Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc
-
Upload
gunawan-msjr -
Category
Documents
-
view
215 -
download
3
Transcript of Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc
PROPOSAL TUGAS AKHIR
(MO 141326)
I. RINGKASAN
1. PENGUSUL
a. Nama Mahasiswa : Puspa Devita Mahdika Putrib. NRP : 4312100015c. Batas Waktu Studi : 7 (tujuh) Semesterd. Jumlah SKS yang telah lulus : 129 SKSe. IPK rata-rata : 3,45
2. CALON DOSEN PEMBIMBING
Nama : Suntoyo, S.T., M.Eng., Ph.D.NIP : 197107231995121001
3. MATERI PENELITIAN
a. Judul Tugas Akhir
Analisa Beban Gelombang pada Dinding Vertikal Struktur Perpanjangan Jetty
PLTGU Grati
b. Ikhtisar Penelitian
Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Grati yang terletak di
Kecamatan Lekok, Pasuruan memiliki 2 buah jetty. Kedua jetty ini digunakan
sebagai water intake canal untuk meminimalisir adanya pengendapan sehingga air
laut dapat masuk dengan mudah. Meski sudah dibangun, pihak perusahaan masih
kerap melakukan pengerukan karena pengendapan yang terjadi di sekitar kanal. Hal
ini diduga berasal dari kesalahan perencanaan desain bangunan jetty yang
mencakup panjang, lebar dan peletakan sudut bangunan terhadap arah datang
gelombang. Sehingga dibuatlah modifikasi layout perpanjangan jetty yang baru.
Dengan layout yang baru ini, maka diperlukan analisa desain jetty yang sesuai agar
konstruksinya bisa stabil dan berdiri kokoh.
c. Tempat Pelaksanaan Penelitian
Tempat pengerjaan penelitian dari Tugas Akhir ini terletak di kawasan PTGU Grati
yang berlokasi di Jalan Raya Surabaya Probolinggo, Desa Wates, Kecamatan
Lekok, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
BAB II
PENDAHULUAN
2.1. Latar Belakang Masalah
Jetty adalah bangunan yang biasa digunakan untuk mencegah adanya
sedimentasi. Sedimentasi berlebih akan menyebabkan adanya pengendapan sehingga
terjadi pendangkalan. Dengan adanya jetty, maka transpor sedimen di sepanjang pantai
akan terhalang.
Namun saat ini jetty bukan hanya digunakan sebagai pelindung pantai, tapi juga
digunakan untuk proses industri yang memerlukan air laut untuk sistem pendingin
mesin pembangkit. Sistem ini biasa disebut dengan water intake canal. Salah satu
perusahaan yang menggunakan jetty untuk perlindungan water intake canal adalah
Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PTLGU) Grati (Priyantoro, 2012).
PTLGU Grati merupakan Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Perak-Grati milik
PT. Indonesia Power yang terletak di Desa Wates, Kecamatan Lekok, Kabupaten
Pasuruan, Jawa Timur. Lokasi ini terletak di tepi perairan Selat Madura yang memiliki
tingkat sedimentasi yang cukup besar. Salah satu proyek yang beroperasi adalah Grati
Combined Cycle Power Plant and Gas Power Plant yang menggunakan bahan bakar
minyak diesel dan gas natural. Grati Power Plant terdiri dari satu unit Pembangkit
Listrik Tenaga Gas dan Uap dan tiga generator turbin gas yang digunakan dalam siklus
terbuka. Pembangkit listrik yang telah beroperasi sejak tahun 2002 ini dibangun di
lahan seluas 70 hektar yang terdiri dari 35 hektar daerah pantai dan 35 hektar lahan
reklamasi.
Dalam prosesnya, pembangkit listrik ini memerlukan sistem pendingin water
intake canal untuk mendinginkan mesin steam turbin. Sistem pendingin yang memiliki
sebuah pintu kanal ini menggunakan air laut yang dipompa masuk menuju kondensor.
Water intake canal ini berupa dua buah jetty yang dibangun sejajar sebagai pintu
masuk air laut yang selanjutnya digunakan untuk mendinginkan mesin. Selain itu
water intake canal ini juga berfungsi mencegah terjadinya sedimentasi yang
mengganggu jalannya air laut yang masuk menuju sistem pendingin.
Meski telah dibangun dua jetty, Damerianne dkk. (2013) dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa hampir setiap tahun pihak perusahaan melakukan pengerukan di
daerah water intake canal karena adanya sedimentasi berlebih dari daerah sekitar
menuju kanal. Kondisi ini menyebabkan penumpukan sedimen di area water intake
canal yang terus mengendap sehingga debit aliran air yang masuk menuju sistem
pendingin mesin pun berkurang dan kegiatan pemompaan air menuju sistem pendingin
juga terganggu.
Gambar 2.1. Jetty PLTGU Grati
Menurut Priyantoro dkk. (2012), penyebab adanya sedimentasi tersebut diduga
berasal dari kesalahan perencanaan desain bangunan jetty yang mencakup panjang,
lebar dan peletakan sudut bangunan terhadap arah datang gelombang. Sehingga perlu
dilakukan evaluasi dan melakukan modifikasi jetty. Selain itu, faktor perubahan arah
angin juga berdampak pada meningkatnya sedimentasi di sekitar jetty. Sehingga perlu
dilakukan evaluasi sedimentasi dari bangunan jetty eksisting dan melakukan
modifikasi untuk meminimalisir adanya sedimentasi sehingga pengerukan tidak perlu
lagi dilakukan agar biaya perawatan water intake canal yang dilakukan perusahaan
bisa direduksi.
Pola pergerakan transpor sedimen yang terjadi dipengaruhi oleh arus dan
gelombang. Karena gelombang dibangkitkan oleh angin, maka pengaruh angin juga
sangat signifikan dalam hal ini. Berdasarkan penelitian Atikasari (2015), data angin
sekunder selama 10 tahun dari tahun 2004 hingga tahun 2014, diketahui bahwa arah
dominan angin berasal dari tenggara menuju ke barat daya. Sementara itu, penelitian
yang dilakukan Priyantoro (2013) menyatakan bahwa jetty kondisi eksisting
menggunakan data angin 10 tahun mulai dari tahun 1981 hingga tahun 1992 dengan
arah angin dominan menuju ke tenggara. Dan pada tahun 2001 sampai 2010, arah
angin dominan berubah dari arah tenggara menuju barat daya.
Ketiga penelitian tersebut dilakukan di lokasi yang sama namun dengan metode
dan luaran yang berbeda. Priyantoro dkk. (2012) dan Atikasari (2015) melakukan
penelitian untuk mendapatkan perubahan volume sedimentasi dan modifikasi layout
jetty yang sesuai. Namun, perbedaan keduanya terletak pada data angin yang
digunakan untuk penelitian. Sementara itu penelitian Damerianne dkk. (2013)
dilakukan untuk mencari laju sedimentasi dan menentukan besar volume deposit
(sedimen) yang harus dikeruk selama kurun waktu enam bulan. Ketiganya sama-sama
melakukan analisis laju sedimentasi, namun perbedaan yang sangat signifikan terdapat
pada penelitian yang dilakukan oleh Priyantoro dkk. (2012), yaitu hanya sebesar
29.275,53 m3 per tahun. Hasil ini didapatkan dari analisis sedimentasi dengan
menggunakan software SMS (Surface Water Modelling System). Sedangkan laju
sedimentasi yang didapatkan dari hasil penelitian Damerianne dkk. (2013) adalah
sebesar 43.714,20 m3 dalam enam bulan, yang berarti adalah 87.428,40 m3 dalam satu
tahun. Hasil yang didapatkan Damerianne dkk. (2013) ini tidak jauh berbeda dengan
hasil penelitian Atikasari (2015) yang menyatakan bahwa laju sedimentasi PLTGU
Grati adalah 88.509,82 m3 per tahun.
Untuk modifikasi layout jetty, hasil penelitian Atikasari (2015) dan Priyantoro
dkk. (2012) sama-sama menyatakan bahwa jetty kondisi eksisting harus diperpanjang.
Untuk itulah perlu adanya analisis dimensi jetty dan beban gelombang yang bekerja
pada dinding vertikal struktur perpanjangan jetty PLTGU Grati. Oleh karena itu, tugas
akhir ini akan membahas tentang analisis dimensi jetty dan beban gelombang dengan
menggunakan simulasi pemodelan software SAP2000. Pada analisis ini, digunakan
modifikasi layout jetty dari hasil penelitian Atikasari (2015).
2.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang diambil dalam
tugas akhir ini adalah :
1. Bagaimanakah beban gelombang yang terjadi pada dinding vertikal struktur
perpanjangan jetty PLTGU Grati ?
2. Bagaimanakah settlement dan daya dukung tanah pada struktur perpanjangan jetty
PLTGU Grati ?
3. Desain alternatif jetty manakah yang paling sesuai untuk layout jetty PTGU
Grati ?
2.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah :
1. Mengetahui beban gelombang pada dinding vertikal struktur perpanjangan jetty
PLTGU Grati.
2. Mengetahui settlement dan daya dukung tanah struktur perpanjangan jetty PLTGU
Grati.
3. Menemukan desain alternatif jetty yang paling sesuai untuk layout jetty PTGU
Grati.
2.4. Manfaat
Manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk memberikan solusi berupa desain
alternatif jetty yang sesuai dengan layout perpanjangan jetty PLTGU Grati sehingga
dapat mengurangi dan mencegah adanya transpor sedimen berlebih di sekitar water
intake canal PLTGU Grati.
2.5. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah :
1. Data Lingkungan yang digunakan merupakan data sekunder
2. Layout jetty yang digunakan adalah hasil dari penelitian sebelumnya
3. Laju sedimentasi didapatkan dari hasil penelitian sebelumnya
4. Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) tidak dilakukan
5. Software yang digunakan adalah SAP2000.
6. Tidak membahas detail sistem pendinginan mesin pada steam turbin dan
pemompaan air di kondensor.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA & DASAR TEORI
3.1. Tinjauan Pustaka
Pada dasarnya, jetty adalah bangunan yang digunakan untuk mengurangi
adanya sedimentasi yang menyebabkan pendangkalan di muara sungai. Namun, saat
ini jetty ternyata juga dimanfaatkan utuk melindungi area industri yang memanfaatkan
air laut dalam prosesnya, seperti water intake canal. Salah satu perusahaan yang
memanfaatkan jetty untuk hal ini adalah Perusahaan Listrik Tenaga Gas dan Uap
(PLTGU) Grati.
Meski sudah memiliki dua buah jetty, namun ternyata sedimentasi masih kerap
terjadi di sekitar water intake canal. Kondisi ini akhirnya membuat pihak perusahaan
untuk melakukan pengerukan setiap tahunnya karena sedimentasi tersebut
menghambat aliran air yang masuk ke dalam water intake canal. Dalam hal ini ,
Damerianne dkk. (2013) akhirnya melakukan penelitian untuk menghitung laju
sedimentasi yang terjadi beserta mendapatkan volume deposit (sedimen) yang harus
dikeruk selama kurun waktu 6 bulan.
Priyantoro dkk. (2012) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa penyebab
adanya sedimentasi tersebut diduga berasal dari kesalahan perencanaan desain
bangunan jetty yang mencakup panjang, lebar dan peletakan sudut bangunan terhadap
arah datang gelombang. Sehingga perlu dilakukan evaluasi dan melakukan modifikasi
jetty. Selain itu, faktor perubahan arah angin juga berdampak pada meningkatnya
sedimentasi di sekitar jetty. Sehingga perlu dilakukan evaluasi sedimentasi dari
bangunan jetty eksisting dan melakukan modifikasi untuk meminimalisir adanya
sedimentasi sehingga pengerukan tidak perlu lagi dilakukan agar biaya perawatan
water intake canal yang dilakukan perusahaan bisa direduksi. Sebuah penelitian
lainnya yang dilakukan Atikasari (2015) menyatakan bahwa jetty eksisting harus
diperpanjang sehingga sedimentasi tersebut dapat dikurangi.
Ketiganya sama-sama menganalisis laju sedimentasi pada lokasi yang sama ,
namun dengan metode dan luaran yang berbeda. Jika Damerianne dkk. (2013) hanya
meneliti laju sedimentasi dan volume sedimen yang harus dikeruk, penelitian
Priyantoro dkk. (2012) dan Atikasari (2015) justru telah menghasilkan variasi
modifikasi layout perpanjangan jetty untuk PLTGU Grati.
Berdasarkan kondisi tersebut, penulis pun melakukan pengembangan dengan
menganalisa beban gelombang yang terjadi pada dinding vertikal struktur
perpanjangan jetty yang sesuai dengan layout penelitian sebelumnya. Setelah itu,
dilakukan pula analisa settlement dan daya dukung tanah untuk desain variasi jetty
perpanjangan sehingga nantinya dapat dipilih konstruksi jetty manakah yang paling
stabil.
3.2. Dasar Teori
3.2.1. Jetty
Dalam penelitiannya, Tawas dkk. (2013) menyebutkan bahwa jetty adalah
bangunan pelindung pantai yang tegak lurus dengan garis pantai dan diletakkan pada
satu atau kedua sisi muara sungai. Bangunan ini biasanya dimanfaatkan untuk
mencegah adanya luapan air sungai oleh endapan sedimen pantai. Penanggulangan
penutupan muara dibedakan atas penanggulangan untuk lalu lintas kapal (jetty
panjang) dan penanggulangan penutupan mulut muara yang menyebabkan banjir (jetty
pendek).
Pada pantai berpasir, Triatmodjo (1999) menjelaskan bahwa pembuatan jetty
yang menjorok cukup jauh ke laut dapat menyebabkan terhalangnya transpor sedimen
sepanjang pantai. Akibatnya, sedimen yang bergerak sepanjang pantai. Akibatnya,
sedimen yang bergerak dari sebelah kiri akan terhalang oleh jetty, sehingga
pengendapan terjadi di daerah tersebut. Daerah di sebelah kanannya, gelombang yang
datang membentuk sudut terhadap garis pantai menyebabkan terjadi arus sepanjang
pantai. Arus tersebut dapat mengangkut sedimen. Tetapi di daerah ini tidak
mendapatkan suplai sedimen, kerana sedimen yang bergerak dari sebelah kiri terhalang
oleh bangunan. Akibatnya, pantai di sebelah kanan jetty akan mengalami erosi.
Gambar 3.1. Pengaruh Jetty Terhadap Pantai di Sekitarnya
(Sumber : Triatmodjo, 1999)
Apabila dibagi berdasarkan fungsinya, jetty memiliki tiga tipe yaitu jetty
pendek, jetty sedang dan jetty panjang. Menurut Triatmodjo (1999), jetty pendek
biasanya digunakan untuk menahan berbeloknya muara sungai dan
mengkonsentrasikan aliran pada alur yang telah ditetapkan untuk bisa mengerosi
endapan, sehingga pada awal musim penghujan di mana debit besar (banjir) belum
terjadi, muara sungai telah terbuka. Sementara itu, jetty sedang biasanya digunakan
untuk menahan sebagian transpor sedimen sepanjang pantai. Sedangkan untuk jetty
panjang, biasanya digunakan untuk menghalangi masuknya sedimen ke muara. Jetty
umumnya dibangun dengan ujung yang berada di luar gelombang pecah.
Gambar 3.2. Beberapa Tipe Jetty
(Sumber: Triatmodjo, 1999)
Dalam penelitiannya, Jatmoko (2013) menyebutkan terdapat dua jenis
bangunan jetty yaitu rigid structure dan flexible structure. Rigid structure adalah jenis
konstruksi yang tidak bergerak dan mempunyai struktur masif. Selain itu, jenis ini juga
mudah dan cepat dalam hal pemasangan, dengan harga konstruksi yang lebih murah
dan biaya pemeliharaannya yang lebih rendah. Kekurangan jetty jenis ini adalah
prosedur perencanaan yang rumit karena saat terjadi bencana kerusakan secara tiba-
tiba dan total, sulit untuk usaha perbaikannya. Sementara itu, flexible structure
merupakan jenis konstruksi yang bisa bergerak dan mudah dalam perencanaannya.
Strukturnya relatif sederhana dan memiliki faktor stabilitas tinggi sehingga bisa
mengabsorpsi sebagian besar energi gelombang yang menghantam permukaan
bangunan agar bangunan masih tetap berfungsi. Selain itu, struktur jenis ini lebih
mudah dalam proses perbaikan. Meski demikian, terdapat kekurangan pada struktur ini
yaitu memerlukan material (bahan batuan) dengan jumlah volume yang besar untuk
diameter dan kualitas yang diisyaratkan.
3.2.2. Layout Jetty
Penelitian yang dilakukan Atikasari (2015) menyatakan bahwa beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam menentukan layout jetty adalah:
a) Panjang Jetty
Jetty dibangun dengan memotong garis pantai (attached). Pada umumnya panjang jetty
dimulai dari garis pantai hingga breaker zone. Hal ini bertujuan untuk menahan
sedimentasi yang mana biasanya sedimentasi terjadi di daerah breaker zone. Namun
bisa juga panjang jetty disesuaikan dengan kondisi kontur dasar laut, manuver kapal,
dsb; sehingga panjang jetty bisa lebih panjang atau lebih pendek dari panjang menuju
breaker zone.
b) Alignment / Layout Jetty
Layout jetty disesuaikan dengan rencana geometri dari muara sungai atau mulut
pelabuhan dan direncanakan dengan ekonomis dan tidak menimbulkan permasalahan
baru disekitar (karena dapat mengakibatkan daerah sekitar terjadi erosi atau
mengganggu navigasi kapal di mulut pelabuhan).
c) Tinggi Jetty
Tinggi jetty diharapkan mampu menahan semua gelombang non overtopping. Namun
bisa saja dipakai kondisi overtopping dengan catatan perlu perencanaan yang lebih
teliti.
d) Permeabilitas
Bangunan jetty diharapkan mampu menahan laju sedimentasi, sehingga permeabilitas
struktur sangat penting terutama pada struktur roublemound. Dengan permeabilitas
yang sekecil mungkin, sedimen tidak dapat masuk kedalam saluran ataupun pelabuhan.
e) Single atau Double Jetty
Karena arah gelombang selalu bergerak tidak hanya pada satu arah saja, maka
umumnya jetty dibuat ganda dengan posisi sejajar. Namun bisa juga hanya dibuat di
salah satu sisi saja pada arah gelombang dominan, tapi biasanya sedimentasi masih ada
yang masuk kedalam saluran.
3.2.3. Perencanaan Jetty
Dalam perencanaan jetty, yang terpenting adalah melakukan perhitungan berat
butir batu pelindung, tebal lapis pelindung, jumlah butir batu, diameter batu, lebar
bangunan jetty dan berat butir batu pondasi dan pelindung kaki bangunan (Toe
Protection). Semuanya dijelaskan secara rinci di buku Triatmodjo (1999) dan Shore
Protection Manual (1984).
a) Perhitungan Berat Butir Batu Pelindung
Bagian kepala bangunan memerlukan berat butir batu pelindung yang lebih besar
daripada bagian lengan bangunan. Hal ini mengingat bahwa kepala bangunan dapat
menerima serangan gelombang dari berbagai arah. Nilai KD untuk bagian kepala
bangunan lebih kecil daripada nilai KD di lengan bangunan. Berat butir batu pelindung
dihitung dengan rumus Hudson dan Jackson 1962 berikut:
(3.1)
b) Perhitungan Tebal Lapis Pelindung
Dalam perencanaan jetty dibuat dalam 3 layer, yaitu lapis pelindung, lapis lindung
kedua, dan lapis inti, dengan rumus tebal lapis pelindung berikut:
(3.2)
c) Perhitungan Jumlah Butir Batu
(3.3)
d) Perhitungan Diameter Batu
(3.4)
e) Perhitungan Lebar Bangunan Jetty
(3.5)
f) Berat Butir Batu Pondasi dan Pelindung Kaki Bangunan (Toe Protection)
(3.6)
Gambar 3.2. Stability Number untuk Pondasi dan Pelindung Kaki
(Sumber: Triatmodjo, 1999)
3.2.4. Material Konstruksi Jetty
Material konstruksi jetty, dalam penelitian Atikasari (2015) disebutkan bahwa
terdiri dari:
1. Rouble Mound Jetties
Keuntungan penggunaan material batuan antara lain:
a) Settlement yang terjadi dapat diredam oleh material penyusunnya.
b) Mudah diperbaiki apabila terjadi kerusakan.
c) Material penyususn dapat menyerap energi gelombang.
2. Sheet Pile Jetties
Konstruksi jetty dengan menggukanan sheetpile dapat digolongkan menjadi dua
kondisi, yaitu:
a) Sheetpile pada satu sisi, dapat digunakan tie-rod dan batter pile sebagai
pendukung stabilitas sheetpile.
b) Sheetpile dua sisi, antara kedua sisi sheetpile dapat diikat dengan tie-rod atau
keduanya berdiri sendiri. Ruangan diantara sheetpile dapat diisi dengan
material pasir atau kerikil.
3. Concrete Structure Jetties
Konstruksi jetty yang terbuat dari beton biasanya digunakan sebagai tempat
bertambatnya kapal. Namun harus dilengkapi dengan dolphin atau access bridge.
3.2.5. Gelombang
Dalam penelitiannya, Tawas (2013) menyatakan bahwa gelombang di laut bisa
dibangkitkan oleh angin (gelombang angin), gaya tarik matahari dan bulan (pasang surut),
letusan gunung berapi atau gempa di laut (tsunami), dan lain sebagainya. Gelombang dapat
menimbulkan energi untuk membentuk pantai, menimbulkan arus dan transpor sedimen dalam
arah tegak lurus dan sepanjang pantai, serta menyebabkan gaya-gaya yang bekerja pada
bangunan pantai. Pasang surut juga merupakan faktor penting karena bisa menimbulkan arus
yang cukup kuat terutama di daerah yang sempit, misalnya di teluk, estuari, dan muara sungai.
Selain itu elevasi muka air pasang dan air surut juga penting untuk merencanakan bangunan-
bangunan pantai.
Djatmiko (2012) dalam bukunya menjelaskan terdapat 2 teori gelombang yang saat ini
dipakai untuk berbagai analisa bangunan laut yaitu teori gelombang reguler dan teori
gelombang acak.
1. Teori Gelombang Reguler
Gelombang sebagaimana halnya dengan fluida dinamis yang lain dapat dipandang sebagai
aliran fluida cair yang mempunyai pola khas yang dapat diformulasikan secara matematis
dengan mempertimbangkan kaidah-kaidah dan hukum-hukum tertentu, sebagaimana
dijelaskan dalam teori mekanika fluida dan hidrodinamika oleh Mc Cormick (1973) dan Le
Mehaute (1969). Perumusan yang paling sederhana dari gelombang laut adalah dalam
bentuk osilasi sinusoidal seperti diperkenalkan Airy (1845). Teori ini didasarkan pada
asumsi bahwa tinggi gelombang adalah relatif kecil bila memberikan komponen kecepatan
pada arah tersebut.
2. Teori Gelombang Acak
Gelombang yang terjadi di laut sebagian besar disebabkan oleh angin. Bila dikaji lebih
mendalam, gelombang tersebut terbentuk oleh mekanisme adanya tekanan atau frictional
drag antara angin dan permukaan laut yang diikuti perpindahan energi dari angin ke air laut
seperti yang dijelaskan Philips (1957) dan Miles (1957). Partikel-partikel air akan
digerakkan dari posisi awalnya oleh angin dalam orbit berupa lingkaran.
3.2.6. Pasang Surut
Pasang surut air laut merupakan perubahan ketinggian muka air laut terhadap
fungsi waktu yang disebabkan karena adaya pergerakan gaya tarik matahari, bulan, dan
benda langit lain terhadap perputaran bumi, seperti yang diperkenalkan Pratikto dkk.
(1997). Karena jarak bulan lebih dekat dengan bumi, maka pengaruh gaya gravitasi
bulan terhadap bumi lebih besar dibandingkan dengan pengaruh gravitasi matahari
terhadap bumi. Ketika bulan bergerak mengitari bumi, kekuatan gravitasinya menarik
air yang paling dekat dari posisinya. Menurut Triatmodjo (1999), gaya tarik bulan yang
mempengaruhi pasang surut adalah 2,2 kali lebih besar daripada gaya tarik matahari
Elevasi muka air pada saat terjadi kejadian pasang surut sangat penting dalam
perencanaan bangunan pelindung pantai. Selain elevasi muka air laut, pasang surut
juga berpengaruh untuk menentukan besarnya transpor sedimen yang terjadi pada
perencanaan bangunan pantai. Pada saat terjadi pasang, elevasi muka air laut berada
pada posisi tertinggi sehingga volume air yang terjadi juga lebih besar. Oleh karena
volume air yang besar sehingga gelombang yang dihasilkan juga lebih besar.
Gelombang inilah yang akan mengangkut material sedimen menuju bangunan pantai,
semakin besar gelombang yang terjadi maka semakin banyak pula angkutan sedien
yang terbawa menuju bangunan pantai. Kondisi inilah yang akan mempengaruhi pola
transpor sedimen yang terjadi di sekitar bangunan pantai.
Kustyawan (2007) menjelaskan tentang tipe pasang surut secara umum
dibedakan menjadi empat, yaitu pasang surut harian tunggal (diurnal tide), pasang
surut harian ganda (semidiurnal tide), pasang surut campuran condong harian tunggal,
dan pasang surut condong ke harian ganda. Namun pada dasarnya bentuk pasang surut
di berbagai daerah tidaklah sama. Untuk lebih jelasnya, tipe pasang surut antara lain:
a. Pasang surut tunggal (diurnal tide)
Pasang surut ini terjadi satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut.
Periode pasang surut adalah 24 jam 50 menit.
b. Pasang surut harian ganda (semidiurnal tide)
Pasang surut ini terjadi dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air
surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan
secara teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit. Pasang surut
ini terdapat di Selat Malaka sampai Laut Andaman.
c. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal)
Pasang surut yang dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut
tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali
surut dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda.
d. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing semidiurnal)
Pada tipe pasang surut ini dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali
air surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda.
Triatmodjo (1999) menjelaskan apabila elevasi ketinggian muka air ketika terjadi
pasang surut selalu berubah setiap saat, maka diperlukan suatu elevasi yang ditetapkan
berdasarkan data pasang surut, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman dalam
perencanaan bangunan pantai. Beberapa elevasi ketinggian muka air ketika pasang
surut antara lain:
a) Muka air laut tinggi (high water level (HWL)), mukai air tertinggi yang dicapai
pada saat air pasang dalam satu siklus pasang surut.
b) Muka air rendah (low water Level (LWL)), kedudukan air terendah yang dicapai
pada saat air surut dalam satu siklus pasang surut.
c) Muka air tinggi rerata (mean high water level (MHWL)), adalah rerata dari muka
air tinggi selama periode 19 tahun.
d) Muka air rendah rerata (mean low water level (MLWL)), adalah rerata dari muka
air rendah selama periode 19 tahun.
e) Muka air laut rerata (mean sea level (MSL)), adalah muka air rerata antara muka
air tinggi rerata dan muka air rendah rerata. Elevasi ini digunakan sebagai
referensi elevasi di daratan.
f) Muka air tertinggi (highest high water level (HHWL)), adalah air tertinggi pada
saat pasang surut purnama atau bulan mati.
g) Air rendah terendah (lowest low water level (LLWL)), adalah air terendah pada
saat pasang surut purnama atau bulan mati.
Beberapa definisi elevasi muka air tersebut banyak digunakan dalam
perencanaan bangunan pantai dan pelabuhan. Misalnya MHWL atau HHWL
digunakan untuk menentukan elevasi puncak pemecah gelombang, dermaga, dsb.
3.2.7. Daya Dukung Tanah
Daya dukung tanah dasar perlu dihitung agar dapat direncanakan pondasi dari
bangunan diatasnya. Dengan demikian keruntuhan akibat kegagalan substructure dapat
dihindarkan. Daya dukung tanah dipengaruhi oleh karakteristik tanah dasar (kohesi, sudut
geser, berat jenis), jenis pondasi yang direncanakan, dan kondisi setempat (misalkan muka
iar tanah). Daya dukung ijin tanah (qa) harus lebih besar dari tegangan yang terjadi akibat
beban struktur diatasnya (qt) atau dalam persamaan dapat dituliskan sebagai:
qt ≤ qall (3.7)
dengan: qt : tegangan akibat beban struktur
qall : daya dukung ijin = qul/FK
qu : daya dukung batas tanah
FK : factor keamanan (nilainya antara 2 – 3), diambil 3
3.2.8. Penurunan Tanah (Settlement)
Untuk menghindari permasalahan penurunan pada reklamasi pantai terhadap
bangunan infrastruktur diatas tanah lunak penurunan konsolidasi merupakan hal
penting untuk diprediksi, sehingga kerugian akibat masalah yang akan timbul dapat
direduksi sekecil mungkin.
Penurunan pada tanah lunak dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
Tanah Normally Consolidated (NC Soil)
(3.8)
Tanah Over Consolidated (OC Soil)
(3.9)
dengan:
Si : penurunan konsolidasi lapisan tanah pada lapis ke-i
Hi : tebal lapisan tanah lempung ke i
eo : angka pori awal dari lapisan tanah pada lapisan ke-i
cc : Compression index pada lapisan ke-i
cs : Swelling Index dari lapisan tanah lapisan ke-i
po : tekanan tanah vertikal efektif di titik tengah lapisan ke i (effective
overburden pressure)
pc : pre overburden pressure, tegangan konsolidasi effective dimasa lampau
yang dalam kasus ini lebih besar dari pada p0 (dapat dilihat dari kurva hasil uji
konsolidasi)
p : penambahan tegangan vertikal dititik yang ditinjau (di tengah lapisan ke-i)
akibat beban timbunan yang baru. 4-5
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Diagram Alir Penelitian
Dalam tugas akhir ini diperlukan diagram alir pengerjaan untuk
mempermudah evaluasi perkembangan. Secara garis besar, pengerjaan tugas akhir
ini dapat dijelaskan dalam diagram alir berikut:
MULAI
Pengumpulan Data Awal1. Batimetri2. Pasang Surut3. Data sedimen4. Data Angin & Gelombang5. Arus6. Dokumentasi
Pemodelan SAP2000
Variasi Alternatif Jetty I
Variasi Alternatif Jetty II
Studi Literatur
Analisa Data dari BMKG
Analisa Refraksi & Gelombang Pecah
Perancangan Jetty
A
Gambar 4.1 Diagram alir pengerjaan tugas akhir
SimulasiModel
Hasil Pemodelan Variasi Alternatif Jetty
I
Hasil Pemodelan Variasi Alternatif Jetty
II
Analisa Beban Gelombang pada Dinding Vertikal Variasi Alternatif Jetty
I dan II
Kesimpulan
SELESAI
Analisa Settlement dan Daya Dukung Tanah Variasi Alternatif Jetty
I dan II
Perbandingan Variasi Alternatif JettyI dan II
A
4.2. Prosedur Penelitian
Diagram alir gambar 4.1 menggambarkan mengenai tahap-tahap pengerjaan
pada tugas akhir ini. Adapun uraian diagram alir dijelaskan seperti di bawah ini:
1. Studi Literatur
Pada tahap ini, penulis melakukan studi literatur dari beberapa jurnal nasional
maupun internasional dan buku untuk memahami lebih dalam mengenai
perancangan bangunan jetty. Mulai dari pengertian, faktor yang mempengaruhi,
hingga tahap-tahap perencanaannya. Proses pemahaman ini dilakukan dengan
mencari sumber bacaan, membaca dan kemudian memahaminya. Setelah itu,
berbagai informasi tersebut kemudian dikaitkan dengan kondisi dan
permasalahan yang terdapat pada laporan kerja praktik ini.
2. Pengumpulan Data
Dalam tahap ini, peneliti menggunakan data sekunder yang didapatkan dari
hasil penelitian maupun pengukuran yang dilakukan pihak lain. Data-data tersebut
meliputi :
1. Batimetri
2. Pasang Surut
3. Data sedimen
4. Data Angin & Gelombang
5. Arus
Selain itu, peneliti juga mengumpulkan data primer yang berupa dokumentasi
lokasi penelitian.
3. Perancangan Jetty
Dalam tahap ini, peneliti melakukan perhitungan berat butir batu pelindung,
tebal lapis pelindung, jumlah butir batu, diameter batu, lebar bangunan jetty
dan berat butir batu pondasi dan pelindung kaki bangunan (Toe Protection).
Peneliti membuat 2 alternatif desain jetty perpanjangan PLTGU Grati.
4. Pemodelan Jetty menggunakan Software SAP2000
Dalam pemodelan, peneliti melakukan :
a) Input Model
b) Simulasi Model
c) Analisa Beban Gelombang dan Stabilitas Struktur Jetty
d) Membandingkan Hasil Pemodelan Variasi Jetty I dan II
5. Analisa Settlement dan Daya Dukung Tanah
Setelah dimodelkan menggunakan SAP2000, peneliti lalu menganalisa
settlement yang mungkin terjadi pada variasi jetty I dan II. Selain itu, peneliti
juga menghitung daya dukung tanah dari variasi jetty I dan II.
6. Perbandingan Variasi Jetty I dan II
Setelah melakukan pemodelan dan perhitungan settlement dan daya dukung
tanah, selanjutnya peneliti akan membandingkan variasi jetty I dan II untuk
mendapatkan alternatif jetty yang paling optimal.
7. Kesimpulan
Pada tahap ini, peneliti akan menampilkan hasil akhir analisis agar peneliti
selanjutnya dapat mengembangkan dan memberikan saran.
8. Persiapan Material Uji
Material yang digunakan adalah plat baja jenis mild steel dengan kode ASTM
36. Spesimen uji dibuat berbentuk segi empat dengan ukuran dan tipe sebagai
berikut:
- Single/doubel weld : Single
- Panjang : 300 mm
- Lebar : 150 mm
- Tebal : 10 mm
9. Proses Pengelasan SMAW
Langkah selanjutnya adalah proses pengelasan. Pengelasan kali ini
menggunakan las jenis SMAW dengan menggunakan jenis elektroda E-6013.
Prosedur pengerjaan pengelasan mengacu pada WPS berdasarkan standar AWS
D1.1 2004 tentang prosedur pengelasan baja. Parameter yang diubah pada proses
pengelasan kali ini adalah arus listrik dan bentuk kampuh, arus listrik tersebut
dilakukan dengan tiga kali percobaan agar didapatkan nilai impact rata-rata untuk
kampuh V dan kampuh U sehingga didapatkan 32 spesimen yang akan digunakan
untuk pengujian selanjutnya, sedangkan tegangan yang digunakan adalah 24 Volt.
Variasi arus listrik yang digunakan adalah :
70 A
90 A
110 A
130 A
Kampuh las V dan U menurut code AWS D1.1 2004
Adapun peralatan yang digunakan dalam proses pengelasan SMAW, yaitu:
Welding Gun
Power source
Tang voltase
Brush
Welding helmet
Welding glove
Masker
Thermokopel
Stopwatch
Meteran
10. Dilakukan uji kualitas las dengan menggunakan uji NDT (non
destructive test) untuk mengetahui apakah ada cacat atau tidak pada material Baja
A36 yang selesai dilas.
11. Dilakukaan uji impact untuk ke 32 spesimen tersebut agar didapatkan
nilai kekuatan impact rata-rata.
12. Selanjutnya dilakukan analisa dan pembahasan mengenai data hasil
pengujian tersebut tentang arus dan bentuk kampuh yang tepat untuk memperoleh
kekuatan impact yang baik untuk proses pengelasan SMAW.
13. Kemudian untuk selanjutnya dapat membuat kesimpulan yang sesuai
dengan perumusan masalah dalam penelitian ini dan memberikan saran untuk
penelitian selanjutnya sebagai penyempurnaan penelitian ini.
V. DAFTAR PUSTAKA
Anam, Muhammad Saiful. 2009. “Analisa Perilaku Tegangan Sisa Dan SudutDistorsi Pada Sambungan Fillet Dengan Variasi Tebal Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga”. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
ASME section II. 2001. “Materials”. New York : The American Society of Mechanical Engineers New York.
ASME section IX. 2001. “Qualification Standard For Welding And Brazing Procedures, Welders, Brazers, And Welding And Brazing Operators”. New York : The American Society of Mechanical Engineers New York.
Bradley, GR., James, MN. 2000. “Geometry and Microstructure of Metal Inert Gas and Friction Stir Welded Aluminium Alloy”.5383-H321”.
Genculu, Semih. 2007. Structural Steel Welding. Dakota : PDH Center.
Gery , D., Long, h., Maropoulos, p. 2005. “Effects of welding speed, energy input and
heat source distribution on temperature variations in butt joint welding”.
Journal of Materials Processing Technology. 167 : 393–401
James, M.N., Hughes, D.J., Hattingh, D.G., Mills G., Webster, P.J. 2009. “Residual stress and strain in MIG butt welds in 5083-H321 aluminium: As-welded and fatigue cycled”. International Journal of Fatigue 31 (2009) 28–40
Long, H., Gery, D., Carlier, A., Maropoulos, P.G. 2009. “Prediction of welding distortion in butt joint of thin plates”. Materials and Design 30 (2009) 4126–4135
Katsas, S., Nikolaou, J., Papadimitriou, G. 2005. “Microstructural changes
accompanying repair welding in 5xxx aluminium alloys and their effect on the mechanical properties”. Materials and Design 27 (2006) 968–975
Sonawan, Hery, Suratman R. 2003 “Pengelasan Logam”. Bandung
Okumura T, Wiryosumarto H. 1994 “Teknologi Pengelasan Logam=WeldingEngineering”.Jakarta : Pradnya Paramita.
VI. SISTEMATIKA LAPORAN/BUKU TUGAS AKHIR
Sistematika yang digunakan dalam tugas akhir ini, antara lain:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini, menjelaskan tentang hal apa saja yang melatarbelakangi sehingga studi
ini dilakukan, permasalahan apa yang akan dibahas, tujuan yang ingin dicapai, manfaat
yang diperoleh dari studi ini, batasan-batasan masalah yang diterapkan, dan sistematika
penulisan yang digunakan dalam tugas akhir ini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
Selama proses pengerjaan dan penyelesaian tugas akhir ini, penulis menggunakan
dasar-dasar teori, berbagai macam persamaan dan rumus, sehingga dalam bab ini akan
dicantumkan hal-hal tersebut sebagai tinjauan pustaka.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini lebih menguraikan tentang tahapan-tahapan dan metode yang digunakan untuk
mengerjakan tugas akhir ini.
BAB IV ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN
Pada bab ini membahas bagaimana untuk menyelesaikan permasalahan yang diangkat
dalam tugas akhir ini. Selain itu, validasi, analisis, pengolahan, dan pembahasan data
hasil dari output perhitungan juga akan dibahas pada bab ini.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi kesimpulan dari tugas akhir, hasil dari analisis, pembahasan yang dilakukan
serta saran-saran yang perlu diberikan untuk penelitian lebih.Bab ini juga untuk
menjawab permasalahan yang telah di rumuskan pada Bab I.
VII. RENCANA KEGIATAN TUGAS AKHIR
No. KEGIATANBULAN KE-
1 2 3 4 5 6
1 Studi Literatur
2Penelitian dan Pengumpulan
Data
3 Pengolahan Data
4 Analisa Data
5Penyusunan Laporan Tugas
Akhir
VIII. HASIL EVALUASI PROPOSAL TUGAS AKHIR
Setelah membaca, mempelajari, dan menimbang rancangan usulan penelitian
ini, maka Tim Dosen tersebut pada daftar di bawah ini memutuskan untuk: (Lingkari
salah satu pilihan di bawah ini)
1. Menolak dan diganti judulnya.
2. Menerima tanpa perbaikan / syarat.
3. Menerima dengan perbaikan / syarat.
Dengan Dosen pembimbing sebagai berikut :
1. Herman Pratikno, S.T., MT., Ph.D
2. ..... .
IX. DAFTAR PERBAIKAN PROPOSAL TUGAS AKHIR
No Nama Tanggal Tanda Tangan
1.
2.
3.
4.
X. PENGESAHAN
Nama mahasiswa : M Syujuan Al Khotasa
NRP : 4312100085
Judul : “Analisa Pengaruh Variasi Arus dan Bentuk Kampuh
pada Pengelasan SMAW Terhadap Kekuatan Impact Sambungan Butt Joint pada Plat
Baja A36”.
Mengetahui dan Menyetujui :
Surabaya,10 November 2015
Ketua Jurusan Teknik Kelautan
FTK - ITS
Dr. Eng. Rudi Walujo Prastianto, S.T. ,M.T.NIP : 19710508 199703 1 001
Dosen Pembimbing I
Herman Pratikno, S.T., MT.Ph.D197304152000031001