Analgesik

19
ANALGESIK A. Analgesik Obat analgetik atau bahasa simpelnya adalah obat penghilang atau setidaknya mengurangi rasa nyeri yang hebat pada tubuh seperti patah tulang dan penyakit kanker kronis Analgetika merupakan suatu senyawa atau obat yang dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri (diakibatkan oleh berbagai rangsangan pada tubuh misalnya rangsangan mekanis, kimiawi dan fisis sehingga menimbulkan kerusakan pada jaringan yang memicu pelepasan mediator nyeri seperti brodikinin dan prostaglandin yang akhirnya mengaktivasi reseptor nyeri di saraf perifer dan diteruskan ke otak) yang secara umum dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu analgetika non narkotik (seperti: asetosat, parasetamol) dan analgetika narkotik (seperti : morfin). Terkadang, nyeri dapat berarti perasaan emosional yang tidak nyaman dan berkaitan dengan ancaman seperti kerusakan pada jaringan karena pada dasarnya rasa nyeri merupakan suatu gejala, serta isyarat bahaya tentang adanya gangguan pada tubuh umumnya dan jaringan khususnya. Meskipun terbilang ampuh, jenis obat ini umumnya dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakai Untuk mengurangi atau meredakan rasa sakit atau nyeri tersebut maka banyak digunakan obat- obat analgetik (seperti parasetamol, asam mefenamat dan antalgin) yang bekerja dengan memblokir pelepasan mediator nyeri sehingga reseptor nyeri tidak menerima rangsang nyeri. 1

Transcript of Analgesik

Page 1: Analgesik

ANALGESIK

A. Analgesik

Obat analgetik atau bahasa simpelnya adalah obat penghilang atau setidaknya

mengurangi rasa nyeri yang hebat pada tubuh seperti patah tulang dan penyakit kanker

kronis

Analgetika merupakan suatu senyawa atau obat yang dipergunakan untuk

mengurangi rasa sakit atau nyeri (diakibatkan oleh berbagai rangsangan pada tubuh

misalnya rangsangan mekanis, kimiawi dan fisis sehingga menimbulkan kerusakan pada

jaringan yang memicu pelepasan mediator nyeri seperti brodikinin dan prostaglandin

yang akhirnya mengaktivasi reseptor nyeri di saraf perifer dan diteruskan ke otak) yang

secara umum dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu analgetika non narkotik (seperti:

asetosat, parasetamol) dan analgetika narkotik (seperti : morfin).

Terkadang, nyeri dapat berarti perasaan emosional yang tidak nyaman dan

berkaitan dengan ancaman seperti kerusakan pada jaringan karena pada dasarnya rasa

nyeri merupakan suatu gejala, serta isyarat bahaya tentang adanya gangguan pada tubuh

umumnya dan jaringan khususnya. Meskipun terbilang ampuh, jenis obat ini umumnya

dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakai Untuk mengurangi atau meredakan

rasa sakit atau nyeri tersebut maka banyak digunakan obat-obat analgetik (seperti

parasetamol, asam mefenamat dan antalgin) yang bekerja dengan memblokir pelepasan

mediator nyeri sehingga reseptor nyeri tidak menerima rangsang nyeri.

Terdapat perbedaan mencolok antara analgetika dengan anastetika umum yaitu

meskipun sama-sama berfungsi sebagai zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa

nyeri namun, analgetika bekerja tanpa menghilangkan kesadaraan. Nyeri sendiri terjadi

akibat rangsangan mekanis, kimiawi, atau fisis yang memicu pelepasan mediator nyeri.

Intensitas rangsangan terendah saat seseorang merasakan nyeri dinamakan ambang nyeri.

Analgetika yang bekerja perifer atau kecil memiliki kerja antipiretik dan juga

komponen kerja antiflogistika dengan pengecualian turunan. Nyeri ringan dapat

ditangani dengan obat perifer (parasetamol, asetosal, mefenamat atau aminofenazon).

Untuk nyeri sedang dapat ditambahkan kofein dan kodein. Nyeri yang disertai

pembengkakan sebaiknya diobati dengan suatu analgetikum antiradang (aminofenazon,

mefenaminat dan nifluminat). Nyeri yang hebat perlu ditanggulangi dengan morfin.

Obat terakhir yang disebut dapat menimbulkan ketagihan dan menimbulkan efek

samping sentral yang merugikan.

1

Page 2: Analgesik

Kombinasi dari 2 analgetik sangat sering digunakan karena terjadi efek potensial

misalnya kofein dan kodein khususnya dalam sediaan parasetamol dan asetosal

Secara golongan analgesik terbagi menjadi dua yaitu analgesik narkotik dan

analgesik non narkotik. Secara mekanisme kerja dan target aksi analgesik dibagi menjadi

dua yaitu analgesik non-opioid (NSAID) dan analgesik opioid).

B. Analgesik Narkotik

Berdasarkan kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok besar

yaitu:

1. Obat Analgetik Narkotik

Obat Analgetik Narkotik merupakan kelompok obat yang memiliki sifat

opium atau morfin. Analgetika narkotik, khusus digunakan untuk mengahalau

rasa nyeri hebat, seperti pada fractura dan kanker. Meskipun memperlihatkan

berbagai efek farmakodinamik yang lain, golongan obat ini terutama digunakan

untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri yang hebat. Meskipun terbilang

ampuh, jenis obat ini umumnya dapat menimbulkan ketergantungan pada

pemakai. Obat Analgetik Narkotik ini biasanya khusus digunakan untuk

mengahalau rasa nyeri hebat, seperti pada kasus patah tulang dan penyakit kanker

kronis.

C. Analgesik Non Narkotik (Analgesik Perifer)

Obat Analgesik Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal

dengan istilah Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-

narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja

sentral. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini

cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada

sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat

Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek

ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan penggunanaan Obat Analgetika jenis

Analgetik Narkotik).

Nyeri dapat berarti perasaan emosional yang tidak nyaman dan berkaitan dengan

ancaman seperti kerusakan pada jaringan karena pada dasarnya rasa nyeri merupakan

suatu gejala, serta isyarat bahaya tentang adanya gangguan pada tubuh umumnya dan

2

Page 3: Analgesik

jaringan khususnya. Meskipun terbilang ampuh, jenis obat ini umumnya dapat

menimbulkan ketergantungan pada pemakai

Untuk mengurangi atau meredakan rasa sakit atau nyeri tersebut maka banyak

digunakan obat-obat analgetik (seperti parasetamol, asam mefenamat dan antalgin) yang

bekerja dengan memblokir pelepasan mediator nyeri sehingga reseptor nyeri tidak

menerima rangsang nyeri.

Terdapat perbedaan mencolok antara analgetika dengan anastetika umum yaitu

meskipun sama-sama berfungsi sebagai zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa

nyeri namun, analgetika bekerja tanpa menghilangkan kesadaraan. Nyeri sendiri terjadi

akibat rangsangan mekanis, kimiawi, atau fisis yang memicu pelepasan mediator nyeri.

Intensitas rangsangan terendah saat seseorang merasakan nyeri dinamakan ambang nyeri.

Analgetika yang bekerja perifer atau kecil memiliki kerja antipiretik dan juga

komponen kerja antiflogistika dengan pengecualian turunan. Nyeri ringan dapat

ditangani dengan obat perifer (parasetamol, asetosal, mefenamat atau aminofenazon).

Golongan Obat Analgetik Perifer

Secara kimiawi, analgetik perifer dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yakni:

1. Parasetamol

2. Salisilat: asetosal, salisilamida, dan benorilat

3. Penghambat prostaglandin (NSAID’s) : ibuprofen(Arthrifen), dan lain-lain

4. Derivate-derifat antranilat:mefenaminat, asam niflumat glafenin, flokfatenin.

5. Derivate-derivat pirazolinon: aminofenazon,          isoprofilpenazon,

(*migrant, *sedanal), sopropilaminofenazon dan metamizol.

6. Lainnya: benzidamin (tantum)

Co-analgetika adalah obat yang khasiat dan indikasi utamanya bukanlah

menghalau nyeri, yakni NSAID’s (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs), Anti

depresiva trisiklis (amitriptilin), dan anti-epileptika (karbamazepin, valproat). Obat-obat

ini digunakan tunggal atau terkombinasi dengan analgetika lain pada keadaan tertentu,

seperti pada nyeri akibat peradangan dan neuropati.

Penggunaan

Obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri, tanpa

mempengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan.

Kebanyakan zat ini juga berdaya antipiretis dan atau anti radang. Oleh karena itu obat

3

Page 4: Analgesik

ini tidak hanya digunakan sebagai obat anti nyeri, melainkan juga pada gangguan

demam (infeksi virus/kuman, selema, pilek) dan peradangan seperti rema dan encok.

Obat ini banyak digunakan pada nyeri ringan sampai sedang, yang penyebabnya

beraneka ragam, isalnya nyeri kepala, gigi, otot, atau sendi (rema, encok), perut, nyeri

haid, (dysmenorroe), nyeri akibat benturan atau kecelakaan(trauma). Untuk kedua nyeri

terakhir, NSAID lebih layak. Pada nyeri lebih berat seperti setelah pembedahan atau

fraktur (tulang patah), kerjanya kurang efektif.

Daya antipiretisnya berdasarkan rangsangan terhadap pusat pengatur kalor di

hypothalamus, yang mengakibatkan vasolidatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya

pengeluaran kalor dan disertai keluarnya banyak keringat.

Daya antiradang (antiflogistis). Kebanyakan analgetika memiliki daya antiradang,

khususnya kelompok besar dari zat-zat penghambat prostaglandin (NSAID’s, termasuk

asetosal), begitu pula benzidamin. Zat-zat ini banyak digunakan untuk rasa nyeri disertai

peradangan.

Kombinasi dari dua atau lebih analgetika sering kali digunakan, karena terjadi

efek potensiasi. Lagi pula efek sampingnya, yang masing-masing terletak di bidang yang

berlainan, berkurang, karena dosisnya masing-masing dapat diturunkan. Kombinasi

analgetika dengan kofein dan kodein sering kali dibuat, khusunya dalam sendian dengan

parasetamol dan asetosal.

Efek samping

Yang paling umum adalah gangguan lambung-usus, kerusakan darah, kerusakan

hati dan ginjal dan juga reaksi alergi pada kulit. Efek-efek samping ini terutama terjadi

pada penggunaan lama atau dalam dosis tinggi. Oleh karena itu, penggunaan analgetika

secara kontinu tidak dianjurkan.

Interaksi

Kebanyakan analgetika memperkuat efek koagulansia, keuali parasetamol dan

glafenin. Kedua obat ini pada dosis biasa dapat dikombinasi dengan aman untuk waktu

maksimal dua minggu.

Kehamilan dan laktasi

Hanya parasetamol yang dianggap aman bagi wanita hamil dan menyusui,

meskipun dapat mencapai air susu. Asetosal dan salisilat, NSAID’s dan metamizol dapat

mengganggu janin, sehingga sebaiknya dihindari. Dari aminofenazon dan propifenazon

belum terdapat cukup data.

4

Page 5: Analgesik

Zat-Zat Tersendiri

1. Parasetamol (asetaminofen, panadol, Tylenol, tempra, nipe)

Derivate-asetanilida ini adalah metabolit dari fenasetin, yang dahulu banyak

digunakan sebagai analgetikum, tetapi pada tahun 1978 telah ditarik dari peredaran

karena efek sampingnya (nefrotoksisitas dan karsinogen). Khasiatnya analgetis dan

antipiretis, tetapi tidak anti radang. dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai zat

anti nyeri paling aman, juga untuk swamedikasi(pengobatan mandiri). Efek

analgetisnnya diperkuat oleh kofein dengan kira-kira 50% dan kodein.

Resorpsinya dari usus cepat dan praktis tuntas, secara rectal lebih lambat. Dalam hati,

zat ini diuraikan menjadi metabolit-metabolit toksis yang diekresi dengan kemih

sebagai konyugat-glukuroni-da dan sulfat.

Dosis

Untuk nyeri dan demam oral 2-3 dd 0, 5-1 g, maksimum 4 g/hari, pada penggunaan

kronis maksimum 2, 5g/hari. Anak-anak:4-6 dd 10mg/kg, yakni rata-rata usia 3-12

bulan 60 mg, 1-4 thn 120-180mg, 4-6 thn 180mg, 7-12 thn 240-360mg, 4-6x sehari.

Rektal 20mg/kg setiap kali, dewasa 4 dd 0, 5-1 g, anak-anak usia 3-12 bln 2-3 dd

120mg, 1-4 thn 2-3 dd 240 mg, 4-6 thn 4 dd 240 mg, dan 7-12 thn 2-3 dd 0, 5 g

Efek Samping

Efek samping tak jarang terjadi, antara lain reaksi hipersesitivitas dan kelainan darah.

Pada penggunaan kronis dari 3-4 gram sehari dapat terjadi kerusakan hati, pada dosis

diatas 6 gram mengakibatkan necrose hati yang tidak reversible. Hepatotoksisitas ini

disebabkan oleh metabolit-metabolitnya, yang pada dosis normal dapat di tangkal

oleh glutathione (suatu tripeptida dengan -SH). Pada dosis diatas 10g, persedian

peptide tersebut habis dan metabolit-metabolit mengikat pada protein dengan –SH di

sel-sel hati, dan terjadilah kerusakan irreversible. Dosis dari 20g sudah berefek fatal.

Overdose bisa menimbulkan antara lain mual, muntah, dan anorexia.

Penanggulanganya dengan cuci lambung, juga perlu diberikan zat-zat penawar (asam

amino N-asetilsistein atau metionin) sedini mungkin, sebaiknya dalam 8-10 jam

setelah intoksikasi.

5

Page 6: Analgesik

Wanita hamil dapat menggunakan parasetamol dengan aman, juga selama laktasi

walaupun mencapai air susu ibu.

  Interaksi

Pada dosis tinggi dapat memperkuat efek antikoagulansia, dan pada dosis biasa tidak

interaktif. Masa paruh klorafenikol dapat sangat diperpanjang. Kombinasi dengan

obat AIDS zidovudin dapat meningkatkan risiko akan neutropenia.

2. Asam asetilsalisilat (Asetosal, Aspirin, Cafenol, Naspro)

Asetotsal adalah obat anti nyeri tertua (1899), yang sampai kini paling banyak

digunakan di seluruh dunia. Zat ini juga berkhasiat anti-demam kuat dan pada dosis

rendah sekali (40mg) berdaya menghambat agregasi trombosit. Efek anti trombosit

ini tidak reversible dan berdasarkan blokade enzim siklo-oksigenase yang bertahan

selama hidupnya trombosit. Dengan demikian, sintesa tromboksan A2 yang bersifat

trombotis dan vasokonstriktif dihindarkan. Pada dosis besar dari normal (diatas 5g

sehari) obat ini juga berkhasiat anti radang akibat gagalnya sintesa prostaglandin-E.

Penggunaan

Selain sebagai analgetikum, asetosal dewasa ini banyak digunakan sebagai

alternative dari antikoagulansia sebagai obat pencegah infark kedua setelah terjadi

serangan. Hal ini berkat daya antitrombotisnya. Obat ini juga efektif untuk

profilaksis serangan stroke kedua setelah menderita TIA(Transient Ischaemic Attack

= serangan kekurangan darah sementara di otak), terutama pada pria.

Resorpsinya cepat dan praktis lengkap, terutama dibagian pertama duodenum.

Namun, karena bersifat asam, sebagian zat diserap pula di lambung. BA-nya lebih

rendah akibat FPE dan hidrolisa selama absorpsi. Mulai efekl analgetis dan

antipiretisnya cepat, yakni selama 30 menit dan bertahan 3-6 jam, kerja

antiradangnya baru nampak setelah 1-4 hari. Resorpsi dari rectum (suppositoria)

lambat dan tidak menentu, sehingga dosisnya perlu digandakan. Dalam hati, zat ini

segera dihidrolisa menjadi asam salisilat dengan daya anti-nyeri lebih ringan. PP-nya

90-95%, plasma waktu paruhnya 15-20 menit, masa paruh asam salisilat adalah 2-3

jam pada dosis 1-3g/hari.

Efek Samping

Efek samping yang sering terjadi berupa iritasi mukosa lambung dengan risiko tukak

lambung dan perdarahan samara (occult). Penyebabnya adalah sifat asam dari

asetosal, yang dapat dikurangi melalui kombinasi dengan suatu antasidum (MgO,

6

Page 7: Analgesik

alumuniumhidroksida, CaCO3) atau garam kalsiumnya (carbasalat, Ascal). Pada

dosis besar, factor lain memegang peranan yakni hilangnya efek pelindung dari

prostasiklin terhadap mukosa lambung, yang sintesanya turut dihalangi akibat

blokade siklo-oksigenase.

Selain itu asetosal menimbulkan efek-efek spesifik, seperti reaksi alergi kulit dan

tinnitus(telinga berdengung) pada dosis lebih tinggi. Efek yang lebih serius adalah

kejan-kejang bronchi hebat, yeng pada pasien asma meski dalam dosis kecil dapat

mengakibatkan serangan. Anak-anak kecil yang menderita cacar air atau flu/selesma

sebaiknya jangan diberikan asetosal (melainkan parasetamol) karena beresiko terkena

syndrome rye yang berbahaya. Sindrom ini berciri muntah hebat, termangu-mangu,

gangguan pernapasan, konvulsi, dan adakalanya koma.

Wanita hamil tidak dianjurkan menggunakan asetosal dalam dosis tinggi, terutama

pada triwulan terakhir dan sebelum persalinan karena lama kehamilan dan persalinan

dapat diperpanjang, juga kecenderungan perdarahan meningkat. Kendati masuk ke

dalam air susu, ibu dapat menggunakan asetosal selama laktasi meski sebaiknya

secara insidentil.

Interaksi

Asetosal memperkuat daya kerja antikoagulansia, antidiabetika oral, dan metotreksat.

Efek obat encok probenesit dan sulfinpirazon berkurang, begitu pula diuretika

furosemida dn spironolakton. Kerja analgetisnya diperkuat oleh antara lain kodein

dan d-propoksifen. Alcohol meningkatkan risiko perdarahan lambung-usus. Karena

efek antitrombotisnya yang mengakibatkan risiko perdarahan meningkat,

penggunaan asetosal perlu dihentikan satu minggu sebelum pencabutan gigi

(geraham bungsu).

Dosis

Pada nyeri dan demam oral 4 dd 0, 5-1gp. c, maksimum 4 g sehari, anak-anak

sampai 1 tahun 10mg/kg 3-4 kali sehari, 1-12 tahun 4-6 dd, diatas 12 tahun 4 dd

320-500mg, maksimum 2g/hari. Rectal dewasa 4 dd 0, 5-1 g, anak-anak sampai

2tahun 2 dd 20mg/kg, diatas 2 tahun 3 dd 20mg/kg p. c. pada rema oral dan rectal 6

dd 1g, maksimum 8g/hari, pada serangan migren single dose dari 1g, 15-30 menit

sesudah minum domperidon atau metoklopramida. Untuk prevensi sekuder infark

jantung 1 dd 100mg dan setelah TIA 1 dd 40-100mg dengan loading-dose dari

100mg.

7

Page 8: Analgesik

Bentuk-bentuk asetosal yang melarut:

a. Karbasalatkalsium (Ascal) adalah garam kalsium dari asetosal, dimana air kristal

diganti oleh urea(1951). Garam ini tidak bereaksi asam dan kurang merangsang

mukosa lambung. 100 mg Ascal=80mg asetosal.

b. Lysin-asetosal adalah persenyawaan yang setelah melarut pecah dalam bentuk

asam amino lisin (lysine) dan asetosal, yang kemudian dihidrolisa menjadi

salisilat. Kombinasinya (1620 mg) dengan metoklopromida (10 mg) dianjurkan

untuk migraine (migrafin).

c. Diflunisal (difonid, dolocid) adalah derivate-difluorfenil (1980) dengan khasiat

dan efek samping lebih kurang sama. Khasiatnya analgetis, antiradang, dan

urikosuris (mengeluarkan asam urat). Daya menghambat agregasinya ringan dan

baru nampak pada dosis tinggi, diatas 2g/hari. PP-nya lebih tinggi (99%), waktu

paruhnya lebih panjang dan tergantung dari dosis:8 dan 15 jam pada masing-

masing 250-1000 mg. zat ini tidak dihidrolisa menjadi asam salisilat,

ekskresinya terutama melalui kemih sebagai glukuronida. Jarang mengakibatkan

perdarahan lambung-usus.

Dosis: untuk nyeri pada rema permulaan 0, 5-1g, disusul dengan 2 dd 0, 25-0,

5g, maksimum 1, 5g/hari.

d. Benorilat (bentum, benortan) adalah ester asetosal dengan parasetamol (1972).

Setelah resorpsi segera dihidrolisa menjadi asam salisilat dan parasetamol.

Plasma waktu paruhnya ca 1 jam. Gangguan lambung-usus jarang terjadi tetapi

terdapat indikasi nefrotoksisitas yang meningkat.

Dosis: maksimum 4dd 0, 5-1g.

e. Salisilamida (salamid, neozep, refagan) adalah derivate-salisilat dengan khasiat

lebih lemah disemua bidang. Efeknya kurang dapat dipercaya. Di dinding usus

mengalami FPE besar, sehingga dosisnya harus tinggi. Zat ini sering

mengganggu pencernaan, perdarahan samara jarang timbul disbanding asetosal.

Pada ovedose dapat terjadi hipotensi, depresi SSP, dan penghentian pernapasan.

Penggunaanya sudah disebut obsolete.

Dosis: 3-4 dd 0, 5-1g

f. Natriumsalisilat (nephrolit, enterosalicyl) lebih lemah khasiatnya disbanding

asetosal. Efek sampingnya lebih kurang sama, kecuali tidak menghambat

penggumpalan trombosit.

Dosis;4-6 dd 1-1, 5 g, maksimum 12g/hari.

8

Page 9: Analgesik

g. Metilsalisilat (wintergreen oil, sloan’sliniment) adalah cairan dengan bau khas

yang diperoleh dari daun dan akar tumbuhan akar wangi (Gaultheria

procumbens). Zat ini juga dibuat sintetis. Khasiat analgetisnya pada penggunaan

local sama dengan salisilat-salisilat lainnya. Metilsalisilat diresorpsi baik oleh

kulit dan banyak digunakan dalam obat gosok dan krem(3-10%) untuk nyeri otot,

sendi dan lain-lain. Penggunaan oral sebanyak 30 ml sudah bisa fatal, terutama

anak-anak yang sangat peka untuknya.

3. aminofenazon (aminopryn, amidopryn, pyramidon)

Derivate-pirazolinon ini (1887) berkhasiat analgetis, antipiretis, dan antiradang.

Resorpsinya di usus cepat, mulai kerjanya sesudah 30-45 menit, plasma waktu

paruhnya 2-7 jam. Karena efek sampingnya terhadap darah (agranulositosis dan

leucopenia) sering fatal, obat ini sudah sejak tahun 1980-an dilarang peredarannya

dibanyak Negara. Bila timbul borok-borok kecil dimulut, nyeri tenggorokan, atau

demam (tanda-tanda agranulositosis), pengobatan harus segera dihentikan!

Kehamilan dan laktasi. Semua obat dari kelompok pirazolinon tidak boleh

digunakan selama kehamilan dan laktasi.

Dosis: 3 dd 300-600 mg, maksimum 3 g/hari.

a. Isopropilaminofenazon (pehazon) adalah derivate-aminopirin dengan khasiat

yang sama. Disamping itu zat ini juga berdaya sedative dan pada dosis tinggi

hipnotis. Toksisitasnya dinyatakan lebih ringan.

Dosis; oral, rectal atau i. v. 3 dd 400 mg selama 1 minggu, lalu 600 mg/hari.

b. Fenazon (antipirin) adalah senyawa induk dari obat-obat tersebut diatas tanpa

khasiat antiradang (1884). Karena berdaya lebih lemah dan lebih sering

menimbulkan reaksi kulit, obat ini kini praktis sudah ditinggalkan. Adakalanya

fenozon masih digunakan dalam obat kumur pada nyeri tenggorokan,

berdasarkan efek local anastesis (lemah) dan kerja vasokonstriksinya.

c. Propifenazon (isopropilantipirin, saridon, migrant) adalah derivate fenazon

(1951) tanpa daya antiradang dengan sifat kurang lebih sama. Plasma waktu

paruhnya 90 menit. Risiko agranulositosis dikatakan lebih ringan.

Dosis: 1-3 dd 150-300 mg, umumnya terkombinasi dengan analgetika lain.

9

Page 10: Analgesik

4. Fenilbutazon (butazolidin, new skelan, pehazon/forte)

Derivate-pyrazolidin ini(1949) mirip rumus intinya dengan fenazon. Khasiat

antiradangnya lebih kuat daripada daya kerja analgetisnya. Oleh karena itu, obat ini

khusus digunakan untuk jenis atritis tertentu, seperti derivatnya oksifenilbutazon.

Penyalahgunaan

Kadang kala fenilbutazon dimasukkan secara illegal (tanpa dicantumkan pada etiket)

pada produk dari pabrik-pabrik kecil asing (hongkong, dsb) atau sering kali dalam

tonika(dengan gingseng) untuk keadaan lesu dan letih, otot nyeri, dan perasaan

lemah. Kadangkala obat ini dikombinasi dengan kortikosteroida yang dalam obat-

obat demikian sangat berbahaya berhubung efek merusaknya terhadap sel-sel darah

dan efek memperlemahnya sistem imun.

Efek Samping

Efek sampingnya serius, antara lain terhadap darah dan lambung, sehingga di

banyak Negara barat sudah ditarik dari peredaran sejak akhir tahun 1980-an.

Adakalanya fenilbutazon masih digunakan untuk nyeri otot dalam bentuk krem 5%.

Dosis

Pada serangan rema atau encok oral dan rectal 2-3 dd 200 mg.

5. Glafenin( glaphen, glifanon)

Glafenin adalah suatu derivate-4-aminokinolin (sepeti obat rema klorokuin), yang

terikat pada asam antranilat (1965). Pada dosis biasa, obat ini tidak berdaya

antipiretis atau antiradang, potensi kerja analgetisnya dapat disamakan dengan

asetosal.

Resorpsinya di usus cepat;di dalam hati zat ini dirombak menjadi asam glafeninat,

yang mungkin berperan utama bagi efek anti nyerinya. Plasma waktu paruhnya 1-2

jam, dan lama kerjanya lebih kurang 5 jam.

Efek Samping

Berupa gangguan lambung-usus, rasa kantuk, dan pusing. Yang lebih serius adalah

reaksi anafilaktis, kerusakan hati, dan anemia hemolitis, yang adakalanya

berakibat fatal. Oleh karena itu, sejak tahun 1992 di banyak Negara Eropa,

termasuk Negara belanda, gafenin sudah ditarik dari peredaran oleh produsennya.

Dosis

Permulaan 400mg, 3-4 dd 200 mg, maksimum 1 g sehari.

10

Page 11: Analgesik

a. Floktafenin (idarac, idalon) adalah dervat-CF  dengan khasiat lebih kurang

sama, tetapi kurang toksis dan juga lebih jarang menimbulkan reaksi alergi.

Dalam hati, zat ini diubah menjadi asam floktafeninat, yang dieksresikan

melalui kemih dan tinja. Plasma waktu paruhnya 1 jam, dan lama kerjanya lebih

kurang 4 jam.

Dosis: permulaan 200-400 mg, lalu 4-6 dd 200 mg, maksimum 1, 6 g sehari.

b. Asam mefenaminat (ponstan) adalah juga derivate-antranilat dengan khasiat

analgetis, antipiretis, dan antiradang yang cukup baik. Obat ini digunakan pula

sebagai obat rema. Efek smapingnya mirip flotakfenin. Derivate-antranilat

lainnya, yaitu niflumic acid (niflamol), memiliki daya antiradang yang lebih

kuat dan khusus digunakan sebagai obat rema.

Dosis: permulaan 500 mg, lalu3-4 dd 250 mg p. c.

6. Tramadol (tramal, theradol)

Analgetikum opiate (1977) ini tidak menekan pernapasan  dan praktis tidak

mempengaruhi sistem kardiovaskuler dan motilitas lambung-usus. Karena praktis

tidak bersifat adiktif, dikebanyakan Negara termasuk Indonesia  obat ini tidak

termasuk dalam Daftar Narkotika. Efek analgetis dari 120 mg tramadol oral setaraf

dengan 30-60 mg morfin. Obat ini digunakan untuk nyeri tidak terlampau hebat bila

kombinasi parasetamol-kodein dan NSAIDs kurang efektif atau tidak dapat

digunakan. Untuk nyeri akut atau pada kanker, morfin umumnya lebih ampuh.

Tramadol tidak dianjurkan selama kehamilan dan laktasi.

Dosis

Anak-anak 1-14 tahun :3-4 dd 1-2 mg/kg. di atas 14 tahun 3-4 dd 50-100mg,

maksimum 400 mg sehari.

D. Analgesik Antipiretik

E. Analgesik Non Opioid (NSAID)

F. Analgesik Opioid

11