aliran sungai.docx

53
PRINSIP DASAR PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI Oleh: Dr.Ir. HIKMAT RAMDAN, M.Si LABORATORIUM EKOLOGI HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS WINAYA MUKTI Agustus, 2004 Pendahuluan Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dikelilingi dan dibatasi oleh topografi alami berupa punggung bukit atau pegunungan, dimana presipitasi yang jatuh di atasnya mengalir melalui titik keluar tertentu (outlet) yang akhirnya bermuara ke danau atau laut. Batas‐batas alami DAS dapat dijadikan sebagai batas ekosistem alam, yang dimungkinkan bertumpang‐tindih dengan ekosistem buatan, seperti wilayah administratif dan wilayah ekonomi. Namun seringkali batas DAS melintasi batas kabupaten,

description

pola-pola aliran sungai

Transcript of aliran sungai.docx

Page 1: aliran sungai.docx

PRINSIP DASAR PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI Oleh: Dr.Ir. HIKMAT RAMDAN, M.Si

LABORATORIUM EKOLOGI HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS WINAYA MUKTI Agustus, 2004

Pendahuluan

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dikelilingi dan dibatasi oleh topografi alami berupa punggung bukit atau pegunungan, dimana presipitasi yang jatuh di atasnya mengalir melalui titik keluar tertentu (outlet) yang akhirnya bermuara ke danau atau laut. Batas‐batas alami DAS dapat dijadikan sebagai batas ekosistem alam, yang dimungkinkan bertumpang‐tindih dengan ekosistem buatan, seperti wilayah administratif dan wilayah ekonomi. Namun seringkali batas DAS melintasi batas kabupaten, propinsi, bahkan lintas negara. Suatu DAS dapat terdiri dari beberapa sub DAS, daerah Sub DAS kemudian dibagi‐bagi lagi menjadi sub‐sub DAS.

Page 2: aliran sungai.docx

Komponen‐komponen utama ekosistem DAS, terdiri dari :manusia, hewan, vegetasi, tanah, iklim, dan air (Gambar 1). Masing‐masing komponen tersebut memiliki sifat yang khas dan keberadaannya tidak berdiri‐sendiri, namun berhubungan dengan komponen lainnya membentuk kesatuan sistem ekologis (ekosistem). Manusia memegang peranan yang penting dan dominan dalam mempengaruhi kualitas suatu DAS. Gangguan terhadap salahsatu komponen ekosistem akan dirasakan oleh komponen lainnya dengan sifat dampak yang berantai. Keseimbangan ekosistem akan terjamin apabila kondisi hubungan timbal balik antar komponen berjalan dengan baik dan optimal. Kualitas interaksi antar komponen ekosistem terlihat dari kualitas output ekosistem tersebut. Di dalam DAS kualitas ekosistemnya secara fisik terlihat dari besarnya erosi, aliran permukaan, sedimentasi, fluktuasi debit, dan produktifitas lahan.

Prinsip keberlanjutan (sutainability) menjadi acuan dalam mengelola DAS, dimana fungsi ekologis, ekonomi, dan sosial‐budaya dari sumberdaya‐sumberdaya (resources) dalam DAS dapat terjamin secara berimbang (balance).

Di dalam mempelajari DAS, biasanya DAS dibagi menjadi hulu, tengah, dan hilir. DAS bagian hulu sebagai daerah konservasi, berkerapatan drainase tinggi, memiliki kemiringan topografi besar, dan bukan daerah banjir. Adapun DAS bagian hilir dicirikan sebagai daerah pemanfaatan, kerapatan drainase rendah, kemiringan lahan kecil, dan sebagian diantaranya merupakan daerah banjir. Daerah aliran sungai tengah merupakan transisi diantara DAS hulu dan DAS hilir. Masing‐masing bagian tersebut saling berkaitan. Bagian hulu DAS merupakan kawasan perlindungan, khususnya perlindungan tata air, yang keberadaannya penting bagi bagian DAS lainnya. Contoh keterkaitan antara bagian hulu dengan hilir diantaranya adalah : (a). bagian hulu mengatur aliran air yang dimanfaatkan oleh penduduk di bagian hilir, (b). erosi yang terjadi di bagian hulu menyebabkan sedimentasi dan banjir di hilir, dan (c). bagian hilir umumnya menyediakan pasar bagi hasil pertanian dari bagian hulu.

Page 3: aliran sungai.docx

Gambar 1. Interaksi Antar Komponen dalam DAS

Perbedaan karakteristik DAS Hulu dan Hilir disajikan pada Tabel 1.

Page 5: aliran sungai.docx

Pengelolaan DAS adalah pengelolaan sumberdaya alam dan buatan yang ada di dalam DAS secara rasional dengan tujuan untuk mencapa keuntungan yang maksimum dalam waktu yang tidak terbatas dengan resiko kerusakan seminimal mungkin.  Dalam konteks yang lebih luas pengelolaan DAS dapat dipandang sebagai suatu sistem sumberdaya, satuan pengembangan sosial ekonomi, dan satuan pengaturan tata ruang wilayah. Pengelolaan DAS juga ditujukan untuk produksi dan perlindungan sumberdaya air termasuk di dalamnya pengendalian erosi dan banjr.

Pengelolaan DAS dijalankan berdasarkan prinsip kelestarian sumberdaya (resources sustainability) yang menyiratkan keterpaduan antara prinsip produktifitas dan konservasi sumberdaya (sustainabilty = productivity + conservation of resources) di dalam mencapai beberapa tujuan pengelolaan DAS, yaitu : (a) terjaminnya penggunaan sumberdaya alam yang lestari,  seperti hutan, hidupan liar, dan lahan pertanian; (b). tercapainya keseimbangan ekologis lingkungan sebagai sistem penyangga kehidupan; (c).terjaminnya jumlah dan kualitas air yang baik sepanjang tahun; (d).mengendalikan aliran permukaan dan banjir; (e).mengendalikan erosi tanah, dan proses degradasi lahan lainnya.

Pengelolaan DAS mencoba menyeimbangkan tujuan ekonomi sumberdaya alam dengan tujuan konservasi dalam suatu kawasan DAS. Tujuan produksi menitikberatkan untuk mengoptimumkan pendapatan dan produksi, sedangkan tujuan konservasi lebih menekankan pada upaya meminimalkan terjadinya degradasi sumberdaya alam. Ekosistem DAS yang baik dicirikan oleh beberapa parameter sebagai berikut :

a. Produktifitas sumberdaya lahan tinggi

Produktifitas sumberdaya lahan secara langsung dapat dilihat dari hasil panen untuk setiap komoditas yang diusahakan. Hasil yang diperoleh harus dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan mampu mendesain masa depannya; dalam hal ini pendapatan yang diperoleh selain mencukupi kebutuhan primernya akan pangan, sandang, dan papan, juga kebutuhan lainnya, seperti pendidikan dan kesehatan sebagai bekal dalam mendesain masa depannya yang lebih baik, juga untuk melaksanakan aktifitas sosialnya. Untuk mencapai tingkat produktifitas yang diharapkan digunakan teknologi (agroteknologi) yang juga menjamin kelestarian sumberdaya alam yang diupayakannya. Pendapatan yang diperoleh hendaknya mencapai 3 ‐ 4 kali standar batas miskin. Garis kemiskinan berdasarkan pendekatan Sayogyo adalah 320 kg beras/kapita/tahun; adapun menurut Bank Dunia garis kemiskinan untuk daerah pedesaan US$ 50 dan untuk daerah perkotaan sebesar US $ 75.

b. Kelestarian Sumberdaya Alam terjamin

Page 6: aliran sungai.docx

Sumberdaya tanah, air, vegetasi, dan fauna dalam kawasan DAS harus terjamin kelestariannya, misalnya laju erosi yang lebih kecil dari laju erosi yang diperkenankan, distribusi hasil air merata sepanjang tahun, kualitas air terjaga, sedimentasi dan kadar lumpur dalam aliran air kecil, keanekaragaman hayati tinggi, prosentase penutupan lahan oleh vegetasi tinggi, polusi lingkungan rendah, dan sebagainya.

c. Kelenturan dan Pemerataan Pembangunan

Kelenturan (resilience) merupakan ketahanan ekosistem terhadap setiap guncangan (ekologis dan ekonomi) yang terjadi dalam DAS. Suatu DAS yang baik akan memiliki tingkat kelenturan yang tinggi terhadap gejolak yang timbul, sehingga ekosistem tersebut tetap bertahan dan kembali ke bentuk semula. Pemerataan pembangunan antara bagian hulu dan hilir masih menjadi masalah dalam pengelolaan DAS. Masyarakat di bagian hulu dengan tingkat kesejahteraan, infrastruktur, dan aksesibilitas yang lebih rendah dari bagian hilir cenderung mengeksploitasi lahannya dengan sangat intensif, sehingga menurunkan kualitas air di hilirnya akibat erosi. Di bagian hilir masyarakat banyak yang tidak menyadari arti pentingnya bagian hulu dalam menjamin infrastrukturnya, sehingga pembangunan di bagian hulu dinomorduakan. Oleh karena itu pemikiran dalam menyisihkan sebagian pajak masyarakat di bagian hilir untuk pengelolaan lingkungan dan pembangnan di bagian hulu dalam bentuk subsidi silang (cross subsidy) perlu ditindaklanjuti, sehingga terjadi proses pemerataan antara kedua bagian wilayah DAS tersebut.

Daerah aliran sungai merupakan suatu megasistem, yang dikelompokkan menjadi sistem fisik, biologis, dan human system (Gambar 2). Setiap sistem dan sub‐sistem ‐ sub sistem di dalamnya saling berinteraksi.

Page 8: aliran sungai.docx

SYSTEMGambar 2. Megasistem Daerah Aliran Sungai(Source : Saha and Barrow (1981) in Mc Donald and D. Kay (1988)Water Resource : Issues and Strategies. Longman. New YorkWATERSHED

Bentuk DAS Bentuk DAS dapat dibagi dalam empat bentuk, yaitu : (a). berbentuk bulu burung; (b). radial; (c). paralel; dan (d). kompleks. Karakteristik masing‐masing bentuk ditampilkan dalam Tabel 2.

Page 10: aliran sungai.docx

Pola Aliran Sungai Pola aliran sungai apabila dilihat dari atas tampak menyerupai beberapa bentuk, seperti menyerupai percabangan pohon (dendritik), segi empat (rectangular), jari‐jari lingkaran (radial), dan trellis. Pola aliran ini dapat merupakan petunjuk awal tentang jenis dan struktur batuan yang ada.

a. Pola dendritik : umumnya terdapat pada daerah dengan batuan sejenis dan penyebaran yang luas, misalnya kawasan yang tertutup endapan sedimen yang terluas dan terletak pada bidang horizontal, seperti di dataran rendah bagian timur Sumatera dan Kalimantan.

b. Pola rectangular : Umumnya terdapat di daerah berbatuan kapur, seperti di kawasan Gunung Kidul, Yogya.

c. Pola radial : umumnya dijumpai di daerah lereng gunung berapi, seperti G. Semeru, G. Ijen, G. Merapi. d. Pola trellis : dijumpai di daerah dengan lapisan sedimen di daerah pegunungan lipatan, seperti di Sumatera Barat dan Jawa Tengah

Page 11: aliran sungai.docx

Gambar 3. Pola Aliran Sungai (Microsoft,2002)

Morfometri Sungai. Morfometri sungai mengkaji jaringan fisik DAS secara kuantitatif yang meliputi : luas DAS, panjang sungai, lebar DAS, orde/tingkat percabangan sungai, kerapatan sungai, dan kemiringan sungai.

a. Luas DAS dapat diukur di atas peta menggunakan alat planimeter. Batas DAS merupakan punggung bukit atau pegunungan yang memungkinkan prespitasi yang jatuh menjadi aliran air mengalir melaluisaluran sungai di dalamnya yang terpisah dari kawasan DAS lainnya. Semakin kecil luas DAS yang diamati memerlukan peta topografi dengan skala yang semakin besar.

b. Panjang sungai dihitung sebagai jarak datar dari muara sungai (oulet) ke arah hulu sepanjang sungai induk. Adapun lebar sungai merupakan pembagian antara luas DAS dengan panjang sungai.

Page 12: aliran sungai.docx

Gambar 4. Urutan Nomor Orde Sungai

c. Orde atau tingkat percabangan sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam urutannya terhadap induk sungai dalam satu AS (Soewarno, 1991).  Alur sungai paling hulu yang tidak memiliki cabang disebut orde pertama, pertemuan dua orde pertama disebut orde kedua, pertemuan orde pertama dengan orde kedua disebut orde kedua, dan pertemuan dua orde kedua disebut orde ketiga, begitu seterusnya. Secara umum dapat dinyatakan bahwa pertemuan dua orde yang sama menghasilkan nomor orde satu tingkat lebih tinggi, sedangkan pertemuan dua orde sungai yang berbeda memberikan nomor orde yang sama nilainya dengan nomor orde tertinggi diantarakedua orde yang sungai yang bertemu.

d. Kerapatan sungai adalah angka indeks yang menunjukkan banyaknya anak sungai di dalam suatu DAS. Indeks tersebut dihitung dengan persamaan :

D = L/A

D adalah indeks kerapatan sungai (km/km2), L adalah jumlah panjang seluruh alur sungai (km), dan A adalah luas DAS (km2). Tabel 5 menunjukkan kriteria indeks kerapatan sungai. Horton (1949) menyebutkan bahwa kerapatan sungai berhubungan dengan sifat drainase DAS. Sungai dengan kerapatan kurang dari 0,73 umumnya berdrainase jelek atau sering mengalami penggenangan, sedangkan sungai dengan  kerapatan antara 0,73 ‐ 2,74 umumnya memiliki kondisi drainase yang baik atau jarang mengalami penggenangan.

Page 13: aliran sungai.docx

e. Kemiringan sungai utama adalah rasio perbedaan tinggi antara titik tertinggi (di bagian hulu) dengan titik terendah (di bagian hilir) dari sungai utama dibagi dengan panjang sungai utama.

Siklus Hidrologi dan Neraca Air

Siklus hidrologi merupakan suksesi tahapan‐tahapan yang dilalui air dari atmosfir ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer (Seyhan, 1993). Perjalanan air di bumi membentuk siklus melalui beberapa proses, misalnya evaporasi menguapkan air dari laut, permukaan bumi, dan badan air ke atmosfer, uap air mengalami kondesasi dan kemudian jatuh menjadi presipitasi, air kemudian terakumulasi di dalam tanah dan badan air, selanjutnya dengan proses evaporasi air diuapkan kembali ke atmosfir. Secara global siklus air yang terjadi membentuk sistem tertutup, dimana selama masa sekarang hampir tidak ada penambahan jumlah volume air yang berarti di luar sistem biosfir yang ada. Volume air di bumi  diperkirakan mencapai 1,4 milyar km3, dan terdistribusi sebagai air laut (97,5 %), air daratan berbentuk es (1,75 %), 0,73 % air di darat (sungai, danau, air tanah, dan sebagainya), dan 0,001 % berada sebagai uap air di udara.

Page 14: aliran sungai.docx

Gambar 5. Siklus Hidrologi

Di dalam siklus hidrologi, air mengalami perubahan bentuk mulai dari cair, uap, kemudian menjadi cair (hujan) dan padat (salju). Berjalannya siklus hidrologi memerlukan energi panas matahari yang cukup untuk mengevaporasikan uap air dari lautan atau badanbadan air (seperti : sungai, danau, vegetasi, dan tanah lembab) ke atmosfir. Di atmosfir uap air mengalami kondensasi berupa butiran hujan atau kristal es berbentuk awan. Sampai ukuran tertentu butiran air tersebut turun ke bumi menjadi presipitasi baik dalam bentuk cair (hujan) atau padat (salju).

Page 15: aliran sungai.docx

Namun di daerah tropika basah bentuk presipitasi pada umumnya berupa hujan, sehingga dalam pembahasan selanjutnya istilah hujan menggantikan istilah presipitasi.

Sebagian hujan yang jatuh sebelum mengenai tanah terlebih dulu mengenai vegetasi, bangunan, atau penutup permukaan tanah lainnya. Hujan yang diintersepsi oleh vegetasi kemudian dievaporasikan kembali ke atmosfir. Setiap vegetasi memiliki kemampuan menyimpan air (intersepsi) yang berbeda. Misalnya vegetasi hutan memiliki kapasitas intersepsi yang lebih besar dibandingkan dengan rumput. Bagian hujan lainnya yang jatuh ke bumi ada juga yang langsung masuk ke lautan atau badan‐badan air dan kembali diuapkan ke  atmosfir.

Air hujan yang lolos dari intersepsi selanjutnya mencapai permukaan tanah melalui batang tumbuhan (stemflow) atau jatuh langsung (throughfall) dari bagian atas (daun). Di permukaan tanah air mengisi simpanan depresi (depression storage) dan setelah pori tanah terisi, aliran air kemudian mengikuti gaya gravitasi air terus masuk ke dalam tanah (infilitrasi). Dalam tahap ini kemampuan tanah menyerap air tergantung dari permeabilitas tanah dan vegetasi yang ada di atasnya. Di bawah permukaan tanah air terakumulasi dan membentuk aliran bawah permukaan, selanjutnya pada titik tertentu akan keluar sebagai aliran bawah permukaan (subsurface runoff) dan masuk ke dalam sungai. Apabila air terus menembus semakin dalam lapisan tanah, aliran air dapat mencapai air tanah (groundwater recharge) yang merupakan lapisan bawah tanah yang kurang permeabel. Setelah mencapai simpanan air tanah, air bergerak mengikuti permukaan air

Page 16: aliran sungai.docx

tanah yang merupakan wilayah tekanan, dan selanjutnya aliran air tanah keluar dan masuk ke dalam sungai. Laju aliran air tanah yang keluar tergantung kepada  struktur geologi wilayah, permeabilitas tanah, dan lapisan bawah permukaan.

Gambar 6. Distribusi Presipitasi ( Lee, 1990)

Apabila intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi, maka air hujan yang jatuh akan menjadi aliran permukaan (surface runoff) dan kemudian menuju sungai atau badan air terdekat. Aliran permukaan ini juga merupakan salah satu energi yang dapat menggerus partikel tanah di permukaan dan menyebabkan erosi. Aliran permukaan semakin besar dengan semakin tingginya

Page 17: aliran sungai.docx

intensitas hujan, lereng yang semakin curam, semakin berkurangnya kekasaran permukaan tanah, dan semakin kecilnya kapasitas infiltrasi (Gambar 7).

Page 19: aliran sungai.docx

Gambar 7. Mekanisme infiltrasi dan runoff

Komposisi aliran air di dalam sungai terdiri dari aliran permukaan (surface runoff), aliran bawah permukaan (sub surface runoff), dan aliran air tanah (groundwater). Di dalam aliran air yang mengalir senantiasa  membawa bahan dan mineral yang dapat larut dan tidak larut. Bahan yang dibawa aliran air kemudian diendapkan secara selektif.

Untuk menafsirkan secara kuantitatif siklus hidrologi dapat dicapai dengan persamaan umum yang dikenal dengan persamaan neraca ir, yaitu bahwa dalam selang waktu tertentu, masukan air total pada suatu ruang tertentu harus sama dengan keluran total ditambah perubahan bersih dalam cadangan (Seyhan, 1993). Neraca hidrologi dari suatu wilayah dapat ditulis sebagai berikut :

Perolehan (Input) = Keluaran (output) + simpanan

P = (R ‐ G ‐ E ‐ T) + ∆S

dimana : peubah P adalah presipitasi (hujan), R adalah aliran permukaan, G adalah air tanah, E adalah evporasi, T adalah transpirasi, dan  ∆S adalah perubahan simpanan. Persamaan inilah yang dikenal sebagai persamaan dasar hidrologi.

Persamaan neraca air dapat digunakan untuk menentukan besarnya nilai proses hidrologi yang tidak diketahui. Misalnya besarnya evapotranspirasi (ET) yang terjadi di suatu DAS yang besar tidak  diketahui, karena peralatan untuk pengukurannya tidak ada. Namun data hujan (P), aliran permukaan (R) , air tanah (G) dan simpanan air (S) untuk DAS tersebut terukur. Dengan demikian besarnya nilai ET dapat ditentukan dengan mengurangi P dengan R, G, dan S (atau ET = P ‐ R ‐ G ‐ S).

Pengaruh Manusia terhadap Siklus Hidrologi DAS

Manusia merupakan komponen ekosistem DAS yang berpengaruh besar dan dominan terhadap keseimbangan mekanisme kerja sistem ekologs yang berlangsung, termasuk mempengaruhi daur hidrologi. Dengan teknologi yang dikuasainya ia mampu mengelola sumberdaya alam dan ekosistem di sekitarnya disesuaikan dengan keinginanna. Perubahan keseimbangan ekosistem yang tidak terkendali menjadi sumber utama munculnya degradasi sumberdaya alam yang serius, dan pada akhirnya menurunkan kualitas hidup.

Page 20: aliran sungai.docx

Pengaruh manusia dalam daur hidrologi dapat terjadi sepanjang aliran DAS, baik di bagian hulu, bagian tengah, dan atau di bagian hilir; dengan sifat pengaruh ada yang langsung atau tidak langsung. Tindakan manusia yang berpengaruh terhadap proses siklus hidrologi banyak menyangkut alokasi penggunaan lahan, pembuatan bangunan air di dalam DAS, pengelolaan vegetasi, pengelolaan tanah, tindakan konservasti tanah dan air, pemanfaatan air tanah, dan masuknya polutan ke dalam siklus hidrologi. Berikut ini disajikan beberapa contoh tindakan manusia dan pengaruhnya terhadap siklus hidrologi.

Penggunaan lahan hutan dengan tingkat intersepsi hujan tinggi dan memiliki sifat infiltrasi tanah yang baik, akan mengurangi jumlah aliran permukaan.  Namun dengan terjadinya konversi hutan menjadi lahan pertanian intensif, bahkan menjadi kawasan industri dan pemukiman, menyebabkan terganggunya proses hidrologi.  Terbukanya permukaan tanah menyebabkan kapasitas intersepsi hujan menurun drastis, hujan yang jatuh langsung memukul permukaan tanah dan memecahkan matriks tanah menjadi partikel tanah yang kecil‐kecil. Sebagian dari partikel tanah menutup pori tanah dan memadatkan permukaan tanah, sehingga menurunkan kapasitas infilitasi. Dengan menurunnya kapasitas infiltrasi maka jumlah aliran permukaan meningkat dan jumlah aliran air yang menuju ke bawah permuaan untuk mengisi air tanah berkurang. Aliran permukaan menjadi energi yang dapat menggerus partikel tanah di permukaan dan mengangkutnya ke tempat lain sebagai bagian dari proses erosi.

Page 21: aliran sungai.docx

Gambar 8. Fungsi Tegakan Hutan (Microsoft,2002)

Di daerah perkotaan yang umumnya merupakan bagian hilir DAS, permukaan tanah banyak ditutupi oleh bangunan permanen yang kedap air. Akibat dari semakin luasnya lapisan kedap air di permukaan tanah, hujan yang jatuh sebagian besar tidak dapat diinfiltrasikan ke dalam tanah dan menimbulkan genangan atau banjir. Pemikiran banyak orang tentang banjir di bagian hilir semata‐mata hanyalah diakibatkan oleh kiriman banjir dari bagian hulu tidak sepenuhnya benar, karena banjir yang terjadi di bagian hilir akan tetap terjadi walaupun hujan di hulu kecil jika air y hujan dan aliran permukan yang masuk ke hilir tidak mampu dialirkan ke dalam tanah atau ke badan air dengan baik. Kasus DAS Ciliwung yang berhulu di daerah Puncak Bogor dan berhilir di Jakarta menunjukkan bahwa banjir yang terjadi di Jakart tidak selamanya akibat kiriman air

Page 22: aliran sungai.docx

dari Bogor, dimana Jakarta pernah banjir   pada saat Bogor tidak terjadi hujan.  Penulis menduga dengan semakin banyaknya bangunan dan infrastruktur permanen dibanguan memperluas lapisan kedap air di atas prmukaan tanah, sehingga menjadi salah satu sumber masalah utama banjir di Jakarta.

Pembuatan teras dalam pengelolaan lahan dapat meningkatkan laju infiltrasi dan menurunkan aliran permukaan.  Vegetasi yang ditanam dan serasah yang dihasilkannya akan meningkatkan kekasaran permukaan tanah, sehingga menurunkan laju aliran permukaan dan akhirnya menurunkan energi gerusannya terhadap tanah. Penurunan laju aliran permukaan akan menurunkan jumlah erosi yang terjadi.

Pembuatan waduk atau dam untuk mengendalikan banjir dapat mengancam kelestarian biota air. Aliran air yang masuk ke dalam waduk dan membawa hara mineral akibat erosi di bagian hulu sungai, dapat meningkatkan kandungan hara dalam waduk.  Peningkatan hara mineral akan memacu pertumbuhan ganggang yang menimbulkan peristiwa etrofikasi dan pada akhirnya mengancam klestarian biota perairan tersebut. Penjelasan tentang etrofikasi dibahas dalam bagian konservasi tanah dan air.

Air tanah banyak dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga dan industri. Pemanfaatan oleh industri jauh lebih besar daripada untuk rumah tangga. Eksploitasi air tanah tanpa kendali akan menurunkan muka air tanah, dan menimbulkan rongga di dalamnya. Adanya rongga kosong ini menyebabkan terjadinya penurunan permukaan tanah (sois subsidense). Gejala tanah yang mengalami subsidensi tampak dari adanya retak‐retak pada dinding bangunan akibat berubahnya pondasi bangunan dalam tanah.  Pada kondisi tanah subsiden parah, permukaan tanah anjlok diikuti dengan runtuhnya bangunan.

Evaluasi Sumberdaya Lahan

Lahan (land) dalam pengelolaan DAS berperan penting, dan hampir tidak ada aktifitas yang dilakukan tanpa dukungan lahan.  Lahan secara definisi bermakna lebih luas dari tanah (soil), yaitu lingkungan fisik yang terdiri dari tanah, iklim, relief, air, vegetasi, dan benda yang ada di atasnya sepanjang berpengaruh terhadap penggunaan lahan, sedangkan tanah sendiri merupakan benda alami berdimensi tiga (panjang, lebar, dan tinggi) yang terletak di bagian atas permukaan atas kulita bumi dan memiliki sifat yang berbeda dengan lapisan di bawahnya sebagai hasil kerja interaksi antara iklim, kegiata organisme, bahan induk, dan relief selama masa tertentu (Arsyad, 1989).

Page 23: aliran sungai.docx

Kebutuhan akan lahan naik sebagai konsekuensi meningkatnya jumlah populasi dan pembangunan fisik selama beberapa dasawarsa terahir. Jumlah lahan yang tetap dibandingkan dengan tingginya kebutuhan menimbulkan masalah pembangunan yang menyangkut beragam aspek, mulai dari ekologis, ekonomi, sosial, budaya, bahkan stabilitas. Tingginya konversi lahan hutan menjadi non hutan, sawah menjadi kawasan industru dan pemukiman adalah contoh bagaimana posisi sumberdaya lahan selama ini yang rentan untuk dialhfungsikan. Tindakan konversi lahan dan pilihan pengelolaan lahan yang tidak tepat serta tidak memperhatikan aspek kemampuan dan kesesuaia lahan itu sendiri, sehingga mengancam kelestariannya dan mempercepat terjadinya degradasi lahan. Gejala degradasi lahan merupakan tanda kemunduran lahan untuk mampu berproduksi sesuai dengan yang diharapkan.

Pada dasarnya lahan yang ada memiliki keterbatasan‐keterbatasan yang secara alamiah akan menjadi pembatas untuk menghasilkan komoditas sesuai dengan jumlah dan mutu yang ditentukn. Hampir setiap lahan di berbagai tempat yang berbeda memiliki karakteristik yang berbeda sebagai akibat hasil interaksi antar kmponen yang mempengaruhinya berbeda pula. Perbedaan karakteristik lahan di setiap wilayah menuntut adanya perbedaan dalam melakukan manajemennya. Lahan yang tidak cocok untuk pertanian yang sangat intensif tidak akan mampu dipaksakan dikelola untuknya, dan apabila dipaksakan dengan dalih adanya dukungan teknologi tentunya akan memberikan biaya dan resiko kerusakan  lingkungan ang besar.

Seringkali pilihan penggunaan lahan tidak memperhatikan potensi lahan, kesesuaian lahan, dan tindakan pengelolaan yang diperlukan untuk setiap areal lahan yang penting sebagai pegangan pengelola lahan. Dampak dari ketidaktepatan pilihan dalam penggunaan lahan menimbulkan degradasi lahan yang menyebabkan adanya lahan kritis (critical land), yaitu lahan yang sudah tidak memiliki kemampuan berproduksi sesuai dengan yang diharapkan.

Upaya pelestarian sumberdaya lahan dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan sesuai dengan kemampuannya, dan kesesuainnya untuk komoditas tertentu.  Dengan demikian perlu dilakukan kegiatan evaluasi lahan untuk mengkaji potensi lahan dan tingkat kesesuaiannya.

HIDROSFER

DINAMIKA PERUBAHAN HIDROSFER DAN DAMPAKNYA

TERHADAP KEHIDUPAN DI MUKA BUMI

Page 24: aliran sungai.docx

 

                Hidrosfer berasal dari kata hidros = air dan sphere = daerah atau bulatan. Hidrosfer dapat diartikan daerah perairan yang mengikuti bentuk bumi yang bulat. Daerah perairan ini meliputi samudera, laut, danau, sungai, gletser, air tanah, dan uap air yang terdapat di atmosfer. Diperkirakan hampir tiga perempat atau 75 % muka bumi tertutup oleh air. Jadi dapat dikatakan bumi kita ini adalah planet air.

                Air di bumi memiliki jumlah yang tetap dan senantiasa bergerak dalam suatu lingkaran peredaran yang disebut dengan siklus hidrologi, siklus air atau daur hidrologi.

 Persentase luas permukaan laut dan luas permukaan daratan

Di belahan bumi utara dan selatan.

BELAHAN BUMI LUAS LAUTAN (%) LUAS DARATAN (%)Utara

Selatan

61

81

39

19

 Untuk keperluan pemahaman praktis dalam mempelajari tentang air diperlukan beberapa cabang ilmu, antara lain sebagai berikut :

1. Hidrometeorologi, yaitu ilmu yang mempelajari hubungan antara unsur2 meteorologi dan siklus hidrologi yang ditekankan kepada hubungan timbal balik.

2. Potamologi, yaitu ilmu yang mempelajari air yang mengalir di permukaan tanah, baik yang melalui saluran, maupun yang tidak melalui saluran.

3. Geohidrologi, yaitu ilmu yang mempelajari keberadaan, persebaran, dan gerak air di bawah permukaan tanah.

4. Limnologi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk air yang berada di danau.5. Oseanologi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang keadaan air di lautan.

  Siklus air dibedakan menjadi 3 macam, yaitu sebagai berikut :

1. Siklus Air Kecil, yaitu air laut menguap, mengalami kondensasi menjadi awan dan hujan, lalu jatuh ke laut.

Page 25: aliran sungai.docx

2. Siklus Air Sedang, yaitu air laut menguap, mengalami kondensasi dan dibawa angin, membentuk awan di atas daratan, jatuh   sebagai hujan, lalu masuk ke tanah, selokan, sungai, dan ke laut lagi.

Page 26: aliran sungai.docx

3. Siklus Air Besar, yaitu air laut menguap menjadi gas kemudian membentuk kristal2 es di atas laut, dibawa angin ke daratan (pegunungan tinggi), jatuh sebagai salju, membentuk gletser (lapisan es yang mencair), masuk ke sungai, lalu kembali ke laut.

Terjadinya siklus air tersebut disebabkan oleh adanya proses2 yang mengikuti gejala meteorologis dan klimatologis, antara lain :

1. Evaporasi, yaitu penguapan benda2 abiotik dan merupakan proses perubahan wujud air menjadi gas. Penguapan di bumi 80 % berasal dari penguapan air laut.

2. Transpirasi, yaitu proses pelepasan uap air dari tumbuh2an melalui stomata atau mulut daun.3. Evapotranspirasi, yaitu proses gabungan antara evaporasi dan transpirasi.4. Kondensasi, yaitu proses perubahan wujud uap air menjadi air akibat pendinginan.5. Adveksi, yaitu transportasi air pada gerakan horizontal seperti transportasi panas dan uap air

dari satu lokasi ke lokasi yang lain oleh gerakan udara mendatar.6. Presipitasi, yaitu segala bentuk curahan atau hujan dari atmosfer ke bumi yang meliputi hujan

air, hujan es, dan hujan salju.7. Run Off (Aliran Permukaan), yaitu pergerakan aliran air di permukaan tanah melalui sungai dan

anak sungai.8. Infiltrasi, yaitu perembesan atau pergerakan air ke dalam tanah melalui pori tanah.

 Di dalam siklus hidrologi terjadi proses kondensasi dan sublemasi. Kondensasi adalah proses berubahnya uap air menjadi butir2 air, sedangkan sublemasi adalah proses berubahnya uap air menjadi butir2 es atau salju. Menurut perkiraan, air yang ada dipermukaan bumi seluruhnya mencapai 1.360.000.000 km3. Sekitar 1.320.000.000 km3 berada di lautan/samudera dan sisanya terjadi sirkulasi pada atmosfer ke daratan dan kembali ke laut atau samudera.

Page 27: aliran sungai.docx

                Air yang ada dipermukaan bumi dan di udara berada dalam bentuk cair, gas dan padat (es atau salju). Perubahan air dalam tiga bentuk ini memang sangat menakjubkan. Jika terjadi perubahan temperatur, air dapat berubah menjadi es yang disebut membeku (freezing), atau sebaliknya es akan berubah menjadi air yang disebut mencair (melting), dan air yang mencair tersebut dapat pula berubah menjadi gas melalui proses penguapan (evaporation).

                Dalam setahun tidak kurang dari 500.000 km3 air di muka bumi berubah menjadi gas ke dalam atmosfer. Kurang lebih 430.000 km3 air laut berubah menjadi uap air atau sekitar 1.000 km3 setiap hari, dan sisanya 70.000 km3 menguap dari daratan (termasuk penguapan dari tanaman yang disebut dengan Transpiration).

                Uap air yang terdapat dalam udara dapat berubah menjadi butir2 air atau es (kondensasi). Jika temperatur udara terus menurun, butiran air berubah menjadi kristal2 es, lama kelamaan semakin besar, dan udara tidak lagi mampu menahan beratnya sehingga jatuh ke bumi sebagai hujan (precipitation). Butiran2 air atau kristal2 es yang masih bertahan melayang-layang di udara karena amat kecil disebut awan.

                Sebaliknya, setiap tahunnya curah hujan yang jatuh ke permukaan bumi sekitar 500.000 km3, yaitu 390.000 km3 langsung jatuh di laut/samudera, dan 110.000 km3 jatuh di daratan. Persebaran air yang berada di muka bumi secara persentase adalah sebagai berikut : air laut 97,5 %, air sungai, air danau, air tanah, dan salju 2,449 %, serta berupa uap air 0,001 %.

 AIR PERMUKAAN.

Page 28: aliran sungai.docx

                Air permukaan adalah bagian dari air hujan yang tidak mengalami infiltrasi (peresapan), atau air hujan yang mengalami peresapan dan muncul kembali ke permukaan bumi sebagai mata air. Mata air yang muncul di permukaan bumi akan mengalir sebagai air permukaan.

 Macam-macam air permukaan : 

A. Sungai

                Sungai adalah air tawar yang mengalir dari sumbernya di daratan menuju dan bermuara di laut, danau, atau sungai lain yang lebih besar. Aliran sungai merupakan aliran yang bersumber dari 3 jenis limpasan, yaitu : limpasan yang berasal dari hujan, limpasan dari anak2 sungai, dan limpasan dari air tanah.

                Pada umumnya, sungai bermuara sampai ke laut atau danau2. Tetapi, adapula sungai2 yang muaranya tidak dapat mencapai laut banyak terdapat di daerah gurun yang amat kering. Di

Australia, sungai jenis ini disebut creek dan di Arab disebut Wadi. Pada saat hujan, palung2 sungai ini berisi air tetapi bilamana hujan tidak ada, sungai ini hanya berupa palung2 yang kerin. Air hujan yang mengalir tidak dapat mencapai laut karena banyak meresap ke dalam tanah yang

kering dan ada pula yang habis menguap kembali ke atmosfer.

Page 29: aliran sungai.docx

                Besarnya volume air yang mengalir pada suatu sugai dalam satuan waktu pada titik tertentu di sungai itu, disebut debit air. Debit air sungai terkecil terdapat di bagian hulu, sedangkan yang terbesar terdapat di bagian muara. Sungai yang besar berarti debit airnya besar, sebaliknya, sungai yang kecil berarti debit airnya kecil.

                Besar kecilnya volume air yang mengalir (debit air sungai) dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut :

1. Iklim, usur iklim sangat berpengaruh terhadap debit air sungai. Banyaknya curah hujan (Presipitasi) dan besarnya penguapan (evaporasi) sangat menentukan volume air yang ada dalam sungai.

Pada saat musim penghujan presipitasi lebih besar dibandingkan besarnya evaporasi yang mengakibatkan debit air menjadi besar bahkan terjadi luapan air atau banjir. Tetapi sebaliknya, pada musim kemarau jumlah presipitasi menurun tetapi tingkat penguapan meningkat sehingga debit air semakin kecil.

1. Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS), luas dan ketinggian daerah aliran sungai berpengaruh besar terhadap debit air sungai. Daerah aliran sungai adalah bagian permukaan bumi yang berfungsi untuk menerima, menyimpan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya melalui sungai. Contoh : hujan yang jatuh pada bagian permukaan bumi mengalirkan airnya ke sungai, misalnya sungai Kapuas. Bagian permukaan bumi yang menerima air hujan dan mengalirkan airnya ke sungai Kapuas disebut DAS Kapuas. Das biasanya dibatasi oleh punggung/igir perbukitan atau pegunungan. DAS yang luas berarti memiliki daerah tangkapan hujan yang luas pula, sehingga debit air sungai yang mengalir pada DAS itu akan lebih besar.

  Ada berbagai bentuk atau tipe sungai yaitu :

Page 30: aliran sungai.docx

1. Sungai Consequent Lateral, yakni sungai yang arah alirannya menuruni lereng2 asli yang ada di permukaan bumi seperti dome, blockmountain, atau dataran yang baru terangkat.

2. Sungai Consequent Longitudinal, yakni sungai yang alirannya sejajar dengan antiklinal (bagian puncak gelombang pegungungan).

3. Sungai Subsequent, yakni sungai yang terjadi jika pada sebuah sungai consequent lateral terjadi erosi mundur yang akhirnya akan sampai ke puncak lerengnya, sehingga sungai tersebut akan mengadakan erosi se samping dan memperluas lembahnya. Akibatnya akan timbul aliran baru yang mengikuti arah strike (arah patahan).

4. Sungai Superimposed, yakni sungai yang mengalir pada lapisan sedimen datar yang menutupi lapisan batuan di bawahnya. Apabila terjadi peremajaan, sungai tersebut dapat mengikis lapisan2 penutup dan memotong formasi batuan yang semula tertutup, sehingga sungai itu menempuh jalan yang tidak sesuai dengan struktur batuan.

5. Sungai Antecedent, yakni sungai yang arah alirannya tetap karena dapat mengimbangi pangangkatan yang terjadi. Sungai ini hanya dapat terjadi bila pengangkatan tersebut berjalan dengan lambat.

6. Sungai Resequent, yakni sungai yang mengalir menuruni dip slope (kemiringan patahan) dari formasi2 daerah tersebut dan searah dengan sungai consequent lateral. Sungai resequent ini terjadi lebih akhir sehingga lebih muda dan sering merupakan anak sungai subsequent.

7. Sungai Obsequent, yakni sungai yang mengalir menuruni permukaan patahan, jadi berlawanan dengan dip dari formasi2 patahan.

8. Sungai Insequent, yakni sungai yang terjadi tanpa ditentukan oleh sebab2 yang nyata. Sungai ini tidak mengalir mengikuti perlapisan batuan atau dip. Sungai ini mengalir dengan arah tidak tentu sehingga terjadi pola aliran dendritis.

9. Sungai Reverse, yani sugai yang tidak dapat mempertahankan arah alirannya melawan suatu pengangkatan, sehingga mengubah arahnya untuk menyesuaikan diri.

10. Sungai Composit, yakni sungai yang mengalir dari daerah yang berlainan struktur geologinya. Kebanyakan sungai yang besar merupakan sungai composit.

11. Sungai Anaclinal, yakni sungai yang mengalir pada permukaan, yang secara lambat terangkat dan arah pengangkatan tersebut berlawanan dengan arah arus sungai.

12. Sungai Compound, yakni sungai yang membawa air dari daerah yang berlawanan geomorfologinya.

 Ada berbagai pola aliran sungai, sebagai berikut :

1. Pararel, adalah pola aliran yang terdapat pada suatu daerah yang luas dan miring sekali, sehingga gradient dari sungai itu besar dan sungainya dapat mengambil jalan ke tempat yang terendah dengan arah yang kurang lebih lurus. Pola ini misalnya dapat terbentuk pada suatu coastal plain (dataran pantai) yang masih muda yang lereng aslinya miring sekali kea rah laut.

2. Rectangular, adalah pola aliran yang terdapat pada daerah yang mempunyai struktur patahan, baik yang berupa patahan sesungguhnya atau hanya joint (retakan). Pola ini merupakan pola aliran siku2.

3. Angulate, adalah pola aliran yang tidak membentuk sudut siku2 tetapi lebih kecil atau lebih besar dari 90o. di sini masih kelihatan bahwa sungai2 masih mengikuti garis2 patahan.

4. Radial Centrifugal, adalah pola aliran pada kerucut gunung berapi atau dome yang baru mencapai stadium muda dan pola alirannya menuruni lereng2 pegunungan.

5. Radial Centripetal, adalah pola aliran pada suatu kawah atau crater dan suatu kaldera dari gunung berapi atau depresi lainnya, yang pola alirannya menuju ke pusat depresi tersebut.

Page 31: aliran sungai.docx

6. Trellis, adalah pola aliran yang berbentuk seperti trails. Di sini sungai mangalir sepanjang lembah dari suatu bentukan antiklin dan sinklin yang pararel.

7. Annular, adalah variasi dari radial pattern. Terdapat pada suatu dome atau kaldera yang sudah mencapai stadium dewasa dan sudah timbul sungai consequent, subsequent, resequent dan obsequent.

8. Dentritic, adalah pola aliran yang mirip cabang atau akar tanaman. Terdapat pada daerah yang batu2annya homogen, dan lereng2nya tidak begitu terjal, sehingga sungai2nya tidak cukup mempunyai kekuatan untuk menempuh jalan yang lurus dan pendek.

        Macam-macam sungai berdasarkan keajegan aliran airnya, yaitu sebagai berikut :

1. Sungai Episodik, yaitu sungai yang airnya tetap mengalir baik pada musim kemarau maupun pada musim penghujan. Jenis sungai ini banyak terdapat di Irian Jaya, Sumatera, dan Kalimantan.

2. Sungai Periodik, yaitu sungai yang hanya berair pada musim penghujan saja, sedang pada musim kemarau kering tak berair. Jenis sungai ini banyak terdapat di Jawa Timur, Nusa Tenggara, dan Sulawesi, pada umumnya sungai periodik ini mempunyai mata air dari daerah2 yang hutannya sudah gundul.

 Macam-macam sungai berdasarkan sumber airnya yaitu sebagai berikut :

1. Sungai Tadah Hujan, yaitu sungai yang volume airnya tergantung pada air hujan, seperti sungai2 di Pulau Jawa.

2. Sungai Campuran atau Sungai Kombinasi, yaitu sungai yang sumber airnya berasal dari air hujan dan gletser (salju yang mencair, kemudian mengalir) oleh karena itu jika sungai mata airnya dari gletser disebut sungai gletser. Contohnya sungai Mamberema di Irian Jaya.

 Bagian-bagian pada daerah aliran sungai, yaitu :

1)       Bagian Hulu Sungai.

Page 32: aliran sungai.docx

Yaitu bagian sungai yang dekat dengan mata air, merupakan sungai dalam stadium muda, dengan ciri2 :

Pengikisan kearah dalam atau vertikal. Aliran airnya deras Tebingnya curam Tidak terjadi proses pengendapan/sedimentasi Belum terdapat teras2 sungai.

2)       Bagian Tengah Sungai.

Yaitu bagian antara hulu sungai dengan hilir sungai dan disebut stadium dewas, dengan ciri2 :

Pengikisan ke arah dalam dan samping Alirannya kurang begitu jelas Banyak terjadi pengendapan Terdapat teras2 sungai. Terbentuknya pola aliran yang berkelok-kelok atau disebut meander.

3)       Bagian Hilir Sungai.

Yaitu bagian sungai yang dekat ke laut, dan disebut stadium tua dengan ciri2 :

Pengikisan tidak terjadi Aliran air tenang Banyak terjadi pengendapan Teras2 sudah tidak jelas Sungai banyak berkelok-kelok Terdapat beting2 pasir di tengah sungai yang disebut dengan delta.

 B. Danau.

                Danau ialah suatu kumpulan air dalam cekungan tertent, yang biasanya berbentuk mangkuk. Danau mendapat air dari curah hujan, sungai2, serta mata air, dan air tanah. Keempat sumber tersebut bersama-sama dapat mengisi dan memberikan suplai air pada danau. Dalam hal demikian biasanya danau itu bersifat permanen, artinya tetap berair sepanjang tahun. Sebaliknya, jika sumber air pengisi danau itu hanya salah satu unsur saja misalnya dari curah hujan, maka danau itu umumnya bersifat temporer atau periodic. Artinya danau tersebut pada waktu2 tertentu kering.

Menurut macam airnya, danau dapat dibedakan menjadi 2, yaitu sebagai berikut :

1)       Danau Air Asin.

Pada umumnya danau air asin terdapat di daerah semiarid dan arid, di mana penguapan yang terjadi sangat kuat, dan tidak memiliki aliran keluaran. Kalau danau semacam ini menjadi kering, maka tinggallah lapisan garam di dasar danau tersebut. Danau2 yang bersifat temporer banyak

Page 33: aliran sungai.docx

terdapat di daerah arid yang mempunyai kadar garam tinggi. Contoh danau kadar garam yang tinggi adalah Great Salt Lake, kadar garamnya sebesar 18,6 %, dan Danau Merah (dekat laut asam), kadar garamnya 32 %.

2)       Danau Air Tawar.

Danau air tawar terutama terdapat di daerah2 humid (basah) dimana curah hujan tinggi. Pada umumnya, danau ini mendapatkan air dari curah hujan dan selalu mengalirkan airnya kembali ke laut. Jadi danau ini merupakan danau terbuka.

 Menurut terjadinya, danau dapat dibagi menjadi beberapa jenis sebagai berikut :

1)       Danau Vulkanik/Kawah/Maar, yaitu danau yang terjadi karena peletusan gunung berapi yang menimbulkan kawah luas di puncaknya. Kawah tersebut kemudian terisi oleh air hujan dan terbentuklah danau. Contoh : Danau Kawah Gunung Kelud dan Gunung Batur.

2)       Danau Lembah Gletser,  setelah zaman es berakhir, daerah2 yang dulunya dilalui gletser menjadi kering dan diisi oleh air. Kalau lembah yang telah terisi air itu tak berhubungan dengan laut, maka lembah itu akan menjadi danau. Contohnya: danau Michigan, danau Huron, Superior, Erie, dan danau Ontario.

3)       Danau Tektonik, adalah danau yang terjadi karena peristiwa tektonik; yang mengakibatkan terperosoknya sebagian kulit bumi. Maka terbentuklah cekungan yang cukup besar. Contoh danau tektonik adalah : danau toba, singkarak, kerinci dll.

4)       Danau Dolina/Karst, adalah danau yang terjadi karena pelarutan batuan kapur, sehingga membentuk cekungan2 yang yang bentuknya seperti dolina/karst. Danau ini banyak ditemukan di daerah pegunungan kapur.

5)       Danau Hempangan/Bendungan, adalah danau yang terjadi karena aliran sebuah sungai terbendung oleh lava, sehingga airnya menggenang dan terbentuklah danau. Contohnya danau laut tawar di Aceh dan Tondano.

6)       Danau Buatan, adalah danau yang dibendung oleh manusia dengan tujuan untuk irigasi, perikanan, pembangkit tenaga listrik dan lain. Contohnya : Danau Siombak di Marelan, Proyek Asahan dll.

 C. Rawa

                Rawa adalah daerah di sekitar sungai atau muara sungai yang cukup besar yang merupakan tanah lumpur dengan kadar air relatif tinggi.

                Rawa dilihat dari genangan airnya, dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu :

1)       Rawa yang airnya selalu tergenang

Page 34: aliran sungai.docx

Tanah2 di daerah rawa yang selalu tergenang airnya tidak dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian kerena lahannya tertutup tanah gambut yang tebal. Di daerah rawa yang airnya selalu tergenang, sulit terdapat bentuk kehidupan binatang karena airnya sangat asam. Derajat keasaman (pH) di daerah ini mencapai 4,5 atau kurang dengan warna air kemerah-merahan.

2)       Rawa yang airnya tidak selalu tergenang.

Rawa jenis ini mengandung air tawar yang berasal dari limpahan air sungai pada saat air laut pasang dan airnya relatif mongering pada saat air laut surut. Akibat adanya pergantian air tawar di daerah rawa, maka keasaman tanah tidak terlalu tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai areal sawah pasang surut. Salah satu tanda yang menunjukkan bahwa kawasan rawa memiliki tanah yang tidak terlalu asam adalah banyaknya pohon2 rumbia.

==========================================================================================================

MORFOLOGI PESISIR PANTAI

Laut menutupi permukaan bumi kurang lebih 75 %. Batas perairan laut dangan daratan disebut garis pantai (pertemuan permuakaan laut dengan daratan). Perairan laut di permukaan bumi tidak merata luasnya. Pada belahan bumi utara tertutup lautan sebesar 60%, sedangkan pada belahan bumi selatan yang tertutup lautan sekitar 80%.

                Kedalaman laut dan samudera sangat bervariasi, ada yang dangkal tetapi banyak pula yang dalam. Dalam dan dangkalnya dasar laut menunjukkan relief dasar laut. Relief dasar laut lebih besar dibandingkan relief di daratan. Hal ini terbukti dari kedalaman laut rata2 mencapai 3.800 m, sedangkan ketinggian daratan rata2 hanya 840 m. laut yang terdalam ada di Palung Mindanau (Palung Filipina), mencapai kedalaman 10.830 m sedangkan daratan yang tertinggi adalah pada Gunung Everest, yang mencapai ketinggian 8.880 m.

                Untuk mengetahui kedalaman laut, dilakukan pengukuran2 yang disebut “menduga dalamnya laut”. Pengukuran kedalaman laut ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :

1)       Batu Duga, cara ini disebut juga tali unting, merupakan cara mengukur kedalaman laut yang paling sederhana. Sebongkah besi diikat pada ujung tali dan sebuah tabung beserta alat pemberat diturunkan ke dasar laut. Sistem ini memerlukan waktu yang lama karena untuk mengukur kedalaman laut sampai 5000 m saja memerlukan waktu sampai satu jam. Selain itu, kedalaman laut yang sebenarnya kadang2 kurang tepat disebabkan tali yang diturunkan sering condong/atau lengkung karena terbawa oleh arus laut.

2)       Gema Duga, cara ini merupakan teknologi yang lebih maju dan mulai digunakan sejak tahun 1920. Cara ini menggunakan alat pengirim dan penerima gelombang suara. Suara dari alat pengirim akan merambat ke dasar laut dan sesampainya di dasar laut dipantulkan kembali ke atas. Pantulan kembali gema suara akan diterima oleh alat penerima di atas kapal. Alat gema duga sering dinamakan hidrofon. Dengan mengetahui kecepatan suara yang diterima, maka dapat

Page 35: aliran sungai.docx

diketahui kedalamannya. Dengan pengandaian kecepatan suara dalam air laut 1.500 m/det, dihasilkan rumus kedalaman laut sebagai berikut :

 D = t x v

             2                                                                                             

                Keterangan :

D             = kedalaman laut

t               = jangka waktu antara suara yang dikirimkan sampai diterima kembali pantulan gema suaranya.

v              = kecepatan suara dalam air.

  Contoh :

Waktu antara dikirimnya suara dari kapal sampai diterima kembali gema suaranya oleh hidrofon di atas kapal adalah 7 detik. Maka kedalaman laut tersebut adalah :

D = t x v   =  1500 x 7 = 5.250 meter

          2                   2

Dengan waktu hanya 7 detik, laut yang kedalamannya mencapai 5.250 m telah dapat diketahui.

Berdasarkan letaknya, laut dapat dibedakan menjadi 5 jenis, yaitu :

1)       Laut Tepi.

Laut tepi merupakan laut yang berada di tepi benua dan dipisahkan oleh kepulauan dari samudera. Contoh dari laut ini adalah Laut Cina Selatan yang terletak di tepi Benua Asia.

2)       Laut Pedalaman.

Laut pedalaman merupakan laut yang hampir seluruhnya dikelilingi oleh daratan atau terletak di tengah2 suatu benua. Laut yang masuk jenis ini adalah laut hitam yang terletak di tengah Benua Asia, juga Laut Adriatik.

3)       Laut Tengah.

Laut tengah merupakan lautan yang memisahkan dua benua atau lebih. Misalnya laut tengah (Mediterania) yang memisahkan Benua Eropa dan Afrika, juga laut Indonesia yang memisahkan Benua Asia dengan Australia.

Page 36: aliran sungai.docx

4)       Selat.

Selat merupakan laut sempit yang terletak di antara dua pulau atau dua benua. Misalnya selat Sunda yang terletak di antara pulau Sumatera dengan Pulau Jawa.

5)       Teluk.

Teluk merupakan laut yang menjorok ke daratan. Contoh dari teluk adalah Teluk Siam yang terdapat di Thailand.

 Pembagian laut menurut zona atau jalur kedalamannya, laut dapat dibedakan menjadi beberapa zona sebagai berikut :

1)       Zona Litoral atau Jalur Pasang, yaitu bagian cekungan lautan yang terletak diantara pasang naik dan pasang surut.

2)       Zona Epineritik, yaitu bagian cekungan lautan diantara garis2 surut dan tempat paling dalam yang masih dapat dicapai oleh daya sinar matahari (pada umumnya sampai sedalam 50 m).

3)       Zona Neritik, yaitu bagian cekungan lautan yang dalamnya antara 50 – 200 m.

4)       Zona Batial, yaitu bagian cekungan lautan yang dalamnya antara 200 – 2000 m.

5)       Zona Abisal, yaitu bagian cekungan lautan yang dalamnya lebih dari 2000 m.

 Pembagian laut menurut terjadinya, laut dapat dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu sebagai berikut :

Page 37: aliran sungai.docx

1)       Laut Transgresi atau Laut Meluas, yaitu laut yang terjadi karena perubahan permukaan air laut positif, baik yang disebabkan oleh kenaikan permukaan air laut itu sendiri atau oleh turunnya daratan perlahan-lahan, sehingga sebagian dari daratan digenangi air. Laut jenis ini pada umumnya terjadi pada akhir zaman glacial. Contoh : Laut Utara dan Laut Jawa.

2)       Laut Ingresi atau Laut Tanah Turun, laut ini terjadi karena turunnya tanah sebagai akibat tekanan vertikal (gaya endogen) yang menimbulkan patahan. Contoh : laut Karibia, Laut Jepang, dan Laut Tengah.

3)       Laut Regresi atau Laut Menyempit, laut ini terjadi karena laut mengalami proses penyempitan akibat adanya endapan2 di laut yang dibawa sungai sehingga laut tersebut mengalami pendangkalan. Contohnya : Selat Malaka.

 Arus laut adalah aliran air laut yang mempunyai arah dan peredaran yang tetap dan teratur. Gerak aliran arus laut dapat disamakan dengan aliran air sungai, tetapi aliran arus laut lebih lebar. Arus laut dapat dibedakan menurut letak, suhu, dan cara terjadinya.

1. Menurut letaknya

1)       Arus bawah ialah arus laut yang bergerak di bawah permukaan laut, misalnya arus bawah di Selat Gibraltar.

2)       Arus atas ialah arus laut yang bergerak di permukaan laut, misalnya arus Kalifornia.

1. Menurut suhunya.

1)       Arus panas ialah bila suhu arus air laut lebih panas daripada suhu air laut di sekitarnya, misalnya arus teluk.

2)       Arus dingin ialah bila suhu arus laut lebih dingin dari laut di sekitarnya, misalnya arus Labrador.

1. Menurut terjadinya.

1)       Arus karena perbedaan kadar garam atau berat jenis air laut.

2)       Arus karena dingin

3)       Arus karena perbedaan niveau (beda tinggi muka air)

4)       Arus karena pengaruh daratan/benua.

5)       Arus karena pasang naik dan surut.

 Kecerahan atau warna air laut tergantung pada zat2 oraganik maupun anorganik yang ada di laut. Warna air laut ada beberapa macam karena beberapa sebab berikut :

Page 38: aliran sungai.docx

1)       Pada umumny lautan berwarna biru, hal ini disebabkan oleh sinar matahari yang bergelombang pendek (sinar biru) dipantulkan lebih banyak daripada sinar lain.

2)       Warna kuning, karena dasarnya terdapat lumpur kuning, misalnya sungai Kuning di Cina (sungai Huang Ho).

3)       Warna hijau, karena adanya plankton2 dalam jumlah besar.

4)       Warna putih, karena permukaannya selalu tertutup es, misalnya latu di Kutub Utara dan Selatan.

5)       Warna ungu, karena adanya organism kecil yang mengeluarkan sinar2 fosfor, misalnya Laut Ambon.

6)       Warna hitam, karena dasarnya terdapat lumpur hitam. Misalnya laut Hitam.

7)       Warna merah, karena banyaknya binatang2 kecil berwarna merah yang terapung-apung, misalnya laut merah.

 Salinitas atau kadar garam air laut adalah banyaknya garam (dinyatakan dengan gram) yang terdapat dalam satu liter air laut. Garam di laut berasal dari hasil2 pelapukan di daratan. Hasil2 pelapukan ini mengandung bermacam-macam garam, yang oleh air sungai di larutkan, dihanyutkan, serta dibawa ke laut. Hampir di setiap tempat laut memiliki salinitas (kadar garam) antara 33% hingga 37%. Pada air laut dalam, nilai salinitas antara 34,5% dan 35% rata2 salinitas air laut adalah 35%.

               Menurut Clarke, di dalam air laut terdapat larutan garam seperti :

1)       Kalsium karbonat (CaCO3) : 0,34%

2)       Magnesium bromida (MgBr2) : 0,22%

3)       Kalium Sulfat (K2SO4) : 2,64%

4)       Kalsium sulfat (CaSO4) : 3,60%

5)       Magnesium sulfat (MgSO4) : 4,74%

6)       Magnesium Klorida (MgCL2) : 10,88%

7)       Natrium Klorida (NaCl) : 77,78%

 Perubahan kadar garam di laut tidak besar. Hal ini disebabkan oleh kecilnya proses penguapan bila dibandingkan dengan isi air laut tersebut. Besar kecilnya kadar garam di laut ditentukan oleh faktor2 berikut :

Page 39: aliran sungai.docx

1)       Banyak sedikitnya air yang berasal dari gletser

2)       Besar kecilnya curah hujan di tempat tersebut

3)       Besar kecilnya penguapan di tempat tersebut

4)       Besar kecilnya atau banyak sedikitnya sungai yang bermuara di tempat tersebut.

 Mineral laut berasal dari daratan yang dibawa oleh aliran sungai2. Mineral itu antara lain adalah :

1)       Garam, tempat2 pembuatan garam dijumpai di Pulau Madura dan Rembang.

2)       Kapur, berasal dari kerang, globigerine (foraminifera), dan sebagainya.

3)       Kalium karbonat, berasal dari sebangsa lumut (potash)

4)       Fosfat, berasal dari tulang2 ikan dan kotoran burung pemakan ikan, dan biasanya untuk pupuk.

 Kekayaan fauna dan flora laut sama halnya dengan daratan. Pada umumnya organisme laut dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1)       Bentos, ialah binatang2 laut yang hidupnya di dasar laut. Bentos ini dapat pula dibagi menjadi dua golongan yaitu : (1) bentos sesial, yang hidupnya terikat pada suatu tempat, misalnya tiram, koral, jenis2 brochipoda dan sebagainya, dan (2)bentos vagil, yang bergerak di dasar laut, misalnya landak laut, siput laut, dan sebagainya.

2)       Pelagos, ialah organisme yang hidupnya tak tergantung pada dasar laut dan umumnya menjadi penghuni lapisan air bagian atas. Pelagos dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu (1) nekton, ialah golongan organisme yang mempunyai alat badan sendiri untuk bergerak sehingga dapat tinggal di daerah tertentu yang menyediakan banyak makanan atau tempat2 yang keadaannya baik bagi mereka. Contoh : semua jenis ikan, ubur2 dan sebagainya (2) plankton, ialah golongan organisme yang tidak mempunyai alat2 badan sendiri untuk bergerak. Gerakan mereka bergantung pada arus yang disebabkan oleh angin atau perbedaan suhu. Contoh : jenis2 binatang bersel satu seperti radiolarian, foraminifera, dan tumbuh2an yang bersel satu misalnya algae, diatomea, demikian juga binatang2 bersel banyak yang kecil seperti sebangsa udang kecil.

 Sama halnya dengan di daratan, di lautan pun sedimentasi terjadi terutama berasal dari sisa2 organisme yang mati maupun bahan2 anorganis. Beberapa jenis endapan lumpur berturut-turut dari pantai ke laut dalam, yaitu :

1. Endapan Lumpur Terigen, endapan yang terdiri dari materi2 halus, terutama materi2 dari daratan yang dibawa oleh sungai2.

Page 40: aliran sungai.docx

2. Endapan Lumpur Globigerina, yaitu endapan yang terdiri atas sisa2 binatang dan tumbuhan2 yang telah mati, terutama terdiri dari kapur berasam arang dan asam kersik. Lumpur globigerina di atas terutama terdapat di dasar laut yang dalamnya antara 2000 m sampai 4000 m.

3. Endapan Lumpur Radiolaria atau Lumpur Laut Merah, yaitu endapan yang sebagian berasal dari hasil2 letusan gunung berapi di dalam laut dan sebagian berasal dari sisa2 binatang yang amat kecil yang berangka zat kersik. Endapan ini terdapat pada laut yang dalam (4.000 – 7.000 m) dan tidak terdapat kapur atau persenyawaan2 kapur

ola Aliran Sungai

Dalam interpretasi pola aliran dapat mudah dilakukan dengan pemanfaatan data penginderaan jauh baik citra foto ataupun non foto sangat terlebih lagi apabila data penginderaan jauh yang stereoskopis (foto udara) dengan menampakkan 3 dimensional, sehingga hasil yang didapatkan akan maksimal. Citra satelit yang paling baik digunakan untuk mengetahui pola aliran adalah citra radar (ifsar) yang menghasilkan kenampakan tiga dimensi yang paling baik. Pola aliran mempunyai berbagai jenis pola, diantaranya ialah dendritic, paralel, radial, trelis, rectangular, centripetal, angular dan multibasinal. Gambar 3. merupakan jenis-jenis pola aliran sungai dalam DAS.

Pola Aliran Sungai

1. Dendritik: seperti percabangan pohon, percabangan tidak teratur dengan arah dan sudut yang beragam. Berkembang di batuan yang homogen dan tidak terkontrol oleh struktur, umunya pada batuan sedimen dengan perlapisan horisontal, atau pada batuan beku dan batuan kristalin yang homogen.

Page 41: aliran sungai.docx

2. Rectangular : Aliran rectangular merupakan pola aliran dari pertemuan antara alirannya membentuk sudut siku-siku atau hampir siku-siku. Pola aliran ini berkembang pada daerah rekahan dan patahan.

3. Paralel: anak sungai utama saling sejajar atau hampir sejajar, bermuara pada sungai-sungai utama dengan sudut lancip atau langsung bermuara ke laut. Berkembang di lereng yang terkontrol oleh struktur (lipatan monoklinal, isoklinal, sesar yang saling sejajar dengan spasi yang pendek) atau dekat pantai.

4. Trellis: percabangan anak sungai dan sungai utama hampir tegak lurus, sungai-sungai utama sejajar atau hampir sejajar. Berkembang di batuan sedimen terlipat atau terungkit dengan litologi yang berselang-seling antara yang lunak dan resisten.

5. Deranged : pola aliran yang tidak teratur dengan sungai dengan sungai pendek yang arahnya tidak menentu, payau dan pada daerah basah mencirikan daerah glacial bagian bawah.

6. Radial Sentrifugal: sungai yang mengalir ke segala arah dari satu titik. Berkembang pada vulkan atau dome.

7. Radial Centripetal: sungai yang mengalir memusat dari berbagai arah. Berkembang di kaldera, karater, atau cekungan tertutup lainnya.

8. Annular: sungai utama melingkar dengan anak sungai yang membentuk sudut hampir tegak lurus. Berkembang di dome dengan batuan yang berseling antara lunak dan keras.

9. Pinnate : Pola Pinnate adalah aliran sungai yang mana muara anak sungai membentuk sudut lancip dengan sungai induk. Sungai ini biasanya terdapat pada bukit yang lerengnya terjal.

10. Memusat/Multibasinal: percabangan sungai tidak bermuara pada sungai utama, melainkan hilang ke bawah permukaan. Berkembang pada topografi karst. Tabel 1. merupakan pola pengaliran dengan karaktersitiknya.

Morisawa (1985) menyebutkan pengaruh geologi terhadap bentuk sungai dan jaringannya adalah dinamika struktur geologi, yaitu tektonik aktif dan pasif serta lithologi (batuan). Kontrol dinamika struktur diantaranya pensesaran, pengangkatan (perlipatan) dan kegiatan vulkanik yang dapat menyebabkan erosi sungai. Kontrol struktur pasif mempengaruhi arah dari sistem sungai karena kegiatan tektonik aktif. Sedangkan batuan dapat mempengaruhi morfologi sungai dan jaringan topologi yang memudahkan terjadinya pelapukan dan ketahanan batuan terhadap erosi. Tabel 2. merupakan tabel kontrol struktur terhadap bentuk sungai

Tabel 2. Kontrol Struktur Terhadap Bentuk Sungai (Morisawa, 1985)