ANALISA KEBUTUHAN CAIRAN PENETRANT METODE BRUSHING …repository.ppns.ac.id/2236/1/0216030003 -...

78
TUGAS AKHIR (602502A) ANALISA KEBUTUHAN CAIRAN PENETRANT METODE BRUSHING TERHADAP POSISI PENGUJIAN dan SENSITIVITAS ARTIFICIAL DEFECT HIMAWAN SHOFIE AL AKRIM NRP. 0216030003 DOSEN PEMBIMBING: MOHAMMAD THORIQ WAHYUDI,ST.,MM. PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK BANGUNAN KAPAL JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019

Transcript of ANALISA KEBUTUHAN CAIRAN PENETRANT METODE BRUSHING …repository.ppns.ac.id/2236/1/0216030003 -...

TUGAS AKHIR (602502A)

ANALISA KEBUTUHAN CAIRAN PENETRANT METODE BRUSHING TERHADAP POSISI PENGUJIAN dan SENSITIVITAS ARTIFICIAL DEFECT

HIMAWAN SHOFIE AL AKRIM NRP. 0216030003 DOSEN PEMBIMBING: MOHAMMAD THORIQ WAHYUDI,ST.,MM.

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK BANGUNAN KAPAL JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019

i

TUGAS AKHIR (602502A)

ANALISA KEBUTUHAN CAIRAN PENETRANT METODE

BRUSHING TERHADAP POSISI PENGUJIAN dan

SENSITIVITAS ARTIFICIAL DEFECT

HIMAWAN SHOFIE AL AKRIM

NRP. 0216030003

DOSEN PEMBIMBING: MOHAMMAD THORIQ WAHYUDI ,ST.,MM.

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK BANGUNAN KAPAL JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019

ii

Halaman ini sengaja dikosongkan

iii

iv

Halaman ini sengaja dikosongkan

v

vi

Halaman ini sengaja dikosongkan

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT dan juga Shalawat dan

juga salam selalu kita limpahkan untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW,

karena rahmat dan karunia Nya-lah penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas

akhir ini tepat pada waktunya dengan judul:

“ANALISA KEBUTUHAN CAIRAN PENETRANT METODE

BRUSHING TERHADAP POSISI PENGUJIAN dan SENSITIVITAS

ARTIFICIAL DEFECT”

Laporan Tugas Akhir ini bertujuan untuk memenuhi syarat memperoleh

gelar Ahli Madya (AmD) dan juga salah satu kurikulum yang ada di Politeknik

Perkapalan Negeri Surabaya.

Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis mendapatkan dukungan,

bantuan, bimbingan, pengalaman, dukungan dan kerja sama yang baik dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Eko Julianto, M.Sc., MRINA selaku Direktur Politeknik Perkapalan

Negeri Surabaya.

2. Bapak Ruddianto, ST. MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Bangunan Kapal

Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.

3. Bapak Ir. Hariyanto Soeroso, M.T., selaku Ketua Prodi Teknik Bangunan

Kapal Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.

4. Bapak Denny Oktavina Radianto, S.Pd., M.Pd., selaku Koordinator Tugas

Akhir.

5. Bapak Mohammad Thoriq Wahyudi,ST.,MM selaku dosen pembimbing yang

telah banyak membantu dan memberi nasehat dalam penyelesaian Tugas

Akhir saya.

6. Bapak Muhamad Ari,ST.,MT selaku dosen pembimbing yang telah banyak

membantu dan memberi nasehat dalam penyelesaian Tugas Akhir saya.

7. Bapak dan Ibu Dosen Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya yang tidak dapat

penulis sebutkan satu-persatu.

8. Kedua orang tua dan adik saya yang selalu memberikan semangat, doa dan

dukungannya.

viii

9. Terima kasih banyak kepada teman-teman kos Gebang Wetan 23 C yang telah

membantu saya dalam mengerjakan tugas akhir ini.

10. Terima kasih kepada PT.ROBUTECH yang banyak memberi masukan dan

bantuan kepada saya dalam pengerjaan tugas akhir ini.

11. Teman-teman SB 2016 yang selalu menyemangati dan menemani.

12. Serta pihak – pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini, penulis berusaha

semaksimal mungkin mengerjakan sebaik-baiknya. Namun penulis menyadari

bahwa laporan ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Untuk itu penulis

memohon saran dan kritik yang membangun diterima dengan senang hati guna

kesempurnaan laporan ini.

Akhirnya penulis senantiasa berharap bahwa apa yang ada dalam laporan

ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri, dan bagi pembaca pada

umumnya.

Surabaya, 15 Juli 2019

Penulis

ix

ANALISA KEBUTUHAN CAIRAN PENETRANT METODE BRUSHING

TERHADAP POSISI PENGUJIAN dan SENSITIVITAS ARTIFICIAL

DEFECT

Himawan Shofie Al Akrim

ABSTRAK

Pengujian penetrant adalah salah satu jenis NDT (Non Destructive

Testing) pada material yang digunakan untuk mendeteksi cacat pada perukaan

materilal. Dalam tugas akhir ini pengujian penetrant dilakukan untuk mengetahui

kebutuhan cairan penetrant pada plat pada posisi pengujian over head & down

hand serta mengetahui sentsitivitasnya pada kedua posisi tersebut pada cacat

buatan (artificial defect) dengan variasi panjang 2cm,3cm dan 4cm dalam 1

spesimen dari 3 spesimen. Pengujian ini untuk mengetahui kebutuhan cairan

penetrant seluas 12500 dengan panjang 250 mm dan lebar 50 mm. Pengujian

ini dilakukan dengan cara menghitung volume awal sebelum pengujian dan

setelah pengujian, dari hasil pengujian didapatkan volume rata untuk pengujian

dengan posisi over head sebesar 1,26 ml dan untuk posisi down hand sebesar 1,13

ml. Untuk menegtahui sensitivitas pada kedua posisi pengujian maka dilakukan

pengukuran dan penghitungan luasan terhadap indikasi yang timbul dari cacat

buatan dari kedua posisi pengujian untuk mengetahui tingkat sensitiviasnya.

Tingkat sensitivitas dilihat dari besarnya luasan dari indikasi yang muncul yang

kemudian dari hasi dibandingkan dengan cacat buatan yang sama dengan

perbedaan posisi pengujian.Dari hasil penghitungan luasan indikasi didapatkan

posisi pengujian down hand memiliki sensitivitas lebih baik dari pada pengujian

dengan posisi over head dikarenakan luas indikasi lebih besar.

Kata Kunci : Kebutuhan Cairan Penetrant,Posisi Pengujian,Cacat buatan,

Sensitivitas

x

Halaman ini sengaja dikosongkan

xi

ANALYSIS OF THE NEEDS OF PENETRANT FLUID OF THE BRUSHING

METHOD ON THE POSITION OF TESTING AND SENSITIVITY OF

ARTIFICIAL DEFECT

Himawan Shofie Al Akrim

ABSTRACT

Penetrant testing is one type of NDT (Non Destructive Testing) in

materials used to detect defects on the surface of the material. In this final

assignment, penetrant testing is carried out to determine the requirement of

penetrant fluid on the plate at the over head & under hand test position and to

know its sensitivity in both positions on artificial defects with variations in length

2cm, 3cm and 4cm in 1 specimen from 3 specimens . This test is to determine the

need for penetrant liquid convering an area 12500 with a length of 250 mm

and width of 50 mm.This test is done by calculating the initial volume before

testing and after testing, from the test results obtained the average volume for

testing with an over head position of 1.26 ml and for the down hand position of

1.13 ml. To find out the sensitivity in both test positions, measurements and

measurements of the area were made for indications arising from artificial defects

from both test positions to determine the sensitivity level. Sensitivity level is seen

from the size of the indication that appears later from the results compared to the

same artificial defect as the difference in the test position. From the calculation of

the area indications found that the test position under the hand has a better

sensitivity than testing with over head position due to more indication big.

Keyword : Needs of Penetrant Fluid,Testing Position,Artificial Defect,Sensitivity

xii

Halaman ini sengaja dikosongkan

xiii

DAFTAR ISI

SAMPUL…………………………………………………………………………..i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ............................................................................... 2

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 2

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 2

1.5 Batasan Masalah .................................................................................... 3

BAB 2 DASAR TEORI .......................................................................................... 5

2.1 Pengertian Pengujian ............................................................................. 5

2.2 Pengertian Pengujian Tidak Merusak ................................................... 6

2.3 Pengertian Penetrant Testing ................................................................ 6

2.4 Klasifikasi Liquid Penetrant Sesuai Cara Pembersihannya .................. 7

2.5 Klasifikasi Liquid Penetrant Berdasarkan Pengamatannya .................. 9

2.6 Prinsip Kerja Penetrant Test ............................................................... 10

2.7 Tahapan Metode Pengujian Penetrant ................................................. 10

2.7.1 Persiapan Permukaan ................................................................. 10

2.7.2 Pengaplikasian Penetrant ........................................................... 11

2.7.3 Pembersihan Penetrant Sisa ....................................................... 12

2.7.4 Development ............................................................................... 14

2.7.5 Interpretasi.................................................................................. 15

2.7.6 Pembersihan Pasca Pemeriksaan ............................................... 16

2.8 Pengertian Pengelasan ......................................................................... 16

2.9 Pengelasan SMAW ............................................................................. 17

2.10 Cacat .................................................................................................. 18

2.11 Cacat Buatan (Artificial Deffect) ....................................................... 19

xiv

2.12 Posisi Down Hand ............................................................................. 19

2.14 Posisi Over Head .............................................................................. 20

2.15 Sensitivitas ......................................................................................... 20

2.16 Kapilaritas .......................................................................................... 21

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 23

3.1 Flochart Penelitian ............................................................................... 23

3.2 Studi Literatur ...................................................................................... 23

3.3 Proses Pembuatan Cacat Buatan .......................................................... 24

3.4 Proses Pengujian .................................................................................. 29

3.5 Analisa Hasil Pengolahan Data ........................................................... 37

3.6 Kesimpulan dan Saran ......................................................................... 38

3.7 Jadwal Pengerjaan TA ......................................................................... 38

BAB 4 ANALISA DATA ..................................................................................... 39

4.1 Analisa Hasil Pengujian ...................................................................... 39

4.1.1 Hasil Kebuuhan Cairan Penetrant Pada Posisi Over Head ....... 39

4.1.2 Hasil Kebuuhan Cairan Penetrant Pada Posisi Down Hand ...... 41

4.1.3 Hasil Pengujian Dengan Perbedaan Posisi ................................ 43

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 55

5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 55

5.2 Saran .................................................................................................... 55

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 57

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Pengukuan Panjang dan Luasan Cacat Spesimen A ............................ 26

Tabel 3. 2 Pengukuan Panjang dan Luasan Cacat Spesimen B ............................ 27

Tabel 3. 3 Pengukuan Panjang dan Luasan Cacat Spesimen C ............................ 28

Tabel 4. 1 Spesimen A Over Head……………………………………………….39

Tabel 4. 2 Spesimen B Over Head ........................................................................ 40

Tabel 4. 3 Spesimen C Over Head ........................................................................ 40

Tabel 4. 4 Spesimen A Down Hand ...................................................................... 41

Tabel 4. 5 Spesimen B Down Hand ...................................................................... 42

Tabel 4. 6 Spesimen C Down Hand ...................................................................... 42

Tabel 4. 7 Spesimen A 20 mm Posisi Over Head ................................................. 43

Tabel 4. 8 Spesimen A 20 mm Posisi Down Hand ............................................... 44

Tabel 4. 9 Spesimen A 30 mm Posisi Over Head ................................................. 44

Tabel 4. 10 Spesimen A 30 mm Posisi Down Hand ............................................. 45

Tabel 4. 11 Spesimen A 40 mm Posisi Over Head ............................................... 45

Tabel 4. 12 Spesimen A 40 mm Posisi Down Hand ............................................. 46

Tabel 4. 13 Spesimen B 20 mm Posisi Over Head ............................................... 46

Tabel 4. 14 Spesimen B 20 mm Posisi Down Hand ............................................. 47

Tabel 4. 15 Spesimen B 30 mm Posisi Over Head ............................................... 47

Tabel 4. 16 Spesimen B 30 mm Posisi Down Hand ............................................. 48

Tabel 4. 17 Spesimen B 40 mm Posisi Over Head ............................................... 48

Tabel 4. 18 Spesimen B 40 mm Posisi Down Hand ............................................. 49

Tabel 4. 19 Spesimen C 20 mm Posisi Over Head ............................................... 49

Tabel 4. 20 Spesimen C 20 mm Posisi Down Hand ............................................. 50

Tabel 4. 21 Spesimen C 30 mm Posisi Over Head ............................................... 50

Tabel 4. 22 Spesimen C 30 mm Posisi Down Hand ............................................. 51

Tabel 4. 23 Spesimen C 40 mm Posisi Over Head ............................................... 51

Tabel 4. 24 Spesimen C 40 mm Posisi Down Hand ............................................. 52

Tabel 4. 25 Luas Indikasi ...................................................................................... 52

xvi

Halaman ini sengaja dikosongkan

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Pembersihan Metode Water Washable .............................................. 7

Gambar 2. 2 Pembersihan Metode Post Emulsifible ............................................... 8

Gambar 2. 3 Pembersihan Metode Solvent Removeable (Sumber Pribadi) ............ 8

Gambar 2. 4 Visible Penetrant ................................................................................ 9

Gambar 2. 5 Fluorescent Penetrant ........................................................................ 9

Gambar 2. 6 Cara Kerja Cairan Penetrant dan Developer.................................... 10

Gambar 2. 7 Pembersihan Area Uji Mengguankan Cairan Cleaner/Remover...... 11

Gambar 2. 8 Tabel Minimum Dwell Times ........................................................... 12

Gambar 2. 9 Pemberian Cairan Penetrant ............................................................ 12

Gambar 2. 10 Pembersihan Cairan Penetrant Sisa ............................................... 13

Gambar 2. 11 Pemberian Cairan Developer ......................................................... 15

Gambar 2. 12 Interpretasi Cacat............................................................................ 15

Gambar 2. 13 Proses Las SMAW ......................................................................... 18

Gambar 2. 14 Posisi Downhand ............................................................................ 19

Gambar 2. 15 Posisi Overhead.............................................................................. 20

Gambar 2. 16 Kapilaritas ...................................................................................... 21

Gambar 3. 1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir…….……………………..23

Gambar 3. 2 Penghalusan Sisi Pelat ...................................................................... 24

Gambar 3. 3 Pengelasan Pada Pelat ...................................................................... 25

Gambar 3. 4 Setelah Penggrindaan dan Pendempulan .......................................... 25

Gambar 3. 5 Cairan Penetrant .............................................................................. 29

Gambar 3. 6 Cairan Claeaner ............................................................................... 29

Gambar 3. 7 Cairan Developer.............................................................................. 30

Gambar 3. 8 Pemindahan Cairan Penetrant ke Gelas Ukur.................................. 31

Gambar 3. 9 Pengaplikasian Cairan Cleaner Posisi Over Head ........................... 31

Gambar 3. 10 Pengaplikasian Cairan Penetrant Posisi Over Head ...................... 32

Gambar 3. 11 Pengaplikasian DeveloperPosisi Over Head .................................. 33

Gambar 3. 12 Intensitas Cahaya Pada Posisi Over Head...................................... 33

Gambar 3. 13 Pengamatan Cacat yang Muncul Posisi Over Head ....................... 33

Gambar 3. 14 Pemindahan Cairan Penetrant ke Gelas Ukur................................ 34

Gambar 3. 15 Pengaplikasian Cairan Cleaner Posisi Down Hnad ....................... 35

Gambar 3. 16 Pengaplikasian Cairan Penetrant Posisi Down Hand .................... 35

Gambar 3. 17 Pengaplikasian DeveloperPosisi Down Hand ................................ 36

Gambar 3. 18 Intensitas Cahaya Pada osisi Downhand ........................................ 37

Gambar 3. 19 Pengamatan Cacat yang Muncul Posisi Down Hand ..................... 37

xviii

Halaman ini sengaja dikosongkan

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengujian material sangat dibutuhkan dalam dunia industri untuk

mengetahui mechanical properties dari suatu material terdiri dari keuletan,

kekerasan, ketangguhan, dan kekuatan. Pengujian ini juga bertujuan untuk

mengetahui adanya indikasi cacat dari suatu material atau hasil dari

pengelasan. Pengujian material dibedakan menjadi 2 yaitu pengujian merusak

atau DT (Destructive Test) dan pengujian tidak merusak atau NDT (Non

Destructive Test). NDT (Non Destructive Test) sering digunakan untuk

menguji suatu material itu sendiri disebabkan karena metode ini lebih efektif

dan efisien daripada metode – metode yang lain. Menggunakan metode NDT

banyak manfaat yang di dapat, seperti biaya yang relatif murah dan waktu

yang tidak terlalu lama.

Salah satu metode NDT (Non Destructive Testing) adalah metode Liquid

Penetrant Testing. Liquid penetrant testing merupakan salah satu metode

pengujian jenis NDT (Non-Destructive Testing) yang relatif mudah dan

praktis untuk dilakukan. Liquid penetrant testing ini dapat digunakan untuk

mengetahui diskontinuitas halus pada permukaan seperti retak, berlubang atau

kebocoran. Pada saat melakukan inspeksi dilapangan , metode ini sangat

mudah dan praktis karena tidak memerlukan alat khusus dalam

pengaplikasiannya .

Metode ini hanya membutuhkan 3 cairan yang terdiri dari cairan cleaner ,

cairan developer , dan cairan penetrant. Namun adakalanya pada saat

melakukan kegiatan inspeksi di lapangan terjadi kekurangan cairan dari tiga

macam cairan tersebeut. Ini akan menghambat pelaksanaan pengujian liquid

penetrant testing . Maka dari itu perlu perhitungan kebutuhan cairan pengujian

penetrant yang matang agar tidak kekurangan cairan pada waktu inspeksi di

lapangan.Pengujian dilapangan banyak dijumpai posisi pengujian pada over

head dan down hand.

2

Pada posisi pengujian overhead membuat ketidakakuratan pendeteksian

terhadap cacat dikeranakan cairan penetrant kurang bisa meresap pada cacat

atau diskontinuiti dikarenakan posisi daerah yang diuji terbalik sehingga

cairan penetran menuju arah gravitasi bumi.

Maka dari itu dilakukan perbandingan antara pengujian penjang cacat

secara over head dengan down hand.Dari hasil pengujian nanti akan

didapatkan sensitivitas pada pendeteksian pada kedua posisi pengujian

tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan

masalah dalam tugas akhir ini antara lain:

1. Bagaimana menentukan kebutuhan cairan penetrant dengan metode

brushing pada posisi inspeksi down hand dan over head?

2. Bagaimana pengaruh inspeksi penetrant test dengan metode brushing

pada posisi down hand dan over head terhadap sensitivitas

pendeteksian artificial defect ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, adapun tujuan yang diinginkan

adalah:

1. Untuk mengetahui kebutuhan cairan penetrant pada kegiatan pengujian

penetrant dengan metode brushing pada posisi inspeksi down hand dan

over head dengan cara melakukan penelitian

2. Untuk mengetahui pengaruh posisi inspeksi over head dan down hand

terhadap sensitifitas artificial defect dengan metode brushing.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan tugas

akhir ini adalah sebagai berikut :

3

Bagi mahasiswa sebagai peneliti, penulisan ini memberikan manfaat

wawasan tentang kebutuhan cairan penetrant dalam sebuah inspeksi serta

pengaruh posisi inspeksi terhadap sensitifitas pendeteksian cacat

1.5 Batasan Masalah

Dalam membahas permasalahan yang ada dalam penelitian itu

diperlukan batasan masalah agar dalam pembahasannya diperoleh hasil

yang valid, untuk itu batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah :

1. Bahan yang digunakan pengujian masih baru dan dalam kondisi

keadaan baik

2. Hasil dari pengujian digunakan untuk kebutuhan area pengujian dengan

panjang 250 mm dengan lebar area pengujian 50 mm

3. Aplikasi cairan penetrant menggunakan kuas berukuran ½ inch.

4. Plat yang digunakan untuk pengujian tidak ditentukan jenisnya.

5. Penguasan cairan penetrant dilakukan searah.

6. Cairan penetrant yang digunakan adalah magnaflux.

7. Terdapat cairan penetrant yang tertinggal di kuas dan cawan setelah

pengujian.

8. Tidak membahas kebutuhan cairan cleaner dan developer.

4

Halaman ini sengaja dikosongkan

5

BAB 2

DASAR TEORI

2.1 Pengertian Pengujian

Suatu logam mempunyai sifat-sifat yang dibedakan atas sifat fisik, sifat

mekanik, thermal, dan korosif. Salah satu yang penting dari sifat tersebut

adalah sifat mekanik. Sifat mekanik terdiri dari keuletan, kekerasan, kekuatan,

dan ketangguhan. Sifat mekanik merupakan salah satu acuan untuk melakukan

proses selanjutnya terhadap suatu material, contohnya untuk dibentuk dan

dilakukan proses permesinan. Untuk mengetahui sifat mekanik pada suatu

logam harus dilakukan pengujian terhadap logam tersebut. Dalam pembuatan

suatu konstruksi diperlukan material dengan spesifikasi dan sifat-sifat yang

khusus pada setiap bagiannya. Sebagai contoh dalam pembuatan konstruksi

sebuah jembatan. Diperlukan material yang kuat untuk menerima beban

diatasnya. Material juga harus elastis agar pada saat terjadi pembebanan

standar atau berlebih tidak patah. Salah satu contoh material yang sekarang

banyak digunakan pada konstruksi bangunan atau umum adalah logam.

Meskipun dalam proses pembuatannya telah diprediksikan sifat mekanik dari

logam tersebut, perlu benar-benar mengetahui nilai mutlak dan akurat dari

sifat mekanik logam tersebut. Oleh karena itu, sekarang ini banyak dilakukan

pengujian-pengujian terhadap sampel dari material(Tera, 2013).

Pengujian logam adalah proses pemeriksaan bahan-bahan untuk

mengetahui sifat dan karakteristik bahan-bahan yang meliputi sifat mekanik,

sifat fisik, bentuk struktur, dan komposisi unsur-unsur yang terdapat di dalam

bahan-bahan tersebut(Fariedpradhana, 2012).Pengertian pengujian logam

menurut alatuji.com adalah proses pemeriksaan bahan-bahan untuk diketahui

sifat dan karakteristiknya yang meliputi sifat mekanik, sifat fisik, bentuk

struktur, dan komposisi unsur-unsur yang terdapat di dalamnya(Uji,

2019).Dari 2 kutipan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengujian

logam adalah proses pemeriksaan bahan-bahan untuk mengetahui sifat dan

karakteristik bahan-bahan tersebut meliputi sifat fisik bentuk struktur dan

komposisi unsur-unsur yang terdapat dalam bahan-bahan tersebut.

6

2.2 Pengertian Pengujian Tidak Merusak

Pengujian tidak merusak atau yang bisanya disebut NDT ( Non

Destructive Tesingt) adalah tes fisik suatu material atau benda uji dengan tidak

merusak atau menghancurkan benda uji tersebut untuk mencari cacat pada

benda uji atau material tersebut(Endrawan, Haris, Dionsius, & Prika, 2017).

Sedangkan menurut Wikipedia adalah sekelompok besar teknik analisis yang

digunakan dalam industri sains dan teknologi untuk mengevaluasi sifat-sifat

suatu bahan, komponen atau sistem tanpa menyebabkan kerusakan(Wikipedia,

2019).Dari kedua pendapat tersebut penulis lebih mengearah kependapat

Endrawan dkk dikarenakan pendapat tersebut lebih spesiik.

Pengujian ini biasanya digunakan untuk mendeteksi cacat, retak, atau

discontinuity lainnya. Pegujian ini selain mudah dilakukan juga lebih praktis

dan lebih murah dibandingkan uji tidak rusak atau DT (Destructive

Testing).Metode dalam NDT terdiri dari 6 metode yang sering digunakan ,

diantaranya adalah eddy-current, magnetic-particle test, radiografi testing,

ultrasonic testing, dan pengujian visual, penetrant testing. NDT sering

digunakan untuk mengecek benda yang sudah jadi atau sudah dibentuk juga

untuk mengecek hasil dari lasan.

2.3 Pengertian Penetrant Testing

Didalam NDT terdapat salah satu metode dari 6 metode NDT yang sering

digunakan , salah satunya adalah metode penetrant testing. Penetrant testing

adalah pengujian secara visual untuk mengetahui adanya cacat atau

crack.Menurut buku Non-Destructive Testing penetrant testing adalah teknik

yang digunakan untuk mendeteksi cacat berbagai komponen asalkan cacat

pada permukaan material(Hull & John, 1988).Sedang pengertian pengujian

penetrant yang lain adalah metode pemeriksaan yang diterapkan secara luas

dan murah digunakan untuk menemukan permukaan yang terindikasi cacat di

semua non-ferrous material (logam, plastik, atau keramik)(Rachman,

2013).Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengujian

penetrant adalah pengujian yang dilakka untuk mengetahui cacat pada

permukaan material ferrous dan non ferrous.

7

Pengujian penetrant sering digunakan karena lebih murah dari pengujian

lainnya karena hanya membutuhkan cairan pengujinya yang haraganya tidak

terlalu mahal. Pengujian penetrant juga lebih praktis dibanding pengujian

lainnya karena hanya cukup membawa 3 botol cairan serta alat ukur untuk

pengujiannya dan tidak memerlukan peralatan atau alat canggih

lainnya.Pengujian penetrant juga mudah dilakukan disbandingkan dengan

pengujian lainnya karena hanya cukup menyemprotkan cairan ke benda yang

akan diuji sesuai dengan panduan yang ada pada standar. Selain itu pengujian

penetrant tidak memerlukan waktu yang lama.

2.4 Klasifikasi Liquid Penetrant Sesuai Cara Pembersihannya

Liquid penetrant bila dilihat dari cara pembersihannya dapat

diklasifikasikan menjadi tiga macam metoda dan ketiganya memiliki

perbedaan yang mencolok. Pemilihan salah satu sistem bergantung pada factor

seperti kondisi permukaan benda kerja yang diselidiki, karakteristik

umum discuntinuity/ keretakan logam, waktu dan tempat penyelidikan, ukuran

benda kerja. Metoda pengujian liquid penetrant ini diklasifikasikan sesuai

dengan cara pembersihannya, yaitu:

1. Water washable penetrant system

Sistem liquid penetrant ini dapat berupa fluorescent. Proses pengerjaannya

cepat dan efisien. Pembilasan harus dilakukan secara hati-hati, karena liquid

penetran dapat terhapus habis dari permukaan diskontinyuitas(Admin, 2015).

Gambar 2. 1 Pembersihan Metode Water Washable

(https://www.magnaflux.com/Magnaflux/Blog/Water-Washable-Vs-Post-Emulsifiable-Penetrant)

8

2. Post Emulsifible System

Biasa digunakan untuk menyelidiki keretakan yang sangat kecil,

menggunakan penetrant yang tidak dapat dibasuh dengan air. Penetrant jenis

ini dilarutkan dengan oli dan membutuhkan langkah tambahan pada saat

penyelidikan yaitu pembubuhan emulsifier yang dibiarkan pada permukaan

spesimen(Admin, 2015).

Gambar 2. 2 Pembersihan Metode Post Emulsifible

(https://www.nde-

ed.org/EducationResources/CommunityCollege/PenetrantTest/PTMaterials/emulsifiers.htm)

3. Solvent removable system

Solvent removable system digunakan pada saat pre cleaning dan

pembasuhan penetrant. Penetrant ini larut dalam oli.

Pembersihan penetrant secara optimum dapat dicapai dengan cara mengelap

permukaan benda kerja dengan lap yang telah dilembabkan dengan solvent.

Tahap akhir dari pengelapan dilakukan dengan menggunakan kain

kering. Penetrant juga dapat dihilangkan dengan cara membanjiri permukaan

benda kerja dengan solvent(Admin, 2015).

Gambar 2. 3 Pembersihan Metode Solvent Removeable (Sumber Pribadi)

9

2.5 Klasifikasi Liquid Penetrant Berdasarkan Pengamatannya

Berdasarkan pengamatannya ada tiga jenis liquid penetrant, yaitu:

1. Visible Penetrant

Visible penetrant adalah zat pewarna merah yang tampak jelas di bawah

kondisi pencahayaan normal. Pada umumnya visible penetrant berwarna

merah. Hal ini ditunjukkan pada penampilannya uang contrast terhadap latar

belakang warna developernya. Proses ini tidak membutuhkan

pencahayaan ultra violet, tetapi membutuhkan cahaya putih minimal

1000 lux untuk pengamatan(Admin, 2015).

Gambar 2. 4 Visible Penetrant

(http://jsm.or.jp/jsm/at/scc/data/pt1107/index_eng.htm)

2. Fluorescent Penetrant

Liquid penetrant ini adalah yang dapat berkilau bila

disinar UV Fluorescent penetrantbergantung pada kemampuannya untuk

menampilkan diri terhadap cahaya ultra violet yang lemah pada ruangan yang

gelap(Admin, 2015).

Gambar 2. 5 Fluorescent Penetrant

(https://domson.ca/wp-content/uploads/2013/01/NDT48_LPI.jpg)

10

2.6 Prinsip Kerja Penetrant Test

Penetrant test memanfaatkan daya kapilaritas. Cairan liquid penetrant

yang berwarna merah akan meresap kedalam diskontinuitas , kemudain cairan

tersebut dikeluarkan dengan bantuan cairan developer yang warnanya kontras

dengan cairan liquid penetrant yaitu warna putih. Terdeteksinya diskontinuitas

pada material adalah ditandai dengan adanya bercak merah dari cairan liquid

penetrant yang muncul. Diskontinuitas yang mampu di deteksi oleh pengujian

ini adalah diskontinuitas pada permukaannya saja dan tidak bisa mendeteksi

pada bagian dalam material.

Gambar 2. 6 Cara Kerja Cairan Penetrant dan Developer

(http://hima-tl.ppns.ac.id/penetrant-test/)

2.7 Tahapan Metode Pengujian Penetrant

Dalam pengujian penetran terdapat tahapan yang harus diperhatikan.

Tahapan tersebut diantaranya persiapan permukaan, pengaplikasian penetrant,

pembersihan penetrant sisa,development,observasi dan inspeksi

2.7.1 Persiapan Permukaan

Semua permukaan dibersihkan dari kotoran dengan menggunakan cairan

cleaner secara menyeluruh dan benar benar kering sebelum diperiksa. Penting

bahwa setiap permukaan yang diperiksa untuk pendeteksian cacat harus bebas

dari minyak , air, minyak atau kontaminan lainnya jika indikasi rasio yang

ingin dicapai berhasil(Hull & John, 1988).Berdasarkan ASME Section V

untuk hasil yang memuaskan permukaan dengan penggilingan, permesinan,

atau metode lain mungkin diperlukan di mana penyimpangan permukaan

dapat menutupi indikasi.

11

Pemukaan yang akan diperiksa dan area yang berdekatan dengan area uji

setidaknya 25mm harus kering dan bersih dari kotoran, minyak, serat, skala,

skala pengelasan, pengelasan, cat, oli, dan zat asing lainnya yang bisa

menutupi atau mengganggu dalam pemeriksaan sebelum dilakukan

penyemprotan cairan penetrant pada area uji. Bahan pembersih yang dapat

digunakan deterjen, pelarut organik, larutan kerak, penghilang cat atau bisa

juga mengunakan cairan cleaner/remover.Setelah dibersihkan dilakukan

pengeringan permukaan yang akan diperiksa dengan penguapan normal,dengan

udara panas, atau dingin paksa(ENGINEERS, 2013).

Gambar 2. 7 Pembersihan Area Uji Mengguankan Cairan Cleaner/Remover

(https://nondestes.blogspot.com/2013/08/liquid-penetrant-langkah-langkah.html)

2.7.2 Pengaplikasian Penetrant

Setelah persiapan permuakaan selesai, cairan penetrant diaplikasikan

dengan cara yang benar, sehingga membentuk lapisan penetrant diatas

permukaan material yang diuji lapisan cairan penetran harus tetap menempel

dipermukaan selam periode yang memungkinkan untuk penetrasi yang lebih

pada cacat permukaan(Hull & John, 1988). Berdasarkan ASME Section V

pengaplikasian cairan penetrant dapat dengan cara apapun yang sesuai seperti

mencelupkan, menguaskan dan menyemprotkan. Jarak minimum pengujian

adalah 25 mm dari lasan atau daerah yang diuji pada kedua

sisinya(PT.Robutech, 2015). Jika penetran diterapkan dengan menyemprotkan

menggunakan peralatan tipe udara terkompresi, filter harus ditempatkan pada

sisi hulu dekat saluran masuk udara untuk mencegah kontaminasi penetran

12

oleh minyak, air, kotoran, atau sedimen yang mungkin terkumpul dalam

garis.Setelah pengaplikasian cairan penetrant terdapat dwell time (waktu

tunggu ) atau wakatu penetrasi minimum utuk cairan penetran meresap,

seperti pada gambar(ENGINEERS, 2013).

Gambar 2. 8 Tabel Minimum Dwell Times

(ASME Section V Halaman 165)

Gambar 2. 9 Pemberian Cairan Penetrant

(https://nondestes.blogspot.com/2013/08/liquid-penetrant-langkah-langkah.html)

2.7.3 Pembersihan Penetrant Sisa

Perlu dilakukan pembersihan cairan penetrant sisa dari permukaan

komponen. Cairan penetran dapat dibersihkan dari permukan komponen

menggunakan air, untuk pembersihan yang lebih munggunakan cairan cleaner.

13

Penyeragaman pembersihan cairan penetrant sisa untuk pengujian yang

efektif(Hull & John, 1988).

Berdasarkan ASME Section V setelah dwell time berakhir, penetrant sisa

yang menempel pada permukaan harus dihilangkan dengan hati-hati untuk

meminimalkan penghapusan penetran dari diskontinuitas. Untuk

Water washable penetrant pembersihan dapat dilakukan dengan cara

menyemprotakn air. Jenis Post-Emulsification Penetrants memiliki 2 cara

yaitu Lipophilic Emulsification dan Hydrophilic Emulsification. Lipophilic

Emulsification yaitu dengan merendam atau membanjiri bagian perrmukaan

dengan pengemulsi. Hydrophilic Emulsification yaitu dengan merendam atau

menyemprot dengan pengemulsi hidrofilik.

Solvent Removable Penetrants adalah pembersihan penetrant dengan cara

menyeka dengan kain atau kertas penyerap, mengulangi operasi sampai

sebagian besar jejak penetran telah dihilangkan. Jejak yang tersisa harus

dihilangkan dengan menyeka permukaan secara ringan dengan kain atau

kertas penyerap yang dibasahi dengan pelarut.Untuk meminimalkan

penghapusan penetran dari diskontinuitas, harus diperhatikan untuk

menghindari penggunaan pelarut berlebih(ENGINEERS, 2013).

Gambar 2. 10 Pembersihan Cairan Penetrant Sisa

(https://nondestes.blogspot.com/2013/08/liquid-penetrant-langkah-langkah.html

14

2.7.4 Development

Tahapan pengembangan atau pengangkatan cairan penetrant dari

permukaan komponen diperllukan untuk mengungkap dengan jelas adanya

cacat pada komponen. Pengembang biasanya bubuk kapur yang sangat

halus.dan dapat diterapkan kering, tetapi lebih umum diterapkan dengan

menyemprotkan permukaan dengan debu kapur tersuspensi dalam cairan

pembawa volatile(mudah menjadi gas atau uap). Lapisan tipis kapur yang

seragam diendapkan pada permukaan komponen. Cairan penetrant secara

perlahan ditarik oleh aksi kapiler ke dalam pori-pori kapur. akan ada beberapa

penyebaran penetran dalam pengembang dan ini akan memperbesar lebar

cacat yang terlihat. Ketika penetran pewarna digunakan,warna pewarna harus

kontras dengan warna putih permukaan kapur yang tertutup. Tahap

pengembangan kadang-kadang bisa dihentikan ketika fluorescent penetrant

digunakan(Hull & John, 1988).

Berdasarkan ASME Section V pengembang (developer) harus diterapkan

sesegera mungkin setelah pemindahan penetran .Interval waktu tidak akan

melebihi yang ditentukan dalam prosedur. Ketebalan lapisan yang tidak

mencukupi tidak dapat menarik penetran keluar dari

diskontinuitas,sebaliknya, ketebalan lapisan yang berlebihan dapat menutupi

indikasi. Dengan penetran kontras warna, hanya pengembang basah yang akan

digunakan. Dengan penetran fluoresen, pengembang basah atau kering dapat

digunakan. Waktu pengembangan untuk interpretasi akhir dimulai segera

setelah aplikasi pengembang kering atau segera setelah lapisan pengembang

basah kering(ENGINEERS, 2013).

15

Gambar 2. 11 Pemberian Cairan Developer

(https://nondestes.blogspot.com/2013/08/liquid-penetrant-langkah-langkah.html

2.7.5 Interpretasi

Setelah waktu pengembangan yang optimal telah diizinkan, Permukaan

komponen diperiksa untuk indikasi pemutihan penetran ke pengembang.

Inspeksi penetran pewarna dilakukan dalam kondisi pencahayaan yang kuat.

Sedangkan inspeksi penetrant fluoresent dilakukan di area yang disaring

menggunakan sinar ultra violet. Teknik yang terakhir menyebabkan penetrasi

ke cahaya tampak yang terlihat dan cacat secara garis besar(Hull & John,

1988).

Berdasarkan ASME Section V interpretasi akhir harus dibuat tidak kurang

dari 10 menit atau lebih dari 60 menit setelah persyaratan pengeringan

pengembang dipenuhi. Periode yang lebih lama diizinkan jik perdarahan tidak

menghasilkan perubahan terhadap hasil pemeriksaan. Jika permukaan yang

akan diperiksa cukup besar untuk menghalangi pemeriksaan lengkap dalam

waktu yang ditentukan atau ditetapkan, pemeriksaan harus dilakukan secara

bertahap. Diskontinuitas permukaan diindikasikan oleh perdarahan dari

penetran yang biasanya berwarna merah pekat yang menodai pengembang.

Indikasi dengan warna merah muda terang mungkin menunjukkan

pembersihan yang berlebihan. Intensitas cahaya minimum 100 fc (1000 lx)

diperlukan pada permukaan yang akan diperiksa(ENGINEERS, 2013)

Gambar 2. 12 Interpretasi Cacat

(https://nondestes.blogspot.com/2013/08/liquid-penetrant-langkah-langkah.html)

16

2.7.6 Pembersihan Pasca Pemeriksaan

Penghapusan penetran dan pengembang setelah pengujian adalah praktik

yang baik dan harus dilakukan jika ada kemungkinan gangguan dengan

pemrosesan berikutnya dan di mana bahan pengujian penetran residual dapat

menyebabkan korosi. Disarankan agar pembersihan untuk membersihkan

penghilangan pengembang berbasis air dan berbasis pelarut dilakukan

sesegera mungkin setelah pengujian. Permukaan uji harus dikeringkan dan,

jika perlu, penghambat korosi terapan setelah penghilangan pengembang dan

penetrant(Australia, 1997).Berdasarkan ASME Section V pembersihan pasca

pemeriksaan harus dilakukan sesegera mungkin setelah Evaluasi dan

Dokumentasi menggunakan proses yang tidak mempengaruhi bagian sesuai

prosedur(ENGINEERS, 2013).

2.8 Pengertian Pengelasan

Pengelasan merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari proses

manufaktur .Proses manufaktur lainnya yang telah dikena antara lain proses-

proses pengecoran, pembentukan, permesinan dan metalurgi serbuk. Proses

pengelasan pada prinsipnya adalah menyambungkan daua atau lebih

komponen,lebih tepat ditujukan untu merakit(assembly) beberapa komponen

menjadi sautu produk.Komponen yang dirakit mungki saja berasal dari produk

hasil pengecoran, pembentukan atau permesinan baik dari logam yang sama

maupun yang berbeda-beda.

Pengertian pengelasan berdasarkan buku Pengantar Untuk Memahami

Proses Pengelasan Logam adalah merupakan teknik penyambungan logam

dengan cara mencairkan logam induk atau base metal dan logam pengisi atau

weld metal dengan atau tanpa tekanan dengan atau tanpa logam tambahan

untuk menghasilkan sambungan yang berkelanjutan(Sonawan & Suratman,

2003).Pengertian pengelasan yang lain adalah sebuah ikatan karena adanya

proses metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilaksanakan dalam

keadaan cair(Achmadi, 2019).Dari kedua pendapat tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa pengelasan adalah teknik penyambungan logam karena

17

adanya proses metalurgi dengan mencairkan logam induk dan logam pengisi

dengan atau tanpa tekanan dan atau tanpa logam tambahan.

Pengelasan merupakan bagian yang penting dalam dunia industry.

Pengelasan dapat digunakan untuk penyambungan pelat pada kapal,

penyambungan pelat untuk bagian konstruksi dan lain sebagainya. Pengelasan

memiliki banyak jenis,yang sering dijumpai diantaranya SMAW( Shielded

Metal Arc Welding) atau yang biasa nya diisebut las listrik,GMAW(Gas Metal

Arc Welding),GTAW( Gas Tungsten Arc Welding) dan OAW (Oxy Acetilen

Welding) . Pengelasan memiliki keuntungan yaitu menghasilkan sambungan

las yang permanen, sambungan lasan akan lebih kuat disbandingkan dengan

metode penyambungan yang lain, menghematbahan dikarenakan tidak

mengurangi luas penampang. Pengelasan memiliki kerugian yaitu hasil lasan

yang sulit dibongkar karena sambungan las yang permanen, dalam proses

pengelasan memerlukan suhu yang tinggi untuk mencairkan logam sehingga

dapat mebahayakan welder, membutuhkan peralatan yang cukup mahal.

2.9 Pengelasan SMAW

Pengelasan SMAW (Shielded Metal Arc Welding) pengelasan busur listrik

elektroda terbungkus atau lebih dikenal dengan las listrik adalah proses

pengelasan logam induk yang mengalami pencairan akaibata pemanasan dari

bususr listrik yang timbul antara ujung elektroda daan permukaan benda

kerja(Sonawan & Suratman, 2003). Busur listrik yang ada dibangkitkan dari

suatu mesin las.Elektroda yang dipakai berupa kawat yang dibungkus berupa

fluks sebagai pelindung yang kadang disebut kawat las.Elektroda atau kawat

las ini selama pengelasan akan mengalami pencairan bersama sama denga

loga induk yang menjadi bagian kampuh las . Akibat pencairan ini maka

kampuh las akan terisi oleh logam cair yang berasal dari elektroda dari logam

induk.Busur listrik selain mencairkan kawat las yang nantinya membeku

menjadi logam juga ikut mencairkan fluks.Fluks berada diatas logam las

dikarenakan massa jenis fluks lebih kecil dari logam las saat cair.Kemudian

fluks cair akan menjadi terak yang menutupi logam las ( weld metal) setelah

membeku .Fluks cair juga melindungi kubangan las selama mencair dan

18

logam las terlindungi oleh terak selama pembekuan. Permukaan las yang

tertutup oleh terak harus dihilangkan dengan menggunakan palu atau gerinda.

Untuk dapat mengelas dengan proses SMAW maka diperlukan peralatan

seperti mesin las, kabbel elektroda dan pemegang elektroda, kabel logam

induk dan pemegang logam induk. Peralatan pelindung diri pada saat

melakukan proses pengelasan SMAW diantaranya adalah topeng las (welding

mask),sarung tangan dan jas pelindung(Sonawan & Suratman, 2003).

Gambar 2. 13 Proses Las SMAW

(Pengantar Untuk Memahami Proses Pengelasan Logam)

2.10 Cacat

Cacat atau defect adalah ketidaksempurnaan atau kekurangan yang

menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna yang

terdapat pada benda atau yang lainnya(Kemendikbud, 2012a).Cacat juga bisa

bearti satu atau lebih diskontinuitas yang melebihi ketentuan dan ditolak dari

segi ukuran, bentuk ,lokasi dan sifatnya. Cacat pada material dapat terjadi

pada permukaan material atau didalam material. Cacat tersebut dapat

merugikan dari segi penampilan dan mekanis pada material.

Ada beberapa cacat yang sering dijumpai pada material seperti cacat

garis,cacat lubang, goresan,kerak , karat dan lain sebagainya. Cacat tersebut

harus dilakukan perbaikan atau dilakukan penggantian material yang baru agar

tidak memperbesar cacat pada material.

19

Dalam dunia pengelasan terdapat macam-macam cacat atara lain slag

inclusion, porosity,crack,undercut dan lain sebagainya. Slag inclusion adalah

cacat yang terjadi akibat adanya oksigen atau benda lainnya yang terjebak

didalam las.Porosity adalah cacat yang terjadi akibat gelembung-gelembung

gas yang terjebak didalam lasan.Crack adalah cacat las yang berupa retakan

akibat tegangan. Undercut adalah cacat lasan yang terjadi pada tepi lasan yang

tidak terisi lasan .Agar tidak terjadi cacat pada material atau pada lasan maka

perlu diperhatikan parameter dalam pembuatan material atau dalam proses

pengelasan.

2.11 Cacat Buatan (Artificial Deffect)

Cacat buatan (artificial defect ) adalah cacat atau kerusakan yang sengaja

dibuat pada material atau pada hasil pengelasan dapat dilakukan dengan cara

dibor, digores, dipasaskan dipukul dan lain sebagainya sehingga dapat

membuat cacat .

2.12 Posisi Down Hand

Posisi down hend (bawah tangan ) adalah posisi diamana benda kerja

terletak di bidang datar atau agak miring yang terletak diatas meja kerja. Posisi

ini adalah posisi yang paling mudah dilakukan .Pada posisi ini tidak perlu

melakukan gerakan yang dapat mengakibatkan ergonomi hazard atau bahaya

yang dapat ditimbulkan karena kesalahan posisi(Admin, 2016).

Gambar 2. 14 Posisi Downhand

(http://kampungdrafter.com/wp-content/uploads/2018/07/posisi-pengelasan-sesuai-dengan-din-iso-

asme.jpg)

20

2.14 Posisi Over Head

Posisi over head adalah posisi dimana benda kerja berada diatas kepala.

Posisi ini lebih sulit dibandingkan dengan posisi-posisi yang lain .Dikarenakan

pada posisi ini kapala diharuskan meghadap keatas sehingga dapat

menimbulkan kelelahan pada leher serta ketidak maksimalan dalam

melakukan pekerjaan dibandingkan dengan posisi down hand (Admin, 2016).

Gambar 2. 15 Posisi Overhead

(http://kampungdrafter.com/wp-content/uploads/2018/07/posisi-pengelasan-sesuai-dengan-din-iso-

asme.jpg)

2.15 Sensitivitas

Sensitivitas menurut KBBI (kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah

perihal cepat menerima rangsangan (kepekaan)(Kemendikbud, 2012b).Dalam

ilmu fisika sensitivitas memiliki pengertian yaitu adalah aspek pengukuran

yang menyatakan ukuran minimum yang masih dapat dideteksi (dikenal) oleh

alat ukur(ONLINE, 2019).Dikutip dari Study of the Factors Affecting the

Sensitivity of Liquid Penetrant Inspections berbagai metode yang telah

dikembangkan untuk mengukur sensitivitas berbagai penetran yang tersedia

(atau setidaknya beberapa karakteristik indikasi seperti

kecerahan)(Administration, 2002). Dalam pengujian penetrant sensitivitas

berarti kemampuaan untuk menampilkan indikasi terhadaap cahaya. Dalam

pengujian sensitivitasnya dilihat dari luas indikasi yang muncul dari kecerahan

indikasi.

21

2.16 Kapilaritas

Kapilaritas adalah fenomena naik atau turunnya permukaan zat cair dalam

suatu pipa kapiler (pipa dengan luas penampang yang sempit). Peristiwa

kapilaritas disebabkan adanya gaya adhesi (adalah gaya tarik menarik antara

partikel partikel yang tidak sejenis) dan gaya kohesi (gaya tarik menarik

antara partikel partikel yang sejenis) yang menentukan tegangan permukaan

zat cair. Tegangan permukaan akan mempengaruhi besar kenaikan atau

penurunan zat cair pada pipa kapiler. Tegangan permukaan bekerja sepanjang

keliling pipa kapiler yang menarik zat cair dengan gaya.Dinding akan

mengadakan reaksi sebagai balasan atas aksi dan menarik zat cair ke atas

dengan gaya yang sama besar. Pada keadaan setimbang, komponen vertikal

gaya tarik dinding sebanding dengan berat air yang naik. Permukaan air dan

permukaan air raksa yang mengalami kenaikan atau penurunan juga

merupakan akibat tegangan permukaan. Pada pengujian penetrant hal tersebut

dapat ditemukan pada pengujian dengan posisi overhead , cairan penetrant

akan naik meresap ke cacat akibat molekul zat cair yang suka berdekatan satu

sama lain serta adanya gaya kohesi. Tegangan dari zat penetrant yang masuk

pada celah cacat akan mendapat reaksi balsan dari dinding didalam cacat ,

sehingga cairan penetrant akan tertarik akibat tegangan gaya tarik kapiler.

Gambar 2. 16 Kapilaritas

(http://www.daviddarling.info/encyclopedia/C/capillary_action.html)

22

Halaman ini sengaja dikosongkan

23

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Flochart Penelitian

Metodologi pengerjaan tugas akhir ini berdasarkan flowchart seperti pada

gambar brikut ini

Mulai

Identifikasi Masalah

Studi Literatur

Persiapan Material dan Peralatan

Pembuatan Spesimen

Tahap Pengujian

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3. 1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

(Sumber Pribadi)

3.2 Studi Literatur

Studi literatur bertujuan untuk memberikan dasar acuan ataupun wacana

bagi peneliti dalam menyelesaikan masalah sehingga tercapai tujuan yang

telah dirumuskan sebelumnya. Studi literatur digunakan untuk mengumpulkan

informasi yang diperlukan untuk penelitian dengan cara pengumpulan dari

berbagai pustaka yang berhubungan dengan penelitian.

24

3.3 Proses Pembuatan Cacat Buatan

Proses pembuatan cacat buatan dengan cara menggabungkan 2 buah pelat

ukuran 300 mm dengan rapat sehingga diantara 2 pelat tersebut membentuk

sebuah garis yang akan dijadikan cacat buatan dengan cara dilakukan

pengelasan pada bagian tertentu untuk menggabungkan kedua pelat yang

kemudian dilakukan perataan agar terlihat seperti plat datar. Dalam 1 buah

spesimen terdapat 3 buah cacat buatan dengan ukuran 2cm,3cm dan 4cm.

Proses ini memliki alat dan bahan sebagai berikut:

1. Bahan

a. Plat

b. Eektrode

c. Dempul

2. Alat

a. Mesin las SMAW

b. Palu

c. Sikat baja

d. Gerinda

3. Langkah Kerja Pengelasan Pelat Untuk Pembuatan Artifical Deffect

a. Persiapan peralatan & bahan pengelasan smaw seperti mesin las,

elektroda,kabel las dan pemegang elektroda..Selain itu juga disiapkan

topeng las ,wear pack dan juga sarung tangan untuk melindungi tubuh

dari bahaya pada saat mengelas. Disiapkan juga palu serta sikat baja.

b. Persiapan pelat untuk pembuatan artificial defect sebanyak 2 buah

untuk 1 spesimen uji . Kemudian sisi dari pelat dihaluskan dengan

cara meggerinda sisi dari pelat .

Gambar 3. 2 Penghalusan Sisi Pelat

(sumber:Pribadi)

25

c. Bagian yang dilas kemudian digerinda hingga rata dengan pelat

sehingga membentuk cacat buatan.

Gambar 3. 3 Pengelasan Pada Pelat

(sumber:Pribadi)

d. Pelat yang telah dihaluskan bagian sisinya kemudian dilas dan didempul

selang-seling bagian tertentu dengan menyisakan bagian yang tidak

dilas sebagai cacat buatan sepanjang 4cm,3cm dan 2cm .

Gambar 3. 4Setelah Penggrindaan dan Pendempulan

(sumber:Pribadi)

e. Dibuat 3 spesimen uji untuk pengujian.

f. Pengukuran cacat buatan sebelum dilakukan pengujian.Pengukuran

dilakukan untuk memastikan cacat buatan sudah sesuai dengan

perencanan.Dilakukan perhitungan luasan menggunakan aplikasi Auto

Cad.

26

Tabel 3. 1 Pengukuan Panjang dan Luasan Cacat Spesimen A

Panjang Cacat 20mm Luas Cacat 4.34

Panjang Cacat 30mm Luas Cacat 5.06

Panjang Cacat 40mm Luas Cacat 14.57

27

Tabel 3. 2 Pengukuan Panjang dan Luasan Cacat Spesimen B

Panjang Cacat 20mm Luas Cacat 5.07

Panjang Cacat 30mm Luas Cacat 5.21

Panjang Cacat 40mm Luas Cacat 14.09

28

Tabel 3. 3 Pengukuan Panjang dan Luasan Cacat Spesimen C

Panjang Cacat 20mm Luas Cacat 6.33

Panjang Cacat 30mm Luas Cacat 4.47

Panjang Cacat 40mm Luas Cacat 12.09

29

3.4 Proses Pengujian

Pengujian ini merupakan hal yang penting untuk mengetahui kebutuhan

cairan penetrant. Pengujian ini dilakukan pada pelat sepanjang 300 mm

dengan tebal pelat 10mm.

Dari hasil pengujian didapatkan kebutuhan cairan penetrant sepanjang 250

mm dengan lebar 50 mm serta dapat diketahui sensitivitas pengujian pada

posisi over head dan down hand.

Pengujian ini memiliki alat dan bahan sebagai berikut:

1. Bahan

a. Cairan penetrant menggunakan merk Magnaflux SKL-SP2 Aerosol

Gambar 3. 5 Cairan Penetrant

(sumber:Pribadi)

b. Caiaran cleaner menggunakan merk Magnaflux SKC-S Aerosol

Gambar 3. 6 Cairan Claeaner

(sumber:Pribadi)

30

c. Cairan developer menggunakan merk Magnaflux SKD-S2 Aerosol

Gambar 3. 7 Cairan Developer

(sumber:Pribadi)

2. Peralatan

a. Gelas ukur ukuran 10ml

b. Kuas

c. Kain Majun

d. Penggaris

e. Suntik

3. Langkah kerja kebutuhan cairan penetrant pada posisi over head serta

pengaruh inspeksi penetrant test dengan metode brushing pada posisi over

head terhadap sensitivitas pendeteksian artificial defect.

a. Persipan peralatan pengujian seperti claeaner, cairan penetrant,cairan

developer, majun, kuas, gelas ukur

b. Pengeluaran isi dalam botol cairan penetrant dengan cara

menyemprotakan ke dalam botol lain yang nantinya digunakan untuk

pengujian .

c. Dilakukan pengukuran volume cairan penetrant sebesar 5ml untuk

dilakukan pengujian.Pengurang volume setelah pengujian diperiksa

dalam gelas ukur.

31

Gambar 3. 8 Pemindahan Cairan Penetrant ke Gelas Ukur

(sumber:Pribadi)

d. Pemposisian benda yang akan diuji pada posisi over head.

e. Persiapan Permukaan yang diuji dan daerah di sekitarnya selebar

minimum 25 mm harus kering dan bersih dari kotoran – kotoran, gemuk,

minyak dan zat pengotor lainnya yang dapat menutupi bukaan permukaan

dan mengganggu jalannya pengujian.

f. Pembersihan awal dapat dilakukan dengan cara menyemprotkan cleaner

secara langsung pada daerah uji.

Gambar 3. 9 Pengaplikasian Cairan Cleaner Posisi Over Head

(sumber:Pribadi)

g. Setelah pembersihan awal, permukaan material harus dibiarkan selama

minimum 1 menit agar semua cleaner di dalam diskontinuitas menguap.

32

h. Penetrant diaplikasikan dengan cara dioleskan memakai kuas

(Brushing). Kuas deicelupkan ke cairan penetrant dalam cawan selama

5 detik kemudian diaplikasian ke benda uji.

Gambar 3. 10 Pengaplikasian Cairan Penetrant Posisi Over Head

(sumber:Pribadi)

i. Karena material yang di uji adalah logam pelat, maka waktu penetrasi

minimum harus 10 (sepuluh ) menit.

j. Sambil menunggu waktu penetrasi, dilakukan pengamatan terhadap

pengurangan cairan penetrant dengan menggunakan gelas ukur.

k. Setelah waktu penetrasi (waktu diam) tercapai, semua sisa penetrant di

atas permukan yang diuji harus dibersihkan dengan cara dilap

menggunakan kain lap yang kering dan bersih hingga cairan penetrant

hilang.

l. Sisanya harus dibersihkan dengan mengelap permukaan memakai

majun bersih yang dibasahi dengan cleaner.

m. Pengeringan cairan cleaner dilakukan minimum 1 menit dan maksimum

5 menit sebelum dilakukan penyemprotan cairan developer

n. Sebelum cairan developer disemprotkan, cairan harus dikocok terlebih

dahulu agar terjadi pencamuran suspensi developer yang sempurna.

o. Developer disemprotkan pada daerah yang diuji dengan tipis dan

merata dengan jarak penyemprotan 15-20cm.

33

Gambar 3. 11 Pengaplikasian DeveloperPosisi Over Head

(sumber:Pribadi)

p. Pengujian harus dilakukan dengan intensitass cahaya minimum 1000

lux. Pengukuran Intensitas cahaya menggunakan light meter.

Gambar 3. 12 Intensitas Cahaya Pada Posisi Over Head

(sumber:Pribadi)

q. Dilakukan pengamatan dan pengukuran cacat yang muncul.

Gambar 3. 13 Pengamatan Cacat yang Muncul Posisi Over Head

(sumber:Pribadi)

34

r. Pencatatan panjang cacat yang muncul.

s. Pembersihan daerah uji dengan cairan cleaner.

t. Dilakukan pengujian sebanyak 1 kali untuk setiap spesimen.

4. Langkah kerja kebutuhan cairan penetrant pada posisi down hand serta

pengaruh inspeksi penetrant test dengan metode brushing pada posisi down

hand terhadap sensitivitas pendeteksian artificial defect.

a. Persipan peralatan pengujian seperti claeaner, cairan penetrant,cairan

developer, majun, kuas, gelas ukur

b. Pengeluaran isi dalam botol cairan penetrant dengan cara

menyemprotakan ke dalam botol lain yang nantinya digunakan untuk

pengujian .

c. Dilakukan pengukuran volume cairan penetrant sebesar 5ml untuk

dilakukan pengujian.Pengurang volume setelah pengujian diperiksa

dalam gelas ukur.

Gambar 3. 14 Pemindahan Cairan Penetrant ke Gelas Ukur

(sumber:Pribadi)

d. Pemposisian benda yang akan diuji pada posisi down hand.

e. Persiapan Permukaan yang diuji dan daerah di sekitarnya selebar

minimum 25 mm harus kering dan bersih dari kotoran – kotoran,

gemuk, minyak dan zat pengotor lainnya yang dapat menutupi bukaan

permukaan dan mengganggu jalannya pengujian.

f. Pembersihan awal dapat dilakukan dengan cara menyemprotkan cleaner

secara langsung pada daerah uji.

35

Gambar 3. 15 Pengaplikasian Cairan Cleaner Posisi Down Hnad

(sumber:Pribadi)

g. Setelah pembersihan awal, permukaan material harus dibiarkan selama

minimum 1 menit agar semua cleaner di dalam diskontinuitas menguap.

h. Penetrant diaplikasikan dengan cara dioleskan memakai kuas

(Brushing). Kuas deicelupkan ke cairan penetrant dalam cawan selama

5 detik kemudian diaplikasian ke benda uji.

Gambar 3. 16 Pengaplikasian Cairan Penetrant Posisi Down Hand

(sumber:Pribadi)

i. Karena material yang di uji adalah logam pelat, maka waktu penetrasi

minimum harus 10 (sepuluh ) menit.

36

j. Sambil menunggu waktu penetrasi, dilakukan pengamatan terhadap

pengurangan cairan penetrant dengan menggunakan gelas ukur.

k. Setelah waktu penetrasi (waktu diam) tercapai, semua sisa penetrant di

atas permukan yang diuji harus dibersihkan dengan cara dilap

menggunakan kain lap yang kering dan bersih hingga cairan penetrant

hilang.

l. Sisanya harus dibersihkan dengan mengelap permukaan memakai

majun bersih yang dibasahi dengan cleaner.

m. Pengeringan cairan cleaner dilakukan minimum 1 menit dan maksimum

5 menit sebelum dilakukan penyemprotan cairan developer

n. Sebelum cairan developer disemprotkan, cairan harus dikocok terlebih

dahulu agar terjadi pencamuran suspensi developer yang sempurna.

o. Developer disemprotkan pada daerah yang diuji dengan tipis dan

merata dengan jarak penyemprotan 15-20cm.

Gambar 3. 17 Pengaplikasian DeveloperPosisi Down Hand

(sumber:Pribadi)

p. Pengujian harus dilakukan dengan intensitass cahaya minimum 1000

lux. Pengukuran Intensitas cahaya menggunakan light meter.

37

Gambar 3. 18 Intensitas Cahaya Pada osisi Downhand

(sumber:Pribadi)

q. Dilakukan pengamatan dan pengukuran cacat yang muncul.

Gambar 3. 19 Pengamatan Cacat yang Muncul Posisi Down Hand

(sumber:Pribadi)

r. Pencatatan panjang cacat yang muncul.

s. Pembersihan daerah uji dengan cairan cleaner.

t. Dilakukan pengujian sebanyak 1 kali untuk setiap spesimen.

3.5 Analisa Hasil Pengolahan Data

Pada tahap ini dilakuakan analisai data dan pembahasan dari semua

pengujian dari kebutuhan cairan penetrant pada posisi over head & down hand

serta pengujian penetrant pada artificial defect dengan posisi over head &

bawah tangan untuk mengetahui sensitifitas pendeteksian . Dari hasil

pengolahan data maka dapat diambil kesimpulan dari penelitian .

38

3.6 Kesimpulan dan Saran

Dari hasil penelitaian yang telah dilaksanakan maka dapat ditarik

kesimpulan berdasarkan parameter-parameter dari hasil analisa data dan

pembahasan .Apabila dalam penelitan terdapat kekurangan atau keterbatasan

yang memnyebkan hasil yang tidak sesuai maka saran dapat diberikan untuk

penelitian selanjutnya.

3.7 Jadwal Pengerjaan TA

KEGIATAN BULAN

2 3 4 5 6 7

Survey Objek TA

Mendapatkan topik / judul TA

Konsultasi Judul TA pada calon dosen

pembimbing

Pembuatan proposal TA

Penentuan dosen pembimbing serta

disetujuinya judul TA oleh kampus

Pengerjaan TA

Bimbingan dengan dosen pembimbing

39

BAB 4

ANALISA DATA

4.1 Analisa Hasil Pengujian

Dalam proses pengujian dengan posisi over head dan down hand dapat

diketahui kebutuhan cairan penetrant dan sensitivitasnya pendeteksiannya

dengan menggunakan 3 spesimen untuk diuji pada kedua posisi

tersebut.Setelah dilakukan pengujian sesuai prosedur maka didapatkan hasil

dari hasil pengujian pentrant dalam posisi down hand dan over head dari

ketiga benda uji maka didapatkan hasil dari kebutuhan untuk luasan 12500

(p=250mm & l= 50 mm) dan sensitivitas pengujian.

4.1.1 Hasil Kebuuhan Cairan Penetrant Pada Posisi Over Head

1. Spesimen A

Tabel 4. 1 Spesimen A Over Head

Volume sebelum pengujian : 5ml Volume setelah pengujian : 3,8 ml

Volume pengujian = Volume sebelum pengujian – Volume setelah

pengujan

= 5 ml – 3,8 ml

= 1,2 ml

Maka didapat kebutuhan cairan penetrant pada specimen A pada posisi

over head adalah 1,2 ml per 12500

40

2. Spesimen B

Tabel 4. 2 Spesimen B Over Head

Volume sebelum pengujian : 5ml Volume setelah pengujian : 3,8ml

V pengujian = V sebelum pengujian – V setelah pengujan

= 5 ml – 3,8 ml

= 1,2 ml

Maka didapat kebutuhan cairan penetrant pada specimen A pada posisi

over head adalah 1,2 ml per 12500

3. Spesimen C

Tabel 4. 3 Spesimen C Over Head

Volume sebelum pengujian : 5ml Volume setelah pengujian : 3,6ml

V pengujian = V sebelum pengujian – V setelah pengujan

= 5 ml – 3,6 ml

= 1,4 ml

41

Maka didapat kebutuhan cairan penetrant pada specimen A pada posisi

over head adalah 1,4 ml per 12500

4. Volume Pengujian Rata-Rata

V pengujian rata-rata = V pengujian A+V pengujian B+ V pengujian C

3

=1,2ml +1,2ml +1,4ml

3

=1,26 ml per 12500

4.1.2 Hasil Kebuuhan Cairan Penetrant Pada Posisi Down Hand

1. Spesimen A

Tabel 4. 4 Spesimen A Down Hand

Volume sebelum pengujian : 5ml Volume setelah pengujian : 4 ml

Volume pengujian = Volume sebelum pengujian – Volume setelah

pengujan

= 5 ml – 4 ml

= 1 ml

Maka didapat kebutuhan cairan penetrant pada specimen A pada posisi

down hand adalah 1 ml per 12500

42

2. Spesimen B

Tabel 4. 5 Spesimen B Down Hand

Volume sebelum pengujian : 5ml Volume setelah pengujian : 3.8ml

V pengujian = V sebelum pengujian – V setelah pengujan

= 5 ml - 3.8 ml

= 1,2 ml

Maka didapat kebutuhan cairan penetrant pada specimen A pada posisi

down hand adalah 1,2 ml per 12500

3. Spesimen C

Tabel 4. 6 Spesimen C Down Hand

Volume sebelum pengujian : 5ml Volume setelah pengujian : 3,8ml

43

V pengujian = V sebelum pengujian – V setelah pengujan

= 5 ml – 3,8 ml

= 1,2 ml

Maka didapat kebutuhan cairan penetrant pada specimen A pada posisi

down hand adalah 1,2 ml per 12500

4. Volume Pengujian Rata-Rata

V pengujian rata-rata = V pengujian A+V pengujian B+ V pengujian C

3

=1ml +1,2ml +1,2ml

3

=1,13 ml per 12500

Berdasarkan hasil pengujian tersebut maka didapat hasil kebutuhan cairan

penetrant untuk posisi over head sebesar 1,26 ml per 12500 dan posisi

down hand sebesar 1,13 ml per 12500 .Dari hasi tersebut maka

kenutuhan cairan penetrant untuk posisi overhead lebih banyak dari pada

posisi down hand.

4.1.3 Hasil Pengujian Dengan Perbedaan Posisi

Hasil dari penujian penetrant kemudian dilakukan pengukuran terhadap

indikasi pengujian yang muncul dari posisi over head dan posisi down

hand.Interpretasi terhadap indikasi dilakukan setelah sepuluh menit setelah

pengaplikasian developer Kemudian dilakukan pengukuran terhadap indikasi

setelah waktu terpenuhi. Dari hasil pengukuran tersebut kemudian dicari

luasan dari indikasi tersebut dengan cara menggunakan aplikasi Autocad .

Semakin besar luasan indikasi maka semakin sensitiv .

Tabel 4. 7 Spesimen A 20 mm Posisi Over Head

Panjang indikasi: 23 mm Luas idikasi : 42,67

44

Tabel 4. 8 Spesimen A 20 mm Posisi Down Hand

Panjang indikasi : 35mm Luas idikasi : 210,90

Berdasarkan pengukuran dan pengambaran maka diperoleh luasan indikasi

specimen A dengan cacat buatan 2cm untuk posisi over head seluas 42,67

dan untuk posisi down hand seluas 210,90 . Dari hasil tersebut

dapat disimpulkan bahwa posisi down hand lebih sensitiv dari posisi over

head dikarenakan luas indikasi yang lebih besar.

Tabel 4. 9 Spesimen A 30 mm Posisi Over Head

Panjang indikasi : 36 mm Luas idikasi : 181,69

45

Tabel 4. 10 Spesimen A 30 mm Posisi Down Hand

Panjang indikasi : 39mm Luas idikasi : 266,94

Berdasarkan pengukuran dan pengambaran maka diperoleh luasan indikasi

specimen A dengan cacat buatan 30mm untuk posisi over head seluas 181,69

dan untuk posisi down hand seluas 266,94 m . Dari hasil tersebut

dapat disimpulkan bahwa posisi down hand lebih sensitiv dari posisi over

head dikarenakan luas indikasi yang lebih besar.

Tabel 4. 11 Spesimen A 40 mm Posisi Over Head

Panjang indikasi : 44mm Luas idikasi : 166,14,

46

Tabel 4. 12 Spesimen A 40 mm Posisi Down Hand

Panjang indikasi : 51mm Luas idikasi : 520,42

Berdasarkan pengukuran dan pengambaran maka diperoleh luasan indikasi

specimen A dengan cacat buatan 40 mm untuk posisi over head seluas 166,14

dan untuk posisi down hand seluas 520,42 . Dari hasil tersebut

dapat disimpulkan bahwa posisi down hand lebih sensitiv dari posisi over

head dikarenakan luas indikasi yang lebih besar.

Tabel 4. 13 Spesimen B 20 mm Posisi Over Head

Panjang indikasi : 30 mm Luas idikasi :106,03

47

Tabel 4. 14 Spesimen B 20 mm Posisi Down Hand

Panjang indikasi : 35 mm Luas idikasi : 231,87

Berdasarkan pengukuran dan pengambaran maka diperoleh luasan indikasi

specimen B dengan cacat buatan 20 mm untuk posisi over head seluas 106,03

dan untuk posisi down hand seluas 231,87 . Dari hasil tersebut

dapat disimpulkan bahwa posisi bawah tangan lebih sensitiv dari posisi over

head dikarenakan luas indikasi yang lebih besar.

Tabel 4. 15 Spesimen B 30 mm Posisi Over Head

Panjang indikasi : 37 mm Luas idikasi : 139,86

48

Tabel 4. 16 Spesimen B 30 mm Posisi Down Hand

Panjang indikasi : 49 mm Luas idikasi : 429,65

Berdasarkan pengukuran dan pengambaran maka diperoleh luasan indikasi

specimen B dengan cacat buatan 30 mm untuk posisi over head seluas 139,86

dan untuk posisi down hand seluas 429,65 . Dari hasil tersebut

dapat disimpulkan bahwa posisi down hand lebih sensitiv dari posisi over

head dikarenakan luas indikasi yang lebih besar.

Tabel 4. 17 Spesimen B 40 mm Posisi Over Head

Panjang indikasi : 46 mm Luas idikasi : 148,79

49

Tabel 4. 18 Spesimen B 40 mm Posisi Down Hand

Panjang indikasi : 55 mm Luas idikasi : 717,54

Berdasarkan pengukuran dan pengambaran maka diperoleh luasan indikasi

specimen B dengan cacat buatan 40 mm untuk posisi over head seluas 148,79

dan untuk posisi down hand seluas 717,54 . Dari hasil tersebut

dapat disimpulkan bahwa posisi down hand lebih sensitiv dari posisi over

head dikarenakan luas indikasi yang lebih besar.

Tabel 4. 19 Spesimen C 20 mm Posisi Over Head

Panjang indikasi : 35 mm Luas idikasi : 177,07

50

Tabel 4. 20 Spesimen C 20 mm Posisi Down Hand

Panjang indikasi : 41 mm Luas idikasi : 297,46

Berdasarkan pengukuran dan pengambaran maka diperoleh luasan indikasi

specimen C dengan cacat buatan 20 mm untuk posisi over head seluas 177,07

dan untuk posisi down hand seluas 297,46 . Dari hasil tersebut

dapat disimpulkan bahwa posisi down hand lebih sensitiv dari posisi over

head dikarenakan luas indikasi yang lebih besar.

Tabel 4. 21 Spesimen C 30 mm Posisi Over Head

Panjang indikasi : 36 mm Luas idikasi : 144,87

51

Tabel 4. 22 Spesimen C 30 mm Posisi Down Hand

Panjang indikasi : 44 mm Luas idikasi : 415,51

Berdasarkan pengukuran dan pengambaran maka diperoleh luasan indikasi

specimen C dengan cacat buatan 30 mm untuk posisi over head seluas 144,87

dan untuk posisi down hand 415,51 . Dari hasil tersebut dapat

disimpulkan bahwa posisi down hand lebih sensitiv dari posisi over head

dikarenakan luas indikasi yang lebih besar.

Tabel 4. 23 Spesimen C 40 mm Posisi Over Head

Panjang indikasi : 50 mm Luas idikasi : 249,13

52

Tabel 4. 24 Spesimen C 40 mm Posisi Down Hand

Panjang indikasi : 52 mm Luas idikasi : 439

Berdasarkan pengukuran dan pengambaran maka diperoleh luasan indikasi

specimen C dengan cacat buatan 40 mm untuk posisi over head seluas 249,13

dan untuk posisi down hand 439 . Dari hasil tersebut dapat

disimpulkan bahwa posisi down hand lebih sensitiv dari posisi over head

dikarenakan luas indikasi yang lebih besar.

Tabel 4. 25 Luas Indikasi

Spesimen Cacat Luas Indikasi

Over Head Down Hand

A 20 mm 42,67 210,90

A 30 mm 181,69 266,94

A 40 mm 166,14 520,42

B 20 mm 106,03 231,87

B 30 mm 139,86 429,65

B 40 mm 148,79 717,54

C 20 mm 177,07 297,46

C 30 mm 144,87 415,51

C 40 mm 249,13 439,00

53

Indikasi yang masuk kedalam cacat dipengaruhi oleh gravitasi dan gaya

kapilaritas ,dari table diatas dapat diketahui luasan dengan posisi pengujian

down hand memiliki rata-rata luasan lebih besar dibandingkan luasan

dengan posisi pengujian over head dikarenakan pengaruh gaya gravitasi

yang menyabkan cairan penetrant masuk kedalam cacat. Maka pengujian

dengan posisi down hand memiliki sensitivitas lebih tinggi dibandingkan

pengujian dengan posisi over head .

54

Halaman ini sengaja dikosongkan

55

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan data dan analisa yang telah

dilakukan pada bab 4 maka dapat disimpulkan sebagai berikut

1. Kebutuhan cairan penetrant pada specimen dengan ukuran panjang 250

mm dan lebar 50 mm untuk posisi over head sebesar 1,26 ml per

12500 dan untuk posisi down hand sebasar 1,13 ml per 12500

.

2. Luas indikasi spesimen A dengan cacat 20mm, 30 mm, 40 mm pada

posisi over head sebesar 42,67 , 181,69 , 166,14 .

Luas indikasi spesimen A dengan cacat 20mm,30 mm,40 mm pada

posisi down hand sebesar 210,90 ,266,94 ,520,42 .

Luas indikasi spesimen B dengan cacat 20mm,30 mm,40 mm pada

posisi over head sebesar 106,03 , 139,86 , 148,79 .

Luas indikasi spesimen B dengan cacat 20mm,30 mm,40 mm pada

posisi down hand sebesar 231,87 , 429,65 , 717,54 .

Luas indikasi spesimen C dengan cacat 20mm,30 mm,40 mm pada

posisi over head sebesar 177,07 , 144,87 , 249,13 .

Luas indikasi spesimen C dengan cacat 20mm,30 mm,40 mm pada

posisi down hand sebesar 297,46 , 415,51 , 439,00 .

Berdasarkan hasil luas indikasi yang terbentuk sensitivitas pengujian

pada posisi down hand memiliki sensitivitas lebih baik dari pada

pengujian over head dikarenakan memiliki luas indikasi lebih besar.

5.2 Saran

Sebagai pengembangan tugas akhir ini memiliki saran yang

disampaikan adalah pembuatan cacat buatan dengan bentuk lain seperti

bentuk lingkaran ,pengaplikasian cairan penetrant dengan metode lain

seperti pencelupan dan penyemprotan.

56

Halaman ini sengaja dikosongkan

57

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi. (2019). Pengertian Pengelasan Adalah dan Jenis Jenis Pengelasan

Lengkap.Retrieved July 2, 2019, from

https://www.pengelasan.net/pengelasan-adalah/

Admin. (2015). Penetrant Test. Retrieved August 7, 2019, from http://hima-

tl.ppns.ac.id/penetrant-test/

Admin. (2016). Posisi Pengelasan. Retrieved August 13, 2019, from

http://teknikmesin.id/posisi-pengelasan/

Administration, U. S. D. of T. F. A. (2002). Study of the Factors Affecting the

Sensitivity of Liquid Penetrant Inspections. virginia.

Australia, S. (1997). Non -Destructtive Testing-Penetrant testing of products and

components. Homebush.

Endrawan, T., Haris, E., Dionsius, F., & Prika, Y. (2017). Aplikasi Non

Destructive Test Penetrant Testing (NDT-PT) Untuk Analisis Hasil

Pengelasan SMAW 3G Butt Joint. Jurnal Teknologi Terapan, 3, 45.

ENGINEERS, T. A. S. O. M. (2013). 2013 ASME Boiler & Pressure Vessel Code

(5th ed.). New York: THE AMERICAN SOCIETY OF MECHANICAL

ENGINEERS.

Fariedpradhana. (2012). pengujian logam. Retrieved June 18, 2019, from

https://fariedpradhana.wordpress.com/tag/pengujian-logam/

Hull, B., & John, V. (1988). Non-Destructive Testing. London: Macmillan

Educatian.

Kemendikbud. (2012a). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Retrieved June

22, 2019, from Kemendikbud website: https://kbbi.web.id/cacat

Kemendikbud. (2012b). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Retrieved July

28, 2019, from https://kbbi.web.id/sensitivitas

ONLINE, G. (2019). Sensitivitas. Retrieved July 28, 2019, from

https://glosarium.org/arti-sensitivitas/

PT.Robutech. (2015). Liquid Penetrant Examination Procedure. Surabaya.

Rachman, F. (2013). PENETRANT TESTING. Retrieved July 2, 2019, from

https://nondestes.blogspot.com/2013/08/penetrant-testing.html

Sonawan, H., & Suratman, R. (2003). Pengantar Untuk Memahami Proses

Pengelasan. Bandung: Alfabeta.

58

Tera, S. (2013). LAPORAN PENGUJIAN BAHAN. Retrieved February 27,

2019, from http://terasepte.blogspot.com/2013/10/laporan-pengujian-

bahan.html

Uji, A. (2019). Pengujian Logam dengan Metode Brinell Hardness Tester.

Retrieved July 2, 2019, from

https://www.alatuji.com/index.php?/article/detail/657/pengujian-logam-

dengan-metode-brinell-hardness-tester

Wikipedia. (2019). Nondestructive testing. Retrieved from

https://en.wikipedia.org/wiki/Nondestructive_testing

59

BIODATA PENULIS

Nama : Himawan Shofie Al Akrim

Tempat/Tgl Lahir : Ponorogo, 04 Oktober 1996

Jenis Kelamin : Laki-laki

Warga Negara : Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Jl. Tribusono No.33 Kel. Cokromenggalan Kec.Ponorogo

Kab.Ponorogo

E-mail :[email protected]

Riwayat Pendidikan

2001-2003 :TK Pembatik II Ponorogo

2003-2009 :SD Ma’arif Ponorogo

2009-2012 :SMP Negeri 2 Ponorogo

2012-2015 :SMA Negeri 2 Ponorogo

2016-2019 :D3-Teknik Bangunan Kapal PPNS