ANALISA CURAH HUJAN DENGAN METODE …lib.unnes.ac.id/25138/1/5101412024.pdf4.4 Analisa Penggunaan...
Transcript of ANALISA CURAH HUJAN DENGAN METODE …lib.unnes.ac.id/25138/1/5101412024.pdf4.4 Analisa Penggunaan...
SKRIPSI
ANALISA CURAH HUJAN DENGAN METODE HIDROGRAF
SATUAN SINTETIK NAKAYASU TERHADAP
TERJADINYA MIGRASI DEBRIS FLOW
KALI PUTIH GUNUNG MERAPI
Skripsi
diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Pendidikan Teknik Bangunan
Oleh
Ginanjar Abdunnafi’ NIM. 5101412024
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
ii
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Maka nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan .(QS. Ar Rahman : 11)
Orang-orang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan hal yang
harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan, entah mereka
menyukainya atau tidak.
PERSEMBAHAN
Allah SWT dan Nabi Muhammad atas segala nikmat-Nya
Almamater Universitas Negeri Semarang
Balai Sabo Yogyakarta
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan
Geologi Yogyakarta
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-
Nya yang telah melimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikanskripsi denagn judul “Analisa Curah Hujan dengan Metode
Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu terhadap Terjadinya Migrasi Debris Flow
Kali Putih Gunung Merapi”,yang diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Teknik
Bangunan.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan,
bantuan, saran, dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh kareana itu, dengan
segala kerendahan hati dan rasa hormat, penulis menyampaikan terima kasih atas
segala bantuan yang telah diberikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Fatur Rokhman, M.Hum, selaku Rektor Universitas Negeri
Semarang.
2. Bapak Dr. Nur Qudus, M.T, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Negeri Semarang.
3. Ibu Dra. Sri Handayani, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil dan Ketua
Program Studi Pendidikan Teknik bangunan.
4. Bapak Drs. Lashari, M.T, selaku dosen pembimbing I dan Ibu Dr. Rini
Kusumawardani, S.T., M.T., M.Sc, selaku dosen pembimbing II yang penuh
perhatian atas perkenaan memberi bimbingan dan dapat dihubungi sewaktu-
waktu disertai kemudahan dalam memberikan bahan dan menunjukkan
sumber-sumber yang relevan dalam membantu penulisan skripsi ini.
5. Bapak Untoro Nugroho, S.T.,M.T, selaku dosen penguji yang telah memberi
masukan yang sangat berharga berupa saran, ralat, perbaikan, pertanyaan,
komentar, tanggapan terhadap kualitas skripsi ini.
6. Dr. Ir. Muhammad Mukhlisin, M.T, selaku peneliti utama di bidang debris
flow.
7. Seluruh dosen di Jurusan Teknik Sipil, yang telah menyalurkan ilmunya
hingga penulis berhasil menyelesaikan studi.
vii
8. Staf Balai Sabo Yogyakarta dan staf Balai Penyelidikan dan Pengembangan
Teknologi Kebencanaan Geologi Yogyakarta yang telah memberi
kesempatan kepada penulis untuk memperoleh data penelitian.
9. Bapak Dul Muntolib, S.T, M.T, dan Ibu Dra. Maemunah yang telah
memberikan dukungan materiil, pengorbanan yang tulus, kesabaran serta
doa restunya yang selalu mengiringi setiap langkah penulis dalam
penyusunan karya ini.
10. Sahabat-sahabatku terbaik dan teman mahasiswa Program Studi Pendidikan
Teknik Bangunan angkatan 2012 yang selalu memberikan motivasi, bantuan
serta saran-saran dalam berbagai hal dan mendoakan penulis sampai
selesainya penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa di dunia ini tidak ada yang sempurna untuk itu
penulis mohon kritik dan saran untuk penulis supaya bisa lebih baik dalam
membuat laporan di lain kesempatan.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan
sebagai bekal untuk pengembangan di masa mendatang.
Penulis,
viii
ABSTRAK
Gunung Merapi merupakan gunung api teraktif di dunia dengan
karakteristiknya yang sangat khas. Gunung api ini sewaktu-waktu bisa mengalami
fase erupsi sehingga menimbulkan letusan yang hebat. Material hasil erupsi
dengan intensitas volume yang besar ini kemudian mengalir masuk ke sungai-
sungai di wilayah gunung tersebut. Air adalah salah satu media utama dalam
proses angkutan sedimen. Dengan demikian intensitas hujan memberikan
pengaruh yang sangat signifikan terhadap fenomena migrasi sedimen material
hasil erupsi serta besarnya daya rusak yang ditimbulkan. Campuran antara air (air
hujan atau air yang lain) dengan sedimen konsentrasi tinggi yang meluncur ke
bawah melalui lereng atau dasar alur berkemiringan tinggi disebut aliran debris.
Salah satu cara dalam mendukung upaya peringatan dini bencana aliran
debris pada Kali Putih Gunung Merapi yaitu dengan mencari hubungan parameter
hujan (terkait durasi hujan dan intensitas hujan penyebab aliran debris) dan
parameter yang dominan terhadap kejadian aliran debris dengan lokasi studi di
lereng Gunung Merapi. Metode yang digunakan yaitu analisis data primer berupa
material dasar sungai dan analisis data sekunder berupa data curah hujan yang
disubstitusikan ke dalam Persamaan Takahashi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas hujan maksimum lebih besar
dari 36 mm/jam akan menyebabkan terjadinya aliran debris. Parameter lain yang
dominan mempengaruhi terjadinya aliran debris dari Persamaan Takahashi adalah
kemiringan dasar sungai (𝜃) dan ketinggian air (ho). Pada alur Kali Putih Gunung
Merapi kejadian aliran debris terjadi pada kemiringan dasar minimum 8,5 derajat
dan kedalaman air minimum 0,032 m.
.
Kata Kunci : Aliran Debris, Curah Hujan, Gunung Merapi, Metode Hidrograf
Satuan Sintetik Nakayasu, Persamaan Takahashi.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................... ii
PENGESAHAN ...................................................................................... iii
PERNYATAAN ...................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................ vi
ABSTRAK .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xii
DAFTAR TABEL ................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah....................................................................... 3
1.3 Perumusan Masalah ....................................................................... 3
1.4 Pembatasan Masalah ...................................................................... 4
1.5 Tujuan ............................................................................................ 4
1.6 Manfaat .......................................................................................... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI .................... 6
2.1 Debris Flow ................................................................................... 6
2.2 Klasifikasi dan Karakteristik Debris Flow .................................... 7
2.3 Prediksi Waktu Kejadian Debris Flow .......................................... 8
2.4 Metoda Pengamatan Debris Flow ................................................. 9
2.4.1 Persamaan Takahashi............................................................ 9
2.4.2 Penentuan Diameter Endapan Aliran Debris ........................ 17
2.4.3 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu .................................... 17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................ 22
3.1 Lokasi Penelitian ........................................................................... 23
3.2 Jenis Metode Penelitian ................................................................. 24
x
3.3 Metode Pengumpulan Data............................................................ 25
3.3.1 Data Primer ........................................................................... 25
3.3.2 Data Sekunder ....................................................................... 25
3.4 Metode Analisis Data .................................................................... 26
3.4.1 Analisa Penampang Memanjang Sungai .............................. 26
3.4.2 Analisa Tanah Dasar Sungai ................................................. 26
3.4.3 Analisa Curah Hujan............................................................. 33
3.4.4 Analisa Persamaan Takahashi untuk Kondisi Nyata di Alur
Sungai ................................................................................... 34
3.5 Metode Pendekatan Utama ............................................................ 34
3.6 Perumusan Analisa ........................................................................ 35
3.7 Hipotesis ........................................................................................ 35
3.8 Bagan Pelaksanaan Penelitian ....................................................... 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................ 37
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................................... 37
4.2 Analisa Data................................................................................... 40
4.2.1 Hasil Pemeriksaan Uji Kadar Air Tanah .............................. 40
4.2.2 Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Tanah ................................... 40
4.2.3 Hasil Pemeriksaan Soil Properties ....................................... 41
4.2.4 Hasil Pemeriksaan Analisa Butiran ...................................... 43
4.2.5 Hasil Analisa Uji Geser Langsung ....................................... 45
4.2.6 Hasil Analisa Penampang Memanjang Sungai ..................... 46
4.2.7 Hasil Perhitungan Tinggi Air Minimum (Ho) ....................... 46
4.3 Analisa Curah Hujan...................................................................... 48
4.3.1 Pemilihan Stasiun ................................................................. 48
4.3.2 Pemilihan Data Curah Hujan ............................................... 48
4.3.3 Perhitungan Parameter Curah Hujan .................................... 51
4.3.4 Menarik Garis Kritik............................................................. 53
4.4 Analisa Penggunaan Persamaan Takahashi untuk Kondisi Nyata
di Sungai ........................................................................................ 55
4.4.1 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu .................................... 52
xi
4.4.2 Analisa Persamaan Takahashi .............................................. 55
4.4.3 Analisa dalam Bentuk Grafik ............................................... 59
4.5 Pembahasan ................................................................................... 74
4.5.1 Curah Hujan .......................................................................... 74
4.5.2 Sensitifitas Persamaan Takahashi ......................................... 78
4.5.3 Penggunaan Persamaan takahashi ........................................ 81
BAB V PENUTUP .................................................................................. 105
5.1 Kesimpulan .................................................................................... 105
5.2 Saran .............................................................................................. 106
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 107
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Mekanisme terjadinya aliran debris .................................... 10
Gambar 2.2 Susunan butiran tanah dasar ................................................ 14
Gambar 2.3 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ................................... 19
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian terhadap DAS Kali Putih .............. 22
Gambar 3.2 Sub DAS Kali Putih bagian hulu......................................... 23
Gambar 3.3 Bagan pelaksanaan penelitian ............................................. 35
Gambar 4.1 Peta endapan piroklasik letusan Gunung Merapi
tahun 2010 .......................................................................... 37
Gambar 4.2.1 Kurva distribusi ukuran butiran PU-D2 titik 1 ................. 43
Gambar 4.2.2 Kurva distribusi ukuran butiran PU-D2 titik 2 ................. 43
Gambar 4.2.3 Kurva distribusi ukuran butiran PU-D2 titik 3 ................. 43
Gambar 4.3 Morfologi Kali Putih ........................................................... 45
Gambar 4.4 Perbandingan curah hujan maks/jam dengan
curah hujan anteseden ........................................................ 52
Gambar 4.5 Perbandingan durasi hujan dengan curah hujan kumulatif . 53
Gambar 4.7 Perbandingan durasi hujan dengan curah hujan
maksimum .......................................................................... 53
Gambar 4.7 Perbandingan curah hujan kumulatif dengan
curah hujan maksimum ...................................................... 54
Gambar 4.8 Nilai Persamaan Takahashi pada titik PU-C10.1 ................ 58
Gambar 4.9 Nilai Persamaan Takahashi pada titik PU-C10.2 ................ 59
Gambar 4.10 Nilai Persamaan Takahashi pada titik PU-C10.3 .............. 59
Gambar 4.11 Nilai Persamaan Takahashi pada titik PU-D1.1 ................ 60
Gambar 4.12 Nilai Persamaan Takahashi pada titik PU-D1.2 ................ 60
Gambar 4.13 Nilai Persamaan Takahashi pada titik PU-D1.3 ................ 61
Gambar 4.14 Nilai Persamaan Takahashi pada titik PU-D2.1 ................ 61
Gambar 4.15 Nilai Persamaan Takahashi pada titik PU-D2.2 ................ 62
Gambar 4.16 Nilai Persamaan Takahashi pada titik PU-D2.3 ................ 62
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Jumlah desa rawan terkena banjir lahar .................................. 38
Tabel 4.2 Daerah terkena dampak banjir lahar DAS Kali Putih ............. 38
Tabel 4.3 Hasil perhitungan kadar air tanah ........................................... 39
Tabel 4.4 Hasil perhitungan berat jenis tanah ......................................... 40
Tabel 4.5 Nilai γb, γd , γs, γsat ................................................................... 41
Tabel 4.6 Hasil nilai perhitungan Sr, n, e, Dr, Rc ................................... 41
Tabel 4.7 Sistem klasifikasi unified ........................................................ 42
Tabel 4.8 Hasil pemeriksaan sudut geser tanah ...................................... 44
Tabel 4.9 Kedalaman air minimum penyebab terjadinya aliran debris .. 46
Tabel 4.10 Data Hujan yang Terjadi Aliran Debris. ............................... 48
Tabel 4.11 Data Hujan yang Tidak Terjadi Aliran Debris ...................... 49
Tabel 4.12 Data curah hujan yang terjadi aliran debris . ........................ 50
Tabel 4.13 Data curah hujan yang terjadi aliran debris .......................... 51
Tabel 4.14 Pembuktian Persamaan Takahashi dari data yang terjadi aliran debris
dengan HSS Nakayasu ......................................................... 56
Tabel 4.15 Pembuktian Persamaan Takahashi dari data yang tidak terjadi aliran
debris dengan HSS Nakayasu .............................................. 57
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian ............................................................. 70
Lampiran 2 Foto Dokumentasi................................................................ 73
Lampiran 3 Data Hasil Pengujian Kadar Air Tanah ............................... 79
Lampiran 4 Data Hasil Pengujian Berat Jenis Tanah .............................. 82
Lampiran 5 Data Hasil Pengujian Soil Properties ................................. 86
Lampiran 6 Data Kurva Distribusi Ukuran Butiran dan
Analisa Perhitungannya ..................................................... 96
Lampiran 7 Data Hasil Pengujian Sudut Geser Tanah ............................ 114
Lampiran 8 Data Aliran Sungai (DAS) Kali Putih ................................ 124
Lampiran 9 Data Hasil Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ................ 128
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki banyak gunung berapi yang masih aktif. Gunung
api ini sewaktu-waktu bisa mengalami fase erupsi sehingga menimbulkan
letusan yang hebat. Material hasil erupsi dengan intensitas volume yang
besar ini kemudian mengalir masuk ke sungai-sungai di wilayah gunung
tersebut. Fenomena ini suatu saat dapat berubah menjadi aliran lahar yang
kemudian membawa bencana di sepanjang alur sungai yang dilalui baik
berupa kerugian harta benda, kerusakan sarana dan prasarana publik antara
lain : transportasi, irigasi, kerusakan lahan pertanian dan perkebunan,
bahkan korban jiwa. Selain kerugian di berbagai sektor, bencana yang
ditimbulkan oleh aliran lahar dingin, atau aliran debris ini juga
memberi tambahan beban keuangan negara terutama untuk merehabilitasi
serta memulihkan fungsi sarana dan prasarana publik yang rusak.
Gunung Merapi secara administratif termasuk di wilayah kabupaten
Sleman Propinsi DIY, kabupaten Magelang, Boyolali, Klaten, di Provinsi
Jawa Tengah dengan ketinggian 2980 meter dari permukaan air laut.
Gunung Merapi adalah gunung api tipe strato dengan kubah lava dan
merupakan gunung api teraktif di dunia dengan karakteristiknya yang
sangat khas.
2
Potensi bahaya vulkanik Gunung Merapi dapat dibedakan menjadi
bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer adalah bahaya yang
ditimbulkan secara langsung saat terjadi erupsi atau letusan gunung api
(Bronto, 2001). Bahaya tersebut berupa awan panas, lontaran atau hujan
batu pijar, longsoran batuan gunung api, lahar letusan, aliran lava, hujan abu
dan gas beracun. Bahaya sekunder adalah bahaya yang terjadi secara tidak
langsung setelah aktivitas gunung api berlalu (Bronto, 2001). Bahaya ini
berupa lahar dingin, banjir bandang, pencemaran air tanah, kekurangan air
bersih dan kelaparan serta penyakit menular.
Air adalah salah satu media utama dalam proses angkutan sedimen.
Dengan demikian maka intensitas hujan memberikan pengaruh yang sangat
signifikan terhadap fenomena migrasi sedimen material hasil erupsi serta
besarnya daya rusak yang ditimbulkan (Mananoma, 2007).
Pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum,
telah ditugaskan untuk mengendalikan bencana alam yang disebabkan oleh
gunung berapi aktif, terutama untuk mengurangi kerugian karena bencana
alam langsung (letusan gunung berapi) maupun bencana alam tidak langsung
(proses transpor material dari hulu ke hilir). Sering dijumpai bahwa bencana
alam tidak langsung seperti aliran lahar dingin cukup berbahaya pula sebab
dapat merusak jaringan air minum, irigasi, dan transportasi, yang melayani
suatu kota (Mukhlisin, 1998).
3
Sehubungan dengan timbunan material hasil erupsi yang menumpuk
di puncak Gunung Merapi berpotensi mengalami luncuran turun berupa
aliran debris / banjir lahar dingin akibat air hujan, serta bahaya dan dampak
yang diakibatkan oleh aliran debris ini, sehingga penelitian mengenai
“Analisa Curah Hujan dengan Metode Hidrograf Satuan Sintetik
Nakayasu terhadap Terjadinya Migrasi Debris Flow Kali Putih
Gunung Merapi” disusun guna memprediksi kejadian aliran debris hujan
di lereng Gunung Merapi.
1.2 Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah adalah sebagai berikut:
a. Penimbunan material endapan hasil erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di
bagian hulu sungai.
b. Hubungan antara intensitas hujan dengan debris flow.
c. Hubungan antara morfologi sungai dan perilaku sedimen dengan debris
flow.
1.3 Perumusan Masalah
Perumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana pengaruh parameter hujan (terkait durasi hujan dan intensitas
hujan penyebab aliran debris) terhadap kejadian debris flow?
b. Bagaimana hubungan spasial hujan dengan kedalaman hujan pada saat
terjadi debris flow di wilayah lereng Gunung Merapi?
c. Bagaimana pengaruh parameter morfologi sungai dan perilaku sedimen
terhadap kejadian debris flow.
4
1.4 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Lokasi penelitian di wilayah lereng Gunung Merapi yang secara
administrasi berada di Kabupaten Sleman di Daerah Istimewa
Yogyakarta serta Kabupaten Magelang dan Kabupaten Klaten di Provinci
Jawa Tengah.
b. Data kejadian debris flow pada rentang waktu Desember 2010 hingga
Februari 2012 di Kali Putih.
c. Data pengujian sedimen tanah pada bangunan sabo diantaranya PU-D2
(Mranggen), PU-D1 (Mranggen), PU-C10 (Ngepos).
d. Waktu yang diambil untuk diamati di setiap stasiun adalah dalam jangka
waktu 7 hari terakhir dari waktu kejadian aliran debris.
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini ini adalah sebagai berikut:
a. Menganalisa curah hujan yang menyebabkan terjadinya aliran debris
b. Mencari nilai persentase terjadinya aliran debris dengan Persamaan
Takahashi pada Kali Putih Gunung Merapi.
c. Mengetahui ketebalan muka air minimum dan kemiringan sungai yang
menyebabkan terjadinya aliran debris pada Kali Putih Gunung Merapi.
d. Menganalisa pengaruh curah hujan anteseden terhadap terjadinya aliran
debris.
e. Menjabarkan hasil penelitian sebagai masukan pengembangan sistem
peringatan dini bencana sekunder Gunung Merapi.
5
1.6 Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagi Bangsa dan Negara
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah pola spasial hujan untuk
pengembangan system peringatan dini bencana aliran debris di wilayah
lereng Gunung merapi dengan menggunakan nilai intensitas hujan
(mm/jam) dan nilai working rainfall (mm) sebagai masukan bagi sistem
peringatan dini bencana aliran debris khususnya di area Kali Putih.
b. Bagi Ilmu Pengetahuan
Inventarisasi ilmu pengetahuan potensi bahaya debris flow khususnya
pengembangan early warning system di Kali Putih.
c. Bagi Penulis
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah menambah pengetahuan
penulis dan dapat menerapkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh dari
bangku kuliah serta dapat digunakan untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Teknik Bangunan di Universitas Negeri Semarang
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Debris Flow
Aliran debris (debris flow) adalah aliran campuran antara air (air hujan
atau air yang lain) dengan sedimen konsentrasi tinggi yang meluncur ke
bawah melalui lereng atau dasar alur berkemiringan tinggi. Aliran ini
seringkali membawa batu-batu besar dan batang-batang pohon, meluncur ke
bawah dengan kecepatan tinggi (biasanya masih di bawah kecepatan
mudflow) dengan kemampuan daya rusak yang besar terhadap apa saja yang
dilaluinya seperti bangunan rumah atau fasilitas lainnya sehingga
mengancam kehidupan manusia. Aliran debris tidak terkait langsung dengan
letusan gunung api, namun dapat terjadi di daerah vulkanik maupun non-
vulkanik.
Kusumobroto (2006), mengklasifikasikan aliran debris dalam dua
karakteristik yang berbeda yaitu aliran debris tipe berbatuan (gravel type
debris flow) merupakan aliran debris yang mengandung banyak batu-batu
besar dan aliran debris tipe lumpur (mudflow type debris flow) merupakan
aliran debris dengan kandungan batu besar sedikit dan lebih didominasi oleh
kandungan pasir dan batu-batu kecil.
Dari aspek teknik sipil aliran lahar atau yang disebut sebagai aliran
debris ini membawa pengaruh yang signifikan terhadap perubahan
morfologi sungai sehingga dengan demikian juga berpengaruh terhadap
kelestarian fungsi sungai itu sendiri. Secara umum faktor-faktor yang
7
berpengaruh terhadap kejadian aliran debris pada wilayah gunung berapi
adalah kemiringan lereng, jumlah material endapan, faktor topografi dan
geologi tanah, luas Daerah Aliran Sungai, serta curah hujan (Mananoma,
2007).
Terjadinya aliran debris pada sungai di daerah vulkanik dikarenakan
kemiringan dasar sungai curam sehingga kecepatan aliran sangat tinggi dan
daya rusaknya sangat besar. Dampak meluncurnya aliran debris dengan
kecepatan tinggi dapat menerjang semua obyek yang dilaluinya antara lain
bangunan sungai, jembatan, kawasan permukiman, lahan pertanian, dan
infrastruktur lainnya. Aliran debris menyebabkan bencana berupa kerusakan
lingkungan dan infrastruktur, serta kerugian harta benda, bahkan korban
jiwa dan luka-luka dalam jumlah besar.
2.2 Klasifikasi dan Karakteristik Debris Flow
Klasifikasi dan karakteristik debris flow tidak bisa terlepas dari
pemahaman pengetahuan tentang debris flow itu sendiri, baik mengenai
kriteria terjadinya maupun mekanisme alirannya. Dengan demikian karakter
aliran, total migrasi sedimen, kecepatan aliran, dan besar serta kekuatan
daya rusak akan dapat diprediksi.
Aliran lumpur vulkanik (volcanic mud flow) adalah campuran antara
air dengan material vulkanik hasil letusan gunungapi yang meluncur ke
bawah melalui alur sungai atau alur-alur gunung. Temperatur aliran ini
kurang dari 100º tetapi dapat mengandung blok-blok lava panas yang dapat
membakar rumah atau apa saja yang tersentuh. Kecepatan aliran sangat
8
tinggi dapat mencapai 100 km/jam sehingga sulit untuk menghindar. Daya
rusak aliran tinggi mengakibatkan kerusakan terhadap apa saja yang
dilanggarnya.
Di Indonesia aliran lahar dikenal sebagai aliran lahar hujan, karena
biasanya aliran lahar terbentuk dari air hujan bercampur endapan material
piroklastik hasil letusan gunungapi. Jika endapan piroklastik pembentuk
aliran lahar masih panas yang terjadi adalah lahar hujan dengan temperatur
tinggi disebut lahar panas, namun jika material piroklastiknya sudah dingin
yang terbentuk adalah aliran lahar hujan yang tidak panas disebut sebagai
lahar dingin (Kusumobroto, 2006). Lahar hujan terjadi akibat hujan yang
terus menerus dalam jangka waktu tertentu di atas timbunan endapan
material vulkanik di sekitar puncak dan lereng gunung berapi. Air hujan
yang turun di atas endapan material vulkanik ini akan mengakibatkan
endapan material menjadi jenuh dan mudah longsor atau runtuh. Longsoran
campuran material vulkanik dengan air hujan ini mengalir menuju sungai-
sungai yang berhulu di sekitar endapan lereng dan puncak gunung berapi
dalam bentuk aliran lumpur atau aliran debris (Kusumosubroto, 2010).
2.3 Prediksi Waktu Kejadian Debris Flow
Watanabe, dalam Mukhlisin (1998) menyatakan bahwa untuk
memprediksi terjadinya aliran debris dapat ditempuh dengan cara :
1. Memperkirakan hujan lebat yang dapat memicu terjadinya aliran debris,
2. Analisa statistik hubungan antara intensitas hujan dengan aliran debris
pada kejadian yang telah lampau,
9
3. Memperkirakan deposit yang ada di dalam sungai sebagai aliran debris
dalam hubungannya dengan hujan,
4. memperkirakan penambahan tingkat bahaya dari faktor pengendalian
deposit.
Takahashi (1991) mengulangi lagi pernyataannya bahwa biasanya
aliran debris yang terjadi mempunyai korelasi yang baik dengan curah
hujan. Ditegaskan lagi bahwa korelasi antara kejadian aliran debris dan
curah hujan persepuluh menit adalah sangat baik dan lebih dari itu, aliran
debris terjadi ketika intensitas hujan menaik dan tidak terjadi pada saat
intensitas hujan menurun.
2.4 Metoda Pengamatan Debris Flow
Takahashi, dalam Legono (1989), menyatakan bahwa ada dua metoda
pengamatan yang perlu dilakukan berkaitan dengan fenomena kerusakan, yaitu
metoda keras (hard method) dan metoda lunak (soft method). Metoda keras adalah
usaha-usaha yang lebih ditekankan pada pengecekan akan daya perusak,
bagaimana mengendalikannya, atau mengalihkannya ke daerah lain yang lebih
aman, yaitu dengan cara membuat konstruksi penahan yang sesuai. Metoda lunak
merupakan usaha-usaha untuk memindahkan penduduk sebelum terserang
bencana,berikut fasilitas atau barang berharga lainnya. Tentu saja jalan keluar
dengan satu metoda saja tidak cukup untuk usaha pencegahan bencana, dengan
kata lain, dua metoda tersebut sebaiknya saling mengisi satu sama lain.
10
2.4.1 Persamaan Takahashi
Mekanisme aliran dideskripsikan oleh Takahashi (1979) dengan
mengasumsikan bahwa air dan material sedimen yang terangkut oleh aliran
sebagai satu kesatuan yaitu aliran debris. Teori persamaan aliran debris
selanjutnya dengan pertimbangan material-material debris, yaitu dengan
menganggapnya sebagai benda yang terletak pada bidang miring (Gambar
2.1)
Gambar 2.1 Mekanisme terjadinya aliran debris
11
Mukhlisin (1998), mengasumsikan bahwa dari suatu lapisan sedimen
atau endapan dasar sungai yang berupa tanah non khesif, dengan kedalaman
D dan kemiringan θ. Pada saat aliran dengan ketinggian ho lewat, ruang pori
diantara endapan sedimen sudah menjadi jenuh dan aliran rembesan yang
sejajar akan terjadi. Takahashi menjelaskan bahwa besarnya tegangan geser
pada sungai memiliki 3 keadaan seperti terlihat pada Gambar 2.1. Tegangan
geser τ merupakan tegangan tangensial yang bekerja, sedangkan τL
merupakan tegangan yang menahannya. Jika lapisan dasar atau debrisnya
sangat tebal, distribusi tegangan tersebut dapat terjadi seperti keadaan
Gambar 2.1c dan Gambar 2.1b. jika tegangan geser yang bekerja lebih besar
daripada tegangan yang menahan, maka material dasar sungai tersebut akan
bergerak ke bawah atau ke hilir. Beberapa butiran material dasar akan
bergerak apabila aL lebih besar dari diameter butiran tunggalnya. Ruangan
pori dari lapisan butiran dasar yang bergerak tersebut akan bertambah, jika
ho relatif lebih dangkal dibandingkan aL dan butiran selanjutnya akan terurai
secara tidak teratur pada kedalaman air tersebut. Bertambahnya ruangan pori
akan memungkinkan gerakan massa tersebut kearah hilir. Angkatan massa
ini akan berupa aliran debris.
Mekanisme aliran debris yang diajukan oleh Takahashi (1979) adalah
sebagai berikut :
τ = g sin θ [C*(γs - γw)a + γw (a + ho)] (2.1)
dengan :
12
τ = tegangan geser yang bekerja (N/m2),
θ = sudut kemiringan dasar sungai (º),
ho = kedalaman air minimum (m),
C* = konsentrasi sedimen (material dasar),
a = tebal lapisan sedimen yang diharapkan akan bergerak,
g = percepatan gravitasi bumi (m/s2),
γs = berat jenis partikel butiran (gr/cm3),
γw = berat jenis air (gr/cm3),
Kemudian tegangan geser yang menahan bergeraknya material dasar,
akan mempunyai persamaan :
τL = g cos θ [C*( γs - γw)a] tan φ (2.2)
dengan :
τ L = tegangan geser yang menahan (N/m2),
φ = sudut gesek dalam material dasar sungai (º),
Keadaan seperti pada Gambar 2.1a, akan terjadi bila dτ/da ≥ dτL/da.
Selanjutnya gerakan aliran debris akan terjadi jika :
an θ ≥ γ - γ
γ - γ γ an θ (2.3)
Kemiringan dasar sungai yang memenuhi persamaan (2.3) akan
menyebabkan kelongsoran dasar sungai walaupun aliran rembesan
belum mencapai permukaan. Dalam hal ini, kemungkinan bahwa τr akan
lebih besar τ disekitar lapisan permukaan akan selalu ada, sehingga
13
dasar sungainya seolah-olah stabil. Fenomena ini lebih tepat jika disebut
dengan kelongsoran tanah, yang sangat berbeda dengan fenomena aliran
debris. Bencana tanah longsor yang berupa rusaknya struktur dasar sungai
dapat terjadi tanpa adanya aliran air yang cukup atau terpenuhinya
persyaratan. Dengan kata lain, aliran debris akan terjadi bila ada aliran air
diatas akumulasi debris. Selanjutnya keadaan seperti pada Gambar 2.1b
akan terjadi bila dτ/da < dτL/da dan aL ≥ d, dengan d adalah diame er ra a-
rata yang dianggap mewakili sedimen debris. Diameter yang digunakan
adalah d50 dari endapan debris tersebut.
Keadaan terjadinya aliran debris ini akan dipenuhi jika :
γ - γ
γ - γ
an θ ≤ an θ ≥
γ - γ
γ - γ γ an θ (2.4)
Apabila aL lebih dangkal dari D, secara teoritis tidak akan ada lapisan
butiran yang bergerak yang disebabkan oleh gaya-gaya statik tersebut.
Namun, bila masih ada gerakan lapisan butiran, hal ini pasti disebabkan oleh
adanya gaya-gaya drag and lift dari permukaan yang merupakan angkutan
sedimen secara umumnya. Kemudian, kemiringan dasar kritis yang
menybabkan aliran debris akan diberikan dalam bentuk persamaan:
an θ γ - γ
γ - γ γ an θ (2.5)
14
Dari persamaan (2.5) dapat dilihat bahwa semakin besar nilai ho maka
akan semakin landailah kemiringan kritis yang akan menyebabkan aliran
debris.
Disini yang dimaksud dengan konsentrasi bahan dasar adalah nilai
banding antara volume butiran padat dan volume keseluruhan bahan dasar,
yaitu :
C* =
(2.6)
dengan :
Vs = volume butiran padat (cm3),
V = volume total yaitu volume udara ditambah volume air dan
volume butiran (cm3).
Gambar 2.2 Susunan butiran tanah dasar
Prinsip yang harus dipahami adalah :
W = Ww + Ws
V = Vs + Vw + Va
Vv = Va + Vw
15
Keterangan Gambar 2.2 ditinjau dari struktur elemen tanah, adalah
sebagai berikut :
Ws = berat butiran padat (gr),
Ww = berat air (gr),
Vs = volume butiran padat (cm3),
Vw = volume air (cm3),
Gs = berat jenis butiran (gr/cm3),
e = angka pori,
w = kadar air (%),
S = derajat kejenuhan (%),
Hubungan volume yang biasa digunakan dalam mekanika tanah yaitu
angka pori (void ratio), porositas (porosity) dan derajat kejenuhan (degree
of saturation).
Angka pori : e =
(2.7)
Porositas : n =
(2.8)
Derajat kejenuhan : S =
x 100% (2.9)
Volume air : Vw = S . Vv = S . e (2.10)
Berat air : Ww = γw . Vw = 𝛚 . Ws = 𝛚 . Gs . γw . Vs atau
γw . S . e = 𝛚 . Gs . γw . Vs
16
Sedangkan hubungan berat yang biasa digunakan adalah kadar air
(moisture content), dan berat volume (unit weight).
Kadar air : w =
x 100% (2.11)
Berat volume basah : γb =
(2.12)
Berat volume kering : γb =
(2.13)
Jika berat volume butiran padat (γs) = Ws / Vs (gr/ ), maka
perbandingan antara berat volume butiran padat (γs) dengan berat volume air
(γw) pada temperatur tertentu adalah berat jenis (specific gravity) :
Berat jenis butiran : Gs =
(2.14)
Takahashi menyebutkan bahwa awal terjadinya aliran debris terjadi
pada kondisi jenuh, sedangkan pada saat jenuh nilai S = 1, sehingga :
Angka pori : e = 𝛚 . Gs (2.15)
Sedangkan :
C* =
e (2.16)
Sehingga jika nilai e dapat ditentukan akan diperoleh nilai konsentrasi
bahan dasarnya (C*).
2.4.2 Penentuan Diameter Endapan Aliran Debris
Material dasar sungai yang ditinjau berupa campuran dari pasir, krikil,
krakal, dan boulder. Dengan beragam jenis variasi besar butiran sedimen
17
maka teknik sampling material dasar dengan kedalam 1 meter sebagai
standar ASTM.
Untuk selanjutnya tebal air minimum (ho) yang menginisiasi aliran
debris dapat ditentukan, bila kemiringan dasar sungai θ), berat jenis dasar
(γs), berat jenis air (γw), berat volume kering (γd), angka pori (e) dan d50
dapat diketahui.
2.4.3 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
Hidrograf satuan sintetis Nakayasu dikembangkan berdasarkan
beberapa sungai di Jepang (Soemarto, 1987). Penggunaan metode ini
memerlukan beberapa karakteristik parameter daerah alirannya, seperti :
a) Tenggang waktu dari permukaan hujan sampai puncak hidrograf
b) Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf .
c) Tenggang waktu hidrograf (time base of hydrograph)
d) Luas daerah aliran sungai
e) Panjang alur sungai utama terpanjang (length of the longest channel)
Bentuk persamaan HSS Nakayasu adalah:
)3,0(6,3
.
3,0TTp
RoCAQp
(2.17)
dengan :
Qp = debit puncak banjir (m3/dt)
Ro = hujan satuan (mm)
T = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
18
T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari puncak sampai
30% dari debit puncak (jam)
CA = luas daerah pengaliran sampai outlet (km2)
Untuk menentukan Tp dan T0,3 digunakan pendekatan rumus sebagai
berikut :
Tp = tg + 0,8 tr (2.18)
T0,3 = α g (2.19)
tr = 0,5 tg sampai tg (2.20)
tg adalah time lag yaitu waktu antara hujan sampai debit puncak banjir
(jam). tg dihitung dengan ketentuan sebagai berikut :
a) sungai dengan panjang alur L > 15 km : tg = 0,4 + 0,058 L
b) sungai dengan panjang alur L < 15 km : tg = 0,21 L0,7
Perhitungan T0,3 menggunakan ketentuan:
α = 2 pada daerah pengaliran biasa
α = ,5 pada bagian naik hidrograf lambat, dan turun cepat
α = 3 pada bagian naik hidrograf cepat, dan turun lambat
α = 4 A
g (2.21)
Bentuk hidrograf satuan diberikan oleh persamaan berikut :
1) Pada waktu naik : 0 < t < Tp
Qa = (t/Tp)2,4
(2.22)
dimana Qa adalah limpasan sebelum mencapai debit puncak (m3/dt)
2) Pada kurva turun (decreasing limb)
19
TP T0,3
0,32 QP
0,3Q
QP
lengkung
turun
lengkung naik
tr
t
tg 0,8 tr
a. elang nilai : ≤ ≤ Tp + T0,3)
Qd1 =
3,03,0.T
Tpt
Qp
(2.23)
b. selang nilai : (Tp + T0,3 ≤ ≤ Tp T0,3 + 1,5 T0,3)
Qd2 =
3,0
3,0
5,1
5,0
3,0.T
TTpt
Qp
(2.24)
c. selang nilai : t > (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)
Qd3 =
3,0
3,0
2
5,1
3,0.T
TTpt
Qp
(2.25)
Dari hasil perhitungan hidrograf diperoleh debit puncak, untuk
kemudian digunakan untuk mencari kedalaman air yang menyebabkan
aliran debris. Debit Q pada suatu penampang saluran untuk sebaran aliran
dinyatakan dengan :
Q = V . A (2.26)
Dengan :
V = 1/n
(2.27)
Dimana :
n = koefisien kekasaran manning,
R = jari-jari hidraulik (m),
S = kemiringan saluran,
A = luas penampang saluran ( .
20
Gambar 2.3 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu (Triatmodjo, 2008)
Suharyono (1993) menerangkan untuk mengetahui terjadinya lahar di
daerah Gunung Merapi dilakukan secara grafis terhadap hubungan antara
intensitas hujan, curah hujan komulatif, dan saat terjadinya lahar, mengacu
pada Buku Pedoman Penentuan Curah Hujan Kritik untuk Peringatan Dini
dan Perintah Pengungsian akan Terjadinya Lahar yang diterbitkan oleh
Departemen Pekerjaan Umum Jepang, dimana untuk perhitungan parameter
hujan menggunakan rumus berikut :
RWA = = = (2.28)
dimana :
RWA = curah hujan anteseden (mm),
α = koefisien reduksi,
=
,
t = waktu (hari),
d = tebal curah hujan 24 jam pada hari ke t,
T = 0,5 (hari)
21
BAB III
METODE PENELITIAN
Penghitungan kedalaman air minimum sebagai faktor terjadinya aliran
debris secara teoritik dilakukan dengan menggunakan Persamaan Takahashi.
Dari Persamaan Takahashi ini dapat diketahui kedalaman aliran permukaan
yang memicu terjadinya aliran debris. Namun hal ini perlu diuji dan
dibuktikan dengan menghitung kedalaman aliran permukaan di lokasi yang
sesungguhnya akibat intensitas dan durasi hujan dalam skala tertentu yang
memang telah menimbulkan terjadinya aliran debris.
Faktor lain yang menyebabkan terjadinya aliran debris yaitu material
endapan vulkanik yang masuk ke dalam alur sungai menjadi endapan debris
yang berupa pasir dan agregat kasar. Bagian tanah tersebut mempunyai sifat
permeable, jika terjadi hujan deras di sekitar puncak Gunung Merapi maka
dapat mengakibatkan terjadinya aliran lahar atau aliran debris yang
mengangkut material dengan ukuran dari batu-batu besar, kerikil, pasir, abu
vulkanik, serta kayu-kayu yang tumbang. Akumulasi sedimen setelah banjir
ini dapat menimbulkan perubahan pada morfologi sungai yang akan
mempengaruhi arah aliran debris bila terjadi banjir berikutnya. Banjir yang
disebabkan aliran debris ini dapat menyimpang dari alur dan melimpas
22
melanda daerah sekitar yang dilalui aliran ini, dan peristiwa tersebut sangat
berbahaya, oleh sebab itu perlu mekanisme peringatan dini yang cepat.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih adalah Kali Putih. Daerah Aliran Sungai (DAS)
yang berada pada sisi lereng barat dari Gunungapi Merapi yang sering
terlanda bencana lahar, salah satunya adalah DAS Kali Putih. Pada
letusan Gunung Merapi tahun 2010 menghasilkan endapan material
vulkanik yang terakumulasi dalam jumlah besar di hulu Sungai Putih.
Material endapan vulkanik tersebut akan masuk ke dalam alur sungai dan
bila terjadi hujan deras di sekitar puncak Gunung Merapi maka dapat
mengakibatkan terjadinya aliran lahar atau aliran debris yang mengangkut
material dengan ukuran dari batu-batu besar, kerikil, pasir, abu vulkanik,
serta kayu-kayu yang tumbang. Peta Lokasi Penelitian terhadap Daerah
Aliran Sungai (DAS) Kali Putih dapat dilihat pada Gambar 3.1 dan fokus
perhitungan kedalaman air minimum dalam penelitian ini mencakup Sub
DAS Kali Putih bagian hulu pada Gambar 3.2.
23
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian terhadap DAS Kali Putih
Gambar 3.2 Sub DAS Kali Putih bagian hulu
(Balai Sabo Yogyakarta, 2015)
3.3 Jenis Metode Penelitian
Adapun metode dalam penelitian ini yaitu pengambilan sampel
dengan populasi sampel catchment area pada Kali Putih dengan tahapan :
1) Penentuan nilai kedalaman air minimum yang menyebabkan terjadinya
aliran debris dari persamaan Takahashi. Pada tahap ini idealnya
pengambilan sampel dilakukan saat akan terjadinya aliran debris. Namun
hal ini tidak bisa dilakukan karena belum adanya prediksi yang tepat
untuk memperkirakan awal terjadinya aliran debris dan sangat berbahaya
mengambil sampel di sungai dalam kondisi akan terjadi aliran debris.
Data berupa endapan tanah dasar Kali Putih yang selanjutnya dilakukan
pengujian di laboratorium, dihasilkan nilai-nilai parameter tanah yang
digunakan dalam persamaan Takahashi.
24
2) Analisa curah hujan dengan menyeleksi data curah hujan yang
menimbulkan aliran debris dan data curah hujan yang mempunyai
besaran tertentu tetapi tidak menimbulkan aliran debris.
3) Analisa sensitifitas persamaan Takahashi.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Pengambilan sampel tanah material dasar sungai pada tiga lokasi
sepanjang Kali Putih, yaitu di desa Mranggen dengan kode bangunan sabo
PU-D1 dan PU-D2 serta di desa Ngepos dengan kode bangunan sabo PU-
C10. Ketiga lokasi tersebut dipilih karena mewakili jenis material dasar
sungai, serta paling dekat dengan stasiun curah hujan.
3.4.2 Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan selama penelitian
dilaksanakan. Beberapa literatur yang berhubungan dengan topik penelitian
dipilah-pilahkan untuk diseleksi mana saja yang ada beserta teknik-teknik
penelitian yang dapat dimanfaatkan.
Data yang dibutuhkan untuk mendapatkan kedalaman aliran air akibat
curah hujan pada saat terjadinya aliran debris adalah data sekunder meliputi
peta teristis sungai yang ditinjau, peta topografi serta data hirologi untuk
daerah pengaliran sungai yang bersangkutan.
Untuk data hidrologi diperlukan data curah hujan pada saat kejadian
aliran debris berlangsung dan beberapa jam sebelumnya yang tercatat pada
stasiun pemantau. Data-data lain yang menjadi parameter terjadinya aliran
25
debris yaitu data volume endapan vulkanik, geometri sungai, data curah
hujan, data elevasi muka air, dan rekaman informasi kejadian banjir lahar.
Data-data tersebut diperoleh dari Balai Sabo Yogyakarta dan Balai
Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi
(BPPTKG) Yogyakarta.
3.4 Metode Analisa Data
3.4.1 Analisa Penampang Memanjang Sungai
Data pengukuran elevasi dan jarak Kali Putih yang dihitung dari
muara yaitu pertemuan antara sungai tersebut dengan Sungai Apu, dalam
penelitian ini diperoleh dari Balai Sabo Yogyakarta. Dari data tersebut
kemudian dapat digambarkan grafik hubungan antara jarak dengan
elevasinya.
3.4.2 Analisa Tanah Dasar Sungai
Jenis-jenis pengujian dalam analisa material dasar sungai untuk
mendapatkan data primer dalam penelitian ini yaitu:
1) Analisa kadar air tanah
Tujuan dari analisis ini adalah untuk menentukan kadar air dari
sampel agregat debris dengan perbandingan antara berat air yang
dikandung agregat dengan berat keringnya. Selanjutnya dinyatakan
dalam bentuk persen. Metode yang digunakan digunakan dalam
analisa kadar air ini berpedoman pada ASTM D 2216-98. Adapun
langkah pemeriksaan kadar air adalah sebagai beriku :
26
a) Timbang cawan yang akan dipakai berikut tutupnya lalu beri
nomor/tanda. (=W1)
b) Masukkan benda uji yang akan diperiksa kedalam cawan tersebut
lalu tutup.
c) Timbang cawan yang telah berisi benda uji tersebut. (=W2)
d) Masukkan kedalam oven yang suhunya telah diatur 11OºC selama
24 jam sehingga beratnya konstan (tutup cawan dibuka).
e) Setelah dikeringkan dalam oven, cawan tersebut lalu dimasukkan
ke dalam desikator agar cepat dingin.
f) Setelah dingin, timbang kembali cawan yang telah berisi tanah
kering tersebut. (=W3)
g) Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara duplo, artinya untuk satu
hasil didapatkan dari dua benda uji. Hasilnya harus hampir sama,
lalu dibagi dua.
2) Analisa berat jenis tanah
Tujuan analisa ini adalah untuk menentukan berat jenis agregat
debris yang merupakan penbandingan antara berat butir-butir tanah
dengan berat air destilasi di udara pada volume dan temperatur yang
sama. Biasanya diambil suhu temperatur 27,5 OC. Metode penelitian
untuk analisa berat jenis ini berpedoman pada ASTM D854-14.
Adapun langkah pemeriksaan berat jenis tanah sebagai berikut:
27
a) Siapkan benda uji secukupnya oven dengan temperatur 6O°C
sampai dapat digemburkan atau pengeringan dengan sinar
matahari.
b) Dinginkan dalam desicator, tumbuk bila menggumpal dengan
mortar dan pastle, saring dengan sieve No.4.
c) Piknometer beserta tutupnya bersih dan kering ditimbang. (=W1)
d) Ambil sampel tanah sekitar 15-25 gram, dimasukan piknometer
kemudian ditimbang. (=W2)
e) Ditambahkan aquades hingga dua per tiga volume pikno lalu
direbus menggunakan kompor listrik sehingga gelembung-
gelembung udara keluar dan air menjani jernih, hal ini dilakukan
selama ± 15 menit.
f) Piknometer ditambang air destilasi sampai penuh, ditutup, dan
ditimbang serta diukur suhunya t °C. (=W3)
g) Piknometer dikosongkan, diisi air destilasi sampai penuh, tutup,
dan timbang. (=W4)
h) Hitung nilai berat jenis (Gs) masing-masing percobaan.
i) Sama seperti pemeriksaan kadar air. Analisis ini menggunakan
teknik duplo.
3) Analisa distribusi sedimen
Tujuan analisa ini adalah untuk menentukan distribusi butir-
butir tanah yang tidak mengandung butir tertahan saringan No. 10
(tidak ada butir yang lebih besar dari 2 mm). Pemeriksaan dilakukan
28
dengan analisa sedimen dengan hydrometer, sedangkan untuk butir-
butir yang tertahan saringan No. 200 (0.0075mm) dilakukan dengan
menggunakan saringan. Metode penelitian untuk analisa distribusi
sedimen berpedoman pada ASTM D 1140-00 & ASTM D 422-63.
Adapun langkah pemeriksaan analisa distribusi sedimen sebagai
berikut:
a) Menyiapkan set ayakan dengan susunan dari atas ke bawag
berturut-turut: Tutup ayakan, saringan No. 10 (2,00 mm), No. 20
(0,850 mm), No. 40 (0,425 mm), No. 60 (0,250 mm), No 140
(0,106 mm), dan No. 200 (0.075 mm) serta alas tempat sisa.
b) Menimbang sampel tanah sebanyak ± 500 gr yang sudah dioven
terlebih dahulu.
c) Menempatkan ayakan kedalam set ayakan dan digetarkan
menggunakan alat vibrator.
d) Massa tanah yang tertahan pada asing-masing ayakan ditimbang.
e) Taruh sampel tanah dalam tabung gelas (beaker kapasitas 250 cc).
Tuangkan sebanyak ± 125 cc larutkan air + reagent yang telah
disiapkan campur dan aduk sampai seluruh tanah bercampur
dengan air. Biarkan tanah terendam selama sekurang-kurangnya
16 jam.
f) Tuangkan campuran tersebut dalam alat pengaduk (stirring
apparatus). Jangan ada butir yang tertinggal atau hilang dengan
membilas dengan air (air destilasi) dan tuangkan air bilasan ke
29
alat. Bila perlu tambahkan air, sehingga volumenya sekitar lebih
dari separuh penuh. Putarkan alat pengaduk selama lebih dari 1
menit.
g) Kemudian segera pindahkan suspensi ke gelas silinder pengendap.
Jangan ada tanah tertinggal dengan membilas dan menuangkan air
bilasan ke silinder. Tambahkan air destilasi sehigga volumenya
mencapai 1000 cm³.
h) Disamping silinder isi suspensi tersebut, sediakan gelas silinder
kedua yang diisi hanya dengan air destilasi ditambah reagent
sehingga berupa larutan yang keduanya sama seperti yang dipakai
pada silinder pertama. Apungkan hydrometer dalam silinder kedua
ini selama percobaan dilaksanakan.
i) Tutup gelas isi suspensi dengan tutup karet (atau dengan telapak
tangan). Kocok suspense dengan membolak-balik vertical keatas
dan kebawah selama 1 menit, sehingga butir-butir tanah melayang
merata dalam air. Gerakan membolak-balik gelas ini harus sekitar
60 kali. Langsung letakan silinder berdiri diatas meja dan bersama
dengan berdirinya silinder, jalankan stop watch dan merupakan
waktu permulaan pengendapan.
j) Lakukan pembacaan hydrometer pada saat t = 2; 5; 15; 30; 60; 250
dan 1440 menit (setelah t = 0), dengan cara sebagai berikut :
1) Kira-kira 20 atau 25 detik sebelum setiap saat pelaksanaan
pembacaan, ambil hydrometer dari silinder kedua, celupkan
30
secara hati-hati dan pelan-pelan dalamsuspensi sampai
mencapai kedalaman sekitar taksiran skala yang akan terbaca,
kemudian lepaskan (jangan sampai timbul goncangan).
Kemudian pada saatnya bacalah skala yang ditunjuk oleh
puncak meniscus muka air = R1 (pembacaan dalam koreksi).
2) Setelah dibaca, segera ambil hidrometer pelan-pelan,
pindahkan kedalam silinder kedua. Dalam air silinder kedua,
bacalah skala hydrometer = R2 (koreksi pembacaan).
3) Catatan : Apabila digunakan "water bath" dengan suhu
konstan, taruhlah kedua silinder kedalam water bath dan
lakukanlah ini sesudah pembacaan 2 menit dan sebelum
pembacaan 5 menit.
k) Setiap setelah pembacaan hidrometer, amati dan catat temperatur
suspensi dengan mencelupkan thermometer.
l) Setelah pembacaan hidrometer terakhir selesai dilaksanakan (t =
1440 menit), tuangkan suspensi ke atas saringan no. 200
seluruhnya, jangan sampai ada butir yang tertinggal. Cucilah
dengan air (air bersih) sampai air yang mengalir di bawah saringan
menjadi jernih dan tidak ada lagi butir halus yang tertinggal.
m) Pindahkan butir-butir tanah yang tertinggal pada suatu tempat,
kemudian keringkan dalam oven (dalam temperature 105° - 110°
C).
31
n) Kemudian dinginkan dan timbang serta catat berat tanah kering
yang diperoleh = B1 gram.
o) Saringlah tanah ini dengan menggunakan sejumlah saringan yang
tersebut pada bagian Peralatan no. 2.
p) Timbang dan catat berat bagian tanah yang tertinggal di atas tiap
saringan. Periksalah bahwa seharusnya jumlah berat dari masing-
masing bagian sama atau dekat dengan berat sebelum disaring.
4) Uji geser langsung tanah
Kekuatan geser suatu masa tanah merupakan perlawanan
internal tanah tersebut per satuan luas terhadap keruntuhan atau
pergeseran sepangjang bidang geser tanah. Tujuan dari pengujian ini
adalah untuk mengerahui nilai sudut geser langsung karena sampel
tanahnya berupa pasir. Metode penelitian untuk analisa uji geser
langsung ini berpedoman pada ASTM D3080-04. Khusus pengujian
kali ini menggunakan alat merek Matest dengan kode alat S276-11.
Pengolaan data selanjutnya menggunakan aplikasi bawaan dari alat
tersebut. Adapun langkah pemerikasan uji geser langsung sebagai
berikut:
a) Menyiapkan benda uji untuk tiga kali percobaan tiap satu sampel
material dasar sungai. Jadi dari ke-sembilan sampel dilakukan
pengujian geser sebanyak 27 kali.
32
b) Menyusun kotak geser susuai pentunjuk manual dari alat ini.
Kotak geser memiliki dimensi 25 x 60 x 60 dalam satuan
millimeter.
c) Kemudian masukan sampel kedalam kotak geser dan ditimbang
berat sampelnya. Diharuskan pada tiap pegujian geser ke-1, ke-2,
dan ke-3 miliki massa yang sama.
d) Benda uji pertama diberikan tegangan 200 kPa. Benda uji kedua
diberi tegangan 300 kPa. Benda uji ketiga diberi tegangan 400
kPa.
e) Selanjutnya pengujian geser dalam kondisi jenuh.
f) Setelah semua siap, alat matest dijalankan, dan diperiksa hasil
pembacaan dari alat tersebut baru kemudian diolah menggunakan
aplikasi bawaan dari alat tersebut.
3.4.3 Analisa Curah Hujan
Data yang dibutuhkan untuk mendapatkan kedalaman aliran air akibat
curah hujan pada saat terjadinya aliran debris adalah data sekunder meliputi
peta teristis sungai yang ditinjau, peta topografi serta data hidrologi untuk
pengaliran sungai yang bersangkutan.
Untuk data hidrologi diperlukan data curah hujan pada saat kejadian
aliran debris berlangsung. Data ini dianalisa dari sisi intensitas maksimum
per jam, durasi hujan, waktu puncak curah hujan dan sebagainya. Data curah
hujan ini diperoleh dari Balai Sabo Yogyakarta.
33
3.4.4 Analisa Persamaan Takahashi untuk Kondisi Nyata di Alur
Sungai
Dari hasil-hasil pemeriksaaan indeks properties tanah dan penentuan
kemiringan dasar sungai (tan 𝜃), serta kedalaman air akibat curah hujan (ho)
penyebab aliran debris sepanjang Kali Putih maka persamaan (2.5) yang
dinyatakan dalam bentuk berikut ini akan dapat dibuktikan.
γ - γ γ
γ - γ an θ
an ≥ (3.1)
3.5 Metode Pendekatan Utama
Untuk menghindari kerumitan masalah karena banyaknya faktor
lapangan yang mempengaruhi keandalan hasil penelitian, maka berikut ini
disajikan anggapan-anggapan yang perlu diutarakan.
1. Kondisi awal aliran debris dianggap terjadi pada satu lokasi tertentu
saja dan dapat terjadi disembarang lokasi, tergantung pada kondisi
lapangan .
2. Faktor utama yang mempengaruhi terjadinya aliran debris adalah
karakteristik curah hujan
3. Karakteristik curah hujan dalam bentuk intensitas dan durasi hujan akan
membentuk suatu korelasi spesifik dengan kejadian aliran debris, dan
pada kondisi fenomena yang tersebut pada (1) sudah dilampaui.
4. Sampel yang diambil dari Kali Putih Jawa Tengah.
34
3.6 Perumusan Analisa
Untuk memprediksi kejadian aliran debris dalam kaitannya dengan
intensitas hujan dapat dilakukan analisa berikut ini.
1. Dibuat analisa mengenai besaran debit yang menyebabkan konsentrasi
sedimen bergerak meluncur kebawah sungai.
2. Dibuat perbandingan antara hujan sebelum kejadian aliran debris (mm)
dan intensitas hujan saat kejadian aliran debris (mm/jam).
3. Dibuat perbandingan antara durasi hujan dengan intensitas maksimum
dalam satuan mm/jam pada kejadian hujan yang terjadi aliran debris.
4. Analisa dengan Unit Satuan Hidrograf.
3.7 Hipotesis
1. Pengaruh debit dan kecepatan aliran sungai akan memicu terjadinya
aliran debris.
2. Karakteristik hujan dalam bentuk intensitas dan durasi hujan
membentuk suatu korelasi spesifik dengan kejadian aliran debris.
3. Jika nilai kedalaman air akibat intensitas air hujan lebih besar dari
kedalaman air minimum maka aliran debris akan terjadi.
35
Ya
Tidak
3.8 Bagan Pelaksanaan Penelitian
Gambar 3.3 Bagan pelaksanaan penelitian.
Mulai
1. Studi pustaka (karakteristik lokasi studi fenomena banjir lahar akibat
banjir lahar)
2. Review kondisi eksisting sungai (kondisi geometri sungai pasca erupsi)
3. Inventarisasi dan identifikasi data sekunder (dart curah hujan, data
geometri sungai, peta, catchment area, foto udara, rekaman kejadian
banjir lahar)
1. Analisis data geometri sungai (kapasitas tamping alur sungai pasca
erupsi)
2. Analisis perilaku dan karakteristik banjir lahar / aliran debris (kecepatan
aliran, kandungan material, serta daya rusak yang ditimbulkan)
3. Analisis intensitas hujan (hujan intensif dan hujan kumulatif)
4. Analisis rekaman kejadian banjir lahar (waktu kejadian, jangkauan jarak
luncur, kerugian yang ditimbulkan)
1. Hasil dan pembahasan (karakteristik hujan terhadap migrasi sedimen)
2. Kesimpulan dan saran (penetapan kriteria yang potensial terjadi aliran
debris)
Kesimpulan
Pembuatan abstrak
Selesai
Konsisten
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Gunung Merapi adalah salah satu gunung berapi paling aktif di dunia
yang terlatak 2980 meter di atas permukaan laut di Provinsi Jawa Tengah.
Hingga saat ini, Gunung Merapi telah menglami erupsi sebanyak 68 kali,
erupsi terakhir yang terbesar terjadi pada tanggal 26 Oktober 2010. Erupsi
ini merupakan yang terbesar bila dibandingkan dengan bencana serupa pada
lima kejadian sebelumnya, yaitu kejadian erupsi pada tahun 1994, 1997,
1998, 2001 dan 2006 atau terbesar sejak 150 tahun tepatnya tahun 1872
(Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2011).
Suatu rangkaian erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 terdiri dari
hujan abu, keluarnya awan panas, lava pijar, dan lahar panas. Salah satu
potensi dampak yang berbahaya dari erupsi Gunung Merapi yaitu terjadinya
aliran banjir lahar dari endapan material sedimen yang dipicu oleh curah
hujan dengan intensitas tinggi.
Terhitung pada tanggal 26 Oktober 2010 menghasilkan endapan
material sebanyak 130 juta m3 dan sedikitnya terdapat akumulasi 100 juta
m3 endapan material yang sangat berpotensi menjadi aliran banjir lahar.
Distribusi endapan piroklastik kawasan Gunung Merapi pada tahun 2010
setidaknya tersebar pada tiga kali besar yakni Kali Pabelan dengan
akumulasi sebesar 20,8 juta m3, Kali Putih Sebesar 8,2 juta m
3, dan Kali
Gendol sebesar 24 juta m3
seperti ditunjukkan pada Gambar 4.1.
37
Gam
bar
4.1
Pet
a en
dap
an p
irokla
stik
let
usa
n G
unung M
erap
i ta
hun 2
010
(Bal
ai S
abo Y
ogyak
arta
, 2015)
38
Berdasarkan data dari Balai Sabo Yogyakarta, daerah yang sering
terkena dampak banjir lahar pasca erupsi Gunung Merapi yaitu wilayah
disekitar Kali Putih. Kali Putih merupakan sungai yang memiliki potensi
bahaya cukup besar dikarenakan lokasinya terletak cukup dekat dengan
pemukiman penduduk. Gambaran selengkapnya mengenai sebaran area
terkena dampak banjir lahar DAS Kali Putih dijelaskan pada Tabel 4.1 dan
Tabel 4.2.
Tabel 4.1 Jumlah desa rawan terkena banjir lahar
No Nama Kali Desa Dusun
1 Kali
Pabelan 12 18
2 Kali Putih 5 10
3 Kali Gendol 3 20
4 Kali Opak 3 10
5 Kali Gendol 2 13
Jumlah 25 71
Tabel 4.2 Daerah terkena dampak banjir lahar DAS Kali Putih
No Kecamatan Desa Luas terdampak lahar
(Ha)
Luas desa
(Ha)
1 Ngluwar
Blongkeng 22,42 244
2 Plosogede 7,89 278
3
Salam
Gulon 29,54 441
4 Jumoyo 61,77 569
5 Seloboro 21,83 183
6 Sirahan 48,40 238
Jumlah 191,8 1953
Untuk mengurangi potensi bahaya tersebut, dilakukan upaya
pencegahan berupa analisa curah hujan sebagai peringatan dini (early
warning system) bencana terjadinya aliran lahar dingin. Data-data yang
39
dibutuhkan adalah data hidrologi berupa data curah hujan harian maupun
jam-jaman, data penyelidikan tanah, peta DAS Kali Putih, peta topografi
dan peta geometri sungai.
4.2 Analisa Data
4.2.1 Hasil Pemeriksaan Uji Kadar Air Tanah
Nilai pengukuran kadar air tanah dari endapan material sedimen Kali
Putih menyimpulkan bahwa adanya beberapa variasi nilai yang berkisar
antara 11,96% sampai dengan 16,11%. Hasil penghitungan akhir kadar air
tanah Kali Putih dapat dilihat pada Tabel 4.3, sedangkan data hasil proses
perhitungan laboratorium selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 4.3 Hasil perhitungan kadar air tanah
No Posisi Elevasi Satuan Kode w
1 C10 1 13,15%
2 C10 2 15,06%
3 C10 3 14,51%
PU - C10 604 m Rata² C10 14,24%
4 D1 1 16,11%
5 D1 2 11,96%
6 D1 3 13,54%
PU - D1 638 m Rata² D1 13,87%
7 D2 1 14,23%
8 D2 2 13,92%
9 D2 3 14,94%
PU - D2 702 m Rata² D2 14,36%
4.2.2 Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Tanah
Berat jenis tanah sangat penting diketahui yang selanjutnya digunakan
dalam perhitungan-perhitungan mekanika tanah. Dalam peneitian ini
40
berpengaruh pada analisa persamaan Takahashi untuk mengetahui
kedalaman air minimum terjadinya aliran debris.
Hasil perhitungan berat jenis tanah berkisar antara 2,42 sampai dengan
2,91. Tabel 4.4 menunjukkan hasil akhir analisa berat jenis tanah Kali Putih,
sedangkan proses perhitungan dengan data hasil laboratorium selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 4.4 Hasil perhitungan berat jenis tanah
No Posisi Elevasi Satuan Kode Gs 27.5 °C
1 C10 1 2,54
2 C10 2 2,42
3 C10 3 2,44
PU - C10 604 m Rata² C10 2,47
4 D1 1 2,91
5 D1 2 2,88
6 D1 3 2,78
PU - D1 638 m Rata² D1 2,85
7 D2 1 2,58
8 D2 2 2,74
9 D2 3 2,71
PU - D2 702 m Rata² D2 2,68
4.2.3 Hasil Pemeriksaan Soil Properties
Hasil penelitian dapat dihubungkan antara berat volume, porositas,
dan angka pori dengan tipe dari tanah ukuran butiran. Perbedaan nilai hasil
pengujian laboratorium ditunjukkan pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6. proses
perhitungan dengan data hasil laboratorium selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 5.
41
Tabel 4.5 Nilai γb, γd , γs, γsat
No Posisi Kode Γw γd γs γsat Satuan
1 C10 1 1,76 1,56 2,54 1,946 gr/cm³
2 C10 2 1,69 1,47 2,42 1,862 gr/cm³
3 C10 3 1,64 1,43 2,44 1,844 gr/cm³
PU - C10 Rata² C10 1,70 1,49 2,47 1,88 gr/cm³
4 D1 1 1,80 1,55 2,91 2,018 gr/cm³
5 D1 2 1,76 1,57 2,88 2,028 gr/cm³
6 D1 3 1,67 1,48 2,78 1,944 gr/cm³
PU - D1 Rata² D1 1,75 1,53 2,86 2,00 gr/cm³
7 D2 1 1,69 1,48 2,58 1,904 gr/cm³
8 D2 2 1,75 1,54 2,74 1,975 gr/cm³
9 D2 3 1,62 1,47 2,71 1,927 gr/cm³
PU - D2 Rata² D2 1,68 1,49 2,68 1,94 gr/cm³
Tabel 4.6 Hasil nilai perhitungan Sr, n, e, Dr, Rc
No Posisi Kode Sr n e Dr Rc
1 C10 1 53,14% 38,59% 0,63 50,58% 0,78
2 C10 2 56,24% 39,31% 0,65 54,00% 0,73
3 C10 3 50,14% 41,39% 0,71 64,26% 0,72
PU - C10 Rata² C10 53,17% 39,76% 0,66 56,28% 0,74
4 D1 1 53,47% 46,71% 0,88 94,13% 0,78
5 D1 2 41,54% 45,32% 0,83 85,75% 0,74
6 D1 3 42,55% 46,94% 0,88 95,56% 0,74
PU - D1 Rata² D1 45,86% 46,32% 0,86 91,81% 0,75
7 D2 1 49,14% 42,76% 0,75 71,41% 0,74
8 D2 2 48,65% 43,95% 0,78 77,91% 0,77
9 D2 3 32,44% 45,79% 0,84 88,53% 0,73
PU - D2 Rata² D2 43,41% 44,17% 0,79 79,28% 0,75
42
4.2.4 Hasil Pemeriksaan Analisa Butiran
Pengujian ini untuk menentukan distribusi ukuran butir-butir tanah untuk
tanah yang tidak mengandung butir tertahan saringan no. 10 (tidak ada butir
yang lebih besar dari 2 mm). Pemeriksaan dilakukan dengan analisa sedimen
dengan hidrometer, sedangkan ukuran butir-butir yang tertahan saringan no.
200 (0,075 mm) dilakukan dengan menggunakan saringan. Berikut
klasifikasi tanah hasil pengujian sampel dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Sistem klasifikasi unified
No Posisi Kode Lempung Lanau Pasir Krikil
1 C10 1 3,38% 3,26% 74,65% 18,71%
2 C10 2 2,08% 9,11% 77,68% 11,13%
3 C10 3 1,37% 2,33% 71,19% 25,12%
PU - C10 Rata² C10 2,27% 4,90% 74,51% 18,32%
4 D1 1 1,49% 0,70% 80,42% 17,39%
5 D1 2 0,91% 0,24% 90,49% 8,36%
6 D1 3 1,35% 1,75% 78,79% 18,11%
PU - D1 Rata² D1 1,25% 0,90% 83,23% 14,62%
7 D2 1 0,96% 5,67% 83,97% 9,41%
8 D2 2 1,01% 0,42% 95,30% 3,28%
9 D2 3 1,24% 1,71% 89,40% 7,65%
PU - D2 Rata² D2 1,07% 2,60% 89,55% 6,78%
Hasil terpenting dari pengujian ini adalah dapat diketahuinya diameter
endapan butiran yang sangat berpengaruh dalam gerakan sedimen. Hasil
akhir analisa mekanik digambarkan dengan kurva distribusi ukuran butiran
di titik PU-D2 yang dapat dilihat pada Gambar 4.2.1, Gambar 4.2.2, dan
Gambar 4.2.3 Analisa hasil penggabungan antara teknik ayakan dan teknik
hidrometri dapat dilihat pada Lampiran 6.
43
Gambar 4.2.1 Kurva distribusi ukuran butiran PU-D2 titik 1
Gambar 4.2.2 Kurva distribusi ukuran butiran PU-D2 titik 2
Gambar 4.2.3 Kurva distribusi ukuran butiran PU-D2 titik 3
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0.0010.0100.1001.00010.000
Pers
en
tase
bu
tira
n y
an
g lo
los,
%
Ukuran butiran, mm
DISTRIBUSI BUTIRAN TANAH
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0.0010.0100.1001.00010.000
Pers
en
tase
bu
tira
n y
an
g lo
los,
%
Ukuran butiran, mm
DISTRIBUSI BUTIRAN TANAH
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0.0010.0100.1001.00010.000
Pers
en
tase
bu
tira
n y
an
g lo
los,
%
Ukuran butiran, mm
DISTRIBUSI BUTIRAN TANAH
44
4.2.5 Hasil Analisa Uji Geser Langsung
Tegangan geser dihasilkan dari perbandingan antara gaya geser
dengan luasan sampel tanah, begitu pula dengan tegangan normal. Dari titik-
titik yang diplotkan pada grafik ditarik garis lurus terbaik sehingga
didapatkan besarnya sudut geser intern (ø) berikut dengan nilai kohesi (C)
tanahnya. Pada pengujian ini untuk menganalisis datanya digunakan
program komputer mengingat begitu banyaknya sampel yang harus diuji.
Penyajian hasil uji geser langsung ditampilkan dalam bentuk grafik
hubungan antara tegangan geser sebagai ordinatnya dan tegangan normal
sebagai absisnya. Hasil akhir analisa sudut geser tanah dapat dilihat pada
Tabel 4.8, sedangkan data laboratorium dan proses perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.
Table 4.8 Hasil pemeriksaan sudut geser tanah
No Posisi Kode c Satuan ɸ Satuan
1 C10 1 0,35 kg/cm2 38,65
o
2 C10 2 0,29 kg/cm2 37,00
o
3 C10 3 0,19 kg/cm2 36,50
o
PU - C10 Rata² C10 0,28 kg/cm2 37,38
o
4 D1 1 0,29 kg/cm2 40,95
o
5 D1 2 0,26 kg/cm2 41,78
o
6 D1 3 0,09 kg/cm2 45,13
o
PU - D1 Rata² D1 0,21 kg/cm2 42,62
o
7 D2 1 0,23 kg/cm2 36,25
o
8 D2 2 0,24 kg/cm2 34,39
o
9 D2 3 0,14 kg/cm2 35,84
o
PU - D2 Rata² D2 0,20 kg/cm2 35,49
o
45
4.2.6 Hasil Analisa Penampang Memanjang Sungai
Dari data morfologi Kali Putih yang didapat dari Balai Sabo
Yogyakarta mencantumkan data elevasi dan jarak dapat diubah menjadi
grafik yang menggambarkan hubungan antara jarak dan elevasi tersebut.
Sumbu ordinat sebagai elevasi sungai dan sebagai absisnya adalah jarak tiap
titik elevasi sepanjang sungai dari muara dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Morfologi Kali Putih
(Balai Sabo Yogyakarta, 2015)
4.2.7 Hasil Perhitungan Tinggi Air Minimum (Ho)
Dari hasil-hasil analisis kadar air tanah, berat jenis, analisis saringan,
uji geser langsung, pengukuran penampang memanjang sungai, maka akan
didapatkan variabel-variabel yang akan digunakan untuk menghitung ho dari
Persamaan Takahashi sebagai ketinggian air minimum yang dapat memicu
terjadinya aliran debris pada titik-titik yang ditinjau. Hasil perhitungan
tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.9.
46
Tabel 4.9 Kedalaman air minimum penyebab terjadinya aliran debris
No Titik Sabo Jarak
(m)
Elevasi
(m)
θ
(o)
d50
(m) C*
ɸ
(o)
ho
(m)
1 PU - C10 1 5757 604 6,1 0,006 0,614 38,65 0,007
2 PU - C10 2 5422
6,6 0,006 0,607 37 0,007
3 PU - C10 3 5198
7,0 0,006 0,586 36,5 0,007
4 PU - D1 1 5059 638 7,9 0,007 0,533 40,95 0,006
5 PU - D1 2 4724
8,2 0,007 0,547 41,78 0,006
6 PU - D1 3 4487
8,6 0,007 0,531 45,13 0,006
7 PU - D2 1 3827 702 9,4 0,004 0,572 36,25 0,006
8 PU - D2 2 3611
10,1 0,004 0,561 34,39 0,006
9 PU - D2 3 3378 10,9 0,004 0,558 35,84 0,006
Untuk mengetahui kedalaman air minimum penyebab terjadinya aliran
debris secara menyeluruh disepanjang alur Kali Putih, maka data hasil
pengamatan laboratorium harus ditentukan rata-ratanya seperti yang terlihat
pada tabel-tabel yang tersebut di atas. Nilai rata-rata yang ada dari masing-
masing parameter adalah sebagai berikut :
Berat jenis tanah Gs = 2,67
Kadar air w = 14,15 (%)
Angka pori e = 0,772
Konsentrasi sedimen C* = 0,564
Sudut geser tanah ɸ = 38,50 (o)
Berat volume air γb = 1,000 (t/m3)
Diemeter butiran d50 = 0.006 (m)
47
4.3 Analisa Curah Hujan
Untuk mendapatkan garis kritik guna memperkirakan terjadinya aliran
debris dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
4.3.1 Pemilihan Stasiun
Stasiun penakar hujan dipilih yang paling mewakili yaitu stasiun
penakar hujan yang paling dekat dengan daerah akumulasi bahan-bahan
lepas, dalam hal ini digunakan data curah hujan dari stasiun penakar hujan
telemetri di Ngepos, sebagai stasiun yang paling mewakili karena lokasinya
yang dekat dari sumber material sedangkan data kejadian aliran debris
digunakan stasiun pemantau tinggi muka air Kali Putih yang terletak di PU-
C10.
4.3.2 Pemilihan Data Curah Hujan
Dengan menyeleksi data curah hujan yang menimbulkan aliran debris
dan yang tidak menimbulkan. Data ini diperoleh dari :
a) Data hasil pengamatan peristiwa kejadian aliran debris Balai Sabo
Yogyakarta
b) Pengecekan langsung dari data yang tercatat di stasiun pemantau tinggi
muka air yang dilengkapi kawat sensor terletak di PU-C10 Kali Putih,
c) Informasi terjadinya aliran debris dari sumber-sumber lain yang dapat
dipercaya.
48
Dari informasi ini diperoleh data kejadian aliran debris dari bulan
Desember 2010 – Desember 2012 hasil selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel 4.10 dan Tabel 4.11 Berikut ini.
Tabel 4.10 Data Hujan yang Terjadi Aliran Debris
No Tanggal
Hujan
Waktu
Hujan
Durasi
Hujan
(jam)
Waktu
Banjir
Durasi
Debris
(jam)
Tinggi
banjir
(m)
CH.
Harian
(mm)
CH.
Maks.
(mm)
1 8-Des-10 14.00-19.00 5.00 14.12-16.00 1.48 1,00 131,0 80,0
2 23-Des-10 14.00-19.00 5.00 17.00-21.10 4.10 2,00 34,5 19,0
3 30-Des-10 15.00-18.00 3.00 16.10-17.30 1.20 2,00 35,5 29,0
4 1-Jan-11 20.00-24.00 4.00 17.10-19.05 1.55 1,00 42,5 30,5
5 3-Jan-11 17.00-24.00 7.00 18.00-20.00 2.00 2,00 76,0 33,5
6 9-Jan-11 17.00-22.00 5.00 18.05-22.30 4.25 0,50 35,0 20,0
7 20-Jan-11 12.00-16.00 4.00 15.00-18.14 3.14 1,00 56,0 28,5
8 23-Jan-11 13.00-18.00 5.00 13.00-15.00 2.30 3,00 93,5 66,5
9 2-Feb-11 15.00-24.00 9.00 16.10-21.39 5.29 1,00 66,0 26,0
10 4-Feb-11 13.00-24.00 11.00 18.10-21.30 3.20 1,50 92,5 42,5
11 19-Feb-11 17.00-19.00 2.00 16.10-19.50 3.40 1,00 38,5 37,0
12 15-Apr-11 15.00-19.00 4.00 17.40-18.30 0.50 2,00 26,5 19,0
13 1-May-11 14.00-24.00 10.00 15.10-16.15 1.05 1,50 92,0 59,0
14 15-Feb-12 15.00-18.00 3.00 16.00-17.10 1.10 45,0 40,0
15 25-Feb-12 16.00-20.00 4.00 17.05-18.00 0.55 66,0 43,0
16 2-Mar-12 13.00-16.00 3.00 14.00-14.40 0.40 48,0 31,0
17 25-Mar-12 14.00-20.00 6.00 14.00-15.10 1.10 69,0 49,0
18 5-Apr-12 12.00-15.00 3.00 13.10-14.15 1.05 45,0 39,0
19 14-Apr-12 10.00-13.00 3.00 11.00-12.05 1.05 96,0 82,0
20 26-Apr-12 15.00-19.00 4.00 16.00-16.45 0.45 51,0 31,0
21 18-Nov-12 16.00-23.00 7.00 16.00-17.25 1.25 72,0 51,0
22 23-Nov-12 15.00-21.00 6.00 17.00-18.05 1.05 60,0 31,0
23 22-Des-12 14.00-22.00 8.00 14.30-16.30 2.00 112,0 74,0
24 25-Des-12 12.00-17.00 5.00 14.55-16.00 1.05 75,0 43,0
49
Tabel 4.11 Data Hujan yang Tidak Terjadi Aliran Debris
No Tanggal
Hujan
Waktu
Hujan
Durasi
Hujan
(jam)
Waktu
Banjir
Durasi
Debris
(jam)
Tinggi
banjir
(m)
CH.
Harian
(mm)
CH.
Maks.
(mm)
1 10-Des-10 11.00-21.00 10.00 14.12-16.00
1,00 31,5 12,5
2 16-Des-10 15.00-17.00 2.00 17.00-21.10
2,00 32,5 24,0
3 26-Des-10 15.00-21.00 6.00 16.10-17.30
2,00 32,5 25,0
4 28-Des-10 14.00-22.00 8.00 17.10-19.05
1,00 22,0 9,5
5 8-Jan-11 14.00-19.00 5.00 18.20-19.40
2,00 22,5 14,0
6 10-Jan-11 15.00-17.00 2.00 18.05-22.30
0,50 21,5 17,0
7 24-Jan-11 14.00-19.00 5.00 15.00-18.14
1,00 25,0 12,5
8 21-Feb-11 16.00-17.00 1.00 13.45-16.60
3,00 18,5 16,5
9 19-Mar-11 16.00-23.00 7.00 18.10-21.30
1,50 71,5 40,0
10 23-Mar-11 17.0021.00 4.00 16.10-19.50
1,00 39,0 33,0
11 26-Mar-11 16.00-19.00 3.00 15.10-16.15
1,50 30,5 28,5
12 14-Apr-11 15.00-19.00 4.00
34,5 16,5
13 15-Jan-12 13.00-19.00 6.00
39,0 32,0
14 21-Jan-12 14.00-17.00 3.00
49,0 34,0
15 4-Feb-12 11.00-23.00 9.00
30,0 8,0
16 12-Feb-12 13.00-24.00 10.00
42,0 14,0
17 22-Feb-12 0.00-6.00 6.00
49,0 14,0
18 8-Mar-12 0.00-3.00 3.00
53,0 20,0
19 3-Apr-12 12.00-19.00 6.00
41,0 28,0
20 15-Apr-12 12.00-14.00 2.00
40,0 14,0
21 13-Nov-12 14.00-18.00 4.00
57,0 28,0
22 19-Nov-12 12.00-19.00 7.00
53,0 20,0
23 2-Des-12 14.00-21.00 7.00
42,0 16,0
24 31-Des-12 14.00-24.00 10.00
58,0 23,0
50
4.3.3 Perhitungan Parameter Curah Hujan
Menghitung parameter curah hujan berdasarkan kurva massa hujan
dengan menggunakan format yang sudah ada. Hasil perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.12 dan Tabel 4.13 berikut ini.
Tabel 4.12 Data curah hujan yang terjadi aliran debris
No Tanggal
Hujan
Durasi
Hujan
(jam)
CH.
Harian
(mm)
CH.
Maks.
(mm)
CH
Anteseden
(mm)
Komulatif
1 8-Des-10 5.00 131,0 80,0 0,25 125,5
2 23-Des-10 5.00 34,5 19,0 4,04 34,5
3 30-Des-10 3.00 35,5 29,0 8,43 35,5
4 1-Jan-11 4.00 42,5 30,5 10,91 42,5
5 3-Jan-11 7.00 76,0 33,5 20,98 76,0
6 9-Jan-11 5.00 35,0 20,0 12,71 35,0
7 20-Jan-11 4.00 56,0 28,5 3,24 56,0
8 23-Jan-11 5.00 93,5 66,5 15,83 93,5
9 2-Feb-11 9.00 66,0 26,0 1,70 66,0
10 4-Feb-11 11.00 92,5 42,5 19,30 92,5
11 19-Feb-11 2.00 38,5 37,0 2,26 38,5
12 15-Apr-11 4.00 26,5 19,0 19,20 26,5
13 1-May-11 10.00 92,0 59,0 NR 92,2
14 15-Feb-12 3.00 45,0 40,0 5,41 45,0
15 25-Feb-12 4.00 66,0 43,0 8,61 66,0
16 2-Mar-12 3.00 48,0 31,0 24,16 48,0
17 25-Mar-12 6.00 69,0 49,0 4,09 69,0
18 5-Apr-12 3.00 45,0 39,0 23,45 45,0
19 14-Apr-12 3.00 96,0 82,0 0,39 96,0
20 26-Apr-12 4.00 51,0 31,0 0,53 51,0
21 18-Nov-12 7.00 72,0 51,0 13,98 72,0
22 23-Nov-12 6.00 60,0 31,0 25,05 60,0
23 22-Des-12 8.00 112,0 74,0 11,14 112,0
24 25-Des-12 5.00 75,0 43,0 32,52 75,0
51
Tabel 4.13 Data curah hujan yang terjadi aliran debris
No Tanggal
Hujan
Durasi
Hujan
(jam)
CH.
Harian
(mm)
CH.
Maks.
(mm)
CH
Anteseden
(mm)
Komulatif
1 10-Dec-10 10.00 31,5 12,5 34,31 31,5
2 16-Dec-10 2.00 32,5 24,0 3,14 32,5
3 26-Dec-10 6.00 32,5 25,0 4,73 32,5
4 28-Dec-10 8.00 22,0 9,5 11,75 22,0
5 8-Jan-11 5.00 22,5 14,0 3,26 22,5
6 10-Jan-11 2.00 21,5 17,0 23,80 21,5
7 24-Jan-11 5.00 25,0 12,5 54,64 25,0
8 21-Feb-11 1.00 18,5 16,5 0,00 18,5
9 19-Mar-11 7.00 71,5 40,0 7,38 71,5
10 23-Mar-11 4.00 39,0 33,0 36,91 39,0
11 26-Mar-11 3.00 30,5 28,5 21,44 30,5
12 14-Apr-11 4.00 34,5 16,5 3,90 34,5
13 15-Jan-12 6.00 39,0 32,0 21,45 39,0
14 21-Jan-12 3.00 49,0 34,0 6,05 49,0
15 4-Feb-12 9.00 30,0 8,0 11,86 30,0
16 12-Feb-12 10.00 42,0 14,0 1,00 42,0
17 22-Feb-12 6.00 49,0 14,0 4,50 49,0
18 8-Mar-12 3.00 53,0 20,0 2,50 53,0
19 3-Apr-12 6.00 41,0 28,0 8,81 41,0
20 15-Apr-12 2.00 40,0 14,0 48,20 40,0
21 13-Nov-12 4.00 57,0 28,0 3,09 57,0
22 19-Nov-12 5.00 53,0 20,0 42,98 53,0
23 2-Dec-12 7.00 42,0 16,0 2,81 42,0
24 31-Dec-12 10.00 58,0 23,0 21,87 58,0
52
4.3.4 Menarik Garis Kritik
Hasil perhitungan pada Tabel 4.12 dan Tabel 4.13 diatas kemudian
dibuat perbandingan antara curah hujan maksimum perjam (mm/jam)
dengan curah hujan anteseden yaitu besar curah hujan pada beberapa hari
sebelum kejadian sebagaimana yang ada pada Gambar 4.4 berikut, dari
gambar ini dapat dianalisa perbandingan curah hujan yang menyebabkan
terjadinya aliran debris.
Gambar 4.4 Perbandingan Curah hujan maks/jam dengan curah hujan anteseden
Data Tabel 4.10 dan Tabel 4.11 menunjukkan tanggal kejadian hujan,
curah hujan maksimum/jam (mm/jam), curah hujan harian (mm), durasi
hujan (mm), dan waktu pada saat curah hujan maksimum baik data hujan
yang menyebabkan aliran debris maupun data hujan yang dipilih pada saat
tidak ada kejadian debris. Hasil analisa data ini dapat dilihat pada Gambar
4.5 sampai dengan Gambar 4.7 berikut ini.
Daerah dominan
Daerah tidak
dominan
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0
Cu
rah
hu
jan
maksi
mu
m (
mm
/jam
)
Curah hujan Anteseden Terjadi Debris Flow Tdk Terjadi Debris Flow
53
Gambar 4.5 Perbandingan durasi hujan dengan curah hujan kumulatif
Gambar 4.6 Perbandingan durasi hujan dengan curah hujan maksimum
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Cu
rah
Hu
jan
Ku
mu
lati
f (m
m)
Durasi Hujan (jam)
Terjadi Debris Flow Tdk Terjadi Debris Flow
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Cu
rah
Hu
jan
Maksi
mu
m (
mm
/jam
)
Durasi Hujan (jam)
Terjadi Debris Flow Tdk Terjadi Debris Flow
54
Gambar 4.7 Perbandingan curah hujan kumulatif dengan curah hujan
maksimum
4.4 Analisa Penggunaan Persamaan Takahashi untuk Kondisi Nyata di
Sungai
4.4.1 HSS. Nakayasu
Parameter perhitungan dalam HSS. Nakayasu yaitu Daerah Aliran
Sungai (DAS) Kali Putih yang meliputi luas DAS dan panjang sungai utama
yang selanjutnya dihitung dengan menggunakan persamaan (2.17). Data
dan gambar daerah aliran sungai (DAS) Kali Putih dapat dilihat pada
lampiran 8.
4.4.2 Analisa Persamaan Takahashi
Data curah hujan yang ada baik yang menimbulkan aliran debris
ataupun yang tidak menimbulkan aliran debris debit banjirmya dihitung
dengan menggunakan HSS Nakayasu. Untuk lebih jelasnya proses
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
- 20 40 60 80 100 120 140
Cu
rah
Hu
jan
Maksi
mal (m
m/j
am
)
Curah Hujan Kumuatif (mm)
Terjadi Debris Flow Tdk Terjadi Debris Flow
55
perhitungan hidrograf satuan sintetik ini dapat dilihat pada Lampiran 9. Dari
masing-masing hidrograf satuan sintetik yang ada diperoleh debit puncak
(Qp) pada sembilan titik lokasi yaitu tiga titik di PU-C10, tiga titik di PU-
D1, dan tiga titik di PU-D2 yang dapat dilihat pada Lampiran 9, untuk
selanjutnya dihitung ketinggian air (ho) yang melewati sembilan titik lokasi
yaitu tiga titik di PU-C10, tiga titik di PU-D1, dan tiga titik di PU-D2 yang
dapat dilihat pada Lampiran 9. Adapun data tampang PU-C10 adalah
sebagai berikut :
Bentuk tampang : persegi panjang
Lebar dasar : 51 m
Koefisian kekasaran manning (n) menurut Chow (1959), untuk saluran
di pegunungan, tanpa tetumbuhan, disaluran tebing umumnya terjal,
pohon dan semak-semak sepanjang tebing, dengan kondisi dasar
terdiri dari kerikil, kerakal dan sedikit batu besar mempunyai nilai
kekasaran manning antara 0,030-0,050. Penelitian ini menggunakan
nilai kekasaran manning dengan trial and error 0,030.
Hasil ketinggian air (ho) bersama dengan data hasil analisa
laboratorium , ɸ, γw, γs, θ, d50 ), digunakan untuk membuktikan ketepatan
Persamaan Takahashi untuk kondisi yang nyata ada di alur sungai, dalam
hal ini Kali Putih. Hasil akhir dari analisa ini dapat dilihat pada Tabel 4.14
untuk data yang terjadi aliran debris dan tabel 4.15 untuk data yang tidak
terjadi aliran debris.
56
Tabel 4.14 Pembuktian Persamaan Takahashi dari data yang terjadi aliran debris
dengan HSS Nakayasu
No Tanggal
Persamaan Takahashi
PU-C10 PU-D1 PU-D2
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 8-Des-10 6,859 8,474 9,214 6,164 6,157 6,159 16,206 17,157 16,857
2 23-Des-10 0,577 0,694 0,754 0,594 0,597 0,577 1,194 1,302 1,300
3 30-Des-10 1,117 1,362 1,480 1,073 1,074 1,056 2,483 2,664 2,636
4 1-Jan-11 1,225 1,496 1,626 1,169 1,170 1,152 2,742 2,937 2,904
5 3-Jan-11 1,458 1,785 1,940 1,376 1,377 1,360 3,299 3,526 3,482
6 9-Jan-11 0,615 0,741 0,804 0,628 0,630 0,610 1,284 1,397 1,393
7 20-Jan-11 1,082 1,319 1,434 1,042 1,044 1,026 2,401 2,577 2,551
8 23-Jan-11 5,055 6,240 6,784 4,564 4,560 4,556 11,895 12,603 12,389
9 2-Feb-11 0,920 1,119 1,215 0,898 0,900 0,881 2,013 2,167 2,149
10 4-Feb-11 2,277 2,799 3,043 2,101 2,101 2,087 5,256 5,592 5,510
11 19-Feb-11 1,757 2,155 2,343 1,641 1,641 1,625 4,014 4,280 4,222
12 15-Apr-11 0,577 0,694 0,754 0,594 0,597 0,577 1,194 1,302 1,300
13 1-May-11 4,116 5,077 5,520 3,732 3,729 3,722 9,651 10,234 10,064
14 15-Feb-12 2,034 2,498 2,715 1,886 1,886 1,871 4,675 4,978 4,907
15 25-Feb-12 2,327 2,861 3,110 2,146 2,146 2,132 5,375 5,719 5,633
16 2-Mar-12 1,262 1,542 1,676 1,202 1,203 1,185 2,831 3,031 2,996
17 25-Mar-12 2,958 3,642 3,960 2,705 2,704 2,692 6,883 7,310 7,195
18 5-Apr-12 1,940 2,381 2,589 1,802 1,803 1,788 4,450 4,741 4,674
19 14-Apr-12 7,136 8,818 9,588 6,410 6,403 6,406 16,869 17,858 17,544
20 26-Apr-12 1,262 1,542 1,676 1,202 1,203 1,185 2,831 3,031 2,996
21 18-Nov-12 3,179 3,917 4,258 2,901 2,900 2,889 7,413 7,870 7,744
22 23-Nov-12 1,262 1,542 1,676 1,202 1,203 1,185 2,831 3,031 2,996
23 22-Des-12 6,041 7,461 8,113 5,439 5,434 5,433 14,252 15,093 14,831
24 25-Des-12 2,327 2,861 3,110 2,146 2,146 2,132 5,375 5,719 5,633
57
Tabel 4.15 Pembuktian Persamaan Takahashi dari data yang tidak terjadi aliran
debris dengan HSS Nakayasu
No Tanggal
Persamaan Takahashi
PU-C10 PU-D1 PU-D2
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 10-Des-10 0,445 0,531 0,576 0,477 0,480 0,459 0,878 0,969 0,973
2 16-Des-10 0,804 0,975 1,059 0,796 0,798 0,779 1,736 1,875 1,862
3 26-Des-10 0,861 1,045 1,135 0,845 0,848 0,828 1,871 2,017 2,001
4 28-Des-10 0,444 0,529 0,575 0,476 0,479 0,459 0,876 0,967 0,971
5 8-Jan-11 0,457 0,545 0,591 0,488 0,490 0,470 0,906 0,998 1,002
6 10-Jan-11 0,515 0,617 0,670 0,539 0,542 0,521 1,045 1,145 1,146
7 24-Jan-11 0,445 0,531 0,576 0,477 0,480 0,459 0,878 0,969 0,973
8 21-Feb-11 0,502 0,601 0,653 0,528 0,530 0,510 1,014 1,113 1,114
9 19-Mar-11 2,034 2,498 2,715 1,886 1,886 1,871 4,675 4,978 4,907
10 23-Mar-11 1,418 1,735 1,886 1,340 1,341 1,324 3,203 3,424 3,382
11 26-Mar-11 1,082 1,319 1,434 1,042 1,044 1,026 2,401 2,577 2,551
12 14-Apr-11 0,502 0,601 0,653 0,528 0,530 0,510 1,014 1,113 1,114
13 15-Jan-12 1,339 1,637 1,779 1,270 1,271 1,254 3,014 3,224 3,186
14 21-Jan-12 1,499 1,836 1,996 1,412 1,413 1,396 3,397 3,629 3,584
15 4-Feb-12 0,444 0,529 0,575 0,476 0,479 0,459 0,876 0,967 0,971
16 12-Feb-12 0,457 0,545 0,591 0,488 0,490 0,470 0,906 0,998 1,002
17 22-Feb-12 0,457 0,545 0,591 0,488 0,490 0,470 0,906 0,998 1,002
18 8-Mar-12 0,615 0,741 0,804 0,628 0,630 0,610 1,284 1,397 1,393
19 3-Apr-12 1,048 1,277 1,388 1,012 1,014 0,995 2,320 2,491 2,467
20 15-Apr-12 0,457 0,545 0,591 0,488 0,490 0,470 0,906 0,998 1,002
21 13-Nov-12 1,048 1,277 1,388 1,012 1,014 0,995 2,320 2,491 2,467
22 19-Nov-12 0,615 0,741 0,804 0,628 0,630 0,610 1,284 1,397 1,393
23 2-Des-12 0,491 0,587 0,637 0,518 0,520 0,500 0,987 1,083 1,085
24 31-Des-12 0,751 0,910 0,988 0,749 0,751 0,732 1,610 1,742 1,731
58
4.4.3 Analisa dalam Bentuk Grafik
Data hasil uji laboratorium dan kedalaman air minimum dari hasil
HSS Nakayasu digunakan untuk menguji Persamaan (3.1), dimana
persamaan ini menyatakan bila nilai yang ada lebih besar dari 1 (satu) akan
memicu terjadinya aliran debris. Hasil analisa dalam bentuk grafik dari
Persamaan Takahashi ini dapat dilihat pada Gambar 4.8 sampai dengan
Gambar 4.16.
Gambar 4.8 Nilai Persamaan Takahashi pada titik PU-C10.1
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
8-D
ec-1
0
30
-Dec
-10
3-J
an-1
1
20
-Jan
-11
2-F
eb
-11
19
-Fe
b-1
1
1-M
ay-1
1
25
-Fe
b-1
2
25
-Mar
-12
14
-Ap
r-1
2
18
-No
v-1
2
22
-Dec
-12
Per
sam
aan
Tak
ahas
hi
Tanggal hujan
Persamaan Takahashi titik PU-C10.1
terjadi al. debris
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.01
0-D
ec-1
0
26
-Dec
-10
8-J
an-1
1
24
-Jan
-11
19
-Mar
-11
26
-Mar
-11
15
-Jan
-12
4-F
eb
-12
22
-Fe
b-1
2
3-A
pr-
12
13
-No
v-1
2
2-D
ec-1
2
Per
sam
aan
Tak
ahas
hi
Tanggal hujan
Persamaan Takahashi titik PU-C10.1
tdk terjadi al. debris
59
Gambar 4.9 Nilai Persamaan Takahashi pada titik PU-C10.2
Gambar 4.10 Nilai Persamaan Takahashi pada titik PU-C10.3
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
10.0
8-D
ec-1
0
30
-Dec
-10
3-J
an-1
1
20
-Jan
-11
2-F
eb
-11
19
-Fe
b-1
1
1-M
ay-1
1
25
-Fe
b-1
2
25
-Mar
-12
14
-Ap
r-1
2
18
-No
v-1
2
22
-Dec
-12
Per
sam
aan
Tak
ahas
hi
Tanggal hujan
Persamaan Takahashi titik PU-C10.2
terjadi al. debris
0.01.02.03.04.05.06.07.08.09.0
10.011.0
8-D
ec-1
0
30
-Dec
-10
3-J
an-1
1
20
-Jan
-11
2-F
eb
-11
19
-Fe
b-1
1
1-M
ay-1
1
25
-Fe
b-1
2
25
-Mar
-12
14
-Ap
r-1
2
18
-No
v-1
2
22
-Dec
-12
Per
sam
aan
Tak
ahas
hi
Tanggal hujan
Persamaan Takahashi titik PU-C10.3
terjadi al. debris
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
10.0
10
-Dec
-10
26
-Dec
-10
8-J
an-1
1
24
-Jan
-11
19
-Mar
-11
26
-Mar
-11
15
-Jan
-12
4-F
eb
-12
22
-Fe
b-1
2
3-A
pr-
12
13
-No
v-1
2
2-D
ec-1
2
Per
sam
aan
Tak
ahas
hi
Tanggal hujan
Persamaan Takahashi titik PU-C10.2
tidak terjadi al. debris
0.01.02.03.04.05.06.07.08.09.0
10.011.0
10
-Dec
-10
26
-Dec
-10
8-J
an-1
1
24
-Jan
-11
19
-Mar
-11
26
-Mar
-11
15
-Jan
-12
4-F
eb
-12
22
-Fe
b-1
2
3-A
pr-
12
13
-No
v-1
2
2-D
ec-1
2
Per
sam
aan
Tak
ahas
hi
Tanggal hujan
Persamaan Takahashi titik PU-C10.3
tidak terjadi al. debris
60
Gambar 4.11 Nilai Persamaan Takahashi pada titik PU-D1.1
Gambar 4.12 Nilai Persamaan Takahashi pada titik PU-D1.2
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8-D
ec-1
0
30
-Dec
-10
3-J
an-1
1
20
-Jan
-11
2-F
eb
-11
19
-Fe
b-1
1
1-M
ay-1
1
25
-Fe
b-1
2
25
-Mar
-12
14
-Ap
r-1
2
18
-No
v-1
2
22
-Dec
-12
Per
sam
aan
Tak
ahas
hi
Tanggal hujan
Persamaan Takahashi titik PU-D1.1
terjadi al. debris
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8-D
ec-1
0
30
-Dec
-10
3-J
an-1
1
20
-Jan
-11
2-F
eb
-11
19
-Fe
b-1
1
1-M
ay-1
1
25
-Fe
b-1
2
25
-Mar
-12
14
-Ap
r-1
2
18
-No
v-1
2
22
-Dec
-12
Per
sam
aan
Tak
ahas
hi
Tanggal hujan
Persamaan Takahashi titik PU-D1.2
terjadi al. debris
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
10
-Dec
-10
26
-Dec
-10
8-J
an-1
1
24
-Jan
-11
19
-Mar
-11
26
-Mar
-11
15
-Jan
-12
4-F
eb
-12
22
-Fe
b-1
2
3-A
pr-
12
13
-No
v-1
2
2-D
ec-1
2
Per
sam
aan
Tak
ahas
hi
Tanggal hujan
Persamaan Takahashi titik PU-D1.1
tidak terjadi al. debris
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
10
-Dec
-10
26
-Dec
-10
8-J
an-1
1
24
-Jan
-11
19
-Mar
-11
26
-Mar
-11
15
-Jan
-12
4-F
eb
-12
22
-Fe
b-1
2
3-A
pr-
12
13
-No
v-1
2
2-D
ec-1
2
Per
sam
aan
Tak
ahas
hi
Tanggal hujan
Persamaan Takahashi titik PU-D1.2
tidak terjadi al. debris
61
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
16.0
18.0
8-D
ec-1
0
30
-Dec
-10
3-J
an-1
1
20
-Jan
-11
2-F
eb
-11
19
-Fe
b-1
1
1-M
ay-1
1
25
-Fe
b-1
2
25
-Mar
-12
14
-Ap
r-1
2
18
-No
v-1
2
22
-Dec
-12
Per
sam
aan
Tak
ahas
hi
Tanggal hujan
Persamaan Takahashi titik PU-D2.1
terjadi al. debris
Gambar 4.13 Nilai Persamaan Takahashi pada titik PU-D1
Gambar 4.14 Nilai Persamaan Takahashi pada titik PU-D2.1
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8-D
ec-1
0
30
-Dec
-10
3-J
an-1
1
20
-Jan
-11
2-F
eb
-11
19
-Fe
b-1
1
1-M
ay-1
1
25
-Fe
b-1
2
25
-Mar
-12
14
-Ap
r-1
2
18
-No
v-1
2
22
-Dec
-12
Per
sam
aan
Tak
ahas
hi
Tanggal hujan
Persamaan Takahashi titik PU-D1.3
terjadi al. debris
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
10
-Dec
-10
26
-Dec
-10
8-J
an-1
1
24
-Jan
-11
19
-Mar
-11
26
-Mar
-11
15
-Jan
-12
4-F
eb
-12
22
-Fe
b-1
2
3-A
pr-
12
13
-No
v-1
2
2-D
ec-1
2
Per
sam
aan
Tak
ahas
hi
Tanggal hujan
Persamaan Takahashi titik PU-D1.3
tidak terjadi al. debris
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
16.0
18.0
10
-Dec
-10
26
-Dec
-10
8-J
an-1
1
24
-Jan
-11
19
-Mar
-11
26
-Mar
-11
15
-Jan
-12
4-F
eb
-12
22
-Fe
b-1
2
3-A
pr-
12
13
-No
v-1
2
2-D
ec-1
2
Per
sam
aan
Tak
ahas
hi
Tanggal hujan
Persamaan Takahashi titik PU-D2.1
tidak terjadi al. debris
62
Gambar 4.15 Nilai Persamaan Takahashi pada titik PU-D2.2
Gambar 4.16 Nilai Persamaan Takahashi pada titik PU-D2.3
0.02.04.06.08.0
10.012.014.016.018.020.0
8-D
ec-1
0
30
-Dec
-10
3-J
an-1
1
20
-Jan
-11
2-F
eb
-11
19
-Fe
b-1
1
1-M
ay-1
1
25
-Fe
b-1
2
25
-Mar
-12
14
-Ap
r-1
2
18
-No
v-1
2
22
-Dec
-12
Per
sam
aan
Tak
ahas
hi
Tanggal hujan
Persamaan Takahashi titik PU-D2.2
terjadi al. debris
0.02.04.06.08.0
10.012.014.016.018.020.0
8-D
ec-1
0
30
-Dec
-10
3-J
an-1
1
20
-Jan
-11
2-F
eb
-11
19
-Fe
b-1
1
1-M
ay-1
1
25
-Fe
b-1
2
25
-Mar
-12
14
-Ap
r-1
2
18
-No
v-1
2
22
-Dec
-12
Per
sam
aan
Tak
ahas
hi
Tanggal hujan
Persamaan Takahashi titik PU-D2.3
terjadi al. debris
0.02.04.06.08.0
10.012.014.016.018.020.0
10
-Dec
-10
26
-Dec
-10
8-J
an-1
1
24
-Jan
-11
19
-Mar
-11
26
-Mar
-11
15
-Jan
-12
4-F
eb
-12
22
-Fe
b-1
2
3-A
pr-
12
13
-No
v-1
2
2-D
ec-1
2
Per
sam
aan
Tak
ahas
hi
Tanggal hujan
Persamaan Takahashi titik PU-D2.2
tidak terjadi al. debris
0.02.04.06.08.0
10.012.014.016.018.020.0
10
-Dec
-10
26
-Dec
-10
8-J
an-1
1
24
-Jan
-11
19
-Mar
-11
26
-Mar
-11
15
-Jan
-12
4-F
eb
-12
22
-Fe
b-1
2
3-A
pr-
12
13
-No
v-1
2
2-D
ec-1
2
Per
sam
aan
Tak
ahas
hi
Tanggal hujan kejadian aliran debris
Persamaan Takahashi titik PU-D2.3
tidak terjadi al. debris
63
4.5 Pembahasan
Uraian pembahasan yang disajikan meliputi curah hujan, sensitifitas
Persamaan Takahashi, penggunaan Persamaan Takahashi, Pendekatan
diameter yang mewakili dari Persamaan Takahashi.
4.5.1 Curah Hujan
Berdasarkan hasil analisa di atas menunjukkan bahwa :
a. Intensitas hujan maksimum lebih besar dari 36 mm/jam akan
menyebabkan terjadinya aliran debris,
b. Bila durasi hujannya cukup lama, dan waktu intensitas hujan
maksimum terjadi pada jam ke -2 atau lebih dengan intensitas hujan
maksimum lebih dari 30 mm/jam, kemungkinan terjadinya aliran
debris adalah 77,78%,
c. Pada kondisi intensitas hujan maksimum kurang dari 50 mm/jam,
durasi hujannya cepat dan waktu intensitas hujan maksimum terjadi
sebelum jam ke -2, kondisi ini sulit untuk diprediksi akan terjadi atau
tidak terjadi aliran debris,
d. Curah hujan anteseden yaitu curah hujan yang terjadi pada hari-hari
sebelum kejadian aliran debris pengaruhnya cukup dominan, akan
tetapi tidak dapat digunakan untuk memprediksi akan terjadinya aliran
debris.
4.5.2 Sensitifitas Persamaan Takahashi
Analisa sensitifitas Persamaan Takahashi memperlihatkan bahwa
parameter yang paling utama mempengaruhi terjadinya aliran debris adalah
64
kemiringan dasar sungai (θ) dan ketinggian air minimum (ho). Untuk
parameter yang lain konsentrasi sedimen (C*), berat jenis tanah (γs), sudut
geser tanah (ɸ), dan diameter butiran (d50) nilainya tidak dominan untuk
memicu terjadinya aliran debris.
4.5.3 Penggunaan Persamaan takahashi
Ketinggian air (ho) yang diturunkan dari HSS Nakayasu dan nilai dari
parameter Persamaan Takahashi yang sampel materialnya diambil dari Kali
Putih, dilakukan analisa untuk menguji Persamaan (3.1), dimana kalau
hasilnya lebih besar dari 1 (satu) maka akan memicu terjadinya aliran debris
dan sebaliknya bila hasilnya kurang dai 1 (satu) tidak mampu memicu
terjadinya aliran debris.
Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa data yang menyebabkan
aliran debris ataupun yang tidak menyebabkan aliran debris, setelah
dimasukkan dalam Persamaan (3.1) ini hasilnya dapat dilihat pada Gambar
4.8 sampai dengan Gambar 4.16. Hasil yang diperoleh ternyata belum sesuai
yang diharapkan, untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berikut
ini:
a. Parameter yang dominan mempengaruhi perbedaan hasil analisa
sensitifitas Persamaan Takahashi pada Gambar 4.8 sampai dengan
Gambar 4.16 yaitu kemiringan dasar sungai (𝜃) yang dapat dilihat
pada Tabel 4.9 dan perhitungan ketinggian air (ho) yang dapat dilihat
pada Lampiran 9.
65
b. Pada alur Kali Putih kejadian aliran debris terjadi pada kemiringan
dasar minimum 8,5 derajat dan kedalaman air minimum 0,032 m
c. Proses perhitungan untuk mendapatkan nilai kedalaman air (ho) dari
Persamaan Takahashi dalam analisa ini masih mempunyai kelemahan
antara lain:
1) Tidak sesuainya penggunaan HSS Nakayasu untuk daerah
pegunungan, sehingga memungkinkan terjadinya kesalahan untuk
mendapatkan nilai debit maksimum (Qp) yang terjadi,
2) Nilai koefisien manning (n) yang dibuat oleh Chow (1959),
disarankan untuk saluran yang terawat baik, untuk kondisi tidak
terawat nilainya harus diperbesar sesuai dengan situasi yang
diperkirakan. Sedangkan sungai di pegunungan kondisinya tidak
terawat sehingga memungkinkan terjadinya penyimpangan dalam
menentukan nilai koefisien manning (n).
d. Sampel diambil pada saat tidak terjadi aliran debris, sedangkan
kondisi yang ideal sampel diambil pada saat akan terjadi aliran debris,
tapi hal ini sulit dilaksanakan karena disamping sulit memprediksi
kapan terjadinya aliran debris juga faktor keamanan.
e. Persamaan Takahashi diturunkan dalam kondisi ideal di laboratorium
untuk bisa mendapatkan nilai sesuai (diandalkan) dengan kondisi yang
nyata di lapangan perlu kecermatan dan ketelitian dalam pengambilan
sampel di lapangan, khususnya dalam mendapatkan nilai kedalaman
air (ho).
66
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari data yang diperoleh melalui eksperimen, hasil analisa
berdasarkan grafiik dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Intensitas hujan maksimum lebih besar dari 36 mm/jam akan
menyebabkan terjadinya aliran debris.
2. Persentase estimasi mendasar terjadinya aliran debris terhadap
Persamaan Takahashi tiap titik pada Kali Putih adalah: PU – D2.2
sebesar 0,16%, PU – D2.1 sebesar 8,31 %, PU – D1.3 sebesar -14,1%,
PU – D1.2 sebesar 1.77%, PU – D1.1 sebesar 0,16%, PU – C10.3
sebesar 42,06%, PU – C10.2 sebesar 8,56%, PU – C10.1 sebesar
3,34%.
3. Parameter yang dominan mempengaruhi terjadinya aliran debris dari
Persamaan Takahashi adalah kemiringan dasar sungai (𝜃) dan
ketinggian air (ho). Pada alur Kali Putih Gunung Merapi kejadian
aliran debris terjadi pada kemiringan dasar minimum 8,5 derajat dan
kedalaman air minimum 0,032 m.
4. Curah hujan anteseden memiliki pengaruh dominan terhadap
terjadinya aliran debris. Akan tetapi tidak dapat digunakan sebagai
parameter untuk memprediksi kejadian aliran debris
67
5. Persamaan Takahashi diturunkan dalam kondisi ideal di laboratorium,
untuk penerapan Persamaan Takahashi dengan kondisi yang nyata di
lapangan perlu kecermatan dan ketelitian dalam pengambilan sampel
di lapangan, khususnya dalam menetapkan daerah yang di asumsikan
sebagai tempat dimulainya aliran debris.
5.1 Saran
1. Dilakukan penelitian serupa dengan pengambilan sampel lebih
disebelah hulu sungai dan dalam pengambilan sampel diperkirakan
pada kondisi dimana curah hujan memungkinkan terjadinya aliran
debris.
2. Di dalam satu sungai diharapkan mempunyai minimal dua lokasi
sistem pantau yang digunakan untuk mendeteksi tempat awal kejadian
aliran debris.
3. Dilakukan penelitian lebih lanjut untuk pencarian nilai debit puncak
menggunakan metode selain HSS Nakayasu.
4. Dalam satu DAS diharapkan memiliki minimal dua sistem pantau
untuk mendeteksi terjadinya aliran debris. Dalam alur Kali Putih perlu
dilakukan maintaining sistem pantau dan pengecakan secara intens
pada titik PU-C10.3 sebagai titik rawan terjadi aliran debris.
68
DAFTAR PUSTAKA
ASTM D1140-00, 2006, Standard Test Methods for Amount of Material in
Soils Finer than No. 200 (75-μm) Sieve, ASTM International, West
Conshohocken, PA, 2006, http://www.astm.org.
ASTM D2216-98, 1998, Standard Test Method for Laboratory Determination
of Water (Moisture) Content of Soil and Rock by Mass, ASTM
International, West Conshohocken, PA, 1998, http://www.astm.org.
ASTM D3080-04, 2004, Standard Test Method for Direct Shear Test of Soils
Under Consolidated Drained Conditions, ASTM International, West
Conshohocken, PA, 2004, http://www.astm.org.
ASTM D422-63, 2007, e2, Standard Test Method for Particle-Size Analysis of
Soils (Withdrawn 2016), ASTM International, West Conshohocken, PA,
2007, http://www.astm.org.
ASTM D854-14, 2014, Standard Test Methods for Specific Gravity of Soil
Solids by Water Pycnometer, ASTM International, West Conshohocken,
PA, 2014, http://www.astm.org.
Balai Sabo, 2015, Penampang Memanjang Kali Putih, Yogyakarta.
Balai Sabo, 2015, Peta Endapan Piroklastik Letusan Tahun 2010 Kawasan
Merapi, Yogyakarta.
Balai Sabo, 2015, Peta Sub DAS Kali Putih, Yogyakarta.
BNPB, 2011, Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pasca
Bencana Erupsi Gunung Merapi di Provinsi Yogyakarta dan Jawa
Tengah Tahun 2011-2013. Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Indonesia.
Bronto, Sutikno, 2001, Volkanologi. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Teknologi
Nasional Yogyakarta.
Chow, V.T., 1959, Open-Channel Hydraulics, McGraw-Hill, New York.
Kusumobroto, H., 2006, Fenomena Aliran Debris dan Faktor Pembentuknya,
Seminar Diseminasi Teknologi Sabo, Semarang.
69
Kusumosubroto, 2010, Fenomena Aliran Lahar (Debris Flow) Di Gunung
Merapi dan Usaha Pembangunannya, Jurnal Sabo, Vol.1 No.1 November
2010.
Legono, D., 1989, Pengukuran Angkutan Dasar Pada Sungai-Sungai Gunung
Berapi, Seminar Hasil Penelitian Tahun 1987/1988, PAU IT UGM,
Yogyakarta.
Mananoma Tiny, Djoko Legono, 2007, Migrasi Sedimen Akibat Picuan Hujan
(Kasus Kali Gendol Gunung Merapi Yogyakarta) , Seminar, PIT XXII
Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia (HATHI), Makasar.
Mukhlisin, M., 1998, Pengaruh Curah Hujan Terhadap Pembentukan Aliran
Debris, Tesis UGM, Yogyakarta.
Soemarto, C. D. 1987, Hidrologi Teknik, Usaha Nasional, Surabaya.
Suharyono, 1993, Prakiraan Terjadinya Lahar untuk Keperluan Peringatan
Dini di Daerah Gunung Merapi, Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pengairan, No.27 TH.8-KW I,1993, hal.15-23.
Takahashi, T., 1979, Mechanical Characteristics of Debris Flow, Journal of
Hydraulics Division, ASCE, Vol.104, No.HY8, p.1153-1169.
Takahashi, T., 1991, Debris Flow, A.A. Balkerna, Rotterdam.
Triatmodjo, B., 2008, Hidrologi terapan, Beta Ofset, Yogyakarta.
70
LAMPIRAN 1
SURAT IJIN PENELITIAN
HALAMAN 71 - 72
71
72
73
LAMPIRAN 2
FOTO DOKUMENTASI
HALAMAN 74 - 78
74
Pengambilan sampel tanah dasar hulu Kali Putih
75
Pengujian analisa kadar air tanah
76
Pengujian analisa berat jenis tanah
77
Pengujian analisa butiran tanah
78
Pemeriksaan uji geser langsung tanah
79
LAMPIRAN 3
DATA HASIL PENGUJIAN KADAR AIR TANAH
HALAMAN 80 - 81
80
Department of Civil Engineering
Semarang State University
Soil Mechanics Laboratory
WATER CONTENT
LOKASI PEKERJAAN : KALI PUTIH MERAPI
NOMOR BORING :
KEDALAMAN
: 0.00 - 1.00 m
JENIS SAMPEL
: TIDAK TERGANGGU
TANGGAL PENGUJIAN : 8 - 10 JUNI 2016
DIUJI OLEH
: RIZKI KURNIADHI | 5101412026
: GINANJAR ABDUNNAFI | 5001412024
No Posisi Elevasi Satuan Kode w
1 C10 1 13.15%
2 C10 2 15.06%
3 C10 3 14.51%
PU - C10 604 m Rata² C10 14.24%
4 D1 1 16.11%
5 D1 2 11.96%
6 D1 3 13.54%
PU - D1 638 m Rata² D1 13.87%
7 D2 1 14.23%
8 D2 2 13.92%
9 D2 3 14.94%
PU - D2 702 m Rata² D2 14.36%
81
Department of Civil Engineering
Semarang State University
Soil Mechanics Laboratory KADAR AIR LOKASI PEKERJAAN : KALI PUTIH MERAPI
KEDALAMAN : 0.00 - 1.00 m JENIS SAMPEL : TIDAK TERGANGGU TANGGAL PENGUJIAN : MAY 26 2016 DIUJI OLEH : RIZKI KURNIADHI | 5101412026
: GINANJAR ABDUNNAFI | 5101412024
No Sampel
Berat
Cawan
Berat
Cawan
+Tanah
Basah
Berat
Cawan
+Tanah
Kering
Berat
Air
Berat
Tanah
Kering
Kadar
Air
Rata-
Rata
W1 W2 W3 Ww Ws w W
gr gr gr Gr gr % %
1 PU - C10 11 5.50 31.67 28.63 3.04 23.13 13.14 13.15
2 PU - C10 12 5.33 32.44 29.29 3.15 23.96 13.15
3 PU - C10 21 5.35 29.27 26.14 3.13 20.79 15.06 15.06
4 PU - C10 22 5.20 29.03 25.91 3.12 20.71 15.07
5 PU - C10 31 4.92 30.51 27.27 3.24 22.35 14.50 14.51
6 PU - C10 32 4.96 29.24 26.16 3.08 21.20 14.53
7 PU - D1 11 5.39 33.93 29.97 3.96 24.58 16.11 16.11
8 PU - D1 12 4.88 32.28 28.48 3.80 23.60 16.10
9 PU - D1 21 5.32 31.38 28.60 2.78 23.28 11.94 11.96
10 PU - D1 22 4.91 30.07 27.38 2.69 22.47 11.97
11 PU - D1 31 5.20 29.52 26.62 2.90 21.42 13.54 13.54
12 PU - D1 32 5.28 30.01 27.06 2.95 21.78 13.54
13 PU - D2 11 5.02 32.53 29.10 3.43 24.08 14.24 14.23
14 PU - D2 12 5.15 31.33 28.07 3.26 22.92 14.22
15 PU - D2 21 5.04 31.12 27.93 3.19 22.89 13.94 13.92
16 PU - D2 22 5.38 30.52 27.45 3.07 22.07 13.91
17 PU - D2 31 4.93 31.49 28.04 3.45 23.11 14.93 14.94
18 PU - D2 32 5.21 30.90 27.56 3.34 22.35 14.94
82
LAMPIRAN 4
DATA HASIL PENGUJIAN BERAT JENIS TANAH
HALAMAN 83 - 85
83
Department of Civil Engineering
Semarang State University
Soil Mechanics Laboratory
DERAJAT KEJENUHAN
JUDUL PEKERJAAN :
LOKASI PEKERJAAN : KALI PUTIH MERAPI
NOMOR BORING :
KEDALAMAN
: 0.00 - 1.00 m
JENIS SAMPEL
: TIDAK TERGANGGU
TANGGAL PENGUJIAN : 8 - 10 JUNI 2016
DIUJI OLEH
: RIZKI KURNIADHI | 5101412026
: GINANJAR ABDUNNAFI' | 5101412024
No Posisi Elevasi Satuan Kode Gs 27.5 °C
1 C10 1 2.54
2 C10 2 2.42
3 C10 3 2.44
PU - C10 604 m Rata² C10 2.47
4 D1 1 2.91
5 D1 2 2.88
6 D1 3 2.78
PU - D1 638 m Rata² D1 2.85
7 D2 1 2.58
8 D2 2 2.74
9 D2 3 2.71
PU - D2 702 m Rata² D2 2.68
84
Department of Civil Engineering
Semarang State University
Soil Mechanics Laboratory
BERAT JENIS TANAH
LOKASI PEKERJAAN : KALI PUTIH MERAPI
KEDALAMAN : 0.00 - 1.00 m
JENIS SAMPEL : TIDAK TERGANGGU
TANGGAL PENGUJIAN : JUNE 8, 2016
DIUJI OLEH : RIZKI KURNIADHI | 5101412026
: GINANJAR ABDUNNAFI' | 5101412024
No Sampel Pikno +
Tanah Pikno Tanah Suhu
Pikno + Air
+ Tanah
Pikno +
Air
W1 W2 WT t °C
W3 W4
gr gr gr gr gr
1 PU - C10 11 70,71 49,91 20,80 27 162,05 149,47
2 PU - C10 12 58,19 41,96 16,23 27 150,30 140,43
3 PU - C10 21 57,51 40,71 16,80 27 147,69 137,73
4 PU - C10 22 57,11 37,36 19,75 27 146,26 134,80
5 PU - C10 31 58,80 38,71 20,09 27 150,18 138,12
6 PU - C10 32 58,36 36,76 21,60 27 148,76 136,23
7 PU - D1 11 59,40 39,69 19,71 27 153,45 140,51
8 PU - D1 12 61,37 41,30 20,07 27 154,73 141,58
9 PU - D1 21 52,70 32,09 20,61 27 141,76 128,30
10 PU - D1 22 57,76 37,75 20,01 27 151,85 138,80
11 PU - D1 31 57,82 37,15 20,67 27 150,48 137,26
12 PU - D1 32 58,11 39,72 18,39 27 151,43 139,65
13 PU - D2 11 61,08 39,52 21,56 27 153,10 140,17
14 PU - D2 12 62,03 40,67 21,36 27 155,37 142,02
15 PU - D2 21 61,63 39,52 22,11 27 153,46 139,60
16 PU - D2 22 61,83 41,20 20,63 27 155,91 142,63
17 PU - D2 31 54,31 35,03 19,28 27 144,00 131,36
18 PU - D2 32 54,60 34,50 20,10 27 144,23 132,10
85
No Sampel Gs Rata-
Rata
BJ Air /
BJ Air
27.5
Gs
Pada
27.5 °C
1 PU - C10 11 2,530 2,541 1,0001 2,541
2 PU - C10 12 2,552
3 PU - C10 21 2,456 2,419 1,0001 2,420
4 PU - C10 22 2,382
5 PU - C10 31 2,502 2,442 1,0001 2,442
6 PU - C10 32 2,381
7 PU - D1 11 2,911 2,906 1,0001 2,906
8 PU - D1 12 2,900
9 PU - D1 21 2,883 2,879 1,0001 2,879
10 PU - D1 22 2,875
11 PU - D1 31 2,774 2,778 1,0001 2,779
12 PU - D1 32 2,782
13 PU - D2 11 2,498 2,582 1,0001 2,583
14 PU - D2 12 2,667
15 PU - D2 21 2,680 2,743 1,0001 2,744
16 PU - D2 22 2,807
17 PU - D2 31 2,904 2,713 1,0001 2,713
18 PU - D2 32 2,522
86
LAMPIRAN 5
DATA HASIL PENGUJIAN SOIL PROPERTIES
HALAMAN 87 - 95
87
Department of Civil Engineering
Semarang State University
Soil Mechanics Laboratory
PHYSICAL PROPERTIES OF SOIL
JUDUL PEKERJAAN : PU - C10 1
LOKASI PEKERJAAN : KALI PUTIH MERAPI
NOMOR BORING :
KEDALAMAN : 0.00 - 1.00 M
JENIS SAMPEL : TIDAK TERGANGGU
TANGGAL PENGUJIAN : 8 JUNI 2016
DIUJI OLEH : RIZKI KURNIADHI | 5101412026
: GINANJAR ABDUNNAFI' | 5101412024
Langkah Pengujian Hasil Satuan
Berat Tanah Basah W3 142,96 gr
Berat Tanah Kering W3 126,35 gr
Berat Jenis Tanah Gs 2,54
Berat Air Ww 16,61 gr
Kadar Air w 13,15 %
Volume Ring V 81,00 cm3
Volume Pori Vv 31,26 cm3
Volume Tanah Kering Vs 49,74 cm3
Volume Air Vw 16,61 cm3
Berat Volume Basah γb 1,76 gr/cm3
Volume Berat Tanah Kering
γd 1,56 gr/cm3
γd min 2,00 gr/cm3
γd max 1,40 gr/cm3
Berat Volume butiran padat γs 2,54 gr/cm3
Berat Volume Tanah Basah γsat 1,95 gr/cm3
Derajat Kejenuhan Sr 53,14 %
Porositas n 38,59 %
Angka Pori
e 0,63 emin < e < emax
emin 0,91
emax 0,34
Kerapatan Relatif Dr 50,58 %
Kepadatan Relatif Rc 0,78 gr/cm3
88
JUDUL PEKERJAAN : PU - C10 2
LOKASI PEKERJAAN : KALI PUTIH MERAPI
NOMOR BORING :
KEDALAMAN : 0.00 - 1.00 m
JENIS SAMPEL : TIDAK TERGANGGU
TANGGAL PENGUJIAN : 8 JUNI 2016
DIUJI OLEH : RIZKI KURNIADHI | 5101412026
: GINANJAR ABDUNNAFI' | 5101412024
Hasil Satuan
W3 136,87 gr
W3 118,96 gr
Gs 2,42Ww 17,91 gr
w 15,06 %
V 81,00 cm3
Vv 31,84 cm3
Vs 49,16 cm3
Vw 17,91 cm3
γb 1,69 gr/cm3
γd 1,47 gr/cm3
γd min 2,00 gr/cm3
γd max 1,40 gr/cm3
γs 2,42 gr/cm3
γsat 1,86 gr/cm3
Sr 56,24 %
n 39,31 %
e 0,65 emin < e < emax
emin 0,91
emax 0,34
Dr 54,00 %
Rc 0,73 gr/cm3
Berat Tanah Basah
Volume Berat Tanah Kering
Department of Civil Engineering
Semarang State University
Soil Mechanics Laboratory
PHYSICAL PROPERTIES OF SOIL
Langkah Pengujian
Berat Volume Tanah Basah
Berat Tanah Kering
Berat Jenis Tanah
Berat Air
Kadar Air
Volume Ring
Volume Pori
Volume Tanah Kering
Volume Air
Berat Volume Basah
Berat Volume butiran padat
Derajat Kejenuhan
Porositas
Angka Pori
Kerapatan Relatif
Kepadatan Relatif
89
JUDUL PEKERJAAN : PU - C10 3
LOKASI PEKERJAAN : KALI PUTIH MERAPI
NOMOR BORING :
KEDALAMAN : 0.00 - 1.00 m
JENIS SAMPEL : TIDAK TERGANGGU
TANGGAL PENGUJIAN : 8 JUNI 2016
DIUJI OLEH : RIZKI KURNIADHI | 5101412026
: GINANJAR ABDUNNAFI' | 5101412024
Hasil Satuan
W3 132,64 gr
W3 115,83 gr
Gs 2,44Ww 16,81 gr
w 14,51 %
V 81,00 cm3
Vv 33,53 cm3
Vs 47,47 cm3
Vw 16,81 cm3
γb 1,64 gr/cm3
γd 1,43 gr/cm3
γd min 2,00 gr/cm3
γd max 1,40 gr/cm3
γs 2,44 gr/cm3
γsat 1,84 gr/cm3
Sr 50,14 %
n 41,39 %
e 0,71 emin < e < emax
emin 0,91
emax 0,34
Dr 64,26 %
Rc 0,72 gr/cm3
Berat Tanah Basah
Volume Berat Tanah Kering
Department of Civil Engineering
Semarang State University
Soil Mechanics Laboratory
PHYSICAL PROPERTIES OF SOIL
Langkah Pengujian
Berat Volume Tanah Basah
Berat Tanah Kering
Berat Jenis Tanah
Berat Air
Kadar Air
Volume Ring
Volume Pori
Volume Tanah Kering
Volume Air
Berat Volume Basah
Berat Volume butiran padat
Derajat Kejenuhan
Porositas
Angka Pori
Kerapatan Relatif
Kepadatan Relatif
90
JUDUL PEKERJAAN : PU - D1 1
LOKASI PEKERJAAN : KALI PUTIH MERAPI
NOMOR BORING :
KEDALAMAN : 0.00 - 1.00 m
JENIS SAMPEL : TIDAK TERGANGGU
TANGGAL PENGUJIAN : 9 JUNI 2016
DIUJI OLEH : RIZKI KURNIADHI | 5101412026
: GINANJAR ABDUNNAFI' | 5101412024
Hasil Satuan
W3 145,84 gr
W3 125,61 gr
Gs 2,91
Ww 20,23 gr
w 16,11 %
V 81,00 cm3
Vv 37,84 cm3
Vs 43,16 cm3
Vw 20,23 cm3
γb 1,80 gr/cm3
γd 1,55 gr/cm3
γd min 2,00 gr/cm3
γd max 1,40 gr/cm3
γs 2,91 gr/cm3
γsat 2,02 gr/cm3
Sr 53,47 %
n 46,71 %
e 0,88 emin < e < emax
emin 0,91
emax 0,34
Dr 94,13 %
Rc 0,78 gr/cm3
Berat Tanah Basah
Volume Berat Tanah Kering
Department of Civil Engineering
Semarang State University
Soil Mechanics Laboratory
PHYSICAL PROPERTIES OF SOIL
Langkah Pengujian
Berat Volume Tanah Basah
Berat Tanah Kering
Berat Jenis Tanah
Berat Air
Kadar Air
Volume Ring
Volume Pori
Volume Tanah Kering
Volume Air
Berat Volume Basah
Berat Volume butiran padat
Derajat Kejenuhan
Porositas
Angka Pori
Kerapatan Relatif
Kepadatan Relatif
91
JUDUL PEKERJAAN : PU - D1 2
LOKASI PEKERJAAN : KALI PUTIH MERAPI
NOMOR BORING :
KEDALAMAN : 0.00 - 1.00 m
JENIS SAMPEL : TIDAK TERGANGGU
TANGGAL PENGUJIAN : 9 JUNI 2016
DIUJI OLEH : RIZKI KURNIADHI | 5101412026
: GINANJAR ABDUNNAFI' | 5101412024
Hasil Satuan
W3 142,81 gr
W3 127,56 gr
Gs 2,88
Ww 15,25 gr
w 11,96 %
V 81,00 cm3
Vv 36,71 cm3
Vs 44,29 cm3
Vw 15,25 cm3
γb 1,76 gr/cm3
γd 1,57 gr/cm3
γd min 2,00 gr/cm3
γd max 1,40 gr/cm3
γs 2,88 gr/cm3
γsat 2,03 gr/cm3
Sr 41,54 %
n 45,32 %
e 0,83 emin < e < emax
emin 0,91
emax 0,34
Dr 85,75 %
Rc 0,79 gr/cm3
Berat Tanah Basah
Volume Berat Tanah Kering
Department of Civil Engineering
Semarang State University
Soil Mechanics Laboratory
PHYSICAL PROPERTIES OF SOIL
Langkah Pengujian
Berat Volume Tanah Basah
Berat Tanah Kering
Berat Jenis Tanah
Berat Air
Kadar Air
Volume Ring
Volume Pori
Volume Tanah Kering
Volume Air
Berat Volume Basah
Berat Volume butiran padat
Derajat Kejenuhan
Porositas
Angka Pori
Kerapatan Relatif
Kepadatan Relatif
92
JUDUL PEKERJAAN : PU - D1 3
LOKASI PEKERJAAN : KALI PUTIH MERAPI
NOMOR BORING :
KEDALAMAN : 0.00 - 1.00 m
JENIS SAMPEL : TIDAK TERGANGGU
TANGGAL PENGUJIAN : 9 JUNI 2016
DIUJI OLEH : RIZKI KURNIADHI | 5101412026
: GINANJAR ABDUNNAFI' | 5101412024
Hasil Satuan
W3 135,66 gr
W3 119,48 gr
Gs 2,78Ww 16,18 gr
w 13,54 %
V 81,00 cm3
Vv 38,02 cm3
Vs 42,98 cm3
Vw 16,18 cm3
γb 1,67 gr/cm3
γd 1,48 gr/cm3
γd min 2,00 gr/cm3
γd max 1,40 gr/cm3
γs 2,78 gr/cm3
γsat 1,94 gr/cm3
Sr 42,55 %
n 46,94 %
e 0,88 emin < e < emax
emin 0,91
emax 0,34
Dr 95,56 %
Rc 0,74 gr/cm3
Berat Tanah Basah
Volume Berat Tanah Kering
Department of Civil Engineering
Semarang State University
Soil Mechanics Laboratory
PHYSICAL PROPERTIES OF SOIL
Langkah Pengujian
Berat Volume Tanah Basah
Berat Tanah Kering
Berat Jenis Tanah
Berat Air
Kadar Air
Volume Ring
Volume Pori
Volume Tanah Kering
Volume Air
Berat Volume Basah
Berat Volume butiran padat
Derajat Kejenuhan
Porositas
Angka Pori
Kerapatan Relatif
Kepadatan Relatif
93
JUDUL PEKERJAAN : PU - D2 1
LOKASI PEKERJAAN : KALI PUTIH MERAPI
NOMOR BORING :
KEDALAMAN : 0.00 - 1.00 m
JENIS SAMPEL : TIDAK TERGANGGU
TANGGAL PENGUJIAN : 10 JUNI 2016
DIUJI OLEH : RIZKI KURNIADHI | 5101412026
: GINANJAR ABDUNNAFI' | 5101412024
Hasil Satuan
W3 136,64 gr
W3 119,62 gr
Gs 2,58Ww 17,02 gr
w 14,23 %
V 81,00 cm3
Vv 34,64 cm3
Vs 46,36 cm3
Vw 17,02 cm3
γb 1,69 gr/cm3
γd 1,48 gr/cm3
γd min 2,00 gr/cm3
γd max 1,40 gr/cm3
γs 2,58 gr/cm3
γsat 1,90 gr/cm3
Sr 49,14 %
n 42,76 %
e 0,75 emin < e < emax
emin 0,91
emax 0,34
Dr 71,41 %
Rc 0,74 gr/cm3
Berat Tanah Basah
Volume Berat Tanah Kering
Department of Civil Engineering
Semarang State University
Soil Mechanics Laboratory
PHYSICAL PROPERTIES OF SOIL
Langkah Pengujian
Berat Volume Tanah Basah
Berat Tanah Kering
Berat Jenis Tanah
Berat Air
Kadar Air
Volume Ring
Volume Pori
Volume Tanah Kering
Volume Air
Berat Volume Basah
Berat Volume butiran padat
Derajat Kejenuhan
Porositas
Angka Pori
Kerapatan Relatif
Kepadatan Relatif
94
JUDUL PEKERJAAN : PU - D2 2
LOKASI PEKERJAAN : KALI PUTIH MERAPI
NOMOR BORING :
KEDALAMAN : 0.00 - 1.00 m
JENIS SAMPEL : TIDAK TERGANGGU
TANGGAL PENGUJIAN : 10 JUNI 2016
DIUJI OLEH : RIZKI KURNIADHI | 5101412026
: GINANJAR ABDUNNAFI' | 5101412024
Hasil Satuan
W3 141,72 gr
W3 124,40 gr
Gs 2,74Ww 17,32 gr
w 13,92 %
V 81,00 cm3
Vv 35,60 cm3
Vs 45,40 cm3
Vw 17,32 cm3
γb 1,75 gr/cm3
γd 1,54 gr/cm3
γd min 2,00 gr/cm3
γd max 1,40 gr/cm3
γs 2,74 gr/cm3
γsat 1,98 gr/cm3
Sr 48,65 %
n 43,95 %
e 0,78 emin < e < emax
emin 0,91
emax 0,34
Dr 77,91 %
Rc 0,77 gr/cm3
Berat Tanah Basah
Volume Berat Tanah Kering
Department of Civil Engineering
Semarang State University
Soil Mechanics Laboratory
PHYSICAL PROPERTIES OF SOIL
Langkah Pengujian
Berat Volume Tanah Basah
Berat Tanah Kering
Berat Jenis Tanah
Berat Air
Kadar Air
Volume Ring
Volume Pori
Volume Tanah Kering
Volume Air
Berat Volume Basah
Berat Volume butiran padat
Derajat Kejenuhan
Porositas
Angka Pori
Kerapatan Relatif
Kepadatan Relatif
95
JUDUL PEKERJAAN : PU - D2 3
LOKASI PEKERJAAN : KALI PUTIH MERAPI
NOMOR BORING :
KEDALAMAN : 0.00 - 1.00 m
JENIS SAMPEL : TIDAK TERGANGGU
TANGGAL PENGUJIAN : 10 JUNI 2016
DIUJI OLEH : RIZKI KURNIADHI | 5101412026
: GINANJAR ABDUNNAFI' | 5101412024
Hasil Satuan
W3 131,03 gr
W3 119,00 gr
Gs 2,71Ww 12,03 gr
w 10,11 %
V 81,00 cm3
Vv 37,09 cm3
Vs 43,91 cm3
Vw 12,03 cm3
γb 1,62 gr/cm3
γd 1,47 gr/cm3
γd min 2,00 gr/cm3
γd max 1,40 gr/cm3
γs 2,71 gr/cm3
γsat 1,93 gr/cm3
Sr 32,44 %
n 45,79 %
e 0,84 emin < e < emax
emin 0,91
emax 0,34
Dr 88,53 %
Rc 0,73 gr/cm3
Berat Tanah Basah
Volume Berat Tanah Kering
Department of Civil Engineering
Semarang State University
Soil Mechanics Laboratory
PHYSICAL PROPERTIES OF SOIL
Langkah Pengujian
Berat Volume Tanah Basah
Berat Tanah Kering
Berat Jenis Tanah
Berat Air
Kadar Air
Volume Ring
Volume Pori
Volume Tanah Kering
Volume Air
Berat Volume Basah
Berat Volume butiran padat
Derajat Kejenuhan
Porositas
Angka Pori
Kerapatan Relatif
Kepadatan Relatif
96
LAMPIRAN 6
DATA KURVA DISTRIBUSI UKURAN BUTIRAN
DAN ANALISA PERHITUNGANNYA
HALAMAN 97 - 113
97
JUDUL PEKERJAAN
LOKASI PEKERJAAN
NOMOR BORING
KEDALAMAN
TANGGAL PENGUJIAN
DIUJI OLEH
3,38%
3,26%
74,65%
18,71%
: GINANJAR ABDUNNAFI' | 5101412024
KERIKIL 4.75 < D < 75 mm
: PU - C10 1
: KALI PUTIH MERAPI
:
: 0.00 - 1.00 m
: JUNE 16, 2016
: RIZKI KURNIADHI | 5101412026
SISTEM KLASIFIKASI UNIFIED
LEMPUNG D < 0.002 mm
LANAU 0.002 < D < 0.075 mm
PASIR 0.075 < D < 4.75 mm
PEMERIKSAAN DISTRIBUSI UKURAN BUTIR
Department of Civil Engineering
Semarang State University
Soil Mechanics Laboratory
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0,0010,0100,1001,00010,000
Pers
enta
se b
utira
n y
ang
lo
los,
%
Ukuran butiran, mm
DISTRIBUSI BUTIRAN TANAH
PU - C10 1
98
JUDUL PEKERJAAN
LOKASI PEKERJAAN
NOMOR BORING
KEDALAMAN
TANGGAL PENGUJIAN
DIUJI OLEH
2,08%
9,11%
77,68%
11,13%KERIKIL 4.75 < D < 75 mm
: PU - C10 2
: KALI PUTIH MERAPI
:
: 0.00 - 1.00 m
: JUNE 16, 2016
: RIZKI KURNIADHI | 5101412026
SISTEM KLASIFIKASI UNIFIED
LEMPUNG D < 0.002 mm
LANAU 0.002 < D < 0.075 mm
PASIR 0.075 < D < 4.75 mm
: GINANJAR ABDUNNAFI' | 5101412024
PEMERIKSAAN DISTRIBUSI UKURAN BUTIR
Department of Civil Engineering
Semarang State University
Soil Mechanics Laboratory
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0,0010,0100,1001,00010,000
Pers
enta
se b
utira
n y
ang
lo
los,
%
Ukuran butiran, mm
DISTRIBUSI BUTIRAN TANAH
99
JUDUL PEKERJAAN
LOKASI PEKERJAAN
NOMOR BORING
KEDALAMAN
TANGGAL PENGUJIAN
DIUJI OLEH
1,49%
0,70%
80,42%
17,39%KERIKIL 4.75 < D < 75 mm
: PU - D1 1
: KALI PUTIH MERAPI
:
: 0.00 - 1.00 m
: JUNE 16, 2016
: RIZKI KURNIADHI | 5101412026
SISTEM KLASIFIKASI UNIFIED
LEMPUNG D < 0.002 mm
LANAU 0.002 < D < 0.075 mm
PASIR 0.075 < D < 4.75 mm
: GINANJAR ABDUNNAFI' | 5101412024
PEMERIKSAAN DISTRIBUSI UKURAN BUTIR
Department of Civil Engineering
Semarang State University
Soil Mechanics Laboratory
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0,0010,0100,1001,00010,000
Pers
enta
se b
utira
n y
ang
lo
los,
%
Ukuran butiran, mm
DISTRIBUSI BUTIRAN TANAH
PU - D1 1
100
JUDUL PEKERJAAN
LOKASI PEKERJAAN
NOMOR BORING
KEDALAMAN
TANGGAL PENGUJIAN
DIUJI OLEH
0,91%
0,24%
90,49%
8,36%KERIKIL 4.75 < D < 75 mm
: PU - D1 2
: KALI PUTIH MERAPI
:
: 0.00 - 1.00 m
: JUNE 16, 2016
: RIZKI KURNIADHI | 5101412026
SISTEM KLASIFIKASI UNIFIED
LEMPUNG D < 0.002 mm
LANAU 0.002 < D < 0.075 mm
PASIR 0.075 < D < 4.75 mm
: GINANJAR ABDUNNAFI' | 5101412024
PEMERIKSAAN DISTRIBUSI UKURAN BUTIR
Department of Civil Engineering
Semarang State University
Soil Mechanics Laboratory
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0,0010,0100,1001,00010,000
Pers
enta
se b
utira
n y
ang
lo
los,
%
Ukuran butiran, mm
DISTRIBUSI BUTIRAN TANAH
101
JUDUL PEKERJAAN
LOKASI PEKERJAAN
NOMOR BORING
KEDALAMAN
TANGGAL PENGUJIAN
DIUJI OLEH
1,35%
1,75%
78,79%
18,11%KERIKIL 4.75 < D < 75 mm
: PU - D1 3
: KALI PUTIH MERAPI
:
: 0.00 - 1.00 m
: JUNE 16, 2016
: RIZKI KURNIADHI | 5101412026
SISTEM KLASIFIKASI UNIFIED
LEMPUNG D < 0.002 mm
LANAU 0.002 < D < 0.075 mm
PASIR 0.075 < D < 4.75 mm
: GINANJAR ABDUNNAFI' | 5101412024
PEMERIKSAAN DISTRIBUSI UKURAN BUTIR
Department of Civil Engineering
Semarang State University
Soil Mechanics Laboratory
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0,0010,0100,1001,00010,000
Pers
enta
se b
utira
n y
ang
lo
los,
%
Ukuran butiran, mm
DISTRIBUSI BUTIRAN TANAH
102
JUDUL PEKERJAAN
LOKASI PEKERJAAN
NOMOR BORING
KEDALAMAN
TANGGAL PENGUJIAN
DIUJI OLEH
0,96%
5,67%
83,97%
9,41%KERIKIL 4.75 < D < 75 mm
: PU - D2 1
: KALI PUTIH MERAPI
:
: 0.00 - 1.00 m
: 16 JUNI 2016
: RIZKI KURNIADHI | 5101412026
SISTEM KLASIFIKASI UNIFIED
LEMPUNG D < 0.002 mm
LANAU 0.002 < D < 0.075 mm
PASIR 0.075 < D < 4.75 mm
: GINANJAR ABDUNNAFI'
PEMERIKSAAN DISTRIBUSI UKURAN BUTIR
Departement of Civil Engineering
Semarang State University
Soil Mechanics Laboratory
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0,0010,0100,1001,00010,000
Pers
enta
se b
utira
n y
ang
lo
los,
%
Ukuran butiran, mm
DISTRIBUSI BUTIRAN TANAH
103
JUDUL PEKERJAAN
LOKASI PEKERJAAN
NOMOR BORING
KEDALAMAN
TANGGAL PENGUJIAN
DIUJI OLEH
1,01%
0,42%
95,30%
3,28%KERIKIL 4.75 < D < 75 mm
: PU - D2 2
: KALI PUTIH MERAPI
:
: 0.00 - 1.00 m
: JUNE 15, 2016
: RIZKI KURNIADHI | 5101412026
SISTEM KLASIFIKASI UNIFIED
LEMPUNG D < 0.002 mm
LANAU 0.002 < D < 0.075 mm
PASIR 0.075 < D < 4.75 mm
: GINANJAR ABDUNNAFI'
PEMERIKSAAN DISTRIBUSI UKURAN BUTIR
Departement of Civil Engineering
Semarang State University
Soil Mechanics Laboratory
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0,0010,0100,1001,00010,000
Pers
enta
se b
utira
n y
ang
lo
los,
%
Ukuran butiran, mm
DISTRIBUSI BUTIRAN TANAH
104
JUDUL PEKERJAAN
LOKASI PEKERJAAN
NOMOR BORING
KEDALAMAN
TANGGAL PENGUJIAN
DIUJI OLEH
1,24%
1,71%
89,40%
7,65%KERIKIL 4.75 < D < 75 mm
: PU - D2 3
: KALI PUTIH MERAPI
:
: 0.00 - 1.00 m
: JUNE 16, 2016
: RIZKI KURNIADHI | 5101412026
SISTEM KLASIFIKASI UNIFIED
LEMPUNG D < 0.002 mm
LANAU 0.002 < D < 0.075 mm
PASIR 0.075 < D < 4.75 mm
: GINANJAR ABDUNNAFI'
PEMERIKSAAN DISTRIBUSI UKURAN BUTIR
Departement of Civil Engineering
Semarang State University
Soil Mechanics Laboratory
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0,0010,0100,1001,00010,000
Pers
enta
se b
utira
n y
ang
lo
los,
%
Ukuran butiran, mm
DISTRIBUSI BUTIRAN TANAH
105
105
Departement of Civil Engineering : PU - C10 1
Semarang State University : KALI PUTIH MERAPI
Soil Mechanics Laboratory :
: 0.00 - 1.00 m
: JUNE 16, 2016
: RIZKI KURNIADHI
ANALISIS PENGENDAPAN / HIDROMETER
Tanggal PengujianWaktu
Pembacaan
Waktu T
(menit)
Pembacaan
hydrometer
dalam suspensi
R1
Pembacaan
hydrometer
dalam cairan R2
Temp t
(oC)
Pembacaan
hidrometer
terkoreksi
meniscus
R’=R1+m
Kedalaman L
(cm)Harga K
Diameter
butir (D) mm
Pembacaan
hydrometer
terkoreksi R=R1-
R2
Persen
berat
lebih kecil
P (%)
JUNE 16 2016 10:02 AM 2 6 -1 27 7 15,2 0,01300 0,035874 7 6,442
10:05 AM 5 5 -1 27 6 15,3 0,01300 0,022738 6 6,047
10:15 AM 15 4 -1 27 5 15,4 0,01300 0,013185 5 5,237
10:30 AM 30 4 -1 27 5 15,5 0,01300 0,009332 5 5,059
11:00 AM 60 4 -1 27 5 15,5 0,01300 0,006612 5 4,683
2:10 PM 250 3 -1 27 4 15,6 0,01300 0,003253 4 3,893
JUNE 17 2016 10:00 AM 1440 2 -1 27 3 15,7 0,01300 0,001359 3 3,379
ANALISIS SARINGAN BUTIRAN PASIR (SETELAH ANALISA PENGENDAPAN)
SARINGAN
DIAMETER
BUTIR (D)
(mm)
BERAT
TERTAHAN
SARINGAN
(gr)
BERAT LEWAT
SARINGAN (gr)
PERSEN LEWAT
SARINGAN
No. 200 0,075 73,67 67,21 6,64
No. 140 0,106 90,71 140,88 13,91
No. 60 0,250 130,07 231,59 22,87
No. 40 0,425 192,98 361,66 35,71
No. 20 0,850 144,34 554,64 54,77
No. 10 2,000 124,30 698,98 69,02
No. 4 4,750 189,48 823,28 81,29
67,21 1012,76 100,00
1012,76
LOKASI PEKERJAAN
NOMOR BORING
KEDALAMAN
TANGGAL PENGUJIAN
DIUJI OLEH
: GINANJAR ABDUNNAFI'
START 10.00 AM
Berat butiran lebih kecil 0,075 mm
Jumlah
JUDUL PEKERJAAN
106
106
Departement of Civil Engineering : PU - C10 2
Semarang State University : KALI PUTIH MERAPI
Soil Mechanics Laboratory :
: 0.00 - 1.00 m
: JUNE 16, 2016
: RIZKI KURNIADHI
ANALISIS PENGENDAPAN / HIDROMETER
Tanggal PengujianWaktu
Pembacaan
Waktu T
(menit)
Pembacaan
hydrometer
dalam suspensi
R1
Pembacaan
hydrometer
dalam cairan
R2
Temp t
(oC)
Pembacaan
hidrometer
terkoreksi
meniscus
R’=R1+m
Kedalaman
L (cm)Harga K
Diameter
butir (D) mm
Pembacaan
hydrometer
terkoreksi
R=R1-R2
Persen
berat
lebih kecil
P (%)
JUNE 17 2016 7:22 AM 2 6 -1 27 7,41 15,1 0,01345 0,036921 7 7,469
7:25 AM 5 6 -1 27 6,77 15,2 0,01345 0,023432 7 6,824
7:35 AM 15 5 -1 27 6,19 15,3 0,01345 0,013571 6 6,239
7:50 AM 30 4 -1 27 5,43 15,4 0,01345 0,009635 5 5,473
8:20 AM 60 3 -1 27 4,21 15,6 0,01345 0,006857 4 4,244
11:30 AM 250 2 -1 27 3,44 15,7 0,01345 0,003373 3 3,467
JUNE 18 2016 7:20 AM 1440 1 -1 27 2,06 16,0 0,01345 0,001415 2 2,076
ANALISIS SARINGAN BUTIRAN PASIR (SETELAH ANALISA PENGENDAPAN)
SARINGAN
DIAMETER
BUTIR (D)
(mm)
BERAT
TERTAHAN
SARINGAN (gr)
BERAT LEWAT
SARINGAN (gr)
PERSEN
LEWAT
SARINGAN
No. 200 0,075 237,02 112,97 11,19
No. 140 0,106 317,83 349,98 34,66
No. 60 0,250 75,45 667,82 66,14
No. 40 0,425 77,91 743,26 73,61
No. 20 0,850 37,15 821,17 81,32
No. 10 2,000 39,01 858,32 85,00
No. 4 4,750 112,42 897,33 88,87
112,97 1009,75 100,00
1009,75
KEDALAMAN
TANGGAL PENGUJIAN
DIUJI OLEH
: GINANJAR ABDUNNAFI'
START 7.20 AM
Berat butiran lebih kecil 0,075 mm
Jumlah
LOKASI PEKERJAAN
NOMOR BORING
JUDUL PEKERJAAN
107
107
Departement of Civil Engineering : PU - C10 3
Semarang State University : KALI PUTIH MERAPI
Soil Mechanics Laboratory :
: 0.00 - 1.00 m
: JUNE 16, 2016
: RIZKI KURNIADHI
ANALISIS PENGENDAPAN / HIDROMETER
Tanggal PengujianWaktu
Pembacaan
Waktu T
(menit)
Pembacaan
hydrometer
dalam
suspensi R1
Pembacaan
hydrometer
dalam
cairan R2
Temp t
(oC)
Pembacaan
hidrometer
terkoreksi
meniscus
R’=R1+m
Kedalaman
L (cm)Harga K
Diameter
butir (D) mm
Pembacaan
hydrometer
terkoreksi
R=R1-R2
Persen
berat
lebih kecil
P (%)
JUNE 17 2016 7:17 AM 2 2,21 -1 27 3,21 15,8 0,01337 0,037547 3,21 3,295
7:20 AM 5 2,18 -1 27 3,18 15,8 0,01337 0,023751 3,18 3,264
7:30 AM 15 2,03 -1 27 3,03 15,8 0,01337 0,013723 3,03 3,110
7:45 AM 30 1,87 -1 27 2,87 15,8 0,01337 0,009712 2,87 2,946
8:15 AM 60 1,38 -1 27 2,38 15,9 0,01337 0,006885 2,38 2,443
11:25 AM 250 0,67 -1 27 1,67 16,0 0,01337 0,003385 1,67 1,714
JUNE 18 2016 7:15 AM 1440 0,33 -1 27 1,33 16,1 0,01337 0,001413 1,33 1,365
ANALISIS SARINGAN BUTIRAN PASIR (SETELAH ANALISA PENGENDAPAN)
SARINGAN
DIAMETER
BUTIR (D)
(mm)
BERAT
TERTAHAN
SARINGAN
(gr)
BERAT
LEWAT
SARINGAN
(gr)
PERSEN
LEWAT
SARINGAN
No. 200 0,075 73,37 37,25 3,69
No. 140 0,106 66,91 110,62 10,97
No. 60 0,250 101,74 177,53 17,60
No. 40 0,425 196,14 279,27 27,69
No. 20 0,850 145,91 475,40 47,13
No. 10 2,000 133,93 621,32 61,60
No. 4 4,750 253,36 755,24 74,88
37,25 1008,60 100,00
1008,60
: GINANJAR ABDUNNAFI'
JUDUL PEKERJAAN
LOKASI PEKERJAAN
NOMOR BORING
KEDALAMAN
TANGGAL PENGUJIAN
DIUJI OLEH
START 07.15 AM
Berat butiran lebih kecil 0,075 mm
Jumlah
108
108
Departement of Civil Engineering : PU - D1 1
Semarang State University : KALI PUTIH MERAPI
Soil Mechanics Laboratory :
: 0.00 - 1.00 m
: JUNE 16, 2016
: RIZKI KURNIADHI
ANALISIS PENGENDAPAN / HIDROMETER
Tanggal PengujianWaktu
Pembacaan
Waktu T
(menit)
Pembacaan
hydrometer
dalam
suspensi R1
Pembacaan
hydrometer
dalam
cairan R2
Temp t
(oC)
Pembacaan
hidrometer
terkoreksi
meniscus
R’=R1+m
Kedalaman
L (cm)Harga K
Diameter
butir (D) mm
Pembacaan
hydrometer
terkoreksi
R=R1-R2
Persen
berat
lebih kecil
P (%)
JUNE 16 2016 10:32 AM 2 1 -1 27 1,91 16,0 0,01163 0,032884 2 2,135
10:35 AM 5 1 -1 27 1,84 16,0 0,01163 0,020805 2 2,057
10:45 AM 15 1 -1 27 1,78 16,0 0,01163 0,012016 2 1,990
11:00 AM 30 1 -1 27 1,63 16,0 0,01163 0,008503 2 1,822
11:30 AM 60 1 -1 27 1,55 16,0 0,01163 0,006015 2 1,733
2:40 PM 250 0 -1 27 1,42 16,1 0,01163 0,002949 1 1,588
JUNE 17 2016 10:30 AM 1440 0 -1 27 1,33 16,1 0,01163 0,001229 1 1,487
ANALISIS SARINGAN BUTIRAN PASIR (SETELAH ANALISA PENGENDAPAN)
SARINGAN
DIAMETER
BUTIR (D)
(mm)
BERAT
TERTAHAN
SARINGAN
(gr)
BERAT
LEWAT
SARINGAN
(gr)
PERSEN
LEWAT
SARINGAN
No. 200 0,075 42,96 21,99 2,19
No. 140 0,106 96,19 64,95 6,47
No. 60 0,250 174,99 161,15 16,05
No. 40 0,425 167,98 336,13 33,47
No. 20 0,850 160,84 504,11 50,20
No. 10 2,000 164,71 664,95 66,21
No. 4 4,750 174,64 829,66 82,61
21,99 1004,30 100,00
1004,30
: GINANJAR ABDUNNAFI'
JUDUL PEKERJAAN
LOKASI PEKERJAAN
NOMOR BORING
KEDALAMAN
TANGGAL PENGUJIAN
DIUJI OLEH
START 10.30 AM
Berat butiran lebih kecil 0,075 mm
Jumlah
109
109
Departement of Civil Engineering : PU - D1 2
Semarang State University : KALI PUTIH MERAPI
Soil Mechanics Laboratory :
: 0.00 - 1.00 m
: JUNE 16, 2016
: RIZKI KURNIADHI
ANALISIS PENGENDAPAN / HIDROMETER
Tanggal PengujianWaktu
Pembacaan
Waktu T
(menit)
Pembacaan
hydrometer
dalam
suspensi R1
Pembacaan
hydrometer
dalam
cairan R2
Temp t
(oC)
Pembacaan
hidrometer
terkoreksi
meniscus
R’=R1+m
Kedalaman
L (cm)Harga K
Diameter
butir (D) mm
Pembacaan
hydrometer
terkoreksi
R=R1-R2
Persen
berat
lebih kecil
P (%)
JUNE 17 2016 7:27 AM 2 0 -1 27 1,25 16,1 0,01174 0,033310 1 1,135
7:30 AM 5 0 -1 27 1,19 16,1 0,01174 0,021074 1 1,081
7:40 AM 15 0 -1 27 1,17 16,1 0,01174 0,012168 1 1,062
7:55 AM 30 0 -1 27 1,09 16,1 0,01174 0,008608 1 0,990
8:25 AM 60 0 -1 27 1,03 16,1 0,01174 0,006088 1 0,935
11:35 AM 250 0 -1 27 1,002 16,1 0,01174 0,002983 1 0,910
JUNE 18 2016 7:25 AM 1440 0 -1 27 1,00007 16,1 0,01174 0,001243 1 0,908
ANALISIS SARINGAN BUTIRAN PASIR (SETELAH ANALISA PENGENDAPAN)
SARINGAN
DIAMETER
BUTIR (D)
(mm)
BERAT
TERTAHAN
SARINGAN
(gr)
BERAT
LEWAT
SARINGAN
(gr)
PERSEN
LEWAT
SARINGAN
No. 200 0,075 14,85 11,54 1,15
No. 140 0,106 56,97 26,40 2,63
No. 60 0,250 235,68 83,37 8,30
No. 40 0,425 442,99 319,05 31,76
No. 20 0,850 119,81 762,03 75,86
No. 10 2,000 38,70 881,84 87,79
No. 4 4,750 83,99 920,54 91,64
11,54 1004,53 100,00
1004,53
: GINANJAR ABDUNNAFI'
JUDUL PEKERJAAN
LOKASI PEKERJAAN
NOMOR BORING
KEDALAMAN
TANGGAL PENGUJIAN
DIUJI OLEH
START 7.25 AM
Berat butiran lebih kecil 0,075 mm
Jumlah
110
110
Departement of Civil Engineering : PU - D1 3
Semarang State University : KALI PUTIH MERAPI
Soil Mechanics Laboratory :
: 0.00 - 1.00 m
: JUNE 16, 2016
: RIZKI KURNIADHI
ANALISIS PENGENDAPAN / HIDROMETER
Tanggal PengujianWaktu
Pembacaan
Waktu T
(menit)
Pembacaan
hydrometer
dalam
suspensi R1
Pembacaan
hydrometer
dalam
cairan R2
Temp t
(oC)
Pembacaan
hidrometer
terkoreksi
meniscus
R’=R1+m
Kedalaman
L (cm)Harga K
Diameter
butir (D) mm
Pembacaan
hydrometer
terkoreksi
R=R1-R2
Persen
berat
lebih kecil
P (%)
JUNE 16 2016 9:32 AM 2 2 -1 27 3,01 15,8 0,01211 0,034050 3 3,070
9:35 AM 5 2 -1 27 2,78 15,8 0,01211 0,021561 3 2,835
10:45 AM 15 2 -1 27 2,63 15,9 0,01211 0,012458 3 2,682
9:00 AM 30 1 -1 27 2,21 15,9 0,01211 0,008828 2 2,254
10:30 AM 60 1 -1 27 2,05 16,0 0,01211 0,006248 2 2,091
2:10 PM 250 1 -1 27 1,87 16,0 0,01211 0,003064 2 1,907
JUNE 17 2016 9:30 AM 1440 0 -1 27 1,32 16,1 0,01211 0,001280 1 1,346
ANALISIS SARINGAN BUTIRAN PASIR (SETELAH ANALISA PENGENDAPAN)
SARINGAN
DIAMETER
BUTIR (D)
(mm)
BERAT
TERTAHAN
SARINGAN
(gr)
BERAT
LEWAT
SARINGAN
(gr)
PERSEN
LEWAT
SARINGAN
No. 200 0,075 72,82 31,05 3,10
No. 140 0,106 115,59 103,87 10,37
No. 60 0,250 165,65 219,46 21,91
No. 40 0,425 202,47 385,11 38,45
No. 20 0,850 137,45 587,59 58,67
No. 10 2,000 95,10 725,03 72,39
No. 4 4,750 181,38 820,13 81,89
31,05 1001,51 100,00
1001,51
: GINANJAR ABDUNNAFI'
JUDUL PEKERJAAN
LOKASI PEKERJAAN
NOMOR BORING
KEDALAMAN
TANGGAL PENGUJIAN
DIUJI OLEH
START 9.30 AM
Berat butiran lebih kecil 0,075 mm
Jumlah
111
111
Departement of Civil Engineering : PU - D2 1
Semarang State University : KALI PUTIH MERAPI
Soil Mechanics Laboratory :
: 0.00 - 1.00 m
: 16 JUNI 2016
: RIZKI KURNIADHI
ANALISIS PENGENDAPAN / HIDROMETER
Tanggal PengujianWaktu
Pembacaan
Waktu T
(menit)
Pembacaan
hydrometer
dalam
suspensi R1
Pembacaan
hydrometer
dalam
cairan R2
Temp t
(oC)
Pembacaan
hidrometer
terkoreksi
meniscus
R’=R1+m
Kedalaman
L (cm)Harga K
Diameter
butir (D) mm
Pembacaan
hydrometer
terkoreksi
R=R1-R2
Persen
berat
lebih kecil
P (%)
JUNE 15 2016 2:32 PM 2 6 -1 27 6,64 15,2 0,01285 0,035443 7 6,375
2:35 PM 5 5 -1 27 6,32 15,3 0,01285 0,022455 6 6,068
2:45 PM 15 5 -1 27 6,02 15,3 0,01285 0,012985 6 5,713
3:00 PM 30 5 -1 27 5,95 15,3 0,01285 0,009185 4 4,263
4:00 PM 60 3 -1 27 4,44 15,6 0,01285 0,006547 4 3,716
6:40 PM 250 3 -1 27 3,87 15,7 0,01285 0,003217 2 2,141
JUNE 16 2016 2:30 PM 1440 1 -1 27 2,23 15,9 0,01285 0,001352 1 0,960
ANALISIS SARINGAN BUTIRAN PASIR (SETELAH ANALISA PENGENDAPAN)
SARINGAN
DIAMETER
BUTIR (D)
(mm)
BERAT
TERTAHAN
SARINGAN
(gr)
BERAT
LEWAT
SARINGAN
(gr)
PERSEN
LEWAT
SARINGAN
No. 200 0,075 154,70 66,94 6,63
No. 140 0,106 390,53 221,64 21,95
No. 60 0,250 106,94 612,17 60,63
No. 40 0,425 91,74 719,10 71,22
No. 20 0,850 58,25 810,84 80,31
No. 10 2,000 45,62 869,10 86,08
No. 4 4,750 94,96 914,72 90,59
66,94 1009,68 100,00
1009,68
: GINANJAR ABDUNNAFI'
JUDUL PEKERJAAN
LOKASI PEKERJAAN
NOMOR BORING
KEDALAMAN
TANGGAL PENGUJIAN
DIUJI OLEH
START 2:30 PM
Berat butiran lebih kecil 0,075 mm
Jumlah
112
112
Departement of Civil Engineering : PU - D2 2
Semarang State University : KALI PUTIH MERAPI
Soil Mechanics Laboratory :
: 0.00 - 1.00 m
: JUNE 15, 2016
: RIZKI KURNIADHI
ANALISIS PENGENDAPAN / HIDROMETER
Tanggal PengujianWaktu
Pembacaan
Waktu T
(menit)
Pembacaan
hydrometer
dalam
suspensi R1
Pembacaan
hydrometer
dalam
cairan R2
Temp t
(oC)
Pembacaan
hidrometer
terkoreksi
meniscus
R’=R1+m
Kedalaman
L (cm)Harga K
Diameter
butir (D) mm
Pembacaan
hydrometer
terkoreksi
R=R1-R2
Persen
berat
lebih kecil
P (%)
JUNE 15 2016 2:02 PM 2 0 -1 27 1,3 16,1 0,01226 0,034771 1 1,306
2:05 PM 5 0 -1 27 1,27 16,1 0,01226 0,021994 1 1,276
2:15 PM 15 0 -1 27 1,19 16,1 0,01226 0,012704 1 1,196
2:30 PM 30 0 -1 27 1,04 16,1 0,01226 0,008990 1 1,045
3:00 PM 60 0 -1 27 1,03 16,1 0,01226 0,006357 1 1,035
6:10 PM 250 0 -1 27 1,01 16,1 0,01226 0,003115 1 1,015
JUNE 16 2016 2:00 PM 1440 0 -1 27 1,0006 16,1 0,01226 0,001298 1 1,005
ANALISIS SARINGAN BUTIRAN PASIR (SETELAH ANALISA PENGENDAPAN)
SARINGAN
DIAMETER
BUTIR (D)
(mm)
BERAT
TERTAHAN
SARINGAN
(gr)
BERAT
LEWAT
SARINGAN
(gr)
PERSEN
LEWAT
SARINGAN
No. 200 0,075 35,38 14,25 1,42
No. 140 0,106 75,21 49,63 4,95
No. 60 0,250 183,97 124,84 12,46
No. 40 0,425 322,96 308,81 30,82
No. 20 0,850 222,63 631,78 63,05
No. 10 2,000 114,82 854,41 85,26
No. 4 4,750 32,85 969,22 96,72
14,25 1002,07 100,00
1002,07
: GINANJAR ABDUNNAFI'
JUDUL PEKERJAAN
LOKASI PEKERJAAN
NOMOR BORING
KEDALAMAN
TANGGAL PENGUJIAN
DIUJI OLEH
START 2.00 PM
Berat butiran lebih kecil 0,075 mm
Jumlah
113
113
Departement of Civil Engineering : PU - D2 3
Semarang State University : KALI PUTIH MERAPI
Soil Mechanics Laboratory :
: 0.00 - 1.00 m
: JUNE 16, 2016
: RIZKI KURNIADHI
ANALISIS PENGENDAPAN / HIDROMETER
Tanggal PengujianWaktu
Pembacaan
Waktu T
(menit)
Pembacaan
hydrometer
dalam
suspensi R1
Pembacaan
hydrometer
dalam
cairan R2
Temp t
(oC)
Pembacaan
hidrometer
terkoreksi
meniscus
R’=R1+m
Kedalaman
L (cm)Harga K
Diameter
butir (D) mm
Pembacaan
hydrometer
terkoreksi
R=R1-R2
Persen
berat
lebih kecil
P (%)
JUNE 16 2016 9:02 AM 2 2 -1 27 2,72 15,8 0,01237 0,034831 2,7 2,77
9:05 AM 5 2 -1 27 2,503 15,9 0,01237 0,022053 2,5 2,55
9:15 AM 15 1 -1 27 2,05 16,0 0,01237 0,012762 2,1 2,09
9:30 AM 30 1 -1 27 1,98 16,0 0,01237 0,009028 2,0 2,02
10:00 AM 60 1 -1 27 1,87 16,0 0,01237 0,006387 1,9 1,90
1:10 PM 250 0 -1 27 1,42 16,1 0,01237 0,003136 1,4 1,45
JUNE 17 2016 9:00 AM 1440 0 -1 27 1,22 16,1 0,01237 0,001308 1,2 1,24
ANALISIS SARINGAN BUTIRAN PASIR (SETELAH ANALISA PENGENDAPAN)
SARINGAN
DIAMETER
BUTIR (D)
(mm)
BERAT
TERTAHAN
SARINGAN
(gr)
BERAT
LEWAT
SARINGAN
(gr)
PERSEN
LEWAT
SARINGAN
No. 200 0,075 278,25 50,90 2,95
No. 140 0,106 942,81 329,15 19,08
No. 60 0,250 257,73 1271,96 73,73
No. 40 0,425 40,24 1529,69 88,66
No. 20 0,850 16,16 1569,92 91,00
No. 10 2,000 7,19 1586,09 91,93
No. 4 4,750 131,99 1593,28 92,35
50,90 1725,27 100,00
1725,27
: GINANJAR ABDUNNAFI'
JUDUL PEKERJAAN
LOKASI PEKERJAAN
NOMOR BORING
KEDALAMAN
TANGGAL PENGUJIAN
DIUJI OLEH
START 09.00 AM
Berat butiran lebih kecil 0,075 mm
Jumlah
114
LAMPIRAN 7
DATA HASIL PENGUJIAN SUDUT GESER TANAH
HALAMAN 115 - 123
115
Project : Data Skripsi Test By : Rizki Kurniadhi
Site : Putih River, Magelang : Ginanjar Abdunnafi'
Sample : PU - C10 1 Checked By : Wawan Wahyudi, S.pd
Depth : 0.00 - 1.00 meter Date : June 28, 2016
Gaya Normal P1 55,56 kg P2 111,10 kg P3 222,22 kg
Tegangan Normal sn1 0,15 kg/cm2 sn2 0,31 kg/cm2 sn3 0,62 kg/cm2
Shear Tegangan Shear Tegangan Shear Tegangan
Stres (kPa) Geser t1Stres (kPa) Geser t2
Stres (kPa) Geser t3
0,481 0,576 0,846
.
6 cm High : 2,25 cm Wide : 36,00 cm2
Alat Kalibrasi Proving Ring : 1
Hasil c = 0,346 kg/cm2ɸ = 38,65 o
Keterangan :
sn : Tegangan Normal
t : Tegangan Geser
Semarang State University Soil Mechanics Laboratory
Department of Civil Engineering
DIRECT SHARE TEST
Diameter :
173,10 207,50 304,40
0,000
0,100
0,200
0,300
0,400
0,500
0,600
0,700
0,800
0,900
1,000
0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700 0,800
Teg
ang
an G
ese
r(k
g/c
m²)
Tegangan Normal (kg/cm²)
116
Project : Data Skripsi Test By : Rizki Kurniadhi
Site : Putih River, Magelang : Ginanjar Abdunnafi'
Sample : PU - C10 2 Checked By : Wawan Wahyudi, S.pd
Depth : 0.00 - 1.00 meter Date : June 28, 2016
Gaya Normal P1 55,56 kg P2 111,10 kg P3 222,22 kg
Tegangan Normal sn1 0,15 kg/cm2 sn2 0,31 kg/cm2 sn3 0,62 kg/cm2
Shear Tegangan Shear Tegangan Shear Tegangan
Stres (kPa) Geser t1Stres (kPa) Geser t2
Stres (kPa) Geser t3
0,373 0,583 0,741
.
6 cm High : 2,25 cm Wide : 36,00 cm2
Alat Kalibrasi Proving Ring : 1
Hasil c = 0,294 kg/cm2ɸ = 37,00 o
Keterangan :
sn : Tegangan Normal
t : Tegangan Geser
Semarang State University Soil Mechanics Laboratory
Department of Civil Engineering
DIRECT SHARE TEST
Diameter :
134,40 209,70 266,70
0,000
0,100
0,200
0,300
0,400
0,500
0,600
0,700
0,800
0,900
1,000
0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700 0,800
Teg
ang
an G
ese
r(k
g/c
m²)
Tegangan Normal (kg/cm²)
117
Project : Data Skripsi Test By : Rizki Kurniadhi
Site : Putih River, Magelang : Ginanjar Abdunnafi'
Sample : PU - C10 3 Checked By : Wawan Wahyudi, S.pd
Depth : 0.00 - 1.00 meter Date : June 28, 2016
Gaya Normal P1 55,56 kg P2 111,10 kg P3 222,22 kg
Tegangan Normal sn1 0,15 kg/cm2 sn2 0,31 kg/cm2 sn3 0,62 kg/cm2
Shear Tegangan Shear Tegangan Shear Tegangan
Stres (kPa) Geser t1Stres (kPa) Geser t2
Stres (kPa) Geser t3
0,319 0,395 0,654
.
6 cm High : 2,25 cm Wide : 36,00 cm2
Alat Kalibrasi Proving Ring : 1
Hasil c = 0,189 kg/cm2ɸ = 36,50 o
Keterangan :
sn : Tegangan Normal
t : Tegangan Geser
Semarang State University Soil Mechanics Laboratory
Department of Civil Engineering
DIRECT SHARE TEST
Diameter :
114,70 142,20 235,30
0,000
0,100
0,200
0,300
0,400
0,500
0,600
0,700
0,800
0,900
1,000
0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700 0,800
Teg
ang
an G
ese
r(k
g/c
m²)
Tegangan Normal (kg/cm²)
118
Project : Data Skripsi Test By : Rizki Kurniadhi
Site : Putih River, Magelang : Ginanjar Abdunnafi'
Sample : PU - D1 1 Checked By : Wawan Wahyudi, S.pd
Depth : 0.00 - 1.00 meter Date : June 28, 2016
Gaya Normal P1 55,56 kg P2 111,10 kg P3 222,22 kg
Tegangan Normal sn1 0,15 kg/cm2 sn2 0,31 kg/cm2 sn3 0,62 kg/cm2
Shear Tegangan Shear Tegangan Shear Tegangan
Stres (kPa) Geser t1Stres (kPa) Geser t2
Stres (kPa) Geser t3
0,424 0,551 0,825
.
6 cm High : 2,25 cm Wide : 36,00 cm2
Alat Kalibrasi Proving Ring : 1
Hasil c = 0,288 kg/cm2ɸ = 40,95 o
Keterangan :
sn : Tegangan Normal
t : Tegangan Geser
Semarang State University Soil Mechanics Laboratory
Department of Civil Engineering
DIRECT SHARE TEST
Diameter :
152,80 198,30 296,90
0,000
0,100
0,200
0,300
0,400
0,500
0,600
0,700
0,800
0,900
1,000
0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700 0,800
Teg
ang
an G
ese
r(k
g/c
m²)
Tegangan Normal (kg/cm²)
119
Project : Data Skripsi Test By : Rizki Kurniadhi
Site : Putih River, Magelang : Ginanjar Abdunnafi'
Sample : PU - D1 2 Checked By : Wawan Wahyudi, S.pd
Depth : 0.00 - 1.00 meter Date : June 28, 2016
Gaya Normal P1 55,56 kg P2 111,10 kg P3 222,22 kg
Tegangan Normal sn1 0,15 kg/cm2 sn2 0,31 kg/cm2 sn3 0,62 kg/cm2
Shear Tegangan Shear Tegangan Shear Tegangan
Stres (kPa) Geser t1Stres (kPa) Geser t2
Stres (kPa) Geser t3
0,402 0,536 0,815
.
6 cm High : 2,25 cm Wide : 36,00 cm2
Alat Kalibrasi Proving Ring : 1
Hasil c = 0,262 kg/cm2ɸ = 41,78 o
Keterangan :
sn : Tegangan Normal
t : Tegangan Geser
Semarang State University Soil Mechanics Laboratory
Department of Civil Engineering
DIRECT SHARE TEST
Diameter :
144,70 192,80 293,30
0,000
0,100
0,200
0,300
0,400
0,500
0,600
0,700
0,800
0,900
1,000
0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700 0,800
Teg
ang
an G
ese
r(k
g/c
m²)
Tegangan Normal (kg/cm²)
120
Project : Data Skripsi Test By : Rizki Kurniadhi
Site : Putih River, Magelang : Ginanjar Abdunnafi'
Sample : PU - D1 3 Checked By : Wawan Wahyudi, S.pd
Depth : 0.00 - 1.00 meter Date : June 28, 2016
Gaya Normal P1 55,56 kg P2 111,10 kg P3 222,22 kg
Tegangan Normal sn1 0,15 kg/cm2 sn2 0,31 kg/cm2 sn3 0,62 kg/cm2
Shear Tegangan Shear Tegangan Shear Tegangan
Stres (kPa) Geser t1Stres (kPa) Geser t2
Stres (kPa) Geser t3
0,265 0,371 0,720
.
6 cm High : 2,25 cm Wide : 36,00 cm2
Alat Kalibrasi Proving Ring : 1
Hasil c = 0,090 kg/cm2ɸ = 45,13 o
Keterangan :
sn : Tegangan Normal
t : Tegangan Geser
Semarang State University Soil Mechanics Laboratory
Department of Civil Engineering
DIRECT SHARE TEST
Diameter :
95,30 133,60 259,20
0,000
0,100
0,200
0,300
0,400
0,500
0,600
0,700
0,800
0,900
1,000
0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700 0,800
Teg
ang
an G
ese
r(k
g/c
m²)
Tegangan Normal (kg/cm²)
121
Project : Data Skripsi Test By : Rizki Kurniadhi
Site : Putih River, Magelang : Ginanjar Abdunnafi'
Sample : PU - D2 1 Checked By : Wawan Wahyudi, S.pd
Depth : 0.00 - 1.00 meter Date : June 28, 2016
Gaya Normal P1 55,56 kg P2 111,10 kg P3 222,22 kg
Tegangan Normal sn1 0,15 kg/cm2 sn2 0,31 kg/cm2 sn3 0,62 kg/cm2
Shear Tegangan Shear Tegangan Shear Tegangan
Stres (kPa) Geser t1Stres (kPa) Geser t2
Stres (kPa) Geser t3
0,333 0,470 0,678
.
6 cm High : 2,25 cm Wide : 36,00 cm2
Alat Kalibrasi Proving Ring : 1
Hasil c = 0,230 kg/cm2ɸ = 36,25 o
Keterangan :
sn : Tegangan Normal
t : Tegangan Geser
Semarang State University Soil Mechanics Laboratory
Department of Civil Engineering
DIRECT SHARE TEST
Diameter :
120,00 169,20 243,90
0,000
0,100
0,200
0,300
0,400
0,500
0,600
0,700
0,800
0,900
1,000
0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700 0,800
Teg
ang
an G
ese
r(k
g/c
m²)
Tegangan Normal (kg/cm²)
122
Project : Data Skripsi Test By : Rizki Kurniadhi
Site : Putih River, Magelang : Ginanjar Abdunnafi'
Sample : PU - D2 2 Checked By : Wawan Wahyudi, S.pd
Depth : 0.00 - 1.00 meter Date : June 28, 2016
Gaya Normal P1 55,56 kg P2 111,10 kg P3 222,22 kg
Tegangan Normal sn1 0,15 kg/cm2 sn2 0,31 kg/cm2 sn3 0,62 kg/cm2
Shear Tegangan Shear Tegangan Shear Tegangan
Stres (kPa) Geser t1Stres (kPa) Geser t2
Stres (kPa) Geser t3
0,331 0,480 0,657
.
6 cm High : 2,25 cm Wide : 36,00 cm2
Alat Kalibrasi Proving Ring : 1
Hasil c = 0,243 kg/cm2ɸ = 34,39 o
Keterangan :
sn : Tegangan Normal
t : Tegangan Geser
Semarang State University Soil Mechanics Laboratory
Department of Civil Engineering
DIRECT SHARE TEST
Diameter :
119,20 172,90 236,40
0,000
0,100
0,200
0,300
0,400
0,500
0,600
0,700
0,800
0,900
1,000
0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700 0,800
Teg
ang
an G
ese
r(k
g/c
m²)
Tegangan Normal (kg/cm²)
123
Project : Data Skripsi Test By : Rizki Kurniadhi
Site : Putih River, Magelang : Ginanjar Abdunnafi'
Sample : PU - D2 3 Checked By : Wawan Wahyudi, S.pd
Depth : 0.00 - 1.00 meter Date : June 28, 2016
Gaya Normal P1 55,56 kg P2 111,10 kg P3 222,22 kg
Tegangan Normal sn1 0,15 kg/cm2 sn2 0,31 kg/cm2 sn3 0,62 kg/cm2
Shear Tegangan Shear Tegangan Shear Tegangan
Stres (kPa) Geser t1Stres (kPa) Geser t2
Stres (kPa) Geser t3
0,275 0,316 0,595
.
6 cm High : 2,25 cm Wide : 36,00 cm2
Alat Kalibrasi Proving Ring : 1
Hasil c = 0,135 kg/cm2ɸ = 35,84 o
Keterangan :
sn : Tegangan Normal
t : Tegangan Geser
Semarang State University Soil Mechanics Laboratory
Department of Civil Engineering
DIRECT SHARE TEST
Diameter :
98,90 113,60 214,20
0,000
0,100
0,200
0,300
0,400
0,500
0,600
0,700
0,800
0,900
1,000
0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700 0,800
Teg
ang
an G
ese
r(k
g/c
m²)
Tegangan Normal (kg/cm²)
124
LAMPIRAN 8
DATA ALIRAN SUNGAI (DAS) KALI PUTIH
HALAMAN 125 - 127
124
125
125
126
126
127
1 2 3 1 2 3 1 2 3
A (km2) 9,071 8,821 8,650 8,545 8,370 8,186 7,641 7,542 7,400
L (km) 7,236 6,901 6,667 6,538 6,203 5,966 5,313 5,097 4,850
Tg (jam) 0,839 0,812 0,792 0,782 0,753 0,733 0,676 0,657 0,634
Tr (jam) 0,629 0,609 0,594 0,586 0,565 0,550 0,507 0,492 0,476
Tp (jam) 1,343 1,299 1,268 1,251 1,205 1,173 1,082 1,051 1,015
alfa 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000
T0.3 (jam) 1,678 1,624 1,585 1,563 1,507 1,466 1,352 1,313 1,268
Qp (m3/d) 1,211 1,217 1,223 1,224 1,244 1,251 1,266 1,286 1,307
Koefisien karakteristik DAS (biasanya diambil 2)
Waktu dari puncak banjir sampai 0,3 kali debit puncak
Debit puncak banjir
Luas DAS
Panjang sungai utama
Waktu konsentrasi
Satuan waktu dari curah hujan
Waktu dari permulaan banjir sampai puncak hidrograf
PU-C10 PU-D1 PU-D2
DATA ALIRAN SUNGAI (DAS) KALI PUTIH HSS. NAKAYASU
128
LAMPIRAN 9
DATA HASIL HIDROGRAF SATUAN SINTETIK
NAKAYASU
HALAMAN 129 - 141
128
129
Hidrograf Satuan Sintetik NAKAYASU C10.1
Luas DAS A (km2) = 9,071 km2 t (jam) Qt (m3/d) V (m3)
Panjang sungai utama L (km) = 7,236 km 0,000 0,000 1074,32
Waktu konsentrasi Tg (jam) = 0,83921 jam 1,000 0,597 1115,09
Satuan waktu dari curah hujan Tr (jam) = 0,6294 jam Tp 1,343 1,211 2326,25
Waktu dari permulaan banjir sampai puncak hidrograf Tp (jam) = 1,34273 jam 2,000 0,756 2023,78
Koefisien karakteristik DAS (biasanya diambil 2) alfa = 2 3,000 0,369 27,8521
Waktu dari puncak banjir sampai 0,3 kali debit puncak T0.3 (jam)= 1,67841 jam Tp+T0.3 3,021 0,363 1040,68
4,000 0,227 663,152
Debit puncak banjir Qp = 1,21069 m3/d 5,000 0,141 242,387
Tp+T0.3+1.5T0.3 5,539 0,109 167,136
6,000 0,092 282,355
7,000 0,065 197,255
8,000 0,045 137,804
9,000 0,031 96,2713
10,000 0,022 67,256
11,000 0,015 46,9856
12,000 0,011 32,8246
13,000 0,008 22,9315
14,000 0,005 16,0202
15,000 0,004 11,1918
16,000 0,003 7,8187
17,000 0,002
1,211
9599,36
1,05825
Qp
Jumlah volume
Kedalaman hujan
0,000
0,200
0,400
0,600
0,800
1,000
1,200
1,400
0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000
Deb
it (
m3
/d)
Waktu (jam)
HSS Nakayasu
129
130
Hidrograf Satuan Sintetik NAKAYASU C10.2
Luas DAS A (km2) = 8,821 km2 t (jam) Qt (m3/d) V (m3)
Panjang sungai utama L (km) = 6,901 km 0,000 0,000 1169,478
Waktu konsentrasi Tg (jam) = 0,811816 jam 1,000 0,650 1004,37
Satuan waktu dari curah hujan Tr (jam) = 0,608862 jam Tp 1,299 1,217 2449,085
Waktu dari permulaan banjir sampai puncak hidrograf Tp (jam) = 1,298906 jam 2,000 0,724 1807,953
Koefisien karakteristik DAS (biasanya diambil 2) alfa = 2 Tp+T0.3 2,923 0,365 99,90354
Waktu dari puncak banjir sampai 0,3 kali debit puncak T0.3 (jam) = 1,623632 jam 3,000 0,351 1018,323
4,000 0,214 621,1414
Debit puncak banjir Qp = 1,217043 m3/d 5,000 0,131 154,8264
Tp+T0.3+1.5T0.3 5,358 0,110 226,3469
6,000 0,086 262,6533
7,000 0,060 181,2849
8,000 0,041 125,1239
9,000 0,028 86,36126
10,000 0,020 59,60706
11,000 0,014 41,14115
12,000 0,009 28,39587
13,000 0,006 19,599
14,000 0,004 13,52734
15,000 0,003 9,336654
16,000 0,002 6,444214
17,000 0,001
1,217
9386,118
1,064065
Qp
Jumlah volume
Kedalaman hujan
0,000
0,200
0,400
0,600
0,800
1,000
1,200
1,400
0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000
deb
it (
m3
/d)
waktu (jam)
HSS Nakayasu
130
131
Hidrograf Satuan Sintetik NAKAYASU
Luas DAS A (km2) = 8,65 km2 t (jam) Qt (m3/d) V (m3)
Panjang sungai utama L (km) = 6,667 km 0,000 0,000 1244,934
Waktu konsentrasi Tg (jam) = 0,792448 jam 1,000 0,692 923,1457
Satuan waktu dari curah hujan Tr (jam) = 0,594336 jam Tp 1,268 1,223 2534,955
Waktu dari permulaan banjir sampai puncak hidrograf Tp (jam) = 1,267916 jam 2,000 0,701 1639,238
Koefisien karakteristik DAS (biasanya diambil 2) alfa = 2 Tp+T0.3 2,853 0,367 187,3714
Waktu dari puncak banjir sampai 0,3 kali debit puncak T0.3 (jam) = 1,584895 jam 3,000 0,340 982,0824
4,000 0,205 591,8416
Debit puncak banjir Qp = 1,222619 m3/d 5,000 0,124 96,80639
Tp+T0.3+1.5T0.3 5,230 0,110 266,2988
6,000 0,082 248,9728
7,000 0,056 170,2923
8,000 0,038 116,4765
9,000 0,026 79,66753
10,000 0,018 54,49096
11,000 0,012 37,27071
12,000 0,008 25,4924
13,000 0,006 17,43628
14,000 0,004 11,92606
15,000 0,003 8,157182
16,000 0,002 5,579346
17,000 0,001
1,223
9242,435
1,06849
Qp
Jumlah volume
Kedalaman hujan
0,000
0,200
0,400
0,600
0,800
1,000
1,200
1,400
0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000
deb
it
waktu
131
132
Hidrograf Satuan Sintetik NAKAYASU D1.1
Luas DAS A (km2) = 8,545 km2 t (jam) Qt (m3/d) V (m3)
Panjang sungai utama L (km) = 6,538 km 0,000 0,000 1288,362
Waktu konsentrasi Tg (jam) = 0,781683 jam 1,000 0,716 875,4955
Satuan waktu dari curah hujan Tr (jam) = 0,586262 jam Tp 1,251 1,224 2578,788
Waktu dari permulaan banjir sampai puncak hidrograf Tp (jam) = 1,250693 jam 2,000 0,688 1545,74
Koefisien karakteristik DAS (biasanya diambil 2) alfa = 2 Tp+T0.3 2,814 0,367 234,6877
Waktu dari puncak banjir sampai 0,3 kali debit puncak T0.3 (jam) = 1,563366 jam 3,000 0,334 960,6403
4,000 0,200 574,8963
Debit puncak banjir Qp = 1,224411 m3/d 5,000 0,120 65,80613
0.3Qp Tp+T0.3+1.5T0.3 5,159 0,110 287,454
0.09Qp 6,000 0,080 241,122
7,000 0,054 164,0621
8,000 0,037 111,6297
9,000 0,025 75,95411
10,000 0,017 51,68004
11,000 0,012 35,16368
12,000 0,008 23,92577
13,000 0,005 16,27936
14,000 0,004 11,07666
15,000 0,002 7,536685
16,000 0,002 5,128046
17,000 0,001
1,224
9155,428
1,071437
Qp
Jumlah volume
Kedalaman hujan
0,000
0,200
0,400
0,600
0,800
1,000
1,200
1,400
0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000
deb
it
waktu
132
133
Hidrograf Satuan Sintetik NAKAYASU D1.2
Luas DAS A (km2) = 8,37 km2 t (jam) Qt (m3/d) V (m3)
Panjang sungai utama L (km) = 6,203 km 0,000 0,000 1430,27
Waktu konsentrasi Tg (jam) = 0,753426 jam 1,000 0,795 754,1248
Satuan waktu dari curah hujan Tr (jam) = 0,565069 jam Tp 1,205 1,244 2722,749
Waktu dari permulaan banjir sampai puncak hidrograf Tp (jam) = 1,205481 jam 2,000 0,660 1324,283
Koefisien karakteristik DAS (biasanya diambil 2) alfa = 2 Tp+T0.3 2,712 0,373 359,1237
Waktu dari puncak banjir sampai 0,3 kali debit puncak T0.3 (jam) = 1,506852 jam 3,000 0,320 914,8813
4,000 0,188 537,07
Debit puncak banjir Qp = 1,244316 m3/d 5,000 0,110 -10,9622
0.3Qp Tp+T0.3+1.5T0.3 4,973 0,112 344,4818
0.09Qp 6,000 0,074 223,3985
7,000 0,050 149,8235
8,000 0,033 100,48
9,000 0,022 67,38747
10,000 0,015 45,19379
11,000 0,010 30,30947
12,000 0,007 20,32722
13,000 0,005 13,63256
14,000 0,003 9,142757
15,000 0,002 6,131642
16,000 0,001 4,11222
17,000 0,001
1,244
9045,96
1,08076
Qp
Jumlah volume
Kedalaman hujan
0,000
0,200
0,400
0,600
0,800
1,000
1,200
1,400
0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000
deb
it
waktu
133
13
4
Hidrograf Satuan Sintetik NAKAYASU D1.3
Luas DAS A (km2) = 8,186 km2 t (jam) Qt (m3/d) V (m3)
Panjang sungai utama L (km) = 5,966 km 0,000 0,000 1534,724
Waktu konsentrasi Tg (jam) = 0,733158 jam 1,000 0,853 655,1453
Satuan waktu dari curah hujan Tr (jam) = 0,549868 jam Tp 1,173 1,251 2805,562
Waktu dari permulaan banjir sampai puncak hidrograf Tp (jam) = 1,173053 jam 2,000 0,634 1161,677
Koefisien karakteristik DAS (biasanya diambil 2) alfa = 2 Tp+T0.3 2,639 0,375 443,4585
Waktu dari puncak banjir sampai 0,3 kali debit puncak T0.3 (jam) = 1,466316 jam 3,000 0,308 875,0119
4,000 0,178 506,1567
Debit puncak banjir Qp = 1,250605 m3/d 5,000 0,103 -62,5434
0.3Qp Tp+T0.3+1.5T0.3 4,839 0,113 381,296
0.09Qp 6,000 0,070 209,2051
7,000 0,046 138,7636
8,000 0,031 92,04047
9,000 0,020 61,0495
10,000 0,014 40,4935
11,000 0,009 26,85892
12,000 0,006 17,81525
13,000 0,004 11,81667
14,000 0,003 7,837875
15,000 0,002 5,198782
16,000 0,001 3,448298
17,000 0,001
1,251
8915,016
1,089056
Qp
Jumlah volume
Kedalaman hujan
0,000
0,200
0,400
0,600
0,800
1,000
1,200
1,400
0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000
deb
it
waktu
HSS Nakayasu
134
135
Hidrograf Satuan Sintetik NAKAYASU D2.1
Luas DAS A (km2) = 7,641 km2 t (jam) Qt (m3/d) V (m3)
Panjang sungai utama L (km) = 5,313 km 0,000 0,000 1887,671
Waktu konsentrasi Tg (jam) = 0,676016 jam 1,000 1,049 340,0948
Satuan waktu dari curah hujan Tr (jam) = 0,507012 jam Tp 1,082 1,266 3016,584
Waktu dari permulaan banjir sampai puncak hidrograf Tp (jam) = 1,081626 jam 2,000 0,559 732,6761
Koefisien karakteristik DAS (biasanya diambil 2) alfa = 2 Tp+T0.3 2,434 0,380 663,8053
Waktu dari puncak banjir sampai 0,3 kali debit puncak T0.3 (jam) = 1,352033 jam 3,000 0,271 758,2155
4,000 0,150 418,7638
Debit puncak banjir Qp = 1,266015 m3/d 5,000 0,083 -190,603
0.3Qp Tp+T0.3+1.5T0.3 4,462 0,114 474,5463
0.09Qp 6,000 0,057 169,6361
7,000 0,037 108,6803
8,000 0,024 69,62785
9,000 0,015 44,60827
10,000 0,010 28,57904
11,000 0,006 18,30965
12,000 0,004 11,73039
13,000 0,003 7,515272
14,000 0,002 4,814787
15,000 0,001 3,084675
16,000 0,001 1,976249
17,000 0,000
1,266
8570,316
1,121622
Jumlah volume
Kedalaman hujan
Qp0,000
0,200
0,400
0,600
0,800
1,000
1,200
1,400
0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000
deb
it
waktu
135
13
6
Hidrograf Satuan Sintetik NAKAYASU D2.2
Luas DAS A (km2) = 7,542 km2 t (jam) Qt (m3/d) V (m3)
Panjang sungai utama L (km) = 5,097 km 0,000 0,000 2056,66
Waktu konsentrasi Tg (jam) = 0,656658 jam 1,000 1,143 221,4708
Satuan waktu dari curah hujan Tr (jam) = 0,492494 jam Tp 1,051 1,286 3119,022
Waktu dari permulaan banjir sampai puncak hidrograf Tp (jam) = 1,050654 jam 2,000 0,539 605,834
Koefisien karakteristik DAS (biasanya diambil 2) alfa = 2 Tp+T0.3 2,364 0,386 741,373
Waktu dari puncak banjir sampai 0,3 kali debit puncak T0.3 (jam) = 1,313317 jam 3,000 0,262 726,5345
4,000 0,142 394,3049
Debit puncak banjir Qp = 1,28645 m3/d 5,000 0,077 -231,2
0.3Qp Tp+T0.3+1.5T0.3 4,334 0,116 508,999
0.09Qp 6,000 0,054 158,5087
7,000 0,034 100,2271
8,000 0,022 63,37488
9,000 0,014 40,07275
10,000 0,009 25,33851
11,000 0,005 16,02187
12,000 0,003 10,13083
13,000 0,002 6,405855
14,000 0,001 4,050504
15,000 0,001 2,561186
16,000 0,001 1,619471
17,000 0,000
1,286
8571,309
1,136477
Qp
Jumlah volume
Kedalaman hujan
0,000
0,200
0,400
0,600
0,800
1,000
1,200
1,400
0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000
deb
it
waktu
136
137
Hidrograf Satuan Sintetik NAKAYASU D2.3
Luas DAS A (km2) = 7,4 km2 t (jam) Qt (m3/d) V (m3)
Panjang sungai utama L (km) = 4,85 km 0,000 0,000 2271,178
Waktu konsentrasi Tg (jam) = 0,634218 jam 1,000 1,262 68,19169
Satuan waktu dari curah hujan Tr (jam) = 0,475663 jam Tp 1,015 1,307 3227,442
Waktu dari permulaan banjir sampai puncak hidrograf Tp (jam) = 1,014749 jam 2,000 0,513 461,3286
Koefisien karakteristik DAS (biasanya diambil 2) alfa = 2 Tp+T0.3 2,283 0,392 827,2731
Waktu dari puncak banjir sampai 0,3 kali debit puncak T0.3 (jam) = 1,268436 jam 3,000 0,249 686,5105
4,000 0,132 364,6126
Debit puncak banjir Qp = 1,30689 m3/d 5,000 0,070 -275,344
Tp+T0.3+1.5T0.3 4,186 0,118 546,459
6,000 0,050 145,1853
7,000 0,031 90,32564
8,000 0,019 56,19522
9,000 0,012 34,96132
10,000 0,007 21,75085
11,000 0,005 13,53208
12,000 0,003 8,418853
13,000 0,002 5,237708
14,000 0,001 3,25859
15,000 0,001 2,0273
16,000 0,000 1,261265
17,000 0,000
1,307
8559,806
1,156731
Qp
Jumlah volume
Kedalaman hujan
0,000
0,200
0,400
0,600
0,800
1,000
1,200
1,400
0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000
deb
it
waktu
138
Perhitungan debit yang terjadi aliran debris dengan Qp dari HSS Nakayasu
No Tanggal
Qp (m3/d)
PU-C10 PU-D1 PU-D2
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 8-Des-10 45,18 45,41 45,63 45,67 46,41 46,67 47,23 47,98 48,76
2 23-Des-10 2,12 2,13 2,14 2,15 2,18 2,19 2,22 2,25 2,29
3 30-Des-10 5,82 5,85 5,88 5,88 5,98 6,01 6,09 6,18 6,28
4 1-Jan-11 6,56 6,59 6,63 6,63 6,74 6,78 6,86 6,97 7,08
5 3-Jan-11 8,16 8,20 8,24 8,25 8,38 8,43 8,53 8,67 8,81
6 9-Jan-11 2,38 2,39 2,40 2,41 2,45 2,46 2,49 2,53 2,57
7 20-Jan-11 5,58 5,61 5,64 5,64 5,74 5,77 5,84 5,93 6,03
8 23-Jan-11 32,82 32,98 33,14 33,17 33,71 33,90 34,31 34,85 35,42
9 2-Feb-11 4,47 4,49 4,52 4,52 4,59 4,62 4,67 4,75 4,83
10 4-Feb-11 13,77 13,84 13,91 13,92 14,15 14,23 14,40 14,63 14,87
11 19-Feb-11 10,21 10,26 10,31 10,32 10,49 10,55 10,67 10,84 11,02
12 15-Apr-11 2,12 2,13 2,14 2,15 2,18 2,19 2,22 2,25 2,29
13 1-May-11 26,38 26,51 26,64 26,66 27,10 27,25 27,58 28,01 28,47
14 15-Feb-12 12,11 12,17 12,23 12,24 12,44 12,51 12,66 12,86 13,07
15 25-Feb-12 14,12 14,19 14,26 14,27 14,50 14,58 14,76 14,99 15,24
16 2-Mar-12 6,82 6,85 6,89 6,89 7,00 7,04 7,13 7,24 7,36
17 25-Mar-12 18,44 18,53 18,62 18,64 18,94 19,05 19,28 19,58 19,90
18 5-Apr-12 11,46 11,52 11,57 11,58 11,77 11,84 11,98 12,17 12,37
19 14-Apr-12 47,08 47,32 47,55 47,59 48,37 48,64 49,22 50,00 50,82
20 26-Apr-12 6,82 6,85 6,89 6,89 7,00 7,04 7,13 7,24 7,36
21 18-Nov-12 19,96 20,06 20,16 20,17 20,50 20,62 20,87 21,20 21,54
22 23-Nov-12 6,82 6,85 6,89 6,89 7,00 7,04 7,13 7,24 7,36
23 22-Des-12 39,58 39,77 39,97 40,00 40,65 40,88 41,37 42,03 42,71
24 25-Des-12 14,12 14,19 14,26 14,27 14,50 14,58 14,76 14,99 15,24
Qp maks (m3/d)
C10.1 C10.2 C10.3 D1.1 D1.2 D1.3 D2.1 D2.2 D2.3
47,08 47,32 47,55 47,59 48,37 48,64 49,22 50,00 50,82
Qp min (m3/d)
C10.1 C10.2 C10.3 D1.1 D1.2 D1.3 D2.1 D2.2 D2.3
2,12 2,13 2,14 2,15 2,18 2,19 2,22 2,25 2,29
139
Perhitungan debit yang tidak terjadi aliran debris dengan Qp dari HSS Nakayasu
No Tanggal
Qp (m3/d)
PU-C10 PU-D1 PU-D2
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 10-Dec-10 1,22 1,22 1,23 1,23 1,25 1,26 1,27 1,29 1,31
2 16-Dec-10 3,68 3,70 3,71 3,72 3,78 3,80 3,85 3,91 3,97
3 26-Dec-10 4,06 4,08 4,10 4,11 4,17 4,20 4,25 4,32 4,39
4 28-Dec-10 1,21 1,22 1,22 1,22 1,24 1,25 1,27 1,29 1,31
5 8-Jan-11 1,30 1,30 1,31 1,31 1,33 1,34 1,36 1,38 1,40
6 10-Jan-11 1,70 1,70 1,71 1,71 1,74 1,75 1,77 1,80 1,83
7 24-Jan-11 1,22 1,22 1,23 1,23 1,25 1,26 1,27 1,29 1,31
8 21-Feb-11 1,61 1,62 1,62 1,62 1,65 1,66 1,68 1,71 1,74
9 19-Mar-11 12,11 12,17 12,23 12,24 12,44 12,51 12,66 12,86 13,07
10 23-Mar-11 7,88 7,92 7,96 7,97 8,10 8,15 8,24 8,37 8,51
11 26-Mar-11 5,58 5,61 5,64 5,64 5,74 5,77 5,84 5,93 6,03
12 14-Apr-11 1,61 1,62 1,62 1,62 1,65 1,66 1,68 1,71 1,74
13 15-Jan-12 7,34 7,38 7,42 7,42 7,54 7,59 7,68 7,80 7,92
14 21-Jan-12 8,44 8,48 8,53 8,53 8,67 8,72 8,83 8,97 9,11
15 4-Feb-12 1,21 1,22 1,22 1,22 1,24 1,25 1,27 1,29 1,31
16 12-Feb-12 1,30 1,30 1,31 1,31 1,33 1,34 1,36 1,38 1,40
17 22-Feb-12 1,30 1,30 1,31 1,31 1,33 1,34 1,36 1,38 1,40
18 8-Mar-12 2,38 2,39 2,40 2,41 2,45 2,46 2,49 2,53 2,57
19 3-Apr-12 5,35 5,38 5,40 5,41 5,50 5,53 5,59 5,68 5,78
20 15-Apr-12 1,30 1,30 1,31 1,31 1,33 1,34 1,36 1,38 1,40
21 13-Nov-12 5,35 5,38 5,40 5,41 5,50 5,53 5,59 5,68 5,78
22 19-Nov-12 2,38 2,39 2,40 2,41 2,45 2,46 2,49 2,53 2,57
23 2-Dec-12 1,53 1,54 1,54 1,54 1,57 1,58 1,60 1,62 1,65
24 31-Dec-12 3,32 3,33 3,35 3,35 3,41 3,43 3,47 3,52 3,58
Qp maks (m3/d)
C10.1 C10.2 C10.3 D1.1 D1.2 D1.3 D2.1 D2.2 D2.3
12,11 12,17 12,23 12,24 12,44 12,51 12,66 12,86 13,07
Qp min (m3/d)
C10.1 C10.2 C10.3 D1.1 D1.2 D1.3 D2.1 D2.2 D2.3
1,21 1,22 1,22 1,22 1,24 1,25 1,27 1,29 1,31
140
Perhitungan ho yang terjadi aliran debris dengan Qp dari HSS Nakayasu
No Tanggal
ho (m)
PU-C10 PU-D1 PU-D2
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 8-Des-10 0,280 0,275 0,271 0,260 0,260 0,257 0,252 0,250 0,246
2 23-Des-10 0,013 0,013 0,013 0,012 0,012 0,012 0,012 0,012 0,012
3 30-Des-10 0,036 0,035 0,035 0,034 0,034 0,033 0,032 0,032 0,032
4 1-Jan-11 0,041 0,040 0,039 0,038 0,038 0,037 0,037 0,036 0,036
5 3-Jan-11 0,051 0,050 0,049 0,047 0,047 0,047 0,046 0,045 0,044
6 9-Jan-11 0,015 0,014 0,014 0,014 0,014 0,014 0,013 0,013 0,013
7 20-Jan-11 0,035 0,034 0,033 0,032 0,032 0,032 0,031 0,031 0,030
8 23-Jan-11 0,203 0,200 0,197 0,189 0,189 0,187 0,183 0,181 0,179
9 2-Feb-11 0,028 0,027 0,027 0,026 0,026 0,025 0,025 0,025 0,024
10 4-Feb-11 0,085 0,084 0,083 0,079 0,079 0,078 0,077 0,076 0,075
11 19-Feb-11 0,063 0,062 0,061 0,059 0,059 0,058 0,057 0,056 0,056
12 15-Apr-11 0,013 0,013 0,013 0,012 0,012 0,012 0,012 0,012 0,012
13 1-May-11 0,163 0,161 0,158 0,152 0,152 0,150 0,147 0,146 0,144
14 15-Feb-12 0,075 0,074 0,073 0,070 0,070 0,069 0,068 0,067 0,066
15 25-Feb-12 0,087 0,086 0,085 0,081 0,081 0,080 0,079 0,078 0,077
16 2-Mar-12 0,042 0,041 0,041 0,039 0,039 0,039 0,038 0,038 0,037
17 25-Mar-12 0,114 0,112 0,111 0,106 0,106 0,105 0,103 0,102 0,100
18 5-Apr-12 0,071 0,070 0,069 0,066 0,066 0,065 0,064 0,063 0,062
19 14-Apr-12 0,292 0,287 0,282 0,271 0,271 0,268 0,263 0,260 0,257
20 26-Apr-12 0,042 0,041 0,041 0,039 0,039 0,039 0,038 0,038 0,037
21 18-Nov-12 0,124 0,121 0,120 0,115 0,115 0,114 0,111 0,110 0,109
22 23-Nov-12 0,042 0,041 0,041 0,039 0,039 0,039 0,038 0,038 0,037
23 22-Des-12 0,245 0,241 0,237 0,228 0,228 0,225 0,221 0,219 0,216
24 25-Des-12 0,087 0,086 0,085 0,081 0,081 0,080 0,079 0,078 0,077
ho maks (m)
C10.1 C10.2 C10.3 D1.1 D1.2 D1.3 D2.1 D2.2 D2.3
0,292 0,287 0,282 0,271 0,271 0,268 0,263 0,260 0,257
ho min (m)
C10.1 C10.2 C10.3 D1.1 D1.2 D1.3 D2.1 D2.2 D2.3
0,013 0,013 0,013 0,012 0,012 0,012 0,012 0,012 0,012
141
Perhitungan ho yang tidak terjadi aliran debris dengan Qp dari HSS Nakayasu
No Tanggal
ho (m)
PU-C10 PU-D1 PU-D2
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 10-Dec-10 0,008 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007
2 16-Dec-10 0,023 0,022 0,022 0,021 0,021 0,021 0,021 0,020 0,020
3 26-Dec-10 0,025 0,025 0,024 0,023 0,023 0,023 0,023 0,022 0,022
4 28-Dec-10 0,008 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007
5 8-Jan-11 0,008 0,008 0,008 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007
6 10-Jan-11 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,009 0,009 0,009
7 24-Jan-11 0,008 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007
8 21-Feb-11 0,010 0,010 0,010 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009
9 19-Mar-11 0,075 0,074 0,073 0,070 0,070 0,069 0,068 0,067 0,066
10 23-Mar-11 0,049 0,048 0,047 0,045 0,045 0,045 0,044 0,044 0,043
11 26-Mar-11 0,035 0,034 0,033 0,032 0,032 0,032 0,031 0,031 0,030
12 14-Apr-11 0,010 0,010 0,010 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009
13 15-Jan-12 0,045 0,045 0,044 0,042 0,042 0,042 0,041 0,041 0,040
14 21-Jan-12 0,052 0,051 0,051 0,049 0,049 0,048 0,047 0,047 0,046
15 4-Feb-12 0,008 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007
16 12-Feb-12 0,008 0,008 0,008 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007
17 22-Feb-12 0,008 0,008 0,008 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007
18 8-Mar-12 0,015 0,014 0,014 0,014 0,014 0,014 0,013 0,013 0,013
19 3-Apr-12 0,033 0,033 0,032 0,031 0,031 0,030 0,030 0,030 0,029
20 15-Apr-12 0,008 0,008 0,008 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007
21 13-Nov-12 0,033 0,033 0,032 0,031 0,031 0,030 0,030 0,030 0,029
22 19-Nov-12 0,015 0,014 0,014 0,014 0,014 0,014 0,013 0,013 0,013
23 2-Dec-12 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009 0,008 0,008
24 31-Dec-12 0,021 0,020 0,020 0,019 0,019 0,019 0,019 0,018 0,018
ho maks (m)
C10.1 C10.2 C10.3 D1.1 D1.2 D1.3 D2.1 D2.2 D2.3
0,075 0,074 0,073 0,070 0,070 0,069 0,068 0,067 0,066
ho min (m)
C10.1 C10.2 C10.3 D1.1 D1.2 D1.3 D2.1 D2.2 D2.3
0,008 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007