Analgesik
-
Upload
wirya-pratama -
Category
Documents
-
view
35 -
download
3
Transcript of Analgesik
ANALGESIK
A. Analgesik
Obat analgetik atau bahasa simpelnya adalah obat penghilang atau setidaknya
mengurangi rasa nyeri yang hebat pada tubuh seperti patah tulang dan penyakit kanker
kronis
Analgetika merupakan suatu senyawa atau obat yang dipergunakan untuk
mengurangi rasa sakit atau nyeri (diakibatkan oleh berbagai rangsangan pada tubuh
misalnya rangsangan mekanis, kimiawi dan fisis sehingga menimbulkan kerusakan pada
jaringan yang memicu pelepasan mediator nyeri seperti brodikinin dan prostaglandin
yang akhirnya mengaktivasi reseptor nyeri di saraf perifer dan diteruskan ke otak) yang
secara umum dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu analgetika non narkotik (seperti:
asetosat, parasetamol) dan analgetika narkotik (seperti : morfin).
Terkadang, nyeri dapat berarti perasaan emosional yang tidak nyaman dan
berkaitan dengan ancaman seperti kerusakan pada jaringan karena pada dasarnya rasa
nyeri merupakan suatu gejala, serta isyarat bahaya tentang adanya gangguan pada tubuh
umumnya dan jaringan khususnya. Meskipun terbilang ampuh, jenis obat ini umumnya
dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakai Untuk mengurangi atau meredakan
rasa sakit atau nyeri tersebut maka banyak digunakan obat-obat analgetik (seperti
parasetamol, asam mefenamat dan antalgin) yang bekerja dengan memblokir pelepasan
mediator nyeri sehingga reseptor nyeri tidak menerima rangsang nyeri.
Terdapat perbedaan mencolok antara analgetika dengan anastetika umum yaitu
meskipun sama-sama berfungsi sebagai zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa
nyeri namun, analgetika bekerja tanpa menghilangkan kesadaraan. Nyeri sendiri terjadi
akibat rangsangan mekanis, kimiawi, atau fisis yang memicu pelepasan mediator nyeri.
Intensitas rangsangan terendah saat seseorang merasakan nyeri dinamakan ambang nyeri.
Analgetika yang bekerja perifer atau kecil memiliki kerja antipiretik dan juga
komponen kerja antiflogistika dengan pengecualian turunan. Nyeri ringan dapat
ditangani dengan obat perifer (parasetamol, asetosal, mefenamat atau aminofenazon).
Untuk nyeri sedang dapat ditambahkan kofein dan kodein. Nyeri yang disertai
pembengkakan sebaiknya diobati dengan suatu analgetikum antiradang (aminofenazon,
mefenaminat dan nifluminat). Nyeri yang hebat perlu ditanggulangi dengan morfin.
Obat terakhir yang disebut dapat menimbulkan ketagihan dan menimbulkan efek
samping sentral yang merugikan.
1
Kombinasi dari 2 analgetik sangat sering digunakan karena terjadi efek potensial
misalnya kofein dan kodein khususnya dalam sediaan parasetamol dan asetosal
Secara golongan analgesik terbagi menjadi dua yaitu analgesik narkotik dan
analgesik non narkotik. Secara mekanisme kerja dan target aksi analgesik dibagi menjadi
dua yaitu analgesik non-opioid (NSAID) dan analgesik opioid).
B. Analgesik Narkotik
Berdasarkan kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok besar
yaitu:
1. Obat Analgetik Narkotik
Obat Analgetik Narkotik merupakan kelompok obat yang memiliki sifat
opium atau morfin. Analgetika narkotik, khusus digunakan untuk mengahalau
rasa nyeri hebat, seperti pada fractura dan kanker. Meskipun memperlihatkan
berbagai efek farmakodinamik yang lain, golongan obat ini terutama digunakan
untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri yang hebat. Meskipun terbilang
ampuh, jenis obat ini umumnya dapat menimbulkan ketergantungan pada
pemakai. Obat Analgetik Narkotik ini biasanya khusus digunakan untuk
mengahalau rasa nyeri hebat, seperti pada kasus patah tulang dan penyakit kanker
kronis.
C. Analgesik Non Narkotik (Analgesik Perifer)
Obat Analgesik Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal
dengan istilah Analgetik/Analgetika/Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-
narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja
sentral. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini
cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada
sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat
Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek
ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan penggunanaan Obat Analgetika jenis
Analgetik Narkotik).
Nyeri dapat berarti perasaan emosional yang tidak nyaman dan berkaitan dengan
ancaman seperti kerusakan pada jaringan karena pada dasarnya rasa nyeri merupakan
suatu gejala, serta isyarat bahaya tentang adanya gangguan pada tubuh umumnya dan
2
jaringan khususnya. Meskipun terbilang ampuh, jenis obat ini umumnya dapat
menimbulkan ketergantungan pada pemakai
Untuk mengurangi atau meredakan rasa sakit atau nyeri tersebut maka banyak
digunakan obat-obat analgetik (seperti parasetamol, asam mefenamat dan antalgin) yang
bekerja dengan memblokir pelepasan mediator nyeri sehingga reseptor nyeri tidak
menerima rangsang nyeri.
Terdapat perbedaan mencolok antara analgetika dengan anastetika umum yaitu
meskipun sama-sama berfungsi sebagai zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa
nyeri namun, analgetika bekerja tanpa menghilangkan kesadaraan. Nyeri sendiri terjadi
akibat rangsangan mekanis, kimiawi, atau fisis yang memicu pelepasan mediator nyeri.
Intensitas rangsangan terendah saat seseorang merasakan nyeri dinamakan ambang nyeri.
Analgetika yang bekerja perifer atau kecil memiliki kerja antipiretik dan juga
komponen kerja antiflogistika dengan pengecualian turunan. Nyeri ringan dapat
ditangani dengan obat perifer (parasetamol, asetosal, mefenamat atau aminofenazon).
Golongan Obat Analgetik Perifer
Secara kimiawi, analgetik perifer dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yakni:
1. Parasetamol
2. Salisilat: asetosal, salisilamida, dan benorilat
3. Penghambat prostaglandin (NSAID’s) : ibuprofen(Arthrifen), dan lain-lain
4. Derivate-derifat antranilat:mefenaminat, asam niflumat glafenin, flokfatenin.
5. Derivate-derivat pirazolinon: aminofenazon, isoprofilpenazon,
(*migrant, *sedanal), sopropilaminofenazon dan metamizol.
6. Lainnya: benzidamin (tantum)
Co-analgetika adalah obat yang khasiat dan indikasi utamanya bukanlah
menghalau nyeri, yakni NSAID’s (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs), Anti
depresiva trisiklis (amitriptilin), dan anti-epileptika (karbamazepin, valproat). Obat-obat
ini digunakan tunggal atau terkombinasi dengan analgetika lain pada keadaan tertentu,
seperti pada nyeri akibat peradangan dan neuropati.
Penggunaan
Obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri, tanpa
mempengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan.
Kebanyakan zat ini juga berdaya antipiretis dan atau anti radang. Oleh karena itu obat
3
ini tidak hanya digunakan sebagai obat anti nyeri, melainkan juga pada gangguan
demam (infeksi virus/kuman, selema, pilek) dan peradangan seperti rema dan encok.
Obat ini banyak digunakan pada nyeri ringan sampai sedang, yang penyebabnya
beraneka ragam, isalnya nyeri kepala, gigi, otot, atau sendi (rema, encok), perut, nyeri
haid, (dysmenorroe), nyeri akibat benturan atau kecelakaan(trauma). Untuk kedua nyeri
terakhir, NSAID lebih layak. Pada nyeri lebih berat seperti setelah pembedahan atau
fraktur (tulang patah), kerjanya kurang efektif.
Daya antipiretisnya berdasarkan rangsangan terhadap pusat pengatur kalor di
hypothalamus, yang mengakibatkan vasolidatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya
pengeluaran kalor dan disertai keluarnya banyak keringat.
Daya antiradang (antiflogistis). Kebanyakan analgetika memiliki daya antiradang,
khususnya kelompok besar dari zat-zat penghambat prostaglandin (NSAID’s, termasuk
asetosal), begitu pula benzidamin. Zat-zat ini banyak digunakan untuk rasa nyeri disertai
peradangan.
Kombinasi dari dua atau lebih analgetika sering kali digunakan, karena terjadi
efek potensiasi. Lagi pula efek sampingnya, yang masing-masing terletak di bidang yang
berlainan, berkurang, karena dosisnya masing-masing dapat diturunkan. Kombinasi
analgetika dengan kofein dan kodein sering kali dibuat, khusunya dalam sendian dengan
parasetamol dan asetosal.
Efek samping
Yang paling umum adalah gangguan lambung-usus, kerusakan darah, kerusakan
hati dan ginjal dan juga reaksi alergi pada kulit. Efek-efek samping ini terutama terjadi
pada penggunaan lama atau dalam dosis tinggi. Oleh karena itu, penggunaan analgetika
secara kontinu tidak dianjurkan.
Interaksi
Kebanyakan analgetika memperkuat efek koagulansia, keuali parasetamol dan
glafenin. Kedua obat ini pada dosis biasa dapat dikombinasi dengan aman untuk waktu
maksimal dua minggu.
Kehamilan dan laktasi
Hanya parasetamol yang dianggap aman bagi wanita hamil dan menyusui,
meskipun dapat mencapai air susu. Asetosal dan salisilat, NSAID’s dan metamizol dapat
mengganggu janin, sehingga sebaiknya dihindari. Dari aminofenazon dan propifenazon
belum terdapat cukup data.
4
Zat-Zat Tersendiri
1. Parasetamol (asetaminofen, panadol, Tylenol, tempra, nipe)
Derivate-asetanilida ini adalah metabolit dari fenasetin, yang dahulu banyak
digunakan sebagai analgetikum, tetapi pada tahun 1978 telah ditarik dari peredaran
karena efek sampingnya (nefrotoksisitas dan karsinogen). Khasiatnya analgetis dan
antipiretis, tetapi tidak anti radang. dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai zat
anti nyeri paling aman, juga untuk swamedikasi(pengobatan mandiri). Efek
analgetisnnya diperkuat oleh kofein dengan kira-kira 50% dan kodein.
Resorpsinya dari usus cepat dan praktis tuntas, secara rectal lebih lambat. Dalam hati,
zat ini diuraikan menjadi metabolit-metabolit toksis yang diekresi dengan kemih
sebagai konyugat-glukuroni-da dan sulfat.
Dosis
Untuk nyeri dan demam oral 2-3 dd 0, 5-1 g, maksimum 4 g/hari, pada penggunaan
kronis maksimum 2, 5g/hari. Anak-anak:4-6 dd 10mg/kg, yakni rata-rata usia 3-12
bulan 60 mg, 1-4 thn 120-180mg, 4-6 thn 180mg, 7-12 thn 240-360mg, 4-6x sehari.
Rektal 20mg/kg setiap kali, dewasa 4 dd 0, 5-1 g, anak-anak usia 3-12 bln 2-3 dd
120mg, 1-4 thn 2-3 dd 240 mg, 4-6 thn 4 dd 240 mg, dan 7-12 thn 2-3 dd 0, 5 g
Efek Samping
Efek samping tak jarang terjadi, antara lain reaksi hipersesitivitas dan kelainan darah.
Pada penggunaan kronis dari 3-4 gram sehari dapat terjadi kerusakan hati, pada dosis
diatas 6 gram mengakibatkan necrose hati yang tidak reversible. Hepatotoksisitas ini
disebabkan oleh metabolit-metabolitnya, yang pada dosis normal dapat di tangkal
oleh glutathione (suatu tripeptida dengan -SH). Pada dosis diatas 10g, persedian
peptide tersebut habis dan metabolit-metabolit mengikat pada protein dengan –SH di
sel-sel hati, dan terjadilah kerusakan irreversible. Dosis dari 20g sudah berefek fatal.
Overdose bisa menimbulkan antara lain mual, muntah, dan anorexia.
Penanggulanganya dengan cuci lambung, juga perlu diberikan zat-zat penawar (asam
amino N-asetilsistein atau metionin) sedini mungkin, sebaiknya dalam 8-10 jam
setelah intoksikasi.
5
Wanita hamil dapat menggunakan parasetamol dengan aman, juga selama laktasi
walaupun mencapai air susu ibu.
Interaksi
Pada dosis tinggi dapat memperkuat efek antikoagulansia, dan pada dosis biasa tidak
interaktif. Masa paruh klorafenikol dapat sangat diperpanjang. Kombinasi dengan
obat AIDS zidovudin dapat meningkatkan risiko akan neutropenia.
2. Asam asetilsalisilat (Asetosal, Aspirin, Cafenol, Naspro)
Asetotsal adalah obat anti nyeri tertua (1899), yang sampai kini paling banyak
digunakan di seluruh dunia. Zat ini juga berkhasiat anti-demam kuat dan pada dosis
rendah sekali (40mg) berdaya menghambat agregasi trombosit. Efek anti trombosit
ini tidak reversible dan berdasarkan blokade enzim siklo-oksigenase yang bertahan
selama hidupnya trombosit. Dengan demikian, sintesa tromboksan A2 yang bersifat
trombotis dan vasokonstriktif dihindarkan. Pada dosis besar dari normal (diatas 5g
sehari) obat ini juga berkhasiat anti radang akibat gagalnya sintesa prostaglandin-E.
Penggunaan
Selain sebagai analgetikum, asetosal dewasa ini banyak digunakan sebagai
alternative dari antikoagulansia sebagai obat pencegah infark kedua setelah terjadi
serangan. Hal ini berkat daya antitrombotisnya. Obat ini juga efektif untuk
profilaksis serangan stroke kedua setelah menderita TIA(Transient Ischaemic Attack
= serangan kekurangan darah sementara di otak), terutama pada pria.
Resorpsinya cepat dan praktis lengkap, terutama dibagian pertama duodenum.
Namun, karena bersifat asam, sebagian zat diserap pula di lambung. BA-nya lebih
rendah akibat FPE dan hidrolisa selama absorpsi. Mulai efekl analgetis dan
antipiretisnya cepat, yakni selama 30 menit dan bertahan 3-6 jam, kerja
antiradangnya baru nampak setelah 1-4 hari. Resorpsi dari rectum (suppositoria)
lambat dan tidak menentu, sehingga dosisnya perlu digandakan. Dalam hati, zat ini
segera dihidrolisa menjadi asam salisilat dengan daya anti-nyeri lebih ringan. PP-nya
90-95%, plasma waktu paruhnya 15-20 menit, masa paruh asam salisilat adalah 2-3
jam pada dosis 1-3g/hari.
Efek Samping
Efek samping yang sering terjadi berupa iritasi mukosa lambung dengan risiko tukak
lambung dan perdarahan samara (occult). Penyebabnya adalah sifat asam dari
asetosal, yang dapat dikurangi melalui kombinasi dengan suatu antasidum (MgO,
6
alumuniumhidroksida, CaCO3) atau garam kalsiumnya (carbasalat, Ascal). Pada
dosis besar, factor lain memegang peranan yakni hilangnya efek pelindung dari
prostasiklin terhadap mukosa lambung, yang sintesanya turut dihalangi akibat
blokade siklo-oksigenase.
Selain itu asetosal menimbulkan efek-efek spesifik, seperti reaksi alergi kulit dan
tinnitus(telinga berdengung) pada dosis lebih tinggi. Efek yang lebih serius adalah
kejan-kejang bronchi hebat, yeng pada pasien asma meski dalam dosis kecil dapat
mengakibatkan serangan. Anak-anak kecil yang menderita cacar air atau flu/selesma
sebaiknya jangan diberikan asetosal (melainkan parasetamol) karena beresiko terkena
syndrome rye yang berbahaya. Sindrom ini berciri muntah hebat, termangu-mangu,
gangguan pernapasan, konvulsi, dan adakalanya koma.
Wanita hamil tidak dianjurkan menggunakan asetosal dalam dosis tinggi, terutama
pada triwulan terakhir dan sebelum persalinan karena lama kehamilan dan persalinan
dapat diperpanjang, juga kecenderungan perdarahan meningkat. Kendati masuk ke
dalam air susu, ibu dapat menggunakan asetosal selama laktasi meski sebaiknya
secara insidentil.
Interaksi
Asetosal memperkuat daya kerja antikoagulansia, antidiabetika oral, dan metotreksat.
Efek obat encok probenesit dan sulfinpirazon berkurang, begitu pula diuretika
furosemida dn spironolakton. Kerja analgetisnya diperkuat oleh antara lain kodein
dan d-propoksifen. Alcohol meningkatkan risiko perdarahan lambung-usus. Karena
efek antitrombotisnya yang mengakibatkan risiko perdarahan meningkat,
penggunaan asetosal perlu dihentikan satu minggu sebelum pencabutan gigi
(geraham bungsu).
Dosis
Pada nyeri dan demam oral 4 dd 0, 5-1gp. c, maksimum 4 g sehari, anak-anak
sampai 1 tahun 10mg/kg 3-4 kali sehari, 1-12 tahun 4-6 dd, diatas 12 tahun 4 dd
320-500mg, maksimum 2g/hari. Rectal dewasa 4 dd 0, 5-1 g, anak-anak sampai
2tahun 2 dd 20mg/kg, diatas 2 tahun 3 dd 20mg/kg p. c. pada rema oral dan rectal 6
dd 1g, maksimum 8g/hari, pada serangan migren single dose dari 1g, 15-30 menit
sesudah minum domperidon atau metoklopramida. Untuk prevensi sekuder infark
jantung 1 dd 100mg dan setelah TIA 1 dd 40-100mg dengan loading-dose dari
100mg.
7
Bentuk-bentuk asetosal yang melarut:
a. Karbasalatkalsium (Ascal) adalah garam kalsium dari asetosal, dimana air kristal
diganti oleh urea(1951). Garam ini tidak bereaksi asam dan kurang merangsang
mukosa lambung. 100 mg Ascal=80mg asetosal.
b. Lysin-asetosal adalah persenyawaan yang setelah melarut pecah dalam bentuk
asam amino lisin (lysine) dan asetosal, yang kemudian dihidrolisa menjadi
salisilat. Kombinasinya (1620 mg) dengan metoklopromida (10 mg) dianjurkan
untuk migraine (migrafin).
c. Diflunisal (difonid, dolocid) adalah derivate-difluorfenil (1980) dengan khasiat
dan efek samping lebih kurang sama. Khasiatnya analgetis, antiradang, dan
urikosuris (mengeluarkan asam urat). Daya menghambat agregasinya ringan dan
baru nampak pada dosis tinggi, diatas 2g/hari. PP-nya lebih tinggi (99%), waktu
paruhnya lebih panjang dan tergantung dari dosis:8 dan 15 jam pada masing-
masing 250-1000 mg. zat ini tidak dihidrolisa menjadi asam salisilat,
ekskresinya terutama melalui kemih sebagai glukuronida. Jarang mengakibatkan
perdarahan lambung-usus.
Dosis: untuk nyeri pada rema permulaan 0, 5-1g, disusul dengan 2 dd 0, 25-0,
5g, maksimum 1, 5g/hari.
d. Benorilat (bentum, benortan) adalah ester asetosal dengan parasetamol (1972).
Setelah resorpsi segera dihidrolisa menjadi asam salisilat dan parasetamol.
Plasma waktu paruhnya ca 1 jam. Gangguan lambung-usus jarang terjadi tetapi
terdapat indikasi nefrotoksisitas yang meningkat.
Dosis: maksimum 4dd 0, 5-1g.
e. Salisilamida (salamid, neozep, refagan) adalah derivate-salisilat dengan khasiat
lebih lemah disemua bidang. Efeknya kurang dapat dipercaya. Di dinding usus
mengalami FPE besar, sehingga dosisnya harus tinggi. Zat ini sering
mengganggu pencernaan, perdarahan samara jarang timbul disbanding asetosal.
Pada ovedose dapat terjadi hipotensi, depresi SSP, dan penghentian pernapasan.
Penggunaanya sudah disebut obsolete.
Dosis: 3-4 dd 0, 5-1g
f. Natriumsalisilat (nephrolit, enterosalicyl) lebih lemah khasiatnya disbanding
asetosal. Efek sampingnya lebih kurang sama, kecuali tidak menghambat
penggumpalan trombosit.
Dosis;4-6 dd 1-1, 5 g, maksimum 12g/hari.
8
g. Metilsalisilat (wintergreen oil, sloan’sliniment) adalah cairan dengan bau khas
yang diperoleh dari daun dan akar tumbuhan akar wangi (Gaultheria
procumbens). Zat ini juga dibuat sintetis. Khasiat analgetisnya pada penggunaan
local sama dengan salisilat-salisilat lainnya. Metilsalisilat diresorpsi baik oleh
kulit dan banyak digunakan dalam obat gosok dan krem(3-10%) untuk nyeri otot,
sendi dan lain-lain. Penggunaan oral sebanyak 30 ml sudah bisa fatal, terutama
anak-anak yang sangat peka untuknya.
3. aminofenazon (aminopryn, amidopryn, pyramidon)
Derivate-pirazolinon ini (1887) berkhasiat analgetis, antipiretis, dan antiradang.
Resorpsinya di usus cepat, mulai kerjanya sesudah 30-45 menit, plasma waktu
paruhnya 2-7 jam. Karena efek sampingnya terhadap darah (agranulositosis dan
leucopenia) sering fatal, obat ini sudah sejak tahun 1980-an dilarang peredarannya
dibanyak Negara. Bila timbul borok-borok kecil dimulut, nyeri tenggorokan, atau
demam (tanda-tanda agranulositosis), pengobatan harus segera dihentikan!
Kehamilan dan laktasi. Semua obat dari kelompok pirazolinon tidak boleh
digunakan selama kehamilan dan laktasi.
Dosis: 3 dd 300-600 mg, maksimum 3 g/hari.
a. Isopropilaminofenazon (pehazon) adalah derivate-aminopirin dengan khasiat
yang sama. Disamping itu zat ini juga berdaya sedative dan pada dosis tinggi
hipnotis. Toksisitasnya dinyatakan lebih ringan.
Dosis; oral, rectal atau i. v. 3 dd 400 mg selama 1 minggu, lalu 600 mg/hari.
b. Fenazon (antipirin) adalah senyawa induk dari obat-obat tersebut diatas tanpa
khasiat antiradang (1884). Karena berdaya lebih lemah dan lebih sering
menimbulkan reaksi kulit, obat ini kini praktis sudah ditinggalkan. Adakalanya
fenozon masih digunakan dalam obat kumur pada nyeri tenggorokan,
berdasarkan efek local anastesis (lemah) dan kerja vasokonstriksinya.
c. Propifenazon (isopropilantipirin, saridon, migrant) adalah derivate fenazon
(1951) tanpa daya antiradang dengan sifat kurang lebih sama. Plasma waktu
paruhnya 90 menit. Risiko agranulositosis dikatakan lebih ringan.
Dosis: 1-3 dd 150-300 mg, umumnya terkombinasi dengan analgetika lain.
9
4. Fenilbutazon (butazolidin, new skelan, pehazon/forte)
Derivate-pyrazolidin ini(1949) mirip rumus intinya dengan fenazon. Khasiat
antiradangnya lebih kuat daripada daya kerja analgetisnya. Oleh karena itu, obat ini
khusus digunakan untuk jenis atritis tertentu, seperti derivatnya oksifenilbutazon.
Penyalahgunaan
Kadang kala fenilbutazon dimasukkan secara illegal (tanpa dicantumkan pada etiket)
pada produk dari pabrik-pabrik kecil asing (hongkong, dsb) atau sering kali dalam
tonika(dengan gingseng) untuk keadaan lesu dan letih, otot nyeri, dan perasaan
lemah. Kadangkala obat ini dikombinasi dengan kortikosteroida yang dalam obat-
obat demikian sangat berbahaya berhubung efek merusaknya terhadap sel-sel darah
dan efek memperlemahnya sistem imun.
Efek Samping
Efek sampingnya serius, antara lain terhadap darah dan lambung, sehingga di
banyak Negara barat sudah ditarik dari peredaran sejak akhir tahun 1980-an.
Adakalanya fenilbutazon masih digunakan untuk nyeri otot dalam bentuk krem 5%.
Dosis
Pada serangan rema atau encok oral dan rectal 2-3 dd 200 mg.
5. Glafenin( glaphen, glifanon)
Glafenin adalah suatu derivate-4-aminokinolin (sepeti obat rema klorokuin), yang
terikat pada asam antranilat (1965). Pada dosis biasa, obat ini tidak berdaya
antipiretis atau antiradang, potensi kerja analgetisnya dapat disamakan dengan
asetosal.
Resorpsinya di usus cepat;di dalam hati zat ini dirombak menjadi asam glafeninat,
yang mungkin berperan utama bagi efek anti nyerinya. Plasma waktu paruhnya 1-2
jam, dan lama kerjanya lebih kurang 5 jam.
Efek Samping
Berupa gangguan lambung-usus, rasa kantuk, dan pusing. Yang lebih serius adalah
reaksi anafilaktis, kerusakan hati, dan anemia hemolitis, yang adakalanya
berakibat fatal. Oleh karena itu, sejak tahun 1992 di banyak Negara Eropa,
termasuk Negara belanda, gafenin sudah ditarik dari peredaran oleh produsennya.
Dosis
Permulaan 400mg, 3-4 dd 200 mg, maksimum 1 g sehari.
10
a. Floktafenin (idarac, idalon) adalah dervat-CF dengan khasiat lebih kurang
sama, tetapi kurang toksis dan juga lebih jarang menimbulkan reaksi alergi.
Dalam hati, zat ini diubah menjadi asam floktafeninat, yang dieksresikan
melalui kemih dan tinja. Plasma waktu paruhnya 1 jam, dan lama kerjanya lebih
kurang 4 jam.
Dosis: permulaan 200-400 mg, lalu 4-6 dd 200 mg, maksimum 1, 6 g sehari.
b. Asam mefenaminat (ponstan) adalah juga derivate-antranilat dengan khasiat
analgetis, antipiretis, dan antiradang yang cukup baik. Obat ini digunakan pula
sebagai obat rema. Efek smapingnya mirip flotakfenin. Derivate-antranilat
lainnya, yaitu niflumic acid (niflamol), memiliki daya antiradang yang lebih
kuat dan khusus digunakan sebagai obat rema.
Dosis: permulaan 500 mg, lalu3-4 dd 250 mg p. c.
6. Tramadol (tramal, theradol)
Analgetikum opiate (1977) ini tidak menekan pernapasan dan praktis tidak
mempengaruhi sistem kardiovaskuler dan motilitas lambung-usus. Karena praktis
tidak bersifat adiktif, dikebanyakan Negara termasuk Indonesia obat ini tidak
termasuk dalam Daftar Narkotika. Efek analgetis dari 120 mg tramadol oral setaraf
dengan 30-60 mg morfin. Obat ini digunakan untuk nyeri tidak terlampau hebat bila
kombinasi parasetamol-kodein dan NSAIDs kurang efektif atau tidak dapat
digunakan. Untuk nyeri akut atau pada kanker, morfin umumnya lebih ampuh.
Tramadol tidak dianjurkan selama kehamilan dan laktasi.
Dosis
Anak-anak 1-14 tahun :3-4 dd 1-2 mg/kg. di atas 14 tahun 3-4 dd 50-100mg,
maksimum 400 mg sehari.
D. Analgesik Antipiretik
E. Analgesik Non Opioid (NSAID)
F. Analgesik Opioid
11