Aliran Universalistik Dan Hedonisme

26
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting, sebagai individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat tergantung kepada bagaimana akhlaknya. Apabila akhlaknya baik, maka sejahteralah lahir batinnya, apabila akhlaknya rusak, maka rusaklah lahir dan batinnya. Ilmu akhlak merupakan bagian dari ilmu agama yang perlu dipelajari dan dikuasai. Berangkat dari keingintahuan tentang berbagai aliran akhlak maka kami menulis makalah berjudul “Aliran Akhlak Universalistik dan Hedonisme”. Kami memilih judul ini karena aliran dalam akhlak ini sangat banyak macamnya. 1

Transcript of Aliran Universalistik Dan Hedonisme

Page 1: Aliran Universalistik Dan Hedonisme

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang

penting, sebagai individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh bangunnya

suatu masyarakat tergantung kepada bagaimana akhlaknya. Apabila akhlaknya

baik, maka sejahteralah lahir batinnya, apabila akhlaknya rusak, maka rusaklah

lahir dan batinnya.

Ilmu akhlak merupakan bagian dari ilmu agama yang perlu dipelajari dan

dikuasai. Berangkat dari keingintahuan tentang berbagai aliran akhlak maka kami

menulis makalah berjudul “Aliran Akhlak Universalistik dan Hedonisme”. Kami

memilih judul ini karena aliran dalam akhlak ini sangat banyak macamnya.

B. Tujuan

Makalah ini dimaksudkan untuk membahas tentang berbagai aliran dalam

akhlak dan juga untuk memenuhi tugas mata kuliah akhlak.

1

Page 2: Aliran Universalistik Dan Hedonisme

BAB IIPEMBAHASAN

A. Aliran Universalistik

Universalistic hedonism yang menyatakan bahwa yang menjadi tolok ukur

apakahsuatu perbuatan itu baik atau buruk adalah mengacu kepada akibat

perbuatan itu melahirkan kesenangan atau kebahagiaan kepada seluruh makhluk.

Aliran ini mendasarkan ukuran dan buruk pada “kebahagiaan umum”. Aliran

ini mengharusakan agar manusia dalam hidupnya mencari kebahagiaan yang

sebesar-besarnya untuk sesama manusia dan bahkan pada sekalian mahkluk yang

berperasaan. Jadi baik buruknya sesuatu didsarkan atas ada keseangan atau

tidaknya sesuatu itu bagi umat manusia. Kalau memang sesuatu itu lebih banyak

kelezatannya dan membawa kemanfaatan maka hal itu baik tapi sebaliknya kalau

membawa akibat penderitaan maka hal itu berarti buruk

B. Aliran Hedonisme

Dalam filsafat Yunani Kuno ditemukan bahwa Hedonisme sudah muncul

sekitar 433-355SM oleh Aristippos dari Kyrene, salah seorang murid Socrates.

Menurut paham ini banyak yang disebut perbuatan yang baik adalah perbuatan

yang banyak mendatangkan kelezatan, kenikmatan, dan kepuasan nafsu biologis.

Aliran ini tidak mengatakan bahwa semua perbuatan mengandung kelezatan,

melainkan adapula yang mendatangkan kepedihan, dan apabila ia disuruh

memilih manakah perbuatan yang harus dilakukan, maka yang dilakukan adalah

2

Page 3: Aliran Universalistik Dan Hedonisme

yang mendatangkan kelezatan. Maka apabila terjadi keraguan dalam memilih

sesuatu perbuatannya, harus diperhitungkan banyak sedikitnya kelezatan dan

kepedihannya dan sesuatu itu baik apabila diri seseorang yang melakukan

perbuatan mengarah kepada tujuan

Istilah ”hedonisme”, termasuk dalam konteks madzhab etika, secara

etimologis berasal dari bahasa Yunani hedone, yang berarti kesenangan, atau

kenikmatan dan kepuasan rasa. Dari sini kemudian dapat dikatakan bahwa secara

kebahasaan, sesungguhnya kata hedone, dalam istilah hedonisme, dapat diartikan

sebagai kesenangan, kenikmatan, kelezatan dan kepuasan rasa, serta terhindar dari

segala penderitaan. Di dalam madzhab hedonisme, rasa puas atau kepuasan rasa

—yang berarti juga kesenangan, kenikmatan, kelezatan—sebagaimana dikatakan

oleh Poejawijatno, diidentikkan dengan kebahagiaan, yang kemudian hal ini

mendatangkan sejumlah kritik; karena ternyata dalam kenyataannya, tidak semua

kesenangan atau kepuasan mesti mendatangkan kebahagiaan, bahkan tidak jarang

yang terjadi justru sebaliknya bahwa kepuasan itu justru mendatangkan

kegelisahan.

Relevan dengan makna kebahasaan di atas, hedonisme menempatkan hedone

sebagai satu-satunya parameter untuk menentukan tindakan baik. Itulah sebabnya

ada pendapat yang mendefinisikan hedonisme, dalam kapasitasnya sebagai salah

satu madzhab etika, sebagai pandangan yang menempatkan kenikmatan sebagai

tujuan satu-satunya dari tindakan manusia dan kunci menuju hidup baik (bersama

dengan usaha menghindari penderitaan).

Sepanjang sejarah barangkali tidak ada filsafat moral yang lebih mudah

dimengerti dan akibatnya tersebar lebih luas seperti hedonisme ini. Maka tidak

mengherankan kalau pandangan ini sudah timbul pada awal sejarah filsafat. Atas

pertanyaan ”apa yang menjadi hal yang terbaik bagi manusia”, pada hedonis

menjawab ”kesenangan”, sesuai dengan asal kata hedonisme itu sendiri yakni dari

bahasa Yunani hedone. Demikian dapat dikatakan bahwa, adalah baik apa yang

memuaskan keinginan kita, apa yang meningkatkan kuantitas kesenangan atau

3

Page 4: Aliran Universalistik Dan Hedonisme

kenikmatan dalam diri kita. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hedonisme

adalah pandangan bahwa kenikmatan merupakan tujuan satu-satunya dari

kegiatan manusia dan kunci menuju hidup baik (bersama dengan usaha

menghindari usaha menghindari penderitaan). Oleh karena itu, ketika ditanyakan

mengenai ”apa yang terbaik bagi manusia”, maka kaum hedonis pasti menjawab

dengan menyebut ”kesenangan” (kenikmatan); yang baik adalah apa yang

memuaskan rasa kesenangan atau kenikmatan kita, apa yang meningkatkan

kuantitas kesenangan atau kenikmatan dalam diri kita. Dengan demikian bagi

hedonisme, yang bisa dikatakan baik hanyalah hal-hal yang dapat mendatangkan

kenikmatan dan kelezatan, dan sebaliknya yang buruk adalah hal-hal yang tidak

mendatangkan kenikmatan, atau bahkan mengakibatkan penderitaan. Maka orang

yang bermoral (atau berakhlak dalam terminologi Islam) adalah orang yang

berbuat untuk mendatangkan kenikmatan dan atau keksenangan, dan sekaligus

menghindarkan diri dari penderitaan

Pandangan hedonisme tersebut bukan tanpa alasan, sehingga wajar kalau

kemudian diketahui hingga sekarang masih banyak penganutnya. Dalam konteks

ini kaum hedonis mengemukakan argumen berupa realitas empiris seputar

kehidupan manusia. Aristippos, tokoh pertama hedonisme, mengatakan bahwa

sudah diketahui bersama, bahwa sejak masa kecilnya manusia senantiasa merasa

tertarik dengan kesenangan dan bila tercapai ia tidak mencari sesuatu yang lain

lagi. Sebaliknya, manusia selalu berusaha menjauhkan dirinya dari

ketidaksenangan, atau penderitaan. Dengan demikian memang harus diakui

bahwa memang banyak perbuatan manusia diorientasikan untuk mencapai

kepuasan atau kenikmatan, meskipun harus dikatakan bahwa ini bukan

merupakan satu-satunya faktor. Bahkan sampai ada ahli psikologi yang

berpendapat bahwa semua tindakan manusia berdasarkan atas kecenderungan

yang tak disadari yakni untuk mencapai kepuasan semata, yang oleh Freud

dinamakan libido seksualitas, atau cenderung untuk mencapai kepuasan dalam

meiliki kekuasaan dalam teori Adler.

4

Page 5: Aliran Universalistik Dan Hedonisme

Sebagai mazhab etika, hedonisme dapat dikatakan sudah berusia relatif tua.

Dalam sejarah filsafat Yunani, hedonisme sudah ditemukan pada Aristipos dari

Kyrene (sekitar 433-355 sM), seorang murid Sokrates, yang dikenal dengan

mazhab Cyrenicnya. Pada suatu saat, Sokrates bertanya tentang tujuan akhir bagi

kehidupan manusia atau apa yang sungguh-sungguh baik bagi manusia, tetapi ia

sendiri tidak memberikan jawaban yang jelas atas pertanyaan itu dan hanya

mengkritik jawaban-jawaban yang dikemukakan oleh orang lain. Aristippos

menjawab, ”yang sungguh baik bagi manusia adalah kesenangan”. Bagi Aristipos,

kesenangan yang dimaksudkan di sini adalah kesengan yang memiliki tiga

karakteristik pokok sebagai berikut ini. Pertama, kesenangan itu adalah bersifat

”badani atau material belaka”, karena hakikatnya tidak lain daripada gerak dalam

badan. Mengenai gerak itu ia membedakan tiga kemungkinan: gerak yang kasar

dan itulah ketidaksenangan, misalnya, rasa sakit; gerak yang halus dan itulah

kesenangan; sedangkan tiadanya gerak merupakan suatu keadaan netral, misalnya

jika ia tidur. Kedua, kesenangan bersifat badani itu adalah kesenangan ”aktual”;

bukan kesenangan masa lampau (karena hal ini tak lebih sebagai sebuah ingatan

atas kesenangan) dan bukan pula di masa mendatang (karena ini tak lebih sebagai

antisipasi atas kesenangan itu). Yang baik dalam arti kenikmatan sebenarnya

adalah kenikmatan ”kini” (sekarang). Dan ketiga, kesenangan dalam hedonisme

yang bersifat badani dan aktual (kini) adalah kesenangan ”di sini”, sehingga

kesenangan yang dimaksudkan adalah kesenangan individual—bukan kesenangan

kolektif. Apabila ditinjau dari parameter egoistis hedonisme dan universal

hedonisme, maka hedonisme versi Aristippos ini masuk kategori egoistis

hedonisme, dimana orang dikatakan bermoral apabila mampu berbuat

mendatangkan kenikmatan untuk dirinya sendiri, bukan seperti universalisme

hedonisme Itulah sebabnya K. Bertens menegaskan bahwa kalau dilihat secara

keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kesenangan atau kenikmatan yang

dimaksudkan oleh Aristippos, sang maestro hedonisme, adalah kesenangan

sebagai yang berkarakteristik ”badani, aktual dan individual”.

5

Page 6: Aliran Universalistik Dan Hedonisme

Apabila ditinjau dari parameter ”egoistis hedonisme” dan ”universalistis

hedonisme”, maka model hedonisme versi Aristippos ini masuk ke dalam kategori

egoistis hedonisme (hedonisme individu). Sesuai dengan makna harfiahnya,

bahwa egoistis hedonisme lebih memberikan penekanan pada kenikmatan yang

bersifat individual (bukan kolektif), sehingga menurutnya orang yang bermoral

adalah orang yang mampu melakukan suaty perbuatan demi mewujudkan

kenikmatan (menghindarkan penderitaan) hanya untuk kepentingan dirinya

sendiri saja, sama sekali bukan untuk kepentingan orang lain. Pandangan seperti

ini jelas kontras dengan konsepsi universalistis hedonisme yang lebih

memberikan penekanan pada kenikmatan dalam arti kenikmatan bersama

(kolektif), sehingga orang dikatakan bermoral, dalam pandangannya, adalah

apabila orang itu mampu berbuat untuk mendatangkan sesuatu yang dapat

dinikmati secara bersama, atau kenikmatan yang bersifat kolektif; dan

universalistis hedonisme inilah yang kelak dinamakan madzhab utilitarianisme

dalam etika.

Di samping hal tersebut di atas, kemudian hedonisme mempunyai dua model

penafsiran (interpretasi) yang berbeda (bahkan bertolak belakang), yakni

hedonisme psikologis dan hedonisme etis. Hedonisme psikologis berpadangan

bahwa semua tindakan manusia senantiasa diarahkan untuk mencapai atau

mewujudkan suatu kenikmatan dan sekaligus menghindari, dan bahkan

menjauhkan dirinya dari penderitaan. Sedangkan menurut hedonisme etis, semua

tindakan manusia ”harus” ditujukan pada upaya pencapaian kenikmatan atau

kesenangan dan sekaligus menghindari adanya penderitaan. Tesis yang pertama

sering diposisikan sebagai dasar bagi tesis yang kedua, dengan alasan bahwa

apabila semua tindakan manusia adalah hedonistis, tentu saja bersifat mustahil

bila kita dianjurkan harus berbuat sebaliknya.

Dalam pandangan hedonisme, ada sejumlah batasan-batasan dalam mencapai

kenikmatan itu. Sebagaimana dijelaskan oleh Aristippos, bahwa dalam

pencapaian kenikmatan itu diperlukan adanya pengendalian diri bagi manusia,

6

Page 7: Aliran Universalistik Dan Hedonisme

sebagai juga telah diajarkan oleh gurunya yakni Sokrates. Dalam pada itu

pengakuan perlunya pendendalian diri tidak identik dengan meninggalkan

kenikmatan; yang penting adalah mempergunakan kesenangan dengan baik dan

tidak membiarkan diri terbawa olehnya, sebagaimana mengendalikan kuda atau

perahu tidak berarti meninggalknannya, tetapi menguasainya menurut kehendak

kita. Konon, kepada para pengkritiknya karena hubungannya dengan seorang

wanita penghibur kelas tinggi bernama Lais, Aristippos menjawab: ”Saya

memiliki Lais, bukan ia memiliki saya”.

Filosof Yunani lainnya yang melanjutkan hedonisme adalah Epikuros (341-

270 sM). Meskipun Epikuros melihat hedone sebagai tujuan dan kunci baik

kehidupan manusia, namun baginya pengertian kesenangan jauh lebih kompleks

dibandingkan dengan konsep Aristippos di atas. Bagi Epikuros, cakupan

kenikmatan itu selain bersifat badani (material) juga ada kenikmatan ruhani

(spiritual), dan bahkan jenis yang terakhir (kenikmatan ruhani) merupakan

kenikmatan yang lebih mulia. Perihal pengakuan Epikuros atas adanya

kenikmatan ruhani, sebagai tercermin dalam sebuah suratnya kepada Menokeous

berikut ini: ”Bila kami mempertahankan bahwa kesenangan adalah tujuannya,

kami tidak maksudkan kesenangan inderawi, tapi kebebasan dari nyeri dalam

tubuh kita dan kebebasan dari keresahan dalam jiwa

Dan lebih dari itu, dengan beranjak dari keberadaan kesenangan ruhani

sebagai yang lebih mulia, Epikuros tidak hanya membatasi kesenangan ruhani

sebagai bersifat aktual semata (sekarang), melainkan juga kesenangan masa

lampau dan masa akan datang.

Biarpun pada dasarnya setiap kesenangan bisa dinilai baik, namun itu tidak

berarti setiap kesenangan harus dimanfaatkan. Dalam konteks ini penting

dikemukanan pembagian Epikuros tentang keinginan atas tiga macam: keinginan

alamiah yang perlu (seperti makanan), keinginan alamiah yang tidak perlu (seperti

makanan yang enak) dan keinginan yang sia-sia (seperti kekayaan). Hanya

keinginan pertama harus dipuaskan dan pemuasannya secara terbatas

7

Page 8: Aliran Universalistik Dan Hedonisme

menghasilkan kesenangan paling besar, karena itu Epikuros menganjurkan

semacam ”pola hidup sederhana”. Orang bijak akan berusaha semaksimal

mungkin hidup terlepas dari keinginan, sehingga manusia akan mencapai

ataraxia, ketenangan jiwa atau keadaan jiwa seimbang yang tidak membiarkan

diri terganggu oleh hal-hal yang lain. Bagi Epikuros ataraxia sangat penting,

sehingga ia mengapresiasinya juga sebagai tujuan kehidupan manusia (di samping

kesenangan). Tujuan etik Epikuros dalam hal ini tidak lain adalah pendidkan jiwa

jiwa guna menghadapi segala kondisi, agar manusia selalu tangguh menghadapi

kehidupun di dunia ini

C. Pandangan Islam Terhadap Paham Universalistik dan Hedonisme

Agama Islam melarang setiap pemeluknya untuk mementingkan dirinya

sendiri tanpa mau memperdulikan keadaan masyarakat sekelilingnya; dan

demikian pula sebaliknya, agama Islam juga melarang para pemeluknya untuk

mementingkan urusan masyarakat dengan jalan menelantarkan kepentingan

pribadinya. Jadi agama Islam tidak sejalan dengan faham "egoistic hedonism"

yang menyatakan bahwa kebenaran itu ialah apa yang menyenangkan diri pribadi

meskipun menyengsarakan orang banyak. Dan juga tidak sependapat dengan

aliran "universalistic hedonism" yang berfaham bahwa kebenaran itu adalah yang

membahagiakan masyarakat banyak meskipun dirinya sendiri mengalami

kesengsaraan. Tetapi agama Islam adalah menengahi antara keedua faham dalam

aliran filsafat tersebut (egoistic hedonism dan universalistic hedonism). Dalam hal

ini Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda dalam hadits-hadits beliau yang

antara lain:

ار� ض�ر� � و�ال ر� �ض�ر� ال

8

Page 9: Aliran Universalistik Dan Hedonisme

"Tidak boleh membuat kesengsaraan dirinya sendiri dan juga tidak boleh

membuat kesengsaraan orang lain"

. �م �ح�اك ال و�اه ر� �ه� �ب ن ج� �ل�ى ا �ع� ائ ج� ه و�ج�ار �ع ب �ش� ي �ذ�ى� ال �مؤ�م�ن ال �س� �ي ل

�ه�ق�ي$ �ي �ب و�ال

"Bukanlah orang yang beriman, orang yang kenyang, sedangkan tetangga

di sebelahnya kelaparan".

�ان� ك و�م�ن� �ه، ل ظ�ه�ر� � ال م�ن� ع�ل�ى �ه� ب �عد� �ي ف�ل ظ�ه�ر1 ف�ض�ل �د�ه ن ع� �ان� ك م�ن�

او�ى . ( ر� �د1 ع�ي س� و� ب� أ ق�ال� �ه� ل اد� ز� � ال م�ن� ع�ل�ى �ه� ب �عد� �ي ف�ل اد1 ز� ف�ض�ــل �د�ه ن ع�

: ( �اف� ص�ن� أ م�ن� �م� ل و�س� �ه� �ي ع�ل الله ص�ل�ى الله� و�ل س ر� �ر� ف�ذ�ك �ث� الح�د�ي

و�اه . ر� �ف�ض�ل� ال م�ن� �ا م�ن �ح�د1 أل �ح�ق � ال ـــــه �ـ �ن أ �ا �ن �ي أ ر� �ى ح�ت �ر� ذ�ك م�ا �م�ال� ال

د�اود� و� ب� و�أ �ح�م�د و�أ �م� ل مس�

"Barangsiapa yang mempunyai kelebihan tempat duduk di kendaraannya,

maka hendaklah dia memberikan kepada orang yang sama sekali tidak mendapatkan

kendaraan. Dan barangsiapa yang mempunyai kelebihan bekal, maka hendaklah dia

memberikan kepada orang yang sama sekali tidak mempunyai bekal. Abu Sa'id

(perawi hadits) berkata: Kemudian Rasulullah saw. menuturkan jenis-jenis harta

sebagaimana yang telah beliau tuturkan, sehingga kami (para sahabat) berpendapat

bahwa sesungguhnya sama sekali tidak ada hak pakai bagi salah seorang dari kita

terhadap kelebihan".

Hadits di atas memberi petunjuk kepada kita sekalian akan hal-hal berikut:

Saling membantu dalam memenuhi tuntutan hidup dan keperluan-

keperluannya adalah tiang utama dalam agama Islam, sehingga semua muslim

9

Page 10: Aliran Universalistik Dan Hedonisme

diwajibkan untuk saling membantu dan masing-masing dari kita diwajibkan

memberikan kelebihan yang dimilikinya kepada saudaranya sesama muslim yang

memerlukannya.

Agama Islam menjamin setiap manusia akan hak hidupnya, makanan,

minuman, pakaian, tempat tinggal, pendidikan dan pengobatan. Barangsiapa yang

tidak mampu untuk mendapatkan hak-hak hidup tersebut, maka wajib bagi orang

yang mampu untuk membantu mendapatkannya dan memberinya apa yang lebih dari

hajatnya sendiri.

Agama Islam memerangi penimbunan dengan segala macam bentuknya;

karena dalam penimbunan tersebut terdapat pengkhianatan bagi kelebihan harta

benda yang tidak dibenarkan oleh syari'at Islam. Islam juga memerangi perbuatan

riba, karena perbuatan riba itu bukanlah pertolongan, bahkan riba (pinjaman dengan

bunga) itu sesungguhnya merupakan pengkhia-natan yang jelek sekali bagi hajat

manusia. Islam memerangi perjudian, lotre dan gadai dengan bunga. Karena harta

yang dipergunakan dalam hal-hal tersebut adalah kelebihan dari pemi-liknya,

sedangkan seseorang tidak berhak untuk mempergunakan kelebihan yang dimilikinya

selain memberikan kepada orang yang berhak mempergunakannya.

Agama Islam mewajibkan pemberian upah pekerja pada batas minimal yang

tidak boleh kurang dari batas tersebut, yaitu jumlah yang dapat menjamin karyawan

dan keluarganya pada kehidupan yang normal.

Jadi menurut agama Islam, orang mu'min yang sejati ialah orang yang telah

merasakan dirinya sebagai anggauta mesyarakat, sehingga kebahagiaan masyarakat

adalah kebahagiaan bagi dirinya dan kesengsaraan masyarakat adalah kesengsaraan

bagi dirinya.

Karena agama Islam itu mengatur hubungan setiap muslim dengan:

10

Page 11: Aliran Universalistik Dan Hedonisme

Tuhannya yang telah menciptakan dirinya dan menganugerahinya dengan

berbagai macam kenikmatan yang tidak dapat dihitung jumlah dan macamnya.

Hubungan ini harus dilakukan dengan baik, yaitu dengan jalan beribadah dan

menyembah hanya kepadaNya, men-taati segala macam perintah dan larangan-Nya

dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu-pun.

Dirinya sendiri, dengan jalan memberikan makanan halal agar jiwanya dapat

merasakan ketenangan dan ketenteraman; dan makanan yang bergizi agar badannya

selalu sehat, serta harus mengobatinya apabila sakit. Agama Islam melarang setiap

muslim merusak jiwanya dengan makanan yang haram misalnya dan merusak

jasmaninya dengan minuman arak.

Sesama manusia yang dalam hal ini dibedakan antara seseorang dengan orang

tuanya, dengan orang lain yang lebih tua, dengan keluarganya, dengan teman sebaya,

dan dengan orang yang lebih muda, dengan tetangganya dan lain sebagainya.

Dengan sesama makhluk yang bernyawa. Agama Islam memperbolehkan

menyembelih binatang yang dagingnya boleh dimakan, akan tetapi dalam

menyembelih tersebut tidak boleh dilakukan dengan menyiksa binatang yang akan

disembelih. Demikian pula agama memperbolehkan membunuh binatang buas yang

membahayakan dan binatang-binatang yang merusak/mengganggu, namun tidak

boleh dilakukan dengan jalan menyiksa.

Alam semesta dan lingkungan hidupnya. Agama Islam mempersilahkan setiap

orang untuk memanfa'akan apa saja yang diciptakan Allah di alam semesta ini, akan

tetapi pemanfaatan tersebut tidak boleh dilakukan dengan mendatangkan pencemaran

bagi lingkungan hidup, lebih-lebih dengan jalan yang mendatangkan kerusakan bagi

eko system dari alam semesta ini.

Dalam surat Al 'Ashr ayat 1 - 3 Allah swt. berfirman:

11

Page 12: Aliran Universalistik Dan Hedonisme

. . . ــــــو�ا ـ آم�ن �ن� ـذ�ي �ـ ال � �ال إ ر1 خس� �ف�ى ل ان� �س� �ن اإل ��ن إ �ع�ص�ر� و�ال الرحيم الرحمن الله بسم

�ر� . �ال�ص�ــــــب ب �و�اص�و�ا و�ت Mح�ق� �ال ب �و�اص�و�ا و�ت �ح�ات� الص�ال و�ا و�ع�م�ل

"Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Demi masa.

Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang

yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling menasehati supaya mentaati

kebenaran dan saling menasehati supaya menetapi kesabaran".

Yang dimaksud dengan mengerjakan amal saleh di sini adalah berbuat baik

kepada Allah swt, diri sendiri, sesama manusia, sesama makhluk hidup dan alam

semesta seperti tersebut di atas

12

Page 13: Aliran Universalistik Dan Hedonisme

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Universalistic hedonism yang menyatakan bahwa yang menjadi tolok ukur

apakahsuatu perbuatan itu baik atau buruk adalah mengacu kepada akibat

perbuatan itu melahirkan kesenangan atau kebahagiaan kepada seluruh makhluk.

Istilah ”hedonisme”, termasuk dalam konteks madzhab etika, secara

etimologis berasal dari bahasa Yunani hedone, yang berarti kesenangan, atau

kenikmatan dan kepuasan rasa. Dari sini kemudian dapat dikatakan bahwa secara

kebahasaan, sesungguhnya kata hedone, dalam istilah hedonisme, dapat diartikan

sebagai kesenangan, kenikmatan, kelezatan dan kepuasan rasa, serta terhindar dari

segala penderitaan. Di dalam madzhab hedonisme, rasa puas atau kepuasan

B. Saran

Demikianlah makalah ini saya buat dengan semaksimal mungkin. Saya

menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan

kekurangan baik dalam segi penulisan maupun materi yang disajikan. Dengan

demikian kritik dan saran dari dosen pembimbing dan teman-teman sekalian

sangat saya harapkan demi perbaikan dalam pembuatan makalah selanjutnya.

Atas kritik dan saran nantinya saya ucapkant terima kasih.

13

Page 14: Aliran Universalistik Dan Hedonisme

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................

KATA PENGANTAR......................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................1

B. Tujuan.............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Aliran Universalistik .....................................................................2

B. Aliran Hedonisme .........................................................................2

C. Pandangan Islam Terhadap Paham Universalitik-hedonisme........ 8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...........................................................................................13

B. Kritik dan Saran ...................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA

14

Page 15: Aliran Universalistik Dan Hedonisme

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah Penyusun Panjatkan Kehadirat Allah SWT, karena

dengan Rahmat dan Karunia-Nya Penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan

judul “Aliran Universalistik dan Hedonisme”

Salawat beserta salam penyusun sampaikan kepada Reformator dunia yaitu

Baginda Rasulullah SAW yang telah menghijrahkan umatnya minal kufri ilal iman,

kecintaannya kepada umat melebihi cintanya pada dirinya sendiri..

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penyusun mengakui masih banyak

terdapat kejanggalan- kejanggalan dan kekurangan dalam makalah ini. Hal ini

disebabkan kurangnya ilmu pengetahuan dan pengalaman yang penyusun miliki, oleh

karena itu, kritik dan saran yang konsruktif sangat penyusun harapkan demi

kesempurnaan makalah ini dimasa yang akan datang.

Penyusun juga berharap makalah ini mudah-mudahan berguna dan

bermamfaat bagi kita semua. Amin Ya Rabbal ‘Alami

Bengkulu, 2012

Penyusun

15

ii

i

i

Page 16: Aliran Universalistik Dan Hedonisme

AKHLAKAliran Akhlak Universalistik dan Hedonisme

Oleh :

Luti HerliLipi ermayani

Dosen Pembing :

Drs. M. Nur Ibrahim, M.Pd

JURUSAN TARBIYAHPENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERISTAIN (BENGKULU)

2012

16

Page 17: Aliran Universalistik Dan Hedonisme

DAFTAR PUSTAKA

Solihin dan Rosyid Anwar.2005.Aklak Tasawuf: Manusia, Etika, Dan Makna

Hidup.Bandung:Nuansa

Mustofa,1997.Akhlak-Tasawuf.Bandung:Pustaka Setia

Abdullah,Yatimin,2007.Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Quran.Jakarta : Amzah

17