Aliran Syi'Ah
-
Upload
kewin-harahap -
Category
Documents
-
view
14 -
download
0
Transcript of Aliran Syi'Ah
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu Kalam biasanya disebut dengan beberapa nama, antara lain: Ilmu
Ushuluddin, Ilmu Tauhid, Fikih Al-Akbar dan Teologi Islam. Disebut Ilmu
Ushuluddin karena ilmu ini membahas pokok-pokok agama dan disebut Ilmu
Tauhid karena ilmu ini membahas keesaan Allah Swt dan hal-hal yang berkaitan
dengan-Nya. Secara objektif ilmu kalam sama dengan ilmu Tauhid tetapi
argumentasi Ilmu Kalam lebih dikonsentrasikan pada penguasaan logika.
Secara terperinci bahwa Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf mempunyai
kemiripan objek kajian. Objek kajian Ilmu Kalam adalah keTuhanan dan segala
sesuatu yang berkaitan dengan-Nya. Yang dikaji disini tentang asma’ (nama-
nama) dan af’al (perbuatan-perbuatan) Allah yang wajib, mustahil, dan jaiz juga
sifat yang wajib, mustahil dan jaiz bagi Rasul-Nya.
Ilmu Kalam dengan metodenya sendiri berusaha mencari kebenaran
tentang Tuhan dan yang berkaitan dengan-Nya. Filsafat dengan wataknya sendiri
pula, berusaha menghampiri kebenaran baik tentang alam maupun manusia (yang
belum atau tidak dapat dijangkau oleh Ilmu Pengetahuan karena berada di luar
atau di atas jangkauannya), atau tentang Tuhan.
Berdasarkan pemahaman tentang ilmu kalam ini, yaitu tentang sifat dan
zat Tuhan, terdiri dari beberapa aliran atau paham yang masing-masing
mempunyai pemahaman yang berbeda sesuai dengan alirannya. Salah satu aliran
tersebut adalah aliran Syi’ah, yaitu suatu aliran yang mengikuti Ali bin Abi Thalib
yang lawannya adalah Khawarij yaitu yang keluar dari barisan Ali. Aliran ini
semula berawal dari terjadinya peristiwa tahkim sewaktu perang Siffin yang
memecah pengikut Ali menjadi dua bagian yang kemudian menjadi sekelompok
yang mempunyai pemahaman tentang keagamaan.
Dan untuk lebih mengenal lebih jauh mengenai aliran Syi’ah ini, dalam
makalah yang sederhana ini penulis telah menguraikannya dengan judul
“ALIRAN SYI’AH DAN DOKTRIN-DOKTRINNYA” yang meliputi latar
belakang timbulnya aliran Syia’h, tokoh-tokoh aliran Syi’ah dan hal-hal yang
berkaitan dengan Syi’ah.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Latar Belakang Kemunculan Syi’ah
Syi’ah dilihat dari bahasa berarti pengikut, pendukung, partai, atau
kelompok, sedangkan secara terminologis adalah sebagian kaum muslim yang
dalam bidang spiritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi
Muhammad Saw, atau orang yang selalu disebut ahl al-bait. Point penting dalam
doktrin syi’ah adalah pernyataan bahwa segala petunjuk agama itu bersumber dari
ahl al-bait. Mereka menolak petunjuk-petunjuk keagamaan dari para sahabat
yang bukan ahl al-bait atau para pengikutnya.1
Masih dalam buku yang sama, yaitu Thabathbai sebagaimana dijelaskan
dalam bukunya Rosihan Anwar, bahwa istilah Syi’ah untuk pertama kalinya
ditunjukkan pada para pengikut Ali (Syi’ah Ali), pemimpin pertama ahl al-bait
pada masa Nabi Muhammad Saw. Para pengikut Ali yang disebut Syi’ah itu di
antaranya adalah Abu Dzar al-Ghiffari, Miqad bin al-Aswad, dan Ammar bin
Yasir.
Pengertian bahasa dan terminologis di atas hanya merupakan dasar yang
membedakan Syi’ah dengan kelompok Islam yang lain. Di dalamnya belum ada
penjelasan yang memadai mengenai Syi’ah berikut doktrin-doktrinnya. Meskipun
demikian, pengertian di atas merupakan titik tolak penting bagi mazhab Syi’ah
dalam mengembangkan dan membangun doktrin-doktrinnya yang meliputi segala
aspek kehidupan, seperti imamain, taqiyah, mut’ah, dan sebagainya.
Mengenai kemunculan Syi’ah dalam sejarah, terdapat perbedaan pendapat
di kalangan para ahli. Menurut Abu Zahra sebagaimana dikuti oleh Rosihan
Anwar juga bahwa Syi’ah mulai muncul pada masa akhir pemerintahan Usman
bin Affan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin
Abi Thalib.2 Adapun menurut Watt, Syi’ah baru benar-benar muncul ketika
berlangsung peperangan antara Ali dan Muawiyyah yang dikenal dengan Perang
Siffin. Dalam peperangan ini sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap
arbitrase yang ditawarkan Muawiyyah. Pasukan Ali diceritakan terpecah menjadi
dua, satu kelompok mendukung sikap Ali, kelak disebut Syi’ah, dan kelompok
lain menolak sikap Ali, kelak disebut Khawarij.
Perang Shiffin adalah peperang yang terjadi antara Ali dan Muawiyah.
Muawiyah adalah anak Abu Sufyan paman Utsman. Pemuka Bani Umaiyyah
yang amat disegani dan dipatuhi oleh lasykarnya. Perang ini terjadi karena
1Rosihan Anwar & Abdul Rozak, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm. 89. 2Ibid, hlm. 90.
2
hasutan dari Muawiyyah kepada penduduk Syam untuk menentang pembunuh-
pembunuh Utsman. Dan Ali yang sudah jadi Khalifah masa itu dituduh memberi
perlindungan kepada pembunuh-pembunuh Utsman. Muawiyah tidak setuju Ali
dibai’ah jadi Khalifah, karena dia menginginkan jabatan Khalifah itu padanya,
sehingga dia menghasut penduduk Syam. Akhirnya penduduk Syam menolak
memberikan jabatan Khalifah pada Ali, mereka berpendapat bahwa jabatan
Khalifah itu hak kaum Muslimin. Dan mereka memihak kepada Muawiyah karena
kehidupan mereka bertambah baik dan makmur dibawah pemerintahannya.
Mereka ingin berketerusan dengan keadaan yang demikian.
Akibat dari Muawiyah tidak menerima Ali dibai’ah, maka terjadilah
Perang Shiffin. Tapi sebelumnya Ali sudah meminta supaya mereka berdamai,
tetapi Muawiyah menolak dan tidak mendengarnya.3
Pertempuran terjadi antara kedua lasykar beberapa hari lamanya. Ali
dengan keberanian pribadinya dapat membangkitkan seangat dan kekuatan
lasykarnya, sehingga kemenangan sudah membayang baginya. Mu’awiyyah yang
sudah cemas dan kehilangan akal, buru-buru memanggil ‘Amr ibnul ‘Ash dan
berkata: “mana simamananmu wahai ‘Amr ibnul ‘Ash ? Keluarkanlah ! Kita
sudah hampir binasa !”.
‘Amr ibnul ‘Ash berseru kepada lasykar-lasykarnya: “Barang siapa yang
membawa mushhaf (kitab Alqur’an) supaya diangkatnya dengan tombaknya ke
atas! Mendengar seruan itu beberapa orang lasykar ‘Amr ibnul “ash
mengangkatkan mushhaf dengan ujung tombaknya, dengan seruan yang ditujukan
kepada lasykaar Ali” Inilah Kitabullah yang akan menjadi hakim antara kami dan
kamu!”.
Seruan lasykar Mu’awiyyah ini mendapat sambutan hanbat dari lasykar
Ali. Banyak dari mereka yang tadinya hendak meneruskan peperangan, akan
tetapi oleh karena kehidupan mereka telah morat-marit, lantas memperkenankan
seruan itu. Tetapi, Ali berusaha sungguh-sungguh menghasung lasykarnya
meneruskan perjuangan, sehingga kemenangan yang hampir ditangannya itu
sempurna. Tetapi, seruan Ali tidak mendapat perhatian, malahan mereka
memaksa Ali supaya mengumumkan bahwa peperangan dihentikan.
Ada riwayat, bahwa diantara pengikut-pengikut yang menantang Ali, ada
yang sampai mengucapkan kata: “Orang-orang itu menyeru kita supaya kembali
kepada Kitabullah, tetapi kamu menyeret kami ke ujung pedang”. Mereka
3Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, (Jakarta : Bulan Bintang, 1975), hlm. 515-516
3
mengancam Ali akan membalikkan senjata kepadanya, jika masih belum mau
juga menerima ajakan Mu’awiyyah.
Ahli-ahli sejarah yang mempelajari sejarah hidup Ali di bidang
kemiliteran, menemukan bahwa dalam setiap pertempuran Ali selalu menang.
Memang dalam peperangan Jamal, dalam peperangan Shiffin dan beberapa
peperangan dengan Khawarij. Tetapi beliau kalah dengan diplomasi, tak dapat
mengelakkan tipu daya.
Menurut kami pemakalah, bahwa hal itu disebabkan, karena Ali tidak mau
membelakangi akhirat untuk mengharapkan sesuatu hal duniawi. Tambahan lagi,
Ali tiada mempunyai kewibawaan yang penuh terhadap pengikut-pengikutnya.
Mereka tidak dapat dipersatukannya. Hal itu bukanlah kesalahan Ali, tetapi
keadaan dan suasana yang menyebabkan demikian.4
B. Aliran Syi’ah dan Doktrin-doktrinnya
Dalam perkembangannya, selain memperjuangkan hak kekhalifahan ahl –
al-bait di hadapan Dinasti Umayyah dan Abbasiyah, Syi’ah juga mengembangkan
doktrin-doktrinnya sendiri. Berkenaan dengan teologi, mereka mempunyai lima
rukun iman, yakni tauhid (kepercayaan kepada keesaan Allah), mubuwwah
(kepercayaan kepada kenabian); ma’ad (kepercayaan akan adanya hidup di
akhirat); imamah (kepercayaan terhadap adanya imamah yang merupakan hak ahl
al-bait); dan adl (keadilan Ilahi). Meskipun mempunyai landasan keimanan yang
sama, Syi’ah tidak dapat mempertahankan kesatuannya. Dalam perjalan sejarah
kelompok ini akhirnya terpecah menjadi beberapa sekte atau lairan. Perpecahan
ini terutama dipicu oleh masalah doktrin Imamah. Di antara sekte-sekte Syi’ah itu
adalah:
1. Syi’ah Istina’ ‘Asyariyah (Syi’ah dua belas/Syi’ah Imamiyah)
Golongan aliran Syi’ah ini ialah (golongan) Rafidhah, disebut begitu
karena para pengikutnya menolak kepemimpinan Abu Bakar as-Shiddiq dan
‘Umar ibn Khatthab. Merekapun beranggapan bahwa Nabi Muhammad Saw
telah mengangkat dan menetapkan ‘Ali ibn Abu Thalib sebagai khalifah,
sebagaimana yang dinyatkan Nabi Saw, tetapi setelah Nabi wafat banyak para
sahabat yang tidak mau mengakui ‘Ali ibn Abu Thalib sebagai panutan dan
pemimpin. Padahal, menurut anggapan mereka, kepemimpinan (imamah) itu
tidak boleh terjadi melainkan harus melalui nasb ataupun ketetapan dogmatis,
dan mereka sepakat bahwa kepemimpinan itu merupakan pengabdian, bahkan
4A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 2000), hlm. 302.
4
seorang imam dibolehkan bohong demi keselamatan diri (taqiyyah), seperti
dia menyatkan dirinya bukanlah seorang imam. Di samping itu merekapun
membatalkan adanya ijtihad dalam suatu hukum; dan menurut anggapan
mereka, seorang imam itu merupakan orang yang utama. Adapun di antara
(imam) yang paling utama adalah ‘Ali ibn Abu Thalib, sehingga apapun yang
diperbuat ‘Ali senantiasa benar dan tidaklah mungkin dia berbuat salah dalam
menetapkan (hukum) agama.5
Dan adapun doktrin-doktrin (pemikiran-pemikiran) dari aliran Syi’ah
ini adalah dikenal dengan konsep Usul ad-Din. Konsep ini menjadi akar atau
fondasi pragmatisme agama, yaitu:
a. Tauhid (The Devine Unity).
Tuhan adalah Esa baik esensi maupun eksistensi-Nya. Keesaan
Tuhan adalah mutlak. Ia bereksistensi dengan sendiri-Nya. Tuhan adalah
qadim. Maksudnya, Tuhan bereksisten dengan sendirinya sebelum ada
ruang dan waktu. Ruang dan waktu diciptakan oleh Tuhan. Tuhan Maha
Mengetahui, Maha Mendengar, selalu hidup, mengerti semua bahasa,
selalu benar dan bebas berkehendak. Keesaan Tuhan tidak murakkah
(tersusun). Tuhan tidak membutuhkan sesuatu. Ia berdiri sendiri, tidak
dibatasi oleh ciptaan-Nya. Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata biasa.
b. Keadilan (The Devine Justice).
Tuhan menciptakan kebaikan di alam semesta ini merupakan
keadilan. Ia tidak pernah menghiasi ciptaan-Nya dengan ketidakadilan.
c. Nubuwwah (Apostleship).
Setiap makhluk sekalipun telah diberi insting, masih membutuhkan
petunjuk, baik petunjuk dari Tuhan maupun dari manusia. Rasul
merupakan petunjuk hakiki utusan Tuhan yang secara transenden diutus
untuk memberikan acuan dalam membedakan antara yang baik dan yang
buruk di alam semesta. Dalam keyakinan Syi’ah Itsna Asy’ariyah, Tuhan
telah mengutus 124.000 Rasul untuk memberikan petunjuk kepada
manusia.
d. Ma’ad (The Last Day).
Ma’ad adalah hari akhir (kiamat) untuk menghadap pengadilan
Tuhan di akhirat. Setiap muslim harus yakin akan keberadaan kiamat dan
kehidupan suci setelah dinyatakan bersih dan lurus dalam pengadilan
5Abul Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ari, Maqalaat al-Islamiyyiin waikhtilaff, (Diterjemahkan oleh Nasir Yusuf dkk), (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hlm. 78-79.
5
Tuhan. Mati adalah periode transit dari kehidupan dunia menuju
kehidupan akhirat.
e. Imamah (The Devine Guidance).
Imamah adalah institusi yang diinagurasikan Tuhan untuk
memberikan petunjuk manusia yang dipilih dari keturunan Ibrahim dan
didelegasikan kepada keturunan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul
terakhir.6
2. Syi’ah Sab’iyah (Syi’ah Tujuh)
Istilah Syi’ah Sab’iyah (Syi’ah Tujuh) dianalogikan dengan Syi’ah
Itsna Asyariyah. Istilah itu memberikan pengertian bahwa sekte Syi’ah
Sab’iyah hanya mengakui tujuh Imam, yaitu Ali, Hasan, Husein, Ali Zainal
Abidin, Muhammad al-Baqir, Ja’far ash-Shadiq, dan Ismail bin Ja’far. Karena
dinisbatkan pada imam ketujuh, Ismail bin Ja’far ash-Shadiq, Syi’ah Sab’iyah
disebut juga Syi’ah Ismailiyah.
Dalam aliran Syi’ah ini percaya bahwa Islam dibangun oleh tujuh pilar
seperti dijelaskan Al-Qadhi an-Nu’man sebagaimana dikuti oleh Rosihan
Anwar dan Abdul Rozak, yaitu iman, thaharah, shalat, zakat, puasa, haji, dan
jihad.
Dalam pandangan aliran Syi’ah ini, bahwa keimanan hanya dapat
diterima bila sesuai dengan keyakinan mereka, yakni melalui walayah
(kesetiaan) kepada imam zaman. Imam adalah seseorang yang menuntun
umatnya kepada pengetahuan (ma’rifat). Dengan pengetahuan tersebut,
seorang muslim akan menjadi seorang mukmin yang sebenar-benarnya. Untuk
itu mereka berpendapat bahwa manusia akan memasuki kehidupan spiritual,
kehidupan formal-materi sebagai individu dan kehidupan sosial yang
semuanya memerlukan aturan.
Kemudian aliran ini juga berpendapat bahwa syarat-syarat seorang
imam adalah:
a. Imam harus berasal dari keturunan Ali melalui perkawinannya dengan
Fatimah yang kemudian dikenal dengan ahlul bait.
b. Imam harus berdasarkan penunjukan atau nash. Aliran ini meyakini
bahwa penunjukan khusus yang dilakukan Nabi sebelum beliau wafat.
Suksesi keimanan menurut doktrin dan tradisi Syi’ah harus berdasarkan
nash oleh imam terdahulu.
6Rosihan Anwar & Abdul Rozak, Op.cit., hlm. 94-95.
6
c. Keimaman jatuh kepada anak tertua, aliran ini menggariskan bahwa
seorang imam memperoleh keimaman dengan jalan wiratsah (keturunan).
Jadi ayahnya yang menjadi imam menunjuk anaknya yang paling tua.
d. Imam harus maksum, yaitu seorang imam harus terjaga dari salah dan
dosa. Bahkan lebih dari itu mereka berpendapat bahwa sungguhpun imam
berbuat salah, perbuatannya itu tidak salah. Keharusan maksum bagi imam
dapat ditelusuri dengan pendekatan sejarah.
e. Imam harus dijabat oleh dijabat seorang yang paling baik. Dalam
pandangan golongan Syi’ah ini perbuatan dan ucapan imam tidak boleh
bertentangan dengan syari’at. Sifat dan kekuasaan seorang imam hampir
sama dengan Nabi.7
3. Syi’ah Zaidiyah
Disebut Zaidiyah karena aliran ini mengakui Zaid bin Ali sebagai
imam kelima, putra imam keempat, Ali Zainal Abidin. Kelompok ini berbeda
dengan aliran Syi’ah lain yang mengakui Muhammad al-Baqir putra Zainal
Abidin yang lain, sebagai imam kelima. Dari nama Zaid bin Ali inilah, nama
Zaidiyah diambil. Syi’ah Zaidiyah merupakan aliran Syi’ah yang moderat.
Dan aliran ini merupakan aliran yang lebih dekat dengan Sunni.8
Golongan Zaidiyah mengharuskan imamah pada putera Ali dari
Fatimah. Namun bukan dengan jalan wasiat. Harus diangkat melalui
pemilihan ahlul Halli wal Aqdi dan dapat diangkar segala Fathimi yang
berilmu luas yang mempunyai keberanian bertindak, yang bersifat murah
tangan yang tidak gemar kepada kemewahan dunia. Dan dapat menjadi
khalifah segala Fathimi yang menghendaki supaya diangkat atau diakui
sebagai kepala negara, baik dia dari keturunan al-Hasan maupun al-Husain.9
4. Syi’ah Ghulat
Istilah Ghulat berasal dari kata ghala-yaghlu-ghuluw, artinya
bertambah dan naik. Ghala bi ad-din artinya memperkuat dan menjadi
ekstrim sehingga melampaui batas. Syi’ah Ghulat adalah kelompok
pendukung Ali yang memiliki sikap berlebih-lebihan atau ekstrim. Kelompok
ini menempatkan Ali pada derajat keTuhanan, dan ada pula yang mengangkat
pada derajat keNabian, bahkan lebih tinggi daripada Muhammad.10
7Ibid, hlm. 98. 8Ibid, hlm. 101. 9T.M. Hasbi ash-Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, (Semarang: Pustaka
Rizki Putra, 2009), hlm. 116-117. 10Rosihan Anwar & Abdul Rozak, Op.cit., hlm. 105.
7
Aliran Syi’ah Ghulat berpendapat bahwa ke-Nabian sebenarnya adalah
hak Ali. Jibril telah khilaf sewaktu datang membawa wahyu. Jibril datang
kepada Muhammad lantaran ada kemiripan antara keduanya, seperti buruk
gagak yang menyerupai burung gagak yang lainnya.11
Secara umum ada empat doktrin yang membuat aliran ini ekstrim,
yaitu tamasukh, bada’, raj’ah, dan tasbih. Tamasukh adalah keluarnya roh
dari satu jasad dan mengambil tempat pada jasad yang lain. Faham ini diambil
dari falsafah Hindu. Penganut agama Hindu yang berkeyakinan bahwa roh
disiksa dengan cara berpindah ke tubuh hewan yang lebih rendah dan diberi
pahala dengan cara berpindah dari satu kehidupan kepada kehidupan yang
lebih tinggi. Syi’ah Ghulat menerapkan faham ini dalam konsep imamahnya,
sehingga ada yang menyatakan seperti berpindah kepada Abdullah bin
Muawiyyah bin Abdullah bin Ja’far, bahwa roh Allah berpindah kepada
Adam seterusnya kepada imam-imam secara turun-temurun.
Bada’ adalah keyakinan bahwa Allah mengubah kehendak-Nya
sejalan dengan perubahan ilmu-Nya, serta dapat memerintahkan suatu
perbuatan kemudian memerintahkan yang sebaliknya. Sedangkan Raj’ah ada
hubungannya dengan mahdiyah. Syi’ah Ghulat mempercayai bahwa imam
Mahdi al-Muntazhar akan datang ke bumi. Faham raj’ah dan mahdiyah ini
merupakan ajarah seluruh Syi’ah. Namun mereka berbeda pendapat tentang
siapa yang akan kembali. Sebagian menyatakan bahwa yang akan kembali itu
adalah Ali, sedangkan sebagian menyatakan bahwa yang datang adalah Ja’far
ash-Shadiq, Muhammad bin al-Hanafiyah, bahkan ada yang mengatakan
Mukhtar ats-Tsaqafi.
Tasbih, artinya menyerupakan, mempersamakan. Syi’ah Ghulat
menyerupakan salah seorang imam mereka dengan Tuhan atau menyerupakan
Tuhan dengan makhluk. Tasbih ini diambil dari faham hululiyah dan tanasukh
dengan khalik.
Hulul artinya Tuhan berada pada setiap tempat, berbicara dengan
semua bahasa, dan ada pada setiap individu manusia. Hulul bagi Syi’ah
Ghulat berarti Tuhan menjelma dalam diri imam sehingga imam harus
disembah.
11T.M. Hasbi ash-Shiddiqy, Op.cit., hlm. 118.,
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas, maka penulis berkesimpulan bahwa:
1. Aliran Syi’ah sebagian kaum muslim yang dalam bidang spiritual dan
keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad Saw, atau
orang yang selalu disebut ahl al-bait.
2. Syi’ah baru benar-benar muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali
dan Muawiyyah yang dikenal dengan Perang Siffin. Dalam peperangan ini
sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap arbitrase yang ditawarkan
Muawiyyah. Pasukan Ali diceritakan terpecah menjadi dua, satu kelompok
mendukung sikap Ali, kelak disebut Syi’ah, dan kelompok lain menolak sikap
Ali, kelak disebut Khawarij.
3. Meskipun mempunyai landasan keimanan yang sama, Syi’ah tidak dapat
mempertahankan kesatuannya. Dalam perjalan sejarah kelompok ini akhirnya
terpecah menjadi beberapa sekte atau lairan. Perpecahan ini terutama dipicu
oleh masalah doktrin Imamah. Di antara sekte-sekte Syi’ah itu adalah:
a. Syi’ah Istina’ ‘Asyariyah (Syi’ah dua
belas/Syi’ah Imamiyah)
b. Syi’ah Sab’iyah (Syi’ah Tujuh)
c. Syi’ah Zaidiyah
d. Syi’ah Ghulat
4. Aliran Syi’ah Ghulat berpendapat bahwa ke-Nabian sebenarnya adalah hak
Ali. Jibril telah khilaf sewaktu datang membawa wahyu. Jibril datang kepada
Muhammad lantaran ada kemiripan antara keduanya, seperti buruk gagak
yang menyerupai burung gagak yang lainnya
5. Golongan Zaidiyah mengharuskan imamah pada putera Ali dari Fatimah.
6. Meskipun mempunyai landasan keimanan yang sama, Syi’ah tidak dapat
mempertahankan kesatuannya. Dalam perjalan sejarah kelompok ini akhirnya
terpecah menjadi beberapa sekte atau lairan. Perpecahan ini terutama dipicu
oleh masalah doktrin Imamah.
7. Syarat-syarat Imam menurut Aliran Syi’ah Sab’iyah adalah:
a. Imam harus berasal dari keturunan Ali.
b. Imam harus berdasarkan penunjukan atau
nash.
c. Keimaman jatuh kepada anak tertua.
9
d. Imam harus maksum.
e. Imam harus dijabat oleh dijabat seorang
yang paling baik.
B. Saran-saran
Setelah mempelajari dan mengetahui pembahasan tentang Aliran Syi’ah
ini, maka penulis menyarankan:
1. Sebagai umat Islam yang mempunyai keyakinan
(akidah) yang sama, bahwa Allah Swt adalah Tuhan Yang Maha Esa, dan kita
jangan terpengaruh terhadap paham-paham atau aliran yang berpendapat yang
salah terhadap sifat dan Zat Allah Swt.
2. Walaupun berbeda dalam pandangan syari’at, kita
tidak boleh berbeda pandangan terhadap akidah yang telah digariskan oleh
Alqur’an dan hadis.
3. Janganlah kita mencari suatu hukum tertentu seperti
yang dilakukan oleh beberapa aliran hanya untuk mencapai tujuan politik
tertentu.
10
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Al-Asy’ari, Abul Hasan Ali bin Ismail. Maqalaat al-Islamiyyiin waikhtilaff, (Diterjemahkan oleh Nasir Yusuf dkk), Bandung: Pustaka Setia, 1998.
Anwar, Rosihan & Abdul Rozak, Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia, 2009.
Ash-Shiddiqy, T.M. Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009.
Sou’yb, Joesoef Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Al-Husna Zikra, 2000.
11