Algoritma Pendekatan Diagnosis Hiponatremia

5
1. Algoritma Pendekatan Diagnosis Hiponatremia Manajemen hiponatremia membutuhkan pendekatan untuk mengidentifikasi penyebab terjadinya gangguan elektrolit. Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan berupa penilaian bertahap tonisitas serum, osmolalitas urin, status volume, dan kadar Natrium urin. a. Penilaian tonisitas serum Natrium merupakan elektrolit predominan di kompartemen cairan ekstraseluler, dan merupakan determinan utama dalam menentukan tonisitas serum. Penurunan kadar Natrium serum (hiponatremia) secara luas dapat memberikan gambaran keadaan hipotonisitas. Adanya peningkatan konsentrasi zat yang tidak melewati membrane sel (seperti glukosa, atau manitol) dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia translokasional sebagai akibat adanya perpindahan air dari sel menuju ruang ekstraseluler. Pada keadaan tersebut, pasien dapat memiliki osmolalitas serum yang normal, atau bahkan meningkat. Keadaan lain dimana hiponatremia berhubungan dengan tonisitas serum yang normal terjadi

description

Hiponatremia

Transcript of Algoritma Pendekatan Diagnosis Hiponatremia

Page 1: Algoritma Pendekatan Diagnosis Hiponatremia

1. Algoritma Pendekatan Diagnosis Hiponatremia

Manajemen hiponatremia membutuhkan pendekatan untuk mengidentifikasi penyebab

terjadinya gangguan elektrolit. Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan berupa

penilaian bertahap tonisitas serum, osmolalitas urin, status volume, dan kadar Natrium

urin.

a. Penilaian tonisitas serum

Natrium merupakan elektrolit predominan di kompartemen cairan ekstraseluler,

dan merupakan determinan utama dalam menentukan tonisitas serum. Penurunan

kadar Natrium serum (hiponatremia) secara luas dapat memberikan gambaran

keadaan hipotonisitas. Adanya peningkatan konsentrasi zat yang tidak melewati

membrane sel (seperti glukosa, atau manitol) dapat menyebabkan terjadinya

hiponatremia translokasional sebagai akibat adanya perpindahan air dari sel

menuju ruang ekstraseluler. Pada keadaan tersebut, pasien dapat memiliki

osmolalitas serum yang normal, atau bahkan meningkat. Keadaan lain dimana

hiponatremia berhubungan dengan tonisitas serum yang normal terjadi pada

keadaan kadar lipid atau protein yang tinggi. Keadaan demikian dapat disebut

sebagai pseudohiponatremia, dan merupakan hasil dari peningkatan proporsi

volume serum yang ditangkap oleh zat – zat tersebut. Osmolalitas serum tetap

normal pada pseudohiponatremia, dan dapat digunakan untuk membantu dalam

menegakan diagnosis.

Page 2: Algoritma Pendekatan Diagnosis Hiponatremia

b. Penilaian Osmolalitas urin

Saat keadaan hipotonisitas sudah ditegakkan, maka osmolalitas urin dapat

digunakan untuk membedakan antara pasien yang mengalami dan tidak

mengalami gangguan dalam mekanisme pengenceran urin ginjal. Osmolalitas

urin di bawah 100 mOsm/kg menandakan mekanisme pengenceran urin yang

normal, dimana hiponatremia terjadi sebagai akibat jumlah intake air yang

melebihi kapasitas pengenceran normal (polidipsia psikogenik). Keadaan

demikian dapat pula diamati pada bayi yang diberi susu formula. Sebaliknya,

osmolalitas urin yang melebihi 100 mOsm/kg menandakan gangguan pada

mekanisme pengenceran ginjal pada saat urin seharusnya diencerkan secara

maksimal. Keadaan tersebut biasanya dapat terjadi sebagai konsekuensi adanya

vasopressin sirkulasi yang menetap.

c. Penilaian status volume dan konsentrasi Natrium urin

Pada pasien yang memiliki osmolalitas urin melebihi 100 mOsm/kg, penilaian

status volume dibutuhkan untuk mengidentifikasi penyebab terjadinya

hiponatremia. Pada pasien hipovolemik dengan hiponatremia, kadar Natrium

urin yang melebihi 20 mmol/L menandakan terjadinya kehilangan natrium

ginjal, sedang kadar Natrium urin di bawah 20 mmol/L menandakan terjadinya

kehilangan natrium diluar ginjal.

Page 3: Algoritma Pendekatan Diagnosis Hiponatremia

Gambar 1. Algoritma pendekatan diagnosis hiponatremia

Pasien dengan hiponatremia hipervolemik (akibat gagal jantung, sirosis, dan

sindroma nefrotik) biasanya disertai gangguan dalam mempertahankan natrium

sebagai tambahan terhadap retensi air yang ditandai dengan berkurangnya

Natrium serum.

Hiponatremia hipervolemik biasanya kurang sering terjadi dibandingkan dengan

hiponatremia yang lain, terjadi pada pasien gagal ginjal tahap lanjut yang tidak

dapat menyimpan natrium, sehingga memiliki kadar Natrium urin > 20 mmol/L.

Pada hiponatremia euvolemik, terdapat kelebihan relatif total air dalam tubuh

terhadap jumlah total natrium tubuh normal. Pasien tersebut ditandai dengan

Page 4: Algoritma Pendekatan Diagnosis Hiponatremia

adanya kadar Natrium urin > 20 mmol/L, yang menandakan intake natrium

mereka.

Thompson C, Berl T, Tejedar A, Johannsson G. Differential diagnosis of

hyponatremia. Best practice & research clinical endocrinology & metabolism.

2012;26:S7-15