Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

40
PROPOSAL TUGAS AKHIR (MO 141326) I. RINGKASAN 1. PENGUSUL a. Nama Mahasiswa : Puspa Devita Mahdika Putri b. NRP : 4312100015 c. Batas Waktu Studi : 7 (tujuh) Semester d. Jumlah SKS yang telah lulus : 129 SKS e. IPK rata-rata : 3,45 2. CALON DOSEN PEMBIMBING Nama : Suntoyo, S.T., M.Eng., Ph.D. NIP : 197107231995121001 3. MATERI PENELITIAN a. Judul Tugas Akhir Analisa Beban Gelombang pada Dinding Vertikal Struktur Perpanjangan Jetty PLTGU Grati b. Ikhtisar Penelitian Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Grati yang terletak di Kecamatan Lekok, Pasuruan memiliki 2 buah jetty. Kedua jetty ini digunakan sebagai water intake canal untuk meminimalisir adanya pengendapan sehingga air laut dapat masuk dengan mudah. Meski sudah dibangun, pihak perusahaan masih kerap melakukan pengerukan karena pengendapan yang terjadi di sekitar kanal. Hal ini diduga berasal dari kesalahan perencanaan desain bangunan jetty yang mencakup panjang, lebar dan

Transcript of Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

Page 1: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

PROPOSAL TUGAS AKHIR

(MO 141326)

I. RINGKASAN

1. PENGUSUL

a. Nama Mahasiswa : Puspa Devita Mahdika Putrib. NRP : 4312100015c. Batas Waktu Studi : 7 (tujuh) Semesterd. Jumlah SKS yang telah lulus : 129 SKSe. IPK rata-rata : 3,45

2. CALON DOSEN PEMBIMBING

Nama : Suntoyo, S.T., M.Eng., Ph.D.NIP : 197107231995121001

3. MATERI PENELITIAN

a. Judul Tugas Akhir

Analisa Beban Gelombang pada Dinding Vertikal Struktur Perpanjangan Jetty

PLTGU Grati

b. Ikhtisar Penelitian

Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Grati yang terletak di

Kecamatan Lekok, Pasuruan memiliki 2 buah jetty. Kedua jetty ini digunakan

sebagai water intake canal untuk meminimalisir adanya pengendapan sehingga air

laut dapat masuk dengan mudah. Meski sudah dibangun, pihak perusahaan masih

kerap melakukan pengerukan karena pengendapan yang terjadi di sekitar kanal. Hal

ini diduga berasal dari kesalahan perencanaan desain bangunan jetty yang

mencakup panjang, lebar dan peletakan sudut bangunan terhadap arah datang

gelombang. Sehingga dibuatlah modifikasi layout perpanjangan jetty yang baru.

Dengan layout yang baru ini, maka diperlukan analisa desain jetty yang sesuai agar

konstruksinya bisa stabil dan berdiri kokoh.

c. Tempat Pelaksanaan Penelitian

Tempat pengerjaan penelitian dari Tugas Akhir ini terletak di kawasan PTGU Grati

yang berlokasi di Jalan Raya Surabaya Probolinggo, Desa Wates, Kecamatan

Lekok, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.

Page 2: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

BAB II

PENDAHULUAN

2.1. Latar Belakang Masalah

Jetty adalah bangunan yang biasa digunakan untuk mencegah adanya

sedimentasi. Sedimentasi berlebih akan menyebabkan adanya pengendapan sehingga

terjadi pendangkalan. Dengan adanya jetty, maka transpor sedimen di sepanjang pantai

akan terhalang.

Namun saat ini jetty bukan hanya digunakan sebagai pelindung pantai, tapi juga

digunakan untuk proses industri yang memerlukan air laut untuk sistem pendingin

mesin pembangkit. Sistem ini biasa disebut dengan water intake canal. Salah satu

perusahaan yang menggunakan jetty untuk perlindungan water intake canal adalah

Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PTLGU) Grati (Priyantoro, 2012).

PTLGU Grati merupakan Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Perak-Grati milik

PT. Indonesia Power yang terletak di Desa Wates, Kecamatan Lekok, Kabupaten

Pasuruan, Jawa Timur. Lokasi ini terletak di tepi perairan Selat Madura yang memiliki

tingkat sedimentasi yang cukup besar. Salah satu proyek yang beroperasi adalah Grati

Combined Cycle Power Plant and Gas Power Plant yang menggunakan bahan bakar

minyak diesel dan gas natural. Grati Power Plant terdiri dari satu unit Pembangkit

Listrik Tenaga Gas dan Uap dan tiga generator turbin gas yang digunakan dalam siklus

terbuka. Pembangkit listrik yang telah beroperasi sejak tahun 2002 ini dibangun di

lahan seluas 70 hektar yang terdiri dari 35 hektar daerah pantai dan 35 hektar lahan

reklamasi.

Dalam prosesnya, pembangkit listrik ini memerlukan sistem pendingin water

intake canal untuk mendinginkan mesin steam turbin. Sistem pendingin yang memiliki

sebuah pintu kanal ini menggunakan air laut yang dipompa masuk menuju kondensor.

Water intake canal ini berupa dua buah jetty yang dibangun sejajar sebagai pintu

masuk air laut yang selanjutnya digunakan untuk mendinginkan mesin. Selain itu

water intake canal ini juga berfungsi mencegah terjadinya sedimentasi yang

mengganggu jalannya air laut yang masuk menuju sistem pendingin.

Meski telah dibangun dua jetty, Damerianne dkk. (2013) dalam penelitiannya

menyebutkan bahwa hampir setiap tahun pihak perusahaan melakukan pengerukan di

daerah water intake canal karena adanya sedimentasi berlebih dari daerah sekitar

Page 3: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

menuju kanal. Kondisi ini menyebabkan penumpukan sedimen di area water intake

canal yang terus mengendap sehingga debit aliran air yang masuk menuju sistem

pendingin mesin pun berkurang dan kegiatan pemompaan air menuju sistem pendingin

juga terganggu.

Gambar 2.1. Jetty PLTGU Grati

Menurut Priyantoro dkk. (2012), penyebab adanya sedimentasi tersebut diduga

berasal dari kesalahan perencanaan desain bangunan jetty yang mencakup panjang,

lebar dan peletakan sudut bangunan terhadap arah datang gelombang. Sehingga perlu

dilakukan evaluasi dan melakukan modifikasi jetty. Selain itu, faktor perubahan arah

angin juga berdampak pada meningkatnya sedimentasi di sekitar jetty. Sehingga perlu

dilakukan evaluasi sedimentasi dari bangunan jetty eksisting dan melakukan

modifikasi untuk meminimalisir adanya sedimentasi sehingga pengerukan tidak perlu

lagi dilakukan agar biaya perawatan water intake canal yang dilakukan perusahaan

bisa direduksi.

Pola pergerakan transpor sedimen yang terjadi dipengaruhi oleh arus dan

gelombang. Karena gelombang dibangkitkan oleh angin, maka pengaruh angin juga

sangat signifikan dalam hal ini. Berdasarkan penelitian Atikasari (2015), data angin

sekunder selama 10 tahun dari tahun 2004 hingga tahun 2014, diketahui bahwa arah

dominan angin berasal dari tenggara menuju ke barat daya. Sementara itu, penelitian

yang dilakukan Priyantoro (2013) menyatakan bahwa jetty kondisi eksisting

Page 4: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

menggunakan data angin 10 tahun mulai dari tahun 1981 hingga tahun 1992 dengan

arah angin dominan menuju ke tenggara. Dan pada tahun 2001 sampai 2010, arah

angin dominan berubah dari arah tenggara menuju barat daya.

Ketiga penelitian tersebut dilakukan di lokasi yang sama namun dengan metode

dan luaran yang berbeda. Priyantoro dkk. (2012) dan Atikasari (2015) melakukan

penelitian untuk mendapatkan perubahan volume sedimentasi dan modifikasi layout

jetty yang sesuai. Namun, perbedaan keduanya terletak pada data angin yang

digunakan untuk penelitian. Sementara itu penelitian Damerianne dkk. (2013)

dilakukan untuk mencari laju sedimentasi dan menentukan besar volume deposit

(sedimen) yang harus dikeruk selama kurun waktu enam bulan. Ketiganya sama-sama

melakukan analisis laju sedimentasi, namun perbedaan yang sangat signifikan terdapat

pada penelitian yang dilakukan oleh Priyantoro dkk. (2012), yaitu hanya sebesar

29.275,53 m3 per tahun. Hasil ini didapatkan dari analisis sedimentasi dengan

menggunakan software SMS (Surface Water Modelling System). Sedangkan laju

sedimentasi yang didapatkan dari hasil penelitian Damerianne dkk. (2013) adalah

sebesar 43.714,20 m3 dalam enam bulan, yang berarti adalah 87.428,40 m3 dalam satu

tahun. Hasil yang didapatkan Damerianne dkk. (2013) ini tidak jauh berbeda dengan

hasil penelitian Atikasari (2015) yang menyatakan bahwa laju sedimentasi PLTGU

Grati adalah 88.509,82 m3 per tahun.

Untuk modifikasi layout jetty, hasil penelitian Atikasari (2015) dan Priyantoro

dkk. (2012) sama-sama menyatakan bahwa jetty kondisi eksisting harus diperpanjang.

Untuk itulah perlu adanya analisis dimensi jetty dan beban gelombang yang bekerja

pada dinding vertikal struktur perpanjangan jetty PLTGU Grati. Oleh karena itu, tugas

akhir ini akan membahas tentang analisis dimensi jetty dan beban gelombang dengan

menggunakan simulasi pemodelan software SAP2000. Pada analisis ini, digunakan

modifikasi layout jetty dari hasil penelitian Atikasari (2015).

2.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang diambil dalam

tugas akhir ini adalah :

1. Bagaimanakah beban gelombang yang terjadi pada dinding vertikal struktur

perpanjangan jetty PLTGU Grati ?

Page 5: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

2. Bagaimanakah settlement dan daya dukung tanah pada struktur perpanjangan jetty

PLTGU Grati ?

3. Desain alternatif jetty manakah yang paling sesuai untuk layout jetty PTGU

Grati ?

2.3. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Mengetahui beban gelombang pada dinding vertikal struktur perpanjangan jetty

PLTGU Grati.

2. Mengetahui settlement dan daya dukung tanah struktur perpanjangan jetty PLTGU

Grati.

3. Menemukan desain alternatif jetty yang paling sesuai untuk layout jetty PTGU

Grati.

2.4. Manfaat

Manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk memberikan solusi berupa desain

alternatif jetty yang sesuai dengan layout perpanjangan jetty PLTGU Grati sehingga

dapat mengurangi dan mencegah adanya transpor sedimen berlebih di sekitar water

intake canal PLTGU Grati.

2.5. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah :

1. Data Lingkungan yang digunakan merupakan data sekunder

2. Layout jetty yang digunakan adalah hasil dari penelitian sebelumnya

3. Laju sedimentasi didapatkan dari hasil penelitian sebelumnya

4. Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) tidak dilakukan

5. Software yang digunakan adalah SAP2000.

6. Tidak membahas detail sistem pendinginan mesin pada steam turbin dan

pemompaan air di kondensor.

Page 6: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA & DASAR TEORI

3.1. Tinjauan Pustaka

Pada dasarnya, jetty adalah bangunan yang digunakan untuk mengurangi

adanya sedimentasi yang menyebabkan pendangkalan di muara sungai. Namun, saat

ini jetty ternyata juga dimanfaatkan utuk melindungi area industri yang memanfaatkan

air laut dalam prosesnya, seperti water intake canal. Salah satu perusahaan yang

memanfaatkan jetty untuk hal ini adalah Perusahaan Listrik Tenaga Gas dan Uap

(PLTGU) Grati.

Meski sudah memiliki dua buah jetty, namun ternyata sedimentasi masih kerap

terjadi di sekitar water intake canal. Kondisi ini akhirnya membuat pihak perusahaan

untuk melakukan pengerukan setiap tahunnya karena sedimentasi tersebut

menghambat aliran air yang masuk ke dalam water intake canal. Dalam hal ini ,

Damerianne dkk. (2013) akhirnya melakukan penelitian untuk menghitung laju

sedimentasi yang terjadi beserta mendapatkan volume deposit (sedimen) yang harus

dikeruk selama kurun waktu 6 bulan.

Priyantoro dkk. (2012) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa penyebab

adanya sedimentasi tersebut diduga berasal dari kesalahan perencanaan desain

bangunan jetty yang mencakup panjang, lebar dan peletakan sudut bangunan terhadap

arah datang gelombang. Sehingga perlu dilakukan evaluasi dan melakukan modifikasi

jetty. Selain itu, faktor perubahan arah angin juga berdampak pada meningkatnya

sedimentasi di sekitar jetty. Sehingga perlu dilakukan evaluasi sedimentasi dari

bangunan jetty eksisting dan melakukan modifikasi untuk meminimalisir adanya

sedimentasi sehingga pengerukan tidak perlu lagi dilakukan agar biaya perawatan

water intake canal yang dilakukan perusahaan bisa direduksi. Sebuah penelitian

lainnya yang dilakukan Atikasari (2015) menyatakan bahwa jetty eksisting harus

diperpanjang sehingga sedimentasi tersebut dapat dikurangi.

Ketiganya sama-sama menganalisis laju sedimentasi pada lokasi yang sama ,

namun dengan metode dan luaran yang berbeda. Jika Damerianne dkk. (2013) hanya

meneliti laju sedimentasi dan volume sedimen yang harus dikeruk, penelitian

Priyantoro dkk. (2012) dan Atikasari (2015) justru telah menghasilkan variasi

modifikasi layout perpanjangan jetty untuk PLTGU Grati.

Page 7: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

Berdasarkan kondisi tersebut, penulis pun melakukan pengembangan dengan

menganalisa beban gelombang yang terjadi pada dinding vertikal struktur

perpanjangan jetty yang sesuai dengan layout penelitian sebelumnya. Setelah itu,

dilakukan pula analisa settlement dan daya dukung tanah untuk desain variasi jetty

perpanjangan sehingga nantinya dapat dipilih konstruksi jetty manakah yang paling

stabil.

3.2. Dasar Teori

3.2.1. Jetty

Dalam penelitiannya, Tawas dkk. (2013) menyebutkan bahwa jetty adalah

bangunan pelindung pantai yang tegak lurus dengan garis pantai dan diletakkan pada

satu atau kedua sisi muara sungai. Bangunan ini biasanya dimanfaatkan untuk

mencegah adanya luapan air sungai oleh endapan sedimen pantai. Penanggulangan

penutupan muara dibedakan atas penanggulangan untuk lalu lintas kapal (jetty

panjang) dan penanggulangan penutupan mulut muara yang menyebabkan banjir (jetty

pendek).

Pada pantai berpasir, Triatmodjo (1999) menjelaskan bahwa pembuatan jetty

yang menjorok cukup jauh ke laut dapat menyebabkan terhalangnya transpor sedimen

sepanjang pantai. Akibatnya, sedimen yang bergerak sepanjang pantai. Akibatnya,

sedimen yang bergerak dari sebelah kiri akan terhalang oleh jetty, sehingga

pengendapan terjadi di daerah tersebut. Daerah di sebelah kanannya, gelombang yang

datang membentuk sudut terhadap garis pantai menyebabkan terjadi arus sepanjang

pantai. Arus tersebut dapat mengangkut sedimen. Tetapi di daerah ini tidak

mendapatkan suplai sedimen, kerana sedimen yang bergerak dari sebelah kiri terhalang

oleh bangunan. Akibatnya, pantai di sebelah kanan jetty akan mengalami erosi.

Gambar 3.1. Pengaruh Jetty Terhadap Pantai di Sekitarnya

(Sumber : Triatmodjo, 1999)

Page 8: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

Apabila dibagi berdasarkan fungsinya, jetty memiliki tiga tipe yaitu jetty

pendek, jetty sedang dan jetty panjang. Menurut Triatmodjo (1999), jetty pendek

biasanya digunakan untuk menahan berbeloknya muara sungai dan

mengkonsentrasikan aliran pada alur yang telah ditetapkan untuk bisa mengerosi

endapan, sehingga pada awal musim penghujan di mana debit besar (banjir) belum

terjadi, muara sungai telah terbuka. Sementara itu, jetty sedang biasanya digunakan

untuk menahan sebagian transpor sedimen sepanjang pantai. Sedangkan untuk jetty

panjang, biasanya digunakan untuk menghalangi masuknya sedimen ke muara. Jetty

umumnya dibangun dengan ujung yang berada di luar gelombang pecah.

Gambar 3.2. Beberapa Tipe Jetty

(Sumber: Triatmodjo, 1999)

Dalam penelitiannya, Jatmoko (2013) menyebutkan terdapat dua jenis

bangunan jetty yaitu rigid structure dan flexible structure. Rigid structure adalah jenis

konstruksi yang tidak bergerak dan mempunyai struktur masif. Selain itu, jenis ini juga

mudah dan cepat dalam hal pemasangan, dengan harga konstruksi yang lebih murah

dan biaya pemeliharaannya yang lebih rendah. Kekurangan jetty jenis ini adalah

prosedur perencanaan yang rumit karena saat terjadi bencana kerusakan secara tiba-

tiba dan total, sulit untuk usaha perbaikannya. Sementara itu, flexible structure

merupakan jenis konstruksi yang bisa bergerak dan mudah dalam perencanaannya.

Page 9: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

Strukturnya relatif sederhana dan memiliki faktor stabilitas tinggi sehingga bisa

mengabsorpsi sebagian besar energi gelombang yang menghantam permukaan

bangunan agar bangunan masih tetap berfungsi. Selain itu, struktur jenis ini lebih

mudah dalam proses perbaikan. Meski demikian, terdapat kekurangan pada struktur ini

yaitu memerlukan material (bahan batuan) dengan jumlah volume yang besar untuk

diameter dan kualitas yang diisyaratkan.

3.2.2. Layout Jetty

Penelitian yang dilakukan Atikasari (2015) menyatakan bahwa beberapa hal

yang harus diperhatikan dalam menentukan layout jetty adalah:

a) Panjang Jetty

Jetty dibangun dengan memotong garis pantai (attached). Pada umumnya panjang jetty

dimulai dari garis pantai hingga breaker zone. Hal ini bertujuan untuk menahan

sedimentasi yang mana biasanya sedimentasi terjadi di daerah breaker zone. Namun

bisa juga panjang jetty disesuaikan dengan kondisi kontur dasar laut, manuver kapal,

dsb; sehingga panjang jetty bisa lebih panjang atau lebih pendek dari panjang menuju

breaker zone.

b) Alignment / Layout Jetty

Layout jetty disesuaikan dengan rencana geometri dari muara sungai atau mulut

pelabuhan dan direncanakan dengan ekonomis dan tidak menimbulkan permasalahan

baru disekitar (karena dapat mengakibatkan daerah sekitar terjadi erosi atau

mengganggu navigasi kapal di mulut pelabuhan).

c) Tinggi Jetty

Tinggi jetty diharapkan mampu menahan semua gelombang non overtopping. Namun

bisa saja dipakai kondisi overtopping dengan catatan perlu perencanaan yang lebih

teliti.

d) Permeabilitas

Bangunan jetty diharapkan mampu menahan laju sedimentasi, sehingga permeabilitas

struktur sangat penting terutama pada struktur roublemound. Dengan permeabilitas

yang sekecil mungkin, sedimen tidak dapat masuk kedalam saluran ataupun pelabuhan.

e) Single atau Double Jetty

Karena arah gelombang selalu bergerak tidak hanya pada satu arah saja, maka

umumnya jetty dibuat ganda dengan posisi sejajar. Namun bisa juga hanya dibuat di

Page 10: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

salah satu sisi saja pada arah gelombang dominan, tapi biasanya sedimentasi masih ada

yang masuk kedalam saluran.

3.2.3. Perencanaan Jetty

Dalam perencanaan jetty, yang terpenting adalah melakukan perhitungan berat

butir batu pelindung, tebal lapis pelindung, jumlah butir batu, diameter batu, lebar

bangunan jetty dan berat butir batu pondasi dan pelindung kaki bangunan (Toe

Protection). Semuanya dijelaskan secara rinci di buku Triatmodjo (1999) dan Shore

Protection Manual (1984).

a) Perhitungan Berat Butir Batu Pelindung

Bagian kepala bangunan memerlukan berat butir batu pelindung yang lebih besar

daripada bagian lengan bangunan. Hal ini mengingat bahwa kepala bangunan dapat

menerima serangan gelombang dari berbagai arah. Nilai KD untuk bagian kepala

bangunan lebih kecil daripada nilai KD di lengan bangunan. Berat butir batu pelindung

dihitung dengan rumus Hudson dan Jackson 1962 berikut:

(3.1)

b) Perhitungan Tebal Lapis Pelindung

Dalam perencanaan jetty dibuat dalam 3 layer, yaitu lapis pelindung, lapis lindung

kedua, dan lapis inti, dengan rumus tebal lapis pelindung berikut:

(3.2)

c) Perhitungan Jumlah Butir Batu

(3.3)

d) Perhitungan Diameter Batu

(3.4)

Page 11: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

e) Perhitungan Lebar Bangunan Jetty

(3.5)

f) Berat Butir Batu Pondasi dan Pelindung Kaki Bangunan (Toe Protection)

(3.6)

Gambar 3.2. Stability Number untuk Pondasi dan Pelindung Kaki

(Sumber: Triatmodjo, 1999)

3.2.4. Material Konstruksi Jetty

Material konstruksi jetty, dalam penelitian Atikasari (2015) disebutkan bahwa

terdiri dari:

1. Rouble Mound Jetties

Keuntungan penggunaan material batuan antara lain:

Page 12: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

a) Settlement yang terjadi dapat diredam oleh material penyusunnya.

b) Mudah diperbaiki apabila terjadi kerusakan.

c) Material penyususn dapat menyerap energi gelombang.

2. Sheet Pile Jetties

Konstruksi jetty dengan menggukanan sheetpile dapat digolongkan menjadi dua

kondisi, yaitu:

a) Sheetpile pada satu sisi, dapat digunakan tie-rod dan batter pile sebagai

pendukung stabilitas sheetpile.

b) Sheetpile dua sisi, antara kedua sisi sheetpile dapat diikat dengan tie-rod atau

keduanya berdiri sendiri. Ruangan diantara sheetpile dapat diisi dengan

material pasir atau kerikil.

3. Concrete Structure Jetties

Konstruksi jetty yang terbuat dari beton biasanya digunakan sebagai tempat

bertambatnya kapal. Namun harus dilengkapi dengan dolphin atau access bridge.

3.2.5. Gelombang

Dalam penelitiannya, Tawas (2013) menyatakan bahwa gelombang di laut bisa

dibangkitkan oleh angin (gelombang angin), gaya tarik matahari dan bulan (pasang surut),

letusan gunung berapi atau gempa di laut (tsunami), dan lain sebagainya. Gelombang dapat

menimbulkan energi untuk membentuk pantai, menimbulkan arus dan transpor sedimen dalam

arah tegak lurus dan sepanjang pantai, serta menyebabkan gaya-gaya yang bekerja pada

bangunan pantai. Pasang surut juga merupakan faktor penting karena bisa menimbulkan arus

yang cukup kuat terutama di daerah yang sempit, misalnya di teluk, estuari, dan muara sungai.

Selain itu elevasi muka air pasang dan air surut juga penting untuk merencanakan bangunan-

bangunan pantai.

Djatmiko (2012) dalam bukunya menjelaskan terdapat 2 teori gelombang yang saat ini

dipakai untuk berbagai analisa bangunan laut yaitu teori gelombang reguler dan teori

gelombang acak.

1. Teori Gelombang Reguler

Gelombang sebagaimana halnya dengan fluida dinamis yang lain dapat dipandang sebagai

aliran fluida cair yang mempunyai pola khas yang dapat diformulasikan secara matematis

dengan mempertimbangkan kaidah-kaidah dan hukum-hukum tertentu, sebagaimana

dijelaskan dalam teori mekanika fluida dan hidrodinamika oleh Mc Cormick (1973) dan Le

Mehaute (1969). Perumusan yang paling sederhana dari gelombang laut adalah dalam

Page 13: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

bentuk osilasi sinusoidal seperti diperkenalkan Airy (1845). Teori ini didasarkan pada

asumsi bahwa tinggi gelombang adalah relatif kecil bila memberikan komponen kecepatan

pada arah tersebut.

2. Teori Gelombang Acak

Gelombang yang terjadi di laut sebagian besar disebabkan oleh angin. Bila dikaji lebih

mendalam, gelombang tersebut terbentuk oleh mekanisme adanya tekanan atau frictional

drag antara angin dan permukaan laut yang diikuti perpindahan energi dari angin ke air laut

seperti yang dijelaskan Philips (1957) dan Miles (1957). Partikel-partikel air akan

digerakkan dari posisi awalnya oleh angin dalam orbit berupa lingkaran.

3.2.6. Pasang Surut

Pasang surut air laut merupakan perubahan ketinggian muka air laut terhadap

fungsi waktu yang disebabkan karena adaya pergerakan gaya tarik matahari, bulan, dan

benda langit lain terhadap perputaran bumi, seperti yang diperkenalkan Pratikto dkk.

(1997). Karena jarak bulan lebih dekat dengan bumi, maka pengaruh gaya gravitasi

bulan terhadap bumi lebih besar dibandingkan dengan pengaruh gravitasi matahari

terhadap bumi. Ketika bulan bergerak mengitari bumi, kekuatan gravitasinya menarik

air yang paling dekat dari posisinya. Menurut Triatmodjo (1999), gaya tarik bulan yang

mempengaruhi pasang surut adalah 2,2 kali lebih besar daripada gaya tarik matahari

Elevasi muka air pada saat terjadi kejadian pasang surut sangat penting dalam

perencanaan bangunan pelindung pantai. Selain elevasi muka air laut, pasang surut

juga berpengaruh untuk menentukan besarnya transpor sedimen yang terjadi pada

perencanaan bangunan pantai. Pada saat terjadi pasang, elevasi muka air laut berada

pada posisi tertinggi sehingga volume air yang terjadi juga lebih besar. Oleh karena

volume air yang besar sehingga gelombang yang dihasilkan juga lebih besar.

Gelombang inilah yang akan mengangkut material sedimen menuju bangunan pantai,

semakin besar gelombang yang terjadi maka semakin banyak pula angkutan sedien

yang terbawa menuju bangunan pantai. Kondisi inilah yang akan mempengaruhi pola

transpor sedimen yang terjadi di sekitar bangunan pantai.

Kustyawan (2007) menjelaskan tentang tipe pasang surut secara umum

dibedakan menjadi empat, yaitu pasang surut harian tunggal (diurnal tide), pasang

surut harian ganda (semidiurnal tide), pasang surut campuran condong harian tunggal,

dan pasang surut condong ke harian ganda. Namun pada dasarnya bentuk pasang surut

di berbagai daerah tidaklah sama. Untuk lebih jelasnya, tipe pasang surut antara lain:

Page 14: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

a. Pasang surut tunggal (diurnal tide)

Pasang surut ini terjadi satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut.

Periode pasang surut adalah 24 jam 50 menit.

b. Pasang surut harian ganda (semidiurnal tide)

Pasang surut ini terjadi dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air

surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan

secara teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit. Pasang surut

ini terdapat di Selat Malaka sampai Laut Andaman.

c. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal)

Pasang surut yang dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut

tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali

surut dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda.

d. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing semidiurnal)

Pada tipe pasang surut ini dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali

air surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda.

Triatmodjo (1999) menjelaskan apabila elevasi ketinggian muka air ketika terjadi

pasang surut selalu berubah setiap saat, maka diperlukan suatu elevasi yang ditetapkan

berdasarkan data pasang surut, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman dalam

perencanaan bangunan pantai. Beberapa elevasi ketinggian muka air ketika pasang

surut antara lain:

a) Muka air laut tinggi (high water level (HWL)), mukai air tertinggi yang dicapai

pada saat air pasang dalam satu siklus pasang surut.

b) Muka air rendah (low water Level (LWL)), kedudukan air terendah yang dicapai

pada saat air surut dalam satu siklus pasang surut.

c) Muka air tinggi rerata (mean high water level (MHWL)), adalah rerata dari muka

air tinggi selama periode 19 tahun.

d) Muka air rendah rerata (mean low water level (MLWL)), adalah rerata dari muka

air rendah selama periode 19 tahun.

e) Muka air laut rerata (mean sea level (MSL)), adalah muka air rerata antara muka

air tinggi rerata dan muka air rendah rerata. Elevasi ini digunakan sebagai

referensi elevasi di daratan.

Page 15: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

f) Muka air tertinggi (highest high water level (HHWL)), adalah air tertinggi pada

saat pasang surut purnama atau bulan mati.

g) Air rendah terendah (lowest low water level (LLWL)), adalah air terendah pada

saat pasang surut purnama atau bulan mati.

Beberapa definisi elevasi muka air tersebut banyak digunakan dalam

perencanaan bangunan pantai dan pelabuhan. Misalnya MHWL atau HHWL

digunakan untuk menentukan elevasi puncak pemecah gelombang, dermaga, dsb.

3.2.7. Daya Dukung Tanah

Daya dukung tanah dasar perlu dihitung agar dapat direncanakan pondasi dari

bangunan diatasnya. Dengan demikian keruntuhan akibat kegagalan substructure dapat

dihindarkan. Daya dukung tanah dipengaruhi oleh karakteristik tanah dasar (kohesi, sudut

geser, berat jenis), jenis pondasi yang direncanakan, dan kondisi setempat (misalkan muka

iar tanah). Daya dukung ijin tanah (qa) harus lebih besar dari tegangan yang terjadi akibat

beban struktur diatasnya (qt) atau dalam persamaan dapat dituliskan sebagai:

qt ≤ qall (3.7)

dengan: qt : tegangan akibat beban struktur

qall : daya dukung ijin = qul/FK

qu : daya dukung batas tanah

FK : factor keamanan (nilainya antara 2 – 3), diambil 3

3.2.8. Penurunan Tanah (Settlement)

Untuk menghindari permasalahan penurunan pada reklamasi pantai terhadap

bangunan infrastruktur diatas tanah lunak penurunan konsolidasi merupakan hal

penting untuk diprediksi, sehingga kerugian akibat masalah yang akan timbul dapat

direduksi sekecil mungkin.

Penurunan pada tanah lunak dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

Tanah Normally Consolidated (NC Soil)

(3.8)

Page 16: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

Tanah Over Consolidated (OC Soil)

(3.9)

dengan:

Si : penurunan konsolidasi lapisan tanah pada lapis ke-i

Hi : tebal lapisan tanah lempung ke i

eo : angka pori awal dari lapisan tanah pada lapisan ke-i

cc : Compression index pada lapisan ke-i

cs : Swelling Index dari lapisan tanah lapisan ke-i

po : tekanan tanah vertikal efektif di titik tengah lapisan ke i (effective

overburden pressure)

pc : pre overburden pressure, tegangan konsolidasi effective dimasa lampau

yang dalam kasus ini lebih besar dari pada p0 (dapat dilihat dari kurva hasil uji

konsolidasi)

p : penambahan tegangan vertikal dititik yang ditinjau (di tengah lapisan ke-i)

akibat beban timbunan yang baru. 4-5

Page 17: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Diagram Alir Penelitian

Dalam tugas akhir ini diperlukan diagram alir pengerjaan untuk

mempermudah evaluasi perkembangan. Secara garis besar, pengerjaan tugas akhir

ini dapat dijelaskan dalam diagram alir berikut:

MULAI

Pengumpulan Data Awal1. Batimetri2. Pasang Surut3. Data sedimen4. Data Angin & Gelombang5. Arus6. Dokumentasi

Pemodelan SAP2000

Variasi Alternatif Jetty I

Variasi Alternatif Jetty II

Studi Literatur

Analisa Data dari BMKG

Analisa Refraksi & Gelombang Pecah

Perancangan Jetty

A

Page 18: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

Gambar 4.1 Diagram alir pengerjaan tugas akhir

SimulasiModel

Hasil Pemodelan Variasi Alternatif Jetty

I

Hasil Pemodelan Variasi Alternatif Jetty

II

Analisa Beban Gelombang pada Dinding Vertikal Variasi Alternatif Jetty

I dan II

Kesimpulan

SELESAI

Analisa Settlement dan Daya Dukung Tanah Variasi Alternatif Jetty

I dan II

Perbandingan Variasi Alternatif JettyI dan II

A

Page 19: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

4.2. Prosedur Penelitian

Diagram alir gambar 4.1 menggambarkan mengenai tahap-tahap pengerjaan

pada tugas akhir ini. Adapun uraian diagram alir dijelaskan seperti di bawah ini:

1. Studi Literatur

Pada tahap ini, penulis melakukan studi literatur dari beberapa jurnal nasional

maupun internasional dan buku untuk memahami lebih dalam mengenai

perancangan bangunan jetty. Mulai dari pengertian, faktor yang mempengaruhi,

hingga tahap-tahap perencanaannya. Proses pemahaman ini dilakukan dengan

mencari sumber bacaan, membaca dan kemudian memahaminya. Setelah itu,

berbagai informasi tersebut kemudian dikaitkan dengan kondisi dan

permasalahan yang terdapat pada laporan kerja praktik ini.

2. Pengumpulan Data

Dalam tahap ini, peneliti menggunakan data sekunder yang didapatkan dari

hasil penelitian maupun pengukuran yang dilakukan pihak lain. Data-data tersebut

meliputi :

1. Batimetri

2. Pasang Surut

3. Data sedimen

4. Data Angin & Gelombang

5. Arus

Selain itu, peneliti juga mengumpulkan data primer yang berupa dokumentasi

lokasi penelitian.

3. Perancangan Jetty

Dalam tahap ini, peneliti melakukan perhitungan berat butir batu pelindung,

tebal lapis pelindung, jumlah butir batu, diameter batu, lebar bangunan jetty

dan berat butir batu pondasi dan pelindung kaki bangunan (Toe Protection).

Peneliti membuat 2 alternatif desain jetty perpanjangan PLTGU Grati.

4. Pemodelan Jetty menggunakan Software SAP2000

Dalam pemodelan, peneliti melakukan :

a) Input Model

b) Simulasi Model

c) Analisa Beban Gelombang dan Stabilitas Struktur Jetty

d) Membandingkan Hasil Pemodelan Variasi Jetty I dan II

Page 20: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

5. Analisa Settlement dan Daya Dukung Tanah

Setelah dimodelkan menggunakan SAP2000, peneliti lalu menganalisa

settlement yang mungkin terjadi pada variasi jetty I dan II. Selain itu, peneliti

juga menghitung daya dukung tanah dari variasi jetty I dan II.

6. Perbandingan Variasi Jetty I dan II

Setelah melakukan pemodelan dan perhitungan settlement dan daya dukung

tanah, selanjutnya peneliti akan membandingkan variasi jetty I dan II untuk

mendapatkan alternatif jetty yang paling optimal.

7. Kesimpulan

Pada tahap ini, peneliti akan menampilkan hasil akhir analisis agar peneliti

selanjutnya dapat mengembangkan dan memberikan saran.

Page 21: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

8. Persiapan Material Uji

Material yang digunakan adalah plat baja jenis mild steel dengan kode ASTM

36. Spesimen uji dibuat berbentuk segi empat dengan ukuran dan tipe sebagai

berikut:

Page 22: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

- Single/doubel weld : Single

- Panjang : 300 mm

- Lebar : 150 mm

- Tebal : 10 mm

9. Proses Pengelasan SMAW

Langkah selanjutnya adalah proses pengelasan. Pengelasan kali ini

menggunakan las jenis SMAW dengan menggunakan jenis elektroda E-6013.

Prosedur pengerjaan pengelasan mengacu pada WPS berdasarkan standar AWS

D1.1 2004 tentang prosedur pengelasan baja. Parameter yang diubah pada proses

pengelasan kali ini adalah arus listrik dan bentuk kampuh, arus listrik tersebut

dilakukan dengan tiga kali percobaan agar didapatkan nilai impact rata-rata untuk

kampuh V dan kampuh U sehingga didapatkan 32 spesimen yang akan digunakan

untuk pengujian selanjutnya, sedangkan tegangan yang digunakan adalah 24 Volt.

Variasi arus listrik yang digunakan adalah :

70 A

90 A

110 A

130 A

Kampuh las V dan U menurut code AWS D1.1 2004

Page 23: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc
Page 24: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

Adapun peralatan yang digunakan dalam proses pengelasan SMAW, yaitu:

Welding Gun

Power source

Tang voltase

Brush

Welding helmet

Welding glove

Masker

Thermokopel

Stopwatch

Meteran

10. Dilakukan uji kualitas las dengan menggunakan uji NDT (non

destructive test) untuk mengetahui apakah ada cacat atau tidak pada material Baja

A36 yang selesai dilas.

11. Dilakukaan uji impact untuk ke 32 spesimen tersebut agar didapatkan

nilai kekuatan impact rata-rata.

12. Selanjutnya dilakukan analisa dan pembahasan mengenai data hasil

pengujian tersebut tentang arus dan bentuk kampuh yang tepat untuk memperoleh

kekuatan impact yang baik untuk proses pengelasan SMAW.

13. Kemudian untuk selanjutnya dapat membuat kesimpulan yang sesuai

dengan perumusan masalah dalam penelitian ini dan memberikan saran untuk

penelitian selanjutnya sebagai penyempurnaan penelitian ini.

Page 25: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

V. DAFTAR PUSTAKA

Anam, Muhammad Saiful. 2009. “Analisa Perilaku Tegangan Sisa Dan SudutDistorsi Pada Sambungan Fillet Dengan Variasi Tebal Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga”. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

ASME section II. 2001. “Materials”. New York : The American Society of Mechanical Engineers New York.

ASME section IX. 2001. “Qualification Standard For Welding And Brazing Procedures, Welders, Brazers, And Welding And Brazing Operators”. New York : The American Society of Mechanical Engineers New York.

Bradley, GR., James, MN. 2000. “Geometry and Microstructure of Metal Inert Gas and Friction Stir Welded Aluminium Alloy”.5383-H321”.

Genculu, Semih. 2007. Structural Steel Welding. Dakota : PDH Center.

Gery , D., Long, h., Maropoulos, p. 2005. “Effects of welding speed, energy input and

heat source distribution on temperature variations in butt joint welding”.

Journal of Materials Processing Technology. 167 : 393–401

James, M.N., Hughes, D.J., Hattingh, D.G., Mills G., Webster, P.J. 2009. “Residual stress and strain in MIG butt welds in 5083-H321 aluminium: As-welded and fatigue cycled”. International Journal of Fatigue 31 (2009) 28–40

Long, H., Gery, D., Carlier, A., Maropoulos, P.G. 2009. “Prediction of welding distortion in butt joint of thin plates”. Materials and Design 30 (2009) 4126–4135

Katsas, S., Nikolaou, J., Papadimitriou, G. 2005. “Microstructural changes

Page 26: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

accompanying repair welding in 5xxx aluminium alloys and their effect on the mechanical properties”. Materials and Design 27 (2006) 968–975

Sonawan, Hery, Suratman R. 2003 “Pengelasan Logam”. Bandung

Okumura T, Wiryosumarto H. 1994 “Teknologi Pengelasan Logam=WeldingEngineering”.Jakarta : Pradnya Paramita.

VI. SISTEMATIKA LAPORAN/BUKU TUGAS AKHIR

Sistematika yang digunakan dalam tugas akhir ini, antara lain:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini, menjelaskan tentang hal apa saja yang melatarbelakangi sehingga studi

ini dilakukan, permasalahan apa yang akan dibahas, tujuan yang ingin dicapai, manfaat

yang diperoleh dari studi ini, batasan-batasan masalah yang diterapkan, dan sistematika

penulisan yang digunakan dalam tugas akhir ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

Selama proses pengerjaan dan penyelesaian tugas akhir ini, penulis menggunakan

dasar-dasar teori, berbagai macam persamaan dan rumus, sehingga dalam bab ini akan

dicantumkan hal-hal tersebut sebagai tinjauan pustaka.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini lebih menguraikan tentang tahapan-tahapan dan metode yang digunakan untuk

mengerjakan tugas akhir ini.

BAB IV ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas bagaimana untuk menyelesaikan permasalahan yang diangkat

dalam tugas akhir ini. Selain itu, validasi, analisis, pengolahan, dan pembahasan data

hasil dari output perhitungan juga akan dibahas pada bab ini.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Page 27: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

Berisi kesimpulan dari tugas akhir, hasil dari analisis, pembahasan yang dilakukan

serta saran-saran yang perlu diberikan untuk penelitian lebih.Bab ini juga untuk

menjawab permasalahan yang telah di rumuskan pada Bab I.

VII. RENCANA KEGIATAN TUGAS AKHIR

No. KEGIATANBULAN KE-

1 2 3 4 5 6

1 Studi Literatur

2Penelitian dan Pengumpulan

Data

3 Pengolahan Data

4 Analisa Data

5Penyusunan Laporan Tugas

Akhir

Page 28: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

VIII. HASIL EVALUASI PROPOSAL TUGAS AKHIR

Setelah membaca, mempelajari, dan menimbang rancangan usulan penelitian

ini, maka Tim Dosen tersebut pada daftar di bawah ini memutuskan untuk: (Lingkari

salah satu pilihan di bawah ini)

1. Menolak dan diganti judulnya.

2. Menerima tanpa perbaikan / syarat.

3. Menerima dengan perbaikan / syarat.

Dengan Dosen pembimbing sebagai berikut :

1. Herman Pratikno, S.T., MT., Ph.D

2. ..... .

IX. DAFTAR PERBAIKAN PROPOSAL TUGAS AKHIR

No Nama Tanggal Tanda Tangan

1.

2.

3.

4.

Page 29: Analisa_Beban_Gelombang_pada_Jetty_PLTGU.doc

X. PENGESAHAN

Nama mahasiswa : M Syujuan Al Khotasa

NRP : 4312100085

Judul : “Analisa Pengaruh Variasi Arus dan Bentuk Kampuh

pada Pengelasan SMAW Terhadap Kekuatan Impact Sambungan Butt Joint pada Plat

Baja A36”.

Mengetahui dan Menyetujui :

Surabaya,10 November 2015

Ketua Jurusan Teknik Kelautan

FTK - ITS

Dr. Eng. Rudi Walujo Prastianto, S.T. ,M.T.NIP : 19710508 199703 1 001

Dosen Pembimbing I

Herman Pratikno, S.T., MT.Ph.D197304152000031001