Al qur’an dan tafsir

28
BAB I PENDAHULUAN Al-Qur’an, dalam tradisi pemikiran Islam, telah melahirkan sederetan teks turunan yang sedemikian luas dan mengagumkan. Teks-teks turunan itu merupakan teks kedua – bila Al-Qur’an dipandang sebagai teks pertama – yang menjadi pengungkap dan penjelas maka-makna yang terkandung di dalamnya. Teks kedua ini lalu dikenal sebagai literatur tafsir Al-Qur’an ; ditulis oleh para ulama dengan kecenderungan dan karakteristik masing- masing, dalam berjilid-jilid kitab tafsir. 1 Usaha-usaha pemahaman atas teks Al-Qur’an yang melahirkan beragam karya tafsir tersebut telah menjadi fenomena umum di kalangan umat Islam. Prinsip dasar yang digunakan adalah : Al-Qur’an sebagai Kitab petunjuk yang di dalamnya termuat manhaj-manhaj rabbany yang maha paripurna. Keragaman literatur tafsir yang terus berkembang dan beragam terjadi karena teks Al-Qur’an 1 Prof. Dr. H Amin Abdullah, Arah Baru Metode Penelitian Tafsir di Indonesia, dalam pengantar Khazanah Tafsir Indonesia, hlm.17 1

description

Al qur’an dan tafsir

Transcript of Al qur’an dan tafsir

Page 1: Al qur’an dan tafsir

BAB I

PENDAHULUAN

Al-Qur’an, dalam tradisi pemikiran Islam, telah melahirkan sederetan teks

turunan yang sedemikian luas dan mengagumkan. Teks-teks turunan itu merupakan

teks kedua – bila Al-Qur’an dipandang sebagai teks pertama – yang menjadi

pengungkap dan penjelas maka-makna yang terkandung di dalamnya. Teks kedua ini

lalu dikenal sebagai literatur tafsir Al-Qur’an ; ditulis oleh para ulama dengan

kecenderungan dan karakteristik masing-masing, dalam berjilid-jilid kitab tafsir.1

Usaha-usaha pemahaman atas teks Al-Qur’an yang melahirkan beragam

karya tafsir tersebut telah menjadi fenomena umum di kalangan umat Islam. Prinsip

dasar yang digunakan adalah : Al-Qur’an sebagai Kitab petunjuk yang di dalamnya

termuat manhaj-manhaj rabbany yang maha paripurna. Keragaman literatur tafsir

yang terus berkembang dan beragam terjadi karena teks Al-Qur’an merupakan

sistem tanda (a system of signs).2 Ia memiliki makna yang beragam dikarenakan

adanya proses pemaknaan seperti tafsir (exegesis) dan takwil (interpretation, ). Dari

proses pemaknaan ini, terlahirlah sebuah peradaban yang paling revolusioner.

Nasr Hamid Abu Zaid dalam bukunya Mafhum al-Nash: Dirasah fi Ulumil

Qur’an, menyebutkan bahwa peradaban Islam adalah peradaban teks. Artinya,

fundamen intelektual dan kultural umat Islam tidak mungkin mengabaikan

sentralitas posisi teks Al-Qur’an dalam dialektikanya dengan realitas. Hal ini

memang diperintahkan Al-Qur’an yang berkali-kali menyuruh kita untuk mendalami

1 Prof. Dr. H Amin Abdullah, Arah Baru Metode Penelitian Tafsir di Indonesia, dalam pengantar Khazanah Tafsir Indonesia, hlm.172 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, (Jakarta, Teraju, 2002), hlm.28

1

Page 2: Al qur’an dan tafsir

kandungan ayat-ayat Al-Qur’an, seperti dalam firman Allah yang artinya :

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ataukah hati mereka

terkunci.” ( QS. Muhammad : 24 )

Sampai di sini, setidaknya ada satu tanda tanya besar yang menggelitik kita.

Bagaimana cara kita mengungkap kandungan Al-Qur’an dengan baik dan benar ?

untuk menanggulanginya, dibuatlah suatu rambu-rambu dan prosedur dalam

memaknai Al-Qur’an, yaitu Ulumul Qur’an yang dipandang para Ulama sebagai

ilmu bantu bagi para mufassir Al-Qur’an. Wawasan sekitar Al-Qur’an di berikan

oleh Ulumul Qur’an yang membahas tentang seluk beluk Al-Qur’an. Ulumul Qur’an

memadukan seluruh pembahasan sistematis yang berhubungan dengan Al-Qur’an.

Al-Qur’an adalah sumber ilmu yang cahayanya memancar ke segala penjuru.

Dalam kerangka pluralitas makna Al-Qur’an, Abdullah Ad-Darraz dalam bukunya

al-Naba’ al-‘Azhim ( Kabar Besar ) membuat suatu pernyataan yang menarik, ” ( Al-

Quran ) itu intan, setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan yang

terpancar dari sudutnya yang lain. Tidak mustahil bila anda mempersiakan orang lain

untuk memandangnya, ia akan melihat lebih banyak dari yang anda lihat. “

2

Page 3: Al qur’an dan tafsir

BAB II

Deskripsi

A. Al-Qur’an dan Tafsir

Al-Qur’an dan Tafsir laksana dua sejoli yang takkan pernah terpisahkan,

dikarenakan korelasi yang amat kuat diantara keduanya. Jika salah satunya

dipisahkan dari yang lainnya, maka akan terjadi kepincangan. Keduanya bersifat

komplementer, jika Al-Qur’an adalah buku maka Tafsir adalah pensilnya.

Secara definitif, banyak sekali Ulama yang merumuskan ta’rif Al-Qur’an,

diantaranya, menurut Dr. Subhi as-Shalih dalam bukunya Mabahits fi Ulumil

Qur’an, secara leksikal, Al-Qur’an merupakan bentuk mashdar dari fi’il madli qa-

ra-a yang bermakna tala (membaca) diambil orang-orang Arab dari bahasa Aramia

dan digunakannya dalam percakapan sehari-hari. Kata Qur’an bersinonim dengan

kata qira’ah yang berarti al-maqru’ ( bacaan ).3 Secara terminologis, dengan

mengutip pendapat Imam Ali As-Shabuni, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang

mengandung mukjizat, yang diturunkan kepada penutup para nabi dan rasul, dengan

perantara malaikat Jibril a.s. yang tertulis pada mashaaif.4 Diriwayatkan kepada kita

secara mutawatir, bernilai ibadah jika dibaca. Diawali dengan surat Al-Fatihah dan

ditutup dengan surat An-Nas.5

Dalam tradisi studi teks Al-Qur’an, Tafsir merupakan salah satu kontributor

yang paling besar peranannya. Dalam Lisanul ‘Arab, disebutkan bahwa kata Tafsir

berasal dari kata al-fusru yang berarti al-bayan (menjelaskan) atau kasyful

3 Dr. Subhi ash-Shalih, membahas ilmu-ilmu al-Qur’an, terjemah Nur Rakhim, dkk. (Jakarta, Pustaka Firdaus,1993), hlm.64 Mashaaif artinya buku atau lembaran-lembaran, dalam pengertian Al-Qur’an yang telah dikodifikasikan.5 Ali As-Shabuni, At-Tibyan fi Ulumil Qur’an, (Jakarta, Dar Ihya Kutub al-Arabiyyah, 1985), hlm.8

3

Page 4: Al qur’an dan tafsir

mughaththa (menyingkap sesuatu yang tersembunyi).6 Sedangkan menurut

terminologis mufassirun, kata tafsir selalu dibandingkan dengan takwil, di kalangan

mereka telah terjadi perbedaan pengertian antara terma tafsir dan takwil, yang

pertama biasanya diterjemahkan menjadi penjelasan (exegesis) atau komentar

(commentary), dan yang kedua diterjemahkan menjadi interpretasi. Sebagian ada

yang memandang bahwa tidak ada perbedaan antara keduanya.

Sederhananya, tafsir menjelaskan “yang luar” dari Al-Qur’an, sedangkan

takwil menjelaskan hal-hal yang tersembunyi dari Al-Qur’an. Artinya peran penafsir

dalam penafsiran Al-Qur’an hanya dalam kerangka menangkap signal-signal.

Sedangkan dalam takwil, interpreter lebih dari sekedar menerapkan dua bidang ilmu

yang dipergunakan dalam tafsir di atas. Takwil dalam pengertiannya yang lebih baru

takwil menggunakan perangkat keimuan lain dalam ilmu-ilmu sosial dan

kemanusiaan untuk menguak makna teks yang lebih dalam. Hanya saja dalam tradisi

khazanah literatur Islam, istilah takwil dalam disiplin keilmuan Al-Qur’an ini jarang

dipakai dan terlanjur cenderung dibebani makna-makna yang negatif. Itulah

sebabnya masyarakat muslim lebih akrab menyebutnya “ kitab tafsir Al-Qur’an “

daripada “ kitab Takwil Al-Qur’an ”7.

Tidak diragukan lagi bahwa sejarah tafsir Al-Qur’an berlangsung melalui

berbagai tahap dan kurun waktu yang panjang sehingga mencapai bentuknya seperti

sekarang ini. Pertumbuhan tafsir Al-Qur’an dimulai sejak dini yaitu sejak zaman

Nabi Muhammad SAW sebagai figur sentral dalam menafsirkan Al-Qur’an. Jika

para sahabat mengalami ketidakjelasan dalam memahami suatu ayat, mereka

langsung bertanya kepada Rasulullah SAW. Seperti hadits riwayat Bukhari-Muslim

dari Ibnu Mas’ud, yang menyatakan : “ketika turunnya surat al-an’am ayat 82, yang 6 Muhammad Husain ad-Dzahby, at-Tafsir wal Mufassirun, (Kairo, Dar el-Hadits, 2005), hlm.177 Khazanah Tafsir Indonesia, hlm.18

4

Page 5: Al qur’an dan tafsir

menyatakan, “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukan iman

mereka dengan kezaliman”, banyak orang yang merasa resah. Lalu mereka bertanya

kepada Rasulullah SAW : “Ya Rasulullah, siapakah diantara kita yang tidak berbuat

kezaliman terhadap dirinya ? “ Nabi menjawab : “Kezaliman di sini bukan seperti

yang kamu pahami. Tidakkah kamu pernah mendengar apa yang dikatakan oleh

seorang hamba Allah yang saleh sesungguhnya kemusyrikan adalah kezaliman yang

besar (Luqman : 13), jadi maksud kezaliman di sini ialah kemusyrikan.

Dari hadits tersebut, nampaklah betapa urgennya tafsir Al-Qur’an. Setelah

Rasulullah wafat, para sahabat terus berusaha seoptimal mungkin menjelaskan

makna-makna Al-Qur’an sesuai dengan kemampuan masing-masing, diantara

mufassir yang terkenal dari kalangan sahabat adalah empat khalifah, Ibnu Mas’ud,

Ibnu Abbas, Zaid bin Tsabit, dll. Kemudian tradisi ini terus dilanjutkan oleh murid-

murid mereka yakni para tabi’in. Setelah mereka menyadari urgensi tafsir Al-Qur’an,

maka berkembanglah sebuah disiplin ilmu baru yang secara spesifik membahas

prosedur-prosedur dalam menafsirkan Al-Qur’an yaitu Ulumul Qur’an.

Definisi Ulumul Qur’an ialah: “ Pembahasan yang berhubungan dengan Al-

Qur’an al-Majid yang abadi dari segi nuzulnya, pengumpulannya, urutannya, dan

pembukuannya. Mengetahui asbabun nuzul, klasifikasi makiyyah dan madaniyyah,

nasikh-mansukh, muhkam mutasyatabih, dan pembahasan lainnya yang berhubungan

dengan Al-Qur’an8. Faidah kita mempelajari Ulumul Qur’an ialah supaya kita

mempunyai senjata yang ampuh yang dapat kita pergunakan untuk membela

kesucian Al-Qur’an dan supaya kita mudah mendalami tafsir Al-Qur’an.

B. Ruang Lingkup Ulumul Qur’an dan Relevansinya Dengan Tafsir

8 At-Tibyan hlm.8

5

Page 6: Al qur’an dan tafsir

Pembicaraan tentang ruang lingkup Ulumul Qur’an setidaknya dapat ditinjau

dari segi idhafy dan istilahiynya. Dari segi idhafy, ruang lingkup Ulumul Qur’an

adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, apapun itu. Maka segala

sesuatu yang ada hubungannya dengan Al-Qur’an termasuk ke dalam wilayah

operasi Ulumul Qur’an. Sebagian ahli bahasa mengatakan bahwa istilah Ulumul

Qur’an dengan arti lengkap baru lahir setelah disusun kitab setebal 30 jilid yang

bernama Al-Burhan fi Ulumil Qur’an, oleh Al-Hufiy. Di dalamnya diterangkan

tentang lafadz-lafadz yang gharib, i’rab, dan tafsir. Ditinjau dari segi Isthilahy, yang

kita golongkan ke dalam ruang lingkup Ulumul Qur’an adalah ilmu-ilmu Arabiyah

yang terkait dengan keperluan untuk membahas Al-Qur’an9.

Pada dasarnya maudlu’ Ulumul Qur’an ialah Al-Qur’an sendiri dari segi

penjelasan dan maknanya, hanya saja Ulumul Qur’an jika ditinjau dengan bi’tibaril

‘Ilmi ( Perspektif Ilmu ) dan bi’tibaaril ‘Amali ( Perspektif Aplikasi ) jelas akan

terjadi perbedaan wilayah operasi. Ulumul Qur’an dengan perspektif yang kedua

mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan yang pertama.

Proses dialektika Ulumul Qur’an bi’tibaaril ‘Amali lebih luas dan mendalam. Jika

Ulumul Qur’an perspektif pertama lebih terfokus pada teks (dalam pengertiannya

yang tradisional ), maka yang kedua lebih jauh dan mendalam dengan mencoba

masuk ke wilayah kontekstualisasi, yang tentunya dengan proses interaksi teks dan

dialektika relitas yang lebih mendalam.

Ulumul Qur’an adalah prosedur-prosedur dan aturan main dalam meramu Al-

Qur’an. Dalam hal ini Ulumul Qur’an merupakan sesuatu yang wajib dimiliki setiap

mufassir Qur’an agar tidak sembarangan dalam menfsirkan Al-Qur’an. Karena kitab-

kitab tasir yang ada sekarang ialah suatu produksi yang dihasilkan dari interaksi

9 TM Hasbi as-Shiddieqy. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Semarang, Pustaka Rizki Putra, 2010 ) hlm.1

6

Page 7: Al qur’an dan tafsir

pengarang (author) dengan teks Al-qur’an dengan berpedoman pada aturan main

tafsir Qur’an yaitu Ulumul Qur’an sendiri. Maka Ulumul Qur’an merupakan hal

yang paling urgen dalam tradisi tafsir Qur’an.

Ulumul Qur’an sendiri dirancang para Ulama untuk mencegah penafsiran

ilegal yang ngawur dan tidak sesuai ajaran Rasulullah. Sebagaimana dipaparkan oleh

Dr. Muhammad Husain Ad-Dzahbi, bahwa Sepeninggal Rasulullah s.a.w, munculah

segolongan orang yang mencoba menceraiberaikan umat Islam, membuat bid’ah-

bid’ah dalam agama, yang hanya bisa diatasi dengan “ar-ruju’ ila kitabillah wa as-

sunnati rasulihi ” . Mereka mengabaikan Hidayah Al-Qur’an dan menafsirkan Al-

Qur’an sembarangan tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah. Di samping itu muncul

pula golongan lain yang di lisan mereka mengaku orang islam tetapi dengan hati

yang memuja kekufuran, yakni para zanadiq. Kemudian mereka menyebarkan tafsir-

tafsir palsu yang di dalamnya terdapat doktrin-doktrin kekufuran yang dengan

mudah dapat mendoktrin orang-orang awam yang dangkal pemahamannya. Melihat

fenomena ini, para Ulama mulai menyusun langkah kongkrit untuk melenyapkan

syubhat-syubhat ini. Mereka berjuang seoptimal mungkin dengan mengerahkan

seluruh kemampuannya demi menjaga kemurnian kitab suci.Akhirnya, melalui para

ulama, Allah menyelamatkan kaum musimin dari malapetaka itu. Allah menjaga

kaum muslimin melalui para ulama dari kemudaratan.10 Hal inilah kiranya yang

melatarbelakangi penyusunan Ulumul Qur’an. Maka jelaslah bahwa relevansi

Keduanya sangatlah erat.

C. Pertumbuhan Dan Perkembangan Ulmul Qur’an

10 Muhammad Husain ad-Dzahby, at-Tafsir wal Mufassirun, (Kairo, Dar el-Hadits, 2005), hlm 11-12.

7

Page 8: Al qur’an dan tafsir

1. Masa Sebelum Kodifikasi

Pertumbuhan Ulumul Qur’an sendiri dimulai sejak masa Rasulullah. Ketika

itu Rasulullah berperan sebagai figur sentral dalam rujukan setiap permasalahan.

Hanya saja Ulumul Qur’an pada saat itu belum ditampilkan secara definitif. Para

sahabat Nabi adalah orang orang arab murni yang mampu memahami kesusastraan

bermutu tinggi. Mereka mampu memahami ayat-ayat Qur’an yang diturunkan

kepada Nabi Muhammad. Al-Qur’an adalah kitab yang mengandung mukjizat dari

berbagai aspek termasuk aspek sastranya. Hal ini dibuktikan oleh orang-orang arab

yang ditantang untuk menandingi Al-Qur’an, dimulai dari tantangan untuk membuat

serupa Al-Qur’an, kemudian sepuluh surat seperti surat Al-Qur’an, dan yang terakhir

untuk membuat satu surat seperti A-Qur’an, dan tak ada satu pun dari mereka yang

mampu melakukannya, mereka semua menyerah kalah.

Jika para sahabat menemukan kesukaran dalam memahami Al-Qur’an,

mereka langsung bertanya kepada Rasulullah. Maka pada zaman Rasulullah dan

Sahabat, tidak ada kebutuhan sama sekali untuk menulis buku tentang ilmu Al-

Qur’an. Terlebih mayoritas sahabat Nabi terdiri dari orang-orang yang buta huruf,

alat-alat tulis pun tak mereka peroleh dengan mudah. Selain itu Rasulullah sendiri

melarang para sahabat menulis sesuatu yang bukan Al-Qur’an. Pada masa Rasulullah

sampai kepada masa kekhalifahan Abu Bakar ra dan ‘Umar ra, ilmu Al-Qur’an

masih diriwayatkan melalui penuturan secara lisan dari mulut ke mulut (talqin dan

musyafahah). 11

2. Masa Persiapan Kodifikasi

11 TM Hasbi as-Shiddieqy. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, hlm 4.

8

Page 9: Al qur’an dan tafsir

Pada masa Utsman ra di mana orang Arab khususnya orang yang turut serta

dalam ekspansi wilayah, mereka mulai berasimilasi dengan orang non-Arab, beliau

memerintahkan supaya kaum muslimin berpegang pada mushaf Al-Imam dan

membuat reproduksi mushaf untuk dikirim ke beberapa provinsi, inilah yang akan

menjadi cikal bakal Ilmu Rasmil Qur’an.12 Selain itu Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib

kw. juga terkenal dengan perintahnya kepada Abu Aswad Ad-Dualy untuk

meletakan kaidah pramasastra arab guna menjaga corak keasliannya. Dengan

perintahnya itu, berarti pula Ali bin Abi Thalib ra adalah orang yang meletakkan

dasar ilmu I’rabul Quran. Dapatlah dikatakan, para perintis ilmu tersebut ialah :

1. Empat orang khalifah Rasyidin, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit,

Ubai bin Ka’ab, Abu Musa al-Asy-ari dan Abdullah bin Zubair. Mereka dari

kalangan sahabat nabi.

2. Mujahid, ‘Atha’ bin Yasar, Ikrimah, Qatadah, Hasan Basri, Said bin Jubair,

dan Zaid bin Aslam dari kaum Tabi’in di Madinah

3. Malik bin Anas dari kaum Tabi’it-tabi’in (generasi ketiga kaum muslimin). Ia

memperoleh ilmunya dari Zaid bin Aslam.

Mereka itulah orang-orang yang meletakkan apa yang sekarang kita kenal dengan

ilmu tafsir, ilmu asbabun-nuzul, ilmu tentang ayat-ayat yang turun di Mekkah dan

yang turun di Madinah, ilmu tentang nasikh dan mansukh dan ilmu gharibul quran.

(soal-soal yang memerlukan penta’wilan dan penggalian maknanya).13

3. Masa Kodifikasi Al-Qur’an

12 Ilmu yang mempelajari tentang penulisan Al-Qur’an13 Dr. Subhi ash-Shalih, membahas ilmu-ilmu al-Qur’an, hlm. 157

9

Page 10: Al qur’an dan tafsir

Pada masa kodifikasi al-qur’an, ilmu tafsir berada di atas segala ilmu yang

lain, karena dia dipandang sebagai induk ilmu al-qur’an. Di antara orang-orang yang

sibuk menekuni dan menulis buku mengenai bidang ilmu tersebut adalah:

Dari kalangan ulama abad ke-II H: Syu’bah bin al-Hajjaj14, Sufyan bin

Uyaimah15, dan Waki’ bin Jarrah16. Kajian mereka memuat pendapat pendapat

sahabat dan tabi’in. Kemudian muncul pada zaman berikutnya Ibnu Jarir at-Tabary

menyusun kitab tafsir at-Thabary merupakan terbaik dan bermutu karena berisi

banyak riwayat hadis shahih ditulis dengan rumusan yang baik. Selain itu juga berisi

I’rab, pengkajian dan pendapat-pendapat yang berharga.17

Adapun ilmu-ilmu al-Quran yang lain, maka termasuk tokoh yang

mempeloporinya adalah:

1. Pada abad ke-3 H: Ali bin al-Madaniy18 (wafat 234 H), guru imam Bukhari

yang menyusun kitab asbabun-nuzul, Abu ‘Ubaid al-Qasim yang menyusun

nasikh dan mansukh.

2. Pada abad ke-4 H: Abu Bakar bin Qasim al-Anbari (wafat 328 H) menulis

buku yang berjudul ‘Ajaibul ‘Ulumul Qur’an. Abu Hasan al-‘Asy’ary

menulis kitab berjudul al-Mukhtazan fi ‘Ulumuil Qur’an. Abu Bakar as-

Sijistani menulis tentang keanehan-keanehan al-Qur’an19

14 Imam ahli hadis terkemuka di Basrah. Nama lengkapnya: Syu’bah bin Al Hajjaj bin al-Ward al- ‘Atik al- Azzdi Al-Wasiti. Ia mengalami hidupnya Anas bin Malik ra. dan mendengarkan pemikiran 400 orang dari kaum tabi’in. di kalangan imam ilmu Hadis dia dipandang sebagai hujjah. Wafat tahun 160 H.15 Seorang ahli tafsir dan hadis di Hijaz. Nama lengkapnya: Sufyan bin ‘Uyainah al-Hilay al-Kufi. Wafat tahun 198 H.16 Nama panggilannya: Abu Sufyan ar-Ruwasi al-Kufi, dari Qeis ‘Ailan. Dia mendengar pendapat-pendapat Ibn Jarij, al-A’masyi, al-Auza’I, dan Sufyan ats-Tsaury. Lahir 128 H dan wafat tahun 197 H. Ahmad bin Hambal dan Yahya bin Mu’in mengatakan:”Orang yang terpecaya di Iraq adalah Waki”.17Dr. Subhi ash-Shalih, membahas ilmu-ilmu al-Qur’an, hlm. 157-15818 Ia adalah ‘Ali bin Abdullah bin Ja’far, seorang dari kabilah Sa’ad berdasarkan wala (perwalian)19 Muhammad bin ‘Aziz bin al-Azizi as-Sijistani. Dalam al-Itqan ,Sayuti mengatakan:” Ia menulis kitabnya selama 15 tahun bersama gurunya, Abu Bakar al-Anbary”.

10

Page 11: Al qur’an dan tafsir

3. Pada abad ke-5 H: ‘Ali bin Ibrahim bin Sa’id al-Hufi20 menulis kitab yang

berjudul al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur’an dan I’rabul Qur’an. Abu ‘Amr Ad-

Dani (wafat 444 H) menulis kitab berjudul at-Taisir Fi Qira’atis Sab’i Dan

Al-Muhkam Fi Nuqath.

4. Dalam abad ke-6 H: Abu Qasim ‘Abdurrahman yang lebih dikenal denagan

as-Suhaili21 menulis kitab yang tentang soal yang samar-samar di dalam al-

Qur’an.

5. Pada abad ke-7 H: Ibnu ‘Abdus Salam22 menulis kitab tentang majazul

qur’an. ‘Ilmuddin as-Sakhawi23 menulis kitab tentang qira’at.24

Sebahagian penelitian sejarah al-Qur’an, istilah ‘Ulumul Qur’an - dalam arti

keseluruhan- baru muncul sebagian kenyataan yang jelas setelah munculnya

kitab berjudul al-Burhan Fi Ulimil-Qur’an tulisan ‘Ali bin Ibrahim bin Sa’id

yang terkenal dengan al-Hufi (wafat 430 H), terdiri dari 30 jilid.

Kemudian tibalah abad VI H. Pada masa itu, Ibnul-Jauzy (wafat 597 H)

menyusun dua kitab yang berjudul Funun Al-Fanan Fi Ulum Al-Qur’an dan

Al-Mujtaba Fi Ulum Tata’allaqu Bi Al-Qur’an. Keduanya masih berbentuk

manuskrip dan terdapat di Dar Al-Kutub Al-Mishriyyah, Kairo.

Pada abad VII H, ‘Ilmuddin as-Sakhawi (wafat 794 H) menulis kitab

berjudul Jamalul-Qurra Wa Kamalul-Iqra’,25dan Abu Syamah (wafat 665 H)

menulis kitsb al-Mursyidul-Wajizfi Ma Yata’allaqu bil-Qur’anil ‘Aziz.

20 Penulis kitab al-Burhan fi ‘Ulumil-Qur’an dan kitab I’rabul Qur’an. Wafat 430 H.21 Ia adalah ‘Abdurrahman bin ‘Abdullah bin Ahmad as-Suhail, nama panggilannya: Abul Qasim. Wafat di Marakesh pada tahun 581 H. Kitabnya berjudul Mubhamatul-Qur’an.22 Ia adalah Syaikul Islam Imam Abu Muhammad bin ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdus Salam. Wafat 660 H.23Ia adalah ‘Ali Muhammad bin ‘Abdus Samad , wafat 643 H. Kitabnya mengenai qira’at teratur baik dan terkenal dengan nama As-Sakhawiyah. Judul yang sebenarnya adalah Hidayatul Murtab Fi Mutasyabih.24 DR. Subhi ash-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, h.158-16025 Kitab ini mencakup berbagai bidang ilmu Qira’at, seperti: tajwid,waqaf dan ibtida’ dan nasikh wal mansukh.

11

Page 12: Al qur’an dan tafsir

Pada abad VIII H Badruddin az-Zarkasyi (wafat 794 H) menulis al-Burhan

Fi ‘Ulumil Qur’an.

Pada abad IX H lebih banyak lagi yang menulis buku-buku tentang ulumul

qur’an. Jamaluddin al-Bulqaini26 menulis Mawaqi’ul ‘Ulum Min

Mawaaqi’un-Nujum. Muhammad bin Sulaiman al-Kafiyaji (wafat 879 H),

kemudian as-Suyuti (wafat 911 H) menulis at-Tahbir Fi ‘Ulumit Tafsir dan

al-Itqan Fi ‘Ulumil Qur’an.27

4. Ulumul Qur’an pada Abad Kontemporer

Pada abad kontemporer ini banyak ulama-ulama yang terus melakukan penyusunan

kitab-kitab ulumul qur’an diantaranya:

a. Al- Marhum Syekh Thahir al-Jazairiy menyusun sebuah karya At-Tibyan Fi

Ulum Al-Qur’an yang terdiri dari kurang lebih 300 lembar yang disusun

pada tahun 1335 H.

b. Al-allamah Al- marhum Syekh Mahmud Abu Daqiqah menyusun sebuah

karya yang berisi peringatan berharga bagi mahasiswa Jurusan Da’wah Wa

Irsyad Fakultas Ushuluddin.

c. Al-allamah Syekh Muhammad Ali Salamah menyusun sebuah kitab untuk

mahasiswa Jurusan Al-Da’wah Wal Irsyad Fakultas Ushuluddin dengan

judul Manhaj Al-Furqan Fi ‘Ulumil Qur’an.

d. Syekh Muhammad Jamaluddin al-Qasimi membuat Mahasinut Ta’wil.

26 Seorang ulama yang cerdas ahli di bidang ushul fiqh, ushuluddin, bahasa arab, tafsir, ma’ani dan bayan. Ia berkali-kali diangkat sebagai Ketua Mahkamah Islam di Mesir hingga wafatnya pada tahun 824 H. (Syadzaratudz-Dzahab,VII) hal. 16627 DR.Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, h. 163

12

Page 13: Al qur’an dan tafsir

e. Syekh Muhammad Abdul Qasim az-Zarqani menulis Manahilul Irfan Fi

‘Ulumil Qur’an.

f. Syekh Thanthawi dengan bukunya yang terkenal al-Jawahir Fi Tafsiril

Qur’anil Karim.

g. Mustafa Shadiq ar-Rafi’ menulis I’jazul Qur’an.

h. Prof. Malik bin Nabi menulis ad-Dahiratul Qur’aniyyah membahas masalah

wahyu.

i. Sayyid Imam Muhammad Rasyid Ridha menulis Tafsirul-Qur’anil-Hakim

yang berisi pembahasan mengenai berbagai ilmu tentang al-qur’an.

j. Doctor Muhammad Abdullah ad-Darraz menulis kitab berjudul An-Naba’ul

‘Adzim, berisi pandangan baru mengenai al-Qur’an.28

D. Urgensi Ulumul Qur’an

Ulumul Qur’an berfungsi sebagai kunci pembuka terhadap penafsiran Al-

Qur’an sesuai dengan maksud apa yang terkandung di dalamnya. Sedangkan

kedudukannya ialah sebagai ilmu pokok yang merupakan alat yang mutlak

28 Dr.subhi as-shalih, membahas ilmu-...., h.163

13

Page 14: Al qur’an dan tafsir

diperlukan bagi setiap mufassir untuk menafsirkan Al-Qur’an. Dengan demikian,

Ulumul Qur’an memang sangat urgen untuk dipelajari, disebabkan keduanya

memiliki relevansi yang sangat erat.

Menafsirkan Al-Qur’an berarti menerangkan ayat-ayatnya secara

komperhensif. Seorang mufassir baru dapat memberikan uraian dan keterangan

sesuai dengan maksud ayat tersebut secara tepat dan dapat dipertanggungjawabkan

kebenarannya, apabila ia telah menguasai Ulumul Qur’an.

Jika dilihat dari segi lain, maka Ulumul Qur’an juga dapat menjadi measure

(tolok ukur) bagi kualitas tafsir Al-Quran. Artinya, semakin dalam seseorang

menguasai Ulumul Qur’an, maka tafsir yang dihasilkannya juga akan lebih

berkualitas. Jargon “ kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah ” kiranya menyulut

perkelahian pemaknaan. Keduanya memang maksum (infallible), tetapi penafsiran

terhadap keduanya tidaklah maksum. Di sini hendaknya kita bisa membedakan

antara yang absolut dan yang relatif. Jika pluralitas pandangan adalah niscaya, maka

perbedaan pemahaman bukanlah sesuatu yang harus disesali. Jargon ini dapat

menjadi multi tafsir dilihat dari perspektif yang berbeda. Memaknai jargon ini

dengan perspektif salafi-wahabi (sawah) akan berbeda dengan perspektif kaum

modernis dan liberalis. Untuk mengukur kredibilitas kedua perspektif ini, Ulumul

Qur’an merupakan salah satu hakim yang akan menentukan validitas keduanya.

BAB III

ANALISIS

14

Page 15: Al qur’an dan tafsir

Sebagai teks kedua, dalam pengertian teks yang dihasilkan dari teks

pertama (Al-Qur’an), literatur tafsir yang menjadi objek kajian ini diposisikan

sebagai produk budaya yang tidak lepas dari proses interaksi dan dialektika

penulisnya dengan dunia sejarah lokalitasnya. Hal ini merupakan salah satu faktor

pendorong akan pergeseran paradigma tafsir dari masa ke masa. Sosio kultural umat

Islam terus berkembang secara revolusioner dalam kondisi yang sangat berbeda

dengan apa yang terjadi di masa Nabi. Oleh karenanya, kontekstualisasi Al-Qur’an

sangat diperlukan.

Menurut Nur Cholis Madjid, Al-Qur’an menunjukan bahwa risalah Islam-

disebabkan universalitasnya-adalah selalu sesuai dengan lingkungan kultural apapun

sebagaimana pada saat turunnya, hal itu telah disesuaikan dengan kepentingan

lingkungan semenanjung Arab. Karena itu Al-Qur’an harus selalu

dikontekstualisasikan dengan lingkungan budaya penganutnya, kapanpun dan

dimanapun.

Persoalan sekarang lebih ditekankan bagaimana cara menyajikan Ulumul

Qur’an dengan lebih proporsional dan kondisional. Dalam tradisi pemikiran Islam,

khususnya di kalangan mufassir klasik telah banyak Ulama yang melakukan

interaksi dengan teks Al-Qur’an secara komprehensif. Dalam konteks analisis teks

persoalannya sekarang lebih ditekankan kepada dialektika Al-Qur’an dengan

realitas. Maka dalam konteks sekarang, kiranya Ulumul Qur’an harus ditempatkan

dengan perspektif aplikasi (bi’tibar al ‘amal) dengan ruang lingkup yang lebih luas

dan mendalam daripada Ulumul Qur’an bi’tibaril ‘ilmi. Langkah ini kiranya telah

memasuki ranah Hermeneutika yang keabsahannya masih kontroversial ( mukhtalaf

fihi ), padahal usaha semacam ini telah dipelopori oleh Ulama-Ulama klasik

15

Page 16: Al qur’an dan tafsir

Wajah Baru Ulumul Qur’an

Sebuah adagium terkenal di kalangan pesantren menyatakan “al-

muhafadzhatu ‘ala al-qadiim as-shaalih, wal akhdzu bi al-jadidil al-ashlahi “

menjaga tradisi lama yang baik dan mengadopsi tradisi baru yang lebih baik.

Beranjak dari pernyataan tersebut, kiranya kita dapat menyajikan Ulumul Qur’an

dengan wajahnya yang baru. Selama 14 abad ilmu ini tetap eksis di dalam wacana

keilmuan Islam, yang menjadi tugas kita sekarang ialah mempercantik kembali ilmu

ini agar tetap bisa mempertahankan eksistensinya di zaman modern ini.

Penafsiran klasik bukanlah produk final dan juga tidak menjadi out of date

dikarenakan perubahan zaman yang revolusioner, kontekstualisasi tafsir telah

dilakukan sebelumnya oleh para mufassir klasik , yang mengkonstruksi tafsirnya

berdasarkan setting waktu dan tempat di mana mereka berada. Maka dalam rangka “

al-Akhdzu bi al-Jadid al-Ashlahi “, paradigma Ulumul Qur’an harus selalu di up

date. Persoalan utamanya terletak pada bangunan metode dan pendekatan dalam

menafsirkan teks Al-Qur’an. Mengingat bahwa tafsir Al-Qur’an bersifat temporal

dan relatif, tidak universal dan absolut.

KESIMPULAN

16

Page 17: Al qur’an dan tafsir

Khazanah Ulumul Qur’an sebagai bentuk metodologi untuk menggarap

wilayah penafsiran dan pemaknaan Al-Qur’an harus diakui memiliki tingkat

sostifikasi yang luar biasa.Sifat luar biasa dari khazanah Ulumul Qur’an ini terbukti

dari berlimpahnya karya tafsir dalam berbagai pola, mulai dari tahlili, sampai

maudhu’i dan mulai dari sekedar menafsirkan dengan mencari sinonim kata dan ayat

hingga melakukan takwil secara intuitif dan penafsiran ilmiah.

Ulumul Qur’an merupakan disiplin ilmu yang paling mulia karena dalam

kajiannya berhadapan langsung dengan kitab yang mulia yakni Al-Qur’an. Dari

sinilah muncul disiplin ilmu turunan yang lain, dari sinilah lahir sebuah perdaban

yang paling revolusioner sepanjang masa, yang semuanya bermuara pada satu

sumber yakni Al-Qur’an, dan Ulumul Qur’an bertindak sebagai kunci untuk

membuka keajaiban-keajaibannya.

Kita semua percaya bahwa kitab ini merupaka kitab yang mengandung

mukjizat yang akan senantiasa terjaga hingga akhir masa. Kemukjizatannya yang

tiada batas menembus ruang dan waktu, telah menjadikan kitab ini sebagai kitab

yang up to date sepanjang masa yang tidak akan pernah kadaluarsa. Ulumul Qur’an

ialah suatu alat untuk terus menyingkap kemukjizatan dari kitab yang maha

paripurna ini. Oleh karenanya,Ulumul Qur’an sebagai kunci pembuka harus terus

dirancang untuk dapat menyingkap kemukjizatan kitab ini kapanpun dan di

manapun.

DAFTAR PUSTAKA

17

Page 18: Al qur’an dan tafsir

Ash-shiddieqy, TM Hasbi, Ilmu-ilmu al-Qur’an. Semarang : PT. Pustaka Rizki

Putra. 2010.

As-Shalih, Subhi, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Terj. Nur Rakhim, dkk . Jakarta :

Pustaka Firdaus, 1993.

Gusmian, Islah, Khazanah Tafsir Indonesia, Jakarta : Teraju. 2003.

Adz-Dzahaby, Muhammad Husain. At- Tafsir wal Mufassirun. Kairo : Dar el

Hadits.2005.

Ash-Shobuny, Muhammad Ali. At-Tibyan fi ‘Ulumil Qur’an. Jakarta : Dar Ihya

Kutub al ‘Arabiyyah.1985.

18