Analisa Proximat Protein

45
ANALISA PROXIMAT BAB II : PROTEIN LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA PANGAN 2006 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

description

menentukan kadar proximat protein

Transcript of Analisa Proximat Protein

Page 1: Analisa Proximat Protein

ANALISA PROXIMATBAB II : PROTEIN

LAPORAN PRAKTIKUMANALISA PANGAN

2006

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

Page 2: Analisa Proximat Protein

1. PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Pustaka

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh karena zat ini di

samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat

pembangun dan pengatur. Selain mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak

dimiliki oleh lemak atau karbohidrat, molekul protein juga mengandung pula unsur

fosfor (P), belerang (S), dan beberapa jenis protein mengandung unsur logam seperti

besi (Fe) dan tembaga (Cu) (Winarno, 1997). Kandungan energi protein rata-rata 4

kg/kalori atau setara dengan kandungan energi karbohidrat. Protein tersusun atas rantai

asam-asam amino yang berbeda-beda dan berikatan melalui ikatan peptida (Sudarmadji

et al., 1989). Nitrogen merupakan senyawa yang paling membedakan yang terdapat

dalam nitrogen. Umumnya, protein kaya akan asam amino dasar yang mengandung

nitrogen lebih banyak. Protein dapat diklasifikasikan menurut komposisi, struktur,

fungsi biologis, atau sifat kelarutannya (Nielsen, 1998).

Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru

yang selalu terjadi dalam tubuh dan mempertahankan jaringan yang telah ada. Protein

juga mengganti jaringan tubuh yang telah rusak dan yang perlu dirombak. Protein dapat

juga digunakan sebagai bahan bakar bila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh

karbohidrat dan lemak. Protein juga digunakan untuk mengatur berbagai proses tubuh

baik langsung maupun tidak langsung dengan membentuk zat-zat pengatur dalam tubuh.

Protein mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah yaitu

dengan menimbulkan tekanan osmotik koloid yang dapat menarik cairan dari jaringan

ke dalam pembuluh darah. Protein di dalam tubuh manusia digunakan sebagai bahan

membran sel, pembentukan jaringan pengikat, kolagen dan elastin, serta untuk

pembentukan protein inert seperti pada rambut dan kuku. Selain itu, protein juga

bekerja sebagai enzim, bertindak sebagai plasma, membentuk antibodi, membentuk

kompleks dengan molekul lain, serta bertindak sebagai bagian sel yang bergerak yaitu

protein otot (Winarno, 1997).

1

Page 3: Analisa Proximat Protein

2

Sifat amfoter protein yang dapat bereaksi dengan asam dan basa, dapat mengatur

keseimbangan asam-basa dalam tubuh. Dalam setiap sel yang hidup, protein merupakan

bagian yang sangat penting. Pada sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan

komponen terbesar setelah air. Diperkirakan separuh atau 50 % dari berat kering sel

dalam jaringan seperti misalnya hati dan daging terdiri dari protein dan dalam tenunan

segar sekitar 20 % (Winarno, 1997).

Asam amino dalam kondisi netral (pH isolitrik, pI) berada dalam bentuk ion dipolar

atau disebut juga ion zwitter. Pada asam amino yang dipolar, gugus amino mendapat

tambahan sebuah proton dan gugus karboksil terdisosiasi. Derajat ionisasi dari asam

amino sangat dipengaruhi oleh pH. Pada pH yang rendah misalnya pada pH 1,0 gugus

karboksilnya tidak terdisosiasi sedangkan gugus aminonya menjadi ion. Pada pH yang

tinggi misalnya pada pH 11,0 karboksilnya terdisosiasi sedang gugusan aminonya tidak

(Winarno, 1997).

Sifat-sifat lain dari asam amino adalah tak berwarna, larut dalam air, tak larut dalam

alkohol atau ether, dapat membentuk garam kompleks dengan logam berat (misalnya

asam amino dengan Cu++ membentuk senyawa kompleks berwarna biru tua) dan dapat

membentuk senyawa berwarna biru dengan ninhidrin. Pembentukan senyawa berwarna

antara asam amino dengan ninhidrin ini banyak dipakai sebagai dasar analisa kuantitatif

maupun kualitatif senyawa asam amino dan protein. Prinsip reaksi asam amino dengan

ninhidrin adalah protein maupun asam amino yang mengandung asam alfa amino akan

memberikan reaksi dengan ninhidrin membentuk warna biru. Pertama kali terjadi

oksidasi alfa amino oleh ninhidrin dihasilkan ninhidrin tereduksi, aldehid, amonia dan

karbondioksida. Kemudian terjadi kondensasi antara amonia, ninhidrin tereduksi dan

ninhidrin terbentuk senyawaan kompleks berwarna biru (Sudarmadji et al, 1989).

Kekurangan protein dalam waktu lama akan mengganggu berbagai proses dalam tubuh

dan akan menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Protein dalam bahan

makanan masuk dalam tubuh dan akan diserap oleh usus dalam bentuk asam amino.

Beberapa asam amino yang merupakan peptida dan molekul protein kecil akan dapat

Page 4: Analisa Proximat Protein

3

diserap juga melalui dinding usus yang akan masuk ke dalam pembuluh darah. Hal

inilah yang akan menimbulkan reaksi-reaksi alergik dalam tubuh (Winarno, 1997).

Protein dalam bahan biologis biasanya terdapat dalam bentuk ikatan fisis yang renggang

maupun ikatan kimia yang erat dengan karbohidrat atau lemak. Karena struktur protein

yang kompleks, maka protein mudah sekali mengalami perubahan bentuk fisis ataupun

aktivitas biologisnya. Banyak agensia yang dapat menyebabkan perubahan sifat alamiah

protein misalnya panas, asam, basa, solven organik, garam, logam berat, radiasi sinar

radioaktif. Perubahan sifat fisis yang mudah diamati adalah terjadinya penjendalan

(menjadi tidak larut) atau pemadatan (Sudarmadji et al., 1989).

Protein dapat mengalami kerusakan oleh pengaruh-pengaruh panas, reaksi kimia dengan

asam atau basa, goncangan dan sebab-sebab yang lainnya. Sebagai contoh, protein di

dalam larutan pada pH tertentu dapat mengalami denaturasi dan mengendap. Di

samping denaturasi, protein dapat mengalami degradasi yaitu pemecahan molekul

kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana oleh pengaruh asam, basa, atau enzim.

Hasil degradasi protein dapat berbentuk sebagai pepton, polipeptida, peptida asam

amino, NH3, dan unsur N. Di samping itu dapat juga dihasilkan komponen-komponen

yang menimbulkan bau busuk misalnya merkaptan, skatol, putreseine dan H2S

(Winarno, 1997). Dengan adanya pemanasan, protein dalam bahan makanan akan

mengalami perubahan dan membentuk persenyawaan dengan bahan lain, misalnya

antara asam amino hasil perubahan protein dengan gula-gula reduksi yang membentuk

senyawa rasa dan aroma makanan. Protein murni dalam keadaan tidak dapat dipanaskan

hanya memiliki rasa dan aroma yang tidak berarti (Sudarmadji et al., 1989).

Tujuan analisis protein dalam bahan makanan antara lain adalah menera jumlah

kandungan protein dalam bahan makanan, menentukan tingkat kualitas protein

dipandang dari sudut gizi dan menelaah protein sebagai salah satu bahan kimia misalnya

secara biokimiawi, fisiologis, rheologis, enzimatis, dan telaah lain yang lebih mendasar

(Sudarmadji et al., 1989).

Page 5: Analisa Proximat Protein

4

Protein sesungguhnya tersusun atas rantai polipeptida sehingga kadar protein dapat

ditentukan dengan penentuan jumlah total N di dalam protein yang selanjutnya dapat

dikonversikan ataupun dapat diubah ke dalam protein. Satuan unit asam amino adalah

penyusun rantai polipeptida, di dalam satuan unit asam amino minimal memiliki satu

gugus amino (NH2), pada asam L-amino karboksilat, yang terdiri atas nitrogen, metode

tersebut merupakan metode Kjeldahl. Cara kerja dari metode Kjeldahl menurut kondisi

nitrogen yang teroksidasi dalam suatu persenyawaan yang akan dianalisa. Penambahan

basa kuat dapat membebaskan amonia pada kondisi oksidasi dan nitrogen sebagai

amonium. Penentuan dengan menggunakan suatu titrasi amonia dan asam kuat

merupakan aplikasi metode atau proses asam basa (NH4 + OH----------NH3 + H3O).

Sampel dididihkan dalam labu suling dengan kondisi basa berlebih dan amino bebas,

dimana asam sulfat mengangkapnya, basa standar menitrasi kelebihan asam. Sebaliknya

jika nitrogen terikat pada karbon dalam banyak senyawa organik (protein dan

sebagainya), amonia tidak mudah terbebaskan bila senyawa itu dipanaskan dengan basa

kuat. Diperlukan suatu pengolahan yang lebih drastis untuk memutuskan ikatan karbon

nitrogen (Sudarmadji et al., 1996).

Prinsip cara analisis Kjeldahl yaitu mula-mula bahan didekstrusi dengan asam sulfat

pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi

ditampung dan dititrasi dengan bantuan indicator. Cara Kjeldahl pada umumnya dapat

dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimakro. Cara makro Kjeldahl

digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3 g, sedang

semimakro dirancang untuk contoh untuk ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari

bahan yang homogen. Cara analisis tersebut akan berhasil dengan baik dengan asumsi

nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah

yang besar. Kekurangan cara analisis Kjeldahl ini ialah bahwa purin, pirimidin, vitamin,

asam amino besar, kreatina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein.

Walaupun demikian, cara ini masih digunakan dan dianggap cukup teliti dalam

pengukuran kadar protein dalam makanan (Winarno, 1997).

Pada prosedur Kjeldahl, protein dan komponen organik yang lain dalam sampel dipecah

dengan asam sulfat dengan adanya katalis. Total nitrogen organik dirubah menjadi

Page 6: Analisa Proximat Protein

5

amonium sulfat. Hasil pemecahan dinetralisasi dengan alkali dan didestilasi dalam

larutan asam borat. Bentuk anion borat dititrasi dengan asam standard, yang dirubah

menjadi nitrogen dalam sampel. Hasil dari analisis mewakili protein kasar yang

terkandung dalam makanan karena nitrogen juga berasal dari komponen non protein

(Nielsen, 1998).

Penetapan jumlah protein dalam bahan makanan umumnya dilakukan berdasarkan

penerapan empiris (tidak langsung), yaitu melalui penentuan kandungan N yang ada

dalam bahan. Penentuan secara langsung misalnya dengan pemisahan, pemurnian atau

penimbangan protein. Cara ini akan memperoleh hasil yang lebih tepat tetapi sangat

sukar, waktu yang lama, ketrampilan tinggi dan mahal. Penentuan secara empasis ini

ditemukan oleh Kjeldahl yang sering disebut sebagai kadar protein kasar (crude

protein). Di dalam penentuan kadar protein, seharusnya hanya nitrogen dari hasil

protein saja yang ditentukan tetapi secara teknis cara ini sulit sekali dan mengingat

jumlah kandungan senyawa lain selain protein dalam bahan biasanya sangat sedikit,

maka penentuan jumlah N tetap dilakukan untuk mewakili jumlah protein yang ada

(Sudarmajdi, 1989). Nitrogen non protein tersebut berasal dari asam-asam amino,

porphirin dan beberapa vitamin, alkaloid, asam urat, urea dan ion-ion amonium

(Nielsen, 1998).

Dasar perhitungan penentuan protein menurut Kjeldahl ini adalah hasil penelitian dan

pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya protein alamiah mengandung unsur N

rata-rata 16% (dalam protein murni). Untuk campuran senyawa-senyawa protein atau

yang belum diketahui komposisi unsur-unsur penyusunnya secara pasti, maka dipakai

faktor perkalian 6,25 (100/16). Sedangkan untuk protein-protein tertentu yang telah

diketahui komposisinya dengan lebih tepat, maka faktor perkalian yang lebih tepatlah

yang dipakai. Misalnya faktor perkalian yang telah diketahui adalah 6,25 untuk biji-

bijian; 5,70 untuk protein gandum; mie, roti; 5,46 untuk kacang tanah; 6,38 untuk

protein susu; dan 5,55 untuk gelatin (kolagen yang terlarut) (Sudarmajdi et al., 1989).

Page 7: Analisa Proximat Protein

6

Faktor Konversi yang Digunakan untuk konversi Nitrogen menjadi Protein

Bahan makanan Faktor konversiDaging 6,25 (Nielsen, 1998)Telur 6,25 (Nielsen, 1998)Susu 6.38 (Nielsen, 1998)

Gandum 5.33 (Nielsen, 1998)Jagung 5.65 (Nielsen, 1998)

Kacang tanah 5,46 (Winarno, 1997)Tepung terigu 5,70 (Winarno, 1997)

Mie instant 5,70 (Sudarmadji et al., 1996)

Menurut Winarno (1995), analisa protein dengan menggunakan metode kjeldahl ini

banyak digunakan dan dianggap cukup teliti dalam pengukuran kadar protein dalam

bahan makanan dan pengukuran dengan cara ini mempunyai beberapa kelebihan dan

kekurangan. Kelebihan dari metode Kjeldahl adalah dapat diterapkan untuk semua jenis

makanan, relatif sederhana, cukup cermat untuk analisa protein kasar dan murah.

Sedangkan kekurangan dengan menggunakan metode Kjeldahl adalah mengukur

senyawa nitrogen total (tidak hanya nitrogen protein), membutuhkan waktu lama dan

reagennya bersifat korosif (Nielsen, 1998).

Analisa protein Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu proses

destruksi, proses destilasi, dan tahap titrasi.

1. Tahap Destruksi.

Pada tahap ini sampel dipanaskan dalam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi

unsur-unsurnya. Elemen karbon, hydrogen, teroksidasi menjadi CO, CO2, dan H2O,

sedangkan nitrogennya berubah menjadi (NH4)2SO4. Asam sulfat yang digunakan untuk

destruksi memperhitungkan adanya bahan protein, lemak dan karbohidrat. Untuk

mendestruksi 1 gram protein diperlukan 9 gram asam sulfat, untuk 1 gram lemak

diperlukan 17,8 gram asam sulfat. Karena lemak memerlukan asam sulfat yang banyak

maka lemak harus dihilangkan dahulu sebelum melakukan destruksi. Asam sulfat yang

dipergunakan minimum 10 ml (18,4 gram) . sampel yang dianalisa sebanyak 0,4 - 3,5

gram atau mengandung nitrogen sebanyak 0,02-0,04 gram. Untuk mempercepat proses

detruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1)

Gunning menganjurkan K2SO4 atau CuSO4 dengan penambahan katalisator tersebut

titik didih asam sulfat akan semakin tinggi sehingga destruksi semakin cepat. Tiap 1

Page 8: Analisa Proximat Protein

7

gram K2SO4 dapat menaikan titik didih 30C. Kadang-kadang juga diberikan selenium,

selain dapat mempercepat oksidasi juga dapat menaikan titik didih dan melakukan

perubhan valensi dari valensi tinggi ke valensi rendah. Suhu destruksi berkisar antara

370 – 410°C. Selama destruksi akan terjadi reaksi sebagai berikut (apabila digunakan

HgO):

HgO + H2SO4 → HgSO4 + H2O

2HgSO4 → Hg2SO4 + SO2 + 2On

HgSO4 + 2H2SO4 → 2 Hg2SO4 + 2 H2O + SO2

(CHON) + On + H2SO4 → CO2 +H2O + (NH4)2SO4

Amonium sulfat yang terbentuk akan bereaksi dengan merkuri oksida membentuk

senyawaan kompleks. Apabila dalam destruksi menggunakan Hg sebagai katalisator

maka sebelum proses destilasi, Hg harus diendapkan lebih dahulu dengan K2S atau

dengan thiosulfat agar senyawa kompleks merkuri-amonia pecah menjadi amonium

sulfat. Proses destruksi sudah selesai apabila larutan menjadi jernih atau tidak berwarna.

Supaya analisa lebih tepat maka pada tahap destruksi ini dilakukan pula perlakuan

blanko yaitu untuk mengkoreksi adanya senyawa N yang berasal dari reagensia yang

digunakan

2.Tahap Destilasi

Pada tahap destilasi amonium sulfat dipecah menjadi amonia (NH3) dengan

penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar selama proses ini tidak terjadi

superheating ataupun pemercikan cairan atau timbul gelembung gas yang besar maka

dapat ditambahkan logam zink (Zn). Selanjutnya amonia yang dibebaskan akan

ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang dapat digunakan adalah asam

klorida atau asam borat 4% dalam jumlah yang berlebihan. Agar kontak antara asam

dan amonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam

mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih maka diberi

indikator misalnya BCG + MR atau PP. Destilasi berakhir bila semua amonia sudah

terdestilasi sempurna yang ditandai dengan destilat tidak bereaksi basa.

3. Tahap Titrasi

Apabila penampung destilat digunakan asam klorida maka sisa asam klorida yang tidak

bereaksi dengan ammonia ditritrasi dengan NaOH 0,1N dan titrasi dihentikan sampai

warna berubah menjadi merah muda dan tidak berubah lagi selama 30 detik bila

Page 9: Analisa Proximat Protein

8

menggunakan indikator PP. Setelah diperoleh persentase kadar nitrogen (N) selanjutnya

dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan satu faktor :

Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda.

Selisih jumlah titrasi sampel dan blangko merupakan jumlah ekuivalen nitrogen

(Sudarmadji et al., 1989).

Apabila penampung destilat dipergunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang

bereaksi dengan amonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N

dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan

dari biru menjadi merah muda. Selisih jumlah titrasi sampel dan blanko merupakan

jumlah ekuivalen nitrogen (Sudarmadji et al.,1989).

Penetapan nitrogen dengan titrasi ammonia dengan suatu asam kuat merupakan

penerapan yang penting dari titrasi asam basa. Prosedurnya bergantung pada keadaan

oksidasi nitrogen dalam senyawa yang akan dianalisis. Kelebihan asam dapat dititrasi

dengan basa standar. Sebaliknya jika nitrogen terikat pada karbon dalam banyak

senyawa organik, ammonia tidak mudah dibebaskan bila senyawa itu dipanasi dengan

basa kuat. Diperlukan suatu penggolongan yang lebih drastis untuk memutuskan

penggolongan pendahuluan dari senyawa nitrogen itu dengan asam sulfat pekat panas.

Bahan organik itu terhidrasi, karbonnya teroksidasi menjadi CO2, dan nitrogennya

diubah menjadi ammonium sulfat. Penambahan alkali kuat kemudian membebaskan

ammonia yang dapat diserap dan dititrasi (Day & Underwood, 1992).

Total nitrogen organik dalam makanan menghasilkan nitrogen utama dari semua

nitrogen organik yang mengandung senyawa non protein. Analisis protein dibutuhkan

apabila ingin mengetahui kandugan asam amino, campuran asam amino, kandungan

komponen protein dalam campuran, protein yang terkandung selama isolasi dan

pemurnian protein, nitrogen non protein, dan nilai gizi dari protein (Nielsen, 1998).

Rumus yang digunakan :

Page 10: Analisa Proximat Protein

9

(Salam, 1990).

Menurut SNI 01-2973-1992 UDC664.68, biskuit adalah produk makanan kering yang

dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar terigu, lemak, dan

bahan pengembang, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain yang

diinginkan. Biskuit diklasifikasikan dalam 4 jenis:

Biskuit keras

Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila

dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau

rendah.

Crackers

Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses

fermentasi/pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya lebih terasa asin dan renyah, serta

bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis.

Cookies

Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi,

renyah, dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat.

Wafer

Wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori, kasar, renyah, dan

bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga.

Menurut SNI 01-2973-1992 UDC664.68, kadar protein biskuit keras minimal 6.5%.

Kadar protein crackers minimal 8%. Kadar protein cookies minimal 6 %. Kadar protein

wafer minimal 6%.

Biskuit untuk bayi dan balita adalah makanan olahan yang dibuat dari tepung terigu,

lemak nabati dengan atau tanpa lemak susu serta bahan makanan lain, bahan tambahan

makanan yang diijinkan, dan diproses dengan pemanggangan, untuk anak usia 4 bulan

sampai 5 tahun. Kandungan protein biskuit bayi yang disajikan dengan susu adalah

Page 11: Analisa Proximat Protein

10

minimal 6.5%. Sedangkan biskuit bayi yang disajikan tanpa susu yaitu minimal 10%.

(SNI 01-4445-1998).

1.2. Tujuan Praktikum

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui kadar protein dalam suatu bahan makanan,

dapat menganalisa kadar protein dengan menggunakan metode Kjeldahl dan

mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam penentuan kadar protein.

Page 12: Analisa Proximat Protein

2. MATERI DAN METODE

2.1. Materi

2.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah mortar, lumpang, timbangan

analitik, labu destruksi, lemari asam, sarung tangan, lap, pipet ukur, pompa pilleus,

lemari destruksi, gelas ukur, labu destilasi, erlenmeyer 100 ml, pipet tetes, gelas piala,

corong, statif, dan buret.

2.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah biskuit Belvita, biskuit Marie

Regal, biskuit bayi Milna, HgO, Na2SO4, H2SO4 pekat, aquades, Zn, Na2S2O3 4%,

NaOH 50%, HCl 0,1N, indikator Methyl Red (MR), dan NaOH 0,1 N.

2.2. Metode

2.2.1. Tahap Destruksi

Sampel (kelompok 1 dan 2 biskuit Belvita, kelompok 3 dan 4 biskuit Marie Regal,

kelompok 5 dan 6 biskuit bayi Milna) dihaluskan dan ditimbang sebanyak 0,25 gram,

kemudian dimasukkan ke labu destruksi dan ditambah 7,5 gram Na2SO4, 0,35 gram

HgO dan 15 ml H2SO4 pekat secara berurutan. Setelah itu didestruksi di lemari

destruksi.

2.2.2. Tahap Destilasi

Labu destruksi tadi dikeluarkan dan isinya dibilas sedikit demi sedikit dengan 100 ml

aquades dan dipindah ke labu destilasi. Lalu ditambahkan 0,2 gram Zn, 15 ml Na2S2O3

4% dan 50 ml NaOH 50% secara berurutan, lalu didestilasi. Di dalam erlenmeyer 100

ml, dimasukkan 50 ml HCl 0,1 N, lalu destilat ditampung hingga mencapai volume 75

ml.

2.2.3. Tahap Titrasi

Larutan tadi ditambah 3 tetes indikator MR sehingga berubah menjadi warna merah

muda. Penambahan indikator MR harus dilakukan ketika titrasi akan dilakukan. Lalu

11

Page 13: Analisa Proximat Protein

12

dititrasi dengan NaOH 0,1N sampai berubah warnanya menjadi kuning. Kadar protein

kemudian dihitung menggunakan rumus:

% protein = % N x faktor konversi

Page 14: Analisa Proximat Protein

3. HASIL PENGAMATAN

Hasil Pengamatan percobaan penentuan kadar protein dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel Penentuan Kadar Protein

Kel. Bahan Berat sampel (g) Vol titrasi (ml) % N (%) % protein (%)1 Belvita 0.25 54.65 6.70 41.87502 Belvita 0.25 55.05 6.47 40.43753 Regal 0.25 57.20 5.27 32.93754 Regal 0.25 48.30 10.25 64.06255 Milna 0.25 54.00 7.06 44.12506 Milna 0.25 54.80 6.61 41.3125

Keterangan: Vol titrasi blanko = 66.60 mlSumber: Laporan Sementara Praktikum Analisa Pangan Kelompok C2 Selasa, 5 September 2006.

Dari hasil pengamatan di atas tampak bahwa pada penentuan kadar protein dengan

sampel sebanyak 0.25 gram, volume titrasi kelompok 1 dengan bahan biskuit belvita

yaitu 54.65 ml, sehingga didapat % N sebanyak 6.70% dan % protein sebanyak

41.8750%.Volume titrasi kelompok 2 dengan bahan biskuit belvita yaitu 55.05 ml,

sehingga didapat % N sebanyak 6.47% dan % protein sebanyak 40.4375%. Volume

titrasi kelompok 3 dengan bahan biskuit marie regal yaitu 57.20 ml, sehingga didapat %

N sebanyak 5.27% dan % protein sebanyak 32.9375%. Volume titrasi kelompok 4

dengan bahan biskuit marie regal yaitu 48.30 ml, sehingga didapat % N sebanyak

10.25% dan % protein sebanyak 64.0625%. Volume titrasi kelompok 5 dengan bahan

biskuit bayi milna yaitu 54.00 ml, sehingga didapat % N sebanyak 7.06% dan % protein

sebanyak 44.1250%. Volume titrasi kelompok 6 dengan bahan biskuit bayi milna yaitu

54.80 ml, sehingga didapat % N sebanyak 6.61% dan % protein sebanyak 41.3125%.

13

Page 15: Analisa Proximat Protein

4. PEMBAHASAN

Percobaan yang dilakukan kali ini adalah penentuan kadar protein. Protein merupakan

suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh karena zat ini di samping berfungsi

sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur.

Protein merupakan polimer alam yang tersusun dari berbagai asam amino melalui ikatan

peptida. Kandungan energi protein rata-rata 4 kg/kalori atau setara dengan kandungan

energi karbohidrat. Protein adalah substansi organik yang mirip dengan lemak dan

karbohidrat dalam hal kandungan unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Tetapi protein

juga mengandung nitrogen, bahkan beberapa diantaranya mengandung belerang dan

fosfor. Maka protein strukturnya lebih kompleks dibanding lemak dan karbohidrat

(Sudarmadji et al., 1989). Winarno (1997) manambahkan beberapa protein juga dapat

mengandung unsur logam seperti besi (Fe) dan tembaga (Cu). Pentingnya protein dalam

tubuh tampak ketika seseorang mengalami kekurangan protein dalam waktu lama akan

mengganggu berbagai proses dalam tubuh dan akan menurunkan daya tahan tubuh

terhadap penyakit. Protein dalam bahan makanan masuk dalam tubuh dan akan diserap

oleh usus dalam bentuk asam amino. Beberapa asam amino yang merupakan peptida

dan molekul protein kecil akan dapat diserap juga melalui dinding usus yang akan

masuk ke dalam pembuluh darah. Hal inilah yang akan menimbulkan reaksi-reaksi

alergik dalam tubuh.

Protein berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh. zat pembangun dan zat pengatur.

Protein digunakan sebagai bahan bakar bila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh

karbohidrat dan lemak. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk

jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh dan mempertahankan jaringan

yang telah ada. Protein juga mengganti jaringan tubuh yang telah rusak dan yang perlu

dirombak. Protein juga digunakan untuk mengatur berbagai proses tubuh baik langsung

maupun tidak langsung dengan membentuk zat-zat pengatur dalam tubuh. Protein

mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah yaitu dengan

menimbulkan tekanan osmotik koloid yang dapat menarik cairan dari jaringan ke dalam

pembuluh darah. Protein di dalam tubuh manusia digunakan sebagai bahan membran

sel, pembentukan jaringan pengikat, kolagen dan elastin, serta untuk pembentukan

14

Page 16: Analisa Proximat Protein

15

protein inert seperti pada rambut dan kuku. Selain itu, protein juga bekerja sebagai

enzim, bertindak sebagai plasma, membentuk antibodi, membentuk kompleks dengan

molekul lain, serta bertindak sebagai bagian sel yang bergerak yaitu protein otot. Sifat

amfoter protein yang dapat bereaksi dengan asam dan basa, dapat mengatur

keseimbangan asam-basa dalam tubuh. Pada sebagian besar jaringan tubuh, protein

merupakan komponen terbesar setelah air. Diperkirakan separuh atau 50 % dari berat

kering sel dalam jaringan seperti misalnya hati dan daging terdiri dari protein dan dalam

tenunan segar sekitar 20 %. Kekurangan protein dalam waktu lama akan mengganggu

berbagai proses dalam tubuh dan akan menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit.

Protein dalam bahan makanan masuk dalam tubuh dan akan diserap oleh usus dalam

bentuk asam amino. Beberapa asam amino yang merupakan peptida dan molekul

protein kecil akan dapat diserap juga melalui dinding usus yang akan masuk ke dalam

pembuluh darah. Hal inilah yang akan menimbulkan reaksi-reaksi alergik dalam tubuh

(Winarno, 1997).

Asam amino berdasarkan teori Sudarmadji et al. (1989) bersifat tak berwarna, larut

dalam air, tak larut dalam alkohol atau ether, dapat membentuk garam kompleks dengan

logam berat (misalnya asam amino dengan Cu++ membentuk senyawa kompleks

berwarna biru tua) dan dapat membentuk senyawa berwarna biru dengan ninhidrin.

Pembentukan senyawa berwarna antara asam amino dengan ninhidrin ini banyak

dipakai sebagai dasar analisa kuantitatif maupun kualitatif senyawa asam amino dan

protein. Prinsip reaksi asam amino dengan ninhidrin adalah protein maupun asam amino

yang mengandung asam alfa amino akan memberikan reaksi dengan ninhidrin

membentuk warna biru. Pertama kali terjadi oksidasi alfa amino oleh ninhidrin

dihasilkan ninhidrin tereduksi, aldehid, amonia dan karbondioksida. Kemudian terjadi

kondensasi antara amonia, ninhidrin tereduksi dan ninhidrin terbentuk senyawaan

kompleks berwarna biru

Analisa protein dilakakukan biasanya untuk menera jumlah kandungan protein dalam

bahan makanan, menentukan tingkat kualitas protein dipandang dari sudut gizi dan

menelaah protein sebagai salah satu bahan kimia misalnya secara biokimiawi, fisiologis,

rheologis, enzimatis, dan telaah lain yang lebih mendasar (Sudarmadji et al., 1989).

Page 17: Analisa Proximat Protein

16

Analisa protein dilakukan ketika kita ingin mengetahui kandungan protein total.

komposisi asam amino, kandungan protein dalam suatu campuran, kandungan protein

selama isolasi dan pemurnian protein, nitrogen non protein, dan nilai nutrisi dari protein

(Nielsen, 1998).

Penentuan protein yang digunakan adalah dengan cara Kjeldahl semimakro. Menurut

Winarno (1997), cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu cara

makro dan semi makro atau sering disebut cara mikro. Cara makro kjeldahl digunakan

untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contohnya 1-3 gram, sedangkan cara

semimakro digunakan untuk ukuran yang kecil yaitu kurang dari 300 mg dari bahan

yang homogen. Kekurangan cara ini adalah bahwa purin, pirimidin, vitamin-vitamin,

asam amino besar kreatian, dan kreatina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen

protein, tetapi walau demikian cara ini tetap masih dianggap cukup teliti untuk

pengukuran kadar protein makanan.

Pada saat dilakukan praktikum digunakan cara Kjedahl. Dengan cara ini akan didapat %

N dan juga % protein dari sampel yang digunakan. Menurut Sudarmajdi (1989),

penetapan jumlah protein dalam bahan makanan umumnya dilakukan berdasarkan

penerapan empiris (tidak langsung), yaitu melalui penentuan kandungan N yang ada

dalam bahan. Penentuan secara langsung misalnya dengan pemisahan, pemurnian atau

penimbangan protein. Cara ini akan memperoleh hasil yang lebih tepat tetapi sangat

sukar, waktu yang lama, ketrampilan tinggi dan mahal. Penentuan secara empasis ini

diketemukan oleh kjeldahl yang sering disebut sebagai kadar protein kasar

(crude protein).

Pada saat praktikum juga dilakukan pemanasan sampai larutan tersebut menjadi jernih.

Dengan adanya pemanasan, protein dalam bahan makanan akan mengalami perubahan

dan membentuk persenyawaan dengan bahan lain, misalnya antara asam amino hasil

perubahan protein dengan gula-gula reduksi yang membentuk senyawa rasa dan aroma

makanan. Protein murni dalam keadaan tidak dapat dipanaskan hanya memiliki rasa dan

aroma yang tidak berarti (Sudarmadji et al., 1989).

Page 18: Analisa Proximat Protein

17

Dalam praktikum, ditambahkan berbagai senyawa seperti Na2SO4, HgO, Zn, Na2S2O3,

NaOH, dan indikator MR. Penambahan Zn berfungsi untuk mencegah pemercikan atau

adanya gelembung gas yang besar. Penambahan Na2S2O3 berfungsi untuk memecah

senyawa merkuri ammonium menjadi ammonium sulfat. Menurut Sudarmadji (1989),

untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran

Sodium Sulfat dan HgO (20:1) digunakan K2SO4 (dalam praktikum digunakan Na2SO4)

atau CuSO4 dengan penambahan katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan

semakin tinggi sehingga destruksi semakin cepat. Suhu destruksi berkisar antara 370 –

410°C. Selama destruksi akan terjadi reaksi sebagai berikut (apabila digunakan HgO):

HgO + H2SO4 → HgSO4 + H2O

2HgSO4 → Hg2SO4 + SO2 + 2On

HgSO4 + 2H2SO4 → 2 Hg2SO4 + 2 H2O + SO2

(CHON) + On + H2SO4 → CO2 +H2O + (NH4)2SO4

Amonium sulfat yang terbentuk akan bereaksi dengan merkuri oksida membentuk

senyawaan kompleks. Proses destruksi sudah selesai apabila larutan menjadi jernih atau

tidak berwarna. Pada tahap destilasi amonium sulfat dipecah menjadi amonia (NH3)

dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Supaya selama destilasi

tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas

yang besar, maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Untuk mengetahui asam dalam

keadaan berlebihan maka perlu ditambahkan indikator misalnya BCG, MM, atau PP.

Sedangkan penambahan NaOH adalah untuk memecah ammonium sulfat tersebut

menjadi ammonium (NH3). Ammonia ini kemudian akan ditangkap dengan larutan

asam standar, yaitu larutan HCl yang ditempatkan di bawah alat destilasi (pipa kaca

ujung saluran alat destilasi). Larutan HCl ini harus diberikan dalam keadaan berlebih.

Sisa asam klorida yang tidak bereaksi dengan ammonia ditritrasi dengan NaOH 0,1 N.

Penambahan indikator MR berfungsi untuk membantu mengetahui titik akhir titrasi.

Setelah diperoleh persentase kadar nitrogen (N) selanjutnya dihitung kadar proteinnya

dengan mengalikan satu faktor:

Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda.

Selisih jumlah titrasi sampel dan blangko merupakan jumlah ekuivalen nitrogen.

Page 19: Analisa Proximat Protein

18

Selain dilakukan pada sampel bahan pangan, dalam percobaan ini juga dilakukan

analisa terhadap blanko. Hal ini dimaksudkan supaya analisa lebih tepat yaitu untuk

koreksi adanya senyawa nitrogen yang berasal dari reagensia yang digunakan. Menurut

Sudarmadji (1989), supaya analisa lebih tepat maka pada tahap destruksi ini dilakukan

pula perlakuan blanko yaitu untuk mengkoreksi adanya senyawa N yang berasal dari

reagensia yang digunakan.

Praktikum ini menggunakan biskuit sebagai bahannya. Biskuit yang digunakkan adalah

biskuit keras. Menurut SNI 01-2973-1992 UDC664.68, biskuit adalah produk makanan

kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar terigu,

lemak, dan bahan pengembang, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain

yang diinginkan.

Biskuit diklasifikasikan dalam 4 jenis:

Biskuit keras

Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila

dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau

rendah.

Crackers

Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses fermentasi/

pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya lebih terasa asin dan renyah, serta bila

dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis.

Cookies

Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi,

renyah, dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat.

Wafer

Wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori, kasar, renyah, dan

bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga.

Dari praktikum tersebut didapatkan hasil yang berbeda-beda untuk setiap biskuit yang

diuji. Kelompok 1 yang menggunakan biskuit Belvita mendapatkan hasil kandungan

protein sebesar 41,8750%. Kelompok 2 yang juga menggunakan biskuit Belvita

mendapatkan hasil kandungan protein sebesar 40,4375%. Kelompok 3 yang

Page 20: Analisa Proximat Protein

19

menggunakan biskuit Marie Regal mendapatkan hasil kandungan protein sebesar

32,9375%. Kelompok 4 yang juga menggunakan biskuit Marie Regal mendapatkan

hasil kandungan protein sebesar 64,0625%. Kelompok 5 yang menggunakan biskuit

bayi Milna mendapatkan hasil kandungan protein sebesar 44,1250%. Kelompok 6 yang

juga menggunakan biskuit bayi Milna mendapatkan hasil kandungan protein sebesar

41,3125%.

Menurut SNI 01-2973-1992 UDC664.68, kadar protein biskuit keras minimal 6.5%.

Kadar protein crackers minimal 8%. Kadar protein cookies minimal 6 %. Kadar protein

wafer minimal 6%. Dari hasil percobaan, kadar protein biskuit yang ada sudah

memenuhi persyaratan yaitu lebih dari 6.5%. Sedangkan menurut SNI 01-4445-1998,

kandungan protein biskuit bayi yang disajikan dengan susu minimal 6.5%, sedangkan

kandungan protein biskuit bayi yang disajikan tanpa susu minimal 10%. Dari hasil

percobaan, kandungan protein yang ada sudah memenuhi persyaratan, yaitu lebih dari

6.5% maupun 10%.

Jika dilihat dari komposisinya, biskuit Belvita memiliki kandungan protein 2 gram per

30 gram (6,67%). Sedangkan hasil percobaan sangat besar yaitu 41,8750% dan

40,4375%. Biskuit Regal tidak dituliskan komposisinya sehingga tidak dapat

dibandingkan kandungan protein antara yang ditulis dan yang didapat dari hasil

percobaan. Biskuit Milna memiliki kandungan protein sebesar 1,4 gram per 21,4 gram

biskuit atau sekitar 6,54%. Berarti hasil percobaan sangat jauh berbeda. Perbedaan hasil

tersebut mungkin disebabkan karena kesalahan dalam praktikum. Misalnya, pemanasan

yang berlebihan, sehingga protein membentuk persenyawaan dengan bahan lain,

sehingga jumlah yang terhitung menjadi lebih banyak; kesalahan dalam titrasi,

kesalahan pengukuran, dan lain-lain. Menurut Sudarmadji et al. (1989), dengan adanya

pemanasan, protein dalam bahan makanan akan mengalami perubahan dan membentuk

persenyawaan dengan bahan lain, misalnya antara asam amino hasil perubahan protein

dengan gula-gula reduksi yang membentuk senyawa rasa dan aroma makanan. Protein

murni dalam keadaan tidak dapat dipanaskan hanya memiliki rasa dan aroma yang tidak

berarti. Mungkin juga karena selama praktikum, sampel menerima perlakuan yang

menyebabkannya menjadi rusak, sehingga analisa tidak tepat. Misalnya saja karena

Page 21: Analisa Proximat Protein

20

reaksi kimia dengan asam atau basa, goncangan dan sebab-sebab yang lainnya. Sebagai

contoh, protein di dalam larutan pada pH tertentu dapat mengalami denaturasi dan

mengendap. Di samping denaturasi, protein dapat mengalami degradasi yaitu

pemecahan molekul kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana oleh pengaruh

asam, basa, atau enzim. Hasil degradasi protein dapat berbentuk sebagai pepton,

polipeptida, peptida asam amino, NH3, dan unsur N. Di samping itu dapat juga

dihasilkan komponen-komponen yang menimbulkan bau busuk misalnya merkaptan,

skatol, putreseine dan H2S (Winarno,

Penyebab lain yang mungkin terjadi adalah karena kekurangan dari analisis Kjeldahl

sendiri yang juga menghitung nitrogen dari senyawa lain sebagai protein. Menurut

Winarno, (1997) kekurangan cara analisis Kjeldahl ini ialah bahwa purin, pirimidin,

vitamin, asam amino besar, kreatina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen

protein. Kelemahan metode ini lainnya ialah mengukur senyawa nitrogen total (tidak

hanya nitrogen protein), membutuhkan waktu lama dan reagennya bersifat korosif

(Nielsen, 1998). Walaupun demikian, cara ini masih digunakan dan dianggap cukup

teliti dalam pengukuran kadar protein dalam makanan karena memiliki kelebihan yang

dapat diterapkan untuk semua jenis makanan, relatif sederhana, cukup cermat untuk

analisa protein kasar dan murah. Selain itu, ketidaksesuaian juga mungkin dikarenakan

sampel terlalu banyak mengandung lemak. Untuk mendestruksi 1 gram protein

diperlukan 9 gram asam sulfat, untuk 1 gram lemak diperlukan 17,8 gram asam sulfat.

Akibatnya, jumlah asam sulfat yang dipakai untuk mendestruksi protein menjadi lebih

sedikit, karena sudah terpakai untuk mendestruksi lemak. Dengan demikian, protein

menjadi tidak terdestruksi sempurna dan mengakibatkan pada tidak tepatnya

perhitungan (Sudarmadji, 1989).

Kurang tepatnya metode yang digunakan juga dapat mempengaruhi. Metode Kjehdahl

mungkin saja kurang tepat, karena yang dihitung ialah kandungan N total dalam

makanan, padahal N tersebut belum tentu berasal dari protein saja. Sumber N selain

protein selain makanan antara lain ialah asam-asam amino, porphirin dan beberapa

vitamin, alkaloid, asam urat, urea dan ion-ion amonium (Nielsen, 1998).

Page 22: Analisa Proximat Protein

21

Selain itu, mungkin juga disebabkan karena kesalahan dalam perhitungan. Karena

ketika mengalikan % Nitrogen dengan faktor konversi, kami tidak tahu faktor konversi

untuk biskuit, sehingga kami menggunakan faktor konversi 6.,5. Padahal belum tentu

faktor konversinya benar, karena faktor konversi untuk setiap bahan berbeda-beda.

Menurut Sudarmadji et al. (1989), dasar perhitungan penentuan protein menurut

Kjeldahl ini adalah hasil penelitian dan pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya

protein alamiah mengandung unsur N rata-rata 16% (dalam protein murni). Untuk

campuran senyawa-senyawa protein atau yang belum diketahui komposisi unsur-unsur

penyusunnya secara pasti, maka dipakai faktor perkalian 6,25 (100/16). Sedangkan

untuk protein-protein tertentu yang telah diketahui komposisinya dengan lebih tepat,

maka faktor perkalian yang lebih tepatlah yang dipakai. Misalnya faktor perkalian yang

telah diketahui adalah 6,25 untuk biji-bijian; 5,70 untuk protein gandum; mie, roti; 5,46

untuk kacang tanah; 6,38 untuk protein susu; dan 5,55 untuk gelatin (kolagen yang

terlarut).

Data kelompok 3 dan kelompok 4 berbeda jauh sekali, hampir dua kali lipatnya.

Padahal bahan yang digunakan sama. Hal itu disebabkan karena pada waktu titrasi,

kelompok 4 menggunakan pipet volume, bukan buret. Padahal ketelitian alat itu

berbeda, buret lebih teliti dibandingkan dengan pipet volume. Selain itu, pipet volume

mengeluarkan dengan jumlah yang lebih besar, sehingga bisa saja penitrasian tidak

sempurna. Mungkin belum bereaksi sempurna sehingga akhirnya jumlah yang

dikeluarkan harus lebih banyak. Sehingga hasil yang diperoleh menjadi jauh berbeda.

Page 23: Analisa Proximat Protein

5. KESIMPULAN

Protein tersusun atas senyawa-senyawa yang meliputi hidrogen, karbon, nitrogen,

oksigen, dan ada juga yang mengandung sulfur, fosfor, zat besi serta tembaga.

Protein tersusun atas rantai asam-asam amino yang berbeda-beda dan berikatan

melalui ikatan peptida.

Protein berfungsi sebagai sumber energi, zat pengatur dan zat pembangun.

Kandungan energi protein rata-rata ialah 4 kg/kalori.

Kadar protein dalam bahan pangan umumnya ditentukan dengan metode Kjeldahl.

Pada penentuan kadar protein dengan metode Kjeldahl terjadi tiga tahap reaksi,

yaitu tahap destruksi, tahap destilasi dan tahap titrasi.

Penentuan kadar protein yang dilakukan dengan metode Kjeldahl dihasilkan kadar

protein kasar atau crude protein.

Metode Kjeldahl memiliki kelebihan, yaitu dapat diterapkan untuk semua jenis

makanan, relatif sederhana, cukup cermat untuk analisa protein kasar dan murah.

Kekurangan Metode Kjeldahl ialah mengukur senyawa nitrogen total (tidak hanya

nitrogen protein), membutuhkan waktu lama dan reagennya bersifat korosif.

Penghancuran sampel bertujuan untuk memisahkan komponen-komponen bahan

dan untuk memperluas permukaan.

Penambahan asam sulfat pekat bertujuan untuk memecah bahan dan mengikat unsur

nitrogen untuk bereaksi membentuk amonium sulfat.

Penambahan Na2SO4 dan HgO digunakan sebagai katalisator sehingga titik didih

dari asam sulfat menjadi lebih tinggi sehingga proses destruksi berjalan cepat.

Penambahan Zn bertujuan untuk mencegah terjadinya superheating ataupun

pemercikan cairan.

Penambahan basa kuat (NaOH) dalam proses destilasi bertujuan untuk

membebaskan amonia pada kondisi oksidasi dan nitrogen sebagai amonium.

Penambahan HCl dalam proses destilasi ini bertujuan untuk menangkap amonia

yang dibebaskan.

Semakin besar volume NaOH yang digunakan, maka semakin kecil kandungan N

total dan kandungan protein pada sampel.

22

Page 24: Analisa Proximat Protein

23

Untuk bahan yang tidak diketahui kandungan proteinnya, dapat digunakan faktor

konversi 6,25.

Kadar protein pada biskuit menurut SNI adalah minimal 6,5 %.

Kadar protein biskuit bayi pada SNI ialah minimal 6,5 % jika disajikan dengan susu

dan 10 % jika disajikan tanpa susu.

Page 25: Analisa Proximat Protein

6. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (1992). Biskuit. SNI 01-2973-1992 UDC 664.68.

Anonim. (1998) Biskuit Untuk Bayi dan Balita. SNI 01-4445-1998.

Day, R. A. & A. L. Underwood. (1992). Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.Liberty. Yogyakarta.

Nielsen, S. (1998). Food Analysis 2nd Ed. Aspen Publication. Gaithersburg Maryland.

Salam, A. (1990). Protein, Vitamin, dan Bahan Ikutan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.

Sudarmadji, S.; B. Haryono & Suhardi. (1996). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.

Sudarmadji, S; B. Haryono & Suhardi (1989). Prosedur untuk Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Winarno, F. G. (1995). Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F. G. (1997). Pangan Gizi, Teknologi, dan Konsumen. PT Gramedia. Jakarta.

24

Page 26: Analisa Proximat Protein

7. LAMPIRAN

7.1. Perhitungan

Kelompok 1

Kelompok 2

Kelompok 3

Page 27: Analisa Proximat Protein

Kelompok 4

Kelompok 5

Kelompok 6

7.2. Laporan Sementara

Page 28: Analisa Proximat Protein

7.3. Label Komposisi Biskuit

7.3.1. Belvita

Page 29: Analisa Proximat Protein

7.3.2. Marie Regal

Page 30: Analisa Proximat Protein

7.3.3. Milna

Page 31: Analisa Proximat Protein

7.4. SNI

7.4.1. SNI Biskuit

Page 32: Analisa Proximat Protein

7.4.2. SNI Biskuit Bayi dan Balita