an Ekspor-impor Dan Ketidak-stabilan Penerimaan Ekspor Komoditas Sayuran Di Indonesia

13
1 Jurnal Hortikultura, Tahun 2000, Volume 10, Nomor (1): 70-81 PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR DAN KETIDAK-STABILAN PENERIMAAN EKSPOR KOMODITAS SAYURAN DI INDONESIA Witono Adiyoga Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Perahu 517, Lembang - Bandung 40391 ABSTRAK. Adiyoga, W. 1999. Perkembangan ekspor-impor dan ketidak-stabilan penerimaan ekspor komoditas sayuran di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perkembangan ekspor-impor sayuran secara umum dan mengidentifikasi sumber dominan ketidak-stabilan ekspor sayuran. Data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data serial waktu ekspor-impor sayuran untuk kurun waktu 1981-1995 yang dihimpun oleh Pusat Informasi Pemasaran Tanaman Pangan dan Hortikultura. Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa selama periode 1981-1995, secara konsisten selalu terjadi surplus neraca perdagangan yang pada dasarnya disebabkan oleh lebih besarnya volume total ekspor sayuran dibandingkan dengan volume total impor sayuran. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekspor sayuran selama periode tersebut dicirikan dengan pola pertumbuhan yang bersifat konstan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 15,63% per tahun. Tingkat pertumbuhan terendah diperlihatkan oleh jagung manis (-184,62%), sedangkan tingkat pertumbuhan tertinggi ditunjukkan oleh jamur segar (420,90%). Sementara itu, pertumbuhan impor rata-rata sayuran selama periode 1981-1995 adalah sebesar 16,05 % per tahun, dengan pola pertumbuhan yang bersifat meningkat. Tingkat pertumbuhan terendah diperlihatkan oleh sayuran lain-lain (-16,69%), sedangkan tingkat pertumbuhan tertinggi ditunjukkan oleh kacang kapri kering (112,35 %). Pertumbuhan penerimaan ekspor dan pengeluaran impor sayuran, baik untuk dari setiap komoditas secara individual maupun secara keseluruhan (total) ternyata lebih banyak didorong oleh adanya peningkatan volume ekspor dan volume impor. Analisis dekomposisi mengindikasikan bahwa ketidak-stabilan atau keragaman volume ekspor merupakan penyebab utama terjadinya ketidak-stabilan penerimaan ekspor sayuran. Hal ini mengimplikasikan perlunya perbaikan teknologi budidaya dan efisiensi produksi yang diarahkan untuk menjamin kontinuitas pasokan sebagai salah satu jalan keluar untuk mengurangi ketidak-stabilan penerimaan ekspor sayuran. Kata kunci: Ekspor; Impor; Surplus neraca perdagangan; Ketidak-stabilan penerimaan ekspor; Kontinuitas pasokan. ABSTRACT. Adiyoga, W. 1999. Export-import development and export earnings instability of vegetable crops in Indonesia. The objectives of this study were to assess the development of vegetable export-import in general, and to identify the main source of vegetable export earnings instability. Time series data on vegetable export-import compiled by the Center of Horticultural and Food Crops Marketing Information, covering the period of 1981-1995, were used in this study. Results show that during the period of 1981-1995, in terms of vegetable commodities, Indonesia has a consistent surplus balance of trade, as a consequence of total export volume that is always higher than the total import volume. Vegetable export in that period is characterized by a constant growth pattern, with the average growth rate of 15,63% per year. The lowest export growth rate is shown by sweet corn (-184,62%) and the highest export growth rate is shown by fresh mushrooms (420,90%). Meanwhile, the average import growth during the period of 1981-1995 is 16,05 % per year, and characterized by an increasing growth pattern. Miscellaneous vegetables has the lowest import growth rate (-16,69%), while dried green peas has the highest import growth rate (112,35 %). The growth of export earnings and import expenditures for both individual and total vegetable commodity, is mainly resulted from an increase in export and import volume. Results from decomposition analysis indicate that the variance or instability of export volume is the main source of export earnings instability. This implies an immediate action required in improving cultural practice technological components and increasing production efficiency to guarantee supply continuity, as one way for reducing vegetable export earnings instability. Key words: Export; Import; Surplus balance of trade; Export earnings instability; Supply continuity.

Transcript of an Ekspor-impor Dan Ketidak-stabilan Penerimaan Ekspor Komoditas Sayuran Di Indonesia

Page 1: an Ekspor-impor Dan Ketidak-stabilan Penerimaan Ekspor Komoditas Sayuran Di Indonesia

1

Jurnal Hortikultura, Tahun 2000, Volume 10, Nomor (1): 70-81

PERKEMBANGAN EKSPOR-IMPOR DAN KETIDAK-STABILAN PENERIMAAN EKSPOR KOMODITAS SAYURAN DI INDONESIA

Witono Adiyoga

Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Perahu 517, Lembang - Bandung 40391

ABSTRAK. Adiyoga, W. 1999. Perkembangan ekspor-impor dan ketidak-stabilan penerimaan ekspor komoditas

sayuran di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perkembangan ekspor-impor sayuran secara umum dan

mengidentifikasi sumber dominan ketidak-stabilan ekspor sayuran. Data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data

serial waktu ekspor-impor sayuran untuk kurun waktu 1981-1995 yang dihimpun oleh Pusat Informasi Pemasaran Tanaman

Pangan dan Hortikultura. Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa selama periode 1981-1995, secara konsisten selalu

terjadi surplus neraca perdagangan yang pada dasarnya disebabkan oleh lebih besarnya volume total ekspor sayuran

dibandingkan dengan volume total impor sayuran. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekspor sayuran selama periode

tersebut dicirikan dengan pola pertumbuhan yang bersifat konstan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 15,63% per

tahun. Tingkat pertumbuhan terendah diperlihatkan oleh jagung manis (-184,62%), sedangkan tingkat pertumbuhan tertinggi

ditunjukkan oleh jamur segar (420,90%). Sementara itu, pertumbuhan impor rata-rata sayuran selama periode 1981-1995

adalah sebesar 16,05 % per tahun, dengan pola pertumbuhan yang bersifat meningkat. Tingkat pertumbuhan terendah

diperlihatkan oleh sayuran lain-lain (-16,69%), sedangkan tingkat pertumbuhan tertinggi ditunjukkan oleh kacang kapri

kering (112,35 %). Pertumbuhan penerimaan ekspor dan pengeluaran impor sayuran, baik untuk dari setiap komoditas

secara individual maupun secara keseluruhan (total) ternyata lebih banyak didorong oleh adanya peningkatan volume

ekspor dan volume impor. Analisis dekomposisi mengindikasikan bahwa ketidak-stabilan atau keragaman volume ekspor

merupakan penyebab utama terjadinya ketidak-stabilan penerimaan ekspor sayuran. Hal ini mengimplikasikan perlunya

perbaikan teknologi budidaya dan efisiensi produksi yang diarahkan untuk menjamin kontinuitas pasokan sebagai salah satu

jalan keluar untuk mengurangi ketidak-stabilan penerimaan ekspor sayuran.

Kata kunci: Ekspor; Impor; Surplus neraca perdagangan; Ketidak-stabilan penerimaan ekspor; Kontinuitas pasokan. ABSTRACT. Adiyoga, W. 1999. Export-import development and export earnings instability of vegetable crops in

Indonesia. The objectives of this study were to assess the development of vegetable export-import in general, and to

identify the main source of vegetable export earnings instability. Time series data on vegetable export-import compiled by

the Center of Horticultural and Food Crops Marketing Information, covering the period of 1981-1995, were used in this study.

Results show that during the period of 1981-1995, in terms of vegetable commodities, Indonesia has a consistent surplus

balance of trade, as a consequence of total export volume that is always higher than the total import volume. Vegetable

export in that period is characterized by a constant growth pattern, with the average growth rate of 15,63% per year. The

lowest export growth rate is shown by sweet corn (-184,62%) and the highest export growth rate is shown by fresh

mushrooms (420,90%). Meanwhile, the average import growth during the period of 1981-1995 is 16,05 % per year, and

characterized by an increasing growth pattern. Miscellaneous vegetables has the lowest import growth rate (-16,69%), while

dried green peas has the highest import growth rate (112,35 %). The growth of export earnings and import expenditures for

both individual and total vegetable commodity, is mainly resulted from an increase in export and import volume. Results from

decomposition analysis indicate that the variance or instability of export volume is the main source of export earnings

instability. This implies an immediate action required in improving cultural practice technological components and increasing

production efficiency to guarantee supply continuity, as one way for reducing vegetable export earnings instability.

Key words: Export; Import; Surplus balance of trade; Export earnings instability; Supply continuity.

Page 2: an Ekspor-impor Dan Ketidak-stabilan Penerimaan Ekspor Komoditas Sayuran Di Indonesia

2

Pada pertengahan 1990-an, perekonomian Indonesia ditandai oleh tingkat pertumbuhan yang

tinggi, tetapi disertai pula oleh kecenderungan impor yang semakin meningkat. Kecenderungan

tersebut tidak saja terjadi pada komoditas impor secara umum, tetapi juga terjadi untuk komoditas

pangan. Menimbang situasi pasokan pangan dalam negeri, peningkatan impor pangan merupakan

cerminan dari beberapa hal sebagai berikut: (a) kelebihan permintaan dalam negeri belum dapat

dipenuhi oleh produk domestik, (b) perubahan preferensi konsumen atau perubahan permintaan

secara struktural yang kurang diimbangi oleh perubahan struktur produksi, dan (c) kebutuhan bahan

baku yang tidak dapat di produksi di dalam negeri (Susilowati dkk., 1997). Peningkatan impor

sebenarnya tidak selalu berdampak negatif jika sebagian besar barang yang diimpor digunakan

sebagai masukan dalam proses produksi komoditas ekspor. Impor tinggi menjadi masalah apabila

proporsi jenis barang yang diimpor didominasi oleh barang-barang konsumsi.

Khusus untuk sayuran, volume impor sampai pertengahan 1995 cenderung terus

menunjukkan peningkatan. Beberapa jenis sayuran yang tercatat menunjukkan peningkatan impor

secara nyata adalah kubis bunga, brokoli, bawang putih, bawang merah, bawang bombay, kentang,

mentimun, tomat, jamur, kacang kapri dan asparagus. Kelompok sayuran ini diimpor dalam berbagai

bentuk, yaitu, segar, beku, setengah olahan, dan olahan. Walaupun sebagian besar impor sayuran

tersebut merupakan barang konsumsi, terdapat sebagian kecil yang digunakan sebagai masukan

produksi atau bahan baku olahan, misalnya bibit kentang, bibit bawang merah dan pasta tomat.

Mengamati impor sayuran yang cenderung meningkat, perkembangannya perlu terus dicermati,

terutama menyangkut keberimbangannya dengan ekspor sayuran secara keseluruhan. Pengamatan

selanjutnya diharapkan dapat membantu identifikasi alternatif tindakan yang perlu ditempuh untuk

menahan laju impor, khususnya untuk barang konsumsi kelompok sayuran.

Semakin berkurangnya penerimaan negara dari ekspor migas, terutama karena adanya

penurunan harga migas secara drastis pada awal 1980-an, menyebabkan upaya peningkatan ekspor

komoditas pertanian menjadi sangat relevan sebagai salah satu sasaran penting program

pembangunan pertanian. Upaya tersebut belum menunjukkan hasil yang menggembirakan karena

sampai saat ini perkembangan ekspor komoditas pertanian Indonesia relatif masih lambat. Indonesia

belum berhasil memanfaatkan peluang pasar ekspor, yang pada umumnya bersifat oversupply,

sebagai konsekuensi dari masih rendahnya tingkat produktivitas yang dicapai (Sigit, 1996). Impor

dunia untuk sayuran segar/kering/beku dari tahun 1989 sampai tahun 1993 meningkat rata-rata 5,9%

per tahun. Dalam kurun waktu tersebut, kontribusi ekspor sayuran dari Indonesia baru mencapai

0,11% (Soengkono, 1996), jumlah yang sangat kecil dibandingkan dengan potensi yang dimiliki. Hal ini

pada dasarnya tidak terlepas dari kebijakan domestik pengembangan produksi, industri dan

perdagangan yang melibatkan komoditas sayuran. Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap ekspor

sayuran adalah perilaku negara pesaing, mitra dagang dan penataan perdagangan internasional

melalui berbagai kesepakatan multilateral. Secara umum, permasalahan yang dihadapi dalam upaya

pengembangan ekspor komoditas pertanian dapat dikelompokkan ke dalam: (a) permasalahan yang

timbul sebagai konsekuensi kebijakan pemerintah, (b) permasalahan yang berkaitan dengan

karakteristik komoditas pertanian, dan (c) permasalahan yang berkaitan dengan kebijakan

perdagangan yang dilakukan oleh mitra dagang (Dillon dan Suryana, 1990). Krisis moneter yang

melanda Indonesia sejak dua tahun terakhir (semakin menurunnya nilai tukar rupiah relatif terhadap

US dollar) hampir dipastikan akan mendorong peningkatan ekspor produk pertanian jika parameter

persyaratan kualitas dapat selalu dipenuhi. Namun demikian, dugaan peningkatan ekspor produk

pertanian tersebut, khususnya sayuran, belum dapat dikonfirmasi karena kurangnya data pendukung

(kuantitatif).

Berbagai studi terdahulu telah mengkaji peranan ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi

secara keseluruhan (Fosu, 1990; Gyimah-Brempong, 1991) serta terhadap pertumbuhan produktivitas

total sektoral (Tybout, 1992; Edward, 1993). Ekspor dapat menstimulasi pertumbuhan produktivitas

melalui berbagai cara: (a) pemanfaatan keunggulan komparatif yang mengarah pada spesialisasi, (b)

Page 3: an Ekspor-impor Dan Ketidak-stabilan Penerimaan Ekspor Komoditas Sayuran Di Indonesia

3

perluasan pasar internasional yang memungkinkan pemanfaatan skala ekonomi, (c) persaingan

internasional dapat mendorong akselerasi adopsi teknologi moderen dan peningkatan efisiensi produk-

si, (d) penerimaan ekspor dapat dimanfaatkan untuk membiayai impor masukan penting/moderen serta

barang modal yang diperlukan dalam meningkatkan efisiensi sistem produksi. Pada umumnya, kajian

terdahulu juga menunjukkan bahwa ketidak-stabilan ekspor lebih sering dialami oleh negara

berkembang dibandingkan dengan negara maju. Ketidak-stabilan ekspor tersebut secara mikro dapat

berpengaruh terhadap kegiatan produksi dan investasi untuk komoditas bersangkutan (Love, 1989;

Tybout, 1992; Frisvold and Ingram, 1995), serta secara makro akan berpengaruh terhadap upaya

pemerintah dalam mengelola cadangan devisa (Savvides, 1984; Fosu, 1992). Di kebanyakan negara

berkembang, ketidak-stabilan ekspor terjadi karena komposisi ekspornya terkonsentrasi pada produk

primer (Massell, 1964). Penelitian lainnya menunjukkan bahwa ekspor bahan pangan ternyata lebih

stabil dibandingkan dengan ekspor barang industri (Habeck et al., 1988). Penerimaan ekspor yang

tidak stabil ternyata lebih disebabkan oleh adanya ketidak-stabilan volume dibandingkan dengan

ketidak-stabilan harga (Glezakos and Nugent, 1983). Penelaahan ketidak-stabilan ekspor menjadi

penting karena tidak saja dapat memberikan gambaran menyangkut status perkembangan ekspor

selama periode tertentu, tetapi juga dapat mengidentifikasi faktor dominan (harga atau kuantitas

eskpor) sumber ketidak-stabilan tersebut.

Kegiatan ekspor-impor tidak terlepas dari aktivitas perekonomian domestik dan internasional.

Secara implisit, surplus atau defisit neraca perdagangan yang masih berada dalam batas-batas

kewajaran merupakan gejala umum dan dinamika sistem perekonomian yang sedang berkembang.

Mengacu pada uraian di atas, studi ini bertujuan untuk mengkaji perkembangan ekspor-impor sayuran

secara umum serta mengidentifikasi sumber dominan ketidak-stabilan, khususnya untuk ekspor

sayuran.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan data ekspor impor sayuran untuk kurun waktu 1981-1995 yang

dihimpun oleh Pusat Informasi Pemasaran Tanaman Pangan dan Hortikultura. Berdasarkan

pertimbangan ketersediaan dan kelengkapan data serial waktu (volume dan nilai), maka disamping

kategori lain-lain dan total, jenis komoditas yang secara spesifik disertakan dalam analisis hanya

terbatas 10 jenis untuk ekspor dan 8 jenis untuk impor.

Tabel 1 Data ekspor-impor jenis komoditas sayuran untuk kurun waktu 1981-1995 yang digunakan dalam analisis

(Vegetable export-import data used in this analysis, 1981-1995)

No Komoditas (Commodity)

Ekspor (Export) Impor (Import)

1 Kentang segar (Fresh potato) Bibit kentang (Potato seed)

2 Tomat segar (Fresh tomato) Kentang (Potato)

3 Kubis dan kubis bunga (Cabbage & cauliflower) Bawang bombay segar (Fresh onion)

4 Bawang merah segar (Fresh shallot) Bawang merah segar (Fresh shallot)

5 Cabai segar/dingin (Fresh hot pepper) Bawang putih segar (Fresh garlic)

6 Cabai kering (Dried hot pepper) Bawang bombay kering (Dried onion)

7 Wortel * (Carrot) Kacang kapri kering (Dried green peas)

8 Jamur segar * (Fresh mushroom) Cabai kering (Dried hot pepper)

9 Jamur olahan * (Processed mushroom) Lain-lain (Miscellaneous)

10 Jagung manis * (Sweet corn) Total impor sayuran (Total vegetable import)

11 Lain-lain (Miscellaneous)

12 Total ekspor sayuran (Total vegetable export)

* data tersedia hanya untuk 1989-1995 (data available only for 1989-1995)

Page 4: an Ekspor-impor Dan Ketidak-stabilan Penerimaan Ekspor Komoditas Sayuran Di Indonesia

4

• Neraca Perdagangan Sayuran:

Neraca perdagangan sayuran dianalisis dengan membandingkan besaran volume atau nilai

ekspor dengan volume atau nilai impor secara serial waktu. Perbandingan tersebut dapat memberikan

gambaran sebagai berikut: (a) jika volume/nilai ekspor lebih besar dibandingkan dengan volume/nilai

impor, maka negara bersangkutan dikategorikan sebagai net exporter, dan sebaliknya (b) jika

volume/nilai impor lebih besar dibandingkan dengan volume/nilai ekspor, maka negara bersangkutan

dikategorikan sebagai net importer.

• Pertumbuhan Ekspor dan Impor Sayuran:

Untuk mengestimasi tingkat pertumbuhan ekspor dan impor, pendekatan yang digunakan

adalah fungsi pertumbuhan (Arief, 1993) dengan formulasi sebagai berikut:

Xt = Begt + kt Ut (1)

dimana: Xt = volume ekspor atau impor komoditas X pada tahun t

t = tahun (t=1,2,3,4,...........,n)

Ut = simpangan

B = konstanta

e = bilangan natural

Transformasi logaritma dari kedua sisi persamaan (1) menghasilkan:

log Xt = log B + gt + kt2 + log Ut (2)

Koefisien pertumbuhan g dan k diestimasi dengan meregresikan log Xt terhadap t dan t2,

melalui penggunaan observasi Xt untuk t=1,2,3,.....,n. Signifikansi statistik dan besaran kedua koefisien

tersebut dapat memberikan gambaran mengenai tingkat pertumbuhan ekspor atau impor berdasarkan

batasan interpretasi sebagai berikut:

• jika k secara statistik tidak berbeda nyata, maka pertumbuhan ekspor atau impor selama periode

waktu analisis dikategorikan bersifat konstan dan tingkat pertumbuhan ekspor atau impor rata-rata

selama periode tersebut adalah sebesar g.

• jika k secara statistik berbeda nyata, maka besaran k<0 mengindikasikan adanya pertumbuhan

ekspor atau impor yang bersifat menurun, sedangkan besaran k>0 mengindikasikan adanya

pertumbuhan ekspor atau impor yang bersifat meningkat dan tingkat pertumbuhan ekspor atau

impor rata-rata selama periode tersebut adalah g+2kt.

Informasi lebih lanjut menyangkut faktor dominan pendorong pertumbuhan nilai ekspor atau

impor dapat ditelusuri melalui model partisi sederhana sebagai berikut:

Vt = Pt Qt (3)

dimana: Vt = nilai ekspor atau impor komoditas i pada tahun t.

Pt = harga satuan ekspor atau impor komoditas i pada tahun t.

Qt = volume ekspor atau impor komoditas i pada tahun t.

Transformasi logaritma dari kedua sisi persamaan dan diferensiasi persamaan (3) terhadap t

menghasilkan persamaan:

Page 5: an Ekspor-impor Dan Ketidak-stabilan Penerimaan Ekspor Komoditas Sayuran Di Indonesia

5

log Vt = log Pt + log Qt

1 dVt 1 dPt 1 dQt

=

Vt dt Pt dt Qt dt

GV = GP + GQ (4)

Persamaan (4) menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan nilai ekspor atau impor (GV) sama

dengan tingkat pertumbuhan harga satuan ekspor/impor (GP) dan tingkat pertumbuhan volume ekspor/

impor (GQ). Persamaan ini diturunkan dari identitas pada persamaan (3), yang menyatakan bahwa nilai

ekspor/impor sama dengan harga satuan ekspor/impor dikalikan dengan volume ekspor/impor. Ketiga

tingkat pertumbuhan tersebut dapat diestimasi dengan meregresikan log Vt, log Pt dan log Qt

terhadap t dan t2. Berdasarkan kontribusi relatif dari GV, GP dan GQ, maka informasi menyangkut faktor

dominan pendorong pertumbuhan nilai ekspor atau impor dapat diperoleh.

• Ketidak-stabilan Penerimaan Ekspor Sayuran:

Ketidak-stabilan (instability) suatu peubah yang didefinisikan sebagai penyimpangan temporer

dari kecenderungan (trend) yang berlaku, seringkali diukur berdasarkan keragaman dari peubah

bersangkutan. Analisis keragaman dan dekomposisi dari keragaman tersebut banyak digunakan untuk

mengindentifikasi sumber atau penyebab ketidak-stabilan (Murray, 1978; Piggott, 1978; Simatupang,

1988).

Kajian menyangkut ketidak-stabilan hanya dilakukan untuk penerimaan ekspor berdasarkan

pertimbangan bahwa peubah tersebut lebih berperan langsung dalam menstimulasi pertumbuhan

perekonomian. Observasi data ekspor 1981-1995 mengindikasikan adanya lonjakan volume ekspor

untuk beberapa komoditas pada tahun 1987. Agar informasi yang lebih lengkap menyangkut

perubahan tersebut dapat diperoleh, analisis keragaman dilakukan untuk dua periode waktu, yaitu

1981-1987 dan 1988-1995. Penerimaan ekspor (Vi) komoditas i merupakan hasil perkalian antara

harga satuan i (Pi) dengan kuantitas (Qi) ekspor komoditas i tersebut (Vt = Pt Qt), sehingga ragam dari

penerimaan adalah:

Var(V) = Pt2 Var(Qt) + Qt

2 Var(Pt) + 2 Pt Qt Cov (Pt, Qt )

- Cov (Pt, Qt )2 + Rt (5)

dimana: Var (V) = varians dari penerimaan ekspor suatu komoditas

Var(Pt) = varians dari harga satuan ekspor

Var(Qt) = varians dari volume ekspor

Pt = rata-rata harga satuan ekspor

Qt = rata-rata volume ekspor

Cov (Pt, Qt ) = kovarians dari harga-volume

Rt = residual

Persamaan (5) menunjukkan bahwa varians total dari penerimaan ekspor dapat dipartisi ke

dalam komponen-komponen rata-rata, varians, kovarians harga dan volume ekspor, serta residual.

Dengan demikian, persamaan (5) menunjukkan kontribusi rata-rata dan varians harga dan volume

ekspor, interaksi antara rata-rata harga dengan volume, serta kovarians harga-volume.

Page 6: an Ekspor-impor Dan Ketidak-stabilan Penerimaan Ekspor Komoditas Sayuran Di Indonesia

6

• Jika persentase kontribusi Pt2 Var(Qt) lebih tinggi dibandingkan Qt

2 Var(Pt), maka varians volume

memiliki kontribusi yang lebih besar terhadap varians penerimaan ekspor.

• Jika persentase kontribusi Qt2 Var(Pt) lebih tinggi dibandingkan Pt

2 Var(Qt), maka varians harga

satuan memiliki kontribusi yang lebih besar terhadap varians penerimaan ekspor atau instabilitas

penerimaan ekspor.

HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Perdagangan Sayuran

Keseimbangan volume dan nilai ekspor-impor total sayuran diperlihatkan pada Gambar 1 dan

2. Selama periode 1981-1995, volume perdagangan sayuran secara total/keseluruhan memberikan

gambaran bahwa Indonesia masih berperan sebagai net exporter (volume ekspor secara konsisten

selalu lebih besar dibandingkan dengan volume impor). Namun demikian, pola tersebut ternyata tidak

selalu terjadi untuk volume ekspor setiap komoditas sayuran secara individual. Sebagai contoh, untuk

bawang merah segar dan cabai kering, selama periode waktu 1981-1995 volume ekspor kedua

komoditas tersebut secara konsisten justru selalu lebih rendah dibandingkan dengan volume impornya.

Dalam kurun waktu 15 tahun tersebut, surplus volume perdagangan sayuran secara keseluruhan

ternyata juga tidak selalu diikuti oleh surplus nilai perdagangan. Gambar 2 menunjukkan bahwa defisit

neraca perdagangan sayuran terjadi pada periode 1981-1988 dan surplus neraca perdagangan terjadi

pada periode 1989-1995.

Pengamatan pada Gambar 1 memberikan indikasi bahwa hal tersebut terjadi karena pada

tahun 1989 terjadi penurunan impor sayuran yang cukup tajam dan diikuti oleh perkembangan ekspor

yang semakin meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Gambar 1 dan 2 juga menunjukkan bahwa

surplus neraca perdagangan cenderung lebih disebabkan oleh adanya surplus volume perdagangan,

Gambar 1 Volume ekspor-impor sayuran, 1981-1995 (Export-import volume of vegetables, 1981-1995)

0

50000000

100000000

150000000

200000000

250000000

81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95

Tahun (Year)

Vo

lum

e (

kg

)

Volume ekspor

Volume impor

Page 7: an Ekspor-impor Dan Ketidak-stabilan Penerimaan Ekspor Komoditas Sayuran Di Indonesia

7

Gambar 2 Nilai ekspor-impor sayuran, 1981-1995 (Export-import value of vegetables, 1981-1995)

0

10000000

20000000

30000000

40000000

50000000

60000000

70000000

80000000

90000000

81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95

Tahun (Year)

Nilai (

US

$)

Nilai ekspor

Nilai impor

bukan oleh adanya peningkatan harga satuan ekspor. Hal tersebut secara implisit memberikan

gambaran bahwa surplus neraca perdagangan sayuran masih terkait dengan potensi dukungan

sumberdaya yang merupakan faktor penentu keunggulan komparatif Indonesia dalam memproduksi

beberapa komoditas sayuran tertentu.

Pertumbuhan Ekspor-Impor Sayuran

Secara keseluruhan, pertumbuhan ekspor rata-rata sayuran Indonesia selama periode 1981-

1995 adalah sebesar 15,63% per tahun. Ekspor total sayuran dalam kurun waktu 15 tahun tersebut

menunjukkan pola pertumbuhan yang konstan. Tingkat pertumbuhan rata-rata untuk 10 komoditas

sayuran ekspor yang dianalisis ternyata cukup beragam, yaitu berkisar antara - 184,62% sampai

420,90%. Tingkat pertumbuhan terendah diperlihatkan oleh jagung manis, sedangkan tingkat pertum-

buhan tertinggi ditunjukkan oleh jamur segar. Besaran tingkat pertumbuhan pada Tabel 1 untuk setiap

komoditas memberikan gambaran adanya peningkatan volume ekspor dari tahun ke tahun, bahkan

beberapa komoditas (kentang segar, tomat segar, cabai segar/dingin dan jamur segar) menunjukkan

rata-rata pertumbuhan di atas 100%. Berdasarkan analisis fungsi pertumbuhan, pola pertumbuhan

ekspor dari setiap komoditas ternyata dapat dikategorikan konstan (misalnya, kentang segar, tomat

segar, kubis & kubis bunga, bawang merah segar, wortel, jamur segar, jamur olahan dan jagung

manis) atau meningkat (misalnya, cabai segar/dingin dan cabai kering).

Secara keseluruhan, pertumbuhan impor rata-rata sayuran Indonesia selama periode 1981-

1995 adalah sebesar 16,05 % per tahun. Ekspor total sayuran dalam kurun waktu 15 tahun tersebut

menunjukkan pola pertumbuhan yang meningkat. Tingkat pertumbuhan rata-rata untuk 8 komoditas

sayuran impor yang dianalisis ternyata cukup beragam, yaitu berkisar antara - 16,69% sampai 112,35

%. Tingkat pertumbuhan terendah diperlihatkan oleh sayuran lain-lain, sedangkan tingkat pertumbuh-

an tertinggi ditunjukkan oleh kacang kapri kering. Besaran tingkat pertumbuhan pada Tabel 2 untuk

setiap komoditas memberikan gambaran adanya peningkatan volume impor dari tahun ke tahun.

Berdasarkan analisis fungsi pertumbuhan, pola pertumbuhan impor dari setiap komoditas ternyata

dapat dikategorikan konstan (misalnya, bawang bombay segar, bawang merah segar, bawang putih

segar, kacang kapri kering dan cabai kering) atau meningkat (misalnya, bibit kentang, kentang dan

bawang bombay kering).

Page 8: an Ekspor-impor Dan Ketidak-stabilan Penerimaan Ekspor Komoditas Sayuran Di Indonesia

8

Tabel 1 Pertumbuhan volume ekspor rata-rata dan pola pertumbuhan volume ekspor sayuran, 1981-1995 (The average

growth of export volume and the pattern of export volume growth for vegetables, 1981-1995)

Komoditas

(Commodity)

log Xt = log B + gt + kt2 + log Ut

Pertumbuhan

Ekspor Rata-rata

Pola Pertumbuhan Ekspor

g

k (The average

growth of export)

(%)

(The pattern of export

growth)

Kentang segar

(Fresh potato)

1,317 (p=1,000)

- 0,056 (p=0,000)

131,70 konstan

Tomat segar

(Fresh tomato)

1,003 (p=1,000)

- 0,039 (p=0,007)

100,33 konstan

Kubis dan kubis bunga

(Cabbage & cauliflower)

0,136 (p=0,871)

- 0,0005 (p=0,470)

13,66 konstan

Bawang merah segar

(Fresh shallot)

0,607 (p=0,993)

0,0201 (p=0,073)

60,74 konstan

Cabai segar/dingin

(Fresh hot pepper)

- 0,863 (p=0,069)

0,0858 (p=0,978)

136,75 meningkat

Cabai kering

(Dried hot pepper)

- 0,454 (p=0,157)

0,0395 (p=0,921)

73,15 meningkat

Wortel *

(Carrot)

- 0,145 (p=0,284)

0,0177 (p=0,715)

- 14,55 konstan

Jamur segar *

(Fresh mushroom)

4,209 (p=1,000)

- 0,3699 (p=0,000)

420,90 konstan

Jamur olahan *

(Processed mushroom)

0,634 (p=0,974)

- 0,0439 (p=0,097)

63,45 konstan

Jagung manis *

(Sweet corn)

- 1,846 (p=0,052)

0,1488 (p=0,881)

- 184,62 konstan

Lain-lain

(Miscellaneous)

- 0,536 (p=0,017)

0,0296 (p=0,974)

35,24 meningkat

Total ekspor sayuran

(Total vegetable export)

0,135 (p=0,998)

-0,0068 (p=0,403)

15,63 konstan

Keterangan: * Data serial waktu hanya tersedia untuk periode 1989-1995 (Data are only available for the periode of 1989-1995)

Angka di dalam kurung adalah probabilitas untuk menolak g atau k sama dengan nol (Figures in parantheses are the probabilities for

rejecting g or k equals to zero)

Pengamatan pada Tabel 1 dan Tabel 2 menunjukkan bahwa selama kurun waktu 1981-1995,

walaupun secara keseluruhan masih terdapat surplus (volume ekspor lebih besar daripada volume

impor), tingkat pertumbuhan rata-rata impor sayuran secara keseluruhan ternyata lebih tinggi

dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan ekspor. Hal ini memberikan gambaran bahwa adanya

surplus tidak berarti bahwa impor sayuran kemudian tidak perlu dicermati perkembangannya.

Beberapa komoditas impor yang pertumbuhannya perlu diperhatikan adalah kentang dan kacang kapri

kering. Produk kentang yang diimpor dalam bentuk segar dan beku/setengah-olahan digunakan untuk

baked potato, mashed potato dan french fries. Varietas kentang yang banyak diusahakan di Indonesia

(Granola) memang tidak sesuai untuk ketiga jenis makanan tersebut. Tingkat konsumsi yang

cenderung semakin meningkat untuk ketiga jenis makanan di atas sebenarnya membuka peluang bagi

kegiatan penelitian pengembangan varietas kentang untuk keperluan prosesing agar laju impor dapat

ditekan. Sejauh komoditas kentang dan kacang kapri diperkirakan masih memiliki keunggulan

komparatif, maka investasi penelitian yang diarahkan untuk mengurangi atau mensubstitusi impor

kedua komoditas tersebut perlu mendapat perhatian lebih besar lagi.

Pertumbuhan nilai ekspor atau penerimaan ekspor terdiri dari dua komponen, yaitu pertum-

buhan harga satuan ekspor dan pertumbuhan volume ekspor. Perbandingan kontribusi setiap

komponen terhadap pertumbuhan penerimaan ekspor dapat digunakan sebagai indikator dominasi

Page 9: an Ekspor-impor Dan Ketidak-stabilan Penerimaan Ekspor Komoditas Sayuran Di Indonesia

9

Tabel 2 Pertumbuhan volume impor rata-rata dan pola pertumbuhan volume impor sayuran, 1981-1995 (The average

growth of import volume and the pattern of import volume growth for vegetables, 1981-1995)

Komoditas

(Commodity)

log Xt = log B + gt + kt2 + log Ut

Pertumbuhan

Impor Rata-rata

Pola Pertumbuhan Impor

g

k (The average

growth of import)

(%)

(The pattern of import

growth)

Bibit kentang

(Potato seed)

- 0,443 (p=0,013)

0,0275 (p=0,988)

38,23 meningkat

Kentang

(Potato)

- 1,352 (p=0,001)

0,0749 (p=0,997)

89,46 meningkat

Bawang bombay segar (Fresh

onion)

0,241 (p=0,997)

- 0,0032 (p=0,243)

24,16 konstan

Bawang merah segar

(Fresh shallot)

0,331 (p=0,976)

- 0,00015 (p=0,494)

33,16 konstan

Bawang putih segar

(Fresh garlic)

0,187 (p=0,981)

- 0,0030 (p=0,275)

18,73 konstan

Bawang bombay kering (Dried

onion)

- 0,555 (p=0,004)

0,0354 (p=0,997)

50,72 meningkat

Kacang kapri kering

(Dried green peas)

1,123 (p=1,000)

- 0,0515 (p=0,000)

112,35 konstan

Cabai kering

(Dried hot pepper)

0,359 (p=0,991)

- 0,0175 (p=0,025)

35,92 konstan

Lain-lain

(Miscellaneous)

- 0,166 (p=0,384)

0,0185 (p=0,704)

- 16,69 konstan

Total impor sayuran

(Total vegetable import)

0,035 (p=0,665)

0,0042 (p=0,996)

16,05 meningkat

Keterangan: Angka di dalam kurung adalah probabilitas untuk menolak g atau k sama dengan nol (Figures in parantheses are the probabilities for

rejecting g or k equals to zero)

sumber pertumbuhan. Tabel 3 memperlihatkan bahwa sumber dominan pertumbuhan penerimaan

ekspor baik dari setiap komoditas secara spesifik maupun secara keseluruhan (total) adalah volume

ekspor. Hal ini memperkuat dugaan bahwa peningkatan penerimaan ekspor sampai sejauh ini masih

bersandar pada dukungan sumberdaya alam yang memungkinkan beberapa komoditas ekspor

tersebut memiliki keunggulan komparatif. Tingkat pertumbuhan harga satuan ekspor secara

keseluruhan bahkan menunjukkan besaran yang bernilai negatif. Secara implisit, hal tersebut

memberikan gambaran adanya kecenderungan nilai tukar rupiah (relatif terhadap US dollar) yang

semakin menurun.

Sementara itu, pertumbuhan nilai impor atau pengeluaran impor juga terdiri dari dua kompo-

nen, yaitu pertumbuhan harga satuan impor dan pertumbuhan volume impor. Perbandingan kontribusi

setiap komponen terhadap pertumbuhan pengeluaran impor dapat digunakan sebagai indikator

dominasi sumber pertumbuhan. Seperti halnya pada pertumbuhan ekspor, tabel 4 menunjukkan

bahwa sumber dominan pertumbuhan pengeluaran impor sayuran baik dari setiap komoditas secara

spesifik maupun secara keseluruhan (total) adalah volume impor. Hal ini menggambarkan adanya ke-

cenderungan permintaan terhadap produk sayuran impor yang semakin meningkat. Berbagai faktor

yang diduga mendorong tingginya pertumbuhan permintaan atas sayuran impor diantaranya adalah:

(a) adanya pertumbuhan penduduk yang secara absolut cukup tinggi, (b) adanya peningkatan

pendapatan per kapita, khususnya untuk golongan menengah ke atas, yang cukup tinggi, (c)

kemungkinan terjadinya perubahan struktural permintaan terhadap pangan, termasuk sayuran, yang

mengarah pada tuntutan perbaikan kualitas dan citra produk yang lebih tinggi, dan (d) adanya

deregulasi bertahap untuk mengurangi dan menghilangkan hambatan perdagangan non-tarif, sehingga

harga sayuran impor cukup bersaing dan relatif lebih terjangkau.

Page 10: an Ekspor-impor Dan Ketidak-stabilan Penerimaan Ekspor Komoditas Sayuran Di Indonesia

10

Tabel 3 Faktor dominan sumber pertumbuhan nilai/penerimaan ekspor beberapa komoditas sayuran, 1981-1995

(Dominant source of export value/earnings growth for some vegetable crops, 1981-1995)

Komoditas

(Commodities)

Pertumbuhan Nilai

Ekspor

Rata-rata (The average growth of

export value) %

Pertumbuhan Harga

Satuan Ekspor Rata-

rata (The average growth of

export unit price) %

Pertumbuhan

Volume Ekspor

Rata-rata (The average growth of

export volume) %

Faktor Dominan

Sumber

Pertumbuhan (Dominant source of

growth)

Kentang segar

(Fresh potato)

126,95 - 4,75 131,70 volume

Tomat segar

(Fresh tomato)

98,17 - 2,16 100,33 volume

Kubis dan kubis bunga

(Cabbage & cauliflower)

12,94 - 0,72 13,66 volume

Bawang merah segar

(Fresh shallot)

87,62 26,88 60,74 volume

Cabai segar/dingin

(Fresh hot pepper)

131,76 - 4,99 136,75 volume

Cabai kering

(Dried hot pepper)

86,41 13,26 73,15 volume

Wortel *

(Carrot)

- 10,02 4,53 - 14,55 volume

Jamur segar *

(Fresh mushroom)

383,78 - 37,13 420,90 volume

Jamur olahan *

(Processed mushroom)

77,36 13,91 63,45 volume

Jagung manis *

(Sweet corn)

- 148,84 35,78 - 184,62 volume

Lain-lain

(Miscellaneous)

58,06 22,82 35,24 volume

Total ekspor sayuran

(Total vegetable export)

14,05 - 1,58 15,63 volume

Keterangan (Remarks):

• harga satuan ekspor = export unit price; volume ekspor = export volume

• * Data serial waktu hanya tersedia untuk periode 1989-1995 (Data are only available for the periode of 1989-1995)

Tabel 4 Faktor dominan sumber pertumbuhan nilai/pengeluaran impor beberapa komoditas sayuran, 1981-1995

(Dominant source of import value/expenditure growth for some vegetable crops, 1981-1995)

Komoditas

(Commodities)

Pertumbuhan Nilai

Impor

Rata-rata (The average growth of

import value) %

Pertumbuhan

Harga Satuan

Impor Rata-rata (The average growth of

import unit price) %

Pertumbuhan

Volume Impor

Rata-rata (The average growth of

import volume) %

Faktor Dominan

Sumber

Pertumbuhan (Dominant source of

growth)

Bibit kentang (Potato seed) 42,99 4,76 38,23 volume

Kentang (Potato) 74,07 - 15,39 89,46 volume

Bw bombay segar (Fresh onion) 24,36 0,20 24,16 volume

Bw merah segar (Fresh shallot) 31,53 - 1,63 33,16 volume

Bw putih segar (Fresh garlic) 15,22 - 3,51 18,73 volume

Bw bombay kering (Dried onion) 38,29 - 12,43 50,72 volume

Kc kapri kering (Dried green peas) 90,81 - 21,54 112,35 volume

Cabai kering (Dried hot pepper) 28,52 - 7,40 35,92 volume

Lain-lain (Miscellaneous) - 20,26 - 3,57 - 16,69 volume

Total impor (Total import) 20,90 4,85 16,05 volume

Keterangan (Remarks):

• harga satuan impor = import unit price; volume impor = import volume

• * Data serial waktu hanya tersedia untuk periode 1989-1995 (Data are only available for the periode of 1989-1995)

Page 11: an Ekspor-impor Dan Ketidak-stabilan Penerimaan Ekspor Komoditas Sayuran Di Indonesia

11

Ketidak-stabilan Penerimaan Ekspor Sayuran

Analisis dekomposisi menunjukkan bahwa varians penerimaan ekspor dapat dipartisi ke dalam

komponen rata-rata, varians dan kovarians volume ekspor dan harga satuan ekspor serta residual.

Berkaitan dengan penentuan faktor yang kontribusinya dominan terhadap ketidak-stabilan penerimaan

ekspor, dua komponen dari persamaan (5) yang akan diperbandingkan adalah Pt2 Var(Qt) dan Qt

2

Var(Pt). Kedua komponen tersebut masing-masing diperlihatkan pada kolom 3 dan 4 dari Tabel 5. Tabel 5 Dekomposisi varians penerimaan ekspor beberapa komoditas sayuran (Decomposition of export earnings

variance for some vegetable crops)

Kontribusi komponen rata-rata harga satuan

dan varians volume ekspor

(The average of

unit price and

export volume

variance

contribution)

Pt2 Var(Qt) (%)

Kontribusi komponen rata-rata volume dan varians harga satuan ekspor

(The average of

volume and unit

price variance

contribution)

Qt2 Var(Pt) (%)

Kontribusi komponen rata-rata harga satuan

dan volume ekspor serta

kovarians harga-volume

(The average of

unit price-volume

and covariance of

unit price-volume

contribution)

2 Pt Qt Cov (Pt, Qt ) (%)

Kontribusi komponen

kovarians harga-volume

(Covariance of unit

price-volume

contribution)

Cov (Pt, Qt )2 (%)

Kontribusi komponen residual

(Residual

contribution) Rt (%)

Kentang segar 81 - 87 110,62 0,93 - 12,65 - 0,37 1,47

(Fresh potato) 88 - 95 52,16 17,15 41,49 - 0,47 - 10,33

81 - 95

64,91 3,42 23,86 - 1,42 9,23

Tomat segar 81 - 87 114,17 0,65 - 12,53 - 0,30 - 1,99

(Fresh tomato) 88 - 95 23,47 23,76 37,90 - 1,64 16,51

81 - 95

27,66 9,94 29,97 - 5,85 38,28

Kubis & kubis bunga 81 - 87 108,27 1,04 - 10,21 0 0,90

(Cabbage & cauliflower) 88 - 95 99,46 3,17 - 3,05 0 0,42

81 - 95

79,67 2,86 12,87 - 0,19 4,79

Bawang merah segar 81 - 87 27,81 1,86 13,86 - 4,01 60,48

(Fresh shallot) 88 - 95 135,74 33,34 - 70,76 - 1,99 3,67

81 - 95

60,78 16,57 36,44 - 4,51 - 9,28

Cabai segar/dingin 83 - 87 344,36 45,98 - 131,78 - 25,87 - 132,69

(Fresh/cold hot pepper) 88 - 95 86,37 12,37 16,57 - 0,54 - 14,77

83 - 95

86,47 9,75 3,08 - 0,04 0,74

Cabai kering 81 - 87 432,99 1563,16 - 897,93 - 313,92 - 684,70

(Dried hot pepper) 88 - 95 23,46 8,68 21,36 - 3,11 49,61

81 - 95

21,43 19,02 8,55 - 0,89 51,89

Wortel

(Carrot)

89 - 95

88,05 26,57 - 12,96 - 0,02 - 1,64

Jamur segar

(Fresh mushroom)

89 - 95

126,21 14,51 - 38,35 - 2,98 0,62

Jamur olahan

(Processed mushroom)

89 - 95

78,47 5,94 17,04 - 0,28 - 1,17

Jagung manis

(Sweet corn)

89 - 95

60,98 7,99 15,43 - 1,80 17,40

Lain-lain 81 - 87 175,80 9,90 - 68,84 - 6,91 - 9,55

(Miscellaneous) 88 - 95 291,61 131,71 - 237,26 - 23,70 - 62,36

81 - 95

412,48 181,68 - 251,58 - 36,88 - 205,70

Total ekspor sayuran 81 - 87 34,75 49,85 0,33 0 15,07

(Total vegetable export) 88 - 95 31,87 28,87 47,47 - 1,48 - 6,73

81 - 95

26,69 15,85 37,37 - 5,01 25,10

Page 12: an Ekspor-impor Dan Ketidak-stabilan Penerimaan Ekspor Komoditas Sayuran Di Indonesia

12

Dari sisi keragaman volume ekspor, tampaknya terdapat kecenderungan umum adanya

penurunan kontribusi dari periode 1981-1987 ke periode 1988-1995, kecuali untuk bawang merah dan

lain-lain. Di sisi lain, keragaman harga satuan ekspor cenderung meningkat kontribusinya dari periode

yang satu ke periode lainnya, kecuali untuk cabai segar, cabai dingin dan total sayuran. Namun

demikian, kedua kecenderungan tersebut ternyata tidak mengubah proporsi perbandingan antara

kontribusi keragaman volume dengan kontribusi keragaman harga untuk ketiga periode waktu analisis.

Khususnya untuk 10 jenis komoditas spesifik yang dianalisis (data serial waktu ekspor untuk komoditas

bersangkutan tersedia), secara konsisten persentase kontribusi Pt2 Var (Qt) ternyata lebih tinggi

dibandingkan persentase kontribusi Qt2 Var(Pt). Hal tersebut mengandung arti bahwa keragaman

penerimaan ekspor lebih banyak disebabkan oleh adanya keragaman volume ekspor. Hasil analisis ini

sejalan dengan pendapat Murray (1978) yang menyatakan bahwa ketidak-stabilan volume ekspor

merupakan penyebab lebih penting dari terjadinya ketidak-stabilan penerimaan ekspor. Lebih tingginya

kontribusi keragaman volume ekspor juga terjadi untuk kategori lain-lain (59 jenis komoditas) serta

total ekspor sayuran (69 jenis komoditas sayuran ekspor). Data yang tersedia menunjukkan bahwa

kekecualian hanya terjadi untuk tomat segar periode 1988-1995, cabai kering periode 1981-1987 dan

total sayuran periode 1981-1987.

Hasil analisis dekomposisi mengisyaratkan perlunya penekanan terhadap perbaikan kontinui-

tas pasokan (mengurangi variabilitas volume ekspor) sebagai salah satu jalan keluar untuk mengu-

rangi ketidak-stabilan penerimaan ekspor. Kecenderungan adanya volume ekspor sayuran yang

semakin meningkat sebagai akibat dari kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan penerimaan

ekspor juga perlu dicermati. Informasi menyangkut elastisitas permintaan atas harga dari komoditas

tertentu harus digunakan sebagai acuan dalam mengambil keputusan untuk mendorong peningkatan

volume ekspor komoditas bersangkutan. Jika suatu komoditas memiliki elastisitas permintaan atas

harga yang bersifat inelastis, peningkatan penawaran komoditas tersebut justru dapat mengakibatkan

menurunnya total penerimaan ekspor. Kebijakan peningkatan volume ekspor untuk komoditas tersebut

dapat mengakibatkan hasil yang sebaliknya (counter-productive).

KESIMPULAN

• Selama periode 1981-1995, volume total ekspor sayuran secara konsisten selalu lebih besar

dibandingkan dengan volume total impor sayuran. Surplus neraca perdagangan selama periode

tersebut cenderung lebih disebabkan oleh adanya surplus volume perdagangan, bukan oleh

adanya peningkatan harga satuan ekspor.

• Secara keseluruhan, pertumbuhan ekspor rata-rata sayuran selama periode 1981-1995 adalah

sebesar 15,63% per tahun, dengan pola pertumbuhan yang konstan. Tingkat pertumbuhan

terendah diperlihatkan oleh jagung manis (-184,62%), sedangkan tingkat pertumbuhan tertinggi

ditunjukkan oleh jamur segar (420,90%).

• Secara keseluruhan, pertumbuhan impor rata-rata sayuran selama periode 1981-1995 adalah

sebesar 16,05 % per tahun, dengan pola pertumbuhan yang meningkat. Tingkat pertumbuhan

terendah diperlihatkan oleh sayuran lain-lain (-16,69%), sedangkan tingkat pertumbuhan tertinggi

ditunjukkan oleh kacang kapri kering (112,35 %).

• Sumber dominan pertumbuhan penerimaan ekspor baik dari setiap komoditas secara spesifik

maupun secara keseluruhan (total) adalah volume ekspor. Sementara itu, sumber dominan

pertumbuhan pengeluaran impor sayuran baik dari setiap komoditas secara spesifik maupun

secara keseluruhan (total) adalah volume impor.

Page 13: an Ekspor-impor Dan Ketidak-stabilan Penerimaan Ekspor Komoditas Sayuran Di Indonesia

13

• Ketidak-stabilan atau keragaman volume ekspor merupakan penyebab utama terjadinya ketidak-

stabilan penerimaan ekspor sayuran. Analisis dekomposisi mengisyaratkan perlunya penekanan

terhadap perbaikan kontinuitas pasokan sebagai salah satu jalan keluar untuk mengurangi ketidak-

stabilan penerimaan ekspor.

PUSTAKA

Arief, S. 1993. Metodologi penelitian ekonomi. Penerbit Univ. Indonesia, Jakarta.

Dillon, H.S. dan A. Suryana. 1990. Permasalahan dan kebijaksanaan pengembangan ekspor hasil

pertanian. Dalam A. Suryana, F. Kasryno & E. Pasandaran (Penyunting). Kontribusi Sektor

Pertanian dalam Peningkatan Ekspor Non Migas. Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Badan

Litbang Pertanian.

Edwards, S. 1993. Openness, trade liberalization, and growth in developing countries. J. Econ. Lit., 31:

1358-1394

Fosu, A. 1992. Exports and economic growth: The African case. World Dev., 18(4): 831-835.

Frisvold, G. and K. Ingram. 1995. Sources of agricultural productivity growth and stagnation in sub-

Saharan Africa. Agr. Econ., 13(1): 51-61.

Glezakos, C. and J. B. Nugent. 1983. More on the cause on instability in export earnings. Oxford Bull.

of Econ. and Stat., 45(4): 379-383.

Gyimah-Brempong, K. 1991. Export instability and economic growth in sub-Saharan Africa. Econ. Dev.

Cult. Change, 39: 815-828

Habeck, M., D.J. Brown and P. Abbott. 1988. Sources of export earnings instability: The role of

agriculture. J. of Agr. Econ., 39(1): 69-79.

Love, J. 1989. Export imports and investment in developing countries. J. of Dev. Studies, 25: 183-191.

Massell, B.F. 1964. Export concentration and fluctuations in export earnings: A cross-section analysis.

Amer. Econ. Rev., 60(1): 47-63.

Murray, D. 1978. Export earnings instability: Price, quantity, supply, demand ? Econ. Dev. and Cult.

Change, 27: 61-72.

Piggott, R.R. 1978. Decomposing the variance of gross revenue into demand and supply components.

Amer. J. of Agr. Econ., 60: 145-157.

Savvides, A. 1984. Export instability and economic growth: Some new evidence. Econ. Dev. and Cult.

Change, 32(3): 607-614.

Sigit. H. 1996. Produktivitas dan ekspor beberapa komoditi pertanian. Makalah disampaikan pada

Seminar Nasional Peningkatan Produktivitas Pertanian, Jakarta, 6-7 Agustus 1996.

Simatupang, P. 1988. Source of major agricultural export earnings stability in Indonesia. J. Agro Ekon.,

7(1): 47-60.

Soengkono, I. 1996. Pendayagunaan peluang pasar internasional hortikultura. Makalah disampaikan

pada Seminar Sehari Kebutuhan Penelitian Hortikultura, Jakarta, 23 Agustus 1996.

Susilowati, S.H., M. Ariani dan G.S. Hardono. 1997. Trend dan permasalahan impor pangan di

Indonesia. Dalam A. Suryana, T. Sudaryanto dan S. Mardianto (Penyunting). Kebijakan

Pembangunan Pertanian: Analisis Kebijaksanaan Antisipatif dan Responsif. Monograph Series

No. 17. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.

Tybout, J. 1992. Linking trade and productivity: New research directions. World Bank Econ. Rev., 6:

189-211.