ALBINISME
-
Upload
miranni-kosim -
Category
Documents
-
view
46 -
download
4
description
Transcript of ALBINISME
ALBINISME
Mutasi adalah perubahan yang terjadi pada bahan genetik (DNA maupun
RNA), baik pada taraf urutan gen (disebut mutasi titik) maupun pada taraf
kromosom. Mutasi pada tingkat kromosomal biasanya disebut aberasi. Mutasi
pada gen dapat mengarah pada munculnya alel baru dan menjadi dasar munculnya
variasi-variasi baru pada spesies.
Mutasi terjadi pada frekuensi rendah di alam, biasanya lebih rendah
daripada 1:10.000 individu. Mutasi di alam dapat terjadi akibat zat pembangkit
mutasi (mutagen, termasuk karsinogen), radiasi surya, radioaktif, sinar ultraviolet,
sinar X, serta loncatan energi listrik seperti petir.
Individu yang memperlihatkan perubahan sifat (fenotipe) akibat mutasi
disebut mutan. Dalam kajian genetik, mutan biasa dibandingkan dengan individu
yang tidak mengalami perubahan sifat (individu tipe liar atau "wild type").
Albinisme adalah salah satu penyakit yang disebabkan oleh mutasi gen.
Albinisme adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan tidak adanya pigmen
melanin pada mata, rambut atau kulit seseorang; kekurangan pigmen melanin
mungkin terjadi secara menyeluruh maupun sebagian. Secara etimologi albinisme
berasal dari kata albus dalam Bahasa Latin yang artinya putih. Albinisme adalah
kelainan bawaan berupa ketiadaan atau kekurangan pigmen melanin di kulit,
rambut, dan mata. Oleh karena itu, albinisme kadang-kadang disebut juga dengan
istilah akromia, akromasia" atau akromatosis (a: tidak; chroma: warna).
Kegagalan pembentukan melanin tersebut disebabkan oleh ketiadaan atau
kerusakan enzim tirosinase, suatu enzim yang mengandung tembaga dan terlibat
dalam pembentukan melanin. Kegagalan ini dapat terjadi secara sempuma atau
1
hanya parsial. tndividu yang sama sekali tidak memiliki pigmen melanin
(amelanisme atau amelanosis) dinamakan albino, sedangkan individu yang hanya
mengalami kekurangan melanin (hipomelanisme atau hipomelanosis) dinamakan
albinoid. Albinisme dapat terjadi pada semua hewan vertebrata, termasuk
manusia.
Pada umumnya albinisme disebabkan oleh alel resesif autosomal sehingga
peluang kemunculannya sama pada kedua jenis kelamin. Keberadaan alel resesif
ini tidak terdeteksi pada individu heterozigot karena ekspresinya tertutupi oleh
alel normalnya. Dengan perkataan lain, individu heterozigot terlihat normal
meskipun sebenarnya karier (pembawa) alel albinisme. Jika sepasang suami istri
masing-masing karier albinisme hendak memiliki seorang anak, maka akan ada
peluang sebesar 25% bahwa anak mereka menderita albinisme.
Ada dua macam albinisme pada manusia yaitu albinisme okulokutaneus
dan albinisme okuler. Albinisme okulokutaneus terjadi pada mata, kulit, dan
rambut, sedangkan albinisme okuler hanya mengenai mata. Kebanyakan penderita
albinisme okulokutaneus Nampak putih atau sangat pucat karena sama sekali
tidak ada melanin yang bertanggung jawab atas terbentuknya wama hitam, coklat,
atau kekuningan. Penderita albinisme, terutama okulokutaneus, memiliki kulit
yang sangat rentan terhadap radiasi ultraviolet dari sinar matahari. Kulit tersebut
sangat mudah terbakar jika terpapar terlalu lama. Hal ini karena tidak ada melanin
yang berfungsi sebagai pelindung terhadap radiasi ultraviolet.
Albinisme okulokutaneus terbagi menjadi 4 tipe, yaitu tipe 1 disebabkan
oleh mutasi gen pada kromosom 11. Penderita dengan tipe ini tidak mengalami
perubahan pigmentasi, namun pada beberapa penderita mulai memproduksi
melanin selama masa kanak-kanak. Rambut berwarna pirang keemasan atau
coklat. Penderita tidak akan mengalami perubahan warna kulit, namun mengalami
perubahan warna iris.
2
Albinisme okulokutaneus tipe 2 disebabkan mutasi gen pada kromoson 15.
Warna rambut penderita tipe ini mungkin kuning, atau merah, warna bola mata
biru keabuan, dan kulit nya kebanyakan berwarna putih. Penderita albinisme
okulokutaneus tipe 1 dan 2 merupakan tipe terbanyak dan sering juga dijumpai
adanya nistagmus, atau pergerakan abnormal bola mata dan mengalami penurunan
visus yang terkadang tidak dapat diperbaiki dengan sempurna walaupun sudah
mengenakan kacamata atau lensa kontak.
Albinismus okulokutaneus tipe 3 disebabkan oleh mutasi gen pada
kromosom 9. Penderita tipe ini memiliki kulit berwarna merah kecoklatan dan
rambut berwarna kemerahan. Sedangkan tipe 4, disebabkan oleh mutasi gen pada
kromosom 5, ini juga merupakan tipe yang jarang, gejala yang dialami penderita
tipe ini hampir sama dengan penderita tipe 2.
Berbeda halnya dengan albinisme pada umumnya, albinisme okuler
disebabkan oleh alel resesif rangkai X (X-linked recessive allele). Akibatnya, pria
dengan satu kromosom X hanya memerlukan satu kromosom X untuk menderita
albinisme okuler, sedangkan wanita untuk terkena albinisme okuler harus dalam
keadaan homozigot resesif atau kedua kromosom X-nya membawa alel resesif.
Dengan demikian, pria lebih besar peluangnya untuk menderita kelainan tersebut
daripada wanita.
Sementara itu, penderita albinisme okuler memiliki mata biru muda dan
adakalanya membutuhkan pembuktian genetik untuk mendiagnosisnya. Jika pada
manusia normal biasanya mata berwarna biru atau coklat, tidak demikian halnya
pada penderita albinisme. Mata penderita albinisme dapat berwarna merah, merah
muda, atau ungu, bergantung kepada kandungan melanin yang ada. Makin sedikit
melanin, makin jelas warna merah retina yang terlihat dari lapisan iris. Kurangnya
pigmen melanin di mata juga menimbulkan masalah penglihatan, baik yang terkait
maupun yang tidak terkait dengan fotosensitivitas.
3
Penderita albinisme okuler juga mengalami gangguan visus yang tidak
dapat dikoreksi bahkan dengan kacamata dan pada umumnya mereka memiliki
visus yang rendah. Penderita juga mengalami abnormalitas pada retina dan pola
yang abnormal dari saraf yang menghubungkan mata dengan otak.
Albinisme dapat di diagnose dengan uji genetik. Uji genetik merupakan
tes yang paling akurat untuk mendiagnosa albinisme dan tipe spesifiknya.
Pemeriksaan mata dapat dilakukan oleh dokter spesialis mata dengan melakukan
pemeriksaan mata lengkap, untuk memeriksa permasalahan visus pada penderita
albinisme harus dilakukan tes elektroretinogram. Baru-baru ini, sedang
dikembangkan pemeriksaan laboratorium darah untuk mengidentifikasi carrier
genetic untuk beberapa tipe albinisme. Diagnosa prenatal untuk albinisme dapat
dilakukan dengan amniosentesis dan chronic villus sampling.
Penyakit albinisme tidak dapat diobati. Pengobatan dilakukan hanya untuk
mengurangi gejala dan kelainan yang menyertai penderita. Secara umum
penderita albinisme dapat menjalani hidup dengan pertumbuhan dan
perkembangan seperti halnya orang normal karena kelainan ini tidak bersifat
mematikan. Namun, ketiadaan atau kekurangan pigmen melanin pada penderita
albinisme dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker kulit dan masalah
kesehatan lainnya, khususnya pada mata. Bahkan, pada sindrom Chediak-Higashi
albinisme dapat berhubungan dengan gangguan transportasi butiran melanin yang
berdampak pada kekurangan butiran tersebut di dalam sel-sel imun sehingga
terjadi peningkatan kerentanan terhadap infeksi.
Akibat adanya masalah kerentanan terhadap sinar matahari, maka
penderita albinisme dianjurkan untuk menggunakan perlindungan terhadap sinar
matahari (ultraviolet) karena terpapar sinar matahari dapat menyebabkan kanker
kulit. Penderita disarankan untuk menggunakan pakaian khusus yang tahan
terhadap sinar ultraviolet untuk mengurangi paparan sinar matahari terhadap kulit.
Sedangkan untuk mengatasi masalah penglihatan pada penderita albinisme, para
ahli mata menganjurkan penggunaan kacamata untuk membantu penglihatan dan
4
untuk membantu mengurangi fotofobia pada penderita dapat diberikan kacamata
gelap untuk melindungi mata dari sinar matahari langsung.
Oleh karena albinisme merupakan kelainan bawaan yang pada umunnya
disebabkan oleh alel resesif autosomal, maka tidak dapat dibedakan antara
individu normal dan individu karier. Dengan demikian, frekuensinya di dalam
suatu populasi sewaktu-waktu dapat berubah bergantung kepada tipe perkawinan
yang terjadi. Hingga kini belum ada pengobatan yang dapat diberikan unfirk
menyembuhkan albinisme seperti halnya pada kelainan bawaan lainnya. Namun,
hal yang lebih penting adalah cara masyarakat menyikapi para penderita albinisme
agar tidak terjadi diskriminasi sosial dan ada kesempatan yang sama bagi para
penderita albinisme untuk dapat berkarya seperti layaknya manusia normal.
5