Akuntan Dan Pajak-2
description
Transcript of Akuntan Dan Pajak-2
BAB I
PENDAHULUAN
Akuntansi adalah proses kegiatan pencatatan, pengelompokkan, peringkasan dan
penafsiran yang dilakukan secara sistematis mengenai transaksi yang bersifat keuangan
pada suatu organisasi, baik organisasi yang bertujuan mencari laba (profit oriented)
maupun organisasi yang bertujuan tidak untuk mencari laba. Salah satu kegiatan
akuntansi adalah peringkasan, dimana pada kegiatan ini meliputi penyusunan laporan
keuangan yang terdiri dari neraca, perhitungan laba rugi dan laporan perubahan modal.
Kegiatan akuntansi yang banyak berhubungan dengan pajak adalah kegiatan menyusun
laporan laba rugi karena seperti yang kita ketahui laba sebuah perusahaan merupakan
obyek dari pajak penghasilan (UU Perpajakan 1991).
Menurut Prof. S.I Djayadiningrat pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan
sebagian daripada kekayaan negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan
yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut
peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan tetapi tidak ada
jasa balik dari negara secara langsung dan untuk memelihara kesejahteraan umum.
Sedangkan pengertian pajak penghasilan menurut Drs. Slamet Munawir, pajak
penghasilan adalah pajak langsung yang dikenakan kepada badan atau orang pribadi
pada tingkat penghasilan tertentu.
Dalam SK Menteri Keuangan No 108/1979 memuat mengenai ketentuan
pemberian fasilitas berupa keringanan tariff pajak penghasilan bagi para pengusaha
yang laporan keuangannya sudah diaudit oleh akuntan public dengan pernyataa wajar
tanpa kualifikasi (unqualified opinion). Dengan terbitnya ketentuan tersebut, peran
akuntan dalam perpajakan semakin penting karenan akuntan sebagai seorang ahli
akuntansi dapat menggunakan sepenuhnya konsep/prinsip/metode akuntansi yang
umum digunakan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun seiring berjalannya
waktu dengan mulai diberlakukannya UU Perpajakan pada tahun 1984, maka SK
Menteri Keuangan No. 108/1979 dinyatakan tidak berlaku lagi. Meskipun demikian
peranan akuntan masih sangat penting dalam menentukan objek pajak, karena UU
Perpajakan tahun 1984 mewajibkan kepada orang/badan yang melakukan kegiatan
usaha di Indonesia untuk menyelenggarakan pembukuan. Seperti yang kita ketahui
pembukuan merupakan bagian dari proses akuntansi yang mencatat baik obyek pajak
penghasilan maupun elemn-elemen yang bleh dikurangkan pada penghasilan dengan
cara tertentu yang diakui oleh prinsip akuntansi atau cara akuntansi yang bisa diterima
perpajakan (tolong ditata ye bahasa ane). Pada dasarnya semua obyek pajak
memperoleh penghasilan baik dari usaha bebas maupun perusahaan atau badan harus
melakukan pembukuan yang rapi.
Jasa akuntan public melakukan pemeriksaan akuntansi pada wajib pajak sangan
membantu perpajakan dalam meyakinkan kewajaran laba sebagai proyek pajak,
maksudnya jika pihak pajak merasa perlu untuk mengadakan pemeriksaan laporan
keuangan yang telah diaudit oleh akuntan, mungkin pihak pajak dalam melakukan
pemeriksaan hanya mengadakan penyesuaian dengan UU Pajak saja. Yang menjadi
persoalan adalah ketika laba menurut prinsip akuntansi dengan prinsip laba menurut
pajak terjadi perbedaan. Perbedaan laba ini disebabkan tidak seluruh biaya (beban) yang
diakui menurut prinsip akuntansi diakui juga oleh pajak sehingga perlu dilakukan
beberapa penyesuaian laporan keuangan yang dapat diterima oleh pajak dan tidak
melanggar standar akuntansi (ki bener g rek rodo ngarang kalimat iki, benerno ye).
*liyane proses iki, pendahuluane wes bener urung opo perlu ditambahi rek??monggo lek
ono ide dibeber rek
*asline aku ijek rancu lek ngebahas etika tanggung jawab cs mlayune loh ndek etika, lek
mbahas cara laba akuntasi n laba pajak mlayune ndek cara pembukuane, dadekno sing
nggenah sing endi rek??
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akuntansi Pajak
Akuntansi pajak adalah akuntansi untuk keperluan pajak. akuntan Pajak dapat
membuat beberapa uang yang cukup besar tergantung di mana Anda bekerja dan siapa
Anda bekerja. Secara sederhana dapat didifinisikan sebagai “Bidang Akuntansi yang
mengkalkulasi, menangani, mencatat, bahkan menganalisa dan membuat strategi
perpajakan sehubungan dengan kejadian-kejadian ekonomi (transaksi) perusahaan”.
Peranannya didalam perusahaan adalah signifikan, yaitu :
1) Memberikan membuat perencanaan dan strategi perpajakan (dalam artian positif)
2) Memberikan analisa dan prediksi mengenai potensi pajak perusahaan di masa yang
akan datang.
3) Dapat menerapkan perlakuan akuntansi atas kejadian perpajakan (mulai dari
penialian/penghitungan, pencatatan (pengakuan) atas pajak, dan dapat
menyajikannya di dalam laporan komersial maupun laporan fiskal perusahaan.
4) Dapat melakukan pengarsipan dan dokumentasi perpajakan dengan lebih baik,
sebagai bahan untuk melakukan pemeriksaan dan evaluasi.
Pada perusahaan berskala menengah dan besar, kesadaran akan pentingnya
akuntansi pajak telah ada dan diterapkan secara serius. Akan tetapi tidak sedikit
perusahaan (apapun sekalanya) belum menyadari pentingnya akuntansi pajak. Ada
kecendrungan untuk mengabaikan atau tidak mau pusing mengurusinya, sehingga
diserahkan kepada konsultan, yang hampir pasti tidak mengetahui operasional
perusahaan yang ditanganinya secara benar dan detail, yang sangat mungkin dapat
menjerumuskan perusahaan.
Mengingat eratnya keterkaitan antara akuntansi dengan perpajakan pajak (dan
sebaliknya), implikasi dan konsekwensi setiap transaksi di perusahaan terhadap pajak,
rasanya tidak berlebihan jika manajemen dan staf akuntansi pajak signifikan diperlukan
di dalam perusahaan. Sampai saat ini masih banyak perusahaan merangkapkan pegawai
accounting (yang menangani laporan komersial) untuk menangani perpajakan juga.
Akibat sedikitnya pegawai accounting yang sungguh-sungguh memahami perpajakan
(bahkan untuk menghitunya pun masih banyak yang belum bisa), tidak punya cukup
waktu untuk mengikuti perkembangan (perubahan) undang-undang dan peraturan
perpajakan, banyak kejadian perpajakan tidak ditangani dengan baik.
PSAK 46
Seiring dengan berkembangnya dunia akuntansi dan luasnya area perpajakan
yang akan dikenakan, maka PSAK juga turut mengatur masalah perhitungan pajak.
Tidak hanya hal tersebut namun dalam perkembangannya Direktorat Jendral Pajak
mengeluarkan peraturan tentang perhitungan pajak, dimana dasar pengenaan pajak
khususnya pada unit bisnis mengunakan Laporan Keuangan Fiskal, artinya laporan
keuangan yang dibuat oleh unit bisnis tersebut kemudian dikoreksi berdasarkan aturan-
aturan pajak yang berlaku.
Perkembangan yang terjadi munculnya perlakuan Laporan keuangan komersial dan
fiskal mengalami berbagai permasalah yang timbul akibat perkembangan aturan dari
perpajakan itu sendiri, PSAK No. 46 tentang pajak penghasilan yang memunculkan
beberapa perbedaan dalam pengakuan dan perlakuaannya, yaitu adanya beda tetap dan
beda permanen dalam aturan perpajakan. Keberadaan dua hal tersebut yang
memunculkan timbulnya istilah pajak tangguhan.
Istilah-istilah dalam PSAK 46
Aset pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan yang dapat dipulihkan pada
periode masa depan sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan,
akumulasi rugi pajak belum dikompensasi, akumulasi kredit pajak belum dimanfaatkan,
dalam hal peraturan perpajakan mengizinkan.
Beban pajak (Penghasilan pajak) adalah jumlah agregat pajak kini dan pajak
tangguhan yang diperhitungkan dalam menentukan laba atau rugi pada satu periode.
Laba akuntansi adalah laba atau rugi selama satu periode sebelum dikurangi beban
pajak.
Laba kena pajak atau laba fiskal (rugi pajak atau rugi fiskal) adalah laba (rugi)
selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh Otoritas
Pajak atas pajak penghasilan yang terutang (dilunasi).
Liabilitas pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terutang pada periode
masa depan sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.
Pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan
pajak ini dikenakan atas laba kena pajak entitas.
Pajak penghasilan final adalah pajak penghasilan yang bersifat final, yaitu bahwa
setelah pelunasannya, kewajiban pajak telah selesai dan penghasilan yang dikenakan
pajak penghasilan final tidak digabungkan dengan jenis penghasilan lain yang terkena
pajak penghasilan yang bersifat tidak final. Pajak jenis ini dapat dikenakan terhadap
jenis penghasilan, transaksi, atau usaha tertentu.
Pajak kini adalah jumlah pajak penghasilan yang terutang (dilunasi) atas laba kena
pajak (rugi pajak) untuk satu periode.
Perbedaan temporer adalah perbedaan antara jumlah tercatat aset atau liabilitas pada
posisi keuangan dengan dasar pengenaan pajaknya. Perbedaan temporer dapat berupa:
Perbedaan temporer kena pajak adalah perbedaan temporer yang menimbulkan
jumlah kena pajak dalam penghitungan laba kena pajak (rugi pajak) periode masa depan
pada saat jumlah tercatat aset atau liabilitas dipulihkan atau diselesaikan.
Perbedaan temporer dapat dikurangkan adalah perbedaan temporer yang
menimbulkan jumlah yang dapat dikurangkan dalam penghitungan laba kena pajak (rugi
pajak) periode masa depan pada saat jumlah tercatat aset atau liabilitas dipulihkan atau
diselesaikan.
Perbedaan permanen dan perbedaan tetap dalam pajak
Perbedaan permanen adalah perbedaan pengakuan pajak yang timbul karena terjadi
transaksi-transaksi pendapatan dan biaya yang diakui menurut akuntansi komersial dan
tidak diakui menurut fiskal (pajak). Dimana pengakuan seperti hal tersebut biasanya
terdapat pada kategori dibwa ini, yaitu:
Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan sedangkan menurut ketentuan
PPh bukan penghasilan. Misalnya dividen yang diterima oleh Perseroan Terbatas
sebagai wajib pajak dalam negeri dari penyertaan modal sebesar 25% atau lebih pada
badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia. (Pasal 4 ayat 3 UU PPh).
Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan
PPh telah dikenakan PPh yang bersifat final. Penghasilan ini dikenakan pajak tersendiri
(final) sehingga dipisahkan (tidak perlu digabung) dengan penghasilan lainnya dalam
menghitung PPh yang terutang. Misalnya :
a) Penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek
b) Penghasilan dari hadiah undian
c) Penghasilan bunga tabungan, deposito, jasa giro dan diskonto BI
d) Penghasilan bunga/diskonto obligasi yang dijual di bursa efek
e) Penghasilan atas persewaan tanah dan bangunan
f) Penghasilan dari jasa konstruksi (Pengusaha Konstruksi Kecil)
g) Penghasilan WP perusahaan pelayaran dalam negeri
Menurut akuntansi komersial merupakan beban (biaya) sedangkan menurut ketentuan
PPh tidak dapat dibebankan (Pasal 9 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000), misalnya
biaya-biaya yang menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan karena tidak
memenuhi syarat-syarat tertentu. Misalnya; daftar nominatif biaya entertainment, daftar
nominatif atas peghapusan piutang), pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk
apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi, dll
Beda sementara adalah perbedaan yang terjadi secara fiskal karena perbedaan
pengakuan waktu dan biaya dalam menghitung laba. adapun unsur-unsur yang menjadi
objek dalam beda sementara adalah
a) Metode Penyusutan dan atau Amortisasi
b) Metode penilaian persediaan
c) Penyisihan piutang tak tertagih
d) Rugi-laba selisih kurs
e) Kompensasi Kerugian
f) Penyisihan bonus
Pengertian Pajak Tangguhan
Pajak tangguhan pada prinsipnya merupakan dampak PPh di masa yang akan datang
yang disebabkan oleh perbedaan temporer (waktu) antara perlakuan akuntansi dan
perpajakan serta kerugian fiskal yang masih dapat dikompensasikan di masa datang (tax
loss carry forward) yang perlu disajikan dalam laporan keuangan dalam suatu periode
tertentu.
Dampak PPh di masa yang akan datang yang perlu diakui, dihitung, disajikan dan
diungkapkan dalam laporan keuangan, baik neraca maupun laba rugi. Suatu perusahaan
bisa saja membayar pajak lebih kecil saat ini, tapi sebenarnya memiliki potensi hutang
pajak yang lebih besar di masa datang. Atau sebaliknya, bisa saja perusahaan membayar
pajak lebih besar saat ini, tetapi sebenarnya memiliki potensi hutang pajak yang lebih
kecil di masa datang. Bila dampak pajak di masa datang tersebut tidak tersaji dalam
neraca dan laba rugi, maka laporan keuangan bisa saja menyesatkan pembacanya.
Dasar Pengenaan Pajak
DPP aktiva adalah jumlah yang dapat dikurangkan, untuk tujuan fiskal, terhadap setiap
manfaat ekonomi(penghasilan) kena pajak yang akan diterima perusahaan pada saat
memulihkan nilai tercatat aktiva tersebut. Apabila manfaat ekonomi (penghasilan)
trsebut tidak akan dikenakan pajak maka DPP aktiva adalah sama dengan nilai tercatat
aktiva.
Contoh :
Mesin nilai perolehan 100. Untuk tujuan fiskal, mesin telah disusutkan sebesar 30 dan
sisa nilai buku dapat dikurangkan pada periode mendatang. Penghasilan mendatang dari
penggunaan aktiva merupakan obyek pajak. DPP aktiva tersebut adalah 70.
Piutang bunga mempunyai nilai tercatat 100. Untuk tujuan fiskal, pendapatan bunga
diakui dengan dasar kas. DPP piutang adalah nihil
Piutang usaha mempunyai nilai tercatat 100. Pendapatan usaha terkait telah diakui untuk
tujuan fiskal. DPP piutang adalah 100. Pinjaman yang diberikan mempunyai nilai
tercatat 100. Penerimaan kembali pinjaman tidak mempunyai konsekuensi pajak. DPP
pinjaman yang diberikan adalah 100
DPP kewajiban adalah nilai tercatat kewajiban dikurangi dengan setiap jumlah yang
dapat dikurangkan pada masa mendatang. Contoh :
Nilai tercatat beban yang masih harus dibayar (accured expenses) 100. Biaya tersebut
dapat dikurangkan untuk tujuan fiskal dengan dasar kas. DPP-nya adalah nol.
Nilai tercatat pendapatan bunga diterima dimuka 100. Untuk tujuan fiskal, pendapatan
bunga tersebut dikenakan pajak dengan dasar kas. DPP-nya adalah nol.
Nilai tercatat beban masih harus dibayar (accured expense) 100. Untuk tujuan fiskal
biaya tersebut telah dikurangkan. DPP-nya adalah 100.
Nilai tercatat beban denda yang masih harus dibayar 100. Untuk tujuan fiskal, beban
denda tersebut tidak dapat dikurangkan. DPP-nya adalah 100.
Nilai tercatat pinjaman yang diterima 100. Pelunasan pinjaman tersebut tidak
mempunyai konsekuensi pajak. DPP-nya adalah 100.
Apabila DPP aktiva atau kewajiban tidak begitu jelas, maka DPP tersebut dapat
ditentukan menurut prinsip dasar yang digunakan dalam Pernyataan ini. Dengan
beberapa pengecualian, perusahaan harus mengakui kewajiban (aktiva) pajak tangguhan
apabila pemulihan nilai tercatat aktiva atau pelunasan nilai tercatat kewajiban tersebut
akan mengakibatkan pembayaran pajak pada periode mendatang lebih besar atau lebih
kecil dibandingkan dengan pembayaran pajak sebagai akibat pemulihan aktiva atau
pelunasan kewajiban yang tidak memiliki konsekuensi pajak.
Dalam laporan keuangan konsolidasi, perbedaan temporer ditentukan dengan
membandingkan nilai tercatat aktiva dan kewajiban pada laporan keuangan konsolidasi
dengan DPP-nya. Berhubung peraturan perundangan perpajakan di Indonesia tidak
memperkenankan SPT konsolidasi, maka DPP aktiva dan kewajiban ditentukan dengan
merujuk pada SPT masing-masing entitas. (INI NGGAK USAH DIJABARIN MBAK
CUKUP BUAT POIN-POIN AJA)
Metode Penangguhan dalam Pajak penghasilan
a. Deferred Method (Metode Penangguhan)
Metode ini menggunakan pendekatan laba rugi (Income Statement Approach) yang
memandang perbedaan perlakuan antara akuntansi dan perpajakan dari sudut
pandang laporan laba rugi, yaitu kapan suatu transaksi diakui dalam laporan laba
rugi baik dari segi komersial maupun fiskal. Pendekatan ini mengenal istilah
perbedaan waktu dan perbedaan permanen. Hasil hitungan dari pendekatan ini
adalah pergerakan yang akan diakui sebagai pajak tangguhan pada laporan laba
rugi. Metode ini lebih menekankan matching principle pada periode terjadinya
perbedaan tersebut.
b. Asset-Liability Method (Metode Asset dan Kewajiban)
Metode ini menggunakan pendekatan neraca (Balance Sheet Approach) yang
menekankan pada kegunaan laporan keuangan dalam mengevaluasi posisi
keuangan dan memprediksikan aliran kas pada masa yang akan datang. Pendekatan
neraca memandang perbedaan perlakuan akuntansi dan perpajakan dari sudut
pandang neraca, yaitu perbedaan antara saldo buku menurut komersial dan dasar
pengenaan pajaknya. Pendekatan ini mengenal istilah perbedaan temporer dan
perbedaan non temporer.
c. Net-of-Tax Method (Metode Bersih dari Pajak)
Metode ini tidak ada pajak tangguhan yang diakui. Konsekuensi pajak atas
perbedaan temporer tidak dilaporkan secara terpisah, sebaliknya diperlakukan
sebagai penyesuaian atas nilai asset atau kewajiban tertentu dan penghasilan atau
beban yang terkait. Dalam metode ini, beban pajak yang disajikan dalam laporan
laba rugi sama dengan jumlah pajak penghasilan yang terhutang menurut SPT
tahunan. (INI MINTA TOLONG HAPUS AJA MBAK SEMUANYA, SOALNYA
PAJAK TANGGUHAN NGGAK TERLALU DIBAHAS DI SINI)
Bagaimana cara Menentukan Pajak Tangguhan
a. Pengakuan (Recognition)
Standar yang mengatur bahwa dampak PPh atas perbedaan temporer dan tax loss
carry forward (TLCF) atau kompensasi rugi harus diakui dalam laporan keuangan.
Pengakuan ini menyiratkan bahwa perusahaan pelapor akan memulihkan nilai
tercatat asset pajak tangguhan atau deferred tax asset (DTA) dan akan melunasi
nilai tercatat dalam kewajiban pajak tangguhan atau deferred tax liability (DTL)
tersebut.
b. Pengukuran (Measurement)
Cara menghitung jumlah yang harus dibukukan dalam buku besar perusahaan.
Dalam hal ini pajak tangguhan akan dihitung dengan menggunakan tarif yang
berlaku atau efektif akan berlaku di masa yang akan datang.
c. Penyajian (Presentation)
Standar yang menentukan cara penyajian di dalam laporan keuangan, baik dalam
neraca ataupun laba rugi. Asset pajak tangguhan (DTA) atau kewajiban pajak
tangguhan (DTL) harus disajikan secara terpisah dari asset atau kewajiban pajak
kini dan disajikan dalam unsur non current dalam neraca.
d. Pengungkapan (Disclosure)
Berkaitan dengan standar informasi yang perlu diungkapkan dalam catatan atas laporan
keuangan.Misalnya unsur-unsur utama perbedaan temporer yang menimbulkan pajak
tangguhan, unsur-unsur yang dibebankan langsung ke laba ditahan, perubahan tarif
pajak dan sebagainya. INI NGGAK USAH DIJABARIN MBAK CUKUP BUAT
POIN-POIN AJA)
Pengakuan pada Pajak Tangguhan
Untuk Kewajiban Pajak Tangguhan (Deferred Tax Liabilities)
Pengakuan asset atau kewajiban Pajak Tangguhan didasarkan fakta bahwa adanya
kemungkinan pemulihan asset atau pelunasan kewajiban yang mengakibatkan
pembayaran pajak periode mendatang menjadi lebih kecil atau lebih besar. Tetapi,
apabila akan terjadi pembayaran pajak yang lebih besar dimasa yang akan datang, maka
berdasarkan standar akuntansi keuangan, harus diakui sebagai suatu kewajiban.
Jurnal Pengakuan Pajak Tangguhannya:
Deferred Tax Expense Rp. 120.000,00
Deferred Tax Liabilities Rp. 120.000,00
Untuk Asset Pajak Tangguhan (Deferred Tax Asset)
Dapat diakui apabila ada kemungkinan pembayaran pajak yang lebih kecil pada masa
yang akan datang, maka berdasarkan standar akuntansi keuangan, harus diakui sebagai
suatu asset. Dengan kata lain apabila kemungkinan pembayaran pajak dimasa yang akan
datang lebih kecil akan dicatat sebagai asset pajak tangguhan.
Jurnal Pengakuan Pajak Tangguhannya:
Deferred Tax Asset Rp. 120.000,00
Deferred Tax Income Rp. 120.000,00
Bagaimana Cara Mengindentifikasi Aktiva atau Kewajiban Pajak Tangguhan dan
Penghasilan atau Beban Pajak Tangguhan menggunakan Pendekatan Laba Rugi
a. Lihat rekonsiliasi fiskal yang sudah dibuat dan identifikasi akun-akun di laba rugi
yang termasuk dalam beda waktu, seperti:
Beban penyisihan persediaan
Beban penyisihan piutang tak tertagih
Beban penyisihan bonus
Beban penyisihan pension
Beban penyusutan atau dan Beban amortisasi
b. Identifikasi koreksi fiskal yang dihasilkan dari akun-akun di atas dan tentukan
apakah koreksi fiskal tersebut termasuk koreksi positif atau negatif.
c. Hitung pajak tangguhan dengan cara menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh dikali
koreksi fiskal yang dihasilkan oleh langkah di atas.
d. Tentukan DTA/DTL dengan cara merujuk pada saldo DTA/DTL tahun
sebelumnya.
(INI NGGAK USAH DIJABARIN MBAK CUKUP BUAT POIN-POIN AJA)
B. Tanggung Jawab Akuntan Pajak
IRS mengemukakan bahwa tanggung jawab utama praktisi pajak adalah sistem
pajak. Komisi IRS, Roscoe Egger dalam Armstrong (1993 : 85) menyatakan bahwa
suatu sistem pajak yang baik dan kuat tidak hanya terdiri dari entitas administrasi pajak
saja, dalam kasus ini IRS. Hal tersebut juga harus terdiri dari Konggres, Administrasi
dan komunitas praktisi. Bukan sebagai bagian yang terpisah pada masyarakat yang luas,
tetapi lebih bekerja sama ke arah tujuan umum. Direktur praktik IRS, Leslie Shapiro
dalam Armstrong (1993 : 85) lebih menegaskan bahwa ketika secara umum menyetujui
bahwa praktisi pajak mempunyai kewajiban atas kemampuan, loyalitas dan kerahasiaan
klien, hal ini disebut juga tanggung jawab praktisi atas sistem pajak yang baik.
Tanggung jawab terakhir adalah pentingnya pervasive (peresapan).
Dalam hubungan antara praktisi dan klien yang normal, kedua tanggung jawab
dikenali dan dilaksanakan. Namun, situasi ini adalah sulit. Dalam beberapa situasi
praktisi diperlukan untuk memutuskan kewajiban yang berlaku dan dalam
pelaksanaannya dapat disimpulkan bahwa kewajiban atas sistem pajak yang tertinggi.
IRS bersandar pada praktisi pajak untuk membantu dalam mengatur hukum pajak
dengan jujur dan adil dalam pelayanan dan pengembangan kepercayaan klien dalam
integritas dan kepatuhan terhadap sistem pajak.
Menurut William L. Raby dalam Armstrong (1993 : 85) sistem pajak yang
mendukung IRS akan menimbulkan perdebatan pajak. Oleh karena itu,praktisi lebih
baik melayani publik dengan mengadopsi suatu sikap. Argumennya adalah aturan etika
yang fundamental dalam praktik perpajakan pada tingkat etika personal adalah praktisi
pajak harus mengijinkan klien untuk membuat keputusan final. Praktisi tidak berhak
mengganti skala nilai kliennya. Disamping itu praktisi harus bertanggung jawab tidak
menyediakan informasi yang salah untuk pemerintah. Seorang auditor pajak
bertanggung jawab mengaudit pajak penghasilan dari wajib pajak untuk menentukan
apakah mereka telah memenuhi undang-undang perpajakan yang berlaku. Audit yang
dilakukan oleh auditor pajak termasuk jenis audit kepatuhan.
C. Etika Akuntan Pajak
Statements on Standards for Tax Services merupakan pertimbangan etika umum
yang mendasari standar yang dibuat oleh Tax Executive Committee of the AICPA yang
interpretasinya menggantikan SRTP dan interpretasinya sejak 1 Oktober 2000. Yang
menarik adalah pada kalimat pembukaannya: “Standar praktek adalah lingkup dari
penyebutan diri sebagai seorang profesional. Anggota harus memenuhi
tanggungjawabnya sebagai profesional dengan mendukung dan mempertahankan
standar yang dengan itu kinerja profesionalnya bisa diukur”. Dalam kasus tersebut,
indikasi terbaik dari standar etika yang bisa dipenuhi oleh akuntan pajak bisa ditemukan
dalam standar tersebut.
Ada 6 (enam) standar yang ditunjukkan dalam SSTS, yaitu:
1. Seorang akuntan pajak tidak boleh menyarankan sebuah posisi kecuali ada
kemungkinan realistik untuk kebaikan yang berkelanjutan.
2. Seorang akuntan pajak tidak boleh membuat atau menandatangani return jika ini
berada dalam posisi yang tidak boleh disarankan menurut poin 1.
3. Seorang akuntan pajak dapat menyarankan sebuah posisi yang menurutnya tidak
ceroboh selama ini bisa diungkapkan.
4. Seorang akuntan pajak berkewajiban untuk menasehati klien tentang potensi
hukuman di beberapa posisi, dan menyarankan disklosur.
5. Seorang akuntan pajak tidak boleh menyarankan sebuah posisi yang
“mengeksploitasi” proses seleksi audit IRS atau;
6. Dilarang bertindak sekadar dalam posisi “membantah”.
Menurut standar ini, dikatakan tidak etis bila mengkapitulasi permintaan klien
untuk mengurangi liabilitas pajak klien sebenarnya, karena ketika menandatangani
return, anda berarti menyatakan bahwa return adalah benar, tepat, dan lengkap. Bila
menandatanganinya berarti anda terlibat kebohongan. Pajak ditentukan oleh self-
assessment dan pelaporan. Dalam konteks tersebut, sikap adil yang bisa dilakukan
setiap orang adalah dengan mengawasi diri sendiri. Masyarakat kita sering
menggunakan sistem kehormatan yang besar dan ini bisa dijalankan ketika sebagian
besar orang diatur oleh sistem kehormatan tersebut. Ada sesuatu yang berlawanan
dengan kejujuran dan kesejahteraan publik saat ada upaya untuk mengelak dari tujuan
hukum spesifik yang memberikan batasan pada klien yang ingin menghindari
pembayaran segmen pajak yang adil. Sistem pajak dapat diselewengkan oleh akuntan
dan perusahaan akuntansi yang menggunakan skema penghindaran-pajak. Bagian
implisit dari semua ini adalah sebuah rekognisi tanggungjawab akuntan dan
perusahaannya untuk mempertahankan kejelasan sistem pajak–untuk menghasilkan
keseimbangan antara keuntungan pajak yang diinginkan dan loophole yang bisa
melemahkan sistem.
Akuntan dan perusahaan perlu mengetahui tanggung jawabnya pada masyarakat
besar. Akuntan dan perusahaannya perlu tegas, karena profesionalismenya, untuk
mengikuti jalur etika. Bantuan yang sering digunakan adalah nilai moral personal dan
standar plus sebuah kultur dalam perusahaan yang melarang pelanggaran nilai etika
dalam mencapai tujuan organisasi. Sebuah filosofi manajemen kuat yang mempertegas
tindakan etika dan komunikasi jelas dari perilaku etika. Dalam situasi ini, bahkan ketika
menyebabkan kerugian klien, akuntan tetap akan melakukan apa yang benar. Ancaman
kehilangan lisensi akibat tindakan tidak beretika adalah sebuah faktor, tapi ini bukanlah
faktor primer. Berbagai tantangan etika yang sering terjadi antara lain: kompleksitas dan
perubahan sifat dari hukum pajak, keterbatasan waktu untuk praktek, pengetahuan
tentang hukum pajak yang kompleks, tekanan dari klien untuk mengurangi liabilitas
pajak, dan kurangnya pemahaman klien terkait tanggungjawab profesional dan potensi
hukuman dari akuntan baik bagi praktisi pajak dan pembayar pajak.
Salah satu klien yang terpenting menyarankan untuk merubah perlakuan dari
beberapa pajak penghasilannya. Kita percaya jika perlakuan yang disarankan oleh klien
tersebut dibuat untuk memperkecilkan pajak yang sebenarnya. Walaupun itu tidak ada
alasan yang tepat untuk merubahnya. Kita hanya mempuyai dua pilihan dasar yaitu :
1. Kita dapat menolak untuk perubahan tersebut
2. Kita dapat melakukan untuk perubahan tersebut sesuai yang disarankan oleh klien.
AICPS’s Statement On Responsibilities in Tax Practice meyetujui akuntan
merangkap peran sebagai penasehat hukum untuk klien dan pembawa kebenaran untuk
pemerintahan. Dari perspektif etika, peran rangkap ini sangatlah penting karena peran
rangkap akuntansi perpajakan lebih mempunyai tanggung jawab dua kali lipat daripada
peran auditor yang kita ketahui selama ini. Akuntansi perpajakan mempunyai beberapa
tanggung jawab masyarakat melalui pemerintah. Pertama, akuntansi perpajakan
mempunyai larangan untuk berbohong dalam pajak penghasilan.
Kedua, sebagai seorang attestor tanda tangan di atas pajak penghasilan adalah
sebuah hukuman dari sumpah palsu. Oleh karena itu ada suatu tanggung jawab kepada
klien dan masyarakat untuk jujur dan tidak menjadi kompleks ketika seorang klien
mencoba untuk menipu meskipun hal ini bisa merusak hubungan kita dengan klien.
Kenapa kasus ini benar-benar terkuak dalam AICPS’s Statement On Responsibilities in
Tax Practice. Penilaian kami terhadap sistem pajak dapat berfungsi dengan efektif jika
para pembayar pajak melaporkan kebenaran penghasilan mereka secara komplit dan
benar.
Pajak penghasilan adalah sebuah perwakilan dari kenyatan di dapat pembayar
pajak. Dan pembayar pajak memiliki tanggung jawab sebaliknya untuk memberikan
data secara benar. CPA mempunyai tugas terhadap sistem pajak dan juga klien mereka.
Tapi bagaimanapun juga pembayar pajak tidak ada kewajiban untuk membayar
pajaknya lebih dari apa yang sudah ditentukan dan pihak CPA bertugas membantu klien
dalam meraih hal tersebut. Di posisi 06, telah dijelaskan secara gamlang bahwa para
akuntan pajak tidak hanya mempunyai tugas dalam melindungi klien mereka dan juga
sistem pajak. Tugas klien hanya membayar pajak sesuai dengan ketentuan tidak kurang
tidak lebih.
Para pembayar pajak mempunyai tanggung jawab untuk memposisikan kewajiban
mereka dengan benar tapi para akuntan mempunyai tugas untuyk menunjukkan kepada
klien mereka mana yang sesuai dan mana yang tidak sesuai karena klien tidak
diperkenakan mengambil keuntungan dari sistem pajak penghasilan. Kewajiban-
kewajiban ini mengalir secara natural, sistem perpajakan yang bergantung pada
penilaian seseorang berjalan secara efektif jika seseorang memberikan penilaian yang
jujur dan membayar pajak mereka dengan benar.
Di tahun 1993 Goldmansachs & co menemukan sistem keamanan yang di
tawarkan oleh ENRON Corp dan perusahan lainnya dalam bentuk kombinasi yang
menarik. Sistem itu didesain sedemikian rupa untuk benar-benar melindungi asset
perusahaan. untuk seorang pengurus pajak sistem ini menyerupai sebuah pinjaman
sehingga bunga pembayaran dapat diambil dari pendapatan yang sudah dikenakan
pajak. Untuk pemegang saham dan rating agency yang melihat atau yang mencurigai
perusahaan yang overleveraged, sistem tersebut dirangkai secara wajar. Pada tingkat
atas di departmen keuangan perusahaan Clinton atau MIPS terlihat seperti permainan
tebak kata atau jalan bagi perusahaan untuk menutupi ukuran pengeluaran mereka
ketika mereka mengurangi federal tax bill.
MIPS menunjukkan bahwa suku bunga dengan kontribusi yang bagus dapat
mengalahkan usaha dari bendahara untuk menyerang accounting internal. Dalam hal ini
kami ingin mengemukaan bahwa pendeketan-pendekatan seperti yang diatas hanya
bertentangan dengan kode etik dari pratik akuntansi dan juga hukum dari sistem pajak
pasar ekonomi. Keterangan diatas mendasari pernyataan dari komite eksdekutif pajak
dari AICPA yang dikutip dari sebuah pamflet yang berjudul peryataan-peryataan dari
standart pelayanan pajak. Salah satu dari pernyataan tersebut adalah kerja praktek dari
stadarisasi diatas panggilan resmi dari seorang akuntansi profesional. Para anggota
harus memenuhi tanggung jawab mereka sebagai seorang profesioanal dengan menjaga
dan mengamalkan standarisasi tersebut sehingga tingkat keprofesionalan mereka dapat
diukur.
Ada lima standar yang mengatakan bahwa ”akuntansi pajak tidak
merekomendasikan posisi yang ’eksploitasi’ pada proses audit IRS.” tetapi lebih
tepatnya perhitungan mengeksploitasi. Sebagai contohnya, apakah etika dari skema
penghindaran pajak, dan apakah ada area lain dimana akuntan dapat membantu klien
mengeksploitasi sistem pajak dan menghindari kewajiban pajak sesungguhnya. Dalam
mengambil keputusan tentang penyisihkan aktivitas, sangat penting untuk diingat STRP
statement, ”penilaian kita terhadap sistem pajak dapat berfungsi efisien jika pembayar
pajak melaporkan pendapatan mereka yang sebenarnya dalam keuntungan pajak,
dengan benar dan secara komplit” posisi ini dikatakan oleh opini Justice Burger’s dalam
landmark kasus Arthur Young. Sistem kita yang komprehensif dan kompleks dari pajak
federal, mengandalkan penilaian dan pelaporan kita, semua pembayar pajak diminta
untuk melakukan keterbukaan dalam pengungkapan dari relevan informasi pada
autoritas pajak. Tanpa pengungkapan tersebut dan kekuatan dari pemerintah untuk
memaksa pengungkapan, beban pajak nasional kita tidak akan merata dengan adil.
Sebuah sistem yang bergantung pada penilaian sendiri dan pelaporan meletakkan
seseorang dalam tipe pikiran dari operasi yang membuat golf seperti honorable game.
Peraturan golf ini ada tergantung jika terjadi sesuatu- sebagai contohnya, jika bola
melewati daerah. Hal ini menjadi kewajiban bagi pemain golf untuk menghukum dia
dalam satu pukulan. Hampir sama dengan pajak. Tergantung dari seberapa besar
penilaian dan pelaporannya. Dalam konteks tersebut hal yang adil untuk semua orang
adalah untuk melindungi diri mereka. Kehidupan sosial kita didasari oleh sistem
penghargaan yang besar. Dapat kita tulis kesimpulan, siapa saja yang mengambil
keuntungan dari sistem disebut free riders.
Beberapa Orang beranggapan bahwa suksesnya Opini Justice Burger’s tidak hanya
terletak pada kehormatan dan penghargaan seperti pada kekuasaan pemerintah untuk
memaksa dari pengungkapan. Tapi hal ini tidak berarti karena pemerintah tidak dapat
menangkap orang yang mencoba untuk menyampingkan Keadilan dan beban pajak
seseorang. Oleh karena itu mengapa dalam lima standar berpendapat, "akuntansi Pajak
seharusnya tidak merekomendasikan posisi yang mengeksploitasi' proses audit IRS" dan
standar Yang ke Enam, ”hanya berfungsi sebagai perdebatan posisi. Walaupun
demikian beberapa orang berpendapat dari perspective Justice Burger’s, seperti skema
yang terakhir mungkin dengan jalan surat dari hukum, mereka tidak mengerti dengan
semangat dari hukum, yang sangat membutuhkan beban pajak nasional kita
didistribusikan secara adil dan merata. Apa yang mungkin kita dapat dari sini adalah
hubungan antara ketidak etisan yang jelas dan praktek illegal, praktek yang dapat
menjadi legal atau sah tetapi tidaketis, dan praktek yang secara etika diterima dan
dianggalp legal.
Aktivitas seperti dijuluki “hustling” dengan kritik yang diharapkan dari praktek.
Forbes Magazine melaporkan bahwa Deloitte dan Touche telah terlibat dalam strategi
penjualan yang disebut ”The Hustling of Rated Shelters.” The Hustling consists,
menurut Abraham J.Briloff, ” pajak jalan kehormatan professional dan klien perusahaan
yang terhormat mengeksploitasi keuangan perusahaan modern untuk memuaskan diri
dalam skema penghindaran dalam pemborosan pajak”. Akuntan dan perusahaan
akuntansi perlu menjaga tanggung jawab social mereka, meskipun akan memungkinkan
timbulnya kewajiban pada klien. Namun, hal ini bisa saja menghancurkan persaingan
mereka di mata klien. Jika kita beranggapan bahwa hal ini adalah yang dikerjakan
sukarela, maka sangat naïf. Jika kita menginginkan sangsi dari IRS untuk
menanggulangi kode pajak bukan untuk meningkatkan semangat pajak. Biarpun begitu,
tidak adanya gangguan dari IRS, dapat menimbulkan anggapan bahwa akuntan
memiliki obligasi etika untuk memperangai rancangan pajak yang agresif atas nama
klien untuk klien dari kesejahteraan secara umum.
Secara garis besar, akuntan dan perusahaan mereka membutuhkan ketekunan,
karena harus profesional dalam batasan etika. Pada artikel, The tax Adviser, Yetmar,
Cooper, and Frank address terdapat dua pertanyaan: apa yang dapat membantu
penasihat untuk beretika? Tantangan mereka dalam beretika? Pimpinan membantu nilai
moral personal dan nilai standar budaya dalam perusahaan dimana tidak mengajak
melakukan perjanjian nilai etika untuk mencapai tujuan organisasi. Jadi, hukum pajak
dan permintaan dari klien adalah kesempatan potensi yang besar untuk perilaku yang
beretika dalam akuntansi pajak.
Crenshaw dalam artikelnya menyebutkan empat alasan mengapa dibutuhkan tempat
perlindungan pajak:
1. manajemen perusahaan mencari cara baru untuk memaksimalkan laba dan aliran
arus kas
2. meningkatkan kompleksitas baik dari kode pajak dan keuangan, membuat hal itu
lebih mudah dalam realita ekonomi
3. persepsi tentang investasi bank dan mewujudkan keinginan produk pajak
4. risiko yang kecil
Pernyataan Umum No. 1
Kemungkinan yang realistis umum: "Secara umum, suatu anggota perlu mempunyai
suatu niat baik dalam kepercayaan bahwa posisi keuntungan pajak direkomendasikan
untuk mempunyai suatu kemungkinan yang realistis secara administratif atau secara
hukum didukung atas baik buruknya suatu tantangan.
Pernyataan Umum No. 2
Statemen ini adalah tidak diragukan dalam menentukan yang berikut: "Suatu anggota
perlu membuat suatu usaha yang layak untuk memperoleh informasi yang diperlukan
dari seseorang wajib pajak untuk menyediakan jawaban yang sesuai untuk semua
pertanyaan pada suatu keuntungan pajak sebelum mempersiapkan penandatanganan.
Pernyataan Umum No. 3
Kewajiban untuk menguji atau memverifikasi data pendukung: Suatu persiapan dalam
mempercayai niat baik dari klien untuk menyediakan informasi yang akurat dalam
menyiapkan suatu keuntungan pajak, tetapi "mestinya tidak mengabaikan implikasi dari
informasi yang diperlengkapi dan perlu membuat pemeriksaan yang layak jika
informasi tampak seperti salah, atau tidak sempurna" ( SSTS, p. 21).
Pernyataan Umum No. 4
Penggunaan estimasi: Ini adalah standar yang tidak diragukan. Suatu persiapan dapat
menggunakan perkiraan wajib pajak jika tidak praktis untuk memperoleh data yang
tepat dan jika persiapan dalam menentukan perkiraan adalah layak, didasarkan pada
pengetahuan sebelum persiapan.
Pernyataan Umum No. 5
Sesuai dengan pernyataan sebelumnya : ini adalah suatu standar yang teknis. Seperti
dipaparkan dalam bentuk SSTS No. 1, mengenai posisi keuntungan pajak, dimana
anggota boleh merekomendasikan suatu posisi keuntungan pajak atau menyiapkan suatu
tanda keuntungan pajak yang meninggalkan perbaikan dari suatu item seperti
disimpulkan dalam suatu kelanjutan yang administratif atau keputusan pengadilan
berkenaan dengan suatu hasil yang utama dari wajib pajak" ( SSTS, p. 26).
Pernyataan Umum No. 6
Kesalahan Pengetahuan: Apa yang terpaksa dilaksanakan ketika suatu persiapan sadar
akan suatu kesalahan sebelumnya ? Anggota perlu "menginformasikan wajib pajak
dengan segera" dan " merekomendasikan yang mengoreksi tindakan yang diambil"
( SSTS, p. 28).
Pernyataan Umum No. 7
Kesalahan Pengetahuan: kelanjutan yang administratif: Jika selama suatu kelanjutan
yang administratif suatu persiapan mendeteksi suatu kesalahan, maka perlu "meminta
persetujuan wajib pajak untuk menyingkapkan kesalahan untuk dikenakan pajak
otoritas. Kekurangan persetujuan seperti anggota perlu mempertimbangkan dalam hal
apakah perlu menarik dari perwakilan wajib pajak di kelanjutan yang administratif"
( SSTS, pp. 31-2).
Pernyataan Umum No. 8
Format dan isi dari nasihat ke wajib pajak: Statemen ini tidak menentukan isi manapun
atau format yang umum dari nasihat dikarenakan cakupan dari nasihat menjadi sangat
luas dan dikhususkan untuk masing-masing individu yang menjadi wajib pajak secara
terpaksa. Yang menjadi rekomendasi mereka adalah bahwa nasihat mencerminkan
kemampuan/ wewenang profesional dan melayani wajib pajak terpaksa. (INI HAPUS
AJAMBAK)
Dalam kaitannya dengan etika akuntan pajak, AICPA mengeluarkan Statemet on
Responsibilities in Tax Practice (SRTP). Adapun isinya adalah sebagai berikut:
1. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 1, Tax Return Positions (Posisi
Pengembalian Pajak)
Statemen ini menetapkan standar masa depan yang bisa diterapkan untuk anggota
ketika merekomendasikan tingkat pengembalian pajak dan menyiapkan atau
menandatangani surat pembayaran pajak (termasuk klaim untuk lebih bayar) yang
disimpan dengan mengenakan pajak otoritas. Karena tujuan standar ini, suatu nilai
pajak terutang, (a) mencerminkan tingkat pengembalian pajak seperti yang mana
wajib pajak telah secara rinci membicarakannya dengan anggota atau (b) suatu
anggota mempunyai pengetahuan semua fakta yang bersifat material dan, atas dasar
fakta itu, telah menyimpulkan apakah posisinya sudah sesuai. Karena tujuan standar
ini, suatu wajib pajak adalah klien, pemberi kerja, atau pihak ketiga lain penerima
jasa pajak.
2. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 2, Answers to Questions on
Returns (Jawaban Pertanyaan atas Pengembalian)
Statemen Ini menetapkan standar yang bisa diterapkan untuk anggota ketika
menandatangani suatu pajak kembalian jika atau mempertanyakan kelebihan pajak
kembalian. Istilah questionsincludes meminta informasi untuk pajak kembalian di
dalam perusahaan. Instruksi, atau di dalam peraturan, ya atau tidaknya dinyatakan
format suatu pertanyaan.
3. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 3, Certain Procedural Aspects
of Preparing Returns (Aspek prosedur tertentu dalam menyiapkan
Pengembalian)
Dalam menyiapkan atau menandatangani suatu pajak kembalian, suatu anggota
dengan hati jujur boleh mempercayakan, tanpa verifikasi, atas informasi yang
diberikan oleh wajib pajak atau dengan pihak ketiga. Bagaimanapun, suatu anggota
mestinya tidak mengabaikan tentang implikasi yang melengkapi informasi tersebut
dan perlu membuat pemeriksaan yang layak jika informasi nampak seperti ada
kesalahan, tidak sempurna, atau plin-plan baik di bagian depannya atau atas dasar
lain fakta tidak diketahui oleh suatu anggota. Jika hukum perpajakan atau peraturan
memaksakan suatu kondisi dengan rasa hormat, seperti pemeliharaan buku dan
arsip atau memperkuat dokumentasi wajib pajak untuk mendukung pengurangan
yang dilaporkan ke kantor pajak, suatu anggota perlu membuat pemeriksaan yang
sesuai untuk menentukan kondisi yang dijumpai untuk memberi kepuasan kepada
wajib pajak. Ketika menyiapkan suatu kembalian pajak, suatu anggota perlu
mempertimbangkan informasi yang benar dari pajak kembalian wajib pajak lain
jika informasi berkait dengan pajak kembalian dan pertimbangannya pajak
kembalian itu. Di dalam menggunakan informasi seperti itu, suatu anggota perlu
mempertimbangkan batasan-batasan yang dikenakan oleh hukum atau aturan
manapun yang berkenaan dengan kerahasiaan.
4. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 4, Use of
Estimates (Penggunaan Estimasi)
Kecuali jika yang dilarang oleh undang-undang atau menurut peraturan, suatu
anggota boleh menggunakan taxpayer’s untuk menaksir persiapan suatu pajak
kembalian jika itu bukanlah praktis untuk memperoleh data tepat dan jika anggota
menentukan bahwa perkiraan yang layak adalah didasarkan pada keadaan dan fakta
saat itu yang diperlihatkan kepada anggota. Jika perkiraan dengan taxpayer’s
digunakan, mereka harus diperlihatkan dengan suatu cara yang tidak menyiratkan
ketelitian lebih besar disbanding yang ada.
5. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 5, Departure From a Position
Previously Concluded in an Administrative Proceeding or Court Decision
(Keberangkatan dari suatu posisi yang sebelumnya disampaikan di dalam
suatu kelanjutan administrative atau keputusan pengadilan
Pajak Kembalian berkenaan dengan memposisikan suatu item ketika ditentukan di
dalam suatu kelanjutan administratif atau keputusan pengadilan/lingkungan tidak
membatasi suatu anggota merekomendasikan dari suatu pajak yang berbeda,
kemudian memposisikannya kembali, kecuali jika wajib pajak dalam pemeriksaan.
Oleh karena itu, ketika disiapkan dalam bentuk Statement onResponsibilities in Tax
Services No.1, pajak kembalian diposisikan, anggota boleh merekomendasikan
sebuah pajak kembalian untuk memposisikan atau menyiapkan suatu pajak
kembalian yang memerlukan pemeriksaan dari suatu item ketika disimpulkan untuk
suatu kelanjutan administratif atau meramahi keputusan berkenaan dengan suatu
kembali wajib pajak.
6. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 6, Knowledge of Error: Return
Preparation (Pengetahuan Kesalahan: Persiapan Kembalian)
Suatu anggota perlu menginformasikan kepada wajib pajak dengan segera atas
suatu kesalahan di dalam suatu pajak kembalian yang disimpan atau ketika sadar
akan kegaalan suatu taxpayer’s untuk memfile suatu kembalian yang diperlukan.
Seorang anggota perlu merekomendasikan ukuran yang diambil untuk melakukan
koreksi, seperti rekomendasi yang diberi dengan lisan. Anggota tidaklah diwajibkan
untuk menginformasikannya untuk mengenakan pajak otoritas, dan suatu anggota
tidak boleh melakukannya tanpa ijintaxpayer’s, kecuali ketika yang diperlukan di
depan hukum. Jika suatu anggota diminta untuk kembalian untuk tahun sekarang
dan wajib pajak belum mengambil tindakan yang sesuai untuk mengoreksi suatu
kesalahan utama di dalam suatu tahun kembalian, anggota perlu
mempertimbangkan apakah untuk menarik dari menyiapkan kembalian itu dan
apakah suatu professional melanjutkan hubungan atau hubungan ketenaga-kerjaan
dengan wajib pajak itu. Jika anggota menyiapkan, seperti itu kembalian tahun ini,
anggota perlu mengambil langkah-langkah layak untuk memastikan bahwa
kesalahan itu tidaklah diulangi.
7. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 7, Knowledge of Error:
Administrative Proceedings (Pengetahuan Kesalahan: Cara kerja administrasi)
Jika suatu anggota sedang mewakili suatu wajib pajak di dalam administratifnya
untuk suatu kembalian yang berisi suatu kesalahan, maka anggota perlu
menginformasikannya kepada wajib pajak itu. Anggota perlu merekomendasikan
ukuran yang akan diambil untuk mengoreksinya, yang mungkin diberi dengan lisan.
Suatu anggota bukan diwajibkan untuk menginformasikan hal itu mengenakan
pajak otoritas maupun mengijinkan untuk melakukannya tanpa ijin tax payer’s,
kecuali jika yang diperlukan di depan hukum. Suatu anggota perlu meminta
persetujuan tax payer’s untuk menyingkapkan kesalahan kepada pajak authority.
8. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 8, Form and Content of Advice
to Taxpayers (Format dan isi nasihat pada klien)
Suatu anggota perlu menggunakan pertimbangan untuk memastikan bahwa
petunjuk pajak yang disajikan ke suatu wajib pajak mencerminkan kemampuan/
wewenang profesional dan sewajarnya melayani kebutuhan taxpayer’s. Suatu
anggota tidaklah diperlukan untuk mengikuti suatu bentuk standar atau petunjuk
dalam berkomunikasi lisan atau tertulisdalam memberi petunjuk kepada suatu wajib
pajak. Suatu anggota perlu berasumsi bahwa petunjuk pajak yang disajikan ke suatu
wajib pajak akan mempengaruhi cara di mana berbagai hal atau transaksi yang akan
dipertimbangkan. Oleh karena itu, untuk semua petunjuk pajak diberikan kepada
suatu wajib pajak, suatu anggota perlu mengikuti aturan yang baku dalam
Statement on Responsibilities in Tax Services No. 1. Suatu anggota tidak punya
kewajiban untuk berkomunikasi dengan suatu wajib pajak ketika pengembangan
yang berikutnya mempengaruhi petunjuk yang sebelumnya menyajikan berbagai
hal penting, kecuali sedang membantu seorang wajib pajak di dalam menerapkan
prosedur atau rencana yang berhubungan dengan petunjuk menyajikan atau ketika
suatu anggota melakukan kewajiban ini dengan persetujuan spesifik.
Fungsi Pajak
Fungsi Pajak terdiri dari dari dua fungsi yaitu:
a. Fungsi Budgetair
Fungsi Budgetair disebut fungsi utama atau fungsi fiscal yaitu suatu fungsi dalam
mana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukan dana secara optimal ke kas
Negara berdasarkan undang – undang perpajakan yang berlaku.
b. Fungsi Regulerend
Fungsi Regulerend disebut juga fungsi tambahan karena hanya sebagai pelengkap
dari fungsi utama yaitu budgetair. Dalam hal ini, pajak berfungsi sebagai alat yang
digunakan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Contoh : pemerintah ingin
memberantas/mengurangi kebiasaan mabuk-mabukan dikalangan generasi muda maka
pemerintah mengenakan pajak atas minuman keras dengan demikian harga menjadi
mahal dan diharapkan konsumsi minuman keras menjadi berkurang
D. Kompleksitas Aturan Perpajakan vs Tuntutan Klien
Pajak secara klasik memiliki dua fungsi. Pertama, fungsi bujeter. Kedua, fungsi
reguleren. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat 2, disebutkan bahwa
“segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.” Dari hal tersebut
dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki fungsi yang luas antara lain sebagai sumber
pendapatan negara yang utama, pengatur kegiatan ekonomi,pemerataan pendapatan
masyarakat, dan sebagai sarana stabilisasi ekonomi. Kalau kita lihat APBN, pajak selalu
dituntut untuk bertambah dan bertambah. Pemerintah harus memasukkan uang
sebanyak-banyaknya ke kas negara. Dalam struktur anggaran negara, seperti halnya
negara kita bisa mencapai 75% diperoleh dari pajak. Kondisi inilah yang memicu
pemerintah untuk membuat aturan-aturan perpajakan. Aturan perpajakan merupakan
masalah yang sebaiknya menjadi prioritas bagi pemerintah supaya tidak terjadi tax
evasion/tax avoidance.
Berikut ini disajikan kasus yang mencerminkan kompleksitas aturan perpajakan
vs tuntutan klien:
a. Jeratan Pajak Ganda pada Dividen
Secara teori Indonesia menganut klasikal sistem. Artinya, ada pembedaan subyek
pajak. Yaitu subyek pajak badan dan subjek pajak perseorangan. Yang bermasalah
dalam pajak deviden adalah terjadi economic double taxation. Pengertiannya,
sebelum dividen dibagi kepada pengusaha, dia merupakan laba perusahaan yang
dikenakan pajak, atau disebut pajak korporat. Namun, ketika dibagi lagi kepada
pemegang saham di korporat, pemegang saham itu harus dikenakan pajak lagi.
Inilah yang disebut sebagai pajak ganda. Sebagai perbandingan, Malaysia dan
Singapura tidak lagi menggunakan pajak atas dividen. Mereka menggunakan kredit
sistem. Yakni, pajak yang bisa dikreditkan kepada para pemegang saham di
korporat. Sehingga, korporat hanya dimaknai sebagai sarana. Subyek pajak tetap
melekat pada pribadi. Tak ada lagi pajak ganda yang membebani.
b. Sengketa Pajak
Kalau terjadi dispute, yakni hitungan wajib pajak (WP) dengan petugas pajak
berbeda. Pada UU KUP 2000 kewenangan aparat Fiscus terlalu luas. Jika terjadi
sengketa SPT, maka apapun yang akan dipakai adalah hitungan aparat pajak, dan
hitungan itu harus dibayar lebih dahulu oleh WP sebesar 50 persen dari hitungan
petugas pajak sebelum bisa dibawa kepada pengadilan pajak. Kalau hitungan WP
yang dinyatakan pengadilan benar maka WP berhak menerima restitusi.
Malangnya, uang restitusi itu kenyataannya tidak segera dibayarkan oleh Fiscus.
Jika uang restitusi jumlahnya milyaran jelas saja mengganggu cash flow para
pengusaha. Inilah persoalan yang menjadi momok dalam dispute antara WP dengan
aparat pajak. Untungnya, dalam UU KUP 28/2007 perhitungan SPT ditentukan
secara bersama-sama. Jika ada perbedaan klaim angka, maka yang lebih dahulu
dipakai adalah klaim WP. Sebelum masuk ke pengadilan pajak, WP hanya cukup
membayar sebesar 50 persen dari klaim hitungan WP sendiri.
c. Tarif Pajak yang tinggi
Ketua Tax Centre UI, Tafsir Nurchamid dan pengusaha Anton J Supit mengatakan
bahwa tarif yang tinggi kalau diturunkan punya dampak pada seretnya penerimaan
negara. Padahal disaat yang sama pendapatan negara itu sebagian besar ditujukan
untuk membayar hutang dan obligasi rekap. Meskipun semestinya menurut Anton J
Supit penerimaan dari pajak itu digunakan untuk membangun infrastruktur.
Banyak kalangan perpajakan seperti Permana Agung, Gunadi, dan Haula Rusdiana
mengatakan sebaiknya ada kebijakan untuk membuat tarif menjadi lebih rendah.
Selain lebih kompetitif bagi dunia usaha, pajak yang rendah dianggap justru akan
meningkatkan penerimaan negara karena semakin banyaknya potensi pajak yang
terjaring. Satu triliun dari seratus orang jauh lebih baik ketimbang satu triliun hanya
dari sepuluh pembayar pajak. Tarif yang tinggi membuat yang bayar menjadi
sedikit. Sehingga membuat banyak orang yang lain lebih sering menghindar dan
kucing-kucingan dengan petugas pajak. Dalam pikiran mereka, sekali Anda punya
NPWP sampai mati Anda akan dikejar oleh aparat pajak. Prinsip ini membuat
mereka kalau bisa selalu baku atur atau main belakang dengan fiscus.
E. Keuntungan Menjadi Akuntan Pajak
Menjadi seorang akuntan pajak dapat menjadi pilihan karir yang cukup
menguntungkan cocok untuk banyak orang. karir ini paling cocok untuk mereka yang
memiliki kemampuan matematika yang kuat dan yang menikmati bekerja dengan
angka, pemecahan masalah, dan menyelesaikan karya analitis. Meskipun Anda mungkin
dapat untuk mengamankan posisi yang lebih rendah tingkat dengan gelar dua tahun, itu
adalah ide yang baik untuk mendapatkan setidaknya bujangan jika Anda berencana
untuk membuat karir sebagai akuntan pajak. Yang sekolah banyak Anda selesai, posisi
yang lebih baik Anda akan di atas tanah pekerjaan terbaik.
Memiliki gelar yang akan membuka banyak pintu yang akan tidak akan tersedia
untuk Anda. Itu tidak berarti bahwa tidak mungkin untuk memiliki karir yang panjang
sukses sebagai akuntan pajak tanpa seperti gelar, tetapi jika mungkin, yang memiliki
sedikitnya gelar sarjana adalah yang terbaik. Jelas, karir ini sangat cocok bagi mereka
yang senang bekerja dengan angka, tetapi ada lebih untuk menjadi seorang akuntan
pajak yang hanya angka-angka. Mereka juga harus memahami dan selalu mengikuti
peraturan perpajakan yang berlaku. Bagian dari tugas mereka akan memastikan bahwa
klien mereka, apakah bisnis atau individu, menerima semua kredit pajak dan
pemotongan yang mereka diperbolehkan.
Akuntan Pajak juga dapat membantu merencanakan klien untuk tahun pajak
yang akan datang dengan membuat saran mengenai donasi, karyawan, dan faktor-faktor
lain yang dapat berdampak pada berapa banyak pajak yang mereka akan harus
membayar.
Ini adalah aspek yang menantang dari pekerjaan yang akuntan pajak banyak
menemukan menyenangkan. Sambil mencari cara-cara kreatif untuk menurunkan
tagihan pajak klien, bagaimanapun, adalah penting untuk mengetahui dan mengikuti
semua hukum yang berlaku. Selalu ada tindakan juggling melakukan apa yang terbaik
untuk klien anda, namun melakukannya dengan cara yang etis.
Tantangan ini memiliki potensi untuk membuat karir sebagai akuntan pajak jauh
lebih memuaskan dari beberapa karir lain di akuntansi. Perlu diingat bahwa ada
perbedaan antara preparer pajak dan akuntan pajak. Sebuah preparer pajak mungkin
atau mungkin tidak memiliki gelar. Mereka telah mengikuti kuliah dan mendapat
sertifikasi dalam persiapan pajak, tetapi tidak akan memiliki pengetahuan yang
mendalam bahwa akuntan pajak akan. Seorang preparer pajak mungkin bisa
mendapatkan pekerjaan dengan sebuah perusahaan persiapan pajak, tetapi akuntan pajak
memiliki lebih banyak pilihan yang tersedia. Bisnis besar sering memiliki akuntan pajak
mereka sendiri di staf. Ada juga beberapa perusahaan akuntansi pajak yang usaha kecil
dan menengah akan menyewa untuk memastikan mereka mendapatkan setiap
keringanan pajak yang tersedia bagi mereka.
Pajak akuntan dapat bekerja dengan bisnis di hampir bidang apapun, dan
beberapa menemukan daerah khusus di mana mereka menikmati pekerjaan. Sebagai
contoh, beberapa akuntan pajak fokus pada perawatan kesehatan atau lembaga non-
profit.
Sebuah karir sebagai akuntan pajak mungkin akan cukup stabil. Itu cukup aman untuk
mengatakan bahwa, terlepas dari yang mengambil alih di Gedung Putih, pajak tidak
akan dihilangkan. Selama sebagai individu dan bisnis diwajibkan untuk membayar
pajak, akan ada pekerjaan untuk akuntan pajak yang memenuhi syarat.
Memilih karir di akuntansi pajak, daripada akuntansi umum, memungkinkan
Anda untuk berkonsentrasi studi Anda sehingga Anda dapat bekerja untuk menjadi
sebagai pengetahuan mungkin di niche ini. Dengan berfokus pada satu wilayah sempit
di bidang akuntansi, Anda dapat membuat diri Anda lebih berharga dari waktu ke waktu
sebagai Anda membangun baik pengetahuan Anda tentang kode pajak dan pengalaman
Anda.
Menjadi seorang akuntan pajak adalah cara untuk memulai karir yang stabil,
menguntungkan, dan menyenangkan.
F. Kode Etik Konsultan Pajak
a) Kode Etik IKPI
1. Kode Etik IKPI adalah kaidah moral yang menjadi pedoman dalam berfikir,
bersikap dan bertindak bagi setiap anggota IKPI.
2. Setiap anggota IKPI wajib menjaga citra martabat profesi dengan senantiasa
berpegang pada Kode Etik IKPI.
3. Kode Etik IKPI juga mengatur sanksi terhadap tidak dipenuhinya kewajiban
atau dilanggarnya larangan oleh anggota IKPI.
b) Dalam hal kepribadian
Konsultan Pajak Indonesia wajib:
1. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.
2. Patuh pada hukum dan peraturan perpajakan, serta menjunjung tinggi
integritas, martabat dan kehormatan profesi Konsultan Pajak.
3. Melakukan tugas profesi dengan penuh tanggung jawab, dedikasi tinggi dan
independen.
4. Menjaga kerahasiaan dalam menjalankan profesi.
Konsultan Pajak Indonesia dilarang:
1. Melakukan kegiatan profesi lain yang terikat dengan pekerjaan sebagai
pegawai negeri, kecuali dibidang riset, pengkajian dan pendidikan.
2. Meminjamkan ijin praktik untuk digunakan oleh pihak lain.
3. Menugaskan karyawannya atau pihak lain yang tidak menguasai
pengetahuan perpajakan untuk bertindak, memberikan nasehat dan
menangani urusan perpajakan
c) Dalam hal hubungan dengan teman seprofesi
Konsultan Pajak Indonesia dilarang:
1. Menarik pelanggan yang diketahui atau patut dapat diketahui bahwa
pelanggan tersebut merupakan pelanggan Konsultan Pajak lain.
2. Membujuk karyawan dari Konsultan Pajak lain untuk pindah menjadi
karyawannya.
3. Menerima pelanggan pindahan dari Konsultan Pajak lain tanpa
memberitahukan kepada Konsultan Pajak lain tersebut, dan harus secara
jelas dan meyakinkan secara legal bahwa pelanggan tersebut telah mencabut
kuasanya dari Konsultan Pajak lain tersebut.
d) Dalam hal hubungan dengan wajib pajak
Konsultan Pajak Indonesia wajib:
1. Menjunjung tinggi integritas, martabat dan kehormatan dengan memelihara
kepercayaan masyarakat; bersikap jujur dan berterus terang tanpa
mengorbankan rahasia penerima jasa; dapat menerima kesalahan yang tidak
disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak boleh menerima
kecurangan atau mengorbankan prinsip; mampu melihat mana yang benar,
adil dan mengikuti prinsip obyektivitas dan kehatihatian.
2. Bersikap profesional: senantiasa menggunakan pertimbangan moral dalam
pemberian jasa yang dilakukan; senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan dan menghormati kepercayaan masyarakat dan pemerintah;
melaksanakan kewajibannya dengan penuh kehati-hatian, dan mempunyai
kewajiban mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan.
3. Menjaga kerahasiaan dalam hubungan dengan Wajib Pajak: Harus
menghormati dan menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh selama
menjalankan jasanya, dan tidak menggunakan atau mengungkapkan
informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali ada hak atau kewajiban legal
profesional yang legal atau hukum atau atas perintah pengadilan untuk
mengungkapkannya. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan
bahwa staf atau karyawan maupun pihak lain dalam pengawasannya dan
pihak lain yang diminta nasihat dan bantuannya tetap menghormati dan
menjaga prinsip kerahasiaan.
Konsultan Pajak Indonesia dilarang:
1. Memberikan petunjuk atau keterangan yang dapat menyesatkan Wajib Pajak
mengenai pekerjaan yang sedang dilakukan.
2. Memberikan jaminan kepada Wajib Pajak bahwa pekerjaan yang
berhubungan dengan instansi perpajakan pasti dapat diselesaikan.
3. Menetapkan syarat-syarat yang membatasi kebebasan Wajib Pajak untuk
pindah atau memilih Konsultan Pajak lain.
4. Menerima setiap ajakan dari pihak manapun untuk melakukan tindakan
yang diketahui atau patut diketahui melanggar peraturan perundang-
undangan perpajakan.
5. Menerima permintaan Wajib Pajak atau pihak lain untuk melakukan
rekayasa atau perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perpajakan.
e) Dalam hal publikasi
Konsultan Pajak Indonesia wajib mengikuti ketentuan-ketentuan sebagai
berikut:
1. Nama kantor konsultan pajak yang dicantumkan pada papan nama adalah
sesuai dengan nama yang tercantum dalam ijin praktek dari Menteri
Keuangan/Direktur Jenderal Pajak
2. Pada papan nama harus dicantumkan nomor ijin praktek Konsultan Pajak
3. Apabila Konsultan Pajak berbentuk persekutuan, Nomor ijin praktek yang
harus dicantumkan pada papan nama adalah nomor ijin praktek salah
seorang dari anggota persekutuan
4. Ukuran dan warna papan nama disesuaikan dengan kebutuhan.
5. Konsultan Pajak Indonesia dilarang memasang iklan untuk mendapatkan
pelanggan.
f) Sanksi atas pelanggaran kode etik profesi
Pasal 13 Kode Etik Konsultan Pajak menegaskan :
1. Sanksi terhadap pelanggaran Kode Etik antar lain berupa :
Teguran tertulis
Pemberhentian sementara
Pemberhentian tetap.
2. Sebelum sanksi yang tersebut pada ayat (1) di atas diberikan, anggota IKPI
yang bersangkutan harus diberi kesempatan membela diri dalam rapat
Majelis Kehormatan dan anggota tersebut dapat disertai oleh sebanyak-
banyaknya 3 (tiga) orang anggota IKPI lainnya sebagai pendamping
3. Dalam hal keputusan sanksi pemberhentian tetap, maka keputusan tersebut
baru berlaku setelah yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk
membela diri di depan Kongres
4. Keputusan Kongres merupakan keputusan final dan mengikat.
G. Kewajiban Konsultan Pajak Menurut Pasal 10 Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 98/Pmk.03/2005 Tanggal 13 Oktober 2005 Tentang Perubahan Atas
Pmk Nomor 485/Kmk.03/2003 Tentang Konsultan Pajak Indonesia
Kewajiban Konsultan Pajak:
a) Konsultan Pajak wajib mematuhi semua peraturan perundang-undangan
perpajakan.
b) Konsultan Pajak wajib menyampaikan kepada Wajib Pajak agar melaksanakan
hak dan kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
c) Dalam mengurus pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan dari
Wajib Pajak, setiap Konsultan Pajak wajib:
memiliki Izin Praktek Konsultan Pajak yang masih berlaku; dan
memiliki Surat Kuasa Khusus dari Wajib Pajak dan Surat Pernyataan
dengan bentuk sebagaimana ditetapkan dalam peraturan ini.
d) Konsultan Pajak wajib mematuhi prosedur dan tata tertib kerja yang berlaku di
lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan dilarang melakukan tindakan-
tindakan yang merugikan kepentingan negara.
e) Konsultan Pajak yang telah memiliki Izin Praktek Konsultan Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) wajib mengikuti
penataran/pendidikan penyegaran perpajakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam
setahun yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan/atau Ikatan
Konsultan Pajak Indonesia.
f) Konsultan Pajak wajib mematuhi Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga
dan Kode Etik Ikatan Konsultan Pajak Indonesia.
g) Konsultan Pajak wajib membuat Laporan Tahunan yang berisi jumlah dan
keterangan mengenai Wajib Pajak yang telah diberikan jasa di bidang
perpajakan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan ini dan melampirkan fotokopi
Sertifikat penataran/pendidikan penyegaran perpajakan sebagaimana dimaksud
pada huruf e.
h) Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud pada huruf g disampaikan kepada
Direktur Jenderal Pajak paling lama akhir bulan April tahun takwim
berikutnya.
i) Konsultan Pajak dapat mengajukan permohonan penundaan penyampaian
Laporan Tahunan, yang disampaikan secara tertulis untuk paling lama 3 (tiga)
bulan."
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Pada waktu terakhir ini, perpajakan disoroti berbagai pihak dalam berbagai
sudut pandang. Sebagai organisasi yang dinamis, yang mempunyai tugas pokok dan
fungsi mengamankan penerimaan negara dalam APBN, Ditjen Pajak telah
mendayagunakan sorotan tersebut sebagai sumber kekuatan dalam mengelola pajak.
Ada 6 standarisasi yang dipersembahkan oleh SSTs, yang menjadi tujuan kita ;
1. Seorang akuntansi pajak seharuasanya tiadak merekomendasikan suatu keadaan
atau posisi jika posisi tersebut tidak pantas
2. Seorang akuntan pajak seharusnya tidak mempersiapkan atau menandai
penghasilan jika hal ini merupakan suatu keadaan dimana seorang tidak bisa
merekomendasikan no.1
3. Seorang akuntan pajak bisa merekomendasikan yang mana dia dapat
menyimpulkan suatu keadaan tersebut dengan tidak tergesa-gesa
4. Seorang akuntan pajak mempunyai kewajiban untuk memberikan nasehat kepada
kliennya tentang hukuman yang dapat di berikan karena beberapa keadaan dan
sekaligus pemecahan masalahnya.
5. Seorang akuntan pajak seharusnya tidak merekomendasikan suatu keadaan dimana
dapat bertindak secara tidak adil terhadap audit pemilihan proses oleh IRS
6. Melayani keadaan dimana orang hanya beragumen saja tanpa adanya praktek.
Tetapi ada beberapa area dari akuntansi pajak yang belum jelas dan sangat
problematik. Hal ini adalah area tempat dari exploitation dari sistem pajak.
SARAN
Hendaknya akuntan pajak dapat lebih beretika dalam menjalankan profesinya.
Untuk wajib pajak hendaknya melaporkan pendapatannya secara jujur dan menyadari
pentingnya pajak untuk kemakmuran dan kesejahteraan bangsa.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
http://memebali.blogspot.com/2013/06/etika-dalam-praktik-perpajakan.html
http://icharatnasariadu.blogspot.com/2011/11/etika-dalam-perpajakan.html
http://asdarmunandar.blogspot.com/2012/02/kode-etik-ikatan-konsultan-pajak.html
http://ksandi43.wordpress.com/2011/12/06/kode-etik-ikatan-konsultan-pajak-indonesia-
ikpi/
http://putra-finance-accounting-taxation.blogspot.com/2007/11/akuntansi-pajak-tax-
accounting.html
KASUS
September tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus menanggung
malu. Kantor akuntan publik ternama ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia
sebesar US$ 75 ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa
profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak
perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York. Berkat aksi sogok ini,
kewajiban pajak Easman memang susut drastis. Dari semula US$ 3,2 juta menjadi
hanya US$ 270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-was dengan
polah anak perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko lebih besar, Baker
melaporkan secara suka rela kasus ini dan memecat eksekutifnya. Badan pengawas
pasar modal AS, Securities & Exchange Commission, menjeratnya dengan Foreign
Corrupt Practices Act, undang-undang anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar
negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik Texas.
Namun, karena Baker mohon ampun, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan.
KPMG pun terselamatkan.
Analisis :
Seharusnya melakukan pertanggung jawaban sebagai profesional yang senantiatasa
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam setiap kegiatan yang
dilakukannya. Selain itu seharusnya tidak melanggar prinsip etika profesi yang
kedua,yaitu kepentingan publik, yaitu dengan cara menghormati kepercayaan publik.
Kemudian tetap memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik sesuai dengan
prinsip integritas. Seharusnya tidak melanggar juga prinsip obyektivitas yaitu dimana
setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan
dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
KASUS PELANGGARAN ETIKA KONSULTAN PAJAK
Konsultan Pajak yang terlibat dalam kasus Dhana Widyatmika ditahan oleh Jaksa
Agung Muda Pidana Khusus selaku penyidik. Hendro Tirtawijaya sebagai salah satu
konsultan pajak PT Ditax Management Resolusindo tersangka dalam kasus korupsi
pajak yang dilakukan oleh Herly Isdiharsono rekan Dhana. Kepala Pusat Penerangan
Hukum (Kapuspenkum) Kejagung M Adi Toegarisman mengatakan bahwa penyidik
resmi melakukan penahanan setelah beberapa kali memeriksa tersangka Hendro.
Menurut Adi, penyidik telah menemukan bukti yang kuat yang menunjukkan
keterlibatan Hendro dalam kasus ini. Hendri merupakan rekan dari pegawai pajak Herly
Isdiharsono yang diduga sebagai penghubung dengan wajib pajak Johnny Basuki selaku
pemilik PT Mutiara Virgo. Selain membagi-bagikan uang, hendro juga diduga turut
menerima uang atas jasanya sebagai perantara.
Berdasarkan hasil kajian, pada tahun 2003 dan 2004 pengajuan restitusi PPN Mutiara
Virgo tidak dilengkapi dokumen yang memadai. Karena itu tim pemeriksa mengusulkan
untuk dilakukan pemeriksaan pajak secara menyeluruh. Berdasarkan hasil pemeriksaan
maka terdapat pajak kurang bayar sebesar Rp.82,591 miliar ditambah denda Rp 46,080
miliar. Data ini diberikan Herly kepada Hendro di KPP Jakarta Palmerah pada Agustus
2005. Atas hasil pemeriksaan itu Johnny meminta Hendro agar melakukan pendekatan
dan negosiasi untuk mengurangi jumlah pajak. Hendro pun melakukan pendekatan
kepada Herly selaku perwakian tim pemeriksa, dan bersepakat untuk mengesampingkan
hasil pemeriksaan asalkan ada kompensasi sejumlah uang untuk tim pemeriksa.