ANALISA KASUS

14
ANALISA KASUS 1. Anamnesis Anamnesis dapat dilakukan autoanamnesis maupun alloanamnesis kepada orang yang melihat kejadian. Anamnesis pada kasus gigitan ular dapat diperoleh riwayat terjadinya peristiwa (lokasi gigitan, berapa jumlah gigitan), waktu dan tempat kejadian (dihubungkan dengan insidensi ular yang hidup di area tersebut), jenis dan ukuran ular (dapat lebih digali mengenai kenampakan ular, bentuk, pupil atau mata ular, apakah terdapat garis-garis, pola kulit atau suara berderak yang khas, serta panjang ular), luka pada bekas gigitan ular. 1,2,3 Selain itu juga perlu ditanyakan gejala-gejala yang muncul dalam 30 menit sampai 24 jam setelah kejadian. Apakah terdapat gejala lokal seperti bengkak dan nyeri pada luka. Apakah terdapat gejala sistemik seperti lemas, otot lemah, berkeringat, menggigil, hipotensi, mual, hipersalivasi, rasa metalik di mulut, muntah, nyeri kepala, dan pandangan kabur, perdarahan dan berkemih. 1,2,3,4 Pada pasien dengan gigitan ular, ditanyakan pula riwayat penyakit sebelumnya (terutama riwayat alergi terhadap serum anti bisa ular) dan riwayat pengobatan yang telah didapat. 1,5

description

ini

Transcript of ANALISA KASUS

Page 1: ANALISA KASUS

ANALISA KASUS

1. Anamnesis

Anamnesis dapat dilakukan autoanamnesis maupun alloanamnesis

kepada orang yang melihat kejadian. Anamnesis pada kasus gigitan ular dapat

diperoleh riwayat terjadinya peristiwa (lokasi gigitan, berapa jumlah gigitan),

waktu dan tempat kejadian (dihubungkan dengan insidensi ular yang hidup di

area tersebut), jenis dan ukuran ular (dapat lebih digali mengenai kenampakan

ular, bentuk, pupil atau mata ular, apakah terdapat garis-garis, pola kulit atau

suara berderak yang khas, serta panjang ular), luka pada bekas gigitan ular.1,2,3

Selain itu juga perlu ditanyakan gejala-gejala yang muncul dalam 30 menit

sampai 24 jam setelah kejadian. Apakah terdapat gejala lokal seperti bengkak

dan nyeri pada luka. Apakah terdapat gejala sistemik seperti lemas, otot lemah,

berkeringat, menggigil, hipotensi, mual, hipersalivasi, rasa metalik di mulut,

muntah, nyeri kepala, dan pandangan kabur, perdarahan dan berkemih.1,2,3,4

Pada pasien dengan gigitan ular, ditanyakan pula riwayat penyakit sebelumnya

(terutama riwayat alergi terhadap serum anti bisa ular) dan riwayat pengobatan

yang telah didapat.1,5

Pada pasien ini didapatkan gejala sistemik berupa merasa lemas, mata berkuang-kunang dan

mual. Sedangkan keluhan rasa keram pada seluruh tubuh, berkeringat, menggigil ataupun

mengeluarkan air ludah yang banyak tidak ada. Keluarga pasien melihat jenis ular tersebut

yaitu jenis ular yang kepalanya menyerupai sendok.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang pertama kali dilakukan pada kasus snake bite

atau gigitan ular adalah pemeriksaan kesadaran. Bisa ular yang bersifat

neurotoksin dapat menyebabkan penurunan kesadaran sampai koma.

Neurotoksin dapat menimbulkan gejala berupa ptosis, diplopia, disartria,

kelumpuhan, distres pernapasan.3,4,5

Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan tanda vital. Pemeriksaan

ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat gejala sistemik atau tidak.

Page 2: ANALISA KASUS

Daya toksik dari bisa ular yang masuk ke dalam tubuh dapat menyebar melalui

peredaran darah sehingga terjadi gangguan pada sistem neurologis,

kardiovaskuler, serta pernafasan. Gangguan sistem neurologis dapat terjadi

karena bisa ular mengenai saraf yang berhubungan dengan sistem pernafasan

sehingga terjadi oedem pada saluran pernafasan sehingga pasien akan sulit

bernafas. Toksik yang masuk ke pembuluh darah juga dapat menyebabkan

gangguan pada sistem kardiovaskuler yaitu hipotensi. 6,7,8

Pemeriksaan tanda vital meliputi :

a. Tekanan darah

b. Nadi

c. Respiration Rate

d. Suhu

Pemeriksaan suhu digunakan untuk menilai kondisi metabolisme di dalam

tubuh. Salah satu penyebab produksi panas dalam tubuh adalah proses

infeksi.6,7

Gambaran klinis atau gejala lokal yang timbul pada tempat gigitan dapat dinilai

dengan inspeksi maupun palpasi. Gejala lokal tersebut antara lain adalah :

- bekas taring atau gigitan

- nyeri dan pendarahan lokal

- ekimosis

- inflamasi (bengkak, kemerahan, panas)

- bula

- infeksi lokal

- nekrosis

- limfangitis

- pembesaran limfonodi10,13,14

Pemeriksaan mengenai fungsi pembekuan juga perlu dilakukan dengan

cara menilai perdarahan dari bekas gigitan. Efek snake bite adalah kerusakan

otot. Jadi untuk pemeriksaannya perlu dinilai, kelenturan otot, nyeri, ROM,

kelemahan, urine berwarna coklat atau merah yang mengindikasikan

myogobinuria. Periksa juga tanda gejala sistemik dan gejala khusus yang

muncul pada snake bite 7,15

Page 3: ANALISA KASUS

Pada saat pasien dibawa ke UGD RSAM, pasien tampak dalam keadaan sakit

sedang dan dalam kesadaran yang compos mentis.

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Frekuensi nadi : 127 x/menit, teratur, isi dan tegangan cukup

Pernapasan : 25x/menit, teratur, kedalaman cukup, tidak tampak retraksi

Suhu : 38,2º C (per axiler)

Dan didapatkan gejala lokal berupa bengkak dan kemerahan pada punggung telapak kaki dan

melihat tanda berupa dua titik bekas gigitan ular

Page 4: ANALISA KASUS

3. Diagnosis Dan Differential Diagnosis

Diagnosis snake bite ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis serta

pemeriksaan fisik. Diagnosis gigitan ular berbisa tergantung pada keadaan

bekas gigitan atau luka yang terjadi dan memberikan gejala lokal dan sistemik

sebagai berikut :

a. Gejala lokal : nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (dalam 30 menit – 24

jam), ditemukan fang marks, perdarahan lokal, memar, pembesaran

limfonodi, tanda inflamasi (edema, kemerahan, panas), terdapat bulla, atau

bisa ditemukan nekrosis.

b. Gejala sistemik : hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, mengigil, mual,

hipersalivasi, muntah, nyeri kepala, abdominal pain, dan pandangan

kabur29

c. Gejala khusus gigitan ular berbisa14,15 :

o Hematotoksik: perdarahan di tempat gigitan, paru, jantung, ginjal,

peritoneum, otak, gusi, hematemesis dan melena, perdarahan kulit

(petekie, ekimosis), hemoptoe, hematuri, koagulasi intravaskular

diseminata (KID)

o Neurotoksik: hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernapasan,

ptosis oftalmoplegi, paralisis otot laring, reflek abdominal, kejang

dan koma28

o Kardiotoksik: hipotensi, henti jantung, koma, syok, aritmia, oedem

pulmo, gangguan vaskular

Page 5: ANALISA KASUS

o Sindrom kompartemen: edema tungkai dengan tanda – tanda 5P

(pain, palor, paresthesia, paralysis, pulselesness).8,13

Diagnosis banding untuk snake bite antara lain :

Gigitan laba-laba atau sengatan kalajengking

Pada gigitan laba-laba, ditemukan riwayat kontak dengan laba-laba pada

anamnesis. Pada regio yang tergigit, ditemukan pembengkakan dengan

onset lambat dan menyebabkan kekakuan otot. Gejala ini tidak ditemukan

pada gigitan ular yang pembengkakannya terjadi progresif.8,11,12

Scorpion sting

Tusukan duri

Pada tusukan duri tidak ditemukan gejala lokal berupa oedem dan gejala

sistemik yang progresif seperti pada kasus snake bite.16

4. Pemeriksaan Penunjang Dan Penilaian Hasil Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium darah yang diperlukan pada adalah Hb, leukosit,

trombosit, kreatinin, elektrolit, waktu perdarahan, waktu pembekuan, waktu

protrombin, fibrinogen, APTT, uji faal hepar, dan golongan darah.13,17

Angka rujukan normal untuk hasil pemeriksaan di atas adalah:

Hb : 12-15 g/dL Natrium : 135-145 mEq/L

AE : 4,2-6,2. 103/µL Kalium : 3,1-4,3

mEq/L

AL : 4-11.103/µL Klorida : 95-105 mEq/L

AT : 150-350.103/µL Kreatinin : 0,5-1,5 mg/dL

Hct : 38-51% GDS : < 200 mg/dL

PT : 11-14 detik Albumin : 3-5,5 g/dL

APTT : 20-40 detik

Gigitan ular dari spesies tertentu dapat menyebabkan perdarahan pada organ

internal seperti organ-organ abdomen. Selain itu, dapat terjadi perdarahan pada

tempat gigitan atau perdarahan spontan dari mulut atau luka yang lama.

Perdarahan yang tidak terkontrol dapat menyebabkan syok. Adanya perdarahan

Page 6: ANALISA KASUS

massif ditunjukkan pada penurunan hemoglobin. Pemeriksaan trombosit, waktu

perdarahan, waktu pembekuan darah, waktu protrombin juga perlu dilakukan.

Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat gangguan faktor

pembekuan darah yang menyebabkan perdarahan terus menerus maupun

gangguan koagulopati. Pemeriksaan Analisis Gas Darah dan pH juga

diperlukan pada pasien dengan gejala neurotoksis (gangguan sistem

respirasi).13,15,18

Selain pemeriksaan darah, dapat juga dilakukakan pemeriksaan urine rutin

untuk mengetahui apakah terdapat hematuria, haemoglobinuria, maupun

proteiunria (mioglobinuria). Adanya hematuria, hemoglobinuria, maupun

mioglobinuria menunjukkan bahwa gigitan ular sudah sampai menyerang organ

ginjal.13,18,19

Pemeriksaan EKG dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada gigitan ular

family Viperidae dapat terjadi gangguan kardiovaskuler seperti aritmia.13,17

Pada pasien ini hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan baik itu

pemeriksaan hematologi ataupun kimia darah masih dalam batas normal.

Namun belum dilakukan pemeriksaan penunjang yang lainnya seperti

pemeriksaan analisis gas darah, urin rutin ataupun EKG.

5. Rencana Penatalaksanaan

Pada pasien ini pertolongan pertama yang diberikan kepada pasien oleh

keluarga adalah menghisap racun dari bekas gigitan dengan mulut anggota

keluarga pasien. Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam

menangani gigitan ular :7,19,20,21

a. Pertolongan pertama

Tujuan pertolongan pertama adalah:

o memperlambat absorpsi sistemik dari racun

o mencegah komplikasi sebelum pasien dibawa ke RS

o mengawasi gejala keracunan awal yang berbahaya

Page 7: ANALISA KASUS

o mengatur pengiriman pasien secara cepat dan tepat ke RS yang

mampu menangani dengan maksimal

Pertolongan pertama yang dapat diberikan diantaranya adalah

menenangkan korban, imobilisasi ekstremitas yang tergigit dengan balutan

atau bidai. Setiap gerakan atau kontraksi otot akan meningkatkan absorpsi

racun ke pembuluh darah maupun limfe. Pada pertolongan pertama,

hindari intervensi apapun pada bekas gigitan karena dapat menyebabkan

infeksi , meningkatkan absorbs racun, serta meningkatkan perdarahan.

Penderita juga diistirahatkan dalam posisi horizontal. Jika timbul gejala

sistemik yang cepat sebelum pemberian antibisa, daerah proksimal dan

distal dari gigitan diikat (tourniquet). Pemasangan tourniquet ini bertujuan

untuk menahan aliran limfe. Pemasangan tourniquet kurang berguna jika

dilakukan lebih dari 30 menit pasca gigitan.

Pengawasan gejala keracunan awal yang berbahaya dapat dilakukan

dengan observasi :

- Oedem yang bertambah dengan cepat pada tempat gigitan

- Pembesaran limfonodi lokal, yang menunjukkan bahwa racun telah

menyebar melalui saluran limfe

- Gejala sistemik seperti syok, mual, muntah, nyeri kepala hebat, mudah

mengantuk ataupun ptosis

- Urin yang berwarna coklat gelap

b. Segera kirim ke RS

c. Resusitasi dan penanganan klinis segera, meliputi :

- Penatalaksanaan jalan nafas

- Penatalaksanaan fungsi pernafasan

- Penatalaksanaan fungsi sirkulasi dengan pemberian infus cairan

kristaloid

- Pada luka gigitan dapat diberikan verband ketat dan luas diatas luka

serta imobilisasi dengan menggunakan bidai.

Page 8: ANALISA KASUS

d. Penanganan klinis yang lebih mendalam dan diagnosis spesies ular

e. Pemberian SABU (serum anti bisa ular)

Serum anti bisa ular harus diberikan secepatnya setelah gejala dan tanda

local maupun sistemik ditemukan. Serum anti bisa ular akan menetralkan

efek bisa ular walaupun gigitan ular sudah terjadi beberapa hari yang lalu.

Atau pada kasus kelainan hemostatik, anti bisa ular masih dapat diberikan

walaupun sudah terjadi lebih dari 2 minggu. Tetapi beberapa bukti klinis

menyebutkan bahwa anti bisa ular efektif dalam beberapa jam setelah

digigit ular.

Teknik pemberian: 2 vial @ 5ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9% atau

Dextrose 5% dengan kecapatan 40-80 tetes/menit. Maksimal 100 ml (20

vial). Kemudian diulang setiap 6 jam. Apabila diperlukan (misalnya

gejala-gejala tidak berkurang atau bertambah) anti serum dapat terus

diberikan setiap 24 jam sampai maksimum (80 - 100 ml). Anti serum yang

tidak diencerkan dapat diberikan langsung sebagai suntikan intravena

dengan sangat perlahan-lahan.

f. Observasi respon serum bisa ular

Pedoman terapi serum anti bisa ular menurut Luck :

• Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit

• Ulangi pemeriksaan darah pada 3 jam setelah pemberian

antivenom

• Jika koagulopati tidak membaik (fibrinogen tidak meningkat,

waktu pembekuan darah tetap memanjang), ulangi pemberian

serum anti bisa ular. Ulangi pemeriksaan darah pada 1 dan 3 jam

berikutnya. Gangguan koagulopati berat berikan antivenin spesifik,

plasma fresh-frozen, cryoprecipitate (fibrinogen, faktor VIII), fresh

whole blood.

• Jika koagulopati membaik (fibrinogen meningkat, waktu

pembekuan menurun) maka monitor ketat kerusakan dan ulangi

Page 9: ANALISA KASUS

pemeriksaan darah untuk memonitor perbaikannya. Monitor

dilanjutkan 2x24 jam untuk mendeteksi kemungkinan koagulopati

berulang.

g. Pemberian terapi suportif dan profilaksis

• Gangguan koagulopati berat: beri plasma fresh-frozen (dan

antivenin)

• Perdarahan: beri tranfusi darah segar atau komponen darah,

fibrinogen, vitamin K, tranfusi trombosit

• Hipotensi: beri infus cairan kristaloid

• Monitor pembengkakan local dengan lilitan lengan atau anggota

badan

• Gangguan neurologik: beri Neostigmin (asetilkolinesterase),

diawali dengan sulfas atropine

• Beri tetanus profilaksis bila dibutuhkan. Pada pasien ini diberikan

Anti Tetanus Serum 750 IU intra muskular

• Untuk mengurangi rasa nyeri berikan aspirin atau kodein, hindari

penggunaan obat – obatan narkotik depresan. Pada pasien ini

diberikan Ketorolac 1 x 15 mg

• Pemberian antibiotika spektrum luas. Kaman terbanyak yang

dijumpai adalah P.aerugenosa, Proteus,sp, Clostridium sp,

B.fragilis. pada pasien ini diberikan Ceftriaxon 2 x 750 mg.

• Pemberian anti piretik untuk menurunkan demam pada pasien

akibat dari reaksi inflamasi. Pada pasien ini diberikan Paracetamol

3 x 250 mg.

h. Rehabilitasi

Pemulihan fungsi normal di bagian digigit harus diawasi. Fisioterapi

konvensional dapat mempercepat proses ini.9,12,22,23,26