/thumbnails/6.jpg)
KASUS 2
Tina, 11 tahun, dibawa ke UGD RSU Bima karena sesak sejak tadi malam. Sesak sampai nafas
berbunyi ngik..ngik. selain itu sudah 2 hari ini ia mengalami batuk berdahak dan demam yang
tidak terlalu tinggi. Tina mempunyai riwayat asma bronkiale yang sering kambuh. Serangan kali
ini memberat karena persediaan obatnya habis. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD : 110/70
mmHg, RR 36x/menit, suhu aksiler 37,8o C, nadi 100x/menit. Pada pemeriksaan fisik juga
didapatkan hasil faring hyperemia dan penggunaan otot bantu nafas dan wheezing pada paru-
paru. Pemeriksaan lain dalam batas normal. Dokter memutuskan untuk memberikan salbutamol,
prednisone, gliseril guaikolat, dan parasetamol.
a. Jelaskan cara kerja obat yang diresepkan
b. Jelaskan tujuan pemberian masing-masing obat
c. Rasionalkah resep tersebut? Jelaskan dengan singkat
d. Buatlah resep yang benar dan rasional
PERMASALAHAN
Sesak nafas yang kambuh (wheezing)
Batuk berdahak
Demam
Hyperemia faring
DIAGNOSIS : Asma bronkial (eksaserbasi akut).
Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel dimana
trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma bronchial adalah suatu
penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan
dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-
ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan.
TUJUAN PEMBERIAN OBAT
![Page 7: Analisis & Buat Resep (Repaired)](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082403/55cf8fff550346703ba22164/html5/thumbnails/7.jpg)
1. Merelaksasikan otot polos saluran nafas (melebarkan jalan nafas) dengan segera
sehingga meredakan keluhan sesak nafas dan wheezing yang terjadi (bronkodilator)
2. Mengontrol dan meredakan demam dan batuk berdahak yang ditinjau sebagai faktor-
faktor presipitasi yang dapat mencetuskan serangan asma sehingga untuk selanjutnya
dapat dihindari (kontroler)
3. Meredakan reaksi inflamasi yang berupa hiperremia faring dan demam
4. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma,
baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti
tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang
merawatnnya.
5. Mengontrol pemberian obat dan memastikan tersedianya obat di rumah untuk mengatasi
eksaserbasi akut
6. Mencegah eksaserbasi akut berulang dan komplikasinya pada saluran nafas.
TUJUAN SPESIFIK
1. Meminimalisir simtom kronis, termasu simtom nokturnal
2. Meminimalisir eksaserbasi akut
3. Tidak ada kunjungan emergensi ke instansi kesehatan
4. Penggunaan obat beta 2 agonis yang minimal
5. Tidak ada pembatasan aktivitas, termasuk latihan
6. Aliran ekspirasi puncak (peak expiratory flow) mendekati normal
7. Menghilangkan atau minimalisir efek samping obat
CARA KERJA DAN TUJUAN PEMBERIAN OBAT
1. Salbutamol
Salbutamol merupakan agonis reseptor selektif untuk pengobatan asma. Dengan beberapa
kriteria, sediaan ini diberikan secara inhalasi. Salbutamol bersifat agonis selektif jangka
pendek untuk meredakan simtom asma.
Mekanisme antiasma agonis reseptor beta adalah untuka merelaksasikan otot polos jalan
![Page 8: Analisis & Buat Resep (Repaired)](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082403/55cf8fff550346703ba22164/html5/thumbnails/8.jpg)
nafas sehingga terjadi bronkodilatasi. Walaupun otot polos bronkus manusia menerima
inervasi simpatis sedikit atau bahkan tidak ada, tetapi kadar reseptor beta sangat banyak.
Agonis resepor beta juga akan meningkatkan konduktansi sejumlah besar kanal Ca2+-sensitif
K+ pada otot polos jalan nafas yang kemudian menimbulkan hiperpolarisasi dan relaksasi.
Sebagian kecil mekanisme ini melibatkan aktivitas adenilat siklase dan prosuksi siklik AMP.
Adanya stimulasi reseptor b2 adrenergik akan menghambat aktivitas sel mast, basofil,
eosinofil, neutrofil, dan limfosit. Secara umum, stimulasi reseptor 2 adrenergik pada sel-sel
bronkus akan meningkatkan siklik AMP intraseluler, mengaktivasi kaskade sinyal yang
menginhibisi pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Paparan yang lama terhadap b2
agonis akan menimbulkan desensitisasi pada jalur-jalur reseptor ini sehingga penggunaannya
yang kronis akan menurunkan inflamasi jalan nafas.
Agonis reseptor 2 adrenergik kerja cepat. Obat-obat ini diberikan rata-rata secara inhalasi
dengan onset kerja 1 – 5 menit dan menimbulkan bronkodilatasi paling sedikit selama 2 – 6
jam. Jika diberikan dalam dosis oral, durasinya akan semakin lama.
Obat yang paling selektif untuk merelaksasikan otot polos jalan nafas dan memulihkan
bronkokonstriksi adalah agonis reseptor b2 adrenergik. Terapi dengan obat ini lebih disukai
untuk meredakan simtom dispneu yang dikaitkan dengan bronkokonstriksi asma.
Beberapa studi telah meneliti mengenai efek terapi agonis reseptor 2 adrenergik kerja lama
yang dikombinasikan dengan inhalasi glukokortikoid untuk pasien dengan asma persisten.
Kombinasi yang dilakukan misalnya pada salmeterol-flutikason dan formoterol-budesonide.
Data yang ada menunjukkan bahwa penambahan agonis reseptor 2 adrenergik dengan
steroid inhalasi lebih efektif dibandingkan menggandakan dosis steroid. Disebabkan karena
terapi kronik dengan inhalasi agonis reseptor b2 adrenergik kerja lama tidak menurunkan
inflamasi jalan nafas secara signifikan, kebanyakan ahli tidak menggunakan agen-agen
tersebut untuk terapi asma.
Walaupun melalui stimulasi reseptor 2 adrenergik bisa menginhibisi pelepasan mediator-
mediator inflamasi dari sel mast, pemberian agonis reseptor 2 adrenergik dalam jangka
![Page 9: Analisis & Buat Resep (Repaired)](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082403/55cf8fff550346703ba22164/html5/thumbnails/9.jpg)
waktu lama, baik melalui oral maupun inhalasi, tidak akan menurunkan hiperresponsivitas
bronchial. Oleh karena itu, kecekderungan pengobatan lebih ditekankan terapi simtom-
simtom yang kronis. Polimorfisme reseptor b2 adrenergik juga memberikan kontribusi
terhadap efek terapi dan efek samping agonis b2 adrenergik.
2. Prednison
Prednisone merupakan prodrug yang dengan cepat diubah menjadi prednisolone, bentuk
aktifnya dalam tubuh.
Korteks adrenal melepaskan sejumlah besar steroid ke dalam sirkulasi. Beberapa memiliki
aktivitas biologis minimal dan fungsi primer sebagai precursor, dan beberapa lainnya
fungsinya belum diketahui. Hormone steroid dibagi berdasarkan efek utamanya:
1. pada metabolisme perantara dan fungsi imun (glukokortikoid)
2. yang mempunyai aktivitas utama menahan garam, dan
3. yang mempunyai aktivitas adronergek dan estrogenik
Kebanyakan efek glukokortikoid yang diketahui dimediasi oleh luasnya distribusi reseptor
glukopkortikoid. Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan
efek anti inflamasi.
Efek anti infalamasi dan immunosupresi:
Glukokortikoid mempunyai kapasitas mengurangi manifestasi peradangan secara dramatis.
Ini disebabkan oleh efeknya yang hebat terhadap konsentrasi, distribusi, dan fungsi leukosit
perifer serta penghambatan aktivitas fosfolipase A2. Setelah pemberian dosis tunggal
glukokortikoid kerja singkat, konsentrasi netrofil meningkat sedangkan jumlah limfosit (sel T
dan B), monosit, eusinofil, dan basofil dalam sirkulasi menurun. Peningkatan netrofil
disebabkan oleh peningkatan influksdari sumsum tulang dan penurunan migrasi dari
pembuluh darah, yang menyebabkan penurunan jumlah sel pada daerah peradangan.
Pengurangan limfosit, monosit, eosinofil, dan basofil dalam sirkulasi adalah sebagai akibat
perpindahannya dari vascular bed ke jaringan limfoid.
![Page 10: Analisis & Buat Resep (Repaired)](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082403/55cf8fff550346703ba22164/html5/thumbnails/10.jpg)
Glukokortikoid menghambat fungsi leukosit dan jaringan makrofag. Kemampuan sel ini
untuk menimbulkan respon terhadap antigen dan mitogen dikurangi. Efek terhadap makrofag
sangat jelas dan membatasi kemampuan memfagositosis dan membunuh organism serta
memproduksi IL1, pirogen, kolagenase, elastase, TNF, dan aktivator plasminogen. Limfosit
menghasilkan sedikit IL2.
Glukokortikoid juga mempengaruhi respon peradangan dengan mengurangi sintesis Pg dan
leukotrien yang diakibatkan aktivasi fosfolipase A2. Kortikosteroid juga meningkatkan
konsentrasi lipokortin, protein anggota family aneksin yang mengurangi sediaan substrat
fosfolipid fosfolipase A2. Akhirnya, glukokortikosteroid dapat mengurangi ekspresi
siklooksigenase, jadi mengurangi jumlah enzim yang tersedia untuk memproduksi Pg.
Glukokortikoid tampaknya menghambat ekspresi COX II, yang mungkin merupakan enzim
yang lebih terlibat dalam efek peradangan eikosanoid. Efeknya kurang terhadap ekspresi
COX I.
Efek terhadap pasien asthma:
Tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator, tapi sebagai anti inflamasi, dengan
menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat sintesis eikosanoid, menghambat
peningkatan basofil, eosinofil, dan leukosit lain di jaringan paru, serta menurunkan
permeabilitas vaskular.
3. Gliseril Guaikolat
Gliseril guaikolat adalah obat golongan ekspektoran yang bekerja merangsang pengeluaran
dahak dari saluran nafas (ekspektorasi). Mekanismenya diduga berdasarkan stimulasi mukosa
lambung dan selanjutnya secara refleks merangsang sekresi kelenjar saluran napas lewat N.
Vagus, sehingga menurunkan viskositas dan mempermudah pengeluaran dahak. Gliseril
guaikolat ini mempunyai efek samping berupa kantuk mual dan muntah.
4. Parasetamol
Asetaminofen (paracetamol; N-acetyl-p-aminophenol; TYLENOL) merupakan metabolit
aktif fenasetin. Asetaminofen merupakan alternative efektif sebagai agen analgesic-
antipiretik; akan tetapi efek antiinflamasinya lebih rendah. Diindikasikan untuk meredakan
![Page 11: Analisis & Buat Resep (Repaired)](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082403/55cf8fff550346703ba22164/html5/thumbnails/11.jpg)
nyeri pada osteoarthritis, tetapi tidak relevan untuk mensubstitusikan aspirin atau NSAID lain
pada kondisi inflamasi kronis seperti arthritis reumatoid.
Asetaminofen merupakan memiliki efek analgesic dan antipiretik yang sama dengan aspirin.
Dosis maksimal per hari, 1000 mg, menghasilkan suatu inhibisi kasar baik pada COX-1 dan
COX-2. Hal ini akhirnya menimbulkan penyaranan bahwa penggunaan terutama inhibisi
COX pada otak, menjelaskan efikasi antipiretiknya. Varian COX-1 yang diekspresikan pada
otak, COX-3, menunjukkan suseptibilitas inhibisinya oleh asetaminofen secara in vitro. Akan
tetapi, hal ini belum diujicobakan pada manusia sehingga belum diketahui apakan inhibisinya
terkait dengan efikasi asetaminofen pada manusia.
Dosis tunggal atau berulang asetaminofen tidak memiliki efek pada system kardiovaskular
dan respirasi, pada plateket, atau koagulasi. Perubahan asam basa dan urikosuria tidak terjadi,
begitu juga dengan iritasi gaster, erosi, atau perdarahan yang terjadi saat pemberian asam
salisilat.
Penggunaan terapeutik. Asetaminofen cocok digunakan untuk mengganti aspirin sebagai
agen analgesik dan antipiretik pada pasien tertentu yang kontraindikasi terhadap aspirin.
Dosis konvensional oral asetaminofen sekitar 325 hingga 1000 mg; dosis total harian tidak
boleh melebihi 4000 mg.
RASIONALITAS
1. Salbutamol
FK : diabsorpsi baik pada pemberian aerosol
Indikasi : sebagai relaksan otot polos jalan nafas (bronkodilator) kerja cepat
(mencegah bronkospasme; lini pertama eksaserbasi asma);
Bisa menstimulasi jantung jika dosis dinaikkan 10 kali lipat
Interaksi dan kombinasi : untuk meredakan asma kronis yang mengalami
eksaserbasi akut diberikan terapi pencegana inhaler reguler diberikan agonis reseptor
beta 2 adrenergik plus dosis standar kortikosteroid inhalasi
![Page 12: Analisis & Buat Resep (Repaired)](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082403/55cf8fff550346703ba22164/html5/thumbnails/12.jpg)
Kontraindikasi : eklampsia dan preeclampsia, infeksi intrauterine, intrauterine fetal
death, perdarahan antepartum, plasenta previa, penyakit jantung
Precaution : kehamilan, eklampsia ringan atau berat, hipertioridisme, hipertensi,
DM, insufisiensi myocardial, monitor kadar K plasma; hentikan bila terdapat tanda-
tanda edema pulmoner
Efek samping : tremor skeletal, takikardia, palpitasi, kram otot, bromkospasme
paradoksikal, angioedema, urtikaria, hipotensi
Interaksi obat : diuretic, kortikosteroid dan xantin bisa menimbulkan hipokalemia,
kombinasi dengan MAOi akan menimbulkan efek kardiovaskular, TCA, atomoxetin
(peningkatan detak jantung dan BP)
Dosis anak : 2 mg 3–4 kali sehari
Pemberian : diberikan saat lambung kosong (diminum 1-2 jam sebelum makan)
Pilihan terapi anak > 5 tahun dan dewasa :
a. Bronkodilator pereda keluhan : inhalasi agonis beta 2 reseptor kerja cepat
b. Terapi preventif inhalasi reguler : inhalasi agonis reseptor beta 2 kerja cepat
plus dosis standar kortokosteroid inhalasi
c. Kortikosteroid inflamasi + agonis beta 2 inhalasi kerja lama
Agonis beta 2 kerja cepat + kortokosteroid inhalasi + agonis beta 2 kerja lama
(salmeterol atau formoterol)
d. Kortikosteroid dosis tinggi + bronkodilator reguler
Inhalasi Agonis beta 2 kerja cepat + kortikosteroid inhalasi dosis tinggi reguler
+ inhalasi agonis beta 2 kerja lama + pada dewasa terapi sekuensial :
Antagonis reseptor Leukotrien
Teofilin modifikasi
Beta 2 agonis modifikasi
e. Tablet kortikosteroid reguler
Inhalasi beta 2 agonis kerja cepat + kortikosteroid inhalasi dosis tinggi +
bronkodilator kerja lama + tablet prednisolon reguler
![Page 13: Analisis & Buat Resep (Repaired)](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082403/55cf8fff550346703ba22164/html5/thumbnails/13.jpg)
2. Prednisone
Glukokortikoid oral yang digunakan untuk eksaserbasi khususnya bila
sebelumnya telah mendapatkan terapi agonis reseptor beta kerja singkat yang
tidak dalam kontrol dokter
Digunakan jika terapi
bronkodilator gagal
Bisa dikombinasikan
dengan oksigen,
bronkodilator (beta 2
agonis), glukokortikoid
oral, lalu dilanjutkan 1-3
sampai ada perbaikan
gejala dan peningkatan PEF
(peak expiratory flow)
Jika obat ini dibawa pulang
sebaiknya tidak digunakan dalam jangka waktu lama, hanya digunakan jika
mengalami keluhan. Penggunaan 2-3x berulang tidak akan efektif
Kontraindikasi : hipersensitivitas, infeksi serius (kecuali meningitis tuberculosis),
varisella, infeksi fungal sistemik
Precaution : kehamilan dan menyusui, osteoporosis, hipertensi, DM, epilepsy,
glaukoma, katarak, tuberculosis, hipotiroidisme, sirosis, CHF, colitis ulseratif,
tromboembolik, ulserasi peptic, gangguan hepar; hati-hati pada lansia, anak yang
mengalami gangguan pertumbuhan
Efek samping ; insomnia, gugup, peningkatan nafsu makan, pusing, nyeri kepala,
DM, intoleransi glukosa, hiperglikemia, atralgia, katarak, glaucoma, epistaksis,
diaphoresis, sindrom Cushing, edema, fraktur, halusinasi, hipertensi, osteoporosis,
pancreatitis, kejangm, supresi axis adrenal pituitary
![Page 14: Analisis & Buat Resep (Repaired)](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082403/55cf8fff550346703ba22164/html5/thumbnails/14.jpg)
Interaksi: NSAID (peningkatan ulserasi gastric), peningkatan efek dengan
barbiturate, fenitoin , rifampin, etanol akan meningkatkan iritasi mukosa
3. Gliseril guaiakolat (guaifenecin) (kombinasi dengan triprolidin dan pseudoefedrin)
Efek kerja : meningkatkan sekresi saluran nafas atau mencairkan dahak sehingga
mudah untuk dikeluarkan; menstimulasi mukosa lambung dan selanjutnya secara
reflex merangsang sekresi kelenjar saluran melewati nervus vagus sehingga
menurunkan viskositas sehingga mempermudah pengeluaran dahak
Kecocokan (suitability) :
o Indikasi : rinitis alergi dan
kongesti nasal terkait batuk
berdahak
o Kontraindikasi : hipersensitivitas
pada agen simpatomimetik (efedrin, fenilpropanolamin), pemakaian MAO
inhibitor selama paling sedikit 2 minggu
o Hati-hati pada : gangguan fungsi ginjal dan hati, glaucoma, hipertrofi
prostat, hipertiroid, DM, penyakit jantung; hentikan pemakaian jika
terdapat insomnia, palpitasi, pusing; hati-hati pada anak < 2 tahun, lansia,
kehamilan dan menyusui
Keamanan : ketidaknyamanan GI, nyeri kepala, insomnia, takikardia, aritmia
Interaksi obat : antihipertensi, TCA, dekongestan simpatomimetik lain,
amfetamin, MAOi
4. Parasetamol
FK : diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna; konsentrasi tertinggi
plasma dicapai dalam waktu setengah jam, waktu paro 1-13 jam; 25% terikat
dalam protein plasma, metabolism oleh enzim mikrosom hati, 80% dikonjugasi
dengan asam glukuronat; ekskresi melalui ginjal; 3% dalam bentuk parasetamol,
sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi
FD : efek analgetik ringan – sedang; terutama untuk meredakan nyeri dan demam
![Page 15: Analisis & Buat Resep (Repaired)](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082403/55cf8fff550346703ba22164/html5/thumbnails/15.jpg)
Indikasi : Digunakan sebagai analgetik dan antipiretik sehingga meredakan
demam sebagai reaksi inflamasi (tidak memiliki efek antinflamasi yang berarti
sehingga tidak mengiritasi lambung)
Precaution : gangguan hati atau ginjal, ketergantungan alcohol, defisiensi G6PD
Efek samping : nausea, alergi, ruam kulit, NTA, fatal (jarang) : diskrasia darah
(trombositopenia, leucopenia, neutropenia, agranulositosis, kerusakan hepar)
Keamanan : jarang, kecuali pemakaian jangka panjang : ruam kulit, pancreatitis
akut, kelainan darah
Interaksi obat : menurunkan absorpsi kolestiramin dalam 1 jam pemberian,
ditingkatkan absorpsinya oleh metoklopramid, diturunkan efeknya oleh
barbiturar, karbamazepin, hidantoin, rifampisin, dan sulfinpirazon, parasetamol
dapat meningkatkan efek warfarin. Fatal : meningkatkan risiko kerusakan hati
pada alkoholik kronis, meningkatkan risiko toksisitas dari obat hepatotoksin lain
atau obat yang menginduksi enzim mikrosom hati (barbiturate, karbamazepin,
hidantoin, rifampisin, sulfinpirazon)
Jadi resep yang diberikan dan kombinasi obatnya rasional karena :
1. Salbutamol dan prednisone (kombinasi agonis beta 2 kerja cepat dan glukokortikoid oral)
biasa digunakan sebagai obat kombinasi untuk asma eksaserbasi akut, apalagi pada pasien
yang tidak berespon terhadap terapi tunggal beta 2 agonis;
2. Bermanfaat untuk mengurangi dosis beta 2 agonis karena dikombinasikan dengan
glukokotikoid oral
3. Indikasi sesuai, kontraindikasi, efek samping, dan kecocokan tidak ada yang berlawanan
secara signifikan
4. Belum rasional karena Penambahan ekspektoran (gliseril guaiakolat) untuk pasien asma
akan menimbulkan reflex batuk yang akan menimbulkan sesak kembali pada pasien asma
sehingga kami memutuskan untuk mengganti obatnya dengan golongan mukolitik, karena
dengan mukolitik akan mengencerkan dahak dengan memecah mukopolisakarida sehingga
mucus encer tanpa menginduksi batuk yang dapat menimbulkan sesak
5. Parasetamol bisa digunakan untuk meredakan rasa nyeri dan demam ringan pada pasien,
jadi hanya digunakan untuk terapi simtomatik
![Page 16: Analisis & Buat Resep (Repaired)](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082403/55cf8fff550346703ba22164/html5/thumbnails/16.jpg)
RESEP YANG LEGE ARTIS
Dr. MITHA RATNA DEWISIP No: 006/046/UP/DINKES
Praktek: Jl. Sriwijaya no. 103A Bima
Tlp: 644066
Bima, 12 Juni 2010
R/ Salbutamol Aerosol 100 µg fl I S. t.d.d puff.I a.c
ParafR/ Tab Prednison 5 mg no. VI S. 1.d.d. tab.2 d.c Paraf
R/ Tab Ambroxol 15 mg no. XV S. b.d.d. tab I d.c
ParafR/ Tab Parasetamol 500 mg no. XV S. p.r.n.t.d.d. tab I p.c
Paraf
Pro : TinaUmur : 11 tahunAlamat : Jl. Lumba-lumba 2, Bima