ANALISA REDISTRIBUSI TEGANGAN DAN REGANGAN PADA …
Transcript of ANALISA REDISTRIBUSI TEGANGAN DAN REGANGAN PADA …
1
ANALISA REDISTRIBUSI TEGANGAN DAN REGANGAN PADA
GELAGAR BETON KOMPOSIT DENGAN VARIASI MUTU SLAB
BETON Teuku Mohammad Akbar
Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Abstrak
Jembatan gelagar beton komposit adalah jembatan yang terdiri dari gelagar beton pracetak
prategang dan pelat beton cor di tempat. Perbedaan waktu konstruksi dan mutu beton
menyebabkan terjadinya redistribusi tegangan dan regangan pada penampang komposit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa efisien pemananfaatan material komposit
dengan cara memvariasikan mutu pelat beton untuk mengetahui reditribusi tegangan pada
penampang dan untuk mengetahui evolusi tegangan-regangan di sepanjang bentang jembatan
dan pada setiap umur beton.
Sebagai objek utama digunakan gelagar U. Analisa linear jangka pendek dan jangka panjang
terhadap penampang komposit, digunakan untuk menginvestigasi redistribusi tegangan-
regangan.
Hasil analisa menunjukkan bahwa penggunaan pelat beton dengan mutu yang lebih tinggi
menyebabkan penurunan tegangan pada penampang gelagar pracetak di daerah bidang kontak
dengan pelat beton. Selain itu dari diagram evolusi tegangan, diketahui bahwa terjadi
konsentrasi tegangan tekan pada elemen pelat dan tegangan tarik di elemen gelagar pada saat
struktur dipengaruhi oleh susut dan rangkak.
Kata Kunci : Beton Komposit; Gelagar U; Analisa Linear; Redistribusi
Tegangan dan Regangan; Prategang Penuh; Pasca Tarik
Abstract
Composite concrete girder bridge is a bridge that consists of prestressed precast concrete
girder and cast in place concrete slab. The difference in construction time and concrete
strength caused the redistribution of stress and strain in the composite section. This study
aims to know how efficient the use of composite materials by varying concrete slab strength
to determine stresses redistribution on the cross section and to know stress-strain evolution
along the bridge span and at each period of concrete age.
This study used U girder as the main object. Short and long term linear analysis of cross
section, were used for investigating the redistribution of stress and strain.
The analysis results shows that the use of higher concrete slab strength will cause the decrease
in stresses on precast girder cross-section especially in the contact area with concrete slab.
Also from the stress evolution diagram, it was found that there were concentration of
compressive stress on the slab element and the tensile stress concentration on the girder
element when the structure was affected by shrinkage and creep.
Keyword : Composite Concrete; U Girder; Linear Analysis; Stress
and Strain Redistribution; Full Pre-stressing; Post Tension
Analisa redistribusi..., Teuku Mohammad Akbar, FT UI, 2013.
2
I. Pendahuluan
Konstruksi komposit pada beton prategang biasanya terdiri dari unit beton prategang
pracetak (gelagar) yang bekerja bersama unit beton cor di tempat/in situ (pelat lantai). Gelagar
beton prategang komposit sering digunakan di konstruksi jalan layang.
Menurut Gilbert, Mickleborough [1] dan Raju [2], pemakaian konstruksi unit gelagar
beton prategang pracetak yang disambung dengan unit pelat beton in situ memiliki beberapa
keuntungan jika dibandingkan dengan konstruksi non-komposit, diantaranya:
a. Penghematan akan biaya konstruksi dapat dicapai, hal ini dikarenakan pemakaian
elemen pracetak dapat mempercepat waktu konstruksi.
b. Selama proses konstruksi, elemen gelagar beton pracetak dapat berfungsi sebagai lantai
kerja dari elemen beton cor di tempat, sehingga dapat mereduksi biaya shoring dan
penggunaan dari scaffolding juga dapat dieliminasi.
c. Ukuran/dimensi dari unit gelagar beton prategang pracetak dapat dikurangi karena
pengaruh kerja komposit.
d. Pemanfaatan material dari penampang komposit sangat efisien, dimana beton
berkekuatan rendah atau sedang dari konstruksi pelat beton cor di tempat menahan
gaya-gaya tekan, sedangkan unit gelagar beton prategang pracetak berkekuatan tinggi
menahan gaya-gaya tarik.
e. Kombinasi beton yang ringan yaitu dengan penggunaan pelat beton in situ
menghasilkan beban mati yang lebih kecil.
f. Apabila bentuk dari gelagar beton berbentuk kotak (box girder atau U-girder dengan
pelat beton di atasnya) maka ketahanan akan beban torsi menjadi lebih baik dibanding
bentuk lainnya.
g. Elemen pelat beton in situ dapat memberikan kestabilan lateral untuk struktur gelagar.
h. Elemen pracetak dan cor di tempat memungkinkan untuk di berikan pratekan kembali
(post tensioning) setelah aksi komposit telah tercapai, hal ini terjadi apabila adanya
kemungkinan diberikannya beban yang relatif besar pada struktur kelak.
Kedua elemen beton struktur komposit memiliki waktu konstruksi, kekuatan,
modulus elastisitas yang berbeda dan karakteristik susut dan rangkak yang berbeda pula.
Perbedaan waktu konstruksi dan mutu beton dari gelagar beton prategang pracetak dengan
pelat beton bertulang in situ menyebabkan timbulnya efek jangka panjang dari susut dan
rangkak beton yang lebih dulu terjadi pada unit pracetak serta kehilangan prategang dari baja
prategang unit pracetak. Hal ini menyebabkan terjadinya redistribusi tegangan dan regangan
yang bekerja pada penampang komposit.
Analisa redistribusi..., Teuku Mohammad Akbar, FT UI, 2013.
3
Tujuan dari penelitian ini sendiri adalah:
a. Mengetahui pengaruh dari variasi mutu pelat beton bertulang in situ terhadap
redistribusi tegangan dan regangan yang terjadi di penampang gelagar beton komposit.
b. Mengetahui evolusi tegangan dan regangan yang terjadi pada penampang gelagar
benton komposit di sepanjang bentang jembatan.
II. Tinjauan Teoritis
2.1. Beton Prategang
Menurut Nawy [3], beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan, tetapi
lemah dalam kondisi tarik, kuat tariknya sendiri bervariasi dari 8 sampai 14 persen dari kuat
tekannya. Karena rendahnya kapasistas tarik tersebut, maka retak lentur terjadi pada taraf
pembebanan yang masih rendah. Untuk mengurangi atau mencegah berkembangnya retak
tersebut, diberikan gaya konsentris atau eksentris dalam arah longitudinal elemen struktural.
Gaya ini mencegah berkembangnya retak dengan cara mengeliminasi atau mengurangi
tegangan tarik di bagian tumpuan dan daerah kritis pada kondisi beban kerja, sehingga dapat
meningkatkan kapasitas lentur, geser dan torsional penampang tersebut. Gaya longitudinal
yang diterapkan di atas disebut gaya prategang, yaitu gaya tekan yang memberikan tegangan
awal pada penampang di sepanjang bentang suatu elemen struktural sebelum bekerjanya
beban mati dan beban hidup transversal atau beban hidup horizontal transien.
Troitsky [4] menjelaskan bahwa penarikan baja prategang dapat dilakukan dengan 2
cara, yaitu dilakukan sebelum pengecoran beton (pre tensioning) dan dilakukan setelah
pengecoran beton (post tensioning). Cara yang umum dilakukan oleh perusahaan beton
pracetak adalah dengan cara pre tensioning, karena tempat pengecoran permanen dan dalam
jumlah yang cukup banyak. Pada cara post tensioning, penarikan baja prategang dilakukan
setelah beton mengeras dan lubang (duct) selanjutnya di grouting.
2.2. Kehilangan Prategang
Selisih antar gaya prategang yang diberikan pada jack, Pj, dan gaya pada baja
prategang segera setelah transfer pada penampang tertentu, Pi, adalah kehilangan prategang
jangka pendek :
Immediate loss = Pj - Pi (1)
Sedangkan kehilangan prategang bertahap yang bekerja seiring dengan
bertambahnya waktu adalah time-dependent losses / kehilangan prategang jangka panjang.
Jika gaya Pe adalah gaya prategang setelah terjadi semua kehilangan, maka
Analisa redistribusi..., Teuku Mohammad Akbar, FT UI, 2013.
4
Time-dependent loss = Pi - Pe (2)
Kehilangan prategang jangka pendek disebabkan oleh beberapa hal [1], yaitu
deformasi elastis pada beton ketika transfer gaya prategang, friksi disepanjang tendon pada
elemen pasca tarik dan slip angkur. Sedangkan kehilangan prategang jangka panjang
disebabkan oleh, perpendekan bertahap pada beton tepatnya di level tendon baja akibat dari
susut dan rangkak, serta relaksasi baja dari elemen baja prategang itu sendiri.
2.3. Deformasi pada Beton
a. Regangan Elastis (Instantaneous Strain)
Regangan elastis terjadi sebagai akibat dimulainya pembebanan pada beton yang
menghasilkan tegangan baik itu tekan maupun tarik.
b. Regangan Rangkak/Creep Strain
Rangkak atau aliran material lateral adalah peningkatan regangan terhadap waktu
akibat beban yang terus menerus bekerja. Regangan rangkak terjadi bersamaan dimulainya
pembebanan pada beton. Peningkatan dari regangan rangkak sangat cepat, namun
kecepatannya akan berkurang seiring bertambahnya waktu.
Besarnya rangkak sangat dipengaruhi oleh kualitas beton, semakin bagus kualitas
dari beton maka kecenderungan terjadinya rangkak pun akan berkurang. Selain faktor di atas,
faktor lingkungan juga turut mempengaruhi rangkak, rangkak akan meningkat seiring dengan
berkurangnya kelembaban, hal ini semakin diperparah dengan susut yang juga meningkat
seiring dengan kelembaban yang berkurang (mengering).
c. Regangan Susut / Shrinkage Strain
Pada dasarnya ada dua jenis susut yaitu susut plastis dan susut pengeringan. Susut
plastis terjadi selama beberapa jam pertama setelah pengecoran beton. Permukaan yang
terekspos seperti pelat lantai akan lebih dipengaruhi udara kering karena besarnya permukaan
yang kontak dengan udara. Susut pengeringan terjadi sesudah beton mengering dan sebagian
besar proses hidrasi kimiawi di pasta semen telah terjadi.
Susut pengeringan adalah berkurangnya volume elemen beton apabila terjadi
kehilangan kandungan air akibat penguapan. Jika pada rangkak beton dapat kembali seperti
semula jika beban dilepas, susut pada beton tidak akan membuat beton kembali ke volume
awal jika beton tersebut direndam.
Susut meningkat ketika kelembaban lingkungan sekitar berkurang dengan kata lain
temperatur lingkungan sekitar mengalami peningkatan, karena bersamaan dengan hal tersebut
proses pengeringan pun akan meningkat. Pengeringan juga bergantung pada kandungan air
Analisa redistribusi..., Teuku Mohammad Akbar, FT UI, 2013.
5
dari beton, beton yang memiliki kandungan air awal tinggi biasanya akan mengalami
penyusutan lebih besar jika dibandingkan beton yang memiliki kandungan air awal rendah.
Ukuran dan bentuk dari struktur beton juga mempengaruhi susut, beton yang tipis dan
memiliki bidang permukaan yang besar seperti dinding dan pelat, pengeringan berlangsung
dengan cepat sehingga susut pun terjadi dengan cepat pula. Sedangkan untuk beton interior
yang lebih tebal seperti balok dan kolom, pengeringan berlangsung dengan lambat.
III. Metode Penelitian
3.1. Modelisasi Struktur
Struktur dimodelkan sebagai sebuah struktur jembatan gelagar komposit statis
tertentu dengan perletakan sendi-rol. Terdapat overlap sebesar 400 mm dari ujung perletakan
untuk setiap bentang jembatan sebagai dudukan bagi perletakan seperti terlihat pada gambar 1
Gambar 1 Model betang struktur jembatan
Bentang jembatan (L) bervariasi begitu juga dengan penampang dan mutu dari gelagar
betonnya, variasinya adalah sebagai berikut:
a. Gelagar beton tipe U dengan bentang L = 21,800 mm, tinggi gelagar h = 1,200 mm dan
mutu beton K-600
b. Gelagar beton tipe U dengan bentang L = 26,800 mm, tinggi gelagar h = 1,400 mm dan
mutu beton K-600
c. Gelagar beton tipe U dengan bentang L = 32,800 mm, tinggi gelagar h = 1,650 mm dan
mutu beton K-600
d. Gelagar beton tipe U dengan bentang L = 40,800 mm, tinggi gelagar h = 1,850 mm dan
mutu beton K-800
Jembatan merupakan jembatan 2 lajur tanpa median dengan lebar minimum 6 meter dari kerb
ke kerb. Ditambah dengan trotoar selebar 0.7 meter pada kedua sisinya. Bagian dari
penampang yang akan dianalisa adalah bagian interior dan eksterior dari penampang potongan
melintang jembatan seperti pada gambar 2, dimana gelagar bagian interior dibebani oleh pelat
beton dan overlay aspal dan bagian gelagar eksterior dibebani oleh pelat beton, overlay aspal
dan trotoar.
Analisa redistribusi..., Teuku Mohammad Akbar, FT UI, 2013.
6
Gambar 2 Pembagian gelagar interior dan eksterior
Pelat beton cor di tempat divariasikan mutunya untuk mengetahui pengaruhnya
terhadap redistribusi tegangan dan regangan yang terjadi pada penampang struktur komposit.
Variasi mutu tersebut adalah pelat beton cor di tempat mutu K-150, K-200, K-250, K-300, K-
315, K-330. Tahapan analisa dibagi menjadi 6 tahapan waktu, yaitu t = 28 hari, setelah
transfer gaya prategang pada gelagar beton pracetak; t = 40 hari, sebelum pengecoran pelat
beton; t = 40 hari, setelah pengecoran pelat beton; t = 60 hari, sebelum pemberian lapis
perkerasan dan trotoar; t = 60 hari, setelah pemberian lapis perkerasan dan trotoar; dan t = tak
hingga.
3.2. Metode Analisa
Analisa jangka pendek dan analisa berdasarkan fungsi waktu pada penampang
komposit, sebelumnya pendekatan ini pernah dilakukan oleh Gilbert [5]. Penampang
komposit dianggap terdiri dari unit pracetak, gelagar prategang (elemen 1) dan unit cor di
tempat, pelat beton bertulang (elemen 2).
Analisa jangka pendek digunakan untuk
menganalisa redistribusi tegangan
regangan yang terjadi pada penampang
komposit sesaat setelah pembebanan
eksternal terjadi, sedangkan analisa
fungsi waktu digunakan untuk
menganalisa redistribusi tegangan dan
regangan selama rentang waktu tertentu
sebagai akibat adanya susut dan rangkak
yang terjadi pada beton, serta kehilangan prategang pada baja prategang.
a. Analisa Jangka Pendek (Short Term Analysis) untuk Penampang tidak Retak
Modulus elastisitas beton dari salah satu penampang diambil sebagai modulus
penampang transformasi, misalkan Ec1 dari elemen 1 (gelagar pracetak). Sehingga luas dari
penampang pelat in situ, baja prategang dan tulangan baja (elemen 2) perlu di tranformasikan
Gambar 3 Penampang Komposit yang telah ditranformasi
(Sumber: Gilbert. 2005)
Analisa redistribusi..., Teuku Mohammad Akbar, FT UI, 2013.
7
ke luas yang ekivalen dengan beton elemen 1. Bukan titik berat dari salah satu elemen atau
titik berat dari penampang komposit melainkan permukaan gelagar prategang (sebelum pelat
beton dicor) dan permukaan pelat beton (seteleh pelat beton dicor) yang diambil sebagai titik
acuan dari perhitungan penampang transformasi, hal ini dikarenakan selama proses konstruksi
ataupun kondisi beban kerja, titik tersebut tidak akan berubah-ubah, tidak seperti halnya titik
berat dari penampang, seperti pada gambar 3 di atas. Berdasarkan gambar 3 dapat diperoleh
properti dari penampang transformasi pada permukaan pelat, yaitu
� = ∑ ������ +�� ∑ ������ +
� ∑ �������� (3)
� = ∑ ��������� +�� ∑ ��������� +
� ∑ ����������� (4)
� ̅ = ∑ ������ + ���������� +�
� ∑ ���������� +
� ∑ �����������
� (5)
dimana ncj = Ecj/Ec1 adalah modulus rasio dari pelat, nsk = Esk/Ec1 adalah modulus rasio dari
baja prategang dan npm = Epm/Ec1 adalah modulus rasio dari beton pracetak; dan A adalah luas
penampang transformasi, dan B dan � ̅ adalah momen pertama dan momen kedua dari area
transformasi terhadap sisi permukaan pelat beton in situ.
Regangan pada level y dari permukaan penampang yang diambil sebagai titik acuan
(misal titik o) dapat dicari dengan regangan pada serat teratas (titik acuan) εoi dan
kelengkungan ϰi
�� = ��� + ��� (6)
Apabila kelakuan jangka pendek dari beton diasumsikan linear elastis (tidak terjadi retak),
maka dapat diperoleh pula tegangan pada level y dari serat atas
�� = ���� = ��(��� + ���) (7)
Nilai ��� dan �� dapat dicari dengan formula
��� = ��� !"̅�
$%(�& '!)̅ (8)
�� = �"� '��
$%(�& '!)̅ (9)
dimana Mi adalah momen yang bekerja pada elemen dan Ni adalah gaya aksial yang bekerja
pada elemen.
Dengan mendapatkan nilai regangan dan kelengkungan tersebut maka kita dapat
mengetahui regangan yang terjadi sehingga dapat diketahui redistribusi tegangan pada titik
yang ingin ditinjau pada tahap ini akibat dari ∆)� dan ∆*�. Redistribusi tegangan tersebut
terjadi pada elemen beton, baja tulangan dan baja prategang. Ketiga redistribusi tegangan
tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut
Analisa redistribusi..., Teuku Mohammad Akbar, FT UI, 2013.
8
Untuk elemen beton
∆�� = ���(∆�+� + �∆,�) (10)
Untuk elemen tulangan non-prategang
∆���� = ���(∆�+� + ���∆,�) (11)
Untuk elemen baja prategang
∆���� = ���(∆�+� + ���∆,�) (12)
dimana y adalah jarak titik pada penampang beton yang ingin di analisa terhadap serat atas,
dan dsk dan dpm adalah jarak tulangan non prategang dan jarak tendon.
b. Analisa Berdasarkan Fungsi Waktu (Time Dependent Analysis) untuk Penampang tidak
Retak
Pada analisa ini, nilai ∆� tidak lagi dipengaruhi beban luar Ni dan Mi seperti pada
short term analysis, tetapi dari beberapa komponen yaitu:
• Regangan susut εsh
• Regangan rangkak akibat tegangan awal σi yang terjadi di awal periode waktu analisis,
�� = ∆-��/��, dimana ∆- adalah koefisien rangkak.
• Regangan rangkak dan regangan elastis yang timbul akibat adanya aksi internal –δN dan
–δM yang berasal dari elemen beton akibat adanya ikatan antara tulangan dengan beton
(bonded reinforcement).
• Regangan rangkak tarik di dalam baja prategang (relaksasi baja prategang)
Selama rentang waktu analisa, regangan pada setiap titik di dalam penampang
diasumsikan tetap tak berubah, dalam artian perubahan regangan akibat rangkak dan susut
dicegah. Untuk mencegah peningkatan susut dan rangkak pada tiap elemen beton serta
relaksasi tegangan pada baja prategang maka diperlukan aksi tahanan –δN dan –δM. Setiap
deformasi yang terjadi (rangkak, susut dan relaksasi baja) memiliki aksi tahanannya masing-
masing. Total aksi tahanan untuk mencegah komponen rangkak, susut dan relaksasi dapat
dijabarkan menjadi
−0) = −�12(∆∅(����� + ����) + ��4��) + ∑ 5��� (13)
−0* = −�12(∆∅(����� + ��̅��) + ��4��) + ∑ 5��� ��� (14)
Pada tahap ini dikarenakan penampang yang dianalisa adalah penampang
transformasi yang berubah seiring dengan bertambahnya waktu, maka digunakan age adjusted
effective modulus (Ēe) sebagai modulus elastis beton dimana, ageing coefficient (χ) juga mulai
bekerja untuk membedakan umur dari setiap elemen. Untuk itu untuk mendapatkan
penampang ekivalen beton in situ (elemen 2) terhadap beton pracetak (elemen 1), diperlukan
Analisa redistribusi..., Teuku Mohammad Akbar, FT UI, 2013.
age adjusted modular ratio �1
dan prategang dimana �1�� =
modular ratio kita dapat mencari
pertama �12 dan kedua �2̅
�̅2 = ∑ �1������� + ∑
�12 = ∑ �1������� ���
�2̅ = ∑ �1����� + �1����
Dengan diketahuinya properti penampang transformasi kita dapat mengetahui perubahan
regangan dan kelengkungan beton di serat teratas selama rentang waktu yang dianalisa
∆�+ = �167� !6̅7"
$16(�16& '̅6!6̅)
∆, = '̅67�8�167"
$16(�16& '̅6!6̅)
Perubahan aktual tegangan pada beton
susut dan relaksasi didapat dengan
∆� = −�12�9∆∅�(�+� +
Untuk perubahan tegangan berdasarkan fungsi waktu pada elemen baja non
prategang/tulangan
∆��� = ���(∆�+ + ���
Untuk perubahan tegangan berdasarkan fungsi waktu pada elemen baja prategang
∆��� = ���:∆�+ + �
IV. Hasil Penelitian dan Analisa
Gambar 4 Penamaan elemen penampang gelagar komposit
�1�� = �12�/�12. Begitu juga dengan elemen baja
1 = ���/�12 atau �1�� = ���/�12. Dengan adanya
kita dapat mencari luas penampang transformasi age adjusted
∑ �1����� � + ∑ �1�����
��
�� + ∑ �1�������� � + ∑ �1��������
��
1��������� + ∑ �1��������
� + � ∑ �1�����
��
Dengan diketahuinya properti penampang transformasi kita dapat mengetahui perubahan
ngan dan kelengkungan beton di serat teratas selama rentang waktu yang dianalisa
Perubahan aktual tegangan pada beton ∆� selama rentang analisa akibat efek dari rangkak,
susut dan relaksasi didapat dengan
( + �,�) + ��4� − (∆�+ + �∆,);
Untuk perubahan tegangan berdasarkan fungsi waktu pada elemen baja non
��∆,)
Untuk perubahan tegangan berdasarkan fungsi waktu pada elemen baja prategang
���∆,< + =>
'?>
dan Analisa
Penampang gelagar komposit
terdiri dari 2 elemen utama, yaitu elemen 1
gelagar pracetak dan elemen 2 pelat
Penampang terdiri dari 3 level ketinggian,
level b adalah dasar dari gelagar pracetak,
level a adalah bidang kontak antara elemen
1 dan 2, level o adalah serat teratas dari
elemen 2. Pada pembahasan selanjutnya
akan digunakan istilah sesuai dengan
gambar 4.
Penamaan elemen penampang gelagar komposit
9
. Begitu juga dengan elemen baja non prategang
Dengan adanya age adjusted
age adjusted (�̅2) dan momen
(15)
(16)
1 ������ (17)
Dengan diketahuinya properti penampang transformasi kita dapat mengetahui perubahan
ngan dan kelengkungan beton di serat teratas selama rentang waktu yang dianalisa
(18)
(19)
selama rentang analisa akibat efek dari rangkak,
(20)
Untuk perubahan tegangan berdasarkan fungsi waktu pada elemen baja non
(21)
Untuk perubahan tegangan berdasarkan fungsi waktu pada elemen baja prategang
(22)
gelagar komposit
terdiri dari 2 elemen utama, yaitu elemen 1
gelagar pracetak dan elemen 2 pelat insitu.
Penampang terdiri dari 3 level ketinggian,
level b adalah dasar dari gelagar pracetak,
level a adalah bidang kontak antara elemen
vel o adalah serat teratas dari
elemen 2. Pada pembahasan selanjutnya
akan digunakan istilah sesuai dengan
Analisa redistribusi..., Teuku Mohammad Akbar, FT UI, 2013.
10
4.1. Grafik bentang vs perubahan tegangan dengan variasi mutu pelat
Karena yang diamati adalah efek perubahan tegangan akibat variasi mutu pelat
artinya hal ini hanya bisa dilakukan setelah kerja komposit tercapai, maka varian waktu yang
akan dianalisa adalah t = 60 hari (sesudah dan sebelum pemberian lapis perkerasan dan
trotoar) dan t = tak hingga. Dalam grafik ini disajikan sekaligus grafik bentang vs perubahan
tegangan dengan berbagai mutu pelat, untuk mempermudah pengamatan dalam mengetahui
bagaimana efek dari menaikkan atau menurunkan mutu pelat beton, maka pelat beton mutu
K-300 akan dijadikan sebagai benchmark dalam artian nilai perubahan tegangan dari variasi
mutu pelat beton lainnya akan dibandingkan terhadap mutu K-300, sehingga dapat diketahui
pada setiap tahapan waktu analisa apakah dengan meningkatan mutu pelat beton akan
menyebabkan kenaikkan atau penurunan dari nilai perubahan tegangan ataupun sebaliknya.
Berikut adalah grafik-grafik untuk gelagar H = 120 cm, bentang 2180 cm
• t = 60 hari, sebelum pemberian lapis perkerasan
Gambar 5 Grafik bentang vs perubahan tegangan dengan variasi mutu slab
Pada gambar 5, 6 dan 7 kita dapat melihat pengaruh redistribusi ∆σ akibat variasi
mutu pelat beton, dari grafik-grafik tersebut terlihat bahwa dengan meningkatkan mutu pelat
beton dapat menyebabkan penurunan nilai ∆σ (grafik K-330 dan K-315 berada di bawah
grafik K-300), yaitu pada titik b1 ketika t = 60 hari (sebelum pemberian overlay), titik a1 dan
b1 ketika t = 60 hari (setelah permberian overlay) serta titik b1 ketika t = tak hingga,
sedangkan untuk titik lainnya menunjukkan kenaikan nilai ∆σ. Hal ini menunjukkan bahwa
Analisa redistribusi..., Teuku Mohammad Akbar, FT UI, 2013.
11
ketika struktur dipengaruhi oleh efek susut dan rangkak pada beton serta relaksasi baja
prategang (sebelum pemberian overlay dan waktu tak hingga) akan menyebabkan
peningkatan ∆σ pada elemen gelagar pracetak terutama di serat terbawah (titik b1).
• t = 60 hari, setelah pemberian lapis perkerasan
Gambar 6 Grafik bentang vs perubahan tegangan dengan variasi mutu slab
• t = waktu tak hingga
Gambar 7 Grafik bentang vs perubahan tegangan dengan variasi mutu slab
Analisa redistribusi..., Teuku Mohammad Akbar, FT UI, 2013.
12
Artinya ketika mutu pelat beton in situ diturunkan, ∆σ pada penampang komposit
terdistribusi ke daerah gelagar pracetak karena kemampuan pelat beton untuk menahan
tegangan yang terjadi tentunya berkurang seiring dengan mutunya yang diturunkan, dan
ketika mutu pelat beton in situ dinaikkan maka ∆σ akan terdistribusi ke daerah pelat beton
dan gelagar (daerah bidang kontak), dengan kata lain semakin besar susut dan rangkak yang
terjadi (mutu beton turun) maka ∆σ pada penampang komposit akan terdistribusi ke daerah
gelagar pracetak yang memiliki mutu relatif lebih tinggi dari elemen lainnya. Sedangkan pada
saat menerima pembebanan eksternal (setelah pemberian overlay), perilaku distribusi ∆σ
bergantung pada kekuatan/mutu (f’c) beton itu sendiri, artinya ketika mutu pelat beton in situ
dinaikkan maka ∆σ pada penampang komposit akan terdistribusi ke daerah pelat beton.
Distribusi yang terjadi bukan berarti ∆σ pada gelagar berpindah dari gelagar ke pelat, tetapi
elemen pelat sebagai topping dari struktur komposit yang berinteraksi langsung dengan beban
eksternal akan menyerap tegangan yang dihasilkan oleh beban eksternal, sehingga ∆σ yang
terdistribusi ke elemen gelagar akan berkurang. Dan sebaliknya apabila mutu pelat beton in
situ diturunkan maka ∆σ yang tidak mampu ditahan oleh elemen pelat akibat berkurangnya
kuat tekan beton, akan didistribusikan ke elemen gelagar beton pracetak.
4.2. Grafik Bentang vs Tegangan dengan Variasi Mutu Slab
Grafik ini serupa dengan “grafik bentang vs perubahan tegangan dengan variasi mutu
slab”, tetapi pada grafik ini nilai tegangan yang terjadi pada penampang komposit disajikan
secara kumulatif. Nilai tegangan kumulatif ini mewakili kondisi aktual, dimana tegangan yang
terjadi pada penampang komposit terakumulasi pada setiap tahapan waktu analisanya.
Berbeda dengan “grafik bentang vs perubahan tegangan”, “grafik bentang vs
tegangan” pada sub bab ini yang terlihat pada gambar 8,9 dan 10 menunjukkan bahwa ketika
ditingkatkannya mutu pelat beton hanya menyebabkan penurunan tegangan di titik a1 dari
elemen gelagar beton pracetak dan kenaikan tegangan di titik lainnya. Walaupun begitu, pola
grafik ini konsisten terlihat pada semua tahapan waktu setelah kerja komposit terjadi. Pola
grafik yang konsisten pada setiap tahapan waktu setelah terjadinya kerja komposit ini
menunjukkan bahwa penggunaan pelat beton bermutu tinggi sebagai topping gelagar beton
komposit akan menyebabkan penurunan tegangan yang terjadi pada elemen gelagar pracetak
terutama pada daerah bidang kontak.
Analisa redistribusi..., Teuku Mohammad Akbar, FT UI, 2013.
13
• t = 60 hari, sebelum pemberian lapis perkerasan
Gambar 8 grafik bentang vs tegangan dengan variasi mutu slab
• t = 60 hari, setelah pemberian lapis perkerasan
Gambar 9 Grafik bentang vs tegangan dengan variasi mutu slab
Analisa redistribusi..., Teuku Mohammad Akbar, FT UI, 2013.
14
• t = waktu tak hingga
Gambar 10 Grafik bentang vs tegangan dengan variasi mutu slab
4.3. Diagram Evolusi Tegangan dan Regangan
Perubahan tegangan dan perubahan regangan hasil pengolahan data divisualisasikan
dalam bentuk diagram perubahan tegangan dan perubahan regangan terlebih dahulu,
kemudian perubahan tegangan dan regangan dari tiap tahapan waktu akan dikumulatifkan
untuk mendapatkan diagram evolusi tegangan dan regangan.
Gambar 11 Diagram evolusi perubahan tegangan, bentang 2180 cm, mutu pelat K300
Gambar 12 Diagram evolusi perubahan regangan, bentang 2180 cm, mutu pelat K300
Analisa redistribusi..., Teuku Mohammad Akbar, FT UI, 2013.
15
Gambar 13 Diagram evolusi tegangan, bentang 2180 cm, mutu pelat K300
Gambar 14 Diagram evolusi regangan, bentang 2180 cm, mutu pelat K300
Diagram evolusi perubahan tegangan maupun diagram evolusi perubahan regangan
bentuknya akan bervariasi di sepanjang bentang jembatan dan pada setiap tahapan waktu
analisa, seperti terlihat pada gambar 11 dan 12. Variasi di sepanjang bentang bergantung pada
bentuk penampang dan letak tendon prategang, sedangkan variasi pada tahapan waktu sangat
bergantung pada jenis analisanya, short term analysis atau time dependent analysis. Pada saat
dilakukan time dependent analysis untuk menganalisa perubahan tegangan akibat susut,
rangkak serta prestress loss, diagram perubahan tegangan menunjukkan terjadinya
konsentrasi tegangan tekan pada elemen pelat in situ dan tegangan tarik pada elemen gelagar
pracetak. Secara kumulatif, nilai tegangan dan regangan yang terjadi pada penampang
komposit bernilai negatif seperti terlihat pada gambar 13 dan 14. Nilai negatif atau tegangan
tekan ini merupakan efek dari gaya prategang yang diberikan pada struktur saat t = 28 hari.
Dengan efek tekan dari gaya prategang ini dapat terlihat bahwa ∆σ tarik seperti yang terjadi
pada gambar 11 hanya mengurangi nilai tegangan tekan struktur, sehingga tidak
menyebabkan struktur berada dalam kondisi tarik, sebagaimana telah kita ketahui bahwa
struktur beton lemah terhadap tarik. Dengan kata lain efek prategang ini bekerja layaknya
tulangan tarik pada beton bertulang yang bekerja pada daerah tarik, yaitu daerah serat bawah
beton. Nilai regangan negatif sendiri menjelaskan bahwa selama berlangsungnya analisa ini
struktur mengalami perpendekan.
Analisa redistribusi..., Teuku Mohammad Akbar, FT UI, 2013.
16
4.4. Grafik Kontur Bentang vs Tegangan
Pada grafik ini divisualisasikan perubahan nilai tegangan yang terjadi di sepanjang
bentang dalam bentuk kontur pada setiap titik yang akan di analisa. Jika pada sub bab 4.2
sebelumnya, visualisasi lebih kedalam bentuk diagram, maka poin ini akan
memvisualisasikan perubahan nilai yang terjadi di titik-titik penting (serat teratas, serat
terbawah, bidang kontak pelat dan gelagar), dan menginformasikan dimana nilai tersebut akan
mengalami penurunan atau kenaikan.
Gambar 15 Grafik kontur bentang vs tegangan, bentang 2180 cm, mutu pelat K300
Dari gambar 15 di atas kita dapat melihat bahwa kontur tegangan berada dalam
kondisi negatif/tegangan tekan seluruhnya seperti yang telah dijelaskan saat pembahasan
mengenai diagram evolusi tegangan. Kontur tegangan pada setiap titik disepanjang bentang
jembatan berubah-ubah, hal ini dipengaruhi oleh bentuk penampang gelagar yang bervariasi.
Ketika bentuk gelagar tidak berubah kontur tegangan akan tetap berubah disepanjang bentang,
hal ini dikarenakan terdapatnya kabel prategang yang koordinatnya bervariasi di sepanjang
bentang membentuk pola parabola terbalik (draped tendons).
4.5. Diagram Korelasi Perubahan Tegangan antar Model Jembatan pada setiap Variasi
Mutu Slab
Pada diagram ini disajikan nilai perubahan tegangan pada setiap variasi mutu pelat,
dimana pada setiap mutu pelatnya akan dibandingkan perubahan tegangan dari keempat
model jembatan di satu titik tertentu. Titik yang diamati adalah titik serat terluar dan bidang
kontak antar elemen beton di tengah bentang setiap model jembatan. Daerah tengah bentang
Analisa redistribusi..., Teuku Mohammad Akbar, FT UI, 2013.
17
diambil karena perubahan tegangan akan mencapai nilai maksimum di daerah tersebut,
sehingga akan memudahkan pengamatan. Diagram disajikan dalam bentuk perbandingan
antara ∆σ/f’c dengan f’c.
• t = 60 hari, sebelum pemberian lapis perkerasan
Gambar 16 Diagram korelasi perubahan tegangan antar model
Variasi model jembatan dengan variasi ukuran penampang dan bentang jembatan
yang diperlihatkan pada gambar 16 -18, terlihat bahwa variasi ini mempengaruhi besar
perubahan tegangan yang terjadi pada penampang struktur. Semakin besar dimensi
penampang dan bentang jembatan maka perubahan tegangan yang terjadi pada penampang
struktur akan semakin besar pula. Hal ini dikarenakan analisa dilakukan di tengah bentang,
sehingga gelagar yang ukurannya lebih besar tentunya akan memiliki berat dan bentang yang
lebih besar pula, sehingga momennya pun bertambah dan gaya prategang yang diberikan pun
juga akan bertambah.
Analisa redistribusi..., Teuku Mohammad Akbar, FT UI, 2013.
18
• t = 60 hari, setelah pemberian lapis perkerasan
Gambar 17 Diagram korelasi perubahan tegangan antar model
• t = waktu tak hingga
Analisa redistribusi..., Teuku Mohammad Akbar, FT UI, 2013.
19
Gambar 18 Diagram korelasi perubahan tegangan antar model
V. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan analisa yang telah dipaparkan pada bab 4, penulis menarik
beberapa kesimpulan terkait tujuan penelitian yang telah dijelasakan pada bab 1.
Variasi mutu slab beton terbukti mempengaruhi perubahan tegangan pada
penampang gelagar komposit yang menyebabkan terjadinya redistribusi tegangan pada
penampang gelagar komposit. Penggunaan slab beton dengan mutu yang lebih tinggi
menyebabkan penurunan nilai tegangan pada penampang gelagar pracetak di daerah bidang
kontak dengan slab beton. Variasi gelagar interior dan eksterior berpengaruh terhadap
perubahan tegangan struktur komposit ketika gelagar pracetak dibebani oleh beban pelat dan
lapis perkerasan yang dimensinya berbeda, tetapi tidak berpengaruh terhadap pola grafik
perubahan tegangan.
Diagram evolusi perubahan tegangan maupun diagram evolusi perubahan regangan
bentuknya akan bervariasi di sepanjang bentang jembatan dan pada setiap tahapan waktu
analisa. Variasi di sepanjang bentang bergantung pada bentuk penampang dan letak tendon
prategang, sedangkan variasi pada tahapan waktu sangat bergantung pada jenis analisanya,
short term analysis atau time dependent analysis. Perubahan tegangan pada short term
analysis hasilnya sangat tergantung pada kekuatan elemen beton, sedangkan perubahan
tegangan pada time dependent analysis hasilnya sangat bergantung pada faktor waktu. Pada
saat dilakukan time dependent analysis untuk menganalisa perubahan tegangan akibat susut,
Analisa redistribusi..., Teuku Mohammad Akbar, FT UI, 2013.
20
rangkak serta prestress loss, diagram perubahan tegangan menunjukkan terjadinya
konsentrasi tegangan tekan pada elemen pelat in situ dan tegangan tarik pada elemen gelagar
pracetak. Baik diagram tegangan maupun regangan selama waktu analisa berada dalam
kondisi tekan sebagai akibat dari gaya prategang pada saat t = 28 hari.
Kontur tegangan pada setiap titik disepanjang bentang jembatan berubah-ubah, hal
ini dipengaruhi oleh bentuk penampang gelagar yang bervariasi di sepanjang dan adanya
variasi koordiant tendon pada setiap penampang yang berbeda dikarenakan pola konfigurasi
draped tendons.
Variasi model jembatan dengan variasi ukuran penampang dan bentang jembatan
mempengaruhi besar perubahan tegangan yang terjadi pada penampang struktur. Semakin
besar dimensi penampang dan bentang jembatan maka perubahan tegangan yang terjadi pada
penampang struktur akan semakin besar pula.
VI. Saran
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu
penulis menyarankan beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan untuk pengembangan
penelitian ini kedepannya. Sarannya adalah sebagai berikut:
a. Analisa tegangan dan regangan jembatan gelagar untuk kendaraan perlu ditambahkan
beban lalu lintas seperti bebant T dan beban D, sehingga hasil yang diperoleh lebih
mendekati kondisi aktual.
b. Untuk memastikan kevalidan hasil metode analisa ini perlu dilakukan analisa lebih
lanjut dengan program-program struktural, seperti SAP 2000, ANSYS, dll.
c. Faktor susut dan rangkak pada beton serta prestress loss pada baja prategang sangat
mempengaruhi hasil penelitian ini. Untuk itu dalam memperoleh faktor-faktor tersebut
perlu data dan parameter yang lengkap agar hasilnya semakin baik.
Kepustakaan
[1] Gilbert, R I & N C Mickleborough. 2005. Design of Prestressed Concrete. New York:
Spon Press.
[2] Raju, N Krishna. 2007. Prestressed Concrete. New Delhi : Tata McGraw Hill
[3] Nawy, Edward G. 2000. Prestressed Concrete: A Fundamental Approach. New Jersey:
Prentice Hall
[4] Troitsky, M S. 1994. Planning and Design of Bridges. Canada: John Wiley & Sons, Inc.
[5] Gilbert, R I. 1988. Time Effects in Concrete Structure. Amsterdam: Elsevier.
Analisa redistribusi..., Teuku Mohammad Akbar, FT UI, 2013.