Analisa Terhadap 146 Pasien Dengan Kesulitan Pada Laparoskopi Kolesistektomi

14
Analisa terhadap 146 pasien dengan kesulitan pada laparoskopi kolesistektomi Orthan Bat Departement of General Surgery, Kanuni S.S Training and Research Hospital, Istanbul, Turkey Abstrak Pendahuluan: Laparoskopi Kolesistetkomi (LC) sangat sering dilakukan pada operasi intervensi. Kolesistisis akut atau kronik, perlengketan akibat operasi abdomen bagian atas sebelumnya. Mirrizi’s syndrome dan obesitas merupakan kondisi klinis umum yang dapat dikaitkan dengan kesulitan kolesistektomi. Pada studi ini, kami telah mengevaluasi dan menilai pasien-pasien dengan kesulitan saat operasi eksplorasi sewaktu laparoskopi kolesistektomi. Materi dan Metode: Semua pasien yang menjalani LC dari tahun 2010 sampai 2015 secara retrospektif dikaji. Bedasarkan penemuan intraoperatif, kasus DLC telah dideskripsikan dan diklasifikasiakn. Kesulitan kelas I: Perlengketan dari omentum majus, colon transversum, kantung empedu dari duodenum ke fundus. Kesulitan kelas II: Perlengketan pada segita Calot dan kesulitan dalam mendiseksi arteri sistik dan duktus sistikus. Kesulitan 1

description

digestive surgery

Transcript of Analisa Terhadap 146 Pasien Dengan Kesulitan Pada Laparoskopi Kolesistektomi

Page 1: Analisa Terhadap 146 Pasien Dengan Kesulitan Pada Laparoskopi Kolesistektomi

Analisa terhadap 146 pasien dengan kesulitan pada laparoskopi

kolesistektomi

Orthan Bat

Departement of General Surgery, Kanuni S.S Training and Research

Hospital, Istanbul, Turkey

Abstrak

Pendahuluan: Laparoskopi Kolesistetkomi (LC) sangat sering dilakukan pada

operasi intervensi. Kolesistisis akut atau kronik, perlengketan akibat operasi

abdomen bagian atas sebelumnya. Mirrizi’s syndrome dan obesitas merupakan

kondisi klinis umum yang dapat dikaitkan dengan kesulitan kolesistektomi. Pada

studi ini, kami telah mengevaluasi dan menilai pasien-pasien dengan kesulitan

saat operasi eksplorasi sewaktu laparoskopi kolesistektomi.

Materi dan Metode: Semua pasien yang menjalani LC dari tahun 2010 sampai

2015 secara retrospektif dikaji. Bedasarkan penemuan intraoperatif, kasus DLC

telah dideskripsikan dan diklasifikasiakn. Kesulitan kelas I: Perlengketan dari

omentum majus, colon transversum, kantung empedu dari duodenum ke fundus.

Kesulitan kelas II: Perlengketan pada segita Calot dan kesulitan dalam mendiseksi

arteri sistik dan duktus sistikus. Kesulitan kelas III: Kesulitan dalam mendiseksi

dasar kantung empedu (kantung empedu dengan skleroatropik, perdarahan dari

hati ketika mendiseksi kantung empeud, sirosis hepatis). Kesulitan kelas IV:

Kesulitan dalam mengeksplorasi kantung empedu dikarenakan perlengketan

intraabdominal termasuk masalah-masalah yang bersifat teknis.

Hasil: Total dari 146 pasien dioperasi dengan DLC. Tipe kesulitan yang paling

sering dijumpai adalah kesulitan kelas I (88 pasien/60.2%). Laparoskopi

kolesistektomi telah diubah menjadi laparotomi pada 98 pasien. Waktu operasi

ditemukan memilki hubungan dengan konveri menjadi operasi terbuka (P<0.05).

Rata-rata infeksi luka juga secara statistik lebih tinggi dalam kelompok konversi

1

Page 2: Analisa Terhadap 146 Pasien Dengan Kesulitan Pada Laparoskopi Kolesistektomi

(P<0.05). Waktu operasi ditemukan yang paling lama pada kesulitan kelas II.

Rata-rata konversi menjadi operasi terbuka juga menjadi yang paling tinggi pada

kelompok kesulitan kelas II.

Kesimpulan: Kesulitan kelas II memiliki karakteristik perlengketan berat pada

segitiga Calot adalah merupakan masalah yang paling serius di antara semua

kasus DLC. Mereka memiliki waktu operasi yang lebih lama dan rata-rata

konversi lebih tinggi.

Kata Kunci: Laparoskopi, kolesistektomi, kesulitan, analisa

Pengenalan

Laparoskopi kolesistektomi (LC) adalah satu dari banyak operasi yang dilakukan

pada praktis operasi. LC secara luas memiliki keuntungan yang dapat diterima,

seperti lebih nyaman, periode nyeri post operasi yang lebih sedikit dan lebih cepat

kembali melakukan aktivitas normal. Diseksi yang aman merupakan komponen

paling penting dari keberhasilan LC. Kolesistitis akut atau kronik, perlengketan

akibat operasi abdomen bagian atas sebelumnya, Mirrizi’s syndrome dan obesitas

merupakan kondisi klinis umum yang dapat dikaitkan dengan kesulitan

kolesistektomi.

Kesulitan pada laparoskopi kolesistektomi adalah kondisi yang menyulitkan.

Definisi dari (DLC) tidak dikenal secara baik dan mungkin berbeda-beda menurut

pengalaman dari ahli bedah. Beberapa betuk sewaktu LC mungkin dapat diterima

sebagai DLC seperti meningkatnya waktu operasi [1-3], kesulitan dalam

mendiseksi segitiga calot atau kantung empedu dan komplikasi yang terjadi

sewaktu kolesistektomi.

Tidak ada informasi yang jelas dari literatur mengenai peniliaian dan klasifikasi

daripada kesulitan dalam LC khususnya yang berkaitan dengan penemuan

operatif. Dalam studi ini, sasarannya adalah untuk mengevaluasi dan menilai

pasien dengan kesulitan operasi eksplorasi sewaktu laparoskopi kolesistektomi.

2

Page 3: Analisa Terhadap 146 Pasien Dengan Kesulitan Pada Laparoskopi Kolesistektomi

Materi dan Metode

Semua pasien yang menjalani LC dari tahun 2010 sampai 2015 telah dikaji secara

retrospektif. Riwayat medis dan pemeriksaan fisis rutin telah dilakukan pada

semua pasien. Hemogram komplit, pemeriksaan fungsi hati, Gama Glutamine

Transferase, Alkalin fosfatase, bilirubin telah dinilai. Ultrasonografi Abdomen

(USG) telah dilakukan. Magnetic Resonance Cholangiography telah dilakukan

pada semua pasien dengan kecurigaan terhadap koledokolitiasis. Laparoskopi

kolesistektomi dilakukan oleh ahli bedah dengan pengalaman klinis kami dalam

operasi laparoskopi. Tiap-tiap operasi telah didefinisikan sebagai DLC menurut

kriteria-kriteria berikut:

Waktu operasi lebih dari 75 menit sejak insersi dengan jarum veress untuk

ekstraksi dari kantung empedu.

Segala jenis perlengketan yang mencegah eksplorasi daripada fundus

kantung empedu dan segitiga calot, termasuk perlengketan abdominal

dengan alasan apapun.

3

Page 4: Analisa Terhadap 146 Pasien Dengan Kesulitan Pada Laparoskopi Kolesistektomi

c-Masalah-masalah teknis yang memperpanjang waktu operasi d-masalah-

masalah diseksi kantung empedu dari dasar hepar. Menurut penemuan

intraoperatif, kasus-kasus DLC telah dideskripsikan dan telah diklasifikasikan.

Kesulitan kelas I: Perlengketan dari omentum majus, colon transversum, kantung

empedu dari duodenum ke fundus. Kesulitan kelas II: Perlengketan pada segita

Calot dan kesulitan dalam mendiseksi arteri sistik dan duktus sistikus. Kesulitan

kelas III: Kesulitan dalam mendiseksi dasar kantung empedu (kantung empedu

dengan skleroatropik, perdarahan dari hati ketika mendiseksi kantung empedu,

sirosis hepatis). Kesulitan kelas IV: Kesulitan dalam mengeksplorasi kantung

empedu dikarenakan perlengketan intraabdominal termasuk masalah-masalah

yang bersifat teknis.

Analisa statistic

Analisa statistik dilakukan dengan SPSS. Statistical software version 17.0 (SPSS

Inc., Chicago, IL, USA). Semua data yang berkesinambungan diekspresikan

sebagai rata-rata ± deviasi standar (SD).

4

Page 5: Analisa Terhadap 146 Pasien Dengan Kesulitan Pada Laparoskopi Kolesistektomi

Hasil

Total dari 146 pasien telah dioperasi dengan DLC. Terdapat 62 pria dan 84

wanita. Gejala-gejala yang paling sering muncul adalah nyeri abdomen (98

pasien-67.1%). Tiga puluh empat pasien telah dievaluasi secara perioperative

dengan MRCP dikarenakan kecurigaan terhadap koledokolitiasis. Hanya terdapat

dua pasien yang didiagnosa dengan koledokolitiasis. Karakteristik demografi dari

pasien telah ditampilkan pada tabel 1. Tipe kesulitan yang paling sering dijumpai

adalah kesulitan kelas I (88 pasien/60.2%). Semua pasien dengan kesulitan dalam

mengklasifikasikannya telah ditampilkan pada tabel 2. Laparoskopi

kolesistektomi telah dikonversi menjadi laparotomi pada 98 pasien. Perbandingan

antara pasien yang mana operasinya telah diselesaikan dengan LC dan dikonversi

menjadi operasi terbuka telah ditampilkan pada tabel 3 dan 4. Waktu operasi

ditemukan memiliki hubungan dengan konversi menjadi operasi terbuka (P<0.05).

Rata-rata infeksi luka juga secara statistic lebih tinggi dalam kelompok konversi

(P<0.05).

Waktu operasi yang ditemukan paling singkat adalah pada kesulitan kelas 1

(Gambar 2). Rata-rata konversi menjadi operasi terbuka juga paling tinggi pada

kelompok kesulitan kelas II (Gambar 1). Infeksi luka dideteksi pada 18 pasien

dalam kelompok konversi. Tidak ada infeksi luka dalam kelompok LC. Fistula

bilier sementara dideteksi pada dua pasien dari tiap kelompok. Fistula-fistula ini

berhasil ditangani dengan tindakan konservatif.

Diskusi

Kesulitan pada laparoskopi kolesistektomi telah menjadi masalah terkini setelah

penggunaan secara luas daripada operasi laparoskopi. Tidak ada definisi yang

jelas dan disetujui mengenai DLC ini.

Waktu operasi yang lebih panjang, kesulitan dalam mengeksplorasi segitiga calot,

konversi menjadi operasi terbuka adalah kondisi yang sering diartikan sebagai

DLC oleh banyak para ahli bedah. Pada awal dari LC, banyak kondisi diterima

sebagai kontraindikasi untuk laparoskopi termasuk kolesistitis akut, empyema,

5

Page 6: Analisa Terhadap 146 Pasien Dengan Kesulitan Pada Laparoskopi Kolesistektomi

Mirrizi’s syndrome. Banyak kasus yang telah diklasifikasikan sebagai DLC

sebelumnya, telah berhasil ditangani dengan LC, setelah kemajuan dalam

ketermpilan laparoskopi beberapa tahun terakhir. Rata-rata konversi menjadi

operasi terbuka pada LC telah menurun hingga 2-6%

6

Page 7: Analisa Terhadap 146 Pasien Dengan Kesulitan Pada Laparoskopi Kolesistektomi

Tujuan utama dari studi ini adalah untuk mengklasifikasikan kasus-kasus DLC

berdasarkan dari penemuan-penemuan dalam operasi. Kami juga telah

membandingkan pasien yang ditangani dengan LC dan dikonversi menjadi

operasi terbuka. Faktor-faktor resiko untuk konversi menjadi operasi terbuka pada

LC telah diinvestigasi secara menyeluruh [5-12]. Usia, Skor sex ASA, Indeks

massa tubuh, operasi abdomen sebelumnya, riwayat kolesistitis dan pankreatitis,

peningkatan enzim obstruksi bilier (Gamma glutamate transferase dan Alkalin

fosfatase) adalah faktor-faktor yang paling sering dipelajari untuk pengkonversian

menjadi operasi terbuka. Usia lanjut ditemukan menjadi faktor resiko penting

dalam banyak studi [6,8-10].Telah ditetapkan bahwa komorbiditas pada orang

yang lebih tua memiliki keterkaitan dengan konversi. Jenis kelamin laki-laki juga

dilaporkan sebagai faktor resiko [13, 14]. Ketika membandingkan dua kelompok

dari studi kami (secara laparoskopi diselesaikan atau dikonversi menjadi operasi

terbuka) kami menemukan bahwa rata-rata konversi lebih tinggi pada pasien

dengan waktu operasi yang lebih lama.

7

Page 8: Analisa Terhadap 146 Pasien Dengan Kesulitan Pada Laparoskopi Kolesistektomi

Kami mengklasifikasikan kasus-kasus DLC sebagai kelas I sampai kelas IV

berdasarkan penemuan selama operasi. Jenis DLC yang paling sering adalah

kesulitan kelas I. Omentum, kolon transversum dan duodenum merupakan organ-

organ yang terdeteksi padabanyak pasien yang mana omentum merupakan organ

tersering mengalami perlengketan dengan fundus dari kantung empedu.

Perlengketan omentum dapat dengan mudah didiseksi pada banyak pasien. Rata-

rata konversi adalah minimal dalam tipe kesulitan ini. Waktu operasi juga yang

paling singkat pada kelompok ini. Rata-rata konversi menjadi operasi terbuka

merupakan yang paling tinggi pada kesulitan kelas II. Yang mana hanya satu

cedera duktus koledoku telah terjadi sewaktu operasi dalam seri ini, pasien lain

dikonversi menjadi operasi terbuka untuk menghindari cedera pada traktus bilier.

Waktu operasi adalah yang paling panjang pada kesulitan kelas II dan kelas IV.

Perlengketan intraabdominal dan masalah teknis tampaknya menjadi masalah

penting yang meningkatkan waktu operasi. Lal P dkk melaporkan sebuah kejadian

dari DLC pada 146 pasien. Alasan paling sering untuk konversi menjadi operasi

terbuka adalah kesulitan dalam mendiseksi duktus sistikus dan pembuluh darah

arteri pada segitiga calot [15].

Banyak studi mengenai DLC berkaitan dengan kolesistektomi dalam literature-

literatur [16-20]. Sekarang ini, hampir semua pasien dengan kolesistitis akut dapat

dioperasi secara laparoskopi tanpa perlu laparotomi. Tidak ada pasien dengan

kolesistitis akut saat dilakukan eksplorasi pada serial kami. Sementara semua

pasien dengan kolesistitis akut adalah kandidat untuk kolesistektomi yang sulit,

hal ini harusnya diklasifikasikan dan ditangani sebagai satu kesatuan klinis yang

berbeda.

Tidak ada cedera bilier yang berarti pada pasien kami. Dua fistula bilier sementara

telah diobservasi dan berhasil ditangani dengan tindakan konservatif. Terdapat

delapan belas infeksi luka dalam kelompok yang dikonversi. Tidak terdapat

infeksi luka pada pasien yang ditangani dengan laparoskopi kolesistektomi.

Perbedaannya secara statistic tampak signifikan.

8

Page 9: Analisa Terhadap 146 Pasien Dengan Kesulitan Pada Laparoskopi Kolesistektomi

Sebagai kesimpulan, Laparoskopi kolesistektomi telah menjadi satu dari banyak

operasi bedah yang sering dilakukan secara luas. Banyak kasus-kasus DLC telah

dijumpai. Klasifikasi daripada DLC dapat menjadi keuntungan dalam artian untuk

memprediksi konversi menjadi operasi terbuka dan komplikasi postoperasi. Pada

studi ini, kesulitan yang paling sering dijumpai adalah tipe kesulitan kelas I yang

mana sebagian besar dikarakteristikkan oleh perlengketan terhadap fundus dari

9

Page 10: Analisa Terhadap 146 Pasien Dengan Kesulitan Pada Laparoskopi Kolesistektomi

kantung empedu. Laparoskopi kolesistektomi telah berhasil dilakukan pada

sebagian dari kasus-kasus ini. Kesulitan kelas II dikarakteristikkan oleh

perlengketan berat pada segitiga calot adalah masalah yang paling serius diantara

semua kasus-kasus DLC. Mereka memiliki waktu operasi yang lebih panjang dan

rata-rata konversi yang tinggi. Rangkaian klinis lebih besar yang menginvestigasi

khususnya kesulitan kelas II dapat menjadi keuntungan untuk manajemen DLC.

10